Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015 ABSTRAK KERAPATAN DAN KEMELIMPAHAN IKAN DI TEPIAN SUNGAI KAPUAS KELURAHAN SELAT TENGAH KECAMATAN SELAT KABUPATEN KAPUAS Oleh : Norol Hikmah, Kaspul, Hardiansyah Ikan merupakan salah satu sumber gizi penting bagi proses kelangsungan hidup manusia. Penelitian ini dilakukan di provinsi Kalimantan Tengah yang berlokasi di tepian sungai Kapuas Kelurahan Selat Tengah Kecamatan Selat Kabupaten Kapuas. Sungai Kapuas merupakan sungai terpanjang di Indonesia yang sebagian berada di provensi Kalimantan Tengah dengan panjang sekitar ± 600,00 Km yang memiliki peranan penting karena banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berbagai aktifitas hidup. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis ikan dengan nilai kerapatan dan kemelimpahan tertinggi serta terendah di tepian sungai Kapuas Kelurahan Selat Tengah Kecamatan Selat Kabupaten Kapuas. Metode yang digunakan adalah metode eksploratif dengan teknik pengambilan sampel secara sistematis. Lokasi penelitian dibagi menjadi 3 zona, pada setiap zona terdapat 10 titik jarak per zona 500m dengan sampel semua jenis ikan yang tertangkap dengan menggunakan jala lunta yang berdiameter 2 m, tinggi 4 m, luas mata jala lunta 1 cm2 sehingga luas bukaan jala lunta 6,63m 2 dan bervolume 4,19m3. Ikan diidentifikasi berdasarkan Pustaka Saanin (1968), Kottelat (1993), dan Djuhanda (1981). Hasil penelitian pada siang dan malam hari didapatkan 7 suku yaitu, Cyprinidae, Bagridae, Polynemidae, Pangasidae, Chaetodontidae, Triodontidae, dan Eleothidae yang terdiri atas 12 jenis ikan. Kerapatan jenis ikan tertinggi pada ketiga zona dengan nilai 3,25m3 ditempati oleh ikan Macrones gulio di kawasan pemukiman penduduk pada waktu siang hari. Kerapatan jenis ikan terendah pada ketiga zona dengan nilai 0,07m3 terdapat pada kawasan pemukiman penduduk yang ditempati oleh ikan Eleotris fusca, dan pada kawasan vegetasi yang ditempati oleh ikan Eleotris fusca dan Lais hexanema pada waktu malam hari. Jumlah nilai kerapatan tertinggi seluruhnya pada ketiga zona dengan nilai 11,88m3 terdapat di kawasan vegetasi pada waktu malam hari. Jumlah nilai kerapatan terendah seluruhnya pada ketiga zona dengan nilai 6,3m 3 terdapat di kawasan dermaga pada waktu siang hari. Kemelimpahan jenis ikan tertinggi pada ketiga zona dengan nilai 63,1% ditempati oleh ikan Macrones gulio di kawasan pemukiman penduduk pada waktu siang hari. Kemelimpahan jenis ikan terendah pada ketiga zona dengan nilai 2,17% ditempati oleh ikan Eleotris fusca dan Lais hexanema di kawasan vegetasi pada waktu malam hari. Kata Kunci :Kerapatan, Kemelimpahan, Ikan, Sungai Kapuas. 40 Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015 PENDAHULUAN Sungai merupakan suatu daerah yang dilalui oleh badan air yang bergerak dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah melalui permukaan dan bawah tanah. Berdasarkan sifat badan air, tanah, dan populasi biota air sebuah sungai dapat dibedakan menjadi hulu, hilir dan muara. (Tancung & Kordi, 2004). Sungai Kapuas merupakan sungai terpanjang di Indonesia yang sebagian berada di provensi Kalimantan Tengah dengan panjang sekitar ± 600,00 Km. Aliran sungai ini banyak melewati daerah pemukiman penduduk yang berada dipinggiran sungai salah satunya adalah Kelurahan Selat Tengah. Kelurahan Selat Tengah ini terdiri dari tiga kawasan, pertama kawasan pemukiman penduduk, kedua kawasan dermaga dan ketiga kawasan vegetasi (Projeck, 2010). Djuhanda (1981), menyebutkan dari 5 macam kelas hewan-hewan vertebrata, ikan merupakan kelas yang terbesar. Mengingat bahwa tiga perempat bagian dari permukaan bumi tertutup oleh lautan dan banyak perairan tawar yang dihuni oleh bermacam-macam ikan dimana lebih dari 20.000 macam spesies ikan dan setiap tahunnya ditemukan lebih dari 100 jenis-jenis baru di muka bumi ini. Ikan merupakan salah satu sumber zat gizi penting bagi proses kelangsungan hidup manusia. Manusia telah memanfaatkan ikan sebagai bahan pangan, ikan mengandung zat gizi utama berupa protein, lemak, vitamin dan mineral (Junianto, 2003). Penelitian mengenai kerapatan dan kemelimpahan ikan pernah dilakukan oleh Normaningtyas (2008) yaitu penelitian mengenai pola distribusi dan kerapatan Ikan yang ditemukan di Aliran Sungai di Kecamatan Padang Batung Kabupaten Hulu Sungai terdapat 11 jenis ikan yang termasuk dalam 4 suku yaitu suku Cyprinidae ditentukan 8 jenis ikan yaitu Amblyrhynchichthys truncates, Barbodes gonionotus, Osteochilus schlegelii, Osteochilus waandersii, Puntius