Jurnal Wahana-Bio Volume XV Juni 2016 ABSTRAK KEANEKARAGAMAN IKAN PADA ALIRAN SUNGAI DI KAWASAN HUTAN GALAM DESA TABING RIMBAH KECAMATAN MANDASTANA KABUPATEN BARITO KUALA Oleh: Adhesty Wulandari1, Dharmono2, Akhmad Naparin3 Program Studi Pendidikan Biologi PMIPA FKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin1,2,3 Ikan merupakan salah satu sumber zat gizi penting bagi proses kelangsungan hidup manusia. Penelitian ini dilakukan di Kawasan Hutan Galam Desa Tabing Rimbah Kecamatan Mandastana Kabupaten Barito Kuala. Kawasan hutan galam ini semi alami karena hutan galam di wilayah ini sudah menjadi lahan pertanian dan jalan. Sungai yang mengaliri kawasan hutan galam ini memiliki panjang ± 4,5 km, lebar 10-3 meter dan memiliki kedalaman ± 3 m. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis, keanekaragaman dan kemelimpahan ikan pada siang dan malam hari yang terdapat pada aliran sungai kawasan Hutan Galam di Desa Tabing Rimbah Kecamatan Mandastana Kabupaten Barito Kuala. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan tekhnik pengambilan sampel secara sistematis. Sampel penelitian adalah semua jenis ikan yang didapatkan menggunakan lunta bervolume 4.19 m 3 dengan ukuran mata jala 1 cm x 1 cm dan berat lunta 4. Pengambilan sampel dibagi menjadi 3 stasiun dengan jarak perstasiun 2100 m. Setiap stasiun dibagi menjadi 10 titik dengan jarak masing-masing 10 meter sehingga didapatkan 10 titik pengamatan. Hasil penelitian ditemukan 9 jenis ikan pada siang hari yaitu Macrones gulio, Macrones nigriceps (C.V), Anabas testudineus, Trichogaster trichopterus Pall., Rasbora dusonensis, Rasbora agryrotaenia Blkr., Aplocheilus panchax. Ophiocephalus striatus dan Ophiocephalus sp. Sedangkan pada malam hari ditemukan 6 jenis yaitu Macrones gulio, Macrones nigriceps (C.V), Clarias sp., Anabas testudineus, Trichogaster trichopterus Pall. dan Rasbora dusonensis. Kemelimpahan tertinggi pada pengamatan siang hari ditempati oleh Macrones gulio NP 43.496 %, sedangkan kemelimpahan terendah ditempati oleh Ophiocephalus sp dengan NP 1.654 % dan memiliki nilai H’ sebesar 0.835. untuk pengamatan pada malam hari kemelimpahan tertinggi dimiliki oleh Macrones gulio NP 62.310 % sedangkan yang terendah ditempati oleh Clarias meladerma NP 4.620 % dan memiliki nilai H’ sebesar 0.701. Nilai Indeks keanekaragaman tersebut berada pada Nilai H' οΌ 1 menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis pada suatu transek adalah sedikit atau rendah. Kata kunci: Ikan, Jenis, Keanekaragaman, Hutan galam 79 Jurnal Wahana-Bio Volume XV Juni 2016 PENDAHULUAN Rawa di Kalimantan kebanyakan bersifat bog (gambut) (Notohadiprawiro, 1979 dalam Noor, 2004). Ekosistem gambut pada lahan-lahan terlantar akan menumbuhkan banyak hutan gambut. Menurut Indriyanto (2006), ekosistem hutan gambut merupakan suatu tipe ekosistem hutan yang cukup unik karena tumbuh di atas tumpukan bahan organik yang melimpah.. Air gambut bersifat agak masam dan mengandung zat hara agak banyak atau mesotrofik (Indriyanto, 2006). Selain hal diatas, menurut Cholik et al., (1997) dalam Noor (2004) untuk memenuhi kebutuhan protein lahan rawa mempunyai potensi sumber daya perikanan cukup besar. Tidak kurang dari 100 ikan terdapat di perairan rawa. Ikan rawa yang dikenal dan di konsumsi cukup tersedia, diantaranya Biawan (Helestoma temmincki), Gabus (Channa striata), Papuyu (Anabas testudineus), Sepat (Trichogaster trichopterus), Sepat Siam (T. pectoralis), Lundu (Arius micro cephalus), Jelawat (Leptobarbus hoevenii) dan Patin (Pangasius polyuranodon). Ikan merupakan salah satu sumber zat gizi penting bagi proses kelangsungan hidup manusia. Manusia telah memanfaatkan ikan sebagai bahan pangan, ikan mengandung zat gizi utama berupa protein, lemak, vitamin dan mineral (Junianto, 2003). Desa Tabing Rimbah belum pernah dilakukan penelitian tentang keanekaragaman ikannya, oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian tentang keanekaragaman ikan yang terdapat pada aliran sungai di kawasan Hutan Galam Desa Tabing Rimbah Kecamatan Mandastana Kabupaten Barito Kuala. Dengan adanya penelitian ini maka akan didapatkan informasi tentang keanekaragaman ikan yang terdapat pada aliran sungai di kawasan Hutan Galam Desa Tabing Rimbah Kecamatan Mandastana Kabupaten Barito Kuala tersebut. 