BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen sumber daya manusia merupakan bagian terpenting dari sebuah organisasi. Dengan adanya MSDM maka hal-hal yang menyangkut dengan karyawan akan ditangani di bagian ini. Untuk memahami lebih lanjut apa itu manajemen sumber daya manusia berserta fungsinya, berikut adalah pendapat para ahli seputar MSDM. Menurut Mathis dan Jackson (2006) manajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari suatu organisasi yang digunakan untuk memastikan keefektifan dan keefisienan dari kemampuan karyawan dalam memenuhi tujuan organisasi. Untuk lebih jelasnya akan dikemukakan pendapat menurut para ahli tentang pengertian manajemen sumber daya manusia seperti yang diungkapkan oleh Rivai yang dikutip oleh Suswanto (2009) “Manajemen sumber daya manusia merupakan salah satu bidang dari manajemen umum yang meliputi segi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian”. Menurut Hasibuan (2011) “Manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat”. Menurut Samsudin (2009) “Manajemen sumber daya manusia adalah suatu kegiatan pengelolaan yang meliputi pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa, cara-cara mendesain sistem perencanaan, penyusunan karyawan, pengelolaan karir, evaluasi kinerja, kompensasi karyawan, dan hubungan ketenagakerjaan. Menurut Wahyudi (2012), Manajemen Sumber Daya Manusia terdiri dari dua fungsi, yaitu fungsi manajemen dan fungsi operasional. Berikut ini adalah penjelasan-penjelasan dari fungsi manajemen sumber daya manusia itu sendiri : Fungsi Manajemen terdiri atas; 1. Fungsi Perencanaan (Planning) Perencanaan adalah melaksanakan tugas dalam perencanaan kebutuhan, pengadaan, pengembangan, dan pemeliharaan. 2. Fungsi Pengorganisasian (Organizing) Pengorganisasian adalah menyusun suatu organisasi dengan mendesain struktur dan hubungan antara tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh tenaga kerja yang telah dipersiapkan. 3. Fungsi Pengarahan (Directing) Pengarahan adalah memberikan dorongan untuk menciptakan kemauan kerja yang dilaksanakan secara efektif dan efisien. 4. Fungsi Pengendalian (Controlling) Pengendalian adalah melakukan pengukuran antar kegiatan yang dilakukan dengan standar-standar yang telah ditetapkan khususnya dibidang tenaga kerja. Fungsi Operasional teridiri atas: 1. Fungsi Pengadaan Proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi, dan induksi untuk mendapatkan karyawan yang sesuai kebutuhan perusahaan. 2. Fungsi Pengembangan Proses peningkatan ketrampilan teknis, teoritis, konseptual, dan moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan. 3. Fungsi Kompensasi Pemberian balas jasa langsung dan tidak langsung berbentuk uang atau barang kepada karyawan sebagai imbal jasa (output) yang diberikannya kepada perusahaan. Prinsip kompensasi adalah adil dan layak sesuai prestasi dan tanggung jawab karyawan tersebut. 4. Fungsi Integrasi Kegiatan untuk mempersatukan kepentingan perusahaan dan kebutuhan karyawan,sehingga tercipta kerja sama yang serasi dan saling menguntungkan. 