Penelitian Reguler KARAKTERISTIK GEMBALA YANG DISUKAI TUHAN Studi Hermeneutis Yehezkiel 34:1-16 tentang Karakteristik Gembala Yang Disukai Tuhan dan Implikasinya bagi Kepemimpinan Kristen Masa Kini Ditujukan kepada: Ketua Sekolah Tinggi Agama Kristen Negeri Toraja c.q. Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat bÄx{M Dr. Joni Tapingku, M.Th. NIP. 196701242005011003 SEKOLAH TINGGI AGAMA KRISTEN NEGERI (STAKN) TORAJA TAHUN 2015 HALAMAN PENGESAHAN USUL PENELITIAN REGULER 1. Diajukan kepada : Ketua STAKN Toraja c.q. Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Sekolah Tinggi Agama Kristen Negeri Toraja 2. : Karakteristik Gembala Yang Disukai Tuhan: Studi Hermeneutis Yehezkiel 34:1-16 tentang Karakteristik Gembala Yang Disukai Tuhan dan Implikasinya bagi Kepemimpinan Kristen Masa Kini : Teologi Kristen Program Pascasarjana (S2) : Reguler a. Judul Penelitian b. Bidang Ilmu c. Kategori Penelitian 3. Ketua Penelitian a. Nama Lengkap b. Jenis Kelamin c. Golongan/Pangkat d. NIP e. Jabatan Fungsional f. Fakultas/Jurusan : : Dr. Joni Tapingku, M.Th. : Laki-laki : III/d/Lektor : 196701242005011003 : Dosen STAKN Toraja : Teologi Kristen 4. Susunan Tim Peneliti Anggota : : Ema Santi 5. Lokasi Penelitian : Perpustakaan STAKN Toraja, Perpustakaan UKI Toraja & Perpustakaan STT INTIM Makasssar 6. Lama Penelitian : 6 bulan 7. Biaya Penelitian : DIPA STAKN Toraja Tahun 2015 Mengetahui: Direktur Pascasarjana STAKN Toraja, Dr. Abraham S. Tanggulungan, M.Si. NIP. 197205102005011004 Tana Toraja, 23 November 2015 Ketua Peneliti, Dr. Joni Tapingku, M.Th. NIP. 196701242005011003 Menyetujui: Kepala P3M STAKN Toraja, Dr. Maidiantius Tanyid, M.Th. NIP. 197705052008011018 iv DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL LUAR .……………………………………………... i HALAMAN SAMPUL DALAM …………………………………………..... ii HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... iii LEMBAR PENGESAHAN ....………………………………………….......... iv SURAT KEPUTUSAN PENELITIAN .…………………………………....... v SURAT PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN .........……………...... x KATA PENGANTAR …………………………………………………….... xi DAFTAR ISI ……………………………………………………………….... xiii BAB I BAB II PENDAHULUAN .................................................................... 1 A. Latar Belakang ..................................................................... 10 B. Rumusan Masalah ................................................................ 10 C. Tujuan Penelitian ................................................................. 11 D. Manfaat Penelitian ............................................................... 11 E. Sistematika Penulisan .......................................................... 11 KAJIAN HERMENEUTIS KITAB YEHEZKIEL .............. 13 A. Gambaran Umum Kitab Yehezkiel ...................................... 13 1. Pribadi Yehezkiel ............................................................ 13 2. Zaman Nabi Yehezkiel .................................................... 17 3. Kitab Yehezkiel ............................................................... 18 B. Tafsiran Yehezkiel 34:1-16 .................................................. 22 1. Teks Yehezkiel 34:1-16 .................................................. 22 2. Tafsiran Teks ................................................................... 25 xiii 3. Inti Teks Yehezkiel 34:1-16 ............................................ 33 METODOLOGI PENELITIAN ............................................. 36 A. Pendekatan Penelitian .......................................................... 36 B. Jenis Penelitian ..................................................................... 36 C. Sumber dan Jenis Data ......................................................... 36 D. Metode Pengumpulan Data .................................................. 37 E. Metode Analisis Data ........................................................... 37 F. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................. 38 TEOLOGI GEMBALA KITAB YEHEZKIEL DAN IMPLIKASINYA BAGI KEPEMIMPINAN KRISTEN MASA KNI 39 A. Teologi Gembala Kitab Yehezkiel ..................................... 39 B. Kepemimpinan Kristen Berkarakter Gembala ..................... 44 KESIMPULAN ........................................................................ 51 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 53 LAMPIRAN .................................................................................................... 56 BAB III BAB IV BAB V xiv SURAT PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Dr. Joni Tapingku, M.Th. NIP : 196701242005011003 Jabatan : Dosen STAKN Toraja menyatakan dengan sebenarnya bahwa penelitian dengan judul: Karakteristik Gembala Yang Disukai Tuhan: Studi Hermeneutis Yehezkiel 34:1-16 tentang Karakteristik Gembala Yang Disukai Tuhan dan Implikasinya bagi Kepemimpinan Kristen Masa Kini benar-benar merupakan hasil penelitian penulis, bukan merupakan pengambilan tulisan dari penelitian milik orang lain. Apabila di kemudian hari ditemukan terbukti atau dapat dibuktikan bahwa tulisan ini adalah karya orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam tulisan ini dan disebutkan dalam daftar kepustakaan, maka saya bersedia menerima segala sanksi atas perbuatan tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tana Toraja, 23 November 2015 Yang membuat pernyataan, Dr. Joni Tapingku, M.Th. NIP. 196701242005011003 x KATA PENGANTAR Rasa syukur dan terima kasih penulis persembahkan bagi Allah, Sang pemilik hidup ini, karena hanya perkenan-Nya sehingga penulis dapat merampungkan penelitian reguler ini. Kepada mereka yang sudah terlibat dalam penelitian ini, penulis persembahkan penghargaan dan terima kasih yang tulus, yaitu: 1. Ketua STAKN Toraja, Salmon Pamantung, M.Th., yang telah menunjuk penulis sebagai salah satu tenaga peneliti untuk melaksanakan kegiatan Penelitian Dosen Sekolah Tinggi Agama Kristen Negeri (STAKN) Toraja Tahun 2015. 2. Kepala Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (P3M) STAKN Toraja, Dr. Maidiantius Tanyid, M.Th., yang telah menyetujui permohonan penulis untuk melaksanakan penelitian dosen tahun 2015. 3. Kepala Perpustakaan STAKN Toraja, Andarias Manting, S.Th., yang telah memberi kesempatan kepada peneliti untuk melaksanakan penelitian pustaka di perpustakaan STAKN Toraja. 4. Dekan dan Kepala Perpustakaan Fakultas Teologi Universitas Kristen (UKI) Toraja yang memberi kesempatan kepada peneliti untuk melaksanakan penelitian pustaka di perpustakaan Fakultas Teologi UKI Toraja. 4. Rekan-rekan dosen dan tenaga kependidikan STAKN Toraja. 5. Anggota Tim Peneliti, Ema Santi, yang telah membantu dalam perampungan penelitian ini. xi Akhirnya, penulis berharap bahwa laporan penelitian ini dapat memberi masukan bagi lembaga gereja untuk melaksanakan pembinaan dan pelayanan bagi warga jemaat demi peningkatan pelayanan dalam jemaat. In omnibus glorificetur Deus “Biarlah Allah dimuliakan dalam segala hal” Mengkendek, November 2015 Penulis xii PERSONALIA PENELITIAN 1. Ketua Peneliti : a. Nama Lengkap : Joni Tapingku, M.Th. b. Jenis Kelamin : Laki-laki c. Pangkat/Golongan : Asisten Ahli/(III/b) d. NIP : 196701242005011003 e. Jabatan Fungsional : Dosen STAKN Toraja f. Fakultas/Jurusan : Kependetaan 2. Anggota : a. Nama Lengkap : Ema Santi b. Jenis Kelamin : Perempuan c. NIRM : 20133740 d. Fakultas/Jurusan : Pendidikan Agama Kristen 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepemimpinan yang baik merupakan syarat mutlak bagi pertumbuhan, kestabilan, dan kemajuan kelompok apa pun. Ini berlaku bagi kelompok berskala raksasa, seperti sebuah bangsa atau negara; kelompok dengan pengorganisasian istimewa, seperti tentara; sampai ke kelompok yang relatif kecil serta biasa-biasa saja, seperti misalnya sebuah klub sepakbola. Tentu tidak terkecuali, adalah kelompok – yang sering dianggap – setengahilahi-setengah-manusia, seperti gereja. Maksudnya, tanpa kepemimpinan yang baik, kelompok apa pun di dunia ini akan rentan konflik serta rawan perpecahan, dan oleh sebab itu sulit bertumbuh atau berkembang. Kalaupun bergerak, geraknya pun sekadar majumundur, ke sana kemari, dan tanpa arah. Di samping vital, kepemimpinan adalah kenyataan yang tak terelakkan bagi semua orang. Di mana ada kehidupan bersama, di mana pun di muka bumi ini, orang cuma punya dua pilihan: dipimpin atau memimpin. Dan yang sering ditemui adalah kombinasi antara keduanya, memimpin dan sekaligus dipimpin. Dunia yang kita tinggali hari ini berada dalam krisis kepemimpinan global. Menurut pakar kepemimpinan, John Gardner, ketika Amerika didirikan pada tahun 1776 dengan sekitar tiga juta penduduk, negara tersebut memiliki enam pemimpin kelas dunia: George Washington, John Adams, Thomas Jefferson, Benjamin Franklin, James Madison, 2 dan Alexander Hamilton. Pada tahun 1987, dengan populasi lebih dari 240 juta penduduk, Amerika seharusnya memiliki 480 pemimpin kelas dunia. Namun, di manakah mereka?1 Pertanyaan yang sama harus diajukan bukan saja di Amerika, tetapi juga di berbagai negara, termasuk Indonesia. Pertanyaan yang sama juga berlaku bukan saja dalam bidang politik pemerintahan, tetapi juga di bidang bisnis, pendidikan, sosial, religius, dan berbagai bidang kehidupan lainnya. Tentu negara ini memiliki pemimpin formal, yaitu mereka yang menduduki posisi-posisi kepemimpinan dalam pemerintahan, bisnis, universitas, gereja, dan sebagainya. Para pemimpin ini mengepalai institusi-institusi raksasa tersebut. Celakanya, banyak institusi yang mendominasi bangunan desa global abad ke-21 tersebut terusmenerus mengecewakan rakyat karena ulah pemimpinnya. Hal ini terjadi pada level mulai dari yang tertinggi sampai yang terendah. Sebenarnya istilah “pemimpin” tidak tepat dipakai dalam konteks di atas. Para kepala institusi tersebut tidak tepat disebut “pemimpin” karena sebagian besar dari mereka tidak melakukan fungsi kepemimpinan sebagaimana mestinya. Jadi mungkin lebih tepat kalau mereka disebut kepala dan pejabat teras pemerintahan, direktur dan manajer perusahaan, rektor universitas, pendeta, penatua gereja, namun belum tentu mereka adalah pemimpin. Beberapa contoh berikut menggarisbawahi realita ini. Sekretaris Jendral PBB, Kofi Annan, dalam Human Development Report yang dirilis United Nations Development Programme (UNDP) mencantumkan sebuah kalimat penting yang menggarisbawahi realita kebangkrutan pemimpin formal di level internasional: “Obstacles to democracy have little 1 Sendjaya, Kepemimpinan Kristen (Yogyakarta: Kairos Books, 2004), 15. 3 to do with culture or religion, and much more to do with the desire of those in power to maintain their position at any cost”.2 Observasi di atas terbukti kebenarannya dalam konteks Indonesia. Perjalanan Indonesia sebagai sebuah bangsa menuju negara yang demokratis terus tertatih-tatih karena kelangkaan elit politik yang mampu memimpin dengan integritas moral dan kapabilitas kepemimpinan yang memadai. Ketika pejabat pemerintah di berbagai tingkat haus kuasa dan terus ingin berkuasa, maka orientasi melayani rakyat semakin sirna sementara ambisi untuk berkuasa semakin mengental. Krisis multidimensi yang dialami bangsa Indonesia beberapa tahun terakhir berpangkal pada krisis kepercayaan, khususnya kepercayaan kepada para pemimpin. Rakyat tidak lagi mempercayai para pemimpinnya. Pangkal ketidakpercayaan itu tidak lain adalah karena para pemimpin bertindak bertentangan dengan apa yang seharusnya. Tindakan dan perilaku para pemimpin bertentangan dengan apa yang dipidatokan dan diajarkan kepada masyarakat. Jadi dapat juga dikatakan bahwa krisis multidimensi yang melanda Indonesia berpangkal dalam krisis karakter.3 Gereja pun tidak imun dari krisis kepemimpinan. Gereja yang seharusnya menghasilkan pemimpin yang tinggi iman, tinggi ilmu, dan tinggi pengabdian malah terkontaminasi dengan berbagai masalah kepemimpinan. Peneliti Kristen George Barna menyimpulkan hasil studinya selama 15 tahun tentang kehidupan gereja secara global dengan konklusi sebagai berikut: Gereja telah kehilangan pengaruhnya karena absennya kepemimpinan yang efektif. Sementara Pendeta Bill Hybels, setelah tiga puluh tahun menggembalakan gereja Willow Creek di Amerika, dalam bukunya Courageous Leadership menulis konfiksi hidupnya bahwa gereja lokal adalah harapan dunia, namun 2 Ibid., 16. Robert P. Borrong, “Etika dan Karakter Kepemimpinan Dalam Perspektif Kristiani”, Kepemimpinan Kristiani (Jakarta: UPI STT Jakarta, 2001), 64. 