Risalah Seminar Nasional Pengawetan Makanan Dengan Iradiasi, Jakarta, 6 - 8 Juni 1983 PENINGKA TAN MUTU UDANG BEKU DENGAN IRADIASI Munsiah Maha *, dan Harsojo * ABSTRAK - ABSTRACT Peningkatan mutu udang beku dengan iradiasi. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan kondisi iradiasi yang terbaik dalam upaya meningkatkan mutu udang beku yang diproduksi di Indonesia, khususnya untuk kebutuhan ekspor. Bahan yang digunakan yaitu udang putih Penaeus marquensis) bekudalam kemasan komersial, diiradiasi dengan dosis 0,2,5, 5 dan 7,5 kGy, lalu disimpan pada suhu - 20°C. Perubahan mutunya diamati setiap 2 bulan dari penyimpanan 0 sampai 6 bulan secara subyektif dan mikrobiologi dengan parameter nilai organoleptik, angka total bakteri, jumlah bakteri berbentuk koli dan kemungkinan adanya bakteri Salmonella, Shigella dan Vibrio. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa rupa, rasa, warna dan tekstur udang tidak berubah setelah iradiasi sampai dosis 7,5 kGy. Perubahan hanya terdeteksi pada bau udang, yaitu pada dosis 7,5 kGy timbul bau asing, namun masih dapat diterima. Iradiasi dengan dosis 5 - 7,5 kGy ternyata dapat menurunkan jumlah cemaran bakteri sebesar 2 - 3 desimal. Penyimpanan yang lama dapat pula menurunkan jumlah cemaran bakteri. Setelah 6 bulan penyimpanan, udang yang tidak diiradiasi sudah mulai busuk, sedang yang diiradiasi semua masih sangat baik mutunya. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa dosis sekitar 5 kGy telah cukup efektif untuk meningkatkan higiene dan sekaligus daya awet udang beku yang diproduksi secara komersial tanpa mempengaruhi sifat organoleptiknya. Quality improvement of frozen shrimps by irradiation. This experiment was carried out to determine the optimum condition of irradiation treatment in an attempt to improve the hygienic quality of frozen shrimps produced in Indonesia, especially to those intended for export. The materials used, frozen banana prawn (Penaeus marquensis) in commercial package, were irradiated with doses of 0; 2.5; 5 and 7.5 kGy, then stored at - 20°C. The quality were evaluated periodically every 2 months up to 6 months' storage, using subjective and microbiological tests. The parameters observed were organoleptic score, total bacterial count, number of coliform-bacteria and the detection of Salmonella, Shigella and Vibrio present in the product. The result showed that the appearance, taste, colour and texture of the shrimps were not affected by irradiation up to 7.5 kGy. Significant change in the odour of the shrimps was only detected when irradiated at 7.5 kGy, but this change was still acceptable. Irradiation with doses of 5 - 7.5 kGy could reduce the microbial load of the shrimps by 2 - 3 log cycles. Prolonged storage could also reduce the microbial load of frozen shrimps. After 6 months storage, significant reduction in quality of the unirradiated control has been observed, while irradiated samples were still in good quality. It could be concluded that a dose of about 5 kGy was sufficient to improve the hygienic condition as well as the storage life of commercially produced frozen shrimps without affecting their organoleptic properties. PENDAHULUAN Udang beku merupakan komoditi ekspor utama dad hasil perikanan Indonesia, karena baik dad segi volume maupun nilai menduduki tempat teratas (1). Tetapi dengan makin ketatnya persyaratan mutu yang dikeluarkan oleh negara pengimpor, sedng terjadi bahwa setibanya di