human capital journal

advertisement
HumanCapital
n
No. 38 n Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014
n
Rp. 30.000, -
www.humancapitaljournal.com
Journal
Achieving Human Capital Excellence
Membedah
Kompetensi Inti
Perusahaan
Kompetensi Inti
Sulit Ditiru
Kompetensi
untuk Kompetisi
Akibat Terlalu
Mengandalkan Kompetensi
MKI Corporate University
Center of Excellence in Business, Leadership & Management
PROGRAM
CHRMP
Certified Human Resources Management Professional
5 Days Intensive Course, In Class Assignments,
and Paper Work after Inclass Program
Moduls
: Developed Based on Body of Knowledge in Global HR Certification
Facilitators :Experienced Executives & Practitioners in HRM
Examiners : Experts from MKI Corporate University &
Kazian Global School of Business Management
G
lobalisasi ekonomi dan bisnis berdampak kepada kompetensi
para profesional di berbagai bidang, termasuk mereka yang
mengelola sumberdaya manusia (SDM). Untuk bisa bersaing
di dunia bisnis, para praktisi dan eksekutif manajemen SDM
perlu untuk memiliki kompetensi dalam manajemen SDM yang diakui
secara luas. Bekerjasama dengan Kazian Global School of Business
Management yang terafiliasi dengan Mahatma Gandhi University
di India – pusat pembelajaran ilmu bisnis terkemuka di kawasan
Asia – maka MKI Corporate University meluncurkan program Certified
Human Resources Management Professional (CHRMP), di mana para
lulusannya berhak mencantumkan gelar CHRMP di belakang namanya
sebagai identitas profesional yang dimiliki. Para pemilik gelar CHRMP
ini memiliki peluang lebih besar untuk mengembangkan karirnya dan
bekerja secara global.
Program CHRMP dikembangkan mengacu kepada Body of Know­
ledge dari beberapa program Certified yang dikeluarkan oleh The HR
Certification Institute, USA (hrci.org/global). Para peserta Program
CHRMP tidak hanya diajarkan tentang berbagai subyek utama dalam
siklus manajemen SDM (HR Cycle), melainkan juga bagaimana membangun dan menjalankan manajemen SDM secara lebih strategik.
Peran strategik tersebut ditunjukkan dalam pengelolaan kompetensi dan kinerja SDM. Semakin disadari oleh perusahaan bahwa
ada keterkaitan langsung antara pencapaian strategi dan sasaran
perusahaan dengan pengelolaan kompetensi dan kinerja SDM. Program CHRMP mengintegrasikan kebutuhan riil di tempat kerja dengan
perubahan paradigma yang sedang terjadi dalam dunia manajemen
SDM saat ini dan di masa depan.
Tujuan dan Sasaran
Program CHRMP
Team Fasilitator, Pembimbing,
dan Penguji CHRMP
Program CHRMP bertujuan untuk menciptakan profesional manajemen SDM
dengan penguasaan teori dan praktik
yang memadai untuk menjalankan peran
sebagai seorang profesional di bidang
manajemen SDM.
Sedangkan sasaran yang ingin dicapai adalah:
Peserta mampu memahami lingkup kerja
dan dinamika Manajemen SDM, mampu
memahami pendekatan - pendekatan
baru yang aplikatif, dan memiliki keterampilan memadai dalam manajemen
SDM.
Team Fasilitator, Pembimbing, dan Penguji
memiliki latar belakang pengalaman praktik
dan konsultansi manajemen dengan penga­
laman minimal 15 tahun di berbagai perusahaan terkemuka. Semuanya memiliki gelar S
- 2 di dalam dan luar negeri, di samping S - 1
dari perguruan tinggi terkemuka di Indonesia.
Peserta CHRMP
Peserta Program CHRMP adalah profesional
di bidang manajemen SDM, pengalaman kerja
di bidang manajemen SDM minimal 5 tahun.
Informasi dan Pendaftaran
PT Menara Kadin Indonesia (MKI)
(Learning, Consulting, Assessment Center, Research & HCJournal)
Proses Sertifikasi
Proses sertifikasi CHRMP dilakukan dalam
bentuk serangkaian pembekalan, penugasan,
dan pengujian yang keseluruhannya memakan
waktu sekitar 3 bulan. Sertifikasi diberikan
oleh MKI dan Kazian.
Modul Program CHRMP
Keseluruhan terdapat 9 Modul Pembelajaran dalam waktu 5 (lima) hari efektif
Penyerahan sertifikat CHRMP
Sertifikat CHRMP akan diserahkan secara resmi melalui pos, kurir atau pola
lain yang memungkinkan.
Biaya Program CHRMP
Biaya program CHRMP adalah Rp 12 juta
per peserta (di luar PPN). Biaya tersebut
mencakup: biaya program training 5
hari, modul, bimbingan dan penilaian
tugas in class dan paper pasca program
training, makan siang dan snack selama
program training, sertifikat CHRMP, dan
biaya pengiriman sertifikat. Biaya tersebut tidak termasuk biaya transportasi
dan akomodasi peserta selama program
training CHRMP.
Gedung Menara Kadin Lantai 24 Jl. HR Rasuna Said, Jakarta
Fax. (021) 527 4443. Email: learningcenter@pt - mki.co.id
Contact Person: Mrs. Dedeh, Ms Anti, Mrs. Iin, Mr. Hadi
(021)
Visit our Human Capital Portal www.humancapitaljournal.com Achieving Human Capital Excellence
Foreword
HumanCapital
Pahami Kompetensi Inti
Perusahaan Anda
D
alam perspektif praktisi dan
konsultan manajemen SDM,
pendefinisian kompetensi inti
dari organisasi dan unit kerja selama
ini dilakukan dengan mengacu kepada
produk dan bisnis utama organisasi,
yang kemudian dijabarkan ke unitunit kerja lebih rendah. Sebagai contoh, kompetensi teknis inti dari sebuah
produsen mobil adalah memproduksi mobil. Akibatnya, perusahaan-perusahaan pabrikan mobil memiliki
kompetensi teknis inti yang hampir
sama, yakni memproduksi mobil. Pada
gilirannya, kompetensi teknis inti perusahaan di satu industri cenderung
menjadi generik; bukanlah sesuatu
yang unik dan unggul di mata konsumen/pelanggan.
Dalam konsep kompetensi inti
(core competence) yang disampaikan
oleh Gary Hamel dan C.K. Prahalad
(1990), kompetensi inti perusahaan
dibentuk oleh gabungan dari berbagai
keunggulan yang dimiliki perusahaan.
Kompetensi inti tidak mudah ditiru
dan diduplikasi oleh pesaing. Maka,
kompetensi memproduksi mobil tidak
lagi memadai karena banyak perusahaan lain mampu melakukan hal yang
sama. Jika ingin unggul di pasar, diferensiasi keunggulan harus diciptakan
terhadap kompetensi inti tersebut. Sebagai contoh, kompetensi inti Honda adalah memproduksi mesin mobil
yang handal, bertenaga, dan irit bahan
bakar. Atau, kompetensi inti Toyota
memproduksi mobil dengan standar
mutu tinggi.
Bagaimana, misalnya, kompetensi
inti perusahaan pembiayaan kendara­
an bermotor? Pasti kompetensi inti
perusahaan ini adalah memberikan
pembiayaan kepemilikan kendaraan
bermotor. Akan tetapi, perusahaan
bisa mendefinisikan kompetensi intinya secara unik untuk membuat mere-
Achieving Human Capital Excellence
Journal
management
ka mampu bersaing di pasar. Contohnya,
memberikan pembiayaan kepemilikan
kendaraan bermotor dengan proses pa­
ling cepat, paling murah, paling mudah, terpercaya, dan seterusnya. Kalau
perusahaan unggul karena proses pa­
ling cepat, maka perusahaan membangun proses bisnis yang jelas dan ramping
tanpa mengabaikan manajemen risiko,
kepatuh­an, dan tata kelola.
Ketika sebuah perusahaan logistik
mendefinisikan kompetensi inti, maka
Fedex bisa mengatakan kompetensi inti
mereka sebagai perusahaan pengantaran
paling handal, paling cepat di dunia, dan
sebagainya. Hal itu hanya bisa terjadi jika
kompetensi inti tersebut didukung oleh
kompetensi inti lainnya, seperti sistem
informasi pelacakan barang kiriman
yang canggih, armada pengiriman yang
besar, dan jaringan operasional yang
mencakup seluruh dunia.
Kompetensi inti akan mewujud dalam produk-produk akhir yang bisa
dinikmati oleh konsumen atau pelanggan. Hal ini sering juga disebut dengan
produk atau jasa inti (core product). Lebih
dari itu, kompetensi inti perusahaan juga
menjamin kemampuan perusahaan untuk menghasilkan produk-produk kompetitif di masa depan, yang belum sepe­
nuhnya diketahui oleh manusia. Wajar
jika kemudian disebutkan bahwa kompetensi inti perlu diidentifikasi, ditanam­
kan, dan dikembangkan secara terus
menerus.
Edisi kali ini membahas konsep dan
praktik kompetensi inti secara cukup
detil. Juga membeberkan bagaimana perusahaan melaksanakannya di Indonesia
dan di negara-negara maju. Tentu banyak
pelajaran inspiratif untuk diimplementasikan di organisasi masing-masing. Selain soal kompetensi inti, masih banyak
tulisan lain yang sangat berguna buat
Anda.
Selamat membaca! l Redaksi.
n
No. 38
n
Diterbitkan oleh
PT. Menara Kadin Indonesia
(Mki Corporate University)
Patrons
Anindya N. Bakrie, Burhan Uray,
Tedy Djuhar, Putri Kus Wisnu
Wardhani, Teddy Kharsadi
editorial
Chief Editor (Penanggung Jawab)
Syahmuharnis
Executive Editor
Yurnas Rachman
Manager, Marketing & Promotion
Ridwan Effendi
Editorial & Business Dev. Executive
Ratri Suyani
Editorial Board
Andedes Cipta, Bagas Wiharto,
Dasmito Syah, Kristiadi,
Lestari Suryawati
Circulation & Advertisment
Dedeh P, Hadi Ismanto, Peri Sonata,
Siti Insaroh, Purwanti
Alamat Redaksi / Sirkulasi / Iklan
Menara Kadin Indonesia 24th Floor
Jl. HR. Rasuna Said X - 5 Kav. 2 - 3
Jakarta 12950 Indonesia
Phone : (62 - 21) 5790 3840
Fax. : (62 - 21) 527 4443
Email : mki@pt - mki.co.id
learningcenter@pt - mki.co.id
Website :
www.humancapitaljournal.com
www.pt - mki.co.id
Bank :
Bank Mega Cabang Rasuna Said
Jakarta.
Rek. No. 010 2000 1100 3221
a/n PT Menara Kadin Indonesia
Redaksi menerima artikel yang sesuai
dengan visi dan misi Human Capital
Journal. Redaksi berhak mengedit isi
tulisan yang dikirim tanpa merubah
maksud dan tujuannya.
Dilarang memperbanyak/menggandakan
isi majalah tanpa izin dari pihak redaksi.
©Hak Cipta dilindungi Undang - undang
Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014 Human Capital Journal
3
From Chief Editor
Syahmuharnis
Chief Editor of Human Capital Journal
From Good to Great People
J
im Collins dalam bukunya “Good to Great”
memberikan inspirasi tentang pembangunan
kualitas sumber daya manusia agar perusahaan
tumbuh berkembang menjadi pemain yang
kuat ditengah persaingan bisnis yang ketat dewasa ini.
Membangun kualitas Great People adalah tantang­
an terberat dalam organisasi, memerlukan energi,
pikiran, pengorbanan, waktu, dan proses yang cukup
panjang, bahkan biaya besar untuk mewujudkannya.
Siapakah sosok Great People yang sering menjadi impian dan harapan banyak perusahaan? Apa
bedanya dengan Ordinary People dan Good People?
Great People adalah para kontributor positif yang
secara signifikan memberikan andil terbesar dalam
kemajuan organisasi. Mereka seolah tidak tergantikan
oleh kualitas karyawan lainnya yang berbeda.
Ordinary People adalah karyawan berlabel biasa
yang hanya memberikan kemampuan apa adanya,
tanpa ada upaya untuk membangun dirinya tampil
lebih baik dari sebelumnya. Dalam istilah Paul G.
Stoltz pada bukunya “Adversity Quotient” (mengubah
hambatan menjadi peluang), Ordinary People berada
pada Quitters Group, mereka yang telah berhenti
untuk berkembang dan berjuang.
Good People sebagai sosok yang lebih baik dari
karyawan biasa. Mereka menjadi lebih baik dari
sebelumnya, tetapi berhenti untuk berkembang dan
maju. Mereka berada pada Campers Group, artinya
“berkemah”, karena merasa telah cukup berhasil dan
menikmatinya tanpa ada upaya lagi untuk lebih
me­ningkat dan berkembang.
Great People adalah mereka dalam Climbers
Group, zona pendakian, selalu berupaya meningkatkan kemampuan dan kualitas diri agar
tampil lebih baik dari kemarin. Great People
dapat bertransformasi dari Ordinary menjadi
Good People, sebelum meru­bah sosok sebagai
Great People. Mereka inilah yang menurut Paul
G. Stoltz sosok yang mampu mengubah banyak
hambatan menjadi peluang dan kesuksesan.
4 Human Capital Journal
n
No. 38
n
Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014
Mereka yang berkontribusi besar dalam sukses sebuah
organisasi.
Dalam perjalanan waktu, perusahaan menginginkan adanya sosok Great People dalam organisasi
mereka. Ibarat “angsa bertelor emas” itulah simbol
Great People. Jumlah mereka seperti piramida puncak
dalam organisasi. Hanya sedikit dari sekumpulan
orang yang berjadi Great People, tetapi kontribusinya
sangat besar bagi kemajuan perusahaan.
Menurut Jim Collins dibutuhkan beberapa parameter dalam menciptakan Great People yang selalu
bergerak ke atas untuk berkembang, seperti:
1. Pembangunan mindset dan nilai-nilai terhadap
Great People,
2. Kepemimpinan dalam tindakan yang benar,
memberi contoh, sederhana tapi profesional
3. Membangun kemampuan setiap orang agar menjadi aset perusahaan
4. Perilaku dan sikap disiplin,
5. Organisasi yang mau membuka fakta akan segala
masalah yang terjadi dan mencari jalan keluar
terbaik demi perubahan dan kemajuan bersama
6. Pembelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi
demi peningkatan kualitas manusia
Ritzs Carlton Hotel Group, telah membuktikan
pembangunan sumber daya manusia melalui prinsip
kapitalisasi yaitu mendayagunakan kesempatan yang
ada, mengungkit semua kemampuan yang dimiliki,
memanfaatkan dengan sekuat tenaga semua pembelajaran, dan belajar dari orang lain yang sukses. Kisah
Ritz Carlton adalah sukses menjadi icon dan trendset­
ter bisnis perhotelan dunia.
Mereka merumuskan sukses melakukan human
capital development sebagai pilar dalam pemasaran
industri hotel mereka. Dengan Great People sebagai
aset terpenting perusahaan yang memberikan kemajuan bagi perusahaan berkat pelayanan luar biasa kepada setiap pelanggan dengan meninggalkan “memo-
rable customer experiences” – pengalaman suka cita
dari pelanggan yang tidak terlupakan sebagai kata
kunci sukses membuat pelanggan menjadi loyal.
Serupa dengan Jim Collins yang berkeyakinan
sumber daya manusia adalah aset terpenting organi­
sasi, maka Ritz Carlton mengembangkan prinsip
pelatihan yang berkesinambungan dan repetisi
sebagai cara menciptakan aset manusia menjadi Great
People. Perusahaan yang dikelilingi Great People akan
melaju kencang dalam persaingan bisnis yang ketat.
Hal yang sama dikemukakan oleh W. Chan Kim
dan Renee Mauborgne yang menginspirasikan melalui konsep “Blue Ocean Strategy”, atau strategi samudera biru, bahwa salah satu pilar utama kesuksesan
dalam berkompetesi adalah membangun organisasi
solid yang berisikan nafas dan aura kerjasama mulai
dari top level sampai para eksekutor di lapangan.
Prinsip samudera biru pada pembangunan sumber
daya manusia lebih menekankan kepada pembangunan manusia dengan prinsip kapitalisasi sehingga
mereka bisa tampil berbeda secara jelas dan signifikan
dibandingkan orang lain. Kesuksesan perusahaan
karena berhasil meningkatkan kualitas sumber daya
manusia, para eksekutor di lapangan untuk memberikan yang berbeda dan terbaik kepada perusahaan dan
para pelanggan.
Banyak contoh Great People dalam hidup ini yang
memberikan kita inspirasi. Contohnya Bill Gates,
Steve Jobs, Michael Jordan, Serena Williams, Albert
Einstein, dan masih banyak lagi. Perusahaan-perusahaan seperti Singapore Airlines, Toyota, Lego, Ritz
Carlton, ISS A/S – perusahaan facility services terbesar
dunia dari Denmark, G4S – perusahaan jasa sekuriti terbesar dunia dari Inggris, dan lain lain, sukses
karena dibangun dari kualitas Great People di dalam
organisasinya.
Semoga inspirasi pembangunan Great People
memberikan kepada kita wawasan yang lebih lengkap,
dalam dan tajam demi membangun organisasi atau
perusahaan yang sukses dan berkembang di masa
mendatang. l
(Diadaptasikan dari tulisan Husen Suprawinata, mantan CEO American Standard, ICI Paints, dan kini sebagai
Certified Executive Coach dan Executive Partner MKI)
n
No. 38
n
Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014 Human Capital Journal
5
28
PT Menara Kadin Indonesia
MKI -
> Learning > Consulting > Assessment Center > Research > HC Journal
Workshop & Survey Research
Measuring & Managing
Customer Engagement
Schedule 2014 : 18 - 19 Agt, 18 - 19 Nov
Latar Belakang
R
iset yang dilakukan oleh John H. Fleming,
Curt Coffman, dan James K. Harter dari
Gallup Consulting menyimpulkan bahwa
interaksi antara karyawan dan pelanggan sangat
menentukan kinerja finansial organisasi. Sikap
karyawan mempengaruhi sikap pelanggan, dan
sikap pelanggan mempengaruhi kinerja organisasi
secara linear. Artinya, jika ingin memiliki kinerja
finansial yang tinggi, perusahaan harus mengukur
dan meningkatkan sikap pelanggan, yang dikenal
dengan keterikatan pelanggan (Customer Engagement).
Level Customer Engagement bisa menjadi indikator
proses (leading indicator) dari tingkat pengembalian bagi investor. Artinya, kalau hasil survei
Customer Engagement menghasilkan tingkat
engagement yang tinggi, maka ada harapan kinerja
keuangan perusahaan juga tinggi.
Outline Workshop
Day 1 : Concept & Implementation of Customer
Engagement
1. Konsep Customer Engagement dan kontribusinya
terhadap keberhasilan organisasi
2. Faktor-faktor pengendali Customer Engagement
3. Bagaimana mengelola Customer Engagement?
4. Mendesain strategi dan program Customer
Engagement
Contact Person:
Mrs. Dedeh, Mrs. Iin, Ms. Anti,
Mr. Hadi, Mrs. Tari, Mr. Ridwan
(021)
Day 2 : Measuring Customer Engagement
1. Metodologi dan tool pengukuran Customer
Engagement
2. Langkah-langkah dalam mengukur Customer
Engagement
3. Menentukan jenis dan sumber data pengukuran
4. Teknik sampling dan pengolahan data
5. Pengambilan kesimpulan dan validasi
6. Tindak lanjut hasil survei Customer Engagement
Target Peserta
Eksekutif/Manager/Assistant Manager/Staff yang bertanggung jawab terhadap manajemen pemasaran dan pelayanan
pelanggan.
