Provinsi Kepulauan Riau GAMBARAN UMUM WPPI KEPULAUAN RIAU Geografi Provinsi Kepulauan Riau terletak antara 04˚40’ Lintang Utara sampai 00˚29’ Lintang Selatan, dan antara 103˚22’ Bujur Timur hingga 109˚40’ Bujur Timur. Kepulauan Riau terletak di Selat Malaka hingga Laut Cina Selatan dengan jumlah pulau sebanyak 1.795 pulau. Secara administratif, Provinsi Kepulauan Riau memiliki dua kota yaitu Kota Tanjungpinang sebagai ibukota provinsi, dan Kota Batam, serta memiliki lima kabupaten, yaitu: Kabupaten Karimun, Kabupaten Bintan, Kabupaten Natuna, Kabupaten Lingga, dan Kabupaten Kepulauan Anambas. Adapun batas wilayah Provinsi Kepulauan Riau adalah sebagai berikut: • Sebelah Utara : Vietnam dan Kamboja • Sebelah Selatan : Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Jambi • Sebelah Barat : Singapura, Malaysia dan Provinsi Riau • Sebelah Timur :Malaysia, Brunei, dan Provinsi Kalimantan Barat Luas Wilayah Provinsi Kepulauan Riau adalah 427.608,38 Km², yang terbagi menjadi wilayah lautan sebesar 417.012,97 km² dan wilayah daratan seluas 10.595,41 km² (2,47%), yang terdiri dari 70 kecamatan dan 416 kelurahan/desa seperti yang dijelaskan pada tabel berikut ini : Tabel 1 Wilayah Administratif Menurut Kabupaten/Kotadi Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2015 Luas Daratan Luas Lautan (km2) (km2) 1 Karimun 1.524,00 4.698,09 2 Bintan 1.739,44 102.964,08 3 Natuna 2.814,26 216.113,42 4 Lingga 2.117,72 43.339,00 5 Kepulauan 590,14 46.074,00 6 Batam 1.570,35 3.675,25 7 Tanjungpinang 239,50 149,13 Kepulauan Riau 10.595,41 417.012,97 Sumber : Provinsi Kepulauan Riau Dalam Angka, BPS Tahun 2016 No Kabupaten/Kota Jumlah Kecamatan 12 10 15 10 7 12 4 70 Jumlah Desa/ Kelurahan 71 51 76 82 54 64 18 416 Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2015 Tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional Tahun 2015 – 2035, Provinsi Kepulauan Riau merupakan bagian dari Wilayah Pengembangan Industri Sumatera Bagian Utara, dengan Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri (WPPI) Provinsi terdiri atas Kota Batam, dan Kabupaten Bintan. Gambar 1 Peta Administrasi WPPI Provinsi Kepulauan Riau Profil Umum Provinsi Kepulauan Riau Jumlah Penduduk di Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2015 mencapai 1.973.043 jiwa. Dilihat dari data BPS jumlah penduduk meningkat kurang lebih 400.000 jiwa dalam waktu 5 tahun (2010-2015). Jumlah penduduk tersebut menyebar secara tidak merata di 7 Kota/Kabupaten yang ada di Provinsi Kepulauan Riau. Penduduk terbanyak berada di Kota Batam yaitu mencapai 1.188.985 jiwa atau 60,26% sedangkan jumlah penduduk terendah berada di Kabupaten Kepulauan Anambas sebesar 40.414 jiwa atau 2,04%. Laju Pertumbuhan Penduduk di Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2010 – 2015 mencapai 3,11 % dengan laju pertumbuhan tertinggi berada di Kota Batam dengan 4,49 %, seperti yang dijelaskan pada tabel berikut : Tabel 2 Kependudukan Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2010 – 2015 Wilayah Jumlah Penduduk (Jiwa) Laju Pertumbuhan (%) 2010 2014 2015 2010 -2015 2014-2015 1.692.816 1.917.415 1.973.043 3,11 2,90 Karimun 213.479 223.117 225.298 1,08 0,98 Bintan 143.020 151.123 153.020 1,36 1,26 Natuna 69.416 73.470 74.520 1,43 1,43 Lingga 86.513 88.274 88.591 0,48 0,77 Kepulauan Anambas 37.629 39.892 40.414 1,44 1,31 Batam 954.450 1.141.816 1.188.985 4,49 4,13 Tanjungpinang 188.309 199.723 202.215 1,44 1,25 Kepulauan Riau Sumber : Provinsi Kepulauan Riau Dalam Angka, BPS Tahun 2016 Berdasarkan PP no 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pengembangan Industri atau RIPIN, Provinsi Kepulauan Riau memiliki beberapa lokasi wilayah pusat pertumbuhan industri yaitu Kota Batam dan Kabupaten Bintan. Adapun profil singkat dari masing-masing Kota/Kabupaten di Kepulauan Riau dapat disajikan sebagaimana berikut ini. Gambar 2 Profil Umum WPPI Kota Batam Gambar 3 Profil Umum WPPI Kabupaten Bintan PENGEMBANGAN INDUSTRI Potret Pertumbuhan Industri Berdasarkan Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I 2016 Perekonomian Kepri tumbuh 4,58% (yoy) melambat dibanding triwulan sebelumnya dengan pertumbuhan 5,20% (yoy). Perlambatan ini sejalan dengan perekonomian nasional yang tumbuh 4,92% (yoy), juga melambat dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 5,04% (yoy). Dari sisi permintaan, perlambatan ekonomi