Uji Potensi Genera Bacillus Sebagai Bioakumulator

advertisement
1
Uji Potensi Genera Bacillus Sebagai
Bioakumulator Merkuri
Umi Sholikah dan Nengah Dwianita Kuswytasari
Jurusan Biologi, Fakultas Matematikadan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111
E-mail: [email protected]
Abstrak— Merkuri adalah salah satu logam berat yang
dalam konsentrasi sangat rendah dapat beracun dan berbahaya.
Bakteri yang berasal dari lingkungan tercemar merkuri
seringkali resisten terhadap merkuri. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui viabilitas dan kemampuan bioakumulasi
genera Bacillus S1, SS19 dan DA11 koleksi Laboratorium
Mikrobiologi dan Bioteknologi yang diisolasi dari Kalimas
Surabaya dan isolat referensi Bacillus cereus ATCC1178
terhadap logam merkuri. Viabilitas dari bakteri diketahui
dengan metode langsung dengan Haemocytometer dan metode
tidak langsung dengan pour plate, sedangkan uji bioakumulasi
dengan menggunakan ICP (Inductively coupled plasma). Hasil
yang diperoleh menunjukkan bahwa Viabilitas yang tinggi pada
Bacillus S1 dan Bacillus cereus ATCC1178, sesuai dengan daya
akumulasinya yang tinggi terhadap Hg2+ antara 89 - 90 % .
Viabilitas Bacillus SS19 dan DA11 yang lebih rendah
mempunyai daya bioakumulasi terhadap Hg2+ yang relatif
rendah pula yaitu 32 - 60%.
Kata Kunci— Merkuri, viabilitas, bioakumulasi
P
I. PENDAHULUAN
esatnya pertumbuhan dan perkembangan penduduk
perkotaan dan industri menyebabkan limbah yang
mengandung logam berat termasuk merkuri semakin
meningkat. Dalam kondisi alami, konsentrasi merkuri sangat
rendah yaitu satu nanogram/liter (Boening, 2000). Namun
karena adanya aktivitas manusia seperti pembakaran batu
bara, produksi petroleum, industri kertas, pertanian, dan
pemanfaatan merkuri sebagai katalis industri dapat
meningkatkan pencemaran merkuri di lingkungan
(Nascimento & Charthone-Souza, 2003). Selain itu, ada pula
proses alam yang menyebabkan konsentrasi merkuri di
lingkungan semakin meningkat seperti letusan gunung
berapi, aktivitas geotermal, dan kebakaran hutan liar (Sinha
et al, 2011).
Merkuri merupakan logam berat dengan toksisitas paling
tinggi terhadap sel hidup dan tidak memberikan keuntungan
fungsional secara biologis (Oehmen et al., 2009). Merkuri
(Hg) merupakan logam berat yang ditemukan secara alami
dalam lingkungan dalam berbagai bentuk salah satunya yaitu
berbentuk metil merkuri (CH3-Hg). CH3-Hg dapat
terakumulasi melalui rantai makanan dan akhirnya meracuni
makhluk hidup termasuk manusia yang tinggal di daerah
tercemar merkuri (Ball et al., 2007). Bentuk merkuri
anorganik dan organik merupakan salah satu neurotoksin
kuat dan memiliki efek yang tinggi terhadap kesehatan
manusia (Pepi et al., 2011). Efek racun dari merkuri dapat
mengganggu syaraf dan ginjal serta merusak fungsi dari kerja
paru-paru (Manohar et al, 2002). Selain itu, keberadaan
merkuri di lingkungan dapat menyebabkan deposisi di dalam
tanah dan badan air dimana dapat mengganggu rantai
makanan setelah terjadi biomagnifikasi. (Sinha et al.,, 2011).
Kalimas Surabaya sudah mulai tercemar merkuri, pada
tahun 2009 di sedimen Kalimas bagian tengah (Gubeng),
konsentrasi merkuri terukur 0,105 mg/L (Shovitri et al.,
2010) di sedimen bagian hilir (di dekat Pelabuhan Tanjung
Perak) konsentrasi merkuri terukur 6,38 mg/L (Widiyanti,
2011). Konsentrasi tersebut melebihi ambang batas minimal
yang telah ditetapkan Pemerintah melalui Peraturan
Pemerintah no. 82 tahun 2001 yaitu 0,001 mg/L sehingga
Kalimas dapat dikategorikan telah tercemar merkuri.
Keracunan merkuri dapat merusak hati, ginjal, mengganggu
sistem syaraf dan pencernaan manusia (Manohar et al.,
2002). Adanya fenomena peningkatan konsentrasi merkuri di
Kalimas sangat membutuhkan perhatian yang serius untuk
pencegahannya supaya tidak menimbulkan efek negatif yang
berkelanjutan terhadap manusia.
Bacillus merupakan bakteri yang cukup melimpah di alam,
dapat diisolasi dari berbagai habitat termasuk lingkungan
yang tercemar merkuri. Bakteri yang mampu hidup di habitat
atau lingkungan yang tercemar merkuri dinamakan bakteri
resisten merkuri (BRM). Bakteri resisten merkuri merupakan
bakteri yang mempunyai gen resisten merkuri yaitu gen mer
operon untuk bertahan pada lingkungan yang tercemar
merkuri (Silver & Phung, 1996). Struktur mer operon
berbeda untuk tiap jenis bakteri, umumnya struktur mer
operon terdiri dari gen metaloregulator (merR), gen transpor
merkuri (merT, merP, merC), gen merkuri reduktase (merA)
dan organomerkuri liase (merB) (Liebert et al., 1999).