Human Capital Sigma® Chain
Shareholder Value
Increase
Revenue &
Profit Growth
Engaged
Customers
Human
Capital
Sigma
Engaged
Employees
Fulfill Engagement
Drivers
Innovated by MKI - Adapted from : Gallup’s Human Sigma®
Durasi Workshop
2 hari (sekitar 14-16 jam pelajaran)
Metodologi
Fasilitator
t*S3VN%.VUJBSB.4J,
berpengalaman sebagai
eksekutif/manajer SDM
di beberapa perusahaan
serta konsultan/fasilitator
di bidang manajemen SDM.
Saat ini menjadi Senior
Partner PT Menara Kadin
Indonesia.
t*S4ZBINVIBSOJT.#"
berpengalaman sebagai
praktisi pemasaran dan
SDM, ahli dalam Strategic
Performance Management/
Balanced Scorecard dan
manajemen sumberdaya manusia berbasis kompetensi
dan kinerja. Saat ini menjabat Direktur PT Menara
Kadin Indonesia.
t%S./VS"JEJ dosen
Departemen Statistik IPB,
konsultan ADB, fasilitator
berbagai program pelatihan,
dan saat ini juga menjabat
Senior Partner PT Menara
Kadin Indonesia.
Biaya
Biaya workshop adalah
3Q per peserta.
Biaya tersebut belum
termasuk biaya PPN,
tetapi sudah termasuk
penggandaan materi,
gimmick, formulir latihan,
dan sertifikat – dikeluarkan
oleh MKI.
Workshop ini mengutamakan latihan ketimbang teori, dengan
bobot perkiraan 60% teori dan 40% latihan.
5790 3840
or Fax. (021) 527 4443 Email: [email protected]
Visit our Human Capital Portal www.humancapitaljournal.com
Achieving Human Capital Excellence
contents
HumanCapital
Achieving Human Capital Excellence
No. 37/Tahun IV 15 Juli - 15 Agustus 2014
Journal
3 Foreword
Pahami Kompetensi Inti
Perusahaan Anda
4 From Chief Editor
From Good to Great People
8 HC News
Indonesia Tuan Rumah APLIC 2015
9 HC News
14 Cover story
Pesona Gaji Lebih Memikat
Karyawan Pria Dibanding Wanita?
10 HC News
Tingkatkan Daya Saing Perusahaan
lewat OCI Award Indonesia
11 HC News
24 Apakata Mereka
CTBC Gelar Workshop
Building a Great Place to Work
30 Photo Gallery
Dr. Zinggara Hidayat, MM, M.Si.Konsultan, peneliti dan pengajar
Kompetensi Inti Sulit Ditiru
29Memahami Core Competency. Oleh : Nada Asteria Raharjo
31 Profile Ismed Hasan Putro
Menganalisis Kompetensi IntiPerusahaan
Perusahaan perlu menetapkan, mempertahankan, dan mengembangkan kompetensi inti untuk meraih keunggulan dalam
persaingan di pasar. Kompetensi inti tersebut berbeda dengan
hal-hal di mana perusahaan dianggap bagus. Bagaimana mendefinisikan kompetensi inti perusahaan?
Bangun Karakter Jujur & Bersih
33 Profile Lin Herlina
Tingkatkan Kualitas Pekerjaan
36 Column: Business Management
40 Column: Leadership Series
Eddie Priyono
Kompetensi untuk Kompetisi
38 Periscope
Husen Suprawinata
Mentor,Lepas Landas dan
Pendaratan Adalah Bagian dari
Misi Seorang Pemimpin
n
No. 38
n
Brata TarunaHardjosubroto
Menentukan ‘Core Competence’ ;
Hard Skill atau Soft Skill’
42 Column : Success Motivation
Gani Gunawan Djong
Akibat Terlalu Mengandalkan
Kompetensi
Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014 Human Capital Journal
7
HC News
Indonesia Tuan Rumah
APLIC 2015
A
sia Pacific Financial
Services Association
(APFinSA) bersama Asosiasi para praktisi keuangan Indonesia atau Financial Planner
Association Indonesia (FPA Indonesia)
akan menyelenggarakan Asia Pacific
Life Insurance Congress ke-15 2015
(15th APLIC 2015). Kongres tersebut
direncanakan akan digelar di Bali
Nusa Dua Convention Center, Nusa
Dua Bali Indonesia pada tanggal 23-26
Maret 2015. Kegiatan ini terdiri dari
kongres, eksibis dan golf. Peserta yang
datang akan mencapai 5.000 peserta
dari beberapa negara Asia Pasifik.
Menurut Chairman of APFinsa
Edmund Wee, tujuan didirikan APFinSA adalah untuk mempromosikan
dan mengedepankan profesionalisme
sesama praktisi keuangan serta mendo­
rong kegiatan pendidikan dan standar
professional dari industri asuransi jiwa di
tingkat regional Asia Pasifik. “Awalnya
kongres tahun ini bakal diselenggarakan
di Jakarta, namun akhirnya digelar di
Bali. Kongres ini akan dihadiri oleh 5.000
peserta dari Asia pasific,” tuturnya dalam
acara jumpa pers di MNC Tower, Jakarta,
tanggal 15 Juli 2014 lalu.
Senada dengan Edmund Wee, Ketua
Umum FPA Indonesia dan yang juga
sebagai menjabat Ketua Panitia APLIC ke15, Henry Januar mengungkapkan, alasan
kongres ini digelaran di Bali karena di
Jakarta sering ada kendala seperti macet,
hujan, banjir dan ketiganya berkombinasi.
“Selain itu pas meeting di Hong Kong dan
Jepang, sepakat ubah di Bali tepatnya
di Nusa Dua. Ini sangat mudah dikenal
Acara Konferensi
Pers yang dihadiri
oleh Chairman of
APFinsa
Edmund Wee
8 Human Capital Journal
n
No. 38
n
Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014
dunia karena tempat ini pernah adakan
Opec dan Miss World. Serta mengundang Hary Tanoesoedibjo sebagai idola
saya yang akan jadi pembicara dan
pembicara lainnya,” katanya.
Banyak pembicara internasional
yang akan datang dalam acara ini
dalam panggung utama dan kelaskelas motivasi, seperti Nick Vujicic,
Guy Baker, Lee Sheng Wah, Samuel
Yung dan banyak pembicara lainnya.
Acara ini juga mendapatkan dukungan
dari media utama yaitu MNC Business.
Media lainnya yang telah tergabung
adalah Asia Insurance Review. APFinSA dan FPA Indonesia juga berterima
kasih secara khusus kepada Sun Life
Financial sebagai exclusive titatium
sponsor APLIC ke-15.
“Kami merasa senang atas dukungan secara langsung dari President Sun
Life Financial Asia yaitu Kevin Strain.
Dan beberapa sponsor lainnya yang
telah bergabung bersama kami seperti
Astrindo dan Reachout Foundation,
serta Garuda Indonesia sebagai sponsor maskapai acara ini,” sambung
Henry kembali. l Ratri Suyani
HC News
Pesona Gaji Lebih Memikat
Karyawan Pria Dibanding Wanita?
K
aryawan pria di Indonesia
ternyata lebih mementing­
kan gaji dibandingkan
dengan karyawan wanita.
Hal tersebut dibuktikan dengan hasil
survei yang dilakukan oleh JobStreet.
com Indonesia pada bulan Juli lalu
kepada 18,275 koresponden.
Dari data yang didapat, ada 63.42%
pria dan 36.58% wanita yang mengikuti survei tersebut. Hasilnya sebesar
94.23% karyawan di Indonesia menyatakan bahwa gaji menjadi hal terpen­
ting bagi mereka untuk menentukan
karir yang mereka pilih.
Jumlah tersebut menegaskan
bahwa pesona gaji memang tidak bisa
dipungkiri. Setiap orang selalu ingin
mendapatkan rupiah yang lebih ba­
nyak lagi. Sebesar 5.56% koresponden
lain menyatakan biasa saja dan tidak
menjadikan gaji sebagai patokan utama
mereka mencari pekerjaan. Terakhir
sebanyak 0.21% koresponden menyatakan besarnya gaji tidak penting bagi
mereka.
Ada lima komponen penting yang
harus diperhatikan oleh pencari kerja saat
melihat iklan lowongan yaitu, brand/nama
perusahaan, benefit/keuntungan, gaji,
uraian kerja dan lokasi kerja. Berdasarkan
survei yang dilakukan Jobstreet.com,
sebanyak 33.14% para pencari kerja menyatakan bahwa gaji menjadi hal pertama
yang mereka lihat.
Hal kedua yang menjadi fokus para
pencari kerja adalah uraian pekerjaan
25.73%. Hal tersebut menunjukan bahwa
job description dari pekerjaan yang mere­
ka lamar tidak lebih penting dari jumlah
gaji yang akan mereka terima. Selanjutnya, 25.64% koresponden memilih brand/
perusahaan yang mengiklankan lowongan
tersebut. Lantas keempat, 10.06% memikirkan lokasi. Terakhir yang menjadi
fokus mereka adalah benefit atau keuntungan yang mereka dapat yaitu sebesar
5.43% koresponden.
Dari survei yang dilakukan kepada
18,275 koresponden, diikuti oleh 40.21%
n
No. 38
n
senior staff, 27.23% junior staff. Kemudian posisi manajer 17.26%, posisi fresh
graduate sebesar 9.25% dan sebanyak
6.05% berasal dari level Senior Manager
above.
Hasil survei tersebut menjelaskan
bahwa para pencari kerja lebih tertarik
pada iklan lowongan kerja yang
mencantumkan besarnya kisaran gaji
pada suatu posisi pekerjaan. Pencantuman kisaran gaji pada iklan lowongan
pekerjaan seharusnya menjadi perhatian utama bagi perusahaan yang ingin
mencari kandidat terbaik.
Perusahaan juga harus lebih
terbuka mengenai kisaran gaji, karena
adanya kisaran gaji pada iklan lowongan akan mempermudah kedua belah
pihak. Para pencari kerja hanya akan
melamar pekerjaan yang sesuai dengan
gaji yang mereka harapkan. Sedangkan perusahaan hanya akan memilih
kandidat yang memiliki kisaran gaji
seperti yang tercantum dalam iklan
yang mereka tayangkan. l Ratri Suyani
Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014 Human Capital Journal
9
HC News
Tingkatkan Daya Saing
Perusahaan lewat OCI
Award Indonesia
K
esempatan untuk membuktikan
diri sebagai perusahaan Indonesia yang sukses menghasilkan
pengembangan produk dan jasa telah
terbuka. Ajang pembuktian lewat “The
1st Outstanding Corporate Innovator
Indonesia Award, Enhancing Indonesia’s
Competitiveness through New Product
Development and Innovation” ini akan
diberikan kepada perusahaan yang
beroperasi di Indonesia dan mampu
10 Human Capital Journal
n
No. 38
n
menghasilkan pengembangan produk dan
jasa yang terbukti sukses dalam kurun
waktu 3 tahun terakhir serta alur penemu­
an ide, penciptaan, peluncuran serta
pengembangan produknya dilakukan di
Indonesia.
PPM Manajemen yang didaulat menjadi afiliasi negara Asia kelima dari PDMA
(Product Development Management As­
sociation) berbuah nama PDMA Indonesia
ini mendapat kepercayaan untuk menye-
Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014
lenggarakan penghargaan tersebut.
Pemenang utama berkesempat­an
berbagi kisah sukses dalam konferensi
PDMA yang diadakan di Amerika
Serikat tahun 2015. Pemenang akan
dimuat di VISION Magazine sebagai
official magazine dari PDMA yang berskala Internasional serta tersebar di 33
negara afiliasi PDMA di dunia dan juga
dimuat di Majalah SWA. Pendaftaran
dibuka hingga 30 September 2014
dan perusahaan peserta tidak
dipungut biaya.
The Outstanding Corporate
Innovator (OCI) Award adalah
event bergengsi berskala Internasional tahunan dari Product
Development Management Asso­
ciation (PDMA) yang berpusat di
Chicago-USA dan terselenggara
sejak 1988. The OCI Award juga
merupakan satu-satunya penghargaan terhadap inovasi yang
mengakui hasil bisnis berkelanjutan diukur dari produk dan jasa
layanan baru.
PDMA itu sendiri merupakan
sebuah asosiasi non-profit global
yang fokus pada isu pengembang­
an produk baru dan inovasi,
serta bertujuan mengakselarasi
kontribusi inovasi terhadap
perekonomian untuk meningkatkan keterlibatan para profesional
dalam bidang pengembangan
produk dan jasa.
Selama lebih dari 25 tahun,
The OCI Award telah menerapkan standar mekanisme yang sa­
ngat baik dalam hal proses seleksi.
Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi perusahaan yang telah menciptakan dan mengimplementasikan
inovasi, serta pengembangan produk/
jasa barunya yang telah terbukti sukses
mendatangkan hasil secara berkelanjutan. Beberapa perusahaan yang telah
meraih OCI Award yaitu Apple, Skyline,
Baker Hughes, BMW, Clorox, Corning,
DSM, DuPont, Faurecia, Harley Davidson, Kennametal, UnitedHealth Group,
and Xerox. l
Ratri Suyani
CTBC Gelar Workshop
Building a Great Place to Work
O
rganisasi yang sehat akan
memiliki pegawai yang
senang bekerja dalam
organisasi tersebut. Mereka
memiliki rasa bangga menjadi bagian
organisasi dan tidak mudah berpindah
ke organisasi atau perusahaan lain
hanya karena tawaran-tawaran seperti
penghasilan dan fasilitas yang lebih
baik. Hal ini disebabkan pegawai akan
merasa sayang kehilangan suasana,
semangat kerja dan kebanggaan bekerja
di perusahaan yang belum tentu dia
peroleh di tempat lain. Atau minimal
perlu waktu yang panjang untuk menyesuaikan diri dan mendapatkan rasa
aman dan nyaman yang sama di tempat
kerja yang baru, dan bekerja dengan
produktivitas yang maksimal.
Membuat orang bekerja dengan
kesungguhan hati bukanlah hal yang
mudah. Membuat orang terlibat secara
emosional dalam pekerjaan adalah
empat kali lebih penting jika Anda ingin
mempertahankan karyawan Anda. Dalam
kondisi terbatasnya tenaga kerja bertalen­
ta di pasar tenaga kerja, mendapatkan
dan mempertahankan karyawan yang
berprestasi akan menjadi sulit. “Employee
engagement adalah sebuah konsep manajemen bisnis yang menyatakan bahwa kar­
yawan yang memiliki engagement tinggi
adalah karyawan yang memiliki keterlibat­
an penuh dan memiliki semangat bekerja
tinggi dalam pekerjaannya maupun dalam
hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan
perusahaan jangka panjang,” papar Roma
Tampubolon Consultant Gallup Indonesia
di acara workshop “Building a Great Place
to Work” yang diadakan CTBC Bank di
Jakarta tanggal 19 Agustus 2014 lalu.
Menurut Roma, ada tiga tipe komitmen karyawan versi Gallup yaitu Engaged,
Not Engaged, dan Actively Disengaged.
Berdasarkan penelitian dalam waktu
panjang yang dilakukan oleh Gallup di
n
No. 38
n
berbagai macam industri, Gallup
akhirnya menemukan formulasi Q
12, suatu kuesioner 12 pertanyaan
yang mengindikasikan perasaan
komitmen karyawan. Hasil dari survei yang dilakukan, menunjukkan
korelasi yang kuat antara hasil skor
survei yang tinggi dengan kinerja
karyawan yang bagus.
Dengan mengetahui tingkat en­
gagement karyawan dan memeliharanya untuk tetap tinggi maka secara
umum perusahaan atau organisasi
akan diuntungkan dengan berbagai hal seperti perusahaan dapat
mempertahankan dan meningkatkan produktivitas karyawan karena
mereka merasa senang bekerja di
perusahaan tersebut. Selain itu,
membantu mempertahankan karya­
wan terbaik, karena mereka tidak mudah tergiur dengan tawaran perusahaan
lain, serta membantu pencapaian target
perusahaan, karena beberapa studi
yang mengkorelasikan antara tingginya
employee engagement dengan pencapai­
an target perusahaan membuktikan
kebenaran hipotesanya bahwa korelasi­
nya adalah sangat positif.
Selain acara workshop, CTBC memperkenalkan CTBC Pay+, sebuah fasilitas layanan dari Bank CTBC yang me­
rupakan solusi tepat tepat untuk proses
pembayaran gaji karyawan yang lebih
mudah, nyaman, dan aman. Menurut
Inayat Hisyam, Direktur CTBC Indonesia, selama ini urusan pembayaran
gaji karyawan biasanya mengharuskan
setiap perusahaan memiliki rekening
di bank yang bersangkutan. Namun,
dengan adanya CTBC Pay+, karyawan
perusahaan tidak diwajibkan memiliki
rekening tabungan CTBC. “CTBC Pay+
merupakan pilihan pembayaran gaji
tanpa administrasi pembukaan reke­
ning untuk karyawan, tidak ada syarat
minimum jumlah gaji karyawan dan
prosesnya cepat. Pembayaran gaji melalui instruksi email yang dilengkapi fitur
keamanan,” tutur Inayat saat dijumpai
di sela-sela acara. l Ratri Suyani
Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014 Human Capital Journal
11
PT Menara Kadin Indonesia
> Learning > Consulting > Assessment Center > Research > HC Journal
No
Training
Facilitator
Days
Fee
1
Certified Human Resources Management Professional (CHRMP)
Tim MKI
5
12.000.000
2
Human Resources Management Professional (HRMP)
Tim MKI
4
6.000.000
3
Competency Based Job Analysis & Job Evaluation
Rum D Mutiara, Winny
2
3.000.000
4
Compensation & Benefit System
Rum D Mutiara
3
4.500.000
5
Mendesain Kurikulum Berbasis Kompetensi
Winny, Agus M.
2
3.000.000
6
Strategic Competency Profiling
Syahmuharnis
2
3.000.000
7
Career Development Management
Winny, Agus M.
