OTORITAS JASA KEUANGAN DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN Pertemuan 4 OJK dan Financial Stability Outline Presentasi I. Introduksi: 1. Latar Belakang Pendirian OJK 2. Pengawasan terpisah vs pengawasan di bawah bank sentral 3. Perbankan pra vs paska krisis II. Tugas pokok dan fungsi OJK III. Tantangan kedepan 3 Latar Belakang Pendirian OJK 1. Rationale pendirian OJK (dulu Lembaga Pengawas Jasa Keuangan – LPJK vide UU BI 23/99): • Sebelumnya (pre crisis 1997-1998) pengawasan bank oleh Bank Indonesia dipandang gagal; • Keingingan untuk integrasi pengawasan sektor keuangan dalam satu atap karena meningkatnya financial conglomeration di Indonesia 2. Keinginan untuk memurnikan fungsi kebanksentralan: BI “murni” sebagai penjaga stabilitas moneter. Dulu, fungsi pengawasan bank dan moneter yang bersatu di bawah bank sentral dianggap “conflicting” 3. Amanat UU BI dipandang Pemerintah “sulit” untuk diamandemen, khususnya terkait pasal pengalihan fungsi pengawasan bank dari BI ke OJK; 4 Pengawasan terpisah vs dibawah bank Pengawas Perbankan Pengawas Perbankan –sentral Asia Dunia (%) - 2011 2012 8% 18.2 88.8 OJK 92% OJK Pengawasan bank lebih banyak di bawah kewenangan bank sentral Argumen/rationale: Bank sebagai transmisi kebijakan moneter dan peran bank sentral sebagai lender of last resort dan penyedia liquidity backstop Peran bank dalam sistem pembayaran dan setelmen Peran bank sentral sebagai penjaga stabilitas sistem keuangan/macro-prudential regulator 5 Perbankan: pra vs pasca krisis Key Indicators 1998 2011 CAR 4.6% 17.1% Non Performing Loans 46.2% 2.7% NA 3.1% ROA Perbankan sudah jauh lebih baik – dari sisi keuangan dan tata kelola Sistem keuangan lebih stabil – Indonesia terinsulasi dari krisis global Insiden krisis perbankan: praktis tidak ada Mengarah kepada penguatan rejim customer protection Peningkatan kepatuhan terhadap standar internasional (FSAP, adopsi Basel II dan III) Keanggotaan langsung Indonesia di standard setter (FSB, BCBS) 6 Outline Presentasi I. Introduksi: 1. Latar Belakang Pendirian OJK 2. Pengawasan terpisah vs pengawasan di bawah bank sentral 3. Perbankan pra vs paska krisis II. Tugas pokok dan fungsi OJK III. Tantangan kedepan 7 I. Cakupan Tugas Pengaturan dan Pengawasan OJK OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor : a. Perbankan; b. Pasar Modal; dan c. Sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya. 8 II. Pengaturan dan Pengawasan di Sektor Perbankan Untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan, OJK mempunyai wewenang: a. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi, antara lain: 1. Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan 2. Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa; b. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi: 1. Likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, dan permodalan; 2. Laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank; 3. Sistem informasi debitur; 4. Pengujian kredit (credit testing); dan 5. Standar akuntansi bank. 9 II. Pengaturan dan Pengawasan di Sektor Perbankan (cont’d) c. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi: 1. Manajemen risiko 2. Tata kelola bank; 3. Prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan 4. Pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan. d. Pemeriksaan bank 10 III. Wewenang terkait dengan Tugas Pengaturan Untuk melaksanakan tugas pengaturan, OJK mempunyai wewenang menetapkan: a. Peraturan pelaksanaaan Undang-undang OJK; b. Peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; c. Peraturan dan keputusan OJK; d. Peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan; e. Kebijakan mengenai Pelaksanaan tugas OJK; f. Peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu; g. Peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada Lembaga Jasa Keuangan; h. Struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan i. Peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. 11 IV. Wewenang terkait dengan Tugas Pengawasan Untuk melaksanakan tugas pengawasan, OJK mempunyai wewenang: a. Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan; b. Mengawasi pelaksaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif; c. Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan; d. Memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu; e. Melakukan penunjukan pengelola statuter; f. Menetapkan penggunaan pengelola statuter; g. Menetapkan sanksi administratif terhadap bank yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; dan h. Memberikan dan/atau mencabut izin usaha maupun penetapan lainnya 12 IV. Koordinasi dan Kerjasama 1. Dalam melaksanakan tugasnya, OJK berkoordinasi dengan Bank Indonesia dalam membuat peraturan pengawasan di bidang Perbankan, antara lain: a. Kewajiban pemenuhan modal minimum bank; b. Sistem informasi perbankan yang terpadu; c. Kebijakan penerimaan dana dari luar negeri, penerimaan dana valuta asing, dan pinjaman komersial luar negeri; d. Produk perbankan, transaksi derivatif, kegiatan usaha bank lainnya; e. Penentuan institusi bank yang masuk kategori systemically important banks; dan f. Data lain yang dikecualikan dari ketentuan tentang kerahasiaan informasi. 2. OJK, Bank Indonesia, dan Lembaga Penjamin Simpanan wajib membangun dan memelihara sarana pertukaran informasi secara terintegrasi. 13 V. Protokol Koordinasi 1. Untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, dibentuk Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dengan anggota terdiri atas: a. Menteri Keuangan selaku anggota merangkap koordinator; b. Gubernur Bank Indonesia selaku anggota; c. Ketua Dewan Komisioner OJK selaku anggota; dan d. Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan selaku anggota. 2. Pengambilan keputusan dalam rapat Forum KSSK berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Dalam hal musyawarah untuk mufakat tidak tercapai maka pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak. 3. Dalam kondisi normal, Forum KSSK: a. wajib melakukan pemantauan dan evaluasi stabilitas sistem keuangan; b. Melakukan rapat paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan; c. Membuat rekomendasi kepada setiap anggota untuk melakukan tindakan dan/atau membuat kebijakan dalam rangka memelihara stabilitas sistem keuangan; dan d. Melakukan pertukaran informasi. 14 V. Protokol Koordinasi 4. Dalam kondisi tidak normal untuk pencegahan dan penanganan krisis, Menteri Keuangan, Gubernur BI, Ketua Dewan Komisioner OJK, dan/atau Ketua Dewan Komisioner LPS yang mengindikasikan adanya potensi krisis atau telah terjadi krisis pada sistem keuangan, masing-masing dapat mengajukan ke Forum KSSK untuk segera dilakukan rapat guna memutuskan langkah-langkah pencegahan atau penanganan krisis. 5. Forum KSSK menetapkan dan melaksanakan kebijakan yang diperlukan dalam rangka pencegahan dan penanganan krisis pada sistem keuangan sesuai dengan kewenangan masing-masing. 6. Kebijakan Forum KSSK yang terkait dengan keuangan negara wajib diajukan untuk mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. 7. Keputusan DPR wajib ditetapkan dalam waktu paling lama 24 jam sejak pengajuan persetujuan diterima oleh DPR. 15 Outline Presentasi I. Introduksi: 1. Latar Belakang Pendirian OJK 2. Pengawasan terpisah vs pengawasan di bawah bank sentral 3. Perbankan pra vs paska krisis II. Tugas pokok dan fungsi OJK III. Tantangan kedepan 16 Tantangan kedepan 1. Pemeliharaan stabilitas sistem keuangan: Macro-prudential regulations dan pencegahan risiko sistemik Koordinasi OJK, BI, dan Kementrian Keuangan perlu intensif dan “cair” untuk menghindari risiko sistemik Protokol Manajemen Krisis belum teruji 2. Masa transisi: Stabilitas sistem perbankan perlu dijamin; “Learning curve” OJK masih pada tahap awal 3. Independensi anggaran: Jangan sampai menimbulkan beban berlebihan pada nasabah Conflict of interest (customer-bank-OJK) Agency problem 4. Tata kelola Struktur tidak terkonsolidasi (3 sub otoritas) Koordinasi perlu “berkeringat” Fit and proper – OJK harus memakai SDM terbaik 17 Tantangan kedepan 5. Penguatan sektor perbankan Rejim permodalan (Basel II dan Basel III) Pendalaman sektor keuangan, khususnya sektor perbankan Peningkatan daya saing (terutama menghadapi MEA) Peningkatan efisiensi 6. Peningkatan intermediasi: Peningkatan pembiayaan produktif dan UMKM 7. Penguatan tata kelola dan sumber daya bank: Fit and proper Budaya kerja yang lebih produktif Capacity building khususnya manajemen risiko 18 Pemeliharaan Stabilitas Sistem Keuangan • Krisis global menyadarkan regulator global bahwa koordinasi pengawasan sektor jasa keuangan dan bank sentral mutlak. • Batasan regulasi (regulatory perimeter) diperluas dengan tidak mengkotak-kotakan antara macro dan micro-prudential regulations Micro-prudential regulations Pre-crisis Macro-prudential Regulations Perluasan perimeter regulasi: macro dan micro prudential policies ditujukan untuk mejaga SSK Post-crisis Maintaining Sustainable Financial Stability • Stabilitas sistem keuangan merupakan “public goods” yang perlu dijaga. • Dengan adanya OJK, peran Bank Indonesia justru perlu diperkuat. 