BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar dan

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Belajar dan Pembelajaran Biologi
a. Hakikat Belajar Biologi
Belajar sering diartikan sebagian orang sama dengan menstransfer
ilmu, menghafal isi pelajaran, mengumpulkan fakta-fakta dari informasi yang
terdapat pada suatu mata pelajaran. Menurut Kimbel dalam Hargenmen dan
Olson (2010), belajar adalah perubahan yang relatif, permanen di dalam
behavior potentiality (potensi behavior) yang terjadi sebagai akibat dari
reinforcet practice (praktik yang diperkuat). Belajar adalah berusaha
memperoleh kepandaian atau ilmu, berubahantingkah laku atau tanggapan
yang disebabkan oleh pengalaman (Balai pustaka, 1996). Sementara menurut
Sanjaya (2008), belajar adalah suatu proses aktivitas mental sesorang dalam
berinteraksi dengan lingkungannya sehingga menghasilkan perubahan tingkah
laku yang bersifat positif baik perubahan dalam aspek pengetahuan, sikap
maupun psikomotor.
Belajar biologi mempunyai arti yang berbeda pengertian belajar secara
umum. Menurut Rustaman (2005), belajar sains khususnya biologi adalah
mengupayakan mengenali diri sendiri sebagai makhluk, atau belajar biologi
dari aspek evalusi (purpose in human institution). Belajar biologi diharapkan
bermanfaat untuk peningkatan kualitas dan kelulusan hidup manusia dan
lingkungannya atau belajar biologi dari aspek sintas (purpose in human life).
Biologi mempelajari tentang struktur fisik dan fungsi-fungsi alat-alat tubuh
manusia dengan segala keingintahuannya. Biologi memiliki kekhasan dalam
berpikirnya. Di dalam fisiologi dan biologi fungsi, siswa dituntut
mengembangkan pemikiran sibermetik, sementara dalam sistematika biologi
atau taksonomi dikembangkan keterampilan berpikir kritis melalui klasifikasi
atau klasifikasi logis, di dalam genetika diperlukan berpikir peluang atau
13
14
probabilitas (khususnya untuk genetika populasi) dan kombinatorial. Akan
tetapi hal tersebut kurang disadari oleh siswa, mahasiswa, guru-guru sains
khususnya biologi pemula. Di dalam studi sains khususnya biologi sering dan
banyak digunakan istilah-istilah yang pada umumnya berupa istilah latin atau
kata yang dilatinkan. Banyaknya istilah latin tersebut menyebabkan
kurangnya minat para siswa sekolah menengah memasuki jurusan biologi dan
jurusan-jurusan lain yang menggunakan biologi sebagai ilmu dasarnya.
Sebenarnya istilah tersebut bukan sekedar istilah namun konsep yang sudah
disepakati
diantara
biologiwan,
dan
istilah-istilah
tersebut
dapat
dikembangkan atau dikombinasi dengan membentuk pengertian yang lebih
kompleks atau lebih spesifik.
Menurut Hungerford et al. (dalam Wenno, 2008), belajar sains
khususnya biologi adalah upaya atau proses yang disengaja atau sistematis
tentang makhluk hidup, cara kerja, cara berpikir, dan cara memecahkan
masalah di dalamnya mengandung aspek proses (scientific process), produk
(scientific product), dan sikap ilmiah (scientific attitude). Sains adalah ilmu
yang pokok konsepnya adalah alam beseta isinya. Objek yang dipelajari
dalam sains adalah sebab-akibat, hubungan kausal dari kejadian-kejadian di
alam. Biologi bukan hanya kumpulan pengetahuan tentang benda tau makhluk
hidup, tetapi menyangkut cara kerja, cara berpikir, dan cara memecahkan
masalah (problem solving). Sains sebagai suatu proses merupakan rangkaian
kegiatan ilmiah atau hasil-hasil observasi terhadap fenomena alam untuk
menghasilkan pengetahuan ilmiah (scientific knowledge) yang lazim disebut
produk sains. Scince as a way of knowing artinya bahwa sains dapat
meninmbulkan sikap keingintahuan, kebiasaan berpikir dan seperangkat
prosedur. Sementara nilai-nilai sains yang berhubungan dengan tanggung
jawab moral, nilai-nilai sosial, manfaat sains untuk kehidupan manusia, serta
sikap dan tindakan misalnya keingintahuan, kejujuran, ketelitian, ketekunan,
hati-hati, toleran, hemat, dan pengambilan keputusan.
15
Menurut Carin dan Evans (1990), ssains mengandung empat hal yaitu
konten atau produk, proses atau metode, sikap dan teknologi. Sains sebagai
konten atau produk berarti bahwa dalam sains terdapat fakta-fakta, hukumhukum, prinsip-prinsip, dan teori-teori yang sudah diterima kebenarannya.
Sains sebagai proses atau metode berarti bahwa sains merupakan suatu proses
atau metode untuk mendapatkan pengetahuan. Selain sebagai produk dan
proses, sains juga merupakan sikap, artinya bahwa dalam sains terkandung
sikap seperti tekun, terbuka, jujur, dan objektif. Sains sebagai teknologi
mengandung pengertian bahwa sains mempunyai keterkaitan dan digunakan
dalam kehidupan sehari-hari.
Sementara menurut Trowbridge (1981), sains merupakan suatu tubuh
pengetahuan, yang dibentuk oleh proses penyelidikan terus-menerus dan
mencakup orang-orang yang terlibat dalam permasalah ilmiah. Jenis
pengetahuan, proses penyelidikan, empiris dan individu dalam sains semua
berkontribusi dalam berbagai cara untuk membentuk sebuah sistem unik yang
disebut sains. Faktor-faktor inilah yang membedakan sains dari sistem lain
seperti filsafat, seni, dan sejarah yang juga menyambungkan pengetahuan.
Pengetahuan bidang subjek yang terorganisir dalam berbagai skema, seperti
teori evolusi, teori atum, atau teori sel. Oleh karena itu kesadaran dari
fenomena ditemukan dengan menggunakan proses ilmiah seperti pengamatan,
pengukuran, eksperimen, prosedur eksperimen, dan pengetahuan ilmiah.
Produk dari proses penyelidikan yang terus menerus adalah pengetahuan
ilmiah. Produk pengetahuan itu bukan proses yang ditandai pengajaran sains
pengetahuan. Tetapi ilmu sains lebih dari sekedar pengethauan. Sains adalah
kegiatan manusia yang melibatkan operasi mental, keterampilan manipulatif
dan komputasi dan strategi, keingintahuan, keberanian, dan ketekunan,
dirancang oleh individu-individu untuk menemukan sifat alam semesta.
16
b. Pembelajaran Biologi
Pembelajaran biologi berbeda dengan pembelajaran disiplin ilmu lain,
bahkan pembelajaran biologi akan berbeda dengan pembelajaran fisika, kimia,
dan matematika walaupun masih dalam satu domain yaitu sains (IPA).
Menurut Suciati, dkk. (2011), pembelajaran sains menekankan pada
keterampilan proses sains, pembelajaran yang melibatkan aspek kognitif
(minds on), aspek psikomotorik (hands on) serta sikap ilmiah (hearts on).
Sains adalah ilmu yang mempelajari fenomena-fenomena dialam semesta.
Sains memperoleh kebenaran fakta dan fenomena alam melalui kegaiatan
empirik. Sains berkaitan dengan fakta, konsep, prinsip dan juga penemuan itu
sendiri. Penemuan diperoleh melalui eksperimen yang dapat dilakukan di
laboratorium maupun di alam bebas. Berpijak dari hakikat sains, maka
pembelajaran sains haruslah dirancang untuk memupuk tumbuhnya sikap
ilmiah, disamping itu juga untuk meningkatkan pola pikir logis yang menjadi
landasan dalam proses ilmiah untuk menghasilkan produk ilmiah.
Pembelajaran sains mempunyai tujuan antara lain: 1) kemampuan
untuk merumuskan pertanyaan-pertanyaan tentang alam dan mencari jawaban
dari observasi dan interpretasi fenomena alam; 2) pengembangan kapasitas
siswa untuk memecahkan masalah dan berpikir kritis dalam semua bidang
pembelajaran; 3) pengembangan bakat tertentu untuk berpikir yang inovatif
dan kreatif; 4) kesadaran alam dan lingkup berbagai pembawa sains dan
tekonologi yang terkait terbuka bagi mahasiswa dari berbagi bakat dan minat;
5) pengetahuan akademis dasar yang diperlukan untuk studi lanjut oleh siswa
yang cenderung mengajar sains profesional; 6) ilmiah dan pengetahuan teknis
yang diperlukan untuk memenuhi tanggung jawab sipil, meningkatkan
kesehatan sendiri dan kehidupan siswa dan kemampuan untuk menghadapi
dunia yang semakin teknologi; dan 7) sarana untuk menilai nilai artikel
menyajikan kesimpulan ilmiah (Trowbridge, 1981).
