penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
PENILAIAN KEBUTUHAN PELATIHAN DI BIDANG
KESEHATAN JIWA BAGI PETUGAS YAYASAN
DAN PETUGAS KESEHATAN DI LAYANAN
PRIMER DI SEKITAR YAYASAN GALUH
BEKASI JAWA BARAT
TESIS
ROSSALINA
1006767771
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS
BIDANG STUDI ILMU KEDOKTERAN JIWA
JAKARTA
FEBRUARI 2015
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
UNIVERSITAS INDONESIA
PENILAIAN KEBUTUHAN PELATIHAN DI BIDANG
KESEHATAN JIWA BAGI PETUGAS YAYASAN
DAN PETUGAS KESEHATAN DI LAYANAN
PRIMER DI SEKITAR YAYASAN GALUH
BEKASI JAWA BARAT
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
DOKTER SPESIALIS ILMU KEDOKTERAN JIWA
ROSSALINA
1006767771
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS
BIDANG STUDI ILMU KEDOKTERAN JIWA
JAKARTA
FEBRUARI 2015
i
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkah
dan karunianya yang membuat saya dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salah
satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di program studi Ilmu Kedokteran
Jiwa, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Saya menghaturkan terima kasih kepada dr. A.A.A. Agung K, Sp.KJ (K) selaku
pembimbing penelitian saya yang telah memberikan bimbingan dan dukungannya
hingga akhirnya penelitian ini dapat selesai. Terima kasih kepada dr. Hervita
Diatri SpKJ(K) sebagai pembimbing akademik yang selalu memberikan
dukungan, masukan, saran, perbaikan hingga penelitian ini dapat terlaksana.
Terima kasih juga saya sampaikan pada dr.Petrin Redayani Sp.KJ (K), M.Pd Ked
sebagai penguji sekaligus narasumber penelitian yang juga sangat membantu
hingga penelitian ini dapat terlaksana.
Penelitian ini melibatkan banyak pihak. Saya mengucapkan terima kasih kepada
dr Natalia Dewi SpKJ, teman-teman PPDS dr. Adhika Anindita, dr. Dyani, dr.
Chrisna, dr. dr. Alvina, dr. Gina, yang telah berperan besar hingga terlaksananya
penelitian ini, serta banyak pihak lain yang telah memberikan dukungannya.
Tak lupa terima kasih tak terhingga pada ibu, ayah, suami dan anak tercinta atas
limpahan kasih sayang, doa serta dukungan yang tak berkesudahan.
Saya menyadari bahwa penelitian ini jauh dari sempurna, namun saya berharap
hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi pada kemajuan ilmu
pengetahuan.
Jakarta, 03 Februari 2015
Penulis
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
v
ABSTRAK
Nama
: Rossalina
Program Studi : Ilmu Kedokteran Jiwa
Judul
: Penilaian Kebutuhan Pelatihan di Bidang Kesehatan Jiwa bagi
Petugas Yayasan dan Petugas Kesehatan di Layanan Primer di Sekitar Yayasan Galuh
Bekasi Jawa Barat
Keterbatasan institusi formal (rumah sakit) dalam menangani orang dengan
gangguan jiwa (ODGJ) memunculkan inisiatif masyarakat untuk mengembangkan
perawatan kesehatan jiwa informal secara tradisional, salah satunya adalah
Yayasan Galuh di Bekasi. Penelitian ini merupakan studi kualitatif untuk
mengetahui profil dan beban kerja petugas yayasan dan petugas kesehatan di
layanan primer (puskesmas) di sekitar Yayasan Galuh, perilaku mencari
pertolongan dari pengguna jasa layanan Yayasan Galuh, kebutuhan pelatihan bagi
petugas Yayasan Galuh maupun petugas puskesmas di sekitar yayasan. Penelitian
dilakukan dengan melakukan focus group discussion (FGD) dan wawancara
mendalam yang dilakukan terhadap petugas Yayasan Galuh, petugas Puskesmas
Pengasinan, petugas Dinas Sosial Kota Bekasi, konsumer, dan keluarganya. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa Petugas Yayasan Galuh dan Petugas Puskesmas
memiliki pengetahuan dan pelatihan yang minim di bidang kesehatan jiwa dan
beban kerja yang tinggi. Inisiatif pengobatan terbanyak atas keinginan keluarga.
Beberapa hal yang menyebabkan keluarga memilih pengobatan jiwa tradisional di
Yayasan Galuh antara lain: tidak memiliki pelaku rawat, biaya perawatan di
Yayasan Galuh yang terjangkau, perbaikan gejala gangguan jiwa, dan kurangnya
pengetahuan akan penyakit jiwa. Kebutuhan pelatihan petugas Yayasan Galuh
yang paling banyak diungkapkan adalah pelatihan di bidang kesehatan fisik.
Kebutuhan pelatihan petugas Yayasan Galuh di bidang kesehatan jiwa yaitu :
gejala, diagnosis dan pengobatan gangguan jiwa, tehnik k omunikasi dengan ODGJ,
cara perawatan ODGJ dengan: perilaku kekerasan, isolasi diri, perawatan diri
kurang, perilaku kacau. Petugas puskesmas merasa perlu mendapatkan pelatihan
bagaimana dapat melakukan deteksi dini, dapat mengenali tanda dan gejala
gangguan jiwa yang lazim pada orang yang datang berobat ke Puskesmas.
Kata Kunci: penilaian kebutuhan pelatihan kesehatan jiwa, panti rehabilitasi
mental tradisional, petugas Yayasan Galuh, petugas Puskesmas
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
vi
ABSTRACT
Name
: Rossalina
Program
: Psychiatry
Title
: Mental Health Training Needs Assessment of Foundation
Staff and Primary Health Care Staff in the Area Surrounding Galuh Foundation
Bekasi, West Java
The limited access to formal institution (hospital) in dealing with people with
mental disorders gave rise to community initiatives to develop informal traditional
community mental health care, one of which is the Galuh Foundation in Bekasi .
This study is a qualitative study to explore the profile and workload profiles of
foundation staff and primary health care staff workers in the area surrounding
Galuh Foundation, help seeking behavior of Galuh foundation service users, the
training needs for Galuh foundation staff and Primary Health Care Staff in the
Area Surrounding Galuh Foundation. Data collection was done through focus
group discussion (FGD) and in-depth interviews with Galuh Foundation staff and
primary health care staff, Bekasi social service officers, service users and their
family.
The results showed that the Galuh Foundation staff and primary health care staffs
in the surrounding area have high workload, with minimal knowledge and training
in mental health. Most treatment initiatives came from the family. Some of the
reasons cited from family members for choosing traditional treatment in Galuh
Foundation were lack of caregivers at home, affordable cost at Galuh Foundation,
improvement of mental illness symptoms after receiving care at Galuh
Foundation, and lack of knowledge related to mental illness. The most widely
expressed training needs were of physical health related training. Mental health
training needs identified from Galuh Foundation Staffs were: symptoms,
diagnosis and treatment of mental disorders, communication techniques with
mentally ill persons, how to care for person with: violent behavior , self-isolation ,
poor self care , bizzare behavior. Primary health care staffs expressed needs to get
mental health training in: mental illness early detection , signs and symptoms
recognition of common mental disorders in community members who present to
the primary health care.
Keywords : mental health training needs assessment, traditional mental health
care, Galuh Foundation Staf, Primary Health Care Staf
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………………………..…i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS........................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN....................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................................. iii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ................................... iv
ABSTRAK .....................................................................................................................v
ABSTRACT ................................................................................................................ vi
DAFTAR ISI .............................................................................................................. vii
DAFTAR TABEL ....................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xiii
BAB 1 PENDAHULUAN ..............................................................................................1
3.1
Latar Belakang.................................................................................................1
3.2
Rumusan Masalah............................................................................................4
3.3
Tujuan Penelitian .............................................................................................4
3.4
Manfaat Penelitian ...........................................................................................4
3.4.1
Di Bidang Pendidikan ..............................................................................4
3.4.2
Di Bidang Pengembangan ........................................................................5
3.4.3
Di Bidang Pelayanan Masyarakat .............................................................5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................6
4.1
Layanan Kesehatan Jiwa di Indonesia ..............................................................6
4.2
Panti Perawatan Tradisional dalam Layanan Kesehatan Jiwa ............................6
4.3
Yayasan Galuh sebagai Panti Perawatan Tradisional ........................................8
1.1.1
Sejarah Yayasan Galuh ............................................................................8
4.3.1
Praktik Pengekangan Fisik di Yayasan Galuh ...........................................9
4.3.2
Kebutuhan Pelatihan Petugas di Yayasan Galuh ..................................... 10
4.4
Perilaku Pencarian Pertolongan ...................................................................... 11
4.5
Beban dan Kebutuhan Pelatihan bagi Pelaku Rawat ....................................... 12
4.6
Penelitian Kualitatif ....................................................................................... 12
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
viii
4.6.1
Metode Pengambilan Sampel ................................................................. 13
4.6.2
Metode Pengumpulan data ..................................................................... 13
4.6.3
Analisis Data Kualitatif .......................................................................... 15
4.7
Kerangka teori ............................................................................................... 17
4.8
Kerangka Konsep .......................................................................................... 18
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ..................................................................... 19
5.1
Desain Penelitian ........................................................................................... 19
5.2
Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................................ 19
5.3
Instrumen Penelitian ...................................................................................... 19
5.4
Populasi dan Sampel Penelitian ...................................................................... 19
5.5
Kriteria Inklusi dan Eksklusi .......................................................................... 20
5.5.1
Kriteria Inklusi ....................................................................................... 20
5.5.2
Kriteria Eksklusi .................................................................................... 20
5.6
Besar Sampel ................................................................................................. 20
5.7
Cara pengambilan sampel (subyek) ................................................................ 20
5.8
Metode pengumpulan data ............................................................................. 21
5.9
Ijin Subyek Penelitian dan Masalah Etika ....................................................... 21
5.10
Analisis Data ................................................................................................. 21
5.11
Pengujian Keabsahan Data ............................................................................. 21
5.12
Cara Kerja ..................................................................................................... 22
5.13
Kerangka Kerja .............................................................................................. 24
5.14
Definisi Operasional ...................................................................................... 25
5.15
Jadwal Penelitian ........................................................................................... 27
5.16
Anggaran ....................................................................................................... 27
5.17
Organisasi Peneliti ......................................................................................... 27
BAB 4 HASIL PENELITIAN ..................................................................................... 28
6.1
Profil Petugas ................................................................................................ 28
6.1.1
Profil Petugas Yayasan Galuh ................................................................ 28
6.1.2
Profil Petugas Kesehatan di Layanan Primer........................................... 28
6.2
Wawancara Mendalam Konsumer Yayasan Galuh ......................................... 29
6.2.1
Perilaku Pencarian Pertolongan .............................................................. 31
6.2.2
Kebutuhan terhadap Pelayanan Kesehatan Jiwa ...................................... 37
6.2.3
Kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan bagi Petugas ........................... 38
6.2.4
Kebutuhan pelatihan di bidang sosial, okupasi, aktivitas sehari-hari ........ 39
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
ix
6.3
Hasil Wawancara Mendalam Keluarga Konsumer Yayasan Galuh ................. 42
6.3.1
Perilaku Pencarian Pertolongan .............................................................. 42
6.3.2
Kebutuhan terhadap Pelayanan Kesehatan Jiwa ...................................... 47
6.3.3
Kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan bagi Petugas ........................... 48
6.3.4
Kebutuhan pelatihan di bidang sosial, okupasi, aktivitas sehari-hari bagi
petugas 48
6.4
Wawancara Pelaku Rawat Yayasan Galuh ..................................................... 52
6.4.1
Data tentang Layanan Perawatan yang Diberikan ................................... 52
6.4.2
Pengetahuan Pelaku Rawat Mengenai Gangguan Jiwa ............................ 53
6.4.3
Kemampuan dan Beban Pelaku Rawat dalam Memberikan Perawatan .... 56
6.4.4
Data Kebutuhan Pelatihan Pelaku Rawat ................................................ 58
6.5
Wawancara Petugas Puskesmas Pengasinan ................................................... 62
6.5.1
Data tentang Gangguan Jiwa yang Ada di Puskesmas ............................. 62
6.5.2
Model Pelayanan Kesehatan Jiwa di Puskesmas ..................................... 65
6.5.3
Data Kebutuhan Pelatihan di Bidang Kesehatan ..................................... 67
6.5.4
Masalah Psikososial yang dialami oleh Orang dengan Gangguan Jiwa .... 68
6.5.5
Kebutuhan Pelatihan di Bidang Okupasi & Aktivitas Orang dengan
Gangguan Jiwa ...................................................................................................... 70
6.6
Hasil Wawancara Masyarakat Pengguna Layanan Yayasan Galuh .................. 71
6.6.1
Data mengenai Gangguan Jiwa yang Ada di Wilayah Bekasi .................. 72
6.6.2
Kebutuhan Masyarakat Terhadap Pelayanan Kesehatan Jiwa .................. 75
6.6.3
Mengidentifikasi Model Pelayanan Kesehatan Jiwa ................................ 75
6.6.4
Kebutuhan Pelatihan di Bidang Kesehatan Bagi Petugas Yayasan Galuh 76
6.6.5
Kebutuhan Pelatihan di Bidang Sosial Bagi Petugas Yayasan Galuh ....... 77
6.6.6
Kebutuhan Pelatihan di Bidang Okupasi & Aktivitas Sehari-hari Orang
dengan Gangguan Jiwa .......................................................................................... 77
6.7
Hasil Observasi di Yayasan Galuh ................................................................. 78
6.7.1
Observasi Fasilitas ................................................................................. 78
6.7.2
Aktivitas Sehari-hari Petugas Yayasan ................................................... 83
BAB 5 PEMBAHASAN .............................................................................................. 84
7.1
Profil dan Beban Kerja Petugas ...................................................................... 84
7.1.1
Profil dan Beban Kerja Petugas Yayasan Galuh ..................................... 84
7.1.2
Profil dan Beban Kerja Petugas Puskesmas Pengasinan .......................... 85
7.2
Perilaku Mencari Pertolongan dari Pengguna Jasa Layanan Yayasan Galuh ... 86
7.2.1
Keluarga konsumer ................................................................................ 86
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
x
7.2.2
Konsumer .............................................................................................. 88
7.2.3
Dinas Sosial ........................................................................................... 88
7.3
Kebutuhan Pelatihan Petugas ......................................................................... 90
7.3.1
Petugas Yayasan Galuh .......................................................................... 90
7.3.2
Kebutuhan Pelatihan Petugas Kesehatan di Layanan Kesehatan Primer di
Sekitar Yayasan Galuh .......................................................................................... 93
7.4
Keterbatasan Penelitian .................................................................................. 94
BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 95
8.1
Simpulan ....................................................................................................... 95
8.2
Saran ............................................................................................................. 96
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 99
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Karakteristik Responden Konsumer Yayasan Galuh ...... Error! Bookmark not
defined.
Tabel 4.2. Matrikulasi Wawancara Mendalam Konsumer Yayasan Galuh ............... Error!
Bookmark not defined.
Tabel 4.3. Karakteristik Responden Keluarga Konsumer Yayasan Galuh ................ Error!
Bookmark not defined.
Tabel 4.4. Matrikulasi Wawancara Mendalam Keluarga Konsumer Yayasan Galuh Error!
Bookmark not defined.
Tabel 4.5. Karakteristik Responden Pelaku Rawat Yayasan Galuh. Error! Bookmark not
defined.
Tabel 4.6. Matrikulasi Wawancara Mendalam Pelaku Rawat Yayasan Galuh.......... Error!
Bookmark not defined.
Tabel 4.7. Karakteristik Responden Petugas Puskesmas Pengasinan .... Error! Bookmark
not defined.
Tabel 4.8. Karakteristik Responden Petugas Dinas Sosial Kota Bekasi Error! Bookmark
not defined.
Tabel 5.1. Biaya yang ditimbulkan terkait dengan gangguan jiwa .. Error! Bookmark not
defined.
Tabel 5.2. Kebutuhan ODGJ berdasarkan Camberwell Assessment of Need (CAN)
dibandingkan dengan kebutuhan pelatihan yang teridentifikasi oleh konsumer, keluarga,
dinas sosial, petugas Yayasan Galuh................................ Error! Bookmark not defined.
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1. Ruangan yang dibatasi oleh jeruji besi ......... Error! Bookmark not defined.
Gambar 4.2. Pelataran tempat tinggal penghuni yang sudah tenang Error! Bookmark not
defined.
Gambar 4.3. Dapur tempat menyiapkan makanan ............ Error! Bookmark not defined.
Gambar 4.4. Proses pembagian makanan ......................... Error! Bookmark not defined.
Gambar 4.5. Teko dan gelas plastik yang digunakan untuk pembagian minuman .... Error!
Bookmark not defined.
Gambar 4.6. Lokasi pembuangan sampah ........................ Error! Bookmark not defined.
Gambar 4.7. WC Umum untuk penghuni ......................... Error! Bookmark not defined.
Gambar 4.8. Kondisi WC penghuni ................................. Error! Bookmark not defined.
Gambar 5.1. Perilaku mencari pertolongan konsumer Yayasan Galuh .. Error! Bookmark
not defined.
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Lampiran 2.
Lampiran 3.
Lampiran 4.
Lampiran 5.
Lampiran 6.
Keterangan Lolos Kaji Etik
Persetujuan Setelah Penjelasan…………..………………….
Data Konsumer……………………………………..……….
Data keluarga/masyarakat pengguna jasa layanan perawatan
jiwa di Yayasan Galuh………………………………………
Data Petugas Yayasan Galuh………………………………..
Panduan Wawancara Focus Group Discussion……………..
103
104
105
106
107
108
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
BAB 1
PENDAHULUAN
3.1 Latar Belakang
Pasien dengan gangguan jiwa berat memiliki kecenderungan untuk mengalami
gangguan tersebut secara kronik dan sering kambuh. Sekitar 10% dari prevalensi
gangguan jiwa berat memerlukan perawatan rumah sakit, namun sayangnya
jumlah tempat tidur yang tersedia hingga saat ini masih kurang dari 5% dari total
kebutuhan yang ada.1 Keterbatasan institusi formal (rumah sakit) dalam
menangani orang dengan gangguan jiwa berat ditambah masih banyaknya
pemahaman bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh hal-hal yang terkait dengan
kultur dan agama, memunculkan inisiatif masyarakat untuk mengembangkan
perawatan kesehatan jiwa informal secara tradisional berbasiskan agama maupun
kultur.
Salah satu institusi informal yang mengembangkan perawatan kesehatan
jiwa secara tradisional adalah Yayasan Galuh di Bekasi. Yayasan Galuh yang
didirikan oleh Almarhum Bapak Gendu Mulatip ini menangani lebih dari 250
pasien dengan bantuan 60 orang pengurus. Yayasan Galuh menampung orang
dengan gangguan jiwa baik yang dibawa oleh keluarganya, maupun yang dibawa
oleh polisi, satpol PP, Dinas Sosial Kota Bekasi, juga dari Rumah Sakit Umum
Daerah.2 Perawatan tradisional yang diberikan di Yayasan Galuh Bekasi
memfokuskan pada terapi dalam bentuk pengekangan secara fisik dengan rantai
untuk membatasi gerak pasien dan memberikan doa, pijatan, dan ramuan
tradisional yang dipercaya dapat menyembuhkan gangguan jiwa yang dialami
oleh pasien.
Penanganan pasien dengan gangguan jiwa di Yayasan Galuh mendapat
perhatian media yang cukup luas dalam dan luar negeri. Salah satu media di
Australia menggambarkan perawatan orang dengan gangguan jiwa di Yayasan ini
yang ditempatkan di suatu ruangan besar dan dirantai tangan atau kakinya untuk
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
2
membatasi gerak mereka. Orang dengan gangguan jiwa ini dilaporkan bisa
dirantai dalam jangka waktu beberapa tahun bahkan puluhan tahun sehingga
rantai yang dipakai sudah berkarat dan sulit untuk dibuka. 3
Dari hasil penelitian Wardani (2011), petugas Yayasan Galuh melakukan
pengekangan fisik sebagai bagian dari pengobatan. Pengekangan fisik dengan
rantai yang sudah didoakan sebelumnya dianggap dapat membuat pasien tenang.
Setelah pasien tenang, pengobatan dapat dilanjutkan dengan ramuan dan pijat.
Obat psikiatri tidak diberikan kepada pasien karena dianggap dapat menetralisir
khasiat dari ramuan tradisional yang mereka berikan. Selain itu ramuan tradisional
yang mereka berikan juga dapat mengeluarkan racun dari dalam tubuh pasien
sehingga dapat menimbulkan efek seperti gatal-gatal dan diare. Khusus dalam
pengobatan penyakit fisik inilah, petugas Yayasan Galuh baru merasakan
pentingnya pengobatan medis untuk mengatasi sakit fisik orang dengan gangguan
jiwa.4
Praktik pengekangan fisik untuk pasien dengan gangguan jiwa berat
seperti yang dilakukan di Yayasan Galuh sudah ada sejak abad ke 18. Phillipe
Pinel (1745-1826) menemukan pasien-pasien dengan gangguan jiwa yang dirantai
selama lebih dari 30 tahun di Rumah Sakit Bicetre Paris 1793. 5 Pinel
mengembangkan teori terapi moral dengan konsep petugas yang lebih peduli pada
pasien, pembatasan pengekangan fisik pada pasien, usaha melibatkan pasien pada
tugas dan kegiatan yang dapat meningkatkan kesehatan jiwa pasien. Teori Pinel
ini berpengaruh terhadap perkembangan terapi di institusi yang menangani pasien
dengan gangguan jiwa. Kemajuan selanjutnya pada abad ke-19 tindakan
penghapusan pengekangan secara fisik sudah mulai diterapkan di asylum
Middlesex, Inggris yang merupakan rumah sakit jiwa terbesar yang menangani
lebih dari seribu pasien. Praktik pengekangan secara fisik pada pasien dengan
gangguan
jiwa
mulai
ditinggalkan
karena
dianggap
tidak
manusiawi,
menyebabkan trauma psikologis pada pasien, dan dapat menyebabkan cedera fisik
pada pasien.6
Praktik pengekangan fisik yang juga terjadi Yayasan Galuh perlu
mendapatkan perhatian untuk selanjutnya dapat diperbaiki demi peningkatan
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
3
pelayanan
kesehatan
bagi
pasien
dengan
gangguan
jiwa.
Kebutuhan
pengembangan kapasitas untuk petugas di Yayasan Galuh dirasakan perlu untuk
meningkatkan pelayanan kesehatan mental.
Penelitian Deribew dan Tamirat di Etiopia menunjukkan bahwa tingkat
pendidikan seseorang berpengaruh terhadap perilaku orang tersebut kepada orang
dengan gangguan jiwa.7 Semakin baik pengetahuan seseorang mengenai
gangguan jiwa semakin baik perlakuannya terhadap orang dengan gangguan jiwa.
Untuk itu perlu adanya penyuluhan tentang gejala, penyebab dan pengobatan
gangguan jiwa untuk mengubah persepsi petugas terhadap orang dengan
gangguan jiwa.
Dari penelitian Wardani (2011), petugas di Yayasan Galuh merasa perlu
adanya kegiatan yang dapat dikerjakan oleh pasien yang sudah tenang. 4 Hal ini
sejalan dengan perlunya terapi rehabilitasi bagi orang dengan gangguan jiwa yang
sudah mengalami perbaikan. Hal ini dapat memperbaiki kemampuan perawatan
diri, meningkatkan kepercayaan diri, kemandirian sehingga pasien dapat berfungsi
kembali di masyarakat. Selain itu petugas di Yayasan Galuh juga merasa
pengetahuan mereka tentang gangguan jiwa, yang mereka pelajari secara
autodidak, kurang dan mengharapkan adanya pelatihan tentang perawatan
kejiwaan. 4
Selain kebutuhan akan pelatihan, petugas Yayasan Galuh juga merasa
perlu adanya penanganan penyakit fisik seperti sakit kulit, dan diare yang banyak
dialami oleh orang yang dirawat di Yayasan Galuh. 4 Petugas Yayasan Galuh
berharap adanya petugas kesehatan dari Puskesmas bisa datang mengobati
penyakit fisik ke Yayasan Galuh secara berkala. Untuk itu petugas di layanan
kesehatan primer, dalam hal ini adalah petugas Puskesmas juga dirasakan perlu
mendapatkan pelatihan untuk dapat menangani orang-orang dengan gangguan
jiwa di Yayasan Galuh yang akan dirujuk ke Puskesmas.
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
4
3.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan penelitian Wardhani (2011), petugas Yayasan Galuh merasa perlu
mendapatkan pelatihan di bidang kesehatan jiwa. Pelatihan bagi petugas Yayasan
Galuh dan petugas kesehatan di layanan primer di sekitar Yayasan Galuh
dirasakan perlu agar orang dengan gangguan jiwa bisa mendapatkan pelayanan
kesehatan jiwa yang terbaik. Untuk dapat menyusun modul pelatihan perawatan
kejiwaan bagi petugas Yayasan Galuh dan petugas kesehatan di layanan primer di
sekitar Yayasan Galuh, dibutuhkan adanya penilaian kebutuhan pelatihan terlebih
dahulu agar pelatihan yang diberikan bisa sesuai dengan kebutuhan yang ada.
Penilaian kebutuhan ini akan didasarkan pada kebutuhan petugas yayasan dan
juga petugas kesehatan di layanan kesehatan primer di sekitar Yayasan Galuh.
Selain itu persepsi dan harapan konsumer dan keluarga, dan masyarakat pengguna
layanan Yayasan Galuh juga perlu dinilai untuk menjadi masukan positif dalam
menyusun pelatihan bagi petugas Yayasan Galuh dan petugas kesehatan di
layanan kesehatan primer di sekitar Yayasan Galuh.
3.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:
1. Profil dan beban kerja petugas yayasan dan petugas kesehatan di layanan
primer di sekitar Yayasan Galuh
2. Perilaku mencari pertolongan dari pengguna jasa layanan Yayasan Galuh
3. Kebutuhan pelatihan bagi petugas panti perawatan jiwa tradisional yaitu
Yayasan Galuh maupun petugas kesehatan di layanan kesehatan primer di
sekitar Yayasan.
3.4 Manfaat Penelitian
3.4.1 Di Bidang Pendidikan
Untuk memperdalam ilmu kedokteran pada umumnya dan memajukan
ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan kebutuhan pelatihan bagi petugas
di panti perawatan jiwa tradisional yaitu Yayasan Galuh maupun petugas
kesehatan di layanan kesehatan primer di sekitar Yayasan.
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
5
3.4.2 Di Bidang Pengembangan
Dapat dipergunakan sebagai data dasar untuk menyusun modul pelatihan
yang komprehensif bagi petugas di panti perawatan jiwa tradisional yaitu
Yayasan Galuh maupun petugas kesehatan di layanan kesehatan primer di
sekitar Yayasan Galuh.
3.4.3 Di Bidang Pelayanan Masyarakat
Menjadi bahan untuk pengembangan layanan bagi masyarakat yang lebih
menjawab kebutuhan akan sistem layanan kesehatan jiwa yang lebih baik
bagi orang dengan gangguan jiwa yang menjalani perawatan di panti.
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
4.1 Layanan Kesehatan Jiwa di Indonesia
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan bahwa sekitar 1 juta
penduduk mengalami gangguan jiwa berat.8 Jumlah penderita ini tidak mungkin
ditangani oleh fasilitas layanan kesehatan jiwa yang jumlahnya sangat terbatas
yaitu 51 rumah sakit jiwa yang tersebar di 25 provinsi dengan total hanya sekitar
6243 tempat tidur untuk 625 ribu pasien sakit jiwa yang pernah terdata.1
Dibandingkan populasi yang mencapai 200-an juta, rasionya hanya 0,3:10.000
sementara idealnya adalah 1:10.000.
Tenaga kesehatan jiwa psikiater hanya
berjumlah 500 orang yang sebagian besar berada di kota-kota besar.. Akibatnya
banyak penderita yang tidak tertangani dengan baik di fasilitas kesehatan jiwa
oleh tenaga kesehatan jiwa professional.
Salah satu kota besar, yaitu kota Bekasi, yang lokasinya tidak jauh dari
ibukota Jakarta bahkan tidak memiliki fasilitas perawatan inap jiwa. Hal ini
menyebabkan pasien dengan gangguan jiwa yang memerlukan rawat inap harus
dirujuk ke Jakarta atau ke Bogor yang memiliki fasilitas RS untuk merawat pasien
dengan gangguan jiwa. Selain itu Dinas Sosial Kota Bekasi juga tidak memiliki
fasilitas institusi kesehatan jwa melalui sistem panti rehabilitasi mental.
Keterbatasan fasilitas perawatan pasien dengan gangguan jiwa menyebabkan
munculnya inisiatif masyarakat untuk mendirikan panti perawatan tradisional
yang merawat orang dengan gangguan jiwa, salah satunya adalah Yayasan
Galuh.4
4.2 Panti Perawatan Tradisional dalam Layanan Kesehatan Jiwa
Praktisi dan panti perawatan tradisional memiliki peran penting dalam layanan
kesehatan jiwa di berbagai negara. Tidak sedikit orang dengan gangguan jiwa
berat mendapatkan pelayanan dari panti perawatan tradisional. Penelitian
Raguram di panti perawatan tradisional Hindu, menemukan dari 31 orang yang
dirawat, 23 orang didiagnosis mengalami skizofrenia paranoid, 6 orang dengan
gangguan waham menetap, 2 orang dengan gangguan bipolar episode kini manik.9
6
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
7
Penelitian lain oleh Peltzer (2006) di Afrika menemukan bahwa 9 % orang datang
ke praktisi tradisional karena masalah gangguan jiwa Angka ini bisa lebih banyak
lagi karena 22.5 % orang datang dengan masalah gaib terkait dengan roh leluhur
dan 21 % orang datang dengan masalah kerasukan roh yang bisa dikategorikan
sebagai gangguan jiwa menurut diagnosis psikiatri. 10
Penelitian yang dilakukan Rathinavel di India menemukan adanya
kepercayaan yang besar dari komunitas bahwa penempatan orang dengan
gangguan jiwa di panti perawatan tradisional dapat menyembuhkan pasien. Selain
itu, lokasi panti perawatan tradisional lebih dekat dari rumah dan dipercaya
sebagai tempat yang aman. Proses admisi yang lebih mudah dibandingkan proses
admisi rumah sakit. Selain itu panti perawatan tradisional juga mau merawat
orang dengan gangguan jiwa dalam jangka panjang sehingga keluarga yang
memang sudah tidak mau menerima orang tersebut bisa meninggalkannya di
panti.11
Adanya layanan kesehatan jiwa oleh praktisi tradisional memiliki dampak
positif kepada individu dan juga komunitas, terutama untuk gangguan mental
ringan. Praktisi kesehatan menyediakan dukungan psikososial dan memberikan
arahan mengenai konflik yang perlu diatasi oleh seseorang. Praktisi tradisional
juga menyediakan pendekatan secara kultural yang mudah diterima oleh
komunitas dibandingkan pendekatan pengobatan kedokteran Barat berdasarkan
fisiologi dan psikologi yang berbasiskan bukti penelitian. 12
Praktisi tradisional juga lebih mudah ditemui dibandingkan petugas
kesehatan mental seperti psikiater ataupun psikolog di daerah terpencil.