negara tujuan komoditi tersebut ditolak dengan alasan karena kandungan bakterinya terlalu tinggi, mengandung Salmonella, atau sudah mulai busuk. Udang memerlukan penanganan yang baik dan cepat sebelum sampai ke konsumen atau dlOlah menjadi produk beku atau produk olahan yang lain, karena bersifat sangat cepat rusak. Hal ini disebabkan karena udang telah tercemar bakteri dalam jumlah cukup tinggi dad lingkungan hidupnya, terutama dad perairan dekat pantai • Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, BAT AN . 169 yang mudah tercemar oleh bakteri dari tanah dan air limbah. Di samping itu, ke· nyataan menunjukkan bahwa daging udang merupakan media yang lebih baik untuk pertumbuhan bakteri pembusuk bila dibandingkan dengan daging ikan, karena me· ngandung lebih banyak karbohidrat dan senyawa nitrogen yang dapat· terekstraksi, dengan pH lebih tinggi, yaitu sekitar 7 atau lebih (2). Cara penanganan yang lazim dilakukan pada udang yang akan dibekukan ialah pendinginan 'dengan es segera setelah ditangkap; dan pada proses peneueian di pabrik pembekuan telah diterapkan pula peneucian dengan air yang mengandung khlor untuk mengurangi jumlah bakteri yang meneemarinya. Usaha demikian ternyata belum eukup aman untuk menghasilkan udang beku yang memenuhi persyaratan ekspor yaitu dengan angka total bakteri maksimum 5xlOs per gram, bebasSalmonella dan E. coli, serta beberapa persyaratan lain. Hal ini terlihat dari jumlah udang beku ekspor yang ditolak FDA Amerika Serikat sampai saat ini. Sampai tahun 1982, nilai udang beku yang ditolak meneapai jutaan dollar setiap tahun (Tabell). Keadaan demikian perlu mendapat perhatian khusus, karena selain mengakibatkan kerugian materi, dapat pula menimbulkan citra yang kurang baik akan komoditi Indonesia pad a umumnya di pasaran dunia. Persoalan eemaran mikroba yang tinggi terutama bakteri patogen, pada bahan makanan sumber protein hewani segar, tidak hanya dijumpai di Indonesia tetapi bahkan di negara maju sekalipun. Proses pasteurisasi panas tidak dapat diterapkan pada daging atau udang segar karena akan mempengaruhi kesegarannya. Di berbagai negara dewasa ini telah dikembangkan teknik pasteurisasi dingin dengan menggunakan energi radiasi yang disebut proses radurisasi. Cara tersebut ternyata eukup ampuh dan penggunaannya untuk beberapa komoditi telah dilegalisasi, misalnya daging sapi, babi dan kelinci (Rusia), daging ayam (Rusia, Belanda, Afrika Selatan, Kanada dan Israel), udang (Australia danBelanda), dan paha kodok (Belanda) (3,4,5). Berdasarkan latar belakang tersebut, proses iradiasi ini akan dieoba pula pada udang beku yang diproduksi seeara komersial di Indonesia. BAHAN DAN TATA KERJA Bahan dan Alat. Bahan pereobaan yang digunakan ialah udang putih atau jerbung (Penaeus marquensis) berukuran antara 124 - 140 ekor per kg yang diambil dari tambak di daerah Jawa Tengah, dan diproses menjadi udang beku berkualitas ekspor oleh salah satu perusahaan pembekuan di Jakarta. Udang beku berukuran komersial, yaitu masing-masing sekitar 1,8 kg berat bersih, dikemas dalam kantong plastik polietilen, lalu dimasukkan ke dalam dos karton berukuran 29 x 18,5 x 6,5 em3. Selanjutnya dimasukkan ke dalam dos yang lebih besar yang dapat memuat 6 dos keeil. Densitas udang beku sekitar 0,79. Contoh udang beku dibawa ke laboratorium dalam wadah yang terbuat dari busa putih ("styrofoam") dan didinginkan dengan es. Selanjutnya disimpan pada suhu _20°C sebelum diiradiasi. Iradiasidilakukan