BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini dijelaskan latar

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini dijelaskan latar belakang penelitian, masalah penelitian,
pertanyaan penelitian, tujuan penelitian dan manfaat penelitian.
1.1.
Latar Belakang
Merek adalah aset yang sangat penting bagi sebuah perusahaan dan
merupakan komponen kunci dalam perkembangan strategi pemasaran yang
efektif. Menurut Lee (2008), perusahaan sangat perlu untuk membangun sebuah
merek yang kuat karena banyak manfaat yang didapatkan dari sebuah merek yang
kuat. Dengan merek yang kuat maka identitas perusahaan akan semakin dikenal
oleh konsumen yang kemudian akan mengokohkan posisi perusahaan di dalam
sebuah industri.
Selama kurang lebih sepuluh tahun terakhir, beberapa akademisi dan
praktisi mulai menyadari pentingnya konsep ekuitas merek (i.e. Motameni dan
Shahrokhi, 1998; Aaker, 1999; Yoo dan Donthu, 2001; dan Tong dan Hawley,
2009). Merek diyakini dapat menghasilkan keuntungan secara finansial (Aaker,
1999). Pasar yang sangat kompetitif membuat merek yang kuat sangat diperlukan
untuk mencapai pertumbuhan yang pesat dan mengokohkan posisi perusahaan
melawan gempuran dari pesaing. Menurut Aaker (1991), perusahaan menciptakan
ekuitas merek dengan membuat produk yang berkualitas tinggi dan menciptakan
asosiasi merek yang kuat melalui komunikasi dan periklanan yang tepat.
1
Menurut Aaker dalam Aaker et al. (2011), ekuitas merek dapat bermanfaat
bagi investor, perusahaan manufaktur, pengecer, atau konsumen karena nama
merek dapat menambah nilai kepada mereka. Investor memiliki motivasi finansial
untuk menggal inilai sebuah nama merek dari nilai aset lain. Perusahaan
manufaktur dan pengecer lebih termotivasi pada penerapan strategi ekuitas merek
karena memungkinkan perusahaan menghasilkan volume dan margin penjualan
yang lebih besar.
Dalam beberapa literatur pemasaran, penggunaan ekuitas merek biasanya
terbagi dalam dua kelompok: yang pertama adalah menyangkut hal-hal yang
melibatkan persepsi konsumen (misalnya: kesadaran, loyalitas merek, dan
persepsi kualitas) dan hal-hal yang melibatkan perilaku konsumen (misalnya:
loyalitas merek dan kesediaan untuk membayar dengan harga yang lebih tinggi).
Dalam pengukuran persepsi, ada sebuah teknik yang menggunakan rating
preferensi konsumen untuk sebuah produk bermerek dengan produk yang tidak
bermerek (Aaker, 1991). Pendekatan lainnya yang digunakan oleh beberapa
penulis adalah dengan memperlakukan ekuitas merek sebagai kepentingan nama
merek karena nama sebuah merek terkadang juga sebagai indikator inti.
Ekuitas merek dapat didefinisikan dari beberapa perspektif. Tetapi, dalam
beberapa literatur (i.e. Aaker, 1991; Simon dan Sullivan, 1993; dan Cobb, et al.,
1995), ekuitas merek biasanya dibahas dalam dua perspektif, yaitu dari sudut
pandang nilai perusahaan dan sudut pandang konsumen. Perspektif awal ekuitas
merek adalah dari perspektif finansial (Cobb, et al., 1995). Perspektif finansial
ekuitas merek dinilai dari future cash flow yang dihasilkan dari pendapatan
2
produk bermerek dikurangi pendapatan produk tidak bermerek (Simon dan
Sullivan, 1993). Aaker (1991) mendefinisikan ekuitas merek sebagai sekumpulan
aset dan kewajiban yang menambah atau mengurangi nilai yang disediakan dari
sebuah produk atau jasa kepada sebuah perusahaan atau pelanggan dari
perusahaan tersebut. Aset yang merepresentasikan merek termasuk dalam aset
perusahaan dan dicatat dalam neraca. Dari dua persepektif tersebut, dalam
penelitian ini peneliti memfokuskan pada ekuitas merek berdasarkan perspektif
konsumen yang dikemukakan oleh Aaker (1991).