80 Jurnal Wahana-Bio Volume XV Juni 2016 METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian lapangan dengan jenis penelitian deskriptif dan metode eksplorasi untuk mengumpulkan data. Menurut Fathoni (2006), penelitian lapangan adalah suatu penelitian yang dilakukan di lapangan atau di lokasi penelitian, suatu tempat yang dipilih sebagai lokasi untuk menyelidiki gejala obyektif yang terjadi di lokasi tersebut. Jenis penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang bermaksud untuk mengadakan pemeriksaan dan pengukuran terhadap gejala-gejala tertentu. Dengan tekhnik pengambilan sampel secara sistematis untuk mengetahui keanekaragaman ikan yang tertangkap dengan jala lunta di aliran sungai kawasan hutan galam Desa Tabing Rimbah Kecamatan Mandastana Kabupaten Barito kuala. Tempat yang akan di lakukan penelitian yaitu aliran sungai kawasan hutan galam Desa Tabing Rimbah Kecamatan Mandastana Kabupaten Barito kuala. Yang memiliki Lebar ± 10-3 meter, panjang ± 4500 meter, dan memiliki kedalaman ± 3 meter. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ikan yang tertangkap menggunakan jala lunta di aliran sungai kawasan Hutan galam pada Desa Tabing Rimbah Kecamatan Mandastana Kabupaten Barito Kuala. Sampel dalam penelitian ini adalah semua jenis ikan yang terdapat di aliran sungai kawasan Hutan galam desa Tabing Rimbah Kecamatan Mandastana Kabupaten Barito Kuala yang ditetapkan secara sistematis pada 3 stasiun pengamatan sepanjang 4500 meter yang diamati stasiun 1, stasiun 2 dan stasiun 3 dengan jarak setiap stasiun 2100 meter. Setiap stasiun memiliki ukuran 10-3 meter x 100 meter kemudian pengamatan dibuat 10 titik pengamatan dengan jarak antar titik 10 meter dengan jumlah sampel sebanyak 30 titik sampel dengan menggunakan jala lunta yang berdiameter 2 m, bukaan lunta berukuran 6.62 m, tinggi lunta 4 m, volume jala lunta 4.19 m3 dan ukuran mata jala 1 cm x 1 cm. 81 Jurnal Wahana-Bio Volume XV Juni 2016 Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi perahu, lunta, kantung plastik, ember, alat tulis, Termometer, Secchi disk, Bola pingpong, pH meter, Meteran, Salinometer, DO meter, Plankton net, dan Kamera. Tahap pelaksanaan yaitu Menentukan lokasi penelitian yaitu menetapkan stasiun awal untuk melakukan teknik perhitungan sampel di dalam Kawasan Hutan Galam Kecamatan Mandastana Kabupaten Barito Kuala dengan metode transek yang dibagi menjadi 3 stasiun yaitu stasiun 1, stasiun 2 dan stasiun 3. Pada masing-masing stasiun dilakukan 10 titik dan dilakukan 3 kali pengulangan, jarak antara masing-masing stasiun yaitu 2100 m dan ukuran setiap stasiun adalah 10-3 m x 100 m yang mempunyai jarak 10 m pada tiap titiknya. Kawasan penelitian ini berada di luas daerah berukuran panjang 4500 m dan lebar 10-3 m . Menangkap langsung ikan pada setiap titik pengamatan dengan menggunakan jala lunta yang berdiameter 2 m, bukaan lunta berukuran 6.62 m, tinggi lunta 4 m, volume jala lunta 4.19 m3 dan ukuran mata jala 1 cm x 1 cm. Dengan melakukan 3 kali pengulangan pengambilan pada setiap titik.Hasil penangkapan ditampung dalam kantong plastik kemudian diberi label sesuai dengan titik pengambilan sampel. Pengambilan sampel dilakukan pada siang hari jam 09.00-15.00 Wita dan pada malam hari jam 18.0024.00 Wita. Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini akan dianalisis sebagai berikut: Mengidentifikasi jenis ikan dan menganalisis data yang ditemukan dengan menggunakan pustaka. Djuhanda (1981), Saanin (1968), dan pustaka lain yang relevan. (1) Menghitung kemelimpahan yang dianalisis menggunakan Nilai penting (NP) Nilai penting (NP) menurut Odum (1996) yaitu: NP = KR + FR Dimana : Kerapatan = Jumlah individu suatu spesies volume jala 82 Jurnal Wahana-Bio Volume XV Juni 2016 Kerapatan Relatif KR = πΎππππππ‘ππ π π’ππ‘π’ πππππ π₯ 100 Kerapatan seluruh jenis Frekuensi F Jumlah titik suatu jenis Jumlah seluruh titik = Frekuensi Relatif FR = Jumlah frekuensi suatu jenis x100 Jumlah frekuensi seluruh jenis (2) Indeks Keanekaragaman (H’) Untuk menghitung indeks keanekaragaman (H’) menggunakan rumus Shannon-Wiener (Fachrul, 2007) adalah sebagai berikut: H’ = -∑ ni/N log ni/N Keterangan: ni = jumlah individu dari suatu jenis N = jumlah total individu seluruh jenis H’ = Nilai indeks keanekaragaman Berdasarkan indeks keanekaragaman jenis menurut ShannonWienner (Fachrul, 2007) didefinisikan sebagai berikut : • Nilai H' > 3 menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis pada transek adalah melimpah tinggi. • Nilai 1 ≤ H' ≤ 3 menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis pada transek adalah melimpah sedang. • Nilai H' < 1 menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis pada transek adalah rendah atau sedikit. 