Bacillus merupakan bakteri yang bersifat kosmopolit dan
memiliki resistensi terhadap banyak logam berat seperti
Cromium, Arsen, Selenium (Huang et al., 1999), dan juga
terhadap merkuri (Bogdanova et al., 2001). Pada penelitian
2
Badjoeri (2008), genera Bacillus mempunyai resisten yang
berbeda-beda terhadap merkuri salah satu species Bacillus
megaterium merupakan bakteri resisten merkuri dan mampu
mereduksi merkuri sampai dengan 98% dari konsentrasi
perlakuan. Berdasarkan kenyataan tersebut akan diteliti
kemampuan viabilitas dan bioakumulasi genera Bacillus yang
diisolasi dari Kalimas Surabaya terhadap merkuri anorganik
(HgCl2)
II. METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai dengan
bulan Juni 2012 di Laboratorium Mikrobiologi dan
Bioteknologi Jurusan
Biologi FMIPA-ITS. Analisis
bioakumulasi logam merkuri dilakukan di Laboratorium
Pusat Analisis Obat dan Makanan, Fakultas Farmasi,
Universitas Surabaya.
2.1 Isolat Uji Genera Bacillus
Isolat Bacillus yang digunakan adalah isolat S1, SS19 dan
DA11 yang merupakan hasil isolasi dari Kalimas Surabaya.
Isolat tersebut telah diuji daya resistensinya terhadap logam
Hg dan mampu tumbuh pada media NA-HgCl2 dengan
konsentrasi 25 mg/L (Zulaika et al., 2012), selain isolate uji
sebagai kcontrol digunakan isolate referensi Bacillus cereus
ATCC1178 yang didapat dari Balai Kesehatan Yogyakarta.
memisahkan sel Bacillus dengan filtratnya. Filtrat diambil
dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambah 2 tetes
HNO3 kemudian diautoklaf selama 30 menit. Pengukuran
bioakumulasi Hg dilakukan pada 12 dan 24 jam inkubasi.
Pengukuran
konsentrasi
Hg dilakukan
dengan
menggunakan ICP (Inductively Couple Plasma). Pengukuran
logam Hg dilakukan pada filtrate medium yang merupakan
konsentrasi logam Hg yang tidak diakumulasi oleh Bacillus
uji sehingga perbedaan konsentrasi awal (medium tanpa
inokulum Bacillus) dengan konsentrasi akhir (medium
dengan inokulum Bacillus) merupakan konsentrasi logam Hg
yang diakumulasi sel Bacillus. Penghitungan jumlah logam
Hg yang diakumulasi isolat Bacillus menggunakan metode
Csuros (Csuros dan csuros, 2002), yaitu:
Cb= Co-Ceq (ppb)
Cb = Konsentrasi logam Hg yang diakumulasi sel Bacillus
Co = Konsentrasi awal logam Hg (tanpa inokulum
Bacillus)
Ceq= Konsentrasi akhir logam Hg pada medium tanpa
inokulum Bacillus
Setelah mengetahui logam Hg yang tidak
diakumulasi oleh sel-sel Bacillus, maka dilakukan
pengukuran efisiensi bioakumulasi oleh sel Bacillus dengan
formula sebagai berikut:
R= Ceq K – CbP x 100%
2.2 Pembuatan Kurva Pertumbuhan untuk Starter
Ceq K
Secara aseptis sebanyak satu ose isolat Bacillus berumur
24 jam (isolat yang diremajakan pada media padat NAR
= Efisiensi bioakumulasi genera Bacillus
HgCl2 10 mg/L) diinokulasikan dalam 10 ml media cair
CeqK = Konsentrasi akhir logam Hg dalam media kontrol
®
Nutrient Broth (NB) (Merck , Jerman) dalam tabung reaksi,
tanpa inokulum Bacillus
diinkubasikan pada temperatur ruang di atas rotary shaker
CbP = Konsentrasi logam Hg yang tidak diakumulasi sel
(100 rpm). Kultur yang berumur 24 jam diambil sebanyak 5
Bacillus pada perlakuan (filtrate)
ml dan diinokulasikan ke dalam 45 ml media cair Nutrient
®
(Joshi, 2003 dalam Badjoeri, 2008)
Broth (NB) (Merck , Jerman) dengan konsentrasi HgCl2 10
mg/L dalam Erlenmeyer, diinkubasikan dalam suhu ruang di
atas rotary shaker (100 rpm). Satu ml kultur dilarutkan 2.4 Pengukuran Viabilitas genera Bacillus
Untuk mengetahui viabilitas Bacillus uji, dilakukan
dalam 9 ml aquades steril, di homogenkan, Kemudian larutan
kultur dimasukkan dalam kuvet spektrofotometer dan diukur pengamatan pertumbuhan menggunakan metode pour plate
nilai Optical Density (OD)nya dengan spektrofotometer dengan interval waktu 0, 12, dan 24 jam. Satu ml kultur
(Boeco S-22, Jerman) pada panjang gelombang (λ) 600 nm. starter Bacillus dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang
Pengukuran Optical Density (OD) dimulai dari jam ke-0 beisi 9 mL medium cair NB-HgCl2 25 mg/L. Sebanyak 1 mL
sampai dengan 24 jam dengan selang waktu 1 jam. Data diambil secara aseptis, diencerkan, dan pada masing-masing
Optical Density (OD) yang didapatkan kemudian dibuat pengenceran ditambahkan media NA-HgCl2 10 mg/L (sesuai
kurva pertumbuhan dengan sumbu x sebagai waktu (t) dan dengan kondii awal isolasi) sebanyak 12 ml. Kemudian
sumbu y sebagai Optical Density (OD). Setelah diketahui fase diinkubasi selama 24 jam pada suhu ruang. Diamati
pertumbuhannya, maka penentuan starter dapat diketahui pertumbuhannya dan dihitung jumlah CFU/mL dengan
menggunakan colony counter (Suntex 570) (Harley &
yaitu pada pertengahan fase eksponensial.