Penelitian dari Saraceno dan Lancet global mental health group menemukan
bahwa di negara-negara dengan pendapatan rendah sampai sedang, peran praktisi
tradisional dalam menyediakan layanan kesehatan mental sangatlah besar. 12
Hal penting yang perlu dipertanyakan adalah kapasitas praktisi tradisional
dalam menangani orang dengan gangguan jiwa berat seperti psikotik. Penelitian
yang dilakukan Makanjuola di Nigeria menunjukkan banyaknya praktik negatif
yang dilakukan di panti perawatan tradisional seperti adanya higiene yang buruk
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
8
di panti
dan pengekangan fisik yang menyebabkan timbulnya luka yang
seringkali dapat menimbulkan sepsis.13
4.3 Yayasan Galuh sebagai Panti Perawatan Tradisional
1.1.1 Sejarah Yayasan Galuh
Yayasan Gagasan Leluhur atau yang lebih dikenal sebagai Yayasan Galuh
didirikan tahun 1982 oleh almarhum Gendu Mulatip yang awalnya merasa
kasihan terhadap orang dengan gangguan jiwa yang berada di jalan sedang
diganggu oleh anak-anak kecil. Oleh almarhum, orang tersebut dibawa di
rumahnya untuk dirawat, diobati secara tradisional. Sejak saat itu, almarhum
bersama keluarga mendirikan Yayasan Galuh di rumahnya sebagai tempat
penampungan, pengobatan, dan pembinaan orang dengan gangguan jiwa. Pada
tahun 1994, Yayasan Galuh didaftarkan di Dinas Sosial Kota Bekasi sebagai
organisasi sosial yang bergerak di bidang rehabilitasi cacat mental dan korban
narkoba. Almarhum Gendu Mulatip meninggal di tahun 2011 dan kemudian
kepemimpinan Yayasan Galuh dipegang oleh anak almarhum yaitu Bapak
Suhanda.14
Yayasan Galuh menerima orang dengan gangguan jiwa untuk dirawat
yang dibawa oleh keluarga maupun orang terlantar yang dikirim oleh oleh Polisi
Polres Metro Bekasi, Polisi sekitar Kota Bekasi, Polisi Pamong Praja, RSUD Kota
Bekasi. Selain merawat orang dengan gangguan jiwa yang berasal dari Kota
Bekasi, yayasan ini juga merawat orang dengan gangguan jiwa yang berasal dari
Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sumatera Selatan. Saat ini Yayasan Galuh
menangani lebih dari 250 orang dengan gangguan jiwa dengan bantuan 60 orang
pengurus.
Yayasan ini berkali-kali mendapatkan penghargaan dari berbagai pihak.
Walikota Bekasi memberikan piagam penghargaan kepada Yayasan Galuh atas
partisipasinya dalam rehabilitasi cacat mental tingkat kota Bekasi dan
penghargaan sebagai pekerja sosial dari panti rehabilitasi cacat mental kota
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
9
Bekasi. Bapak Gendu Mulatip selaku pendiri yayasan juga mendapatkan
penghargaan OASIS atas dedikasi dan pengabdiannya terhadap kemanusiaan.
4.3.1 Praktik Pengekangan Fisik di Yayasan Galuh
Petugas Yayasan Galuh menerapkan praktik pengekangan fisik sebagai salah satu
metode pengobatannya. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi petugas di
Yayasan Galuh untuk menangani orang yang mengalami gangguan jiwa dengan
pengekangan fisik, diantaranya: 4
1. Tradisi budaya
Penanganan orang dengan gangguan jiwa yang dilakukan di Yayasan Galuh
didapatkan secara turun temurun dari pendiri yayasan. penangangan orang dengan
gangguan jiwa yang pertama kali masuk adalah dengan dirantai. Rantai bukan
hanya untuk pasien gelisah saja, pasien yang sangat pasif bisa dirantai dengan
yang aktif supaya yang aktif tidak terlalu aktif dan yang pasif mau mengikuti yang
aktif. Pengikatan ini berlangsung selama satu minggu sampai beberapa bulan
kemudian dilepaskan sementara dan dirantai lagi bila mereka dianggap gelisah.
Rantai yang dipakai sudah didoakan terlebih dahulu sehingga dipercaya memiliki
kekuatan spiritual. Petugas percaya rantai yang sudah didoakan akan dapat
menenangkan pasien. Adanya kepercayaan ini membuat petugas mempertahankan
tradisi untuk merantai pasien yang baru masuk perawatan di yayasan.
2. Faktor pengetahuan tentang gangguan jiwa
Pengetahuan tentang gangguan jiwa petugas Yayasan Galuh didapatkan secara
otodidak. Hal yang diketahui oleh petugas adalah orang dengan gangguan jiwa
hanya dapat diterapi dengan menggunakan rantai sehingga mereka bisa tenang
dan bisa mendapat terapi berikutnya yaitu ramuan, pijat dan petuah.
3. Stigma terhadap gangguan jiwa
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
10
Adanya stigma terhadap orang dengan gangguan jiwa sehingga mempengaruhi
terjadinya pengekangan fisik di Yayasan Galuh.
Petugas Yayasan Galuh
memahami gangguan jiwa sebagai adanya halusinasi atau khayalan mereka
sendiri, alam pikirannya berbeda dengan orang normal dan pembicaraannya
seringkali tidak sesuai. Mereka melihat orang dengan gangguan jiwa itu galak dan
perilakunya sulit diantisipasi sehingga kadang mereka membahayakan diri sendiri
dan orang lain.
4.3.2 Kebutuhan Pelatihan Petugas di Yayasan Galuh
Petugas di Yayasan Galuh berjumlah sekitar 60 orang, dari jumlah tersebut, 20
orang bertindak aktif sebagai pelaku rawat untuk orang dengan gangguan jiwa.
Dari penelitian Wardhani (2011) ditemukan bahwa pelaku rawat di Yayasan
Galuh merasa perlu adanya:4
1. Bimbingan Keperawatan
Pelaku rawat di yayasan tidak ada yang memiliki latar belakang pendidikan
dan pelatihan kesehatan, oleh karena itu mereka merasa butuh adanya
bimbingan dari perawat. Selama ini pelaku rawat belajar secara otodidak
bagaimana merawat pasien dengan gangguan jiwa. Pengetahuan yang mereka
dapatkan mengenai gangguan jiwa didapatkan dari pengalaman sehari-hari
dalam merawat orang dengan gangguan jiwa.
2. Kegiatan untuk Orang dengan Gangguan Jiwa
Petugas Yayasan Galuh juga merasa perlu memberikan kegiatan untuk orang
dengan gangguan jiwa yang sudah mulai tenang. Kegiatan yang diberikan saat
ini adalah tugas rumah tangga seperti memasak dan membersihkan
lingkungan. Petugas juga berharap bisa memiliki ruangan kegiatan bagi orang
dengan gangguan jiwa yang sudah yang mulai tenang seperti ruang menjahit
sehingga orang dengan gangguan jiwa perempuan dapat memiliki kegiatan
positif untuk belajar menjahit dengan mesin jahit.
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
11
4.4 Perilaku Pencarian Pertolongan
Perilaku pencarian pertolongan (help seeking behavior) merujuk pada bagaimana
pasien dan keluarganya mencari pertolongan untuk penyakit yang dialaminya.
Perilaku pencarian pertolongan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
bagaimana pasien pandangan pasien mengenai penyebab dan keparahan
penyakitnya, bagaimana motivasi pasien untuk mencari pertolongan dari sistem
layanan kesehatan yang ada, bagaimana pasien bisa memahami pengobatan apa
yang paling cocok dengan kondisinya dan bagaimana pasien bisa mengetahui di
mana pasien mendapatkan pengobatan tersebut, bagaimana yang dirasakan oleh
pasien saat dirinya mengunjungi layanan tersebut, apa implikasi dari sosiokultural
dari menerima layanan kesehatan, dan apa dampak ekonomi dari layanan yang
diterima tersebut.15
Dari sudut pandang sistem kesehatan masyarakat, perilaku pencarian
pertolongan pasien penting diketahui untuk dapat melihat pola umum bagaimana
pasien memanfaatkan sistem kesehatan yang ada secara relevan, memadai, dan
efektif. Dari sudut pandang budaya, perilaku pencarian pertolongan penting
diketahui untuk dapat melihat pola budaya yang digunakan pasien sehingga dapat
dijadikan dasar dalam memperbaiki layanan kesehatan yang ada.
Petugas dapat memberikan layanan kesehatan jiwa yang memadai dengan
memenuhi kebutuhan orang dengan gangguan jiwa yang ditanganinya. Sejak
tahun 1990, lembaga legislatif di Inggris mengeluarkan British National Health
Service and Community Care Act membuat suatu standar untuk mengkaji akan
kebutuhan penderita gangguan jiwa. Walaupun tidak ada standar yang ditetapkan
di Indonesia, namun konsep penilaian kebutuhan penderita gangguan jiwa tetap
dirasakan cukup penting. Berdasarkan instrumen yang secara luas digunakan di
20 negara yaitu Camberwell Assessment of Need (CAN), kebutuhan orang dengan
gangguan jiwa bisa dilhat lima area kebutuhan yaitu:
1.
Kesehatan yang meliputi : kesehatan fisik, gejala gangguan jiwa, penggunaan
obat-obatan dan alkohol, keselamatan diri dan orang lain, dan masalah stres
psikologis.
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
12
2.
Kebutuhan dasar yang meliputi : akomodasi, makanan, dan aktivitas seharihari.
3.
Kebutuhan sosial yang meliputi: masalah seksualitas, pertemanan, dan
hubungan dekat.
4.
Kebutuhan akan pelayanan yang meliputi: kemudahan memperoleh
informasi, penggunaan telepon dan transportasi, dan kemudahan memperoleh
jaminan sosial.
5.
Kapasitas fungsional yang meliputi : pendidikan dasar, keuangan, pengasuhan
anak, perawatan diri, dan pemeliharaan rumah. 15
4.5 Beban dan Kebutuhan Pelatihan bagi Pelaku Rawat
Beban pelaku rawat (caregiver burden) adalah dampak dari tugas merawat dari
pelaku rawat terhadap kondisi mental dan fisiknya.17 Banyak pelaku rawat merasa
dirinya tidak memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang cukup untuk merawat
pasien dengan penyakit kronik terutama orang dengan gangguan jiwa. Hal ini
dapat membuat pelaku rawat merasa kurang percaya diri dan merasa tidak siap
menjadi pelaku rawat.18 Berbagai penelitian menunjukkan pemberian pelatihan
kepada pelaku rawat dapat menurunkan distress. Schumacher mendeskripsikan
ketrampilan pelaku rawat sebagai kemampuan untuk terlibat secara efektif pada
proses perawatan pasien.19 Adanya pengetahuan dan ketrampilan yang cukup
dapat membantu pelaku rawat untuk dapat membuat keputusan dan memecahkan
masalah dengan lebih baik. Menurut Schumacher, kemampuan yang harus
dimiliki oleh pelaku rawat meliputi memantau, mengenali masalah, membuat
keputusan, mengambil tindakan, merawat dan menyesuaikan kebutuhan
perawatan, bekerjasama dengan orang yang dirawat, menciptakan lingkungan
yang nyaman, mengakses sumber-sumber dukungan, berhubungan dengan sistem
layanan kesehatan.19
4.6 Penelitian Kualitatif
Penelitian kualitatif digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisis data yang
tidak dapat direpresentasikan dengan angka. Penelitian kualitatif meneliti secara
mendetail jumlah sampel yang kecil untuk menghasilkan penjelasan yang koheren
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
13
dan masuk akal dari fenomena yang ingin diteliti. Penelitian kualitatif mengkaji
fenomena atau interaksi yang terjadi sehingga bisa mendapatkan pemahaman yang
lebih baik mengenai hal tersebut. Hasil penelitian kualitatif umumnya tidak dapat
digeneralisasi secara statistik.
Metode penelitian kualitatif dapat digunakan pada saat fase eksplorasi dari
suatu proyek penelitian, proses investigasi anomali yang ditemukan, meneliti
implementasi dari suatu kebijakan, dan mengumpulkan pendapat dari pengguna
jasa layanan tertentu.19
4.6.1 Metode Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel pada penelitian kualitatif sifatnya purposif. Subyek
penelitian dipilih secara sengaja oleh peneliti. Metode pengambilan sampel di sini
bukan dengan cara randomisasi dari populasi yang ingin diteliti namun dengan
cara mengidentikasi kasus yang memiliki karakteristik relevan dengan pertanyaan
penelitian yang ingin dijawab. Proses pengambilan sampel ini tetap harus bersifat
sistematik bukan berdasarkan kemudahan untuk mengambil sampel tersebut.
4.6.2 Metode Pengumpulan data
Metodologi yang umum digunakan pada penelitian kualitatif adalah observasi,
wawancara, dan penelusuran dokumen tertulis. Metodologi yang digunakan pada
penelitian kualitatif seringkali dalam bentuk kombinasi, contohnya penggunaan
observasi dan wawancara, atau wawancara dan penelusuran dokumen tertulis.
Kombinasi ini sering disebut sebagai triangulasi dari sumber data. Triangulasi
dalam bentuk pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan
berbagai waktu.
4.6.2.1 Observasi
Observasi yang dilakukan bisa dalam bentuk terstruktur maupun tidak terstruktur.
Observasi terstruktur dilakukan pada waktu yang sudah ditetapkan sebelumnya.
Observasi yang tidak terstruktur dapat dilakukan sewaktu-waktu sesuai dengan
kebutuhan tanpa ada jadwal yang sudah ditetapkan sebelumnya. Tipe data yang
dikumpulkan sangat bergantung pada peran peneliti dalam melakukan observasi.
Peran peneliti dalam observasi bisa sebagai partisipan aktif maupun hanya
sebagai pengamat pasif. Peneliti dapat menjadi partisipan yang ikut serta dalam
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
14
aktivitas yang diobservasi dan mencatat hasil observasi tersebut pada berbagai
interval waktu yang berlainan. Jika peneliti mengambil peran hanya sebagai
pengamat, peneliti tidak berpartisipasi aktif pada kegiatan yang diobservasi
melainkan hanya mencatat hasil observasi dari kegiatan yang ada.
4.6.2.2 Wawancara
Terdapat beberapa jenis wawancara yang bisa dilakukan dalam bentuk
wawancara terstruktur, semi tersruktur, atau in-depth. Wawancara juga bisa
dilakukan kepada subyek secara individual ataupun secara kelompok (focus
groups).
4.6.2.2.1
Wawancara terstruktur
Wawancara terstruktur menggunakan kuesioner. Peneliti sudah diberikan
pelatihan sebelumnya bagaimana cara bertanya yang sudah distandarisasi dan
memberikan respons terhadap jawaban yang diberikan berdasarkan pilihan yang
ada.
4.6.2.2.2
Wawancara semi terstruktur
Wawancara semi terstruktur memiliki beberapa pertanyaan yang sudah ditetapkan
sebelumnya namun memberikan kebebasan pewawancara untuk menentukan cara
bertanya dan cara berespons terhadap jawaban yang diberikan. pertanyaan yang
diberikan merupakan pertanyaan terbuka dan jawaban yang diberikan dapat
dieksplorasi
secara
lebih
mendetail.
Proses
wawancara
ini
dapat
didokumentasikan dengan alat rekam atau dicatat.
4.6.2.2.3
Wawancara Mendalam
Pada jenis wawancara ini, ada isu wawancara tertentu yang telah ditetapkan
sebelumnya, namun pewawancara dan subyek bebas untuk memberikan respon
dan mengeksplorasi isu yang mereka anggap relevan. Proses wawancara direkam
dan kemudian dibuat transkrip wawancara.
4.6.2.3 Focus Group Discussion
Wawancara juga dapat dilakukan dalam format grup diskusi (focus group
discussion). Dalam hal ini, diperlukan struktur yang jelas bagi kelompok tersebut
agar dapat memiliki fokus dalam diskusi. Focus groups adalah sekelompok orang
yang memiliki karakteristik tertentu yang dapat memberikan informasi yang
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
15
bersifat kualitatif dalam diskusi yang terfokus pada topik tertentu. 21 Diskusi ini
sifatnya semi terstruktur yang dipandu dengan poin-poin kunci atau pertanyaanpertanyaan kunci. Sesi dapat direkam dengan video atau rekorder. Focus group
discussion (FGD) terutama bermanfaat dalam mengumpulkan pandangan
mengenai pelayanan tertentu.22 Grup ini dapat terdiri dari empat sampai dengan
duabelas orang namun umumnya terdiri dari tujuh sampai dengan sepuluh orang.
4.6.3 Analisis Data Kualitatif
Analisis data kualitatif berbeda dengan analisis data kuantitatif. Analisis data
kualitatif tidak menggunakan statitistik untuk menguji hipotesis. Analisis data
kualitatif berjalan bersamaan dengan pengumpulan data tujuan dari pengumpulan
data adalah untuk bisa merepresentasikan secara akurat dari fenomena yang ingin
diteliti menggunakan deskripsi yang mendetail. Berdasarkan deskripsi yang
mendetail tersebut, dapat diidentifikasi kategori dan tema yang menonjol. Dengan
kata lain, berbeda dengan analisis data kuantitatif yang menekankan uji hipotesis,
analisis data kualitatif bertujuan menyusun teori dari data yang diperoleh. 23
4.6.3.1 Analisis Data Observasional
Pada penelitian observasional, data direkam dalam bentuk catatan oleh observer
selama waktu penelitian. Catatan ini kemudian dikaji saat peneliti tidak lagi
berada di lapangan dan kemudian ditulis ulang dalam bentuk etnografi. Analisis
ini mengkombinasi deskripsi dari hasil observasi dan kerangka teori yang dibuat
oleh peneliti mengenai hasil observasinya.
4.6.3.2 Analisis data wawancara
Hasil wawancara yang dilakukan baik secara individual maupun secara grup
ditranskrip dalam bentuk tulisan yang kemudian dikoding berdasarkan kategori
dan kemudian digunakan untuk menguji teori. Proses ini sering dideskripsikan
sebagai analisis isi wawancara, dan bisa melibatkan proses menghitung kata yang
sering keluar yang sering dibantu oleh program komputer. Transkrip yang dibuat
bisa dalam bentuk kalimat percakapan sederhana ataupun yang lebih kompleks
meliputi catatan jedah antar kata, intonasi, dan ekspresi non verbal yang
diungkapkan selama wawancara.
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
16
4.6.3.3 Analisis dokumen tertulis
Analisis isi dari dokumen tidak banyak berbeda dengan analisis isi wawancara.
Peneliti menganalisis isi dokumen yang ada dan menginterpretasi arti dan konteks
isi dokumen tersebut. Data yang ada dapat diinterpretasi berdasarkan konteks
sejarah dan keadaan sosial saat dokumen tersebut ditulis.
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
17
4.7 Kerangka teori
KESEHATAN:
•Masalah stres psikologis
•Memperoleh informasi
kesehatan
•Kesehatan fisik
•Gejala gangguan jiwa
•Penggunaan obat-obatan &
alkohol
•Keselamatan pasien & orang
lain
FUNGSI SOSIAL :
•Aktivitas sehari-harI
•Perawatan diri
•Penggunaan telepon &
transportasi
•Pendidikan dasar
•Keuangan
•Pengasuhan Anak
•Pemeliharaan Rumah
•Pertemanan
•Hubungan dekat
•Seksualitas
Penyakit
Pelayanan Yang disediakan
•Akomodasi
•Makanan
•Dukungan sosial & kesehatan
Intervensi
Tuntutan
Perilaku Pencarian
Pertolongan
•Pandangan pasien mengenai
penyakitnya
•Motivasi pasien mencari
pertolongan ke layanan
kesehatan
•Pemahaman mengenai
pengobatan
•Yang dirasakan pasien saat
berkunjung ke layanan
kesehatan
•Dampak sosiokultural &
ekonomi dari layanan yang
diterima
Kebutuhan Orang dengan Gangguan Jiwa
yang Harus Diperhatikan oleh Petugas Layanan Kesehatan Jiwa
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
18
4.8 Kerangka Konsep
PELATIHAN KESEHATAN:
•Masalah stres psikologis
•Memperoleh informasi kesehatan
•Kesehatan fisik
•Gejala gangguan jiwa
•Penggunaan obat-obatan & alkohol
•Keselamatan pasien & orang lain
PELATIHAN FUNGSI SOSIAL :
•Aktivitas sehari-harI
•Perawatan diri
•Pertemanan
•Hubungan dekat
Penyakit
PELATIHAN untuk
Meningkattkan Pelayanan
Yang disediakan
•Akomodasi
•Makanan
•Dukungan sosial & kesehatan
Intervensi
Tuntutan
PELATIHAN PENGENALAN
Perilaku Pencarian
Pertolongan
•Pandangan pasien mengenai
penyakitnya
•Motivasi pasien mencari
pertolongan ke layanan
kesehatan
•Pemahaman mengenai
pengobatan
•Yang dirasakan pasien saat
berkunjung ke layanan
kesehatan
•Dampak sosiokultural &
ekonomi dari layanan yang
diterima
Kebutuhan Pelatihan Petugas Layanan Kesehatan Jiwa
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
5.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan studi kualitatif yang bertujuan untuk melihat kebutuhan
pelatihan bagi petugas Yayasan Galuh dan petugas kesehatan di layanan primer di
sekitar Yayasan Galuh yang merawat orang dengan gangguan jiwa berdasarkan
penilaian dari petugas sendiri, konsumer, keluarga, dan masyarakat pengguna
jasa. Pendekatan kualitatif dipilih untuk melihat permasalahan dan kebutuhan
secara lebih mendalam dan holistik yang tidak mungkin dilakukan bila
menggunakan pendekatan kuantitatif.
5.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Yayasan Galuh Bekasi, Puskesmas Kelurahan
Pengasinan. Waktu penelitian Desember 2012 - Februari 2013.
5.3 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah peneliti sendiri dengan mempergunakan perangkat
wawancara, lembar wawancara semi terstruktur, dan alat perekam.
5.4 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi target adalah: petugas yayasan, petugas kesehatan di layanan kesehatan
primer, pemangku kebijakan kesehatan jiwa, dan pengguna layanan kesehatan
jiwa.
Populasi terjangkau adalah petugas Yayasan Galuh Bekasi, tenaga kesehatan
Puskesmas, dan pengguna layanan Yayasan Galuh baik konsumer, keluarga,
maupun masyarakat pengguna jasa secara langsung..
Sampel adalah:
Petugas Yayasan Galuh Bekasi, tenaga kesehatan Puskesmas Kelurahan
Pengasinan yang bertugas pada bulan Desember 2012 - Februari 2013.
Konsumer, keluarga, dan masyarakat pengguna jasa layanan perawatan jiwa di
Yayasan Galuh pada bulan Desember 2012 - Februari 2013.
19
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
20
5.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
5.5.1 Kriteria Inklusi
Petugas Yayasan Galuh Bekasi, tenaga kesehatan Puskesmas kelurahan
Pengasinan yang bertugas pada bulan Desember 2012 - Februari 2013.
Konsumer, keluarga, dan masyarakat pengguna jasa layanan perawatan jiwa di
Yayasan Galuh pada bulan Desember 2012 - Februari 2013.
Bersedia menjadi subyek.
Mampu memberikan informasi pada wawancara.
5.5.2 Kriteria Eksklusi
Tidak bisa melanjutkan menjadi subyek penelitian karena pindah atau bertugas
di luar area saat dilakukan wawancara.
Tidak bisa mengikuti proses wawancara sampai selesai.
5.6 Besar Sampel
Dalam proses penentuan sampel penelitian kualitatif, berapa besar sampel tidak
dapat ditentukan sebelumnya. Jumlah sampel atau responden dianggap telah
memadai apabila telah sampai kepada taraf ketuntasan atau kejenuhan.
5.7 Cara pengambilan sampel (subyek)
Dalam penelitian kualitatif pengambilan sampel dilakukan secara purposif, yaitu
pengambilan sumber-sumber data dilakukan dengan pertimbangan tertentu.
Pertimbangan tertentu ini misalnya orang tersebut yang dianggap paling tahu
tentang apa yang kita harapkan. Sampel terdiri dari komponen:
Konsumer
Pengguna layanan perawatan jiwa dari Yayasan Galuh: keluarga, dan
masyarakat pengguna jasa yaitu dinas sosial kota Bekasi
Petugas Yayasan Galuh
Penyedia jasa layanan kesehatan primer : tenaga kesehatan Puskesmas
Pengasinan
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
21
5.8 Metode pengumpulan data
Metode pengambilan data dilakukan melalui wawancara semi terstruktur, dalam
bentuk FGD dan wawancara mendalam. Wawancara dalam bentuk FGD
dilakukan bagi tenaga kesehatan Puskesmas Pengasinan, petugas Yayasan Galuh,
dan kelompok pengguna layanan Yayasan Galuh yaitu dinas sosial kota Bekasi.
Wawancara mendalam dilakukan bagi konsumer dan keluarga konsumer
pengguna jasa layanan Yayasan Galuh. Wawancara dilakukan hingga telah
didapatkan sesuatu dan datanya sudah jenuh.
5.9 Ijin Subyek Penelitian dan Masalah Etika
Penelitian dilakukan setelah mendapat izin dari Ketua Departemen Psikiatri
FKUI, Komite Etik FKUI, Dinas Kesehatan, dan Yayasan Galuh Bekasi. Subyek
penelitian diberikan penjelasan tentang tujuan dan aktivitas penelitian ini. Subyek
penelitian yang setuju dan memberikan informed consent tertulis dinyatakan
sebagai responden.
5.10 Analisis Data
Tehnik analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif berupa analisis
hasil observasi dan wawancara.
5.11 Pengujian Keabsahan Data
Peningkatan keabsahan hasil penelitian kualitatif dilakukan dengan pemeriksaan
dan pemeriksaan kembali prosedur penelitian serta telaah substansi penelitian.
Kualitas dari penelitian kualitatif dapat dikaji dari kesahihan dan relevansinya.
Peningkatan kesahihan penelitian dilakukan dengan cara:22
a. Mencatat secara rinci hal-hal yang ditemukan selama wawancara dan observasi
yang dilakukan di lapangan. Catatan yang rinci ini akan memudahkan proses
analisis dan interpretasi.
b. Mendokumentasikan secara lengkap data yang terkumpul melalui catatan
maupun melalui rekaman.
c. Menyertakan pembimbing penelitian sebagai pemberi saran dan kritik dalam
proses analisis data yang dilakukan oleh peneliti.
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
22
d. Melakukan pemeriksaan dan pemeriksaan kembali data dengan usaha menguji
kemungkinan yang berbeda.
e. Melakukan triangulasi. Triangulasi mengacu pada upaya mengambil sumbersumber data yang berbeda, dengan cara berbeda, untuk memperoleh kejelasan
mengenai suatu hal tertentu. Tehnik triangulasi yang dilakukan pada penelitian
ini adalah :
i) Triangulasi data yaitu digunakannya variasi sumber-sumber data yang
berbeda. Pada penelitian ini sumber-sumber data yang akan digunakan
berasal dari petugas Yayasan Galuh, petugas Puskesmas, konsumer,
keluarga konsumer, dan masyarakat pengguna layanan Yayasan Galuh.
ii) Triangulasi peneliti yaitu disertakan beberapa peneliti dan evaluator yang
berbeda. Hasil wawancara dan observasi telah dianalisis oleh peneliti dan
dua orang pembimbing penelitian yang terlibat dalam proses analisis data
yang didapat.
iii) Triangulasi metode yaitu dipakainya beberapa metode yang berbeda untuk
meneliti suatu hal yang sama. Pada penelitian ini selain menggunakan
metode wawancara, juga dilakukan observasi langsung di lapangan
mengenai aktivitas sehari-hari di Yayasan Galuh.
Relevansi dicapai dengan memberikan informasi yang memadai mengenai
ruang lingkup dan populasi penelitian, dan memastikan sampel yang dipilih
mencakup sebanyak mungkin faktor yang mempengaruhi variabilitas kebutuhan
yang akan diteliti dan bila diperlukan dapat diperluas.
5.12 Cara Kerja
Peneliti mengajukan surat permohonan izin kepada Ketua Departemen Psikiatri
FKUI agar dapat melakukan penelitian Penilaian Kebutuhan Pelatihan di
Bidang Kesehatan Jiwa bagi Petugas Yayasan dan Petugas Kesehatan di
Layanan Primer di Sekitar Yayasan Galuh Bekasi Jawa Barat.
Dengan berbekal surat pengantar dari Kepala Departemen Psikiatri FKUI,
peneliti memohon izin kepada Ketua Yayasan Galuh untuk mengadakan
penelitian di Yayasan Galuh. Peneliti juga memohon izin kepada Dinas
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
23
Kesehatan Kota Bekasi untuk melakukan penelitian pada staf Puskesmas
Pengasinan Bekasi.
Peneliti menentukan sampel berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi sesuai
dengan karakteristik yang telah ditentukan.
Peneliti melakukan kunjungan ke Puskesmas Pengasinan, dinas sosial, petugas
Yayasan Galuh, keluarga dan konsumer yang dirawat di Yayasan Galuh dan
menjelaskan kepada petugas tentang maksud dan tujuan penelitian. Responden
diminta untuk menandatangani surat persetujuan penelitian yang telah
disediakan.
Subyek diminta untuk mengisi data yang memuat data pribadi (nama, alamat,
umur, jenis kelamin, suku, agama, pendidikan terakhir, suku, status
perkawinan, pekerjaan terakhir).
Wawancara semi terstruktur dilakukan di waktu yang terpisah dalam bentuk
FGD dan wawancara mendalam di waktu yang terpisah. Wawancara dalam
bentuk FGD dilakukan bagi tenaga kesehatan Puskesmas Pengasinan, petugas
Yayasan Galuh, dan kelompok pengguna layanan Yayasan Galuh (dinas sosial
Kota Bekasi). Wawancara mendalam dilakukan bagi konsumer dan keluarga
konsumer pengguna jasa layanan Yayasan Galuh. Subyek dipilih berdasarkan
kemampuannya dalam memberikan masukan yang lebih mendalam mengenai
kebutuhan akan pelatihan di bidang kesehatan jiwa yang merupakan topik dari
penelitian ini. Proses wawancara direkam menggunakan alat perekam.
Setelah selesai melakukan wawancara, peneliti membuat transkrip dan
mempelajarinya.
Observasi juga dilakukan mengenai kegiatan pelayanan di Yayasan Galuh
Peneliti menganalisis hasil observasi dan transkrip yang telah dibuat.
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
24
5.13 Kerangka Kerja
an ijin bagian Psikiatri FKU
Permohonan ijin Kepala Departemen Psikiatri FKUI
Permohonan ijin Dinas Kesehatan Kota Bekasi dan Yayasan Galuh
Menentukan sampel
Kunjungan ke subyek penelitian
Menjelaskan Maksud dan Tujuan Penelitian
Informed concent
Pengisian data subyek
Wawancara FGD bagi :
1. Kelompok tenaga kesehatan
Puskesmas Pengasinan
2. Kelompok Petugas Yayasan Galuh
3. Kelompok masyarakat pengguna
layanan Yayasan Galuh (ketua RT,
RW, lurah, camat)
Wawancara mendalam bagi :
1. Konsumer Yayasan Galuh
2. Keluarga konsumer Yayasan
Galuh
Membuat transkrip
Observasi kegiatan sehari-hari pelayanan di Yayasan Galuh
Analisis
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
25
5.14 Definisi Operasional
 Data Responden
a. Jenis kelamin:
laki-laki atau perempuan
b. Usia
jumlah tahun berdasarkan ulang tahun terakhir
:
c. Suku bangsa :
pengelompokan etnik bangsa yang berlaku secara nasional
berdasarkan suku ayah
d. Pendidikan
:
pendidikan terakhir, yaitu Sekolah Dasar (SD)
sederajat,
dan
Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan
sederajat, Sekolah Menengah Umum (SMU) dan sederajat,
akademi, sarjana
e. Lama Bekerja: riwayat
pekerjaan
dan
status
pekerjaan
saat
penelitian dilakukan (lama bekerja di institusi)
f. Status
sudah menikah (menikah sah atau siri), cerai (cerai hidup
Perkawinan :
atau mati), belum atau tidak menikah
g. Agama
: keyakinan atas Ketuhanan yang dianut
h. Jabatan
:
jabatan di institusi
 Yayasan Galuh: Yayasan swasta yang didirikan Gendu Mulatip, merawat
pasien dengan gangguan jiwa dengan cara tradisional dan berlokasi di Bekasi.
 Konsumer : orang dengan gangguan jiwa yang dirawat di Yayasan Galuh.
 Pelaku Rawat : orang yang sehari-hari merawat orang dengan gangguan jiwa.
 Petugas Yayasan Galuh : pelaku rawat orang dengan gangguan jiwa
di
Yayasan Galuh.
 Petugas kesehatan di layanan kesehatan primer : petugas kesehatan di
Puskesmas yang area kerjanya meliputi area Yayasan Galuh
 Masyarakat pengguna jasa: dinas sosial Kota Bekasi.
 Kebutuhan : kapasitas seseorang untuk mendapatkan manfaat dari hal tertentu.
 Penyakit : besarnya masalah kesehatan yang dihadapi.
 Tuntutan : keinginan yang dinyatakan untuk bisa dipenuhi.
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
26
 Intervensi: sumber daya dan modalitas yang dimiliki untuk mengatasi masalah
yang ada.
