Penelitian Reguler KARAKTERISTIK GEMBALA

advertisement
Penelitian
Reguler
KARAKTERISTIK GEMBALA YANG DISUKAI TUHAN
Studi Hermeneutis Yehezkiel 34:1-16 tentang
Karakteristik Gembala Yang Disukai Tuhan dan Implikasinya bagi
Kepemimpinan Kristen Masa Kini
Ditujukan kepada:
Ketua Sekolah Tinggi Agama Kristen Negeri Toraja
c.q. Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
bÄx{M
Dr. Joni Tapingku, M.Th.
NIP. 196701242005011003
SEKOLAH TINGGI AGAMA KRISTEN NEGERI
(STAKN) TORAJA
TAHUN 2015
HALAMAN PENGESAHAN
USUL PENELITIAN REGULER
1. Diajukan kepada
: Ketua STAKN Toraja c.q. Pusat Penelitian dan
Pengabdian kepada Masyarakat Sekolah Tinggi
Agama Kristen Negeri Toraja
2.
: Karakteristik Gembala Yang Disukai Tuhan: Studi
Hermeneutis Yehezkiel 34:1-16 tentang Karakteristik
Gembala Yang Disukai Tuhan dan Implikasinya bagi
Kepemimpinan Kristen Masa Kini
: Teologi Kristen Program Pascasarjana (S2)
: Reguler
a. Judul Penelitian
b. Bidang Ilmu
c. Kategori Penelitian
3. Ketua Penelitian
a. Nama Lengkap
b. Jenis Kelamin
c. Golongan/Pangkat
d. NIP
e. Jabatan Fungsional
f. Fakultas/Jurusan
:
: Dr. Joni Tapingku, M.Th.
: Laki-laki
: III/d/Lektor
: 196701242005011003
: Dosen STAKN Toraja
: Teologi Kristen
4. Susunan Tim Peneliti
Anggota
:
: Ema Santi
5. Lokasi Penelitian
: Perpustakaan STAKN Toraja, Perpustakaan UKI Toraja &
Perpustakaan STT INTIM Makasssar
6. Lama Penelitian
: 6 bulan
7. Biaya Penelitian
: DIPA STAKN Toraja Tahun 2015
Mengetahui:
Direktur Pascasarjana STAKN Toraja,
Dr. Abraham S. Tanggulungan, M.Si.
NIP. 197205102005011004
Tana Toraja, 23 November 2015
Ketua Peneliti,
Dr. Joni Tapingku, M.Th.
NIP. 196701242005011003
Menyetujui:
Kepala P3M STAKN Toraja,
Dr. Maidiantius Tanyid, M.Th.
NIP. 197705052008011018
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL LUAR .……………………………………………...
i
HALAMAN SAMPUL DALAM ………………………………………….....
ii
HALAMAN PERSETUJUAN .........................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN ....…………………………………………..........
iv
SURAT KEPUTUSAN PENELITIAN .………………………………….......
v
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN .........……………......
x
KATA PENGANTAR ……………………………………………………....
xi
DAFTAR ISI ………………………………………………………………....
xiii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN ....................................................................
1
A. Latar Belakang .....................................................................
10
B. Rumusan Masalah ................................................................
10
C. Tujuan Penelitian .................................................................
11
D. Manfaat Penelitian ...............................................................
11
E. Sistematika Penulisan ..........................................................
11
KAJIAN HERMENEUTIS KITAB YEHEZKIEL ..............
13
A. Gambaran Umum Kitab Yehezkiel ......................................
13
1. Pribadi Yehezkiel ............................................................
13
2. Zaman Nabi Yehezkiel ....................................................
17
3. Kitab Yehezkiel ...............................................................
18
B. Tafsiran Yehezkiel 34:1-16 ..................................................
22
1. Teks Yehezkiel 34:1-16 ..................................................
22
2. Tafsiran Teks ...................................................................
25
xiii
3. Inti Teks Yehezkiel 34:1-16 ............................................
33
METODOLOGI PENELITIAN .............................................
36
A. Pendekatan Penelitian ..........................................................
36
B. Jenis Penelitian .....................................................................
36
C. Sumber dan Jenis Data .........................................................
36
D. Metode Pengumpulan Data ..................................................
37
E. Metode Analisis Data ...........................................................
37
F. Tempat dan Waktu Penelitian ..............................................
38
TEOLOGI GEMBALA KITAB YEHEZKIEL DAN
IMPLIKASINYA BAGI KEPEMIMPINAN KRISTEN
MASA KNI
39
A. Teologi Gembala Kitab Yehezkiel .....................................
39
B. Kepemimpinan Kristen Berkarakter Gembala .....................
44
KESIMPULAN ........................................................................
51
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
53
LAMPIRAN ....................................................................................................
56
BAB III
BAB IV
BAB V
xiv
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: Dr. Joni Tapingku, M.Th.
NIP
: 196701242005011003
Jabatan
: Dosen STAKN Toraja
menyatakan dengan sebenarnya bahwa penelitian dengan judul: Karakteristik
Gembala Yang Disukai Tuhan: Studi Hermeneutis Yehezkiel 34:1-16 tentang
Karakteristik Gembala Yang Disukai Tuhan dan Implikasinya bagi
Kepemimpinan Kristen Masa Kini benar-benar merupakan hasil penelitian penulis,
bukan merupakan pengambilan tulisan dari penelitian milik orang lain. Apabila di
kemudian hari ditemukan terbukti atau dapat dibuktikan bahwa tulisan ini adalah
karya orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam tulisan ini dan disebutkan
dalam daftar kepustakaan, maka saya bersedia menerima segala sanksi atas perbuatan
tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Tana Toraja, 23 November 2015
Yang membuat pernyataan,
Dr. Joni Tapingku, M.Th.
NIP. 196701242005011003
x
KATA PENGANTAR
Rasa syukur dan terima kasih penulis persembahkan bagi Allah, Sang
pemilik hidup ini, karena hanya perkenan-Nya sehingga penulis dapat
merampungkan penelitian reguler ini.
Kepada mereka yang sudah terlibat dalam penelitian ini, penulis
persembahkan penghargaan dan terima kasih yang tulus, yaitu:
1. Ketua STAKN Toraja, Salmon Pamantung, M.Th., yang telah menunjuk
penulis sebagai salah satu tenaga peneliti untuk melaksanakan kegiatan
Penelitian Dosen Sekolah Tinggi Agama Kristen Negeri (STAKN) Toraja
Tahun 2015.
2. Kepala Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (P3M) STAKN
Toraja, Dr. Maidiantius Tanyid, M.Th., yang telah menyetujui permohonan
penulis untuk melaksanakan penelitian dosen tahun 2015.
3. Kepala Perpustakaan STAKN Toraja, Andarias Manting, S.Th., yang telah
memberi kesempatan kepada peneliti untuk melaksanakan penelitian pustaka
di perpustakaan STAKN Toraja.
4. Dekan dan Kepala Perpustakaan Fakultas Teologi Universitas Kristen (UKI)
Toraja yang memberi kesempatan kepada peneliti untuk melaksanakan
penelitian pustaka di perpustakaan Fakultas Teologi UKI Toraja.
4. Rekan-rekan dosen dan tenaga kependidikan STAKN Toraja.
5. Anggota Tim Peneliti, Ema Santi, yang telah membantu dalam perampungan
penelitian ini.
xi
Akhirnya, penulis berharap bahwa laporan penelitian ini dapat memberi
masukan bagi lembaga gereja untuk melaksanakan pembinaan dan pelayanan bagi
warga jemaat demi peningkatan pelayanan dalam jemaat.
In omnibus glorificetur Deus
“Biarlah Allah dimuliakan dalam segala hal”
Mengkendek, November 2015
Penulis
xii
PERSONALIA PENELITIAN
1. Ketua Peneliti
:
a. Nama Lengkap
: Joni Tapingku, M.Th.
b. Jenis Kelamin
: Laki-laki
c. Pangkat/Golongan
: Asisten Ahli/(III/b)
d. NIP
: 196701242005011003
e. Jabatan Fungsional
: Dosen STAKN Toraja
f. Fakultas/Jurusan
: Kependetaan
2. Anggota
:
a. Nama Lengkap
: Ema Santi
b. Jenis Kelamin
: Perempuan
c. NIRM
: 20133740
d. Fakultas/Jurusan
: Pendidikan Agama Kristen
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kepemimpinan yang baik merupakan syarat mutlak bagi pertumbuhan, kestabilan,
dan kemajuan kelompok apa pun. Ini berlaku bagi kelompok berskala raksasa, seperti
sebuah bangsa atau negara; kelompok dengan pengorganisasian istimewa, seperti tentara;
sampai ke kelompok yang relatif kecil serta biasa-biasa saja, seperti misalnya sebuah klub
sepakbola. Tentu tidak terkecuali, adalah kelompok – yang sering dianggap – setengahilahi-setengah-manusia, seperti gereja. Maksudnya, tanpa kepemimpinan yang baik,
kelompok apa pun di dunia ini akan rentan konflik serta rawan perpecahan, dan oleh sebab
itu sulit bertumbuh atau berkembang. Kalaupun bergerak, geraknya pun sekadar majumundur, ke sana kemari, dan tanpa arah.
Di samping vital, kepemimpinan adalah kenyataan yang tak terelakkan bagi
semua orang. Di mana ada kehidupan bersama, di mana pun di muka bumi ini, orang cuma
punya dua pilihan: dipimpin atau memimpin. Dan yang sering ditemui adalah kombinasi
antara keduanya, memimpin dan sekaligus dipimpin.
Dunia yang kita tinggali hari ini berada dalam krisis kepemimpinan global.
Menurut pakar kepemimpinan, John Gardner, ketika Amerika didirikan pada tahun 1776
dengan sekitar tiga juta penduduk, negara tersebut memiliki enam pemimpin kelas dunia:
George Washington, John Adams, Thomas Jefferson, Benjamin Franklin, James Madison,
2
dan Alexander Hamilton. Pada tahun 1987, dengan populasi lebih dari 240 juta penduduk,
Amerika seharusnya memiliki 480 pemimpin kelas dunia. Namun, di manakah mereka?1
Pertanyaan yang sama harus diajukan bukan saja di Amerika, tetapi juga di
berbagai negara, termasuk Indonesia. Pertanyaan yang sama juga berlaku bukan saja dalam
bidang politik pemerintahan, tetapi juga di bidang bisnis, pendidikan, sosial, religius, dan
berbagai bidang kehidupan lainnya.
Tentu negara ini memiliki pemimpin formal, yaitu mereka yang menduduki
posisi-posisi kepemimpinan dalam pemerintahan, bisnis, universitas, gereja, dan
sebagainya. Para pemimpin ini mengepalai institusi-institusi raksasa tersebut. Celakanya,
banyak institusi yang mendominasi bangunan desa global abad ke-21 tersebut terusmenerus mengecewakan rakyat karena ulah pemimpinnya. Hal ini terjadi pada level mulai
dari yang tertinggi sampai yang terendah.
Sebenarnya istilah “pemimpin” tidak tepat dipakai dalam konteks di atas. Para
kepala institusi tersebut tidak tepat disebut “pemimpin” karena sebagian besar dari mereka
tidak melakukan fungsi kepemimpinan sebagaimana mestinya. Jadi mungkin lebih tepat
kalau mereka disebut kepala dan pejabat teras pemerintahan, direktur dan manajer
perusahaan, rektor universitas, pendeta, penatua gereja, namun belum tentu mereka adalah
pemimpin.
Beberapa contoh berikut menggarisbawahi realita ini. Sekretaris Jendral PBB,
Kofi Annan, dalam Human Development Report yang dirilis United Nations Development
Programme (UNDP) mencantumkan sebuah kalimat penting yang menggarisbawahi realita
kebangkrutan pemimpin formal di level internasional: “Obstacles to democracy have little
1
Sendjaya, Kepemimpinan Kristen (Yogyakarta: Kairos Books, 2004), 15.
3
to do with culture or religion, and much more to do with the desire of those in power to
maintain their position at any cost”.2
Observasi di atas terbukti kebenarannya dalam konteks Indonesia. Perjalanan
Indonesia sebagai sebuah bangsa menuju negara yang demokratis terus tertatih-tatih karena
kelangkaan elit politik yang mampu memimpin dengan integritas moral dan kapabilitas
kepemimpinan yang memadai. Ketika pejabat pemerintah di berbagai tingkat haus kuasa
dan terus ingin berkuasa, maka orientasi melayani rakyat semakin sirna sementara ambisi
untuk berkuasa semakin mengental.
Krisis multidimensi yang dialami bangsa Indonesia beberapa tahun terakhir
berpangkal pada krisis kepercayaan, khususnya kepercayaan kepada para pemimpin.
Rakyat tidak lagi mempercayai para pemimpinnya. Pangkal ketidakpercayaan itu tidak lain
adalah karena para pemimpin bertindak bertentangan dengan apa yang seharusnya.
Tindakan dan perilaku para pemimpin bertentangan dengan apa yang dipidatokan dan
diajarkan kepada masyarakat. Jadi dapat juga dikatakan bahwa krisis multidimensi yang
melanda Indonesia berpangkal dalam krisis karakter.3
Gereja pun tidak imun dari krisis kepemimpinan. Gereja yang seharusnya
menghasilkan pemimpin yang tinggi iman, tinggi ilmu, dan tinggi pengabdian malah
terkontaminasi dengan berbagai masalah kepemimpinan. Peneliti Kristen George Barna
menyimpulkan hasil studinya selama 15 tahun tentang kehidupan gereja secara global
dengan konklusi sebagai berikut: Gereja telah kehilangan pengaruhnya karena absennya
kepemimpinan yang efektif. Sementara Pendeta Bill Hybels, setelah tiga puluh tahun
menggembalakan gereja Willow Creek di Amerika, dalam bukunya Courageous
Leadership menulis konfiksi hidupnya bahwa gereja lokal adalah harapan dunia, namun
2
Ibid., 16.
Robert P. Borrong, “Etika dan Karakter Kepemimpinan Dalam Perspektif
Kristiani”, Kepemimpinan Kristiani (Jakarta: UPI STT Jakarta, 2001), 64.
3
4
masa depannya terletak pada para pemimpinnya. Celakanya, hari ini gereja semakin
kehilangan pengaruhnya dalam kehidupan keseharian manusia, baik di dalam maupun di
luar gereja.4
Banyak masalah akut dan kronis yang melumpuhkan berbagai jenis organisasi di
atas disebabkan atau terkait dengan krisis kepemimpinan. Terlalu banyak organisasi
dipimpin oleh orang-orang yang kurang diperlengkapi dengan kompetensi kepemimpinan
yang mapan. Beberapa dari mereka bahkan memiliki cacat karakter. Integritas sering kali
dikorbankan demi kelanggengan ambisi pribadi. Pada saat yang bersamaan dampak dari
aksi kepemimpinan mereka menjalar seperti kanker dari dalam organisasi, dan
melumpuhkannya secara perlahan.
Bukan rahasia lagi bahwa bangkitnya mahasiswa melawan penguasa disebabkan
oleh perilaku penguasa, yaitu para pemimpin bangsa yang tidak berperilaku sebagai
pemimpin. Termasuk juga sebagian di antaranya para pemimpin yang berkeyakinan
Kristen. Tidak ada tuntutan bahwa mereka itu harus memimpin seperti seorang rohaniwan
Kristen yang semata-mata memimpin berdasarkan ayat-ayat Alkitab, tetapi paling tidak
mereka melaksanakan tugas kepemimpinannya berdasarkan norma dasar dan nilai dasar
Alkitab, yaitu bertindak adil dan penuh kasih. Namun faktanya, para pemimpin yang adil
dan penuh kasih di antara orang Kristen masih sangat langka. Harus diakui banyak di
antaranya yang sungguh-sungguh Kristen, bahkan saleh. Tetapi lebih banyak yang
menampilkan gaya kepemimpinan yang sungguh-sungguh sekuler dan kadang-kadang immoral.
Situasi yang sama terjadi juga dalam gereja. Banyak pemimpin gereja lebih
menonjolkan aspek kekuasaan daripada pelayanan. Banyak pemimpin yang tidak
4
Sendjaya, Kepemimpinan Kristen, 17.
5
memberikan contoh dan teladan dalam berperilaku, terlebih sebagai pemimpin-pemimpin
rohani. Sebagai pemimpin rohani tentu saja yang seharusnya ditonjolkan adalah pelayanan,
yaitu kesediaan memberikan hidup kepada umat. Para pemimpin gereja biasa disebut
sebagai gembala. Namun banyak di antaranya yang bertindak sebagai orang upahan yang
lebih menekankan upah daripada karya. Ada pula yang lebih menekankan kekuasaan
daripada
pelayanan
penggembalaan.