Prescott, 2002).
2.3
Uji Bioakumulasi Hg
Perlakuan konsentrasi HgCl2 yang digunakan adalah 25
mg/L. Sebanyak 1 ml kultur starter Bacillus uji dimasukkan
ke dalam tabung reaksi yang beisi 9 mL medium cair NBHgCl2 25 mg/L. Inkubasi dilakukan di atas rotary shaker
(100 rpm) pada suhu ruang selama 24 jam (Badjoeri, 2008).
Kultur disentrifuge 4000 rpm selama 20 menit untuk
2.5 Rancangan Penelitian dan Analisis Data
Rancangan penelitian yang digunakan adalah deskriptif
kuantitatif. Viabilitas dan kemampuan bioakumulasi logam
merkuri oleh genera Bacillus uji, dideskripsikan sesuai angka
yang didapatkan dengan tiga kali pengulangan. Bioakumulasi
3
dihitung dengan kadar ppb (part perbillion) dan viabilitas
dihitung dengan jumlah CFU/mL.
III. HASIL DAN DISKUSI
3.1 Kurva Pertumbuhan Starter
Menurut Cooper (2003), pertumbuhan bakteri merupakan
pertambahan sel dan kemampuan bakteri untuk berkembang
biak, yang dapat divisualisasikan dengan kurva pertumbuhan.
Kurva pertumbuhan tersebut akan menggambarkan pola
pertumbuhan bakteri yang terbagi menjadi empat fase yaitu
lag, eksponensial, stasioner, dan kematian. Menurut Harley &
Prescott (2002), keempat fase pertumbuhan bakteri dapat
diketahui dari pengukuran turbiditas populasi bakteri pada
kultur cair menggunakan spektrofotometer UV pada panjang
gelombang (λ) 550-600 nm.
Gambar 1. kurva pertumbuhan Bacillus S1
Gambar 2. kurva pertumbuhan Bacillus cereus ATCC1178
Gambar 3. kurva pertumbuhan Bacillus SS19
Gambar 4. kurva pertumbuhan Bacillus DA11
Berdasarkan grafik di atas (Gambar 2), pola pertumbuhan
bakteri genera Bacillus S1, SS19, DA11, dan Bacillus cereus
ATCC1178 selama 24 jam inkubasi menunjukkan pola
pertumbuhan yang seragam. Kurva pertumbuhan tersebut
sesuai dengan kurva pertumbuhan bakteri pada umumnya dan
menurut Harley & Prescott (2003) yaitu berbentuk kurva
sigmoid. Pada dua jam pertama merupakan fase adaptasi
yaitu fase dimana bakteri beradapatasi dengan lingkungannya
dan mulai bertambah sedikit demi sedikit kecuali pada
Bacillus cereus ATCC1178 yang mengalami fase adaptasi
pada lima jam pertama. Pada jam ketiga sampai jam ke-18
merupakan fase eksponensial dari Bacillus S1 dan DA11,
pada jam kelima sampai jam ke-18 merupakan fase
eksponensial dari Bacillus cereus ATCC1178, dan pada jam
kedua sampai jam ke-18 merupakan fase eksponensial dari
SS19 dimana fase eksponensial merupakan fase dimana
pembiakan bakteri berlangsung dengan cepat. Setelah jam ke18, pola pertumbuhan bakteri mulai menurun yaitu pada
isolat Bacillus cereus ATCC1178 dan Bacillus SS19,
sedangkan Bacillus S1 dan Bacillus DA11 pola
pertumbuhannya mulai menurun pada jam ke-20 sehingga
tidak terlihat fase stasioner pada semua kurva pertumbuhan.
Adanya penurunan jumlah bakteri menunjukkan bahwa
bakteri tersebut telah memasuki fase kematian (Gambar 2).
Perbedaan fase pada tiap genera Bacillus tersebut disebabkan
karena mekanisme resistensi dari masing-masing bakteri
yang berbeda.
Starter merupakan kultur mikroorganisme yang siap
diinokulasikan ke dalam media perlakuan. Umur starter dapat
diketahui dari pertengahan fase eksponensial. Menurut Hogg
(2005) , pada saat fase eksponensial, sel mikroorganisme
dalam keadaan yang stabil, sel-sel baru terbentuk dengan laju
konstan dan sel mikroorganisme membelah secara optimum
pada saat doubling time (waktu lipat dua) sehingga biasanya
tercapai di tengah-tengah fase eksponensial. Selain itu
menurut Mushlihah et al (2011), kebutuhan energi bagi
bakteri pada fase eksponensial lebih tinggi, namun zat-zat
metabolik yang dibutuhkan dalam memenuhi kebutuhan
nutrisinya juga lebih banyak diproduksi. Pada kurva
pertumbuhan diketahui bahwa adaptasi Bacillus berlangsung
dengan cepat yaitu setelah dua sampai lima jam inokulasi.
