Realitas Film Jokowi Sebagai Media Kampanye Politik (Analisis Semiotika Charles Sanders Peirce) SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Pada Konsentrasi Jurnalistik Program Studi Ilmu Komunikasi Oleh Rangga Andriana NIM 6662103245 KONSENTRASI JURNALISTIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA SERANG, 2015 LEMBAR PENYATAAN ORISINALITAS LEMBAR PERSETUJUAN PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN IMU POLITIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI MOTTO & PERSEMBAHAN ….dan berbicaralah kepada mereka Dengan pembicaraan yang berbekas pada Jiwa mereka (Al-Qur’an 4:63) Skripsi ini kupersembahkan untuk Papah yang ada di Surga, dan Mamahku yang terus berjuang dalam hidupnya agar anaknya dapat mengangkat harkat, martabat dan derajat Keluarga untuk mendapatkan hidup yang lebih baik. ABSTRAK Rangga Andriana. NIM. 6662103245. Skripsi. Realitas Film Jokowi Sebagai Media Kampanye Politik (Analisis Semiotika Charles Sanders Peirce). Pembimbing I: Mia Dwianna, S.Sos, M.Ikom dan Pembimbing II: Puspita Asri Praceka, S.Sos, M.Ikom Film mempunyai kemampuan untuk memberikan tekanan kepada masyarakat dan juga pemerintah mengenai sebuah realitas yang saat itu diangkat oleh sutradara. Film Jokowi adalah penggambaran realitas perjalanan hidup ketika Joko Widodo kecil hingga dewasa, namun peneliti melihat bahwa film ini juga digunakan sebagai media kampanye politik Jokowi. Penelitian ini bertujuan melihat bagaimana tanda, objek, interpretant dan realitas film Jokowi sebagai media kampanye politik. Penelitian ini menggunakan paradigm interpretif dan pendekatan kualitatif fenomenologi dengan metode yang digunakan dalam menafsirkan makna adalah metode analisis semiotika model tiga unsur makna Charles Sanders Peirce yaitu Sign/tanda, objek, dan intrepetant. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi tidak langsung yaitu mengamati Film Jokowi dan melakukan wawancara kepada informan untuk menguatkan hasil interpretasi data. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa fenomena dalam film ini mempunyai makna sign, objek dan intrepetant yang saling berhubungan satu sama lain dalam proses konstruksi realitas dalam film Jokowi. Selain itu fenomena Realitas film ini termasuk kedalam kegiatan kampanye politik, karena film tersebut membangun citra yang ingin ditanamkan dalam alam bawah sadar masyarakat menaruh simpati dan berprilaku sebagaimana yang diharapkan dalam kegiatan politik yaitu mendukung Jokowi. Film ini muncul bukan sebagai refleksi dari tokoh dan apresiasi dalam kehidupan seorang tokoh politik, tetapi film ini sengaja didesain sebagai media kampanye politik. Kata Kunci: Realitas, Film, Semiotika, Peirce, Kampanye Politik, Interpretif ABSTRACT Rangga Andriana. NIM. 6662103245. Undergraduate Thesis. Reality Film Jokowi As Political Campaign Media (Semiotics Analysis of Charles Sanders Peirce) Advisor I: Mia Dwianna, S.Sos, M.Ikom and Advisor II: Puspita Asri Praceka, S.Sos, M.Ikom Film has the ability to exert pressure on the community and the government regarding a reality when it was appointed by the director. Jokowi movie is a depiction of the reality of life's journey when Joko Widodo childhood to adulthood, but researchers noticed that the film is also used as a medium for political campaigns Jokowi. This study aims to see how the sign, object, interpretant and the reality of the film as a medium Jokowi political campaigns. This study uses an interpretive paradigm and phenomenological qualitative approach to the method used in interpreting the meaning is the method of semiotic analysis model of the three elements, namely the meaning of Charles Sanders Peirce Sign / signs, objects, and intrepetant. Data collection techniques using indirect observation of observing Film Jokowi and conducted interviews to informants to corroborate the results of data interpretation. Results of the study revealed that the phenomenon in this film has meaning sign, object and intrepetant are interconnected to one another in the process of construction of reality in the film Jokowi. Besides the phenomenon of reality this film included into the activities of a political campaign, because the film that wants to build the image embedded in the subconscious of society sympathetic and behave as expected in political activities that support Jokowi. This film appears not as a reflection of the character and appreciation of the life of a political figure, but the film is deliberately designed as a medium for political campaigns. Keywords: Reality, Movie, Semiotics, Peirce, Political Campaign KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Realitas Film Jokowi Sebagai Media Kampanye Politik (Analisis Semiotika Charles Sander Peirce)” dengan baik. Adapun penelitian ini dilakukan dan disusun dengan tujuan untuk memenuhi salah satu syarat menempuh ujian sarjana pada Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Dalam melakukan penelitian ini, penulis tetap bertumpu pada landasan akademis dan menggunakan teori komunikasi yang ada untuk mengupas dan mengemas hasil penelitian ini sehingga menjadi sebuah karya ilmiah yang diharapkan bermanfaat dan dapat memberikan sumbangsih bagi perkembangan ilmu komunikasi, khususnya yang berhubungan dengan analisis semiotika. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tentu tidak luput dari kekurangan-kekurangan yang ada, sebagaimana fitrah manusia yang diciptakan oleh Tuhan tidak ada yang sempurna dan tidak luput dari kesalahan. Dan selama masa penyusunan skripsi ini penulis banyak sekali mendapat bantuan, dorongan dan motivasi penting dari semua pihak. Maka dalam kesempatan ini dengan ketulusan dan kerendahan hati, penulis ingin menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: i 1. Allah SWT dan Nabi Besar Muhammad SAW. 2. Bapak Prof. Dr. Soleh Hidayat, M.Pd. Selaku Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 3. Bapak Dr. Agus Sjafari, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. 4. Ibu Neka Fitriyah, S.Sos. M.Si, selaku Ketua Prodi Ilmu Komunikasi dan dosen pembimbing akademik penulis dari semester awal sampai akhir. 5. Ibu Mia Dwianna S.Sos, M.Ikom selaku dosen pembimbing pertama yang telah banyak memberi waktu, bimbingan ilmu, arahan dan kesempatan pengalaman kepada penulis hingga dapat menyelesaikan penelitian ini. 6. Ibu Puspita Asri Praceka, S.Sos. M.Ikom, selaku Sekertaris Jurusan Prodi Ilmu Komunikasi dan dosen pembimbing kedua yang juga telah banyak membagi ilmu dan masukan yang berarti kepada penulis. 7. Bapak Idi Dimyati S.Ikom, M.Ikom yang telah banyak membantu penulis ketika penulis menjalani masa perkuliahan. 8. Para Dosen dan staf TU Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik atas segala sumbangsihnya. 9. Mamah tercinta yang tidak pernah lelah berdoa yang terbaik untuk anak mu ini, papah yang sekarang sudah bahagia di surga. Skripsi ini adalah bukti Rangga berhasil menyelesaikan pendidikan S1. 10. Keluarga kecilku, istriku Dika Harisa S.Pd dan little son Adzka Fathir Andriana yang telah menemani, mengisi, memberi asa dan kebahagiaan disetiap detik penulis hidup di dunia ini. ii 11. Adik-Adiku tersayang Inka Cahya Ramadhani dan Fanny Cahya Megantari yang menjadi motivasi bagi penulis. 12. Sahabat yang sudah seperti keluarga yaitu Edward Daniel Wehantau & Erends Lukas yang menemani penulis dari kecil hingga dewasa ini. 13. Dua sahabat yang telah menemani penulis dari awal perkuliahan Nicko Rizfyanda Utama beserta keluarga dan Agung Gumelar beserta keluarga yang terus mendukung penulis sampai saat ini. 14. Keluarga Besar Dugong Nadia Putri Riyanti, Sausan Saidah Sallam, Kinda Handayani, Indra Handayani dan Arfian Ssr yang selalu ada dikala senang atau pun susah dan selalu memberikan dukungan kepada penulis. 15. Teman-Teman Jurnalistik Komunikasi Kelas J Angkatan 2010, Putut Wiro Reksono, Alief Krisna Fauzi, Sumardi Noviono, Lacuk, Maulana Yusuf, Otnay aka Suryanto, Romi Fatullah, Windi Tresnanda. Selalu semangat dalam menempuh perjanalan kuliah ini. 16. Teman-teman seperjuangan Teguh Cipta, M. Fandi, Dhamar Indraloka, Step Ian Akbar, Akmal Alamsyah, Tirta Lestari Coppo, Natasya, Bunda Shinta, Sari Puji Fitriani dan Puput Jolie. Semangat buat kalian semua. 17. Seluruh rekan BEM Fisip pimpinan Bang Dace. Terimakasih atas pengalaman yang berharga 18. Seluruh rekan BEM Universitas pimpinan Bang Adam dan Bang Qubil. Terimakasih atas pengalaman yang berharga. 19. Teman-teman KKM 109 Angkatan 2014 dan Seluruh Pengurus Desa Mangkunegara – Bojonegara. iii 20. Teman-Teman Pengurus Purna Paskibraka Kota Serang 2014 yang telah memberikan pelajaran pengalaman, etika, moral dan bekal ilmu kepada penulis. Semoga Allah SWT membalas amal kebaikan kalian semua dengan yang lebih baik, Amin. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat, tidak hanya untuk diri sendiri, namun untuk seluruh pembaca pada umumnya. Serang, Februari 2015 Penulis Rangga Andriana iv DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PENYATAAN ORISINALITAS ........................................................ i LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................. ii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ................................................................ iii MOTTO & PERSEMBAHAN ............................................................................ iv ABSTRAK ............................................................................................................. v ABSTRACT .......................................................................................................... vi KATA PENGANTAR ............................................................................................ i DAFTAR ISI .......................................................................................................... v DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... viii DAFTAR TABEL ................................................................................................ ix DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... x BAB I ...................................................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 5 1.3 Identifikasi Penelitian ............................................................................... 5 1.4 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 5 1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................... 6 1.5.1 Manfaat Akademis ............................................................................ 6 1.5.2 Manfaat Praktis ................................................................................. 6 BAB II .................................................................................................................... 7 2.1 Paradigma Interpretif ................................................................................ 7 2.2 Tradisi Semiotik ....................................................................................... 8 2.3 Komunikasi Massa ................................................................................. 11 2.3.1 Pengertian Komunikasi Massa ........................................................ 11 v 2.3.2 Komponen Komunikasi Massa ....................................................... 14 2.3.3 Karakteristik Komunikasi Massa .................................................... 16 2.3.4 Fungsi Komunikasi Massa .............................................................. 17 2.4 Teori Interpretif ...................................................................................... 18 2.5 Teori Fenomenologi ............................................................................... 19 2.6 Teori Semiotika Charles Sander Peirce .................................................. 20 2.7 Konsep – Konsep .................................................................................... 26 2.7.1 Media Massa ................................................................................... 26 2.7.2 Film ................................................................................................. 27 2.7.2.1 Film Sebagai Media Massa ..................................................... 28 2.7.2.2 Film Sebagai Realitas Tanda .................................................. 32 2.7.2.3 Film Sebagai Representasi Realitas ......................................... 34 2.7.3 Kampanye Politik ............................................................................ 35 2.8 Kerangka Berpikir .................................................................................. 39 2.9 Penelitian Terdahulu ............................................................................... 41 BAB III ................................................................................................................. 45 3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian......................................................... 45 3.2 Fokus Penelitian ..................................................................................... 47 3.3 Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 48 3.4 Informan Peneliti .................................................................................... 49 3.5 Unit Analisis ........................................................................................... 52 3.6 Teknik Analisis Data .............................................................................. 54 3.7 Validitas dan Triangulasi Data ............................................................... 56 3.8 Jadual Penelitian ..................................................................................... 57 BAB IV ................................................................................................................. 58 vi 4.1 Deskripsi Film Jokowi............................................................................ 58 4.1.1 Pemeran / Tokoh Film Jokowi ........................................................ 59 4.1.2 Sinopsis Film Jokowi ...................................................................... 62 4.2 Analisis Data .......................................................................................... 63 4.2.1 Makna semiotik pada scenes 1 ........................................................ 65 4.2.2 Makna semiotik pada scenes 2 ........................................................ 72 4.2.3 Makna semiotik pada scenes 3 ........................................................ 77 4.2.4 Makna semiotik pada scenes 4 ........................................................ 83 4.2.5 Makna semiotik pada scenes 5 ........................................................ 88 4.2.5 Makna semiotik pada scenes 6 ........................................................ 93 4.2.7 Makna semiotik pada scenes 7 ........................................................ 98 4.3 Interpretasi Data ................................................................................... 101 4.3.1 Makna Signs/Tanda Dalam Film Jokowi ...................................... 101 4.3.2 Makna Objek Dalam Film Jokowi ................................................ 104 4.3.3 Makna Intrepetant Dalam Film Jokowi ........................................ 105 4.3.4 Realitas Film Jokowi Sebagai Media Kampanye Politik .............. 108 BAB V................................................................................................................. 117 5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 117 5.2 Saran-Saran .......................................................................................... 118 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 120 LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................... 124 vii DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Model Unsur Makna Peirce (Fiske 2006, 63) ................................... 24 Gambar 2.2 Bagan Kerangka Berpikir .................................................................. 40 Gambar 3.3 Model Unsur Makna Peirce (Fiske 2006, 63) ................................... 55 Gambar 4.4 Poster Film Jokowi ............................................................................ 58 Gambar 4.5 Tokoh Notomiharjo ........................................................................... 59 Gambar 4.6 Tokoh Sujiatmi .................................................................................. 60 Gambar 4.7 Tokoh Jokowi .................................................................................... 60 Gambar 4.8 Tokoh Iriana ...................................................................................... 61 Gambar 4.9 Tokoh Wirorejo ................................................................................. 61 Gambar 4.10 Bagian Scenes 1 .............................................................................. 65 Gambar 4.11 Unsur Makna Scenes 1 .................................................................... 66 Gambar 4.12 Bagian Scenes 2 .............................................................................. 72 Gambar 4.13 Unsur Makna Scenes 2 .................................................................... 72 Gambar 4.14 Lakon Wayang Semar ..................................................................... 75 Gambar 4.15 Bagian Scenes 3 .............................................................................. 77 Gambar 4.16 Unsur Makna Scenes 3 .................................................................... 78 Gambar 4.17 Bagian Scenes 4 .............................................................................. 83 Gambar 4.18 Unsur Makna Scenes 4 .................................................................... 84 Gambar 4.19 Bagian Scenes 5 .............................................................................. 88 Gambar 4.20 Unsur Makna Scenes 5 .................................................................... 89 Gambar 4.21 Bagian Scenes 6 .............................................................................. 93 Gambar 4.22 Unsur Makna Scenes 6 .................................................................... 93 Gambar 4.23 Bagian Scenes 7 .............................................................................. 98 Gambar 4.24 Unsur Makna Scenes 7 .................................................................... 99 viii DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Penjelasan Ikon, Indeks, Simbol ........................................................... 25 Tabel 2.2 Perbedaan Kampanye Pemilu dan Kampanye Politik .......................... 38 Tabel 2.3 Peneliti Terdahulu ................................................................................. 44 Tabel 3.1 Sampel Unit Analisis ............................................................................ 53 Tabel 4.1 Pembagian Tanda Scenes 1 ................................................................... 66 Tabel 4.2 Pembagian Tanda Scenes 2 ................................................................... 73 Tabel 4.3 Pembagian Tanda Scenes 3 ................................................................... 79 Tabel 4.4 Pembagian Tanda Scenes 4 ................................................................... 84 Tabel 4.5 Pembagian Tanda Scenes 5 ................................................................... 90 Tabel 4.6 Pembagian Tanda Scenes 6 ................................................................... 94 Tabel 4.7 Pembagian Tanda Scenes 7 ................................................................... 99 ix DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Pemberitaan Jokowi PKI ................................................................ 125 Lampiran 2 Sejarah Musik Rock........................................................................ 126 Lampiran 3 Sejarah G30S PKI........................................................................... 127 Lampiran 4 Sinopsis Film Jokowi ..................................................................... 128 Lampiran 5 Film Jokowi Sebagai Bentuk Kampanye........................................ 129 Lampiran 6 Pedoman Wawancara ..................................................................... 130 Lampiran 7 Transkip Wawancara Informan UtamaError! Bookmark not defined. Lampiran 8 Transkip Wawancara Informan Ahli .............................................. 132 Lampiran 9 Transkip Wawancara Informan Ahli . Error! Bookmark not defined. Lampiran 10. Riwayat Hidup .............................................................................. 135 x BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Media dalam sebuah komunikasi politik mempunyai peranan yang sangat penting sebagai sarana publisitas politik terhadap masyarakat luas. Tentunya dengan tujuan khalayak mengetahui agenda politik setelah itu simpati dan menjatuhkan pilihannya kepada partai tersebut. Siapapun komunikator atau aktivis politik akan berusaha untuk menguasai media. Tak heran, barang siapa yang telah menguasai media, maka dia hampir memenangi pertarungan politik. Semenjak kemajuan teknologi dan informasi yang revolusioner, media cetak maupun elektronik mengantarkan informasi kepada khalayak sangat efektif. Pemanfaatan media untuk mendongkrak popularitas sebenarnya telah mulai marak dan bebas sejak Pemilu 1999 dan semakin menguat di Pemilu 2004 hingga Pemilu 2006 (Asfar 2006). Segala kegiatan yang ada nuansa politik diangkat media bertujuan tak hanya sebagai sarana publisitas namun juga mempengaruhi khalayak untuk memilihnya. Dengan itu penyaluran pesan kampanye politik dapat tersalurkan dengan efektif. Pesan di sini bisa dalam bentuk lambang-lambang pembicaraan seperti kata, gambar, maupun tindakan, atau bisa pula dengan melakukan kombinasi lambang hingga menghasilkan cerita, foto (still picture atau motion picture), juga pementasan drama. Alat yang dimaksud di sini tidak hanya berbicara sebatas pada 1 2 media mekanis, teknik, dan sarana untuk saling bertukar lambang, namun manusia pun sesungguhnya bisa dijadikan sebagai saluran komunikasi khususnya komunikasi politik. Media komunikasi yang dianggap efektif dan mempengaruhi khalayak diantaranya yaitu film. Selain sebagai sebuah produk seni yang memiliki kebebasan dalam berekspresi, film juga sebagai salah satu media hiburan oleh masyarakat. Melalui media film, kekuasaan atau kelompok tidak hanya punya daya paksa tetapi juga mempunyai daya pukau yang sangat kuat serta mendominasi. Kekuasan yang dimaksud adalah dengan media film, orang tidak bisa mengelak atau menolak secara mentah-mentah sebab isi pesan dalam film. Film mempunyai kemampuan untuk memberikan tekanan kepada masyarakat dan juga pemerintah mengenai sebuah realitas yang saat itu diangkat oleh sutradara. Selain itu dengan media film, penyebaran isu/wacana dapat secara masiv disebar luaskan sehingga isu yang disampaikan dapat efektif. Hal tersebut juga berlaku bagi penyebaran kampanye politik dengan menggunakan media film. Film sebagai saluran komunikasi politik bertujuan untuk menyampaikan pesan-pesan politik yang akan mempermudahkan kepada setiap komunikator politik dalam menyampaikan dan memperkenalkan siapa dirinya kepada khalayak. Kehadiran film mampu memberikan warna tersendiri di tengah persaingan politik yang sedang terjadi, khususnya dalam penggunaan media kampanye politik. Film sebagai saluran media komunikasi politik bukan kali ini saja dilakukan, sudah sejak bangsa Indonesia merdeka pemerintah sudah menggunakan film untuk alat kepentingan politik seperti propaganda, kampanye, dan pembentukan citra. Seperti 3 film penghianatan G 30-S PKI, dan Djakarta 1966 yang disutradai oleh Arifin C. Noer pada tahun 1982 yang digunakan oleh pemerintah pada saat itu sebagai alat propaganda. Film juga mempunyai nilai lebih dibanding dengan media lainnya seperti spanduk dukungan atau penggunaan media sosial. Dengan film, realitas yang diangkat dapat dirangkai sedemikian rupa sehingga mempengaruhi emosi dan psikologis yang akan mempengaruhi khalayak sesuai yang diinginkan. Teknik pengambilan gambar, narasi cerita, aktor yang berperan, settingan waktu serta teknik permainan emosi dan psikologis yang dilakukan oleh pekerja film menjadi nilai lebih yang menjadikan film sebagai media dengan impact yang efektif. Film Jokowi hadir di tengah-tengah persaingan menjelang pemilihan presiden yang dilaksanakan pada tanggal 9 Juli 2014. Film ini menjadi salah satu media kampanye Calon Presiden Joko Widodo & Jusuf Kalla yang disutradai oleh KK Dhereraj. Film Jokowi menceritakan kisah Joko Widodo sejak kecil hingga kuliah. Proses perjalanan hidup Joko Widodo yang panjang dirangkum menjadi film yang berdurasi selama kurang lebih dua jam. KK Dheraaj sebagai sang sutradara, membuat film tentang perjalanan hidup Jokowi. Tentu saja hal ini tergambar dengan jelas dari menit pertama bahwa KK Dheraaj hendak menjawab siapa Jokowi dan menjelaskan kampanye negatif yang menyebutkan Jokowi keturunan etnis Thionghoa dan beragama Kristen (Kapanlagi.com diakses 14 januari 2015). 