UNIVERSITAS INDONESIA PENILAIAN KEBUTUHAN PELATIHAN DI BIDANG KESEHATAN JIWA BAGI PETUGAS YAYASAN DAN PETUGAS KESEHATAN DI LAYANAN PRIMER DI SEKITAR YAYASAN GALUH BEKASI JAWA BARAT TESIS ROSSALINA 1006767771 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS BIDANG STUDI ILMU KEDOKTERAN JIWA JAKARTA FEBRUARI 2015 Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 UNIVERSITAS INDONESIA PENILAIAN KEBUTUHAN PELATIHAN DI BIDANG KESEHATAN JIWA BAGI PETUGAS YAYASAN DAN PETUGAS KESEHATAN DI LAYANAN PRIMER DI SEKITAR YAYASAN GALUH BEKASI JAWA BARAT TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar DOKTER SPESIALIS ILMU KEDOKTERAN JIWA ROSSALINA 1006767771 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS BIDANG STUDI ILMU KEDOKTERAN JIWA JAKARTA FEBRUARI 2015 i Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 iii KATA PENGANTAR Puji dan syukur saya panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkah dan karunianya yang membuat saya dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di program studi Ilmu Kedokteran Jiwa, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Saya menghaturkan terima kasih kepada dr. A.A.A. Agung K, Sp.KJ (K) selaku pembimbing penelitian saya yang telah memberikan bimbingan dan dukungannya hingga akhirnya penelitian ini dapat selesai. Terima kasih kepada dr. Hervita Diatri SpKJ(K) sebagai pembimbing akademik yang selalu memberikan dukungan, masukan, saran, perbaikan hingga penelitian ini dapat terlaksana. Terima kasih juga saya sampaikan pada dr.Petrin Redayani Sp.KJ (K), M.Pd Ked sebagai penguji sekaligus narasumber penelitian yang juga sangat membantu hingga penelitian ini dapat terlaksana. Penelitian ini melibatkan banyak pihak. Saya mengucapkan terima kasih kepada dr Natalia Dewi SpKJ, teman-teman PPDS dr. Adhika Anindita, dr. Dyani, dr. Chrisna, dr. dr. Alvina, dr. Gina, yang telah berperan besar hingga terlaksananya penelitian ini, serta banyak pihak lain yang telah memberikan dukungannya. Tak lupa terima kasih tak terhingga pada ibu, ayah, suami dan anak tercinta atas limpahan kasih sayang, doa serta dukungan yang tak berkesudahan. Saya menyadari bahwa penelitian ini jauh dari sempurna, namun saya berharap hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi pada kemajuan ilmu pengetahuan. Jakarta, 03 Februari 2015 Penulis Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 v ABSTRAK Nama : Rossalina Program Studi : Ilmu Kedokteran Jiwa Judul : Penilaian Kebutuhan Pelatihan di Bidang Kesehatan Jiwa bagi Petugas Yayasan dan Petugas Kesehatan di Layanan Primer di Sekitar Yayasan Galuh Bekasi Jawa Barat Keterbatasan institusi formal (rumah sakit) dalam menangani orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) memunculkan inisiatif masyarakat untuk mengembangkan perawatan kesehatan jiwa informal secara tradisional, salah satunya adalah Yayasan Galuh di Bekasi. Penelitian ini merupakan studi kualitatif untuk mengetahui profil dan beban kerja petugas yayasan dan petugas kesehatan di layanan primer (puskesmas) di sekitar Yayasan Galuh, perilaku mencari pertolongan dari pengguna jasa layanan Yayasan Galuh, kebutuhan pelatihan bagi petugas Yayasan Galuh maupun petugas puskesmas di sekitar yayasan. Penelitian dilakukan dengan melakukan focus group discussion (FGD) dan wawancara mendalam yang dilakukan terhadap petugas Yayasan Galuh, petugas Puskesmas Pengasinan, petugas Dinas Sosial Kota Bekasi, konsumer, dan keluarganya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Petugas Yayasan Galuh dan Petugas Puskesmas memiliki pengetahuan dan pelatihan yang minim di bidang kesehatan jiwa dan beban kerja yang tinggi. Inisiatif pengobatan terbanyak atas keinginan keluarga. Beberapa hal yang menyebabkan keluarga memilih pengobatan jiwa tradisional di Yayasan Galuh antara lain: tidak memiliki pelaku rawat, biaya perawatan di Yayasan Galuh yang terjangkau, perbaikan gejala gangguan jiwa, dan kurangnya pengetahuan akan penyakit jiwa. Kebutuhan pelatihan petugas Yayasan Galuh yang paling banyak diungkapkan adalah pelatihan di bidang kesehatan fisik. Kebutuhan pelatihan petugas Yayasan Galuh di bidang kesehatan jiwa yaitu : gejala, diagnosis dan pengobatan gangguan jiwa, tehnik k omunikasi dengan ODGJ, cara perawatan ODGJ dengan: perilaku kekerasan, isolasi diri, perawatan diri kurang, perilaku kacau. Petugas puskesmas merasa perlu mendapatkan pelatihan bagaimana dapat melakukan deteksi dini, dapat mengenali tanda dan gejala gangguan jiwa yang lazim pada orang yang datang berobat ke Puskesmas. Kata Kunci: penilaian kebutuhan pelatihan kesehatan jiwa, panti rehabilitasi mental tradisional, petugas Yayasan Galuh, petugas Puskesmas Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 vi ABSTRACT Name : Rossalina Program : Psychiatry Title : Mental Health Training Needs Assessment of Foundation Staff and Primary Health Care Staff in the Area Surrounding Galuh Foundation Bekasi, West Java The limited access to formal institution (hospital) in dealing with people with mental disorders gave rise to community initiatives to develop informal traditional community mental health care, one of which is the Galuh Foundation in Bekasi . This study is a qualitative study to explore the profile and workload profiles of foundation staff and primary health care staff workers in the area surrounding Galuh Foundation, help seeking behavior of Galuh foundation service users, the training needs for Galuh foundation staff and Primary Health Care Staff in the Area Surrounding Galuh Foundation. Data collection was done through focus group discussion (FGD) and in-depth interviews with Galuh Foundation staff and primary health care staff, Bekasi social service officers, service users and their family. The results showed that the Galuh Foundation staff and primary health care staffs in the surrounding area have high workload, with minimal knowledge and training in mental health. Most treatment initiatives came from the family. Some of the reasons cited from family members for choosing traditional treatment in Galuh Foundation were lack of caregivers at home, affordable cost at Galuh Foundation, improvement of mental illness symptoms after receiving care at Galuh Foundation, and lack of knowledge related to mental illness. The most widely expressed training needs were of physical health related training. Mental health training needs identified from Galuh Foundation Staffs were: symptoms, diagnosis and treatment of mental disorders, communication techniques with mentally ill persons, how to care for person with: violent behavior , self-isolation , poor self care , bizzare behavior. Primary health care staffs expressed needs to get mental health training in: mental illness early detection , signs and symptoms recognition of common mental disorders in community members who present to the primary health care. Keywords : mental health training needs assessment, traditional mental health care, Galuh Foundation Staf, Primary Health Care Staf Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 vii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL …………………………………………………………………..…i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS........................................................... i HALAMAN PENGESAHAN....................................................................................... ii KATA PENGANTAR ................................................................................................. iii HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ................................... iv ABSTRAK .....................................................................................................................v ABSTRACT ................................................................................................................ vi DAFTAR ISI .............................................................................................................. vii DAFTAR TABEL ....................................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. xii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xiii BAB 1 PENDAHULUAN ..............................................................................................1 3.1 Latar Belakang.................................................................................................1 3.2 Rumusan Masalah............................................................................................4 3.3 Tujuan Penelitian .............................................................................................4 3.4 Manfaat Penelitian ...........................................................................................4 3.4.1 Di Bidang Pendidikan ..............................................................................4 3.4.2 Di Bidang Pengembangan ........................................................................5 3.4.3 Di Bidang Pelayanan Masyarakat .............................................................5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................6 4.1 Layanan Kesehatan Jiwa di Indonesia ..............................................................6 4.2 Panti Perawatan Tradisional dalam Layanan Kesehatan Jiwa ............................6 4.3 Yayasan Galuh sebagai Panti Perawatan Tradisional ........................................8 1.1.1 Sejarah Yayasan Galuh ............................................................................8 4.3.1 Praktik Pengekangan Fisik di Yayasan Galuh ...........................................9 4.3.2 Kebutuhan Pelatihan Petugas di Yayasan Galuh ..................................... 10 4.4 Perilaku Pencarian Pertolongan ...................................................................... 11 4.5 Beban dan Kebutuhan Pelatihan bagi Pelaku Rawat ....................................... 12 4.6 Penelitian Kualitatif ....................................................................................... 12 Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 viii 4.6.1 Metode Pengambilan Sampel ................................................................. 13 4.6.2 Metode Pengumpulan data ..................................................................... 13 4.6.3 Analisis Data Kualitatif .......................................................................... 15 4.7 Kerangka teori ............................................................................................... 17 4.8 Kerangka Konsep .......................................................................................... 18 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ..................................................................... 19 5.1 Desain Penelitian ........................................................................................... 19 5.2 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................................ 19 5.3 Instrumen Penelitian ...................................................................................... 19 5.4 Populasi dan Sampel Penelitian ...................................................................... 19 5.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi .......................................................................... 20 5.5.1 Kriteria Inklusi ....................................................................................... 20 5.5.2 Kriteria Eksklusi .................................................................................... 20 5.6 Besar Sampel ................................................................................................. 20 5.7 Cara pengambilan sampel (subyek) ................................................................ 20 5.8 Metode pengumpulan data ............................................................................. 21 5.9 Ijin Subyek Penelitian dan Masalah Etika ....................................................... 21 5.10 Analisis Data ................................................................................................. 21 5.11 Pengujian Keabsahan Data ............................................................................. 21 5.12 Cara Kerja ..................................................................................................... 22 5.13 Kerangka Kerja .............................................................................................. 24 5.14 Definisi Operasional ...................................................................................... 25 5.15 Jadwal Penelitian ........................................................................................... 27 5.16 Anggaran ....................................................................................................... 27 5.17 Organisasi Peneliti ......................................................................................... 27 BAB 4 HASIL PENELITIAN ..................................................................................... 28 6.1 Profil Petugas ................................................................................................ 28 6.1.1 Profil Petugas Yayasan Galuh ................................................................ 28 6.1.2 Profil Petugas Kesehatan di Layanan Primer........................................... 28 6.2 Wawancara Mendalam Konsumer Yayasan Galuh ......................................... 29 6.2.1 Perilaku Pencarian Pertolongan .............................................................. 31 6.2.2 Kebutuhan terhadap Pelayanan Kesehatan Jiwa ...................................... 37 6.2.3 Kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan bagi Petugas ........................... 38 6.2.4 Kebutuhan pelatihan di bidang sosial, okupasi, aktivitas sehari-hari ........ 39 Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 ix 6.3 Hasil Wawancara Mendalam Keluarga Konsumer Yayasan Galuh ................. 42 6.3.1 Perilaku Pencarian Pertolongan .............................................................. 42 6.3.2 Kebutuhan terhadap Pelayanan Kesehatan Jiwa ...................................... 47 6.3.3 Kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan bagi Petugas ........................... 48 6.3.4 Kebutuhan pelatihan di bidang sosial, okupasi, aktivitas sehari-hari bagi petugas 48 6.4 Wawancara Pelaku Rawat Yayasan Galuh ..................................................... 52 6.4.1 Data tentang Layanan Perawatan yang Diberikan ................................... 52 6.4.2 Pengetahuan Pelaku Rawat Mengenai Gangguan Jiwa ............................ 53 6.4.3 Kemampuan dan Beban Pelaku Rawat dalam Memberikan Perawatan .... 56 6.4.4 Data Kebutuhan Pelatihan Pelaku Rawat ................................................ 58 6.5 Wawancara Petugas Puskesmas Pengasinan ................................................... 62 6.5.1 Data tentang Gangguan Jiwa yang Ada di Puskesmas ............................. 62 6.5.2 Model Pelayanan Kesehatan Jiwa di Puskesmas ..................................... 65 6.5.3 Data Kebutuhan Pelatihan di Bidang Kesehatan ..................................... 67 6.5.4 Masalah Psikososial yang dialami oleh Orang dengan Gangguan Jiwa .... 68 6.5.5 Kebutuhan Pelatihan di Bidang Okupasi & Aktivitas Orang dengan Gangguan Jiwa ...................................................................................................... 70 6.6 Hasil Wawancara Masyarakat Pengguna Layanan Yayasan Galuh .................. 71 6.6.1 Data mengenai Gangguan Jiwa yang Ada di Wilayah Bekasi .................. 72 6.6.2 Kebutuhan Masyarakat Terhadap Pelayanan Kesehatan Jiwa .................. 75 6.6.3 Mengidentifikasi Model Pelayanan Kesehatan Jiwa ................................ 75 6.6.4 Kebutuhan Pelatihan di Bidang Kesehatan Bagi Petugas Yayasan Galuh 76 6.6.5 Kebutuhan Pelatihan di Bidang Sosial Bagi Petugas Yayasan Galuh ....... 77 6.6.6 Kebutuhan Pelatihan di Bidang Okupasi & Aktivitas Sehari-hari Orang dengan Gangguan Jiwa .......................................................................................... 77 6.7 Hasil Observasi di Yayasan Galuh ................................................................. 78 6.7.1 Observasi Fasilitas ................................................................................. 78 6.7.2 Aktivitas Sehari-hari Petugas Yayasan ................................................... 83 BAB 5 PEMBAHASAN .............................................................................................. 84 7.1 Profil dan Beban Kerja Petugas ...................................................................... 84 7.1.1 Profil dan Beban Kerja Petugas Yayasan Galuh ..................................... 84 7.1.2 Profil dan Beban Kerja Petugas Puskesmas Pengasinan .......................... 85 7.2 Perilaku Mencari Pertolongan dari Pengguna Jasa Layanan Yayasan Galuh ... 86 7.2.1 Keluarga konsumer ................................................................................ 86 Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 x 7.2.2 Konsumer .............................................................................................. 88 7.2.3 Dinas Sosial ........................................................................................... 88 7.3 Kebutuhan Pelatihan Petugas ......................................................................... 90 7.3.1 Petugas Yayasan Galuh .......................................................................... 90 7.3.2 Kebutuhan Pelatihan Petugas Kesehatan di Layanan Kesehatan Primer di Sekitar Yayasan Galuh .......................................................................................... 93 7.4 Keterbatasan Penelitian .................................................................................. 94 BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 95 8.1 Simpulan ....................................................................................................... 95 8.2 Saran ............................................................................................................. 96 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 99 Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 xi DAFTAR TABEL Tabel 4.1. Karakteristik Responden Konsumer Yayasan Galuh ...... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.2. Matrikulasi Wawancara Mendalam Konsumer Yayasan Galuh ............... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.3. Karakteristik Responden Keluarga Konsumer Yayasan Galuh ................ Error! Bookmark not defined. Tabel 4.4. Matrikulasi Wawancara Mendalam Keluarga Konsumer Yayasan Galuh Error! Bookmark not defined. Tabel 4.5. Karakteristik Responden Pelaku Rawat Yayasan Galuh. Error! Bookmark not defined. Tabel 4.6. Matrikulasi Wawancara Mendalam Pelaku Rawat Yayasan Galuh.......... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.7. Karakteristik Responden Petugas Puskesmas Pengasinan .... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.8. Karakteristik Responden Petugas Dinas Sosial Kota Bekasi Error! Bookmark not defined. Tabel 5.1. Biaya yang ditimbulkan terkait dengan gangguan jiwa .. Error! Bookmark not defined. Tabel 5.2. Kebutuhan ODGJ berdasarkan Camberwell Assessment of Need (CAN) dibandingkan dengan kebutuhan pelatihan yang teridentifikasi oleh konsumer, keluarga, dinas sosial, petugas Yayasan Galuh................................ Error! Bookmark not defined. Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 xii DAFTAR GAMBAR Gambar 4.1. Ruangan yang dibatasi oleh jeruji besi ......... Error! Bookmark not defined. Gambar 4.2. Pelataran tempat tinggal penghuni yang sudah tenang Error! Bookmark not defined. Gambar 4.3. Dapur tempat menyiapkan makanan ............ Error! Bookmark not defined. Gambar 4.4. Proses pembagian makanan ......................... Error! Bookmark not defined. Gambar 4.5. Teko dan gelas plastik yang digunakan untuk pembagian minuman .... Error! Bookmark not defined. Gambar 4.6. Lokasi pembuangan sampah ........................ Error! Bookmark not defined. Gambar 4.7. WC Umum untuk penghuni ......................... Error! Bookmark not defined. Gambar 4.8. Kondisi WC penghuni ................................. Error! Bookmark not defined. Gambar 5.1. Perilaku mencari pertolongan konsumer Yayasan Galuh .. Error! Bookmark not defined. Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 xiii DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Keterangan Lolos Kaji Etik Persetujuan Setelah Penjelasan…………..…………………. Data Konsumer……………………………………..………. Data keluarga/masyarakat pengguna jasa layanan perawatan jiwa di Yayasan Galuh……………………………………… Data Petugas Yayasan Galuh……………………………….. Panduan Wawancara Focus Group Discussion…………….. 103 104 105 106 107 108 Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 BAB 1 PENDAHULUAN 3.1 Latar Belakang Pasien dengan gangguan jiwa berat memiliki kecenderungan untuk mengalami gangguan tersebut secara kronik dan sering kambuh. Sekitar 10% dari prevalensi gangguan jiwa berat memerlukan perawatan rumah sakit, namun sayangnya jumlah tempat tidur yang tersedia hingga saat ini masih kurang dari 5% dari total kebutuhan yang ada.1 Keterbatasan institusi formal (rumah sakit) dalam menangani orang dengan gangguan jiwa berat ditambah masih banyaknya pemahaman bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh hal-hal yang terkait dengan kultur dan agama, memunculkan inisiatif masyarakat untuk mengembangkan perawatan kesehatan jiwa informal secara tradisional berbasiskan agama maupun kultur. Salah satu institusi informal yang mengembangkan perawatan kesehatan jiwa secara tradisional adalah Yayasan Galuh di Bekasi. Yayasan Galuh yang didirikan oleh Almarhum Bapak Gendu Mulatip ini menangani lebih dari 250 pasien dengan bantuan 60 orang pengurus. Yayasan Galuh menampung orang dengan gangguan jiwa baik yang dibawa oleh keluarganya, maupun yang dibawa oleh polisi, satpol PP, Dinas Sosial Kota Bekasi, juga dari Rumah Sakit Umum Daerah.2 Perawatan tradisional yang diberikan di Yayasan Galuh Bekasi memfokuskan pada terapi dalam bentuk pengekangan secara fisik dengan rantai untuk membatasi gerak pasien dan memberikan doa, pijatan, dan ramuan tradisional yang dipercaya dapat menyembuhkan gangguan jiwa yang dialami oleh pasien. Penanganan pasien dengan gangguan jiwa di Yayasan Galuh mendapat perhatian media yang cukup luas dalam dan luar negeri. Salah satu media di Australia menggambarkan perawatan orang dengan gangguan jiwa di Yayasan ini yang ditempatkan di suatu ruangan besar dan dirantai tangan atau kakinya untuk Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 Universitas Indonesia 2 membatasi gerak mereka. Orang dengan gangguan jiwa ini dilaporkan bisa dirantai dalam jangka waktu beberapa tahun bahkan puluhan tahun sehingga rantai yang dipakai sudah berkarat dan sulit untuk dibuka. 3 Dari hasil penelitian Wardani (2011), petugas Yayasan Galuh melakukan pengekangan fisik sebagai bagian dari pengobatan. Pengekangan fisik dengan rantai yang sudah didoakan sebelumnya dianggap dapat membuat pasien tenang. Setelah pasien tenang, pengobatan dapat dilanjutkan dengan ramuan dan pijat. Obat psikiatri tidak diberikan kepada pasien karena dianggap dapat menetralisir khasiat dari ramuan tradisional yang mereka berikan. Selain itu ramuan tradisional yang mereka berikan juga dapat mengeluarkan racun dari dalam tubuh pasien sehingga dapat menimbulkan efek seperti gatal-gatal dan diare. Khusus dalam pengobatan penyakit fisik inilah, petugas Yayasan Galuh baru merasakan pentingnya pengobatan medis untuk mengatasi sakit fisik orang dengan gangguan jiwa.4 Praktik pengekangan fisik untuk pasien dengan gangguan jiwa berat seperti yang dilakukan di Yayasan Galuh sudah ada sejak abad ke 18. Phillipe Pinel (1745-1826) menemukan pasien-pasien dengan gangguan jiwa yang dirantai selama lebih dari 30 tahun di Rumah Sakit Bicetre Paris 1793. 5 Pinel mengembangkan teori terapi moral dengan konsep petugas yang lebih peduli pada pasien, pembatasan pengekangan fisik pada pasien, usaha melibatkan pasien pada tugas dan kegiatan yang dapat meningkatkan kesehatan jiwa pasien. Teori Pinel ini berpengaruh terhadap perkembangan terapi di institusi yang menangani pasien dengan gangguan jiwa. Kemajuan selanjutnya pada abad ke-19 tindakan penghapusan pengekangan secara fisik sudah mulai diterapkan di asylum Middlesex, Inggris yang merupakan rumah sakit jiwa terbesar yang menangani lebih dari seribu pasien. Praktik pengekangan secara fisik pada pasien dengan gangguan jiwa mulai ditinggalkan karena dianggap tidak manusiawi, menyebabkan trauma psikologis pada pasien, dan dapat menyebabkan cedera fisik pada pasien.6 Praktik pengekangan fisik yang juga terjadi Yayasan Galuh perlu mendapatkan perhatian untuk selanjutnya dapat diperbaiki demi peningkatan Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 3 pelayanan kesehatan bagi pasien dengan gangguan jiwa. Kebutuhan pengembangan kapasitas untuk petugas di Yayasan Galuh dirasakan perlu untuk meningkatkan pelayanan kesehatan mental. Penelitian Deribew dan Tamirat di Etiopia menunjukkan bahwa tingkat pendidikan seseorang berpengaruh terhadap perilaku orang tersebut kepada orang dengan gangguan jiwa.7 Semakin baik pengetahuan seseorang mengenai gangguan jiwa semakin baik perlakuannya terhadap orang dengan gangguan jiwa. Untuk itu perlu adanya penyuluhan tentang gejala, penyebab dan pengobatan gangguan jiwa untuk mengubah persepsi petugas terhadap orang dengan gangguan jiwa. Dari penelitian Wardani (2011), petugas di Yayasan Galuh merasa perlu adanya kegiatan yang dapat dikerjakan oleh pasien yang sudah tenang. 4 Hal ini sejalan dengan perlunya terapi rehabilitasi bagi orang dengan gangguan jiwa yang sudah mengalami perbaikan. Hal ini dapat memperbaiki kemampuan perawatan diri, meningkatkan kepercayaan diri, kemandirian sehingga pasien dapat berfungsi kembali di masyarakat. Selain itu petugas di Yayasan Galuh juga merasa pengetahuan mereka tentang gangguan jiwa, yang mereka pelajari secara autodidak, kurang dan mengharapkan adanya pelatihan tentang perawatan kejiwaan. 4 Selain kebutuhan akan pelatihan, petugas Yayasan Galuh juga merasa perlu adanya penanganan penyakit fisik seperti sakit kulit, dan diare yang banyak dialami oleh orang yang dirawat di Yayasan Galuh. 4 Petugas Yayasan Galuh berharap adanya petugas kesehatan dari Puskesmas bisa datang mengobati penyakit fisik ke Yayasan Galuh secara berkala. Untuk itu petugas di layanan kesehatan primer, dalam hal ini adalah petugas Puskesmas juga dirasakan perlu mendapatkan pelatihan untuk dapat menangani orang-orang dengan gangguan jiwa di Yayasan Galuh yang akan dirujuk ke Puskesmas. Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 4 3.2 Rumusan Masalah Berdasarkan penelitian Wardhani (2011), petugas Yayasan Galuh merasa perlu mendapatkan pelatihan di bidang kesehatan jiwa. Pelatihan bagi petugas Yayasan Galuh dan petugas kesehatan di layanan primer di sekitar Yayasan Galuh dirasakan perlu agar orang dengan gangguan jiwa bisa mendapatkan pelayanan kesehatan jiwa yang terbaik. Untuk dapat menyusun modul pelatihan perawatan kejiwaan bagi petugas Yayasan Galuh dan petugas kesehatan di layanan primer di sekitar Yayasan Galuh, dibutuhkan adanya penilaian kebutuhan pelatihan terlebih dahulu agar pelatihan yang diberikan bisa sesuai dengan kebutuhan yang ada. Penilaian kebutuhan ini akan didasarkan pada kebutuhan petugas yayasan dan juga petugas kesehatan di layanan kesehatan primer di sekitar Yayasan Galuh. Selain itu persepsi dan harapan konsumer dan keluarga, dan masyarakat pengguna layanan Yayasan Galuh juga perlu dinilai untuk menjadi masukan positif dalam menyusun pelatihan bagi petugas Yayasan Galuh dan petugas kesehatan di layanan kesehatan primer di sekitar Yayasan Galuh. 