Bacillus merupakan bakteri yang mampu beradaptasi pada
kondisi lingkungan yang beragam dan resisten terhadap
banyak kondisi lingkungan yang kurang baik dan lingkungan
4
ekstrim seperti lingkungan yang tercemar merkuri
(Nakamura, 2000; Nevado et al., 2010). Selain itu, genera
Bacillus memiliki kemampuan fisiologis yang luas dengan
faktor lingkungan seperti pH, temperatur dan salinitas (Holt
et al., 1994).
3.2 Uji Bioakumulasi Hg
Resistensi bakteri terhadap logam merkuri dapat melalui
mekanisme biosorbsi dan biakumulasi. Mekanisme biosorpsi
merupakan proses pasif, sehingga logam tidak meracuni sel
bakteri. Sedangkan mekanisme bioakumulasi merupakan
proses aktif dimana logam berat dapat meracuni sel bakteri
(Chojnacka, 2010). Menurut Iyer et al (2005), mekanisme
biosorbsi berhubungan dengan adanya eksopolisakarida
(EPS) pada dinding sel bakteri yang berfungsi sebagai
pengkelat logam berat di permukaan sel. Molekul kompleks
pada dinding sel bakteri terdiri dari peptidoglikan yang
tersusun oleh molekul-molekul yang lebih sederhana antara
lain fosforil, karboksil, dan asam amino yang mempunyai
muatan negatif, muatan negatif akan berinteraksi dengan ion
atau molekul yang bermuatan positif di lingkungan luarnya
sehingga berbentuk ikatan ligan. Ion logam bermuatan
positif, sehingga secara elektrostatik akan terikat pada
permukaan sel (Langley & Baveridge, 1999). Interaksi antara
ion logam dan dinding sel bakteri Gram positif terutama
Bacillus sp., menunjukkan adanya peranan gugus karboksil
pada peptidoglikan dan gugus fosforil pada polimer sekunder
asam teikoat dan teikuronat (Loyd, 2002).
Mekanisme bioakumulasi berhubungan dengan adanya
gen operon yang mengatur resistensi bakteri terhadap logam.
Bakteri resisten merkuri mempunyai gen mer operon untuk
mekanisme resistensi terhadap merkuri. Gen mer operon
terdiri dari gen metaloregulator (merR), gen transpor merkuri
(merT, merP, merC), gen yang menyandi enzim merkuri
reduktase (merA) dan gen yang menyandi enzim
organomerkuri liase (merB) (Brown et al., 2002). Proses
resistensi bakteri terhadap merkuri ion (Hg2+) melalui reaksi
ikatan ligan dan reaksi enzimatis yang dapat mereduksi Hg 2+
menjadi Hg0 volatil, sehingga Hg2+ tidak akan meracuni sel
bakteri (Nascimento & Chartone-Souza, 2003).
Perlakuan biakumulasi merkuri menggunakan konsentrasi
25 ppm (25.000 ppb) dengan menambahkan 0,5 mL HgCl 2
(500 ppm) ke dalam medium NB dengan volume total 10 mL
setelah ditambahkan HgCl2, tetapi setelah dilakukan
pengukuran, diketahui konsentrasi awal medium tanpa
inokulum terjadi penurunan yaitu 3202,37 ppb (Tabel 1).
Perubahan konsentrasi Hg2+ dalam medium dapat disebabkan
adanya adsorpsi senyawa merkuri oleh dinding wadah dan
menguapnya senyawa merkuri. Pengukuran konsentrasi awal
dilakukan setelah 24 jam inkubasi sehingga sampel memiliki
waktu kontak yang lebih lama dengan wadah atau tempat
penampung sampel. Wadah atau tempat penampung sampel
yang digunakan seharusnya menggunakan wadah yang
terbuat dari borosilikat, namun dalam penelitian ini telah
digunakan wadah yang terbuat dari polietilen. Menurut
Bothner et al (1975), senyawa Hg2+ dan HgCl2 akan
diadsorpsi oleh dinding wadah polietilen sehingga
konsentrasi Hg2+ dalam larutan semakin berkurang.
Pembuktian adanya adsorpsi oleh wadah yang terbuat dari
polietilen telah dilakukan oleh Way dan Lo (Lo et al., 1975)
dengan menggunakan radio isotop 203 Hg sebagai perunut
(tracer) untuk menelusuri hilangnya merkuri dari sampel.
Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa merkuri yang
hikang dari sampel terdapat dalam dinding wadah polietilen
yang dideteksi mengandung radioaktivitas yang tinggi. Selain
itu, menurut Lo et al (1975) menemukan bahwa sebagian
merkuri yang hilang dari sampel telah menguap. Uap Hg
diperkirakan terbentuk dari senyawa Hg2+ yang mengalami
reduksi menjadi Hg+ dengan reaksi disporporsionasi Hg+
membentuk uap Hg. Menurut Cotton et al (1995), reduksi
Hg2+ disebabkan adanya kontaminasi senyawa yang bersifat
reduktor dalam sampel sesuai dengan reaksi di bawah ini.