dalam iradiator panorama serba guna yang ada di Pusat Apli. kasi Isotop dan Radiasi, Pasar Jumat, Jakarta,dengan laju dosis 1,60 - 4,29 kGy/ jam. Untuk pengujian mikrobiologi digunakan media dan senyawa pereaksi buatan 170 Merck dan Difco. Rancangan Percobaan. Percobaan dilakukan sebagai percobaan faktorial dengan menggunakan rancangan acak lengkap, dengan perlakuan dosis iradiasi 4 taraf dan lama penyimpanan 4 taraf. Percobaan dilakukan dengan 2 ulangan. Perla/awn Iradiasi dan Penyimpanan. Udang beku diiradiasi dengan dosis 2,5; 5 dan 7,5 kGy selama 2 jam tanpa pendinginan tambahan selama iradiasi. Distribusi dosis radiasi :dalam. kemasan udang diukur dengan menempatkan dosimeter perspeks pada tempat-tempat yang telah diketahui akan menerima radiasi paling rendah dan paling tinggi. Setelah diiradiasi, udang disimpan.kembali dalam ruang beku bersana-sama dengan contoh udang yang tidak diiradiasi untuk pembanding. Selanjutnya udang diamati secara subjektif dan mikrobiologi setiap 2 bulan mulai dari penyimpanan a sampai 6 bulan pada suhu - 20°C. Parameter yang diamati ialah angka total bakteri, jumlah cemaran bakteri berbentuk koli, nilai organoleptik dan deteksi E. coU, Salmonella, Shigella dan Vibrio. Penentuan Salmonela, Shigela dan Vibrio. Suspensi bakteri diinokulasikan ke dalam media "Bacto Selenic Broth" buatan Difco lalu dikocok dan dieram pada suhu 37°C selama 18 - 24 jam. Kemudian ditanam pada media agar SalmonellaShigella (SS) buatan Difco dan dieram pada suhu 37°C selama 24 - 48 jam. Salmonella akan membentuk koloni berwarna hitam di tengah, sedang Shigella tidak. Koloni yang tersangka selanjutnya ditanam pada media agar "Triple Sugar Iron" (TS!), lalu diperiksa dengan uji pergerakan ("motility"), analisa biokimia uan seralogi. Bakteri Vibrio dideteksi dengan cara mengoleskan suspensi bakteri pada media agar "Thiosulfate Bile Salt Sucrose" (TCBS) buatan Difco, lalu dieram pada suhu 37°C selama 24 jam. Koloni yang berwarna biru kehijauan pada bagian tengahnya atau kuning kecoklat-coklatan dengan diameter 2 - 4 mm diisolasi lalu diidentifikasi dengan uji bio-kimia. Pemeriksaan Subjektif Udang beku setelah dilelehkan dan dicuci dengan air mengalir, sebagian dicelupkan dalam air garam 5% lalu digoreng dan sisanya dibiarkan dalam keadaan mentah. Kemudian disuguhkan kepada 23 orang panelis untuk dinilai mutunya sebelum dan sesudah digoreng dengan menggunakan skala hedonik. Contoh yang tidak diiradiasi dan yang diiradiasi diberi kode yang berlain-lainan. Parameter yang diamati ialah rupa, warna, bau, tekstur dan rasa. HASIL HasH uji mikrobiologi segera setelah iradiasi dan setelah penyimpanan sampai 6 bulan pada suhu - 20°C diperlihatkan pada Tabel 2. Terlihat bahwa iradiasi dengan dosis 5 - 7,5 kGy dapat menurunkan jumlah cemaran bakteri sebesar 2 - 3 desimal. Penyimpanan yang lamadapat pula menurunkan jumlah cemaran bakteri. Demikian pula jumlah cemaran bakteri koli menurun akibat iradiasi dan penyimpanan. Salmonella, Shigella dan Vibrio tidak ditemukan pada semua contoh yang di- 171 amati. E. coli hanya ditemukan pada kontrol yang tidak diiradiasi. Hasil pengamatan subjektif menunjukkan bahwa rupa, rasa, warna dan tekstur udang tidak berubah setelah diiradiasi sampai dosis 7,5 kGy. Perubahan yang dapat terdeteksi secara subjektif hanya pada bau udang, yaitu pada dosis 7,5 kGy mulai timbul bau asing, namun masih dalam batas yang dapat diterima. Bau asing terse but tetap tercium, meskipun sudah