5. Fungsi Pemeliharaan Kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan kondisi fisik, mental, dan loyalitas karyawan agar tercipta hubungan jangka panjang. Lingkungan yang dihadapi oleh manajemen sumber daya manusia sangat menantang, perubahan muncul dengan cepat dan meliputi masalah yang sangat luas. Penelitian oleh Hudson Institute dalam bukunya Workforce 2020 telah menitikberatkan masalah-masalah penting menyangkut tenaga kerja. Dari penelitian itu dan sumber-sumber lain, dapat disimpulkan bahwa tantangan-tantangan yang dihadapi oleh manajemen sumber daya manusia meliputi: 1. Perekonomian dan Pengembangan Teknologi 2. Ketersediaan dan Kualitas Tenaga Kerja 3. Kependudukan dengan Masalah-masalahnya 4. Restrukturisasi Organisasi Selain jenis-jenis tantangan manajemen sumber daya manusia diatas menurut Hastho dan Meilan (2007) ada jenis tantangan lain yaitu tantangan eksternal dan tantangan internal, sebagai berikut: 1. Tantangan Eksternal Tantangan eksternal bagi manajemen sumber daya manusia ada enam elemen, yaitu: a. Perubahan Lingkungan Bisnis yang Cepat b. Keragaman Tenaga Kerja c. Globalisasi d. Peraturan Pemerintah e. Perkembangan Pekerjaan dan Peranan Keluarga f. Kekurangan Tenaga Kerja yang Trampil 2. Tantangan Internal Tantangan internal bagi manajemen sumber daya manusia ada delapan elemen, yaitu: a. Posisi Organisasi dalam Bisnis yang Kompetitif b. Fleksibilitas c. Pengurangan Tenaga Kerja d. Tantangan Restrukturisasi e. Bisnis Kecil f. Budaya Organisasi g. Teknologi h. Serikat Pekerja 2.2 Kepemimpinan Menurut Robbins dalam (Fahmi, 2012) mengatakan bahwa, Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok ke arah tercapainya tujuan. Menurut Yukl (2010) mendefinisikan kepemimpinan adalah proses untuk mempengaruhi orang lain untuk memahami dan menyetujui kebutuhan yang harus dipenuhi dan cara melakukannya, serta proses memfasilitasi individu dan kelompok berusaha mencapai tujuan bersama. Soerkarso, et al (2010), menyatakan kepemimpinan (leadership) merupakan proses pengaruh sosial, yaitu suatu kehidupan yang memengaruhi kehidupan lain, kekuatan yang memengaruhi prilaku orang lain kearah pencapaian tujuan tertentu. Bass (2011) mendefinisikan kepemimpinan adalah interaksi dua orang lebih dalam suatu kelompok terstruktur atau struktur ulang terhadap situasi persepsi dan harapan anggota. Dua orang itu merupakan pemimpin dengan bawahannya. Keduanya atau lebih menyamakan persepsi dan harapan agar memiliki pola pikir, pola sikap, dan pola tindak yang sama dalam memenuhi harapan bersama. 2.3 Gaya Kepemimpinan Menurut Hasibuan (2011), gaya kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut Robbins (2005), gaya kepemimpinan adalah cara yang digunakan seseorang untuk mempengaruhi kelompok menuju tercapainya sasaran. Menurut Soekarso, et al (2010), gaya kepemimpinan adalah perilaku atau tindakan pemimpin dalam mempengaruhi para anggota / pengikut serta melaksanakan tugas-tugas pekerjaan manajerial. Robbins (2008), berpendapat dan mengemukakan adanya tiga gaya kepemimpinan: 1. Gaya Kepemimpinan Otokratis adalah pemimpin yang cenderung memusatkan kekuasaan kepada dirinya sendiri, mendikte bagaimana tugas harus diselesaikan, membuat keputusan secara sepihak, dan meminimalisasi partisipasi karyawan. Ciri-ciri gaya kepemimpinan otokratis adalah: a. Semua kebijakan ditentukan oleh pemimpin. b. Teknik dan langkah-langkah kegiatannya didikte oleh atasan setiap waktu, sehingga langkah-langkah yang akan datang selalu tidak pasti. c. Para anggota karyawan bekerja dengan tim/kelompok yang ditentukan oleh pemimpin dan pembagian tugas ditentukan oleh pemimpin. 