3.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1. Profil dan beban kerja petugas yayasan dan petugas kesehatan di layanan primer di sekitar Yayasan Galuh 2. Perilaku mencari pertolongan dari pengguna jasa layanan Yayasan Galuh 3. Kebutuhan pelatihan bagi petugas panti perawatan jiwa tradisional yaitu Yayasan Galuh maupun petugas kesehatan di layanan kesehatan primer di sekitar Yayasan. 3.4 Manfaat Penelitian 3.4.1 Di Bidang Pendidikan Untuk memperdalam ilmu kedokteran pada umumnya dan memajukan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan kebutuhan pelatihan bagi petugas di panti perawatan jiwa tradisional yaitu Yayasan Galuh maupun petugas kesehatan di layanan kesehatan primer di sekitar Yayasan. Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 5 3.4.2 Di Bidang Pengembangan Dapat dipergunakan sebagai data dasar untuk menyusun modul pelatihan yang komprehensif bagi petugas di panti perawatan jiwa tradisional yaitu Yayasan Galuh maupun petugas kesehatan di layanan kesehatan primer di sekitar Yayasan Galuh. 3.4.3 Di Bidang Pelayanan Masyarakat Menjadi bahan untuk pengembangan layanan bagi masyarakat yang lebih menjawab kebutuhan akan sistem layanan kesehatan jiwa yang lebih baik bagi orang dengan gangguan jiwa yang menjalani perawatan di panti. Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4.1 Layanan Kesehatan Jiwa di Indonesia Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan bahwa sekitar 1 juta penduduk mengalami gangguan jiwa berat.8 Jumlah penderita ini tidak mungkin ditangani oleh fasilitas layanan kesehatan jiwa yang jumlahnya sangat terbatas yaitu 51 rumah sakit jiwa yang tersebar di 25 provinsi dengan total hanya sekitar 6243 tempat tidur untuk 625 ribu pasien sakit jiwa yang pernah terdata.1 Dibandingkan populasi yang mencapai 200-an juta, rasionya hanya 0,3:10.000 sementara idealnya adalah 1:10.000. Tenaga kesehatan jiwa psikiater hanya berjumlah 500 orang yang sebagian besar berada di kota-kota besar.. Akibatnya banyak penderita yang tidak tertangani dengan baik di fasilitas kesehatan jiwa oleh tenaga kesehatan jiwa professional. Salah satu kota besar, yaitu kota Bekasi, yang lokasinya tidak jauh dari ibukota Jakarta bahkan tidak memiliki fasilitas perawatan inap jiwa. Hal ini menyebabkan pasien dengan gangguan jiwa yang memerlukan rawat inap harus dirujuk ke Jakarta atau ke Bogor yang memiliki fasilitas RS untuk merawat pasien dengan gangguan jiwa. Selain itu Dinas Sosial Kota Bekasi juga tidak memiliki fasilitas institusi kesehatan jwa melalui sistem panti rehabilitasi mental. Keterbatasan fasilitas perawatan pasien dengan gangguan jiwa menyebabkan munculnya inisiatif masyarakat untuk mendirikan panti perawatan tradisional yang merawat orang dengan gangguan jiwa, salah satunya adalah Yayasan Galuh.4 4.2 Panti Perawatan Tradisional dalam Layanan Kesehatan Jiwa Praktisi dan panti perawatan tradisional memiliki peran penting dalam layanan kesehatan jiwa di berbagai negara. Tidak sedikit orang dengan gangguan jiwa berat mendapatkan pelayanan dari panti perawatan tradisional. Penelitian Raguram di panti perawatan tradisional Hindu, menemukan dari 31 orang yang dirawat, 23 orang didiagnosis mengalami skizofrenia paranoid, 6 orang dengan gangguan waham menetap, 2 orang dengan gangguan bipolar episode kini manik.9 6 Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 Universitas Indonesia 7 Penelitian lain oleh Peltzer (2006) di Afrika menemukan bahwa 9 % orang datang ke praktisi tradisional karena masalah gangguan jiwa Angka ini bisa lebih banyak lagi karena 22.5 % orang datang dengan masalah gaib terkait dengan roh leluhur dan 21 % orang datang dengan masalah kerasukan roh yang bisa dikategorikan sebagai gangguan jiwa menurut diagnosis psikiatri. 10 Penelitian yang dilakukan Rathinavel di India menemukan adanya kepercayaan yang besar dari komunitas bahwa penempatan orang dengan gangguan jiwa di panti perawatan tradisional dapat menyembuhkan pasien. Selain itu, lokasi panti perawatan tradisional lebih dekat dari rumah dan dipercaya sebagai tempat yang aman. Proses admisi yang lebih mudah dibandingkan proses admisi rumah sakit. Selain itu panti perawatan tradisional juga mau merawat orang dengan gangguan jiwa dalam jangka panjang sehingga keluarga yang memang sudah tidak mau menerima orang tersebut bisa meninggalkannya di panti.11 Adanya layanan kesehatan jiwa oleh praktisi tradisional memiliki dampak positif kepada individu dan juga komunitas, terutama untuk gangguan mental ringan. Praktisi kesehatan menyediakan dukungan psikososial dan memberikan arahan mengenai konflik yang perlu diatasi oleh seseorang. Praktisi tradisional juga menyediakan pendekatan secara kultural yang mudah diterima oleh komunitas dibandingkan pendekatan pengobatan kedokteran Barat berdasarkan fisiologi dan psikologi yang berbasiskan bukti penelitian. 12 Praktisi tradisional juga lebih mudah ditemui dibandingkan petugas kesehatan mental seperti psikiater ataupun psikolog di daerah terpencil. Penelitian dari Saraceno dan Lancet global mental health group menemukan bahwa di negara-negara dengan pendapatan rendah sampai sedang, peran praktisi tradisional dalam menyediakan layanan kesehatan mental sangatlah besar. 12 Hal penting yang perlu dipertanyakan adalah kapasitas praktisi tradisional dalam menangani orang dengan gangguan jiwa berat seperti psikotik. Penelitian yang dilakukan Makanjuola di Nigeria menunjukkan banyaknya praktik negatif yang dilakukan di panti perawatan tradisional seperti adanya higiene yang buruk Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 8 di panti dan pengekangan fisik yang menyebabkan timbulnya luka yang seringkali dapat menimbulkan sepsis.13 4.3 Yayasan Galuh sebagai Panti Perawatan Tradisional 1.1.1 Sejarah Yayasan Galuh Yayasan Gagasan Leluhur atau yang lebih dikenal sebagai Yayasan Galuh didirikan tahun 1982 oleh almarhum Gendu Mulatip yang awalnya merasa kasihan terhadap orang dengan gangguan jiwa yang berada di jalan sedang diganggu oleh anak-anak kecil. Oleh almarhum, orang tersebut dibawa di rumahnya untuk dirawat, diobati secara tradisional. Sejak saat itu, almarhum bersama keluarga mendirikan Yayasan Galuh di rumahnya sebagai tempat penampungan, pengobatan, dan pembinaan orang dengan gangguan jiwa. Pada tahun 1994, Yayasan Galuh didaftarkan di Dinas Sosial Kota Bekasi sebagai organisasi sosial yang bergerak di bidang rehabilitasi cacat mental dan korban narkoba. Almarhum Gendu Mulatip meninggal di tahun 2011 dan kemudian kepemimpinan Yayasan Galuh dipegang oleh anak almarhum yaitu Bapak Suhanda.14 Yayasan Galuh menerima orang dengan gangguan jiwa untuk dirawat yang dibawa oleh keluarga maupun orang terlantar yang dikirim oleh oleh Polisi Polres Metro Bekasi, Polisi sekitar Kota Bekasi, Polisi Pamong Praja, RSUD Kota Bekasi. Selain merawat orang dengan gangguan jiwa yang berasal dari Kota Bekasi, yayasan ini juga merawat orang dengan gangguan jiwa yang berasal dari Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sumatera Selatan. Saat ini Yayasan Galuh menangani lebih dari 250 orang dengan gangguan jiwa dengan bantuan 60 orang pengurus. Yayasan ini berkali-kali mendapatkan penghargaan dari berbagai pihak. Walikota Bekasi memberikan piagam penghargaan kepada Yayasan Galuh atas partisipasinya dalam rehabilitasi cacat mental tingkat kota Bekasi dan penghargaan sebagai pekerja sosial dari panti rehabilitasi cacat mental kota Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 9 Bekasi. Bapak Gendu Mulatip selaku pendiri yayasan juga mendapatkan penghargaan OASIS atas dedikasi dan pengabdiannya terhadap kemanusiaan. 4.3.1 Praktik Pengekangan Fisik di Yayasan Galuh Petugas Yayasan Galuh menerapkan praktik pengekangan fisik sebagai salah satu metode pengobatannya. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi petugas di Yayasan Galuh untuk menangani orang yang mengalami gangguan jiwa dengan pengekangan fisik, diantaranya: 4 1. Tradisi budaya Penanganan orang dengan gangguan jiwa yang dilakukan di Yayasan Galuh didapatkan secara turun temurun dari pendiri yayasan. penangangan orang dengan gangguan jiwa yang pertama kali masuk adalah dengan dirantai. Rantai bukan hanya untuk pasien gelisah saja, pasien yang sangat pasif bisa dirantai dengan yang aktif supaya yang aktif tidak terlalu aktif dan yang pasif mau mengikuti yang aktif. Pengikatan ini berlangsung selama satu minggu sampai beberapa bulan kemudian dilepaskan sementara dan dirantai lagi bila mereka dianggap gelisah. Rantai yang dipakai sudah didoakan terlebih dahulu sehingga dipercaya memiliki kekuatan spiritual. Petugas percaya rantai yang sudah didoakan akan dapat menenangkan pasien. Adanya kepercayaan ini membuat petugas mempertahankan tradisi untuk merantai pasien yang baru masuk perawatan di yayasan. 2. Faktor pengetahuan tentang gangguan jiwa Pengetahuan tentang gangguan jiwa petugas Yayasan Galuh didapatkan secara otodidak. Hal yang diketahui oleh petugas adalah orang dengan gangguan jiwa hanya dapat diterapi dengan menggunakan rantai sehingga mereka bisa tenang dan bisa mendapat terapi berikutnya yaitu ramuan, pijat dan petuah. 3. Stigma terhadap gangguan jiwa Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 10 Adanya stigma terhadap orang dengan gangguan jiwa sehingga mempengaruhi terjadinya pengekangan fisik di Yayasan Galuh. Petugas Yayasan Galuh memahami gangguan jiwa sebagai adanya halusinasi atau khayalan mereka sendiri, alam pikirannya berbeda dengan orang normal dan pembicaraannya seringkali tidak sesuai. Mereka melihat orang dengan gangguan jiwa itu galak dan perilakunya sulit diantisipasi sehingga kadang mereka membahayakan diri sendiri dan orang lain. 4.3.2 Kebutuhan Pelatihan Petugas di Yayasan Galuh Petugas di Yayasan Galuh berjumlah sekitar 60 orang, dari jumlah tersebut, 20 orang bertindak aktif sebagai pelaku rawat untuk orang dengan gangguan jiwa. Dari penelitian Wardhani (2011) ditemukan bahwa pelaku rawat di Yayasan Galuh merasa perlu adanya:4 1. Bimbingan Keperawatan Pelaku rawat di yayasan tidak ada yang memiliki latar belakang pendidikan dan pelatihan kesehatan, oleh karena itu mereka merasa butuh adanya bimbingan dari perawat. Selama ini pelaku rawat belajar secara otodidak bagaimana merawat pasien dengan gangguan jiwa. Pengetahuan yang mereka dapatkan mengenai gangguan jiwa didapatkan dari pengalaman sehari-hari dalam merawat orang dengan gangguan jiwa. 2. Kegiatan untuk Orang dengan Gangguan Jiwa Petugas Yayasan Galuh juga merasa perlu memberikan kegiatan untuk orang dengan gangguan jiwa yang sudah mulai tenang. Kegiatan yang diberikan saat ini adalah tugas rumah tangga seperti memasak dan membersihkan lingkungan. Petugas juga berharap bisa memiliki ruangan kegiatan bagi orang dengan gangguan jiwa yang sudah yang mulai tenang seperti ruang menjahit sehingga orang dengan gangguan jiwa perempuan dapat memiliki kegiatan positif untuk belajar menjahit dengan mesin jahit. Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 11 4.4 Perilaku Pencarian Pertolongan Perilaku pencarian pertolongan (help seeking behavior) merujuk pada bagaimana pasien dan keluarganya mencari pertolongan untuk penyakit yang dialaminya. Perilaku pencarian pertolongan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: bagaimana pasien pandangan pasien mengenai penyebab dan keparahan penyakitnya, bagaimana motivasi pasien untuk mencari pertolongan dari sistem layanan kesehatan yang ada, bagaimana pasien bisa memahami pengobatan apa yang paling cocok dengan kondisinya dan bagaimana pasien bisa mengetahui di mana pasien mendapatkan pengobatan tersebut, bagaimana yang dirasakan oleh pasien saat dirinya mengunjungi layanan tersebut, apa implikasi dari sosiokultural dari menerima layanan kesehatan, dan apa dampak ekonomi dari layanan yang diterima tersebut.15 Dari sudut pandang sistem kesehatan masyarakat, perilaku pencarian pertolongan pasien penting diketahui untuk dapat melihat pola umum bagaimana pasien memanfaatkan sistem kesehatan yang ada secara relevan, memadai, dan efektif. Dari sudut pandang budaya, perilaku pencarian pertolongan penting diketahui untuk dapat melihat pola budaya yang digunakan pasien sehingga dapat dijadikan dasar dalam memperbaiki layanan kesehatan yang ada. Petugas dapat memberikan layanan kesehatan jiwa yang memadai dengan memenuhi kebutuhan orang dengan gangguan jiwa yang ditanganinya. Sejak tahun 1990, lembaga legislatif di Inggris mengeluarkan British National Health Service and Community Care Act membuat suatu standar untuk mengkaji akan kebutuhan penderita gangguan jiwa. Walaupun tidak ada standar yang ditetapkan di Indonesia, namun konsep penilaian kebutuhan penderita gangguan jiwa tetap dirasakan cukup penting. Berdasarkan instrumen yang secara luas digunakan di 20 negara yaitu Camberwell Assessment of Need (CAN), kebutuhan orang dengan gangguan jiwa bisa dilhat lima area kebutuhan yaitu: 1. Kesehatan yang meliputi : kesehatan fisik, gejala gangguan jiwa, penggunaan obat-obatan dan alkohol, keselamatan diri dan orang lain, dan masalah stres psikologis. Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 12 2. Kebutuhan dasar yang meliputi : akomodasi, makanan, dan aktivitas seharihari. 3. Kebutuhan sosial yang meliputi: masalah seksualitas, pertemanan, dan hubungan dekat. 4. Kebutuhan akan pelayanan yang meliputi: kemudahan memperoleh informasi, penggunaan telepon dan transportasi, dan kemudahan memperoleh jaminan sosial. 5. Kapasitas fungsional yang meliputi : pendidikan dasar, keuangan, pengasuhan anak, perawatan diri, dan pemeliharaan rumah. 15 4.5 Beban dan Kebutuhan Pelatihan bagi Pelaku Rawat Beban pelaku rawat (caregiver burden) adalah dampak dari tugas merawat dari pelaku rawat terhadap kondisi mental dan fisiknya.17 Banyak pelaku rawat merasa dirinya tidak memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang cukup untuk merawat pasien dengan penyakit kronik terutama orang dengan gangguan jiwa. Hal ini dapat membuat pelaku rawat merasa kurang percaya diri dan merasa tidak siap menjadi pelaku rawat.18 Berbagai penelitian menunjukkan pemberian pelatihan kepada pelaku rawat dapat menurunkan distress. Schumacher mendeskripsikan ketrampilan pelaku rawat sebagai kemampuan untuk terlibat secara efektif pada proses perawatan pasien.19 Adanya pengetahuan dan ketrampilan yang cukup dapat membantu pelaku rawat untuk dapat membuat keputusan dan memecahkan masalah dengan lebih baik. Menurut Schumacher, kemampuan yang harus dimiliki oleh pelaku rawat meliputi memantau, mengenali masalah, membuat keputusan, mengambil tindakan, merawat dan menyesuaikan kebutuhan perawatan, bekerjasama dengan orang yang dirawat, menciptakan lingkungan yang nyaman, mengakses sumber-sumber dukungan, berhubungan dengan sistem layanan kesehatan.19 4.6 Penelitian Kualitatif Penelitian kualitatif digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisis data yang tidak dapat direpresentasikan dengan angka. Penelitian kualitatif meneliti secara mendetail jumlah sampel yang kecil untuk menghasilkan penjelasan yang koheren Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 13 dan masuk akal dari fenomena yang ingin diteliti. Penelitian kualitatif mengkaji fenomena atau interaksi yang terjadi sehingga bisa mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai hal tersebut. Hasil penelitian kualitatif umumnya tidak dapat digeneralisasi secara statistik. Metode penelitian kualitatif dapat digunakan pada saat fase eksplorasi dari suatu proyek penelitian, proses investigasi anomali yang ditemukan, meneliti implementasi dari suatu kebijakan, dan mengumpulkan pendapat dari pengguna jasa layanan tertentu.19 4.6.1 Metode Pengambilan Sampel Pengambilan sampel pada penelitian kualitatif sifatnya purposif. Subyek penelitian dipilih secara sengaja oleh peneliti. Metode pengambilan sampel di sini bukan dengan cara randomisasi dari populasi yang ingin diteliti namun dengan cara mengidentikasi kasus yang memiliki karakteristik relevan dengan pertanyaan penelitian yang ingin dijawab. Proses pengambilan sampel ini tetap harus bersifat sistematik bukan berdasarkan kemudahan untuk mengambil sampel tersebut. 4.6.2 Metode Pengumpulan data Metodologi yang umum digunakan pada penelitian kualitatif adalah observasi, wawancara, dan penelusuran dokumen tertulis. Metodologi yang digunakan pada penelitian kualitatif seringkali dalam bentuk kombinasi, contohnya penggunaan observasi dan wawancara, atau wawancara dan penelusuran dokumen tertulis. Kombinasi ini sering disebut sebagai triangulasi dari sumber data. Triangulasi dalam bentuk pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. 4.6.2.1 Observasi Observasi yang dilakukan bisa dalam bentuk terstruktur maupun tidak terstruktur. Observasi terstruktur dilakukan pada waktu yang sudah ditetapkan sebelumnya. Observasi yang tidak terstruktur dapat dilakukan sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan tanpa ada jadwal yang sudah ditetapkan sebelumnya. Tipe data yang dikumpulkan sangat bergantung pada peran peneliti dalam melakukan observasi. Peran peneliti dalam observasi bisa sebagai partisipan aktif maupun hanya sebagai pengamat pasif. Peneliti dapat menjadi partisipan yang ikut serta dalam Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 14 aktivitas yang diobservasi dan mencatat hasil observasi tersebut pada berbagai interval waktu yang berlainan. Jika peneliti mengambil peran hanya sebagai pengamat, peneliti tidak berpartisipasi aktif pada kegiatan yang diobservasi melainkan hanya mencatat hasil observasi dari kegiatan yang ada. 4.6.2.2 Wawancara Terdapat beberapa jenis wawancara yang bisa dilakukan dalam bentuk wawancara terstruktur, semi tersruktur, atau in-depth. Wawancara juga bisa dilakukan kepada subyek secara individual ataupun secara kelompok (focus groups). 4.6.2.2.1 Wawancara terstruktur Wawancara terstruktur menggunakan kuesioner. Peneliti sudah diberikan pelatihan sebelumnya bagaimana cara bertanya yang sudah distandarisasi dan memberikan respons terhadap jawaban yang diberikan berdasarkan pilihan yang ada. 4.6.2.2.2 Wawancara semi terstruktur Wawancara semi terstruktur memiliki beberapa pertanyaan yang sudah ditetapkan sebelumnya namun memberikan kebebasan pewawancara untuk menentukan cara bertanya dan cara berespons terhadap jawaban yang diberikan. pertanyaan yang diberikan merupakan pertanyaan terbuka dan jawaban yang diberikan dapat dieksplorasi secara lebih mendetail. Proses wawancara ini dapat didokumentasikan dengan alat rekam atau dicatat. 4.6.2.2.3 Wawancara Mendalam Pada jenis wawancara ini, ada isu wawancara tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya, namun pewawancara dan subyek bebas untuk memberikan respon dan mengeksplorasi isu yang mereka anggap relevan. Proses wawancara direkam dan kemudian dibuat transkrip wawancara. 4.6.2.3 Focus Group Discussion Wawancara juga dapat dilakukan dalam format grup diskusi (focus group discussion). Dalam hal ini, diperlukan struktur yang jelas bagi kelompok tersebut agar dapat memiliki fokus dalam diskusi. Focus groups adalah sekelompok orang yang memiliki karakteristik tertentu yang dapat memberikan informasi yang Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 15 bersifat kualitatif dalam diskusi yang terfokus pada topik tertentu. 21 Diskusi ini sifatnya semi terstruktur yang dipandu dengan poin-poin kunci atau pertanyaanpertanyaan kunci. Sesi dapat direkam dengan video atau rekorder. Focus group discussion (FGD) terutama bermanfaat dalam mengumpulkan pandangan mengenai pelayanan tertentu.22 Grup ini dapat terdiri dari empat sampai dengan duabelas orang namun umumnya terdiri dari tujuh sampai dengan sepuluh orang. 4.6.3 Analisis Data Kualitatif Analisis data kualitatif berbeda dengan analisis data kuantitatif. Analisis data kualitatif tidak menggunakan statitistik untuk menguji hipotesis. Analisis data kualitatif berjalan bersamaan dengan pengumpulan data tujuan dari pengumpulan data adalah untuk bisa merepresentasikan secara akurat dari fenomena yang ingin diteliti menggunakan deskripsi yang mendetail. Berdasarkan deskripsi yang mendetail tersebut, dapat diidentifikasi kategori dan tema yang menonjol. Dengan kata lain, berbeda dengan analisis data kuantitatif yang menekankan uji hipotesis, analisis data kualitatif bertujuan menyusun teori dari data yang diperoleh. 23 4.6.3.1 Analisis Data Observasional Pada penelitian observasional, data direkam dalam bentuk catatan oleh observer selama waktu penelitian. Catatan ini kemudian dikaji saat peneliti tidak lagi berada di lapangan dan kemudian ditulis ulang dalam bentuk etnografi. Analisis ini mengkombinasi deskripsi dari hasil observasi dan kerangka teori yang dibuat oleh peneliti mengenai hasil observasinya. 4.6.3.2 Analisis data wawancara Hasil wawancara yang dilakukan baik secara individual maupun secara grup ditranskrip dalam bentuk tulisan yang kemudian dikoding berdasarkan kategori dan kemudian digunakan untuk menguji teori. Proses ini sering dideskripsikan sebagai analisis isi wawancara, dan bisa melibatkan proses menghitung kata yang sering keluar yang sering dibantu oleh program komputer. Transkrip yang dibuat bisa dalam bentuk kalimat percakapan sederhana ataupun yang lebih kompleks meliputi catatan jedah antar kata, intonasi, dan ekspresi non verbal yang diungkapkan selama wawancara. Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 16 4.6.3.3 Analisis dokumen tertulis Analisis isi dari dokumen tidak banyak berbeda dengan analisis isi wawancara. Peneliti menganalisis isi dokumen yang ada dan menginterpretasi arti dan konteks isi dokumen tersebut. Data yang ada dapat diinterpretasi berdasarkan konteks sejarah dan keadaan sosial saat dokumen tersebut ditulis. Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 17 4.7 Kerangka teori KESEHATAN: •Masalah stres psikologis •Memperoleh informasi kesehatan •Kesehatan fisik •Gejala gangguan jiwa •Penggunaan obat-obatan & alkohol •Keselamatan pasien & orang lain FUNGSI SOSIAL : •Aktivitas sehari-harI •Perawatan diri •Penggunaan telepon & transportasi •Pendidikan dasar •Keuangan •Pengasuhan Anak •Pemeliharaan Rumah •Pertemanan •Hubungan dekat •Seksualitas Penyakit Pelayanan Yang disediakan •Akomodasi •Makanan •Dukungan sosial & kesehatan Intervensi Tuntutan Perilaku Pencarian Pertolongan •Pandangan pasien mengenai penyakitnya •Motivasi pasien mencari pertolongan ke layanan kesehatan •Pemahaman mengenai pengobatan •Yang dirasakan pasien saat berkunjung ke layanan kesehatan •Dampak sosiokultural & ekonomi dari layanan yang diterima Kebutuhan Orang dengan Gangguan Jiwa yang Harus Diperhatikan oleh Petugas Layanan Kesehatan Jiwa Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 18 4.8 Kerangka Konsep PELATIHAN KESEHATAN: •Masalah stres psikologis •Memperoleh informasi kesehatan •Kesehatan fisik •Gejala gangguan jiwa •Penggunaan obat-obatan & alkohol •Keselamatan pasien & orang lain PELATIHAN FUNGSI SOSIAL : •Aktivitas sehari-harI •Perawatan diri •Pertemanan •Hubungan dekat Penyakit PELATIHAN untuk Meningkattkan Pelayanan Yang disediakan •Akomodasi •Makanan •Dukungan sosial & kesehatan Intervensi Tuntutan PELATIHAN PENGENALAN Perilaku Pencarian Pertolongan •Pandangan pasien mengenai penyakitnya •Motivasi pasien mencari pertolongan ke layanan kesehatan •Pemahaman mengenai pengobatan •Yang dirasakan pasien saat berkunjung ke layanan kesehatan •Dampak sosiokultural & ekonomi dari layanan yang diterima Kebutuhan Pelatihan Petugas Layanan Kesehatan Jiwa Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 5.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan studi kualitatif yang bertujuan untuk melihat kebutuhan pelatihan bagi petugas Yayasan Galuh dan petugas kesehatan di layanan primer di sekitar Yayasan Galuh yang merawat orang dengan gangguan jiwa berdasarkan penilaian dari petugas sendiri, konsumer, keluarga, dan masyarakat pengguna jasa. Pendekatan kualitatif dipilih untuk melihat permasalahan dan kebutuhan secara lebih mendalam dan holistik yang tidak mungkin dilakukan bila menggunakan pendekatan kuantitatif. 5.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Yayasan Galuh Bekasi, Puskesmas Kelurahan Pengasinan. Waktu penelitian Desember 2012 - Februari 2013. 5.3 Instrumen Penelitian Instrumen penelitian adalah peneliti sendiri dengan mempergunakan perangkat wawancara, lembar wawancara semi terstruktur, dan alat perekam. 5.4 Populasi dan Sampel Penelitian Populasi target adalah: petugas yayasan, petugas kesehatan di layanan kesehatan primer, pemangku kebijakan kesehatan jiwa, dan pengguna layanan kesehatan jiwa. Populasi terjangkau adalah petugas Yayasan Galuh Bekasi, tenaga kesehatan Puskesmas, dan pengguna layanan Yayasan Galuh baik konsumer, keluarga, maupun masyarakat pengguna jasa secara langsung.. Sampel adalah: Petugas Yayasan Galuh Bekasi, tenaga kesehatan Puskesmas Kelurahan Pengasinan yang bertugas pada bulan Desember 2012 - Februari 2013. Konsumer, keluarga, dan masyarakat pengguna jasa layanan perawatan jiwa di Yayasan Galuh pada bulan Desember 2012 - Februari 2013. 19 Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 Universitas Indonesia 20 5.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 5.5.1 Kriteria Inklusi Petugas Yayasan Galuh Bekasi, tenaga kesehatan Puskesmas kelurahan Pengasinan yang bertugas pada bulan Desember 2012 - Februari 2013. Konsumer, keluarga, dan masyarakat pengguna jasa layanan perawatan jiwa di Yayasan Galuh pada bulan Desember 2012 - Februari 2013. Bersedia menjadi subyek. Mampu memberikan informasi pada wawancara. 5.5.2 Kriteria Eksklusi Tidak bisa melanjutkan menjadi subyek penelitian karena pindah atau bertugas di luar area saat dilakukan wawancara. Tidak bisa mengikuti proses wawancara sampai selesai. 5.6 Besar Sampel Dalam proses penentuan sampel penelitian kualitatif, berapa besar sampel tidak dapat ditentukan sebelumnya. Jumlah sampel atau responden dianggap telah memadai apabila telah sampai kepada taraf ketuntasan atau kejenuhan. 5.7 Cara pengambilan sampel (subyek) Dalam penelitian kualitatif pengambilan sampel dilakukan secara purposif, yaitu pengambilan sumber-sumber data dilakukan dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini misalnya orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan. Sampel terdiri dari komponen: Konsumer Pengguna layanan perawatan jiwa dari Yayasan Galuh: keluarga, dan masyarakat pengguna jasa yaitu dinas sosial kota Bekasi Petugas Yayasan Galuh Penyedia jasa layanan kesehatan primer : tenaga kesehatan Puskesmas Pengasinan Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 21 5.8 Metode pengumpulan data Metode pengambilan data dilakukan melalui wawancara semi terstruktur, dalam bentuk FGD dan wawancara mendalam. Wawancara dalam bentuk FGD dilakukan bagi tenaga kesehatan Puskesmas Pengasinan, petugas Yayasan Galuh, dan kelompok pengguna layanan Yayasan Galuh yaitu dinas sosial kota Bekasi. Wawancara mendalam dilakukan bagi konsumer dan keluarga konsumer pengguna jasa layanan Yayasan Galuh. Wawancara dilakukan hingga telah didapatkan sesuatu dan datanya sudah jenuh. 