79 ABSTRAK KEANEKARAGAMAN IKAN PADA ALIRAN SUNGAI

advertisement
Jurnal Wahana-Bio Volume XV Juni 2016
ABSTRAK
KEANEKARAGAMAN IKAN PADA ALIRAN SUNGAI DI KAWASAN
HUTAN GALAM DESA TABING RIMBAH KECAMATAN MANDASTANA
KABUPATEN BARITO KUALA
Oleh: Adhesty Wulandari1, Dharmono2, Akhmad Naparin3
Program Studi Pendidikan Biologi PMIPA FKIP
Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin1,2,3
Ikan merupakan salah satu sumber zat gizi penting bagi proses
kelangsungan hidup manusia. Penelitian ini dilakukan di Kawasan Hutan
Galam Desa Tabing Rimbah Kecamatan Mandastana Kabupaten Barito
Kuala. Kawasan hutan galam ini semi alami karena hutan galam di
wilayah ini sudah menjadi lahan pertanian dan jalan. Sungai yang
mengaliri kawasan hutan galam ini memiliki panjang ± 4,5 km, lebar 10-3
meter dan memiliki kedalaman ± 3 m. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui jenis-jenis, keanekaragaman dan kemelimpahan ikan pada
siang dan malam hari yang terdapat pada aliran sungai kawasan Hutan
Galam di Desa Tabing Rimbah Kecamatan Mandastana Kabupaten Barito
Kuala. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan tekhnik
pengambilan sampel secara sistematis. Sampel penelitian adalah semua
jenis ikan yang didapatkan menggunakan lunta bervolume 4.19 m 3 dengan
ukuran mata jala 1 cm x 1 cm dan berat lunta 4. Pengambilan sampel
dibagi menjadi 3 stasiun dengan jarak perstasiun 2100 m. Setiap stasiun
dibagi menjadi 10 titik dengan jarak masing-masing 10 meter sehingga
didapatkan 10 titik pengamatan. Hasil penelitian ditemukan 9 jenis ikan
pada siang hari yaitu Macrones gulio, Macrones nigriceps (C.V), Anabas
testudineus, Trichogaster trichopterus Pall., Rasbora dusonensis, Rasbora
agryrotaenia Blkr., Aplocheilus panchax. Ophiocephalus striatus dan
Ophiocephalus sp. Sedangkan pada malam hari ditemukan 6 jenis yaitu
Macrones gulio, Macrones nigriceps (C.V), Clarias sp., Anabas
testudineus, Trichogaster trichopterus Pall. dan Rasbora dusonensis.
Kemelimpahan tertinggi pada pengamatan siang hari ditempati oleh
Macrones gulio NP 43.496 %, sedangkan kemelimpahan terendah
ditempati oleh Ophiocephalus sp dengan NP 1.654 % dan memiliki nilai H’
sebesar 0.835. untuk pengamatan pada malam hari kemelimpahan
tertinggi dimiliki oleh Macrones gulio NP 62.310 % sedangkan yang
terendah ditempati oleh Clarias meladerma NP 4.620 % dan memiliki nilai
H’ sebesar 0.701. Nilai Indeks keanekaragaman tersebut berada pada
Nilai H' ο€Ό 1 menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis pada suatu
transek adalah sedikit atau rendah.
Kata kunci: Ikan, Jenis, Keanekaragaman, Hutan galam
79
Jurnal Wahana-Bio Volume XV Juni 2016
PENDAHULUAN
Rawa
di
Kalimantan
kebanyakan
bersifat
bog
(gambut)
(Notohadiprawiro, 1979 dalam Noor, 2004). Ekosistem gambut pada
lahan-lahan terlantar akan menumbuhkan banyak hutan gambut. Menurut
Indriyanto (2006), ekosistem hutan gambut merupakan suatu tipe
ekosistem hutan yang cukup unik karena tumbuh di atas tumpukan bahan
organik yang melimpah.. Air gambut bersifat agak masam dan
mengandung zat hara agak banyak atau mesotrofik (Indriyanto, 2006).
Selain hal diatas, menurut Cholik et al., (1997) dalam Noor (2004)
untuk memenuhi kebutuhan protein lahan rawa mempunyai potensi
sumber daya perikanan cukup besar. Tidak kurang dari 100 ikan terdapat
di perairan rawa. Ikan rawa yang dikenal dan di konsumsi cukup tersedia,
diantaranya Biawan (Helestoma temmincki), Gabus (Channa striata),
Papuyu (Anabas testudineus), Sepat (Trichogaster trichopterus), Sepat
Siam (T. pectoralis), Lundu (Arius micro cephalus), Jelawat (Leptobarbus
hoevenii) dan Patin (Pangasius polyuranodon).
Ikan merupakan salah satu sumber zat gizi penting bagi proses
kelangsungan hidup manusia. Manusia telah memanfaatkan ikan sebagai
bahan pangan, ikan mengandung zat gizi utama berupa protein, lemak,
vitamin dan mineral (Junianto, 2003).
Desa Tabing Rimbah belum pernah dilakukan penelitian tentang
keanekaragaman ikannya, oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian
tentang keanekaragaman ikan yang terdapat
pada aliran sungai di
kawasan Hutan Galam Desa Tabing Rimbah Kecamatan Mandastana
Kabupaten Barito Kuala. Dengan adanya penelitian ini maka akan
didapatkan informasi tentang keanekaragaman ikan yang terdapat pada
aliran sungai di kawasan Hutan Galam Desa Tabing Rimbah Kecamatan
Mandastana Kabupaten Barito Kuala tersebut.