disimpan sampai 6 bulan. Setelah 6 bulan penyimpanan perbedaan mutu udang iradiasi dengan yang tidak diiradiasi sudah jelas terlihat. Kontrol mulai busuk dan berwarna hit am kemerah-merahan, tekstur lembek, dan setelah digoreng warnanya tidak kuning ke· merahan seperti layaknya udang segar, tetapi merah keunguan. Semua contoh yang diiradiasi masih dalam keadaan baik setelah penyimpanan 6 bulan. Nilai organoleptik udang beku sebelum dan sesudah iradiasi dan penyimpanan diperlihatkan pada Tabel 3. Terlihat bahwa setelah penyimpanan 6 bulan nilai udang yang tidak diiradiasi sudah menurun sangat nyata sedang yang diiradiasi hampir tidak berubah. Hasil pengukuran dosimeter udang beku menunjukkan bahwa keseragaman dosis radiasi yang terse rap dalam bahan makin baik bila contoh diletakkan pada jarak yang makin jauh dari sumber radiasi. Atau dengan perkataan lain, keseragaman dosis dalam bahan makin baik pada daerah dengan laju dosis yang makin rendah. Keseragaman dosis radiasi ditentukan dari perbandingan harga dosis maksimum dan dosis minimum yang terse rap dalam bahan (Tabel 4). PEMBAHASAN Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa dosis sekitar 2,5 - 3 kGy telah dapat menurunkan angka total bakteri sampai jauh di bawah 10s per gram yang merupakan batas maksimum yang diperbolehkan untuk komoditi ekspor. Tetapi dosis sekian belum aman untuk menghilangkan Salmonella at au bakteri patogen lain yang mungkin ada, karena menurut LICCIARDELLO dkk. dan ANELLIS dkk. yang dikutip oleh WILLS (6), pada keadaan beku, resistensi sebagian besar bakteri terhadap radiasi hampir 2 kali lebih tinggi daripada suhu kamar atau suhu rendah. Hal ini disebabkan karena pada keadaan beku, difusi molekuler radikal bebas yang terbentuk terhambat, sehingga efek tidak langsung radiasi pada mikroba hampir seluruhnya terhambat. Demikian pula perubahan kimia pada konstituen bahan pangan, misalnya protein, akan kecil sekali bila iradiasi dilakukan pada keadaan beku seperti yang dilaporkan oleh TAVB dkk. (7). Menurut KAMPELMACHER (8), untuk menghilangkan bakteri patogen yang tidak berspora pada bahan pangan beku diperlukan dosis 5 kGy. MOSSEL (9) menganjurkan dosis 6 - 8 kGy untuk menghilangkan Salmonella pada daging ayam beku. LEY (10) telah membuktikan pula bahwa dosis 6,5 kGy dapat menurunkan jumlah cemaran jenis Salmonella yang paling tahan radiasi pada daging beku sebesar 6 desimal, sehingga dosis terse but dianggap cukup efektif untuk menghilangkan Salmonella yang mencemari daging secara alamiah. Hasil penelitian yang dilakukan di Indonesia menunjukkan pula bahwa dosis 4 kGy cukup efektif untuk menghilangkan Salmonella parathyphi B yang diinokulasikan pada paha kodok beku (11 ). 172 Dosis inidiasi yang telah dHegalisasi dan digunakan secara kornersial pada be· berapa produk beku di negara lain pun urnurnnya 5 kGy atau lebih. Misalnya di Israel 7 kGy untuk daging ayarn (3), di Australia 6 - 8 kGy untuk udang beku (6), di Kanada 7 kGy untuk daging ayam (3) di Rusia 6 kGy untuk daging ayam (12) dan WHO rnenganjurkan dosis rnaksirnurn 7 kGy. HasH uji toksikologi yang di· lakukan oleh LOGTEN dkk (1972) yang dikutip oleh WILLS (6) rnenyimpulkan bahwa udang yang diiradiasi dengan dosis pasteurisasi dan bahkan dengan dosis sterilisasi sarnpai 56 kGy pun tidak rnenimbu1kan efek keracunan atau berbahaya pada hewan percobaan yang rnernakannya. KESIMPULAN Secara keseluruhan dapat disirnpulkan bahwa iradiasi dengan dosis sekitar 5 