Kepri disebabkan oleh penurunan investasi. Dari sisi penawaran, penurunan dicatatkan sektor utama yaitu sektor konstruksi serta sektor pertambangan dan penggalian. Investasi menurun 1,43% (yoy) sementara pada periode sebelumnya masih tumbuh 3,99% (yoy). Tertahannya investasi, baik oleh investor asing maupun domestik terutama disebabkan tingkat permintaan sektor industri yang masih lemah sejalan dengan belum pulihnya ekonomi global, dan masih rendahnya harga migas. Namun, tingkat konsumsi masyarakat yang relatif stabil serta perbaikan kinerja net ekspor menopang perekonomian Kepri pada triwulan laporan. Konsumsi rumah tangga tumbuh 6,10% (yoy), relatif stabil dibanding pertumbuhan periode sebelumnya sebesar 6,29% (yoy). Tingkat konsumsi yang stabil antara lain didukung oleh peningkatan upah minimum kota (UMK) dan peningkatan konsumsi dalam rangka hari raya Imlek. Adapun net ekspor tumbuh 13,10% (yoy), menguat dibanding pertumbuhan triwulan IV 2015 sebesar 9,99% (yoy). Penguatan ekspor lebih dipengaruhi oleh impor yang melambat lebih dalam dibanding ekspor. Sektor konstruksi dan pertambangan mencatatkan kontraksi 1,32% (yoy) dan 1,94% (yoy). Penurunan kinerja sektor konstruksi dipengaruhi penurunan permintaan perumahan, penyelesaian sejumlah konstruksi hotel oleh swasta pada awal tahun, serta realisasi belanja konstruksi oleh pemerintah yang diperkirakan masih rendah. Adapun penurunan output sektor pertambangan dan penggalian disebabkan masih rendahnya harga komoditas migas, diperparah dengan hasil lifting yang juga terus menurun. Sektor industri belum menunjukkan perbaikan yang signifikan, dan mencatatkan perlambatan sebesar 4,13% (yoy) dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 4,43% (yoy). Angkatan kerja Kepri pada Februari 2016 sebanyak 912.904 orang atau meningkat1,95% (yoy) dari periode yang sama tahun sebelumnya. Jumlah penduduk yang bekerja tercatat juga meningkat 1,97% (yoy). Di sisi lain, jumlah pengangguran Kepri tercatat masih tinggi sebanyak 82.466 orang atau meningkat sebesar 1,79% (yoy) dari Februari 2015, dengan tingkat pengangguran terbuka sebesar 9,03%. Tingkat partisipasi angkatan kerja sebesar 65,58% melambat dibanding periode Februari 2015 sebesar 66,16%. Menurunnya tingkat partisipasi kerja sejalan dengan perlambatan ekonomi Kepri, sehingga pertumbuhan angkatan tenaga kerja tidak diikuti oleh ketersediaan lapangan kerja. Jumlah penduduk miskin di Kepri mengalami penurunan pada September dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Jumlah penduduk miskin sebanyak 114.834 orang, menurun 7,52% dibanding periode yang sama tahun lalu, juga menurun 6,18% dibanding data kemiskinan Maret 2015. Persentase penduduk miskin terhadap total penduduk sebesar 5,78% juga menurun dibanding periode September 2014 dan Maret 2015, masing-masing sebesar 6,40% dan 6,24%. Investasi menurun dan menjadi sumber utama perlambatan ekonomi Kepri pada triwulan laporan. Investasi menurun 1,43% (yoy), sementara pada triwulan sebelumnya masih tumbuh positif 3,99% (yoy). Penurunan investasi terjadi baik dalam bentuk Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Gambar 4 Perkembangan Realisasi Investasi PMA Gambar 5 Perkembangan Realisasi Investasi PMDN PMA menurun signifikan, mencapai 96,27% (yoy). Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat penurunan investasi pada seluruh sektor sektor utama yang sebelumnya merupakan lahan terbesar penanaman modal di Kepri, antara lain sektor pertambangan dan penggalian, sektor hotel dan restoran serta sektor industri logam dasar dan elektronik. Investasi pada sektor pertambangan dan penggalian menurun hingga 99,8% (yoy) karena masih rendahnya level harga migas sehingga pelaku usaha menahan hampir seluruh investasinya. Investasi sektor hotel dan restoran juga menurun tajam, sebesar 92,47% (yoy), diperkirakan karena faktor konstruksi sejumlah bangunan hotel di Kepri yang mulai memasuki tahap akhir/finishing pada awal 2016. Investasi sektor industri logam dasar dan elektronik juga menurun tajam hingga 99,75% (yoy), dipengaruhi tingkat permintaan global yang masih lesu. Penanaman modal oleh investor lokal (PMDN) juga menurun tajam, mencapai 97,46% (yoy). Penurunan PMDN terutama disebabkan penurunan investasi sektor kawasan perumahan dan real estate yang hampir mencapai 100%, sementara pada periode triwulan I 2015 sektor