BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada abad 21, persaingan dalam berbagai bidang kehidupan, diantaranya bidang pendidikan khususnya pendidikan sains yang sangat ketat. Kita dihadapkan pada tuntutan akan pentingnya sumber daya manusia yang berkualitas serta mampu berkompetisi. Sumber daya manusia yang berkualitas, yang dihasilkan oleh pendidikan yang berkualitas dapat menjadi kekuatan utama untuk mengatasi masalahmasalah yang dihadapi. Hal ini dikarenakan pendidikan memegang peranan yang sangat penting dan strategis dalam membangun masyarakat berpengetahuan yang memiliki keterampilan dan kecakapan seperti berpikir kreatif, inovatif, kritis, pemecahan masalah, komunikasi, kolaborasi, Information Communication Technology Literacy dan kepemimpinan. Salah satu cara yang ditempuh adalah melalui peningkatan mutu pendidikan (National Scienc Teachers Association, 2006). Manusia dalam kehidupan sehari-hari selalu berinteraksi dengan lingkunganya. Manusia mempengaruhi lingkungan hidupnya dan juga dipengaruhi oleh lingkungannya (Kusara, 2007). Lingkungan hidup berkaitan dengan segala sesuatu yang ada di bumi dan berhubungan erat dengan kehidupan manusia. Keberlangsungan lingkungan hidup dipengaruhi oleh sikap dan perilaku manusia dalam merawat dan menjaga lingkungan. Bagi anak-anak yang pengetahuannya masih terbatas tentunya perlu memperoleh pendidikan yang cukup tentang lingkungan, agar bisa memahami dan bersikap baik terhadap lingkungan. Pendidikan lingkungan mempunyai peran penting dalam pengelolaan dan pelestarian lingkungan dan sumber daya alam, serta usaha mengubah cara berpikir dan bertingkah laku. Pendidikan lingkungan sebaiknya diberikan sejak dini yaitu sejak masuk sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Pendidikan lingkungan merupakan pendidikan untuk menghasilkan warga negara yang dilengkapi dengan literasi lingkungan (Hungerford, Peyton and Wilk, 1983). Literasi lingkungan merupakan kemampuan yang dimiliki setiap indivudu 1 2 untuk berperilaku baik dalam kesehariannya, dengan menggunakan pemahamannya terhadap kondisi lingkungan. Aspek-aspek yang harus dimiliki peserta didik untuk meguasai literasi lingkungan antara lain aspek pengetahuan, keterampilan, sikap, dan tingkah laku (Simmons, 1995). Undang Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II pasal 3, menyatakan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradapan bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Depdiknas, 2004). Isi uraian tersebut bisa dimaknai bahwa Pendidikan Nasional disiapkan untuk meningkatkan sumber daya manusia, dengan cara mengembangkan kompetensi yang dimiliki peserta didik, sehingga menjadi manusia yang memiliki seperangkat kompetensi unggul yang diharapkan mampu menjawab tantangan persaingan global. Selain pendidikan, kesehatan juga merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia, dengan demikian pembangunan kesehatan memegang peranan penting dalam pembangunan. Kesehatan sangat dipengaruhi oleh perilaku sehingga untuk meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) perlu memperoleh perhatian terutama kesadaran masyarakat untuk ikut serta dalam melaksanakan dan mengembangkan program PHBS demi tercapainya pembangunan kesehatan (Depkes RI, 2003). Faktor perilaku dan lingkungan mempunyai peranan yang besar dalam meningkatkan kualitas kesehatan yang optimal. Perilaku masyarakat yang dirumuskan dalam Indonesia sehat 2010 adalah perilaku proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat. Selanjutnya masyarakat mempunyai kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu (Depkes RI, 2003). 