Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay – Two Stray untuk Meningkatkan Motivasi Belajar dan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Madrasah Tsanawiyah Kota Bandung Tugas Makalah Mata Kuliah Standar Kompetensi Guru Matematika Dosen : Prof . Dr. Hj. Rahayu Kariadinata, M.Pd Disusun oleh : Ai Nurhayati NPM. 118612023 PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA PASCASARJANA UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG 2012 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan dan teknologi sangat berperan dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia suatu bangsa. Dengan adanya peningkatan sumber daya manusia, diharapkan bangsa kita mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan sumber daya manusia adalah peningkatan mutu pendidikan. Pendidikan adalah usaha sadar yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 2 tahun 2003, tentang sistem pendidikan Nasional Indonesia dikemukakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Matematika adalah ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dan mendasar bagi ilmu pengetahuan lainnya. Matematika juga dijadikan sebagai salah satu disiplin ilmu yang wajib dipelajari, terutama oleh siswa pada semua jenjang pendidikan formal. Oleh karena itu kiranya perlu untuk mengembangkan mutu pembelajaran matematika agar tujuan dari pembelajarannya bisa tercapai secara optimal. Menurut NCTM (Sunata, 2009: 18) kemampuan komunikasi matematik perlu dibangun dalam diri siswa dengan tujuan agar dapat: 1. Memodelkan situasi dengan lisan, tertulis, gambar, grafik, dan secara aljabar, 2. Mereflesikan dan mengklasifikasi dalam berpikir mengenai gagasan matematis dalam berbagai situasi, 3. Mengembangkan pemahaman terhadap gagasan-gagasan matematis termasuk peranan definisi-definisi dalam matematika, 4. Menggunakan keterampilan membaca, mendengar, dan menulis untuk menginterpretasikan dan mengevaluasi gagasan matematis, 5. Mengkaji gagasan matematis melalui konjektur dan alasan yang meyakinkan 6. Memahami nilai dari notasi dan peran matematika dalam pengembangan gagasan matematis. Ada alasan penting mengapa komunikasi diperlukan dalam pembelajaran matematika, yaitu karena matematika bukan sekedar alat bantu untuk menemukan pola, menyelesaikan masalah atau mengambil kesimpulan, tetapi matematika juga merupakan alat untuk mengkomunikasikan berbagai ide/gagasan. Selain itu pembelajaran matematika juga merupakan aktivitas sosial, wahana interaksi antar siswa, dan sebagai alat komunikasi antara guru dengan siswa. Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan berargumentasi, memberikan kontribusi dalam penyelesaian masalah sehari-hari dan dunia kerja, serta memberikan dukungan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kebutuhan akan aplikasi matematika saat ini dan masa depan tidak hanya untuk keperluan sehari-hari, tetapi terutama dalam dunia kerja, dan untuk mendukung perkembangan ilmu pengetahuan. Di sisi lain matematika adalah mata pelajaran yang sukar dipahami, sehingga siswa sulit untuk menyukainya. Ruseffendi (dalam Nurjanah,2005: 7) mengungkapkan bahwa anak–anak menyenangi matematika hanya pada saat mereka mempelajari matematika yang sederhana, makin sukar matematika yang dipelajari oleh siswa maka minat siswa terhadap matematika pun berkurang sehingga matematika dianggap sebagai ilmu yang sukar, ruwet dan banyak memperdayakan. Hal ini tentu saja dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Dalam keadaan seperti ini perlu dilakukan daya upaya yang dapat mendorong siswa untuk menyukai matematika. Siswa perlu diberikan rangsangan agar tumbuh motivasi pada dirinya untuk mempelajari matematika karena hasil belajar akan optimal jika ada motivasi yang tepat. Persoalan motivasi ini dapat juga dikaitkan dengan persoalan minat. (Sardiman, 2011 : 76) minat timbul tidak secara tiba-tiba atau spontan, melainkan timbul akibat