2. Gaya Kepemimpinan Demokratis adalah pemimpin yang cenderung mengikutsertakan karyawan dalam pengambilan keputusan, mendelagasikan kekuasaan, mendorong pastisipasi karyawan dalam menentukan bagaimana metode kerja dan tujuan yang ingin dicapai, dan memandang umpan balik sebagai suatu kesempatan untuk melatih karyawan. Ciri-ciri gaya kepemimpinan demokratis adalah: a. Semua kebijakan terjadi pada kelompok diskusi dan keputusan diambil dengan dorongan dan bantuan dari pemimpin. b. Semua kegiatan kerja didiskusikan, dan jika dibutuhkan petunjuk-petunjuk pemimpin menyarankan dua atau lebih alternatif prosedur yang dapat dipilih. c. Para anggota karyawan bebas bekerja sama dengan siapa saja yang mereka pilih dan pembagian tugas ditentukan oleh kelompok. 3. Gaya Kepemimpinan Laissez-faire adalah pemimpin yang secara keseluruhan memberikan karyawannya atau kelompok kebebasan dalam pembuatan keputusan dan menyelesaikan pekerjaan menurut cara yang karyawannya paling sesuai. Ciri-ciri gaya kepemimpinan Laissez-faire: a. Pemimpin membiarkan bawahannya untuk mengatur dirinya sendiri. b. Pemimpin hanya menentukan kebijaksanaan dan tujuan umum. c. Bawahan dapat mengambil keputusan yang relevan untuk mencapai tujuan dalam segala hal yang mereka anggap cocok. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan gaya kepemimpinan adalah cara yang digunakan seseorang untuk mempengaruhi kelompok menuju tercapainya sasaran. Dengan dimensi seperti gaya kepemimpinan otokratis, demokratis, dan Laissez-faire (Robbins, 2008) 2.4 Lingkungan Kerja Non Fisik Lingkungan kerja, menurut Wursanto (2009) dibedakan menjadi dua macam, yaitu kondisi lingkungan kerja yang menyangkut segi fisik, dan kondisi lingkungan kerja yang menyangkut segi psikis”. Kondisi lingkungan kerja yang menyangkut segi fisik adalah segala sesuatu yang menyangkut segi fisik dari lingkungan kerja. Sedangkan lingkungan kerja non fisik merupakan lingkungan kerja yang tidak dapat ditangkap dengan panca indera, namun dapat dirasakan. Menurut Sedarmayanti (2007) menyatakan lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik dengan atasan maupun dengan sesama rekan kerja ataupun hubungan dengan bawahan. Lingkungan kerja non fisik ini merupakan lingkungan kerja yang tidak bisa diabaikan. Wursanto (2009) menyebutnya sebagai lingkungan kerja psikis yang didefinisikan sebagai “sesuatu yang menyangkut segi psikis dari lingkungan kerja”. Berdasarkan pengertian pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa lingkungan kerja non fisik disebut juga lingkungan kerja psikis, yaitu keadaan di sekitar tempat kerja yang bersifat non fisik. Lingkungan kerja semacam ini tidak dapat ditangkap secara langsung dengan panca indera manusia, namun dapat dirasakan keberadaannya. Jadi, lingkungan kerja non fisik merupakan lingkungan kerja yang hanya dapat dirasakan oleh perasaan. Berdasarkan pendapat dan uraian tersebut, maka dapat dikatakan bahwa lingkungan kerja non fisik adalah lingkungan kerja yang tidak dapat ditangkap dengan panca indera manusia. Akan tetapi, lingkungan kerja non fisik ini dapat dirasakan oleh para pekerja melalui hubungan-hubungan sesama pekerja maupun dengan atasan. 2.4.1 Macam-Macam Lingkungan Kerja Non Fisik Lingkungan kerja non fisik merupakan lingkungan kerja yang tidak dapat terdeteksi oleh panca indera manusia, namun dapat dirasakan. Beberapa macam lingkungan kerja yang bersifat non fisik menurut Wursanto (2009) disebutkan yaitu: 1. Perasaan aman pegawai Perasaan aman pegawai merupakan rasa aman dari berbagai bahaya yang dapat mengancam keadaan diri pegawai. Wursanto (2009), perasaan aman tersebut terdiri dari sebagai berikut: a. Rasa aman dari bahaya yang mungkin timbul pada saat menjalankan tugasnya. b. Rasa aman dari pemutusan hubungan kerja yang dapat mengancam penghidupan diri dan keluarganya. c. Rasa aman dari bentuk intimidasi ataupun tuduhan dari adanya kecurigaan antar pegawai. 