ini mencatatkan nilai PMDN terbesar. Aktivitas PMDN pada sektor-sektor ekonomi lainnya pun sangat minim dibanding periode yang sama tahun lalu. Meski secara total kegiatan investasi menurun, namun impor barang modal meningkat, mengindikasikan potensi peningkatan output pada periode mendatang. Impor barang modal tumbuh 18,81% (yoy), dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 18,45% (yoy). Diperkirakan impor barang modal tersebut selain untuk kebutuhan industri juga untuk kebutuhan proyek-proyek konstruksi pemerintah yang cukup banyak di Kepri untuk tahun anggaran 2016, antara lain pembangunan jalan layang, pembangunan beberapa pelabuhan, juga untuk kebutuhan proyek swasta seperti pembangunan sejumlah apartemen. Berdasarkan lapangan usaha, penurunan kinerja sektor konstruksi serta sektor pertambangan dan penggalian menjadi pendorong utama perlambatanekonomi Kepri. Kedua sektor tersebut mencatatkan kontraksi 1,32% (yoy) dan 1,94% (yoy). Penurunan kinerja sektor konstruksi dipengaruhi penurunan permintaan perumahan, penyelesaian sejumlah konstruksi hotel oleh swasta pada awal tahun, serta realisasi belanja konstruksi oleh pemerintah yang diperkirakan masih rendah. Adapun penurunan output sektor pertambangan dan penggalian disebabkan masih rendahnya harga komoditas migas, diperparah dengan hasil lifting yang juga terus menurun. Sektor industri juga belum menunjukkan perbaikan yang signifikan, dan mencatatkan perlambatan sebesar 4,13% (yoy) dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 4,43% (yoy). Kinerja sektor industri sangat dipengaruhi kondisi ekonomi global yang belum pulih sehingga permintaan ekspor juga belum menunjukkan perbaikan serta dampak lanjutan harga migas yang rendah terhadap aktivitas industri-industri pendukung migas di Kepri. Sektor industri pengolahan masih melanjutkan perlambatan. Pertumbuhan industri pengolahan sebesar 4,13% (yoy) melambat dibanding triwulan sebelumnya 4,43% (yoy). Perlambatan sektor industri sejalan dengan perlambatan ekspor. Perekonomian global yang belum pulih menyebabkan tingkat permintaan ekspor juga belum menunjukkan peningkatan yang berarti. Kondisi ini diperparah dengan level harga komoditas migas yang masih rendah, sehingga investasi tertahan dan mempengaruhi tingkat permintaan industri industri pendukung migas yang banyak terdapat di Kepri. Penurunan aktivitas sektor industri terkonfirmasi melalui sejumlah survei oleh Bank Indonesia Provinsi Kepri. Hasil liaison menunjukkan penurunan penjualan domestik maupun ekspor pada sektor industri pengolahan. Sejalan dengan penurunan penjualan, kapasitas utilisasi perusahaan juga menurun tajam bahkan yang terendah dalam 5 (lima) tahun terakhir. Demikian pula hasil SKDU mencatat terjadinya penurunan realisasi kegiatan usaha. Penurunan ini bahkan diluar ekspektasi pelaku usaha yang pada survei triwulan sebelumnya masih menunjukkan sikap optimis bahwa realisasi kegiatan usaha triwulan I 2016 akan membaik. Gambar 6 Kontribusi Lapangan Usaha Terhadap PDRB (%Y-o-Y) Kawasan Industri Prioritas Sesuai dengan arahan dalam RIPIN, maka fokus dan prioritas utama pengembangan Kawasan Industri di Provinsi Kepulauan Riau akan difokuskan ke rencana Kawasan Industri di Kabupaten yang termasuk WPPI, yaitu Kota Batam dan Kabupaten Bintan. 1. Kota Batam Di Pulau Batam menurut draft RTRW Prov. Kepulauan Riau terdapat 11 Kecamatan yang direncanakan sebagai KPI, termasuk di Kepala Jeri dan Bulang (di luasr FTZ). Saat ini terdapat 26 kawasan industri yang berada di daerah yang cukup strategis, dengan letak yang geografis yakni berbatasan dengan Singapura dan Malaysia serta terletak di Selat Malaka yang merupakan jalur pelayaran sibuk didunia, menjadikan Batam mempunyai daya saing yang cukup dengan jumlah perusahaan mencapai ribuan perusahaan serta tenaga kerja. Industri berat di Batam yang didominasi oleh industri galangan kapal, industri fabrikasi, industri baja, industri logam, dan lainnya. Tabel 3 Daftar Kawasan Industri Batam NO KAWASAN INDUSTRI LUAS/TERBANGUN (Ha) Alamat JUMLAH PERUSAHAAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 CAMMO INDUSTRIAL PARK BATU AMPAR INDUSTRIAL ESTATE BATAMINDO INDUSTRIAL PARK BINTANG INDUSTRIAL PARK II EXECUTIVE INDUSTRIAL PARK CITRA BUANA CENTRE PARK II CITRA BUANA CENTRE PARK III CITRA BUANA CENTRE PARK I CITRA BUANA CENTRE PARK PT.ESCO BINTAN INDONESIA