2Hg2+ + 2e- ↔ Hg22+
Hg22+ ↔ Hg2+ Hg0
Kemungkinan lain yang menyebabkan pengurangan
konsentrasi Hg2+ pada medium yaitu adanya Hg2+ yang
berikatan dengan komponen medium Nutrient Broth (NB)
yaitu pepton dan meat extract. Ion Hg2+ akan berikatan
dengan ion yang bermuatan negatif penyusun pepton dan
meat extract. Pepton merupakan produk hidrolisis protein
hewani atau nabati seperti otot, liver, darah, susu, casein,
lactalbumin, gelatin dan kedelai. Sedangkan Meat extract
mengandung basa organik terbuat dari otak, limpa, plasenta
dan daging sapi. Dari seluruh komponen penyusun Nutrient
Broth tersebut terdapat gugus protein. Protein sendiri terdiri
dari protein struktural dan protein fungsional. Salah satu
protein fungsionalnya yaitu enzim metaloprotease.
Metaloprotease merupakan enzim protease (pendegradasi
protein) yang paling banyak ditemukan dan dicirikan oleh
kebutuhan adanya ion logam untuk aktivitasnya sehingga
keberadaan logam Hg dalam medium berkurang (Rao et al.,
1998).
Pengurangan konsentrasi Hg2+ tersebut dapat juga
disebabkan kurangnya penambahan HNO3 yang berfungsi
untuk mengekstraksi larutan sampel sehingga Hg2+ lebih
banyak terdapat pada pelet dibandingkan dengan yang
terdapat pada filtrat. Berdasarkan EPA (2007), penambahan
HNO3 dalam sampel yang akan diuji dengan menggunakan
ICP AES yaitu 1 ml HNO3 dalam 10 mL sampel, namun
dalam penelitian ini telah ditambahkan sebanyak 2 tetes
HNO3 ke dalam 10 mL sampel (Badjoeri, 2008).
5
Tabel 1. Bioakumulasi Merkuri pada Genera Bacillus
Isolat Bacillus
Konsentrasi
awal tanpa
inokulum
(ppb)
Bioakumulasi (ppb)
pada
Efisiensi
Bioakumulas
i pada
12 jam
24 jam
12
jam
24
jam
Bacillus cereus
ATCC1178
3202,37
2722.01
2850.11
85%
89%
S1
3202,37
2850.11
2882.13
89%
90%
SS19
3202,37
1909.38
1178.9
60%
37%
DA11
3202,37
1805.35
1027.29
56%
32%
Hasil bioakumulasi pada Bacillus S1 dan Bacillus cereus
ATCC1178 memiliki efisiensi bioakumulasi yang tinggi
terhadap merkuri yaitu 89 % dan 85 % pada 12 inkubasi, 90
% dan 89 % pada 24 jam inkubasi (Gambar 3). Efisiensi
bioakumulasi pada Bacillus S1 dan Bacillus cereus
ATCC1178 cenderung meningkat pada inkubasi 24 jam.
Tanda adanya kehidupan bakteri menunjukkan proses
bioakumulasi masih berlangsung, sehingga efisiensi
bioakumulasi jika dibandingkan dengan 12 jam inkubasi
relatif lebih tinggi walaupun perbedaannya tidak ekstrim.
Pada genera Bacillus SS19 dan DA11 efisiensi bioakumulasi
mencapai 60 % dan 56 % pada 12 jam inkubasi; 37 % dan 32
% setelah inkubasi 24 jam. Efisiensi bioakumulasi merkuri
pada Bacillus SS19 dan DA11 lebih rendah dibandingkan
dengan Bacillus
S1 dan Bacillus cereus ATCC1178
(Gambar 3). Menurut De & Ramaiah (2007), bakteri yang
diisolasi dari tempat yang tercemar merkuri lebih resisten
dari pada bakteri yang diisolasi dari tempat yang tidak
tercemar merkuri, walaupun kedua bakteri tersebut
mempunyai gen mer operon sebagai salah satu mekanisme
resistensinya. Bacillus SS19 dan DA 11 merupakan bakteri
yang diisolasi dari Kalimas Surabaya bagian tengah dan hulu
yang kondisi lingkungan yang mempunyai kadar merkuri
0,105 mg/L (Zulaika et al., 2012). Sedangkan Bacillus S1
adalah bakteri yang diisolasi dari Kalimas bagian hilir yang
mempunyai kadar merkuri 6,3 mg/L (Zulaika et al., 2011).
Bakteri endogenik yang berasal dari habitat tercemar merkuri
lebih efektif untuk mengurangi atau menghilangkan merkuri
dan dapat digunakan sebagai agensia bioremediasi, hal
tersebut sesuai dengan pernyataan Ghosal et al (2011).