3 Ditinjau dari sudut pandang kesehatan, komponen lingkungan merupakan faktor dominan yang mempengaruhi kesehatan seseorang manusia, apabila komponen lingkungan bertambah baik kualitasnya, maka manusia menjadi lebih sehat, dan enyebab penyakit menjadi kalah, apabila komponen lingkungan menjadi buruk kualitasnya maka manusia menjadi lemah dan penyebab penyakit menang (Keman, 2004). Pembelajaran sains tidak hanya belajar fakta, konsep, prinsip, hukum, tetapi juga belajar tentang bagaimana memperoleh informasi, menerapkan teknologi dalam sains, bekerja secara ilmiah, dan kemampuan berpikir. Pembelajaran sains diharapkan mampu mengembangkan peserta didik yang berkualitas, sadar sains (scientific literacy), memiliki sikap dan keterampilan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skills), sehingga akan muncul sumber daya manusia yang dapat berpikir kritis, berpikir kreatif, membuat keputusan, dan memecahkan masalah (Liliasari, 2011). Pembelajaran biologi idealnya mengacu pada hakikat sains. Hakikat sains menurut Carin & Sund (1989), meliputi scientific product, scientific processes, dan scientific attitudes. Oleh karena itu pembelajaran sains harus mengacu pada tiga aspek yaitu produk, proses, dan sikap. Produk sains terdiri atas fakta, konsep, prinsip, prosedur, teori, hukum, dan postulat. Produk diperoleh melalui serangkaian proses penemuan ilmiah dengan metode ilmiah dan didasari oleh sikap ilmiah. Sains dipandang sebagai suatu proses artinya pembelajaran biologi di sekolah harus dapat memberikan suatu pengalaman nyata bagi siswa. Oleh karena itu pembelajaran sains seharusnya dapat dikaitkan dengan pengalaman keseharian anak. Sebagai bagian dari anggota masyarakat, anak dapat dibiasakan untuk menemukan masalah dalam lingkungan lokal maupun secara global, dan merumuskan solusi ilmiah yang mengaitkan dengan konsep sains yang sedang dipelajarinya. Pembelajaran sains dapat berekspansi keluar dari sekedar mempelajari pengetahuan menuju ke penggunaan pengetahuan dan keterampilan dalam menyelesaikan masalah-masalah praktis yang dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Ketika keberadaan sains menjadi lebih 4 dekat dengan diri dan kehidupan anak, pembelajaran sains akan menjadi menarik dan lebih diminati oleh anak untuk dipelajari. Berdasarkan pemikiran di atas, dapat dikemukakan bahwa tantangan pembelajaran sains saat ini adalah perlu menyesuaikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta dapat mengantisipasi masalah-masalah lingkungan yang berkaitan dengan sains dan teknologi, serta dapat menganalisis bagaimana dampaknya terhadap lingkungan. Pembelajaran sains perlu dikaitkan dengan aspek lingkungan, teknologi, dan masyarakat. Hakikat sains memberikan implikasi terhadap proses pembelajaran biologi di kelas. Guru harus memahami berbagai permasalahn belajar yang dimiliki siswa guna memberikan solusi untuk mengatasinya. Hal ini relevan dengan filosofi belajar menurut teori konstruktivisme bahwa siswa harus mengkonstruksi pengetahuannya sendiri melalui pengalaman nyata, sehingga menjadi lebih bermakna (Baharudin dan Esa, 2008). Pengajaran harus dirancang sedemikian rupa, sehingga dapat menyediakan berbagai pengalaman belajar. Siswa bukan lagi kertas kosong yang siap menerima segala sesuatu yang disampaikan guru, melainkan sebagai pelaku utama dan mengalami langsung apa yang dipelajari. Apabila siswa mengalami apa yang dipelajari serta mampu mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata dapat menjadikan belajar lebih bermanfaat dan bermakna (Ausubel dalam Dahar, 1989). Peranan guru bukan lagi sebagai satu-satunya sumber belajar, melainkan sebagai fasilitator untuk menggali, menemukan dan mengembangkan pengetahuan. Hasil penelitian pendahuluan mengenai kurikulum yang diterapkan di SMA Negeri 1 Nogosari Boyolali adalah Kurikulum 2013. Sedangkan analisis pemenuhan 8 komponen SNP di SMA Negeri 1 Nogosari Boyolali diperoleh skor kumulatif sebesar 81,48% dan terdapat gap sebesar 18,52%. Gap tersebut terdiri dari standar proses sebesar 4,63% dari seluruh total skor gap, sehingga