Risalah Seminar Nasional Pengawetan Makanan Dengan Iradiasi, Jakarta, 6 - 8 Juni 1983 STERILISASI DIASI MAKANAN HEWAN PERCOBAAN Munsiah Maha *, dan Nazly Hilmy* DENGAN IRA· ABSTRAK - ABSTRACT Sterilisasi makanan hewan percobaan dengan iradiasi. Penelitian ini dilakukan untuk me. nentukan dosis iradiasi yang tepat untuk mensterilkan makanan mencit dan marmot produksi lokal dalam bent uk pelet. Bahan-bahan terse but mula-mula dikemas dalam kantong plastik polietilen tebal 0,1 mm,lalu diiradiasi dengan dosis 15,25,35 dan 45 kGy dan disimpan pada suhu kamar. Selanjutnya diamati secara mikrobiologi segera setelah iradiasi dan setelah penyimpanan 3 dan 6 bulan dengan parameter angka total bakteri, angka kapang dan khamir, angka spora dan jumlah cemaran bakteri berbentuk koli ("Coliform"). Di samping itu dilakukan pula penentuan dosis sterilisasi dengan menggunakan 2 cara yang dianjurkan oleh "Association for the .Advancement of Medical Instrumentation" (AAMI), yaitu yang didasarkan pada jumlah kontaminasi bakteri pada bahan dan pada informasi fraksi positif dari penggunaan dosis bertingkat. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa dosis 25 kGy sudah cukup untuk mencapai tingkat sterilitas sampai 10-6 untuk kedua jenis makanan hewan yang dipelajari. Kontaminasi awal bakteri pada bahan sekitar (1,0 - 3,6) 105 sel per gram. Bakteri berbentuk koli tidak ditemukan pada kedua jenis bahan yang dipelajari. Sterilization of laboratory animal diet by irradiation. This experiment was conducted to determine the effective irradiation dose to sterilize locally produced pelleted mice and guinea pigs diets. The materials were first packaged in polyethylene pouches of 0.1 mm thickness, then irradiated with doses, of 15, 25, 35 and 45 kGy, and then stored at room temperature. The samples were then examined microbiologically immediately after irradiation, and after 3 and 6 months storage using total bacterial count, total mould and yeast count, viable bacterial endospores and presumptive coliform organisms as parameters. Radiation sterilization dose setting, using bioburden information as well as fraction positive information from incremental dosing as recommended by the Association for the Advancement of Medical Instrumentation (AAMI), were also carried out. The result showed that a dose of 25 kGy was sufficient to give a sterility assurance level of 10-6 for both diets under investigation. Initial bacterial contamination of the samples were about (1.0 - 3.6) 105 cells/g. Coliform bacteria was not detected in the samples. PENDAHUWAN Penggunaan hewan percobaan laboratorium untuk penelitian dalam bidang kedokteran dan obat-obatan, serta untuk tujuan diagnosa dan pendidikan meningkat setiap tahun. Sampai tahun 1975, jumlah hewan percobaan yang digunakan di se· luruh dunia telah mencapai 150 juta ekor setiap tahun (1). Hewan yang umum digunakan ialah mencit, tikus, anjing, kucing, monyet dan lain-lain. Hewan yang digunakan dalam suatu penelitian merupakan alat pengukur yang menentukan hasil penelitian tersebut. Oleh karena itu cara pemeli1taraannya harus terkontrol termasuk mutu makanannya. Makanan hew an percobaan laboratorium perlu disterilkan atau harus memenuhi persyaratan tertentu, misalnya bebas mikroba patogen untuk mencegah tim· bulnya penyakit yang ditularkan melalui makanannya. Untuk mensterilkan makanan hewan dapat dilakukan dengan pemanasan, penambahan zat kimia, atau iradiasi. Cara iradiasi ternyata mempunyai beberapa keunggulan sehingga beberapa negara telah menggunakannya secara komersial, yaitu Inggris, Perancis, Jepang, Jerman, • Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, BATAN. 