3 4 masa depannya terletak pada para pemimpinnya. Celakanya, hari ini gereja semakin kehilangan pengaruhnya dalam kehidupan keseharian manusia, baik di dalam maupun di luar gereja.4 Banyak masalah akut dan kronis yang melumpuhkan berbagai jenis organisasi di atas disebabkan atau terkait dengan krisis kepemimpinan. Terlalu banyak organisasi dipimpin oleh orang-orang yang kurang diperlengkapi dengan kompetensi kepemimpinan yang mapan. Beberapa dari mereka bahkan memiliki cacat karakter. Integritas sering kali dikorbankan demi kelanggengan ambisi pribadi. Pada saat yang bersamaan dampak dari aksi kepemimpinan mereka menjalar seperti kanker dari dalam organisasi, dan melumpuhkannya secara perlahan. Bukan rahasia lagi bahwa bangkitnya mahasiswa melawan penguasa disebabkan oleh perilaku penguasa, yaitu para pemimpin bangsa yang tidak berperilaku sebagai pemimpin. Termasuk juga sebagian di antaranya para pemimpin yang berkeyakinan Kristen. Tidak ada tuntutan bahwa mereka itu harus memimpin seperti seorang rohaniwan Kristen yang semata-mata memimpin berdasarkan ayat-ayat Alkitab, tetapi paling tidak mereka melaksanakan tugas kepemimpinannya berdasarkan norma dasar dan nilai dasar Alkitab, yaitu bertindak adil dan penuh kasih. Namun faktanya, para pemimpin yang adil dan penuh kasih di antara orang Kristen masih sangat langka. Harus diakui banyak di antaranya yang sungguh-sungguh Kristen, bahkan saleh. Tetapi lebih banyak yang menampilkan gaya kepemimpinan yang sungguh-sungguh sekuler dan kadang-kadang immoral. Situasi yang sama terjadi juga dalam gereja. Banyak pemimpin gereja lebih menonjolkan aspek kekuasaan daripada pelayanan. Banyak pemimpin yang tidak 4 Sendjaya, Kepemimpinan Kristen, 17. 5 memberikan contoh dan teladan dalam berperilaku, terlebih sebagai pemimpin-pemimpin rohani. Sebagai pemimpin rohani tentu saja yang seharusnya ditonjolkan adalah pelayanan, yaitu kesediaan memberikan hidup kepada umat. Para pemimpin gereja biasa disebut sebagai gembala. Namun banyak di antaranya yang bertindak sebagai orang upahan yang lebih menekankan upah daripada karya. Ada pula yang lebih menekankan kekuasaan daripada pelayanan penggembalaan. Eka Darmaputera meratap melihat situasi kepemimpinan di negeri ini pada umumnya dan di gereja-gereja pada khususnya. Eka mengatakan bahwa negeri ini dan gereja-gereja bergerak tanpa arah serta bersibuk diri tanpa makna. Dan hasilnya ialah kepenatan tanpa tahu untuk apa.5 Lebih jauh Eka katakan bahwa gembala membohongi jemaat, dan pengkhotbah berdagang Injil.6 Gereja Toraja pun menyadari kalau kondisi obyektif gembala dan pelayanannya masa kini belum maksimal. Misalnya, pelayanan gembala kadang-kadang tidak memperlihatkan motivasi keterpanggilan, tetapi lebih sebagai mata pencaharian. Dengan perkataan lain, bekerja untuk mendapatkan gaji lebih menonjol ketimbang bekerja sebagai suatu tugas pelayanan dan pengabdian. Contoh lain ialah bahwa keseriusan mempersiapkan pelayanan-pelayanan belum memadai, sehingga sering pelayanannya tidak mememuhi kebutuhan obyektif jemaat; para gembala tenggelam dalam rutinisme ritual dan adminnistratif; kadang-kadang gembala tidak berusaha hidup sesuai dengan apa yang diberitakannya sehingga tidak dapat menjadi panutan di dalam jemaat dan masyarakat; perkunjungan-perkunjungan penggembalaan kurang mendapat perhatian dan penanganan yang serius; rendahnya kualitas pelayanan disebabkan oleh kurangnya kepekaan terhadap 5 Eka Darmaputera, Kepemimpinan Kristiani: Spiritualitas, Etika, dan Teknikteknik Kepemimpinan Dalam Era Penuh Perubahan (Jakarta: STT Jakarta, 2001), 7. 6 Ibid. 6 perkembangan dan perubahan-perubahan di bidang sosial, ekonomi, politik, iptek, dan isuisu teologi yang aktual.7 Kualitas kepemimpinan gembala dalam jemaat telah menyebabkan kurangnya sambutan positif dalam mengemban tugas pelayananannya. Hal ini terasa dalam keterampilan dan kemampuan relasionalnya di tengah-tengah jemaat dan masyarakatnya. Kurangnya keterampilan dan kemampuan menata pelayanan dan mendayagunakan secara maksimal potensi-potensi yang ada dalam jemaat, mencerminkan rendahnya kualitas kepemimpinan gembala, dan memberikan peluang kepada bangkitnya pengaruh kepemimpinan tradisional yang dapat menghambat program-program pelayanan jemaat.8 Jadi, di dalam gereja terjadi pula krisis kepemimpinan yang terkait dengan krisis karakter. Para pemimpin Kristen tidak perlu malu mengakui situasi ini, yang memang tercermin sangat transparan dari keadaan gereja-gereja di Indonesia, baik pada tingkat jemaat, sinode maupun para aras nasional. Banyak pemimpin gereja belum menjalankan pelayanannya dengan mengacu pada karakter kepemimpinan. Banyak pula yang tidak membina diri menjadi pemimpin yang memilki karakter yang baik. Gambaran masalah-masalah yang dikemukakan di atas menunjukkan bahwa karakter kepemimpinan gembala saat ini sangat problematis. Mengapa gereja berada dalam krisis kepemimpinan? Menurut hemat peneliti, karena gereja telah kehilangan kapasitas institusional dan interpersonal yang mampu mentransformasi individu secara utuh untuk mencapai efektivitas hidup sebagaimana yang Allah inginkan. Terlalu banyak kendala struktural, intelektual, emosional, dan kultural yang memperlambat proses transformasi hingga ke titik berhenti. Kapasitas institusional dan interpersonal di sini adalah kemampuan sebuah insitusi dan para individu yang ada di dalamnya untuk berupaya masuk 7 8 BPS Gereja Toraja, Konsultasi Pendeta Gereja Toraja (Rantepao: Sulo, 1995), 6. Ibid., 7. 7 ke dalam proses mencetak pemimpin yang berkarakter gembala. Realitanya hari ini dalam organisasi justru kultur dan struktur yang ada sering kali mematikan potensi kepemimpinan seseorang. Proses saling mempertajam dan memperlengkapi tidak lagi muncul dalam relasi antarindividu. Pendek kata, seakan ada vaksin anti-kepemimpinan yang telah disuntikkan ke dalam sistem urat syaraf organisasi dan individu. Masalah yang terbesar dihadapi pemimpin Kristen adalah memiliki minat yang rendah dengan orang-orang (domba-domba) serta tidak memiliki kemampuan menjalin hubungan dengan rekan-rekan (interpersonal relationship) dan tidak peduli kepada masalah-masalah emosional orang yang dipimpinnya. Hal lain adalah adanya sikap pesimis terhadap kehidupan di depan sehingga menurunkan semangat organisasi yang dipimpinnya. Ciri lainnya yang paling banyak muncul dalam kepemimpinan adalah bersikap antisosial, skeptis, kurang senyum, suka mendominasi dan agresif. Padahal ini berlawanan dengan kepemimpinan dengan hati gembala. Fakta lain ialah bahwa dalam kajian soal kepemimpinan kristen, para pemimpin gereja saat ini banyak dikeluhkan soal kepemimpinan yang bukan memimpin dengan hati gembala (herding leadership) melainkan memimpin dengan gaya “herder” (analogi anjing jenis herder). Masalah ini banyak terjadi di dalam gereja atau insitusi di mana banyak pemimpin yang putus asa terhadap pengaplikasian prinsip kepemimpinan dan memilih jalan pintas yaitu dengan cara “herder” yaitu gaya otokratik dan bahkan kekerasan. Hal ini diperkuat Sonny Eli Zaluchu yang dalam tulisannya tentang Intrik di Dalam Gereja mengatakan bahwa kelemahan kepemimpinan gembala biasanya ditandai dengan sejumlah aktivitas yang cenderung memaksakan kehendak, gaya penggembalaan yang tidak berkenan, mulut yang tidak terkontrol, menguatnya pengaruh dan intervensi orang-orang tertentu di dalam keputusan gembala (orang kuat, anak, menantu), visi yang lemah, doa yang kurang dan sikap yang mencerminkan kekunoan (seperti plin-plan, tidak mau 8 mengakui kesalahan dan sikap tidak mau tahu). Hal yang paling utama adalah gembala yang tidak mau berubah dan selalu tertutup menerima masukan karena menganggap diri benar.9 Satu hal lagi yang diingatkan oleh Stacy Rinehart dalam bukunya Upside Down bahwa banyak gembala mencoba mengikuti tren kepemimpinan dan melupakan prinsip Yesus tentang kepemimpinan gembala.10 Ada kesadaran dewasa ini bahwa peranan pemimpin tidak/belum jalan sehingga terjadi krisis kepemimpinan gembala yang sangat memprihatinkan. Menurut Ted. W. Engstrom, sesungguhnya generasi sekarang sedang mengalami masalah serius yaitu krisis kepemimpinan. Realitas menunjukkan bahwa hampir tidak ada gembala yang berpikir dan bertindak positif, konstruktif, dinamis, dan kreatif.11 Akibatnya bangsa Indonesia ini, jika dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain di dunia, selalu ditempatkan pada nomor-nomor terakhir dari segi kualitas dan nomor-nomor teratas dari segi kebobrokan moral, korupsi, pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), penyebab berbagai jenis penyakit menular, kemiskinan, dsb. Keadaan ini merupakan akibat dari rendahnya kualitas para gembalapemimpin bangsa dan negara ini pada semua bidang kehidupan, baik dalam pemerintahan maupun keagamaan. Dalam bukunya, ”Be The Leader You Were Meant To Be”, Le Roy Eims mengatakan bahwa krisis kepimpinan sedang melanda dunia ini. Para pemimpin politik, para ahli ekonomi, para penulis editotial, para wartawan, para pendidik, dan para pemimpin agama, yang memahami cara dan mampu memimpin orang lain di jalan yang 9 Sonny Eli Zaluchu, “Intrik dalam Gereja” dalam http://www.glorianet.org/kolom/kolointr.html. 10 Stacy Rinehart, Upside Down (USA: NavPress, 1998), 5. 11 Ted. W. Engstrom, The Making of Christian Leader (Grand Rapids: Zondervan, 1976), 12. 9 benar sungguh sangat sedikit.12 Jadi, karena pemimpin yang berkualitas itu sedikit, maka banyak pula kesulitan dan hambatan selalu muncul. Kita harus berani mengakui bahwa kita berada dalam krisis kepemimpinan. Krisis kepemimpinan adalah sebuah masalah yang krusial. Namun ada masalah yang lebih krusial, dan sekaligus urgen, yaitu masalah kepedulian (ignorance). Banyak orang yang tidak peduli terhadap fakta bahwa gereja tidak memiliki figur dan sistem kepemimpinan yang baik. Apalagi kepemimpinan yang biblikal. Karena itu, sangat penting untuk melihat karakter kepemimpinan gembala yang alkitabiah. Dalam konteks kepemimpinan Kristen, seorang pemimpin adalah seorang yang memiliki kualifikasi sebagai gembala dan pelayan. Kedua kata ini menjadi kata kunci untuk memahami rahasia kepemimpinan kristiani. Alkitab hampir tidak pernah menggunakan kata pemimpin untuk para pemimpin. Yang digunakan adalah pelayan atau hamba dan gembala. Baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru lebih banyak menggunakan kata gembala dan pelayan/hamba daripada kata pemimpin. Kata gembala dan pelayan/hamba itu menunjuk, baik Tuhan sebagai pemimpin umat (mis. Mzm. 23; Kej. 48:15; Yes. 40:11; Yer. 31:10; Yeh. 34:1-16 dan sebagainya); para pemimpin politik dan pemimpin rohani di Israel (2 Sam. 5:2; Yer. 2:8, 3:15, 23:4, 25:34; Yeh. 34:2 dan lainlainnya).13 Sangat menarik bahwa penggunaan dan penekanan kata gembala untuk para pemimpin Israel justru dalam konteks kritik atas pelanggaran norma para pemimpin sebagai gembala. Tuhan mengkritik para pemimpin itu sebagai pemimpin yang tidak bermoral karena hanya mencari untung dari rakyat/umat yang dipimpinnya. Jelaslah bahwa 12 Le Roy Eims, Be the Leader You Were Meant To Be: Growing Into the Leader God Called You To Be (New York: Cook Communications Ministries, 1975), 9. 13 Borrong, “Etika dan Karakter Kepemimpinan Dalam Perspektif Kristiani”, 7172. 10 para pemimpin dalam Perjanjian Lama adalah mereka yang mendapat tugas dan tanggung jawab secara khusus dari Tuhan dan karena itu harus bertanggung jawab secara moral dan spiritual terhadap keselamatan orang-orang yang dipimpinnya. Kelangkaan gembala yang berkualitas dan yang mampu memimpin dan melayani bukan saja baru menjadi pergumulan umat Kristen dewasa ini, namun sudah ada jauh sebelum muncul Sang Gembala Agung, yakni Yesus Kristus. Nabi-nabi dalam Perjanjian Lama, seperti Yehezkiel, diutus Tuhan oleh Tuhan untuk mengoreksi kelemahan para gembala saat itu. Kepada para gembala Israel, Nabi Yehezkiel berseru: “Beginilah firman Tuhan ALLAH: Celakalah gembala-gembala Israel, yang menggembalakan dirinya sendiri! Bukankah domba-domba yang seharusnya digembalakan oleh gembala-gembala itu? Kamu menikmati susunya, dari bulunya kamu buat pakaian, yang gemuk kamu sembelih, tetapi domba-domba itu sendiri tidak kamu gembalakan. Yang lemah tidak kamu kuatkan, yang sakit tidak kamu obati, yang luka tidak kamu balut, yang tersesat tidak kamu bawa pulang, yang hilang tidak kamu cari, melainkan kamu injak-injak mereka dengan kekerasan dan kekejaman” (Yeh. 34:2-4). Seperti apakah karakteristik seorang gembala yang disukai Tuhan? Ini merupakan pertanyaan yang akan dijawab oleh Yehezkiel 34:1-16 yang berbicara mengenai Tuhan sebagai gembala umat-Nya dan bagaimana para gembala sebagai abdi Allah melaksanakan perannya sebagai under-shepherd (wakil-Nya). Pertanyaan tersebut akan dijawab melalui dua cara. Pertama, belajar dari kesalahan para gembala umat Israel yang dikecam Tuhan (ay. 1-10). Kedua, meneladani tindakan Allah yang menempatkan diri sebagai gembala agung umat-Nya (ay. 11-16). B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah peneliti ini ialah: Bagaimana karakteristik gembala yang disukai Tuhan berdasarkan Yehezkiel 34:116 dan implikasinya bagi kepemimpinan Kristen masa kini? 11 C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui karakteristik gembala yang disukai Tuhan berdasarkan Yehezkiel 34:1-16 dan implikasinya bagi kepemimpinan Kristen masa kini. D. Manfaat Penelitian Pada prinsipnya kepentingan penelitian mempunyai dua segi, yaitu kepentingan teoritis dan kepentingan praktis. Kepentingan teoritis adalah sumbangan yang dapat diberikan kepada dunia ilmu pengetahuan dalam bidang terkait. Sedangkan kepentingan praktis adalah sumbangan yang dapat diberikan kepada penerapan ilmu pengetahuan terkait.14 E. Sistematika Penulisan Sistematika pembahasan adalah rangkaian pembahasan yang tercakup dalam isi penelitian, di mana bab yang satu dengan bab yang lain saling berkaitan sebagai satu kesatuan yang utuh. Bab pertama adalah pendahuluan, yaitu sebagai gambaran umum mengenai seluruh isi penelitian yang dijabarkan dalam berbagai sub bab, yaitu: latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika pembahasan. Pada bab dua akan membahas gambaran umum Kitab Yehezkiel, yang meliputi: nama kitab, penulisan, latar belakang Kitab Yehezkiel, tujuan, struktur dan teologi Kitab Yehezkiel. Selanjutnya akan dibahas secara khusus teks Yehezkiel 34:1-16, yang meliputi: tafsiran ayat demi ayat dan teologi gembala menurut Kitab Yehezkiel. 