hubungan antara status kepegawaian dengan kinerja guru

advertisement
HUBUNGAN ANTARA STATUS KEPEGAWAIAN
DENGAN KINERJA GURU
(STUDI KASUS PADA GURU MI
SE- KECAMATAN SUSUKAN)
Oleh
SHOLIHAH
NIM. M1.11.018
Tesis diajukan sebagai pelengkap persyaratan
untuk gelar Magister Pendidikan Islam
PROGRAM PASCASARJANA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2014
HUBUNGAN ANTARA STATUS KEPEGAWAIAN
DENGAN KINERJA GURU
(STUDI KASUS PADA GURU MI
SE- KECAMATAN SUSUKAN)
Oleh
SHOLIHAH
NIM. M1.11.018
Tesis diajukan kepada Program Pascasarjana
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga
sebagai pelengkap persyaratan untuk
gelar Magister Pendidikan Islam
Salatiga, 25 Oktober 2013
Dr. H. M. Zulfa, M. Ag.
PEMBIMBING
HUBUNGAN ANTARA STATUS KEPEGAWAIAN
DENGAN KINERJA GURU
(STUDI KASUS PADA GURU MI
SE- KECAMATAN SUSUKAN)
Oleh
SHOLIHAH
NIM. M1.11.018
Tesis diajukan kepada Program Pascasarjana
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga
sebagai pelengkap persyaratan untuk
gelar Magister Pendidikan Islam
Salatiga, 25 Oktober 2013
Dr. H. M. Zulfa, M. Ag.
PEMBIMBING I
Munajat, Ph. D.
PEMBIMBING II
HUBUNGAN ANTARA STATUS KEPEGAWAIAN
DENGAN KINERJA GURU
(STUDI KASUS PADA GURU MI
SE- KECAMATAN SUSUKAN)
Oleh
SHOLIHAH
NIM. M1.11.018
Tesis diajukan kepada Program Pascasarjana
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga
sebagai pelengkap persyaratan untuk
gelar Magister Pendidikan Islam
Salatiga, 25 Oktober 2013
Dr. H. M. Zulfa, M. Ag.
PEMBIMBING I
Munajat, Ph. D.
PEMBIMBING II
PROGRAM PASCASARJANA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
PROGRAM STUDI: PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
LEMBAR PERSETUJUAN TESIS
Nama
: Sholihah
NIM
: M1.11.018
Program Studi
: Pendidikan Agama Islam
TanggalUjian
: 6 Maret 2014
JudulTesis
: Hubungan Antara Status Kepegawaian Dengan Kinerja
Guru (studi kasus pada Guru MI se-Kecamatan Susukan)
Panitia Munaqosah Tesis
1.
KetuaPenguji
: Drs.H.Sa’adi,M.Ag.
2.
Sekretaris
: Dr.H.Zakiyuddin,M.Ag.
3.
Penguji I
: Prof.Dr.H.Budiharjo,M.Ag.
4.
PengujiII
: Dr.H.M.Zulfa,M.Ag.
5.
Penguji III
: Munajat,Ph.D.
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Yang bertandatangan di bawah ini
Nama
: Sholihah
NIM
: M1.11.018
Jurusan
: PAI / Tarbiyah
Program Studi
: Pascasarjana
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis, benar-benar
merupakan hasil karya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau
karya orang lain yang saya akuisebagai hasil tulisan atau karya sendiri.
Apabila di kemudian hari terbukti tesis ini hasil jiplakan, maka saya
bersedia mempertanggungjawabkan kembali keaslian tesis ini di hadapan sidang
munaqosah tesis.
Yang membuat pernyataan
Sholihah
NIM. M1.11.018
iv
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara status kepegawaian
dengan kinerja guru. Oleh karena itu saya akan meneliti tentang guru dengan
kinerjanya. Status guru terdiri dari tiga variabel. Variabel pertama adalah guru
PNS, variable kedua adalah sertifikasi, dan variable ketiga adalah status gabungan
yang terdiri dari: PNS sertifikasi, PNS, Non PNS sertifikasi, dan Non PNS Non
sertifikasi. Untuk kinerja guru, diukur dengan tiga variabel. Responden terdiri dari
50 guru yang diambil secara acak dari 13 MIS (Madrasah Ibtidaiyah Swasta) dan
MIN( Madrasah IbtidaiyahNegeri) di KecamatanSusukan.
Metode yang
digunakanya itu dengan memberikan angket kepada Kepala Sekolah dan guru itu
sendiri.Sedangkan analisa dengan menggunakan t-test dan Anova (Analysis of
Variance). T-test digunakan untuk membandingkan kinerja antara dua kelompok,
yaitu antara yang berstatus PNS dan Non PNS, dan Sertifikasi dan Non
Sertifikasi. Sedangkan ANOVA digunakan untuk membandingkan kinerja antara
empat kelompok, yaitu antara status gabungan (PNS Sertifikasi, PNS Non
Sertifikasi, Non PNS Sertifikasi dan Non PNS Non Sertifikasi). Hasil dari
penelitian ini, membuktikan bahwa secara umum status kepegawaian (PNS-Non
PNS ataupun Sertifikasi-Non Sertivikasi) tidak berhubungan dengan kinerja guru.
Meskipun ada satu pola ditemukan bahwa ketika kinerja guru dinilai oleh diri
guru sendiri hasilnya signifikan. Artinya bahwa guru tersertifikasi kinerjanya
lebih baik dari guru yang belum sertifikasi. Namun demikian pola ini tidak
didukung oleh kategori hubungan yang lain dan tingkat korelasinya juga rendah.
Akhirnya, dengan berbagai keterbatasan, peneliti menyadari bahwa salah satu
kelemahan penelitian ini yaitu responden terbatas. Hanya mencakup guru satu
kecamatan saja. Oleh karena itu untuk mencapai hasil yang lebih maksimal perlu
diuji dengan sampel yang lebih besar.
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan
rahmat,
hidayah,
dan
taufiqnya,
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan penulisan tesis ini. Sholawat serta salam peneliti haturkan kepada
junjungan kita NabiAgung Muhammad SAW yang telah menuntun ummatnya ke
jalan kebenaran dan keadilan.
Tesis ini penulis susun dalam rangka memenuhi tugas dan melengkapi
syarat guna untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan Islam. Adapun judul
tesisini adalah Hubungan Antara Status Kepegawaian Status Guru Dengan
Kinerja Guru dan Prestasi Belajar Siswa pada Guru MI se-KecamatanSusukan.
Penulisan tesis ini dapat selesai tidak lepas dari berbagai pihak yang telah
memberikan dukungan moril maupun materiil. Dengan penuh kerendahan hati,
peneliti mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bpk Dr. H. Imam Sutomo, M.Ag selaku ketua STAIN Salatiga.
2. Bapak Dr. H. Sa’adi, M.Ag. selaku Direktur Program Pascasarjana STAIN
Salatiga.
3. Bapak Dr. H. M. Zulfa, M.Ag yang telah menyetujui, memberikan bimbingan,
pengarahan dengan penuh keikhlasan, kesabaran dan mencurahkan pikiran,
tenaganya serta pengorbanan waktunya dalam membimbing penyelesaian tesis
ini
4. Bapak Munajat, Ph.D., yang telah menyetujui, memberikan bimbingan,
pengarahan dengan penuh keikhlasan, kesabaran dan mencurahkan pikiran,
vi
tenaganya serta pengorbanan waktunya dalam membimbing penyelesaian tesis
ini.
5. Drs. Hardi, suamiku yang menemaniku dalam suka dan duka
6. Ibu Shofiah
yang selalu memberi do’a dan dukungan baik secara moril
maupun materil
Semoga amal mereka diterima sebagai amal ibadah oleh Allah SWT serta
mendapatkan balasan yang berlipat ganda. Amin
Penulis menyadari dan mengakui bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari
kesempurnaan,
semua
itu
dikarenakan
keterbatasan
kemampuan
serta
pengetahuan penulis. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun
sangat penulis harapkan dalam kesempurnaan tesis ini.
Penulis berharap semoga tesis ini memberikan manfaat bagi penulis
sendiri maupun pembaca pada umumnya serta bermanfaat bagi dunia pendidikan,
bagi agama, nusa dan bangsa, amin.
Penulis
Sholihah
NIM. M.1.11.018
vii
DAFTAR ISI
i
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………...
ii
HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………….
iii
HALAMAN PERSETUJUAN TESIS ……………………………………….
HALAMAN PERNYATAAN……………………………………………….. iv
ABSTRAK …………………………………………………………………... v
PRAKATA ………………………………………………………………….. vi
DAFTAR ISI ……………………………………………………………….. viii
x
DAFTAR TABEL …………………………………………………………...
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
1
B. Rumusan Masalah
8
C. Signifikansi Penelitian
9
1. Tujuan Penelitian
9
2. Manfaat Penelitian
9
D. Kajian Pustaka
10
E. Sistimatika Penulisan
13
BAB II PENEGASAN ISTILAH KERANGKA PEMIKIRAN DAN
HIPOTESIS
A. Penegasan Istilah
16
1. Status Kepegawaian
16
a. Pengertian
16
b. Status Kepegawaian Guru
18
c. Kewajiban dan Hak Guru
20
d. Kompetensi Guru
28
2. Sertifikasi Guru
32
a. Tujuandan Hakekat Sertifikasi Guru
32
b. Dasar Hukum Pelaksanaan Sertifikasi Guru
34
c. Persyaratan Sertifikasi
35
d. Kendala Sertifikasi Guru
37
3. Kinerja
39
a. Pengertian
39
b. IndikatorKinerja Guru
43
c. Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Guru
48
d. Langkah Strategis Meningkatkan Kinerja Guru
72
B. Kerangka Pemikiran
76
C. Hipothesis Penelitian
78
BAB III METODE PENELITIAN
79
A. Subjekdan Lokasi Penelitian
79
B. Jenisdan Sumber Data Penelitian
79
C. Populasi dan Sampel
81
D. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen
81
E. Tehnik Analisa Data
84
viii
BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN
A. Diskripsi Data
1. Status PNS dan Non PNS
2. Status Sertifikasi dan Non Sertifikasi
3. Status Gabungan
B. Analisa Data Status Kepegawaian yang Dinilai Oleh Diri Guru
Sendiri
C. Analisa Data Status Kepegawaian yang Dinilai Oleh Kepala
Sekolah
D. Hasil Penelitian
1. Mencari hubungan antara status kepegawaian dengan kinerja
guru yang dinilai oleh diri guru sendiri
2. Hubungan antara status kepegawaian dengan kinerja guru yang
dinilai oleh kepala sekolah
3. Hubungan Status PNS Sertfikasi, PNS Non Sertifikasi, Non
PNS Sertifikasi dan Non PNS Non Sertfikasi Dengan
Kinerjanya
E. Ringkasan Uji Hipotesis
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BIOGRAFI PENULIS
ix
86
86
86
87
87
88
90
93
93
98
101
104
110
110
115
117
122
127
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel
4.1.
Status PNS
86
4.2.
Status Sertifikasi
87
4.3.
Status Gabungan
88
4.4.
Kinerja Guru yang Dinilai Oleh Diri Guru Sendiri
88
4.5.
Skor Kinerja Guru yang Dinilai Oleh Diri Guru Sendiri
89
4.6.
Kinerja Guru yang Dinilai Oleh Kepala Sekolah
90
4.7.
Skor Kinerja Guru yang Dinilai Oleh Kepala Sekolah
91
4.8.
Status PNS dan Non PNS yang dinilai guru sendiri
93
4.9.
Independent Samples Test yang dinilai guru sendiri
93
4.10.
Status Sertifikasi yang Dinilai Oleh Diri Guru Sendiri
94
4.11.
Independent Samples Test yang dinilai oleh guru sendiri
95
4.12.
ANOVA yang dinilai oleh guru sendiri
96
4.13.
Multiple Comparisons yang dinilai oleh guru sendiri
96
4.14.
Status PNS dan Non PNS dengan kinerja yang dinilai kepala
98
sekolah
4.15.
Independent Samples Test yang dinilai oleh kepala sekolah
4.16.
Status Sertifikasi dengan kinerja yang dinilai oleh kepala
98
100
sekolah
4.17.
Independent Samples Test yang dinilai oleh kepala sekolah
100
4.18.
ANOVA yang dinilai kepala sekolah
101
4.19.
Multiple Comparisons yang dinilai oleh kepala sekolah
102
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1.
Instrumen Penilaian Kinerja Guru yang Dinilai oleh Diri Guru Sendiri
122
2.
Instrumen Penilaian Kinerja Guru yang Dinilai oleh Kepala Sekolah
125
xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
menyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidi kan menengah. 1 Guru adalah
sebuah profesi yang menuntut peleburan segala kemampuan dan waktu yang
dimiliki. Karena itu, tidak sembarang orang dapat menjadi guru. Memang
banyak orang yang pandai, tapi tidak banyak orang yang mampu menjadi guru
karena kepandaiannya itu. Bahkan tidak jarang justru siswa menjadi bingung
ketika mengikuti program pembelajaran yang diampunya.2
Al-Ghazali, seorang ulama sufi yang banyak mengulas masalah
keguruan, menempatkan guru sebagai “barang siapa yang berilmu dan
mengamalkan ilmunya itu maka dia adalah orang yang paling mulia di
seantero dunia. Dia laksana matahari yang bisa menerangi orang lain. Di
samping dirinya memang pelita yang cemerlang. Dia laksana harum minyak
kasturi yang mengharumi orang lain. Dan barangsiapa yang bersibuk diri
dengan mengajarkan ilmu (guru), maka sungguh dia telah mengikatkan suatu
1
Departemen Agama RI, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005
Tentang Guru dan Dosen, 2.
2
Saroni, Muhammad, Manajemen Sekolah, Kiat Menjadi Pendidik yang Kompeten,
Jogjakarta: Ar-Ruzz, 2006, 124.
1
2
ikatan yang mulia dan bermakna. Maka hormatilah profesinya (orang yang
menjadi guru).”3
Sebagai tenaga profesional, guru baik PNS maupun bukan PNS dalam
melaksanakan tugasnya berkewajiban memenuhi jam kerja yang setara dengan
beban kerja pegawai lainnya yaitu 37,5 (tiga puluh tujuh koma lima) jam kerja
(setiap jam kerja 60 menit) per minggu. Dalam melaksanakan tugas, guru
mengacu pada jadwal tahunan atau kalender akademik dan jadwal pelajaran.
Sebagai seorang pendidik, guru diharapkan bekerja secara profesional,
mengajar secara sistematis dan berdasarkan prinsip didaktik metodik yang
berdaya guna dan berhasil guna (efektif dan efisien), artinya guru dapat
merekayasa sistem pembelajaran secara sistematis dalam penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran aktif.4 Guru yang profesional hendaknya mampu
memikul dan melaksanakan tanggung jawab sebagai guru kepada peserta
didik, orang tua, masyarakat, bangsa, negara, dan agamanya.5
Dari segi kesejahteraan, status guru antara guru PNS dengan guru non
PNS jelas jauh berbeda. Gaji bulanan selisih jauh. Tapi dari segi kualitas,
kedisiplinan dan kompetensi kerja seringkali guru honor lebih baik
dibandingkan dengan guru yang PNS. Ironis, di tengah kenaikan anggaran
pendidikan dan kenaikan kesejahteraan untuk PNS, kualitas dan kompetensi
guru PNS belum ada perbaikan yang signifikan. Sering guru PNS telat atau
3
Muhammad „Athiyah al-Abrasyi, al-Tarbiyah al-Islamiyah wa Falasafatuhu, Mesir: Isa
al-Babi al-Halabi, t.th, cet. Ke-2, 139.
4
Ismail, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasisi PAIKEM Pembelajaran Aktif,
Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan, Semarang: Ra-SAIL Media Group, 2008, 31.
5
Surya, Muhammad, Membangun Manusia Unggul Perlu Profesionalisme dan
Kesejahteraan Guru, Majalah Gema Widyakarya, PGRI DKI Jakarta No.9/Th.IV/1999.
3
tidak masuk dan membolos, namun tidak ada tindakan nyata untuk
memperbaiki itu. Semua berjalan apa adanya. Untuk laporan, biasanya
memanipulasi data. Padahal sudah ada LPMP (Lembaga Penjaminan Mutu
Pendidikan) yang biasa mengadakan penataran, perbaikan kompetensi guru
dan sebagainya, yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas guru dan
pendidikan itu sendiri. Ada BKD (Badan Kepegawaian Daerah) dan masih ada
lembaga lainnya termasuk dinas pendidikan dan bawahannya.
Secara struktural fungsional, guru Non PNS diposisikan ke dalam
derajat lebih rendah dibandingkan guru PNS. Tak mengherankan jika di
berbagai daerah sangat terasa munculnya diferensiasi atau perbedaan antara
guru PNS dan guru non-PNS. Mereka yang masuk ke dalam kategori guru
PNS diposisikan lebih bermartabat dibandingkan guru non-PNS. Maka,
dalam kancah pendidikan nasional mencuat diskriminasi terhadap keberadaan
guru non-NPS. Tak mengherankan jika dari tahun ke tahun, keberadaan guruguru non-PNS turut serta mewarnai hamparan persoalan pendidikan di negeri
ini.
Status guru yang bukan PNS menempati jumlah yang tak sedikit
dengan beragam persoalan khususnya terkait kesejahteraan Secara kategoris,
apa yang disebut “guru non-PNS” mencakup guru swasta, guru tidak tetap,
guru honorer, dan guru wiyata bhakti. Tempatnya mengajar bisa di sekolah
negeri atau di sekolah swasta Pada satu sisi, kehadiran mereka dibutuhkan
sebagai jawaban terhadap ketidakmampuan pemerintah menyediakan tenaga
guru sesuai kebutuhan. Itulah mengapa, guru-guru non-PNS terlibat aktif
4
dalam proses-proses pendidikan di sekolah-sekolah negeri maupun swasta.
Akan tetapi pada lain sisi, guru-guru non-PNS tak mendapatkan perlindungan
memadai dari pihak pemerintah. Kehadiran mereka yang sangat bermakna
dalam memenuhi kebutuhan akan tenaga kependidikan justru kontras dengan
perlakuan yang mereka terima. Nuansa diskriminatif ini terus berlangsung
hingga kini.
Sertifikasi merupakan contoh kongkret dari terjadinya diskriminasi.
Sebagaimana dapat dicatat, terjadi ketimpangan dalam hal kuota sertifikasi,
yaitu 75% untuk guru PNS dan 25% untuk guru non-PNS. Tetapi dalam
realisasinya, hanya 10% guru-guru non-PNS masuk ke dalam cakupan
sertifikasi. Gambaran lain dari adanya diskriminasi tercermin pada subsidi
tunjangan fungsional guru swasta sebesar Rp 200.000 per bulan yang ternyata
tak diterima oleh semua guru swasta. Sertifikasi guru merupakan upaya
peningkatan mutu guru yang diikuti dengan peningkatan kesejahteraan guru,
sehingga diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu
pendidikan di Indonesia secara berkelanjutan.6 Keberhasilan pendidikan pada
siswa sangat bergantung pada pertanggungjawaban guru dalam melaksanakan
tugasnya.7
Dalam Rapat Koordinasi Pimpinan Persatuan Guru Republik Indonesia
(PGRI) di Balikpapan (24 Januari 2010), kembali mengemuka tuntutan agar
pemerintah
6
segera
merealisasikan
perlindungan
demi
memperbaiki
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional, Pedoman
Penyelenggaraan Program Sertifikasi Guru Dalam Jabatan Melalui Jalur Pendidikan, Jakarta:
2008, 1.
7
Asma Hasan Fahmi, Sejarah dan filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1979,
3.
5
kesejahteraan dan karier guru-guru non-PNS. "Kami meminta pemerintah
merealisasikan adanya peraturan pemerintah guru non-PNS paling lama tahun
ini. Pasalnya, kesenjangan guru PNS dan non-PNS, terutama para guru wiyata
bhakti dan guru tidak tetap semakin lebar," kata Sulistiyo, Ketua Umum
Pengurus Besar PGRI.
Sebagaimana diketahui, pemerintah telah menyatakan komitmennya
terhadap guru-guru PNS untuk memberikan gaji minimal Rp 2 juta per bulan.
Pemerintah juga mencanangkan agar guru-guru PNS meningkat kualitasnya
serta berkesempatan mengikuti pendidikan dan pelatihan. Sementara terhadap
guru-guru non-PNS, tak ada komitmen semacam ini. Seorang guru tidak tetap
yang bekerja di lembaga pendidikan swasta, misalnya, hampir mustahil
mendapatkan perlindungan dan pengayoman pemerintah sebagaimana
diberikan kepada guru-guru PNS. Pada pelataran lain, nestapa guru-guru nonPNS terkait erat dengan dua hal, yaitu pendapatan yang jauh di bawah upah
minimum regional dan ketidakpastian untuk diangkat menjadi guru tetap
berstatus PNS.
Penguasaan guru terhadap empat kompetensi dasar merupakan hal
yang mutlak bagi guru sebagai langkah untuk mewujudkan profesionalisme
pekerjaannya. Dalam hal ini, guru tidak berjalan sendiri-sendiri tetapi harus
ada campur tangan pemerintah, dan salah satu upaya pemerintah adalah
dengan menyelenggarakan sertifikasi guru dalam jabatan yang diatur dalam
Peraturan Mendiknas Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Guru
6
dalam Jabatan, yang diperkuat dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun
2008 tentang guru.
Guru profesional adalah guru yang memenuhi prasyarat dan ketentuan
undang-undang yang berlaku tentang guru. Dalam hal ini haru memiliki empat
kompetensi dasar, yaitu: kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial dan kompetensi profesional, dalam kesemuanya itu harus
tampak dalam menjalankan tugas dan fungsinya di sekolah.
Guru
yang
bersertifikat
profesi
bukan
sekedar
meningkat
kesejahteraannya, tetapi sejalan dengan itu pelaksanaan tugas, dan fungsi
pokok sebagai tenaga pendidik dan kependidikan harus meningkat pula,
terutama dalam mendidik, membimbing, dan membelajarkan peserta didik
dalam proses pembelajaran, sehingga kualitas pendidikan juga semakin
meningkat.
Salah satu jalan yang ditempuh oleh pemerintah dalam mengatasi mutu
pendidikan yang rendah ini adalah dengan meningkatkan kualitas gurunya
melalui sertifkasi guru. Pemerintah berharap, dengan disertifkasinya guru,
kinerjanya akan meningkat sehingga prestasi siswa meningkat pula. Namun
dalam pelaksanaannya, sertifikasi dalam bentuk penilaian portofolio memberi
banyak peluang pada guru untuk menempuh jalan pintas. Hal ini disebabkan
profesionalisme guru diukur dari tumpukan kertas. Indikator inilah yang
kemudian memunculkan hipotesis bahwa pelaksanaan sertifikasi dalam wujud
penilaian portofolio tidak akan berdampak sama sekali terhadap kinerja guru,
apalagi terhadap peningkatan mutu pendidikan nasional.
7
Di samping itu, berkaca pada pelaksanaan sertifikasi negara-negara
maju, terutama dalam bidang pendidikan, peningkatkan mutu pendidikan
hanya dapat dicapai dengan pola-pola dan proses yang tepat. Pola-pola instan
hanya akan menghambur-hamburkan dana dan waktu menjadi terbuang
percuma. Sedangkan apa yang menjadi substansi sama sekali tidak tersentuh.