211 D~l~ial D~landal Kanadal Dcnmark1iHOnfaria dan Australia. Di Inirs teknik iradiasi ini bahkan telah digunakan sejak tahun 1962 di banyak laboratorium (1). Dosis iradiasi yang digunakan bergantung pada jumlah kontaminasi awal mikroba pada bahan, dan pada kategori hewan yang akan memakannya. Di Indonesia, hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian sudah cukup banyak, baik pada instansi pemerintah maupun swasta. Tetapi faktor higiene makanan hewan yang digunakan umumnya belum terjamin karena kemampuan teknologi yang ada belum memungkinkan untuk memperbaikinya. Penelitian ini dilakukan dalam upaya meningkatkan higiene makanan hewan laboratorium yang diproduksi lokal supaya dapat memenuhi persyaratan bebas mikroba patogen ataupun steril dengan menggunakan teknik iradiasi. BAHAN DAN TAT A KERJA Bahan dan A lat. Bahan percobaan yang digunakan ialah makanan mencit dengan kadar air sekitar 5,2-7,6% dan harga aw sekitar 0,217-0,411, dan makanan marmot dengan kadar air 6,8-7,5% dan harga aw sekitar 0,388-0,431. Bahan-bahan tersebut diproduksi oleh Pusat Penelitian Biomedis, Badan Penelitian dan Pe ngembangan Kesehatan Departemen Kesehatan di Jakarta dalam bentuk pelet. Sebagai bahan pengemas digunakan kantong plastik polietilen setebal 0,1 mm. Iradiasi dilakukan dalam iradiator serba guna dengan sumber radiasi 60Co yang ada di Pusat Aplikasi Isotop dan radiasi, BATAN, Pasar Jumat, Jakarta, dengan laju dosis lOkGy/jam. Untuk pengujian mikrobiologi digunakan media buatan Merck dan Difco. Penentuan Dosis Sterilisasi Berdasarkan Uji Mikrobiologi pada Media Agar. Bahan dikemas dalam kantong plastik, lalu diiradiasi dengan dosis 0,15,25,35 dan 45 kGy dan disirnpan pada suhu kamar. Selanjutnya setiap 3 bulan sejak dari penyirnpanan 0 sampai 6 bulan diperiksa secara mikrobiolgi dengan parameter angka total bakteri, angka kapang dan khamir, angka spora dan total bakteri berbentuk koli ("Coliform"). Angka total bakteri dihitung dengan metode oles pada media "tryptic soy agar" (TSA). Bakteri yang tumbuh ditentukan genusnya secara mikroskopis. Inkubasi dilakukan pada suhu 30°C selama 2-3 hari. Angka kapang dan khamir ditentukan pada media "malt· glucose yeast agar" ditambah khloramfenikol. Waktu inkubasi 3 hari pada suhu 22°C. Angka spora ditentukan pada media "nutrient agar" mengandung 0,5% glukose setelah suspensi bakteri dipanaskan terlebih dahulu pada suhu 75°C selama 15 menit. Bakteri berbentuk koli ditentukan pada media agar Mc. Conkey dengan suhu inkubasi 37°C selama 18 jam. Penentuan Dosis Sterilisasi Berdasarkan Metode AAMI (2). Dalam penelitian ini digunakan pula 2 cara penentuan dosis sterilisasi yang dianjurkan oleh "Association for the Advancement of Medical Instrumentation" (AAMI) untuk membandingkan hasilnya dengan cara konvensional seperti yang diuraikan terdahulu. I. Cara pertama disebut metode Bl yang didasarkan pada informasi kandungan mikroba pada bahan. Jumlah kontaminasi bakteri pada contoh mula-mula dihitung pada media TSA. Selanjutnya digunakan Tabel Bl dari AAMI untuk menentukan dosis iradiasi yang akan dicobakan pada 100 contoh berdasarkan jumlah kontaminasi bakteri yang telah dihitung dan tingkat sterilitas yang di212 II. kehendaki. Kemudian 5-10 gram contoh dikemas dalam kantong plastik lalu diiradiasi dengan dosis verifikasi