PENGERTIAN ETIKA DAN SISTEM ETIKA Definisi Etika Beekun (1997) secara ringkas menjelaskan bahwa etika adalah : “The set of moral principles that distinguish what is right from what is wrong.” (Sekumpulan prinsip-prinsip moral yang digunakan untuk membedakan perilaku yang benar dengan perilaku yang salah). Etika ini menurut Beekun (1997) adalah studi yang bersifat normatif sebab etika menjelaskan apa yang seharusnya dilakukan seseorang dan apa yang seharusnya tidak dilakukan seseorang. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Etika Individu Beekun memandang bahwa perilaku etika individu dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor, yaitu : (1) interpretasi-interpretasi hukum, (2) faktor-faktor organisasional, dan (3) faktor-faktor individual. Interpretasi hukum (legal interpretation) adalah tafsiran-tafsiran yang dilakukan oleh para ahli hukum terhadap teks-teks hukum. Dalam masyarakat Barat, interpretasi ini seringkali didasarkan pada nilai-nilai atau standar-standar yang temporal. Sementara dalam masyarakat Islam, interpretasi hukum didasarkan pada ijtihad untuk menghasilkan hukum yang baku. Implikasinya, dalam masyarakat Barat, pada satu saat sebuah perilaku bisa dianggap legal, sedangkan pada waktu lainnya dapat dianggap ilegal. Misalnya diskriminasi terhadap perempuan dan kaum minoritas. Dulu ini dianggap legal dalam masyarakat Barat, namun sekarang dianggap ilegal. Sebaliknya Islam memberikan hak-hak yang bersifat permanen kepada perempuan, dan juga Islam tak pernah mendiskriminasikan kaum minoritas. Faktor-faktor organisasional (organizational factors) adalah faktor berupa kumpulan peraturan suatu organisasi bisnis, yang biasa dikenal dengan istilah “kode etik”. Beekun mencontohkan perusahaan Xerox Corporation yag mempunyai kode etik setebal 15 halaman, yang antara lain berbunyi,”Kita harus jujur kepada para pelanggan. Tak ada kongkalikong. Tak ada suap. Tak ada rahasia. Tak ada manipulasi harga…”[7] Namun demikian, apa yang dianggap etis dalam sebuah perusahaan, bisa jadi tetap tidak patut dilaksanakan. Misalnya, perusahaan yang ‘12 1 Etika Ir. Suprapto M.Si. Pusat Pengembangan Bahan Ajar Universitas Mercu Buana http://www.mercubuana.ac.id Sedangkan faktor situasional, adalah kondisi-kondisi tertentu yang membuat seseorang berperilaku tidak etis, sebagai jalan keluar dari problem yang dihadapinya. Misalnya, seorang manajer penjualan yang mencatatkan transaksi penjualan fiktif untuk menutupi kerugian yang dialami. Sistem-Sistem Etika Sistem etika yang dominan saat ini, menurut Beekun, ada 6 (enam) sistem etika, yaitu Relativisme, Utilitarianisme, Universalisme, Rights (Hak-Hak), Keadilan Distributif (Distributive Justice), dan Hukum Abadi (Eternal Law). Keenam sistem etika ini dibedakan atas dasar kriteria yang digunakan untuk memutuskan salah benarnya suatu perilaku. Relativisme (self-interest) adalah paham bahwa baik buruknya perilaku manusia didasarkan pada kepentingan atau kebutuhan pribadi (self-interest and needs). Dengan demikian, setiap individu akan mempunyai kriteria moral yang berbeda dengan individu lainnya, atau akan terjadi perbedaan kriteria moral dari satu kultur ke kultur lainnya. Relativisme bertentangan dengan Islam, sebab Islam menegaskan bahwa perilaku etika individu wajib didasarkan pada kriteria Al-Qur`an dan As-Sunnah, bukan kriteria individu yang relatif. Di samping itu, relativisme akan