Peningkatan Sikap Positif dan Hasil Belajar IPA Melalui Cooperative

advertisement
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Hakikat IPA
Menurut H.W Fowler dalam Laksmi Prihantono, (1986:13) dalam Trianto
(2010:136) “IPA adalah pengetahuan yang sistematis dan dirumuskan, yang
berhubungan
dengan
gejala-gejala
kebendaan
dan
didasarkan
terutama
pengamatan dan deduksi”. Menurut Kardi dan Nur (1994:1) dalam Trianto (2010:
136) “IPA atau ilmu kealaman adalah ilmu tentang dunia zat, baik makhluk hidup
maupun benda mati yang diamati”. Sedangkan menurut Wahyana (1986) dalam
Trianto (2010: 136) mengatakan bahwa “IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan
tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada
gejala-gejala alam”. Sementara itu menurut Laksmi Prihantoro dkk, (1986) dalam
Trianto (2010:137) mengatakan bahwa “IPA hakikatnya merupakan suatu produk,
proses dan aplikasi”. Sebagai produk merupakan sekumpulan pengetahuan dan
sekumpulan konsep dan bagan konsep, sebagai proses merupakan proses yang
dipergunakan untuk mempelajari objek studi, menemukan dan mengembangkan
produk-produk sains, dan sebagai aplikasi teori-teori IPA akan melahirkan
teknologi yang dapat memberikan kemudahan bagi kehidupan.
Berdasarkan definisi tersebut, maka disimpulkan bahwa IPA dalam
penelitian ini adalah ilmu yang sistematis mempelajari mengenai benda-benda
yang ada di permukaan bumi, di dalam bumi maupun di luar angkasa, baik benda
itu bisa dilihat dengan mata telanjang ataupun dengan menggunakan alat bantu.
a. Tujuan pembelajaran IPA
Dalam standar isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
kurikulum KTSP (2006:162) telah di jabarkan tujuan pembelajaran IPA
sebagai berikut:
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha
Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam
ciptaan-Nya
7
8
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep
IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran
tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA,
lingkungan, teknologi dan masyarakat
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam
sekitar, memecahkan masalah dan membuat Keputusan
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara,
menjaga dan melestarikan lingkungan alam
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA
sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
b. Ruang lingkup pembelajaran IPA
Dalam standar isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
kurikulum KTSP (2006:163) telah di jabarkan ruang lingkup bahan
kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut.
1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan,
tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan
2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat
dan gas.
3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet,
listrik, cahaya dan pesawat sederhana
4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan
benda-benda langit lainnya.
2.1.2
Cooperatif Learning
Scoot B. Watson dari School of Education, Faculty Oublications and
Presentations Liberty University (1992) dalam makalahnya yang berjudul “The
Essential Elements of Cooperative Learning”, dalam Warsono dan Hariyanto
(160-161:2012) menyatakan bahwa “Pembelajaran kooperatif adalah lingkungan
9
belajar kelas yang memungkinkan siswa bekerja sama dalam kelompok kecil yang
heterogen dan mengerjakan tugas-tugas akademiknya”. Woolfolk (2001) dalam
Warsono dan Hariyanto (161:2012) mendefinisikan “Pembelajaran kooperatif
adalah suatu pengaturan yang memungkinkan para siswa bekerja sama dalam
suatu kelompok campuran dengan kecakapan berbeda-beda dan akan memperoleh
penghargaan jika kelompoknya mencapai suatu keberhasilan”.
Menurut Kokom Komalasari “Pembelajaran kooperatif (cooperatif
Learning) merupakan strategi pembelajaran melalui kelompok kecil siswa yang
saling bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan
belajar”. (Depdiknas, 2003:5) dalam Kokom Komalasari (2010:62) Bern dan
Erickson mengemukakan bahwa “Cooperative Learning merupakan strategi
pembelajaran yang mengorganisir pembelajaran dengan menggunakan kelompok
belajar kecil di mana siswa bekerjasama untuk mencapai tujuan pembelajaran”.
Menurut Slavin (1984) dalam Kokom Komalasari (2010;62) pembelajaran
“Kooperatif adalah suat strategi pembelajaran di mana siswa bekerja dan belajar
dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 2
sampai 5 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen”.
Keberhasilan belajar dari kelompok tergantung dari kemampuan dan aktivitas
anggota kelompok, baik secara individu maupun secara kelompok. Johnson &
Johnson (1993) dalam Warsono dan Hariyanto(2012:161) mendefinisikan
“Pembelajaran kooperatif adalah penerapan pembelajaran terhadap kelompok
kecil
sehingga
para
siswa
dapat
bekerjasama
untuk
memaksimalkan
pembelajarannya sendiri serta memaksimalkan pembelajaran anggota kelompok
yang lain”.
Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat disimpulkan dalam penelitian
ini bahwa pembelajaran kooperatif adalah sebuah model pembelajaran yang
dilakukan secara berkelompok setiap kelompok terdiri dua sampai lima siswa,
dalam sebuah kelompok terdiri dari anggota kelompok yang memiliki
kemampuan berbeda-beda, dan kerja sama antar anggota kelompok merupakan
salah satu kunci kesuksesan dalam pembelajaran.
10
Miftahul Huda (2013:111) “Bekerja dalam sebuah kelompok yang terdiri
dari tiga atau lebih anggota pada hakikatnya dapat memberikan daya dan manfaat
tersendiri. Hal ini pernah di kemukakan oleh Roger Jhonson dari Universitas
Minnesota (Johnson dan Johnson, 1974)”. Roger dan David Jonson dalam Agus
(2013:58) “Mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap
pembelajaran kooperatif. Lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif harus
diterapkan untuk mencapai hasil yang maksimal dalam Agus (2013:58-61) lima
unsur tersebut adalah”:
1. Positive interdependensi (Saling ketergantungan positif)
Unsur
saling
ketergantungan
positif
menunjukkan
bahwa
dalam
pembelajaran kooperatif ada dua pertanggung jawaban kelompok. Pertama
mempelajari bahan yang ditugaskan kepada kelompok. Kedua, menjamin
semua anggota kelompok secara individu mempelajari bahan yang
ditugaskan tersebut.