2
3.000.000
8
Comprehensive Assessment Center Certification
Winny, Nandar
3
5.500.000
9
How To Design MT Program
Junisas
2
3.000.000
10
Basic Human Resources Management (HRM for Beginner)
Winny, Agus M, Rum D.Mutiara
2
3.000.000
11
Training Identification dan Evaluation
Syahmuharnis, Dasmito
1
2.000.000
12
Talent Management
Yunisas, Agus M, dan Winny W
3
5.000.000
13
HR for Non HR Manager
Syahmuharnis, Agus Mauludi
2
3.000.000
14
HR Audit
Sapta Putra Y dan Rum D Mutiara
2
3.500.000
15
HR Bussines Partner
Rum D Mutiara dan Sapta Putra Y
2
3.000.000
16
Workload Analysis and Comprehensive Strategic Man Power Planning
Syahmuharnis
2
3.000.000
17
Strategic Management
Syahmuharnis
2
4.000.000
18
Individual Performance Management with Balanced Scorecard
Syahmuharnis
2
3.000.000
19
Performance Audit (Pertama di Indonesia)
Syahmuharnis, Dasmito
2
4.000.000
20
Strength Based Human Capital Management (Human Sigma Approach)
Abah R, Syahmuharnis, Rum D.Mutiara
2
3.000.000
21
Measuring & Managing Customer Engagement
Syahmuharnis
2
4.000.000
22
Measuring & Managing Employee Engagement
Syahmuharnis. Rum D Mutiara
2
4.000.000
23
Finance for Non Finance
Susi Muchtar
3
4.500.000
24
Compliance and Risk Management
Ritha J. Nainggolan
2
3.250.000
25
Fraud Audit
Ritha J. Nainggolan
2
3.250.000
26
Marketing Intellegence
Ritha, Galatia
2
4.000.000
27
Accounting for Non Accounting
Ritha J. Nainggolan
3
4.500.000
28
Managing Account Payable in Practices
Chaerudin Manaf
2
3.500.000
29
Receivablle & Collection Management
Chaerudin Manaf
2
3.500.000
30
Cashflow and Treasurey Management
Chaerudin Manaf
2
3.500.000
31
Best Practises in Fixed Asset Accounting
Chaerudin Manaf
2
3.500.000
32
Analisis Statistik Riset Pemasaran
Nur Aidi
2
4.500.000
33
Management Development Program (Soft skill Managerial), Star Program
Brata T. H
4
6.000.000
34
Managerial Development Program for Manager Candidates
Brata T. H
2
3.500.000
35
Effective Supervisory Management Program
Brata T. H
2
3.250.000
36
Leadership Development Program
Brata T. H
2
3.000.000
37
Effective Personal Productivity
Syahmuharnis, Husen Suprawinata
2
4.000.000
38
Dynamics of Personal Goal Setting
Syahmuharnis, Husen Suprawinata
3
6.000.000
2
Agenda 2
Penda
2014
Agenda 2014
2014
Jan
Peb
Mar
Apr
May
Jun
Jul
Aug
Sept
Oct
Nov
Dec
20 - 24
10 - 14
10 - 14
21-25
5-9
9 - 13
14 - 18
11 - 15
15 - 19
13 - 17
10 - 14
15 - 19
6-9
21 - 22
11 - 14
18 - 19
18 - 19
24 - 26
6-9
22 - 23
20 - 21
21 - 23
8 - 11
17 - 18
23 - 25
3-4
21 - 22
21 - 22
18 - 19
27 - 29
16 - 17
15 - 17
3-4
25 - 26
23 - 24
25 - 26
27 - 28
25 - 27
6-7
22 - 23
22 - 24
8-9
4-5
4-5
4-5
2-3
6-7
3-4
2-3
5-6
3-4
7-8
4-5
2-3
20
20
24
22
19
24
21
25
23
20
18
4-6
27 - 28
16 - 17
25 - 27
26 - 27
26 - 28
22
19 - 20
11 - 14
7-8
27 - 28
24 - 25
15 - 16
9 - 12
24 - 25
6-7
24 - 25
6-8
28 - 29
12 - 13
8 - 10
23 - 24
21 - 22
9 - 11
25 - 26
29 - 30
18 - 19
17 - 18
23 - 24
11 - 12
11 - 12
11 - 12
6-7
3-4
10 - 11
8 -9
5-6
3-4
13 - 14
7-8
4-5
4-6
27 - 28
24 - 25
22 - 23
2-3
10 - 11
9 - 10
12 - 13
6-7
4-5
10 - 11
9-10
13 - 14
13 - 14
10 - 11
22 - 23
12 - 13
10 - 11
14 - 15
11 - 12
16 - 17
13 - 14
11 - 12
29 - 30
27 - 28
26 - 27
23 - 24
21 - 22
25 - 26
23 - 24
28 - 29
25 - 26
30 - 31
27 - 28
10 - 11
20 - 21
17 - 18
19 - 20
17 - 18
21 - 22
19 - 20
4-5
22 - 24
29 - 30
23 - 25
10 - 11
10 - 11
5-6
14-15
17 - 18
18 - 19
18 - 19
20 - 21
20 - 21
23 - 25
29 - 31
7-8
8-9
16-17
8 - 10
18 - 19
13 - 14
2-3
6-7
8-9
4-5
3-4
11 - 13
6-8
5-7
4-6
10 - 11
16 - 17
16 - 17
14 - 15
23 - 24
21 - 22
19 - 20
29 - 30
12 - 13
27 - 28
6-7
23 - 24
21 - 22
22 - 23
18 - 19
21 - 24
20 - 23
27-28
2014
aftaran :
15 - 16
19 - 20
24 - 25
22 - 23
23 - 24
27 - 28
8-9
25 - 26
22 - 23
17 - 18
19 - 20
21 - 22
9 - 10
26 - 28
28 - 30
24 - 26
26 - 28
28 - 30
16 - 18
Mrs. Tari / Iin / Dedeh / Ms.Purwanti / Mr.Hadi. Tel. (021)
5790 3840 | Fax. (021) 527 4443 | Email: [email protected]
Cover Story
Menganalisis
Kompetensi Inti
Perusahaan
Perusahaan perlu menetapkan, mempertahankan, dan
mengembangkan kompetensi inti untuk meraih keunggulan dalam persaingan di pasar. Kompetensi inti tersebut
berbeda dengan hal-hal di mana perusahaan dianggap
bagus. Bagaimana mendefinisikan kompetensi inti perusahaan?
I
stilah kompetensi inti perusahaan dipopulerkan oleh CK Prahalad dan Gary
Hamel dalam artikel berjudul “The Core
Competence of the Corporation” dalam
Harvard Business Review (HBR) tahun
1990. Tulisan tersebut mendapatkan
penghargaan sebagai tulisan terbaik dari HBR.
Kompetensi inti perusahaan kapabilitas yang
dimiliki atau dapat dilakukan oleh perusahaan
14 Human Capital Journal
n
No. 38
n
Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014
secara khusus, baik, dan strategis sehingga menciptakan keunggulan kompetitif yang bertahan lama.
Sebuah kompetensi inti adalah kompetensi di mana
perusahaan sangat mahir yang memungkinkan
sebuah perusahaan menyerahkan nilai unik kepada
para pelanggan. Dengan memahami kompetensi
inti, perusahaan bisa berinvestasi pada kekuatankekuatan yang membedakan mereka ketimbang
pesaing dan menetapkan strategi yang memper-
satukan keseluruhan organisasi.
Kompetensi inti adalah kombinasi yang harmonis dari beragam sumberdaya dan keahlian yang
membedakan perusahaan di pasar. Oleh sebab itu,
konsep kompetensi inti tidak diterapkan untuk
level SBU (Strategic Business Unit), melainkan
kombinasi sumberdaya dikendalikan pada level organisasi. Kompetensi inti tersebut berujung kepada
pengembangan produk/jasa inti yang kemudian
bisa dipergunakan untuk membangun/menciptakan banyak produk/jasa bagi konsumen akhir.
Kompetensi inti merupakan hasil pembelajaran
secara kolektif di dalam perusahaan, khususnya
dalam mengkoordinasikan berbagai keahlian
produksi dan mengintegrasikan berbagai teknologi.
Ia dikembangkan melalui proses peningkatan
secara terus menerus dalam periode waktu yang
panjang, namun bukanlah sebuah perubahan besar
semata.
Prahalad dan Hamel meminta supaya kompetensi inti tidak disamakan dengan sesuatu di
mana perusahaan dianggap bagus. Sebagai contoh,
NEC mendayagunakan portofolio kompetensi
intinya untuk mendominasi pasar semikonduktor,
telekomunikasi, dan produk elektronika konsumen.
Orang bisa saja beranggapan NEC bagus dalam
memproduksi laptop yang memiliki daya tahan
tinggi. Akan tetapi, kompetensi inti NEC adalah
kemampuan mengintegrasikan berbagai teknologi
semikonduktor, telekomunikasi, dan produksi
elektronika konsumen.
pemikiran Hamel dan Prahalad tentang konsep
kompetensi inti sebagai penentu keunggulan kompetitif perusahaan tetap relevan.
Pada umumnya, perusahaan-perusahaan yang
berhasil mengambil-alih kepemimpinan di pasar
berkat inovasi produk/jasa yang menghasilkan
fitur-fitur dan peningkatan fungsional mengalahkan produk pesaing. Pemilihan platform teknologi
yang tepat pada produk-produk teknologi sangat
besar perannya dalam menunjang keberhasilan
memenangkan persaingan. Produsen mobil Jepang,
misalnya, menjadi pelopor sistem kemudi 4 roda,
mesin 4 katup per silinder, sistem navigasi di dalam
mobil, dan sistem manajemen mesin elektronis
yang canggih.
Sebagai contoh lain, hingga awal 2000-an, tidak
seorangpun yang membayangkan Nokia akan terjungkal dari posisi nomor wahid di dunia melorot
ke posisi bawah dalam bisnis telepon seluler.
Penggunaan teknologi android untuk menghasilkan fitur-fitur yang membuat konsumen dapat
menikmati beragam jasa yang sulit di masa lalu,
menjadi berkah luar biasa bagi Samsung, LG, dan
perusahaan-perusahaan lainnya.
Kompetensi inti
merupakan hasil
pembelajaran
secara kolektif
di dalam perusahaan, khususnya
dalam mengkoordinasikan
berbagai keahlian produksi dan
mengintegrasikan berbagai
teknologi.
Akar Keunggulan Kompetitif
Berdasarkan analisisnya terhadap dua perusahaan raksasa, yakni NEC dan GTE (perusahaan
ini merupakan penguasa pasar telekomunikasi,
sistem pertahanan, produk penerangan/lampu, dan
hiburan tahun 80an), Hamel dan Prahalad membedakan kedua perusahaan raksasa tersebut antara
portofolio kompetensi versus portofolio bisnis.
Keberhasilan perusahaan-perusahaan Jepang me­
ngalahkan perusahaan-perusahaan Barat memang
menjadi topik kajian mereka saat membuat tulisan
tahun 1990 tersebut. Misalnya, Toyota, Honda,
Canon yang berhasil mengalahkan GM, Chrysler,
Xerox di pasar masing-masing.
Kendatipun saat ini juga terjadi perubahan
besar di pasar ketika perusahaan-perusahaan Korea
berhasil menantang keunggulan perusahaan-perusahaan Jepang, dan di beberapa industri bahkan
mengalahkan perusahaan Jepang, seperti Samsung
yang kini merajai pasar semikonduktor, produkproduk telekomunikasi, dan hiburan, namun
n
No. 38
n
Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014 Human Capital Journal
15
Cover Story
Dalam jangka pendek, tutur Hamel dan
Prahalad, daya saing perusahaan ditentukan oleh
atribut harga/kinerja dari produk/solusi saat ini.
Namun, perusahaan-perusahaan yang berhasil
bertahan semuanya menyatu ke dalam standar serupa dan seragam terkait biaya dan mutu produk –
sebuah syarat minimal yang harus dipenuhi untuk
berkompetisi – namun semakin kurang penting
untuk menjadi sumber pembeda daya saing.
Itu sebabnya dalam jangka panjang, lanjut me­
reka, daya saing ditentukan oleh kemampuan memproduksi/menghasilkan produk/jasa, dengan biaya
lebih rendah dan lebih cepat ketimbang kompetitor,
yakni kompetensi inti untuk menghasilkan produk/
jasa yang, bahkan, tidak diperkirakan sebelumnya.
Sumber keunggulan bersaing sesungguhnya harus
ditemukan dalam kemampuan manajemen untuk
mengkonsolidasikan teknologi-teknologi dan
keahlian produksi seluruh unit perusahaan menjadi
kompetensi-kompetensi yang memberdayakan se­
tiap bisnis untuk beradaptasi dengan cepat terhadap
berbagai peluang perubahan.
Dalam konteks ini, para eksekutif senior yang
mengatakan tidak bisa membangun kompetensi
inti baik karena merasa otonomi unit bisnis sebuah
keharusan atau karena mereka fokus kepada
pengendalian anggaran triwulanan harus berpikir
16 Human Capital Journal
n
No. 38
n
Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014
ulang kembali. Kelebihan dari eksekutif senior dari
perusahaan-perusahaan Jepang (dan kini juga Korea) adalah konsep pemikiran yang tidak membatasi kemampuan setiap bisnis untuk mengeksploitasi
berbagai manfaat dari teknologi.
Sebuah perusahaan terdiversifikasi (termasuk
konglomerasi) tak ubahnya sebuah pohon besar.
Batang dan cabang besar adalah produk-produk
inti, cabang-cabang yang lebih kecil adalah unitunit bisnis, daun-daun, bunga-bunga, dan buahbuah adalah produk-produk akhir. Sistem akar
yang menyediakan hara sebagai sumber energy,
kekokohan, dan kestabilan pohon adalah kompetensi inti.
Anda bisa saja salah memahami kekuatan
pesaing jika hanya melihat kepada produk-produk
akhirnya; dengan pemahaman yang sama, Anda
tidak akan memahami kekuatan sebuah pohon jika
Anda hanya melihat kepada daun-daunnya.
Kompetensi-kompetensi inti adalah hasil
dari proses pembelajaran kolektif dalam organisasi, khususnya bagaimana mengkoordinasikan
berbagai keahlian produksi dan mengintegrasikan
berbagai ragam teknologi utama. Pada gilirannya,
kompetensi inti juga menyangkut pengorganisasian
pekerjaan dan menciptakan nilai bagi pelanggan.
Contohnya, salah satu kompetensi inti Sony adalah
miniaturisasi. Untuk membuat produk miniature, Sony harus memastikan para ahli teknologi,
insinyur, dan para pemasar memiliki pemahaman
yang sama terhadap kebutuhan pelanggan dan
berbagai kemungkinan teknologi.
Pentingnya kompetensi inti juga dirasakan
oleh usaha bidang jasa. Citicorp selalu berada di
depan dengan berinvestasi dalam sistem pengope­
rasian yang memungkinkan mereka berpartisipasi
terhadap pasar 24 jam penuh sehari. Kompetensi
mereka dalam sistem-sistem telah memungkinkan
perusahaan memiliki alat pembeda antara diri
mereka dengan para pesaing.
Menurut Hamel dan Prahalad, kompetensi inti
adalah komunikasi, keterlibatan, dan komitmen
kuat untuk bekerja dalam lintas batas perusahaan.
Ia melibatkan berbagai level SDM dan semua
fungsi. Seluruh keahlian pembentuk kompetensi
inti harus ditanamkan pada setiap individu tidak
dengan fokus sempit namun dengan cakrawala
yang lebih luas sehingga mereka bisa memadukan
keahlian fungsional masing-masing dengan cara
baru yang menarik.
Kompetensi inti tidak berkurang nilainya
sejalan dengan penggunaannya. Tidak seperti asset
fisik, yang mengalami penurunan dengan berjalannya waktu, kompetensi meningkat bilamana diterapkan dan disebarluaskan. Akan tetapi, kompetensi
perlu dipupuk dan dilindungi. Pengetahuan akan
lenyap bilamana tidak dipergunakan. Kompetensi
adalah perekat yang menyatukan bisnis. Kompetensi, bahkan, merupakan mesin dari pengembangan bisnis. Pola-pola diversifikasi dan masuk
pasar dipandu olehnya, bukan hanya karena daya
tarik pasar.
Hamel dan Prahalad memberi contoh kompetensi 3M dalam produk-produk penempel menggunakan perekat (sticky tape), seperti kertas memo
“Post-It”, magnetic tape, film fotografi, produkproduk perekat yang sensitif dengan tekanan, dan
produk-produk pelapis anti karat. Kompetensi
bisnis mereka berkembang menjadi substrat, pelapisan, dan produk-produk menggunakan perekat
serta mengkombinasikan kompetensi-kompetensi
itu dalam beragam cara. Secara konsisten 3M berinvestasi pada kompetensi-kompetensi inti tersebut.
Sehingga apa yang tampak berupa keragaman portofolio bisnis sebenarnya bertopang pada sejumlah
kecil kompetensi inti saja.
Hal sebaliknya, banyak perusahaan besar
yang memiliki potensi membangun kompetensi
inti namun gagal melakukannya akibat manajemen puncak tidak mampu membuat perusahaan
lebih dari sekedar kumpulan dari sejumlah bisnis.
Manajemen terperangkap pada pola pikir SBU, se­
hingga mendapatkan setiap SBU tergantung kepada
sumber eksternal untuk komponen-komponen
kunci. Soalnya, barang-barang itu bukan hanya
komponen, melainkan produk akhirnya sangat
menentukan daya saing produk perusahaan.
Dalam kompetisi bisnis global yang sangat
sengit, perusahaan tidak bisa lagi memandang
usaha mereka sebagai sekumpulan bisnis pembuat
produk atau jasa. Tidak seperti pertempuran dalam
membangun dominansi merek yang ditujukan
untuk menanamkan merek di pikiran konsumen,
yang bisa terlihat dalam iklan-iklan di berbagai
media, pertempuran membangun kompetensi kelas
dunia tidak terlihat bagi SDM yang secara seksama
memperhatikan hal tersebut. Misalnya, berapa
banyak eksekutif senior perusahaan yang mendiskusikan perbedaan strategi bersaing di level bisnis
dan strategi bersaing di level perusahaan secara
keseluruhan? Seberapa banyak pula manajemen
memahami kompetensi inti perusahaan secara
tajam?
Menanamkan kompetensi inti tidak selalu
n
No. 38
n
Banyak perusahaan besar yang
memiliki potensi
membangun
kompetensi inti
namun gagal
melakukannya
akibat manajemen puncak tidak
mampu membuat
perusahaan lebih
dari sekedar kumpulan dari sejumlah bisnis.
Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014 Human Capital Journal
17
Cover Story
tidak melihat inventori keahlian dan memikirkan
bagaimana menerapkan dengan cara-cara tidak lagi
tradisional. Tentunya, keputusan terhadap kompetensi inti benar-benar memberikan logika yang
kuat untuk terjadinya integrasi vertikal.
Mengindentifikasi Kompetensi Inti
bermakna biaya riset dan pengembangan yang
mengalahkan pesaing. Fakta menarik, kebanyakan
perusahaan Jepang dan Korea yang mendominasi
pasar global mengeluarkan anggaran riset dan
pengembangan terhadap nilai penjualan yang
lebih kecil dibandingkan perusahaan Amerika dan
Eropa.
Kompetensi inti tidak pula berarti adanya
biaya yang dibagi bersama, ketika 2 atau lebih SBU
menggunakan fasilitas yang sama – pabrik, fasilitas
layanan, atau tenaga penjualan – ataupun berbagi
komponen bersama. “Hasil dari berbagi semacam
itu sangat mungkin sangat signifikan, namun
tindakan berbagi biaya tersebut tak lebih dari upaya
rasionalisasi produksi korektif mencakup seluruh
bisnis yang ada. Bukan upaya secara terencana
untuk membangun kompetensi untuk pertumbuhan perusahaan yang lebih besar ke depan,” tukas
mereka.
Membangun kompetensi inti lebih ambisius
dan berbeda dengan upaya mengintegrasikan bisnis
secara vertikal. Para manajer membuat keputusan apakah membuat atau membeli dimulai dari
produk akhir, baru kemudian melihat ke hulu (belakang) untuk efisiensi rantai pasok dan melihat ke
hilir menyangkut distribusi dan pelanggan. Mereka
18 Human Capital Journal
n
No. 38
n
Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014
Menurut Hamel dan Prahalad, sedikitnya ada
3 tes yang bisa diterapkan dalam mengidentifikasi
kompetensi inti dalam sebuah perusahaan. Pertama, kompetensi inti menyediakan akses potensial
kepada beragam pasar. Kompetensi dalam sistem
layar peraga (display), misalnya, memungkinkan
sebuah perusahaan berpartisipasi dalam beragam
bisnis, mulai dari layar laptop/komputer hingga
gadget.
Kedua, kompetensi inti seyogyanya membuat
sebuah kontribusi signifikan bagi manfaat yang
dirasakan oleh pelanggan. Misalnya, mesin Honda
yang dikenal halus, bertenaga, handal, dan lumayan irit bahan bakar.
Ketiga, sebuah kompetensi inti seyogyanya
sulit bagi pesaing untuk menirunya. Hal ini hanya
mungkin kalau perusahaan memiliki harmonisasi
yang rumit dari beragam teknologi dan keahlian
memproduksi. Mungkin saja pesaing mendapatkan
beberapa teknologi dari kompetensi inti tersebut,
namun sangat sulit untuk menduplikasi pola
komprehensif dari koordinasi dan pembelajaran
internal.