Status kepegawaian guru tidak akan berdampak sama sekali terhadap
kinerja guru, memang baru sebuah hipotesis. Hipotesis ini memang harus
dibuktikan melalui sebuah penelitian. Akan tetapi, tidak ada salahnya bila kita
mengatakan status kepegawaian guru tidak memiliki pengaruh yang
signifikan-atau bahkan tidak memiliki pengaruh sama sekali-terhadap kinerja
guru berdasarkan indikator-indikator yang tampak di depan mata. Dari hasil
pantauan penulis sampai saat ini belum ada yang melakukan penelitian
menyangkut pengaruh status kepegawaian guru terhadap kinerja guru, atau
mungkin sudah ada tapi belum terpublikasi. Oleh sebab itu penulis bermaksud
melakukan penelitian tentang masalah di atas dalam Thesis yang berjudul
“Hubungan Antara Status Kepegawaian Dengan Kinerja Guru (Studi Kasus
pada Guru MI se-Kecamatan Susukan)”. Status kepegawaian yang dimaksud
adalah PNS dan Non PNS, Sertifikasi dan Non Sertifikasi yang juga
digabungkan secara bersama (misal, Sertifikasi PNS) Penelitian ini akan
dilaksanakan di MI se-Kecamatan Susukan. Semoga nantinya hasil penelitian
ini dapat menjadi salah satu rujukan bagi semua pihak.
8
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana diuraikan
di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “bagaimana
hubungan antara status kepegawaian guru dan kinerja mereka? Rumusan
masalah ini kemudian dapat diperinci sebagai berikut:
1. Adakah hubungan antara status kepegawaian guru (PNS dan Non PNS)
terhadap kinerja guru yang dinilai oleh diri guru sendiri?
2. Adakah hubungan antara status sertifikasi guru (Sertifikasi dan Non
Sertifikasi) terhadap kinerja guru yang dinilai oleh diri guru sendiri?
3. Adakah hubungan antara status gabungan guru (PNS Sertifikasi, PNS
Non Sertifikasi, Non PNS Sertifikasi dan Non PNS Non Sertifikasi)
terhadap kinerja guru yang dinilai oleh diri guru sendiri?
4. Adakah hubungan antara status kepegawaian guru (PNS dan Non PNS)
terhadap kinerja guru yang dinilai oleh kepala sekolah?
5. Adakah hubungan antara status sertifikasi guru (Sertifikasi dan Non
Sertifikasi) terhadap kinerja guru yang dinilai oleh kepala sekolah?
6. Adakah hubungan antara status gabungan guru (PNS Sertifikasi, PNS
Non Sertifikasi, Non PNS Sertifikasi dan Non PNS Non Sertifikasi)
terhadap kinerja guru yang dinilai oleh kepala sekolah?
Untuk menjawab pertanyaan ini, maka peneliti menurunkan pertanyaan ini
dalam enam hipotesis sebagaimana akan dijelaskan dalam bagian hipotesis.
9
C. Signifikansi Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui hubungan antara status kepegawaian guru (guru
PNS dan Non PNS) dengan kinerja guru yang dinilai oleh diri guru
sendiri.
b. Untuk mengetahui hubungan antara status sertifikasi dengan kinerja
guru yang dinilai oleh diri guru sendiri.
c. Untuk mengetahui hubungan antara status gabungan guru (PNS
Sertifikasi, PNS Non Sertifikasi, Non PNS Sertifikasi dan Non PNS
Non Sertifikasi) terhadap kinerja guru yang dinilai oleh diri guru
sendiri
d. Untuk mengetahui hubungan antara status kepegawaian guru ( guru
PNS dan Non PNS) dengan kinerja guru yang dinilai oleh kepala
sekolah
e. Untuk mengetahui hubungan antara status sertifikasi dengan kinerja
guru yang dinilai oleh kepala sekolah
f. Untuk mengetahui hubungan antara status gabungan guru (PNS
Sertifikasi, PNS Non Sertifikasi, Non PNS Sertifikasi dan Non PNS
Non Sertifikasi) terhadap kinerja guru yang dinilai oleh kepala
sekolah
2. Manfaat Penelitian
Secara teoritis penelitian ini bermanfaat untuk mengungkapkan
dan memaparkan bentuk-bentuk upaya dan kinerja guru dalam
pengembangan guru.
10
Sedangkan secara praktis, penelitian ini bermanfaat sebagai
sumber informasi atau masukan, referensi, dan pertimbangan dari pihak
terkait. Dengan adanya penelitian ini diharapkan timbul kesadaran bagi
para kepala sekolah atau kepala madrasah tentang pentingnya usaha
pembinaan pengelolaan dan pengembangan guru profesional yang tidak
hanya terbatas pada surat keterangan sertifikasi. Juga dapat dijadikan
perhatian bagi para guru untuk selalu mengembangkan dirinya agar
menjadi guru yang profesional, serta mempunyai etos kerja yang tinggi
sehingga tercipta pendidikan yang efektif dan bermutu. Dan pada
akhirnya akan melahirkan siswa-siswi yang berprestasi, kreatif, inovatif
dan memiliki semangat (motivasi) tinggi dalam pendidikan.
D. Kajian Pustaka
Penelitian tentang guru Sertifikasi telah dilakukan oleh beberapa
peneliti. Sebagaimana Zulaekah D8 menjelaskan bahwa dalam penelitianya
yang berjudul dampak sertifikasi guru terhadap kualitas pembelajaran pada
mata diklat menjahit dengan mesin siswa SMK Negeri 6 Semarang, Under
Graduates thesis, Universitas Negeri Semarang. Berdasarkan hasil penelitian
dapat dijelaskan bahwa pada umumnya sertifikasi guru memberikan dampak
yang baik terhadap kualitas pembelajaran sisiwa pada kegiatan belajar dan
mengajar (KBM).
8
Tesis Zulaekah D, Dampak Sertifikasi Guru Terhadap Kualitas Pembelajaran Pada
Mata Diklat Menjahit Dengan Mesin Siswa SMK Negeri Semarang, Universitas Negeri Semarang
11
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mulyono9 (2008) di SMP Negeri
1 Lubuklinggau menunjukan bahwa dampak sertifikasi terhadap kinerja guru
belum mengalami perubahan. Para pendidik di sekolahan tersebut belum
mampu mengaplikasikan empat komponen tentang standar nasional
pendidikan. Dampak sertifikasi pada komponen yang pertama yaitu pada
kompetensi pedagogic para guru belum mengalami perubahan yang lebih baik
dalam memberikan pembelajaran pada siswanya. Pemberian teori belajar dan
penggunaan bahasa Indonesia yang baik pun belum mampu sepenuhnya
dilakukan oleh para guru. Komponen yang kedua yaitu pada komponen
kompetensi profesionalitas guru juga belum mengalami peningkatan setelah
adanya sertifikasi. Para guru belum mampu meningkatkan efektifitas belajar
siswa dan juga belum ada peningkatan dalam guru untuk lebih aktif mengikuti
berbagai kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan profesionalitas dalam
bidangnya seperti diklat, Lokakarya, dan MGMP.
Penelitian yang dilakukan oleh Dewi Susanti Purba10 dengan judul
Pengaruh program sertifikasi guru terhadap kinerja guru sejarah di SMA
Negeri se-Kabupaten Blitar menunjukkan bahwa kinerja guru sejarah di SMA
Negeri se-kabupaten Blitar, baik guru yang telah sertifikasi maupun guru yang
belum sertifikasi memiliki kinerja yang baik. Berdasarkan hasil analisis uji-t
diketahui bahwa program sertifikasi guru berpengaruh terhadap kinerja guru
sejarah SMA Negeri se-kabupaten Blitar Berdasarkan hasil penelitian ini, guru
9
Mulyono, Dkk, Dampak Sertifikasi Terhadap Kinerja Guru di SMP Negeri 1
Lubuklinggau, 2008.
10
Tesis, Dewi Susanti Purba, Pengaruh Program Sertifikasi Guru Terhadap Kinerja Guru
Sejarah di SMA Negeri se-kabupaten Blitar.
12
yang telah sertifikasi sebaiknya tetap meningkatkan kinerjanya agar guru
selalu kreatif dan inovati sehingga guru akan tampil sebagai guru yang benarbenar berkompeten di bidangnya. Sedangkan untuk guru yang belum
menempuh sertifikasi sebaiknya harus juga selalu terpacu untuk meningkatkan
kinerjanya misalnya dengan membekali diri dengan berbagai program
pendidikan agar mereka dapat segera disertifikasi.
Sejalan dengan pengembangan kinerja profesional guru, Arif Firdausi
A.11dalam tesisnya menjelaskan bahwa sebagian besar kinerja guru
profesional (ter-sertifikat) pendidik ditinjau dari standar kompetensi guru
adalah dalam kategori baik, dalam artian guru yang profesional telah
menjalankan ke empat kompetensi tersebut sesuai dengan kemampuan dan
standar yang berlaku. Namun ada sebagian kecil guru profesional (tersertifikat
pendidik) pada pelaksanaan pembelajaran kurang sesuai dengan kompetensi
yang akan dicapai siswa. Permasalahan tersebut berkenaan dengan kompetensi
guru itu sendiri yang memang masih rendah. Arif Firdaus menjelaskan masih
ada guru yang masih kesulitan dalam memberikan penjelasan pada pelajaran
tertentu sehingga tidak dapat mencapai target hasil pembelajaran.
Sebagai kesimpulan dari penelitian di atas, bahwa sudah banyak
inovasi yang dilakukan oleh kalangan tenaga pendidik yang tersertifikasi dan
profesional untuk meningkatkan kinerjanya. Namun demikian, keragaman
materi, perkembangan prestasi siswa, kemampuan SDM guru, kultur sekolah
dan sebagainya dari hasil penelitian di atas nampaknya masih membutuhkan
11
http://gudangmakalah.blogspot.com/2011/06/tesis-kinerja-guru-tersertifikasidalam.html (diunduh pada har Minggu tanggal 9 Maret 2014 pukul 16.56.
13
penyempurnaan, karena belum ada kajian yang lebih spesifik yaitu Upaya
guru tersertifikasi dalam meningkatkan kinerja. Upaya tersebut tidak hanya
pada kemampuan guru profesional saja melainkan juga melibatkan siswa
secara aktif dalam proses belajar untuk meraih prestasinya.
Walaupun sudah banyak penelitian tentang hubungan status guru dan
kinerja, namun penelitian yang membagi status guru menjadi (PNS, Non PNS,
Sertifikasi, Non Sertifikasi, dan gabungan keduanya) nampaknya belum
dilakukan. Oleh karena itu, peneliti ingin mengadakan penelitian dengan judul
“Hubungan Antara Status Kepegawaian Dengan Kinerja Guru (Studi
Kasus pada Guru MI se-Kecamatan Susukan)”.
E. Sistimatika Penulisan
Untuk memperoleh gambaran awal, maka penelitian ini akan disusun
dalam lima bagian sebagai berikut:
Bagian pertama dalam penelitian ini (Bab I) membahas tentang
bagaimana latar belakang masalah ini muncul, kemudian dilanjutkan dengan
pembahasan perumusan masalah penelitian. Dilanjutkan dengan tujuan
penelitian dan manfaat penelitian Pada bagian ini juga dibahas tentang kajian
pustaka atau penjelasan tentang penelitian sebelumnya sehingga dapat
dijelaskan posisi penelitian ini dalam literature atau penelitian sebelumnya.
Bagian kedua dalam penelitian ini (Bab II) membahas tentang
penegasan istilah yang meliputi status kepegawaian, sertifikasi guru, kinerja.
Diskripsi yang dimaksud di sini adalah penjelasan singkat mengenai
14
permasalahan disertai analisis permasalahan. Kemudian dilanjutkan dengan
kerangka pemikiran. Pada bagian ini juga dibahas tentang hipotesis penelitian.
Pada bagian ketiga (Bab III) membahas tentang metodologi yang
digunakan dalam penelitian ini. Diawali dari subyek dan lokasi penelitian,
kemudian dilanjutkan dengan jenis dan sumber data penelitian. Subyek
penelitian berisi karakteristik subjek yang digunakan dalam penelitian ini.
Pada bab ini juga disertakan populasi dan sampel. Pada bagian akhir tentang
teknik pengumpulan data, serta tehnik analisa data. Teknik pengumpulan data
merupakan teknik dan alat ukur yang digunakan dalam pengumpulan data dan
setiap alat ukur yang digunakan.
Bagian keempat dalam penelitian ini (Bab IV) membahas tentang
analisa data yang meliputi diskripsi data responden. Teknik analisis data
digunakan untuk menganalisis data penelitian. Dilanjutkan dengan hasil
penelitian serta analisanya.
Bagian kelima (Bab V) sebagai penutup dari penelitian ini, yang
merupakan kesimpulan dan saran.
Kesimpulan adalah jawaban atas
permasalahan penelitian, bukan ringkasan. Kesimpulan berupa poin-poin yang
berisi hasil penelitian yang menjawab hipotesis penelitian dan hasil tambahan
lainnya. Saran merupakan tindak lanjut dari kesimpulan. Saran untuk subjek
atau pihak-pihak yang berkaitan dengan hasil penelitian, juga untuk penelitian
selanjutnya.
15
Bagian akhir dalam pembuatan tesis ini terdiri dari beberapa unsur
yaitu daftar pustaka, memiliki pengertian sumber bacaan ilmiah yang
digunakan serta lampiran-lampiran.
BAB II
PENEGASAN ISTILAH KERANGKA PEMIKIRAN
DAN HIPOTESIS
A. Penegasan Istilah
1.
Status Kepegawaian
a.
Pengertian
Status adalah keadaan atau kedudukan (orang, badan, dsb)
dalam hubungan dengan masyarakat di sekelilingnya. 1
Pegawai adalah
orang yg bekerja pada pemerintah
(perusahaan); sekelompok orang yang bekerja sama membantu
seorang direktur , ketua, mengelola sesuatu.
Pegawai honorer adalah pegawai yang tidak (atau belum )
diangkat sebagai pegawai tetap atau setiap bulannya menerima
honorarium.
Pegawai negeri adalah pegawai pemerintah yang berada di
luar politik, bertugas melaksanakan administrasi pemerintahan
berdasarkan perundang-undangan yang telah ditetapkan. Pegawai
negeri sipil adalah pegawai negeri atau aparatur negara yang bukan
militer. Kepegawaian adalah yang berhubungan dengan pegawai .2
1
2
Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta:PT INDAHJAYA Adipratama, 2011,750.
Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta:PT INDAHJAYA Adipratama, 2011, 530.
16
17
Menurut penjelasan umum dalam Undang-Undang (UU)
Nomor 8 Tahun 1974 disebut bahwa yang dimaksud dengan
Kepegawaian adalah segala hal-hal mengenai kedudukan, kewajiban,
hak, dan pembinaan pegawai negeri".
Secara sederhana pengertian "Pegawai Negeri adalah
seseorang yang bekerja pada instansi/lembaga pemerintah dat digaji
dengan anggaran pemerintah". Dalam UU Nomor 43 Tahun 1999
yang dimaksud dengan Pegawai Negeri adalah setiap warga negara
Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan,
diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam
suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji
berdasarkan
peraturan
perundang-undangan
yang
berlaku".
Pegawai Negeri terdiri atas : a. PNS; b. Anggota TNI; c. Anggota
POLRI; Sedangkan PNS terdiri dari :PNS Pusat dan PNS Daerah.
Dalam pengertian pegawai negeri terdapat unsur-unsur warga
negara Republik Indonesia yang memenuhi syarat yang ditentukan,
diangkat oleh pejabat yang berwenang, diserahi tugas dalam suatu
jabatan negeri, dan digaji menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Setiap individu dalam masyarakat memiliki status sosialnya
masing-masing. Status merupakan perwujudan atau pencerminan
dari hak dan kewajiban individu dalam tingkah lakunya. Status sosial
18
sering pula disebut sebagai kedudukan atau posisi, peringkat
seseorang dalam kelompok masyarakatnya. Pada semua sistem
sosial, tentu terdapat berbagai macam kedudukan atau status, seperti
anak, isteri, suami, ketua RW, Ketua RT, Camat, Lurah, Kepala
Sekolah, Guru dan sebagainya.
b. Status Kepegawaian Guru
Guru adalah tenaga professional yang mempunyai dedikasi
dan loyalitas tinggi dengan tugas utama menjadi agen pembelajaran
yang memotivasi, menfasilitasi, mendidik, membimbing, dan melatih
peserta didik sehingga mejadi manusia yang berkualitas yang
mengaktualisasikan potensi kemanusiaannya secara optimum, pada
jalur pendidikan formal jenjang pendidikan dasar dan menengah,
termasuk pendidikan anak usia dini formal, guru atau tenaga
kependidikan diangkat dan diberhentikan oleh penyelenggara satuan
pendidikan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
dan/ atau perjanjian kerja.
Profesi guru bukan sekedar wahana untuk menyalurkan hobi
sebagai pekerjaan sambilan akan tetapi merupakan pekerjaan yang
harus ditekuni untuk mewujudkan keahlian profesional secara
maksimal. Sebagai tenaga profesional, guru memegang peranan dan
tanggungjawab yang penting dalam pelaksnaan program pengajaran
di sekolah. Guru bertanggungjawab penuh atas ketercapaian tujuan
pengajaran di sekolah. Guru merupakan pembimbing siswa sehingga
19
keduanya dapat menjalin hubungan emosional yang bermakna
selama proses penyerapan nilai-nilai dari lingkungan sekitar.
3
Kondisi ini memudahkan mereka menyesuaikan diri dalam
kehidupan di masyarakat.
Guru sepenuhnya secara mandiri bertanggungjawab terhadap
keselamatan anak-anak kita, guru bertanggungjawab terhadap
keberhasilan anak-anak kita untuk mampu hidup di masyarakat, guru
juga
harus
bertanggungjawab
terhadap
nilai
transformatif
kemanfaatan pendidikan yang diperoleh anak dari sekolah untuk
menghadapi
masa
depan
mereka,
dan
untuk
mewujudkan
transformasi kemanfaatan pendidikan itu sesuai harapan orang tua
dan masyarakat.4
Peningkatan profesionalisme guru harus dilakukan secara
sistematis, dalam arti direncanakan secara matang, dilaksanakan
secara taat asas, dan dievaluasi secara objektif, sebab lahirnya
seorang profesional tidak bisa hanya melalui bentuk penataran dalam
waktu enam hari, supervisi dalam sekali atau dua kali, dan studi
banding selama dua hari atau tiga hari, misalnya. Di sinilah letak
pentingnya manajemen guru yang efektif dan efisien di sekolah
dasar.5
3
Departemen Agama RI, Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam
Direktorat Pembinaan Perguruan Agama Islam, Pedoman Pembinaan Guru Madarasah Ibtidaiyah
(MI), Jakarta: Departemen Agama, 2000, 3.
4
Djohar, Guru, Pendidikan & Pembinaannya, Yogyakarta: Grafika Indah, 2006, 9.
5
Bafadal, Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar, Jakarta: Bumi Aksara,
2009, 7-8.
20
Status Kepegawaian pada Guru Kelas. Secara baku,
sebenarnya sudah tertera di dalam PP No. 38 Tahun 1992, tentang
Tenaga Kependidikan, Bab V, Pasal 10, ayat 1 dan 2, yang
berhubungan dengan tenaga pendidik. Dalam PP tersebut, status
kepegawaian dijelaskan sebagai berikut :
1) Guru tetap adalah guru yang dipekerjakan secara permanen oleh
Pemerintah daerah, BHP, atau Badan Hukum lainnya yang
menyelenggarakan satuan pendidikan ;
2) Guru tetap Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah guru tetap yang
diangkat sebagai pegawai negeri sipil oleh Pemerintah dan / atau
Pemerintah Daerah berdasarkan peraturan perundang – undangan
yang berlaku ;
3) Guru tetap Non PNS adalah guru tetap yang diangkat oleh
BHP, atau badan hukum lainnya yang menyelenggarakan
satuan pendidikan, berdasarkan perjanjian kerja ;
4) Guru tidak tetap adalah guru yang diangkat secara sementara
oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, BHP, atau badan hukum
lainnya yang menyelenggarakan satuan pendidikan, berdasarkan
perjanjian kerja.
c.
Kewajiban dan Hak Guru
Profesi guru bukan sekedar wahana untuk menyalurkan hobi sebagai
pekerjaan sambilan akan tetapi merupakan pekerjaan yang harus
ditekuni untuk mewujudkan keahlian profesional secara maksimal.
21
Sebagai tenaga yang profesional, guru memegang peranan dan
tanggungjawab yang penting dalam pelaksanaan program pengajaran
di sekolah. 6 Guru memiliki kewajiban dan hak sebagai berikut:
1) Kewajiban dan Hak Guru sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil)
Kewajiban dan Hak Guru diatur dalam undang-undang No 8
Tahun 1974 sebagai berikut: 7
a) Kewajiban PNS
(1) Pasal 4: Wajib setia dan taat sepenuhnya kepada
Pancasila,UUD 1945,Negara dan Pemerintah.
(2) Pasal 5 : Wajib menaati semua peraturan perundang
undangan yang berlaku penuh pengabdian,kesadaran
dan tanggung jawab.
(3) Pasal 6 : (a)
(b)
Wajib menyimpan rahasia jabatan
Pegawai
negeri
hanya
dapat
mengemukakan rahasia jabatan kepada
dan atas perintah yang berwajib atas
kuasa undang-undang.
b) Hak PNS
(1) Pasal 7 : Berhak memperoleh gaji yang layak sesuai
dengan pekerjaan dan tanggung jawabnya.
(2) Pasal 8 : Berhak atas cuti
6
Departemen Agama RI, Pedoman Pembinaan Profesional Guru Madrasah Ibtidaiyah
(MI), Jakarta: Direktorat Pembinaan Perguruan Agama Islam Ditjen Binbaga Islam Departemen
Agama, 2000,3.
7
http://noviapiaviapiyuk.blogspot.com/2012/12/hak-dan-kewajiban-guru.html
22
(3) Pasal 9 :
(a) Bagi mereka yang ditimpa oleh suatu kecelakaan
dalam dan karena tugas kewajibannya berhak
memperoleh perawatan.
(b) Bagi mereka yang menderita cacat jasmani dalam
dan karena menjalankan tugas kewajibannya yang
mengakibatkan tidak dapat bekerja lagi, berhak
memperoleh tunjangan
(c) Bagi
mereka
yang
tewas,
keluarga
berhak
memperoleh uang duka.
(4) Pasal 10 : Pegawai negeri yang gtelah memenuhi syarat
yang ditentukan,berhak atas pensiun.
2) Kewajiban dan Hak Guru sebagai Pendidik
Dalam UU SISDIKNAS No.20 Tahun 2003,ada sebutan tenaga
kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri
dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan,
sedangkan
pendidik
adalah
tenaga
kependidikan
yang
berkualifikasi sebagai guru dosen, konselor, pamong belajar,
widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang
sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam
menyelenggarakan pendidikan.8 Jadi pendidik itu merupakan
8
Tim Dosen Administrasi Pendidikan-UPI, Manajemen Pendidikan ,Bandung : Alfabeta,
2011, 230.
23
tenaga kependidikan,tetapi tenaga kependidikan belum tentu
pendidik.
a) Kewajiban pendidik menurut UU SISDIKNAS pasal 40
ayat 2:
(1) Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna,
menyenangkan dinamis, kreatif, dan dialogis.
(2) Mempunyai komitmen secara professional untuk
meningkatkan mutu pendidikan.
(3) Memberi teladan dan menjaga nama lembaga, profesi,
dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang
diberikan kepadanya.
b) Hak pendidik menurut UU SISDIKNAS No. 20 Tahun
2003 ayat 1:
(1) Memperoleh penghasilan dan jaminan kesejahteraan
sosial yang pantas dan memadai.
(2) Memperoleh penghargaan sesuai dengan tugas dan
prestasi kerja.
(3) Memperoleh pembinaan karier sesuai dengan tuntutan
pengembangan kualitas.
(4) Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan
tugas dan hak atas hasil kekayaan intelektual
24
(5) Memperoleh kesempatan untuk menggunakan sarana,
prasarana, dan fasilitas pendidikan untuk menunjang
kelancaran pelaksanaan tugas.9
3) Kewajiban dan Hak Guru Menurut UU No.14 Tahun 2005
a) Kewajiban Guru
Pasal 20 undang-undang ini mengatakan bahwa dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan guru berkewajiban:
(1) Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses
pembelajaran
yang
bermutu
serta
menilai
dan
mengevaluasi hasil pembelajaran.