Eka
Darmaputera
meratap
melihat
situasi
kepemimpinan di negeri ini pada umumnya dan di gereja-gereja pada khususnya. Eka
mengatakan bahwa negeri ini dan gereja-gereja bergerak tanpa arah serta bersibuk diri
tanpa makna. Dan hasilnya ialah kepenatan tanpa tahu untuk apa.5 Lebih jauh Eka katakan
bahwa gembala membohongi jemaat, dan pengkhotbah berdagang Injil.6
Gereja Toraja pun menyadari kalau kondisi obyektif gembala dan pelayanannya
masa kini belum maksimal. Misalnya, pelayanan gembala kadang-kadang tidak
memperlihatkan motivasi keterpanggilan, tetapi lebih sebagai mata pencaharian. Dengan
perkataan lain, bekerja untuk mendapatkan gaji lebih menonjol ketimbang bekerja sebagai
suatu tugas pelayanan dan pengabdian. Contoh lain ialah bahwa keseriusan
mempersiapkan pelayanan-pelayanan belum memadai, sehingga sering pelayanannya tidak
mememuhi kebutuhan obyektif jemaat; para gembala tenggelam dalam rutinisme ritual dan
adminnistratif; kadang-kadang gembala tidak berusaha hidup sesuai dengan apa yang
diberitakannya sehingga tidak dapat menjadi panutan di dalam jemaat dan masyarakat;
perkunjungan-perkunjungan penggembalaan kurang mendapat perhatian dan penanganan
yang serius; rendahnya kualitas pelayanan disebabkan oleh kurangnya kepekaan terhadap
5
Eka Darmaputera, Kepemimpinan Kristiani: Spiritualitas, Etika, dan Teknikteknik Kepemimpinan Dalam Era Penuh Perubahan (Jakarta: STT Jakarta, 2001), 7.
6
Ibid.
6
perkembangan dan perubahan-perubahan di bidang sosial, ekonomi, politik, iptek, dan isuisu teologi yang aktual.7
Kualitas kepemimpinan gembala dalam jemaat telah menyebabkan kurangnya
sambutan positif dalam mengemban tugas pelayananannya. Hal ini terasa dalam
keterampilan dan kemampuan relasionalnya di tengah-tengah jemaat dan masyarakatnya.
Kurangnya keterampilan dan kemampuan menata pelayanan dan mendayagunakan secara
maksimal potensi-potensi yang ada dalam jemaat, mencerminkan rendahnya kualitas
kepemimpinan gembala, dan memberikan peluang kepada bangkitnya pengaruh
kepemimpinan tradisional yang dapat menghambat program-program pelayanan jemaat.8
Jadi, di dalam gereja terjadi pula krisis kepemimpinan yang terkait dengan krisis
karakter. Para pemimpin Kristen tidak perlu malu mengakui situasi ini, yang memang
tercermin sangat transparan dari keadaan gereja-gereja di Indonesia, baik pada tingkat
jemaat, sinode maupun para aras nasional. Banyak pemimpin gereja belum menjalankan
pelayanannya dengan mengacu pada karakter kepemimpinan. Banyak pula yang tidak
membina diri menjadi pemimpin yang memilki karakter yang baik.
Gambaran masalah-masalah yang dikemukakan di atas menunjukkan bahwa
karakter kepemimpinan gembala saat ini sangat problematis. Mengapa gereja berada dalam
krisis kepemimpinan? Menurut hemat peneliti, karena gereja telah kehilangan kapasitas
institusional dan interpersonal yang mampu mentransformasi individu secara utuh untuk
mencapai efektivitas hidup sebagaimana yang Allah inginkan. Terlalu banyak kendala
struktural, intelektual, emosional, dan kultural yang memperlambat proses transformasi
hingga ke titik berhenti. Kapasitas institusional dan interpersonal di sini adalah
kemampuan sebuah insitusi dan para individu yang ada di dalamnya untuk berupaya masuk
7
8
BPS Gereja Toraja, Konsultasi Pendeta Gereja Toraja (Rantepao: Sulo, 1995), 6.
Ibid., 7.
7
ke dalam proses mencetak pemimpin yang berkarakter gembala. Realitanya hari ini dalam
organisasi justru kultur dan struktur yang ada sering kali mematikan potensi kepemimpinan
seseorang. Proses saling mempertajam dan memperlengkapi tidak lagi muncul dalam relasi
antarindividu. Pendek kata, seakan ada vaksin anti-kepemimpinan yang telah disuntikkan
ke dalam sistem urat syaraf organisasi dan individu.
Masalah yang terbesar dihadapi pemimpin Kristen adalah memiliki minat yang
rendah dengan orang-orang (domba-domba) serta tidak memiliki kemampuan menjalin
hubungan dengan rekan-rekan (interpersonal relationship) dan tidak peduli kepada
masalah-masalah emosional orang yang dipimpinnya. Hal lain adalah adanya sikap pesimis
terhadap kehidupan di depan sehingga menurunkan semangat organisasi yang
dipimpinnya. Ciri lainnya yang paling banyak muncul dalam kepemimpinan adalah
bersikap antisosial, skeptis, kurang senyum, suka mendominasi dan agresif. Padahal ini
berlawanan dengan kepemimpinan dengan hati gembala.
Fakta lain ialah bahwa dalam kajian soal kepemimpinan kristen, para pemimpin
gereja saat ini banyak dikeluhkan soal kepemimpinan yang bukan memimpin dengan hati
gembala (herding leadership) melainkan memimpin dengan gaya “herder” (analogi anjing
jenis herder). Masalah ini banyak terjadi di dalam gereja atau insitusi di mana banyak
pemimpin yang putus asa terhadap pengaplikasian prinsip kepemimpinan dan memilih
jalan pintas yaitu dengan cara “herder” yaitu gaya otokratik dan bahkan kekerasan. Hal ini
diperkuat Sonny Eli Zaluchu yang dalam tulisannya tentang Intrik di Dalam Gereja
mengatakan bahwa kelemahan kepemimpinan gembala biasanya ditandai dengan sejumlah
aktivitas yang cenderung memaksakan kehendak, gaya penggembalaan yang tidak
berkenan, mulut yang tidak terkontrol, menguatnya pengaruh dan intervensi orang-orang
tertentu di dalam keputusan gembala (orang kuat, anak, menantu), visi yang lemah, doa
yang kurang dan sikap yang mencerminkan kekunoan (seperti plin-plan, tidak mau
8
mengakui kesalahan dan sikap tidak mau tahu). Hal yang paling utama adalah gembala
yang tidak mau berubah dan selalu tertutup menerima masukan karena menganggap diri
benar.9
Satu hal lagi yang diingatkan oleh Stacy Rinehart dalam bukunya Upside Down
bahwa banyak gembala mencoba mengikuti tren kepemimpinan dan melupakan prinsip
Yesus tentang kepemimpinan gembala.10
Ada kesadaran dewasa ini bahwa peranan pemimpin tidak/belum jalan sehingga
terjadi krisis kepemimpinan gembala yang sangat memprihatinkan. Menurut Ted. W.
Engstrom, sesungguhnya generasi sekarang sedang mengalami masalah serius yaitu krisis
kepemimpinan. Realitas menunjukkan bahwa hampir tidak ada gembala yang berpikir dan
bertindak positif, konstruktif, dinamis, dan kreatif.11 Akibatnya bangsa Indonesia ini, jika
dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain di dunia, selalu ditempatkan pada nomor-nomor
terakhir dari segi kualitas dan nomor-nomor teratas dari segi kebobrokan moral, korupsi,
pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), penyebab berbagai jenis penyakit menular,
kemiskinan, dsb. Keadaan ini merupakan akibat dari rendahnya kualitas para gembalapemimpin bangsa dan negara ini pada semua bidang kehidupan, baik dalam pemerintahan
maupun keagamaan. Dalam bukunya, ”Be The Leader You Were Meant To Be”, Le Roy
Eims mengatakan bahwa krisis kepimpinan sedang melanda dunia ini. Para pemimpin
politik, para ahli ekonomi, para penulis editotial, para wartawan, para pendidik, dan para
pemimpin agama, yang memahami cara dan mampu memimpin orang lain di jalan yang
9
Sonny Eli Zaluchu, “Intrik dalam Gereja” dalam
http://www.glorianet.org/kolom/kolointr.html.
10
Stacy Rinehart, Upside Down (USA: NavPress, 1998), 5.
11
Ted. W. Engstrom, The Making of Christian Leader (Grand Rapids: Zondervan,
1976), 12.
9
benar sungguh sangat sedikit.12 Jadi, karena pemimpin yang berkualitas itu sedikit, maka
banyak pula kesulitan dan hambatan selalu muncul.
Kita harus berani mengakui bahwa kita berada dalam krisis kepemimpinan. Krisis
kepemimpinan adalah sebuah masalah yang krusial. Namun ada masalah yang lebih
krusial, dan sekaligus urgen, yaitu masalah kepedulian (ignorance). Banyak orang yang
tidak peduli terhadap fakta bahwa gereja tidak memiliki figur dan sistem kepemimpinan
yang baik. Apalagi kepemimpinan yang biblikal. Karena itu, sangat penting untuk melihat
karakter kepemimpinan gembala yang alkitabiah.
Dalam konteks kepemimpinan Kristen, seorang pemimpin adalah seorang yang
memiliki kualifikasi sebagai gembala dan pelayan. Kedua kata ini menjadi kata kunci
untuk memahami rahasia kepemimpinan kristiani. Alkitab hampir tidak pernah
menggunakan kata pemimpin untuk para pemimpin. Yang digunakan adalah pelayan atau
hamba dan gembala. Baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru lebih banyak
menggunakan kata gembala dan pelayan/hamba daripada kata pemimpin. Kata gembala
dan pelayan/hamba itu menunjuk, baik Tuhan sebagai pemimpin umat (mis. Mzm. 23; Kej.
48:15; Yes. 40:11; Yer. 31:10; Yeh. 34:1-16 dan sebagainya); para pemimpin politik dan
pemimpin rohani di Israel (2 Sam. 5:2; Yer. 2:8, 3:15, 23:4, 25:34; Yeh. 34:2 dan lainlainnya).13
Sangat menarik bahwa penggunaan dan penekanan kata gembala untuk para
pemimpin Israel justru dalam konteks kritik atas pelanggaran norma para pemimpin
sebagai gembala. Tuhan mengkritik para pemimpin itu sebagai pemimpin yang tidak
bermoral karena hanya mencari untung dari rakyat/umat yang dipimpinnya. Jelaslah bahwa
12
Le Roy Eims, Be the Leader You Were Meant To Be: Growing Into the Leader
God Called You To Be (New York: Cook Communications Ministries, 1975), 9.
13
Borrong, “Etika dan Karakter Kepemimpinan Dalam Perspektif Kristiani”, 7172.
10
para pemimpin dalam Perjanjian Lama adalah mereka yang mendapat tugas dan tanggung
jawab secara khusus dari Tuhan dan karena itu harus bertanggung jawab secara moral dan
spiritual terhadap keselamatan orang-orang yang dipimpinnya.
Kelangkaan gembala yang berkualitas dan yang mampu memimpin dan melayani
bukan saja baru menjadi pergumulan umat Kristen dewasa ini, namun sudah ada jauh
sebelum muncul Sang Gembala Agung, yakni Yesus Kristus. Nabi-nabi dalam Perjanjian
Lama, seperti Yehezkiel, diutus Tuhan oleh Tuhan untuk mengoreksi kelemahan para
gembala saat itu. Kepada para gembala Israel, Nabi Yehezkiel berseru:
“Beginilah firman Tuhan ALLAH: Celakalah gembala-gembala Israel, yang
menggembalakan dirinya sendiri! Bukankah domba-domba yang seharusnya
digembalakan oleh gembala-gembala itu? Kamu menikmati susunya, dari
bulunya kamu buat pakaian, yang gemuk kamu sembelih, tetapi domba-domba
itu sendiri tidak kamu gembalakan. Yang lemah tidak kamu kuatkan, yang
sakit tidak kamu obati, yang luka tidak kamu balut, yang tersesat tidak kamu
bawa pulang, yang hilang tidak kamu cari, melainkan kamu injak-injak mereka
dengan kekerasan dan kekejaman” (Yeh. 34:2-4).
Seperti apakah karakteristik seorang gembala yang disukai Tuhan? Ini merupakan
pertanyaan yang akan dijawab oleh Yehezkiel 34:1-16 yang berbicara mengenai Tuhan
sebagai gembala umat-Nya dan bagaimana para gembala sebagai abdi Allah melaksanakan
perannya sebagai under-shepherd (wakil-Nya). Pertanyaan tersebut akan dijawab melalui
dua cara. Pertama, belajar dari kesalahan para gembala umat Israel yang dikecam Tuhan
(ay. 1-10). Kedua, meneladani tindakan Allah yang menempatkan diri sebagai gembala
agung umat-Nya (ay. 11-16).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah peneliti ini
ialah: Bagaimana karakteristik gembala yang disukai Tuhan berdasarkan Yehezkiel 34:116 dan implikasinya bagi kepemimpinan Kristen masa kini?
11
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini ialah untuk
mengetahui karakteristik gembala yang disukai Tuhan berdasarkan Yehezkiel 34:1-16 dan
implikasinya bagi kepemimpinan Kristen masa kini.
D. Manfaat Penelitian
Pada prinsipnya kepentingan penelitian mempunyai dua segi, yaitu kepentingan
teoritis dan kepentingan praktis. Kepentingan teoritis adalah sumbangan yang dapat
diberikan kepada dunia ilmu pengetahuan dalam bidang terkait. Sedangkan kepentingan
praktis adalah sumbangan yang dapat diberikan kepada penerapan ilmu pengetahuan
terkait.14
E. Sistematika Penulisan
Sistematika pembahasan adalah rangkaian pembahasan yang tercakup dalam isi
penelitian, di mana bab yang satu dengan bab yang lain saling berkaitan sebagai satu
kesatuan yang utuh.
Bab pertama adalah pendahuluan, yaitu sebagai gambaran umum mengenai
seluruh isi penelitian yang dijabarkan dalam berbagai sub bab, yaitu: latar belakang,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika
pembahasan.
Pada bab dua akan membahas gambaran umum Kitab Yehezkiel, yang meliputi:
nama kitab, penulisan, latar belakang Kitab Yehezkiel, tujuan, struktur dan teologi Kitab
Yehezkiel. Selanjutnya akan dibahas secara khusus teks Yehezkiel 34:1-16, yang meliputi:
tafsiran ayat demi ayat dan teologi gembala menurut Kitab Yehezkiel.
14
Andreas B. Subagyo, Pengantar Riset Kuantitatif dan Kualitatif (Bandung:
Kalam Hidup, 2004), 217.
12
Kemudian masuk bab tiga, yang membahas implikasi karakteristik gembala yang
disukai Tuhan bagi kepemimpinan Kristen masa kini.
Akhirnya pembahasan seluruh penelitian ini ditutup dengan kesimpulan dalam
bab empat.
13
BAB II
KAJIAN HERMENEUTIS KITAB YEHEZKIEL
A. Gambaran Umum Kitab Yehezkiel
1. Pribadi Yehezkiel
Yehezkiel adalah anak Busi berasal dari keluarga imam (Yeh. 1:3). Menurut
Taylor dan Brockington, Yehezkiel dibesarkan di Palestina, dan dibawa ke Babel pada
tahun 597 sM (Yeh. 33:21; 2 Raj. 24:11-16).15 Yehezkiel berusia dua puluh lima tahun
pada saat itu, karena lima tahun kemudian, pada usia tiga puluh tahun (Yeh. 1:1), dirinya
dipanggil Allah menjadi nabi.16
Yehezkiel berbahagia dalam pernikahannya (Yeh. 24:16). Kematian istrinya
secara mendadak, yang sudah dinyatakan oleh Allah sebelumnya, dipakai sebagai isyarat
bagi Israel (Yeh. 24:15-24). Dalam pembuangan Yehezkiel tinggal di rumahnya sendiri, di
Tel Abib di tepi Sungai Kebar17 (Yeh. 3:15; bnd. 1:1). Jika sungai itu dapat disamakan
dengan naru kabari dalam bahasa Babel, maka letaknya antara Babel dan Nippur. Para tuatua datang ke rumah Yehezkiel untuk berkonsultasi (Yeh. 8:1) dan ini sesuai dengan
pernyataan “aku bersama-sama dengan para buangan” (Yeh. 1:1) yang tinggal di salah satu
perkampungan Yahudi yang dipindahkan dari Yehuda oleh bangsa Babel. Ia memberi
15
J. Taylor & L.H. Brockington, “Ezekiel” dalam Dictionary of the Bible (Grand
Rapids: Wm. B. Eerdmans Publishing, 2000).