Hanya segelintir perusahaan yang membangun
kepemimpinan global lebih dari 5 atau 6 kompetensi-kompetensi fundamental. Sebuah perusahaan yang memiliki daftar dari 20-30 kapabilitas
sulit untuk dikatakan sebagai daftar kompetensi
inti. Diperlukan tindakan yang konsisten untuk
menghasilkan sebuah daftar ringkas dan untuk
melihat agregat kapabilitas tersebut sebagai sebuah
kesatuan bangunan (building block).
Perusahaan yang beranggapan bahwa daya
saing (daya saing perusahaan mereka maupun pesaing) terutama berdasarkan ukuran perbandingan
harga dan kinerja (price/performance) dari produk
akhir sebenarnya menggerus kompetensi inti perusahaan – atau setidaknya, tidak berkontribusi bagi
peningkatan kompetensi inti perusahaan. Keahlian
kunci yang akan membuat perusahaan mampu
membuat produk yang kompetitif di masa depan
tidak bisa dialihdayakan atau diserahkan kepada
pemasok dengan pola OEM (Original Equipment
Method). Banyak perusahaan yang akhirnya kehilangan daya saing gara-gara memotong biaya investasi internal dengan melakukan alih daya hanya
Tabel. Perbedaan SBU vs. Kompetensi Inti
Faktor Strategis
SBU
Kompetensi Inti
Basis untuk kompetisi
Daya saing dari produk saat ini
Kompetisi antar perusahaan untuk membangun kompetensi
Struktur perusahaan
Portofolio bisnis terkait pasar produk
Portofolio kompetensi, produk inti, dan bisnis
Status dari unit bisnis
Otonomi sebuah harga mati; SBU memiliki
seluruh sumberdaya kecuali uang tunai
SBU sebuah sumber potensi dari kompetensikompetensi inti
Alokasi sumberdaya
Memandang bisnis sebagai unit analisis;
modal dialokasikan bisnis menurut bisnis
Bisnis dan kompetensi sebagai unit analisis;
manajemen puncak mengalokasikan modal
dan talent
Nilai tambah bagi manajemen
puncak
Mengoptimalkan hasil usaha melalui alokasi
modal dalam perusahaan
Menyusun arsitektur strategis dan membangun
kompetensi untuk mengamankan masa depan
Sumber: HBR May-June 1990
gara-gara persepsi yang keliru karena menganggapnya sebagai sumber biaya (cost center).
Tentu saja, perusahaan bisa memiliki rangkaian
produk/jasa yang kompetitif namun lemah dalam
pengembangan kompetensi inti – setidaknya untuk
jangka pendek. Jika perusahaan ingin masuk ke
pasar mesin foto kopi saat ini sangat mudah sekali.
Ada banyak perusahaan yang bisa memasok mesin
foto kopi baru dan tinggal menempelkan merek
perusahaan Anda. Tapi, ketika terjadi perubahan teknologi yang fundamental atau pemasok
memutuskan untuk masuk pasar secara langsung
dan menjadi pesaing, maka rangkaian lini produk
tersebut dengan segala investasi dalam pemasaran
dan distribusi akan terancam kelangsungannya.
Kasus Apple dengan Samsung dalam pengem-
Box 1. Poin-Poin Penting Kompetensi Inti
Kompetensi inti adalah:
- Pembelajaran kolektif dalam suatu organisasi
- Kemampuan untuk mengintegrasikan
beberapa keterampilan dan teknologi
- Kemampuan untuk menggabungkan sumberdaya dan pengetahuan untuk menghasilkan produk dan jasa unggulan
-Apa yang membedakan organisasi, dan apa
yang membuatnya kompetitif
- Tatanan perusahaan
Checklist untuk mengidentifikasi kompetensi inti:
-Apakah itu merupakan sumber yang signifikan bagi keunggulan kompetitif?
-Apakah itu mengidentifikasi perusahaan
secara khusus?
-Apakah itu tersebar luas ke seluruh bagian
organisasi?
-Apakah itu sulit ditiru?
-Apakah itu sulit didefinisikan, karena
terlihat seperti kombinasi dari teknologi,
proses, dan cara kerja dalam organisasi?
Contoh kompetensi inti perusahaan:
- Sony – miniatur peralatan elektronika
- Honda – membangun mesin berkinerja
tinggi dan kendaraan bertenaga mesin
-Apple – membuat interface dan desain
computer/gadget pintar yang mudah digunakan
- Canon – mengintegrasikan teknologi
mekanik, optic, dan mikro elektronika
presisi
- 3M – inovasi terus menerus dalam
produk-produk perekat dan substrat
Membangun kompetensi inti lebih
ambisius dan
berbeda dengan
upaya mengintegrasikan bisnis
secara vertikal.
Para manajer
membuat keputusan apakah
membuat atau
membeli dimulai
dari produk akhir,
baru kemudian
melihat ke hulu
(belakang) untuk
efisiensi rantai
pasok dan melihat
ke hilir menyangkut distribusi dan
pelanggan.
Sumber: 60 Key Management Models
n
No. 38
n
Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014 Human Capital Journal
19
Cover Story
bangan teknologi gadget pintar menjadi contoh
yang tepat tentang hal ini. Akibat Apple menyerah­
kan aspek pengembangan dan produksi gadget
pintar kepada Samsung, maka Samsung memiliki
kompetensi inti yang sangat luar biasa sehingga
kemudian meluncurkan rangkaian produk sendiri
dengan merek Samsung dan dengan fitur-fitur
yang lebih baik. Gabungan antara kompetensi inti
semikonduktor dengan teknologi gadget pintar
berbasis android membuat Samsung kini telah
melewati Appel dalam pangsa pasar global untuk
gadget pintar.
“Alih daya bisa memberikan jalan pintas untuk
menghasilkan sebuah produk yang lebih kompetitif, namun kurang berkontribusi terhadap pembangunan keahlian pada SDM yang dibutuhkan
untuk mempertahankan kepemimpinan produk,”
tambah mereka.
Kebanyakan perusahaan Korea (tadinya juga
Jepang) – LG, Samsung, Hyundai, Kia, dan Daewoo – membangun kepemimpinan dari produkproduk inti melalui kontrak model OEM dengan
perusahaan-perusahaan Barat. Dalam melakukannya, mereka melakukan akselerasi pembangunan
kompetensi sambil menggerus para pesaingnya dari
Barat.
Dengan fokus kepada kompetensi dan menyatukannya dalam produk-produk inti, perusahaan-perusahaan Asia telah menciptakan keunggulan pertama kali dalam pasar komponen dan
memiliki kemampuan untuk kemudian mendayagunakan produk yang superior serta bergerak ke
arah hilir untuk membangun pangsa pasar merek.
Mereka tidak selalu mengandalkan biaya lebih murah. Sejalan dengan reputasi dari konsolidasi merek
terbentuk, perusahaan Asia bahkan bisa menjadi
pemimpin dari sisi harga (price leadership).
Upaya perusahaan untuk membuat aliansi
cerdas atau strategi sumberdaya (sourcing strate­
gy) juga sia-sia kalau tidak akan meningkatkan
Box 2. Kompetensi Inti Menurut Baldrige Criteria
Berikut kurang lebih pengertian kompetensi
inti yang terdapat dalam halaman 45 buku “20132014 Criteria for Perfromance Excellence” Baldrige
Criteria:
> Kompetensi inti mengacu pada keahlian yang
dimiliki oleh perusahaan
> Kompetensi inti adalah kemampuan perusahaan yang memiliki nilai strategis dan menjadi
pusat keahlian untuk mewujudkan misi perusahaan atau yang berkontribusi memberikan
keuntungan bagi perusahaan.
> Kompetensi inti seringkali mengundang minat
pesaing atau pemasok atau mitrakerja untuk
menirunya.
20 Human Capital Journal
n
No. 38
n
Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014
> Kompetensi inti juga akan memberikan
keunggulan daya saing yang berkelanjutan bagi perusahaan.
> Hilangnya kompetensi inti dapat berakibat
sebagai tantangan strategis yang signifikan
atau kerugian bagi perusahaan.
> Kompetensi inti antara lain: keahlian
teknologi, penawaran layanan yang unik,
keahlian perusahaan dalam mengelola
ceruk pasar atau keahlian perusahaan
dalam mengelola bisnis di daerah tertentu,
keahlian perusahaan untuk mengakuisisi
bisnis, kehandalan proses bisnis, karyawan
yang penuh dedikasi, dan lain-lain. l
Box 3. How to Develop Core Competencies?
• Isolate its key abilities and hone them into
organizationwide strengths
• Compare itself with other companies with
the same skills to ensure that it is developing unique capabilities
• Develop an understanding of what
capabilities its customers truly value, and
invest accordingly to develop and sustain
valued strengths
• Create an organizational road map that
sets goals for competence building
• Pursue alliances, acquisitions and licens-
pembangunan kepemimpinan yang kompeten
di pasar. Tentu saja, banyak perusahaan Jepang
dan Korea yang mendapatkan manfaat besar dari
aliansi dengan perusahaan-perusahaan Barat yang
memiliki teknologi lebih maju. Mereka banyak
pelajar dari mitra kerjanya dari Barat yang tidak
berkomitmen penuh untuk merawat kompetensikompetensi inti sendiri. Padahal, belajar melalui
aliansi memberikan komitmen positif terhadap
sumberdaya – perjalanan, orang-orang bertalenta
yang penuh dedikasi, fasilitas pengujian, waktu
untuk internalisasi dan menguji apa yang sudah
dipelajari. “Perusahaan tidak akan melakukan hal
ini jika tidak memiliki tujuan yang jelas untuk
pembangunan kompetensi.”
Setidaknya ada dua pelajaran yang bisa dipetik
terkait praktik pengembangan kompetensi inti ini.
Pertama, biaya kehilangan kompetensi inti sedikit
saja yang bisa dikalkulasikan di muka. Tidak
mudah memang memperkirakan kerugian dari
kehilangan kompetensi inti, akan tetapi nilainya
pasti sangat mahal. Perusahaan yang kehilangan
kompetensi inti akan berujung dengan kebangkrutan. Kedua, karena kompetensi inti dibangun
melalui proses peningkatan secara terus menerus
dalam periode satu decade atau lebih, maka sebuah
perusahaan yang gagal berinvestasi dalam pembangunan kompetensi inti akan sulit ke pasar yang
sedang bertumbuh. Jika tidak, perusahaan diposisikan tidak lebih dari sebuah saluran distribusi saja.
ing arrangements that will further build the
organization’s strengths in core areas
• Encourage communication and involvement in
core capability development across the organization
• Preserve core strengths even as management
expands and redefines the business
• Outsource or divest non-core capabilities to free
up resources that can be used to deepen core
capabilities l
Source: Bain Company
dalam bentuk fisik berupa produk-produk/jasa-jasa
akhir yang bisa dinikmati oleh pelanggan. Mesin
Honda, misalnya, adalah produk inti (core product),
dihasilkan berkat keahlian desain dan pengembangan sehingga berujung dengan dihasilkannya
produk yang kompetitif. Produk-produk inti adalah
komponen-komponen atau bagian-bagian yang
sesungguhnya berkontribusi terhadap nilai dari
produk akhir. Berkat produk inti, perusahaan bisa
Dari Kompetensi Inti ke Produk Inti
Kompetensi inti akan terejawantahkan ke
n
No. 38
n
Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014 Human Capital Journal
21
PT Menara Kadin Indonesia
>Learning >Consulting >Assessment Center >Research >HC Journal
Presents: A Two Day Workshop
HR for Non-HR
(To Achieve HR Excellence)
Latar Belakang
K
eberhasilan dalam mengelola sumberdaya manusia (SDM)
sangat menentukan keberhasilan sebuah organisasi.
Dalam mengelola SDM, tanggung jawab tidak hanya tertumpu kepada fungsi SDM semata, tetapi juga kepada unit-unit
kerja selain fungsi SDM. Realitasnya, justru manajemen SDM
di unit-unit kerja selain fungsi SDM lebih dominan dilakukan
oleh pimpinan di unit kerja tersebut. Itu sebabnya, dalam manajemen SDM dikenal istilah seluruh manajer pada dasarnya juga
bertindak sebagai manajer SDM di unit kerja yang dia pimpin.
Ada pembagian peran manajemen SDM dalam organisasi
antara fungsi SDM dengan unit-unit kerja di luar fungsi SDM.
Penyusunan sistem, kebijakan, prosedur, dan peraturan di
bidang manajemen SDM menjadi domain fungsi SDM, tetapi
implementasi dari sistem, kebijakan, prosedur, dan peraturan
SDM tersebut lebih banyak menjadi domain unit-unit kerja
non-SDM.
Untuk bisa mengelola SDM pada team atau unit kerja, maka
seluruh pimpinan team atau unit kerja harus memiliki kompetensi mengelola SDM (People Skill). Training ini akan membekali para peserta untuk memiliki kompetensi tersebut.
Tujuan dan Sasaran Training
Tujuan training ini adalah meningkatkan kompetensi para manajer dan supervisor dalam mengelola SDM sebagai bagian dari
manajemen SDM organisasi sehingga seluruh SDM memiliki
motivasi dan kinerja yang tinggi.
Adapun sasaran dari training adalah terciptanya para manajer dan
supervisor yang kompeten dalam manajemen SDM.
Manfaat yang Bisa Diperoleh
1. Memahami peran strategis fungsi HR dan konsep manajemen SDM
berbasis kompetensi dan kinerja
2. Memahami pembagian peran dan tanggung jawab antara fungsi
SDM dan unit kerja dalam manajemen SDM
3. Meningkatkan kompetensi mengelola dan memimpin pegawai
Metodologi
Workshop ini mengutamakan latihan ketimbang teori, dengan bobot
perkiraan 60% teori dan 40% latihan.
Informasi dan Pendaftaran
PT Menara Kadin Indonesia (MKI)
(Learning, Consulting, Assessment Center, Research & HCJournal)
Outline Training
Day 1: Technical-Soft Skill
1. Peran strategis fungsi Manajemen HR: Human Capital Strategic
Architecture
2. Performance Management
3. Know Your Roles, Know Your Team
4. Sharing Vision & Getting Committment
Jadwal 2014
21-22 Juli
25-26 Agt
29-30 Sep
27-28 Okt
24-25 Nov
22-23 Des
Day 2: Soft Skill
1. Decision Making
2. Effective Communication
3. Coaching & Counseling
4. Motivating & Empowering
Target Peserta
Eksekutif/Manager/Assistant Manager/Supervisor yang bertanggung
jawab terhadap manajemen kinerja SDM pada team atau unit kerja
yang dipimpin. Sebaiknya jumlah peserta per kelas tidak melebihi 15
orang.
Durasi Workshop.
2 hari (sekitar 14-16 jam pelajaran)
Fasilitator
t Ir. Syahmuharnis, MBA., praktisi bisnis dan
ahli dalam Strategic Performance Management/Balanced Scorecard dan manajemen
sumberdaya manusia berbasis kompetensi
dan kinerja. Saat ini menjabat Direktur PT Menara Kadin Indonesia.
t Drs. Agus Mauludi, mantan eksekutif HR
Astra Agro Lestari dan banyak perusahaan
lainnya serta konsultan/fasilitator di bidang
kepemimpian dan manajemen SDM. Saat ini
menjadi Senior Consultant PT Menara Kadin
Indonesia.
Biaya
Biaya workshop adalah Rp 3.150.000,- per peserta. Biaya tersebut belum termasuk biaya PPN, tetapi sudah termasuk penggandaan materi,
gimmick, formulir latihan, dan sertifikat completion – dikeluarkan oleh
MKI.
Gedung Menara Kadin Lantai 24 Jl. HR Rasuna Said, Jakarta
Fax. (021) 527 4443. Email: [email protected]
Contact Person: Mrs. Dedeh, Ms. Anti, Mrs. Iin, Mr. Hadi, Mrs.Tari
(021)
Visit our Human Capital Portal www.humancapitaljournal.com Achieving Human Capital Excellence
Cover Story
membedakan pangsa merek dari produk akhir
dengan pangsa produksi yang dicapai pada setiap
produk inti tertentu. Banyak perusahaan yang
memiliki kompetensi inti bidang produksi memiliki pangsa produksi yang jauh lebih besar ketimbang pangsa mereknya di pasar.
Pembedaan antara kompetensi-kompetensi
inti, produk-produk inti, dan produk-produk akhir,
menurut Hamel dan Prahalad sangat penting,
ka­rena kompetisi global memiliki aturan yang
berbeda untuk setiap kepentingan untuk setiap
level. Untuk membangun dan mempertahankan
kepemimpinan pasar untuk jangka waktu yang
lebih panjang, sebuah perusahaan akan menjadi
pemenang untuk setiap level.
Pada level kompetensi inti, tujuannya adalah untuk membangun kepemimpinan dunia
dalam desain dan pengembangan untuk setiap
kelas fungsi produk tertentu (bisa dalam bentuk
kompetensi dalam memproduksi media optikal,
produk berukuran kecil dan mudah digunakan).
Untuk mempertahankan kepemimpinan pada area
kompetensi inti yang dipilih, perusahaan berusaha
memaksimalkan saham produksi di dunia dalam
produk-produk inti. Produksi produk-produk inti
untuk beragam pelanggan eksternal dan internal
akan menghasilkan pendapatan dan umpan-balik
dari pasar, yang pada gilirannya menentukan kecepatan dari kompetensi inti tersebut untuk ditingkatkan dan dikembangkan.
Kontrol terhadap produk-produk inti sangat
strategis karena sejumlah
alasan. Sebuah posisi dominan dalam produk-produk
inti memungkin­kan perusahaan untuk membentuk
evolusi aplikasi dan pasar
akhir. Marcel van Assen,
Gerben van den Berg & Paul
Pietersma menulis dalam
bukunya 60 Key Management
Models (2002), memikirkan
dan mencoba untuk mendefinisikan kompetensi-kompetensi inti perusahaan akan
merangsang manajemen untuk berpikir ulang dan
memobilisasi kekuatan intrinsik organisasi.
“Pandangan ke depan (foresight) merupakan
komponen utama dari proses ini,” tukas mereka.
Di masa depan akan bermunculan produk dan jasa
yang belum layak. Akan tercipta industri-industri
dan produk-produk baru yang belum terbayangkan
saat ini. Manajemen perlu memahami dampak
ketidakpastian semacam ini dan mempertimbangkan bagaimana wujud arena kompetitif di masa
depan. Ini selaras dengan pendapat Hamel dan
Prahalad, yang menyatakan proses berpikir tentang
kompetensi-kompetensi inti membantu untuk
mengidentifikasi sejauh mana organisasi memiliki
kemampuan untuk mengambil bagian dalam masa
depan yang belum diketahui. l
Box 4. Companies Use
Core Competencies to :
• Design competitive positions and strategies that capitalize on corporate strengths
• Unify the company across business units
and functional units, and improve the
transfer of knowledge and skills among
them
• Help employees understand management’s
priorities
• Integrate the use of technology in carrying
out business processes
• Decide where to allocate resources
• Make outsourcing, divestment and partnering decisions
• Widen the domain in which the company
innovates, and spawn new products and
services
• Invent new markets and quickly enter
emerging markets
• Enhance image and build customer loyalty. l
n
No. 38
n
Pembedaan
antara kompetensi-kompetensi inti,
produk-produk
inti, dan produkproduk akhir,
menurut Hamel
dan Prahalad
sangat penting,
ka­rena kompetisi
global memiliki aturan yang
berbeda untuk
setiap kepentingan untuk setiap level. Untuk
membangun dan
mempertahankan
kepemimpinan
pasar untuk
jangka waktu
yang lebih panjang, sebuah
perusahaan akan
menjadi pemenang untuk setiap
level.
Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014 Human Capital Journal
23
apa kata mereka
Cover Story
24 Human Capital Journal
Dr. Zinggara Hidayat, MM, M.Si.
Konsultan, peneliti dan pengajar
Kompetensi Inti Sulit Ditiru
Sudah seharusnya setiap
perusahaan mengenali
kekhususan dan kelebihan
utama yang dimilikinya
sejak awal berdiri. Sebelum
bergerak, organisasi bisnis
telah mengenali diri sen­
diri termasuk diferensiasi
yang akan dikedepankan.