KABIL INDUSTRIAL PARK KARA INDUSTRIAL PARK LATRADE INDUSTRIAL PARK MALINDO CIPTA PERKASA IND.PARK MEGA CIPTA INDUSTRIAL PARK PANBIL INDUSTRIAL ESTATE SARANA INDUSTRIAL POINT BINTANG INDUSTRIAL PARK I REPINDO INDUSTRIAL ESTATE TAIWAN INTERNASIONAL INDUSTRIAL PURI INDUSTRIAL PARK 2000 INDAH INDUSTRIAL PARK TUNAS INDUSTRIAL ESTATE UNION INDUSTRIAL PARK WALAKAKA INDUSTRIAL PARK WIRARAJA INDUSTRIAL ESTATE 18/18 320/278 70/21 36/25 8/8 20/10 10/10 78/62,86 19/14 60/25 103/57 12/4 5,4/0,81 30/20 38/22,8 25/7 - Cammo Industrial Park Todak Street Batu Ampar, Wisma Batamindo, Majapahit Street Kav.II, Executive Centre Complek Yos Sudarso Street Batu Engku Putri Street, Batam Citra Buana Buliding Maritim Square Complex Hijrah Industrial Estate Jl.Hang Kesturi KM.4 , Kabil Kara Industrial Park Blok.C1 Tanjung Uncang, Batam Malindo Cipta Perkasa Jl.Raden Patah Komp.Glass Komp. Regency Park Blok 1 Komp. Winsor Central Jl.Majapahit Kav.II Batu Komp.Repindo Bolk C1 No.1 Jl.Hang Kesturi KM.4, Kabil Jl.Imam Bonjol Blok A No.7 Imam Bonjol Blok A No.7 , Komp.Bumi Indah Blok III, Blok AA No.F.8 Union Komp.Green Land Blok F6 Wiraraja Street Blok A 29 77 21 16 7 13 54 27 36 11 15 13 10 29 10 34 32 - Sumber : Profile of Industrial Estates and Shipyard Industri in Kepulauan Riau Province Indonesia, BP Batam 2. Kabupaten Bintan Kawasan industri di Kabupaten Bintantersebar di beberapa lokasi, antara lain : 1) Bintan Industrial Estate dengan luas kawasan 4.000 ha, terdiri dari 23 perusahaan (tenant) yaitu : Tabel 4 Daftar Perusahaan di Kawasan Bintan Industrial Estate NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 PERUSAHAAN PT.A2 ONE PRECISION BINTAN PT.ADD PLUS PT.AMC PT.BIIE (BINTAN INTI INDUSTRIAL ESTATE) PT.BINTAN BERSATU APPAREL PT.CICI BINTAN PT.CENTROTEC JIT BINTAN PT.DOELLKEN BINTAN PT.ESCATEC MECHATRINIC INDONESIA PT.ESCO BINTAN INDONESIA PT.GP TECHNOLOGY BINTAN PT.GIMMIL INDUSTRIAL PT.IS PRIMMER CONTAINER BINTAN PT.HONNEYWEL INDONESIA PT.NIDEC INDONESIA PT.NRA BINTAN PT.PEPPERL & PUCHS BINTAN PT.PERTAMA PRECISION BINTAN PT.ROYAL GARMENT BINTAN PT.SANDEN ELECTRONIC INDONESIA PT.SUMIKO LEADFRAME BINTAN PT.TEE GARMEN BINTAN PT.YOSHIKAWA ELECTRONIC BINTAN NEGARA SINGAPURA SINGAPURA SINGAPURA SINGAPURA SINGAPURA USA SINGAPURA JERMAN SWISS SINGAPURA SINGAPURA SINGAPURA SINGAPURA USA JEPANG SINGAPURA JERMAN JEPANG SINGAPURA JEPANG JEPANG SINGAPURA JEPANG Sumber : Profile of Industrial Estates and Shipyard Industri in Kepulauan Riau Province Indonesia 2) Kawasan Industri Galang Batang dengan luas sekitar 1.775ha, 3) Kawasan Z Maritim Bintan Timur dengan luas sekitar 812 ha, 4) Kawasan Industri Sei Enam serta Batu Licin dengan luas sekitar 800 ha Pengembangan Industri Prioritas Dari berbagai sumber-daya yang ada tampak terdapat berbagai potensi dari berbagai arahan industri yang dapat dikembangkan di provinsi Kepulauan Riau. Berdasarkan pendekatan pohon industri, dapat diperoleh indikasi terhadap pendalaman struktur industri di provinsi Kepulauan Riau yang dijelaskan sebagaimana berikut ini. 1) Dalam hal penguasaan usaha, struktur industri disehatkan dengan meniadakan praktek-praktek monopoli dan berbagai distorsi pasar; 2) Dalam hal skala usaha, struktur industri akan dikuatkan dengan menjadikan IKM sebagai basis industri nasional yaitu terintegrasi dalam mata rantai pertambahan nilai dengan industri berskala besar; 3) Dalam hal hulu-hilir, struktur industri akan diperdalam dengan mendorong diversifikasi ke hulu dan ke hilir membentuk rumpun industri yang sehat dan kuat. PERKEMBANGAN IKM DAN SENTRA IKM Proyeksi pemetaan atau daerah IKM diselaraskan dengan membagi beberapa IKM olahan menjadi 5 yaitu IKM olahan kelapa, IKM olahan rumput laut, IKM kerupuk ikan, IKM pengeringan dan penggaraman (ikan asin) serta IKM olahan ikan (produk lain berbahan dasar ikan, udang, cumi, kepiting dan sebagainya). Lokasi yang tergambar dibagi per Kota dan Kabupaten di Kepulauan Riau. A. Kabupaten Bintan Pola lokus IKM Kabupaten Bintan untuk olahan kerupuk banyak terdapat di Pulau Mantang, Sei. Lekop, dan Kijang Kota. Sedangkan untuk olahan ikan lain terdapat di Malang Rapat, Teluk Sebong, Desa Kelong, Teluk Bakau, dan Toapaya. Hanya terdapat satu IKM pengolah rumput laut yaitu di Gunung Kijang. B. Kota Batam IKM Kota Batam untuk pengolahan kerupuk ikan tersebar di Batam Center, Belakang Padang dan yang paling