4 Dalam film Jokowi tersebut, khalayak tidak diperlihatkan secara langsung bahwa isi film terdapat unsur kampanye, seperti dukungan atau mengajak khlayak yang menonton untuk mendukung Joko Widodo. Namun khalayak diajak untuk melihat bagaimana perjalanan hidup Joko Widodo. Realitas Joko Widodo yang dibentuk oleh sutradara juga bukan sepenuhnya realitas yang telah terjadi. Realitas dalam film Jokowi dibentuk dan dikonstruksi dengan adegan-adegan seperti adegan dimana Jokowi “dibully” oleh teman sekelasnya, adegan rumah kontrakan yang digusur secara paksa, adegan dimana dia jatuh cinta dengan Iriana sehingga adeganadegan tersebut sengaja dikonstruksi untuk mempengaruhi emosi dan psikologis penonton. Dalam penelitian ini akan dibahas masalah simbol, tanda, lambang dan gambar. Oleh karena itu penelitian ini akan menggunakan analisis semiotik dari Charles Sanders Peirce dan peneliti akan menjelaskan tanda adalah sesuatu yang dikaitkan pada seseorang untuk sesuatu dalam beberapa hal dan kapasitas. Tanda menunjuk pada seseorang, yakni menciptakan di benak orang tersebut suatu tanda yang setara atau barangkali suatu tanda yang lebih berkembang. Tanda yang diciptakan ia namakan intepretan dari tanda pertama, tanda itu menunjukkan sesuatu yakni obyeknya (Fiske 2006, 69). Serta dikaji dengan jenis-jenis tanda berdasarkan hubungan obyek dengan tanda, yaitu ikon yang menunjukkan kemiripan dengan obyeknya. Indeks merupakan tanda yang hubungan eksistensinya langsung dengan obyeknya, dan symbol adalah tanda yang memiliki hubungan dengan obyeknya berdasarkan kesepakatan atau aturan. Film Jokowi akan dikaji berdasarkan metode analisis 5 tersebut agar setiap simbol-simbol yang muncul dalam film bertema perjalanan hidup tersebut terbukti sebagai kampanye politik. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, perumusan masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimana realitas film Jokowi sebagai media kampanye politik (Analisis Semiotika Charles Sanders Peirce)?” 1.3 Identifikasi Penelitian Setelah mengetahui rumusan masalah yang terjadi maka identifikasi penelitian sebagai berikut: 1) Bagaimana Makna Tanda/Representament yang digunakan di Film Jokowi sebagai bentuk kampanye politik. 2) Bagaimana Makna Objek yang digunakan di Film Jokowi sebagai bentuk kampanye politik. 3) Bagaimana Makna Intrepetant yang digunakan di Film Jokowi sebagai bentuk kampanye politik. 4) Bagaimana Realitas yang dibentuk di Film Jokowi sebagai bentuk kampanye politik. 1.4 Tujuan Penelitian 1) Untuk mengetahui Makna Tanda/Representament yang digunakan di Film Jokowi sebagai bentuk kampanye politik. 6 2) Untuk mengetahui makna Objek yang digunakan di Film Jokowi sebagai bentuk kampanye politik. 3) Untuk mengetahui makna Intrepetant yang digunakan di Film Jokowi sebagai bentuk kampanye politik. 4) Untuk mengetahui Realitas yang dibentuk di Film Jokowi sebagai bentuk kampanye politik. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diambil dari hasil penelitian menggunakan analisis semiotika pada Film Jokowi 1.5.1 Manfaat Akademis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontrIbusi bagi pengembangan Ilmu Komunikasi khususnya pada kajian media film dengan menggunakan metode semiotika mengenai penggunaan media sebagai alat kampanye politik dalam hal ini media film. 1.5.2 Manfaat Praktis Diharapkan penelitian tentang film Jokowi ini, bisa memberikan manfaat bagi banyak orang (khalayak), dalam menganalisis setiap pesan dari media massa, terutama film. Sehingga khalayak bisa menangkap dan menerapkan isi dari pesan tersebut, baik pesan yang tampak maupun pesan yang tidak tampak. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Paradigma Interpretif Ada berbagai cara pandang atau paradigma yang dapat digunakan oleh seseorang (peneliti) di dalam menjalani suatu proses kehidupan (mengkaji suatu persoalan ilmu). Penggunaan paradigma tertentu akan menghasilkan tindakan (simpulan temuan) tertentu pula, yang tindakan (simpulan temuan) itu akan sangat berbeda jika menggunakan paradigma yang lain. Dalam konteks akademik, paradigma dimaksudkan sebagai cara pandang seseorang (peneliti) dalam mengembangkan suatu pengetahuan (melalui penyelidikan ilmiah). Peneliti memiliki seperangkat keyakinan atas riset dan apa yang dilakukannya dalam suatu penyelidikan ilmiah tersebut. Di dalam riset ilmu sosial (dalam mana akuntansi ada di dalamnya) yang dimensinya meliputi obyektifisme dan subyektifisme, setidaknya dikenal empat paradigma utama yaitu fungsionalisme, interpretifisme, radikal humanisme, dan radikal strukturalisme (Burel and G. Morgan 1979, 82), atau tiga paradigma meliputi mainstream (positivisme), interpretifisme, dan kritisisme. Dalam buku Miller (2002) kehidupan sehari-hari kita dihadapkan kita dihadapkan sekaligus dengan keteraturan dan ketidakaturan interaksi komunikasi, situasi-situasi yang terjadi mungkin biasa (kecil) ataupun luar biasa (besar). Perspektif interpretif tumbuh berdasarkan ketidakpuasan dengan teori postpositivis. Perspektif positivis dipandang terlalu umum, terlalu mekanis, dan tidak 7 8 mampu menangkap keruwetan, nuansa, dan kompleksitas dari interaksi manusia (Ardianto 2007, 124). Paradigma Interpretif menekankan bahwa penelitian pada dasarnya dilakukan untuk memahami realitas dunia apa adanya. Suatu pemahaman atas sifat fundamental dunia sosial pada tingkatan pengalaman subyektif. Pemahaman yang menekankan keberadaan tatanan sosial, konsensus, integrasi dan kohesi sosial, solidaritas dan aktualitas. Paradigma interpretif yang berakar dari tradisi pemikiran German ini mencakup suatu rentang pemikiran filosofis dan sosiologis yang luas, namun memiliki karakteristik upaya yang sama untuk memahami dan menjelaskan dunia sosial. Kesamaan tersebut terutama berpangkal dari titik pandang bahwa aktor secara langsung terlibat dalam proses sosial. Dengan demikian maka dalam mengkonstruksi ilmu sosial seharusnya tidak berfokus pada analisis struktur oleh karena dunia sosial adalah realitas yang tidak independen dari kerangka pikiran manusia sebagai aktor sosial. Aliran-aliran pemikiran yang termasuk dalam paradigma interpretif ini adalah hermeneutika, solipsisme, fenomenologi, interaksionisme simbolik, dan ethnometodologi, serta etnografi (Burel and G. Morgan 1979, 235) 2.2 Tradisi Semiotik Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda (sign), fungsi tanda, dan produksi makna. Tanda adalah sesuatu yang bagi seseorang berarti sesuatu yang lain. Semiotik mengkaji tanda, penggunaan tanda dan segala sesuatu yang 9 bertalian dengan tanda. Dengan kata lain, perangkat pengertian semiotik (tanda, pemaknaan, denotatum dan interpretan) dapat diterapkan pada semua bidang kehidupan asalkan ada prasyaratnya dipenuhi, yaitu ada arti yang diberikan, ada pemaknaan dan ada interpretasi. Semiotik atau penyelidikan simbol-simbol, membentuk tradisi pemikiran yang penting dalam teori komunikasi. Tradisi semiotik terdiri atas sekumpulan teori tentang bagaimana tanda-tanda merepresentasikan benda, ide, keadaan, ide, situasi, perasaan, dan kondisi di luar tanda-tanda itu sendiri (Littlejohn 2011, 53). Penyelidikan tanda-tanda tidak hanya memberikan cara untuk melihat komunikasi, melainkan memiliki pengaruh yang kuat pada hamper semua perspektif yang sekarang ditetapkan pada teori komunikasi (Littlejohn 2011, 53). Konsep dasar yang menyatukan tradisi ini adalah tanda yang didefinisikan sebagai stimulus yang menandakan atau menunjukkan beberapa kondisi lain seperti ketika asap menandakan adanya api. Konsep dasar kedua adalah simbol yang biasanya menandakan tanda yang kompleks dengan banyak arti, termasuk arti yang sangat khusus. Beberapa ahli memberikan perbedaan yang kuat antara tanda dan simbol. Tanda dalam realitasnya memiliki referensi yang jelas terhadap sesuatu, sedangkan simbol tidak (Littlejohn 2011, 54). Menurut Morris (dalam Littlejohn 2001, 55) dalam kajiannya, tradisi semtiotik selalu dibagi ke dalam tiga wilayah kajian yaitu semantik, sitaktik, dan pragmatik. Wilayah kajian pertama yaitu Semantik, semantik berbicara tentang bagaimana tanda-tanda berhubungan dengan yang ditunjukkannya atau apa yang 10 ditunjukkan oleh tanda-tanda. Kapanpun kita memberikan sebuah pertanyaan “Apa yang direpresentasikan oleh tanda?” maka kita berada dalam ranah semantik (Littlejohn 2011, 55). Sebagai contoh, kamus merupakan referensi semantik: ia mengatakan apa arti kata atau apa yang mereka representasikan. Sebagai prinsip dasar semiotic, representasi selalu dimediasi oleh interpretasi sadar seseorang dan interpretasi atau arti apa pun bagi sebuah tanda akan mengubah satu situasi ke situasi lainnya. Wilayah kajian kedua dalam semiotik adalah sintaktik atau kajian hubungan di antara tanda-tanda. Tanda-tanda sebetulnya tidak pernah berdiri dengan sendirinya. Hampir semuanya selalu menjadi bagian dari system tanda atau kelompok tanda yang lebih besar yang diatur dalam cara-cara tertentu (Littlejohn 2011, 55). Oleh karena itu, sintaktik mengacu pada aturan-aturan yang dengannya orang mengombinasikan tanda-tanda ke dalam system makna yang kompleks. Semiotik tetap mengacu pada prinsip bahwa tanda-tanda selalu dipahami dalam kaitannya dengan tanda-tanda lain. Wilayah kajian ketiga yaitu Pragmatik, kajian ini memperlihatkan bagaimana tanda-tanda membuat perbedaan dalam kehidupan manusia atau penggunaan praktis serta berbagai akibat dan pengaruh tanda pada kehidupan sosial. Cabang ini memiliki pengaruh yang paling penting dalam teori komunikasi karena tanda-tanda dan system tanda dilihat sebagai alat komunikasi manusia (Littlejohn 2011, 56). Semiotika pragmatik menguraikan tentang asal usul tanda, kegunaan tanda oleh yang menerapkannya dan efek tanda bagi yang menginterpretasikan dalam batas perilaku subjek. Dalam penelitian ini, tradisi 11 semiotik menjadi dasar peneliti untuk mengkaji dan mengetahui pesan dari tandatanda yang muncul dalam film Jokowi. 2.3 Komunikasi Massa 2.3.1 Pengertian Komunikasi Massa Istilah komunikasi atau dalam bahasa inggris communication berasal dari bahasa latin: communicatio dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama di sini maksudnya adalah sama makna (Effendy 2001, 9). Komunikasi menyentuh semua aspek kehidupan bermasyarakat, atau sebaliknya semua aspek kehidupan masyarakat menyentuh komunikasi. Justru itu orang melukiskan komunikasi sebagai ubiquitos atau serba hadir. Artinya komunikasi berada di manapun dan kapanpun juga. Menurut Carl I. Hovland dalam karyanya yang berjudul Social Communication memunculkan istilah science of communication yang didefenisikan sebagai suatu upaya yang sistematis untuk merumuskan dengan cara setepattepatnya asas-asas penstransmisian informasi serta pembentukan opini dan sikap (Effendy 2001, 13).Sedangkan menurut Fisher (Arifin, 2003:20), komunikasi menyentuh semua aspek kehidupan masyarakat atau sebaliknya semua aspek kehidupan masyarakat menyentuh komunikasi. Justru itu orang melukiskan komunikasi sebagai ubiquitos atau serba hadir, artinya komunikasi berada di manapun dan kapanpun juga. Rumusan komunikasi yang sangat dikenal orang adalah rumusan yang dibuat oleh Harold Lasswell. Menurut Lasswell (Mulyana 2000, 65)komunikasi adalah: “who says what in which channel to whom with what 12 effect”. jadi, jika dipilah-pilahkan akan terdapat lima unsur atau komponen di dalam komunikasi, yaitu: 1. Siapa yang mengatakan komunikator (communicator) 2. Apa yang dikatakan pesan (message) 3. Media apa yang digunakan media (channel) 4. Kepada siapa pesan disampaikan komunikan (communicant) 5. Akibat yang terjadi efek (effect) Pengertian komunikasi massa merujuk, kepada pendapat Tan dan Wright, merupakan bentuk komunikasi yang menggunakan saluran (media) dalam menghubungkan komunikator dan komunikan secara massal, berjumlah banyak, bertempat tinggal yang jauh (terpencar), sangat heterogen, dan menimbulkan efek tertentu. Definisi komunikasi massa yang paling sederhana dikemukakan oleh Bittner (Ardianto, 2004:3), yakni: komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang (mass communication is messages communicated through a mass medium to a large number of people). Dari defenisi tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi massa itu harus menggunakan media massa. Menurut Mulyana (Mulyana 2000, 75) komunikasi massa (mass communication) adalah komunikasi yang menggunakan media massa, baik cetak (surat kabar, majalah) atau elektronik (radio, televisi), yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang yang tersebar yang dilembagakan, yang ditujukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar di banyak tempat, anonim dan heterogen. 13 Selain pengertian di atas, beberapa ahli komunikasi juga mengemukakan pendapatnya tentang pengertian komunikasi massa. Joseph A. Devito merumuskan komunikasi massa menjadi dua hal, yaitu: “Pertama, komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Ini berarti bahwa khalayak meliputi seluruh penduduk atau semua orang yang membaca atau semua orang yang menonton televisi, agaknya ini tidak berarti pula bahwa khalayak itu besar pada umumnya agak sukar untuk didefenisikan. Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar yang bersifat audio atau visual. Komunikasi massa menjadi lebih logis jika didefenisikan menurut bentuknya seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, buku, tabloid, film, dan pita” (Ardianto, 2004:6). Defenisi komunikasi massa yang lebih rinci dikemukakan oleh ahli komunikasi lain, yaitu Gebner, komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang berkesinambungan serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industri (Ardianto, 2004:4). Menurut Joseph R. Dominick mendefenisikan komunikasi massa sebagai suatu proses di mana suatu organisasi yang kompleks dengan bantuan satu atau lebih mesin memproduksi dan mengirimkan pesan kepada khalayak yang besar, heterogen, dan tersebar. Berdasarkan pengertian tentang komunikasi massa yang sudah dikemukakan oleh para ahli komunikasi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi massa adalah komunikasi yang menggunakan media massa modern (media cetak dan elektronik) dalam penyampaian informasi yang ditujukan kepada sejumlah 14 khalayak (komunikan) heterogen dan anonim sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak. Menurut Wright (1959), perubahan teknologi baru menyebabkan perubahan dalam defenisi komunikasi yang mempunyai tiga ciri (Severin dan Tankard, 2007:4), yaitu: 1.Komunikasi massa yang diarahkan kepada audience yang relatif besar, heterogen dan anonim. 2.Pesan-pesan yang disebarkan secara umum, sering dijadwalkan untuk bisa mencapai sebanyak mungkin anggota audience secara serempak dan sifatnya sementara. 3.Komunikator cenderung berada atau beropersi dalam sebuah organisasi yang kompleks yang mungkin membutuhkan biaya yang besar. 2.3.2 Komponen Komunikasi Massa Komunikasi massa pada dasarnya merupakan komunikasi satu arah, artinya komunikasi berlangsung dari komunikator (sumber) melalui media kepada komunikan (khalayak). Walaupun komunikasi massa dalam prosesnya bersifat satu arah, namun dalam operasionalnya memerlukan komponen lain yang turut menentukan lancarnya proses komunikasi. Komponen dalam komunikasi massa ternyata tidak sesederhana komponen komunikasi yang lainnya. Proses komunikasi massa lebih kompleks, karena setiap komponennya mempunyai karakteristik tertentu adalah sebagai berikut (Ardianto, 2004:36-42). 15 a. Komunikator Dalam komunikasi massa produknya bukan merupakan karya langsung seseorang, tetapi dibuat melalui usaha-usaha yang terorganisasikan dari beberapa partisipan, diproduksi secara massal, dan didistribusikan kepada massa. b. Pesan Sesuai dengan karakteristik dari pesan komunikasi massa yaitu bersifat umum, maka pesan harus diketahui oleh setiap orang. Penataan pesan bergantung pada sifat media yang berbeda antara satu sama lainnya. c. Media Media yang dimaksud dalam proses komunikasi massa yaitu media massa yang memiliki ciri khas, mempunyai kemampuan untuk memikat perhatian khalayak secara serempak (simultaneous) dan serentak (instananeous). d. Khalayak Khalayak yang dituju oleh komunikasi massa adalah massa atau sejumlah besar khalayak. Karena banyaknya jumlah khalayak serta sifatnya yang anonim dan heterogen, maka sangat penting bagi media untuk memperhatikan khalayak. e. Filter dan Regulator Komunikasi Massa Dalam komunikasi massa pesan yang disampaikan media pada umumnya ditujukan kepada massa (khalayak) yang heterogen. Khalayak yang heterogen ini akan menerima pesan melalui media sesuai dengan latar belakang sosial, ekonomi, pendidikan, agama, usia, budaya. Oleh karena itu, pesan tersebut akan di – filter (disaring) oleh khalayak yang menerimanya. 16 f. Gatekeeper (Penjaga Gawang) Dalam proses perjalanannya sebuah pesan dari sumber media massa kepada penerimanya, gatekeeper ikut terlibat di dalamnya. Gatekeeper dapat berupa seseorang atau satu kelompok yang dilalui suatu pesan dalam perjalanannya dari sumber kepada penerima. 2.3.3 Karakteristik Komunikasi Massa Menurut Severin dan Tankard yang dikutip Suprapto dalam bukunya “Pengantar Teori Komunikasi” (2006:13-14) berdasarkan sifat-sifat komponen, komunikasi massa mempunyai ciri-ciri khusus sebagai berikut: 1. Berlangsung satu arah Bandingkan dengan komunikasi antar personal yang berlangsung dua arah. Dalam komunikasi massa feedback baru akan diperoleh setelah komunikasi berlangsung. 2. Komunikator pada komunikasi massa melembaga Informasi yang disampaikan melalui media massa merupakan produk bersama. Seorang komunikator dalam media massa bertindak atas nama lembaga dan nyaris tak memiliki kebebasan individual. 3. Pesan-pesan bersifat umum Pesan-pesan yang disampaikan melalui media massa pada umumnya bersifat umum (untuk orang banyak). 4. Melahirkan keserempakan Bagaimana kekuatan sebuah radio siaran melalui acara tertentu memaksa pendengarnya untuk secara serempak mendengarkan acara tersebut. 5. Komunikan komunikasi massa bersifat heterogen Kemajemukan audience komunikasi massa menyebabkan pelaksana komunikasi 17 massa harus benar-benar mempersiapkan semua ide atau informasi yang akan disampaikan sebaik mungkin sebelum disebarluaskan. 2.3.4 Fungsi Komunikasi Massa Di samping memiliki cirri-ciri khusus, komunikasi massa juga mempunyai fungsi bagi masyarakat. Adapun fungsi komunikasi massa menurut Dominick yang dikutip Ardianto dkk dalam bukunya “Komunikasi Massa Suatu Pengantar” (2004:15-18) adalah sebagai berikut: 1. Surveillance (Pengawasan) Pengawasan mengacu kepada yang kita kenal sebagai peranan berita dan informasi dari media massa. Media mengambil tempat para pengawal yang mempekerjakan pengawasan. 2. Interpretation (Penafsiran) Media massa tidak hanya menyajikan fakta atau data, tetapi juga informasi beserta penafsiran mengenai suatu peristiwa tertentu. Tujuan penafsiran media ingin mengajak para pembaca atau pemirsa untuk memperluas wawasan dan membahasnya lebih lanjut dalam komunikasi antarpribadi atau komunikasi kelompok. 3. Linkage (Pertalian) Media massa dapat menyatukan anggota masyarakat yang beragam, sehingga membentuk lingkage (pertalian) berdasarkan kepentingan dan minat yang sama tentang sesuatu. 18 4. Transmission of Values (Penyebaran nilai-nilai) Fungsi ini juga disebut sosialisasi. Sosialisasi mengacu kepada cara, di mana individu mengadopsi perilaku dan nilai kelompok. Media massa menyajikan penggambaran masyarakat dan dengan membaca, mendengar, dan menonton maka seseorang mempelajari bagaimana khalayak berperilaku dan nilai-nilai apa yang penting. 5. Entertainment (Hiburan) Fungsi menghibur dari komunikasi massa tidak lain tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan pikiran khalayak, karena dengan melihat berita-berita ringan atau melihat tayangan-tayangan hiburan di televisi dapat membuat pikiran khalayak segar kembali 2.4 Teori Interpretif Teori interpretif berarti pemahaman berusaha menjelaskan makna suatu tindakan. Karena tindakan dapat memiliki banyak arti, maka makna tidak dapat mudah diungkapkan begitu saja. Interpretif secara harfiah merupakan proses aktif dan inventif. Teori interpretif umumnya menyadari bahwa makna dapat berarti lebih dari apa yang dijelaskan oleh pelaku. Jadi interpretasi adalah suatu tindakan kreatif dalam mengungkapkan kemungkinan-kemungkinan makna. Pada teori ini karakteristik umum yaitu penekanan terhadap peran subjektifitas yang didasarkan pada pengalaman individual. Makna merupakan konsep kunci dan pengalaman dipandang sebagai meaning centered, dan bahasa dipandang sebagai kekuatan yang mengemudikan pengalaman manusia. Teori interpretif cenderung menghindarkan sifat-sifat preskriptif dan keputusan- 19 keputusan absolute tentang fenomena yang diamati. Pengamatan menurut interpretif hanyalah sesuatu yang bersifat tentative dan relatif. Dalam penelitian ini teori intepretif ditunjukkan untuk memahami fenomena yang diamati dan menginterpretasikan makna-makna yang muncul pada film Jokowi sebagai media kampanye politik. 2.5 Teori Fenomenologi Fenomenologi berasal dari bahasa Yunani, Phainoai, yang berarti ‘menampak’ dan phainomenon merujuk pada ‘yang menampak’. Istilah ini diperkenalkan oleh Johann Heirinckh. Istilah fenomenologi apabila dilihat lebih lanjut berasal dari dua kata yakni; phenomenon yang berarti realitas yang tampak, dan logos yang berarti ilmu. Maka fenomenologi dapat diartikan sebagai ilmu yang berorientasi unutk mendapatan penjelasan dari realitas yang tampak. Lebih lanjut, Kuswarno menyebutkan bahwa Fenomenologi berusaha mencari pemahaman bagaimana manusia mengkonstruksi makna dan konsep penting dalam kerangka intersubyektivitas (pemahaman kita mengenai dunia dibentuk oleh hubungan kita dengan orang lain) (Kuswarno 2009, 2). Alfred Schutz merupakan orang pertama yang mencoba menjelaskan bagaimana fenomenologi dapat diterapkan untuk mengembangkan wawasan ke dalam dunia sosial. Schutz memusatkan perhatian pada cara orang memahami kesadaran orang lain, akan tetapi ia hidup dalam aliran kesadaran diri sendiri. Perspektif yang digunakan oleh schutz untuk memahami kesadaran itu dengan konsep intersubyektif. Yang dimaksud dengan dunia intersubyektif ini adalah 20 kehdupan-dunia (life-world) atau dunia kehidupan sehari-hari (Ritzer and Goodman 2007, 94). 