”Tapi tidak semua institusi
telah menyusun identitas
dirinya pada masa awal
operasinya. Tidak semua
perusahaan punya konsep
kompetensi inti ketika menemukan suatu celah pasar
yang akan dimasuki,” papar
Zinggara Hidayat Konsultan, peneliti dan pengajar
di beberapa universitas di Jakarta. Menurutnya, biasanya
pengenalan kompetensi inti baru disadari jadi kebutuhan
ketika perusahaan tengah dalam perjalanan proses bisnis.
Bahkan ketika berada dalam posisi pemimpin pasar. Keba­
nyakan perusahaan hanya berjalan sebagaimana ia harus
berperan dalam industrinya. Ini yang disebut perusahaan
yang ’biasa-biasa saja’ seolah berjalan dan bergulir dengan
sendirinya.
n
No. 38
n
Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014
P
ara pengelola biasanya berkali-kali
melakukan pengenalan ulang atas
kompetensi inti. Proses identifikasi
dan penguatan secara internal harus
dibarengi dengan komunikasi efektif
antar-elemen organisasi. Semua harus sepakat atas
kompetensi inti yang ditetapkan. Sebelum bero­
perasi dan berkomunikasi ke luar, pihak internal
harus memiliki kekuatan pikiran dan energi untuk
bergerak dalam pasar persaingan. Semua orang di
dalam perusahaan harus punya keyakinan yang
tertanam secara rasional dan emosional bahwa
”perusahaan kami melakukan kompetensi yang
satu ini dengan sangat baik” atau ”di bidang usaha
ini, perusahaan kamilah satu-satunya yang terbaik”
atau ”untuk kategori produk ini, brand kamilah
pemimpinnya.”
Jika belum punya keyakinan seperti ungkap­
an itu, maka para pemimpin harus bekerja keras
kembali untuk meyakinkan timnya sendiri dahulu,
baru pihak eksternal perusahaan. Memang, dalam
proses bisnis, upaya pencapaian keunggulan selalu
dalam progres. Namun adanya kekurangan atau
kelemahan dalam kinerja merek, kategori produk,
atau unit bisnis strategik (SBU) dalam persaingan
bukanlah halangan untuk meyakinkan seluruh
kapital manusia di dalam gerbong organisasi itu.
Kepemimpinan yang tepat sangat dibutuhkan
untuk menemukan, membangun, dan memelihara
’keyakinan perjuangan’ seluruh tim.
Diakuinya, proses penciptaan kompetensi inti
bisa dilakukan di awal dan dalam perjalanan.
Ketika dalam perjalanan, mungkin dirasakan lebih
mudah, karena sumber daya dan teritorial pasar sudah ada di tangan. ”Tapi, penguatan portfolio kompetensi inti itu sendiri bisa menjadi bias dan tidak
fokus. Alasannya, para pemimpin telah memiliki
sumber daya dan penguasaan pasar secara nyata
dan karena itu perlu melakukan diversifikasi,” tambahnya. Karena itu dilakukan pemecahan konsentrasi yang berada dalam holding company.
Seluruh proses bisnis sesungguhnya pekerjaan
untuk membangun kompetensi inti. Disadari atau
tidak oleh pemimpin dan pengikutnya, mereka
semua sedang bekerja keras membangun nilai-nilai
perusahaan. Memang banyak pemimpin yang
menjalani itu sebagai rutinitas belaka. Padahal
pemimpin harus mampu mengisi seluruh sel kom-
petensi inti di pasar saat ini dan berikutnya mampu
mencipta nilai-nilai baru untuk melindungi kesinambungan masa depan bisnisnya.
Satu hal yang harus dipahami bahwa lingkung–
an bisnis terus bergerak. Dinamika masyarakat,
perkembangan teknologi, peraturan pemerintah
dan lingkungan politik, globalisasi dan investasi
pesaing yang tiba-tiba mengubah peta persaingan
pasar merupakan sebagian contoh. ”Tidak mudah
mengukuhkan kompetensi inti dalam percepatan
perubahan yang luar biasa. Meskipn inovasi yang
terus-menerus digali dan diterapkan untuk setiap
keadaan, namun pengembangan kompetensi inti
harus disertasi dengan kemampuan membaca
perubahan secara cermat,”tutur pria yang pernah
bertugas sebagai staf ahli pada Kantor Staf Khusus
Presiden RI, periode Kabinet Indonesia Bersatu.
Ketika dalam persaingan terkini suatu perusahaan tidak berada dalam jajaran yang diperhitungkan pangsa pasarnya, belum tentu perusahaan itu
tidak punya kompetensi inti. Hidayat menegaskan,
keunggulan bersaing tidak selalu harus menguasai
pasar dominan. Justru sebaliknya. Kompetensi
inti banyak ditemukan pada korporasi yang fokus
dengan diferensiasi yang khusus. Orientasi bukan
pada penguasaan pangsa pasar melainkan pada
nilai-nilai yang dikembangkan untuk melayani
ceruk pasar secara spesifik. ”Seharusnya iklim persaingan usaha yang sehat mempromosikan banyak
pemain dalam suatu industri dan masing-masing
perusahaan kurang lebih setara perolehan pangsa
pasarnya,” katanya. Artinya, semua bisa hidup dengan kepribadian masing-masing. Ukuran perusahaan relatif sama dan ramping. Para pemain saling
menghargai dalam iklim industri yang kondusif
dan regulasi pemerintah yang stabil. Dan tentu
saja konsumen memilih sesuai dengan karakterisik
kebutuhannya.
Apa yang dikemukakan Praharald dan Hamel
pada 1994 mengenai kompetensi inti saat itu menjadi perbincangan di kalangan akademisi dan praktisi bisnis seluruh dunia. ”Tapi, jaman sekarang,
apa sih yang tidak bisa ditiru? Semua bisa dipelajari
dan dijadikan benchmark, bahkan cara-cara sukses
perusahaan mana pun,” tandasnya. Seketika, informasinya dengan sangat mudah didapatkan. Hampir
tak ada yang rahasia. Bahkan ’rahasia sukses’ itu
sendiri dirumuskan dan ditawarkan. Siapa pun bisa
n
No. 38
n
Kompetensi
inti banyak
ditemukan
pada korporasi yang fokus
dengan diferensiasi yang
khusus. Orientasi bukan
pada penguasaan pangsa
pasar melainkan pada
nilai-nilai yang
dikembangkan
untuk melayani
ceruk pasar
secara spesifik.
”Seharusnya
iklim persaingan usaha yang
sehat mempromosikan
banyak pemain
dalam suatu
industri dan
masing-masing
perusahaan
kurang lebih
setara perolehan pangsa
pasarnya.”
Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014 Human Capital Journal
25
apa kata mereka
Cover Story
26 Human Capital Journal
belajar dan memulai hal sejenis atau lebih baik.
Ia menambahkan, derajat kerahasiaan kompetensi inti itulah yang perlu diperhatikan. Ia
menjelaskan bahwa tidak semua kompetensi bisa
dengan mudah diduplikasi pihak lawan. Memang,
sebagaimana kata David Aaker, pakar brand dunia,
kompetensi inti suatu perusahaan wajib dimiliki. Ia
menjadi dasar dari kesanggupannya untuk berkompetisi, memberikan fondasi bagi terbentuknya keunggulan kompetitif yang berkelanjutan, dan pada
gilirannya kinerja jangka panjang perusahaan.
Disadari bahwa kompetensi inti juga mengandung
konsekuensi pragmatis dari pasar. Bahwa bersaing
dengan cara benar di arena yang
tepat bisa sangat meng­untungkan,
tapi hanya untuk waktu yang sangat
terbatas. Sebab dinamika terus terjadi. Waktu begitu cepat mengubah
segalanya. Hanya kompetensi yang
benar-benar inti yang sulit ditiru.
Kompetensi seperti itulah yang
menjadi nyawa masa depan.
Satu kunci lagi terletak pada
”siapa yang datang pada waktu yang
tepat” pertama kali, lalu memproklamirkan klaim keunggulan
sebagai identitasnya dan dalam
proses pertumbuhan itu berhasil
melambungkan brand perusahaannya ke posisi teratas. Semua elemen
pemangku-kepentingan terutama
pelanggan disasar melalui strategi komunikasi
efektif. ”Ada beberapa tantangan dalam pengembangan kompetensi inti,” tutur Hidayat. Tantangan
pertama adalah pada kapital manusianya. Pada
orang-orang yang dijadikan sebagai basis untuk
membangun keunggulan bersaing. Keluaran
pendidikan tinggi yang menyebut lulusannya sebagai ”siap dikembangkan” mencerminkan bahwa
rata-rata dunia pendidikan hanya bisa menyiapkan
sumber daya dengan ’kompetensi rata-rata’. Para
sarjana baru itu siap dibentuk menjadi apa pun
oleh perusahaan. Perusahaanlah tempat penajaman kompetensi inti dengan kandungan risiko
yakni orang-orang yang sudah ’dimatangkan’ itu
juga harus direlakan pergi jika suatu saat diambil
pesaing.
Tantangan kedua, perkembangan teknologi
n
No. 38
n
Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014
yang demikian pesat telah dan sedang mengubah
denyut dan gaya bisnis. Teknologi komunikasi
berubah pesat seiring terjadinya konvergensi
media. Konsekuensinya, masyarakat juga berubah,
pemerintah dipaksa berubah, kebijakan politik juga
berubah, hubungan antar-pemangku kepentingan
berubah. Konsumen berubah menjadi prosumer.
Kini, keberadaan komunitas konsumen telah
bersatu dan bersuara begitu lantang memengaruhi kebijakan produsen melalui media sosial dan
bahkan aksi fisik lapangan. ”Rasanya tak akan
ada produsen yang berani melawan kekuatan baru
ini, kecuali mengikuti arus perkembangan seperti
perusahaan ikut berkecimpung dalam interaksi
prosumen itu dan berbicara mengenai banyak hal
termasuk kompetensi inti, komitmen membangun
hubungan jangka panjang, mengajak peran serta
konsumen sebagai partisipan aktif menentukan
masa depan perusahaan,” Hidayat mengutarakan
hal tersebut.
Pertumbuhan ekonomi secara umum dan
perkembangan industri secara khusus memicu
perkembangan pasar tenaga kerja pada suatu industri. Sebagaimana kompetensi inti pada institusi
bisnis, kompetensi inti pada diri individu juga
demikian dinamikanya. Setiap orang harus menemukan jatidirinya terkait dengan kemampuan,
keunggulan, diferensiasi, dan sejenisnya. Ketika
perusahaan-perusahaan baru lahir dengan pencanangan kompetensi intinya, maka orang-orang
yang merasa memiliki kompetensi inti sinergis
de­ngan perusahaan itu bergabung. Pemimpin
merekrut dan mengelola kapital manusia terpadu
dengan jenis kapital lainnya.
Industri yang bertumbuh pesat mencerminkan
pemupukan kapital yang terus meningkat di sektor
itu. Jika jumlah pemain (perusahaan) terus bertambah, berarti peluang bisnis terus bertumbuh pesat.
Terjadi mekanisme permintaan dan penawaran
tenaga kerja. Sebagian kapital manusia telah siap
dan sedang berada di puncak persaingan sehingga
mengetahui persis pergerakan apa yang harus
dilakukan untuk memenangkannya. Sebagian lagi
mungkin setengah siap atau belum siap, mereka
tengah dalam masa pembekalan di institusi-institusi pendidikan. Selanjutnya terjadilah arus keluarmasuk tenaga kerja (turn over). Pilihan instan,
perusahaan-perusahaan memilih jalan pintas,
merekrut kapital manusia yang sudah matang dari
para pesaingnya. ”Banyak faktor penentu turn over
ini. Bisa karena faktor insentif, lingkungan kerja,
iklim komunikasi dan interaksi, reputasi dan ekuitas nama institusi, dan sebagainya,” ucapnya.
Ada banyak perusahaan yang para pemimpinnya sadar bahwa kompetensi intinya terletak pada
kapital manusia. Tidak saja pada perusahaan yang
mengandalkan arus produk barang, tapi terutama
pada perusahaan jasa dan intellectual investments.
Pendiri bisnis dan manajemen yang sadar mengenai hal ini tentu menempatkan orang-orang itu
sebagai nyawa perusahaan. Peningkatan kemampuan individu dan tim dilakukan secara berkesinambungan dan pengkaderan dalam jenjang
terstruktur dan formal menjadi bagian penting bagi
merit system yang diterapkan.
Iklim persaingan pada sisi lain selalu memicu
kemunculan para pemain baru yang masuk tanpa
persiapan kompetensi inti. Banyak perusahaan
merasa dengan mudah mendapatkan kapital manusia hanya dengan melakukan semacam ’gangguan’
pada industri. Orang-orang terbaik di beberapa
perusahaan dibajak dan diminta menyusun suatu
komptensi inti sejenis dengan melakukan copypaste. Pebisnis pragmatis yang merasa bisa merambah di segala bidang adalah tipe yang terakhir ini.
Apalagi orang-orang mau direkrut di tempat baru
dengan pertimbangan lebih pada alasan pragmatis
atau mungkin juga sebaliknya: perusahaan lama
tidak lagi dikelola berbasiskan kompetensi inti yang
telah diperjuangkan bersama-sama sebelumya.
Para profesional itu merasa gelisah, visinya tak lagi
sejalan dengan institusi. Artinya, perusahaan tidak
lagi mampu mengelola perubahan dengan baik.
Jika turn over terlalu tinggi pada suatu organisasi perusahaan maka perlu dilakukan evaluasi
mengenai faktor-faktor yang menentukan tersebut di atas: renumerasi, iklim dan budaya, dan
sebagainya. Tapi turn over relatif kecil atau sedang
mungkin itu jdi cerminan bahwa industri sedang
bertumbuh pesat sehingga banyak pemain baru
bermunculan.
Ia mengakui, ada jenis kompetensi yang langka,
setengah langka, atau ’pasaran’. Pemimpin yang
memahami masa kini dan masa depan bisnisnya
tentu saja menempatkan kapital manusia yang
memiliki kemampuan ’langka’ itu pada posisi di
mana mereka benar-benar merasa dihargai sebagai
orang penting perusahaan. Pekerja seperti ini paham posisinya dan manajemen puncak juga harus
paham. Ada kalanya terjadi semacam ’tarik-ulur’
dalam dinamika pengelolaan kapital manusia.
Tetapi pendiri bisnis dan manajemen harus sensitif
atas perkembangan industri yang terjadi di luar
perusahaannya. Perusahaan mana saja yang berani
menarik orang-orang langka seperti itu dan memberikan sistem imbalan seperti apa. Tentu saja jika
kompetensi inti pada diri seorang pekerja adalah
biasa-biasa saja dan dimiliki kebanyakan orang
alias ’pasaran’, peruahaan tak perlu resah. Namun
tetap harus hati-hati karena ’orang-orang keba­
nyakan’ seperti ini akan dengan mudah membuka
rahasia pembangunan kompetensi inti di tempat
baru. Orang bisa melompat dari mana dan ke mana
saja sebab itu bagian dari demokrasi dan siklus
kapitalisme.
Perusahaan yang mengandalkan kompetensi
inti pada kapital manusia harus membangun
sebuah sistem yang tidak saja memperhatikan
paket penghargaan yang baik dan adil namun juga
membangun ’sisi emosional’ dalam relasi pekerja,
pengelola, dan pendiri perusahaan. Perlu dibangun
bentuk-bentuk ’hubungan batin’ yang kuat dalam
organisasi. Nilai-nilai non materi yang tercakup
dalam iklim dan budaya perusahaan itulah yang
menguatkan hubungan perusahaan dan semua elemen dalam perusahaan. l Ratri Suyani
n
No. 38
n
Ada banyak
perusahaan
yang para
pemimpinnya
sadar bahwa
kompetensi
intinya terletak
pada kapital
manusia. Tidak
saja pada perusahaan yang
mengandalkan
arus produk
barang, tapi
terutama pada
perusahaan
jasa dan intellectual investments.
Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014 Human Capital Journal
27
27
PT Menara Kadin Indonesia
MKI -
> Learning > Consulting > Assessment Center > Research > HC Journal
Workshop & Survey Research
Measuring & Managing
Employee Engagement
Schedule 2014 : 20 - 21 Agt, 20 - 21 Nov
Human Capital Sigma® Chain
Latar Belakang
P
ertanyaan tentang indikator bidang sumberdaya manusia (SDM) yang memiliki korelasi
langsung dengan kinerja keuangan perusahaan mendorong pakar dan praktisi manajemen mencari indikator yang paling tepat. Hasil riset
dalam jangka yang lama menemukan sebuah indikator yang paling mumpuni, yakni tingkat keterikatan
karyawan (employee engagement). Riset Aon Hewitt, misalnya, menunjukkan bahwa semakin tinggi
engagement karyawan maka semakin tinggi kinerja
perusahaan dan tingkat pengembalian bagi pemegang saham (total shareholder return).
Selain berkorelasi langsung dengan kinerja perusahaan yang juga semakin tinggi, engagement karyawan juga berhubungan dengan tingkat turnover
karyawan kunci yang lebih rendah, sehingga bisnis
menjadi lebih stabil dan terus bertumbuh. Bayangkan bila level engagement karyawan yang rendah,
bisa dipastikan komitmen karyawan terhadap kemajuan perusahaannya sangat payah.
Tujuan dan Sasaran Workshop
Tujuan workshop ini adalah meningkatkan
pengetahuan dan keahlian para pimpinan dan staf
bidang manajemen SDM dalam mengukur dan
mengelola tingkat keterikatan karyawan (employee
engagement level).
Adapun sasaran dari workshop adalah terciptanya
para profesional SDM yang kompeten dalam
mengukur dan mengelola engagement karyawan.
Outline Workshop
Contact Person:
Mrs. Dedeh, Mrs. Iin, Ms. Anti,
Mr. Hadi, Mrs. Tari, Mr. Ridwan
(021)
Day 1: Concept & Implementation of
Employee Engagement
1. Konsep Employee Engagement dan kontribusinya terhadap keberhasilan organisasi
2. Faktor-faktor pengendali Employee Engagement
3. Bagaimana mengelola Employee Engagement?
4. Mendesain strategi dan program Employee
Engagement
Shareholder Value
Increase
Revenue &
Profit Growth
Human
Capital
Sigma
Engaged
Customers
Engaged
Employees
Fulfill Engagement
Drivers
Innovated by MKI - Adapted from : Gallup’s Human Sigma®
Day 2 : Measuring Employee Engagement
1. Metodologi dan tool pengukuran Employee Engagement
2. Langkah-langkah dalam mengukur Employee Engagement
3. Menentukan jenis dan sumber data pengukuran
4. Teknik sampling dan pengolahan data
5. Pengambilan kesimpulan dan validasi
6. Tindak lanjut hasil survei Employee Engagement
Target Peserta
Eksekutif/Manager/Assistant Manager/Staff yang bertanggung jawab terhadap manajemen SDM dan kinerja
bisnis organisasi.
Durasi Workshop
2 hari (sekitar 14-16 jam pelajaran)
Metodologi
Workshop ini mengutamakan latihan ketimbang teori,
dengan bobot perkiraan 60% teori dan 40% latihan.
5790 3840
Fasilitator
t*S4ZBINVIBSOJT
.#" berpengalaman
sebagai praktisi pemasaran dan SDM, ahli dalam
Strategic Performance
Management/Balanced
Scorecard dan manajemen sumberdaya manusia
berbasis kompetensi dan
kinerja. Saat ini menjabat
Direktur PT Menara Kadin
Indonesia.
t*S3VN%.VUJBSB
MSi, berpengalaman
sebagai eksekutif/manajer
SDM di beberapa perusahaan serta konsultan/
fasilitator di bidang
manajemen SDM. Saat ini
menjadi Senior Partner PT
Menara Kadin Indonesia.
t%S./VSBJEJ dosen
Departemen Statistik IPB,
konsultan ADB, fasilitator berbagai program
pelatihan, dan saat ini
juga menjabat Senior
Partner PT Menara Kadin
Indonesia.