dari partisipasi, pengalaman, kebiasaan pada waktu belajar atau bekerja. Jadi jelas bahwa soal minat akan selalu berkaitan dengan soal kebutuhan atau keinginan. Oleh karena itu sangatlah penting bagaimana menciptakan kondisi tertentu agar siswa selalu butuh dan ingin terus belajar. Dalam hubungannya dengan kegiatan belajar, harus dipikirkan bagaimana menciptakan kondisi atau suatu proses yang mengarahkan siswa untuk melakukan aktivitas belajar. Dalam hal ini sudah barang tentu peran guru sangat penting. Bagaiman guru melakukan usah-usaha untuk dapat menumbuhkan dan memberikan motivasi agar anak didiknya melakukan aktivitas belajar dengan baik. Untuk dapat belajar dengan baik diperlukan proses dan motivasi yang baik pula. (Sardiman, 2011 : 77) Uraian di atas menunjukkan bahwa motivasi belajar sangat penting dalam keberhasilan belajar matematika siswa. Namun berdasarkan hasil wawancara terhadap guru Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Kota Bandung menunjukkan bahwa motivasi belajar matematika siswa MTsN 1 Kota Bandung masih rendah. Pengajaran matematika diberikan di tingkat SMP/MTs bertujuan untuk memberikan layanan kepada siswa untuk mengembangkan potensi yang menyangkut aspek kognitif, afektif maupun psikomotor. Sejalan dengan fungsi dan perlunya pembelajaran matematika, para ahli di bidang pendidikan matematika merumuskan lima kemampuan matematis yang harus dikuasai oleh siswa yaitu kemampuan pemahaman, penalaran, komunikasi, pemecahan masalah dan memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan (Departemen Pendidikan Nasional, 2006). Kemampuan komunikasi matematis merupakan salah satu kemampuan yang harus dikuasai oleh siswa dalam proses pembelajaran. Kemampuan komunikasi juga penting karena matematika pada dasarnya adalah bahasa yang sarat dengan notasi dan istilah sehingga konsep yang terbentuk dapat dipahami oleh siswa. Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan, komunikasi matematis merupakan kemampuan yang harus dimiliki siswa. Namun, menurut hasil penelitian yang dilakukan Firdaus (2005 : 6), ditemukan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa masih tergolong kurang. Terdapat lebih dari separuh siswa memperoleh skor kemampuan kurang dari 60% dari skor ideal, sehingga kualitas kemampuan komunikasi matematis belum dalam kategori baik. Temuan ini serupa dengan temuan pada penelitian terdahulu yang telah dilakukan Ansari (2004 : 11). Kurangnya kemampuan komunikasi matematis memperlihatkan bahwa proses pembelajaran yang dilaksanakan saat ini belum menunjukkan hasil yang memuaskan semua pihak. Agar kemampuan komunikasi matematis siswa dapat berkembang, maka motivasi belajar matematika siswa juga perlu ditingkatkan. Karenanya, guru dalam memilih model pembelajaran perlu mempertimbangkan tugas matematika dan suasana belajar yang dapat memotivasi dan mendorong siswa untuk mencapai kemampuan tersebut. Model pembelajaran yang sesui untuk meningkatkan motivasi belajar dan kemampuan komunikasi matematis siswa adalah pembelajaran kooperatif. Dalam pembelajaran kooperatif, siswa akan lebih aktif karena terjadi proses diskusi atau interaksi di antara teman dalam kelompoknya. Melalui kegiatan diskusi, percakapan dalam mengungkapkan ide-ide matematika dapat membantu siswa mengembangkan pikirannya, sehingga siswa yang terlibat dalam perbedaan pendapat atau mencari solusi dari suatu permasalahan akan memahami konsep matematika dengan lebih baik dan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematisnya. Selain dapat meningkatkan motivasi belajar dan kemampuan komunikasi matematis siswa, pembelajaran kooperatif juga memiliki kelebihan yang sangat bermanfaat bagi siswa. Kelebihan tersebut diantaranya siswa dapat belajar memanfaatkan kelebihan dirinya dan mengisi kekurangan siswa lain, belajar menghargai pendapat yang berbeda, dan mengembangkan keterampilan untuk bekerja sama dan kolaborasi dalam suatu