PANDANGAN TENTANG PENGGUNAAN IRADIASI DALAM; PENGAWETAN KOMODITI PERIKANAN DI INDONESIA Burhanuddin Lubis * ABSTRAK - ABSTRACT Pandangan ten tang penggunaan iradiasi daIam pengawetan komoditi perikanan di Indonesia. Produksi perikanan masih sangat mungkin untuk ditingkatkan, baik untuk meningkatkan konsumsi lokal, maupun untuk ekspor, serta untuk mengurangi impor hasil perikanan. Peningkatan produksi harus disertai dengan perbaikan penanganan pascapanen untuk mempertinggi kualitas dan mempertahankan kesegaran komoditi terse but agar mutu dan harganya dapat bersaing, baik di pasaran dalam negeri maupun internasional. Pengawetan dengan iradiasi memo punyai prospek baik bila ternyata ekonomis, karena dapat diterapkan pada berbagai komoditi hasil perikanan. Implementasi proses ini memerlukan perlindungan hukum dan pengaturan yang jelas. Telah terbukti bahwa makanan yang diiradiasi dengan dosis rata-rata sampai 10 kGy aman untuk dikonsumsi manusia. Untuk penerapan proses ini masih diperlukan suatu studi terpadu untuk mengkaji kelayakannya dari segi teknis, sosial dan ekonomi. A conception on the use of irradiation for preserving fishery commodities in Indonesia. Fishery production is still very possible to be increased, either for increasing local consumption or for export, and for reducing importation of fishery products. Increase of production must be followed by the improvement of postharvest treatment to improve the quality and to protect the freshness of the commodity, so that the quality and the price can compete either in local or foreign markets. Preservation by irradiation has a good prospect if it is economical, since it can be applied for several kinds of fishery products. Implementation of this process needs legal clearance and regulations. It has been proved that any food irradiated at an average absorbed dose of up to 10 kGy is safe for human consumption. An integrated study is needed to evaluate the technological and socio-economic feasibility of the irradiation process. PENDAHULUAN Produksi perikanan sampai dengan tahun 1981 baru mencapai 1.869 ribu ton, dengan perincian 1.387 ribu ton (74,7%) produksi perikanan laut dan 482 ribu ton (25,3%) produksi perikanan darat. Berdasarkan produksi tersebut, tingkat pemanfaatan potensi sumber daya perikanan laut baru sekitar 30%, konsumsi ikan per kapita 12,5 kg/tahun, volume ekspor 85.110 ton dengan nilai US $ 231 juta dan jumlah impor 58.989 ton dengan nilai US $ 37 juta. Dengan demikian produksi perikanan masih sangat memungkinkan untuk ditingkatkan, yang sekaligus meningkatkan konsumsi ikan dan ekspor serta menekan impor hasil perikanan. Dilihat dari sisi lain, ikan merupakan bahan baku bagi industri pengolahan, sehingga industri terse but bergantung pada besarnya produksi perikanan. Di lain pihak produksi perikanan, baik untuk konsumsi dalam negeri maupun ekspor, memerlukan pengolahan dan penanganan pascapanen yang baik. Namun pada dasarnya pembangunan perikanan nasional yang sedang dan akan dilaksanakan, mengusahakan agar kegiatan perikanan dapat dilakukan oleh bangsa Indonesia sendiri, baik itu usaha memproduksi maupun usaha pengolahan dan pemasaran. Berdasarkan hal terse but, kebijaksanaan pembangunan perikanan telah menetapkan 5 sasaran pokok, dua diantaranya dapat dikaitkan dengan permasalah• Direktorat Bina Produksi, Direktorat lenderal Perikanan. 