binotatus, Rasbora caudimaculata, Barbodes schwanenfeldii dan Carassius auratus. Suku Pangsidae ditemukan 41 Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015 1 jenis ikan yaitu Laides hexanema. Suku Bagridae ditemukan 1 jenis ikan yaitu Macrones nigriceps dan suku Triodontidae juga ditemukan 1 jenis ikan yaitu Chelonodon patoca. Penelitian mengenai kerapatan dan kemelimapahan ikan juga pernah dilakukan oleh Maulana (2009), yaitu penelitian mengenai kerapatan dan kemelimpahan ikan di tepian sungai Barito desa Bagus kecamatan Marabahan kabupaten Batola terdapat 11 jenis ikan yang terdiri atas 5 suku yaitu dari suku Cyprinidae sebanyak 4 jenis yaitu ikan Seluang (Rasbora dusonensis), ikan Baga-baga (Barbodes belinka), ikan Puyau (Barbodes gonionotus), ikan Tawes (Puntioplites waandersii), lalu ikan Bariuk (Polynemus borneensis), dari suku Polynemidae, lalu dari suku Bagridae yaitu ikan Baung (Mystus nemurus), ikan Senggiringan (Mystus nigriceps), ikan Lundu (Mystus gulio) dan ikan Puntin (Bagroides melapterus), lalu ikan Bakut (Eeotris fusca) dari suku Eleothidae kemudian suku Pangasidae 1 jenis yaitu ikan Patin (Pangasius pangasius). Rahmah (2012), juga pernah melakukan penelitian mengenai kerapatan dan kemelimpahan ikan di bendungan Damit Kecamatan Batu Ampar Kabupaten Tanah Laut terdapat 10 jenis ikan yang terdiri atas suku Anabantidae ditemukan 3 jenis ikan yaitu Anabas testudineus, Trichogaster pectoralis, dan Trichogaster trichopterus Pall, kemudian dari Suku Chiclidae hanya di temukan 1 jenis yaitu Oreochromis niloticus, kemudian dari Suku Cyprinidae di temukan 4 jenis yaitu Cyprinus sp, Osteochilus hasseti, Puntius sp, dan Rasbora pauciperforata. Selanjutnya dari Suku Cyprinodontidae ditemukan 1 jenis yaitu Aplocheilus panchax, dan yang terakhir dari Suku Ophiocephalidae juga hanya ditemukan 1 jenis yaitu Ophiocephalus striatus. Sedangkan di Kelurahan Selat Tengah Kecamatan Selat belum pernah dilakukan penelitian tentang kerapatan dan kemelimpahan ikan.yang terdapat pada tepian sungai Kapuas Kelurahan Selat Tengah Kecamatan Selat Kabupaten Kapuas. 42 Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015 METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode eksploratif dengan teknik pengambilan sampel secara sistematis untuk mengetahui Kerapatan dan Kemelimpahan ikan yang tertangkap dengan jala lunta di tepian sungai Kapuas Kelurahan Selat Tengah Kecamatan Selat Kabupaten Kapuas. Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah semua jenis ikan yang tertangkap di tepian Sungai Kapuas Kelurahan Selat Tengah Kecamatan Selat Kabupaten Kapuas. Daerah penelitian dibagi menjadi 3 zona, yaitu zona I pada kawasan pemukiman penduduk, Zona II kawasan dermaga dan Zona III kawasan vegetasi, pengamatan sepanjang 2 Km, dengan menggunakan jala Lunta yang berdiameter 2 m dengan tinggi 4 m ukuran mata jala 1 cm2, sehingga luas bukaan lunta ± 6,62 m2 dan bervolume 4,19 m3. Pada tiap zona terdiri atas 5 titik sampel dengan 4x pengambilan dengan waktu yang bertahap 2 x pada waktu siang hari dan 2x malam hari sehingga tiap zona memiliki 10 titik dengan jarak pemisah antar zona 250m, total keseluruhan pengambilan 30 titik. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Perahu, jala lunta, kantung plastik, alat tulis, kertas label, termometer, pH meter, DO meter, Bola pimpong, stopwatch, Sacchi disk, meteran, tabel kerja, kertas millimeterblok, botol sampel, gelas ukur, kertas saring, neraca analitik, Oven, Salinometer, kamera digital. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Sampel air sungai, Sampel ikan dan Formalin 10% untuk mengawetkan ikan yang didapat. 43 Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015 Semua data yang diperoleh diolah sebagai berikut : Untuk menghitung kerapatan ikan menggunakan rumus dari Odom (1993), sebagai berikut: Kerapatan = Jumlah individu suatu jenis Volume jala Kemelimpahan dianalisis menggunakan nilai penting (NP) Soerianegara dan Indrawan dalam Hardiansyah dkk, (2011) yaitu : NP = KR + FR. Kerapatan (K) = Jumlah individu suatu species titik Kerapatan Relatif (KR) = kerapatan suatu species Kerapatan seluruh spesies x 100 Jumlah titik yang ditempati suatu spesies Frekuensi (F) = Jumlah seluruh titik Jumlah frekuensi suatu spesies Frekuensi Relatif (FR) =Jumlah frekuensi seluruh spesies 44 x 100 menurut Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Jenis dan kerapatan ikan di tepian sungai Kapuas Kelurahan Selat Tengah Kecamatan Selat Kabupaten Kapuas. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di tepian sungai Kapuas Kelurahan Selat Tengah pada 3 zona. Data selengkapnya disajikan pada tabel 1 dan2. Tabel 1. Jenis dan kerapatan ikan siang dan malam hari pada ketiga zona yang di dapatkan di tepian sungai Kapuas 3 Nilai Kerapatan (Ekor/m ) Jenis Ikan No Siang Suku Nama Ilmiah 1. 2. 3. Barbodes belinca Eleotris fusca Barbodes gonionotus 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. Macrones nemurus Polynemus borneensis Tetraodon fluviatilis H.B Scatophagus argus Lais hexanema Macrones gulio Pangasius pangasius Rasbora dusonensis Macrones nigriceps Nama Daerah Baga-baga* Bakut Banta Kahui* Baung Bulu Ayam* Buntal Kipar* Lais Lundu Patin Seluang Senggiringan Jumlah Cyprinidae Eleothidae Cyprinidae Bagridae Polynemidae Triodontidae Chaetodontidae Pangasidae Bagridae Pangasidae Cyprinidae Bagridae 45 Malam Zona I 0,47 0,15 0,55 Zona II 0,63 0,63 0,31 Zona III 0,79 0,47 0,94 Zona I 0,78 0,07 0,78 Zona II 0,63 0,31 Zona III 0,70 0,07 1,02 0,15 0,55 3,25 2,29 0,63 8,04 0,15 0,39 0,39 2,38 0,87 0,55 6,3 0,39 0,47 0,31 0,23 1,10 2,61 0,23 0,78 1,02 9,34 1,10 0,15 0,15 0,87 2,69 0,15 2,05 1,58 10,37 1,10 0,23 0,23 2,37 1,02 2,14 8,03 1,26 0,47 0,15 0,39 0,07 3,01 0,31 1,98 2,45 11,88 Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015 Jenis dan kemelimpahan ikan di tepian sungai Kapuas Kelurahan Selat Tengah Kecamatan Selat Kabupaten Kapuas. Tabel 2. Jenis dan kemelimpahan ikan siang dan malam hari pada ketiga zona yang di dapatkan berdasarkan nilai penting (NP). Nilai Kemelimpahan (%) No Jenis Ikan Suku 1. 2. 3. Nama Ilmiah Barbodes belinca Eleotris fusca Barbodes gonionotus Nama Daerah Baga-baga* Bakut Banta Kahui* 4. 5. 6. 7. Macrones nemurus Polynemus borneensis Tetraodon fluviatilis H.B Scatophagus argus Baung Bulu Ayam* Buntal Kipar* 8. 9. 10. 11. 12. Lais hexanema Macrones gulio Pangasius pangasius Rasbora dusonensis Macrones nigriceps Lais Lundu Patin Seluang Senggiringan Jumlah Cyprinidae Eleothidae Cyprinidae Bagridae Polynemidae Triodontidae Chaetodontida e Pangasidae Bagridae Pangasidae Cyprinidae Bagridae Siang Malam Zona I 13,17 6,8 21.86 Zona II 24,96 12,46 14,98 Zona III 15,16 14,89 21,68 Zona I 17,28 2,31 20,5 Zona II 19,78 11,9 Zona III 15,23 2,17 19,62 6,8 19,36 12,30 16,13 12,44 13,22 6,67 4,24 23,5 4,6 4,6 27,77 6,7 8,7 26,10 10,08 4,33 9,47 63,1 51,15 17,76 200 16,13 52,93 28,8 21,31 200 21,82 44,69 5,64 15,16 24,38 200 17,98 40,56 4,6 34,34 29,72 200 49,64 28,87 46,64 200 2,17 41,02 5,74 27,67 36,40 200 Pembahasan Jenis-jenis ikan yang ditemukan di tepian sungai Kapuas Kelurahan Selat Tengah Kecamatan Selat Kabupaten Kapuas pada tiga kawsan yang berbeda terdapat 12 jenis ikan pada waktu siang dan malam hari yang terdiri dari 7 suku. Suku Cyprinidae sebanyak 3 jenis yaitu ikan Barbodes gonionotus (Banta Kahui), ikan Barbodes belinca (Baga-baga), dan ikan Rasbora dusonensis (Seluang), dari suku Bagridae juga terdapat sebanyak 3 jenis yaitu ikan Macrones nemurus (Baung), ikan Macrones gulio (Lundu), dan ikan Macrones nigriceps (Senggiringan), dari suku Polynemidae yaitu ikan Polynemus borneensis (Bulu Ayam), dari suku Pangsidae ada 2 jenis yaitu ikan Pangasius pangasius (Patin) dan ikan Lais hexanema (Lais), dari suku Chaetodontidae yaitu ikan Scatophagus argus (Kipar), dari suku Triodontidae yaitu ikan Tetraodon fluviatilis H.B (Buntal), dan dari suku Eleothidae yaitu ikan Eleotris fusca (Bakut). 46 Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015 Kerapatan dan kemelimpahan ikan di tepian sungai Kapuas Kelurahan Selat Tengah Kecamatan Selat Kabupaten Kapuas pada tiga zona yang berbeda Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di tepian Sungai Kapuas Kelurahan Selat Tengah Kecamatan Selat Kabupaten Kapuas pada tiga zona yang berbeda yaitu zona I (kawasan pemukiman penduduk), zona II (kawasan dermaga) dan zona III (kawasan vegetasi). Kerapatan jenis ikan tertinggi pada ketiga zona dengan nilai 3,25m3 ditempati oleh ikan Macrones gulio di kawasan pemukiman penduduk pada waktu siang hari, hal ini dikarenakan banyaknya aktifitas penduduk yang memanfaatkan sungai di kawasan ini pada waktu siang hari sebagai tempat MCK, pembuangan limbah rumah tangga diantaranya berupa sampah-sampah organik yang dapat dijadikan sumber makanan oleh ikan Macrones gulio (Lundu), ikan Macrones gulio (Lundu) yang termasuk dalam suku Bagridae memakan segala macam makanan dan mampu beradaptasi dengan baik terhadap lingkungan hidupnya, banyaknya aktifitas penduduk tersebut menyebabkan keadaan air pada kawasan ini