 Fungsi sosial : kualitas dan kedalaman hubungan interpersonal seseorang dan
kemampuan bersosialisasi sesuai dengan peran dan harapannya.
 Perilaku pencarian pertolongan: perilaku yang merujuk bagaimana pasien dan
keluarganya mencari pertolongan untuk penyakit yang dialami oleh pasien.
 Focus groups discussion adalah diskusi yang terfokus pada topik tertentu pada
sekelompok orang yang memiliki karakteristik tertentu yang dapat memberikan
data yang bersifat kualitatif.
 Beban pelaku rawat adalah dampak dari tugas merawat dari pelaku rawat
terhadap kondisi mental dan fisiknya.
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
27
5.15 Jadwal Penelitian
Kegiatan
Novem
Desember
Januari
Februari
2012
2013
2013
ber
2012
Persiapan penelitian
Pengumpulan data
Pengolahan data
Presentasi dan publikasi hasil
5.16 Anggaran
1. Tahap persiapan
Fotokopi makalah , dokumen kaji etik
2.
3.
Rp. 500.000,-
Tahap pelaksanaan
Fotokopi lembar wawancara
Rp. 500.000,-
Cinderamata bagi responden
Rp. 500.000,-
Konsumsi
Rp. 500.000,-
Tahap penyelesaian
Penyusunan laporan dan fotokopi
Rp. 500.000,-
Jumlah:
Rp. 2.500.000,-
5.17 Organisasi Peneliti
Peneliti
Pembimbing I (Penelitian)
: dr. Rossalina
: dr. A.A.A. Agung K, Sp.KJ (K)
Pembimbing II (Akademik) : dr. Hervita Diatri, SpKJ(K)
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini ditujukan untuk mengidentifikasi kebutuhan pengetahuan dan
keterampilan terkait masalah kesehatan, kesehatan jiwa, dan gangguan jiwa bagi
petugas yayasan dan petugas kesehatan di layanan primer di sekitar Yayasan
Galuh, mengetahui beban petugas Yayasan Galuh dalam menangani orang dengan
gangguan jiwa, mengetahui perilaku mencari pertolongan dari pengguna jasa
layanan Yayasan Galuh, dan mengidentifikasi kebutuhan pengetahuan dan
keterampilan khusus dalam merawat orang dengan gangguan jiwa.
Proses pengambilan data dilakukan di tiga tempat yaitu di Yayasan Galuh,
Puskesmas Pengasinan, dan kantor Dinas Sosial kota Bekasi. Responden
penelitian ini adalah petugas Yayasan Galuh, petugas kesehatan Puskesmas
Pengasinan Kota Bekasi yang merupakan layanan kesehatan primer yang melayani
Yayasan Galuh, petugas Dinas Sosial Kota Bekasi yang mewakili masyarakat
pengguna jasa Yayasan Galuh, keluarga dan konsumer Yayasan Galuh.
6.1 Profil Petugas
6.1.1 Profil Petugas Yayasan Galuh
Terdapat total 36 orang petugas Yayasan Galuh yang tercatat di daftar
kepengurusan Yayasan Galuh. Dari total 36 orang ini, 20 orang aktif sebagai
pelaku rawat konsumer. Sebanyak empat orang petugas berpendidikan tamat
SMU, empat orang petugas berpendidikan tamat SMP, dan 28 orang petugas
berpendidikan tamat SD. Tidak ada satupun petugas yang pernah mendapatkan
pelatihan di bidang kesehatan maupun kesehatan jiwa.
6.1.2 Profil Petugas Kesehatan di Layanan Primer
Puskesmas Kelurahan Pengasinan merupakan pusat layanan kesehatan primer
yang melayani daerah yang ditempati oleh Yayasan Galuh. Puskesmas ini
melayani total populasi sebanyak 92.921 orang dengan sumber daya manusia
sebanyak 26 orang yang terdiri dari:
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
29

2 orang dokter umum ( hanya satu dokter yang aktif bekerja, satu orang
lainnya sedang cuti melahirkan)

3 orang dokter gigi

1 orang perawat gigi

8 orang perawat umum

6 orang bidan

1 orang tata usaha

1 orang pekarya

1 orang sanitarian

1 orang analis kesehatan

1 orang ahli nutrisi

1 orang tenaga honorer untuk bagian pendaftaran
Tenaga kesehatan fungsional yang melayani pasien sebanyak 20 orang dengan
latar belakang pendidikan profesi dokter umum/gigi sebanyak empat orang, D3
keperawatan sebanyak sembilan orang, D3 kebidanan sebanyak enam orang, D3
analis gizi sebanyak satu orang. Dari 20 tenaga kesehatan fungsional yang
melayani pasien, hanya satu orang dokter umum yang pernah mendapatkan
pelatihan kesehatan jiwa dalam lima tahun terakhir yaitu pelatihan mengenai
deteksi dini depresi pada anak di sekolah.
6.2 Wawancara Mendalam Konsumer Yayasan Galuh
Peneliti meminta bantuan dari petugas yayasan untuk memilih konsumer yang
dapat diwawancara. Petugas memilihkan konsumer yang sudah dalam kondisi
tenang, dapat diajak komunikasi dengan baik, dan sudah dapat membantu di
Yayasan seperti membersihkan rumah, memelihara ternak, berbelanja di warung,
mengajarkan bahasa Inggris kepada anak petugas. Pada tanggal 9 Desember 2012,
petugas memilihkan lima orang konsumer untuk dijadikan responden. Dari lima
orang konsumer yang diajukan oleh pengurus untuk dijadikan responden hanya
tiga orang yang diwawancara oleh peneliti. Satu orang konsumer menolak
menandatangani lembar informed consent dengan alasan dirinya tidak mau terlibat
dalam memberikan pelatihan kepada petugas, setelah dijelaskan bahwa tujuan
wawancara adalah untuk mendapatkan masukan mengenai pelatihan yang
dibutuhkan oleh petugas, konsumer tetap menolak dengan alasan dirinya hanya
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
30
ingin keluar dari Yayasan Galuh dan sedang menunggu keluarga yang tidak
kunjung datang menjemput dirinya. Konsumer tersebut terlihat sedang dalam
kondisi iritabel. Satu konsumer lainnya tidak dipilih sebagai responden karena
konsumer tersebut membaca lembar informasi untuk subyek penelitian dalam
bahasa Inggris padahal lembar informasi yang diberikan adalah dalam bahasa
Indonesia.
Pada tanggal 26 Januari 2013, peneliti mendapatkan data konsumer yang
tidak memiliki psikopatologi berdasarkan pemeriksaan wawancara psikiatri oleh
dokter peserta pendidikan dokter spesialis (PPDS) psikiatri yang tengah
melakukan penelitian terhadap konsumer Yayasan Galuh. Dari tiga nama yang
diajukan sebagai responden, hanya satu orang yang diwawancara oleh peneliti.
Satu orang tidak bisa diwawancara karena sedang mengalami serangan epilepsi,
satu orang lainnya menolak diwawancara dengan alasan sedang sibuk mengurus
anak dari petugas yayasan. Pada tanggal 21 Februari 2013, peneliti kembali
melakukan wawancara terhadap empat orang konsumer yang dilaporkan tidak
memiliki psikopatologi berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan sebelumnya
oleh dokter PPDS psikiatri.
Satu responden dieksklusi karena tidak mau
mengikuti proses wawancara sampai selesai. Wawancara mendalam dilakukan
pada tujuh orang konsumer Yayasan Galuh. Karakteristik responden dapat dilihat
pada tabel 4.1.
Tabel 6.1. Karakteristik Responden Konsumer Yayasan Galuh
Inisial
Responden
Umur
(tahun)
Lama tinggal
di yayasan
Pendidikan
NI*
42
4 tahun
AD
35
5 tahun
DN
50
8 tahun
SU*
27
1 tahun
ID
49
4 tahun
DG^
83
1 bulan
YA
42
4 tahun
Keterangan:
* :memiliki gejala psikotik
^ :tidak dapat memberikan informasi yang adekuat
S1
SD
SMU
SMU
SD
SMP
SD
Jenis kelamin
Perempuan
Laki-laki
Laki-laki
Perempuan
Perempuan
Laki-laki
Laki-laki
Dari tabel 4.1 terlihat bahwa umur responden termuda 27 tahun dan tertua 83
tahun. Lama responden tinggal di Yayasan bervariasi antara 1 bulan sampai 8
tahun. Pendididikan responden cukup bervariasi mulai dari tamat SD (3
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
31
responden), tamat SMU (3 responden), tamat SMP (1 responden), dan tamat S1 (1
responden). Pada pemeriksaan psikiatri, dua responden diketahui memiliki gejala
psikotik. Satu responden tidak dapat memberikan informasi dengan adekuat
karena meninggalkan wawancara sebelum selesai.
6.2.1 Perilaku Pencarian Pertolongan
6.2.1.1 Inisiatif Pengobatan
Tidak ada satupun responden yang datang berobat ke Yayasan Galuh atas
keinginan sendiri. Enam responden dibawa oleh keluarga ke Yayasan.
“Kakak.”
(Nn. NI, Tn. AD, konsumer)
“Keluarganya di rumah takut, banyak kekurangan, makanya dibawa ke Galuh supaya
dapat perawatan.”
(Tn. DN, konsumer)
“Saya dibawa keluarga.”
(Nn. SU, konsumer)
“Bapak lurah Y sama misan, berdua.”
(Ny. ID, konsumer)
“Keluarga ya. Dititipin gitu ke sini.”
(Tn. YA, konsumer)
Satu orang responden dibawa oleh petugas yayasan atas laporan warga yang menemukan
responden di pinggir jalan.
“Petugas dari sini.”
(Tn. DG, konsumer)
6.2.1.2 Alasan Perlu Mendapatkan Pengobatan
Alasan responden dibawa berobat ke yayasan galuh bervariasi.
Satu orang responden tidak mengetahui apa alasan keluarga membawanya ke
Yayasan.
“Keluarga saya , ga tahu ini kenapa ya dibawa ke sini.”
(Nn.SU, konsumer)
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
32
Dua orang responden mengatakan saudara kandung merasa terganggu dengan
kehadiran responden.
“Jadi, tapi, yang saya ini alasannya itu karena orang tua tuh sudah tidak ada. Jadi
saudara-saudara saya itu sudah pada berkeluarga semua, tinggal saya sendiri. Ya
mungkin saya kalau di rumah saya suka menjerit-jerit, begitu begitu. Jadi mereka terlalu
kewalahan kan. Kalau misal saya lagi trauma, atau saya sedang stress, mereka tidak bisa
menanganinya sendiri, gitu kan?”
(Nn.NI, konsumer)
“Katanya Kakak di rumah itu ga mau terganggu karena adanya DN.”
(Tn. DN, konsumer)
Satu responden lain mengatakan masyarakat sekitar merasa terganggu dengan
kehadiran responden.
“Yang sebelahnya punya toko, mungkin merasa jijik kepada bapak,... kelakuan bapak
tidak meresahkan, tidak ribut, hanya sekedar numpang tidur.”
(Tn. DG, konsumer)
Satu responden mengatakan karena adanya masalah kesehatan fisik dan masalah
rumah tangga.
“Kekecewaan di rumah tangga.. Lagi rumah tangga, ke sini itu memang saya sudah
nggak punya kerjaan ya. Cuma sakit kepala gitu.”
(Tn. YA, konsumer)
Hanya dua responden yang mengaitkan kebutuhan pengobatan dengan kondisi
kejiwaan yang dialami responden yang disebutkan sebagai sakit kurang ingatan,
stres akibat hamil di luar nikah, stress/trauma yang dialaminya.
“Sakit kurang ingatan gitu Bu.”
(Tn. AD, konsumer)
“Ternoda cowo. Ga sehat sedang hamil waktu itu, hamil 4 bulan. kadang sakitnya kaya
stress.”
(Ny. ID, konsumer)
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
33
6.2.1.3 Awitan Mengalami Gangguan Jiwa
Saat ditanya mengenai awitan mengalami gangguan jiwa, responden menjawab
dengan lama dirinya berada di Yayasan yang bervariasi mulai dari satu tahun
sampai dengan tiga belas tahun.
“Em kira-kira tahun seribu sembilan ratus sembilan sembilanan.”
(Nn.NI, konsumer)
“Lama, sebelum ke sini 7 tahun.”
(Tn. DN, konsumer)
“1 tahun ini.”
(Nn. SU, konsumer)
“8 tahun sudah saya di sini.”
(Ny. ID, konsumer)
“empat tahunan.”
(Tn. YA, konsumer)
“Sudah lama juga itu Bu, tahun 2000, Berlangsungnya selama kira-kira satu bulan.”
(Tn. AD, konsumer)
Dua orang responden tidak mengetahui secara pasti sejak kapan.
“bapa wis te wawa linglung kitu deu teurang hari de teurang jam de teurang dinten na.
Lupa.”
(Tn. DG, konsumer)
“Ga tahu.”
(Tn. AD, konsumer)
6.2.1.4 Persepsi Mengenai Penyebab Timbulnya Gangguan Jiwa
Saat ditanya mengenai penyebab timbulnya gangguan jiwa, tiga orang responden
mengaitkan dengan stressor masalah dalam keluarga seperti ibu yang meninggal,
perpisahan dengan istri.
“Ya saya pertama kali mengingat sesuatu yang mengerikan..kadang-kadang ya terutama
sesuatu yang menghantui saya, karena saya itu ditinggal ibu saya gitu lho. Ibu saya
meninggal, jadi nggak ada lagi tempat berteduh, memohon, lalu misalnya bergantung
saya gitu..tempat untuk mengadu, nah kadang-kadang itu yang membuat saya kadangkadang membuat saya merasa kehilangan ibu saya. itu saja.”
(Nn.NI, konsumer)
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
34
“Ngamuk ngamuk aja waktu itu, tinggal istri jadi begitu, ngamuk-ngamuk.”
(Tn. AD, konsumer)
“Kekecewaan di rumah tangga.”
(Tn. YA, konsumer)
Satu responden lainnya mengaitkan stres yang dialaminya dengan kehamilan di
luar nikah yang dulu dialaminya.
“Ternoda cowo.”
(Ny. ID, konsumer)
Satu responden tidak mengetahui mengapa dirinya mengalami sakit jiwa dan harus
dirawat di rumah sakit jiwa.
“Ya karena kurang…tentang kesehatan jiwa, tiba-tiba aja sakit jiwa, datang panggilan
dari rumah sakit jiwa.
(Tn. DN, konsumer)
Satu responden mengatakan tidak ada sakit jiwa yang dialaminya.
“Ya ga apa-apa, ke sini main aja, biar dirawat.”
(Nn. SU, konsumer)
“Ga tahu juga.”
(Tn. DG, konsumer)
6.2.1.5 Persepsi Mengenai Cara Pengobatan
Saat ditanya mengenai cara pengobatan gangguan kejiwaan yang dialaminya,
empat orang responden mengatakan dirinya sendiri yang bisa menyembuhkan
kondisi gangguan jiwa yang dialaminya. Metode yang digunakan bervariasi antara
lain dengan berdoa, memiliki kegiatan positif seperti beternak, istirahat, hiburan.
“Saya bisa mengobati. Obatnya ada pada diri sendiri gitu ya. Misalkan kita sudah
kehilangan orang tua, maka kita harus lihat kepada Allah gitu ya. Kalau misalnya kamu
nggak ada ibu atau nggak ada bapak, jadi kamu cobalah untuk lihat Allah. Berpegang
teguhlah kamu pada Allah, jangan berpegang teguh pada yang lain. Kalau kamu ingat,
coba kamu baca yasin. Mudah-mudahan orang mendoakan ibadah ibu-bapak, membaca
surat yasin atau apa, orang meninggal kan itu. Mudah-mudahan dengan ijin Allah ada
orang yang kemudian menjadi Ibu, ganti, ada penggantinya ibu kamu dengan kasih
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
35
sayang yang sama dikasih sama Allah. ... tidak pernah berpecah ... alhamdulillah di sini
ada yang seperti ibu saya sendiri. Gitu. Gantinya ibu saya. ibu S itu. Rasa aman jadinya
saya ngerasa ada gantinya ibu saya. jadi alhamdulillah sekarang setelah tinggal di sini.”
(Nn.NI, konsumer)
“Itu dari cara pikiran saya sendiri, jadi pikiran saya tenang semua, jadi ga stress lagi.
Diobati sendiri dibantu sama peliharaan”
(Tn. AD, konsumer)
“Pusing kepala, kadang stress berat, kalau kaya gitu langsung tidur aja saya. Kaya gitu
aja saya.”
(Ny. ID, konsumer)
“Dirasa-rasa. Hiburan kak. Dengan hiburan.”
(Tn. YA, konsumer)
Dua responden lain mengatakan tidak mengalami sakit jiwa.
“Masa D ga apa apa dibilang sakit aja . D di rumah justru kebutuhannya, tahu-tahu
dibawa ke sini”
(Tn. DN, konsumer)
“ Enggak ada keluhan sakit apa-apa.”
(Tn. DG, konsumer)
Satu responden lainnya tidak memberikan keterangan.
6.2.1.6 Riwayat Pengobatan di Tempat Lain
Saat ditanyakan mengenai riwayat pengobatan di tempat lain, empat orang
responden sudah pernah berobat ke psikiater sebelumnya.
“Ya itu sih mah sebatas supaya kita nggak gelisah aja. Bisa tidur. Bisa tidur dengan
tenang, nggak teriak-teriak “mama..mama” gitu enggak. Jadi kan pas udah minum obat
itu, jadi kan gini bisa agak tenang. Tiap hari tidur, bisa tiap hari tidur. Nggak berpikir
yang enggak-enggak. Terus saraf-sarafnya juga enggak begitu sakit gitu ya. Apa itu, ada
regenerasi saraf-sarafnya itu tadi minum obat itu. Obat dari dokter.”
(Nn.NI, konsumer)
“Saya di luar sering ketemu psikiater. Ya di singapur itu, saya seperti tekanan batin di
dalam, apa karena asma ya, turun dari lift gitu.”
(Nn. SU, konsumer)
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
36
“Walaupun D ini ga sakit tapi tiba-tiba kakak D bawa D ke rumah sakit jiwa untuk
berobat sampai sembuh. Diobati. Gejala TBC, sehari minum obat 20 tablet ada. Ya agak
enak, eh, pernafasan paru-paru.”
(Tn. DN, konsumer)
Dua orang responden sudah pernah dibawa ke pengobatan berbasis spiritual,
“Ke AF , sama kaya Galuh gini, di kampung Pulo. Digencang juga. Membaik juga ,tapi
langsung dibawa lagi ke sini, berobat di sini . Sama aja, tergantung pemikiran juga, kalau
pemikiran bebas , lah udah bebas bener. “
(Tn. AD, konsumer)
“Pernah juga di pesantren ya. Di Limbangan.”
(Tn. DG, konsumer)
Dua orang responden lainnya belum pernah dibawa berobat.
“Ga , ga berobat-berobat.”
(Ny. ID & Tn. YA, konsumer)
6.2.1.7 Pengobatan yang diterima dan Dampak yang dirasakan di Yayasan
Empat responden mengatakan merasa cocok dengan metode pengobatan yang
diterimanya di Yayasan berupa nasihat, terapi agama, hiburan, dan kegiatan yang
positif.
“Nah itu ya yang NI suka pengobatan di sini itu, mereka memang ngasih kegiatan yang
positif buat NI. Kayak pengurus-pengurus di sini mengajarkan kegiatan yang positif
kepada NI. Misalkan yang tadinya nggak bisa jadi bisa, diajarin. Terutama masalah
supaya kita tidak ketergantungan pada seorang ibu, tidak mengingat ibu, mendekatkan
diri pada Allah, terutama bisa mengurus diri sendiri. Itu aja yang diajarkan di sini.”
(Nn.NI, konsumer)
“Diobati sendiri dibantu sama peliharaan. Pelihara ayam, ternak-ternak. Iya kegiatan di
sini jadi lebih tenang. Ini ada peningkatan dari pelihara ayam jadi kuda, jadi sekarang
cari rumput, jadi kita bebas pemandangannya, jadi pemikirannya jadi tenang, ga ngamuk
lagi, Ada dikasih kelapa muda. Ada juga, pikirannya jadi lebih tenang..”
(Tn. AD, konsumer)
“Hiburan kak. Dengan hiburan. Ta enak enak mah hidup di sini juga suka tenang gitu ya.
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
37
Jadi sekarang itu kelihatannya ada segi, kalau dulu itu cengeng yah, sekarang mah agak
kuat gitu yah. Dirasakan.”
(Tn. YA, konsumer)
“Ya obatnya kadang dikasi ngomong ngobrol gitu, musyawarah-musyawarah gitu.”
(Ny. ID, konsumer)
Namun ada juga responden yang mengaitkan dengan pengobatan fisik yang
diterimanya seperti salep atau obat sakit kepala yang membuatnya menjadi ada
perbaikan.
“Salep. Obat itu, untuk menurunkan demam, apa itu, migren, migren, sakit kepala sebelah
katanya. Agak gerah sedikit, seneng, seneng, agak enak sedikit Bu. Ada perubahan
sedikit.”
(Tn. DN, konsumer)
Dua orang responden lainnya merasa tidak mendapatkan pengobatan di Yayasan.
“Nggak, nggak ada.”
(Tn. DG, konsumer)
“Kurang tahu ya , kurang ngerti.”
(Nn. SU, konsumer)
6.2.2 Kebutuhan terhadap Pelayanan Kesehatan Jiwa
Saat ditanyakan mengenai kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan jiwa, satu
responden mengatakan kebutuhannya untuk berada di rumah.
“DN di rumah justru kebutuhannya, tahu-tahu dibawa ke sini.”
(Tn. DN, konsumer)
Satu responden mengatakan perlu adanya bimbingan rohani.
“Layanan kesehatan jiwa itu ya kalau yang terpenting itu ya..kita itu ya..terutama
ya..ceramah agama itu. Yang terpenting itu. Ya jadi mendekatkan diri kepada Allah juga.
Mendengarkan ceramah-ceramah, tentang bagaimana kita harus bersyukur, menerima
apa adanya kita yang diberi oleh Allah. Itu aja. terutama kerohanian aja itu. Bimbingan
rohani itu, dalam masalah kejiwaan, seharusnya bimbingan rohani itu sendiri.
Seharusnya kita kalau sudah dibimbing oleh suatu bimbingan rohani, insha’Allah ya itu
masalah kejiwaan akan hilang semuanya. Tanpa obat. Itu aja.”
(Nn.NI, konsumer)
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
38
Satu konsumer menyebutkan membutuhkan adanya pelayanan dari dokter dan
perawat yang memberikan obat.
“Dokternya datang ke sini trus perawat di sini memberi obat yang banyak , menurut advis
dokter , DN minum obat di sini.
(Tn. DN, konsumer)
Tiga konsumer menyatakan tidak memerlukan layanan kesehatan jiwa.
Ga pernah saya, kalau di tempat lama pernah, pasien pada dikasih obat, saya dapat juga,
tapi kan saya sehat, kalau dikasih makan obat pagi siang sore gitu ya.”
(Ny. ID, konsumer)
“Nggak ada.”
(Tn. DG, konsumer)
“Nggak ada. Hm. Kurang lebih gitu, nggak tahu tuh.”
(Tn. YA, konsumer)
6.2.3 Kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan bagi Petugas
Saat ditanya mengenai pengetahuan dan kemampuan petugas dalam merawat
konsumer dan kebutuhan pelatihan bagi petugas, satu orang responden
mengatakan pengetahuan pelaku rawat masih kurang dan perlu ditingkatkan dalam
hal merawat konsumer namun secara umum kemampuan pelaku rawat sudah
cukup.
“Karena mungkin keterbatasan dari ilmu pengetahuan mereka itu sendiri ya, tapi secara
terapi itu sudah cukup ya. Ya kan suka biasa kan sakit, bagaimana cara dia dimandikan
misalkan dalam keadaan dia sakit, bagaimana dia sakit harus dibelikan obat misalnya
apa gitu kan, atau misalkan kalau dia jerit-jerit harus diberikan obat apa; berapa kali
sehari gitu kan. Apa dia..apa dia..apa dikatakan sudah sembuh atau bukan? Jadi kita
harus memberi tahu.”
(Nn.NI, konsumer)
Responden lainnya mengatakan kemampuan pelaku rawat sudah baik.
“Baik.”
(Tn. AD, konsumer)
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
39
Satu orang responden mengatakan pelaku rawat membutuhkan pelatihan, namun
tidak dapat menjelaskan pelatihan apa yang dibutuhkan.
“Butuh. Yang pasti gerak jalan, jemur-jemur di lapangan.”
(Tn. AD, konsumer)
Empat orang responden lainnya tidak memberikan keterangan.
6.2.4 Kebutuhan pelatihan di bidang sosial, okupasi, aktivitas sehari-hari
Saat ditanyakan mengenai kebutuhan pelatihan bagi petugas di bidang sosial,
okupasi, dan aktivitas sehari-hari, satu orang responden mengatakan pengurus
membutuhkan pelatihan mengenai cara memberikan bimbingan rohani dan tidak
melakukan diskriminasi terhadap orang yang beragama lain.
“Pertama yang terpenting itu bimbingan rohani. Kedua itu ya kegiatan positif. Karena
para pengurusnya itu misalkan pengurus itu ada yang orang islam, ada yang pengurus itu
orang kadang-kadang ada suatu diskriminasi buat mereka. Begitu. Jadi tidak diberi
kebebasan bagaimana dia harus beribadah secara kepercayaan dan agamanya masingmasing. Jadi difokuskan hanya kepercayaan misalkan em dianya sendiri. Jadi kadang kan
itu yang menjadi masalah buat peng eng buat apa menyampaikan suatu masalah
mengenai..masalah untuk pelatihan-pelatihan yang untuk mereka itu. Itu masalahnya
(suara pelan sekali). Jadi ada suatu diskriminasasi diskriminasi di sini. Sedikit sedikit
Cuma sedikit aja.”
(Nn.NI, konsumer)
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
Tabel 6.2. Matrikulasi Wawancara Mendalam Konsumer Yayasan Galuh
Res
pon
den
Perilaku Mencari Pertolongan
Inisiatif
Pengobat
an
Alasan Perlu
Mendapatkan
Pengobatan
Awitan
Mengalami
Gangguan
Jiwa
Persepsi
Mengenai Persepsi Mengenai Riwayat
Penyebab Timbulnya Cara Pengobatan
Pengobatan
Gangguan Jiwa
di Tempat
Lain
Pengobatan yang
diterima
di
yayasan
&
dampaknya
NI
Keluarga
Saudara kandung
merasa terganggu
Tahun 1999
Kehilangan ibu kandung
Beribadah,
menemukan figur ibu
pada petugas yayasan
Psikiater
Kegiatan positif,
mendapat figur
ibu tidak merasa
kehilangan ibu lagi
AD
Keluarga
Sakit kurang ingatan
Tahun 2000
Berpisah dari istri
Beternak
Yayasan
tradisional lain
Diberi kelapa
muda, beternak
pikiran tenang
DN
Keluarga
Saudara kandung
merasa terganggu
7 tahun lalu
Tidak tahu
Tidak merasa butuh
pengobatan
RS Jiwa
Salep,obat
demam badan
lebih enak
SU
Keluarga
Tidak tahu
1 tahun lalu
Tidak merasa sakit
Tidak merasa butuh
pengobatan
Psikiater
Tidak merasa
diobati
ID
Keluarga
Stres semasa hamil
8 tahun lalu
Kehamilan tidak diinginkan
Istirahat
Belum pernah
Diajak bicara
DG
Polisi
Orang sekitar merasa
terganggu
Tidak tahu
Tidak merasa sakit
Pesantren
Tidak merasa
diobati
-
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
41
YA
Keluarga
Sakit kepala
4 tahun lalu
Kekecewaan dalam rumah
tangga
Hiburan
Belum pernah
Diberi hiburan
tidak cengeng lagi
Res
pon
den
Kebutuhan
Pelayanan Kesehatan Jiwa
Pelatihan di bidang kesehatan
bagi Petugas
Pelatihan
petugas
NI
Bimbingan rohani
Pengetahuan cara pengobatan
cara memberikan bimbingan rohani dan tidak melakukan diskriminasi
terhadap orang yang beragama lain
AD
Tidak tahu
Gerak jalan, jemur di lapangan
olahraga
DN
Dokter & perawat bisa datang
membawa obat
Tidak tahu
SU
Tidak ada
Tidak tahu
Tidak tahu
ID
Tidak tahu
Tidak tahu
Tidak tahu
DG
Tidak ada
Tidak tahu
Tidak tahu
YA
Tidak tahu
Tidak tahu
Tidak tahu
di bidang sosial, okupasi, aktivitas sehari-hari bagi
Tidak tahu
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
6.3 Hasil Wawancara Mendalam Keluarga Konsumer Yayasan Galuh
Peneliti melakukan wawancara mendalam dengan tiga orang anggota keluarga
konsumer yang sedang datang ke Yayasan Galuh pada tanggal 9 Desember 2013.
Karakteristik responden keluarga konsumer Yayasan Galuh dapat dilihat di tabel
4.3.
Tabel 6.3. Karakteristik Responden Keluarga Konsumer Yayasan Galuh
Responden
1
2
3
Inisial
SU
HE
LI
Umur (tahun)
43
40
35
Hubungan dengan konsumer
Adik kandung
Kakak kandung
Adik kandung
Pendidikan
S1
S1
S1
Jenis kelamin
Laki-laki
Laki-laki
Perempuan
Dari tabel 4.3. diketahui bahwa semua responden adalah saudara kandung dari
konsumer. Semua responden berpendidikan S1 dengan rentang usia 35 sampai 43
tahun.
6.3.1 Perilaku Pencarian Pertolongan
6.3.1.1 Persepsi keluarga mengenai gangguan jiwa yang dialami konsumer
Saat ditanya mengenai persepsi keluarga mengenai gangguan jiwa yang dialami
oleh konsumer, satu responden dapat menyebutkan diagnosis skizofrenia.
“Dulu awalnya sering menyakiti diri sendiri, trus suka berhalusinasi. Membahayakannya
dia suka membakar, jadi sudah membahayakan orang lain. Halusinasi, kata dokter
skizofrenia.”
(Tn. SU, keluarga konsumer)
Satu responden menyebutkan gejala gangguan jiwa yang dialami keluarganya
berupa sikap curiga dan adanya perilaku kekerasan.
“Sakitnya I tu selain curiga, dengan orang gitu, akhirnya ada kejadian di rumah bapak
dipukul gitu.”
(Tn. HE, keluarga konsumer)
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
43
Satu responden lainnya menyebutkan adanya gejala mendengar suara-suara yang
tidak jelas sumbernya.
“Ya itu dia sakitnya begini. Jadi dia, kaya dia dengar suara-suara, atau apa gitu ya.”
(Ny. LI, keluarga konsumer)
6.3.1.2 Inisiatif Pengobatan
Semua responden menyebutkan keinginan keluarga yang membawa konsumer
berobat ke Yayasan Galuh. Keluarga mengetahui adanya layanan Yayasan Galuh
dari kenalan, internet, polisi.
“Keinginan keluarga”
(Tn. SU, keluarga konsumer)
“Bapak saya itu laporan ke polisi, minta tolong gitu loh..gimana ini anak saya.. akhirnya
ama polisi dibawa ke sini.”
(Tn. HE, keluarga konsumer)
“Sampai akhirnya dikasi tahu, suruh buka di google ada Yayasan Galuh. kita coba ke
sini. Jadi memang dari keluarga yang akhirnya bawa ke sini.”
(Ny. LI, keluarga konsumer)
Responden menyebutkan alasan berobat ke Yayasan Galuh adalah agar tidak
mudah kabur dan alasan biaya yang terjangkau.
“Pertama karena ini cukup jauh dr rumah karena kalau dekat pasti dia pulang terus ,
kalau jauh gini kemungkinan dia pergi atau kabur kan lebih kecil. Tapi ternyata dia
sempat kabur juga kedua tidak terlalu mahal.”
(Ny. LI, keluarga konsumer)
“Di sini cenderung lebih tidak kabur dia, pernah hanya 5-10 kali kabur, setelah satu
tahun ini tidak kabur lagi. Kalau di tempat lain, di atas gunung pun dia bisa jalan turun.
Misalnya dari Garut ke Bandung pernah tuh dia jalan kaki.”