80
Jurnal Wahana-Bio Volume XV Juni 2016
METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian lapangan dengan jenis penelitian
deskriptif dan metode eksplorasi untuk mengumpulkan data. Menurut
Fathoni (2006), penelitian lapangan adalah suatu penelitian yang
dilakukan di lapangan atau di lokasi penelitian, suatu tempat yang dipilih
sebagai lokasi untuk menyelidiki gejala obyektif yang terjadi di lokasi
tersebut. Jenis penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang
bermaksud untuk mengadakan pemeriksaan dan pengukuran terhadap
gejala-gejala tertentu. Dengan tekhnik pengambilan sampel secara
sistematis
untuk mengetahui keanekaragaman ikan yang tertangkap
dengan jala lunta di aliran sungai kawasan hutan galam Desa Tabing
Rimbah Kecamatan Mandastana Kabupaten Barito kuala.
Tempat yang akan di lakukan penelitian yaitu aliran sungai
kawasan hutan galam Desa Tabing Rimbah Kecamatan Mandastana
Kabupaten Barito kuala. Yang memiliki Lebar ± 10-3 meter, panjang ±
4500 meter, dan memiliki kedalaman ± 3 meter.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua ikan yang tertangkap
menggunakan jala lunta di aliran sungai kawasan Hutan galam pada Desa
Tabing Rimbah Kecamatan Mandastana Kabupaten Barito Kuala.
Sampel dalam penelitian ini adalah semua jenis ikan yang terdapat
di aliran sungai kawasan Hutan galam desa Tabing Rimbah Kecamatan
Mandastana Kabupaten Barito Kuala yang ditetapkan secara sistematis
pada 3 stasiun pengamatan sepanjang 4500 meter yang diamati stasiun
1, stasiun 2 dan stasiun 3 dengan jarak setiap stasiun 2100 meter. Setiap
stasiun memiliki ukuran 10-3 meter x 100 meter kemudian pengamatan
dibuat 10 titik pengamatan dengan jarak antar titik 10 meter dengan
jumlah sampel sebanyak 30 titik sampel dengan menggunakan jala lunta
yang berdiameter 2 m, bukaan lunta berukuran 6.62 m, tinggi lunta 4 m,
volume jala lunta 4.19 m3 dan ukuran mata jala 1 cm x 1 cm.
81
Jurnal Wahana-Bio Volume XV Juni 2016
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi perahu, lunta,
kantung plastik, ember, alat tulis, Termometer, Secchi disk, Bola
pingpong, pH meter, Meteran, Salinometer, DO meter, Plankton net, dan
Kamera. Tahap pelaksanaan yaitu Menentukan lokasi penelitian yaitu
menetapkan stasiun awal untuk melakukan teknik perhitungan sampel di
dalam Kawasan Hutan Galam Kecamatan Mandastana Kabupaten Barito
Kuala dengan metode transek yang dibagi menjadi 3 stasiun yaitu stasiun
1, stasiun 2 dan stasiun 3. Pada masing-masing stasiun dilakukan 10 titik
dan dilakukan 3 kali pengulangan, jarak antara masing-masing stasiun
yaitu 2100 m dan ukuran setiap stasiun adalah 10-3 m x 100 m yang
mempunyai jarak 10 m pada tiap titiknya. Kawasan penelitian ini berada di
luas daerah berukuran panjang 4500 m dan lebar 10-3 m . Menangkap
langsung ikan pada setiap titik pengamatan dengan menggunakan jala
lunta yang berdiameter 2 m, bukaan lunta berukuran 6.62 m, tinggi lunta 4
m, volume jala lunta 4.19 m3 dan ukuran mata jala 1 cm x 1 cm. Dengan
melakukan 3 kali pengulangan pengambilan pada setiap titik.Hasil
penangkapan ditampung dalam kantong plastik kemudian diberi label
sesuai dengan titik pengambilan sampel. Pengambilan sampel dilakukan
pada siang hari jam 09.00-15.00 Wita dan pada malam hari jam 18.0024.00 Wita.
Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini akan dianalisis sebagai
berikut:
Mengidentifikasi jenis ikan dan menganalisis data yang ditemukan dengan
menggunakan pustaka. Djuhanda (1981), Saanin (1968), dan pustaka lain
yang relevan.
(1) Menghitung kemelimpahan yang dianalisis menggunakan Nilai
penting (NP) Nilai penting (NP) menurut Odum (1996) yaitu: NP = KR
+ FR
Dimana :
Kerapatan =
Jumlah individu suatu spesies
volume jala
82
Jurnal Wahana-Bio Volume XV Juni 2016
Kerapatan Relatif KR =
πΎπ‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘› π‘ π‘’π‘Žπ‘‘π‘’ 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠
π‘₯ 100
Kerapatan seluruh jenis
Frekuensi F
Jumlah titik suatu jenis
Jumlah seluruh titik
=
Frekuensi Relatif FR =
Jumlah frekuensi suatu jenis
x100
Jumlah frekuensi seluruh jenis
(2) Indeks Keanekaragaman (H’)
Untuk menghitung indeks keanekaragaman (H’) menggunakan rumus
Shannon-Wiener (Fachrul, 2007) adalah sebagai berikut:
H’ = -∑ ni/N log ni/N
Keterangan:
ni = jumlah individu dari suatu jenis
N = jumlah total individu seluruh jenis
H’ = Nilai indeks keanekaragaman
Berdasarkan indeks keanekaragaman jenis menurut ShannonWienner (Fachrul, 2007) didefinisikan sebagai berikut :
• Nilai H' > 3 menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis pada
transek adalah melimpah tinggi.
• Nilai 1 ≤ H' ≤ 3 menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis
pada transek adalah melimpah sedang.
• Nilai H' < 1 menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis pada
transek adalah rendah atau sedikit.