perlu diadakan tindak lanjut untuk dicarikan solusi permasalahannya. Aktivitas siswa di dalam kelas masih terbatas pada menghafalkan materi, mencatat materi, mengerjakan soal-soal latihan, dan metode eksperimen jarang dilakukan. Siswa menjadi tidak terbiasa mencari, 5 mengolah, dan menemukan informasi. Siswa senang menghafal materi pelajaran, tetapi kurang terampil dalam mengaplikasikan pengetahuan yang dimiliki. Guru memahami sains hanya sebagai produk, sehingga orientasi pembelajaran hanya menitikberatkan pada kemampuan siswa dalam menguasai produk sains yang berupa teori saja. Akibatnya yang berkembang hanyalah aspek kognitif, sedangkan afektif dan psikomotornya kurang berkembang. Analisis hasil UN di SMA Negeri 1 Nogosari Boyolali Tahun Pelajaran 2013/2014 menunjukkan persentase penguasaan materi berkaitan dengan kompetensi dasar menganalisis data perubahan lingkungan dan dampak dari perubahanperubahan tersebut bagi kehidupan sebesar 81,82% pada tingkat Sekolah, sementara 77,70% pada tingkat Kota atau Kabupaten, 80,46% pada tingkat Provinsi, dan 70,47% pada tingkat Nasional (BSNP, 2013). Berdasarkan analisis hasil UN di SMA Negeri 1 Nogosari Boyolali terlihat bahwa rata-rata persentasenya cukup tinggi. Kemampuan literasi lingkungan siswa masih rendah. Hal ini terbukti dari hasil pemberian angket kepada siswa terkait soal literasi lingkungan rata-rata yang diperoleh yaitu 45,83. Fakta lain yaitu sekolah sudah menyediakan tempat sampah baik organik maupun anorganik, tetapi pada kenyataannya siswa masih terlihat membuang sampah sembarangan, selain itu tanggung jawab siswa akan kebersihan kelas hanya pada saat tugas piketnya saja. Data hasil observasi proses pembelajaran yang dilakukan guru Biologi di SMA Negeri 1 Nogosari Boyolali diperoleh informasi bahwa guru hanya menggunakan model pembelajaran konvensional. Guru juga masih melakukan proses pembelajaran yang bersifat teacher centered dan berorientasi pada penguasaan konsep. Peran guru dalam menyampaikan materi pelajaran lebih besar dibandingkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Metode belajar yang didominasi oleh guru, mengakibatkan siswa sulit memahami konsep sains dan rendahnya kemampuan siswa dalam menghubungkan konsep atau materi pelajaran dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan hasil observasi proses pembelajaran yang dilakukan oleh siswa diperoleh informasi bahwa siswa jarang melakukan kegiatan praktikum dan kurang 6 memanfaatkan laboratorium, menyebabkan siswa kurang berperan aktif selama proses pembelajaran dan kurang melatihkan KPS siswa. Kegiatan observasi juga dilakukan dengan menganalisis perangkat pembelajaran yang digunakan oleh guru selama mengajar serta penerapannya dalam pembelajaran. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan oleh guru selama ini adalah silabus dan RPP. Silabus yang digunakan adalah silabus yang sudah ada yang dibuatkan oleh pemerintah, sesuai dengan Kurikulum 2013. Kegiatan pembelajaran yang dituliskan dalam RPP belum mencerminkan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Kegiatan pembelajaran belum dijelaskan secara detail aktivitas guru dan siswa. Indikator pembelajaran belum sepenuhnya dirumuskan secara rinci dan operasional. LKS yang digunakan di SMA Negeri 1 Nogosari Boyolali tampilannya kurang menarik, kegiatan pembelajarannya kurang melatihkan siswa untuk menemukan konsep. Isi dari bahan ajar masih berorientasi produk, sehingga biologi terkesan sebagai hafalan dan kurang melatihkan KPS siswa. Berdasarkan hasil analisis perangkat pembelajaran yang dikembangkan oleh guru mapel Biologi di SMA Negeri 1 Nogosari Boyolali diperoh hasil bahwa perangkat pembelajaran yang dikembangkan belum mampu meningkatkan potensi pemberdayaan litersai lingkungan siswa, karena di dalam perangkat pembelajaran belum memenuhi keempat aspek literasi