keruh hal ini dapat dilihat dari hasil pengukuran kecerahan air pada waktu siang hari yang berkisar antara 3336cm dan sebaliknya aktifitas penduduk menurun pada malam hari, menurut Kordi (2004) kecerahan air yang baik untuk kelangsungan hidup ikan adalah 45cm atau lebih. Hal lain yang menjadi faktor pendukung tingginya nilai kerapatan ikan Macrones gulio (Lundu) pada waktu siang hari adalah konsentrasi oksigen terlarut dalam air, Berdasarkan hasil pengukuran kadar oksigen terlarut dalam air pada kawasan pemukiman penduduk siang hari berkisar antara 3,27-5,63 ppm dengan kedalaman air berkisar antara 163205 cm pada waktu siang hari. Menurut Kordi (2004) Kadar oksigen berada pada standar baku mutu yaitu 3->5 ppm, sedangkan konsentrasi oksigen terlarut akan semakin tinggi pada siang hari, hal ini terkait dengan adanya fotosintesis oleh tumbuhan. 47 Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015 Menurut Kottelat (1993) suku Bagridae bersifat nokturnal artinya, aktivitas kegiatan hidupnya (mencari makan, dll) lebih banyak dilakukan pada malam hari, tetapi yang hidup di air keruh aktif sepanjang hari ikan ini merupakan penghuni dasar perairan dan memakan segala macam makanan, ikan Lundu juga mempunyai sepasang sungut yang berfungsi sebagai alat peraba, menurut Nirarita (1996) dengan menggunakan sungutnya tersebut dia dapat hidup di perairan yang berlumpur dan keruh karena dengan sungutnya itulah dia dapat meraba makanan dan untuk menentukan arah geraknya serta memudahkannya dalam hal untuk mendeteksi atau mencari makan dalam perairan yang cukup keruh. Faktor lain yang mempengaruhi yaitu padatan tersuspensi berdasarkan hasil pengukuran padatan tersuspensi pada kawasan ini berkisar dari 0,02mg/ 1,5 L – 0,16mg/ 1,5 L, padatan tersuspensi pada kawasan pemukiman penduduk lebih tinggi dibandingkan dengan dua zona lainnya, padatan tersuspensi berperan dalam mempengaruhi kecerahan air, menurut Fardiaz (1992) padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut dan tidak dapat mengendap langsung. Padatan tersuspensi terdiri dari partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil dari pada sedimen, misalnya tanah liat, bahanbahan organik tertentu, sel-sel mikroorganisme, dan sebagainya. Padatan tersuspensi akan mengurangi penetrasi sinar atau cahaya kedalam air sehingga mempengaruhi regenerasi oksigen secara fotosintesis. Bedasarkan hasil penelitian untuk kerapatan jenis ikan terendah pada ketiga zona dengan nilai 0,07m3 terdapat pada kawasan pemukiman penduduk yang ditempati oleh ikan Eleotris fusca, dan pada kawasan vegetasi yang ditempati oleh ikan Eleotris fusca dan Lais hexanema pada waktu malam hari. Rendahnya nilai kerapatan dan kemelimpahan ikan Eleotris fusca (Bakut) dari suku Eleothidae diduga karena sedikitnya keberadaan ikan ini pada kawasan pemukiman penduduk dan kurang adaptif atau rendahnya toleransi terhadap lingkungan tempat hidupnya serta tingkah laku ikan ini yang umumnya berada pada dasar perairan serta menyukai 48 Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015 perairan yang bayak ditumbuhi alga. Menurut Kottelat (1993) suku Eleothidae mirip dengan suku Gobiidae yang memiliki bentuk badan dan kebiasaannya sama dengan suku Balitoridae, bentuk badannya menunjukkan bahwa meraka hidup di dasar sungai dengan arus deras di bagian bawah dan memakan invertebrata kecil, alga dan detritus dari dasar sungai. Berdasarkan hasil pengukuran kecepatan arus air, pada kawasan ini berkisar anatara 0,23-0,25 m/s pada waktu siang hari sedangkan pada malam hari 0,25m/s, kecepatan arus air pada kawasan ini cukup deras, sehingga jenis ikan dari suku Eleothidae dapat ditemukan pada kawasan ini, namun memiliki nilai kerapatan dan kemelimpahan terendah dibandingkan jenis ikan dari suku-suku lainnya, menurut Kordi (2004) Kecepatan arus yang ideal sekitar 0,2-0,5 meter/s, menurut Michael (1994) kecepatan arus dalam suatu kawasan perairan juga memiliki pengaruh terhadap kehidupan biota air dikawasan tersebut. Selain itu menurunnya kadar oksigen terlarut dalam air, berdasarkan hasil pengukuran kadar oksigen terlarut pada malam hari berkisar 2,09-,2,83 ppm dengan kedalaman 138-178cm. Kadar oksigen terlarut pada malam hari berada dibawah standar baku mutu, menurut Kordi kadar oksigen terlarut ideal untuk pertumbuhan ikan yaitu 3-5 ppm. Derajat keasaman (pH) air juga menjadi faktor yang mempengaruhi kerapatan dan kemelimpahan ikan pada kawasan pemukiman penduduk, berdasarkan pengukuran pada waktu siang hari didapatakan hasil pH air berkisar dari 