Dalam pemasaran, merek merupakan sebuah pembeda sebuah produk dari
sebuah perusahaan dengan produk lain dari perusahaan pesaingnya. Merek bisa
menjadi sebuah kunci bagi kesuksesan sebuah perusahaan, maka sangat penting
bagi perusahaan untuk mengelola merek dengan strategi yang tepat (Cobb, et al.,
1995). Menurut Keller (1993), perusahaan dapat mengadaptasi beberapa strategi
pemasaran untuk mengelola merek produk mereka. Umumnya perusahaan mulai
membangun merek dari sebuah produk yang kemudian berkembang menjadi
beberapa produk seiring berjalannya waktu. Dalam beberapa kasus, ada merek
dari produk-produk sebuah perusahaan yang diambil dari nama perusahaan
tersebut. Strategi ini disebut dengan istilah corporate branding (misalnya Toyota
Motor Corporation menggunakan nama Toyota di setiap produknya). Strategi
perusahaan yang tidak menggunakan nama perusahaan sebagai merek produkproduknya disebut dengan strategi house-of-brands (misalnya General Motors
Company menggunakan beberapa merek untuk produk-produk otomotifnya).
3
Komunikasi antara perusahaan dengan konsumen adalah hal yang sangat
penting untuk menyampaikan pesan yang terkandung dalam sebuah merek.
Kurangnya komunikasi antara perusahaan dengan konsumen membuat penciptaan
konsep sebuah merek di benak konsumen menjadi terhambat. Strategi pemasaran
yang tidak tepat dapat menjadikan pesan yang akan disampaikan perusahaan
melalui sebuah merek menjadi tidak tersampaikan dan mengakibatkan kesalahan
persepsi dalam benak konsumen.
Kitchen et al. (2004) mengatakan bahwa strategi komunikasi merek yang
terintegrasi dan tersusun dengan baik dapat membantu perusahaan untuk tetap
bertahan di dalam persaingan. Dalam komunikasi pemasaran, merek adalah fokus
utama. Keller (1993) mengatakan bahwa ekuitas merek muncul dari asosiasi yang
kuat antara konsumen dengan sebuah merek yang dianggap familiar. Komunikasi
pemasaran mengandung pesan yang terdapat dalam sebuah merek dan
menciptakan dialog dengan konsumen mengenai produk yang mereka tawarkan.
Oleh karena itu, komunikasi pemasaran dapat menyalurkan tujuan perusahaan
untuk membangun ekuitas merekyang kuat di benak konsumen. Lebih lanjut lagi,
komunikasi pemasaran dapat membantu perusahaan memperoleh respons yang
baik dari pelanggan.
Event atau kegiatan adalah salah satu dimensi dari komunikasi pemasaran.
Dalam kegiatan tersebut ada perusahaan-perusahaan yang mendanai sebuah
kegiatan agar dapat berlangsung dengan baik. Istilah event marketing atau
pemasaran kegiatan sering digunakan oleh peneliti dan praktisi pemasaran untuk
menjelaskan berbagai aktivitas termasuk pemasaran sebuah kegiatan dan kegiatan
4
pemasaran (Cornwell dan Maignan, 1998). Pemasaran melalui sponsorship
membantu perusahaan untuk mencapai tujuan-tujuan dengan komunikasi dan
pengalaman yang menghubungkan antara perusahaan dengan konsumen melalui
acara-acara yang disponsori. Nilai tambah yang dimiliki oleh sponsorship
dibandingkan dengan alat-alat pemasaran lainnya adalah adanya unsur filantrofis
yang berpotensi membuat konsumen bersikap positif terhadap merek sponsor,
walaupun keuntungan bisnis tetap menjadi motivasi utama dari perusahaan (Speed
dan Thompson, 2000).
Sneath et al. (2005) mengungkapkan bahwa peningkatan pengeluaran pada
pemasaran
kegiatan
dibandingkan
dengan
bentuk
promosi
lainnya,
mengindikasikan bahwa ada keuntungan tersendiri bagi perusahaan dalam
mensponsori berbagai kegiatan. Penelitian dari Crimmins dan Horn (1996)
menunjukkan bahwa sponsorship pada kegiatan yang bergengsi tinggi
memberikan potensi keuntungan yang bernilai jutaan dolar kepada perusahaan
sponsor. Walaupun investasi yang dikeluarkan perusahaan untuk berkomunikasi
melalui kegiatan-kegiatan tertentu sangat besar, biaya tersebut dapat diimbangi
dengan meningkatnya waktu yang digunakan oleh pengunjung kegiatan untuk
berinteraksi dengan produk dari perusahaan sponsor. Dengan demikian,
pemasaran melalui sponsorship dapat dilihat sebagai kesempatan yang unik untuk
mengintegrasikan berbagai bentuk komunikasi pemasaran lainnya seperti
periklanan, hubungan masyarakat, dan pemasaran langsung dengan mengandalkan
pengalaman yang dirasakan pengunjung melalui interaksi langsung dengan
produk. Tantangan berikutnya bagi peneliti dan praktisi pemasaran adalah
5
kesulitan dalam membedakan efek sponsorship dari efek komunikasi pemasaran
lainnya dalam sebuah kegiatan.