17
Berdasarkan pengertian hakikat sains dapat disarikan suatu definisi
yang lebih komprehensif yang paling mengaitkan dimensi sains sebagai
pengetahuan, proses dan produk, penerapan dan sarana pengembangan nilai
dan sikap tertentu seperti berikut ini: 1) sains adalah pengetahuan yang
mempelajari, menjelaskan, dan menginvestigasi fenomena alam dengan segala
aspeknya yang bersifat empiris; 2) sains sebagai proses atau metode dan
produk. Melalui penggunaan metode ilmiah yang syarat keterampilan proses,
mengamati, mengajukan masalah, mengajukan hipotesis, mengumpulkan dan
menganalisis serta mengevaluasi data, dan menarik kesimpulan terhadap
fenomena alam akan diperoleh produk sains, misalnya: fakta, konsep, prinsip
dan generalisasi yang kebenarannya bersifat tentatif; 3) sains dapat dianggap
sebagai aplikasi, melalui penguasaan pengetahuan dan produk sains dapat
dipergunakan untuk menjelaskan, mengolah dan memanfaatkan, memprediksi
fenomena alam serta mengembangkan disiplin imu lainnya dan teknologi; 4)
sains dapat dianggap sebagai sarana untuk mengembangkan sikap dan nilainilai tertentu, misalnya nilai, religius, skeptisme, objektivitas, keteraturan,
sikap keterbukaan, nilai praktis, ekonomis, dan nilai etika atau etestika.
Hal tersebut sangat relevan dengan makna proses pembelajaran yang
tercantum di dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia No. 19 Tahun 2005 Bab IV Pasal 19 tentang Strandar Proses yang
menyatakan
“bahwa
proses
pembelajaran
pada
satuan
pendidikan
diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang
yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat,
minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik”.
18
2. Teori Belajar
Pembahasan tentang proses belajar terus berkembang, dari pandangan
yang mengangap siswa hanya berperan sebagai penerima dan bersikap pasif
dalam proses belajar, sampai pandangan yang beranggapan bahwa siswa dapat
membangun
pengetahuannya
dengan
ikut
terlibat
aktif
dalam
proses
pembelajaran. Pandangan-pandangan tentang belajar memunculkan berbagai
teori belajar. Sejalan dengan perkembangan pola pikir dan pengalaman manusia,
aliran teori belajar mengalami perkembangan sehingga paradigma belajar ini
mengalami pergeseran sudut pandang dari teori belajar yang satu ke teori belajar
selanjutnya.
a. Teori Kognitif Jean Piaget
Jean Piaget mengungkapkan tentang teori pembelajaran kognitif.
Menurut Piaget (dalam Sagala, 2008), pertumbuhan dan perkembangan
kognitif anak mengalami dua proses yaitu proses asimilasi dan akomodasi.
Asimilasi merupakan proses saat anak menyesuaikan pengetahuan yang baru
dengan pengetahuan yang sudah diketahui sebelumnya. Akomodasi adalah
anak menyusun, membangun pengetahuan lama yang semula tidak sesuai
kemudian dibandingkan dan kemudian disesuaikan dengan pengetahuan baru,
sehingga terbentuklah pengetahuan baru. Proses akomodasi terjadi bila antara
pengetahuan baru dan pengetahuan lama yang semula tidak sesuai kemudian
disesuaikan. Pada akhirnya mencapai keadaan ekuilibrium yang merupakan
keadaan tercapainya keseimbangan atau penyesuaian kembali antara proses
asimilasi dan akomodasi secara terus menerus.
Teori Piaget tersebut relevan dengan model pembelajaran SETS
dilengkapi Collaborative Mind Mapping yaitu pada sintaks inisiasi masalah,
siswa diminta untuk mengamati gambar dan wacana yang terdapat pada LKS,
kemudian siswa akan membuat Collaborative Mind Mapping. Ketika siswa
mengamati gambar dan membaca wacana, siswa akan mendapatkan
pengetahuan baru, dan siswa akan melakukan asimilasi dan ketika siswa
membuat Collaborative Mind Mapping dengan cara mengaitkan unsur sosial,
19
sains, lingkungan, teknologi dan kesehatan, maka siswa akan menyesuaikan
pengetahuan baru yang diperoleh dari hasil mengamati gambar dan membaca
wacana tersebut dengan pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya.
Selanjutnya siswa akan melakukan proses akomodasi pada tahap kegiatan
praktikum, dan siswa akan membandingkan pengetahuan lama yang semula
tidak sesuai untuk disesuaikan dengan pengetahuan baru, sehingga
terbentuklah pengetahuan baru, sehingga mencapai tahapan ekuilibrium yang
menunjukkan tahap keseimbangan antara proses asimilasi dan akomodasi
secara terus menerus.
Piaget juga mengemukakan teori tentang perkembangan kognitif anak.
Tahap perkembangan kognitif merupakan perubahan bertahap menuju proses
mental yang kompleks. Siswa tingkat SMA berada pada tahap masa transisi
dari tahap operasional konkrit menuju ke arah operaional formal (11 tahun
sampai dewasa). Pada tahap tersebut siswa telah mampu mengembangkan
kemampuan terlibat dalam aktivitas yang berkaitan dengan situasi hipotesis
dan berpikir abstrak.
Teori
belajar Piaget
tersebut
sangat
relevan dengan
model
pembelajaran SETS dilengkapi Collaborative Mind Mapping yaitu pada tahap
menyusun hipotesis, karena siswa tidak hanya mampu berpikir tentang hal-hal
yang sudah dialami, tetapi juga berpikir dan memprediksi hal-hal yang belum
terjadi dengan berhipotesis.
b. Teori Penemuan Jerome Bruner
Belajar menurut Bruner adalah belajar penemuan. Menurut Bruner
(dalam Dahar, 1989), belajar penemuan sesuai dengan pengetahuan secara
aktif oleh manusia dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik.
Siswa berusaha sendiri mencari pemecahan masalah untuk menghasilkan
pengetahuan yang bermakna. Belajar penemuan terjadi apabila siswa terlibat
aktif dalam menggunakan proses mentalnya agar memperoleh pengalaman,
sehingga memungkinkan siswa menemukan konsep atau prinsip tersebut.
20
Belajar penemuan dilakukan dengan langkah menghadapkan siswa
pada suatu situasi yang membingungkan atau masalah tentang alam. Melalui
masalah tersebut siswa berusaha membandingkan fakta tentang alam dengan
konsep yang telah dimilikinya tersebut dengan berbagai keterampilan ilmiah.
Siswa akan menccoba membandingkan, menyesuaikan konsepnya dengan
fakta untuk memperoleh pengetahuan baru.
Teori belajar penemuan Bruner tersebut sangat relevan dengan model
pembelajaran SETS dilengkapi Collaborative Mind Mapping, karena pada
tahap inisiasi masalah siswa dihadapkan pada suatu fenomena alam, dimana
siswa dituntut untuk mencari solusi dari permasalahan tersebut. Melalui
masalah tersebut siswa berusaha membandingkan fakta tentang alam dengan
konsep yang telah dimilikinya dengan berbagai keterampilan ilmiah, yaitu
melalui kegiatan praktikum untuk memperoleh data. Melalui kegiatan
praktikum, siswa akan terlibat secara aktif dalam menggunakan proses
mentalnya agar memperoleh pengalaman, sehingga memungkinkan siswa
untuk menemukan konsep baru.
c. Teori Bermakna David Ausubel
Teori Ausubel tentang belajar adalah belajar bermakna. Menurut
Ausubel (dalam Dahar, 1989), belajar bermakna merupakan suatu proses
mengaitkan informasi pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam
struktur kognitif seseorang.
Belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi. Dimensi pertama
berhubungan dengan cara informasi atau penyajian materi pelajaran pada
siswa, melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua menyangkut
bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang
telah ada.
Belajar bermakna memerlukan konsep-konsep relevan dalam struktur
kognitif pada diri siswa. Konsep tersebut terbentuk dari belajar penemuan
yang berhubungan dengan pembentukan hipotesis dan pengujian hipotesis,
21
maupun pembentukan generalisasi. Inti dari belajar bermakna adalah bahwa
apa yang telah diketahui siswa adalah faktor yang paling penting yang
mempengaruhi belajar.
Teori belajar bermakna Ausubel tersebut sangat relevan dengan model
pembelajaran SETS dilengkapi Collaborative Mind Mapping yaitu pada
sintaks pembentukan konsep, pada tahap ini siswa akan membuat hipotesis
dengan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Hipotesis tersebut dapat
dibuktikan melalui serangkaian kegiatan ilmiah melalui kegiatan praktikum,
sehingga diperoleh konsep baru yang harus dikaitkan dengan konsep-konsep
yang telah dimiliki sebelumnya. Kegiatan observasi akan membuat siswa
lebih mudah dalam memahami konsep atau materi pelajaran karena dialami
sendiri melalui pengalaman nyata, sehingga pengetahuan yang diperoleh
siswa menjadi lebih bermakna.
d. Teori Susiokultural Vygotsky
Vygotsky (dalam Dahar, 1989) menyatakan bahwa pengetahuan
dibangun secara sosial (social constructivism). Vygotsky menekankan pada
pentingnya keterlibatan siswa dalam suatu interaksi sosial untuk membangun
bersama makna suatu pengetahuan. Salah satu catatan Vygotsky bahwa
penerapan pembelajaran yang sesuai dengan social constructivism theory
adalah peer collaboration. Siswa diharapkan berkolaborasi dan berdiskusi
untuk menyelesaikan tugas secara bersama.
Teori belajar Vygotsky tersebut sangat relevan dengan model
pembelajaran SETS dilengkapi Collaborative Mind Mapping yaitu pada tahap
pembuatan
Collaborative
Mind
Mapping,
siswa
berdiskusi
secara
berkelompok untuk mengaitkan unsur sains, masyarakat, lingkungan,
teknologi dan kesehatan. Melalui kegiatan berdiskusi untuk mengaitkan antar
kelima unsur tersebut diharapkan dapat melatih siswa untuk berinteraksi
secara sosial dan bekerja sama untuk saling membantu dalam belajar. Karena
setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda-beda.