kGy telah cukup arnpuh untuk rneningkatkan higiene udang beku yang diproduksi secara kornersial di Indonesia sehingga dapat rnernenuhi persyaratan untuk ekspor. Dengan perlakuan dernikian day a simpan udang beku dapat diperpanjang sampai lebih dari 6 bulan, sedang yang tidak diiradiasi hanya tahan rnaksimal sarnpai 6 bulan. Pada pernakaian dosis iradiasi di atas 7 kGy, dapat timbul bau asing yang dapat terdeteksi oleh konsurnen. Oleh karena itu, dosis sekitar 5 - 7 kGy dapat dianjurkan sebagai dosis terbaik untuk udang beku. UCAP AN TERIMA KASIH Ucapan terirnakasih disarnpaikan kepada Saudara Kicky LTK beserta staf Fasilitas !radiator PAIR yang telah rnernbantu dalam pengukuran dosirnetri. Ucapan yang sarna disarnpa:.kan pula kepada Saudara Cecep M. Nurcahya dan Suryono at as bantuannya dalam rnelaksanakan penelitian ini. PUSTAKA 1. SOFY AN ILYAS, "Memperkembangkan metode pengolahan tradisional hasH perikanan Indonesia", Laporan Loka Karya Teknologi Pengolahan Ikan Secara Tradisional, Jakarta 26 Februari - Mart (1979) 38. 2. HOUWING, H., Technical, Economic and Organizational Conditions for an Industrial Plant for Irradiation Preservation of Shrimps (Technical and Economic Report ITE No. 85), Commission of the European Communities, Eurisotop Office (1974). 3. Food irradiation Newsletter 1 3 (1977) 37. 4. MUNSIAH MAHA, Prospek penggunaan tenaga nuklir dalam bidang teknologi pangan, Majalah BATAN III 2 (1982) 26. 5. Food Irradiation Newsletter 62 (1982) 49. 6. WILLS P.A., "Commercial application of freezing-irradiation combination process for pasteurization of two specific batches of cooked, peeled shrimps", Combination Processes in Food Irradiation (proc. Symp. Colombo, 1980), IAEA, Vienna (1981), 291. 7. TAUB, LA., KAPRIELIAN, R.A., and HALLIDAY, J.W., "Radiation chemistry of high protein foods irradiated at low temperature", Food Preservation by irradiation, Vol. I (proc. Symp. Wageningen, 1977), IAEA, Vienna (1978) 371. 8. KAMPELMACHER, E.H., "Prospects of eliminating pathogens by the process of food irra· diation", Combination Processes in Food Irradiation (Proc. Symp. Colombo, 1980), IAEA, Vienna (1981) 265. 9. MOSSEL, D.A.A., "Prospectives for the use of ionizing radiation in the decontamination (Salmonella radicidation) of some proteinaceous foods and dry mixed ingredients", Food Irradiation (Proc. Symp. Karlsruhe, 1966), IAEA, Vienna (1966) 365. 173 10. LEY, F.J., "Ionizing radiation for the elimination of Salmonella from frozen meat", Eli· mination of Harmful Organisms from Food and Feed by Irradiation (Proc. Panel Zeist, 1967), lAEA, Vienna (1968) 29. 11. PERANGINANGIN, R., dan TAMBUNAN, P.R., "Penggunaan iradiasi untuk mendekontaminasi Salmonella dari paha kodok", Kolokium Aplikasi Teknik Nuklir di Bidang Pertanian dan Biologi, Jakarta, BATAN (1982). 12. KAMPELMACHER, E.H., Irradiation for control of Salmonella and other patogens in poultry and fresh meats, Food Techno!. 37 2 (1983) 117. Tabell. Nilai udang beku ekspor Indonesia yang ditolak FDA Amerika Serikat. Tahun 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 Sumber: Kedutaan Besar RI di Amerika Serikat dan BPEN 174 Nilai (US $) 1.212.590,07 341.354,48 389.133,00 200.671,80 37.160,00 3.017.868,20 5.046.064,09 1.203.484,00 1.070.407,00 Tabel 2. Hasil penentuan angka total bakteri dan bakteri berbentuk koli pada udang beku. Masa simpan (bulan) Dos Angka total bakteri o o 2 4 6 (0,36 (3,50 (1,25 (1,8 - 10· 10' 10· 10· (3,35 (1,40 (2,45 (1,2 HasH daTi 2 ulangan percobaan. -.J U> - 8,38) 6,50) 4,60) 3,1 ) 5 10· 10· 103 103 (kGy) Bakteri berbentuk (selIg) 2,5 5,83) 6,40) 4,75) 4,1 ) is (4,38 (1,50 (0,8 50 - 7,68) 103 2,60) 103 2,0 ) 10' 100 7,5 (1,48 - 2,80) 103 (1,0 -2,3) 103 20 - 45 7 - 14 o 46 46 0,7 - 2,8 0-0,3 2,5 koli (JPT/g) 5 7,5 21 - 24 2,3 - 6,4 1,4 - 2,1 5-211,4-2,80,9-1,4 0,3 - 0,4 0 0 000 Tabe13. Nilai organoleptik oudang beku iradiasi dan non-iradiasi selama penyimpanan pada suhu - 20 C. , Masa simpan (bulan) 5,5 a 77,2a 2,5 Dosis (kGy)6,7a 6,9a 6,6a 7,1 7,Oa 7,2a 6,9a 5,6c 64ab 6:7ab 70a 0 o 2 4 6 a,b,c: Nilai rata-rata yang t~rdapat dalarn kolorn atau baris yang sarna, yang tidak ditandai dengan huruf yang sarna berarti berbeda nyata (p <0,05). Tabel4. Hasil pengukuran dosimeter udang beku. Dosis terse rap (kGy) Dosis yang diinginkan (kGy) Drnin Drnaks 2,5 5,0 7,5 2,63 4,75 6,20 3,19 5,97 8,58 176 1,214 1,258 1,385 DlSKUSI P. LOAHARANU: I. 2. What is the percentage of rejection of frozen shrimp in the USA to total export value of shrimp from Indonesia ? What are the main ,causes: of FDA rejection of frozen shrimp from Indonesia? Comments Irradiation can not and should not be used as a replacement of good handling and sanitary practice in processing. Irradiation should be used only for treating good quality products to eliminate any residual contamination especially by certain pathogenic microorganisms. I. 2. MUNSIAH MAl-IA: In 1979, about 34%. High bacterial load, Salmonella, Arizona, decomposed and unlabelled. T. KAWABATA: Comments We know that the irradiation treatment is effective to decrease bacterial number. Judging from high levels of initial bacterial contents of frozen shrimp, Volatile Base Nitrogen (VBN) level must be high, and irradiation treatment never affect to decrease the VBN of the product. In this meaning, we should pay much attention to keep good sanitary handling of raw material before freezing. MUNSIAH MAHA: Thank you for your comments. NELLY: I. 2. 3. 4. I. Kalau saya tidak salah tangkap, tujuan iradiasi pada udang beku hanya mengurangi jumlah mikroba. Apabila produk yang dihasilkan telah baik, apa masih perlu untuk diiradiasi, atau dengan kata lain apakah tetap dianjurkan agar semua produk udang beku harus diiradiasi. Apabila organoleptik akan berubah bila diiradiasi pada 7 kGy, demikian pula tekstur, apakah telah diteliti juga kemungkinan adanya toksin-toksin akibat iradiasi tadi. Apakah temperatur yang rendah misalnya _20°C tidak cukup untuk mematikan ataupun untuk mencegah pertumbuhan jenis-jenis mikroba tertentu? Apalagi pada temperatur lebih rendah'(dengan "dry ice"). Apakah penurunan jumlah mikroba dengan lamanya penyimpanan merupakan hubungan yang linier ? MUNSIAH MAHA: Kalau produk yang dihasilkan sudah dipastikan baik mutunya dan dapat memenuhi persyaratan untuk ekspor, tidak perlu diiradiasi. Tetapi kenyataan yang dialami sampai saat ini, mutu udang beku Indonesia masih belum memuaskan importir terutama FDA Amerika Serikat sehingga banyak yang ditolak. Jadi 177 2. 3. 