makalah-ts-ts-ainurhayati

advertisement
Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay – Two Stray
untuk Meningkatkan Motivasi Belajar dan Kemampuan Komunikasi
Matematis Siswa Madrasah Tsanawiyah Kota Bandung
Tugas Makalah Mata Kuliah
Standar Kompetensi Guru Matematika
Dosen : Prof . Dr. Hj. Rahayu Kariadinata, M.Pd
Disusun oleh :
Ai Nurhayati
NPM. 118612023
PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA
PASCASARJANA UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2012
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Ilmu pengetahuan dan teknologi
sangat
berperan dalam upaya
meningkatkan kualitas sumber daya manusia suatu bangsa. Dengan adanya
peningkatan sumber daya manusia, diharapkan bangsa kita mampu bersaing
dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan sumber daya
manusia adalah peningkatan mutu pendidikan. Pendidikan adalah usaha sadar
yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut
Undang-undang Republik Indonesia nomor 2 tahun 2003, tentang sistem
pendidikan Nasional Indonesia dikemukakan bahwa pendidikan adalah usaha
sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran
dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.
Matematika adalah ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting
dan mendasar bagi ilmu pengetahuan lainnya. Matematika juga dijadikan sebagai
salah satu disiplin ilmu yang wajib dipelajari, terutama oleh siswa pada semua
jenjang pendidikan formal. Oleh karena itu kiranya perlu untuk mengembangkan
mutu pembelajaran matematika agar tujuan dari pembelajarannya bisa tercapai
secara optimal.
Menurut NCTM (Sunata, 2009: 18) kemampuan komunikasi matematik
perlu dibangun dalam diri siswa dengan tujuan agar dapat:
1. Memodelkan situasi dengan lisan, tertulis, gambar, grafik, dan secara aljabar,
2. Mereflesikan dan mengklasifikasi dalam berpikir mengenai gagasan matematis
dalam berbagai situasi,
3. Mengembangkan pemahaman terhadap gagasan-gagasan matematis termasuk
peranan definisi-definisi dalam matematika,
4. Menggunakan keterampilan membaca, mendengar, dan menulis untuk
menginterpretasikan dan mengevaluasi gagasan matematis,
5. Mengkaji gagasan matematis melalui konjektur dan alasan yang meyakinkan
6. Memahami nilai dari notasi dan peran matematika dalam pengembangan
gagasan matematis.
Ada alasan penting mengapa komunikasi diperlukan dalam pembelajaran
matematika, yaitu karena matematika bukan sekedar alat bantu untuk menemukan
pola, menyelesaikan masalah atau mengambil kesimpulan, tetapi matematika juga
merupakan alat untuk mengkomunikasikan berbagai ide/gagasan. Selain itu
pembelajaran matematika juga merupakan aktivitas sosial, wahana interaksi antar
siswa, dan sebagai alat komunikasi antara guru dengan siswa.
Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan
kemampuan berpikir dan berargumentasi, memberikan kontribusi dalam
penyelesaian masalah sehari-hari dan dunia kerja, serta memberikan dukungan
dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kebutuhan akan aplikasi
matematika saat ini dan masa depan tidak hanya untuk keperluan sehari-hari,
tetapi terutama dalam dunia kerja, dan untuk mendukung perkembangan ilmu
pengetahuan.
Di sisi lain matematika adalah mata pelajaran yang sukar dipahami,
sehingga siswa sulit untuk menyukainya. Ruseffendi (dalam Nurjanah,2005: 7)
mengungkapkan bahwa anak–anak menyenangi matematika hanya pada saat
mereka mempelajari matematika yang sederhana, makin sukar matematika yang
dipelajari oleh siswa maka minat siswa terhadap matematika pun berkurang
sehingga matematika dianggap sebagai ilmu yang sukar, ruwet dan banyak
memperdayakan. Hal ini tentu saja dapat mempengaruhi hasil belajar siswa.
Dalam keadaan seperti ini perlu dilakukan daya upaya yang dapat
mendorong
siswa untuk menyukai matematika.
Siswa perlu diberikan
rangsangan agar tumbuh motivasi pada dirinya untuk mempelajari matematika
karena hasil belajar akan optimal jika ada motivasi yang tepat.
Persoalan motivasi ini dapat juga dikaitkan dengan persoalan minat.