2. Personal responsibility (tanggung jawab perseorangan)
Unsur tanggung jawab perseorangan, pertanggung jawaban ini muncul jika
dilakukan pengukuran terhadap keberhasilan kelompok. Tanggung jawab
perseorangan adalah kunci untuk menjamin semua anggota yang diperkuat
oleh kegiatan belajar bersama. Artinya setelah mengikuti kelompok belajar
bersama, anggota kelompok harus dapat menyelesaikan tugas yang sama.
3. Face to face promotive interaction (interaksi promotif)
Unsur interaksi promotif ini penting karena dapat menghasilkan saling
ketergantungan positif. Ciri-ciri interaksi promotif adalah:
a. Saling membantu secara efektif dan efisien
b. Saling memberi informasi dan sarana yang diperlukan
c. Memproses informasi bersama secara lebih efektif dan efisien
d. Saling mengingatkan
e. Saling membantu dalam merumuskan dan mengembangkan argumen
serta meningkatkan kemampuan wawasan terhadap masalah yang
dihadapi.
f. Saling percaya
11
g. Saling memotivasi untuk memperoleh keberhasilan bersama.
4. Interpersonal skill (komunikasi antar anggota)
Unsur komunikasi antar anggota adalah keterampilan sosial. Untuk
mengordinasikan kegiatan peserta didik dalam pencapaian tujuan peserta
didik harus :
a. Saling mengenal dan mempercayai.
b. Mampu berkomunikasi secara akurat dan tidak ambisius
c. Saling menerima dan mendukung
d. Mampu menyelesaikan konflik secara konstruktif.
5. Group prosscesing (pemrosesan kelompok)
Pemrosesan mengandung arti menilai. Melalui pemrosesan kelompok
dapat diidentifikasi dari urutan atau tahapan kegiatan kelompok dan
kegiatan dari anggota kelompok, siapa anggota kelompok yang membantu
dan tidak membantu. Tujuan pemrosesan kelompok adalah meningkatkan
efektivitas anggota dalam memberikan kontribusi terhadap kegiatan
kolaboratif untuk mencapai tujuan kelompok.
Manfaat pembelajaran kooperatif dalam Warsono dan Hariyanto
(2012:165) sebagai berikut:
a. Meningkatkan kualitas hasil pembelajaran dan prestasi akademik.
b. Meningkatkan kemampuan mengingat siswa.
c. Meningkatkan kepuasan siswa terhadap pengalaman belajarnya.
d. Membantu siswa mengembangkan keterampilan komunikasi oral.
e. Mengembangkan keterampilan sosial siswa.
f. Mengikatkan rasa percaya diri siswa.
g. Membantu meningkatkan hubungan positif antar suku/ras.
12
Tabel 2.1 Nilai-Nilai Karakter yang Dapat Diungkap Guru dalam
Cooperative Learning dalam Warsono dan Hariyanto (2012:192)
Nilai Inti
Jujur
Cerdas
Peduli
Tangguh
Nilai-nilai Karakter yang merupakan derivat karakter
Menghargai diri sendiri, pertanggung jawaban, dan sportivitas
Analitis, kuriositas, kreativitas, kekritisan, inovatif, inisiatif, suka
memecahkan masalah, produktivitas, kepercayaan diri, kontrol
diri, ketelitian
Perhatian, komitmen, kegotongroyongan, rasa hormat,
demokratis, kebijakasanaan, disiplin, kesetaraan, persahabatan,
suka membantu, kerendahan hati, moderasi, keterbukaan, suka
menghargai, kebersamaan, toleransi.
Ketegasan, kesediaan, keberanian, kehati-hatian, suka
berkompetisi (antar kelompok), keteladanan, ketetapan hati,
dinamis, daya upaya, keantusiasan, kesabaran, suka mengambil
risiko, beretos kerja.
Sumber : Samani dan Harianto, 2011 dalam Warsono dan Harianto
(2012:192)
Menurut Prince George’s Public Schools (2011) dalam Warsono dan
Hariyanto (2012:193) dengan 6 orang anggota kelompok pada pembelajaran
cooperatif learning dapat diberikan peran terhadap masing-masing anggota
kelompok sebagai berikut :
1. Siswa pertama ditugasi sebagai fasilitator, yang perannanya
menjamin
agar
setiap
anggota
kelompok
memberikan
kontribusinya.
2. Siswa kedua bertugas sebagai penulis, berperan menuliskan
berbagai
catatan penting
yang mengekspresikan pemikiran
kelompok, serta menyusul ikhtisar final.
3. Siswa ketiga sebagai presenter atau pembicara kelompok, berperan
menyampaikan ikhtisar hasil karya kelompok kepada kelompok
yang lebih besar (pleno kelas), dalam melakukan presentasi harus
mewakili pemikiran kelompok dan bukan pandangan pribadinya.
4. Siswa yang keempat sebagai manajer, pengelola bahan-bahan yang
relevan, menyingkirkan bahan-bahan yang tidak relevan serta
13
mengelola bahan-bahan yang diperlukan selama proses kerja
kelompok
5. Siswa yang kelima berperan sebagai penjaga waktu, mencatat
waktu yang telah digunakan dan mengingatkan anggota kelompok
berapa lama lagi waktu yang tertinggal untuk menyelesaikan tugas.
