KAJIAN AKTIVITAS HAMBAT BAKTERIOSIN DARI BAKTERI ASAM LAKTAT GALUR SCG 1223 Oleh Triahmadi Januarsyah F34103111 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR Triahmadi Januarsyah. F34103111. Kajian Aktivitas Hambat Bakteriosin Dari Bakteri Asam Laktat Galur SCG 1223. Dibawah bimbingan Purwoko dan Tri Marwati. 2007. RINGKASAN Bakteri asam laktat (BAL) merupakan bakteri anaerob fakultatif yang mampu hidup pada berbagai habitat yang cukup luas di alam seperti pada tanaman, saluran pencernaan baik hewan maupun manusia, berbagai produk makanan fermentasi seperti yogurt, minuman fermentasi, mentega fermentasi, keju, saos, kedelai, dan sake. Bakteri asam laktat dapat menjaga atau mempertahankan mutu makanan karena dapat mengendalikan pertumbuhan bakteri pengganggu dan pembusuk dengan memproduksi asam organik, hidrogen peroksida, diasetil, dan bakteriosin. Bakteriosin merupakan suatu senyawa protein yang memiliki sifat bakterisidal terhadap bakteri gram positif dan gram negatif dengan spektrum yang luas dengan bakteri target memiliki sifat pengikatan spesifik (specific binding site). Bakteriosin aman digunakan sebagai pengawet makanan karena dapat didegradasi oleh enzim protease yang terdapat dalam tubuh hewan maupun manusia. Bakteri asam laktat penghasil bakteriosin mempunyai gen pengkode bakteriosin berada dalam plasmid dan tidak membunuh bakteri penghasilnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri hasil metabolisme bakteri asam laktat, yaitu bakteriosin. Penelitian ini terdiri dari dua tahap, tahap pertama yaitu penentuan fase pertumbuhan bakteri penghasil bakteriosin galur SCG 1223 dengan media MRS broth. Pada tahap kedua dilakukan produksi antibakteri pada media MRS broth dengan perlakuan pH awal media 4 dan 6, suhu inkubasi 27ºC dan 40ºC, waktu inkubasi 4 jam, 10 jam dan 14 jam, serta persentase inokulum 5% dan 10%. Uji aktivitas supernatan asam dan supernatan pH netral untuk mendeteksi aktivitas bakteriosin hasil pertumbuhan bakteri asam laktat SCG 1223 dilakukan terhadap bakteri Escherchia coli, Salmonella thypimurium dan Listeria monocytogenes Hasil penelitian menunjukkan bahwa bakteri asam laktat galur SCG 1223 mampu memproduksi bakteriosin. Bakteriosin yang dihasilkan memiliki spektrum penghambatan yang luas terhadap bakteri gram positif (Listeria monocytogenes) dan bakteri gram negatif (Salmonella thypimuruim dan Escherchia coli). Pada persentase inokulum 10 %, terdapat aktivitas bakteriosin dengan aktivitas hambat yang dihasilkan 311.49 AU/ml hingga 1178.13 AU/ml. Aktivitas tertinggi terhadap Escherchia coli 1085,81 AU/ml pada pH media 6, suhu inkubasi 40ºC dan waktu inkubasi 14 jam. Aktivitas tertinggi terhadap Salmonella thypimurium adalah 816,40 AU/ml dicapai pada pH media 6, suhu inkubasi 27ºC dan waktu inkubasi 14 jam. Sedangkan aktivitas tertinggi pada Listeria monocytogenes adalah sebesar 1178,13 AU/ml yang dicapai pada pH media 6, suhu inkubasi 40ºC dan waktu inkubasi 14 jam. Triahmadi Januarsyah. F34103111.Study of Inhibitory Activity Bacteriocin Produced from SCG 1223 Lactic Acid Bacteria Metabolism. Supervised by Purwoko and Tri Marwati. 2007. SUMMARY Lactic acid bacteria is an anaerobic facultative bacteria which is able to live in vairous habitats such as vegetation. Their habitats in human, animal digestion system, and in fermented food products such as yogurt, fermented beverage, cheese, ketchup, and soybean. Lactic acid bacteria is able to preserve food from degrading bacteria by producing organic acid, hydrogen peroxide, diacetyl and bacteriosin. Bacteriosin is a protein compound which has bacterisidal ability toward gram positive and gram negative bacteria that is filogenically close to bacteriosin producing bacteria. Several characteristic of bacteriosin are mode of protein, has bacterisidal ability, the target bacteria have specity binding site, its coding gene is in plasmid and harmless to its producing bacteria. Bacteriosin is aproteatic degradable protein, so it is safe for human body. The aim of this research was studyng natural antibacterial activity (bacteriosin) produced from Lactic acid bacteria metabolism. This research consist of two steps, the first was determining the SCG 1223 bacteria growth phase in MRS Brothmedia. The second step was producing the bacteriocins in the MRS Broth media with initial pH 4 and 6, incubation temperature 27ºC dan 40ºC, incubation time 4, 10 and 14 hours, and inoculum 5% and 10%. Analysis of acid and neutral supernatant activities to defect the bacteriosin activity was carried toward E.coli, S. thypimurium dan