kelompok. Salah satu teknik dalam pembelajaran kooperatif adalah tipe Two Stay Two Stray. Model pembelajaran Two Stay – Two Stray adalah pembelajaran kooperatif yang memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain. Ciri khas dari model pembelajaran ini adalah adanya pembagian tugas dalam kelompok, yaitu dua siswa bertugas sebagai tamu untuk mencari informasi dari kelompok lain dan dua siswa lainnya tetap berada dalam kelompoknya untuk memberikan informasi kepada tamunya dari kelompok lain. Jika mereka telah selesai melaksanakan tugasnya, mereka kembali ke kelompoknya masing-masing. Setelah itu siswa yang bertugas menjadi tamu atau yang menerima tamu mendiskusikan dan membahas hasil kerja mereka.(Suprijono, 2009 : 93) Berdasarkan uraian di atas, maka makalah ini berjudul “ Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay – Two Stray Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar dan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Madrasah Tsanawiyah Kota Bandung” BAB II A. Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif pertama kali muncul dari para filosofis di awal abad Masehi yang mengemukakan bahwa dalam belajar seseorang harus memiliki pasangan atau teman sehingga teman tersebut dapat diajak untuk memecahkan suatu masalah. Menurut Anita Lie (2004:12), model pembelajaran kooperatif atau disebut juga dengan pembelajaran gotong-royong merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas yang terstruktur. Menurut Thomson (dalam Setiadi, 2012 : 36), pembelajaran kooperatif turut menambah unsur-unsur interaksi sosial pada pembelajaran. Di dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil saling membantu satu sama lain. Kelas disusun dalam kelompok yang terdiri dari 4 atau 5 siswa, dengan kemampuan yang heterogen. Maksud kelompok heterogen adalah terdiri dari campuran kemampuan siswa, jenis kelamin dan suku. Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan pendapat dan bekerja dengan teman yang berbeda latar belakangnya. Pada pembelajaran kooperatif diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerjasama di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik, memberikan penjelasan kepada teman sekelompok dengan baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan (Slavin, 1995 : 9) Slavin (1995 : 4) menyebutkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar dan bekerja dalam kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya empat sampai enam orang, dengan struktur kelompok heterogen. Model pembelajaran kooperatif dapat membantu siswa untuk meningkatkan sikap positif pada matematika. Melalui kerja sama dalam kelompok, para siswa membangun rasa percaya diri pada diri mereka untuk dapat menyelesaikan suatu permasalahan. Siswa mempunyai perkembangan sifat yang positif dan persepsi yang baik tentang belajar matematika dalam pengelompokan, dan merekomendasikan penggunaan kegiatan kelompok dalam belajar matematika untuk mendorong motivasi siswa dalam pembelajaran. Banyak kelebihan yang diperoleh dari model pembelajaran kooperatif, di antaranya adalah pada saat melakukan kegiatan diskusi kelompok, siswa berlatih mendengarkan dan menghargai pendapat orang lain, serta saling membantu dalam membangun pengetahuan baru dengan mengintegrasikan pengetahuan lama yang telah dimiliki. Selain itu, percakapan yang mengungkapkan ide-ide matematika ketika berdiskusi, dapat membantu siswa dalam mengasah pikirannya dan membuat hubungan-hubungan, sehingga siswa yang terlibat dalam perbedaan pendapat atau mencari solusi dari suatu permasalahan akan memahami konsep matematika dengan lebih baik dan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematisnya. Roger dan David Johnson (Suprijono, 2011 : 58) mengemukakan lima unsur pembelajaran kooperatif agar dapat mencapai hasil yang maksimal, yaitu: 1. Saling ketergantungan yang positif Setiap anggota kelompok harus memiliki perasaan bahwa keberhasilan individu merupakan keberhasilan bagi kelompoknya dan begitu pula sebaliknya. Hal ini menuntut guru untuk dapat menciptakan suasana belajar yang dapat mendorong siswa untuk sling membutuhkan dan bergantung satu sama lain di dalam kelompoknya. 