(Sardiman, 2011 : 76) minat timbul tidak secara tiba-tiba atau spontan, melainkan
timbul akibat dari partisipasi, pengalaman, kebiasaan pada waktu belajar atau
bekerja. Jadi jelas bahwa soal minat akan selalu berkaitan dengan soal kebutuhan
atau keinginan. Oleh karena itu sangatlah penting bagaimana menciptakan kondisi
tertentu agar siswa selalu butuh dan ingin terus belajar.
Dalam hubungannya dengan kegiatan belajar, harus dipikirkan bagaimana
menciptakan kondisi atau suatu proses yang mengarahkan siswa untuk melakukan
aktivitas belajar. Dalam hal ini sudah barang tentu peran guru sangat penting.
Bagaiman guru melakukan usah-usaha untuk dapat menumbuhkan dan
memberikan motivasi agar anak didiknya melakukan aktivitas belajar dengan
baik. Untuk dapat belajar dengan baik diperlukan proses dan motivasi yang baik
pula. (Sardiman, 2011 : 77)
Uraian di atas menunjukkan bahwa motivasi belajar sangat penting dalam
keberhasilan belajar matematika siswa. Namun berdasarkan hasil wawancara
terhadap guru Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Kota Bandung menunjukkan
bahwa motivasi belajar matematika siswa MTsN 1 Kota Bandung masih rendah.
Pengajaran matematika diberikan di tingkat SMP/MTs bertujuan untuk
memberikan layanan kepada siswa untuk mengembangkan potensi yang
menyangkut aspek kognitif, afektif maupun psikomotor. Sejalan dengan fungsi
dan perlunya pembelajaran matematika, para ahli di bidang pendidikan
matematika merumuskan lima kemampuan matematis yang harus dikuasai oleh
siswa yaitu kemampuan pemahaman, penalaran, komunikasi, pemecahan masalah
dan memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan
(Departemen Pendidikan Nasional, 2006).
Kemampuan komunikasi matematis merupakan salah satu kemampuan
yang harus dikuasai oleh siswa dalam proses pembelajaran. Kemampuan
komunikasi juga penting karena matematika pada dasarnya adalah bahasa yang
sarat dengan notasi dan istilah sehingga konsep yang terbentuk dapat dipahami
oleh siswa.
Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan, komunikasi matematis
merupakan kemampuan yang harus dimiliki siswa. Namun, menurut hasil
penelitian yang dilakukan Firdaus (2005 : 6), ditemukan bahwa kemampuan
komunikasi matematis siswa masih tergolong kurang. Terdapat lebih dari separuh
siswa memperoleh skor kemampuan kurang dari 60% dari skor ideal, sehingga
kualitas kemampuan komunikasi matematis belum dalam kategori baik. Temuan
ini serupa dengan temuan pada penelitian terdahulu yang telah dilakukan Ansari
(2004 : 11). Kurangnya kemampuan komunikasi matematis memperlihatkan
bahwa proses pembelajaran yang dilaksanakan saat ini belum menunjukkan hasil
yang memuaskan semua pihak. Agar kemampuan komunikasi matematis siswa
dapat berkembang, maka motivasi belajar matematika siswa juga perlu
ditingkatkan. Karenanya, guru dalam memilih model pembelajaran perlu
mempertimbangkan tugas matematika dan suasana belajar yang dapat memotivasi
dan mendorong siswa untuk mencapai kemampuan tersebut.
Model pembelajaran yang sesui untuk meningkatkan motivasi belajar dan
kemampuan komunikasi matematis siswa adalah pembelajaran kooperatif. Dalam
pembelajaran kooperatif, siswa akan lebih aktif karena terjadi proses diskusi atau
interaksi di antara teman dalam kelompoknya. Melalui kegiatan diskusi,
percakapan dalam mengungkapkan ide-ide matematika dapat membantu siswa
mengembangkan pikirannya, sehingga siswa yang terlibat dalam perbedaan
pendapat atau mencari solusi dari suatu permasalahan akan memahami konsep
matematika dengan lebih baik dan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi
matematisnya.
Selain dapat meningkatkan motivasi belajar dan kemampuan komunikasi
matematis siswa, pembelajaran kooperatif juga memiliki kelebihan yang sangat
bermanfaat bagi siswa. Kelebihan tersebut diantaranya siswa dapat belajar
memanfaatkan kelebihan dirinya dan mengisi kekurangan siswa lain, belajar
menghargai pendapat yang berbeda, dan mengembangkan keterampilan untuk
bekerja sama dan kolaborasi dalam suatu kelompok. Salah satu teknik dalam
pembelajaran kooperatif adalah tipe Two Stay Two Stray.