menimbulkan kemalasan dalam pembuatan keputusan, karena semuanya toh dapat secara sederhana diputuskan menurut selera masing-masing. Islam mensyariatkan syura dalam pengambilan keputusan bersama, yang dapat mencegah adanya penggunaan kriteria moral individual yang relatif. Utilitarianisme (calculation of costs anf benefits) adalah suatu paham bahwa baik buruknya perilaku tergantung pada hasil-hasil (manfaat) dari keputusan yang diambil. Suatu perilaku dianggap etis jika menghasilkan keuntungan terbesar bagi sebagian besar manusia. Beekun mengkritik paham ini dengan menunjukkan ketidakjelasan kriteria “siapa” yang menentukan sesuatu itu “baik” untuk sebagian besar masyarakat. Selain itu, jika mayoritas yang dijadikan kriteria, maka bagaimanakah nasib kelompok minoritas ? Jika mayoritas menghendaki “free sex”, siapakah yang akan melindungi kepentingan minoritas yang menolak “free sex” ? Begitu pula, untuk hal-hal yang tak dapat dikuantifikasi, utilitarianisme tak menyediakan perangkat memadai untuk perhitungan untung-ruginya. Hak-hak dan ‘12 3 Etika Ir. Suprapto M.Si. Pusat Pengembangan Bahan Ajar Universitas Mercu Buana http://www.mercubuana.ac.id Penyebab Perilaku Tidak Etis Berdasarkan Psikologi Pengambilan Keputusan Seringkali kita bisa menilai seseorang melakukan suatu perbuatan atau pengambilan keputusan yang tidak etis, sementara orang tersebut tidak merasa melakukannya. Beberapa faktor dapat menjadi penyebab seseorang merasa sudah berperilaku etis tapi nyatanya tidak. Dalam hal ini kita harus memahami sifat-sifat alamiah manusia dalam memandang dunia, memandang orang lain dan memandang dirinya sendiri. Berikut ini disampaikan hasil riset-riset yang dilaksanakan selama kurun waktu cukup lama dan menghasilkan temuan yang konsisten. Pemahaman atas sifat-sifat alamiah ini dapat membuat kita lebih berhatihati sehingga dapat mengambil keputusan dengan lebih bijak dan lebih etis. Hasil riset tersebut dikelompokkan dalam tiga teori, yang lebih jelas disampaikan berikut ini. 1. TEORI TENTANG DUNIA Eksekutif yang berhasil harus memiliki pengetahuan yang akurat tentang dunia mereka. Jika mereka tidak memiliki, mereka harus tahu bagaimana memperolehnya. Satu tantangan tipikal adalah bagaimana mengakses risiko dari suatu strategi atau kebijakan, dimana melibatkan akibat-akibat dan mengakses variasi-variasi segala kemungkinan yang mungkin timbul. Jika seorang eksekutif melakukan penilaian yang jelek dari konseskuensi suatu kebijakan yang diambil, maka kebijakan itu bisa menjadi ancaman dan menyebabkan keadaan yang memalukan dari segi finansial maupun dari segi moral bagi perusahaan dan pengambil keputusan. Terdapat tiga komponen teori tentang dunia, yakni : pertimbangan konsekuensi yang mungkin terjadi, penilaian tentang risiko, dan persepsi tentang penyebab. Pertimbangan Konsekuensi yang Mungkin Terjadi Berdasarkan penelitian terbukti bahwa keputusan pada dasarnya adalah merupakan pilihan. Dalam membuat keputusan yang sulit, orang-orang sering menyederhanakan keputusan dengan mengabaikan kemungkinan yang akan terjadi atau konsekuensi-konsekuensi yang akan memperumit pilihan. Dengan kata lain, ada kecenderungan untuk mengurangi kemungkinan-kemungkinan konsekuensi atau hasil untuk membuat keputusan dapat lebih mudah ditangani. Dalam kasus ‘12 5 Etika Ir. Suprapto M.Si. Pusat Pengembangan Bahan Ajar Universitas Mercu Buana http://www.mercubuana.ac.id