seperti yang tertera pada Tabel Bl, yaitu 21;2 kGy untuk bahan yang terkontaminasi bakteri sekitar 106 tiap contoh. Setelah iradiasi, isi tiap kemasan dirnasukkan ke dalam media "tryptic :SOYL broth" (TSB) steril dan diamati pertumbuhan bakteri dalam media selama pengeraman pada suhu kamar sampai 21 hari. Bila pada uji sterilitas tersebut jumlah yang tidak steril tidak lebih dari 1 dari 100 contoh yang diuji, maka dosis sterilisasi yang terbaca pada Tabel Bl, yaitu 24,9 kGy dinyatakan memenuhi syarat. Cara kedua yaitu metode B3 yang didasarkan pada informasi fraksi positif dari penggunaan dosis bertingkat, dan adanya bakteri yang paling resisten. Contoh diiradiasi dengan dosis yang makin meningkat, sampai didapatkan dosis steril, lalu ditambah faktor interpolasi yang besarnya bergantung pada harga D10 bakteri yang paling resisten pada bahan tersebut. Contoh mula-mula dikemas dalam kantong-kantong plastik masing-masing berisi 5-10 gram bahan, lalu diiradiasi dengan bermacam-macam dosis dari 2 sampai 22 kGy dengan selang 2 kGy. Tiap dosis terdiri atas 20 bungkus yang mempakan pula jumlah ulangan pengujian. Kemudian isi tiap bungkus dirnasukkan ke dalam media TSB steril dan diamati pada dosis berapa (D*) tidak terlihat lagi mikroba setelah pengeraman pada suhu kamar selama 21 hari. Bila tingkat sterilitas yang diinginkan sampai 10-6, yang berarti bahwa dari satu juta contoh yang disterilkan hanya diperbolehkan 1 yang tidak steril, maka dosis sterilisasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus : D = D* + log (CD*/100) -log (SAL) -log (SIP) (Max.D10) D = dosis sterilisasi D* = dosis sterilisasi yang diperoleh dari pemakaian CD* SAL SIP Max.D10 dosis bertingkat terhadap 20 contoh. jumlah contoh yang tidak steril pada uji sterilitas dengan menggunakan dosis D* terhadap 100 contoh. Bila tidak ada satu pun contoh yang tidak steril, maka CD* = 1 "sterility assurance level" = tingkat sterilitas "sample item proportion" = proporsi contoh yang diperiksa harga DI 0 bakteri yang paling resist en dalam bahan. HASIL Hasil uji mikrobiologi makanan mencit dan marmot segera setelah iradiasi dan setelah penyirnpanan 3 dan 6 bulan masing-masing Idiperlihatkan pada Tabel 1 dan 2. Terlihat bahwa jumlah kontaminasi awal bakteri pada kedua bahan tersebut tidak banyak berbeda, yaitu sekitar (1,0-3,6) lOs sel per gram. Makanan mencit ~ernyata terkontaminasi kapang dalam jumlah yang lebih banyak dari pada makanan marmot. . Angka spora pada kedua jenis contoh yang diperiksa ternyata cukup tinggi, yaitu sekitar, (3,7-8,3) 104 per gram, sedang bakteri berbentuk koli tidak ditemu213 yaitu sekitar (3,7 - 8,3) 104 per gram, sedang bakteri berbentuk koli tidak ditemukdlt Pada contoh yang diiradiasi 15 kGy, masih ditemukan bakteri dan kapang yang tumbuh, baik pad a pemeriksaan segera setelah iradiasi maupun setelah penyimpanan sampai 6 bulan. Tetapi pada semua contoh yang diiradiasi dengan dosis dari 25 sampai 45 kGy tidak lagi ditemukan mikroba yang tumbuh. Bakteri yang ditemukan umumnya dari genus Bacillus. Pada makanan mencit, 90% bakteriyang mengkontaminasinya terdiri atas bakteri Gram positif berbentuk batang berspora dan selebihnya bakteri Gram positif berbentuk batang tetapi tidak berspora. Pada makanan marmot, bakteri Gram positif berbentuk batang berspora sekitar 80% dan lainnya tidak berspora. Hasil penentuan dosis sterilisasi berdasarkan met ode AAMI menunjukkan bahwa untuk bahan dengan jumlah kontaminasi bakteri sekitar satu juta