2. Tanggung jawab perseorangan Setiap anggota kelompok diberi tanggung jawab secara individual untuk mengerjakan bagian tugasnya sendiri, mengetahui apa yang harus dipelajari, dan mengetahui apa yang ditargetkan kelompoknya. Hal bertujuan agar setiap individu merasa dituntut untuk memberikan andil bagi keberhasilan kelompok dan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. 3. Tatap muka Setiap anggota kelompok bertemu muka dan berdiskusi. Dengan interaksi tatap muka, siswa dapat melakukan dialog, dan menghargai perbedaan pendapat dengan memanfaatkan kelibihan dan mengisi kekurangan anggotanya. 4. Komunikasi antar anggota Siswa memiliki kemampuan berinteraksi, seperti mengajukan pendapat, mendengarkan opini teman, dan mengadakan kompromi, negosiasi, atau klarifikasi. Untuk dapat memiliki kemampuan ini, diperlukan proses yang panjang. Namun, proses sangt bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional siswa. 5. Evaluasi proses kelompok Guru perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya dapat bekerja sama dengan lebih efektif. Menurut Arend, 2004 (dalam Risnawati, 2005) menyatakan bahwa pembelajaran yang menggunakan metode kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut : a. Siswa belajar dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.Bila mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, suku, budaya dan jenis kelamin yang berbeda-beda. c. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu Menurut Barba, 1995 (dalam Susanto, 1999) belajar kooperatif dalah strategi pembelajaran kelompok kecil yang digunakan untuk: a. Meningkatkan kemampuan akademik melalui kolaborasi kelompok b. Memperbaiki hubungan antar siswa yang berbeda latar belakang etnik dan kemampuannya c.Mengembangkan keterampilannya untuk memecahkan masalah melalui kelompok d. Mendorong proses demokrasi di kelas Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan metode pembalajaran yang didasarkan atas kerjasama kelompok yang dilakukan untuk mencapai tujuan khusus. Pada pelaksanaan pembelajaran kooperatif siswa tidak cukup hanya mempelajari materi saja, tetapi harus mempelajari keterampilan kooperatif. Metode pembelajaran kooperatif ini mempunyai kelebihan-kelebihan yaitu: a. Dapat meningkatkan motivasi belajar siswa b. Siswa dapat berkomunikasi dengan temannya c. Dapat meningkatkan keaktifan dalam pembelajaran d. Dapat meningkatkan pemahaman dalam prestasi belajar Keuntungan ini akan lebih apabila dilaksanakan dalam kelas kecil atau dengan jumlah siswanya sedikit. Lie dalam bukunya Cooperative Learning (2008:55) mengemukakan beberapa model pembelajara kooperatif, antara lain: Mencari Pasangan, Bertukar Pasangan, Berpikir-Berpasangan-Berempat (Think Pair-Share and Think-Pair-Square), Berkirim Salam dan Soal, Kepala Bernomor, Kepala Bernomor Terstruktur, Two Stay Two Stray (TS-TS), Keliling Kelompok, Kancing Gemerincing, Keliling Kelas, Lingkaran Kecil Lingkaran Besar, Tari Bambu, Jigsaw, dan Cerita Berpasangan. Selain itu, terdapat empat tahapan keterampilan kooperatif yang harus ada dalam model pembelajaran kooperatif yaitu: 1. Forming (pembentukan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan membentuk kelompok dan membentuk sikap yang sesuai dengan norma. untuk 2. Functioning (pengaturan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk mengatur aktivitas kelompok dalam menyelesaikan tugas dan membina hubungan kerja sama diantara anggota kelompok. 3. Formating (perumusan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk pembentukan pemahaman yang lebih dalam terhadap bahan- bahan yang dipelajari, merangsang penggunaan tingkat berpikir yang lebih tinggi, dan menekankan penguasaan serta pemahaman dari materi yang diberikan. 