6. Siswa yang keenam bertugas sebagai pengontrol, yang peranannya
mengontrol akurasi dan kejelasan pemikiran selama diskusi, dapat
juga mengecek catatan yang ditulis atau dilaporkan oleh penulis,
pengontrol jalannya diskusi agar tetap pada jalur yang benar. Jika
anggotanya hanya lima orang, fasilitator diperankan oleh guru, jika
hanya empat orang, fasilitator dan pengontrol diperankan oleh
guru.
Tabel 2.2 Sintak Model Pembelajaran Kooperatif Terdiri dari Enam Fase:
dalam Agus (2013:65)
Fase
Fase 1: Present goals and set
Menyampaikan
tujuan
dan
mempersiapkan peserta didik
Fase 2: Present information
Menyampaikan informasi
Fase 3: Organize students info learning
teams
Mengorganisir peserta didik ke dalam
tim-tim belajar
Fase 4 : Assist tema work and study
Membantu kerja tim dan belajar
Fase 5: Test on the materials
Mengevaluasi
Fase 6: Provide recognition
Memberikan
pengakuan
Penghargaan
Prilaku guru
Menjelaskan tujuan pembelajaran dan
mempersiapkan peserta didik
Mempresentasikan informasi kepada
peserta didik secara verbal
Memberikan penjelasan kepada peserta
didik tentang tata cara pembentukan tim
belajar dan membantu kelompok
melakaukan transisi yang efisien
Membantu tim-tim belajar selama
peserta didik mengerjakan tugasnya
Menguji pengetahuan peserta didik
mengenal berbagai materi pembelajaran
atau
kelompok-kelompok
mempresentasikan kerjanya
Mempersiapkan cara untuk mengakui
atau usaha dan prestasi individu maupun
kelompok
Penjelasan dari tabel tersebut dalam Agus (2013:65-66) adalah sebagai
berikut:
14
Fase
pertama,
guru
mengklarifikasi
maksud
pembelajaran
kooperatif. Hal ini penting untuk dilakukan karena peserta didik harus
memahami dengan jelas prosedur dan aturan dalam pembelajaran.
Fase kedua, guru menyampaikan informasi, sebab informasi ini
merupakan isi akademik.
Fase ketiga, kekacauan bisa terjadi dari fase ini, oleh sebab itu
taransisi pembelajaran dari dan ke kelompok-kelompok belajar harus
diorientasikan dengan cermat. Sejumlah elemen perlu dipertimbangkan
dalam menstrukturisasikan tugasnya. Guru harus menjelaskan bahwa
peserta didik harus saling bekerja sama di dalam kelompok. Penyelesaian
tugas kelompok harus merupakan tujuan kelompok. Tiap anggota
kelompok
memiliki
akuntabilitas
individual
untuk
mendukung
tercapainya tujuan kelompok. Pada fase ini yang terpenting ada free-rider
atau anggota yang hanya menggantungkan tugas kelompok pada individu
lainnya.
Fase keempat, guru perlu mendampingi tim-tim belajar tentang
meningkatkan tentang tugas-tugas yang dikerjakan peserta didik dan
waktu yang dialokasikan. Pada fase ini bantuan yang diberikan dapat
berupa petunjuk, pengarahan, atau meminta beberapa peserta didik
mengulangi hal yang sudah ditunjukkan.
Fase kelima, guru melakukan evaluasi dengan menggunakan
strategi evaluasi yang konsisten dengan tujuan pembelajaran.
Fase keenam, guru mempersiapkan struktur reward yang akan
diberikan ke peserta didik. Variasi struktur reward bersifat individualis,
kompetitif, dan kooperatif. Struktur reward dapat dicapai tanpa
tergantung pada apa yang dilakukan orang lain. Struktur reward
kompetitif adalah jika peserta didik diakui usaha individunya
berdasarkan perbandingan dengan orang lain. Struktur reward kooperatif
diberikan kepada tim meskipun anggota tim-timnya saling bersaing.
15
2.1.3 Two Stay Two Stray
Cooperative learning tipe Two stay two stray atau dalam bahas Indonesia
dua tinggal dua tamu ini dalam Anita Lie (2002:60) dikembangkan oleh Spencer
Kagan (1992) dan bisa di gunakan bersamaan dengan teknik kepala bernomor.
Metode ini dapat di gunakan ke dalam semua pelajaran dan untuk semua tingkatan
semua anak didik.
Struktur two stay two stray memberi kesempatan kepada kelompok untuk
membagikan hasil dan informasi kepada kelompok lain. Pembelajaran dengan
metode ini menurut Agus (2013:93-94) diawali dengan pembagian kelompok.
Setelah kelompok terbentuk guru memberikan tugas berupa permasalahanpermasalahan yang harus mereka diskusikan jawabannya. Setelah diskusi
intrakelompok usai, dua orang dari masing-masing kelompoknya untuk bertamu
kepada kelompok yang lain. Anggota kelompok yang tidak mendapat tugas
sebagai duta (tamu) mempunyai kewajiban menerima tamu dari suatu kelompok.
Tugas mereka adalah menyajikan hasil kerja kelompoknya kepada tamu tersebut.
Dua orang yang bertugas sebagai tamu diwajibkan bertamu kepada semua
kelompok. Jika mereka telah usai menuaikan tugasnya, mereka kembali ke
kelompoknya masing-masing.
Setelah kembali ke kelompok asal, baik peserta didik yang bertugas
bertamu maupun mereka yang bertugas menerima tamu mencocokkan dan
membahas hasil kerja yang telah mereka tunaikan.
Pembelajaran two stay two stray menurut Anita Lie (2002:61) langkahlangkahnya sebagai berikut:
a. Siswa bekerja sama dalam kelompok yang berjumlah empat orang.
b. Setelah selesai, dua orang dari masing-masing menjadi tamu kedua
kelompok yang lain.
c. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil
kerja dan informasi ke tamu mereka.
d. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan
melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.
e. Kelompok mencocokan dan membahas hasil kerja mereka.