L. monocytogenes. SCG 1223 lactic acid bacteria was able to produce antibacterial substance. This bacteria had wide spectrum toward gram positive bacteria (Listeria monocytogenes) and gram negative bacteria (Salmonella thypimuruim dan Escherchia coli). At 10 % inoculum, there was bacteriosin activity with activity 311.49 AU/ml up to 1178.13 AU/ml. The highest activity for E. coli was 1085,81 AU/ml at media pH 6, incubation temperature 40˚C and incubation time 14 hour. The highest activity for Listeria monocytogenes was 1178,13 AU/ml at media pH 6, incubation temperature 27˚C and incubation time 14 hour. And the highest activity for Salmonella thypimurium was 816,40 AU/ml at media pH 6, incubation temperature 27˚C and incubation time 14 hour. And the highest activity for Listeria monocytogenes was 1178,13 AU/ml at media pH 6, incubation temperature 40˚C and 14 hour incubation. KAJIAN AKTIVITAS HAMBAT BAKTERIOSIN DARI BAKTERI ASAM LAKTAT GALUR SCG 1223 SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh Triahmadi Januarsyah F34103111 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN KAJIAN AKTIVITAS HAMBAT BAKTERIOSIN DARI BAKTERI ASAM LAKTAT GALUR SCG 1223 SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh Triahmadi Januarsyah F34103111 Dilahirkan pada tanggal 1 Januari 1986 Di Jakarta Tanggal lulus : 2007 Menyetujui, Bogor, Drs. Purwoko, M.Si Dosen Pembimbing I 2007 Ir. Tri Marwati, M.Si Dosen Pembimbing II SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul: “Kajian Aktivitas Hambat Bakteriosin Dari Bakteri Asam Laktat Galur SCG 1223 ” adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen Pembimbing Akademik, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Bogor, 2007 Yang membuat pernyataan, Triahmadi Januarsyah F34103111 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 1 Januari 1986. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara, putra dari pasangan Usman suharto dan Sri astuti. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Parung IV Bogor Tahun 1991 – 1997, SLTPN 6 Jakarta Tahun 1997-2000, dan SMUN 12 Jakarta Tahun 2000 – 2003. Pada tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Selama menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor, penulis pernah menjadi asisten praktikum untuk mata kuliah Gambar teknik, Analisis bahan dan penganganan agro serta mata kuliah Bioproses. Penulis melaksanakan praktek lapang pada Tahun 2006 dengan topik “Mempelajari tata letak mesin dan peralatan pengolahan gula di PG. Redjosarie Magetan, Jawa timur”. Untuk menyelesaikan studi di fakultas Teknologi Pertanian penulis melakukan penelitian dengan judul “Kajian Aktivitas Hambat Bakteriosin Dari Bakteri Asam Laktat SCG 1223”. Alhamdulillah, pada tahun 2007 penulis menyelesaikan pendidikan strata-1 dengan gelar Sarjana Teknologi Pertanian. KATA PENGANTAR Syukur alhamdulillah kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, dan hidayah-NYA kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “Kajian Aktivitas Hambat Bakteriosin Dari Bakteri Asam Laktat Galur SCG 1223”, dan dapat menyusun serta menyelesaikan skripsi. Karya ilmiah ini ditujukan untuk mendapatkan gelar sarjana teknologi pertanian pada Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada : 1. Drs. Purwoko, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah mengarahkan dan membimbing penulis baik selama penelitian dan penulisan skripsi. 2. Ir. Tri Marwati, M.Si selaku dosen Pembimbing II yang telah membantu selama penelitian dan penulisan skripsi. 3. Ir. Muslich, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan saran untuk penyempurnaan skripsi ini. 4. Ibu, Bapak dan kakak-kakakku tercinta atas pengertian, dukungan, semangat, dan doa-doanya. 5. Teman-teman TIN 40, Umi Hartatik sebagai teman satu bimbingan akademik yang telah banyak memberikan banyak bantuan, dukungan, semangat dan doa. 6. Laboran di Departemen Teknologi Industri Pertanian dan Besar Pasca Panen Pertanian pertanian atas segala bantuan selama penulis melaksanakan penelitian. 7. Semua pihak yang telah memberi dukungan dan bantuan yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis berharap, semoga karya ini dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan terutama bagi rekan sejawat. Bogor, Oktober 2007 Penulis DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR................................................................................... i DAFTAR ISI.................................................................................................. ii DAFTAR TABEL ......................................................................................... iv DAFTAR GAMBAR..................................................................................... v DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. vi I. PENDAHULUAN .................................................................................... 