usia ibu hamil terhadap paritas dengan kejadian abortus di rsud

advertisement
USIA IBU HAMIL TERHADAP PARITAS DENGAN
KEJADIAN ABORTUS DI RSUD DOKTER
AGOESDJAM KETAPANG
Mardiani dan Citra Trisna
Jurusan Kebidanan, Poltekes Kemenkes Pontianak, Jln. dr.Soedarso Pontianak
e-mail: [email protected]
Abstract : Relationship Of Maternal Age And Parity With The Incidence Of Abortion In dr. Agoesdjam
Ketapang. The aim of this research was to determine the relationship of maternal age and parity with the
incidence of abortion in dr. Agoesdjam Ketapang hospital. This research is analytic survey with case control
study, the population in this research that pregnant women gestational age < 20 weeks were treated at dr.
Agoesdjam 2014 as many as 337 people. Pregnant women abortion as many as 184 people abortion case
amounted to 92 people. The sampling technique purposive sampling. Data were analyzed using univariate
and bivariate, hypothesis testing with Chi square test. Results show that the Pregnant women with age < 20
and > 35 years tend to have abortion. Pregnant women with parity 1 or 3 tend to have abortion, because
there is a relationship between parity with abortion.
Keywords : age, parity, abortion.
Abstrak : Usia Ibu Hamil Terhadap Paritas Dengan Kejadian Abortus Di RSUD dr. Agoesdjam
Ketapang. Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui hubungan usia ibu hamil dan paritas dengan kejadian
abortus di RSUD dr. Agoesdjam Ketapang. Penelitian ini bersifat survey analitik dengan rancangan case
control. Populasi dalam penelitian yaitu ibu hamil usia kehamilan <20 minggu yang dirawat di RSUD dr
Agoesdjam tahun 2014 sebanyak 337 orang. Ibu hamil yang abortus sebanyak 184 orang. Kasus abortus
berjumlah 92 orang. Teknik pengambilan sampel yaitu dengan Purposive sampling. Analisa data menggunakan analisis univariat dan bivariat, uji hipotesis menggunakan uji Chi square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Ibu hamil dengan usia <20 dan >35 tahun cenderung mengalami abortus, karena terdapat
hubungan antara usia ibu hamil dengan abortus. Ibu hamil dengan paritas 1 atau > 3 cenderung mengalami
abortus, karena terdapat hubungan antara paritas dengan abortus.
Kata kunci : usia, paritas, abortus.
Abortus adalah berakhirnya kehamilan melalui cara
apapun sebelum janin mampu bertahan hidup. Abortus berlangsung pada usia kehamilan sebelum 20
minggu atau berat janin dibawah 500 gram (Handono, 2009).
Kesakitan akibat abortus yang dilakukan secara
tak aman masih tetap merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang belum mendapat perhatian. Kasus
yang seperti ini juga termasuk sepsis, pendarahan,
perforasi rahim, dan trauma serviks yang sering
menyebabkan kerusakan fisik yang menetap, kesakitan kronis, infertilitas dan kelainan psikologi (Manuaba, 2001).
Angka kejadian abortus sukar ditentukan karena abortus banyak yang tidak dilaporkan, kecuali
bila sudah terjadi komplikasi. Abortus spontan atau
abortus yang tidak jelas umur kehamilannya, hanya
sedikit memberikan gejala atau tanda sehingga biasanya ibu tidak melapor atau berobat. Banyaknya
jumlah abortus yang terjadi di Indonesia berpengaruh
terhadap jumlah AKI (angka kematian ibu) dan AKB
(angka kematian bayi) (Prawirohardjo, 2008).
Menurut World Health Organization (WHO),
15-50% kematian ibu disebabkan oleh abortus karena
komplikasi berupa perdarahan atau infeksi, oleh karena itu kematian ibu yang disebabkan abortus sering
tidak muncul dalam laporan kematian, tapi dilaporkan
sebagai perdarahan atau sepsis. Diperkirakan 4,2 juta
abortus dilakukan setiap tahun di Asia Tenggara, dengan perincian 1,3 juta dilakukan di Vietnam dan Sin-
66
67
JURNAL KEBIDANAN KHATULISTIWA, Volume I Nomor 2 Juli 2015, hlm. 66 - 69
gapura, antara 750.000 sampai 1,5 juta di Indonesia,
300.000 sampai 900.000 di Thailand, antara 155.000
sampai 750.000 di Filipina (Azhari, 2002).