16
Sementara itu menurut Miftahul Huda (2013:207-208) Sintak dari two stay
two stray dapat dilihat pada rincian tahap-tahap berikut:
a.
Guru
membagi
siswa
dalam
beberapa
kelompok
yang
setia[
kelompoknya terdiri dari empat siswa. Kelompok yang dibentuk
memerlukan kelompok heterogen misalnya satu kelompok terdiri dari 1
siswa berkemampuan tinggi, 2 siswa berkemampuan sedang, 1 siswa
berkemampuan rendah. Hal ini dilakukan karena pembelajaran kooperatif
tipe TSTS bertujuan untuk memberikan kesempatan siswa untuk saling
membelajarakan (Peter Tutoring) dan saling mendukung.
b.
Guru memberikan subpokok bahasan pada tiap-tiap kelompok untuk
dibahas bersama-sama dengan anggota kelompok masing-masing.
c.
Siswa bekerja sama dalam kelompok yang beranggotakan empat orang.
Hal ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk
dapat terlibat secara aktif dalam proses berfikir.
d.
Setelah selesai dua orang dari masing-masing kelompok meninggalkan
kelompoknya untuk bertamu ke kelompok lain.
e.
Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil
kerja dan informasi mereka kepada tamu dari kelompok lain.
f.
Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri untuk
melaporkan temuan mereka kepada tamu dari kelompok lain.
g.
Kelompok mencocokan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.
h.
Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerja mereka.
Pada dasarnya, agar semua model berhasil seperti diharapkan pembelajaran
kooperatif, setiap model harus melibatkan materi ajar yang memungkinkan siswa
saling membantu dan mendukung ketika mereka belajar materi dan bekerja saling
tergantung (independent) untuk menyelesaikan tugas. Keterampilan sosial yang
dibutuhkan dalam usaha berkolaborasi harus dipandang penting dalam
keberhasilan menyelesaikan tugas kelompok. Keterampilan ini dapat diajarkan
pada siswa dan peran siswa dapat ditentukan untuk memfasilitasi proses
kelompok. Peran tersebut mungkin bermacam-macam menurut tugas, misalnya
peran pencatat, (recorder), pembuat kesimpulan (summarized), pengatur materi
17
(material manager, atau fasilitator, dan peran guru bisa sebagai pemonitor proses
belajar.
Dari beberapa penjelasan tersebut maka dapat simpulkan sintak cooperative
learning tipe two stay two stray sebagai berikut:
Tabel 2.3 Sintak Cooperative Learning Tipe Two Stay Two Stray
Langkah-langkah
Keterangan
Kegiatan
Guru
Siswa
Melakukan
Guru melakukan
Siswa menyimak
Kegiatan awal
kegiatan
kegiatan motivasi kegiatan motivasi
motivasi dan
dan atau apersepsi dan atau apersepsi
atau apersepsi
yang ditampilkan
guru
Menyampaikan Guru
Siswa menyimak
tujuan
menyampaikan
penyampaian
pembelajaran
tujuan
tujuan
dan kegiatan
pembelajaran dan pembelajaran dan
yang akan
menjelaskan
kegiatan
dilakukan
kegiatan
pembelajaran
pembelajaran
yang akan
yang akan
dilakukan
dilakukan
Penyampaian
Guru
Siswa menyimak
Kegiatan inti
Menyiapkan
materi
menyampaikan
penyampaian
Konsep/materi
materi
materi
Membentuk
Membentuk
Guru membentuk Siswa berkumpul
kelompok
siswa dalam
kelompok
sesuai
kelompok
heterogen masing- kelompoknya
heterogen
masing 4 anggota
setiap
kelompok
terdiri dari 4-5
anggota
Membagikan
Guru
Setiap anggota
pin identitas
membagikan pin
kelompok
kelompok
karakter kartun
mendapatkan pin
sebagai identitas
karakter kartun
kelompok pada
sebagai identitas
setiap anggota
kelompok dan
kelompok
memasangkan
pada dada sebelah
kiri
Memberikan tugas Memberikan
Guru memberikan Siswa bekerja
18
kelompok
lembar kerja
kelompok, dan
memfasilitasi
alat dan bahan
pembelajaran
lembar kerja
kelompok dan alat
dan bahan
pembelajaran
kepada setiap
kelompok untuk
di diskusikan
Bertamu ke
kelompok lain
Setiap
kelompok
mengirimkan
dua
anggotanya
untuk bertamu
ke kelompok
lain. Dan yang
tinggal sebagai
penerima tamu
Guru
memfasilitasi
setiap kelompok
untuk bertamu ke
kelompok lain
Mohon diri
Melaporkan hasil
Kembali ke
kelompok
masing-masing
dan
melaporkan
hasil bertamu
dari kelompok
lain
Pencocokan
dari hasil
bertamu
dengan hasil
kelompok
sendiri
Guru
membimbing
untuk mohon diri
dan melaporkan
hasil bertamu ke
kelompoknya.
Mencocokkan
Guru
memfasilitasi
setiap kelompok
untuk
mencocokkan
hasil temuan dari
kelompok lain
Mempresentasikan Menyampaikan Guru
hasil kerja
memfasilitasi
kelompok dan setiap kelompok
hasil bertamu
mempresentasikan
dari kelompok hasil kerja
sama dan
memunculkan ide
baru sesuai
lembar kerja
menggunakan alat
dan bahan
pembelajaran
yang telah
dibagikan guru
Setiap dua siswa
dari masingmasing kelompok
meninggalkan
kelompoknya
untuk bertamu ke
kelompok lain.