14 Andreas B. Subagyo, Pengantar Riset Kuantitatif dan Kualitatif (Bandung: Kalam Hidup, 2004), 217. 12 Kemudian masuk bab tiga, yang membahas implikasi karakteristik gembala yang disukai Tuhan bagi kepemimpinan Kristen masa kini. Akhirnya pembahasan seluruh penelitian ini ditutup dengan kesimpulan dalam bab empat. 13 BAB II KAJIAN HERMENEUTIS KITAB YEHEZKIEL A. Gambaran Umum Kitab Yehezkiel 1. Pribadi Yehezkiel Yehezkiel adalah anak Busi berasal dari keluarga imam (Yeh. 1:3). Menurut Taylor dan Brockington, Yehezkiel dibesarkan di Palestina, dan dibawa ke Babel pada tahun 597 sM (Yeh. 33:21; 2 Raj. 24:11-16).15 Yehezkiel berusia dua puluh lima tahun pada saat itu, karena lima tahun kemudian, pada usia tiga puluh tahun (Yeh. 1:1), dirinya dipanggil Allah menjadi nabi.16 Yehezkiel berbahagia dalam pernikahannya (Yeh. 24:16). Kematian istrinya secara mendadak, yang sudah dinyatakan oleh Allah sebelumnya, dipakai sebagai isyarat bagi Israel (Yeh. 24:15-24). Dalam pembuangan Yehezkiel tinggal di rumahnya sendiri, di Tel Abib di tepi Sungai Kebar17 (Yeh. 3:15; bnd. 1:1). Jika sungai itu dapat disamakan dengan naru kabari dalam bahasa Babel, maka letaknya antara Babel dan Nippur. Para tuatua datang ke rumah Yehezkiel untuk berkonsultasi (Yeh. 8:1) dan ini sesuai dengan pernyataan “aku bersama-sama dengan para buangan” (Yeh. 1:1) yang tinggal di salah satu perkampungan Yahudi yang dipindahkan dari Yehuda oleh bangsa Babel. Ia memberi 15 J. Taylor & L.H. Brockington, “Ezekiel” dalam Dictionary of the Bible (Grand Rapids: Wm. B. Eerdmans Publishing, 2000). 16 Ada beberapa pengertian lain tentang “tahun ketiga puluh” dalam Yehezkiel 1:1. Eichrodt sependapat bahwa Yehezkiel berumur 30 tahun pada tahun 594 sM, tetapi ia dengan keliru menganggap Yehezkiel "sangat terkesan dengan segi keagamaan dari pembaruan-pembaruan" Yosia pada tahun 621 sM. Sebab pada waktu itu Yehezkiel baru berumux tiga tahun. Walther Eichrodt, Ezekiel: A Commentary (Philadelphia: Westminster, 1970), 28-32. 17 Ibr. nehar kevar hanya ditemukan dalam Kitab Yehezkiel. W.S. LaSor, dkk., Pengantar Perjanjian Lama, jilid 2 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000), 383. 14 keterangan waktu untuk penyataan-penyataan tertentu yang diterimanya dari Allah dengan mengacu pada tahun sesudah pembuangan Raja Yoyakhin (597 sM). Panggilannya untuk menjadi nabi datang pada tahun kelima sesudah pembuangan (= 593 sM) dan keterangan waktu yang terakhir dicatat dalam kitabnya adalah tahun kedua puluh tujuh (= 571 sM). Jadi tidak ada keraguan bahwa Yehezkiel berada di antara kelompok yang dibuang oleh bangsa Babel tahun 597 sM, 18 sehingga pelayanannya berlangsung sekurang-kurangnya dua puluh tiga tahun.19 Karena memerankan penglihatan-penglihatannya, nubuat-nubuat tertentu, tingkah pengalamannya lakunya tentang yang aneh dalam bagaimaaa Allah memindahkannya dari Babel ke Yerusalem dan kembali ke Babel dalam penglihatan (Yeh. 8:3; 11:24) dan lain-lain, Yehezkiel pernah disebut ekstatik, pengkhayal, ataupun dianggap orang yang menderita gangguan jiwa.20 Memang tingkah lakunya “tidak normal”. Yehezkiel pernah dilukiskan sebagai imam, nabi, gembala dan pengkhotbah, “bapak dari agama Yahudi”. Erdman mengatakan bahwa Nabi Yehezkiel mengajar umatnya untuk menyanyikan lagu-lagu pada malam hari.21 Gottwald menyebut prosanya “sangat membosankan dan berulang-ulang”, 22 sedangkan Weiser berpendapat bahwa “penglihatannya yang dahsyat, kiasan-kiasannya yang berani dan bahasanya yang mengguncangkan, tidak kalah bila dibandingkan dengas puisi yang ditulis oleh nabi-nabi lain”.23 18 C. Hassel Bullock, Kitab Nabi-nabi Perjanjian Lama (Malang: Gandum Mas, 2002), 311. 19 LaSor, dkk., Pengantar Perjanjian Lama,384. 20 B.S. Childs, Introduction to the Old Testament as Scripture (Philadelphia: Westminster, 1979), 371. 21 LaSor, dkk., Pengantar Perjanjian Lama,384. 22 Norman K. Gottwald, A Light to the Nations: An Introduction to the Old Testament (New York: Harper & Row, 1965), 381. 23 Arthur Weiser, The Old Testament: Its Formation and Development (New York: Association, 1961), 228. 15 Dalam kedudukannya sebagai imam, Bullock mengatakan bahwa hal itu dipertegas dengan penggunaan bahasa keimaman dan minatnya terhadap Bait Suci. Nada yang hampir sama dikemukakan oleh VanGemeren bahwa sebagai anggota keluarga imam, Yehezkiel dididik untuk menaati aturan-aturan hukum bait suci dan bagaimana memberi korban.24 Latar belakang ini bisa menjelaskan keprihatinannya terhadap masa depan bait suci, simbol sakral kehadiran Allah, kovenan, dan pemerintahan-Nya (1 Raj. 8:10-11; Mzm. 132). Walaupun demikian, juga tampak dari keterampilan sastranya yang unik dan pengetahuannya tentang dunianya, bahwa Yehezkiel, seperti juga Yeremia, telah menerima pendidikan yang berorientasi internasional.25 Yehezkiel, sang imam, juga memperoleh penglihatan tentang kemuliaan Allah di tempat pembuangan. 26 Yehezkiel telah menyaksikan kemuliaan Tuhan, bahkan seperti Musa (Kel. 33:18; 34:29-35) dan Yesaya (Yes. 6:15). Tidaklah heran bila Yehezkiel begitu terpana melihat semarak kemuliaan Allah, namun sekaligus juga begitu merasa bersalah yang mendalam bersama orang-orang sezamannya. Ia tersungkur dalam kelemahan manusiawinya, namun Roh Allah telah mengangkat dan menguatkan dia (Yeh. 2:1-2). Roh mengutusnya untuk melayani komunitas di tempat pembuangan (ay. 3-4), suatu komunitas yang hampir tidak berbeda dalam respons mereka dibanding komunitas yang tersisa di Yehuda (ay. 5; 3:4-7, 11). Sebagai imam Allah, Yehezkiel bertanggung jawab untuk mengajar serta mengaplikasikan berita tentang kesalahan dan penghukuman melalui firman dan tindakan simbolis. Yehezkiel juga membicarakan tentang transformasi gemilang untuk zaman baru, ditandai oleh kembalinya kemuliaan Allah di bait-Nya. 24 Willem A. VanGemeren, Penginterpretasian Kitab Para Nabi (Surabaya: Momentum, 2007), 353. 25 Ibid. 26 Eichrodt, Ezekiel: A Commentary, 28-32. 16 Yehezkiel, sang imam, adalah juru bicara Allah di tempat pembuangan. Seperti Yeremia di Yerusalem, Yehezkiel melayani Tuhan sebagai alat perang-Nya: “Aku meneguhkan hatimu melawan mereka yang berkepala batu dan membajakan semangatmu melawan ketegaran hati mereka. Seperti batu intan, yang lebih keras dari pada batu Kuteguhkan hatimu; janganlah takut kepada mereka dan janganlah gentar melihat mukanya, sebab mereka adalah kaum pemberontak” (Yeh. 3:8-9). Dalam kedudukannya sebagai nabi, Yehezkiel menerima panggilan untuk melayani Yahweh. Yehezkiel sudah berusia tiga puluh tahun pada 593 sM, dan berada di Yerusalem, dirinya tentunya sudah bergabung dengan Busi, ayahnya, yang melayani Tuhan di bait suci. Namun, Yehezkiel malah berada di tempat pengasingan dan merespons panggilan untuk melayani Tuhan sebagai nabi-penjaga.27 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa rasa hormat apa pun yang telah ditunjukkan kepada Yehezkiel di antara orang-orang senegaranya yang tinggal di Palestina tidak dapat ditentukan dengan kepastian yang mutlak, tetapi kita dapat beranggapan bahwa para pengungsi, yang datang dari Palestina untuk memberitahukan kejatuhan Yerusalem, datang kepada Yehezkiel karena reputasi yang dimiliki nabi itu di Yehuda (Yeh. 33:21). Dalam masyarakat Yahudi di Babel, reputasi Yehezkiel terkenal dengan baik dan dihormati, karena para tua-tua dari masyarakat pembuangan datang kepadanya minta petunjuk pada beberapa peristiwa (Yeh. 8:1; 14:1; 20:1). 27 Stephen Garfinkel, “Of Thistles and Thorns: A New Approach to Ezekiel II 6”, VT 37 (1987):421-437. 17 2. Zaman Nabi Yehezkiel Masa pembuangan Yehuda (597 - 538 sM) hampir bersamaan dengan masa kejayaan kerajaan Babel (612 - 539 sM).28 Kondisi di pembuangan tampaknya tidak terlalu berat bagi banyak orang Yahudi. Babel tidak bermaksud menghukum bangsa-bangsa taklukan, tetapi hanya mengambil langkah-langkah yang perlu untuk mencegah revolusi. Asyur lebih kejam dengan memindahkan, menghancurkan dan, mencerai-beraikan bangsa-bangsa taklukamtya, sehingga mereka kehilangan jati diri sebagai bangsa melalui kawin campur dan bentukbentuk pembauran lainnya. Sebaliknya, Babel memindahkan bangsa-bangsa itu dalam kelompok-kelompok kecil dan membiarkan mereka memelihara jati dari bangsa mereka. Oleh karena itu orang-orang Yehuda dapat kembali dari pembuangan, sementara kesepuluh suku dari Israel utara telah berbaur dengan penduduk yang dimasukkan ke sana oleh Asyur. Yeremia telah memberi nasihat agar orang-orang buangan itu melakukan kegiatan mereka sehari-hari seperti biasa dalam pembuangan (Yer. 29:4-7) dan tampaknya mereka berbuat demikian. Mereka membangun rumah, menanam pohon anggur, membina ketrampilan dan mulai menyukai kehidupan mereka yang baru: Tidak lama kemudian orang Yahudi sudah ikut dalam perdagangan.29 Ketika ada kesempatan untuk kembali ke Yerusalem, banyak yang lebih suka tinggal di Babel. Demikianlah asal-usul pusat Yahudi yang kemudian menghasilkan Talmud Babel.30 Situasi keagamaan di pembuangan cukup bervariasi digambarkan oleh Lindblom dalam tulisannya: 28 John Bright, A History of Israel (Philadelphia: Westminster, 1981), 324-339; R.K. Harrison, Introduction to the Old Testament (Grand Rapids: Eerdmans, 1969), 195205. 29 LaSor, dkk., Pengantar Perjanjian Lama, 385. 30 Ibid. 18 “Keliru sekali jika kita menyimpulkan dari nubuat-nubuat Yesaya tentang sisa Israel, atau clan penglihatan Yeremia tentang buah ara yang baik, bahwa orang Yahudi yang diusir ke Babel adalah elite moral dari bangsa Yahudi. Babel tidak memilih mereka karena alasan-alasan keagarnaan dan akhlak. Adapun gagasan Yesaya tentang sisa Israel hanya berarti bahwa sebagian dari bangsa itu akan diselamatkan dari kehaneuran dan kemudian berpaling kepada Allah”.31 Kesimpulan itu sebagian didasarkan pada tambahan yang diduga Lindblom ditambahkan pada zaman pembuangan kepada nubuat-nubuat yang ditulis sebelum pembuangan. Sekalipun tidak didukung oleh bukti-bukti naskah, namun pada dasarnya kesimpulan itu benar. Prinsip pemilihan oleh Allah berlaku untuk masa pembuangan maupun babakbabak lain dalam sejarah Israel. Orang-orang buangan tidak menjadi murni dan benar melulu karena mereka terpaksa meninggalkan negeri mereka. Hanya orang-orang pilihan Allah yang mengalami penyempurnaan seperti itu. Bangsa Yahudi sesudah pembuangan masih belum mengalami penyelamatan secara sempurna. Bagaimanapun, pada masa pembuangan pandangan-pandangaa Yahudi tentang Allah mengalami ujian. 