Model pembelajaran Two Stay – Two Stray adalah pembelajaran
kooperatif yang memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil
dan informasi dengan kelompok lain. Ciri khas dari model pembelajaran ini
adalah adanya pembagian tugas dalam kelompok, yaitu dua siswa bertugas
sebagai tamu untuk mencari informasi dari kelompok lain dan dua siswa lainnya
tetap berada dalam kelompoknya untuk memberikan informasi kepada tamunya
dari kelompok lain. Jika mereka telah selesai melaksanakan tugasnya, mereka
kembali ke kelompoknya masing-masing. Setelah itu siswa yang bertugas menjadi
tamu atau yang menerima tamu mendiskusikan dan membahas hasil kerja
mereka.(Suprijono, 2009 : 93)
Berdasarkan uraian di atas, maka makalah ini berjudul “ Penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif
Tipe Two Stay – Two Stray Untuk Meningkatkan
Motivasi Belajar dan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Madrasah
Tsanawiyah Kota Bandung”
BAB II
A. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif pertama kali muncul dari para filosofis di awal
abad Masehi yang mengemukakan bahwa dalam belajar seseorang harus memiliki
pasangan atau teman sehingga teman tersebut dapat diajak untuk memecahkan
suatu masalah. Menurut Anita Lie (2004:12), model pembelajaran kooperatif atau
disebut juga dengan pembelajaran gotong-royong merupakan sistem pengajaran
yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama
siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas yang terstruktur.
Menurut Thomson (dalam Setiadi, 2012 : 36), pembelajaran kooperatif
turut menambah unsur-unsur interaksi sosial pada pembelajaran. Di dalam
pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil
saling membantu satu sama lain. Kelas disusun dalam kelompok yang terdiri dari
4 atau 5 siswa, dengan kemampuan yang heterogen. Maksud kelompok heterogen
adalah terdiri dari campuran kemampuan siswa, jenis kelamin dan suku. Hal ini
bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan pendapat dan bekerja
dengan teman yang berbeda latar belakangnya. Pada pembelajaran kooperatif
diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerjasama di dalam
kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik, memberikan penjelasan
kepada teman sekelompok dengan baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi
pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama kerja
kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan (Slavin, 1995 : 9)
Slavin (1995 : 4) menyebutkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah
suatu model pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar
dan bekerja dalam kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya empat
sampai enam orang, dengan struktur kelompok heterogen.
Model
pembelajaran
kooperatif
dapat
membantu
siswa
untuk
meningkatkan sikap positif pada matematika. Melalui kerja sama dalam
kelompok, para siswa membangun rasa percaya diri pada diri mereka untuk dapat
menyelesaikan suatu permasalahan. Siswa mempunyai perkembangan sifat yang
positif dan persepsi yang baik tentang belajar matematika dalam pengelompokan,
dan merekomendasikan penggunaan kegiatan kelompok dalam belajar matematika
untuk mendorong motivasi siswa dalam pembelajaran.
Banyak kelebihan yang diperoleh dari model pembelajaran kooperatif, di
antaranya adalah pada saat melakukan kegiatan diskusi kelompok, siswa berlatih
mendengarkan dan menghargai pendapat orang lain, serta saling membantu dalam
membangun pengetahuan baru dengan mengintegrasikan pengetahuan lama yang
telah dimiliki. Selain itu, percakapan yang mengungkapkan ide-ide matematika
ketika berdiskusi, dapat membantu siswa dalam mengasah pikirannya dan
membuat hubungan-hubungan, sehingga siswa yang terlibat dalam perbedaan
pendapat atau mencari solusi dari suatu permasalahan akan memahami konsep
matematika dengan lebih baik dan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi
matematisnya.
Roger dan David Johnson (Suprijono, 2011 : 58) mengemukakan lima
unsur pembelajaran kooperatif agar dapat mencapai hasil yang maksimal, yaitu:
1. Saling ketergantungan yang positif
Setiap anggota kelompok harus memiliki perasaan bahwa keberhasilan
individu merupakan keberhasilan bagi kelompoknya dan begitu pula
sebaliknya. Hal ini menuntut guru untuk dapat menciptakan suasana belajar
yang dapat mendorong siswa untuk sling membutuhkan dan bergantung satu
sama lain di dalam kelompoknya.
