Inflasi dan Kenaikan Harga Properti Cina (%, yoy)

advertisement
Ministry of Finance, Fiscal Policy Office
Center for Macroeconomic Policy
February 16th, 2012
Ekonomi Global
Inflasi China Kembali Meningkat
Tingkat inflasi Cina pada Januari 2012 meningkat lebih tinggi menjadi 4,5 persen dibandingkan
bulan sebelumnya yang sebesar 4,1 persen. Laju
Inflasi dan Kenaikan Harga Properti Cina (%, yoy)
inflasi Cina di bulan Januari ini juga melebihi target
9
pemerintah yang sebesar 4 persen. Meksipun
CPI
8
melebihi target dan inflasi sedang dalam perhatian
7
Housing Price
pemerintah , kondisi ini masih dalam batas wajar
6
5
mengingat inflasi terjadi akibat kenaikan permintaan
4
bahan pangan menjelang tahun baru Cina.
3
2
1
0
Sementara itu kenaikan harga properti mulai terus
melambat. Pada bulan Maret 2011, kenaikan harga
properti mencapai level tertingginya selama
beberapa tahun yaitu sebesar 8 persen (yoy). Pada
Desember 2011, kenaikan harga properti sebesar 2,9
persen (yoy), dan kembali melambat di Januari 2012
Sumber: Bloomberg
menjadi 2,6 persen (yoy). Namun perlu diperhatikan
jika industri properti Cina melambat drastis akan menjadi ancaman bagi perekonomian Cina
(bubble burst).
Penjualan Rumah di AS Kembali Turun
Selama bulan Desember 2011, penjualan rumah baru di AS kembali mengalami penurunan
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya dengan angka pertumbuhan -7,3 persen
(yoy). Sedangkan penjualan rumah bekas melambat secara signifikan dari 11,42 persen (yoy)
pada November 2011 menjadi 3,6 persen (yoy) di bulan Desember 2011.
Karena khawatir kondisi ini dapat mempengaruhi laju pemulihan ekonomi, The Fed melalui Ben
Bernanke akan segera mengambil tindakan untuk kembali memulihkan pasar propertinya,
namun menghindari kebijakan yang kontoversial untuk tetap menjaga sentimen pasarnya. The
Fed akan memperluas jangkauannya melalui perusahaan-perusahaan hipotek seperti Fannie
Mae dan Freddie Mac akan untuk meningkatkan pembiayaan.
Ministry of Finance, Fiscal Policy Office
Center for Macroeconomic Policy
February 16th, 2012
34 Bank di Italia dan Enam Negara Eropa Kembali Mengalami Pemangkasan Rating
Di samping kondisi Yunani yang masih rentan, perekonomian Italia juga kembali menghadapi
risiko, lembaga rating S&P memangkas peringkat 34 perbankan Italia, dua di antaranya
merupakan perbankan terbesar yaitu UniCredit dan Intesa Sanpaolo.
Pemangkasan tersebut mencerminkan risiko kerentanan terhadap pembiayaan eksternal
semakin tinggi dan juga adanya kemungkinan melemahnya profitabilitas perbankan Italia dalam
beberapa tahun kedepan.
Setelah terjadi penurunan peringkat utang 34 bank di Italia tersebut, Moody’s kembali
melakukan pemangkasan terhadap enam negara Eropa. Enam negara tersebut adalah Spanyol
(A1 A3, outlook negatif), Italia (A2 A3, outlook negatif), Portugal (Ba2 Ba3, outlook
negatif), Slovakia (A1 A2, outlook negatif), Slovenia (A1 A2, outlook negatif), dan Malta
(A2 A3, outlook negatif). Selain itu tiga negara lain yang diturunkan outlooknya menjadi
negatif adalah Austria, Perancis dan Inggris.