2. Loyalitas pegawai Loyalitas merupakan sikap pegawai untuk setia terhadap suatu perusahaan atau organisasi maupun terhadap pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Loyalitas ini terdiri dari dua macam yaitu: a. Loyalitas Vertikal Loyalitas antara bawahan dengan atasan atau sebaliknya antara atasan dengan bawahan. b. Loyalitas Horizontal Loyalitas antar bawahan atau antar pimpinan. Loyalitas horizontal ini dapat diwujudkan dengan kegiatan seperti kunjung mengunjungi sesame pegawai, bertamasya bersama, atau kegiatan-kegiatan lainnya. 3. Kepuasan Pegawai Kepuasan pegawai merupakan perasaan puas yang muncul dalam diri pegawai yang berkaitan dengan pelaksaan pekerjaan. Perasaan puas ini meliputi kepuasan karena kebutuhannya terpenuhi, kebutuhan sosialnya juga dapat berjalan dengan baik, serta kebutuhan yang bersifat psikologis juga terpenuhi. Lingkungan kerja non fisik tersebut merupakan lingkungan kerja yang hanya dapat dirasakan oleh pegawai. Karena itu, lingkungan kerja yang dapat memberikan perasaan-perasaan aman dan puas dapat mempengaruhi perilaku pegawai kearah positif sebagaimana yang diharapkan oleh organisasi. Sehubungan dengan hal tersebut, menurut Wursanto (2009) bahwa “tugas pimpinan organisasi adalah menciptakan suasana kerja yang harmonis dengan menciptakan human relations sebaik-baiknya”. Karena itulah, maka pimpinan menjadi faktor yang dapat menciptakan lingkungan kerja non fisik dalam lingkup organisasi. 2.4.2 Usaha Menciptakan Lingkungan Kerja Non Fisik Lingkungan kerja non fisik hanya dapat dirasakan tetapi tidak dapat dilihat, didengar, atau diraba dengan panca indera manusia. Menurut Wursanto (2009) selain itu, lingkungan kerja non fisik menjadi tanggung jawab pimpinan yang dapat diciptakan dengan human relations sebaik-baiknya. Karena itulah maka untuk menciptakan lingkungan kerja non fisik tersebut, dapat diusahakan dengan menciptakan human relations yang baik. Selain itu, pimpinan juga dapat menyediakan pelayanan kepada pegawai sehingga pegawai merasa aman dan nyaman dalam organisasi karena kebutuhan psikologisnya terpenuhi. 1. Human Relations Hubungan pegawai dapat diartikan dengan hubungan antar manusia (Human Relations) dalam sebuah organisasi, karena pegawai secara individu merupakan manusia. Effendy dalam Wursanto (2009) berpendapat hubungan manusiawi (Human Relations) dalam arti luas ialah interaksi antara seseorang dengan orang lain dalam situasi dan dalam sebuah bidang kehidupan. Pendapat lain dikemukakan oleh Effendy yang mengatakan bahwa “hubungan manusiawi adalah komunikasi antarpersonal (interpersonal communication) untuk membuat orang lain mengerti dan menaruh simpati”. 2. Fasilitas Pelayanan Karyawan Yang dimaksud fasilitas pelayanan karyawan dalam penelitian ini adalah semua fasilitas fisik yang bersifat suplementer/melengkapi kantor yang bersangkutan. Dengan adanya fasilitas yang bersifat pelayanan ini dimaksudkan agar pegawai tenteram dalam bekerja. Program pelayanan karyawan ini merupakan bentuk program pemeliharaan karyawan. Dikatakan oleh Herman dalam Wursanto (2009) bahwa “pemeliharaan merupakan suatu langkah perusahaan dalam mempertahankan karyawan agar tetap mau bekerja dengan baik dan produktif, dengan cara memperhartikan kondisi fisik, mental dang sikap karyawannya, agar tujuan perusahaan dapat tercapai”. 