HumanCapital n No. 38 n Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014 n Rp. 30.000, - www.humancapitaljournal.com Journal Achieving Human Capital Excellence Membedah Kompetensi Inti Perusahaan Kompetensi Inti Sulit Ditiru Kompetensi untuk Kompetisi Akibat Terlalu Mengandalkan Kompetensi MKI Corporate University Center of Excellence in Business, Leadership & Management PROGRAM CHRMP Certified Human Resources Management Professional 5 Days Intensive Course, In Class Assignments, and Paper Work after Inclass Program Moduls : Developed Based on Body of Knowledge in Global HR Certification Facilitators :Experienced Executives & Practitioners in HRM Examiners : Experts from MKI Corporate University & Kazian Global School of Business Management G lobalisasi ekonomi dan bisnis berdampak kepada kompetensi para profesional di berbagai bidang, termasuk mereka yang mengelola sumberdaya manusia (SDM). Untuk bisa bersaing di dunia bisnis, para praktisi dan eksekutif manajemen SDM perlu untuk memiliki kompetensi dalam manajemen SDM yang diakui secara luas. Bekerjasama dengan Kazian Global School of Business Management yang terafiliasi dengan Mahatma Gandhi University di India – pusat pembelajaran ilmu bisnis terkemuka di kawasan Asia – maka MKI Corporate University meluncurkan program Certified Human Resources Management Professional (CHRMP), di mana para lulusannya berhak mencantumkan gelar CHRMP di belakang namanya sebagai identitas profesional yang dimiliki. Para pemilik gelar CHRMP ini memiliki peluang lebih besar untuk mengembangkan karirnya dan bekerja secara global. Program CHRMP dikembangkan mengacu kepada Body of Know­ ledge dari beberapa program Certified yang dikeluarkan oleh The HR Certification Institute, USA (hrci.org/global). Para peserta Program CHRMP tidak hanya diajarkan tentang berbagai subyek utama dalam siklus manajemen SDM (HR Cycle), melainkan juga bagaimana membangun dan menjalankan manajemen SDM secara lebih strategik. Peran strategik tersebut ditunjukkan dalam pengelolaan kompetensi dan kinerja SDM. Semakin disadari oleh perusahaan bahwa ada keterkaitan langsung antara pencapaian strategi dan sasaran perusahaan dengan pengelolaan kompetensi dan kinerja SDM. Program CHRMP mengintegrasikan kebutuhan riil di tempat kerja dengan perubahan paradigma yang sedang terjadi dalam dunia manajemen SDM saat ini dan di masa depan. Tujuan dan Sasaran Program CHRMP Team Fasilitator, Pembimbing, dan Penguji CHRMP Program CHRMP bertujuan untuk menciptakan profesional manajemen SDM dengan penguasaan teori dan praktik yang memadai untuk menjalankan peran sebagai seorang profesional di bidang manajemen SDM. Sedangkan sasaran yang ingin dicapai adalah: Peserta mampu memahami lingkup kerja dan dinamika Manajemen SDM, mampu memahami pendekatan - pendekatan baru yang aplikatif, dan memiliki keterampilan memadai dalam manajemen SDM. Team Fasilitator, Pembimbing, dan Penguji memiliki latar belakang pengalaman praktik dan konsultansi manajemen dengan penga­ laman minimal 15 tahun di berbagai perusahaan terkemuka. Semuanya memiliki gelar S - 2 di dalam dan luar negeri, di samping S - 1 dari perguruan tinggi terkemuka di Indonesia. Peserta CHRMP Peserta Program CHRMP adalah profesional di bidang manajemen SDM, pengalaman kerja di bidang manajemen SDM minimal 5 tahun. Informasi dan Pendaftaran PT Menara Kadin Indonesia (MKI) (Learning, Consulting, Assessment Center, Research & HCJournal) Proses Sertifikasi Proses sertifikasi CHRMP dilakukan dalam bentuk serangkaian pembekalan, penugasan, dan pengujian yang keseluruhannya memakan waktu sekitar 3 bulan. Sertifikasi diberikan oleh MKI dan Kazian. Modul Program CHRMP Keseluruhan terdapat 9 Modul Pembelajaran dalam waktu 5 (lima) hari efektif Penyerahan sertifikat CHRMP Sertifikat CHRMP akan diserahkan secara resmi melalui pos, kurir atau pola lain yang memungkinkan. Biaya Program CHRMP Biaya program CHRMP adalah Rp 12 juta per peserta (di luar PPN). Biaya tersebut mencakup: biaya program training 5 hari, modul, bimbingan dan penilaian tugas in class dan paper pasca program training, makan siang dan snack selama program training, sertifikat CHRMP, dan biaya pengiriman sertifikat. Biaya tersebut tidak termasuk biaya transportasi dan akomodasi peserta selama program training CHRMP. Gedung Menara Kadin Lantai 24 Jl. HR Rasuna Said, Jakarta Fax. (021) 527 4443. Email: learningcenter@pt - mki.co.id Contact Person: Mrs. Dedeh, Ms Anti, Mrs. Iin, Mr. Hadi (021) Visit our Human Capital Portal www.humancapitaljournal.com Achieving Human Capital Excellence Foreword HumanCapital Pahami Kompetensi Inti Perusahaan Anda D alam perspektif praktisi dan konsultan manajemen SDM, pendefinisian kompetensi inti dari organisasi dan unit kerja selama ini dilakukan dengan mengacu kepada produk dan bisnis utama organisasi, yang kemudian dijabarkan ke unitunit kerja lebih rendah. Sebagai contoh, kompetensi teknis inti dari sebuah produsen mobil adalah memproduksi mobil. Akibatnya, perusahaan-perusahaan pabrikan mobil memiliki kompetensi teknis inti yang hampir sama, yakni memproduksi mobil. Pada gilirannya, kompetensi teknis inti perusahaan di satu industri cenderung menjadi generik; bukanlah sesuatu yang unik dan unggul di mata konsumen/pelanggan. Dalam konsep kompetensi inti (core competence) yang disampaikan oleh Gary Hamel dan C.K. Prahalad (1990), kompetensi inti perusahaan dibentuk oleh gabungan dari berbagai keunggulan yang dimiliki perusahaan. Kompetensi inti tidak mudah ditiru dan diduplikasi oleh pesaing. Maka, kompetensi memproduksi mobil tidak lagi memadai karena banyak perusahaan lain mampu melakukan hal yang sama. Jika ingin unggul di pasar, diferensiasi keunggulan harus diciptakan terhadap kompetensi inti tersebut. Sebagai contoh, kompetensi inti Honda adalah memproduksi mesin mobil yang handal, bertenaga, dan irit bahan bakar. Atau, kompetensi inti Toyota memproduksi mobil dengan standar mutu tinggi. Bagaimana, misalnya, kompetensi inti perusahaan pembiayaan kendara­ an bermotor? Pasti kompetensi inti perusahaan ini adalah memberikan pembiayaan kepemilikan kendaraan bermotor. Akan tetapi, perusahaan bisa mendefinisikan kompetensi intinya secara unik untuk membuat mere- Achieving Human Capital Excellence Journal management ka mampu bersaing di pasar. Contohnya, memberikan pembiayaan kepemilikan kendaraan bermotor dengan proses pa­ ling cepat, paling murah, paling mudah, terpercaya, dan seterusnya. Kalau perusahaan unggul karena proses pa­ ling cepat, maka perusahaan membangun proses bisnis yang jelas dan ramping tanpa mengabaikan manajemen risiko, kepatuh­an, dan tata kelola. Ketika sebuah perusahaan logistik mendefinisikan kompetensi inti, maka Fedex bisa mengatakan kompetensi inti mereka sebagai perusahaan pengantaran paling handal, paling cepat di dunia, dan sebagainya. Hal itu hanya bisa terjadi jika kompetensi inti tersebut didukung oleh kompetensi inti lainnya, seperti sistem informasi pelacakan barang kiriman yang canggih, armada pengiriman yang besar, dan jaringan operasional yang mencakup seluruh dunia. Kompetensi inti akan mewujud dalam produk-produk akhir yang bisa dinikmati oleh konsumen atau pelanggan. Hal ini sering juga disebut dengan produk atau jasa inti (core product). Lebih dari itu, kompetensi inti perusahaan juga menjamin kemampuan perusahaan untuk menghasilkan produk-produk kompetitif di masa depan, yang belum sepe­ nuhnya diketahui oleh manusia. Wajar jika kemudian disebutkan bahwa kompetensi inti perlu diidentifikasi, ditanam­ kan, dan dikembangkan secara terus menerus. Edisi kali ini membahas konsep dan praktik kompetensi inti secara cukup detil. Juga membeberkan bagaimana perusahaan melaksanakannya di Indonesia dan di negara-negara maju. Tentu banyak pelajaran inspiratif untuk diimplementasikan di organisasi masing-masing. Selain soal kompetensi inti, masih banyak tulisan lain yang sangat berguna buat Anda. Selamat membaca! l Redaksi. n No. 38 n Diterbitkan oleh PT. Menara Kadin Indonesia (Mki Corporate University) Patrons Anindya N. Bakrie, Burhan Uray, Tedy Djuhar, Putri Kus Wisnu Wardhani, Teddy Kharsadi editorial Chief Editor (Penanggung Jawab) Syahmuharnis Executive Editor Yurnas Rachman Manager, Marketing & Promotion Ridwan Effendi Editorial & Business Dev. Executive Ratri Suyani Editorial Board Andedes Cipta, Bagas Wiharto, Dasmito Syah, Kristiadi, Lestari Suryawati Circulation & Advertisment Dedeh P, Hadi Ismanto, Peri Sonata, Siti Insaroh, Purwanti Alamat Redaksi / Sirkulasi / Iklan Menara Kadin Indonesia 24th Floor Jl. HR. Rasuna Said X - 5 Kav. 2 - 3 Jakarta 12950 Indonesia Phone : (62 - 21) 5790 3840 Fax. : (62 - 21) 527 4443 Email : mki@pt - mki.co.id learningcenter@pt - mki.co.id Website : www.humancapitaljournal.com www.pt - mki.co.id Bank : Bank Mega Cabang Rasuna Said Jakarta. Rek. No. 010 2000 1100 3221 a/n PT Menara Kadin Indonesia Redaksi menerima artikel yang sesuai dengan visi dan misi Human Capital Journal. Redaksi berhak mengedit isi tulisan yang dikirim tanpa merubah maksud dan tujuannya. Dilarang memperbanyak/menggandakan isi majalah tanpa izin dari pihak redaksi. ©Hak Cipta dilindungi Undang - undang Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014 Human Capital Journal 3 From Chief Editor Syahmuharnis Chief Editor of Human Capital Journal From Good to Great People J im Collins dalam bukunya “Good to Great” memberikan inspirasi tentang pembangunan kualitas sumber daya manusia agar perusahaan tumbuh berkembang menjadi pemain yang kuat ditengah persaingan bisnis yang ketat dewasa ini. Membangun kualitas Great People adalah tantang­ an terberat dalam organisasi, memerlukan energi, pikiran, pengorbanan, waktu, dan proses yang cukup panjang, bahkan biaya besar untuk mewujudkannya. Siapakah sosok Great People yang sering menjadi impian dan harapan banyak perusahaan? Apa bedanya dengan Ordinary People dan Good People? Great People adalah para kontributor positif yang secara signifikan memberikan andil terbesar dalam kemajuan organisasi. Mereka seolah tidak tergantikan oleh kualitas karyawan lainnya yang berbeda. Ordinary People adalah karyawan berlabel biasa yang hanya memberikan kemampuan apa adanya, tanpa ada upaya untuk membangun dirinya tampil lebih baik dari sebelumnya. Dalam istilah Paul G. Stoltz pada bukunya “Adversity Quotient” (mengubah hambatan menjadi peluang), Ordinary People berada pada Quitters Group, mereka yang telah berhenti untuk berkembang dan berjuang. Good People sebagai sosok yang lebih baik dari karyawan biasa. Mereka menjadi lebih baik dari sebelumnya, tetapi berhenti untuk berkembang dan maju. Mereka berada pada Campers Group, artinya “berkemah”, karena merasa telah cukup berhasil dan menikmatinya tanpa ada upaya lagi untuk lebih me­ningkat dan berkembang. Great People adalah mereka dalam Climbers Group, zona pendakian, selalu berupaya meningkatkan kemampuan dan kualitas diri agar tampil lebih baik dari kemarin. Great People dapat bertransformasi dari Ordinary menjadi Good People, sebelum meru­bah sosok sebagai Great People. Mereka inilah yang menurut Paul G. Stoltz sosok yang mampu mengubah banyak hambatan menjadi peluang dan kesuksesan. 4 Human Capital Journal n No. 38 n Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014 Mereka yang berkontribusi besar dalam sukses sebuah organisasi. Dalam perjalanan waktu, perusahaan menginginkan adanya sosok Great People dalam organisasi mereka. Ibarat “angsa bertelor emas” itulah simbol Great People. Jumlah mereka seperti piramida puncak dalam organisasi. Hanya sedikit dari sekumpulan orang yang berjadi Great People, tetapi kontribusinya sangat besar bagi kemajuan perusahaan. Menurut Jim Collins dibutuhkan beberapa parameter dalam menciptakan Great People yang selalu bergerak ke atas untuk berkembang, seperti: 1. Pembangunan mindset dan nilai-nilai terhadap Great People, 2. Kepemimpinan dalam tindakan yang benar, memberi contoh, sederhana tapi profesional 3. Membangun kemampuan setiap orang agar menjadi aset perusahaan 4. Perilaku dan sikap disiplin, 5. Organisasi yang mau membuka fakta akan segala masalah yang terjadi dan mencari jalan keluar terbaik demi perubahan dan kemajuan bersama 6. Pembelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi demi peningkatan kualitas manusia Ritzs Carlton Hotel Group, telah membuktikan pembangunan sumber daya manusia melalui prinsip kapitalisasi yaitu mendayagunakan kesempatan yang ada, mengungkit semua kemampuan yang dimiliki, memanfaatkan dengan sekuat tenaga semua pembelajaran, dan belajar dari orang lain yang sukses. Kisah Ritz Carlton adalah sukses menjadi icon dan trendset­ ter bisnis perhotelan dunia. Mereka merumuskan sukses melakukan human capital development sebagai pilar dalam pemasaran industri hotel mereka. Dengan Great People sebagai aset terpenting perusahaan yang memberikan kemajuan bagi perusahaan berkat pelayanan luar biasa kepada setiap pelanggan dengan meninggalkan “memo- rable customer experiences” – pengalaman suka cita dari pelanggan yang tidak terlupakan sebagai kata kunci sukses membuat pelanggan menjadi loyal. Serupa dengan Jim Collins yang berkeyakinan sumber daya manusia adalah aset terpenting organi­ sasi, maka Ritz Carlton mengembangkan prinsip pelatihan yang berkesinambungan dan repetisi sebagai cara menciptakan aset manusia menjadi Great People. Perusahaan yang dikelilingi Great People akan melaju kencang dalam persaingan bisnis yang ketat. Hal yang sama dikemukakan oleh W. Chan Kim dan Renee Mauborgne yang menginspirasikan melalui konsep “Blue Ocean Strategy”, atau strategi samudera biru, bahwa salah satu pilar utama kesuksesan dalam berkompetesi adalah membangun organisasi solid yang berisikan nafas dan aura kerjasama mulai dari top level sampai para eksekutor di lapangan. Prinsip samudera biru pada pembangunan sumber daya manusia lebih menekankan kepada pembangunan manusia dengan prinsip kapitalisasi sehingga mereka bisa tampil berbeda secara jelas dan signifikan dibandingkan orang lain. Kesuksesan perusahaan karena berhasil meningkatkan kualitas sumber daya manusia, para eksekutor di lapangan untuk memberikan yang berbeda dan terbaik kepada perusahaan dan para pelanggan. Banyak contoh Great People dalam hidup ini yang memberikan kita inspirasi. Contohnya Bill Gates, Steve Jobs, Michael Jordan, Serena Williams, Albert Einstein, dan masih banyak lagi. Perusahaan-perusahaan seperti Singapore Airlines, Toyota, Lego, Ritz Carlton, ISS A/S – perusahaan facility services terbesar dunia dari Denmark, G4S – perusahaan jasa sekuriti terbesar dunia dari Inggris, dan lain lain, sukses karena dibangun dari kualitas Great People di dalam organisasinya. Semoga inspirasi pembangunan Great People memberikan kepada kita wawasan yang lebih lengkap, dalam dan tajam demi membangun organisasi atau perusahaan yang sukses dan berkembang di masa mendatang. l (Diadaptasikan dari tulisan Husen Suprawinata, mantan CEO American Standard, ICI Paints, dan kini sebagai Certified Executive Coach dan Executive Partner MKI) n No. 38 n Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014 Human Capital Journal 5 28 PT Menara Kadin Indonesia MKI - > Learning > Consulting > Assessment Center > Research > HC Journal Workshop & Survey Research Measuring & Managing Customer Engagement Schedule 2014 : 18 - 19 Agt, 18 - 19 Nov Latar Belakang R iset yang dilakukan oleh John H. Fleming, Curt Coffman, dan James K. Harter dari Gallup Consulting menyimpulkan bahwa interaksi antara karyawan dan pelanggan sangat menentukan kinerja finansial organisasi. Sikap karyawan mempengaruhi sikap pelanggan, dan sikap pelanggan mempengaruhi kinerja organisasi secara linear. Artinya, jika ingin memiliki kinerja finansial yang tinggi, perusahaan harus mengukur dan meningkatkan sikap pelanggan, yang dikenal dengan keterikatan pelanggan (Customer Engagement). Level Customer Engagement bisa menjadi indikator proses (leading indicator) dari tingkat pengembalian bagi investor. Artinya, kalau hasil survei Customer Engagement menghasilkan tingkat engagement yang tinggi, maka ada harapan kinerja keuangan perusahaan juga tinggi. Outline Workshop Day 1 : Concept & Implementation of Customer Engagement 1. Konsep Customer Engagement dan kontribusinya terhadap keberhasilan organisasi 2. Faktor-faktor pengendali Customer Engagement 3. Bagaimana mengelola Customer Engagement? 