HUBUNGAN ANTARA STATUS KEPEGAWAIAN DENGAN KINERJA GURU (STUDI KASUS PADA GURU MI SE- KECAMATAN SUSUKAN) Oleh SHOLIHAH NIM. M1.11.018 Tesis diajukan sebagai pelengkap persyaratan untuk gelar Magister Pendidikan Islam PROGRAM PASCASARJANA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2014 HUBUNGAN ANTARA STATUS KEPEGAWAIAN DENGAN KINERJA GURU (STUDI KASUS PADA GURU MI SE- KECAMATAN SUSUKAN) Oleh SHOLIHAH NIM. M1.11.018 Tesis diajukan kepada Program Pascasarjana Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga sebagai pelengkap persyaratan untuk gelar Magister Pendidikan Islam Salatiga, 25 Oktober 2013 Dr. H. M. Zulfa, M. Ag. PEMBIMBING HUBUNGAN ANTARA STATUS KEPEGAWAIAN DENGAN KINERJA GURU (STUDI KASUS PADA GURU MI SE- KECAMATAN SUSUKAN) Oleh SHOLIHAH NIM. M1.11.018 Tesis diajukan kepada Program Pascasarjana Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga sebagai pelengkap persyaratan untuk gelar Magister Pendidikan Islam Salatiga, 25 Oktober 2013 Dr. H. M. Zulfa, M. Ag. PEMBIMBING I Munajat, Ph. D. PEMBIMBING II HUBUNGAN ANTARA STATUS KEPEGAWAIAN DENGAN KINERJA GURU (STUDI KASUS PADA GURU MI SE- KECAMATAN SUSUKAN) Oleh SHOLIHAH NIM. M1.11.018 Tesis diajukan kepada Program Pascasarjana Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga sebagai pelengkap persyaratan untuk gelar Magister Pendidikan Islam Salatiga, 25 Oktober 2013 Dr. H. M. Zulfa, M. Ag. PEMBIMBING I Munajat, Ph. D. PEMBIMBING II PROGRAM PASCASARJANA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA PROGRAM STUDI: PENDIDIKAN AGAMA ISLAM LEMBAR PERSETUJUAN TESIS Nama : Sholihah NIM : M1.11.018 Program Studi : Pendidikan Agama Islam TanggalUjian : 6 Maret 2014 JudulTesis : Hubungan Antara Status Kepegawaian Dengan Kinerja Guru (studi kasus pada Guru MI se-Kecamatan Susukan) Panitia Munaqosah Tesis 1. KetuaPenguji : Drs.H.Sa’adi,M.Ag. 2. Sekretaris : Dr.H.Zakiyuddin,M.Ag. 3. Penguji I : Prof.Dr.H.Budiharjo,M.Ag. 4. PengujiII : Dr.H.M.Zulfa,M.Ag. 5. Penguji III : Munajat,Ph.D. iii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Yang bertandatangan di bawah ini Nama : Sholihah NIM : M1.11.018 Jurusan : PAI / Tarbiyah Program Studi : Pascasarjana Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis, benar-benar merupakan hasil karya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau karya orang lain yang saya akuisebagai hasil tulisan atau karya sendiri. Apabila di kemudian hari terbukti tesis ini hasil jiplakan, maka saya bersedia mempertanggungjawabkan kembali keaslian tesis ini di hadapan sidang munaqosah tesis. Yang membuat pernyataan Sholihah NIM. M1.11.018 iv ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara status kepegawaian dengan kinerja guru. Oleh karena itu saya akan meneliti tentang guru dengan kinerjanya. Status guru terdiri dari tiga variabel. Variabel pertama adalah guru PNS, variable kedua adalah sertifikasi, dan variable ketiga adalah status gabungan yang terdiri dari: PNS sertifikasi, PNS, Non PNS sertifikasi, dan Non PNS Non sertifikasi. Untuk kinerja guru, diukur dengan tiga variabel. Responden terdiri dari 50 guru yang diambil secara acak dari 13 MIS (Madrasah Ibtidaiyah Swasta) dan MIN( Madrasah IbtidaiyahNegeri) di KecamatanSusukan. Metode yang digunakanya itu dengan memberikan angket kepada Kepala Sekolah dan guru itu sendiri.Sedangkan analisa dengan menggunakan t-test dan Anova (Analysis of Variance). T-test digunakan untuk membandingkan kinerja antara dua kelompok, yaitu antara yang berstatus PNS dan Non PNS, dan Sertifikasi dan Non Sertifikasi. Sedangkan ANOVA digunakan untuk membandingkan kinerja antara empat kelompok, yaitu antara status gabungan (PNS Sertifikasi, PNS Non Sertifikasi, Non PNS Sertifikasi dan Non PNS Non Sertifikasi). Hasil dari penelitian ini, membuktikan bahwa secara umum status kepegawaian (PNS-Non PNS ataupun Sertifikasi-Non Sertivikasi) tidak berhubungan dengan kinerja guru. Meskipun ada satu pola ditemukan bahwa ketika kinerja guru dinilai oleh diri guru sendiri hasilnya signifikan. Artinya bahwa guru tersertifikasi kinerjanya lebih baik dari guru yang belum sertifikasi. Namun demikian pola ini tidak didukung oleh kategori hubungan yang lain dan tingkat korelasinya juga rendah. Akhirnya, dengan berbagai keterbatasan, peneliti menyadari bahwa salah satu kelemahan penelitian ini yaitu responden terbatas. Hanya mencakup guru satu kecamatan saja. Oleh karena itu untuk mencapai hasil yang lebih maksimal perlu diuji dengan sampel yang lebih besar. v KATA PENGANTAR Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan taufiqnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Sholawat serta salam peneliti haturkan kepada junjungan kita NabiAgung Muhammad SAW yang telah menuntun ummatnya ke jalan kebenaran dan keadilan. Tesis ini penulis susun dalam rangka memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan Islam. Adapun judul tesisini adalah Hubungan Antara Status Kepegawaian Status Guru Dengan Kinerja Guru dan Prestasi Belajar Siswa pada Guru MI se-KecamatanSusukan. Penulisan tesis ini dapat selesai tidak lepas dari berbagai pihak yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil. Dengan penuh kerendahan hati, peneliti mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bpk Dr. H. Imam Sutomo, M.Ag selaku ketua STAIN Salatiga. 2. Bapak Dr. H. Sa’adi, M.Ag. selaku Direktur Program Pascasarjana STAIN Salatiga. 3. Bapak Dr. H. M. Zulfa, M.Ag yang telah menyetujui, memberikan bimbingan, pengarahan dengan penuh keikhlasan, kesabaran dan mencurahkan pikiran, tenaganya serta pengorbanan waktunya dalam membimbing penyelesaian tesis ini 4. Bapak Munajat, Ph.D., yang telah menyetujui, memberikan bimbingan, pengarahan dengan penuh keikhlasan, kesabaran dan mencurahkan pikiran, vi tenaganya serta pengorbanan waktunya dalam membimbing penyelesaian tesis ini. 5. Drs. Hardi, suamiku yang menemaniku dalam suka dan duka 6. Ibu Shofiah yang selalu memberi do’a dan dukungan baik secara moril maupun materil Semoga amal mereka diterima sebagai amal ibadah oleh Allah SWT serta mendapatkan balasan yang berlipat ganda. Amin Penulis menyadari dan mengakui bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, semua itu dikarenakan keterbatasan kemampuan serta pengetahuan penulis. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan dalam kesempurnaan tesis ini. Penulis berharap semoga tesis ini memberikan manfaat bagi penulis sendiri maupun pembaca pada umumnya serta bermanfaat bagi dunia pendidikan, bagi agama, nusa dan bangsa, amin. Penulis Sholihah NIM. M.1.11.018 vii DAFTAR ISI i HALAMAN JUDUL ………………………………………………………... ii HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………. iii HALAMAN PERSETUJUAN TESIS ………………………………………. HALAMAN PERNYATAAN……………………………………………….. iv ABSTRAK …………………………………………………………………... v PRAKATA ………………………………………………………………….. vi DAFTAR ISI ……………………………………………………………….. viii x DAFTAR TABEL …………………………………………………………... DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………... xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 B. Rumusan Masalah 8 C. Signifikansi Penelitian 9 1. Tujuan Penelitian 9 2. Manfaat Penelitian 9 D. Kajian Pustaka 10 E. Sistimatika Penulisan 13 BAB II PENEGASAN ISTILAH KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Penegasan Istilah 16 1. Status Kepegawaian 16 a. Pengertian 16 b. Status Kepegawaian Guru 18 c. Kewajiban dan Hak Guru 20 d. Kompetensi Guru 28 2. Sertifikasi Guru 32 a. Tujuandan Hakekat Sertifikasi Guru 32 b. Dasar Hukum Pelaksanaan Sertifikasi Guru 34 c. Persyaratan Sertifikasi 35 d. Kendala Sertifikasi Guru 37 3. Kinerja 39 a. Pengertian 39 b. IndikatorKinerja Guru 43 c. Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Guru 48 d. Langkah Strategis Meningkatkan Kinerja Guru 72 B. Kerangka Pemikiran 76 C. Hipothesis Penelitian 78 BAB III METODE PENELITIAN 79 A. Subjekdan Lokasi Penelitian 79 B. Jenisdan Sumber Data Penelitian 79 C. Populasi dan Sampel 81 D. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen 81 E. Tehnik Analisa Data 84 viii BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN A. Diskripsi Data 1. Status PNS dan Non PNS 2. Status Sertifikasi dan Non Sertifikasi 3. Status Gabungan B. Analisa Data Status Kepegawaian yang Dinilai Oleh Diri Guru Sendiri C. Analisa Data Status Kepegawaian yang Dinilai Oleh Kepala Sekolah D. Hasil Penelitian 1. Mencari hubungan antara status kepegawaian dengan kinerja guru yang dinilai oleh diri guru sendiri 2. Hubungan antara status kepegawaian dengan kinerja guru yang dinilai oleh kepala sekolah 3. Hubungan Status PNS Sertfikasi, PNS Non Sertifikasi, Non PNS Sertifikasi dan Non PNS Non Sertfikasi Dengan Kinerjanya E. Ringkasan Uji Hipotesis BAB V PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BIOGRAFI PENULIS ix 86 86 86 87 87 88 90 93 93 98 101 104 110 110 115 117 122 127 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 4.1. Status PNS 86 4.2. Status Sertifikasi 87 4.3. Status Gabungan 88 4.4. Kinerja Guru yang Dinilai Oleh Diri Guru Sendiri 88 4.5. Skor Kinerja Guru yang Dinilai Oleh Diri Guru Sendiri 89 4.6. Kinerja Guru yang Dinilai Oleh Kepala Sekolah 90 4.7. Skor Kinerja Guru yang Dinilai Oleh Kepala Sekolah 91 4.8. Status PNS dan Non PNS yang dinilai guru sendiri 93 4.9. Independent Samples Test yang dinilai guru sendiri 93 4.10. Status Sertifikasi yang Dinilai Oleh Diri Guru Sendiri 94 4.11. Independent Samples Test yang dinilai oleh guru sendiri 95 4.12. ANOVA yang dinilai oleh guru sendiri 96 4.13. Multiple Comparisons yang dinilai oleh guru sendiri 96 4.14. Status PNS dan Non PNS dengan kinerja yang dinilai kepala 98 sekolah 4.15. Independent Samples Test yang dinilai oleh kepala sekolah 4.16. Status Sertifikasi dengan kinerja yang dinilai oleh kepala 98 100 sekolah 4.17. Independent Samples Test yang dinilai oleh kepala sekolah 100 4.18. ANOVA yang dinilai kepala sekolah 101 4.19. Multiple Comparisons yang dinilai oleh kepala sekolah 102 x DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman 1. Instrumen Penilaian Kinerja Guru yang Dinilai oleh Diri Guru Sendiri 122 2. Instrumen Penilaian Kinerja Guru yang Dinilai oleh Kepala Sekolah 125 xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidi kan menengah. 1 Guru adalah sebuah profesi yang menuntut peleburan segala kemampuan dan waktu yang dimiliki. Karena itu, tidak sembarang orang dapat menjadi guru. Memang banyak orang yang pandai, tapi tidak banyak orang yang mampu menjadi guru karena kepandaiannya itu. Bahkan tidak jarang justru siswa menjadi bingung ketika mengikuti program pembelajaran yang diampunya.2 Al-Ghazali, seorang ulama sufi yang banyak mengulas masalah keguruan, menempatkan guru sebagai “barang siapa yang berilmu dan mengamalkan ilmunya itu maka dia adalah orang yang paling mulia di seantero dunia. Dia laksana matahari yang bisa menerangi orang lain. Di samping dirinya memang pelita yang cemerlang. Dia laksana harum minyak kasturi yang mengharumi orang lain. Dan barangsiapa yang bersibuk diri dengan mengajarkan ilmu (guru), maka sungguh dia telah mengikatkan suatu 1 Departemen Agama RI, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, 2. 2 Saroni, Muhammad, Manajemen Sekolah, Kiat Menjadi Pendidik yang Kompeten, Jogjakarta: Ar-Ruzz, 2006, 124. 1 2 ikatan yang mulia dan bermakna. Maka hormatilah profesinya (orang yang menjadi guru).”3 Sebagai tenaga profesional, guru baik PNS maupun bukan PNS dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban memenuhi jam kerja yang setara dengan beban kerja pegawai lainnya yaitu 37,5 (tiga puluh tujuh koma lima) jam kerja (setiap jam kerja 60 menit) per minggu. Dalam melaksanakan tugas, guru mengacu pada jadwal tahunan atau kalender akademik dan jadwal pelajaran. Sebagai seorang pendidik, guru diharapkan bekerja secara profesional, mengajar secara sistematis dan berdasarkan prinsip didaktik metodik yang berdaya guna dan berhasil guna (efektif dan efisien), artinya guru dapat merekayasa sistem pembelajaran secara sistematis dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran aktif.4 Guru yang profesional hendaknya mampu memikul dan melaksanakan tanggung jawab sebagai guru kepada peserta didik, orang tua, masyarakat, bangsa, negara, dan agamanya.5 Dari segi kesejahteraan, status guru antara guru PNS dengan guru non PNS jelas jauh berbeda. Gaji bulanan selisih jauh. Tapi dari segi kualitas, kedisiplinan dan kompetensi kerja seringkali guru honor lebih baik dibandingkan dengan guru yang PNS. Ironis, di tengah kenaikan anggaran pendidikan dan kenaikan kesejahteraan untuk PNS, kualitas dan kompetensi guru PNS belum ada perbaikan yang signifikan. Sering guru PNS telat atau 3 Muhammad „Athiyah al-Abrasyi, al-Tarbiyah al-Islamiyah wa Falasafatuhu, Mesir: Isa al-Babi al-Halabi, t.th, cet. Ke-2, 139. 4 Ismail, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasisi PAIKEM Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan, Semarang: Ra-SAIL Media Group, 2008, 31. 5 Surya, Muhammad, Membangun Manusia Unggul Perlu Profesionalisme dan Kesejahteraan Guru, Majalah Gema Widyakarya, PGRI DKI Jakarta No.9/Th.IV/1999. 3 tidak masuk dan membolos, namun tidak ada tindakan nyata untuk memperbaiki itu. Semua berjalan apa adanya. Untuk laporan, biasanya memanipulasi data. Padahal sudah ada LPMP (Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan) yang biasa mengadakan penataran, perbaikan kompetensi guru dan sebagainya, yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas guru dan pendidikan itu sendiri. Ada BKD (Badan Kepegawaian Daerah) dan masih ada lembaga lainnya termasuk dinas pendidikan dan bawahannya. Secara struktural fungsional, guru Non PNS diposisikan ke dalam derajat lebih rendah dibandingkan guru PNS. Tak mengherankan jika di berbagai daerah sangat terasa munculnya diferensiasi atau perbedaan antara guru PNS dan guru non-PNS. Mereka yang masuk ke dalam kategori guru PNS diposisikan lebih bermartabat dibandingkan guru non-PNS. Maka, dalam kancah pendidikan nasional mencuat diskriminasi terhadap keberadaan guru non-NPS. Tak mengherankan jika dari tahun ke tahun, keberadaan guruguru non-PNS turut serta mewarnai hamparan persoalan pendidikan di negeri ini. Status guru yang bukan PNS menempati jumlah yang tak sedikit dengan beragam persoalan khususnya terkait kesejahteraan Secara kategoris, apa yang disebut “guru non-PNS” mencakup guru swasta, guru tidak tetap, guru honorer, dan guru wiyata bhakti. Tempatnya mengajar bisa di sekolah negeri atau di sekolah swasta Pada satu sisi, kehadiran mereka dibutuhkan sebagai jawaban terhadap ketidakmampuan pemerintah menyediakan tenaga guru sesuai kebutuhan. Itulah mengapa, guru-guru non-PNS terlibat aktif 4 dalam proses-proses pendidikan di sekolah-sekolah negeri maupun swasta. Akan tetapi pada lain sisi, guru-guru non-PNS tak mendapatkan perlindungan memadai dari pihak pemerintah. Kehadiran mereka yang sangat bermakna dalam memenuhi kebutuhan akan tenaga kependidikan justru kontras dengan perlakuan yang mereka terima. Nuansa diskriminatif ini terus berlangsung hingga kini. Sertifikasi merupakan contoh kongkret dari terjadinya diskriminasi. Sebagaimana dapat dicatat, terjadi ketimpangan dalam hal kuota sertifikasi, yaitu 75% untuk guru PNS dan 25% untuk guru non-PNS. Tetapi dalam realisasinya, hanya 10% guru-guru non-PNS masuk ke dalam cakupan sertifikasi. Gambaran lain dari adanya diskriminasi tercermin pada subsidi tunjangan fungsional guru swasta sebesar Rp 200.000 per bulan yang ternyata tak diterima oleh semua guru swasta. Sertifikasi guru merupakan upaya peningkatan mutu guru yang diikuti dengan peningkatan kesejahteraan guru, sehingga diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan di Indonesia secara berkelanjutan.6 Keberhasilan pendidikan pada siswa sangat bergantung pada pertanggungjawaban guru dalam melaksanakan tugasnya.7 Dalam Rapat Koordinasi Pimpinan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) di Balikpapan (24 Januari 2010), kembali mengemuka tuntutan agar pemerintah 6 segera merealisasikan perlindungan demi memperbaiki Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional, Pedoman Penyelenggaraan Program Sertifikasi Guru Dalam Jabatan Melalui Jalur Pendidikan, Jakarta: 2008, 1. 7 Asma Hasan Fahmi, Sejarah dan filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1979, 3. 5 kesejahteraan dan karier guru-guru non-PNS. "Kami meminta pemerintah merealisasikan adanya peraturan pemerintah guru non-PNS paling lama tahun ini. Pasalnya, kesenjangan guru PNS dan non-PNS, terutama para guru wiyata bhakti dan guru tidak tetap semakin lebar," kata Sulistiyo, Ketua Umum Pengurus Besar PGRI. Sebagaimana diketahui, pemerintah telah menyatakan komitmennya terhadap guru-guru PNS untuk memberikan gaji minimal Rp 2 juta per bulan. Pemerintah juga mencanangkan agar guru-guru PNS meningkat kualitasnya serta berkesempatan mengikuti pendidikan dan pelatihan. Sementara terhadap guru-guru non-PNS, tak ada komitmen semacam ini. Seorang guru tidak tetap yang bekerja di lembaga pendidikan swasta, misalnya, hampir mustahil mendapatkan perlindungan dan pengayoman pemerintah sebagaimana diberikan kepada guru-guru PNS. Pada pelataran lain, nestapa guru-guru nonPNS terkait erat dengan dua hal, yaitu pendapatan yang jauh di bawah upah minimum regional dan ketidakpastian untuk diangkat menjadi guru tetap berstatus PNS. Penguasaan guru terhadap empat kompetensi dasar merupakan hal yang mutlak bagi guru sebagai langkah untuk mewujudkan profesionalisme pekerjaannya. Dalam hal ini, guru tidak berjalan sendiri-sendiri tetapi harus ada campur tangan pemerintah, dan salah satu upaya pemerintah adalah dengan menyelenggarakan sertifikasi guru dalam jabatan yang diatur dalam Peraturan Mendiknas Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Guru 6 dalam Jabatan, yang diperkuat dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang guru. Guru profesional adalah guru yang memenuhi prasyarat dan ketentuan undang-undang yang berlaku tentang guru. Dalam hal ini haru memiliki empat kompetensi dasar, yaitu: kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional, dalam kesemuanya itu harus tampak dalam menjalankan tugas dan fungsinya di sekolah. Guru yang bersertifikat profesi bukan sekedar meningkat kesejahteraannya, tetapi sejalan dengan itu pelaksanaan tugas, dan fungsi pokok sebagai tenaga pendidik dan kependidikan harus meningkat pula, terutama dalam mendidik, membimbing, dan membelajarkan peserta didik dalam proses pembelajaran, sehingga kualitas pendidikan juga semakin meningkat. Salah satu jalan yang ditempuh oleh pemerintah dalam mengatasi mutu pendidikan yang rendah ini adalah dengan meningkatkan kualitas gurunya melalui sertifkasi guru. Pemerintah berharap, dengan disertifkasinya guru, kinerjanya akan meningkat sehingga prestasi siswa meningkat pula. Namun dalam pelaksanaannya, sertifikasi dalam bentuk penilaian portofolio memberi banyak peluang pada guru untuk menempuh jalan pintas. Hal ini disebabkan profesionalisme guru diukur dari tumpukan kertas. Indikator inilah yang kemudian memunculkan hipotesis bahwa pelaksanaan sertifikasi dalam wujud penilaian portofolio tidak akan berdampak sama sekali terhadap kinerja guru, apalagi terhadap peningkatan mutu pendidikan nasional. 7 Di samping itu, berkaca pada pelaksanaan sertifikasi negara-negara maju, terutama dalam bidang pendidikan, peningkatkan mutu pendidikan hanya dapat dicapai dengan pola-pola dan proses yang tepat. Pola-pola instan hanya akan menghambur-hamburkan dana dan waktu menjadi terbuang percuma. Sedangkan apa yang menjadi substansi sama sekali tidak tersentuh. Status kepegawaian guru tidak akan berdampak sama sekali terhadap kinerja guru, memang baru sebuah hipotesis. Hipotesis ini memang harus dibuktikan melalui sebuah penelitian. Akan tetapi, tidak ada salahnya bila kita mengatakan status kepegawaian guru tidak memiliki pengaruh yang signifikan-atau bahkan tidak memiliki pengaruh sama sekali-terhadap kinerja guru berdasarkan indikator-indikator yang tampak di depan mata. Dari hasil pantauan penulis sampai saat ini belum ada yang melakukan penelitian menyangkut pengaruh status kepegawaian guru terhadap kinerja guru, atau mungkin sudah ada tapi belum terpublikasi. Oleh sebab itu penulis bermaksud melakukan penelitian tentang masalah di atas dalam Thesis yang berjudul “Hubungan Antara Status Kepegawaian Dengan Kinerja Guru (Studi Kasus pada Guru MI se-Kecamatan Susukan)”. Status kepegawaian yang dimaksud adalah PNS dan Non PNS, Sertifikasi dan Non Sertifikasi yang juga digabungkan secara bersama (misal, Sertifikasi PNS) Penelitian ini akan dilaksanakan di MI se-Kecamatan Susukan. Semoga nantinya hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu rujukan bagi semua pihak. 