3.3 Pengukuran Viabilitas genera Bacillus
Viabilitas
merupakan
tingkat
ketahanan
dan
kemampuan hidup dari suatu organisme pada lingkungan
yang baru (Sobariah, 2007). Pada saat penelitian uji
bioakumulasi merkuri pada genera Bacillus juga dilakukan
uji viabilitas terhadap isolat genera Bacillus S1, SS19, DA11
yang diisolasi dari Kalimas Surabaya serta Bacillus cereus
ATCC1178 dengan media isolasi awal NA-HgCl2 10 mg/L
dan dikondisikan pada media yang mengandung NB-HgCl2
25 mg/L. Metode yang digunakan adalah metode secara
langsung dengan penghitungan jumlah sel/mL menggunakan
Haemocytometer dan penghitungan tidak langsung dengan
metode pour plate pada medium NA-HgCl2 10 mg/L yang
divisualisasikan dengan CFU/mL. Genera Bacillus SS19,
DA11, S1, dan Bacillus cereus ATCC1178 menunjukkan
pola viabilitas yang sama pada media tumbuh yang baru (NBHgCl2 konsentrasi 25 mg/L) baik jumlah sel/mL maupun
jumlah CFU/mL (Gambar 4). Penghitungan tidak langsung
dengan metode pour plate memiliki ketentuan jumlah
penghitungan koloni yaitu 25-250 CFU/mL (Harley &
Prescott, 2002). Jika jumlah koloni yang dihitung kurang atau
melebihi jumlah yang telah ditentukan maka jumlah tersebut
tidak diperhitungkan. Pada penelitian ini, pada setiap
pengenceran tidak dilakukan pour plate (pada pengenceran
tertentu yang dilakukan pour plate) sehingga belum diketahui
pengenceran yang sesuai untuk mendapatkan CFU/mL sesuai
dengan ketentuan Harley & Prescott (2002). Semua koloni
yang tumbuh pada medium NA-HgCl2 dihitung meskipun
jumlah koloninya kurang dari 25 CFU/mL atau lebih dari 250
CFU/mL dengan menggunakan metode pembagian bidang
dalam proses penghitungannya. Pada metode pour plate ini
juga terjadi kontaminasi kultur karena terdapat koloni yang
tumbuh di bagian atas ataupun di bagian tengan dari kultur,
padahal dalam metode pour plate seharusnya koloni hanya
tumbuh pada permukaan medium. Selain itu juga terdapat
perbedaan morfologi dari koloni. Untuk memastikan adanya
kontaminasi, seharusnya terdapat kontrol negatif yang
diperlakukan sama seperti perlakuan sehingga jika terdapat
pertumbuhan mikroorganisme pada kontrol negatif maka
dapat dipastikan bahwa kultur tersebut mengalami
kontaminasi.
(a)
(b)
Gambar 6. Viabilitas genera Bacillus pada media NB-HgCl2 ( 25 mg/L) a)
Viabilitas genera Bacillus dengan Haemocytometer b) Viabilitas genera
Bacillus dengan pour plate
Gambar 5. Grafik Efisiensi Bioakumulasi Merkuri oleh Genera Bacillus
Bacillus SS19 dan DA11 menunjukkan perbedaan
viabilitas dengan Bacillus
S1 dan Bacillus cereus
ATCC1178. Pada Bacillus SS19 dan DA11 viabilitasnya
menurun sedangkan Bacillus
S1 dan Bacillus cereus
6
ATCC1178 viabilitasnya meningkat. CFU merupakan
indikator suatu bakteri hidup, satu koloni bakteri
dianalogikan dengan satu sel bakteri sehingga dengan CFU
dapat diketahui jumlah bakteri yang hidup. Sedangkan
penghitungan secara langsung pada sel bakteri kurang
mewakili untuk menunjukkan viabilitas bakteri karena
jumlah sel yang hidup dan mati semuanya dihitung. Semua
isolat Bacillus uji menunjukkan jumlah sel yang lebih tinggi
dibandingkan dengan jumlah CFU. Menurut Effendi (2008),
viabilitas bakteri berhubungan erat dengan kondisi fisiologis
sel bakteri seperti keberadaan gen mer operon dan jumlah
plasmid untuk resistensi merkuri, ketersediaan nutrisi yang
dibutuhkan seperti sumber oksigen, karbon, atau nitrogen
untuk menunjang metabolisme, serta faktor lingkungan di
luar bakteri seperti pH, tekanan osmotik, serta keberadaan
logam berat.
Berdasarkan data bioakumulasi dan viabilitas genera
Bacillus, dapat diketahui potensi dari masing-masing genera
Bacillus. Viabilitas yang tinggi pada Bacillus S1 dan Bacillus
cereus ATCC1178, sesuai dengan daya akumulasinya yang
tinggi terhadap Hg2+ antara 89 - 90 % dan viabilitas Bacillus
SS19 dan DA11 yang lebih rendah mempunyai daya
bioakumulasi terhadap Hg2+ yang relatif rendah pula yaitu 32
- 60%. Berdasarkan beberapa penelitian, beberapa spesies
Bacillus mampu mengakumulasi logam merkuri sehingga
dapat mengurangi konsentrasi merkuri di media tumbuhnya
seperti Bacillus sp. 68% (Green-Ruiz, 2006), Bacillus
megaterium 98% (Badjoeri, 2008), Bacillus sphaericus 47 %
(Velasques & Dussan, 2009), dan Bacillus cereus (JUBT1) 94
% (Goshal et al, 2011).
