perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user BAB I

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perkembangan zaman mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara
semakin tinggi, hal ini berimplikasi pada harga-harga kebutuhan pokok yang mau
tidak mau juga ikut naik. Khususnya di Indonesia, naiknya harga kebutuhan pokok ini
menjadi indikasi pertumbuhan masyarakat yang sangat besar menuju ekonomi kelas
menengah. “Selama tujuh tahun terahkir, setiap tahunnya tumbuh tujuh juta jiwa
masyarakat ekonomi kelas menengah yang baru.” (www.bisniskeuangan.kompas.
com)
Hal ini berarti selama tujuh tahun terahkir muncul 50 juta jiwa masyarakat
ekonomi kelas menengah baru. Namun sayang, pertumbuhan masyarakat ekonomi
kelas menengah ini belum dibarengi dengan kesadaran akan mahalnya nilai jaminan
dan perlindungan masa depan. Hal ini terbukti dari hasil sebuah survei yang
menyatakan:
Sebuah keluarga dengan penghasilan kurang dari 5 juta, harus mencari
bantuan finansial kurang lebih 20 kali dari penghasilan mereka apabila
musibah tiba-tiba terjadi. Perkiraan risiko yang dirasakan rata-rata keluarga
Indonesia di kota-kota besar nilainya secara total mencapai Rp 137 juta.
Kebutuhan proteksi paling banyak terserap untuk menghadapi kematian, yaitu
sebesar Rp 53 juta, lalu cacat permanen akibat kecelakaan Rp 36 juta,
penyakit berat Rp 35 juta, dan penyakit ringan Rp 13 juta.(www.kompas.com)
commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2
Dalam rangka menjawab kebutuhan tersebut, pemerintah sebenarnya telah
berupaya mendorong masyarakat untuk mengikuti asuransi, yang dimaksudkan untuk
dapat mengurangi beban biaya jaminan dan perlindungan yang cukup besar ini.
Namun, tampaknya masyarakat belum sepenuhnya menyadari arti penting asuransi,
dikarenakan berbagai hal, salah satunya adalah cara pandang yang keliru. Hal ini
sejalan dengan pernyataan yang diucapkan Kepala Biro Perasuransian BapepamLK
Kementerian Keuangan, Isa Rachmatarwata:
Stigma dari masyarakat yang menganggap asuransi sebagai produk
mahal dituding sebagai penyebab kecilnya penetrasi pemegang polis tersebut.
Stigma ini juga yang menjadi penyebab jumlah masyarakat Indonesia yang
memiliki polis asuransi jiwa baru sekitar 16,75 juta jiwa atau 13,9 persen dari
237
juta
penduduk
Indonesia
(www.jamsosindonesia.com
dan
www.kompas.com)
Realita masyarakat Indonesia masih menganggap asuransi sebagai beban di
sisi sumber daya keuangannya. Padahal dengan memiliki polis asuransi, perlindungan
seseorang akan pembiayaan lebih besar daripada yang tidak berasuransi. Persepsi
nilai kebutuhan proteksi seseorang yang memiliki asuransi adalah 4 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan yang tidak memiliki. (www.kompas.com)
Pernyataan tersebut juga didukung dengan data yang dilansir oleh
BapepamLK. Mereka menyebutkan bahwa tahun 2009, tingkat belanja asuransi per
penduduk Indonesia tercatat Rp. 387.570 per penduduk, masih jauh tertinggal dengan
Malaysia $100, Jepang $1000, dan Amerika $2000. (www.infobanknews.com)
Pro dan kontra di masyarakat terhadap asuransi pun terjadi. Seperti beberapa
tanggapan negatif masyarakat, mereka menyatakan bahwa tidak terlalu percaya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3
dengan konsep asuransi karena „anggapan‟ mendahului kehendak Tuhan. Mereka
juga menganggap dengan membayarkan premi hanya akan memperkaya para agen.
Sedang bagi masyarakat yang telah mengikuti asuransi memberikan kesaksian
manfaat yang besar setelah menjadi nasabah asuransi. Seperti yang diungkapkan
Rosaline Djayasukmana, salah seorang nasabah asuransi. Perusahaan asuransi
menanggung semua biaya operasi dan perawatan rumah sakit, setelah dirinya
mengalami
kecelakaan
berkendara.
(www.kompas.com
dan
www.asuransibijaksana.com)
Kekeliruan persepsi tentang asuransi mungkin tak harus terjadi seandainya
informasi yang diterima masyarakat cukup lengkap. Untuk meminimalkan jurang
pemisah antara besarnya manfaat yang ditawarkan asuransi dalam mengakomodasi
kebutuhan pokok dan stigma masyarakat yang masih keliru terhadap asuransi sendiri,
maka diperlukan agen-agen terbaik dan mumpuni untuk menjual asuransi. MDRT
atau Million Dollar Round Table, merupakan wadah bagi representasi agen-agen
asuransi terbaik dan mumpuni tersebut. MDRT ini sendiri dahulunya merupakan
asosiasi perdagangan profesional, yang dibentuk pada tahun 1927. Dari semua agen
asuransi top di seluruh dunia, hanya 4% saja yang memenuhi syarat untuk bisa berada
dalam asosiasi ini setiap tahunnya. (www.wikipedia.org).
Prasayat untuk mencapai level MDRT ini, agen asuransi harus mampu
mengumpulkan premi senilai Rp. 680 juta pertahun, atau komisi sebesar Rp 320 juta
Nilai yang disyaratkan ini ditentukan langsung oleh MDRT internasional dan nilainya
setiap tahun berubah. Dalam keanggotaan MDRT diterapkan sistem gugur. Berarti
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4
apabila seorang agen tidak mampu memenuhi syarat yang ditentukan dalam
pengumpulan premi atau komisi, seorang agen otomatis tidak lagi menjadi anggota
asosiasi ini. (www.swa.co.id).
Dalam hal bisnis, personal selling memiliki dampak langsung pada proses
penjualan berdasarkan bentuk-bentuk usaha tertentu yang dilakukan agen asuransi.
Keandalan personal selling yang paling utama adalah mampu mendekatkan
pelanggan dengan penjualan lewat proses komunikasi. Melalui personal selling ini,
pelanggan akan tanpa sungkan-sungkan menanyakan dan mencari tahu kemampuan
produk tersebut dengan leluasa. Mereka juga akan bisa mendapatkan informasi
akurat, sisi kebaikan dan keburukan dari produk secara langsung dari konsumen.
Madhulika Panda, seorang asisten profesor spesialisasi komunikasi persuasi,
Universitas Orissa India melakukan sebuah penelitian bersama rekannya. Ia
menyatakan kecakapan berkomunikasi berperan besar tidak hanya dalam bidang
pemasaran, namun juga di berbagai jenis profesi lain. Penelitiannya menunjukkan
bahwa dalam dunia personal selling kecakapan berkomunikasi menunjang
keberhasilan sebesar 100%, dalam teknik informasi 63,2%, dalam human resources
60,5%, dan 34,2% dalam bidang keuangan. (Panda, 2012: 14)
Hasil penelitian Madhulika Panda tersebut senada dengan pernyataan Ida
Kuraeny, ikon agen asuransi paling berprestasi Indonesia “bahwa keterampilan
berkomunikasi seperti tata bahasa, intonasi suara, gaya bahasa sangat mempengaruhi
calon nasabah untuk memutuskan membeli asuransi.” (www.usahamaju.com).
Melalui dasar ini, peneliti selanjutnya akan menggali lebih dalam bagaimana
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5
karakteristik komunikasi persuasi yang melekat pada agen peraih MDRT, ditilik dari
sudut pandang teori-teori komunikasi.
PT Equity Life Indonesia, sebagai salah satu perusahaan asuransi di
Indonesia, memiliki agen-agen terbaik yang dibuktikan dengan diperolehnya 5
kategori Top Agent Award 2012 yang diadakan oleh Asosiasi Asuransi Jiwa
Indonesia (AAJI). Lima kategori tersebut adalah Agent Top Policy, Agent Top
Premium, Top Senior Productive Producer, Top Premium Group, dan Leader Top
Premium. (www.equity.co.id)
Tidak semua cabang PT Equity Life Indonesia memiliki agen MDRT,
khususnya cabang-cabang yang baru. PT Equity Life Indonesia Cabang Yogyakarta
yang beroperasi lebih lama dibanding kota lain seperti Solo dan Magelang, termasuk
dalam cabang yang memiliki agen asuransi MDRT. Peneliti akan menggali lebih
dalam bagaimana agen-agen MDRT PT Equity ini memandang persuasi dan
bagaimana mereka menggunakan keterampilan persuasi untuk menawarkan,
meyakinkan dan mencapai closing dengan calon nasabah.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana karakteristik komunikasi persuasi yang agen asuransi MDRT PT
Equity Life Indonesia Kantor Cabang Yogyakarta?
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6
1.3 Tujuan Penelitian :
Tujuan penelitian merupakan pernyataan yang mengarah pada apa yang
akan diperoleh dari penelitian ini. Berdasarkan perumusan masalah di atas, yang
akan dicapai dari penelitian ini adalah :
1. Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan karakteristik komunikasi persuasi
agen asuransi MDRT PT. Equity Life Indonesia Kantor Cabang Yogyakart
1.4 Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi Penulis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk meningkatkan pemahaman
penulis terhadap unsur-unsur yang harus diperhatikan dalam melakukan
personal selling, khususnya penjualan asuransi.
2. Manfaat Akademis
Yakni lewat penelitian ini, dapat menambah, memperluas, dan memperdalam
pengetahuan di bidang komunikasi, utamanya komunikasi persuasi, yang
masuk dalam komunikasi bisnis, sebagai salah satu mata kuliah di Jurusan
Ilmu Komunikasi UNS.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7
3. Manfaat Praktis
Sebagai bahan pertimbangan, dan menambah wacana kepustakaan bagi
profesi-profesi pemasar, di mana salah satu bidang profesi lulusan Ilmu
Komunikasi berada dalam lingkup pemasaran.
1.5 Kerangka Pemikiran dan Teori
Adapun kerangka pemikiran komunikasi persuasi dalam alur penetrasi
asuransi ke dalam masyarakat yang digunakan dalam penelitian ini dapat
digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1.1
Kerangka Pemikiran Komunikasi Persuasi Agen Asuransi
Jaminan Sosial
yang diharapkan
dalam
masyarakat
Pentingnya
Keterampilan
berkomunikasi
dalam prospektif
asuransi
Situasi jaminan
sosial dalam
masyarakat saat
ini
Karakterisitik
persuasi yang
digunakan Agen
MDRT Asuransi
Equity Life dalam
prospektif asuransi
commit to user
Perubahan
paradigma
masyarakat terhadap
asuransi dan
pertumbuhan
jumlah nasabah
asuransi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8
1.5.1 Definisi Komunikasi
Hovland, Janis, dan Kelly mendefinisikan komunikasi sebagai “the process by
which an individual (the communicator) transmits stimulus (usually verbal) to modify
the behavior of other individuals (the audience).” (Rahkmat, 2001: 3). Yaitu proses di
mana komunikator melontarkan pernyataan-pernyataan yang dapat merangsang target
sasarannya melakukan tindakan atau bersikap sesuai apa yang diinginkan
komunikator. Dari definisi yang dipaparkan Hovland Janis ini sendiri jelas bahwa inti
dari komunikasi itu sendiri lebih dari sekedar memberi informasi, yakni pihak
komunikator memiliki maksud dan keinginan atas komunikan untuk melakukan baik
itu sikap dan tindakan sesuai yang diinginkan komunikator.
Manusia hidup di dunia tidak bisa terlepas dari komunikasi. Komunikasi
sendiri berasal dari bahasa Latin communicatio dan bersumber pada kata communis.
Arti communis di sini adalah “sama”, yaitu upaya untuk mencapai kesamaan
pemahaman dan maksud di antara dua pihak.
Komunikasi akan terjadi apabila dicapai kesamaan pemahaman. Dalam
lingkup interpersonal, komunikasi dikatakan terjadi, apabila dua orang yang
saling melontarkan dan menerima pesan mendapatkan kesamaan pemahaman
di antara keduannya. Pengertian komunikasi itu minimal harus mengandung
kesamaan makna antara dua pihak yang terlibat. (Effendy, 1986 : 3-4)
Komunikasi merupakan salah satu hal yang menjadi kebutuhan dasar
manusia, untuk memberi informasi, menghibur, bertukar pendapat, dan saling
mempengaruhi. Komunikasi juga dapat diartikan sebagai proses hubungan antara dua
orang atau lebih dalam memenuhi kebutuhan untuk kelangsungan hidupnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9
Komunikasi juga merupakan proses penyampaian gagasan, harapan, pesan
yang disampaikan melalui lambang tertentu yang mengandung arti, dilakukan oleh
penyampai pesan (source, communicator, sender) dan ditujukan kepada penerima
pesan (receiver, audience) dengan maksud mencapai kesamaan (commonnes). Dalam
proses untuk mencapai kesamaan tersebut, dilakukan melalui tukar-menukar
pendapat, penyampaian informasi ataupun perubahan perilaku atau sikap. (Widjaja,
1986 : 1-2).
Harnack dan Fest (1964) memandang komunikasi sebagai: “suatu proses
interaksi di antara dua orang untuk tujuan integrasi intrapersonal dan interpersonal.
Bila individu-individu berinteraksi dan saling mempengaruhi, maka akan terjadi halhal sebagai berikut ” (Rakmat, 2001 : 8-10):