tiap contoh, seperti yang ditemukan pada kedua contoh makanan hew an dalam percobaan ini, besar dosis sterilisasi yang dianjurkan ialah 24,9 kGy. Setelah dilakukan uji sterilitas terhadap 100 contoh yang diiradiasi dengan dosis verifIkasi 21,2 kGy, seperti yang tertera pada Tabel Bl dari AAMI, ternyata bahwa jumlah contoh yang tidak steril tidak lebih dari 1. Hal ini menunjukkan bahwa dosis 24,9 kGy dapat digunakan untuk mensterilkan makanan mencit dan marmot. Pada penentuan dosis sterilisasi dengan menggunakan dosis bertingkat ditemukan bahwa untuk makanan mencit dan marmot, dengan dosis masing-masing 16 dan 12 kGy sudah tidak terlihat mikroba yang tumbuh pada uji sterilitas dalam media TSB. Harga D10 untuk bakteri Gram positif berbentuk batang berspora yang diisolasi dari contoh yang dipelajari didapatkan sebesar 1,4 kGy. Bila tingkat sterilitas yang diinginkan sampai 10-6 maka dosis sterilisasi untuk makanan mencit ialah : D = 16+(-2+6-0)(1,4) Untuk makanan marmot: D = 12 + (-2 + 6 - 0)(1,4) = 21,6kGy = 17,6 kGy PEMBAHASAN Dari hasil percobaan ini terlihat bahwa kandungan bakteri pada makanan mencit dan marmot masih cukup tinggi, meskipun pada proses peletisasi sebelumnya sebagian besar bakteri yang berasal dari bahan bakunya, terutama bentuk vegetatifnya, telah terbunuh oleh panas. Menurut MOSSEL dkk (3) dan VAN DER SCHAAF dan FRIK (4), proses peletisasi dapat menurunkan jumlah kandungan Salmonella dan Enterobacteriaceae pada makanan hewan sebesar 4-6 desimal. Oleh karena itu peletisasi merupakan'pula salah satu cara untuk menurunkan kandungan mikroba pada makanan hewan. Tetapi kenyataan diatas membuktikan bahwa dengan proses peletisasi saja belum cukup untuk menghasilkan makanan mencit dan marmot untuk kategori konvensional sekalipun, yaitu dengan kandungan bakteri tidak lebih dari 5000 per gram sesuai dengan standar "LAC-HANDBOOK" 2 (1,5). Angka spora bakteri pada kedua jenis contoh cukup tinggi, yaitu 104 -105 per gram. Hal ini menunjukkan bahwa proses peletisasi tidak mampu untuk mematikan spora bakteri yang ada. Hasil yang serupa telah dilaporkan pula oleh HALLS dan TALLENTIRE (5) yang kemudian menyimpulkan bahwa jumlah kontaminasi 214 bakteri dalam pelet pada dasarnya ditentukan oleh jumlah spora bakteri dari bahan bakunya. Dari ketiga metode penentuan dosis sterilisasi yang digunakan terlihat bahwa dosis 25 kGy sudah cukup aman untuk mensterilkan makanan mencit dan marmot dengan tingkat sterilitas sampai 10-6• Metode konvensionallebih cepat dan mudah dilakukan, tetapi kurang teliti. Dengan metode B3 dari AAMI diperoleh dosis yang lebih rendah yaitu 21,6 kGy untuk makanan mencit dan 17,6 kGy untuk makanan marmot. Walaupun demikian, perlu dianjurkan untuk menggunakan dosis minimum 25 kGy untuk meyakinkan bahwa virus yang mungkin ada, dapat pula diinaktifasi, karerta- vlw.s lOOih resisten dari pada bakteri. Dosis 25 kGy telah dianjurkan pula oleh para peneliti terdahulu dan telah digunakan secara komersial di berbagai negara (1, 5, 6, 7, 8), khususnya untuk mensterilkan makanan hewan yang harus bebas mikroba patogen. Untuk makanan hewan yang membutuhkan kondisi steril sarna sekali atau hew an "gnotobiotic" dianjurkan dosis 40 kGy at au lebih. Hasil penelitian IWADO dkk (6) dan LUCKEY dkk (1) membuktikan bahwa tikus dan mencit yang diberi makanan iradiasi 25 sampai 60 kGy mempunyai kecepatan reproduksi dan pertumbuhan normal pada pengamatan sampai 3 generasi. Demikian pula pada pemeriksaan secara hematologi, biokimia