(Tn. SU, keluarga konsumer)
“Grogol itu mahal. Kalo disini istilahnya sekedarnya. Mampunya berapa tapi dengan
standar. Saya bayar 500 satu bulan.”
(Tn. HE, keluarga konsumer)
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
44
6.3.1.3 Persepsi Mengenai Penyebab Sakit
Dua orang responden mengaitkan masalah gangguan jiwa yang dialami oleh
keluarganya dengan penggunaan obat terlarang seperti ganja dan amfetamin
“Saya kurang tahu , mungkin ganja obat-obatan. ”
(Tn. SU, keluarga konsumer)
“Kalau analisa dokter sebelumnya dan dari cerita dia, dia ada makan obat terlarang
sih. Dulu itu dia seringnya minum ekstasi.”
(Ny. LI, keluarga konsumer)
Satu orang responden mengaitkan masalah gangguan jiwa yang dialami oleh
keluarganya berkaitan dengan masalah dalam pekerjaan.
“Mungkin melihat lah, kesenjangan, antara bos, dengan guru, dia merasa tertekan,
semenjak itu, ya “Dia sempet berjuang, gitu untuk…. Dia cerita, untuk masalah guru itu
dia bikin., yah, sesuatu lah, perkumpulan gitu, terus,, mungkin itu ga kesampean, terus
jadi seperti itu,,”
(Tn. HE, keluarga konsumer)
6.3.1.4 Persepsi Mengenai Cara Pengobatan
Saat ditanya mengenai persepsi keluarga mengenai cara pengobatan, semua
responden mengatakan gangguan jiwa yang dialami keluarganya sudah
berlangsung lama dan sudah berobat lama tanpa perubahan yang bermakna dengan
pengobatan medis. Dua responden sudah tidak berharap banyak bahwa pasien bisa
sembuh.
“Menurut saya agak susah diobati penyakit H ini, karena diawal sudah diberikan
pengobatan medis, lalu keagamaan juga sudah, segala macam sudah. Jadi buat saya
sekarang sifatnya buat dia cukup senang dan tidak mengganggu orang lain, melakukan
hal yang membahayakan orang lain.”
(Tn. SU, keluarga konsumer)
“Nah saya, waktu ke grogol, saya nanya, kan dok.. dok.. bisa sembuh ga? “sabar aja
pak..” ok saya mengerti waktu itu kan saya lagi panik gitu kan, tapi saya tanya lagi
dokternya, jawabannya sama, sabar.. ya okelah saya mengerti ini akan menahun, saya
lihat di jalan-jalanan seperti itu, akan menahun. Tapi.. melihat ini saya jadi ada
kepercayaan,,….”
(Tn.HE, keluarga konsumer)
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
45
“Kita juga sudah, kita sudah, istilahnya karena sudah terlalu lama, kita sudah, harapan
kita itu sudah tidak berharap banyak. Karena selama ini memang tidak ada perubahan,
begitu, begitu saja.”
(Ny. LI, keluarga konsumer)
6.3.1.5 Riwayat Pengobatan di Tempat Lain
Saat ditanya mengenai riwayat pengobatan konsumer di tempat lain, semua
responden mengatakan sudah pernah membawa anggota keluarganya berobat
berulang kali ke rumah sakit dengan fasilitas perawatan jiwa sebelumnya.
“Sudah hampir semualah, RSCM psikiatri pernah, RSJ di Dago Bandung pernah, di RSJ
Grogol pernah, tapi itu sudah lama sekali ya, jaman orang tua saya masih hidup.
Pesantren juga pernah.”
(Tn. SU, keluarga konsumer)
“Dulu pas kejadian pas dia sakit itu, dia dibawa ke grogol.saya bawa ke grogol. Eh dia
pulang.. Saya bawa lagi dia pulang lagi.”
(Tn. HE, keluarga konsumer)
“Grogol sudah, bogor sudah, bogor dari rumah sakit pemerintah itu, terus ada tempat
yang lain lagi. Saya ga tahu deh namanya apa. Di daerah Cipayung sudah. Terus di
daerah dan Mogot. Yang di Mangga Besar di depan Husada. Yang di Duren Sawit juga
pernah. Kayanya dia semua sudah pernah.”
(Ny. LI, keluarga konsumer)
Dua
responden
mengatakan
keluarganya
mengalami
perbaikan
dengan
pengobatan psikiatri namun tidak pernah stabil dalam jangka waktu lama. Satu
responden mengatakan pengobatan psikiatri dihentikan karena munculnya efek
samping obat. Keluarga merasa kesulitan untuk bisa membuat pasien stabil dalam
jangka waktu lama karena merasa sulit untuk bisa memastikan pasien bisa minum
obat di rumah.
“Dia sih ada perbaikan sedikit, namun nanti balik lagi. Jadi ga benar-benar stabil dalam
jangka waktu lama itu ga ada. Tapi dengan kontrol kita ya, paling lama itu 6 bulan. Dia
harus diingetin sih, jadi tiap hari kita tanya dia, sudah minum obat belum, kalau belum
minum obat, dia disuruh minum.”
(Ny. LI, keluarga konsumer)
“Sifatnya tidak tuntas, disuruh balik ke rumah tapi masih membahayakan. Jadi kalau
sudah sedikit dianggap sembuh disuruh pulang, padahal belum sembuhnya sementara,
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
46
masih ada sifat yang bisa membahayakan. Dan kita kan ga bisa awasi dia terus menerus
di rumah.”
(Tn. SU, keluarga konsumer)
“Dikasih obat.. obat medis ya.. pokoknya yang merah, yang biru, yang lainnya saya lupa.
Itu.. ya buat kaku, jadi kalo minum itu jadi kaku, ya mungkin dia ga nyaman kali, dan
ditambah dia tu selalu,., dia tu ga mau minum obat. Karena kan dia sudah ga percaya.
Karena ketidak percayaan kan. Semuanya serba dia takut diracun, nah makanya dikasih
obat ga mau dia, ga pernah mau minum obat. Sama ibu diakalin, dicampur ke makanan,
dicampur ke minumannya, na cuman kan, dia mungkin merasa ada efek gitu ya, kok jadi
seperti gini, akhirnya dia sadar, berarti ga boleh makan. Ga mau makan. Na ya kan
badan kurus segala kan lebih bahaya lagi. akhirnya lepas lah obat.”
(Tn. HE, keluarga konsumer)
6.3.1.6 Pengobatan yang Diterima dan Dampak yang Dirasakan di Yayasan
Keluarga tidak mengetahui secara pasti mengenai pengobatan yang diberikan di
Yayasan Galuh. Dua responden mendapatkan keterangan dari pengurus bahwa
keluarga mereka diberikan ramuan herbal dan pijatan. Satu responden sama sekali
tidak tahu pengobatan yang diterima keluarganya.
“Kata perawatnya sih ya, ramu-ramuan, pijat.”
(Tn. HE, keluarga konsumer)
“Berdasarkan berita dari pengurus, mereka diberikan ramuan herbal tanpa obat-obat
medis.”
(Ny. LI, keluarga konsumer)
“Saya justru tidak tahu.”
(Tn. SU, keluarga konsumer)
Saat ditanya mengenai dampak pengobatan terhadap kondisi konsumer, satu
responden mengatakan ada perbaikan dalam hal perawatan diri dan mulai bisa
berkomunikasi setelah keluarganya berada satu bulan di Yayasan Galuh. Satu
responden lain menyebutkan keluarga menjadi tidak emosional. Satu responden
lain menyebutkan keluarganya tidak kabur selama berada di Yayasan Galuh.
“Dia jadi ga emosional, kalau yang lainnya : dia ngomongnya masih ngaco, perawatan
dirinya masih kurang.”
(Ny. LI, keluarga konsumer)
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
47
“Di sini cenderung lebih tidak kabur dia, pernah hanya 5-10 kali kabur, setelah satu
tahun ini tidak kabur lagi. Kalau di tempat lain, di atas gunung pun dia bisa jalan turun.
Misalnya dari Garut ke Bandung pernah tuh dia jalan kaki.”
(Tn. SU, keluarga konsumer)
“Satu bulan udah perubahan. Udah gundul, seger, mandi, untuk perawatan lah,
perawatan fisiknya saya liat oh udah bagus ini, tapi masih kosong, saya liat.. nah
berikutnya, terus.. berkembang saya liat.. Ditanya tanggal lahir,.. inget.”
(Tn. HE, keluarga konsumer)
6.3.2 Kebutuhan terhadap Pelayanan Kesehatan Jiwa
Satu responden mengatakan perlunya adanya panti rehabilitasi mental yang
memiliki tenaga medis dan menyediakan pula terapi okupasional di dalamnya.
“Kan dilihat orang gangguan jiwa banyak. Harusnya ada sarana, tempat mereka dilatih
bekerja, itu bisa mengurangi mereka bengong. Di samping ada tenaga medis yang
mengawasi dia, ada tenaga terampil yang membantu mereka membuat ketrampilan. Ya
pasti perlu, seperti tempat-tempat seperti ini ya. Cuma ya Galuh masih banyak
kurangnya, ga ada tempat ketrampilannya, orangnya terlalu banyak, cuma kita sudah
(terdiam) sudah hopeless lah.
(Ny.LI, keluarga konsumer)
Perlunya ada pelayanan kesehatan jiwa di masyarakat seperti adanya posyandu
sehat jiwa yang bisa memberikan layanan preventif gangguan jiwa. Responden
juga mengharapkan adanya layanan psikiatri di puskesmas.
“Ya mungkin,, kaya posyandu gitu kali mbak.. iya, jadi ke masyarakat itu ada yang turun,
jangan bayi aja, Masalahnya kan stressor yang
kehidupan kan seperti ini,saya,
sepengetahuan saya, dari polusi aja kan bisa menyebabkan gitu kan, dari tingklat stress,
polusi udara, dari limbah, ya, bayangin aja. tiap hari pergi pagi pulang sore, belum apaapa keluar dari rumah aja stres liat keadaan kan, nah apa salahnya tiap puskesmas tu
ada lah dokter jiwanya, gitu, jadi bisa dibantu, minimal bisa dicegah, misalnya, oh ini
harusnya begini, tindakannya, keluarganya harusnya begini.”
(Tn. HE, keluarga konsumer)
Perlu ada tenaga medis/perawat yang terlatih di bidang kesehatan jiwa untuk
memotivasi pasien untuk minum obat.
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
48
“Sebenarnya kalau lihat selama ini, kalau dilihat, kondisinya L lebih baik saat minum
obat dokter, tapi kalau minum obat kan harus terus menerus kan dianya susah. Kalau
menurut saya minum obat itu lebih baik daripada ga minum obat. Harus ada perawat
yang memotivasi dia dan itu harusnya tenaga medis. Kan orang yang belajar kejiwaan
lebih tahu cara menangani orang yang sakit ini.”
(Ny.LI, keluarga konsumer)
“Pemahaman mereka mengenai jenis penyakit jiwa, kan sakit jiwa itu banyak jenisnya
kaya ada skizofrenia ya, trus ada yang benar-benar bawaan lahir. Nah yang seperti itu
yang mereka ga tahu. Kemudian tentang psikologis seseorang.”
(Ny.LI, keluarga konsumer)
6.3.3 Kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan bagi Petugas
Satu responden mengatakan perlunya ada pelatihan pertolongan pertama pada
kondisi darurat yang diberikan pada petugas.
“Ya kalau ada yang darurat lah, seperti pasien sakit perut, sakit gigi, kan susah tuh
dibawa ke dokter orang-orang seperti ini tidak akan mungkin.”
(Tn. SU, keluarga konsumer)
Dua responden mengatakan butuhnya perbaikan di bidang kesehatan lingkungan
Yayasan terutama mengenai kebersihan lingkungan.
“Mereka kan tradisionil ya,..
nah dengan pengetahuan-pengetahuan yang modern,
dipadukan, mungkin kan bisa lebih bagus, lebih kuat. Fisik juga di sini kan fisik.. liat aja
ruangan.. fisik bangunan, maksudnya.. kadang-kadang suka bau.. bau-bau aroma lah,
*tertawa* ya kan harusnya kan.. gimana gitu loh..”
(Tn.HE, keluarga konsumer)
“Ya kebersihan.”
(Tn. SU, keluarga konsumer)
6.3.4 Kebutuhan pelatihan di bidang sosial, okupasi, aktivitas sehari-hari
bagi petugas
Saat ditanya mengenai kebutuhan pelatihan di bidang sosial, okupasi, aktivitas
sehari-hari bagi petugas yayasan, semua responden mengatakan ada masalah
dalam perawatan diri pada keluarga mereka. Satu responden mengatakan
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
49
butuhnya lebih banyak petugas untuk bisa membantu perawatan diri sehari-hari
penghuni.
“Apa ya.. bingung saya.. perawatan badan, cuma mandi ya..”
(Tn.HE, keluarga konsumer)
“Saya rasa karena orangnya kurang banyak kali ya , jadi ya harus lebih banyak orang .
Kalau soal mandi kan ga perlu ketrampilan khusus kan, sama seperti kita mandi diri
sendiri, tapi ya mungkin mereka tenaganya kurang banyak.”
(Ny.LI, keluarga konsumer)
“H tidak akan mandi kalau tidak disuruh.”
(Tn. SU, keluarga konsumer)
Dua responden mengatakan butuhnya pelatihan bagi petugas agar dapat
memberikan kegiatan positif pada penghuni Yayasan.
“Saya minta petugasnya itu untuk sering disuruh, suruh kerja. Supaya ada kesibukan.”
(Tn.HE, keluarga konsumer)
“Ketrampilan petugas untuk bisa membantu pasien membuat ketrampilan, seperti ada
kelas-kelas untuk buat keset misalnya.”
(Ny.LI, keluarga konsumer)
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
Tabel 6.4. Matrikulasi Wawancara Mendalam Keluarga Konsumer Yayasan Galuh
Res
pon
den
Inisiatif
Pengobat
an
Persepsi
keluarga
mengenai
gangguan
jiwa yang
dialami
konsumer
Persepsi Mengenai
Penyebab
Timbulnya
Gangguan Jiwa
Persepsi
Mengenai
Cara
Pengobata
n
Riwayat
Pengobatan
di Pengobatan yang Dampak
Tempat Lain& Dampaknya
diterima di yayasan Pengobatan
& dampaknya
di Yayasan
SU
Keluarga
Skizofrenia
Kurang tahu, mungkin
karena konsumsi ganja
Sulit diobati
Pesantren, RSCM, RSJ di
Bandung RSJ di Grogol
tidak tuntas, masih
membahayakan tapi sudah
dipulangkan
Tidak tahu
Tidak kabur
HE
Keluarga
gejala
gangguan jiwa
: curiga ,
perilaku
kekerasan
Tertekan masalah
pekerjaan
Sifatnya
menahun,
harus sabar
RSJ di Grogol tidak mau
minum obat
Ramuan,pijat
Perawatan diri
membaik, tahu
tanggal lahir
LI
Keluarga
dengar suarasuara
Sering konsumsi
amfetamin
Menahun,
tidak
berharap
banyak bisa
Ramuan, herbal
RSJ di Grogol tidak pernah
stabil dalam jangka waktu lama
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
Tidak
emosional
51
sembuh
Res
pon
den
Kebutuhan
Pelayanan Kesehatan Jiwa
Pelatihan di bidang
kesehatan bagi
Petugas
Pelatihan di bidang sosial, okupasi,
aktivitas sehari-hari bagi petugas
SU
Tidak perlu
Kebersihan
Perawatan diri (mandi)
HE
Layanan preventif gangguan jiwa dan psikiater di puskesmas
Kebersihan lingkungan
Perawatan diri (mandi),
diberi kesibukan/kerja
LI
Panti rehabilitasi mental yang memiliki tenaga medis dan
menyediakan pula terapi okupasional di dalamnya, tenaga
medis/perawat yang terlatih di bidang kesehatan jiwa untuk
memotivasi pasien untuk minum obat di Yayasan
Tenaga dokter/perawat
bisa ada di Yayasan
Penambahan jumlah petugas, ketrampilan
(membuat keset)
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
6.4 Wawancara Pelaku Rawat Yayasan Galuh
Wawancara FGD dengan sepuluh petugas Yayasan Galuh dilakukan pada tanggal
9 Desember 2012 yang kemudian dilanjutkan dengan wawancara mendalam
dengan tiga petugas Yayasan Galuh pada tanggal 26 Januari 2013 di Yayasan
Galuh. Namun sayangnya hanya tujuh orang pelaku rawat yang bisa dibuat
verbatimnya. Hal ini dikarenakan saat memberikan pendapat, pelaku rawat tidak
menyebutkan namanya terlebih dahulu sehingga sulit mengidentifikasi suara
pelaku rawat saat mendengarkan ulang hasil rekaman wawancara. Karakteristik
responden Pelaku RawatYayasan Galuh dapat dilihat di tabel 4.5.
Tabel 6.5. Karakteristik Responden Pelaku Rawat Yayasan Galuh
Responden
Inisial
responden
Umur (tahun)
Lama kerja di
yayasan (tahun)
Pendidikan
Jenis kelamin
1*
IS
2*
UJ
3*
SY
4
NA
5
NW
6
AJ
7
HM
30
10
32
7
35
12
40
7
37
8
32
10
33
5
MTs
P
SD
L
SD
L
SMP
P
SD
L
SMU
L
SMP
L
Keterangan :
* :responden wawancara mendalam
P: Perempuan
L: Laki-laki
Dari tabel 4.5 dapat dilihat rentang usia responden 30-40 tahun. Lama bekerja
antara 5-12 tahun. Pendidikan terendah SD (3 responden) dan tertinggi SMU (2
responden).
6.4.1 Data tentang Layanan Perawatan yang Diberikan
Saat ditanya mengenai layanan perawatan yang diberikan di Yayasan, semua
responden mengatakan memberikan pelayanan perawatan diri sehari-hari penghuni
seperti membantu mandi, mencucikan baju, menggunting kuku, perawatan
sederhana bagi penghuni yang sakit. Setiap pelaku rawat bertanggung jawab
terhadap beberapa penghuni tertentu. Pelaku rawat juga menyiapkan makanan dan
pengobatan herbal bagi penghuni. Selain itu juga semua responden juga mengurus
kebersihan fasilitas seperti membersihkan fasilitas perawatan.
“Saya paling ya ngebantuin mandiin. Nyuciin bajunya terus ya ngasih makan. Nyiapin
makan di dapur. Paling kita guntingin kukunya gitu aja.”
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
53
(Ny. IS, pelaku rawat)
“Mandiin. Gunting kuku semua. ya masuk angin ya kita kerik gitu.”
(Tn.UJ, pelaku rawat)
“Kayak buat cucian, bantu-bantu kita juga kan itu. Kalo ada kebersihan apa-apa kita
kasih dia. Jadi soal mandi, mandipun kita nggak bisa setiap hari, tergantung kondisi
dianya.”
(Tn. SY, pelaku rawat)
“Kita di sini semua pengurus punya jatah ngosrek Dok. Kita nggak ada khusus cleaning
boy gitu, nggak ada Dok,
jadi dari mereka mereka ini, misalkan hari ini hari
Minggu,tugasnya dengan siapa jadwalnya bersihin tempat ini.”
(Ny. NA, pelaku rawat)
“Perawatan yang rutin ke pasien, saya mandikan. pengobatin pasien kembali memang
pada pengobatan herbal kan ya. Dengan ramu-ramuan, ada beberapa jenis tanaman
yang kita ramu.”
(Tn. AJ, pelaku rawat).
“Mandinya, makannya, kalau dia misalkan sakit apa gitu ya kita tanganin gitu kan. Kalau
pusing kepalanya dipijet, itu aja udah. Sama ada komunikasi lah kita ajak komunikasi.”
(Tn.UJ, pelaku rawat)
“Saya nih kepala perawat kan saya ngambil sepuluh orang, nah nanti orang itu pengurus
pegang lima belas orang, nanti yang lainnya lagi pegang sepuluh. Jadi nanti setiap
pengurus itu pegang pasiennya, jadi tahu karakternya. Dua orang ini pegang sekian jadi
tahu karakter pasien-pasiennya. Jadi begitu kita buat. Jadi mempermudahkan kita untuk
menenangkan si pasien, mengetahui karakter si pasien..”.
(Tn. AJ,pelaku rawat).
Satu pelaku rawat juga mengatakan bukan hanya mereka yang memberikan
pelayanan terhadap penghuni, namun penghuni juga ikut membantu di Yayasan
“Ada yang bantu saya cuci baju, suka ngepel”.
(Tn.NW, pelaku rawat)
6.4.2 Pengetahuan Pelaku Rawat Mengenai Gangguan Jiwa
6.4.2.1.1
Pengetahuan mengenai Kondisi Orang yang Dirawat di Yayasan
Pelaku rawat mengatakan orang yang mereka rawat umumnya agresif seperti
marah-marah, galak, memiliki emosi labil, perilaku kacau seperti tertawa tanpa
sebab, dan menarik diri.
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
54
“Mereka kadang-kadang ada yang galak, terus ada yang pendiem. Tapi tiba-tiba dia
suka nangis. Ada gitu yang teriak-teriak juga. Yang suka ketawa ketawa sendiri.”
(Tn.NW, pelaku rawat)
“Tanpa sebab dia marah-marah sendiri”.
(Ny. IS, pelaku rawat)
“Ya paling kalau yang saya tahu gitu ya semacam galak gitu ya Bu ya.”
(Tn.UJ, pelaku rawat)
“Pasien saya yang ada di sini kebanyakan nih ya, faktor dari keluarga, dan juga ekonomi
sama pacar.”
(Tn. SY, pelaku rawat)
“Misalkan pasien masuk nih ya, ada yang aktif kayak si (sebut nama), ada yang ngiler
kayak si (sebut nama)”
(Ny. NA, pelaku rawat)
6.4.2.2 Pengetahuan mengenai Orang dengan Gangguan Jiwa
Pelaku rawat menyebutkan gejala-gejala orang dengan gangguan jiwa adalah
memiliki perilaku kekerasan, gangguan emosi seperti sering marah, menangis
tanpa sebab, berbicara kacau, isolasi diri, perawatan diri kurang.
“Menurut saya kadang-kadang kan ada orang suka marah-marah sendiri tanpa sebab,
dia marah-marah sendiri. Mungkin gitu aja sudah terganggu statusnya tuh jiwanya.”
(Ny. IS, pelaku rawat)
“Yang suka ngamuk-ngamuk. Ya sikap dia udah gak enak kita lihat lah. Oceh-ocehan
udah segala apa ucapan yang gak bener kita dengar lah. Dikasih pakaian ganti, dia ganti
tapi terus pakai yang kotor lagi.”
(Tn. SY, pelaku rawat)
“Apa yang galak apa yang gimana. Ada yang diam. Cuma diam saja. Nah suatu waktu,
ketika kita lihat, tiba-tiba dia menangis. Nah abis menangis, berhenti, tiba-tiba dia
menyanyi.”
(Tn. AJ,pelaku rawat).
Pelaku rawat menghubungkan penyebab gangguan jiwa dengan masalah keluarga,
masalah ekonomi, ilmu gaib, dan pengaruh narkoba.
“Itu banyak ilmu gitu ya. Ilmu kebatinan. Ya karena ilmu-ilmu. Terus sama narkoba juga
banyak.”
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
55
(Tn.UJ, pelaku rawat)
“Dari dia sendiri kadang-kadang... apa namanya, ya kalo dia ngamuk-ngamuk marah
kita perhatiin gitu, nah buat kita tahu oh ini sebabnya dari mana. Dari apakah keluarga,
faktor ekonomi.”
(Tn. SY, pelaku rawat)
6.4.2.3 Pengobatan yang Dapat Diberikan pada Orang dengan Gangguan
Jiwa
Menurut pelaku rawat, pengobatan yang dapat diberikan pada orang dengan
gangguan jiwa adalah didoakan, diberi ramuan, diberikan nasehat, diberikan
pijatan, dirantai.
“Ajak ngobrol dia... Kadang kan kita ajak bercanda juga..”
(Ny. IS, pelaku rawat)
“Iya karena ilmu tuh ya kita ya kalau ngobatinnya pakai doa, ramuan... Sama dari pijet
gitu, kita pijet pijet juga.”
(Tn.UJ, pelaku rawat)
“Kalau kita dipukul gitu ya, kita dipukul kita amankan ya kita kita rantai lah.”
(Tn.UJ, pelaku rawat)
“Em salah satu ada keributan sama temannya, kita kan kita rantai gitu kan.”
(Tn. SY, pelaku rawat)
“Kita informasi yang kita kasih ya kita ajak ngobrol masalah masa lalu dia. Gimana
gimana. Terus ya masalah kayak misalnya stresnya, umpama karena perempuan ya, stres
karena cinta ya kita kasih masukan. Sudahlah masa lalu nggak usah diiniin.”
(Tn.UJ, pelaku rawat)
“Iya pituah. Kita kan kalo menurut orang dulu kan nasehat gitu ya. Itu yang selalu kita
bantu ke mereka. Kasih saran masukan untuk ke pikirannya dia untuk agak enakan gitu
ya.”
(Tn. SY, pelaku rawat)
“Perawatan kami di sini itu lebih utamanya ke pendekatan pada individu gitu Dok. Itu
metode memang tidak secepat obat dokter ya, cuman kita pelan tapi pasti gitu Dok.
Sedikit-sedikit itu percaya dirinya pulih, sudah mulai mau interaksi, mau keluar dari
kamar, yang tadinya nggak mau ngomong yang tadinya begitu.”
(Ny. NA, pelaku rawat)
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
56
6.4.3 Kemampuan dan Beban Pelaku Rawat dalam Memberikan
Perawatan
6.4.3.1 Kesulitan yang Ditemukan dalam Memberikan Perawatan
Saat ditanya mengenai kesulitan pelaku rawat dalam menghadapi orang yang
dirawat, pelaku rawat menjawab merasa kesulitan menangani orang dengan
perilaku kacau, perawatan diri buruk, perilaku kekerasan, isolasi diri, tidak mau
makan.
“Kadang-kadang ada yang nakal juga kan, susah dibilangin. (pause) kata jangan
kemana-mana ada kan yang mondar mandir aja. Kadang-kadang hujan aja suka pada
jalan. Itu kita susah banget ngomonginnya yang begitu. Kalau yang galak saya nggak
berani nanganinnya. Paling mereka pada rebutan makanan kalau lagi makan. Ngingetin
dia untuk ya buang air besar buang air kecil nggak di tempat.”
(Ny. IS, pelaku rawat)
“Ya itu Bu, kesulitannya kalau kesulitannya ada dua nih Bu. Ada yang galak ya, yang
semacam galak gitu sama kita ya. Kedua, yang susah makan. Kalau kita suapin tuh dia
dia gininya narik gini (mencontohkan).”
(Tn.UJ, pelaku rawat)
“Saya yang gak ngerti itu yang terlalu pasif banget Dok.”
(Tn. SY, pelaku rawat)
“Kalau saya mah kendalanya ada satu pasien saya yang buang air di celana.”
(Tn. AJ, pelaku rawat).
“Kalau masalah yang pasien yang terlalu hiperaktif atau yang terlalu pasif itu aja yang
bisa agak susah. Kalau malam, yang ngamuk, yang kabur.”
(Tn. SY, pelaku rawat)
“Kalau yang susah makan kebiasaan makan enak gitu bu. Kebiasaan makan enak, sama
makanan yang di sini itu nggak nggak dimakan.”
(Tn. SY, pelaku rawat)
Pelaku rawat juga mengalami kesulitan menghadapi pasien dengan penyakit fisik
seperti muntah, diare, penyakit kulit dengan gejala gatal-gatal, luka, bengkak.
“Bengkak. Bengkak ya. Karena saya salah satunya ya nggak menangani fisik ya. Pas lagi
dia muntah-muntah, saya kan nggak tahu ini umumnya dia kenapa. Terus mungkin gatalgatal.”
(Tn. SY, pelaku rawat)
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
57
“Mereka buang buang air di celana gitu kan, sehari ganti-ganti pakaian bersih pakaian
kotor.” (Tn. SY, pelaku rawat)
“Untuk penyakit kulit Dok. Pasien yang sakit kulit penanganan dari sini bagaimana.
Kadang kita pasien kiriman dari jalanan badannya penuh kurap Dok. Itu kan dia jadi
nyusahin pasien yang lain. Kita nggak terima itu namanya udah sampai sini.”
(Ny. NA, pelaku rawat)
“Kalau sudah bengkak dari kaki sampai kemaluannya itu nanti kadang-kadang saya
sudah nyerah ya. Butuh penanganan apa sih andaikata, misalnya pasiennya mengalami
hal yang kayak begitu? Jari-jarinya kan, sampai ginjal itu kan kita bingung tuh, jadi apa
sih penanganannya?”
(Tn. AJ, pelaku rawat).
“Pernah kan kita dapet pasien itu dari jalan dengan luka busuk. Ini kami harus gimana?
Kita nolong bawa dia ke rumah sakit? Itu juga sudah suatu kendala buat kami. Kami
sudah kayak bola Dok, ya kalaupun itu kendalanya KTP. Kami akhinya ditempatkan di
ruang isolasi Dok.”
(Ny. NA, pelaku rawat)
Pelaku rawat juga pernah mendapatkan pasien yang melahirkan di Yayasan.
Pelaku rawat mengalami kesulitan karena harus membantu proses persalinan pada
pasien yang belum sempat dirujuk.
“Kita dapat kiriman pun pasien yang melahirkan di sini. Kami tuh butuh pengetahuan
tentang perawatan perawatan begitu buat perawat perempuan. Misalnya kayak untuk
pemotongan tali pusat, biar steril biar ... itu harusnya gimana. Seandainya ada yang
nggak ketahan lagi lahir di sini.”
(Ny. NA, pelaku rawat)
6.4.3.2 Waktu yang dihabiskan untuk bekerja di Yayasan
Pelaku rawat menyebutkan tidak ada jam kerja yang tetap di Yayasan. Waktu kerja
diatur sendiri oleh pelaku rawat.
“Lima pagi terkadang sampai sore. Ya paling kalau abis makan siang gitu ya kita
istirahat dulu.”
(Ny. IS, pelaku rawat)
“Dari pagi, sampai jam tujuh pagi ya. Paling sekitar jam habis maghrib sudah pulang.”
(Tn.UJ, pelaku rawat)
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
58
“Jam tujuhan, kadang-kadang setengah delapan. Jam lima sore. Ntar kalau dia udah
selesai makan sore, maghrib gitu.”
(Tn. SY, pelaku rawat)
6.4.4 Data Kebutuhan Pelatihan Pelaku Rawat
Pelaku rawat terutama merasa membutuhkan pelatihan mengenai kesehatan fisik
seperti cara mengobati penyakit kulit, perawatan luka, penanganan demam, diare.
“Ya untuk ngobatin luka kalau ada yang luka. Itu kan saya juga kurang tahu kan.”
“Pengobatan kalau misalnya ada yang sakit. Sakit fisiknya. Ya panas, apa lagi, diare,
ada yang bengkak gitu. Di kaki, kadang-kadang ke muka bengkaknya.”
“Merawat itulah merawat luka.”
(Ny. IS, pelaku rawat)
“Semacam yang ngerawat ya pasien-pasien yang misalnya kayak sakit. Misal sakit
buang-buang air. Gatal-gatal apa gitu.”
(Tn.UJ, pelaku rawat).
“Ya pokoknya begini deh, pokoknya kalau yang saya perlu di sini ya fisik dia saja.”
(Tn. SY, pelaku rawat)
“Maka kami juga sangat berharap sekali, (pause) semua pengurus dilatih ditatar untuk
P3K. Itu kami tuh perlu sekali Dok. Misalkan ini orang punya luka, ini penanganannya
harus begini. Bagaimana kalau kita punya pasien dari jalan itu dia punya luka busuk.”
(Ny. NA, pelaku rawat)
Pelaku rawat juga merasa perlu pelatihan mengenai cara berkomunikasi dengan
pasien.
“Ya kalau dia lagi galak gitu, caranya gitu gimana. Cara ngebujuk yang susah mandi
yang susah makan.”
(Ny. IS, pelaku rawat)
“Ya ada itu pasien yang susah ngomong nah itu kita perlu, perlu gimana caranya supaya
dia bisa ngobrol gitu.”
“Pelatihan komunikasi, iya.”
(pelaku rawat)
Pelatihan cara membantu perawatan diri sehari-hari pasien dengan perawatan diri
buruk.