(2) Mengembangkan
dan
meningkatkan
kualifikasi
akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi,
dan seni
(3) Bertindak obyektif dan tidak diskriminaif atas dasar
pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan
kondisi fisik tertentu,atau latar belakang keluarga,dan
status
sosial
ekonomi
peserta
didik
dalam
pembelajaran.
(4) Menjunjung tinggi peratuaran perundang-undangan,
hukum dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan
etika.
9
2011,233.
Tim Dosen Administrasi Pendidikan-UPI, Manajemen Pendidikan ,Bandung : Alfabeta,
25
(5) Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan
bangsa.10
b) Hak Guru
Pasal 14 ayat 1 menyatakan bahwa dalam melaksanakan
tugas keprofesionalan,guru berhak:
(1) Memperoleh penghasilan diatas kebutuhan hidup
minimum dan jaminan kesejahteraan sosial.
(2) Mendapat promosi dan penghargaan sesuai dengan
tugas dan prestasi kerja.
(3) Memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas
dan hak atas
kekayaan intelektual.
(4) Memperoleh
kesempatan
untuk
meningkatkan
kompetensi.
(5) Memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana
pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas
keprofesionalan.
(6) Memberikan kebebasan dalam memberikan penilaian
dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan dan atau
sangsi
kepada peserta didik
sesuai dengan kaidah
pendidikan,kode etik guru,dan peraturan perundangundangan.
10
Anonim, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen, Jakarta : Ciputat Press, 2006,17.
26
(7) Memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan
dalam melaksanakan tugas.
(8) Memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi
profesi.
(9) Memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan
kebijakan pendidikan.
(10) Memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan
meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi.
(11) Memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi
dalam bidangnya.11
c) Hak Guru di Daerah Khusus
Pasal 29 ayat 1 menyatakan bahwa guru yang bertugas di
daerah khusus memperoleh hak:
(1) Kenaikan pangkat rutin secara otomatis.
(2) Kenaikan pangkat istimewa satu kali.
(3) Perlindungan dalam melaksanakan tugas.
(4) Pindah tugas setelah bertugas 2 tahun dan tersedia guru
pengganti (pasal 29 ayat 3).
4) Kewajiban dan Hak Guru Menurut UU No.2 tahun 1989
a) Kewajiban Guru menurut pasal 31:
(1) Membina loyalitas pribadi dan perta didik terhadap
ideologi negara Pancasila dan UUD 1945
11
Anonim, Undang-undang Ripublik Indonesia No. 14 Tahun 2005 Tentang guru dan
Dosen, Jakarta : Ciputat Press, 2006,12-13.
27
(2) Menjunjung tinggi kebudayaan bangsa
(3) Melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab dan
pengabdian
(4) Meningkatkan kemampuan profesional sesuai dengan
tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
serta pembangunan bangsa
(5) Menjaga nama baik sesuai dengan kepercayaan yang
diberikan masyarakat, bangsa, dan negara
b) Hak Guru menurut pasal 30:
(1) Memperoleh penghasilan dan jaminan kesejahteraan
sosial
(a) Tenaga kependidikan yang memiliki kedudukan
sebagai pegawai
negeri memperoleh gaji dan
tunjangan sesuai dengan peraturan umum
yang
berlaku bagi pegawai negeri.
(b) Pemerintah dapat memberi tunjangan tambahan bagi
tenaga kependidikan ataupun golongan
tenaga
kependidikan tertentu.
(c) Tenagan kependidikan yang bekerja pada satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat
memperoleh gaji dan tunjangan dari badan /
perorangan yang bertanggung jawab atas satuan
pendidikan yang bersangkutan.
28
(2) Memperoleh pembinaan karir berdasarkan prestasi kerja.
(3) Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan
tugasnya.
(4) Memperoleh penghargaan sesuai dengan darma baktinya.
(5) Menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan
yang lain dalam melaksanakan tugasnya.
d. Kompetensi Guru
Kompetensi merupakan suatu kemampuan yang mutelak
dimiliki oleh seseorang dalam setiap bidang profesi yang
ditekuninya. Hal ini juga tidak dapat dipisahkan dalam profesi
keguruan, di mana dengan kompetensi yang profesional guru dapat
menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik. Oleh karena
itu, kompetensi merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan
dari kegiatan pendidikan dan pengajaran di suatu satuan pendidikan.
Kompetensi sebagai konsep dapat diartikan secara etimologis
dan terminologis. Dalam pengertian etimologis kompetensi dapat
dikemukakan bahwa : “Kompetensi berasal dari bahasa Inggris,
yakni competency yang berarti kecakapan atau kemampuan. Oleh
karena itu dapat pula dikatakan bahwa kompetensi adalah
kewenangan
(kekuasaan)
untuk
menentukan
(memutuskan)
sesuatu”12 Sedangkan secara definitif, kompetensi dapat dijelaskan
sebagaimana
12
yang dinyatakan
oleh
seorang
ahli
bahwa
:
Djamarah, Saiful Bakri, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru, Surabaya : Usaha
Nasional, 1994, 33.
29
“Kompetensi adalah suatu tugas yang memadai atau pemilikan
pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dituntut oleh
jabatan seseorang”
disebutkan
keterampilan,
bahwa
sikap
13
Sedangkan dalam karya yang berbeda
“Kompetensi
dan
nilai-nilai
merupakan
yang
pengetahuan,
direfleksikan
diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak”
14
atau
Atau dengan
kata lain, bahwa “kompetensi itu menunjukkan kepada tindakan
(kinerja) rasional yang dapat mencapai tujuan-tujuannya secara
memuaskan berdasarkan kondisi (prasyarat) yang diharapkan”
15
Apabila pengertian ini dihubungkan dengan proses pendidikan, maka
guru sebagai pemegang jabatan pendidik dituntut untuk memiliki
kemampuan dalam menjalankan tugas dan tagung jawabnya. Untuk
itu, seorang guru perlu menguasai bahan pelajaran dan menguasai
cara-cara mengajar serta memiliki kepribadian yang kokoh sebagai
dasar kompetensi. Jika guru tidak memiliki kepribadian, tidak
menguasai bahan pelajaran serta tidak pula mengetahui cara-cara
mengajar, maka guru akan mengalami kegagalan dalam menunaikan
tugas dan tanggung jawabnya. Oleh karena itu, kompetensi mutelak
dimiliki guru sebagai kemampuan, kecakapan atau keterampilan
dalam
mengelola
kegiatan
pendidikan.
Dengan
demikian,
kompetensi guru berarti pemilikan pengetahuan keguruan dan
13
Roestiyah N.K., Masalah-masalah Ilmu Keguruan, Jakarta : Bina Aksara, 1986, 4.
Depdiknas, Manajemen Berbasis Sekolah, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah, Jakarta:Depdiknas, 2003, 9.
15
Saud, Udin Saefudin, Pengembangan Profesi Guru, Bandung : CV. Alfabeta, 2009, 44.
14
30
pemilikan keterampilan serta kemampuan sebagai guru dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pendidik. Hal
ini sejalan dengan yang dikemukakan dalam Peraturan Pemerintah
(PP) Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru, bahwa “Kompetensi
merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku
yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh
Guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan”.
Kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap guru berdasarkan
PP Nomor 74 Tahun 2008 tersebut, adalah ”Kompetensi Guru
sebagaimana
meliputi
kompetensi
pedagogik,
kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang
diperoleh melalui pendidikan profesi”.
Keempat bidang kompetensi di atas tidak berdiri sendirisendiri, melainkan saling berhubungan dan saling mempengaruhi
satu sama lain dan mempunyai hubungan hirarkhis, artinya saling
mendasari satu sama lainnya – kompetensi yang satu mendasari
kompetensi yang lainnya16 Sedangkan aspek-aspek yang menjadi
bagian dari keempat kompetensi tersebut, yang sekaligus menjadi
indikator yang harus dicapai oleh setiap guru, sebagaimana tertuang
dalam PP Nomor 74 Tahun 2008 itu, adalah berikut ini.
Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan Guru dalam
pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya
meliputi: a. pemahaman wawasan atau landasan kependidikan; b.
pemahaman terhadap peserta didik; c. pengembangan kurikulum atau
16
Saud, Udin Saefudin, Pengembangan Profesi Guru, Bandung : CV. Alfabeta, 2009, 49
31
silabus; d. perancangan pembelajaran; e. pelaksanaan pembelajaran
yang mendidik dan dialogis; f. pemanfaatan teknologi pembelajaran;
g. evaluasi hasil belajar; dan h. pengembangan peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Kompetensi kepribadian sekurang-kurangnya mencakup
kepribadian yang: a. beriman dan bertakwa; b. berakhlak mulia; c.
arif dan bijaksana; d. demokratis; e. mantap; f. berwibawa; g. stabil;
h. dewasa; i. jujur; j. sportif; k. Menjadi teladan bagi peserta didik
dan masyarakat; l. secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri; dan
m. mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.
Kompetensi sosial merupakan kemampuan Guru sebagai
bagian dari Masyarakat yang sekurang-kurangnya meliputi
kompetensi untuk: a. berkomunikasi lisan, tulis, dan/atau isyarat
secara santun; b. menggunakan teknologi komunikasi dan informasi
secara fungsional; c. bergaul secara efektif dengan peserta didik,
sesama pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan,
orang tua atau wali peserta didik; d. bergaul secara santun dengan
masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma serta sistem nilai
yang berlaku; dan e. menerapkan prinsip persaudaraan sejati dan
semangat kebersamaan.
Kompetensi profesional merupakan kemampuan Guru dalam
menguasai pengetahuan bidang ilmu pengetahuan, teknologi,
dan/atau seni dan budaya yang diampunya yang sekurang-kurangnya
meliputi penguasaan : a. materi pelajaran secara luas dan mendalam
sesuai dengan standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran,
dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu; dan b. konsep
dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan,
yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program
satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata
pelajaran yang akan diampu”.17
Demikianlah beberapa aspek yang harus dikuasai guru
sebagai kompetensinya dalam menjalankan tugas dan tanggung
jawabnya di satuan pendidikan, terutama dalam hubungannya
dengan proses pembelajaran. Berdasarkan hal itu, juga dapat
diketahui bahwa tidak semua aspek kemampuan dapat diperoleh
ketika menuntut pendidikan formal di lembaga profesi keguruan,
17
Wijaya, Cece, dan Ruslan, Kemampuan Dasar Guru Dalam Proses Belajar Mengajar,
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 7-9.
32
bahkan beberapa di antaranya tidak pernah diajarkan di lembaga
pendidikan formal tersebut. Ada kalanya kompetensi yang telah
diperoleh itu, tidak sesuai lagi dengan perkembangan atau kebutuhan
yang ada setelah menjadi guru. Di samping itu, sering kali beberapa
aspek kemampuan diperoleh melalui usaha sendiri atau pengalaman
ketika telah menjadi guru, dan acap kali beberapa aspek kompetensi
baru bisa dipahami dan dapat dilaksanakan setelah melalui kegiatan
pendidikan dan pelatihan berkelanjutan atau kegiatan pengembangan
lainnya. Oleh karena itu, upaya pengembangan diri guru secara
berkesinambungan menjadi amat penting dan menjadi kebutuhan
untuk menuju ke arah pelaksanaan tugas dan tanggung jawab
keguruan secara profesional.
2.
Sertifikasi Guru
a.
Tujuan dan Hakekat Sertifikasi Guru
Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik
kepada guru. Sertifikat pendidik diberikan kepada guru yang telah
memenuhi standar profesional guru. Guru profesional merupakan
syarat mutlak untuk menciptakan sistem dan praktik pendidikan
yang berkualitas.18 Sedangkan Sertifikat pendidik adalah sebuah
sertifikat yang ditandatangani oleh perguruan tinggi penyelenggara
18
http://sertifikasiguru3.blogspot.com/2011/12/definisi-sertifikasi-guru-diindonesia.html (diunduh pada hari Senen tanggal 10 Maret 2014 pukul 20.02).
33
sertifikasi sebagai bukti formal pengakuan profesionalitas guru yang
diberikan kepada guru sebagai tenaga profesional.19
Sertifikasi guru adalah bukti formal sebagai pengakuan yang
diberikan kepada guru atau dosen sebagai tenaga profesional.20
Sertifikasi merupakan salah satu program yang menjadi rujukan dari
BSNP dalam poin ke empat standar tenaga pendidik dan tenaga
kependidikan. Didalam poin tersebut dijelaskan bahwa standar
nasional tentang kriteria pendidikan dan prajabatan dan kelayakan
fisik maupun mental serta pendidikan dari jabatan guru serta tenaga
kependidikan lainnya. Pendidik dan tenaga kependidikan juga
berhak untuk mendapatkan promosi dan sertifikasi. Bagi tenaga
pendidik dan kependidikan bisa mendapatkan promosi dan
penghargaan berdasarkan latar belakang pendidikan, pengalaman,
kemampuan dan prestasi kerja dalam bidang pendidikan. Selain itu
juga berhak atas sertifikasi pendidik yang diselenggarakan oleh
perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga
kependidikan yang terakreditasi.21
Didalam proses sertifikasi guru terdapat beberapa versi
pendapat ahli yang pro dan kontra. Prof. Dr. Winarno Surakhmad,
salah satu pakar pendidikan di Indonesia yang kontra dengan adanya
19
http://sertifikasiguru3.blogspot.com/2011/12/definisi-sertifikasi-guru-diindonesia.html (diunduh pada hari Senin tanggal 10 Maret 2014 pukul 20.04)
20
Departemen Agama RI , Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Thaun
2005Tentang Guru dan Dosen, 2005, 3.
21
http://e-majalah.com/mod.php?mod=publisher&op=printarticle&artid=19 (diunduh
pada hari Minggu tanggal 9 Maret 2014 pukul 16.43.
34
Badan Standar Nasional Pendidikan. Beliau menggungkapkan
bahwa standarisasi pendidikan di Indonesia dipenuhi dengan
berbagai masalah yang timbul akibat kebijakan yang dibuat tidak
tepat sasaran.
Pada hakikatnya sertifikasi memiliki tujuan yang baik dalam
peningkatan kualitas pendidikan melalui kesejahteraan tenaga
pendidik. Sertifikasi sendiri sebenarnya adalah proses pemberian
sertifikat pendidik untuk guru.
Sertifikasi ini diberikan kepada para guru untuk memenuhi
standar professional guru.Sertifikasi bagi guru prajabatan dilakukan
melalui pendidikan profesi di LPTK yang terakreditasi dan
ditetapkan pemerintah diakhiri dengan uji kompetensi. Sertifikasi
guru dalam jabatan dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri
Pendidkan Nasional Nomor 18 Tahun 2007, yakni dilakukan dalam
bentuk portofolio.
b. Dasar Hukum Pelaksanaan Sertifikasi Guru
Dasar hukum yang digunakan sebagai acuan pelaksanaan
Sertifikasi Guru Dalam Jabatan adalah sebagai berikut.
(1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
(2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen.
35
(3) Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan.
(4) Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru
Pedoman Penetapan Peserta Sertifikasi Guru 2010
(5) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007
tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Guru.
(6) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 10 Tahun 2009
tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan.
(7) Keputusan Mendiknas Nomor 022/P/2009 tentang Penetapan
Perguruan Tinggi Penyelenggara Sertifikasi Guru Dalam
Jabatan.
c.
Persyaratan Sertifikasi
Untuk lolos sertifiaksi sesuai dengan UU nomor 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidik harus memiliki
kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran ,
sehat jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifiasi akadenik
adalah pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang
pendidika yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat
keahlian yang relevan sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku. Setiap guru dan dosen harus memenuhi
standar sebagai seorang pendidik yaitu standar nasional pendidikan
36
yang berkaitan dengan persyaratan minimal yang harus dipenuhi
oleh setiap pendidik.
Berikut, persyaratan sertifikasi (uji sertifikasi bagi seorang
pendidik yang telah mempunyai jabatan):
(1). Pendidik untuk anak usia dini, kualifikasi akademik
pendidikan minimal D-IV atau S1, latar belakang pendidikan
di bidang pendidikan anak usia dini, kependidikan lain
/psikologi dan sertifikat profesi guru untuk PAUD
(2). Pendidik untuk SD/MI, kualifikasi akademik pendidikan
minimal D-IV atau S1, latar belakang pendidikan di bidang
sd/mi, kependidikan lain/psikologi dan sertifikat profesi guru
untuk SD/MI
(3). Pendidik untuk SMP/MTs atau yang sederajat, kualifikasi
akademik pendidikan menimal D-IV atau S1, latar belakang
pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan
dan sertifikat guru untuk SMP/MTs
(4). PendidIk unTuk SMA/MA, atau bentuk lain yang sederajat,
kualifikasi akademik pendidikan menimal D-IV atau S1, latar
belakang pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang
diajarkan dan sertifikat guru untuk SMA/MA
(5). Pendidik untuk SDLB/SMPLB/SMALB , atau bentuk lain
yang sederajat, kualifikasi akademik pendidikan menimal DIV atau S1, latar belakang pendidikan tinggi atau sarjana yang
37
sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan dan sertifikat
guru untuk SDLB/SMPLB/SMALB
(6). Pendidik untuk SMK/MAK , atau bentuk lain yang sederajat,
kualifikasi akademik pendidikan menimal D-IV atau S1, latar
belakang pendidikan tinggi atau sarjana yang sesuai dengan
mata pelajaran yang diajarkan dan sertifikat guru untuk
SMK/MAK
d. Kendala Sertifikasi Guru
Salah satu persyaratan sertifikasi guru yang menyulitkan guru
adalah sertifikasi kompetensi, karena di sini guru akan diuji
kompetensi dan kelayakannya sebagai pekerja profesional. Selain itu,
guru yang akan disertifikasi jumlahnya cukup banyak, maka setiap
guru harus menunggu giliran diuji sertifikasi alias antri. Lebih dari itu,
tidak menutup kemungkinan banyak guru yang tidak lulus uji
kompetensi dan harus mengulang serta menunggu giliran berikutnya.
Di sini, sertifikasi akan diselesaikan dalam kurun waktu 10 tahun.
Kesulitan itu terjadi juga pada uji sertifikasi bagi guru yang
telah lama mengajar karena biasanya timbul rasa malas untuk harus
kuliah lagi. Maka dari itu, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)
minta kepada pemerintah bahwa guru yang berpengalaman mengajar
lebih dari 15 tahun diperbolehkan untuk tidak mengikuti uji sertifikasi.
Namun hal ini masih belum ditanggapi oleh pemerintah.
38
Sertifikasi guru yang akan dilakukan Departemen Pendidikan
Nasional dari akhir tahun 2006 sampai 10 tahun ke depan, dianggap
rawan dengan penyelewengan. Selama ini di dunia pendidikan sangat
kental dengan permainan uang dalam sertiap kegiatan yang
dikeluarkan pemerintah. Apalagi proses sertifikasi ini dilakukan oleah
Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang ditunjuk
pemerintah sehingga dimungkinkan tetap ada peluang jual beli
sertifikat.
Sertifikat sangat sulit dilakukan di daerah. Selain lokasinya
sangat terpencil, kualitas mereka juga tidak akan bisa disamakan
dengan guru yang ada di kota. Walaupun dari segi pedagogi, guru di
daerah mempunyai kelebihan kedekatan dengan para murid dan
budaya setempat.
Sertifikasi hanya memberi kuota sepertiga dari jumlah guru
yang ada. Dapat dianalisa bahwa ketika guru yang lolos sertifikasi
dengan insentif yang jauh lebih besar maka membuat guru lain merasa
iri. Oleh karena itu, pemerintah harus ikut memikirkan segala dampak
serta kemungkinan yang bakal terjadi bila kuota sertifikasi sangat
sedikit hingga seleksipun begitu ketat.22
22
http://marsability.blogspot.com/2011/11/sertifikasi-profesi-guru-antara-harapan.html
(Diunduh pada hari Kamis tgl 9 bln Jn th 2014 jam 11.45)
39
3.
Kinerja
a.
Pengertian
Menurut pendapat Wirawan23 “Kinerja adalah keluaran yang
dihasilkan
oleh
fungsi-fungsi
atau
indikator-indikator
suatu
pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu.”
Menurut Mangkunegara24 “Kinerja (prestasi kerja) adalah
hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang
pegawai
dalam
melaksanakan
tugasnya
sesuai
dengan
tanggungjawab yang diberikan kepadanya.”
Menurut Suharsaputra25 “Kinerja mempunyai pengertian
akan adanya suatu tindakan atau kegiatan yang ditampilkan oleh
seseorang dalam melaksanakan aktivitas tertentu.” Kinerja seseorang
akan tampak pada situasi dan kondisikerja sehari-hari. Aktivitasaktivitas yang dilakukan oleh seseorang dalam melaksanakan
pekerjaannya menggambarkan bagaimana ia berusaha mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut Wibowo26 “Pengertian performance sering diartikan
sebagai kinerja, hasil kerja atau prestasi kerja.”
Menurut Nawawi27 “Mengemukakan kinerja merupakan
gabungan dari tiga faktor yang terdiri dari:
23
Wirawan, Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia Teori Aplikasi dan Penelitian,
Jakarta: Salemba Empat, 2009, 5.
24
A.A.Anwar Prabu Mangku Negara, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan,
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009, 67.
25
Uhar Suharsaputra, Administrasi Pendidikan, Bandung: Refika Aditama, 2010, 145.
26
Wibowo, Manajemen Kinerja, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010, 2.
40
a.
Pengetahuan khususnya yang berhubungan dengan pekerjaan
yang menjadi tanggungjawab dalam bekerja. Faktor ini
mencakup jenis dan jenjang pendidikan serta pelatihan yang
pernah didikuti di bidangnya.
b.
Pengalaman, yang tidak sekedar berarti jumlah waktu atau
lamanya dalam bekerja, tetapi berkenaan juga dengan substansi
yang dikerjakan yang jika dilaksanakan dalam waktu yang
cukup lama akan meningkatkan kemampuan dalam mengerjakan
sesuatu bidang tertentu.
c.
Kepribadian, berupa kondisi di dalam diri seseorang dalam
menghadapi bidang kerjanya. Seperti minat, bakat, kemampuan
kerja sama/keterbukaan, ketekunan, kejujuran, motivasi kerja,
dan sikap terhadap pekerjaan.”
Kinerja mempunyai makna lebih luas, bukan hanya
menyatakan sebagai hasil kerja, tetapi bagaimana proses kerja, tetapi
bagaimana proses kerja berlangsung atau cara bekerja. Di dalamnya
terdapat tiga unsur penting yang terdiri dari: 1) unsur kemampuan, 2)
unsur usaha dan 3) unsur kesempatan, yang bermuara pada hasil
kerja yang dicapai. Dengan demikian berarti seseorang yang
memiliki kemampuan yang tinggi dibidang kerjanya hanya akan
sukses apabila memiliki kesediaan melakukan usaha yang terarah
pada tujuan organisasi atau perusahaan . Selanjutnya kemampuan
27
Hadari Nawawi, Evaluasi dan Manajemen Kinerja di Lingkungan Perusahaan dan
Industri, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 64-65.
41
dan usaha tidak akan cukup apabila tidak ada kesempatan untuk
sukses, baik yang diciptakan sendiri maupun yang diperoleh dari
pihak lain, khususnya dari pihak atasan atau pimpinan.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan kinerja
merupakan kemampuan kerja atau prestasi kerja yang diperlihatkan
oleh seseorang guru untuk memperoleh hasil kerja yang optimal
sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya.