dan patologi, tidak ditemukan kelainan pada tikus yang diberi makanan iradiasi sampai 60 kGy. PORTER dan FESTING (1) melaporkan bahwa kandungan vitamin dalam makanan hewan lebih banyak berkurang akibat sterilisasi dengan otoklaf dari pada dengan iradiasi 25 kGy. SCHOEN dan HILLER (1) melaporkan pula bahwa sterilisasi dengan iradiasi mempunyai efek yang menguntungkan terhadap daya cerna makanan. KESIMPULAN Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dosis iradiasi 25 kGy telah cukup untuk mensterilkan makanan mencit dan marmot produksi lokal sampai tingkat sterilitas 10-6. Penentuan dosis sterilisasi dengan metode AAMI lebih teliti tetapi membutuhkan waktu yang lebih lama. UCAP AN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada SdI. II. Pudjo Prayitno dari Pusat Penelitian Biomedis, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan atas bantuan dan informasi yang diberikan. Terima kasih disampaikan pula kepada Sdr. Tati Erlinda, Lely Hardiningsih dan Suryono yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian ini. PUSTAK,A 1. 2. 3. ADAMIKER, D., A comparison of various methods for treating feedstuffs for laboratory animals, Food Irradiation Information 5 (1975) 19. AAMI, Process Control Guidelines for Radiation Sterilization of Medical Devices, Association for the Advancement of Medical Instrumentation, January (1981) IS. MOSSEL, D.A.A., VAN SCHOTHORST, M., and KAMPELMACHER, E.H., "Prospects for the Salmonella radicidation of some foods and feeds with part icular reference to the estimation of the dose required", Elimination of Harmful Organisms from Food and Feed 215 4. by Irradiation (Proc. Panel Zeist, 1967), lAEA, Vienna (1968) 43. DER SCHAAF, A., and FRIK, J.'., "Some recent data on the rate of contamination of mixed-feed ingredient with particular reference to the significance of the method of examination used", Elimination of Harmfull Organisms from Food and Feed by Irradiation (Proc. Panel Zeist, 1967), IAEA, Vienna (1968) 59. HALLS, N .A., and TALLENTlRE, A., Effects of processing and gamma irradiation on the microbiological contaminan ts of a la boratory animal diet, Laboratory Animal 12 (1978) 5. ITO, H., and IIZUKA, H., "Present status of radiation treatment of animal feeds in Japan", Decontamina tion of Animal Feeds by Irradiation (Proc. Panel Sofia, 1977), lAEA, Vienna (1977) 15. FARKAS, J., Progress in food irradiation in Hungary, Food Irradiation Information 6 (1976) 24. LEY, F.J., Radiation processing of laboratory animal diet, Radiation Physics and Chemistry 14 3-6 (1979) 677. v AN 5. 6. 7. 8. 216 0+0 (3,66 0+105 0+bakteri Total 0(kGy) Dosis Bakteri koli bakteri Tabell. (1,04 Hasil mikrobiologi Total 33 (3,33 50 105 -khamir 0 100 kapang 115 spora --7,66) 8,30) makanan dan 104 mencit dan sesudah iradiasi dan penyimpanan. (1,25 -uji 2,60) 1,70) (8,30 13,90) 30 - 65 (selig) (koloni/g) (selig) (9,95 -sebelum 12,0) 104 Masa simpan tv •.... '-4 - IV 00 Oosis 08,38) 0+ Total Bakteri koli 0bakteri 0+ bakteri khamir' (kGy) Total kapang spora dan (0,93 1,08) (4,0 103 (2,56 (4,8 o--7,5) 3 Hasil (7,0 - -+ 104 (selig) 104 (koloni/g) (sell g)3,60) (3,55 o105 -0-6,80) 34,80) 104 Tabel 2. uji mikrobiologi makanan marmot sebelum dan sesudah iradiasi dan penyimpanan -- Masa simpan DlSKUSI R.D. EST! : 1. 2. 3. 1. 2. 