2.6 Teori Semiotika Charles Sander Peirce Secara etimologis, istilah semiotik berasal dari kata Yunani semeion yang berarti”tanda”. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dan dapat dianggap mewakil sesuatu yang lain (Sobur 2004, 95). Secara terminologis, semiotika adalah studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengan; cara berfungsinya, hubungannya dengan tandatanda lain, pengirimannya, dan penerimaan oleh mereka yang mempergunakannya (Sujiman and Zoest 1992, 5). Semiotik ini menekankan pada fungsi tentang yang tanda yang kita gunakan dalam rangka komunikasi baik itu secara verbal, non verbal dan maupun visual (Senel 2007, 118). Analisis semiotik merupakan cara atau metode untuk menganalisis dan memberikan makna-makna terhadap lambang-lambang yang terdapat suatu paket lambang-lambang pesan atau teks (Pawito 2007, 155-156). Teks yang dimaksud dalam hubungan ini adalah segala bentuk sistem lambang (sign) baik yang terdapat pada media massa maupun yang terdapat diluar media massa. Urusan analisis semiotik adalah melacak makna-makna yang diangkut dengan teks berupa lambang-lambang (signs). Dengan kata lain, pemaknaan terhadap lambang-lambang dalam tekslah yang menjadi pusat perhatian analisis semiotik. Di dalam setiap teks, tanda-tanda di organisasikan ke dalam sistem tanda 21 yang oleh ilmu semiotika merupakan sebuah kode. Kode mempunyai sejumlah unit (atau kadang-kadang satu unit) tanda. Cara menginterpretasi pesan-pesan yang tertulis yang tidak mudah dipahami. Jika kode sudah diketahui, makna akan bisa dipahami. Dalam semiotik, kode dipakai untuk merujuk pada struktur perilaku manusia (Rachmat 2006, 269). Jika dalam teks kita dapat memilih dan menghubungkan tanda-tanda dalam hubungannya dengan kode-kode yang sudah kita kenali maknanya, selanjutnya dilanjutkan kepada sasaran informasi atau pembaca yang kita inginkan. Karena sistem tanda sifatnya konteksual dan bergantung pada pengguna tanda. Pemikiran pengguna tanda merupakan hasil pengaruh dari berbagai konstruksi sosial di mana pengguna tanda tersebut berada. Dalam membaca sebuah teks, pembaca menginterpretasikan tanda dengan acuan yang telah dipahami dan dimengerti. John Fiske menyebut bahwa semiotika mempunyai tiga bidang studi utama, yaitu (Fiske 2006, 60): a. Tanda itu sendiri. Hal ini terdiri atas studi tentang berbagai tanda yang berbeda, cara tanda-tanda yang berbeda itu dalam menyampaikan makna, dan cara tanda-tanda itu terkait dengan manusia yang menggunakannya. Tanda adalah konstruksi manusia dan hanya bisa dipahami dalam artian manusia yang menggunakannya. b. Kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda. Studi ini mencakup cara berbagai kode dikembangkan guna memenuhi kebutuhan suatu 22 masyarakat atau budaya atau untuk mengeksploitasi saluran komunikasi yang tersedia untuk mentransmisikasikannya. c. Kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja. Ini pada gilirannya bergantung pada penggunaan kode-kode dan tanda-tanda itu untuk keberadaan dan bentuknya sendiri. Dalam semiotika komunikasi, tanda atau signal dikaji dalam konteks komunikasi yang lebih luas yaitu melibatkan berbagai elemen komunikasi. Charles Sanderss Peirce melihat tanda (representamen) sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari objek referensinya serta pemahaman subjek atas tanda (interpretant) (Piliang 2003, 266). Tampak pada definisi Peirce tersebut peran subjek (somebody) sebagai bagian tidak terpisahkan dari pertandaan, yang menjadi landasan semiotika komunikasi. Penempatan tanda atau signal didalam rantai komunikasi menyebabkan tanda atau signal mempunyai peran yang penting dalam penting dalam komunikasi. Jadi, dalam teori komunikasi perhatian lebih kepada kondisi penyampaian signifikasi, yaitu ada saluran komunikasi. Berkat saluran komunikasi inilah pesan dapat disampaikan (Sujiman and Zoest 1992, 6). Peirce juga mengungkapkan bahwasanya makna tanda yang sebenarnya adalah mengemukakan sesuatu (Sujiman and Zoest 1992, 7). Tanda sebagai produksi pesan, direkonstruksi berdasarkan konteks atau sistem sosial-budaya. Jadi, tanda bersumber dari referensi sosial-budaya yang disepakati bersama untuk dijadikan sebagai pedoman dan acuan untuk berkomunikasi. Menurut Peirce, suatu 23 sistem semiotik terdiri dari tanda, objek dan interpretant, dimana interpretant datang dari interpreter di dalam sistem dan mengambil bagian aktif dalam proses semiosis (Barbieri 2008, 1-3). Konsekuensinya, tanda (sign atau representamen) selalu terdapat dalam hubungan triadik, yakni representamen (R), objek (O), dan interpertant (I). R adalah bagian tanda yang dapat dipersepsi (secara fisik atau mental). Pada bagian inilah, seorang manusia mempersepsi dasar (ground). Selanjutnya, tanda ini merujuk pada sesuatu yang diwakili olehnya (O). Bagian ini menuntun seseorang mengaitkan dasar (ground) dengan suatu pengalaman. I merupakan bagian dari proses yang menafsirkan hubungan R dengan O. Di sini seseorang bisa menafsirkan persepsi atas dasar yang merujuk pada objek tertentu. Dengan demikian, Peirce menjadikan tanda tidak hanya sebagai representatif, tetapi juga interpretatif. Peirce melihat subjek sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dari proses signifikasi. Model triadik Peirce (representamen + objek + interpretan = tanda) memperlihatkan peran besar subjek dalam proses transformasi bahasa. Tanda dalam pandangan Peirce selalu berada di dalam proses perubahan tanpa henti, yang disebut proses semiosis tidak berbatas (unlimited semiosis), yaitu proses penciptaan rangkaian interpretan yang tanpa akhir (Piliang 2003, 266). 24 Gambar 2.1 Model Unsur Makna Peirce (Fiske 2006, 63) Model triadik Peirce tersebut memperlihatkan tiga elemen utama pembentuk tanda, yaitu representamen (sesuatu yang merepresentasikan sesuatu yang lain), objek (sesuatu yang direpresentasikan), dan interpretan (interpretasi seseorang tentang tanda) (Piliang 2003, 267). Panah dua arah menekankan bahwa masing-masing istilah dapat dipahami hanya dalam relasinya dengan yang lain. Sebuah tanda mengacu pada sesuatu di luar dirinya sendiri-objek, dan ini dipahami oleh seseorang; dan ini memiliki efek di benak penggunanya-interpretant (Fiske 2006, 63). Prinsipnya, segala sesuatu yang dapat menimbulkan kesan dapat pula berfungsi sebagai tanda. Pentingnya hal ini terletak pada perhatian yang kemudian diarahkan pada keseluruhan sistem tanda, karena dari sini dan dari pengetahuan kitalah hal itu kita peroleh. Tanda yang terpisah mendapatkan arti dari pembedaan, pembandingan, dan pemilihan yang dilakukan secara sistematis, diatur dalam ilmu bahasa atau kaidah sistem tanda dari nilai yang diberikan oleh kaidah budaya dan sistem tanda (McQuill 1995, 182). 25 Atas dasar hubungan ini, Peirce mengadakan klasifikasi tanda. Tanda yang dikaitkan dengan sifat ground dibaginya menjadi qualisign, sinsign, dan legisign. Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda. Sinsign adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda. Legisign adalah norma yang dikandung oleh tanda (Sobur, 2004:32). Berdasarkan sifat hubungan antara ground dan objek-nya, Peirce membedakan tanda atas lambang (symbol), ikon (icon), dan indeks (index). Peirce berpendapat bahwasanya model tersebut bermanfaat dan fundamenal mengenai sifat tanda. Ketiganya dapat dijelaskan demikian (Fiske 2006, 70-71): a. Lambang (symbol): suatu tanda dimana hubungan antara tanda dan acuannya merupakan hubungan yang sudah terbentuk secara konvensional. Lambang ini adalah tanda yang dibentuk karena adanya konsensus dari para pengguna tanda. b. Ikon (icon): suatu tanda dimana hubungan antara tanda dan acuannya berupa hubungan berupa kemiripan. Jadi, ikon adalah bentuk tanda yang dalam berbagai bentuk menyerupai objek dari tanda tersebut. c. Indeks (index): suatu tanda yang hubungan eksistensinya langsung dengan objeknya. Jadi, indeks adalah suatu tanda yang mempunyai hubungan langsung (kausalitas) dengan objeknya. Tabel 2.1 Penjelasan Ikon, Indeks, Simbol Jenis Tanda Hubungan Antara Tanda dan Sumber Acuannya Contoh 26 Ikon Tanda dirancang untuk merepresentasikan sumber acuan melalui sumulasi atau persamaan (artinya, sumber acuan dapat dilihat, didengan, dan seterusnya dalam ikon). Segala macam gambar (bagan, diagram, dan lain-lain), photo, katakata onomatopoeia, dan seterusnya. Indeks Tanda dirancang untuk mengindikasikan sumber acuan atau saling menghubungkan sumber acuan. Jari yang menunjuk kata kerengan seperti disini, disana, kata ganti seperti aku, kau, ia dan seterusnya Simbol Tanda dirancang menyandikan sumber melalui kesepakatan persetujuan Simbol social seperti mawar, simbil matematika, dan seterusnya untuk acuan atau Lalu berdasarkan Intrepetant, tanda dibagi menjadi atas Rheme, dicisign dan Argument. Rheme adalah tanda yang memungkinkan orang menafsirkan berdasarkan pilihan. Misalnya, orang yang merah matanya dapat saja menandakan bahwa orang itu baru menangis, atau menderita penyakit mata. Dicent sign atau dicisign adalah tanda sesuai kenyataan. Misalnya jika pada suatu jalan serng terjadi kecelakaan, maka di tepi jalan dipasang rambu lalu lintas yang menyatakan bahwa disitu sering terjadi kecelakaan. Argument adalah tanda yang langsung memberikan alasan tentang sesuatu. 2.7 Konsep – Konsep 2.7.1 Media Massa Dalam komunikasi massa, media massa merupakan alat atau sarana dalam pentransferan informasi. Dijelaskan pula bahwa media massa digunakan untuk 27 menunjukkan penerapan suatu alat teknis (media) yang menyalurkan atau merupakan wadah komunikasi massa. Dari pengertian tersebut media massa juga diartikan sebagai sarana penyampaian pesan yang berhubungan langsung dengan masyarakat luas, misalnya surat kabar. Secara umum media massa berfungsi sebagai alat yang bertujuan menyalurkan pesan kepada khalayak sehingga tampaklah bahwa media massa diperuntukkan untuk massa. Melalui media massa berbagai rangkaian peristiwa di masyarakat disajikan. Pada akhirnya peran yang dilakukan media massa baik sebagai toko informasi maupun institusi dengan demikian memiliki hubungan erat dengan kebutuhan manusia. Salah satu kebutuhan manusia yang paling esensi, baik individu maupun masyarakat adalah kebutuhan untuk merancang dan mendapatkan informasi. Melalui informasi dapat menambah pemgetahuan dan memperluas cakrawala pemikiran. Dalam hubungan seperti ini, media massa dapat dikatakan sebagai sumber dominan dalam penyebaran informasi karena dapat menjangkau khalayak secara luas dan banyak. 2.7.2 Film Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI: 2003), film diartikan sebagai (1) Selaput tipis yang dibuat dari seluloid untuk tempat gambar negative (yang akan dibuat potret) atau tempat positif yang akan dimainkan di bioskop; (2) Lakon (cerita) gambar hidup (Nasional 2002, 316). 28 Para teoritikus film menyatakan bahwa film adalah perkembangan yang bermuncul dari fotografi. Hanya saja foto tidak memperlihatkan ilusi gerak (baca: statis), sedangkan film memberikan ilusi gerak (moving camera). Film adalah gambar hidup, juga sering disebut dengan movie. Gambar hidup adalah bentuk seni, bentuk populer dari hiburan dan juga bisnis. Film merupakan teknologi hiburan massa dan untuk menyebarluaskan informasi dan berbagai pesan dan skala luas di samping pers, radio, dan televisi (McBridge 1983, 20). Berdasarkan undang-undang perfilman No. 8 Tahun 1992: film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada seluloid, pita video, piringan video, dan/atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis dan ukuran melalui proses kimiawi, elektronik atau lainnya. Sedangkan perfilman itu sendiri adalah seluruh kegiatan yang berhubungan dengan pembuatan jasa, teknik, pengeksporan, pengimporan, pengedaran, pertunjukan, dan/atau penayangan film. 2.7.2.1 Film Sebagai Media Massa Film adalah gambar yang bergerak yang diproduksi secara khusus untuk dipertunjukan di gedung-gedung pertunjukan (bioskop), film ini jenisnya teatrikal. Hal ini diperkuat dengan pendapat atau pandangan undang-undang nomor 8 tahun 1992, yang mengatakan bahwa film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan / atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan 29 ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan / atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, eletronik, dan / atau lainnya. Media massa (film) merupakan perpanjangan tangan dari masyarakat, sehingga apa yang terkandung dalam media tersebut merupakan gambaran realitas sosial di masyarakat, yang mempunyai kekuatan dalam menyampaikan suatu makna, tentunya dengan ide yang dituangkan oleh komunikator lewat berita dan hiburan yang dikemas dalam isi pesan media. McQuail (1987) mendefinisikan pandangannya tentang media sebagai berikut: 1. Media massa sebagai penterjemah yang menolong kita, menjadikan pengalaman diri menjadi suatu yang masuk akal. 2. Media adalah angkutan yang menyampaikan informasi. 3. Media merupakan sarana komunikasi interaktif yang memberikan kesempatan kepada khalayak atau masyarakat untuk memberikan tanggapan atau umpan balik. 4. Media merupakan tanda yang memberikan intruksi dan menunjukkan arah. 5. Media merupakan filter yang memfokuskan kita pada beberapa bagian dari pengalaman pribadi dan mengalihkannya dari beberapa bagian yang lain. 6. Media merupakan cermin yang merefleksikan diri kita. 7. Media merupakan pagar pembatas yang memblokir suatu kebenaran. Media massa adalah alat yang digunakan dalam penyampaian pesan dari sumber kepada khalayak (penerima) dengan menggunakan alat-alat komunikasi 30 mekanis seperti surat kabar, film, radio, dan televisi Cangara (1998). Media massa juga mempunyai kemampuan yang kuat dalam mengubah perilaku khalayak (komunikan) melalui proses imitasi (belajar sosial). Hal ini dapat dilihat dari banyaknya stasiun televisi, radio, perusahaan media cetak, baik itu surat kabar, majalah, dan media cetak lainnya, sebab masyarakat selalu haus akan informasi, hiburan dan lain sebagainya yang disediakan oleh media massa. Hal ini dipertegas oleh McQuil (1987), yang mengatakan” Media massa merupakan salah satu sarana untuk pengembangan kebudayaan, bukan hanya udaya dalam pengertian seni dan simbol tetapi juga dalam pengertian pengembangan tatacara, mode, gaya hidup dan norma-norma”. Sementara menurut Liliweri (2001), jenis media massa berorientasi pada 3 aspek penting. Pertama mengenai penglihatan (visual dan verbal) dalam hal ini media cetak, kedua mengenai pendengaran (audio) semata-mata (radio, tape recorder), verbal vokal dan yang ketiga mengenai pendengaran dan penglihatan (televisi, film, video) yang bersifat verbal visual vokal. Bahkan menurut Nurudin (2007), media massa mampu menyebarkan pesan hampir seketika pada waktu yang tak terbatas. Selain itu media massa juga mempunyai fungsi. Menurut Bungin (Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat 2007, 7881) fungsi Komunikasi massa adalah fungsi pengawasan, fungsi social learning, fungsi penyampaian informasi, fungsi tranformasi budaya, dan fungsi hiburan. 1. Fungsi pengawasan, media massa merupakan sebuah medium dimana dapat digunakan untuk pengawasan aktivitas masyarakat pada umumnya. 31 Fungsi pengawasan ini bisa berupa peringatan dan kontrol sosial maupun kegiatan persuasif. 2. Fungsi social learning, fungsi utama dari komunikasi media massa adalah melakukan guiding dan pendidikan sosial kepada seluruh masyarakat. Media massa bertugas untuk memberikan pencerahan-pencerahan kepada masyarakat dimana komunikasi massa itu berlangsung. 3. Fungsi penyampaian informasi, komunikasi massa mengandalkan media massa, sebagai alat dalam proses penyampaian informasi kepada masyarakat luas. Komunikasi massa memungkinkan informasi dari institusi publik tersampaikan kepada masyarakat secara luas dalam waktu yang cepat dan singkat. 4. Fungsi transformasi budaya, merupakan fungsi yang yang bersifat dinamis. Komunikasi massa sebagaimana sifat-sifat budaya massa, maka yang terpenting adalah komunikasi massa menjadi proses transformasi budaya yang dilakukan bersama-sama oleh semua komponen komunikasi massa, terutama yang didukung oleh media massa. 5. Fungsi hiburan, komunikasi massa juga digunakan sebagai medium hiburan, terutama karena komunikasi massa menggunakan media massa. Jadi fungsi hiburan yang ada pada media massa, juga merupakan bagian dari fungsi komunikasi massa. Dengan demikian, maka fungsi hiburan dari komunikasi massa saling mendukung fungsi-fungsi lainnya dalam proses komunikasi massa. 32 2.7.2.2 Film Sebagai Realitas Tanda Media dalam hal ini film, bisa diartikan sebagai sistem tanda atau lambang tertentu yang berada ditengah khalayak, yang diekspresikan sebagai seni dan karya sastra kemudian ditungkan dalam isi pesan pada sebuah film. Sebagai realitas tanda, isi pesan film banyak dipandang sebagai gambaran simbolik (symbolic representation), dari suatu budaya dan latar belakang di masyarakat. Sehingga isi pesan dalam film yang disampaikan oleh sutradara (komunikator), merupakan cerminan dari realitas sosial yang berupa nilai-nilai, aturan, dan tatanan normatif, yang diangkat dari simbol-simbol realitas menjadi tontonan yang dipadukan antara berita dan hiburan. Tanda dalam realitas tersebut diangkat dari persepsi sutradara (komunikator) sendiri, yang dimaknai dari pengalaman yang didapat atau dilihat dari lingkungan sosial budaya. Sehingga film tidak semata membentuk realitas tapi memberikan penekanan persepsi di depan kamera. Hal ini diperkuat oleh pandangan Sobur (Sobur 2004), bahwa film bukan semata-mata memproduksi realitas tetapi juga mendefinisikan realitas. Film dibagi kedalam tiga kategori yaitu film fitur, film dokumenter, dan film animasi yang biasa disebut dengan film kartun. 1. Film fitur, merupakan karya fiksi yang stukturnya berupa narasi yang dibuat dengan tiga tahap. Tahap praproduksi merupakan tahap ketika skenario diperoleh. Skenario ini bisa berupa adaptasi dari novel, cerita pendek atau karya cetakan lainya. Bisa juga dibuat secara khusus untuk 33 dibuat filmnya. Tahap produksi yaitu masa berlangsunganya pembuatan film berdasarkan skenario itu. Tahap terakahir, adalah posproduksi (editing), ketika semua bagian film dalam pengambilan gambar tidak sesuai urutan cerita, disusun menjadi suatu kisah yang menyatu. 2. Film dokumenter, merupakan film yang nonfiksi yang menggambarkan situasi kehidupan nyata, dengan setiap individu menggambarkan perasaannya dan pengalamanya dalam situasi apa adanya. Tanpa persiapan, langsung pada kamera dan pewawancara. Film dokumenter sering kali diambil tanpa skrip dan jarang ditampilkan di gedung bioskop seperti film fitur. Film jenis ini biasanya ditampilkan di televisi. 3. Film animasi, merupakan film yang menggunakan teknik ilusi gerakan dari serangkaian gambaran benda dua atau tiga dimensi. Penciptaan tradisional dari animasi gambar bergerak selalu diawali hampir bersamaan dengan peyusunan storyboard, yaitu serangkaian sketsa yang menggambarkan bagian penting cerita. Sketsa tambahan dipersiapkan kemudian untuk memberikan ilustrasi latar belakang, dekorasi serta tampilan dan karakter tokohya. Selain berbagai jenis film tersebut di atas, Ardianto (2004), mengelompokkan film menjadi 4 jenis salah satunya adalah film cerita (story film): Film cerita adalah film yang mengandung suatu cerita, dan biasanya cerita yang diangkat untuk membuat sebuah film jenis ini, bisa fiksi dan bisa juga berdasarkan 34 kisah nyata yang sudah dimodifikasi oleh sutradara, supaya lebih terlihat menarik baik dari segi cerita maupun dari segi gambarnya. Film yang penulis teliti merupakan film yang termasuk ke dalam jenis film cerita seperti yang telah disebutkan oleh Ardianto, karena isi pesan dalam film ini merupakan kisah nyata atau realitas sesungguhnya yang diangkat oleh sutradara menjadi sebuah film cerita. 2.7.2.3 Film Sebagai Representasi Realitas Secara etimologis, film berarti moving image, gambar bergerak. Awalnya, film lahir sebagai bagian dari perkembangan teknologi. Ia ditemukan dari hasil pengembangan prinsip-prinsip fotografi dan proyektor. Thomas Edison yang untuk pertama kalinya mengembangkan kamera citra bergerak pada tahun 1888 ketika ia membuat film sepanjang 15 detik yang merekam salah seorang asistennya ketika sedang bersin. Segera sesudah itu, Lumiere bersaudara memberikan pertunjukkan film sinematik kepada umum di sebuah kafe di Paris (Danesi, Pesan, Tanda dan Makna 2010, 132). Pada titik ini film telah menjadi media bertutur manusia, sebuah alat komunikasi, menyampaikan kisah. Jika sebelumnya bercerita dilakukan dengan lisan, lalu tulisan, kini muncul satu medium lagi: dengan gambar bergerak, yang diceritakan adalah perihal kehidupan. Di sinilah kita lantas menyebut film sebagai representasi dunia nyata. Eric Sasono menulis, dibanding media lain, film memiliki kemampuan untuk meniru kenyataan sedekat mungkin dengan kenyataan seharihari. Film dibuat representasinya oleh pembuat film dengan cara melakukan pengamatan terhadap masyarakat, melakukan seleksi realitas yang bisa diangkat 35 menjadi film dan menyingkirkan yang tidak perlu, dan direkonstruksi yang dimulai saat menulis skenario hingga film selesai di buat. Meski demikian, realitas yang tampil dalam film bukanlah realitas sebenarnya. Film menjadi imitasi kehidupan nyata (Irwansyah 2009, 12), yang merupakan hasil karya seni, di mana di dalamnya di warnai dengan nilai estetis dan pesan-pesan tentang nilai yang terkemas rapi (Al-Malaky 2004, 139). Dalam kajian semiotik, film adalah salah satu produk media massa yang menciptakan atau mendaur ulang tanda untuk tujuannya sendiri. Caranya adalah dengan mengetahui apa yang dimaksudkan atau direpresentasikan oleh sesuatu, bagaimana makna itu digambarakan, dan mengapa ia memiliki makna sebagaimana ia tampil. Pada tingkat penanda, film adalah teks yang memuat serangkaian citra fotografi yang mengakibatkan adanya ilusi gerak dan tindakan dalam kehidupan nyata. Pada tingkat petanda, film merupakan cermin kehidupan metaforis. Jelas bahwa topik film menjadi sangat pokok dalam semiotik media karena di dalam genre film terdapat sistem signifikansi yang ditanggapi orang-orang masa kini dan melalui film mereka mencari rekreasi, inspirasi, dan wawasan pada tingkat interpretant (Danesi 2010,134). 