2. Tanggung jawab perseorangan
Setiap anggota kelompok diberi tanggung jawab secara individual untuk
mengerjakan bagian tugasnya sendiri, mengetahui apa yang harus dipelajari,
dan mengetahui apa yang ditargetkan kelompoknya. Hal bertujuan agar setiap
individu merasa dituntut untuk memberikan andil bagi keberhasilan kelompok
dan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik.
3. Tatap muka
Setiap anggota kelompok bertemu muka dan berdiskusi. Dengan interaksi tatap
muka, siswa dapat melakukan dialog, dan menghargai perbedaan pendapat
dengan memanfaatkan kelibihan dan mengisi kekurangan anggotanya.
4. Komunikasi antar anggota
Siswa memiliki kemampuan berinteraksi, seperti mengajukan pendapat,
mendengarkan opini teman, dan mengadakan kompromi, negosiasi, atau
klarifikasi. Untuk dapat memiliki kemampuan ini, diperlukan proses yang
panjang. Namun, proses sangt bermanfaat dan perlu ditempuh untuk
memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan
emosional siswa.
5. Evaluasi proses kelompok
Guru perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi
proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya dapat
bekerja sama dengan lebih efektif.
Menurut Arend, 2004 (dalam Risnawati, 2005) menyatakan bahwa
pembelajaran yang menggunakan metode kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai
berikut :
a. Siswa belajar dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan
materi belajarnya
b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang
dan rendah.Bila mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, suku,
budaya dan jenis kelamin yang berbeda-beda.
c. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu
Menurut Barba, 1995 (dalam Susanto, 1999) belajar kooperatif
dalah
strategi pembelajaran kelompok kecil yang digunakan untuk:
a. Meningkatkan kemampuan akademik melalui kolaborasi kelompok
b. Memperbaiki hubungan antar siswa yang berbeda latar belakang etnik dan
kemampuannya
c.Mengembangkan keterampilannya untuk memecahkan masalah melalui
kelompok
d. Mendorong proses demokrasi di kelas
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran kooperatif merupakan metode pembalajaran yang didasarkan atas
kerjasama kelompok yang dilakukan untuk mencapai tujuan khusus. Pada
pelaksanaan pembelajaran kooperatif siswa tidak cukup hanya mempelajari materi
saja, tetapi harus mempelajari keterampilan kooperatif.
Metode pembelajaran kooperatif ini mempunyai kelebihan-kelebihan
yaitu:
a. Dapat meningkatkan motivasi belajar siswa
b. Siswa dapat berkomunikasi dengan temannya
c. Dapat meningkatkan keaktifan dalam pembelajaran
d. Dapat meningkatkan pemahaman dalam prestasi belajar
Keuntungan ini akan lebih apabila dilaksanakan dalam kelas kecil atau
dengan jumlah siswanya sedikit. Lie dalam bukunya Cooperative Learning
(2008:55) mengemukakan beberapa model pembelajara kooperatif, antara lain:
Mencari Pasangan, Bertukar Pasangan, Berpikir-Berpasangan-Berempat (Think
Pair-Share and Think-Pair-Square), Berkirim Salam dan Soal, Kepala Bernomor,
Kepala Bernomor Terstruktur, Two Stay Two Stray (TS-TS), Keliling Kelompok,
Kancing Gemerincing, Keliling Kelas, Lingkaran Kecil Lingkaran Besar, Tari
Bambu, Jigsaw, dan Cerita Berpasangan.
Selain itu, terdapat empat tahapan keterampilan kooperatif yang harus ada
dalam model pembelajaran kooperatif yaitu:
1. Forming
(pembentukan)
yaitu
keterampilan
yang
dibutuhkan
membentuk kelompok dan membentuk sikap yang sesuai dengan norma.
untuk
2. Functioning (pengaturan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk mengatur
aktivitas kelompok dalam menyelesaikan tugas dan membina hubungan kerja
sama diantara anggota kelompok.
3. Formating
(perumusan)
yaitu
keterampilan
yang
dibutuhkan
untuk
pembentukan pemahaman yang lebih dalam terhadap bahan- bahan yang
dipelajari, merangsang penggunaan tingkat berpikir yang lebih tinggi, dan
menekankan penguasaan serta pemahaman dari materi yang diberikan.