Guru
sebagai
tenaga
pendidik
merupakan
pemimpin
pendidikan, sangat menentukan dalam proses pembelajaran, dan
peran kepemimpinan tersebut akan tercermin dari bagaimana guru
melaksanakan peran tugasnya. Hal ini berarti bahwa kinerja guru
merupakan faaktor yang amat menentukan bagi mutu pembelajaran
yang akan berimplikasi pada kualitas output pendidikan setelah
menyelesaikan sekolah.
Kinerja guru adalah prilaku atau respon yang memberikan
hasil yang mengacu kepada apa yang mereka kerjakan ketika
menghadapi suatu tugas yang dibebankan kepadanya. Kinerja guru
menyangkut semua kegiatan atau tingkah laku yang dialami guru
pada dasarnya lebih berfokus pada prilaku guru dalam pekerjaannya,
demikian pula perihal efektifitas guru adalah sejauh mana kinerja
tersebut dapat memberikan pengaruh kepada siswa. Karena secara
spesiifik tujuan kinerja juga mengharuskan para guru membuat
42
keputusan di mana tujuan mengajar dinyatakan dengan jelas dalam
bentuk tingkah laku yang kemudian ditransfer kepada siswa.
Dalam Panduan Penilaian Kinerja Sekolah Dasar yang
diterbitkan Departemen Pendidikan Nasional (2004) disebutkan
bahwa penilaian kinerja guru Sekolah Dasar menyangkut unsur :
(1) Pengembangan pribadi, dengan indikator : aplikasi pengajaran,
kegiatan ekstra kurikuler, kualitas pribadi guru ;
(2) Pembelajaran, dengan indikator: perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi
(3) Sumber belajar, dengan indikator : ketersediaan bahan ajar,
pemanfaatan sumber belajar ;
(4) Evaluasi belajar, dengan indikator : penyiapan soal/tes, hasil
tes, program tindak lanjut.
Penilaian terhadap kinerja guru difokuskan kepada usaha
terhadap kinerja guru. Oleh karena itu setiap guru hendaknya
mempunyai uraian kerja yang jelas. Beberapa indikator penilaian
guru yang perlu diperhatikan dalam penilaian kinerja guru dapat
diuraikan sebagai berikut :
(1) Kepribadian guru secara umum ;
(2) Pemahaman guru terhadap visi, misi, dan tujuan sekolah ;
(3) Kualitas kerja guru ;
(4) Kemampuan mengelola proses pembelajaran ;
(5) Pengembangan profesi guru.
43
Penilaian prestasi kerja atau kinerja memberikan kesempatan
kepada pimpinan dan orang yang dinilai untuk secara bersama
membahas perilaku kerja dari yang dinilai. Pada umunya setiap
orang menginginkan dan mengharapkan umpan balik mengenai
prestasi kerjanya. Penilaian memungkinkan bagi penilai dan yang
dinilai
untuk
secara
bersama
menemukan
dan
membahas
kekurangan-kekurangan yang terjadi dan mengambil langkah
perbaikannya.
b. Indikator Kinerja Guru
Untuk mengetahui apakah kinerja seorang guru sudah cukup
optimal atau belum dapat dilihat dari berbagai indikator. Menurut
Simamora
28
indikator-indikator kinerja meliputi: 1) keputusan
terhadap segala aturan yang ditetapkan organisasi; 2) dapat
melaksanakan pekerjaan atau tugasnya tanpa kesalahan (atau dengan
tingkat kesalahan yang paling rendah); dan 3) ketepatan dalam
menjalankan tugas. Ukuran kinerja secara umum yang kemudian
diterjemahkan ke dalam penilaian perilaku secara mendasar
meliputi: 1) mutu kerja; 2) kuantitas kerja; 3) pengetahuan tentang
pekerjaan; 4) pendapat atau pernyataan yang disampaikan; 5)
keputusan yang diambil; 6) perencanaan kerja; dan 7) daerah
organisasi kerja. Sedang kinerja untuk tenaga guru umumnya dapat
diukur
28
melalui:
1)
kemampuan
membuat
Simamora, Henry, Manajemen Sumber Daya Manusia,
Penerbitan STIE YKPN, 2000, 423.
perencanaan;
2)
Yogyakarta: Bagian
44
kemampuan melaksanakan rencana pembelajaran; 3) kemampuan
melaksanakan evaluasi; dan 4) kemampuan menindaklanjuti hasil
evaluasi.
Beberapa indikator kinerja untuk dapat dilihat peran guru
dalam meningkatkan kemampuan dalam proses belajar-mengajar.
Indikator kinerja tersebut adalah: 1) Kemampuan merencanakan
belajar mengajar, yang meliputi: a) menguasai garis-garis besar
penyelenggaraan pendidikan, b) menyesuaikan analisa materi
pelajaran, c) menyusun program semester, d) menyusun program
atau pembelajaran; 2) Kemampuan melaksanakan kegiatan belajar
mengajar, yang meliputi: a) tahap pra instruksional, b) tahap
instruksional, c) tahap evaluasi dan tidak lanjut; dan 3) Kemampuan
mengevaluasi, yang meliputi: a) evaluasi normatif, b) evaluasi
formatif, c) laporan hasil evaluasi, dan d) pelaksanaan program
perbaikan dan pengayaan. 29
Nana Sudjana mengemukakan seperangkat kemampuan yang
harus dimiliki oleh seorang guru profesional, yaitu: 1) menguasai
bahan, 2) mengelola program belajar mengajar, 3) mengelola kelas,
4) mengunakan media atau sumber belajar, 5) menguasai landasan
pendidikan, 6) mengelola interaksi belajar-mengajar, 7) menilai
prestasi belajar-mengajar, 8) mengenal fungsi bimbingan dan
29
Usman, Moh. Uzer, Menjadi Guru Profesional, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2006: 10-19.
45
penyuluhan, 9) mengenal dan meyelenggarakan admistrasi sekolah,
dan 10) memahami dan menafsirkan hasil penelitian guna keperluan
pengajaran. 30
Kinerja merefleksikan kesuksesan suatu organisasi, maka
dipandang penting untuk mengukur karakteristik tenaga kerjanya.
Kinerja guru merupakan kulminasi dari tiga elemen yang saling
berkaitan yakni keterampilan, upaya sifat keadaan dan kondisi
eksternal.31 Tingkat keterampilan merupakan bahan mentah yang
dibawa seseorang ke tempat kerja seperti pengalaman, kemampuan,
kecakapan-kecakapan antar pribadi serta kecakapan tehknik. Upaya
tersebut diungkap sebagai motivasi yang diperlihatkan karyawan
untuk menyelesaikan tugas pekerjaannya. Sedangkan kondisi
eksternal adalah tingkat sejauh mana kondisi eksternal mendukung
produktivitas kerja.
Guru sebagai kuli pendidikan yang profesional di kelas
pembelajaran siswa menuju kepribadian yang utuh, mensyaratkan
sepuluk kompetensi dasar yang harus melekat padanya. Sepuluh
kompetensi ini, adalah sebagai berikut: 32(1). Menguasai bahan yang
akan diajarkan; (2). Mengelola program belajar mengajar; (3).
Mengelola kelas; (4). Menggunakan media/sumber belajar; (5).
30
Sudjana, Nana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Jakarta: Penerbit Rosda,
2004, 50.
31
Sulistyorini, Hubungan antara Keterampilan Manajerial Kepala Sekolah dan Iklim
Organisasi dengan Kinerja Guru,Bandung: Ilmu Pendidikan: 2001, 62-70.
32
H. Syafrudin Nurdin dan M. Basyiruddin Usman, Guru Profesional & Implementasi
Kurikulum, Ciputat: Ciputat Press, 2002, 79-80.
46
Menguasai
landasan-landasan
kependidikan;
(6).
Mengelola
interaksi belajar mengajar; (7). Menilai prestasi siswa; (8). Mengenal
fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan; (9). Mengenal dan
menyelenggarakan administrasi sekolah; (10). Memahami prinsipprinsip dan menafsirkan hasil-hasil penelitian.
Kinerja
dapat
dilihat
dari
beberapa
kriteria, menurut
Castetter33 mengemukakan ada empat kriteria kinerja yaitu: (1)
Karakteristik individu, (2) Proses, (3) Hasil dan (4) Kombinasi
antara karakter individu, proses dan hasil.
Kinerja seseorang dapat ditingkatkan bila ada kesesuaian
antara pekerjaan dengan keahliannya, begitu pula halnya dengan
penempatan guru pada bidang tugasnya. Menempatkan guru sesuai
dengan keahliannya secara mutlak harus dilakukan. Bila guru
diberikan tugas tidak sesuai dengan keahliannya akan berakibat
menurunnya cara kerja dan hasil pekerjaan mereka, juga akan
menimbulkan rasa tidak puas pada diri mereka. Rasa kecewa akan
menghambat perkembangan moral kerja guru. Moral kerja yang
positif adalah mampu mencintai tugas sebagai suatu yang memiliki
nilai keindahan di dalamnya. Jadi kinerja dapat ditingkatkan dengan
cara memberikan pekerjaan seseorang sesuai dengan bidang
kemampuannya.
33
Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah (Konsep, Strategi dan Implementasi)
Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2003, 23.
47
Kinerja dipengaruhi juga oleh kepuasan kerja yaitu perasaan
individu
terhadap
pekerjaan yang
memberikan
kepuasan
bathin kepada seseorang sehingga pekerjaan itu disenangi dan
digeluti dengan baik. Untuk mengetahui keberhasilan kinerja perlu
dilakukan evaluasi atau penilaian kinerja dengan berpedoman pada
parameter dan indikator yang ditetapkan yang diukur secara efektif
dan efisien seperti produktivitasnya, efektivitas menggunakan waktu,
dana yang dipakai serta bahan yang tidak terpakai. Sedangkan
evaluasi
kerja
melalui
perilaku
dilakukan
dengan
cara
membandingkan dan mengukur perilaku seseorang dengan teman
sekerja atau
mengamati tindakan
seseorang dalam
menjalankan
perintah atau tugas yang diberikan, cara mengkomunikasikan tugas
dan pekerjaan dengan orang lain.
Menilai kualitas kinerja dapat ditinjau dari beberapa indikator
yang meliputi: (1) Unjuk kerja, (2) Penguasaan Materi, (3)
Penguasaan profesional keguruan dan pendidikan, (4) Penguasaan
cara-cara penyesuaian diri, (5) Kepribadian untuk melaksanakan
tugasnya dengan baik .34
Dari uraian diatas dapat disimpulkan indikator kinerja
guru antara lain :
34
a.
Kemampuan membuat perencanaan dan persiapan mengajar.
b.
Penguasaan materi yang akan diajarkan kepada siswa
Sulistyarini, Hubungan antara Keterampilan Manajerial Kepala Sekolah dan Iklim
Organisasi dengan Kinerja Guru, Bandung: Ilmu Pendidikan: 2001, 80.
48
c.
c.
Penguasaan metode dan strategi mengajar
d.
Pemberian tugas-tugas kepada siswa
e.
Kemampuan mengelola kelas
f.
Kemampuan melakukan penilaian dan evaluasi.
Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Guru
Guru merupakan ujung tombak keberhasilan pendidikan dan
dianggap sebagai orang yang berperanan penting dalam pencapaian
tujuan pendidikan yang merupakan percerminan mutu pendidikan.
Keberadaan guru dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya tidak
lepas dari pengaruh faktor internal maupun faktor eksternal
yang membawa dampak pada perubahan kinerja guru. Beberapa
faktor yang mempengaruhi kinerja guru yang dapat diungkap
tersebut antara lain :35
1.
Kepribadian dan dedikasi
Setiap guru memiliki pribadi masing-masing sesuai ciriciri
pribadi
yang
mereka
miliki.
Ciri-ciri
inilah yang
membedakan seorang guru dari guru lainnya. Kepribadian
sebenarnya adalah suatu masalah abstrak, yang hanya dapat
dilihat dari penampilan, tindakan, ucapan, cara berpakaian dan
dalam menghadapi setiap persoalan. Kepribadian adalah
keseluruhan dari individu yang terdiri dari unsur psikis dan fisik,
artinya seluruh sikap dan perbuatan seseorang merupakan suatu
35
http://uray-iskandar.blogspot.com/2011/05/faktor-faktor-yang-mempengaruhikinerja.htm
49
gambaran dari kepribadian orang itu, dengan kata lain baik
tidaknya citra seseorang ditentukan oleh kepribadiannya.
Kepribadian inilah yang akan menentukan apakah ia menjadi
pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya ataukah
akan menjadi perusak atau penghancur bagi hari depan anak
didik, terutama bagi anak didik yang masih kecil dan mereka
yang sedang mengalami kegoncangan jiwa. Kepribadian adalah
suatu cerminan dari citra seorang guru dan akan mempengaruhi
interaksi antara guru dan anak didik. Oleh karena itu
kepribadian
merupakan
faktor
yang
menentukan
tinggi
rendahnya martabat guru.
Kepribadian guru akan tercermin dalam sikap dan
perbuatannya
dalam
membina
dan
membimbing
anak
didik. Semakin baik kepribadian guru, semakin baik dedikasinya
dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai guru,
ini berarti tercermin suatu dedikasi yang tinggi dari guru dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pendidik.
Kepribadian
meningkatkan
dan
kesadaran
menunjukkan kinerja
yang
dedikasi
akan
yang
tinggi
pekerjaan
memuaskan
dan
dapat
mampu
seseorang
atau
kelompok dalam suatu organisasi. Guru yang memiliki
kepribadian yang baik dapat membangkitkan kemauan untuk
giat memajukan profesinya dan meningkatkan dedikasi dalam
50
melakukan pekerjaan mendidik sehingga dapat dikatakan guru
tersebut memiliki akuntabilitas yang baik dengan kata lain
prilaku akuntabilitas meminta agar pekerjaan itu berakhir
dengan hasil baik yang dapat memuaskan atasan yang memberi
tugas itu dan pihak-pihak lain yang berkepentingan atau segala
pekerjaan yang dilaksanakan baik secara kualitatif maupun
kuantitatif sesuai dengan standar yang ditetapkan dan tidak asalasalan.
2.
Pengembangan Profesi
Profesi guru kian hari menjadi perhatian seiring dengan
perubahan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang menuntut
kesiapan agar tidak ketinggalan. Dalam melaksanakan pekerjaan
itu harus memenuhi norma-norma itu. Orang yang melakukan
pekerjaan profesi itu harus ahli, orang yang sudah memiliki daya
pikir, ilmu dan keterampilan yang tinggi. Disamping itu ia juga
dituntut dapat mempertanggung jawabkan segala tindakan dan
hasil karyanya yang menyangkut profesi itu. Guru haruslah
senantiasa berupaya meningkatkan dan mengembangkan ilmu
yang menjadi bidang studinya agar tidak ketinggalan jaman,
ataupun di
luar kedinasan
yang terkait
dengan tugas
51
kemanusiaan dan kemasyarakatan secara umum di luar
sekolah.36
Pekerjaan profesi harus berorientasi pada layanan sosial.
Seorang profesional ialah orang yang melayani kebutuhan
anggota masyarakat baik secara perorangan maupun kelompok.
Sebagai orang yang memberikan pelayanan sudah tentu
membutuhkan sikap rendah hati dan budi halus. Sikap dan budi
halus ini menjadi sarana bagi terjalinnya hubungan yang baik
yang ikut menentukan keberhasilan profesi.
Pengembangan profesi guru merupakan hal penting
untuk diperhatikan guna mengantisipasi perubahan dan beratnya
tuntutan terhadap profesi guru. Pengembangan profesionalisme
guru menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau
kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya.
Jenis pekerjaan yang berkualifikasi profesional memiliki
ciri-ciri tertentu, yaitu: memerlukan persiapan atau pendidikan
khusus bagi calon pelakunya (membutuhkan pendidikan prajabatan yang relevan), kecakapan seorang pekerja profesional
ditintut memenuhi persyaratan yang telah dibakukan oleh pihak
yang berwenang (misal: organisasi profesional, konsorsium, dan
pemerintah), dan jabatan profesional
36
tersebut
Syaiful Sagala, KEMAMPUAN PROFESIONAL GURU dan TENAGA
KEPENDIDIKAN, Bandung : ALFABETA, 2009, 11-12.
mendapat
52
pengakuan dari masyarakat dan atau negara (dengan segala civil
effect-nya).37
Guru
Indonesia
yang
profesional
dipersyaratkan
mempunyai: (1). Dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan
terhadap
masyarakat
teknologi
dan
masyarakat
ilmu
pengetahuan, (2). Penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset
dan praksis pendidikan yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu
praksis
bukan hanya
merupakan konsep-konsep belaka.
Pendidikan merupakan proses yang terjadi di lapangan dan
bersifat ilmiah, serta riset pendidikan hendaknya diarahkan pada
praksis pendidikan masyarakat Indonesia, (3). Pengembangan
kemampuan
profesional
berkesinambungan,
profesi
guru
merupakan profesi yang berkembang terus menerus dan
berkesinambungan antara LPTK dengan praktek pendidikan.
Apabila syarat-syarat profesionalisme guru di atas itu
terpenuhi akan mengubah peran guru yang tadinya pasif menjadi
guru yang kreatif dan dinamis. Disamping itu guru haruslah
senantiasa berupaya meningkatkan dan mengembangkan ilmu
yang menjadi bidang studinya agar tidak ketinggalan jaman,
ataupun di
37
1973: 440.
luar kedinasan
yang terkait
dengan tugas
Good,C.V.(ed). Dictionary of Education, New York: Me-Graw-Hill Book Company,
53
kemanusiaan dan kemasyarakatan secara umum di luar
sekolah.38
Pola pengembangan dan pembinaan profesi guru yang
diuraikan di atas sangat memungkinkan terjadinya perubahan
paradigma dalam pengembangan profesi guru sebagai langkah
antisipatif terhadap perubahan peran dan fungsi guru yang
selama ini guru dianggap sebagai satu-satunya sumber informasi
dan pengetahuan bagi siswa, padahal perkembangan teknologi
dan informasi sekarang ini telah membuka peluang bagi setiap
orang untuk dapat belajar secara mandiri dan cepat yang berarti
siapapun bisa lebih dulu mengetahui yang terjadi sebelum orang
lain mengetahuinya, kondisi ini mengisyaratkan adanya
pergeseran pola pembelajaran dan perubahan fungsi serta peran
guru yang lebih besar yang bukan lagi sebagai satu-satunya
sumber informasi pengetahuan bagi siswa melainkan sebagai
fasilitator yang mengarahkan siswa dalam pembelajaran.
Pengembangan profesi guru harus pula diimbangi
dengan usaha lain seperti mengusahakan perpustakaan khusus
untuk guru-guru yang mencakup segala bidang studi yang
diajarkan di sekolah, sehingga guru tidak terlalu sulit untuk
mencari
bahan
dan
referensi untuk
mengajar
di
kelas.
Pengembangan yang lain dapat dilakukan melalui pemberian
38
Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan, Bandung :
Alfabeta, 2009, 11.
54
kesempatan kepada guru-guru untuk mengarang bahan pelajaran
tersendiri sebagai buku tambahan bagi siswa baik secara
perorangan atau berkelompok. Usaha ini dapat memotivasi guru
dalam melakukan inovasi dan mengembangkan kreativitasnya
yang berarti memberi peluang bagi guru untuk meningkatkan
kinerjannya.
Menyadari akan profesi merupakan wujud eksistensi
guru sebagai komponen yang bertanggung jawab dalam
keberhasilan pendidikan maka menjadi satu tuntutan bahwa guru
harus sadar akan peran dan fungsinya sebagai pendidik.
Pembinaan dan pengembangan profesi guru bertujuan untuk
meningkatkan kinerja dan dilakukan secara terus menerus
sehingga mampu menciptakan kinerja sesuai dengan persyaratan
yang diinginkan, disamping itu pembinaan harus sesuai arah dan
tugas/fungsi yang bersangkutan dalam sekolah. Semakin sering
profesi guru dikembangkan melalui berbagai kegiatan maka
semakin mendekatkan guru pada pencapaian predikat guru yang
profesional dalam menjalankan tugasnya sehingga harapan
kinerja guru yang lebih baik akan tercapai.
3.
Kemampuan Mengajar
Untuk melaksanakan tugas-tugas dengan baik, guru
memerlukan
39
kemampuan. Cooper
dalam
Zahera39
Zahera Sy, Hubungan konsep diri dan kepuasan kerja dengan sikap guru dalam proses
belajar mengajar,Bandung: Ilmu Pendidikan, jilid 4 Nomor 3,1997,183-194.
55
mengemukakan bahwa guru harus memiliki kemampuan
merencanakan pengajaran, menuliskan tujuan pengajaran,
menyajikan bahan pelajaran, memberikan pertanyaan kepada
siswa, mengajarkan konsep, berkomunikasi dengan siswa,
mengamati kelas, dan mengevaluasi hasil belajar
Kompetensi guru adalah kemampuan atau kesanggupan
guru dalam mengelola pembelajaran. Titik tekannya adalah
kemampuan guru dalam pembelajaran bukanlah apa yang harus
dipelajari (learning what to be learnt), guru dituntut mampu
menciptakan dan menggunakan keadaan positif untuk membawa
mereka
ke
dalam
pembelajaran
agar
anak
dapat
mengembangkan kompetensinya40. Aspek-aspek teladan mental
guru berdampak besar terhadap iklim belajar dan pemikiran
pelajar yang diciptakan guru. Guru harus memahami bahwa
perasaan dan sikap siswa akan terlibat dan berpengaruh kuat
pada proses belajarnya.
Penguasaan seperangkat kompetensi yang meliputi
kompetensi keterampilan proses dan kompetensi penguasaan
pengetahuan merupakan unsur yang dikolaborasikan dalam
bentuk satu kesatuan yang utuh dan membentuk struktur
kemampuan
yang
harus
dimiliki
seorang
guru,
sebab
kompetensi merupakan seperangkat kemampuan guru searah
40
Rusmini, 2003. Kompetensi Guru Menyongsong Kurikulum Berbasis Kompetensi,
http://www.Indomedia.com/bpost/042003/22 Opini.
56
dengan kebutuhan pendidikan di sekolah, tuntutan masyarakat,
dan perkembang-an ilmu pengetahuan
dan teknologi.
Kompetensi Keterampilan proses belajar mengajar
adalah penguasaan terhadap kemampuan yang berkaitan dengan
proses
pembelajaran.
Kompetensi
dimaksud
meliputi
kemampuan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
pembelajaran, kemampuan dalam menganalisis,
menyusun
program perbaikan dan pengayaan, serta menyusun program
bimbingan dan konseling sedangkan Kompetensi Penguasaan
Pengetahuan adalah penguasaan terhadap kemampuan yang
berkaitan dengan keluasan dan kedalaman pengetahuan.
Kemampuan mengajar
guru
sebenarnya
merupakan
pencerminan penguasan guru atas kompetensinya. Kadar
kompetensi seseorang tidak hanya menunjuk kuantitas kerja
tetapi sekaligus menunjuk kualitas kerja.41
Kemampuan mengajar guru yang sesuai dengan tuntutan
standar tugas yang diemban memberikan efek positif bagi hasil
yang ingin dicapai seperti perubahan hasil akademik siswa,
sikap siswa, keterampilan siswa, dan perubahan pola kerja guru
yang makin meningkat, sebaliknya jika kemampuan mengajar
yang dimiliki guru sangat sedikit akan berakibat bukan saja
41
Houston,W.R. (ed). Exploring Competency Based Education. California: MrCutrhan
Publishing Corporation, 1974, 7.
57
menurunkan prestasi belajar siswa tetapi juga menurunkan
tingkat kinerja guru itu sendiri.
Untuk itu kemampuan mengajar guru menjadi sangat
penting dan menjadi keharusan bagi guru untuk dimiliki dalam
menjalankan tugas dan fungsinya, tanpa kemampuan mengajar
yang baik sangat tidak mungkin guru mampu melakukan inovasi
atau kreasi dari materi yang ada dalam kurikulum yang pada
gilirannya memberikan rasa bosan bagi guru maupun siswa
untuk menjalankan tugas dan fungsi masing-masing.