2.7.3 Kampanye Politik Terdapat banyak definisi mengenai kampanye yang dikemukakan oleh para ilmuwan komunikasi, namun berikut ini adalah beberapa definisi yang populer. Snyder (2002) dalam Venus (2004), mendefinisikan bahwa kampanye komunikasi merupakan aktivitas komunikasi yang terorganisasi, secara langsung ditujukan 36 kepada masyarakat tertentu, pada periode waktu yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan tertentu. Pfau dan Parrot (1993) dalam Venus (2004), mendefinisikan kampanye sebagai kegiatan yang dilakukan secara sadar untuk menunjang dan meningkatkan proses pelaksanaan yang terencana pada periode tertentu yang bertujuan mempengaruhi masyarakat sasaran tertentu. Rogers dan Storey (1987) dalam Venus (2004), mendefiniskan kampanye sebagai serangkaian kegiatan komunikasi yang terorganisasi dengan tujuan untuk menciptakan dampak tertentu terhadap sebagian besar masyarakat sasaran secara berkelanjutan dalam periode waktu tertentu. Berdasarkan beberapa definisi di atas, Venus (2004) mengidentifikasi bahwa aktivitas kampanye setidaknya harus mengandung empat hal yakni, (1) ditujukan untuk menciptakan efek atau dampak tertentu (2) ditujukan kepada jumlah masyarakat sasaran yang besar (3) dipusatkan dalam kurun waktu tertentu dan (4) dilakukan melalui serangkaian tindakan komunikasi yang terorganisasi. Kampanye politik adalah bentuk komunikasi politik yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang atau organisasi politik dalam waktu tertentu untuk memperoleh dukungan politik dari masyarakat (Arifin, 2003). Salah satu jenis kampanye politik adalah kampanye massa, yaitu kampanye politik yang ditujukan kepada massa (orang banyak), baik melalui hubungan tatap muka maupun dengan menggunakan berbagai media, seperti surat kabar, radio, televisi, film, spanduk, baligo, poster, folder dan selebaran serta medium interaktif melalui komputer (internet). Penyampaian pesan politik melalui media massa merupakan bentuk kampanye yang handal dalam hal menjangkau masyarakat luas. Kampanye 37 politik saat ini sudah mengadopsi prinsip-prinsip pemasaran dan pembentukan citra. Menurut Ruslan (2005), kampanye politik merupakan jenis kampanye yang pada umumnya dimotivasi oleh hasrat untuk meraih kekuasaan. Tujuan dari kampanye ini adalah untuk memenangkan dukungan masyarakat terhadap kandidat-kandidat yang dicalonkan agar dapat menduduki jabatan politik yang diperebutkan lewat proses pemilihan. Kegiatan untuk membangun citra atau image merupakan bagian penting dalam kampanye politik untuk memperoleh dukungan. Terkait dengan komunikasi dalam kampanye politik, terdapat beberapa aktivitas komunikasi yang dapat diidentifikasi. Menurut Nimmo (2005), kegiatan komunikasi politik adalah kegiatan simbolik dimana kata-kata itu mencakup ungkapan yang dikatakan atau dituliskan, gambar, lukisan, foto, film, gerak tubuh, ekspresi wajah dan segala cara bertindak. Orang-orang yang mengamati simbolsimbol itu, menginterpretasikannya dengan cara-cara yang bermakna sehingga membentuk citra mental tentang simbol-simbol tersebut. Kampanye politik berbeda dengan kampanye pemilu. Kampanye politik harus dilakukan secara permanen ketimbang periodik (Bluementhal 1982). Perhatian kampanye politik tidak hanya terbatas pada periode menjelang pemilu, tetapi sebelum dan setelah pemilu juga berperan amat penting dalam pembentukan image politik yang nantinya akan mempengaruhi perilaku pemilih dalam mengevaluasi kualitas kontestan (Firmanzah 2007, 272). 38 Tabel 2.2 Perbedaan Kampanye Pemilu dan Kampanye Politik Kampanye Pemilu Jangka dan Batas Waktu Periodik dan tertentu Tujuan Menggiring pemilih ke bilik suara Strategi Mobilisasi dan berburu pendukung Push-Marketing Komunikasi politik Sifat hubungan antara kandidat dan pemilih Kampanye Politik Jangka panjang dan terus menerus Image politik Membangun dan membentuk reputasi politik Pull Marketing Interaksi dan mencari Satu arah dan penekanan pemahaman beserta kepada janji dan harapan politik solusi yang dihadapi kalau menang pemilu masyarakat Pragmatis/traksaksi Hubungan relasional Produk politik Janji dan harapan politik, figure kandidat dan program kerja Pengungkapan masalah dan solusi. Ideology dan system nilai yang melandasi tujuan politik Sifat program kerja Market-oriented dan berubahubah dari pemilu satu ke pemilu lainnya Konsisten Retensi memori kolektif Cenderung mudah hilang Sifat kampanye Jelas, terukur dan dapat dirasakan langsung aktivitas fisiknya Tidak mudah hilang dalam ingatan kolektif Bersifat laten, bersikap kritis dan bersifat menarik simpati masyarakat. Tabel diatas menjelaskan perbedaan yang cukup signifikan anatara kampanye pemilu dan kampanye politik. Kampanye pemilu mencangkup semua aktivitas politik yang ditujukan untuk menggiring pemilu ke tempat-tempat pencoblosan. Sementara kampanye politik bersifat jangka panjang dan dilakukan secara terus-menerus untuk membangun image politik. Image politik yang telah terbangun melalui proses interaksi terus-menerus dengan masyarakat tidak mudah hilang dari memori kolektif masyarakat. Dalam penelitian ini, Film Jokowi masuk kedalam kategori kampanye politik. Hal ini dikarenakan film bersifat tidak mudah 39 hilang dalam ingatan kolektif, selain itu film Jokowi bertujuan untuk membangun dan membentuk reputasi Jokowi. 2.8 Kerangka Berpikir Menurut Uma Sekaran dalam Sugiyono mengemukakan bahwa kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasikan sebagai masalah yang penting (Sugiyono 2009). Dalam penelitian ini Peneliti mengangkat fenomena penggunaan Film Jokowi sebagai media kampanye politik atau media kampanye Joko Widodo yang diisukan akan dicalonkan sebagai Presiden Republik Indonesia tahun 2014. Fenomena yang diteliti adalah scenes-scenes atau adegan dalam film Jokowi dengan menggunakan teori segitiga Charles Sanders Peirce yang berfokus pada Tanda, Objek dan Interpretasi dari setiap Scenes. Peneliti juga melakukan wawancara terhadap informan yang terkait atau mengetahui bahwa Film Jokowi dibuat sebagai media kampanye politik Joko Widodo. 40 Film Jokowi mempunyai makna sebagai media kampanye politik Joko Widodo, adalah merupakan fenomena yang akan diteliti Scenes/Adegan dalam Film Jokowi di teliti dan di analisis menggunakan Model semiotika Peirce Apply Theory: Model Semiotika Model Charles Sanders Peirce Object Representament Intrepetant Tanda-Tanda dalam Film Jokowi Sebagai Media Kampanye Politik Gambar 2.2 Bagan Kerangka Berpikir 2.9 Penelitian Terdahulu Terdapat dua penelitian yang dianggap relevan dalam penelitian ini, diantaranya yaitu Achmad Fuad Abdul Rozak, D (2009) dengan judul “Iklan Politik Caleg Dalam Persepsi Pemilih Pemula (Study Deskriptif Kualitatif Tentang Iklan Politik Caleg DPRD II Surakarta Melalui Media Luar Ruang Dalam Persepsi Pemilih Pemula di SMA Negeri III Surakarta)”. Achmad Fuad melihat perubahan lama masa kampanye caleg pada pemilu 2009 yang semakin panjang dan penetapan caleg menggunakan sistem suara terbanyak, mendorong para caleg berkampanye melalui berbagai cara dan media. Salah satu media media yang dipakai untuk memperkenalkan sosok caleg adalah media luar ruang karena berbiaya relatif lebih murah dan mampu menjangkau khalayak cukup luas dengan waktu pemasangan cukup lama. Karena itu caleg membuat iklan politik di medialuar ruang agar profil mereka dikenali masyarakat. Pemilih pemula sebagai segmen pemilih yang dinilai masih independen, merupakan salah satu sasaran dari media komunikasi tersebut. Tujuan dari adanya penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bagaimana bentuk iklan politik caleg DPRD II Surakarta di media luar ruang. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui bagaimana persepsi pemilih pemula terhadap iklan politik caleg di media luar ruang. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan metode wawancara mendalam yang dibantu juga dengan FGD (Focus group discussion) untuk memperkuat data. Pengambilan sampel penelitian ini adalah melalui purposive sampling yaitu pemilihan secara sengaja dengan maksud 42 menemukan apa yang sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini, responden penelitian disebut sebagai informan. Adapun jumlah informan dalam penelitian ini yaitu 4 orang calon anggota legislatif DPRD II Surakarta dan 12 orang pemilih pemula di SMA Negeri III Surakarta. Media luar ruang dianggap mampu memberikan informasi awal mengenai profil caleg. Namun pesan politik caleg dianggap terlalu biasa. Sementara strategi penempatan media luar ruang dinilai masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki. Oleh karena itu, caleg harusnya memamakai konsep USP (Unique Selling Proposition) agar iklan mereka lebih menarik. Sedangkan letak penempatan iklan sebaiknya ditata dengan rapi dan tidak mengganggu lingkungan. Selain itu, perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai efek komunikasi untuk mengetahui sejauh mana pengaruh iklan media luar ruang terhadap keputusan memilih pada khalayak. Selanjutnya yaitu Indra Nur Laeli (2011), dengan judul “Politik dan Internet Fungsi Internet dalam Kampanye Pemilihan Anggota DPRD Kota Surabaya”. Penelitian ini dilatar belakangi oleh jaringan yang beraktifitas di ruang yang bebas, terbuka, tanpa batas, dan berbasis digital.Hal ini yang menyebabkan internet dijadikan salah satu media kampanye baru dalamruang politik. Media baru ini dianggap dapat menciptakan suatu pencitraan sang politisi, usaha ini dilakukan guna membuka komunikasi yang lebih efektif dengan publik. Sifatinternet yang mengutamakan kecepatan dan keterbukaan dalam penyebaran informasi, dirasa sanggup untuk menciptakan suasana kampanye yang efektif. 43 Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1) Apa yang menyebabkan Hani Fidyanto memilih internet sebagai media kampanyenya; (2) Bagaimana variasi isi pesan dan pengaturan tempo kampanye politik melalui internet (website dan jejaring sosial online facebook, twitter).Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang menggambarkan tujuan dari adanya penggunaan internet sebagai media kampanye dalam pemilihan DPRD KotaSurabaya. Tidak hanya tujuan dari penggunaan internet saja, akan tetapi penelitian ini lebih jauh lagi akan membahas bagaimana penyajian pesan dan tingkat interaktif di dalam media kampanye tersebut. Teori dan konsep yang digunakan adalah teori dan konsep komunikasi kekuasan, masyarakat jaringan, konstestasi politik, jejaring sosial online, pemilihan anggota DPRD Kota Surabaya, dan internet. Penelitian ini menyimpulkan bahwa penggunaan internet sebagai hasil dari perkembangan teknologi di abad 21 melahirkan suatu masyarakat jaringan yang lebih banyak melakukan aktifitasnya di ruang berbasis digital ini. Hal itulah yang menyebabkan aktor politik merasa perlu untuk melakukan kampanye politik di internet. Adapun penyampaian pesan dalam kampanye. Tabel 2.3 Peneliti Terdahulu Nama Judul Tahun Tujuan Penelitian Teori Metode/Paradigma Hasil Peneltian Persamaan Perbedaan Kritik Indah Nur Laeli Rangga Andriana Politik dan Internet Fungsi Internet Realitas Film Jokowi sebagai media dalam Kampanye Pemilihan Anggota kampanye politik DPRD Kota Surabaya 2009 2011 2015 Bagaimana variasi isi pesan dan Tanda, objek, Intrepetant dan untuk mendeskripsikan bagaimana pengaturan tempom kampanye politik Realitas yang digambarkan dalam bentuk iklan politik caleg DPRD II melalui internet (website dan jejaring film Jokowi digunakan sebagai Surakarta di media luar ruang sosial online facebook, twitter). kampaye poltitik Communication Power dan Konsep Interpretif/Semiotika Charles Teori Persepsi & Iklan Masyarakat Jaringan Sanders Peirce Kualitatif / Konstruktivistis Kualitatif / konstruktivistis Kualitatif / Interpretif perkembangan teknologi di abad 21 Media luar ruang dianggap mampu melahirkan suatu masyarakat jaringan memberikan informasi awal mengenai yang lebih banyak melakukan profil caleg. aktifitasnya di ruang berbasis digital Penggunaan Media Sebagai Kampanye Politik dan alat kepentingan politik Penggunaan Media Internet dan Media Media Film sebagai Alat Kampanye Meneliti persepsi pemilih. Sosial Politik Diperlukan penelitian lebih lanjut Penelitian hanya pada sebatas mengenai efek komunikasi untuk Diperlukan penelitian lebih lanjut efek penggunaan media film sebagai mengetahui sejauh mana pengaruh penggunaan internet terhadap konstruksi realitas image politik dan iklan media luar ruang terhadap penggunaan komunikasi politik sebagai media komunikasi politik. keputusan memilih pada khalayak Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Repository Universitas Sebelas Maret Repository Universitas Surabaya Iklan Politik Caleg Dalam Persepsi Pemilih Pemula 44 Sumber Achmad Fuad Abdul Rozak BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif digunakan karena beberapa pertimbangan. Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda. Kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan informan. Ketiga, metode ini lebih peka dan lebih menyesuaikan diri dengan setting penelitian, dan mampu melakukan penajaman terhadap pola-pola nilai yang dihadapi (Sugiyono 2009, 34). Analisis dalam penelitian kualitatif cenderung dilakukan secara analisa induktif dan makna merupakan hal yang esensial. Dalam penelitian ini yang digunakan adalah studi eksploratif, yaitu suatu penelitian yang dilakukan untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan dan interaksi suatu unit sosial, individu, lembaga, kelompok, masyarakat. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang berdasarkan paradigma, strategi, dan implementasi model secara kualitatif. Istilah penelitian kualitatif dimaksudkan sebagai jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lain. Bodgan dan Taylor (1975:5) mendefinisikan metodologi penelitian kualitatif sebagai prosedur peneliitian yang menghasilkan data dari hasil eksplorasi peneliti berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati, (Kriyantono, 58-60). 45 46 Kelebihan dalam penelitian kualitatif adalah, sebuah metode yang berusaha mengungkap berbagai keunikan yang terdapat dalam individu, kelompok, masyarakat atau organisasi dalam kehidupan sehari-hari secara menyeluruh, rinci, dalam, dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. (Miles and Huberman, 1994 : 6-7) Penelitian kualitatif bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang sifatnya umum terhadap kenyataan sosial dari perspektif partisipan. Pemahaman tersebut tidak ditentukan terlebih dahulu, tetapi didapat setelah melakukan analisisis terhadap kenyataan sosial yang menajdi fokus penelitian. Berdasarkan analisis tersebut kemudian ditarik kesimpulan berupa pemahaman umum yang sifatnya abstrak tentang kenyataan-kenyataan dalam kehidupan sehari-hari, (Hadjar, 1996 : 33-34). Pendekatan ini merupakan suatu metode penelitian yang diharapkan dapat menghasilkan suatu deskripsi tentang ucapan, tulisan atau perilaku yang dapat diamati dari suatu individu, kelompok, masyarakat atau suatu organisasi, (Bogdan dan Taylor, 1992 : 21-22, Fatchan, 2001 : 1). Penelitian kualitatif didasarkan pada upaya membangun pandangan mereka yang diteliti dengan rinci, dibentuk dengan kata-kata, gambaran holistik dan rumit. Menurut Jane Richie (2007), penelitian kualitatif adalah upaya untuk menyajikan dunia sosial, dan perspektifnya di dalam dunia, dari segi konsep, perilaku, persepsi, dan persoalan tentang manusia yang diteliti. Dari kajian tentang definisi tersebut dapatlah disisntesiskan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, (Moleong, 2004 : 6). 47 Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksploratif kualitatif. Penelitian ini merupakan salah satu pendekatan penelitian yang digunakan untuk meneliti sesuatu (yang menarik perhatian) yang belum diketahui, belum dipahami, belum dikenali, dengan baik. Menurut Subyantoro dan Suwarto (2006 : 74) bahwa Penelitian eksploratif kualitatif disebut juga penelitian penjajagan atau penelitian penelitian penjelajahan (explorative research), merupakan penelitian ilmiah yang bertujuan mencari masalah dan fenomena baru dalam mengisi kekosongan atau kekurangan dari pengetahuan, baik yang belum maupun yang telah ada. Penelitian ekploratif kualitatif bertujuan memperdalam pengetahuan tentang suatu fenomena yang terjadi di sekeliling kita dalam rangka merumuskannya menjadi sebuah karya tulis yang terperinci. Selanjutnya, dapat juga dipakai untuk dapat mengembangkan suatu hipotesis. Penelitian ini juga bertolak dari masalah, tetapi keadaan masalahnya masih terbuka dan belum mempunyai hipotesis. Oleh karena itu, bila masalahnya telah berkembang maka hipotesis pun dapat berkembang setelah penelitian eksploratif kualitatif selesai, (Subyantoro dan Suwarto, 2006 : 74). 3.2 Fokus Penelitian Fokus pada penelitian ini adalah untuk melihat dan mengungkapkan bagaimana tanda, objek dan Intrepetant yang direpresentasikan dalam Film Jokowi sebagai media kampanye politik. Peneliti hanya melihat Film Jokowi dari sisi penggunaan media sebagai kampanye politik dan hanya mengungkap apa saja tanda, objek dan Intrepetant yang muncul. 48 3.3 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah mengamati Film Jokowi guna memperoleh data yang dibutuhkan. Adapun yang dilakukan untuk memperoleh data ialah dengan cara: a. Observasi Observasi dapat diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematika terhadap suatu gejala yang tampak pada suatu penelitian. Observasi langsung diakukan terhadap objek di tempat terjadi dan berlangsungnya suatu peristiwa, sehingga observer berada bersama objeknya yang diteliti. Sedangkan observasi tidak langsung adalah observasi yang dilakukan tidak langsung pada saat berlangsungnya peristiwa yng diselidiki. Misanya melalui slide – slide, foto maupun film (Nawawi 1995, 104). Karena objek yang diteliti yaitu Film Jokowi yang sudah beredar dalam bentuk Film DVD dan sudah diputar di televisi, maka peneiti menggunakan teknik observasi tidak langsung, peneliti hanya mengamati slide atau cuplikan dari film Jokowi. b. Metode dokumentasi Teknik ini merupakan instrumen pengumpulan data yang sering digunakan dalam berbagai metode pengumpuan data. Dokumen bisa berbentuk dokumen publik atau privat. Dokumen publik misalnya: laporan polisi, berita surat kabar, acara TV, dan lainnya. Dokumen privat misalnya: memo, surat – surat pribadi, catatan pribadi, dan lainnya (Kriyantono 2009, 49 118). Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik dokumentasi publik yaitu melalui Televisi dan berita internet yang berkaitan dengan pemberitaan atau pembahasan film Jokowi. c. Studi literatur (Pustaka) Melakukan studi literatur yaitu mengumpukan data dengan cara memperbanyak membaca buku, jurnal, internet, karya – karya ilmiah, setelah itu data – data yang ada didalamnya di analisis. Sehingga teknik ini juga sangat medukung peneliti. d. Wawancara (Interview) Wawancara adalah percakapan antara periset – seseorang yang berharap mendapatkan informasi – dan informan – seseorang yang disesuaikan mempunyai informasi penting tentang suatu obyek (Berger and Luckmann 1990, 111). Wawancara merupakan metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi langsung dan sebenarnya (Kriyantono 2009, 98). 3.4 Informan Peneliti Dalam penelitian ini, informan peneliti digunakan sebagai subjek dan data pendukung dalam menganalisis objek film yang diteliti. Informan adalah orangorang yang memberi informasi baik tentang dirinya atau orang lain mengenai suatu kejadian kepada peneliti. Dalam buku Moleong (2006) menjelaskan informan sebagai orang yang dimanfaatkan untuk memberi informasi tentang situasi dan kodisi latar penelitian. 50 Informan peneliti sebagai sumber data setidaknya memiliki kriteria sebagai berikut: 1) Informan yang menguasai atau memahami sesuatu melalui proses enkulturisasi, sehingga sesuatu itu bukan sekedar diketahui tetapi juga dihayati. 2) Informan tergolong sedang atau pernah berkecimpung pada kegiatan atau permasalahan yang sedang diteliti. 3) Informan mempunyai waktu yang memadai untuk memberikan informasi. 4) Informan tidak cenderung memberikan informasi hasil kemasannya sendiri. Sedangkan informan peneliti sebagai informan ahli maupun pendukung, yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kriteria informan diantaranya sebagai berikut: 1) Pria/Wanita yang usianya tidak ditentukan. 2) Warga Negara Indonesia. 3) Berwawasan mengenai ilmu politik. 4) Berwawasan mengenai ilmu Semiotika atau Tanda. 5) Informan yang memiliki pengetahuan tentang komunikasi politik dan kampanye politik. 51 Dari kriteria diatas, peneliti menentukan informan penelitian berdasarkan dua kelompok: a. Informan utama sebagai sumber data dalam penelitian ini yaitu Ali Soero S.H sebagai ketua Tim Sukses Pro Jokowi (ProJo) wilayah Kota Serang, dan anggota Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) wilayah Banten. b. Informan Ahli, yaitu para ahli yang sangat memahami dan memberikan penjelasan berbagai hal yang berkaitan dengan penelitian dan tidak dibatasi dengan wilayah dan tempat tinggal, misalnya para akademisi, budayawan, tokoh agama, kritikus dan lain-lain. Dalam penelitian ini yang menjadi informan ahli sebagai berikut: 1) Gandung Ismanto M.Sos Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Untirta sebagai perwakilan akademisi, dalam hal ini berkompeten dalam bidang komunikasi dan kampanye politik dan mampu menjelaskan permasalahan tentang penelitian ini. 2) Firman Venayaksa Dosen Sastra Untirta, dalam hal ini berkompeten dalam mengkaji tanda/semiotika dan membantu peneliti untuk meneliti objek yang akan dianalisis. 52 3.5 Unit Analisis Unit Analisis adalah setiap unit yang akan dianalisa, digambarkan atau dijelaskan dengan pernyataan-pernyataan deskriptif, yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah tanda-tanda yang ada pada film Jokowi sebagai media kampanye politik. Melalui analisis semiotika makna dari film Jokowi yang dibagun melalui sejumlah tanda dan kode dapat dikaji. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan nonprobability sampling. Nonprobability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiyono 2009). Dalam nonprobablity sampling ini meliputi beberapa bagian, salah satu diantaranya adalah purposive sampling yang sering digunakan dalan penelitian kualitatif. Untuk itu pemilihan sampel yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Teknik Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono 2009, 218). Alasan peneliti menggunakan purposive sampling karena peneliti secara sengaja memilih scenes/adegan pada Film Jokowi yang memenuhi kriteria yang dibuat peneliti. Scenes/adegan adalah gambaran motion visual audio yang bergerak yang mempunyai makna atau pesan didalamnya. Dalam pemilihan kriteria sampel ini peneliti memilih scenes/adegan yang merepresentasikan Joko Widodo sebagai bentuk Kampanye Politik. Peneliti memilih 7 scenes sampel yang mewakili objek dari penelitian. Adapun 7 scenes ini diambil berdasarkan kategori-kategori tanda 53 yang ditonjolkan dalam Film Jokowi yang dimaknai dan diaplikasikan sebagai kampanye politik. Tabel 3.1 Sampel Unit Analisis Scen es Visual Keterangan 1 Kakek Joko Widodo memarahi Ayah Joko Widodo karena tidak setuju ketika Ayahnya mendoakan Joko Widodo agar besar nanti menjadi tukang pahat kayu 2 Kakek Joko Widodo sedang menceritakan kisah Semar yang bukan keturunan Ningrat namun dipatuhi oleh Raden Janoko. Kakek Joko Widodo juga memberikan saran dan nasihat. 3 Pembersihan angota-anggota PKI yang ada di kota Surakarta 4 Joko Widodo masuk ke dalam rumah temannya dan melihat tanda salib. Lalu Ayah Jokowi menasehati bahwa meskipun beda agama, kita harus saling menghormati dan menghargai. 54 5 Jokowi menolak uang yang diberikan oleh temannya yang telah bolos mengaji agar Jokowi tidak memberitahu Pak Ustadz. Setelah itu Jokowi dipukuli oleh temantemannya karena menolak. 6 Ibu Jokowi menangis karena penampilan Jokowi yang berambut gondrong dan mulai menyukai lagu Rock. Dan Jokowi memberi penjelasan kepada Ibunya. 7 Ayah Jokowi memberikan wejangan dan pribahasa ketika sedang mengantarkan Jokowi untuk berangkat kuliah. 