Proses belajar yang meliputi aspek kognitif dan afektif (aspek berpikir dan
aspek merasa)

Proses penyampaian dan penerimaan lambang-lambang (komunikasi)

Mekanisme penyesuaian diri seperti sosialisasi, permainan peranan,
identifikasi, proyeksi, agresi dan sebagainnya.
Harold D. Laswell menyebut tiga fungsi dasar penyebab mengapa manusia
perlu berkomunikasi (Cangara, 1998: 2-3):
Pertama, adalah hasrat manusia untuk mengontrol lingkunganya. Melalui
komunikasi,
manusia
dapat
mengetahui
peluang-peluang
yang
ada
untuk
dimanfaatkan, dipelihara dan menghindar pada hal-hal yang mengancam alam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10
sekitarnya. Melalui proses komunikasi manusia dapat mengetahui suatu kejadian atau
peristiwa.
Bahkan
melalui
komunikasi
manusia
dapat
mengembangkan
pengetahuannya, yakni belajar dari pengalamannya, maupun melalui informasi yang
mereka terima dari lingkungan sekitarnya.
Kedua, manusia memerlukan komunikasi karena manusia memiliki kebutuhan
untuk
beradaptasi
dengan
lingkungannya.
Proses
kelanjutan
masyarakat
sesungguhnya tergantung bagaimana masyarakat itu bisa beradaptasi dengan
lingkungannya. Penyesuaian di sini bukan saja terletak pada kemampuan manusia
memberi tanggapan terhadap gejala alam seperti banjir, gempa bumi, dan musim
yang mempengaruhi perilaku manusia, tetapi juga lingkungan di mana seseorang
hidup dalam tantangan. Dalam lingkungan seperti ini diperlukan penyesuaian, agar
manusia dapat hidup dalam suasana yang harmonis.
Ketiga, adalah upaya untuk melakukan transformasi warisan sosialisasi. Suatu
masyarakat
yang
ingin
mempertahankan
keberadaannya,
maka
anggota
masyarakatnya dituntut untuk melakukan pertukaran nilai, perilaku, dan peranan.
Dari beberapa pendapat yang disampaikan, maka dapat kita simpukan bahwa
komunikasi selain bertujuan untuk memberi informasi, juga terlebih dimaksudkan
untuk merubah pola pikir, perilaku, sikap, pendapat orang atau kelompok yang dituju.
Yaitu apa yang dapat diolah oleh komunikator, dalam hal kemampuan
berkomunikasinya untuk dapat menimbulkan efek pada diri komunikan seperti yang
diharapkan komunikator
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11
1.5.2
Komunikasi Persuasi
"Istilah persuasi (persuasion) bersumber pada perkataan latin persuasio. Kata
kerjanya adalah persuadere, yang berarti membujuk, mengajak, atau merayu. Agar
komunikasi persuasi itu mencapai tujuan dan sasarannya, maka perlu dilakukan
perencanaan yang matang”. (Effendy, 2004: 21-22)
Menurut
Jalaluddin
Rakhmat
“komunikasi
persuasi
adalah
proses
mempengaruhi pendapat, sikap dan tindakan orang dengan menggunakan manipulasi
psikologis sehingga orang tersebut bertindak seperti atas kehendaknya sendiri.”
(Rakhmat,1998: 102)
Berikut adalah beberapa penjelasan untuk menerangkan komunikasi persuasi
dari berbagai aspek:
a. Persuasi merupakan proses komunikasi yang bertujuan untuk mempengaruhi
pilihan seseorang.
b. Persuasi adalah komunikasi yang dimaksudkan untuk mendapat respon dari
penerima, untuk mengubah sikap dan keyakinan pendengar, di mana sumber
pesan serta orang yang memberikan tanggapan ataupun pidato yang bersifat
persuasif, mempunyai tujuan khusus dan menampilkan pesan yang bersifat
membujuk untuk mencapai tujuan tersebut
c. Persuasi tidak sama dengan paksaan, di mana paksaan akan melenyapakan
pilihan sedangkan bujukan akan mempengaruhi pikiran. (Bormann, 1991:
210)
Komunikasi persuasi memiliki beberapa tujuan, diantaranya adalah:
a. Mempengaruhi sikap:
Yakni sebuah kecenderungan yang dipelajari untuk memberikan tanggapan
mengenai sesuatu yang baik atau menyenangkan dan sesuatu yang tidak
menyenangkan dalam hal sesuatu yang disukai ataupun bukan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12
b. Mempengaruhi Kepercayaan
Yaitu bagaimana mempengaruhi suatu cara orang menerima struktur realitas
sebagai hal yang benar dan hal yang salah.
c. Mempengaruhi Nilai
Bagaimana mempengaruhi konsep yang telah kuat melekat pada diri
seseorang mengenai apa itu yang benar dan yang salah.
d. Mempengaruhi Tingkah Laku.
Pada ahkirnya tujuan dari komunikasi persuasi ini adalah mempengaruhi
kelakuan seseorang. Kelakuan di sini diartikan sebagai tindakan seseorang
dalam mengambil sebuah keputusan. Yakni seorang komunikator memiliki
kontrol atas keputusan yang diambil oleh target sasarannya dengan cara
bujukan. (Beebe, 1997: 15)
Maksud dan tujuan dari suatu pesan dilontarkan adalah untuk menimbulkan
dampak atau efek tertentu pada komunikan. Dampak yang ditimbulkan dapat
diklasifikasikan menurut jenisnya, yaitu (Effendy, 1986: 7-8):
a. Dampak Kognitif
Dampak kognitif ini berarti menyebabkan bertambahnya pengetahuan atau
intelektualitas pada diri komunikan.
b. Dampak Afektif
Akibat yang ditimbulkan lebih banyak mengarah pada timbulnya perasaanperasaan tertentu pada diri komunikan. Dampak afektif lebih dalam dari
dampak kognitif, karena mampu mengubah perasaan komunikan.
c. Dampak Perilaku
Dampak yang timbul pada komunikan dalam bentuk keputusan, perilaku,
tindakan atau kegiatan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13
1.5.3 Urgensi dan Karakteristik Komunikasi Persuasi
“Dalam kehidupan sehari-hari, tidak ada aspek komunikasi lain yang lebih
penting daripada bujukan. Seseorang yang bekerja sebagai wiraniaga (salesman)
harus mencari pelanggan dan membujuk calon pembeli agar mereka mau melakukan
pembelian.” (Bormann, 1991: 210)
Berdasarkan tujuan terahkir komunikasi persuasi yang diutarakan Beebe dan
Effendy, serta pernyataan yang dikemukakan Bormann di atas, yaitu bahwa
komunikasi persuasi dapat mempengaruhi bahkan tingkah laku seseorang, maka
peneliti selanjutnya akan menggali lebih dalam karakteristik-karakteristik komunikasi
persuasi, serta komponen-komponen dari komunikasi persuasi tersebut yang dapat
mempengaruhi perilaku seseorang.
Komunikasi persuasi berbeda dengan komunikasi informasi. Jika dilihat dari
narasumber yang melontarkan pesan, komunikasi persuasi akan terasa lebih sulit atau
menantang. Hal ini dikarenakan apabila “komunikasi informatif bertujuan hanya
untuk memberi tahu, sedangkkan komunikasi persuasif bertujuan untuk mengubah
sikap, pendapat dan perilaku.” (Effendy, 2004: 21) Yang dimaksud di sini adalah
sikap pandangan perilaku komunikan, dimana sikap pendapat dan perilaku tersebut
sudah tertanam kuat sejak lama.
Menurut Carl I Hovland, seperti dikutip Robert S. Fieldman, persuasi untuk
merubah sikap pendengar komponen-komponennya adalah (Fieldman, 1998: 393) :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14
a. Sumber yang Menyampaikan Pesan (The Message Source)
Kredibilitas narasumber (communicator credibility) memiliki peranan besar di
mana suatu pesan dapat diterima secara baik dan tepat oleh komunikan. Yang
menjadi faktor penentu dalam diri komunikator disebut dengan keahlian
komunikator, dan apakah komunikator disukai atau tidak oleh komunikan
menjadi faktor terbesar kedua sebagai penentu.
b. Penyampaian Pesan dalam Komunikasi
Yaitu pesan-pesan tertentu yang berisi sejumlah tipe informasi untuk
mempengaruhi kegiatan persuasi. Penggunaan argumentasi yang kuat dan
valid ini dapat mendukung persuasi.
c. Target dari Persuasi
Yaitu bagaimanakah pesan tersebut dilihat dari sisi mana, tergantung pula
dalam hal pengulangan pesan serta target terhadap pendengar, Sebab dengan
menambah pengulangan pesan dapat menghasilkan suatu perubahan sikap dan
suksesnya pengulangannya tergantung dari pesan yang disampaikan.
d. Rasa Takut
Yaitu pesan yang didesain untuk mengubah sikap dengan menghasilkan rasa
takut akan mengakibatkan pendengar menerima pesan tersebut dan mengikuti
anjuran dari komunikator.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16
ELM menganjurkan dua jalur berbeda yang digunakan seseorang untuk
mencoba mempengaruhi yang lain. Jalur pertama disebut jalur pusat (atau elaborated
route), jalur ini mengandung kekayaan informasi, argumen yang rasional, dan bukti
untuk mendukung sebuah kesimpulan. Persuasi Jalur Pusat ini lebih menciptakan
perubahan jangka panjang bagi komunikan. Perubahan jangka panjang ini dapat
tercipta jika dua syarat terpenuhi: (a) Komunikan memiliki motivasi tinggi untuk
memproses informasi yang diberikan komunikator atau memiliki ketertarikan
terhadap informasi. (b) Komunikan harus mampu untuk memproses pesan secara
kognitif.
Memandang komunikan termotivasi dan mampu memproses pesan pun
belumlah cukup. Harus disadari pula bahwa komunikan akan merespon kualitas dan
susunan argumen dari komunikator. Menurut mereka, kualitas argumen dapat dibagi
menjadi tiga, yaitu : argumen yang kuat, argumen netral, dan argumen lemah.
Jalur kedua disebut Jalur Periferal (peripheral route), Jalur Periferal bersandar
pada keterlibatan unsur emosional komunikan dan persuasi pada arti yang dangkal.
Komunikator fokus pada cara yang mudah dan cepat untuk menciptakan perubahan
pada komunikan. Kekurangan utama pada jalur periferal yakni perubahan pada diri
komunikan yang bersifat jangka pendek. Berikut tujuh jenis petunjuk persuasi jalur
periferal: otoritas, komitmen, perbedaan, kegemaran, timbal-balik, kelangkaan, dan
pembuktian sosial.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17
1.5.4 Komunikasi Persuasi Efektif
Djoko Purwanto menyatakan bahwa “komunikasi yang efektif harus
mempunyai syarat-syarat antara lain adanya persepsi yang tepat, ketepatan kerangka
berpikir, kredibilitas, pengendalian yang memadai, kecocokan atau keserasian
terhadap komunikan” (Purwanto, 1997: 14). Menurut pengertian tersebut, persepsi
dimaksudkan bahwa dalam proses komunikasi, komunikan harus dapat memprediksi