4,97-5.48 sedangkan pengukuran pada waktu malam hari didapatkan hasil berkisar 4,89-5.36 selisih pH air antara siang dan malam hari adalah 0,08-0,12, ikan mengalami pertubuhan optimal pada pH air 6,59,0 (Kordi, 2004). Keberadaan plankton pada suatu ekosistem perairan juga salah satu penentu adanya ikan-ikan yang hidup di dalamnya. Bardasarkan hasil penelitian jumlah plankton ini pada kawasan pemukiman penduduk adalah sebanyak 1350/L air. 49 Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015 Bardasarkan hasil penelitian jumlah nilai kerapatan tertinggi 3 seluruhnya pada ketiga zona dengan nilai 11,88m terdapat di kawasan vegetasi pada waktu malam hari. Hal ini desebabkan pada malam hari didapatkan jenis-jenis ikan dengan nilai kerapatan yang tinggi dibandingkan pada siang hari, malam hari memiliki suhu yang optimum untuk kehidupan ikan, berdasarkan pengukuran suhu air pada waktu siang hari didapatkan hasil berkisar antara 28-31ºC sedangkan pada waktu malam hari didapatkan hasil pengukuran berkisar anatara 27-30ºC, suhu air pada siang hari lebih tinggi dibandingkan dengan malam hari, suhu air pada malam hari berada pada kisaran suhu optimum bagi kehidupan ikan sehingga lebih banyak jenis-jenis ikan dengan nilai kerapatan yang tinggi ditemukan pada waktu malam hari. Menurut Kordi (2004) kisaran suhu optimum bagi kehidupan ikan adalah 25º - 30º C, bila suhu terlalu rendah ikan akan kehilangan nafsu makan sehingga pertumbuhannya terlambat, sebaliknya bila suhu terlalu tinggi ikan akan stres bahkan mati kekurangan oksigen. Salinitas air juga menjadi faktor pendukung tingginya jumlah nilai kerapatan seluruhnya pada waktu malam hari, berdasarkan hasil pengukuran pada waktu siang hari salinitas air berkisar antara 0-1% sedangkan pada waktu malam hari 0%, pada malam hari tidak ada kadar salinitas air sehingga lebih banyak jenis ikan dengan nilai kerapatan yang tinggi didapatakan pada waktu malam hari, menurut Nirarita (1996) perairan tawar umumnya memiliki kadar salinitas air berkisar antara 0,01-0,50%. Jumlah nilai kerapatan terendah seluruhnya pada ketiga zona dengan nilai 6,3m3 terdapat di kawasan dermaga pada waktu siang hari. Hal ini desebabkan pada malam hari didapatkan jenis-jenis ikan yang memiliki nilai kerapatan tinggi walaupun jenis ikan yang didapatkan lebih sedikit dibandingkan pada siang hari, malam hari memiliki suhu yang optimum untuk kehidupan ikan, berdasarkan pengukuran suhu air pada waktu siang hari didapatkan hasil berkisar antara 29-32ºC sedangkan pada waktu malam hari didapatkan hasil pengukuran berkisar anatara 28-30ºC, suhu air pada siang hari lebih tinggi dibandingkan dengan malam hari, suhu air pada 50 Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015 malam hari berada pada kisaran suhu optimum bagi kehidupan ikan sehingga jenis-jenis ikan dengan nilai kerapatan yang tinggi banyak didapatakn pada waktu malam hari. Menurut Kordi (2004) kisaran suhu optimum bagi kehidupan ikan adalah 25º - 30º C, bila suhu terlalu rendah ikan akan kehilangan nafsu makan sehingga pertumbuhannya terlambat, sebaliknya bila suhu terlalu tinggi ikan akan stres bahkan mati kekurangan oksigen. Salinitas air juga menjadi faktor pendukung tingginya jumlah nilai kerapatan seluruhnya pada waktu malam hari, berdasarkan hasil pengukuran pada waktu siang hari salinitas air berkisar antara 0,5-1% sedangkan pada waktu malam hari 0%, pada malam hari tidak ada kadar salinitas air sehingga lebih banyak jenis ikan dengan nilai kerapatan yang tinggi didapatakan pada waktu malam hari, menurut Nirarita (1996) perairan tawar umumnya memiliki kadar salinitas air berkisar antara 0,01-0,50%. Selain itu adanya pembangunan dermaga sebagai tempat tranportasi memberikan dampak terhadap lingkungan khususnya pada perairan dan biota air yang hidup didalamnya. Menurut Mudjiman (1992) menyatakan bahwa selain kegiatan penangkapan, kemerosotan biota air dapat pula disebabkan oleh rusaknya lingkungan hidup karena aktifitas manusia, misalnya saja pembuatan bendungan, jalan dan bangunan. Perairan pada kawasan dermaga tersebut juga telah bercampur dengan limbah buangan dari bahan bakar kapal-kapal ataupun perahu yang berada di dermaga tersebut yang mengendap di permukaan air sehingga menyulitkan untuk ikan-ikan tersebut muncul kepermukaan dalam upaya pemenuhan oksigen untuk repirasi yang dapat di ambil di atas permukaan air. Menurut Kordi (2004), apabila didalam air kandungan oksigen rendah, maka akan berdampak pada aktivitas ikan yang akan terlihat aktif bergerak dan berenang serta muncul kepermukaan air, hal tersebut disebabkan karena ikan stress. 