83 Jurnal Wahana-Bio Volume XV Juni 2016 HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis ikan yang ditemukan Pada Aliran Sungai di Kawasan Hutan Galam Desa Tabing Rimbah Kecamatan Mandastana Kabupaten Barito Kuala Berdasarkan hasil penelitian pada Aliran Sungai di Kawasan Hutan Galam Desa Tabing Rimbah Kecamatan Mandastana Kabupaten Barito Kuala, pengambilan sampel dilakukan dengan jenis penelitian deskriptif dan metode eksplorasi untuk mengumpulkan data. Dengan tekhnik pengambilan sampel secara sistematis pada 3 stasiun pengamatan sepanjang 4500 meter yang diamati pada stasiun 1, stasiun 2 dan stasiun 3 dengan jarak setiap stasiun 2100 meter. Setiap stasiun memiliki ukuran 10-3 meter kemudian pengamatan dibuat 10 titik pengamatan dengan jarak antar titik 10 meter dengan jumlah sampel sebanyak 30 titik sampel. Pengambilan ikan dilakukan siang jam 09.00-15.00 wita dan malam jam 18.00-24.00. Tabel 1. Jenis yang ditemukan pada daerah penelitian No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Suku Bagridae Bagridae Clariidae Anabantidae Anabantidae Cyprinidae Cyprinidae Cyprinodontidae Ophiocephalidae Ophiocephalidae Jenis Macrones gulio Macrones nigriceps Clarias sp. Anabas testudineus Trichogaster trichopterus Pall. Rasbora dusonensis Rasbora agryrotaenia Aplocheilus panchax Nama Indonesia/Lokal Ikan Lundu Ikan Senggiringan Ikan Lele Ikan Papuyu Ikan Sepat Ikan Seluang Ikan Seluang Langkai Ikan Timah-timah Ophiocephalus striatus Ophiocephalus sp. Ikan Haruan Ikan Haruan polos 84 Jurnal Wahana-Bio Volume XV Juni 2016 Tabel 2. Jenis ikan yang ditemukan pada waktu yang berbeda No Jenis Nama daerah Terdapat pada waktu Siang Malam √ √ √ √ 1. 2. Macrones gulio Macrones nigriceps Ikan Lundu Ikan senggiringan 3. 4. 5. Clarias sp. Anabas testudineus Trichogaster trichopterus Pall. Ikan Lele Ikan Papuyu Ikan Sepat √ √ √ √ √ 6. Rasbora dusonensis Ikan Seluang √ √ 7. Rasbora agryrotaenia √ - 8. Aplocheilus panchax Ikan Seluang Langkai Ikan Timah-Timah √ - 9. Ophiocephalus striatus Ikan Haruan √ - 10. Ophiocephalus sp. Ikan Haruan polos √ - Berdasarkan penelitian Jenis-jenis Ikan yang terdapat pada Aliran Sungai di Kawasan Hutan Galam Desa Tabing Rimbah Kecamatan Mandastana Kabupaten Barito Kuala berdasarkan 2 waktu yang berbeda (bisa dilihat pada Tabel 2). Pada siang hari ditemukan 9 jenis yaitu Ikan Lundu, Ikan Senggiringan, Ikan Papuyu, ikan Sepat, Ikan Haruan, Ikan Haruan polos, Ikan Seluang, Ikan Seluang Langkai dan Ikan Timah-timah. Sedangkan pada malam hari ikan-ikan yang ditemukan ada 6 jenis yaitu Ikan Lundu, Ikan Senggiringan, Ikan Lele, Ikan Papuyu, Ikan Sepat dan Ikan Seluang. Ikan-ikan yang ditemukan mengalami perbedaan pada setiap waktunya, kecuali ikan Lundu, Ikan Senggiringan, Ikan Papuyu dan Ikan sepat yang muncul pada kedua waktu yang berbeda tersebut. 85 Jurnal Wahana-Bio Volume XV Juni 2016 Tabel 3. Keterdapatan ikan Pada 3 stasiun pengamatan No Jenis Nama daerah Terdapat pada Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 √ √ √ √ √ √ 1. 2. Macrones gulio Macrones nigriceps Ikan Lundu Ikan senggiringan 3. 4. 5. Clarias sp. Anabas testudineus Trichogaster trichopterus Pall. Ikan Lele Ikan Papuyu Ikan Sepat √ √ √ √ √ √ √ 6. Rasbora dusonensis Ikan Seluang √ √ - 7. Rasbora agryrotaenia √ √ - 8. Aplocheilus panchax Ikan Seluang Langkai Ikan Timah-Timah √ - - 9. Ophiocephalus striatus Ikan Haruan - √ - 10. Ophiocephalus sp. Ikan Haruan polos - √ - Keterangan : Stasiun 1 : Dekat pemukiman warga Stasiun 2 : Dekat pemukiman warga Stasiun 3 : tidak ada pemukiman warga, hutan galam alami Berdasarkan penelitian Jenis-jenis Ikan yang terdapat pada Aliran Sungai di Kawasan Hutan Galam Desa Tabing Rimbah Kecamatan Mandastana Kabupaten Barito Kuala berdasarkan 3 stasiun yang berbeda (bisa dilihat pada tabel 3). Pada stasiun 1 ada 7 jenis ikan yang ditemukan yaitu Ikan Lundu, Ikan Senggiringan, Ikan Papuyu, ikan Sepat, Ikan Seluang, Ikan Seluang Langkai dan Ikan Timah-timah. Pada stasiun 2 ada 9 jenis ikan yang ditemukan yaitu Ikan Lundu, Ikan Senggiringan, ikan Lele, Ikan Papuyu, ikan Sepat, ikan Seluang, Ikan Seluang Langkai, Ikan Haruan dan Ikan Haruan polos. Pada stasiun 3 ditemukan 5 jenis ikan yaitu Ikan Lundu, ikan Senggiringan, Ikan Papuyu, Ikan Sepat. Ikan yang muncul pada ketiga stasiun yang berbeda tersebut adalah Ikan Lundu, ikan Senggiringan, Ikan Papuyu, Ikan Sepat dan Ikan Seluang. 