3. Kitab Yehezkiel Kitab Yehezkiel berisikan pemberitaan yang disampaikan secara lisan atas perintah Allah (Yeh. 3:10; 14:4; 20:1,27; 24:8; 43:10). Dapat dipastikan bahwa pemberitaan-pemberitaannya dikumpulkan oleh nabi atau penyunting di kemudian hari. Ada tiga belas acuan tentang waktu yang masing-masing dikaitkan dengan penyataan dari Allah: 31 387. J. Lindblom, Prophecy in Ancient Israel (Philadelphia: Fortress, 1962), 386- 19 Hari Bulan Tahun Tanggal32 Yeh. 1:2 Penglihatan awal 5 4 5 31 Jul. 593 Yeh. 8:1 Penglihatan di Rumah Allah 5 6 6 17 Sep. 592 Yeh. 20:1 Pesan kepada tua-tua 10 5 7 14 Ag. 591 Yeh. 24:1 Laporan pengepungan 10 10 9 15 Jan. 588 Yerusalem Yeh. 26:1 Nubuat melawan Tirus 1 1 11 23 Apr. 588 Yeh. 29:1 Nubuat melawan Firaun* 12 10 10 7 Jan. 587 Yeh. 29:17 Nubuat tentang Mesir* 1 1 27 26 Apr. 571 Yeh. 30:20 Nubuat melawan Firaun 7 1 11 29 Apr. 587 Yeh. 31:1 Nubuat untuk Firaun 1 3 11 21 Jun. 587 Yeh. 32:1 Ratapan atas Firaun* 1 12 12 3 Mar. 585 Yeh. 32:17 Ratapan atas Mesh 15 1 12 27 Apr. 586 Yeh. 33:21 Laporan kejatuhan Yerusalem 5 10 12 8 Jan. 585 Yeh. 40:1 Penglihatan pemulihan Bait 10 1 25 28 Apr. 573 Suci *Jelas tidak menurut urutan peristiwa. Kitab Yehezkiel dapat dibagi atas tiga bagian utama, yakni:33 a. Hukuman atas Yerusalem dan Yehuda (Yeh. 1-24) b. Hukuman atas bangsa-bangsa lain (Yeh. 25-32). c. Pembaharuan Yerusalem dan Yehuda (Yeh. 33-48). Bagian pertama (Yeh. 1-24) dipenuhi dengan penghukuman yang tidak terkatakan terhadap umat Yahweh, mengantisipasi, membenarkan, dan mengumumkan akhir kerajaan Yehuda. Akan tetapi, berbagai penghukuman tersebut didahului oleh katakata panggilan Yehezkiel, seperti dalam kasus Hosea dan Yeremia. Parohan pertama dari Kitab Yehezkiel ini terbagi dalam empat sub-bagian: (1) Berbagai kejadian dan ucapan 32 LaSor, dkk., Pengantar Perjanjian Lama, 388. Ibid., 388-389; Bullock, Kitab Nabi-nabi Perjanjian Lama, 344-345; Andrew E. Hill & John H. Walton, Survei Perjanjian Lama (Malang: Gandum Mas, 2001), 564565; Leslie C. Allen, Word Biblical Commentary: Ezekiel 1-19 (Nashville, Dallas, Mexico City, Rio de Janeiro: Thomas Nelson, 1994), xxxi. 33 20 ilahi yang berhubungan dengan panggilan dan pelayanan Yehezkiel (Yeh. 1-5; (2) prakiraan tentang kesudahan hari Tuhan (Yeh. 6-7); (3) penglihatan tentang berhala kekejian di Bait Suci dan kepergian kemuliaan Tuhan (Yeh. 8-11); dan (4) kenyataan penghukuman terhadap Yerusalem (Yeh. 12-24).34 Bagian kedua (Yeh. 25-32) berisi penghukuman Allah atas bangsa-bangsa lain. Penghukuman Allah atas bangsa-bangsa lain adalah kumpulan yang berbeda, seperti yang terjadi di Amos, Yesaya, Zefanya dan Yeremia, tetapi apakah mereka pernah beredar secara tersendiri sebagai suatu kumpulan tidak dapat ditentukan dengan pasti. Akan tetapi, tidak semua ucapan ilahi yang bersifat nasional termasuk, karena ucapan Allah terhadap Amon (Yeh. 21:28-32) dan Edom (Yeh. 35) muncul di tempat lain dalam kitab ini dan mengikuti bentuk standar ucapan Allah dalam kumpulan ini. Dalam dua hal perkataan penghiburan yang eksplisit untuk Israel disisipkan, meskipun Israel tidak secara langsung disebutkan (Yeh. 28:24-26; 29:21). 35 Akan tetapi, hal itu merupakan petunjuk dari salah satu tujuan ucapan Allah terhadap bangsa-bangsa. Ucapan-ucapan itu dimaksudkan tidak saja untuk menuduh musuhmusuh Israel, tetapi untuk menghibur Israel. Perkataan pemulihan yang ditujukan kepada Mesir (Yeh. 29:13-16), meskipun agak mengejutkan, bukannya tanpa contoh yang telah terjadi lebih dahulu (Yer. 48:47; 49:6, 39).36 Bagian ketiga (Yeh. 33-48) menjelaskan kejatuhan Yerusalem sebagai titik yang menentukan dalam pelayanan Yehezkiel. Pada dasarnya dua bagian utama yang pertama adalah teguran dan penghukuman, tetapi di bagian ini Yehezkiel lebih banyak menghiburkan. Pola eskatologis yang telah diikuti dalam pengaturan kitab ini menjadi makin jelas di sini. Fase pertama Hari Tuhan untuk Israel, terbagi 34 Bullock, Kitab Nabi-nabi Perjanjian Lama, 327. Ibid., 332 36 Ibid., 333. 35 21 dalam penghukuman dan pemulihan, disampaikan dengan singkat dan tepat oleh seorang pelari, “Kota itu telah direbut” (Yeh. 33:21). Yehezkiel mengenali kejatuhan Yerusalem, hari ketika domba-domba dicerai-beraikan, sebagai Hari Tuhan dengan menggunakan kalimat “pada hart berkabut dan hart kegelapan” (Yeh. 34:12), suatu frase yang digunakan Zefanya ketika membicarakan Hari itu (Zef. 1:15). Kemudian Yoel menggunakan frase yang sama untuk menjelaskan fase yang dibaharui dari Hari itu (Yl. 2:2). 37 Pesan pemulihan ini mendominasi bagian ini. Bahkan perkataan penghukuman terhadap Gunung Seir dan Gog serta Magog termasuk kategori penghiburan Israel sebagai penghukuman atas musuh-musuh. Setelah tuduhan terhadap Edom karena perbuatan yang tidak bermoral setelah malapetaka Yerusalem (Yeh. 35), tema ini berbalik dengan jelas kepada pemulihan (Yeh. 36-37). Sejarah akan terulang. Sebagaimana Yahweh bertindak demi Nama-Nya sendiri dalam era sejarah masa lalu, pemulihan itu akan menjadi episode lain seperti itu. Dalam pasal 20, Yehezkiel menggambarkan kelangsungan hidup Israel dalam sejarah sebagai suatu akibat dari anugerah Yahweh, tindakannya demi nama-Nya sendiri, agar tidak dicemarkan di antara bangsa-bangsa. Akan tetapi, setelah menyayangkan Israel sebagai tindakan-tindakan anugerah, pada akhirnya Israel berhasil melakukan apa yang telah dihindarkan oleh anugerah Yahweh pada masa-masa yang lalu – Israel telah mencemarkan Nama Allah di antara bangsa-bangsa, karena Israel telah diharuskan mengalami pembuangan itu oleh dosa-dosanya yang memalukan. Maka Allah, yang anugerah-Nya tidak dapat dikalahkan oleh dosa manusia, akan melakukan apa yang tidak dapat dilakukan oleh Israel: Allah akan memberikan kepada umat-Nya hati yang baru dan roh yang baru (Yeh. 36:26-32). Ini adalah tema 37 Ibid., 336. 22 yang digambarkan dalam pasal 37, yang menghubungkan roh yang baru dengan kembalinya umat itu dari pembuangan (ay. 14). Lembah tulang-tulang kering dan perihal mereka dihidupkan kembali terutama menyampaikan pesan tentang kepulangan dari pembuangan dan pengembalian ke negeri mereka, meskipun pemahaman kebangkitan fisik dapat dibaca dari teks tersebut. Tetapi ciri-ciri kembali ke negeri itu adalah pendirian kembali tempat kudus Yahweh, saksi utama atas kehadiran-Nya di Israel (Yeh. 37:26-28). Bagian ketiga ini masih bisa dipecah menjadi unit-unit ini: panggilan yang diperbaharui dan seruan untuk bertobat (Yeh. 33); gembala Allah (Yeh. 34); penghukuman Edom (Yeh. 35); pemulihan Israel (Yeh. 36-37); penghukuman yang pasti oleh Allah atas musuh-musuh utama (Yeh. 38-39); dan Bait Suci yang baru (Yeh. 40-48). B. Tafasiran Yehezkiel 34:1-16 1. Teks Yehezkiel 34:1-16 a. Biblia Hebraica Stuttgartensia (BHS) abeÞN"hi ~d"§a'-!B, `rmo*ale yl;îae hw"ßhy>-rb;d> yhiîy>w: Ÿrm:åa' hKoï ~y[iørol' ~h,’ylea] •T'r>m;a'w> abeäN"hi lae_r"f.yI y[eäAr-l[; aAlåh] ~t'êAa ~y[iäro ‘Wyh' rv<Üa] ‘laer"f.yI-y[e(ro yAhÜ hwI©hy> yn"ådoa] `~y[i(roh' W[ßr>yI !aCoêh; WxB'_z>Ti ha'ÞyrIB.h; WvB'êl.Ti rm,C,äh;-ta,w> ‘Wlke’aTo bl,xeÛh;-ta, `W[)r>ti al{ï !aCoßh; ~t,ªaPerI-al{) hl'äAxh;-ta,w> ~T,øq.Z:xi al{’ •tAlx.N:h;-ta,( ~t,êboveh] al{å ‘tx;D’:NIh;-ta,w> ~T,êv.b;x] al{å ‘tr<B,’v.NIl;w> `%r<p'(b.W ~t'Þao ~t,îydIr> hq"±z>x'b.W ~T,_v.Q;bi al{å td<b,Þaoh'-ta,w> hd<ÞF'h; tY:ïx;-lk'l. hl'²k.a'l. hn"yy<ôh.Tiw: h[,_ro yliäB.mi hn"yc,ÞWpT.w: `hn"yc,(WpT.w: ynEÜP.-lK' l[;’w> hm'_r" h['äb.GI-lK' l[;Þw> ~yrIêh'h,ä-lk'B. ‘ynIaco WGÝv.yI `vQE)b;m. !yaeîw> vrEÞAD !yaeîw> ynIëaco Wcpoån" ‘#r<a'’h' `hw")hy> rb:ïD>-ta, W[ßm.vi ~y[iêro !kEål' 2 1 3 4 5 6 7 23 zb;‡l' ŸynIåaco-tAy*h/ ![;y:å al{å-~ai hwI©hy> yn"ådoa] Ÿ~auän> ynIa'ø-yx; h[,êro !yaeäme ‘hd<F'h; tY:Üx;-lk'l. hl'øk.a'l. ynI“aco •hn"yy<h.Ti(w: ynIßaco-ta,w> ~t'êAa ‘~y[iroh'( W[Ür>YIw: ynI+aco-ta, y[;Þro Wvïr>d"-al{)w> s `W[)r" al{ï `hw")hy>-rb;D> W[ßm.vi ~y[iêroh'( ‘!kel' ynIåaco-ta, yTióv.r:d"w>) ~y[iøroh'-la,( ynI“n>hi hwI©hy> yn"ådoa] rm;úa'-hKo ~t'_Aa ~y[iÞroh' dA[± W[ïr>yI-al{w> !acoê tA[år>me ‘~yTiB;v.hiw> ~d"ªY"mi s `hl'(k.a'l. ~h,Þl' !'yy<ïh.ti-al{)w> ~h,êyPimi ‘ynIaco yTiÛl.C;hiw> ynIßaco-ta, yTiîv.r:d"w> ynIa'§-ynIn>hi hwI+hy> yn"ådoa] rm:ßa' hKoï yKi² `~yTi(r>Q;biW !KEß tAvêr"p.nI ‘Anaco-%Atb. AtÜAyh/-~AyB. Arød>[, h[,’ro •tr:Q'b;K. Wcpoån" rv<åa] ‘tmoAqM.h;-lK'mi ~h,ªt.a, yTiäl.C;hiw> ynI+aco-ta, rQEåb;a] `lp,(r"[]w: !n"ß[' ~AyðB. ~v'ê ~ytiÞaoybih]w: tAcêr"ah] 'ä-!mi ‘~yTic.B;qiw> ~yMiª[;h'-!mi ~ytiäaceAhw> lkoßb.W ~yqi§ypia]B' laeêr"f.yI yrEäh'-la, ‘~ytiy[ir>W ~t'_m'd>a;-la, `#r<a'(h' ybeîv.Am hy<åh.yI laeÞr"f.yI-~Ar)m. yrEîh'b.W ~t'êao h[,är>a, ‘bAJ-h[,r>miB. hn"y[,Þr>Ti !mE±v' h[,îr>miW bAJê hw<n"åB. ‘hn"c.B’r; >Ti ~v'Û ~h,_wEn> `lae(r"f.yI yrEîh'-la, `hwI)hy> yn"ïdoa] ~auÞn> ~ceêyBir>a; ynIåa]w: ‘ynIaco h[,Ûr>a, ynI“a] vboêx/a, tr<B,äv.NIl;w> byviêa' tx;D:äNIh;-ta,w> ‘vQeb;a] td<b,Ûaoh'-ta, dymiÞv.a; hq"±z"x]h;-ta,w> hn"ômeV.h;-ta,w> qZE+x;a] hl'ÞAxh;-ta,w> `jP'(v.mib. hN"[<ïr>a, 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Transliterated wayühî dübar-yhwh(´ädönäy) ´ëlay lë´mör 2 Ben-´ädäm hinnäbë´ `al-rô`ê yiSrä´ël hinnäbë´ wü´ämarTä ´álêhem lärö`îm Kò ´ämar ´ádönäy yhwh(´élöhîm) hôy rö`ê|-yiSrä´ël ´ášer häyû rö`îm ´ôtäm hálô´ haccö´n yir`û härö`îm 3 ´et-haHëºleb Tö´këºlû wü´et-hacceºmer TilB亚û haBBürî´â TizBäºHû haccö´n lö´ tir`û 4 ´e|t-hannaHlôt lö´ HizzaqTem wü´et-haHôlâ lö|´-riPPë´tem wülannišBeºret lö´ HábašTem wü´et-hanniDDaºHat lö´ hášëbötem wü´et-hä´öbeºdet lö´ biqqašTem ûbüHozqâ rüdîtem ´ötäm ûbüpäºrek 5 waTTüpûcʺnâ miBBülî rö`è waTTihyʺnâ lü´oklâ lükol-Hayyat haSSädè waTTüpûcʺnâ 6 yišGû cö´nî Bükol-heºhärîºm wü`al Kol-Gib`â rämâ wü`al Kol-Pünê hä´äºrec näpöºcû cö´nî wü´ên Dôrëš wü´ên mübaqqëš 7 läkën rö`îm šim`û ´etDübar yhwh(´ädönäy) 8 Hay-´äºnî nü´ùm ´ádönäy yhwh(´élöhîm) ´imlö´ yaº`an héyô|t-cö´nî läbaz waTTi|hyÊnâ cö´nî lü´oklâ lükol-Hayyat 1 24 haSSädè më´ên rö`è wülö|´-däršû rö`ay ´et-cö´nî wayyir`û hä|rö`îm 9 läkën hä|rö`îm šim`û Dübar´ôtäm wü´et-cö´nî lö´ rä`û s yhwh(´ädönäy) 10 Kò-´ämar ´ádönäy yhwh(´élöhîm) hinnî ´e|lhärö`îm wü|därašTî ´et-cö´nî miyyädäm wühišBaTTîm mër`ôt cö´n wülö´-yir`û `ôd härö`îm ´ôtäm wühiccalTî cö´nî miPPîhem wülö|´tihyʺnä lähem lü´oklâ s 11 Kî Kò ´ämar ´ádönäy yhwh(´élöhîm) hinnî-´äºnî wüdärašTî ´et-cö´nî ûbiqqarTîm 12 Kübaqqärat rö`è `edrô Büyôm-héyôtô bütôk-cö´nô nipräšôt Kën ´ábaqqër ´et-cö´nî wühiccalTî ´ethem miKKol-hammüqômöt ´ášer näpöºcû šäm Büyôm `änän wa`áräpel 13 wühôcë´tîm min-hä`ammîm wüqiBBacTîm min-h亴áräcôt wahábî´ötîm ´el-´admätäm ûrü`îtîm ´el-härê yiSrä´ël Bä´ápîqîm ûbüköl môšbê hä´äºrec 14 Bümir`è-††ôb ´er`è ´ötäm ûbühärê mürô|myiSrä´ël yihyè nüwëhem šäm TirBaºcnâ Bünäºwè ††ôb ûmir`è šämën Tir`ʺnâ ´el-härê yiSrä´ël 15 ´ánî ´er`è cö´nî wa´ánî ´arBîcëm nü´ùm ´ádönäy yhwh(´élöhîm) 16 ´et-hä´öbeºdet ´ábaqqëš wü´et-hanniDDaºHat ´äšîb wülannišBeºret ´eHéböš wü´et-haHôlâ ´áHazzëq wü´ethaššümënâ wü´et-haHázäqâ ´ašmîd ´er`eºnnâ bümišPä† b. Terjemahan Baru - LAI 1 Lalu datanglah firman TUHAN kepadaku: 2 "Hai anak manusia, bernubuatlah melawan gembala-gembala Israel, bernubuatlah dan katakanlah kepada mereka, kepada gembala-gembala itu: Beginilah firman Tuhan ALLAH: Celakalah gembala-gembala Israel, yang menggembalakan dirinya sendiri! Bukankah domba-domba yang seharusnya digembalakan oleh gembalagembala itu? 3 Kamu menikmati susunya, dari bulunya kamu buat pakaian, yang gemuk kamu sembelih, tetapi domba-domba itu sendiri tidak kamu gembalakan. 4 Yang lemah tidak kamu kuatkan, yang sakit tidak kamu obati, yang luka tidak kamu balut, yang tersesat tidak kamu bawa pulang, yang hilang tidak kamu cari, melainkan kamu injak-injak mereka dengan kekerasan dan kekejaman. 5 Dengan demikian mereka berserak, oleh karena gembala tidak ada, dan mereka menjadi makanan bagi segala binatang di hutan. Domba-domba-Ku berserak 6 dan tersesat di semua gunung dan di semua bukit yang tinggi; ya, di seluruh tanah itu domba-domba-Ku berserak, tanpa seorang pun yang memperhatikan atau yang mencarinya. 7 Oleh sebab itu, hai gembala-gembala, dengarlah firman TUHAN: 8 Demi Aku yang hidup, demikianlah firman Tuhan ALLAH, sesungguhnya oleh karena domba-domba-Ku menjadi mangsa dan menjadi makanan bagi segala binatang di hutan, lantaran yang menggembalakannya tidak ada, oleh sebab gembala-gembala-Ku tidak memperhatikan domba-domba-Ku, melainkan mereka itu menggembalakan dirinya sendiri, tetapi domba-domba-Ku tidak digembalakannya -9 oleh karena itu, hai gembala-gembala, dengarlah firman TUHAN: 25 10 Beginilah firman Tuhan ALLAH: Aku sendiri akan menjadi lawan gembalagembala itu dan Aku akan menuntut kembali domba-domba-Ku dari mereka dan akan memberhentikan mereka menggembalakan domba-domba-Ku. Gembalagembala itu tidak akan terus lagi menggembalakan dirinya sendiri; Aku akan melepaskan domba-domba-Ku dari mulut mereka, sehingga tidak terus lagi menjadi makanannya. 11 Sebab beginilah firman Tuhan ALLAH: Dengan sesungguhnya Aku sendiri akan memperhatikan domba-domba-Ku dan akan mencarinya. 12 Seperti seorang gembala mencari dombanya pada waktu domba itu tercerai dari kawanan dombanya, begitulah Aku akan mencari domba-domba-Ku dan Aku akan menyelamatkan mereka dari segala tempat, ke mana mereka diserahkan pada hari berkabut dan hari kegelapan. 13 Aku akan membawa mereka keluar dari tengah bangsa-bangsa dan mengumpulkan mereka dari negeri-negeri dan membawa mereka ke tanahnya; Aku akan menggembalakan mereka di atas gunung-gunung Israel, di alur-alur sungainya dan di semua tempat kediaman orang di tanah itu. 14 Di padang rumput yang baik akan Kugembalakan mereka dan di atas gununggunung Israel yang tinggi di situlah tempat penggembalaannya; di sana di tempat penggembalaan yang baik mereka akan berbaring dan rumput yang subur menjadi makanannya di atas gunung-gunung Israel. 15 Aku sendiri akan menggembalakan domba-domba-Ku dan Aku akan membiarkan mereka berbaring, demikianlah firman Tuhan ALLAH. 