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
59
“Kesehatan yang jaga, dia begini begini, bersih-bersih diri dia sendiri ya.”
“Cara buang air dia. Ya dia kan agak jorok ya orang begitu.”
(Tn.UJ, pelaku rawat)
Pelatihan okupasional seperti membuat ketrampilan tangan, berkebun
“Keterampilan tangan.”
(pelaku rawat)
“Jadi pasien ini perlu keterampilan untuk itu, menanam bermacam-macam bunga.
Berkebun. Itu kangkung, bayam.”
(pelaku rawat)
Pelatihan mengenai cara menghadapi pasien dengan gangguan jiwa
“Menangani yang galak, agak bandel, gitu ya agak susah. Yang model model kayak gitu
ya Bu, disuruh makan kadang nasi dibuang.”
(Tn.UJ, pelaku rawat)
“Misalnya dokter menghadapi pasien yang neurotik dengan yang (samar) kan lain lagi
caranya Dok. Nah itu yang ingin kami apa...yang ingin kami dapatkan dari pelatihan
ini.”
(Ny. NA, pelaku rawat)
Pelatihan mengenai penyediaan makanan yang sehat
“Terus sama ini juga Dok, makanan. Masalah makanan standar kesehatan.”
(pelaku rawat)
Prioritas pelatihan yang diinginkan oleh petugas adalah mengenai penanganan
masalah penyakit fisik, diikuti oleh pelatihan mengenai cara merawat pasien
dengan gangguan jiwa.
“Prioritasnya fisik. Kedua tentang kejiwaan. Nah kemudian yang ketiga ini masalah
pemberian penyuluhan, tentang P3K. Tentang luka, tentang ... penanganannya gimana.
Kita kan kadang pegang pasien jadi takut Dok.”
(Ny. NA, pelaku rawat)
“Gatal-gatal, buang air. Itu yang paling sering kita dapet tuh seperti demam.”
(pelaku rawat)
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
Tabel 6.6. Matrikulasi Wawancara Mendalam Pelaku Rawat Yayasan Galuh
Respo
nden
IS
UJ
SY
Layanan
Perawatan Pengetahuan
yang Diberikan
mengenai
Kondisi
Orang yang Dirawat
di Yayasan
Memandikan, memberi Marah tanpa sebab
makan,
menggunting
kuku, cuci baju
Memandikan,
Galak
menggunting
kuku,
merawat bila sakit
Pengetahuan
mengenai Orang
dengan Gangguan
Jiwa
Gejala
gangguan
jiwa: marah-marah
sendiri
Mengaitkan dengan
ilmu
gaib
&
penggunaan
narkoba
Berkaitan
dengan Mengamuk,
masalah:
ekonomi, mengoceh sendiri,
keluarga, putus pacar
memakai baju kotor
Pengobatan
Kesulitan dalam Perawatan Jam Kerja
yang Dapat
Diberikan
Memandikan, cuci baju
Nasehat,
Dirantai
Ajak bicara
Menghadapi orang yang
galak,
BAB
&
BAK
sembarangan
Doa, ramuan, Menghadapi orang yang
pijat, nasehat
galak, tidak mau makan
5 pagi
sore
sampai
7 pagi
maghrib
sampai
Orang yang terlalu hiperaktif, 7 pagi
orang yang terlalu pasif, maghrib
tidak mau makan, sakit
fisik:muntah, gatal, bengkak,
diare
sampai
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
61
Responden
Kebutuhan Pelatihan Pelaku Rawat
IS
1. Pengobatan sakit fisik: luka, demam, diare, bengkak
2. Cara menghadapi dan berkomunikasi dengan orang yang galak, tidak mau makan, tidak mau mandi
UJ
1. Pengobatan fisik:gatal, diare
2. Perawatan diri: mandi, BAB, BAK
3. Cara menghadapi dan berkomunikasi dengan orang yang galak, sulit diatur
SY
Pengobatan sakit fisik
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
6.5 Wawancara Petugas Puskesmas Pengasinan
Wawancara FGD dilakukan pada enam petugas Puskesmas Pengasinan yang
merupakan puskesmas kelurahan yang melayani Yayasan Galuh dilakukan pada
tanggal 9 Februari 2013 di ruang serbaguna Puskesmas Pengasinan Kota Bekasi.
Karakteristik responden petugas puskesmas pengasinan dapat dilihat di tabel 4.7
Tabel 6.7. Karakteristik Responden Petugas Puskesmas Pengasinan
Responden
Inisial
responden
1
AM
2
NA
3
AI
4
DW
5
SR
6
NO
Umur (tahun)
30
45
41
49
30
45
Lama kerja
(tahun)
10
7
12
7
8
10
Pendidikan
Profesi
Dokter
gigi
Profesi
Dokter
gigi
Profesi
Dokter
D3
Keperawatan
D3
Kebidanan
D3
Keperawatan
P
P
P
P
P
P
Jenis kelamin
Keterangan :
P: perempuan
L: Laki-laki
Dari tabel 8 terlihat bahwa rentang usia petugas 30-49 tahun. Semua responden
berjenis kelamin perempuan dengan lama kerja berkisar antara 7-12 tahun.
Pendidikan responden adalah profesi dokter/dokter gigi (3 responden) dan D3
kebidanan (3 responden).
6.5.1 Data tentang Gangguan Jiwa yang Ada di Puskesmas
Dalam segmen ini, responden akan diminta untuk menceritakan masalah kesehatan
jiwa banyak ditemui di puskesmas, gejala gangguan jiwa yang sering ditemui,
banyaknya kasus pasien dengan gangguan jiwa yang ditangani, bagaimana selama
ini masyarakat mengatasi masalah kesehatan jiwa yang ada
6.5.1.1 Masalah kesehatan jiwa banyak terjadi di sekitar responden
Responden mengatakan masalah gangguan jiwa yang paling sering mereka temui
di puskesmas adalah kasus neurotik, psikosomatik. Puskesmas juga pernah
mendapatkan kasus ibu hamil yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
63
(KDRT). Kasus gangguan jiwa berat jarang ditemui dan pasien/keluarganya hanya
datang untuk mendapatkan rujukan ke RSU.
“Rata-rata kalau pasien kita di BP (balai pengobatan) itu gangguan neurotik.”
(Ny. DW, petugas puskesmas)
“Neurotik aja ya.”
(Ny. AM, petugas puskesmas)
“Kebanyakan yang gangguan neurotik sama psikosomatik aja yang banyak kita temuin.
Kalau yang apa berat, psikosis atau skizofren itu rata-rata mereka hanya minta rujukan
aja.”
(Ny. AI, petugas puskesmas)
“Misalkan nih ya, kalau ibu hamil gitu ... kita kasus yang kayak korban KDRT itu juga
ada.”
(Ny. NA, petugas puskesmas)
6.5.1.2 Gejala Gangguan Jiwa yang Sering Ditemui
Gejala gangguan jiwa pada pasien yang responden sering temui adalah pasien
datang dengan keluhan fisik yang berulang-ulang seperti hipertensi, gastritis,
gatal-gatal, sulit tidur.
“Itu juga kita lihat memang pasien-pasien yang sering datang ke sini aja. Yang berulang
kadang seminggu dua kali, seminggu sekali, kadang-kadang ... banyakan pasien
hipertensi ya. Hipertensi banyak banyakan keluhan yang nggak bisa tidur, kayak-kayak
gitu. Itu yang kita masukkan ke gangguan neurotik.”
(Ny. AI, petugas puskesmas)
“Neurotik itu simtomatik misalnya hipertensi, maag itu kan gastritis, itu dengan keluhan
yang berulang-ulang gitu mereka datang.”
(Ny. DW, petugas puskesmas)
“Kalau di lansia yang ada berulang-ulang dok. Kalau misalkan ada neurotik gitu ya,
pasti ya gitu keluhannya berulang-ulang. Dan keluhannya sama. Apalah, sebutin,
misalnya ada yang gatal-gatal. Setiap bulan itu pasti keluhannya. Gatal, nggak bisa tidur,
itu kan gitu kan kalau minta obat tidur. Ya keluhannya kayak gitu.”
(Ny. SR, petugas puskesmas)
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
64
6.5.1.3 Banyaknya Kasus Gangguan Jiwa yang Ditangani
Saat ditanya mengenai banyaknya kasus gangguan jiwa yang ditangani, responden
mengatakan jarang mendiagnosis pasien dengan diagnosis gangguan jiwa. Petugas
hanya mendiagnosis penyakit umumnya saja. Hal ini terjadi karena keterbatasan
waktu dan tenaga di puskesmas sehingga petugas lebih fokus pada keluhan fisik
pasien saja. Petugas memperkirakan sekitar 4-5 orang/hari yang datang berobat ke
puskesmas mengalami gangguan emosi neurotik.
“Kalau untuk gangguan emosi neurotik ya, kadang-kadang untuk diagnosis kita nggak
bisa kita langsung ini... rata-rata kita diagnosa secara ini, penyakit umum aja ya.
Kalaupun ada gangguan emosi neurotik paling sehari hanya ada berapa tuh ya? Empat
atau lima, sekitar itu biasanya. Tapi kalau untuk jiwanya sendiri, ... he eh jarang he eh
iya.”
(Ny. AI, petugas puskesmas)
“Empat.”
(Ny. DW, petugas puskesmas)
“Ya mungkin untuk kasus kejiwaan itu, kita di puskesmas nggak spesifik ya. Karena
memang ya karena ya itu tadi kembali ke keterbatasan. Tenaga dan waktu. Saking
banyaknya pasien, sehingga kita hanya keluhan yang dikeluhkan pasien saja yang sangat
diperhatikan. ... pasien agak aneh-aneh, kita menyebutnya dalam tanda petik agak aneh
gitu. Kalau dimasukkan ke diagnosis jiwa, di KIA atau di lansia juga banyak ditemukan
yang seperti itu. Cuman kan kita kembali lagi seperti tadi, karena kita tidak ada, ya
karena ini sudah fokus membicarakan kasus kejiwaan ya akhirnya kita baru terbuka. Tapi
kalau dibilang tidak memperhatikan, tidak, tapi kita lebih fokus ke keluhan.”
(Ny.NA, petugas puskesmas)
6.5.1.4 Bagaimana Masyarakat Mengatasi Masalah Kesehatan Jiwa yang
Ada
Saat ditanya bagaimana masyarakat mengatasi masalah kesehatan jiwa yang ada,
responden mengatakan masyarakat sering tidak sadar akan gangguan jiwa ringan
yang bermanifestasi pada gangguan fisik. Masyarakat baru sadar akan adanya
orang dengan gangguan jiwa jika gangguannya sudah berat. Tidak terdapat praktek
pemasungan orang dengan gangguan jiwa oleh masyarakat.
“Setelah kasusnya mungkin tahapan sedang atau berat, barulah orang sekelilingnya
agak mulai sadar, terus barulah masuk ke, orang mengatakan gangguan kejiwaan. Jadi
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
65
kalau di gigi ya, misalnya kasus-kasus gingivitis. Gingivitis yang berulang, kronik itu
biasanya gangguan kejiwaan. Karena backgroundnya dia stres. Atau gangguan ringan
atau tekanan berat itu kan langsung keluarnya ke gingivitis. Tapi orang tidak mau
mengakui kalau dia sebenarnya mengalami gangguan kejiwaan. Jadi yang dikeluhkan
hanya giginya saja.“
(Ny.NA, petugas puskesmas)
“Kalau untuk wilayah kita dipasung sih nggak ada.”
((Ny.NA, Ny. AI, Ny. DW, Ny. SR, Ny. NO, petugas puskesmas)
Banyak yang membawa orang dengan gangguan jiwa untuk didoakan oleh tokoh
agama.
“Kalau itu banyak dok. Masih ada yang itu.”
(Ny. AI, Ny. DW, Ny. SR, petugas puskesmas)
“Masih ada. Itu apalagi kalau di wilayah kampung ya. Banyak yang kampung.”
(Ny. NO, petugas puskesmas)
6.5.1.5 Dampak Masalah Kesehatan Jiwa yang Tidak Tertangani di
Masyarakat
Saat ditanya mengenai dampak masalah kesehatan jiwa yang tidak tertangani di
masyarakat, responden mengatakan masalah kesehatan jiwa yang tidak tertangani
di masyarakat akan lebih berpengaruh kepada keluarga dan masyarakat sekitar
dibanding ke orang yang mengalami gangguan jiwa.
“Pastinya, sosial ya. Dampaknya sosial ya, lebih banyak ketahuan ya untuk lebih wa..ya
untuk lebih banyak sekeliling ininya yang lebih banyak terpengaruh dibandingkan secara
personal ya Bu ya?”
(Ny. AI, petugas puskesmas)
“Tapi kadang-kadang juga ngeganggu orang juga. Itu yang di jembatan satu itu ...”
(Ny. NO, petugas puskesmas)
6.5.2 Model Pelayanan Kesehatan Jiwa di Puskesmas
6.5.2.1 Jenis Layanan yang Termasuk Layanan Kesehatan Jiwa
Saat ditanyakan mengenai jenis layanan kesehatan jiwa, responden mengatakan
layanan kesehatan jiwa terdiri dari proses mendiagnosis adanya gangguan jiwa,
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
66
pengobatannya termasuk konseling dan penyuluhan kepada pasien dan
keluarganya.
“Ya dari diagnosa dulu pasti kan.”
(Ny. AI, petugas puskesmas)
“Mulai dari misalnya bukan sekedar pengobatan tapi juga ada konselingnya.”
(Ny. NA, petugas puskesmas)
“Penyuluhan ke keluarga.”
(Ny. NO, petugas puskesmas)
“Malah penyuluhan perorangan kita banyaknya.”
(Ny. DW, petugas puskesmas)
6.5.2.2 Layanan Kesehatan Jiwa yang Disediakan di Puskesmas
Saat ditanyakan layanan kesehatan jiwa yang disediakan di Puskesmas, responden
mengatakan layanan kesehatan jiwa bukan merupakan program prioritas di
Puskesmas. Hal ini dikarenakan terbatasnya dana dan tenaga kesehatan yang ada.
Petugas memberikan penyuluhan ataupun konseling jika menghadapi orang yang
datang dengan masalah kejiwaan. Petugas juga tidak menangani kasus akut orang
dengan gangguan jiwa. Puskesmas memberikan surat rujukan kepada keluarga
orang dengan gangguan jiwa agar orang tersebut bisa dibawa berobat ke RSU.
“Hanya sebatas penyuluhan.”
(Ny. AI, petugas puskesmas)
“Jadi ada pengobatan-pengobatan, ada konseling ...”
(semua petugas puskesmas)
“Kalau penyuluhan kalau lagi ada masalah ya, kadang kalau ada datang, paling kalau
ada keluhan baru kita fasilitasi.”
(Ny. SR, petugas puskesmas)
“Fokusnya kita masih di program-program basic six ya. Kejiwaan itu kan kita
programnya program pengembangan. Permasalahannya juga dari dana, juga dari SDMSDMnya kita yang masih kurang.”
(Ny.NA, petugas puskesmas)
“Ya paling penyuluhan-penyuluhan. :“Udah tenang aja Indra, jangan terlalu banyak
mikir yang macem-macem.” Gitu. Iya paling-paling itu aja.”
(Ny. DW, petugas puskesmas)
“Tidak pernah dia datang dengan keadaan , apa, gangguan jiwa, mereka datang
keluarga bawa ke sini itu nggak pernah.”
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
67
(Ny. AI, petugas puskesmas)
“Ya kalau kita yang kasus-kasusnya selama, ya kalau kayak hipertensi itu ya kita kasih
penyuluhan aja. “Sudah Pak, yang penting kita tenang pikiran, nggak usah terlalu banyak
dipikirkan. Justru kalau penyakit makin dipikir tensi nanti nggak turun-turun.” Paling
gitu aja sih saya biasanya. Kasih penyuluhan gitu aja.”
(Ny. DW, petugas puskesmas)
6.5.3 Data Kebutuhan Pelatihan di Bidang Kesehatan
Saat ditanyakan mengenai kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa,
responden menyatakan dapat mengenali kasus gangguan jiwa berat, namun merasa
kesulitan untuk mengenali kasus gangguan jiwa ringan dan sedang. Petugas
merasa perlu mendapatkan pelatihan bagaimana dapat melakukan deteksi dini,
dapat mengenali tanda dan gejala gangguan jiwa pada orang yang berobat ke
Puskesmas.
“Kalau untuk kasus jiwa, seperti tadi kan kasus kejiwaan mulai dari yang paling ringan
sampai yang paling berat, kalau yang berat otomatis kita semua bisa langsung
mengetahui ya, mungkin kalau yang sedang tidak langsung mengetahui. Tapi untuk kasuskasus yang masih ringan, sebatas penderitanya masih bisa jalan sendiri ke pelayanan
kesehatan, kan kadang kasusnya mereka masih bisa, artinya masih tidak butuh bantuan
orang lain ya. Kami sih petugas kesehatan sih butuh juga ya. seperti itu. Bukan hanya
yang untuk di BP tapi juga di poli-poli lainnya.”
(Ny.NA, petugas puskesmas)
“Jadi kan kita pelatihan itu kita kan kepengen tahu, sebenarnya pasien yang gangguan
jiwa yang gimana gejalanya apa apa apa apa gitu nah. Kita kan selama ini nggak tahu.”
(Ny. DW, petugas puskesmas)
“Sama kriteria. Kriteria-kriterianya sakit jiwanya itu bagaimana.”
(Ny. NO, petugas puskesmas)
“Masih rancu diagnosenya secara pastinya, karena kan itu sudah masuk ke kasus
kejiwaan tapi kita nggak masukkan. Karena di program kejiwaan biarpun pengembangan
kan ada targetnya juga ya. Selama ini kita penemuan kasus kejiwaan itu masih kecil
sekali prosentasenya. Karena kan seharusnya targetnya cukup banyak ya. Tapi cakupan
kita baru satu persen ya. Jadi kita nanti kalau bisa, ini untuk pengenalan kasus-kasus
kejiwaan itu, ya setidaknya kan mereka yang di BP, yang di poli-poli ini pada tahu.
Sehingga kita cakupan-cakupan penderita jiwa ini mungkin bisa sedikit...sebenarnya iu
sudah kita temukan ya, tapi kita nggak ngeh aja kalau itu masuk ke kasus kejiwaan.”
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
68
(Ny.NA, petugas puskesmas)
Petugas menyatakan prioritas pelatihan adalah deteksi dini orang dengan gangguan
jiwa, disusul dengan pengobatan orang dengan gangguan jiwa, kemudian cara
melakukan komunikasi dalam melakukan penyuluhan maupun konseling kepada
orang dengan gangguan jiwa dan keluarganya.
“Mungkin perlu yang tadi itu, deteksi dini awal yang memang paling perlu banget ya.
Untuk nanti terapi ya mungkin kan nanti bisa lebih berkembang. Terapi kan hanya sesuai
dengan pengobatan yang ada di sini. Apakah perlu dirujuk atau sebagainya itu kan nanti
lah ya selanjutnya. Yang penting kan intinya deteksi dini. Awal dari segi awal itu yang
perlu.”
(Ny. AI, petugas puskesmas)
“Komunikasi kali ya. Cara komunikasi.”
((Ny.NA & Ny. AI, petugas puskesmas)
“Em hal yang kedua mungkin menjalin interaksi dengan penderitanya sendiri ya. Itu kan
butuh skill, butuh keterampilan tersendiri kan. Tidak semua orang bisa. Bisa dibilang itu
harus mungkin lebih ngemong ya. Karena nggak semua orang bisa berinteraksi dengan
penderita gangguan kejiwaan.”
(Ny.NA, petugas puskesmas)
“... kalau kita tanya tuh diam aja gitu.”
(Ny. NO, petugas puskesmas)
“Sama pengobatan boleh.”
(Ny. AI, Ny. DW, petugas puskesmas)
“Mungkin kalau obat, itu tergantung dari kebutuhan. Kita pengajuan obat karena kasus
jiwa yang di kita itu yang cakupannya kita masih rendah, sehingga dropping obat untuk
obat-obat jiwa itu juga sedikit. Nah nanti kalau deteksi dininya kita sudah bisa, nah sudah
otomatis kan cakupan kita juga akan naik. Otomatis pengadaan obat juga akan banyak.
Karena itu kan ada korelasinya ya.”
(Ny.NA, petugas puskesmas)
“Tehnik penyuluhan. Penyuluhan, jadi baik untuk ke pasiennya dan maupun untuk ke
keluarga.”
((Ny.NA, Ny. AI, Ny. NO, petugas puskesmas)
6.5.4 Masalah Psikososial yang dialami oleh Orang dengan Gangguan Jiwa
Saat ditanyakan mengenai masalah psikososial yang dialami oleh orang dengan
gangguan jiwa, responden menyatakan orang dengan gangguan jiwa dapat
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
69
mengalami masalah dalam keluarga, pekerjaan, pertemanan, dijauhi masyarakat,
tidak diijinkan keluar rumah oleh keluarga.
“Mungkin kalau pasien hipertensi kan karena masalah keluarga, masalah pekerjaan,
biasanya seperti itu.”
(Ny. AM, petugas puskesmas)
“Pertemanan.”
(Ny. AI, petugas puskesmas)
“Orang takut kan.”
(Ny. NO, petugas puskesmas)
“Dijauhin dianya. Paling nggak kan dia dikurung Dok di rumah, dikunci pagernya nggak
boleh keliaran. Takut nyakitin orang.”
(Ny. SR, petugas puskesmas)
6.5.4.1 Kebutuhan ketrampilan sosial yang diperlukan oleh orang dengan
gangguan jiwa
Responden mengatakan ketrampilan sosial yang dibutuhkan orang dengan
gangguan jiwa adalah untuk dapat mengurus kebutuhan dirinya sendiri, kemudian
untuk dapat hidup mandiri dan tidak tergantung pada orang lain.
“Paling tidak yang paling utama dia bisa mandiri, untuk mengurus keperluan pribadinya
dulu ya. Ya otomatis kan dia kalau sudah ada gangguan jiwa yang berat, untuk kebutuhan
dia sendiri kan bisa terabaikan, harus tergantung ke orang lain. Nah itu. Susah lah. Jadi
supaya dia bisa bekerja, dapat pekerjaan yang bisa dimanfaatkan dengan baik. ... seputar
pekerjaan dst.”
(Ny.NA, petugas puskesmas)
6.5.4.2 Kebutuhan Pelatihan Ketrampilan Sosial
Responden merasa pelatihan mengenai ketrampilan sosial bagi orang dengan
gangguan jiwa belum menjadi prioritas mereka. Hal ini dikarenakan puskesmas
hanya menyediakan layanan rawat jalan bukan layanan rawat inap. Selain itu
petugas juga tidak melakukan tindak lanjut kasus kejiwaan karena alasan
keterbatasan tenaga dan dana.
“Yang penting yang udah tadi kan.”
(Ny. DW, petugas puskesmas)
“Em bisa dibilang antara butuh dan nggak butuh ya. Karena kan kita bukan rawat inap
ya. Kita kan rawat jalan.”
(Ny.NA, petugas puskesmas)
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
70
“Dan untuk istilahnya menindaklanjuti kasus kejiwaan sampai ke kontak survei, sampai
ke rumah penderita, itu kita belum sampai ke situ. Kendalanya kembali lagi ke pagu
anggaran sama SDM itu”
(Ny.NA, petugas puskesmas)
6.5.5 Kebutuhan Pelatihan di Bidang Okupasi & Aktivitas Orang dengan
Gangguan Jiwa
6.5.5.1 Masalah yang Dialami oleh Orang dengan Gangguan Jiwa yang
Terkait dengan Aktivitas Sehari-hari
Saat ditanyakan mengenai masalah yang dialami oleh orang dengan gangguan jiwa
terkait dengan aktivitas sehari-hari, jawaban petugas bervariasi. Ada petugas
mengatakan masalah yang dihadapi oleh orang dengaan gangguan jiwa adalah
masalah perawatan diri. Petugas lain kurang mengetahui masalah yang dihadapi
oleh orang dengan gangguan jiwa karena tidak pernah merawat.
“Karena kita nggak ngerawat jadi kita nggak tahu ya.”
(Ny. NO, petugas puskesmas)
“Orang gitu jarang mandi kan ya?”
(Ny. SR, petugas puskesmas)
“Perawatan diri.”
(Ny. AI, petugas puskesmas)
6.5.5.2 Latihan yang Perlu diberikan oleh Petugas kepada Orang dengan
Gangguan Jiwa terkait dengan Aktivitas Sehari-hari
Saat ditanyakan mengenai latihan yang perlu diberikan oleh petugas kepada orang
dengan gangguan jiwa terkait dengan aktivitas sehari-hari, responden mengatakan
latihan yang harus diberikan adalah latihan untuk dapat mandiri mengurus dirinya
sendiri. semua petugas sepakat mereka belum merasa butuh pelatihan ini karena
layanan puskesmas hanya mencakup rawat jalan saja.
“Yang pertama otomatis kan mereka bisa mandiri mengurus dirinya sendiri. Setelah itu
ya mungkin keterampilan-keterampilan sederhana yang bermanfaat buat mereka.
Terutama kalau yang menderita itu sudah mungkin dia sebagai kepala keluarga, atau
orang yang diharapkan bisa menambah membantu income keluarga. Itu mau nggak mau
kan mereka harus bisa mandiri bukan hanya untuk kebutuhannya sendiri tapi juga untuk
memenuhi kebutuhannya baik pribadi maupun mungkin keluarganya. Karena tidak
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
71
menutup kemungkinan justru orang-orang yang sebagai kepala keluarga atau yang
mungkin diharapkan bisa mencari upaya itu malah juga yang menderita gangguan itu.”
(Ny.NA, petugas puskesmas)
“Sementara belum karena ... ... balik lagi kita rawat jalan ya.”
(semua petugas puskesmas)
6.6 Hasil Wawancara Masyarakat Pengguna Layanan Yayasan Galuh
Awalnya peneliti merencanakan FGD dengan ketua RT/RW, lurah, camat
setempat yang mewakili kelompok pengguna layanan Yayasan Galuh. Pada
pelaksanaannya, ketua RT/RW, lurah, camat setempat tidak banyak berhubungan
dengan pihak Yayasan Galuh. Menurut keterangan pengurus Yayasan Galuh,
mereka selalu berhubungan dengan petugas Dinas Sosial Kota Bekasi yang secara
rutin mengirimkan konsumer yang merupakan orang terlantar yang ditemukan di
jalan. Berdasarkan keterangan ini, maka FGD dilakukan dengan petugas Dinas
Sosial Kota Bekasi yang mewakili kelompok pengguna layanan Yayasan Galuh.
FGD dengan delapan orang petugas Dinas Sosial Kota Bekasi dilakukan pada
tanggal 9 Februari 2013 di Dinas Sosial Kota Bekasi.Karakteristik responden
petugas Dinas Sosial kota Bekasi dapat dilihat di tabel 4.8.
Tabel 6.8. Karakteristik Responden Petugas Dinas Sosial Kota Bekasi
Responden
1
2
3
4
5
6
7
8
Inisial
RI
YU
HI
LN
KA
HA
YD
TH
Umur (tahun)
45
30
53
27
35
39
31
34
Pendidikan
S2
S2
S1
S1
SMU
S1
S1
S1
Jenis kelamin
P
L
P
P
L
L
L
L
responden
Keterangan :
P: perempuan
L: Laki-laki
Dari tabel 4.8 didapatkan bahwa usia responden bervariasi antara 27-53 tahun.
Pendidikan responden adalah SMU (1 responden), S1 (5 responden), dan S2 (2
responden).
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
72
6.6.1 Data mengenai Gangguan Jiwa yang Ada di Wilayah Bekasi
Dalam segmen ini, responden akan diminta untuk menceritakan masalah kesehatan
jiwa banyak ditemui, bagaimana selama ini masyarakat mengatasi masalah
kesehatan jiwa yang ada, dan dampak masalah kesehatan jiwa bagi masyarakat.
6.6.1.1 Masalah kesehatan jiwa banyak terjadi di sekitar responden
Saat ditanya mengenai masalah kesehatan jiwa yang banyak terjadi di sekitar,
responden mengatakan kurang mengetahui terminologi medis mengenai apa saja
yang termasuk masalah kesehatan jiwa. Responden melihat adanya masalah
kesehatan jiwa terkait dengan stres, penggunaan narkoba, kekerasan dalam rumah
tangga. Responden juga mengaitkan adanya masalah kesehatan jiwa pada
gelandangan yang sering ditemui di jalan. Gejala orang dengan gangguan jiwa
yang diketahui oleh responden adalah amnesia, mengamuk, berbicara tidak
menyambung, sering merenung, berbicara, berteriak, dan tertawa sendiri,
“Stres yang memang karena ada kekerasan di dalam keluarganya.”
“Kalau berdasarkan para pembina yang ada di galuh sendiri, pasien di sana itu masa
lalunya ada yang narkoba juga.”
“Ngerenung sendiri. Nggak nyambung kalau ngobrol itu.”
“Kalau yang stres itu kebanyakan suka ngomong-ngomong sendiri. Ketawa sendiri.”
(Tn. TH, petugas Dinas Sosial)
“amnesia”
(Tn. YU, petugas Dinas Sosial)
“ stres”
(Nn. LN, petugas Dinas Sosial)
“Kita pahamnya dok mungkin sebatas yang em biasa kita lihat itu ya jiwa karena stres,
pikirannya terlalu banyak, selebihnya untuk ituan medisnya kita nggak begitu paham ya.
Hanya gambaran-gambaran seperti itu aja yang kita tahu.”
(Ny.RI, petugas Dinas Sosial)
“Kalau di pinggir-pinggir jalan, itu ya..”
(Ny. RI, Tn. TH, petugas Dinas Sosial)
“Suka berteriak sendiri, ngamuk sendiri.”
(Tn. TH, petugas Dinas Sosial)
“Ngerenung sendiri. Nggak nyambung kalau ngobrol itu.”
(Tn. TH, petugas Dinas Sosial)
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
73
6.6.1.2 Jumlah Orang dengan Gangguan Jiwa
Saat ditanya mengenai jumlah orang dengan gangguan jiwa yang ada di
lingkungan responden, responden menyebutkan jumlah 275 orang dengan
gangguan jiwa yang ditangani oleh Yayasan Galuh. Responden kurang
mengetahui jumlah orang dengan gangguan jiwa di luar Yayasan Galuh.
“Dua ratus tujuh lima.”
(Tn. YU, petugas Dinas Sosial)
“Tapi kan itu pasti banyak juga yang tidak tercover oleh yayasan. Yang berkeliaran di
luar sana itu yang kita nggak tahu ya.”
(Ny.RI, petugas Dinas Sosial)
6.6.1.3 Pengobatan Gangguan Jiwa
Saat ditanyakan mengenai pengobatan gangguan jiwa, responden menyatakan
gangguan jiwa dapat diobati. Cara pengobatan yang mereka ketahui adalah secara
medis dengan berobat ke dokter di rumah sakit jiwa atau pengobatan alternatif
seperti yang dikerjakan oleh Yayasan Galuh dengan menggunakan ramuan.
“Kalau secara medis bisa.“
(Nn.LN, petugas Dinas Sosial)
“Diserahkan pada ahlinya”
(Ny.RI, petugas Dinas Sosial)
“Biasa kita juga ada rujukan ke rumah sakit itu yang di Grogol, rumah sakit jiwa. Biasa
kita bawa juga ke rumah sakit jiwa.”
(Ny.HI, petugas Dinas Sosial)
“Kalau di galuh sepertinya alternatif. Kayak ramuan seperti itu. Hanya cerita dari
yayasan galuh sih ada yang sembuh. Cuma kalau sempurna sembuh seperti kita mungkin
enggak. Kadang-kadang ada kumatnya, tapi nggak lebih sering daripada sakitnya.”
(Nn.LN, petugas Dinas Sosial)
6.6.1.4 Bagaimana Masyarakat Mengatasi Masalah Kesehatan Jiwa yang
Ada
Saat ditanyakan mengenai bagaimana masyarakat mengatasi masalah kesehatan
jiwa yang ada, responden mengatakan masalah kesehatan jiwa pada orang terlantar
diserahkan pengobatannya kepada psikiater di RSUD. Setelah itu bekerjasama
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
74
dengan Dinas Sosial untuk menyerahkan orang tersebut ke Yayasan Galuh. Pada
tahun 2012, Dinas Sosial memasukkan sekitar 20 orang dengan gangguan jiwa ke
Yayasan Galuh. Responden mengatakan orang terlantar yang mengalami
gangguan jiwa bukan penduduk Bekasi namun berasal dari daerah lain. Responden
mengatakan praktek pemasungan sudah jarang ditemui karena masyarakat sudah
sadar untuk membawa orang dengan gangguan jiwa untuk berobat ke dokter.