86 Jurnal Wahana-Bio Volume XV Juni 2016 4.1.2 Kemelimpahan Ikan Pada Aliran Sungai di Kawasan Hutan Galam Desa Tabing Rimbah Kecamatan Mandastana Kabupaten Barito Kuala Kemelimpahan ikan yang di ukur pada ke-3 stasiun pengamatan dari kerapatan dan Frekuensinya menghasilkan Nilai Penting (NP) yang di sajikan pada tabel 4 berikut ini : Tabel 4. Berdasarkan KR, FR, (NP), dan H’ Tabel Pengamatan siang (jam 09.00-15.00 Wita) No Nama Jenis KR (%) F FR (%) NP H' 2.783 21.621 0.700 21.875 43.496 0.143 1.267 0 9.846 0 0.433 0 13.542 0 23.388 0 0.098 0 1.981 15.390 0.633 19.792 35.182 0.125 1.666 12.943 0.500 15.625 28.568 0.115 2.709 21.046 0.333 10.417 31.462 0.142 1.592 12.368 0.333 10.417 22.785 0.112 0.637 4.951 0.167 5.208 10.159 0.064 0.158 1.224 0.067 2.083 3.307 0.023 0.079 0.612 0.033 1.042 1.654 0.013 12.871 100 3.20 100 200 0.835 K Ind/m 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Ikan Lundu (Macrones gulio) Ikan Senggiringan (Macrones nigriceps) Ikan Lele (Clarias sp.) Ikan Papuyu (Anabas testudeneus) Ikan Sepat (Trichogaster trichopterus) Ikan Seluang (Rasbora dusonensis) Ikan Seluang Langkai (Rasbora agryrotaenia) Ikan Timah-timah (Aplocheilus panchax) Ikan Haruan (Ophiocephalus striatus) Ikan Haruan polos (Ophiocephalus sp.) 3 Berdasarkan hasil penelitian pada siang hari untuk kemelimpahan jenis ikan di Kawasan Hutan Galam Desa Tabing Rimbah Kecamatan Mandastana Kabupaten Barito Kuala didapatkan hasil untuk NP tertinggi ditempati oleh Macrones Gulio dengan NP 43.496 %, kemudian NP yang tertinggi kedua ditempati oleh Anabas testudeneus dengan NP 35.182 %, dan NP yang tertinggi ketiga ditempati oleh Rasbora dusonensis dengan NP 31.462 %. Sedangkan NP terendah ditempati oleh Aplocheilus panchax dengan NP 10.159 %, kemudian jenis Ophiocephalus striatus 87 Jurnal Wahana-Bio Volume XV Juni 2016 yang memiliki NP 3.307 %. Dan yang terakhir NP terendah dimiliki oleh Ophiocephalus sp. dengan NP 1.654 %. Tabel Pengamatan pada malam hari (jam 18.00-24.00 Wita) No Nama Jenis K Ind/m KR (%) F FR (%) NP H' 3 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Ikan Lundu (Macrones gulio) Ikan Senggiringan (Macrones nigriceps) 2.859 32.732 0.700 29.577 62.310 0.159 1.826 20.902 0.567 23.944 44.845 0.142 Ikan Lele (Clarias sp.) Ikan Papuyu (Anabas testudeneus) Ikan Sepat (Trichogaster trichopterus) Ikan Seluang (Rasbora tawarensis) Ikan Seluang Langkai (Rasbora agryrotaenia) Ikan Timah-timah (Aplocheilus panchax) Ikan Haruan (Ophiocephalus striatus) Ikan Haruan Polos (Ophiocephalus sp.) 0.158 1.803 0.067 2.817 4.620 0.031 1.430 16.366 0.433 18.310 34.676 0.129 1.191 13.634 0.367 15.493 29.127 0.118 1.272 14.563 0.233 9.859 24.422 0.122 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 100 2.367 100 200 0.701 8.735 Berdasarkan hasil penelitian pada malam hari untuk kemelimpahan jenis ikan di Kawasan Hutan Galam Desa Tabing Rimbah Kecamatan Mandastana Kabupaten Barito Kuala didapatkan hasil untuk NP tertinggi ditempati oleh Macrones Gulio dengan NP 62.310 %, kemudian NP yang tertinggi kedua ditempati oleh Macrones nigriceps dengan NP 44.845 %, dan NP yang tertinggi ketiga ditempati oleh Anabas Testudenues dengan NP 34.676 %. Sedangkan NP terendah ditempati oleh Trichogaster trichopterus dengan NP 29.127 %, kemudian jenis Rasbora dusonensis yang memiliki NP 24.422 %. Dan yang terakhir NP terendah dimiliki oleh Clarias sp. dengan NP 4.620 %. 88 Jurnal Wahana-Bio Volume XV Juni 2016 Keanekaragaman Ikan Pada Aliran Sungai di Kawasan Hutan Galam Desa Tabing Rimbah Kecamatan Mandastana Kabupaten Barito Kuala Berdasarkan hasil penelitian Suku yang paling banyak ditemukan di Kawasan Hutan Galam Desa Tabing Rimbah Kecamatan Mandastana Kabupaten Barito Kuala adalah dari suku Bagridae. Dari suku Bagridae ini yang lebih dominan adalah Ikan Lundu (Macrones gulio). Menurut Noor (2004) Umumnya, pada kondisi masam ini jarang ditemukan adanya ikan atau biota air, kecuali beberapa gelincir ikan spesifik yang bersifat tidak ekonomis yang mampu hidup dalam kondisi masam ini, antara lain jenis ikan-ikan anggota suku Cyprinidae- ikan bersungut, seperti Lundu atau Gugup (Arius microcephalus). Beberapa ikan danau seperti Papuyu, Gabus, Sepat, dan lain sebagainya dapat beradaptasi terhadap kondisi rawa. Kemelimpahan Ikan Pada Aliran Sungai di Kawasan Hutan Galam Desa Tabing