4. Fermenting (penyerapan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk merangsang pemahaman konsep sebelum pembelajaran, konflik kognitif, mencari lebih banyak informasi, dan mengkomunikasikan pemikiran untuk memperoleh kesimpulan. Menurut Van der Kley (dalam Sunaryanto, 1998:165) ada beberapa cara menilai hasil belajar siswa dalam belajar kooperatif yaitu: a. Setiap anggota kelompok mendapatkan nilai yang sama dengan nilai kelompok. b. Setiap siswa diberi tugas atau tes perorangan setelah kegiatan belajar kooperatif berakhir. c. Seorang siswa atas nama kelompoknya bisa dipilih secara acak untuk menjelaskan pemecahan materi tugas. d. Nilai setiap anggota kelompok ditulis dan dibagi untuk mendapatkan nilai rata-rata kelompok. B. Pembelajaran Kooperatif Model Two Stay Two Stray (TSTS) a. Pengertian Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah model TSTS. “Dua tinggal dua tamu” yang dikembangkan oleh Spencer Kagan 1992 dan biasa digunakan bersama dengan model Kepala Bernomor (Numbered Heads). Struktur TSTS yaitu salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang memberikan kesempatan kepada kelompok membagikan hasil dan informasi kepada kelompok lain. Hal ini dilakukan karena banyak kegiatan belajar mengajar yang diwarnai dengan kegiatan-kegiatan individu. Siswa bekerja sendiri dan tidak diperbolehkan melihat pekerjaan siswa yang lain. Padahal dalam kenyataan hidup di luar sekolah, kehidupan dan kerja manusia saling bergantung satu sama lainnya. b. Ciri-ciri model pembelajaran Two Stay Two Stray Ciri-ciri model pembelajaran TSTS, yaitu: 1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya. 2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. 3. Bila mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda. 4. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu c. Tujuan model pembelajaran Two Stay Two Stray Dalam model pembelajaran ini siswa dihadapkan pada kegiatan mendengarkan apa yang diutarakan oleh temannya ketika sedang bertamu, yang secara tidak langsung siswa akan dibawa untuk menyimak apa yang diutarakan oleh anggota kelompok yang menjadi tuan rumah tersebut. Dalam proses ini, akan terjadi kegiatan menyimak materi pada siswa. Dalam model pembelajaran kooperatif TSTS ini memiliki tujuan yang sama dengan pendekatan pembelajaran kooperatif yang telah di bahas sebelumnya. Siswa di ajak untuk bergotong royong dalam menemukan suatu konsep. Penggunaan model pembelajaran kooperatif TSTS akan mengarahkan siswa untuk aktif, baik dalam berdiskusi, tanya jawab, mencari jawaban, menjelaskan dan juga menyimak materi yang dijelaskan oleh teman. Selain itu, alasan menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray ini karena terdapat pembagian kerja kelompok yang jelas tiap anggota kelompok, siswa dapat bekerjasama dengan temannya, dapat mengatasi kondisi siswa yang ramai dan sulit diatur saat proses belajar mengajar. Dengan demikian, pada dasarnya kembali pada hakekat keterampilan berbahasa yang menjadi satu kesatuan yaitu membaca, berbicara, menulis dan menyimak. Ketika siswa menjelaskan materi yang dibahas oleh kelompoknya, maka tentu siswa yang berkunjung tersebut melakukan kegiatan menyimak atas apa yang di jelaskan oleh temannya. Demikian juga ketika siswa kembali ke kelompoknya untuk menjelaskan materi apa yang di dapat dari kelompok yang dikunjungi. Siswa yang kembali tersebut menjelaskan materi yang di dapat dari kelompok lain, siswa yang bertugas menjaga rumah menyimak hal yang dijelaskan oleh temannya. Dalam proses pembelajaran dengan model Two Stay Two Stray, secara sadar ataupun tidak sadar, siswa akan melakukan salah satu kegiatan berbahasa yang menjadi kajian untuk ditingkatkan yaitu keterampilan menyimak. Dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif TSTS seperti itu, siswa akan lebih banyak melakukan kegiatan menyimak secara langsung, dalam