16
Ada beberapa pengertian lain tentang “tahun ketiga puluh” dalam Yehezkiel 1:1.
Eichrodt sependapat bahwa Yehezkiel berumur 30 tahun pada tahun 594 sM, tetapi ia
dengan keliru menganggap Yehezkiel "sangat terkesan dengan segi keagamaan dari
pembaruan-pembaruan" Yosia pada tahun 621 sM. Sebab pada waktu itu Yehezkiel baru
berumux tiga tahun. Walther Eichrodt, Ezekiel: A Commentary (Philadelphia: Westminster,
1970), 28-32.
17
Ibr. nehar kevar hanya ditemukan dalam Kitab Yehezkiel. W.S. LaSor, dkk.,
Pengantar Perjanjian Lama, jilid 2 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000), 383.
14
keterangan waktu untuk penyataan-penyataan tertentu yang diterimanya dari Allah dengan
mengacu pada tahun sesudah pembuangan Raja Yoyakhin (597 sM). Panggilannya untuk
menjadi nabi datang pada tahun kelima sesudah pembuangan (= 593 sM) dan keterangan
waktu yang terakhir dicatat dalam kitabnya adalah tahun kedua puluh tujuh (= 571 sM).
Jadi tidak ada keraguan bahwa Yehezkiel berada di antara kelompok yang dibuang oleh
bangsa Babel tahun 597 sM, 18 sehingga pelayanannya berlangsung sekurang-kurangnya
dua puluh tiga tahun.19
Karena
memerankan
penglihatan-penglihatannya,
nubuat-nubuat
tertentu,
tingkah
pengalamannya
lakunya
tentang
yang
aneh
dalam
bagaimaaa
Allah
memindahkannya dari Babel ke Yerusalem dan kembali ke Babel dalam penglihatan (Yeh.
8:3; 11:24) dan lain-lain, Yehezkiel pernah disebut ekstatik, pengkhayal, ataupun dianggap
orang yang menderita gangguan jiwa.20 Memang tingkah lakunya “tidak normal”.
Yehezkiel pernah dilukiskan sebagai imam, nabi, gembala dan pengkhotbah,
“bapak dari agama Yahudi”. Erdman mengatakan bahwa Nabi Yehezkiel mengajar
umatnya untuk menyanyikan lagu-lagu pada malam hari.21 Gottwald menyebut prosanya
“sangat membosankan dan berulang-ulang”, 22 sedangkan Weiser berpendapat bahwa
“penglihatannya yang dahsyat, kiasan-kiasannya yang berani dan bahasanya yang
mengguncangkan, tidak kalah bila dibandingkan dengas puisi yang ditulis oleh nabi-nabi
lain”.23
18
C. Hassel Bullock, Kitab Nabi-nabi Perjanjian Lama (Malang: Gandum Mas,
2002), 311.
19
LaSor, dkk., Pengantar Perjanjian Lama,384.
20
B.S. Childs, Introduction to the Old Testament as Scripture (Philadelphia:
Westminster, 1979), 371.
21
LaSor, dkk., Pengantar Perjanjian Lama,384.
22
Norman K. Gottwald, A Light to the Nations: An Introduction to the Old
Testament (New York: Harper & Row, 1965), 381.
23
Arthur Weiser, The Old Testament: Its Formation and Development (New
York: Association, 1961), 228.
15
Dalam kedudukannya sebagai imam, Bullock mengatakan bahwa hal itu
dipertegas dengan penggunaan bahasa keimaman dan minatnya terhadap Bait Suci. Nada
yang hampir sama dikemukakan oleh VanGemeren bahwa sebagai anggota keluarga imam,
Yehezkiel dididik untuk menaati aturan-aturan hukum bait suci dan bagaimana memberi
korban.24 Latar belakang ini bisa menjelaskan keprihatinannya terhadap masa depan bait
suci, simbol sakral kehadiran Allah, kovenan, dan pemerintahan-Nya (1 Raj. 8:10-11;
Mzm. 132). Walaupun demikian, juga tampak dari keterampilan sastranya yang unik dan
pengetahuannya tentang dunianya, bahwa Yehezkiel, seperti juga Yeremia, telah menerima
pendidikan yang berorientasi internasional.25
Yehezkiel, sang imam, juga memperoleh penglihatan tentang kemuliaan Allah di
tempat pembuangan. 26 Yehezkiel telah menyaksikan kemuliaan Tuhan, bahkan seperti
Musa (Kel. 33:18; 34:29-35) dan Yesaya (Yes. 6:15). Tidaklah heran bila Yehezkiel begitu
terpana melihat semarak kemuliaan Allah, namun sekaligus juga begitu merasa bersalah
yang mendalam bersama orang-orang sezamannya. Ia tersungkur dalam kelemahan
manusiawinya, namun Roh Allah telah mengangkat dan menguatkan dia (Yeh. 2:1-2). Roh
mengutusnya untuk melayani komunitas di tempat pembuangan (ay. 3-4), suatu komunitas
yang hampir tidak berbeda dalam respons mereka dibanding komunitas yang tersisa di
Yehuda (ay. 5; 3:4-7, 11). Sebagai imam Allah, Yehezkiel bertanggung jawab untuk
mengajar serta mengaplikasikan berita tentang kesalahan dan penghukuman melalui firman
dan tindakan simbolis. Yehezkiel juga membicarakan tentang transformasi gemilang untuk
zaman baru, ditandai oleh kembalinya kemuliaan Allah di bait-Nya.
24
Willem A. VanGemeren, Penginterpretasian Kitab Para Nabi (Surabaya:
Momentum, 2007), 353.
25
Ibid.
26
Eichrodt, Ezekiel: A Commentary, 28-32.
16
Yehezkiel, sang imam, adalah juru bicara Allah di tempat pembuangan. Seperti
Yeremia di Yerusalem, Yehezkiel melayani Tuhan sebagai alat perang-Nya:
“Aku meneguhkan hatimu melawan mereka yang berkepala batu dan
membajakan semangatmu melawan ketegaran hati mereka. Seperti batu intan,
yang lebih keras dari pada batu Kuteguhkan hatimu; janganlah takut kepada
mereka dan janganlah gentar melihat mukanya, sebab mereka adalah kaum
pemberontak” (Yeh. 3:8-9).
Dalam kedudukannya sebagai nabi, Yehezkiel menerima panggilan untuk
melayani Yahweh. Yehezkiel sudah berusia tiga puluh tahun pada 593 sM, dan berada di
Yerusalem, dirinya tentunya sudah bergabung dengan Busi, ayahnya, yang melayani
Tuhan di bait suci. Namun, Yehezkiel malah berada di tempat pengasingan dan merespons
panggilan untuk melayani Tuhan sebagai nabi-penjaga.27
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa rasa hormat apa pun yang telah
ditunjukkan kepada Yehezkiel di antara orang-orang senegaranya yang tinggal di
Palestina tidak dapat ditentukan dengan kepastian yang mutlak, tetapi kita dapat
beranggapan
bahwa
para
pengungsi,
yang
datang
dari
Palestina
untuk
memberitahukan kejatuhan Yerusalem, datang kepada Yehezkiel karena reputasi
yang dimiliki nabi itu di Yehuda (Yeh. 33:21). Dalam masyarakat Yahudi di Babel,
reputasi Yehezkiel terkenal dengan baik dan dihormati, karena para tua-tua dari
masyarakat pembuangan datang kepadanya minta petunjuk pada beberapa peristiwa
(Yeh. 8:1; 14:1; 20:1).
27
Stephen Garfinkel, “Of Thistles and Thorns: A New Approach to Ezekiel II 6”,
VT 37 (1987):421-437.
17
2. Zaman Nabi Yehezkiel
Masa pembuangan Yehuda (597 - 538 sM) hampir bersamaan dengan masa
kejayaan kerajaan Babel (612 - 539 sM).28
Kondisi di pembuangan tampaknya tidak terlalu berat bagi banyak orang Yahudi.
Babel tidak bermaksud menghukum bangsa-bangsa taklukan, tetapi hanya mengambil
langkah-langkah yang perlu untuk mencegah revolusi. Asyur lebih kejam dengan
memindahkan, menghancurkan dan, mencerai-beraikan bangsa-bangsa taklukamtya,
sehingga mereka kehilangan jati diri sebagai bangsa melalui kawin campur dan bentukbentuk pembauran lainnya. Sebaliknya, Babel memindahkan bangsa-bangsa itu dalam
kelompok-kelompok kecil dan membiarkan mereka memelihara jati dari bangsa mereka.
Oleh karena itu orang-orang Yehuda dapat kembali dari pembuangan, sementara kesepuluh
suku dari Israel utara telah berbaur dengan penduduk yang dimasukkan ke sana oleh
Asyur. Yeremia telah memberi nasihat agar orang-orang buangan itu melakukan kegiatan
mereka sehari-hari seperti biasa dalam pembuangan (Yer. 29:4-7) dan tampaknya mereka
berbuat demikian. Mereka membangun rumah, menanam pohon anggur, membina
ketrampilan dan mulai menyukai kehidupan mereka yang baru: Tidak lama kemudian
orang Yahudi sudah ikut dalam perdagangan.29 Ketika ada kesempatan untuk kembali ke
Yerusalem, banyak yang lebih suka tinggal di Babel. Demikianlah asal-usul pusat Yahudi
yang kemudian menghasilkan Talmud Babel.30
Situasi keagamaan di pembuangan cukup bervariasi digambarkan oleh Lindblom
dalam tulisannya:
28
John Bright, A History of Israel (Philadelphia: Westminster, 1981), 324-339;
R.K. Harrison, Introduction to the Old Testament (Grand Rapids: Eerdmans, 1969), 195205.
29
LaSor, dkk., Pengantar Perjanjian Lama, 385.
30
Ibid.
18
“Keliru sekali jika kita menyimpulkan dari nubuat-nubuat Yesaya tentang sisa
Israel, atau clan penglihatan Yeremia tentang buah ara yang baik, bahwa orang
Yahudi yang diusir ke Babel adalah elite moral dari bangsa Yahudi. Babel
tidak memilih mereka karena alasan-alasan keagarnaan dan akhlak. Adapun
gagasan Yesaya tentang sisa Israel hanya berarti bahwa sebagian dari bangsa
itu akan diselamatkan dari kehaneuran dan kemudian berpaling kepada
Allah”.31
Kesimpulan itu sebagian didasarkan pada tambahan yang diduga Lindblom
ditambahkan pada zaman pembuangan kepada nubuat-nubuat yang ditulis sebelum
pembuangan. Sekalipun tidak didukung oleh bukti-bukti naskah, namun pada dasarnya
kesimpulan itu benar.
Prinsip pemilihan oleh Allah berlaku untuk masa pembuangan maupun babakbabak lain dalam sejarah Israel. Orang-orang buangan tidak menjadi murni dan benar
melulu karena mereka terpaksa meninggalkan negeri mereka. Hanya orang-orang pilihan
Allah yang mengalami penyempurnaan seperti itu. Bangsa Yahudi sesudah pembuangan
masih belum mengalami penyelamatan secara sempurna. Bagaimanapun, pada masa
pembuangan pandangan-pandangaa Yahudi tentang Allah mengalami ujian.
3. Kitab Yehezkiel
Kitab Yehezkiel berisikan pemberitaan yang disampaikan secara lisan atas
perintah Allah (Yeh. 3:10; 14:4; 20:1,27; 24:8; 43:10). Dapat dipastikan bahwa
pemberitaan-pemberitaannya dikumpulkan oleh nabi atau penyunting di kemudian hari.
Ada tiga belas acuan tentang waktu yang masing-masing dikaitkan dengan penyataan dari
Allah:
31
387.
J. Lindblom, Prophecy in Ancient Israel (Philadelphia: Fortress, 1962), 386-
19
Hari
Bulan
Tahun
Tanggal32
Yeh. 1:2
Penglihatan awal
5
4
5
31 Jul. 593
Yeh. 8:1
Penglihatan di Rumah Allah
5
6
6
17 Sep. 592
Yeh. 20:1
Pesan kepada tua-tua
10
5
7
14 Ag. 591
Yeh. 24:1
Laporan pengepungan
10
10
9
15 Jan. 588
Yerusalem
Yeh. 26:1
Nubuat melawan Tirus
1
1
11
23 Apr. 588
Yeh. 29:1
Nubuat melawan Firaun*
12
10
10
7 Jan. 587
Yeh. 29:17
Nubuat tentang Mesir*
1
1
27
26 Apr. 571
Yeh. 30:20
Nubuat melawan Firaun
7
1
11
29 Apr. 587
Yeh. 31:1
Nubuat untuk Firaun
1
3
11
21 Jun. 587
Yeh. 32:1
Ratapan atas Firaun*
1
12
12
3 Mar. 585
Yeh. 32:17
Ratapan atas Mesh
15
1
12
27 Apr. 586
Yeh. 33:21
Laporan kejatuhan Yerusalem
5
10
12
8 Jan. 585
Yeh. 40:1
Penglihatan pemulihan Bait
10
1
25
28 Apr. 573
Suci
*Jelas tidak menurut urutan peristiwa.
Kitab Yehezkiel dapat dibagi atas tiga bagian utama, yakni:33
a. Hukuman atas Yerusalem dan Yehuda (Yeh. 1-24)
b. Hukuman atas bangsa-bangsa lain (Yeh. 25-32).
c. Pembaharuan Yerusalem dan Yehuda (Yeh. 33-48).
Bagian pertama (Yeh. 1-24) dipenuhi dengan penghukuman yang tidak
terkatakan terhadap umat Yahweh, mengantisipasi, membenarkan, dan mengumumkan
akhir kerajaan Yehuda. Akan tetapi, berbagai penghukuman tersebut didahului oleh katakata panggilan Yehezkiel, seperti dalam kasus Hosea dan Yeremia. Parohan pertama dari
Kitab Yehezkiel ini terbagi dalam empat sub-bagian: (1) Berbagai kejadian dan ucapan
32
LaSor, dkk., Pengantar Perjanjian Lama, 388.
Ibid., 388-389; Bullock, Kitab Nabi-nabi Perjanjian Lama, 344-345; Andrew
E. Hill & John H. Walton, Survei Perjanjian Lama (Malang: Gandum Mas, 2001), 564565; Leslie C. Allen, Word Biblical Commentary: Ezekiel 1-19 (Nashville, Dallas, Mexico
City, Rio de Janeiro: Thomas Nelson, 1994), xxxi.
33
20
ilahi yang berhubungan dengan panggilan dan pelayanan Yehezkiel (Yeh. 1-5; (2)
prakiraan tentang kesudahan hari Tuhan (Yeh. 6-7); (3) penglihatan tentang berhala
kekejian di Bait Suci dan kepergian kemuliaan Tuhan (Yeh. 8-11); dan (4) kenyataan
penghukuman terhadap Yerusalem (Yeh. 12-24).34
Bagian kedua (Yeh. 25-32) berisi penghukuman Allah atas bangsa-bangsa lain.
Penghukuman Allah atas bangsa-bangsa lain adalah kumpulan yang berbeda, seperti
yang terjadi di Amos, Yesaya, Zefanya dan Yeremia, tetapi apakah mereka pernah
beredar secara tersendiri sebagai suatu kumpulan tidak dapat ditentukan dengan pasti.
Akan tetapi, tidak semua ucapan ilahi yang bersifat nasional termasuk, karena ucapan
Allah terhadap Amon (Yeh. 21:28-32) dan Edom (Yeh. 35) muncul di tempat lain
dalam kitab ini dan mengikuti bentuk standar ucapan Allah dalam kumpulan ini.