4. Mendesain strategi dan program Customer Engagement Contact Person: Mrs. Dedeh, Mrs. Iin, Ms. Anti, Mr. Hadi, Mrs. Tari, Mr. Ridwan (021) Day 2 : Measuring Customer Engagement 1. Metodologi dan tool pengukuran Customer Engagement 2. Langkah-langkah dalam mengukur Customer Engagement 3. Menentukan jenis dan sumber data pengukuran 4. Teknik sampling dan pengolahan data 5. Pengambilan kesimpulan dan validasi 6. Tindak lanjut hasil survei Customer Engagement Target Peserta Eksekutif/Manager/Assistant Manager/Staff yang bertanggung jawab terhadap manajemen pemasaran dan pelayanan pelanggan. Human Capital Sigma® Chain Shareholder Value Increase Revenue & Profit Growth Engaged Customers Human Capital Sigma Engaged Employees Fulfill Engagement Drivers Innovated by MKI - Adapted from : Gallup’s Human Sigma® Durasi Workshop 2 hari (sekitar 14-16 jam pelajaran) Metodologi Fasilitator t*S3VN%.VUJBSB.4J, berpengalaman sebagai eksekutif/manajer SDM di beberapa perusahaan serta konsultan/fasilitator di bidang manajemen SDM. Saat ini menjadi Senior Partner PT Menara Kadin Indonesia. t*S4ZBINVIBSOJT.#" berpengalaman sebagai praktisi pemasaran dan SDM, ahli dalam Strategic Performance Management/ Balanced Scorecard dan manajemen sumberdaya manusia berbasis kompetensi dan kinerja. Saat ini menjabat Direktur PT Menara Kadin Indonesia. t%S./VS"JEJ dosen Departemen Statistik IPB, konsultan ADB, fasilitator berbagai program pelatihan, dan saat ini juga menjabat Senior Partner PT Menara Kadin Indonesia. Biaya Biaya workshop adalah 3Q per peserta. Biaya tersebut belum termasuk biaya PPN, tetapi sudah termasuk penggandaan materi, gimmick, formulir latihan, dan sertifikat – dikeluarkan oleh MKI. Workshop ini mengutamakan latihan ketimbang teori, dengan bobot perkiraan 60% teori dan 40% latihan. 5790 3840 or Fax. (021) 527 4443 Email: [email protected] Visit our Human Capital Portal www.humancapitaljournal.com Achieving Human Capital Excellence contents HumanCapital Achieving Human Capital Excellence No. 37/Tahun IV 15 Juli - 15 Agustus 2014 Journal 3 Foreword Pahami Kompetensi Inti Perusahaan Anda 4 From Chief Editor From Good to Great People 8 HC News Indonesia Tuan Rumah APLIC 2015 9 HC News 14 Cover story Pesona Gaji Lebih Memikat Karyawan Pria Dibanding Wanita? 10 HC News Tingkatkan Daya Saing Perusahaan lewat OCI Award Indonesia 11 HC News 24 Apakata Mereka CTBC Gelar Workshop Building a Great Place to Work 30 Photo Gallery Dr. Zinggara Hidayat, MM, M.Si.Konsultan, peneliti dan pengajar Kompetensi Inti Sulit Ditiru 29Memahami Core Competency. Oleh : Nada Asteria Raharjo 31 Profile Ismed Hasan Putro Menganalisis Kompetensi IntiPerusahaan Perusahaan perlu menetapkan, mempertahankan, dan mengembangkan kompetensi inti untuk meraih keunggulan dalam persaingan di pasar. Kompetensi inti tersebut berbeda dengan hal-hal di mana perusahaan dianggap bagus. Bagaimana mendefinisikan kompetensi inti perusahaan? Bangun Karakter Jujur & Bersih 33 Profile Lin Herlina Tingkatkan Kualitas Pekerjaan 36 Column: Business Management 40 Column: Leadership Series Eddie Priyono Kompetensi untuk Kompetisi 38 Periscope Husen Suprawinata Mentor,Lepas Landas dan Pendaratan Adalah Bagian dari Misi Seorang Pemimpin n No. 38 n Brata TarunaHardjosubroto Menentukan ‘Core Competence’ ; Hard Skill atau Soft Skill’ 42 Column : Success Motivation Gani Gunawan Djong Akibat Terlalu Mengandalkan Kompetensi Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014 Human Capital Journal 7 HC News Indonesia Tuan Rumah APLIC 2015 A sia Pacific Financial Services Association (APFinSA) bersama Asosiasi para praktisi keuangan Indonesia atau Financial Planner Association Indonesia (FPA Indonesia) akan menyelenggarakan Asia Pacific Life Insurance Congress ke-15 2015 (15th APLIC 2015). Kongres tersebut direncanakan akan digelar di Bali Nusa Dua Convention Center, Nusa Dua Bali Indonesia pada tanggal 23-26 Maret 2015. Kegiatan ini terdiri dari kongres, eksibis dan golf. Peserta yang datang akan mencapai 5.000 peserta dari beberapa negara Asia Pasifik. Menurut Chairman of APFinsa Edmund Wee, tujuan didirikan APFinSA adalah untuk mempromosikan dan mengedepankan profesionalisme sesama praktisi keuangan serta mendo­ rong kegiatan pendidikan dan standar professional dari industri asuransi jiwa di tingkat regional Asia Pasifik. “Awalnya kongres tahun ini bakal diselenggarakan di Jakarta, namun akhirnya digelar di Bali. Kongres ini akan dihadiri oleh 5.000 peserta dari Asia pasific,” tuturnya dalam acara jumpa pers di MNC Tower, Jakarta, tanggal 15 Juli 2014 lalu. Senada dengan Edmund Wee, Ketua Umum FPA Indonesia dan yang juga sebagai menjabat Ketua Panitia APLIC ke15, Henry Januar mengungkapkan, alasan kongres ini digelaran di Bali karena di Jakarta sering ada kendala seperti macet, hujan, banjir dan ketiganya berkombinasi. “Selain itu pas meeting di Hong Kong dan Jepang, sepakat ubah di Bali tepatnya di Nusa Dua. Ini sangat mudah dikenal Acara Konferensi Pers yang dihadiri oleh Chairman of APFinsa Edmund Wee 8 Human Capital Journal n No. 38 n Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014 dunia karena tempat ini pernah adakan Opec dan Miss World. Serta mengundang Hary Tanoesoedibjo sebagai idola saya yang akan jadi pembicara dan pembicara lainnya,” katanya. Banyak pembicara internasional yang akan datang dalam acara ini dalam panggung utama dan kelaskelas motivasi, seperti Nick Vujicic, Guy Baker, Lee Sheng Wah, Samuel Yung dan banyak pembicara lainnya. Acara ini juga mendapatkan dukungan dari media utama yaitu MNC Business. Media lainnya yang telah tergabung adalah Asia Insurance Review. APFinSA dan FPA Indonesia juga berterima kasih secara khusus kepada Sun Life Financial sebagai exclusive titatium sponsor APLIC ke-15. “Kami merasa senang atas dukungan secara langsung dari President Sun Life Financial Asia yaitu Kevin Strain. Dan beberapa sponsor lainnya yang telah bergabung bersama kami seperti Astrindo dan Reachout Foundation, serta Garuda Indonesia sebagai sponsor maskapai acara ini,” sambung Henry kembali. l Ratri Suyani HC News Pesona Gaji Lebih Memikat Karyawan Pria Dibanding Wanita? K aryawan pria di Indonesia ternyata lebih mementing­ kan gaji dibandingkan dengan karyawan wanita. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil survei yang dilakukan oleh JobStreet. com Indonesia pada bulan Juli lalu kepada 18,275 koresponden. Dari data yang didapat, ada 63.42% pria dan 36.58% wanita yang mengikuti survei tersebut. Hasilnya sebesar 94.23% karyawan di Indonesia menyatakan bahwa gaji menjadi hal terpen­ ting bagi mereka untuk menentukan karir yang mereka pilih. Jumlah tersebut menegaskan bahwa pesona gaji memang tidak bisa dipungkiri. Setiap orang selalu ingin mendapatkan rupiah yang lebih ba­ nyak lagi. Sebesar 5.56% koresponden lain menyatakan biasa saja dan tidak menjadikan gaji sebagai patokan utama mereka mencari pekerjaan. Terakhir sebanyak 0.21% koresponden menyatakan besarnya gaji tidak penting bagi mereka. Ada lima komponen penting yang harus diperhatikan oleh pencari kerja saat melihat iklan lowongan yaitu, brand/nama perusahaan, benefit/keuntungan, gaji, uraian kerja dan lokasi kerja. Berdasarkan survei yang dilakukan Jobstreet.com, sebanyak 33.14% para pencari kerja menyatakan bahwa gaji menjadi hal pertama yang mereka lihat. Hal kedua yang menjadi fokus para pencari kerja adalah uraian pekerjaan 25.73%. Hal tersebut menunjukan bahwa job description dari pekerjaan yang mere­ ka lamar tidak lebih penting dari jumlah gaji yang akan mereka terima. Selanjutnya, 25.64% koresponden memilih brand/ perusahaan yang mengiklankan lowongan tersebut. Lantas keempat, 10.06% memikirkan lokasi. Terakhir yang menjadi fokus mereka adalah benefit atau keuntungan yang mereka dapat yaitu sebesar 5.43% koresponden. Dari survei yang dilakukan kepada 18,275 koresponden, diikuti oleh 40.21% n No. 38 n senior staff, 27.23% junior staff. Kemudian posisi manajer 17.26%, posisi fresh graduate sebesar 9.25% dan sebanyak 6.05% berasal dari level Senior Manager above. Hasil survei tersebut menjelaskan bahwa para pencari kerja lebih tertarik pada iklan lowongan kerja yang mencantumkan besarnya kisaran gaji pada suatu posisi pekerjaan. Pencantuman kisaran gaji pada iklan lowongan pekerjaan seharusnya menjadi perhatian utama bagi perusahaan yang ingin mencari kandidat terbaik. Perusahaan juga harus lebih terbuka mengenai kisaran gaji, karena adanya kisaran gaji pada iklan lowongan akan mempermudah kedua belah pihak. Para pencari kerja hanya akan melamar pekerjaan yang sesuai dengan gaji yang mereka harapkan. Sedangkan perusahaan hanya akan memilih kandidat yang memiliki kisaran gaji seperti yang tercantum dalam iklan yang mereka tayangkan. l Ratri Suyani Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014 Human Capital Journal 9 HC News Tingkatkan Daya Saing Perusahaan lewat OCI Award Indonesia K esempatan untuk membuktikan diri sebagai perusahaan Indonesia yang sukses menghasilkan pengembangan produk dan jasa telah terbuka. Ajang pembuktian lewat “The 1st Outstanding Corporate Innovator Indonesia Award, Enhancing Indonesia’s Competitiveness through New Product Development and Innovation” ini akan diberikan kepada perusahaan yang beroperasi di Indonesia dan mampu 10 Human Capital Journal n No. 38 n menghasilkan pengembangan produk dan jasa yang terbukti sukses dalam kurun waktu 3 tahun terakhir serta alur penemu­ an ide, penciptaan, peluncuran serta pengembangan produknya dilakukan di Indonesia. PPM Manajemen yang didaulat menjadi afiliasi negara Asia kelima dari PDMA (Product Development Management As­ sociation) berbuah nama PDMA Indonesia ini mendapat kepercayaan untuk menye- Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014 lenggarakan penghargaan tersebut. Pemenang utama berkesempat­an berbagi kisah sukses dalam konferensi PDMA yang diadakan di Amerika Serikat tahun 2015. Pemenang akan dimuat di VISION Magazine sebagai official magazine dari PDMA yang berskala Internasional serta tersebar di 33 negara afiliasi PDMA di dunia dan juga dimuat di Majalah SWA. Pendaftaran dibuka hingga 30 September 2014 dan perusahaan peserta tidak dipungut biaya. The Outstanding Corporate Innovator (OCI) Award adalah event bergengsi berskala Internasional tahunan dari Product Development Management Asso­ ciation (PDMA) yang berpusat di Chicago-USA dan terselenggara sejak 1988. The OCI Award juga merupakan satu-satunya penghargaan terhadap inovasi yang mengakui hasil bisnis berkelanjutan diukur dari produk dan jasa layanan baru. PDMA itu sendiri merupakan sebuah asosiasi non-profit global yang fokus pada isu pengembang­ an produk baru dan inovasi, serta bertujuan mengakselarasi kontribusi inovasi terhadap perekonomian untuk meningkatkan keterlibatan para profesional dalam bidang pengembangan produk dan jasa. Selama lebih dari 25 tahun, The OCI Award telah menerapkan standar mekanisme yang sa­ ngat baik dalam hal proses seleksi. Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi perusahaan yang telah menciptakan dan mengimplementasikan inovasi, serta pengembangan produk/ jasa barunya yang telah terbukti sukses mendatangkan hasil secara berkelanjutan. Beberapa perusahaan yang telah meraih OCI Award yaitu Apple, Skyline, Baker Hughes, BMW, Clorox, Corning, DSM, DuPont, Faurecia, Harley Davidson, Kennametal, UnitedHealth Group, and Xerox. l Ratri Suyani CTBC Gelar Workshop Building a Great Place to Work O rganisasi yang sehat akan memiliki pegawai yang senang bekerja dalam organisasi tersebut. Mereka memiliki rasa bangga menjadi bagian organisasi dan tidak mudah berpindah ke organisasi atau perusahaan lain hanya karena tawaran-tawaran seperti penghasilan dan fasilitas yang lebih baik. Hal ini disebabkan pegawai akan merasa sayang kehilangan suasana, semangat kerja dan kebanggaan bekerja di perusahaan yang belum tentu dia peroleh di tempat lain. Atau minimal perlu waktu yang panjang untuk menyesuaikan diri dan mendapatkan rasa aman dan nyaman yang sama di tempat kerja yang baru, dan bekerja dengan produktivitas yang maksimal. Membuat orang bekerja dengan kesungguhan hati bukanlah hal yang mudah. Membuat orang terlibat secara emosional dalam pekerjaan adalah empat kali lebih penting jika Anda ingin mempertahankan karyawan Anda. Dalam kondisi terbatasnya tenaga kerja bertalen­ ta di pasar tenaga kerja, mendapatkan dan mempertahankan karyawan yang berprestasi akan menjadi sulit. “Employee engagement adalah sebuah konsep manajemen bisnis yang menyatakan bahwa kar­ yawan yang memiliki engagement tinggi adalah karyawan yang memiliki keterlibat­ an penuh dan memiliki semangat bekerja tinggi dalam pekerjaannya maupun dalam hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan perusahaan jangka panjang,” papar Roma Tampubolon Consultant Gallup Indonesia di acara workshop “Building a Great Place to Work” yang diadakan CTBC Bank di Jakarta tanggal 19 Agustus 2014 lalu. Menurut Roma, ada tiga tipe komitmen karyawan versi Gallup yaitu Engaged, Not Engaged, dan Actively Disengaged. Berdasarkan penelitian dalam waktu panjang yang dilakukan oleh Gallup di n No. 38 n berbagai macam industri, Gallup akhirnya menemukan formulasi Q 12, suatu kuesioner 12 pertanyaan yang mengindikasikan perasaan komitmen karyawan. Hasil dari survei yang dilakukan, menunjukkan korelasi yang kuat antara hasil skor survei yang tinggi dengan kinerja karyawan yang bagus. Dengan mengetahui tingkat en­ gagement karyawan dan memeliharanya untuk tetap tinggi maka secara umum perusahaan atau organisasi akan diuntungkan dengan berbagai hal seperti perusahaan dapat mempertahankan dan meningkatkan produktivitas karyawan karena mereka merasa senang bekerja di perusahaan tersebut. Selain itu, membantu mempertahankan karya­ wan terbaik, karena mereka tidak mudah tergiur dengan tawaran perusahaan lain, serta membantu pencapaian target perusahaan, karena beberapa studi yang mengkorelasikan antara tingginya employee engagement dengan pencapai­ an target perusahaan membuktikan kebenaran hipotesanya bahwa korelasi­ nya adalah sangat positif. Selain acara workshop, CTBC memperkenalkan CTBC Pay+, sebuah fasilitas layanan dari Bank CTBC yang me­ rupakan solusi tepat tepat untuk proses pembayaran gaji karyawan yang lebih mudah, nyaman, dan aman. Menurut Inayat Hisyam, Direktur CTBC Indonesia, selama ini urusan pembayaran gaji karyawan biasanya mengharuskan setiap perusahaan memiliki rekening di bank yang bersangkutan. Namun, dengan adanya CTBC Pay+, karyawan perusahaan tidak diwajibkan memiliki rekening tabungan CTBC. “CTBC Pay+ merupakan pilihan pembayaran gaji tanpa administrasi pembukaan reke­ ning untuk karyawan, tidak ada syarat minimum jumlah gaji karyawan dan prosesnya cepat. Pembayaran gaji melalui instruksi email yang dilengkapi fitur keamanan,” tutur Inayat saat dijumpai di sela-sela acara. l Ratri Suyani Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014 Human Capital Journal 11 PT Menara Kadin Indonesia > Learning > Consulting > Assessment Center > Research > HC Journal No Training Facilitator Days Fee 1 Certified Human Resources Management Professional (CHRMP) Tim MKI 5 12.000.000 2 Human Resources Management Professional (HRMP) Tim MKI 4 6.000.000 3 Competency Based Job Analysis & Job Evaluation Rum D Mutiara, Winny 2 3.000.000 4 Compensation & Benefit System Rum D Mutiara 3 4.500.000 5 Mendesain Kurikulum Berbasis Kompetensi Winny, Agus M. 2 3.000.000 6 Strategic Competency Profiling Syahmuharnis 2 3.000.000 7 Career Development Management Winny, Agus M. 2 3.000.000 8 Comprehensive Assessment Center Certification Winny, Nandar 3 5.500.000 9 How To Design MT Program Junisas 2 3.000.000 10 Basic Human Resources Management (HRM for Beginner) Winny, Agus M, Rum D.Mutiara 2 3.000.000 11 Training Identification dan Evaluation Syahmuharnis, Dasmito 1 2.000.000 12 Talent Management Yunisas, Agus M, dan Winny W 3 5.000.000 13 HR for Non HR Manager Syahmuharnis, Agus Mauludi 2 3.000.000 14 HR Audit Sapta Putra Y dan Rum D Mutiara 2 3.500.000 15 HR Bussines Partner Rum D Mutiara dan Sapta Putra Y 2 3.000.000 16 Workload Analysis and Comprehensive Strategic Man Power Planning Syahmuharnis 2 3.000.000 17 Strategic Management Syahmuharnis 2 4.000.000 18 Individual Performance Management with Balanced Scorecard Syahmuharnis 2 3.000.000 19 Performance Audit (Pertama di Indonesia) Syahmuharnis, Dasmito 2 4.000.000 20 Strength Based Human Capital Management (Human Sigma Approach) Abah R, Syahmuharnis, Rum D.Mutiara 2 3.000.000 21 Measuring & Managing Customer Engagement Syahmuharnis 2 4.000.000 22 Measuring & Managing Employee Engagement Syahmuharnis. Rum D Mutiara 2 4.000.000 23 Finance for Non Finance Susi Muchtar 3 4.500.000 24 Compliance and Risk Management Ritha J. Nainggolan 2 3.250.000 25 Fraud Audit Ritha J. Nainggolan 2 3.250.000 26 Marketing Intellegence Ritha, Galatia 2 4.000.000 27 Accounting for Non Accounting Ritha J. Nainggolan 3 4.500.000 28 Managing Account Payable in Practices Chaerudin Manaf 2 3.500.000 29 Receivablle & Collection Management Chaerudin Manaf 2 3.500.000 30 Cashflow and Treasurey Management Chaerudin Manaf 2 3.500.000 31 Best Practises in Fixed Asset Accounting Chaerudin Manaf 2 3.500.000 32 Analisis Statistik Riset Pemasaran Nur Aidi 2 4.500.000 33 Management Development Program (Soft skill Managerial), Star Program Brata T. H 4 6.000.000 