banyak terdapat di Pulau Seraya. IKM pengeringan ikan/ikan asin terdapat di daerah Batam Center, Tiban dan Belakang Padang. IKM pengolahan ikan lain paling banyak tersebar di Pulau Batam dan terdapat juga di Pulau Rempang. IKM pengolahan rumput laut terdapat di Sei Beduk. Untuk IKM pengolahan kelapa terdapat di empat daerah yaitu Sei Beduk, Tiban Lama, Ngenang dan Pulau Karas. Tabel 5 Jumlah IKM di WPPI Kepulauan Riau Kabupaten/Kota Perikanan Rumput Laut Kelapa Batam 94 2 4 Bintan 20 1 0 Sumber: Data IKM (2014) Sebaran IKM yang paling terbanyak adalah sektor perikanan yang terdapat di Kabupaten Anambas dengan jumlah 117 IKM olahan perikanan disusul Kabupaten Karimun 101 IKM, Kota Batam 94 IKM, Kabupaten Natuna 57 IKM, Kabupaten Bintan 20 IKM, Kabupaten Lingga 18 IKM dan Kota Tanjungpinang 16 IKM. Sebaran IKM pengolah kelapa yang paling banyak yaitu di Kabupaten Natuna disusul oleh Kota Batam 4 IKM dan Kabupaten Anambas, Lingga dan Karimun masing-masing satu IKM. Untuk IKM pengolah rumput laut jumlahnya masih sedikit dan berada hanya di Kabupaten Natuna, Karimun, Anambas, Bintan dan Kota Batam. INFRASTRUKTUR PENUNJANG WPPI Konektivitas WPPI Berdasarkan hasil pengamatan dan data-data sekunder konektivitas eksisting di WPPI Kepulauan Riau dapat disajikan dalam gambar berikut ini. Gambar 7 Distribusi Dan Pasokan Barang Dalam Lingkup Provinsi Kepulauan Riau Keterangan : Pelabuhan Batu Ampar, Sekupang dan Pelabuhan Kabil merupakan Pelabuhan Utama yang dapat melakukan kegiatan ekspor secara langsung; Bandara Hang Nadim menjadi salah satu simpul distribusi barang ekspor; Hasil industri dari Kawasan Industri Lobam didistribusikan melalui Pelabuhan Tanjung Uban, kemudian menuju Pelabuhan Kabil dan/atau Pelabuhan Batu Ampar untuk ekspor; Hasil industri melalui Pelabuhan Kijang selanjutnya didistribusikan ke Pelabuhan Kabil dan/atau Pelabuhan Batu Ampar untuk ekspor; Pelabuhan Pulau Sambu untuk distribusi hasil tambang. Gambar 8 Distribusi dan Pasokan barang dalam lingkup Luar Provinsi Kepulauan Riau Kebutuhan Infrastruktur Pendukung WPPI Kebutuhan infrastruktur WPPI Batam - Bintan meliputi pengembangan transportasi darat, transportasi laut, transportasi udara, sumber daya air dan infrastruktur energi. Untuk lebih jelasnya mengenai Kebutuhan transportasi WPPI Batam - Bintan dapat dilihat pada penjelasan berikut. A. Jaringan Transportasi Darat Kebutuhan transportasi darat guna menunjang kegiatan industri pada dasarnya memiliki pendekatan analisis indek aksesibilitas dan mobilitas. Aspek pemerataan aksesibilitas adalah kemampuan menjangkau seluruh pelosok wilayah daratan. Lalulintas dan angkutan jalan memiliki kemampuan pelayanan sampai ke seluruh pelosok wilayah daratan. Semakin besar nilai aksesibilitas, maka semakin rapat jaringan jalan sehingga semakin efektif jaringan jalan tersebut dalam melayani penduduk. Untuk Aspek mobilitas terkait dengan kemudahan seseorang untuk melakukan perjalanan saat menggunakan jaringan jalan yang ada: Gambar 9 Sistem Jaringan Transportasi Darat B. Jaringan Transportasi Laut Secara umum permasalahan transportasi yang dihadapi Provinsi Kepulauan Riau adalah belum tersedianya transportasi laut yang handal. Kebutuhan pengembangan pelabuhan laut masih diperlukan di beberapa wilayah. Penambahan jumlah pelabuhan dan peningkatan hirarki fungsi dan peran pelabuhan diperlukan untuk memperluas wilayah layanan kapal-kapal yang selama ini belum tersebar secara merata serta untuk membuka aksesibilitas wilayah melalui laut. Penetapan Batam, Bintan dan Karimun sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, diharapkan mampu mengembangkan perekonomian masyarakat. Permintaan layanan transportasi laut di masa mendatang di Provinsi Kepulauan Riau memiliki prospek yang sangat bagus mengingat posisi geografis dan ekonomis wilayah ini yang sangat strategis. Oleh karena itu diperlukan peningkatan fungsi pelayanan pelabuhan-pelabuhan di wilayah tersebut maupun di wilayah lain untuk mengantisipasi perkembangan permintaan layanan transportasi laut serta permasalahan pelayanan yang terjadi. Gambar 10 Sistem Jaringan Transportasi Laut C. Jaringan Transportasi Udara Provinsi Kepulauan Riau berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 69 Tahun 2013 tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional memiliki enam akses transportasi udara sebagai pintu