8 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “bagaimana hubungan antara status kepegawaian guru dan kinerja mereka? Rumusan masalah ini kemudian dapat diperinci sebagai berikut: 1. Adakah hubungan antara status kepegawaian guru (PNS dan Non PNS) terhadap kinerja guru yang dinilai oleh diri guru sendiri? 2. Adakah hubungan antara status sertifikasi guru (Sertifikasi dan Non Sertifikasi) terhadap kinerja guru yang dinilai oleh diri guru sendiri? 3. Adakah hubungan antara status gabungan guru (PNS Sertifikasi, PNS Non Sertifikasi, Non PNS Sertifikasi dan Non PNS Non Sertifikasi) terhadap kinerja guru yang dinilai oleh diri guru sendiri? 4. Adakah hubungan antara status kepegawaian guru (PNS dan Non PNS) terhadap kinerja guru yang dinilai oleh kepala sekolah? 5. Adakah hubungan antara status sertifikasi guru (Sertifikasi dan Non Sertifikasi) terhadap kinerja guru yang dinilai oleh kepala sekolah? 6. Adakah hubungan antara status gabungan guru (PNS Sertifikasi, PNS Non Sertifikasi, Non PNS Sertifikasi dan Non PNS Non Sertifikasi) terhadap kinerja guru yang dinilai oleh kepala sekolah? Untuk menjawab pertanyaan ini, maka peneliti menurunkan pertanyaan ini dalam enam hipotesis sebagaimana akan dijelaskan dalam bagian hipotesis. 9 C. Signifikansi Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui hubungan antara status kepegawaian guru (guru PNS dan Non PNS) dengan kinerja guru yang dinilai oleh diri guru sendiri. b. Untuk mengetahui hubungan antara status sertifikasi dengan kinerja guru yang dinilai oleh diri guru sendiri. c. Untuk mengetahui hubungan antara status gabungan guru (PNS Sertifikasi, PNS Non Sertifikasi, Non PNS Sertifikasi dan Non PNS Non Sertifikasi) terhadap kinerja guru yang dinilai oleh diri guru sendiri d. Untuk mengetahui hubungan antara status kepegawaian guru ( guru PNS dan Non PNS) dengan kinerja guru yang dinilai oleh kepala sekolah e. Untuk mengetahui hubungan antara status sertifikasi dengan kinerja guru yang dinilai oleh kepala sekolah f. Untuk mengetahui hubungan antara status gabungan guru (PNS Sertifikasi, PNS Non Sertifikasi, Non PNS Sertifikasi dan Non PNS Non Sertifikasi) terhadap kinerja guru yang dinilai oleh kepala sekolah 2. Manfaat Penelitian Secara teoritis penelitian ini bermanfaat untuk mengungkapkan dan memaparkan bentuk-bentuk upaya dan kinerja guru dalam pengembangan guru. 10 Sedangkan secara praktis, penelitian ini bermanfaat sebagai sumber informasi atau masukan, referensi, dan pertimbangan dari pihak terkait. Dengan adanya penelitian ini diharapkan timbul kesadaran bagi para kepala sekolah atau kepala madrasah tentang pentingnya usaha pembinaan pengelolaan dan pengembangan guru profesional yang tidak hanya terbatas pada surat keterangan sertifikasi. Juga dapat dijadikan perhatian bagi para guru untuk selalu mengembangkan dirinya agar menjadi guru yang profesional, serta mempunyai etos kerja yang tinggi sehingga tercipta pendidikan yang efektif dan bermutu. Dan pada akhirnya akan melahirkan siswa-siswi yang berprestasi, kreatif, inovatif dan memiliki semangat (motivasi) tinggi dalam pendidikan. D. Kajian Pustaka Penelitian tentang guru Sertifikasi telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Sebagaimana Zulaekah D8 menjelaskan bahwa dalam penelitianya yang berjudul dampak sertifikasi guru terhadap kualitas pembelajaran pada mata diklat menjahit dengan mesin siswa SMK Negeri 6 Semarang, Under Graduates thesis, Universitas Negeri Semarang. Berdasarkan hasil penelitian dapat dijelaskan bahwa pada umumnya sertifikasi guru memberikan dampak yang baik terhadap kualitas pembelajaran sisiwa pada kegiatan belajar dan mengajar (KBM). 8 Tesis Zulaekah D, Dampak Sertifikasi Guru Terhadap Kualitas Pembelajaran Pada Mata Diklat Menjahit Dengan Mesin Siswa SMK Negeri Semarang, Universitas Negeri Semarang 11 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mulyono9 (2008) di SMP Negeri 1 Lubuklinggau menunjukan bahwa dampak sertifikasi terhadap kinerja guru belum mengalami perubahan. Para pendidik di sekolahan tersebut belum mampu mengaplikasikan empat komponen tentang standar nasional pendidikan. Dampak sertifikasi pada komponen yang pertama yaitu pada kompetensi pedagogic para guru belum mengalami perubahan yang lebih baik dalam memberikan pembelajaran pada siswanya. Pemberian teori belajar dan penggunaan bahasa Indonesia yang baik pun belum mampu sepenuhnya dilakukan oleh para guru. Komponen yang kedua yaitu pada komponen kompetensi profesionalitas guru juga belum mengalami peningkatan setelah adanya sertifikasi. Para guru belum mampu meningkatkan efektifitas belajar siswa dan juga belum ada peningkatan dalam guru untuk lebih aktif mengikuti berbagai kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan profesionalitas dalam bidangnya seperti diklat, Lokakarya, dan MGMP. Penelitian yang dilakukan oleh Dewi Susanti Purba10 dengan judul Pengaruh program sertifikasi guru terhadap kinerja guru sejarah di SMA Negeri se-Kabupaten Blitar menunjukkan bahwa kinerja guru sejarah di SMA Negeri se-kabupaten Blitar, baik guru yang telah sertifikasi maupun guru yang belum sertifikasi memiliki kinerja yang baik. Berdasarkan hasil analisis uji-t diketahui bahwa program sertifikasi guru berpengaruh terhadap kinerja guru sejarah SMA Negeri se-kabupaten Blitar Berdasarkan hasil penelitian ini, guru 9 Mulyono, Dkk, Dampak Sertifikasi Terhadap Kinerja Guru di SMP Negeri 1 Lubuklinggau, 2008. 10 Tesis, Dewi Susanti Purba, Pengaruh Program Sertifikasi Guru Terhadap Kinerja Guru Sejarah di SMA Negeri se-kabupaten Blitar. 12 yang telah sertifikasi sebaiknya tetap meningkatkan kinerjanya agar guru selalu kreatif dan inovati sehingga guru akan tampil sebagai guru yang benarbenar berkompeten di bidangnya. Sedangkan untuk guru yang belum menempuh sertifikasi sebaiknya harus juga selalu terpacu untuk meningkatkan kinerjanya misalnya dengan membekali diri dengan berbagai program pendidikan agar mereka dapat segera disertifikasi. Sejalan dengan pengembangan kinerja profesional guru, Arif Firdausi A.11dalam tesisnya menjelaskan bahwa sebagian besar kinerja guru profesional (ter-sertifikat) pendidik ditinjau dari standar kompetensi guru adalah dalam kategori baik, dalam artian guru yang profesional telah menjalankan ke empat kompetensi tersebut sesuai dengan kemampuan dan standar yang berlaku. Namun ada sebagian kecil guru profesional (tersertifikat pendidik) pada pelaksanaan pembelajaran kurang sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai siswa. Permasalahan tersebut berkenaan dengan kompetensi guru itu sendiri yang memang masih rendah. Arif Firdaus menjelaskan masih ada guru yang masih kesulitan dalam memberikan penjelasan pada pelajaran tertentu sehingga tidak dapat mencapai target hasil pembelajaran. Sebagai kesimpulan dari penelitian di atas, bahwa sudah banyak inovasi yang dilakukan oleh kalangan tenaga pendidik yang tersertifikasi dan profesional untuk meningkatkan kinerjanya. Namun demikian, keragaman materi, perkembangan prestasi siswa, kemampuan SDM guru, kultur sekolah dan sebagainya dari hasil penelitian di atas nampaknya masih membutuhkan 11 http://gudangmakalah.blogspot.com/2011/06/tesis-kinerja-guru-tersertifikasidalam.html (diunduh pada har Minggu tanggal 9 Maret 2014 pukul 16.56. 13 penyempurnaan, karena belum ada kajian yang lebih spesifik yaitu Upaya guru tersertifikasi dalam meningkatkan kinerja. Upaya tersebut tidak hanya pada kemampuan guru profesional saja melainkan juga melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar untuk meraih prestasinya. Walaupun sudah banyak penelitian tentang hubungan status guru dan kinerja, namun penelitian yang membagi status guru menjadi (PNS, Non PNS, Sertifikasi, Non Sertifikasi, dan gabungan keduanya) nampaknya belum dilakukan. Oleh karena itu, peneliti ingin mengadakan penelitian dengan judul “Hubungan Antara Status Kepegawaian Dengan Kinerja Guru (Studi Kasus pada Guru MI se-Kecamatan Susukan)”. E. Sistimatika Penulisan Untuk memperoleh gambaran awal, maka penelitian ini akan disusun dalam lima bagian sebagai berikut: Bagian pertama dalam penelitian ini (Bab I) membahas tentang bagaimana latar belakang masalah ini muncul, kemudian dilanjutkan dengan pembahasan perumusan masalah penelitian. Dilanjutkan dengan tujuan penelitian dan manfaat penelitian Pada bagian ini juga dibahas tentang kajian pustaka atau penjelasan tentang penelitian sebelumnya sehingga dapat dijelaskan posisi penelitian ini dalam literature atau penelitian sebelumnya. Bagian kedua dalam penelitian ini (Bab II) membahas tentang penegasan istilah yang meliputi status kepegawaian, sertifikasi guru, kinerja. Diskripsi yang dimaksud di sini adalah penjelasan singkat mengenai 14 permasalahan disertai analisis permasalahan. Kemudian dilanjutkan dengan kerangka pemikiran. Pada bagian ini juga dibahas tentang hipotesis penelitian. Pada bagian ketiga (Bab III) membahas tentang metodologi yang digunakan dalam penelitian ini. Diawali dari subyek dan lokasi penelitian, kemudian dilanjutkan dengan jenis dan sumber data penelitian. Subyek penelitian berisi karakteristik subjek yang digunakan dalam penelitian ini. Pada bab ini juga disertakan populasi dan sampel. Pada bagian akhir tentang teknik pengumpulan data, serta tehnik analisa data. Teknik pengumpulan data merupakan teknik dan alat ukur yang digunakan dalam pengumpulan data dan setiap alat ukur yang digunakan. Bagian keempat dalam penelitian ini (Bab IV) membahas tentang analisa data yang meliputi diskripsi data responden. Teknik analisis data digunakan untuk menganalisis data penelitian. Dilanjutkan dengan hasil penelitian serta analisanya. Bagian kelima (Bab V) sebagai penutup dari penelitian ini, yang merupakan kesimpulan dan saran. Kesimpulan adalah jawaban atas permasalahan penelitian, bukan ringkasan. Kesimpulan berupa poin-poin yang berisi hasil penelitian yang menjawab hipotesis penelitian dan hasil tambahan lainnya. Saran merupakan tindak lanjut dari kesimpulan. Saran untuk subjek atau pihak-pihak yang berkaitan dengan hasil penelitian, juga untuk penelitian selanjutnya. 15 Bagian akhir dalam pembuatan tesis ini terdiri dari beberapa unsur yaitu daftar pustaka, memiliki pengertian sumber bacaan ilmiah yang digunakan serta lampiran-lampiran. BAB II PENEGASAN ISTILAH KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Penegasan Istilah 1. Status Kepegawaian a. Pengertian Status adalah keadaan atau kedudukan (orang, badan, dsb) dalam hubungan dengan masyarakat di sekelilingnya. 1 Pegawai adalah orang yg bekerja pada pemerintah (perusahaan); sekelompok orang yang bekerja sama membantu seorang direktur , ketua, mengelola sesuatu. Pegawai honorer adalah pegawai yang tidak (atau belum ) diangkat sebagai pegawai tetap atau setiap bulannya menerima honorarium. Pegawai negeri adalah pegawai pemerintah yang berada di luar politik, bertugas melaksanakan administrasi pemerintahan berdasarkan perundang-undangan yang telah ditetapkan. Pegawai negeri sipil adalah pegawai negeri atau aparatur negara yang bukan militer. Kepegawaian adalah yang berhubungan dengan pegawai .2 1 2 Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta:PT INDAHJAYA Adipratama, 2011,750. Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta:PT INDAHJAYA Adipratama, 2011, 530. 16 17 Menurut penjelasan umum dalam Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 1974 disebut bahwa yang dimaksud dengan Kepegawaian adalah segala hal-hal mengenai kedudukan, kewajiban, hak, dan pembinaan pegawai negeri". Secara sederhana pengertian "Pegawai Negeri adalah seseorang yang bekerja pada instansi/lembaga pemerintah dat digaji dengan anggaran pemerintah". Dalam UU Nomor 43 Tahun 1999 yang dimaksud dengan Pegawai Negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku". Pegawai Negeri terdiri atas : a. PNS; b. Anggota TNI; c. Anggota POLRI; Sedangkan PNS terdiri dari :PNS Pusat dan PNS Daerah. Dalam pengertian pegawai negeri terdapat unsur-unsur warga negara Republik Indonesia yang memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang, diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, dan digaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Setiap individu dalam masyarakat memiliki status sosialnya masing-masing. Status merupakan perwujudan atau pencerminan dari hak dan kewajiban individu dalam tingkah lakunya. Status sosial 18 sering pula disebut sebagai kedudukan atau posisi, peringkat seseorang dalam kelompok masyarakatnya. Pada semua sistem sosial, tentu terdapat berbagai macam kedudukan atau status, seperti anak, isteri, suami, ketua RW, Ketua RT, Camat, Lurah, Kepala Sekolah, Guru dan sebagainya. b. Status Kepegawaian Guru Guru adalah tenaga professional yang mempunyai dedikasi dan loyalitas tinggi dengan tugas utama menjadi agen pembelajaran yang memotivasi, menfasilitasi, mendidik, membimbing, dan melatih peserta didik sehingga mejadi manusia yang berkualitas yang mengaktualisasikan potensi kemanusiaannya secara optimum, pada jalur pendidikan formal jenjang pendidikan dasar dan menengah, termasuk pendidikan anak usia dini formal, guru atau tenaga kependidikan diangkat dan diberhentikan oleh penyelenggara satuan pendidikan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan/ atau perjanjian kerja. Profesi guru bukan sekedar wahana untuk menyalurkan hobi sebagai pekerjaan sambilan akan tetapi merupakan pekerjaan yang harus ditekuni untuk mewujudkan keahlian profesional secara maksimal. Sebagai tenaga profesional, guru memegang peranan dan tanggungjawab yang penting dalam pelaksnaan program pengajaran di sekolah. Guru bertanggungjawab penuh atas ketercapaian tujuan pengajaran di sekolah. Guru merupakan pembimbing siswa sehingga 19 keduanya dapat menjalin hubungan emosional yang bermakna selama proses penyerapan nilai-nilai dari lingkungan sekitar. 3 Kondisi ini memudahkan mereka menyesuaikan diri dalam kehidupan di masyarakat. Guru sepenuhnya secara mandiri bertanggungjawab terhadap keselamatan anak-anak kita, guru bertanggungjawab terhadap keberhasilan anak-anak kita untuk mampu hidup di masyarakat, guru juga harus bertanggungjawab terhadap nilai transformatif kemanfaatan pendidikan yang diperoleh anak dari sekolah untuk menghadapi masa depan mereka, dan untuk mewujudkan transformasi kemanfaatan pendidikan itu sesuai harapan orang tua dan masyarakat.4 Peningkatan profesionalisme guru harus dilakukan secara sistematis, dalam arti direncanakan secara matang, dilaksanakan secara taat asas, dan dievaluasi secara objektif, sebab lahirnya seorang profesional tidak bisa hanya melalui bentuk penataran dalam waktu enam hari, supervisi dalam sekali atau dua kali, dan studi banding selama dua hari atau tiga hari, misalnya. Di sinilah letak pentingnya manajemen guru yang efektif dan efisien di sekolah dasar.5 3 Departemen Agama RI, Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Direktorat Pembinaan Perguruan Agama Islam, Pedoman Pembinaan Guru Madarasah Ibtidaiyah (MI), Jakarta: Departemen Agama, 2000, 3. 4 Djohar, Guru, Pendidikan & Pembinaannya, Yogyakarta: Grafika Indah, 2006, 9. 5 Bafadal, Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar, Jakarta: Bumi Aksara, 2009, 7-8. 20 Status Kepegawaian pada Guru Kelas. Secara baku, sebenarnya sudah tertera di dalam PP No. 38 Tahun 1992, tentang Tenaga Kependidikan, Bab V, Pasal 10, ayat 1 dan 2, yang berhubungan dengan tenaga pendidik. Dalam PP tersebut, status kepegawaian dijelaskan sebagai berikut : 1) Guru tetap adalah guru yang dipekerjakan secara permanen oleh Pemerintah daerah, BHP, atau Badan Hukum lainnya yang menyelenggarakan satuan pendidikan ; 2) Guru tetap Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah guru tetap yang diangkat sebagai pegawai negeri sipil oleh Pemerintah dan / atau Pemerintah Daerah berdasarkan peraturan perundang – undangan yang berlaku ; 3) Guru tetap Non PNS adalah guru tetap yang diangkat oleh BHP, atau badan hukum lainnya yang menyelenggarakan satuan pendidikan, berdasarkan perjanjian kerja ; 4) Guru tidak tetap adalah guru yang diangkat secara sementara oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, BHP, atau badan hukum lainnya yang menyelenggarakan satuan pendidikan, berdasarkan perjanjian kerja. c. Kewajiban dan Hak Guru Profesi guru bukan sekedar wahana untuk menyalurkan hobi sebagai pekerjaan sambilan akan tetapi merupakan pekerjaan yang harus ditekuni untuk mewujudkan keahlian profesional secara maksimal. 21 Sebagai tenaga yang profesional, guru memegang peranan dan tanggungjawab yang penting dalam pelaksanaan program pengajaran di sekolah. 6 Guru memiliki kewajiban dan hak sebagai berikut: 1) Kewajiban dan Hak Guru sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil) Kewajiban dan Hak Guru diatur dalam undang-undang No 8 Tahun 1974 sebagai berikut: 7 a) Kewajiban PNS (1) Pasal 4: Wajib setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila,UUD 1945,Negara dan Pemerintah. (2) Pasal 5 : Wajib menaati semua peraturan perundang undangan yang berlaku penuh pengabdian,kesadaran dan tanggung jawab. (3) Pasal 6 : (a) (b) Wajib menyimpan rahasia jabatan Pegawai negeri hanya dapat mengemukakan rahasia jabatan kepada dan atas perintah yang berwajib atas kuasa undang-undang. b) Hak PNS (1) Pasal 7 : Berhak memperoleh gaji yang layak sesuai dengan pekerjaan dan tanggung jawabnya. (2) Pasal 8 : Berhak atas cuti 6 Departemen Agama RI, Pedoman Pembinaan Profesional Guru Madrasah Ibtidaiyah (MI), Jakarta: Direktorat Pembinaan Perguruan Agama Islam Ditjen Binbaga Islam Departemen Agama, 2000,3. 7 http://noviapiaviapiyuk.blogspot.com/2012/12/hak-dan-kewajiban-guru.html 22 (3) Pasal 9 : (a) Bagi mereka yang ditimpa oleh suatu kecelakaan dalam dan karena tugas kewajibannya berhak memperoleh perawatan. (b) Bagi mereka yang menderita cacat jasmani dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya yang mengakibatkan tidak dapat bekerja lagi, berhak memperoleh tunjangan (c) Bagi mereka yang tewas, keluarga berhak memperoleh uang duka. (4) Pasal 10 : Pegawai negeri yang gtelah memenuhi syarat yang ditentukan,berhak atas pensiun. 2) Kewajiban dan Hak Guru sebagai Pendidik Dalam UU SISDIKNAS No.20 Tahun 2003,ada sebutan tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan, sedangkan pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.8 Jadi pendidik itu merupakan 8 Tim Dosen Administrasi Pendidikan-UPI, Manajemen Pendidikan ,Bandung : Alfabeta, 2011, 230. 23 tenaga kependidikan,tetapi tenaga kependidikan belum tentu pendidik. a) Kewajiban pendidik menurut UU SISDIKNAS pasal 40 ayat 2: (1) Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan dinamis, kreatif, dan dialogis. (2) Mempunyai komitmen secara professional untuk meningkatkan mutu pendidikan. (3) Memberi teladan dan menjaga nama lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya. b) Hak pendidik menurut UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003 ayat 1: (1) Memperoleh penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai. (2) Memperoleh penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja. (3) Memperoleh pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas. (4) Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas hasil kekayaan intelektual 24 (5) Memperoleh kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas.9 3) Kewajiban dan Hak Guru Menurut UU No.14 Tahun 2005 a) Kewajiban Guru Pasal 20 undang-undang ini mengatakan bahwa dalam melaksanakan tugas keprofesionalan guru berkewajiban: (1) Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran. (2) Mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (3) Bertindak obyektif dan tidak diskriminaif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu,atau latar belakang keluarga,dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran. (4) Menjunjung tinggi peratuaran perundang-undangan, hukum dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika. 9 2011,233. Tim Dosen Administrasi Pendidikan-UPI, Manajemen Pendidikan ,Bandung : Alfabeta, 25 (5) Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.10 b) Hak Guru Pasal 14 ayat 1 menyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas keprofesionalan,guru berhak: (1) Memperoleh penghasilan diatas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial. (2) Mendapat promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja. (3) Memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual. (4) Memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi. (5) Memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas keprofesionalan. (6) Memberikan kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan dan atau sangsi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan,kode etik guru,dan peraturan perundangundangan. 