lingkungan yang terdiri dari pengetahuan, keterampilan, sikap dan tingkah laku (Simmons,1995). Hal ini dibuktikan dari kebiasaan guru yang kurang mengaitkan konsep materi pelajaran dengan kehidupan sehari-sehari, kegiatan praktikum juga jarang dilakukan, dan kurang mendorong siswa untuk memiliki sikap peduli terhadap lingkungan. Hasil pengamatan penerapan model pembelajaran SETS (Science, Enviroment, Technology, and Society) dalam pembelajaran yang dilakukan oleh guru Biologi di SMA N 1 Nogosari Boyolali terlihat bahwa siswa masih kesulitan untuk mengaitkan unsur dalam SETS, membutuhkan waktu yang lebih lama, sehingga banyak materi yang belum selesai untuk disampaikan, selain itu keterbatasan sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah juga menjadi faktor utama kurang maksimalnya penerapan model SETS tersebut. 7 Tugas seorang guru dalam hal ini adalah membuat agar proses belajar mengajar berlangsung secara efektif dan bermakna, sehingga diperlukan sebuah model pembelajaran yang lebih memberdayakan dan membantu siswa memahami teori secara mendalam melalui pengalaman belajar praktik empirik serta menerapkan pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan permasalahan yang ada, diperlukan perbaikan proses selama kegiatan belajar mengajar yang berlangsung di dalam kelas. Perbaikan yang dapat dilakukan adalah menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik biologi sebagai ilmu. Menurut Mustami (2009) untuk mencapai penguasaan konsep materi pembelajaran diperlukan inovasi model pembelajaran. Inovasi model pembelajaran juga disesuaikan dengan karakteristik materi. Model pembelajaran SETS adalah model pembelajaran terpadu yang melibatkan unsur sains, teknologi, lingkungan, dan masyarakat. Model pembelajaran SETS bertujuan membantu siswa mengetahui sains, perkembangannya dan bagaimana perkembangan sains itu dapat mempengaruhi lingkungan, teknologi dan masyarakat secara timbal balik (Binadja, 1999). Sintaks model pembelajaran SETS antara lain: 1) tahap inisiasi masalah, 2) pembentukan konsep, 3) aplikasi konsep, 4) pemantapan konsep, dan 5) penilaian (Poedjiadi, 2005). Keunggulan model pembelajaran SETS adalah selalu menghubungkan proses belajar mengajar dengan kejadian nyata yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari (bersifat kontekstual) dan komprehensif (terintegrasi diantara keempat komponen SETS) (Binadja, 2009). Berdasarkan penelitan Yuliastuti (2009), model pembelajaran SETS dapat meningkatkan aspek literasi sains dan teknologi. Kelemahan model pembelajaran SETS adalah siswa mengalami kesulitan untuk mengaitkan unsur dalam SETS yaitu unsur Science, Environment, Technology, and Society (Sutarno, 2007). Upaya untuk memudahkan siswa dalam mengaitkan keempat unsur SETS tersebut adalah dengan cara menggunakan teknik Mind Mapping. Mind Mapping adalah teknik meringkas bahan yang perlu dipelajari, dan memproyeksikan masalah yang dihadapi ke dalam bentuk peta atau teknik grafik sehingga lebih mudah untuk memahaminya. Kegiatan ini sebagai upaya yang dapat mengoptimalkan fungsi otak kiri dan kanan, yang 8 kemudian dalam aplikasinya sangat membantu untuk memahami masalah dengan cepat, karena telah terpetakan (Sugiarto, 2004). Kelebihan dari Mind Mapping yaitu membantu otak dalam membandingkan dan membuat hubungan (Buzan, 2008). Berdasarkan penelitian Istiqomah (2011), bahwa penerapan Mind Mapping dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi, dan penelitian Mustami (2007) menyatakan bahwa penggunaan Mind Mapping memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan berpikir kreatif, sikap kreatif, dan penguasaan materi biologi. Keberhasilan suatu pembelajaran ditentukan oleh pemilihan model yang disesuaikan dengan materi. Namun, tidak ada suatu model yang cocok untuk semua materi pembelajaran. Oleh karena itu, untuk merealisasikan suatu