4.
Antar Hubungan dan Komunikasi
Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia, manusia
dapat saling berhubungan satu sama lain dalam kehidupan
sehari-hari dirumah tangga, di tempat kerja, di pasar, dalam
masyarakat atau dimana saja manusia berada. Tidak ada
manusia yang tidak akan terlibat komunikasi.
Guru hendaknya bersikap bersahabat dan terampil
berkomunikasi dengan siapa pun demi tujuan yang baik. Modal
dasar berkomunikasi dengan sesama adalah kesediaannya
menghargai partner, bersikap terbuka, menguasai tehnik
komunikasi (terutama dalam menggunakan bahasa secara
efektif-efisien), dan mampu ikut memeahami gejolak serta
warna perasaan dari partner komunikasinya (empati). Guru
58
hendaknya tidak bersifat sentimental. Persahabatan yang tulus
dan etis antar individu merupakan tanda keberhasilan dalam
berkomunikasi dan mengembangkan diri bagi siapa pun.42
Pentingnya komunikasi bagi organisasi tidak dapat
dipungkiri, adanya komunikasi yang baik suatu organisasi dapat
berjalan dengan lancar dan berhasil dan begitu pula sebaliknya.
Misalnya Kepala Sekolah tidak menginformasikan kepada guruguru mengenai kapan sekolah dimulai sesudah libur maka besar
kemungkinan guru tidak akan datang mengajar. Contoh di atas
menandakan betapa pentingnya komunikasi. Guru dalam proses
pelaksanaan tugasnya perlu memperhatikan hubungan dan
komunikasi baik antara guru dengan Kepala Sekolah, guru
dengan guru, guru dengan siswa, dan guru dengan personalia
lainnya di sekolah. Hubungan dan komunikasi yang baik
membawa konsekwensi terjalinnya interaksi seluruh komponen
yang ada dalam sistem sekolah. Kegiatan pembelajaran yang
dilakukan guru akan berhasil jika ada hubungan dan komunikasi
yang baik dengan siswa sebagai komponen yang diajar. Kinerja
guru akan meningkat seiring adanya kondisi hubungan dan
komunikasi yang sehat di antara komponen sekolah sebab
dengan pola hubungan dan komunikasi yang lancar dan baik
42
Samana, Profesionalisme Keguruan, Yogyakarta: Kanisius, 1994, 55-56.
59
mendorong pribadi seseorang untuk melakukan tugas dengan
baik.
Hubungan sosial antar manusia selalu terjadi di
lingkungan kerja. Sebagai peneliti Terence R. Mitchell dalam
Junaidin43, menemukan bahwa orang-orang di dalam organisasi
menghabiskan sebagian besar waktunya untuk interaksi
interpersonal. Hubungan yang terjadi antara atasan dengan
bawahan, bawahan dengan bawahan. Di sekolah hubungan dapat
terjadi antara kepala sekolah dengan guru, antara guru dengan
guru serta guru dengan siswa. Hubungan guru dengan siswa
lebih sering dilakukan dibandingkan dengan hubungan guru
dengan guru atau hubungan guru dengan kepala sekolah. Setiap
hari guru harus berhadapan dengan siswayang jumlahnya cukup
banyak yang terkadang sangat merepotkan tetapi bagi guru
interaksi dengan siswa merupakan hal sangat menarik dan
mengasyikkan
apalagi
dapat
membantu
siswa
dalam
menemukan cara mengatasi kesulitan belajar siswa.
Komunikasi
digunakan
untuk
memahami
dan
menukarkan pesan verbal maupun non verbal antara pengirim
informasi dengan penerima informasi untuk mengubah tingkah
laku.
43
Hubungan
dan
komunikasi
yang
dikembangkan
Junaidin, Akh, Kepuasan Kerja Guru, Al-Fikrah Jurnal Studi Kependidikan dan
Keislaman, Ed. I thn. I, 2006, 45-66.
60
guru terutama dalam proses pembelajaran dan pada situasi
interaksi lain di sekolah memberi peluang terciptanya situasi
yang kondusif untuk dapat memperlancar pelaksanaan tugas,
segala persoalan yang dihadapi guru baik dalam pelaksanaan
tugas utama maupun tugas tambahan dapat diselesaikan
melalui penyelesaian secara bersama dengan rekan guru yang
lain, tanpa hubungan dan komunikasi yang baik di dalam
lingkungan sekolah apapun bentuk pekerjaan yang kita
lakukan tetap akan mengalami hambatan dan kurang lancar.
Terbinanya
hubungan
dan
komunikasi
di
dalam
lingkungan sekolah memungkinkan guru dapat mengembangkan
kreativitasnya sebab ada jalan untuk terjadinya interaksi dan ada
respon balik dari komponen lain di sekolah atas kreativitas dan
inovasi tersebut, hal ini menjadi motor penggerak bagi guru
untuk terus meningkatkan daya inovasi dan kreativitasnya yang
bukan saja inovasi dalam tugas utamanya tetapi bisa saja muncul
inovasi dalam tugas yang lain yang diamanatkan sekolah.
Ini berarti bahwa pembinaan hubungan dan komunikasi yang
baik di antara komponen dalam sekolah menjadi suatu
keharusan dalam menunjang peningkatan kinerja.
Untuk itu semakin baik pembinaan hubungan dan
komunikasi dibina maka respon yang muncul semakin baik pula
yang pada gilirannya mendorong peningkatan kinerja.
61
5.
Hubungan dengan Masyarakat
Hubungan sekolah dengan masyarakat diartikan sebagai
public relation dalam bahasa Inggris, yaitu hubungan timbal
balik
sekolah
dengan
warga
masyarakatnya.44Sekolah
merupakan lembaga sosial yang tidak dapat dipisahkan dari
masyarakat lingkungannya, sebaliknya masyarakat pun tidak
dapat dipisahkan dari sekolah sebab keduanya memiliki
kepentingan, sekolah merupakan lembaga formal yang diserahi
mandat untuk mendidik, melatih, dan membimbing generasi
muda bagi peranannya di masa depan, sementara masyarakat
merupakan pengguna jasa pendidikan itu.
Hubungan sekolah dengan masyarakat merupakan
bentuk hubungan komunikasi ekstern yang dilaksanakan atas
dasar kesamaan tanggung jawab dan tujuan. Masyarakat
merupakan
kelompok
individu-individu
yang
berusaha
menyelenggarakan pendidikan atau membantu usaha-usaha
pendidikan. Dalam masyarakat terdapat lembaga-lembaga
penyelenggaran pendidikan, lembaga keagamaan, kepramukaan,
politik, sosial, olah raga, kesenian yang bergerak dalam usaha
pendidikan. Dalam masyarakat juga terdapat individu-individu
atau pribadi-pribadi yang bersimpati terhadap pendidikan di
sekolah.
44
2010, 4.
Suryosubroto, B. Drs, Manajemen Pendidikan Di Sekolah, Jakarta : PT Rineka Cipta,
62
Hubungan sekolah dengan masyarakat adalah suatu
proses komunikasi antara sekolah dengan masyarakat untuk
meningkatkan pengertian masyarakat tentang kebutuhan serta
kegiatan pendidikan serta mendorong minat dan kerjasama
untuk masyarakat dalam peningkatan dan pengembangan
sekolah. Hubungan sekolah dengan masyarakat ini sebagai
usaha kooperatif untuk menjaga dan mengembangkan saluran
informasi dua arah yang efisien serta saling pengertian antara
sekolah, personalia sekolah dengan masyarakat.
Agar hubungan dengan masyarakat terjamin baik dan
berlangsung kontinu, maka diperlukan peningkatan profesi guru
dalam hal berhubungan dengan masyarakat. Guru disamping
mampu melakukan tugasnya masing-masing di sekolah, mereka
juga diharapkan dapat dan mampu melakukan tugas-tugas
hubungan dengan masyarakat.
Mereka bisa mengetahui
aktivitas-aktivitas masyarakatnya, paham akan adat istiadat,
mengerti aspirasinya, mampu membawa diri di tengah-tengah
masyarakat,
bisa
berkomunikasi
dengan
mereka
dan
mewujudkan cita-cita mereka. Untuk mencapai hal itu
diperlukan kompetensi dan perilaku dari guru yang cocok
dengan struktur sosial masyarakat setempat, sebab ketika
kompetensi dan perilaku guru tidak cocok dengan struktur sosial
dalam masyarakat maka akan terjadi benturan pemahaman dan
63
salah pengertian terhadap program yang dilaksanakan sekolah
dan berakibat tidak adanya dukungan masyarakat terhadap
sekolah, padahal sekolah dan masyarakat memiliki kepentingan
yang sama dan peran yang strategis dalam mendidik dan
menghasilkan peserta didik yang berkualitas.
Hubungan dengan masyarakat tidak saja dibina oleh guru
tetapi juga dibina oleh personalia lain yang ada disekolah.
Kemampuan guru membawa diri baik di tengah masyarakat
dapat mempengaruhi penilaian masyarakat terhadap guru. Guru
harus bersikap sesuai dengan norma-norma yang berlaku di
masyarakat, responsif dan komunikatif terhadap masyarakat,
toleran dan menghargai pendapat mereka. Bila tidak mampu
menampilkan diri dengan baik sangat mungkin masyarakat tidak
akan menghiraukan mereka. Citra guru di mata masyarakat
menjadi pudar. Oleh karena itu kewajiban sekolah untuk
menegakkan wibawa guru di tengah masyarakat dengan terus
menyesuaikan diri sambil ikut memberikan pencerahan kepada
masyarakat.
Hal yang dilakukan guru dalam mendukung hubungan
sekolah dengan masyarakat antara lain: (1). Membantu sekolah
dalam melaksanakan tehnik-tehnik hubungan sekolah dengan
masyarakat. Melalui : (a). Guru hendaknya selalu berpartisipasi
lembaga dan organisasi di masyarakat (b). Guru hendaknya
64
membantu memecahkan yang timbul dalam masyarakat. (2).
Membuat dirinya lebih baik lagi dalam masyarakat melalui
penyesuain diri dengan adat istiadat masyarakat karena guru
adalah tokoh milik masyarakat. Tingkah laku guru di sekolah
dan di masyarakat menjadi panutan masyarakat. Pada posisi
terrsebut
guru
menjaga
perilaku
yang
prima.
Apabila
masyarakat mengetahui bahwa guru-guru sekolah tertentu dapat
dijadikan suri teladan di masyarakat, maka masyarakat akan
percaya pada sekolah pada akhirnya masyarakat memberikan
dukungan pada sekolah. (3). Guru harus melaksanakan kode
etiknya, karena kode etik merupakan seperangkat aturan atau
pedoman dalam melaksanakan tugas profesinya.45
Penjelasan di atas menunjukkan betapa penting peran
guru dalam hubungan sekolah dengan masyarakat. Terjalinnya
hubungan yang harmonis antara sekolah-masyarakat membuka
peluang adanya saling koordinasi dan pengawasan dalam proses
belajar
mengajar
di
sekolah
dan
keterlibatan
bersama
memajukan peserta didik. Guru diharapkan selalu berbuat yang
terbaik sesuai harapan masyarakat yaitu terbinanya dan
tercapainya mutu pendidikan anak-anak mereka.
Penciptaan suasana menantang harus dilengkapi dengan
terjalinnya hubungan yang baik dengan orang tua murid dan
45
http://fadillawekay.wordpress.com/2013/04/23/3/ diakses pada hari Kamis tanggal 3
April 2014 pukul 20.58.
65
masyarakat sekitarnya. Ini dimaksudkan untuk membina peran
serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
Hanya sebagian kecil waktu yang dipergunakan oleh guru di
sekolah dan sebagian besar ada di masyarakat. Agar pendidikan
di luar ini terjalin dengan baik dengan apa yang dilakukan oleh
guru di sekolah diperlukan kerjasama yang baik antara guru,
orang tua dan masyarakat. Kewajiban guru mengadakan kontak
hubungan dengan masyarakat merupakan bagian dan tugas guru
dalam mendidik siswa dan mengembangkan profesinya sebagai
guru. Sekolah adalah milik bersama antara warga sekolah itu
sendiri, pemerintah dan masyarakat.
Dengan
adanya
perubahan
paradigma
pendidikan
sekarang ini membuka peluang bagi masyarakat untuk dapat
menilai sekolah dan guru dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya secara baik sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Pengawasan dan evaluasi yang dilakukan masyarakat
baik secara perseorangan maupun kelompok yang dilakukan
secara langsung maupun tidak langsung membawa konsekwensi
bagi terciptanya kondisi kerja kearah yang lebih baik karena
kelangsungan hidup sekolah sangat tergantung pula dari
keterlibatan masyarakat sebagai unsur pendukung keberhasilan
sekolah maka guru secara langsung terpengaruh dan berdampak
pada kinerja guru sebab ketika guru menunjukkan kinerja yang
66
tidak baik disuatu sekolah maka masyarakat tidak akan
memberikan respon positif bagi kelangsungan sekolah tersebut.
Apalagi guru selalu berada ditengah-tengah masyarakat segala
tindak tanduknya akan selalu dicontoh dan diteladani dalam
masyarakat.
Manfaat hubungan dengan masyarakat sangat besar bagi
peningkatan kinerja guru melalui peningkatan aktivitas-aktivitas
bersama, komunikasi yang kontinu dan proses saling memberi
dan saling menerima serta membuat instrospeksi sekolah dan
guru menjadi giat dan kontinu. Setiap aktivitas guru dapat
diketahui oleh masyarakat sehingga guru akan berupaya
menampilkan kinerja yang lebih baik.
6.
Kedisiplinan
Disiplin adalah sikap kejiwaan seseorang atau kelompok
orang yang senantiasa berkehendak untuk mengikuti atau
mematuhi keputusan yang telah ditetapkan.46 Untuk mecapai
disiplin yang baik guru hndaknya selalu mempertinggi
kesanggupan mengajar, mengusakhakan hubungan baik dalam
pergaulannya dengan anak dan menaruh perhatian khusus
kepada anak-anak di sekolah yang melanggar tata tertib. Di sisi
lain untuk meningkatkan mutu pendidikan, tida hanya dituntut
46
Nurlita Witarsa, Dasar-Dasar Produksi, Jakarta: Karunika, 1988, 102.
67
siswa harus disip;lin tetapi guru dan perangkat lainnya disekolah
juga harus disiplin.47
Disiplin adalah ketaatan yang sikapnya impersonal, tidak
memakai perasan dan tidak memakai perhitungan pamrih atau
kepentingan
pribadi.48
Kedisiplinan
sangat
perlu
dalam
menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai pengajar, pendidik
dan pembimbing siswa. Disiplin yang tinggi akan mampu
membangun kinerja yang profesional sebab pemahaman disiplin
yang baik guru mampu mencermati aturan-aturan dan langkah
strategis dalam melaksanakan proses kegiatan belajar mengajar.
Kemampuan guru dalam memahami aturan dan melaksanakan
aturan yang tepat, baik dalam hubungan dengan personalia lain
di sekolah maupun dalam proses belajar mengajar di kelas
sangat membantu upaya membelajarkan siswa ke arah yang
lebih baik. Kedisiplinan bagi para guru merupakan bagian yang
tak terpisahkan dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.
Dengan demikian kedisiplinan seorang guru menjadi
tuntutan yang sangat penting untuk dimiliki dalam upaya
menunjang dan meningkatkan kinerja dan disisi lain akan
memberikan tauladan bagi siswa bahwa disiplin sangat penting
bagi siapapun apabila ingin sukses.
47
Nasution, S, Didaktik Sekolah Pendidikan Guru, Azas azas Metode Bagi Pengajaran
dan Evaluasi, Dep P&K, Jakarta, 1986,66.
48
A.S. Moenir, Pendekatan Manusia dan Organisasi Terhadap Pembinaan
Kepegawaian, Jakarta: Gunung Agun, 1983, 152.
68
Perilaku disiplin dalam kaitan dengan kinerja guru sangat
erat hubungannya karena hanya dengan kedisiplinan yang
tinggilah pekerjaan dapat dilakukan sesuai dengan aturan-aturan
yang ada.
Kedisiplinan
yang
baik
ditunjukan
guru
dalam
melaksanakan tugas dan kewajibannya akan memperlancar
pekerjaan guru dan memberikan perubahan dalam kinerja guru
ke arah yang lebih baik dan dapat dipertanggung jawabkan.
Kondisi ini bukan saja berpengaruh pada pribadi guru itu sendiri
dan tugasnya tetapi akan berimbas pada komponen lain sebagai
suatu cerminan dan acuan dalam menjalankan tugas dengan baik
dan menghasilkan hasil yang memuaskan.
7.
Kesejahteraan
Dalam membahas kesejahteraan, tentu harus diketahui
dahulu tentang pengertian sejahteraan. Sejahtera menurut W.J.S
Poerwadarimta adalah „aman, sentosa, dan makmur‟. Sehingga arti
kesejahteraan
itu
meliputi
kemanan,
keselamatan
dan
kemakmuran.49 Faktor kesejahteraan menjadi salah satu yang
berpengaruh terhadap kinerja guru di dalam meningkatkan
kualitasnya sebab semakin sejahteranya seseorang makin tinggi
kemungkinan untuk meningkatkan kerjanya.
49
W.J.S. Poerwadarimta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Bandung: Mizan, 1996, 126.
69
Profesionalitas guru tidak saja dilihat dari kemampuan
guru dalam mengembangkan dan memberikan pembelajaran
yang baik kepada peserta didik, tetapi juga harus dilihat oleh
pemerintah dengan cara memberikan gaji yang pantas serta
berkelayakan.
Peningkatan kesejahteraan berkaitan erat dengan insentif
yang diberikan pada guru. Insentif dibatasi sebagai imbalan
organisasi pada motivasi individu, pekerja menerima insentif
dari organisasi sebagai pengganti karena dia anggota yang
produktif dengan kata lain insentif adalah upah atau hukuman
yang diberikan sebagai pengganti kontribusi individu pada
organisasi.
Dari uraian di
atas
disimpulkan
bahwa
untuk
memaksimalkan kinerja guru langkah strategis yang dilakukan
pemerintah
yaitu memberikan
kesejahteraan
yang
layak
sesuai volume kerja guru, selain itu memberikan insentif
pendukung sebagai jaminan bagi pemenuhan kebutuhan hidup
guru dan keluarganya. Program peningkatan mutu pendidikan
apapun yang akan diterapkan pemerintah, jika kesejahteraan
guru masih rendah maka besar kemungkinan program tersebut
tidak akan mencapai hasil yang maksimal. Jadi tidak heran kalau
guru di negara maju memiliki kualitas tinggi dan profesional,
karena penghargaan terhadap jasa guru sangat tinggi. Adanya
70
Jaminan kehidupan yang layak bagi guru dapat memotivasi
untuk selalu bekerja dan meningkatkan kreativitas sehingga
kinerja selalu meningkat tiap waktu.
8.
Iklim Kerja
Sekolah merupakan suatu sistem yang terdiri dari
berbagai unsur yang membentuk satu kesatuan yang utuh. Di
dalam sekolah terdapat berbagai macam sistem sosial yang
berkembang
dari
sekelompok
manusia
yang
saling
berinteraksi menurut pola dan tujuan tertentu yang saling
mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungannya sehingga
membentuk perilaku dari hasil hubungan individu dengan
individu maupun dengan lingkungannya.
Interaksi yang terjadi dalam sekolah merupakan indikasi
adanya keterkaitan satu dengan lainnya guna memenuhi
kebutuhan juga sebagai tuntutan tugas dan tanggung jawab
pekerjaannya.
Untuk
terjalinnya
interaksi-interaksi
yang
melahirkan hubungan yang harmonis dan menciptakan kondisi
yang kondusif untuk bekerja diperlukan iklim kerja yang baik.
Jadi Iklim kerja adalah hubungan timbal balik antara
faktor-faktor pribadi, sosial dan budaya yang mempengaruhi
sikap individu dan kelompok dalam lingkungan sekolah yang
tercermin dari suasana hubungan kerjasama yang harmonis dan
kondusif antara Kepala Sekolah dengan guru, antara guru
71
dengan guru yang lain, antara guru dengan pegawai sekolah dan
keseluruhan komponen itu harus menciptakan hubungan dengan
peserta didik sehingga tujuan pendidikan dan pengajaran
tercapai.
Iklim negatif menampakkan diri dalam bentuk-bentuk
pergaulan yang kompetitif, kontradiktif, iri hati, beroposisi,
masa
bodoh,
menurunkan
individualistis,
produktivitas
egois.
kerja
Iklim
negatif dapat
guru. Iklim positif
menunjukkan hubungan yang akrab satu dengan lain dalam
banyak hal terjadi kegotong royongan di antara mereka, segala
persoalan yang ditimbul diselesaikan secara bersama-sama
melalui musyawarah. Iklim positif menampakkan aktivitasaktivitas berjalan dengan harmonis dan dalam suasana yang
damai, teduh yang memberikan rasa tenteram, nyaman kepada
personalia pada umumnya dan guru khususnya.
Terciptanya iklim positif di sekolah bila terjalinnya
hubungan yang baik dan harmonis antara Kepala Sekolah
dengan guru, guru dengan guru, guru dengan pegawai tata
usaha, dan peserta didik.
Terbentuknya iklim yang kondusif pada tempat kerja
dapat menjadi faktor penunjang bagi peningkatan kinerja sebab
kenyamanan dalam bekerja membuat guru berpikir dengan
tenang dan terkosentrasi hanya pada tugas yang sedang
dilaksanakan.
72
d.
Langkah Strategis Meningkatkan Kinerja Guru
Kinerja guru yang ditunjukkan dapat diamati dari
kemampuan guru dalam melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya yang tentunya sudah dapat mencermikan suatu pola kerja
yang dapat meningkatkan mutu pendidikan kearah yang lebih baik.
Seseorang akan bekerja secara profesional bilamana memiliki
kemampuan kerja yang tinggi dan kesungguhan hati untuk
mengerjakan dengan sebaik-baiknya. Sebaliknya, seseorang tidak
akan bekerja secara profesional bilamana hanya memenuhi salah
satu diantara dua persyaratan di atas. Jadi betapapun tingginya
kemampuan seseorang, ia tidak akan bekerja secara profesional
apabila tidak memiliki kepribadian dan dedikasi dalam bekerja
yang tinggi. Guru yang memiliki kinerja yang baik tentunya
memiliki komitmen yang tinggi dalam pribadinya artinya tercermin
suatu kepribadian dan dedikasi yang paripurna. Tingkat komitmen
guru terbentang dalam satu garis kontinum, bergerak dari yang
paling rendah menuju paling tinggi.
Guru yang memiliki komitmen yang rendah biasanya
kurang memberikan perhatian kepada murid, demikian pula waktu
dan
tenaga
yang
dikeluarkan
untuk
meningkatkan
mutu
pembelajaran yang sangat sedikit. Sebaliknya seseorang guru yang
memiliki komitmen yang tinggi biasanya tinggi sekali perhatiannya
dalam bekerja. Demikian pula waktu yang disediakan untuk
73
peningkatan mutu pendidikan sangat banyak. Sedangkan tingkat
abstraksi yang dimaksudkan di sini adalah tingkat kemampuan
guru dalam mengelola pembelajaran, mengklarifikasi masalahmasalah pembelajaran, dan menentukan alternatif pemecahannya.
Langkah
lain
yang
dilakukan
oleh
sekolah
untuk
meningkatkan kinerja guru melalui peningkatan pemanfaatan
teknologi informasi yang sedang berkembang sekarang ini dan
mendorong guru untuk menguasainya. Melalui teknologi informasi
yang dimiliki baik oleh daerah maupun oleh individual sekolah,
guru dapat melakukan beberapa hal diantaranya : (1) melakukan
penelusuran dan pencarian bahan pustaka, (2) membangun
Program
Artificial
Intelligence
(kecerdasan
buatan)
untuk
memodelkan sebuah rencana pengajaran, (3) memberi kemudahan
untuk mengakses apa yang disebut dengan virtual clasroom
ataupun virtual university, (4) pemasaran dan promosi hasil karya
penelitian.