Pertimbangan Moody’s melakukan pemangkasan dan penurunan outlook ini antara lain:
• Ketidakpastian prospek reformasi kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi
• Pelemahan kondisi makroekonomi, yang mengancam langkah penghematan anggaran
Obligasi Eropa Ditolak Cina
Sebagai negara berkembang dengan perekonomian besar serta likuiditas yang melimpah,
negara-negara maju kini bergantung terhadap bantuan Cina untuk menolong keterpurukan
ekonominya, termasuk Eropa yang terus melobi Cina untuk membeli obligasinya melalui China
Investment Corp (CIC). Namun sebagai investor jagka panjang Cina tidak mau mengambil
risiko terhadap obligasi negara-negara Uni Eropa seperti Spanyol dan Potugal. Prospek
pemulihan ekonomi Eropa menjadi pertimbangan besar bagi Cina.
CIC lebih tertarik untuk menginvestasikan dana yang dimilikinya pada investasi yang bersifat riil
dan proyek infrastruktur untuk kawasan Eropa. Aksi yang baru dilakukan CIC adalah membeli
saham Thames, pemasok air di Inggris.
Pertemuan kembali antara Eropa dan Cina untuk melobi pembelian obligasi pada 15 Februari
tampaknya akan berjalan alot. Terlebih lagi pertemuan ini akan dilakukan sehari setelah
Ministry of Finance, Fiscal Policy Office
Center for Macroeconomic Policy
February 16th, 2012
Moody’s kembali menurunkan peringkat utang enam negara Eropa dan merevisi outlook tiga
negara Eropa.
Ekspor Melemah- Perekonomian Jepang Kontraksi
Ekspor Jepang pada Des 2011 menurun 78 persen dibandingkan bulan sebelumnnya.
Sedangkan, impor mengalami penurunan
Perkembangan Perdangangan Jepang
sebesar 30 persen dibandingkan Nov 2011.
(%, yoy)
Penurunan sektor perdagangan Jepang
50
40
diakibatkan oleh melemahnya permintaan
30
eksternal.
20
10
Perusahaan elektronik terbesar di Jepang
yaitu Sony Corp. dan Panasonic Corp.
-10
-20
diperkirakan mengalami kerugian yang cukup
besar pada selama 2011. Sony Corp.
Ekspor
Impor
diperkirakan mengalami kerugian sebesar
220 miliar yen pada akhir 2011 yang mana lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya sebesar 90
miliar yen. Sedangkan, Panasonic Corp. yang mana merupakan perusahaan eksportir televisi
plasma diperkirakan mengalami kerugian sebesar 780 miliar akibat melemahnya permintaan
televisi dan bencana alam banjir di Thailand.
8,1
0
0
-1
aJn
0 0 0
1
-1 -1
b ar rp
Fe M A
0
-1
i
e
M
0
-1
n
Ju
0
-1
l
Ju
0
-1
ts
u
g
A
0
-1
p
Se
0
-1
tk
O
0
-1
p
o
N
0
-1
s
e
D
1
-1
n
aJ
1 1 1
1
-1 -1
b ar rp
Fe M A
1
-1
i
e
M
1
-1
n
Ju
1
-1
l
Ju
1
-1
ts
u
g
A
1
-1
p
eS
1
-1
tk
O
1
-1
p
o
N
1-8
-1
s
e
D
Hal ini akhirnya berdampak pada penyusutan perekonomian Jepang di kuartal IV 2011 sebesar
2,3 persen (yoy), jauh di bawah prediksi semula dengan kontraksi sebesar 1,3 persen (yoy).
Untuk mengatasi apresiasi Yen yang semakin menekan ekspor, BOJ akan melakukan
intervensi terhadap mata uang Yen.
Sementara itu sektor jasa justru menunjukkan pertumbuhan yang melampaui estimasi. Indeks
industri tersier yang mengukur kinerja sektor jasa mengalami kenaikan sebesar 1.4% menjadi
99.7 poin di bulan Desember. Sektor jasa merupakan salah satu sektor terpenting di Jepang.
Separuh dari tenaga kerja di Negara ini berada pada sektor jasa. Kinerja sektor jasa juga
sangat berkaitan erat dengan kondisi ekonomi masyarakat seperti pendapatan dan keyakinan
konsumen. Kemungkinan untuk mendorong kembali pertumbuhannya, Jepang akan terus
meningkatkan kinerja sektor jasa sebagai penopang di tahun 2012 ketika sektor manufakturnya
masih mengalami tekanan.