artian tidak selalu dengan cara menyimak apa yang guru utarakan yang dapat membuat siswa jenuh. Dengan penerapan model pembelajaran TSTS, siswa juga akan terlibat secara aktif, sehingga akan memunculkan semangat siswa dalam belajar (aktif). Sedangkan tanya jawab dapat dilakukan oleh siswa dari kelompok satu dan yang lain, dengan cara mencocokan materi yang didapat dengan materi yang disampaikan. Dengan begitu, siswa dapat mengevaluasi sendiri, seberapa tepatkah pola pikirnya terhadap suatu konsep dengan pola pikir nara sumber. Kemudian bagi guru atau peneliti, menjadi acuan evaluasi berapa persenkah keberhasilan penggunaan model pemelajaran kooperatif two stay two stray ini dalam meningkatkan keterampilan menyimak siswa. d. Langkah-langkah model pembelajaran Two Stay Two Stray Adapun langkah-langkah model pembelajaran Dua Tinggal Dua Tamu (dalam Lie, 2002:60-61) adalah sebagai berikut : a) Siswa bekerja sama dalam kelompok berempat seperti biasa. b) Setelah selesai, dua siswa dari masing-masing kelompok akan meninggalkan kelompoknya dan masing-masing bertamu ke kelompok yang lain. c) Dua siswa yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka. d) Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain. e) Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka e. Tahapan-tahapan dalam model pembelajaran TSTS Pembelajaran kooperatif model TSTS terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut: a) Persiapan Pada tahap persiapan ini, hal yang dilakukan guru adalah membuat silabus dan sistem penilaian, desain pembelajaran, menyiapkan tugas siswa dan membagi siswa menjadi beberapa kelompok dengan masingmasing anggota 4 siswa dan setiap anggota kelompok harus heterogen berdasarkan prestasi akademik siswa dan suku. b) Presentasi Guru Pada tahap ini guru menyampaikan indikator pembelajaran, mengenal dan menjelaskan materi sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah dibuat. c). Kegiatan Kelompok Pada kegiatan ini pembelajaran menggunakan lembar kegiatan yang berisi tugas-tugas yang harus dipelajari oleh tiap-tiap siswa dalam satu kelompok. Setelah menerima lembar kegiatan yang berisi permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan konsep materi dan klasifikasinya, siswa mempelajarinya dalam kelompok kecil (4 siswa) yaitu mendiskusikan kelompoknya. masalah Masing-masing tersebut kelompok bersama-sama anggota menyelesaikan atau memecahkan masalah yang diberikan dengan cara mereka sendiri. Kemudian 2 dari 4 anggota dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya dan bertamu ke kelompok yang lain, sementara 2 anggota yang tinggal dalam kelompok bertugas menyampaikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu. Setelah memperoleh informasi dari 2 anggota yang tinggal, tamu mohon diri dan kembali ke kelompok masing-masing dan melaporkan temuannya serta mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka. d) Formalisasi Setelah belajar dalam kelompok dan menyelesaikan permasalahan yang diberikan, salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya untuk dikomunikasikan atau didiskusikan dengan kelompok lainnya. Kemudian guru membahas dan mengarahkan siswa ke bentuk formal. e) Evaluasi Kelompok dan Penghargaan Pada tahap evaluasi ini untuk mengetahui seberapa besar kemampuan siswa dalam memahami materi yang telah diperoleh dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif model TSTS. Masingmasing siswa diberi kuis yang berisi pertanyaan-pertanyaan dari hasil pembelajaran dengan model TSTS, yang selanjutnya dilanjutkan dengan pemberian penghargaan kepada kelompok yang mendapatkan skor rata-rata tertinggi. f. Kelebihan dan kekurangan model TSTS Suatu model pembelajaran pasti memiliki kekurangan dan kelebihan. Adapun kelebihan dari model TSTS adalah sebagai berikut. a) Dapat diterapkan pada semua kelas atau tingkatan b) Kecenderungan belajar siswa menjadi lebih bermakna c) Lebih berorientasi