83
Jurnal Wahana-Bio Volume XV Juni 2016
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jenis ikan yang ditemukan Pada Aliran Sungai di Kawasan Hutan
Galam Desa Tabing Rimbah Kecamatan Mandastana Kabupaten
Barito Kuala
Berdasarkan hasil penelitian pada Aliran Sungai di Kawasan Hutan
Galam Desa Tabing Rimbah Kecamatan Mandastana Kabupaten Barito
Kuala, pengambilan sampel dilakukan dengan jenis penelitian deskriptif
dan metode eksplorasi untuk mengumpulkan data. Dengan tekhnik
pengambilan sampel secara sistematis pada 3 stasiun pengamatan
sepanjang 4500 meter yang diamati pada stasiun 1, stasiun 2 dan stasiun
3 dengan jarak setiap stasiun 2100 meter. Setiap stasiun memiliki ukuran
10-3 meter kemudian pengamatan dibuat 10 titik pengamatan dengan
jarak antar titik 10 meter dengan jumlah sampel sebanyak 30 titik sampel.
Pengambilan ikan dilakukan siang jam 09.00-15.00 wita dan malam jam
18.00-24.00.
Tabel 1. Jenis yang ditemukan pada daerah penelitian
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Suku
Bagridae
Bagridae
Clariidae
Anabantidae
Anabantidae
Cyprinidae
Cyprinidae
Cyprinodontidae
Ophiocephalidae
Ophiocephalidae
Jenis
Macrones gulio
Macrones nigriceps
Clarias sp.
Anabas testudineus
Trichogaster trichopterus Pall.
Rasbora dusonensis
Rasbora agryrotaenia
Aplocheilus panchax
Nama Indonesia/Lokal
Ikan Lundu
Ikan Senggiringan
Ikan Lele
Ikan Papuyu
Ikan Sepat
Ikan Seluang
Ikan Seluang Langkai
Ikan Timah-timah
Ophiocephalus striatus
Ophiocephalus sp.
Ikan Haruan
Ikan Haruan polos
84
Jurnal Wahana-Bio Volume XV Juni 2016
Tabel 2. Jenis ikan yang ditemukan pada waktu yang berbeda
No
Jenis
Nama daerah
Terdapat pada waktu
Siang
Malam
√
√
√
√
1.
2.
Macrones gulio
Macrones nigriceps
Ikan Lundu
Ikan senggiringan
3.
4.
5.
Clarias sp.
Anabas testudineus
Trichogaster trichopterus Pall.
Ikan Lele
Ikan Papuyu
Ikan Sepat
√
√
√
√
√
6.
Rasbora dusonensis
Ikan Seluang
√
√
7.
Rasbora agryrotaenia
√
-
8.
Aplocheilus panchax
Ikan Seluang
Langkai
Ikan Timah-Timah
√
-
9.
Ophiocephalus striatus
Ikan Haruan
√
-
10.
Ophiocephalus sp.
Ikan Haruan polos
√
-
Berdasarkan penelitian Jenis-jenis Ikan yang terdapat pada Aliran
Sungai di Kawasan Hutan Galam Desa Tabing Rimbah Kecamatan
Mandastana Kabupaten Barito Kuala berdasarkan 2 waktu yang berbeda
(bisa dilihat pada Tabel 2). Pada siang hari ditemukan 9 jenis yaitu Ikan
Lundu, Ikan Senggiringan, Ikan Papuyu, ikan Sepat, Ikan Haruan, Ikan
Haruan polos, Ikan Seluang, Ikan Seluang Langkai dan Ikan Timah-timah.
Sedangkan pada malam hari ikan-ikan yang ditemukan ada 6 jenis yaitu
Ikan Lundu, Ikan Senggiringan, Ikan Lele, Ikan Papuyu, Ikan Sepat dan
Ikan Seluang. Ikan-ikan yang ditemukan mengalami perbedaan pada
setiap waktunya, kecuali ikan Lundu, Ikan Senggiringan, Ikan Papuyu dan
Ikan sepat yang muncul pada kedua waktu yang berbeda tersebut.
85
Jurnal Wahana-Bio Volume XV Juni 2016
Tabel 3. Keterdapatan ikan Pada 3 stasiun pengamatan
No
Jenis
Nama daerah
Terdapat pada
Stasiun 1
Stasiun 2 Stasiun 3
√
√
√
√
√
√
1.
2.
Macrones gulio
Macrones nigriceps
Ikan Lundu
Ikan senggiringan
3.
4.
5.
Clarias sp.
Anabas testudineus
Trichogaster trichopterus Pall.
Ikan Lele
Ikan Papuyu
Ikan Sepat
√
√
√
√
√
√
√
6.
Rasbora dusonensis
Ikan Seluang
√
√
-
7.
Rasbora agryrotaenia
√
√
-
8.
Aplocheilus panchax
Ikan Seluang
Langkai
Ikan Timah-Timah
√
-
-
9.
Ophiocephalus striatus
Ikan Haruan
-
√
-
10.
Ophiocephalus sp.
Ikan Haruan
polos
-
√
-
Keterangan :
Stasiun 1 : Dekat pemukiman warga
Stasiun 2 : Dekat pemukiman warga
Stasiun 3 : tidak ada pemukiman warga, hutan galam alami
Berdasarkan penelitian Jenis-jenis Ikan yang terdapat pada Aliran
Sungai di Kawasan Hutan Galam Desa Tabing Rimbah Kecamatan
Mandastana Kabupaten Barito Kuala berdasarkan 3 stasiun yang berbeda
(bisa dilihat pada tabel 3). Pada stasiun 1 ada 7 jenis ikan yang ditemukan
yaitu Ikan Lundu, Ikan Senggiringan, Ikan Papuyu, ikan Sepat, Ikan
Seluang, Ikan Seluang Langkai dan Ikan Timah-timah. Pada stasiun 2 ada
9 jenis ikan yang ditemukan yaitu Ikan Lundu, Ikan Senggiringan, ikan
Lele, Ikan Papuyu, ikan Sepat, ikan Seluang, Ikan Seluang Langkai, Ikan
Haruan dan Ikan Haruan polos. Pada stasiun 3 ditemukan 5 jenis ikan
yaitu Ikan Lundu, ikan Senggiringan, Ikan Papuyu, Ikan Sepat. Ikan yang
muncul pada ketiga stasiun yang berbeda tersebut adalah Ikan Lundu,
ikan Senggiringan, Ikan Papuyu, Ikan Sepat dan Ikan Seluang.