16 Yang hilang akan Kucari, yang tersesat akan Kubawa pulang, yang luka akan Kubalut, yang sakit akan Kukuatkan, serta yang gemuk dan yang kuat akan Kulindungi; Aku akan menggembalakan mereka sebagaimana seharusnya. 2. Tafsiran Teks Yehezkiel 34:1-16 terbagi atas dua bagian besar, yakni penghakiman atas para gembala yang jahat (ay. 1-10) dan Allah sebagai Gembala yang baik bagi umat-Nya (ay. 11-16). Kedua bagian ini ditafsirkan secara berurutan di bawah ini: Ayat 1-6 abeÞN"hi ~d"§a'-!B, `rmo*ale yl;îae hw"ßhy>-rb;d> yhiîy>w: Ÿrm:åa' hKoï ~y[iørol' ~h,’ylea] •T'r>m;a'w> abeäN"hi lae_r"f.yI y[eäAr-l[; aAlåh] ~t'êAa ~y[iäro ‘Wyh' rv<Üa] ‘laer"f.yI-y[e(ro yAhÜ hwI©hy> yn"ådoa] `~y[i(roh' W[ßr>yI !aCoêh; WxB'_z>Ti ha'ÞyrIB.h; WvB'êl.Ti rm,C,äh;-ta,w> ‘Wlke’aTo bl,xeÛh;-ta, `W[)r>ti al{ï !aCoßh; ~t,ªaPerI-al{) hl'äAxh;-ta,w> ~T,øq.Z:xi al{’ •tAlx.N:h;-ta,( ~t,êboveh] al{å ‘tx;D’:NIh;-ta,w> ~T,êv.b;x] al{å ‘tr<B,’v.NIl;w> `%r<p'(b.W ~t'Þao ~t,îydIr> hq"±z>x'b.W ~T,_v.Q;bi al{å td<b,Þaoh'-ta,w> hd<ÞF'h; tY:ïx;-lk'l. hl'²k.a'l. hn"yy<ôh.Tiw: h[,_ro yliäB.mi hn"yc,ÞWpT.w: 2 1 3 4 5 26 `hn"yc,(WpT.w: ynEÜP.-lK' l[;’w> hm'_r" h['äb.GI-lK' l[;Þw> ~yrIêh'h,ä-lk'B. ‘ynIaco WGÝv.yI `vQE)b;m. !yaeîw> vrEÞAD !yaeîw> ynIëaco Wcpoån" ‘#r<a'’h' 6 1 Lalu datanglah firman TUHAN kepadaku: "Hai anak manusia, bernubuatlah melawan gembala-gembala Israel, bernubuatlah dan katakanlah kepada mereka, kepada gembala-gembala itu: Beginilah firman Tuhan ALLAH: Celakalah gembala-gembala Israel, yang menggembalakan dirinya sendiri! Bukankah domba-domba yang seharusnya digembalakan oleh gembala-gembala itu? 3 Kamu menikmati susunya, dari bulunya kamu buat pakaian, yang gemuk kamu sembelih, tetapi domba-domba itu sendiri tidak kamu gembalakan. 4 Yang lemah tidak kamu kuatkan, yang sakit tidak kamu obati, yang luka tidak kamu balut, yang tersesat tidak kamu bawa pulang, yang hilang tidak kamu cari, melainkan kamu injak-injak mereka dengan kekerasan dan kekejaman. 5 Dengan demikian mereka berserak, oleh karena gembala tidak ada, dan mereka menjadi makanan bagi segala binatang di hutan. Domba-domba-Ku berserak 6 dan tersesat di semua gunung dan di semua bukit yang tinggi; ya, di seluruh tanah itu domba-domba-Ku berserak, tanpa seorang pun yang memperhatikan atau yang mencarinya. 2 Kata gembala, y[eäAr (rô`ê), yang muncul berkali-kali dalam pasal ini bukan mau merujuk pada istilah gembala yang sebenarnya, tetapi mau menunjukkan bahwa para pemimpin atau pembesar bangsa Israel (raja, imam, nabi) telah bertindak tidak selayaknya pemimpin dan pembesar yang baik. Mereka adalah gembala-gembala yang jahat, yang tidak memberi makan domba-domabnya (ay. 2-3). Para gembala itu menyalahgunakan kekuasaanya dan mengkhianati rakyatnya sendiri. Para gembala lebih suka memperkaya diri sendiri daripada mempejuangkan kebaikan bersama. Perhatian utama bukan diarahkan kepada masyarakat umum, melainkan kepentingan diri sendiri.38 Lebih tepat, para gembala ini tidak mementingkan kesejahteraan domba-domba, tetapi malahan menggemukkan diri mereka sendiri. Memang, memetik hasil dari para domba - susu, bulu dan dagingnya tampaknya adalah hal yang wajar. Namun, para gembala tersebut dikecam karena mereka tidak menggembalakan domba-domba tersebut.39 38 John T. Bunn, “Ezekiel”, The Broadman Bible Commentary: Jeremiah-Daniel, vol. 6 (Nashville: Broadman Press, 1971), 334. 39 Lim, “Naskah Khotbah: Karakteristik Gembala Yang Disukai Tuhan”, 27 Apa artinya tidak menggembalakan domba-domba? Firman Tuhan mendeskripsikan tindakan itu melalui beberapa hal: yang lemah tidak dikuatkan; yang sakit tidak diobati; yang luka tidak dibalut; yang tersesat tidak dibawa pulang; yang hilang tidak dicari. Lima deskripsi yang lengkap itu menunjuk pada satu hal: para gembala tersebut tidak mempunyai hati untuk memelihara dan memperhatikan dombadomba mereka. Sebagai akibat dari kepemimpinan para gembala yang jahat itu, umat berjalan tanpa tujuan (ay. 6), yang secara harfiah berjalan “ke sana ke mari” seperti orang mabuk. Umat Tuhan menjadi mangsa bangsa asing bahkan menjadi orang buangan (ay. 5-6). Jadi umat menjadi korban para pemimpin mereka sendiri.40 Pada ayat 2-6, hal ini dituliskan panjang lebar di mana para gembala yang hanya memikirkan diri sendiri tidak mempunyai tanggung jawab, mencuri, menggemukkan diri sendiri daripada rakyat. Domba gembalaannya dibunuh dan diserahkan demi keuntungan mereka sendiri. Alih-alih mencintai domba-domba (rakyat Israel), mereka acuh tak acuh terhadap tugas penggembalaan, dan hanya bisa menikmati tanpa pernah memberi (ay. 3). Egoisme seperti ini menimbulkan kemarahan Allah. Para pemimpin Israel tidak sadar bahwa mereka hanyalah gembala-gembala, dan bukan pemilik. Allahlah yang mempunyai domba-domba itu. Para gembala sebagai pemimpin umat telah mengkhianati tugas mereka yang sesungguhnya. Pelanggaran etika keagamaan ini jelas merupakan pengkhianatan atas kepercayaan dan tanggung jawab yang diberikan kepada mereka. Para gembala yang jahat itu meninggalkan tugas mulia untuk melindungi domba-dombanya. Seolah-olah Nabi Amos berbicara sekali lagi: VERITAS 10/1 (April 2009): 161-167. 40 Ibid. 28 “yang berbaring di tempat tidur dari gading dan duduk berjuntai di ranjang; yang memakan anak-anak domba dari kumpulan kambing domba dan anakanak lembu dari tengah-tengah kawanan binatang yang tambun; yang bernyanyi-nyanyi mendengar bunyi gambus, dan seperti Daud menciptakan bunyi-bunyian bagi dirinya; yang minum anggur dari bokor, dan berurap dengan minyak yang paling baik, tetapi tidak berduka karena hancurnya keturunan Yusuf!” (Am. 6:4-6). Ayat 7-10 `hw")hy> rb:ïD>-ta, W[ßm.vi ~y[iêro !kEål' zb;‡l' ŸynIåaco-tAy*h/ ![;y:å al{å-~ai hwI©hy> yn"ådoa] Ÿ~auän> ynIa'ø-yx; h[,êro !yaeäme ‘hd<F'h; tY:Üx;-lk'l. hl'øk.a'l. ynI“aco •hn"yy<h.Ti(w: ynIßaco-ta,w> ~t'êAa ‘~y[iroh'( W[Ür>YIw: ynI+aco-ta, y[;Þro Wvïr>d"-al{)w> s `W[)r" al{ï `hw")hy>-rb;D> W[ßm.vi ~y[iêroh'( ‘!kel' ynIåaco-ta, yTióv.r:d"w>) ~y[iøroh'-la,( ynI“n>hi hwI©hy> yn"ådoa] rm;úa'-hKo ~t'_Aa ~y[iÞroh' dA[± W[ïr>yI-al{w> !acoê tA[år>me ‘~yTiB;v.hiw> ~d"ªY"mi s `hl'(k.a'l. ~h,Þl' !'yy<ïh.ti-al{)w> ~h,êyPimi ‘ynIaco yTiÛl.C;hiw> 7 8 9 10 7 Oleh sebab itu, hai gembala-gembala, dengarlah firman TUHAN: Demi Aku yang hidup, demikianlah firman Tuhan ALLAH, sesungguhnya oleh karena domba-domba-Ku menjadi mangsa dan menjadi makanan bagi segala binatang di hutan, lantaran yang menggembalakannya tidak ada, oleh sebab gembala-gembala-Ku tidak memperhatikan domba-domba-Ku, melainkan mereka itu menggembalakan dirinya sendiri, tetapi domba-domba-Ku tidak digembalakannya -9 oleh karena itu, hai gembala-gembala, dengarlah firman TUHAN: 10 Beginilah firman Tuhan ALLAH: Aku sendiri akan menjadi lawan gembala-gembala itu dan Aku akan menuntut kembali domba-domba-Ku dari mereka dan akan memberhentikan mereka menggembalakan domba-domba-Ku. Gembala-gembala itu tidak akan terus lagi menggembalakan dirinya sendiri; Aku akan melepaskan domba-domba-Ku dari mulut mereka, sehingga tidak terus lagi menjadi makanannya. 8 Allah telah memberitahu akhir dari para gembala yang jahat itu.41 Akibat dari kepemimpinan yang jahat dari para gembala Israel, ancaman dari luar mengacakngacak komunitas umat Allah. Fakta tercerai berainya umat Allah di pembuangan Babel tampaknya juga tidak membuat para gembala melakukan sesuatu. Mereka tidak peduli, sehingga Tuhan Allah bertindak (ay. 7-10). Dengan demikian, apa yang diungkapkan oleh Nabi Yehezkiel ini pada ayat 1-10 41 Toni Craven, “Yehezkiel dan Daniel”, Tafsir Alkitab Perjanjian Lama (Yogyakarta: Kanisius, 2002), 607. 29 merupakan gambaran yang jelas mengenai peran yang salah dari para pemimpin Israel. Ciri pertama gembala yang tidak disukai Tuhan adalah mencari keuntungan sendiri dari umat Tuhan. Ayat 11-16 ynIßaco-ta, yTiîv.r:d"w> ynIa'§-ynInh> i hwI+hy> yn"ådoa] rm:ßa' hKoï yKi² `~yTi(r>Q;biW !KEß tAvêr"p.nI ‘Anaco-%Atb. AtÜAyh/-~AyB. Arød>[, h[,’ro •tr:Q'b;K. Wcpoån" rv<åa] ‘tmoAqM.h;-lK'mi ~h,ªt.a, yTiäl.C;hiw> ynI+aco-ta, rQEåb;a] `lp,(r"[]w: !n"ß[' ~AyðB. ~v'ê ~ytiÞaoybih]w: tAcêr"ah] 'ä-!mi ‘~yTic.B;qiw> ~yMiª[;h'-!mi ~ytiäaceAhw> lkoßb.W ~yqi§ypia]B' laeêr"f.yI yrEäh'-la, ‘~ytiy[ir>W ~t'_m'd>a;-la, `#r<a'(h' ybeîv.Am hy<åh.yI laeÞr"f.yI-~Ar)m. yrEîh'b.W ~t'êao h[,är>a, ‘bAJ-h[,r>miB. hn"y[,Þr>Ti !mE±v' h[,îr>miW bAJê hw<n"åB. ‘hn"c.B’r; >Ti ~v'Û ~h,_wEn> `lae(r"f.yI yrEîh'-la, `hwI)hy> yn"ïdoa] ~auÞn> ~ceêyBir>a; ynIåa]w: ‘ynIaco h[,Ûr>a, ynI“a] vboêx/a, tr<B,äv.NIl;w> byviêa' tx;D:äNIh;-ta,w> ‘vQeb;a] td<b,Ûaoh'-ta, dymiÞv.a; hq"±z"x]h;-ta,w> hn"ômeV.h;-ta,w> qZE+x;a] hl'ÞAxh;-ta,w> `jP'(v.mib. hN"[<ïr>a, 11 12 13 14 15 16 11 Sebab beginilah firman Tuhan ALLAH: Dengan sesungguhnya Aku sendiri akan memperhatikan domba-domba-Ku dan akan mencarinya. 12 Seperti seorang gembala mencari dombanya pada waktu domba itu tercerai dari kawanan dombanya, begitulah Aku akan mencari domba-domba-Ku dan Aku akan menyelamatkan mereka dari segala tempat, ke mana mereka diserahkan pada hari berkabut dan hari kegelapan. 13 Aku akan membawa mereka keluar dari tengah bangsa-bangsa dan mengumpulkan mereka dari negeri-negeri dan membawa mereka ke tanahnya; Aku akan menggembalakan mereka di atas gunung-gunung Israel, di alur-alur sungainya dan di semua tempat kediaman orang di tanah itu. 14 Di padang rumput yang baik akan Kugembalakan mereka dan di atas gunung-gunung Israel yang tinggi di situlah tempat penggembalaannya; di sana di tempat penggembalaan yang baik mereka akan berbaring dan rumput yang subur menjadi makanannya di atas gunung-gunung Israel. 15 Aku sendiri akan menggembalakan domba-domba-Ku dan Aku akan membiarkan mereka berbaring, demikianlah firman Tuhan ALLAH. 16 Yang hilang akan Kucari, yang tersesat akan Kubawa pulang, yang luka akan Kubalut, yang sakit akan Kukuatkan, serta yang gemuk dan yang kuat akan Kulindungi; Aku akan menggembalakan mereka sebagaimana seharusnya. 30 Pada ayat 11-16 ini, Yehezkiel kembali mengatakan nubuat yang diterimanya bahwa karena ketidakbenaran para gembala fasik itu, maka Allah sendiri yang akan mengambil alih bangsa Israel untuk dipimpin-Nya. Allah sendiri yang akan bertindak atas nama umat-Nya. Dengan tegas Nabi Yehezkiel mengatakan bahwa Allah sendiri yang akan berperan sebagai Gembala yang baik: mengumpulkan umat-Nya secara bersama-sama (ay. 12, 13), mengembalikan mereka ke tanah arinya, dan memulai zaman yang ditandai dengan kesejahteraan dan perdamaian yang melimpah (ay. 14, 15).42 Allah akan datang melawan mereka untuk menghukum mereka dan menyelamatkan domba-domba-Nya. Allah akan menjadi gembala yang baik (Kej. 48:1-5; Mzm. 23; Yer. 31:10). Allah akan mengumpulkan kembali domba-domba itu dan menghakimi gembala-gembala itu. Kelak Allah akan menetapkan seorang gembala kepercayaan-Nya (Yeh. 34:23). Allah akan menggembalakan mereka secara benar dan setia, seperti juga yang tertuang dalam nubuat-nubuat lain (Mzm. 78:71, Yes. 44:28; 63:11; Yer. 2:8; 10:21; Za. 11:4-17). Allah memperhatikan domba-domba, mengumpulkan mereka yang tercerai berai, membimbing mereka ke padang rumput hijau di tanah air mereka, di mana yang hilang akan dicari dan yang tersesat akan digiring kembali; yang luka dibalut, yang sakit disembuhkan. Kata “memperhatikan”, yTiîv.r:d"w> (wüdärašTî) yang dilakukan oleh Allah bukanlah hanya sekedar melihat atau memandang saja. Dalam bahasa Inggris “look carefully at” yang berarti melihat kepada sesuatu benda dengan sungguh-sungguh, hati-hati dan dengan senantiasa waspada. Allah sebagai Gembala senantiasa memperhatikan setiap 42 Bunn, “Ezekiel”, The Broadman Bible Commentary: Jeremiah-Daniel, 334. 31 gerak langkah umatNya. Tuhan seanantiasa memperhatikan kapan dan dimanapun umatNya berada.43 Ayat-ayat ini menegaskan kritikan Allah melalui hamban-Nya, Yehezkiel, terhadap pemimpin dan kepemimpinan umat pada waktu itu yang tidak berpihak pada umat yang pada waktu itu tidak mendapat perhatian dari pemimpinan, tidak memperoleh jaminan, tidak mendapat pelayanan bagi orang-orang bermasalah. Allah sendiri akan mengambil alih tugas dan fungsi sebagai gembala yang baik adalah, yakni memperhatikan dan mencari domba, menyelamatkan, membawa dan mengumpulkan, menggembalakan domba di padang rumput yang hijau, membalut dan menguatkan yang sakit, dan mlindungi. Allah secara khusus akan merawat mereka yang lemah atau terluka dan akan membawa mereka ke padang rumput yang subur dan akan menggembalakan mereka dengan adil (ay. 14-16).44 Di dalam ayat-ayat ini, terlihat progres dari tindakan Tuhan dalam menggembalakan umat-Nya. 45 Pertama, Tuhan akan “memperhatikan”. Maksud perkataan ini tidak bisa dipisahkan dari latar belakang pekerjaan seorang gembala di wilayah Israel. Memperhatikan di sini berarti memeriksa dengan seksama keadaan fisik para domba tersebut. Kedua, akibat dari pemeriksaan tersebut adalah Tuhan akan mencari dombadomba yang tidak didapati dalam kawanan domba milik-Nya. Di sini luar biasanya seorang 43 Remanto Tumanggor, “Yehezkiel 34:11-16: Pemimpin yang baik adalah Mengayomi, Melindungi, Menyembuhkan, Menyelamatkan” dalam http://remantotumanggoryahoocom-rey.blogspot.com/2013/04/yehezkiel-3411-16pemimpin-yang-baik.html. 44 John F. Walvoord, Pedoman Lengkap Nubuat Alkitab (Bandung: Kalam Hidup, 2003), 232. 