5.9 Ijin Subyek Penelitian dan Masalah Etika Penelitian dilakukan setelah mendapat izin dari Ketua Departemen Psikiatri FKUI, Komite Etik FKUI, Dinas Kesehatan, dan Yayasan Galuh Bekasi. Subyek penelitian diberikan penjelasan tentang tujuan dan aktivitas penelitian ini. Subyek penelitian yang setuju dan memberikan informed consent tertulis dinyatakan sebagai responden. 5.10 Analisis Data Tehnik analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif berupa analisis hasil observasi dan wawancara. 5.11 Pengujian Keabsahan Data Peningkatan keabsahan hasil penelitian kualitatif dilakukan dengan pemeriksaan dan pemeriksaan kembali prosedur penelitian serta telaah substansi penelitian. Kualitas dari penelitian kualitatif dapat dikaji dari kesahihan dan relevansinya. Peningkatan kesahihan penelitian dilakukan dengan cara:22 a. Mencatat secara rinci hal-hal yang ditemukan selama wawancara dan observasi yang dilakukan di lapangan. Catatan yang rinci ini akan memudahkan proses analisis dan interpretasi. b. Mendokumentasikan secara lengkap data yang terkumpul melalui catatan maupun melalui rekaman. c. Menyertakan pembimbing penelitian sebagai pemberi saran dan kritik dalam proses analisis data yang dilakukan oleh peneliti. Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 22 d. Melakukan pemeriksaan dan pemeriksaan kembali data dengan usaha menguji kemungkinan yang berbeda. e. Melakukan triangulasi. Triangulasi mengacu pada upaya mengambil sumbersumber data yang berbeda, dengan cara berbeda, untuk memperoleh kejelasan mengenai suatu hal tertentu. Tehnik triangulasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah : i) Triangulasi data yaitu digunakannya variasi sumber-sumber data yang berbeda. Pada penelitian ini sumber-sumber data yang akan digunakan berasal dari petugas Yayasan Galuh, petugas Puskesmas, konsumer, keluarga konsumer, dan masyarakat pengguna layanan Yayasan Galuh. ii) Triangulasi peneliti yaitu disertakan beberapa peneliti dan evaluator yang berbeda. Hasil wawancara dan observasi telah dianalisis oleh peneliti dan dua orang pembimbing penelitian yang terlibat dalam proses analisis data yang didapat. iii) Triangulasi metode yaitu dipakainya beberapa metode yang berbeda untuk meneliti suatu hal yang sama. Pada penelitian ini selain menggunakan metode wawancara, juga dilakukan observasi langsung di lapangan mengenai aktivitas sehari-hari di Yayasan Galuh. Relevansi dicapai dengan memberikan informasi yang memadai mengenai ruang lingkup dan populasi penelitian, dan memastikan sampel yang dipilih mencakup sebanyak mungkin faktor yang mempengaruhi variabilitas kebutuhan yang akan diteliti dan bila diperlukan dapat diperluas. 5.12 Cara Kerja Peneliti mengajukan surat permohonan izin kepada Ketua Departemen Psikiatri FKUI agar dapat melakukan penelitian Penilaian Kebutuhan Pelatihan di Bidang Kesehatan Jiwa bagi Petugas Yayasan dan Petugas Kesehatan di Layanan Primer di Sekitar Yayasan Galuh Bekasi Jawa Barat. Dengan berbekal surat pengantar dari Kepala Departemen Psikiatri FKUI, peneliti memohon izin kepada Ketua Yayasan Galuh untuk mengadakan penelitian di Yayasan Galuh. Peneliti juga memohon izin kepada Dinas Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 23 Kesehatan Kota Bekasi untuk melakukan penelitian pada staf Puskesmas Pengasinan Bekasi. Peneliti menentukan sampel berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi sesuai dengan karakteristik yang telah ditentukan. Peneliti melakukan kunjungan ke Puskesmas Pengasinan, dinas sosial, petugas Yayasan Galuh, keluarga dan konsumer yang dirawat di Yayasan Galuh dan menjelaskan kepada petugas tentang maksud dan tujuan penelitian. Responden diminta untuk menandatangani surat persetujuan penelitian yang telah disediakan. Subyek diminta untuk mengisi data yang memuat data pribadi (nama, alamat, umur, jenis kelamin, suku, agama, pendidikan terakhir, suku, status perkawinan, pekerjaan terakhir). Wawancara semi terstruktur dilakukan di waktu yang terpisah dalam bentuk FGD dan wawancara mendalam di waktu yang terpisah. Wawancara dalam bentuk FGD dilakukan bagi tenaga kesehatan Puskesmas Pengasinan, petugas Yayasan Galuh, dan kelompok pengguna layanan Yayasan Galuh (dinas sosial Kota Bekasi). Wawancara mendalam dilakukan bagi konsumer dan keluarga konsumer pengguna jasa layanan Yayasan Galuh. Subyek dipilih berdasarkan kemampuannya dalam memberikan masukan yang lebih mendalam mengenai kebutuhan akan pelatihan di bidang kesehatan jiwa yang merupakan topik dari penelitian ini. Proses wawancara direkam menggunakan alat perekam. Setelah selesai melakukan wawancara, peneliti membuat transkrip dan mempelajarinya. Observasi juga dilakukan mengenai kegiatan pelayanan di Yayasan Galuh Peneliti menganalisis hasil observasi dan transkrip yang telah dibuat. Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 24 5.13 Kerangka Kerja an ijin bagian Psikiatri FKU Permohonan ijin Kepala Departemen Psikiatri FKUI Permohonan ijin Dinas Kesehatan Kota Bekasi dan Yayasan Galuh Menentukan sampel Kunjungan ke subyek penelitian Menjelaskan Maksud dan Tujuan Penelitian Informed concent Pengisian data subyek Wawancara FGD bagi : 1. Kelompok tenaga kesehatan Puskesmas Pengasinan 2. Kelompok Petugas Yayasan Galuh 3. Kelompok masyarakat pengguna layanan Yayasan Galuh (ketua RT, RW, lurah, camat) Wawancara mendalam bagi : 1. Konsumer Yayasan Galuh 2. Keluarga konsumer Yayasan Galuh Membuat transkrip Observasi kegiatan sehari-hari pelayanan di Yayasan Galuh Analisis Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 25 5.14 Definisi Operasional  Data Responden a. Jenis kelamin: laki-laki atau perempuan b. Usia jumlah tahun berdasarkan ulang tahun terakhir : c. Suku bangsa : pengelompokan etnik bangsa yang berlaku secara nasional berdasarkan suku ayah d. Pendidikan : pendidikan terakhir, yaitu Sekolah Dasar (SD) sederajat, dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan sederajat, Sekolah Menengah Umum (SMU) dan sederajat, akademi, sarjana e. Lama Bekerja: riwayat pekerjaan dan status pekerjaan saat penelitian dilakukan (lama bekerja di institusi) f. Status sudah menikah (menikah sah atau siri), cerai (cerai hidup Perkawinan : atau mati), belum atau tidak menikah g. Agama : keyakinan atas Ketuhanan yang dianut h. Jabatan : jabatan di institusi  Yayasan Galuh: Yayasan swasta yang didirikan Gendu Mulatip, merawat pasien dengan gangguan jiwa dengan cara tradisional dan berlokasi di Bekasi.  Konsumer : orang dengan gangguan jiwa yang dirawat di Yayasan Galuh.  Pelaku Rawat : orang yang sehari-hari merawat orang dengan gangguan jiwa.  Petugas Yayasan Galuh : pelaku rawat orang dengan gangguan jiwa di Yayasan Galuh.  Petugas kesehatan di layanan kesehatan primer : petugas kesehatan di Puskesmas yang area kerjanya meliputi area Yayasan Galuh  Masyarakat pengguna jasa: dinas sosial Kota Bekasi.  Kebutuhan : kapasitas seseorang untuk mendapatkan manfaat dari hal tertentu.  Penyakit : besarnya masalah kesehatan yang dihadapi.  Tuntutan : keinginan yang dinyatakan untuk bisa dipenuhi. Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 26  Intervensi: sumber daya dan modalitas yang dimiliki untuk mengatasi masalah yang ada.  Fungsi sosial : kualitas dan kedalaman hubungan interpersonal seseorang dan kemampuan bersosialisasi sesuai dengan peran dan harapannya.  Perilaku pencarian pertolongan: perilaku yang merujuk bagaimana pasien dan keluarganya mencari pertolongan untuk penyakit yang dialami oleh pasien.  Focus groups discussion adalah diskusi yang terfokus pada topik tertentu pada sekelompok orang yang memiliki karakteristik tertentu yang dapat memberikan data yang bersifat kualitatif.  Beban pelaku rawat adalah dampak dari tugas merawat dari pelaku rawat terhadap kondisi mental dan fisiknya. Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 27 5.15 Jadwal Penelitian Kegiatan Novem Desember Januari Februari 2012 2013 2013 ber 2012 Persiapan penelitian Pengumpulan data Pengolahan data Presentasi dan publikasi hasil 5.16 Anggaran 1. Tahap persiapan Fotokopi makalah , dokumen kaji etik 2. 3. Rp. 500.000,- Tahap pelaksanaan Fotokopi lembar wawancara Rp. 500.000,- Cinderamata bagi responden Rp. 500.000,- Konsumsi Rp. 500.000,- Tahap penyelesaian Penyusunan laporan dan fotokopi Rp. 500.000,- Jumlah: Rp. 2.500.000,- 5.17 Organisasi Peneliti Peneliti Pembimbing I (Penelitian) : dr. Rossalina : dr. A.A.A. Agung K, Sp.KJ (K) Pembimbing II (Akademik) : dr. Hervita Diatri, SpKJ(K) Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 BAB 4 HASIL PENELITIAN Penelitian ini ditujukan untuk mengidentifikasi kebutuhan pengetahuan dan keterampilan terkait masalah kesehatan, kesehatan jiwa, dan gangguan jiwa bagi petugas yayasan dan petugas kesehatan di layanan primer di sekitar Yayasan Galuh, mengetahui beban petugas Yayasan Galuh dalam menangani orang dengan gangguan jiwa, mengetahui perilaku mencari pertolongan dari pengguna jasa layanan Yayasan Galuh, dan mengidentifikasi kebutuhan pengetahuan dan keterampilan khusus dalam merawat orang dengan gangguan jiwa. Proses pengambilan data dilakukan di tiga tempat yaitu di Yayasan Galuh, Puskesmas Pengasinan, dan kantor Dinas Sosial kota Bekasi. Responden penelitian ini adalah petugas Yayasan Galuh, petugas kesehatan Puskesmas Pengasinan Kota Bekasi yang merupakan layanan kesehatan primer yang melayani Yayasan Galuh, petugas Dinas Sosial Kota Bekasi yang mewakili masyarakat pengguna jasa Yayasan Galuh, keluarga dan konsumer Yayasan Galuh. 6.1 Profil Petugas 6.1.1 Profil Petugas Yayasan Galuh Terdapat total 36 orang petugas Yayasan Galuh yang tercatat di daftar kepengurusan Yayasan Galuh. Dari total 36 orang ini, 20 orang aktif sebagai pelaku rawat konsumer. Sebanyak empat orang petugas berpendidikan tamat SMU, empat orang petugas berpendidikan tamat SMP, dan 28 orang petugas berpendidikan tamat SD. Tidak ada satupun petugas yang pernah mendapatkan pelatihan di bidang kesehatan maupun kesehatan jiwa. 6.1.2 Profil Petugas Kesehatan di Layanan Primer Puskesmas Kelurahan Pengasinan merupakan pusat layanan kesehatan primer yang melayani daerah yang ditempati oleh Yayasan Galuh. Puskesmas ini melayani total populasi sebanyak 92.921 orang dengan sumber daya manusia sebanyak 26 orang yang terdiri dari: Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 29  2 orang dokter umum ( hanya satu dokter yang aktif bekerja, satu orang lainnya sedang cuti melahirkan)  3 orang dokter gigi  1 orang perawat gigi  8 orang perawat umum  6 orang bidan  1 orang tata usaha  1 orang pekarya  1 orang sanitarian  1 orang analis kesehatan  1 orang ahli nutrisi  1 orang tenaga honorer untuk bagian pendaftaran Tenaga kesehatan fungsional yang melayani pasien sebanyak 20 orang dengan latar belakang pendidikan profesi dokter umum/gigi sebanyak empat orang, D3 keperawatan sebanyak sembilan orang, D3 kebidanan sebanyak enam orang, D3 analis gizi sebanyak satu orang. Dari 20 tenaga kesehatan fungsional yang melayani pasien, hanya satu orang dokter umum yang pernah mendapatkan pelatihan kesehatan jiwa dalam lima tahun terakhir yaitu pelatihan mengenai deteksi dini depresi pada anak di sekolah. 6.2 Wawancara Mendalam Konsumer Yayasan Galuh Peneliti meminta bantuan dari petugas yayasan untuk memilih konsumer yang dapat diwawancara. Petugas memilihkan konsumer yang sudah dalam kondisi tenang, dapat diajak komunikasi dengan baik, dan sudah dapat membantu di Yayasan seperti membersihkan rumah, memelihara ternak, berbelanja di warung, mengajarkan bahasa Inggris kepada anak petugas. Pada tanggal 9 Desember 2012, petugas memilihkan lima orang konsumer untuk dijadikan responden. Dari lima orang konsumer yang diajukan oleh pengurus untuk dijadikan responden hanya tiga orang yang diwawancara oleh peneliti. Satu orang konsumer menolak menandatangani lembar informed consent dengan alasan dirinya tidak mau terlibat dalam memberikan pelatihan kepada petugas, setelah dijelaskan bahwa tujuan wawancara adalah untuk mendapatkan masukan mengenai pelatihan yang dibutuhkan oleh petugas, konsumer tetap menolak dengan alasan dirinya hanya Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 30 ingin keluar dari Yayasan Galuh dan sedang menunggu keluarga yang tidak kunjung datang menjemput dirinya. Konsumer tersebut terlihat sedang dalam kondisi iritabel. Satu konsumer lainnya tidak dipilih sebagai responden karena konsumer tersebut membaca lembar informasi untuk subyek penelitian dalam bahasa Inggris padahal lembar informasi yang diberikan adalah dalam bahasa Indonesia. Pada tanggal 26 Januari 2013, peneliti mendapatkan data konsumer yang tidak memiliki psikopatologi berdasarkan pemeriksaan wawancara psikiatri oleh dokter peserta pendidikan dokter spesialis (PPDS) psikiatri yang tengah melakukan penelitian terhadap konsumer Yayasan Galuh. Dari tiga nama yang diajukan sebagai responden, hanya satu orang yang diwawancara oleh peneliti. Satu orang tidak bisa diwawancara karena sedang mengalami serangan epilepsi, satu orang lainnya menolak diwawancara dengan alasan sedang sibuk mengurus anak dari petugas yayasan. Pada tanggal 21 Februari 2013, peneliti kembali melakukan wawancara terhadap empat orang konsumer yang dilaporkan tidak memiliki psikopatologi berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan sebelumnya oleh dokter PPDS psikiatri. Satu responden dieksklusi karena tidak mau mengikuti proses wawancara sampai selesai. Wawancara mendalam dilakukan pada tujuh orang konsumer Yayasan Galuh. Karakteristik responden dapat dilihat pada tabel 4.1. Tabel 6.1. Karakteristik Responden Konsumer Yayasan Galuh Inisial Responden Umur (tahun) Lama tinggal di yayasan Pendidikan NI* 42 4 tahun AD 35 5 tahun DN 50 8 tahun SU* 27 1 tahun ID 49 4 tahun DG^ 83 1 bulan YA 42 4 tahun Keterangan: * :memiliki gejala psikotik ^ :tidak dapat memberikan informasi yang adekuat S1 SD SMU SMU SD SMP SD Jenis kelamin Perempuan Laki-laki Laki-laki Perempuan Perempuan Laki-laki Laki-laki Dari tabel 4.1 terlihat bahwa umur responden termuda 27 tahun dan tertua 83 tahun. Lama responden tinggal di Yayasan bervariasi antara 1 bulan sampai 8 tahun. Pendididikan responden cukup bervariasi mulai dari tamat SD (3 Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 31 responden), tamat SMU (3 responden), tamat SMP (1 responden), dan tamat S1 (1 responden). Pada pemeriksaan psikiatri, dua responden diketahui memiliki gejala psikotik. Satu responden tidak dapat memberikan informasi dengan adekuat karena meninggalkan wawancara sebelum selesai. 6.2.1 Perilaku Pencarian Pertolongan 6.2.1.1 Inisiatif Pengobatan Tidak ada satupun responden yang datang berobat ke Yayasan Galuh atas keinginan sendiri. Enam responden dibawa oleh keluarga ke Yayasan. “Kakak.” (Nn. NI, Tn. AD, konsumer) “Keluarganya di rumah takut, banyak kekurangan, makanya dibawa ke Galuh supaya dapat perawatan.” (Tn. DN, konsumer) “Saya dibawa keluarga.” (Nn. SU, konsumer) “Bapak lurah Y sama misan, berdua.” (Ny. ID, konsumer) “Keluarga ya. Dititipin gitu ke sini.” (Tn. YA, konsumer) Satu orang responden dibawa oleh petugas yayasan atas laporan warga yang menemukan responden di pinggir jalan. “Petugas dari sini.” (Tn. DG, konsumer) 6.2.1.2 Alasan Perlu Mendapatkan Pengobatan Alasan responden dibawa berobat ke yayasan galuh bervariasi. Satu orang responden tidak mengetahui apa alasan keluarga membawanya ke Yayasan. “Keluarga saya , ga tahu ini kenapa ya dibawa ke sini.” (Nn.SU, konsumer) Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 32 Dua orang responden mengatakan saudara kandung merasa terganggu dengan kehadiran responden. “Jadi, tapi, yang saya ini alasannya itu karena orang tua tuh sudah tidak ada. Jadi saudara-saudara saya itu sudah pada berkeluarga semua, tinggal saya sendiri. Ya mungkin saya kalau di rumah saya suka menjerit-jerit, begitu begitu. Jadi mereka terlalu kewalahan kan. Kalau misal saya lagi trauma, atau saya sedang stress, mereka tidak bisa menanganinya sendiri, gitu kan?” (Nn.NI, konsumer) “Katanya Kakak di rumah itu ga mau terganggu karena adanya DN.” (Tn. DN, konsumer) Satu responden lain mengatakan masyarakat sekitar merasa terganggu dengan kehadiran responden. “Yang sebelahnya punya toko, mungkin merasa jijik kepada bapak,... kelakuan bapak tidak meresahkan, tidak ribut, hanya sekedar numpang tidur.” (Tn. DG, konsumer) Satu responden mengatakan karena adanya masalah kesehatan fisik dan masalah rumah tangga. “Kekecewaan di rumah tangga.. Lagi rumah tangga, ke sini itu memang saya sudah nggak punya kerjaan ya. Cuma sakit kepala gitu.” (Tn. YA, konsumer) Hanya dua responden yang mengaitkan kebutuhan pengobatan dengan kondisi kejiwaan yang dialami responden yang disebutkan sebagai sakit kurang ingatan, stres akibat hamil di luar nikah, stress/trauma yang dialaminya. “Sakit kurang ingatan gitu Bu.” (Tn. AD, konsumer) “Ternoda cowo. Ga sehat sedang hamil waktu itu, hamil 4 bulan. kadang sakitnya kaya stress.” (Ny. ID, konsumer) Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 33 6.2.1.3 Awitan Mengalami Gangguan Jiwa Saat ditanya mengenai awitan mengalami gangguan jiwa, responden menjawab dengan lama dirinya berada di Yayasan yang bervariasi mulai dari satu tahun sampai dengan tiga belas tahun. “Em kira-kira tahun seribu sembilan ratus sembilan sembilanan.” (Nn.NI, konsumer) “Lama, sebelum ke sini 7 tahun.” (Tn. DN, konsumer) “1 tahun ini.” (Nn. SU, konsumer) “8 tahun sudah saya di sini.” (Ny. ID, konsumer) “empat tahunan.” (Tn. YA, konsumer) “Sudah lama juga itu Bu, tahun 2000, Berlangsungnya selama kira-kira satu bulan.” (Tn. AD, konsumer) Dua orang responden tidak mengetahui secara pasti sejak kapan. “bapa wis te wawa linglung kitu deu teurang hari de teurang jam de teurang dinten na. Lupa.” (Tn. DG, konsumer) “Ga tahu.” (Tn. AD, konsumer) 6.2.1.4 Persepsi Mengenai Penyebab Timbulnya Gangguan Jiwa Saat ditanya mengenai penyebab timbulnya gangguan jiwa, tiga orang responden mengaitkan dengan stressor masalah dalam keluarga seperti ibu yang meninggal, perpisahan dengan istri. “Ya saya pertama kali mengingat sesuatu yang mengerikan..kadang-kadang ya terutama sesuatu yang menghantui saya, karena saya itu ditinggal ibu saya gitu lho. Ibu saya meninggal, jadi nggak ada lagi tempat berteduh, memohon, lalu misalnya bergantung saya gitu..tempat untuk mengadu, nah kadang-kadang itu yang membuat saya kadangkadang membuat saya merasa kehilangan ibu saya. itu saja.” (Nn.NI, konsumer) Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 34 “Ngamuk ngamuk aja waktu itu, tinggal istri jadi begitu, ngamuk-ngamuk.” (Tn. AD, konsumer) “Kekecewaan di rumah tangga.” (Tn. YA, konsumer) Satu responden lainnya mengaitkan stres yang dialaminya dengan kehamilan di luar nikah yang dulu dialaminya. “Ternoda cowo.” (Ny. ID, konsumer) Satu responden tidak mengetahui mengapa dirinya mengalami sakit jiwa dan harus dirawat di rumah sakit jiwa. “Ya karena kurang…tentang kesehatan jiwa, tiba-tiba aja sakit jiwa, datang panggilan dari rumah sakit jiwa. (Tn. DN, konsumer) Satu responden mengatakan tidak ada sakit jiwa yang dialaminya. “Ya ga apa-apa, ke sini main aja, biar dirawat.” (Nn. SU, konsumer) “Ga tahu juga.” (Tn. DG, konsumer) 6.2.1.5 Persepsi Mengenai Cara Pengobatan Saat ditanya mengenai cara pengobatan gangguan kejiwaan yang dialaminya, empat orang responden mengatakan dirinya sendiri yang bisa menyembuhkan kondisi gangguan jiwa yang dialaminya. Metode yang digunakan bervariasi antara lain dengan berdoa, memiliki kegiatan positif seperti beternak, istirahat, hiburan. “Saya bisa mengobati. Obatnya ada pada diri sendiri gitu ya. Misalkan kita sudah kehilangan orang tua, maka kita harus lihat kepada Allah gitu ya. Kalau misalnya kamu nggak ada ibu atau nggak ada bapak, jadi kamu cobalah untuk lihat Allah. Berpegang teguhlah kamu pada Allah, jangan berpegang teguh pada yang lain. Kalau kamu ingat, coba kamu baca yasin. Mudah-mudahan orang mendoakan ibadah ibu-bapak, membaca surat yasin atau apa, orang meninggal kan itu. Mudah-mudahan dengan ijin Allah ada orang yang kemudian menjadi Ibu, ganti, ada penggantinya ibu kamu dengan kasih Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 35 sayang yang sama dikasih sama Allah. ... tidak pernah berpecah ... alhamdulillah di sini ada yang seperti ibu saya sendiri. Gitu. Gantinya ibu saya. ibu S itu. Rasa aman jadinya saya ngerasa ada gantinya ibu saya. jadi alhamdulillah sekarang setelah tinggal di sini.” (Nn.NI, konsumer) “Itu dari cara pikiran saya sendiri, jadi pikiran saya tenang semua, jadi ga stress lagi. Diobati sendiri dibantu sama peliharaan” (Tn. AD, konsumer) “Pusing kepala, kadang stress berat, kalau kaya gitu langsung tidur aja saya. Kaya gitu aja saya.” (Ny. ID, konsumer) “Dirasa-rasa. Hiburan kak. Dengan hiburan.” (Tn. YA, konsumer) Dua responden lain mengatakan tidak mengalami sakit jiwa. “Masa D ga apa apa dibilang sakit aja . D di rumah justru kebutuhannya, tahu-tahu dibawa ke sini” (Tn. DN, konsumer) “ Enggak ada keluhan sakit apa-apa.” (Tn. DG, konsumer) Satu responden lainnya tidak memberikan keterangan. 6.2.1.6 Riwayat Pengobatan di Tempat Lain Saat ditanyakan mengenai riwayat pengobatan di tempat lain, empat orang responden sudah pernah berobat ke psikiater sebelumnya. “Ya itu sih mah sebatas supaya kita nggak gelisah aja. Bisa tidur. Bisa tidur dengan tenang, nggak teriak-teriak “mama..mama” gitu enggak. Jadi kan pas udah minum obat itu, jadi kan gini bisa agak tenang. Tiap hari tidur, bisa tiap hari tidur. Nggak berpikir yang enggak-enggak. Terus saraf-sarafnya juga enggak begitu sakit gitu ya. Apa itu, ada regenerasi saraf-sarafnya itu tadi minum obat itu. Obat dari dokter.” (Nn.NI, konsumer) “Saya di luar sering ketemu psikiater. Ya di singapur itu, saya seperti tekanan batin di dalam, apa karena asma ya, turun dari lift gitu.” (Nn. SU, konsumer) Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 36 “Walaupun D ini ga sakit tapi tiba-tiba kakak D bawa D ke rumah sakit jiwa untuk berobat sampai sembuh. Diobati. Gejala TBC, sehari minum obat 20 tablet ada. Ya agak enak, eh, pernafasan paru-paru.” (Tn. DN, konsumer) Dua orang responden sudah pernah dibawa ke pengobatan berbasis spiritual, “Ke AF , sama kaya Galuh gini, di kampung Pulo. Digencang juga. Membaik juga ,tapi langsung dibawa lagi ke sini, berobat di sini . Sama aja, tergantung pemikiran juga, kalau pemikiran bebas , lah udah bebas bener. “ (Tn. AD, konsumer) “Pernah juga di pesantren ya. Di Limbangan.” (Tn. DG, konsumer) Dua orang responden lainnya belum pernah dibawa berobat. “Ga , ga berobat-berobat.” (Ny. ID & Tn. YA, konsumer) 6.2.1.7 Pengobatan yang diterima dan Dampak yang dirasakan di Yayasan Empat responden mengatakan merasa cocok dengan metode pengobatan yang diterimanya di Yayasan berupa nasihat, terapi agama, hiburan, dan kegiatan yang positif. “Nah itu ya yang NI suka pengobatan di sini itu, mereka memang ngasih kegiatan yang positif buat NI. Kayak pengurus-pengurus di sini mengajarkan kegiatan yang positif kepada NI. Misalkan yang tadinya nggak bisa jadi bisa, diajarin. Terutama masalah supaya kita tidak ketergantungan pada seorang ibu, tidak mengingat ibu, mendekatkan diri pada Allah, terutama bisa mengurus diri sendiri. Itu aja yang diajarkan di sini.” (Nn.NI, konsumer) “Diobati sendiri dibantu sama peliharaan. Pelihara ayam, ternak-ternak. Iya kegiatan di sini jadi lebih tenang. Ini ada peningkatan dari pelihara ayam jadi kuda, jadi sekarang cari rumput, jadi kita bebas pemandangannya, jadi pemikirannya jadi tenang, ga ngamuk lagi, Ada dikasih kelapa muda. Ada juga, pikirannya jadi lebih tenang..” (Tn. AD, konsumer) “Hiburan kak. Dengan hiburan. Ta enak enak mah hidup di sini juga suka tenang gitu ya. Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 37 Jadi sekarang itu kelihatannya ada segi, kalau dulu itu cengeng yah, sekarang mah agak kuat gitu yah. Dirasakan.” (Tn. YA, konsumer) “Ya obatnya kadang dikasi ngomong ngobrol gitu, musyawarah-musyawarah gitu.” (Ny. ID, konsumer) Namun ada juga responden yang mengaitkan dengan pengobatan fisik yang diterimanya seperti salep atau obat sakit kepala yang membuatnya menjadi ada perbaikan. “Salep. Obat itu, untuk menurunkan demam, apa itu, migren, migren, sakit kepala sebelah katanya. Agak gerah sedikit, seneng, seneng, agak enak sedikit Bu. Ada perubahan sedikit.” (Tn. DN, konsumer) Dua orang responden lainnya merasa tidak mendapatkan pengobatan di Yayasan. “Nggak, nggak ada.” (Tn. DG, konsumer) “Kurang tahu ya , kurang ngerti.” (Nn. SU, konsumer) 6.2.2 Kebutuhan terhadap Pelayanan Kesehatan Jiwa Saat ditanyakan mengenai kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan jiwa, satu responden mengatakan kebutuhannya untuk berada di rumah. “DN di rumah justru kebutuhannya, tahu-tahu dibawa ke sini.” (Tn. DN, konsumer) Satu responden mengatakan perlu adanya bimbingan rohani. “Layanan kesehatan jiwa itu ya kalau yang terpenting itu ya..kita itu ya..terutama ya..ceramah agama itu. Yang terpenting itu. Ya jadi mendekatkan diri kepada Allah juga. Mendengarkan ceramah-ceramah, tentang bagaimana kita harus bersyukur, menerima apa adanya kita yang diberi oleh Allah. Itu aja. terutama kerohanian aja itu. Bimbingan rohani itu, dalam masalah kejiwaan, seharusnya bimbingan rohani itu sendiri. Seharusnya kita kalau sudah dibimbing oleh suatu bimbingan rohani, insha’Allah ya itu masalah kejiwaan akan hilang semuanya. Tanpa obat. Itu aja.” (Nn.NI, konsumer) Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 38 Satu konsumer menyebutkan membutuhkan adanya pelayanan dari dokter dan perawat yang memberikan obat. “Dokternya datang ke sini trus perawat di sini memberi obat yang banyak , menurut advis dokter , DN minum obat di sini. (Tn. DN, konsumer) Tiga konsumer menyatakan tidak memerlukan layanan kesehatan jiwa. Ga pernah saya, kalau di tempat lama pernah, pasien pada dikasih obat, saya dapat juga, tapi kan saya sehat, kalau dikasih makan obat pagi siang sore gitu ya.” (Ny. ID, konsumer) “Nggak ada.” (Tn. DG, konsumer) “Nggak ada. Hm. Kurang lebih gitu, nggak tahu tuh.” (Tn. YA, konsumer) 6.2.3 Kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan bagi Petugas Saat ditanya mengenai pengetahuan dan kemampuan petugas dalam merawat konsumer dan kebutuhan pelatihan bagi petugas, satu orang responden mengatakan pengetahuan pelaku rawat masih kurang dan perlu ditingkatkan dalam hal merawat konsumer namun secara umum kemampuan pelaku rawat sudah cukup. “Karena mungkin keterbatasan dari ilmu pengetahuan mereka itu sendiri ya, tapi secara terapi itu sudah cukup ya. Ya kan suka biasa kan sakit, bagaimana cara dia dimandikan misalkan dalam keadaan dia sakit, bagaimana dia sakit harus dibelikan obat misalnya apa gitu kan, atau misalkan kalau dia jerit-jerit harus diberikan obat apa; berapa kali sehari gitu kan. Apa dia..apa dia..apa dikatakan sudah sembuh atau bukan? Jadi kita harus memberi tahu.” (Nn.NI, konsumer) Responden lainnya mengatakan kemampuan pelaku rawat sudah baik. “Baik.” (Tn. AD, konsumer) Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 39 Satu orang responden mengatakan pelaku rawat membutuhkan pelatihan, namun tidak dapat menjelaskan pelatihan apa yang dibutuhkan. “Butuh. Yang pasti gerak jalan, jemur-jemur di lapangan.” (Tn. AD, konsumer) Empat orang responden lainnya tidak memberikan keterangan. 