apakah pesan yang disampaikannya dapat diterima oleh penerima pesan. Apabila
prediksinya tepat, maka komunikan sebagai penerima pesan akan membaca atau
menerima tanggapannya dengan benar.
Stewart L. Tubss dan Sylvia Moss (1974) seperti yang terkutip dalam
Jalaluddin Rakhmat (Rakhmat 2001 : 13-18) mengemukakan bahwa komunikasi akan
efektif manakala menimbulkan lima hal:
a. Pengertian
Pengertian artinya penerima yang cermat dari isi stimuli seperti yang
dimaksud oleh komunikator. Kegagalan menerima isi pesan secara cermat disebut
kegagalan komunikasi primer atau primary breakdown in communication.
b. Kesenangan
Tidak semua komunikasi ditujukan untuk menyampaikan informasi dan
membentuk pengertian. Komunikasi yang dimaksudkan untuk menimbulkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18
kesenangan disebut komunikasi fatik (phatic communication). Komunikasi ini
menjadikan hubungan menjadi hangat, akrab, dan menyenangkan.
c. Mempengaruhi Sikap
Persuasi didefinisikan sebagai proses mempengaruhi pendapat, sikap, dan
tindakan orang dengan menggunakan manipulasi psikologis, sehingga orang tersebut
bertindak seperti atas kehendaknya sendiri.
d. Hubungan Sosial yang Baik
Komunikasi juga ditujukan untuk menumbuhkan hubungan sosial yang baik.
Kebutuhan sosial adalah kebutuhan untuk menumbuhkan dan mempertahankan
hubungan yang memuaskan dengan orang lain dalam hal interaksi dan asosiasi
(inclusion), pengendalian dan kekuasaan (control) dan cinta serta kasih sayang
(affection).
Kebutuhan sosial ini hanya dapat dipenuhi dengan komunikasi interpersonal
yang efektif. Bila kegagalan untuk menimbulkan pengertian disebut kegagalan
komunikasi primer, gangguan hubungan manusiawi timbul dari salah pengertian
adalah kegagalan komunikasi sekunder.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19
e. Tindakan
Efektititas komunikasi biasanya diukur dari tindakan yang dilakukan
komunikan. Tindakan adalah hasil kumulatif seluruh proses komunikasi, sehingga di
dalamnya tercakup seluruh mekanisme psikologis yang terlibat dalam proses
komunikasi.
Demi berhasilnya komunikasi persuasi perlu dilaksanakan persiapan
komuniasi yang secara sistematis. Formula AIDDA merupakan kesatuan singkatan
dari tahap-tahap komunikasi persuasi. (Effendy, 1986: 31-32) Penjelasannya adalah
sebagai berikut :
Gambar 1.3
Formula AIDDA
Sumber: (Effendy, 1986: 31-32)
a. A – Attention – Perhatian
Tahap
pertama
komunikasi
persuasi
ini
didahului
dengan
upaya
membangkitkan attention (perhatian). Komunikator harus segera dapat meyakinkan
komunikan di bagian permulaan bahwa komunikator mempunyai sesuatu yang
berguna untuk disampaikan. Upaya ini tidak hanya dilakukan dalam gaya bicara
dengan kata-kata yang merangsang, tetapi bisa juga dalam penampilan (appearance)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20
komunikator itu sendiri. Penampilan yang rapi akan mendukung untuk didapatkannya
perhatian awal dari komunikan.
b. I – Interest – Minat
Jika perhatian sudah didapatkan oleh komunikator, kini menyusul upaya
menumbuhkan minat. Upaya ini bisa berhasil dengan mengutarakan hal-hal yang
menyangkut kepentingan komunikan. Pernyataan yang telah disampaikan pada fase
pertama dikembangkan dengan agak rinci. Tujuannya adalah bagaimana komunikan
dapat berpikir. Dapat dilakukan dengan menghubungkan dan mengkaitkan pesanpesan yang akan disampaikan dengan manfaat secara spesifik yang dapat dinikmati
oleh pendengar.
c. D – Desire – Hasrat
Tahap selanjutnya adalah memunculkan hasrat lewat komunikasi untuk
melakukan ajakan, bujukan, atau rayuan komunikator. Di sini, imbauan emosional
(emotional appeals) perlu ditampilkan oleh komunikator,
d. D – Decision – Keputusan
Komunikator dapat menjelaskan apabila komunikan mau mengambil
keputusan untuk mengikuti
saran komunikator. Keputusan tersebut
dapat
memberikan manfaat nyata yang lebih baik bagi komunikan. Pastikan bahwa apapun
bukti akandigunakan untuk membuktikan gagasan secara langsung, relevan dengan
pokok bahasannya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21
e. A – Action – Pelaksanaan
Fase terahkir ini, komunikator menyarankan tindakan spesifik yang
diinginkan komunikator terhadap komunikan. Selanjutnya perlu diingkatkan kembali
bagaimana komunikanakan memperoleh manfaat dari tindakan yang akan dilakukan
tersebut. Yang paling penting ditekankan adalah, bagaimana memandu komunikan
untuk melakukan tindakan tersebut terasa mudah.
1.5.5 Aspek-Aspek Komunikasi Persuasi:
Aspek-aspek komunikasi persuasi seperti yang diutarakan Hovland dalam
Robert S. Fieldman bisa dirangkum sebagai berikut (Fieldman 1998: 393): (1)
Komunikator, (2) teknik komunikasi persuasi, (3) komunikan, dan (4) isi
pesan.Berikut adalah penjabaran dari masing-masing aspek tersebut.
1.5.5.1 Komunikator
a. Kredibilitas Komunikator
“Kredibilitas merupakan seperangkat persepsi komunikan tentang sifat-sifat
komunikator. Dalam definisi ini terkandung dua hal: (1) Kredibilitas adalah persepsi
komunikan; jadi tidak inheren dalam diri komunikator; (2) Kredibilitas berkenaan
dengan sifat-sifat komunikator.” (Rakhmat, 1998: 257).
Kredibilitas merupakan persoalan persepsi, dan bukan berada dalam penilaian
orang itu sendiri. Kredibilitas berubah bergantung pada pelaku persepsi atau
komunikan, topik yang dibahas, dan situasi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22
“Dua komponen kredibilitas yang paling penting ialah keahlian dan
kepercayaan. Keahlian adalah kesan yang dibentuk komunikan tentang kemampuan
komunikator dalam hubungannya dengan topik yang dibicarakan. Komunikator yang
dinilai tinggi pada keahlian dianggap cerdas, mampu, ahli, tahu banyak,
berpengalaman atau terlatih.”(Rakhmat, 1998: 260).
Sebaliknya, komunikator yang dinilai rendah pada keahlian dianggap tidak
berpengalaman, tidak tahu atau bodoh. Kepercayaan adalah kesan atau persepsi
komunikan tentang komunikator yang berkaitan dengan wataknya. Apakah
komunikator dinilai jujur, tulus, bermoral, adil, sopan, dan etis atau apakah ia dinilai
tidak jujur, lancang, suka menipu, tidak adil, dan tidak etis.
Keahlian dan kepercayaan saling mengisi satu sama lain untuk mendukung
terwujudnya kredibilitas. Komunikator yang meskipun memiliki keahlian, yakni
mengetahui informasi yang benar, namun rendah dalam trustworthy (tingkat dapat
dipercaya komunikan), akan menghasilkan pesan yang tak dapat dipercaya untuk
dipatuhi dan dilakukan oleh komunikan. Demikian juga halnya dengan komunikator
yang rendah pada expertness (keahlian) akan menghasilkan uninformed message,
yakni pesan yang tak memberi informasi yang benar atau seharusnya.
“Andersen (1972) menyatakan bahwa ada hal-hal yang mempengaruhi
persepsi komunikan terhadap komunikator sebelum komunikator melakukan
komunikasinya, hal ini disebut prior ethos.” (Rakhmat, 1998: 258) Komunikan dapat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23
membentuk gambaran tentang diri komunikator karena memiliki pengalaman
langsung dengan komunikator atau dari pengalaman wakilan (vicarious experiences).
Komunikator tidak dapat dikatakan memiliki kredibilitas tanpa memiliki pengalaman
dan persepsi dari komunikan.
Beberapa orang bisa dikatakan memiliki kredibilitas, sedangkan beberapa
yang lain tidak. Kredibilitas bisa dibangun sebelum dan sesaat melakukan
komunikasi persuasi. Dalam waktu yang lebih modern, hal ini ditranslasikan kedalam
beberapa dimensi kredibilitas.
Gay Lumsden menyatakan dua faktor yang menunjang kredibilitas seseorang
ketika dia berbicara adalah : reputasi terdahulu – komunikan memandang bagaimana
dahulu seorang komunikator berbicara dalam bidang tertentu – dan kata-kata yang
digunakan serta aksi selama komunikator berbicara mempengaruhi persepsi
komunikan tentang kompetensi komunikator, kepercayaan, objektifitas, dinamisme,
dan koorientasi (Lumsden, 1997 : 458).
Charles U. Larson menyatakan hal-hal yang berkontribusi mendukung
kredibilitas seseorang, gagasannya yaitu “seseorang dikatakan memiliki kredibilitas
apabila memiliki diantaranya, kepercayaan, keahlian, dan dinamisme yang melekat
kuat dan menjadi bagian dari diri dan karakteristik komunikator” (Larson, 1998 :299302). Berikut adalah penjabaran dari ketiga komponen kredibilitas yang diajukan oleh
Charles U. Larson:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24
a.1 Kepercayaan
Seseorang dapat dipercayai karena banyak alasan. Seseorang dipercayai
karena rekam jejaknya di waktu lampau yang juga terpercaya; karena orang tersebut
juga selalu mengadakan kontak mata langsung dengan lawan bicaranya; karena orang
tersebut memiliki suara yang tenang dan kalem dan yang lain-lain.Mengingkatkan
kembali lawan bicara mengenai rekam jejak kepercayaan juga dapat dilakukan
dengan menceritakan kembali pengalaman-pengalaman terdahulu.Sebagai contoh;
Menyampaikan kepada orang tua bahwa ada banyak kesempatan untuk bermain
namun memilih untuk belajar adalah salah satu hal yang dapat digunakan untuk
membantu meningkatkan kredibilitas.
a.2 Keahlian
Mengetahui apakah seseorang ahli dalam suatu topik atau pekerjaan bisa
dilihat dengan pengalaman suksesnya di masa lalu pada saat melakukan tugas yang
diberikan kepada orang tersebut. Sebagai contoh seseorang yang memiliki banyak
pengalaman di banyak area dalam suatu perusahaan, semisal pengapalan, penyediaan
barang, dan sebagaianya – akan lebih kredibel ketimbang seorang pekerja yang hanya
memiliki pegalaman dalam suatu wilayah saja.
Meskipun apabila seseorang tidak memiliki keahlian dalam suatu topik, orang
tersebut dapat merujuk pada seorang ahli untuk diambil pandangannya. Hal ini sangat