masuk, diantaranya Bandar Udara Hang Nadim (Kota Batam), Bandar Udara Raja Haji Fisabilillah (Kota Tanjungpinang), Bandar Udara Ranai (Kabupaten Natuna), Bandar Udara Matak (Kabupaten Kepulauan Anambas), Bandar Udara Sei Bati (Kabupaten Karimun), dan Bandar Udara Dabo Singkep (Kabupaten Lingga). Pengembangan transportasi udara dilakukan dengan mengintegrasikan bersama sistem transportasi laut, sehingga mampu menyediakan layanan angkutan yang lebih handal, khususnya pada saat gelombang laut tinggi, angkutan udara bisa lebih berperan. Pengembangan bandara diarahkan pula untuk mendukung pengembangan kawasan sebagai kawasan strategis, baik untuk kawasan strategis nasional maupun provinsi. Gambar 11 Sistem Jaringan Transportasi Udara D. Jaringan Prasarana Air Bersih Sistem jaringan air bersih di Provinsi Kepulauan Riau lebih diarahkan untuk terlaksananya penyediaan air secara berkelanjutan (sustainable development) serta jangkauan penyediaan air bersih di seluruh wilayah Provinsi Kepulauan Riau terutama bagi kegiatan sosial ekonomi dan kebutuhan rumah tangga. Sehingga berdasarkan kebutuhan akan air bersih untuk ke depannya di Provinsi Kepulauan Riau dan potensi sumber air bersih yang terdapat di provinsi ini, maka rencana sistem jaringan air bersihnya bersumber dari : 1) Sumber air bersih di Kabupaten Bintan berupa instalasi pengolahan air (IPA) di Tanjung Uban, Teluk Sekuni, Kijang, Lobam, Kawal, Waduk Sei Pulai, Waduk Jago, Waduk Lagoi, Waduk Sei Lepan, Waduk Sekuning, Waduk Galang Batang, Estuari dan Dam Busung, Waduk Gunung Bini, Kolong Enam Kijang, Sungai Gesek, Sungai Busung, Sungai Ekang-Angculai, Sungai Kawal, Sungai Bintan, Sungai Kangboi. Dan pengembangan IPA lainnya berasal dari mata air dan embung/kolong pasca tambang; 2) Sumber air bersih di Kota Batam berupa instalasi pengolahan air (IPA) Waduk Sungai Harapan, Sungai Muka Kuning, Sungai Duriangkang, Sungai Beduk, Sungai Tokong, Sungai Ngeden, Sungai Pancur, Sungai Nongsa, Sungai Ladi, Sungai Baloi, Sungai Tembesi, Sungai Cia, Sungai Gong, Sungai Langkai, Sungai Bengkong, Sungai Rempang, Sungai Monggak, Sungai Galang, Embung Sekanak I dan Embung Sekanak II, Pulau Pemping, Embung Bulang, Pulau Bulan dan Embung Bulang Lintang Dan pengembangan IPA lainnya berasal dari pengolahan air laut menjadi air minum (Reverse Osmosis) dan mata air. Gambar 12 Sistem Jaringan Prasarana Air Bersih E. Jaringan Prasarana Energi Untuk Mewujudkan Kehandalan Sistem Kelistrikan Di Provinsi Kepulauan Riau, Dukungan Yang Diharapkan Dari PT. PLN (Persero) Antara Lain : 1) Memanfaatkan gas sebagai bahan pembangkit Energi Primer dengan menggunakan Compressed Natural Gas (CNG) dalam upaya penguatan sistem Kelistrikan di Provinsi Kepulauan Riau. 2) Melanjutkan Program merangkai Seribu Pulau dengan Interkoneksi Kabel Laut sebagaimana yang di Programkan PT. PLN (Persero), antara lain : Tahap I P. Batam P. Bintan (GI & Transmisi 150kV) (GI & 150 kV) - 8 Kms (Transmisi 150 kV telah selesai sampai GI Tanjung Uban) P. Tg. Balai Karimun P. Parit (20 kV) – 3 Kms Tahap II P. Batam P. Janda Berhias - 1,35 kms P. Batam P. Terong - 0,9 kms P. Belakang Padang P. Lengkang - 3 kms P. Lengkang P. Sarang - 2,8 kms 3) Menambah Jam Operasi Pembangkit Listrik di 34 (tiga puluh empat) pulau kecil yang saat ini terlayani listrik PLN, dari 7 Jam menyala menjadi 14 Jam menyala dan yang dari 14 Jam menyala menjadi 24 Jam menyala; 4) Dalam rangka untuk Menambah Jam Operasi Pembangkit Listrik di 56 (limah puluh enam) pulau kecil yang saat ini terlayani listrik PLN, diharapkan PT. PLN Untuk tidak mengurangi kuota BBM dari Pembangkit Listrik di Pulau Penyengat, Pulau Belakang Padang dan PLTD Tanjung Uban yang saat ini sudah terlistriki melalui interkoneksi kabel laut melalui program Tahap I. sehingga alokasi kuota BBM tersebut dapat digunakan di Pulau-Pulau lain. Gambar 13 Sistem Jaringan Prasarana Energi/Kelistrikan Rekomendasi Kebutuhan Infrastruktur Pendukung WPPI : 1) Penambahan infrastruktur di Kawasan Peruntukan Industri Baru di WPPI Batam, khususnya di Kec. Bulang dan Belakang Padang, serta peningkatan kualitas jalan di sekitar industri Shipyard dan normalisasi jalur laut 2) Peningkatan fungsi jalan di WPPI Bintan agar bisa melayani sekitar KPI 3) Perlu ada kesepemahaman berkaitan dengan alokasi luas di KPI dan perkiraan luas KI yang akan terpakai guna penyeragaman proyeksi