3.6 Teknik Analisis Data Unit analisis yang sudah terkumpul dan dikategorikan lalu dianalisis dengan menggunakan analisis Semiotika Charles Sanders Peirce. Menurut Peirce semiotika adalah suatu hubungan antara tanda, objek dan makna. Pemikiran Charles Sanders Peirce bisa dijelaskan melalui bagan segitiga makna pada gambar dibawah berikut. 55 Gambar 3.3 Model Unsur Makna Peirce (Fiske 2006, 63) Menurut Charles sanders Peirce tanda dibentuk oleh hubungan segitiga yaitu representemant, yang oleh Peirce juga disebut tanda (sign) berhubungan dengan objek yang dirujuk. Tahapan teknik analisis data yang peneliti gunakan adalah sebagai berikut: 1. Penulis menonton Film Jokowi terlebih dahulu. Kemudian penulis melakukan pengkodingan, menguraikan dan pencatatan mengenai dialog dan gambar, yang berkaitan dengan tanda bahwa film tersebut sebagai media kampanye politiknya. 2. Data yang sudah terkumpul melalui dialog dan gambar dalam film, kemudian penulis analisis dengan menggunakan model Analisis semiotika Charles Sanders Peirce untuk mengetahui tanda, objek dan intrepretant. Masing-masing scenes diuraikan melalui ikon, indeks dan simbol sehingga tanda, objek dan Intrepetant dapat diketahui. 56 3. Setelah 7 sampel sudah dianalisis dengan menggunakan Metode Semiotika Peirce lalu di interpretasikan dan dilakukan triangulasi Teknik yaitu hasil wawancara, analisis scenes, dan literatur pustaka. 4. 3.7 Peneliti menarik kesimpulan dari hasil interpretasi data. Validitas dan Triangulasi Data Validitas data dalam penelitian komunikasi kualitatif lebih menunjukkan pada tingkat sejauh mana data yang diperoleh telah secara akurat mewakili realitas atau gejala yang diteliti (Pawito 2007, 97). Oleh karena itu Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan uji kredibilitas (derajat kepercayaan), salah satu caranya adalah dengan proses triangulasi, Triangulasi merupakan proses pengumpulan data yang bersifat menggabungkan berbagai sumber dan teknik pengumpulan data yang sudah ada. Triangulasi menurut Creswell (2010:286) adalah teknik mengumpulkan sumbersumber data yang berbeda dengan memeriksa bukti-bukti yang berasal dari sumber-sumber tersebut dan menggunakannya untuk membangun justifikasi tematema secara koheren. Dengan demikian maka peneliti dalam melakukan proses pengumpulan data terkait dengan penggunaan Film Jokowi sebagai media kampanye politik maka, peneliti bukan hanya mengobservasi atau menganalisis film dengan menggunakan teknik semiotika Peirce tetapi peneliti mewaancarai informan utama dan informan ahli/pendukung guna mendapatkan data terkait dengan masalah dalam penelitian ini. Proses pengumpulan data dengan pendekatan triangulasi, peneliti selain 57 mengumpulkan data tetapi sekaligus juga menguji kredibilitas data yang ada dari berbagai sumber dimaksud. Menurut Stainback (Sugiyono 2009, 85) bahwa teknik triangulasi dalam penelitian kualitatif bertujuan bukan untuk mencari kebenaran tentang fenomena tetapi lebih pada peningkatan pemahaman peneliti terhadap apa yang telah ditemukan. Kebenaran data dimaksud valid atau tidak maka harus dibandingkan dengan data lain yang diperoleh dari sumber lain. Oleh karena itu maka dalam penelitian ini, peneliti mengadakan pengecekan terhadap validasi data yang telah diperoleh dengan mengkonfirmasi antara data/informasi yang diperoleh dari sumber yaitu informan utama dan informan ahli/pendukung. Peneliti membandingkan data hasil wawancara dari subjek penelitian dengan data hasil observasi atau analisis film dengan menggunakan analisis semiotika Charles Sanders Peirce. 3.8 Jadual Penelitian Bulan No Keterangan SEP 1 Bimbingan BAB I, II & III 2 Sidang Outline 3 Penelitian (Observasi dan Wawancara 4 Penyusunan hasil penelitian 5 Bimbingan BAB IV & V 6 Persiapan Sidang Skripsi OKT NOV DES JAN FEB BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Film Jokowi Gambar 4.4 Poster Film Jokowi Film Jokowi, adalah film produksi K2K Pictures yang diproduseri oleh KK Dheeraj. Jenis film ini bergenre Drama, dengan durasi selama 117 menit. Film ini dirilis pada tanggal 20 Juni tahun 2013, dan bisa dilihat di bioskop-bioskop.. Dibintangi oleh Teuku Rifnu Wikana sebagai Joko Widodo, Prisia Nasution sebagai Iriana. Dan aktor-aktor lainnya seperti Ayu Dyah Pasha, Susilo Badar, Landung Simatupang dan Ratna Riantarno. 58 59 4.1.1 Pemeran / Tokoh Film Jokowi 1) Ayah Jokowi (Notomiharjo) Gambar 4.5 Tokoh Notomiharjo Notomiharjo yang diperankan oleh Susilo Badar adalah seorang tukang kayu dan juga Ayah dari Joko Widodo. Sejak Jokowi kecil keluarga yang dipimpin oleh Notomiharjo hidup dalam kesederhanaan dan mengalami beberapa permasalahan keuangan yang berakibat mereka sering berpindah-pindah tempat tinggal. Ayah Jokowi selalu memberikan semangat dan pelajaran hidup kepada Jokowi. Ketika Jokowi dewasa, Notomiharjo menghembuskan nafas terakhirnya. 2) Ibu Jokowi (Sujiatmi) Tokoh Sujiatmi yang diperankan oleh Ayu Dyah Pasha adalah Ibu dari Jokowi. Bersama Notomiharjo, Sujiatmi hidup sederhana dan melahirkan anak pertama yaitu Joko Widodo. Sujiatmi sangat berperan semasa hidup Jokowi. Tokoh Sujiatmi dalam film ini sangat patuh dan menuruti apa yang Notomiharjo lakukan. Meski dalam hidup kesederhanaan namun dalam film ini tidak ada keluhan batin yang dirasakan oleh Sujiatmi. 60 Gambar 4.6 Tokoh Sujiatmi 3) Joko Widodo Gambar 4.7 Tokoh Jokowi Tokoh Joko Widodo atau dipanggil Jokowi diperankan oleh Teuku Rifnu Wikana. Jokowi sebagai tokoh utama diceritakan semasa hidupnya yang sederhana dan penuh akan serapan moral-moral kehidupan dan nasihat yang membuat hidup Jokowi menjadi sukses. Menikah dengan Irinana teman adiknya, menjadikan hidupnya bahagia. Namun sepeninggal Kakek dan Ayahnya, Jokowi tidak putus asa. Akan tetapi menjadi semangat dan menjadi orang yang suskses sehingga menjadi Walikota Solo dan Gubernur DKI Jakarta pada tahun 2013. 61 4) Iriana Gambar 4.8 Tokoh Iriana Iriana yang diperankan oleh Prisia Nasution muncul di kehidupan Jokowi setelah diperkenalkan oleh adiknya Jokowi. Jokowi mulai jatuh cinta ketika pertama kali bertemu dan pada saat masa kuliah Jokowi berlangsung dan menikah ketika Jokowi telah lulus kuliah. Dalam film ini Iriana mempunyai satu anak dan selalu menemani di kehidupan Jokowi sehari-hari. 5) Kakek Jokowi (Wirorejo) Gambar 4.9 Tokoh Wirorejo Wirorejo yang diperankan oleh Landung Simatupang adalah orang yang selalu menasihati Jokowi dan menceritakan kisah wayang sebagai contoh kehidupan yang harus Jokowi pelajari. Wirorejo atau Mbah Rejo 62 adalah bapak dari Notomiharo (Ayah Jokowi). Tidak lama Jokowi menikah dengan Iriana, Wirorejo berpulang kepada Sang Khalik, meninggalkan wejangan-wejangan yang membuat Jokowi semangat dalam menjalani kehidupan. 4.1.2 Sinopsis Film Jokowi Film Jokowi berkisah tentang seorang anak tukang kayu bernama Joko Widodo, yang tinggal dan hidup di rumah kecil pinggiran sungai. Masa kanak-kanak yang jauh dari istilah kecukupan telah dilaluinya. Kecintaanya pada Musik Rock yang tetap bertahan hingga saat ia menjabat menjadi pemimpin besar nantinya itu, seolah mampu memotivasi semangat hidupnya. Kisah Cinta dengan Iriana, seorang gadis sederhana yang merupakan teman sekolah adiknya menjadi pendorong semangat sang pemimpin masa depan ini untuk menghadapi berbagai tantangan. Sepeninggal Pak Notomiharjo, orang tua, guru sekaligus sahabatnya, Joko seperti tak mau tenggelam dalam kedukaan. Usahanya untuk membuktikan semua pelajaran dari sang Ayah, makin keras ia lakukan. Dan waktu mengantarkan anak bantaran kali ini, menjadi sosok yang bukan hanya besar dimata orang-orang disekitarnya namun juga rendah hati dan selalu memanusiakan sesamanya. Dari pinggiran sungai di desa kecil yang bernama Srambatan, Joko telah mampu tampil menjadi pemimpin Kota Solo yang menulis lembaran baru. Setiap orang bangga akan kepemimpinannya, Kota Solo seperti 63 menemukan pahlawan baru. Joko Widodo kini lebih dikenal sebagai Joko Wi, sebuah nama yang diberikan seorang pengusaha Prancis yang mengaguminya, yang mana telah menjadi tokoh yang berpengaruh bagi masyarakat Solo dan kelak akan menjadi tokoh yang berpangaruh di Indonesia. 4.2 Analisis Data Pada Bab hasil penelitian dan pembahasan ini, akan diuraikan berbagai hal mengenai hasil dan pembahasan dari penelitian berupa Analisis Semiotika Tentang Realitas film Jokowi sebagai media kampanye politik. Hasil dari penelitian ini peneliti peroleh melalui pengambilan 7 sampel kemudian mendeskripsikannya ke dalam suatu bentuk analisis yang tersistematis. Bab ini mengacu kepada identifikasi masalah penelitian yang sebelumnya telah dirumuskan mengenai analisis semiotika film sebagai inti penelitian. Yaitu dengan menggunakan metode analisis semiotika, yang merupakan bagian dari metode analisis data dalam penelitian kualitatif. Hasil penelitian ini akan dihadapkan pada beberapa temuan terutama dari kecurigaan akan adanya realitas yang dibentuk dan diwakili oleh suatu tanda atau simbol yang tertuang dalam bentuk scene sehingga menghasilkan interpretasi bahwa film ini membantu Jokowi dalam menyebarkan kampanye. Bagian-bagian tersebut meliputi verbal (percakapan) non-verbal (adegan/gerak tubuh), perumpaan makna kata, bahkan properti yang ada 64 disekitar film tersebut juga dapat dijadikan acuan untuk penelitian lebih lanjut. Selain itu struktur dalam film ini juga menjadikan temuan-temuan yang ada lebih mudah dideskripsikan. Struktur film dalam hal ini meliputi Shot yang dapat diartikan sebagai pengambilan gambar dalam satu kali take. Kemudian ada Scene yaitu segmen pendek dari keseluruhan cerita yang memperlihatkan satu aksi berkesinambungan yang diikat oleh ruang, waktu, isi cerita, tema, karakter,atau motif dan Sequence yaitu satu segmen besar yang memperlihatkan satu rangkaian peristiwa yang utuh. Elemen Scene dan struktur film ini menjadi kesatuan utuh yang saling mempengaruhi dan dIbuktikan dengan bentuk penjabaran dari data-data yang telah diperoleh. Peneliti mengkategorikan setiap scenes menjadi tiga bagian yaitu Tanda/Representament, Objek dan Intrepetant sebagai sumber acuan. Untuk itu, peneliti memfokuskan penelitian ini pada tanda-tanda yang terdapat pada 7 Scenes sampel film Jokowi berdasarkan klasifikasi dari tanda (qualisign, sinsign, dan legisign), klasifikasi objek (icon (ikon), index (indek), dan symbol (simbol)) dan klasifikasi interpretant (Rheme, Dicent Sign atau Dicisign dan Argument). Untuk kemudian dianalisis dengan menggunakan teori segitiga semiotik Charles Sanders Peirce. 65 4.2.1 Makna semiotik pada scenes 1 Scenes 1-1 05:51 Scenes 1-2 menit 06:01 Scenes 1-3 menit 06:30 Gambar 4.10 Bagian Scenes 1 Scenes 1-1 : Notomiharjo sedang menyanyikan lagu dan berkata bahwa jika Jokowi sudah besar akan menjadi tukang kayu Scenes 1-2 : Kakek Jokowi langsung memotong lagu yang dinyanyikan oleh Notomiharjo dan memberikan wejangan bahwa ucapan adalah doa. Lalu Kakek Jokowi mendoakan agar kelak besar menjadi orang yang maju dan menjadi orang yang hebat Scenes 1-3 : Orang tua Jokowi lalu mengamini apa yang dikatakan Kakek Jokowi. 66 Gambar 4.11 Unsur Makna Scenes 1 Doa (Signs) Jokowi (Object) Jokowi sukses berkat doa yang baik (Intrepetant) Tabel 4.1 Pembagian Tanda Scenes 1 Signs Qualisign Nada tegas Kakek Jokowi yang tidak suka mendengar ucapan Ayah Jokowi Sinsign Ayah Jokowi dengan pertanyaan pesimis anaknya akan jadi apa, karena bapaknya tukang kayu. Legisign Pengucapan kata “Amin” sebagai isyarat ketika mendengar ucapaan Kakek Jokowi sebagai bentuk doa. Ikon Objek Intrepetant Ayah Jokowi Tukang Kayu Indeks Ayah Jokowi Tukang kayu maka Jokowi juga menjadi tukang kayu Simbol Notomiharjo Ayah kandung Jokowi dan Kakek Jokowi adalah bagian dari Notomiharjo Rheme Kakek Jokowi tidak ingin mendengar kata-kata asal karena sudah hidup susah Dicent Sign Kata sebagai Doa, Doa sebagai bentuk pengharapan yang lebih baik Argument Alasan kenapa tidak boleh asal-asalan karena mereka percaya bahwa kata adalah Doa. (Sumber: Peneliti) 67 Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda. Kata keras menunjukan suatu tanda. Misalnya, suaranya keras yang menandakan orang itu marah atau ada sesuatu yang diinginkan (Pateda 2001, 44). Qualisign yang ditampilkan pada scenes 1 tersebut menandakan Ayah Jokowi yang menyanyi dengan dan berkata bahwa besarnya akan menjadi tukang kayu sama seperti bapaknya. Lalu Kakek Jokowi memotongnya lalu dan dengan nada tegas memberikan nasihat bahwa ucapan adalah doa dan melarang untuk berbicara secara asal-asalan khususnya dalam hal mendoakan anak. Dengan sikap Kakek Jokowi tersebut menandakan bahwa Doa adalah sesuatu yang diucapkan dengan hati-hati. Dan doa menjadi sebuah tanda sebagai bentuk ucapan. Dalam ajaran agama Islam pun diperkuat dalam surat Al-Israa ayat 53 “Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: "Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.” Setiap ucapan akan menentukan apa yang akan dilakukan. Kata-kata yg dikeluarkan secara lisan ataupun dalam hati, akan memprogram dan pikiran akan menggerakan tubuh untuk melakukan hal tersebut. Misalnya ketika kita bilang tak bisa, susah, pusing, dan lain sebagainya, otak akan memproses dan, memprogram kepada seluruh tubuh, bahwa kita tidak bisa. Hingga akhirnya benar-benar tidak mampu. Penjelasan tersebut yang ingin ditekankan dalam tanda Qualisign. 68 Sinsign adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda (Pateda 2001, 44). Tanda yang merupakan tanda atas dasar tampilan dalam kenyataan. Semua pernyataan individual yang tidak dilembagakan dapat merupakan Sinsign. Misal jerit kesakitan, heran atau ketawa riang. Kita dapat mengenal orang dan cara jalan, ketawanya, nada suara yang semuanya itu merupakan Sinsign. Sinsign yang ditampilkan pada scenes 1 adalah Ayah Jokowi dengan nada sinis mengatakan kepada Kakek Jokowi “lha emang mau jadi apa toh pak? Bapaknya saja tukang kayu”. Perkataan tersebut menandakan bahwa Ayah Jokowi memiliki sikap pesimis dalam melihat masa depan Jokowi. Ini juga dilatar belakangi oleh pekerjaan Ayah Jokowi yang hanya sebagai tukang kayu dan sedang mengalami kesulitan keuangan. Tukang kayu dengan latar belakang pendidikan yang seadanya, dan dalam keadaan kesulitan keuangan juga dapat mempengaruhi pola pikir dan emosi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia definisi pesimis adalah orang yg bersikap atau berpandangan tidak mempunyai harapan baik (khawatir kalah, rugi, celaka, dsb); orang yg mudah putus (tipis) harapan (http://kbbi.web.id/pesimis diakses pada 4 februari 2015). Legisign adalah norma yang dikandung oleh tanda. Tanda-tanda lalu-lintas merupakan Legisign. Hal itu juga dapat dikatakan dari gerakan isyarat tradisional, seperti mengangguk yang berarti ”ya”, mengerutkan alis, cara berjabatan tangan (Pateda 2001, 44). 69 Pada bagian scenes 1-3 menit 06:30 setelah Kakek Jokowi memberikan nasihat kepada Ayah dan Ibu Jokowi, “Kalo kamu mendoakan anakmu ojo asal-asalan besok kalo besar jadi petinggi, jadi orang yang hidupnya makmur, panutan orang banyak. Gitu!” Setelah itu kedua orang tua Jokowi berkata “amin” sambil menganggukkan kepala. Kata Aamiin diucapkan ketika kita mendengarkan do’a orang lain. Dimana kata tersebut bermakna sebuah permintaan kepada Allah semoga do’a yang diucapkan tersebut diijabbah oleh Allah. Menganggukkan kepala dan mengucapkan kata “amin” menandakan Legisign dan menjadi pembenaran atas apa yang telah dikatakan oleh Kakek Jokowi. Ikon, adalah tanda yang dicirikan oleh persamaannya (resembles) dengan objek yang digambarkan (Pateda 2001, 44). Tanda yang dicirikan sebagai persamaan Jokowi (objek) adalah Ayah Jokowi. Dalam scenes 1, objek yang dibicarakan adalah Jokowi. Ayah Jokowi menganggap bahwa Jokowi adalah hasil representasi makna yang digambarkan sama dengannya. Indeks adalah hubungan langsung antara sebuah tanda dan objek yang kedua-duanya dihubungkan (Pateda 2001, 44). Indeks, merupakan tanda yang hubungan eksisitensialnya langsung dengan objeknya. Runtuhnya rumah-rumah adalah indeks dari gempa. Terendamnya bangunan adalah indeks dari banjir. Sebuah indeks dapat dikenali bukan 70 hanya dengan melihat seperti halnya dalam ikon, tetapi juga perlu dipikirkan hubungan antara dua objek tersebut. Dalam scenes 1, Jokowi didoakan nanti besar menjadi tukang kayu. Karena latar belakang pekerjaan Ayah Jokowi adalah sebagai tukang kayu, maka Ayah Jokowi memaknai bahwa nanti besar Jokowi sama dengan sepertinya. Penandaan ini termasuk kedalam indeks persona, indeks ini saling menghubungkan pihak-pihak yang ambil bagian dalam sebuah situasi (Danesi, Pesan, Tanda dan Makna 2010, 43). Indeks pada scenes ini memberikan tanda kepada sumber acuan bahwa apa yang dilakukan oleh Ayah Jokowi salah dan tidak benar, karena ucapan adalah doa. Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan dengan objeknya berdasarkan konvensi, kesepakatan, atau aturan (Pateda 2001, 44). Makna dari suatu simbol ditentukan oleh suatu persetujuan bersama, atau diterima oleh umum sebagai suatu kebenaran tanda. Scenes 1 menempatkan Ayah Jokowi sebagai Ayah kandung adalah merupakan simbol yang menandakan sikapnya yang pesimis. Seperti dijelaskan pada bagian ikon, Ayah Jokowi menganggap Jokowi sebagai representasi dirinya. Kakek Jokowi juga merupakan bagian dari simbol karena bagian dari Jokowi. Rheme adalah tanda yang memungkinkan orang menafsirkan berdasarkan pilihan (Pateda 2001, 44). Rheme pada scenes 1 ketika Kakek Jokowi tidak ingin mendengar kata-kata asal karena sudah hidup susah. 71 Dicent Sign adalah tanda sesuai kenyataan (Pateda 2001, 44). Pada scenes 1 ini pada kenyataannya kata-kata memang dipercayai sebagai doa. Kata-kata yang diucapkan adalah hasil dari manifestasi dan mengandung makna yang berasosiasi dalam otak. Sehingga khalayak percaya pada kenyataannya kata-kata yang baik dapat menjadi doa yang baik. Begitupula kata-kata yang buruk dapat menjadi doa yang buruk. Argument adalah tanda yang langsung memberikan alasan tentang sesuatu (Pateda 2001, 44). Argument yang muncul ketika Kakek Jokowi tidak setuju dengan perkataan Ayah Jokowi bahwa ketika Jokowi besar nanti dia akan seperti Ayahnya yaitu tukang kayu. Kakek Jokowi tidak setuju karena yang dipercayainya yaitu kata adalah doa. “Kalo kamu mendoakan anakmu ojo asal-asalan besok kalo besar jadi petinggi, jadi orang yang hidupnya makmur, panutan orang banyak. Gitu!” kutipan kata tersebut menjadi Argument bahwa tidak benar jika orang tuanya tukang kayu maka anaknya juga menjadi tukang kayu. Agar tidak seperti itu Ayahnya yang menjadi tukang kayu, maka sudah sepantasnya berdoa dan mengucapkan kata tidak asal-asalan agar Jokowi kelak menjadi orang yang hidupnya makmur dan menjadi panutan orang banyak. 72 4.2.2 Makna semiotik pada scenes 2 Scenes 2-1 menit 17:10 Gambar 4.12 Bagian Scenes 2 Scenes 2-1 : Kakek Jokowi sedang memainkan wayang semar dan memberikan wejangan kepada Jokowi kecil bahwa untuk menjadi orang yang hebat tidak perlu mentereng dan tidak perlu mewah, namun yang terpenting adalah hatinya. Gambar 4.13 Unsur Makna Scenes 2 Rendah Hati (Signs) Wayang (Object) Untuk menjadi orang yang hebat yang tidak mesti harus mewah dan mentereng, seperti tokoh Semar (Intrepetant) 73 Tabel 4.2 Pembagian Tanda Scenes 2 Signs Qualisign Dengan nada lembut, Kakek Jokowi menjelaskan bahwa untuk menjadi orang hebat dIbutuhkan kerendahan hati Sinsign Cerita semar adalah penggambaran rendah hati Legisign Yang terkandung dalam cerita semar adalah sifat-sifat rendah hati Ikon Objek Indeks Simbol Rheme Intrepetant Dicent Sign Argument Wayang Semar Semar adalah wayang yang mempunyai watak yang baik dan rendah hati. Sehingga untuk menjadi orang yang hebat tidak diperlukan sesuatu yang mewah Semar sebagai simbol orang yang hebat dan rendah hati Jokowi menjadi orang yang hebat dan rendah hati berkat watak Semar yang menginsipirasi Jokowi hebat berarti mengamalkan mencontoh apa yang Semar lakukan. dan Semar adalah panutan itu menjadi alasan Jokowi menjadi orang hebat. (Sumber: Peneliti) Qualisign yang ditandakan pada scenes 2 adalah cara Kakek Jokowi memainkan wayang dengan nada yang semangat dan lembut kepada Jokowi. Untuk menjelaskan apa itu arti kerendahan hati kepada Jokowi, Kakek Jokowi harus menjelaskan dengan nada semangat dan lembut pada saat memainkan wayang semar. “Semar… ini cuman abdi, dia bukan orang yang punya pangkat, bukan pembesar. Tapi ini Raden Janoko majikannya nurut sama Semar. Sebab apa? Semar walaupun cuma abdi pembantu namun dia adalah titisan dari Dewa. Dewa Ismoyo Dewa yang sakti! Le, kalo kita mau jadi orang yang hebat itu tidak perlu mentereng, tidak perlu mewah yang penting hatinya.” 74 Dengan suara lembut sebagai Qualisign, maka kualitas yang ada pada tanda (rendah hati) dapat termanifestasi secara efektif. Sehingga khalayak beranggapan bahwa pembawaan lembut menjadi bagian dari sikap rendah hati seperti wayang semar. Signsigns eksistensi aktual yang menandakan peristiwa ada pada tanda yaitu dengan cerita semar yang dimainkan oleh Kakek Jokowi. Peristiwa yang diceritakan bahwa Raden Janoko yang selalu patuh pada Semar adalah representasi peristiwa yang berhubungan dengan tanda (rendah hati). Legisign atau norma yang dikandung dalam cerita semar adalah sifat-sifat rendah hati. Scenes ini menekankan bahwa cerita/mitos wayang sebagai panutan atau pendidikan moral tidak dapat dipisahkan. Ikon sebagai Wayang yang dimainkan adalah Semar dan Raden Janoko. Di dalam cerita pewayangan, Semar adalah putra Sang Hyang Wisesa, ia diberi anugerah mustika manik astagina, yang mempunyai 8 daya, yaitu: 1. Tidak pernah lapar, 2. Tidak pernah mengantuk, 3. Tidak pernah jatuh cinta, 4. Tidak pernah bersedih, 5. Tidak pernah merasa capek, 6. Tidak pernah menderita sakit, 7. Tidak pernah kepanasan, 8. Tidak pernah kedinginan. Kedelapan daya tersebut diikat pada rambut yang ada di ubunubun atau kuncung. Semar atau Ismaya, diberi beberapa gelar yaitu; Batara Semar, Batara Ismaya, Batara Iswara, Batara Samara, Sanghyang Jagad Wungku, Sanghyang Jatiwasesa, Sanghyang Suryakanta. Ia diperintahkan 75 untuk menguasai alam Sunyaruri, atau alam kosong, tidak diperkenankan menguasi manusia di alam dunia (Ceritawayang.com diakses pada tanggal 2 Februari 2015). Sebagai Pamong atau abdi, Janggan Semarasanta sangat setia kepada Bendara (tuan) nya. Ia selalu menganjurkan untuk menjalani laku prihatin dengan berpantang, berdoa, mengurangi tidur dan bertapa, agar mencapai kemuliaan. Banyak saran dan petuah hidup yang mengarah pada keutamaan dibisikan oleh tokoh ini. Sehingga hanya para Resi, Pendeta atau pun Ksatria yang kuat menjalani laku prihatin, mempunyai semangat pantang menyerah, rendah hati dan berperilaku mulia, yang kuat diayomi oleh Janggan Semarasanta. Gambar 4.14 Lakon Wayang Semar Dapat dikatakan bahwa Janggan Semarasanta merupakan rahmat yang tersembunyi. Siapa pun juga yang diikutinya, hidupnya akan mencapai puncak kesuksesan yang membawa kebahagiaan abadi lahir batin. Dalam catatan kisah pewayangan, ada tujuh orang yang kuat di emong oleh 76 Janggan Semarasanta, yaitu; Resi Manumanasa sampai enam keturunannya, Sakri, Sekutrem, Palasara, Abiyasa, Pandudewanata dan sampai Arjuna (Ceritawayang.com diakses pada tanggal 2 Februari 2015). Wayang semar diindikasikan sebagai Semar adalah wayang yang mempunyai watak yang baik dan rendah hati dan bertubuh cebol dan bukan dari keluarga ningrat. Sutradara ingin menekankan bahwa Jokowi bukan dari keluarga ningrat dan mempunyai perwatakan sama seperti Semar. Dengan menganalogikan Jokowi adalah Semar. Maka maksud dari scene ini mengindikasikan semua pelajaran dari watak semar ada pada sifat-sifat Jokowi. Sehingga untuk menjadi orang yang hebat tidak diperlukan sesuatu yang mewah ataupun mentereng. Semar sebagai simbol orang yang hebat dan rendah hati mempunyai hubungan dengan Jokowi. Jika Jokowi ingin menjadi orang yang hebat maka contohlah nilai-nilai kehidupan wayang Semar. Rheme yang dijadikan sebagai tanda untuk memperkuat Intrepetant adalah tanda tersebut dapat ditafsirkan kedalam beberapa hal. Tanda tersebut bisa dilihat ketika Jokowi sekarang sukses mengartikan bahwa Jokowi mengamalkan apa yang sudah dinasihati oleh Kakek Jokowi. Perumpamaan Semar sebagai orang yang hebat dan bukan dari keluarga ningrat juga menjadi perumapaan Jokowi yang bukan dari keluarga ningrat namun menjadi orang yang hebat. 