Biaya
Biaya workshop adalah
3Q per peserta.
Biaya tersebut belum
termasuk biaya PPN,
tetapi sudah termasuk
penggandaan materi,
gimmick, formulir
latihan, dan sertifikat –
dikeluarkan oleh MKI.
or Fax. (021) 527 4443 Email: [email protected]
Visit our Human Capital Portal www.humancapitaljournal.com
Achieving Human Capital Excellence
Cover Story
Oleh : Nada Asteria Raharjo
Consultant Firstasia Consultants
Memahami
Core Competency
U
ntuk memahami core
competency, yang pertama
diperlukan adalah pemahaman bahwa sebuah
organisasi atau perusahaan
memerlukan sesuatu yang dapat dinilai
unik oleh customer jika ingin membuat
profit yang baik.
Penggagas dari core competencies ini
sendiri, Prahalad dan Hamel, memberikan
contoh dengan membuat perbanding­
an dari perusahaan yang berkembang
lambat dengan perusahaan yang
berkembang pesat. Perbedaan yang
dimiliki adalah perusahaan yang
berkembang pesat tersebut memahami
visi dan apa yang menjadi kekuatan
dari perusahaan mereka sehingga
kekuatan tersebut dapat dikembangkan dan menjadi value yang lebih bagi
perusahaan.
Dengan kata lain, karena perusahaan tersebut berfokus pada apa yang
menjadi core competency mereka dan
secara berkelanjutan bekerja untuk
membangun dan mengembangkannya, sehingga produk mereka lebih diakui ketimbang kompetitor, dan customer bersedia
untuk membayar lebih. Para investor pun
akan menjadi lebih tertarik untuk menanamkan sahamnya apabila core competencies
perusahaan tersebut mampu memenuhi
ekspektasi pasar.
Core competency sendiri merupakan
sebuah konsep dalam teori manajemen
yang didefinisikan sebagai sebuah kombinasi dari berbagai resources serta skill
yang membedakan antara satu perusahaan
dengan perusahaan lainnya. Core compe­
tencies sangat terikat dengan fokus strategi
perusahaan. Dalam industri, sebuah peru-
sahaan harus memiliki perbedaan keunggulan dengan para pesaingnya. Untuk itu
pemimpin perusahaan dapat menentukan
satu dari beberapa pilihan utama fokus
strategis.
Mengidentifikasi dan mengembangkan
core competency perusahaan adalah kunci
untuk membangun keuntungan yang
kompetitif dari perusahaan dalam jangka
waktu yang panjang. Untuk menentukan
core competency perusahaan, diperlukan
pemahaman atas skill, ability, pengetahuan,
pengalaman, serta teknologi atau proses
yang membuat perusahaan tersebut unik
atas service atau produk mereka. Core
competencies ini akan dapat dipenuhi jika
setiap individu dalam perusahaan itu juga
memiliki kompetensi inti berupa pengetahuan, sikap, keterampilan, dan karakter
yang sejalan.
Sebagai contoh, tentunya bagi perusahaan yang bergerak pada bidang manu­
facturing dimana produk yang berkualitas
merupakan penentu dari keberhasilan
perusahaan tersebut, maka quality orienta­
tion serta planning & organizing merupan
No. 38
n
kan core competencies yang perlu dimiliki.
Di sisi lain, perusahaan yang bergerak pada
bidang jasa seperti perhotelan atau rumah
makan akan memerlukan customer focus
serta service orientation sebagai core com­
petecies. Selanjutnya perlu untuk mempertimbangkan bagaimana menggunakan core
competency perusahaan untuk mengembangkan strategi yang kompetitif jika
dibandingkan dengan pesaingnya. Seperti
misalnya Toyota, sebagai salah satu perusahaan manufaktur besar yang memiliki core
competency achieving excellence through
continuous improvement and waste reduc­
tion, menerapkan berbagai strategi untuk
memenuhinya, seperti penerapan kaizen
(continuous improvement) dan genchi genbutsu (observe). Dengan strategi itu mereka
menekankan adanya pengembangan akan
produk dan melakukan observasi guna
membangun pemahaman mendalam atas
permasalahan yang berujung pada solusi
yang tepat.
Core competencies sendiri dapat
dikembangkan melalui proses berkelanjutan dalam waktu yang panjang. Untuk
mengembangkan core competencies
tersebut, perusahaan perlu menjadikan
key abilities sebagai kekuatan perusahaan,
memban­dingkannya dengan perusahaan
lain untuk memastikan keunikannya.
Selain itu, perusahan harus memahami
kapabilitas yang diakui oleh customer, serta
terus mengembangkan kekuatan dari
kapabilitas tersebut, dan mengkomunikasikannya ke seluruh organisasi. Selanjutnya,
perusahaan perlu mempertahankan
keunikan meski tetap melakukan pengembangan pada bisnis, serta memadukannya
dengan non-core competency untuk memperdalam kompetensi tersebut. l
Firstasia Consultants.
Wisma 76 - 18th floor Jl. Letjen S. Parman Kav 76
Slipi, Jakarta Barat P: 62.21.536 66 618 |
F: 62.21.536 77 666 | www.firstasiaconsultants.com
Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014 Human Capital Journal
29
Photo Gallery
Program
Certified
Human
Resources
Management
Professional
Jakarta,
14 - 18 July 2014
30 Human Capital Journal
n
No. 38
n
Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014
Profile
Ismed Hasan Putro
Bangun Karakter Jujur & Bersih
Di bawah kepemimpinan Ismed Hasan Putro, kinerja BUMN PT. Rajawali
Nusantara Indonesia (RNI) mampu berubah dari perusahaan merugi menjadi
perusahaan dengan laba ratusan miliar hanya dalam waktu 1 tahun.
J
abatan tinggi di perusahaan BUMN
biasanya identik dengan fasilitas mewah.
Tapi tidak untuk mantan wartawan ini. Pria
lulusan Universitas Islam Negeri (UIN) dulu bernama Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
- tidak mengambil fasilitas rumah dan mobil dinas.
“Perusahaan merugi kok mau mewah,” tutur Ismed
dalam sebuah acara PPM Manajemen di Jakarta
beberapa waktu lalu.
Pria yang selalu berbicara ceplas ceplos ini
meng­awali karirnya sebagai tenaga peneliti di
sebuah perusahaan media selama kurang lebih dua
tahun, kemudian ia ditawari bergabung dengan
Jawa Pos Group dan bertemu langsung dengan pe­
tinggi Jawa Pos Dahlan Iskan yang saat ini menjadi
Menteri BUMN.
Selama bekerja sembilan tahun di Jawa pos
group, Ismed memang diajarkan bekerja sebagai
jurnalis, namun tidak hanya itu, dia juga dibimbing
menjadi pebisnis oleh Dahlan Iskan. Menurutnya,
Dahlan Iskan sempat memberikan beberapa peluang kepada dirinya untuk bisa menjadi berbisnis.
Kemudian ia akhirnya mencoba peruntungannya
dengan menjadi pebisnis dengan mendirikan perusahaan yang bernama PT Jaya Makmur Konstruksindo. Mimpinya, melalui perusahaan tersebut ia
dapat membangun jalan tol di daerah Surabaya.
Saat mimpinya kandas, membuka usaha lain
yaitu dengan mengembangkan perkebunan jati
yang sayangnya juga tidak bisa bertahan lama.
Ismed pun mengalihkan perhatiannya kepada bisnis gula. Saat mengembangkan bisnis gula tersebut
ia diminta salah satu orang Kementerian BUMN
menjadi anggota Kebijakan Publik di Kementerian
BUMN.
Tahun 2008, ia diajak menjadi Komisaris di
RNI dan sejak itu mulai mengenal RNI, tahu apa
saja yang dilakukan oleh RNI dan sebagainya. Pada
n
No. 38
n
Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014 Human Capital Journal
31
Profile
2012, Ismed memiliki
kesempatan untuk menjadi Presiden Direktur
di RNI dan mengubah
perusahaan BUMN
yang semula kusam
menjadi cemerlang.
Berbagai transformasi
dan inovasi ia lakukan.
Mulai dari penataan unit
bisnis se­perti pabrik gula,
pendirian gerai retail
modern Waroeng Rajawali dan Rajawali Mart,
hingga ekspansi usaha
berupa pengembangan
peternakan sapi di dalam
dan luar negeri. “Dulu
pabrik gula tidak seperti
sekarang. Sekarang lantainya bersih, dan semua
harus pegawai harus mengenakan pakaian untuk di
pabrik sesuai standar,” tegasnya.
Ia juga menciptakan budaya kinerja, adalah
dengan cara konsistensi pada komitmen untuk
membuat perusahaan yang budaya kinerjanya lebih
baik daripada tahun-tahun “Yang tak kalah pen­
ting adalah menjadikan leader sebagai role model,
jangan hanya sekadar slogan. Karyawan kan harus
melihat contoh, diberikan contoh, jangan hanya
kata-kata. jangan kita melakukan A, tapi karyawannya disuruh B,” tambahnya. Sebagai role model,
Ismed memposisikan diri dengan baik seperti
menggunakan mobil dinas dan tidak mengambil
dana perjalanan dinas, tidak membolehkan istri
menggunakan mobil dinas, bahkan tidur di mess
bersama karyawan.
Ia pun mengganti jajaran direksi lama dengan
direksi baru agar strategi yang ia terapkan bisa
terlaksana. “Benturan sudah pasti. Mereka berada
di posisi nyaman menjadi tidak nyaman, tapi yang
penting adalah membangun budaya bersih dan
jujur. Dulu saat saya baru masuk RNI, banyak
samurai-samurai yang mau melibas kepala saya,”
tegasnya. Ia menyadari, menciptakan karyawan
berkinerja tinggi tidak mudah. Namun ia menyakini, semua itu berawal dari dua hal, bersih dan
jujur. Menurutnya, bersih dan jujur adalah kultur
dasar semua orang. Cuma karena muncul budaya
korupsi, jadi karyawan ikut-ikutan. “BUMN itu
tempat praktik politik, bahkan korupsi. Harus ada
pelatihan tentang budi pekerti dan nilai agama.
Dan itu kita wajibkan,” sambungnya.
“Saya harus
mengganti orangorang yang pensiun tersebut. Tidak
mungkin saya asal
ambil dan comot
sana-sini, belum
tentu orangnya
bisa, bersih dan
jujur. Makanya
saya dirikan
sekolah. Para
siswa dididik dan
belajar tentang
gula dari pagi,
malamnya mereka belajar perihal keagamaan.
Semua ini karena
saya ingin membangun karakter
bersih dan jujur
dari dasar,” imbuh
Ismed dengan
antusias.
32 Human Capital Journal
n
No. 38
n
Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014
Ditegaskan Ismed, dalam situasi krisis ekonomi
saat ini, Indonesia harus punya pemimpin yang
berani mati dalam pemerintahan. “Harus berani,
bisa mengambil risiko dan jangan mengambil
untung pribadi,” katanya. Ismed menuturkan,
pemimpin harus membenahi segala hal yang tidak
beres. Ketidakberesan mekanisme di perusahaan
membuat RNI dikategorikan sebagai perusahaan
yang merugi. Belum lagi masalah stok gula dari
pedagang nasional yang berjumlah sekitar dua
juta ton. Oleh sebab itu, dia menyayangkan Bulog
yang masih melakukan impor gula sebesar 320 ribu
ton dan juga impor untuk bahan makanan dan
minuman sebesar 1,2 juta ton. “Mau bagaimana
lagi, susah juga meminta pemerintah untuk tidak
mengimpor gula,” tuturnya. Padahal, gula RNI
merupakan gula murni tanpa bahan pewarna yang
bisa merusak tubuh dan merupakan kebanggaan
Indonesia.
Dalam hal sumber daya manusia (SDM), ia
mulai membangun strategi dengan mencetak SDM
sendiri dengan mendirikan Sekolah Menengah
Kejuruan Gula yang dibuka bulan Juli 2014 lalu.
Ini dilakukan mengingat setiap tahun karyawan
RNI memasuki masa pensiun sekitar 1500 orang.
“Saya harus mengganti orang-orang yang pensiun
tersebut. Tidak mungkin saya asal ambil dan comot
sana-sini, belum tentu orangnya bisa, bersih dan
jujur. Makanya saya dirikan sekolah. Para siswa
dididik dan belajar tentang gula dari pagi, malamnya mereka belajar perihal keagamaan. Semua ini
karena saya ingin membangun karakter bersih dan
jujur dari dasar,” imbuh Ismed dengan antusias.
Tak hanya sekolah kejuruan saja ia dirikan,
Ismed juga mendirikan sekolah politeknik gula.
“Siswa SMK gula baru 90 orang, sementara saya
butuh setiap tahun sebanyak 500 orang yang ahli
gula. Makanya kami buat sekolah politeknik gula
agar bisa secepatnya menyiapkan tenaga ahli gula.
Intinya, kami yang menyiapkan mereka. Pendidiknya berasal dari pabrik kami juga yaitu seniorsenior dan ahli tentang gula,” tukasnya kembali.
Ismed berharap, munculnya tenaga-tenaga ahli gula
baru bisa menjalankan bisnis milik pemerintah ini
dan bisa menyiapkan cadangan pangan nasional.
“Karena gula termasuk cadangan pangan, makanya
kita harus jaga itu,” tambahnya lagi.
Apa tantangan terbesar Anda dalam berkarir?
“Saya merasa tidak ada tantangan karena saya
menikmati semua ini. Hidup saya, pekerjaan saya.
Yang pasti semua dilakukan dengan jujur dan bersih,” kata Ismed menjawab pertanyaan. l
Ratri Suyani
Profile
M
Lin Herlina
emulai karir sebagai Sales
Administration saat masih
duduk di bangku kuliah
membuat wanita berdarah
Bandung ini terbiasa bekerja
hingga malam. “Dulu saat kuliah, saya beker­
ja di sebuah perusahaan. Selain itu saya juga
mengajar privat beberapa anak sekolah. Tujuan
saya bekerja agar ketika lulus kuliah, saya punya
selling point untuk diri sendiri,” Lin bercerita.
Namun, karir sebagai Sales Administration
ha­nya berjalan satu tahun karena jadwalnya
sangat padat. Sementara pekerjaannya mengajar
tetap ia jalankan mengingat penghasilannya
yang ia terima cukup menggiurkan dengan
waktu yang tidak terlalu padat sehingga proses
perkuliahan bisa ia selesaikan.
Lulus dari jurusan IT Univeristas Gunadarma, ia melamar ke Bank Executive International
dan diterima bekerja di bank tersebut. “Lucunya, awalnya saya melamar sebagai IT karena
sesuai dengan background saya. Tapi saya malah
diterima sebagai sekretaris, hehehe,” senyum
istri dari Susetyo mengembang saat menjelaskan hal ini. Setelah beberapa tahun bekerja di
perusahaan tersebut, ia diposisikan sebagai
Kepala seksi Research and Development selama
dua tahun yaitu sejak tahun 1996 hingga 1997.
Pada 1998, ia diterima dengan posisi yang
sama di PT. Repex Perdana International
(lisensi dari FedEx). “Dalam bekerja, saya selalu
buat setting goal sehingga dalam kurun waktu
3-4 tahun bekerja, saya sudah harus punya
posisi dari hasil kerja keras saya,” akunya. Dari
Researh and Development Departement, Lin
berpindah ke Marketing Department dan selama dua tahun ia menjalani profesinya sebagai
marketing. “Saat itu ada lowongan posisi Sales
Manager di Sales Department. Saya tertarik dan
mengajukan ke internal dan diterima,” tutur
wanita yang menjabat sebagai Sales Manager
PT. Repex dari tahun 2002 – 2004.
Menjadi sales ternyata jauh lebih menan­
tang dibanding menjadi marketing. Ini disadari
oleh betul ibu dua anak, anak Afra Raeeda Raka
Putra Susatyo dan Aufa Rifqhy Putra Susatyo.
Sempat mengalami rasa tidak percaya diri saat
menjadi sales, namun akhirnya ia justru berhasil menjadi The Best Marketing and Sales de­
ngan tingkat penjualan di atas 150 persen. “Saya
dulu sempat berpikir kenapa nekat melamar
di posisi ini. Bayangkan, dari masa percobaan
tiga bulan, dua bulan saya gagal menjual dan
Tingkatkan Kualitas
Pekerjaan
Meyakinkan klien bahwa untuk memberikan penghargaan
bisa dengan cara yang berbeda dan unik yaitu melalui
pemberian voucher Sodexo memang tidak mudah. Hal ini
yang membuat Lin Herlina semakin tertantang.
n
No. 38
n
Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014 Human Capital Journal
33
Profile
“Selama ini
voucher untuk
market external
sudah ada dan
banyak, misalnya
voucher belanja
yang dikeluarkan
oleh pusat belanja
atau supermarket
tertentu.
sepatu, kesehatan, pendidikan di ribuan merchant
di Indonesia.
Diakuinya, tantangan Sodexo adalah memperkenalkan ke perusahaan-perusahaan Indonesia tentang keberadaan voucher rewards Sodexo.
“Selama ini voucher untuk market external sudah
ada dan banyak, misalnya voucher belanja yang
dikeluarkan oleh pusat belanja atau supermarket
tertentu. Tetapi belum banyak perusahaan yang
memberikan program rewards kepada karyawannya dengan menggunakan voucher. Voucher Gift
Pass Sodexo bisa digunakan untuk rewards tersebut, misalnya untuk The Best Employee, Zero Ac­
cident Department, THR karyawan, dan lain-lain.
Voucher ini sangat berbeda dengan belanja karena
bisa digunakan di ribuan merchant di seluruh
Indonesia, termasuk juga yang berkaitan dengan
kesehatan, pendidikan,” kata wanita yang memiliki
obsesi untuk selalu melakukan perbaikan diri dan
meningkatkan kualitas pekerjaan. l Ratri Suyani
mendapatkan klien. tapi berkat dukungan atasan
saya, di bulan ketiga dan keempat tingkat penjualan
meningkat,” ucap Lin yang bersyukur berkarir di
perusahaan yang memiliki program people develop­
ment yang bagus. Keberhasilan Lin membuat ia
dipercaya sebagai Senior Manager Sales & Market­
ing Repex pada 2004 – 2006.
Setelah delapan tahun berkarir di Repex, ia memutuskan untuk menerima tawaran sebagai Coun­
try Sales Manager di PT. Sodexo Motivation Solutions Indonesia, sebuah perusahaan yang bergerak
di bidang penjualan voucher lifestyle dan voucher
rewards. “Di Indonesia, Sodexo terlihat masih kecil
dan baru. Padahal sebenarnya Sodexo sudah lama
dan sudah mendunia. Ini yang menjadi tantangan
saya karena Indonesia belum terlalu mengenal
voucher Sodexo,” tukasnya. Sodexo merupakan perusahaan terkemuka yang menjual voucher lifestyle
yang bisa digunakan untuk berbagai keperluan
belanja, mulai dari makanan, produk-produk baju,
Dapatkan Bundel Eksklusif
HC Journal
MKI Corporate University
Rp
Achieving Human Capital Excellence
35On0gk.o0s K0ir0im
Bundel 1 Human Capital Journal Tahun 2011 - 2012 (12 Edisi)
Bundel 2 Human Capital Journal Tahun 2012 - 2013 (12 Edisi)
+
Tema yang dibahas dalam bundel eksklusif ini:
www.humancapitaljournal.com Hubungi:
Andedes, Hadi, Iin, Purwanti, Dedeh.