berguna bagi sumber keahlian di bidang orang tersebut, sehingga komunikan dapat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25
menilai seberapa kredibel komentar yang dilontarkan orang tersebut. Pada ahkirnya
seseorang dapat dipandang ahli hanya jika mempersiapkan dirinya dengan baik,
mendemonstrasikan pengetahuannya tentang topik tersebut. Dengan membuka
peluang tanya jawab juga dapat mengisyaratkan keahlian seseorang.
Reputasi seringkali dikaitkan dengan keahlian pembicara. Sebagai contoh,
pembicara yang ahli akan lebih persuasif daripada pembicara amatiran. Cara
berbicara dan karisma memiliki kaitan dengan ketulusan dan kedinamisan.
Komunikan yang tidak dapat menjaga kontak mata, seringkali diasumsikan dengan
pembicara yang tak dapat dipercaya. Pembicara yang membawakan pesannya dengan
mengasyikkan akan lebih efektif dari pada yang hanya terdiam dibelakang podium.
Bahasa yang menggairahkan biasanya membantu pembicara menjadi lebih persuasif.
Pembicara yang berbusana rapi akan terlihat lebih persuasif daripada yang tak tertata
busananya.
a.3 Dinamisme
Faktor dinamisme dalam kredibiltas cukup sukar untuk dipahami dan diamati.
Dinamisme terkadang berhubungan dengan penampilan fisik, yakni pada orang yang
menarik cenderung untuk menguasai perhatian dengan lebih baik. Dinamisme atau
“karisma” mungkin tidak dapat dikembangkan terlalu banyak. Orang-orang yang
tidak memiliki daya tarik juga sukar untuk mempersuasi dan berlaku dinamis.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26
Koehler, Annatol, dan Applbaum (1978) menambahkan empat komponen
lagi: (1) Dinamisme; (2) Sosiabilitas; (3) Kooreientasi; dan (4) Karisma. (Rakhmat,
1998: 261) Komunikator memiliki dinamisme, bila ia dipandang sebagai bergairah,
bersemangat, aktif, tegas, dan berani. Sebaliknya, komunikator yang tidak dinamis
dianggap pasif, ragu-ragu dan lemah. Dinamisme umumnya berkenaan dengan cara
berkomunikasi. Dalam komunikasi, dinamisme memperkokoh kesan keahlian dan
kepercayaan. Sosiabilitas adalah kesan komunikan tentang komunikator sebagai
orang yang periang dan senang bergaul. Koorientasi merupakan kesan komunikan
tentang komunikator sebagai orang yang mewakili kelompok yang kita senangi, yang
mewakili nilai-nilai kita. Karisma digunakan untuk menunjukkan suatu sifat luar
biasa yang dimiliki komunikator yang menarik dan mengendalikan komunikan
seperti magnet menarik benda-benda disekitarnya.
Gould dan Kolb (1965) dalam A Dictionary of the Social Science
mendefinisikan karisma sebagai “qualities of those who calm or are believed to
possess powers of leadership derived from some unusual sanction- divine, magical.
Diabolic- or merely acceptional individuals”.(Rakhmat, 1998: 261).
Mereka mencoba mendefinisikan apa itu karisma sebagai kualitas bagi orangorang yang memiliki pembawaan yang kalem atau mereka yang mempercayai suatu
kekuatan yang dimiliki seorang pemimpin yang dikendalikan oleh suatu persetujuan
Tuhan, atau mungkin suatu keajaiban yang jahat, dan bahkan bisa saja penerimaan
secara umum oleh seorang manusia. Dalam pengertian di sini, karisma merupakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27
suatu hal yang cukup sulit dijelaskan bagaimana bisa dimiliki, bagaimana bentuk
persisnya, namun kebanyakan orang bisa merasakan karisma yang dimiliki seseorang.
Ketika komunikator berkomunikasi, yang berpengaruh buka saja apa yang dia
katakan, tetapi juga keadaan dia sendiri. He doesn‟t communicate what he says, he
communicates what he is. Ia tidak dapat menyuruh pendengar hanya memperhatikan
apa yang dia katakan. Pendengar juga akan memperhatikan siapa yang mengatakan.
Kadang-kadang siapa lebih penting dari apa. (Rakhmat, 1998: 225).
b. Gaya Komunikator
Ide dari retorika menyarankan bahwa seseorang memiliki cara berbicara yang
utama atau gaya utama di mana seseorang berkomunikasi. Gaya komunikator,
ditelusuri oleh Robert Norton dan rekannya. Mereka menyatakan bahwa “setiap orang
berkomunikasi dalam dua level. Seseorang ketika berbicara tidak hanya memberikan
informasi dari apa yang dia ucapkan, namun juga menyampaikan informasi dalam
bentuk tertentu yang dapat mengkomunikasikan kepada komunikan untuk bagaimana
komunikan dapat mengerti dan menanggapai pesan yang disampaikan komunikator”
(Norton: 1983: 31).
Gaya komunikator yang dimaksudkan oleh Norton di atas, memiliki makna
yang hampir sama dengan yang diutarakan oleh Aristoteles (1954: 45). Seperti
dikutip dalam Psikologi Komunikasi Jalaluddin Rakhmat, dia menyebut dengan
karakterisitik personal pembicara. Dia menyatakan:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28
Persuasi tercapai karena karakteristik personal pembicara, yang ketika ia
menyampaikan pembicaraanya kita menganggapnya dapat dipercaya. Kita
lebih penuh dan lebih cepat percaya pada orang-orang baik daripada orang
lain: ini berlaku umumnya pada masalah apa saja dan secara mutlak berlaku
ketika tidak mungkin ada kepastian dan pendapat terbagi. Tidak benar,
anggapan sementara penulis retorika bahwa kebaikan personal yang
diungkapkan pembicara
tidak berpengaruh apa-apa pada kekuatan
persuasinya; sebaliknya, karakternya hampir bisa disebut sebagai alat persuasi
yang paling efektif yang dimilikinya. (Rakhmat, 1998: 256)
Istilah karakteristik pembicara pada zaman Aristoteles ini disebut Ethos.
Ethos terdiri dari pikiran baik, ahklak yang baik, dan maksud yang baik (good sense,
good moral character, good will).
Hovland dan Weiss (1951) menyebut ethis ini sebagai credibility yang terdiri
dari dua unsur: expertise (keahlian) dan trustworthiness (dapat dipercaya). (Rakhmat,
1998: 256).
Sharp (1966), juga Baker (1965) menunjukkan bahwa organisasi pesan yang
lebih baik meningkatkan kredibilitas. Pearce dan Brommel (1972), Pearce dan
Conklin (1971) membuktikan pengaruh cara bicara pada kredibilitas. Mereka
menemukan, misalnya, bahwa orang yang berbicara dengan gaya percakapan
cenderung lebih dapat dipercaya, tetapi kurang dinamis. Persepsi tentang keahlian
ternyata tidak dipengaruhi oleh cara penyampaian. (Rakhmat, 1998: 259)
Jika seseorang berkata pada temannya tentang pengalaman, simbol yang
menyertai pesan yang dilontarkan bisa saja bermacam-macam, seperti simbol
kekuasaan, ketidaktertarikan, humor. Robert Norton menyatakan “fungsi dari simbol
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29
ini adalah sebagai „gaya pesan‟ dengan memberikan sinyal bagaimana pesan utama di
saring, diinterpretasikan dan dimengerti” (Norton, 1983: 31).
Gaya pesan akan tersalurkan sebelum, selama dan bahkan setelah pesan
utama. Robert Norton selanjutnya meyakini
bahwa kecenderungan
untuk
mengharapkan gaya pesan sangat kuat, yakni bahwa jika dihadapkan pada pesan yang
ambigu maupun kontradiktif, komunikan akan melihat sinyal yang akan memberi
informasi yang akan diterimanya. Sebagai contoh, sebuah komentar yang bisa saja
diterima dengan serius maupun dengan candaan, bergantung pada apa yang diyakini
komunikan pada gaya khas komunikator.
Sepanjang waktu, selama seseorang memiliki pengalaman interaksi yang
banyak dengan orang lain, orang tersebut akan juga memiliki kerangka gaya
komunikasi yang beragam. Sebagai contoh, seseorang dapat dipandang berulang
sebagai seorang pemarah, pembohong, aneh, serius dan sebagainya. Thesis yang
dikemukakan Norton menyatakan bahwa karakteristik seseorang berulangkali
dihubungkan dengan cara berkomunikasinya yang merupakan gaya dominan dirinya.
Meskipun gaya berkomunikasi seseorang merupakan cara utama seseorang
berkomunikasi, pada kenyataannya ini bukan merupakan cara satu-satunya seseorang
untuk berkomunikasi, karena gaya berkomunikasi seseorang dapat beraneka rupa dan
terkandung beberapa gaya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30
Ada banyak kemungkinan gaya yang dapat terjadi. Setiap gaya merupakan
kombinasi dari berbagai faktor. Norton menemukan sembilan variabel yang dapat
diikutsertakan ke dalam semua gaya berkomunikasi, yakni termasuk dominansi,
dramatis, tindak tanduk, suka berdebat, animasi, mengesankan, mengabaikan,
menenangkan, penuh perhatian, keterbukaan, dan keramahan. Seringkali variablevariabel ini melengkapi satu sama lain. Sebagai contoh, tindak laku dramatis dan
animasi seringkali berjalan bersama, penuh perhatian dan keramahan juga seringkali
berjalan beriringan.
1.5.5.2 Teknik Komunikasi Persuasi
“Pembujuk yang sukses meluangkan waktunya untuk menemukan apa yang
dipercayai oleh pendengar, kemudian mereka menggunakan bermacam-macam teknik
untuk mengikatkan maksudnya pada apa yang dipercayai pendengar.” (Larson, 1998:
303)
Everett M. Rogers, setelah meninjau banyak penelitian komunikasi, ia
membedakan antara kondisi homophily dan heterophili. Pada kondisi yang
pertama, komunikator dan komunikan merasakan ada kesamaan status sosial
ekonomi, pendidikan, sikap, dan kepercayaan. Pada kondisi kedua, terdapat
perbedaan status sosial ekonomi, pendidikan, sikap, dan kepercayaan antara
komunikator dan komunikan. Komunikasi akan lebih efektif pada kondisi
homophily daripada kondisi heterophily. (Rakhmat, 1998: 262)
Kennet Burke, seorang ahli retorika, menyebut upaya seperti ini sebagai
“strategy of identification”, yaitu komunikator ingin mempengaruhi orang lain
sebaiknya memulai dengan menegaskan kesamaan antara dirinya dengan komunikan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31
Seseorang dapat mempersamakan dirinya dengan komunikan dengan menegaskan
persamaan dalam kepercayaan, sikap, maksud, dan nilai-nilai sehubungan dengan
suatu persoalan. (Rakhmat, 1998: 262-263)
Simons (1967) menerangkan mengapa komunikator yang dipersepsi memiliki
kesamaan dengan komunikan cenderung berkomunikasi lebih efektif.