4. Fermenting (penyerapan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk
merangsang pemahaman konsep sebelum pembelajaran, konflik kognitif,
mencari lebih banyak informasi, dan mengkomunikasikan pemikiran untuk
memperoleh kesimpulan.
Menurut Van der Kley (dalam Sunaryanto, 1998:165) ada beberapa cara
menilai hasil belajar siswa dalam belajar kooperatif yaitu:
a. Setiap anggota kelompok mendapatkan nilai yang sama dengan nilai
kelompok.
b. Setiap siswa diberi tugas atau tes perorangan setelah kegiatan belajar
kooperatif berakhir.
c. Seorang siswa atas nama kelompoknya bisa dipilih secara acak untuk
menjelaskan pemecahan materi tugas.
d. Nilai setiap anggota kelompok ditulis dan dibagi untuk mendapatkan nilai
rata-rata kelompok.
B. Pembelajaran Kooperatif Model Two Stay Two Stray (TSTS)
a. Pengertian
Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah model TSTS. “Dua
tinggal dua tamu” yang dikembangkan oleh Spencer Kagan 1992 dan biasa
digunakan bersama dengan model Kepala Bernomor (Numbered Heads).
Struktur TSTS yaitu salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang
memberikan kesempatan kepada kelompok membagikan hasil dan
informasi kepada kelompok lain. Hal ini dilakukan karena banyak kegiatan
belajar mengajar yang diwarnai dengan kegiatan-kegiatan individu. Siswa
bekerja sendiri dan tidak diperbolehkan melihat pekerjaan siswa yang lain.
Padahal dalam kenyataan hidup di luar sekolah, kehidupan dan kerja
manusia saling bergantung satu sama lainnya.
b. Ciri-ciri model pembelajaran Two Stay Two Stray
Ciri-ciri model pembelajaran TSTS, yaitu:
1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan
materi belajarnya.
2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi,
sedang dan rendah.
3. Bila mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis
kelamin yang berbeda.
4. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu
c. Tujuan model pembelajaran Two Stay Two Stray
Dalam model pembelajaran ini siswa dihadapkan pada kegiatan
mendengarkan apa yang diutarakan oleh temannya ketika sedang bertamu,
yang secara tidak langsung siswa akan dibawa untuk menyimak apa yang
diutarakan oleh anggota kelompok yang menjadi tuan rumah tersebut. Dalam
proses ini, akan terjadi kegiatan menyimak materi pada siswa.
Dalam model pembelajaran kooperatif TSTS ini memiliki tujuan yang
sama dengan pendekatan pembelajaran kooperatif yang telah di bahas
sebelumnya. Siswa di ajak untuk bergotong royong dalam menemukan suatu
konsep. Penggunaan model pembelajaran kooperatif TSTS akan mengarahkan
siswa untuk aktif, baik dalam berdiskusi, tanya jawab, mencari jawaban,
menjelaskan dan juga menyimak materi yang dijelaskan oleh teman. Selain
itu, alasan menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray ini karena
terdapat pembagian kerja kelompok yang jelas tiap anggota kelompok, siswa
dapat bekerjasama dengan temannya, dapat mengatasi kondisi siswa yang
ramai dan sulit diatur saat proses belajar mengajar.
Dengan demikian, pada dasarnya kembali pada hakekat keterampilan
berbahasa yang menjadi satu kesatuan yaitu membaca, berbicara, menulis dan
menyimak. Ketika siswa menjelaskan materi yang dibahas oleh kelompoknya,
maka tentu siswa yang berkunjung tersebut melakukan kegiatan menyimak
atas apa yang di jelaskan oleh temannya. Demikian juga ketika siswa kembali
ke kelompoknya untuk menjelaskan materi apa yang di dapat dari kelompok
yang dikunjungi. Siswa yang kembali tersebut menjelaskan materi yang di
dapat dari kelompok lain, siswa yang bertugas menjaga rumah menyimak hal
yang dijelaskan oleh temannya.