34 Human Capital Journal
n
No. 38
n
(021)
Setiap perusahaan
harus memilikinya
sebagai referensi
ilmu sumberdaya
manusia yang sangat
kaya. Bisa juga menjadi perfect gift untuk
para relasi.
5790 3840
Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014
1. Strategic Performance Management
2. Learning Organization : Konsep & Implementasi
3. Selamat Datang Era Knowledge Management
4. Leadership Development Challenges
5. The War for Talent
6. Strength Based Human Capital Management
7. Strategic HR Planning
8. Outsourcing, Illegal?
9. Salary Survey 2012
10. Strategi Rekrutmen 2012
11. Trend in Human Resources Information System
12. Training Evaluation
Menara Kadin Indonesia 24th Floor.
Jl. HR. Rasuna Said X - 5 Kav. 2 - 3, Jakarta 12950, Indonesia.
Fax. : (62 - 21) 527 4443 Email : learningcenter@pt - mki.co.id
n
No. 38
n
Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014 Human Capital Journal
35
Column : Business Management
Kompetensi untuk Kompetisi
S
abtu subuh menjelang matahari terbit,
dingin dan redup di lapangan kampus
yang dikelilingi hutan di Depok. Tanpa
direncanakan terlebih dahulu, terjadi
pertemuan antara mantan CEO salah
satu korporasi besar dan sudah go public, dengan
seorang Senior Managernya, yang sedang menunggu anak, menjalankan ospek di kampus tersebut.
Dengan antusias mereka berdua duduk di
pinggir lapangan, seru berbincang tentang aktifitas
yang mereka lakukan saat ini. Sangat kaget mantan
CEO, mendengar ceritera Anton, si manager, yang
ternyata sudah satu tahun yang lalu, mengundurkan diri dari korporasi. Mengapa? Bukankah
dirimu salah satu Senior Manager Sales yang
ditempatkan di Medan dan mengelola Sumatera
dengan baik? Si Anton menjawab dengan tenangnya, bahwa dia mengundurkan diri bukan karena
masalah pekerjaan, performance, ataupun tindakan
yang bertentangan dengan peraturan korporasi. So?
Dia berhenti karena tiba tiba dia diberitahu oleh
CEO nya, untuk dalam satu minggu berangkat ke
Makasar, dan bersiap untuk take over, memanage
Indonesia Timur. Dia mencoba untuk bertanya,
alasan, latar belakang dan tujuannya, hanya dijawab bahwa itu adalah kepentingan korporasi.
Anton harus berpikir tentang keluarga, sekolah
anak termasuk segala macam persoalan yang harus
dihadapi, dan setelah berdiskusi dengan keluarganya, dia memilih untuk mengundurkan diri,
karena merasakan ada suatu tekanan yang tidak
terlihat terhadap dirinya. Sangat disayangkan. Saat
Anton menanyakan apa pendapat mantan bosnya
itu, maka dia mendengar­kan dengan baik beberapa
analisa, adalah tidak terciptanya komunikasi kondusif satu sama lain, antara CEO dan managernya.
Bisa saja itu adalah trik untuk sedikit memaksa Anton mengundurkan diri, proses komunikasi yang
tidak terjalin dengan baik tanpa kehadiran HR,
atau mungkin sudah menjadi kebijakan korporasi
yang memegang prinsip Sales Departemen adalah
militer, yang siap diterjunkan kapan dan dimana
saja.
Terlalu banyak hal yang mungkin saja ada,
dan menjadi latar belakang kasus ini. Tetapi
kenyataannya si manager dengan Performance
Appraisal kategori A ini telah berada di luar korporasi, dan berpotensi menjadi kompetitor yang
berbahaya seandainya bergabung dengan pesaing
korporasi.
Keseimbangan Kompetensi.
Termuat di dalam artikel bulan Maret lalu,
yang berjudul ‘Kompetisi ke Kompetensi’, dan
dise­butkan bahwa Competence indicates suf­
ficiency of ‘knowledge and skill’,that enable
someone to act in a wide variety of situation. Skill
dan pengetahuan yang bisa membuat seseorang
melakukan dengan benar, apapun situasinya.
Sulit apabila ilmu dan skill dalam kompetensi
ini menjadi sesuatu yang bertentangan, membuat seorang talent justru berbuat sebaliknya,
dan menjadikan yang positif berubah menjadi
36 Human Capital Journal
n
No. 38
n
Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014
Oleh : Drs. Eddie Priyono. MM
negatif. Pada dasarnya kompetensi bukanlah ilmu
pasti, tetapi terukur dengan knowledge and skill
yang seimbang dalam menge­lola apapun yang menjadi tanggung jawabnya.
Evaluasi dari value of competence memang
sangat sulit, tetapi bisa dilihat dari hasil yang telah
terjadi. Bukankah terlambat kalau harus menunggu
hasil yang terjadi, baru diketahui seseorang kompeten atau tidak diposisinya? Performance Appraisal
yang dilakukan seharusnya mengacu kepada objektifitas, dengan mengambil poin PA bukan hanya
berdasarkan penilaian atasan saja, tetapi bisa dari
dirinya sendiri sesuai data yang kredibel, dari rekan
sekerja, dari sumber sumber lain diluar sebagai
input, dan yang juga penting adalah penilaian dari
bawahan langsung, yang setiap harinya bersama
didalam melaksanakan pekerjaan.
Penilaian dilaksanakan secara rahasia, tertutup
dan fair. Hal ini akan menyeimbangkan penilai–
an, karena terkadang seorang talent hanya berat
keatas, dan menyepelekan di bawah. Keseimbangan
ini akan membuat seseorang menjadi concern, untuk menjadikan dirinya kompeten dalam arti yang
lengkap, tidak main main dan mempermainkan
bawahan untuk kepentingan pribadinya. Core
Competence yang menjadi tolok ukur utama, dari
kompetensi seorang profesional, tidak lagi diukur
setelah hasilnya ada, tetapi dianalisa atasannya
termasuk CEO nya setiap saat, sehingga proses
yang berjalan di dalam operasional korporasi akan
terjaga.
Competency is the combination of observable
and measurable knowledge, skill, abilities, and
personal attributes that contribute to enhanced
employee performance and ultimately result in
the organizational success. Keseimbangan dalam
melaksanakan core competence merupakan kunci
terciptanya kebijakan yang tidak menyalahi aturan
korporasi tetapi bermanfaat untuk mendapatkan
keserasian dalam organisasi.
Berkompetisi Melalui Kompetensi.
Kompetensi haruslah berkontribusi terhadap
kinerja korporasi. Tanpa hal itu akan menjadi
kerajaan kecil yang bergerak sendiri sendiri. Seorang superior, memberikan delegasi terukurnya
kepada subordinatenya, dan bersama departemen
lain saling mengisi untuk proses kerja korporasi.
Alangkah indahnya apabila satu departemen membantu, mendukung, melanjutkan kerja departemen
lain secara simultan untuk menghasilkan output
terbaik di korporasinya. Seseorang yang me­manage
departemen dan mempunyai kekuasaan, harus
pandai bekerja bersama sub ordinatenya, sehingga
kekuasaan yang didelegasikan kebawah bisa dicover
dengan baik. Ada lima hal dalam menganalisa
kekuasaan interpersonal, bagi seseorang yang
mempunyai kompetensi tinggi :
- Kekuasaan legitimasi, kemampuan seseorang
mempengaruhi karena kekuasaannya besar.
- Kekuasaan imbalan, kemampuan seseorang
memberikan imbalan atas perilaku pihak lain.
- Kekuasaan paksaan, kemampuan menghukum
pengikut yang tidak menurut.
- Kekuasaan ahli, kemampuan mempengaruhi
pihak lain berdasarkan keahliannya.
- Kekuasaan referensi, kemampuan berdasarkan
kharisma kepribadian atau gaya perilaku.
Keseimbangan dari pemilihan kelima hal tersebut dilakukan sesuai keadaan dan tuntutan saat itu.
Berkompetisi didalam kompetensi akan memacu
seluruh talent yang ada untuk mengkontribusikan
kemampuan dan skillnya, di dalam proses kinerja
korporasi, dan akan memicu kesuksesan yang
tinggi. Seseorang dengan kompensi yang tinggi,
dan dilegitimasi oleh korporasi, hendaknya tidak
memakai kompetensinya untuk hal yang membuat
departemennya menjadi porak poranda.
Bukankah seorang raja yang sakti, seharusnya dikelilingi oleh ksatria yang juga mumpuni,
sehingga dalam menghadapi musuh akan merasa
lebih kuat, dibandingkan sang raja menghadapinya
sendiri?. Penggunaan poin nomor 3 seharusnya
diminimalisir, untuk menghidupkan pola diskusi
konstruktif. Bukankah subordinate yang tidak
menurut belum tentu bersalah? Kita hanya bisa
berdoa agar si Anton tidak menjadi kompetitor
korporasi, karena bergabung dengan pesaing.
Semoga. l
Kompetensi
haruslah
berkontribusi
terhadap kinerja
korporasi.
Tanpa hal itu
akan menjadi
kerajaan kecil
yang bergerak
sendiri sendiri.
Seorang superior,
memberikan
delegasi
terukurnya
kepada
subordinatenya,
dan bersama
departemen lain
saling mengisi
untuk proses
kerja korporasi.
Penulis adalah Penasehat Lembaga Pusat Studi dan
Komunikasi Pemerintahan (PUSKOPEM), Direktur PT.
Victory Jaya Perkasa dan pendiri Yayasan Quantum Galaxi
n
No. 38
n
Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014 Human Capital Journal
37
Periscope
Mentor
Oleh Husen Suprawinata SE MM ScHK
Lepas Landas dan Pendaratan
Adalah Bagian dari
Misi Seorang Pemimpin
B
anyak orang melakukan dengan
baik berbagai upaya untuk membuat
kehidupan personal dan bisnisnya
mampu lepas landas dengan baik
dan meraih kesuksesan, namun
tidak mampu mendaratkannya dengan aman.
Bila kita mempergunakan langkah-langkah
dalam menerbangkan sebuah pesawat terbang
sebagai analogi, maka saat lepas landas dan saat
pendaratan merupakan dua momen yang sangat
krusial serta membutuhkan presisi yang tinggi.
Kemampuan untuk dapat mendaratkan
dengan aman dalam
kehidupan personal
dan bisnis, suatu
kemampuan untuk
mengakhiri dengan
baik memang sangat
penting untuk dapat
dimiliki.
Bill George, mantan CEO Medtronic,
sebuah perusahaan
terkemuka dalam
bidang teknologi medis, yang berbasis di
Minneapolls, Minnesota, Amerika Serikat, bukan
saja berhasil sebagai pilot dalam membuat perusahaan lepas landas dan menerbangkannya dengan
baik tetapi juga berhasil melakukan pendaratan
dengan sangat baik karena sangat berperan dalam
suksesi kepemimpinan eksekutif perusahaan dari
dirinya kepada Arthur D. Collins, Jr.
George memiliki prinsip bahwa seorang
pemimpin mesti mampu menciptakan pemimpinpemimpin. George mengatakan “Saya sungguh
menyadari bahwa setiap CEO memiliki tanggung
jawab untuk mengembangkan seorang penerus
yang bukan saja hanya mampu menjadi penggantinya, namun juga memiliki kemampuan untuk
dapat membawa perusahaan ke tingkat sukses
lebih tinggi.”
38 Human Capital Journal
n
No. 38
n
George mengatakan bahwa sejak saat pertama
kali berjumpa dia merasa yakin bahwa Arthur adalah
orang yang tepat untuk menjadi penggantinya pada
suatu hari nanti. George kemudian merekomendasikan Arthur kepada Board sebagai kandidat CEO
karena menurut penilaiannya memiliki kualifikasi
yang diperlukan untuk memimpin perusahaan
dengan baik.
George selain dalam hubungan pribadi, selaku
CEO dalam hubungan profesional telah menjadikan
dirinya sebagai mentor selama hampir satu dekade
bagi Arthur yang pada waktu itu menjabat sebagai
COO.
Arthur mengatakan
bahwa sesungguhnya
George sudah mulai memikirkan dan mempersiapkan transisi kepemimpinan
ini sejak sembilan tahun
sebelum dirinya ditetapkan
menjadi CEO.
Bill George dalam
kapasitasnya sebagai CEO
menyadari untuk menginvestasikan waktunya pada
sesuatu yang lebih panjang
dari masa kepemimpinannya dalam perusahaan
untuk dapat meninggalkan sebuah legacy — sesuatu
yang dapat diwariskan pada pemimpin-pemimpin
berikutnya.
George juga sangat memahami apapun yang
menjadi fokus dan orientasi dari para pemimpin
akan menentukan arah organisasi sehingga di menekankan perlunya perusahaan kembali fokus pada
nilai-nilai yang tak lekang oleh waktu dengan fokus
utama pada misi perusahaan, kepuasan pelanggan,
dan pengembangan karyawan. l
Penulis adalah MKI Executive Partner, LMI Director & Certified Facilitator SMI Associate Partner & Certified Coach
Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014
George
juga sangat
memahami
apapun yang
menjadi fokus
dan orientasi
dari para
pemimpin akan
menentukan
arah organisasi
sehingga di
menekankan
perlunya
perusahaan
kembali fokus
pada nilainilai yang tak
lekang oleh
waktu dengan
fokus utama
pada misi
perusahaan,
kepuasan
pelanggan.
Corporate Leadership Center [CLC]
Develops Effective Manager & Leader
TOTAL LEADER™
Effective Leadership
Development Program
STRATEGIC
LEADERSHIP
MOTIVATIONAL
LEADERSHIP
PERSONAL
LEADERSHIP
Mengembangkan kepemimpinan dalam organisasi Anda
PERSONAL
PRODUCTIVITY
Copyright © 2005 Leadership Management® International, Inc. ALL RIGHTS RESERVED
Pendahuluan
L
eadership Management International (LMI) Inc., sebuah perusahaan
kepemimpinan global yang berpusat di USA, telah sukses menjalankan program pengembangan kepemimpinan organisasi secara
utuh dengan konsep TOTAL LEADER. Konsep TOTAL LEADER merupakan
perwujudan dari kepemimpinan yang tidak hanya berfokus kepada peningkatan kinerja organisasi melalui pemanfaatan sumberdaya organisasi,
tetapi juga fokus kepada pengembangan sumberdaya organisasi tersebut, khususnya terhadap manusia sebagai modal organisasi terpenting.
Menerapkan konsep TOTAL LEADER akan melahirkan pemimpin yang
efektif bagi organisasi. LMI meyakini bahwa organisasi masa depan
adalah organisasi yang diisi oleh pemimpin-pemimpin yang efektif di
> Effective Personal Productivity (EPP)
berbagai jenjang.
Dalam memberikan pengembangan kepemimpinan, program LMI
memiliki sejumlah keunikan yang membuatnya lebih efektif, antara lain:
dilakukan berulang-ulang (spaced repetition), mendayagunakan seluruh
panca indera, adanya penetapan tujuan yang jelas, dan berorientasi
kepada hasil yang terukur. Adanya pengisian dan monitoring formulir Action Plan dari setiap sesi membuat ROI (Return on Investment) program
LMI tergolong tinggi.
Berikut adalah beberapa program pelatihan dalam beberapa jenjang
dari LMI:
> Effective Motivational Leadership (EML)
Produktifitas merupakan kunci daya saing
organisasi. Tapi, banyak karyawan yang tidak
memahami bagaimana bekerja secara produktif.
Program EPP membantu seluruh jajaran organisasi
mengevaluasi perilaku dan membuat perubahan
perilaku yang produktif, meningkatkan produktifitas melalui penetapan prioritas, berkomunikasi
secara efektif, menjadi team player, menetapkan
tujuan dan berusaha meraihnya. Program ini terdiri
dari 6 topik, umumnya disampaikan dalam 7 kali
pertemuan (1 pertemuan per minggu) dengan durasi
pertemuan 2 jam/pertemuan, dan maksimal diikuti
oleh 15 peserta.
Program kepemimpinan bagi pemimpin unit kerja/manager ke atas, yang akan membantu peserta
memahami sisi alamiah manusia dan berbagai gaya
berperilaku, meraih hasil melalui komunikasi dan
persuasi, mendayagunakan kekuasaan dan otoritas
secara produktif, mengembangkan kreatifitas untuk
pengambilan keputusan dan pemecahan masalah,
mengembangkan rencana tindakan yang spesifik
dan tertulis untuk berhasil. Program ini terdiri
dari 8 topik, umumnya disampaikan dalam 9 kali
pertemuan (1 pertemuan per minggu) dengan durasi
pertemuan 2 jam/pertemuan, dan maksimal diikuti
oleh 15 peserta
> Effective Personal Leadership (EPL)
> Effective Strategic Leadership (ESL)
Program kepemimpinan tingkat dasar yang
akan membantu peserta menyadari potensi
kepemimpinan diri yang dibangun melalui kekuatan,
peningkatan citra dan motivasi diri, membuat
pilihan keberhasilan dengan mengatasi persoalan,
mengembangkan rencana tindakan yang spesifik
dan tertulis untuk berhasil. Program ini terdiri
dari 8 topik, umumnya disampaikan dalam 9 kali
pertemuan (1 pertemuan per minggu) dengan durasi
pertemuan 2 jam/pertemuan, dan maksimal diikuti
oleh 15 peserta.
Call :
Mrs.Tari / Ms.Puwanti
/ Mrs.Dedeh / Mrs. Iin / Mr. Hadi
t Perusahaan/individu yang membeli 3 jenis program
kepemimpinan di atas akan langsung mendapatkan
International Certified Coach dari LMI
Fasilitator
Program kepemimpinan
TOTAL LEADER dibawakan
oleh para mantan CEO dan eksekutif perusahaan terkemuka
yang memiliki perhatian besar
bagi pengembangan SDM.
Bertindak sebagai Lead Facilitator adalah Husen Suprawinata, yang pernah
menjabat GM & Director ICI Paints Indonesia, CEO
American Standard, COO Catur Sentosa Adiprana
dan saat ini menjadi Executive Partner MKI. Beliau
juga pemegang International Certified Coach &
Consultant dari SMI dan LMI.
PT Menara Kadin Indonesia
>Learning >Consulting >Assessment Center >Research >HC Journal
5790 3840
(021)
Powered by
Program kepemimpinan bagi eksekutif dan
manajemen tingkat atas organisasi, yang akan
membantu peserta untuk mampu mendefinisikan
dan mengembangkan tujuan orga-nisasi, melakukan
asesmen strategis, mendefinisikan strategi kunci,
struktur organisasi yang optimum, menempatkan
orang yang tepat dalam peran yang tepat, dan
mengeksekusi strategi untuk berhasil. Program ini
terdiri dari 5 topik, umumnya disampaikan dalam 6
kali pertemuan (1 pertemuan per minggu) dengan
durasi pertemuan 2 jam/pertemuan, dan maksimal
diikuti oleh 15 peserta. Evaluasi dari program training ini bisa dilakukan selama 1 tahun.
or Fax. (021) 527 4443 Email: [email protected]
Visit our Human Capital Portal www.humancapitaljournal.com
Achieving Human Capital Excellence
Column : Leadership Series
Menentukan ‘Core Competence’;
Hard Skill atau Soft Skill’
Banyak (hampir semua) orang memiliki pemahaman
bahwa yang dimaksud Core Competence pada perusahaan
ialah ‘hard skill’, benarkah demikian?
S
eringkali orang menyebut perlunya ‘Core
Competence’. Tapi, sudahkah seluruh jajaran pimpinan dalam organisasi memahami dengan benar atas core competence
yang dibutuhkan? Apakah kebutuhan
core competence perusahaan telah dijabarkan dengan terstruktur? Adakah skenario yang komprehensif untuk mewujudkan dan mengembangkancore competence yang diperlukan?