22
Teori belajar Vygotsky juga relevan dengan model pembelajaran
SETS yang dilengkapi dengan Collaborative Mind Mapping yang terdapat
pada sintaks aplikasi konsep, pada tahap ini siswa diberikan tugas oleh guru
secara berkelompok untuk membuat dan menerapkan suatu teknologi
sederhana sebagai alternatif solusi untuk mengatasi masalah dari hasil
praktikum yang telah mereka lakukan. Melalui kegiatan pembuatan dan
penerapan teknologi sederhana diharapkan siswa dapat membangun
pengetahuan secara sosial dan dapat saling berkolaborasi serta berdiskusi
untuk menyelesaikan tugas secara bersama.
3. Model Pembelajaran
a. Pengertian Model Pembelajaran
Arends (2012) menjelaskan bahwa model pembelajaran mengarah
pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaks
pembelajaranya, lingkungan belajar, dan sistem pengelolaannya. Istilah model
pembelajaran memiliki makna yang lebih luas daripada strategi, metode atau
prosedur
pembelajaran.
Sukamto
(2000)
menyatakan
bahwa
model
pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang mencerminkan prosedur
yang sistematis dan mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai
tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang
pembelajaran dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Pengertian
model pembelajaran juga diungkapkan oleh Ibrahim (2012) bahwa model
pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka berpikir yang menuntun
seseorang untuk merancang dan melaksanakan pembelajaran.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran merupakan susunan pembelajaran yang memiliki tahapan
pembelajaran dari awal pembelajaran hingga akhir pembelajaran dan disajikan
oleh pengajar.
23
b. Kriteria Model Pembelajaran yang Baik
Nieeven cit Trianto (2011) menyatakan bahwa model pembelajaran
dapat dikatagorikan baik apabila memenuhi kriteria yaitu: 1) Sahih (Valid).
Validasi model pembelajaran berhubungan dengan model pembelajaran yang
rasional teoritis kuat dan model pembelajaran yang memiliki konsistensi
internal; 2) Praktis. Model pembelajaran yang praktis menurut para ahli dan
praktisi yaitu model pembelajaran yang dikembangkan dapat diterapkan,
selain itu juga kenyataan bahwa model pembelajaran dapat diterapkan; 3)
Efektif. Model pembelajaran secara efektif dapat diterapkan dan memberikan
hasil sesuai dengan yang diharapkan.
Khabibah (2006) menyatakan bahwa dalam mengetahui tingkat
kelayakan model pembelajaran untuk aspek validitas dibutuhkan ahli dan
praktisi untuk memvalidasi model pembelajaran yang dikembangkan. Aspek
kepraktisan dan keefektifan model pembelajaran diperlukan perangkat
pembelajaran untuk melaksanakan model pembelajaran yang dikembangkan.
Perangkat pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan topik tertentu sesuai
dengan model pembelajaran yang dikembangkan. Instrumen penelitian juga
dikembangkan untuk mengetahui ketercapaian tujuan yang diinginkan dalam
pengembangan model pembelajaran.
c. Ciri-ciri Model Pembelajaran
Joyce dan Weil (1986) mengemukakan bahwa setiap model belajar
mengajar atau model pembelajaran harus memiliki empat unsur berikut : a)
sintaks (syntax) yang merupakan fase-fase (phasing) dari model yang
menjelaskan model tersebut dalam pelaksanaannya secara nyata; b) sistem
sosial (the social system) yang menunjukkan peran dan hubungan guru dan
siswa selama proses pembelajaran. Kepemimpinan guru sangatlah bervariasi
pada satu model dengan model lainnya. Pada satu model, guru berperan
sebagai fasilitator namun pada model yang lain guru berperan sebagai sumber
ilmu pengetahuan; c) prinsip reaksi (principles of reaction) yang
24
menunjukkan bagaimana guru memperlakukan siswa dan bagaimana pula
guru merespon terhadap apa yang dilakukan siswanya. Pada satu model, guru
memberi ganjaran atas sesuatu yang sudah dilakukan siswa dengan baik,
namun pada model yang lain guru bersikap tidak memberikan penilaian
terhadap siswanya, terutama untuk hal-hal yang berkait dengan kreativitas; d)
sistem pendukung (support system) yang menunjukkan segala sarana, bahan,
dan alat yang dapat digunakan untuk mendukung model tersebut.
Lebih lanjut Joyce, Weil dan Calhoun (2009) mengelompokkan
model-model pembelajaran menjadi empat kelompok besar yaitu: a) model
pemrosesan informasi (the information-processing family); b) model interaksi
social (the social family); c) model pengembangan personal (the personal
family); dan d) model pembelajaran sistem perilaku (the behavioral family).
Sementara itu, menurut Arends (2008) terdapat dua bagian model-model
pembelajaran yaitu bagian pertama adalah model-model pembelajaran
interaktif yang berpusat pada guru yang meliputi: a) model presentasi dan
penjelasan; b) model pengajaran langsung; c) model pengajaran konsep.
Bagian kedua adalah model-model pembelajaran interaktif yang berpusat pada
siswa, meliputi: a) cooperative learning; b) problem base learning; dan c)
model diskusi kelas.
Samani (2000) menjelaskan bahwa untuk mengetahui kualitas model
pembelajaran harus dilihat dari dua aspek, yaitu aspek proses dan produk.
Aspek proses mengacu pada apakah pembelajaran mampu menciptakan
situasi belajar yang menyenangkan (joyful learning) serta mendorong siswa
untuk aktif belajar dan berpikir kreatif. Aspek produk mengacu pada apakah
pembelajaran mampu mencapai tujuan, yaitu meningkatkan kemampuan
siswa sesuai dengan standar kemampuan atau kompetensi yang ditentukan.
25
d. Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Model Pembelajaran
Menurut Iriani (2013) ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh
guru dalam pemilihan model pembelajaran antara lain: faktor siswa, dinamika
kelas, ketersediaan fasilitas pembelajaran, tujuan pembelajaran yang akan
dicapai, materi pembelajaran, dan alokasi waktu yang tersedia. Penjelasan dari
faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
1) Faktor Siswa
a) Perbedaan Jenjang Pendidikan
Pemilihan suatu model pembelajaran harus menyesuaikan tingkatan
jenjang pendidikan siswa. Pertimbangan yag menekankan pada perbedaan
jenjang pendidikan ini adalah pada kemampuan siswa, apakah sudah
mampu untuk berpikir abstrak belum. Penerapan suatu model yang
sederhana dan yang kompleks tentu sangat berbeda, dan keduanya
berkaitan dengan tingkatan kemampuan berpikir dan berperilaku siswa
pada setiap jenjangnya.
Semakin tinggi tingkatan berpikirnya, maka pemilihan model
pembelajaran yang diterapkan dapat semakin kompleks. Ini berkaitan
dengan pemahaman siswa pengetahuan, dan pengalaman yang telah dimilki
sebelumnya, serta kebutuhan akan aktualisasi diri yang bersifat lebih
kompleks.
b) Tingkat Intelektualitas
Pada bagian ini yang dimaksud dengan tingkat intelektualitas,
mencakup gaya belajar dan daya serap siswa dalam mengolah informasi
dan menyerap substansi pembelajaran yang dilakukan. Haryanto (2011)
menyatakan bahwa gaya belajar adalah melalui apa siswa mampu
menangkap dan memahami pembelajaran. Katagorinya antara lain gaya
belajar audiotori, visual, atau audio visual. Daya serap adalah seberapa
cepat dan seberapa besar kemampuan siswa dalam menyerap informasi,
dan proses pembelajaran secara keseluruhan. Apakah siswa termasuk cepat,
lambat, atau tengah-tengah, dalam menyerap pembelajaran.
26
Satu kelas tidak menutup kemungkinan terdapat rentang yang
terlalu lebar terkait gaya belajar dan daya serap siswa. Rentang yang terlalu
lebar tersebut akan menimbulkan suatu gap dalam pelaksanaan
pembelajaran. Sebagian siswa mungkin terlalu cepat menangkap informasi
namun sebagian yang lain justru sulit dan lambat dalam menangkap
informasi. Oleh karenanya, pemilihan model belajar yang mampu mengatsi
gap dan menyatukan perbedaan dengan bentangan yang luas menjadi suatu
keharusan bagi guru, dalam menentukan model pembelajaran yang efektif
dan efisien.
2) Faktor Dinamika Kelas
a) Jumlah Siswa
Menurut iriani (2013) jumlah siswa dalam satu kelas perlu menjadi
pertimbangan dalam pemilihan model pembelajaran yang tepat. Pemerintah
telah mengeluarkan aturan baku mengenai struktur jumlah siswa dalam
satu kelas, namun kenyataannya aturan tersebut masih belum dapat
dilaksankan sebagaimana mestinya. Kekurangan jumlah siswa dalam satu
kelas disebabkan karena minat dan berbagai alasan lain, sehingga terjadi
kekurangan siswa. Lain halnya dengan kelas yang jumlah siswanya justru
over capacity. Masih banyak sekolah-sekolah yang menerima murid dalam
jumlah yang besar namun tidak memiliki kapasitas ruang yang memadai,
sehingga dalam satu ruangan kelas dipenuhi oleh jumlah siswa yang
melebihi 32 orang.