51 Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015 Kemelimpahan jenis ikan tertinggi pada ketiga zona dengan nilai 63,1% ditempati oleh ikan Macrones gulio di kawasan pemukiman penduduk pada waktu siang hari. hal ini dikarenakan banyaknya aktifitas penduduk yang memanfaatkan sungai di kawasan ini pada waktu siang hari sebagai tempat MCK, pembuangan limbah rumah tangga diantaranya berupa sampah-sampah organik yang dapat dijadikan sumber makanan oleh ikan Macrones gulio (Lundu), ikan Macrones gulio (Lundu) yang termasuk dalam suku Bagridae memakan segala macam makanan dan mampu beradaptasi dengan baik terhadap lingkungan hidupnya, banyaknya aktifitas penduduk tersebut menyebabkan keadaan air pada kawasan ini keruh hal ini dapat dilihat dari hasil pengukuran kecerahan air pada waktu siang hari yang berkisar antara 33-36cm dan sebaliknya aktifitas penduduk menurun pada malam hari, menurut Kordi (2004) kecerahan air yang baik untuk kelangsungan hidup ikan adalah 45cm atau lebih. Hal lain yang menjadi faktor pendukung tingginya nilai kemelimpahan ikan Macrones gulio (Lundu) pada waktu siang hari adalah konsentrasi oksigen terlarut dalam air, Berdasarkan hasil pengukuran kadar oksigen terlarut dalam air pada kawasan pemukiman penduduk siang hari berkisar antara 3,27-5,63 ppm dengan kedalaman air berkisar antara 163-205 cm pada waktu siang hari. Menurut Kordi (2004) Kadar oksigen berada pada standar baku mutu yaitu 3>5 ppm, sedangkan konsentrasi oksigen terlarut akan semakin tinggi pada siang hari, hal ini terkait dengan adanya fotosintesis oleh tumbuhan. Menurut Kottelat (1993) suku Bagridae bersifat nokturnal artinya, aktivitas kegiatan hidupnya (mencari makan, dll) lebih banyak dilakukan pada malam hari, tetapi yang hidup di air keruh aktif sepanjang hari ikan ini merupakan penghuni dasar perairan dan memakan segala macam makanan, ikan Lundu juga mempunyai sepasang sungut yang berfungsi sebagai alat peraba, menurut Nirarita (1996) dengan menggunakan sungutnya tersebut dia dapat hidup di perairan yang berlumpur dan keruh karena dengan sungutnya itulah dia dapat meraba makanan dan untuk menentukan arah 52 Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015 geraknya serta memudahkannya dalam hal untuk mendeteksi atau mencari makan dalam perairan yang cukup keruh. Faktor lain yang mempengaruhi yaitu padatan tersuspensi berdasarkan hasil pengukuran padatan tersuspensi pada kawasan ini berkisar dari 0,02mg/ 1,5 L – 0,16mg/ 1,5 L, padatan tersuspensi pada kawasan pemukiman penduduk lebih tinggi dibandingkan dengan dua zona lainnya, padatan tersuspensi berperan dalam mempengaruhi kecerahan air, menurut Fardiaz (1992) padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut dan tidak dapat mengendap langsung. Padatan tersuspensi terdiri dari partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil dari pada sedimen, misalnya tanah liat, bahanbahan organik tertentu, sel-sel mikroorganisme, dan sebagainya. Padatan tersuspensi akan mengurangi penetrasi sinar atau cahaya kedalam air sehingga mempengaruhi regenerasi oksigen secara fotosintesis. Kemelimpahan jenis ikan terendah pada ketiga zona dengan nilai 2,17% ditempati oleh ikan Eleotris fusca dan Lais hexanema di kawasan vegetasi pada waktu malam hari. Rendahnya nilai kemelimpahan ikan Eleotris fusca (Bakut) dari suku Eleothidae juga diduga karena sedikitnya keberadaan ikan ini pada kawasan vegetasi dan kurang adaptif atau rendahnya toleransi terhadap lingkungan tempat hidupnya serta tingkah laku ikan ini yang umumnya berada pada dasar perairan serta menyukai perairan yang bayak ditumbuhi alga. Menurut Kottelat (1993) suku Eleothidae mirip dengan suku Gobiidae yang memiliki bentuk badan dan kebiasaannya sama dengan suku Balitoridae, bentuk badannya menunjukkan bahwa meraka hidup di dasar sungai dengan arus deras di bagian bawah dan memakan invertebrata kecil, alga dan detritus dari dasar sungai. Rendahnya kemelimpahan ikan ikan Lais hexanema (Lais) dari suku Pangsidae diduga karena sedikitnya keberadaan ikan ini pada kawasan vegetasi dan ikan ini kurang adaptif atau rendahnya toleransi terhadap lingkungan tempat hidupnya serta tingkah laku ikan ini diduga lebih menyukai perairan yang berarus lambat sedangkan kecepatan arus pada kawasan ini 53 Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015 sangat deras, menurut Kottelat (1993) suku Pangasidae hidupnya diperairan yang berarus lambat dan memiliki sifat nukturnal. Derajat