Pertama, kesamaan mempermudah proses penyandibalikan (decoding), yakni,
proses menerjemahkan lambang-lambang yang diterima menjadi gagasangagasan. Bila pendidikan seseorang sama dengan orang lainnya, orang lainnya
tersebut akan dengan mudah menangkap arti dari kata-kata dan kalimatkalimat yang diucapkan orang tersebut.

Kedua, kesamaan membantu membangun premis yang sama. Premis yang
sama mempermudah proses deduktif. Ini berarti bila kesamaan disposisional
relevan dengan topik persuasi, orang akan terpengaruh, oleh komunikator.

Ketiga, kesamaan menyebabkan komunikan tertarik pada komunikator. Hal
ini sama, dengan seorang akan cenderung menyukai yang lain apabila
memiliki kesamaan dispoposional. Ketertarikan pada komunikator ini,
komunikan
nantinya
akan
cenderung
menerima
gagasan-gagasan
komunikator.

Keempat, kesamaan menumbuhkan rasa hormat dan percaya pada
komunikator. Terdapat hubungan positif antara kesamaan dengan rasa percaya
diri dan hormat. (Rakhmat, 1998: 263-264)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32
Onong U. Effendy (1986: 28-31) menyebutkan lima teknik komunikasi persuasif,
yaitu :
a. Teknik Asosiasi
Teknik
asosiasi
adalah
penyajian
pesan
komunikasi
dengan
cara
menumpangkan pada suatu objek atau peristiwa yang sedang menarik perhatian
khalayak. Teknik ini banyak dilakukan bukan saja oleh kaum politisi tetapi juga oleh
orang-orang yang berkecimpung dalam dunia bisnis.
b. Teknik Integrasi
Teknik integrasi adalah kemampuan seseorang untuk menyatukan diri dengan
komunikan, dalam arti kata menyatukan diri antara komunikator dan komunikan
secara komunikatif. Ini berarti lewat kata-kata verbal dan nonverbal komunikator
menggambarkan dirinya sebagai “senasib” dan karenanya menjadi satu dengan
komunikan.
c. Teknik Pay off and fear arousing (ganjaran)
Teknik pay off and fear arousing adalah rewarding yaitu mengiming-imingi
hal yang menguntukan atau memberi harapan atau sebaliknya dengan jalan
punishment yaitu menakut-nakuti atau menggambarkan konsekuensi yang buruk.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33
d. Teknik Icing
Teknik icing adalah teknik menata pesan komunikasi dengan emotional
appeal sedemikian rupa sehingga komunikan menjadi lebih tertarik. Usaha
menampilkan emotional appeal dimaksudkan hanya agar komunikan lebih tertarik
hatinya. Komunikator sama sekali tidak membuat cacat fakta informasi yang telah
dihiasi agar menarik. Faktanya tetap utuh, tidak dilebih-lebihkan, apalagi dikurangi.
Komunikator mempertaruhkan derajat pribadinya sebagai source of credibility.
e. Teknik Red-Herring
Teknik red-herring adalah cara komunikator dalam mengelakan argumentasi
yang lemah, untuk kemudian mengalihkannya sedikit demi sedikit ke segi, aspek,
atau topik yang dikuasainya guna dijadikan senjata ampuh dalam menyerang lawan.
Teknik red-herring ini sendiri biasanya akan dilakukan pada kondisi yang terdesak.
Teknik ini sering digunakan oleh para diplomat atau tokoh politik.
Komunikator dengan kemampuan persuasi yang tinggi meluangkan waktu
untuk mencari tahu apa yang tengah dipercayai komunikan, kemudian para pemasar
ini akan mencari bermacam taktik untuk mengikat poinnya kepada kepercayaan
komunikan. Berikut ini adalah beberapa taktik komunikasi persuasi menurut
Larson(Larson,1998: 299-305) :
f. Bahasa Kiasan atau Metafora
Memperkaya gaya komunikasi dapat dilakukan dengan menggunakan bentuk
komunikasi yang patut pada waktu yang tepat. Dengan menggunakan metafora dan
bahasa kiasan dapat membantu komunikan memiliki gambaran pada satu poin.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34
Komunikan dapat mengikat informasi dalam stuktur metafora dan mengingat
informasi dengan hasil yang lebih baik.
Aliterasi ataupun asonan juga dapat menghidupkan gaya bicara. Aliterasi
merupakan perulangan suara konsonan, sedangkan asonan merupakan perulangan
suara huruf hidup. Keduanya mencipatakan semacam ritme internal di dalam pesan,
yang dapat membuatnya lebih hidup dan mudah diingat. Pilihan kata-kata yang hidup
dan bersemangat dapat menangkap perhatian komunikan.
g. Pemilihan Kosakata
Banyak orang yang harus meningkatkan kosakatanya.Seseorang yang ingin
membuat percakapannya lebih hidup, menyala, lebih dramatis, atau lebih jenaka,
perlu untuk menilik ulang atau meninjau ulang kosakata dari pidatonya.Hal ini dapat
membantu di dalam pemilihan kata-kata, selayaknya hal ini dapat membantu
seseorang dalam mendapatkan perhatian dan pertemanan dengan pendengar.
h. Menggunakan Kata Seekonomis Mungkin
Mengusahakan untuk meringkas kata seekonomis mungkin juga merupakan
hal yang penting. Seringkali kalimat yang to the point adalah yang paling efektif.
Cara yang paling tepat adalah menyatakan poin penting anda pada awalan pernyataan
singkat. Untuk mengutarakan ide, tidak harus menuangkannya ke dalam satu kalimat
yang utuh, seorang komunikator memiliki kesempatan dalam seluruh percakapannya.
Membuat poin utama sebagai pernyataan yang tegas ataupun membingkai kalimat
utama ke dalam kalimat pertanyaan yang provokatif.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
35
i. Pencitraan/ Imagery
Penggunaan bahasa untuk menggambarkan stimuli disebut imagery
(pencitraan). Seseorang dapat bercerita begitu rupa sehingga pendengar
seakan-akan ikut melihat (visual imagery), mendengar (auditory imagery),
mengecap (gustatory imagery), mencium (olfactory imagery), menyentuh,
menggerakkan otot (kinesthetic imagery), atau merasakan mual di dalam
tubuh mereka (organic imagery) (Rakhmat, 1994: 111)
Penggambaran, pengalaman dan kesan bisa jadi masuk akal dalam pikiran
kita. Namun, mungkin saja seseorang tidak dapat membawakan bagaimana bau, rasa,
pandangan, atau bahkan suara sebuah objek kepada lawan bicaranya. Namun bisa
dengan cara menggambarkannya melalui kata-kata yang bisa masuk kedalam pikiran.
Lawan bicara dapat pula memperhatikan komunikator hingga sampai pada
pengalaman pancaindera, yang ada bermacam-macam jenis seperti disebut di atas.
Poinnya adalah, komunikator mengupayakan agar komunikan dapat merasakan
manfaat dari pesan yang dilontarkan melalui berbagai pancaindera yang dimiliki pada
saat itu juga. Apabila komunikan merasakan stimuli melalui indra selain penglihatan
dan pendengaran, maka pesan yang dilontarkan akan cenderung lebih efektif
mengenai targetnya.
j. Humor
Penggunaan humor yang efektif di dalam persuasi merupakan modal gaya
bahasa yang jelas. Seorang komunikator dapat mengembangkan contoh lelucon,
pembandingan, anekdot, dan cerita. Orang yang sudah terbiasa berbicara di depan