Dua siswa yang
tinggal dalam
kelompok
bertugas
menyampaikan
hasil kerja dan
informasi
kelompoknya
kepada tamu yang
datang
Dua siswa yang
bertugas sebagai
tamu kembali
kelompok
masing-masing
dan melaporkan
hasil bertamu ke
kelompoknya dan
Setiap kelompok
mencocokkan
hasil temuan dari
kelompok lain.
Setiap kelompok
mempresentasikan
hasil kerjanya di
depan kelas.
19
lain
Kegiatan akhir
Refleksi
kesimpulan
Evaluasi
2.1.4
Merefleksikan
kegiatan
pembelajaran
yang telah
dilakukan
Menyimpulkan
materi
pembelajaran
Guru
memberikan
soal evaluasi
kepada siswa
kelompoknya di
depan kelas.
Guru bersama siswa merefleksikan
pembelajaran yang telah dilakukan
dalam kehidupan sehari-hari
Guru bersama siswa menyimpulkan
materi pembelajaran
Siswa mengerjakan soal evaluasi yang
telah dibagikan guru
Sikap
2.1.4.1 Hakikat Sikap
Menurut Eko Putro (2012:238) “Sikap siswa dalam kegiatan pembelajaran
mempunyai peran yang cukup penting menentukan keberhasilan belajar siswa”.
Menurut Stiggins (1994:306) dalam Eko Putro (2012:238) menyatakan bahwa
“Siswa yang memiliki sikap positif dan motivasi memiliki peluang yang lebih
untuk mencapai prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa yang memiliki
sikap negatif”.
Menurut Eloy Zalukhu (2008) dalam Wahyudi (2011) menyatakan
bahwa sikap adalah “Apa yang terjadi dalam diri seseorang, pikiranpikiran dan perasaan - perasaan; tentang diri sendiri, orang lain keadaan
dan kehidupan secara umum. Sikap merupakan kecenderungan untuk
bertindak suka atau tidak suka terhadap suatu objek. Sikap dapat
dibentuk melalui cara mengamati dan menirukan dan sesuatu yang
positif, kemudian melalui penguatan serta menerima informasi verbal”.
Menurut Johson & Johson (2002:169) dalam Eko Putro (2013:113)
mengartikan sikap sebagai “an attitude is a positive or negative reaction to a
person, object, or idea (sikap adalah reaksi positif reaksi positif atau negatif
terhadap objek orang, objek atau ide)”. Muhajir (1992:75) dalam Eko Putro
(2009:113), “Sikap merupakan kecenderungan afeksi suka atau tidak sikap pada
20
obyek sosial”. Harvey dan Smith (1991:164) dalam Eko Putro (2013:113)
mendefinisikan “Sikap sebagai kesiapan merespon secara konsisten dalam bentuk
positif atau negatif terhadap obyek atau situasi”. Eagly & Chaiken (1993:1) dalam
Eko Putro (2013:113) sikap adalah “a psychological tendency that is expressed by
evaluating a particular entity with some degree of favor or disfavor
(Kecenderungan psikologis yang diekspresikan dengan menilai perwujudan
tertentu dengan suatu tingkat disukai atau tidak disukai)” menurut Eko Putro
(2013:113) “Sikap merupakan reaksi seseorang dalam menghadapi suatu objek”.
Respons seseorang dalam menghadapi suatu objek menurut Eagly &
Chaiken (1993:10) dalam Eko Putro (2013:114) dapat dibedakan menjadi tiga,
yaitu:
Cognitive respones, affective responses, dan behavioral responses.
Cognitive respones berkaitan dengan apa yang diketahui orang tersebut tentang
obyek sikap, affective responses berkaitan dengan perasaan atau emosi seseorang
yang berkaitan dengan obyek sikap, behavioral responses berkitan dengan
tindakan yang muncul dari seseorang ketika menghadapi obyek sikap. Dalam kata
lain menurut Eko Putro (2013:114) “Respons kognitif merupakan representasi apa
yang diketahui, dipahami dan dipercayai oleh individu pemilik sikap”. Respons
afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional. Respons tingkah
laku (behavioral) merupakan kecenderungan berprilaku tertentu sesuai dengan
sikap yang dimiliki oleh seseorang.
Menurut Eko Putro (2013:114) “Sikap adalah tendensi mental yang
diwujudkan dalam bentuk pengetahuan atau pemahaman, perasaan dan tindakan
atau tingkah laku ke arah positif atau negatif terhadap suatu objek”. Definisi
tersebut memuat tiga komponen sikap, yaitu kognisi, afeksi, dan konasi. Kognisi
berkenaan dengan pengetahuan, pemahaman maupun keyakinan tentang objek,
afeksi berkenaan dengan perasaan dalam menanggapi objek dan konasi berkenaan
dengan kecenderungan berbuat atau bertingkah laku sehubungan dengan objek.
Berdasarkan definisi tersebut, maka yang dimaksud dengan sikap dalam
penelitian ini adalah kecenderungan mental suka atau tidak suka terhadap sesuatu
tertentu, seperti dalam menghadapi obyek, konsep, maupun situasi, yang dapat
diwujudkan dalam tiga komponen sikap yakni kognisi, afeksi, dan konasi.
21
Mar’at (1994:13) dalam Eko Putro (2013:114), “Menggunakan istilah ketiga
komponen respons sikap dengan istilah kognisi, afeksi, dan konasi”.