34 Managerial Development Program for Manager Candidates Brata T. H 2 3.500.000 35 Effective Supervisory Management Program Brata T. H 2 3.250.000 36 Leadership Development Program Brata T. H 2 3.000.000 37 Effective Personal Productivity Syahmuharnis, Husen Suprawinata 2 4.000.000 38 Dynamics of Personal Goal Setting Syahmuharnis, Husen Suprawinata 3 6.000.000 2 Agenda 2 Penda 2014 Agenda 2014 2014 Jan Peb Mar Apr May Jun Jul Aug Sept Oct Nov Dec 20 - 24 10 - 14 10 - 14 21-25 5-9 9 - 13 14 - 18 11 - 15 15 - 19 13 - 17 10 - 14 15 - 19 6-9 21 - 22 11 - 14 18 - 19 18 - 19 24 - 26 6-9 22 - 23 20 - 21 21 - 23 8 - 11 17 - 18 23 - 25 3-4 21 - 22 21 - 22 18 - 19 27 - 29 16 - 17 15 - 17 3-4 25 - 26 23 - 24 25 - 26 27 - 28 25 - 27 6-7 22 - 23 22 - 24 8-9 4-5 4-5 4-5 2-3 6-7 3-4 2-3 5-6 3-4 7-8 4-5 2-3 20 20 24 22 19 24 21 25 23 20 18 4-6 27 - 28 16 - 17 25 - 27 26 - 27 26 - 28 22 19 - 20 11 - 14 7-8 27 - 28 24 - 25 15 - 16 9 - 12 24 - 25 6-7 24 - 25 6-8 28 - 29 12 - 13 8 - 10 23 - 24 21 - 22 9 - 11 25 - 26 29 - 30 18 - 19 17 - 18 23 - 24 11 - 12 11 - 12 11 - 12 6-7 3-4 10 - 11 8 -9 5-6 3-4 13 - 14 7-8 4-5 4-6 27 - 28 24 - 25 22 - 23 2-3 10 - 11 9 - 10 12 - 13 6-7 4-5 10 - 11 9-10 13 - 14 13 - 14 10 - 11 22 - 23 12 - 13 10 - 11 14 - 15 11 - 12 16 - 17 13 - 14 11 - 12 29 - 30 27 - 28 26 - 27 23 - 24 21 - 22 25 - 26 23 - 24 28 - 29 25 - 26 30 - 31 27 - 28 10 - 11 20 - 21 17 - 18 19 - 20 17 - 18 21 - 22 19 - 20 4-5 22 - 24 29 - 30 23 - 25 10 - 11 10 - 11 5-6 14-15 17 - 18 18 - 19 18 - 19 20 - 21 20 - 21 23 - 25 29 - 31 7-8 8-9 16-17 8 - 10 18 - 19 13 - 14 2-3 6-7 8-9 4-5 3-4 11 - 13 6-8 5-7 4-6 10 - 11 16 - 17 16 - 17 14 - 15 23 - 24 21 - 22 19 - 20 29 - 30 12 - 13 27 - 28 6-7 23 - 24 21 - 22 22 - 23 18 - 19 21 - 24 20 - 23 27-28 2014 aftaran : 15 - 16 19 - 20 24 - 25 22 - 23 23 - 24 27 - 28 8-9 25 - 26 22 - 23 17 - 18 19 - 20 21 - 22 9 - 10 26 - 28 28 - 30 24 - 26 26 - 28 28 - 30 16 - 18 Mrs. Tari / Iin / Dedeh / Ms.Purwanti / Mr.Hadi. Tel. (021) 5790 3840 | Fax. (021) 527 4443 | Email: [email protected] Cover Story Menganalisis Kompetensi Inti Perusahaan Perusahaan perlu menetapkan, mempertahankan, dan mengembangkan kompetensi inti untuk meraih keunggulan dalam persaingan di pasar. Kompetensi inti tersebut berbeda dengan hal-hal di mana perusahaan dianggap bagus. Bagaimana mendefinisikan kompetensi inti perusahaan? I stilah kompetensi inti perusahaan dipopulerkan oleh CK Prahalad dan Gary Hamel dalam artikel berjudul “The Core Competence of the Corporation” dalam Harvard Business Review (HBR) tahun 1990. Tulisan tersebut mendapatkan penghargaan sebagai tulisan terbaik dari HBR. Kompetensi inti perusahaan kapabilitas yang dimiliki atau dapat dilakukan oleh perusahaan 14 Human Capital Journal n No. 38 n Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014 secara khusus, baik, dan strategis sehingga menciptakan keunggulan kompetitif yang bertahan lama. Sebuah kompetensi inti adalah kompetensi di mana perusahaan sangat mahir yang memungkinkan sebuah perusahaan menyerahkan nilai unik kepada para pelanggan. Dengan memahami kompetensi inti, perusahaan bisa berinvestasi pada kekuatankekuatan yang membedakan mereka ketimbang pesaing dan menetapkan strategi yang memper- satukan keseluruhan organisasi. Kompetensi inti adalah kombinasi yang harmonis dari beragam sumberdaya dan keahlian yang membedakan perusahaan di pasar. Oleh sebab itu, konsep kompetensi inti tidak diterapkan untuk level SBU (Strategic Business Unit), melainkan kombinasi sumberdaya dikendalikan pada level organisasi. Kompetensi inti tersebut berujung kepada pengembangan produk/jasa inti yang kemudian bisa dipergunakan untuk membangun/menciptakan banyak produk/jasa bagi konsumen akhir. Kompetensi inti merupakan hasil pembelajaran secara kolektif di dalam perusahaan, khususnya dalam mengkoordinasikan berbagai keahlian produksi dan mengintegrasikan berbagai teknologi. Ia dikembangkan melalui proses peningkatan secara terus menerus dalam periode waktu yang panjang, namun bukanlah sebuah perubahan besar semata. Prahalad dan Hamel meminta supaya kompetensi inti tidak disamakan dengan sesuatu di mana perusahaan dianggap bagus. Sebagai contoh, NEC mendayagunakan portofolio kompetensi intinya untuk mendominasi pasar semikonduktor, telekomunikasi, dan produk elektronika konsumen. Orang bisa saja beranggapan NEC bagus dalam memproduksi laptop yang memiliki daya tahan tinggi. Akan tetapi, kompetensi inti NEC adalah kemampuan mengintegrasikan berbagai teknologi semikonduktor, telekomunikasi, dan produksi elektronika konsumen. pemikiran Hamel dan Prahalad tentang konsep kompetensi inti sebagai penentu keunggulan kompetitif perusahaan tetap relevan. Pada umumnya, perusahaan-perusahaan yang berhasil mengambil-alih kepemimpinan di pasar berkat inovasi produk/jasa yang menghasilkan fitur-fitur dan peningkatan fungsional mengalahkan produk pesaing. Pemilihan platform teknologi yang tepat pada produk-produk teknologi sangat besar perannya dalam menunjang keberhasilan memenangkan persaingan. Produsen mobil Jepang, misalnya, menjadi pelopor sistem kemudi 4 roda, mesin 4 katup per silinder, sistem navigasi di dalam mobil, dan sistem manajemen mesin elektronis yang canggih. Sebagai contoh lain, hingga awal 2000-an, tidak seorangpun yang membayangkan Nokia akan terjungkal dari posisi nomor wahid di dunia melorot ke posisi bawah dalam bisnis telepon seluler. Penggunaan teknologi android untuk menghasilkan fitur-fitur yang membuat konsumen dapat menikmati beragam jasa yang sulit di masa lalu, menjadi berkah luar biasa bagi Samsung, LG, dan perusahaan-perusahaan lainnya. Kompetensi inti merupakan hasil pembelajaran secara kolektif di dalam perusahaan, khususnya dalam mengkoordinasikan berbagai keahlian produksi dan mengintegrasikan berbagai teknologi. Akar Keunggulan Kompetitif Berdasarkan analisisnya terhadap dua perusahaan raksasa, yakni NEC dan GTE (perusahaan ini merupakan penguasa pasar telekomunikasi, sistem pertahanan, produk penerangan/lampu, dan hiburan tahun 80an), Hamel dan Prahalad membedakan kedua perusahaan raksasa tersebut antara portofolio kompetensi versus portofolio bisnis. Keberhasilan perusahaan-perusahaan Jepang me­ ngalahkan perusahaan-perusahaan Barat memang menjadi topik kajian mereka saat membuat tulisan tahun 1990 tersebut. Misalnya, Toyota, Honda, Canon yang berhasil mengalahkan GM, Chrysler, Xerox di pasar masing-masing. Kendatipun saat ini juga terjadi perubahan besar di pasar ketika perusahaan-perusahaan Korea berhasil menantang keunggulan perusahaan-perusahaan Jepang, dan di beberapa industri bahkan mengalahkan perusahaan Jepang, seperti Samsung yang kini merajai pasar semikonduktor, produkproduk telekomunikasi, dan hiburan, namun n No. 38 n Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014 Human Capital Journal 15 Cover Story Dalam jangka pendek, tutur Hamel dan Prahalad, daya saing perusahaan ditentukan oleh atribut harga/kinerja dari produk/solusi saat ini. Namun, perusahaan-perusahaan yang berhasil bertahan semuanya menyatu ke dalam standar serupa dan seragam terkait biaya dan mutu produk – sebuah syarat minimal yang harus dipenuhi untuk berkompetisi – namun semakin kurang penting untuk menjadi sumber pembeda daya saing. Itu sebabnya dalam jangka panjang, lanjut me­ reka, daya saing ditentukan oleh kemampuan memproduksi/menghasilkan produk/jasa, dengan biaya lebih rendah dan lebih cepat ketimbang kompetitor, yakni kompetensi inti untuk menghasilkan produk/ jasa yang, bahkan, tidak diperkirakan sebelumnya. Sumber keunggulan bersaing sesungguhnya harus ditemukan dalam kemampuan manajemen untuk mengkonsolidasikan teknologi-teknologi dan keahlian produksi seluruh unit perusahaan menjadi kompetensi-kompetensi yang memberdayakan se­ tiap bisnis untuk beradaptasi dengan cepat terhadap berbagai peluang perubahan. Dalam konteks ini, para eksekutif senior yang mengatakan tidak bisa membangun kompetensi inti baik karena merasa otonomi unit bisnis sebuah keharusan atau karena mereka fokus kepada pengendalian anggaran triwulanan harus berpikir 16 Human Capital Journal n No. 38 n Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014 ulang kembali. Kelebihan dari eksekutif senior dari perusahaan-perusahaan Jepang (dan kini juga Korea) adalah konsep pemikiran yang tidak membatasi kemampuan setiap bisnis untuk mengeksploitasi berbagai manfaat dari teknologi. Sebuah perusahaan terdiversifikasi (termasuk konglomerasi) tak ubahnya sebuah pohon besar. Batang dan cabang besar adalah produk-produk inti, cabang-cabang yang lebih kecil adalah unitunit bisnis, daun-daun, bunga-bunga, dan buahbuah adalah produk-produk akhir. Sistem akar yang menyediakan hara sebagai sumber energy, kekokohan, dan kestabilan pohon adalah kompetensi inti. Anda bisa saja salah memahami kekuatan pesaing jika hanya melihat kepada produk-produk akhirnya; dengan pemahaman yang sama, Anda tidak akan memahami kekuatan sebuah pohon jika Anda hanya melihat kepada daun-daunnya. Kompetensi-kompetensi inti adalah hasil dari proses pembelajaran kolektif dalam organisasi, khususnya bagaimana mengkoordinasikan berbagai keahlian produksi dan mengintegrasikan berbagai ragam teknologi utama. Pada gilirannya, kompetensi inti juga menyangkut pengorganisasian pekerjaan dan menciptakan nilai bagi pelanggan. Contohnya, salah satu kompetensi inti Sony adalah miniaturisasi. Untuk membuat produk miniature, Sony harus memastikan para ahli teknologi, insinyur, dan para pemasar memiliki pemahaman yang sama terhadap kebutuhan pelanggan dan berbagai kemungkinan teknologi. Pentingnya kompetensi inti juga dirasakan oleh usaha bidang jasa. Citicorp selalu berada di depan dengan berinvestasi dalam sistem pengope­ rasian yang memungkinkan mereka berpartisipasi terhadap pasar 24 jam penuh sehari. Kompetensi mereka dalam sistem-sistem telah memungkinkan perusahaan memiliki alat pembeda antara diri mereka dengan para pesaing. Menurut Hamel dan Prahalad, kompetensi inti adalah komunikasi, keterlibatan, dan komitmen kuat untuk bekerja dalam lintas batas perusahaan. Ia melibatkan berbagai level SDM dan semua fungsi. Seluruh keahlian pembentuk kompetensi inti harus ditanamkan pada setiap individu tidak dengan fokus sempit namun dengan cakrawala yang lebih luas sehingga mereka bisa memadukan keahlian fungsional masing-masing dengan cara baru yang menarik. Kompetensi inti tidak berkurang nilainya sejalan dengan penggunaannya. Tidak seperti asset fisik, yang mengalami penurunan dengan berjalannya waktu, kompetensi meningkat bilamana diterapkan dan disebarluaskan. Akan tetapi, kompetensi perlu dipupuk dan dilindungi. Pengetahuan akan lenyap bilamana tidak dipergunakan. Kompetensi adalah perekat yang menyatukan bisnis. Kompetensi, bahkan, merupakan mesin dari pengembangan bisnis. Pola-pola diversifikasi dan masuk pasar dipandu olehnya, bukan hanya karena daya tarik pasar. Hamel dan Prahalad memberi contoh kompetensi 3M dalam produk-produk penempel menggunakan perekat (sticky tape), seperti kertas memo “Post-It”, magnetic tape, film fotografi, produkproduk perekat yang sensitif dengan tekanan, dan produk-produk pelapis anti karat. Kompetensi bisnis mereka berkembang menjadi substrat, pelapisan, dan produk-produk menggunakan perekat serta mengkombinasikan kompetensi-kompetensi itu dalam beragam cara. Secara konsisten 3M berinvestasi pada kompetensi-kompetensi inti tersebut. Sehingga apa yang tampak berupa keragaman portofolio bisnis sebenarnya bertopang pada sejumlah kecil kompetensi inti saja. Hal sebaliknya, banyak perusahaan besar yang memiliki potensi membangun kompetensi inti namun gagal melakukannya akibat manajemen puncak tidak mampu membuat perusahaan lebih dari sekedar kumpulan dari sejumlah bisnis. Manajemen terperangkap pada pola pikir SBU, se­ hingga mendapatkan setiap SBU tergantung kepada sumber eksternal untuk komponen-komponen kunci. Soalnya, barang-barang itu bukan hanya komponen, melainkan produk akhirnya sangat menentukan daya saing produk perusahaan. Dalam kompetisi bisnis global yang sangat sengit, perusahaan tidak bisa lagi memandang usaha mereka sebagai sekumpulan bisnis pembuat produk atau jasa. Tidak seperti pertempuran dalam membangun dominansi merek yang ditujukan untuk menanamkan merek di pikiran konsumen, yang bisa terlihat dalam iklan-iklan di berbagai media, pertempuran membangun kompetensi kelas dunia tidak terlihat bagi SDM yang secara seksama memperhatikan hal tersebut. Misalnya, berapa banyak eksekutif senior perusahaan yang mendiskusikan perbedaan strategi bersaing di level bisnis dan strategi bersaing di level perusahaan secara keseluruhan? Seberapa banyak pula manajemen memahami kompetensi inti perusahaan secara tajam? Menanamkan kompetensi inti tidak selalu n No. 38 n Banyak perusahaan besar yang memiliki potensi membangun kompetensi inti namun gagal melakukannya akibat manajemen puncak tidak mampu membuat perusahaan lebih dari sekedar kumpulan dari sejumlah bisnis. Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014 Human Capital Journal 17 Cover Story tidak melihat inventori keahlian dan memikirkan bagaimana menerapkan dengan cara-cara tidak lagi tradisional. Tentunya, keputusan terhadap kompetensi inti benar-benar memberikan logika yang kuat untuk terjadinya integrasi vertikal. Mengindentifikasi Kompetensi Inti bermakna biaya riset dan pengembangan yang mengalahkan pesaing. Fakta menarik, kebanyakan perusahaan Jepang dan Korea yang mendominasi pasar global mengeluarkan anggaran riset dan pengembangan terhadap nilai penjualan yang lebih kecil dibandingkan perusahaan Amerika dan Eropa. Kompetensi inti tidak pula berarti adanya biaya yang dibagi bersama, ketika 2 atau lebih SBU menggunakan fasilitas yang sama – pabrik, fasilitas layanan, atau tenaga penjualan – ataupun berbagi komponen bersama. “Hasil dari berbagi semacam itu sangat mungkin sangat signifikan, namun tindakan berbagi biaya tersebut tak lebih dari upaya rasionalisasi produksi korektif mencakup seluruh bisnis yang ada. Bukan upaya secara terencana untuk membangun kompetensi untuk pertumbuhan perusahaan yang lebih besar ke depan,” tukas mereka. Membangun kompetensi inti lebih ambisius dan berbeda dengan upaya mengintegrasikan bisnis secara vertikal. Para manajer membuat keputusan apakah membuat atau membeli dimulai dari produk akhir, baru kemudian melihat ke hulu (belakang) untuk efisiensi rantai pasok dan melihat ke hilir menyangkut distribusi dan pelanggan. Mereka 18 Human Capital Journal n No. 38 n Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014 Menurut Hamel dan Prahalad, sedikitnya ada 3 tes yang bisa diterapkan dalam mengidentifikasi kompetensi inti dalam sebuah perusahaan. Pertama, kompetensi inti menyediakan akses potensial kepada beragam pasar. Kompetensi dalam sistem layar peraga (display), misalnya, memungkinkan sebuah perusahaan berpartisipasi dalam beragam bisnis, mulai dari layar laptop/komputer hingga gadget. Kedua, kompetensi inti seyogyanya membuat sebuah kontribusi signifikan bagi manfaat yang dirasakan oleh pelanggan. Misalnya, mesin Honda yang dikenal halus, bertenaga, handal, dan lumayan irit bahan bakar. Ketiga, sebuah kompetensi inti seyogyanya sulit bagi pesaing untuk menirunya. Hal ini hanya mungkin kalau perusahaan memiliki harmonisasi yang rumit dari beragam teknologi dan keahlian memproduksi. Mungkin saja pesaing mendapatkan beberapa teknologi dari kompetensi inti tersebut, namun sangat sulit untuk menduplikasi pola komprehensif dari koordinasi dan pembelajaran internal. Hanya segelintir perusahaan yang membangun kepemimpinan global lebih dari 5 atau 6 kompetensi-kompetensi fundamental. Sebuah perusahaan yang memiliki daftar dari 20-30 kapabilitas sulit untuk dikatakan sebagai daftar kompetensi inti. Diperlukan tindakan yang konsisten untuk menghasilkan sebuah daftar ringkas dan untuk melihat agregat kapabilitas tersebut sebagai sebuah kesatuan bangunan (building block). Perusahaan yang beranggapan bahwa daya saing (daya saing perusahaan mereka maupun pesaing) terutama berdasarkan ukuran perbandingan harga dan kinerja (price/performance) dari produk akhir sebenarnya menggerus kompetensi inti perusahaan – atau setidaknya, tidak berkontribusi bagi peningkatan kompetensi inti perusahaan. Keahlian kunci yang akan membuat perusahaan mampu membuat produk yang kompetitif di masa depan tidak bisa dialihdayakan atau diserahkan kepada pemasok dengan pola OEM (Original Equipment Method). Banyak perusahaan yang akhirnya kehilangan daya saing gara-gara memotong biaya investasi internal dengan melakukan alih daya hanya Tabel. Perbedaan SBU vs. Kompetensi Inti Faktor Strategis SBU Kompetensi Inti Basis untuk kompetisi Daya saing dari produk saat ini Kompetisi antar perusahaan untuk membangun kompetensi Struktur perusahaan Portofolio bisnis terkait pasar produk Portofolio kompetensi, produk inti, dan bisnis Status dari unit bisnis