kebutuhan infrastruktur di masa yang akan datang (Permenperin 40 Tahun 2016). RENCANA INDUK PENGEMBANGAN WPPI Isu Strategis Pengembangan WPPI Provinsi Kepulauan Riau Berdasarkan hasil analisis serta arahan kebijakan industri, maka isu strategis pengembangan WPPI Provinsi Kepulauan Riau adalah sebagai berikut: 1. Kesenjangan pembangunan antar wilayah yang tinggi, khususnya Batam dan wilayah lainnya; 2. Belum meratanya kualitas SDM; 3. Optimalisasi pemanfaatan potensi Sumber Daya Kemaritiman; 4. Pengembangan infrastruktur industri dan infrastruktur penunjang di setiap kawasan peruntukan industry; 5. Kurangnya pengembangan sektor tersier (industri pengolahan) untuk mendukung nilai tambah (value added) terutama untuk industri pengelolaan hasil-hasil kelautan dan perikanan; 6. Menurunnya kualitas lingkungan hidup akibat berbagai pencemaran; 7. Adanya dualisme pemerintahan yang berakibat kepada terkendalanya masalah perijinan di sektor industri. Analisis SWOT untuk pengembangan WPPI Kepulauan Riau adalah sebagai berikut : A. Kondisi Eksternal Peluang (Opportunity) rencana FTZ berubah menjadi KEK pasar internasional terbuka lebar komitmen yang kuat dari pemerintah untuk membangun kemitraan terbukanya penggunaan teknologi baru terbukanya joint proyek pengembangan teknologi Ancaman (Threat) strategi produk luar yang semakin kuat kekuatan inovasi produk-produk impor produk pesaing yang berbiaya rendah lemahnya penanganan HKI pembajakan produk yang akan mengganggu inovasi B. Kondisi Internal Kekuatan (Strengths) Lokasi KPI di Batam dan Bintan tersedia dan cukup luas Secara geografis berada di jalur transportasi internasional Berbatasan dengan Singapura Berada dalam wilayah FTZ Khusus Batam lahan dikelola BP Batam Sumber daya manusia tersedia Infrastruktur secara umum sangat menunjang, terutama infrastruktur transportasi baik laut, darat, maupun udara. kualitas hasil produksi seluruh sektor cukup baik dukungan pemerintah untuk pengembangan industri manufaktur cukup baik terjalinnya kemitraan di tingkat internal, pemasok, dan pesaing kuatnya pengetahuan tentang teknologi manufaktur kondisi teknologi informasi semakin membaik Perijinan sudah menggunakan system on line Kelemahan (Weakness) masih bergantung pada iklim ekonomi global belum ada nilai tambah industry (masih manufaktur saja) aksesibilitas untuk industry ship yard di beberapa tempat belum tersedia adanya biaya tambahan untuk pengerukan pantai yang dangkal (ship yard) bahan baku masih import dualisme pemerintahan di Kota Batam berakibat kepada perijinan yang masih menjadi kendala RTRW Prov Kepulauan Riau Belum disahkan Perpres 87 Tahun 2011 dan RTRW Kota Batam sudah kurang sesuai dengan dinamika pembangunan saat ini. Visi, Misi dan Sasaran Pengembangan WPPI di Provinsi Kepulauan Riau Dalam perumusan visi WPPI Batam – Bintan , perlu memperhatikan Visi dan Misi dari Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional (RIPIN) Tahun 2015 – 2035. Visi dan misi tersebut kemudian menjadi dasar dalam penentuan visi WPPI Batam – Bintan. Terkait dengan skala pengembangan industri di Batam – Bintan, pengembangan kawasan industri di Batam – Bintan sebagai WPPI nantinya akan mendorong tumbuhnya kawasan industri dengan basis kegiatan industri yang berdaya saing tinggi di tingkat nasional dan internasional. Merujuk kepada Visi RIPIN dan potensi, skala kegiatan industri yang akan dikembangkan di Batam – Bintan, maka Visi WPPI Batam – Bintan yaitu: Visi : “Menjadikan WPPI Batam Bintan Sebagai Penggerak Utama Pertumbuhan Provinsi Kepulauan Riau dan Nasional Melalui Pengembangan Industri Maritim, Industri Elektronika dan Industri Teknologi Tinggi yang Berdaya Saing dan Berkelanjutan” Untuk mewujudkan visi yang telah dirumuskan, maka ditetapkan misi pengembangan WPPI seperti yang dijelaskan berikut ini. Misi : 1) Mewujudkan Industri Batam dan Bintan sebagai pilar dan faktor penggerak (driving factor) perekonomian daerah; 2) Memperkuat dan memperdalam struktur industri; 3) Mewujudkan industri yang mandiri, berdaya saing, maju, serta berwawasan lingkungan; 4) Mewujudkan kepastian dan kenyamanan dalam berusaha; 5) Mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas; Dalam mencapai visi dan misi yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya, tentunya diperlukan tujuan dan sasaran yang saling berkaitan dalam pengembangan WPPI Batam