Dalam proses pembelajaran dengan model Two Stay Two Stray, secara
sadar ataupun tidak sadar, siswa akan melakukan salah satu kegiatan
berbahasa yang menjadi kajian untuk ditingkatkan yaitu keterampilan
menyimak. Dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif TSTS seperti
itu, siswa akan lebih banyak melakukan kegiatan menyimak secara langsung,
dalam artian tidak selalu dengan cara menyimak apa yang guru utarakan yang
dapat membuat siswa jenuh. Dengan penerapan model pembelajaran TSTS,
siswa juga akan terlibat secara aktif, sehingga akan memunculkan semangat
siswa dalam belajar (aktif). Sedangkan tanya jawab dapat dilakukan oleh
siswa dari kelompok satu dan yang lain, dengan cara mencocokan materi yang
didapat dengan materi yang disampaikan. Dengan begitu, siswa dapat
mengevaluasi sendiri, seberapa tepatkah pola pikirnya terhadap suatu konsep
dengan pola pikir nara sumber. Kemudian bagi guru atau peneliti, menjadi
acuan evaluasi berapa persenkah keberhasilan penggunaan model pemelajaran
kooperatif
two stay two stray ini dalam meningkatkan keterampilan
menyimak siswa.
d. Langkah-langkah model pembelajaran Two Stay Two Stray
Adapun langkah-langkah model pembelajaran Dua Tinggal Dua Tamu
(dalam Lie, 2002:60-61) adalah sebagai berikut :
a) Siswa bekerja sama dalam kelompok berempat seperti biasa.
b) Setelah selesai, dua siswa dari masing-masing kelompok akan
meninggalkan
kelompoknya
dan
masing-masing
bertamu
ke
kelompok yang lain.
c) Dua siswa yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil
kerja dan informasi mereka ke tamu mereka.
d) Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan
melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.
e) Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka
e. Tahapan-tahapan dalam model pembelajaran TSTS
Pembelajaran kooperatif model TSTS terdiri dari beberapa tahapan
sebagai berikut:
a) Persiapan
Pada tahap persiapan ini, hal yang dilakukan guru adalah membuat
silabus dan sistem penilaian, desain pembelajaran, menyiapkan tugas
siswa dan membagi siswa menjadi beberapa kelompok dengan masingmasing anggota 4 siswa dan setiap anggota kelompok harus heterogen
berdasarkan prestasi akademik siswa dan suku.
b) Presentasi Guru
Pada tahap ini guru menyampaikan indikator pembelajaran, mengenal
dan menjelaskan materi sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah
dibuat.
c). Kegiatan Kelompok
Pada kegiatan ini pembelajaran menggunakan lembar kegiatan yang
berisi tugas-tugas yang harus dipelajari oleh tiap-tiap siswa dalam satu
kelompok.
Setelah
menerima
lembar
kegiatan
yang
berisi
permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan konsep materi dan
klasifikasinya, siswa mempelajarinya dalam kelompok kecil (4 siswa)
yaitu
mendiskusikan
kelompoknya.
masalah
Masing-masing
tersebut
kelompok
bersama-sama
anggota
menyelesaikan
atau
memecahkan masalah yang diberikan dengan cara mereka sendiri.
Kemudian
2
dari
4
anggota
dari
masing-masing
kelompok
meninggalkan kelompoknya dan bertamu ke kelompok yang lain,
sementara 2 anggota yang tinggal dalam kelompok bertugas
menyampaikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu. Setelah
memperoleh informasi dari 2 anggota yang tinggal, tamu mohon diri
dan kembali ke kelompok masing-masing dan melaporkan temuannya
serta mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.
d) Formalisasi
Setelah belajar dalam kelompok dan menyelesaikan permasalahan yang
diberikan, salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusi
kelompoknya untuk dikomunikasikan atau didiskusikan dengan
kelompok lainnya. Kemudian guru membahas dan mengarahkan siswa
ke bentuk formal.
e) Evaluasi Kelompok dan Penghargaan
Pada tahap evaluasi ini untuk mengetahui seberapa besar kemampuan
siswa dalam memahami materi yang telah diperoleh dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif model TSTS. Masingmasing siswa diberi kuis yang berisi pertanyaan-pertanyaan dari hasil
pembelajaran dengan model TSTS, yang selanjutnya dilanjutkan
dengan pemberian penghargaan kepada kelompok yang mendapatkan
skor rata-rata tertinggi.
f. Kelebihan dan kekurangan model TSTS
Suatu model pembelajaran pasti memiliki kekurangan dan kelebihan.