77 Dicent Sign tanda yang sesuai kenyataan muncul sama seperti Rheme, Jokowi hebat berarti mengamalkan dan mencontoh apa yang Semar lakukan. Bahwa Semar sebagai tanda dan Jokowi sebagai kenyataan. Argument Semar adalah panutan itu menjadi alasan Jokowi menjadi orang hebat dan itu menjadi alasan sebagai tanda Argument. Alasan ini pula yang mencerminkan bahwa petinggi Negara yang melakukan perbuatan tercela, korupsi, suap dan tindakan kriminal lainnya karena mereka tidak mengemban amanat atau mencontoh perilaku Semar. 4.2.3 Makna semiotik pada scenes 3 Scene 3-1 menit 19:07 Scene 3-2 menit 19:26 Scene 3-3 menit 19:42 Scene 3-4 menit 20:15 Gambar 4.15 Bagian Scenes 3 78 Scenes 3-1 : Suasana jalan kota yang sepi (terdengar suara radio) Scenes 3-2 : Banyak warga yang diikat dan dimasukkan kedalam mobil oleh petugas keamanaan kota. Scenes 3-3 : Notomiharjo tampak kebingungan bertanya kepada Suroso apa yang sedang terjadi, dan suroso menjelaskan bahwa sedang ada pembersihan anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) karena telah terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh PKI di Jakarta. Scenes 3-4 : Suroso ditangkap dan memberontak ketika ingin dibawa oleh petugas keamaan karena terindikasi sebagai anggota PKI. Gambar 4.16 Unsur Makna Scenes 3 Jokowi Bukan PKI (Signs) Pemberitaan & Pembersihan Anggota PKI (Object) Tidak ditangkapnya Notomiharjo sebagai intrepetasi bahwa keluarga Jokowi tidak mengetahui dan bukan anggota PKI (intrerepetant) 79 Tabel 4.3 Pembagian Tanda Scenes 3 Qualisign Signs Sinsign Legisign Ikon Objek Indeks Simbol Rheme Dicent Sign Intrepetant Argument Notomiharjo bertanya dengan raut wajah kebingungan dan tidak tahu apa-apa saat kejadian pembersihan anggota PKI di kota. Raut wajah Notomiharjo yang kebingungan dan bertanya menandakan bahwa dia bukan anggota PKI Tidak ditangkapnya Notomiharjo adalah tanda bahwa keluarganya bukan anggota PKI Suara radio yang menjelaskan peristiwa pemberontakan yang dilakukan oleh PKI Hubungan suara radio yang menjelaskan pemberontakan PKI dan pembersihan anggota PKI yang dilakukan oleh petugas keamanan saling berhubungan Anggota PKI dianggap sebagai pemberontak dan berbahaya. PKI adalah kelompok yang melakukan pemberontakan, ditangkapnya beberapa warga mengasosiasikan bahwa mereka adalah anggota PKI Pembersihan anggota PKI merupakan tanda bahwa PKI berbahaya Anggota PKI melakukan pemberontakan yang terjadi di Jakarta sehingga seluruh anggota PKI harus ditangkap karena dianggap berbahaya oleh pemerintah. Tidak ditangkapnya Notomiharjo menjadi Argument bahwa keluarga Jokowi tidak terlibat dalam kelompok PKI (Sumber: Peneliti) 80 Pada scenes 3-1 terlihat jalan-jalan kota Surakarta yang lengang tidak seperti biasanya, latar belakang suara audio yang pada saat itu memberitakan kejadian pemberontakan Gerakan Pemberontakan 30 September Partai Komunis Indonesia atau yang lebih dikenal dengan G 30-S PKI. Pada scene 2 Notomiharjo bersama Jokowi mengendarai sepeda dan berhenti dikerumunan warga yang sedang melihat petugas keamanan sedang melakukan pembersihan anggota-anggota PKI karena kejadian pemberontakan pada tahun 1965. Sejarah Singkat G 30 S PKI adalah sebuah pengkhianatan terbesar yang dialami bangsa Indonesia, Gerakan 30 September 1965 / PKI atau G30S/PKI. Peristiwa G 30 S PKI terjadi pada malam hari tepat waktunya saat pergantian dari tanggal 30 September hari Kamis, menjadi 1 Oktober pada hari Jumat tahun 1965 tepat tengah malam dengan melibatkan Pasukan Cakrabirawa dan Anggota Partai Komunis Indonesia (PKI). Gerakan ini bertujuan menggulingkan pemerintahan Presiden Soekarno dan menginginkan pemerintahan Indonesia menjadi pemerintahan komunis. Gerakan 30 S PKI dipimpin oleh ketua saat itu, yaitu Dipa Nusantara Aidit atau sering dikenal dengan nama DN. Aidit. DN. Aidit gencar memberikan hasutan kepada seluruh masyarakat supaya mendukung PKI dengan iming-iming Indonesia akan lebih maju dan sentosa. DN. Aidit menurut pakar sejarah pada masa rezim Presiden Soeharto merupakan dalang utama gerakan 30 S PKI. 81 Gerakan 30 S PKI bergerak atas satu komando yang dipimpin oleh Komandan Batalyon I Cakrabirawa, Letnan Kolonel Untung Syamsuri. Gerakan ini dimulai dari Jakarta dan Yogyakarta, gerakan ini mengincar Dewan Jendral dan Perwira Tinggi. Awal mula gerakan ini hanya bermaksud menculik dan membawa para Jendral dan perwira tinggi ke Lubang Buaya. Namun, ada beberapa prajurit Cakrabirawa yang memutuskan untuk membunuh Dewan Jendral dan perwira tinggi. Jendral yang dibantai oleh PKI diantaranya Jendral Ahmad Yani dan Karel Satsuit Tubun. Sisa Jendral dan perwira tinggi meninggal dunia secara perlahan karena luka penyiksaan di Lubang Buaya. Atas kejadian yang membuat luka Bangsa Indonesia, rakyat menuntut kepada Presiden Soekarno supaya membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI). Dengan rasa terpaksa akhirnya Partai PKI yang menjadi kekuatan bagi Presiden Soekarno dalam aksi “Ganyang Malaysia” di bubarkan. Selanjutnya Presiden Soekarno memberikan mandat pembersihan semua struktur pemerintahannya kepada Mayor Jendral Soeharto yang terkenal dengan Surat Perintah 11 Maret 1966. Latar setting waktu dan tempat dalam film Jokowi pada scenes 3 sengaja dibuat ketika pembersihan anggota PKI di Surakatra dilakukan. Qualisign ditandakan bagaimana Notomiharjo bertanya dengan raut wajah kebingungan dan tidak tahu apa-apa saat kejadian pembersihan anggota PKI di kota. Dengan raut wajah heran dan bingung ini menjadi Sinsign bahwa Notomiharjo yang kebingungan dan bertanya menandakan bahwa dia bukan 82 anggota PKI. Pada scenes 3-4 dimana Suroso ditangkap dan Ayah Jokowi tidak ditangkap menjadi Legisign keluarga Notomiharjo bukan anggota PKI Pemberitaan dan pembersihan anggota PKI sebagai Objek dalam scenes ini untuk merepresentasikan tanda. Suara radio yang memberitakan pemberontakan dan pembersihan anggota PKI sebagai ikon. Suasana jalan yang lengang, dan warga yang dipaksa masuk kedalam mobil adalah sebagai indeks yang menghubungkan suara radio yang menjelaskan pemberontakan PKI dan pembersihan anggota PKI yang dilakukan oleh petugas keamanan saling berhubungan. Dan juga menjadi Simbol tanda bahwa anggota PKI dianggap sebagai pemberontak dan berbahaya. Intrepetant yang muncul ketika objek dan tanda saling berhubungan yaitu bahwa Notomiharjo bukanlah anggota PKI, bahkan tidak mengetahui kejadian pemberontakan PKI setelah mengetahui dan mendengar di radio. Rheme dalam penafsiran scenes ini PKI adalah kelompok yang melakukan pemberontakan, ditangkapnya beberapa warga mengasosiasikan bahwa mereka adalah anggota PKI. Dicent Sign sebagai tanda yang dianggap sebagai kenyataan adalah peristiwa pemberontakan dan anggota PKI yang berbahaya. Argument yang muncul adalah Anggota PKI melakukan pemberontakan yang terjadi di Jakarta sehingga seluruh anggota PKI harus ditangkap karena dianggap berbahaya oleh pemerintah. Tidak ditangkapnya Notomiharjo menjadi Argument bahwa keluarga Jokowi tidak terlibat dalam kelompok PKI 83 4.2.4 Makna semiotik pada scenes 4 Scenes 4-1 menit 23:58 Scenes 4-2 menit 24:08 Scenes 4-3 menit 24:50 Gambar 4.17 Bagian Scenes 4 Scenes 4-1 : Jokowi kecil masuk kerumah teman barunya dan melihat Salib yang diletakkan di atas meja Scenes 4-2 : Teman barunya menjelaskan bahwa itu adalah Salib, dan umat katolik percaya bahwa Yesus disalib untuk menebus Dosa. Scenes 4-3 : Ayah Jokowi menjelaskan kepada Jokowi kecil bahwa sesama manusia meskipun berbeda keyakinan namun masih tetap sama dan harus saling menghargai dan menghormati. 84 Gambar 4.18 Unsur Makna Scenes 4 Jiwa Pluralisme (Signs) Salib (Object) Jokowi dari kecil sudah mempunyai jiwa Pluralisme dan saling menghormati terhadap orang yang berbeda keyakinan (intrerepetant) Tabel 4.4 Pembagian Tanda Scenes 4 Qualisign Signs Sinsign Salib menandakan bahwa Tarti adalah orang katolik Legisign Salib sebagai representasi Yesus untuk menebus dosa salam agama katolik Ikon Objek Jokowi dengan polos bertanya kepada Tarti. Indeks Simbol Rheme Dicent Sign Intrepetant Argument Salib yang terletak di atas meja Jokowi menanyakan kepada Tarti apa itu salib mengindikasikan Tarti untuk menjelaskan apa itu salib. Salib sebagai tanda bahwa Tarti adalah orang katolik Tarti mempunyai salib ditafsirkan sebagai orang yang berbeda keyakinan dengan Jokowi. Pluralisme sebagai tanda bahwa jika orang berbeda agama, maka Jokowi harus tetap berbaik hati. Pluralisme sebagai bentuk kerukunan agama. Dengan mempunyai jiwa pluralisme sudah mewakili sifat-sifat saling menghargai, menghormati dan baik terhadap orang yang berbeda agama 85 Pada bagian scenes 4 terdapat tiga frame dengan dua setingan lokasi yang berbeda. Pada alur cerita scenes 4-1 dan 4-2 pada menit 23:58, Jokowi kecil diajak bermain kerumah teman barunya yang beragama katolik. Didalam rumah Tarti, Jokowi melihat salib yang terletak di atas meja dan bertanya kepada Tarti apa benta itu. Lalu Tarti menjelaskan bahwa salib itu adalah Yesus, orang katolik percaya bahwa Yesus disalib untuk menebus dosa. Lalu pada scenes 4-3, setingan tempat berpindah ke rumah Jokowi. Topik pada saat itu masih membahas Bu Harjo dan anaknya Tarti yang berbeda keyakinan dengan Jokowi. “Bu Harjo dan keluarganya itu Le… punya keyakinan yang berbeda sama kita. Gapapa tho? Tuhan juga menciptakan manusia dengan berbeda-beda. Tapi tetap satu keturunan ya nabi Adam. Tapi biarpun kita berbeda tetep harus saling menghormati dan berbuat baik.” Di scenes tiga ini, sutradara ingin menekankan bahwa Jokowi sejak kecil tertanam jiwa pluralisme. Menurut Kautsar Azhari Noer secara istilah, pluralisme bukan hanya sekedar keadaan atau fakta yang bersifat plural, jamak atau banyak. Akan tetapi lebih dari itu, pluralisme secara substansial termanifestasi dalam sikap untuk saling mengakui sekaligus menghargai, menghormati, memelihara dan bahkan mengembangkan atau memperkaya keadaan yang bersifat plural, jamak atau banyak (Noer 1999, 872). Jika dikaitkan dengan konteks relasi masyarakat yang kompleks, pluralisme merupakan kunci penting untuk memahami realitas kehidupan. 86 Di sisi lain, realitas kehidupan merupakan hasil konstruksi, karena itu tidak mungkin ada realitas yang tunggal, tetapi plural. Sebab, setiap individu dan komunitas sosial memiliki konstruksi sosial sendiri-sendiri (Naim and Sauqi 2008, 76). Secara rinci, pluralisme merupakan keberadaan atau toleransi keragaman etnik, kelompok-kelompok kultural atau keragaman sikap dan kepercayaan dalam suatu masyarakat. Untuk merealisasikan dan mendukung konsep tersebut, diperlukan adanya toleransi. Sebab toleransi tanpa adanya sikap pluralistik tidak akan menjamin tercapainya kerukunan antar umat beragama yang abadi begitu pun sebaliknya (Shihab 1998, 41). Toleransi sebagai kemampuan untuk menghormati sifat dasar, keyakinan dan perilaku yang dimiliki oleh orang lain, dalam Islam disebut tasamuh (Shihab 1998, 41). Qualisign yang ditampilkan dalam scenes ini adalah Jokowi yang menanyakan kepada Tarti benda apa yang terletak di atas meja. Visualisasi salib yang ditonjolkan juga menjadi kualitas tanda sehingga menjadi alasan kenapa Jokowi harus bertanya maksud dari tanda salib itu sendiri. Sinsign adalah ketika Tarti menjelaskan eksistensi salib itu sendiri, mengapa ada manusia (Yesus) berada dalam salib itu dan mengapa orang katolik percaya akan adanya Yesus. Sehingga ada tanda dimana nanti akan dijelaskan oleh Ayah joko widodo mengapa Tarti memiliki perbedaan keyakinan dan menjelaskan kepada Jokowi agar tetap menghormati meskipun berbeda keyakinan. 87 Legisign yang divisualisasikan adalah norma yang ada pada tanda salib itu sendiri. Tanda Salib menandakan bahwa Tarti berbeda kepercayaan dengan Jokowi, dan itu juga menjadi alasan mengapa Ayah Jokowi menjelaskan kepada Jokowi bahwa keluarga Tarti berbeda keyakinan. Ikon pada adegan ini adalah salib yang terletak diatas meja. Pada scenes 4-1 kamera memfokuskan salib selama 5 detik dengan teknik kamera close-up. Ini menekankan bahwa salib sebagai focus pada adegan ini, karena dengan adanya salib yang terletak diatas meja menjadi acuan agar sutradara menjelaskan kepada khalayak bahwa Jokowi mengerti akan perbedaan keyakinan. Hal tersebut juga sebagai Indeks yang mengindikasikan hubungan sebab-akibat, Jokowi mengerti dan paham dengan perbedaan keyakinan karena indeks dari scenes 4 tersebut. Kata-kata yang diucapkan oleh Ayah Jokowi agar untuk menghormati dan menghargai orang yang berbeda keyakinan sama seperti kutipan Noer bahwa Pluralisme dilihat secara substansial dan termanifestasi. Visualisasi yang ditampilkan pada scene 4-3 Ayah Jokowi menjelaskan kepada Jokowi maksud dari perbedaan keyakinan dengan hatihati. Visualisasi pada scenes 4-3 juga Ayah Jokowi sebagai Ayah yang demokratis dan terbuka dalam peran mendidik anak khusushnya pergaulan. Peranan keadaan keluarga terhadap perkembangan sosial anak-anaknya tidak hanya terbatas kepada situasi sosial ekonominya atau keutuhan keluarga saja, melainkan cara dan sikap pergaulannya pun memegang peranan penting (Ahmadi 2007, 242). Peranan keadaan keluarga terhadap 88 perkembangan anak tidak hanya terbatas kepada situasi-situasi sosial ekonomi atau kepada keutuhan struktur dan interaksi saja. Visualisasi scenes 4-3 dan cara Notomiharjo memberikan pendidikan kepada anaknya menekankan bahwa didalam keluarga Jokowi yang sederhana tercipta suasanan demokratis dan terbuka kepada Jokowi. Hal ini juga menekankan cara mendidik Notomiharjo kepada Jokowi, sehingga Jokowi terbentuk secara mental khususnya melihat situasi-situasi sosial yang berbeda. Intrepetant yang muncul menandakan bahwa Jokowi sejak kecil sudah dididik untuk hidup terbuka dan plural terhadap orangorang yang berbeda, baik berbeda keyakinan maupun perbedaan sosial. 4.2.5 Makna semiotik pada scenes 5 Scene 5-1 menit 27:01 Scene 5-2 menit 27:44 Scene 5-3 menit 28:00 Scene 5-4 menit 28:20 Gambar 4.19 Bagian Scenes 5 89 Scenes 5-1 : Jokowi dihadang oleh teman pengajiannya di tengah jembatan karena Jokowi mengetahui bahwa teman-temannya bolos pada saat mengaji Scenes 5-2 : Teman Jokowi menawarkan uang kepada Jokowi agar diam dan tidak mengadukan kepada pak ustad. Namun Jokowi menolak. Scenes 5-3 : Teman Jokowi menghadang kembali lalu menawarkan uang lebih banyak, namun Jokowi tetap menolak Scenes 5-4 : Teman Jokowi kecewa dan memukuli Jokowi. Gambar 4.20 Unsur Makna Scenes 5 Jokowi Anti Suap (Signs) Uang yang ditolak (Object) Jokowi dari kecil telah menolak suap, karena perbuatan tersebut tidak terpuji. (Intrerepetant) 90 Tabel 4.5 Pembagian Tanda Scenes 5 Sinsign Jokowi menolak uang yang diberikan dengan tidak emosi Adegan Jokowi menolak uang sebagai tanda bahwa Jokowi jujur Legisign Tanda menolak adalah sebagai representasi bahwa Jokowi anti suap Qualisign Signs Ikon Objek Indeks Simbol Rheme Intrepetant Dicent Sign Argument Uang yang ingin diberikan sebagai tanda untuk menutup mulut Jokowi Jokowi dipukul sebagai tanda bahwa dia menolak uang. Uang dalam adegan ini adalah sebagai bentuk Suap dan itu termasuk tindakan tidak terpuji Jokowi menolak menerima uang karena alasan temannya agar Jokowi tidak menceritakan kepada pak ustadz bahwa telah membolos. Jokowi menolak uang yang diberikan karena dianggap sebagai perbuatan yang tidak terpuji. (Sumber: Peneliti) Pada bagian scenes 5, terdapat empat adegan yang dibagi menjadi scenes 5-1, 5-2, 5-3, 5-4 dan settingan tempat yang sama yaitu di tengah jembatan. Scenes ini menceritakan Jokowi melihat ketiga temannya yang bolos mengaji, dan ketiga temannya tersebut menghadang Jokowi di tengah jembatan. Teman Jokowi yang menghadang, menawarkan uang kepada Jokowi agar tidak mengadu kepada pak ustadz bahwa temannya telah bolos, namun Jokowi menolak. Lalu temannya menawarkan uang yang lebih banyak dari sebelumnya namun Jokowi tetap menolak, lalu temannya memukuli Jokowi. 91 Dalam scenes ini ditekankan bahwa dari kecil Jokowi menolak untuk menerima uang karena menganggap bahwa uang tersebut sebagai bentuk suap. Dalam realitas yang terjadi pada kehidupan sehari-hari tidak jarang pegawai negeri/pejabat/penyelenggara Negara yang berharap menerima hadiah dari pelayanan yang mereka berikan atau menggunakan suatu permasalah politik sebagai kesempatan untuk memeras atau menerima suap demi memuluskan suatu persoalan (Maheka 2008, 20). Tindakan yang dilakukan oleh teman Jokowi yang bolos saat mengaji dan ingin memberikan sejumlah uang, adalah temasuk kedalam kategori Suap/Gratifikasi. Suap adalah suatu tindakan dengan memberikan sejumlah uang atau barang atau perjanjian khusus kepada seseorang yang mempnyai otoritas atau yang dipercaya dan membujuknya untuk merubah tujuan sebelumnya (Ackerman 2006, 131). Bagian scenes 5 tersebut menandakan dan merepresentasikan bagaimana sikap Jokowi pada saat ini yang anti suap dan anti korupsi, karena sejak kecil dia sudah menolak tindakan-tindakan yang dianggap sebagai suap meskipun resikonya Jokowi dipukul oleh temannya. Realitas yang terjadi pada saat ini memang Indonesia banyak sekali kasus dimana pebajat Negara terlibat kasus suap dan korupsi. Jokowi hadir dengan komitmen anti-korupsi yang juga seraya menjawab bahwa tidak semua pejabat melakukan korupsi dan mudah disuap oleh orang-orang yang mempunyai kepentingan. 92 Qualigisign sebagai bentuk kualitas ditandakan dengan sikap Jokowi yang menolak uang dengan tidak menunjukkan sikap emosi atau marah. Bahkan ketika teman Jokowi memukul kepalanya pada scenes 5-2 dan scenes 5-4, Jokowi tidak melawan. Ini menandakan Jokowi adalah orang yang sabar ketika menghadapi persoalan. Sinsign dalam scenes ini adalah peristiwa secara keseluruhan pada scenes 4, dimana ini juga menandakan ekistensi Jokowi sebagai orang yang jujur, sabar dan tidak emosional. Legisign juga ditandakan sama seperti sinsigsn ketika Jokowi menolak pemberian uang ini menandakan bahwa Jokowi orang yang jujur dan anti suap. Objek dalam scenes 5 ini adalah uang sebagai bentuk tanda ikon, indek, dan simbol. Karena uang yang dimaksud dalam scenes ini adala objek yang menjadi pemicu Jokowi menolak dan menganggap uang tersebut tidak pantas untuk diterimanya. Rheme yang ditafsirkan pada tanda dalam scenes 5 yaitu Jokowi menolak menerima uang karena alasan temannya agar Jokowi tidak menceritakan kepada Pak Ustadz bahwa teman-temannya telah membolos. Dicent Sign dan Argument yang dapat diinterpretasikan yaitu Jokowi menolak uang yang diberikan karena dianggap sebagai perbuatan yang tidak terpuji. 93 4.2.5 Makna semiotik pada scenes 6 Scenes 6-1 menit 53:57 Scenes 6-2 menit 57:45 Gambar 4.21 Bagian Scenes 6 Scenes 6-1 : Jokowi mendengar dan melihat beberapa orang sedang memainkan alat music bergenre Rock. Scenes 6-3 : Ibu Jokowi berdoa dan menangis karena melihat Jokowi suka pada Rock dan khawatir tentang hobinya. Gambar 4.22 Unsur Makna Scenes 6 Jokowi Santun dan Menghormati Orang Tua (Signs) Lagu Rock (Object) Rock tidak menjadikan Jokowi sebagai orang yang buruk, namun Rock menjadi semangat dan gairahh dalam menuntut ilmu. (intrerepetant) 94 Tabel 4.6 Pembagian Tanda Scenes 6 Sinsign Jokowi menjelaskan secara halus dan tetap sopan karena Ibunya yang salah paham. Gaya rambut gondrong dan lagu rock dianggap merubah sifat orang menjadi tidak baik Legisign Lagu rock dan rambut gondrong mengandung norma negatif. Qualisign Signs Ikon Indeks Objek Lagu Rock mempunyai hubungan dengan semangat belajar Jokowi Rheme Ibu Jokowi percaya orang yang menyukai lagu rock dan berambut gondrong adalah prilaku yang tidak baik. Ibu Jokowi menangis karena anaknya yang menyukai lagu rock dan berambut gondrong Dicent Sign Lagu rock indentik dengan rambut gondrong dan mabuk-mabukan Argument Jokowi menjelaskan kepada Ibunya bahwa lagu rock dan rambut gondrong tidak merubahnya menjadi prilaku yang buruk. Simbol Intrepetant Lagu Rock (Sumber: Peneliti) Scenes 6 diawali ketika Jokowi melihat beberapa orang memainkan musik bergenre rock (pada scenes 6-1), melihat beberapa orang tersebut memainkan lagu rock Jokowi menjadi terinspirasi dan menyukai lagu rock (dalam scenes ini Jokowi mendengarkan lagu Led Zeppelin). Pada scenes 62 ketika Jokowi pulang dari pasar, Ibu Jokowi menangis dan menganggap bahwa Jokowi bergaul dengan orang yang mabuk-mabukan dan mendengar lagu rock adalah sesuatu yang salah dan tidak benar. 95 Sejarah musik rock memiliki asal yang beragam. Di awal tahun 1950an orang berdebat mengenai akar dari musik rock and roll ini. Musik rock pada dasarnya dieksplor dan dikembangkan oleh banyak orang namun demikian akar musik rock yang paling kuat adalah pada musik blues dan rhythm. Blues dan rhythm lalu memproduski sebuah lagu yang oleh beberapa orang diklaim sebagai lagu rock and roll pertama berjudul 'Rocket '88' oleh Jackie Brenston. Dengan berjalannya waktu, black musik yang dianggap sebagai musik 'ras' ini mulai disukai. Pendengar kulit putih juga mendengarkan lagulagu R&B dan membeli rekamanan 'ras' ini. Masuknya black music ke telinga audience mainstream mempopulerkan Motown, label rekaman khusus untuk black music yang menjadi bagian terbesar musik pop tahun 1960an. Namun demikian, kebanyakan pendengar kulit putih hanya mendengarkan black music bila lagu-lagu tersebut dinyanyikan ulang oleh penyanyi kulit putih. Di akhir tahun 1950an dan awal tahun 1960an kebanayakn pendengar muda mendengarkan campuran dari musik rock and roll, pop dan R&B. Rock bagaimanapun masih dilihat sebagai jenis musik sendiri sampai akhir tahun 1960an dengan adanya Motown, The Beatles, Rolling Stones dan aliran rock keras seperti Led Zeppelin dan Jimi Hendrix. Sejarah musik rock memiliki asal yang beragam. Di awal tahun 1950an orang berdebat mengenai akar dari musik rock and roll ini. Musik rock pada dasarnya dieksplor dan dikembangkan oleh banyak orang namun demikian akar musik 96 rock yang paling kuat adalah pada musik blues dan rhythm. Blues dan rhythm lalu memproduski sebuah lagu yang oleh beberapa orang diklaim sebagai lagu rock and roll pertama berjudul 'Rocket '88' oleh Jackie Brenston. Dengan berjalannya waktu, black musik yang dianggap sebagai musik 'ras' ini mulai disukai. Pendengar kulit putih juga mendengarkan lagu-lagu R&B dan membeli rekamanan 'ras' ini. Masuknya black music ke telinga audience mainstream mempopulerkan Motown, label rekaman khusus untuk black music yang menjadi bagian terbesar musik pop tahun 1960an. Namun demikian, kebanyakan pendengar kulit putih hanya mendengarkan black music bila lagu-lagu tersebut dinyanyikan ulang oleh penyanyi kulit putih. Di akhir tahun 1950an dan awal tahun 1960an kebanyakan pendengar muda mendengarkan campuran dari musik rock and roll, pop dan R&B. Rock bagaimanapun masih dilihat sebagai jenis musik sendiri sampai akhir tahun 1960an dengan adanya Motown, The Beatles, Rolling Stones dan aliran rock keras seperti Led Zeppelin dan Jimi Hendrix (kapasitor.net diakses pada 8 februari 2015). Representasi genre rock pada film ini adalah lagu-lagu rock pada era 1960an yang cenderung mengusung nilai-nilai kebebasan individu. Band atau penggemarnya sendiri membuat identitas rock berbeda dengan genre lainnya, rock cenderung bebas, hidup tidak teratur, mabuk-mabukan dan tidak jauh dari penggunaan obat-obatan terlarang. Ini juga yang membuat Ibu Jokowi pada scenes 6-2 khawatir dan menganggap Jokowi jadi anak 97 berandalan karena menyukai lagu rock. Visualisasi pada scenes 6-1 yang memperlihatkan sekelompok pemuda bermain musik rock juga berambut sama seperti Jokowi. Pada saat itu latar tempat, settingan waktu serta budaya yang diperlihatkan bahwa Ayah dan Ibu Jokowi adalah keluarga yang kental dengan budaya Jawa. Qualisign yaitu Jokowi yang berusaha menjelaskan dengan cara halus bahwa Ibunya telah salah paham menekankan lagu rock tidak mengubah sifat-sifat Jokowi. Sinsign Gaya rambut gondrong dan lagu rock menandakan bahwa dapat merubah sifat orang menjadi tidak baik. Legisign adalah tanda Lagu rock dan rambut gondrong mengandung norma negatif, hal ini karena Ibu Jokowi melihat perbedaan budaya yang dia pahami yaitu budaya jawa dengan budaya barat yang memang berbeda dengan latar belakang Jokowi. Ikon sebagai penanda objek yang dibahasa dalam scenes 6 ini adalah Lagu rock dan Rambut yang gondrong. Lalu indeks sebagai tanda yang menghubungkan antara objek dan sumber acuannya yaitu Lagu Rock mempunyai hubungan dengan semangat belajar Jokowi tapi tidak mempunyai hubungan mempengaruhi prilaku Jokowi. Objek lagu rock sebagai simbol Ibu Jokowi percaya orang yang menyukai lagu rock dan berambut gondrong akan merubah prilaku menjadi tidak baik. Tanda Rheme pada scenes 6 adalah Ibu Jokowi menangis karena anaknya yang menyukai lagu rock dan berambut gondrong. Dicent Sign 98 Lagu rock indentik dengan rambut gondrong dan mabuk-mabukan. Argument yang ditandakan yaitu Jokowi menjelaskan kepada Ibunya bahwa lagu rock dan rambut gondrong tidak merubahnya menjadi prilaku yang buruk. 