Menurut Cunningham (2005), etiologi terjadinya abortus dibagi menjadi 3 yaitu : faktor janin, faktor ibu dan faktor ayah. Faktor janin berupa kelainan
perkembangan zigot, mudigah, janin bentuk awal,
atau kadang-kadang plasenta. Faktor ibu terdiri dari
: infeksi, penyakit kronik, usia, paritas, kelainan uterus, obat-obatan dan trauma fisik. Faktor ayah misalnya translokasi kromosom pada sperma.
Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) 2013, angka kematian ibu (AKI) di
Indonesia masih berada pada angka 359/100.000 KH
atau setiap jam terdapat 2 orang ibu bersalin meninggal dunia dengan berbagai penyebab. Demikian pula
angka kematian bayi (AKB) khususnya angka kematian bayi baru lahir (neonatal) masih berada pada kisaran 20/1000 KH. Hal ini menunjukkan bahwa angka
kematian ibu dan bayi di Indonesia masih tinggi (Profil Depkes, 2013).
Di Kalimantan Barat berdasarkan laporan indikator database 2013 dari profil Dinas Kesehatan
Propinsi Kalimantan Barat, dengan asumsi 15%
dari kematian wanita; angka kematian ibu (AKI)
adalah sebesar 107/100.000 KH (kelahiran hidup).
Jika dibandingkan dengan angka nasional sebesar
359/100.000 KH pada, maka kematian ibu di Kalimantan Barat masih tergolong tinggi jika dikaitkan
dengan target nasional yang akan dicapai pada tahun
2010 yaitu menurunkan AKI sampai 150/100.000
KH, serta target yang ingin dicapai pada Millenium Development Goals (MDGs) 2015 yaitu sebesar
102/100.000 KH.
Kabupaten Ketapang berdasarkan data tahun
2013, angka kematian ibu (AKI) sebanyak.8/10.000
KH yang disebabkan perdarahan dan eklampsia, serta
lain-lain, dan pada tahun 2014 angka kematian ibu
sebanyak 18/10.000 KH yang terdiri dari perdarahan
12 orang, pre-eklampsia/eklampsia 3 orang, dan lainlain 3 orang (mis. emboli, cardiac arrest).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan
peneliti di Rumah Sakit Rujukan Agoesdjam Ketapang,
dimana pada tahun 2013 terdapat kejadian abortus sebanyak 116 orang, tahun 2014 terdapat kejadian abortus sebanyak 189 orang yang terdiri dari beberapa jenis
abortus.
Berdasarkan data diatas penulis tertarik dan ingin
mengetahui gambaran karakteristik ibu hamil dengan
kejadian abortus di RSUD dr. Agoesdjam Ketapang tahun 2015.
METODE
Penelitian ini menggunakan metode survey analitik dengan desain case control. Dalam hal ini penelitian bertujuan untuk menganalisis hubungan usia dan
paritas dengan kejadian abortus di Rumah Sakit dr.
Agoesdjam Ketapang tahun 2015.
Populasi pada penelitian ini yaitu seluruh ibu
hamil yang dirawat di ruang perawatan kebidanan
dengan usia kehamilan <20 minggu, baik yang abortus maupun tidak abortus di RSUD dr. Agoesdjam
Ketapang Periode Januari hinggavDesember 2014.
Dalam penelitian ini, sampel penelitian terdiri dari
kelompok kasus yaitu semua ibu hamil dengan usia
kehamilan <20 minggu yang dirawat dengan abortus
dan kelompok kontrol adalah ibu hamil yang dirawat
dengan usia kehamilan < 20 minggu yang tidak mengalami abortus.