Kelas yang jumlah siswanya malampaui batas, guru akan
kuwalahan mengampu pembelajaran. Pencapaian tujuan belajar akan
menjadi lebih sulit karena tidak seimbang antara porsi maksimal perhatian
dan penanganan yang dapat diberikan guru, dengan kondisi besarnya
jumlah siswa yang akan menimbulkan berbagai keruwetan. Kelas yang
over capacity, cenderung sulit diatur, gaduh, dan siswa sulit untuk
memfokuskan
perhatian
secara
konsisten
terhadap
pelaksanaan
27
pembelajaran dan berbagai masalah lainnya. Pemilihan model yang tepat
akan mampu menciptakan suasana pembelajaran yang memberdayakan.
Artinya, dengan penggunaan model tersebut setiap siswa tidak luput dari
perolehan peran dan porsi keterlibatan dalam pembelajaran.
b) Karakter Kelas
Pemilihan model pembelajaran harus memperhatikan karakter
kelas. Arifin (2013) menyebutkan bahwa karakter kelas menyangkut sifat
dan sikap siswa dalam tataran umum untuk ruang lingkup kelas. Guru
harus memiliki ketajaman pandangan dan mampu menilai karakter yang
dimiliki oleh kelas-kelas yang diampunya. Setiap kelas memiliki karakter
masing-masing. Salah satu keterampilan wajib seorang guru adalah dalam
hal penguasaan kelas. Penguasaan kelas bukan diartikan guru dominan dan
dikratoris, tapi guru sangat mengenali dan memahami secara mendalam
karakter kelas yang diampunya.
3) Faktor Ketersediaan Fasilitas Pembelajaran
Iriani (2013) berpendapat bahwa fasilitas pembelajaran berfungsi
untuk memudahkan proses pembelajaran dan pemenuhan kebutuhan proses
pembelajaran. Bagi sekolah yang telah memiliki fasilitas pembelajaran
yang lengkap, ketersediaan fasilitas belajar bukan lagi suatu kendala.
Namun demikian tidak semua sekolah memillki fasiitas pembelajaran
dengan standar yang diharapkan. Keadaan tersebut hendaknya tidak
menjadi suatu hambatan bagi guru dalam merancang pembelajaran yang
tetap mampu menjangkau tujuan pembelajaran. Kondisi tertentu, guru-guru
yang memiliki semangat dan komitmen yang kuat tetap mampu
menyelenggarakan pembelajaran yang menarik, menyenangkan, dan
mampu mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
28
4) Faktor Tujuan Pembelajaran yang Hendak Dicapai
Abdul (2013) menyatakan bahwa setiap pelaksanaan pembelajaran
tertentu memiliki tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Penyelenggara
pembelajaran bertujuan agar peserta didik sebagai warga belajar akan
memperoleh pengalaman belajar dan menunjukkan perubahan perilaku,
dimana perubahan tersebut bersifat positif dan bertahan lama. Kalimat
tersebut dapat dimaknai bahwa pembelajaran yang berhasil adalah
pembelajarn yang tidak hanya akan menambah pengetahuan siswa tetapi
juga berpengaruh terhadap sikap dan cara pandang siswa terhadap realita
kehidupan. Penggunaan model yang tepat, tujuan pembelajaran yang
mencakup pembangunan individu pada ranah kognitif, afektif, dan
psikomotor data dicapai dengan hasil yang memuaskan.
5) Faktor Materi Pembelajaran
Materi pembelajaran dapat dikelompokkan atas mata pelajaran
vokasional yaitu mata pelajaran yang membina kecakapan tertentu yang
menjabat suatu jabatan dan mata pelajarannya yang bersifat non vokasional
atau mata pelajaran yang membina pengetahuan umum. Hal yang perlu
diperhatikan dalam penyampaian materi pembelajaran adalah apa
materinya (what), seberapa banyak (how much), dan bagaimana tingkat
kesulitan (how hard) materi yang hendak dipelajari.
6) Faktor Alokasi Waktu Pembelajaran
Pemilihan
model
pembelajaran
yang
tepat
juga
harus
memperhitungkan ketersediaan waktu yang dihitung secara terperinci, agar
pembelajaran berjalan dengan dinamis, tidak ada waktu terbuang tanpa arti.
Kegiatan pembukaan, inti, dan penutup disusun secara sistematis. Kegiatan
inti meliputi tahap eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi mengambil bagian
waktu dengan porsi terbesar dibandingkan dengan kegiatan pembuka dan
penutup (Arifin, 2013).
29
4. Model Pembelajaran SETS
a. Pengertian Model Pembelajaran SETS
Yoruk, Morgil, dan Secken (2010) dalam jurnalnya mengemukakan
bahwa perkembangan ilmu pengetahuan akan mempengaruhi teknologi,
lingkungan, dan masyarakat secara positif dan negatif. Ilmu akan
berkembang seiring dengan kebutuhan masyarakat dan teknologi, hal ini
merupakan penerapan ilmu pengetahuan secara teoritis. Dampak dari
perkembangan ini mempengaruhi cara menyampaikan pengetahuan pada
proses belajar mengajar. Filosofi pendidikan yang paling tepat bisa
dijelaskan melalui pendekatan sains, teknologi, masyarakat, dan lingkungan.
Pendekatan ini berpusat pada siswa. Berbeda dengan pembelajaran
tradisonal, peran aktif siswa sangat diperlukan. Kajian ini memungkinkan
siswa untuk berlatih, mengadakan penelitian, mengkaji dan mengamati.
Selain itu menurut Aikenhead (dalam Yoruk, Morgil, dan Secken, 2010)
kajian ini menggunakan pengalaman siswa di luar sekolah yang berkaitan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan menarik siswa untuk lebih memperhatikan,
meningkatkan sikap mereka terhadap tokoh-tokoh sains, memotivasi mereka
terhadap topik sains dan memberdayakan harapan masa depannya.
Rosario (2009) dalam jurnalnya juga mengemukakan bahwa
pendekatan SETS (Science, Enviroment, Technology, and Society) adalah
suatu pendekatan yang melibatkan interaksi empat faktor penting yaitu: ilmu
pengetahuan, teknologi, lingkungan, dan masyarakat. Pendekatan SETS ini
memiliki tiga implikasi pada kurikulum sains. Pertama, kerangka untuk isuisu penting dan relevan disajikan dimana masalah menjadi dasar kurikulum.
Kedua, model SETS dapat digunakan dalam kaitannya dengan kurikulum
yang ada dimana masalah yang relevan dan menarik dapat diatasi tanpa
merusak kurikulum secara keseluruhan. Implikasi ketiga yang paling penting
adalah bahwa model ini dapat berfungsi sebagai alat refleksi untuk analisis
kritis dan evaluasi. Model SETS mampu memberikan iklim yang unik untuk
30
penggunaan metodologi yang mempengaruhi pada kinerja akademik,
penguasaan ilmu lingkungan dan dan perspektif sosial budaya siswa.
Di Indonesia pendekatan ini dikenal dengan pendekatan „Salingtemasā€Ÿ
(Binadja, 1996). Istilah Salingtemas (SETS) pertama kali diperkenalkan oleh
Binadja (1996). SETS akan membawa kita untuk memiliki kemampuan
mengintegrasikan informasi sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat
dalam kesatuan yang utuh. Salah satu upaya untuk mencapai kompetensi
yang diharapkan digunakanlah pendekatan SETS yang sekaligus sebagai visi
pembelajaran. Pembelajaran biologi bervisi dan pendekatan SETS karena
beberapa kelebihan berikut: 1) visi dan pendekatan SETS memberi peluang
kepada siswa untuk memperoleh pengetahuan sekaligus kemampuan berpikir
dan bertindak berdasarkan hasil analisis dan sintesis yang bersifat
komprehensif dengan memperhitungkan aspek sains; 2) visi dan pendekatan
SETS memberi wadah secara mencukupi kepada para pendidik dan siswa
untuk menuangkan kemampuan berkreasi dan berinovasi dibidang minatnya
dengan landasan SETS secara kuat; 3) visi dan pendekatan SETS memberi
kesempatan pendidik dan siswa untuk mengaktualisasikan diri dengan
keistimewaan atau kelebihan SETS.
Pendekatan salingtemas harus memberikan kepada siswa pengetahuan
yang sesuai dengan tingkat pendidikannya. Hubungan yang tepat antara
salingtemas dalam pembahasannya adalah keterkaitan antara topik dengan
kehidupan sehari-hari. Hal ini berarti bahwa bahasan yang berkaitan dengan
kehidupan siswa harus lebih diutamakan. Sasaran pengajaran salingtemas
adalah cara membuat siswa agar dapat melakukan penyelidikan untuk
mendapatkan pengetahuan yang berkaitan dengan sains, lingkungan,
teknologi, dan masyarakat yang berkaitan. Dengan kata lain, siswa dibawa
pada suasana yang dekat dengan kehidupan nyata siswa, sehingga
diharapkan siswa dapat mengembangkan pengetahuan yang telah mereka
miliki untuk dapat menyelesaikan masalah-masalah yang diperkirakan akan
timbul disekitar kehidupannya.