45 Lim, “Naskah Khotbah: Karakteristik Gembala Yang Disukai Tuhan”, VERITAS 10/1 (April 2009): 161-167. 32 gembala, ia mengenali setiap domba. Jadi, bila gembala yang adalah manusia tahu bila ada dombanya yang hilang, apalagi Tuhan sang gembala agung. Ketiga, Tuhan akan mengeluarkan domba-domba yang sudah tercerai berai tersebut dari tengah bangsa-bangsa lain. Bagian ini merupakan kiasan bahwa dibuangnya Yehuda ke Babel disebabkan, salah satunya, para gembala Israel tidak melakukan tugas mereka. Ketika Tuhan menjadi gembala, Ia akan mengembalikan domba-domba, yang adalah umat pilihan-Nya, dari Babel. Hal itu terjadi ketika Raja Koresy menuangkan titahnya (2 Taw. 36:22-23). Keempat, Tuhan juga akan mengumpulkan mereka kembali di tanah perjanjian. Kemudian, yang kelima, Tuhan sendiri yang akan menggembalakan mereka dengan memberikan tempat peristirahatan dan makanan yang sehat bagi para domba. Seluruh proses ini ditutup dengan ayat 16, yang mengontraskan Tuhan Allah sebagai gembala agung dengan para gembala Israel yang jahat. Kalau kita perhatikan dengan seksama, Yehezkiel membalik urutan tindakan penggembalaan yang Tuhan kerjakan dengan teguran Tuhan kepada para gembala Israel yang mencari keuntungan mereka sendiri: “Yang lemah tidak kamu kuatkan, yang sakit tidak kamu obati, yang luka tidak kamu balut, yang tersesat tidak kamu bawa pulang, yang hilang tidak kamu cari, melainkan kamu injak-injak mereka dengan kekerasan dan kekejaman” (ay. 4). Dalam ayat 16 dikatakan: “Yang hilang akan Kucari, yang tersesat akan Kubawa pulang, yang luka akan Kubalut, yang sakit akan Kukuatkan, serta yang gemuk dan yang kuat akan Kulindungi.” Tujuan dari pembalikan ini adalah, sekali lagi, untuk mengontraskan tindakan penggembalaan Allah dengan cara menggembalakan para gembala Israel. 33 C. Inti Teks Yehezkiel 34:1-16 Ketika mencela gembala-gembala upahan Israel dalam Yehezkiel 34, Allah mengungkapkan hakikat sejati dari tanggung jawab para gembala. Para gembala palsu telah memanfaatkan umat itu dan pengganti memberi makan kepada mereka, para gembala palsu justru memanfaatkan mereka (ay. 2, 3, 5, 10). Mereka juga lalai menunjukkan sifat-sifat pastoral yang diwajibkan (ay. 4). Yang paling buruk ialah bahwa mereka telah mencerai-beraikan kawanan domba, bukan dengan cara membiarkan kawanan domba itu sesat oleh ketidakpedulian dan kelalaian, tetapi melalui penyalahgunaan kekuasaan sehingga membuat domba-domba itu merasa ngeri dan ketakutan. Mengingat kegagalan yang hebat ini, Allah mengumumkan akan memikul tanggung jawab langsung untuk menggembalakan Israel (ay. 11-16). Suatu tugas yang terdiri atas 3 bagian dirinci dalam suatu kerangka menyeluruh dengan dua bagian pertama yang khusus dari tugas itu yang hadir dalam dua aspek. Kerangka menyeluruh ini menerima bahwa kewajiban gembala telah memberikan makan kepada domba, memelihara domba, memastikan bahwa mereka mendapat padang rumput yang subur dan menjaga keutuhan (kesatuan) mereka sebagai kawanan domba. Mengurus domba harus dilakukan dengan adil dan tidak berat sebelah. Dalam kerangka itulah Allah berfirman, “Yang hilang akan Kucari, yang tersesat akan Kubawa pulang, yang luka akan Kubalut, yang sakit akan Kukuatkan, serta yang gemuk dan yang kuat akan Kulindungi (Kubinasakan, BIS) (ay. 16). Mencari yang hilang dan membawa pulang yang sesat hampir pasti adalah ungkapan-ungkapan yang saling melengkapi dan bukannya gambaran dari dua tugas yang berbeda, demikian juga halnya dengan dua ungkapan yang berikut. Ada kecenderungan untuk menerjemahkan anak kalimat yang terakhir - sebagaimana yang diterjemahkan dalam Alkitab Terjemahan Baru dengan “yang gemuk dan yang kuat akan Kulindungi”. Banyak orang telah 34 menerjemahkannya demikian (termasuk juga Alkitab terjemahan baru bahasa Indonesia) karena ini akan mengarahkan perhatian kepada pentingnya memastikan bahwa anggota yang sehat dari kawanan itu mendapatkan cukup makan dan didorong untuk berkembang (bertumbuh), dan bahwa tidak seluruh waktu gembala dihabiskan untuk menangani domba-domba yang bermasalah. Tetapi hampir pasti bahwa bukti dalam naskah kuno bertentangan dengan terjemahan ini dan lebih sesuai dengan terjemahan yang lebih keras tadi.46 Meskipun begitu, uraian Martin Bucer tentang tugas gembala sesuai dengan Yehezkiel 34 sebagaimana dikutip oleh Tidball adalah: (a) membawa orang-orang yang terasing kepada Allah, (b) mengembalikan umat Allah yang telah tersesat, (c) memperoleh perbaikan kehidupan bagi mereka yang jatuh ke dalam dosa, (d) menguatkan umat Allah yang lemah dan pandir, (e) memelihara umat Allah yang sehat dan kuat dan mendorong mereka untuk maju ke arah kebaikan.47 Yehezkiel 34 mengetengahkan manifes Allah yang tidak berubah tentang pelayanan dan berfungsi sebagai panggilan yang mengesankan dan menarik kepada semua gembala untuk memenuhi tugas dan kewajiban mereka dan mempertimbangkan prioritas mereka dalam memberitakan kabar sukacita, memulihkan, mengajar, mendorong, dan memberi makan. Salah satu aspek kehidupan gembala yang sering dilalaikan di Israel adalah aspek keberanian. 48 Tak seorang pun dapat melakukan pekerjaan ini di Israel tanpa segera menyadari bahwa pekerjaan ini membutuhkan keberanian. Musim kemarau yang panjang 46 J.B. Taylor, Ezekiel: Tyndale Old Testament Commentaies (TOTC) (London: Tyndale Press, 1969), 221; bnd. W. Eichrodt, Ezekiel: Old Testament Library (OTL) (London: SCM, 1970), 471-472. 47 Derek J. Tidball, Teologi Penggembalaan (terj.) (Malang: Gandum Mas, 2002), 53. 48 A.V. Campbell, Rediscovering Pastoral Care (London: Darton Longman & Todd, 1981), 26-36. 35 menuntut agar gembala terus-menerus dan tanpa kenal lelah berusaha mencari padangpadang rumput yang baru. Perjalanannya sering membawa gembala jauh dari rumah dan melewatkan malam-malam yang sepi dan panjang di alam terbuka di atas bukit-bukit. Ketika mencari dataran yang lebih tinggi untuk tempat merumput domba pada musim panas, gembala harus melewati lembah-lembah yang sejuk. Walaupun lembah-lembah itu memberi perlindungan dari sinar matahari terik, namun tetaplah merupakan “lembah bayang-bayang” yang tidak bebas dari bahaya atau kekhawatiran. Kehidupan gembala yang berpindah-pindah dan berbahaya menjadikannya seorang yang kurang dipahami barangkali lebih seperti seorang koboi di daerah barat Amerika yang keras pada zaman dulu daripada seperti gembala masa kini dari suatu kawasan peternakan.49 Apa pun kebenaran perkataan itu adalah benar untuk menekankan bahwa pekerjaan seorang gembala melibatkan baik kekerasan maupun kelembutan, keberanian dan penghiburan. Gembala masa kini masih harus seorang yang berani, karena itulah yang dibutuhkan untuk memasuki kegelapan dari keterhilangan dan kepedihan orang lain, ikut merasakan kebingungan, kesedihan dan penderitaannya. Mereka yang tidak siap untuk ikut menanggung hal-hal seperti ini dan hanya memperhatikan kesenangan mereka sendiri, tidak pernah akan menjadi gembala yang sejati. 49 Ibid., 27. 36 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan hermeneutis. Menurut Rudestam dan Newton sebagaimana dikutip oleh Andreas B. Subagyo, pendekatan hermeneutis adalah interpretasi teks atau makna tertulis untuk mendapatkan makna dari teks keagamaan.50 B. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka (library research), yaitu penelitian yang obyek utamanya adalah buku-buku atau sumber kepustakaan lain. Maksudnya, data dicari dan ditemukan melalui kajian pustaka dari buku-buku yang relevan dengan pembahasan. Kegiatan studi ini termasuk kategori penelitian kualitatif 51 dengan prosedur kegiatan dan teknik penyajian finalnya secara deskriptif. Maksudnya, penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang utuh dan jelas tentang pokok yang diteliti. C. Sumber dan Jenis Data Yang dimaksud sumber data adalah subjek di mana data itu diperoleh. Data yang dimaksud dibedakan menjadi dua bagian. Pertama, sumber data primer, yaitu buku50 Andreas B. Subagyo, Pengantar Riset Kuantitatif & Kualitatif: Termasuk Riset Teologi dan Keagamaan (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2004), 118. 51 Mmenurut Andreas B. Subagyo, penelitian kualitatif menyiratkan penekanan pada proses dan makna yang tidak secara ketat diperiksa atau diukur dari segi jumlah, intensitas dan frekuensinya, tetapi menekankan sifat rewalitas yang disusun secara sosial, hubungan antara peneliti dan yang diteliti, dan pembatasan situasional yang membentuk penelitian. Di samping itu, penelitian itu juga menekankan sifat penelitian yang bermuatan nilai dan mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang menekankan bagaimana pengalaman sosial diciptakan dan diberi makna. Ibid., 62. 37 buku yang berhubungan dengan Yehezkiel 34:1-16. Kedua, sumber data sekunder, yaitu artikel, majalah dan sebagainya yang berhubungan dengan Yehezkiel 34:1-16. D. Metode Pengumpulan Data Sumber data, baik data primer maupun sekunder, diperoleh melalui penelitian pustaka (library research), yaitu dengan menelusuri buku-buku atau tulisan-tulisan serta bukubuku lain yang mendukung pendalaman dan ketajaman analisis Yehezkiel 34:1-16. E. Metode Analisis Data Analisis data kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini berupa kata-kata dan bukan berupa angka-angka yang disusun dalam tema yang luas. Dalam menganalisis data setelah terkumpul penulis menggunakan metode-metode sebagai berikut: a. Metode induktif, yaitu digunakan ketika didapati data-data yang mempunyai unsurunsur kesamaan kemudian dari situ ditarik kesimpulan umum. b. Metode deduktif, yaitu digunakan sebaliknya yakni pengertian umum yang telah ada dicarikan data-data yang dapat menguatkannya. c. Metode diskriptif, yaitu digunakan untuk mendiskripsikan segala hal yang berkaitan dengan pokok pembicaraan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai faktor-faktor dan sifat-sifat serta hubungan fenomena yang diselidiki. Dari sinilah akhirnya diambil sebuah kesimpulan umum yang semula berasal dari data-data yang ada tentang obyek permasalahannya. 38 F. Tempat dan Waktu Penelitian a. Tempat penelitian adalah Perpustakaan Sekolah Tiunggi Agama Kristen Negeri (STAKN) Toraja, Perpustakaan UKI Toraja dan Perpustakaan STT INTIM Makassar. b. Berdasarkan petunjuk pelaksanaan dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Masyarakat (P3M) Sekolah Tinggi Agama Kristen Negeri Toraja, penelitian ini akan dilaksanakan tahun 2015. 39 BAB IV TEOLOGI GEMBALA KITAB YEHEZKIEL DAN IMPLIKASINYA BAGI KEPEMIMPINAN KRISTEN MASA KINI A. Teologi Gembala Kitab Yehezkiel Ada dua macam gembala dalam Alkitab. Pertama, orang yang menggembalakan ternak. Kedua, orang yang mengasuh dan membina manusia, yaitu gembala yang bersifat ilahi dan fana. Asuhan terhadap sesama makhluk fana bisa bersifat politik ataupun rohani.52 Para raja dan penguasa berulang-ulang disebut sebagai gembala. Pemakaian cara demikian dalam kiasan yang lebih mendalam terdapat dalam Mazmur 23, 80; Yesaya 40, 44, 56; Yeremia 2, 3, 10, 23, 25, 31; dan Yehezkiel 34, 37. Memang masih ada lagi kitabkitab lain dalam Perjanjian Lama yang menceritakan tentang gembala, namun penulis melihat bahwa bagian-bagian yang akan dibahas ini telah mewakili semua nubuatan tentang siapa gembala dalam PL, khususnya dalam Yehezkiel 34. Sebagaimana sudah dikemukakan di atas sebelumnya bahwa Kitab Yehezkiel berasal dari zaman pembuangan Babilonia. Kitab ini berisi pesan-pesan yang disampaikan Allah melalui Nabi Yehezkiel pada awal pembuangan antara 593 sM dan 571 sM. 53 Yehezkiel 34 merupakan bagian ketiga yang berisi pembaharuan Israel. Dalam Yehezkiel 34 muncul istilah gembala sebagai bagian dari pengharapan bangsa Israel yang telah dijanjikan Allah untuk memperbaharui Israel. Dalam bagian ini secara khusus penulis akan membahas tentang siapa sebenarnya gembala dalam teologi Kitab Yehezkiel. 52 J.D. Douglas (ed.), Ensiklopedia Masa Kini Jilid I, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2002), 330. 53 LaSor, dkk., Pengantar Perjanjian Lama, 383. 