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah
usia dan paritas, sedangkan Variabel terikat dalam
penelitian ini adalah kejadian abortus. Analisis univariat menggambarkan usia dan paritas ibu hamil
yang diteliti menggunakan distribusi frekuensi dan
persentase masing-masing variabel, selanjutnya data
ditampilkan dalam bentuk tabel dan narasi. Analisis
bivariat dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan
antara variabel bebas dan variabel terikat. Uji statistik yang digunakan adalah Chi square (X2), dengan
tingkat kemaknaan α = 0,05.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 184 orang responden didapatkan data umum responden sebagai berikut:
Usia Responden
Tabel 1
Distribusi Frekuensi Usia Ibu Hamil
Ruang Rawat Inap Kebidanan
RSUD dr. Agoesdjam Ketapang
Umur (tahun)
Jumlah
Responden
%
20 – 35 tahun
98
53,3
<20 atau 35 tahun
86
46,7
Total
184
100
Berdasarkan tabel 1 diatas maka dapat dilihat
bahwa sebagian besar dari responden (53,3 %) adalah
ibu hamil berusia 20-35 tahun.
Mardiani dkk, Usia Ibu Hamil Terhadap Paritas,...
Paritas
Tabel 2.
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Paritas
di Ruang Rawat Inap Kebidanan
RSUD dr. Agoesdjam Ketapang
Paritas
Jumlah
Responden
%
2-3
100
54,3
1 atau > 3
84
45,7
Total
184
100
Dari tabel 2 di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar dari responden (54,3 %) adalah paritas
2 - 3.
PEMBAHASAN
Hubungan Usia
Berdasarkan analisa bivariat didapatkan hasil bahwa ibu hamil dengan usia < 20 dan >35 tahun
cenderung mengalami abortus, dimana berdasarkan
uji Chi square menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara usia ibu hamil dengan kejadian abortus
dengan nilai X2 hitung = 20,981. Hasil perhitungan
OR = 4,304 menunjukkan bahwa usia < 20 dan >
35 tahun mempunyai kemungkinan 4,304 kali lebih
besar untuk mengalami abortus jika dibandingkan
dengan ibu yang berusia 20 – 35 tahun.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Nining Dwi Puspita Sari (2011) yaitu yang berjudul
“Hubungan Paritas dan Usia Dengan Kejadian Abortus di RSUD Dr. Soedarso Pontianak Tahun 2010”.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu dengan
usia < 20 dan > 35 tahun mempunyai kemungkinan
2,089 kali lebih besar untuk mengalami abortus jika
dibandingkan dengan ibu yang berusia 20 – 35 tahun.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori menurut
Manuaba (1998 : 10) umur < 20 dan > 35 tahun merupakan salah satu faktor kehamilan berisiko tinggi.
Umur 20 – 35 tahun merupakan umur yang aman bagi
kehamilan. Hamil pada usia kurang dari 20 tahun
meningkatkan risiko kehamilan dan persalinan yang
sulit dengan komplikasi medis. Hal ini disebabkan
karena pada usia < 20 tahun secara fisik dan mental
belum matang untuk menerima kehamilan (Winkjosastro, 2010 : 11). Usia lebih dari 35 tahun juga dapat
meningkatkan risiko abortus dikarenakan penurunan
fungsi alat- alat reproduksi.
Dari hasil penelitian dan berdasarkan teori yang
ada, serta melihat penelitian sebelumnya, maka peneliti menyimpulkan bahwa usia < 20 dan > 35 tahun
merupakan faktor risiko terjadinya abortus pada kehamilan.
Hubungan Paritas
Berdasarkan analisa bivariat didapat hasil bahwa
ibu hamil dengan paritas 1 atau > 3 cenderung mengalami abortus, dimana berdasarkan uji Chi square
menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara paritas dengan kejadian abortus dengan nilai X2 hitung
= 11,580. Hasil perhitungan OR = 2,937 menunjukkan bahwa dengan paritas 1 atau > 3 mempunyai kemungkinan 2,937 kali lebih besar untuk mengalami
abortus jika dibandingkan ibu dengan paritas 2-3.
Hasil penelitian yang dilakukan Peneliti sebelumnya yang dilakukan oleh Nining Dwi Puspita Sari
(2011) yang berjudul “Hubungan Paritas Dan Usia
Dengan Kejadian Abortus di RSUD Dr. Soedarso
Pontianak Tahun 2010”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ibu dengan paritas > 3 mempunyai kemungkinan 2,367 kali lebih besar untuk mengalami
abortus jika dibandingkan ibu paritas ≤ 3.