86
Jurnal Wahana-Bio Volume XV Juni 2016
4.1.2 Kemelimpahan Ikan Pada Aliran Sungai di Kawasan Hutan
Galam Desa Tabing Rimbah Kecamatan Mandastana Kabupaten
Barito Kuala
Kemelimpahan ikan yang di ukur pada ke-3 stasiun pengamatan
dari kerapatan dan Frekuensinya menghasilkan Nilai Penting (NP) yang di
sajikan pada tabel 4 berikut ini :
Tabel 4. Berdasarkan KR, FR, (NP), dan H’
Tabel Pengamatan siang (jam 09.00-15.00 Wita)
No
Nama Jenis
KR
(%)
F
FR
(%)
NP
H'
2.783
21.621
0.700
21.875
43.496
0.143
1.267
0
9.846
0
0.433
0
13.542
0
23.388
0
0.098
0
1.981
15.390
0.633
19.792
35.182
0.125
1.666
12.943
0.500
15.625
28.568
0.115
2.709
21.046
0.333
10.417
31.462
0.142
1.592
12.368
0.333
10.417
22.785
0.112
0.637
4.951
0.167
5.208
10.159
0.064
0.158
1.224
0.067
2.083
3.307
0.023
0.079
0.612
0.033
1.042
1.654
0.013
12.871
100
3.20
100
200
0.835
K
Ind/m
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Ikan Lundu
(Macrones gulio)
Ikan Senggiringan
(Macrones nigriceps)
Ikan Lele (Clarias sp.)
Ikan Papuyu
(Anabas testudeneus)
Ikan Sepat
(Trichogaster trichopterus)
Ikan Seluang
(Rasbora dusonensis)
Ikan Seluang Langkai
(Rasbora agryrotaenia)
Ikan Timah-timah
(Aplocheilus panchax)
Ikan Haruan
(Ophiocephalus striatus)
Ikan Haruan polos
(Ophiocephalus sp.)
3
Berdasarkan hasil penelitian pada siang hari untuk kemelimpahan
jenis ikan di Kawasan Hutan Galam Desa Tabing Rimbah Kecamatan
Mandastana Kabupaten Barito Kuala didapatkan hasil untuk NP tertinggi
ditempati oleh Macrones Gulio dengan NP 43.496 %, kemudian NP yang
tertinggi kedua ditempati oleh Anabas testudeneus dengan NP 35.182 %,
dan NP yang tertinggi ketiga ditempati oleh Rasbora dusonensis dengan
NP 31.462 %. Sedangkan NP terendah ditempati oleh Aplocheilus
panchax dengan NP 10.159 %, kemudian jenis Ophiocephalus striatus
87
Jurnal Wahana-Bio Volume XV Juni 2016
yang memiliki NP 3.307 %. Dan yang terakhir NP terendah dimiliki oleh
Ophiocephalus sp. dengan NP 1.654 %.
Tabel Pengamatan pada malam hari (jam 18.00-24.00 Wita)
No
Nama Jenis
K
Ind/m
KR (%)
F
FR (%)
NP
H'
3
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Ikan Lundu (Macrones gulio)
Ikan Senggiringan
(Macrones nigriceps)
2.859
32.732
0.700
29.577
62.310
0.159
1.826
20.902
0.567
23.944
44.845
0.142
Ikan Lele (Clarias sp.)
Ikan Papuyu
(Anabas testudeneus)
Ikan Sepat
(Trichogaster trichopterus)
Ikan Seluang
(Rasbora tawarensis)
Ikan Seluang Langkai
(Rasbora agryrotaenia)
Ikan Timah-timah
(Aplocheilus panchax)
Ikan Haruan
(Ophiocephalus striatus)
Ikan Haruan Polos
(Ophiocephalus sp.)
0.158
1.803
0.067
2.817
4.620
0.031
1.430
16.366
0.433
18.310
34.676
0.129
1.191
13.634
0.367
15.493
29.127
0.118
1.272
14.563
0.233
9.859
24.422
0.122
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
100
2.367
100
200
0.701
8.735
Berdasarkan hasil penelitian pada malam hari untuk kemelimpahan
jenis ikan di Kawasan Hutan Galam Desa Tabing Rimbah Kecamatan
Mandastana Kabupaten Barito Kuala didapatkan hasil untuk NP tertinggi
ditempati oleh Macrones Gulio dengan NP 62.310 %, kemudian NP yang
tertinggi kedua ditempati oleh Macrones nigriceps dengan NP 44.845 %,
dan NP yang tertinggi ketiga ditempati oleh Anabas Testudenues dengan
NP 34.676 %. Sedangkan NP terendah ditempati oleh Trichogaster
trichopterus dengan NP 29.127 %, kemudian jenis Rasbora dusonensis
yang memiliki NP 24.422 %. Dan yang terakhir NP terendah dimiliki oleh
Clarias sp. dengan NP 4.620 %.
88
Jurnal Wahana-Bio Volume XV Juni 2016
Keanekaragaman Ikan Pada Aliran Sungai di Kawasan Hutan Galam
Desa Tabing Rimbah Kecamatan Mandastana Kabupaten Barito
Kuala
Berdasarkan hasil penelitian Suku yang paling banyak ditemukan di
Kawasan Hutan Galam Desa Tabing Rimbah Kecamatan Mandastana
Kabupaten Barito Kuala adalah dari suku Bagridae. Dari suku Bagridae ini
yang lebih dominan adalah Ikan Lundu (Macrones gulio). Menurut Noor
(2004) Umumnya, pada kondisi masam ini jarang ditemukan adanya ikan
atau biota air, kecuali beberapa gelincir ikan spesifik yang bersifat tidak
ekonomis yang mampu hidup dalam kondisi masam ini, antara lain jenis
ikan-ikan anggota suku Cyprinidae- ikan bersungut, seperti Lundu atau
Gugup (Arius microcephalus). Beberapa ikan danau seperti Papuyu,
Gabus, Sepat, dan lain sebagainya dapat beradaptasi terhadap kondisi
rawa.