73 an yang sedang dibahas dalam seminar nasional pengawetan makanan dengan iradiasi yang diprakarsai oleh BATAN yang sedang berlangsung sekarang ini. Sasaran meningkatkan konsumsi ikan menuju swasembada pangan protein dengan jalan memasyarakatkan makan ikan, berarti meningkatkan konsumsi ikan per kapita dari 14,5kg/tahun (tahun 1981) menjadi 22,5 kg/tahun. Karena sesuai dengan Keputusan Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi LIPI 1978 yang berdasarkan anjuran Komisi FAD/WHO 1973 menetapkan angka kebutuhan protein bagi rata-rata orang Indonesia sebanyak 46 gram/kapita/hari. Bila dikaitkan dengan hasil rapat kerja tahun 1968 akan diperoleh angka kebutuhan protein hewani sebesar 12,5 gram/kapita/hari, dan dikaitkan pula dengan konsensus penyediaan protein hewani antara sub-sektor perikanan ,danl sub-sektor peternakan ditentukan bahwa perikanan berkewajiban menyediakan sebanyak 7,5 gram/hari yang bila dihitung penyediaannya ekivalen dengan 22,5 kg per kapita per tahun. Untuk memenuhi kebutuhan protein hewani yang berasal dari hasil perikanan, Menteri Muda Urusan Peternakan dan Perikanan mengharapkan agar konsumsi ikan segar semakin ditingkatkan dan konsumsi ikan asin akan diturunkan sesuai dengan pengarahan Bapak Presiden. Anjuran menurunkan konsumsi ikan asin adalah tepat karena ikan asin dalam hidangan tidak dimakan sebagai potongan yang besar bila dibandingkan dengan ikan segar, sehingga apabila masyarakat mengkonsumsi ikan asin maka "protein intake" akan jauh 1ebih keeil bila dibandingkan dengan makan ikan segar sebab dalam hidangan sehari-hari ikan segar dapat dimakan sebagai potongan yang lebih besar. Oleh karena itu harus diusahakan untuk menyediakan ikan segar, baik berupa "fresh iced fish" dan/at au "frozen fish" dalam jumlah yang eukup dan harganya dapat dijangkau oleh masyarakat Indonesia dengan perbaikan dan peningkatan eara penanganan maupun pengolahan hasil perikanan. Hal ini juga merupakan upaya untuk menekan kehilangan ("Ioss") hasH tangkapan/panen yang tidak dapat dimanfaatkan bagi konsumsi manusia akibat kesalahan penanganan paseapanen. Seperti kita ketahui, ikan dan hasil perikanan lainnya termasuk bahan makanan yang eepat busuk ("highly perishable food"). Pembusukan akan segera terjadi setelah ikan mati apabila tidak dilakukan pengolahan dan penanganan yang baik. Oleh karena itu segala usaha yang dapat memperpanjang at au mempertahankan kesegaran ikan akan sangat bermanfaat bagi penyediaan at au pengadaan ikan segar bagi konsumen, sehingga masyarakat dapat memperoleh ikan yang mutunya dalam keadaan baik. Selanjutnya, sasaran meningkatkan ekspor dan mengurangi impor hasil-hasH perikanan bertujuan untuk meningkatkan pemasukan devisa bagi negara dari komoditi non-migas. Dalam hal ini penting adanya usaha untuk meningkatkan penanganan paseapanen. Pengolahannya terutama ditujukan untuk mempertinggi mutu komoditi perikanan yang diekspor' atau mempertahankan kesegarannya see hingga dapat bersaing dalam hal mutu dan harga di pasaran internasional. Oleh karena itu usaha-usaha yang dapat meningkatkan mutu dan mempertahankan kesegaran produk r-erikanan sangat diperlukan. Dengan demikian adalah tepat sekali bila diharapkan dari hasH yang akan diperoleh sebagai "output" Seminar Penggunaan Iradiasi Dalam Pengolahan Bahan 74 Makanan yang sedang berlangsung ini dapat dimanfaatkan bagi usaha meningkatkan maupun mempertahankan mutu hasH-hasH perikanan baik untuk konsumsi dalam negeri maupun untuk ekspor. PENGAWETAN KOMODITI PERIKANAN DENGAN IRADIASI Tindakan pengamanan dan penyelamatan yang cepat dan tepat perlu dHakukan dalam penanganan pascapanen hasH perikanan, termasuk pengolahan dan pengawetan serta pemanfaatan Iimbah yang berasal dari proses pengolahan. Oleh karena itu perIu diadakan pembinaan mengenai teknik penanganan dan pengolahan hasH-hasH