2.1.4.2.Komponen-komponen sikap
Berikut ini komponen-komponen sikap dalam Eko Putro (2012:239-240)
a. Komponen Kognisi
Komponen ini merupakan bagian sikap siswa yang timbul
berdasarkan pemahaman maupun keyakinan siswa terhadap pelajaran
IPA. Siswa yang menganggap pelajaran IPA tidak terlalu penting karena
yang dipelajari dalam IPA hanya hafalan, memiliki perasaan dan
kecendrungan tingkah laku yang berbeda dalam menghadapi pelajaran
IPA dibandingkan dengan siswa yang menganggap pelajaran IPA sangat
penting karena bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Secara umum
dapat dikatakan bahwa komponen kognisi menjawab pertanyaan apa
yang diketahui, dipahami, dan diyakini siswa terhadap pelajaran IPA.
b. Komponen Afeksi
Komponen afeksi ini merupakan bagian sikap siswa yang timbul
berdasarkan apa yang dirasakan oleh siswa ketika pelajaran IPA
berlangsung.. Komponen ini digunakan untuk mengetahui apa yang
dirasakan siswa ketika menghadapi pelajaran IPA. Perasaan siswa
terhadap pelajaran IPA dapat muncul karena faktor kognisi maupun
faktor-faktor tertentu yang sangat sulit diketahui. Seorang siswa merasa
senang atau tidak senang, suka atau tidak suka terhadap pelajaran IPA,
baik terhadap materinya, gurunya maupun manfaatnya. Hal ini termasuk
komponen afeksi
c. Komponen Konasi
Dalam komponen konasi menampakkan adanya kecenderungan
untuk bertindak sebagai reaksi siswa terhadap kegiatan pembelajaran IPA
yang berlangsung. Siswa yang memperlihatkan tingkah laku seperti suka
bertanya, aktif mengikuti pelajaran IPA, kebiasaan mempersiapkan alatalat dan buku-buku IPA sebelum berangkat sekolah, sebagaimana
merupakan contoh-contoh yang tergolong konasi.
22
2.1.5 Hasil Belajar
2.1.5.1 Hakikat Belajar
Belajar adalah “Suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2003:2)”
dalam Hamdani, (2011:20). Belajar menurut Crow & Crow (1985) dalam
Hamdani, (2011:21), “Belajar adalah upaya pemerolehan kebiasaan-kebiasaan,
pengetahuan, dan sikap baru.”
Menurut Jackson (1991) dalam Rusman “belajar merupakan proses
membangun pengetahuan melalui transformasi pengalaman”. Menurut Nana
Sudjana (2008:28) “Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya
perubahan pada diri seseorang”. Menurut Kokom Komalasari (2010:1)
“Perubahan Seseorang yang asalnya tidak tahu menjadi tahu”. Sedangkan menurut
Gagne dalam Agus (2013:2) “Belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan
yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan
diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara alamiah”. Menurut
Sunaryo (1989:1) dalam Kokom Komalasari “belajar merupakan suat kegiatan di
mana seseorang membuat atau menghasilkan suat perubahan tingkah laku yang
ada pada dirinya dalam pengetahuan, sikap, dan keterampilan”.
Berdasarkan definisi tersebut, maka yang dimaksud dengan belajar dalam
penelitian ini adalah merupakan suatu proses untuk memperoleh perubahan
tingkah laku ke arah yang positif dari yang dulu tidak bisa menjadi bisa.
2.1.5.2. Hasil Belajar
Menurut Gagne dalam Purwanto (2008:42)”Hasil belajar adalah
terbentuknya konsep, yaitu kategori yang kita berikan pada stimulus yang ada di
lingkungan, yang menyediakan skema yang terorganisir untuk mengasimilasi
stimulus-stimulus baru dan menentukan hubungan di dalam dan di antara
kategori-kategori (Dahar, 1998:95)”. Menurut (Winkel, 1996:51) dalam Purwanto
(2008:45), mengemukakan bahwa “hasil belajar adalah perubahan yang
mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya”. Sedangkan
menurut Arif Gunarso (dalam Lina, 2009), “hasil belajar adalah usaha maksimal
23
yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar”. Menurut
Purwanto (2008:46) “Hasil belajar merupakan pencapaian tujuan pendidikan pada
siswa yang mengikuti proses belajar mengajar”. Menurut Agus (2013:5) “Hasil
belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap
apresiasi dan keterampilan”.
Berdasarkan definisi tersebut, maka yang dimaksud dengan hasil belajar
dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa setelah mengalami proses belajar,
kemampuan siswa dalam hasil belajar meliputi tiga aspek yakni kognitif, afektif,
dan psikomotor, kemampuan hasil belajar dapat diketahui setelah guru melakukan
tes evaluasi.
Menurut Gagne dalam Agus (2013:5) hasil belajar berupa:
1. Informasi Verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam
bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis.
2. Kemampuan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan
lambang.
3. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas
kognitifnya sendiri.
4. Kemampuan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak
jasmani.
5. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan
penilaian terhadap obyek tersebut.
Menurut Bloom dalam Agus (2013:6) “hasil belajar mencakup kemampuan
kognitif, afektif, dan psikomotorik”. Domain kognitif adalah knowledge
(pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas
contoh),
application
(menerapkan),
analysis
(menguraikan,
menentukan
hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan
baru), dan evaluation (menilai). Domian afektif adalah receiving (sikap
menerima), responding (memberikan respons), valuing (nilai), organization
(organisasi), characterization (karakterisasi). Domian psikomotor meliputi
initiatorypre-routine dan routinized. Psikomotor juga mencakup keterampilan
24
produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual. Sementara menurut
Lindgren dalam Agus (2013:7) hasil belajar meliputi kecakapan informasi,
pengertian, dan sikap.