“Jadi setiap kali ada pasien terlantar nih ya, pasien terlantar yang diserahkan ke RSUD,
kita kerjasama dengan Dinas Sosial. Waktu saya di sana, itu kemudian diserahkan ke
Galuh. Di galuh sendiri, itu kalaupun misalnya sudah tidak bisa ditangani, itu dirujuk ke
dokter jiwa. Ada juga yang dibawa ke dokter M (nama psikiater). Namanya dokter M
(nama psikiater) yang di RSUD, mungkin kenal ya dok ya, nah itu di RSUD Bekasi. Kalau
menurut saya di kota besar kalau misalnya untuk pasung itu sudah tidak ada ya. Jadi
mereka kan pemahaman untuk ininya kan sudah tinggi, jadi sehingga tiap kali ada
keluarganya yang dirasa ada gangguan jiwa, pasti langsung ke yang memahami itu. Ke
ahlinya. Ke dokter atau mungkin ke alternatif ya paling tidak ... tapi kalau misalnya
sampai dipasung sih mungkin sudah jarang ya di kita ya. Di kota besar. Karena kita
masuk kota besar.”
(Ny.RI, petugas Dinas Sosial)
“Kurang lebih dua puluh orang.”
(Nn.LN, petugas Dinas Sosial)
“Itu tahun 2012. Tapi nggak tahu, itu kadang terjadi ada modus. Koordinasi sama
kepolisian, itu biasanya dari daerah-daerah lain suka dibuang ke sini. Jadi kita yang kena
gitu.”
(Tn. YU, petugas Dinas Sosial)
6.6.1.5 Dampak Masalah Kesehatan Jiwa yang Tidak Tertangani di
Masyarakat
Saat ditanyakan mengenai dampak masalah kesehatan jiwa yang tidak tertangani
di masyarakat, responden mengatakan orang dengan gangguan jiwa yang tidak
ditangani dapat berkeliaran dan mengganggu masyarakat.
“Nanti jadi berkeliaran.”
(Ny.RI, petugas Dinas Sosial)
“Ya berkeliaran kan menggangu ...”
(Ny.HI, petugas Dinas Sosial)
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
75
6.6.2 Kebutuhan Masyarakat Terhadap Pelayanan Kesehatan Jiwa
Saat ditanyakan mengenai kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan
jiwa, satu responden menjawab masyarakat butuh adanya layanan kesehatan jiwa
di puskesmas sehingga pelayanan kesehatan jiwa tidak terpusat di RSUD karena
keterbatasan kemampuan RSUD dalam menangani pasien dengan masalah
kejiwaan. Responden tidak dapat menjelaskan jenis pelayanan kesehatan jiwa
seperti apa yang dibutuhkan.
“Sangatlah ya kayaknya. Harus, karena puskesmas itu kan merupakan pengobatan dasar
untuk masyarakat ya dok ya. Kalau misalnya puskesmasnya tidak memungkinkan untuk
melanjutkan maka dia akan langsung rujuk ke RSUD. Tapi memang karena dia
merupakan pelayanan dasar di masyarakat, sangat memungkinkan puskesmas untuk ada
pemahaman tentang kesehatan jiwa. Tapi ini teknisnya dinas kesehatan ya?”
“Ya paling tidak untuk saat ini setahu saya puskesmas diarahkan untuk rawat inap. Jadi
ada beberapa puskesmas, kalau nggak salah 5 puskesmas di kota bekasi, sudah mulai
membangun untuk pelayanan rawat inap di puskesmas. Nah kalau misalnya pelayanan
dasar yang lainnya memungkinkan di puskesmas, kenapa tidak untuk yang penyakit jiwa
juga?”
(Ny.RI, petugas Dinas Sosial)
“Ya mungkin ada yang ke RSUD langsung, kebanyakan sih, jangan salah dok, di RSUD
itu yang antri untuk pelayanan dokter M(menyebutkan nama seorang psikiater),
buanyaknya. Banyak banget antriannya. Ya bisa tiga..apa dua puluh lima sampai tiga
puluh ya.”
(Ny.RI, petugas Dinas Sosial)
6.6.3 Mengidentifikasi Model Pelayanan Kesehatan Jiwa
Saat ditanyakan mengenai model pelayanan kesehatan jiwa yang diinginkan,
responden mengatakan belum ada pelayanan kesehatan jiwa di puskesmas. Satu
orang responden mengatakan orang dengan gangguan jiwa tidak cocok dibawa
berobat ke Puskesmas. Responden lain mengatakan akan lebih baik jika pelayanan
kesehatan jiwa disediakan di Puskemas namun responden tidak dapat
menyebutkan model pelayanan yang diinginkan. Responden juga menginginkan
adanya partisipasi masyarakat untuk menyediakan layanan kesehatan jiwa dengan
menyediakan lebih banyak yayasan rehabilitasi mental. Satu responden juga
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
76
mengaitkan keberhasilan pemerintah kota Bekasi dalam menyediakan layanan
kesehatan jiwa dengan sedikitnya orang dengan gangguan jiwa yang berkeliaran di
jalan.
“Ya kan misalnya nanti sudah ada, maksudnya pemerintah menyediakan gitu lho, jadi
masyarakat itu kan “oh di puskesmas juga ada pelayanan buat sakit jiwa” jadi ke situ.
Udah bisa ditanganin, gitu. Kalau sekarang kan larinya nggak ke puskesmas karena
belum ada.”
(Ny.RI, Ny. HI, Nn. LN, petugas Dinas Sosial)
“Ya belum karena orang yang sakit jiwa itu nggak mungkin dibawa ke puskesmas, gitu
kan.”
(Tn. YU, petugas Dinas Sosial)
“Kayaknya saya masih menilai, kalau dari tingkat masyarakatnya itu sih enam lah.
Enam lah ya nilainya? Enam atau tujuh gitu. Karena (tertawa) ya karena ini kan harus
menilai kita. Jadi saya perhitungannya begini, kenapa saya kasih nilai sekian, karena
jumlah tingkat yang jiwanya ini kayaknya nggak terlalu tinggi persentasenya, walaupun
jumlahnya kita nggak tahu ya. Namun menurut pemahaman saya, dengan, dengan
layanan untuk pengobatan tersebut itu, ada yayasan ada getsemani ada RSUD, saya kira
bahwa pemerintah sudah open lah, sudah menyediakan. Dan memenuhi barangkali
memenuhi. Dilihat dari tingkat di masyarakat juga tidak terlalu berkeliaran. Artinya
terlayani kan? Pelayanan kesehatan untuk jiwa tersebut. Dan yang nilai, ini kalau saya
kasih nilai enam atau tujuh ini sisanya tiga atau empatnya, mungkin itu yang harus
dibenahi.”
“Misalnya kayak yang tadi saya sampaikan di puskesmas mungkin ada layanan dasar.
Apa saja. Itu kewenangannya dinas kesehatan. Nah kalau kita ada peningkatan di situ kan
berarti mungkin jadi sepuluh gitu nilainya.”
“Semakin banyak masyarakat lagi yang mau menyediakan yayasan lah mungkin ya.”
(Ny.RI, petugas Dinas Sosial)
6.6.4 Kebutuhan Pelatihan di Bidang Kesehatan Bagi Petugas Yayasan
Galuh
Saat ditanyakan mengenai kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan bagi petugas
Yayasan Galuh, responden tidak dapat menyebutkan topik pelatihan kesehatan
secara khusus. Responden mengatakan agar petugas dapat dilatih pelatihan
kesehatan jiwa sesuai standar RSCM sehingga dapat menangani pasien lebih baik,
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
77
tidak dengan tindakan pemasungan. Menurut responden, prioritas pertama
pelatihan kesehatan bagi petugas yayasan adalah mengenai kesehatan jiwa dan
prioritas kedua adalah pelatihan kesehatan fisik.
“Dengan penanganan yang ini apa namanya dengan penanganan yang lebih sesuai
standar. Diharapkan pasien jiwa itu lebih bisa tertangani.” (Ny.RI, petugas Dinas Sosial)
“Bingung...kita nggak tahu apa...”
(Tn.HA, petugas Dinas Sosial)
“Cara menangani pasiennya kali ya. Jangan seperti yang disorot HAM misalkan. Mereka
dipasung ya bu, dirantai gitu. Mereka teriak-teriak atau mengganggu ketertiban pengurus
juga.Jadi bagaimana apa cara apa biar mereka safety aja. Lebih bagus dan
berperikemanusiaan gitu. Jangan dirantai seperti itu.”
(Nn.LN, petugas Dinas Sosial)
“Perawatan dasar sesuai yang di RSCM.”
(Tn. YU, petugas Dinas Sosial)
“Penyembuhan jiwa ya yang paling penting.”
(Ny.RI, petugas Dinas Sosial)
“Kesehatan fisik.”
(semua petugas Dinas Sosial)
6.6.5 Kebutuhan Pelatihan di Bidang Sosial Bagi Petugas Yayasan Galuh
Saat ditanyakan mengenai kebutuhan pelatihan di bidang sosial bagi Petugas
Yayasan Galuh, reponden menyebutkan masalah psikososial yang dihadapi oleh
orang dengan gangguan jiwa adalah dijauhi oleh masyakat. Menurut responden,
orang dengan gangguan jiwa butuh pelatihan di bidang okupasi supaya bisa hidup
mandiri di masyarakat. Pelatihan ketrampilan yang diberikan disesuaikan dengan
kondisi pasien.
“Kan kalau orang gangguan jiwa itu bicaranya jadi nggak nyambung, sehingga nanti itu
lingkungannya jadi menjauh.”
(Nn. LN, petugas Dinas Sosial)
6.6.6 Kebutuhan Pelatihan di Bidang Okupasi & Aktivitas Sehari-hari
Orang dengan Gangguan Jiwa
Saat ditanyakan mengenai kebutuhan pelatihan di bidang okupasi dan aktvitas
sehari-hari orang dengan gangguan jiwa, responden menyatakan adanya masalah
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
78
keterbatasan berkomunikasi. Responden menyatakan orang dengan gangguan jiwa
perlu diajari ketrampilan, misalnya wanita dapat diajari merajut dan menjahit.
Laki-laki dapat diajari ketrampilan otomotif. Petugas butuh dilatih ketrampilan
sesuai dengan ketrampilan apa yang akan diberikan oleh petugas itu.
“Adanya keterbatasan untuk berkomunikasi ya.”
(Ny.RI, petugas Dinas Sosial)
“Dipekerjakan ya. Mereka butuh dilatih supaya bisa bekerja. Itu kan kayak kalau di
Galuh itu, mereka yang udah rada ini disuruh bawa delman. Karena kan mereka butuh
apa ya dibilang, pemasukkan gitu ya. Yang soal bawa delman kan itu harus diajarin ya,
jangan-jangan ntar kudanya malah ngamuk lagi. Atau ilang. Kan gimana gitu.”
(Tn.HA, petugas Dinas Sosial)
“Diajarin masak.”
(Tn.TH, petugas Dinas Sosial)
“Misalkan kita mau ngajarin keterampilan ya mesti lihat ke kategorinya itu. Dia pasien
remaja apa dia pasien perempuan kan bisa diajarinnya menjahit atau ngerajut kayak
gitu. Nah kalau misalnya dia kategori laki-laki ya diajarin otomotif. Supaya mereka kalau
udah sembuh terus jadi berdaya, punya keterampilan.”
(Ny.RI, petugas Dinas Sosial)
“Sesuai dengan yang dilatih oleh instrukturnya aja. Butuhnya apa ya dilatihnya itu.”
(Tn.YU, petugas Dinas Sosial)
6.7 Hasil Observasi di Yayasan Galuh
Observasi dilakukan selama peneliti datang di Yayasan Galuh. Observasi
dilakukan terhadap fasilitas yang ada dan aktivitas sehari-hari penghuni Yayasan
dan pengurusnya.
6.7.1 Observasi Fasilitas
6.7.1.1 Ruangan Tempat Penghuni Yayasan Tinggal
Penghuni Yayasan Galuh yang dianggap masih akut dan membahayakan orang di
sekitarnya diletakkan di dalam ruangan yang dibatasi oleh jeruji besi (gambar
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
79
4.1). Ruangan berukuran 15x15 m2 ini dikunci dan hanya bisa dibuka oleh
petugas. Terdapat kurang lebih 50 orang yang berada di dalam ruangan ini.
Penghuni yang berada di ruangan ini dirantai kakinya pada tiang di dalam
ruangan. Tidak terdapat makanan dan minuman di dalam ruangan ini. Makanan
dan minuman hanya dibawa oleh petugas sebanyak tiga kali sehari yaitu pada jam
08.00, 12.00, dan 18.00. Tidak terdapat fasilitas WC di dalam ruangan ini
sehingga penghuni buang air besar dan air kecil di tempat. Hal ini membuat
ruangan dipenuhi feses dan urin. Petugas membersihkan feses dan urine
menggunakan selang air yang disemprotkan ke lantai. Penghuni juga dimandikan
di tempat oleh pengurus dengan menggunakan selang air sebanyak dua kali sehari.
Gambar 6.1. Ruangan yang dibatasi oleh jeruji besi
Penghuni lain tinggal di pelataran rumah pengurus Yayasan. Terdapat beberapa
dipan kayu tempat penghuni dapat tidur. Beberapa penghuni terlihat sedang duduk
dan tidur di lantai (gambar 4.2).
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
80
Gambar 6.2. Pelataran tempat tinggal penghuni yang sudah tenang
6.7.1.2 Dapur dan Proses Menyiapkan Makanan
Dapur tempat menyediakan makanan bagi penghuni terletak tepat di sebelah WC.
Makanan dimasak di panci besar menggunakan kayu bakar (gambar 4.3).
Gambar 6.3. Dapur tempat menyiapkan makanan
Makanan yang sudah dimasak diletakkan dalam sebuah ember besar kemudian
dibagi-bagikan ke piring-piring plastik sebelum akhirnya dibagikan pada pasien
(gambar 4.4).
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
81
Gambar 6.4. Proses pembagian makanan
Petugas panti yang menyiapkan makanan tidak mencuci tangannya terlebih
dahulu sebelum memasak dan selama membagikan makanan. Makanan yang
sedang disiapkan petugas saat peneliti datang berupa nasi dengan lauk ikan asin
dan cah sayur wortel dan buncis. Menurut petugas, menu daging atau telur
didapatkan seminggu sekali dari donatur yang membagikan makanan ke Yayasan
seminggu sekali.
bersamaan dengan
Air minum dibagikan tiga kali sehari kepada penghuni
pembagian makanan. Air minum dimasukkan ke dalam
beberapa teko. Setiap petugas membawa satu teko dan dua gelas plastik kemudian
membagikan minuman ke penghuni. Gelas plastik dipakai secara bergantian oleh
penghuni tanpa dicuci terlebih dahulu.
Gambar 6.5. Teko dan gelas plastik yang digunakan untuk pembagian minuman
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
82
Sisa makanan dan sampah dibuang di lapangan depan WC dan kemudian dibakar.
Tidak terdapat fasilitas tempat sampah di Yayasan (gambar 4.6).
Gambar 6.6. Lokasi pembuangan sampah
Terdapat sebelas WC umum yang dapat digunakan di Yayasan. Empat
WC
dikhususkan penggunaannya untuk pengurus Yayasan. WC ini dikunci dan kunci
dipegang oleh pengurus Yayasan. Hanya beberapa penghuni yang dapat
menggunakan WC ini. Penghuni yang dapat menggunakan WC khusus ini adalah
penghuni yang biasa membantu petugas yayasan. Terdapat tujuh WC umum yang
dapat digunakan bebas oleh penghuni. (gambar 4.7).
Gambar 6.7. WC Umum untuk penghuni
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
83
Ketujuh WC ini terletak tepat di sebelah dapur. Satu WC tidak memiliki pintu.
Ketujuh WC ini dalam kondisi kotor, penuh dengan feses. Terdapat bak air
dengan saluran air,namun tidak terdapat air bersih di dalam WC (gambar 4.8).
Menurut petugas, aliran air ke WC dihentikan karena banyak penghuni yang BAB
sembarangan di tempat penampungan air.
Gambar 6.8. Kondisi WC penghuni
6.7.2 Aktivitas Sehari-hari Petugas Yayasan
Sebagian besar petugas berserta keluarganya tinggal di Yayasan Galuh. Penghuni
yang memiliki keluarga dititipkan keluarga pada petugas tertentu yang bersedia
merawat penghuni tersebut. Penghuni yang memiliki keluarga, memiliki fasilitas
perawatan diri pribadi seperti handuk pribadi, sabun, sikat gigi, pasta gigi, dan
pakaian. Penghuni yang tidak memiliki keluarga diurus bersama oleh petugas
yayasan.
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
84
BAB 5
PEMBAHASAN
Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui profil dan beban kerja petugas Yayasan
Galuh dan petugas kesehatan di layanan primer di sekitar Yayasan Galuh, perilaku
mencari pertolongan dari pengguna jasa layanan Yayasan Galuh, kebutuhan
pelatihan petugas Yayasan Galuh dan petugas kesehatan di layanan kesehatan
primer di sekitar Yayasan Galuh.
7.1 Profil dan Beban Kerja Petugas
7.1.1 Profil dan Beban Kerja Petugas Yayasan Galuh
Latar belakang pendidikan petugas Yayasan Galuh yang bukan berlatar belakang
dari bidang kesehatan membuat pengetahuan mengenai kesehatan masih terbatas.
Penelitian Deribew dan Tamirat di Etiopia bahwa makin rendah pendidikan
seseorang makin negatif perilakunya terhadap orang dengan ganggguan jiwa. 7
Petugas Yayasan Galuh tidak pernah mendapatkan pelatihan di bidang kesehatan
fisik maupun kesehatan
jiwa.
Petugas yayasan mengatakan mereka belajar
otodidak dalam memberikan perawatan bagi penghuni yayasan. Hal ini sejalan
dengan hasil temuan Wardhani (2011). 4 Minimnya pelatihan yang diterima
petugas dapat berkontribusi terhadap kurangnya pengetahuan petugas mengenai
orang dengan gangguan jiwa. Petugas Yayasan Galuh mengatakan orang dengan
gangguan jiwa dikenali dengan adanya perilaku kekerasan, gangguan emosi
seperti sering marah, menangis tanpa sebab, berbicara kacau, isolasi diri,
perawatan diri kurang yang bisa disebabkan oleh adanya masalah keluarga,
masalah ekonomi, ilmu gaib, dan pengaruh narkoba. Petugas mengatakan bahwa
orang dengan gangguan jiwa dan dapat diobati dengan didoakan, diberi ramuan,
diberikan nasehat, pijatan, dan dirantai. Menurut penelitian oleh Sorshdal dan
Fisher (2010) kurangnya pengetahuan dapat menimbulkan stigma yang akan
berdampak pada pelayanan yang diberikan.24 Stigma yang muncul pada petugas
kesehatan juga akan membuat beban kerja menjadi lebih berat. 24 Untuk itu
dirasakan perlu adanya pelatihan dengan topik tentang gejala, penyebab dan
pengobatan gangguan jiwa untuk meningkatkan pengetahuan petugas Yayasan
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
85
Galuh terhadap orang dengan gangguan jiwa. Diharapkan dengan adanya
peningkatan pengetahuan petugas yayasan mau menerima pengobatan psikiatri
dan tindakan pengekangan fisik dengan rantai dapat dikurangi. Pelatihan yang
diberikan sebaiknya diberikan dengan bahasa yang sederhana agar mudah
dimengerti oleh petugas Yayasan Galuh.
Tidak ada jam kerja tetap bagi pelaku rawat . Sebagian besar pelaku rawat
tinggal di Yayasan Galuh. Tidak semua penghuni Yayasan memiliki pelaku rawat
penanggung jawab. Hanya penghuni yang memiliki yang dititipkan oleh keluarga
yang diperhatikan secara khusus oleh pelaku rawat. Terdapat 16 pelaku rawat
yang aktif merawat 170 penghuni Yayasan Galuh. Rasio pelaku rawat
dibandingkan orang yang harus dirawat 1:11. Hal ini jauh berbeda dengan
rekomendasi dari Royal College of Nursing (2010), rasio minimal perawat di
bangsal perawatan psikiatri akut adalah 1:5.25 Sampai saat ini belum pernah
diteliti apakah banyaknya jumlah konsumer yang harus dirawat oleh pelaku rawat
dapat berkontribusi terhadap tindakan pengekangan fisik yang mereka lakukan
terhadap konsumer.
7.1.2 Profil dan Beban Kerja Petugas Puskesmas Pengasinan
Semua responden petugas Puskesmas Pengasinan memiliki latar belakang
pendidikan sarjana. Hanya satu responden yang pernah mendapatkan pelatihan
seputar kesehatan jiwa yaitu deteksi depresi pada anak. Hanya ada satu dokter
umum yang melayani populasi 92.921 orang.
Idealnya satu dokter umum
melayani 2500 penduduk.26 Hal ini tentu dapat mempengaruhi kemampuan
petugas puskesmas dalam memberikan layanan kesehatan jiwa. Sedikitnya
sumber daya manusia yang dimiliki oleh puskesmas berpengaruh terhadap
kemampuan diagnosis dan tatalaksana gangguan jiwa yang dapat dilakukan
petugas puskesmas. Keterbatasan waktu petugas untuk menangani pasien
membuat petugas hanya mendiagnosis dan menatalaksana penyakit fisik pasien
yang datang berobat. Hal ini sejalan dengan studi yang dilakukan oleh Goldfracht
dkk (2007) pada dokter umum di layanan kesehatan primer Israel. Pada studi ini,
85% dokter umum menyatakan keterbatasan waktu sebagai penghalang utama
dalam memberikan pelayanan pada pasien yang mengalami depresi
dan
ansietas.27
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
86
7.2 Perilaku Mencari Pertolongan dari Pengguna Jasa Layanan Yayasan
Galuh
7.2.1 Keluarga konsumer
Tidak satupun responden datang atas keinginannya sendiri. Hanya sebagian kecil
responden yang mengatakan mereka dibawa ke Yayasan karena kondisi kejiwaan
yang dialaminya. Hal ini menggambarkan pengetahuan konsumer yang kurang
mengenai kondisi yang dialaminya. Semua responden keluarga mengatakan
mereka sudah pernah membawa keluarganya ke rumah sakit untuk mendapatkan
pengobatan psikiatri. Namun sistem pelayanan kesehatan jiwa formal gagal
memenuhi kebutuhan dan harapan keluarga konsumer. Beberapa hal yang
menyebabkan keluarga memilih pengobatan jiwa tradisional di Yayasan Galuh
dibandingkan pengobatan jiwa formal di rumah sakit antara lain:
Konsumer yang dibawa berobat tidak memiliki pelaku rawat yang dapat
membantu konsumer menjalani pengobatan secara teratur. Beberapa konsumer
menyatakan orangtua mereka sudah meninggal dan saudara-saudara tidak mau
menerima mereka. Semua responden keluarga konsumer menyatakan tidak ada
yang bisa membantu merawat konsumer karena orang tua konsumer sudah
meninggal atau orangtua yang sudah lanjut usia dan saudara kandung
konsumer harus bekerja. Menurut penelitian kualitatif oleh Gater dkk (2014),
pelaku rawat ODGJ merasa kekurangan waktu untuk diri mereka sendiri dan
kekurangan waktu untuk melakukan pekerjaan mereka. 28 Hal ini pula yang
mendorong keluarga untuk menyerahkan tanggung jawab sebagai pelaku rawat
pada petugas Yayasan Galuh.
Masalah biaya besar yang dikeluarkan untuk menjalani pengobatan psikiatri.
Sementara biaya perawatan di Yayasan Galuh yang terjangkau oleh keluarga.
Hal ini sejalan dengan penelitian WHO yang menyebutkan bahwa gangguan
jiwa merupakan salah satu penyakit yang menimbulkan beban ekonomi yang
tertinggi. Menurut WHO, beban ekonomi yang disebabkan oleh gangguan jiwa
tidak hanya berasal dari biaya langsung yang dikeluarkan terkait dengan
pengobatan, melainkan juga dari biaya tidak langsung yang terkait dengan
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
87
hilangnya produktivitas ODGJ, dan waktu yang dihabiskan pelaku rawat ODGJ
(tabel 5.1).29
Tabel 7.1. Biaya yang ditimbulkan terkait dengan gangguan jiwa
Biaya utama
Biaya
- Biaya pengobatan
langsung
Biaya lain
- Biaya jaminan sosial
- Biaya terkait tindakan
kriminal
- Transportasi
Biaya tidak
langsung
- Biaya terkait hilangnya
produktivitas
- Waktu yang dihabiskan
oleh pelaku rawat
- Biaya terkait kematian
Tabel diambil dari : Investing in Mental Health. WHO. 2003.29
Perbaikan gejala gangguan jiwa pada anggota keluarga yang dirawat di
Yayasan Galuh antara lain perawatan diri membaik, lebih tenang tidak sering
kabur.
Pengetahuan akan penyakit jiwa yang kurang. Keluarga konsumer merasa
konsumer tidak pernah bisa stabil dalam jangka waktu lama. Konsumer
beberapa kali mengalami kekambuhan dan berulang kali dibawa berobat ke
fasilitas pelayanan kesehatan jiwa formal seperti rumah sakit jiwa. Hal ini
memunculkan rasa putus asa yang diungkapkan oleh responden keluarga
konsumer yang sudah tidak berharap banyak akan kesembuhan keluarganya.
Pengetahuan keluarga yang kurang mengenai pentingnya pengobatan terusmenerus pada keluarganya yang mengalami penyakit jiwa juga dilaporkan oleh
Sjenny (2011) pada penelitian pasung di Banyuwangi.30
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
88
7.2.2 Konsumer
Tidak ada satupun responden yang datang berobat ke Yayasan Galuh atas
keinginan sendiri. Responden tidak mengetahui alasan mereka dibawa ke Yayasan
Galuh. Responden lain menyebutkan mereka berada di Yayasan Galuh adalah
karena orang di sekitarnya merasa terganggu dengan kehadiran responden. Hanya
sebagian kecil responden menyebutkan adanya masalah kejiwaan yang membuat
responden dibawa ke Yayasan Galuh. Inisiatif pengobatan yang bukan berasal
dari konsumer ini mungkin saja membuat pasien sulit untuk mengutarakan
persepsi dan harapan akan layanan yang diberikan oleh petugas yayasan. Hanya
separuh responden yang mampu menyebutkan pengobatan yang mereka terima di
yayasan yaitu berupa kegiatan positif, nasihat, diajak bicara. Selain itu
kebanyakan konsumer bukanlah dalam posisi “konsumer” yang mendapatkan
pelayanan di Yayasan Galuh. Responden merasa “dibuang” ke Yayasan Galuh
karena dianggap mengganggu lingkungan sekitar. Hal ini juga dibenarkan
responden keluarga konsumer yang mengatakan salah satu alasan mereka memilih
Yayasan Galuh sebagai tempat perawatan konsumer adalah agar konsumer tidak
mudah kabur. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kermode dkk (2005) di
India menunjukkan adanya persepsi dari masyarakat bahwa ODGJ adalah orang
yang berbahaya merupakan prediktor kuat terjadinya pengucilan terhadap
ODGJ.31 Tidak adanya pilihan tempat tinggal lain dapat saja menjadi alasan
responden sulit mengutarakan apa yang mereka harapkan dari Yayasan. Terdapat
responden konsumer menyebutkan harapannya untuk bisa kembali ke rumah
bukan berada di Yayasan.
7.2.3 Dinas Sosial
Dinas sosial sebagai instansi pemerintahan yang bergerak di bidang pelayanan
sosial dan juga mewakili masyarakat pengguna jasa layanan Yayasan Galuh tidak
memiliki pengetahuan yang cukup akan kebutuhan orang dengan gangguan jiwa.
Responden mengaitkan kebutuhan konsumer di Yayasan Galuh hanya seputar
kebutuhan ketrampilan bekerja seperti memasak, otomotif, menjahit, membawa
delman. Hanya satu orang responden yang menyatakan perlunya perawatan
konsumer yang tidak melibatkan tindakan pemasungan.
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
89
Terdapat stigma bahwa orang dengan gangguan jiwa berkeliaran dan
mengganggu sehingga harus dimasukkan ke Yayasan Galuh. Stigma ini pula yang
menjadi hambatan penyediaan layanan sosial yang memadai dari dinas sosial
terhadap orang dengan gangguan jiwa yang terlantar. Responden dinas sosial
mengirim orang terlantar yang diduga mengalami gangguan jiwa ke Yayasan
Galuh tanpa memahami pelayanan seperti apa yang diberikan oleh Yayasan Galuh
terhadap orang-orang tersebut. Hal ini terungkap dengan pernyataan salah seorang
responden yang menyatakan sudah tidak ada tindakan pemasungan di Kota Bekasi
tanpa menyadari bahwa pemasungan adalah salah satu terapi yang dilakukan di
Yayasan Galuh tempat dinas sosial mengirimkan orang terlantar yang diduga
mengalami gangguan jiwa. Beberapa studi yang dilakukan oleh Corrigan
menunjukkan adanya hubungan antara stigma dan diskriminasi dan akses terhadap
pengobatan. Adanya stigma dan diskriminasi ini dapat menghambat akses pada
tingkat institusi (legislatif, pendanaan, dan ketersediaan pelayanan).32-34.