Genera Bacillus S1, SS19, dan DA11 merupakan bakteri
resisten merkuri yang mempunyai daya bioakumulasi
terhadap merkuri. Daya bioakumulasinya berturut-turut dari
yang tinggi ke rendah adalah Bacillus S1, SS19, dan DA11
mulai dari 89 %, 60 %, 56 %, (12 jam) dan 90 %, 37 %, 32
% (24 jam). Bacillus S1merupakan bakteri yang memiliki
daya bioakumulasi yang tinggi terhadap merkuri jika
dibandingkan dengan Bacillus cereus ATCC1178 yang
merupakan bakteri yang memiliki kemampuan bioakumuasi
terhadap merkuri (Ghosal et al., 2006). Pada penelitian ini,
konsentrasi bioakumulasi merkuri oleh Bacillus S1 lebih
tinggi dari pada Bacillus cereus ATCC1178 yaitu 89% - 90
% sedangkan Bacillus cereus ATCC1178 85% - 89%
sehingga Bacillus S1 berpotensi sebagai agensia bioremediasi
pencemaran merkuri.
IV. KESIMPULAN
Penelitian mengenai uji potensi genera Bacillus sebagai
bioakumulator merkuri dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Bioakumulasi merkuri yang tertinggi adalah Bacillus
S1 sebesar 89 % (12 jam inkubasi) dan 90 % (24 jam
inkubasi), kemudian diikuti Bacillus cereus
ATCC1178 sebesar 85 % (12 jam inkubasi) dan 89 %
(24 jam inkubasi), Bacillus SS19 sebesar 60 % (12
jam inkubasi) dan 37 % (24 jam inkubasi), serta
Bacillus DA11 sebesar 56% (12 jam inkubasi) dan 32
% (24 jam inkubasi).
2. Bacillus S1 berpotensi digunakan sebagai agensia
bioremediasi pencemaran merkuri dan memiliki
viabilitas yang tinggi terhadap HgCl 2 mg/L
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis (Umi Sholikah) mengucapkan terima kasih kepada
ITS yang telah memberikan dukungan finansial melalui
penelitian hibah laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi
FMIPA-ITS dengan dana PNPB ITS tahun 2002, sesuai surat
perjanjian penugasan dalam rangka pelaksanaan penelitian
laboratorium
ITS
tahun
2002
nomor
1027.82/IT2.7/PN/.01/2012.
DAFTAR PUSTAKA
Badjoeri, M. 2008. Uji Kemampuan Bacillus megaterium Menyerap Logam
Berat Merkuri. Pusat Penelitian Limnologi LIPI: Bogor.
Ball, M.M., Carrero, P., Castro, D., Yarzábal, L.A., 2007. Mercury resistance in
bacterial strains isolated from Tailing Ponds in a gold mining area near El
Callao (Bolívar State, Venezuela). Current Microbiology 54, 149 154.
Boening D.W. 2000. Ecological Effects, Transport And Fate of Mercury : A
General Review. Chemosphere. 40 :1335-1351.
Bogdanova, E., Minakhin, L., Bass, I., Volodin, A., Hobman, J.A., Nikiforov, V.
2011. Class II broad-spectrum mercury resistance transposons in Grampositive bacteria from natural environments. Res. Microbiol. 152: 503–
514.
Brown, N., Shih, Y., Leang, C., Glendinning, K., Hobman, J., Wilson,J. 2002.
Mercury transport and resistance. International biometals Symposium.
Chojnacka, K. 2010. Biosorption and bioaccumulation, the prospects for
practical applications. Environment International. 36: 299 - 307.
Cooper, S. 1991. Bacterial Growth and Division: Biochemistry and
Regulation of Prokaryotic and Eukaryotic Division Cycles. Academic
Press: San Diego.
Csuros, M. and Csuros, C. 2002. Cold Vapour AAS for Solid and Semi Solids.
In Environmental Sampling and Analysis for Metals. Lewis Publishers:
Tokyo.
De, J. dan N. Ramaiah. 2007. Characterization of marine bacteria highly
resistant to mercury exhibiting multiple resistances to toxic chemicals.
Ecological Indicators 7 : 511–520.
Effendi, M. 2008. Faktor Lingkungan Mikroba- Agroindustri Produk
Fermentasi. Universitas Brawijaya: Malang.
EPA. 2007. Determination Of Metals And Trace Elements In Water And Wastes
by Inductively Coupled Plasma-Atomic Emission Spectrometry.
Ghoshal, S., Bhattacharya, P., Chowdhury, R. 2011. De-mercurization of
wastewater by Bacillus cereus (JUBT1): Growth kinetics, biofilm reactor
study and field emission scanning electron microscopic analysis. Journal of
Hazardous Materials.194: 355–361.
Green-Ruiz, C. 2006. Mercury(II) removal from aqueous solutions by nonviable
Bacillus sp. from a tropical estuary. Bioresource Technology. 97: 1907–
1911.
7
Guzzi, G. P., La Porta, C. A. M. 2008. Molecular mechanisms triggered by
mercury. Toxicology 244 : 1–12.
Silver, S. and Phung, L.T. 1996. Bacterial heavy metal resistance: new suprises.
Annu. Rev. Microbiol. 50: 753-789.
Harley, J.P. and L.M. Prescott. 2002. Laboratory Exercises in Microbiology,
5th Edition. The Mc Graw Hill Companies : New York.
Sinha, A., Khare, S.K. 2011. Mercury bioremediation by mercury accumulating
Enterobacter sp. cells and its alginate immobilized application.