Ministry of Finance, Fiscal Policy Office
Center for Macroeconomic Policy
February 16th, 2012
Perkembangan Nilai Tukar dan Indeks Harga Saham Global
Perkembangan Nilai Tukar 15 Feb 2012 (% mom)
Thailand
3,44
Malaysia
3,40
Euro
3,15
Korea
2,98
Philipina
2,80
Singapura
2,20
Indonesia
2,01
China
0,26
Jepang
-2,10
-4,00
0,00
4,00
Mayoritas nilai tukar Asia masih
mengalami apresiasi dibandingkan
bulan sebelumnya. Euro memimpin
penguatan
terhadap
dollar
AS,
sedangkan di regional Asia baht
Thailand
dan Ringgit Malaysia
memimpin penguatan sebesar 3,18
persen (mom) dan 2,85 persen (mom).
Yen Jepang justru mengalami
pelemahan dibandingkan bulan lalu,
hal
ini
kemungkinan
akibat
intervensi bank sentralnya untuk
menggairahkan sektor perdagangan
internasional Jepang.
Sentimen positif masih terjadi di bursa saham dunia. Hampir seluruh indeks harga saham dunia
rata-rata menunjukkan perkembangan yang positif dibandingkan bulan sebelumnya. Nikkei dan
FTSE 100 mencetak kenaikan tertinggi yakni sebesar 10,49 persen (mom) dan 7,02 persen
(mtm). Namun penguatan IHSG tampak terbatas dibandingkan indeks saham lainnya. IHSG
hanya menguat 0,44 persen (mom).
Terdapat tiga hal yang diperkirakan mempengaruhi keterbatasan ruang gerak IHSG,
antara lain:
• Penguatan IHSG yang sudah mencapai puncaknya, yang bahkan telah menembus angka
4000 pada Januari 2012.
Perkembangan Indeks Saham 15 Feb 2012 (%, mom)
Jepang
Singapura
India
Inggris
Philipina
Malaysia
Korea
Thailand
Amerika
Indonesia
0,00
• Kekhawatiran
investor
terhadap
kenaikan laju inflasi akibat rencana
pembatasan BBM dan kebijakan BI yang
menurunkan BI rate minggu lalu dari 6
persen menjadi 5,75 persen.
12,68
8,94
7,98
7,89
7,82
• Beralihnya dana investor ke pasar SUN
terutama sejak kenaikan level Indonesia
menjadi Investment Grade (yield SUN
4,53
3,44
2,89
2,51
0,45
8,00
16,00
Ministry of Finance, Fiscal Policy Office
Center for Macroeconomic Policy
February 16th, 2012
dan global bond terindikasi terus mengalami penurunan)
Secara historis, penurunan BI rate pada 2008 hingga 2009 selalu direspon positif oleh
pergerakan indeks saham. Namun, penurunan BI rate secara tidak terduga pada November
2011, serta penurunan BI rate yang juga relatif tidak terduga pada minggu lalu tidak seiring
dengan penguatan indeks harga saham.
Ekonomi Domestik
Perlambatan Ekspor Tujuan Cina dan India Diperkirakan akan Berlanjut
Dibandingkan dengan tahun 2000, ekspor ke Cina dan India mengalami peningkatan cukup
besar, sementara porsi ekspor ke AS dan ke Eropa terus mengalami penurunan. Pada tahun
2000 porsi ekspor ke Cina hanya sebesar 3,65 persen dan ke India hanya sebesar 2,17 persen.
Tahun 2011 porsi tersebut meningkat signifikan, ekspor ke China memiliki porsi 13,33 persen
dan ke India sebesar 8,2 persen. Namun di akhir 2011 seiring perlambatan ekspor secara total,
ekspor tujuan Cina dan India juga mengalami perlambatan.
Penurunan ekspor Indonesia ke China dan India adalah akibat pengurangan permintaan crude
palm oil (CPO). Ekspor Indonesia didominasi produk bahan baku yang cenderung tidak
dibutuhkan di akhir tahun. Penerapan bea keluar juga membuat harga produk CPO tidak
kompetitif. Selain itu, pemerintah sedang mengembangkan industri pengolahan CPO.