10 Anonim, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Jakarta : Ciputat Press, 2006,17. 26 (7) Memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas. (8) Memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi. (9) Memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan. (10) Memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi. (11) Memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.11 c) Hak Guru di Daerah Khusus Pasal 29 ayat 1 menyatakan bahwa guru yang bertugas di daerah khusus memperoleh hak: (1) Kenaikan pangkat rutin secara otomatis. (2) Kenaikan pangkat istimewa satu kali. (3) Perlindungan dalam melaksanakan tugas. (4) Pindah tugas setelah bertugas 2 tahun dan tersedia guru pengganti (pasal 29 ayat 3). 4) Kewajiban dan Hak Guru Menurut UU No.2 tahun 1989 a) Kewajiban Guru menurut pasal 31: (1) Membina loyalitas pribadi dan perta didik terhadap ideologi negara Pancasila dan UUD 1945 11 Anonim, Undang-undang Ripublik Indonesia No. 14 Tahun 2005 Tentang guru dan Dosen, Jakarta : Ciputat Press, 2006,12-13. 27 (2) Menjunjung tinggi kebudayaan bangsa (3) Melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab dan pengabdian (4) Meningkatkan kemampuan profesional sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pembangunan bangsa (5) Menjaga nama baik sesuai dengan kepercayaan yang diberikan masyarakat, bangsa, dan negara b) Hak Guru menurut pasal 30: (1) Memperoleh penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial (a) Tenaga kependidikan yang memiliki kedudukan sebagai pegawai negeri memperoleh gaji dan tunjangan sesuai dengan peraturan umum yang berlaku bagi pegawai negeri. (b) Pemerintah dapat memberi tunjangan tambahan bagi tenaga kependidikan ataupun golongan tenaga kependidikan tertentu. (c) Tenagan kependidikan yang bekerja pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat memperoleh gaji dan tunjangan dari badan / perorangan yang bertanggung jawab atas satuan pendidikan yang bersangkutan. 28 (2) Memperoleh pembinaan karir berdasarkan prestasi kerja. (3) Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugasnya. (4) Memperoleh penghargaan sesuai dengan darma baktinya. (5) Menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan yang lain dalam melaksanakan tugasnya. d. Kompetensi Guru Kompetensi merupakan suatu kemampuan yang mutelak dimiliki oleh seseorang dalam setiap bidang profesi yang ditekuninya. Hal ini juga tidak dapat dipisahkan dalam profesi keguruan, di mana dengan kompetensi yang profesional guru dapat menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik. Oleh karena itu, kompetensi merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan pendidikan dan pengajaran di suatu satuan pendidikan. Kompetensi sebagai konsep dapat diartikan secara etimologis dan terminologis. Dalam pengertian etimologis kompetensi dapat dikemukakan bahwa : “Kompetensi berasal dari bahasa Inggris, yakni competency yang berarti kecakapan atau kemampuan. Oleh karena itu dapat pula dikatakan bahwa kompetensi adalah kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan) sesuatu”12 Sedangkan secara definitif, kompetensi dapat dijelaskan sebagaimana 12 yang dinyatakan oleh seorang ahli bahwa : Djamarah, Saiful Bakri, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru, Surabaya : Usaha Nasional, 1994, 33. 29 “Kompetensi adalah suatu tugas yang memadai atau pemilikan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dituntut oleh jabatan seseorang” disebutkan keterampilan, bahwa sikap 13 Sedangkan dalam karya yang berbeda “Kompetensi dan nilai-nilai merupakan yang pengetahuan, direfleksikan diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak” 14 atau Atau dengan kata lain, bahwa “kompetensi itu menunjukkan kepada tindakan (kinerja) rasional yang dapat mencapai tujuan-tujuannya secara memuaskan berdasarkan kondisi (prasyarat) yang diharapkan” 15 Apabila pengertian ini dihubungkan dengan proses pendidikan, maka guru sebagai pemegang jabatan pendidik dituntut untuk memiliki kemampuan dalam menjalankan tugas dan tagung jawabnya. Untuk itu, seorang guru perlu menguasai bahan pelajaran dan menguasai cara-cara mengajar serta memiliki kepribadian yang kokoh sebagai dasar kompetensi. Jika guru tidak memiliki kepribadian, tidak menguasai bahan pelajaran serta tidak pula mengetahui cara-cara mengajar, maka guru akan mengalami kegagalan dalam menunaikan tugas dan tanggung jawabnya. Oleh karena itu, kompetensi mutelak dimiliki guru sebagai kemampuan, kecakapan atau keterampilan dalam mengelola kegiatan pendidikan. Dengan demikian, kompetensi guru berarti pemilikan pengetahuan keguruan dan 13 Roestiyah N.K., Masalah-masalah Ilmu Keguruan, Jakarta : Bina Aksara, 1986, 4. Depdiknas, Manajemen Berbasis Sekolah, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta:Depdiknas, 2003, 9. 15 Saud, Udin Saefudin, Pengembangan Profesi Guru, Bandung : CV. Alfabeta, 2009, 44. 14 30 pemilikan keterampilan serta kemampuan sebagai guru dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pendidik. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru, bahwa “Kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh Guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan”. Kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap guru berdasarkan PP Nomor 74 Tahun 2008 tersebut, adalah ”Kompetensi Guru sebagaimana meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi”. Keempat bidang kompetensi di atas tidak berdiri sendirisendiri, melainkan saling berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain dan mempunyai hubungan hirarkhis, artinya saling mendasari satu sama lainnya – kompetensi yang satu mendasari kompetensi yang lainnya16 Sedangkan aspek-aspek yang menjadi bagian dari keempat kompetensi tersebut, yang sekaligus menjadi indikator yang harus dicapai oleh setiap guru, sebagaimana tertuang dalam PP Nomor 74 Tahun 2008 itu, adalah berikut ini. Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan Guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi: a. pemahaman wawasan atau landasan kependidikan; b. pemahaman terhadap peserta didik; c. pengembangan kurikulum atau 16 Saud, Udin Saefudin, Pengembangan Profesi Guru, Bandung : CV. Alfabeta, 2009, 49 31 silabus; d. perancangan pembelajaran; e. pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis; f. pemanfaatan teknologi pembelajaran; g. evaluasi hasil belajar; dan h. pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Kompetensi kepribadian sekurang-kurangnya mencakup kepribadian yang: a. beriman dan bertakwa; b. berakhlak mulia; c. arif dan bijaksana; d. demokratis; e. mantap; f. berwibawa; g. stabil; h. dewasa; i. jujur; j. sportif; k. Menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat; l. secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri; dan m. mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan. Kompetensi sosial merupakan kemampuan Guru sebagai bagian dari Masyarakat yang sekurang-kurangnya meliputi kompetensi untuk: a. berkomunikasi lisan, tulis, dan/atau isyarat secara santun; b. menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional; c. bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orang tua atau wali peserta didik; d. bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma serta sistem nilai yang berlaku; dan e. menerapkan prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan. Kompetensi profesional merupakan kemampuan Guru dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan budaya yang diampunya yang sekurang-kurangnya meliputi penguasaan : a. materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu; dan b. konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan, yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu”.17 Demikianlah beberapa aspek yang harus dikuasai guru sebagai kompetensinya dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya di satuan pendidikan, terutama dalam hubungannya dengan proses pembelajaran. Berdasarkan hal itu, juga dapat diketahui bahwa tidak semua aspek kemampuan dapat diperoleh ketika menuntut pendidikan formal di lembaga profesi keguruan, 17 Wijaya, Cece, dan Ruslan, Kemampuan Dasar Guru Dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 7-9. 32 bahkan beberapa di antaranya tidak pernah diajarkan di lembaga pendidikan formal tersebut. Ada kalanya kompetensi yang telah diperoleh itu, tidak sesuai lagi dengan perkembangan atau kebutuhan yang ada setelah menjadi guru. Di samping itu, sering kali beberapa aspek kemampuan diperoleh melalui usaha sendiri atau pengalaman ketika telah menjadi guru, dan acap kali beberapa aspek kompetensi baru bisa dipahami dan dapat dilaksanakan setelah melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan berkelanjutan atau kegiatan pengembangan lainnya. Oleh karena itu, upaya pengembangan diri guru secara berkesinambungan menjadi amat penting dan menjadi kebutuhan untuk menuju ke arah pelaksanaan tugas dan tanggung jawab keguruan secara profesional. 2. Sertifikasi Guru a. Tujuan dan Hakekat Sertifikasi Guru Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru. Sertifikat pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi standar profesional guru. Guru profesional merupakan syarat mutlak untuk menciptakan sistem dan praktik pendidikan yang berkualitas.18 Sedangkan Sertifikat pendidik adalah sebuah sertifikat yang ditandatangani oleh perguruan tinggi penyelenggara 18 http://sertifikasiguru3.blogspot.com/2011/12/definisi-sertifikasi-guru-diindonesia.html (diunduh pada hari Senen tanggal 10 Maret 2014 pukul 20.02). 33 sertifikasi sebagai bukti formal pengakuan profesionalitas guru yang diberikan kepada guru sebagai tenaga profesional.19 Sertifikasi guru adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru atau dosen sebagai tenaga profesional.20 Sertifikasi merupakan salah satu program yang menjadi rujukan dari BSNP dalam poin ke empat standar tenaga pendidik dan tenaga kependidikan. Didalam poin tersebut dijelaskan bahwa standar nasional tentang kriteria pendidikan dan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental serta pendidikan dari jabatan guru serta tenaga kependidikan lainnya. Pendidik dan tenaga kependidikan juga berhak untuk mendapatkan promosi dan sertifikasi. Bagi tenaga pendidik dan kependidikan bisa mendapatkan promosi dan penghargaan berdasarkan latar belakang pendidikan, pengalaman, kemampuan dan prestasi kerja dalam bidang pendidikan. Selain itu juga berhak atas sertifikasi pendidik yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi.21 Didalam proses sertifikasi guru terdapat beberapa versi pendapat ahli yang pro dan kontra. Prof. Dr. Winarno Surakhmad, salah satu pakar pendidikan di Indonesia yang kontra dengan adanya 19 http://sertifikasiguru3.blogspot.com/2011/12/definisi-sertifikasi-guru-diindonesia.html (diunduh pada hari Senin tanggal 10 Maret 2014 pukul 20.04) 20 Departemen Agama RI , Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Thaun 2005Tentang Guru dan Dosen, 2005, 3. 21 http://e-majalah.com/mod.php?mod=publisher&op=printarticle&artid=19 (diunduh pada hari Minggu tanggal 9 Maret 2014 pukul 16.43. 34 Badan Standar Nasional Pendidikan. Beliau menggungkapkan bahwa standarisasi pendidikan di Indonesia dipenuhi dengan berbagai masalah yang timbul akibat kebijakan yang dibuat tidak tepat sasaran. Pada hakikatnya sertifikasi memiliki tujuan yang baik dalam peningkatan kualitas pendidikan melalui kesejahteraan tenaga pendidik. Sertifikasi sendiri sebenarnya adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru. Sertifikasi ini diberikan kepada para guru untuk memenuhi standar professional guru.Sertifikasi bagi guru prajabatan dilakukan melalui pendidikan profesi di LPTK yang terakreditasi dan ditetapkan pemerintah diakhiri dengan uji kompetensi. Sertifikasi guru dalam jabatan dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidkan Nasional Nomor 18 Tahun 2007, yakni dilakukan dalam bentuk portofolio. b. Dasar Hukum Pelaksanaan Sertifikasi Guru Dasar hukum yang digunakan sebagai acuan pelaksanaan Sertifikasi Guru Dalam Jabatan adalah sebagai berikut. (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. 35 (3) Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. (4) Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru Pedoman Penetapan Peserta Sertifikasi Guru 2010 (5) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Guru. (6) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 10 Tahun 2009 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan. (7) Keputusan Mendiknas Nomor 022/P/2009 tentang Penetapan Perguruan Tinggi Penyelenggara Sertifikasi Guru Dalam Jabatan. c. Persyaratan Sertifikasi Untuk lolos sertifiaksi sesuai dengan UU nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran , sehat jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifiasi akadenik adalah pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidika yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku. Setiap guru dan dosen harus memenuhi standar sebagai seorang pendidik yaitu standar nasional pendidikan 36 yang berkaitan dengan persyaratan minimal yang harus dipenuhi oleh setiap pendidik. Berikut, persyaratan sertifikasi (uji sertifikasi bagi seorang pendidik yang telah mempunyai jabatan): (1). Pendidik untuk anak usia dini, kualifikasi akademik pendidikan minimal D-IV atau S1, latar belakang pendidikan di bidang pendidikan anak usia dini, kependidikan lain /psikologi dan sertifikat profesi guru untuk PAUD (2). Pendidik untuk SD/MI, kualifikasi akademik pendidikan minimal D-IV atau S1, latar belakang pendidikan di bidang sd/mi, kependidikan lain/psikologi dan sertifikat profesi guru untuk SD/MI (3). Pendidik untuk SMP/MTs atau yang sederajat, kualifikasi akademik pendidikan menimal D-IV atau S1, latar belakang pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan dan sertifikat guru untuk SMP/MTs (4). PendidIk unTuk SMA/MA, atau bentuk lain yang sederajat, kualifikasi akademik pendidikan menimal D-IV atau S1, latar belakang pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan dan sertifikat guru untuk SMA/MA (5). Pendidik untuk SDLB/SMPLB/SMALB , atau bentuk lain yang sederajat, kualifikasi akademik pendidikan menimal DIV atau S1, latar belakang pendidikan tinggi atau sarjana yang 37 sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan dan sertifikat guru untuk SDLB/SMPLB/SMALB (6). Pendidik untuk SMK/MAK , atau bentuk lain yang sederajat, kualifikasi akademik pendidikan menimal D-IV atau S1, latar belakang pendidikan tinggi atau sarjana yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan dan sertifikat guru untuk SMK/MAK d. Kendala Sertifikasi Guru Salah satu persyaratan sertifikasi guru yang menyulitkan guru adalah sertifikasi kompetensi, karena di sini guru akan diuji kompetensi dan kelayakannya sebagai pekerja profesional. Selain itu, guru yang akan disertifikasi jumlahnya cukup banyak, maka setiap guru harus menunggu giliran diuji sertifikasi alias antri. Lebih dari itu, tidak menutup kemungkinan banyak guru yang tidak lulus uji kompetensi dan harus mengulang serta menunggu giliran berikutnya. Di sini, sertifikasi akan diselesaikan dalam kurun waktu 10 tahun. Kesulitan itu terjadi juga pada uji sertifikasi bagi guru yang telah lama mengajar karena biasanya timbul rasa malas untuk harus kuliah lagi. Maka dari itu, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) minta kepada pemerintah bahwa guru yang berpengalaman mengajar lebih dari 15 tahun diperbolehkan untuk tidak mengikuti uji sertifikasi. Namun hal ini masih belum ditanggapi oleh pemerintah. 38 Sertifikasi guru yang akan dilakukan Departemen Pendidikan Nasional dari akhir tahun 2006 sampai 10 tahun ke depan, dianggap rawan dengan penyelewengan. Selama ini di dunia pendidikan sangat kental dengan permainan uang dalam sertiap kegiatan yang dikeluarkan pemerintah. Apalagi proses sertifikasi ini dilakukan oleah Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang ditunjuk pemerintah sehingga dimungkinkan tetap ada peluang jual beli sertifikat. Sertifikat sangat sulit dilakukan di daerah. Selain lokasinya sangat terpencil, kualitas mereka juga tidak akan bisa disamakan dengan guru yang ada di kota. Walaupun dari segi pedagogi, guru di daerah mempunyai kelebihan kedekatan dengan para murid dan budaya setempat. Sertifikasi hanya memberi kuota sepertiga dari jumlah guru yang ada. Dapat dianalisa bahwa ketika guru yang lolos sertifikasi dengan insentif yang jauh lebih besar maka membuat guru lain merasa iri. Oleh karena itu, pemerintah harus ikut memikirkan segala dampak serta kemungkinan yang bakal terjadi bila kuota sertifikasi sangat sedikit hingga seleksipun begitu ketat.22 22 http://marsability.blogspot.com/2011/11/sertifikasi-profesi-guru-antara-harapan.html (Diunduh pada hari Kamis tgl 9 bln Jn th 2014 jam 11.45) 39 3. Kinerja a. Pengertian Menurut pendapat Wirawan23 “Kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu.” Menurut Mangkunegara24 “Kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya.” Menurut Suharsaputra25 “Kinerja mempunyai pengertian akan adanya suatu tindakan atau kegiatan yang ditampilkan oleh seseorang dalam melaksanakan aktivitas tertentu.” Kinerja seseorang akan tampak pada situasi dan kondisikerja sehari-hari. Aktivitasaktivitas yang dilakukan oleh seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya menggambarkan bagaimana ia berusaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Wibowo26 “Pengertian performance sering diartikan sebagai kinerja, hasil kerja atau prestasi kerja.” Menurut Nawawi27 “Mengemukakan kinerja merupakan gabungan dari tiga faktor yang terdiri dari: 23 Wirawan, Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia Teori Aplikasi dan Penelitian, Jakarta: Salemba Empat, 2009, 5. 24 A.A.Anwar Prabu Mangku Negara, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009, 67. 25 Uhar Suharsaputra, Administrasi Pendidikan, Bandung: Refika Aditama, 2010, 145. 26 Wibowo, Manajemen Kinerja, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010, 2. 40 a. Pengetahuan khususnya yang berhubungan dengan pekerjaan yang menjadi tanggungjawab dalam bekerja. Faktor ini mencakup jenis dan jenjang pendidikan serta pelatihan yang pernah didikuti di bidangnya. b. Pengalaman, yang tidak sekedar berarti jumlah waktu atau lamanya dalam bekerja, tetapi berkenaan juga dengan substansi yang dikerjakan yang jika dilaksanakan dalam waktu yang cukup lama akan meningkatkan kemampuan dalam mengerjakan sesuatu bidang tertentu. c. Kepribadian, berupa kondisi di dalam diri seseorang dalam menghadapi bidang kerjanya. Seperti minat, bakat, kemampuan kerja sama/keterbukaan, ketekunan, kejujuran, motivasi kerja, dan sikap terhadap pekerjaan.” Kinerja mempunyai makna lebih luas, bukan hanya menyatakan sebagai hasil kerja, tetapi bagaimana proses kerja, tetapi bagaimana proses kerja berlangsung atau cara bekerja. Di dalamnya terdapat tiga unsur penting yang terdiri dari: 1) unsur kemampuan, 2) unsur usaha dan 3) unsur kesempatan, yang bermuara pada hasil kerja yang dicapai. Dengan demikian berarti seseorang yang memiliki kemampuan yang tinggi dibidang kerjanya hanya akan sukses apabila memiliki kesediaan melakukan usaha yang terarah pada tujuan organisasi atau perusahaan . Selanjutnya kemampuan 27 Hadari Nawawi, Evaluasi dan Manajemen Kinerja di Lingkungan Perusahaan dan Industri, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 64-65. 41 dan usaha tidak akan cukup apabila tidak ada kesempatan untuk sukses, baik yang diciptakan sendiri maupun yang diperoleh dari pihak lain, khususnya dari pihak atasan atau pimpinan. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan kinerja merupakan kemampuan kerja atau prestasi kerja yang diperlihatkan oleh seseorang guru untuk memperoleh hasil kerja yang optimal sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Guru sebagai tenaga pendidik merupakan pemimpin pendidikan, sangat menentukan dalam proses pembelajaran, dan peran kepemimpinan tersebut akan tercermin dari bagaimana guru melaksanakan peran tugasnya. Hal ini berarti bahwa kinerja guru merupakan faaktor yang amat menentukan bagi mutu pembelajaran yang akan berimplikasi pada kualitas output pendidikan setelah menyelesaikan sekolah. Kinerja guru adalah prilaku atau respon yang memberikan hasil yang mengacu kepada apa yang mereka kerjakan ketika menghadapi suatu tugas yang dibebankan kepadanya. Kinerja guru menyangkut semua kegiatan atau tingkah laku yang dialami guru pada dasarnya lebih berfokus pada prilaku guru dalam pekerjaannya, demikian pula perihal efektifitas guru adalah sejauh mana kinerja tersebut dapat memberikan pengaruh kepada siswa. Karena secara spesiifik tujuan kinerja juga mengharuskan para guru membuat 42 keputusan di mana tujuan mengajar dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tingkah laku yang kemudian ditransfer kepada siswa. Dalam Panduan Penilaian Kinerja Sekolah Dasar yang diterbitkan Departemen Pendidikan Nasional (2004) disebutkan bahwa penilaian kinerja guru Sekolah Dasar menyangkut unsur : (1) Pengembangan pribadi, dengan indikator : aplikasi pengajaran, kegiatan ekstra kurikuler, kualitas pribadi guru ; (2) Pembelajaran, dengan indikator: perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi (3) Sumber belajar, dengan indikator : ketersediaan bahan ajar, pemanfaatan sumber belajar ; (4) Evaluasi belajar, dengan indikator : penyiapan soal/tes, hasil tes, program tindak lanjut. Penilaian terhadap kinerja guru difokuskan kepada usaha terhadap kinerja guru. Oleh karena itu setiap guru hendaknya mempunyai uraian kerja yang jelas. Beberapa indikator penilaian guru yang perlu diperhatikan dalam penilaian kinerja guru dapat diuraikan sebagai berikut : (1) Kepribadian guru secara umum ; (2) Pemahaman guru terhadap visi, misi, dan tujuan sekolah ; (3) Kualitas kerja guru ; (4) Kemampuan mengelola proses pembelajaran ; (5) Pengembangan profesi guru. 43 Penilaian prestasi kerja atau kinerja memberikan kesempatan kepada pimpinan dan orang yang dinilai untuk secara bersama membahas perilaku kerja dari yang dinilai. Pada umunya setiap orang menginginkan dan mengharapkan umpan balik mengenai prestasi kerjanya. Penilaian memungkinkan bagi penilai dan yang dinilai untuk secara bersama menemukan dan membahas kekurangan-kekurangan yang terjadi dan mengambil langkah perbaikannya. b. Indikator Kinerja Guru Untuk mengetahui apakah kinerja seorang guru sudah cukup optimal atau belum dapat dilihat dari berbagai indikator. Menurut Simamora 28 indikator-indikator kinerja meliputi: 1) keputusan terhadap segala aturan yang ditetapkan organisasi; 2) dapat melaksanakan pekerjaan atau tugasnya tanpa kesalahan (atau dengan tingkat kesalahan yang paling rendah); dan 3) ketepatan dalam menjalankan tugas. Ukuran kinerja secara umum yang kemudian diterjemahkan ke dalam penilaian perilaku secara mendasar meliputi: 1) mutu kerja; 2) kuantitas kerja; 3) pengetahuan tentang pekerjaan; 4) pendapat atau pernyataan yang disampaikan; 5) keputusan yang diambil; 6) perencanaan kerja; dan 7) daerah organisasi kerja. Sedang kinerja untuk tenaga guru umumnya dapat diukur 28 melalui: 1) kemampuan membuat Simamora, Henry, Manajemen Sumber Daya Manusia, Penerbitan STIE YKPN, 2000, 423. perencanaan; 2) Yogyakarta: Bagian 44 kemampuan melaksanakan rencana pembelajaran; 3) kemampuan melaksanakan evaluasi; dan 4) kemampuan menindaklanjuti hasil evaluasi. Beberapa indikator kinerja untuk dapat dilihat peran guru dalam meningkatkan kemampuan dalam proses belajar-mengajar. Indikator kinerja tersebut adalah: 1) Kemampuan merencanakan belajar mengajar, yang meliputi: a) menguasai garis-garis besar penyelenggaraan pendidikan, b) menyesuaikan analisa materi pelajaran, c) menyusun program semester, d) menyusun program atau pembelajaran; 2) Kemampuan melaksanakan kegiatan belajar mengajar, yang meliputi: a) tahap pra instruksional, b) tahap instruksional, c) tahap evaluasi dan tidak lanjut; dan 3) Kemampuan mengevaluasi, yang meliputi: a) evaluasi normatif, b) evaluasi formatif, c) laporan hasil evaluasi, dan d) pelaksanaan program perbaikan dan pengayaan. 29 Nana Sudjana mengemukakan seperangkat kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru profesional, yaitu: 1) menguasai bahan, 2) mengelola program belajar mengajar, 3) mengelola kelas, 4) mengunakan media atau sumber belajar, 5) menguasai landasan pendidikan, 6) mengelola interaksi belajar-mengajar, 7) menilai prestasi belajar-mengajar, 8) mengenal fungsi bimbingan dan 29 Usman, Moh. Uzer, Menjadi Guru Profesional, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006: 10-19. 45 penyuluhan, 9) mengenal dan meyelenggarakan admistrasi sekolah, dan 10) memahami dan menafsirkan hasil penelitian guna keperluan pengajaran. 30 Kinerja merefleksikan kesuksesan suatu organisasi, maka dipandang penting untuk mengukur karakteristik tenaga kerjanya. Kinerja guru merupakan kulminasi dari tiga elemen yang saling berkaitan yakni keterampilan, upaya sifat keadaan dan kondisi eksternal.31 Tingkat keterampilan merupakan bahan mentah yang dibawa seseorang ke tempat kerja seperti pengalaman, kemampuan, kecakapan-kecakapan antar pribadi serta kecakapan tehknik. Upaya tersebut diungkap sebagai motivasi yang diperlihatkan karyawan untuk menyelesaikan tugas pekerjaannya. Sedangkan kondisi eksternal adalah tingkat sejauh mana kondisi eksternal mendukung produktivitas kerja. Guru sebagai kuli pendidikan yang profesional di kelas pembelajaran siswa menuju kepribadian yang utuh, mensyaratkan sepuluk kompetensi dasar yang harus melekat padanya. Sepuluh kompetensi ini, adalah sebagai berikut: 32(1). Menguasai bahan yang akan diajarkan; (2). Mengelola program belajar mengajar; (3). Mengelola kelas; (4). Menggunakan media/sumber belajar; (5). 30 Sudjana, Nana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Jakarta: Penerbit Rosda, 2004, 50. 31 Sulistyorini, Hubungan antara Keterampilan Manajerial Kepala Sekolah dan Iklim Organisasi dengan Kinerja Guru,Bandung: Ilmu Pendidikan: 2001, 62-70. 32 H. Syafrudin Nurdin dan M. Basyiruddin Usman, Guru Profesional & Implementasi Kurikulum, Ciputat: Ciputat Press, 2002, 79-80. 46 Menguasai landasan-landasan kependidikan; (6). Mengelola interaksi belajar mengajar; (7). Menilai prestasi siswa; (8). Mengenal fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan; (9). Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah; (10). Memahami prinsipprinsip dan menafsirkan hasil-hasil penelitian. Kinerja dapat dilihat dari beberapa kriteria, menurut Castetter33 mengemukakan ada empat kriteria kinerja yaitu: (1) Karakteristik individu, (2) Proses, (3) Hasil dan (4) Kombinasi antara karakter individu, proses dan hasil. Kinerja seseorang dapat ditingkatkan bila ada kesesuaian antara pekerjaan dengan keahliannya, begitu pula halnya dengan penempatan guru pada bidang tugasnya. Menempatkan guru sesuai dengan keahliannya secara mutlak harus dilakukan. Bila guru diberikan tugas tidak sesuai dengan keahliannya akan berakibat menurunnya cara kerja dan hasil pekerjaan mereka, juga akan menimbulkan rasa tidak puas pada diri mereka. Rasa kecewa akan menghambat perkembangan moral kerja guru. Moral kerja yang positif adalah mampu mencintai tugas sebagai suatu yang memiliki nilai keindahan di dalamnya. Jadi kinerja dapat ditingkatkan dengan cara memberikan pekerjaan seseorang sesuai dengan bidang kemampuannya. 33 Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah (Konsep, Strategi dan Implementasi) Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2003, 23. 47 Kinerja dipengaruhi juga oleh kepuasan kerja yaitu perasaan individu terhadap pekerjaan yang memberikan kepuasan bathin kepada seseorang sehingga pekerjaan itu disenangi dan digeluti dengan baik. Untuk mengetahui keberhasilan kinerja perlu dilakukan evaluasi atau penilaian kinerja dengan berpedoman pada parameter dan indikator yang ditetapkan yang diukur secara efektif dan efisien seperti produktivitasnya, efektivitas menggunakan waktu, dana yang dipakai serta bahan yang tidak terpakai. Sedangkan evaluasi kerja melalui perilaku dilakukan dengan cara membandingkan dan mengukur perilaku seseorang dengan teman sekerja atau mengamati tindakan seseorang dalam menjalankan perintah atau tugas yang diberikan, cara mengkomunikasikan tugas dan pekerjaan dengan orang lain. Menilai kualitas kinerja dapat ditinjau dari beberapa indikator yang meliputi: (1) Unjuk kerja, (2) Penguasaan Materi, (3) Penguasaan profesional keguruan dan pendidikan, (4) Penguasaan cara-cara penyesuaian diri, (5) Kepribadian untuk melaksanakan tugasnya dengan baik .34 Dari uraian diatas dapat disimpulkan indikator kinerja guru antara lain : 34 a. Kemampuan membuat perencanaan dan persiapan mengajar. b. Penguasaan materi yang akan diajarkan kepada siswa Sulistyarini, Hubungan antara Keterampilan Manajerial Kepala Sekolah dan Iklim Organisasi dengan Kinerja Guru, Bandung: Ilmu Pendidikan: 2001, 80. 48 c. c. Penguasaan metode dan strategi mengajar d. Pemberian tugas-tugas kepada siswa e. Kemampuan mengelola kelas f. Kemampuan melakukan penilaian dan evaluasi. Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Guru Guru merupakan ujung tombak keberhasilan pendidikan dan dianggap sebagai orang yang berperanan penting dalam pencapaian tujuan pendidikan yang merupakan percerminan mutu pendidikan. Keberadaan guru dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya tidak lepas dari pengaruh faktor internal maupun faktor eksternal yang membawa dampak pada perubahan kinerja guru. Beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja guru yang dapat diungkap tersebut antara lain :35 1. Kepribadian dan dedikasi Setiap guru memiliki pribadi masing-masing sesuai ciriciri pribadi yang mereka miliki. Ciri-ciri inilah yang membedakan seorang guru dari guru lainnya. Kepribadian sebenarnya adalah suatu masalah abstrak, yang hanya dapat dilihat dari penampilan, tindakan, ucapan, cara berpakaian dan dalam menghadapi setiap persoalan. Kepribadian adalah keseluruhan dari individu yang terdiri dari unsur psikis dan fisik, artinya seluruh sikap dan perbuatan seseorang merupakan suatu 35 http://uray-iskandar.blogspot.com/2011/05/faktor-faktor-yang-mempengaruhikinerja.htm 49 gambaran dari kepribadian orang itu, dengan kata lain baik tidaknya citra seseorang ditentukan oleh kepribadiannya. Kepribadian inilah yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi hari depan anak didik, terutama bagi anak didik yang masih kecil dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa. Kepribadian adalah suatu cerminan dari citra seorang guru dan akan mempengaruhi interaksi antara guru dan anak didik. Oleh karena itu kepribadian merupakan faktor yang menentukan tinggi rendahnya martabat guru. Kepribadian guru akan tercermin dalam sikap dan perbuatannya dalam membina dan membimbing anak didik. Semakin baik kepribadian guru, semakin baik dedikasinya dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai guru, ini berarti tercermin suatu dedikasi yang tinggi dari guru dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pendidik. Kepribadian meningkatkan dan kesadaran menunjukkan kinerja yang dedikasi akan yang tinggi pekerjaan memuaskan dan dapat mampu seseorang atau kelompok dalam suatu organisasi. Guru yang memiliki kepribadian yang baik dapat membangkitkan kemauan untuk giat memajukan profesinya dan meningkatkan dedikasi dalam 50 melakukan pekerjaan mendidik sehingga dapat dikatakan guru tersebut memiliki akuntabilitas yang baik dengan kata lain prilaku akuntabilitas meminta agar pekerjaan itu berakhir dengan hasil baik yang dapat memuaskan atasan yang memberi tugas itu dan pihak-pihak lain yang berkepentingan atau segala pekerjaan yang dilaksanakan baik secara kualitatif maupun kuantitatif sesuai dengan standar yang ditetapkan dan tidak asalasalan. 2. Pengembangan Profesi Profesi guru kian hari menjadi perhatian seiring dengan perubahan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang menuntut kesiapan agar tidak ketinggalan. Dalam melaksanakan pekerjaan itu harus memenuhi norma-norma itu. Orang yang melakukan pekerjaan profesi itu harus ahli, orang yang sudah memiliki daya pikir, ilmu dan keterampilan yang tinggi. Disamping itu ia juga dituntut dapat mempertanggung jawabkan segala tindakan dan hasil karyanya yang menyangkut profesi itu. Guru haruslah senantiasa berupaya meningkatkan dan mengembangkan ilmu yang menjadi bidang studinya agar tidak ketinggalan jaman, ataupun di luar kedinasan yang terkait dengan tugas 51 kemanusiaan dan kemasyarakatan secara umum di luar sekolah.36 Pekerjaan profesi harus berorientasi pada layanan sosial. Seorang profesional ialah orang yang melayani kebutuhan anggota masyarakat baik secara perorangan maupun kelompok. Sebagai orang yang memberikan pelayanan sudah tentu membutuhkan sikap rendah hati dan budi halus. Sikap dan budi halus ini menjadi sarana bagi terjalinnya hubungan yang baik yang ikut menentukan keberhasilan profesi. Pengembangan profesi guru merupakan hal penting untuk diperhatikan guna mengantisipasi perubahan dan beratnya tuntutan terhadap profesi guru. Pengembangan profesionalisme guru menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Jenis pekerjaan yang berkualifikasi profesional memiliki ciri-ciri tertentu, yaitu: memerlukan persiapan atau pendidikan khusus bagi calon pelakunya (membutuhkan pendidikan prajabatan yang relevan), kecakapan seorang pekerja profesional ditintut memenuhi persyaratan yang telah dibakukan oleh pihak yang berwenang (misal: organisasi profesional, konsorsium, dan pemerintah), dan jabatan profesional 36 tersebut Syaiful Sagala, KEMAMPUAN PROFESIONAL GURU dan TENAGA KEPENDIDIKAN, Bandung : ALFABETA, 2009, 11-12. mendapat 52 pengakuan dari masyarakat dan atau negara (dengan segala civil effect-nya).37 Guru Indonesia yang profesional dipersyaratkan mempunyai: (1). Dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan, (2). Penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan praksis pendidikan yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu praksis bukan hanya merupakan konsep-konsep belaka. Pendidikan merupakan proses yang terjadi di lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset pendidikan hendaknya diarahkan pada praksis pendidikan masyarakat Indonesia, (3). Pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan, profesi guru merupakan profesi yang berkembang terus menerus dan berkesinambungan antara LPTK dengan praktek pendidikan. Apabila syarat-syarat profesionalisme guru di atas itu terpenuhi akan mengubah peran guru yang tadinya pasif menjadi guru yang kreatif dan dinamis. Disamping itu guru haruslah senantiasa berupaya meningkatkan dan mengembangkan ilmu yang menjadi bidang studinya agar tidak ketinggalan jaman, ataupun di 37 1973: 440. luar kedinasan yang terkait dengan tugas Good,C.V.(ed). Dictionary of Education, New York: Me-Graw-Hill Book Company, 53 kemanusiaan dan kemasyarakatan secara umum di luar sekolah.38 Pola pengembangan dan pembinaan profesi guru yang diuraikan di atas sangat memungkinkan terjadinya perubahan paradigma dalam pengembangan profesi guru sebagai langkah antisipatif terhadap perubahan peran dan fungsi guru yang selama ini guru dianggap sebagai satu-satunya sumber informasi dan pengetahuan bagi siswa, padahal perkembangan teknologi dan informasi sekarang ini telah membuka peluang bagi setiap orang untuk dapat belajar secara mandiri dan cepat yang berarti siapapun bisa lebih dulu mengetahui yang terjadi sebelum orang lain mengetahuinya, kondisi ini mengisyaratkan adanya pergeseran pola pembelajaran dan perubahan fungsi serta peran guru yang lebih besar yang bukan lagi sebagai satu-satunya sumber informasi pengetahuan bagi siswa melainkan sebagai fasilitator yang mengarahkan siswa dalam pembelajaran. Pengembangan profesi guru harus pula diimbangi dengan usaha lain seperti mengusahakan perpustakaan khusus untuk guru-guru yang mencakup segala bidang studi yang diajarkan di sekolah, sehingga guru tidak terlalu sulit untuk mencari bahan dan referensi untuk mengajar di kelas. Pengembangan yang lain dapat dilakukan melalui pemberian 38 Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan, Bandung : Alfabeta, 2009, 11. 54 kesempatan kepada guru-guru untuk mengarang bahan pelajaran tersendiri sebagai buku tambahan bagi siswa baik secara perorangan atau berkelompok. Usaha ini dapat memotivasi guru dalam melakukan inovasi dan mengembangkan kreativitasnya yang berarti memberi peluang bagi guru untuk meningkatkan kinerjannya. Menyadari akan profesi merupakan wujud eksistensi guru sebagai komponen yang bertanggung jawab dalam keberhasilan pendidikan maka menjadi satu tuntutan bahwa guru harus sadar akan peran dan fungsinya sebagai pendidik. Pembinaan dan pengembangan profesi guru bertujuan untuk meningkatkan kinerja dan dilakukan secara terus menerus sehingga mampu menciptakan kinerja sesuai dengan persyaratan yang diinginkan, disamping itu pembinaan harus sesuai arah dan tugas/fungsi yang bersangkutan dalam sekolah. Semakin sering profesi guru dikembangkan melalui berbagai kegiatan maka semakin mendekatkan guru pada pencapaian predikat guru yang profesional dalam menjalankan tugasnya sehingga harapan kinerja guru yang lebih baik akan tercapai. 3. Kemampuan Mengajar Untuk melaksanakan tugas-tugas dengan baik, guru memerlukan 39 kemampuan. Cooper dalam Zahera39 Zahera Sy, Hubungan konsep diri dan kepuasan kerja dengan sikap guru dalam proses belajar mengajar,Bandung: Ilmu Pendidikan, jilid 4 Nomor 3,1997,183-194. 55 mengemukakan bahwa guru harus memiliki kemampuan merencanakan pengajaran, menuliskan tujuan pengajaran, menyajikan bahan pelajaran, memberikan pertanyaan kepada siswa, mengajarkan konsep, berkomunikasi dengan siswa, mengamati kelas, dan mengevaluasi hasil belajar Kompetensi guru adalah kemampuan atau kesanggupan guru dalam mengelola pembelajaran. Titik tekannya adalah kemampuan guru dalam pembelajaran bukanlah apa yang harus dipelajari (learning what to be learnt), guru dituntut mampu menciptakan dan menggunakan keadaan positif untuk membawa mereka ke dalam pembelajaran agar anak dapat mengembangkan kompetensinya40. Aspek-aspek teladan mental guru berdampak besar terhadap iklim belajar dan pemikiran pelajar yang diciptakan guru. Guru harus memahami bahwa perasaan dan sikap siswa akan terlibat dan berpengaruh kuat pada proses belajarnya. Penguasaan seperangkat kompetensi yang meliputi kompetensi keterampilan proses dan kompetensi penguasaan pengetahuan merupakan unsur yang dikolaborasikan dalam bentuk satu kesatuan yang utuh dan membentuk struktur kemampuan yang harus dimiliki seorang guru, sebab kompetensi merupakan seperangkat kemampuan guru searah 40 Rusmini, 2003. Kompetensi Guru Menyongsong Kurikulum Berbasis Kompetensi, http://www.Indomedia.com/bpost/042003/22 Opini. 56 dengan kebutuhan pendidikan di sekolah, tuntutan masyarakat, dan perkembang-an ilmu pengetahuan dan teknologi. Kompetensi Keterampilan proses belajar mengajar adalah penguasaan terhadap kemampuan yang berkaitan dengan proses pembelajaran. Kompetensi dimaksud meliputi kemampuan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran, kemampuan dalam menganalisis, menyusun program perbaikan dan pengayaan, serta menyusun program bimbingan dan konseling sedangkan Kompetensi Penguasaan Pengetahuan adalah penguasaan terhadap kemampuan yang berkaitan dengan keluasan dan kedalaman pengetahuan. Kemampuan mengajar guru sebenarnya merupakan pencerminan penguasan guru atas kompetensinya. Kadar kompetensi seseorang tidak hanya menunjuk kuantitas kerja tetapi sekaligus menunjuk kualitas kerja.41 Kemampuan mengajar guru yang sesuai dengan tuntutan standar tugas yang diemban memberikan efek positif bagi hasil yang ingin dicapai seperti perubahan hasil akademik siswa, sikap siswa, keterampilan siswa, dan perubahan pola kerja guru yang makin meningkat, sebaliknya jika kemampuan mengajar yang dimiliki guru sangat sedikit akan berakibat bukan saja 41 Houston,W.R. (ed). Exploring Competency Based Education. California: MrCutrhan Publishing Corporation, 1974, 7. 57 menurunkan prestasi belajar siswa tetapi juga menurunkan tingkat kinerja guru itu sendiri. Untuk itu kemampuan mengajar guru menjadi sangat penting dan menjadi keharusan bagi guru untuk dimiliki dalam menjalankan tugas dan fungsinya, tanpa kemampuan mengajar yang baik sangat tidak mungkin guru mampu melakukan inovasi atau kreasi dari materi yang ada dalam kurikulum yang pada gilirannya memberikan rasa bosan bagi guru maupun siswa untuk menjalankan tugas dan fungsi masing-masing. 