2.4.3 Indikator Lingkungan Kerja Non Fisik Kajian tentang lingkungan kerja non fisik sebagaimana diuraikan di atas bertujuan untuk membentuk sikap pegawai. Sikap yang diharapkan tentunya adalah sikap positif yang mendukung terhadap pelaksanaan kerja yang dapat menjamin pencapaian tujuan organisasi. Sehubungan dengan masalah pembentukan dan pengusahan sikap, Wursanto (2009) mengemukakan bahwa unsur penting dalam pembentukan dan pengubahan sikap dan perilaku, yaitu adalah sebagai berikut: 1. Human Relation a. Perlakuan dengan baik, manusiawi, tidak disamakan dengan robot atau mesin, kesempatan untuk mengembangkan karier semaksimal mungkin sesuai dengan batas kemampuan masing-masing anggota. b. Hubungan berlangsung secara serasi, lebih bersifat informal, penuh kekeluargaan. c. Para anggota mendapat perlakuan secara adil dan objektif. 2. Fasilitas Pelayanan Karyawan a. Pengawasan yang dilakukan secara berkelanjutan (continue) dengan menggunakan sistem pengawasan yang ketat. b. Suasana kerja yang dapat memberikan dorongan dan semangat kerja yang tinggi. c. Sistem pemberian imbalan (baik gaji maupun perangsang lain) yang menarik. d. Ada rasa aman dari para anggota, baik di dalam dinas maupun di luar dinas. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan lingkungan kerja non fisik adalah lingkungan yang tidak dapat ditangkap oleh panca indera manusia, namun dapat dirasakan (Wursanto, 2009). Dengan dimensi seperti Human Relations, dan Fasilitas Pelayanan Karyawan. 2.5 Retensi Karyawan Para karyawan adalah bagian terpenting di dalam perusahaan dalam menjalankan tugas, visi, dan misi perusahaan, oleh karena itu perusahaan harus berpikir bagaimana membuat para karyawan yang efisien dan efektif tetap bekerja dan bertahan diperusahaan. Retensi Karyawan menurut Carsen (2005) adalah seberapa banyak karyawan sebuah perusahaan tetap berada diperusahaan tersebut dalam suatu jangka waktu tertentu. Jika ingin memaksimalkan retensi, seharusnya perusahaan harus memaksimalkan jumlah karyawan yang tetap dalam perusahaan karena memang karyawan tersebut ingin tetap dalam perusahaan, bukan karena paksaan dari perusahaan. Retensi juga melibatkan meminimalisasi karyawan yang berkinerja rendah untuk meningkatkan ruang lapang dan sumber daya lebih bagi karyawan yang berkinerja baik. Retensi Karyawan menurut Mathis dan Jackson (2006) adalah kemampuan yang dimiliki perusahaan untuk mempertahankan karyawan potensial yang dimiliki perusahaan untuk tetap loyal terhadap perusahaan. Tujuannya adalah untuk mempertahankan karyawan yang dianggap berkualitas diperusahaan. 2.5.1 Faktor Penentu Retensi Karyawan Adapun faktor-faktor penentu retensi karyawan yang dikemukakan oleh Mathis dan Jackson (2006) yang digambarkan sebagai berikut: Peluang Karir : • Kontinuitas pelatihan • Pengembangan dan bimbingan • Perencanaan karir Komponen Organisasi : • Nilai dan budaya • Strategi dan peluang • Dikelola dengan baik dan terorientasi pada hasil • Kontinuitas dan keamanan kerja Penghargaan : • Gaji dan tunjangan yang kompetitif • Perbedaan penghargaan kinerja • Pengakuan Rancangan tugas dan pekerjaan : • Tanggung jawab dan otonomi kerja • Fleksibilitas kerja • Kondisi kerja • Kesinambungan kerja / kehidupan Hubungan karyawan : • Perlakuan adil / tidak diskriminatif • Dukungan dari supervisor / manajemen • Hubungan rekan kerja Sumber : Mathis dan Jackson (2006:129) Gambar 2.1 Faktor Penentu Retensi Karyawan 1. Komponen Organisasi Beberapa komponen organisasional mempengaruhi karyawan dalam memutuskan apakah bertahan atau meninggalkan perusahaan. Perusahaan