Otonomi sebuah harga mati; SBU memiliki seluruh sumberdaya kecuali uang tunai SBU sebuah sumber potensi dari kompetensikompetensi inti Alokasi sumberdaya Memandang bisnis sebagai unit analisis; modal dialokasikan bisnis menurut bisnis Bisnis dan kompetensi sebagai unit analisis; manajemen puncak mengalokasikan modal dan talent Nilai tambah bagi manajemen puncak Mengoptimalkan hasil usaha melalui alokasi modal dalam perusahaan Menyusun arsitektur strategis dan membangun kompetensi untuk mengamankan masa depan Sumber: HBR May-June 1990 gara-gara persepsi yang keliru karena menganggapnya sebagai sumber biaya (cost center). Tentu saja, perusahaan bisa memiliki rangkaian produk/jasa yang kompetitif namun lemah dalam pengembangan kompetensi inti – setidaknya untuk jangka pendek. Jika perusahaan ingin masuk ke pasar mesin foto kopi saat ini sangat mudah sekali. Ada banyak perusahaan yang bisa memasok mesin foto kopi baru dan tinggal menempelkan merek perusahaan Anda. Tapi, ketika terjadi perubahan teknologi yang fundamental atau pemasok memutuskan untuk masuk pasar secara langsung dan menjadi pesaing, maka rangkaian lini produk tersebut dengan segala investasi dalam pemasaran dan distribusi akan terancam kelangsungannya. Kasus Apple dengan Samsung dalam pengem- Box 1. Poin-Poin Penting Kompetensi Inti Kompetensi inti adalah: - Pembelajaran kolektif dalam suatu organisasi - Kemampuan untuk mengintegrasikan beberapa keterampilan dan teknologi - Kemampuan untuk menggabungkan sumberdaya dan pengetahuan untuk menghasilkan produk dan jasa unggulan -Apa yang membedakan organisasi, dan apa yang membuatnya kompetitif - Tatanan perusahaan Checklist untuk mengidentifikasi kompetensi inti: -Apakah itu merupakan sumber yang signifikan bagi keunggulan kompetitif? -Apakah itu mengidentifikasi perusahaan secara khusus? -Apakah itu tersebar luas ke seluruh bagian organisasi? -Apakah itu sulit ditiru? -Apakah itu sulit didefinisikan, karena terlihat seperti kombinasi dari teknologi, proses, dan cara kerja dalam organisasi? Contoh kompetensi inti perusahaan: - Sony – miniatur peralatan elektronika - Honda – membangun mesin berkinerja tinggi dan kendaraan bertenaga mesin -Apple – membuat interface dan desain computer/gadget pintar yang mudah digunakan - Canon – mengintegrasikan teknologi mekanik, optic, dan mikro elektronika presisi - 3M – inovasi terus menerus dalam produk-produk perekat dan substrat Membangun kompetensi inti lebih ambisius dan berbeda dengan upaya mengintegrasikan bisnis secara vertikal. Para manajer membuat keputusan apakah membuat atau membeli dimulai dari produk akhir, baru kemudian melihat ke hulu (belakang) untuk efisiensi rantai pasok dan melihat ke hilir menyangkut distribusi dan pelanggan. Sumber: 60 Key Management Models n No. 38 n Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014 Human Capital Journal 19 Cover Story bangan teknologi gadget pintar menjadi contoh yang tepat tentang hal ini. Akibat Apple menyerah­ kan aspek pengembangan dan produksi gadget pintar kepada Samsung, maka Samsung memiliki kompetensi inti yang sangat luar biasa sehingga kemudian meluncurkan rangkaian produk sendiri dengan merek Samsung dan dengan fitur-fitur yang lebih baik. Gabungan antara kompetensi inti semikonduktor dengan teknologi gadget pintar berbasis android membuat Samsung kini telah melewati Appel dalam pangsa pasar global untuk gadget pintar. “Alih daya bisa memberikan jalan pintas untuk menghasilkan sebuah produk yang lebih kompetitif, namun kurang berkontribusi terhadap pembangunan keahlian pada SDM yang dibutuhkan untuk mempertahankan kepemimpinan produk,” tambah mereka. Kebanyakan perusahaan Korea (tadinya juga Jepang) – LG, Samsung, Hyundai, Kia, dan Daewoo – membangun kepemimpinan dari produkproduk inti melalui kontrak model OEM dengan perusahaan-perusahaan Barat. Dalam melakukannya, mereka melakukan akselerasi pembangunan kompetensi sambil menggerus para pesaingnya dari Barat. Dengan fokus kepada kompetensi dan menyatukannya dalam produk-produk inti, perusahaan-perusahaan Asia telah menciptakan keunggulan pertama kali dalam pasar komponen dan memiliki kemampuan untuk kemudian mendayagunakan produk yang superior serta bergerak ke arah hilir untuk membangun pangsa pasar merek. Mereka tidak selalu mengandalkan biaya lebih murah. Sejalan dengan reputasi dari konsolidasi merek terbentuk, perusahaan Asia bahkan bisa menjadi pemimpin dari sisi harga (price leadership). Upaya perusahaan untuk membuat aliansi cerdas atau strategi sumberdaya (sourcing strate­ gy) juga sia-sia kalau tidak akan meningkatkan Box 2. Kompetensi Inti Menurut Baldrige Criteria Berikut kurang lebih pengertian kompetensi inti yang terdapat dalam halaman 45 buku “20132014 Criteria for Perfromance Excellence” Baldrige Criteria: > Kompetensi inti mengacu pada keahlian yang dimiliki oleh perusahaan > Kompetensi inti adalah kemampuan perusahaan yang memiliki nilai strategis dan menjadi pusat keahlian untuk mewujudkan misi perusahaan atau yang berkontribusi memberikan keuntungan bagi perusahaan. > Kompetensi inti seringkali mengundang minat pesaing atau pemasok atau mitrakerja untuk menirunya. 20 Human Capital Journal n No. 38 n Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014 > Kompetensi inti juga akan memberikan keunggulan daya saing yang berkelanjutan bagi perusahaan. > Hilangnya kompetensi inti dapat berakibat sebagai tantangan strategis yang signifikan atau kerugian bagi perusahaan. > Kompetensi inti antara lain: keahlian teknologi, penawaran layanan yang unik, keahlian perusahaan dalam mengelola ceruk pasar atau keahlian perusahaan dalam mengelola bisnis di daerah tertentu, keahlian perusahaan untuk mengakuisisi bisnis, kehandalan proses bisnis, karyawan yang penuh dedikasi, dan lain-lain. l Box 3. How to Develop Core Competencies? • Isolate its key abilities and hone them into organizationwide strengths • Compare itself with other companies with the same skills to ensure that it is developing unique capabilities • Develop an understanding of what capabilities its customers truly value, and invest accordingly to develop and sustain valued strengths • Create an organizational road map that sets goals for competence building • Pursue alliances, acquisitions and licens- pembangunan kepemimpinan yang kompeten di pasar. Tentu saja, banyak perusahaan Jepang dan Korea yang mendapatkan manfaat besar dari aliansi dengan perusahaan-perusahaan Barat yang memiliki teknologi lebih maju. Mereka banyak pelajar dari mitra kerjanya dari Barat yang tidak berkomitmen penuh untuk merawat kompetensikompetensi inti sendiri. Padahal, belajar melalui aliansi memberikan komitmen positif terhadap sumberdaya – perjalanan, orang-orang bertalenta yang penuh dedikasi, fasilitas pengujian, waktu untuk internalisasi dan menguji apa yang sudah dipelajari. “Perusahaan tidak akan melakukan hal ini jika tidak memiliki tujuan yang jelas untuk pembangunan kompetensi.” Setidaknya ada dua pelajaran yang bisa dipetik terkait praktik pengembangan kompetensi inti ini. Pertama, biaya kehilangan kompetensi inti sedikit saja yang bisa dikalkulasikan di muka. Tidak mudah memang memperkirakan kerugian dari kehilangan kompetensi inti, akan tetapi nilainya pasti sangat mahal. Perusahaan yang kehilangan kompetensi inti akan berujung dengan kebangkrutan. Kedua, karena kompetensi inti dibangun melalui proses peningkatan secara terus menerus dalam periode satu decade atau lebih, maka sebuah perusahaan yang gagal berinvestasi dalam pembangunan kompetensi inti akan sulit ke pasar yang sedang bertumbuh. Jika tidak, perusahaan diposisikan tidak lebih dari sebuah saluran distribusi saja. ing arrangements that will further build the organization’s strengths in core areas • Encourage communication and involvement in core capability development across the organization • Preserve core strengths even as management expands and redefines the business • Outsource or divest non-core capabilities to free up resources that can be used to deepen core capabilities l Source: Bain Company dalam bentuk fisik berupa produk-produk/jasa-jasa akhir yang bisa dinikmati oleh pelanggan. Mesin Honda, misalnya, adalah produk inti (core product), dihasilkan berkat keahlian desain dan pengembangan sehingga berujung dengan dihasilkannya produk yang kompetitif. Produk-produk inti adalah komponen-komponen atau bagian-bagian yang sesungguhnya berkontribusi terhadap nilai dari produk akhir. Berkat produk inti, perusahaan bisa Dari Kompetensi Inti ke Produk Inti Kompetensi inti akan terejawantahkan ke n No. 38 n Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014 Human Capital Journal 21 PT Menara Kadin Indonesia >Learning >Consulting >Assessment Center >Research >HC Journal Presents: A Two Day Workshop HR for Non-HR (To Achieve HR Excellence) Latar Belakang K eberhasilan dalam mengelola sumberdaya manusia (SDM) sangat menentukan keberhasilan sebuah organisasi. Dalam mengelola SDM, tanggung jawab tidak hanya tertumpu kepada fungsi SDM semata, tetapi juga kepada unit-unit kerja selain fungsi SDM. Realitasnya, justru manajemen SDM di unit-unit kerja selain fungsi SDM lebih dominan dilakukan oleh pimpinan di unit kerja tersebut. Itu sebabnya, dalam manajemen SDM dikenal istilah seluruh manajer pada dasarnya juga bertindak sebagai manajer SDM di unit kerja yang dia pimpin. Ada pembagian peran manajemen SDM dalam organisasi antara fungsi SDM dengan unit-unit kerja di luar fungsi SDM. Penyusunan sistem, kebijakan, prosedur, dan peraturan di bidang manajemen SDM menjadi domain fungsi SDM, tetapi implementasi dari sistem, kebijakan, prosedur, dan peraturan SDM tersebut lebih banyak menjadi domain unit-unit kerja non-SDM. Untuk bisa mengelola SDM pada team atau unit kerja, maka seluruh pimpinan team atau unit kerja harus memiliki kompetensi mengelola SDM (People Skill). Training ini akan membekali para peserta untuk memiliki kompetensi tersebut. Tujuan dan Sasaran Training Tujuan training ini adalah meningkatkan kompetensi para manajer dan supervisor dalam mengelola SDM sebagai bagian dari manajemen SDM organisasi sehingga seluruh SDM memiliki motivasi dan kinerja yang tinggi. Adapun sasaran dari training adalah terciptanya para manajer dan supervisor yang kompeten dalam manajemen SDM. Manfaat yang Bisa Diperoleh 1. Memahami peran strategis fungsi HR dan konsep manajemen SDM berbasis kompetensi dan kinerja 2. Memahami pembagian peran dan tanggung jawab antara fungsi SDM dan unit kerja dalam manajemen SDM 3. Meningkatkan kompetensi mengelola dan memimpin pegawai Metodologi Workshop ini mengutamakan latihan ketimbang teori, dengan bobot perkiraan 60% teori dan 40% latihan. Informasi dan Pendaftaran PT Menara Kadin Indonesia (MKI) (Learning, Consulting, Assessment Center, Research & HCJournal) Outline Training Day 1: Technical-Soft Skill 1. Peran strategis fungsi Manajemen HR: Human Capital Strategic Architecture 2. Performance Management 3. Know Your Roles, Know Your Team 4. Sharing Vision & Getting Committment Jadwal 2014 21-22 Juli 25-26 Agt 29-30 Sep 27-28 Okt 24-25 Nov 22-23 Des Day 2: Soft Skill 1. Decision Making 2. Effective Communication 3. Coaching & Counseling 4. Motivating & Empowering Target Peserta Eksekutif/Manager/Assistant Manager/Supervisor yang bertanggung jawab terhadap manajemen kinerja SDM pada team atau unit kerja yang dipimpin. Sebaiknya jumlah peserta per kelas tidak melebihi 15 orang. Durasi Workshop. 2 hari (sekitar 14-16 jam pelajaran) Fasilitator t Ir. Syahmuharnis, MBA., praktisi bisnis dan ahli dalam Strategic Performance Management/Balanced Scorecard dan manajemen sumberdaya manusia berbasis kompetensi dan kinerja. Saat ini menjabat Direktur PT Menara Kadin Indonesia. t Drs. Agus Mauludi, mantan eksekutif HR Astra Agro Lestari dan banyak perusahaan lainnya serta konsultan/fasilitator di bidang kepemimpian dan manajemen SDM. Saat ini menjadi Senior Consultant PT Menara Kadin Indonesia. Biaya Biaya workshop adalah Rp 3.150.000,- per peserta. Biaya tersebut belum termasuk biaya PPN, tetapi sudah termasuk penggandaan materi, gimmick, formulir latihan, dan sertifikat completion – dikeluarkan oleh MKI. Gedung Menara Kadin Lantai 24 Jl. HR Rasuna Said, Jakarta Fax. (021) 527 4443. Email: [email protected] Contact Person: Mrs. Dedeh, Ms. Anti, Mrs. Iin, Mr. Hadi, Mrs.Tari (021) Visit our Human Capital Portal www.humancapitaljournal.com Achieving Human Capital Excellence Cover Story membedakan pangsa merek dari produk akhir dengan pangsa produksi yang dicapai pada setiap produk inti tertentu. Banyak perusahaan yang memiliki kompetensi inti bidang produksi memiliki pangsa produksi yang jauh lebih besar ketimbang pangsa mereknya di pasar. Pembedaan antara kompetensi-kompetensi inti, produk-produk inti, dan produk-produk akhir, menurut Hamel dan Prahalad sangat penting, ka­rena kompetisi global memiliki aturan yang berbeda untuk setiap kepentingan untuk setiap level. Untuk membangun dan mempertahankan kepemimpinan pasar untuk jangka waktu yang lebih panjang, sebuah perusahaan akan menjadi pemenang untuk setiap level. Pada level kompetensi inti, tujuannya adalah untuk membangun kepemimpinan dunia dalam desain dan pengembangan untuk setiap kelas fungsi produk tertentu (bisa dalam bentuk kompetensi dalam memproduksi media optikal, produk berukuran kecil dan mudah digunakan). Untuk mempertahankan kepemimpinan pada area kompetensi inti yang dipilih, perusahaan berusaha memaksimalkan saham produksi di dunia dalam produk-produk inti. Produksi produk-produk inti untuk beragam pelanggan eksternal dan internal akan menghasilkan pendapatan dan umpan-balik dari pasar, yang pada gilirannya menentukan kecepatan dari kompetensi inti tersebut untuk ditingkatkan dan dikembangkan. Kontrol terhadap produk-produk inti sangat strategis karena sejumlah alasan. Sebuah posisi dominan dalam produk-produk inti memungkin­kan perusahaan untuk membentuk evolusi aplikasi dan pasar akhir. Marcel van Assen, Gerben van den Berg & Paul Pietersma menulis dalam bukunya 60 Key Management Models (2002), memikirkan dan mencoba untuk mendefinisikan kompetensi-kompetensi inti perusahaan akan merangsang manajemen untuk berpikir ulang dan memobilisasi kekuatan intrinsik organisasi. “Pandangan ke depan (foresight) merupakan komponen utama dari proses ini,” tukas mereka. Di masa depan akan bermunculan produk dan jasa yang belum layak. Akan tercipta industri-industri dan produk-produk baru yang belum terbayangkan saat ini. Manajemen perlu memahami dampak ketidakpastian semacam ini dan mempertimbangkan bagaimana wujud arena kompetitif di masa depan. Ini selaras dengan pendapat Hamel dan Prahalad, yang menyatakan proses berpikir tentang kompetensi-kompetensi inti membantu untuk mengidentifikasi sejauh mana organisasi memiliki kemampuan untuk mengambil bagian dalam masa depan yang belum diketahui. l Box 4. Companies Use Core Competencies to : • Design competitive positions and strategies that capitalize on corporate strengths • Unify the company across business units and functional units, and improve the transfer of knowledge and skills among them • Help employees understand management’s priorities • Integrate the use of technology in carrying out business processes • Decide where to allocate resources • Make outsourcing, divestment and partnering decisions • Widen the domain in which the company innovates, and spawn new products and services • Invent new markets and quickly enter emerging markets • Enhance image and build customer loyalty. l n No. 38 n Pembedaan antara kompetensi-kompetensi inti, produk-produk inti, dan produkproduk akhir, menurut Hamel dan Prahalad sangat penting, ka­rena kompetisi global memiliki aturan yang berbeda untuk setiap kepentingan untuk setiap level. Untuk membangun dan mempertahankan kepemimpinan pasar untuk jangka waktu yang lebih panjang, sebuah perusahaan akan menjadi pemenang untuk setiap level. Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014 Human Capital Journal 23 apa kata mereka Cover Story 24 Human Capital Journal Dr. Zinggara Hidayat, MM, M.Si. Konsultan, peneliti dan pengajar Kompetensi Inti Sulit Ditiru Sudah seharusnya setiap perusahaan mengenali kekhususan dan kelebihan utama yang dimilikinya sejak awal berdiri. Sebelum bergerak, organisasi bisnis telah mengenali diri sen­ diri termasuk diferensiasi yang akan dikedepankan. ”Tapi tidak semua institusi telah menyusun identitas dirinya pada masa awal operasinya. Tidak semua perusahaan punya konsep kompetensi inti ketika menemukan suatu celah pasar yang akan dimasuki,” papar Zinggara Hidayat Konsultan, peneliti dan pengajar di beberapa universitas di Jakarta. Menurutnya, biasanya pengenalan kompetensi inti baru disadari jadi kebutuhan ketika perusahaan tengah dalam perjalanan proses bisnis. Bahkan ketika berada dalam posisi pemimpin pasar. Keba­ nyakan perusahaan hanya berjalan sebagaimana ia harus berperan dalam industrinya. Ini yang disebut perusahaan yang ’biasa-biasa saja’ seolah berjalan dan bergulir dengan sendirinya. n No. 38 n Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014 P ara pengelola biasanya berkali-kali melakukan pengenalan ulang atas kompetensi inti. Proses identifikasi dan penguatan secara internal harus dibarengi dengan komunikasi efektif antar-elemen organisasi. Semua harus sepakat atas kompetensi inti yang ditetapkan. Sebelum bero­ perasi dan berkomunikasi ke luar, pihak internal harus memiliki kekuatan pikiran dan energi untuk bergerak dalam pasar persaingan. Semua orang di dalam perusahaan harus punya keyakinan yang tertanam secara rasional dan emosional bahwa ”perusahaan kami melakukan kompetensi yang satu ini dengan sangat baik” atau ”di bidang usaha ini, perusahaan kamilah satu-satunya yang terbaik” atau ”untuk kategori produk ini, brand kamilah pemimpinnya.” Jika belum punya keyakinan seperti ungkap­ an itu, maka para pemimpin harus bekerja keras kembali untuk meyakinkan timnya sendiri dahulu, baru pihak eksternal perusahaan. Memang, dalam proses bisnis, upaya pencapaian keunggulan selalu dalam progres. Namun adanya kekurangan atau kelemahan dalam kinerja merek, kategori produk, atau unit bisnis strategik (SBU) dalam persaingan bukanlah halangan untuk meyakinkan seluruh kapital manusia di dalam gerbong organisasi itu. Kepemimpinan yang tepat sangat dibutuhkan untuk menemukan, membangun, dan memelihara ’keyakinan perjuangan’ seluruh tim. Diakuinya, proses penciptaan kompetensi inti bisa dilakukan di awal dan dalam perjalanan. Ketika dalam perjalanan, mungkin dirasakan lebih mudah, karena sumber daya dan teritorial pasar sudah ada di tangan. ”Tapi, penguatan portfolio kompetensi inti itu sendiri bisa menjadi bias dan tidak fokus. Alasannya, para pemimpin telah memiliki sumber daya dan penguasaan pasar secara nyata dan karena itu perlu melakukan diversifikasi,” tambahnya. Karena itu dilakukan pemecahan konsentrasi yang berada dalam holding company. Seluruh proses bisnis sesungguhnya pekerjaan untuk membangun kompetensi inti. Disadari atau tidak oleh pemimpin dan pengikutnya, mereka semua sedang bekerja keras membangun nilai-nilai perusahaan. Memang banyak pemimpin yang menjalani itu sebagai rutinitas belaka. Padahal pemimpin harus mampu mengisi seluruh sel kom- petensi inti di pasar saat ini dan berikutnya mampu mencipta nilai-nilai baru untuk melindungi kesinambungan masa depan bisnisnya. Satu hal yang harus dipahami bahwa lingkung– an bisnis terus bergerak. Dinamika masyarakat, perkembangan teknologi, peraturan pemerintah dan lingkungan politik, globalisasi dan investasi pesaing yang tiba-tiba mengubah peta persaingan pasar merupakan sebagian contoh. ”Tidak mudah mengukuhkan kompetensi inti dalam percepatan perubahan yang luar biasa. Meskipn inovasi yang terus-menerus digali dan diterapkan untuk setiap keadaan, namun pengembangan kompetensi inti harus disertasi dengan kemampuan membaca perubahan secara cermat,”tutur pria yang pernah bertugas sebagai staf ahli pada Kantor Staf Khusus Presiden RI, periode Kabinet Indonesia Bersatu. Ketika dalam persaingan terkini suatu perusahaan tidak berada dalam jajaran yang diperhitungkan pangsa pasarnya, belum tentu perusahaan itu tidak punya kompetensi inti. Hidayat menegaskan, keunggulan bersaing tidak selalu harus menguasai pasar dominan. Justru sebaliknya. Kompetensi inti banyak ditemukan pada korporasi yang fokus dengan diferensiasi yang khusus. Orientasi bukan pada penguasaan pangsa pasar melainkan pada nilai-nilai yang dikembangkan untuk melayani ceruk pasar secara spesifik. ”Seharusnya iklim persaingan usaha yang sehat mempromosikan banyak pemain dalam suatu industri dan masing-masing perusahaan kurang lebih setara perolehan pangsa pasarnya,” katanya. Artinya, semua bisa hidup dengan kepribadian masing-masing. Ukuran perusahaan relatif sama dan ramping. Para pemain saling menghargai dalam iklim industri yang kondusif dan regulasi pemerintah yang stabil. Dan tentu saja konsumen memilih sesuai dengan karakterisik kebutuhannya. Apa yang dikemukakan Praharald dan Hamel pada 1994 mengenai kompetensi inti saat itu menjadi perbincangan di kalangan akademisi dan praktisi bisnis seluruh dunia. ”Tapi, jaman sekarang, apa sih yang tidak bisa ditiru? Semua bisa dipelajari dan dijadikan benchmark, bahkan cara-cara sukses perusahaan mana pun,” tandasnya. Seketika, informasinya dengan sangat mudah didapatkan. Hampir tak ada yang rahasia. Bahkan ’rahasia sukses’ itu sendiri dirumuskan dan ditawarkan. Siapa pun bisa n No. 38 n Kompetensi inti banyak ditemukan pada korporasi yang fokus dengan diferensiasi yang khusus. Orientasi bukan pada penguasaan pangsa pasar melainkan pada nilai-nilai yang dikembangkan untuk melayani ceruk pasar secara spesifik. ”Seharusnya iklim persaingan usaha yang sehat mempromosikan banyak pemain dalam suatu industri dan masing-masing perusahaan kurang lebih setara perolehan pangsa pasarnya.” Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014 Human Capital Journal 25 apa kata mereka Cover Story 26 Human Capital Journal belajar dan memulai hal sejenis atau lebih baik. Ia menambahkan, derajat kerahasiaan kompetensi inti itulah yang perlu diperhatikan. Ia menjelaskan bahwa tidak semua kompetensi bisa dengan mudah diduplikasi pihak lawan. Memang, sebagaimana kata David Aaker, pakar brand dunia, kompetensi inti suatu perusahaan wajib dimiliki. Ia menjadi dasar dari kesanggupannya untuk berkompetisi, memberikan fondasi bagi terbentuknya keunggulan kompetitif yang berkelanjutan, dan pada gilirannya kinerja jangka panjang perusahaan. Disadari bahwa kompetensi inti juga mengandung konsekuensi pragmatis dari pasar. Bahwa bersaing dengan cara benar di arena yang tepat bisa sangat meng­untungkan, tapi hanya untuk waktu yang sangat terbatas. Sebab dinamika terus terjadi. Waktu begitu cepat mengubah segalanya. Hanya kompetensi yang benar-benar inti yang sulit ditiru. Kompetensi seperti itulah yang menjadi nyawa masa depan. Satu kunci lagi terletak pada ”siapa yang datang pada waktu yang tepat” pertama kali, lalu memproklamirkan klaim keunggulan sebagai identitasnya dan dalam proses pertumbuhan itu berhasil melambungkan brand perusahaannya ke posisi teratas. Semua elemen pemangku-kepentingan terutama pelanggan disasar melalui strategi komunikasi efektif. ”Ada beberapa tantangan dalam pengembangan kompetensi inti,” tutur Hidayat. Tantangan pertama adalah pada kapital manusianya. Pada orang-orang yang dijadikan sebagai basis untuk membangun keunggulan bersaing. Keluaran pendidikan tinggi yang menyebut lulusannya sebagai ”siap dikembangkan” mencerminkan bahwa rata-rata dunia pendidikan hanya bisa menyiapkan sumber daya dengan ’kompetensi rata-rata’. Para sarjana baru itu siap dibentuk menjadi apa pun oleh perusahaan. Perusahaanlah tempat penajaman kompetensi inti dengan kandungan risiko yakni orang-orang yang sudah ’dimatangkan’ itu juga harus direlakan pergi jika suatu saat diambil pesaing. Tantangan kedua, perkembangan teknologi n No. 38 n Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014 yang demikian pesat telah dan sedang mengubah denyut dan gaya bisnis. Teknologi komunikasi berubah pesat seiring terjadinya konvergensi media. Konsekuensinya, masyarakat juga berubah, pemerintah dipaksa berubah, kebijakan politik juga berubah, hubungan antar-pemangku kepentingan berubah. Konsumen berubah menjadi prosumer. Kini, keberadaan komunitas konsumen telah bersatu dan bersuara begitu lantang memengaruhi kebijakan produsen melalui media sosial dan bahkan aksi fisik lapangan. ”Rasanya tak akan ada produsen yang berani melawan kekuatan baru ini, kecuali mengikuti arus perkembangan seperti perusahaan ikut berkecimpung dalam interaksi prosumen itu dan berbicara mengenai banyak hal termasuk kompetensi inti, komitmen membangun hubungan jangka panjang, mengajak peran serta konsumen sebagai partisipan aktif menentukan masa depan perusahaan,” Hidayat mengutarakan hal tersebut. Pertumbuhan ekonomi secara umum dan perkembangan industri secara khusus memicu perkembangan pasar tenaga kerja pada suatu industri. Sebagaimana kompetensi inti pada institusi bisnis, kompetensi inti pada diri individu juga demikian dinamikanya. Setiap orang harus menemukan jatidirinya terkait dengan kemampuan, keunggulan, diferensiasi, dan sejenisnya. Ketika perusahaan-perusahaan baru lahir dengan pencanangan kompetensi intinya, maka orang-orang yang merasa memiliki kompetensi inti sinergis de­ngan perusahaan itu bergabung. Pemimpin merekrut dan mengelola kapital manusia terpadu dengan jenis kapital lainnya. Industri yang bertumbuh pesat mencerminkan pemupukan kapital yang terus meningkat di sektor itu. Jika jumlah pemain (perusahaan) terus bertambah, berarti peluang bisnis terus bertumbuh pesat. Terjadi mekanisme permintaan dan penawaran tenaga kerja. Sebagian kapital manusia telah siap dan sedang berada di puncak persaingan sehingga mengetahui persis pergerakan apa yang harus dilakukan untuk memenangkannya. Sebagian lagi mungkin setengah siap atau belum siap, mereka tengah dalam masa pembekalan di institusi-institusi pendidikan. Selanjutnya terjadilah arus keluarmasuk tenaga kerja (turn over). Pilihan instan, perusahaan-perusahaan memilih jalan pintas, merekrut kapital manusia yang sudah matang dari para pesaingnya. ”Banyak faktor penentu turn over ini. Bisa karena faktor insentif, lingkungan kerja, iklim komunikasi dan interaksi, reputasi dan ekuitas nama institusi, dan sebagainya,” ucapnya. Ada banyak perusahaan yang para pemimpinnya sadar bahwa kompetensi intinya terletak pada kapital manusia. Tidak saja pada perusahaan yang mengandalkan arus produk barang, tapi terutama pada perusahaan jasa dan intellectual investments. Pendiri bisnis dan manajemen yang sadar mengenai hal ini tentu menempatkan orang-orang itu sebagai nyawa perusahaan. Peningkatan kemampuan individu dan tim dilakukan secara berkesinambungan dan pengkaderan dalam jenjang terstruktur dan formal menjadi bagian penting bagi merit system yang diterapkan. Iklim persaingan pada sisi lain selalu memicu kemunculan para pemain baru yang masuk tanpa persiapan kompetensi inti. Banyak perusahaan merasa dengan mudah mendapatkan kapital manusia hanya dengan melakukan semacam ’gangguan’ pada industri. Orang-orang terbaik di beberapa perusahaan dibajak dan diminta menyusun suatu komptensi inti sejenis dengan melakukan copypaste. Pebisnis pragmatis yang merasa bisa merambah di segala bidang adalah tipe yang terakhir ini. Apalagi orang-orang mau direkrut di tempat baru dengan pertimbangan lebih pada alasan pragmatis atau mungkin juga sebaliknya: perusahaan lama tidak lagi dikelola berbasiskan kompetensi inti yang telah diperjuangkan bersama-sama sebelumya. Para profesional itu merasa gelisah, visinya tak lagi sejalan dengan institusi. Artinya, perusahaan tidak lagi mampu mengelola perubahan dengan baik. Jika turn over terlalu tinggi pada suatu organisasi perusahaan maka perlu dilakukan evaluasi mengenai faktor-faktor yang menentukan tersebut di atas: renumerasi, iklim dan budaya, dan sebagainya. Tapi turn over relatif kecil atau sedang mungkin itu jdi cerminan bahwa industri sedang bertumbuh pesat sehingga banyak pemain baru bermunculan. Ia mengakui, ada jenis kompetensi yang langka, setengah langka, atau ’pasaran’. Pemimpin yang memahami masa kini dan masa depan bisnisnya tentu saja menempatkan kapital manusia yang memiliki kemampuan ’langka’ itu pada posisi di mana mereka benar-benar merasa dihargai sebagai orang penting perusahaan. Pekerja seperti ini paham posisinya dan manajemen puncak juga harus paham. Ada kalanya terjadi semacam ’tarik-ulur’ dalam dinamika pengelolaan kapital manusia. Tetapi pendiri bisnis dan manajemen harus sensitif atas perkembangan industri yang terjadi di luar perusahaannya. Perusahaan mana saja yang berani menarik orang-orang langka seperti itu dan memberikan sistem imbalan seperti apa. Tentu saja jika kompetensi inti pada diri seorang pekerja adalah biasa-biasa saja dan dimiliki kebanyakan orang alias ’pasaran’, peruahaan tak perlu resah. Namun tetap harus hati-hati karena ’orang-orang keba­ nyakan’ seperti ini akan dengan mudah membuka rahasia pembangunan kompetensi inti di tempat baru. Orang bisa melompat dari mana dan ke mana saja sebab itu bagian dari demokrasi dan siklus kapitalisme. Perusahaan yang mengandalkan kompetensi inti pada kapital manusia harus membangun sebuah sistem yang tidak saja memperhatikan paket penghargaan yang baik dan adil namun juga membangun ’sisi emosional’ dalam relasi pekerja, pengelola, dan pendiri perusahaan. Perlu dibangun bentuk-bentuk ’hubungan batin’ yang kuat dalam organisasi. Nilai-nilai non materi yang tercakup dalam iklim dan budaya perusahaan itulah yang menguatkan hubungan perusahaan dan semua elemen dalam perusahaan. l Ratri Suyani n No. 38 n Ada banyak perusahaan yang para pemimpinnya sadar bahwa kompetensi intinya terletak pada kapital manusia. Tidak saja pada perusahaan yang mengandalkan arus produk barang, tapi terutama pada perusahaan jasa dan intellectual investments. Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014 Human Capital Journal 27 27 PT Menara Kadin Indonesia MKI - > Learning > Consulting > Assessment Center > Research > HC Journal Workshop & Survey Research Measuring & Managing Employee Engagement Schedule 2014 : 20 - 21 Agt, 20 - 21 Nov Human Capital Sigma® Chain Latar Belakang P ertanyaan tentang indikator bidang sumberdaya manusia (SDM) yang memiliki korelasi langsung dengan kinerja keuangan perusahaan mendorong pakar dan praktisi manajemen mencari indikator yang paling tepat. Hasil riset dalam jangka yang lama menemukan sebuah indikator yang paling mumpuni, yakni tingkat keterikatan karyawan (employee engagement). Riset Aon Hewitt, misalnya, menunjukkan bahwa semakin tinggi engagement karyawan maka semakin tinggi kinerja perusahaan dan tingkat pengembalian bagi pemegang saham (total shareholder return). Selain berkorelasi langsung dengan kinerja perusahaan yang juga semakin tinggi, engagement karyawan juga berhubungan dengan tingkat turnover karyawan kunci yang lebih rendah, sehingga bisnis menjadi lebih stabil dan terus bertumbuh. Bayangkan bila level engagement karyawan yang rendah, bisa dipastikan komitmen karyawan terhadap kemajuan perusahaannya sangat payah. Tujuan dan Sasaran Workshop Tujuan workshop ini adalah meningkatkan pengetahuan dan keahlian para pimpinan dan staf bidang manajemen SDM dalam mengukur dan mengelola tingkat keterikatan karyawan (employee engagement level). Adapun sasaran dari workshop adalah terciptanya para profesional SDM yang kompeten dalam mengukur dan mengelola engagement karyawan. Outline Workshop Contact Person: Mrs. Dedeh, Mrs. Iin, Ms. Anti, Mr. Hadi, Mrs. Tari, Mr. Ridwan (021) Day 1: Concept & Implementation of Employee Engagement 1. Konsep Employee Engagement dan kontribusinya terhadap keberhasilan organisasi 2. Faktor-faktor pengendali Employee Engagement 3. Bagaimana mengelola Employee Engagement? 4. Mendesain strategi dan program Employee Engagement Shareholder Value Increase Revenue & Profit Growth Human Capital Sigma Engaged Customers Engaged Employees Fulfill Engagement Drivers Innovated by MKI - Adapted from : Gallup’s Human Sigma® Day 2 : Measuring Employee Engagement 1. Metodologi dan tool pengukuran Employee Engagement 2. Langkah-langkah dalam mengukur Employee Engagement 3. Menentukan jenis dan sumber data pengukuran 4. Teknik sampling dan pengolahan data 5. Pengambilan kesimpulan dan validasi 6. Tindak lanjut hasil survei Employee Engagement Target Peserta Eksekutif/Manager/Assistant Manager/Staff yang bertanggung jawab terhadap manajemen SDM dan kinerja bisnis organisasi. Durasi Workshop 2 hari (sekitar 14-16 jam pelajaran) Metodologi Workshop ini mengutamakan latihan ketimbang teori, dengan bobot perkiraan 60% teori dan 40% latihan. 5790 3840 Fasilitator t*S4ZBINVIBSOJT .