4.2.7 Makna semiotik pada scenes 7 Scenes 7-1 menit 01:07:21 Gambar 4.23 Bagian Scenes 7 Scenes 7-1 : ketika Ayah Jokowi mengantarkan Jokowi ke terminal lalu makan soto. Ayah Jokowi berkata bahwa Jokowi harus seperti tukang soto, melayani apa saja yang dinginkan masyarakat. 99 Gambar 4.24 Unsur Makna Scenes 7 Sikap Politik Jokowi Sebagai Pelayan Masyarakat (Signs) Pengandaian Tukang Soto (Object) Representasi tukang soto mencirikan bahwa Jokowi menjadi pemimpin yang menjadi panutan banyak orang (intrerepetant) Tabel 4.7 Pembagian Tanda Scenes 7 Qualisign Signs Sinsign Legisign Ikon Indeks Objek Simbol Rheme Intrepetant Dicent Sign Tukang soto yang harus ditiru oleh Jokowi sebagai tanda bahwa Jokowi calon pemimpin. Sifat tukang soto sama seperti sifat Jokowi sebagai calon pemimpin Pengandaian agar melayani siapapun menjadi norma yang terkandung dalam tanda Tukang Soto Pengandaian seperti tukang soto menghubungkan Intrepetant dan representasi Jokowi sebagai pemimpin Tukang Soto sebagai simbol hubungan alamiah antara melayani banyak orang dengan Jokowi sebagai calon pemimpin. Realitas kepemimpinan Jokowi saat ini sama seperti pengandaian tukang soto untuk melayani banyak orang. Pengandaian Ayah Jokowi agar Jokowi seperti tukang soto mengandung makna dan 100 menandakan bahwa Jokowi akan menjadi pemimpin dan panutan banyak orang Argument Alasan Ayah Jokowi berkata Jokowi harus meniru tukang soto karena untuk menjadi pemimpin dan panutan harus melayani banyak orang dan berbagai jenis permintaan. (Sumber: Peneliti) Pada scenes 7-1 menit 01:07:21 Notomiharjo mengantarkan anaknya Jokowi untuk berangkat kuliah keluar kota dan memakan soto di warung soto dekat terminal. Terjadi percakapan bahwa Notomiharjo ingin anaknya meniru tukang soto, sifat-sifat tukang soto menjadi yang selalu melayani pelanggan meskipun bermacam-macam permintaan namun tetap melayani. “yang datang kesini itu kan banyak orang, macam-macam permintaannya. Dari permintaan yang banyak itu tukang soto tetap melayani, nanti kalo kamu ditengah-tengah masyarakat ketemu dengan orang-orang berbagai jenis, mereka juga mempunyai permintaan yang banyak dan macam-macam. Tapi tetap kamu harus melayani, tapi sebenarnya le… kamu yang jadi panutan mereka. Ada pribahasa Luruk tanpa golok menang tanpa ngasoraki, bagaimana memenangkan sesuatu tanpa membuat musuh yang dikalahkan itu merasa kalah atau direndahkan.” Kutipan percakapan pada scenes 7-1 menandakan bahwa Jokowi akan menjadi pemimpin dan panutan banyak orang hal tersebut menjadi sign dalam scenes 7-1. Qualisign adalah Tukang soto yang harus ditiru oleh Jokowi sebagai tanda bahwa Jokowi calon pemimpin. Sinsign adalah sifat tukang soto sama seperti sifat Jokowi sebagai calon pemimpin. Legisin Pengandaian dan makna pribahasa yang dikatakan mempunyai tujuan agar melayani siapapun menjadi norma yang terkandung dalam tanda 101 Objek yang juga dijadikan ikon adalah tukang soto. Pengandaian menjadi seperti tukang soto sebagai Indeks menghubungkan Intrepetant dan representasi Jokowi sebagai pemimpin. Simbol Tukang Soto sebagai hubungan alamiah antara melayani banyak orang dengan Jokowi sebagai calon pemimpin. Rheme adalah Realitas kepemimpinan Jokowi saat ini sama seperti pengandaian tukang soto untuk melayani banyak orang. Dicent Sign Pengandaian Ayah Jokowi agar Jokowi seperti tukang soto mengandung makna dan menandakan bahwa Jokowi akan menjadi pemimpin dan panutan banyak orang. Argument Alasan Ayah Jokowi berkata Jokowi harus meniru tukang soto karena untuk menjadi peimpin dan panutan harus melayani banyak orang dan berbagai jenis permintaan. 4.3 Interpretasi Data 4.3.1 Makna Signs/Tanda Dalam Film Jokowi Pada bagian analisis data, peneliti menemukan tanda-tanda disetiap 7 scenes yang diteliti. Tanda-tanda yang muncul dalam setiap 8 scenes saling berhubungan antara scenes satu dengan scenes yang lainnya. Pada scenes pertama sutradara menekankan bahwa Doa (sign) sebagai representasi bahwa kelak besar nanti Jokowi akan menjadi seorang panutan dan menjadi orang yang besar karena orang tua yang mendoakan anaknya dengan doa yang baik. Pada scenes kedua tanda yang ingin ditekankan adalah nilai-nilai moral untuk menjadi rendah hati (sign). 102 Pada scenes ketiga sutradara mengambil isu kejadian pemberontakan G-30S PKI yang mengakibatkan tewasnya jenderal-jenderal TNI. Kegiatan pembersihan seluruh anggota PKI lebih ditonjolkan karena untuk merepresentasikan latar belakang notomiharjo dan keluarga Jokowi bukan sebagai bagian Partai Komunis Indonesia. Pada scenes keempat sutradara menekankan bahwa Jokowi sudah dididik dari kecil oleh keluarganya untuk saling menghormati dan menghargai atas perbedaan keyakinan. Jiwa pluralisme sebagai tanda ingin ditekankan oleh sutradara adalah bagian penting yang harus dimiliki oleh pemimpin, terutama didalam bangsa Indonesia yang plural. Pada scenes kelima adegan Jokowi menolak uang dari temannya untuk tidak menceritakan kepada pak ustadz sebagai representasi bahwa Jokowi tidak bisa disuap, meskipun temannya menambahkan uang lebih dari sebelumnya namun sikap Jokowi tetap tidak menerimanya. Hal ini merupakan cerminan realitas sikap politik Jokowi yang anti suap dari kecil. Pada scenes keenam menegaskan bahwa tanda yang muncul adalah representasi Jokowi dalam berkomunikasi kepada orang tuanya. Meskipun ibunya salah paham karena mengira Jokowi mabuk-mabukan dan menjadi berandalan akibat mendengar lagu rock. Namun cara Jokowi menjelaskan kepada ibunya dengan kata-kata yang halus adalah representasi lagu rock yang tidak mempengaruhi sikap Jokowi sebagai orang yang lembut kepada orang tuanya khususnya ibunya. 103 Pada scenes ketujuh percakapan antara notomiharjo dan Jokowi bermula agar Jokowi harus meniru sikap tukang soto, menandakan bahwa sikap politik Jokowi pada saat ini sebagai public service yang melayani berbagai macam permintaan. Pribahasa “Luruk tanpa golok menang tanpa ngasoraki, bagaimana memenangkan sesuatu tanpa membuat musuh yang dikalahkan itu merasa kalah atau direndahkan” juga merupakan sikap politik Jokowi yang hati-hati dalam mengambil keputusan atau kebijakan sehingga pihak-pihak lainnya tidak merasa dirugikan. Makna tanda yang ditampilkan dalam film Jokowi yang diwakilkan oleh 7 scenes diatas, adalah untuk menandakan realitas sikap dan sifat Jokowi. Alur cerita dari Jokowi kecil hingga Jokowi dewasa menggambarkan sosok moral kepemimpinan. Tanda bahwa Jokowi dari kecil sudah didoakan menjadi orang yang hebat melalui doa-doa, ajaran-ajaran moral dari Kakeknya sehingga Jokowi menjadi orang yang berjiwa besar, kenyataan bahwa latar belakang keluarga Jokowi yang bukan dari anggota Partai Komunis Indonesia (PKI), Jokowi yang mempunyai jiwa pluralisme dan menghormati perbedaan keyakinan, Jokowi sebagai pribadi yang anti suap dari kecil, tutur kata yang santun meskipun dia menyukai musik rock, dan Ayahnya yang meminta dia meniru tukang soto sebagai orang yang melayani segala perbedaan adalah representasi image politik yang ingin disampaikan oleh Jokowi kepada khalayak bahwa pada kenyataannya Jokowi memang mempunyai sikap yang diinginkan oleh khalayak. 104 4.3.2 Makna Objek Dalam Film Jokowi Objek-objek yang digunakan merupakan tanda terpenting agar representament dan interpretant saling berhubungan satu sama lain. Tanpa adanya objek sebagai penghubung, pesan, representasi dan interpretasi yang ingin disampaikan oleh sutradara tidak akan berhasil. Objek sebagai alat penghubung juga dapat digambarkan melalui peristiwa-peristiwa yang relevan agar representasi dan Intrepetant dapat dicerna dan diasosiasi oleh khalayak. Dalam film ini objek cenderung menggunakan mitos, budaya, agama dan peristiwa-peristiwa yang sudah dialami atau terjadi pada kehidupan sehari-hari. Sehingga dalam penyampaiannya, objek yang ditampilkan tidak sulit untuk menghubungkan antara representament/sign dengan Intrepetant. Penggunaan wayang yang dilakukan oleh Kakek Jokowi juga dianggap sebagai rujukan nilai moral dan sebagai alat media komunikasi (Kominfo 2011, 38). Sepanjang sejarah wayang telah menjadi grand narrative untuk mengajarkan nilainilai universal. Lakon semar mempunyai nilai-nilai universal seperti rendah hati dan pribadi yang baik. Lakon wayang sebagai objek menghubungkan representasi bahwa Jokowi sebagai orang hebat harus memiliki kesederhanaan dan rendah hati. Setelah itu halayak dibawa kedalam alur cerita pembersihan angota-anggota PKI yang ada di Kota Surakarta. Objek yang digunakan sebagai penghubung adalah peristiwa pemberontakan G-30S PKI dan pembersihan para anggota PKI. Dengan adanya objek tersebut menandakan bahwa latar belakang keluarga Jokowi yang bersih dan tidak ada kaitannya dengan anggota PKI. 105 Untuk menggambarkan bahwa Jokowi mempunyai sifat plural, ikon yang digunakan adalah salib untuk menghubungkan tanda bahwa Jokowi adalah orang yang dididik dengan nilai-nilai pluralisme terhadap orang yang berbeda keyakinan. Penggunaan objek salib sebagai tanda bahwa Jokowi berbeda keyakinan dengan temannya digunakan untuk menghubungkan representasi sifat Jokowi dengan Intrepetant. Untuk merepresentasikan bahwa Jokowi mempunyai sikap anti korupsi. Objek yang digunakan sebagai penghubung adalah uang tutup mulut yang ingin diberikan oleh teman Jokowi namun ditolak oleh Jokowi. Untuk merepresentasikan kecintaanya terhadap lagu rock dan mempunyai sikap yang sopan dan santun kepada orang tua, objek yang digunakan adalah lagu rock. Pada scenes terakhir, notomiharjo menandakan tukang soto sebagai objek perumpamaan agar Jokowi meniru sifat-sifat tukang soto. Objek-objek yang dimunculkan dalam setiap scenes film ini mempunyai makna-makna yang berbeda namun mempunyai fungsi yang sama yaitu menghubungkan representament/sign dengan Intrepetant. Objek dibuat dengan terstruktur rapih bertahap, sehingga tidak terdapat bias yang membuat khalayak tidak mengerti pesan yang ingin disampaikan oleh sutradara. 4.3.3 Makna Intrepetant Dalam Film Jokowi Intrepetant atau makna interpretasi adalah rangkaian gabungan dari Rheme, Dicent sign dan Argument. Intrepetant muncul sebagai hasil dari penafsiran tanda objek dan representasi yang muncul melalui tanda-tanda. Intrepetant dapat muncul 106 berupa gagasan-gagasan, argumentasi, dan kesimpulan penafsiran dari dari setiap tanda objek dan representament disetiap scenes. Disetiap scenes yang peneliti analisis, interpretasi yang muncul berbedabeda. Pada scenes pertama Intrepetant yang muncul adalah penafsiran bahwa Jokowi akan sukses dan menjadi orang berpengaruh karena sejak kecil orang tuanya mendoakan dengan doa yang baik. Pada scenes kedua Intrepetant muncul karena lakon Semar yang diwayangkan oleh Kakek Jokowi, mengajarkan Jokowi bahwa untuk menjadi orang yang hebat tidak perlu menjadi sosok mewah dan mentereng. Wejangan agar Jokowi menjadi orang yang rendah hati dan berjiwa besar muncul sebagai tanda Intrepetant. Pada scenes ketiga Intrepetant yang muncul menafsirkan bahwa keluarga notomiharjo dan anaknya Jokowi tidak terlibat dan bukan anggota dari Partai Komunis Indonesia (PKI). Tanda Intrepetant ini sangat penting untuk ditafsirkan karena latar belakang PKI sebagai pemberontak dan perusak bangsa. Untuk itu tanda tersebut penting ditampilkan agar khalayak dapat mengetahui bagaimana latar belakang politik keluarga Jokowi. Pada scenes keempat Intrepetant muncul bahwa Jokowi sejak kecil sudah dididik agar mempunyai sifat-sifat menghargai, menghormati dan tetap baik pada orang yang berbeda keyakinan (plural). Intrepetant ini muncul untuk mendukung representamen/sign bahwa Jokowi adalah seorang pluralisme yang menghormati perbedaan agama. 107 Pada scenes kelima Intrepetant yang muncul alah sikap Jokowi yang menolak pemberian uang dari temannya sebagai representasi bahwa Jokowi seorang yang bersih dan anti suap. Jokowi menganggap uang yang diberikan oleh temannya adalah sebagai tindakan yang tidak terpuji, dan khalayak menafsirkan bahwa itu adalah tindakan suap. Scenes keenam Intrepetant bahwa kesukaan Jokowi terhadap lagu rock tidak mempengaruhi sikap santun dan etika Jokowi kepada orang tuanya. Image rock yang cenderung melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak bermoral seperti mabuk-mabukan justru dalam scenes ini digambarkan tidak seperti itu. Makna rock yang ditekankan justru menjadi semangat Jokowi dalam menuntut ilmu dan itu tidak merubah etika dan sopan santun Jokowi kepada orang tuanya. Scenes ketujuh mempunyai makna bahwa sikap politik dan kepemimpinan Jokowi yang menerima segala perbedaan menjadi panutan banyak orang. Pribahasa “Luruk tanpa golok menang tanpa ngasoraki, bagaimana memenangkan sesuatu tanpa membuat musuh yang dikalahkan itu merasa kalah atau direndahkan” juga merupakan bentuk interpretasi bahwa Jokowi tidak merendahkan orang lain khususnya dalam hal berpolitik. Dari ketujuh scenes menandakan interpretasi cenderung mempunyai makna untuk menjelaskan latar belakang kehidupan dan cara berpolitik Jokowi yang cenderung lebih kearah pro rakyat. Menurut Firman Venayaksa penjelasan interpretant yang ditemukan adalah sebagai berikut: “Dalam film ini adalah intrepetant dari setiap tanda-tanda/scenes yang ditampilkan selalu menampilkan sosok/sifat kejawaan yang 108 memang sebagian khalayak mengetahui bahwa orang-orang jawa mempunyai sifat-sifat arif, dan budaya/mitos yang telah turunmenurun juga dipahami sebagai simbol budaya yang harus dipetik. Seperti pepatah-pepatah yang digunakan, serta sifat-sifat semar yang memang bisa dibilang unik dan dapat menarik perhatian khlayak. “(wawancara dengan Firman Venayaksa, pada tanggal 19 Mei 2015) Makna interpretant dalam setiap scenes adalah representasi dari konstruksi fenomena yang dibuat agar khalayak lebih memahami apa yang ingin disampaikan. 4.3.4 Realitas Film Jokowi Sebagai Media Kampanye Politik Pekerjaan media pada hakikatnya adalah mengkonstruksikan realitas. Isi media adalah hasil para pekerja media mengkonstruksikan berbagai realitas yang dipilihnya, diantaranya realitas politik (Sobur 2002, 88). Makna realitas sosial tidak bersifat statis dan selalu berubah-ubah, dengan kenyataan itu realitas sosial harus dibentuk dan diciptakan melalui fenomena sosial (Firmanzah 2007, 291). Film Jokowi dibentuk dan dikonstruksi sebagai cerminan kisah hidup Jokowi. Oleh karena itu dalam film ini banyak menampilkan peran keluarga yang memiliki peran yang sangat besar dalam membentuk karakter Jokowi. Sejak kecil Jokowi adalah seorang anak yang hidup ditengah keluarga yang berkeyakinan bahwa moralitas (kejujuran, tanggung jawab, kekuatan untuk peduli) adalah prinsip hidup yang utama. Nilai inilah yang membentuk karakter politik Jokowi. Realitas film ini dibentuk kedalam pikiran masyarakat bahwa keluarga Jokowi adalah keluarga yang pantas dijadikan inspirasi bagi banyak orang. Ini bisa dilihat dari kuatnya pendirian sang Ayah dalam mendefinisikan peran dan tanggung jawab kepala keluarga. Juga keluarga Jokowi kecil bukanlah “rumah” yang 109 konservatif tapi sangat demokratis yang terlihat dari banyaknya diskusi antara sang Ayah dengan Jokowi kecil. Dalam film ini Notomiharjo adalah moral leader dalam keluarga Jokowi. Ini ditandakan dari sikap sang Ayah yang memiliki otoritas kuat, disiplin, ketaatan, serta pemberi hukuman disaat Jokowi kecil melakukan kesalahan. Karakter moral itulah yang diwariskannya kepada Jokowi sebagai faktor krusial dalam pembentukan watak kedisiplinan dan cara berpolitik Jokowi. Film ini juga ingin menyampaikan kepada masyarakat bahwa Jokowi dibesarkan didalam keluarga yang plural, memiliki toleransi yang besar dalam menyikapi perbedaan, serta dibesarkan dalam keluarga yang sangat memahami budaya masyarakat jawa lewat Kakek yang selalu menceritakan kisah pewayangan. Dimensi moralitas kepemimpinan dominan sengaja ditampilkan saat isu-isu krisis moral terjadi di Indonesia, seperti krisis keteladanan dalam diri para pemimpin yang banyak terlibat korupsi. Korupsi yang hari ini banyak melibatkan pemimpin/pejabat di republik ini, dimanfaatkan sebagai bahan untuk menyiapkan fakta-fakta konstruksi. Jika kemudian pada scenes 5 film Jokowi merepresentasikan sifat Jokowi sebagai personal yang tidak tidak mau menerima uang sogokan karena itu dianggap sebagai suap, maka sebenarnya film Jokowi menawarkan jawaban yaitu pemimpin baru bermoral yang mampu mewujudkan harapan serta menjadi inspirasi bagi khalayak dalam memerangi korupsi. Selain moralitas kepemimpinan Jokowi yang ditampilkan, realitas Jokowi sebagai pribadi yang besar dari budaya keluarga yang progresif dan sangat 110 demokratis juga turut mendominasi. Sehingga tema-tema perubahan menjadi sangat dominan dalam keluarga mereka turut menjadi cerminan bahwa Jokowi tidak dibesarkan oleh keluarga yang konservatif. Hal ini nampak dari banyaknya segmen film yang memperlihatkan banyaknya diskusi yang terjadi. Dalam film ini sengaja diperlihatkan bahwa Jokowi kecil lahir, tumbuh dan berkembang hingga akhirnya dewasa ditengah kehidupan keluarga yang dililit kemiskinan. Intinya adalah film ini sengaja ingin menimbulkan identitas dan perasaan bersama bahwa Jokowi adalah sosok pemimpin yang dekat dengan penderitaan, ketertindasan, dan kemiskinan. Akan tetapi realitas yang dicoba dibangun melalui peran sentral Kakek dan Ayahnya dianggap sebagai realitas yang berlebihan. Pada kenyataannya realitas politik Jokowi berbeda dengan gambaran yang ada di film tersebut. Figur Kakek atau Ayahnya selama ini tidak dimunculkan dalam karir berpolitik jokowi. Tidak ada pemberitaan atau informasi bahwa Jokowi mempunyai sikap-sikap teladan karena didikan dari orang tuanya. Sementara tiba-tiba dalam film ini figur Ayah dan kakeknya digambarkan sebagai figur yang sangat sentral yang membangun karakter jokowi. Hal ini juga senada dikatakan oleh Gandung Ismanto yang mengatakan bahwa sosok sentral ayah dan kakeknya sebagai realitas yang berlebihan. Berikut pernyataannya: “Menurut saya adegan-adegan tersebut terlalu berlebihan (lebay). Kalau Kakek dan Ayahnya itu adalah dua orang yang digambarkan memiliki pengaruh dalam membangun karakter jokowi. Justru realitas politiknya berbeda, figur Kakek atau Ayahnya selama ini 111 tidak dimunculkan dalam karir berpolitik jokowi. Publik bahkan hanya mengetahui namanya saja, kita tidak memiliki informasi yang clear bagaimana latar belakang Ayah dan Kakeknya. Sementara tibatiba dalam film ini figur Ayahnya dan kakenya itu digambarkan sebagai figur yang sangat sentral yang membangun karakter jokowi. Itu yang menurut saya berlebihan dalam menggambarkan realitas kehidupan jokowi.” (Wawancara dengan Gandung Ismanto S.Sos M.Sos pada tanggal 16 februari 2015) Selain itu tahap pengumpulan informasi dalam proses pembuatan film tersebut tidak dapat dibuktikan dengan kuat. Hal tersebut dikarenakan pada Kakek dan Ayahnya Jokowi telah meninggal sebelum film tersebut diproduksi. Sehingga subjektifitas dalam mengkonstruksi realitas tokoh Kakek dan Ayahnya dianggap berlebihan. Realitas-realitas yang dijelaskan diatas sebagai representasi image politik Jokowi yang ingin disampaikan kepada khalayak. Firmanzah dalam bukunya berjudul Marketing Politik mendefinisikan image politik sebagai berikut: “Image Politik didefinisikan sebagai konstruksi atas representasi dan persepsi masyarakat (public) akan suatu partai politik atau individu mengenai semua hal yang terkait dengan aktivitas politik” (Firmanzah 2007, 230). Lalu Image politik menurut Gandung Ismanto: “Image dalam pengertian sederhana yaitu citra, atau kesan yang didalamnya ada persepsi yang ditangkap oleh setiap orang secara personal terhadap seseorang atau tokoh politik dalam hal ini jika dalam konteks politik produknya adalah orang-orang atau tokoh politik, sehingga image politik ya tentu bicara soal pencitraan.” (Wawancara dengan Gandung Ismanto S.Sos M.Sos pada tanggal 16 februari 2015) 112 Firmanzah mendefinisikan bahwa image politik terkait dengan aktivitas politik, menurut peneliti segala sesuatu yang dilakukan oleh Jokowi khususnya pada realitas yang digambarkan dalam film tersebut adalah cerminan sikap politiknya. Karena Jokowi merupakan tokoh politik, dan hal-hal yang dilakukannya adalah merupaka produk politiknya. Dalam film ini image politik yang coba disampaikan bersifat positif dan membangun. Image positif yang dimiliki oleh kandidat dapat membantu untuk meyakinkan pemilih bahwa janji serta harapan politik yang diberikan benar-benar dimaksudkan untuk perbaikan bangsa dan Negara, bukan untuk kepentingan politik praktis saja (Firmanzah 2007, 274). Film ini juga ditujukan sebagai representasi orientasi solusi dari partai politik dalam menjawab segala bentuk fenomena krisis politik yang terjadi di negeri ini. Begitu suatu partai politik atau para pelaku politik menawarkan suatu solusi, hal ini dapat dianggap menjadi titik terang bagi masyarakat luas. Karenanya, masyarakat akan menilai dan memberikan kredit positif kepada partai politik yang dapat memberikan solusi terhadap permasalahan yang tengah dihadapi (Firmanzah 2007, 284). Pendekatan dalam kajian image politik yang digunakan di film ini termasuk dalam kategori pendekatan afeksi. Pendapat Gandung Ismanto tentang pendekatan yang digunakan dalam film Jokowi: “Film ini mencoba menggunakan pendekatan afektif. Karena film ini sebenarnya ingin mengambil dan membangun simpati masyarakat bahwa Jokowi adalah bagian dari masyarakat dan Jokowi adalah masyarakat itu sendiri. Ia lahir dan dibesarkan pada masyarakat umumnya. Ia bukan politisi atau bukan elit atau orang kaya, dan simpati itu tampaknya ingin lebih dibangun ketimbang kognisi. 