6.2.4 Kebutuhan pelatihan di bidang sosial, okupasi, aktivitas sehari-hari Saat ditanyakan mengenai kebutuhan pelatihan bagi petugas di bidang sosial, okupasi, dan aktivitas sehari-hari, satu orang responden mengatakan pengurus membutuhkan pelatihan mengenai cara memberikan bimbingan rohani dan tidak melakukan diskriminasi terhadap orang yang beragama lain. “Pertama yang terpenting itu bimbingan rohani. Kedua itu ya kegiatan positif. Karena para pengurusnya itu misalkan pengurus itu ada yang orang islam, ada yang pengurus itu orang kadang-kadang ada suatu diskriminasi buat mereka. Begitu. Jadi tidak diberi kebebasan bagaimana dia harus beribadah secara kepercayaan dan agamanya masingmasing. Jadi difokuskan hanya kepercayaan misalkan em dianya sendiri. Jadi kadang kan itu yang menjadi masalah buat peng eng buat apa menyampaikan suatu masalah mengenai..masalah untuk pelatihan-pelatihan yang untuk mereka itu. Itu masalahnya (suara pelan sekali). Jadi ada suatu diskriminasasi diskriminasi di sini. Sedikit sedikit Cuma sedikit aja.” (Nn.NI, konsumer) Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 Tabel 6.2. Matrikulasi Wawancara Mendalam Konsumer Yayasan Galuh Res pon den Perilaku Mencari Pertolongan Inisiatif Pengobat an Alasan Perlu Mendapatkan Pengobatan Awitan Mengalami Gangguan Jiwa Persepsi Mengenai Persepsi Mengenai Riwayat Penyebab Timbulnya Cara Pengobatan Pengobatan Gangguan Jiwa di Tempat Lain Pengobatan yang diterima di yayasan & dampaknya NI Keluarga Saudara kandung merasa terganggu Tahun 1999 Kehilangan ibu kandung Beribadah, menemukan figur ibu pada petugas yayasan Psikiater Kegiatan positif, mendapat figur ibuïƒ tidak merasa kehilangan ibu lagi AD Keluarga Sakit kurang ingatan Tahun 2000 Berpisah dari istri Beternak Yayasan tradisional lain Diberi kelapa muda, beternakïƒ pikiran tenang DN Keluarga Saudara kandung merasa terganggu 7 tahun lalu Tidak tahu Tidak merasa butuh pengobatan RS Jiwa Salep,obat demamïƒ badan lebih enak SU Keluarga Tidak tahu 1 tahun lalu Tidak merasa sakit Tidak merasa butuh pengobatan Psikiater Tidak merasa diobati ID Keluarga Stres semasa hamil 8 tahun lalu Kehamilan tidak diinginkan Istirahat Belum pernah Diajak bicara DG Polisi Orang sekitar merasa terganggu Tidak tahu Tidak merasa sakit Pesantren Tidak merasa diobati - Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 41 YA Keluarga Sakit kepala 4 tahun lalu Kekecewaan dalam rumah tangga Hiburan Belum pernah Diberi hiburanïƒ tidak cengeng lagi Res pon den Kebutuhan Pelayanan Kesehatan Jiwa Pelatihan di bidang kesehatan bagi Petugas Pelatihan petugas NI Bimbingan rohani Pengetahuan cara pengobatan cara memberikan bimbingan rohani dan tidak melakukan diskriminasi terhadap orang yang beragama lain AD Tidak tahu Gerak jalan, jemur di lapangan olahraga DN Dokter & perawat bisa datang membawa obat Tidak tahu SU Tidak ada Tidak tahu Tidak tahu ID Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu DG Tidak ada Tidak tahu Tidak tahu YA Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu di bidang sosial, okupasi, aktivitas sehari-hari bagi Tidak tahu Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 6.3 Hasil Wawancara Mendalam Keluarga Konsumer Yayasan Galuh Peneliti melakukan wawancara mendalam dengan tiga orang anggota keluarga konsumer yang sedang datang ke Yayasan Galuh pada tanggal 9 Desember 2013. Karakteristik responden keluarga konsumer Yayasan Galuh dapat dilihat di tabel 4.3. Tabel 6.3. Karakteristik Responden Keluarga Konsumer Yayasan Galuh Responden 1 2 3 Inisial SU HE LI Umur (tahun) 43 40 35 Hubungan dengan konsumer Adik kandung Kakak kandung Adik kandung Pendidikan S1 S1 S1 Jenis kelamin Laki-laki Laki-laki Perempuan Dari tabel 4.3. diketahui bahwa semua responden adalah saudara kandung dari konsumer. Semua responden berpendidikan S1 dengan rentang usia 35 sampai 43 tahun. 6.3.1 Perilaku Pencarian Pertolongan 6.3.1.1 Persepsi keluarga mengenai gangguan jiwa yang dialami konsumer Saat ditanya mengenai persepsi keluarga mengenai gangguan jiwa yang dialami oleh konsumer, satu responden dapat menyebutkan diagnosis skizofrenia. “Dulu awalnya sering menyakiti diri sendiri, trus suka berhalusinasi. Membahayakannya dia suka membakar, jadi sudah membahayakan orang lain. Halusinasi, kata dokter skizofrenia.” (Tn. SU, keluarga konsumer) Satu responden menyebutkan gejala gangguan jiwa yang dialami keluarganya berupa sikap curiga dan adanya perilaku kekerasan. “Sakitnya I tu selain curiga, dengan orang gitu, akhirnya ada kejadian di rumah bapak dipukul gitu.” (Tn. HE, keluarga konsumer) Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 43 Satu responden lainnya menyebutkan adanya gejala mendengar suara-suara yang tidak jelas sumbernya. “Ya itu dia sakitnya begini. Jadi dia, kaya dia dengar suara-suara, atau apa gitu ya.” (Ny. LI, keluarga konsumer) 6.3.1.2 Inisiatif Pengobatan Semua responden menyebutkan keinginan keluarga yang membawa konsumer berobat ke Yayasan Galuh. Keluarga mengetahui adanya layanan Yayasan Galuh dari kenalan, internet, polisi. “Keinginan keluarga” (Tn. SU, keluarga konsumer) “Bapak saya itu laporan ke polisi, minta tolong gitu loh..gimana ini anak saya.. akhirnya ama polisi dibawa ke sini.” (Tn. HE, keluarga konsumer) “Sampai akhirnya dikasi tahu, suruh buka di google ada Yayasan Galuh. kita coba ke sini. Jadi memang dari keluarga yang akhirnya bawa ke sini.” (Ny. LI, keluarga konsumer) Responden menyebutkan alasan berobat ke Yayasan Galuh adalah agar tidak mudah kabur dan alasan biaya yang terjangkau. “Pertama karena ini cukup jauh dr rumah karena kalau dekat pasti dia pulang terus , kalau jauh gini kemungkinan dia pergi atau kabur kan lebih kecil. Tapi ternyata dia sempat kabur juga kedua tidak terlalu mahal.” (Ny. LI, keluarga konsumer) “Di sini cenderung lebih tidak kabur dia, pernah hanya 5-10 kali kabur, setelah satu tahun ini tidak kabur lagi. Kalau di tempat lain, di atas gunung pun dia bisa jalan turun. Misalnya dari Garut ke Bandung pernah tuh dia jalan kaki.” (Tn. SU, keluarga konsumer) “Grogol itu mahal. Kalo disini istilahnya sekedarnya. Mampunya berapa tapi dengan standar. Saya bayar 500 satu bulan.” (Tn. HE, keluarga konsumer) Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 44 6.3.1.3 Persepsi Mengenai Penyebab Sakit Dua orang responden mengaitkan masalah gangguan jiwa yang dialami oleh keluarganya dengan penggunaan obat terlarang seperti ganja dan amfetamin “Saya kurang tahu , mungkin ganja obat-obatan. ” (Tn. SU, keluarga konsumer) “Kalau analisa dokter sebelumnya dan dari cerita dia, dia ada makan obat terlarang sih. Dulu itu dia seringnya minum ekstasi.” (Ny. LI, keluarga konsumer) Satu orang responden mengaitkan masalah gangguan jiwa yang dialami oleh keluarganya berkaitan dengan masalah dalam pekerjaan. “Mungkin melihat lah, kesenjangan, antara bos, dengan guru, dia merasa tertekan, semenjak itu, ya “Dia sempet berjuang, gitu untuk…. Dia cerita, untuk masalah guru itu dia bikin., yah, sesuatu lah, perkumpulan gitu, terus,, mungkin itu ga kesampean, terus jadi seperti itu,,” (Tn. HE, keluarga konsumer) 6.3.1.4 Persepsi Mengenai Cara Pengobatan Saat ditanya mengenai persepsi keluarga mengenai cara pengobatan, semua responden mengatakan gangguan jiwa yang dialami keluarganya sudah berlangsung lama dan sudah berobat lama tanpa perubahan yang bermakna dengan pengobatan medis. Dua responden sudah tidak berharap banyak bahwa pasien bisa sembuh. “Menurut saya agak susah diobati penyakit H ini, karena diawal sudah diberikan pengobatan medis, lalu keagamaan juga sudah, segala macam sudah. Jadi buat saya sekarang sifatnya buat dia cukup senang dan tidak mengganggu orang lain, melakukan hal yang membahayakan orang lain.” (Tn. SU, keluarga konsumer) “Nah saya, waktu ke grogol, saya nanya, kan dok.. dok.. bisa sembuh ga? “sabar aja pak..” ok saya mengerti waktu itu kan saya lagi panik gitu kan, tapi saya tanya lagi dokternya, jawabannya sama, sabar.. ya okelah saya mengerti ini akan menahun, saya lihat di jalan-jalanan seperti itu, akan menahun. Tapi.. melihat ini saya jadi ada kepercayaan,,….” (Tn.HE, keluarga konsumer) Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 45 “Kita juga sudah, kita sudah, istilahnya karena sudah terlalu lama, kita sudah, harapan kita itu sudah tidak berharap banyak. Karena selama ini memang tidak ada perubahan, begitu, begitu saja.” (Ny. LI, keluarga konsumer) 6.3.1.5 Riwayat Pengobatan di Tempat Lain Saat ditanya mengenai riwayat pengobatan konsumer di tempat lain, semua responden mengatakan sudah pernah membawa anggota keluarganya berobat berulang kali ke rumah sakit dengan fasilitas perawatan jiwa sebelumnya. “Sudah hampir semualah, RSCM psikiatri pernah, RSJ di Dago Bandung pernah, di RSJ Grogol pernah, tapi itu sudah lama sekali ya, jaman orang tua saya masih hidup. Pesantren juga pernah.” (Tn. SU, keluarga konsumer) “Dulu pas kejadian pas dia sakit itu, dia dibawa ke grogol.saya bawa ke grogol. Eh dia pulang.. Saya bawa lagi dia pulang lagi.” (Tn. HE, keluarga konsumer) “Grogol sudah, bogor sudah, bogor dari rumah sakit pemerintah itu, terus ada tempat yang lain lagi. Saya ga tahu deh namanya apa. Di daerah Cipayung sudah. Terus di daerah dan Mogot. Yang di Mangga Besar di depan Husada. Yang di Duren Sawit juga pernah. Kayanya dia semua sudah pernah.” (Ny. LI, keluarga konsumer) Dua responden mengatakan keluarganya mengalami perbaikan dengan pengobatan psikiatri namun tidak pernah stabil dalam jangka waktu lama. Satu responden mengatakan pengobatan psikiatri dihentikan karena munculnya efek samping obat. Keluarga merasa kesulitan untuk bisa membuat pasien stabil dalam jangka waktu lama karena merasa sulit untuk bisa memastikan pasien bisa minum obat di rumah. “Dia sih ada perbaikan sedikit, namun nanti balik lagi. Jadi ga benar-benar stabil dalam jangka waktu lama itu ga ada. Tapi dengan kontrol kita ya, paling lama itu 6 bulan. Dia harus diingetin sih, jadi tiap hari kita tanya dia, sudah minum obat belum, kalau belum minum obat, dia disuruh minum.” (Ny. LI, keluarga konsumer) “Sifatnya tidak tuntas, disuruh balik ke rumah tapi masih membahayakan. Jadi kalau sudah sedikit dianggap sembuh disuruh pulang, padahal belum sembuhnya sementara, Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 46 masih ada sifat yang bisa membahayakan. Dan kita kan ga bisa awasi dia terus menerus di rumah.” (Tn. SU, keluarga konsumer) “Dikasih obat.. obat medis ya.. pokoknya yang merah, yang biru, yang lainnya saya lupa. Itu.. ya buat kaku, jadi kalo minum itu jadi kaku, ya mungkin dia ga nyaman kali, dan ditambah dia tu selalu,., dia tu ga mau minum obat. Karena kan dia sudah ga percaya. Karena ketidak percayaan kan. Semuanya serba dia takut diracun, nah makanya dikasih obat ga mau dia, ga pernah mau minum obat. Sama ibu diakalin, dicampur ke makanan, dicampur ke minumannya, na cuman kan, dia mungkin merasa ada efek gitu ya, kok jadi seperti gini, akhirnya dia sadar, berarti ga boleh makan. Ga mau makan. Na ya kan badan kurus segala kan lebih bahaya lagi. akhirnya lepas lah obat.” (Tn. HE, keluarga konsumer) 6.3.1.6 Pengobatan yang Diterima dan Dampak yang Dirasakan di Yayasan Keluarga tidak mengetahui secara pasti mengenai pengobatan yang diberikan di Yayasan Galuh. Dua responden mendapatkan keterangan dari pengurus bahwa keluarga mereka diberikan ramuan herbal dan pijatan. Satu responden sama sekali tidak tahu pengobatan yang diterima keluarganya. “Kata perawatnya sih ya, ramu-ramuan, pijat.” (Tn. HE, keluarga konsumer) “Berdasarkan berita dari pengurus, mereka diberikan ramuan herbal tanpa obat-obat medis.” (Ny. LI, keluarga konsumer) “Saya justru tidak tahu.” (Tn. SU, keluarga konsumer) Saat ditanya mengenai dampak pengobatan terhadap kondisi konsumer, satu responden mengatakan ada perbaikan dalam hal perawatan diri dan mulai bisa berkomunikasi setelah keluarganya berada satu bulan di Yayasan Galuh. Satu responden lain menyebutkan keluarga menjadi tidak emosional. Satu responden lain menyebutkan keluarganya tidak kabur selama berada di Yayasan Galuh. “Dia jadi ga emosional, kalau yang lainnya : dia ngomongnya masih ngaco, perawatan dirinya masih kurang.” (Ny. LI, keluarga konsumer) Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 47 “Di sini cenderung lebih tidak kabur dia, pernah hanya 5-10 kali kabur, setelah satu tahun ini tidak kabur lagi. Kalau di tempat lain, di atas gunung pun dia bisa jalan turun. Misalnya dari Garut ke Bandung pernah tuh dia jalan kaki.” (Tn. SU, keluarga konsumer) “Satu bulan udah perubahan. Udah gundul, seger, mandi, untuk perawatan lah, perawatan fisiknya saya liat oh udah bagus ini, tapi masih kosong, saya liat.. nah berikutnya, terus.. berkembang saya liat.. Ditanya tanggal lahir,.. inget.” (Tn. HE, keluarga konsumer) 6.3.2 Kebutuhan terhadap Pelayanan Kesehatan Jiwa Satu responden mengatakan perlunya adanya panti rehabilitasi mental yang memiliki tenaga medis dan menyediakan pula terapi okupasional di dalamnya. “Kan dilihat orang gangguan jiwa banyak. Harusnya ada sarana, tempat mereka dilatih bekerja, itu bisa mengurangi mereka bengong. Di samping ada tenaga medis yang mengawasi dia, ada tenaga terampil yang membantu mereka membuat ketrampilan. Ya pasti perlu, seperti tempat-tempat seperti ini ya. Cuma ya Galuh masih banyak kurangnya, ga ada tempat ketrampilannya, orangnya terlalu banyak, cuma kita sudah (terdiam) sudah hopeless lah. (Ny.LI, keluarga konsumer) Perlunya ada pelayanan kesehatan jiwa di masyarakat seperti adanya posyandu sehat jiwa yang bisa memberikan layanan preventif gangguan jiwa. Responden juga mengharapkan adanya layanan psikiatri di puskesmas. “Ya mungkin,, kaya posyandu gitu kali mbak.. iya, jadi ke masyarakat itu ada yang turun, jangan bayi aja, Masalahnya kan stressor yang kehidupan kan seperti ini,saya, sepengetahuan saya, dari polusi aja kan bisa menyebabkan gitu kan, dari tingklat stress, polusi udara, dari limbah, ya, bayangin aja. tiap hari pergi pagi pulang sore, belum apaapa keluar dari rumah aja stres liat keadaan kan, nah apa salahnya tiap puskesmas tu ada lah dokter jiwanya, gitu, jadi bisa dibantu, minimal bisa dicegah, misalnya, oh ini harusnya begini, tindakannya, keluarganya harusnya begini.” (Tn. HE, keluarga konsumer) Perlu ada tenaga medis/perawat yang terlatih di bidang kesehatan jiwa untuk memotivasi pasien untuk minum obat. Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 48 “Sebenarnya kalau lihat selama ini, kalau dilihat, kondisinya L lebih baik saat minum obat dokter, tapi kalau minum obat kan harus terus menerus kan dianya susah. Kalau menurut saya minum obat itu lebih baik daripada ga minum obat. Harus ada perawat yang memotivasi dia dan itu harusnya tenaga medis. Kan orang yang belajar kejiwaan lebih tahu cara menangani orang yang sakit ini.” (Ny.LI, keluarga konsumer) “Pemahaman mereka mengenai jenis penyakit jiwa, kan sakit jiwa itu banyak jenisnya kaya ada skizofrenia ya, trus ada yang benar-benar bawaan lahir. Nah yang seperti itu yang mereka ga tahu. Kemudian tentang psikologis seseorang.” (Ny.LI, keluarga konsumer) 6.3.3 Kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan bagi Petugas Satu responden mengatakan perlunya ada pelatihan pertolongan pertama pada kondisi darurat yang diberikan pada petugas. “Ya kalau ada yang darurat lah, seperti pasien sakit perut, sakit gigi, kan susah tuh dibawa ke dokter orang-orang seperti ini tidak akan mungkin.” (Tn. SU, keluarga konsumer) Dua responden mengatakan butuhnya perbaikan di bidang kesehatan lingkungan Yayasan terutama mengenai kebersihan lingkungan. “Mereka kan tradisionil ya,.. nah dengan pengetahuan-pengetahuan yang modern, dipadukan, mungkin kan bisa lebih bagus, lebih kuat. Fisik juga di sini kan fisik.. liat aja ruangan.. fisik bangunan, maksudnya.. kadang-kadang suka bau.. bau-bau aroma lah, *tertawa* ya kan harusnya kan.. gimana gitu loh..” (Tn.HE, keluarga konsumer) “Ya kebersihan.” (Tn. SU, keluarga konsumer) 6.3.4 Kebutuhan pelatihan di bidang sosial, okupasi, aktivitas sehari-hari bagi petugas Saat ditanya mengenai kebutuhan pelatihan di bidang sosial, okupasi, aktivitas sehari-hari bagi petugas yayasan, semua responden mengatakan ada masalah dalam perawatan diri pada keluarga mereka. Satu responden mengatakan Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 49 butuhnya lebih banyak petugas untuk bisa membantu perawatan diri sehari-hari penghuni. “Apa ya.. bingung saya.. perawatan badan, cuma mandi ya..” (Tn.HE, keluarga konsumer) “Saya rasa karena orangnya kurang banyak kali ya , jadi ya harus lebih banyak orang . Kalau soal mandi kan ga perlu ketrampilan khusus kan, sama seperti kita mandi diri sendiri, tapi ya mungkin mereka tenaganya kurang banyak.” (Ny.LI, keluarga konsumer) “H tidak akan mandi kalau tidak disuruh.” (Tn. SU, keluarga konsumer) Dua responden mengatakan butuhnya pelatihan bagi petugas agar dapat memberikan kegiatan positif pada penghuni Yayasan. “Saya minta petugasnya itu untuk sering disuruh, suruh kerja. Supaya ada kesibukan.” (Tn.HE, keluarga konsumer) “Ketrampilan petugas untuk bisa membantu pasien membuat ketrampilan, seperti ada kelas-kelas untuk buat keset misalnya.” (Ny.LI, keluarga konsumer) Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 Tabel 6.4. Matrikulasi Wawancara Mendalam Keluarga Konsumer Yayasan Galuh Res pon den Inisiatif Pengobat an Persepsi keluarga mengenai gangguan jiwa yang dialami konsumer Persepsi Mengenai Penyebab Timbulnya Gangguan Jiwa Persepsi Mengenai Cara Pengobata n Riwayat Pengobatan di Pengobatan yang Dampak Tempat Lain& Dampaknya diterima di yayasan Pengobatan & dampaknya di Yayasan SU Keluarga Skizofrenia Kurang tahu, mungkin karena konsumsi ganja Sulit diobati Pesantren, RSCM, RSJ di Bandung RSJ di Grogolïƒ tidak tuntas, masih membahayakan tapi sudah dipulangkan Tidak tahu Tidak kabur HE Keluarga gejala gangguan jiwa : curiga , perilaku kekerasan Tertekan masalah pekerjaan Sifatnya menahun, harus sabar RSJ di Grogolïƒ tidak mau minum obat Ramuan,pijat Perawatan diri membaik, tahu tanggal lahir LI Keluarga dengar suarasuara Sering konsumsi amfetamin Menahun, tidak berharap banyak bisa Ramuan, herbal RSJ di Grogolïƒ tidak pernah stabil dalam jangka waktu lama Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 Tidak emosional 51 sembuh Res pon den Kebutuhan Pelayanan Kesehatan Jiwa Pelatihan di bidang kesehatan bagi Petugas Pelatihan di bidang sosial, okupasi, aktivitas sehari-hari bagi petugas SU Tidak perlu Kebersihan Perawatan diri (mandi) HE Layanan preventif gangguan jiwa dan psikiater di puskesmas Kebersihan lingkungan Perawatan diri (mandi), diberi kesibukan/kerja LI Panti rehabilitasi mental yang memiliki tenaga medis dan menyediakan pula terapi okupasional di dalamnya, tenaga medis/perawat yang terlatih di bidang kesehatan jiwa untuk memotivasi pasien untuk minum obat di Yayasan Tenaga dokter/perawat bisa ada di Yayasan Penambahan jumlah petugas, ketrampilan (membuat keset) Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 6.4 Wawancara Pelaku Rawat Yayasan Galuh Wawancara FGD dengan sepuluh petugas Yayasan Galuh dilakukan pada tanggal 9 Desember 2012 yang kemudian dilanjutkan dengan wawancara mendalam dengan tiga petugas Yayasan Galuh pada tanggal 26 Januari 2013 di Yayasan Galuh. Namun sayangnya hanya tujuh orang pelaku rawat yang bisa dibuat verbatimnya. Hal ini dikarenakan saat memberikan pendapat, pelaku rawat tidak menyebutkan namanya terlebih dahulu sehingga sulit mengidentifikasi suara pelaku rawat saat mendengarkan ulang hasil rekaman wawancara. Karakteristik responden Pelaku RawatYayasan Galuh dapat dilihat di tabel 4.5. Tabel 6.5. Karakteristik Responden Pelaku Rawat Yayasan Galuh Responden Inisial responden Umur (tahun) Lama kerja di yayasan (tahun) Pendidikan Jenis kelamin 1* IS 2* UJ 3* SY 4 NA 5 NW 6 AJ 7 HM 30 10 32 7 35 12 40 7 37 8 32 10 33 5 MTs P SD L SD L SMP P SD L SMU L SMP L Keterangan : * :responden wawancara mendalam P: Perempuan L: Laki-laki Dari tabel 4.5 dapat dilihat rentang usia responden 30-40 tahun. Lama bekerja antara 5-12 tahun. Pendidikan terendah SD (3 responden) dan tertinggi SMU (2 responden). 6.4.1 Data tentang Layanan Perawatan yang Diberikan Saat ditanya mengenai layanan perawatan yang diberikan di Yayasan, semua responden mengatakan memberikan pelayanan perawatan diri sehari-hari penghuni seperti membantu mandi, mencucikan baju, menggunting kuku, perawatan sederhana bagi penghuni yang sakit. Setiap pelaku rawat bertanggung jawab terhadap beberapa penghuni tertentu. Pelaku rawat juga menyiapkan makanan dan pengobatan herbal bagi penghuni. Selain itu juga semua responden juga mengurus kebersihan fasilitas seperti membersihkan fasilitas perawatan. “Saya paling ya ngebantuin mandiin. Nyuciin bajunya terus ya ngasih makan. Nyiapin makan di dapur. Paling kita guntingin kukunya gitu aja.” Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 53 (Ny. IS, pelaku rawat) “Mandiin. Gunting kuku semua. ya masuk angin ya kita kerik gitu.” (Tn.UJ, pelaku rawat) “Kayak buat cucian, bantu-bantu kita juga kan itu. Kalo ada kebersihan apa-apa kita kasih dia. Jadi soal mandi, mandipun kita nggak bisa setiap hari, tergantung kondisi dianya.” (Tn. SY, pelaku rawat) “Kita di sini semua pengurus punya jatah ngosrek Dok. Kita nggak ada khusus cleaning boy gitu, nggak ada Dok, jadi dari mereka mereka ini, misalkan hari ini hari Minggu,tugasnya dengan siapa jadwalnya bersihin tempat ini.” (Ny. NA, pelaku rawat) “Perawatan yang rutin ke pasien, saya mandikan. pengobatin pasien kembali memang pada pengobatan herbal kan ya. Dengan ramu-ramuan, ada beberapa jenis tanaman yang kita ramu.” (Tn. AJ, pelaku rawat). “Mandinya, makannya, kalau dia misalkan sakit apa gitu ya kita tanganin gitu kan. Kalau pusing kepalanya dipijet, itu aja udah. Sama ada komunikasi lah kita ajak komunikasi.” (Tn.UJ, pelaku rawat) “Saya nih kepala perawat kan saya ngambil sepuluh orang, nah nanti orang itu pengurus pegang lima belas orang, nanti yang lainnya lagi pegang sepuluh. Jadi nanti setiap pengurus itu pegang pasiennya, jadi tahu karakternya. Dua orang ini pegang sekian jadi tahu karakter pasien-pasiennya. Jadi begitu kita buat. Jadi mempermudahkan kita untuk menenangkan si pasien, mengetahui karakter si pasien..”. (Tn. AJ,pelaku rawat). Satu pelaku rawat juga mengatakan bukan hanya mereka yang memberikan pelayanan terhadap penghuni, namun penghuni juga ikut membantu di Yayasan “Ada yang bantu saya cuci baju, suka ngepel”. (Tn.NW, pelaku rawat) 6.4.2 Pengetahuan Pelaku Rawat Mengenai Gangguan Jiwa 6.4.2.1.1 Pengetahuan mengenai Kondisi Orang yang Dirawat di Yayasan Pelaku rawat mengatakan orang yang mereka rawat umumnya agresif seperti marah-marah, galak, memiliki emosi labil, perilaku kacau seperti tertawa tanpa sebab, dan menarik diri. Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 54 “Mereka kadang-kadang ada yang galak, terus ada yang pendiem. Tapi tiba-tiba dia suka nangis. Ada gitu yang teriak-teriak juga. Yang suka ketawa ketawa sendiri.” (Tn.NW, pelaku rawat) “Tanpa sebab dia marah-marah sendiri”. (Ny. IS, pelaku rawat) “Ya paling kalau yang saya tahu gitu ya semacam galak gitu ya Bu ya.” (Tn.UJ, pelaku rawat) “Pasien saya yang ada di sini kebanyakan nih ya, faktor dari keluarga, dan juga ekonomi sama pacar.” (Tn. SY, pelaku rawat) “Misalkan pasien masuk nih ya, ada yang aktif kayak si (sebut nama), ada yang ngiler kayak si (sebut nama)” (Ny. NA, pelaku rawat) 6.4.2.2 Pengetahuan mengenai Orang dengan Gangguan Jiwa Pelaku rawat menyebutkan gejala-gejala orang dengan gangguan jiwa adalah memiliki perilaku kekerasan, gangguan emosi seperti sering marah, menangis tanpa sebab, berbicara kacau, isolasi diri, perawatan diri kurang. “Menurut saya kadang-kadang kan ada orang suka marah-marah sendiri tanpa sebab, dia marah-marah sendiri. Mungkin gitu aja sudah terganggu statusnya tuh jiwanya.” (Ny. IS, pelaku rawat) “Yang suka ngamuk-ngamuk. Ya sikap dia udah gak enak kita lihat lah. Oceh-ocehan udah segala apa ucapan yang gak bener kita dengar lah. Dikasih pakaian ganti, dia ganti tapi terus pakai yang kotor lagi.” (Tn. SY, pelaku rawat) “Apa yang galak apa yang gimana. Ada yang diam. Cuma diam saja. Nah suatu waktu, ketika kita lihat, tiba-tiba dia menangis. Nah abis menangis, berhenti, tiba-tiba dia menyanyi.” (Tn. AJ,pelaku rawat). Pelaku rawat menghubungkan penyebab gangguan jiwa dengan masalah keluarga, masalah ekonomi, ilmu gaib, dan pengaruh narkoba. “Itu banyak ilmu gitu ya. Ilmu kebatinan. Ya karena ilmu-ilmu. Terus sama narkoba juga banyak.” Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 55 (Tn.UJ, pelaku rawat) “Dari dia sendiri kadang-kadang... apa namanya, ya kalo dia ngamuk-ngamuk marah kita perhatiin gitu, nah buat kita tahu oh ini sebabnya dari mana. Dari apakah keluarga, faktor ekonomi.” (Tn. SY, pelaku rawat) 6.4.2.3 Pengobatan yang Dapat Diberikan pada Orang dengan Gangguan Jiwa Menurut pelaku rawat, pengobatan yang dapat diberikan pada orang dengan gangguan jiwa adalah didoakan, diberi ramuan, diberikan nasehat, diberikan pijatan, dirantai. “Ajak ngobrol dia... Kadang kan kita ajak bercanda juga..” (Ny. IS, pelaku rawat) “Iya karena ilmu tuh ya kita ya kalau ngobatinnya pakai doa, ramuan... Sama dari pijet gitu, kita pijet pijet juga.” (Tn.UJ, pelaku rawat) “Kalau kita dipukul gitu ya, kita dipukul kita amankan ya kita kita rantai lah.” (Tn.UJ, pelaku rawat) “Em salah satu ada keributan sama temannya, kita kan kita rantai gitu kan.” (Tn. SY, pelaku rawat) “Kita informasi yang kita kasih ya kita ajak ngobrol masalah masa lalu dia. Gimana gimana. Terus ya masalah kayak misalnya stresnya, umpama karena perempuan ya, stres karena cinta ya kita kasih masukan. Sudahlah masa lalu nggak usah diiniin.” (Tn.UJ, pelaku rawat) “Iya pituah. Kita kan kalo menurut orang dulu kan nasehat gitu ya. Itu yang selalu kita bantu ke mereka. Kasih saran masukan untuk ke pikirannya dia untuk agak enakan gitu ya.” (Tn. SY, pelaku rawat) “Perawatan kami di sini itu lebih utamanya ke pendekatan pada individu gitu Dok. Itu metode memang tidak secepat obat dokter ya, cuman kita pelan tapi pasti gitu Dok. Sedikit-sedikit itu percaya dirinya pulih, sudah mulai mau interaksi, mau keluar dari kamar, yang tadinya nggak mau ngomong yang tadinya begitu.” (Ny. NA, pelaku rawat) Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 56 6.4.3 Kemampuan dan Beban Pelaku Rawat dalam Memberikan Perawatan 6.4.3.1 Kesulitan yang Ditemukan dalam Memberikan Perawatan Saat ditanya mengenai kesulitan pelaku rawat dalam menghadapi orang yang dirawat, pelaku rawat menjawab merasa kesulitan menangani orang dengan perilaku kacau, perawatan diri buruk, perilaku kekerasan, isolasi diri, tidak mau makan. “Kadang-kadang ada yang nakal juga kan, susah dibilangin. (pause) kata jangan kemana-mana ada kan yang mondar mandir aja. Kadang-kadang hujan aja suka pada jalan. Itu kita susah banget ngomonginnya yang begitu. Kalau yang galak saya nggak berani nanganinnya. Paling mereka pada rebutan makanan kalau lagi makan. Ngingetin dia untuk ya buang air besar buang air kecil nggak di tempat.” (Ny. IS, pelaku rawat) “Ya itu Bu, kesulitannya kalau kesulitannya ada dua nih Bu. Ada yang galak ya, yang semacam galak gitu sama kita ya. Kedua, yang susah makan. Kalau kita suapin tuh dia dia gininya narik gini (mencontohkan).” (Tn.UJ, pelaku rawat) “Saya yang gak ngerti itu yang terlalu pasif banget Dok.” (Tn. SY, pelaku rawat) “Kalau saya mah kendalanya ada satu pasien saya yang buang air di celana.” (Tn. AJ, pelaku rawat). “Kalau masalah yang pasien yang terlalu hiperaktif atau yang terlalu pasif itu aja yang bisa agak susah. Kalau malam, yang ngamuk, yang kabur.” (Tn. SY, pelaku rawat) “Kalau yang susah makan kebiasaan makan enak gitu bu. Kebiasaan makan enak, sama makanan yang di sini itu nggak nggak dimakan.” (Tn. SY, pelaku rawat) Pelaku rawat juga mengalami kesulitan menghadapi pasien dengan penyakit fisik seperti muntah, diare, penyakit kulit dengan gejala gatal-gatal, luka, bengkak. “Bengkak. Bengkak ya. Karena saya salah satunya ya nggak menangani fisik ya. Pas lagi dia muntah-muntah, saya kan nggak tahu ini umumnya dia kenapa. Terus mungkin gatalgatal.” (Tn. SY, pelaku rawat) Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 57 “Mereka buang buang air di celana gitu kan, sehari ganti-ganti pakaian bersih pakaian kotor.” (Tn. SY, pelaku rawat) “Untuk penyakit kulit Dok. Pasien yang sakit kulit penanganan dari sini bagaimana. Kadang kita pasien kiriman dari jalanan badannya penuh kurap Dok. Itu kan dia jadi nyusahin pasien yang lain. Kita nggak terima itu namanya udah sampai sini.” (Ny. NA, pelaku rawat) “Kalau sudah bengkak dari kaki sampai kemaluannya itu nanti kadang-kadang saya sudah nyerah ya. Butuh penanganan apa sih andaikata, misalnya pasiennya mengalami hal yang kayak begitu? Jari-jarinya kan, sampai ginjal itu kan kita bingung tuh, jadi apa sih penanganannya?” (Tn. AJ, pelaku rawat). “Pernah kan kita dapet pasien itu dari jalan dengan luka busuk. Ini kami harus gimana? Kita nolong bawa dia ke rumah sakit? Itu juga sudah suatu kendala buat kami. Kami sudah kayak bola Dok, ya kalaupun itu kendalanya KTP. Kami akhinya ditempatkan di ruang isolasi Dok.” (Ny. NA, pelaku rawat) Pelaku rawat juga pernah mendapatkan pasien yang melahirkan di Yayasan. Pelaku rawat mengalami kesulitan karena harus membantu proses persalinan pada pasien yang belum sempat dirujuk. “Kita dapat kiriman pun pasien yang melahirkan di sini. Kami tuh butuh pengetahuan tentang perawatan perawatan begitu buat perawat perempuan. Misalnya kayak untuk pemotongan tali pusat, biar steril biar ... itu harusnya gimana. Seandainya ada yang nggak ketahan lagi lahir di sini.” (Ny. NA, pelaku rawat) 6.4.3.2 Waktu yang dihabiskan untuk bekerja di Yayasan Pelaku rawat menyebutkan tidak ada jam kerja yang tetap di Yayasan. Waktu kerja diatur sendiri oleh pelaku rawat. “Lima pagi terkadang sampai sore. Ya paling kalau abis makan siang gitu ya kita istirahat dulu.” (Ny. IS, pelaku rawat) “Dari pagi, sampai jam tujuh pagi ya. Paling sekitar jam habis maghrib sudah pulang.” (Tn.UJ, pelaku rawat) Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 58 “Jam tujuhan, kadang-kadang setengah delapan. Jam lima sore. Ntar kalau dia udah selesai makan sore, maghrib gitu.” (Tn. SY, pelaku rawat) 6.4.4 Data Kebutuhan Pelatihan Pelaku Rawat Pelaku rawat terutama merasa membutuhkan pelatihan mengenai kesehatan fisik seperti cara mengobati penyakit kulit, perawatan luka, penanganan demam, diare. “Ya untuk ngobatin luka kalau ada yang luka. Itu kan saya juga kurang tahu kan.” “Pengobatan kalau misalnya ada yang sakit. Sakit fisiknya. Ya panas, apa lagi, diare, ada yang bengkak gitu. Di kaki, kadang-kadang ke muka bengkaknya.” “Merawat itulah merawat luka.” (Ny. IS, pelaku rawat) “Semacam yang ngerawat ya pasien-pasien yang misalnya kayak sakit. Misal sakit buang-buang air. Gatal-gatal apa gitu.” (Tn.UJ, pelaku rawat). “Ya pokoknya begini deh, pokoknya kalau yang saya perlu di sini ya fisik dia saja.” (Tn. SY, pelaku rawat) “Maka kami juga sangat berharap sekali, (pause) semua pengurus dilatih ditatar untuk P3K. Itu kami tuh perlu sekali Dok. Misalkan ini orang punya luka, ini penanganannya harus begini. Bagaimana kalau kita punya pasien dari jalan itu dia punya luka busuk.” (Ny. NA, pelaku rawat) Pelaku rawat juga merasa perlu pelatihan mengenai cara berkomunikasi dengan pasien. “Ya kalau dia lagi galak gitu, caranya gitu gimana. Cara ngebujuk yang susah mandi yang susah makan.” (Ny. IS, pelaku rawat) “Ya ada itu pasien yang susah ngomong nah itu kita perlu, perlu gimana caranya supaya dia bisa ngobrol gitu.” “Pelatihan komunikasi, iya.” (pelaku rawat) Pelatihan cara membantu perawatan diri sehari-hari pasien dengan perawatan diri buruk. Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 59 “Kesehatan yang jaga, dia begini begini, bersih-bersih diri dia sendiri ya.” “Cara buang air dia. Ya dia kan agak jorok ya orang begitu.” (Tn.UJ, pelaku rawat) Pelatihan okupasional seperti membuat ketrampilan tangan, berkebun “Keterampilan tangan.” (pelaku rawat) “Jadi pasien ini perlu keterampilan untuk itu, menanam bermacam-macam bunga. Berkebun. Itu kangkung, bayam.” (pelaku rawat) Pelatihan mengenai cara menghadapi pasien dengan gangguan jiwa “Menangani yang galak, agak bandel, gitu ya agak susah. Yang model model kayak gitu ya Bu, disuruh makan kadang nasi dibuang.” (Tn.UJ, pelaku rawat) “Misalnya dokter menghadapi pasien yang neurotik dengan yang (samar) kan lain lagi caranya Dok. Nah itu yang ingin kami apa...yang ingin kami dapatkan dari pelatihan ini.” (Ny. NA, pelaku rawat) Pelatihan mengenai penyediaan makanan yang sehat “Terus sama ini juga Dok, makanan. Masalah makanan standar kesehatan.” (pelaku rawat) Prioritas pelatihan yang diinginkan oleh petugas adalah mengenai penanganan masalah penyakit fisik, diikuti oleh pelatihan mengenai cara merawat pasien dengan gangguan jiwa. “Prioritasnya fisik. Kedua tentang kejiwaan. Nah kemudian yang ketiga ini masalah pemberian penyuluhan, tentang P3K. Tentang luka, tentang ... penanganannya gimana. Kita kan kadang pegang pasien jadi takut Dok.” (Ny. NA, pelaku rawat) “Gatal-gatal, buang air. Itu yang paling sering kita dapet tuh seperti demam.” (pelaku rawat) Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 Tabel 6.6. Matrikulasi Wawancara Mendalam Pelaku Rawat Yayasan Galuh Respo nden IS UJ SY Layanan Perawatan Pengetahuan yang Diberikan mengenai Kondisi Orang yang Dirawat di Yayasan Memandikan, memberi Marah tanpa sebab makan, menggunting kuku, cuci baju Memandikan, Galak menggunting kuku, merawat bila sakit Pengetahuan mengenai Orang dengan Gangguan Jiwa Gejala gangguan jiwa: marah-marah sendiri Mengaitkan dengan ilmu gaib & penggunaan narkoba Berkaitan dengan Mengamuk, masalah: ekonomi, mengoceh sendiri, keluarga, putus pacar memakai baju kotor Pengobatan Kesulitan dalam Perawatan Jam Kerja yang Dapat Diberikan Memandikan, cuci baju Nasehat, Dirantai Ajak bicara Menghadapi orang yang galak, BAB & BAK sembarangan Doa, ramuan, Menghadapi orang yang pijat, nasehat galak, tidak mau makan 5 pagi sore sampai 7 pagi maghrib sampai Orang yang terlalu hiperaktif, 7 pagi orang yang terlalu pasif, maghrib tidak mau makan, sakit fisik:muntah, gatal, bengkak, diare sampai Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 61 Responden Kebutuhan Pelatihan Pelaku Rawat IS 1. Pengobatan sakit fisik: luka, demam, diare, bengkak 2. Cara menghadapi dan berkomunikasi dengan orang yang galak, tidak mau makan, tidak mau mandi UJ 1. Pengobatan fisik:gatal, diare 2. Perawatan diri: mandi, BAB, BAK 3. Cara menghadapi dan berkomunikasi dengan orang yang galak, sulit diatur SY Pengobatan sakit fisik Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 6.5 Wawancara Petugas Puskesmas Pengasinan Wawancara FGD dilakukan pada enam petugas Puskesmas Pengasinan yang merupakan puskesmas kelurahan yang melayani Yayasan Galuh dilakukan pada tanggal 9 Februari 2013 di ruang serbaguna Puskesmas Pengasinan Kota Bekasi. Karakteristik responden petugas puskesmas pengasinan dapat dilihat di tabel 4.7 Tabel 6.7. Karakteristik Responden Petugas Puskesmas Pengasinan Responden Inisial responden 1 AM 2 NA 3 AI 4 DW 5 SR 6 NO Umur (tahun) 30 45 41 49 30 45 Lama kerja (tahun) 10 7 12 7 8 10 Pendidikan Profesi Dokter gigi Profesi Dokter gigi Profesi Dokter D3 Keperawatan D3 Kebidanan D3 Keperawatan P P P P P P Jenis kelamin Keterangan : P: perempuan L: Laki-laki Dari tabel 8 terlihat bahwa rentang usia petugas 30-49 tahun. Semua responden berjenis kelamin perempuan dengan lama kerja berkisar antara 7-12 tahun. Pendidikan responden adalah profesi dokter/dokter gigi (3 responden) dan D3 kebidanan (3 responden). 6.5.1 Data tentang Gangguan Jiwa yang Ada di Puskesmas Dalam segmen ini, responden akan diminta untuk menceritakan masalah kesehatan jiwa banyak ditemui di puskesmas, gejala gangguan jiwa yang sering ditemui, banyaknya kasus pasien dengan gangguan jiwa yang ditangani, bagaimana selama ini masyarakat mengatasi masalah kesehatan jiwa yang ada 6.5.1.1 Masalah kesehatan jiwa banyak terjadi di sekitar responden Responden mengatakan masalah gangguan jiwa yang paling sering mereka temui di puskesmas adalah kasus neurotik, psikosomatik. Puskesmas juga pernah mendapatkan kasus ibu hamil yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 Universitas Indonesia 63 (KDRT). Kasus gangguan jiwa berat jarang ditemui dan pasien/keluarganya hanya datang untuk mendapatkan rujukan ke RSU. “Rata-rata kalau pasien kita di BP (balai pengobatan) itu gangguan neurotik.” (Ny. DW, petugas puskesmas) “Neurotik aja ya.” (Ny. AM, petugas puskesmas) “Kebanyakan yang gangguan neurotik sama psikosomatik aja yang banyak kita temuin. Kalau yang apa berat, psikosis atau skizofren itu rata-rata mereka hanya minta rujukan aja.” (Ny. AI, petugas puskesmas) “Misalkan nih ya, kalau ibu hamil gitu ... kita kasus yang kayak korban KDRT itu juga ada.” (Ny. NA, petugas puskesmas) 6.5.1.2 Gejala Gangguan Jiwa yang Sering Ditemui Gejala gangguan jiwa pada pasien yang responden sering temui adalah pasien datang dengan keluhan fisik yang berulang-ulang seperti hipertensi, gastritis, gatal-gatal, sulit tidur. “Itu juga kita lihat memang pasien-pasien yang sering datang ke sini aja. Yang berulang kadang seminggu dua kali, seminggu sekali, kadang-kadang ... banyakan pasien hipertensi ya. Hipertensi banyak banyakan keluhan yang nggak bisa tidur, kayak-kayak gitu. Itu yang kita masukkan ke gangguan neurotik.” (Ny. AI, petugas puskesmas) “Neurotik itu simtomatik misalnya hipertensi, maag itu kan gastritis, itu dengan keluhan yang berulang-ulang gitu mereka datang.” (Ny. DW, petugas puskesmas) “Kalau di lansia yang ada berulang-ulang dok. Kalau misalkan ada neurotik gitu ya, pasti ya gitu keluhannya berulang-ulang. Dan keluhannya sama. Apalah, sebutin, misalnya ada yang gatal-gatal. Setiap bulan itu pasti keluhannya. Gatal, nggak bisa tidur, itu kan gitu kan kalau minta obat tidur. Ya keluhannya kayak gitu.” (Ny. SR, petugas puskesmas) Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 64 6.5.1.3 Banyaknya Kasus Gangguan Jiwa yang Ditangani Saat ditanya mengenai banyaknya kasus gangguan jiwa yang ditangani, responden mengatakan jarang mendiagnosis pasien dengan diagnosis gangguan jiwa. Petugas hanya mendiagnosis penyakit umumnya saja. Hal ini terjadi karena keterbatasan waktu dan tenaga di puskesmas sehingga petugas lebih fokus pada keluhan fisik pasien saja. Petugas memperkirakan sekitar 4-5 orang/hari yang datang berobat ke puskesmas mengalami gangguan emosi neurotik. “Kalau untuk gangguan emosi neurotik ya, kadang-kadang untuk diagnosis kita nggak bisa kita langsung ini... rata-rata kita diagnosa secara ini, penyakit umum aja ya. Kalaupun ada gangguan emosi neurotik paling sehari hanya ada berapa tuh ya? Empat atau lima, sekitar itu biasanya. Tapi kalau untuk jiwanya sendiri, ... he eh jarang he eh iya.” (Ny. AI, petugas puskesmas) “Empat.” (Ny. DW, petugas puskesmas) “Ya mungkin untuk kasus kejiwaan itu, kita di puskesmas nggak spesifik ya. Karena memang ya karena ya itu tadi kembali ke keterbatasan. Tenaga dan waktu. Saking banyaknya pasien, sehingga kita hanya keluhan yang dikeluhkan pasien saja yang sangat diperhatikan. ... pasien agak aneh-aneh, kita menyebutnya dalam tanda petik agak aneh gitu. Kalau dimasukkan ke diagnosis jiwa, di KIA atau di lansia juga banyak ditemukan yang seperti itu. Cuman kan kita kembali lagi seperti tadi, karena kita tidak ada, ya karena ini sudah fokus membicarakan kasus kejiwaan ya akhirnya kita baru terbuka. Tapi kalau dibilang tidak memperhatikan, tidak, tapi kita lebih fokus ke keluhan.” (Ny.NA, petugas puskesmas) 6.5.1.4 Bagaimana Masyarakat Mengatasi Masalah Kesehatan Jiwa yang Ada Saat ditanya bagaimana masyarakat mengatasi masalah kesehatan jiwa yang ada, responden mengatakan masyarakat sering tidak sadar akan gangguan jiwa ringan yang bermanifestasi pada gangguan fisik. Masyarakat baru sadar akan adanya orang dengan gangguan jiwa jika gangguannya sudah berat. Tidak terdapat praktek pemasungan orang dengan gangguan jiwa oleh masyarakat. “Setelah kasusnya mungkin tahapan sedang atau berat, barulah orang sekelilingnya agak mulai sadar, terus barulah masuk ke, orang mengatakan gangguan kejiwaan. Jadi Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 65 kalau di gigi ya, misalnya kasus-kasus gingivitis. Gingivitis yang berulang, kronik itu biasanya gangguan kejiwaan. Karena backgroundnya dia stres. Atau gangguan ringan atau tekanan berat itu kan langsung keluarnya ke gingivitis. Tapi orang tidak mau mengakui kalau dia sebenarnya mengalami gangguan kejiwaan. Jadi yang dikeluhkan hanya giginya saja.“ (Ny.NA, petugas puskesmas) “Kalau untuk wilayah kita dipasung sih nggak ada.” ((Ny.NA, Ny. AI, Ny. DW, Ny. SR, Ny. NO, petugas puskesmas) Banyak yang membawa orang dengan gangguan jiwa untuk didoakan oleh tokoh agama. “Kalau itu banyak dok. Masih ada yang itu.” (Ny. AI, Ny. DW, Ny. SR, petugas puskesmas) “Masih ada. Itu apalagi kalau di wilayah kampung ya. Banyak yang kampung.” (Ny. NO, petugas puskesmas) 6.5.1.5 Dampak Masalah Kesehatan Jiwa yang Tidak Tertangani di Masyarakat Saat ditanya mengenai dampak masalah kesehatan jiwa yang tidak tertangani di masyarakat, responden mengatakan masalah kesehatan jiwa yang tidak tertangani di masyarakat akan lebih berpengaruh kepada keluarga dan masyarakat sekitar dibanding ke orang yang mengalami gangguan jiwa. “Pastinya, sosial ya. Dampaknya sosial ya, lebih banyak ketahuan ya untuk lebih wa..ya untuk lebih banyak sekeliling ininya yang lebih banyak terpengaruh dibandingkan secara personal ya Bu ya?” (Ny. AI, petugas puskesmas) “Tapi kadang-kadang juga ngeganggu orang juga. Itu yang di jembatan satu itu ...” (Ny. NO, petugas puskesmas) 6.5.2 Model Pelayanan Kesehatan Jiwa di Puskesmas 6.5.2.1 Jenis Layanan yang Termasuk Layanan Kesehatan Jiwa Saat ditanyakan mengenai jenis layanan kesehatan jiwa, responden mengatakan layanan kesehatan jiwa terdiri dari proses mendiagnosis adanya gangguan jiwa, Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 66 pengobatannya termasuk konseling dan penyuluhan kepada pasien dan keluarganya. “Ya dari diagnosa dulu pasti kan.” (Ny. AI, petugas puskesmas) “Mulai dari misalnya bukan sekedar pengobatan tapi juga ada konselingnya.” (Ny. NA, petugas puskesmas) “Penyuluhan ke keluarga.” (Ny. NO, petugas puskesmas) “Malah penyuluhan perorangan kita banyaknya.” (Ny. DW, petugas puskesmas) 6.5.2.2 Layanan Kesehatan Jiwa yang Disediakan di Puskesmas Saat ditanyakan layanan kesehatan jiwa yang disediakan di Puskesmas, responden mengatakan layanan kesehatan jiwa bukan merupakan program prioritas di Puskesmas. Hal ini dikarenakan terbatasnya dana dan tenaga kesehatan yang ada. Petugas memberikan penyuluhan ataupun konseling jika menghadapi orang yang datang dengan masalah kejiwaan. Petugas juga tidak menangani kasus akut orang dengan gangguan jiwa. Puskesmas memberikan surat rujukan kepada keluarga orang dengan gangguan jiwa agar orang tersebut bisa dibawa berobat ke RSU. “Hanya sebatas penyuluhan.” (Ny. AI, petugas puskesmas) “Jadi ada pengobatan-pengobatan, ada konseling ...” (semua petugas puskesmas) “Kalau penyuluhan kalau lagi ada masalah ya, kadang kalau ada datang, paling kalau ada keluhan baru kita fasilitasi.” (Ny. SR, petugas puskesmas) “Fokusnya kita masih di program-program basic six ya. Kejiwaan itu kan kita programnya program pengembangan. Permasalahannya juga dari dana, juga dari SDMSDMnya kita yang masih kurang.” (Ny.NA, petugas puskesmas) “Ya paling penyuluhan-penyuluhan. :“Udah tenang aja Indra, jangan terlalu banyak mikir yang macem-macem.” Gitu. Iya paling-paling itu aja.” (Ny. DW, petugas puskesmas) “Tidak pernah dia datang dengan keadaan , apa, gangguan jiwa, mereka datang keluarga bawa ke sini itu nggak pernah.” Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 67 (Ny. AI, petugas puskesmas) “Ya kalau kita yang kasus-kasusnya selama, ya kalau kayak hipertensi itu ya kita kasih penyuluhan aja. “Sudah Pak, yang penting kita tenang pikiran, nggak usah terlalu banyak dipikirkan. Justru kalau penyakit makin dipikir tensi nanti nggak turun-turun.” Paling gitu aja sih saya biasanya. Kasih penyuluhan gitu aja.” (Ny. DW, petugas puskesmas) 6.5.3 Data Kebutuhan Pelatihan di Bidang Kesehatan Saat ditanyakan mengenai kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa, responden menyatakan dapat mengenali kasus gangguan jiwa berat, namun merasa kesulitan untuk mengenali kasus gangguan jiwa ringan dan sedang. Petugas merasa perlu mendapatkan pelatihan bagaimana dapat melakukan deteksi dini, dapat mengenali tanda dan gejala gangguan jiwa pada orang yang berobat ke Puskesmas. “Kalau untuk kasus jiwa, seperti tadi kan kasus kejiwaan mulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat, kalau yang berat otomatis kita semua bisa langsung mengetahui ya, mungkin kalau yang sedang tidak langsung mengetahui. Tapi untuk kasuskasus yang masih ringan, sebatas penderitanya masih bisa jalan sendiri ke pelayanan kesehatan, kan kadang kasusnya mereka masih bisa, artinya masih tidak butuh bantuan orang lain ya. Kami sih petugas kesehatan sih butuh juga ya. seperti itu. Bukan hanya yang untuk di BP tapi juga di poli-poli lainnya.” (Ny.NA, petugas puskesmas) “Jadi kan kita pelatihan itu kita kan kepengen tahu, sebenarnya pasien yang gangguan jiwa yang gimana gejalanya apa apa apa apa gitu nah. Kita kan selama ini nggak tahu.” (Ny. DW, petugas puskesmas) “Sama kriteria. Kriteria-kriterianya sakit jiwanya itu bagaimana.” (Ny. NO, petugas puskesmas) “Masih rancu diagnosenya secara pastinya, karena kan itu sudah masuk ke kasus kejiwaan tapi kita nggak masukkan. Karena di program kejiwaan biarpun pengembangan kan ada targetnya juga ya. Selama ini kita penemuan kasus kejiwaan itu masih kecil sekali prosentasenya. Karena kan seharusnya targetnya cukup banyak ya. Tapi cakupan kita baru satu persen ya. Jadi kita nanti kalau bisa, ini untuk pengenalan kasus-kasus kejiwaan itu, ya setidaknya kan mereka yang di BP, yang di poli-poli ini pada tahu. Sehingga kita cakupan-cakupan penderita jiwa ini mungkin bisa sedikit...sebenarnya iu sudah kita temukan ya, tapi kita nggak ngeh aja kalau itu masuk ke kasus kejiwaan.” Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 68 (Ny.NA, petugas puskesmas) Petugas menyatakan prioritas pelatihan adalah deteksi dini orang dengan gangguan jiwa, disusul dengan pengobatan orang dengan gangguan jiwa, kemudian cara melakukan komunikasi dalam melakukan penyuluhan maupun konseling kepada orang dengan gangguan jiwa dan keluarganya. “Mungkin perlu yang tadi itu, deteksi dini awal yang memang paling perlu banget ya. Untuk nanti terapi ya mungkin kan nanti bisa lebih berkembang. Terapi kan hanya sesuai dengan pengobatan yang ada di sini. Apakah perlu dirujuk atau sebagainya itu kan nanti lah ya selanjutnya. Yang penting kan intinya deteksi dini. Awal dari segi awal itu yang perlu.” (Ny. AI, petugas puskesmas) “Komunikasi kali ya. Cara komunikasi.” ((Ny.NA & Ny. AI, petugas puskesmas) “Em hal yang kedua mungkin menjalin interaksi dengan penderitanya sendiri ya. Itu kan butuh skill, butuh keterampilan tersendiri kan. Tidak semua orang bisa. Bisa dibilang itu harus mungkin lebih ngemong ya. Karena nggak semua orang bisa berinteraksi dengan penderita gangguan kejiwaan.” (Ny.NA, petugas puskesmas) “... kalau kita tanya tuh diam aja gitu.” (Ny. NO, petugas puskesmas) “Sama pengobatan boleh.” (Ny. AI, Ny. DW, petugas puskesmas) “Mungkin kalau obat, itu tergantung dari kebutuhan. Kita pengajuan obat karena kasus jiwa yang di kita itu yang cakupannya kita masih rendah, sehingga dropping obat untuk obat-obat jiwa itu juga sedikit. Nah nanti kalau deteksi dininya kita sudah bisa, nah sudah otomatis kan cakupan kita juga akan naik. Otomatis pengadaan obat juga akan banyak. Karena itu kan ada korelasinya ya.” (Ny.NA, petugas puskesmas) “Tehnik penyuluhan. Penyuluhan, jadi baik untuk ke pasiennya dan maupun untuk ke keluarga.” ((Ny.NA, Ny. AI, Ny. NO, petugas puskesmas) 6.5.4 Masalah Psikososial yang dialami oleh Orang dengan Gangguan Jiwa Saat ditanyakan mengenai masalah psikososial yang dialami oleh orang dengan gangguan jiwa, responden menyatakan orang dengan gangguan jiwa dapat Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 69 mengalami masalah dalam keluarga, pekerjaan, pertemanan, dijauhi masyarakat, tidak diijinkan keluar rumah oleh keluarga. “Mungkin kalau pasien hipertensi kan karena masalah keluarga, masalah pekerjaan, biasanya seperti itu.” (Ny. AM, petugas puskesmas) “Pertemanan.” (Ny. AI, petugas puskesmas) “Orang takut kan.” (Ny. NO, petugas puskesmas) “Dijauhin dianya. Paling nggak kan dia dikurung Dok di rumah, dikunci pagernya nggak boleh keliaran. Takut nyakitin orang.” (Ny. SR, petugas puskesmas) 6.5.4.1 Kebutuhan ketrampilan sosial yang diperlukan oleh orang dengan gangguan jiwa Responden mengatakan ketrampilan sosial yang dibutuhkan orang dengan gangguan jiwa adalah untuk dapat mengurus kebutuhan dirinya sendiri, kemudian untuk dapat hidup mandiri dan tidak tergantung pada orang lain. “Paling tidak yang paling utama dia bisa mandiri, untuk mengurus keperluan pribadinya dulu ya. Ya otomatis kan dia kalau sudah ada gangguan jiwa yang berat, untuk kebutuhan dia sendiri kan bisa terabaikan, harus tergantung ke orang lain. Nah itu. Susah lah. Jadi supaya dia bisa bekerja, dapat pekerjaan yang bisa dimanfaatkan dengan baik. ... seputar pekerjaan dst.” (Ny.NA, petugas puskesmas) 6.5.4.2 Kebutuhan Pelatihan Ketrampilan Sosial Responden merasa pelatihan mengenai ketrampilan sosial bagi orang dengan gangguan jiwa belum menjadi prioritas mereka. Hal ini dikarenakan puskesmas hanya menyediakan layanan rawat jalan bukan layanan rawat inap. Selain itu petugas juga tidak melakukan tindak lanjut kasus kejiwaan karena alasan keterbatasan tenaga dan dana. “Yang penting yang udah tadi kan.” (Ny. DW, petugas puskesmas) “Em bisa dibilang antara butuh dan nggak butuh ya. Karena kan kita bukan rawat inap ya. Kita kan rawat jalan.” (Ny.NA, petugas puskesmas) Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 70 “Dan untuk istilahnya menindaklanjuti kasus kejiwaan sampai ke kontak survei, sampai ke rumah penderita, itu kita belum sampai ke situ. Kendalanya kembali lagi ke pagu anggaran sama SDM itu” (Ny.NA, petugas puskesmas) 6.5.5 Kebutuhan Pelatihan di Bidang Okupasi & Aktivitas Orang dengan Gangguan Jiwa 6.5.5.1 Masalah yang Dialami oleh Orang dengan Gangguan Jiwa yang Terkait dengan Aktivitas Sehari-hari Saat ditanyakan mengenai masalah yang dialami oleh orang dengan gangguan jiwa terkait dengan aktivitas sehari-hari, jawaban petugas bervariasi. Ada petugas mengatakan masalah yang dihadapi oleh orang dengaan gangguan jiwa adalah masalah perawatan diri. Petugas lain kurang mengetahui masalah yang dihadapi oleh orang dengan gangguan jiwa karena tidak pernah merawat. “Karena kita nggak ngerawat jadi kita nggak tahu ya.” (Ny. NO, petugas puskesmas) “Orang gitu jarang mandi kan ya?” (Ny. SR, petugas puskesmas) “Perawatan diri.” (Ny. AI, petugas puskesmas) 6.5.5.2 Latihan yang Perlu diberikan oleh Petugas kepada Orang dengan Gangguan Jiwa terkait dengan Aktivitas Sehari-hari Saat ditanyakan mengenai latihan yang perlu diberikan oleh petugas kepada orang dengan gangguan jiwa terkait dengan aktivitas sehari-hari, responden mengatakan latihan yang harus diberikan adalah latihan untuk dapat mandiri mengurus dirinya sendiri. semua petugas sepakat mereka belum merasa butuh pelatihan ini karena layanan puskesmas hanya mencakup rawat jalan saja. “Yang pertama otomatis kan mereka bisa mandiri mengurus dirinya sendiri. Setelah itu ya mungkin keterampilan-keterampilan sederhana yang bermanfaat buat mereka. Terutama kalau yang menderita itu sudah mungkin dia sebagai kepala keluarga, atau orang yang diharapkan bisa menambah membantu income keluarga. Itu mau nggak mau kan mereka harus bisa mandiri bukan hanya untuk kebutuhannya sendiri tapi juga untuk memenuhi kebutuhannya baik pribadi maupun mungkin keluarganya. Karena tidak Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 71 menutup kemungkinan justru orang-orang yang sebagai kepala keluarga atau yang mungkin diharapkan bisa mencari upaya itu malah juga yang menderita gangguan itu.” (Ny.NA, petugas puskesmas) “Sementara belum karena ... ... balik lagi kita rawat jalan ya.” (semua petugas puskesmas) 6.6 Hasil Wawancara Masyarakat Pengguna Layanan Yayasan Galuh Awalnya peneliti merencanakan FGD dengan ketua RT/RW, lurah, camat setempat yang mewakili kelompok pengguna layanan Yayasan Galuh. Pada pelaksanaannya, ketua RT/RW, lurah, camat setempat tidak banyak berhubungan dengan pihak Yayasan Galuh. Menurut keterangan pengurus Yayasan Galuh, mereka selalu berhubungan dengan petugas Dinas Sosial Kota Bekasi yang secara rutin mengirimkan konsumer yang merupakan orang terlantar yang ditemukan di jalan. Berdasarkan keterangan ini, maka FGD dilakukan dengan petugas Dinas Sosial Kota Bekasi yang mewakili kelompok pengguna layanan Yayasan Galuh. FGD dengan delapan orang petugas Dinas Sosial Kota Bekasi dilakukan pada tanggal 9 Februari 2013 di Dinas Sosial Kota Bekasi.Karakteristik responden petugas Dinas Sosial kota Bekasi dapat dilihat di tabel 4.8. Tabel 6.8. Karakteristik Responden Petugas Dinas Sosial Kota Bekasi Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 Inisial RI YU HI LN KA HA YD TH Umur (tahun) 45 30 53 27 35 39 31 34 Pendidikan S2 S2 S1 S1 SMU S1 S1 S1 Jenis kelamin P L P P L L L L responden Keterangan : P: perempuan L: Laki-laki Dari tabel 4.8 didapatkan bahwa usia responden bervariasi antara 27-53 tahun. Pendidikan responden adalah SMU (1 responden), S1 (5 responden), dan S2 (2 responden). Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 72 6.6.1 Data mengenai Gangguan Jiwa yang Ada di Wilayah Bekasi Dalam segmen ini, responden akan diminta untuk menceritakan masalah kesehatan jiwa banyak ditemui, bagaimana selama ini masyarakat mengatasi masalah kesehatan jiwa yang ada, dan dampak masalah kesehatan jiwa bagi masyarakat. 