#" berpengalaman sebagai praktisi pemasaran dan SDM, ahli dalam Strategic Performance Management/Balanced Scorecard dan manajemen sumberdaya manusia berbasis kompetensi dan kinerja. Saat ini menjabat Direktur PT Menara Kadin Indonesia. t*S3VN%.VUJBSB MSi, berpengalaman sebagai eksekutif/manajer SDM di beberapa perusahaan serta konsultan/ fasilitator di bidang manajemen SDM. Saat ini menjadi Senior Partner PT Menara Kadin Indonesia. t%S./VSBJEJ dosen Departemen Statistik IPB, konsultan ADB, fasilitator berbagai program pelatihan, dan saat ini juga menjabat Senior Partner PT Menara Kadin Indonesia. Biaya Biaya workshop adalah 3Q per peserta. Biaya tersebut belum termasuk biaya PPN, tetapi sudah termasuk penggandaan materi, gimmick, formulir latihan, dan sertifikat – dikeluarkan oleh MKI. or Fax. (021) 527 4443 Email: [email protected] Visit our Human Capital Portal www.humancapitaljournal.com Achieving Human Capital Excellence Cover Story Oleh : Nada Asteria Raharjo Consultant Firstasia Consultants Memahami Core Competency U ntuk memahami core competency, yang pertama diperlukan adalah pemahaman bahwa sebuah organisasi atau perusahaan memerlukan sesuatu yang dapat dinilai unik oleh customer jika ingin membuat profit yang baik. Penggagas dari core competencies ini sendiri, Prahalad dan Hamel, memberikan contoh dengan membuat perbanding­ an dari perusahaan yang berkembang lambat dengan perusahaan yang berkembang pesat. Perbedaan yang dimiliki adalah perusahaan yang berkembang pesat tersebut memahami visi dan apa yang menjadi kekuatan dari perusahaan mereka sehingga kekuatan tersebut dapat dikembangkan dan menjadi value yang lebih bagi perusahaan. Dengan kata lain, karena perusahaan tersebut berfokus pada apa yang menjadi core competency mereka dan secara berkelanjutan bekerja untuk membangun dan mengembangkannya, sehingga produk mereka lebih diakui ketimbang kompetitor, dan customer bersedia untuk membayar lebih. Para investor pun akan menjadi lebih tertarik untuk menanamkan sahamnya apabila core competencies perusahaan tersebut mampu memenuhi ekspektasi pasar. Core competency sendiri merupakan sebuah konsep dalam teori manajemen yang didefinisikan sebagai sebuah kombinasi dari berbagai resources serta skill yang membedakan antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Core compe­ tencies sangat terikat dengan fokus strategi perusahaan. Dalam industri, sebuah peru- sahaan harus memiliki perbedaan keunggulan dengan para pesaingnya. Untuk itu pemimpin perusahaan dapat menentukan satu dari beberapa pilihan utama fokus strategis. Mengidentifikasi dan mengembangkan core competency perusahaan adalah kunci untuk membangun keuntungan yang kompetitif dari perusahaan dalam jangka waktu yang panjang. Untuk menentukan core competency perusahaan, diperlukan pemahaman atas skill, ability, pengetahuan, pengalaman, serta teknologi atau proses yang membuat perusahaan tersebut unik atas service atau produk mereka. Core competencies ini akan dapat dipenuhi jika setiap individu dalam perusahaan itu juga memiliki kompetensi inti berupa pengetahuan, sikap, keterampilan, dan karakter yang sejalan. Sebagai contoh, tentunya bagi perusahaan yang bergerak pada bidang manu­ facturing dimana produk yang berkualitas merupakan penentu dari keberhasilan perusahaan tersebut, maka quality orienta­ tion serta planning & organizing merupan No. 38 n kan core competencies yang perlu dimiliki. Di sisi lain, perusahaan yang bergerak pada bidang jasa seperti perhotelan atau rumah makan akan memerlukan customer focus serta service orientation sebagai core com­ petecies. Selanjutnya perlu untuk mempertimbangkan bagaimana menggunakan core competency perusahaan untuk mengembangkan strategi yang kompetitif jika dibandingkan dengan pesaingnya. Seperti misalnya Toyota, sebagai salah satu perusahaan manufaktur besar yang memiliki core competency achieving excellence through continuous improvement and waste reduc­ tion, menerapkan berbagai strategi untuk memenuhinya, seperti penerapan kaizen (continuous improvement) dan genchi genbutsu (observe). Dengan strategi itu mereka menekankan adanya pengembangan akan produk dan melakukan observasi guna membangun pemahaman mendalam atas permasalahan yang berujung pada solusi yang tepat. Core competencies sendiri dapat dikembangkan melalui proses berkelanjutan dalam waktu yang panjang. Untuk mengembangkan core competencies tersebut, perusahaan perlu menjadikan key abilities sebagai kekuatan perusahaan, memban­dingkannya dengan perusahaan lain untuk memastikan keunikannya. Selain itu, perusahan harus memahami kapabilitas yang diakui oleh customer, serta terus mengembangkan kekuatan dari kapabilitas tersebut, dan mengkomunikasikannya ke seluruh organisasi. Selanjutnya, perusahaan perlu mempertahankan keunikan meski tetap melakukan pengembangan pada bisnis, serta memadukannya dengan non-core competency untuk memperdalam kompetensi tersebut. l Firstasia Consultants. Wisma 76 - 18th floor Jl. Letjen S. Parman Kav 76 Slipi, Jakarta Barat P: 62.21.536 66 618 | F: 62.21.536 77 666 | www.firstasiaconsultants.com Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014 Human Capital Journal 29 Photo Gallery Program Certified Human Resources Management Professional Jakarta, 14 - 18 July 2014 30 Human Capital Journal n No. 38 n Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014 Profile Ismed Hasan Putro Bangun Karakter Jujur & Bersih Di bawah kepemimpinan Ismed Hasan Putro, kinerja BUMN PT. Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) mampu berubah dari perusahaan merugi menjadi perusahaan dengan laba ratusan miliar hanya dalam waktu 1 tahun. J abatan tinggi di perusahaan BUMN biasanya identik dengan fasilitas mewah. Tapi tidak untuk mantan wartawan ini. Pria lulusan Universitas Islam Negeri (UIN) dulu bernama Institut Agama Islam Negeri (IAIN) - tidak mengambil fasilitas rumah dan mobil dinas. “Perusahaan merugi kok mau mewah,” tutur Ismed dalam sebuah acara PPM Manajemen di Jakarta beberapa waktu lalu. Pria yang selalu berbicara ceplas ceplos ini meng­awali karirnya sebagai tenaga peneliti di sebuah perusahaan media selama kurang lebih dua tahun, kemudian ia ditawari bergabung dengan Jawa Pos Group dan bertemu langsung dengan pe­ tinggi Jawa Pos Dahlan Iskan yang saat ini menjadi Menteri BUMN. Selama bekerja sembilan tahun di Jawa pos group, Ismed memang diajarkan bekerja sebagai jurnalis, namun tidak hanya itu, dia juga dibimbing menjadi pebisnis oleh Dahlan Iskan. Menurutnya, Dahlan Iskan sempat memberikan beberapa peluang kepada dirinya untuk bisa menjadi berbisnis. Kemudian ia akhirnya mencoba peruntungannya dengan menjadi pebisnis dengan mendirikan perusahaan yang bernama PT Jaya Makmur Konstruksindo. Mimpinya, melalui perusahaan tersebut ia dapat membangun jalan tol di daerah Surabaya. Saat mimpinya kandas, membuka usaha lain yaitu dengan mengembangkan perkebunan jati yang sayangnya juga tidak bisa bertahan lama. Ismed pun mengalihkan perhatiannya kepada bisnis gula. Saat mengembangkan bisnis gula tersebut ia diminta salah satu orang Kementerian BUMN menjadi anggota Kebijakan Publik di Kementerian BUMN. Tahun 2008, ia diajak menjadi Komisaris di RNI dan sejak itu mulai mengenal RNI, tahu apa saja yang dilakukan oleh RNI dan sebagainya. Pada n No. 38 n Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014 Human Capital Journal 31 Profile 2012, Ismed memiliki kesempatan untuk menjadi Presiden Direktur di RNI dan mengubah perusahaan BUMN yang semula kusam menjadi cemerlang. Berbagai transformasi dan inovasi ia lakukan. Mulai dari penataan unit bisnis se­perti pabrik gula, pendirian gerai retail modern Waroeng Rajawali dan Rajawali Mart, hingga ekspansi usaha berupa pengembangan peternakan sapi di dalam dan luar negeri. “Dulu pabrik gula tidak seperti sekarang. Sekarang lantainya bersih, dan semua harus pegawai harus mengenakan pakaian untuk di pabrik sesuai standar,” tegasnya. Ia juga menciptakan budaya kinerja, adalah dengan cara konsistensi pada komitmen untuk membuat perusahaan yang budaya kinerjanya lebih baik daripada tahun-tahun “Yang tak kalah pen­ ting adalah menjadikan leader sebagai role model, jangan hanya sekadar slogan. Karyawan kan harus melihat contoh, diberikan contoh, jangan hanya kata-kata. jangan kita melakukan A, tapi karyawannya disuruh B,” tambahnya. Sebagai role model, Ismed memposisikan diri dengan baik seperti menggunakan mobil dinas dan tidak mengambil dana perjalanan dinas, tidak membolehkan istri menggunakan mobil dinas, bahkan tidur di mess bersama karyawan. Ia pun mengganti jajaran direksi lama dengan direksi baru agar strategi yang ia terapkan bisa terlaksana. “Benturan sudah pasti. Mereka berada di posisi nyaman menjadi tidak nyaman, tapi yang penting adalah membangun budaya bersih dan jujur. Dulu saat saya baru masuk RNI, banyak samurai-samurai yang mau melibas kepala saya,” tegasnya. Ia menyadari, menciptakan karyawan berkinerja tinggi tidak mudah. Namun ia menyakini, semua itu berawal dari dua hal, bersih dan jujur. Menurutnya, bersih dan jujur adalah kultur dasar semua orang. Cuma karena muncul budaya korupsi, jadi karyawan ikut-ikutan. “BUMN itu tempat praktik politik, bahkan korupsi. Harus ada pelatihan tentang budi pekerti dan nilai agama. Dan itu kita wajibkan,” sambungnya. “Saya harus mengganti orangorang yang pensiun tersebut. Tidak mungkin saya asal ambil dan comot sana-sini, belum tentu orangnya bisa, bersih dan jujur. Makanya saya dirikan sekolah. Para siswa dididik dan belajar tentang gula dari pagi, malamnya mereka belajar perihal keagamaan. Semua ini karena saya ingin membangun karakter bersih dan jujur dari dasar,” imbuh Ismed dengan antusias. 32 Human Capital Journal n No. 38 n Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014 Ditegaskan Ismed, dalam situasi krisis ekonomi saat ini, Indonesia harus punya pemimpin yang berani mati dalam pemerintahan. “Harus berani, bisa mengambil risiko dan jangan mengambil untung pribadi,” katanya. Ismed menuturkan, pemimpin harus membenahi segala hal yang tidak beres. Ketidakberesan mekanisme di perusahaan membuat RNI dikategorikan sebagai perusahaan yang merugi. Belum lagi masalah stok gula dari pedagang nasional yang berjumlah sekitar dua juta ton. Oleh sebab itu, dia menyayangkan Bulog yang masih melakukan impor gula sebesar 320 ribu ton dan juga impor untuk bahan makanan dan minuman sebesar 1,2 juta ton. “Mau bagaimana lagi, susah juga meminta pemerintah untuk tidak mengimpor gula,” tuturnya. Padahal, gula RNI merupakan gula murni tanpa bahan pewarna yang bisa merusak tubuh dan merupakan kebanggaan Indonesia. Dalam hal sumber daya manusia (SDM), ia mulai membangun strategi dengan mencetak SDM sendiri dengan mendirikan Sekolah Menengah Kejuruan Gula yang dibuka bulan Juli 2014 lalu. Ini dilakukan mengingat setiap tahun karyawan RNI memasuki masa pensiun sekitar 1500 orang. “Saya harus mengganti orang-orang yang pensiun tersebut. Tidak mungkin saya asal ambil dan comot sana-sini, belum tentu orangnya bisa, bersih dan jujur. Makanya saya dirikan sekolah. Para siswa dididik dan belajar tentang gula dari pagi, malamnya mereka belajar perihal keagamaan. Semua ini karena saya ingin membangun karakter bersih dan jujur dari dasar,” imbuh Ismed dengan antusias. Tak hanya sekolah kejuruan saja ia dirikan, Ismed juga mendirikan sekolah politeknik gula. “Siswa SMK gula baru 90 orang, sementara saya butuh setiap tahun sebanyak 500 orang yang ahli gula. Makanya kami buat sekolah politeknik gula agar bisa secepatnya menyiapkan tenaga ahli gula. Intinya, kami yang menyiapkan mereka. Pendidiknya berasal dari pabrik kami juga yaitu seniorsenior dan ahli tentang gula,” tukasnya kembali. Ismed berharap, munculnya tenaga-tenaga ahli gula baru bisa menjalankan bisnis milik pemerintah ini dan bisa menyiapkan cadangan pangan nasional. “Karena gula termasuk cadangan pangan, makanya kita harus jaga itu,” tambahnya lagi. Apa tantangan terbesar Anda dalam berkarir? “Saya merasa tidak ada tantangan karena saya menikmati semua ini. Hidup saya, pekerjaan saya. Yang pasti semua dilakukan dengan jujur dan bersih,” kata Ismed menjawab pertanyaan. l Ratri Suyani Profile M Lin Herlina emulai karir sebagai Sales Administration saat masih duduk di bangku kuliah membuat wanita berdarah Bandung ini terbiasa bekerja hingga malam. “Dulu saat kuliah, saya beker­ ja di sebuah perusahaan. Selain itu saya juga mengajar privat beberapa anak sekolah. Tujuan saya bekerja agar ketika lulus kuliah, saya punya selling point untuk diri sendiri,” Lin bercerita. Namun, karir sebagai Sales Administration ha­nya berjalan satu tahun karena jadwalnya sangat padat. Sementara pekerjaannya mengajar tetap ia jalankan mengingat penghasilannya yang ia terima cukup menggiurkan dengan waktu yang tidak terlalu padat sehingga proses perkuliahan bisa ia selesaikan. Lulus dari jurusan IT Univeristas Gunadarma, ia melamar ke Bank Executive International dan diterima bekerja di bank tersebut. “Lucunya, awalnya saya melamar sebagai IT karena sesuai dengan background saya. Tapi saya malah diterima sebagai sekretaris, hehehe,” senyum istri dari Susetyo mengembang saat menjelaskan hal ini. Setelah beberapa tahun bekerja di perusahaan tersebut, ia diposisikan sebagai Kepala seksi Research and Development selama dua tahun yaitu sejak tahun 1996 hingga 1997. Pada 1998, ia diterima dengan posisi yang sama di PT. Repex Perdana International (lisensi dari FedEx). “Dalam bekerja, saya selalu buat setting goal sehingga dalam kurun waktu 3-4 tahun bekerja, saya sudah harus punya posisi dari hasil kerja keras saya,” akunya. Dari Researh and Development Departement, Lin berpindah ke Marketing Department dan selama dua tahun ia menjalani profesinya sebagai marketing. “Saat itu ada lowongan posisi Sales Manager di Sales Department. Saya tertarik dan mengajukan ke internal dan diterima,” tutur wanita yang menjabat sebagai Sales Manager PT. Repex dari tahun 2002 – 2004. Menjadi sales ternyata jauh lebih menan­ tang dibanding menjadi marketing. Ini disadari oleh betul ibu dua anak, anak Afra Raeeda Raka Putra Susatyo dan Aufa Rifqhy Putra Susatyo. Sempat mengalami rasa tidak percaya diri saat menjadi sales, namun akhirnya ia justru berhasil menjadi The Best Marketing and Sales de­ ngan tingkat penjualan di atas 150 persen. “Saya dulu sempat berpikir kenapa nekat melamar di posisi ini. Bayangkan, dari masa percobaan tiga bulan, dua bulan saya gagal menjual dan Tingkatkan Kualitas Pekerjaan Meyakinkan klien bahwa untuk memberikan penghargaan bisa dengan cara yang berbeda dan unik yaitu melalui pemberian voucher Sodexo memang tidak mudah. Hal ini yang membuat Lin Herlina semakin tertantang. n No. 38 n Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014 Human Capital Journal 33 Profile “Selama ini voucher untuk market external sudah ada dan banyak, misalnya voucher belanja yang dikeluarkan oleh pusat belanja atau supermarket tertentu. sepatu, kesehatan, pendidikan di ribuan merchant di Indonesia. Diakuinya, tantangan Sodexo adalah memperkenalkan ke perusahaan-perusahaan Indonesia tentang keberadaan voucher rewards Sodexo. “Selama ini voucher untuk market external sudah ada dan banyak, misalnya voucher belanja yang dikeluarkan oleh pusat belanja atau supermarket tertentu. Tetapi belum banyak perusahaan yang memberikan program rewards kepada karyawannya dengan menggunakan voucher. Voucher Gift Pass Sodexo bisa digunakan untuk rewards tersebut, misalnya untuk The Best Employee, Zero Ac­ cident Department, THR karyawan, dan lain-lain. Voucher ini sangat berbeda dengan belanja karena bisa digunakan di ribuan merchant di seluruh Indonesia, termasuk juga yang berkaitan dengan kesehatan, pendidikan,” kata wanita yang memiliki obsesi untuk selalu melakukan perbaikan diri dan meningkatkan kualitas pekerjaan. l Ratri Suyani mendapatkan klien. tapi berkat dukungan atasan saya, di bulan ketiga dan keempat tingkat penjualan meningkat,” ucap Lin yang bersyukur berkarir di perusahaan yang memiliki program people develop­ ment yang bagus. Keberhasilan Lin membuat ia dipercaya sebagai Senior Manager Sales & Market­ ing Repex pada 2004 – 2006. Setelah delapan tahun berkarir di Repex, ia memutuskan untuk menerima tawaran sebagai Coun­ try Sales Manager di PT. Sodexo Motivation Solutions Indonesia, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang penjualan voucher lifestyle dan voucher rewards. “Di Indonesia, Sodexo terlihat masih kecil dan baru. Padahal sebenarnya Sodexo sudah lama dan sudah mendunia. Ini yang menjadi tantangan saya karena Indonesia belum terlalu mengenal voucher Sodexo,” tukasnya. Sodexo merupakan perusahaan terkemuka yang menjual voucher lifestyle yang bisa digunakan untuk berbagai keperluan belanja, mulai dari makanan, produk-produk baju, Dapatkan Bundel Eksklusif HC Journal MKI Corporate University Rp Achieving Human Capital Excellence 35On0gk.o0s K0ir0im Bundel 1 Human Capital Journal Tahun 2011 - 2012 (12 Edisi) Bundel 2 Human Capital Journal Tahun 2012 - 2013 (12 Edisi) + Tema yang dibahas dalam bundel eksklusif ini: www.humancapitaljournal.com Hubungi: Andedes, Hadi, Iin, Purwanti, Dedeh. 34 Human Capital Journal n No. 38 n (021) Setiap perusahaan harus memilikinya sebagai referensi ilmu sumberdaya manusia yang sangat kaya. Bisa juga menjadi perfect gift untuk para relasi. 5790 3840 Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014 1. Strategic Performance Management 2. Learning Organization : Konsep & Implementasi 3. Selamat Datang Era Knowledge Management 4. Leadership Development Challenges 5. The War for Talent 6. Strength Based Human Capital Management 7. Strategic HR Planning 8. Outsourcing, Illegal? 