4. Antar Hubungan dan Komunikasi Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia, manusia dapat saling berhubungan satu sama lain dalam kehidupan sehari-hari dirumah tangga, di tempat kerja, di pasar, dalam masyarakat atau dimana saja manusia berada. Tidak ada manusia yang tidak akan terlibat komunikasi. Guru hendaknya bersikap bersahabat dan terampil berkomunikasi dengan siapa pun demi tujuan yang baik. Modal dasar berkomunikasi dengan sesama adalah kesediaannya menghargai partner, bersikap terbuka, menguasai tehnik komunikasi (terutama dalam menggunakan bahasa secara efektif-efisien), dan mampu ikut memeahami gejolak serta warna perasaan dari partner komunikasinya (empati). Guru 58 hendaknya tidak bersifat sentimental. Persahabatan yang tulus dan etis antar individu merupakan tanda keberhasilan dalam berkomunikasi dan mengembangkan diri bagi siapa pun.42 Pentingnya komunikasi bagi organisasi tidak dapat dipungkiri, adanya komunikasi yang baik suatu organisasi dapat berjalan dengan lancar dan berhasil dan begitu pula sebaliknya. Misalnya Kepala Sekolah tidak menginformasikan kepada guruguru mengenai kapan sekolah dimulai sesudah libur maka besar kemungkinan guru tidak akan datang mengajar. Contoh di atas menandakan betapa pentingnya komunikasi. Guru dalam proses pelaksanaan tugasnya perlu memperhatikan hubungan dan komunikasi baik antara guru dengan Kepala Sekolah, guru dengan guru, guru dengan siswa, dan guru dengan personalia lainnya di sekolah. Hubungan dan komunikasi yang baik membawa konsekwensi terjalinnya interaksi seluruh komponen yang ada dalam sistem sekolah. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru akan berhasil jika ada hubungan dan komunikasi yang baik dengan siswa sebagai komponen yang diajar. Kinerja guru akan meningkat seiring adanya kondisi hubungan dan komunikasi yang sehat di antara komponen sekolah sebab dengan pola hubungan dan komunikasi yang lancar dan baik 42 Samana, Profesionalisme Keguruan, Yogyakarta: Kanisius, 1994, 55-56. 59 mendorong pribadi seseorang untuk melakukan tugas dengan baik. Hubungan sosial antar manusia selalu terjadi di lingkungan kerja. Sebagai peneliti Terence R. Mitchell dalam Junaidin43, menemukan bahwa orang-orang di dalam organisasi menghabiskan sebagian besar waktunya untuk interaksi interpersonal. Hubungan yang terjadi antara atasan dengan bawahan, bawahan dengan bawahan. Di sekolah hubungan dapat terjadi antara kepala sekolah dengan guru, antara guru dengan guru serta guru dengan siswa. Hubungan guru dengan siswa lebih sering dilakukan dibandingkan dengan hubungan guru dengan guru atau hubungan guru dengan kepala sekolah. Setiap hari guru harus berhadapan dengan siswayang jumlahnya cukup banyak yang terkadang sangat merepotkan tetapi bagi guru interaksi dengan siswa merupakan hal sangat menarik dan mengasyikkan apalagi dapat membantu siswa dalam menemukan cara mengatasi kesulitan belajar siswa. Komunikasi digunakan untuk memahami dan menukarkan pesan verbal maupun non verbal antara pengirim informasi dengan penerima informasi untuk mengubah tingkah laku. 43 Hubungan dan komunikasi yang dikembangkan Junaidin, Akh, Kepuasan Kerja Guru, Al-Fikrah Jurnal Studi Kependidikan dan Keislaman, Ed. I thn. I, 2006, 45-66. 60 guru terutama dalam proses pembelajaran dan pada situasi interaksi lain di sekolah memberi peluang terciptanya situasi yang kondusif untuk dapat memperlancar pelaksanaan tugas, segala persoalan yang dihadapi guru baik dalam pelaksanaan tugas utama maupun tugas tambahan dapat diselesaikan melalui penyelesaian secara bersama dengan rekan guru yang lain, tanpa hubungan dan komunikasi yang baik di dalam lingkungan sekolah apapun bentuk pekerjaan yang kita lakukan tetap akan mengalami hambatan dan kurang lancar. Terbinanya hubungan dan komunikasi di dalam lingkungan sekolah memungkinkan guru dapat mengembangkan kreativitasnya sebab ada jalan untuk terjadinya interaksi dan ada respon balik dari komponen lain di sekolah atas kreativitas dan inovasi tersebut, hal ini menjadi motor penggerak bagi guru untuk terus meningkatkan daya inovasi dan kreativitasnya yang bukan saja inovasi dalam tugas utamanya tetapi bisa saja muncul inovasi dalam tugas yang lain yang diamanatkan sekolah. Ini berarti bahwa pembinaan hubungan dan komunikasi yang baik di antara komponen dalam sekolah menjadi suatu keharusan dalam menunjang peningkatan kinerja. Untuk itu semakin baik pembinaan hubungan dan komunikasi dibina maka respon yang muncul semakin baik pula yang pada gilirannya mendorong peningkatan kinerja. 61 5. Hubungan dengan Masyarakat Hubungan sekolah dengan masyarakat diartikan sebagai public relation dalam bahasa Inggris, yaitu hubungan timbal balik sekolah dengan warga masyarakatnya.44Sekolah merupakan lembaga sosial yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat lingkungannya, sebaliknya masyarakat pun tidak dapat dipisahkan dari sekolah sebab keduanya memiliki kepentingan, sekolah merupakan lembaga formal yang diserahi mandat untuk mendidik, melatih, dan membimbing generasi muda bagi peranannya di masa depan, sementara masyarakat merupakan pengguna jasa pendidikan itu. Hubungan sekolah dengan masyarakat merupakan bentuk hubungan komunikasi ekstern yang dilaksanakan atas dasar kesamaan tanggung jawab dan tujuan. Masyarakat merupakan kelompok individu-individu yang berusaha menyelenggarakan pendidikan atau membantu usaha-usaha pendidikan. Dalam masyarakat terdapat lembaga-lembaga penyelenggaran pendidikan, lembaga keagamaan, kepramukaan, politik, sosial, olah raga, kesenian yang bergerak dalam usaha pendidikan. Dalam masyarakat juga terdapat individu-individu atau pribadi-pribadi yang bersimpati terhadap pendidikan di sekolah. 44 2010, 4. Suryosubroto, B. Drs, Manajemen Pendidikan Di Sekolah, Jakarta : PT Rineka Cipta, 62 Hubungan sekolah dengan masyarakat adalah suatu proses komunikasi antara sekolah dengan masyarakat untuk meningkatkan pengertian masyarakat tentang kebutuhan serta kegiatan pendidikan serta mendorong minat dan kerjasama untuk masyarakat dalam peningkatan dan pengembangan sekolah. Hubungan sekolah dengan masyarakat ini sebagai usaha kooperatif untuk menjaga dan mengembangkan saluran informasi dua arah yang efisien serta saling pengertian antara sekolah, personalia sekolah dengan masyarakat. Agar hubungan dengan masyarakat terjamin baik dan berlangsung kontinu, maka diperlukan peningkatan profesi guru dalam hal berhubungan dengan masyarakat. Guru disamping mampu melakukan tugasnya masing-masing di sekolah, mereka juga diharapkan dapat dan mampu melakukan tugas-tugas hubungan dengan masyarakat. Mereka bisa mengetahui aktivitas-aktivitas masyarakatnya, paham akan adat istiadat, mengerti aspirasinya, mampu membawa diri di tengah-tengah masyarakat, bisa berkomunikasi dengan mereka dan mewujudkan cita-cita mereka. Untuk mencapai hal itu diperlukan kompetensi dan perilaku dari guru yang cocok dengan struktur sosial masyarakat setempat, sebab ketika kompetensi dan perilaku guru tidak cocok dengan struktur sosial dalam masyarakat maka akan terjadi benturan pemahaman dan 63 salah pengertian terhadap program yang dilaksanakan sekolah dan berakibat tidak adanya dukungan masyarakat terhadap sekolah, padahal sekolah dan masyarakat memiliki kepentingan yang sama dan peran yang strategis dalam mendidik dan menghasilkan peserta didik yang berkualitas. Hubungan dengan masyarakat tidak saja dibina oleh guru tetapi juga dibina oleh personalia lain yang ada disekolah. Kemampuan guru membawa diri baik di tengah masyarakat dapat mempengaruhi penilaian masyarakat terhadap guru. Guru harus bersikap sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat, responsif dan komunikatif terhadap masyarakat, toleran dan menghargai pendapat mereka. Bila tidak mampu menampilkan diri dengan baik sangat mungkin masyarakat tidak akan menghiraukan mereka. Citra guru di mata masyarakat menjadi pudar. Oleh karena itu kewajiban sekolah untuk menegakkan wibawa guru di tengah masyarakat dengan terus menyesuaikan diri sambil ikut memberikan pencerahan kepada masyarakat. Hal yang dilakukan guru dalam mendukung hubungan sekolah dengan masyarakat antara lain: (1). Membantu sekolah dalam melaksanakan tehnik-tehnik hubungan sekolah dengan masyarakat. Melalui : (a). Guru hendaknya selalu berpartisipasi lembaga dan organisasi di masyarakat (b). Guru hendaknya 64 membantu memecahkan yang timbul dalam masyarakat. (2). Membuat dirinya lebih baik lagi dalam masyarakat melalui penyesuain diri dengan adat istiadat masyarakat karena guru adalah tokoh milik masyarakat. Tingkah laku guru di sekolah dan di masyarakat menjadi panutan masyarakat. Pada posisi terrsebut guru menjaga perilaku yang prima. Apabila masyarakat mengetahui bahwa guru-guru sekolah tertentu dapat dijadikan suri teladan di masyarakat, maka masyarakat akan percaya pada sekolah pada akhirnya masyarakat memberikan dukungan pada sekolah. (3). Guru harus melaksanakan kode etiknya, karena kode etik merupakan seperangkat aturan atau pedoman dalam melaksanakan tugas profesinya.45 Penjelasan di atas menunjukkan betapa penting peran guru dalam hubungan sekolah dengan masyarakat. Terjalinnya hubungan yang harmonis antara sekolah-masyarakat membuka peluang adanya saling koordinasi dan pengawasan dalam proses belajar mengajar di sekolah dan keterlibatan bersama memajukan peserta didik. Guru diharapkan selalu berbuat yang terbaik sesuai harapan masyarakat yaitu terbinanya dan tercapainya mutu pendidikan anak-anak mereka. Penciptaan suasana menantang harus dilengkapi dengan terjalinnya hubungan yang baik dengan orang tua murid dan 45 http://fadillawekay.wordpress.com/2013/04/23/3/ diakses pada hari Kamis tanggal 3 April 2014 pukul 20.58. 65 masyarakat sekitarnya. Ini dimaksudkan untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan. Hanya sebagian kecil waktu yang dipergunakan oleh guru di sekolah dan sebagian besar ada di masyarakat. Agar pendidikan di luar ini terjalin dengan baik dengan apa yang dilakukan oleh guru di sekolah diperlukan kerjasama yang baik antara guru, orang tua dan masyarakat. Kewajiban guru mengadakan kontak hubungan dengan masyarakat merupakan bagian dan tugas guru dalam mendidik siswa dan mengembangkan profesinya sebagai guru. Sekolah adalah milik bersama antara warga sekolah itu sendiri, pemerintah dan masyarakat. Dengan adanya perubahan paradigma pendidikan sekarang ini membuka peluang bagi masyarakat untuk dapat menilai sekolah dan guru dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara baik sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pengawasan dan evaluasi yang dilakukan masyarakat baik secara perseorangan maupun kelompok yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung membawa konsekwensi bagi terciptanya kondisi kerja kearah yang lebih baik karena kelangsungan hidup sekolah sangat tergantung pula dari keterlibatan masyarakat sebagai unsur pendukung keberhasilan sekolah maka guru secara langsung terpengaruh dan berdampak pada kinerja guru sebab ketika guru menunjukkan kinerja yang 66 tidak baik disuatu sekolah maka masyarakat tidak akan memberikan respon positif bagi kelangsungan sekolah tersebut. Apalagi guru selalu berada ditengah-tengah masyarakat segala tindak tanduknya akan selalu dicontoh dan diteladani dalam masyarakat. Manfaat hubungan dengan masyarakat sangat besar bagi peningkatan kinerja guru melalui peningkatan aktivitas-aktivitas bersama, komunikasi yang kontinu dan proses saling memberi dan saling menerima serta membuat instrospeksi sekolah dan guru menjadi giat dan kontinu. Setiap aktivitas guru dapat diketahui oleh masyarakat sehingga guru akan berupaya menampilkan kinerja yang lebih baik. 6. Kedisiplinan Disiplin adalah sikap kejiwaan seseorang atau kelompok orang yang senantiasa berkehendak untuk mengikuti atau mematuhi keputusan yang telah ditetapkan.46 Untuk mecapai disiplin yang baik guru hndaknya selalu mempertinggi kesanggupan mengajar, mengusakhakan hubungan baik dalam pergaulannya dengan anak dan menaruh perhatian khusus kepada anak-anak di sekolah yang melanggar tata tertib. Di sisi lain untuk meningkatkan mutu pendidikan, tida hanya dituntut 46 Nurlita Witarsa, Dasar-Dasar Produksi, Jakarta: Karunika, 1988, 102. 67 siswa harus disip;lin tetapi guru dan perangkat lainnya disekolah juga harus disiplin.47 Disiplin adalah ketaatan yang sikapnya impersonal, tidak memakai perasan dan tidak memakai perhitungan pamrih atau kepentingan pribadi.48 Kedisiplinan sangat perlu dalam menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai pengajar, pendidik dan pembimbing siswa. Disiplin yang tinggi akan mampu membangun kinerja yang profesional sebab pemahaman disiplin yang baik guru mampu mencermati aturan-aturan dan langkah strategis dalam melaksanakan proses kegiatan belajar mengajar. Kemampuan guru dalam memahami aturan dan melaksanakan aturan yang tepat, baik dalam hubungan dengan personalia lain di sekolah maupun dalam proses belajar mengajar di kelas sangat membantu upaya membelajarkan siswa ke arah yang lebih baik. Kedisiplinan bagi para guru merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Dengan demikian kedisiplinan seorang guru menjadi tuntutan yang sangat penting untuk dimiliki dalam upaya menunjang dan meningkatkan kinerja dan disisi lain akan memberikan tauladan bagi siswa bahwa disiplin sangat penting bagi siapapun apabila ingin sukses. 47 Nasution, S, Didaktik Sekolah Pendidikan Guru, Azas azas Metode Bagi Pengajaran dan Evaluasi, Dep P&K, Jakarta, 1986,66. 48 A.S. Moenir, Pendekatan Manusia dan Organisasi Terhadap Pembinaan Kepegawaian, Jakarta: Gunung Agun, 1983, 152. 68 Perilaku disiplin dalam kaitan dengan kinerja guru sangat erat hubungannya karena hanya dengan kedisiplinan yang tinggilah pekerjaan dapat dilakukan sesuai dengan aturan-aturan yang ada. Kedisiplinan yang baik ditunjukan guru dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya akan memperlancar pekerjaan guru dan memberikan perubahan dalam kinerja guru ke arah yang lebih baik dan dapat dipertanggung jawabkan. Kondisi ini bukan saja berpengaruh pada pribadi guru itu sendiri dan tugasnya tetapi akan berimbas pada komponen lain sebagai suatu cerminan dan acuan dalam menjalankan tugas dengan baik dan menghasilkan hasil yang memuaskan. 7. Kesejahteraan Dalam membahas kesejahteraan, tentu harus diketahui dahulu tentang pengertian sejahteraan. Sejahtera menurut W.J.S Poerwadarimta adalah „aman, sentosa, dan makmur‟. Sehingga arti kesejahteraan itu meliputi kemanan, keselamatan dan kemakmuran.49 Faktor kesejahteraan menjadi salah satu yang berpengaruh terhadap kinerja guru di dalam meningkatkan kualitasnya sebab semakin sejahteranya seseorang makin tinggi kemungkinan untuk meningkatkan kerjanya. 49 W.J.S. Poerwadarimta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Bandung: Mizan, 1996, 126. 69 Profesionalitas guru tidak saja dilihat dari kemampuan guru dalam mengembangkan dan memberikan pembelajaran yang baik kepada peserta didik, tetapi juga harus dilihat oleh pemerintah dengan cara memberikan gaji yang pantas serta berkelayakan. Peningkatan kesejahteraan berkaitan erat dengan insentif yang diberikan pada guru. Insentif dibatasi sebagai imbalan organisasi pada motivasi individu, pekerja menerima insentif dari organisasi sebagai pengganti karena dia anggota yang produktif dengan kata lain insentif adalah upah atau hukuman yang diberikan sebagai pengganti kontribusi individu pada organisasi. Dari uraian di atas disimpulkan bahwa untuk memaksimalkan kinerja guru langkah strategis yang dilakukan pemerintah yaitu memberikan kesejahteraan yang layak sesuai volume kerja guru, selain itu memberikan insentif pendukung sebagai jaminan bagi pemenuhan kebutuhan hidup guru dan keluarganya. Program peningkatan mutu pendidikan apapun yang akan diterapkan pemerintah, jika kesejahteraan guru masih rendah maka besar kemungkinan program tersebut tidak akan mencapai hasil yang maksimal. Jadi tidak heran kalau guru di negara maju memiliki kualitas tinggi dan profesional, karena penghargaan terhadap jasa guru sangat tinggi. Adanya 70 Jaminan kehidupan yang layak bagi guru dapat memotivasi untuk selalu bekerja dan meningkatkan kreativitas sehingga kinerja selalu meningkat tiap waktu. 8. Iklim Kerja Sekolah merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai unsur yang membentuk satu kesatuan yang utuh. Di dalam sekolah terdapat berbagai macam sistem sosial yang berkembang dari sekelompok manusia yang saling berinteraksi menurut pola dan tujuan tertentu yang saling mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungannya sehingga membentuk perilaku dari hasil hubungan individu dengan individu maupun dengan lingkungannya. Interaksi yang terjadi dalam sekolah merupakan indikasi adanya keterkaitan satu dengan lainnya guna memenuhi kebutuhan juga sebagai tuntutan tugas dan tanggung jawab pekerjaannya. Untuk terjalinnya interaksi-interaksi yang melahirkan hubungan yang harmonis dan menciptakan kondisi yang kondusif untuk bekerja diperlukan iklim kerja yang baik. Jadi Iklim kerja adalah hubungan timbal balik antara faktor-faktor pribadi, sosial dan budaya yang mempengaruhi sikap individu dan kelompok dalam lingkungan sekolah yang tercermin dari suasana hubungan kerjasama yang harmonis dan kondusif antara Kepala Sekolah dengan guru, antara guru 71 dengan guru yang lain, antara guru dengan pegawai sekolah dan keseluruhan komponen itu harus menciptakan hubungan dengan peserta didik sehingga tujuan pendidikan dan pengajaran tercapai. Iklim negatif menampakkan diri dalam bentuk-bentuk pergaulan yang kompetitif, kontradiktif, iri hati, beroposisi, masa bodoh, menurunkan individualistis, produktivitas egois. kerja Iklim negatif dapat guru. Iklim positif menunjukkan hubungan yang akrab satu dengan lain dalam banyak hal terjadi kegotong royongan di antara mereka, segala persoalan yang ditimbul diselesaikan secara bersama-sama melalui musyawarah. Iklim positif menampakkan aktivitasaktivitas berjalan dengan harmonis dan dalam suasana yang damai, teduh yang memberikan rasa tenteram, nyaman kepada personalia pada umumnya dan guru khususnya. Terciptanya iklim positif di sekolah bila terjalinnya hubungan yang baik dan harmonis antara Kepala Sekolah dengan guru, guru dengan guru, guru dengan pegawai tata usaha, dan peserta didik. Terbentuknya iklim yang kondusif pada tempat kerja dapat menjadi faktor penunjang bagi peningkatan kinerja sebab kenyamanan dalam bekerja membuat guru berpikir dengan tenang dan terkosentrasi hanya pada tugas yang sedang dilaksanakan. 72 d. Langkah Strategis Meningkatkan Kinerja Guru Kinerja guru yang ditunjukkan dapat diamati dari kemampuan guru dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya yang tentunya sudah dapat mencermikan suatu pola kerja yang dapat meningkatkan mutu pendidikan kearah yang lebih baik. Seseorang akan bekerja secara profesional bilamana memiliki kemampuan kerja yang tinggi dan kesungguhan hati untuk mengerjakan dengan sebaik-baiknya. Sebaliknya, seseorang tidak akan bekerja secara profesional bilamana hanya memenuhi salah satu diantara dua persyaratan di atas. Jadi betapapun tingginya kemampuan seseorang, ia tidak akan bekerja secara profesional apabila tidak memiliki kepribadian dan dedikasi dalam bekerja yang tinggi. Guru yang memiliki kinerja yang baik tentunya memiliki komitmen yang tinggi dalam pribadinya artinya tercermin suatu kepribadian dan dedikasi yang paripurna. Tingkat komitmen guru terbentang dalam satu garis kontinum, bergerak dari yang paling rendah menuju paling tinggi. Guru yang memiliki komitmen yang rendah biasanya kurang memberikan perhatian kepada murid, demikian pula waktu dan tenaga yang dikeluarkan untuk meningkatkan mutu pembelajaran yang sangat sedikit. Sebaliknya seseorang guru yang memiliki komitmen yang tinggi biasanya tinggi sekali perhatiannya dalam bekerja. Demikian pula waktu yang disediakan untuk 73 peningkatan mutu pendidikan sangat banyak. Sedangkan tingkat abstraksi yang dimaksudkan di sini adalah tingkat kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran, mengklarifikasi masalahmasalah pembelajaran, dan menentukan alternatif pemecahannya. Langkah lain yang dilakukan oleh sekolah untuk meningkatkan kinerja guru melalui peningkatan pemanfaatan teknologi informasi yang sedang berkembang sekarang ini dan mendorong guru untuk menguasainya. Melalui teknologi informasi yang dimiliki baik oleh daerah maupun oleh individual sekolah, guru dapat melakukan beberapa hal diantaranya : (1) melakukan penelusuran dan pencarian bahan pustaka, (2) membangun Program Artificial Intelligence (kecerdasan buatan) untuk memodelkan sebuah rencana pengajaran, (3) memberi kemudahan untuk mengakses apa yang disebut dengan virtual clasroom ataupun virtual university, (4) pemasaran dan promosi hasil karya penelitian. Dengan memanfaatkan teknologi informasi maka guru dapat secara cepat mengakses materi pengetahuan yang dibutuhkan sehingga guru tidak terbatas pada pengetahuan yang dimiliki dan hanya bidang studi tertentu yang dikuasai tetapi seyogyanya guru harus mampu menguasai lebih dari bidang studi yang ditekuninya sehingga bukan tidak mungkin suatu saat guru tersebut akan mendalami hal lain yang masih memiliki hubungan erat dengan 74 bidang tugasnya guna meningkatkan kinerja ke arah yang lebih baik. Kinerja guru tidak dapat berdiri sendiri melainkan sangat dipengaruhi oleh faktor lain melalui interaksi sosial yang terjadi di antara diri mereka sendiri maupun dengan komponen yang lain dalam sekolah. Hal lain yang dapat dilakukan adalah melalui peningkatan moral kerja guru. Moral kerja sebagai suatu sikap dan tingkah laku yang merupakan perwujudan suatu kemauan yang dibawa serta ke sekolah dan kerjannya. Pemahaman tentang moral kerja yang belum sempurna menyebabkan tidak dapat mempengaruhi kinerja secara spesifik. Padahal moral kerja yang tinggi dapat meningkatkan semangat untuk bekerja lebih baik. Moral kerja dapat pula dipengaruhi oleh motif-motif tertentu yang bersifat subyektif maupun obyektif. Adapun yang menjadi motif untuk bekerja lebih baik adalah kebutuhan-kebutuhan (needs) yang menimbulkan suatu tindakan perbuatan yang menimbulkan suatu perbuatan (behaviour) yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhankebutuhan tersebut (goals). Guru merupakan salah satu faktor penentu tinggi rendahnya mutu hasil pendidikan. Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan sangat ditentukan oleh sejauh mana kesiapan guru dalam mempersiapkan peserta didiknya melalui kegiatan belajarmengajar. Namun demikian, posisi strategis guru untuk 75 meningkatkan mutu hasil pendidikan sangat dipengaruhi oleh kemampuan profesional mengajar dan tingkat kesejahteraannya. Reformasi pendidikan merupakan respons terhadap perkembangan tuntutan global sebagai suatu upaya untuk mengadaptasikan sistem pendidikan yang mampu mengembangkan sumber daya manusia untuk memenuhi tuntutan zaman yang sedang berkembang. Melalui reformasi, pendidikan harus berwawasan masa depan yang memberikan jaminan bagi perwujudan hak-hak azazi manusia untuk mengembangkan seluruh potensi dan prestasinya secara optimal. Pada era otonomi daerah, pendapatan yang diterima guru bervariasi, baik ditinjau dari jenjang sekolah maupun lokasi daerah. Tunjangan guru di sekolah pada jenjang yang lebih rendah adalah lebih rendah dari pada tunjangan guru di sekolah yang lebih tinggi. Demikian pula, tunjangan guru di sekolah yang berada di kota adalah lebih tinggi daripada tunjangan guru di sekolah yang berada di pinggir kota dan desa. Kondisi ini disebabkan oleh perbedaan kebutuhan sekolah dan kemampuan orang tua dalam memberikan sumbangan dana terhadap sekolah. Ekonomi orang tua di perkotaan adalah cenderung lebih kuat dibandingkan dengan ekonomi orang tua di pinggir kota dan desa. Sedangkan, besarnya tunjangan kepada guru yang diberikan sekolah didasarkan atas RAPBS dan kekuatan orang tua siswa. Tunjangan kepada guru 76 memberikan efek yang signifikan terhadap hasil belajar yang diperoleh siswa. Siswa yang berada di kota lebih berprestasi daripada siswa di pinggir kota dan desa. Demikian pula, siswa yang ada di pinggir kota lebih berprestasi dari pada siswa di desa. Meski prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan daya dukung orang tua, namun presatasi tersebut juga dipengaruhi oleh tunjangan kepada guru. Tunjangan guru yang berada di kota adalah cenderung lebih besar, sehingga lebih dapat berkonsentrasi dalam mengajar.50 B. Kerangka Pemikiran Sertifikasi guru adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru atau dosen sebagai tenaga profesional. Profesionalisme guru dalam mengajar adalah kemampuan menciptakan pembelajaran yang berkualitas karena guru memiliki peranan yang sangat sentral, baik sebagai perencana, pelaksana, maupun evaluator pembelajaran, terutama dalam memberikan kemudahan pembelajaran kepada siswa secara efektif dan efisien, sehingga membentuk kompetensi siswa sesuai dengan karakteristik individual masing-masing. Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan para ahli pada bab sebelumya, maka profesionalisme guru diukur dengan instrumen yaitu sebagai 50 http://www.forumsains.com/pendidikan/etos-kerja-mutu-kinerja-dan-kesejahteraanguru/ diunduh pada hari Senin, tanggal 3 Februari 2014 pukul 10.15 77 perencana, pelaksana, dan evaluator pembelajaran.Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan siswa untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Minat, bakat kemampuan dan potensi yang dimiliki siswa tidak dapat berkembang optimal tanpa bantuan guru. Dalam kaitan guru perlu memperhatikan siswa secara individual,karena antara satu siswa dengan yang lain memiliki perbedaan yang sangat mendasar. Berkaitan dengan tanggung jawab, guru harus mengetahui serta memahami nilai, norma, moral dan sosial serta berusaha berprilaku dan berbuat sesuai dengan nilai dan norma tersebut. Belajar adalah aktivitas yang menghasilkan perubahan pada diri individu yang belajar, baik aktual maupun potensial. Kegiatan belajar siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti motivasi, kematangan, hubungan peserta didik dengan guru, kemampuan verbal, tingkat kebebasan, rasa aman, dan keterampilan guru berkomunikasi. Tujuan pengajaran tentu saja saja akan dapat tercapai jika siswa berusaha secara aktif untuk mencapainya. Keaktifan siswa disini tidak hanya dituntut dari segi fisik, tetapi juga segi kejiwaan. Jika guru dalam mengajar di madrasah/sekolah efektif, maka : 1. Siswa harus memperoleh pemahaman keilmuan yang optimal sesuai dengan tujuan-tujuan pendidikan. 2. Pembelajaran dapat efektif 3. Siswa mengenal diri mereka sebagai peserta didik yang baik 4. Terciptanya suasana pembelajaran yang kondusif untuk pertumbuhan perkembangan psikologi siswa 78 5. Bertambahnya sumber daya manusia yang kompeten dan dapat dimanfaatkan. Keterkaitan guru dalam mengajar mampu merealisir tujuan pendidikan dan lain sebagainya. Perkembangan psikologi siswa dalam penelitian ini adalah kejiwaan manusia yang berkaitan faktor-faktor kerohanian siswa yang pada umumnya dipandang lebih esensial kaitannya dengan pembelajaran yaitu tingkat kecerdasan/intelegensi, sikap, bakat, emosi, minat, dan motivasi .Siswa dilihat dari aspek perkembangan psikologi banyak sekali perbedaan yang ditonjolkan oleh masing-masing individu, di sekolah perilaku siswa selalu menunjukan perbedaan, ada yang pendiam, kreatif, suka banyak bicara, ada yang tertutup (introver) dan ada yang terbuka (ekstrover), ada yang pemurung, periang dan sebagainya. C. Hipothesis Penelitian Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul.51 Suatu hipotesis akan diterima apabila data yang dikumpulkan mendukung pernyataan maka hipotesis diterima. Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian yang ingin dicapai maka dibuat hipotesis sebagai berikut : Untuk mengetahui hubungan antara status kepegawaian dengan kinerja guru, kami menggunakan 2 (dua) cara sebagai berikut: 1. Mencari hubungan antara status kepegawaian dengan kinerja guru yang dinilai oleh diri guru sendiri, dengan hipotesis (alternatif) sebagai berikut: 51 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996,67. 79 H1: kinerja guru PNS lebih baik dari kinerja guru Non PNS H2: kinerja guru tersertifikasi lebih baik dari pada kinerja guru Non Sertifikasi H3: ada perbedaan kinerja antara guru PNS Sertifikasi, PNS Non Sertifikasi, Non PNS Sertifikasi, dan Non PNS Non Sertifikasi 2. Mencari hubungan antara status kepegawaian dengan kinerja guru yang dinilai oleh kepala sekolah, dengan hipotesis (alternatif) sebagai berikut: H4: kinerja guru PNS lebih baik dari kinerja guru Non PNS H5: kinerja guru tersertifikasi lebih baik dari pada kinerja guru Non Sertifikasi H6: ada perbedaan kinerja antara guru PNS Sertifikasi, PNS Non Sertifikasi, Non PNS Sertifikasi dan Non PNS Non Sertifikasi 79 BAB III METODE PENELITIAN Pada dasarnya metode penelitian ini disusun sebagai alat bantu untuk menjelaskan apa saja yang hendak diteliti, dengan apa atau cara bagaimana data hendak dicapai, apa atau siapa yang akan menjadi sumber datanya dan bagaimana menganalisis data yang sudah didapatkan. A. Subjek dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang sebagai subyek penelitiannya adalah guru-guru yang mengajar di Madrasah Ibtidaiyah Swasta (MIS) dan Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN).Pelaksanaan penelitian ini diawali dengan pengumpulan data pendahuluan dari Kantor Kementerian Agama Kabupaten Semarang, jumlah guru yang mengajar Tahun Pelajaran 2012/2013 berdasarkan status kepegawaiannya. Pelaksanaan penelitian ini dimulai sejak tanggal 1 Juni 2013 sampai dengan 1 September 2013. Namun apabila dalam rentang waktu tersebut masih terdapat kekurangan data, maka akan diajukan perpanjangan waktu penelitian sesuai dengan yang dibutuhkan. Karena target penelitian ini adalah memperoleh sejumlah data untuk menjawab tujuan penelitian. B. Jenis dan Sumber Data Penelitian Aktivitas penelitian tidak akan terlepas dari keberadaan data yang merupakan bahan baku informasi untuk memberikan gambaran spesifik 79 80 mengenai obyek penelitian. Data adalah fakta empirik yang dikumpulkan oleh peneliti untuk kepentingan memecahkan masalah atau menjawab pertanyaan penelitian. Data penelitian dapat berasal dari berbagai sumber yang dikumpulkan dengan menggunakan berbagai teknik selama kegiatan penelitian berlangsung. Berdasarkan sumbernya, data penelitian dapat dikelompokkan dalam dua jenis yaitu data primer dan data sekunder. 1. Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti secara langsung dari sumber datanya. Data primer disebut juga sebagai data asli atau data baru yang memiliki sifat up to date. Untuk mendapatkan data primer, peneliti harus mengumpulkannya secara langsung. Teknik yang dapat digunakan peneliti untuk mengumpulkan data primer antara lain observasi, wawancara, diskusi terfokus (focus grup discussion – FGD) dan penyebaran kuesioner. 2. Data Sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan kedua). Data sekunder dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti Biro Pusat Statistik (BPS), buku, laporan, jurnal, dan lain-lain. Pemahaman terhadap kedua jenis data di atas diperlukan sebagai landasan dalam menentukan teknik serta langkah-langkah pengumpulan data penelitian. Jenis data yang digunakan dalam peneltian ini adalah data primer.Data primer adalah data yang diperoleh langsu ng dari responden atau 81 melalui kuesioner ( angket ). Data diperoleh dari subyek penelitian yaitu para guru di wilayah Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang. C. Populasi dan Sampel Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian yang memiliki satu sifat yang sama. 1 Sedangkan menurut Sugiyono pengertian populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. 2 Berdasarkan pendapat tersebut ditetapkan populasi penelitian ini adalah Guru Negeri dan Honorer di lingkungan Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang, baik yang sudah lulus sertifikasi maupun yang belum lulus sertifikasi. Dari populasi penelitian yang berjumlah 131 guru, maka yang dijadikan sebagai sampel yaitu 50 guru. Terdiri dari 12 PNS dan 38 Non PNS. Sampel diambil berdasarkan kelengkapan status kepegawaian yang ada di sekolah masing-masing. D. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Setiap penelitian selalu menggunakan alat pengumpulan data yang disusun dan disesuaikan dengan tujuan penelitian. Adapun metode yang penulis gunakan dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut: 1 Hadi, Sutrisno, Metodologi Risearch, Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM, 220. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: cv AFABETA, 2011, 80. 2 82 1. Metode dokumentasi Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda, dan sebagainya.3 Metode ini digunakan untuk memperoleh data status kepegawaian guru dan status sertifikasi guru Tahun Pelajaran 2012/2013. 2. Metode angket Angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui.4 Metode angket ini digunakan untuk mengumpulkan data tentang kinerja guru, baik kinerja yang dinilai oleh diri guru sendiri maupun kinerja guru yang dinilai oleh kepala sekolah. 3. Metode Wawancara Wawancara sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang ingin diteliti.5 Wawancara untuk memperoleh data tentang kinerja guru. Wawancara dilakukan dengan kepala sekolah dan Waspendais ( Pengawas Pendidikan Agama Islam) di wilayah kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang. 3 Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002, 188. 4 Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002, 151 5 Sujiono Anas, Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Gafindo Persada, 2000, 157. 83 4. Uji coba instrumen Sebelum pelaksanaan penelitian untuk mengetahui kelayakan instrumen dilaksanakan uji coba instrumen/try out, uji coba dengan responden di luar sampel penelitian dan termasuk dalam populasi yaitu sebanyak 10 guru. Suatu penelitian akan memberikan hasil yang baik atau sebaliknya, sebagian tergantung pada instrumen yang digunakan. Instrumen dikatakan baik apabila memenuhi syarat tertentu, diantaranya adalah syarat validitas dan reliabilitas. Dengan demikian syarat validitas dan reliabilitas menjadi tolak ukur kualitas instrumen penelitian. Suatu instrumen pengukuran dikatakan valid jika instrumen dapat mengukur sesuatu dengan tepat apa yang hendak diukur. Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen.6 Hal yang sama juga diungkapkan oleh Sutrisno Hadi bahwa validitas adalah kejituan, ketepatan atau kekenaan pengukuran. Suatu alat ukur disebut jitu jika dengan jitu mengenai sasaran.7 Uji validitas pada instrumen penelitian ini menggunakan validitas empirik. Validitas empirik adalah validitas yang dinyatakan berdasarkan hasil pengalaman. Sebuah instrumen penelitian dikatakan memiliki validitas apabila sudah diuji dengan pengalaman. 6 8 Dengan menguji validitas empiris, peneliti Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002, 144. 7 Sutrisno Hadi, Metodologi Risearch, Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM, 2004, 102. 8 Muhibbin dan Abdurrahman, 2007, 30. 84 melakukan tri out/uji coba instrumen pada populasi yang tidak termasuk sampel yaitu 10 orang guru. Uji reliabilitas instrumen dimaksudkan untuk mengetahui konsistensi dari instrumen sebagai alat ukur, sehingga suatu pengukuran dapat dipercaya. Reliabilitas menunjuk pada sesuatu pengertian, bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai instrumen tersebut sudah baik. 9 alat pengumpul data karena dengan demikian instrumen yang baik tidak akan bersifat tendensius mengarahkan responden untuk memilih jawabanjawaban tertentu. Apabila datanya memang benar sesuai dengan kenyataan, maka beberapa kali pun diambil, tetapa akan sama. Pengujian validitas reliabilitas instrumen dilakukan dengan bantuan SPSS (Statistc Product Services Solutions) Release 16,0. E. Tehnik Analisa Data Untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara status kepegawaian dengan kinerja guru maka kami menggunakan analisis t-test dan ANOVA. Adapun untuk t-test kami gunakan untuk membandingkan kinerja guru dan status kepegawaain guru PNS-Non PNS dan guru yang sudah lulus sertifikasi dan belum sertifikasi. Uji t (t-test) merupakan prosedur pengujian parametrik rata-rata dua kelompok data (misal dalam penelitian kami PNS dan Non PNS), baik untuk kelompok data terkait maupun dua kelompok bebas. Untuk jumlah data yang sedikit maka perlu dilakukan uji normalitas untuk 9 Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002, 154. 85 memenuhi syarat dari sebaran datanya. Umumnya pada uji t dua kelompok bebas, yang perlu diperhatikan selain normalitas data juga kehomogenan varian. Kehomogenan data digunakan untuk menentukan jenis persamaan uji t yang akan digunakan. Disamping itu, karena status kepegawaian yang ketiga (gabungan) dalam penelitian ini terdiri dari empat kategori, maka analisis yang digunakan adalah ANOVA (Analysis of Variance). ANOVA digunakan untuk membandingkan rata-rata antara dua atau lebih kelompok sampel data. asumsi mendasar dalam analisis perbandingan adalah bahwa variabel data yang akan dibandingkan harus mengikuti distribusi normal.Asumsi lainnya yang harus dipenuhi dalam analisis perbandingan dengan ANOVA adalah homogenitas varians. Ini dilakukan melalui uji Levene's homogenity-of-variance test. Langkah pertama untuk metode perbandingan ini adalah mengumpulkan data (sampel) dari setiap objek per kelompok variabel. Pengukuran bersifat kuantitatif atau minimum berskala interval. Selanjutnya kita mengenal apa yang disebut dengan statistik uji t dan analisis varians atau ANOVA. Statistik uji t dan ANOVA digunakan sebagai statistik uji untuk perbandingan dua atau lebih kelompok sampel data. Uji t digunakan untuk membandingkan dua sampel yang akan dibandingkan, sedangkan ANOVA digunakan untuk uji perbandingan lebih dari dua kelompok sampel data maka digunakan analisis varians. BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN A. Diskripsi Data Sebelum diadakan uji hipotesis dari data masing-masing variabel yaitu status kepegawaian, kinerja yang dinilai oleh diri guru sendiri, dan kinerja yang dinilai oleh kepala sekolah dianalisis secara diskriptif. Data dalam penelitian ini adalah 50 orang guru MI di Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang. Dari hasil perhitungan statistik dasar, keempat variabel tersebut di atas, dapat diterangkan sebagai berikut. 1. Status PNS dan Non PNS Berikut ini gambaran umum responden mengenai status PNS dan Non PNS. Tabel 4.1. Status PNS Valid Frekuensi Persen Non PNS 38 76.0 PNS 12 24.0 Total 50 100.0 Sumber : Sekertaris KKMI (Kelompok Kerja Kepala Madrasah Ibtidaiyah) Kec.Susukan, Kab.Semarang PNS adalah guru tetap yang diangkat sebagai pegawai negeri sipil oleh Pemerintah dan atau Pemerintah Daerah berdasarkan peraturan perundang – undangan yang berlaku. Berdasarkan tabel di atas, yang dijadikan sampel PNS ada 12 guru (24 %) Sedangkan Non PNS adalah guru yang diangkat oleh yayasan, atau 86 badan hukum lainnya yang 87 menyelenggarakan satuan pendidikan, berdasarkan perjanjian kerja terdiri dari 38 guru (76 %). 2. Status Sertifikasi dan Non Sertifikasi Yang dimaksud status sertifikasi adalah guru yang sudah lulus sertifikasi baik sebagai guru kelas maupun sebagai guru mata pelajaran. Status Non Sertifikasi adalah status guru yang belum lulus atau belum terdaftar sertifikasi. Tabel 4.2. Status Sertifikasi Valid Frekuensi Persen Belum Sertifikasi 34 68.0 Sudah Sertifikasi 16 32.0 Total 50 100.0 Sumber : Sekertaris KKMI (Kelompok Kerja Kepala Madrasah Ibtidaiyah) Kec.Susukan, Kab.Semarang Tabel di atas menunjukkan bahwa guru yang belum sertifikasi ada 34 guru (68 %), sedangkan guru yang sudah lulus sertifikasi sebanyak 16 guru (32 %). 3. Status Gabungan Status gabungan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah status kepegawaian yang digabungkan dengan status sertifikasi. Ada empat status yaitu: (1). PNS Sertifikasi terdiri dari 5 guru (10%); (2). PNS Non Sertifikasi terdiri dari 7 guru (14%); (3). Non PNS Sertifikasi terdiri dari 11 guru (22%); (4). Non PNS Non Sertifikasi terdiri dari 27 guru (54%). 