yang memiliki budaya dan nilai yang positif dan berbeda mengalami perputaran karyawan yang lebih rendah. a. Budaya dan Nilai Organisasional Pola nilai dan keyakinan bersama yang memberikan arti dan peraturan perilaku bagi organisasional. Ada banyak contoh yang dapat diberikan mengenai karyawan teknis utama, professional, dan administratif yang meninggalkan perusahaan karena budaya perusahaan yang tampaknya tidak menghargai orang dan menciptakan rintangan terhadap penggunaan kapabilitas individual. b. Strategi, Peluang, dan Manajemen Organisasional Komponen organisasional lain yang mempengaruhi retensi karyawan berhubungan dengan strategi, peluang, dan manajemen organisasi tersebut. Faktor yang mempengaruhi bagaimana karyawan memandang organisasi mereka adalah kualitas perencanaan masa depan dari kepemimpinan organisasional. Organisasi yang memiliki tujuan yang ditetapkan dengan jelas yang membuat para manajer dan karyawan untuk bertanggung jawan atas pencapaian hasil dianggap sebagai tempat bekerja yang lebih baik, terutama oleh individu yang ingin maju, baik secara finansial maupun karier. c. Kontinuitas dan Keamanan Kerja Banyak individu melihat suatu kemunduran dalam keamanan kerja selama dekade yang lalu. Semua pengurangan karyawan, pemberhentian sementara, merger dan akuisisi, serta penyusunan ulang organisasional telah mempengaruhi loyalitas dan retensi karyawan. 2. Peluang Karir Organisasi Survei terhadap karyawan di dalam semua jenis pekerjaan tetap menunjukan bahwa usaha pengembangan karier organisasional dapat mempengaruhi tingkat retensi karyawan secara signifikan. a. Pengembangan Karier Organisasi menyampaikan peluang dan pengembangan karier dalam berbagai cara. Organisasi juga harus mengetahui cara-cara untuk untuk menggunakan pengetahuan dan kapabilitas baru para karyawan didalam organisasi tersebut. Jika tidak, para karyawan cenderung memberikan kapabilitas barunya kepada pemberi kerja lain karena merasa “nilai” mereka mengalami peningkatan tidak diakui. Secara keseluruhan, usaha pengembangan karier organisasional dirancang untuk memenuhi harapan karyawan bahwa para pemberi kerja mereka berkomitmen untuk mempertahankan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuannya saat ini. b. Perencanaan Karier Organisasi juga meningkatkan retensi karyawan dengan mengupayakan perencanaan karier formal. Para karyawan dan manajer mereka saling mendiskusikan peluang karier dalam organisasi dan aktivitas pengembangan karier apa saja yang akan meningkatkan perkembangan masa depan para karyawan. 3. Penghargaan Penghargaan nyata yang diterima karyawan karena bekerja datang dalam bentuk gaji, insentif, dan tunjangan. Banyak survey dan pengalaman para professional SDM menunjukan bahwa satu hal yang penting terhadap retensi karyawan adalah mempunyai praktik kompensasi kompetitif. Banyak manajer yakin bahwa uang merupakan faktor retensi karyawan yang utama. a. Tunjangan Kompetitif Persoalan kompensasi lain yang mempengaruhi retensi karyawan adalah program tunjangan kompetitif. Para pemberi kerja juga mempelajari bahwa memiliki sedikit fleksibelitas tunjangan membantu retensi karyawan. b. Tunjangan dan Bonus Spesial Beberapa pemberi kerja menggunakan banyak tunjangan dan bonus spesial untuk menarik dan memelihara karyawan. Perusahaan besar memiliki klub rekreasi di tempat, program perjalanan dengan potongan harga, pusat rekreasi siang hari, dan tunjangan sumber penghasilan lain untuk karyawan. c. Kinerja dan Kompensasi Banyak individu