3. Apakah pengaruh dari pemberian makanan hew an iradiasi tersebut juga telah dilihat misalnya pada pertumbuhan dari hewan tersebut kemudian toksisitasnya. Mengapa sampel diambil dari Depkes dan bukan dari pabrik makanan ternak. Apakah bent uk dari makanan hewan tersebut berpengaruh pada dosis iradiasi. Yang dirnaksudkan dengan bentuk adalah apakah pelet, butiran, tepung dan lain-lain. MUNSIAH MAHA : Pada percobaan ini tidak dilakukan, tetapi di luar negeri sudah dibuktikan tidak mempunyai pengaruh negatif pada pertumbuhan hewan yang memakannya, meskipun sampai dosis 40-60 kGy. Dan ini sudah digunakan secara komersial dan rutin di berbagai negara. Karena hanya Depkes yang membuat makanan khusus hewan percobaan dengan komposisi yang memenuhi standar yang dianjurkan. Bentuk pelet, butiran atau tepung tidak mempengaruhi. Yang mempengaruhi adalah kadar air dan jumlah kontaminasi awal mikroba. GUSNADI HASAN: Say a ingin mengetahui apakah dengan dosis 25 kGy untuk makanan hewan tidak berbahaya untuk hewan itu sendiri dan untuk manusia (bila hewan itu dirnakan oleh manusia). Untuk makanan manusia saja dosis radiasi 10 kGy. Bagairnana logika ini? MUNSIAH MAHA : Kenyataannya tidak menimbulkan apa-apa pada hewan, seperti terlihat dari pengalaman di luar negeri yang telah menggunakan teknologi ini selama bertahun-tahun, bahkan di Inggris sejak tahun 1968. Dosis 40-60 kGy pun ternyata aman asal digunakan pada kondisi tanpa udara. Makanan steril ini khusus dibuat untuk hewan percobaan di laboratorium untuk mencegah kemungkinan infeksi yang berasal dari makanannya, yang dapat mempengaruhi hasil pengamatan percobaan. Untuk makanan hew an ternak untuk dimakan, tidak perlu disterilkan, tapi cukup dengan dosis 5-10 kGy untuk membunuh bakteri patogen yang mencemarinya dan supaya tahan lama disimpan. Untuk makanan manusia, sampai saat ini memang baru dianjurkan dosis yang aman sampai 10 kGy. Tetapi sesungguhnya sampai dosis 50-60 kGy pun aman, asal dilakukan pada kondisi khusus seperti yang telah dilakukan di beberapa negara untuk mensterilkan makanan pasien rumah sakit dan para astronaut. MULYO SIDIK: Tadi disebutkan adanya kapang di dalam makanan-makanan hewan. Apakah diadakan isolasi dan identifikasi jamur-jamur terse but dan spesies apa yang paling dominan? 219 MUNSIAH MAHA : Tidak dilakukan isolasi dan identifikasi kapang. YANUARSO EDDY H. : 1. 2. 3. 1. 2. 3. Dari percobaan-percobaan semacamnyajdari literatur, adakah pengaruh iradiasi dan lama penyirnpanan makanan hewan percobaan terhadap gizi (seperti: kadar protein, lemak, serat-kasar, vitamin). Berapa biaya sterilisasi per kg makanan hewan? Bisakah iradiasi makanan ternak dijalankan di Indonesia? Minta tolong di mana dan kalau mungkin bagaimana mendapatkan brosur alat perlengkapan iradiasi (iradiator) di Indonesia? Terima kasih. MUNSIAH MAHA : Pengaruh iradiasi dan lama penyimpanan tentu ada, yang besarnya bergantung pada kondisi iradiasi ataupun penyirnpanan. Biaya relatif mahal karena dosisnya juga tinggi. Biaya yang tepat belum dihitung, tetapi sebagai gambaran dapat diberikan contoh, untuk sterilisasi alat kedokteran dengan dosis 25 kGy biayanya Rp. 60.000,-jm3. Iradiasi makanan ternak dapat dilakukan di PAIR-BATAN Pasar Jumat atau di PT Giri Kencana, Pasar Rebo. Fasilitas iradiasi dapat dilihat di kedua temp at terse but. NELLY: 1. 2. 1. 