Rimbah Kecamatan Mandastana Kabupaten Barito Kuala Berdasarkan tabel 4 untuk kemelimpahan jenis ikan di Kawasan Hutan Galam Desa Tabing Rimbah Kecamatan Mandastana Kabupaten Barito Kuala didapat hasil untuk kemelimpahan tertinggi pada pengamatan siang dan malam di tempati oleh ikan Lundu (Macrones gulio) dengan nilai penting pada pengamatan siang hari yaitu NP 43.96% sedangkan pada pengamatan malam hari memiliki nilai penting yaitu NP 62.310 % Tingginya kemelimpahan yang dimiliki oleh ikan Lundu (Macrones gulio) ini berhubungan dengan kemampuan ikan untuk beradaptasi dengan berbagai keadaan lingkungan. Pada sungai arus tenang tidak ada arus deras dan di sana juga banyak terdapat adanya aktifitas penduduk yang memanfaatkan sungai di kawasan tersebut sebagai tempat MCK dan pembuangan limbah rumah tangga juga turut mempengaruhi kehidupan ikan, limbah penghabis oksigen berasal dari limbah rumah tangga yang mengandung sisa-sisa makan, kotoran manusia dan ternak, bangkai dan 89 Jurnal Wahana-Bio Volume XV Juni 2016 bahan-bahan organik yang dapat dijadikan sumber makanan oleh ikan Macrones gulio (Lundu), ikan Macrones gulio (Lundu) yang termasuk dalam suku Bagridae memakan segala macam makanan dan mampu beradaptasi dengan baik terhadap lingkungan hidupnya, banyaknya aktifitas penduduk tersebut menyebabkan keadaan air pada stasiun ini lebih keruh dibandingkan dengan stasiun 1. Diketahui bahwa Ikan Lundu ini memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan berbagai keadaan lingkungan. Ikan Lundu (Macrones gulio) juga memiliki Nilai Penting tertinggi Pada malam hari. Karena Menurut Kottelat (1993) suku Bagridae bersifat nokturnal artinya, aktivitas kegiatan hidupnya (mencari makan, dll) lebih banyak dilakukan pada malam hari, tetapi yang hidup di air keruh aktif sepanjang hari ikan ini merupakan penghuni dasar perairan dan memakan segala macam makanan. Keberadaan plankton dalam suatu ekosistem perairan merupakan salah satu indikator keanekaragaman ikan yang masih hidup di dalamnya, karena plankton merupakan makanan alami bagi ikan yang telah tersedia di alam. Tinggi rendahnya keanekaragaman jenis ikan dipengaruhi oleh adanya keberadaan plankton. Berdasarkan hasil penelitian jumlah plankton yang ada pada aliran sungai di kawasan hutan galam 2650 ind/L. Hal ini menyatakan bahwa pada aliran sungai di kawasan hutan galam memiliki jumlah plankton yang rendah. Berdasarkan tabel 4 untuk kemelimpahan jenis ikan di Kawasan Hutan Galam Desa Tabing Rimbah Kecamatan Mandastana Kabupaten Barito Kuala didapat hasil untuk kemelimpahan terendah untuk siang hari tempati oleh Ophiocephalus sp. Dengan NP 1.654 %. Ikan ini biasa hidup di sungai, danau, dan kolam/tambak, serta biasa berdiam diri di daerah rawa-rawa atau diantara belukar yang terdapat pada tepi sungai (Fahmi, 2000). Ikan jenis ini ditemukan hanya 1 ekor pada stasiun 2. Pemanfaatan ikan yang berlebihan oleh masyarakat disana juga mempengaruhi populasi ikan tersebut, sehingga ikan yang ada di aliran 90 Jurnal Wahana-Bio Volume XV Juni 2016 sungai Kawasan Hutan Galam tersebut berjumlah sedikit. Karena Menurut penduduk sekitar, ikan Haruan diambil dari sungai dan dipelihara pada kolam kecil yang dibuat oleh penduduk untuk dijual dan di konsumsi. Hampir setiap warga memiliki kolam kecil di halaman/samping rumah. Berdasarkan tabel 4 untuk kemelimpahan jenis ikan di Kawasan Hutan Galam Desa Tabing Rimbah Kecamatan Mandastana Kabupaten Barito Kuala didapat hasil untuk kemelimpahan terendah pada pengamatan malam hari yaitu 1.659 %. Ikan ini bersifat noktural. Artinya, aktivitas kegiatan hidupnya (mencari makan, dll) lebih banyak dilakukan pada malam hari. Selain itu, juga memiliki sifat suka bersembunyi di dalam liang-liang di tepi sungai tempat habitat hidupnya. Sebagai ikan nokturnal, ikan ini baru keluar dari persembunyiannya setelah matahari terbenam (Kordi, 2004). Karena ikan ini memiliki sifat suka bersembunyi di dalam liang-liang ditepi sungai, maka penangkapannya pun tidak mudah dilakukan dengan menggunakan jala lunta. Kemudian Hasil perhitungan untuk indeks Keanekaragaman dari Shannon-Wienner ditemukan pada penelitian siang hari H’ sebesar 0.835 dan pada penelitian malam hari memiliki H’ 0.701. Nilai indeks keanekaragaman pada daerah tersebut berada pada H’< 1 menunjukan bahwa keanekaragaman jenis pada transek adalah rendah atau sedikit. Keanekaragaman di Kawasan Hutan Galam Desa Tabing Rimbah Kecamatan Mandastana Kabupaten Barito Kuala tersebut rendah karena Faktor fisiko kimia lingkungan yang kurang sesuai menjadi penyebab sedikitnya jumlah jenis yang ditemukan. Menurut Cahyono (2000) Keadaan lingkungan yang tidak sesuai dengan kehidupan biota perairan sehingga dapat menghambat perkembangan dan pertumbuhan ikan karena keadaannya menjadi tidak subur. Selain itu, Menurut konteks budidaya ikan di lahan rawa, mutu air sangat menentukan tingkat produksi pakan alami perairan. Umumnya, pada kondisi masam ini jarang ditemukan adanya ikan atau biota air, Pada keadaan asam tersebut pertumbuhan ikan mengalami hambatan (Noor, 2004). 