Hasil belajar dari Benyamin Bloom dalam Nana Sudjana (2012:2223) secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah
kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Ranah kognitif
berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek,
yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis,
dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif rendah, dan keempat
aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Ranah afektif
berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan,
jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Ranah
psikomotoris
berkenaan
dengan
hasil
belajar
keterampilan
dan
kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotorik, yakni (a)
gerakan refleks, (b) keterampilan gerakan dasar, (c) kemampuan
perseptual, (d) keharmonisan atau ketepatan, (e) gerakan keterampilan
kompleks, dan (f) gerakan ekspresif dan interpretatif.
Adapun faktor yang mempengaruhi dalam hasil belajar menurut Slameto,
(2010:54) :
1. Faktor intern ( dalam diri siswa ) faktor intrn ini merupakan faktor
yang timbul dari dalam diri siswa, yakni faktor jasmaniah seperti
kesehatan dan cacat tubuh. Faktor psikologis sepeti intelegensi, motif,
kematangan,dan kesiapan. Dan Faktor kelelahan
2. Faktor eksternal ( faktor luar dari siswa ), faktor eksternal dapat
dikelompokkan menjadi 3 faktor yaitu faktor keluarga, faktor sekolah,
dan faktor masyarakat. Faktor keluarga seperti cara orang tua
mendidik, relaksasi antara anggota keluarga, suasana rumah, keadaan
ekonomi keluarga, pengertian orang tua, latar belakang kebudayaan.
Faktor sekolah seperti metode mengajar, kurikulum, relasi guru
dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat
pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan
25
gedung, metode belajar, tugas rumah. Faktor masyarakat seperti
kegiatan siswa dalam masyarakat, media masa, teman bergaul, bentuk
kehidupan masyarakat.
2.2 Hubungan Antar Sikap, Hasil belajar, cooperative learning tipe Two stay
two stray, dengan Pembelajaran IPA
Pembelajaran yang diterapkan guru merupakan faktor utama yang
memengaruhi sikap siswa dan akan berdampak pada hasil belajar hal tersebut
sesuai pendapat dari Stiggins (1994:306) dalam Eko Putro (2012:238)
“menyatakan bahwa siswa yang memiliki sikap positif dan motivasi memiliki
peluang yang lebih untuk mencapai prestasi belajar yang lebih baik daripada
siswa yang memiliki sikap negatif”. Hal tersebut terjadi karena guru dalam
menyajikan materi masih dengan mengabstraksikan materi IPA, siswa hanya di
beri pengetahuan tanpa diberi kesempatan untuk menganalisis sendiri, sementara
daya pikir siswa SD pada umumnya masih konkret. Pada siswa usia SD belum
berkembang maksimal untuk berpikir abstrak. Selain materi yang diajarkan
abstrak cara guru mengajar siswa juga kurang variatif cenderung membosankan
bagi siswa. Hal itu yang menimbulkan sikap siswa saat pelajaran IPA berlangsung
kurang positif banyak siswa yang tidak fokus pada pelajaran. Pembelajaran IPA
dengan menggunakan cooperative learning tipe two stay two stray, karena dengan
menggunakan cooperative learning tipe two stay two stray peran siswa dalam
pembelajaran lebih mendapatkan kesempatan untuk bereksplorasi sendiri tanpa
disuplai oleh guru secara penuh.
Pembelajaran dengan two stay two stray siswa dituntut untuk lebih aktif
dalam mengemukakan pendapat, percaya diri, bertanggung jawab, bekerja, dan
membangun komunikasi positif antar siswa. selain itu siswa harus bersikap positif
dalam menanggapi pembelajaran karena dengan cooperative learning tipe two
stray two stray siswa tidak memiliki kesempatan lagi untuk bercanda dengan
temanya ataupun berbuat gaduh di kelas. Siswa juga memiliki kesempatan untuk
berargumen dengan teman sekelasnya, dan dalam pembelajarannya tidak
menuntut selalu berada di dalam kelas, saat berdiskusi siswa bisa mencari tempat
lain di sekitar sekolah misalnya perpustakaan ataupun di halaman sekolah. Maka
26
sikap siswa terhadap pelajaran IPA akan meningkat ke arah positif dan antusias
mengikuti pembelajaran IPA hingga selesai maka akan berdampak pada hasil
belajar yang meningkat.
2.3 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian tentang cooperative learning tipe two stry two stay sudah pernah
dilakukan oleh peneliti lain penelitian tersebut berbentuk skripsi eksperimen yang
dilakukan oleh Heri (2008) yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Metode Two
Stay Two Stray (TSTS) dalam Pembelajaran Matematika Terhadap Hasil
Belajar Siswa Kelas V SD Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga Semester II
Tahun Ajaran 2011/2012” penelitian ini di simpulkan bahwa Berdasarkan latar
belakang masalah dalam penelitian ini maka perumusan masalahnya adalah
apakah ada pengaruh penggunaan metode two stay two stray (TSTS) dalam
pembelajaran matematika terhadap hasil belajar siswa kelas V SD kecamatan
Sidorejo Kota Salatiga semester II tahun ajaran 2011/2012 adalah ada pengaruh
yang signifikan antara hasil belajar siswa pada kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol. Hal ini di tunjukkan dengan uji t-test terlihat dari hasil F hitung
levene test sebesar 0,527 dengan probabilitas 0,472>0,05, maka dapat
disimpulkan bahwa kedua populasi memiliki variance sama atau dengan kata lain
kedua kelas tersebut homogen.
Kemudian penelitian tentang metode two stay two stray ini juga pernah
dilakukan oleh Rendra (2012) dalam bentuk eksperimen yang berjudul
“Efektivitas Pembelajaran Kooperatif Tipe Tsts Terhadap Hasil Belajar Siswa
Berdasarkan Gender Kelas V SD Pada Pelajaran IPA Pokok Bahasan SifatSifat Cahaya Gugus Among Siswa Temanggung Semester 2 Tahun 2011/2012”
pada penelitian ini di simpulkan bahwa:
1. Ada perbedaan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang
mendapatkan pembelajaran dengan metode Two stay two stray (TSTS)
dari pada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional. Dimana
kelas yang menggunakan metode TSTS lebih baik hasil belajarnya
daripada kelas yang menggunakan pembelajaran konvensional.