Gambar 7.1. Perilaku mencari pertolongan konsumer Yayasan Galuh
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
90
7.3 Kebutuhan Pelatihan Petugas
7.3.1 Petugas Yayasan Galuh
Kebutuhan ODGJ berdasarkan Camberwell Assessment of Need (CAN) dibandingkan
dengan kebutuhan pelatihan yang teridentifikasi oleh konsumer, keluarga, dinas sosial,
petugas Yayasan Galuh disajikan pada tabel 5.2
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
Tabel 7.2. Kebutuhan ODGJ berdasarkan Camberwell Assessment of Need (CAN) dan Schumacher dibandingkan dengan kebutuhan pelatihan yang teridentifikasi oleh
konsumer, keluarga, dinas sosial, petugas Yayasan Galuh
Kebutuhan ODGJ
Kebutuhan pelatihan yang teridentifikasi oleh konsumer, keluarga, dinas sosial, petugas Yayasan
Galuh
Kesehatan
Fisik
Cara pengobatan fisik: gatal, luka, muntah, diare, bengkak, demam, sakit gigi, P3K
Gejala gangguan jiwa
Pengetahuan mengenai gejala, diagnosis, pengobatan gangguan jiwa
Penggunaan NAPZA & alkohol
Keselamatan diri & orang lain
Cara merawat konsumer dengan perilaku kekerasan
Stres psikologis
Bimbingan rohani, cara berkomunikasi dengan ODGJ
Kebutuhan
Akomodasi
Kebersihan lingkungan Yayasan Galuh
Dasar
Makanan
Cara menyediakan makanan yang sehat
Aktivitas sehari-hari
Cara menghadapi konsumer dengan perilaku kacau
Olahraga
Kebutuhan
Seksualitas
Sosial
Pertemanan
Cara menghadapi konsumer dengan isolasi diri
Hubungan dekat
Kebutuhan
kemudahan memperoleh informasi
akan
penggunaan telepon dan transportasi
pelayanan
kemudahan memperoleh jaminan sosial
Kapasitas
pendidikan dasar
fungsional
keuangan
Pekerjaan/ketrampilan
pengasuhan anak
Perawatan diri
Cara merawat ODGJ dengan perawatan diri kurang
Pemeliharaan rumah
Memantau, mengenali masalah, membuat keputusan,
Cara merawat ODGJ dengan: gejala gangguan jiwa, penyakit fisik, perawatan diri kurang, isolasi diri,
mengambil tindakan, merawat dan menyesuaikan kebutuhan
perilaku kacau
perawatan
Bekerjasama dengan orang yang dirawat
Cara berkomunikasi dengan ODGJ
Mengakses sumber-sumber dukungan, berhubungan dengan sistem
Bimbingan rohani
Adanya tenaga dokter/perawat di yayasan
layanan kesehatan
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
Bila dibandingkan dengan Kebutuhan ODGJ berdasarkan Camberwell
Assessment of Need , kebutuhan ODGJ yang tidak teridentifikasi oleh responden
konsumer, keluarga, dinas sosial,
petugas Yayasan Galuh akan pelayanan:
kemudahan memperoleh informasi, penggunaan telepon dan transportasi,
kemudahan memperoleh jaminan sosial, kebutuhan sosial akan pertemanan dan
seksualitas, kebutuhan kapasitas fungsional:pendidikan dasar, pengasuhan anak,
pemeliharaan rumah.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai kebutuhan pelatihan di bidang
kesehatan jiwa, namun kebutuhan pelatihan yang paling banyak disebutkan oleh
responden adalah pelatihan mengenai kesehatan fisik. Kebutuhan pelatihan ini
juga disebutkan oleh semua responden pelaku rawat dan responden keluarga
konsumer. Responden keluarga konsumer merasa kondisi anggota keluarga yang
dirawat di Yayasan akan menyulitkan mencari pertolongan medis apabila
mengalami sakit fisik. Responden keluarga konsumer berharap petugas Yayasan
Galuh bisa diberikan pelatihan untuk bisa melakukan pertolongan pertama pada
kondisi darurat. pelatihan pertolongan pertama pada kondisi darurat yang
diberikan pada petugas. Konsumer juga menyebutkan mengenai keinginan bisa
ada dokter/perawat yang bisa datang ke Yayasan Galuh. Responden pelaku rawat
mengatakan sulitnya penghuni Yayasan Galuh mendapatkan akses layanan
kesehatan secara umum. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Levinson, Druss, Dombrowski, dan Rosenheck (2003) menunjukkan pasien
dengan gangguan jiwa memiliki akses yang kurang terhadap layanan kesehatan
primer.35
Kebutuhan akan pelatihan mengenai kesehatan jiwa diungkapkan oleh
responden pelaku rawat, keluarga, dan dinas sosial. Responden menyadari adanya
keterbatasan dari kemampuan petugas yayasan yang tidak memiliki latar belakang
pendidikan formal untuk merawat ODGJ sehingga diperlukan adanya pelatihan
mengenai pengetahuan mengenai jenis gangguan jiwa kepada petugas. Responden
konsumer juga mengutarakan adanya perlakuan salah yang diterima oleh
penghuni yayasan oleh pelaku rawat yaitu diskriminasi kepada penghuni yang
berbeda agama dari pelaku rawat. Adanya pengetahuan yang kurang mengenai
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
93
ODGJ dapat menimbulkan stigma yang akan berdampak pada pelayanan yang
diberikan yang diberikan oleh petugas.24
Kebutuhan pelatihan mengenai kesehatan jiwa bagi petugas Yayasan Galuh
yang diungkapkan oleh responden petugas yayasan, keluarga konsumer, dan dinas
sosial adalah kebutuhan gejala, diagnosis dan pengobatan gangguan jiwa, tehnik
komunikasi dengan ODGJ, cara perawatan ODGJ dengan: perilaku kekerasan,
isolasi diri, perawatan diri kurang, perilaku kacau.
Selain pelatihan mengenai kesehatan fisik dan jiwa. Responden juga merasa
petugas butuh pelatihan mengenai kesehatan lingkungan Yayasan terutama
mengenai kebersihan lingkungan dan kegiatan yang positif bagi penghuni
Yayasan. Hal ini sejalan dengan berbagai penelitian yang dilakukan oleh sejumlah
peneliti (Kulhara dkk, 201036; Popescu dan Micutlia, 200937, Ochoa dkk, 200538)
yang menunjukkan kebutuhan yang paling sering diungkapkan oleh ODGJ
berkaitan dengan aktivitas sehari-hari, pertemanan, dan gejala gangguan jiwa.
Dari hasil observasi didapatkan higiene yang buruk di Yayasan Galuh antara
lain: lingkungan tempat tinggal penghuni yang kotor, kamar mandi yang rusak
dan tidak tersedia air bersih, penyediaan makanan tanpa sendok dan garpu, tidak
tersedianya tempat untuk mencuci tangan sebelum makan, satu gelas yang dipakai
bersama-sama oleh beberapa penghuni. Adanya higiene yang buruk dan praktek
pengekangan fisik dapat berdampak buruk bagi penghuni panti. Penelitian yang
dilakukan Makanjuola di Nigeria menunjukkan banyaknya praktik negatif yang
dilakukan di panti perawatan tradisional seperti adanya higiene yang buruk di
panti dan pengekangan fisik yang menyebabkan timbulnya luka yang seringkali
dapat menimbulkan sepsis.13 Dari hasil observasi ini didapatkan kebutuhan akan
pelatihan
mengenai
cara
menjaga
kesehatan
lingkungan dan perlunya
meningkatkan kesehatan penghuni Yayasan Galuh dengan menciptakan
lingkungan bebas rokok.
7.3.2 Kebutuhan Pelatihan Petugas Kesehatan di Layanan Kesehatan
Primer di Sekitar Yayasan Galuh
Studi yang dilakukan oleh Murray dan Jenkins (1998) mengenai integrasi
pelayanan kesehatan jiwa ke layanan kesehatan primer menunjukkan adanya
peningkatan diagnosis dan pengobatan jiwa di masyarakat.39 Hal ini disebabkan
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
94
karena layanan kesehatan primer lebih mudah diakses dan lebih sedikit stigma.
Penelitian oleh Jenkins dan Strathdee menunjukkan setidaknya 40 % pasien yang
datang ke layanan kesehatan primer mengalami gangguan jiwa yang lazim.40 Hal
ini sejalan dengan pernyataan petugas puskesmas yang mengatakan mereka
umumnya menemui kasus neurotik dan kasus psikosomatik. Namun sayangnya
petugas puskesmas hanya menuliskan diagnosis gangguan fisik saja karena
keterbatasan waktu dan tenaga. Selain itu petugas puskesmas merasa kesulitan
untuk mengenali kasus gangguan jiwa ringan dan sedang. Petugas merasa perlu
mendapatkan pelatihan bagaimana dapat melakukan deteksi dini, dapat mengenali
tanda dan gejala gangguan jiwa pada orang yang berobat ke Puskesmas. Hal ini
sejalan dengan penelitian Mwape et al (2010) terhadap petugas kesehatan di
layanan kesehatan primer di Zambia. Petugas kesehatan di layanan kesehatan
primer di Zambia merasa perlu mendapatkan pelatihan untuk meningkatkan
pengetahuan dan ketrampilan mereka dalam menyediakan layanan kesehatan
terhadap orang yang memiliki masalah kesehatan jiwa. 41
7.4 Keterbatasan Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian ini, didapatkan beberapa keterbatasan antara lain:
Subyek keluarga konsumer pengguna jasa layanan Yayasan Galuh diambil dari
anggota keluarga konsumer yang sedang datang menjenguk konsumer di hari
peneliti datang ke Yayasan sehingga subyek yang diambil belum tentu
mewakili pendapat keluarga konsumer secara umum.
Pemilihan subyek konsumer berdasarkan pilihan dari petugas yayasan dapat
saja menimbulkan bias dari respons yang diberikan oleh konsumer.
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
95
BAB 6
SIMPULAN DAN SARAN
8.1 Simpulan
Petugas Yayasan Galuh dan Petugas Kesehatan di Layanan Primer di Sekitar
Yayasan Galuh (Puskesmas) memiliki pengetahuan dan pelatihan yang minim
di bidang kesehatan jiwa.
Petugas Yayasan Galuh dan Petugas Puskesmas memiliki beban kerja yang
tinggi dilihat dari: tidak ada jam kerja tetap bagi pelaku rawat dan jumlah
petugas yayasan dan Puskesmas yang sedikit dibandingkan jumlah orang
yang harus dilayani.
Inisiatif pengobatan tidak datang dari keinginan konsumer sendiri melainkan
terbanyak atas keinginan keluarga. Beberapa hal yang menyebabkan keluarga
memilih pengobatan jiwa tradisional di Yayasan Galuh dibandingkan
pengobatan jiwa formal di rumah sakit antara lain: tidak memiliki pelaku
rawat yang dapat membantu konsumer menjalani pengobatan secara teratur,
biaya besar yang dikeluarkan untuk menjalani pengobatan psikiatri
dibandingkan biaya perawatan di Yayasan Galuh yang lebih terjangkau,
perbaikan gejala gangguan jiwa pada anggota keluarga yang dirawat di
Yayasan Galuh , pengetahuan akan penyakit jiwa yang kurang sehingga
keluarga menganggap konsumer tidak pernah bisa stabil dalam jangka waktu
lama jika dibawa berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan jiwa formal seperti
rumah sakit jiwa.
Kebutuhan pelatihan petugas Yayasan Galuh
yang paling banyak
diungkapkan oleh responden adalah pelatihan di bidang kesehatan fisik
terutama mengenai tatalaksana gangguan fisik yang sering ditemui di
Yayasan yaitu: penyakit kulit (gatal, luka), diare, muntah, sakit gigi, kaki
bengkak, P3K.
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
96
Kebutuhan pelatihan petugas Yayasan Galuh di bidang kesehatan jiwa yaitu :
gejala, diagnosis dan pengobatan gangguan jiwa, tehnik komunikasi dengan
ODGJ, cara perawatan ODGJ dengan: perilaku kekerasan, isolasi diri,
perawatan diri kurang, perilaku kacau.
Pelatihan lainnya yang dirasakan perlu bagi pelaku rawat antara lain : cara
memberikan ketrampilan pada penghuni Yayasan, kebersihan lingkungan,
dan pengetahuan mengenai makanan sehat.
Petugas puskesmas merasa perlu mendapatkan pelatihan bagaimana dapat
melakukan deteksi dini, dapat mengenali tanda dan gejala gangguan jiwa
yang lazim pada orang yang datang berobat ke Puskesmas.
8.2 Saran
1.
Bagi Petugas puskesmas:
Diperlukan adanya penambahan jumlah staf di Puskesmas sehingga dapat
memberikan pelayanan di bidang kesehatan dan kesehatan jiwa dengan
lebih baik.
Diperlukan adanya pelatihan mengenai kesehatan jiwa sehingga petugas
Puskesmas dapat melakukan diagnosis dan tatalaksana kasus gangguan
jiwa yang datang berobat ke puskesmas.
2.
Bagi Yayasan Galuh
Diperlukan adanya penambahan jumlah pelaku rawat dan pembuatan jam
kerja yang jelas untuk mengurangi beban kerja pelaku rawat.
Diperlukan adanya pelaku rawat penanggung jawab dari masing-masing
orang yang dirawat di Yayasan Galuh.
Diperlukan adanya pelatihan bagi pelaku rawat dan advokasi mengenai
pemberian obat psikiatri pada ODGJ yang dirawat di Yayasan Galuh
Diperlukan adanya peningkatan sarana dan prasarana Yayasan seperti
penambahan jumlah kamar mandi, perbaikan fasilitas dapur umum, dan
penyediaan tempat pembuangan sampah yang tertutup.
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
97
Perlunya menciptakan lingkungan Yayasan yang lebih bersih dan bebas
rokok.
3.
Bagi Keluarga Konsumer
Diperlukan adanya edukasi bagi keluarga konsumer agar dapat memiliki
pemahaman yang lebih baik mengenai gangguan jiwa, pengobatannya,
dukungan dan perawatan yang dapat diberikan bagi anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa.
4.
Materi pelatihan mengenai kesehatan yang dapat diberikan bagi pelaku
rawat Yayasan Galuh:
Penyakit fisik yang sering ditemui di Panti : penyakit kulit, demam, diare
Materi mengenai pertolongan pertama pada kasus demam, diare
Cara perawatan penyakit kulit dan luka
Kebersihan lingkungan.
5.
Materi pelatihan mengenai kesehatan jiwa yang dapat diberikan bagi
pelaku rawat Yayasan Galuh:
Teknik komunikasi dengan konsumer yang mengalami ganguan jiwa
Cara merawat konsumer dengan perilaku kekerasan
Cara merawat konsumer dengan isolasi diri
Cara merawat konsumer dengan halusinasi
Cara merawat konsumer dengan perawatan diri kurang.
6.
Bagi pemerintah Kota Bekasi:
Perlu diaktifkannya Tim Pembina kesehatan jiwa masyarakat kota
Bekasi agar kerjasama lintas sektor pemerintahan dalam tatalaksana
kesehatan jiwa masyarakat dapat lebih optimal.
Perlunya peraturan mengenai standarisasi panti rehabilitasi mental
tradisional sehingga pelayanan yang diberikan kepada ODGJ yang
dirawat lebih baik.
7. Bagi Pemerintah:
Dikembangkannya sistem day care dan residential care bagi ODGJ
yang dapat ditanggung pembiayaannya oleh Jaminan Kesehatan
Nasional
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
98
8. Bagi Rumah Sakit Umum Kota Bekasi:
Disediakannya ruangan rawat akut psikiatri agar orang dengan
gangguan jiwa yang berada pada fase akut dapat ditangani di Rumah
Sakit Umum Bekasi.
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
99
DAFTAR PUSTAKA
1. Profil Kesehatan Indonesia 2010. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. 2011.
2. Titiw.
Berkunjung
Ke
Tempat
Sakit
Jiwa:
Yayasan
Galuh.
http://titiw.com/2009/08/03/berkunjung-ke-tempat-sakit-jiwa-yayasan-galuh/.
2009.
3. Allard, T. Chained to a Life of Madness. Sidney: The Sydney Morning Herald,
2010.
4. Wardani, ND. Persepsi Petugas Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 2
Cipayung dan Yayasan Galuh terhadap Tindakan Pengekangan Fisik. PPDS I
Kedokteran Jiwa Universitas Indonesia: 2011.
5. American Psychiatric Association. Learning from Each Other: Success Stories
and Ideas for Reducing Restraint / Seclusion in Behavioural Health. 2003.
6. Bragg, TA; Cohen, BM. From Asylum to Hospital to Psychiatric Health Care
System. Am J Psychiatry . 2007; 164:6.
7. Deribew A, Tamirat YS. How are mental health perceived by a community in
Agaro town? Ethiop.J.Health Dev. 2005;19(2):153-9.
8. Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. 2008.
9. Raguram R. Traditional community resources for mental health: a report of
temple healing from India. BMJ. 2002; 325: 38-40.
10.
Peltzer K, Mngqundaniso N, Petros G. HIVAIDS/STI/TB knowledge,
beliefs and practices of traditional healers in KwaZulu-Natal, South Africa.
AIDS Care. 2006: 18: 608–613.
11.
Rathinavel I. Why do mentally ill patients seek religious places for
treatment? Indian J Psychiatry. 2010; 52(3): 280–281
12. Mehl-Madrona L. What traditional indigenous elders say about cross-cultural
mental health training. Explore (NY). 2009;5(1):20-29.
13. Makanjuola AB, Adelekan ML, Morakinyo O. Current status of traditional
mental health practice in Ilorin Emirate Council area, Kwara State, Nigeria.
West Afr J Med. 2000;19(1):43-49.
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
100
14. Laporan Triwulan 3 Yayasan Galuh Sepanjang Jaya. Bekasi: Yayasan Galuh
Sepanjang Jaya. 2012.
15. Tseng WS. Handbook of Cultural Psychiatry. San Diego. Academic Press.
2001.
16. Slade M, Thornicroft G, Loftus L, Phelan M, Wykes T. CAN: Camberwell
Assessment of Need, A comprehensive needs assessment tool for people with
severe mental illness. Gaskell London. The Royal College of Psychiatrists
.1999.
17. Feinberg LF. The state of art: caregiver assessment in practice settings.
National Center on Caregiving. San Fransisco. 2002.
18. Given B, Sherwood PR. Given CW.
What Knowledge and Skills Do
Caregivers Need? American Journal of Nursing. 2008; 108 (9): 28 – 34.
19. Schumacher KL, et al. Family caregiving skill: development of the concept.
Res Nurs Health. 2000;23(3):191-203.
20. Brown C, Lloyd K. Qualitative methods in psychiatric research. Advances in
Psychiatric Treatment. 2007; 7 : 350–356.
21. Krueger RA. Focus groups: a practical guide for applied research. California.
Sage Publications. 1988.
22. Powel RA, Single HM, Lloy KR. Focus groups in mental health research:
enhancing the validity of user and provider questionnaires. International
Journal of Social Psychiatry. 1996; 42: 193–206.
23. Poerwandari EK. Pendekatan kualitatif untuk penelitian perilaku manusia.
Edisi 3. Depok. LPSP3. 2009.
24. Sorshdal K, DJ Stein, AJ Fisher. Tradisional Healer Attitudes and Belief
Regarding Refferal of the Mentally Ill to Western Doctors in South Africa,
Transcultural Psychiatry.2010; 47 (4): 591-609.
25. Royal College of Nursing. Guidance on safe nurse staffing level in UK. 2010.
Diunduh dari
http://www.rcn.org.uk/__data/assets/pdf_file/0005/353237/003860.pdf
tanggal 17 Oktober 2014.
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
101
26. Potret
ketersediaan
dan
kebutuhan
tenaga
dokter.
http://hpeq.dikti.go.id/v2/images/Produk/Potret_Ketersediaan_Dan_Kebutuhan_Ten
aga_Dokter.pdf
27. Goldfracht M1, Shalit C, Peled O, Levin D. Attitudes of Israeli primary care
physicians towards mental health care. Isr J Psychiatry Relat Sci.
2007;44(3):225-9
28. Gater A, Rofail D, Tolley C, Marshall C, Webb LA et al.„„Sometimes It‟s
Difficult to Have a Normal Life‟‟: Results from a Qualitative Study
Exploring Caregiver Burden in Schizophrenia. Schizophrenia Research and
Treatment. 2014; 3:1-13.
29. Investing
in
Mental
Health.
WHO.
2003.
Diunduh
dari
http://www.who.int/mental_health/media/investing_mnh.pdf tanggal 1 Maret 2014 .
30. Sjenny A. Dasar pengambilan keputusan pemasungan terhadap pasien dengan
skizofrenia olehkeluarga di kabupaten banyuwangi (Tesis). Jakarta:
Universitas Indonesia.2009.
31. Kermode M, Bowen K, Arole S, Pathare S, Jorm AF. Attitudes to people
with mental disorders: a mental health literacy survey in a rural area of
Maharashtra, India. Soc Psychiat Epidemiol. 2009. 44:1087–1096.
32. Corrigan PW, Watson AC. Factors that explain how policy makers distribute
resources to mental health services. Psychiatr Serv. 2003;54(4):501-507.
33. Corrigan PW, Watson AC, Warpinski AC, Gracia G. Stigmatizing attitudes
about mental illness and allocation of resources to mental health services.
Community Ment Health J. 2004; 40(4):297-307.
34. Corrigan PW, Markowitz FE, Watson AC. Structural levels of mental illness
stigma and discrimination. Schizophr Bull. 2004;30(3):481-491.
35. Levinson MC, Druss BG, Dombrowski EA, Rosenheck R. A. Barriers to
primary medical care among patients at a community mental health center.
Psychiatric Services. 2003; 54: 1158–1160.
36. Kulhara P, Avasth A, Grover S, Sharan P, Sharma P, et al Needs of Indian
schizophrenia patients: an exploratory study from India. Social Psychiatry
and Psychiatric Epidemiolog. 2010. 45 (8), 809-818.
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
102
37. Popescu C, Micutlia I. Met and unmet needs of patients with schizophrenia Brief research report of a Romanian sample. Journal of Cognitive and
Behavioral Psychotherapies. 2009; 9 (2): 161-167.
38. Ochoa S, Haro JM, Usall J, Autonell J, Vicens E, Asensio F. Needs and its
relation to symptom dimensions in a sample of outpatients with
schizophrenia. Schizophrenia Research. 2005; 75 (1): 129-134.
39. Murray J, Jenkins R: Prevention of mental illness in primary care.
International Review of Psychiatry 1998, 10:154-157.
40. Jenkins R, Strathdee G: The Integration of Mental Health Care with Primary
Care. International Journal of Law and Psychiatry. 2000. 23:277-291.
41. Mwape L, Sikwese A, Kapungwe A, Mwanza J, Flisher A, Lund C, Cooper
S. Integrating mental health into primary health care in Zambia: a care
provider's perspective. Int J Ment Health Syst. 2010. 25; 4:21.
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
103
Lampiran 1. Keterangan Lolos Kaji Etik
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
104
Lampiran 2. Persetujuan Setelah Penjelasan
Judul Penelitian: Penilaian Kebutuhan Pelatihan di Bidang Kesehatan Jiwa bagi Petugas
Yayasan dan Petugas Kesehatan di Layanan Primer di Sekitar Yayasan Galuh Bekasi
Jawa Barat
Nama
: _________________________________________
Jenis Kelamin
: _________________________________________
Tanggal lahir/usia
: _________________________________________
1. Saya menegaskan bahwa saya telah membaca lembar informasi ini dan telah
mendapat penjelasan mengenai penelitian di atas, dan saya telah mendapat
kesempatan untuk mengajukan pertanyaan.
2. Saya memahami bahwa tidak ada efek samping yang timbul dalam penelitian ini.
3. Saya memahami bahwa partisipasi dalam penelitian ini bersifat sukarela.
4. Saya memahami bahwa kerahasiaan identitas diri saya akan terjaga dalam
penelitian ini.
Bekasi,……………………………
Partisipan
(
)
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
105
Lampiran 3. Data Konsumer
KUESIONER DATA RESPONDEN
Nomor Responden
:
………………………………………………………
Tanggal Wawancara
:
………………………………………………………
DATA DEMOGRAFI
1. Nama
:
2. Alamat
:
3. Umur
:
4. Jenis kelamin:
5. Status pernikahan :
6. Jumlah anak
:
7. Agama
:
8. Suku
:
9. Pendidikan terakhir :
10. Pekerjaan terakhir :
11. Lama tinggal di Yayasan Galuh:
12. Alasan dirawat di Yayasan Galuh:
RIWAYAT KESEHATAN UMUM DAN KESEHATAN JIWA
1. Selama tinggal di yayasan Galuh, responden pernah sakit:
1.Ya
2. Tidak
2. Saat responden sakit selama tinggal di yayasan apakah pernah mendapatkan
layanan konsultasi/pemeriksaan kesehatan fisik:
1.Ya
2. Tidak
3. Bila Ya, di:
1. Puskesmas
2. Rumah Sakit
3. Klinik Umum
4. Lain-lain (sebutkan)…………
4. Selama tinggal di yayasan, apakah responden pernah melakukan
konsultasi/pemeriksaan kesehatan jiwa:
1. Ya
2. Tidak
5. Bila Ya, di
1. Puskesmas
2. Rumah Sakit
3. Psikiater
4. Lain-lain (sebutkan)…………
6. Kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan selama di Yayasan Galuh
1. Mudah
2. Sulit
7. Kemudahan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan jiwa di Yayasan Galuh
1. Mudah
2. Sulit
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
106
Lampiran 4. Data keluarga/masyarakat pengguna jasa layanan perawatan jiwa di
Yayasan Galuh
KUESIONER DATA RESPONDEN
Nomor Responden
Tanggal Wawancara
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
:
:
DATA DEMOGRAFI
Nama
:……………………………………………………………….
Alamat
:……………………………………………………………….
Umur
:……………………………………………………………….
Jenis kelamin :……………………………………………………………….
Status pernikahan: …………………………………………………………….
Agama
:…………………………………………………………….
Suku
: ……………………………………………………………….
Pendidikan terakhir
: ……………………………………………………….
Pekerjaan terakhir
: ………………………………………………………….
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
107
Lampiran 5. Data Petugas Yayasan Galuh
Nama Petugas :
Tugas
:
Lama Bertugas :
Jenis Kelamin :
Tanggal lahir/ umur
:
Pelatihan yang berkaitan dengan ilmu kesehatan hingga saat ini :
Nama & jenis Institusi
Lama
Tahun
pelatihan
penyelenggara
pelatihan
Penyelenggaraan
(jam/hari)
Materi
Pelatihan
Pelatihan yang berkaitan dengan ilmu kesehatan jiwa hingga saat ini :
Nama & jenis Institusi
Lama
Tahun
pelatihan
penyelenggara
pelatihan
Penyelenggaraan
(jam/hari)
Materi
Pelatihan
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
108
Lampiran 6. Panduan Wawancara Focus Group Discussion
Penilaian Kebutuhan Pelatihan di Bidang Kesehatan Jiwa bagi Petugas Yayasan dan
Petugas Kesehatan di Layanan Primer di Sekitar Yayasan Galuh Bekasi Jawa Barat
Total waktu pelaksanaan FGD = 120 menit
NASKAH PEMBUKAAN (15 menit)
Catatan Fasilitator: Gunakan naskah dibawah ini ketika membuka FGD
Terimakasih atas kehadiran Bapak/Ibu semuanya pada pertemuan hari ini. Nama
saya_________ dan saya akan mencoba memfasilitasi diskusi kali ini.
Tujuan dari pertemuan kita kali ini adalah untuk melakukan pembicaraan (ngobrolngobrol santai) terbuka tentang kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi
petugas Yayasan Galuh/ Petugas Puskesmas.
Pertemuan ini diadakan oleh Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia/RS Ciptomangunkusumo.
Kami akan melakukan pelatihan bagi petugas Yayasan Galuh dan petugas Puskesmas
Pengasinan untuk meningkatkan mutu layanan kesehatan bagi orang yang menjalani
perawatan di Yayasan Galuh. Agar pelatihan ini lebih menjawab apa yang Bapak/Ibu
butuhkan, kami perlu memahami bagaimana pendapat terhadap hal-hal yang penting
dirasa perlu diketahui oleh petugas sehingga kami bisa mendapatkan masukan untuk
menyusun modul pelatihan bagi petugas di Yayasan Galuh maupun petugas Puskesmas.
Sekarang, saya akan membagikan formulir biodata. Anda memang telah diundang, tetapi
dalam pertemuan ini tetap berdasarkan kesukarelaan, jadi anda dapat dengan bebas
memilih apakah anda berminat untuk bergabung atau tidak. Jika anda memutuskan untuk
bergabung dengan kami, maka kami akan meminta anda menandatangani formulir ini.
Dalam formulir ini terdapat beberapa pertanyaan tentang biodata anda dan sekaligus
menyatakan bahwa anda menyetujui untuk berpartisipasi.
[Setelah formulir dibagikan kepada semua peserta, mintalah kepada masing-masing
peserta untuk memperkenalkan diri]
Sebelum kita mulai, ada beberapa hal lagi yang akan saya sampaikan.
Bahwa diskusi ini harus terbuka dan jujur. Diskusi ini adalah untuk mencari tahu
tentang pendapat, pandangan dan pemikiran anda, jadi dalam diskusi ini TIDAK
ADA JAWABAN YANG BENAR ATAU SALAH.
Dimohon kepada semua peserta untuk menghormati pendapat orang lain. Orang
lain mungkin mempunyai pandangan atau pendapat yang berbeda dan hal itu
merupakan hal yang baik dalam diskusi ini.
Dimohon untuk memberikan kepada setiap orang kesempatan yang sama untuk
berpartisipasi dalam pembicaraan.
Apapun yang akan anda sampaikan dalam diskusi ini akan kami simpan dan kami
rahasiakan. Kami akan membuat catatan tentang perjalanan diskusi ini dan apa
yang anda sampaikan, tetapi kami tidak akan menuliskan nama ataupun siapa
yang menyatakan pernyataan.
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
109
Focus Group Discussion bagi Petugas Yayasan Galuh
A. Pengumpulan Data
Tanggal
:
Pengambil data :
B. Identitas Responden
No.
1
2
3
4
5
6
Nama
Jenis kelamin
Usia
Pendidikan
Lama kerja
Tempat
Tinggal
7
8
9
10
Posisi Duduk
Tujuan 1: Mendapatkan data tentang layanan perawatan yang diberikan
1. Dapatkah Bapak/Ibu jelaskan layanan perawatan yang Bapak/Ibu berikan?
2. Apakah Bapak/Ibu juga memberikan pelayanan perawatan di luar gedung Yayasan
Galuh?
Jika ya, bisakah Bapak/Ibu sebutkan bentuk layanan yang diberikan ?
Tujuan 2: Mendapatkan pemahaman tentang pengetahuan pelaku rawat
3. Apa saja yang Bapak/Ibu ketahui mengenai kondisi orangyang bapak/ibu rawat?
4. Apa saja yang Bapak/Ibu ketahui mengenai orang dengan gangguan jiwa?
5. Apa saja yang Bapak/Ibu ketahui mengenai perawatan yang dapat diberikan pada
orang dengan gangguan jiwa?
Tujuan 3: Mengetahui kemampuan dan beban pelaku rawat dalam memberikan perawatan
6. Perawatan apa saja yang selama ini Bapak/Ibu berikan di Yayasan Galuh (contoh :
(memandikan, memberikan makanan, memakaikan baju)?
7. Apakah kesulitan yang ditemukan oleh Bapak/Ibu dalam memberikan perawatan
(contoh: apakah memberikan perawatan tertentu yang
menyulitkan/melelahkan/membuat frustasi)?
8. Apakah Bapak/Ibu merasa memiliki ketrampilan khusus yang dibutuhkan dalam
memberikan perawatan seperti:
a. Berkomunikasi dengan orang yang dirawat?
b. Menghadapi perilaku orang yang dirawat?
c. Sakit fisik ?
9. Berapa jam yang Bapak/Ibu habiskan dalam seminggu untuk melakukan kegiatan
perawatan?
10. Apakah Bapak/Ibu memiliki masalah kesehatan fisik?
Bila Ya, penyakit apa?
Apakah penyakit itu mengganggu kegiatan perawatan yang Bapak/Ibu lakukan?
11. Apakah Bapak/Ibu memiliki kegiatan lain di luar aktivitas di Yayasan (contohnya
hobi, kegiatan keagamaan, olahraga)?
12. Apa yang biasanya Bapak/Ibu lakukan untuk menjaga kesehatan fisik dan mental
Bapak/Ibu untuk dapat menjalankan tugas dengan baik?
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
110
Tujuan 4: Mendapatkan data kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan
Apakah Bapak/ibu memerlukan pelatihan terkait topik kesehatan?
a. Jika ya, apa alasannya dan apa yang dibutuhkan?
b. Jika tidak, apa alasannya dan apa yang dibutuhkan?
13. Menurut Bapak /ibu, keterampilan apa saja yang Bapak/ibu perlukan untuk
menjalankan tugas sebagai penyedia layanan kesehatan?
14. Apakah Bapak/Ibu perlu melakukan pemberian informasi dan edukasi tentang
kesehatan dan kesehatan jiwa kepada orang yang dirawat di Yayasan Galuh?
a. Jika ya, apa alasannya dan informasi apa yang perlu diberikan?
b. Jika tidak, apa alasannya?
15. Topik pelatihan kesehatan apa sajakah yang Bapak/Ibu perlukan?
(Topik pelatihan kesehatan tersebut bisa mencakup : konseling kejiwaan, gejala
gangguan jiwa, penggunaan obat-obatan/alkohol, cara menjaga keselamatan diri
sendiri dan orang yang dirawat, penyediaan tempat tinggal dan makanan yang sehat)
16. Dari pelatihan-pelatihan kesehatan yang telah disebutkan tadi, bisakah Bapak/ibu
menentukan 3 prioritasyang Bapak/Ibu butuhkan?
Prioritas 1 :
Prioritas 2 :
Prioritas 3 :
Tujuan 5 : Mendapatkan data kebutuhan pelatihan di bidang sosial (20-30 menit)
17. Menurut Bapak/ibu, masalah psikososial apa saja yang dialami oleh orang yang
dirawat di Yayasan Galuh? (Masalah psikososial ini dapat berupa masalah dalam
pertemanan, hubungan dekat, dukungan sosial & kesehatan)
18. Kebutuhan ketrampilan sosial apa saja yang diperlukan oleh orang yang dirawat di
Yayasan Galuh? (Kebutuhan sosial ini dapat berupa pertemanan, hubungan dekat,
dukungan sosial & kesehatan)
19. Apakah Bapak/ibu butuh pelatihan mengenai ketrampilan sosial ?
a. Jika ya, apa alasannya dan apa yang dibutuhkan?
b. Jika tidak, apa alasannya dan bagaimana seharusnya?
20. Menurut Bapak /ibu, pengetahuan dan ketrampilan apa saja yang perlu dimiliki oleh
petugas untuk membantu orang yang dirawat di yayasan Galuh?