Kemelimpahan Ikan Pada Aliran Sungai di Kawasan Hutan Galam
Desa Tabing Rimbah Kecamatan Mandastana Kabupaten Barito
Kuala
Berdasarkan tabel 4 untuk kemelimpahan jenis ikan di Kawasan
Hutan Galam Desa Tabing Rimbah Kecamatan Mandastana Kabupaten
Barito Kuala didapat hasil untuk kemelimpahan tertinggi pada pengamatan
siang dan malam di tempati oleh ikan Lundu (Macrones gulio) dengan nilai
penting pada pengamatan siang hari yaitu NP 43.96% sedangkan pada
pengamatan malam hari memiliki nilai penting yaitu NP 62.310 %
Tingginya kemelimpahan yang dimiliki oleh ikan Lundu (Macrones gulio)
ini berhubungan dengan kemampuan ikan untuk beradaptasi dengan
berbagai keadaan lingkungan. Pada sungai arus tenang tidak ada arus
deras dan di sana juga banyak terdapat adanya aktifitas penduduk yang
memanfaatkan sungai di kawasan tersebut sebagai tempat MCK dan
pembuangan limbah rumah tangga juga turut mempengaruhi kehidupan
ikan, limbah penghabis oksigen berasal dari limbah rumah tangga yang
mengandung sisa-sisa makan, kotoran manusia dan ternak, bangkai dan
89
Jurnal Wahana-Bio Volume XV Juni 2016
bahan-bahan organik yang dapat dijadikan sumber makanan oleh ikan
Macrones gulio (Lundu), ikan Macrones gulio (Lundu) yang termasuk
dalam suku Bagridae memakan segala macam makanan dan mampu
beradaptasi dengan baik terhadap lingkungan hidupnya, banyaknya
aktifitas penduduk tersebut menyebabkan keadaan air pada stasiun ini
lebih keruh dibandingkan dengan stasiun 1. Diketahui bahwa Ikan Lundu
ini memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan berbagai keadaan
lingkungan.
Ikan Lundu (Macrones gulio) juga memiliki Nilai Penting tertinggi
Pada malam hari. Karena Menurut Kottelat (1993) suku Bagridae bersifat
nokturnal artinya, aktivitas kegiatan hidupnya (mencari makan, dll) lebih
banyak dilakukan pada malam hari, tetapi yang hidup di air keruh aktif
sepanjang hari ikan ini merupakan penghuni dasar perairan dan memakan
segala macam makanan.
Keberadaan plankton dalam suatu ekosistem perairan merupakan
salah satu indikator keanekaragaman ikan yang masih hidup di dalamnya,
karena plankton merupakan makanan alami bagi ikan yang telah tersedia
di alam. Tinggi rendahnya keanekaragaman jenis ikan dipengaruhi oleh
adanya keberadaan plankton. Berdasarkan hasil penelitian jumlah
plankton yang ada pada aliran sungai di kawasan hutan galam 2650 ind/L.
Hal ini menyatakan bahwa pada aliran sungai di kawasan hutan galam
memiliki jumlah plankton yang rendah.
Berdasarkan tabel 4 untuk kemelimpahan jenis ikan di Kawasan
Hutan Galam Desa Tabing Rimbah Kecamatan Mandastana Kabupaten
Barito Kuala didapat hasil untuk kemelimpahan terendah untuk siang hari
tempati oleh Ophiocephalus sp. Dengan NP 1.654 %. Ikan ini biasa hidup
di sungai, danau, dan kolam/tambak, serta biasa berdiam diri di daerah
rawa-rawa atau diantara belukar yang terdapat pada tepi sungai (Fahmi,
2000). Ikan jenis
ini ditemukan hanya 1 ekor pada stasiun 2.
Pemanfaatan ikan yang berlebihan oleh masyarakat disana juga
mempengaruhi populasi ikan tersebut, sehingga ikan yang ada di aliran
90
Jurnal Wahana-Bio Volume XV Juni 2016
sungai Kawasan Hutan Galam tersebut berjumlah sedikit. Karena Menurut
penduduk sekitar, ikan Haruan diambil dari sungai dan dipelihara pada
kolam kecil yang dibuat oleh penduduk untuk dijual dan di konsumsi.
Hampir setiap warga memiliki kolam kecil di halaman/samping rumah.
Berdasarkan tabel 4 untuk kemelimpahan jenis ikan di Kawasan
Hutan Galam Desa Tabing Rimbah Kecamatan Mandastana Kabupaten
Barito
Kuala
didapat
hasil
untuk
kemelimpahan
terendah
pada
pengamatan malam hari yaitu 1.659 %. Ikan ini bersifat noktural. Artinya,
aktivitas kegiatan hidupnya (mencari makan, dll) lebih banyak dilakukan
pada malam hari. Selain itu, juga memiliki sifat suka bersembunyi di dalam
liang-liang di tepi sungai tempat habitat hidupnya. Sebagai ikan nokturnal,
ikan ini baru keluar dari persembunyiannya setelah matahari terbenam
(Kordi, 2004). Karena ikan ini memiliki sifat suka bersembunyi di dalam
liang-liang ditepi sungai, maka penangkapannya pun tidak mudah
dilakukan dengan menggunakan jala lunta.
Kemudian Hasil perhitungan untuk indeks Keanekaragaman dari
Shannon-Wienner ditemukan pada penelitian siang hari H’ sebesar 0.835
dan pada penelitian malam hari memiliki H’ 0.701. Nilai indeks
keanekaragaman pada daerah tersebut berada pada H’< 1 menunjukan
bahwa keanekaragaman jenis pada transek adalah rendah atau sedikit.