27
2. Tidak ada perbedaan hasil belajar IPA antara kelompok siswa laki-laki
dan kelompok siswa perempuan.
3. Pembelajaran kooperatif tipe Two stay two stray (TSTS) tidak efektif
terhadap hasil belajar berdasarkan gender siswa kelas V SD pada
pelajaran IPA pokok bahasan sifat-sifat cahaya gugus Among Siswa
Temanggung semester 2 tahun 2011/2012.
2.4 Kerangka Berpikir
Kegiatan Pembelajaran yang berlangsung di kelas IV SDN Delik 02 pada
pelajaran IPA merupakan pembelajaran yang berpusat pada guru. Guru
mendominasi seluruh kegiatan pembelajaran dalam eksplorasi sedikit melibatkan
siswa. Guru menyampaikan materi pembelajaran melalui ceramah, kegiatan yang
dilakukan siswa ketika pembelajaran IPA seperti, bercanda dengan teman
sebangku, menggambar tidak jelas di buku catatan, dan beberapa siswa terlihat
mengantuk. Terkadang guru menggunakan metode berkelompok akan tetapi tidak
berjalan
efektif,
karena
banyak
siswa
yang
bercanda
dengan
teman
sekelompoknya dan beberapa siswa mendominasi peran dalam kelompok. Hal
tersebut juga yang mengakibatkan respons sikap siswa terhadap pelajaran IPA
kurang positif dan hasil belajarnya rendah masih di bawah KKM yakni 62.
Kegiatan pembelajaran di sekolah pada dasarnya adalah usaha untuk
menciptakan kondisi dan situasi yang mendukung bagi siswa untuk proses belajar.
Untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimal dan sikap siswa terhadap
pelajaran IPA positif. Guru sebagai fasilitator bagi siswa hendaknya mampu
menciptakan suasana kondusif dalam pelajaran IPA.
Salah satu perwujudan untuk menciptakan kondisi kelas yang kondusif
adalah dengan menggunakan metode yang tepat. cooperative learning tipe two
stay two merupakan metode yang cocok digunakan untuk meningkatkan hasil
belajar dan sikap siswa. Metode ini cocok untuk diterapkan dalam kelas yang
memiliki karakteristik heterogen. Dengan menggunakan cooperative learning tipe
two stay two ini siswa dituntut untuk bekerja sama secara aktif dalam kelompok,
siswa tidak lagi memiliki waktu untuk bercanda di dalam kelas karena masingmasing siswa dalam kelompok memiliki tugas dan peran masing-masing yang
28
harus diselesaikan, sehingga metode ini dapat melatih tanggung jawab siswa.
Penerapan cooperative learning tipe two stay two diharapkan dapat menciptakan
suasana belajar yang kondusif dan siswa aktif menjalani proses belajar, dan siswa
saling bekerja sama, saling mengutarakan pendapatnya, keadaan tersebut selain
dapat meningkatkan hasil belajar dan sikap terhadap pelajaran IPA, juga
meningkatkan interaksi sosial siswa. Selain itu cooperative learning tipe two stay
two dapat melatih siswa bertanggung jawab, menerima pendapat orang lain,
menjadi pemimpin yang baik bagi kelompoknya dan bertanggung jawab baik
untuk dirinya maupun kelompoknya.
Sehingga dapat diduga dari penjabaran tersebut dengan menggunakan
cooperative learning tipe two stay two dapat meningkatkan hasil belajar dan
sikap siswa terhadap pelajaran IPA
Pembelajaran IPA di kelas IV dengan menggunakan metode pembelajaran
cooperative learning tipe two stay two dilaksanakan dalam beberapa siklus sampai
mencapai keberhasilan yaitu peningkatan sikap dan hasil belajar siswa terhadap
pelajaran IPA. Untuk penilaian hasil belajar guru memberikan tes pada setiap
akhir siklus, sedangkan untuk penilaian sikap guru membagikan angket pada
setiap akhir siklus.
Dari paparan kerangka berpikir ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan
cooperative learning tipe two stay two dapat meningkatkan sikap positif dan hasil
belajar pelajaran IPA.
2.5 Hipotesis Tindakan
Menurut Mulyasa (2009:63) “Hipotesis tindakan merupakan jawaban
sementara terhadap masalah yang dihadapi, sebagai alternatif tindakan yang
dipandang paling tepat untuk memecahkan masalah yang telah dipilih untuk
diteliti melalui PTK”.
Hipotesis tindakan penelitian ini sebagai berikut:
a. Cooperative learning tipe two stay two stray dapat meningkatkan sikap
positif siswa terhadap pelajaran IPA pada siswa kelas IV SDN Delik 02
Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang semester II tahun ajaran
2013/2014.
29
b. Cooperative learning tipe two stay two stray dapat meningkatkan hasil
belajar pelajaran IPA pada siswa kelas IV SDN Delik 02 Kecamatan
Tuntang Kabupaten Semarang semester II tahun ajaran 2013/2014.
c. Penerapan beberapa tahapan cooperative learning tipe two stay two
stray dalam meningkatkan sikap positif siswa terhadap pelajaran IPA
pada siswa kelas IV SDN Delik 02 Kecamatan Tuntang Kabupaten
Semarang semester II tahun ajaran 2013/2014.
d. Penerapan beberapa tahapan cooperative learning tipe two stay two
stray dalam meningkatkan hasil belajar pelajaran IPA pada siswa kelas
IV SDN Delik 02 Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang semester II
tahun ajaran 2013/2014.
Download