Dalam dua hal perkataan penghiburan yang eksplisit untuk Israel disisipkan,
meskipun Israel tidak secara langsung disebutkan (Yeh. 28:24-26; 29:21). 35 Akan
tetapi, hal itu merupakan petunjuk dari salah satu tujuan ucapan Allah terhadap
bangsa-bangsa. Ucapan-ucapan itu dimaksudkan tidak saja untuk menuduh musuhmusuh Israel, tetapi untuk menghibur Israel. Perkataan pemulihan yang ditujukan
kepada Mesir (Yeh. 29:13-16), meskipun agak mengejutkan, bukannya tanpa contoh
yang telah terjadi lebih dahulu (Yer. 48:47; 49:6, 39).36
Bagian ketiga (Yeh. 33-48) menjelaskan kejatuhan Yerusalem sebagai titik
yang menentukan dalam pelayanan Yehezkiel. Pada dasarnya dua bagian utama
yang pertama adalah teguran dan penghukuman, tetapi di bagian ini Yehezkiel
lebih banyak menghiburkan. Pola eskatologis yang telah diikuti dalam pengaturan
kitab ini menjadi makin jelas di sini. Fase pertama Hari Tuhan untuk Israel, terbagi
34
Bullock, Kitab Nabi-nabi Perjanjian Lama, 327.
Ibid., 332
36
Ibid., 333.
35
21
dalam penghukuman dan pemulihan, disampaikan dengan singkat dan tepat oleh
seorang pelari, “Kota itu telah direbut” (Yeh. 33:21). Yehezkiel mengenali
kejatuhan Yerusalem, hari ketika domba-domba dicerai-beraikan, sebagai Hari
Tuhan dengan menggunakan kalimat “pada hart berkabut dan hart kegelapan” (Yeh.
34:12), suatu frase yang digunakan Zefanya ketika membicarakan Hari itu (Zef.
1:15). Kemudian Yoel menggunakan frase yang sama untuk menjelaskan fase yang
dibaharui dari Hari itu (Yl. 2:2). 37
Pesan
pemulihan
ini
mendominasi
bagian
ini.
Bahkan
perkataan
penghukuman terhadap Gunung Seir dan Gog serta Magog termasuk kategori
penghiburan Israel sebagai penghukuman atas musuh-musuh. Setelah tuduhan
terhadap Edom karena perbuatan yang tidak bermoral setelah malapetaka Yerusalem
(Yeh. 35), tema ini berbalik dengan jelas kepada pemulihan (Yeh. 36-37). Sejarah
akan terulang. Sebagaimana Yahweh bertindak demi Nama-Nya sendiri dalam era
sejarah masa lalu, pemulihan itu akan menjadi episode lain seperti itu. Dalam pasal
20, Yehezkiel menggambarkan kelangsungan hidup Israel dalam sejarah sebagai
suatu akibat dari anugerah Yahweh, tindakannya demi nama-Nya sendiri, agar tidak
dicemarkan di antara bangsa-bangsa. Akan tetapi, setelah menyayangkan Israel
sebagai tindakan-tindakan anugerah, pada akhirnya Israel berhasil melakukan apa
yang telah dihindarkan oleh anugerah Yahweh pada masa-masa yang lalu – Israel
telah mencemarkan Nama Allah di antara bangsa-bangsa, karena Israel telah
diharuskan mengalami pembuangan itu oleh dosa-dosanya yang memalukan. Maka
Allah, yang anugerah-Nya tidak dapat dikalahkan oleh dosa manusia, akan
melakukan apa yang tidak dapat dilakukan oleh Israel: Allah akan memberikan
kepada umat-Nya hati yang baru dan roh yang baru (Yeh. 36:26-32). Ini adalah tema
37
Ibid., 336.
22
yang digambarkan dalam pasal 37, yang menghubungkan roh yang baru dengan
kembalinya umat itu dari pembuangan (ay. 14). Lembah tulang-tulang kering dan
perihal mereka dihidupkan kembali terutama menyampaikan pesan tentang
kepulangan dari pembuangan dan pengembalian ke negeri mereka, meskipun
pemahaman kebangkitan fisik dapat dibaca dari teks tersebut. Tetapi ciri-ciri
kembali ke negeri itu adalah pendirian kembali tempat kudus Yahweh, saksi utama
atas kehadiran-Nya di Israel (Yeh. 37:26-28).
Bagian ketiga ini masih bisa dipecah menjadi unit-unit ini: panggilan yang
diperbaharui dan seruan untuk bertobat (Yeh. 33); gembala Allah (Yeh. 34);
penghukuman Edom (Yeh. 35); pemulihan Israel (Yeh. 36-37); penghukuman yang
pasti oleh Allah atas musuh-musuh utama (Yeh. 38-39); dan Bait Suci yang baru
(Yeh. 40-48).
B. Tafasiran Yehezkiel 34:1-16
1. Teks Yehezkiel 34:1-16
a. Biblia Hebraica Stuttgartensia (BHS)
abeÞN"hi ~d"§a'-!B, `rmo*ale yl;îae hw"ßhy>-rb;d> yhiîy>w:
Ÿrm:åa' hKoï ~y[iørol' ~h,’ylea] •T'r>m;a'w> abeäN"hi lae_r"f.yI y[eäAr-l[;
aAlåh] ~t'êAa ~y[iäro ‘Wyh' rv<Üa] ‘laer"f.yI-y[e(ro yAhÜ hwI©hy> yn"ådoa]
`~y[i(roh' W[ßr>yI !aCoêh;
WxB'_z>Ti ha'ÞyrIB.h; WvB'êl.Ti rm,C,äh;-ta,w> ‘Wlke’aTo bl,xeÛh;-ta,
`W[)r>ti al{ï !aCoßh;
~t,ªaPerI-al{) hl'äAxh;-ta,w> ~T,øq.Z:xi al{’ •tAlx.N:h;-ta,(
~t,êboveh] al{å ‘tx;D’:NIh;-ta,w> ~T,êv.b;x] al{å ‘tr<B,’v.NIl;w>
`%r<p'(b.W ~t'Þao ~t,îydIr> hq"±z>x'b.W ~T,_v.Q;bi al{å td<b,Þaoh'-ta,w>
hd<ÞF'h; tY:ïx;-lk'l. hl'²k.a'l. hn"yy<ôh.Tiw: h[,_ro yliäB.mi hn"yc,ÞWpT.w:
`hn"yc,(WpT.w:
ynEÜP.-lK' l[;’w> hm'_r" h['äb.GI-lK' l[;Þw> ~yrIêh'h,ä-lk'B. ‘ynIaco WGÝv.yI
`vQE)b;m. !yaeîw> vrEÞAD !yaeîw> ynIëaco Wcpoån" ‘#r<a'’h'
`hw")hy> rb:ïD>-ta, W[ßm.vi ~y[iêro !kEål'
2
1
3
4
5
6
7
23
zb;‡l' ŸynIåaco-tAy*h/ ![;y:å al{å-~ai hwI©hy> yn"ådoa] Ÿ~auän> ynIa'ø-yx;
h[,êro !yaeäme ‘hd<F'h; tY:Üx;-lk'l. hl'øk.a'l. ynI“aco •hn"yy<h.Ti(w:
ynIßaco-ta,w> ~t'êAa ‘~y[iroh'( W[Ür>YIw: ynI+aco-ta, y[;Þro Wvïr>d"-al{)w>
s `W[)r" al{ï
`hw")hy>-rb;D> W[ßm.vi ~y[iêroh'( ‘!kel'
ynIåaco-ta, yTióv.r:d"w>) ~y[iøroh'-la,( ynI“n>hi hwI©hy> yn"ådoa] rm;úa'-hKo
~t'_Aa ~y[iÞroh' dA[± W[ïr>yI-al{w> !acoê tA[år>me ‘~yTiB;v.hiw> ~d"ªY"mi
s `hl'(k.a'l. ~h,Þl' !'yy<ïh.ti-al{)w> ~h,êyPimi ‘ynIaco yTiÛl.C;hiw>
ynIßaco-ta, yTiîv.r:d"w> ynIa'§-ynIn>hi hwI+hy> yn"ådoa] rm:ßa' hKoï yKi²
`~yTi(r>Q;biW
!KEß tAvêr"p.nI ‘Anaco-%Atb. AtÜAyh/-~AyB. Arød>[, h[,’ro •tr:Q'b;K.
Wcpoån" rv<åa] ‘tmoAqM.h;-lK'mi ~h,ªt.a, yTiäl.C;hiw> ynI+aco-ta, rQEåb;a]
`lp,(r"[]w: !n"ß[' ~AyðB. ~v'ê
~ytiÞaoybih]w: tAcêr"ah] 'ä-!mi ‘~yTic.B;qiw> ~yMiª[;h'-!mi ~ytiäaceAhw>
lkoßb.W ~yqi§ypia]B' laeêr"f.yI yrEäh'-la, ‘~ytiy[ir>W ~t'_m'd>a;-la,
`#r<a'(h' ybeîv.Am
hy<åh.yI laeÞr"f.yI-~Ar)m. yrEîh'b.W ~t'êao h[,är>a, ‘bAJ-h[,r>miB.
hn"y[,Þr>Ti !mE±v' h[,îr>miW bAJê hw<n"åB. ‘hn"c.B’r; >Ti ~v'Û ~h,_wEn>
`lae(r"f.yI yrEîh'-la,
`hwI)hy> yn"ïdoa] ~auÞn> ~ceêyBir>a; ynIåa]w: ‘ynIaco h[,Ûr>a, ynI“a]
vboêx/a, tr<B,äv.NIl;w> byviêa' tx;D:äNIh;-ta,w> ‘vQeb;a] td<b,Ûaoh'-ta,
dymiÞv.a; hq"±z"x]h;-ta,w> hn"ômeV.h;-ta,w> qZE+x;a] hl'ÞAxh;-ta,w>
`jP'(v.mib. hN"[<ïr>a,
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Transliterated
wayühî dübar-yhwh(´ädönäy) ´ëlay lë´mör 2 Ben-´ädäm hinnäbë´
`al-rô`ê yiSrä´ël hinnäbë´ wü´ämarTä ´álêhem lärö`îm Kò ´ämar
´ádönäy yhwh(´élöhîm) hôy rö`ê|-yiSrä´ël ´ášer häyû rö`îm ´ôtäm
hálô´ haccö´n yir`û härö`îm 3 ´et-haHëºleb Tö´këºlû wü´et-hacceºmer
TilB亚û haBBürî´â TizBäºHû haccö´n lö´ tir`û 4 ´e|t-hannaHlôt lö´
HizzaqTem wü´et-haHôlâ lö|´-riPPë´tem wülannišBeºret lö´ HábašTem
wü´et-hanniDDaºHat lö´ hášëbötem wü´et-hä´öbeºdet lö´ biqqašTem
ûbüHozqâ rüdîtem ´ötäm ûbüpäºrek 5 waTTüpûcʺnâ miBBülî rö`è
waTTihyʺnâ lü´oklâ lükol-Hayyat haSSädè waTTüpûcʺnâ 6 yišGû
cö´nî Bükol-heºhärîºm wü`al Kol-Gib`â rämâ wü`al Kol-Pünê hä´äºrec
näpöºcû cö´nî wü´ên Dôrëš wü´ên mübaqqëš 7 läkën rö`îm šim`û ´etDübar yhwh(´ädönäy) 8 Hay-´äºnî nü´ùm ´ádönäy yhwh(´élöhîm) ´imlö´ yaº`an héyô|t-cö´nî läbaz waTTi|hyÊnâ cö´nî lü´oklâ lükol-Hayyat
1
24
haSSädè më´ên rö`è wülö|´-däršû rö`ay ´et-cö´nî wayyir`û hä|rö`îm
9
läkën hä|rö`îm šim`û Dübar´ôtäm wü´et-cö´nî lö´ rä`û s
yhwh(´ädönäy) 10 Kò-´ämar ´ádönäy yhwh(´élöhîm) hinnî ´e|lhärö`îm wü|därašTî ´et-cö´nî miyyädäm wühišBaTTîm mër`ôt cö´n
wülö´-yir`û `ôd härö`îm ´ôtäm wühiccalTî cö´nî miPPîhem wülö|´tihyʺnä lähem lü´oklâ s 11 Kî Kò ´ämar ´ádönäy yhwh(´élöhîm)
hinnî-´äºnî wüdärašTî ´et-cö´nî ûbiqqarTîm 12 Kübaqqärat rö`è `edrô
Büyôm-héyôtô bütôk-cö´nô nipräšôt Kën ´ábaqqër ´et-cö´nî wühiccalTî
´ethem miKKol-hammüqômöt ´ášer näpöºcû šäm Büyôm `änän
wa`áräpel 13 wühôcë´tîm min-hä`ammîm wüqiBBacTîm min-h亴áräcôt
wahábî´ötîm ´el-´admätäm ûrü`îtîm ´el-härê yiSrä´ël Bä´ápîqîm
ûbüköl môšbê hä´äºrec 14 Bümir`è-††ôb ´er`è ´ötäm ûbühärê mürô|myiSrä´ël yihyè nüwëhem šäm TirBaºcnâ Bünäºwè ††ôb ûmir`è šämën
Tir`ʺnâ ´el-härê yiSrä´ël 15 ´ánî ´er`è cö´nî wa´ánî ´arBîcëm nü´ùm
´ádönäy yhwh(´élöhîm) 16 ´et-hä´öbeºdet ´ábaqqëš wü´et-hanniDDaºHat
´äšîb wülannišBeºret ´eHéböš wü´et-haHôlâ ´áHazzëq wü´ethaššümënâ wü´et-haHázäqâ ´ašmîd ´er`eºnnâ bümišPä†
b. Terjemahan Baru - LAI
1
Lalu datanglah firman TUHAN kepadaku:
2
"Hai anak manusia, bernubuatlah melawan gembala-gembala Israel, bernubuatlah
dan katakanlah kepada mereka, kepada gembala-gembala itu: Beginilah firman
Tuhan ALLAH: Celakalah gembala-gembala Israel, yang menggembalakan dirinya
sendiri! Bukankah domba-domba yang seharusnya digembalakan oleh gembalagembala itu?
3
Kamu menikmati susunya, dari bulunya kamu buat pakaian, yang gemuk kamu
sembelih, tetapi domba-domba itu sendiri tidak kamu gembalakan.
4
Yang lemah tidak kamu kuatkan, yang sakit tidak kamu obati, yang luka tidak
kamu balut, yang tersesat tidak kamu bawa pulang, yang hilang tidak kamu cari,
melainkan kamu injak-injak mereka dengan kekerasan dan kekejaman.
5
Dengan demikian mereka berserak, oleh karena gembala tidak ada, dan mereka
menjadi makanan bagi segala binatang di hutan. Domba-domba-Ku berserak
6
dan tersesat di semua gunung dan di semua bukit yang tinggi; ya, di seluruh tanah
itu domba-domba-Ku berserak, tanpa seorang pun yang memperhatikan atau yang
mencarinya.
7
Oleh sebab itu, hai gembala-gembala, dengarlah firman TUHAN:
8
Demi Aku yang hidup, demikianlah firman Tuhan ALLAH, sesungguhnya oleh
karena domba-domba-Ku menjadi mangsa dan menjadi makanan bagi segala
binatang di hutan, lantaran yang menggembalakannya tidak ada, oleh sebab
gembala-gembala-Ku tidak memperhatikan domba-domba-Ku, melainkan mereka
itu menggembalakan dirinya sendiri, tetapi domba-domba-Ku tidak
digembalakannya -9
oleh karena itu, hai gembala-gembala, dengarlah firman TUHAN:
25
10
Beginilah firman Tuhan ALLAH: Aku sendiri akan menjadi lawan gembalagembala itu dan Aku akan menuntut kembali domba-domba-Ku dari mereka dan
akan memberhentikan mereka menggembalakan domba-domba-Ku. Gembalagembala itu tidak akan terus lagi menggembalakan dirinya sendiri; Aku akan
melepaskan domba-domba-Ku dari mulut mereka, sehingga tidak terus lagi menjadi
makanannya.
11
Sebab beginilah firman Tuhan ALLAH: Dengan sesungguhnya Aku sendiri akan
memperhatikan domba-domba-Ku dan akan mencarinya.
12
Seperti seorang gembala mencari dombanya pada waktu domba itu tercerai dari
kawanan dombanya, begitulah Aku akan mencari domba-domba-Ku dan Aku akan
menyelamatkan mereka dari segala tempat, ke mana mereka diserahkan pada hari
berkabut dan hari kegelapan.
13
Aku akan membawa mereka keluar dari tengah bangsa-bangsa dan
mengumpulkan mereka dari negeri-negeri dan membawa mereka ke tanahnya; Aku
akan menggembalakan mereka di atas gunung-gunung Israel, di alur-alur sungainya
dan di semua tempat kediaman orang di tanah itu.
14
Di padang rumput yang baik akan Kugembalakan mereka dan di atas gununggunung Israel yang tinggi di situlah tempat penggembalaannya; di sana di tempat
penggembalaan yang baik mereka akan berbaring dan rumput yang subur menjadi
makanannya di atas gunung-gunung Israel.