Sponsorship telah menjadi bagian dalam pembiayaan pada berbagai macam
kegiatan. Seperti kegiatan olahraga, musik, pendidikan, sosial, dan lain-lain.
Perusahaan pemberi sponsor menghabiskan miliaran rupiah untuk meningkatkan
citra mereka dan mencapai tujuan program pemasaran mereka. Para pemasar ingin
mengintegrasikan komunikasi pemasaran untuk mempromosikan kegiatan dan
meningkatkan citra kegiatan tersebut. Panitia kegiatan menarik sponsor lokal,
mengundang partisipan terkenal, dan memasukkan beberapa aktivitas menarik
dalam kegiatan tersebut untuk menarik minat pengunjung.
Sayangnya, beberapa penelitian tentang sponsorship sampai saat ini masih
lebih banyak yang meneliti kegiatan olahraga (i.e. Lee et al., 1997; Gwinner dan
Eaton, 1999; Cornwell et al., 2006; Chien et al., 2011; dan Henseler et al., 2011).
Banyak peneliti yang berfokus pada sponsorship pada kegiatan olahraga
dikarenakan kegiatan olahraga merupakan kesempatan perusahaan untuk
berinvestasi dengan skala besar karena kebanyakan kegiatan olahraga merupakan
kegiatan yang mendunia seperti piala dunia FIFA dan Olimpiade. Kegiatankegiatan tersebut mampu menyedot perhatian miliaran penonton televisi secara
global. Sponsorship dalam kegiatan tersebut berpotensi menghasilkan keuntungan
pemasaran bagi perusahaan sponsor dan tentunya merupakan cara yang lebih
menjanjikan secara finansial daripada periklanan.
Beberapa peneliti melihat sponsorship untuk kegiatan kesenian dan musik
bertujuan untuk menanamkan merek ke dalam budaya dan proses penanaman
6
tersebut terkait dengan dimensi pengalamanan dari konsumen (Holbrook dan
Hirschman, 1982). Hackley dan Tiswakul (2006) mengemukakan konsep baru
berupa “pemasaran hiburan” yang bertujuan untuk menyatukan merek ke dalam
pengalaman hiburan konsumen. Mereka mengatakan bahwa pemaparan merek
dalam hiburan yang popular memberikan efek kedekatan pada sebuah merek dan
secara bersamaan meningkatkan kesungguhan dalam pengaturan hiburan. Ketika
merek disertakan ke dalam pengalaman hiburan, merek sponsor dan jenis kegiatan
hiburan tersebut saling menguatkan dan membentuk identitas yang kuat (Elliot,
1997; Jenkins, 2004). Menurut Moore (2003), hal tersebut membuat merek dan
segala kegiatan pemasaran yang terkait menjadi tertanam dalam kehidupan
konsumen. Berdasarkan paradigma ini, sponsorship pada kegiatan kesenian lebih
mengarah pada penanaman merek dalam identitas budaya daripada kesadaran
merek, sikap terhadap merek, dan penggunaan produk merek tersebut.
Penelitian tentang sponsorship di kegiatan non-olahraga memang baru
sedikit dikembangkan. Walaupun demikian, bukan berarti bahwa sponsorship
pada kegiatan non-olahraga tidak menjanjikan keuntungan yang besar bagi para
sponsor. Menurut Rowley dan Williams (2008), salah satu kegiatan non-olahraga
yang banyak dikunjungi adalah kegiatan musik. Kegiatan musik adalah salah satu
kegiatan yang penting dan sedang berkembang untuk dijadikan sebagai lahan
sponsorship bagi para merek-merek besar. Sponsorship adalah sumber pendapatan
yang penting bagi penyelenggara kegiatan musik. Dari sudut pandang manajer,
sponsorship dari kegiatan musik memberikan kesempatan untuk berkomunikasi
kepada konsumen target yang lebih homogen, khususnya orang-orang muda
7
(Oakes, 2003). Tetapi sayangnya, hanya sedikit penelitian yang berfokus pada
efek dari sponsorship pada kegiatan musik dan kegiatan non-olahraga lainnya.
Berangkat dari keterbatasan itu, peneliti mengambil keputusan untuk meneliti
sponsorship pada kegiatan non-olahraga.
1.2. Masalah Penelitian
Masalah dalam penelitian ini adalah banyaknya penelitian tentang
sponsorship yang berfokus pada kegiatan olahraga tidak diimbangi dengan
penelitian tentang sponsorship yang berfokus pada kegiatan non-olahraga (contoh:
kegiatan musik, budaya, pendidikan, dll), sehingga kebutuhan terhadap penelitian
kegiatan non-olahraga tidak banyak terakomodasi. Padahal, sponsorship pada
kegiatan non-olahraga tidak kalah populer dibanding dengan kegiatan olahraga.