9. Salary Survey 2012 10. Strategi Rekrutmen 2012 11. Trend in Human Resources Information System 12. Training Evaluation Menara Kadin Indonesia 24th Floor. Jl. HR. Rasuna Said X - 5 Kav. 2 - 3, Jakarta 12950, Indonesia. Fax. : (62 - 21) 527 4443 Email : learningcenter@pt - mki.co.id n No. 38 n Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014 Human Capital Journal 35 Column : Business Management Kompetensi untuk Kompetisi S abtu subuh menjelang matahari terbit, dingin dan redup di lapangan kampus yang dikelilingi hutan di Depok. Tanpa direncanakan terlebih dahulu, terjadi pertemuan antara mantan CEO salah satu korporasi besar dan sudah go public, dengan seorang Senior Managernya, yang sedang menunggu anak, menjalankan ospek di kampus tersebut. Dengan antusias mereka berdua duduk di pinggir lapangan, seru berbincang tentang aktifitas yang mereka lakukan saat ini. Sangat kaget mantan CEO, mendengar ceritera Anton, si manager, yang ternyata sudah satu tahun yang lalu, mengundurkan diri dari korporasi. Mengapa? Bukankah dirimu salah satu Senior Manager Sales yang ditempatkan di Medan dan mengelola Sumatera dengan baik? Si Anton menjawab dengan tenangnya, bahwa dia mengundurkan diri bukan karena masalah pekerjaan, performance, ataupun tindakan yang bertentangan dengan peraturan korporasi. So? Dia berhenti karena tiba tiba dia diberitahu oleh CEO nya, untuk dalam satu minggu berangkat ke Makasar, dan bersiap untuk take over, memanage Indonesia Timur. Dia mencoba untuk bertanya, alasan, latar belakang dan tujuannya, hanya dijawab bahwa itu adalah kepentingan korporasi. Anton harus berpikir tentang keluarga, sekolah anak termasuk segala macam persoalan yang harus dihadapi, dan setelah berdiskusi dengan keluarganya, dia memilih untuk mengundurkan diri, karena merasakan ada suatu tekanan yang tidak terlihat terhadap dirinya. Sangat disayangkan. Saat Anton menanyakan apa pendapat mantan bosnya itu, maka dia mendengar­kan dengan baik beberapa analisa, adalah tidak terciptanya komunikasi kondusif satu sama lain, antara CEO dan managernya. Bisa saja itu adalah trik untuk sedikit memaksa Anton mengundurkan diri, proses komunikasi yang tidak terjalin dengan baik tanpa kehadiran HR, atau mungkin sudah menjadi kebijakan korporasi yang memegang prinsip Sales Departemen adalah militer, yang siap diterjunkan kapan dan dimana saja. Terlalu banyak hal yang mungkin saja ada, dan menjadi latar belakang kasus ini. Tetapi kenyataannya si manager dengan Performance Appraisal kategori A ini telah berada di luar korporasi, dan berpotensi menjadi kompetitor yang berbahaya seandainya bergabung dengan pesaing korporasi. Keseimbangan Kompetensi. Termuat di dalam artikel bulan Maret lalu, yang berjudul ‘Kompetisi ke Kompetensi’, dan dise­butkan bahwa Competence indicates suf­ ficiency of ‘knowledge and skill’,that enable someone to act in a wide variety of situation. Skill dan pengetahuan yang bisa membuat seseorang melakukan dengan benar, apapun situasinya. Sulit apabila ilmu dan skill dalam kompetensi ini menjadi sesuatu yang bertentangan, membuat seorang talent justru berbuat sebaliknya, dan menjadikan yang positif berubah menjadi 36 Human Capital Journal n No. 38 n Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014 Oleh : Drs. Eddie Priyono. MM negatif. Pada dasarnya kompetensi bukanlah ilmu pasti, tetapi terukur dengan knowledge and skill yang seimbang dalam menge­lola apapun yang menjadi tanggung jawabnya. Evaluasi dari value of competence memang sangat sulit, tetapi bisa dilihat dari hasil yang telah terjadi. Bukankah terlambat kalau harus menunggu hasil yang terjadi, baru diketahui seseorang kompeten atau tidak diposisinya? Performance Appraisal yang dilakukan seharusnya mengacu kepada objektifitas, dengan mengambil poin PA bukan hanya berdasarkan penilaian atasan saja, tetapi bisa dari dirinya sendiri sesuai data yang kredibel, dari rekan sekerja, dari sumber sumber lain diluar sebagai input, dan yang juga penting adalah penilaian dari bawahan langsung, yang setiap harinya bersama didalam melaksanakan pekerjaan. Penilaian dilaksanakan secara rahasia, tertutup dan fair. Hal ini akan menyeimbangkan penilai– an, karena terkadang seorang talent hanya berat keatas, dan menyepelekan di bawah. Keseimbangan ini akan membuat seseorang menjadi concern, untuk menjadikan dirinya kompeten dalam arti yang lengkap, tidak main main dan mempermainkan bawahan untuk kepentingan pribadinya. Core Competence yang menjadi tolok ukur utama, dari kompetensi seorang profesional, tidak lagi diukur setelah hasilnya ada, tetapi dianalisa atasannya termasuk CEO nya setiap saat, sehingga proses yang berjalan di dalam operasional korporasi akan terjaga. Competency is the combination of observable and measurable knowledge, skill, abilities, and personal attributes that contribute to enhanced employee performance and ultimately result in the organizational success. Keseimbangan dalam melaksanakan core competence merupakan kunci terciptanya kebijakan yang tidak menyalahi aturan korporasi tetapi bermanfaat untuk mendapatkan keserasian dalam organisasi. Berkompetisi Melalui Kompetensi. Kompetensi haruslah berkontribusi terhadap kinerja korporasi. Tanpa hal itu akan menjadi kerajaan kecil yang bergerak sendiri sendiri. Seorang superior, memberikan delegasi terukurnya kepada subordinatenya, dan bersama departemen lain saling mengisi untuk proses kerja korporasi. Alangkah indahnya apabila satu departemen membantu, mendukung, melanjutkan kerja departemen lain secara simultan untuk menghasilkan output terbaik di korporasinya. Seseorang yang me­manage departemen dan mempunyai kekuasaan, harus pandai bekerja bersama sub ordinatenya, sehingga kekuasaan yang didelegasikan kebawah bisa dicover dengan baik. Ada lima hal dalam menganalisa kekuasaan interpersonal, bagi seseorang yang mempunyai kompetensi tinggi : - Kekuasaan legitimasi, kemampuan seseorang mempengaruhi karena kekuasaannya besar. - Kekuasaan imbalan, kemampuan seseorang memberikan imbalan atas perilaku pihak lain. - Kekuasaan paksaan, kemampuan menghukum pengikut yang tidak menurut. - Kekuasaan ahli, kemampuan mempengaruhi pihak lain berdasarkan keahliannya. - Kekuasaan referensi, kemampuan berdasarkan kharisma kepribadian atau gaya perilaku. Keseimbangan dari pemilihan kelima hal tersebut dilakukan sesuai keadaan dan tuntutan saat itu. Berkompetisi didalam kompetensi akan memacu seluruh talent yang ada untuk mengkontribusikan kemampuan dan skillnya, di dalam proses kinerja korporasi, dan akan memicu kesuksesan yang tinggi. Seseorang dengan kompensi yang tinggi, dan dilegitimasi oleh korporasi, hendaknya tidak memakai kompetensinya untuk hal yang membuat departemennya menjadi porak poranda. Bukankah seorang raja yang sakti, seharusnya dikelilingi oleh ksatria yang juga mumpuni, sehingga dalam menghadapi musuh akan merasa lebih kuat, dibandingkan sang raja menghadapinya sendiri?. Penggunaan poin nomor 3 seharusnya diminimalisir, untuk menghidupkan pola diskusi konstruktif. Bukankah subordinate yang tidak menurut belum tentu bersalah? Kita hanya bisa berdoa agar si Anton tidak menjadi kompetitor korporasi, karena bergabung dengan pesaing. Semoga. l Kompetensi haruslah berkontribusi terhadap kinerja korporasi. Tanpa hal itu akan menjadi kerajaan kecil yang bergerak sendiri sendiri. Seorang superior, memberikan delegasi terukurnya kepada subordinatenya, dan bersama departemen lain saling mengisi untuk proses kerja korporasi. Penulis adalah Penasehat Lembaga Pusat Studi dan Komunikasi Pemerintahan (PUSKOPEM), Direktur PT. Victory Jaya Perkasa dan pendiri Yayasan Quantum Galaxi n No. 38 n Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014 Human Capital Journal 37 Periscope Mentor Oleh Husen Suprawinata SE MM ScHK Lepas Landas dan Pendaratan Adalah Bagian dari Misi Seorang Pemimpin B anyak orang melakukan dengan baik berbagai upaya untuk membuat kehidupan personal dan bisnisnya mampu lepas landas dengan baik dan meraih kesuksesan, namun tidak mampu mendaratkannya dengan aman. Bila kita mempergunakan langkah-langkah dalam menerbangkan sebuah pesawat terbang sebagai analogi, maka saat lepas landas dan saat pendaratan merupakan dua momen yang sangat krusial serta membutuhkan presisi yang tinggi. Kemampuan untuk dapat mendaratkan dengan aman dalam kehidupan personal dan bisnis, suatu kemampuan untuk mengakhiri dengan baik memang sangat penting untuk dapat dimiliki. Bill George, mantan CEO Medtronic, sebuah perusahaan terkemuka dalam bidang teknologi medis, yang berbasis di Minneapolls, Minnesota, Amerika Serikat, bukan saja berhasil sebagai pilot dalam membuat perusahaan lepas landas dan menerbangkannya dengan baik tetapi juga berhasil melakukan pendaratan dengan sangat baik karena sangat berperan dalam suksesi kepemimpinan eksekutif perusahaan dari dirinya kepada Arthur D. Collins, Jr. George memiliki prinsip bahwa seorang pemimpin mesti mampu menciptakan pemimpinpemimpin. George mengatakan “Saya sungguh menyadari bahwa setiap CEO memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan seorang penerus yang bukan saja hanya mampu menjadi penggantinya, namun juga memiliki kemampuan untuk dapat membawa perusahaan ke tingkat sukses lebih tinggi.” 38 Human Capital Journal n No. 38 n George mengatakan bahwa sejak saat pertama kali berjumpa dia merasa yakin bahwa Arthur adalah orang yang tepat untuk menjadi penggantinya pada suatu hari nanti. George kemudian merekomendasikan Arthur kepada Board sebagai kandidat CEO karena menurut penilaiannya memiliki kualifikasi yang diperlukan untuk memimpin perusahaan dengan baik. George selain dalam hubungan pribadi, selaku CEO dalam hubungan profesional telah menjadikan dirinya sebagai mentor selama hampir satu dekade bagi Arthur yang pada waktu itu menjabat sebagai COO. Arthur mengatakan bahwa sesungguhnya George sudah mulai memikirkan dan mempersiapkan transisi kepemimpinan ini sejak sembilan tahun sebelum dirinya ditetapkan menjadi CEO. Bill George dalam kapasitasnya sebagai CEO menyadari untuk menginvestasikan waktunya pada sesuatu yang lebih panjang dari masa kepemimpinannya dalam perusahaan untuk dapat meninggalkan sebuah legacy — sesuatu yang dapat diwariskan pada pemimpin-pemimpin berikutnya. George juga sangat memahami apapun yang menjadi fokus dan orientasi dari para pemimpin akan menentukan arah organisasi sehingga di menekankan perlunya perusahaan kembali fokus pada nilai-nilai yang tak lekang oleh waktu dengan fokus utama pada misi perusahaan, kepuasan pelanggan, dan pengembangan karyawan. l Penulis adalah MKI Executive Partner, LMI Director & Certified Facilitator SMI Associate Partner & Certified Coach Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014 George juga sangat memahami apapun yang menjadi fokus dan orientasi dari para pemimpin akan menentukan arah organisasi sehingga di menekankan perlunya perusahaan kembali fokus pada nilainilai yang tak lekang oleh waktu dengan fokus utama pada misi perusahaan, kepuasan pelanggan. Corporate Leadership Center [CLC] Develops Effective Manager & Leader TOTAL LEADER™ Effective Leadership Development Program STRATEGIC LEADERSHIP MOTIVATIONAL LEADERSHIP PERSONAL LEADERSHIP Mengembangkan kepemimpinan dalam organisasi Anda PERSONAL PRODUCTIVITY Copyright © 2005 Leadership Management® International, Inc. ALL RIGHTS RESERVED Pendahuluan L eadership Management International (LMI) Inc., sebuah perusahaan kepemimpinan global yang berpusat di USA, telah sukses menjalankan program pengembangan kepemimpinan organisasi secara utuh dengan konsep TOTAL LEADER. Konsep TOTAL LEADER merupakan perwujudan dari kepemimpinan yang tidak hanya berfokus kepada peningkatan kinerja organisasi melalui pemanfaatan sumberdaya organisasi, tetapi juga fokus kepada pengembangan sumberdaya organisasi tersebut, khususnya terhadap manusia sebagai modal organisasi terpenting. Menerapkan konsep TOTAL LEADER akan melahirkan pemimpin yang efektif bagi organisasi. LMI meyakini bahwa organisasi masa depan adalah organisasi yang diisi oleh pemimpin-pemimpin yang efektif di > Effective Personal Productivity (EPP) berbagai jenjang. Dalam memberikan pengembangan kepemimpinan, program LMI memiliki sejumlah keunikan yang membuatnya lebih efektif, antara lain: dilakukan berulang-ulang (spaced repetition), mendayagunakan seluruh panca indera, adanya penetapan tujuan yang jelas, dan berorientasi kepada hasil yang terukur. Adanya pengisian dan monitoring formulir Action Plan dari setiap sesi membuat ROI (Return on Investment) program LMI tergolong tinggi. Berikut adalah beberapa program pelatihan dalam beberapa jenjang dari LMI: > Effective Motivational Leadership (EML) Produktifitas merupakan kunci daya saing organisasi. Tapi, banyak karyawan yang tidak memahami bagaimana bekerja secara produktif. Program EPP membantu seluruh jajaran organisasi mengevaluasi perilaku dan membuat perubahan perilaku yang produktif, meningkatkan produktifitas melalui penetapan prioritas, berkomunikasi secara efektif, menjadi team player, menetapkan tujuan dan berusaha meraihnya. Program ini terdiri dari 6 topik, umumnya disampaikan dalam 7 kali pertemuan (1 pertemuan per minggu) dengan durasi pertemuan 2 jam/pertemuan, dan maksimal diikuti oleh 15 peserta. Program kepemimpinan bagi pemimpin unit kerja/manager ke atas, yang akan membantu peserta memahami sisi alamiah manusia dan berbagai gaya berperilaku, meraih hasil melalui komunikasi dan persuasi, mendayagunakan kekuasaan dan otoritas secara produktif, mengembangkan kreatifitas untuk pengambilan keputusan dan pemecahan masalah, mengembangkan rencana tindakan yang spesifik dan tertulis untuk berhasil. Program ini terdiri dari 8 topik, umumnya disampaikan dalam 9 kali pertemuan (1 pertemuan per minggu) dengan durasi pertemuan 2 jam/pertemuan, dan maksimal diikuti oleh 15 peserta > Effective Personal Leadership (EPL) > Effective Strategic Leadership (ESL) Program kepemimpinan tingkat dasar yang akan membantu peserta menyadari potensi kepemimpinan diri yang dibangun melalui kekuatan, peningkatan citra dan motivasi diri, membuat pilihan keberhasilan dengan mengatasi persoalan, mengembangkan rencana tindakan yang spesifik dan tertulis untuk berhasil. Program ini terdiri dari 8 topik, umumnya disampaikan dalam 9 kali pertemuan (1 pertemuan per minggu) dengan durasi pertemuan 2 jam/pertemuan, dan maksimal diikuti oleh 15 peserta. Call : Mrs.Tari / Ms.Puwanti / Mrs.Dedeh / Mrs. Iin / Mr. Hadi t Perusahaan/individu yang membeli 3 jenis program kepemimpinan di atas akan langsung mendapatkan International Certified Coach dari LMI Fasilitator Program kepemimpinan TOTAL LEADER dibawakan oleh para mantan CEO dan eksekutif perusahaan terkemuka yang memiliki perhatian besar bagi pengembangan SDM. Bertindak sebagai Lead Facilitator adalah Husen Suprawinata, yang pernah menjabat GM & Director ICI Paints Indonesia, CEO American Standard, COO Catur Sentosa Adiprana dan saat ini menjadi Executive Partner MKI. Beliau juga pemegang International Certified Coach & Consultant dari SMI dan LMI. PT Menara Kadin Indonesia >Learning >Consulting >Assessment Center >Research >HC Journal 5790 3840 (021) Powered by Program kepemimpinan bagi eksekutif dan manajemen tingkat atas organisasi, yang akan membantu peserta untuk mampu mendefinisikan dan mengembangkan tujuan orga-nisasi, melakukan asesmen strategis, mendefinisikan strategi kunci, struktur organisasi yang optimum, menempatkan orang yang tepat dalam peran yang tepat, dan mengeksekusi strategi untuk berhasil. Program ini terdiri dari 5 topik, umumnya disampaikan dalam 6 kali pertemuan (1 pertemuan per minggu) dengan durasi pertemuan 2 jam/pertemuan, dan maksimal diikuti oleh 15 peserta. Evaluasi dari program training ini bisa dilakukan selama 1 tahun. or Fax. (021) 527 4443 Email: [email protected] Visit our Human Capital Portal www.humancapitaljournal.com Achieving Human Capital Excellence Column : Leadership Series Menentukan ‘Core Competence’; Hard Skill atau Soft Skill’ Banyak (hampir semua) orang memiliki pemahaman bahwa yang dimaksud Core Competence pada perusahaan ialah ‘hard skill’, benarkah demikian? S eringkali orang menyebut perlunya ‘Core Competence’. Tapi, sudahkah seluruh jajaran pimpinan dalam organisasi memahami dengan benar atas core competence yang dibutuhkan? Apakah kebutuhan core competence perusahaan telah dijabarkan dengan terstruktur? Adakah skenario yang komprehensif untuk mewujudkan dan mengembangkancore competence yang diperlukan? Bila pertanyaan diatas diajukan pada jajaran pimpinan, bukan suatu hal yang mengejutkan bila jawaban dari setiap pimpinan akan berbeda cukup jauh antara satu dan yang lain. Bahkan tidak sedikit perusahaan yang tidak/ belum pernah melakukan rumusan atas lingkup kompetensi yang diperlukan. Bila demikian halnya, maka organisasi tersebut mencerminkan perusahaan yang belum fokus dan belum cukup komitmen dalam mewujudkan Nilai atau Value perusahaan. Sebagai bagian dari