15
Aku sendiri akan menggembalakan domba-domba-Ku dan Aku akan membiarkan
mereka berbaring, demikianlah firman Tuhan ALLAH.
16
Yang hilang akan Kucari, yang tersesat akan Kubawa pulang, yang luka akan
Kubalut, yang sakit akan Kukuatkan, serta yang gemuk dan yang kuat akan
Kulindungi; Aku akan menggembalakan mereka sebagaimana seharusnya.
2. Tafsiran Teks
Yehezkiel 34:1-16 terbagi atas dua bagian besar, yakni penghakiman atas para
gembala yang jahat (ay. 1-10) dan Allah sebagai Gembala yang baik bagi umat-Nya (ay.
11-16). Kedua bagian ini ditafsirkan secara berurutan di bawah ini:
Ayat 1-6
abeÞN"hi ~d"§a'-!B, `rmo*ale yl;îae hw"ßhy>-rb;d> yhiîy>w:
Ÿrm:åa' hKoï ~y[iørol' ~h,’ylea] •T'r>m;a'w> abeäN"hi lae_r"f.yI y[eäAr-l[;
aAlåh] ~t'êAa ~y[iäro ‘Wyh' rv<Üa] ‘laer"f.yI-y[e(ro yAhÜ hwI©hy> yn"ådoa]
`~y[i(roh' W[ßr>yI !aCoêh;
WxB'_z>Ti ha'ÞyrIB.h; WvB'êl.Ti rm,C,äh;-ta,w> ‘Wlke’aTo bl,xeÛh;-ta,
`W[)r>ti al{ï !aCoßh;
~t,ªaPerI-al{) hl'äAxh;-ta,w> ~T,øq.Z:xi al{’ •tAlx.N:h;-ta,(
~t,êboveh] al{å ‘tx;D’:NIh;-ta,w> ~T,êv.b;x] al{å ‘tr<B,’v.NIl;w>
`%r<p'(b.W ~t'Þao ~t,îydIr> hq"±z>x'b.W ~T,_v.Q;bi al{å td<b,Þaoh'-ta,w>
hd<ÞF'h; tY:ïx;-lk'l. hl'²k.a'l. hn"yy<ôh.Tiw: h[,_ro yliäB.mi hn"yc,ÞWpT.w:
2
1
3
4
5
26
`hn"yc,(WpT.w:
ynEÜP.-lK' l[;’w> hm'_r" h['äb.GI-lK' l[;Þw> ~yrIêh'h,ä-lk'B. ‘ynIaco WGÝv.yI
`vQE)b;m. !yaeîw> vrEÞAD !yaeîw> ynIëaco Wcpoån" ‘#r<a'’h'
6
1
Lalu datanglah firman TUHAN kepadaku:
"Hai anak manusia, bernubuatlah melawan gembala-gembala Israel, bernubuatlah dan
katakanlah kepada mereka, kepada gembala-gembala itu: Beginilah firman Tuhan
ALLAH: Celakalah gembala-gembala Israel, yang menggembalakan dirinya sendiri!
Bukankah domba-domba yang seharusnya digembalakan oleh gembala-gembala itu?
3
Kamu menikmati susunya, dari bulunya kamu buat pakaian, yang gemuk kamu sembelih,
tetapi domba-domba itu sendiri tidak kamu gembalakan.
4
Yang lemah tidak kamu kuatkan, yang sakit tidak kamu obati, yang luka tidak kamu balut,
yang tersesat tidak kamu bawa pulang, yang hilang tidak kamu cari, melainkan kamu
injak-injak mereka dengan kekerasan dan kekejaman.
5
Dengan demikian mereka berserak, oleh karena gembala tidak ada, dan mereka menjadi
makanan bagi segala binatang di hutan. Domba-domba-Ku berserak
6
dan tersesat di semua gunung dan di semua bukit yang tinggi; ya, di seluruh tanah itu
domba-domba-Ku berserak, tanpa seorang pun yang memperhatikan atau yang
mencarinya.
2
Kata gembala, y[eäAr (rô`ê), yang muncul berkali-kali dalam pasal ini bukan mau
merujuk pada istilah gembala yang sebenarnya, tetapi mau menunjukkan bahwa para
pemimpin atau pembesar bangsa Israel (raja, imam, nabi) telah bertindak tidak selayaknya
pemimpin dan pembesar yang baik. Mereka adalah gembala-gembala yang jahat, yang
tidak memberi makan domba-domabnya (ay. 2-3). Para gembala itu menyalahgunakan
kekuasaanya dan mengkhianati rakyatnya sendiri. Para gembala lebih suka memperkaya diri
sendiri daripada mempejuangkan kebaikan bersama. Perhatian utama bukan diarahkan kepada
masyarakat umum, melainkan kepentingan diri sendiri.38 Lebih tepat, para gembala ini tidak
mementingkan kesejahteraan domba-domba, tetapi malahan menggemukkan diri
mereka sendiri. Memang, memetik hasil dari para domba - susu, bulu dan dagingnya
tampaknya adalah hal yang wajar. Namun, para gembala tersebut dikecam karena
mereka tidak menggembalakan domba-domba tersebut.39
38
John T. Bunn, “Ezekiel”, The Broadman Bible Commentary: Jeremiah-Daniel,
vol. 6 (Nashville: Broadman Press, 1971), 334.
39
Lim, “Naskah Khotbah: Karakteristik Gembala Yang Disukai Tuhan”,
27
Apa
artinya
tidak
menggembalakan
domba-domba?
Firman
Tuhan
mendeskripsikan tindakan itu melalui beberapa hal: yang lemah tidak dikuatkan; yang
sakit tidak diobati; yang luka tidak dibalut; yang tersesat tidak dibawa pulang; yang
hilang tidak dicari. Lima deskripsi yang lengkap itu menunjuk pada satu hal: para
gembala tersebut tidak mempunyai hati untuk memelihara dan memperhatikan dombadomba mereka.
Sebagai akibat dari kepemimpinan para gembala yang jahat itu, umat berjalan
tanpa tujuan (ay. 6), yang secara harfiah berjalan “ke sana ke mari” seperti orang mabuk. Umat
Tuhan menjadi mangsa bangsa asing bahkan menjadi orang buangan (ay. 5-6). Jadi umat
menjadi korban para pemimpin mereka sendiri.40
Pada ayat 2-6, hal ini dituliskan panjang lebar di mana para gembala yang hanya
memikirkan diri sendiri tidak mempunyai tanggung jawab, mencuri, menggemukkan diri
sendiri daripada rakyat. Domba gembalaannya dibunuh dan diserahkan demi keuntungan
mereka sendiri. Alih-alih mencintai domba-domba (rakyat Israel), mereka acuh tak acuh
terhadap tugas penggembalaan, dan hanya bisa menikmati tanpa pernah memberi (ay. 3).
Egoisme seperti ini menimbulkan kemarahan Allah. Para pemimpin Israel tidak sadar
bahwa mereka hanyalah gembala-gembala, dan bukan pemilik. Allahlah yang mempunyai
domba-domba itu.
Para gembala sebagai pemimpin umat telah mengkhianati tugas mereka yang
sesungguhnya. Pelanggaran etika keagamaan ini jelas merupakan pengkhianatan atas
kepercayaan dan tanggung jawab yang diberikan kepada mereka. Para gembala yang jahat itu
meninggalkan tugas mulia untuk melindungi domba-dombanya. Seolah-olah Nabi Amos
berbicara sekali lagi:
VERITAS 10/1 (April 2009): 161-167.
40
Ibid.
28
“yang berbaring di tempat tidur dari gading dan duduk berjuntai di ranjang;
yang memakan anak-anak domba dari kumpulan kambing domba dan anakanak lembu dari tengah-tengah kawanan binatang yang tambun; yang
bernyanyi-nyanyi mendengar bunyi gambus, dan seperti Daud menciptakan
bunyi-bunyian bagi dirinya; yang minum anggur dari bokor, dan berurap
dengan minyak yang paling baik, tetapi tidak berduka karena hancurnya
keturunan Yusuf!” (Am. 6:4-6).
Ayat 7-10
`hw")hy> rb:ïD>-ta, W[ßm.vi ~y[iêro !kEål'
zb;‡l' ŸynIåaco-tAy*h/ ![;y:å al{å-~ai hwI©hy> yn"ådoa] Ÿ~auän> ynIa'ø-yx;
h[,êro !yaeäme ‘hd<F'h; tY:Üx;-lk'l. hl'øk.a'l. ynI“aco •hn"yy<h.Ti(w:
ynIßaco-ta,w> ~t'êAa ‘~y[iroh'( W[Ür>YIw: ynI+aco-ta, y[;Þro Wvïr>d"-al{)w>
s `W[)r" al{ï
`hw")hy>-rb;D> W[ßm.vi ~y[iêroh'( ‘!kel'
ynIåaco-ta, yTióv.r:d"w>) ~y[iøroh'-la,( ynI“n>hi hwI©hy> yn"ådoa] rm;úa'-hKo
~t'_Aa ~y[iÞroh' dA[± W[ïr>yI-al{w> !acoê tA[år>me ‘~yTiB;v.hiw> ~d"ªY"mi
s `hl'(k.a'l. ~h,Þl' !'yy<ïh.ti-al{)w> ~h,êyPimi ‘ynIaco yTiÛl.C;hiw>
7
8
9
10
7
Oleh sebab itu, hai gembala-gembala, dengarlah firman TUHAN:
Demi Aku yang hidup, demikianlah firman Tuhan ALLAH, sesungguhnya oleh karena
domba-domba-Ku menjadi mangsa dan menjadi makanan bagi segala binatang di hutan,
lantaran yang menggembalakannya tidak ada, oleh sebab gembala-gembala-Ku tidak
memperhatikan domba-domba-Ku, melainkan mereka itu menggembalakan dirinya sendiri,
tetapi domba-domba-Ku tidak digembalakannya -9
oleh karena itu, hai gembala-gembala, dengarlah firman TUHAN:
10
Beginilah firman Tuhan ALLAH: Aku sendiri akan menjadi lawan gembala-gembala itu
dan Aku akan menuntut kembali domba-domba-Ku dari mereka dan akan memberhentikan
mereka menggembalakan domba-domba-Ku. Gembala-gembala itu tidak akan terus lagi
menggembalakan dirinya sendiri; Aku akan melepaskan domba-domba-Ku dari mulut
mereka, sehingga tidak terus lagi menjadi makanannya.
8
Allah telah memberitahu akhir dari para gembala yang jahat itu.41 Akibat dari
kepemimpinan yang jahat dari para gembala Israel, ancaman dari luar mengacakngacak komunitas umat Allah. Fakta tercerai berainya umat Allah di pembuangan
Babel tampaknya juga tidak membuat para gembala melakukan sesuatu. Mereka tidak
peduli, sehingga Tuhan Allah bertindak (ay. 7-10).
Dengan demikian, apa yang diungkapkan oleh Nabi Yehezkiel ini pada ayat 1-10
41
Toni Craven, “Yehezkiel dan Daniel”, Tafsir Alkitab Perjanjian Lama
(Yogyakarta: Kanisius, 2002), 607.
29
merupakan gambaran yang jelas mengenai peran yang salah dari para pemimpin Israel.
Ciri pertama gembala yang tidak disukai Tuhan adalah mencari keuntungan sendiri dari
umat Tuhan.
Ayat 11-16
ynIßaco-ta, yTiîv.r:d"w> ynIa'§-ynInh> i hwI+hy> yn"ådoa] rm:ßa' hKoï yKi²
`~yTi(r>Q;biW
!KEß tAvêr"p.nI ‘Anaco-%Atb. AtÜAyh/-~AyB. Arød>[, h[,’ro •tr:Q'b;K.
Wcpoån" rv<åa] ‘tmoAqM.h;-lK'mi ~h,ªt.a, yTiäl.C;hiw> ynI+aco-ta, rQEåb;a]
`lp,(r"[]w: !n"ß[' ~AyðB. ~v'ê
~ytiÞaoybih]w: tAcêr"ah] 'ä-!mi ‘~yTic.B;qiw> ~yMiª[;h'-!mi ~ytiäaceAhw>
lkoßb.W ~yqi§ypia]B' laeêr"f.yI yrEäh'-la, ‘~ytiy[ir>W ~t'_m'd>a;-la,
`#r<a'(h' ybeîv.Am
hy<åh.yI laeÞr"f.yI-~Ar)m. yrEîh'b.W ~t'êao h[,är>a, ‘bAJ-h[,r>miB.
hn"y[,Þr>Ti !mE±v' h[,îr>miW bAJê hw<n"åB. ‘hn"c.B’r; >Ti ~v'Û ~h,_wEn>
`lae(r"f.yI yrEîh'-la,
`hwI)hy> yn"ïdoa] ~auÞn> ~ceêyBir>a; ynIåa]w: ‘ynIaco h[,Ûr>a, ynI“a]
vboêx/a, tr<B,äv.NIl;w> byviêa' tx;D:äNIh;-ta,w> ‘vQeb;a] td<b,Ûaoh'-ta,
dymiÞv.a; hq"±z"x]h;-ta,w> hn"ômeV.h;-ta,w> qZE+x;a] hl'ÞAxh;-ta,w>
`jP'(v.mib. hN"[<ïr>a,
11
12
13
14
15
16
11
Sebab beginilah firman Tuhan ALLAH: Dengan sesungguhnya Aku sendiri akan
memperhatikan domba-domba-Ku dan akan mencarinya.
12
Seperti seorang gembala mencari dombanya pada waktu domba itu tercerai dari kawanan
dombanya, begitulah Aku akan mencari domba-domba-Ku dan Aku akan menyelamatkan
mereka dari segala tempat, ke mana mereka diserahkan pada hari berkabut dan hari
kegelapan.
13
Aku akan membawa mereka keluar dari tengah bangsa-bangsa dan mengumpulkan
mereka dari negeri-negeri dan membawa mereka ke tanahnya; Aku akan menggembalakan
mereka di atas gunung-gunung Israel, di alur-alur sungainya dan di semua tempat
kediaman orang di tanah itu.
14
Di padang rumput yang baik akan Kugembalakan mereka dan di atas gunung-gunung
Israel yang tinggi di situlah tempat penggembalaannya; di sana di tempat penggembalaan
yang baik mereka akan berbaring dan rumput yang subur menjadi makanannya di atas
gunung-gunung Israel.
15
Aku sendiri akan menggembalakan domba-domba-Ku dan Aku akan membiarkan
mereka berbaring, demikianlah firman Tuhan ALLAH.
16
Yang hilang akan Kucari, yang tersesat akan Kubawa pulang, yang luka akan Kubalut,
yang sakit akan Kukuatkan, serta yang gemuk dan yang kuat akan Kulindungi; Aku akan
menggembalakan mereka sebagaimana seharusnya.
30
Pada ayat 11-16 ini, Yehezkiel kembali mengatakan nubuat yang diterimanya
bahwa karena ketidakbenaran para gembala fasik itu, maka Allah sendiri yang akan
mengambil alih bangsa Israel untuk dipimpin-Nya. Allah sendiri yang akan bertindak atas
nama umat-Nya. Dengan tegas Nabi Yehezkiel mengatakan bahwa Allah sendiri yang akan
berperan sebagai Gembala yang baik: mengumpulkan umat-Nya secara bersama-sama (ay.
12, 13), mengembalikan mereka ke tanah arinya, dan memulai zaman yang ditandai
dengan kesejahteraan dan perdamaian yang melimpah (ay. 14, 15).42
Allah
akan
datang
melawan
mereka
untuk
menghukum
mereka
dan
menyelamatkan domba-domba-Nya. Allah akan menjadi gembala yang baik (Kej. 48:1-5;
Mzm. 23; Yer. 31:10). Allah akan mengumpulkan kembali domba-domba itu dan
menghakimi gembala-gembala itu. Kelak Allah akan menetapkan seorang gembala
kepercayaan-Nya (Yeh. 34:23). Allah akan menggembalakan mereka secara benar dan
setia, seperti juga yang tertuang dalam nubuat-nubuat lain (Mzm. 78:71, Yes. 44:28; 63:11;
Yer. 2:8; 10:21; Za. 11:4-17). Allah memperhatikan domba-domba, mengumpulkan
mereka yang tercerai berai, membimbing mereka ke padang rumput hijau di tanah air
mereka, di mana yang hilang akan dicari dan yang tersesat akan digiring kembali; yang
luka dibalut, yang sakit disembuhkan.