Beberapa teori mengemukakan bahwa paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kejadian
komplikasi lebih tinggi. Wanita dengan jumlah anak
sedikit mempunyai risiko yang lebih baik dari pada
wanita yang mempunyai banyak anak (Winkjosastro,
2006 : 23). Multiparitas dan grandemulti akan meningkatkan terjadinya komplikasi dalam kehamilan
yang disebabkan oleh menurunnya fungsi uterus untuk menunjang tumbuh kembang janin (Cunningham,
2006 : 5). Pada multigravida, keadaan endometrium
di daerah korpus uteri sudah mengalami kemunduran
fungsi dan berkurangnya vaskularisasi. Hal ini terjadi
karena degenerasi dan nekrosis pada berkas luka implantasi plasenta sewaktu kehamilan sebelumnya di
dinding endometrium (Winkjosastro, 2006 : 27).
Dari hasil penelitian dan melihat penelitian
sebelumnya, serta berdasarkan teori yang ada maka
peneliti menyimpulkan bahwa paritas 1 atau > 3 merupakan faktor risiko terjadinya abortus pada kehamilan.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan
yang telah peneliti lakukan maka diperoleh simpulan
sebagai berikut: Terdapat hubungan usia ibu hamil
dengan kejadian abortus dengan nilai X2 hitung =
20,981. Hasil perhitungan OR = 4,304 menunjukkan bahwa usia < 20 dan > 35 tahun mempunyai kemungkinan 4,304 kali lebih besar untuk mengalami
abortus jika dibandingkan dengan ibu yang berusia
20 – 35 tahun; Terdapat hubungan paritas dengan kejadian abortus dengan nilai X2 hitung = 11,580. Hasil
perhitungan OR = 2,937 menunjukkan bahwa paritas
1 atau > 3 mempunyai kemungkinan 2,937 kali lebih
besar untuk mengalami abortus jika dibandingkan ibu
dengan paritas 2-3.
68
69
JURNAL KEBIDANAN KHATULISTIWA, Volume I Nomor 2 Juli 2015, hlm. 66 - 69
DAFTAR RUJUKAN
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian. PT Rineka
Cipta : Jakarta
Bobak,et al. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Jakarta: EGC
Cunningham, M. 2005. Obstetri Williams. EGC :
Jakarta
Dinas Kesehatan Kalimantan Barat. 2013. Profil Dinas Kesehatan Kalimantan Barat : Dinas
Kesehatan Kalimantan Barat
Hidayat, A. 2007. Metode Penelitian Kebidanan
dan Teknik Analisa Data.Jakarta: Salemba
Medika
Mahfuchatun. 2012. KTI; Hubungan Usia dan Paritas
Dengan Kejadian Abortus Di RSUD Dr. Abdul Aziz Singkawang. Pontianak: Politeknik
Kesehatan Jurusan Kebidanan
Manuaba, I.B.G.. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, Dan KB Untuk Pendidikan
Bidan. EGC : Jakarta
Mansjoer, A. 2005. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius : Jakarta.
Muhidah, S. (2009) KTI: Hubungan Paritas Dengan
Kejadian Aborttus di Rumah Sakit Umum
Daerah Sambas. Pontianak: Politeknik
Kesehatan Jurusan Kebidanan.
Notoadmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. PT. Rineka Cipta : Jakarta
Prawirahardjo, S. 2008 . Ilmu Kebidanan. PT
Bina Pustaka Sarwono Prawirahadjo :
Jakarta
Riyanto, A. 2011. Aplikasi Metodologi Penelitian
Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika
RSUD dr. Agoesdjam Ketapang 2014. Profil Rumah
Sakit Umum Daerah dr. Agoedjam Ketapang
Saifudin. 2002. Buku Acuan Nasional Maternal dan
Neonatal. YBPSP : Jakarta
Sari, N. 2010. KTI. Hubungan Paritas dan Usia Dengan Kejadian Abortus di Ruang Bersalin
Rumah sakit Umum Daerah Dr. Soedarso
Pontianak. Pontianak: Politeknik Kesehatan
Jurusan Kebidanan
Sastrawinata, S. 2004. Obstetri Fisiologi. Penerbit
UNPAD : Bandung.
Sugiyono, 2007. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta
Sujiyatini. 2009. Asuhan Patologi Kebidanan Plus
Contoh Asuhan Kebidanan. Nuha Medika :
Yogyakarta.
Winkjosastro, H. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Download