4. masih perlu perbaikan cara pengolahannya, dan iradiasi merupakan salah satu cara yang dapat dianjurkan. Hasil penelitian di luar negeri menunjukkan bahwa iradiasi pada kondisi beku dapat mencegah atau mengurangi perubahan kimia yang dapat menurunkan nilai gizi makanan atau pembentukan senyawa yang bersifat toksik, demikian pula sifat organoleptiknya. Kenyataan menunjukkan bahwa pembusukan tetap terjadi pada kontrol pada suhu - 20De meskipun jumlah kandungan bakterinya makin menu run selama penyimpanan. Dengan iradiasi, bakteri gram negatif yang memang merupakan bakteri pembusuk dapat dibunuh dengan dosis yang relatif rendah karena peka terhadap iradiasi, sehingga daya awet udang iradiasi lebih lama. Kalau dicari persamaan regresinya, mungkin linier atau kuadratik. Kami tidak menghitung karena informasi demikian tidak terlalu perlu untuk penelitian ini. S. JONI MUNARSO: Disebutkan bahwa kriteria untuk pemilihan dosis terbaik adalah dari segi mikrobiologi, segi organoleptik dan segi bakteri patogen. Yang saya tanyakan: Bisakah ditambahkan bahwa segi ekonomi (penghematan) juga berpengaruh pada pemilihan dosis 5 kGy sebagai dosis yang terbaik? Sebab jika dari ketiga segi di atas sudah baik tetapi ternyata biaya pemakaian dosis 5 at au 7,5 kGy sarna besarnya, maka dosis 7,5 kGy akan lebih baik. Sedang jika dosis 7,5 kGy lebih mahal, maka pemilihan anda pad a 5 kGy adalah sudah cukup baik. Jika memang demikian, kiranya pertanyaan saya ini bisa dipakai sebagai saran/tambahan. MUNSIAH MAHA: Memang benar bahwa pemilihan Makin tinggi dosis, makin mahal perlukan untuk mencapainya. Di mulai timbul bau asing yang dapat dosis akan menentukan pulasegi ekonominya. biaya radiasi karena makin lama waktu yang disamping kurang ekonomis, pada dosis 7,5 kGy mempengaruhi penerimaan konsumen. YANUARSO EDDY H.: Saya belum mengerti tentang iradiasi. 1. Dapatkah teknik iradiasi dipakai untuk membunuh/menghambat pertumbuhan bakteri patogen (seperti: Salmonella, Shigella spp., Hemophilus gallinarum, dll.) pada ternak hidup yang sakit? 2. Adakah efek buruk teknikiradiasi tersebut terhadap produksi ternak (telur, daging, susu)? . MUNSIAH MAHA: 1. 2. 178 Semua jenis bakteri termasuk bakteri patogen dapat dibunuh dengan iradiasi. Tetapi ivadiasi tidak dapat dilakukan pada hewan/ternak hidup karena hewannya sendiri akan ikut terbunuh. Biasanya iradiasi digunakan pada daging hewan potong untuk membunuh bakteri patogen yang mencemarinya. Efek radiasi terhadap produksi ternak yang diiradiasi tidak dipelajari karena bukan bidang kami. SOEWARDJO ADIKOESOEMO: I. 2. Dalam penelitian ini hanya menggunakan 3 variable angka total bakteri kandungan bakteri coli nilai organoleptik Tetapi titik optimalnya dicapai pada 5 kGy tidak saya lihat dari grafik parabolis (presentasi tidak menunjukkan). Mohon dijelaskan. Di Amerika (Australia) pada penelitian yang sarna terdapat optimalisasi pada 6 - 8 kGy. Untuk penelitian anda menyebutkan antara 5 - 7,5 kGy. Tapi pada 7,5 kGy radiasi menu rut anda terjadi bau, meski masih segar. Oleh karena itu apa tidak sebaiknya optimasi yang terbaik adalah dalam "range" misalnya 5-7 kGy. Mohon penjelasan. MUNSIAH MAHA: I. Dalam penelitian ini hanya digunakan 3 parameter. Tetapi dalam mengambil kesimpulan, perlu ditinjau parameter lain yang sudah banyak dipelajari peneliti lain yaitu kemungkinan adanya bakteri patogen misalnya Salmonella yang menurut pus taka, dapat dibunuh dengan dosis 5 kGy atau lebih. Untuk mendapatkan kondisi optimum, hasil pengamatan tidak perlu hams selalu dibuat dalam bentuk grafik. Dari segi mikrobiologi, dosis minimum supaya aman dari kemungkinan adanya bakteri patogen sekitar 5 kGy. Dari segi organoleptik, dosis 7,5 kGy. Bila disesuaikan dengan pustaka dan anjuran yang digunakan hams WHO, maka dapat disimpulkan yang terbaik sekitar 5 - 7 kGy. Memang.demikian, dosis terbaik sekitar 5 - 7 kGy. < 2. 179