21. Dari pelatihan-pelatihan ketrampilan sosial yang telah disebutkan tadi, bisakah
Bapak/ibu menentukan 3 prioritas yang Bapak/Ibu butuhkan?
Prioritas 1 :
Prioritas 2 :
Prioritas 3 :
Tujuan 6 : Mendapatkan data kebutuhan pelatihan di bidang okupasi & aktivitas orang
yang dirawat (20-30 menit)
22. Menurut Bapak/Ibu, masalah apa saja yang dialami oleh orang yang dirawat di
Yayasan Galuh yang terkait dengan aktivitas sehari-hari? (aktivitas harian yang
dimaksud adalah…..)
23. Menurut Bapak /ibu, latihan apa saja yang perlu diberikan oleh petugas kepada orang
yang dirawat di yayasan Galuh?
24. Apakah Bapak/ibu butuh membutuhkan pelatihan untuk dapat mengajarkan
bagaimana melakukan aktivitas sehari-hari pada orang yang dirawat?
a. Jika ya, apa alasannya dan apa yang dibutuhkan?
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
111
b. Jika tidak, apa alasannya dan bagaimana seharusnya?
Pengetahuan dan keterampilan apa sajakah yang Bapak/Ibu perlukan terkait
dengan latihan untuk aktivitas harian dan kemandirian orang yang dirawat?
26.
Dari pelatihan-pelatihan yang telah disebutkan tadi, bisakah Bapak/ibu membuat
3 bentuk pelatihan yang menjadi 3 prioritas teratas?
Prioritas 1 :
Prioritas 2 :
Prioritas 3 :
25.
Kesimpulan/Rangkuman (5 menit)
Ucapkan terimakasih atas partisipasi peserta.
Catatan observasi pelaksanaan FGD
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
112
Focus Group Discussion bagi Petugas Layanan Kesehatan Primer
A. Pengumpulan Data
Tanggal
:
Pengambil data :
B. Data Puskesmas dan Observasi
(kategori Puskesmas (kecamatan/kelurahan), luas cakupan (area, populasi), SDM
(jumlah, kualifikasi), observasi lingkungan saat pengambilan data)
C. Identitas Responden
No.
1
2
Nama
Jenis
kelamin
Usia
Pendidikan
Jabatan
Lama kerja
3
4
5
6
7
8
9
10
Tujuan 1: Mendapatkan data gangguan jiwa yang ada di Puskesmas
1) Menurut Bapak/Ibu apakah masalah kesehatan jiwa banyak terjadi di sekitar Bapak
ibu?
2) Adakah orang yang datang ke Puskesmas ini dengan gangguan jiwa? Bila ya,
bagaimana Bapak/Ibu atau mungkin orang lain mengenali gejala gangguan jiwa?
(beberapa orang menyatakan bahwa orang dengan gangguan jiwa terlihat stres, depresi,
cemas, bicara sendiri, bicara kacau, dll).
3) Sepanjang yang Bapak/Ibu perhatikan, berapa rata-rata banyaknya kasus dengan
gangguan jiwa yang ditangani di Puskesmas setiap harinya? Diagnosis apa yang paling
banyak ditemukan? Gejala apa yang saat itu ditunjukkan oleh pasien?
4) Bagaimana selama ini masyarakat mengatasi masalah kesehatan jiwa yang ada?
(beberapa daerah lebih memilih untuk membawa orang dengan gangguan jiwa ke
pengobatan tradisional, atau memasungnya di rumah, dll)
5) Menurut Bapak ibu, apakah akibat/dampak yang bisa terjadi bila masalah kesehatan
jiwa di masyarakat tidak diatasi? (dampak bagi orang tersebut, keluarga, orang lain dan
masyarakat)
Tujuan 2: Mengidentifikasi model pelayanan kesehatan jiwa di puskesmas
Sekarang saya akan menanyakan kepada Bapak/Ibu tentang layanan kesehatan jiwa yang
diselenggarakan di dalam Puskesmas Bapak/ibu sampai hari ini.
6) Menurut Bapak/Ibu apa saja yang termasuk dalam layanan kesehatan jiwa? (beberapa
orang menyebutkan pemberian obat jiwa, konseling, penyuluhan, dll)
7) Apakah Puskesmas ini menyediakan layanan kesehatan jiwa di Puskesmas?
a. Bila ya, bisakah Bapak/Ibu sebutkan!
b. Bila tidak, apakah ada alasan mengapa hal itu terjadi?
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
113
8) Apakah Puskesmas ini menyediakan layanan kesehatan jiwa langsung di
masyarakat (di luar gedung)?
a. Bila ya, bisakah Bapak/Ibu sebutkan!
b. Bila tidak, apakah ada alasan mengapa hal itu terjadi?
Tujuan 3: Mendapatkan data kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan (30-40
menit)
9) Apakah Bapak/ibu memerlukan pelatihan terkait topik kesehatan bagi orang dengan
gangguan jiwa?
a. Jika ya, apa alasannya dan apa yang dibutuhkan?
b. Jika tidak, apa alasannya dan apa yang dibutuhkan?
10) Menurut Bapak /ibu, keterampilan apa saja yang Bapak/ibu perlukan untuk
menjalankan tugas sebagai penyedia layanan kesehatan?
11) Apakah Bapak/Ibu perlu melakukan pemberian informasi dan edukasi tentang
kesehatan dan kesehatan jiwa kepada orang yang dengan gangguan jiwa?
a. Jika ya, apa alasannya dan informasi apa yang perlu diberikan?
b. Jika tidak, apa alasannya?
12) Topik pelatihan kesehatan apa sajakah yang Bapak/Ibu perlukan?
(Topik pelatihan kesehatan tersebut bisa mencakup : konseling kejiwaan, gejala
gangguan jiwa, penggunaan obat-obatan/alkohol, cara menjaga keselamatan diri
sendiri dan orang yang dirawat, penyediaan tempat tinggal dan makanan yang sehat)
13) Dari pelatihan-pelatihan kesehatan yang telah disebutkan tadi, bisakah Bapak/ibu
menentukan 3 bentuk pelatihan yang menjadi 3 prioritas teratas?
Prioritas 1 :
Prioritas 2 :
Prioritas 3 :
Tujuan 4 : Mendapatkan data kebutuhan pelatihan di bidang sosial (20-30 menit)
14) Menurut Bapak/ibu, masalah psikososial apa saja yang dialami oleh orang dengan
gangguan jiwa? (Masalah psikososial ini dapat berupa masalah dalam pertemanan,
hubungan dekat, dukungan sosial & kesehatan)
15) Kebutuhan ketrampilan sosial apa saja yang diperlukan oleh orang dengan gangguan
jiwa? (Kebutuhan sosial ini dapat berupa pertemanan, hubungan dekat, dukungan
sosial & kesehatan)
16) Apakah Bapak/ibu butuh pelatihan mengenai ketrampilan sosial ?
a. Jika ya, apa alasannya dan apa yang dibutuhkan?
b. Jika tidak, apa alasannya dan bagaimana seharusnya?
17) Menurut Bapak /ibu, pengetahuan dan ketrampilan apa saja yang perlu dimiliki oleh
petugas untuk membantu orang dengan gangguan jiwa?
18) Dari pelatihan-pelatihan ketrampilan sosial yang telah disebutkan tadi, bisakah
Bapak/ibu menentukan 3 bentuk pelatihan yang menjadi 3 prioritas teratas?
Prioritas 1 :
Prioritas 2 :
Prioritas 3 :
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
114
Tujuan 5 : Mendapatkan data kebutuhan pelatihan di bidang okupasi & aktivitas orang
dengan gangguan jiwa (20-30 menit)
19) Menurut Bapak/Ibu, masalah apa saja yang dialami oleh orang dengan gangguan
jiwa yang terkait dengan aktivitas sehari-hari?
20) Menurut Bapak /ibu, latihan apa saja yang perlu diberikan oleh petugas kepada
orang dengan gangguan jiwa?
21) Apakah Bapak/ibu butuh membutuhkan pelatihan untuk dapat mengajarkan
bagaimana melakukan aktivitas sehari-hari pada orang dengan gangguan jiwa?
c. Jika ya, apa alasannya dan apa yang dibutuhkan?
d. Jika tidak, apa alasannya dan bagaimana seharusnya?
22) Pengetahuan dan keterampilan apa sajakah yang Bapak/Ibu perlukan terkait
dengan latihan untuk aktivitas harian dan kemandirian orang dengan gangguan
jiwa?
23) Dari pelatihan-pelatihan yang telah disebutkan tadi, bisakah Bapak/ibu
menentukan 3 bentuk pelatihan yang menjadi 3 prioritas teratas?
Prioritas 1 :
Prioritas 2 :
Prioritas 3 :
Kesimpulan/Rangkuman (5 menit)
Ucapkan terimakasih atas partisipasi peserta.
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
115
Focus Group Discussion bagi Masyarakat Pengguna layanan Yayasan Galuh
A. Pengumpulan Data
Tanggal
:
Pengambil data :
B. Identitas Responden
No.
1
2
Nama
Jenis kelamin
Usia
Pendidikan
Pekerjaan
Status Responden
(keluarga, tokoh
masyarakat,
konsumer)
3
4
5
6
7
8
9
10
Tujuan 1: Mendapatkan data gangguan jiwa yang ada di wilayah Bekasi
1) Menurut Bapak/Ibu apakah masalah kesehatan jiwa banyak terjadi di sekitar Bapak
ibu?
2) Sepanjang yang Bapak/Ibu perhatikan, berapa banyak orang dengan gangguan jiwa
yang ada di sekitar Bapak/Ibu? (< 10orang, 10-20orang, >20 orang). Gangguan jiwa
dengan gejala seperti apakah yang paling banyak ditemukan di sekitar Bapak ibu?
3) Menurut Bapak/Ibu apakah gangguan jiwa dapat diobati?
a) Bila ya, bagaimana cara pengobatannya?
b) Bila tidak, apa yang bisa kita lakukan untuk membantu orang lain yang
mengalami gangguan jiwa?
4) Sepengetahuan Bapak ibu, bagaimana selama ini masyarakat mengatasi masalah
kesehatan jiwa yang ada? (beberapa daerah lebih memilih untuk membawa orang
dengan gangguan jiwa ke pengobatan tradisional, dukun, kyai, memasungnya di
rumah, dll)
5) Menurut Bapak ibu, apakah akibat/dampak yang bisa terjadi bila masalah kesehatan
jiwa di masyarakat tidak diatasi? (dampak bagi orang tersebut, keluarga, orang lain
dan masyarakat)
Tujuan 2: Menilai kebutuhan masyarakat (tokoh masyarakat, kader kesehatan, keluarga
dan konsumer) terhadap pelayanan kesehatan jiwa
6) Menurut Bapak/Ibu apakah Bapak atau ibu atau masyarakat membutuhkan adanya
pelayanan kesehatan jiwa di puskesmas maupun di masyarakat?
a. Jika ya, apa alasannya dan apa yang dibutuhkan?
b. Jika tidak, apa alasannya dan bagaimana seharusnya?
7. Bentuk pelayanan kesehatan jiwa yang seperti apakah yang Bapak/Ibu atau masyarakat
perlukan?
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
116
Tujuan 3: Mengidentifikasi model pelayanan kesehatan jiwa
Sekarang saya akan menanyakan kepada Bapak/Ibu tentang layanan kesehatan jiwa yang
diselenggarakan di dalam Yayasan/ Puskesmas di wilayah Bapak/ibu sampai hari ini.
8.
a.
b.
9.
a.
b.
10.
11.
12.
13.
Sepengetahuan Bapak ibu, apakah Yayasan/Puskesmas wilayah setempat
menyediakan layanan kesehatan jiwa?
Bila ya, bisakah Bapak/Ibu sebutkan!
Bila tidak, apakah ada alasan mengapa hal itu terjadi?
Menurut Bapak ibu, apakah Yayasan/Puskesmas juga menyelenggarakan layanan
kesehatan jiwa langsung di masyarakat (di luar gedung)?
Bila ya, bisakah Bapak/Ibu sebutkan?
Bila tidak, apakah ada alasan mengapa hal itu terjadi?
(Bagi mereka yang pernah mendapatkan layanan kesehatan jiwa seperti yang telah
disebutkan di atas). Dapatkah Bapak/Ibu ceritakan tentang layanan yang Bapak/Ibu
terima tersebut?
Apa yang Bapak/Ibu rasakan tentang layanan yang Bapak/Ibu peroleh tersebut?
(Bapak/Ibu bisa menilai dengan cara memberikan penilaian dari angka 1-10, 1 untuk
sangat kurang, 10 sangat baik, dan apa alasannya).
Apakah Bapak/Ibu merasa terbantu dengan adanya layanan kesehatan jiwa tersebut?
Bagaimana menurut Bapak/Ibu agar kegiatan pelayanan kesehatan jiwa di
Yayasan/Puskesmas maupun langsung di masyarakat (luar gedung) ini dapat lebih
ditingkatkan?
Tujuan 3: Mendapatkan data kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan (30-40
menit)
14. Apakah menurut Bapak/ibu, petugas memerlukan pelatihan terkait topik kesehatan
bagi orang dengan gangguan jiwa?
a) Jika ya, apa alasannya dan apa yang dibutuhkan?
b) Jika tidak, apa alasannya dan apa yang dibutuhkan?
15. Menurut Bapak /ibu, keterampilan apa saja yang petugas perlukan untuk
menjalankan tugas sebagai penyedia layanan kesehatan?
16. Apakah menurut Bapak/ibu, petugas perlu melakukan pemberian informasi dan
edukasi tentang kesehatan dan kesehatan jiwa kepada orang yang dengan gangguan
jiwa?
a. Jika ya, apa alasannya dan informasi apa yang perlu diberikan?
b. Jika tidak, apa alasannya?
17. Topik pelatihan kesehatan apa sajakah yang Bapak/Ibu perlukan?
(Topik pelatihan kesehatan tersebut bisa mencakup : konseling kejiwaan, gejala gangguan
jiwa, penggunaan obat-obatan/alkohol, cara menjaga keselamatan diri sendiri dan
orang yang dirawat, penyediaan tempat tinggal dan makanan yang sehat)
18. Dari pelatihan-pelatihan kesehatan yang telah disebutkan tadi, bisakah Bapak/ibu
menentukan 3 bentuk pelatihan yang menjadi 3 prioritas teratas?
Prioritas 1 :
Prioritas 2 :
Prioritas 3 :
Tujuan 4 : Mendapatkan data kebutuhan pelatihan di bidang sosial (20-30 menit)
19. Menurut Bapak/ibu, masalah psikososial apa saja yang dialami oleh orang dengan
gangguan jiwa? (Masalah psikososial ini dapat berupa masalah dalam
pertemanan, hubungan dekat, dukungan sosial & kesehatan)
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
117
20. Kebutuhan ketrampilan sosial apa saja yang diperlukan oleh orang dengan gangguan
jiwa? (Kebutuhan sosial ini dapat berupa pertemanan, hubungan dekat, dukungan
sosial & kesehatan)
21. Apakah menurut Bapak/ibu, orang dengan gangguan jiwa butuh pelatihan mengenai
ketrampilan sosial ?
a. Jika ya, apa alasannya dan apa yang dibutuhkan?
b. Jika tidak, apa alasannya dan bagaimana seharusnya?
22. Menurut Bapak /ibu, pengetahuan dan ketrampilan apa saja yang perlu dimiliki oleh
petugas untuk membantu orang yang dengan gangguan jiwa?
23. Dari pelatihan-pelatihan ketrampilan sosial yang telah disebutkan tadi, bisakah
Bapak/ibu menentukan 3 bentuk pelatihan yang menjadi 3 prioritas teratas?
Prioritas 1 :
Prioritas 2 :
Prioritas 3 :
Tujuan 5 : Mendapatkan data kebutuhan pelatihan di bidang okupasi & aktivitas orang
orang yang dengan gangguan jiwa (20-30 menit)
24. Menurut Bapak/Ibu, masalah apa saja yang dialami oleh orang dengan gangguan
jiwa yang terkait dengan aktivitas sehari-hari?
25. Menurut Bapak /ibu, latihan apa saja yang perlu diberikan oleh petugas kepada orang
dengan gangguan jiwa?
26. Pengetahuan dan keterampilan apa sajakah yang Bapak/Ibu perlukan terkait dengan
latihan untuk aktivitas harian dan kemandirian orang dengan gangguan jiwa?
27. Dari pelatihan-pelatihan yang telah disebutkan tadi, bisakah Bapak/ibu menentukan
3 bentuk pelatihan yang menjadi 3 prioritas teratas?
Prioritas 1 :
Prioritas 2 :
Prioritas 3 :
Kesimpulan/Rangkuman (5 menit)
Ucapkan terimakasih atas partisipasi peserta.
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
118
Wawancara Mendalam bagi Konsumer
A. Pengumpulan Data
Tanggal
:
Pengambil data :
B. Identitas Responden
Nama
:
Jenis Kelamin :
Usia
:
Pendidikan
Terima kasih untuk kesediaan Bapak/Ibu untuk saya wawancarai selama 60 – 90 menit ke
depan. Saya mengharapkan Bapak/Ibu dapat mengungkapkan pendapat secara jujur dan
sesuai dengan apa yang Bapak/Ibu butuhkan.
Tujuan 1: Mendapatkan data mengenai perilaku pencarian pertolongan
1. Menurut Bapak/Ibu apakah gangguan kesehatan yang membuat Bapak/Ibu
mendapatkan pengobatan di Yayasan Galuh?
2. Apakah Bapak/Ibu mencari pertolongan ke Yayasan Galuh atas keinginan
Bapak/Ibu sendiri?
a) Bila ya, dari siapa Bapak/Ibu mengetahui adanya pengobatan di Yayasan
Galuh?
b) Bila tidak, siapa yang membawa Bapak/Ibu berobat ke Yayasan Galuh?
3. Menurut Bapak/Ibu apakah penyebab dari gangguan tersebut?
4. Menurut Bapak/Ibu apakah gangguan tersebut dapat diobati?
a) Bila ya, bagaimana cara pengobatannya?
b) Bila tidak, apa yang bisa kita lakukan untuk membantu orang lain yang
mengalami gangguan jiwa?
5. Apakah Bapak/Ibu pernah berobat ke tempat lain sebelum berobat ke
Yayasan Galuh?
a) Bila ya, kemana Bapak/Ibu berobat?
b) Bagaimana hasil pengobatan yang Bapak/Ibu rasakan?
6. Apakah dampak yang Bapak/Ibu rasakan setelah mendapatkan pengobatan di
Yayasan Galuh?
7. Menurut Bapak/Ibu apakah gangguan kesehatan yang membuat Bapak/Ibu
mendapatkan pengobatan di Yayasan Galuh?
8. Apakah Bapak/Ibu mencari pertolongan ke Yayasan Galuh atas keinginan
Bapak/Ibu sendiri?
a) Bila ya, dari siapa Bapak/Ibu mengetahui adanya pengobatan di Yayasan
Galuh?
b) Bila tidak, siapa yang membawa Bapak/Ibu berobat ke Yayasan Galuh?
9. Menurut Bapak/Ibu apakah penyebab dari gangguan tersebut?
10. Menurut Bapak/Ibu apakah gangguan tersebut dapat diobati?
a) Bila ya, bagaimana cara pengobatannya?
b) Bila tidak, apa yang bisa kita lakukan untuk membantu orang lain yang
mengalami gangguan jiwa?
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
119
11. Apakah Bapak/Ibu pernah berobat ke tempat lain sebelum berobat ke
Yayasan Galuh?
Bila ya, kemana Bapak/Ibu berobat?
Bagaimana hasil pengobatan yang Bapak/Ibu rasakan?
12. Apakah dampak yang Bapak/Ibu rasakan setelah mendapatkan pengobatan di
Yayasan Galuh?
13. Apakah Bapak/Ibu mencari pertolongan ke Yayasan Galuh atas keinginan Bapak/Ibu
sendiri?
Bila ya, dari siapa Bapak/Ibu mengetahui adanya pengobatan di Yayasan Galuh?
Bila tidak, siapa yang membawa Bapak/Ibu berobat ke Yayasan Galuh?
14. Menurut Bapak/Ibu apa alasannya Bapak/Ibu perlu mendapatkan pengobatan di
Yayasan Galuh?
15. Sudah berapa lama Bapak/Ibu mengalami kondisi tersebut?
16. Menurut Bapak/Ibu apakah penyebab dari kondisi tersebut?
17. Menurut Bapak/Ibu apakah kondisi tersebut dapat diobati?
Bila ya, bagaimana cara pengobatannya?
Bila tidak, apa yang selanjutnya harus dilakukan?
18. Apakah Bapak/Ibu pernah mendapat pertolongan untuk kondisi tersebut ke tempat
lain sebelum berobat ke Yayasan Galuh?
Bila ya, kemana Bapak/Ibu berobat? Bagaimana hasil pengobatan yang
Bapak/Ibu rasakan?
Bila tidak, apa yang Bapak/Ibu lakukan untuk menyelesaikan masalah tersebut?
19. Pengobatan seperti apakah yang Bapak/Ibu terima selama tinggal di Yayasan Galuh?
20. Apakah perubahan yang Bapak/Ibu rasakan setelah menjalani pengobatan di Yayasan
Galuh?
Tujuan 2: Menilai kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan jiwa
21. Selain langsung dari petugas di dalam Yayasan, apakah Bapak/Ibu mendapatakan
layanan kesehatan dari pihak lain? (misalnya Puskesmas, Rumah Sakit, Klinik, dll)
a. Jika ya, layanan kesehatan seperti apa yang Bapak/Ibu terima?
b. Jika tidak, apa alasannya dan bagaimana seharusnya?
16. Menurut Bapak/Ibu, apa itu layanan kesehatan jiwa?
17. Menurut Bapak/Ibu apakah Bapak atau ibu membutuhkan adanya layanan kesehatan
jiwa untuk Bapak/Ibu?
a. Jika ya, layanan kesehatan seperti apa yang Bapak/Ibu butuhkan?
b. Jika tidak, apa alasannya?
18. Apakah Bapak/Ibu membutuhkan layanan kesehatan jiwa di puskesmas maupun di
masyarakat?
a. Jika ya, apa alasannya dan layanan seperti apa yang dibutuhkan?
b. Jika tidak, apa alasannya dan bagaimana seharusnya?
19. Tujuan 4: Mendapatkan data kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan
Bagaimana bapak/ibu menilai pengetahuan atau tingkat kemampuan para petugas di
Yayasan ini dalam membantu Bapak/Ibu mencapai kesembuhan? Bapak/ibu dapat
memberikan penilaian dalam bentuk Baik / Cukup / Kurang?
20. Apakah menurut Bapak/ibu, petugas memerlukan pelatihan terkait topik kesehatan?
a) Jika ya, apa alasannya dan apa yang dibutuhkan?
b) Jika tidak, apa alasannya?
22. Menurut Bapak /ibu, pengetahuan dan keterampilan apa saja yang petugas perlukan
untuk menjalankan tugas sebagai pelaku rawat di Yayasan ini? (pengetahuan dan
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
120
keterampilan bisa berupa cara pemberian informasi, konseling kejiwaan, tanda dan
gejala penyakit, pengobatan, cara menjaga keselamatan diri sendiri dan orang yang
dirawat, penyediaan tempat tinggal dan makanan yang sehat)
Tujuan 4 : Mendapatkan data kebutuhan pelatihan di bidang sosial (20-30 menit)
23. Menurut Bapak/ibu, apakah Bapak/Ibu mengalami masalah psikososial seperti
masalah pertemanan, hubungan dekat, dukungan sosial dane kesehatan)
24. Kebutuhan ketrampilan sosial seperti apa sajakah yang diperlukan oleh Bapak/ibu?
(Kebutuhan sosial ini dapat berupa bagaimana membina pertemanan, hubungan dekat,
dukungan sosial & kesehatan)
25. Untuk menjawab kebutuhan Bapak /ibu, pengetahuan dan ketrampilan apa saja yang
perlu dimiliki oleh petugas? (pengetahuan dan keterampilan dapat berupa cara melatih
untuk membina pertemanan, perawatan diri, mendapatkan dan mengakases dukungan
sosial dan kesehatan)
Tujuan 5 : Mendapatkan data kebutuhan pelatihan di bidang okupasi & aktivitas orang
dengan gangguan jiwa
26. Menurut Bapak/Ibu, masalah apa saja yang dialami oleh Bapak/ibu yang terkait
dengan aktivitas sehari-hari? (aktivitas harian bisa mencakup perawatan diri, mengisi
waktu luang, kehidupan mandiri)
27.
Menurut Bapak /ibu, latihan apa saja yang perlu diberikan oleh petugas kepada
Bapak/ibu?
Kesimpulan/Rangkuman (5 menit)
Terima kasih atas bantuan dan kerjasama Bapak/Ibu.
Observasi (orang, tempat wawancara, lingkungan)
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
121
Wawancara Mendalam bagi Keluarga Konsumer
A. Pengumpulan Data
Tanggal
:
Pengambil data :
B. Identitas Responden
Nama:
Jenis Kelamin:
Usia:
Pendidikan:
Hubungan dengan Konsumer:
Tujuan 1: Mendapatkan data mengenai perilaku pencarian pertolongan
1. Menurut Bapak/Ibu apakah gangguan kesehatan yang membuat (nama keluarga yang
dirawat) mendapatkan pengobatan di Yayasan Galuh?
2. Apakah Bapak/Ibu membawa (nama keluarga yang dirawat) ke Yayasan Galuh atas
keinginan Bapak/Ibu sendiri?
Bila ya, dari siapa Bapak/Ibu mengetahui adanya pengobatan di Yayasan Galuh?
Bila tidak, siapa yang menyarankan Bapak/Ibu membawa (nama keluarga yang
dirawat) berobat ke Yayasan Galuh?
3. Menurut Bapak/Ibu apakah penyebab dari gangguan yang dialami (nama keluarga
yang dirawat) tersebut?
4. Menurut Bapak/Ibu apakah gangguan tersebut dapat diobati?
Bila ya, bagaimana cara pengobatannya?
Bila tidak, apa yang bisa kita lakukan untuk membantu orang lain yang
mengalami gangguan jiwa?
5. Apakah Bapak/Ibu pernah membawa (nama keluarga yang dirawat) berobat ke tempat
lain sebelum berobat ke Yayasan Galuh?
Bila ya, kemana?
Bagaimana hasil pengobatan yang Bapak/Ibu lihat?
6. Apakah dampak yang Bapak/Ibu lihat setelah (nama keluarga yang dirawat)
mendapatkan pengobatan di Yayasan Galuh?
Tujuan 2: Menilai kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan jiwa
7. Menurut Bapak/Ibu apakah Bapak atau ibu membutuhkan adanya pelayanan kesehatan
jiwa di puskesmas maupun di masyarakat?
Jika ya, apa alasannya dan apa yang dibutuhkan?
Jika tidak, apa alasannya dan bagaimana seharusnya?
8. Bentuk pelayanan kesehatan jiwa yang seperti apakah yang Bapak/Ibu atau masyarakat
perlukan?
Tujuan 3: Mengidentifikasi model pelayanan kesehatan jiwa
Sekarang saya akan menanyakan kepada Bapak/Ibu tentang layanan kesehatan jiwa yang
diselenggarakan di dalam Yayasan/ Puskesmas di wilayah Bapak/ibu sampai hari ini.
9. Sepengetahuan Bapak ibu, apakah Yayasan/Puskesmas wilayah setempat menyediakan
layanan kesehatan jiwa?
Bila ya, bisakah Bapak/Ibu sebutkan!
Bila tidak, apakah ada alasan mengapa hal itu terjadi?
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
122
10. Menurut Bapak ibu, apakah Yayasan/Puskesmas juga menyelenggarakan layanan
kesehatan jiwa langsung di masyarakat (di luar gedung)?
Bila ya, bisakah Bapak/Ibu sebutkan!
Bila tidak, apakah ada alasan mengapa hal itu terjadi?
11. (Bagi mereka yang pernah mendapatkan layanan kesehatan jiwa seperti yang telah
disebutkan di atas). Dapatkah Bapak/Ibu ceritakan tentang layanan yang Bapak/Ibu
terima tersebut?
12. Apa yang Bapak/Ibu rasakan tentang layanan yang Bapak/Ibu peroleh tersebut?
(Bapak/Ibu bisa menilai dengan cara memberikan penilaian dari angka 1-10, 1 untuk
sangat kurang, 10 sangat baik, dan apa alasannya).
13. Apakah Bapak/Ibu merasa terbantu dengan adanya layanan kesehatan jiwa tersebut?
14. Bagaimana menurut Bapak/Ibu agar kegiatan pelayanan kesehatan jiwa di
Yayasan/Puskesmas maupun langsung di masyarakat (luar gedung) ini dapat lebih
ditingkatkan?
Tujuan 4: Mendapatkan data kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan
15. Menurut Bapak/ibu, petugas memerlukan pelatihan terkait topik kesehatan?
Jika ya, apa alasannya dan apa yang dibutuhkan?
Jika tidak, apa alasannya dan apa yang dibutuhkan?
16. Menurut Bapak /ibu, keterampilan apa saja yang petugas perlukan untuk
menjalankan tugas sebagai penyedia layanan kesehatan?
17. Apakah menurut Bapak/ibu, petugas perlu melakukan pemberian informasi dan
edukasi tentang kesehatan dan kesehatan jiwa kepada Bapak/ibu?
Jika ya, apa alasannya dan informasi apa yang perlu diberikan?
Jika tidak, apa alasannya?
18. Topik pelatihan kesehatan apa sajakah yang (nama keluarga yang dirawat)
perlukan?
(Topik pelatihan kesehatan tersebut bisa mencakup : konseling kejiwaan, gejala
gangguan jiwa, penggunaan obat-obatan/alkohol, cara menjaga keselamatan diri
sendiri dan orang yang dirawat, penyediaan tempat tinggal dan makanan yang sehat)
19. Dari pelatihan-pelatihan kesehatan yang telah disebutkan tadi, bisakah Bapak/ibu
menentukan 3 bentuk pelatihan yang menjadi 3 prioritas teratas?
Prioritas 1 :
Prioritas 2 :
Prioritas 3 :
Tujuan 5 : Mendapatkan data kebutuhan pelatihan di bidang sosial
20. Menurut Bapak/ibu, masalah psikososial apa saja yang dialami oleh (nama keluarga
yang dirawat)? (Masalah psikososial ini dapat berupa masalah dalam pertemanan,
hubungan dekat, dukungan sosial & kesehatan)
21. Kebutuhan ketrampilan sosial apa saja yang diperlukan oleh (nama keluarga yang
dirawat)? (Kebutuhan sosial ini dapat berupa pertemanan, hubungan dekat, dukungan
sosial & kesehatan)
22. Menurut Bapak/ibu apakah (nama keluarga yang dirawat) butuh pelatihan mengenai
ketrampilan sosial ?
Jika ya, apa alasannya dan apa yang dibutuhkan?
Jika tidak, apa alasannya dan bagaimana seharusnya?
23. Menurut Bapak /ibu, pengetahuan dan ketrampilan apa saja yang perlu dimiliki oleh
petugas?
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
123
24. Dari pelatihan-pelatihan ketrampilan sosial yang telah disebutkan tadi, bisakah
Bapak/ibu menentukan 3 bentuk pelatihan yang menjadi 3 prioritas teratas?
Prioritas 1 :
Prioritas 2 :
Prioritas 3 :
Tujuan 5 : Mendapatkan data kebutuhan pelatihan di bidang okupasi & aktivitas orang
dengan gangguan jiwa
25. Menurut Bapak/Ibu, masalah apa saja yang dialami oleh (nama keluarga yang dirawat)
yang terkait dengan aktivitas sehari-hari?
26. Menurut Bapak /ibu, latihan apa saja yang perlu diberikan oleh petugas kepada (nama
keluarga yang dirawat)?
27. Pengetahuan dan keterampilan apa sajakah yang (nama keluarga yang dirawat)
perlukan terkait dengan latihan untuk aktivitas harian dan kemandirian?
28. Dari pelatihan-pelatihan yang telah disebutkan tadi, bisakah Bapak/ibu menentukan 3
bentuk pelatihan yang menjadi 3 prioritas teratas?
Prioritas 1 :
Prioritas 2 :
Prioritas 3 :
Kesimpulan/Rangkuman (5 menit)
Ucapkan terimakasih atas partisipasi peserta.
Universitas Indonesia
Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015
Download