Dengan memanfaatkan teknologi informasi maka guru
dapat secara cepat mengakses materi pengetahuan yang dibutuhkan
sehingga guru tidak terbatas pada pengetahuan yang dimiliki dan
hanya bidang studi tertentu yang dikuasai tetapi seyogyanya guru
harus mampu menguasai lebih dari bidang studi yang ditekuninya
sehingga bukan tidak mungkin suatu saat guru tersebut akan
mendalami hal lain yang masih memiliki hubungan erat dengan
74
bidang tugasnya guna meningkatkan kinerja ke arah yang lebih
baik.
Kinerja guru tidak dapat berdiri sendiri melainkan sangat
dipengaruhi oleh faktor lain melalui interaksi sosial yang terjadi di
antara diri mereka sendiri maupun dengan komponen yang lain
dalam sekolah. Hal lain yang dapat dilakukan adalah melalui
peningkatan moral kerja guru. Moral kerja sebagai suatu sikap dan
tingkah laku yang merupakan perwujudan suatu kemauan yang
dibawa serta ke sekolah dan kerjannya. Pemahaman tentang moral
kerja
yang
belum
sempurna
menyebabkan
tidak
dapat
mempengaruhi kinerja secara spesifik. Padahal moral kerja yang
tinggi dapat meningkatkan semangat untuk bekerja lebih baik.
Moral kerja dapat pula dipengaruhi oleh motif-motif tertentu yang
bersifat subyektif maupun obyektif. Adapun yang menjadi motif
untuk bekerja lebih baik adalah kebutuhan-kebutuhan (needs) yang
menimbulkan suatu tindakan perbuatan yang menimbulkan suatu
perbuatan (behaviour) yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhankebutuhan tersebut (goals).
Guru merupakan salah satu faktor penentu tinggi rendahnya
mutu hasil pendidikan. Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan
sangat ditentukan oleh sejauh mana kesiapan guru dalam
mempersiapkan peserta didiknya melalui kegiatan belajarmengajar.
Namun
demikian,
posisi
strategis
guru
untuk
75
meningkatkan mutu hasil pendidikan sangat dipengaruhi oleh
kemampuan profesional mengajar dan tingkat kesejahteraannya.
Reformasi
pendidikan
merupakan
respons
terhadap
perkembangan tuntutan global sebagai suatu upaya untuk
mengadaptasikan sistem pendidikan yang mampu mengembangkan
sumber daya manusia untuk memenuhi tuntutan zaman yang
sedang
berkembang.
Melalui
reformasi,
pendidikan
harus
berwawasan masa depan yang memberikan jaminan bagi
perwujudan hak-hak azazi manusia untuk mengembangkan seluruh
potensi dan prestasinya secara optimal.
Pada era otonomi daerah, pendapatan yang diterima guru
bervariasi, baik ditinjau dari jenjang sekolah maupun lokasi daerah.
Tunjangan guru di sekolah pada jenjang yang lebih rendah adalah
lebih rendah dari pada tunjangan guru di sekolah yang lebih tinggi.
Demikian pula, tunjangan guru di sekolah yang berada di kota
adalah lebih tinggi daripada tunjangan guru di sekolah yang berada
di pinggir kota dan desa. Kondisi ini disebabkan oleh perbedaan
kebutuhan sekolah dan kemampuan orang tua dalam memberikan
sumbangan dana terhadap sekolah. Ekonomi orang tua di
perkotaan adalah cenderung lebih kuat dibandingkan dengan
ekonomi orang tua di pinggir kota dan desa. Sedangkan, besarnya
tunjangan kepada guru yang diberikan sekolah didasarkan atas
RAPBS dan kekuatan orang tua siswa. Tunjangan kepada guru
76
memberikan efek yang signifikan terhadap hasil belajar yang
diperoleh siswa. Siswa yang berada di kota lebih berprestasi
daripada siswa di pinggir kota dan desa. Demikian pula, siswa
yang ada di pinggir kota lebih berprestasi dari pada siswa di desa.
Meski prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh kemampuan siswa
dan daya dukung orang tua, namun presatasi tersebut juga
dipengaruhi oleh tunjangan kepada guru. Tunjangan guru yang
berada di kota adalah cenderung lebih besar, sehingga lebih dapat
berkonsentrasi dalam mengajar.50
B. Kerangka Pemikiran
Sertifikasi guru adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan
kepada guru atau dosen sebagai tenaga profesional. Profesionalisme guru
dalam
mengajar
adalah
kemampuan
menciptakan
pembelajaran
yang berkualitas karena guru memiliki peranan yang sangat sentral, baik
sebagai perencana, pelaksana, maupun evaluator pembelajaran, terutama
dalam memberikan kemudahan pembelajaran kepada siswa secara efektif dan
efisien, sehingga membentuk kompetensi siswa sesuai dengan karakteristik
individual masing-masing.
Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan para ahli pada bab
sebelumya, maka profesionalisme guru diukur dengan instrumen yaitu sebagai
50
http://www.forumsains.com/pendidikan/etos-kerja-mutu-kinerja-dan-kesejahteraanguru/ diunduh pada hari Senin, tanggal 3 Februari 2014 pukul 10.15
77
perencana, pelaksana, dan evaluator pembelajaran.Guru sangat berperan
dalam membantu perkembangan siswa untuk mewujudkan tujuan hidupnya
secara optimal. Minat, bakat kemampuan dan potensi yang dimiliki siswa
tidak dapat berkembang optimal tanpa bantuan guru. Dalam kaitan guru perlu
memperhatikan siswa secara individual,karena antara satu siswa dengan yang
lain memiliki perbedaan yang sangat mendasar.
Berkaitan dengan tanggung jawab, guru harus mengetahui serta
memahami nilai, norma, moral dan sosial serta berusaha berprilaku dan
berbuat sesuai dengan nilai dan norma tersebut. Belajar adalah aktivitas yang
menghasilkan perubahan pada diri individu yang belajar, baik aktual maupun
potensial. Kegiatan belajar siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti
motivasi, kematangan, hubungan peserta didik dengan guru, kemampuan
verbal, tingkat kebebasan, rasa aman, dan keterampilan guru berkomunikasi.
Tujuan pengajaran tentu saja saja akan dapat tercapai jika siswa berusaha
secara aktif untuk mencapainya. Keaktifan siswa disini tidak hanya dituntut
dari segi fisik, tetapi juga segi kejiwaan. Jika guru dalam mengajar di
madrasah/sekolah efektif, maka :
1. Siswa harus memperoleh pemahaman keilmuan yang optimal sesuai
dengan tujuan-tujuan pendidikan.
2. Pembelajaran dapat efektif
3. Siswa mengenal diri mereka sebagai peserta didik yang baik
4. Terciptanya suasana pembelajaran yang kondusif untuk pertumbuhan
perkembangan psikologi siswa
78
5. Bertambahnya sumber daya manusia yang kompeten dan dapat
dimanfaatkan.
Keterkaitan guru dalam mengajar mampu merealisir tujuan pendidikan
dan lain sebagainya. Perkembangan psikologi siswa dalam penelitian ini
adalah kejiwaan manusia yang berkaitan faktor-faktor kerohanian siswa yang
pada umumnya dipandang lebih esensial kaitannya dengan pembelajaran yaitu
tingkat kecerdasan/intelegensi, sikap, bakat, emosi, minat, dan motivasi .Siswa
dilihat dari aspek perkembangan psikologi banyak sekali perbedaan yang
ditonjolkan oleh masing-masing individu, di sekolah perilaku siswa selalu
menunjukan perbedaan, ada yang pendiam, kreatif, suka banyak bicara, ada
yang tertutup (introver) dan ada yang terbuka (ekstrover), ada yang pemurung,
periang dan sebagainya.
C. Hipothesis Penelitian
Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap
permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul.51 Suatu
hipotesis akan diterima apabila data yang dikumpulkan mendukung
pernyataan maka hipotesis diterima. Berdasarkan perumusan masalah dan
tujuan penelitian yang ingin dicapai maka dibuat hipotesis sebagai berikut :
Untuk mengetahui hubungan antara status kepegawaian dengan kinerja
guru, kami menggunakan 2 (dua) cara sebagai berikut:
1. Mencari hubungan antara status kepegawaian dengan kinerja guru yang
dinilai oleh diri guru sendiri, dengan hipotesis (alternatif) sebagai berikut:
51
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT
Rineka Cipta, 1996,67.
79
H1: kinerja guru PNS lebih baik dari kinerja guru Non PNS
H2: kinerja guru tersertifikasi lebih baik dari pada kinerja guru Non
Sertifikasi
H3: ada perbedaan kinerja antara guru PNS Sertifikasi, PNS Non
Sertifikasi, Non PNS Sertifikasi, dan Non PNS Non Sertifikasi
2. Mencari hubungan antara status kepegawaian dengan kinerja guru yang
dinilai oleh kepala sekolah, dengan hipotesis (alternatif) sebagai berikut:
H4: kinerja guru PNS lebih baik dari kinerja guru Non PNS
H5: kinerja guru tersertifikasi lebih baik dari pada kinerja guru Non
Sertifikasi
H6: ada perbedaan kinerja antara guru PNS Sertifikasi, PNS Non
Sertifikasi, Non PNS Sertifikasi dan Non PNS Non Sertifikasi
79
BAB III
METODE PENELITIAN
Pada dasarnya metode penelitian ini disusun sebagai alat bantu untuk
menjelaskan apa saja yang hendak diteliti, dengan apa atau cara bagaimana data
hendak dicapai, apa atau siapa yang akan menjadi sumber datanya dan bagaimana
menganalisis data yang sudah didapatkan.
A. Subjek dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang
sebagai subyek penelitiannya adalah guru-guru yang mengajar di Madrasah
Ibtidaiyah Swasta (MIS) dan Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN).Pelaksanaan
penelitian ini diawali dengan pengumpulan data pendahuluan dari Kantor
Kementerian Agama Kabupaten Semarang, jumlah guru yang mengajar Tahun
Pelajaran 2012/2013 berdasarkan status kepegawaiannya.
Pelaksanaan penelitian ini dimulai sejak tanggal 1 Juni 2013 sampai
dengan 1 September 2013. Namun apabila dalam rentang waktu tersebut
masih terdapat kekurangan data, maka akan diajukan perpanjangan waktu
penelitian sesuai dengan yang dibutuhkan. Karena target penelitian ini adalah
memperoleh sejumlah data untuk menjawab tujuan penelitian.
B. Jenis dan Sumber Data Penelitian
Aktivitas penelitian tidak akan terlepas dari keberadaan data yang
merupakan bahan baku informasi untuk memberikan gambaran spesifik
79
80
mengenai obyek penelitian. Data adalah fakta empirik yang dikumpulkan oleh
peneliti untuk kepentingan memecahkan masalah atau menjawab pertanyaan
penelitian. Data penelitian dapat berasal dari berbagai sumber yang
dikumpulkan dengan menggunakan berbagai teknik selama kegiatan penelitian berlangsung.
Berdasarkan sumbernya, data penelitian dapat dikelompokkan dalam
dua jenis yaitu data primer dan data sekunder.
1. Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti
secara langsung dari sumber datanya. Data primer disebut juga sebagai
data asli atau data baru yang memiliki sifat up to date. Untuk mendapatkan
data primer, peneliti harus mengumpulkannya secara langsung. Teknik
yang dapat digunakan peneliti untuk mengumpulkan data primer antara
lain observasi, wawancara, diskusi terfokus (focus grup discussion – FGD)
dan penyebaran kuesioner.
2. Data Sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari
berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan kedua). Data
sekunder dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti Biro Pusat Statistik
(BPS), buku, laporan, jurnal, dan lain-lain.
Pemahaman terhadap kedua jenis data di atas diperlukan sebagai
landasan dalam menentukan teknik serta langkah-langkah pengumpulan data
penelitian.
Jenis data yang digunakan dalam peneltian ini adalah data primer.Data
primer adalah data yang diperoleh langsu ng dari responden atau
81
melalui kuesioner ( angket ). Data diperoleh dari subyek penelitian yaitu para
guru di wilayah Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang.
C. Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian yang memiliki
satu sifat yang sama. 1 Sedangkan menurut Sugiyono pengertian populasi
adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. 2
Berdasarkan pendapat tersebut ditetapkan populasi penelitian ini
adalah Guru Negeri dan Honorer di lingkungan Kecamatan Susukan
Kabupaten Semarang, baik yang sudah lulus sertifikasi maupun yang belum
lulus sertifikasi.
Dari populasi penelitian yang berjumlah 131 guru, maka yang
dijadikan sebagai sampel yaitu 50 guru. Terdiri dari 12 PNS dan 38 Non PNS.
Sampel diambil berdasarkan kelengkapan status kepegawaian yang ada di
sekolah masing-masing.
D. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen
Setiap penelitian selalu menggunakan alat pengumpulan data yang
disusun dan disesuaikan dengan tujuan penelitian. Adapun metode yang
penulis gunakan dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut:
1
Hadi, Sutrisno, Metodologi Risearch, Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM, 220.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: cv
AFABETA, 2011, 80.
2
82
1. Metode dokumentasi
Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau
variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah,
prasasti, notulen rapat, legger, agenda, dan sebagainya.3 Metode ini
digunakan untuk memperoleh data status kepegawaian guru dan status
sertifikasi guru Tahun Pelajaran 2012/2013.
2. Metode angket
Angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk
memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang
pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui.4
Metode angket ini digunakan untuk mengumpulkan data tentang
kinerja guru, baik kinerja yang dinilai oleh diri guru sendiri maupun
kinerja guru yang dinilai oleh kepala sekolah.
3. Metode Wawancara
Wawancara sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin
melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang ingin
diteliti.5 Wawancara untuk memperoleh data tentang kinerja guru.
Wawancara dilakukan dengan kepala sekolah dan Waspendais ( Pengawas
Pendidikan Agama Islam) di wilayah kecamatan Susukan, Kabupaten
Semarang.
3
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2002, 188.
4
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2002, 151
5
Sujiono Anas, Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Gafindo Persada, 2000, 157.
83
4. Uji coba instrumen
Sebelum pelaksanaan penelitian untuk mengetahui kelayakan
instrumen dilaksanakan uji coba instrumen/try out, uji coba dengan
responden di luar sampel penelitian dan termasuk dalam populasi yaitu
sebanyak 10 guru.
Suatu penelitian akan memberikan hasil yang baik atau sebaliknya,
sebagian tergantung pada instrumen yang digunakan. Instrumen dikatakan
baik apabila memenuhi syarat tertentu, diantaranya adalah syarat validitas dan
reliabilitas. Dengan demikian syarat validitas dan reliabilitas menjadi tolak
ukur kualitas instrumen penelitian.
Suatu instrumen pengukuran dikatakan valid jika instrumen dapat
mengukur sesuatu dengan tepat apa yang hendak diukur. Validitas adalah
suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan
sesuatu instrumen.6 Hal yang sama juga diungkapkan oleh Sutrisno Hadi
bahwa validitas adalah kejituan, ketepatan atau kekenaan pengukuran. Suatu
alat ukur disebut jitu jika dengan jitu mengenai sasaran.7
Uji validitas pada instrumen penelitian ini menggunakan validitas
empirik. Validitas empirik adalah validitas yang dinyatakan berdasarkan hasil
pengalaman. Sebuah instrumen penelitian dikatakan memiliki validitas apabila
sudah diuji dengan pengalaman.
6
8
Dengan menguji validitas empiris, peneliti
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2002, 144.
7
Sutrisno Hadi, Metodologi Risearch, Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM, 2004, 102.
8
Muhibbin dan Abdurrahman, 2007, 30.
84
melakukan tri out/uji coba instrumen pada populasi yang tidak termasuk
sampel yaitu 10 orang guru.
Uji reliabilitas instrumen dimaksudkan untuk mengetahui konsistensi
dari instrumen sebagai alat ukur, sehingga suatu pengukuran dapat dipercaya.
Reliabilitas menunjuk pada sesuatu pengertian, bahwa suatu instrumen cukup
dapat dipercaya untuk digunakan sebagai
instrumen tersebut sudah baik.
9
alat pengumpul data karena
dengan demikian instrumen yang baik tidak
akan bersifat tendensius mengarahkan responden untuk memilih jawabanjawaban tertentu. Apabila datanya memang benar sesuai dengan kenyataan,
maka beberapa kali pun diambil, tetapa akan sama.
Pengujian validitas reliabilitas instrumen dilakukan dengan bantuan
SPSS (Statistc Product Services Solutions) Release 16,0.
E. Tehnik Analisa Data
Untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara status
kepegawaian dengan kinerja guru maka kami menggunakan analisis t-test dan
ANOVA. Adapun untuk t-test kami gunakan untuk membandingkan kinerja
guru dan status kepegawaain guru PNS-Non PNS dan guru yang sudah lulus
sertifikasi dan belum sertifikasi. Uji t (t-test) merupakan prosedur pengujian
parametrik rata-rata dua kelompok data (misal dalam penelitian kami PNS dan
Non PNS), baik untuk kelompok data terkait maupun dua kelompok bebas.
Untuk jumlah data yang sedikit maka perlu dilakukan uji normalitas untuk
9
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2002, 154.
85
memenuhi syarat dari sebaran datanya. Umumnya pada uji t dua kelompok
bebas, yang perlu diperhatikan selain normalitas data juga kehomogenan
varian. Kehomogenan data digunakan untuk menentukan jenis persamaan uji t
yang akan digunakan.
Disamping itu, karena status kepegawaian yang ketiga (gabungan)
dalam penelitian ini terdiri dari empat kategori, maka analisis yang digunakan
adalah ANOVA (Analysis of Variance). ANOVA digunakan untuk
membandingkan rata-rata antara dua atau lebih kelompok sampel data. asumsi
mendasar dalam analisis perbandingan adalah bahwa variabel data yang akan
dibandingkan harus mengikuti distribusi normal.Asumsi lainnya yang harus
dipenuhi dalam analisis perbandingan dengan ANOVA adalah homogenitas
varians. Ini dilakukan melalui uji Levene's homogenity-of-variance test.
Langkah
pertama
untuk
metode
perbandingan
ini
adalah
mengumpulkan data (sampel) dari setiap objek per kelompok variabel.
Pengukuran
bersifat
kuantitatif
atau
minimum
berskala
interval.
Selanjutnya kita mengenal apa yang disebut dengan statistik uji t dan analisis
varians atau ANOVA. Statistik uji t dan ANOVA digunakan sebagai statistik
uji untuk perbandingan dua atau lebih kelompok sampel data. Uji t digunakan
untuk membandingkan dua sampel yang akan dibandingkan, sedangkan
ANOVA digunakan untuk uji perbandingan lebih dari dua kelompok sampel
data maka digunakan analisis varians.
BAB IV
ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN
A. Diskripsi Data
Sebelum diadakan uji hipotesis dari data masing-masing variabel yaitu
status kepegawaian, kinerja yang dinilai oleh diri guru sendiri, dan kinerja
yang dinilai oleh kepala sekolah dianalisis secara diskriptif. Data dalam
penelitian ini adalah 50 orang guru MI di Kecamatan Susukan Kabupaten
Semarang. Dari hasil perhitungan statistik dasar, keempat variabel tersebut di
atas, dapat diterangkan sebagai berikut.
1. Status PNS dan Non PNS
Berikut ini gambaran umum responden mengenai status PNS dan
Non PNS.
Tabel 4.1. Status PNS
Valid
Frekuensi
Persen
Non PNS
38
76.0
PNS
12
24.0
Total
50
100.0
Sumber : Sekertaris KKMI (Kelompok Kerja Kepala Madrasah Ibtidaiyah) Kec.Susukan,
Kab.Semarang
PNS adalah guru tetap yang diangkat sebagai pegawai negeri sipil oleh
Pemerintah dan atau Pemerintah Daerah berdasarkan peraturan perundang
– undangan yang
berlaku. Berdasarkan tabel di atas, yang dijadikan
sampel PNS ada 12 guru (24 %) Sedangkan Non PNS adalah guru yang
diangkat
oleh
yayasan,
atau
86
badan
hukum
lainnya
yang
87
menyelenggarakan satuan pendidikan, berdasarkan
perjanjian
kerja
terdiri dari 38 guru (76 %).
2. Status Sertifikasi dan Non Sertifikasi
Yang dimaksud status sertifikasi adalah guru yang sudah lulus
sertifikasi baik sebagai guru kelas maupun sebagai guru mata pelajaran.
Status Non Sertifikasi adalah status guru yang belum lulus atau belum
terdaftar sertifikasi.
Tabel 4.2. Status Sertifikasi
Valid
Frekuensi
Persen
Belum
Sertifikasi
34
68.0
Sudah
Sertifikasi
16
32.0
Total
50
100.0
Sumber : Sekertaris KKMI (Kelompok Kerja Kepala Madrasah Ibtidaiyah) Kec.Susukan,
Kab.Semarang
Tabel di atas menunjukkan bahwa guru yang belum sertifikasi ada 34
guru (68 %), sedangkan guru yang sudah lulus sertifikasi sebanyak 16
guru (32 %).
3. Status Gabungan
Status gabungan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
status kepegawaian yang digabungkan dengan status sertifikasi.
Ada
empat status yaitu: (1). PNS Sertifikasi terdiri dari 5 guru (10%); (2). PNS
Non Sertifikasi terdiri dari 7 guru (14%); (3). Non PNS Sertifikasi terdiri
dari 11 guru (22%); (4). Non PNS Non Sertifikasi terdiri dari 27 guru
(54%).
88
Tabel 4.3. Status Gabungan
Frekuensi
Valid
Persen
PNS Sertifikasi
5
10.0
PNS Non Sertifikasi
7
14.0
Non PNS Sertifikasi
11
22.0
Non PNS Non Sertifikasi
27
54.0
Total
50
100.0
Sumber : Sekertaris KKMI (Kelompok Kerja Kepala Madrasah Ibtidaiyah) Kec.Susukan,
Kab.Semarang
Dari tabel di atas ada empat status yaitu: (1). PNS Sertifikasi terdiri dari 5
guru (10 %); (2). PNS Non Sertifikasi terdiri dari 7 guru (14 %); (3). Non
PNS Sertifikasi terdiri dari 11 guru (22 %); (4). Non PNS Non Sertifikasi
terdiri dari 27 guru (54 %).
B. Analisa Data Status Kepegawaian yang Dinilai Oleh Diri Guru Sendiri
Hasil analisis pertama dari instrumen penilaian kinerja guru yang
dinilai oleh diri guru sendiri dapat dilihat dari tabel di bawah ini.
Tabel 4.4. Kinerja Guru yang Dinilai Oleh Diri Guru Sendiri
N
Valid
Missing
Mean
Median
Mode
Std. Deviation
Minimum
Maximum
50
0
101.64
101
93.00
6.85345
93.00
111.00
89
Data dikumpulkan dari 50 responden dengan variabel kinerja guru
yang dinilai oleh diri guru sendiri sebanyak 30 pertanyaan dengan alternatif
jawaban: Sl (selalu) skor nilai 4, SR (sering) skor nilai 3, KD (kadang-kadang)
skor nilai 2, TP (tidak pernah) skor nilai 1. Adapun skor minimal 30 dan skor
maksimal 120. Rata-rata skor yang diperoleh guru dari instrumen ini yaitu
101. Perhitungan tersebut menunjukkan rata-rata (mean) dan median yang
tidak jauh berbeda. Hal ini mengidentifikasikan bahwa penyebaran skor
variabel kinerja guru yang dinilai oleh diri guru sendiri terdistribusi normal.
Skor minimum yang diperoleh guru berdasarkan data tersebut yaitu 93,
sedangkan skor maximum yaitu 111. Namun demikian, mayoretas responden
(68%) / â…” itu nilai mereka antara 94-108.