6.6.1.1 Masalah kesehatan jiwa banyak terjadi di sekitar responden Saat ditanya mengenai masalah kesehatan jiwa yang banyak terjadi di sekitar, responden mengatakan kurang mengetahui terminologi medis mengenai apa saja yang termasuk masalah kesehatan jiwa. Responden melihat adanya masalah kesehatan jiwa terkait dengan stres, penggunaan narkoba, kekerasan dalam rumah tangga. Responden juga mengaitkan adanya masalah kesehatan jiwa pada gelandangan yang sering ditemui di jalan. Gejala orang dengan gangguan jiwa yang diketahui oleh responden adalah amnesia, mengamuk, berbicara tidak menyambung, sering merenung, berbicara, berteriak, dan tertawa sendiri, “Stres yang memang karena ada kekerasan di dalam keluarganya.” “Kalau berdasarkan para pembina yang ada di galuh sendiri, pasien di sana itu masa lalunya ada yang narkoba juga.” “Ngerenung sendiri. Nggak nyambung kalau ngobrol itu.” “Kalau yang stres itu kebanyakan suka ngomong-ngomong sendiri. Ketawa sendiri.” (Tn. TH, petugas Dinas Sosial) “amnesia” (Tn. YU, petugas Dinas Sosial) “ stres” (Nn. LN, petugas Dinas Sosial) “Kita pahamnya dok mungkin sebatas yang em biasa kita lihat itu ya jiwa karena stres, pikirannya terlalu banyak, selebihnya untuk ituan medisnya kita nggak begitu paham ya. Hanya gambaran-gambaran seperti itu aja yang kita tahu.” (Ny.RI, petugas Dinas Sosial) “Kalau di pinggir-pinggir jalan, itu ya..” (Ny. RI, Tn. TH, petugas Dinas Sosial) “Suka berteriak sendiri, ngamuk sendiri.” (Tn. TH, petugas Dinas Sosial) “Ngerenung sendiri. Nggak nyambung kalau ngobrol itu.” (Tn. TH, petugas Dinas Sosial) Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 73 6.6.1.2 Jumlah Orang dengan Gangguan Jiwa Saat ditanya mengenai jumlah orang dengan gangguan jiwa yang ada di lingkungan responden, responden menyebutkan jumlah 275 orang dengan gangguan jiwa yang ditangani oleh Yayasan Galuh. Responden kurang mengetahui jumlah orang dengan gangguan jiwa di luar Yayasan Galuh. “Dua ratus tujuh lima.” (Tn. YU, petugas Dinas Sosial) “Tapi kan itu pasti banyak juga yang tidak tercover oleh yayasan. Yang berkeliaran di luar sana itu yang kita nggak tahu ya.” (Ny.RI, petugas Dinas Sosial) 6.6.1.3 Pengobatan Gangguan Jiwa Saat ditanyakan mengenai pengobatan gangguan jiwa, responden menyatakan gangguan jiwa dapat diobati. Cara pengobatan yang mereka ketahui adalah secara medis dengan berobat ke dokter di rumah sakit jiwa atau pengobatan alternatif seperti yang dikerjakan oleh Yayasan Galuh dengan menggunakan ramuan. “Kalau secara medis bisa.“ (Nn.LN, petugas Dinas Sosial) “Diserahkan pada ahlinya” (Ny.RI, petugas Dinas Sosial) “Biasa kita juga ada rujukan ke rumah sakit itu yang di Grogol, rumah sakit jiwa. Biasa kita bawa juga ke rumah sakit jiwa.” (Ny.HI, petugas Dinas Sosial) “Kalau di galuh sepertinya alternatif. Kayak ramuan seperti itu. Hanya cerita dari yayasan galuh sih ada yang sembuh. Cuma kalau sempurna sembuh seperti kita mungkin enggak. Kadang-kadang ada kumatnya, tapi nggak lebih sering daripada sakitnya.” (Nn.LN, petugas Dinas Sosial) 6.6.1.4 Bagaimana Masyarakat Mengatasi Masalah Kesehatan Jiwa yang Ada Saat ditanyakan mengenai bagaimana masyarakat mengatasi masalah kesehatan jiwa yang ada, responden mengatakan masalah kesehatan jiwa pada orang terlantar diserahkan pengobatannya kepada psikiater di RSUD. Setelah itu bekerjasama Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 74 dengan Dinas Sosial untuk menyerahkan orang tersebut ke Yayasan Galuh. Pada tahun 2012, Dinas Sosial memasukkan sekitar 20 orang dengan gangguan jiwa ke Yayasan Galuh. Responden mengatakan orang terlantar yang mengalami gangguan jiwa bukan penduduk Bekasi namun berasal dari daerah lain. Responden mengatakan praktek pemasungan sudah jarang ditemui karena masyarakat sudah sadar untuk membawa orang dengan gangguan jiwa untuk berobat ke dokter. “Jadi setiap kali ada pasien terlantar nih ya, pasien terlantar yang diserahkan ke RSUD, kita kerjasama dengan Dinas Sosial. Waktu saya di sana, itu kemudian diserahkan ke Galuh. Di galuh sendiri, itu kalaupun misalnya sudah tidak bisa ditangani, itu dirujuk ke dokter jiwa. Ada juga yang dibawa ke dokter M (nama psikiater). Namanya dokter M (nama psikiater) yang di RSUD, mungkin kenal ya dok ya, nah itu di RSUD Bekasi. Kalau menurut saya di kota besar kalau misalnya untuk pasung itu sudah tidak ada ya. Jadi mereka kan pemahaman untuk ininya kan sudah tinggi, jadi sehingga tiap kali ada keluarganya yang dirasa ada gangguan jiwa, pasti langsung ke yang memahami itu. Ke ahlinya. Ke dokter atau mungkin ke alternatif ya paling tidak ... tapi kalau misalnya sampai dipasung sih mungkin sudah jarang ya di kita ya. Di kota besar. Karena kita masuk kota besar.” (Ny.RI, petugas Dinas Sosial) “Kurang lebih dua puluh orang.” (Nn.LN, petugas Dinas Sosial) “Itu tahun 2012. Tapi nggak tahu, itu kadang terjadi ada modus. Koordinasi sama kepolisian, itu biasanya dari daerah-daerah lain suka dibuang ke sini. Jadi kita yang kena gitu.” (Tn. YU, petugas Dinas Sosial) 6.6.1.5 Dampak Masalah Kesehatan Jiwa yang Tidak Tertangani di Masyarakat Saat ditanyakan mengenai dampak masalah kesehatan jiwa yang tidak tertangani di masyarakat, responden mengatakan orang dengan gangguan jiwa yang tidak ditangani dapat berkeliaran dan mengganggu masyarakat. “Nanti jadi berkeliaran.” (Ny.RI, petugas Dinas Sosial) “Ya berkeliaran kan menggangu ...” (Ny.HI, petugas Dinas Sosial) Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 75 6.6.2 Kebutuhan Masyarakat Terhadap Pelayanan Kesehatan Jiwa Saat ditanyakan mengenai kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan jiwa, satu responden menjawab masyarakat butuh adanya layanan kesehatan jiwa di puskesmas sehingga pelayanan kesehatan jiwa tidak terpusat di RSUD karena keterbatasan kemampuan RSUD dalam menangani pasien dengan masalah kejiwaan. Responden tidak dapat menjelaskan jenis pelayanan kesehatan jiwa seperti apa yang dibutuhkan. “Sangatlah ya kayaknya. Harus, karena puskesmas itu kan merupakan pengobatan dasar untuk masyarakat ya dok ya. Kalau misalnya puskesmasnya tidak memungkinkan untuk melanjutkan maka dia akan langsung rujuk ke RSUD. Tapi memang karena dia merupakan pelayanan dasar di masyarakat, sangat memungkinkan puskesmas untuk ada pemahaman tentang kesehatan jiwa. Tapi ini teknisnya dinas kesehatan ya?” “Ya paling tidak untuk saat ini setahu saya puskesmas diarahkan untuk rawat inap. Jadi ada beberapa puskesmas, kalau nggak salah 5 puskesmas di kota bekasi, sudah mulai membangun untuk pelayanan rawat inap di puskesmas. Nah kalau misalnya pelayanan dasar yang lainnya memungkinkan di puskesmas, kenapa tidak untuk yang penyakit jiwa juga?” (Ny.RI, petugas Dinas Sosial) “Ya mungkin ada yang ke RSUD langsung, kebanyakan sih, jangan salah dok, di RSUD itu yang antri untuk pelayanan dokter M(menyebutkan nama seorang psikiater), buanyaknya. Banyak banget antriannya. Ya bisa tiga..apa dua puluh lima sampai tiga puluh ya.” (Ny.RI, petugas Dinas Sosial) 6.6.3 Mengidentifikasi Model Pelayanan Kesehatan Jiwa Saat ditanyakan mengenai model pelayanan kesehatan jiwa yang diinginkan, responden mengatakan belum ada pelayanan kesehatan jiwa di puskesmas. Satu orang responden mengatakan orang dengan gangguan jiwa tidak cocok dibawa berobat ke Puskesmas. Responden lain mengatakan akan lebih baik jika pelayanan kesehatan jiwa disediakan di Puskemas namun responden tidak dapat menyebutkan model pelayanan yang diinginkan. Responden juga menginginkan adanya partisipasi masyarakat untuk menyediakan layanan kesehatan jiwa dengan menyediakan lebih banyak yayasan rehabilitasi mental. Satu responden juga Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 76 mengaitkan keberhasilan pemerintah kota Bekasi dalam menyediakan layanan kesehatan jiwa dengan sedikitnya orang dengan gangguan jiwa yang berkeliaran di jalan. “Ya kan misalnya nanti sudah ada, maksudnya pemerintah menyediakan gitu lho, jadi masyarakat itu kan “oh di puskesmas juga ada pelayanan buat sakit jiwa” jadi ke situ. Udah bisa ditanganin, gitu. Kalau sekarang kan larinya nggak ke puskesmas karena belum ada.” (Ny.RI, Ny. HI, Nn. LN, petugas Dinas Sosial) “Ya belum karena orang yang sakit jiwa itu nggak mungkin dibawa ke puskesmas, gitu kan.” (Tn. YU, petugas Dinas Sosial) “Kayaknya saya masih menilai, kalau dari tingkat masyarakatnya itu sih enam lah. Enam lah ya nilainya? Enam atau tujuh gitu. Karena (tertawa) ya karena ini kan harus menilai kita. Jadi saya perhitungannya begini, kenapa saya kasih nilai sekian, karena jumlah tingkat yang jiwanya ini kayaknya nggak terlalu tinggi persentasenya, walaupun jumlahnya kita nggak tahu ya. Namun menurut pemahaman saya, dengan, dengan layanan untuk pengobatan tersebut itu, ada yayasan ada getsemani ada RSUD, saya kira bahwa pemerintah sudah open lah, sudah menyediakan. Dan memenuhi barangkali memenuhi. Dilihat dari tingkat di masyarakat juga tidak terlalu berkeliaran. Artinya terlayani kan? Pelayanan kesehatan untuk jiwa tersebut. Dan yang nilai, ini kalau saya kasih nilai enam atau tujuh ini sisanya tiga atau empatnya, mungkin itu yang harus dibenahi.” “Misalnya kayak yang tadi saya sampaikan di puskesmas mungkin ada layanan dasar. Apa saja. Itu kewenangannya dinas kesehatan. Nah kalau kita ada peningkatan di situ kan berarti mungkin jadi sepuluh gitu nilainya.” “Semakin banyak masyarakat lagi yang mau menyediakan yayasan lah mungkin ya.” (Ny.RI, petugas Dinas Sosial) 6.6.4 Kebutuhan Pelatihan di Bidang Kesehatan Bagi Petugas Yayasan Galuh Saat ditanyakan mengenai kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan bagi petugas Yayasan Galuh, responden tidak dapat menyebutkan topik pelatihan kesehatan secara khusus. Responden mengatakan agar petugas dapat dilatih pelatihan kesehatan jiwa sesuai standar RSCM sehingga dapat menangani pasien lebih baik, Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 77 tidak dengan tindakan pemasungan. Menurut responden, prioritas pertama pelatihan kesehatan bagi petugas yayasan adalah mengenai kesehatan jiwa dan prioritas kedua adalah pelatihan kesehatan fisik. “Dengan penanganan yang ini apa namanya dengan penanganan yang lebih sesuai standar. Diharapkan pasien jiwa itu lebih bisa tertangani.” (Ny.RI, petugas Dinas Sosial) “Bingung...kita nggak tahu apa...” (Tn.HA, petugas Dinas Sosial) “Cara menangani pasiennya kali ya. Jangan seperti yang disorot HAM misalkan. Mereka dipasung ya bu, dirantai gitu. Mereka teriak-teriak atau mengganggu ketertiban pengurus juga.Jadi bagaimana apa cara apa biar mereka safety aja. Lebih bagus dan berperikemanusiaan gitu. Jangan dirantai seperti itu.” (Nn.LN, petugas Dinas Sosial) “Perawatan dasar sesuai yang di RSCM.” (Tn. YU, petugas Dinas Sosial) “Penyembuhan jiwa ya yang paling penting.” (Ny.RI, petugas Dinas Sosial) “Kesehatan fisik.” (semua petugas Dinas Sosial) 6.6.5 Kebutuhan Pelatihan di Bidang Sosial Bagi Petugas Yayasan Galuh Saat ditanyakan mengenai kebutuhan pelatihan di bidang sosial bagi Petugas Yayasan Galuh, reponden menyebutkan masalah psikososial yang dihadapi oleh orang dengan gangguan jiwa adalah dijauhi oleh masyakat. Menurut responden, orang dengan gangguan jiwa butuh pelatihan di bidang okupasi supaya bisa hidup mandiri di masyarakat. Pelatihan ketrampilan yang diberikan disesuaikan dengan kondisi pasien. “Kan kalau orang gangguan jiwa itu bicaranya jadi nggak nyambung, sehingga nanti itu lingkungannya jadi menjauh.” (Nn. LN, petugas Dinas Sosial) 6.6.6 Kebutuhan Pelatihan di Bidang Okupasi & Aktivitas Sehari-hari Orang dengan Gangguan Jiwa Saat ditanyakan mengenai kebutuhan pelatihan di bidang okupasi dan aktvitas sehari-hari orang dengan gangguan jiwa, responden menyatakan adanya masalah Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 78 keterbatasan berkomunikasi. Responden menyatakan orang dengan gangguan jiwa perlu diajari ketrampilan, misalnya wanita dapat diajari merajut dan menjahit. Laki-laki dapat diajari ketrampilan otomotif. Petugas butuh dilatih ketrampilan sesuai dengan ketrampilan apa yang akan diberikan oleh petugas itu. “Adanya keterbatasan untuk berkomunikasi ya.” (Ny.RI, petugas Dinas Sosial) “Dipekerjakan ya. Mereka butuh dilatih supaya bisa bekerja. Itu kan kayak kalau di Galuh itu, mereka yang udah rada ini disuruh bawa delman. Karena kan mereka butuh apa ya dibilang, pemasukkan gitu ya. Yang soal bawa delman kan itu harus diajarin ya, jangan-jangan ntar kudanya malah ngamuk lagi. Atau ilang. Kan gimana gitu.” (Tn.HA, petugas Dinas Sosial) “Diajarin masak.” (Tn.TH, petugas Dinas Sosial) “Misalkan kita mau ngajarin keterampilan ya mesti lihat ke kategorinya itu. Dia pasien remaja apa dia pasien perempuan kan bisa diajarinnya menjahit atau ngerajut kayak gitu. Nah kalau misalnya dia kategori laki-laki ya diajarin otomotif. Supaya mereka kalau udah sembuh terus jadi berdaya, punya keterampilan.” (Ny.RI, petugas Dinas Sosial) “Sesuai dengan yang dilatih oleh instrukturnya aja. Butuhnya apa ya dilatihnya itu.” (Tn.YU, petugas Dinas Sosial) 6.7 Hasil Observasi di Yayasan Galuh Observasi dilakukan selama peneliti datang di Yayasan Galuh. Observasi dilakukan terhadap fasilitas yang ada dan aktivitas sehari-hari penghuni Yayasan dan pengurusnya. 6.7.1 Observasi Fasilitas 6.7.1.1 Ruangan Tempat Penghuni Yayasan Tinggal Penghuni Yayasan Galuh yang dianggap masih akut dan membahayakan orang di sekitarnya diletakkan di dalam ruangan yang dibatasi oleh jeruji besi (gambar Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 79 4.1). Ruangan berukuran 15x15 m2 ini dikunci dan hanya bisa dibuka oleh petugas. Terdapat kurang lebih 50 orang yang berada di dalam ruangan ini. Penghuni yang berada di ruangan ini dirantai kakinya pada tiang di dalam ruangan. Tidak terdapat makanan dan minuman di dalam ruangan ini. Makanan dan minuman hanya dibawa oleh petugas sebanyak tiga kali sehari yaitu pada jam 08.00, 12.00, dan 18.00. Tidak terdapat fasilitas WC di dalam ruangan ini sehingga penghuni buang air besar dan air kecil di tempat. Hal ini membuat ruangan dipenuhi feses dan urin. Petugas membersihkan feses dan urine menggunakan selang air yang disemprotkan ke lantai. Penghuni juga dimandikan di tempat oleh pengurus dengan menggunakan selang air sebanyak dua kali sehari. Gambar 6.1. Ruangan yang dibatasi oleh jeruji besi Penghuni lain tinggal di pelataran rumah pengurus Yayasan. Terdapat beberapa dipan kayu tempat penghuni dapat tidur. Beberapa penghuni terlihat sedang duduk dan tidur di lantai (gambar 4.2). Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 80 Gambar 6.2. Pelataran tempat tinggal penghuni yang sudah tenang 6.7.1.2 Dapur dan Proses Menyiapkan Makanan Dapur tempat menyediakan makanan bagi penghuni terletak tepat di sebelah WC. Makanan dimasak di panci besar menggunakan kayu bakar (gambar 4.3). Gambar 6.3. Dapur tempat menyiapkan makanan Makanan yang sudah dimasak diletakkan dalam sebuah ember besar kemudian dibagi-bagikan ke piring-piring plastik sebelum akhirnya dibagikan pada pasien (gambar 4.4). Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 81 Gambar 6.4. Proses pembagian makanan Petugas panti yang menyiapkan makanan tidak mencuci tangannya terlebih dahulu sebelum memasak dan selama membagikan makanan. Makanan yang sedang disiapkan petugas saat peneliti datang berupa nasi dengan lauk ikan asin dan cah sayur wortel dan buncis. Menurut petugas, menu daging atau telur didapatkan seminggu sekali dari donatur yang membagikan makanan ke Yayasan seminggu sekali. bersamaan dengan Air minum dibagikan tiga kali sehari kepada penghuni pembagian makanan. Air minum dimasukkan ke dalam beberapa teko. Setiap petugas membawa satu teko dan dua gelas plastik kemudian membagikan minuman ke penghuni. Gelas plastik dipakai secara bergantian oleh penghuni tanpa dicuci terlebih dahulu. Gambar 6.5. Teko dan gelas plastik yang digunakan untuk pembagian minuman Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 82 Sisa makanan dan sampah dibuang di lapangan depan WC dan kemudian dibakar. Tidak terdapat fasilitas tempat sampah di Yayasan (gambar 4.6). Gambar 6.6. Lokasi pembuangan sampah Terdapat sebelas WC umum yang dapat digunakan di Yayasan. Empat WC dikhususkan penggunaannya untuk pengurus Yayasan. WC ini dikunci dan kunci dipegang oleh pengurus Yayasan. Hanya beberapa penghuni yang dapat menggunakan WC ini. Penghuni yang dapat menggunakan WC khusus ini adalah penghuni yang biasa membantu petugas yayasan. Terdapat tujuh WC umum yang dapat digunakan bebas oleh penghuni. (gambar 4.7). Gambar 6.7. WC Umum untuk penghuni Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 83 Ketujuh WC ini terletak tepat di sebelah dapur. Satu WC tidak memiliki pintu. Ketujuh WC ini dalam kondisi kotor, penuh dengan feses. Terdapat bak air dengan saluran air,namun tidak terdapat air bersih di dalam WC (gambar 4.8). Menurut petugas, aliran air ke WC dihentikan karena banyak penghuni yang BAB sembarangan di tempat penampungan air. Gambar 6.8. Kondisi WC penghuni 6.7.2 Aktivitas Sehari-hari Petugas Yayasan Sebagian besar petugas berserta keluarganya tinggal di Yayasan Galuh. Penghuni yang memiliki keluarga dititipkan keluarga pada petugas tertentu yang bersedia merawat penghuni tersebut. Penghuni yang memiliki keluarga, memiliki fasilitas perawatan diri pribadi seperti handuk pribadi, sabun, sikat gigi, pasta gigi, dan pakaian. Penghuni yang tidak memiliki keluarga diurus bersama oleh petugas yayasan. Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 84 BAB 5 PEMBAHASAN Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui profil dan beban kerja petugas Yayasan Galuh dan petugas kesehatan di layanan primer di sekitar Yayasan Galuh, perilaku mencari pertolongan dari pengguna jasa layanan Yayasan Galuh, kebutuhan pelatihan petugas Yayasan Galuh dan petugas kesehatan di layanan kesehatan primer di sekitar Yayasan Galuh. 7.1 Profil dan Beban Kerja Petugas 7.1.1 Profil dan Beban Kerja Petugas Yayasan Galuh Latar belakang pendidikan petugas Yayasan Galuh yang bukan berlatar belakang dari bidang kesehatan membuat pengetahuan mengenai kesehatan masih terbatas. Penelitian Deribew dan Tamirat di Etiopia bahwa makin rendah pendidikan seseorang makin negatif perilakunya terhadap orang dengan ganggguan jiwa. 7 Petugas Yayasan Galuh tidak pernah mendapatkan pelatihan di bidang kesehatan fisik maupun kesehatan jiwa. Petugas yayasan mengatakan mereka belajar otodidak dalam memberikan perawatan bagi penghuni yayasan. Hal ini sejalan dengan hasil temuan Wardhani (2011). 4 Minimnya pelatihan yang diterima petugas dapat berkontribusi terhadap kurangnya pengetahuan petugas mengenai orang dengan gangguan jiwa. Petugas Yayasan Galuh mengatakan orang dengan gangguan jiwa dikenali dengan adanya perilaku kekerasan, gangguan emosi seperti sering marah, menangis tanpa sebab, berbicara kacau, isolasi diri, perawatan diri kurang yang bisa disebabkan oleh adanya masalah keluarga, masalah ekonomi, ilmu gaib, dan pengaruh narkoba. Petugas mengatakan bahwa orang dengan gangguan jiwa dan dapat diobati dengan didoakan, diberi ramuan, diberikan nasehat, pijatan, dan dirantai. Menurut penelitian oleh Sorshdal dan Fisher (2010) kurangnya pengetahuan dapat menimbulkan stigma yang akan berdampak pada pelayanan yang diberikan.24 Stigma yang muncul pada petugas kesehatan juga akan membuat beban kerja menjadi lebih berat. 24 Untuk itu dirasakan perlu adanya pelatihan dengan topik tentang gejala, penyebab dan pengobatan gangguan jiwa untuk meningkatkan pengetahuan petugas Yayasan Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 85 Galuh terhadap orang dengan gangguan jiwa. Diharapkan dengan adanya peningkatan pengetahuan petugas yayasan mau menerima pengobatan psikiatri dan tindakan pengekangan fisik dengan rantai dapat dikurangi. Pelatihan yang diberikan sebaiknya diberikan dengan bahasa yang sederhana agar mudah dimengerti oleh petugas Yayasan Galuh. Tidak ada jam kerja tetap bagi pelaku rawat . Sebagian besar pelaku rawat tinggal di Yayasan Galuh. Tidak semua penghuni Yayasan memiliki pelaku rawat penanggung jawab. Hanya penghuni yang memiliki yang dititipkan oleh keluarga yang diperhatikan secara khusus oleh pelaku rawat. Terdapat 16 pelaku rawat yang aktif merawat 170 penghuni Yayasan Galuh. Rasio pelaku rawat dibandingkan orang yang harus dirawat 1:11. Hal ini jauh berbeda dengan rekomendasi dari Royal College of Nursing (2010), rasio minimal perawat di bangsal perawatan psikiatri akut adalah 1:5.25 Sampai saat ini belum pernah diteliti apakah banyaknya jumlah konsumer yang harus dirawat oleh pelaku rawat dapat berkontribusi terhadap tindakan pengekangan fisik yang mereka lakukan terhadap konsumer. 7.1.2 Profil dan Beban Kerja Petugas Puskesmas Pengasinan Semua responden petugas Puskesmas Pengasinan memiliki latar belakang pendidikan sarjana. Hanya satu responden yang pernah mendapatkan pelatihan seputar kesehatan jiwa yaitu deteksi depresi pada anak. Hanya ada satu dokter umum yang melayani populasi 92.921 orang. Idealnya satu dokter umum melayani 2500 penduduk.26 Hal ini tentu dapat mempengaruhi kemampuan petugas puskesmas dalam memberikan layanan kesehatan jiwa. Sedikitnya sumber daya manusia yang dimiliki oleh puskesmas berpengaruh terhadap kemampuan diagnosis dan tatalaksana gangguan jiwa yang dapat dilakukan petugas puskesmas. Keterbatasan waktu petugas untuk menangani pasien membuat petugas hanya mendiagnosis dan menatalaksana penyakit fisik pasien yang datang berobat. Hal ini sejalan dengan studi yang dilakukan oleh Goldfracht dkk (2007) pada dokter umum di layanan kesehatan primer Israel. Pada studi ini, 85% dokter umum menyatakan keterbatasan waktu sebagai penghalang utama dalam memberikan pelayanan pada pasien yang mengalami depresi dan ansietas.27 Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 86 7.2 Perilaku Mencari Pertolongan dari Pengguna Jasa Layanan Yayasan Galuh 7.2.1 Keluarga konsumer Tidak satupun responden datang atas keinginannya sendiri. Hanya sebagian kecil responden yang mengatakan mereka dibawa ke Yayasan karena kondisi kejiwaan yang dialaminya. Hal ini menggambarkan pengetahuan konsumer yang kurang mengenai kondisi yang dialaminya. Semua responden keluarga mengatakan mereka sudah pernah membawa keluarganya ke rumah sakit untuk mendapatkan pengobatan psikiatri. Namun sistem pelayanan kesehatan jiwa formal gagal memenuhi kebutuhan dan harapan keluarga konsumer. Beberapa hal yang menyebabkan keluarga memilih pengobatan jiwa tradisional di Yayasan Galuh dibandingkan pengobatan jiwa formal di rumah sakit antara lain: Konsumer yang dibawa berobat tidak memiliki pelaku rawat yang dapat membantu konsumer menjalani pengobatan secara teratur. Beberapa konsumer menyatakan orangtua mereka sudah meninggal dan saudara-saudara tidak mau menerima mereka. Semua responden keluarga konsumer menyatakan tidak ada yang bisa membantu merawat konsumer karena orang tua konsumer sudah meninggal atau orangtua yang sudah lanjut usia dan saudara kandung konsumer harus bekerja. Menurut penelitian kualitatif oleh Gater dkk (2014), pelaku rawat ODGJ merasa kekurangan waktu untuk diri mereka sendiri dan kekurangan waktu untuk melakukan pekerjaan mereka. 28 Hal ini pula yang mendorong keluarga untuk menyerahkan tanggung jawab sebagai pelaku rawat pada petugas Yayasan Galuh. Masalah biaya besar yang dikeluarkan untuk menjalani pengobatan psikiatri. Sementara biaya perawatan di Yayasan Galuh yang terjangkau oleh keluarga. Hal ini sejalan dengan penelitian WHO yang menyebutkan bahwa gangguan jiwa merupakan salah satu penyakit yang menimbulkan beban ekonomi yang tertinggi. Menurut WHO, beban ekonomi yang disebabkan oleh gangguan jiwa tidak hanya berasal dari biaya langsung yang dikeluarkan terkait dengan pengobatan, melainkan juga dari biaya tidak langsung yang terkait dengan Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 87 hilangnya produktivitas ODGJ, dan waktu yang dihabiskan pelaku rawat ODGJ (tabel 5.1).29 Tabel 7.1. Biaya yang ditimbulkan terkait dengan gangguan jiwa Biaya utama Biaya - Biaya pengobatan langsung Biaya lain - Biaya jaminan sosial - Biaya terkait tindakan kriminal - Transportasi Biaya tidak langsung - Biaya terkait hilangnya produktivitas - Waktu yang dihabiskan oleh pelaku rawat - Biaya terkait kematian Tabel diambil dari : Investing in Mental Health. WHO. 2003.29 Perbaikan gejala gangguan jiwa pada anggota keluarga yang dirawat di Yayasan Galuh antara lain perawatan diri membaik, lebih tenang tidak sering kabur. Pengetahuan akan penyakit jiwa yang kurang. Keluarga konsumer merasa konsumer tidak pernah bisa stabil dalam jangka waktu lama. Konsumer beberapa kali mengalami kekambuhan dan berulang kali dibawa berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan jiwa formal seperti rumah sakit jiwa. Hal ini memunculkan rasa putus asa yang diungkapkan oleh responden keluarga konsumer yang sudah tidak berharap banyak akan kesembuhan keluarganya. Pengetahuan keluarga yang kurang mengenai pentingnya pengobatan terusmenerus pada keluarganya yang mengalami penyakit jiwa juga dilaporkan oleh Sjenny (2011) pada penelitian pasung di Banyuwangi.30 Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 88 7.2.2 Konsumer Tidak ada satupun responden yang datang berobat ke Yayasan Galuh atas keinginan sendiri. Responden tidak mengetahui alasan mereka dibawa ke Yayasan Galuh. Responden lain menyebutkan mereka berada di Yayasan Galuh adalah karena orang di sekitarnya merasa terganggu dengan kehadiran responden. Hanya sebagian kecil responden menyebutkan adanya masalah kejiwaan yang membuat responden dibawa ke Yayasan Galuh. Inisiatif pengobatan yang bukan berasal dari konsumer ini mungkin saja membuat pasien sulit untuk mengutarakan persepsi dan harapan akan layanan yang diberikan oleh petugas yayasan. Hanya separuh responden yang mampu menyebutkan pengobatan yang mereka terima di yayasan yaitu berupa kegiatan positif, nasihat, diajak bicara. Selain itu kebanyakan konsumer bukanlah dalam posisi “konsumer” yang mendapatkan pelayanan di Yayasan Galuh. Responden merasa “dibuang” ke Yayasan Galuh karena dianggap mengganggu lingkungan sekitar. Hal ini juga dibenarkan responden keluarga konsumer yang mengatakan salah satu alasan mereka memilih Yayasan Galuh sebagai tempat perawatan konsumer adalah agar konsumer tidak mudah kabur. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kermode dkk (2005) di India menunjukkan adanya persepsi dari masyarakat bahwa ODGJ adalah orang yang berbahaya merupakan prediktor kuat terjadinya pengucilan terhadap ODGJ.31 Tidak adanya pilihan tempat tinggal lain dapat saja menjadi alasan responden sulit mengutarakan apa yang mereka harapkan dari Yayasan. Terdapat responden konsumer menyebutkan harapannya untuk bisa kembali ke rumah bukan berada di Yayasan. 7.2.3 Dinas Sosial Dinas sosial sebagai instansi pemerintahan yang bergerak di bidang pelayanan sosial dan juga mewakili masyarakat pengguna jasa layanan Yayasan Galuh tidak memiliki pengetahuan yang cukup akan kebutuhan orang dengan gangguan jiwa. Responden mengaitkan kebutuhan konsumer di Yayasan Galuh hanya seputar kebutuhan ketrampilan bekerja seperti memasak, otomotif, menjahit, membawa delman. Hanya satu orang responden yang menyatakan perlunya perawatan konsumer yang tidak melibatkan tindakan pemasungan. Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 89 Terdapat stigma bahwa orang dengan gangguan jiwa berkeliaran dan mengganggu sehingga harus dimasukkan ke Yayasan Galuh. Stigma ini pula yang menjadi hambatan penyediaan layanan sosial yang memadai dari dinas sosial terhadap orang dengan gangguan jiwa yang terlantar. Responden dinas sosial mengirim orang terlantar yang diduga mengalami gangguan jiwa ke Yayasan Galuh tanpa memahami pelayanan seperti apa yang diberikan oleh Yayasan Galuh terhadap orang-orang tersebut. Hal ini terungkap dengan pernyataan salah seorang responden yang menyatakan sudah tidak ada tindakan pemasungan di Kota Bekasi tanpa menyadari bahwa pemasungan adalah salah satu terapi yang dilakukan di Yayasan Galuh tempat dinas sosial mengirimkan orang terlantar yang diduga mengalami gangguan jiwa. Beberapa studi yang dilakukan oleh Corrigan menunjukkan adanya hubungan antara stigma dan diskriminasi dan akses terhadap pengobatan. Adanya stigma dan diskriminasi ini dapat menghambat akses pada tingkat institusi (legislatif, pendanaan, dan ketersediaan pelayanan).32-34. Gambar 7.1. Perilaku mencari pertolongan konsumer Yayasan Galuh Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 90 7.3 Kebutuhan Pelatihan Petugas 7.3.1 Petugas Yayasan Galuh Kebutuhan ODGJ berdasarkan Camberwell Assessment of Need (CAN) dibandingkan dengan kebutuhan pelatihan yang teridentifikasi oleh konsumer, keluarga, dinas sosial, petugas Yayasan Galuh disajikan pada tabel 5.2 Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 Tabel 7.2. Kebutuhan ODGJ berdasarkan Camberwell Assessment of Need (CAN) dan Schumacher dibandingkan dengan kebutuhan pelatihan yang teridentifikasi oleh konsumer, keluarga, dinas sosial, petugas Yayasan Galuh Kebutuhan ODGJ Kebutuhan pelatihan yang teridentifikasi oleh konsumer, keluarga, dinas sosial, petugas Yayasan Galuh Kesehatan Fisik Cara pengobatan fisik: gatal, luka, muntah, diare, bengkak, demam, sakit gigi, P3K Gejala gangguan jiwa Pengetahuan mengenai gejala, diagnosis, pengobatan gangguan jiwa Penggunaan NAPZA & alkohol Keselamatan diri & orang lain Cara merawat konsumer dengan perilaku kekerasan Stres psikologis Bimbingan rohani, cara berkomunikasi dengan ODGJ Kebutuhan Akomodasi Kebersihan lingkungan Yayasan Galuh Dasar Makanan Cara menyediakan makanan yang sehat Aktivitas sehari-hari Cara menghadapi konsumer dengan perilaku kacau Olahraga Kebutuhan Seksualitas Sosial Pertemanan Cara menghadapi konsumer dengan isolasi diri Hubungan dekat Kebutuhan kemudahan memperoleh informasi akan penggunaan telepon dan transportasi pelayanan kemudahan memperoleh jaminan sosial Kapasitas pendidikan dasar fungsional keuangan Pekerjaan/ketrampilan pengasuhan anak Perawatan diri Cara merawat ODGJ dengan perawatan diri kurang Pemeliharaan rumah Memantau, mengenali masalah, membuat keputusan, Cara merawat ODGJ dengan: gejala gangguan jiwa, penyakit fisik, perawatan diri kurang, isolasi diri, mengambil tindakan, merawat dan menyesuaikan kebutuhan perilaku kacau perawatan Bekerjasama dengan orang yang dirawat Cara berkomunikasi dengan ODGJ Mengakses sumber-sumber dukungan, berhubungan dengan sistem Bimbingan rohani Adanya tenaga dokter/perawat di yayasan layanan kesehatan Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 Bila dibandingkan dengan Kebutuhan ODGJ berdasarkan Camberwell Assessment of Need , kebutuhan ODGJ yang tidak teridentifikasi oleh responden konsumer, keluarga, dinas sosial, petugas Yayasan Galuh akan pelayanan: kemudahan memperoleh informasi, penggunaan telepon dan transportasi, kemudahan memperoleh jaminan sosial, kebutuhan sosial akan pertemanan dan seksualitas, kebutuhan kapasitas fungsional:pendidikan dasar, pengasuhan anak, pemeliharaan rumah. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa, namun kebutuhan pelatihan yang paling banyak disebutkan oleh responden adalah pelatihan mengenai kesehatan fisik. Kebutuhan pelatihan ini juga disebutkan oleh semua responden pelaku rawat dan responden keluarga konsumer. Responden keluarga konsumer merasa kondisi anggota keluarga yang dirawat di Yayasan akan menyulitkan mencari pertolongan medis apabila mengalami sakit fisik. Responden keluarga konsumer berharap petugas Yayasan Galuh bisa diberikan pelatihan untuk bisa melakukan pertolongan pertama pada kondisi darurat. pelatihan pertolongan pertama pada kondisi darurat yang diberikan pada petugas. Konsumer juga menyebutkan mengenai keinginan bisa ada dokter/perawat yang bisa datang ke Yayasan Galuh. Responden pelaku rawat mengatakan sulitnya penghuni Yayasan Galuh mendapatkan akses layanan kesehatan secara umum. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Levinson, Druss, Dombrowski, dan Rosenheck (2003) menunjukkan pasien dengan gangguan jiwa memiliki akses yang kurang terhadap layanan kesehatan primer.35 Kebutuhan akan pelatihan mengenai kesehatan jiwa diungkapkan oleh responden pelaku rawat, keluarga, dan dinas sosial. Responden menyadari adanya keterbatasan dari kemampuan petugas yayasan yang tidak memiliki latar belakang pendidikan formal untuk merawat ODGJ sehingga diperlukan adanya pelatihan mengenai pengetahuan mengenai jenis gangguan jiwa kepada petugas. Responden konsumer juga mengutarakan adanya perlakuan salah yang diterima oleh penghuni yayasan oleh pelaku rawat yaitu diskriminasi kepada penghuni yang berbeda agama dari pelaku rawat. Adanya pengetahuan yang kurang mengenai Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 Universitas Indonesia 93 ODGJ dapat menimbulkan stigma yang akan berdampak pada pelayanan yang diberikan yang diberikan oleh petugas.24 Kebutuhan pelatihan mengenai kesehatan jiwa bagi petugas Yayasan Galuh yang diungkapkan oleh responden petugas yayasan, keluarga konsumer, dan dinas sosial adalah kebutuhan gejala, diagnosis dan pengobatan gangguan jiwa, tehnik komunikasi dengan ODGJ, cara perawatan ODGJ dengan: perilaku kekerasan, isolasi diri, perawatan diri kurang, perilaku kacau. Selain pelatihan mengenai kesehatan fisik dan jiwa. Responden juga merasa petugas butuh pelatihan mengenai kesehatan lingkungan Yayasan terutama mengenai kebersihan lingkungan dan kegiatan yang positif bagi penghuni Yayasan. Hal ini sejalan dengan berbagai penelitian yang dilakukan oleh sejumlah peneliti (Kulhara dkk, 201036; Popescu dan Micutlia, 200937, Ochoa dkk, 200538) yang menunjukkan kebutuhan yang paling sering diungkapkan oleh ODGJ berkaitan dengan aktivitas sehari-hari, pertemanan, dan gejala gangguan jiwa. Dari hasil observasi didapatkan higiene yang buruk di Yayasan Galuh antara lain: lingkungan tempat tinggal penghuni yang kotor, kamar mandi yang rusak dan tidak tersedia air bersih, penyediaan makanan tanpa sendok dan garpu, tidak tersedianya tempat untuk mencuci tangan sebelum makan, satu gelas yang dipakai bersama-sama oleh beberapa penghuni. Adanya higiene yang buruk dan praktek pengekangan fisik dapat berdampak buruk bagi penghuni panti. Penelitian yang dilakukan Makanjuola di Nigeria menunjukkan banyaknya praktik negatif yang dilakukan di panti perawatan tradisional seperti adanya higiene yang buruk di panti dan pengekangan fisik yang menyebabkan timbulnya luka yang seringkali dapat menimbulkan sepsis.13 Dari hasil observasi ini didapatkan kebutuhan akan pelatihan mengenai cara menjaga kesehatan lingkungan dan perlunya meningkatkan kesehatan penghuni Yayasan Galuh dengan menciptakan lingkungan bebas rokok. 7.3.2 Kebutuhan Pelatihan Petugas Kesehatan di Layanan Kesehatan Primer di Sekitar Yayasan Galuh Studi yang dilakukan oleh Murray dan Jenkins (1998) mengenai integrasi pelayanan kesehatan jiwa ke layanan kesehatan primer menunjukkan adanya peningkatan diagnosis dan pengobatan jiwa di masyarakat.39 Hal ini disebabkan Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 94 karena layanan kesehatan primer lebih mudah diakses dan lebih sedikit stigma. Penelitian oleh Jenkins dan Strathdee menunjukkan setidaknya 40 % pasien yang datang ke layanan kesehatan primer mengalami gangguan jiwa yang lazim.40 Hal ini sejalan dengan pernyataan petugas puskesmas yang mengatakan mereka umumnya menemui kasus neurotik dan kasus psikosomatik. Namun sayangnya petugas puskesmas hanya menuliskan diagnosis gangguan fisik saja karena keterbatasan waktu dan tenaga. Selain itu petugas puskesmas merasa kesulitan untuk mengenali kasus gangguan jiwa ringan dan sedang. Petugas merasa perlu mendapatkan pelatihan bagaimana dapat melakukan deteksi dini, dapat mengenali tanda dan gejala gangguan jiwa pada orang yang berobat ke Puskesmas. Hal ini sejalan dengan penelitian Mwape et al (2010) terhadap petugas kesehatan di layanan kesehatan primer di Zambia. Petugas kesehatan di layanan kesehatan primer di Zambia merasa perlu mendapatkan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan mereka dalam menyediakan layanan kesehatan terhadap orang yang memiliki masalah kesehatan jiwa. 41 7.4 Keterbatasan Penelitian Dalam pelaksanaan penelitian ini, didapatkan beberapa keterbatasan antara lain: Subyek keluarga konsumer pengguna jasa layanan Yayasan Galuh diambil dari anggota keluarga konsumer yang sedang datang menjenguk konsumer di hari peneliti datang ke Yayasan sehingga subyek yang diambil belum tentu mewakili pendapat keluarga konsumer secara umum. Pemilihan subyek konsumer berdasarkan pilihan dari petugas yayasan dapat saja menimbulkan bias dari respons yang diberikan oleh konsumer. Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 95 BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN 8.1 Simpulan Petugas Yayasan Galuh dan Petugas Kesehatan di Layanan Primer di Sekitar Yayasan Galuh (Puskesmas) memiliki pengetahuan dan pelatihan yang minim di bidang kesehatan jiwa. Petugas Yayasan Galuh dan Petugas Puskesmas memiliki beban kerja yang tinggi dilihat dari: tidak ada jam kerja tetap bagi pelaku rawat dan jumlah petugas yayasan dan Puskesmas yang sedikit dibandingkan jumlah orang yang harus dilayani. Inisiatif pengobatan tidak datang dari keinginan konsumer sendiri melainkan terbanyak atas keinginan keluarga. Beberapa hal yang menyebabkan keluarga memilih pengobatan jiwa tradisional di Yayasan Galuh dibandingkan pengobatan jiwa formal di rumah sakit antara lain: tidak memiliki pelaku rawat yang dapat membantu konsumer menjalani pengobatan secara teratur, biaya besar yang dikeluarkan untuk menjalani pengobatan psikiatri dibandingkan biaya perawatan di Yayasan Galuh yang lebih terjangkau, perbaikan gejala gangguan jiwa pada anggota keluarga yang dirawat di Yayasan Galuh , pengetahuan akan penyakit jiwa yang kurang sehingga keluarga menganggap konsumer tidak pernah bisa stabil dalam jangka waktu lama jika dibawa berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan jiwa formal seperti rumah sakit jiwa. Kebutuhan pelatihan petugas Yayasan Galuh yang paling banyak diungkapkan oleh responden adalah pelatihan di bidang kesehatan fisik terutama mengenai tatalaksana gangguan fisik yang sering ditemui di Yayasan yaitu: penyakit kulit (gatal, luka), diare, muntah, sakit gigi, kaki bengkak, P3K. Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 96 Kebutuhan pelatihan petugas Yayasan Galuh di bidang kesehatan jiwa yaitu : gejala, diagnosis dan pengobatan gangguan jiwa, tehnik komunikasi dengan ODGJ, cara perawatan ODGJ dengan: perilaku kekerasan, isolasi diri, perawatan diri kurang, perilaku kacau. Pelatihan lainnya yang dirasakan perlu bagi pelaku rawat antara lain : cara memberikan ketrampilan pada penghuni Yayasan, kebersihan lingkungan, dan pengetahuan mengenai makanan sehat. Petugas puskesmas merasa perlu mendapatkan pelatihan bagaimana dapat melakukan deteksi dini, dapat mengenali tanda dan gejala gangguan jiwa yang lazim pada orang yang datang berobat ke Puskesmas. 8.2 Saran 1. Bagi Petugas puskesmas: Diperlukan adanya penambahan jumlah staf di Puskesmas sehingga dapat memberikan pelayanan di bidang kesehatan dan kesehatan jiwa dengan lebih baik. Diperlukan adanya pelatihan mengenai kesehatan jiwa sehingga petugas Puskesmas dapat melakukan diagnosis dan tatalaksana kasus gangguan jiwa yang datang berobat ke puskesmas. 2. Bagi Yayasan Galuh Diperlukan adanya penambahan jumlah pelaku rawat dan pembuatan jam kerja yang jelas untuk mengurangi beban kerja pelaku rawat. Diperlukan adanya pelaku rawat penanggung jawab dari masing-masing orang yang dirawat di Yayasan Galuh. Diperlukan adanya pelatihan bagi pelaku rawat dan advokasi mengenai pemberian obat psikiatri pada ODGJ yang dirawat di Yayasan Galuh Diperlukan adanya peningkatan sarana dan prasarana Yayasan seperti penambahan jumlah kamar mandi, perbaikan fasilitas dapur umum, dan penyediaan tempat pembuangan sampah yang tertutup. Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 97 Perlunya menciptakan lingkungan Yayasan yang lebih bersih dan bebas rokok. 3. Bagi Keluarga Konsumer Diperlukan adanya edukasi bagi keluarga konsumer agar dapat memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai gangguan jiwa, pengobatannya, dukungan dan perawatan yang dapat diberikan bagi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. 4. Materi pelatihan mengenai kesehatan yang dapat diberikan bagi pelaku rawat Yayasan Galuh: Penyakit fisik yang sering ditemui di Panti : penyakit kulit, demam, diare Materi mengenai pertolongan pertama pada kasus demam, diare Cara perawatan penyakit kulit dan luka Kebersihan lingkungan. 5. Materi pelatihan mengenai kesehatan jiwa yang dapat diberikan bagi pelaku rawat Yayasan Galuh: Teknik komunikasi dengan konsumer yang mengalami ganguan jiwa Cara merawat konsumer dengan perilaku kekerasan Cara merawat konsumer dengan isolasi diri Cara merawat konsumer dengan halusinasi Cara merawat konsumer dengan perawatan diri kurang. 6. Bagi pemerintah Kota Bekasi: Perlu diaktifkannya Tim Pembina kesehatan jiwa masyarakat kota Bekasi agar kerjasama lintas sektor pemerintahan dalam tatalaksana kesehatan jiwa masyarakat dapat lebih optimal. Perlunya peraturan mengenai standarisasi panti rehabilitasi mental tradisional sehingga pelayanan yang diberikan kepada ODGJ yang dirawat lebih baik. 7. Bagi Pemerintah: Dikembangkannya sistem day care dan residential care bagi ODGJ yang dapat ditanggung pembiayaannya oleh Jaminan Kesehatan Nasional Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 98 8. Bagi Rumah Sakit Umum Kota Bekasi: Disediakannya ruangan rawat akut psikiatri agar orang dengan gangguan jiwa yang berada pada fase akut dapat ditangani di Rumah Sakit Umum Bekasi. Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 99 DAFTAR PUSTAKA 1. Profil Kesehatan Indonesia 2010. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. 2011. 2. Titiw. Berkunjung Ke Tempat Sakit Jiwa: Yayasan Galuh. http://titiw.com/2009/08/03/berkunjung-ke-tempat-sakit-jiwa-yayasan-galuh/. 2009. 3. Allard, T. Chained to a Life of Madness. Sidney: The Sydney Morning Herald, 2010. 4. Wardani, ND. Persepsi Petugas Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 2 Cipayung dan Yayasan Galuh terhadap Tindakan Pengekangan Fisik. PPDS I Kedokteran Jiwa Universitas Indonesia: 2011. 5. American Psychiatric Association. Learning from Each Other: Success Stories and Ideas for Reducing Restraint / Seclusion in Behavioural Health. 2003. 6. Bragg, TA; Cohen, BM. From Asylum to Hospital to Psychiatric Health Care System. Am J Psychiatry . 2007; 164:6. 7. Deribew A, Tamirat YS. How are mental health perceived by a community in Agaro town? Ethiop.J.Health Dev. 2005;19(2):153-9. 8. Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. 2008. 9. Raguram R. Traditional community resources for mental health: a report of temple healing from India. BMJ. 2002; 325: 38-40. 10. Peltzer K, Mngqundaniso N, Petros G. HIVAIDS/STI/TB knowledge, beliefs and practices of traditional healers in KwaZulu-Natal, South Africa. AIDS Care. 2006: 18: 608–613. 11. Rathinavel I. Why do mentally ill patients seek religious places for treatment? Indian J Psychiatry. 2010; 52(3): 280–281 12. Mehl-Madrona L. What traditional indigenous elders say about cross-cultural mental health training. Explore (NY). 2009;5(1):20-29. 13. Makanjuola AB, Adelekan ML, Morakinyo O. Current status of traditional mental health practice in Ilorin Emirate Council area, Kwara State, Nigeria. West Afr J Med. 2000;19(1):43-49. Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 100 14. Laporan Triwulan 3 Yayasan Galuh Sepanjang Jaya. Bekasi: Yayasan Galuh Sepanjang Jaya. 2012. 15. Tseng WS. Handbook of Cultural Psychiatry. San Diego. Academic Press. 2001. 16. Slade M, Thornicroft G, Loftus L, Phelan M, Wykes T. CAN: Camberwell Assessment of Need, A comprehensive needs assessment tool for people with severe mental illness. Gaskell London. The Royal College of Psychiatrists .1999. 17. Feinberg LF. The state of art: caregiver assessment in practice settings. National Center on Caregiving. San Fransisco. 2002. 18. Given B, Sherwood PR. Given CW. What Knowledge and Skills Do Caregivers Need? American Journal of Nursing. 2008; 108 (9): 28 – 34. 19. Schumacher KL, et al. Family caregiving skill: development of the concept. Res Nurs Health. 2000;23(3):191-203. 20. Brown C, Lloyd K. Qualitative methods in psychiatric research. Advances in Psychiatric Treatment. 2007; 7 : 350–356. 21. Krueger RA. Focus groups: a practical guide for applied research. California. Sage Publications. 1988. 22. Powel RA, Single HM, Lloy KR. Focus groups in mental health research: enhancing the validity of user and provider questionnaires. International Journal of Social Psychiatry. 1996; 42: 193–206. 23. Poerwandari EK. Pendekatan kualitatif untuk penelitian perilaku manusia. Edisi 3. Depok. LPSP3. 2009. 24. Sorshdal K, DJ Stein, AJ Fisher. Tradisional Healer Attitudes and Belief Regarding Refferal of the Mentally Ill to Western Doctors in South Africa, Transcultural Psychiatry.2010; 47 (4): 591-609. 25. Royal College of Nursing. Guidance on safe nurse staffing level in UK. 2010. Diunduh dari http://www.rcn.org.uk/__data/assets/pdf_file/0005/353237/003860.pdf tanggal 17 Oktober 2014. Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 101 26. Potret ketersediaan dan kebutuhan tenaga dokter. http://hpeq.dikti.go.id/v2/images/Produk/Potret_Ketersediaan_Dan_Kebutuhan_Ten aga_Dokter.pdf 27. Goldfracht M1, Shalit C, Peled O, Levin D. Attitudes of Israeli primary care physicians towards mental health care. Isr J Psychiatry Relat Sci. 2007;44(3):225-9 28. Gater A, Rofail D, Tolley C, Marshall C, Webb LA et al.„„Sometimes It‟s Difficult to Have a Normal Life‟‟: Results from a Qualitative Study Exploring Caregiver Burden in Schizophrenia. Schizophrenia Research and Treatment. 2014; 3:1-13. 29. Investing in Mental Health. WHO. 2003. Diunduh dari http://www.who.int/mental_health/media/investing_mnh.pdf tanggal 1 Maret 2014 . 30. Sjenny A. Dasar pengambilan keputusan pemasungan terhadap pasien dengan skizofrenia olehkeluarga di kabupaten banyuwangi (Tesis). Jakarta: Universitas Indonesia.2009. 31. Kermode M, Bowen K, Arole S, Pathare S, Jorm AF. Attitudes to people with mental disorders: a mental health literacy survey in a rural area of Maharashtra, India. Soc Psychiat Epidemiol. 2009. 44:1087–1096. 32. Corrigan PW, Watson AC. Factors that explain how policy makers distribute resources to mental health services. Psychiatr Serv. 2003;54(4):501-507. 33. Corrigan PW, Watson AC, Warpinski AC, Gracia G. Stigmatizing attitudes about mental illness and allocation of resources to mental health services. Community Ment Health J. 2004; 40(4):297-307. 34. Corrigan PW, Markowitz FE, Watson AC. Structural levels of mental illness stigma and discrimination. Schizophr Bull. 2004;30(3):481-491. 35. Levinson MC, Druss BG, Dombrowski EA, Rosenheck R. A. Barriers to primary medical care among patients at a community mental health center. Psychiatric Services. 2003; 54: 1158–1160. 36. Kulhara P, Avasth A, Grover S, Sharan P, Sharma P, et al Needs of Indian schizophrenia patients: an exploratory study from India. Social Psychiatry and Psychiatric Epidemiolog. 2010. 45 (8), 809-818. Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 102 37. Popescu C, Micutlia I. Met and unmet needs of patients with schizophrenia Brief research report of a Romanian sample. Journal of Cognitive and Behavioral Psychotherapies. 2009; 9 (2): 161-167. 38. Ochoa S, Haro JM, Usall J, Autonell J, Vicens E, Asensio F. Needs and its relation to symptom dimensions in a sample of outpatients with schizophrenia. Schizophrenia Research. 2005; 75 (1): 129-134. 39. Murray J, Jenkins R: Prevention of mental illness in primary care. International Review of Psychiatry 1998, 10:154-157. 40. Jenkins R, Strathdee G: The Integration of Mental Health Care with Primary Care. International Journal of Law and Psychiatry. 2000. 23:277-291. 41. Mwape L, Sikwese A, Kapungwe A, Mwanza J, Flisher A, Lund C, Cooper S. Integrating mental health into primary health care in Zambia: a care provider's perspective. Int J Ment Health Syst. 2010. 25; 4:21. Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 103 Lampiran 1. Keterangan Lolos Kaji Etik Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 104 Lampiran 2. Persetujuan Setelah Penjelasan Judul Penelitian: Penilaian Kebutuhan Pelatihan di Bidang Kesehatan Jiwa bagi Petugas Yayasan dan Petugas Kesehatan di Layanan Primer di Sekitar Yayasan Galuh Bekasi Jawa Barat Nama : _________________________________________ Jenis Kelamin : _________________________________________ Tanggal lahir/usia : _________________________________________ 1. Saya menegaskan bahwa saya telah membaca lembar informasi ini dan telah mendapat penjelasan mengenai penelitian di atas, dan saya telah mendapat kesempatan untuk mengajukan pertanyaan. 2. Saya memahami bahwa tidak ada efek samping yang timbul dalam penelitian ini. 3. Saya memahami bahwa partisipasi dalam penelitian ini bersifat sukarela. 4. Saya memahami bahwa kerahasiaan identitas diri saya akan terjaga dalam penelitian ini. Bekasi,…………………………… Partisipan ( ) Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 105 Lampiran 3. Data Konsumer KUESIONER DATA RESPONDEN Nomor Responden : ……………………………………………………… Tanggal Wawancara : ……………………………………………………… DATA DEMOGRAFI 1. Nama : 2. Alamat : 3. Umur : 4. Jenis kelamin: 5. Status pernikahan : 6. Jumlah anak : 7. Agama : 8. Suku : 9. Pendidikan terakhir : 10. Pekerjaan terakhir : 11. Lama tinggal di Yayasan Galuh: 12. Alasan dirawat di Yayasan Galuh: RIWAYAT KESEHATAN UMUM DAN KESEHATAN JIWA 1. Selama tinggal di yayasan Galuh, responden pernah sakit: 1.Ya 2. Tidak 2. Saat responden sakit selama tinggal di yayasan apakah pernah mendapatkan layanan konsultasi/pemeriksaan kesehatan fisik: 1.Ya 2. Tidak 3. Bila Ya, di: 1. Puskesmas 2. Rumah Sakit 3. Klinik Umum 4. Lain-lain (sebutkan)………… 4. Selama tinggal di yayasan, apakah responden pernah melakukan konsultasi/pemeriksaan kesehatan jiwa: 1. Ya 2. Tidak 5. Bila Ya, di 1. Puskesmas 2. Rumah Sakit 3. Psikiater 4. Lain-lain (sebutkan)………… 6. Kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan selama di Yayasan Galuh 1. Mudah 2. Sulit 7. Kemudahan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan jiwa di Yayasan Galuh 1. Mudah 2. Sulit Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 106 Lampiran 4. Data keluarga/masyarakat pengguna jasa layanan perawatan jiwa di Yayasan Galuh KUESIONER DATA RESPONDEN Nomor Responden Tanggal Wawancara 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. : : DATA DEMOGRAFI Nama :………………………………………………………………. Alamat :………………………………………………………………. Umur :………………………………………………………………. Jenis kelamin :………………………………………………………………. Status pernikahan: ……………………………………………………………. Agama :……………………………………………………………. Suku : ………………………………………………………………. Pendidikan terakhir : ………………………………………………………. Pekerjaan terakhir : …………………………………………………………. Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 107 Lampiran 5. Data Petugas Yayasan Galuh Nama Petugas : Tugas : Lama Bertugas : Jenis Kelamin : Tanggal lahir/ umur : Pelatihan yang berkaitan dengan ilmu kesehatan hingga saat ini : Nama & jenis Institusi Lama Tahun pelatihan penyelenggara pelatihan Penyelenggaraan (jam/hari) Materi Pelatihan Pelatihan yang berkaitan dengan ilmu kesehatan jiwa hingga saat ini : Nama & jenis Institusi Lama Tahun pelatihan penyelenggara pelatihan Penyelenggaraan (jam/hari) Materi Pelatihan Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 108 Lampiran 6. Panduan Wawancara Focus Group Discussion Penilaian Kebutuhan Pelatihan di Bidang Kesehatan Jiwa bagi Petugas Yayasan dan Petugas Kesehatan di Layanan Primer di Sekitar Yayasan Galuh Bekasi Jawa Barat Total waktu pelaksanaan FGD = 120 menit NASKAH PEMBUKAAN (15 menit) Catatan Fasilitator: Gunakan naskah dibawah ini ketika membuka FGD Terimakasih atas kehadiran Bapak/Ibu semuanya pada pertemuan hari ini. Nama saya_________ dan saya akan mencoba memfasilitasi diskusi kali ini. Tujuan dari pertemuan kita kali ini adalah untuk melakukan pembicaraan (ngobrolngobrol santai) terbuka tentang kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi petugas Yayasan Galuh/ Petugas Puskesmas. Pertemuan ini diadakan oleh Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RS Ciptomangunkusumo. Kami akan melakukan pelatihan bagi petugas Yayasan Galuh dan petugas Puskesmas Pengasinan untuk meningkatkan mutu layanan kesehatan bagi orang yang menjalani perawatan di Yayasan Galuh. Agar pelatihan ini lebih menjawab apa yang Bapak/Ibu butuhkan, kami perlu memahami bagaimana pendapat terhadap hal-hal yang penting dirasa perlu diketahui oleh petugas sehingga kami bisa mendapatkan masukan untuk menyusun modul pelatihan bagi petugas di Yayasan Galuh maupun petugas Puskesmas. Sekarang, saya akan membagikan formulir biodata. Anda memang telah diundang, tetapi dalam pertemuan ini tetap berdasarkan kesukarelaan, jadi anda dapat dengan bebas memilih apakah anda berminat untuk bergabung atau tidak. Jika anda memutuskan untuk bergabung dengan kami, maka kami akan meminta anda menandatangani formulir ini. Dalam formulir ini terdapat beberapa pertanyaan tentang biodata anda dan sekaligus menyatakan bahwa anda menyetujui untuk berpartisipasi. [Setelah formulir dibagikan kepada semua peserta, mintalah kepada masing-masing peserta untuk memperkenalkan diri] Sebelum kita mulai, ada beberapa hal lagi yang akan saya sampaikan. Bahwa diskusi ini harus terbuka dan jujur. Diskusi ini adalah untuk mencari tahu tentang pendapat, pandangan dan pemikiran anda, jadi dalam diskusi ini TIDAK ADA JAWABAN YANG BENAR ATAU SALAH. Dimohon kepada semua peserta untuk menghormati pendapat orang lain. Orang lain mungkin mempunyai pandangan atau pendapat yang berbeda dan hal itu merupakan hal yang baik dalam diskusi ini. Dimohon untuk memberikan kepada setiap orang kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam pembicaraan. Apapun yang akan anda sampaikan dalam diskusi ini akan kami simpan dan kami rahasiakan. Kami akan membuat catatan tentang perjalanan diskusi ini dan apa yang anda sampaikan, tetapi kami tidak akan menuliskan nama ataupun siapa yang menyatakan pernyataan. Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 109 Focus Group Discussion bagi Petugas Yayasan Galuh A. Pengumpulan Data Tanggal : Pengambil data : B. Identitas Responden No. 1 2 3 4 5 6 Nama Jenis kelamin Usia Pendidikan Lama kerja Tempat Tinggal 7 8 9 10 Posisi Duduk Tujuan 1: Mendapatkan data tentang layanan perawatan yang diberikan 1. Dapatkah Bapak/Ibu jelaskan layanan perawatan yang Bapak/Ibu berikan? 2. Apakah Bapak/Ibu juga memberikan pelayanan perawatan di luar gedung Yayasan Galuh? Jika ya, bisakah Bapak/Ibu sebutkan bentuk layanan yang diberikan ? Tujuan 2: Mendapatkan pemahaman tentang pengetahuan pelaku rawat 3. Apa saja yang Bapak/Ibu ketahui mengenai kondisi orangyang bapak/ibu rawat? 4. Apa saja yang Bapak/Ibu ketahui mengenai orang dengan gangguan jiwa? 5. Apa saja yang Bapak/Ibu ketahui mengenai perawatan yang dapat diberikan pada orang dengan gangguan jiwa? Tujuan 3: Mengetahui kemampuan dan beban pelaku rawat dalam memberikan perawatan 6. Perawatan apa saja yang selama ini Bapak/Ibu berikan di Yayasan Galuh (contoh : (memandikan, memberikan makanan, memakaikan baju)? 7. Apakah kesulitan yang ditemukan oleh Bapak/Ibu dalam memberikan perawatan (contoh: apakah memberikan perawatan tertentu yang menyulitkan/melelahkan/membuat frustasi)? 8. Apakah Bapak/Ibu merasa memiliki ketrampilan khusus yang dibutuhkan dalam memberikan perawatan seperti: a. Berkomunikasi dengan orang yang dirawat? b. Menghadapi perilaku orang yang dirawat? c. Sakit fisik ? 9. Berapa jam yang Bapak/Ibu habiskan dalam seminggu untuk melakukan kegiatan perawatan? 10. Apakah Bapak/Ibu memiliki masalah kesehatan fisik? Bila Ya, penyakit apa? Apakah penyakit itu mengganggu kegiatan perawatan yang Bapak/Ibu lakukan? 11. Apakah Bapak/Ibu memiliki kegiatan lain di luar aktivitas di Yayasan (contohnya hobi, kegiatan keagamaan, olahraga)? 