40 Dalam Perjanjian Lama, kata “gembala” memakai kata y[eäAr (rô`ê), yang berasal dari kata ra’ah yang berarti “memberi makan atau menggembalakan”.54 Seorang gembala bertanggungjawab atas ternaknya untuk menggembalakan, merawat dan memelihara mereka. Pemimpin-pemimpin zaman Perjanjian Lama sering disebut gembala-gembala bagi rakyat mereka.55 Tentu ini dikaitkan dengan tugas mereka untuk menggembalakan, merawat dan memelihara rakyat yang dipercayakan oleh Allah kepada mereka. Bahkan Allah sendiri juga disebut sebagai Gembala bagi umat-Nya, di mana Israel dapat memanggil Allah ketika membutuhkan perlindungan dan bimbingan/pimpinan (mis. Mzm. 80:1).56 Yehezkiel 34 juga menggunakan metafora gembala untuk mengkomuikasikan pesan Allah yang dia terima. J.W. Miller, seperti yang dikutip oleh Leslie C. Allen, berpendapat bahwa penggunaan kata “gembala” dalam Yehezkiel 34 merujuk kepada dua karakter yaitu ayat.1-10 merujuk kepada pemimpin-pemimpin Israel, sedangkan ayat 11-16 merujuk kepada seorang pemimpin yang dijanjikan Allah untuk orang Israel.57 Dalam kitab ini memang terlihat bahwa Yehezkiel menggunakan gambarangambaran yang dipakai oleh nabi-nabi sebelumnya. Sebagai contoh, gambaran seorang pengrajin logam dalam pasal 22:17-22 diinspirasikan dari Yesaya 1:22-25; alegori tentang persundalan dalam pasal 23:2-27 merupakan pengembangan dari Yeremia 3:6-11, 54 Gerhard Kittel & Gerhard Friedrich, The Theological Dictionary of the New Testament (Grand Rapids, MI: Wm. B. Eerdmans Publishing Company), 2000. 55 Sebutan raja sebagai gembala bagi rakyat merupakan suatu kebiasaan yang dipakai di daerah Timur Dekat Kuno pada masa itu. Leslie C. Allen, Word Biblical Commentary: Ezekiel 20-48, electronic edition (Dallas, Texas: Word Books, Publisher), 1998. 56 F.E. Gaeblein (ed.), Expositor Bible Commentary, electronic edition (Grand Rapids: Zondervan Publishing House). 1992. 57 Allen, Word Biblical Commentary. 41 sedangkan gambaran gembala yang dipakai dalam pasal 34 adalah pengembangan dari Yeremia 23:l-2.58 Tindakan Allah untuk bangkit menjadi Gembala umat-Nya (ay. 11-16) dan janjiNya untuk membangkitkan seorang gembala (ay. 23) dilatarbelakangi oleh suatu keadaan yang menyedihkan dari para gembala Israel, baik raja maupun pejabat lainnya (band. 2 Sam. 7:7; Yer. 25:18-19) maun para nabi dan imam-imam (band. Yes. 56:11; Yer. 23:9-1). Kebobrokan moralitas pemimpin Israel yang tidak bertanggung jawab atas umat ini juga sudah pernah disinggung oleh Yehezkiel pada pasal 22.59 Pelayanan Yehezkiel sendiri merupakan implikasi dari berbagai tindakan Manasye, raja Yehuda, yang telah mendatangkan kerusakan dalam bidang politik maupun keagamaan. Manasye telah melakukan apa yang benar-benar jahat di mata Tuhan, kemerosotan moral bangsa benar-benar terjadi pada masa pemerintahannya.60 Pada masa pemerintahannya, Manasye tidak hanya mendirikan mezbah-mezbah bagi allah-allah asing seperti Baal, Asyera dan segala tentara langit, tetapi juga mengorbankan anaknya sebagai korban dalam api, dan melakukan ramal dan telaah, yang berhubungan dengan pemanggil arwah. Kemudian yang paling jahat adalah pencemaran Bait Allah dengan mendirikan mezbah-mezbah untuk allah-allah asing di dalamnya (2 Raj. 21:1-18). Kejahatan Manasye sebagai gembala umat telah mengakibatkan kerusakan moral dan spiritual bangsa. Walaupun untuk sesaat tindakan Yosia menghasilkan suatu kebangunan rohani tetapi hal itu hanya bertahan sesaat saja sejalan dengan kematiannya dalam peperangan melawan Firaun Nekho di lembah Megido tahun 605 sM. Sejumlah raja-raja boneka 58 John F. Walvoord dan Roy B. Zuck, The Bible Knowledge Commentary, electronic edition (USA Canada England: Victor Books). 59 Kenneth Barker (ed.), The MV Study Bible (Grand Rapid, Michigan: Zondervan Publishing House, 1992), 1274. 60 J.D. Douglas (ed.), Ensiklopedia Masa Kini, jilid 2 (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1992), 20. 42 (Yoahas, Yoyakhim, Yoyakhin dan Zedekia) yang memerintah Yehuda sesudah Yosia pun melakukan apa yang jahat di mata Tuhan dan tidak mau bertobat walaupun telah diperingatkan oleh nabi-nabi-Nya. Sebagai contoh, Yeremia menyebut bahwa masa pemerintahan Yoyakhim adalah masa sosial, perampokan, pembunuhan, pemerasan, perzinahan, dan penolakan terhadap perjanjian Tuhan (Yer. 22:1-17).61 Dalam pasal 34 ini, Yehezkiel menyatakan kesalahan pemimpin-pemimpin Israel dalam menjalankan tugasnya sebagai gembala umat:62 1. Mereka hanya mementingkan dirinya sendiri (ay. 2-3) mereka tidak mempedulikan akan kesejahteraan umat tetapi justru memperhatikan diri mereka sendiri. 2. Mereka memperlakukan umat dengan keras dan kejam (ay. 4). 3. Mereka memperlakukan umat dengan keji dan tidak terhormat (ay. 5-6). Dalam ayat 5 dan 6, tiga kali Yehezkiel menyebutkan bahwa umat Allah berserakan. Hal ini mengacu kepada buruknya kualitas para pemimpin Israel dan Yehuda untuk dapat memberikan perlindungan kepada umat, dan yang menjadikan umat terserak ke tengah-tengah bangsa-bangsa asing sebagai orang buangan, baik ke Asyur maupun ke Babel.63 Dari apa yang dipaparkan dalam pasal 34 nampak bagaimana kasih Allah yang luar biasa dalam sejarah umat-Nya. Kegagalan manusia dalam menjalankan tanggung jawab dari Allah menyebabkan kehancuran dan kecelakaan umat, tetapi Allah sendiri yang akhirnya bertindak menunjukkan kasih karunia-Nya yang tiada berkesudahan atas umatNya. Allah melakukan yang terbaik bagi umat-Nya dengan memberikan perjanjian abadi tentang kehadiran gembala sejati yang dapat menjadi jawaban bagi kebutuhan umat. Yang 61 Hill dan Walton, Survey Perjanjian Lama, 565-566. Walvoord dan Zuck, The Bible Knowledge commentary. 63 Ibid. 62 43 menjadi pertanyaan kemudian adalah, siapakah gembala yang dijanjikan itu? Bagaimanakah karakter kepemimpinannya? Berdasarkan Yehezkiel 34, karakteristik gembala tersebut adalah sebagai berikut: 1. Melepaskan umat dari kesewenang-wenangan pemimpin yang jahat (ay. 10). 2. Mencari domba-domba-Nya yang tercerai-berai, dan menyelamatkan mereka dari segala tempat (ay. 10). NIV Study Bible menghubungkan peran ini sebagai tindakan yang membebaskan umat dari pembuangan Babel dari segala tempat ke mana Israel tercerai-berai.64 3. Menggembalakan dan memimpin umat dalam damai (ay. 11-15). Ayat-ayat ini mengandung pernyataan Allah berkenaan dengan karya Gembala yang akan memulihkan hati Israel kembali terpaut kepada Allah, dan menjadikan Allah sebagai Tuhan mereka dan mereka kembali menjadi umat-Nya. Secara ringkas Adam Clarke menyebut karakteristik gembala tersebut sebagai seorang pemimpin yang tahu keadaan umatnya dengan sangat baik; mengenal dosa-dosa umatnya dan mengetahui dengan pasti konsekuensi apa yang mengikutinya. Tidak hanya mengetahui tetapi juga tahu bagaimana menyelesaikan permasalahan umatnya. Kemudian tahu bagaimana membuat cara tersebut dapat dinyatakan dalam kehidupan umat-umatnya.65 64 NIV Study Bible, 1274 -1275. Adam Clarke, Adam Clarke’s Commentary on The Old Testament, electronic edition (Grand Rapids, Iowa: Parsons Technology, 1999). 65 44 B. Kepemimpinan Kristen Berkarakter Gembala Dalam konteks kepemimpinan Kristen maka seorang pemimpin adalah seorang yang memiliki kualifikasi sebagai gembala dan pelayan. Kedua kata ini menjadi kata kunci untuk memahami rahasia kepemimpinan kristiani. Alkitab hampir tidak pernah menggunakan kata pemimpin untuk para pemimpin. Yang digunakan adalah gembala dan pelayan atau hamba. Baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru lebih banyak menggunakan kata gembala dan pelayan/hamba daripada kata pemimpin. Kata gembala dan pelayan/hamba itu menunjuk baik Tuhan sebagai pemimpin umat (Mzm. 23; Kej. 48:15; Yes. 40:11; Yer. 31:10; Yeh. 34:11-16) maupun para pemimpin politik dan pemimpin rohani di Israel (2 Sam. 5:2; Yer. 2:8, 3:15, 23:4, 25:34; Yeh. 34:2). Sangat menarik bahwa penggunaan dan penekanan kata gembala untuk para pemimpin Israel justru dalam konteks kritik atas pelanggaran norma para pemimpin sebagai gembala. Tuhan mengkritik para pemimpin itu sebagai pemimpin yang tidak bermoral karena hanya mencari untung dari rakyat/umat yang dipimpinnya. Jelaslah bahwa para pemimpin dalam Perjanjian Lama adalah mereka yang mendapat tugas dan tanggung jawab secara khusus dari Tuhan dan karena itu harus bertanggung jawab secara moral dan spiritual terhadap keselamatan orang-orang yang dipimpinnya. Dalam Perjanjian Baru, kata gembala masih digunakan Yesus untuk menunjuk pada kepemimpinan-Nya sendiri (Yoh. 10) justru untuk menekankan moral seorang pemimpin yaitu berkorban bagi dombadombanya. Kita perlu menekankan kata pengorbanan itu nanti sebab ia mempunyai arti yang sejajar dengan kata hamba/pelayan, yaitu orangorang yang justru bersedia rugi dan berkorban untuk orang-orang yang dipimpinnya. Tuhan Yesus menekankan fungsi pemimpin sebagai gembala dalam “tegurannya” yang sangat keras kepada Petrus terkait dengan pertanyaan “apakah ia mengasihi Yesus?” (Yoh. 21:16-19). Kasih kepada Tuhan mesti diwujudkan dalam pelaksanaan tugas kepemimpinan sebagai pelayan. Kata “gembala” kemudian menjadi salah satu jabatan dalam gereja Perjanjian Baru (Ep. 4:11; 1 Ptr. 2:25) dan 45 menjadi sebutan umum untuk tugas pelayanan dan kepemimpinan dalam jemaat (1 Ptr. 5:2) dalam perbandingan tugas Yesus Kristus sebagai Gembala Agung (1 Ptr. 5:4; Ibr. 13:20). Bagaimana menjabarkan dasar kepemimpinan berkarakter gembala dalam kepemimpinan kristiani? Di bawah ini diuraikan beberapa implikasi kepemimpinan berkarakter gembala bagi kepemimpinan Kristen masa kini. 1. Rendah Hati Menurut Henri Nouwen, salah satu godaan para pemimpin adalah godaan menjadi populer, hebat dan berkuasa.66 Popularitas dan kekuasaan membuat para pemimpin kehilangan salah satu norma kebaikan pemimpin yaitu kerendahan hati. Banyak pemimpin menjadi sombong dan tinggi hati, berusaha keras untuk menjadi pemimpin yang dianggap berhasil, populer dan berkuasa. Sebaliknya, para pemimpin yang diceritakan dalam Alkitab memperlihatkan satu ciri yang sama. Ketika mereka menerima panggilan dari Tuhan, tanggapan mereka yang pertama adalah “menolak” karena mereka merasa tidak layak. Musa menolak ketika Tuhan Allah memanggil dan mengutus dia untuk pergi ke Mesir menghadap Firaun dan membawa Israel keluar dari Mesir. Tetapi Musa berkata kepada Allah: “Siapakah aku ini, maka aku yang akan menghadap Firaun dan membawa orang Israel keluar dari Mesir?” (Kel. 3:11). Hal ini menunjukkan bahwa Musa merasa takut kepada Firaun. Aspek takut itu besar ada pada Musa. Tetapi juga ada aspek kerendahan hati. Kalau disimak percakapan terakhir antara Musa dengan Tuhan, nyatalah bahwa tawarmenawar itu antara lain dilatarbelakangi oleh perasaan rendah hati. Walaupun Tuhan Allah telah memberi jaminan, Musa masih berusaha mengelak dengan mengatakan: “Ah, Tuhan, aku ini tidak pandai bicara, dahulu pun tidak dan sejak Engkau berfirman kepada hamba-Mu pun tidak, sebab aku berat mulut dan beratlidah....” (Kel. 4:10-13). 66 Borrong, “Etika dan Karakter Kepemimpinan Dalam Perspektif Kristiani”, 73; Victor P.H. Nikijuluw dan Aristarchus Sukarto, Kepemimpinan di Bumi Baru (Jakarta: Literatur Perkantas, 2014), 135. 46 Nabi Yeremia adalah contoh kedua pemimpin yang menunjukkan ketidaklayakan menjadi pemimpin. Ketika Tuhan memanggil dan mengutus dia, ia menjawab: “Ah, Tuhan Allah! Sesungguhnya aku tidak pandai berbicara, sebab aku ini masih muda” (Yer. 1:6). Pemimpin yang lain memang tidak mengajukan keberatan seperti Musa dan Yeremia, tetapi itu tidak berarti bahwa mereka tidak menerima panggilan mereka dalam kerendahan hati. Cuma cara mereka menerima adalah dengan langsung melaksanakan tugas tersebut tanpa berani mengajukan keberatan. Dalam Alkitab, kerendahan hati merupakan sikap pemimpin yang diidealkan. Bahkan dalam Mazmur dikatakan Tuhan mengajarkan jalan-Nya kepada orang yang rendah hati (Mzm. 25:9) dan Tuhan memahkotai orang rendah hati dengan keselamatan (Mzm. 149:4). 2. Suka Mendengar (Dengar-dengaran) Nabi Samuel adalah contoh bagaimana respon seorang pemimpin pada panggilan kepemimpinannya. Samuel menjawab panggilan Tuhan: “Berbicaralah ya Tuhan, sebab hambaMu ini mendengar” (1 Sam. 3:10). Mendengarkan adalah satu sikap penting seorang pemimpin. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang suka mendengar suara Tuhan untuk mendapatkan petunjuk yang baik. Mendengarkan firman Tuhan menjadi penekanan ketika Samuel pamit dari bangsa Israel (1 Sam. 12:14-15). Mendengarkan firman Tuhan adalah sikap moral yang baik setiap pemimpin yang ingin berhasil. Pemimpin yang baik perlu mendengar bukan hanya suara Tuhan dari atas tetapi juga suara bawahannya. Dalam pelaksanaan pemilihan umum sering kali kita mendengar ungkapan Latin yang mengatakan, Vox Populi, Vox Der (suara rakyat adalah suara Allah). Manusia memang bukan Allah. Suara bawahan bukan suara Allah, tetapi aspirasi bawahan adalah penting untuk berhasilnya kepemimpinan. Nasihat Rasul Yakobus supaya setiap orang cepat untuk mendengar (Yak. 1:19), sangat penting bagi setiap pemimpin. 