113 Karena kalau melihat konteks politik Jokowi pertama kali di Jakarta, orang tidak begitu kenal Jokowi, meski terpaan media sangat massive pada saat itu.“ (Wawancara dengan Gandung Ismanto S.Sos M.Sos pada tanggal 16 februari 2015) Adegan atau scenes yang ditampilkan dengan bentuk drama dan perjalanan hidup Jokowi yang dikemas sedemikian rupa, juga merupakan realitas yang sengaja dibangun untuk membangkitkan emosional khalayak. Dimana scenes Jokowi dipukuli oleh temannya hanya karena tidak mau menerima uang, Kakek dan Ayahnya sebagai sosok sentral dalam pembentukan karakternya namun meninggal, perjalanan cintanya dengan Iriana merupakan sebagian dari banyaknya realitas yang sengaja dibangun agar membangkitkan emosional khalayak juga termasuk dalam pendekatan afeksi. Pembentukan image politik tentu berkaitan erat dengan kampanye politik dan begitu pula sebaliknya (Lock dan Harris, 1996). Pendapat Gandung Ismanto tentang definisi kampanye politik: “Kampanye politik itu pada dasarnya bisa dilihat sebagai media atau cara atau instrument untuk membangun image dalam konteks ini tentu image politik baik partai maupun individu.” (Wawancara dengan Gandung Ismanto S.Sos M.Sos pada tanggal 16 februari 2015) Menurut Arifin (2003), kampanye politik didefinisikan sebagai berikut: “Kampanye politik adalah bentuk komunikasi politik yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang atau organisasi politik dalam waktu tertentu untuk memperoleh dukungan politik dari masyarakat” (Arifin, 2003) 114 Dalam film ini secara tidak langsung termasuk kedalam kegiatan kampanye politik. Karena film tersebut bertujuan untuk membangun citra yang ingin ditanamkan dalam alam bawah sadar masyarakat dan diharapkan film ini menggerakkan publik untuk menaruh simpati dan berprilaku sebagaimana yang diharapkan dalam kegiatan politik yaitu mendukung Jokowi. Selain itu pula KK Dheeraj sebagai orang yang memproduseri film ini mengeluarkan statement seperti berikut: “Saya bangga tentu film Joko Widodo ini menjadi bagian sejarah. Fungsinya nggak cuma untuk menghibur saat tayang di bioskop. Tapi tambah fungsi sebagai media kampanye calon presiden" (kapanlagi.com diakses pada tanggal 11 februari 2015) Film ini tidak sepenuhnya merepresentasikan perjalanan hidup Jokowi seutuhnya. Banyak fakta-fakta realitas yang tidak digambarkan seperti kepemimpinan Jokowi selama 8 tahun menjabat Walikota Solo, kebijakankebijakan pro dan kontra. Lalu adegan-adegan yang dianggap berlebihan dalam menggambarkan realitas Jokowi, seperti rumah jokowi yang demokratis, Jokowi yang dipukuli hanya karena tidak mau menerima uang. Justru jika realitas yang digambarkan hanyalah sebuah perjalanan hidup Jokowi yang penuh dengan makna dan moral leader adalah bukan sebagai tujuan utama film ini dibuat. Disamping statement KK Dheeraj yang mengatakan bahwa film ini sebagai media kampanye politik, realitas film ini juga sengaja dikonstruksi untuk menyinggung isu-isu politik dan sosial yang terjadi pada moral pemimpinpemimpin sehingga munculnya film Jokowi adalah sebagai pemimpin dengan 115 cerminan yang baik dan pantas dikala banyaknya kasus-kasus khususnya kasus korupsi yang menjerat pemimpin di Negara ini. Lalu pada adegan scenes 3 ketika orang-orang PKI ditangkap oleh petugas keamanan dan Ayah Jokowi tidak ditangkap pada saat di kota, bukan berarti juga bahwa Jokowi tidak terlibat sebagai keturunan PKI. Scenes 3 sengaja ditampilkan seperti itu untuk menepis isu bahwa Jokowi adalah keturunan PKI, bukan merefleksikan kenyataan bahwa Jokowi bukan anggota PKI. Film ini muncul bukan sebagai refleksi dari tokoh dan apresiasi dalam kehidupan seorang tokoh, tetapi film ini sengaja didesain sebagai media untuk mengkampanyekan image politik Jokowi. Sehingga tidak aneh jika realitas yang dipresentasikan selalu bersifat positif dan menggiring khalayak agar menilai bahwa Jokowi sebagai pemimpin yang layak bagi Indonesia dengan memperlihatkan sifat yang menjadi panutan banyak orang. Hal ini tersebut juga dikatakan oleh informan Firman Venayaksa, Ali Soera dan Gandung Ismanto bahwa film ini didesain sebagai kemasan fenomena yang dijadikan media kampanye. Menurut Gandung Ismanto: “Karena film tersebut bertujuan untuk membangun citra yang ingin ditanamkan dalam alam bawah sadar masyarakat yang demikian diharapkan dia menggerakkan publik untuk menaruh simpati dan berprilaku sebagaimana yang diharapkan dalam kegiatan politik yaitu mendukung atau memilih dirinya.” (Wawancara dengan Gandung Ismanto S.Sos M.Sos pada tanggal 16 februari 2015) 116 Selain film Jokowi itu sendiri, latar belakang KK Dheeraj sebagai produser film ini adalah seorang produser yang rutin membuat film bergenre horror dan hampir sebagian besar film yang dibuat adalah bergenre horror dan identik dengan pemeran-pemeran perempuan yang seksi. Bahkan tidak jarang KK Dheeraj menggunakan pemeran bintang film porno dari luar negeri untuk datang ke Indonesia dan bermain sebagai pemeran utama dalam film-film horrornya. Dengan latar belakang tersebut, KK Dheeraj sebagai produser dan timnya film Jokowi belum sepenuhnya merepresentasikan figur-figur insan perfilman yang memiliki kapasitas terpercaya baik secara teknis dan secara akamedik untuk menggambarkan realitas kehidupan seseorang dalam sebuah media khususnya perfilman Juga seharusnya dalam memproduksi sebuah film lebih netral dan tidak berpihak khususnya dalam keterlibatan pemilihan umum. Film merupakan sebuah gambaran realitas yang ada ditengah masyarakat, sebaiknya bagi produser bisa menggambarkan secara jujur setiap adegan yang ditampilkan dalam film tanpa harus memasukan suatu propaganda atau makna-makna terselubung yang tujuannya hanya untuk mendukung salah satu pihak, karena film fungsinya sebagai media informasi dan media pembelajaran bagi masyarakat banyak. BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti mengenai realitas film Jokowi sebagai media kampanye politik (analisis semiotika Charles Sanders Peirce), peneliti dapat memberikan kesimpulan sebagai berikut: 1. Makna tanda dalam film Jokowi yang diwakilkan oleh 7 scenes, adalah realitas sikap dan sifat Jokowi. Representasi politik yang ingin disampaikan oleh Jokowi kepada khalayak bahwa pada kenyataannya Jokowi memang mempunyai sikap yang diinginkan oleh khalayak, sehingga mempunyai makna bahwa film ini sebagai media kampanye politik. 2. Objek-objek yang dimunculkan dalam setiap scenes film ini mempunyai makna-makna yang berbeda namun mempunyai fungsi yang sama yaitu menghubungkan representament/sign dengan Intrepetant. Objek dibuat dengan terstruktur dan tidak bias. Sehingga membuat khalayak mengerti pesan yang ingin disampaikan oleh sutradara. 3. Makna intrepetant dari ketujuh scenes menandakan interpretasi cenderung mempunyai makna untuk menjelaskan latar belakang kehidupan dan cara berpolitik Jokowi. Film ini cenderung mengkonstruksi dan mebuat gagasan agar khalayak melihat Jokowi 117 118 adalah pemimpin yang lahir sebagai rakyat dan menjadi pemimpin untuk rakyat. 4. Realitas film ini termasuk kedalam kegiatan kampanye politik, karena film tersebut bertujuan untuk membangun citra yang ingin ditanamkan dalam alam bawah sadar masyarakat. Realitas film dibangun sebagai proses interaksi dengan masyarakat, sehingga tidak mudah hilang dari memori kolektif masyarakat. Realitas film ini dibuat bukan hanya sebagai refleksi dari tokoh dan apresiasi dalam kehidupan seorang tokoh politik, tetapi film ini sengaja didesain sebagai media kampanye politik. 5.2 Saran-Saran Bagi produser film, hendaknya dalam memproduksi sebuah film lebih netral dan tidak berpihak khususnya dalam keterlibatan pemilihan umum. Film merupakan sebuah gambaran realitas yang ada ditengah masyarakat, sebaiknya bagi produser bisa menggambarkan secara jujur setiap adegan yang ditampilkan dalam film tanpa harus memasukan suatu propaganda atau makna-makna terselubung yang tujuannya hanya untuk mendukung salah satu pihak, karena film fungsinya sebagai media informasi dan media pembelajaran bagi masyarakat banyak. Bagi para pemirsa film hendaknya agar lebih cermat dalam memahami makna yang ada dalam sebuah film tersebut. Pesan moral yang terkandung dalam film kenyataannya bukan hanya sebuah pembelajaran namun dapat mempengaruhi sikap politik. Kita harus benar-benar memahami dan membedakan film yang menyampaikan pesan moral atau malah film tersebut sengaja dibuat karena untuk mempengaruhi sikap politik. 119 Film Jokowi seharusnya menjadi sebuah acuan bagi para akademisi bahwa kampanye politik tidak hanya menggunakan media luar ruang, pemberitaan, surat kabar ataupun media sosial. Namun film juga dapat digunakan oleh pelaku politik untuk dijadikan media kampanye politik. Dan penelitian ini bisa dijadikan acuan untuk meneliti dan membahas perkembangan film sebagai media kampanye politik. DAFTAR PUSTAKA Ackerman, Susan Rose. Korupsi dan Pemerintahan: Sebab, Akibat dan Reformasi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2006. Ahmadi, Abu. Psikologi Komunikasi. Jakarta: Rineka Cipta, 2007. Al-Malaky, Eki. Remaja Doyan Filsafat. Why Not? Bandung: DAR! Mizan, 2004. Ardianto, Elvinaro. Filsafat Komunikasi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007. Arifin, Anwar. Pencitraan Dalam Politik, Strategi Pemenangan Pemilu Dalam Perspektif Komunikasi Politik. Jakarta: Pustaka Indonesia, 2006. Asfar, Muhammad. Pemilu dan Perilaku Memilih 1955-2004. Jakarta: Pustaka Eureka, 2006. Barbieri, Marcello. "The Code Model of Semiosis: The First Steps Toward a Scientific Biosemiotics." The American Journal of Semiotics, 2008: 24. Berger, Peter L, and Thomas Luckmann. The Social Construction of Reality: A Treatise In The Sociological of Knowledge. Jakarta: LP3ES, 1990. Bungin, Burhan. Penelitian Kualitatf, Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana, 2008. —. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana, 2007. Burel, G, and G. Morgan. Sociological Paradigms and Organisational Analysis. USA: Ashgate Publishing Company, 1979. Danesi, Marcel. Pengantar Memahami Semiotika Media. Yogyakarta: Jalasutra, 2010. —. Pesan, Tanda dan Makna. Yogyakarta: Jalasutra, 2010. Effendy, Onong U. Ilmu komunikasi: Teori dan Praktek. Bandyng: Remaja Rosdakarya, 2001. Eriyanto. Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media. Yogyakarta: LKIS, 2002. Firmanzah. Marketing Politik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007. 120 121 Fiske, John. Cultural and Communication Studies: Sebuah Pengantar Paling Komprehensif,. Yogyakarta: Jalasutra, 2006. Irwansyah, Ade. Seandainya Saya Kritikus Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka, 2009. Kominfo. Wayang Sebagai Media Komunikasi Tradisional Dalam Diseminasi Informasi. Jakarta: Kominfo.go.id, 2011. Kriyantono, Rachmat. Tekhnik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana, 2009. Kuswarno, Engkus. Fenomenologi; fenomena pengemis kota bandung. Bandung: Widya Padjajaran, 2009. Littlejohn, Stephen W. Teori Komunikasi. Jakarta: Salemba Humanika, 2011. Maheka, Arya. Mengenali dan Memberantas Korupsi. Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi, 2008. McBridge, Sean. Komunikasi dan Masyarakat Sekarang dan Masa Depan: Aneka Suara Satu Dimensi. Jakarta: Balai Pustaka, 1983. McQuill, Dennis. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: Erlangga, 1995. Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004. Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000. Naim, Ngainun, and Ahmad Sauqi. Pendidikan Multikultural, Kosen dan Aplikasi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008. Nasional, Departemen Pendidikan. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ke-3. Jakarta: Balai Pustaka, 2002. Nimmo, Dan. Komunikasi Politik (Khalayak dan Efek). Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010. Noer, Kautsar Azhari. Menyemarakkan Dialog Agama (Perspektif Kaum Sufi) dalam Edy A Effendy (ed), Dekonstruksi Islam Madzhab Ciputat. Bandung: Zaman Wacana Mulia, 1999. Onong, Effendy Uchjana. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006. Pateda, Mansoer. Semantik Leksikal, Edisi Kedua. Jakarta: Rineka Cipta, 2001. 122 Patton, Michael Quinn. Qualitative Research & Evaluatin Methods. California: Sage Publication, 2002. Pawito. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: LkiS, 2007. Piliang, Yasraf Amir. Hipersemiotika : Tafsir Cultural Studies atas Matinya Makna. Yogyakarta: Jalasutra, 2003. Rachmat, Kriyantono. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006. Rakhmat, Jalalludin. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005. Ritzer, George, and Douglas J Goodman. Teori Sosiologi Modern, terjemahan Alimandan. Jakarta: Kencana, 2007. Senel, Müfit. "“The Semiotic Approach and Language Teaching and Learning"." Journal of Language and Linguistic Studies 3 (April 2007): 118. Shihab, Alwi. Islam Inklusif, Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama. Bandung: Mizan, 1998. Sobur, Alex. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, Analisis Framing. Bandung: Remaja Rosdakayarya, 2002. —. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004. Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2009. Sujiman, Panuti, and Aart Van Zoest. Serba-Serbi Semiotika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992. Venus, Antar. Manajemen Kampanye. Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2004. 123 Sumber Internet Sejarah Musik Rock http://www.kapasitor.net/community/post/1022-sejarah-music-rock diakses pada tanggal 8 Februari 2015 pada jam 09.59 wib Jokowi bukan dari keluarga PKI http://nasional.kompas.com/read/2014/07/04/0502157/.Tudingan.PDIP.Usung.Ka der.PKI.Lecehkan.TNI.dan.BIN. Diakses pada tanggal 8 februari 2015 pada jam 10.42 wib Sejarah Singkat G30S PKI. http://www.indoberita.com/2014/09/294000/mengenang-sejarah-singkatg-30-s-pki/ diakses pada tanggal 8 februari 2015 pada jam 12.18 wib KK Dheeraj Film Jokowi Sebagai Media Kampanye Pilpres http://www.kapanlagi.com/KK Dheeraj _ Film 'Jokowi' Jadi Media Kampanye Pilpres.html diakses pada tanggal 1 februari 2014 pada jam 03.00 wib LAMPIRAN-LAMPIRAN 124 125 Lampiran 1 Pemberitaan Jokowi PKI 126 Lampiran 2 Sejarah Musik Rock 127 Lampiran 3 Sejarah G30S PKI 128 Lampiran 4 Sinopsis Film Jokowi 129 Lampiran 5 Film Jokowi Sebagai Bentuk Kampanye 130 Lampiran 6 Pedoman Wawancara PEDOMAN PERTANYAAN PENELITIAN 1. Judul Penelitian : Realitas Film Jokowi Sebagai Media Kampanye Politik (Analisis Semiotika Charles Sanders Peirce) 2. Fokus Wawancara : 1. Proses Perencanaan Pembuatan Film 2. Unsur-Unsur Film Jokowi Sebagai Kampanye Politik 3. Makna Semiotika pada Film Jokowi 3. Kategorisasi Pertanyaan : - P1 (Pertanyaan 1) : Pertanyaan untuk Informan Utama yaitu yang berkaitan dengan pembuatan film, atau sebagai tim sukses. - P2 (Pertanyaan 2) : Pertanyaan untuk Informan Ahli dalam bidang kampanye politik - P3 (Pertanyaan 3) : Pertanyaan untuk Informan Ahli dalam bidang kajian Makna/Semiotika Film - P1 (Pertanyaan 1) : Pertanyaan untuk fokus wawancara : Proses Perencanaan Pembuatan Film 1) Untuk tujuan apa Film Jokowi ini dibuat? 2) Proses apa saja yang dilakukan baik oleh pihak partai atau dari tim sukses jokowi dan house production dalam pembuatan film ini? 3) Mengapa perjalan hidup Joko Widodo diangkat kedalam film ini? 4) Kenapa media seperti Film dipilih menjadi salah satu media kampanye politik Jokowi? 5) Apakah anda sebagai ketua Tim Sukses ProJo merasa terbantu dengan adanya Film Jokowi? . 131 - P2 (Pertanyaan 2) : Pertanyaan Untuk Fokus Wawancara : Unsur-Unsur Film Jokowi Sebagai Kampanye Politik 1) Apa yang dimaksud dengan image politik? 2) Bagaimana image politik terbentuk? 3) Dalam kajian image politik ada dua pendekatan afektif dan kognitif, menurut Anda dalam film Jokowi. Pendekatan apa digunakan oleh sutradara? 4) Dalam film ini, sejauh mana realitas image politik yang dibentuk? 5) Adakah kaitannya adegan-adegan Kakek dan Ayahnya sebagai Moral Leader dalam pembentukan sikap politik Jokowi? 6) Apa yang dimaksud dengan kampanye politik? 7) Apakah film Jokowi termasuk kedalam kampanye politik? 8) Film ini termasuk kedalam kategori kampanye politik yang seperti apa? - P3 (Pertanyaan 3) : Pertanyaan untuk fokus wawancara : Makna Semiotika pada Film Jokowi 1) Bagaimana makna tanda yang ada pada sampel scenes 1? 2) Bagaimana makna tanda yang ada pada sampel scenes 2? 3) Bagaimana makna tanda yang ada pada sampel scenes 3? 4) Bagaimana makna tanda yang ada pada sampel scenes 4? 5) Bagaimana makna tanda yang ada pada sampel scenes 5? 6) Bagaimana makna tanda yang ada pada sampel scenes 6? 7) Bagaimana makna tanda yang ada pada sampel scenes 7? 8) Bagaimana makna tanda dalam film jokowi? 9) Bagaimana makna objek dalam film jokowi? 10) Bagaimana makna interpretant dalam film jokowi? 11) Bagaimana realitas yang ditampilkan melalui scenes-scenes dalam film tersebut? 12) Dalam 7 scenes yang dijadikan sampel bagaimana representasi makna yang ditampilkan? 13) Apakah tanda-tanda dalam setiap scene yang ditampilkan sudah merepresentasikan Film Jokowi sebagai media kampanye politik? 132 Lampiran 7 Transkip Wawancara Informan Ahli Jawaban Pertanyaan Penelitian Realitas Film Jokowi Sebagai Media Kampanye Politik (Analisis Semiotika Charles Sanders Peirce) Biodata informan penelitian Nama : Gandung Ismanto S.Sos, M.Sos Umur : 41 Tahun Pekerjaan/Jabatan : Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Untirta Wawancara dilaksanakan pada Hari Selasa, 16 Februari 2015. PERTANYAAN & JAWABAN 1. Apa yang dimaksud dengan image politik? Jawab: image itu dalam pengertian sederhana yaitu citra, atau kesan yang didalamnya ada persepsi yang ditangkap oleh setiap orang secara personal terhadap seseorang atau tokoh politik dalam hal ini. Karena image juga bicara soal iklan ya bicara soal produk, kalo dalam konteks politik produknya adalah orang-orang atau tokoh politik, sehingga image politik ya tentu bicara soal pencitraan. 2. Bagaimana image politik terbentuk? Jawab: image terbentuk karena beberapa factor, bisa muncul karena jejak rekam yang dimiliki oleh seseorang yang kemudian dikenali oleh orang lain/publik yang mempengaruhi penilaiannya terhadap orang itu. Bisa juga dari terpaan informasi. 3. Dalam kajian image politik ada dua pendekatan afektif dan kognitif, menurut Anda dalam film Jokowi. Pendekatan apa digunakan oleh sutradara? Jawab: jika dilihat dari konten/isinya, sutradara atau film ini mencoba menggunakan pendekatan afektif/afeksi ya. Karena film ini sebenarnya ingin mengambil dan membangun simpati masyarakat bahwa Jokowi adalah bagian dari masyarakat dan Jokowi adalah masyarakat itu sendiri. Ia lahir 133 dan dibesarkan pada masyarakat umumnya. Ia bukan politisi atau bukan elit atau orang kaya, dan simpati itu tampaknya ingin lebih dibangun ketimbang kognisi. Mengapa… karena kalau melihat konteks politik Jokowi pertama kali di Jakarta, orang tidak begitu kenal Jokowi, meski terpaan media sangat massive pada saat itu. 4. Sejauh mana realitas image politik yang dibentuk? Jawab: image yang dibangun memang sengaja dibuat berlawanan seperti realitas politik yang dialami oleh masyakarat. Bahwa seseorang calon pemimpin, kepala daerah, legislative, calon presiden itu harus berasal dari orang ningrat, berdarah biru, kaum bangsawan, orang kaya, atau elite penguasa yang ada. Nah… image yang dibangun dalam film ini bahwa jokowi adalah masyarakat itu sendiri, dia hidup dengan kompleksitas kehidupan yang sama seperti dialami oleh masyarakat, digambarkan dia pernah digusur, digambarkan dia tidak punya rumah, pernah miskin, kehidupannya yang dibangun dari zero to hero. 5. Adakah kaitannya adegan-adegan Kakek dan Ayahnya sebagai Moral Leader dalam pembentukan sikap politik Jokowi? Jawab: menurut saya adegan-adegan tersebut terlalu berlebihan (lebay). Kalau Kakek dan Ayahnya itu adalah dua orang yang digambarkan memiliki pengaruh dalam membangun karakter jokowi. Justru realitas politiknya berbeda, figur Kakek atau Ayahnya selama ini tidak dimunculkan dalam karir berpolitik jokowi. Publik bahkan hanya mengetahui namanya saja, kita tidak memiliki informasi yang clear bagaimana latar belakang Ayah dan Kakeknya. Sementara tiba-tiba dalam film ini figur Ayahnya dan kakenya itu digambarkan sebagai figur yang sangat sentral yang membangun karakter jokowi. Itu yang menurut saya berlebihan dalam menggambarkan realitas kehidupan jokowi. 6. Apa yang dimaksud dengan kampanye politik? Jawab: kampanye politik itu pada dasarnya bisa dilihat sebagai media atau cara atau instrument untuk membangun image dalam konteks ini tentu image politik baik partai maupun individu. 7. Apakah film Jokowi termasuk kedalam kampanye politik? Jawab: secara tidak langsung Iya, mengapa? Karena film tersebut bertujuan untuk membangun citra yang ingin ditanamkan dalam alam bawah sadar masyarakat yang demikian diharapkan dia menggerakkan publik untuk 134 menaruh simpati dan berprilaku sebagaimana yang diharapkan dalam kegiatan politik yaitu mendukung atau memilih dirinya. 8. Film ini termasuk kedalam kategori kampanye politik yang seperti apa? Jawab: bisa dibilang ini termasuk kedalam kategori kampanye politik modern. Cara baru dalam tradisi politik kita. Dia memanfaatkan sifat-sifat film yang memang bagian dari media massa untuk mempromosikan atau menyebarluaskan profil dirinya agar lebih dikenal oleh masyarakat luas. Disamping itu juga dia menggunakan media iklan, berita dan lain-lain. Namun film memang merupakan daya tarik tersendiri khususnya khalayak yang tidak mengerti dunia politik agar bisa mendukung dirinya. 135 Lampiran 8. Riwayat Hidup RIWAYAT HIDUP Nama Lengkap : Rangga Andriana Jenis Kelamin : Laki-Laki Tempat/Tinggal Lahir : Serang, 04 Juli 1991 Alamat : Komplek Lebak Indah B3 No. 180 RT/RW 02/04. Kelurahan Terondol – Kecamatan Serang Email : [email protected] Perguruan Tinggi : Universitas Sultan Ageng Titayasa, Serang – Banten Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Jurusan : Ilmu Komunikasi (Konsentrasi Jurnalistik) Angkatan : 2010 » Pendidikan Formal No. Jenjang Pendidikan 1. Sekolah Dasar 2. Sekolah Menengah Pertama Sekolah Menengah 3. Kejuruan Jurusan Multimedia 4. S1 Ilmu Komunikasi Nama Kota Tahun SDN 13 Serang 1997 – 2003 SMP 15 Serang 2003 – 2006 Serang 2006 – 2009 Serang 2010 - 2015 Sekolah SMK 1 Pasundan UNTIRTA SERANG 136 » Pengalaman Organisasi No. Nama Organisasi Jabatan Tahun 1. Badan Eksekutif Mahasiswa Menkominfo 2012 - 2013 Anggota 2012 - 2015 Purna Paskibraka Indonesia Kota Kasub 2011 - 2015 Serang Dansus Badan Eksekutif Mahasiswa FISIP Depkominfo Unitirta 2. Komunitas Fotografer Banten Exposure 3. 4. 2011 - 2012 » Pengalaman Bekerja No. 1. Tahun 2008 Jabatan Deskripsi Pekerjaan Magang sebagai Upload data to Cloud Center, Operator Data di Manage Data melalui FTP KTI Cilegon Client. Developer Website 2. 2012 Staff ICT FISIP Kemahasiswaan Fakultas Untirta Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Untirta 3. Leader & Sebagai leader dan 2013 – Phtographer photographer wedding di Sekarang Autofocus| Creative daerah kota Serang, Cilegon, and Photo Wedding Tangerang Bekerja pada posisi 4. 2014 Editor di IYAA.COM Media Portal Berita Sebagai editor bahasa, berita di situs media portal berita online IYAA.COM