Keanekaragaman di Kawasan Hutan Galam Desa Tabing Rimbah
Kecamatan Mandastana Kabupaten Barito Kuala tersebut rendah karena
Faktor fisiko kimia lingkungan yang kurang sesuai menjadi penyebab
sedikitnya jumlah jenis yang ditemukan. Menurut Cahyono (2000)
Keadaan lingkungan yang tidak sesuai dengan kehidupan biota perairan
sehingga dapat menghambat perkembangan dan pertumbuhan ikan
karena keadaannya menjadi tidak subur. Selain itu, Menurut konteks
budidaya ikan di lahan rawa, mutu air sangat menentukan tingkat produksi
pakan alami perairan. Umumnya, pada kondisi masam ini jarang
ditemukan adanya ikan atau biota air, Pada keadaan asam tersebut
pertumbuhan ikan mengalami hambatan (Noor, 2004).
91
Jurnal Wahana-Bio Volume XV Juni 2016
Penyebab lainnya adalah keberadaan senyawa metabolit sekunder
dalam serasah galam yang dapat bersifat toksik bagi jenis-jenis ikan yang
kurang adaptif. Menurut Noor (2004) Hutan galam umumnya lebih jelek
dibandingkan dengan hutan rawa gambut alami. Karena Galam diketahui
berinteraksi secara negatif dengan lingkungan tumbuhan di sekitarnya.
Galam menghasilkan zat-zat kimia atau bahan organik yang bersifat
allelopathy melalui daun dan serasah yang jatuh. Irwan (2003)
menyatakan bahwa Semua jaringan tumbuh-tumbuhan mempunyai
potensi menghasilkan senyawa-senyawa alelopati. Apakah itu akar,
rizoma, batang, daun, bunga, buah atau biji. Senyawa alelopati ini dapat
dilepaskan melalui penguapan, eksudat akar, pencucian dan pembusukan
bagian-bagian organ yang membusuk. Dharmono (2007) mengatakan
bahwa galam menghasilkan serasah dengan berbagai metabolit sekunder.
Senyawa metabolit sekunder ini berpengaruh terhadap hara tanah.
Selanjutnya
Berdasarkan
faktor
ciri-ciri
dari
lingkungan
hasil
juga
pengamatan
sangat
berpengaruh.
penelitian
terhadap
pengukuran parameter lingkungan, Suhu dapat menyebabkan ukuran
tubuh dari jenis ikan di kawasan tersebut berubah. Kisaran suhu air pada
pengukuran parameter yang dilakukan 29-31oC sedangkan menurut
Ahmad, dkk (1998) dalam Kordi (2007) Kisaran suhu optimal bagi
kehidupan ikan diperairan tropis adalah antara 28o-32oC. pada suhu 18o25oC ikan masih bertahan hidup, tetapi nafsu makannya mulai menurun.
Sedangkan pada suhu 30o-35oC ikan masih hidup normal apabila oksigen
terlarut cukup tinggi.
Selanjutnya untuk pengukuran kadar oksigen dalam air yaitu
memiliki kisaran 7.19-7.61 ppm. Menurut Kordi (2004) beberapa jenis ikan
masih mampu bertahan hidup pada perairan dengan konsentrasi oksigen
3 ppm, namun konsentrasi yang masih biasa diterima sebagian besar
jenis ikan untuk hidup dengan baik adalah 5 ppm.
92
Jurnal Wahana-Bio Volume XV Juni 2016
Pada saat penelitian, suhu berkisar antara 29-31oC. Kisaran
tersebut merupakan suhu optimum bagi kehidupan ikan, sehingga ikan
mampu bertahan hidup pada daerah tersebut karena kadar oksigen
terlarutnya juga memenuhi kriteria ikan hidup dengan baik. Menurut Kordi
(2007) suhu sangat berpengaruh terhadap kadar oksigen. Oksigen
berbading terbalik dengan suhu, artinya bila suhu tinggi maka kelarutan
oksigen berkurang.
Menurut
Kordi
(2004)
Nilai
kecerahan
yang
baik
untuk
kelangsungan hidup ikan adalah lebih besar dari 45 cm. Pada perhitungan
parameter yang dilakukan di daerah penelitian, kecerahan air memiliki
kisaran 0-182 cm.
Pada pengukuran parameter kecerahan air memiliki kisaran 0-182
cm, kisaran untuk kecerahan air tersebut baik untuk kehidupan ikan
karena
menurut
Kordi
(2004)
Nilai
kecerahan
yang
baik untuk
kelangsungan hidup ikan adalah lebih besar dari 45 cm.
Faktor lingkungan yang paling mempengaruhi keanekaragaman
tersebut rendah yaitu pH air pada daerah penelitian memiliki kisaran 5.235.86. Menurut (Afrianto,1992)
pengaruh derajat keasaman air (pH)
terhadap kehidupan ikan pada kisaran 4-5 tingkat keasaman yang
mematikan dan tidak ada reproduksi. Sedangkan pada kisaran 4-6.5
pertumbuhan lambat. Jadi pH di daerah penelitian tidak optimal untuk ikan
hidup dengan baik. Sedangkan menurut Kordi (2004) pada kisaran 5-6.5
pertumbuhan ikan terhambat dan ikan sangat sensitif pada bakteri dan
parasit.
Selanjutnya
Menurut
Kordi
(2004)
ikan
akan
mengalami
pertumbuhan optimal pada pH air 6.5-9.0. Selanjutnya Sutrisno (2007)
menyatakan bahwa untuk jenis ikan air tawar, pH yang cocok antara 6.5-8.
Derajat keasaman air sangat menentukan kualitas air. pH air dapat
mempengaruhi pertumbuhan ikan. Derajat keasaman air yang sangat
rendah atau sangat asam dapat menyebabkan kematian ikan dengan
gejala gerakannya tidak teratur, tutup insang bergerak sangat aktif, dan
93
Jurnal Wahana-Bio Volume XV Juni 2016
berenang sangat cepat di permukaan air. Keadaan air yang sangat basa
juga dapat menyebabkan pertumbuhan ikan terhambat (Cahyono, 2000).