19 PENGERTIAN LPS Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) adalah suatu lembaga independen yang berfungsi menjamin simpanan nasabah perbankan di Indonesia. • • • Badan ini dibentuk berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 tentang Lembaga Penjamin Simpanan yang ditetapkan pada 22 September 2004. Undang-undang ini mulai berlaku efektif 12 bulan sejak diundangkan sehingga pendirian dan operasional LPS dimulai pada 22 September 2005. Setiap bank yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Republik Indonesia wajib menjadi peserta penjaminan LPS. LATAR BELAKANG Krisis moneter dan perbankan tahun 1998 dan likuidasinya 16 bank mengakibatkan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat pada sistem perbankan. Pemerintah mengeluarkan kebijakan memberikan jaminan atas seluruh kewajiban pembayaran bank, termasuk simpanan masyarakat (blanket guarantee). Blanket guarantee dapat menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan. Ruang lingkup penjaminan yang terlalu luas sehingga perlu digantikan dengan sistem penjaminan yang terbatas yaitu LPS Visi & Misi LPS Mewujudkan program penjaminan simpanan yang efektif. Berperan aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan nasional. Nilai-Nilai (LPS) Integritas. Profesionalisme. Independensi. Transparansi. Akuntabilitas. FUNGSI LPS LPS berfungsi menjamin simpanan nasabah bank dan turut aktif dalam menjaga stabilitas sistem perbankan sesuai kewenangannya. Sejak tanggal 22 Maret 2007 dan seterusnya, nilai simpanan yang dijamin LPS maksimum sebesar Rp 100 juta per nasabah per bank, yang mencakup pokok dan bunga/bagi hasil yang telah menjadi hak nasabah. Bila nasabah bank memiliki simpanan lebih dari Rp 100 juta maka sisa simpanannya akan dibayarkan dari hasil likuidasi bank tersebut. Tujuan kebijakan publik penjaminan LPS tersebut adalah untuk melindungi simpanan nasabah kecil karena berdasarkan data distribusi simpanan per 31 Desember 2006, rekening bersaldo sama atau kurang dari Rp 100 juta mencakup lebih dari 98% rekening simpanan. NILAI SIMPANAN YANG DIJAMIN Mr. Joe Nilai simpanan yang dijamin untuk setiap nasabah pada setiap bank ditetapkan dengan pentahapan sebagai berikut: 1. Sejak 22 Maret 2006 sampai dengan 21 September 2006, maksimum sebesar Rp. 5 milyar. 2. Sejak 22 September 2006 sampai dengan 21 Maret 2007 , maksimum sebesar Rp. 1 milyar dan, 3. Sejak 22 Maret 2007 dan seterusnya, maksimum sebesar Rp. 100 juta. TUGAS LPS 1. 2. 3. 4. 5. Merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan simpanan. Melaksanakan penjaminan simpanan. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara stabilitas sistem perbankan. Merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaian Bank Gagal yang tidak berdampak sistemik. Melaksanakan penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik. WEWENANG LPS Menetapkan dan memungut premi penjaminan. Menetapkan dan memungut kontribusi pada saat bank pertama kali menjadi peserta. Melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajiban LPS. Mendapatkan data simpanan nasabah, data kesehatan bank, laporan keuangan bank, dan laporan hasil pemeriksaan bank sepanjang tidak melanggar kerahasiaan bank. Melakukan rekonsiliasi, verifikasi, dan/atau konfirmasi atas data tersebut pada angka 4. Menetapkan syarat, tata cara, dan ketentuan pembayaran klaim. Menunjuk, menguasakan, dan/atau menugaskan pihak lain untuk bertindak bagi kepentingan dan/atau atas nama LPS, guna melaksanakan sebagian tugas tertentu. Melakukan penyuluhan kepada bank dan masyarakat tentang penjaminan simpanan. Menjatuhkan sanksi administratif. BENTUK DAN STATUS LPS LPS dibentuk oleh Pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. LPS adalah badan hukum berdasarkan UndangUndang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. LPS merupakan lembaga yang independen, transparan, dan akuntabel dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. LPS bertanggung jawab kepada Presiden. LPS berkedudukan di Jakarta dan dapat mempunyai kantor perwakilan di wilayah negara Republik Indonesia. SUSUNAN DEWAN KOMISIONER LPS