perikanan serta introduksi mengenai pemanfaatan Iimbah dari hasH pengolahan tersebut sehingga bisa diperoleh manfaat yang maksimal dan Iimbah yang minimal dari hasH-hasHperikanan. Kerusakan atau pembusukan produk perikanan umumnya disebabkan oleh mikroorganisme akibat penanganan pascapanen dan pengemasan yang tidak memenuhi persyaratan. Teknik pengawetan, penanganan dan pengolahan hasH-hasH perikanan telah banyak dikenal, seperti pemindangan dan pengasapan, maupun penanganan ikan segar melalui peng-esan, pembekuan, dan lain-lain. Di beberapa negara maju, teknik pengawetan dengan iradiasi telah digunakan terhadap hasil-hasH perikanan. Cara iradiasi ini mempunyai prospek yang baik apabHa dapat dilakukan secara ekonomis, karena bahan yang akan diawetkan dapat dikemas dalam ukuran yang besar, dan dapat diterapkan pada berbagai macam ko· moditi hasil perikanan. Implementasi penggunaan iradiasi untuk pengawetan atau untuk mempertahankan mutu, perIu mendapat perIindungan hukum ("legal aspect") dari pemerintah. "Legal aspect" terse but harus bersumber dari Departemen Kesehatan cq. Direktorat JenderaI Pengawasan Obat 'clan Makanan (Direktorat Jenderal paM), yang menyatakan bahwa diizinkan pengawetan komoditi perikanan dengan menggunakan cara iradiasi untuk konsumsi man usia. "Legal aspect" terse but harus pula dituangkan di dalam persyaratan mutu ataupun spesifikasi standar produk akhir hasH perikanan yang diolah atau diawetkan dengan menggunakan cara iradiasi serta menyebutkan dengan jelas maksimum dosis radiasi yang diperkenankan untuk masing-masing jenis komoditi hasH perikanan. Hal lain yang harus dipecahkan ialah selain masalah yang menyangkut keamanan bagi kesehatan konsumen, juga haruslah dapat diusahakan cara-cara pengawetan dengan iradiasi yang ekonomis agar menguntungkan bagi produsen. Oleh karena itu, dalam merekomendasikan pengawetan dengan iradiasi selain harus layak teknis, juga harus menguntungkan secara ekonomis dan tidak membahayakan kesehatan konsumen. Beberapa negara telah memanfaatkan iradiasi dalam pengawetan hasil-hasil perikanan, misalnya Belanda telah memberikan kIiring ("clearance") terhadap beberapa produk perikanan (Tabel I). Beberapa negara lain yang telah memberikan kIiring terhadap hasH-hasH perikanan yang diiradiasi dapat dilihat pada Tabel 2. Mengenai pengawetan dengan cara iradiasi perIu diketengahkan 3 aspek yang mempengaruhi negara-negara terse but sehingga memberikan kIiring terhadap produk perikanan yang diawetkan dengan cara terse but. Ketiga aspek terse but ialah: 7S 1. 2. 3. Aspek Gizi Aspek Mikrobiologis Aspek Toksikologis. Aspek Gizi. Sarna halnya dengan teknik-teknik pengolahan lain, iradiasi menghasilkan perubahan kimiawi pada bahan makanan yang dapat menyebabkan perubahan komposisi gizinya. Sifat dari perubahan-perubahan itu bergantung pada komposisi gizi, dosis iradiasi dan faktor·faktor luar seperti suhu dan ada atau tidaknya udara. Beberapa vitamin seperti riboflavin, niacin dan vitamin D tahan terhadap iradiasi, akan tetapi vitamin·vitamin lainnya seperti vitaminE, vitamin A dan thiamin sangat sensitif terhadap iradiasi. Dosis iradiasi yang tinggi akan menyebabkan pengurangan kuantitatif vitamin E, vitamin A dan thiamin, terutama bila udara masih ada dalam kemasan pada saat produk diiradiasi. Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan mengenai hal ini, pada tahun 1980, The Joint Expert Committee on the Wholesomeness of Irradiated Food berkesimpulan bahwa dengan menggunakan dosis rata-rata sampai 10 kGy tidak terjadi pengurangan nilai gizi makanan yang diawetkan dengan eara iradiasi. Aspek Mikrobiologis. Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang sudah dilakukan, dikatakan bahwa pemakaian dosis iradiasi yang agak tinggi terhadap hasil perikanan tidak memperlihatkan kemungkinan timbulnya masalah kesehatan masyarakat. Akan tetapi bila digunakan dosis yang rendah, beberapa jenis mikroorganisme ternyata masih tetap hidup. Selanjutnya dikatakan bahwa setelah dilakukan penelitian untuk mendapatkan dosis optimum dapat disimpulkan bahwa: Keamanan dari segi mikrobiologis pada hasil perikanan yang diiradiasi dapat diperbandingkan dengan eara-eara pengawetan yang telah ada dan telah diterima oleh masyarakat. T6ksin (raeun) tidak terbentuk pada produk-produk perikanan yang diiradiasi hila disimpan pada suhu lebih keeil at au sarna dengan 5°C, walaupun eontoh itu diinokulasikan dengan Clostridium botulinum tipe E. Iradiasi merupakan suatu eara yang efektif dalam memberantas bakteri enterik yang patogen pada bahan makanan danjuga makanan ternak. Aspek Toksikologis. Perubahan komposisi produk perikanan yang diiradiasi, setelah diteliti seeara kuantitatif ternyata sangat keeil. Kalaupun terjadi akibat iradiasi, makanan tersebut tetap am an untuk dikonsumsi. Oleh U.S. General Surgeon (1965) disimpulkan bahwa: "Iradiasi bahan makanan sampai dengan dosis terse rap 5,6 Megarad (Mrad) dengan Cobalt-60 sebagai sumber radiasi gamma, ataupun dengan menggunakan sumber elektron yang berenergi sampai dengan 10 juta elektron volt, ternyata masih am an dan bergizi untuk dikonsumsi". Seeara keseluruhan dapat dikatakan bahwa iradiasi bahan makanan dengan dosis rata-rata sampai 10 kGy adalah aman untuk dikonsumsi manusia. Bahkan dalam bebcrapa hasil penelitian yang menggunakan iradiasi dengan dosis yang lebih tinggi yaitu sampai dengan 50 atau 60 kGy, ternyata tidak ditemukan efek-efek peraeunan pada hewan-hewan pereobaan. 76 Penerapan teknik iradiasi dalam pengawetan makanan khususnya terhadap produk-produk perikanan akan menimbulkan implikasi yang luas pada masyarakat konsumen ikan. Untuk itu perlu dipertimbangkan dari segala segi apakah penerapan cara pengawetan yang berteknologi maju ini dapat dilaksanakan dan sesuai dengan kondisi Indonesia dewasa ini. PERMASALAHANNYA Masalah-masalah yang memerlukan pemecahan secara tuntas dalam pengawetan komoditi perikanan dengan iradiasi ialah sebagai berikut: 1. Pemilihan sumber radiasi yang sesuai dan ekonomis, serta pengadaannya cukup dan kontinu. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Jika menggunakan sumber radiasi yang berasal dari akselerator, maka pengendalian energi maksimumnya harus sesuai dengan rumusan yang dibuat oleh Joint Expert Committee on the Wholesomeness of Irradiated Food. Pengendalian dosis iradiasi merupakan faktor kritis, sehingga dibutuhkan tersedianya tenaga-tenaga yang berpengalaman untuk bertindak sebagai pengawas. Perlindungan: terhadap radiasi yang belum sempurna, juga membutuhkan tenaga-tenaga ahIi berspesialisasi serta ditunjang oleh adanya peraturan/perundang-undangan tentang perlindungan terhadap radiasi. Kondisi lingkungan Indonesia yang tropis, menyebabkan faktor suhu sangat berpengaruh terhadap mutu makanan yang diiradiasi. Untuk itu dibutuhkan sistem pengaturan udara ("air conditioning") dan ventilasi yang baik dalam ruangan iradiasi. Makanan yang diiradiasi hanya dapat bermutu baik bila sebelum dilakukan iradiasi makanan itu dalam keadaan segar dan tidak rusak. Di samping itu bila makanan telah diiradiasi, cara pengemasan, bahan pengemas dan fasilitas penyimpanannya harus memenuhi persyaratan. Iradiasi hanya dapat dilaksanakan secara efisien