umum biasanya telah siap memiliki persediaan lelucon yang dapat diselipkan dalam
komunikasinya. Mereka biasanya mengembangkan fungsi humor ini seraya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
36
mengerjakan materi lain dalam percakapannya. Humor dapat dikembangkan dengan
mencari dan menyimpan cerita lelucon di dalam memory seseorang. Ketika seseorang
ingin mengeluarkan anekdotnya, file lelucon yang dimiliki dapat memicu ingatannya.
k. Kontak Mata
Kebanyakan orang percaya bahwa seseorang tidak dapat berbohong ketika
melihat mata lawan bicara secara tegak. Seorang komunikator akan lebih bisa
dipercaya jika dapat menjaga kontak mata dengan komunikan.
l. Teknik Ya dan Ya
Taktik umum yang biasa digunakan di dalam pemasaran dan pekerjaan lain
yang memerlukan komunikasi persuasi adalah teknik yang disebut “teknik ya dan
ya”. Komunikator berusaha untuk mendapatkan lawan bicaranya menjawab ya atas
apa yang diminta. Untuk mendapatkan persetujuan komunikan atas banyak bujukan,
komunikator biasanya akan mengatakan ya pada kata kunci dan permintaan ahkir.
m. Jangan tanyakan apakah, tanyakan yang mana
Adalah lebih mudah untuk membuat pilihan diantara dua alternatif, daripada
banyak alternatif. Teknik ini merupakan strategi dibalik persuasi “Jangan tanyakan
apakah, tanyakan yang mana”.
n. Ask more, so they settle for less
Teknik ini melibatkan pengaturan sebuah harga atau level komitmen di
pikiran calon pembeli yang lebih tinggi dari kesanggupan mereka untuk
membayarnya. Ketika penjualnya menurunkan harganya, calon pembeli akan merasa
mendapatkan harga penawaran yang spesial. Hari ini, banyak para pedagang eceran
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
37
diduga menggunakan teknik ini. Tak ada seorangpun yang membayar pada harga
aslinya saat ini, karena harganya telah “diturunkan”.
o. Mendapatkan sebuah IOU
Juga disebut sebagai swap atau trade-off tactic, teknik ini mencoba untuk
membuat komunikan sasaran merasa berhutang sesuatu pada diri komunikator.
Sebagai contoh agen asuransi meluangkan beberapa jam untuk melakukan analisis
aset dan hutang pada prospeknya. Tujuannya adalah untuk membuktikan bahwa
prospek membutuhkan asuransi. Agen akan menjelaskan produk asuransinya kepada
prospek, dengan mengajaknya keluar makan malam. Pada ahkir malam tersebut,
prospek akan merasa berhutang untuk membeli sesuatu meskipun mereka tidak
membutuhkannya atau tidak mampu membelinya. Prospek akan merespon pada
kewajibannya –yakni disebut IOU- yang telah dibangun oleh usaha agen tersebut.
1.5.5.3 Komunikan
Douglas Ehninger, Alan H. Monroe, dan Bruce E. Gronbeck (1978) dalam
Retorika Modern oleh Jalaludin Rakhmat (Rakhmat, 1994: 98-102) menyatakan
“bahwa tidak ada teknik persuasi yang berlaku di mana saja, kapan saja, dan untuk
apa saja. Waktu, situasi, dan khalayak sangat menentukan pemilihan teknik persuasi,
berbagai kondisi situasi komunikan tersebut diantaranya”:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
38
a. Komunikan Tak Sadar.
Di sini komunikan tidak menyadari akan sesuatu persoalan atau apakah perlu
mengambil keputusan atau tidak. Langkah-langlah yang dapat dilakukan di
antaranya:

Dapatkan perhatian komunikan dengan ilustrasi yang terkini, dapat berupa
kutipan yang tepat, ataupun dengan beberapa fakta dan angka yang
mengejutkan.

Tahap kebutuhan, yaitu lontarkan fakta, angka, dan kutipan yang
menunjukkan benar-benar ada permasalahan. Bagaimana persoalan
tersebut akan dapat mempengaruhi ketentraman, kebahagiaan, atau
kesejahteraan komunikan.

Tahap pemuasan, visualisasi, dan tindakan. Tunjukan solusi, dan hasilnya
dengan berbagai ilustrasi apabila komunikan mengikuti instruksi
komunikator.
b. Komunikan Apatis.
Komunikan tipe ini mengetahui ada persoalan dan harus mengambil
keputusan, namun acuh tak acuh. Seorang komunikator harus melontarkan
argumentasi
bahwa
persoalan
yang dihadapi
komunikan akan
betul-betul
mempengaruhi kehidupannya apabila komunikan tidak segera mengambil keputusan.
Langkah yang dapat dilakukan diantaranya:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
39

Tahap perhatian, yaitu membangkitkan perhatian komunikan dengan cara
menyampaikan
dampak
pada
kesehatan,
kebahagiaan,
ketentraman,kesempatan untuk maju yang ditentukan secara langsung
oleh persoalan yang sedang dibicarakan komunikator dengan komunikan.

Tahap kebutuhan, yaitu bagaimana persoalan yang sedang dihadapi dapat
berpengaruh pada kondisi keluarga sekarang maupun kelak.

Tahap pemuasan, visualisasi, dan tindakan. Mengingkatkan kembali
bahwa sikap apatis tidak dapat dibenarkan. Jelaskan keuntungan yang
akan diperoleh. Komunikan akan dirugikan apabila tidak mengambil
keputusan sesuai yang disarankan komunikator.
c. Komunikan yang tertarik tetapi ragu.
Komunikan jenis ini, merupakan komunikan yang sadar akan adanya
permasalahan, dan mereka tahu harus mengambil keputusan, tetapi masih meragukan
keyakinan yang harus mereka ikuti.

Tahap perhatian. Komunikator dapat langsung menunjuk pada pokok
persoalan.

Tahap kebutuhan, komunikator harus menunjukkan perlunya mengambil
keputusan. Dan sertakan kriteria atau pedoman yang harus dipenuhi dalam
mengambil keputusan yang tepat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
40

Tahap
pemuasan,
visualisasi,
dan
tindakan.
Komunikator
perlu
menyampaikan usulan dan tunjukkan secara ringkas rencana tindakan
yang harus dilakukan.
d. Komunikan yang bermusuhan.
Komunikan menyadari ada permasalahan pada dirinya, namun menentang
pendapat komunikator.

Komunikator dapat membahas persoalan secara tidak langsung dan
berangsur- angsur.

Tahap kebutuhan, visualisasi, dan tindakan. Tunjukkan tidak hanya hasil
yang akan diperoleh komunikan jika mereka mengikuti arahan
komunikator, namun juga keuntungan-keuntungan yang akan didapatkan.
Irving Janis dan Carl I Hovland dalam Theories of Human Communication
Littlejohn memaparkan teori mereka bahwa “Seseorang memiliki kemampuan yang
bermacam dan kadar motivasi untuk memproses pesan. Menurut mereka kadar ini
dapat dibagi menjadi 4 macam yakni perhatian, pemahaman, antisipasi, dan
evaluasi.”(Littlejohn, 1987: 138).

Perhatian, melibatkan kemampuan untuk memperhatikan pada rangsangan
pesan, kemampuan memperhatikan pembicara dan pesannya.

Pemahaman, melibatkan kemampuan mengerti dan memahami pesan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
41

Antisipasi, melibatkan kemampuan untuk membayangkan atau melatih ulang
pesan yang telah diterima. Hal ini jugamelibatkan kemampuan seseorang
untuk memandang dirinya dalam posisi yang sebagai disokong atau
dianjurkan oleh komunikator.