Bintan, tujuan pengembangan WPPI Batam Bintan, antara lain: 1) Meningkatkan produktivitas industri di WPPI Batam Bintan 2) Meningkatkan efisiensi usaha dalam mendorong peningkatan produksi dan inovasi secara berkelanjutan 3) Mengembangkan industri yang memiliki keunggulan komparatif Sedangkan sasaran dalam pengembangan WPPI Batam Bintan, antara lain: 1) Terciptanya peningkatan kualitas dan kuantitas produksi 2) Terciptanya peningkatan inovasi teknologi 3) Terlaksananya perbaikan sistem birokrasi dan kelembagaan kawasan industri 4) Terwujudnya industri hijau (green industry) 5) Teroptimalkannya pemanfaatan sumber daya alam 6) Terciptanya peningkatan kualitas sumber daya manusia Strategi Pengembangan WPPI Provinsi Kepulauan Riau Ada beberapa arah kebijakan dan strategi pengembangan WPPI Provinsi Kepulauan Riau yaitu : A. NO. 1 Pengembangan perwilayahan industri Strategi Penyediaan lahan peruntukan industri TAHAP I (2017-2021) TAHAP II (2022-2037) Mendorong penyediaan KPI yang definitif Tersedianya lahan-lahan yang matang (sudah clear and clean) untuk dikembangkan menjadi areal industri Terbitnya Perda yang menetapan dan menunjukkan deliniasi yang lebih sesuai dengan kebutuhan pengembangan industri dalam dokumen perencanaan tata ruang daerah Pembebasan lahan tahap awal Penetapan KI yang akan dikembangkan Evaluasi pengembanga KPI dan pertumbuhan wilayah sekitar kawasan, dan penyesuaian pola dan struktur ruang untuk mendukung industri agar terintegrasi dengan kebijakan Pusat dan Daerah Pembebasan lahan tahap selanjutnya 2 Pengembangan infrastruktur industri Penetapan kelembagaan pengelola KI Pembangunan infrastruktur industri, seperti Terbangun dan jalan, energi, air, persampahan, dan beroperasinya kawasantelekomunikasi kawasan industri baru B. NO. Pengembangan Industri Strategi 1 Penentuan Industri Penggerak Utama 2 Pengembangan industri hilir dari komoditas unggulan 3 Pengembangan industri pendukung hilirisasi komoditas unggulan 4 Penguatan industri hulu komoditas unggulan TAHAP I (2017-2021) TAHAP II (2022-2037) Pemilihan industri penggerak utama Pembangunan Industri penggerak utama Promosi investasi Pelaksanaan program PTSP (Perijinan Terpadu Satu Pintu) Mendorong industri hilir substitusi impor Promosi investasi pengembangan industri komponen dan bahan penolong Pengembangan industri komponen dan bahan penolong Peningkatan kapasitas dan kualitas industri hulu Peningkatan kapasitas dan sarana pengangkutan batubara Perluasan dan diversifikasi usaha industri penggerak utama untuk hilirisasi komoditas unggulan. Promosi investasi Mendorong industri hilir substitusi impor maupun untuk ekspor. Promosi investasi pengembangan industri barang modal dan jasa industri Pengembangan industri barang modal dan jasa industri. Peningkatan kapasitas dan kualitas industri hulu Peningkatan kapasitas dan sarana pengangkutan batubara C. Pengembangan Sumber Daya Industri NO. Strategi 1 Membuat regulasi sistem pengupahan yang berkeadilan Penyerapan tenaga kerja lokal Sistem pengupahan dapat disetujui dan dijalankan Peningkatan kapasitas dan kualitas komoditas unggulan sebagai bahan baku industri Pengurangan bahan baku impor Penyediaan bibit unggul Peningkatan kerjasama penyedia bahan baku – industri hulu – industri hilir 2 3 4 5 Peningkatan penguasaan teknologi dan inovasi TAHAP I (2017-2021) Penyusunan kebijakan penyerapan tenaga kerja lokal. Peningkatan kompetensi SDM lokal Mendorong penguatan struktur industri melalui kerjasama IKM dengan industri besar Mendorong sertifikasi produk IKM Memberikan insentif pengurangan pajak bagi industri besar yang bekerjasama dengan IKM Pendirian technopark sebagai pusat inovasi Transfer teknologi hilirisasi komoditas unggulan. TAHAP II (2022-2037) Peningkatan standar kompetensi SDM industri Pengembangan SMK untuk mendukung industri hilir dan industri pendukungnya. Program beasiswa SMK/D3/S1 pada jurusan sesuai kebutuhan Peningkatan produkstivitas penghasil bahan baku Perluasan areal produksi bahan baku Terwujudnya struktur industry yang kuat Pengembangan startup Pengembangan technopark untuk inkubasi IKM Rencana Aksi Pengembangan WPPI Kepulauan Riau Program pengembangan WPPI Provinsi Kepulauan Riau disusun dengan memperhatikan pengertian dari WPPI itu sendiri, serta permasalahan maupun isu-isu strategis yang dihadapi dalam pengembangan WPPI di Provinsi Kepulauan Riau.