Kata “memperhatikan”,
yTiîv.r:d"w>
(wüdärašTî) yang dilakukan oleh Allah
bukanlah hanya sekedar melihat atau memandang saja. Dalam bahasa Inggris “look
carefully at” yang berarti melihat kepada sesuatu benda dengan sungguh-sungguh, hati-hati
dan dengan senantiasa waspada. Allah sebagai Gembala senantiasa memperhatikan setiap
42
Bunn, “Ezekiel”, The Broadman Bible Commentary: Jeremiah-Daniel, 334.
31
gerak langkah umatNya. Tuhan seanantiasa memperhatikan kapan dan dimanapun
umatNya berada.43
Ayat-ayat ini menegaskan kritikan Allah melalui hamban-Nya, Yehezkiel,
terhadap pemimpin dan kepemimpinan umat pada waktu itu yang tidak berpihak pada umat
yang pada waktu itu tidak mendapat perhatian dari pemimpinan, tidak memperoleh
jaminan, tidak mendapat pelayanan bagi orang-orang bermasalah. Allah sendiri akan
mengambil alih tugas dan fungsi sebagai gembala yang baik adalah, yakni memperhatikan
dan mencari domba, menyelamatkan, membawa dan mengumpulkan, menggembalakan
domba di padang rumput yang hijau, membalut dan menguatkan yang sakit, dan
mlindungi. Allah secara khusus akan merawat mereka yang lemah atau terluka dan akan
membawa mereka ke padang rumput yang subur dan akan menggembalakan mereka dengan
adil (ay. 14-16).44
Di dalam ayat-ayat ini, terlihat progres dari tindakan Tuhan dalam
menggembalakan umat-Nya.
45
Pertama, Tuhan akan “memperhatikan”. Maksud
perkataan ini tidak bisa dipisahkan dari latar belakang pekerjaan seorang gembala di
wilayah Israel. Memperhatikan di sini berarti memeriksa dengan seksama keadaan fisik
para domba tersebut.
Kedua, akibat dari pemeriksaan tersebut adalah Tuhan akan mencari dombadomba yang tidak didapati dalam kawanan domba milik-Nya. Di sini luar biasanya seorang
43
Remanto Tumanggor, “Yehezkiel 34:11-16: Pemimpin yang baik adalah
Mengayomi, Melindungi, Menyembuhkan, Menyelamatkan” dalam
http://remantotumanggoryahoocom-rey.blogspot.com/2013/04/yehezkiel-3411-16pemimpin-yang-baik.html.
44
John F. Walvoord, Pedoman Lengkap Nubuat Alkitab (Bandung: Kalam Hidup,
2003), 232.
45
Lim, “Naskah Khotbah: Karakteristik Gembala Yang Disukai Tuhan”,
VERITAS 10/1 (April 2009): 161-167.
32
gembala, ia mengenali setiap domba. Jadi, bila gembala yang adalah manusia tahu bila ada
dombanya yang hilang, apalagi Tuhan sang gembala agung.
Ketiga, Tuhan akan mengeluarkan domba-domba yang sudah tercerai berai
tersebut dari tengah bangsa-bangsa lain. Bagian ini merupakan kiasan bahwa dibuangnya
Yehuda ke Babel disebabkan, salah satunya, para gembala Israel tidak melakukan tugas
mereka. Ketika Tuhan menjadi gembala, Ia akan mengembalikan domba-domba, yang
adalah umat pilihan-Nya, dari Babel. Hal itu terjadi ketika Raja Koresy menuangkan
titahnya (2 Taw. 36:22-23).
Keempat, Tuhan juga akan mengumpulkan mereka kembali di tanah perjanjian.
Kemudian, yang kelima, Tuhan sendiri yang akan menggembalakan mereka dengan
memberikan tempat peristirahatan dan makanan yang sehat bagi para domba.
Seluruh proses ini ditutup dengan ayat 16, yang mengontraskan Tuhan Allah
sebagai gembala agung dengan para gembala Israel yang jahat. Kalau kita perhatikan
dengan seksama, Yehezkiel membalik urutan tindakan penggembalaan yang Tuhan
kerjakan dengan teguran Tuhan kepada para gembala Israel yang mencari keuntungan
mereka sendiri: “Yang lemah tidak kamu kuatkan, yang sakit tidak kamu obati, yang
luka tidak kamu balut, yang tersesat tidak kamu bawa pulang, yang hilang tidak kamu
cari, melainkan kamu injak-injak mereka dengan kekerasan dan kekejaman” (ay. 4).
Dalam ayat 16 dikatakan: “Yang hilang akan Kucari, yang tersesat akan Kubawa
pulang, yang luka akan Kubalut, yang sakit akan Kukuatkan, serta yang gemuk dan
yang kuat akan Kulindungi.” Tujuan dari pembalikan ini adalah, sekali lagi, untuk
mengontraskan tindakan penggembalaan Allah dengan cara menggembalakan para
gembala Israel.
33
C. Inti Teks Yehezkiel 34:1-16
Ketika mencela gembala-gembala upahan Israel dalam Yehezkiel 34, Allah
mengungkapkan hakikat sejati dari tanggung jawab para gembala. Para gembala palsu
telah memanfaatkan umat itu dan pengganti memberi makan kepada mereka, para
gembala palsu justru memanfaatkan mereka (ay. 2, 3, 5, 10). Mereka juga lalai
menunjukkan sifat-sifat pastoral yang diwajibkan (ay. 4). Yang paling buruk ialah bahwa
mereka telah mencerai-beraikan kawanan domba, bukan dengan cara membiarkan
kawanan domba itu sesat oleh ketidakpedulian dan kelalaian, tetapi melalui
penyalahgunaan kekuasaan sehingga membuat domba-domba itu merasa ngeri dan
ketakutan. Mengingat kegagalan yang hebat ini, Allah mengumumkan akan memikul
tanggung jawab langsung untuk menggembalakan Israel (ay. 11-16).
Suatu tugas yang terdiri atas 3 bagian dirinci dalam suatu kerangka menyeluruh
dengan dua bagian pertama yang khusus dari tugas itu yang hadir dalam dua aspek.
Kerangka menyeluruh ini menerima bahwa kewajiban gembala telah memberikan makan
kepada domba, memelihara domba, memastikan bahwa mereka mendapat padang rumput
yang subur dan menjaga keutuhan (kesatuan) mereka sebagai kawanan domba. Mengurus
domba harus dilakukan dengan adil dan tidak berat sebelah.
Dalam kerangka itulah Allah berfirman, “Yang hilang akan Kucari, yang tersesat
akan Kubawa pulang, yang luka akan Kubalut, yang sakit akan Kukuatkan, serta yang
gemuk dan yang kuat akan Kulindungi (Kubinasakan, BIS) (ay. 16). Mencari yang hilang
dan membawa pulang yang sesat hampir pasti adalah ungkapan-ungkapan yang saling
melengkapi dan bukannya gambaran dari dua tugas yang berbeda, demikian juga halnya
dengan dua ungkapan yang berikut. Ada kecenderungan untuk menerjemahkan anak
kalimat yang terakhir - sebagaimana yang diterjemahkan dalam Alkitab Terjemahan Baru dengan “yang gemuk dan yang kuat akan Kulindungi”. Banyak orang telah
34
menerjemahkannya demikian (termasuk juga Alkitab terjemahan baru bahasa Indonesia)
karena ini akan mengarahkan perhatian kepada pentingnya memastikan bahwa anggota
yang sehat dari kawanan itu mendapatkan cukup makan dan didorong untuk berkembang
(bertumbuh), dan bahwa tidak seluruh waktu gembala dihabiskan untuk menangani
domba-domba yang bermasalah. Tetapi hampir pasti bahwa bukti dalam naskah kuno
bertentangan dengan terjemahan ini dan lebih sesuai dengan terjemahan yang lebih keras
tadi.46
Meskipun begitu, uraian Martin Bucer tentang tugas gembala sesuai dengan
Yehezkiel 34 sebagaimana dikutip oleh Tidball adalah: (a) membawa orang-orang yang
terasing kepada Allah, (b) mengembalikan umat Allah yang telah tersesat, (c)
memperoleh perbaikan kehidupan bagi mereka yang jatuh ke dalam dosa, (d) menguatkan
umat Allah yang lemah dan pandir, (e) memelihara umat Allah yang sehat dan kuat dan
mendorong mereka untuk maju ke arah kebaikan.47
Yehezkiel 34 mengetengahkan manifes Allah yang tidak berubah tentang
pelayanan dan berfungsi sebagai panggilan yang mengesankan dan menarik kepada semua
gembala untuk memenuhi tugas dan kewajiban mereka dan mempertimbangkan prioritas
mereka dalam memberitakan kabar sukacita, memulihkan, mengajar, mendorong, dan
memberi makan.
Salah satu aspek kehidupan gembala yang sering dilalaikan di Israel adalah aspek
keberanian. 48 Tak seorang pun dapat melakukan pekerjaan ini di Israel tanpa segera
menyadari bahwa pekerjaan ini membutuhkan keberanian. Musim kemarau yang panjang
46
J.B. Taylor, Ezekiel: Tyndale Old Testament Commentaies (TOTC) (London:
Tyndale Press, 1969), 221; bnd. W. Eichrodt, Ezekiel: Old Testament Library (OTL)
(London: SCM, 1970), 471-472.
47
Derek J. Tidball, Teologi Penggembalaan (terj.) (Malang: Gandum Mas, 2002),
53.
48
A.V. Campbell, Rediscovering Pastoral Care (London: Darton Longman &
Todd, 1981), 26-36.
35
menuntut agar gembala terus-menerus dan tanpa kenal lelah berusaha mencari padangpadang rumput yang baru. Perjalanannya sering membawa gembala jauh dari rumah dan
melewatkan malam-malam yang sepi dan panjang di alam terbuka di atas bukit-bukit.
Ketika mencari dataran yang lebih tinggi untuk tempat merumput domba pada musim
panas, gembala harus melewati lembah-lembah yang sejuk. Walaupun lembah-lembah itu
memberi perlindungan dari sinar matahari terik, namun tetaplah merupakan “lembah
bayang-bayang” yang tidak bebas dari bahaya atau kekhawatiran. Kehidupan gembala
yang berpindah-pindah dan berbahaya menjadikannya seorang yang kurang dipahami barangkali lebih seperti seorang koboi di daerah barat Amerika yang keras pada zaman
dulu daripada seperti gembala masa kini dari suatu kawasan peternakan.49
Apa pun kebenaran perkataan itu adalah benar untuk menekankan bahwa
pekerjaan seorang gembala melibatkan baik kekerasan maupun kelembutan, keberanian
dan penghiburan. Gembala masa kini masih harus seorang yang berani, karena itulah
yang dibutuhkan untuk memasuki kegelapan dari keterhilangan dan kepedihan orang
lain, ikut merasakan kebingungan, kesedihan dan penderitaannya. Mereka yang tidak
siap untuk ikut menanggung hal-hal seperti ini dan hanya memperhatikan kesenangan
mereka sendiri, tidak pernah akan menjadi gembala yang sejati.
49
Ibid., 27.
36
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan hermeneutis. Menurut Rudestam dan Newton
sebagaimana dikutip oleh Andreas B. Subagyo, pendekatan hermeneutis adalah
interpretasi teks atau makna tertulis untuk mendapatkan makna dari teks keagamaan.50
B. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka (library research), yaitu penelitian yang
obyek utamanya adalah buku-buku atau sumber kepustakaan lain. Maksudnya, data
dicari dan ditemukan melalui kajian pustaka dari buku-buku yang relevan dengan
pembahasan. Kegiatan studi ini termasuk kategori penelitian kualitatif 51 dengan
prosedur kegiatan dan teknik penyajian finalnya secara deskriptif. Maksudnya,
penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang utuh dan jelas tentang
pokok yang diteliti.
C. Sumber dan Jenis Data
Yang dimaksud sumber data adalah subjek di mana data itu diperoleh. Data yang
dimaksud dibedakan menjadi dua bagian. Pertama, sumber data primer, yaitu buku50
Andreas B. Subagyo, Pengantar Riset Kuantitatif & Kualitatif: Termasuk Riset
Teologi dan Keagamaan (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2004), 118.
51
Mmenurut Andreas B. Subagyo, penelitian kualitatif menyiratkan penekanan
pada proses dan makna yang tidak secara ketat diperiksa atau diukur dari segi jumlah,
intensitas dan frekuensinya, tetapi menekankan sifat rewalitas yang disusun secara sosial,
hubungan antara peneliti dan yang diteliti, dan pembatasan situasional yang membentuk
penelitian. Di samping itu, penelitian itu juga menekankan sifat penelitian yang bermuatan
nilai dan mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang menekankan bagaimana
pengalaman sosial diciptakan dan diberi makna. Ibid., 62.
37
buku yang berhubungan dengan Yehezkiel 34:1-16. Kedua, sumber data sekunder,
yaitu artikel, majalah dan sebagainya yang berhubungan dengan Yehezkiel 34:1-16.
D. Metode Pengumpulan Data
Sumber data, baik data primer maupun sekunder, diperoleh melalui penelitian pustaka
(library research), yaitu dengan menelusuri buku-buku atau tulisan-tulisan serta bukubuku lain yang mendukung pendalaman dan ketajaman analisis Yehezkiel 34:1-16.
E. Metode Analisis Data
Analisis data kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini berupa kata-kata dan
bukan
berupa
angka-angka
yang
disusun
dalam
tema
yang
luas.
Dalam menganalisis data setelah terkumpul penulis menggunakan metode-metode
sebagai berikut:
a. Metode induktif, yaitu digunakan ketika didapati data-data yang mempunyai unsurunsur kesamaan kemudian dari situ ditarik kesimpulan umum.
b. Metode deduktif, yaitu digunakan sebaliknya yakni pengertian umum yang telah
ada dicarikan data-data yang dapat menguatkannya.
c. Metode diskriptif, yaitu digunakan untuk mendiskripsikan segala hal yang
berkaitan dengan pokok pembicaraan secara sistematis, faktual dan akurat
mengenai faktor-faktor dan sifat-sifat serta hubungan fenomena yang diselidiki.
Dari sinilah akhirnya diambil sebuah kesimpulan umum yang semula berasal dari
data-data yang ada tentang obyek permasalahannya.
38
F. Tempat dan Waktu Penelitian
a. Tempat penelitian adalah Perpustakaan Sekolah Tiunggi Agama Kristen Negeri
(STAKN) Toraja, Perpustakaan UKI Toraja dan Perpustakaan STT INTIM
Makassar.
b. Berdasarkan petunjuk pelaksanaan dari Pusat Penelitian dan Pengembangan
Masyarakat (P3M) Sekolah Tinggi Agama Kristen Negeri Toraja, penelitian ini
akan dilaksanakan tahun 2015.
39
BAB IV
TEOLOGI GEMBALA KITAB YEHEZKIEL DAN
IMPLIKASINYA BAGI KEPEMIMPINAN KRISTEN MASA KINI
A. Teologi Gembala Kitab Yehezkiel
Ada dua macam gembala dalam Alkitab. Pertama, orang yang menggembalakan
ternak. Kedua, orang yang mengasuh dan membina manusia, yaitu gembala yang bersifat
ilahi dan fana. Asuhan terhadap sesama makhluk fana bisa bersifat politik ataupun
rohani.52 Para raja dan penguasa berulang-ulang disebut sebagai gembala. Pemakaian cara
demikian dalam kiasan yang lebih mendalam terdapat dalam Mazmur 23, 80; Yesaya 40,
44, 56; Yeremia 2, 3, 10, 23, 25, 31; dan Yehezkiel 34, 37. Memang masih ada lagi kitabkitab lain dalam Perjanjian Lama yang menceritakan tentang gembala, namun penulis
melihat bahwa bagian-bagian yang akan dibahas ini telah mewakili semua nubuatan
tentang siapa gembala dalam PL, khususnya dalam Yehezkiel 34.
Sebagaimana sudah dikemukakan di atas sebelumnya bahwa Kitab Yehezkiel
berasal dari zaman pembuangan Babilonia. Kitab ini berisi pesan-pesan yang disampaikan
Allah melalui Nabi Yehezkiel pada awal pembuangan antara 593 sM dan 571 sM. 53
Yehezkiel 34 merupakan bagian ketiga yang berisi pembaharuan Israel. Dalam Yehezkiel
34 muncul istilah gembala sebagai bagian dari pengharapan bangsa Israel yang telah
dijanjikan Allah untuk memperbaharui Israel. Dalam bagian ini secara khusus penulis akan
membahas tentang siapa sebenarnya gembala dalam teologi Kitab Yehezkiel.