Evaluasi, melibatkan kemampuan meneliti argumen dan mengenali usaha
manipulatif dengan cermat.
“Agar komunikasi yang dilakukan oleh seseorang berhasil, yakni dicapainya
pemahaman, perubahan sikap, pendapat dan tingkah laku komunikan, maka
diperlukan strategi komunikasi dengan memperhitungkan faktor-faktor pendukung
dan penghambat. Hal ini dapat dimulai dari komunikan sebagai sasaran komunikasi,
media, pesan, dan komunikator”(Effendy, 1995 : 35 -39)
Sebelum melancarkan komunikasi, kita perlu mempelajari siapa yang akan
menjadi sasaran komunikasi dan hal ini tergantung tujuan komunikasi kita. Faktorfaktor yang perlu diperhatikan dari diri komunikan adalah faktor kerangka referensi.
Pesan komunikasi yang akan disampaikan kepada komunikan harus sesuai
dengan kerangka referensinya. Kerangka referensi seseorang terbentuk dalam dirinya
sebagai hasil paduan pengalaman, pendidikan, gaya hidup, norma hidup, status sosial,
ideologi, cita-cita dan sebagainya. Kerangka seseorang akan berbeda dengan orang
lain.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
42
Penghambatan komunikasi bisa diduga sebelumnya tetapi bisa juga tidak
dapat diduga sebelumnya. Yang dimaksudkan dengan kondisi di sini ialah state of
personality komunikan, yaitu keadaan fisik dan psikis komunikan pada saat
menerima pesan komunikasi. Komunikasi tidak akan efektif manakala komunikan
sedang marah, sedih, bingung, sakit atau lapar.
Seorang komunikator dalam menghadapi komunikan harus bersikap empatik,
yaitu kemampuan seseorang untuk memproyeksikan dirinya kepada peranan orang
lain. Dengan kata lain dapat merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Seorang
komunikator harus bersikap empatik ketika ia berkomunikasi dengan komunikan
yang sedang sibuk, marah, bingung, sedih, sakit, kecewa, dan sebagainya.
Joseph A. Devito menjelaskan posisi dua individu ketika berinteraksi, yakni
“Dalam kacamata komunikasi interpersonal, komunikasi di antara kedua pihak dapat
dilihat sebagai hubungan simetrikal, dan hubungan saling melengkapi. ”Dalam
hubungan simetrikal, dua individu bercermin satu dengan yang lainnya. Jika seorang
mengekspresikan semangat, seorang lainnya mengekspresikan semangat juga.
(Devito, 2001: 28)
Dalam hubungan saling melengkapi, dua individu terlibat dalam tingkah laku
yang berbeda.Tingkah laku seseorang menjadi stimulus tingkah laku pelengkap bagi
seorang lainnya. Seorang berada pada posisi di atas, seorang lainnya di bawah,
seorang bertindak aktif yang lain pasif.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
43
1.5.5.4 Isi Pesan
a. Pesan Verbal
“Ketika seseorang mengatakan sebuah kata, orang tersebut secara bersuara
merepresentasikan sesuatu – apakah sesuatu itu berupa objek fisik ataupun konsep
abstrak seperti kata damai. Sebuah kata merupakan simbol yang dibangun dari sebuah
objek atau konsep yang memiliki nama.” (Hybels, 1995: 86)
Sebuah kata yang tersusun atas sesuatu yang konkrit atau nyata akan
menimbulkan emosi yang alami. Sedangkan sebuah kata yang tersusun dari konsep
abstrak dapat membangkitkan perasaan yang kuat. Kata-kata seperti kemerdekaan
dan cinta dapat dimengerti dengan mudah karena kata-kata ini mengandung banyak
makna konotatif- perasaan atau asosiasi dalam diri seseorang hanya sebatas kata.
Aspek konotasi dari suatu kata juga dapat menimbulkan masalah di dalam
komunikasi, karena satu kata dapat memunculkan perasaan yang kuat dan perasaan
yang bermacam-macam di benak pendengar.
Meskipun kita juga memerlukan kata-kata konotasi, kata-kata denotasi
seksama dapat memberikan hasil yang jauh lebih baik bagi kita untuk menerima
arahan ataupun memberikan arahan yang tepat, juga untuk memberikan suatu
informasi yang menyakinkan.
Namun pemahaman makna denotasi dan konotasi pada suatu kata penting
untuk diketahui. Bagi seorang komunikator, juga harus cakap dalam meletakkan katacommit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
44
kata berdampingan untuk membentuk frase dan kalimat yang mengekspresikan
hubungan diantara kata-kata tersebut. Pemahaman ide dari suatu objek atau konsep
abstrak yang dimiliki seseorang adalah tidak pernah benar-benar sama dengan orang
lain, karena setiap orang memiliki pengalaman yang berbeda atas pemaknaan suatu
kata.
Teori bahasa yang dikembangkan oleh Edward Sapir dan Benjamin L.
Whorf (1956) dalam Communicating Effectively oleh Saundra Hybels menyarankan
bahwa
Bahasa membantu seseorang untuk menentukan bagaimana cara seseorang
melihat dan berpikir tentang dunia ini. Mereka percaya bahwa bahasa
memberikan batasan pikiran seseorang yang menggunakan bahasa tersebut.
Dan bahwa batasan suatu bahasa menjadi batasan suatu dunia bagi orang
tersebut. (Hybels, 1995: 87)
Menurut Wayne N. Thompson dalam buku Retorika Modern karangan
Jalaluddin Rakhmat isi pesan persuasi harus memiliki unsur-unsur yang dapat
menarik perhatian. Adapun alternatif isi pesan verbal yang dapat menarik perhatian
tersebut adalah:
Hal konkret, suspense, konflik, gerakan yang berkaitan dengan sesuatu yang
dikenal, yang baru dan eksotik; Fakta sensasional, yang berhubungan
dengan persitiwa aktual, mode, dan sebagainya; kata-kata berona dan gaya
bahasa; Struktur kalimat yang beragam; Kutipan dan peribahasa yang
diterapkan dengan cara baru; Perbandingan contoh anekdot; Rangkaian
pernyataan atau fakta yang mengejutkan; Ramalan; Humor; Yang
berhubungan dengan orang, tempat, atau peristiwa lokal. (Rakhmat, 1998:
105)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
45
Wilbur
Schramm
dalam
bukunya
“How
Communication
Works”
mengutarakan the condition of success in communication, seperti yang dikutip dalam
buku Dinamika Komunikasi oleh Onong U. Effendy (Effendy, 1986 : 41-42), yaitu :

Pesan harus dirancangkan atau disampaikan sedemikian rupa sehingga dapat
menarik perhatian sasaran yang dimaksud.

Pesan harus menggunakan tanda-tanda yang tertuju kepada pengalaman yang
sama antara komunikator dan komunikan, sehingga sama-sama dapat
mengerti.

Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi pihak komunikan, dan
menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan itu.