47 3. Responsif atau Taat Yosua tidak memberi respon apa pun terhadap perintah Tuhan kecuali “melakukan tugasnya” dengan langsung memberi perintah kepada orang Israel untuk melaksanakan perintah Tuhan (Yos. 1:10). Isi pidato perpisahannya sebagai pemimpin Israel sangat mengesankan karena Yosua menegaskan ketaatan dan kesetiaannya kepada Allah dan meminta agar Israel memilih jalan yang sama (Yos. 24). Seorang pemimpin harus seorang yang taat bukan hanya kepada Allah tetapi juga kepada komitmennya, kepada tugas dan tanggungjawabnya. Seorang pemimpin yang baik adalah seorang pemimpin yang memiliki sikap responsif dan taat serta setia menjalankan tugasnya. Tuhan Yesus adalah contoh yang paling agung dalam soal ketaatan seorang pemimpin. Dalam Filipi 2:89 dikatakan, “Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan dirinya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya, nama di atas segala nama, ....” Keagungan Tuhan Yesus sebagai pemimpin datang dari kerendahan hati dan ketaatan-Nya. 4. Berani dan Penurut Keberanian adalah kualifikasi penting yang patut dimiliki pemimpin. Pemimpin adalah yang memimpin.67 Para pemimpin yang baik adalah pemimpin yang berani dalam menjalankan tugas yang harus dikerjakannya. Nabi besar seperti Elia, Elisa, Yeremia dan Yehezkiel adalah para pemimpin yang berani dalam menegur mereka yang bersalah. Nabi Yesaya menyatakan kesiapannya diutus oleh Tuhan dengan mengatakan: “Ini aku, utuslah aku” (Yes. 6:8). Respon Yesaya itu adalah sikap berani menghadapi risiko, yaitu siap sedia mengambil prakarsa dan menurut apa yang Tuhan kehendaki. Penurut adalah salah satu sikap pemimpin 67 Nikijuluw dan Sukarto, Kepemimpinan di Bumi Baru, 133. 48 yang baik. Pemimpin yang keras hati akan gagal seperti Firaun di Mesir (Kel. 7:14; 8:15, 19, 32; 9:7, 12, 35; 10:20, 27; 11:10). Kesediaan menjadi mitra Tuhan maupun sesama adalah jalan yang baik bagi para pemimpin menuju keberhasilan. Pengutusan para nabi, seperti Nabi Yesaya, bukan perkara gampang. Sebab seorang nabi adalah utusan yang menempuh risiko. Mereka harus menegakkan kebenaran dengan menegur para pemimpin Israel yang menyeleweng. Namun demikian mereka menerima tugas itu dengan sukacita. Itulah sikap mulia dari para nabi. Mereka adalah para pemimpin besar yang melaksanakan tugas kepemimpinannya dengan berani karena takut akan Tuhan. Begitulah juga Tuhan Yesus, berkarya melaksanakan kehendak Bapa-Nya (Yoh. 4:34; 5:30; 6:38). Yesus berani menghadapi para pemimpin Yahudi yang haus kuasa dan penuh kemunafikan (Mrk. 12:15; Mat. 23:28; Luk. 12:1). Tuhan Yesus berani karena benar. Berani dan penurut tentu terkait dengan penegakan kebenaran. Pemimpin yang baik bukanlah pemimpin yang berani karena mengandalkan diri sendiri. Bukan pula pemimpin yang menurut kehendaknya sendiri atau kehendak orang tertentu tetapi kehendak Allah, kehendak yang mengandung nilai kebaikan, keadilan dan kebenaran. Dengan kata lain, keberanian itu bertolak dari kebenaran. 5. Pengorbanan Gandhi, seperti dikutip oleh Hans Kung, mengatakan bahwa salah satu dosa terbesar umat manusia dewasa ini adalah agama tanpa pengorbanan.68 Banyak pemimpin yang sering berjanji: “nyawaku sekalipun akan kuberikan demi untuk rakyat”, ternyata sering mengorbankan nyawa rakyat demi ambisi kekuasaan mereka. Itulah ketidakjujuran yang dilakonkan banyak pemimpin di dunia. Pengorbanan hanyalah janji, bukan kenyataan. Pemimpin sejati adalah pemimpin yang rela mengorbankan tenaga, pikiran dan hartanya untuk 68 Borrong, “Etika dan Karakter Kepemimpinan Dalam Perspektif Kristiani”, 76. 49 orang lain yang dipimpinnya. Pemimpin sejati adalah pemimpin yang tidak korup tetapi rela berkorban. Mungkin tidak ada pemimpin di dunia yang bisa benar-benar berkorban tanpa ada pamrih atau kepentingan. Tetapi pemimpin ideal pastilah bisa memberikan aspek pengorbanan tertentu. Dalam Alkitab, hanya Tuhan Yesus yang menjadi pemimpin yang benar-benar berkorban. Pengorbanan menjadi dasar dan prinsip kepemimpinan-Nya yang melayani: “Anak Manusia juga datang... untuk menyerahkan nyawa-Nya sebagai tebusan bagi banyak orang” (Mrk. 10:45). Kesediaan berkorban menjadi model kehidupan orang Kristen, tetapi terutama harus menjadi kepribadian setiap pemimpin. Seperti Kristus yang memberikan nyawa-Nya bagi domba-domba-Nya (Yoh. 10: 15), pemimpin pun dituntut bersikap demikian. Pengorbanan adalah wujud dari kasih yang sesungguhnya dari seorang pemimpin. Bersedia menjadi pemimpin berarti bersedia berkorban bagi orang lain. Korban itu banyak wujudnya: waktu, harta, perasaan dan seterusnya. Semua itu merupakan risiko, yang secara sukarela dan sukacita, harusnya dipikul oleh seorang pemimpin. Walaupun tidak ada pemimpin yang bisa sepenuhnya mengorbankan hidupnya untuk pelayanannya, tanpa kesediaan berkorban itu, rasanya pemimpin tidak lebih dari seorang penguasa. 6. Jujur Seorang pemimpin haruslah seorang yang jujur dan dapat dipercaya.69 Kejujuran itu harus dinampakkan dalam pengambilan keputusan dan pertanggungjawaban tugas. Seorang pemimpin harus jujur karena dirinyalah yang perlu diteladani dan dicontoh. Kalau pemimpin tidak jujur maka akan hilanglah kewibawaannya. Tidak sedikit pemimpin yang berbohong untuk menyembunyikan keburukan dan kecurangannya. Namun jelas bahwa hasil kebohongan adalah hilangnya kewibawaan dan hancurnya karier sang pemimpin. 69 Nikijuluw dan Sukarto, Kepemimpinan di Bumi Baru, 140. 50 Kebohongan dalam Alkitab dicela sebagai lebih buruk daripada kemiskinan: “lebih baik orang miskin daripada seorang pembohong” (Ams. 19:22-b), sebaliknya, kejujuran diganjar dengan keselamatan: “siapa yang jujur jalannya, keselamatan yang dari Allah akan Kuperlihatkan kepadanya” (Mzm. 50:23). Orang jujur akan bergaul erat dengan Tuhan, akan mewarisi tanah, akan dipimpin oleh ketulusannya. Dalam Amsal Salomo dikatakan bahwa orang jujur memperkembangkan kota (Ams. 11:11), kemahnya akan mekar (Ams. 14:11), doanya akan diperkenankan Allah (Ams. 15:8), lurus.perbutannya (Ams. 21:8) dan mengatur jalannya (Ams. 21:29). Kejujuran akan menjadi sumber keberhasilan atau sukses seorang pemimpin. Itu sebabnya beberapa tokoh pemimpin dalam Alkitab juga dipuji karena kejujurannya. Ayub adalah contoh manusia yang dipuji karena kejujurannya. Ayub disebut manusia jujur yang menjauhi kejahatan (Ayb. 1:1). Kejujuran memang merupakan norma penting dalam karakter kepemimpinan. Walaupun dengan nada mengejek dan sinis, para lawan Yesus selalu mengakui Yesus sebagai guru yang jujur (Mat. 22:16; Mrk. 12:14). Dan memang kemenangan Yesus sebagai pemimpin antara lain ditunjukkan oleh kejujuran-Nya. 51 BAB V KESIMPULAN Yehezkiel 34 mengetengahkan manifes Allah yang tidak berubah tentang pelayanan dan berfungsi sebagai panggilan yang mengesankan dan menarik kepada semua gembala untuk memenuhi tugas dan kewajiban mereka dan mempertimbangkan prioritas mereka dalam memberitakan kabar sukacita, memulihkan, mengajar, mendorong, dan memberi makan; semua ini adalah aspek-aspek dari peranan gembala. Ketika mencela gembala-gembala upahan Israel dalam Yehezkiel 34, Allah mengungkapkan hakikat sejati dari tanggung jawab para gembala. Para gembala palsu telah memanfaatkan umat itu dan pengganti memberi makan kepada mereka, para gembala palsu justru memanfaatkan mereka. Mereka juga lalai menunjukkan sifat-sifat pastoral yang diwajibkan. Yang paling buruk ialah bahwa mereka telah mencerai-beraikan kawanan domba, bukan dengan cara membiarkan kawanan domba itu sesat oleh ketidakpedulian dan kelalaian, tetapi melalui penyalahgunaan kekuasaan sehingga membuat domba-domba itu merasa ngeri dan ketakutan. Mengingat kegagalan yang hebat ini, Allah mengumumkan bahwa Ia sendiri akan memikul tanggung jawab langsung untuk menggembalakan Israel. Suatu tugas yang terdiri atas 3 bagian dirinci dalam suatu kerangka menyeluruh dengan dua bagian pertama yang khusus dari tugas itu yang hadir dalam dua aspek. Kerangka menyeluruh ini menerima bahwa kewajiban gembala telah memberikan makan kepada domba, memelihara domba, memastikan bahwa mereka mendapat padang rum-put yang subur dan menjaga keutuhan (kesatuan) mereka sebagai kawanan domba. mengurus domba hams dilakukan dengan adil dan tidak berat sebelah. 52 Implikasi Yehezkiel 34:1-16 bagi kepemimpinan Kristen masa kini ialah bahwa seorang pemimpin Kristen berkarakter gembala haruslah memiliki sikap kerendahan, suka mendengar, responsif atau taat, berani dan penurut, rela berkorban dan jujur. 53 DAFTAR PUSTAKA Allen, Leslie C. Word Biblical Commentary: Ezekiel 1-19. Nashville, Dallas, Mexico City, Rio de Janeiro: Thomas Nelson, 1994. Barker, Kenneth (ed.). The MV Study Bible. Grand Rapid, Michigan: Zondervan Publishing House, 1992. Borrong, Robert P. “Etika dan Karakter Kepemimpinan Dalam Perspektif Kristiani”, Kepemimpinan Kristiani. Jakarta: UPI STT Jakarta, 2001. BPS Gereja Toraja. Konsultasi Pendeta Gereja Toraja. Rantepao: Sulo, 1995. Bright, John. A History of Israel. Philadelphia: Westminster, 1981. Bullock, C. Hassel. Kitab Nabi-nabi Perjanjian Lama. Malang: Gandum Mas, 2002. Bunn, John T. “Ezekiel”, The Broadman Bible Commentary: Jeremiah-Daniel, vol. 6. Nashville: Broadman Press, 1971. Campbell, A.V. Rediscovering Pastoral Care. London: Darton Longman & Todd, 1981. Childs, B.S. Introduction to the Old Testament as Scripture. Philadelphia: Westminster, 1979. Clarke, Adam. Adam Clarke’s Commentary on The Old Testament, electronic edition. Grand Rapids, Iowa: Parsons Technology, 1999. Craven, Toni. “Yehezkiel dan Daniel”, Tafsir Alkitab Perjanjian Lama. Yogyakarta: Kanisius, 2002. D’Souza, Anthony. Proactive Visionary Leadership. Jakarta: Trisewu, 2007. Darmaputera, Eka. Kepemimpinan Kristiani: Spiritualitas, Etika, dan Teknik-teknik Kepemimpinan Dalam Era Penuh Perubahan. Jakarta: STT Jakarta, 2001. Douglas, J.D. (ed.). Ensiklopedia Masa Kini, jilid 1. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2002. ______________. Ensiklopedia Masa Kini, jilid 2. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1992. 54 Eichrodt, W. Ezekiel: Old Testament Library (OTL). London: SCM, 1970. Eichrodt, Walther. Ezekiel: A Commentary. Philadelphia: Westminster, 1970. Eims, Le Roy. Be the Leader You Were Meant To Be: Growing Into the Leader God Called You To Be. New York: Cook Communications Ministries, 1975. Engstrom, Ted. W. The Making of Christian Leader. Grand Rapids: Zondervan, 1976. Gaeblein, F.E. (ed.). Expositor Bible Commentary, electronic edition. Grand Rapids: Zondervan Publishing House, 1992. Garfinkel, Stephen. “Of Thistles and Thorns: A New Approach to Ezekiel II 6”, VT 37 (1987):421-437. Gottwald, Norman K. A Light to the Nations: An Introduction to the Old Testament. New York: Harper & Row, 1965. Harrison, R.K. Introduction to the Old Testament. Grand Rapids: Eerdmans, 1969. Lindblom, J. Prophecy in Ancient Israel. Philadelphia: Fortress, 1962. Hill, Andrew E. & John H. Walton. Survei Perjanjian Lama. Malang: Gandum Mas, 2001. Kittel, Gerhard & Gerhard Friedrich. The Theological Dictionary of the New Testament. Grand Rapids, MI: Wm. B. Eerdmans Publishing Company, 2000. LaSor, W.S., dkk. Pengantar Perjanjian Lama, jilid 2. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000. Lim, Budianto. “Naskah Khotbah: Karakteristik Gembala Yang Disukai Tuhan”, VERITAS 10/1 (April 2009): 161-167. Nikijuluw, Victor P.H. dan Aristarchus Sukarto. Kepemimpinan di Bumi Baru. Jakarta: Literatur Perkantas, 2014. NIV Study Bible, 1274 -1275. Rinehart, Stacy. Upside Down. USA: NavPress, 1998. Sendjaya. Kepemimpinan Kristen. Yogyakarta: Kairos Books, 2004. Stevens, Robert J. “Management Versus Leadership” dalam http://herdingcats.typepad.com/my_weblog/2006/02/management_vers.ht ml. Stott, John. Isu-Isu Global Menantang Kepemimpinan Kristiani, diterjemahkan oleh GMA Nainggolan. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, t.t. Subagyo, Andreas B. Pengantar Riset Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung: Kalam Hidup, 2004. 55 Taylor, J. & L.H. Brockington. “Ezekiel” dalam Dictionary of the Bible. Grand Rapids: Wm. B. Eerdmans Publishing, 2000. Taylor, J.B. Ezekiel: Tyndale Old Testament Commentaies (TOTC). London: Tyndale Press, 1969. Tidball, Derek J. Teologi Penggembalaan (terj.). Malang: Gandum Mas, 2002. Tumanggor, Remanto. “Yehezkiel 34:11-16: Pemimpin yang baik adalah Mengayomi, Melindungi, Menyembuhkan, Menyelamatkan” dalam http://remantotumanggoryahoocom-rey.blogspot.com/2013/04/yehezkiel3411-16-pemimpin-yang-baik.html. VanGemeren, Willem A. Penginterpretasian Kitab Para Nabi. Surabaya: Momentum, 2007. Walvoord, John F. Pedoman Lengkap Nubuat Alkitab. Bandung: Kalam Hidup, 2003. Walvoord, John F. dan Roy B. Zuck. The Bible Knowledge Commentary, electronic edition. USA Canada England: Victor Books. Weiser, Arthur. The Old Testament: Its Formation and Development. New York: Association, 1961. Zaluchu, Sonny Eli. “Intrik dalam Gereja” dalam http://www.glorianet.org/kolom/kolointr.html.