31
Pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan yang berwawasan
SETS diperlukan kemauan kuat untuk mengubah paradigma pembelajaran
yang dinamis, adaptif, inovatif, kreatif, menyenangkan, dan bermakna,
sehingga diperlukan komitmen tinggi untuk terus-menerus memperbaiki
proses pembelajaran. Pengintegrasian pembelajaran berwawasan SETS
memerlukan kesediaan guru untuk memiliki cara pandang terbuka dan selalu
mengikuti perkembangan terkait dengan subyek IPA. Banyaknya guru yang
jarang melakukan pembelajaran dengan wawasan SETS dengan alasan
klasik yaitu keterbatasan waktu dan sarana. Secara umum hubungan antara
elemen salingtemas dalam pembelajaran tercermin pada skema dibawah ini:
TEKNOLOGI
SAINS
MASYARAKAT
LINGKUNGAN
Gambar. 2.1 Hubungan Antar Unsur dalam SETS
b. Sintaks Model Pembelajaran SETS
Berikut akan dijelaskan langkah-langkah dari model Sains Teknoogi
Masyarakat yang dikembangkan oleh (Poedjiadi, 2005).
1) Tahap 1 (Pendahuluan/Inisiasi/Apersepsi Terhadap Siswa)
Pada tahap pertaman ini siswa diberi kesempatan untuk
mengemukakan pendapat mereka tentang sebab-sebab yang terjadi dari
timbulnya sebuah isu atau masalah yang ada di masyarakat atau
lingkungan di sekitar siswa. Pada tahap inisiasi terjadi proses interaksi
32
antara guru dan siswa atau antara siswa dengan siswa lainnya. Pada
proses ini siswa dituntut untuk berpikir tentang ide-ide analisis yang
dikemukakan atau cara mempertahankan pandangan tentang isu-isu
tersebut.
2) Tahap 2 (Pembentukan/Pengembangan Konsep)
Dilakukan proses
dilakukan
melalui
pembentukan konsep, pada tahap ini dapat
beberapa
pendekatan
dan
metode.
Misalnya
pendekatan keterampilan proses, pendekatan sejarah, pendekatan
kecakapan hidup, metode demonstrasi, eksperimen di laboratorium,
diskusi kelompok, bermain peran dan lain-lain. Tahap pembentukan
konsep mempunyai tujuan untuk mengharapakan siswa telah dapat
memahami apakah analisis terhadap isu-isu atau penyelesaian terhadap
masalah yang dikemukakan di awal pembelajaran telah menggunakan
konsep-konsep yang diikuti oleh para ilmuan.
3) Tahap 3 (Aplikasi Konsep dalam Kehidupan atau Penyelesaian
Masalah/Analisis Isu).
Pada tahap aplikasi konsep dengan berbekal konsep yang benar
siswa dituntut untuk melakukan analisis isu atau penyelesaian masalah.
Adapun konsep-konsep yang telah dipahami oleh siswa dapat
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Aplikasi konsep berupa
teknologi yang diturunkan dari konsep sains dan upaya pemeliharaan
produk teknologi yang berpotensi mengakibatkan dampak negatif bagi
kehidupan dan masyarakat.
4) Tahap 4 (Pemantapan Konsep)
Pada tahap ini guru melakukan pengamatan secara seksama dari
proses tahap kedua dan ketiga dikhawatirkan akan terjadinya miskonsepsi
33
yang dihadapi siswa terhadap analsis yang dilakukannya. Tujuan dari
tahap ini adalah guru dapat memberikan penjelasan dan pemahaman yang
benar terkait dari miskonsepsi pada saat kegiatan belajar berlangsung.
5) Tahap 5 (Penilaian)
Guru melakukan penilaian, penelitian yang dilakukan dapat
berupa tes yang dilakukan terkait materi pelajaran ataupun hasil
pengamatan dan analisis yang telah siswa lakukan.
c. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran SETS
Kelebihan Model pembelajaran SETS yaitu: 1) siswa memiliki
kemampuan memandang sesuatu secara terintegrasi dengan memperhatikan
keempat unsur SETS, sehingga dapat memperoleh pemahaman yang lebih
mendalam tentang pengetahuan yang telah dimiliki; 2) melatih siswa peka
terhadap masalah yang sedang berkembang di lingkungan mereka; 3) siswa
memiliki kepedulian terhadap lingkungan kehidupan atau sistem kehidupan
dengan mengetahui sains, perkembangannya dan bagaimana perkembangan
sains dapat mempengaruhi lingkungan, teknologi dan masyarakat secara
timbal balik (Sutarno, 2007). Kelemahan diterapkan pendekatan SETS
antara lain :1) siswa mengalami kesulitan dalam manghubungkaitkan antar
unsur-unsur dalam pembelajaran; 2) membutuhkan waktu yang lebih banyak
dalam pembelajaran; dan 3) pendekatan SETS hanya dapat diterapkan di
kelas atas (Sutarno, 2007).
5. Mind Mapping (Peta Pikiran)
a. Pengertian Mind Mapping
Mind Mapping atau peta pikiran adalah suatu metode untuk
mempelajari konsep yang ditemukan oleh Tony Buzan. Konsep ini
didasarkan pada cara kerja otak dalam menyiapkan informasi. Mind
34
Mapping menurut Buzan (2004) adalah “suatu cara atau teknik yang
digunakan untuk mencatat materi pelajaran secara kreatif, efektif, dan
sistematis”.
Pembuatan Mind Mapping melibatkan adanya kombinasi warna,
gambar, dan cabang-cabang melengkung yang akan merangsang secara
visual, sehingga informasi dari Mind Mapping dapat mudah diingat. Jika
seseorang menggunakan kemampuan otak pada ranah visual, maka akan
mendapatkan hasil yang optimal” (Buzan, 2004). Windura (2008) juga
menambahkan bahwa Mind Mapping merupakan suatu teknik grafis yang
berfungsi sebagai alat untuk mengeksplorasi seluruh kemampuan otak
dalam belajar. Penggunaan Mind Mapping juga dapat mengaktifkan kedua
belah otak (otak kanan dan otak kiri) secara bersama-sama dan seimbang.
Jika otak kanan dan otak kiri seimbang maka akan meningkatkan
konsentrasi siswa.
b. Langkah-langkah Pembuatan Mind Mapping
Menurut Buzan (2004), membuat Mind Mapping membutuhkan
imajinasi atau pemikiran, adapun cara pembuatan Mind Mapping adalah:
1) mulailah dari tengah kertas kosong; 2) gunakan gambar (simbol) untuk
ide utama; 3) gunakan berbagai warna; 4) hubungkan cabang-cabang
utama ke gambar pusat; 5) buatlah garis hubung yang melengkung; 6)
gunakan satu kata kunci untuk setiap garis; dan 7) gunakan gambar.
Contoh Mind Mapping dapat disajikan pada Gambar 2.2.
35
Gambar 2.2 Mind Mapping.
Sumber : http // trigoesema.wordpress.com. 16 April 2015.
c. Manfaat Mind Mapping
Menurut De Porter et al. (1999), Manfaat Mind Mapping bagi
siswa antara lain: 1) memudahkan siswa dalam menerima informasi dari
guru; 2) memudahkan dalam menghafal dan mengingat suatu materi
pelajaran; 3) menghemat buku catatan karena tidak terlalu banyak dalam
mencatat; 4) merangsang kreatifitas siswa, menyeimbangkan otak kanan
dan otak kiri; 5) mudah menemukan materi yang akan dicari; dan 6)
mempresentasikan materi dengan mudah. Manfaat Mind Mapping bagi
guru yaitu: 1) mempermudah dalam penyampaian hal-hal yang penting
dan detail pada siswa; 2) mempermudah dalam dokumentasi; 3)
menghemat waktu; dan 4) mengorganisasikan informasi yang kompleks
dengan cepat dan efektif.
36
6. Kesehatan (Healthy)
a. Pengertian Kesehatan
Undang Undang No. 23 Tahun 1992 menjelaskan bahwa pengertian
kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Sedangkan kesehatan pribadi adalah segala usaha dan tindakan seseorang
untuk menjaga, memelihara, dan meningkatkan derajat kesehatannya
sendiri dalam batas-batas kemampuannya, agar mendapatkan kesenangan
hidup dan mempunyai tenaga kerja yang sebaik-baiknya. Konstitusi World
Healthy Organization (WHO) menyatakan bahwa kesehatan itu meliputi
kesehatan fisik (jasmani), mental (rohani) dan sosial serta tidak adanya
penyakit atau kelemahan (Sri, 2000).
Ditinjau dari sudut pandang kesehatan, komponen lingkungan
merupakan faktor dominan yang mempengaruhi kesehatan seseorang
manusia, apabila komponen lingkungan bertambah baik kualitasnya, maka
manusia menjadi lebih sehat, dan penyebab penyakit menjadi kalah;
apabila komponen lingkungan menjadi buruk kualitasnya maka manusia
menjadi lemah dan penyebab penyakit menang. Peranan lingkungan dalam
menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia ada dua kemungkinan
yaitu: 1) dapat bersifat aktif, artinya apabila terdapat faktor lingkungan
(terutama faktor lingkungan biologis) yang kurang menguntungkan akan
segera terjadi penyakit infeksi atau intoksitasi; 2) dapat bersifat khronis,
dimana faktor lingkungan (terutama faktor lingkungan kimia dan fisik)
secara terus menerus dalam waktu yang lama baru menimbulkan gejala
penyakit yang nyata seperti teratogenetis, mutagenesis, ataupun kanker
(Keman, 2004).
Raung lingkup kesehatan lingkungan tersebut antara lain mencakup:
perumahan, pembuangan kotoran manusia (tinja), penyediaan air bersih,
pembuangan sampah, pembuangan air limbah, kebersihan badan, sanitasi
dan pengolahan makanan dan minuman (Notoatmodjo, 2004).