Adapun kelebihan dari model TSTS adalah sebagai berikut.
a) Dapat diterapkan pada semua kelas atau tingkatan
b) Kecenderungan belajar siswa menjadi lebih bermakna
c) Lebih berorientasi pada keaktifan.
d) Diharapkan siswa akan berani mengungkapkan pendapatnya
e) Menambah kekompakan dan rasa percaya diri siswa.
f) Kemampuan berbicara siswa dapat ditingkatkan.
g) Membantu meningkatkan minat dan prestasi belajar
Sedangkan kekurangan dari model TSTS adalah:
a) Membutuhkan waktu yang lama
b) Siswa cenderung tidak mau belajar dalam kelompok
c) Bagi guru, membutuhkan banyak persiapan (materi, dana dan tenaga)
d) Guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas.
Untuk mengatasi kekurangan pembelajaran kooperatif model TSTS, maka
sebelum
pembelajaran
guru terlebih dahulu mempersiapkan dan
membentuk kelompok-kelompok belajar yang heterogen ditinjau dari segi
jenis kelamin dan kemampuan akademis. Berdasarkan sisi jenis kelamin,
dalam satu kelompok harus ada siswa laki-laki dan perempuannya. Jika
berdasarkan kemampuan akademis maka dalam satu kelompok terdiri dari
satu orang berkemampuan akademis tinggi, dua orang dengan kemampuan
sedang dan satu lainnya dari kelompok kemampuan akademis kurang.
Pembentukan kelompok heterogen memberikan kesempatan untuk saling
mengajar dan saling mendukung sehingga memudahkan pengelolaan kelas
karena dengan adanya satu orang yang berkemampuan akademis tinggi
yang diharapkan bisa membantu anggota kelompok yang lain.
C. Motivasi Belajar
Menurut Sardiman (2011 : 73), kata “motif”, diartikan sebagai daya upaya
yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan
sebagai daya penggerak dari dalam dan di dalam subjek untuk melakukan
aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Bahkan motif dapat
diartikan sabagi suatu kondisi intern (kesiapsiagaan). Berawal dari kata “motif”
itu, maka motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi
aktif. Motif menjadi aktif pada saat-saat tertentu, terutama bila kebutuhan untuk
mencapai tujuan sangat dirasakan/mendesak.
Di dalam diri setiap individu memiliki kondisi internal, dimana kondisi
internal tersebut turut berperan dalam aktivitas sehari–hari baik disadari ataupun
tidak disadari. Seseorang tidak dapat berdiri sendiri untuk dapat melaksanakan
suatu kegiatan, menurut Sukmadinata (2003 : 53) akan selalu terdapat faktor
pendorong dan tujuan melandasi kegiatan yang dijalani seseorang.
Sukmadinata (2003: 61) mengemukakan bahwa menurut beberapa ahli,
motivasi terbentuk oleh tenaga–tenaga yang bersumber dari dalam dan luar diri
individu yaitu berupa desakan atau drive, motif atau motive, kebutuhan dan
keinginan atau wish. Berikut uraiannya:
1. Motif atau motive adalah dorongan yang terarah pada pemenuhan kebutuhan
psikis atau rohaniah.
2. Kebutuhan atau need merupakan suatu keadaan dimana individu merasakan
adanya kekurangan atau ketiadaan sesuatu yang diperlukannya.
3. Keinginan atau wish adalah harapan untuk mendapatkan atau memiliki sesuatu
yang dibutuhkan.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah suatu
perubahan energi dalam diri pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya
perasaan reaksi untuk mencapai tujuan belajar.
Motivasi dibagi ke dalam dua tipe yaitu motivasi intrinsik dan motivasi
ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah keinginan bertindak yang disebabkan faktor
pendorong dari dalam diri (internal) individu sedangkan motivasi ekstrinsik
adalah motivasi yang keberadaannya dipengaruhi oleh rangsangan dari luar.
Menurut Makmun (1996: 29), indikator motivasi belajar adalah sebagai berikut:
1. Durasi kegiatan yaitu berapa lama kemampuan penggunaan waktunya untuk
melakukan kegiatan belajar.
2. Frekuensi kegiatan yaitu seberapa sering kegiatan dilakukan dalam periode
waktu tertentu.
3. Persistensi yaitu ketetapan dan kelekatan waktu pada tujuan kegiatan belajar.
4. Ketabahan, keuletan, dan kemampuan dalam menghadapi rintangan dan
kesulitan untuk mencapai tujuan belajar.
5. Devosi (pengabdian) dan pengorbanan berupa uang, tenaga, pikiran atau jiwa
untuk mencapai tujuan.
6. Tingkat aspirasi yaitu maksud, rencana, cita – cita, sasaran atau target yang
hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan.