91 Jurnal Wahana-Bio Volume XV Juni 2016 Penyebab lainnya adalah keberadaan senyawa metabolit sekunder dalam serasah galam yang dapat bersifat toksik bagi jenis-jenis ikan yang kurang adaptif. Menurut Noor (2004) Hutan galam umumnya lebih jelek dibandingkan dengan hutan rawa gambut alami. Karena Galam diketahui berinteraksi secara negatif dengan lingkungan tumbuhan di sekitarnya. Galam menghasilkan zat-zat kimia atau bahan organik yang bersifat allelopathy melalui daun dan serasah yang jatuh. Irwan (2003) menyatakan bahwa Semua jaringan tumbuh-tumbuhan mempunyai potensi menghasilkan senyawa-senyawa alelopati. Apakah itu akar, rizoma, batang, daun, bunga, buah atau biji. Senyawa alelopati ini dapat dilepaskan melalui penguapan, eksudat akar, pencucian dan pembusukan bagian-bagian organ yang membusuk. Dharmono (2007) mengatakan bahwa galam menghasilkan serasah dengan berbagai metabolit sekunder. Senyawa metabolit sekunder ini berpengaruh terhadap hara tanah. Selanjutnya Berdasarkan faktor ciri-ciri dari lingkungan hasil juga pengamatan sangat berpengaruh. penelitian terhadap pengukuran parameter lingkungan, Suhu dapat menyebabkan ukuran tubuh dari jenis ikan di kawasan tersebut berubah. Kisaran suhu air pada pengukuran parameter yang dilakukan 29-31oC sedangkan menurut Ahmad, dkk (1998) dalam Kordi (2007) Kisaran suhu optimal bagi kehidupan ikan diperairan tropis adalah antara 28o-32oC. pada suhu 18o25oC ikan masih bertahan hidup, tetapi nafsu makannya mulai menurun. Sedangkan pada suhu 30o-35oC ikan masih hidup normal apabila oksigen terlarut cukup tinggi. Selanjutnya untuk pengukuran kadar oksigen dalam air yaitu memiliki kisaran 7.19-7.61 ppm. Menurut Kordi (2004) beberapa jenis ikan masih mampu bertahan hidup pada perairan dengan konsentrasi oksigen 3 ppm, namun konsentrasi yang masih biasa diterima sebagian besar jenis ikan untuk hidup dengan baik adalah 5 ppm. 92 Jurnal Wahana-Bio Volume XV Juni 2016 Pada saat penelitian, suhu berkisar antara 29-31oC. Kisaran tersebut merupakan suhu optimum bagi kehidupan ikan, sehingga ikan mampu bertahan hidup pada daerah tersebut karena kadar oksigen terlarutnya juga memenuhi kriteria ikan hidup dengan baik. Menurut Kordi (2007) suhu sangat berpengaruh terhadap kadar oksigen. Oksigen berbading terbalik dengan suhu, artinya bila suhu tinggi maka kelarutan oksigen berkurang. Menurut Kordi (2004) Nilai kecerahan yang baik untuk kelangsungan hidup ikan adalah lebih besar dari 45 cm. Pada perhitungan parameter yang dilakukan di daerah penelitian, kecerahan air memiliki kisaran 0-182 cm. Pada pengukuran parameter kecerahan air memiliki kisaran 0-182 cm, kisaran untuk kecerahan air tersebut baik untuk kehidupan ikan karena menurut Kordi (2004) Nilai kecerahan yang baik untuk kelangsungan hidup ikan adalah lebih besar dari 45 cm. Faktor lingkungan yang paling mempengaruhi keanekaragaman tersebut rendah yaitu pH air pada daerah penelitian memiliki kisaran 5.235.86. Menurut (Afrianto,1992) pengaruh derajat keasaman air (pH) terhadap kehidupan ikan pada kisaran 4-5 tingkat keasaman yang mematikan dan tidak ada reproduksi. Sedangkan pada kisaran 4-6.5 pertumbuhan lambat. Jadi pH di daerah penelitian tidak optimal untuk ikan hidup dengan baik. Sedangkan menurut Kordi (2004) pada kisaran 5-6.5 pertumbuhan ikan terhambat dan ikan sangat sensitif pada bakteri dan parasit. Selanjutnya Menurut Kordi (2004) ikan akan mengalami pertumbuhan optimal pada pH air 6.5-9.0. Selanjutnya Sutrisno (2007) menyatakan bahwa untuk jenis ikan air tawar, pH yang cocok antara 6.5-8. Derajat keasaman air sangat menentukan kualitas air. pH air dapat mempengaruhi pertumbuhan ikan. Derajat keasaman air yang sangat rendah atau sangat asam dapat menyebabkan kematian ikan dengan gejala gerakannya tidak teratur, tutup insang bergerak sangat