Pesan harus menyarankan suatu cara untuk memperoleh kebutuhan tadi yang
layak bagi situasi kelompok tempat komunikan berada pada saat ia digerakkan
untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki.
b. Organisasi Pesan
Bagi seorang komunikator, suatu pesan yang akan dikomunikasikan sudah
jelas isinya, tetapi yang perlu dijadikan pemikiran ialah pengelolaan pesan (message
management). Pesan harus ditata sesuai dengan diri komunikan yang akan dijadikan
sasaran. Dalam hubungan ini, komunikator harus terlebih dahulu melakukan
komunikasi interpesona, yakni berkomunikasi dengan diri sendiri.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
46
Karena itu, sudah sejak lama retorika menunjukkan cara-cara menyusun pesan
– seperti pola yang disarankan Aristoteles. Retorika mengenal enam macam
organisasi pesan: deduktif, induktif, kronologis, logis, spasial, dan topical.
Urutan deduktif dimulai dengan keterangan penunjang, penyimpulan, dan
bukti. Sebaliknya, dalam urutan induktif kita mengemukakan perincian-perincian dan
kemudian menarik kesimpulan. Dengan urutan kronologis, pesan disusun berdasarkan
urutan waktu terjadinya peristiwa; dengan urutan logis, pesan disusun berdasarkan
sebab ke akibat atau akibat ke sebab; dengan urutan spasial, pesan disusun
berdasarkan tempat; sedangkan dengan urutan topikal, pesan disusun berdasarkan
topik pembicaraan: klasifikasinya, dari yang penting kepada yang kurang penting,
dari yang mudah kepada yang sukar, dari yang dikenal kepada yang asing (Rakhmat,
1982: 46).
Alan H. Monroe (1962), menyarankan lima langkah dalam penyusunan pesan,
yang kemudian disebut “motivated sequence” (Rakhmat, 1998: 297): (1) Attention,
(2) Need, (3) Satisfaction, (4) Visualization, (5) Action.
Pertama-tama harus didapatkan attention atau perhatian positif dari
komunikan. Untuk mendapatkan perhatian ini, belum menggunakan bahasa sebagai
alat bantunya. Karena, pertama kali komunikan bertemu dengan komunikator yang
dinilai adalah penampilannya yang dapat dilihat mata. Oleh karena itu untuk merebut
perhatian, dapat dilakukan salah satunya dengan penampilan yang baik dan rapi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
47
Selanjutnya untuk memunculkan need atau kebutuhan komunikan dilakukan
dengan mengutarakan pesan argumentatif yang menekankan mengapa seharusnya
komunikan membutuhkan sesuatu seperti yang dimaksud komunikator.
Tahap ketiga untuk membangkitkan satisfaction atau kepuasan komunikan,
dapat dilakukan dengan mengutarakan keuntungan seperti apa yang dapat membuat
puas, serta kerugian apa yang dapat timbul apabila komunikan tidak mengikuti saran
yang diberikan. Hal ini dilakukan dengan cara mendeskripsikan atau visualization
kepada komunikan, agar lebih jelas tergambar dalam benak komunikan.
Yang terahkir dari semua tahap ini, komunikator mengharapkan action atau
tindakan yang nyata sesuai dengan yang dianjurkan kepada komunikan. Dilakukan
dengan melontarkan pesan, agar saran komunikator dilakukan dengan segera.
c. Pesan Nonverbal
“Tepuk tangan, pelukan, usapan, duduk, dan berdiri tegak adalah pesan
nonverbal yang menerjemahkan gagasan, keinginan, atau maksud pesan terkandung
dalam hati kita. (Rakhmat, 1998: 287)
Masih di dalam buku Psikologi Komunikasi Jalaludin Rakhmat, Mark L.
Knapp (1972) menekankan fungsi dari pesan nonverbal adalah sebagai berikut;
(1) Repetisi – mengulang kembali gagasan yang sudah disajikan secara verbal,
(2) Subtitusi – menggantikan lambang-lambang verbal,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
48
(3) Kontradiksi – menolak pesan verbal atau memberikan makna yang lain terhadap
pesan verbal,
(4) Komponen – melengkapi dan memperkaya makna pesan nonverbal,
(5) Aksentuasi – menegaskan pesan verbal atau menggarisbawahi. Misalnya ketika
seseorang menyatakan kejengkelannya dengan memukul meja.
Dale G. Leathers (1976), penulis Nonverbal Communications System,
menyebutkan ada enam alasan mengapa komunikasi nonverbal sangat penting:
1. Faktor-faktor nonverbal sangat menentukan makna dalam komunikasi
interpersonal. Ketika melakukan komunikasi tatap muka, seseorang akan
banyak menyampaikan gagasan dan pikiran lewat pesan-pesan nonverbal.
Pada gilirannya orang lain pun lebih banyak “membaca” pikiran pembicara
lewat petunjuk-petunjuk nonverbal. Mehrabian (1967), penulis The Silent
Message, bahkan memperkirakan 93% dampak pesan diakibatkan oleh pesan
nonverbal.
Dalam konteks ini dapat juga dipahami mengapa kalimat-kalimat yang tidak
lengkap dalam percakapan masih dapat diberi arti. Seseorang dapat
memaklumi apa yang dimaksud oleh rekannya ketika ia melukiskan kesedihan
yang mendalam dengan kalimat yang tidak selesai.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
49
2. Perasaan dan emosi lebih cermat disampaikan lewat pesan nonverbal
ketimbang pesan verbal. Menurut Mehrabian (1967), hanya 7% perasaan
kasih sayang dapat dikomunikasikan lewat suara, dan 55% dikomunikasikan
melalui ungkapan wajah (senyum, kontak mata, dan sebagainya).
3. Pesan nonverbal menyampaikan makna dan maksud yang relatif bebas dari
penipuan, distorsi dan kerancuan. Pesan nonverbal jarang dapat diatur oleh
komunikator secara sadar.
4. Pesan nonverbal mempunyai fungsi metakomunikatif yang sangat diperlukan
unutk mecapai komunikasi yang berkualitas tinggi.
5. Pesan nonverbal merupakan cara komunikasi yang lebih efisien dibandingkan
dengan pesan verbal.
6. Pesan nonverbal merupakan saranan sugesti yang paling tepat. (Rakhmat,
1998: 287-289)
Ada situasi komunikasi yang menuntut kita untuk mengungkapkan gagasan
atau emosi secara tidak langsung. Sugesti di sini dimaksudkan menyarankan sesuatu
kepada orang lain secara implisit (tersirat). Sugesti paling efektif disampaikan melalui
pesan-pesan nonverbal.
d. Pesan Paralinguistik
“Dua aspek komunikasi nonverbal, seringkali dipahami secara
bersama karena dapat melibatkan manipulasi suara, yang adalah
paralinguistik dan diam. Manusia mengucapkan kata-kata dan kalimat
dengan cara-cara tertentu. Yang membedakan semua kalimat yang terlontar
(dalam frase kalimat yang sama) adalah tekanan suara. Setiap cara berkata
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
50
memberikan maksud tersendiri. Cara-cara ini disebut pesan paralingusitik”
(DeVito, 2001: 206).
Setiap orang memiliki cara masing-masing dalam menyampaikan pesan
bahasa. Paralinguistik merupakan pesan bahasa vokal, namun dikategorikan ke dalam
dimensi komunikasi nonverbal. Yang menjadi penekanannya adalah bagaimana cara
seseorang menyuarakan sesuatu bahasa, bukan pada isi bahasanya.
Yang dimaksudkan cara penyampaian pesan bahasa yang berbeda-beda ini
adalah dalam hal penekanan, yaitu karateristik suara seperti kecepatan, dan volume
suara. Itulah yang disebut pesan paralinguistik. Yaitu pesannya berada di dalam cara
menyampaikannya, bukan pada isi pesannya sendiri.
1.6 Penelitian Lain
Hasil penelitian dengan judul Need for Instruction in Persuasive
Communication for Business management Students : A Study in the Indian Context,
yang termasuk ke dalam Asian Journal of Management Research dilakukan
Madhulika Panda seorang asisten profesor spesialisasi komunikasi persuasi, di
Universitas Orissa India.
Penelitiannya dilakukan dengan metode survey menggunakan kuisioner surat
elektronik yang disebarkan kepada 100 orang eksekutif bisnis, dan 100 orang
akademisi secara random sample. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa komunikasi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
51
persuasi digunakan tidak saja hanya dalam dunia pemasaran, namun juga bidang
keuangan, akuntansi, penelitian dan pengembangan. (Panda, 2012: 15)
Penelitian lain dengan judul Persuasive Effect of Sales Messages Developed
from Interaction Process Analysis menemukan bahwa antara agen penjual dan
perlakuan menjual mengindikasikan persepsi dan suksesnya seorang agen penjual
tidak bisa dilepaskan dari isi pesan percakaan verbal. Penelitian yang dilakukan oleh
Noel Capon (Capon: 2010, 238-244) ini mengambil sampel tiga agen penjual, dengan
mencoba 6 alternatif pesan pada tiap agen, yakni 3 pesan percakapan, dan dan 3
pesan nonpercakapan untuk menjual majalah berlangganan.
1.7 Metode Penelitian
Penilitian ini dikategorikan dalam penelitian deskriptif kualitatif, dimana
peneliti mengembangkan konsep dan penghimpunan fakta, tetapi tidak melakukan
pengujian hipotesa dan tidak untuk menjeneralisasi. Data dikumpulkan untuk
mendukung/ menolak hipotesa yang diajukan sebelum penelitian dimulai, tetapi
abstraksi disusun sebagai kekhususan-kekhususan yang telah dikumpulkan dan
dikelompokkan bersama pengumpulan data. Teori dikembangkan mulai dari lapangan
dari data yang terpisah-pisah, dan di atas bukti-bukti yang terkumpul dan saling
berkaitan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
52
1.7.1 Jenis Penelitian
Adapun penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian deskriptif kualitatif.
Penelitian ini tidak bertujuan untuk menjeneralisasi, namun untuk mengungkapkan
suatu persoalan, keadaan, ataupun peristiwa sebagaimana adanya, sehingga sifatnya
hanya sekedar mengungkap fakta. Hasil penelitian ditekankan untuk memberikan
gambaran objektif tentang keadaan sebenarnya dari objek yang diteliti.
Dalam riset ini penulis menggali dan menggambarkan secara mendalam
bagaimana komunikasi persuasi yang digunakan oleh agen asuransi PT Equity Life
Indonesia yang memperoleh MDRT.
1.7.2
Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di wilayah Yogyakarta, yaitu bagi para agen
yang terdaftar pada kantor cabang PT Equity Life Kantor Cabang Yogyakarta.
Karena wilayah pemasaran terkosentrasi di mana kantor cabang berada, maka pada
kota tersebut kegiatan pemasaran asuransi dilakukan.
1.7.3
Populasi dan Narasumber
Populasi merupakan keseluruhan dari semua obyek yang diteliti dalam suatu
penelitian. Dalam proses penentuan narasumber, penulis melihat siapa saja informan
yang bisa digali informasinya lebih mendalam terkait dengan komunikasi persuasi.
Dalam penelitian ini yang menjadi narasumber adalah populasi agen MDRT PT.
Equity Life Kantor Cabang Yogyakarta. Peneliti mengambil seluruh populasi agen
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
53
MDRT yang berjumlah enam agen. Sedang narasumber pendukung yaitu nasabah dan
calon nasabah dari agen MDRT tersebut yang tidak lain merupakan kategori
individual insurance, diambil dengan teknik purposive sampling. Nasabah dipilih
berdasarkan rekomendasi agen. Sedang untuk calon nasabah dipilih berdasarkan
jangka waktu prospek yang paling lama. Dalam penelitian ini penulis tidak menarik
sampel agen MDRT, namun menggunakan seluruh populasi agen MDRT tersebut
menjadi narasumber.
1.7.4 Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara, merupakan pengumpulan data yang diperoleh dengan melakukan
tanya jawab secara langsung pada obyek penelitian. Wawancara juga
merupakan aktivitas percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh
dua
pihak
yaitu
pewawancara
yang
mengajukan
pertanyaan
yang
diwawancarai yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. (Moleong,
1996: 135) wawancara dilakukan yaitu pada populasi agen MDRT Asuransi
PT Equity Life Indonesia Cab. Yogyakarta.
b. “Observasi merupakan suatu studi yang sengaja dan sistematis tentang
fenomena sosial dan gejala alam dengan jalan pengamatan dan pencatatan”
(Kartono 1990 : 162).
c. Studi dokumentasi, merupakan suatu studi untuk memperoleh data dan
informasi yang berkaitan dengan objek penelitian dengan cara mempelajari
berbagai literatur seperti majalah dan internet maupun data objek penelitian.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
54
1.7.5 Teknik Analisis Data
“Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke
dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan
dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.” (Moleong, 2001
: 103) Tahap analisis data ini meliputi proses pencarian dan perencanaan secara
sistematis atas semua data yang telah dikumpulkan. Hal ini dimaksudkan agar peneliti
betul-betul mengerti makna yang telah dikemukakannya dan dapat menyajikannya
kepada orang lain secara jelas.
Dalam penelitian kualitatif, proses analisis yang digunakan tidak dilakukan
setelah data terkumpul seluruhnya, tetapi dilakukan pada waktu bersamaan dengan
proses pengumpulan data. Hal ini dilakukan karena analisis ini dimaksudkan untuk
memperoleh gambaran khusus yang bersifat menyeluruh tentang apa yang tercakup
dalam permasalahan yang diteliti.
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada model yang
ditawarkan Miles dan Huberman (1994) yakni “teknik analisis yang biasa disebut
dengan interactive model. Teknik analisis ini pada dasarnya terdiri dari tiga
komponen: reduksi data, (data reduction), penyajian data (data display), dan
penarikan serta pengujian kesimpulan (drawing and verifying conclusion).” (Pawito,
2007: 104).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
56
kesalahan interpretasi dari hasil wawancara dengan sejumlah informan
penelitian yang dapat mengaburkan makna persoalan sebenarnya dari fokus
tentang penelitian ini.
1.7.6 Validitas Data :
Validitas data dilakukan dengan teknik triangulasi data dan triangulasi
metode. Triangulasi data sendiri yaitu upaya peneliti untuk mengakses
sumber-sumber yang lebih bervariasi guna memperoleh data berkenaan
dengan persoalan yang sama. Sedangkan triangulasi metode adalah upaya
peneliti membandingkan temuan data yang diperoleh dengan menggunakan
suatu metode tertentu. (Pawito, 2007: 99)
Triangulasi metode dalam penelitian ini adalah membandingkan hasil catataan
lapangan selama melakukan observasi dengan hasil data yang diperoleh dari
wawancara mendalam, dengan sumber yang sama yaitu agen MDRT. Sedangkan
triangulasi data diperoleh dari hasil wawancara dengan agen, dan wawancara dengan
nasabah.
commit to user
Download