37
b. Aspek Kesehatan
Menurut Undang Undang N0. 23 Tahun 1992, kesehatan mencakup
4 aspek, yaitu: fisik (badan), mental (jiwa), sosial, dan ekonomi. 1)
kesehatan fisik terwujud apabila sesorang tidak merasa dan mengeluh
sakit atau tidak adanya keluhan dan memang secara objektif tidak terlihat
sakit. Semua organ tubuh berfungsi normal atau tidak mengalami
gangguan; 2) kesehatan mental (jiwa) mencakup 3 komponen, yaitu
pikiran, emosional, dan spiritual; (a) pikiran, sehat tercermin dari cara
berpikir atau jalan pikiran; (b) emosional, sehat tercermin dari
kemampuan seseorang untuk mengekspresikan emosinya, misalnya takut,
gembira, khawatir, sedih dan sebagainya; (c) spiritual, sehat tercermin dari
cara seseorang dalam mengekspresikan rasa syukur, pujian, kepercayaan
dan sebagainya terhadap sesuatu di luar alam fana ini, yaitu Tuhan Yang
Maha Kuasa (Allah SWT dalam agama Islam), sehingga sehat spiritual
dapat diartikan sebagai keadaan dimana seseorang menjalankan ibadah
dan semua aturan-aturan agama yang dianutnya; (3) kesehatan sosial
terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan orang lain atau
kelompok lain secara baik, tanpa membedakan ras, suku, agama atau
kepercayaan, status sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya, serta saling
toleran dan menghargai; dan (4) kesehatan dari aspek ekonomi terlihat bila
seseorang (dewasa) produktif, dalam arti mempunyai kegiatan yang
menghasilkan sesuatu yang dapat menyokong terhadap hidupnya sendiri
atau keluarganya secara finansial. Bagi mereka yang belum dewasa (siswa
atau mahasiswa) dan usia lanjut (pensiunan), dengan sendirinya batasan
ini tidak berlaku, oleh sebab itu, bagi kelompok tersebut, yang berlaku
adalah produktif secara sosial, yaitu mempunyai kegiatan yang berguna
bagi kehidupan mereka nanti, misalnya berprestasi bagi siswa atau
mahasiswa,
dan
kegiatan
sosial,
kemasyarakatan lainnya bagi usia lanjut.
keagamaan,
atau
pelayanan
38
7. Collaborative Mind Mapping
a. Pengertian Collaborative Mind Mapping
Collaborative Mind Mapping adalah kolaborasi dari beberapa
Mind mapping yang saling berhubungan satu sama lain. Menurut De
Porter (1999), Mind Mapping merupakan teknik yang paling baik dalam
membantu proses berpikir otak secara teratur karena menggunakan teknik
grafis yang berasal dari pemikiran manusia yang bermanfaat untuk
menyediakan kunci-kunci universal, sehingga membuka potensi otak.
Proses belajar siswa selalu dituntut untuk mempergunakan belahan otak
kiri ketika menerima pelajaran. Materi pelajaran akan diubah dan diolah
dalam bentuk ingatan. Terkadang siswa tidak dapat mempertahankan
ingatan tersebut dalam jangka waktu yang lama. Hal itu disebabkan karena
tidak adanya keseimbangan antara kedua belahan otak yang akhirnya
dapat menimbulkan terganggunya kesehatan fisik dan mental seseorang.
Penggunaan Collaborative Mind Mapping diharapkan siswa dapat
berkreativitas
dengan
kelompoknya
masing-masing
agar
mudah
memahami materi pelajaran yang dipelajari. Hal itu di dukung oleh
penelitian Correia et al. (2009) yang menggunakan Collaborative Concept
Maps untuk memungkinkan siswa mengeksplorasi keragaman pendapat
dari kelompok yang heterogen.
b. Langkah-langkah Membuat Collaborative Mind Mapping
Langkah-langkah membuat Collaborative Mind Mapping adalah:
1) mulailah dari unsur masyarakat; 2) gunakan gambar (simbol) untuk ide
utama; 3) gunakan berbagai warna; 4) hubungkan cabang-cabang utama
dari unsur masyarakat ke unsur sains, kemudian ke unsur teknologi, unsur
lingkungan dan unsur kesehatan; 5) buatlah garis hubung yang
melengkung; 6) gunakan satu warna untuk garis penghubung antara unsur
sains, masyarakat, teknologi, lingkungan dan kesehatan; 7) gunakan satu
39
kata kunci untuk setiap garis; dan 8) gunakan gambar. Contoh
Collaborative Concept Maps dapat disajikan pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Contoh Collaborative Concept Maps
Sumber: Correia et al. (2009)
8. Literasi Lingkungan
a. Pengertian Literasi Lingkungan
Literasi Lingkungan adalah kemampuan yang dimiliki setiap individu
untuk
berperilaku
baik
dalam
kesehariannya,
dengan
menggunakan
pemahamannya terhadap kondisi lingkungan. Literasi lingkungan memberikan
pengetahuan agar dapat menggunakan pengetahuan untuk mengambil
keputusan yang tepat tentang permasalahan lingkungan (Hollweg, 2011).
Aspek-aspek literasi lingkungan antara lain aspek pengetahuan, keterampilan,
sikap, dan tingkah laku (Simmons, 1995).
40
b. Konteks Literasi Lingkungan.
Konteks literasi lingkungan diambil dari kerangka literasi lingkungan
PISA dan digunakan untuk pengembangan soal dalam AELIEES (Assesing
the Environmental Literacy of Intro Environmental Science Students)
(Hogden, 2012). Konteks literasi lingkungan dapat disajikan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Konteks Literasi Lingkungan
Keanekaragaman
Lokal
Tumbuhan dan
hewan
Pertumbuhan
Penduduk
Pertumbuhan,
kelahiran/kemat
ian, emigrasi,
imigrasi
Sumber Alam
Bahan
pemakaian
pribadi
Dampak dari
pemakaian dan
pembuangan
bahan-bahan di
udara dan
kualitas air
Keputusan
tentang
perumahan di
daerah rawan
banjir, pasang
surut dan
kerusakan
akibat angin
Konservasi
lahan pertanian
dan daerah
alam
Kualitas
Lingkungan dan
Kesehatan
Bencana Alam dan
Cuaca Ekstrim
Penggunaan Lahan
Sumber: Hogden (2012).
Regional
Spesies yang terancam
punah, hilangnya
habitat, spesies invasif
eksotik
Mempertahankan
populasi manusia,
distribusi penduduk,
kelebihan penduduk
Produksi dan distribusi
makanan, air, energi
Pembuangan limbah
dan sampah, dampak
terhadap lingkungan
Global
Kelestarian ekologi,
pemanfaatan yang
berkelanjutan dari
spesies
Pertumbuhan
penduduk,
kemasyarakatan,
ekonomi, dan
konsekuensinya
terhadap lingkungan
Pemanfaatan sumber
daya terbarukan dan
tidak terbarukan
Kelestarian ekosistem
Perubahan yang sangat
cepat (misalnya: gempa
bumi) perubahan yang
lambat (misalnya: erosi
pantai), resiko dan
manfaat
Perubahan iklim,
peristiwa cuaca
ekstrim
Dampak pembangunan
dan pengalihan air,
daerah aliran sungai
dan dataran yang banjir
Produksi dan
hilangnya lapisan atas
tanah, hilangnya lahan
41
9. Karakteristik Materi Pencemaran Lingkungan
a.
Pengertian Pencemaran
Pencemaran adalah masuknya atau dimasukkanya makhluk, zat, energi,
dan komponen lain ke dalam lingkungan atau berubahnya tatanan lingkungan
oleh kegiatan manusia oleh proses alam, sehigga kualitas turun sampai tingkat
tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat
berfungsi lagi sesuai dengan peruntukaknya. Zat yang menyebabkan polusi atau
pencemaraan dinamakan polutan atau zat pencemar (Undang Undang RI No.32
Tahun 2009).
b. Macam-macam Pencemaran Lingkungan
1) Pencemaran air
Pencemaran air adalah memasuknya atau dimasukkannya makhluk
hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh
kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan
peruntukannya (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun
2001).