pada keaktifan. d) Diharapkan siswa akan berani mengungkapkan pendapatnya e) Menambah kekompakan dan rasa percaya diri siswa. f) Kemampuan berbicara siswa dapat ditingkatkan. g) Membantu meningkatkan minat dan prestasi belajar Sedangkan kekurangan dari model TSTS adalah: a) Membutuhkan waktu yang lama b) Siswa cenderung tidak mau belajar dalam kelompok c) Bagi guru, membutuhkan banyak persiapan (materi, dana dan tenaga) d) Guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas. Untuk mengatasi kekurangan pembelajaran kooperatif model TSTS, maka sebelum pembelajaran guru terlebih dahulu mempersiapkan dan membentuk kelompok-kelompok belajar yang heterogen ditinjau dari segi jenis kelamin dan kemampuan akademis. Berdasarkan sisi jenis kelamin, dalam satu kelompok harus ada siswa laki-laki dan perempuannya. Jika berdasarkan kemampuan akademis maka dalam satu kelompok terdiri dari satu orang berkemampuan akademis tinggi, dua orang dengan kemampuan sedang dan satu lainnya dari kelompok kemampuan akademis kurang. Pembentukan kelompok heterogen memberikan kesempatan untuk saling mengajar dan saling mendukung sehingga memudahkan pengelolaan kelas karena dengan adanya satu orang yang berkemampuan akademis tinggi yang diharapkan bisa membantu anggota kelompok yang lain. C. Motivasi Belajar Menurut Sardiman (2011 : 73), kata “motif”, diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan di dalam subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Bahkan motif dapat diartikan sabagi suatu kondisi intern (kesiapsiagaan). Berawal dari kata “motif” itu, maka motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada saat-saat tertentu, terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan/mendesak. Di dalam diri setiap individu memiliki kondisi internal, dimana kondisi internal tersebut turut berperan dalam aktivitas sehari–hari baik disadari ataupun tidak disadari. Seseorang tidak dapat berdiri sendiri untuk dapat melaksanakan suatu kegiatan, menurut Sukmadinata (2003 : 53) akan selalu terdapat faktor pendorong dan tujuan melandasi kegiatan yang dijalani seseorang. Sukmadinata (2003: 61) mengemukakan bahwa menurut beberapa ahli, motivasi terbentuk oleh tenaga–tenaga yang bersumber dari dalam dan luar diri individu yaitu berupa desakan atau drive, motif atau motive, kebutuhan dan keinginan atau wish. Berikut uraiannya: 1. Motif atau motive adalah dorongan yang terarah pada pemenuhan kebutuhan psikis atau rohaniah. 2. Kebutuhan atau need merupakan suatu keadaan dimana individu merasakan adanya kekurangan atau ketiadaan sesuatu yang diperlukannya. 3. Keinginan atau wish adalah harapan untuk mendapatkan atau memiliki sesuatu yang dibutuhkan. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah suatu perubahan energi dalam diri pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan reaksi untuk mencapai tujuan belajar. Motivasi dibagi ke dalam dua tipe yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah keinginan bertindak yang disebabkan faktor pendorong dari dalam diri (internal) individu sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang keberadaannya dipengaruhi oleh rangsangan dari luar. Menurut Makmun (1996: 29), indikator motivasi belajar adalah sebagai berikut: 1. Durasi kegiatan yaitu berapa lama kemampuan penggunaan waktunya untuk melakukan kegiatan belajar. 2. Frekuensi kegiatan yaitu seberapa sering kegiatan dilakukan dalam periode waktu tertentu. 3. Persistensi yaitu ketetapan dan kelekatan waktu pada tujuan kegiatan belajar. 4. Ketabahan, keuletan, dan kemampuan dalam menghadapi rintangan dan kesulitan untuk mencapai tujuan belajar. 5. Devosi (pengabdian) dan pengorbanan berupa uang, tenaga, pikiran atau jiwa untuk mencapai tujuan. 6. Tingkat aspirasi yaitu maksud, rencana, cita – cita, sasaran atau target yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan. 7. Tingkatan kualifikasi prestasi. 