Untuk memperoleh gambaran lebih rinci tentang skor yang diperoleh
dari nilai minimal dan maksimal disajikan dalam tabel berikut ini.
Tabel 4.5. Skor Kinerja Guru yang Dinilai Oleh Diri Guru Sendiri
Valid
Frekuensi
Persen
Valid
Persent
Komulatif
Percent
93
13
26.0
26.0
26.0
95
1
2.0
2.0
28.0
96
1
2.0
2.0
30.0
97
2
4.0
4.0
34.0
99
5
10.0
10.0
44.0
100
2
4.0
4.0
48.0
101
3
6.0
6.0
54.0
103
1
2.0
2.0
56.0
105
4
8.0
8.0
64.0
106
3
6.0
6.0
70.0
107
3
6.0
6.0
76.0
110
4
8.0
8.0
84.0
90
111
8
16.0
16.0
Total
50
100.0
100.0
100.0
Berdasarkan tabel di atas maka skor 93 diperoleh 13 guru (26 %), yang
mendapat skor 95 ada 1 guru (2 %), yang mendapat skor 96 ada 1 guru (2 %),
yang mendapat skor 97 ada 2 guru (4 %), yang mendapat skor 99 ada 5
guru(10 %), yang mendapat skor 100 ada 2 guru (4 %), yang mendapat skor
101 ada 3 guru (6 %), yang mendapat skor 103 ada 1 guru (2 %), yang
mendapat skor 105 ada 4 guru (8 %), yang mendapat skor 106 ada 3 guru (6
%), yang mendapat skor 107 ada 3 guru (6 %), yang mendapat skor 110 ada 4
guru (8 %), yang mendapat skor 111 ada 8 guru (16 %).
C. Analisa Data Status Kepegawaian yang Dinilai Oleh Kepala Sekolah
Sedangkan kinerja guru yang dinilai oleh Kepala Sekolah dapat dilihat
dalam tabel di bawah ini.
Tabel 4.6. Kinerja Guru yang Dinilai Oleh Kepala Sekolah
N
Valid
50
Missing
0
Mean
149.72
Median
150
Mode
150
Std. Deviation
13.60
Minimum
115
Maximum
172.00
Instrumen penilaian kinerja guru yang dinilai oleh Kepala Sekolah ada
44 item pertanyaan, dengan skor minimum 44 dan skor maksimum 176. Dari
91
50 responden diperoleh rerata (mean) 149, dengan nilai tengah setelah
diurutkan (median) 150. Sedangkan nilai yang sering muncul (modus) yaitu
150. Skor perolehan minimum yaitu 115, sedangkan skor perolehan
maksimum yaitu 172. Kebanyakan mayoritas (68%) / â…” dari responden
skornya antara 136-164.
Untuk memperoleh gambaran skor yang diperoleh dari nilai minimal
dan maksimal disajikan dalam tabel berikut ini.
Tabel 4.7. Skor Kinerja Guru yang Dinilai Oleh Kepala Sekolah
Valid
Frekuensi
Persent
Valid
Persent
Komulatif
Persent
115
1
2.0
2.0
2.0
128
1
2.0
2.0
4.0
129
1
2.0
2.0
6.0
131
1
2.0
2.0
8.0
132
1
2.0
2.0
10.0
133
1
2.0
2.0
12.0
135
1
2.0
2.0
14.0
136
3
6.0
6.0
20.0
138
3
6.0
6.0
26.0
139
1
2.0
2.0
28.0
141
2
4.0
4.0
32.0
142
1
2.0
2.0
34.0
143
1
2.0
2.0
36.0
144
2
4.0
4.0
40.0
147
1
2.0
2.0
42.0
148
3
6.0
6.0
48.0
150
4
8.0
8.0
56.0
153
1
2.0
2.0
58.0
155
2
4.0
4.0
62.0
156
1
2.0
2.0
64.0
157
1
2.0
2.0
66.0
92
158
2
4.0
4.0
70.0
159
2
4.0
4.0
74.0
161
1
2.0
2.0
76.0
162
3
6.0
6.0
82.0
163
1
2.0
2.0
84.0
167
1
2.0
2.0
86.0
168
2
4.0
4.0
90.0
169
1
2.0
2.0
92.0
170
1
2.0
2.0
94.0
171
2
4.0
4.0
98.0
172
1
2.0
2.0
100.0
Total
50
100.0
100.0
Dari data di atas diperoleh gambaran bahwa skor 115 diperoleh oleh 1
guru (2 %), skor 128 diperoleh 1 guru (2 %), skor 129 diperoleh 1 guru ( 2 %),
skor 131 diperoleh 1 guru, skor 132 diperoleh 1 guru ( 2 %), skor 133
diperoleh 1 guru ( 2 %), skor 135 diperoleh 1 guru (2 %), skor 136 diperoleh 3
guru ( 6 %), skor 138 diperoleh 3 guru (6 %), skor 139 diperoleh 1 guru (2 %),
skor 141 diperoleh 2 guru (4 %), skor 142 diperoleh 1 guru (2 %), skor 143
diperoleh 1 guru (2 %),skor 144 diperoleh 2 guru (4 %), skor 147 diperoleh 1
guru (2 %), skor 148 diperoleh 3 guru (6 %), skor 150 diperoleh 4 guru ( 8 %),
skor 153 diperoleh 1 guru (2 %), skor 155 diperoleh 2 guru (4 %), skor 156
diperoleh 1 guru (2 %), skor 157 diperoleh 1 guru (2 %), skor 158 diperoleh 2
guru (4 %), skor 159 diperoleh 2 guru (4 %), skor 161 diperoleh 1 guru (2 %),
skor 162 diperoleh 3 guru (6 %), skor 163 diperoleh 1 guru (2 %), skor 167
diperoleh 1 guru (2 %), skor 168 diperoleh 2 guru (4 %), skor 169 diperoleh 1
guru (2 %).
93
D. Hasil Penelitian
1. Mencari hubungan antara status kepegawaian dengan kinerja guru
yang dinilai oleh diri guru sendiri
a. Hubungan Status PNS dan Non PNS Dengan Kinerjanya
Berdasarkan data yang diperoleh tentang status kepegawaian
dengan kinerja guru yang dinilai oleh diri guru sendiri dapat dilihat
dalam tabel di bawah ini.
Tabel 4.8 Status PNS dan Non PNS dan kinerja yang dinilai guru sendiri
StatPNS
kgsendiri
N
Std.
Deviation
Mean
Std. Error
Mean
Non PNS
38 1.0147E2
7.33277
1.18953
PNS
12 1.0217E2
5.28864
1.52670
Tabel 4.9 Independent Samples Test yang dinilai guru sendiri
Levene's
Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F
kgs Equal
end variances
iri assumed
Equal
variances
not
assumed
5.00
5
Sig.
T
df
95%
Confidenc
e Interval
Mea
of the
Sig. n
Std.
(2- Diffe Error Difference
taile renc Differe Low Upp
d) e
nce
er
er
.030 -.303
3.91
48 .764 .692 2.29074 5.29
286
98
882
-.358
25.6
3.28
.723 .692 1.93541 4.67
04
830
98
426
94
Berdasarkan data pada tabel di atas diketahui bahwa memang
ada perbedaan rata-rata kinerja guru PNS dan Non PNS. Di mana ratarata kinerja guru PNS yaitu 102, sedangkan rata-rata kinerja guru Non
PNS yaitu 101. Jadi ada selisih 0,69. Dengan kata lain kinerja guru
PNS lebih tinggi dari guru Non PNS. Namun demikian perbedaan
tersebut tidak signifikan secara statistik, dengan nilai t absolut sebesar
0,3 ( jauh di bawah nilai 2 ), dan nilai signifikansi (sig) sebesar 0,76 (
> 0,05) dikatakan signifikan bila nilai sig < 0,05.
Jadi kita gagal menolak ( H0 ) dengan kata lain tidak ada
hubungan antara kinerja yang dinilai oleh diri guru sendiri dan status
kepegawaian atau sama saja dan tidak ada perbedaan.
b. Hubungan Status Sertifikasi dan Non Sertifikasi Dengan
Kinerjanya
Dari data yang diperoleh tentang status sertifikasi dengan
kinerja yang dinilai oleh diri guru sendiri dapat dilihat di dalam tabel
di bawah ini.
Tabel 4.10 Status Sertifikasi yang Dinilai Oleh Diri Guru Sendiri
StatSer
N
Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
kgsendiri Belum
Sertifikasi
34 1.0029E2
6.78469
1.16357
Sudah
Sertifikasi
16 1.0450E2
6.27163
1.56791
95
Tabel 4.11 Independent Samples Test yang dinilai oleh guru sendiri
Levene's
Test for
Equality of
Variances
F
kgs Equal
end variances
iri assumed
Equal
variances not
assumed
Sig.
T
t-test for Equality of Means
95%
Confidence
Std. Interval of
the
Sig.
Error
Difference
(2- Mean Diffe
taile Differe renc
Upp
df d)
nce
e Lower er
- 2.00
.486 .489 2.09 48 .042
8.246 .165
4.20588 960
3
45 31
31.
- 1.95
2.15
.039
8.184 .227
701
4.20588 249
4
45 32
Berdasarkan dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa ada
perbedaan nilai kinerja antara guru yang sudah sertifikasi dengan guru
yang belum tersertifikasi. Dimana rata-rata nilai kinerja guru yang
tersertifikasi (104,50) lebih tinggi dibanding dengan guru yang belum
tersertifikasi (100,29) dengan selisih 4,20.
Perbedaan ini secara
statistik dianggap signifikan karena t 2,09 (dianggap signifikan jika >
2) dan nilai signifikansi sebesar 0,04 (dianggap signifikan jika nilai <
0,05).
Jadi kita menolak H0 (Tidak ada hubungan antara status 2
(status guru yang sudah sertifikasi dan guru yang belum sertifikasi)
dengan kinerja guru yang dinilai oleh dirinya sendiri.
96
c. Hubungan Status PNS Sertfikasi, PNS Non Sertifikasi, Non PNS
Sertfikasi dan Non PNS Non Sertfikasi Dengan Kinerjanya
Tabel 4. 12. ANOVA yang dinilai oleh guru sendiri
kgsendiri
Sum of Squares
Between
Groups
Within Groups
Total
Mean
Square
df
F
223.206
3
74.402
2078.314
2301.520
46
49
45.181
1.647
Sig.
.192
Berdasarkan data di atas, maka penelitian ini menolak Ho
(tidak ada hubungan antara kinerja guru dan status guru gabungan,
karena p valu / sig 0,19 yaitu lebih besar 0,05. Berarti tidak ada
perbedaan antara status guru ( PNS Sertifikasi, PNS Non Sertifikasi,
Non PNS Sertifikasi, dan Non PNS Non Sertifikasi). Dalam kinerja
mereka yang dinilai oleh diri mereka sendiri. Hal ini menunjukkan
bahwa status guru (gabungan) tidak berpengaruh/tidak ada kaitannya
dengan kinerja.
Tabel 4. 13. Multiple Comparisons
(I)
StatGab (J) StatGab
Mean
Differenc
e (I-J)
95% Confidence
Interval
Std.
Error
Lower Upper
Sig. Bound Bound
PNS
PNS Non Sertifikasi 1.42857 3.93580 .983 -9.0623 11.9194
Seritfik Non PNS Sertifikasi
-2.18182 3.62539 .931
7.4817
asi
11.8453
Non PNS Non
Sertifikasi
3.03704 3.27254 .790 -5.6859 11.7600
97
PNS
PNS Seritfikasi
-1.42857 3.93580 .983
9.0623
Non
11.9194
Sertifik Non PNS Sertifikasi
-3.61039 3.24988 .685
5.0522
asi
12.2729
Non PNS Non
1.60847 2.85092 .942 -5.9907 9.2076
Sertifikasi
Non
PNS Seritfikasi
2.18182 3.62539 .931 -7.4817 11.8453
PNS
PNS Non Sertifikasi 3.61039 3.24988 .685 -5.0522 12.2729
Sertifik
Non PNS Non
asi
5.21886 2.40431 .147 -1.1898 11.6275
Sertifikasi
Non
PNS Seritfikasi
-3.03704 3.27254 .790
5.6859
PNS
11.7600
Non
PNS Non Sertifikasi -1.60847 2.85092 .942 -9.2076 5.9907
Sertifik
Non PNS Sertifikasi
asi
-5.21886 2.40431 .147
1.1898
11.6275
Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS Sertifikasi dengan
PNS non Setifikasi adalah 1,4. Namun demikian perbedaan ini secara
statistik tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,98 (jauh
di atas 0,05). Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS Sertifikasi
dengan Non PNS Sertifikasi adalah 2,1. Namun demikian perbedaan
ini secara statistik tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar
0,93 (jauh di atas 0,05). Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS
Sertifikasi dengan Non PNS Non Sertifikasi
adalah 3,0. Namun
demikian perbedaan ini secara statistik tidak signifikan, karena nilai
sig (p-value) sebesar 0,79 (jauh di atas 0,05).
Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS Non Sertifikasi
dengan Non PNS Sertifikasi adalah 3,6. Namun demikian perbedaan
ini secara statistik tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar
98
0,68 (jauh di atas 0,05). Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS
Non Sertifikasi dengan Non PNS Non Sertifikasi adalah 1,6. Namun
demikian perbedaan ini secara statistik tidak signifikan, karena nilai
sig (p-value) sebesar 0,94 (jauh di atas 0,05).
Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru Non PNS Sertifikasi
dengan Non PNS Non Sertifikasi adalah 5,2. Namun demikian
perbedaan ini secara statistik tidak signifikan, karena nilai sig (p-value)
sebesar 0,14 (jauh di atas 0,05).
2. Mencari hubungan antara Status Kepegawaian dengan Kinerja Guru
yang Dinilai oleh Kepala Sekolah
a. Hubungan Status PNS dan Non PNS Dengan Kinerjanya
Berdasarkan data yang diperoleh tentang status kepegawaian
dengan kinerja guru yang dinilai oleh Kepala Sekolah dapat dilihat
dalam tabel di bawah ini.
Tabel 4.14 Status PNS dan Non PNS dengan kinerja yang dinilai
kepala sekolah
StatPNS
N
Kgkeps Non PNS
ek
PNS
Std.
Deviation
Mean
Std. Error
Mean
38 1.5061E2
13.15714
2.13437
12 1.4692E2
15.21039
4.39086
Tabel 4.15 Independent Samples Test yang dinilai oleh kepala sekolah
Levene's
Test for
Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
99
F
Kgk Equal
epse variances
k
assumed
Equal
variances
not
assumed
Sig.
t
95%
Confidence
Std. Interval of
the
Error
Sig. Mean Diffe Difference
(2- Differ renc Low
df tailed) ence
e
er Upper
48
3.688 4.52
12.779
.419
5.40
6 161
91
272
16.5
.756
38
3.688 4.88
14.010
.461
6.63
6 213
96
377
.057 .812 .816
Berdasarkan data pada tabel di atas diketahui bahwa memang
ada perbedaan rata-rata kinerja guru PNS dan Non PNS. Di mana ratarata kinerja guru PNS yaitu 146, sedangkan rata-rata kinerja guru Non
PNS yaitu 150. Jadi ada selisih 0,41. Dengan kata lain kinerja guru
Non PNS lebih tinggi dari guru PNS. Namun demikian perbedaan
tersebut tidak signifikan secara statistik, dengan nilai t absolut sebesar
0,8 ( jauh di bawah nilai 2 ), dan nilai signifikansi (sig) sebesar 0,75 (
> 0,05) dikatakan signifikan bila nilai sig < 0,05.
Jadi kita gagal menolak ( H0 ) dengan kata lain tidak ada
hubungan antara kinerja yang dinilai oleh Kepala Sekolah dan status
kepegawaian atau sama saja dan tidak ada perbedaan.
100
b. Hubungan Status Sertifikasi
dan Non Sertifikasi Dengan
Kinerjanya
Dari data yang diperoleh tentang status sertifikasi dengan
kinerja yang dinilai oleh Kepala Sekolah dapat dilihat di dalam tabel
di bawah ini.
Tabel 4.16 Status Sertifikasi dengan kinerja yang dinilai oleh kepala
sekolah
StatSer
N
Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
kgkepsek Belum Sertifikasi
34 1.4735E2
12.41183
2.12861
Sudah Sertifikasi
16 1.5475E2
15.04438
3.76109
Tabel 4.17 Independent Samples Test yang dinilai oleh kepala sekolah
Levene's
Test for
Equality of
Variances
F
kgk Equal
eps variances
ek assumed
Equal
variances
not
assumed
Sig.
t-test for Equality of Means
t
.120 .730 1.8
36
95%
Confidence
Interval of
Std.
the
Sig. Mean Error
(2- Differ Differ Difference
df tailed) ence ence Lower Upper
48
4.029
.7044
.073 7.397
15.49
32
2
06
854
24.9
1.7
83
12
4.321
1.503
.099 7.397
16.29
67
89
06
801
Berdasarkan dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa ada
perbedaan nilai kinerja antara guru yang sudah sertifikasi dengan guru
101
yang belum tersertifikasi. Dimana rata-rata nilai kinerja guru yang
tersertifikasi (154,75) lebih tinggi dibanding dengan guru yang belum
tersertifikasi (147,35) dengan selisih 7,30.
Perbedaan ini secara
statistik dianggap signifikan karena t 1,71 (dianggap signifikan jika >
2) dan nilai signifikansi sebesar 0,73 (dianggap signifikan jika nilai <
0,05).
Jadi kita menolak H0 (Tidak ada hubungan antara status 2
(status guru yang sudah sertifikasi dan guru yang belum sertifikasi)
dengan kinerja guru yang dinilai oleh Kepala Sekolah.
c. Hubungan Status PNS Sertfikasi, PNS Non Sertifikasi, Non PNS
Sertifikasi dan Non PNS Non Sertfikasi Dengan Kinerjanya
Tabel 4. 18 ANOVA status gabungan yang dinilai kepala sekolah
kgkepsek
Sum of
Squares
df Mean Square
F
Sig.
Between Groups
Within Groups
Total
956.646
8117.434
9074.080
3
46
49
318.882
176.466
1.807
.159
Berdasarkan data di atas, maka penelitian ini menolak Ho
(tidak ada hubungan antara kinerja guru dan status guru gabungan,
karena p valu / sig 0,15 yaitu lebih besar 0,05. Berarti tidak ada
perbedaan antara status guru ( PNS Sertifikasi, PNS Non Sertifikasi,
Non PNS Sertifikasi, dan Non PNS Non Sertifikasi). Dalam kinerja
mereka yang dinilai oleh Kepala Sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa
102
status guru (gabungan) tidak berpengaruh/tidak ada kaitannya dengan
kinerja.
Tabel 4. 19 Multiple Comparisons yang dinilai oleh kepala sekolah
kgkepsek
Tukey
HSD
(I)
StatGab (J) StatGab
PNS
PNS Non
Seritfikas Sertifikasi
i
Non PNS
Sertifikasi
PNS Non
Sertifikas
i
Non PNS
Sertifikas
i
Non PNS
Non
Sertifikas
i
Non PNS
Non
Sertifikasi
PNS
Seritfikasi
Non PNS
Sertifikasi
Non PNS
Non
Sertifikasi
PNS
Seritfikasi
PNS Non
Sertifikasi
Non PNS
Non
Sertifikasi
PNS
Seritfikasi
PNS Non
Sertifikasi
Non PNS
Sertifikasi
Mean
Difference
(I-J)
95% Confidence
Interval
Std.
Error
Sig.
Lower
Bound
Upper
Bound
1.51429 7.77834
.997 -19.2189
22.2474
-10.10909 7.16488
.499 -29.2071
8.9889
.17037 6.46753 1.000 -17.0688
17.4096
-1.51429 7.77834
.997 -22.2474
19.2189
-11.62338 6.42276
.282 -28.7432
5.4965
-1.34392 5.63429
.995 -16.3621
13.6743
10.10909 7.16488
.499
-8.9889
29.2071
11.62338 6.42276
.282
-5.4965
28.7432
10.27946 4.75165
.149
-2.3860
22.9450
-.17037 6.46753 1.000 -17.4096
17.0688
1.34392 5.63429
.995 -13.6743
16.3621
-10.27946 4.75165
.149 -22.9450
2.3860
103
Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS Sertifikasi dengan
PNS non Setifikasi adalah 1,5. Namun demikian perbedaan ini secara
statistik tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,99 (jauh
di atas 0,05). Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS Sertifikasi
dengan Non PNS Sertifikasi adalah 10,1. Namun demikian perbedaan
ini secara statistik tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar
0,49 (jauh di atas 0,05). Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS
Sertifikasi dengan Non PNS Non Sertifikasi
adalah 1,7. Namun
demikian perbedaan ini secara statistik tidak signifikan, karena nilai
sig (p-value) sebesar 0,10 (jauh di atas 0,05).
Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS Non Sertifikasi
dengan Non PNS Sertifikasi adalah 11,6. Namun demikian perbedaan
ini secara statistik tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar
0,28 (jauh di atas 0,05). Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS
Non Sertifikasi dengan Non PNS Non Sertifikasi adalah 1,3 Namun
demikian perbedaan ini secara statistik tidak signifikan, karena nilai
sig (p-value) sebesar 0,99 (jauh di atas 0,05).
Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru Non PNS Sertifikasi
dengan Non PNS Non Sertifikasi adalah 10,2. Namun demikian
perbedaan ini secara statistik tidak signifikan, karena nilai sig (p-value)
sebesar 0,14 (jauh di atas 0,05).
104
E. Ringkasan Uji Hipotesis
Berdasarkan data di atas, maka hasil uji hipotesis dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Hipotesisi pertama yang diajukan adalah: ada hubungan antara status PNS
dan Non PNS dalam kinerja guru yang dinilai oleh diri guru sendiri.
Berdasarkan data pada penelitian di atas diketahui bahwa memang
ada perbedaan rata-rata kinerja guru PNS dan Non PNS. Di mana rata-rata
kinerja guru PNS yaitu 102, sedangkan rata-rata kinerja guru Non PNS
yaitu 101. Jadi ada selisih 0,69. Dengan kata lain kinerja guru PNS lebih
tinggi dari guru Non PNS. Namun demikian perbedaan tersebut tidak
signifikan secara statistik, dengan nilai t absolut sebesar 0,3 ( jauh di
bawah nilai 2 ), dan nilai signifikansi (sig) sebesar 0,76 ( > 0,05) dikatakan
signifikan bila nilai sig < 0,05.
Jadi kita gagal menolak ( H0 ) dengan kata lain tidak ada hubungan
antara kinerja yang dinilai oleh diri guru sendiri dan status kepegawaian
atau sama saja dan tidak ada perbedaan.
2. Hipotesisi ke-dua yang diajukan adalah : ada hubungan antara Status
Sertifikasi dan Non Sertifikasi dengan kinerjanya yang dinilai oleh diri
guru sendiri
Berdasarkan data dari penelitian ini, dapat dilihat bahwa ada
perbedaan nilai kinerja antara guru yang sudah sertifikasi dengan guru
yang belum tersertifikasi. Dimana rata-rata nilai kinerja guru yang
tersertifikasi (104,50) lebih tinggi dibanding dengan guru yang belum
tersertifikasi (100,29) dengan selisih 4,20. Perbedaan ini secara statistik
105
dianggap signifikan karena t 2,09 (dianggap signifikan jika > 2) dan nilai
signifikansi sebesar 0,04 (dianggap signifikan jika nilai < 0,05).
Jadi kita menolak H0 (Tidak ada hubungan antara status 2 (status
guru yang sudah sertifikasi dan guru yang belum sertifikasi) dengan
kinerja guru yang dinilai oleh dirinya sendiri.