Biodegradation. DOI 10.1007/s10532-011-9483-z.
Hogg, S. 2005. Essential Microbiology. John Wiley & Sons Ltd: England.
Holt, J.G., Krieg, N., Sneath, P., Staley, J., Williams, S. 1994. Bergey’s Manual
of Determinative Bacteriology.Waferly Company: Philadelphia.
Huang, C.C., Narita, M., Yamagata, T., Yukihiro, I., Endo, G., 1999. Structure
analysis of class II transposon encoding the mercury resistance of the
Gram-positive bacterium Bacillus megaterium MB1, a strain isolated
from Minamata Bay, Japan. Gene. 234: 361–369.
Iyer, A., Mody, K. & Jha, B. 2005. Biosorption of heavy metals by a marine
bacterium. Marine Pollution Bulletin. 50: 340 - 343.
Joshi, N.2003. Biosorption of Heavy Metals, Thesis. Department of
Biotechnology and Environmental sciences. Thapar Institute of
Engineering
Technology.
Patiala..http://www.dspaceMet.ac.in:bitstream/I23456789/280/l/91860.idf
Langley, S., Beveridge, T.J. 1999. Effect of O-side chine lipopolysaccharide
chemistry on metal binding. Appl Environ Microbial 65: 489-498.
Liebert, C.A., Hall, R.M., Summers, A.O. 1999. Transposon Tn21, flagship of
the floating genome. Microbiol.Mol. Biol. Rev. 63: 507-522.
Loyd, J.R. 2002. Bioremediation of metals, the application of microorganisms
that make and break minerals. Microbial today 29: 67-69.
Manohar D.M., Anoop K., Krishman T.S., dan Anirudhan, 2002. Removal of
Mercury (II) From Aqueous Solutions and Chlor Alkali Indistry
Wastewater Using 2-Mercaptobenzimidazole-Clay. Water Res. 36 :16091619.
Mushlihah, S., Herumurti, W. 2011. Pengaruh pH dan Konsetrasi Zymomonas
mobilis untuk Produksi Etanol dari Sampah Buah Jeruk. Skripsi Jurusan
Teknik Lingkungan FTSP-ITS.
Nakamura, L. 2000. Phylogeny of Bacillus sphaericus-like organisms.
International Journal of Systematic and Evolutionary Microbiology. 50:
1715–1722.
Nascimento, A. M. A., Chartone-Souza, E. 2003. Operon mer: Bacterial
resistence to mercury and potential for bioremediation of contaminated
environments. Genetics and molecular research 1: 92-101.
Nevado, J.B., Doimeadios, R.M., Bernardo, G., Moreno, J., Herculano, A.M.,
Nascimento, D., López, C. 2010. Mercury in the Tapajós River basin,
Brazilian Amazon: A review. Environment International. 36: 593–608.
Oehmen, A., J. Fradinho, S.Serra, G. Carvalho, J.L. Capelo, S. Velizarov, J.G.
Crespo,M.A.M. 2009. Reis The effect of carbon source on the biological
reduction of ionic mercury. Journal of Hazardous Materials 165: 1040–
1048.
Pepi, M., Gaggi, C., Bernardini, E., Focardi, S., Lobianco, A., Ruta, M.,
Nicolardi, V., Volterrani, M., Gasperini, S., Trinchera, G., Renzi, P.,
Gabellini, M., Focardi, S.E. 2011. Mercury-resistant bacterial strains
Pseudomonas and Psychrobacter spp. isolated from sediments of
Orbetello Lagoon (Italy) and their possible use in bioremediation
processes. International Biodeterioration & Biodegradation 65 :85 91.
Rao, M.B., Tanksale, A.M., Ghatge, M.S and Deshpande, V.V. 1998. Molecular
and Biotechnological Aspects of Microbial Proteases. Microbiology and
Molecular Biology Reviews
Shovitri, M., E. Zulaika dan M.P. Koentjoro. 2010. Bakteri Tahan Merkuri
Dari Kali Mas Surabaya Berpotensi Sebagai Agen Bioremediasi Merkuri.
Jurnal Penelitian Berkala Hayati Edisi Khusus No.4F.
Sobariah, E. 2007. Viabilitas Bakteri Probiotik In Vitro dan Pengaruh
Pemberian Air Beroksigen terhadap Viabilitas Bakteri Probiotik secara
In Vivo. Tesis Pasca Sarjana IPB-Bogor.
Velásquez, L & Dussan, J. 2009. Biosorption and bioaccumulation of heavy
metals on dead and living biomass of Bacillus sphaericus. Journal of
Hazardous Materials 167: 13 - 716.
Widiyanti, A. 2011. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Resisten Merkuri di
Hilir Kali Mas Surabaya. Tugas Akhir Jurusan Biologi FMIPA-ITS.
Zulaika, E., Luqman, A., Arinda, T., Sholikah, U. 2012. Bakteri resisten logam
berat yang berpotensi sebagai biosorben dan bioakumulator. Seminar
Nasional SCET. Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan-ITS.
Zulaika, E., Widiyanti, A. & Shovitri, M. 2011. Bakteri Resisten Merkuri
Endogenik Hilir Kali Mas Surabaya. Seminar Nasional Teori dan
Aplikasi Teknologi Kelautan SENTA
2011. Fakultas Teknologi
Kelautan-ITS. 15-16 Desember.
Download