Bila pertanyaan diatas diajukan pada jajaran
pimpinan, bukan suatu hal yang mengejutkan
bila jawaban dari setiap pimpinan akan berbeda
cukup jauh antara satu dan yang lain. Bahkan
tidak sedikit perusahaan yang tidak/ belum pernah
melakukan rumusan atas lingkup kompetensi yang
diperlukan. Bila demikian halnya, maka organisasi
tersebut mencerminkan perusahaan yang belum
fokus dan belum cukup komitmen dalam mewujudkan Nilai atau Value perusahaan.
Sebagai bagian dari leadership, direksi perlu
menetapkan core competence
yang diperlukan dan dikembangkan. Bagaimana menentukancore competence…?
Menentukan core compe­
tence adalah dijabarkan mulai
dari Misi dan Visi perusahaan. Visi adalah sasaran/
goal jangka panjang perusahaan, sedangkan Misi adalah
peran yang akan dijalankan
oleh perusahaan. Merujuk
pada Visi perusahaan, direksi
40 Human Capital Journal
n
No. 38
n
Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014
perlu mengidentifikasi dan menetapkan ‘Nilai
Perusahaan’ yang perlu dibangun dalam jangka
panjang dengan mengacu pada “Kondisi Pasar”.
Setelah meyakini atas ‘Nilai’ yang harus dibangun, berikutnya perlu dijabarkan kompetensi yang
diperlukan perusahaan untuk mewujudkan Nilai
tersebut.
Dengan mengacu pada Misi, Visi dan Nilai
yang akan dibentuk, berikutnya adalah menentukan dua hal utama lainnya, yaitu: Produk dan
Strategi. Strategi yang dimaksud adalah strategi
besar perusahaan (grand strategy) yang diyakini
paling efektif untuk mencapai sasaran perusahaan.
Penentuan bentuk produk dan strategi perusahaan
merupakan kunci dalam menentukan core compe­
tence perusahaan.
Mengapa kita harus sangat berhati-hati dan
teliti dalam menentukan core competence..? ialah
karenacore competence sangat menentukan keberhasilan produk yang diinginkan, dan pembiayaan
untuk mengembangkan core competence tidaklah
sedikit. Pengembangan core competence yang tidak
tepat, akan menimbulkan kerugian yang tidak
kecil.
Sebagai contoh, perusahaan yang bergerak
dalam bidang ‘fashion’, harus memiliki core
competence yang tepat. Untuk itu, perlu dijabarkan
dari Misi, Visi, Nilai, Produk dan Strategi. Apakah
perusahaan fashion tersebut akan fokus pada
kompetensi design atau juga keahlian dalam memproduksi gaun yang telah didesign. Kedua kompetensi tersebut tidak murah, untuk itu beberapa
Fashion unit bisnis menetapkan strategi dengan
Oleh : Brata Taruna Hardjosubroto
mengkhususkan pada design saja, namun produksinya diselenggarakan melalui outsource.
Perusahaan Multi National “Nike”, adalah
perusahaan yang bergerak pada industri peralatan
dan perlengkapan olah raga. Nike menetapkan
untuk hanya menyediakan produk pada beberapa
jenis olah raga saja, seperti football, basket, golf, ten­
nis yang popular secara global. Perlengkapan seper­
ti bulu tangkis tidak menjadi lingkup produknya,
karena dinilai tidak terlalu popular seperti hal nya
foot- ball. Selain itu, sasaran bisnis Nike adalah
pada segmen pasar menengah – atas. Dengan
demikian, Nike mengerucutkan Nilai Produk yang
dijual pada segmen tertentu dan spesifik.
Sejak 8 tahun lalu, Nike telah mengungguli
produk ternama seperti Adidas, karena produk dan
strateginya yang tepat. Mengevaluasi keberhasilan
Nike, apa yang menjadi ‘Core Competence’ nya..?
Apakah Nike menetapkan untuk memiliki keahlian
dalam membuat peralatan golf atau costum bola?
Apakah Nike memiliki keahlian dalam membuat
disain produknya, yang terkenal memiliki kualitas
baik?
Ternyata Nike tidak memiliki keahlian dalam
bidang disain ataupun produksi..! Setelah menetapkan Misi, Visi, Nilai Produk yang mengacu pada
pasar, dan Strategi perusahaan, maka core compe­
tence Nike adalahfokus pada bidang “Marketing”.
Nike tidak memiliki satupun pabrik pembuat
produknya, atau designer. Nike mempercayakan
disain dan pembuatan produknya pada mitra bisnis
nya.
Nike adalah salah satu contoh dimana core
competence yang dimiliki adalah hasil dari
penjabar­an atas Misi, Visi, Nilai, Produk dan
Strategi. Dan ternyata, core competence yang dimiliki adalah pada kompetensi “Soft Skill”, sedangkan
kompetensi Hard Skill dikerjakan oleh mitra bisnis
melalui model outsourcing.
Coba kita beranjak pada contoh berbagai
perusahaan lain, yang dinilai sukses dan cenderung
menyediakan ahli dibidang teknis. Bila dicermati,
aspek apa yang menjadikan sukses perusahaan
tersebut? apakah karena produk yang baik atau
karena layanan (services) yang baik?
Ternyata sukses suatu perusahaan labih banyak
ditentukan oleh ‘bentuk dan kualitas layanan
pelanggan’. Kompetensi apa yang diperlukan untuk
dapat menghasilkan ‘Layanan Pelanggan’ yang
berkualitas?
Perlu disadari, bahwa untuk mewujudkan
kualitas layanan, sangat diperlukan kompetensi
‘Soft Skill’ yang tinggi. Kompetensi soft skill diperlukan untuk membentuk budaya kerja, budaya melayani, spirit kerja sama, motivasi untuk mencapai
kualitas, membangun kerja sama. Hal yang sama
dibutuhkan pula untuk mewujudkan produk yang
berkualitas. Salah satu bentuk core competency soft
skill yang harus dimiliki oleh setiap jajaran pada
suatu perusahaan, ialah Leadership, Accountability
dan Integrity.
Hal lain yang sangat menentukan keberhasilan
pertumbuhan perusahaan dan efisiensi biaya, ialah
aspek ‘Produktifitas’. Untuk itu, diperlukan kompetensi soft skill yang tinggi disamping beberapa
kemampuan hard skill.
Dari uraian di atas, dapat diperoleh perspektif,
bahwa pada umumnya kemampuan soft skill merupakan ‘Core Competency’ yang mutlak perlu untuk
dimiliki oleh setiap karyawan dalam perusahaan.
Beberapa kemampuan teknis atau hard skill perlu
untuk dimiliki, namun bisa juga diperoleh melalui
outsourcing.
Core Competency terdapat pada beberapa tingkatan yang berbeda. Penentuan competency yang
utama adalah pada tingkat korporat, dan juga perlu
ditentukan dan dikembangkan core competency
hingga pada tingkat unit kerja terkecil. Untuk aspek
‘hard skill’, diperlukan kompetensi yang berbeda
pada setiap divisi atau unit kerja. Untuk tingkat
support, bergantung pada fungsinya, tidak harus
memiliki kompetensi yang terlampau tinggi atau
over qualified.
Namun, pada setiap jajaran dan unit kerja,
diperlukan kompetensi soft skill yang tinggi. Untuk
kompetensi soft skill tidak ada istilah over qualified,
bahkan harus setinggi mungkin. Disisi lain, besar
biaya SDM lebih ditentukan oleh tingkat hard skill,
bukan soft skill. Oleh karena itu, dapat diperoleh
kesimpulan, bahwa Core Competenc’ lebih diperlukan dalam bentuk ‘Soft Skill’. l
Core Competency
terdapat pada
beberapa
tingkatan
yang berbeda.
Penentuan
competency
yang utama
adalah pada
tingkat korporat,
dan juga perlu
ditentukan dan
dikembangkan
core competency
hingga pada
tingkat unit kerja
terkecil. Untuk
aspek ‘hard
skill’, diperlukan
kompetensi yang
berbeda pada
setiap divisi atau
unit kerja
Penulis adalah mantan Eksekutif IBM & Indosat Group,
sekarang berprofesi sebagai Executive Coach dan Practice
Leader MKI Corporate University.
n
No. 38
n
Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014 Human Capital Journal
41
Column : Success Motivation
Akibat Terlalu
Mengandalkan Kompetensi
S
ebagian besar kita pasti pernah mengenal mesin jahit merek Singer yang
produknya mulai dipasarkan sekitar
hampir 160 tahun yang lalu oleh I.M
Singer di wilayah Boston, USA, dan
dengan meyediakan berbagai fasilitas cicilan serta
harga yang terjangkau telah menjadikan Singer
berhasil menjual puluhan jutaan unit pada masamasa hingga menjelang tahun 1970 an, dimana
kemudian pasar mesin jahit menghilang, karena
dengan mudahnya orang-orang di USA untuk
menemukan pakaian-pakaian jadi di berbagai
toko. Adalah Joseph Flavin yang direkrut dari
Xerox yang kemudian melihat peluang perusahaan
Singer dalam bidang industri pertahanan dengan
berfokus pada elektronika penerbangan, sehingga
untuk unit mesin jahit dipisah menjadi perusahaan
tersendiri dengan nama SSMC (Singer Sewing Ma­
42 Human Capital Journal
n
No. 38
n
Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014
chine Company) yang kemudian mengembangkan
pasarnya melalui pabrik-pabriknya di Italia, Taiwan
dan Brazil dengan mempekerjakan hampir 24.000
karyawan, dan akhirnya dijual kepada pengusaha
kelahiran Shanghai, James Ting pemilik Semitech
Microelectronics yang kemudian mengubahnya
menjadi N.V Singer sekaligus memindahkan kantor
pusatnya ke Antilles, Belanda, dimana dia mulai
membangun perusahaan konglomerat perlengkap–
an rumah tangga.
Pada tahun 1990 an ketika krisis ekonomi terjadi
di Asia telah menyebabkan James Ting limbung,
dan menyebabkan perusahaan ini merugi hingga
238 juta US dollar pada tahun 1997 dan 208 juta US
dollar pada tahun 1998, yang akhirnya menyebabkan perusahaan ini mengajukan pailit pada tahun
1999 dengan kekayaan tunai hanya 25 juta US
Dollar, sedangkan utangnya mencapai 1,25 milyar
US Dollar, dan perusahaan penghasil mesin
jahit terkemuka dari USA ini kemudian
tutup usia. Lantas bagaimana dengan nasib
Singer asli? Nasibnya juga tidak berbeda
jauh dengan perusahaan divisi mesin
jahitnya yang setelah kematian mendadak
Joseph Flavin pada tahun 1987, Singer
diakuisisi paksa oleh seorang pengusaha
asal Florida, Paul Belzerian yang tidak
memiliki visi seperti Joseph Flavin karena
dia lebih tertarik kepada uang, yang setelah
mengubah nama perusahaannya menjadi
BICOASTAL kemudian menjualnya dengan
cepat 8 dan 12 divisinya sehingga memicu
gugatan karya­wan dan perkara hukum
lainnya. Perusahaan ini kemudian dinyatakan bersalah pada tahun 1988 atas 9 kasus
manipulasi surat berharga dan kejahatan
lainnya sehingga mendapat vonis 4 tahun
penjara dan denda 1.5 juta US Dollar, dam
Oleh : Gani Gunawan Djong, ICM, ICC
setahun kemudian pada tahun 1989, BICOASTAL
mengajukan pailit.
Ini adalah kisah dari sebuah organisasi bisnis
yang terlalu mengandalkan kesuksesannya pada
satu “kompetensi inti” yang dapat menjadi kebia­
saan merusak bila menjadikannya berpandangan
sempit dan buta terhadap kesempatan lain, seperti
perumpamaan seekor katak dalam sumur, yang
hanya berpikir langit hanya selebar mulut sumur,
dan ketika dia melompat keluar baru memiliki pandangan yang akan sepenuhnya berubah.
Lantas apa yang harus kita lakukan jika
kompetensi inti yang kita miliki tidak efektif lagi?
Apa yang harus kita lakukan jika pesaing dapat
melakukannya dengan lebih baik dan akhirnya para
konsumen meninggalkan kita? Jika ternyata kita
tidak tahu apa yang harus dilakukan, itu artinya kita
sudah terlalu tergantung atau terlalu mengandalkan
kompetensi inti yang dapat berakibat kekuatan kita
menjadi kelemahan kita seperti cerita lampu wasiat
aladin atau rambut Samson. Kebiasaan ini terutama
perlu dicermati jika organisasi kita saat ini adalah
sebagai penguasa industri, dan umumnya sulit
untuk berubah karena kompetensi kita ini sudah
meng­akar dalam budaya perusahaan yang tercermin dalam identitas, visi misi serta logo.
Seperti kita ketahui kompetensi inti suatu
perusahaan umumnya berkembang dari fungsi inti
yang menjadi motor pertumbuhan, misalnya bagi
perusahaan hi-tech adalah bagian teknik, untuk
hotel adalah bagian operasional, perusahaan seperti
Avon adalah bagian penjualan, sedangkan Nike
adalah bagian pemasaran. Untuk industri farmasi,
bidang litbang menjadi kompetisi inti, sementara di
industri fashion peranan utamanya bagian desain,
sedangkan pelayanan merupakan kompetensi inti
dari industri jasa. Lalu bagaimana cara kita mengatasi kebiasaan tergantung pada kompetensi inti yang
dapat merusak dan menjadi penyakit yang mematikan organisasi seperti pada kasus perusahaan Singer
diatas tadi? Ada 5 terapi yang dapat dilakukan
sebagai berikut :
Mencari Penerapan Baru
Sebagai contoh sebuah perusahaan yang kompetensi
intinya adalah bahan kimia yang semula memproduksi sakarin kemudian menemukan penerapan
baru dalam meningkatkan produktivitas tanaman
melalui bioteknologi dan rekayasa genetika.
Menemukan Pasar Baru
Beberapa perusahaan besar yang bergerak
dalam bidang penjualan langsung ataupun network
marketing, menemukan pasar baru yang potensial
seperti India, China, Asean, Rusia dan Eropa Timur.
Amway memiliki pasar terbesar di China saat ini.
Mengembangkan ke Hulu dan ke Hilir
IBM adalah contoh yang jelas yang berhasil
mengembangkan kedua arah, dimana ketika bisnis
mainframenya mengalami stagnasi dan kemudian
mereka menyadarinya dengan menjadi pemasok
besar yang menjual server, chip dan perangkat lunak
ke pabrik-pabrik komputer seperti DELL dan HP.
Membangun Kompetensi Baru
Perusahaan yang berhasil melakukan ini adalah
KODAK yang semual kompetensi intinya adalah
membuat film foto kemudian berhasil melakukan
transformasi menjadi pemimpin fotografi digital,
walaupun untuk melakukannya memerlukan investasi yang sangat mahal. Namun tidak ada pilihan
bagi mereka jika tidak ingin mengalami kematian
akibat terjebak dengan kebiasaan buruk tersebut
yakni terlalu mengandalkan kompetensi intinya.
Memfokuskan Kembali Sumber Daya
Manusia
Dan cara yang terakhir adalah kita hanya
perlu mengerahkan upaya dan sumber daya kita ke
bidang yang sedang tumbuh dan menguntungkan.
Lihat apa yang dilakukan oleh beberapa perusahaan
elektronik yang sukses ke industri telepon seluler,
seperti SAMSUNG yang sangat sukses dengan
produk-produk yang diminati di seluruh dunia.
Selamat mencoba, ingat pepatah bahwa dunia
tidak selebar daun kelor. l
Lantas apa yang
harus kita lakukan
jika kompetensi
inti yang kita
miliki tidak efektif
lagi? Apa yang
harus kita lakukan jika pesaing
dapat melakukannya dengan lebih
baik dan akhirnya
para konsumen
mening­galkan
kita? Jika ternyata
kita tidak tahu
apa yang harus
dilakukan, itu
artinya kita sudah
terlalu tergantung
atau terlalu mengandalkan kompetensi inti yang
dapat berakibat
kekuatan kita
menjadi kelemahan kita seper­
ti cerita lampu
wasiat aladin atau
rambut Samson.
Salah satu cara untuk melepaskan kebiasaan
ketergantungan adalah dengan mencari penerapan
baru yang dapat mennghasilkan nilai tambah baru.
Gani Gunawan Djong, ICM, ICC, LMI, Senior Director
n
No. 38
n
Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014 Human Capital Journal
43
07
> Learning > Consulting > Assessment Center > Research > HC Journal
Presents: Three-days
Practical Workshop (with a Lot of Exercises)
Schedule 2014
29-31 Oct
8-10 Dec
Finance For
Non-Finance Executive
Makes you expert in finance
Venue : Menara
Kadin Lt. 24, Jakarta
COURSE CONTENTS
UNDERSTANDING FINANCIAL REPORTS
Basic Concept, Balance Sheets, Income Statements. Statement of Owners’ Equity Changes, Cash Flow Statement
FINANCIAL STATEMENT ANALYSIS:
Business Objectives, Return on Investment, Sound Financial
Position. Overall Measures approach: (Return on Investment,
Investment Turnover and Profit Margin, Price/earnings Ratio,
Profitability Ratios, Profit Margin, Investment Utilization
Ratios, Investment Turnover, Working Capital Measures);
Financial Condition Ratios: (Liquidity and Solvency, Dividend
Policy);
WORKING CAPITAL MANAGEMENT
(Working Capital, Inventory Management, Account Receivable
Management, Cash Management);The Relationship of Cost
and Volume: (Variable and Fixed Costs, Cost Volume Diagrams,
Relation to Unit Costs, Inherent Conditions);Break-Even-Point
Analysis: (The Profit Graphs, Break-even Volume, Operating Leverage);
CAPITAL BUDGETING
(Estimating Required Rate of Return, Economic Life, Cash Inflows, Depreciation, Pay back Period, Net Present Value, Internal
Rate of Return, Accounting Rate of Return,
COST OF CAPITAL
(The Operational Budget, Projected Budget Flexible / Variable
Budget).
Participants/Who Should Attend
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Non-financial executives/managers/staffs in such areas as
operations, marketing, sales, manufacturing, engineering,
personnel, construction or logistics
Delivery
Dalam bahasa Indonesia Course Design : Three days
Applied Corporate Financial
Management
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Financial Statement and Cash Flow Statement
Financial Forecasting, Planning and Budgeting
Time Value of Money and Risk of Return
Capital Budgeting Decision Model
Free Cash Flow Analysis in Budgeting
Bonds Valuation and Characteristic
Stock Valuation
Capital Structure Modeling
Applied Business &
Financial Management
1. Financial Statement Reporting (Balance Sheet, Income
Statement)
2. Cost Accumulation and Cost of Goods Sold Statement
Cost behavior and Contribution Margin
Break Even Point Analysis
Direct Material and Direct Labor Analysis
Factory Overhead Analysis
Inventory Management
Receivable Management
Applied Budgeting and Planning
1. Financial Statement Reporting (Balance Sheet, Income Statement)
2. Cost Accumulation and Cost of Goods Sold Statement
3. Job Order and Process Costing
4. Activity Based Costing
5. Master Budget
6. Sales Planning and Forecasting
7. Material Required Planning (MRP)
8. Cash Budget
Course Leaders
Susy Mukhtar, SE., MM beliau adalah praktisi dan pengajar
(dosen) di bidang Finance dan Perbankan selama lebih dari 16
tahun. Dan sekarang beliau menjadi trainer bidang Finance For Non
Finance diberbagai institusi pemerintah dan perusahaan swasta
multinational.
Informasi dan Pendaftaran
PT Menara Kadin Indonesia (MKI) (Learning, Consulting, Assessment Center, Research & HCJournal)
Contact Person:
Mrs. Dedeh, Mrs. Iin, Ms. Anti,
Mr. Hadi, Mrs. Tari, Mr. Ridwan
(021)
MKI -
PT Menara Kadin Indonesia
5790 3840
or Fax. (021) 527 4443 Email: [email protected]
Visit our Human Capital Portal www.humancapitaljournal.com
Achieving Human Capital Excellence
Download