Pencemaran air merupakan keadaan air yang tidak sehat, air yang
sudah tercemar dapat di lihat dari kondisi fisik air seperti air bewarna keruh,
air berbau, air kotor. Air yag telah tercemar mengakibatkan air tidak dapat
dimanfaatkan dan menjadi penyebab timbulnya penyakit. Secara garis besar
dikenal tipe polutan yang masuk ke dalam perairan, yaitu zat yang
memperkaya perairan, sehingga merangsang pertumbuhan mikroorganisme
dan materi-materi yang bersifat racun, sehingga membunuh organisme yang
hidup dalam perairan. Sumber pencemaran air antara lain:
a) Infection Agent
Infection Agent merupakan bahan pencemar yang dapat menyebabkan
gangguan kesehatan manusia (penyakit). Bahan pencemar ini berupa
mikroorganisme patogen yang berasal dari eksreta manusia dan hewan
42
yang tidak dikelola dengan baik, untuk mendeteksi keberadaan
mikroorganisme patogen di dalam air, dapat digunakan bakteri E-Coli
sebagai bakteri petunjuk (bioindikator). Jika dalam sampel air ditemui EColi, air tersebut sudah tercemar oleh tinja.
b) Zat Zat Pengikat Oksigen
Dissolved Oxygen (DO) atau jumlah oksigen terlarut adalah indikator yang
baik untuk menentukan kualitasair. Kandungan oksigen dalam air antara di
atas 6 ppm dapat mendukung kehidupan tumbuhan, ikan, dan makhluk
hidup dalam air. Kandungan oksigen kurang dari 2 ppm hanya dapat
mendukung kehidupan cacing, bakteri, jamur, dan mikroorganisme
pengurai. Oksigen yang terlarut dalam air berasal dari difusi oksigen dan
proses fotosintesis fitoplankton.
c) Sedimen
Sedimen terdiri atas tanah dan pasir yang masuk ke air dari erosi atau
banjir dan dapat menimbulkan pendangkalan sungai (tanah aluvial). Selain
itu, sedimentasi dapat menimbulkan kekeruhan air yang menghalangi
penetrasi cahaya matahari, sehingga mengganggu proses fotosintesis
fitoplankton yang berarti pula berkurangnya pasokan oksigen dalam air.
d) Nutrisi atau Unsur Hara
Nutrisi atau unsur hara dapat mengakibatkan peningkatan produktivitas
primer yang ditimbulkan oleh adanya penyaringan air dengan unsur hara
yang dibutuhkan oleh tumbuhan yang dikenal dengan istilah eutrofikasi
atau kesuburan perairan. Keadaan ini dapat meningkatkan populasi
ganggang dan bakteri dalam perairan tersebut. Akibatnya, air menjadi
keruh dan bau. Selian itu, juga menghambat proses masuknya oksigen ke
perairan yang secara tidak langsung dapat menurunkan kadar oksigen di
dalam air.
e) Pencemar Anorganik
Bahan pencemar anorganik adalah logam, garam, asam, dan basa. Merkuri,
kadmium, dan nikel adalah logam berat dengan kadar yang relatif kecil
43
sudah dapat mengakibatkan pencemaran. Asam dapat masuk ke dalam air
dari produk samping proses industri dan pelapisan logam. Asam dan basa
ini dapat menyebabkan perubahan pH air yang dapat mengganggu
kehidupan di dalam air.
f) Zat Kimia Organik
Banyak zat kimia organik yang mempunyai toksisitas yang tinggi.
Kontaminasi antara zat kimia organik dengan air dapat mengancam
kesehatan. Zat kimia organik digunkan dalam industri kimia, misalnya
untuk pembuatan pestisida,plastik, produk farmasi, dan produk lainnya
(Sulistyorini, 2009).
Tanda terjadinya gangguan kualitas didasarkan pada pengamatan
secara fisik, kimia , dan biologis. Pencemaran air dapat mempengaruhi
kelangsungan makhluk hidup. Banyak makhuk hidup yang irugikan akibat
terjadinya pencemaran air misalnya: (1) kehidupan organisme laut terganngu,
banyak ikan yang mati, biota laut menurun; (2) terjadi banjir akibat aktivitas
mausia yang membuang sampah ke sungai; (3) kondisi air yang tidak sehat,
air kotor, berbau, keruh; (4) air yang tidak sehat dapat menyebabkan
datangnya penyakit.
Upaya untuk mengurangi terjadinya pencemaran air, dapat dilakukan
usaha-usaha pencegahan antara lain: (1) menyediakan tempat sampah organik
dan anorganik; (2) pemanfaatan/pengolahan sampah rumah tangga secara
sederhana
misalnya
dibuat
kompos;
(3)
tidak
membuang
limbah
sembarangan; dan (4) tidak menggunkaan pupuk pertanian dan detergen
secara berlebihan.
2) Pencemaran Tanah
Pencemaran tanah adalah pencemaran yang disebabkan oleh masuknya
polutan yang berupa zat cair atau zat padat ke dalam tanah. Pencemaran tanah
pada umumnya berasal dari pembunagan sampah yang mengundang bahanbahan yang sukar terurai dalam tanah seperti plastik, kaca, dan kaleng. Hal
44
tersebut mengakibatkan produktivitas tanah akan berkurang. Pencemaran
tanah juga berasal dari limbah rumah tangga, kegiatan pertanian dan
pertambangan. Limbah rumah tangga misalnya: plastik, logam, dan botol
bekas. Sampah dalam jumlah besar berpengaruh besar dalam pencemaran
tanah. Limbah
pertanian: berasal dari penggunaan pupuk, pestisida dan
herbisida. Penggunaan pupuk buatan secara berlebihan menyebabkan tanah
menjadi asam yang selanjutnya berpenaruh terhadap produktivitas tanaman.
Limbah pertambangan: Hg (merkuri). Aktivitas pertambangan bahan galian
juga dapat menimbulkan pencemaran tanah. Salah satu kegiatan penambangan
yang memiliki pengaruh besar mencemarkan tanah adalah penambangan emas
(Mulia, 2005).
Dampak negatif pertambangan dapat berupa rusaknya permukaan
bekas penambangan yang tidak teratur, hilangnya lapisan tanah yang subur,
dan sisa ekstrasi yang akan berpengaruh pada reaksi tanah dan komposisi
tanah. Sisa ekstrasi ini bisa bereaksi sangat asam atau sangat basa, sehingga
akan berpengaruh pada degradasi kesuburan tanah. Penggunaan Hg dalam
proses pemisahan emas dengan bijinya dapat mencemari tanah karena Hg
bersifat racun yang dapat mematikan tumbuhan, organisme tanah, dan
mengganggu kesehatan manusia.
Adapun bahan yang mudah teruarai lebih menguntungkan karena
setelah diuraikan oleh mikroorganisme menjadi bahan yang mudah menyatu
dengan tanah tanpa menimbulkan pencemaran. Dampak langsung akibat
limbah yang dirasakan manusia adalah timbulnya bau yang tdak sedap dan
kotor. Dampak yang tidak langsung di antaranya tempat pembuangan limbah
dapat menjadi tempat berkembangnya organisme penyebab penyakit seperti
pes, kaki gajah, malaria dan demam berdarah. Upaya-upaya yang dapat
dilakukan untuk mananggulangi pencemaran tanah antara lain: (1) membuang
sampah pada tempatnya serta memisahkan antara sampah organik dan
anorganik; (2) mendaur ulang sampah; dan (3) menggunakan pupuk sesuai
dosis/tidak berlebihan.
45
3) Pencemaran Udara
Jumlah polutan yang dikeluarkan ke udara dalam satuan waktu
dinamakan emisi. Emisi dapat disebabkan oleh biogenik emissions (proses
alam), misalnya, CH4 hasil aktivitas penguraian bahan organik oleh mikroba,
dan anthropogenik emissions (kegiatan manusia), misalnya, asap kendaraan
bermotor, asap pabrik dan sisa pembakaran. Beberapa jenis polutan pencemar
udara, antara lain sebagai berikut:
a) Karbon Monoksida (CO)
Karbon monoksida (CO) merupakan gas pencemar udara yang
beracun dan berbahaya bagi tubuh. Gas ini dapat berikatan dengan
hemoglobin dalam tubuh, sehingga pengikatan oksigen oleh darah menjadi
terganggu. Keadaan ini dapat menimbulkan sakit kepala (pusing), mualmual, mata berkunang-kunang, lemas dan bahkan kematian. Efek dari
karbon monoksida dapat menyebabkan kematian. Enger dan Smith (2008)
menyatakan bahwa dalam beberapa jam udara yang mengandung 0,0001%
karbon monoksida dapat menyebabkan kematian karena melekat pada
hemoglobin sehingga akan menumpuk pada waktu yang lama.
b) Karbondioksida (CO2)
Karbondioksida (CO2) diperlukan oleh tumbuhan
dalam proses
fotosintesis, tetapi jika jumlah CO2 di udara terlalu banyak, CO2 akan naik
ke atmosfer dan menghalangi pemancaran panas dari bumi, sehingga panas
dipantulkan kembali ke bumi. Akibatnya, bumi menjadi sangat panas.
Peristiwa ini disebut efek rumah kaca (pemanasan global). Pemanasan
global dapat mengakibatkan bahaya kekeringan hebat yang mengganggu
kehidupan manusia dan mencairnya lapisan es di daerah kutub. Gas CO2
berasal dari asap pabrik, pembakaran sampah, kebakaran hutan, dan asap
kendaraan bermotor. Selain itu, efek rumah kaca juga dipicu oleh hasil
pembakaran fosil (batu bara dan minyak bumi) yang berupa hasil buangan
bentuk CO2 dan sulfur belerang.