aktif, dan 93 Jurnal Wahana-Bio Volume XV Juni 2016 berenang sangat cepat di permukaan air. Keadaan air yang sangat basa juga dapat menyebabkan pertumbuhan ikan terhambat (Cahyono, 2000). Menurut Astuti (2012) Kelangsungan hidup pertumbuhan dan produktivitas ikan tergantung pada faktor-faktor biologis dan lingkungan. Yang terakhir ini dibedakan atas faktor edaphic (yakni faktor yang berhubungan dengan tanah, yang mencakup kualitas air). Selain itu menurut Kordi (2007) Ion-ion logam bervalensi 2 juga mampu mempengaruhi pH melalui desakan unsur-unsur pendukung asam seperti Fe3+, H+ dan Al3+, sehingga dapat mengubah suasana menjadi asam. Sepanjang aliran Sungai akan mengakumulasi bahan organik dan mineral yang sangat menentukan komposisi mineral dan kualitas air. (Irianto, 2005). Kondisi air sungai tergantung pada daerah atau tanah yang dialirinya. Di sepanjang aliran sungai banyak material yang bisa larut dalam air (Lesmana, 2004). Menurut Dharmono (2000) Galam pada tanah gambut membawa dampak pH tanah gambut relatif lebih rendah dibanding pada lahan gambut yang tidak ditanami galam. Keasaman tanah juga akan menyebabkan kelarutan unsur Al3+ dan Fe2+ tanah menjadi lebih tinggi dan bersifat meracuni. Aluminium yang terkandung pada air aliran sungai memiliki kisaran antara < 0.002-3.432 sehingga berpengaruh terhadap keasaman atau pH air. Salah satu akibat penting dari pengasaman adalah pergerakan aluminium dari lingkungan tanah ke perairan. Peningkatan konsentrasi aluminium sering berkaitan dengan pH rendah di danau dan sungai. Peningkatan konsentrasi aluminium di perairan asam bisa bersifat racun bagi ikan. Daya racun aluminium bervariasi tergantung pH dan tahap hidup (Astuti, 2012). Selanjutnya menurut Astuti (2012) Aluminium, ketika ada dalam konsentrasi tinggi, telah lama diketahui bersifat racun bagi binatang yang bernafas dengan insang. Aluminium menyebabkan kehilangan ion-ion dalam plasma dan limfa darah sehinggga mengakibatkan kegagalan osmoregulasi. Pada ikan, aluminium 94 yang berbentuk monomerik Jurnal Wahana-Bio Volume XV Juni 2016 anorganik (labil) bisa menurunkan aktivitas enzim-enzim insang yang berperanan penting dalam penyerapan aktif ion. Aluminium tampaknya juga tertimbun dalam tubuh invertebrata air tawar. Komplek aluminium, yang secara organik ada di dalam makanan dan bisa memberikan efek saling-menguatkan bersama dengan bahan pencemar lain. Menurut Lopo (2011) Air hujan yang turun jatuh ke tanah dan mengalami infiltrasi masuk kedalam tanah yang mengandung FeO akan bereaksi dengan H2O dan CO2 dalam tanah dan membentuk Fe. Dimana semakin dalam air yang meresap ke dalam tanah semakin tinggi juga kelarutan besi karbonat dalam air tersebut. pH air akan terpengaruh terhadap kesadahan kadar besi dalam ai, apabila pH air rendah akan terjadinya proses korosif sehingga menyebabkan larutnya besi dan logam lainnya dalam air. PH yang rendah kurang dari 7 dapat melarutkan logam. Dalam keadaan pH rendah besi yang ada dalam air berbentuk ferro dan ferri. Dimana bentuk ferri akan mengendap dan tidak larut dalam air. Selanjutnya menurut Lopo (2011) temperatur atau suhu yang tinggi menyebabkan menurunnya kadar oksigen dalam air, kenaikan suhu juga dapat menguraikan derajat kelarutan mineral sehingga kelarutan Fe pada air tinggi. Pada pengukuran parameter lingkungan terhadap suhu pada tempat penelitian memiliki kisaran 29-31oC, suhu disini menunjukan kisaran yang cukup tinggi dan factor lingkungan inilah yang diduga menyebabkan kelarutan Fe pada air tinggi yaitu 1.117-1.322 mg/L. Namun Besi (Fe) memiliki peranan dalam kehidupan makhluk hidup yaitu apabila masuk kedalam tubuh, meski dalam jumlah agak berlebihan, biasanya tidak menimbulkan pengaruh buruk terhadap tubuh. Karena unsur besi (Fe) dibutuhkan dalam darah untuk mengikat oksigen (Palar, 2008). 