Penurunan permintaan diperkirakan akan terus berlanjut karena India dan China merupakan
negara pengekspor utama ke Amerika Serikat dan Uni Eropa. Penurunan permintaan dari
Amerika Serikat dan Eropa menyebabkan kinerja ekpsor kedua negara itu turun. Tingginya
eksposur Cina dan India ke negara-negara maju tersebut tentunya menjadi perhatian terhadap
tekanan ekspor Indonesia secara tidak langsung.
Pertumbuhan Ekonomi
Salah satu lembaga pemeringkat Moody's menyatakan, ekonomi Indonesia kembali tumbuh
meski krisis global semakin memburuk pada tahun ini. Lembaga pemeringkat ini bahkan
meramalkan pada tahun ini ekonomi Indonesia dapat tumbuh di atas 6 persen. Namun
Moody’s juga mengingatkan, meski ekonomi Indonesia tumbuh cukup tinggi, Indonesia perlu
mewaspadai tekanan ekonomi yang memanas (overheating).
Ministry of Finance, Fiscal Policy Office
Center for Macroeconomic Policy
February 16th, 2012
Sementara itu Wakil Presiden Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik Pamela Cox memuji
pertumbuhan ekonomi Indonesia yang kuat serta komitmen dalam reformasi kelembagaan. Hal
ini terungkap dalam Siaran pers Bank Dunia di Jakarta, di masa yang penuh ketidakpastian ini,
pertumbuhan Indonesia menjadi salah satu titik cerah di dunia. Kembalinya indonesia ke
peringkat investasi diharapkan dapat menarik investasi di bidang infrastruktur sehingga
menciptakan lapangan kerja dan pertumbuhan inklusif yang bermanfaat.
(sumber : Investor Daily)
Sektor Keuangan
BI Rate turun 25 bps menjadi 5,75%
Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan
(BI Rate) sebesar 25 bps ke level 5,75% dan batas bawah Pasar Uang Antar Bank (PUAB)
sebesar 3,75%.
Menurut Deputi Gubernur BI Ardhayadi Mitroatmodjo, bunga efektif pasar uang Indonesia
sudah mendekati sama dengan Malaysia, Thailand, dan Filipina.
Keputusan penurunan BI ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan
tetap mengutamakan pencapaian sasaran inflasi dan stabilitas nilai tukar rupiah di tengah
menurunnya kinerja perekonomian global.
Kebijakan penurunan suku bunga acuan ini akan diikuti dengan upaya menurunkan suku bunga
simpanan. Pada bulan Maret, BI berencana mengeluarkan aturan untuk mendorong secara
langsung penurunan suku bunga dasar kredit (SBDK). (sumber : Kontan dan Media Indonesia)
Likuiditas melimpah, suku bunga di pasar turun
Bank Indonesia mempredikasi suku bunga di pasar masih akan menurun. Melimpahnya
likuiditas di pasar berimbas pada penurunan suku bunga pasar. Penurunan yang signifikan
terjadi pada suku bunga PUAB. Hal yang sama terjadi pada suku bunga SBN bertenor 10 tahun
yang sudah lebih rendah dari BI rate. Yield curve Surat Berharga Negara jangka pendek 1-3
bulan juga dalam kondisi turun.
Ministry of Finance, Fiscal Policy Office
Center for Macroeconomic Policy
February 16th, 2012
Berdasarkan data BI, rata-rata suku bunga PUAB O/N di Januari 2012 turun 18 bps menjadi
4,37% dibandingkan Desember 2011. Kondisi ini sejalan dengan kebijakan pelebaran koridor
bawah (suku bunga Deposit Facility O/N) dari 150 bps menjadi 200 bps di bawah BI Rate yang
berlaku sejak 18 Januari 2012. (sumber: Kontan)
Indikator Penentuan Bunga Penjaminan LPS
Bank Indonesia meminta Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) agar tidak lagi menggunakan BI
rate sebagai salah satu indikator penentuan bunga penjaminan LPS. BI menyarankan agar LPS
menggunakan suku bunga Fasilitas Bank Indonesia (FasBI) sebagai acuan dengan alasan
lebih mewakili suku bunga pasar.