46
c) Hidrokarbon (HC) dan Nitrogen Oksida (NO)
HC dan NO yang dipengaruhi oleh sinar matahari akan membentuk
smog yang berupa gas yang sangat pedih jika mengenai mata dan juga
sebagai penyebabpenyakit kanker.
d) Sulfur Oksigen (SO)
SO yang bereaksi dengan uap air di udara dapat menyebabkan
hujan asam. Asam bersama air hujan akan jatuh ke bumi sebagai hujan
asam yang dapat mengakibatkan kerusakan atau kematian hewan dan
tumbuhan serta dapat merusak bangunan, khususnya yang terbuat dari kayu
dan besi (memicu terjadinya perkaratan). Selain itu, SO juga dapat
mengakibatkan penyempitan saluran pernapasan yang menyebabkan batuk,
gangguan pernapasan, dan bronkitis.
e) Chloroflourocarbon (CFC)
Gas CFC merupakan gas yang sukar terurai sehingga sulit
dihilangkan dari udara. Gas CFC banyak digunakan sebagai bahan
pengembang busa, pendingin (lemari es dan AC), aerosol, serta bahan
penyemprot (hair spray dan parfum). Gas CFC bereaksi dengan lapisan
ozon akan membentuk lubang ozon, di lapisan atas atmosfer, gas ini
bereaksi dengan ozon. Lapisan ozon adalah lapisan yang melindungi bumi
dari sinar ultraviolet. Reaksi antara CFC dan ozon akan membentuk lubang
ozon, dari lubang ini, sinar ultraviolet akan menembus bumi. Sinar
ultraviolet dapat menyebabkan penyakit kanker kulit, berkurangnya
kekebalan tubuh, dan matinya algae yang dapat merusak ekosistem laut.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk menghindari terjadinya
pencemaran udara adalah: a) mengurangi atau mengganti bahan bakar
rumah tangga yang berasal dari fosil dengan bahan bakar yang ramah
lingkungan; b) tidak menggunakan barang-barang rumah tangga yang
mengandung CFC; c) tidak merokok di dalam ruangan; d) mencegah
terjadinya kebakaran hutan, perusakan hutan, dan penggundulan hutan e)
menanam tumbuhan hijau di sekitar rumah dan berpartisipasi dalam
47
penghijauan dan reboisasi; f) adanya peraturan yang mengahruskan
membuat cerobong asap bagi industri dan pabrik.
10. Penelitian yang Relevan
1. Ajib (2011), hasil penelitiannya menunjukkan bahwa perangkat pembelajaran
SETS pada materi fotosistesis sangat bermakna untuk meningkatkan aktivitas
pembelajaran dan menumbuhkan kepeduluan terhadap lingkungan.
2. Chaterine et al. (2007), hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pelaksanaan
penerapan kurikulum di suatu sekolah disesuaikan dengan kondisi lingkungan
dimana sekolah tersebut berada yang bertujuan untuk mempermudah dalam
pelaksanaan program pembelajaran.
3. Bernadete (2009), hasil penelitiannya menunjukkan bahwa STSE efektif untuk
peningkatan prestasi akademik, keterlibatan siswa di dunia nyata memberikan
pengalaman yang lebih luas dan memberikan informasi baru untuk ilmu
pendidikan.
4. Correia et al. (2009),
hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan
Colaborative Concept Maps dapat memungkinkan siswa mengeksplorasi
keragaman pendapat dari kelompok yang heterogen.
5. Istiqomah (2011), hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan
model
pembelajaran mind mapping dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap
materi peran sebagai anggota keluarga mata pelajaran IPS. Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
6. Karyati (2013), hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui penerapan model
pembelajaran SETS dapat meningkatkan pemahaman konsep pesewat sederhana.
7. Mustami (2007), hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model
pembelajaran synectics dipadu Mind Mapping memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap kemampuan berpikir kreatif, sikap kreatif, dan penguasaan
materi biologi.
48
8. Ozgul (2012), hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan Mind Mapping
dapat membantu guru-guru di dalam memberikan instruksi pada saat
pembelajaran, merencanakan pembelajaran, mengevaluasi pembelajaran, dan
membuat pembelajaran lebih menarik.
9. Sutrisno (2012), hasil penelitian menunjukkan bahwa penyuluhan kesehatan
sangat efektif untuk meningkatkan pengetahuan dan perilaku hidup bersih dan
sehat (PHBS) siswa.
10.
Yudhastuti (2010), hasil penelitiannya menunjukkan bahwa lingkungan
memberikan dampak terhadap kesehatan, melalui komponen lingkungan yang
bertindak sebagai media atau perantara terjadinya penyakit di masyarakat.
11.
Yoruk et al. (2010), hasil penelitiannya menunjukkan bahwa STSE produktif
sebagai suatu metodologi pengajaran untuk peningkatan prestasi dan siswa
dapat belajar lebih bermakna dari pada siswa yang menerima pengajaran
secara tradisional.
11. Kerangka Pemikiran
Pembelajaran biologi yang mengacu pada tiga aspek (proses, produk, dan
sikap ilmiah) sangat relevan dengan isi Kurikulum 2013 yaitu menekankan pada
aspek sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan dan keterampilan. Aspek proses
memiliki peranan penting dalam keberhasilan kegiatan belajar mengajar. Aspek
proses dalam kegiatan belajar mengajar menuntut siswa untuk mengkonstruk konsep
pengetahuan secara mandiri dan kegiatan belajar mengajar berfokus pada siswa.
Model
pembelajaran
merupakan
kerangka
perencanaan
pembelajaran
yang
menggambarkan bagaimana suatu prosedur sistematis yang digunakan sebagai
pedoman dalam melaksanakan pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran
yang hendak dicapai. Model pembelajaran mencakup pada pendekatan pembelajaran
yang digunakan, tujuan yang ingin dicapai, tahapan pembelajaran, lingkungan belajar,
dan pengelolaannya. Setiap model memerlukan sistem pengelolaan dan lingkungan
belajar yang berbeda.
49
Keadaan di lapangan model pembelajaran biologi pada materi Pencemaran di
sekolah cenderung teoritis karena menggunakan metode ceramah, diskusi dan tanya
jawab. Siswa memerlukan pengalaman dalam belajar dan penekanan pada proses
tidak hanya produk sehingga dapat sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013.
Berdasarkan analisis kebutuhan yang telah dilakukan permasalahan terletak
pada proses kegiatan belajar mengajar dan literasi lingkungan siswa yang kurang
diberdayakan. Salah satu usaha untuk memperbaiki kegiatan belajar mengajar dan
memberdayakan literasi lingkungan siswa yaitu melalui penggunaan strategi/model
yang sesuai. Strategi/model yang diterapkan saat kegiatan belajar mengajar disekolah
kurang memberdayakan literasi lingkungan siswa, oleh karena itu perlu adanya
pengembangan model pembelajaran yang dapat memperbaiki kegiatan belajar
mengajar dan dapat memberdayakan potensi literasi lingkungan siswa. Model
pembelajaran yang dikembangkan adalah model SETS dilengkapi Collaborative
Mind Mapping.
Model pembelajaran SETS dilengkapi Collaborative Mind Mapping adalah
model SETS yang merupakan model pembelajaran terpadu yang melibatkan unsur
sains, teknologi, lingkungan, dan masyarakat, kemudian di lengkapi dengan
Collaborative Mind Mapping yaitu kumpulan beberapa Mind Mapping yang saling
berhubungan satu sama lain dalam cabang-cabangnya, yang berfungsi untuk
membantu siswa mengaitkan unsur dalam SETS. Sintaks model pembelajaran SETS
dilengkapi Collaborative Mind Mapping yaitu: 1) tahap inisiasi masalah melalui
Collaborative Mind Mapping; 2) pembentukan konsep; 3) aplikasi konsep; 4)
pemantapan konsep; dan 5) penilaian.
50
Bagan Kerangka Pemikiran
Kerangka berpikir dari penelitian sebagai berikut:
Hasil Analsiis Kebutuhan
Kurikulum:
8 SNP:
Kurikulum yang
diterapkan adalah
Kurikulum 2013.
Ditemukan
gap terbesar
pada standar
2 (proses)
yaitu 4,63%.
Nilai UN Tahun
2013/2014
Materi
Pencemaran
Lingkungan.:
Persentasenya
sebesar 81,82%
tingkat Sekolah,
77,70% pada tingkat
Kota /Kabupaten,
80,46% pada tingkat
Provinsi, dan
70,47% pada tingkat
Nasional.
PBM:
1. Model
pembelajaran
guru adalah
konvensional.
2. Pembelajaran
kurang
kontekstual.
3. Kurang
melatihkan KPS
siswa.
Perangkat
Pembelajaran:
Literasi
Lingkungan:
Silabus, RPP,
dan LKS kurang
memberdayakan
literasi
lingkungan
siswa.
Kemampuan
literasi lingkungan
siswa masih
rendah yaitu
45, 83.
Bahan Ajar:
Bahan ajar
kurang
memberdayakan
literasi
lingkungan
siswa.
Studi Pustaka
Proses Belajar Mengajar dengan Model SETS di SMA N 1 Nogosari
Boyolali:
1.
2.
3.
Siswa kesulitan dalam mengaitkan unsur dalam SETS.
Penerapan model SETS membutuhkan waktu yang lebih lama dalam
pembelajaran.
Keterbatasan sarana dan prasarana.
Kelebihan Model Pembelajaran SETS (Sutanto, 2007):
Kelebihan Mind Mapping (Buzan, 2008).:
1.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
2.
3.
Meningkatkan pemahaman siswa tentang pengetahuan yang telah
dimiliki dengan cara mengintegrasikan keempat unsur SETS.
Melatih siswa peka terhadap masalah yang sedang berkembang di
lingkungan mereka.
Siswa memiliki kepedulian terhadap lingkungan kehidupan.
Dapat mengemukakan pendapat secara bebas.
Meningkatkan kerjasama antar siswa.
Catatan lebih padat dan jelas.
Memudahkan penambahan informasi baru.
Memudahkan melihat gambaran keseluruhan.
Membantu otak dalam membandingkan dan membuat hubungan.
Model pembelajaran SETS Dilengkapi Collaborative Mind Mapping untuk Memberdayakan
Literasi Lingkungan
Literasi Lingkungan Meningkat
Gambar. 2.4 Kerangka Berpikir
Download