bila bahan makanan yang akan diawetkan dalam jumlah yang cukup besar. Oleh karena itu, homogenitas bahan makanan sangat berpengaruh pad a besar kecilnya dosis iradiasi yang terabsorpsi. Untuk itu, produk-produk yang akan diiradiasi sedapat mungkin sebelumnya telah diperiksa homogenitasnya. Biaya investasi sangat tinggi, karena fasilitas iradiasi membutuhkan teknologi maju. Untuk itu perlu dipertimbangkan apakah layak secara ekonomis untuk diterapkan di Indonesia. Efek psikologis terhadap konsumen akibat adanya pengertian yang salah me· ngenai iradiasi juga perlu diperhatikan. KESIMPULAN Setelah meninjau situasi perikanan di Indonesia dewasa ini, dan memperhati· kan faktor-faktor yang menguntungkan dan yang menghambat diterapkannya teknologi pengawetan dengan iradiasi, maka dapat disimpulkan bahwa masih diperlukan adanya suatu studi yang lebih mendalam dan terpadu (interdepartemental) agar dapat dicapai pemecahan terhadap masalah-masalah yang selama ini mempakan hambatan dalam Jpenerapam pengawetan makanan secara iradiasi di 77 Indonesia. Studi tersebut selain mengkaji faktor teknis, juga faktor sosial ekonomis harus dipertimbangkan dengan baik dalam usaha merekomendasikan cara iradiasi untuk pengawetan komoditi perikanan di Indonesia. PUST AKA 1. GAMMASTER, Food ,Irradiation Now (Proc. Symp. Ede, the Netherlands, 21 October 1981), Martinus Nijhoff/Dr. W. Junk Publishers (1982). IAEA, Food Irradiation for Developing Countries in Asia and the Pacific (IAEA- TEDOC271), IAEA, Vienna (1982). IAEA, Report on the Asian Regional Cooperative Project on Food Irradiation Food Irradiation Newsletter 6 1 (1982) 4. CODEX ALIMENTARIUS COMMISSION, Revised draft recommended international general standard for irradiated foods, Reports of the fifteenth session of the Codex Committee on Food Additives, The Hague, 16-22 March (1982). International Project in the Field of Food Irradiation, Fourth Activity Report 1979-1981, Karlsruhe (1982). 2. 3. 4. 5. Tabel1 Kliring yang telah dikeluarkan oleh Belanda terhadap hasil perikanan yang diiradiasi sampai tahun 1981. Komoditi Paha Fillet ikan Radisidasi 1.0 7.0 Udang segar Tujuan Radisidasi Udangkodok beku bekuRadurisasi Radurisasi Max.5.0 dosis **) *)(kGy) ***) iradiasi 1. Tabel 2. Kliring hasil-hasil perikanan yang telah diiradiasi sejak tahun 1970. 1. 2. Belanda Australia No. Negaraj Organisasi -- 3. Kanada *) **) ***) 78 Komoditi Kategori penerimaan Tahun Udang beku - Fillet ikan - Paha kodok beku - Udang Fillet ikan "Cod" dan "Haddock" "Provisional" - sda -sda- sda - 1978 1978 1970 1973 Radurisasi: penggunaan dosis radiasi terhadap makanan yang cukup untuk mempertahankan kualitasnya. Radisidasi: pemakaian radiasi yang ditujukan untuk mengeliminasi organisme patogen kecuali virus. kGy = kilo Gray (Gray = Gy = satuan dosis radiasi yang diabsorpsi yang sebanding dengan 1 joule energi yang diabsorpsi per kilogram zat yang mengalami iradiasi). DISKUSI P. LOAHARANU: Does Indonesia face the problem of exporting frozen shrimp to the USA? If so, is there a potential to use irradiation to eliminate certain pathogenic microorganisms----such as Salmonella in frozen shrimp in Indonesia? BURHANUDDIN LUBIS: Indonesia has a problem of exporting frozen shrimp to USA but not rejection and usually detention due to deterioration and I1,1islabellingespecially if USA has enough stock in the country. If there is legality to export irradiated shrimp to USA of course Indonesia would like to process irradiated shrimps. ~ELLY: Pemerintah menganjurkan agar pengawetan dengan iradiasi ditujukan pada ikanikan segar yang dibekukan dan bukan ikan-ikan asin agar rakyat mendapat "supply" protein yang lebih tinggi. Bagaimana cara penyimpanan ikan-ikan yang telah diiradiasi tadi selanjutnya ? BURHANUDDIN LUBIS: Penyimpanannya: 1. "cool boxes" ("insulated") 2. "showcase" dengan sistim pendingin di pasar 3. pengangkutan dengan "insulated truck" atau "refrigerated truck". 