12. Apa yang biasanya Bapak/Ibu lakukan untuk menjaga kesehatan fisik dan mental Bapak/Ibu untuk dapat menjalankan tugas dengan baik? Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 110 Tujuan 4: Mendapatkan data kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan Apakah Bapak/ibu memerlukan pelatihan terkait topik kesehatan? a. Jika ya, apa alasannya dan apa yang dibutuhkan? b. Jika tidak, apa alasannya dan apa yang dibutuhkan? 13. Menurut Bapak /ibu, keterampilan apa saja yang Bapak/ibu perlukan untuk menjalankan tugas sebagai penyedia layanan kesehatan? 14. Apakah Bapak/Ibu perlu melakukan pemberian informasi dan edukasi tentang kesehatan dan kesehatan jiwa kepada orang yang dirawat di Yayasan Galuh? a. Jika ya, apa alasannya dan informasi apa yang perlu diberikan? b. Jika tidak, apa alasannya? 15. Topik pelatihan kesehatan apa sajakah yang Bapak/Ibu perlukan? (Topik pelatihan kesehatan tersebut bisa mencakup : konseling kejiwaan, gejala gangguan jiwa, penggunaan obat-obatan/alkohol, cara menjaga keselamatan diri sendiri dan orang yang dirawat, penyediaan tempat tinggal dan makanan yang sehat) 16. Dari pelatihan-pelatihan kesehatan yang telah disebutkan tadi, bisakah Bapak/ibu menentukan 3 prioritasyang Bapak/Ibu butuhkan? Prioritas 1 : Prioritas 2 : Prioritas 3 : Tujuan 5 : Mendapatkan data kebutuhan pelatihan di bidang sosial (20-30 menit) 17. Menurut Bapak/ibu, masalah psikososial apa saja yang dialami oleh orang yang dirawat di Yayasan Galuh? (Masalah psikososial ini dapat berupa masalah dalam pertemanan, hubungan dekat, dukungan sosial & kesehatan) 18. Kebutuhan ketrampilan sosial apa saja yang diperlukan oleh orang yang dirawat di Yayasan Galuh? (Kebutuhan sosial ini dapat berupa pertemanan, hubungan dekat, dukungan sosial & kesehatan) 19. Apakah Bapak/ibu butuh pelatihan mengenai ketrampilan sosial ? a. Jika ya, apa alasannya dan apa yang dibutuhkan? b. Jika tidak, apa alasannya dan bagaimana seharusnya? 20. Menurut Bapak /ibu, pengetahuan dan ketrampilan apa saja yang perlu dimiliki oleh petugas untuk membantu orang yang dirawat di yayasan Galuh? 21. Dari pelatihan-pelatihan ketrampilan sosial yang telah disebutkan tadi, bisakah Bapak/ibu menentukan 3 prioritas yang Bapak/Ibu butuhkan? Prioritas 1 : Prioritas 2 : Prioritas 3 : Tujuan 6 : Mendapatkan data kebutuhan pelatihan di bidang okupasi & aktivitas orang yang dirawat (20-30 menit) 22. Menurut Bapak/Ibu, masalah apa saja yang dialami oleh orang yang dirawat di Yayasan Galuh yang terkait dengan aktivitas sehari-hari? (aktivitas harian yang dimaksud adalah…..) 23. Menurut Bapak /ibu, latihan apa saja yang perlu diberikan oleh petugas kepada orang yang dirawat di yayasan Galuh? 24. Apakah Bapak/ibu butuh membutuhkan pelatihan untuk dapat mengajarkan bagaimana melakukan aktivitas sehari-hari pada orang yang dirawat? a. Jika ya, apa alasannya dan apa yang dibutuhkan? Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 111 b. Jika tidak, apa alasannya dan bagaimana seharusnya? Pengetahuan dan keterampilan apa sajakah yang Bapak/Ibu perlukan terkait dengan latihan untuk aktivitas harian dan kemandirian orang yang dirawat? 26. Dari pelatihan-pelatihan yang telah disebutkan tadi, bisakah Bapak/ibu membuat 3 bentuk pelatihan yang menjadi 3 prioritas teratas? Prioritas 1 : Prioritas 2 : Prioritas 3 : 25. Kesimpulan/Rangkuman (5 menit) Ucapkan terimakasih atas partisipasi peserta. Catatan observasi pelaksanaan FGD Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 112 Focus Group Discussion bagi Petugas Layanan Kesehatan Primer A. Pengumpulan Data Tanggal : Pengambil data : B. Data Puskesmas dan Observasi (kategori Puskesmas (kecamatan/kelurahan), luas cakupan (area, populasi), SDM (jumlah, kualifikasi), observasi lingkungan saat pengambilan data) C. Identitas Responden No. 1 2 Nama Jenis kelamin Usia Pendidikan Jabatan Lama kerja 3 4 5 6 7 8 9 10 Tujuan 1: Mendapatkan data gangguan jiwa yang ada di Puskesmas 1) Menurut Bapak/Ibu apakah masalah kesehatan jiwa banyak terjadi di sekitar Bapak ibu? 2) Adakah orang yang datang ke Puskesmas ini dengan gangguan jiwa? Bila ya, bagaimana Bapak/Ibu atau mungkin orang lain mengenali gejala gangguan jiwa? (beberapa orang menyatakan bahwa orang dengan gangguan jiwa terlihat stres, depresi, cemas, bicara sendiri, bicara kacau, dll). 3) Sepanjang yang Bapak/Ibu perhatikan, berapa rata-rata banyaknya kasus dengan gangguan jiwa yang ditangani di Puskesmas setiap harinya? Diagnosis apa yang paling banyak ditemukan? Gejala apa yang saat itu ditunjukkan oleh pasien? 4) Bagaimana selama ini masyarakat mengatasi masalah kesehatan jiwa yang ada? (beberapa daerah lebih memilih untuk membawa orang dengan gangguan jiwa ke pengobatan tradisional, atau memasungnya di rumah, dll) 5) Menurut Bapak ibu, apakah akibat/dampak yang bisa terjadi bila masalah kesehatan jiwa di masyarakat tidak diatasi? (dampak bagi orang tersebut, keluarga, orang lain dan masyarakat) Tujuan 2: Mengidentifikasi model pelayanan kesehatan jiwa di puskesmas Sekarang saya akan menanyakan kepada Bapak/Ibu tentang layanan kesehatan jiwa yang diselenggarakan di dalam Puskesmas Bapak/ibu sampai hari ini. 6) Menurut Bapak/Ibu apa saja yang termasuk dalam layanan kesehatan jiwa? (beberapa orang menyebutkan pemberian obat jiwa, konseling, penyuluhan, dll) 7) Apakah Puskesmas ini menyediakan layanan kesehatan jiwa di Puskesmas? a. Bila ya, bisakah Bapak/Ibu sebutkan! b. Bila tidak, apakah ada alasan mengapa hal itu terjadi? Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 113 8) Apakah Puskesmas ini menyediakan layanan kesehatan jiwa langsung di masyarakat (di luar gedung)? a. Bila ya, bisakah Bapak/Ibu sebutkan! b. Bila tidak, apakah ada alasan mengapa hal itu terjadi? Tujuan 3: Mendapatkan data kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan (30-40 menit) 9) Apakah Bapak/ibu memerlukan pelatihan terkait topik kesehatan bagi orang dengan gangguan jiwa? a. Jika ya, apa alasannya dan apa yang dibutuhkan? b. Jika tidak, apa alasannya dan apa yang dibutuhkan? 10) Menurut Bapak /ibu, keterampilan apa saja yang Bapak/ibu perlukan untuk menjalankan tugas sebagai penyedia layanan kesehatan? 11) Apakah Bapak/Ibu perlu melakukan pemberian informasi dan edukasi tentang kesehatan dan kesehatan jiwa kepada orang yang dengan gangguan jiwa? a. Jika ya, apa alasannya dan informasi apa yang perlu diberikan? b. Jika tidak, apa alasannya? 12) Topik pelatihan kesehatan apa sajakah yang Bapak/Ibu perlukan? (Topik pelatihan kesehatan tersebut bisa mencakup : konseling kejiwaan, gejala gangguan jiwa, penggunaan obat-obatan/alkohol, cara menjaga keselamatan diri sendiri dan orang yang dirawat, penyediaan tempat tinggal dan makanan yang sehat) 13) Dari pelatihan-pelatihan kesehatan yang telah disebutkan tadi, bisakah Bapak/ibu menentukan 3 bentuk pelatihan yang menjadi 3 prioritas teratas? Prioritas 1 : Prioritas 2 : Prioritas 3 : Tujuan 4 : Mendapatkan data kebutuhan pelatihan di bidang sosial (20-30 menit) 14) Menurut Bapak/ibu, masalah psikososial apa saja yang dialami oleh orang dengan gangguan jiwa? (Masalah psikososial ini dapat berupa masalah dalam pertemanan, hubungan dekat, dukungan sosial & kesehatan) 15) Kebutuhan ketrampilan sosial apa saja yang diperlukan oleh orang dengan gangguan jiwa? (Kebutuhan sosial ini dapat berupa pertemanan, hubungan dekat, dukungan sosial & kesehatan) 16) Apakah Bapak/ibu butuh pelatihan mengenai ketrampilan sosial ? a. Jika ya, apa alasannya dan apa yang dibutuhkan? b. Jika tidak, apa alasannya dan bagaimana seharusnya? 17) Menurut Bapak /ibu, pengetahuan dan ketrampilan apa saja yang perlu dimiliki oleh petugas untuk membantu orang dengan gangguan jiwa? 18) Dari pelatihan-pelatihan ketrampilan sosial yang telah disebutkan tadi, bisakah Bapak/ibu menentukan 3 bentuk pelatihan yang menjadi 3 prioritas teratas? Prioritas 1 : Prioritas 2 : Prioritas 3 : Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 114 Tujuan 5 : Mendapatkan data kebutuhan pelatihan di bidang okupasi & aktivitas orang dengan gangguan jiwa (20-30 menit) 19) Menurut Bapak/Ibu, masalah apa saja yang dialami oleh orang dengan gangguan jiwa yang terkait dengan aktivitas sehari-hari? 20) Menurut Bapak /ibu, latihan apa saja yang perlu diberikan oleh petugas kepada orang dengan gangguan jiwa? 21) Apakah Bapak/ibu butuh membutuhkan pelatihan untuk dapat mengajarkan bagaimana melakukan aktivitas sehari-hari pada orang dengan gangguan jiwa? c. Jika ya, apa alasannya dan apa yang dibutuhkan? d. Jika tidak, apa alasannya dan bagaimana seharusnya? 22) Pengetahuan dan keterampilan apa sajakah yang Bapak/Ibu perlukan terkait dengan latihan untuk aktivitas harian dan kemandirian orang dengan gangguan jiwa? 23) Dari pelatihan-pelatihan yang telah disebutkan tadi, bisakah Bapak/ibu menentukan 3 bentuk pelatihan yang menjadi 3 prioritas teratas? Prioritas 1 : Prioritas 2 : Prioritas 3 : Kesimpulan/Rangkuman (5 menit) Ucapkan terimakasih atas partisipasi peserta. Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 115 Focus Group Discussion bagi Masyarakat Pengguna layanan Yayasan Galuh A. Pengumpulan Data Tanggal : Pengambil data : B. Identitas Responden No. 1 2 Nama Jenis kelamin Usia Pendidikan Pekerjaan Status Responden (keluarga, tokoh masyarakat, konsumer) 3 4 5 6 7 8 9 10 Tujuan 1: Mendapatkan data gangguan jiwa yang ada di wilayah Bekasi 1) Menurut Bapak/Ibu apakah masalah kesehatan jiwa banyak terjadi di sekitar Bapak ibu? 2) Sepanjang yang Bapak/Ibu perhatikan, berapa banyak orang dengan gangguan jiwa yang ada di sekitar Bapak/Ibu? (< 10orang, 10-20orang, >20 orang). Gangguan jiwa dengan gejala seperti apakah yang paling banyak ditemukan di sekitar Bapak ibu? 3) Menurut Bapak/Ibu apakah gangguan jiwa dapat diobati? a) Bila ya, bagaimana cara pengobatannya? b) Bila tidak, apa yang bisa kita lakukan untuk membantu orang lain yang mengalami gangguan jiwa? 4) Sepengetahuan Bapak ibu, bagaimana selama ini masyarakat mengatasi masalah kesehatan jiwa yang ada? (beberapa daerah lebih memilih untuk membawa orang dengan gangguan jiwa ke pengobatan tradisional, dukun, kyai, memasungnya di rumah, dll) 5) Menurut Bapak ibu, apakah akibat/dampak yang bisa terjadi bila masalah kesehatan jiwa di masyarakat tidak diatasi? (dampak bagi orang tersebut, keluarga, orang lain dan masyarakat) Tujuan 2: Menilai kebutuhan masyarakat (tokoh masyarakat, kader kesehatan, keluarga dan konsumer) terhadap pelayanan kesehatan jiwa 6) Menurut Bapak/Ibu apakah Bapak atau ibu atau masyarakat membutuhkan adanya pelayanan kesehatan jiwa di puskesmas maupun di masyarakat? a. Jika ya, apa alasannya dan apa yang dibutuhkan? b. Jika tidak, apa alasannya dan bagaimana seharusnya? 7. Bentuk pelayanan kesehatan jiwa yang seperti apakah yang Bapak/Ibu atau masyarakat perlukan? Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 116 Tujuan 3: Mengidentifikasi model pelayanan kesehatan jiwa Sekarang saya akan menanyakan kepada Bapak/Ibu tentang layanan kesehatan jiwa yang diselenggarakan di dalam Yayasan/ Puskesmas di wilayah Bapak/ibu sampai hari ini. 8. a. b. 9. a. b. 10. 11. 12. 13. Sepengetahuan Bapak ibu, apakah Yayasan/Puskesmas wilayah setempat menyediakan layanan kesehatan jiwa? Bila ya, bisakah Bapak/Ibu sebutkan! Bila tidak, apakah ada alasan mengapa hal itu terjadi? Menurut Bapak ibu, apakah Yayasan/Puskesmas juga menyelenggarakan layanan kesehatan jiwa langsung di masyarakat (di luar gedung)? Bila ya, bisakah Bapak/Ibu sebutkan? Bila tidak, apakah ada alasan mengapa hal itu terjadi? (Bagi mereka yang pernah mendapatkan layanan kesehatan jiwa seperti yang telah disebutkan di atas). Dapatkah Bapak/Ibu ceritakan tentang layanan yang Bapak/Ibu terima tersebut? Apa yang Bapak/Ibu rasakan tentang layanan yang Bapak/Ibu peroleh tersebut? (Bapak/Ibu bisa menilai dengan cara memberikan penilaian dari angka 1-10, 1 untuk sangat kurang, 10 sangat baik, dan apa alasannya). Apakah Bapak/Ibu merasa terbantu dengan adanya layanan kesehatan jiwa tersebut? Bagaimana menurut Bapak/Ibu agar kegiatan pelayanan kesehatan jiwa di Yayasan/Puskesmas maupun langsung di masyarakat (luar gedung) ini dapat lebih ditingkatkan? Tujuan 3: Mendapatkan data kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan (30-40 menit) 14. Apakah menurut Bapak/ibu, petugas memerlukan pelatihan terkait topik kesehatan bagi orang dengan gangguan jiwa? a) Jika ya, apa alasannya dan apa yang dibutuhkan? b) Jika tidak, apa alasannya dan apa yang dibutuhkan? 15. Menurut Bapak /ibu, keterampilan apa saja yang petugas perlukan untuk menjalankan tugas sebagai penyedia layanan kesehatan? 16. Apakah menurut Bapak/ibu, petugas perlu melakukan pemberian informasi dan edukasi tentang kesehatan dan kesehatan jiwa kepada orang yang dengan gangguan jiwa? a. Jika ya, apa alasannya dan informasi apa yang perlu diberikan? b. Jika tidak, apa alasannya? 17. Topik pelatihan kesehatan apa sajakah yang Bapak/Ibu perlukan? (Topik pelatihan kesehatan tersebut bisa mencakup : konseling kejiwaan, gejala gangguan jiwa, penggunaan obat-obatan/alkohol, cara menjaga keselamatan diri sendiri dan orang yang dirawat, penyediaan tempat tinggal dan makanan yang sehat) 18. Dari pelatihan-pelatihan kesehatan yang telah disebutkan tadi, bisakah Bapak/ibu menentukan 3 bentuk pelatihan yang menjadi 3 prioritas teratas? Prioritas 1 : Prioritas 2 : Prioritas 3 : Tujuan 4 : Mendapatkan data kebutuhan pelatihan di bidang sosial (20-30 menit) 19. Menurut Bapak/ibu, masalah psikososial apa saja yang dialami oleh orang dengan gangguan jiwa? (Masalah psikososial ini dapat berupa masalah dalam pertemanan, hubungan dekat, dukungan sosial & kesehatan) Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 117 20. Kebutuhan ketrampilan sosial apa saja yang diperlukan oleh orang dengan gangguan jiwa? (Kebutuhan sosial ini dapat berupa pertemanan, hubungan dekat, dukungan sosial & kesehatan) 21. Apakah menurut Bapak/ibu, orang dengan gangguan jiwa butuh pelatihan mengenai ketrampilan sosial ? a. Jika ya, apa alasannya dan apa yang dibutuhkan? b. Jika tidak, apa alasannya dan bagaimana seharusnya? 22. Menurut Bapak /ibu, pengetahuan dan ketrampilan apa saja yang perlu dimiliki oleh petugas untuk membantu orang yang dengan gangguan jiwa? 23. Dari pelatihan-pelatihan ketrampilan sosial yang telah disebutkan tadi, bisakah Bapak/ibu menentukan 3 bentuk pelatihan yang menjadi 3 prioritas teratas? Prioritas 1 : Prioritas 2 : Prioritas 3 : Tujuan 5 : Mendapatkan data kebutuhan pelatihan di bidang okupasi & aktivitas orang orang yang dengan gangguan jiwa (20-30 menit) 24. Menurut Bapak/Ibu, masalah apa saja yang dialami oleh orang dengan gangguan jiwa yang terkait dengan aktivitas sehari-hari? 25. Menurut Bapak /ibu, latihan apa saja yang perlu diberikan oleh petugas kepada orang dengan gangguan jiwa? 26. Pengetahuan dan keterampilan apa sajakah yang Bapak/Ibu perlukan terkait dengan latihan untuk aktivitas harian dan kemandirian orang dengan gangguan jiwa? 27. Dari pelatihan-pelatihan yang telah disebutkan tadi, bisakah Bapak/ibu menentukan 3 bentuk pelatihan yang menjadi 3 prioritas teratas? Prioritas 1 : Prioritas 2 : Prioritas 3 : Kesimpulan/Rangkuman (5 menit) Ucapkan terimakasih atas partisipasi peserta. Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 118 Wawancara Mendalam bagi Konsumer A. Pengumpulan Data Tanggal : Pengambil data : B. Identitas Responden Nama : Jenis Kelamin : Usia : Pendidikan Terima kasih untuk kesediaan Bapak/Ibu untuk saya wawancarai selama 60 – 90 menit ke depan. Saya mengharapkan Bapak/Ibu dapat mengungkapkan pendapat secara jujur dan sesuai dengan apa yang Bapak/Ibu butuhkan. Tujuan 1: Mendapatkan data mengenai perilaku pencarian pertolongan 1. Menurut Bapak/Ibu apakah gangguan kesehatan yang membuat Bapak/Ibu mendapatkan pengobatan di Yayasan Galuh? 2. Apakah Bapak/Ibu mencari pertolongan ke Yayasan Galuh atas keinginan Bapak/Ibu sendiri? a) Bila ya, dari siapa Bapak/Ibu mengetahui adanya pengobatan di Yayasan Galuh? b) Bila tidak, siapa yang membawa Bapak/Ibu berobat ke Yayasan Galuh? 3. Menurut Bapak/Ibu apakah penyebab dari gangguan tersebut? 4. Menurut Bapak/Ibu apakah gangguan tersebut dapat diobati? a) Bila ya, bagaimana cara pengobatannya? b) Bila tidak, apa yang bisa kita lakukan untuk membantu orang lain yang mengalami gangguan jiwa? 5. Apakah Bapak/Ibu pernah berobat ke tempat lain sebelum berobat ke Yayasan Galuh? a) Bila ya, kemana Bapak/Ibu berobat? b) Bagaimana hasil pengobatan yang Bapak/Ibu rasakan? 6. Apakah dampak yang Bapak/Ibu rasakan setelah mendapatkan pengobatan di Yayasan Galuh? 7. Menurut Bapak/Ibu apakah gangguan kesehatan yang membuat Bapak/Ibu mendapatkan pengobatan di Yayasan Galuh? 8. Apakah Bapak/Ibu mencari pertolongan ke Yayasan Galuh atas keinginan Bapak/Ibu sendiri? a) Bila ya, dari siapa Bapak/Ibu mengetahui adanya pengobatan di Yayasan Galuh? b) Bila tidak, siapa yang membawa Bapak/Ibu berobat ke Yayasan Galuh? 9. Menurut Bapak/Ibu apakah penyebab dari gangguan tersebut? 10. Menurut Bapak/Ibu apakah gangguan tersebut dapat diobati? a) Bila ya, bagaimana cara pengobatannya? b) Bila tidak, apa yang bisa kita lakukan untuk membantu orang lain yang mengalami gangguan jiwa? Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 119 11. Apakah Bapak/Ibu pernah berobat ke tempat lain sebelum berobat ke Yayasan Galuh? Bila ya, kemana Bapak/Ibu berobat? Bagaimana hasil pengobatan yang Bapak/Ibu rasakan? 12. Apakah dampak yang Bapak/Ibu rasakan setelah mendapatkan pengobatan di Yayasan Galuh? 13. Apakah Bapak/Ibu mencari pertolongan ke Yayasan Galuh atas keinginan Bapak/Ibu sendiri? Bila ya, dari siapa Bapak/Ibu mengetahui adanya pengobatan di Yayasan Galuh? Bila tidak, siapa yang membawa Bapak/Ibu berobat ke Yayasan Galuh? 14. Menurut Bapak/Ibu apa alasannya Bapak/Ibu perlu mendapatkan pengobatan di Yayasan Galuh? 15. Sudah berapa lama Bapak/Ibu mengalami kondisi tersebut? 16. Menurut Bapak/Ibu apakah penyebab dari kondisi tersebut? 17. Menurut Bapak/Ibu apakah kondisi tersebut dapat diobati? Bila ya, bagaimana cara pengobatannya? Bila tidak, apa yang selanjutnya harus dilakukan? 18. Apakah Bapak/Ibu pernah mendapat pertolongan untuk kondisi tersebut ke tempat lain sebelum berobat ke Yayasan Galuh? Bila ya, kemana Bapak/Ibu berobat? Bagaimana hasil pengobatan yang Bapak/Ibu rasakan? Bila tidak, apa yang Bapak/Ibu lakukan untuk menyelesaikan masalah tersebut? 19. Pengobatan seperti apakah yang Bapak/Ibu terima selama tinggal di Yayasan Galuh? 20. Apakah perubahan yang Bapak/Ibu rasakan setelah menjalani pengobatan di Yayasan Galuh? Tujuan 2: Menilai kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan jiwa 21. Selain langsung dari petugas di dalam Yayasan, apakah Bapak/Ibu mendapatakan layanan kesehatan dari pihak lain? (misalnya Puskesmas, Rumah Sakit, Klinik, dll) a. Jika ya, layanan kesehatan seperti apa yang Bapak/Ibu terima? b. Jika tidak, apa alasannya dan bagaimana seharusnya? 16. Menurut Bapak/Ibu, apa itu layanan kesehatan jiwa? 17. Menurut Bapak/Ibu apakah Bapak atau ibu membutuhkan adanya layanan kesehatan jiwa untuk Bapak/Ibu? a. Jika ya, layanan kesehatan seperti apa yang Bapak/Ibu butuhkan? b. Jika tidak, apa alasannya? 18. Apakah Bapak/Ibu membutuhkan layanan kesehatan jiwa di puskesmas maupun di masyarakat? a. Jika ya, apa alasannya dan layanan seperti apa yang dibutuhkan? b. Jika tidak, apa alasannya dan bagaimana seharusnya? 19. Tujuan 4: Mendapatkan data kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan Bagaimana bapak/ibu menilai pengetahuan atau tingkat kemampuan para petugas di Yayasan ini dalam membantu Bapak/Ibu mencapai kesembuhan? Bapak/ibu dapat memberikan penilaian dalam bentuk Baik / Cukup / Kurang? 20. Apakah menurut Bapak/ibu, petugas memerlukan pelatihan terkait topik kesehatan? a) Jika ya, apa alasannya dan apa yang dibutuhkan? b) Jika tidak, apa alasannya? 22. Menurut Bapak /ibu, pengetahuan dan keterampilan apa saja yang petugas perlukan untuk menjalankan tugas sebagai pelaku rawat di Yayasan ini? (pengetahuan dan Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 120 keterampilan bisa berupa cara pemberian informasi, konseling kejiwaan, tanda dan gejala penyakit, pengobatan, cara menjaga keselamatan diri sendiri dan orang yang dirawat, penyediaan tempat tinggal dan makanan yang sehat) Tujuan 4 : Mendapatkan data kebutuhan pelatihan di bidang sosial (20-30 menit) 23. Menurut Bapak/ibu, apakah Bapak/Ibu mengalami masalah psikososial seperti masalah pertemanan, hubungan dekat, dukungan sosial dane kesehatan) 24. Kebutuhan ketrampilan sosial seperti apa sajakah yang diperlukan oleh Bapak/ibu? (Kebutuhan sosial ini dapat berupa bagaimana membina pertemanan, hubungan dekat, dukungan sosial & kesehatan) 25. Untuk menjawab kebutuhan Bapak /ibu, pengetahuan dan ketrampilan apa saja yang perlu dimiliki oleh petugas? (pengetahuan dan keterampilan dapat berupa cara melatih untuk membina pertemanan, perawatan diri, mendapatkan dan mengakases dukungan sosial dan kesehatan) Tujuan 5 : Mendapatkan data kebutuhan pelatihan di bidang okupasi & aktivitas orang dengan gangguan jiwa 26. Menurut Bapak/Ibu, masalah apa saja yang dialami oleh Bapak/ibu yang terkait dengan aktivitas sehari-hari? (aktivitas harian bisa mencakup perawatan diri, mengisi waktu luang, kehidupan mandiri) 27. Menurut Bapak /ibu, latihan apa saja yang perlu diberikan oleh petugas kepada Bapak/ibu? Kesimpulan/Rangkuman (5 menit) Terima kasih atas bantuan dan kerjasama Bapak/Ibu. Observasi (orang, tempat wawancara, lingkungan) Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 121 Wawancara Mendalam bagi Keluarga Konsumer A. Pengumpulan Data Tanggal : Pengambil data : B. Identitas Responden Nama: Jenis Kelamin: Usia: Pendidikan: Hubungan dengan Konsumer: Tujuan 1: Mendapatkan data mengenai perilaku pencarian pertolongan 1. Menurut Bapak/Ibu apakah gangguan kesehatan yang membuat (nama keluarga yang dirawat) mendapatkan pengobatan di Yayasan Galuh? 2. Apakah Bapak/Ibu membawa (nama keluarga yang dirawat) ke Yayasan Galuh atas keinginan Bapak/Ibu sendiri? Bila ya, dari siapa Bapak/Ibu mengetahui adanya pengobatan di Yayasan Galuh? Bila tidak, siapa yang menyarankan Bapak/Ibu membawa (nama keluarga yang dirawat) berobat ke Yayasan Galuh? 3. Menurut Bapak/Ibu apakah penyebab dari gangguan yang dialami (nama keluarga yang dirawat) tersebut? 4. Menurut Bapak/Ibu apakah gangguan tersebut dapat diobati? Bila ya, bagaimana cara pengobatannya? Bila tidak, apa yang bisa kita lakukan untuk membantu orang lain yang mengalami gangguan jiwa? 5. Apakah Bapak/Ibu pernah membawa (nama keluarga yang dirawat) berobat ke tempat lain sebelum berobat ke Yayasan Galuh? Bila ya, kemana? Bagaimana hasil pengobatan yang Bapak/Ibu lihat? 6. Apakah dampak yang Bapak/Ibu lihat setelah (nama keluarga yang dirawat) mendapatkan pengobatan di Yayasan Galuh? Tujuan 2: Menilai kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan jiwa 7. Menurut Bapak/Ibu apakah Bapak atau ibu membutuhkan adanya pelayanan kesehatan jiwa di puskesmas maupun di masyarakat? Jika ya, apa alasannya dan apa yang dibutuhkan? Jika tidak, apa alasannya dan bagaimana seharusnya? 8. Bentuk pelayanan kesehatan jiwa yang seperti apakah yang Bapak/Ibu atau masyarakat perlukan? Tujuan 3: Mengidentifikasi model pelayanan kesehatan jiwa Sekarang saya akan menanyakan kepada Bapak/Ibu tentang layanan kesehatan jiwa yang diselenggarakan di dalam Yayasan/ Puskesmas di wilayah Bapak/ibu sampai hari ini. 9. Sepengetahuan Bapak ibu, apakah Yayasan/Puskesmas wilayah setempat menyediakan layanan kesehatan jiwa? Bila ya, bisakah Bapak/Ibu sebutkan! Bila tidak, apakah ada alasan mengapa hal itu terjadi? Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 122 10. Menurut Bapak ibu, apakah Yayasan/Puskesmas juga menyelenggarakan layanan kesehatan jiwa langsung di masyarakat (di luar gedung)? Bila ya, bisakah Bapak/Ibu sebutkan! Bila tidak, apakah ada alasan mengapa hal itu terjadi? 11. (Bagi mereka yang pernah mendapatkan layanan kesehatan jiwa seperti yang telah disebutkan di atas). Dapatkah Bapak/Ibu ceritakan tentang layanan yang Bapak/Ibu terima tersebut? 12. Apa yang Bapak/Ibu rasakan tentang layanan yang Bapak/Ibu peroleh tersebut? (Bapak/Ibu bisa menilai dengan cara memberikan penilaian dari angka 1-10, 1 untuk sangat kurang, 10 sangat baik, dan apa alasannya). 13. Apakah Bapak/Ibu merasa terbantu dengan adanya layanan kesehatan jiwa tersebut? 14. Bagaimana menurut Bapak/Ibu agar kegiatan pelayanan kesehatan jiwa di Yayasan/Puskesmas maupun langsung di masyarakat (luar gedung) ini dapat lebih ditingkatkan? Tujuan 4: Mendapatkan data kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan 15. Menurut Bapak/ibu, petugas memerlukan pelatihan terkait topik kesehatan? Jika ya, apa alasannya dan apa yang dibutuhkan? Jika tidak, apa alasannya dan apa yang dibutuhkan? 16. Menurut Bapak /ibu, keterampilan apa saja yang petugas perlukan untuk menjalankan tugas sebagai penyedia layanan kesehatan? 17. Apakah menurut Bapak/ibu, petugas perlu melakukan pemberian informasi dan edukasi tentang kesehatan dan kesehatan jiwa kepada Bapak/ibu? Jika ya, apa alasannya dan informasi apa yang perlu diberikan? Jika tidak, apa alasannya? 18. Topik pelatihan kesehatan apa sajakah yang (nama keluarga yang dirawat) perlukan? (Topik pelatihan kesehatan tersebut bisa mencakup : konseling kejiwaan, gejala gangguan jiwa, penggunaan obat-obatan/alkohol, cara menjaga keselamatan diri sendiri dan orang yang dirawat, penyediaan tempat tinggal dan makanan yang sehat) 19. Dari pelatihan-pelatihan kesehatan yang telah disebutkan tadi, bisakah Bapak/ibu menentukan 3 bentuk pelatihan yang menjadi 3 prioritas teratas? Prioritas 1 : Prioritas 2 : Prioritas 3 : Tujuan 5 : Mendapatkan data kebutuhan pelatihan di bidang sosial 20. Menurut Bapak/ibu, masalah psikososial apa saja yang dialami oleh (nama keluarga yang dirawat)? (Masalah psikososial ini dapat berupa masalah dalam pertemanan, hubungan dekat, dukungan sosial & kesehatan) 21. Kebutuhan ketrampilan sosial apa saja yang diperlukan oleh (nama keluarga yang dirawat)? (Kebutuhan sosial ini dapat berupa pertemanan, hubungan dekat, dukungan sosial & kesehatan) 22. Menurut Bapak/ibu apakah (nama keluarga yang dirawat) butuh pelatihan mengenai ketrampilan sosial ? Jika ya, apa alasannya dan apa yang dibutuhkan? Jika tidak, apa alasannya dan bagaimana seharusnya? 23. Menurut Bapak /ibu, pengetahuan dan ketrampilan apa saja yang perlu dimiliki oleh petugas? Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015 123 24. Dari pelatihan-pelatihan ketrampilan sosial yang telah disebutkan tadi, bisakah Bapak/ibu menentukan 3 bentuk pelatihan yang menjadi 3 prioritas teratas? Prioritas 1 : Prioritas 2 : Prioritas 3 : Tujuan 5 : Mendapatkan data kebutuhan pelatihan di bidang okupasi & aktivitas orang dengan gangguan jiwa 25. Menurut Bapak/Ibu, masalah apa saja yang dialami oleh (nama keluarga yang dirawat) yang terkait dengan aktivitas sehari-hari? 26. Menurut Bapak /ibu, latihan apa saja yang perlu diberikan oleh petugas kepada (nama keluarga yang dirawat)? 27. Pengetahuan dan keterampilan apa sajakah yang (nama keluarga yang dirawat) perlukan terkait dengan latihan untuk aktivitas harian dan kemandirian? 28. Dari pelatihan-pelatihan yang telah disebutkan tadi, bisakah Bapak/ibu menentukan 3 bentuk pelatihan yang menjadi 3 prioritas teratas? Prioritas 1 : Prioritas 2 : Prioritas 3 : Kesimpulan/Rangkuman (5 menit) Ucapkan terimakasih atas partisipasi peserta. Universitas Indonesia Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015