3. Hipotesis ke-tiga yang diajukan adalah: ada hubungan status PNS
Sertfikasi, PNS Non Sertifikasi, Non PNS Sertfikasi dan Non PNS Non
Sertfikasi dengan kinerjanya yang dinilai oleh diri guru sendiri
Berdasarkan data di atas, maka penelitian ini menolak Ho (tidak
ada hubungan antara kinerja guru dan status guru gabungan, karena p valu
/ sig 0,19 yaitu lebih besar 0,05. Berarti tidak ada perbedaan antara status
guru ( PNS Sertifikasi, PNS Non Sertifikasi, Non PNS Sertifikasi, dan
Non PNS Non Sertifikasi). Dalam kinerja mereka yang dinilai oleh diri
mereka sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa status guru (gabungan) tidak
berpengaruh/tidak ada kaitannya dengan kinerja.
Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS Sertifikasi dengan PNS
non Setifikasi adalah 1,4. Namun demikian perbedaan ini secara statistik
tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,98 (jauh di atas 0,05).
Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS Sertifikasi dengan Non PNS
Sertifikasi adalah 2,1. Namun demikian perbedaan ini secara statistik
tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,93 (jauh di atas 0,05).
Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS Sertifikasi dengan Non PNS
106
Non Sertifikasi adalah 3,0. Namun demikian perbedaan ini secara statistik
tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,79 (jauh di atas 0,05).
Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS Non Sertifikasi dengan
Non PNS Sertifikasi adalah 3,6. Namun demikian perbedaan ini secara
statistik tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,68 (jauh di
atas 0,05). Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS Non Sertifikasi
dengan Non PNS Non Sertifikasi adalah 1,6. Namun demikian perbedaan
ini secara statistik tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,94
(jauh di atas 0,05).
Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru Non PNS Sertifikasi dengan
Non PNS Non Sertifikasi adalah 5,2. Namun demikian perbedaan ini
secara statistik tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,14
(jauh di atas 0,05).
4. Hipotesis ke-empat yang diajukan adalah: ada hubungan antara Status
PNS dan Non PNS
dengan Kinerja Guru yang Dinilai oleh Kepala
Sekolah
Berdasarkan data pada penelitian di atas diketahui bahwa memang
ada perbedaan rata-rata kinerja guru PNS dan Non PNS. Di mana rata-rata
kinerja guru PNS yaitu 146, sedangkan rata-rata kinerja guru Non PNS
yaitu 150. Jadi ada selisih 0,41. Dengan kata lain kinerja guru Non PNS
lebih tinggi dari guru PNS. Namun demikian perbedaan tersebut tidak
signifikan secara statistik, dengan nilai t absolut sebesar 0,8 ( jauh di
107
bawah nilai 2 ), dan nilai signifikansi (sig) sebesar 0,75 ( > 0,05) dikatakan
signifikan bila nilai sig < 0,05.
Jadi kita gagal menolak ( H0 ) dengan kata lain tidak ada hubungan
antara kinerja yang dinilai oleh Kepala Sekolah dan status kepegawaian
atau sama saja dan tidak ada perbedaan.
5. Hipotesis ke-lima yang diajukan adalah: ada hubungan Status Sertifikasi
dan Non Sertifikasi Dengan Kinerjanya yang dinilai oleh kepala sekolah
Berdasarkan dari hasil penelitian di atas, dapat dilihat bahwa ada
perbedaan nilai kinerja antara guru yang sudah sertifikasi dengan guru
yang belum tersertifikasi. Dimana rata-rata nilai kinerja guru yang
tersertifikasi (154,75) lebih tinggi dibanding dengan guru yang belum
tersertifikasi (147,35) dengan selisih 7,30. Perbedaan ini secara statistik
dianggap signifikan karena t 1,71 (dianggap signifikan jika > 2) dan nilai
signifikansi sebesar 0,73 (dianggap signifikan jika nilai < 0,05).
Jadi kita menolak H0 (Tidak ada hubungan antara status 2 (status
guru yang sudah sertifikasi dan guru yang belum sertifikasi) dengan
kinerja guru yang dinilai oleh Kepala Sekolah.
6. Hipotesis ke-enam yang diajukan adalah: ada hubungan Status PNS
Sertfikasi, PNS Non Sertifikasi, Non PNS Sertfikasi dan Non PNS Non
Sertfikasi Dengan Kinerjanya yang dinilai oleh kepala sekolah
Berdasarkan data di atas, maka penelitian ini menolak Ho (tidak
ada hubungan antara kinerja guru dan status guru gabungan, karena p valu
/ sig 0,15 yaitu lebih besar 0,05. Berarti tidak ada perbedaan antara status
108
guru ( PNS Sertifikasi, PNS Non Sertifikasi, Non PNS Sertifikasi, dan
Non PNS Non Sertifikasi). Dalam kinerja mereka yang dinilai oleh Kepala
Sekolah .
Hal ini menunjukkan bahwa status guru (gabungan) tidak
berpengaruh/tidak ada kaitannya dengan kinerja.
Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS Sertifikasi dengan PNS
non Setifikasi adalah 1,5. Namun demikian perbedaan ini secara statistik
tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,99 (jauh di atas 0,05).
Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS Sertifikasi dengan Non PNS
Sertifikasi adalah 10,1. Namun demikian perbedaan ini secara statistik
tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,49 (jauh di atas 0,05).
Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS Sertifikasi dengan Non PNS
Non Sertifikasi adalah 1,7. Namun demikian perbedaan ini secara statistik
tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,10 (jauh di atas 0,05).
Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS Non Sertifikasi dengan
Non PNS Sertifikasi adalah 11,6. Namun demikian perbedaan ini secara
statistik tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,28 (jauh di
atas 0,05). Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS Non Sertifikasi
dengan Non PNS Non Sertifikasi adalah 1,3 Namun demikian perbedaan
ini secara statistik tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,99
(jauh di atas 0,05).
Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru Non PNS Sertifikasi dengan
Non PNS Non Sertifikasi adalah 10,2. Namun demikian perbedaan ini
109
secara statistik tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,14
(jauh di atas 0,05).
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan adanya program sertifikasi guru diharapkan kinerja guru akan
meningkat sehingga mutu pendidikan di Indonesia juga akan meningkat ke
arah yang lebih baik. Setelah mendapatkan sertifikasi diharapkan guru dapat
memenuhi empat komponen seperti yang tertuang dalam Undang-Undang
Guru dan Dosen Pasal 10 dan Peraturan Pemerintah tentang Standar Nasional
Pendidikan Pasal 28, kompetensi guru meliputi empat komponen yaitu
kompetensi pedagogik, kepribadian, professional, dan sosial.
Namun dalam prakteknya,banyak guru yang tidak dapat memenuhi
keempat komponen tersebut dan dari beberapa penelitian juga menunjukan
bahwa kinerja guru tidak meningkat setelah adanya sertifikasi dan cenderung
masih sama sebelum adanya sertifikasi.
Berdasarkan data di atas, maka hasil hasil kesimpulan dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Memang ada perbedaan rata-rata kinerja guru PNS dan Non PNS. Di mana
rata-rata kinerja guru PNS yaitu 102, sedangkan rata-rata kinerja guru Non
PNS yaitu 101. Jadi ada selisih 0,69. Dengan kata lain kinerja guru PNS
lebih tinggi dari guru Non PNS. Namun demikian perbedaan tersebut tidak
signifikan secara statistik, dengan nilai t absolut sebesar 0,3 ( jauh di
110
111
bawah nilai 2 ), dan nilai signifikansi (sig) sebesar 0,76 ( > 0,05) dikatakan
signifikan bila nilai sig < 0,05.
Jadi kita gagal menolak ( H0 ) dengan kata lain tidak ada hubungan antara
kinerja yang dinilai oleh diri guru sendiri dan status kepegawaian
atau
sama saja dan tidak ada perbedaan.
2. Ada perbedaan nilai kinerja antara guru yang sudah sertifikasi dengan guru
yang belum tersertifikasi. Dimana rata-rata nilai kinerja guru yang
tersertifikasi (104,50) lebih tinggi dibanding dengan guru yang belum
tersertifikasi (100,29) dengan selisih 4,20. Perbedaan ini secara statistik
dianggap signifikan karena t 2,09 (dianggap signifikan jika > 2) dan nilai
signifikansi sebesar 0,04 (dianggap signifikan jika nilai < 0,05).
Jadi kita menolak H0 (Tidak ada hubungan antara status 2 (status guru
yang sudah sertifikasi dan guru yang belum sertifikasi) dengan kinerja
guru yang dinilai oleh dirinya sendiri.
3. penelitian ini menolak Ho (tidak ada hubungan antara kinerja guru dan
status guru gabungan, karena p valu / sig 0,19 yaitu lebih besar 0,05.
Berarti tidak ada perbedaan antara status guru ( PNS Sertifikasi, PNS Non
Sertifikasi, Non PNS Sertifikasi, dan Non PNS Non Sertifikasi). Dalam
kinerja mereka yang dinilai oleh diri mereka sendiri. Hal ini menunjukkan
bahwa status guru (gabungan) tidak berpengaruh/tidak ada kaitannya
dengan kinerja.
Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS Sertifikasi dengan PNS non
Setifikasi adalah 1,4. Namun demikian perbedaan ini secara statistik tidak
112
signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,98 (jauh di atas 0,05).
Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS Sertifikasi dengan Non PNS
Sertifikasi adalah 2,1. Namun demikian perbedaan ini secara statistik
tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,93 (jauh di atas 0,05).
Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS Sertifikasi dengan Non PNS
Non Sertifikasi adalah 3,0. Namun demikian perbedaan ini secara statistik
tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,79 (jauh di atas 0,05).
Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS Non Sertifikasi dengan Non
PNS Sertifikasi adalah 3,6. Namun demikian perbedaan ini secara statistik
tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,68 (jauh di atas 0,05).
Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS Non Sertifikasi dengan Non
PNS Non Sertifikasi adalah 1,6. Namun demikian perbedaan ini secara
statistik tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,94 (jauh di
atas 0,05).
Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru Non PNS Sertifikasi dengan Non
PNS Non Sertifikasi adalah 5,2. Namun demikian perbedaan ini secara
statistik tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,14 (jauh di
atas 0,05).
4. Memang ada perbedaan rata-rata kinerja guru PNS dan Non PNS. Di mana
rata-rata kinerja guru PNS yaitu 146, sedangkan rata-rata kinerja guru Non
PNS yaitu 150. Jadi ada selisih 0,41. Dengan kata lain kinerja guru Non
PNS lebih tinggi dari guru PNS. Namun demikian perbedaan tersebut
tidak signifikan secara statistik, dengan nilai t absolut sebesar 0,8 ( jauh di
113
bawah nilai 2 ), dan nilai signifikansi (sig) sebesar 0,75 ( > 0,05) dikatakan
signifikan bila nilai sig < 0,05.
Jadi kita gagal menolak ( H0 ) dengan kata lain tidak ada hubungan antara
kinerja yang dinilai oleh Kepala Sekolah dan status kepegawaian
atau
sama saja dan tidak ada perbedaan.
5. Ada perbedaan nilai kinerja antara guru yang sudah sertifikasi dengan guru
yang belum tersertifikasi. Dimana rata-rata nilai kinerja guru yang
tersertifikasi (154,75) lebih tinggi dibanding dengan guru yang belum
tersertifikasi (147,35) dengan selisih 7,30. Perbedaan ini secara statistik
dianggap signifikan karena t 1,71 (dianggap signifikan jika > 2) dan nilai
signifikansi sebesar 0,73 (dianggap signifikan jika nilai < 0,05).
Jadi kita menolak H0 (Tidak ada hubungan antara status 2 (status guru
yang sudah sertifikasi dan guru yang belum sertifikasi) dengan kinerja
guru yang dinilai oleh Kepala Sekolah.
6. Penelitian ini menolak Ho (tidak ada hubungan antara kinerja guru dan
status guru gabungan, karena p valu / sig 0,15 yaitu lebih besar 0,05.
Berarti tidak ada perbedaan antara status guru ( PNS Sertifikasi, PNS Non
Sertifikasi, Non PNS Sertifikasi, dan Non PNS Non Sertifikasi). Dalam
kinerja mereka yang dinilai oleh Kepala Sekolah. Hal ini menunjukkan
bahwa status guru (gabungan) tidak berpengaruh/tidak ada kaitannya
dengan kinerja.
Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS Sertifikasi dengan PNS non
Setifikasi adalah 1,5. Namun demikian perbedaan ini secara statistik tidak
114
signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,99 (jauh di atas 0,05).
Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS Sertifikasi dengan Non PNS
Sertifikasi adalah 10,1. Namun demikian perbedaan ini secara statistik
tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,49 (jauh di atas 0,05).
Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS Sertifikasi dengan Non PNS
Non Sertifikasi adalah 1,7. Namun demikian perbedaan ini secara statistik
tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,10 (jauh di atas 0,05).
Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS Non Sertifikasi dengan Non
PNS Sertifikasi adalah 11,6. Namun demikian perbedaan ini secara
statistik tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,28 (jauh di
atas 0,05). Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS Non Sertifikasi
dengan Non PNS Non Sertifikasi adalah 1,3 Namun demikian perbedaan
ini secara statistik tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,99
(jauh di atas 0,05).
Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru Non PNS Sertifikasi dengan Non
PNS Non Sertifikasi adalah 10,2. Namun demikian perbedaan ini secara
statistik tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,14 (jauh di
atas 0,05).
Berdasarkan hasil dari penelitian ini, membuktikan bahwa secara
umum status kepegawaian tidak berhubungan dengan kinerja guru Meskipun
ada satu pola ditemukan bahwa ketika kinerja guru dinilai oleh diri guru
sendiri hasilnya signifikan. Artinya bahwa guru tersertifikasi kinerjanya lebih
baik dari guru yang belum sertifikasi.
115
B. Saran
Kami menyadari penelitian ini terbatas karena responden sedikit,
hanya mencakup satu kecamatan. Juga dibatasi oleh waktu, biaya/dana. Saran
kami yaitu:
1. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah waktu pengumpulan data yang
singkat sehingga peneliti hanya bisa mencapai responden yang lokasinya
tidak terlalu jauh. Sekolah yang dijadikan sampel memang dipilih karena
peneliti menganggap bahwa sekolah tersebut memiliki karakteristik yang
bisa mewakili karakteristik sekolah
yang ada di Jawa Tengah. Akan
tetapi, untuk peneliti selanjutnya disarankan untuk memperbanyak jumlah
kota/kabupaten yang akan dijadikan sampel untuk meningkatkan
generalisasi hasil penelitian.
2. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja guru, tidak hanya sebatas
status kepegawaian. Hal ini memberikan kesempatan kepada peneliti lain
untuk mengungkapnya. Demi menjaga mutu guru perlunya pola
pembinaan yang terpadu dan berkelanjutan kepada guru-guru mulai dari
tingkat sekolah, pengawas, dinas pendidikan di daerah, dan departemen
pendidikan nasional. Perlu ada penilaian kinerja yang terukur dan ketat,
tetapi jangan hanya bersifat normatif. Dari beberapa pengertian di atas jika
dihubungkan dengan kinerja guru, dapat dikatakan bahwa kinerja guru itu
berhubungan dengan perilaku guru yaitu berbagai aktivitas guru dalam
proses instruksional yang berkaitan dengan tanggungjawab dan tugas guru.
116
3. Program sertifikasi perlu dikaji ulang oleh pemerintah. Karena sertifikasi
membuat bingung guru dan ternyata program sertifikasi tidak memberikan
dampak yang signifikan terhadap kinerja guru. Dari hasil penelitian ini
juga terungkap bahwa sekitar 97 persen guru yang berhak menerima
tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok menyatakan tidak pernah
mendapat pembayaran tepat waktu dan tidak menentu, ada yang setiap tiga
bulan, enam bulan, bahkan ada yang per tahun. Dan yang lebih
memprihatinkan
adalah
14
persen
responden
mengeluh
adanya
pemotongan tunjangan profesi oleh oknum dinas pendidikan daerah. Pada
akhirnya kita akui bersama bahwa tunjangan profesi yang diberikan
kepada guru yang lulus sertifikas sangat berarti untuk meningkatkan
kesejahteraan para guru. Namun yang paling penting adalah bagaimana
guru terus merefleksikan dirinya bahwa tunjangan tersebut adalah untuk
menjadikan guru lebih profesional bukan untuk kepentingan konsumtif
dan bergaya hidup hedonis. Dengan demikian bila kinerja guru sudah baik
maka pendidikan yang bermutu tinggal tunggu waktu saja.
117
DAFTAR PUSTAKA
A.A.Anwar Prabu Mangku Negara. Manajemen Sumber Daya Manusia
Perusahaan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009.
A.S. Moenir. Pendekatan Manusia dan Organisasi Terhadap Pembinaan
Kepegawaian. Jakarta: Gunung Agun, 1983.
Anonim. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen. Jakarta : Ciputat Press, 2006.
Anonim. Undang-undang Ripublik Indonesia No. 14 Tahun 2005 Tentang guru
dan Dosen. Jakarta : Ciputat Press, 2006.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
PT Rineka Cipta, 2002.
Asma Hasan Fahmi. Sejarah dan filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan
Bintang, 1979.
Bafadal. Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar. Jakarta: Bumi
Aksara, 2009.
Departemen Agama RI . Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Thaun
2005 Tentang Guru dan Dosen, 2005.
Departemen Agama RI, Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama
Islam Direktorat Pembinaan Perguruan Agama Islam. Pedoman
Pembinaan Guru Madarasah Ibtidaiyah (MI), Jakarta: Departemen Agama,
2000.
Departemen Agama RI. Pedoman Pembinaan Profesional Guru Madrasah
Ibtidaiyah (MI). Jakarta: Direktorat Pembinaan Perguruan Agama Islam
Ditjen Binbaga Islam Departemen Agama, 2000.
Departemen Agama RI. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun
2005 Tentang Guru dan Dosen.2.
Depdiknas. Manajemen Berbasis Sekolah. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar
dan Menengah, Jakarta:Depdiknas, 2003.
117
118
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.
Pedoman Penyelenggaraan Program Sertifikasi Guru Dalam Jabatan
Melalui Jalur Pendidikan. Jakarta: 2008.
Djamarah, Saiful Bakri. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya : Usaha
Nasional, 1994.
Djohar. Guru, Pendidikan & Pembinaannya. Yogyakarta: Grafika Indah, 2006.
Good,C.V.(ed). Dictionary of Education. New York: Me-Graw-Hill Book
Company, 1973.
H. Syafrudin Nurdin dan M. Basyiruddin Usman. Guru Profesional &
Implementasi Kurikulum. Ciputat: Ciputat Press, 2002.
Hadari Nawawi. Evaluasi dan Manajemen Kinerja di Lingkungan Perusahaan
dan Industri. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Hadi, Sutrisno. Metodologi Risearch. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM, 220.
Houston,W.R. (ed). Exploring Competency Based Education. California:
MrCutrhan Publishing Corporation, 1974.
http://e-majalah.com/mod.php?mod=publisher&op=printarticle&artid=19
(diunduh pada hari Minggu tanggal 9 Maret 2014 pukul 16.43.
http://gudangmakalah.blogspot.com/2011/06/tesis-kinerja-guru-tersertifikasidalam.html (diunduh pada har Minggu tanggal 9 Maret 2014 pukul 16.56.
http://marsability.blogspot.com/2011/11/sertifikasi-profesi-guru-antaraharapan.html (Diunduh pada hari Kamis tgl 9 bln Jn th 2014 jam 11.45)
http://noviapiaviapiyuk.blogspot.com/2012/12/hak-dan-kewajiban-guru.html
http://sertifikasiguru3.blogspot.com/2011/12/definisi-sertifikasi-guru-diindonesia.html (diunduh pada hari Senin tanggal 10 Maret 2014 pukul
20.04)
http://uray-iskandar.blogspot.com/2011/05/faktor-faktor-yang-mempengaruhikinerja.htm
118
119
http://www.forumsains.com/pendidikan/etos-kerja-mutu-kinerja-dankesejahteraan- guru/ diunduh pada hari Senin, tanggal 3 Februari 2014
pukul 10.15
Ismail. Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasisi PAIKEM Pembelajaran
Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Semarang: Ra-SAIL
Media Group, 2008.
Junaidin, Akh. Kepuasan Kerja Guru, Al-Fikrah Jurnal Studi Kependidikan dan
Keislaman, Ed. I thn. I, 2006.
Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta:PT INDAHJAYA Adipratama, 2011.
Muhammad ‘Athiyah al-Abrasyi. al-Tarbiyah al-Islamiyah wa Falasafatuhu.
Mesir: Isa al-Babi al-Halabi, t.th, cet. Ke-2.
Mulyasa. Manajemen Berbasis Sekolah (Konsep, Strategi dan Implementasi).
Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2003.
Mulyono, Dkk. Dampak Sertifikasi Terhadap Kinerja Guru di SMP Negeri 1
Lubuklinggau, 2008.
Nasution, S. Didaktik Sekolah Pendidikan Guru, Azas azas Metode Bagi
Pengajaran dan Evaluasi. Dep P&K, Jakarta, 1986.
Nurlita Witarsa. Dasar-Dasar Produksi. Jakarta: Karunika, 1988.
Roestiyah N.K. Masalah-masalah Ilmu Keguruan. Jakarta : Bina Aksara, 1986.
Rusmini 2003. Kompetensi Guru Menyongsong Kurikulum Berbasis Kompetensi,
http://www.Indomedia.com/bpost/042003/22 Opini.
Samana. Profesionalisme Keguruan. Yogyakarta: Kanisius, 1994.
Saroni, Muhammad. Manajemen Sekolah, Kiat Menjadi Pendidik yang Kompeten.
Jogjakarta: Ar-Ruzz, 2006.
Saud, Udin Saefudin. Pengembangan Profesi Guru. Bandung : CV. Alfabeta,
2009.
119
120
Simamora, Henry. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Bagian
Penerbitan STIE YKPN, 2000.
Sudjana, Nana. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Penerbit
Rosda, 2004.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: CV
Afabeta, 2011.
Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT
Rineka Cipta, 1996.
Sujiono Anas. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Gafindo
Persada, 2000.
Sulistyarini. Hubungan antara Keterampilan Manajerial Kepala Sekolah dan
Iklim Organisasi dengan Kinerja Guru. Bandung: Ilmu Pendidikan: 2001.
Surya, Muhammad. Membangun Manusia Unggul Perlu Profesionalisme dan
Kesejahteraan Guru, Majalah Gema Widyakarya, PGRI DKI Jakarta
No.9/Th.IV/1999.
Suryosubroto, B. Drs. Manajemen Pendidikan Di Sekolah. Jakarta : PT Rineka
Cipta, 2010.
Sutrisno Hadi. Metodologi Risearch. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM,
2004.
Syaiful Sagala. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan.
Bandung : Alfabeta, 2009.
Tesis Zulaekah D. Dampak Sertifikasi Guru Terhadap Kualitas Pembelajaran
Pada Mata Diklat Menjahit Dengan Mesin Siswa SMK Negeri Semarang.
Universitas Negeri Semarang
Tesis, Dewi Susanti Purba. Pengaruh Program Sertifikasi Guru Terhadap Kinerja
Guru Sejarah di SMA Negeri se-kabupaten Blitar.
120
121
Tim Dosen Administrasi Pendidikan-UPI. Manajemen Pendidikan .Bandung :
Alfabeta, 2011.
Uhar Suharsaputra. Administrasi Pendidikan, Bandung: Refika Aditama, 2010.
Usman, Moh. Uzer. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2006.
W.J.S. Poerwadarimta. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Bandung: Mizan, 1996.
Wibowo. Manajemen Kinerja. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010.
Wijaya, Cece, dan Ruslan. Kemampuan Dasar Guru Dalam Proses Belajar
Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Wirawan. Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia Teori Aplikasi dan Penelitian.
Jakarta: Salemba Empat, 2009.
Zahera Sy. Hubungan konsep diri dan kepuasan kerja dengan sikap guru dalam
proses belajar mengajar. Bandung: Ilmu Pendidikan, jilid 4 Nomor
3,1997.
121
Download