52
J.D. Douglas (ed.), Ensiklopedia Masa Kini Jilid I, (Jakarta: Yayasan
Komunikasi Bina Kasih, 2002), 330.
53
LaSor, dkk., Pengantar Perjanjian Lama, 383.
40
Dalam Perjanjian Lama, kata “gembala” memakai kata y[eäAr (rô`ê), yang berasal
dari kata ra’ah yang berarti “memberi makan atau menggembalakan”.54 Seorang gembala
bertanggungjawab atas ternaknya untuk menggembalakan, merawat dan memelihara
mereka. Pemimpin-pemimpin zaman Perjanjian Lama sering disebut gembala-gembala
bagi rakyat mereka.55 Tentu ini dikaitkan dengan tugas mereka untuk menggembalakan,
merawat dan memelihara rakyat yang dipercayakan oleh Allah kepada mereka. Bahkan
Allah sendiri juga disebut sebagai Gembala bagi umat-Nya, di mana Israel dapat
memanggil Allah ketika membutuhkan perlindungan dan bimbingan/pimpinan (mis. Mzm.
80:1).56
Yehezkiel 34 juga menggunakan metafora gembala untuk mengkomuikasikan
pesan Allah yang dia terima. J.W. Miller, seperti yang dikutip oleh Leslie C. Allen,
berpendapat bahwa penggunaan kata “gembala” dalam Yehezkiel 34 merujuk kepada dua
karakter yaitu ayat.1-10 merujuk kepada pemimpin-pemimpin Israel, sedangkan ayat 11-16
merujuk kepada seorang pemimpin yang dijanjikan Allah untuk orang Israel.57
Dalam kitab ini memang terlihat bahwa Yehezkiel menggunakan gambarangambaran yang dipakai oleh nabi-nabi sebelumnya. Sebagai contoh, gambaran seorang
pengrajin logam dalam pasal 22:17-22 diinspirasikan dari Yesaya 1:22-25; alegori tentang
persundalan dalam pasal 23:2-27 merupakan pengembangan dari Yeremia 3:6-11,
54
Gerhard Kittel & Gerhard Friedrich, The Theological Dictionary of the New
Testament (Grand Rapids, MI: Wm. B. Eerdmans Publishing Company), 2000.
55
Sebutan raja sebagai gembala bagi rakyat merupakan suatu kebiasaan yang
dipakai di daerah Timur Dekat Kuno pada masa itu. Leslie C. Allen, Word Biblical
Commentary: Ezekiel 20-48, electronic edition (Dallas, Texas: Word Books, Publisher),
1998.
56
F.E. Gaeblein (ed.), Expositor Bible Commentary, electronic edition (Grand
Rapids: Zondervan Publishing House). 1992.
57
Allen, Word Biblical Commentary.
41
sedangkan gambaran gembala yang dipakai dalam pasal 34 adalah pengembangan dari
Yeremia 23:l-2.58
Tindakan Allah untuk bangkit menjadi Gembala umat-Nya (ay. 11-16) dan janjiNya untuk membangkitkan seorang gembala (ay. 23) dilatarbelakangi oleh suatu keadaan
yang menyedihkan dari para gembala Israel, baik raja maupun pejabat lainnya (band. 2
Sam. 7:7; Yer. 25:18-19) maun para nabi dan imam-imam (band. Yes. 56:11; Yer. 23:9-1).
Kebobrokan moralitas pemimpin Israel yang tidak bertanggung jawab atas umat ini juga
sudah pernah disinggung oleh Yehezkiel pada pasal 22.59
Pelayanan Yehezkiel sendiri merupakan implikasi dari berbagai tindakan
Manasye, raja Yehuda, yang telah mendatangkan kerusakan dalam bidang politik maupun
keagamaan. Manasye telah melakukan apa yang benar-benar jahat di mata Tuhan,
kemerosotan moral bangsa benar-benar terjadi pada masa pemerintahannya.60 Pada masa
pemerintahannya, Manasye tidak hanya mendirikan mezbah-mezbah bagi allah-allah asing
seperti Baal, Asyera dan segala tentara langit, tetapi juga mengorbankan anaknya sebagai
korban dalam api, dan melakukan ramal dan telaah, yang berhubungan dengan pemanggil
arwah. Kemudian yang paling jahat adalah pencemaran Bait Allah dengan mendirikan
mezbah-mezbah untuk allah-allah asing di dalamnya (2 Raj. 21:1-18). Kejahatan Manasye
sebagai gembala umat telah mengakibatkan kerusakan moral dan spiritual bangsa.
Walaupun untuk sesaat tindakan Yosia menghasilkan suatu kebangunan rohani
tetapi hal itu hanya bertahan sesaat saja sejalan dengan kematiannya dalam peperangan
melawan Firaun Nekho di lembah Megido tahun 605 sM. Sejumlah raja-raja boneka
58
John F. Walvoord dan Roy B. Zuck, The Bible Knowledge Commentary,
electronic edition (USA Canada England: Victor Books).
59
Kenneth Barker (ed.), The MV Study Bible (Grand Rapid, Michigan: Zondervan
Publishing House, 1992), 1274.
60
J.D. Douglas (ed.), Ensiklopedia Masa Kini, jilid 2 (Jakarta: Yayasan
Komunikasi Bina Kasih, 1992), 20.
42
(Yoahas, Yoyakhim, Yoyakhin dan Zedekia) yang memerintah Yehuda sesudah Yosia pun
melakukan apa yang jahat di mata Tuhan dan tidak mau bertobat walaupun telah
diperingatkan oleh nabi-nabi-Nya. Sebagai contoh, Yeremia menyebut bahwa masa
pemerintahan Yoyakhim adalah masa sosial, perampokan, pembunuhan, pemerasan,
perzinahan, dan penolakan terhadap perjanjian Tuhan (Yer. 22:1-17).61
Dalam pasal 34 ini, Yehezkiel menyatakan kesalahan pemimpin-pemimpin Israel
dalam menjalankan tugasnya sebagai gembala umat:62
1. Mereka hanya mementingkan dirinya sendiri (ay. 2-3) mereka tidak mempedulikan akan
kesejahteraan umat tetapi justru memperhatikan diri mereka sendiri.
2. Mereka memperlakukan umat dengan keras dan kejam (ay. 4).
3. Mereka memperlakukan umat dengan keji dan tidak terhormat (ay. 5-6).
Dalam ayat 5 dan 6, tiga kali Yehezkiel menyebutkan bahwa umat Allah
berserakan. Hal ini mengacu kepada buruknya kualitas para pemimpin Israel dan Yehuda
untuk dapat memberikan perlindungan kepada umat, dan yang menjadikan umat terserak
ke tengah-tengah bangsa-bangsa asing sebagai orang buangan, baik ke Asyur maupun ke
Babel.63
Dari apa yang dipaparkan dalam pasal 34 nampak bagaimana kasih Allah yang
luar biasa dalam sejarah umat-Nya. Kegagalan manusia dalam menjalankan tanggung
jawab dari Allah menyebabkan kehancuran dan kecelakaan umat, tetapi Allah sendiri yang
akhirnya bertindak menunjukkan kasih karunia-Nya yang tiada berkesudahan atas umatNya. Allah melakukan yang terbaik bagi umat-Nya dengan memberikan perjanjian abadi
tentang kehadiran gembala sejati yang dapat menjadi jawaban bagi kebutuhan umat. Yang
61
Hill dan Walton, Survey Perjanjian Lama, 565-566.
Walvoord dan Zuck, The Bible Knowledge commentary.
63
Ibid.
62
43
menjadi pertanyaan kemudian adalah, siapakah gembala yang dijanjikan itu?
Bagaimanakah karakter kepemimpinannya?
Berdasarkan Yehezkiel 34, karakteristik gembala tersebut adalah sebagai berikut:
1. Melepaskan umat dari kesewenang-wenangan pemimpin yang jahat (ay. 10).
2. Mencari domba-domba-Nya yang tercerai-berai, dan menyelamatkan mereka dari
segala tempat (ay. 10). NIV Study Bible menghubungkan peran ini sebagai tindakan
yang membebaskan umat dari pembuangan Babel dari segala tempat ke mana Israel
tercerai-berai.64
3. Menggembalakan dan memimpin umat dalam damai (ay. 11-15).
Ayat-ayat ini mengandung pernyataan Allah berkenaan dengan karya Gembala yang
akan memulihkan hati Israel kembali terpaut kepada Allah, dan menjadikan Allah
sebagai Tuhan mereka dan mereka kembali menjadi umat-Nya. Secara ringkas Adam
Clarke menyebut karakteristik gembala tersebut sebagai seorang pemimpin yang tahu
keadaan umatnya dengan sangat baik; mengenal dosa-dosa umatnya dan mengetahui
dengan pasti konsekuensi apa yang mengikutinya. Tidak hanya mengetahui tetapi juga
tahu bagaimana menyelesaikan permasalahan umatnya. Kemudian tahu bagaimana
membuat cara tersebut dapat dinyatakan dalam kehidupan umat-umatnya.65
64
NIV Study Bible, 1274 -1275.
Adam Clarke, Adam Clarke’s Commentary on The Old Testament, electronic
edition (Grand Rapids, Iowa: Parsons Technology, 1999).
65
44
B. Kepemimpinan Kristen Berkarakter Gembala
Dalam konteks kepemimpinan Kristen maka seorang pemimpin adalah seorang yang
memiliki kualifikasi sebagai gembala dan pelayan. Kedua kata ini menjadi kata kunci untuk
memahami rahasia kepemimpinan kristiani. Alkitab hampir tidak pernah menggunakan kata
pemimpin untuk para pemimpin. Yang digunakan adalah gembala dan pelayan atau hamba.
Baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru lebih banyak menggunakan kata gembala dan
pelayan/hamba daripada kata pemimpin. Kata gembala dan pelayan/hamba itu menunjuk baik
Tuhan sebagai pemimpin umat (Mzm. 23; Kej. 48:15; Yes. 40:11; Yer. 31:10; Yeh. 34:11-16)
maupun para pemimpin politik dan pemimpin rohani di Israel (2 Sam. 5:2; Yer. 2:8, 3:15, 23:4,
25:34; Yeh. 34:2). Sangat menarik bahwa penggunaan dan penekanan kata gembala untuk para
pemimpin Israel justru dalam konteks kritik atas pelanggaran norma para pemimpin sebagai
gembala. Tuhan mengkritik para pemimpin itu sebagai pemimpin yang tidak bermoral karena
hanya mencari untung dari rakyat/umat yang dipimpinnya. Jelaslah bahwa para pemimpin
dalam Perjanjian Lama adalah mereka yang mendapat tugas dan tanggung jawab secara khusus
dari Tuhan dan karena itu harus bertanggung jawab secara moral dan spiritual terhadap
keselamatan orang-orang yang dipimpinnya.
Dalam Perjanjian Baru, kata gembala masih digunakan Yesus untuk menunjuk pada
kepemimpinan-Nya sendiri (Yoh. 10) justru untuk menekankan moral seorang pemimpin yaitu
berkorban bagi dombadombanya. Kita perlu menekankan kata pengorbanan itu nanti sebab ia
mempunyai arti yang sejajar dengan kata hamba/pelayan, yaitu orangorang yang justru bersedia
rugi dan berkorban untuk orang-orang yang dipimpinnya. Tuhan Yesus menekankan fungsi
pemimpin sebagai gembala dalam “tegurannya” yang sangat keras kepada Petrus terkait dengan
pertanyaan “apakah ia mengasihi Yesus?” (Yoh. 21:16-19). Kasih kepada Tuhan mesti
diwujudkan dalam pelaksanaan tugas kepemimpinan sebagai pelayan. Kata “gembala”
kemudian menjadi salah satu jabatan dalam gereja Perjanjian Baru (Ep. 4:11; 1 Ptr. 2:25) dan
45
menjadi sebutan umum untuk tugas pelayanan dan kepemimpinan dalam jemaat (1 Ptr. 5:2)
dalam perbandingan tugas Yesus Kristus sebagai Gembala Agung (1 Ptr. 5:4; Ibr. 13:20).
Bagaimana
menjabarkan
dasar
kepemimpinan
berkarakter
gembala
dalam
kepemimpinan kristiani? Di bawah ini diuraikan beberapa implikasi kepemimpinan berkarakter
gembala bagi kepemimpinan Kristen masa kini.
1. Rendah Hati
Menurut Henri Nouwen, salah satu godaan para pemimpin adalah godaan menjadi
populer, hebat dan berkuasa.66 Popularitas dan kekuasaan membuat para pemimpin kehilangan
salah satu norma kebaikan pemimpin yaitu kerendahan hati. Banyak pemimpin menjadi
sombong dan tinggi hati, berusaha keras untuk menjadi pemimpin yang dianggap berhasil,
populer dan berkuasa. Sebaliknya, para pemimpin yang diceritakan dalam Alkitab
memperlihatkan satu ciri yang sama. Ketika mereka menerima panggilan dari Tuhan, tanggapan
mereka yang pertama adalah “menolak” karena mereka merasa tidak layak. Musa menolak
ketika Tuhan Allah memanggil dan mengutus dia untuk pergi ke Mesir menghadap Firaun dan
membawa Israel keluar dari Mesir. Tetapi Musa berkata kepada Allah: “Siapakah aku ini, maka
aku yang akan menghadap Firaun dan membawa orang Israel keluar dari Mesir?” (Kel. 3:11).
Hal ini menunjukkan bahwa Musa merasa takut kepada Firaun. Aspek takut itu besar ada pada
Musa. Tetapi juga ada aspek kerendahan hati.
Kalau disimak percakapan terakhir antara Musa dengan Tuhan, nyatalah bahwa tawarmenawar itu antara lain dilatarbelakangi oleh perasaan rendah hati. Walaupun Tuhan Allah
telah memberi jaminan, Musa masih berusaha mengelak dengan mengatakan: “Ah, Tuhan, aku
ini tidak pandai bicara, dahulu pun tidak dan sejak Engkau berfirman kepada hamba-Mu pun
tidak, sebab aku berat mulut dan beratlidah....” (Kel. 4:10-13).
66
Borrong, “Etika dan Karakter Kepemimpinan Dalam Perspektif Kristiani”, 73;
Victor P.H. Nikijuluw dan Aristarchus Sukarto, Kepemimpinan di Bumi Baru (Jakarta:
Literatur Perkantas, 2014), 135.
46
Nabi Yeremia adalah contoh kedua pemimpin yang menunjukkan ketidaklayakan
menjadi pemimpin. Ketika Tuhan memanggil dan mengutus dia, ia menjawab: “Ah, Tuhan
Allah! Sesungguhnya aku tidak pandai berbicara, sebab aku ini masih muda” (Yer. 1:6).
Pemimpin yang lain memang tidak mengajukan keberatan seperti Musa dan Yeremia, tetapi itu
tidak berarti bahwa mereka tidak menerima panggilan mereka dalam kerendahan hati. Cuma
cara mereka menerima adalah dengan langsung melaksanakan tugas tersebut tanpa berani
mengajukan keberatan. Dalam Alkitab, kerendahan hati merupakan sikap pemimpin yang diidealkan. Bahkan dalam Mazmur dikatakan Tuhan mengajarkan jalan-Nya kepada orang yang
rendah hati (Mzm. 25:9) dan Tuhan memahkotai orang rendah hati dengan keselamatan (Mzm.
149:4).
2. Suka Mendengar (Dengar-dengaran)
Nabi Samuel adalah contoh bagaimana respon seorang pemimpin pada panggilan
kepemimpinannya. Samuel menjawab panggilan Tuhan: “Berbicaralah ya Tuhan, sebab hambaMu ini mendengar” (1 Sam. 3:10). Mendengarkan adalah satu sikap penting seorang pemimpin.
Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang suka mendengar suara Tuhan untuk mendapatkan
petunjuk yang baik. Mendengarkan firman Tuhan menjadi penekanan ketika Samuel pamit dari
bangsa Israel (1 Sam. 12:14-15).
Mendengarkan firman Tuhan adalah sikap moral yang baik setiap pemimpin yang
ingin berhasil. Pemimpin yang baik perlu mendengar bukan hanya suara Tuhan dari atas tetapi
juga suara bawahannya. Dalam pelaksanaan pemilihan umum sering kali kita mendengar
ungkapan Latin yang mengatakan, Vox Populi, Vox Der (suara rakyat adalah suara Allah).