Dalam kegiatan non-olahraga, perusahaan masih terdapat peluang untuk
memasarkan merek produk mereka dalam bentuk sponsor karena kegiatan nonolahraga juga cukup banyak menyedot pengunjung. Masih ada banyak konsumen
potensial yang tidak tertarik di kegiatan olahraga yang dapat ditemukan di
kegiatan olahraga. Berangkat dari keterbatasan itu, peneliti mengambil keputusan
untuk meneliti sponsorship pada kegiatan non-olahraga.
Penelitian ini kemudian akan mengungkapkan pengaruh dari sponsorship
dan kepribadian merek pada persepsi konsumen terhadap ekuitas merek suatu
produk setelah dipengaruhi oleh efek kesesuaian antara kegiatan dengan produk
yang menjadi sponsor kegiatan tersebut. Persepsi konsumen yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah penilaian ekuitas merek berdasarkan aspek kognitif dan
8
keperilakuan pada level konsumen secara individual melalui sebuah survei. Salah
satu hal yang membangun persepsi ekuitas merek di benak konsumen adalah
melalui komunikasi pemasaran berupa sponsorship terhadap berbagai kegiatan.
Pemberian sponsor pada berbagai kegiatan tertentu diyakini sangat berpengaruh
untuk membangun ekuitas merek karena konsumen mendapat pengalaman untuk
melihat atau mencoba produk yang menjadi sponsor kegiatan tersebut. Kesesuaian
antara kegiatan dengan merek atau produk yang menjadi sponsor dan kepribadian
merek yang dimiliki oleh produk sponsor juga dapat mempengaruhi persepsi
ekuitas.
Selain pada variabel sponsorship, keterbatasan pada penelitian-penelitian
sebelumnya juga terdapat pada pengukuran variabel kepribadian merek.
Pengukuran yang biasa digunakan pada variabel kepribadian merek berfokus pada
pengidentifikasian
kepribadian
dari
merek-merek
yang
diukur
dengan
menggunakan Brand Personality Scale (BPS) yang digagas oleh Aaker (1997).
Karena BPS hanya digunakan untuk mengidentifikasi kepribadian yang ada dari
masing-masing merek, maka BPS sulit mendeteksi pengaruh yang ditimbulkan
oleh kepribadian merek. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, penulis
menggunakan skala pengukuran yang digagas oleh Freling, et al. (2011) yaitu
Brand Personality Appeal (BPA). BPA dikembangkan untuk mengukur pengaruh
yang ditimbulkan oleh kepribadian merek. Hasil dari pengukuran ini dapat
digunakan untuk mengetahui pengaruh kepribadian merek pada sikap terhadap
merek, dan niat pembelian. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis
menggunakan pengukuran BPA untuk mengetahui pengaruh kepribadian merek.
9
Dalam penelitian ini, sponsorship dan kepribadian merek digunakan sebagai
variabel independen yang mempengaruhi ekuitas merek yang dipersepsikan
konsumen. Sedangkan kesesuaian antara sponsor dan kegiatan menjadi variabel
moderasi pengaruh antara sponsorship dengan ekuitas merek yang dipersepsikan
konsumen.
1.3. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan masalah penelitian di atas, maka pertanyaan penelitian
dirumuskan sebagai berikut:
1.
Apakah sponsorship berpengaruh pada ekuitas merek?
2.
Apakah kepribadian merek berpengaruh pada ekuitas merek?
3.
Apakah kesesuaian antara sponsor dan kegiatan memoderasi pengaruh
sponsorship pada ekuitas merek?
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Menguji pengaruh sponsorship pada ekuitas merek.
2.
Menguji pengaruh kepribadian merek pada ekuitas merek.
3.
Menguji pengaruh moderasi kesesuaian antara sponsor dan kegiatan pada
hubungan antara sponsorship dan ekuitas merek
10
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Manfaat bagi akademisi
Penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan literatur di bidang manajemen
pemasaran,
terutama
yang
berhubungan
dengan
topik
sponsorship,
kepribadian merek, dan ekuitas merek. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi tentang pengaruh sponsorship dan kepribadian merek
pada ekuitas merek. Kontribusi baru yang ditawarkan melalui penelitian ini
terkait dengan kegiatan yang diteliti pada variabel sponsorship berupa
kegiatan non-olahraga yang belum banyak diteliti sebelumnya.
2.
Manfaat bagi praktisi
Penelitian ini diharapkan menjadi panduan bagi para praktisi khususnya pada
manajer pemasaran dalam membangun ekuitas merek di dalam benak
konsumen melalui sarana sponsorship pada kegiatan tertentu, khususnya
kegiatan non-olahraga.
11
Download