model agar tujuan pembelajaran tercapai, model dapat digabungkan dengan multimetode atau teknik pembelajaran tertentu (Rustaman 2005). Metode yang dapat digunakan adalah teknik Collaborative Mind Mapping. Collaborative Mind Mapping adalah kolaborasi dari beberapa Mind Mapping yang saling berhubungan satu sama lain. Hal tersebut selaras dengan penelitian Correia et al. (2009) yang menggunakan Colaborative Concept Maps untuk memungkinkan siswa mengeksplorasi keragaman pendapat dari kelompok yang heterogen. Penggunaan Collaborative Mind Mapping diharapkan siswa dapat berkreativitas dengan kelompoknya masing-masing agar mudah memahami materi pelajaran yang dipelajari. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis (Undang Undang No. 23 Tahun 1992). Model SETS efektif jika dikaitkan dengan unsur kesehatan (healthy), karena lingkungan memberikan dampak terhadap kesehatan, melalui komponen lingkungan yang bertindak sebagai media atau perantara terjadinya penyakit di masyarakat (Yudhastuti, 2010). Melalui penggabungan model pembelajaran SETS yang dilengkapi dengan Collaborative Mind Mapping diharapkan siswa dapat menghubungkan keterkaitan antara kelima unsur yaitu unsur science, society, Environment, technology, and healthy dalam pembelajaran. Guru dapat menghubungkan konsep-konsep sains yang 9 diajarkan dengan permasalahan-permasalahan yang terjadi di lingkungan masyarakat. Diharapkan dapat membantu siswa menerapkan hasil belajarnya dalam kehidupan sehari-hari agar pembelajaran yang dilakukan di sekolah bermanfaat bagi masyarakat dengan tetap memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan, sehingga dapat meningkatkan literasi lingkungan siswa. Selain itu dengan adanya penambahan unsur kesehatan diharapkan dapat membantu siswa dalam meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan dengan cara menjaga pola hidup sehat dan bersih di lingkungan sekolah maupun di lingkungan sekitarnya. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka dapat diidentifikasi permasalahannya sebagai berikut: 1. Bagaimanakah karakteristik model pembelajaran SETS dilengkapi Collaborative Mind Mapping untuk memberdayakan literasi lingkungan pada materi Pencemaran? 2. Bagaimanakah kelayakan produk model pembelajaran SETS dilengkapi Collaborative Mind Mapping untuk memberdayakan literasi lingkungan pada materi Pencemaran? 3. Bagaimanakah keefektivan produk model pembelajaran SETS dilengkapi Collaborative Mind Mapping untuk memberdayakan literasi lingkungan pada materi Pencemaran? C. Tujuan Pengembangan Sesuai dengan rumusan masalah pengembangan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui karakteristik model pembelajaran SETS dilengkapi Collaborative Mind Mapping untuk memberdayakan literasi lingkungan pada materi Pencemaran. 10 2. Menguji kelayakan produk model pembelajaran SETS dilengkapi Collaborative Mind Mapping untuk memberdayakan literasi lingkungan pada materi Pencemaran. 3. Menguji keefektivan produk model pembelajaran SETS dilengkapi Collaborative Mind Mapping untuk memberdayakan literasi lingkungan pada materi Pencemaran. D. Spesifikasi Pengembangan Produk Penelitian pengembangan ini menitikberatkan pada pengembangan model pembelajaran. Model yang dikembangkan berdasarkan model pembelajaran SETS dilengkapi Collaborative Mind Mapping. Collaborative Mind Mapping yaitu kolaborasi dari beberapa Mind Mapping yang saling berhubungan satu sama lain. Produk model yang di kembangkan mengacu pada komponen model pengembangan yang dikemukakan Joyce dan Weil (1986) yang meliputi: 1) Sintaks adalah langkahlangkah pembelajaran; 2) Sistem sosial adalah peran dan hubungan guru dan siswa dalam pembelajaran; 3) Prinsip reaksi menunjukkan bagaimana guru memandang, memperlakukan, dan merespon siswa dalam pembelajaran; dan 4) Sistem pendukung adalah sarana, prasarana, bahan, dan