Manusia memang bukan Allah. Suara bawahan bukan suara Allah, tetapi aspirasi bawahan
adalah penting untuk berhasilnya kepemimpinan. Nasihat Rasul Yakobus supaya setiap orang
cepat untuk mendengar (Yak. 1:19), sangat penting bagi setiap pemimpin.
47
3. Responsif atau Taat
Yosua tidak memberi respon apa pun terhadap perintah Tuhan kecuali “melakukan
tugasnya” dengan langsung memberi perintah kepada orang Israel untuk melaksanakan perintah
Tuhan (Yos. 1:10). Isi pidato perpisahannya sebagai pemimpin Israel sangat mengesankan
karena Yosua menegaskan ketaatan dan kesetiaannya kepada Allah dan meminta agar Israel
memilih jalan yang sama (Yos. 24). Seorang pemimpin harus seorang yang taat bukan hanya
kepada Allah tetapi juga kepada komitmennya, kepada tugas dan tanggungjawabnya. Seorang
pemimpin yang baik adalah seorang pemimpin yang memiliki sikap responsif dan taat serta
setia menjalankan tugasnya. Tuhan Yesus adalah contoh yang paling agung dalam soal ketaatan
seorang pemimpin. Dalam Filipi 2:89 dikatakan, “Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia
telah merendahkan dirinya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah
sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya, nama di atas segala
nama, ....” Keagungan Tuhan Yesus sebagai pemimpin datang dari kerendahan hati dan
ketaatan-Nya.
4. Berani dan Penurut
Keberanian adalah kualifikasi penting yang patut dimiliki pemimpin. Pemimpin
adalah yang memimpin.67 Para pemimpin yang baik adalah pemimpin yang berani dalam menjalankan tugas yang harus dikerjakannya. Nabi besar seperti Elia, Elisa, Yeremia dan Yehezkiel
adalah para pemimpin yang berani dalam menegur mereka yang bersalah. Nabi Yesaya
menyatakan kesiapannya diutus oleh Tuhan dengan mengatakan: “Ini aku, utuslah aku” (Yes.
6:8). Respon Yesaya itu adalah sikap berani menghadapi risiko, yaitu siap sedia mengambil
prakarsa dan menurut apa yang Tuhan kehendaki. Penurut adalah salah satu sikap pemimpin
67
Nikijuluw dan Sukarto, Kepemimpinan di Bumi Baru, 133.
48
yang baik. Pemimpin yang keras hati akan gagal seperti Firaun di Mesir (Kel. 7:14; 8:15, 19,
32; 9:7, 12, 35; 10:20, 27; 11:10).
Kesediaan menjadi mitra Tuhan maupun sesama adalah jalan yang baik bagi para
pemimpin menuju keberhasilan. Pengutusan para nabi, seperti Nabi Yesaya, bukan perkara
gampang. Sebab seorang nabi adalah utusan yang menempuh risiko. Mereka harus menegakkan
kebenaran dengan menegur para pemimpin Israel yang menyeleweng. Namun demikian mereka
menerima tugas itu dengan sukacita. Itulah sikap mulia dari para nabi. Mereka adalah para
pemimpin besar yang melaksanakan tugas kepemimpinannya dengan berani karena takut akan
Tuhan. Begitulah juga Tuhan Yesus, berkarya melaksanakan kehendak Bapa-Nya (Yoh. 4:34;
5:30; 6:38). Yesus berani menghadapi para pemimpin Yahudi yang haus kuasa dan penuh
kemunafikan (Mrk. 12:15; Mat. 23:28; Luk. 12:1). Tuhan Yesus berani karena benar. Berani
dan penurut tentu terkait dengan penegakan kebenaran. Pemimpin yang baik bukanlah
pemimpin yang berani karena mengandalkan diri sendiri. Bukan pula pemimpin yang menurut
kehendaknya sendiri atau kehendak orang tertentu tetapi kehendak Allah, kehendak yang
mengandung nilai kebaikan, keadilan dan kebenaran. Dengan kata lain, keberanian itu bertolak
dari kebenaran.
5. Pengorbanan
Gandhi, seperti dikutip oleh Hans Kung, mengatakan bahwa salah satu dosa terbesar
umat manusia dewasa ini adalah agama tanpa pengorbanan.68 Banyak pemimpin yang sering
berjanji: “nyawaku sekalipun akan kuberikan demi untuk rakyat”, ternyata sering
mengorbankan nyawa rakyat demi ambisi kekuasaan mereka. Itulah ketidakjujuran yang
dilakonkan banyak pemimpin di dunia. Pengorbanan hanyalah janji, bukan kenyataan.
Pemimpin sejati adalah pemimpin yang rela mengorbankan tenaga, pikiran dan hartanya untuk
68
Borrong, “Etika dan Karakter Kepemimpinan Dalam Perspektif Kristiani”, 76.
49
orang lain yang dipimpinnya. Pemimpin sejati adalah pemimpin yang tidak korup tetapi rela
berkorban.
Mungkin tidak ada pemimpin di dunia yang bisa benar-benar berkorban tanpa ada
pamrih atau kepentingan. Tetapi pemimpin ideal pastilah bisa memberikan aspek pengorbanan
tertentu. Dalam Alkitab, hanya Tuhan Yesus yang menjadi pemimpin yang benar-benar
berkorban. Pengorbanan menjadi dasar dan prinsip kepemimpinan-Nya yang melayani: “Anak
Manusia juga datang... untuk menyerahkan nyawa-Nya sebagai tebusan bagi banyak orang”
(Mrk. 10:45). Kesediaan berkorban menjadi model kehidupan orang Kristen, tetapi terutama
harus menjadi kepribadian setiap pemimpin. Seperti Kristus yang memberikan nyawa-Nya bagi
domba-domba-Nya (Yoh. 10: 15), pemimpin pun dituntut bersikap demikian.
Pengorbanan adalah wujud dari kasih yang sesungguhnya dari seorang pemimpin.
Bersedia menjadi pemimpin berarti bersedia berkorban bagi orang lain. Korban itu banyak
wujudnya: waktu, harta, perasaan dan seterusnya. Semua itu merupakan risiko, yang secara
sukarela dan sukacita, harusnya dipikul oleh seorang pemimpin. Walaupun tidak ada pemimpin
yang bisa sepenuhnya mengorbankan hidupnya untuk pelayanannya, tanpa kesediaan berkorban
itu, rasanya pemimpin tidak lebih dari seorang penguasa.
6. Jujur
Seorang pemimpin haruslah seorang yang jujur dan dapat dipercaya.69 Kejujuran itu
harus dinampakkan dalam pengambilan keputusan dan pertanggungjawaban tugas. Seorang
pemimpin harus jujur karena dirinyalah yang perlu diteladani dan dicontoh. Kalau pemimpin
tidak jujur maka akan hilanglah kewibawaannya. Tidak sedikit pemimpin yang berbohong
untuk menyembunyikan keburukan dan kecurangannya. Namun jelas bahwa hasil kebohongan
adalah hilangnya kewibawaan dan hancurnya karier sang pemimpin.
69
Nikijuluw dan Sukarto, Kepemimpinan di Bumi Baru, 140.
50
Kebohongan dalam Alkitab dicela sebagai lebih buruk daripada kemiskinan: “lebih
baik orang miskin daripada seorang pembohong” (Ams. 19:22-b), sebaliknya, kejujuran
diganjar dengan keselamatan: “siapa yang jujur jalannya, keselamatan yang dari Allah akan
Kuperlihatkan kepadanya” (Mzm. 50:23).
Orang jujur akan bergaul erat dengan Tuhan, akan mewarisi tanah, akan dipimpin oleh
ketulusannya. Dalam Amsal Salomo dikatakan bahwa orang jujur memperkembangkan kota
(Ams. 11:11), kemahnya akan mekar (Ams. 14:11), doanya akan diperkenankan Allah (Ams.
15:8), lurus.perbutannya (Ams. 21:8) dan mengatur jalannya (Ams. 21:29). Kejujuran akan
menjadi sumber keberhasilan atau sukses seorang pemimpin. Itu sebabnya beberapa tokoh
pemimpin dalam Alkitab juga dipuji karena kejujurannya. Ayub adalah contoh manusia yang
dipuji karena kejujurannya. Ayub disebut manusia jujur yang menjauhi kejahatan (Ayb. 1:1).
Kejujuran memang merupakan norma penting dalam karakter kepemimpinan.
Walaupun dengan nada mengejek dan sinis, para lawan Yesus selalu mengakui Yesus sebagai
guru yang jujur (Mat. 22:16; Mrk. 12:14). Dan memang kemenangan Yesus sebagai pemimpin
antara lain ditunjukkan oleh kejujuran-Nya.
51
BAB V
KESIMPULAN
Yehezkiel 34 mengetengahkan manifes Allah yang tidak berubah tentang
pelayanan dan berfungsi sebagai panggilan yang mengesankan dan menarik kepada semua
gembala untuk memenuhi tugas dan kewajiban mereka dan mempertimbangkan prioritas
mereka dalam memberitakan kabar sukacita, memulihkan, mengajar, mendorong, dan
memberi makan; semua ini adalah aspek-aspek dari peranan gembala.
Ketika mencela gembala-gembala upahan Israel dalam Yehezkiel 34, Allah
mengungkapkan hakikat sejati dari tanggung jawab para gembala. Para gembala palsu
telah memanfaatkan umat itu dan pengganti memberi makan kepada mereka, para
gembala palsu justru memanfaatkan mereka. Mereka juga lalai menunjukkan sifat-sifat
pastoral yang diwajibkan. Yang paling buruk ialah bahwa mereka telah mencerai-beraikan
kawanan domba, bukan dengan cara membiarkan kawanan domba itu sesat oleh
ketidakpedulian dan kelalaian, tetapi melalui penyalahgunaan kekuasaan sehingga
membuat domba-domba itu merasa ngeri dan ketakutan. Mengingat kegagalan yang hebat
ini, Allah mengumumkan bahwa Ia sendiri akan memikul tanggung jawab langsung untuk
menggembalakan Israel.
Suatu tugas yang terdiri atas 3 bagian dirinci dalam suatu kerangka menyeluruh
dengan dua bagian pertama yang khusus dari tugas itu yang hadir dalam dua aspek.
Kerangka menyeluruh ini menerima bahwa kewajiban gembala telah memberikan makan
kepada domba, memelihara domba, memastikan bahwa mereka mendapat padang rum-put
yang subur dan menjaga keutuhan (kesatuan) mereka sebagai kawanan domba. mengurus
domba hams dilakukan dengan adil dan tidak berat sebelah.
52
Implikasi Yehezkiel 34:1-16 bagi kepemimpinan Kristen masa kini ialah bahwa
seorang pemimpin Kristen berkarakter gembala haruslah memiliki sikap kerendahan, suka
mendengar, responsif atau taat, berani dan penurut, rela berkorban dan jujur.
53
DAFTAR PUSTAKA
Allen, Leslie C. Word Biblical Commentary: Ezekiel 1-19. Nashville, Dallas, Mexico City,
Rio de Janeiro: Thomas Nelson, 1994.
Barker, Kenneth (ed.). The MV Study Bible. Grand Rapid, Michigan: Zondervan
Publishing House, 1992.
Borrong, Robert P. “Etika dan Karakter Kepemimpinan Dalam Perspektif Kristiani”,
Kepemimpinan Kristiani. Jakarta: UPI STT Jakarta, 2001.
BPS Gereja Toraja. Konsultasi Pendeta Gereja Toraja. Rantepao: Sulo, 1995.
Bright, John. A History of Israel. Philadelphia: Westminster, 1981.
Bullock, C. Hassel. Kitab Nabi-nabi Perjanjian Lama. Malang: Gandum Mas, 2002.
Bunn, John T. “Ezekiel”, The Broadman Bible Commentary: Jeremiah-Daniel, vol. 6.
Nashville: Broadman Press, 1971.
Campbell, A.V. Rediscovering Pastoral Care. London: Darton Longman & Todd, 1981.
Childs, B.S. Introduction to the Old Testament as Scripture. Philadelphia: Westminster,
1979.
Clarke, Adam. Adam Clarke’s Commentary on The Old Testament, electronic edition.
Grand Rapids, Iowa: Parsons Technology, 1999.
Craven, Toni. “Yehezkiel dan Daniel”, Tafsir Alkitab Perjanjian Lama. Yogyakarta:
Kanisius, 2002.
D’Souza, Anthony. Proactive Visionary Leadership. Jakarta: Trisewu, 2007.
Darmaputera, Eka. Kepemimpinan Kristiani: Spiritualitas, Etika, dan Teknik-teknik
Kepemimpinan Dalam Era Penuh Perubahan. Jakarta: STT Jakarta,
2001.
Douglas, J.D. (ed.). Ensiklopedia Masa Kini, jilid 1. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina
Kasih, 2002.
______________. Ensiklopedia Masa Kini, jilid 2. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina
Kasih, 1992.
54
Eichrodt, W. Ezekiel: Old Testament Library (OTL). London: SCM, 1970.
Eichrodt, Walther. Ezekiel: A Commentary. Philadelphia: Westminster, 1970.
Eims, Le Roy. Be the Leader You Were Meant To Be: Growing Into the Leader God
Called You To Be. New York: Cook Communications Ministries, 1975.
Engstrom, Ted. W. The Making of Christian Leader. Grand Rapids: Zondervan, 1976.
Gaeblein, F.E. (ed.). Expositor Bible Commentary, electronic edition. Grand Rapids:
Zondervan Publishing House, 1992.
Garfinkel, Stephen. “Of Thistles and Thorns: A New Approach to Ezekiel II 6”, VT 37
(1987):421-437.
Gottwald, Norman K. A Light to the Nations: An Introduction to the Old Testament. New
York: Harper & Row, 1965.
Harrison, R.K. Introduction to the Old Testament. Grand Rapids: Eerdmans, 1969.
Lindblom, J. Prophecy in Ancient Israel. Philadelphia: Fortress, 1962.
Hill, Andrew E. & John H. Walton. Survei Perjanjian Lama. Malang: Gandum Mas, 2001.
Kittel, Gerhard & Gerhard Friedrich. The Theological Dictionary of the New Testament.
Grand Rapids, MI: Wm. B. Eerdmans Publishing Company, 2000.
LaSor, W.S., dkk. Pengantar Perjanjian Lama, jilid 2. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000.
Lim, Budianto. “Naskah Khotbah: Karakteristik Gembala Yang Disukai Tuhan”, VERITAS
10/1 (April 2009): 161-167.
Nikijuluw, Victor P.H. dan Aristarchus Sukarto. Kepemimpinan di Bumi Baru. Jakarta:
Literatur Perkantas, 2014.
NIV Study Bible, 1274 -1275.
Rinehart, Stacy. Upside Down. USA: NavPress, 1998.
Sendjaya. Kepemimpinan Kristen. Yogyakarta: Kairos Books, 2004.
Stevens, Robert J. “Management Versus Leadership” dalam
http://herdingcats.typepad.com/my_weblog/2006/02/management_vers.ht
ml.
Stott, John. Isu-Isu Global Menantang Kepemimpinan Kristiani, diterjemahkan oleh GMA
Nainggolan. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, t.t.
Subagyo, Andreas B. Pengantar Riset Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung: Kalam Hidup,
2004.
55
Taylor, J. & L.H. Brockington. “Ezekiel” dalam Dictionary of the Bible. Grand Rapids:
Wm. B. Eerdmans Publishing, 2000.
Taylor, J.B. Ezekiel: Tyndale Old Testament Commentaies (TOTC). London: Tyndale
Press, 1969.
Tidball, Derek J. Teologi Penggembalaan (terj.). Malang: Gandum Mas, 2002.
Tumanggor, Remanto. “Yehezkiel 34:11-16: Pemimpin yang baik adalah Mengayomi,
Melindungi, Menyembuhkan, Menyelamatkan” dalam
http://remantotumanggoryahoocom-rey.blogspot.com/2013/04/yehezkiel3411-16-pemimpin-yang-baik.html.
VanGemeren, Willem A. Penginterpretasian Kitab Para Nabi. Surabaya: Momentum,
2007.
Walvoord, John F. Pedoman Lengkap Nubuat Alkitab. Bandung: Kalam Hidup, 2003.
Walvoord, John F. dan Roy B. Zuck. The Bible Knowledge Commentary, electronic
edition. USA Canada England: Victor Books.
Weiser, Arthur. The Old Testament: Its Formation and Development. New York:
Association, 1961.
Zaluchu, Sonny Eli. “Intrik dalam Gereja” dalam
http://www.glorianet.org/kolom/kolointr.html.
Download