Menurut Undang-Undang LPS Nomor 2 Tahun 2004, besaran bunga penjaminan harus
mengacu pada bunga pasar. UU tersebut hanya menyebutkan besaran bunga penjaminan
harus mengacu pada bunga pasar. Namun, hal tersebut, bukan berarti bunga pasar itu adalah
BI rate. Untuk perbankan nasional, yang lebih dekat dengan bunga pasar antar bank adalah
bunga FasBI. Sebab, ketika suatu bank mengalami kelebihan likuiditas, bank tersebut akan
menempatkan dananya di FasBI.
Sementara di pasar modal, bunga pasar tergambar dalam yield curve surat berharga negara
(SBN) 3 bulan dan 6 bulan. BI rate setara dengan yield SBN diatas 1 tahun. Bila LPS tidak
merasa yakin untuk menggunakan acuan SBN, maka dapat menggunakan suku bunga acuan
perbankan dan BI yaitu FasBI. Dengan demikian, bunga penjaminan LPS harus 200 bps (2%) di
bawah BI rate.
Menurut Pengamat Perbankan Krisna Wijaya, usulan BI untuk menggunakan FasBI sebagai
acuan penentuan suku bunga penjaminan LPS cukup baik, karena bisa menurunkan biaya
dana bank. Namun, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh perbankan. Pertama,
FasBI kurang stabil karena selalu bergerak seiring BI rate. Hal ini memicu ketidakpastian bagi
bank. Kedua, adanya masa tenggang yang harus dipenuhi. Pasalnya, untuk menurunkan bunga
deposito, harus menunggu deposito tersebut jatuh tempo. (sumber : Kontan)
LPS Turunkan bunga penjaminan
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) akhirnya menurunkan tingkat bunga wajar untuk
simpanan di Bank Umum sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 6%. Bunga ini berlaku untuk
simpanan dengan jenis rupiah dengan masa berlaku periode 15 Februari 2012 sampai dengan
Ministry of Finance, Fiscal Policy Office
Center for Macroeconomic Policy
February 16th, 2012
14 Mei 2012. Sedangkan untuk valas Tingkat bunga wajar simpanan juga turun 25 bps menjadi
1,25% sementara tingkat bunga wajar simpanan di BPR menjadi 8,50%.
Turunnya bunga Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menurut Bank Indonesia (BI) akan
mendorong penurunan kredit lebih cepat. Pasalnya, turunnya bunga LPS akan berimbas pada
penurunan suku bunga simpanan yang ujung-ujungnya akan menurunkan komponen suku
bunga dana.
Direktur Direktorat Riset dan Kebijakan Moneter BI menjelaskan, langkah penurunan
suku bunga kredit mencakup tiga hal. Pertama, menurunkan BI rate yang telah dilakukan BI
yang dalam enam bulan terakhir telah memangkas BI rate sebanyak 100 bps menjadi 5,75
persen. Kedua, penurunan suku bunga dana (cost of fund) dimana Suku bunga yang
dikeluarkan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menjadi tolok ukur perbankan dalam
memberikan bunga simpanan/deposito. LPS telah menurunkan bunga penjaminan untuk
simpanan dalam rupiah sebesar 50 bps menjadi 6 persen. Ketiga, penurunan suku bunga dasar
kredit (SBDK). Sebagaimana diketahui, komponen SBDK terdiri dari cost of fund, overhead
cost, dan profit margin. Nah, komponen SBDK tersebut ditambahkan dengan premi risiko akan
menghasilkan suku bunga pinjaman (lending rate).
Obligasi jadi andalan investasi Dana Pensiun
Penurunan BI rate ke angka 5,75%, menyebabkan industri dana pensiun (dapen) harus
memutar portofolio mereka untuk mendapatkan imbal hasil yang maksimal tahun ini. Deposito
tidak
lagi
menjadi
pilihan
utama
mendongkrak
imbal
hasil
investasi.
Saat ini para pelaku industri dana pensiun memilih obligasi korporasi sebagai salah satu
instrumen pendongkrak hasil investasi. Imbal hasil obligasi korporasi masih lebih menjanjikan
dibandingkan Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun-15 tahun dengan imbal hasil 6%,
dan pasar uang sekitar 6,6%. Obligasi korporasi masih bisa memberikan imbal hasil hingga
9,88%.
Download