lingkungan belajar yang mendukung pembelajaran. Produk model pengembangan SETS dilengkapi Collaborative Mind Mapping, hasil pengembangan dilengkapi dengan perangkat pembelajaran yang meliputi RPP dan LKS. RPP yang dikembangkan terdiri dari beberapa komponen yaitu: identitas sekolah, kompetensi inti, kompetensi dasar, indikator pencapaian kompetensi, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian, dan sumber belajar. Pelaksanaan pembelajaran dalam RPP dibantu dengan penggunaan LKS. Lembar ini digunakan oleh siswa untuk mengerjakan tugas dan latihan yang berkaitan dengan materi yang diajarkan sesuai dengan sintaks model pembelajaran SETS dilengkapi Collaborative Mind Mapping untuk mencapai tujuan pembelajaran. Komponen terakhir yang digunakan unuk mengevaluasi proses pembelajaran adalah instrumen penilaian. 11 E. Pentingnya Pengembangan Model Hasil pengembangan ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak berupa: 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan alternatif penggunaan model yang tepat, inovatif sesuai dengan hakikat sains sebagai produk, proses, dan sikap ilmiah, serta mampu mengaktualisasikan segala potensi yang dimiliki siswa dalam proses pembelajaran biologi. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Siswa Melatih siswa untuk memberdayakan literasi lingkungan. b. Bagi Guru 1) Menambah pengetahuan guru mengenai model pembelajaran baru. 2) Memberikan informasi terkait dengan model pembelajaran baru yang berpotensi untuk memberdayakan literasi lingkungan. 3) Mendapatkan referensi pilihan model inovatif untuk pembelajaran biologi. c. Bagi Sekolah 1) Dapat meningkatkan literasi lingkungan siswa. 2) Meningkatkan profesionalisme guru. d. Bagi Peneliti Lain Penelitian ini bisa dijadikan sebagai referensi untuk peneliti selanjutnya. F. Asumsi dan Keterbatasan Produk Pengembangan Asumsi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Pengembangan model pembelajaran SETS dilengkapi Collaborative Mind Mapping dapat membantu siswa mengaitkan unsur dalam SETS. 2. Kemampuan literasi lingkungan dengan model pembelajaran SETS dilengkapi Collaborative Mind Mapping dapat meningkat. 12 Keterbatasan pengembangan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Terbatas pada materi pencemaran lingkungan. 2. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan terdiri dari RPP, LKS dan dilengkapi video pembelajaran. 3. Sekolah yang digunakan sebagai tempat uji coba adalah SMA Negeri 1 Nogosari Boyolali. G. Definisi Istilah 1. Model Pembelajaran adalah kerangka konseptual yang mencerminkan prosedur yang sistematis dan mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mncapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar (Sukamto, 2000). 2. SETS (Science, Environment, Technology, and Society) adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan interaksi empat faktor penting yaitu ilmu pengetahuan, teknologi, lingkungan, dan masyarakat (Binadja, 1996). 3. Collaborative Mind Mapping adalah kolaborasi dari beberapa Mind Mapping yang saling berhubungan satu sama lain. Mind Mapping merupakan suatu cara atau teknik yang digunakan untuk mencatat materi pelajaran secara kreatif, efektif, dan sistematis (Buzan, 2008). 4. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis (Undang Undang No. 23 Tahun 1992). 5. Model pembelajaran SETS dilengkapi Collaborative Mind Mapping adalah model SETS merupakan model pembelajaran terpadu yang melibatkan unsur sains, teknologi, lingkungan, dan masyarakat, kemudian di lengkapi dengan Collaborative Mind Mapping. 6. Literasi Lingkungan adalah kemampuan yang dimiliki setiap indivudu untuk berperilaku baik dalam kesehariannya, dengan menggunakan pemahamannya terhadap kondisi lingkungan. Aspek-aspek literasi lingkungan antara lain aspek pengetahuan, keterampilan, sikap, dan tingkah laku (Simmons, 1995).