2. Tanpa radiasi : a) pelet untuk mencit, makin lama disimpan jumlah mikroba akan naik. b) pelet untuk marmot, mikroba akan berkurang bila makin lama disimpan. Bagairnana menerangkan suatu data yang bertolak belakang tersebut, ataukah suatu kekeliruan data. Dosis 25 krad dianjurkan sebagai aman untuk radiasi. Apakah komposisi dalam makanan mencit dan marmot terse but sarna. Mungkin saja komposisi yang lain memerlukan dosis yang berbeda. MUNSIAH MAHA : Kemungkinan naik atau turunnya bakteri selama penyimpanan bergantung pada komposisi makanan ternak yang diamati, di samping faktor kadar air dan kondisi penyimpanannya. Komposisi makanan mencit dan makanan marmot jelas berbeda. Tetapi keduanya merupakan produk kering yang kadar airnya tidak banyak berbeda sehingga efek radiasi pada mikroba dalam kedua jenis bahan makanan terse but juga akan sarna. Besarnya dosis iradiasi yang dianjurkan terutama ditentukan oleh kadar air bahan dan jumlah kontaminasi awal mikroba. SOEWARDJO ADiKOESOEMO : 1. 2. 220 Hasil penelitian terlalu sirnpie. Pada presentasi disebutkan, pada penyirnpanan 3 bulan pada iradiasi 25 kGy masih terdapat bakteri dengan alasan bahwa ada kontaminasi pengerjaan. Bagaimana ini terjadi? Suatu penelitian yang dianggap fatal. 3. Mohon penelitian selalu disertai statistika dalarn menentukan mungkin memakai komputer. MUNSIAH MAHA : 1. Hasil penelitian kelihatannya sangat sederhana karena hanya memperlihatkan hasil akhir mengingatwaktu presentasi yang 15 menit. Dalam pengujian mikrobiologi seperti ini, kemungkinan adanya kontaminasi dapat saja terjadi walaupun sudah dilakukan dengan hati-hati sekali, karena panjangnya tahap-tahap pengujian. Namun ini tidak berarti kesalahan yang fatal, karena masih dapat diuji kembali, apakah bakteri tersebut benar-benar tahan radiasi sampai 25 kGy. Ternyata memang pada dosis 25 kGy sudah mati. Kami sengaja memperlihatkan data yang ada kontaminasi ini, karena disini dilakukan 2 metoda penentuan dosis sterilisasi untuk memilih mana yang paling teliti, cepat dan sederhana pelaksanaannya. Tampak bahwa cara AAMI lebih teliti dan meyakinkan, tetapi cara pengerjaannya lebih repoL Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan statistika yang benar. Tetapi di sini tidak perlu dilakukan pengolahan data. akhir secara statistik karena pada pengujian mikrobiologi misalnya untuk penentuan angka total bakteri tidak dianjurkan menggunakan statistik karena koefisien keragamannya sangat tinggi. Biasanya dinyatakan dalam "range" yaitu batas minimum dan maksimumnya. 2. 3. PUDJOPRAJITNO optimasi jika : Disamping telah diperiksa keadaan mikroba pada makanan hewan percobaan yang diiradiasi setelah 3 dan 6 bulan, apakah juga dilihat perubahan keadaan gizi makanan terse but? Kalau dilihat bagaimana hasilnya? MUNSIAH MAHA : Perubahan gizi tidak diperiksa. Tetapi dari berbagai pustaka diketahui bahwa perubahan gizinya sedikit sekali karena iradiasi dilakukan pada produk kering. Perubahan gizi dapat lebih diperkecil bila bahan diiradiasi dalarn kondisi hampa udara. ROSALINA : Apakah untuk makanan hewan tidak ada batasan dosis, seperti pada manusia arnan 10 kGy? Karena dengan dosis 25 kGy merupakan dosis yang tinggi di mana kemungkinan sudah mempengaruhi komposisi kimia makanan sehingga mutu makanan tersebut menjadi menurun. MUNSIAH MAHA : Untuk makanan hewan memang tidak ada negara yang mengeluarkan "clearance" khusus tentang batasan dosis maksimum yang dianggap arnan. Perubahan mutu memang ada tapi lebih kecil bila dibandingkan dengan cara sterilisasi misalnya perna10%). nasan, karena produk ini kering (kadar air Kenyataan di beberapa negara yang telah menggunakan teknologi ini selama bertahun-tahun, tidak menemukan adanya kelainan pada hewan yang diberi makanan iradiasi bahkan dengan dosis sampai 4 Mrad sekalipun. < 221