8. Arah sikap terhadap sasaran kegiatan. D. Kemampuan Komunikasi Matematis Secara umum, komunikasi dapat diartikan sebagai proses menyampaikan pesan dari seseorang kepada orang lain baik secara langsung (lisan) maupun tidak langsung (melalui media). (Ansari, 2004) memaknai komunikasi sebagai proses penyampaian pesan dari pengirim pesan kepada penerima pesan melalui saluran tertentu dan untuk tujuan tertentu. Menurut Schulman (Ansari, 2004), komunikasi matematis merupakan: 1) Kekuatan sentral bagi siswa dalam merumuskan konsep dan strategi matematika; 2) modal keberhasilan bagi siswa terhadap stratregi dan penyelesaian dalam eksplorasi dan investigasi matematis 3) wadah bagi siswa dalam berkomunikasi dengan temannya untuk memperoleh informasi, membagi pikiran dan penemuan, curah pendapat, menilai dan mempertajam ide untuk meyakinkan orang lain. Dalam makalah ini, kemampuan komunikasi matematis yang dimaksud adalah kemampuan siswa dalam menyatakan suatu situasi dengan gambar, tabel, atau grafik, kemampuan siswa dalam menjelaskan ide atau situasi dari suatu gambar atau grafik yang diberikan dengan kata-kata sendiri, kemampuan siswa dalam menyatakan suatu situasi ke dalam bentuk model matematika. BAB III PENUTUP Keterkaitan antara Model Kooperatif Tipe Two Stay – two Stray dengan Motivasi Belajar dan Kemampuan Komunikasi matematis Siswa yang telah diuraikan di atas secara teori dapat ditingkatkan melalui pembelajaran dengan model kooperatif tipe Two Stay- Two Stray. Hal ini dikarenakan tahapantahapan dalam pembelajaran kooperatif tipe Two Stay-Two Stray yaitu, siswa dituntut untuk dapat berdiskusi dengan teman sekelompoknya untuk dapat menyelasaikan lembar kegiatan yang berkaitan dengan materi dan klasifikasinya. Kemudian siswa harus dapat mengkomunikasikan informasi berupa gagasan atau ide- ide matematik yang diperoleh dalam diskusi kelompok kepada kelompok yang lainnya. Sehingga siswa mampu untuk menyatakan konsep dan mengekspresikan solusi matematik secara lisan, tertulis maupun dalam bentuk visual lainnya. Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa proses pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay-Two Stray berakibat pada peningkatan motivasi belajar dan kemampuan komunikasi matematik siswa. DAFTAR PUSTAKA Ansari, B.I. (2004). Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik Siswa SMU melalui Strategi Think-Talk-Write. Disertasi pada PPS UPI. Bandung: Tidak Dipublikasikan.. Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Model Silabus Mata Pelajaran SMP/MTs. Jakarta: BP. Cipta Jaya. Firdaus. (2005). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa melalui Pembelajaran dalam Kelompok Kecil Tipe Team Assisted Individualization dengan Pendekatan Berbasis Masalah. Tesis pada PPS UPI. Bandung: Tidak Dipublikasikan. Lie (2008). Cooperaative Learning. Jakarta. PT Grasindo. Makmun, A. S. (1996) . Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Nurjanah, I. (2012). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay – Two Stray Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa. Skripsi jurusan matematika FPMIPA UPI . Tidak diterbitkan. Sardiman, A.M. (2007). Interaksi dan Motivasi Belajar. Bandung : Rajawali Pers Setia, Y.(2010). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Siswa SMA Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Think – PairSquare (TPS).Tesis. Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI. Tidak diterbitkan. Slavin, R.E (1995). Cooperative Learning Theory, Reseach and Practice. Second Edition. Needham Heights. Massachussetts. Sukmadinata, N. S.(2003). Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya Sunata.(2009). Penerapan Pembelajaran Kreatif Model Treffinger untuk Meningkatkan Komunikasi Matematis Siwa. Skripsi. Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI. Tidak diterbitkan. Suprijono, A. (2011) Cooperatif Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta : Pustaka Pelajar