keasaman (pH) air juga menjadi faktor yang mempengaruhi nilai kerapatan dan kemelimpahan ikan pada kawasan vegetasi, berdasarkan pengukuran pada waktu siang hari didapatakan hasil pH air berkisar antara 5,08-5,82 sedangkan pengukuran pada waktu malam hari didapatkan hasil berkisar antara 5,39-5,46 selisih pH air antara siang dan malam hari adalah 0,31-5,36, Ikan mengalami pertubuhan optimal pada pH air 6,5-9,0 (Kordi, 2004). Keberadaan plankton pada suatu ekosistem perairan juga salah satu penentu adanya ikan-ikan yang hidup di dalamnya. Bardasarkan hasil penelitian jumlah plankton ini pada kawasan vegetasi adalah sebanyak 1550/L air, keberadaan plankton pada kawasan ini paling banyak dibandingkan dengan 2 kawasan lainnya, sehingga didapatkan jenis ikan yang paling beragam diantara ketiga zona lainnya dengan didapatkannya 12 jenis ikan pada waktu siang dan malam hari. Karena menurut Djuhanda (1981) banyaknya keterdapatan jenis ikan ada hubungannya dengan keadaan lingkungan yang bervariasi seperti perairan yang luas, air sungai yang bersih, serta mengandung banyak tumbuhan air. PENUTUP Kesimpulan 1. Ikan yang ditemukan di tepian sungai Kapuas Kelurahan Selat Tengah Kecamatan Selat Kabupaten Kapuas terdapat 12 jenis ikan pada waktu siang dan malam hari yang terdiri dari 7 suku. Suku Cyprinidae sebanyak 3 jenis yaitu ikan Barbodes gonionotus (Banta Kahui), ikan Barbodes belinca (Baga-baga), dan ikan Rasbora dusonensis (Seluang), dari suku Bagridae juga terdapat sebanyak 3 jenis yaitu ikan Macrones nemurus (Baung), ikan Macrones gulio (Lundu), dan ikan Macrones nigriceps (Senggiringan), dari suku Polynemidae yaitu ikan Polynemus borneensis (Bulu Ayam), dari suku Pangsidae ada 2 jenis yaitu ikan Pangasius 54 Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015 pangasius (Patin) dan ikan Lais hexanema (Lais), dari suku Chaetodontidae yaitu ikan Scatophagus argus (Kipar), dari suku Triodontidae yaitu ikan Tetraodon fluviatilis H.B (Buntal), dan dari suku Eleothidae yaitu ikan Eleotris fusca (Bakut). 2. Kerapatan ikan pada tepian sungai Kapuas Kelurahan Selat Tengah Kecamatan Selat Kabupaten Kapuas untuk kawasan pemukiman penduduk, siang hari nilai kerapatan ikan lebih tinggi dibandingkan pada waktu malam hari dengan nilai kerapatan 3,25/m 3 diperoleh oleh ikan Macrones gulio (Lundu), dan nilai terendah di peroleh ikan Eleotris fusca (Bakut) dengan nilai kerapatan 0,07/m3 pada waktu malam hari. Untuk jumlah nilai kerapatan seluruhnya pada siang hari lebih rendah dibandingkan pada waktu malam hari dan menempati urutan tertinggi kedua dari ketiga zona penelitian. Pada kawasan dermaga kerapatan ikan siang hari lebih tinggi dibandingkan pada waktu malam hari dengan nilai kerapatan 2,38/m3 diperoleh oleh ikan Macrones gulio (Lundu), dan nilai terendah di peroleh ikan Macrones nemurus (Baung) dengan nilai kerapatan 0,15/ m3 pada waktu siang hari. Untuk jumlah nilai kerapatan seluruhnya pada siang hari lebih rendah dibandingkan pada waktu malam hari dan menempati urutan terndah dari ketiga zona penelitian. Pada kawasan vegetasi kerapatan populasi ikan pada waktu malam hari lebih tinggi dibandingkan pada waktu siang hari dengan nilai kerapatan 3,01/ m 3 diperoleh oleh ikan Macrones gulio (Lundu), dan nilai kerapatan terendah di peroleh oleh ikan Eleotris fusca (Bakut) dengan nilai kerapatan 0,07/ m 3 pada waktu malam hari. Untuk jumlah nilai kerapatan seluruhnya pada siang hari lebih rendah dibandingkan pada waktu malam hari dan menempati urutan tertinggi pertama dari ketiga zona penelitian. 3. Kemelimpahan ikan pada tepian sungai Kapuas Kelurahan Selat Tengah Kecamatan Selat Kabupaten Kapuas untuk kawasan pemukiman penduduk, siang hari nilai kemelimpahan ikan lebih tinggi dibandingkan pada waktu malam hari dengan nilai kemelimpahan 63,1% diperoleh oleh ikan Macrones gulio (Lundu), dan nilai kemelimpahan terendah di peroleh 55 Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015 ikan Eleotris fusca (bakut) dengan nilai 2,31% pada waktu malam hari. Pada kawasan dermaga kemelimpahan ikan siang hari lebih tinggi dibandingkan pada waktu malam hari dengan nilai kemelimpahan 52,93% diperoleh oleh ikan Macrones gulio (Lundu), dan nilai kemelimpahan terendah di peroleh ikan Polynemus borneensis (Bulu Ayam) dengan nilai 6,7% pada waktu malam hari. Pada kawasan vegetasi kemelimpahan ikan pada waktu siang hari lebih tinggi dibandingkan pada waktu malam hari dengan nilai kemelimpahan 44,69% diperoleh oleh ikan Macrones gulio (Lundu), dan nilai kemelimpahan terendah di peroleh oleh ikan Eleotris fusca (Bakut) dan ikan Lais hexanema (Lais) dengan nilai 2,17% pada waktu malam hari. Saran-saran 1. Perlu dilakukan penelitian serupa dengan menggunakan alat tangkap ikan yang berbeda dalam waktu dan tempat yang berbeda. 