Menurut Astuti (2012) Kelangsungan hidup pertumbuhan dan
produktivitas ikan tergantung pada faktor-faktor biologis dan lingkungan.
Yang terakhir ini dibedakan atas faktor edaphic (yakni faktor yang
berhubungan dengan tanah, yang mencakup kualitas air). Selain itu
menurut
Kordi
(2007)
Ion-ion
logam bervalensi
2
juga
mampu
mempengaruhi pH melalui desakan unsur-unsur pendukung asam seperti
Fe3+, H+ dan Al3+, sehingga dapat mengubah suasana menjadi asam.
Sepanjang aliran Sungai akan mengakumulasi bahan organik dan
mineral yang sangat menentukan komposisi mineral dan kualitas air.
(Irianto, 2005). Kondisi air sungai tergantung pada daerah atau tanah
yang dialirinya. Di sepanjang aliran sungai banyak material yang bisa larut
dalam air (Lesmana, 2004). Menurut Dharmono (2000) Galam pada tanah
gambut membawa dampak pH tanah gambut relatif lebih rendah
dibanding pada lahan gambut yang tidak ditanami galam. Keasaman
tanah juga akan menyebabkan kelarutan unsur Al3+ dan Fe2+ tanah
menjadi lebih tinggi dan bersifat meracuni.
Aluminium yang terkandung pada air aliran sungai memiliki kisaran
antara < 0.002-3.432 sehingga berpengaruh terhadap keasaman atau pH
air. Salah satu akibat penting dari pengasaman adalah pergerakan
aluminium dari lingkungan tanah ke perairan. Peningkatan konsentrasi
aluminium sering berkaitan dengan pH rendah di danau dan sungai.
Peningkatan konsentrasi aluminium di perairan asam bisa bersifat racun
bagi ikan. Daya racun aluminium bervariasi tergantung pH dan tahap
hidup (Astuti, 2012).
Selanjutnya menurut Astuti (2012) Aluminium, ketika ada dalam
konsentrasi tinggi, telah lama diketahui bersifat racun bagi binatang yang
bernafas dengan insang. Aluminium menyebabkan kehilangan ion-ion
dalam plasma dan limfa darah sehinggga mengakibatkan kegagalan
osmoregulasi.
Pada
ikan,
aluminium
94
yang
berbentuk
monomerik
Jurnal Wahana-Bio Volume XV Juni 2016
anorganik (labil) bisa menurunkan aktivitas enzim-enzim insang yang
berperanan penting dalam penyerapan aktif ion. Aluminium tampaknya
juga tertimbun dalam tubuh invertebrata air tawar. Komplek aluminium,
yang secara organik ada di dalam makanan dan bisa memberikan efek
saling-menguatkan bersama dengan bahan pencemar lain.
Menurut Lopo (2011) Air hujan yang turun jatuh ke tanah dan
mengalami infiltrasi masuk kedalam tanah yang mengandung FeO akan
bereaksi dengan H2O dan CO2 dalam tanah dan membentuk Fe. Dimana
semakin dalam air yang meresap ke dalam tanah semakin tinggi juga
kelarutan besi karbonat dalam air tersebut. pH air akan terpengaruh
terhadap kesadahan kadar besi dalam ai, apabila pH air rendah akan
terjadinya proses korosif sehingga menyebabkan larutnya besi dan logam
lainnya dalam air. PH yang rendah kurang dari 7 dapat melarutkan logam.
Dalam keadaan pH rendah besi yang ada dalam air berbentuk ferro dan
ferri. Dimana bentuk ferri akan mengendap dan tidak larut dalam air.
Selanjutnya menurut Lopo (2011) temperatur atau suhu yang tinggi
menyebabkan menurunnya kadar oksigen dalam air, kenaikan suhu juga
dapat menguraikan derajat kelarutan mineral sehingga kelarutan Fe pada
air tinggi. Pada pengukuran parameter lingkungan terhadap suhu pada
tempat penelitian memiliki kisaran 29-31oC, suhu disini menunjukan
kisaran yang cukup tinggi dan factor lingkungan inilah yang diduga
menyebabkan kelarutan Fe pada air tinggi yaitu 1.117-1.322 mg/L.
Namun Besi (Fe) memiliki peranan dalam kehidupan makhluk hidup
yaitu apabila masuk kedalam tubuh, meski dalam jumlah agak berlebihan,
biasanya tidak menimbulkan pengaruh buruk terhadap tubuh. Karena
unsur besi (Fe) dibutuhkan dalam darah untuk mengikat oksigen (Palar,
2008).
95
Jurnal Wahana-Bio Volume XV Juni 2016
Jenis-jenis Ikan yang ditemukan di daerah penelitan berdasarkan
klasifikasinya
No.
Suku
Kelas
1
2
3
4
5
6
C
H
O
R
D
A
T
A
P
I
S
C
E
S
Bangsa
Famili
Marga
Jenis
Ostariophysi
Bagridae
Macrones
Macrones gulio
Nama
Indonesia/
Daerah
Ikan Lundu
Ostariophysi
Bagridae
Macrones
Macrones
nigriceps CV
Ikan
Senggiringan
Ostariophysi
Labyrinthici
Clariidae
Anabantidae
Clarias
Anabas
Clarias sp.
Anabas
testudineas
Ikan Lele
Ikan Papuyu
Labyrinthici
Anabantidae
Trichogaster
Trichogaster
trichopterus
Pall.
Ikan Sepat
Ostariophysi
Cyprinidae
Rasbora
Rasbora
dusonensis
Ikan Seluang
Ostariophysi
Cyprinidae
Rasbora
Rasbora
agryrotaenia
Blkr.