95 Jurnal Wahana-Bio Volume XV Juni 2016 Jenis-jenis Ikan yang ditemukan di daerah penelitan berdasarkan klasifikasinya No. Suku Kelas 1 2 3 4 5 6 C H O R D A T A P I S C E S Bangsa Famili Marga Jenis Ostariophysi Bagridae Macrones Macrones gulio Nama Indonesia/ Daerah Ikan Lundu Ostariophysi Bagridae Macrones Macrones nigriceps CV Ikan Senggiringan Ostariophysi Labyrinthici Clariidae Anabantidae Clarias Anabas Clarias sp. Anabas testudineas Ikan Lele Ikan Papuyu Labyrinthici Anabantidae Trichogaster Trichogaster trichopterus Pall. Ikan Sepat Ostariophysi Cyprinidae Rasbora Rasbora dusonensis Ikan Seluang Ostariophysi Cyprinidae Rasbora Rasbora agryrotaenia Blkr. Ikan Seluang Langkai Microcyprini Cyprinodontidae Panchax Aplocheilus panchax Ikan Timahtimah Labyrinthici Ophiocephalidae Ophiocephalus Ophiocephalus striatus. Ikan Haruan Labyrinthici Ophiocephalidae Ophiocephalus Ophiocephalus sp. Ikan Haruan polos 7 8 9 10 Berdasarkan penelitian Jenis-jenis Ikan yang terdapat pada Aliran Sungai di Kawasan Hutan Galam Desa Tabing Rimbah Kecamatan Mandastana Kabupaten Barito Kuala diperoleh 10 jenis ikan yang termasuk dalam suku Bagridae, Clariidae, Anabantidae, Cyprinidae, Cyprinodontidae dan Ophiocephalidae. Suku Bagridae ada dua yaitu Macrones gulio dan Macrones nigriceps (C.V). Suku Clariidae ada satu yaitu Clarias sp.. Suku Anabantidae ada dua yaitu Anabas testudineus dan Trichogaster trichopterus Pall. Suku Cyprinidae ada dua yaitu Rasbora dusonensis dan Rasbora agryrotaenia Blkr. Suku Cyprinodontidae ada satu yaitu Aplocheilus panchax. Dan yang terakhir dari suku Ophiocephalidae ada dua yaitu Ophiocephalus striatus dan Ophiocephalus sp. 96 Jurnal Wahana-Bio Volume XV Juni 2016 PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian di Kawasan Hutan Galam Desa Tabing Rimbah Kecamatan Mandastana Kabupaten Barito Kuala dapat diambil kesimpulan seperti berikut : (1) Jenis-jenis Ikan yang terdapat pada Aliran Sungai di Kawasan Hutan Galam Desa Tabing Rimbah Kecamatan Mandastana Kabupaten Barito Kuala diperoleh 10 jenis ikan yang termasuk dalam suku Bagridae, Clariidae, Anabantidae, Cyprinidae, Cyprinodontidae dan Ophiocephalidae. Jenis-jenis ikan yang ditemukan pada siang hari yaitu Macrones gulio, Macrones nigriceps (C.V), Anabas testudineus, Trichogaster trichopterus Pall., Rasbora dusonensis, Rasbora agryrotaenia Blkr., Aplocheilus panchax. Ophiocephalus striatus dan Ophiocephalus sp. Sedangkan yang ditemukan pada malam hari yaitu yaitu Macrones gulio, Macrones nigriceps (C.V).,Clarias sp., Anabas testudineus, Trichogaster trichopterus Pall. dan Rasbora dusonensis. (2) Kemelimpahan jenis ikan di Kawasan Hutan Galam Desa Tabing Rimbah Kecamatan Mandastana Kabupaten Barito Kuala didapatkan hasil untuk pengamatan siang hari NP tertinggi ditempati oleh Macrones Gulio dengan NP 43.496 %, kemudian NP terendah dimiliki oleh Ophiocephalus sp. dengan NP 1.654 %. Sedangkan untuk pengamatan malam hari didapatkan untuk NP yang tertinggi 82 ditempati oleh Macrones gulio dengan NP 62.310 % kemudian untuk NP yang terendah ditempati oleh Clarias sp. dengan NP 4.620 %. (3) Pada Kawasan Hutan Galam Desa Tabing Rimbah Kecamatan Mandastana Kabupaten Barito Kuala ditemukan H’ pada pengamatan siang hari sebesar 0.835. Sedangkan H’ untuk pengamatan malam hari sebesar 0.701. Nilai indeks keanekaragaman pada daerah tersebut berada pada H’< 1 menunjukan bahwa keanekaragaman jenis pada transek adalah rendah atau sedikit. 97 Jurnal Wahana-Bio Volume XV Juni 2016 DAFTAR PUSTAKA Ambarita, Rosida. 2010. Keanekaragaman Dan Distribusi Ikan di Hulu Sungai Asahan Porsea. FMIPA Sumatera Utara. Medan. Asmawi, S. 1986. Pemeliharaan Ikan dalam Keramba. Jakarta: Gramedia. Djuhanda, T. 1981. Dunia Ikan. CV. Armico, Bandung. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan. Kanisius, Yogyakarta. James.J.Spillane.1989.Komoditi Karet.Cetakan I. Kanisius, Yogyakarta. Kottelat, M., A.J.Whitten, S.N.Kartikasari & S. Wirjoatmodjo.1993. Fresh Water Fishes Of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus Editions Limited:Jakarta. Marike Mahmud. 2012. Model Sebaran Spasial Temporal Konsentrasi Merkuri Akibat Penambangan Emas Tradisional Sebagai Dasar Monitoring dan Evaluasi Pencemaran Di Ekosistem Sungai Tulabolo Provinsi Gorontalo. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Odum, E.P. 1996. Dasar–Dasar Ekologi. Alih Bahasa. Cahyono,S. FMIPA IPB. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Odum, E.P. 1998. Dasar-dasar Ekologi. Terjemahan Tjahyono Samingan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Saanin, H. 1968. Taksonomi dan Kunci Determinasi Ikan Jilid 1. Binacipta, Bogor. Wardoyo, K.M. Setiawati, dan T. Setiadharma. 2005. Pengaruh Frekwensi Pemberian Pakan Buatan Terhadap Aktivitas Kanibal, pertumbuhan, dan sintasan larva kerapu macan. Buku Perikanan Budidaya Berkelanjutan. P. 159-164 Wiadnya, D G. R., L. Sutini, T.R. Lelono, 1993. Bahan Referensi Manajemen Sumberdaya Perairan dengan Kasus Perikanan Tangkap di Jawa Timur. Fak. Perikanan Universitas Brawijaya. Malang. 98