2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang bagaimana keanekaragaman serta pola distribusi jenis-jenis ikan pada daerah yang sama. 3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang kualitas air sungai Kapuas yang terbagi menjadi tiga kawasan yaitu pemukiman penduduk, dermaga, dan vegetasi. 56 Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015 DAFTAR PUSTAKA Afrianto, E & Liviawaty, E. 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan. Kanisius. Yogyakarta. Aprianti, henny. 2012. Keanekaragaman Ikan di daerah Estuaria Sungai Lupak Desa Kuala Lupak Kecamatan Tabunganen Kabupaten Barito. Skripsi PMIPA FKIP UNLAM, Banjarmasin. (tidak dipublikasikan). Dharmawan,Agung; Ibrohim; Tuarita,Hawa; Suwono,Hadi; dan Susanto,Pudyo.1995.Ekologi Hewan.Malang:Universitas Negeri Malang. Djuhanda, Tatang. 1981. Dunia Ikan. CV. Armico, Bandung. Effendy, Agung.2003. Padatan tersuspensi. Diakses melalui http//agungeffendy.blogspot.com/2010/03/diversitas-ikan-dipulau-jaring-halus-html. (diakses tanggal : 25 November 2012). Fardiaz, Srikandi. 1992. Polusi Air dan Udara. Kanisius. Bogor. Fathoni, Abdurrahmat. 2006. Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi. PT Asdi Mahasatya, Jakarta. Hardiansyah, Akhmad Naparin dan Dharmono. 2011. Penuntun Praktikum Ekologi Hewan. FKIP UNLAM, Banjarmasin. Hardjosuwarno, S. 1990. Metode Ekologi Tumbuhan. Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Hoeve, W. Van. 1992. Ensiklopedi Indonesia Seri Fauna. Penerbit PT Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta. Irianto, Agus. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Jangkaru, Zulkifli. 2005. Pembesaran Ikan Air Tawar di Berbagai Lingkungan Pemeliharaan (Cet-9). Jakarta:Penebar Swadaya. Jasin, M. 1987. Sistematika Hewan (Invertebrata dan Vertebrata). Sinar Wijaya. Surabaya. Junianto. 2003. Teknik Penanganan Ikan. Penebar Swadaya, Jakarta. 57 Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015 Kordi, Ghufran. 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. Renika Cipta. Jakarta. Kottelet, M. J. A. Whitten. 1993. Fresh Water Fishes of Western Indonesia and Sulawesi, (Terjemahan). Periplus Editions (HK) Ltd. Indonesia. Kuncoro, E. B. dan Wiharto, F. E. A. 2009. Ensiklopedi Populer Ikan Air Laut. Lily Publisher. Yogyakarta. Manurung, B. 1995. Dasar-Dasar Ekologi Hewan. Depdikbud Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Medan. Maulana, Fujianor. 2009. Kerapatan dan Kemelimpahan Ikan di Tepian Sungai Barito Desa Bagus Kecamatan Marabahan Kabupaten Batola. Skripsi Biologi FKIP UNLAM. Banjarmasin. (Tidak Dipublikasikan). Michael, P. 1994. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Lapangan dan Laboratorium Indonesia. Universitas Press Indonesia, Jakarta. Mudjiman, Ahmad. 1992. Budidaya Udang Galah. Penebar Swadaya. Jakarta. Nirarita, N. C. H, Wibowo P, Susanti S, Padmawinata D, Kusumarini. Syarif M, Hendriyani Y, Kusnianingsih, Sinulinga L. 1996. Ekologi Lahan Basah Buku Panduan Untuk Guru dan Praktisi Pendidikan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Peletarian. Bogor. Nonji, A. 1987. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan Anggota IKAPI, Jakarta. Normaningtyas. 2008. Pola Distribusi dan Kerapatan Ikan yang ditemukan di Aliran Sungai di Kecamatan Padang Batung Kabupaten Hulu Sungai. Skripsi Biologi FKIP UNLAM. Banjaramasin. (Tidak Dipublikasikan). Odum, E. P. 1996. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Terjemahan Tjahyono Samingan. Universitas Gajah Mada Press. Jogyakarta. Projeck, Wikimedia. 2010. Profil Daerah Kecamatan Selat Tengah Kabupaten Kapuas (Online). Diakses melalui http://id.wikipedia.org/wiki/Selat_Tengah,_Selat,_Kapuas. (Diakses tanggal : 29 November 2012). 58 Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015 Rahmah, Nur. 2012. Keanekaragaman Ikan di bendungan Damit Kecamatan Batu Ampar Kabupaten Tanah Laut. Skripsi PMIPA FKIP UNLAM, Banjarmasin. (Tidak Dipublikasikan). Saanin, Hasanuddin. 1968. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Edisi ke-2 Binatjipta. Bogor. Soetjipta. 1993. Dasar-Dasar Ekologi Hewan. Fakultas Biologi UGM. Yogyakarta. Zonneveld, N., Huisman, E. A, Boon, I. H. 1991. Prinsip-Prinsip Budidaya Ikan. PT. gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 59