88 Tabel 4.3. Status Gabungan Frekuensi Valid Persen PNS Sertifikasi 5 10.0 PNS Non Sertifikasi 7 14.0 Non PNS Sertifikasi 11 22.0 Non PNS Non Sertifikasi 27 54.0 Total 50 100.0 Sumber : Sekertaris KKMI (Kelompok Kerja Kepala Madrasah Ibtidaiyah) Kec.Susukan, Kab.Semarang Dari tabel di atas ada empat status yaitu: (1). PNS Sertifikasi terdiri dari 5 guru (10 %); (2). PNS Non Sertifikasi terdiri dari 7 guru (14 %); (3). Non PNS Sertifikasi terdiri dari 11 guru (22 %); (4). Non PNS Non Sertifikasi terdiri dari 27 guru (54 %). B. Analisa Data Status Kepegawaian yang Dinilai Oleh Diri Guru Sendiri Hasil analisis pertama dari instrumen penilaian kinerja guru yang dinilai oleh diri guru sendiri dapat dilihat dari tabel di bawah ini. Tabel 4.4. Kinerja Guru yang Dinilai Oleh Diri Guru Sendiri N Valid Missing Mean Median Mode Std. Deviation Minimum Maximum 50 0 101.64 101 93.00 6.85345 93.00 111.00 89 Data dikumpulkan dari 50 responden dengan variabel kinerja guru yang dinilai oleh diri guru sendiri sebanyak 30 pertanyaan dengan alternatif jawaban: Sl (selalu) skor nilai 4, SR (sering) skor nilai 3, KD (kadang-kadang) skor nilai 2, TP (tidak pernah) skor nilai 1. Adapun skor minimal 30 dan skor maksimal 120. Rata-rata skor yang diperoleh guru dari instrumen ini yaitu 101. Perhitungan tersebut menunjukkan rata-rata (mean) dan median yang tidak jauh berbeda. Hal ini mengidentifikasikan bahwa penyebaran skor variabel kinerja guru yang dinilai oleh diri guru sendiri terdistribusi normal. Skor minimum yang diperoleh guru berdasarkan data tersebut yaitu 93, sedangkan skor maximum yaitu 111. Namun demikian, mayoretas responden (68%) / â…” itu nilai mereka antara 94-108. Untuk memperoleh gambaran lebih rinci tentang skor yang diperoleh dari nilai minimal dan maksimal disajikan dalam tabel berikut ini. Tabel 4.5. Skor Kinerja Guru yang Dinilai Oleh Diri Guru Sendiri Valid Frekuensi Persen Valid Persent Komulatif Percent 93 13 26.0 26.0 26.0 95 1 2.0 2.0 28.0 96 1 2.0 2.0 30.0 97 2 4.0 4.0 34.0 99 5 10.0 10.0 44.0 100 2 4.0 4.0 48.0 101 3 6.0 6.0 54.0 103 1 2.0 2.0 56.0 105 4 8.0 8.0 64.0 106 3 6.0 6.0 70.0 107 3 6.0 6.0 76.0 110 4 8.0 8.0 84.0 90 111 8 16.0 16.0 Total 50 100.0 100.0 100.0 Berdasarkan tabel di atas maka skor 93 diperoleh 13 guru (26 %), yang mendapat skor 95 ada 1 guru (2 %), yang mendapat skor 96 ada 1 guru (2 %), yang mendapat skor 97 ada 2 guru (4 %), yang mendapat skor 99 ada 5 guru(10 %), yang mendapat skor 100 ada 2 guru (4 %), yang mendapat skor 101 ada 3 guru (6 %), yang mendapat skor 103 ada 1 guru (2 %), yang mendapat skor 105 ada 4 guru (8 %), yang mendapat skor 106 ada 3 guru (6 %), yang mendapat skor 107 ada 3 guru (6 %), yang mendapat skor 110 ada 4 guru (8 %), yang mendapat skor 111 ada 8 guru (16 %). C. Analisa Data Status Kepegawaian yang Dinilai Oleh Kepala Sekolah Sedangkan kinerja guru yang dinilai oleh Kepala Sekolah dapat dilihat dalam tabel di bawah ini. Tabel 4.6. Kinerja Guru yang Dinilai Oleh Kepala Sekolah N Valid 50 Missing 0 Mean 149.72 Median 150 Mode 150 Std. Deviation 13.60 Minimum 115 Maximum 172.00 Instrumen penilaian kinerja guru yang dinilai oleh Kepala Sekolah ada 44 item pertanyaan, dengan skor minimum 44 dan skor maksimum 176. Dari 91 50 responden diperoleh rerata (mean) 149, dengan nilai tengah setelah diurutkan (median) 150. Sedangkan nilai yang sering muncul (modus) yaitu 150. Skor perolehan minimum yaitu 115, sedangkan skor perolehan maksimum yaitu 172. Kebanyakan mayoritas (68%) / â…” dari responden skornya antara 136-164. Untuk memperoleh gambaran skor yang diperoleh dari nilai minimal dan maksimal disajikan dalam tabel berikut ini. Tabel 4.7. Skor Kinerja Guru yang Dinilai Oleh Kepala Sekolah Valid Frekuensi Persent Valid Persent Komulatif Persent 115 1 2.0 2.0 2.0 128 1 2.0 2.0 4.0 129 1 2.0 2.0 6.0 131 1 2.0 2.0 8.0 132 1 2.0 2.0 10.0 133 1 2.0 2.0 12.0 135 1 2.0 2.0 14.0 136 3 6.0 6.0 20.0 138 3 6.0 6.0 26.0 139 1 2.0 2.0 28.0 141 2 4.0 4.0 32.0 142 1 2.0 2.0 34.0 143 1 2.0 2.0 36.0 144 2 4.0 4.0 40.0 147 1 2.0 2.0 42.0 148 3 6.0 6.0 48.0 150 4 8.0 8.0 56.0 153 1 2.0 2.0 58.0 155 2 4.0 4.0 62.0 156 1 2.0 2.0 64.0 157 1 2.0 2.0 66.0 92 158 2 4.0 4.0 70.0 159 2 4.0 4.0 74.0 161 1 2.0 2.0 76.0 162 3 6.0 6.0 82.0 163 1 2.0 2.0 84.0 167 1 2.0 2.0 86.0 168 2 4.0 4.0 90.0 169 1 2.0 2.0 92.0 170 1 2.0 2.0 94.0 171 2 4.0 4.0 98.0 172 1 2.0 2.0 100.0 Total 50 100.0 100.0 Dari data di atas diperoleh gambaran bahwa skor 115 diperoleh oleh 1 guru (2 %), skor 128 diperoleh 1 guru (2 %), skor 129 diperoleh 1 guru ( 2 %), skor 131 diperoleh 1 guru, skor 132 diperoleh 1 guru ( 2 %), skor 133 diperoleh 1 guru ( 2 %), skor 135 diperoleh 1 guru (2 %), skor 136 diperoleh 3 guru ( 6 %), skor 138 diperoleh 3 guru (6 %), skor 139 diperoleh 1 guru (2 %), skor 141 diperoleh 2 guru (4 %), skor 142 diperoleh 1 guru (2 %), skor 143 diperoleh 1 guru (2 %),skor 144 diperoleh 2 guru (4 %), skor 147 diperoleh 1 guru (2 %), skor 148 diperoleh 3 guru (6 %), skor 150 diperoleh 4 guru ( 8 %), skor 153 diperoleh 1 guru (2 %), skor 155 diperoleh 2 guru (4 %), skor 156 diperoleh 1 guru (2 %), skor 157 diperoleh 1 guru (2 %), skor 158 diperoleh 2 guru (4 %), skor 159 diperoleh 2 guru (4 %), skor 161 diperoleh 1 guru (2 %), skor 162 diperoleh 3 guru (6 %), skor 163 diperoleh 1 guru (2 %), skor 167 diperoleh 1 guru (2 %), skor 168 diperoleh 2 guru (4 %), skor 169 diperoleh 1 guru (2 %). 93 D. Hasil Penelitian 1. Mencari hubungan antara status kepegawaian dengan kinerja guru yang dinilai oleh diri guru sendiri a. Hubungan Status PNS dan Non PNS Dengan Kinerjanya Berdasarkan data yang diperoleh tentang status kepegawaian dengan kinerja guru yang dinilai oleh diri guru sendiri dapat dilihat dalam tabel di bawah ini. Tabel 4.8 Status PNS dan Non PNS dan kinerja yang dinilai guru sendiri StatPNS kgsendiri N Std. Deviation Mean Std. Error Mean Non PNS 38 1.0147E2 7.33277 1.18953 PNS 12 1.0217E2 5.28864 1.52670 Tabel 4.9 Independent Samples Test yang dinilai guru sendiri Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means F kgs Equal end variances iri assumed Equal variances not assumed 5.00 5 Sig. T df 95% Confidenc e Interval Mea of the Sig. n Std. (2- Diffe Error Difference taile renc Differe Low Upp d) e nce er er .030 -.303 3.91 48 .764 .692 2.29074 5.29 286 98 882 -.358 25.6 3.28 .723 .692 1.93541 4.67 04 830 98 426 94 Berdasarkan data pada tabel di atas diketahui bahwa memang ada perbedaan rata-rata kinerja guru PNS dan Non PNS. Di mana ratarata kinerja guru PNS yaitu 102, sedangkan rata-rata kinerja guru Non PNS yaitu 101. Jadi ada selisih 0,69. Dengan kata lain kinerja guru PNS lebih tinggi dari guru Non PNS. Namun demikian perbedaan tersebut tidak signifikan secara statistik, dengan nilai t absolut sebesar 0,3 ( jauh di bawah nilai 2 ), dan nilai signifikansi (sig) sebesar 0,76 ( > 0,05) dikatakan signifikan bila nilai sig < 0,05. Jadi kita gagal menolak ( H0 ) dengan kata lain tidak ada hubungan antara kinerja yang dinilai oleh diri guru sendiri dan status kepegawaian atau sama saja dan tidak ada perbedaan. b. Hubungan Status Sertifikasi dan Non Sertifikasi Dengan Kinerjanya Dari data yang diperoleh tentang status sertifikasi dengan kinerja yang dinilai oleh diri guru sendiri dapat dilihat di dalam tabel di bawah ini. Tabel 4.10 Status Sertifikasi yang Dinilai Oleh Diri Guru Sendiri StatSer N Mean Std. Deviation Std. Error Mean kgsendiri Belum Sertifikasi 34 1.0029E2 6.78469 1.16357 Sudah Sertifikasi 16 1.0450E2 6.27163 1.56791 95 Tabel 4.11 Independent Samples Test yang dinilai oleh guru sendiri Levene's Test for Equality of Variances F kgs Equal end variances iri assumed Equal variances not assumed Sig. T t-test for Equality of Means 95% Confidence Std. Interval of the Sig. Error Difference (2- Mean Diffe taile Differe renc Upp df d) nce e Lower er - 2.00 .486 .489 2.09 48 .042 8.246 .165 4.20588 960 3 45 31 31. - 1.95 2.15 .039 8.184 .227 701 4.20588 249 4 45 32 Berdasarkan dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa ada perbedaan nilai kinerja antara guru yang sudah sertifikasi dengan guru yang belum tersertifikasi. Dimana rata-rata nilai kinerja guru yang tersertifikasi (104,50) lebih tinggi dibanding dengan guru yang belum tersertifikasi (100,29) dengan selisih 4,20. Perbedaan ini secara statistik dianggap signifikan karena t 2,09 (dianggap signifikan jika > 2) dan nilai signifikansi sebesar 0,04 (dianggap signifikan jika nilai < 0,05). Jadi kita menolak H0 (Tidak ada hubungan antara status 2 (status guru yang sudah sertifikasi dan guru yang belum sertifikasi) dengan kinerja guru yang dinilai oleh dirinya sendiri. 96 c. Hubungan Status PNS Sertfikasi, PNS Non Sertifikasi, Non PNS Sertfikasi dan Non PNS Non Sertfikasi Dengan Kinerjanya Tabel 4. 12. ANOVA yang dinilai oleh guru sendiri kgsendiri Sum of Squares Between Groups Within Groups Total Mean Square df F 223.206 3 74.402 2078.314 2301.520 46 49 45.181 1.647 Sig. .192 Berdasarkan data di atas, maka penelitian ini menolak Ho (tidak ada hubungan antara kinerja guru dan status guru gabungan, karena p valu / sig 0,19 yaitu lebih besar 0,05. Berarti tidak ada perbedaan antara status guru ( PNS Sertifikasi, PNS Non Sertifikasi, Non PNS Sertifikasi, dan Non PNS Non Sertifikasi). Dalam kinerja mereka yang dinilai oleh diri mereka sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa status guru (gabungan) tidak berpengaruh/tidak ada kaitannya dengan kinerja. Tabel 4. 13. Multiple Comparisons (I) StatGab (J) StatGab Mean Differenc e (I-J) 95% Confidence Interval Std. Error Lower Upper Sig. Bound Bound PNS PNS Non Sertifikasi 1.42857 3.93580 .983 -9.0623 11.9194 Seritfik Non PNS Sertifikasi -2.18182 3.62539 .931 7.4817 asi 11.8453 Non PNS Non Sertifikasi 3.03704 3.27254 .790 -5.6859 11.7600 97 PNS PNS Seritfikasi -1.42857 3.93580 .983 9.0623 Non 11.9194 Sertifik Non PNS Sertifikasi -3.61039 3.24988 .685 5.0522 asi 12.2729 Non PNS Non 1.60847 2.85092 .942 -5.9907 9.2076 Sertifikasi Non PNS Seritfikasi 2.18182 3.62539 .931 -7.4817 11.8453 PNS PNS Non Sertifikasi 3.61039 3.24988 .685 -5.0522 12.2729 Sertifik Non PNS Non asi 5.21886 2.40431 .147 -1.1898 11.6275 Sertifikasi Non PNS Seritfikasi -3.03704 3.27254 .790 5.6859 PNS 11.7600 Non PNS Non Sertifikasi -1.60847 2.85092 .942 -9.2076 5.9907 Sertifik Non PNS Sertifikasi asi -5.21886 2.40431 .147 1.1898 11.6275 Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS Sertifikasi dengan PNS non Setifikasi adalah 1,4. Namun demikian perbedaan ini secara statistik tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,98 (jauh di atas 0,05). Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS Sertifikasi dengan Non PNS Sertifikasi adalah 2,1. Namun demikian perbedaan ini secara statistik tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,93 (jauh di atas 0,05). Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS Sertifikasi dengan Non PNS Non Sertifikasi adalah 3,0. Namun demikian perbedaan ini secara statistik tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,79 (jauh di atas 0,05). Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS Non Sertifikasi dengan Non PNS Sertifikasi adalah 3,6. Namun demikian perbedaan ini secara statistik tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 98 0,68 (jauh di atas 0,05). Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS Non Sertifikasi dengan Non PNS Non Sertifikasi adalah 1,6. Namun demikian perbedaan ini secara statistik tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,94 (jauh di atas 0,05). Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru Non PNS Sertifikasi dengan Non PNS Non Sertifikasi adalah 5,2. Namun demikian perbedaan ini secara statistik tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,14 (jauh di atas 0,05). 2. Mencari hubungan antara Status Kepegawaian dengan Kinerja Guru yang Dinilai oleh Kepala Sekolah a. Hubungan Status PNS dan Non PNS Dengan Kinerjanya Berdasarkan data yang diperoleh tentang status kepegawaian dengan kinerja guru yang dinilai oleh Kepala Sekolah dapat dilihat dalam tabel di bawah ini. Tabel 4.14 Status PNS dan Non PNS dengan kinerja yang dinilai kepala sekolah StatPNS N Kgkeps Non PNS ek PNS Std. Deviation Mean Std. Error Mean 38 1.5061E2 13.15714 2.13437 12 1.4692E2 15.21039 4.39086 Tabel 4.15 Independent Samples Test yang dinilai oleh kepala sekolah Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means 99 F Kgk Equal epse variances k assumed Equal variances not assumed Sig. t 95% Confidence Std. Interval of the Error Sig. Mean Diffe Difference (2- Differ renc Low df tailed) ence e er Upper 48 3.688 4.52 12.779 .419 5.40 6 161 91 272 16.5 .756 38 3.688 4.88 14.010 .461 6.63 6 213 96 377 .057 .812 .816 Berdasarkan data pada tabel di atas diketahui bahwa memang ada perbedaan rata-rata kinerja guru PNS dan Non PNS. Di mana ratarata kinerja guru PNS yaitu 146, sedangkan rata-rata kinerja guru Non PNS yaitu 150. Jadi ada selisih 0,41. Dengan kata lain kinerja guru Non PNS lebih tinggi dari guru PNS. Namun demikian perbedaan tersebut tidak signifikan secara statistik, dengan nilai t absolut sebesar 0,8 ( jauh di bawah nilai 2 ), dan nilai signifikansi (sig) sebesar 0,75 ( > 0,05) dikatakan signifikan bila nilai sig < 0,05. Jadi kita gagal menolak ( H0 ) dengan kata lain tidak ada hubungan antara kinerja yang dinilai oleh Kepala Sekolah dan status kepegawaian atau sama saja dan tidak ada perbedaan. 100 b. Hubungan Status Sertifikasi dan Non Sertifikasi Dengan Kinerjanya Dari data yang diperoleh tentang status sertifikasi dengan kinerja yang dinilai oleh Kepala Sekolah dapat dilihat di dalam tabel di bawah ini. Tabel 4.16 Status Sertifikasi dengan kinerja yang dinilai oleh kepala sekolah StatSer N Mean Std. Deviation Std. Error Mean kgkepsek Belum Sertifikasi 34 1.4735E2 12.41183 2.12861 Sudah Sertifikasi 16 1.5475E2 15.04438 3.76109 Tabel 4.17 Independent Samples Test yang dinilai oleh kepala sekolah Levene's Test for Equality of Variances F kgk Equal eps variances ek assumed Equal variances not assumed Sig. t-test for Equality of Means t .120 .730 1.8 36 95% Confidence Interval of Std. the Sig. Mean Error (2- Differ Differ Difference df tailed) ence ence Lower Upper 48 4.029 .7044 .073 7.397 15.49 32 2 06 854 24.9 1.7 83 12 4.321 1.503 .099 7.397 16.29 67 89 06 801 Berdasarkan dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa ada perbedaan nilai kinerja antara guru yang sudah sertifikasi dengan guru 101 yang belum tersertifikasi. Dimana rata-rata nilai kinerja guru yang tersertifikasi (154,75) lebih tinggi dibanding dengan guru yang belum tersertifikasi (147,35) dengan selisih 7,30. Perbedaan ini secara statistik dianggap signifikan karena t 1,71 (dianggap signifikan jika > 2) dan nilai signifikansi sebesar 0,73 (dianggap signifikan jika nilai < 0,05). Jadi kita menolak H0 (Tidak ada hubungan antara status 2 (status guru yang sudah sertifikasi dan guru yang belum sertifikasi) dengan kinerja guru yang dinilai oleh Kepala Sekolah. c. Hubungan Status PNS Sertfikasi, PNS Non Sertifikasi, Non PNS Sertifikasi dan Non PNS Non Sertfikasi Dengan Kinerjanya Tabel 4. 18 ANOVA status gabungan yang dinilai kepala sekolah kgkepsek Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups Within Groups Total 956.646 8117.434 9074.080 3 46 49 318.882 176.466 1.807 .159 Berdasarkan data di atas, maka penelitian ini menolak Ho (tidak ada hubungan antara kinerja guru dan status guru gabungan, karena p valu / sig 0,15 yaitu lebih besar 0,05. Berarti tidak ada perbedaan antara status guru ( PNS Sertifikasi, PNS Non Sertifikasi, Non PNS Sertifikasi, dan Non PNS Non Sertifikasi). Dalam kinerja mereka yang dinilai oleh Kepala Sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa 102 status guru (gabungan) tidak berpengaruh/tidak ada kaitannya dengan kinerja. Tabel 4. 19 Multiple Comparisons yang dinilai oleh kepala sekolah kgkepsek Tukey HSD (I) StatGab (J) StatGab PNS PNS Non Seritfikas Sertifikasi i Non PNS Sertifikasi PNS Non Sertifikas i Non PNS Sertifikas i Non PNS Non Sertifikas i Non PNS Non Sertifikasi PNS Seritfikasi Non PNS Sertifikasi Non PNS Non Sertifikasi PNS Seritfikasi PNS Non Sertifikasi Non PNS Non Sertifikasi PNS Seritfikasi PNS Non Sertifikasi Non PNS Sertifikasi Mean Difference (I-J) 95% Confidence Interval Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound 1.51429 7.77834 .997 -19.2189 22.2474 -10.10909 7.16488 .499 -29.2071 8.9889 .17037 6.46753 1.000 -17.0688 17.4096 -1.51429 7.77834 .997 -22.2474 19.2189 -11.62338 6.42276 .282 -28.7432 5.4965 -1.34392 5.63429 .995 -16.3621 13.6743 10.10909 7.16488 .499 -8.9889 29.2071 11.62338 6.42276 .282 -5.4965 28.7432 10.27946 4.75165 .149 -2.3860 22.9450 -.17037 6.46753 1.000 -17.4096 17.0688 1.34392 5.63429 .995 -13.6743 16.3621 -10.27946 4.75165 .149 -22.9450 2.3860 103 Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS Sertifikasi dengan PNS non Setifikasi adalah 1,5. Namun demikian perbedaan ini secara statistik tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,99 (jauh di atas 0,05). Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS Sertifikasi dengan Non PNS Sertifikasi adalah 10,1. Namun demikian perbedaan ini secara statistik tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,49 (jauh di atas 0,05). Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS Sertifikasi dengan Non PNS Non Sertifikasi adalah 1,7. Namun demikian perbedaan ini secara statistik tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,10 (jauh di atas 0,05). Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS Non Sertifikasi dengan Non PNS Sertifikasi adalah 11,6. Namun demikian perbedaan ini secara statistik tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,28 (jauh di atas 0,05). Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS Non Sertifikasi dengan Non PNS Non Sertifikasi adalah 1,3 Namun demikian perbedaan ini secara statistik tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,99 (jauh di atas 0,05). Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru Non PNS Sertifikasi dengan Non PNS Non Sertifikasi adalah 10,2. Namun demikian perbedaan ini secara statistik tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,14 (jauh di atas 0,05). 104 E. Ringkasan Uji Hipotesis Berdasarkan data di atas, maka hasil uji hipotesis dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Hipotesisi pertama yang diajukan adalah: ada hubungan antara status PNS dan Non PNS dalam kinerja guru yang dinilai oleh diri guru sendiri. Berdasarkan data pada penelitian di atas diketahui bahwa memang ada perbedaan rata-rata kinerja guru PNS dan Non PNS. Di mana rata-rata kinerja guru PNS yaitu 102, sedangkan rata-rata kinerja guru Non PNS yaitu 101. Jadi ada selisih 0,69. Dengan kata lain kinerja guru PNS lebih tinggi dari guru Non PNS. Namun demikian perbedaan tersebut tidak signifikan secara statistik, dengan nilai t absolut sebesar 0,3 ( jauh di bawah nilai 2 ), dan nilai signifikansi (sig) sebesar 0,76 ( > 0,05) dikatakan signifikan bila nilai sig < 0,05. Jadi kita gagal menolak ( H0 ) dengan kata lain tidak ada hubungan antara kinerja yang dinilai oleh diri guru sendiri dan status kepegawaian atau sama saja dan tidak ada perbedaan. 2. Hipotesisi ke-dua yang diajukan adalah : ada hubungan antara Status Sertifikasi dan Non Sertifikasi dengan kinerjanya yang dinilai oleh diri guru sendiri Berdasarkan data dari penelitian ini, dapat dilihat bahwa ada perbedaan nilai kinerja antara guru yang sudah sertifikasi dengan guru yang belum tersertifikasi. Dimana rata-rata nilai kinerja guru yang tersertifikasi (104,50) lebih tinggi dibanding dengan guru yang belum tersertifikasi (100,29) dengan selisih 4,20. Perbedaan ini secara statistik 105 dianggap signifikan karena t 2,09 (dianggap signifikan jika > 2) dan nilai signifikansi sebesar 0,04 (dianggap signifikan jika nilai < 0,05). Jadi kita menolak H0 (Tidak ada hubungan antara status 2 (status guru yang sudah sertifikasi dan guru yang belum sertifikasi) dengan kinerja guru yang dinilai oleh dirinya sendiri. 3. Hipotesis ke-tiga yang diajukan adalah: ada hubungan status PNS Sertfikasi, PNS Non Sertifikasi, Non PNS Sertfikasi dan Non PNS Non Sertfikasi dengan kinerjanya yang dinilai oleh diri guru sendiri Berdasarkan data di atas, maka penelitian ini menolak Ho (tidak ada hubungan antara kinerja guru dan status guru gabungan, karena p valu / sig 0,19 yaitu lebih besar 0,05. Berarti tidak ada perbedaan antara status guru ( PNS Sertifikasi, PNS Non Sertifikasi, Non PNS Sertifikasi, dan Non PNS Non Sertifikasi). Dalam kinerja mereka yang dinilai oleh diri mereka sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa status guru (gabungan) tidak berpengaruh/tidak ada kaitannya dengan kinerja. Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS Sertifikasi dengan PNS non Setifikasi adalah 1,4. Namun demikian perbedaan ini secara statistik tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,98 (jauh di atas 0,05). Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS Sertifikasi dengan Non PNS Sertifikasi adalah 2,1. Namun demikian perbedaan ini secara statistik tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,93 (jauh di atas 0,05). Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS Sertifikasi dengan Non PNS 106 Non Sertifikasi adalah 3,0. Namun demikian perbedaan ini secara statistik tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,79 (jauh di atas 0,05). Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS Non Sertifikasi dengan Non PNS Sertifikasi adalah 3,6. Namun demikian perbedaan ini secara statistik tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,68 (jauh di atas 0,05). Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS Non Sertifikasi dengan Non PNS Non Sertifikasi adalah 1,6. Namun demikian perbedaan ini secara statistik tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,94 (jauh di atas 0,05). Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru Non PNS Sertifikasi dengan Non PNS Non Sertifikasi adalah 5,2. Namun demikian perbedaan ini secara statistik tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,14 (jauh di atas 0,05). 4. Hipotesis ke-empat yang diajukan adalah: ada hubungan antara Status PNS dan Non PNS dengan Kinerja Guru yang Dinilai oleh Kepala Sekolah Berdasarkan data pada penelitian di atas diketahui bahwa memang ada perbedaan rata-rata kinerja guru PNS dan Non PNS. Di mana rata-rata kinerja guru PNS yaitu 146, sedangkan rata-rata kinerja guru Non PNS yaitu 150. Jadi ada selisih 0,41. Dengan kata lain kinerja guru Non PNS lebih tinggi dari guru PNS. Namun demikian perbedaan tersebut tidak signifikan secara statistik, dengan nilai t absolut sebesar 0,8 ( jauh di 107 bawah nilai 2 ), dan nilai signifikansi (sig) sebesar 0,75 ( > 0,05) dikatakan signifikan bila nilai sig < 0,05. Jadi kita gagal menolak ( H0 ) dengan kata lain tidak ada hubungan antara kinerja yang dinilai oleh Kepala Sekolah dan status kepegawaian atau sama saja dan tidak ada perbedaan. 5. Hipotesis ke-lima yang diajukan adalah: ada hubungan Status Sertifikasi dan Non Sertifikasi Dengan Kinerjanya yang dinilai oleh kepala sekolah Berdasarkan dari hasil penelitian di atas, dapat dilihat bahwa ada perbedaan nilai kinerja antara guru yang sudah sertifikasi dengan guru yang belum tersertifikasi. Dimana rata-rata nilai kinerja guru yang tersertifikasi (154,75) lebih tinggi dibanding dengan guru yang belum tersertifikasi (147,35) dengan selisih 7,30. Perbedaan ini secara statistik dianggap signifikan karena t 1,71 (dianggap signifikan jika > 2) dan nilai signifikansi sebesar 0,73 (dianggap signifikan jika nilai < 0,05). Jadi kita menolak H0 (Tidak ada hubungan antara status 2 (status guru yang sudah sertifikasi dan guru yang belum sertifikasi) dengan kinerja guru yang dinilai oleh Kepala Sekolah. 6. Hipotesis ke-enam yang diajukan adalah: ada hubungan Status PNS Sertfikasi, PNS Non Sertifikasi, Non PNS Sertfikasi dan Non PNS Non Sertfikasi Dengan Kinerjanya yang dinilai oleh kepala sekolah Berdasarkan data di atas, maka penelitian ini menolak Ho (tidak ada hubungan antara kinerja guru dan status guru gabungan, karena p valu / sig 0,15 yaitu lebih besar 0,05. Berarti tidak ada perbedaan antara status 108 guru ( PNS Sertifikasi, PNS Non Sertifikasi, Non PNS Sertifikasi, dan Non PNS Non Sertifikasi). Dalam kinerja mereka yang dinilai oleh Kepala Sekolah . Hal ini menunjukkan bahwa status guru (gabungan) tidak berpengaruh/tidak ada kaitannya dengan kinerja. Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS Sertifikasi dengan PNS non Setifikasi adalah 1,5. Namun demikian perbedaan ini secara statistik tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,99 (jauh di atas 0,05). Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS Sertifikasi dengan Non PNS Sertifikasi adalah 10,1. Namun demikian perbedaan ini secara statistik tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,49 (jauh di atas 0,05). Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS Sertifikasi dengan Non PNS Non Sertifikasi adalah 1,7. Namun demikian perbedaan ini secara statistik tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,10 (jauh di atas 0,05). Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS Non Sertifikasi dengan Non PNS Sertifikasi adalah 11,6. Namun demikian perbedaan ini secara statistik tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,28 (jauh di atas 0,05). Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS Non Sertifikasi dengan Non PNS Non Sertifikasi adalah 1,3 Namun demikian perbedaan ini secara statistik tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,99 (jauh di atas 0,05). Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru Non PNS Sertifikasi dengan Non PNS Non Sertifikasi adalah 10,2. Namun demikian perbedaan ini 109 secara statistik tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,14 (jauh di atas 0,05). BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dengan adanya program sertifikasi guru diharapkan kinerja guru akan meningkat sehingga mutu pendidikan di Indonesia juga akan meningkat ke arah yang lebih baik. Setelah mendapatkan sertifikasi diharapkan guru dapat memenuhi empat komponen seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Guru dan Dosen Pasal 10 dan Peraturan Pemerintah tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 28, kompetensi guru meliputi empat komponen yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, professional, dan sosial. Namun dalam prakteknya,banyak guru yang tidak dapat memenuhi keempat komponen tersebut dan dari beberapa penelitian juga menunjukan bahwa kinerja guru tidak meningkat setelah adanya sertifikasi dan cenderung masih sama sebelum adanya sertifikasi. Berdasarkan data di atas, maka hasil hasil kesimpulan dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Memang ada perbedaan rata-rata kinerja guru PNS dan Non PNS. Di mana rata-rata kinerja guru PNS yaitu 102, sedangkan rata-rata kinerja guru Non PNS yaitu 101. Jadi ada selisih 0,69. Dengan kata lain kinerja guru PNS lebih tinggi dari guru Non PNS. Namun demikian perbedaan tersebut tidak signifikan secara statistik, dengan nilai t absolut sebesar 0,3 ( jauh di 110 111 bawah nilai 2 ), dan nilai signifikansi (sig) sebesar 0,76 ( > 0,05) dikatakan signifikan bila nilai sig < 0,05. Jadi kita gagal menolak ( H0 ) dengan kata lain tidak ada hubungan antara kinerja yang dinilai oleh diri guru sendiri dan status kepegawaian atau sama saja dan tidak ada perbedaan. 2. Ada perbedaan nilai kinerja antara guru yang sudah sertifikasi dengan guru yang belum tersertifikasi. Dimana rata-rata nilai kinerja guru yang tersertifikasi (104,50) lebih tinggi dibanding dengan guru yang belum tersertifikasi (100,29) dengan selisih 4,20. Perbedaan ini secara statistik dianggap signifikan karena t 2,09 (dianggap signifikan jika > 2) dan nilai signifikansi sebesar 0,04 (dianggap signifikan jika nilai < 0,05). Jadi kita menolak H0 (Tidak ada hubungan antara status 2 (status guru yang sudah sertifikasi dan guru yang belum sertifikasi) dengan kinerja guru yang dinilai oleh dirinya sendiri. 3. penelitian ini menolak Ho (tidak ada hubungan antara kinerja guru dan status guru gabungan, karena p valu / sig 0,19 yaitu lebih besar 0,05. Berarti tidak ada perbedaan antara status guru ( PNS Sertifikasi, PNS Non Sertifikasi, Non PNS Sertifikasi, dan Non PNS Non Sertifikasi). Dalam kinerja mereka yang dinilai oleh diri mereka sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa status guru (gabungan) tidak berpengaruh/tidak ada kaitannya dengan kinerja. Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS Sertifikasi dengan PNS non Setifikasi adalah 1,4. Namun demikian perbedaan ini secara statistik tidak 112 signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,98 (jauh di atas 0,05). Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS Sertifikasi dengan Non PNS Sertifikasi adalah 2,1. Namun demikian perbedaan ini secara statistik tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,93 (jauh di atas 0,05). Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS Sertifikasi dengan Non PNS Non Sertifikasi adalah 3,0. Namun demikian perbedaan ini secara statistik tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,79 (jauh di atas 0,05). Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS Non Sertifikasi dengan Non PNS Sertifikasi adalah 3,6. Namun demikian perbedaan ini secara statistik tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,68 (jauh di atas 0,05). Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS Non Sertifikasi dengan Non PNS Non Sertifikasi adalah 1,6. Namun demikian perbedaan ini secara statistik tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,94 (jauh di atas 0,05). Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru Non PNS Sertifikasi dengan Non PNS Non Sertifikasi adalah 5,2. Namun demikian perbedaan ini secara statistik tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,14 (jauh di atas 0,05). 4. Memang ada perbedaan rata-rata kinerja guru PNS dan Non PNS. Di mana rata-rata kinerja guru PNS yaitu 146, sedangkan rata-rata kinerja guru Non PNS yaitu 150. Jadi ada selisih 0,41. Dengan kata lain kinerja guru Non PNS lebih tinggi dari guru PNS. Namun demikian perbedaan tersebut tidak signifikan secara statistik, dengan nilai t absolut sebesar 0,8 ( jauh di 113 bawah nilai 2 ), dan nilai signifikansi (sig) sebesar 0,75 ( > 0,05) dikatakan signifikan bila nilai sig < 0,05. Jadi kita gagal menolak ( H0 ) dengan kata lain tidak ada hubungan antara kinerja yang dinilai oleh Kepala Sekolah dan status kepegawaian atau sama saja dan tidak ada perbedaan. 5. Ada perbedaan nilai kinerja antara guru yang sudah sertifikasi dengan guru yang belum tersertifikasi. Dimana rata-rata nilai kinerja guru yang tersertifikasi (154,75) lebih tinggi dibanding dengan guru yang belum tersertifikasi (147,35) dengan selisih 7,30. Perbedaan ini secara statistik dianggap signifikan karena t 1,71 (dianggap signifikan jika > 2) dan nilai signifikansi sebesar 0,73 (dianggap signifikan jika nilai < 0,05). Jadi kita menolak H0 (Tidak ada hubungan antara status 2 (status guru yang sudah sertifikasi dan guru yang belum sertifikasi) dengan kinerja guru yang dinilai oleh Kepala Sekolah. 6. Penelitian ini menolak Ho (tidak ada hubungan antara kinerja guru dan status guru gabungan, karena p valu / sig 0,15 yaitu lebih besar 0,05. Berarti tidak ada perbedaan antara status guru ( PNS Sertifikasi, PNS Non Sertifikasi, Non PNS Sertifikasi, dan Non PNS Non Sertifikasi). Dalam kinerja mereka yang dinilai oleh Kepala Sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa status guru (gabungan) tidak berpengaruh/tidak ada kaitannya dengan kinerja. Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS Sertifikasi dengan PNS non Setifikasi adalah 1,5. Namun demikian perbedaan ini secara statistik tidak 114 signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,99 (jauh di atas 0,05). Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS Sertifikasi dengan Non PNS Sertifikasi adalah 10,1. Namun demikian perbedaan ini secara statistik tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,49 (jauh di atas 0,05). Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS Sertifikasi dengan Non PNS Non Sertifikasi adalah 1,7. Namun demikian perbedaan ini secara statistik tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,10 (jauh di atas 0,05). Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS Non Sertifikasi dengan Non PNS Sertifikasi adalah 11,6. Namun demikian perbedaan ini secara statistik tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,28 (jauh di atas 0,05). Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru PNS Non Sertifikasi dengan Non PNS Non Sertifikasi adalah 1,3 Namun demikian perbedaan ini secara statistik tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,99 (jauh di atas 0,05). Perbedaan rata-rata nilai kinerja guru Non PNS Sertifikasi dengan Non PNS Non Sertifikasi adalah 10,2. Namun demikian perbedaan ini secara statistik tidak signifikan, karena nilai sig (p-value) sebesar 0,14 (jauh di atas 0,05). Berdasarkan hasil dari penelitian ini, membuktikan bahwa secara umum status kepegawaian tidak berhubungan dengan kinerja guru Meskipun ada satu pola ditemukan bahwa ketika kinerja guru dinilai oleh diri guru sendiri hasilnya signifikan. Artinya bahwa guru tersertifikasi kinerjanya lebih baik dari guru yang belum sertifikasi. 115 B. Saran Kami menyadari penelitian ini terbatas karena responden sedikit, hanya mencakup satu kecamatan. Juga dibatasi oleh waktu, biaya/dana. Saran kami yaitu: 1. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah waktu pengumpulan data yang singkat sehingga peneliti hanya bisa mencapai responden yang lokasinya tidak terlalu jauh. Sekolah yang dijadikan sampel memang dipilih karena peneliti menganggap bahwa sekolah tersebut memiliki karakteristik yang bisa mewakili karakteristik sekolah yang ada di Jawa Tengah. Akan tetapi, untuk peneliti selanjutnya disarankan untuk memperbanyak jumlah kota/kabupaten yang akan dijadikan sampel untuk meningkatkan generalisasi hasil penelitian. 2. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja guru, tidak hanya sebatas status kepegawaian. Hal ini memberikan kesempatan kepada peneliti lain untuk mengungkapnya. Demi menjaga mutu guru perlunya pola pembinaan yang terpadu dan berkelanjutan kepada guru-guru mulai dari tingkat sekolah, pengawas, dinas pendidikan di daerah, dan departemen pendidikan nasional. Perlu ada penilaian kinerja yang terukur dan ketat, tetapi jangan hanya bersifat normatif. Dari beberapa pengertian di atas jika dihubungkan dengan kinerja guru, dapat dikatakan bahwa kinerja guru itu berhubungan dengan perilaku guru yaitu berbagai aktivitas guru dalam proses instruksional yang berkaitan dengan tanggungjawab dan tugas guru. 116 3. Program sertifikasi perlu dikaji ulang oleh pemerintah. Karena sertifikasi membuat bingung guru dan ternyata program sertifikasi tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap kinerja guru. Dari hasil penelitian ini juga terungkap bahwa sekitar 97 persen guru yang berhak menerima tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok menyatakan tidak pernah mendapat pembayaran tepat waktu dan tidak menentu, ada yang setiap tiga bulan, enam bulan, bahkan ada yang per tahun. Dan yang lebih memprihatinkan adalah 14 persen responden mengeluh adanya pemotongan tunjangan profesi oleh oknum dinas pendidikan daerah. Pada akhirnya kita akui bersama bahwa tunjangan profesi yang diberikan kepada guru yang lulus sertifikas sangat berarti untuk meningkatkan kesejahteraan para guru. Namun yang paling penting adalah bagaimana guru terus merefleksikan dirinya bahwa tunjangan tersebut adalah untuk menjadikan guru lebih profesional bukan untuk kepentingan konsumtif dan bergaya hidup hedonis. Dengan demikian bila kinerja guru sudah baik maka pendidikan yang bermutu tinggal tunggu waktu saja. 117 DAFTAR PUSTAKA A.A.Anwar Prabu Mangku Negara. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009. A.S. Moenir. Pendekatan Manusia dan Organisasi Terhadap Pembinaan Kepegawaian. Jakarta: Gunung Agun, 1983. Anonim. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Jakarta : Ciputat Press, 2006. Anonim. Undang-undang Ripublik Indonesia No. 14 Tahun 2005 Tentang guru dan Dosen. Jakarta : Ciputat Press, 2006. Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002. Asma Hasan Fahmi. Sejarah dan filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1979. Bafadal. Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar. Jakarta: Bumi Aksara, 2009. Departemen Agama RI . Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Thaun 2005 Tentang Guru dan Dosen, 2005. Departemen Agama RI, Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Direktorat Pembinaan Perguruan Agama Islam. Pedoman Pembinaan Guru Madarasah Ibtidaiyah (MI), Jakarta: Departemen Agama, 2000. Departemen Agama RI. Pedoman Pembinaan Profesional Guru Madrasah Ibtidaiyah (MI). Jakarta: Direktorat Pembinaan Perguruan Agama Islam Ditjen Binbaga Islam Departemen Agama, 2000. Departemen Agama RI. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.2. Depdiknas. Manajemen Berbasis Sekolah. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta:Depdiknas, 2003. 117 118 Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional. Pedoman Penyelenggaraan Program Sertifikasi Guru Dalam Jabatan Melalui Jalur Pendidikan. Jakarta: 2008. Djamarah, Saiful Bakri. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya : Usaha Nasional, 1994. Djohar. Guru, Pendidikan & Pembinaannya. Yogyakarta: Grafika Indah, 2006. Good,C.V.(ed). Dictionary of Education. New York: Me-Graw-Hill Book Company, 1973. H. Syafrudin Nurdin dan M. Basyiruddin Usman. Guru Profesional & Implementasi Kurikulum. Ciputat: Ciputat Press, 2002. Hadari Nawawi. Evaluasi dan Manajemen Kinerja di Lingkungan Perusahaan dan Industri. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hadi, Sutrisno. Metodologi Risearch. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM, 220. Houston,W.R. (ed). Exploring Competency Based Education. California: MrCutrhan Publishing Corporation, 1974. http://e-majalah.com/mod.php?mod=publisher&op=printarticle&artid=19 (diunduh pada hari Minggu tanggal 9 Maret 2014 pukul 16.43. http://gudangmakalah.blogspot.com/2011/06/tesis-kinerja-guru-tersertifikasidalam.html (diunduh pada har Minggu tanggal 9 Maret 2014 pukul 16.56. http://marsability.blogspot.com/2011/11/sertifikasi-profesi-guru-antaraharapan.html (Diunduh pada hari Kamis tgl 9 bln Jn th 2014 jam 11.45) http://noviapiaviapiyuk.blogspot.com/2012/12/hak-dan-kewajiban-guru.html http://sertifikasiguru3.blogspot.com/2011/12/definisi-sertifikasi-guru-diindonesia.html (diunduh pada hari Senin tanggal 10 Maret 2014 pukul 20.04) http://uray-iskandar.blogspot.com/2011/05/faktor-faktor-yang-mempengaruhikinerja.htm 118 119 http://www.forumsains.com/pendidikan/etos-kerja-mutu-kinerja-dankesejahteraan- guru/ diunduh pada hari Senin, tanggal 3 Februari 2014 pukul 10.15 Ismail. Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasisi PAIKEM Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Semarang: Ra-SAIL Media Group, 2008. Junaidin, Akh. Kepuasan Kerja Guru, Al-Fikrah Jurnal Studi Kependidikan dan Keislaman, Ed. I thn. I, 2006. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta:PT INDAHJAYA Adipratama, 2011. Muhammad ‘Athiyah al-Abrasyi. al-Tarbiyah al-Islamiyah wa Falasafatuhu. Mesir: Isa al-Babi al-Halabi, t.th, cet. Ke-2. Mulyasa. Manajemen Berbasis Sekolah (Konsep, Strategi dan Implementasi). Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2003. Mulyono, Dkk. Dampak Sertifikasi Terhadap Kinerja Guru di SMP Negeri 1 Lubuklinggau, 2008. Nasution, S. Didaktik Sekolah Pendidikan Guru, Azas azas Metode Bagi Pengajaran dan Evaluasi. Dep P&K, Jakarta, 1986. Nurlita Witarsa. Dasar-Dasar Produksi. Jakarta: Karunika, 1988. Roestiyah N.K. Masalah-masalah Ilmu Keguruan. Jakarta : Bina Aksara, 1986. Rusmini 2003. Kompetensi Guru Menyongsong Kurikulum Berbasis Kompetensi, http://www.Indomedia.com/bpost/042003/22 Opini. Samana. Profesionalisme Keguruan. Yogyakarta: Kanisius, 1994. Saroni, Muhammad. Manajemen Sekolah, Kiat Menjadi Pendidik yang Kompeten. Jogjakarta: Ar-Ruzz, 2006. Saud, Udin Saefudin. Pengembangan Profesi Guru. Bandung : CV. Alfabeta, 2009. 119 120 Simamora, Henry. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Bagian Penerbitan STIE YKPN, 2000. Sudjana, Nana. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Penerbit Rosda, 2004. Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: CV Afabeta, 2011. Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996. Sujiono Anas. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Gafindo Persada, 2000. Sulistyarini. Hubungan antara Keterampilan Manajerial Kepala Sekolah dan Iklim Organisasi dengan Kinerja Guru. Bandung: Ilmu Pendidikan: 2001. Surya, Muhammad. Membangun Manusia Unggul Perlu Profesionalisme dan Kesejahteraan Guru, Majalah Gema Widyakarya, PGRI DKI Jakarta No.9/Th.IV/1999. Suryosubroto, B. Drs. Manajemen Pendidikan Di Sekolah. Jakarta : PT Rineka Cipta, 2010. Sutrisno Hadi. Metodologi Risearch. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM, 2004. Syaiful Sagala. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan. Bandung : Alfabeta, 2009. Tesis Zulaekah D. Dampak Sertifikasi Guru Terhadap Kualitas Pembelajaran Pada Mata Diklat Menjahit Dengan Mesin Siswa SMK Negeri Semarang. Universitas Negeri Semarang Tesis, Dewi Susanti Purba. Pengaruh Program Sertifikasi Guru Terhadap Kinerja Guru Sejarah di SMA Negeri se-kabupaten Blitar. 120 121 Tim Dosen Administrasi Pendidikan-UPI. Manajemen Pendidikan .Bandung : Alfabeta, 2011. Uhar Suharsaputra. Administrasi Pendidikan, Bandung: Refika Aditama, 2010. Usman, Moh. Uzer. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006. W.J.S. Poerwadarimta. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Bandung: Mizan, 1996. Wibowo. Manajemen Kinerja. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010. Wijaya, Cece, dan Ruslan. Kemampuan Dasar Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Wirawan. Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia Teori Aplikasi dan Penelitian. Jakarta: Salemba Empat, 2009. Zahera Sy. Hubungan konsep diri dan kepuasan kerja dengan sikap guru dalam proses belajar mengajar. Bandung: Ilmu Pendidikan, jilid 4 Nomor 3,1997. 121