mengharapkan penghargaannya berbeda dengan penghargaan orang lain berdasarkan kinerja. Untuk mencapai hubungan kinerja yang lebih baik dengan kinerja organisasional dan individual, sejumlah perusahaan sector swasta menggunakan program penggajian variable dan insentif . Program ini dalam bentuk bonus uang atau pembayaran tunai sekaligus merupakan mekanisme yang digunakan untuk menghargai kinerja ekstra. d. Pengakuan Pengakuan karyawan sebagai bentuk penghargaan dapat nyata atau tidak nyata. Pengakuan nyata terdapat dalam banyak bentuk seperti “karyawan bulan ini” kehadiran yang sempurna atau penghargaan spesial lain. Pengakuan juga dapat bersifat nyata maupun tidak nyata. Umpan balik dari para manajer dan supervisor yang mengakui usaha dan kinerja ekstra dari individu adalah dengan memberikan pengakuan, walaupun penghargaan moneter tidak diberikan. 4. Rancangan Tugas dan Pekerjaan Faktor mendasar yang mempengaruhi retensi karyawan adalah sifat dari tugas dan pekerjaan yang dilakukan. Pertama, retensi karyawan dipengaruhi oleh proses seleksi. Beberapa organisasi menemukan bahwa angka perputaran karyawan yang tinggi dalam beberapa bulan lamanya pekerjaan sering kali dihubungkan dengan usaha penyaringan seleksi yang kurang memadai. a. Fleksibelitas Kerja Fleksibelitas dalam jadwal kerja dan bagaimana pekerjaan dilaksanakan menjadi lebih penting. Studi menunjukan bahwa fleksibelitas kerja membantu retensi karyawan. Sebagai gambaran, studi terhadap fleksibelitas tempat kerja yang berlangsung selama dua tahun melaporkan bahwa hubungan kerja yang fleksibel memberikan pengaruh yang positif pada retensi karyawan. b. Keseimbangan Kerja/Kehidupan Salah satu manfaat terbesar dari fleksibelitas kerja adalah ia sangat berkaitandengan usaha pekerjaan/keluarga oleh para pemberi kerja. Program kerja/kehidupan yang diberikan oleh para pemberi kerja dapat mencakup banyak hal. Beberapa diantaranya meliputi opsi pekerjaan/tugas, seperti penjadwalan kerja yang fleksibel, pembagian kerja, atau telecommuting. 5. Hubungan Karyawan Faktor terakhir yang diketahui mempengaruhi retensi karyawan didasarkan pada hubungan yang dimiliki para karyawan dalam organisasi. a. Perlakuan yang adil Bidang-bidang seperti kelayakan dari kebijakan SDM, keadilan dari tindakan disipliner, dan cara yang digunakan untuk memutuskan pemberian kerja dan peluang kerja, semuanya mempengaruhi retensi karyawan. b. Dukungan dari supervisor/ manajemen Persoalan lain yang mempengaruhi retensi karyawan adalah dukungan supervisor/ manajemen dan hubungan dengan rekan kerja. Banyak individu membangun hubungan yang akrab dengan sesama rekan kerja. Dalam survey terhadap individu dengan berbagai usia dan yang bekerja di berbagai industri, faktor yang disebutkan dengan sangat positif tentang bekerja adalah hubungan dengan para rekan kerja. 2.5.2 Tujuan Retensi Karyawan Berikut ini adalah beberapa tujuan retensi karyawan: 1. Untuk meningkatkan produktifitas kerja karyawan. 2. Meningkatkan disiplin dan menurunkan absensi karyawan. 3. Meningkatkan loyalitas dan menurunkan turnover karyawan. 4. Memberikan ketenangan, keamanan, dan kesehatan karyawan. 5. Meningkatkan kesejahteraan karyawan dan keluarganya. 6. Memperbaiki kondisi fisik, mental, dan sikap karyawan. 7. Mengurangi konflik serta menciptakan suasana yang harmonis. 