7. Tingkatan kualifikasi prestasi.
8. Arah sikap terhadap sasaran kegiatan.
D. Kemampuan Komunikasi Matematis
Secara umum, komunikasi dapat diartikan sebagai proses menyampaikan
pesan dari seseorang kepada orang lain baik secara langsung (lisan) maupun tidak
langsung (melalui media). (Ansari, 2004) memaknai komunikasi sebagai proses
penyampaian pesan dari pengirim pesan kepada penerima pesan melalui saluran
tertentu dan untuk tujuan tertentu.
Menurut Schulman (Ansari, 2004), komunikasi matematis merupakan:
1) Kekuatan sentral bagi siswa dalam merumuskan konsep dan strategi
matematika;
2) modal keberhasilan bagi siswa terhadap stratregi dan penyelesaian dalam
eksplorasi dan investigasi matematis
3) wadah bagi siswa dalam berkomunikasi dengan temannya untuk memperoleh
informasi, membagi pikiran dan penemuan, curah pendapat, menilai dan
mempertajam ide untuk meyakinkan orang lain.
Dalam makalah ini, kemampuan komunikasi matematis yang dimaksud
adalah kemampuan siswa dalam menyatakan suatu situasi dengan gambar, tabel,
atau grafik, kemampuan siswa dalam menjelaskan ide atau situasi dari suatu
gambar atau grafik yang diberikan dengan kata-kata sendiri, kemampuan siswa
dalam menyatakan suatu situasi ke dalam bentuk model matematika.
BAB III
PENUTUP
Keterkaitan antara Model Kooperatif Tipe Two Stay – two Stray dengan
Motivasi Belajar dan Kemampuan Komunikasi matematis Siswa yang telah
diuraikan di atas secara teori dapat ditingkatkan melalui pembelajaran dengan
model kooperatif tipe Two Stay- Two Stray. Hal ini dikarenakan tahapantahapan dalam pembelajaran kooperatif tipe Two Stay-Two Stray yaitu, siswa
dituntut untuk dapat berdiskusi dengan teman sekelompoknya untuk dapat
menyelasaikan
lembar
kegiatan
yang
berkaitan
dengan
materi
dan
klasifikasinya. Kemudian siswa harus dapat mengkomunikasikan informasi
berupa gagasan atau ide- ide matematik yang diperoleh dalam diskusi
kelompok kepada kelompok yang lainnya. Sehingga siswa mampu untuk
menyatakan konsep dan mengekspresikan solusi matematik secara lisan,
tertulis maupun dalam bentuk visual lainnya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa proses
pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Two
Stay-Two Stray berakibat pada peningkatan motivasi belajar dan kemampuan
komunikasi matematik siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Ansari, B.I. (2004). Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan
Komunikasi Matematik Siswa SMU melalui Strategi Think-Talk-Write.
Disertasi pada PPS UPI. Bandung: Tidak Dipublikasikan..
Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Model Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan dan Model Silabus Mata Pelajaran SMP/MTs. Jakarta: BP.
Cipta Jaya.
Firdaus. (2005). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa melalui
Pembelajaran dalam Kelompok Kecil Tipe Team Assisted Individualization
dengan Pendekatan Berbasis Masalah. Tesis pada PPS UPI. Bandung: Tidak
Dipublikasikan.
Lie (2008). Cooperaative Learning. Jakarta. PT Grasindo.
Makmun, A. S. (1996) . Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nurjanah, I. (2012). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay –
Two Stray Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa.
Skripsi jurusan matematika FPMIPA UPI . Tidak diterbitkan.
Sardiman, A.M. (2007). Interaksi dan Motivasi Belajar. Bandung : Rajawali Pers
Setia, Y.(2010). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi
Matematis Siswa SMA Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Think – PairSquare (TPS).Tesis. Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI. Tidak
diterbitkan.
Slavin, R.E (1995). Cooperative Learning Theory, Reseach and Practice. Second
Edition. Needham Heights. Massachussetts.
Sukmadinata, N. S.(2003). Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung:
Remaja Rosdakarya
Sunata.(2009). Penerapan Pembelajaran Kreatif Model Treffinger untuk
Meningkatkan Komunikasi Matematis Siwa. Skripsi. Jurusan Pendidikan
Matematika FPMIPA UPI. Tidak diterbitkan.
Suprijono, A. (2011) Cooperatif Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Download