Ikan Seluang
Langkai
Microcyprini
Cyprinodontidae
Panchax
Aplocheilus
panchax
Ikan Timahtimah
Labyrinthici
Ophiocephalidae
Ophiocephalus
Ophiocephalus
striatus.
Ikan Haruan
Labyrinthici
Ophiocephalidae
Ophiocephalus
Ophiocephalus
sp.
Ikan Haruan
polos
7
8
9
10
Berdasarkan penelitian Jenis-jenis Ikan yang terdapat pada Aliran
Sungai di Kawasan Hutan Galam Desa Tabing Rimbah Kecamatan
Mandastana Kabupaten Barito Kuala diperoleh 10 jenis ikan yang
termasuk dalam suku Bagridae, Clariidae, Anabantidae, Cyprinidae,
Cyprinodontidae dan Ophiocephalidae. Suku Bagridae ada dua yaitu
Macrones gulio dan Macrones nigriceps (C.V). Suku Clariidae ada satu
yaitu Clarias sp.. Suku Anabantidae ada dua yaitu Anabas testudineus
dan Trichogaster trichopterus Pall. Suku Cyprinidae ada dua yaitu
Rasbora
dusonensis
dan
Rasbora
agryrotaenia
Blkr.
Suku
Cyprinodontidae ada satu yaitu Aplocheilus panchax. Dan yang terakhir
dari suku Ophiocephalidae ada dua yaitu Ophiocephalus striatus dan
Ophiocephalus sp.
96
Jurnal Wahana-Bio Volume XV Juni 2016
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian di Kawasan Hutan Galam Desa Tabing
Rimbah Kecamatan Mandastana Kabupaten Barito Kuala dapat diambil
kesimpulan seperti berikut :
(1) Jenis-jenis Ikan yang terdapat pada Aliran Sungai di Kawasan Hutan
Galam Desa Tabing Rimbah Kecamatan Mandastana Kabupaten
Barito Kuala diperoleh 10 jenis ikan yang termasuk dalam suku
Bagridae, Clariidae, Anabantidae, Cyprinidae, Cyprinodontidae dan
Ophiocephalidae. Jenis-jenis ikan yang ditemukan pada siang hari
yaitu Macrones gulio, Macrones nigriceps (C.V), Anabas testudineus,
Trichogaster trichopterus Pall., Rasbora dusonensis, Rasbora
agryrotaenia Blkr., Aplocheilus panchax. Ophiocephalus striatus dan
Ophiocephalus sp. Sedangkan yang ditemukan pada malam hari
yaitu yaitu Macrones gulio, Macrones nigriceps (C.V).,Clarias sp.,
Anabas testudineus, Trichogaster trichopterus Pall. dan Rasbora
dusonensis.
(2) Kemelimpahan jenis ikan di Kawasan Hutan Galam Desa Tabing
Rimbah Kecamatan Mandastana Kabupaten Barito Kuala didapatkan
hasil untuk pengamatan siang hari NP tertinggi ditempati oleh
Macrones Gulio dengan NP 43.496 %, kemudian NP terendah
dimiliki oleh Ophiocephalus sp. dengan NP 1.654 %. Sedangkan
untuk pengamatan malam hari didapatkan untuk NP yang tertinggi
82
ditempati oleh Macrones gulio dengan NP 62.310 % kemudian untuk
NP yang terendah ditempati oleh Clarias sp. dengan NP 4.620 %.
(3) Pada Kawasan Hutan Galam Desa Tabing Rimbah Kecamatan
Mandastana Kabupaten Barito Kuala ditemukan H’ pada pengamatan
siang hari sebesar 0.835. Sedangkan H’ untuk pengamatan malam
hari sebesar 0.701. Nilai indeks keanekaragaman pada daerah
tersebut berada pada H’< 1 menunjukan bahwa keanekaragaman
jenis pada transek adalah rendah atau sedikit.
97
Jurnal Wahana-Bio Volume XV Juni 2016
DAFTAR PUSTAKA
Ambarita, Rosida. 2010. Keanekaragaman Dan Distribusi Ikan di Hulu
Sungai Asahan Porsea. FMIPA Sumatera Utara. Medan.
Asmawi, S. 1986. Pemeliharaan Ikan dalam Keramba. Jakarta: Gramedia.
Djuhanda, T. 1981. Dunia Ikan. CV. Armico, Bandung.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan. Kanisius, Yogyakarta.
James.J.Spillane.1989.Komoditi Karet.Cetakan I. Kanisius, Yogyakarta.
Kottelat, M., A.J.Whitten, S.N.Kartikasari & S. Wirjoatmodjo.1993. Fresh
Water Fishes Of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus Editions
Limited:Jakarta.
Marike Mahmud. 2012. Model Sebaran Spasial Temporal Konsentrasi
Merkuri Akibat Penambangan Emas Tradisional Sebagai Dasar
Monitoring dan Evaluasi Pencemaran Di Ekosistem Sungai
Tulabolo Provinsi Gorontalo. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Odum, E.P. 1996. Dasar–Dasar Ekologi. Alih Bahasa. Cahyono,S. FMIPA
IPB. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Odum, E.P. 1998. Dasar-dasar Ekologi. Terjemahan Tjahyono Samingan.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Saanin, H. 1968. Taksonomi dan Kunci Determinasi Ikan Jilid 1. Binacipta,
Bogor.
Wardoyo, K.M. Setiawati, dan T. Setiadharma. 2005. Pengaruh Frekwensi
Pemberian
Pakan
Buatan
Terhadap
Aktivitas
Kanibal,
pertumbuhan, dan sintasan larva kerapu macan. Buku Perikanan
Budidaya Berkelanjutan. P. 159-164
Wiadnya, D G. R., L. Sutini, T.R. Lelono, 1993. Bahan Referensi
Manajemen Sumberdaya Perairan dengan Kasus Perikanan
Tangkap di Jawa Timur. Fak. Perikanan Universitas Brawijaya.
Malang.
98
Download