4. "cool room" di tempat-tempat pendaratan ikan dan di temp at pelelangan ikan. SOEWARDJO ADIKOESOEMO: Kita sambut gembira instruksi Bapak Presiden RI bahwasanya konsumsi ikan untuk masyarakat/konsumen dalam negeri harus diarahkan kepada ikan segar. Pertanyaannya: Produksi ikan asin sudah berjalan sejak sebelum Perang Dunia II sampai saat ini, yang merupakan mata rantai perdagangan yang kuat (dikuasai oleh orang-orang WNI/WNA). Apakah mungkin mematahkan mata rantai perdagangan ikan asin ini dan menggantikannya dengan perdagangan ikan segar? BURHANUDDIN LUBIS: Sudah dicoba sejak lama untuk mematikan MAFIA IKAN ASIN tersebut tapi belum berhasil sampai sekarang sebab pemerintah belum mampu membentuk organisasi dengan dana yang cukup untuk mengatasi itu (mengimbangi modal mereka). Oleh karena MAFIA IKAN ASIN belum bergerak di dalam perdagangan ikan segar, maka kita hams berusaha untuk menanganinya lebih dulu. Yang sangat disayangkan ialah bahwa ada hal-hal yang mendukung MAFIA IKAN ASIN tersebut, yaitu garam diproduksi oleh negara dan penyalurnya adalah perusahaan daerah, tapi pengecernya bukan pribumi dan sebagian besar jatuh ke tangan pedagang/pengelola ikan asin non-pribumi. 79 YAY ASAN LEMBAGA KONSUMEN: Sampai saat ini, sejauh mana usaha-usaha dan penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh Dit. Jen. Perikanan untuk melaksanakan instruksi Presiden dalam meningkatkan gizi masyarakat Indonesia? BURHANUDDIN LUBIS: Usaha ini baru dimulai tahun ini yaitu dengan kampanye memasyarakatkan ikan (promosi makan ikan segar) danjuga dengan program ANEKA IKAN untuk daerahdaerah rawan gizi dan daerah rawan pangan. MUNSIAH MAHA: Komentar Anjuran agar lebih banyak makan ikan segar memerlukan fasilitas pendingin yang lebih luas. lni mahal dan menggunakan energi tinggi. Iradiasipun hanya akan berguna bila dikombinasi dengan penyimpanan pada suhu rendah atau suhu beku untuk produk perikanan segar. Untuk udang dan paha kodok beku, iradiasi bisa menguntungkan karena dapat meningkatkan mutu dan daya awet komoditi ekspor yang bernilai tinggi. Untuk konsumsi dalam negeri, perlu dikembangkan hasil olahan yang tidak/kurang asin supaya dapat dikonsumsi dalam jumlah banyak sesuai anjuran pemerintah, dan dapat disimpan pada suhu kamar. Untuk produk demikian (misalnya ikan asap) iradiasi dapat digunakan misalnya untuk mencegah/mengurangi serangan kapang Gamur), tapi harus disertai dengan cara pengemasan yang baik untuk mencegah rekontarninasi atau reinfeksi. NAZIR ABDULLAH: Anjuran Bapak Presiden untuk menghasilkan ikan segar dan mengurangi ikan asin. Bila hal ini dilakukan secara sungguh-sungguh, misalnya dengan cara pengawetan dengan iradiasi untuk memperpanjang daya simpan ikan tersebut, apakah nantinya tidak akan mengurangi volume ekspor kita, yang dapat berakibat mengurangi pendapatan devisa kita melalui non migas? Apakah produksi ikan kita cukup menampung usaha ini ? BURHANUDDIN LUBIS: Banyak jenis ikan yang terdapat di Indonesia, jadi tidak perlu kuatir. Jenis yang diekspor sekarang hanya udang, paha kodok, ubur-ubur kering, cakalang, tuna dan cumi-cumi. Dari produksi budidaya (pemeliharaan ikan di kolam), perairan umum (sungai dan danau) serta dengan proklamasi zona ekonomi eksklusif potensi masih cukup besar. 80 \