8. Mengefektifkan pengadaan karyawan. Dalam penelitian ini yang di maksud dengan retensi karyawan adalah kemampuan yang dimiliki perusahaan untuk mempertahankan karyawan potensial yang dimiliki perusahaan untuk tetap loyal terhadap perusahaan. Dengan dimensi seperti komponen organisasi, peluang karir organisasi, penghargaan, rancangan tugas dan pekerjaan, serta hubungan karyawan (Mathis & Jackson, 2006). 2.6 Kerangka Pemikiran Keberhasilan suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh sumber daya manusia yang berada diperusahaan tersebut, karena sumber daya manusia yang mengatur jalannya perusahaan. Didalam perusahaan pasti memiliki seorang pemimpin yang ditugaskan untuk memimpin perusahaan. Seorang pemimpin pasti memiliki gaya tersendiri dalam memimpin perusahaanya, gaya kepemimpinan dapat mempengaruhi karyawan untuk tetap bertahan atau tidak. Selain itu hubungan sesama rekan kerja yang termasuk salah satu dimensi dari lingkungan kerja non fisik juga memiliki pengaruh dalam meningkatkan retensi karyawan. Penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan retensi karyawan pada PT. Panca Rasa Kreasi agar perusahaan tidak kehilangan sumber daya manusia yang potensial karena jika perusahaan kehilangan sumber daya manusia, perusahaan akan mengeluarkan waktu dan biaya untuk perekrutan dan training karyawan baru. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan gaya kepemimpinan adalah cara yang digunakan seseorang untuk mempengaruhi kelompok menuju tercapainya sasaran (Robbins, 2005) Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan lingkungan kerja non fisik adalah lingkungan kerja yang tidak dapat ditangkap oleh panca indera manusia, namun dapat dirasakan. Dengan dimensi seperti human relation, dan fasilitas pelayanan karyawan (Wursanto, 2009). Dalam penelitian ini yang di maksud dengan retensi karyawan adalah kemampuan yang dimiliki perusahaan untuk mempertahankan karyawan potensial yang dimiliki perusahaan untuk tetap loyal terhadap perusahaan. Dengan dimensi seperti komponen organisasi, peluang karir organisasi, penghargaan, rancangan tugas dan pekerjaan, serta hubungan karyawan (Mathis & Jackson, 2006). Penelitian Dixon dan Caldwell (2010) menguatkan bahwa gaya kepemimpinan yang mendukung karyawan berpengaruh secara nyata terhadap rendahnya retensi karyawan untuk keluar. Kountur, dalam penelitiannya yang berjudul faktor penentu Employee Retention (2007), menyatakan adanya pengaruh antara lingkungan kerja terhadap retensi karyawan. Holbeche (2005) menjelaskan bahwa ada tiga dampak yang dihasilkan oleh lingkungan kerja yaitu, dampak motivasi karyawan, pengembangan dan retensi karyawan, dan kinerja karyawan. Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, dapat dilihat bahwa gaya kepemimpinan dan lingkungan kerja non fisik dapat meningkatkan retensi karyawan pada PT. Panca Rasa Kreasi. Dengan melihat kerangka pemikiran di atas, maka dapat digambarkan seperti berikut: hGaya Kepemimpinan Retensi Karyawan Lingkungan Kerja Non Fisik GAMBAR 2.2 Kerangka Pemikiran Sumber : Penulis 2.7 Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran, hipotesis penelitian ditetapkan sebagai berikut: Hipotesis Pertama Ho = Gaya kepemimpinan tidak berpengaruh terhadap retensi karyawan Ha = Gaya kepemimpinan berpengaruh terhadap retensi karyawan Hipotesis Kedua Ho = Lingkungan kerja non fisik tidak berpengaruh terhadap retensi karyawan Ha = Lingkungan kerja non fisik berpengaruh terhadap retensi karyawan Hipotesis Ketiga Ho = Gaya kepemimpinan dan lingkungan kerja non fisik tidak berpengaruh terhadap retensi karyawan Ha = Gaya kepemimpinan dan lingkungan kerja non fisik berpengaruh terhadap retensi karyawan