leadership, direksi perlu menetapkan core competence yang diperlukan dan dikembangkan. Bagaimana menentukancore competence…? Menentukan core compe­ tence adalah dijabarkan mulai dari Misi dan Visi perusahaan. Visi adalah sasaran/ goal jangka panjang perusahaan, sedangkan Misi adalah peran yang akan dijalankan oleh perusahaan. Merujuk pada Visi perusahaan, direksi 40 Human Capital Journal n No. 38 n Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014 perlu mengidentifikasi dan menetapkan ‘Nilai Perusahaan’ yang perlu dibangun dalam jangka panjang dengan mengacu pada “Kondisi Pasar”. Setelah meyakini atas ‘Nilai’ yang harus dibangun, berikutnya perlu dijabarkan kompetensi yang diperlukan perusahaan untuk mewujudkan Nilai tersebut. Dengan mengacu pada Misi, Visi dan Nilai yang akan dibentuk, berikutnya adalah menentukan dua hal utama lainnya, yaitu: Produk dan Strategi. Strategi yang dimaksud adalah strategi besar perusahaan (grand strategy) yang diyakini paling efektif untuk mencapai sasaran perusahaan. Penentuan bentuk produk dan strategi perusahaan merupakan kunci dalam menentukan core compe­ tence perusahaan. Mengapa kita harus sangat berhati-hati dan teliti dalam menentukan core competence..? ialah karenacore competence sangat menentukan keberhasilan produk yang diinginkan, dan pembiayaan untuk mengembangkan core competence tidaklah sedikit. Pengembangan core competence yang tidak tepat, akan menimbulkan kerugian yang tidak kecil. Sebagai contoh, perusahaan yang bergerak dalam bidang ‘fashion’, harus memiliki core competence yang tepat. Untuk itu, perlu dijabarkan dari Misi, Visi, Nilai, Produk dan Strategi. Apakah perusahaan fashion tersebut akan fokus pada kompetensi design atau juga keahlian dalam memproduksi gaun yang telah didesign. Kedua kompetensi tersebut tidak murah, untuk itu beberapa Fashion unit bisnis menetapkan strategi dengan Oleh : Brata Taruna Hardjosubroto mengkhususkan pada design saja, namun produksinya diselenggarakan melalui outsource. Perusahaan Multi National “Nike”, adalah perusahaan yang bergerak pada industri peralatan dan perlengkapan olah raga. Nike menetapkan untuk hanya menyediakan produk pada beberapa jenis olah raga saja, seperti football, basket, golf, ten­ nis yang popular secara global. Perlengkapan seper­ ti bulu tangkis tidak menjadi lingkup produknya, karena dinilai tidak terlalu popular seperti hal nya foot- ball. Selain itu, sasaran bisnis Nike adalah pada segmen pasar menengah – atas. Dengan demikian, Nike mengerucutkan Nilai Produk yang dijual pada segmen tertentu dan spesifik. Sejak 8 tahun lalu, Nike telah mengungguli produk ternama seperti Adidas, karena produk dan strateginya yang tepat. Mengevaluasi keberhasilan Nike, apa yang menjadi ‘Core Competence’ nya..? Apakah Nike menetapkan untuk memiliki keahlian dalam membuat peralatan golf atau costum bola? Apakah Nike memiliki keahlian dalam membuat disain produknya, yang terkenal memiliki kualitas baik? Ternyata Nike tidak memiliki keahlian dalam bidang disain ataupun produksi..! Setelah menetapkan Misi, Visi, Nilai Produk yang mengacu pada pasar, dan Strategi perusahaan, maka core compe­ tence Nike adalahfokus pada bidang “Marketing”. Nike tidak memiliki satupun pabrik pembuat produknya, atau designer. Nike mempercayakan disain dan pembuatan produknya pada mitra bisnis nya. Nike adalah salah satu contoh dimana core competence yang dimiliki adalah hasil dari penjabar­an atas Misi, Visi, Nilai, Produk dan Strategi. Dan ternyata, core competence yang dimiliki adalah pada kompetensi “Soft Skill”, sedangkan kompetensi Hard Skill dikerjakan oleh mitra bisnis melalui model outsourcing. Coba kita beranjak pada contoh berbagai perusahaan lain, yang dinilai sukses dan cenderung menyediakan ahli dibidang teknis. Bila dicermati, aspek apa yang menjadikan sukses perusahaan tersebut? apakah karena produk yang baik atau karena layanan (services) yang baik? Ternyata sukses suatu perusahaan labih banyak ditentukan oleh ‘bentuk dan kualitas layanan pelanggan’. Kompetensi apa yang diperlukan untuk dapat menghasilkan ‘Layanan Pelanggan’ yang berkualitas? Perlu disadari, bahwa untuk mewujudkan kualitas layanan, sangat diperlukan kompetensi ‘Soft Skill’ yang tinggi. Kompetensi soft skill diperlukan untuk membentuk budaya kerja, budaya melayani, spirit kerja sama, motivasi untuk mencapai kualitas, membangun kerja sama. Hal yang sama dibutuhkan pula untuk mewujudkan produk yang berkualitas. Salah satu bentuk core competency soft skill yang harus dimiliki oleh setiap jajaran pada suatu perusahaan, ialah Leadership, Accountability dan Integrity. Hal lain yang sangat menentukan keberhasilan pertumbuhan perusahaan dan efisiensi biaya, ialah aspek ‘Produktifitas’. Untuk itu, diperlukan kompetensi soft skill yang tinggi disamping beberapa kemampuan hard skill. Dari uraian di atas, dapat diperoleh perspektif, bahwa pada umumnya kemampuan soft skill merupakan ‘Core Competency’ yang mutlak perlu untuk dimiliki oleh setiap karyawan dalam perusahaan. Beberapa kemampuan teknis atau hard skill perlu untuk dimiliki, namun bisa juga diperoleh melalui outsourcing. Core Competency terdapat pada beberapa tingkatan yang berbeda. Penentuan competency yang utama adalah pada tingkat korporat, dan juga perlu ditentukan dan dikembangkan core competency hingga pada tingkat unit kerja terkecil. Untuk aspek ‘hard skill’, diperlukan kompetensi yang berbeda pada setiap divisi atau unit kerja. Untuk tingkat support, bergantung pada fungsinya, tidak harus memiliki kompetensi yang terlampau tinggi atau over qualified. Namun, pada setiap jajaran dan unit kerja, diperlukan kompetensi soft skill yang tinggi. Untuk kompetensi soft skill tidak ada istilah over qualified, bahkan harus setinggi mungkin. Disisi lain, besar biaya SDM lebih ditentukan oleh tingkat hard skill, bukan soft skill. Oleh karena itu, dapat diperoleh kesimpulan, bahwa Core Competenc’ lebih diperlukan dalam bentuk ‘Soft Skill’. l Core Competency terdapat pada beberapa tingkatan yang berbeda. Penentuan competency yang utama adalah pada tingkat korporat, dan juga perlu ditentukan dan dikembangkan core competency hingga pada tingkat unit kerja terkecil. Untuk aspek ‘hard skill’, diperlukan kompetensi yang berbeda pada setiap divisi atau unit kerja Penulis adalah mantan Eksekutif IBM & Indosat Group, sekarang berprofesi sebagai Executive Coach dan Practice Leader MKI Corporate University. n No. 38 n Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014 Human Capital Journal 41 Column : Success Motivation Akibat Terlalu Mengandalkan Kompetensi S ebagian besar kita pasti pernah mengenal mesin jahit merek Singer yang produknya mulai dipasarkan sekitar hampir 160 tahun yang lalu oleh I.M Singer di wilayah Boston, USA, dan dengan meyediakan berbagai fasilitas cicilan serta harga yang terjangkau telah menjadikan Singer berhasil menjual puluhan jutaan unit pada masamasa hingga menjelang tahun 1970 an, dimana kemudian pasar mesin jahit menghilang, karena dengan mudahnya orang-orang di USA untuk menemukan pakaian-pakaian jadi di berbagai toko. Adalah Joseph Flavin yang direkrut dari Xerox yang kemudian melihat peluang perusahaan Singer dalam bidang industri pertahanan dengan berfokus pada elektronika penerbangan, sehingga untuk unit mesin jahit dipisah menjadi perusahaan tersendiri dengan nama SSMC (Singer Sewing Ma­ 42 Human Capital Journal n No. 38 n Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014 chine Company) yang kemudian mengembangkan pasarnya melalui pabrik-pabriknya di Italia, Taiwan dan Brazil dengan mempekerjakan hampir 24.000 karyawan, dan akhirnya dijual kepada pengusaha kelahiran Shanghai, James Ting pemilik Semitech Microelectronics yang kemudian mengubahnya menjadi N.V Singer sekaligus memindahkan kantor pusatnya ke Antilles, Belanda, dimana dia mulai membangun perusahaan konglomerat perlengkap– an rumah tangga. Pada tahun 1990 an ketika krisis ekonomi terjadi di Asia telah menyebabkan James Ting limbung, dan menyebabkan perusahaan ini merugi hingga 238 juta US dollar pada tahun 1997 dan 208 juta US dollar pada tahun 1998, yang akhirnya menyebabkan perusahaan ini mengajukan pailit pada tahun 1999 dengan kekayaan tunai hanya 25 juta US Dollar, sedangkan utangnya mencapai 1,25 milyar US Dollar, dan perusahaan penghasil mesin jahit terkemuka dari USA ini kemudian tutup usia. Lantas bagaimana dengan nasib Singer asli? Nasibnya juga tidak berbeda jauh dengan perusahaan divisi mesin jahitnya yang setelah kematian mendadak Joseph Flavin pada tahun 1987, Singer diakuisisi paksa oleh seorang pengusaha asal Florida, Paul Belzerian yang tidak memiliki visi seperti Joseph Flavin karena dia lebih tertarik kepada uang, yang setelah mengubah nama perusahaannya menjadi BICOASTAL kemudian menjualnya dengan cepat 8 dan 12 divisinya sehingga memicu gugatan karya­wan dan perkara hukum lainnya. Perusahaan ini kemudian dinyatakan bersalah pada tahun 1988 atas 9 kasus manipulasi surat berharga dan kejahatan lainnya sehingga mendapat vonis 4 tahun penjara dan denda 1.5 juta US Dollar, dam Oleh : Gani Gunawan Djong, ICM, ICC setahun kemudian pada tahun 1989, BICOASTAL mengajukan pailit. Ini adalah kisah dari sebuah organisasi bisnis yang terlalu mengandalkan kesuksesannya pada satu “kompetensi inti” yang dapat menjadi kebia­ saan merusak bila menjadikannya berpandangan sempit dan buta terhadap kesempatan lain, seperti perumpamaan seekor katak dalam sumur, yang hanya berpikir langit hanya selebar mulut sumur, dan ketika dia melompat keluar baru memiliki pandangan yang akan sepenuhnya berubah. Lantas apa yang harus kita lakukan jika kompetensi inti yang kita miliki tidak efektif lagi? Apa yang harus kita lakukan jika pesaing dapat melakukannya dengan lebih baik dan akhirnya para konsumen meninggalkan kita? Jika ternyata kita tidak tahu apa yang harus dilakukan, itu artinya kita sudah terlalu tergantung atau terlalu mengandalkan kompetensi inti yang dapat berakibat kekuatan kita menjadi kelemahan kita seperti cerita lampu wasiat aladin atau rambut Samson. Kebiasaan ini terutama perlu dicermati jika organisasi kita saat ini adalah sebagai penguasa industri, dan umumnya sulit untuk berubah karena kompetensi kita ini sudah meng­akar dalam budaya perusahaan yang tercermin dalam identitas, visi misi serta logo. Seperti kita ketahui kompetensi inti suatu perusahaan umumnya berkembang dari fungsi inti yang menjadi motor pertumbuhan, misalnya bagi perusahaan hi-tech adalah bagian teknik, untuk hotel adalah bagian operasional, perusahaan seperti Avon adalah bagian penjualan, sedangkan Nike adalah bagian pemasaran. Untuk industri farmasi, bidang litbang menjadi kompetisi inti, sementara di industri fashion peranan utamanya bagian desain, sedangkan pelayanan merupakan kompetensi inti dari industri jasa. Lalu bagaimana cara kita mengatasi kebiasaan tergantung pada kompetensi inti yang dapat merusak dan menjadi penyakit yang mematikan organisasi seperti pada kasus perusahaan Singer diatas tadi? Ada 5 terapi yang dapat dilakukan sebagai berikut : Mencari Penerapan Baru Sebagai contoh sebuah perusahaan yang kompetensi intinya adalah bahan kimia yang semula memproduksi sakarin kemudian menemukan penerapan baru dalam meningkatkan produktivitas tanaman melalui bioteknologi dan rekayasa genetika. Menemukan Pasar Baru Beberapa perusahaan besar yang bergerak dalam bidang penjualan langsung ataupun network marketing, menemukan pasar baru yang potensial seperti India, China, Asean, Rusia dan Eropa Timur. Amway memiliki pasar terbesar di China saat ini. Mengembangkan ke Hulu dan ke Hilir IBM adalah contoh yang jelas yang berhasil mengembangkan kedua arah, dimana ketika bisnis mainframenya mengalami stagnasi dan kemudian mereka menyadarinya dengan menjadi pemasok besar yang menjual server, chip dan perangkat lunak ke pabrik-pabrik komputer seperti DELL dan HP. Membangun Kompetensi Baru Perusahaan yang berhasil melakukan ini adalah KODAK yang semual kompetensi intinya adalah membuat film foto kemudian berhasil melakukan transformasi menjadi pemimpin fotografi digital, walaupun untuk melakukannya memerlukan investasi yang sangat mahal. Namun tidak ada pilihan bagi mereka jika tidak ingin mengalami kematian akibat terjebak dengan kebiasaan buruk tersebut yakni terlalu mengandalkan kompetensi intinya. Memfokuskan Kembali Sumber Daya Manusia Dan cara yang terakhir adalah kita hanya perlu mengerahkan upaya dan sumber daya kita ke bidang yang sedang tumbuh dan menguntungkan. Lihat apa yang dilakukan oleh beberapa perusahaan elektronik yang sukses ke industri telepon seluler, seperti SAMSUNG yang sangat sukses dengan produk-produk yang diminati di seluruh dunia. Selamat mencoba, ingat pepatah bahwa dunia tidak selebar daun kelor. l Lantas apa yang harus kita lakukan jika kompetensi inti yang kita miliki tidak efektif lagi? Apa yang harus kita lakukan jika pesaing dapat melakukannya dengan lebih baik dan akhirnya para konsumen mening­galkan kita? Jika ternyata kita tidak tahu apa yang harus dilakukan, itu artinya kita sudah terlalu tergantung atau terlalu mengandalkan kompetensi inti yang dapat berakibat kekuatan kita menjadi kelemahan kita seper­ ti cerita lampu wasiat aladin atau rambut Samson. Salah satu cara untuk melepaskan kebiasaan ketergantungan adalah dengan mencari penerapan baru yang dapat mennghasilkan nilai tambah baru. Gani Gunawan Djong, ICM, ICC, LMI, Senior Director n No. 38 n Tahun IV n 15 Agustus - 15 September 2014 Human Capital Journal 43 07 > Learning > Consulting > Assessment Center > Research > HC Journal Presents: Three-days Practical Workshop (with a Lot of Exercises) Schedule 2014 29-31 Oct 8-10 Dec Finance For Non-Finance Executive Makes you expert in finance Venue : Menara Kadin Lt. 24, Jakarta COURSE CONTENTS UNDERSTANDING FINANCIAL REPORTS Basic Concept, Balance Sheets, Income Statements. Statement of Owners’ Equity Changes, Cash Flow Statement FINANCIAL STATEMENT ANALYSIS: Business Objectives, Return on Investment, Sound Financial Position. Overall Measures approach: (Return on Investment, Investment Turnover and Profit Margin, Price/earnings Ratio, Profitability Ratios, Profit Margin, Investment Utilization Ratios, Investment Turnover, Working Capital Measures); Financial Condition Ratios: (Liquidity and Solvency, Dividend Policy); WORKING CAPITAL MANAGEMENT (Working Capital, Inventory Management, Account Receivable Management, Cash Management);The Relationship of Cost and Volume: (Variable and Fixed Costs, Cost Volume Diagrams, Relation to Unit Costs, Inherent Conditions);Break-Even-Point Analysis: (The Profit Graphs, Break-even Volume, Operating Leverage); CAPITAL BUDGETING (Estimating Required Rate of Return, Economic Life, Cash Inflows, Depreciation, Pay back Period, Net Present Value, Internal Rate of Return, Accounting Rate of Return, COST OF CAPITAL (The Operational Budget, Projected Budget Flexible / Variable Budget). Participants/Who Should Attend 3. 4. 5. 6. 7. 8. Non-financial executives/managers/staffs in such areas as operations, marketing, sales, manufacturing, engineering, personnel, construction or logistics Delivery Dalam bahasa Indonesia Course Design : Three days Applied Corporate Financial Management 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Financial Statement and Cash Flow Statement Financial Forecasting, Planning and Budgeting Time Value of Money and Risk of Return Capital Budgeting Decision Model Free Cash Flow Analysis in Budgeting Bonds Valuation and Characteristic Stock Valuation Capital Structure Modeling Applied Business & Financial Management 1. Financial Statement Reporting (Balance Sheet, Income Statement) 2. Cost Accumulation and Cost of Goods Sold Statement Cost behavior and Contribution Margin Break Even Point Analysis Direct Material and Direct Labor Analysis Factory Overhead Analysis Inventory Management Receivable Management Applied Budgeting and Planning 1. Financial Statement Reporting (Balance Sheet, Income Statement) 2. Cost Accumulation and Cost of Goods Sold Statement 3. Job Order and Process Costing 4. Activity Based Costing 5. Master Budget 6. Sales Planning and Forecasting 7. Material Required Planning (MRP) 8. Cash Budget Course Leaders Susy Mukhtar, SE., MM beliau adalah praktisi dan pengajar (dosen) di bidang Finance dan Perbankan selama lebih dari 16 tahun. Dan sekarang beliau menjadi trainer bidang Finance For Non Finance diberbagai institusi pemerintah dan perusahaan swasta multinational. Informasi dan Pendaftaran PT Menara Kadin Indonesia (MKI) (Learning, Consulting, Assessment Center, Research & HCJournal) Contact Person: Mrs. Dedeh, Mrs. Iin, Ms. Anti, Mr. Hadi, Mrs. Tari, Mr. Ridwan (021) MKI - PT Menara Kadin Indonesia 5790 3840 or Fax. (021) 527 4443 Email: [email protected] Visit our Human Capital Portal www.humancapitaljournal.com Achieving Human Capital Excellence