1 A. LATAR BELAKANG ....................................................................... 1 B. TUJUAN.............................................................................................. 2 C. RUANG LINGKUP ............................................................................ 3 II. TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 4 A. BAKTERI ASAM LAKTAT.............................................................. 4 B. PERTUMBUHAN BAKTERI ASAM LAKTAT .............................. 6 C. BAKTERIOSIN .................................................................................. 6 D. KEGUNAAN BAKTERIOSIN .......................................................... 8 E. BAKTERI INDIKATOR .................................................................... 10 F. MEKANISME KERJA ANTIBAKTERI ........................................... 13 III. METODOLOGI ..................................................................................... 15 A. ALAT .................................................................................................. 15 B. BAHAN .............................................................................................. 15 C. MIKROORGANISME........................................................................ 15 D. METODA PENELITIAN ................................................................... 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................... 21 A. PENENTUAN FASE PERTUMBUHAN BAKTERI......................... 21 B. AKTIVITAS HAMBAT BAKTERI ASAM LAKTAT SCG 1223.... 22 V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 37 A. ...................................................................................................KESI MPULAN............................................................................................ 36 B. ...................................................................................................SARA N.......................................................................................................... 36 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 37 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Tabel perbandingan bakteriosin dengan antibiotik alamiah............. 9 Tabel 2. Tabel rancangan produksi antibakteri ............................................... 20 Tabel 3. Tabel rancangan faktor...................................................................... 23 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Mekanisme pertumbuhan bakteri asam laktat yang menghasilkan berbagai macam produk metabolit.............................................. 5 Gambar 2. Mekanisme sintesis bakteriosin yang dihasilkan dari metabolisme sel bakteri asam laktat................................................................. 8 Gambar 3. Mekanisme aksi Bakteriosin merusak membran sel bakteri patogen......................................................................................... 13 Gambar 4. Diagram alir penelitian utama...................................................... 18 Gambar 5. Grafik pertumbuhan Bakteri asam laktat galur SCG 1223.......... 21 Gambar 6. Grafik aktivitas hambat supernatan asam pada persentase inokulum 5% terhadap Escherchia coli....................................... 24 Grafik pertumbuhan BAL galur SCG 1223 dengan pengaruh berbagai perlakuan ..................................................................... 25 Grafik aktivitas hambat supernatan asam pada persentase inokulum 10% terhadap Escherchia coli ................................... 27 Grafik aktifitas hambat supernatan netral pada persentase inokulum 10% terhadap Escherchia coli................................... 27 Gambar 10. Grafik aktivitas hambat supernatan asam pada persentase inokulum 5% terhadap Salmonella Thypimurium..................... 29 Gambar 11. Grafik aktivitas hambataupernatan asam pada persentase inokulum 10% terhadap Salmonella Thypimurium..................... 30 Gambar 12. Grafik aktifitas hambat supernatan netral pada persentase inokulum 10% terhadap Salmonella Thypimurium..................... 31 Gambar 13. Grafik aktivitas hambat supernatan asam pada persentase inokulum 5% terhadap Listeria Monocytogenes ........................ 32 Gambar 14. Grafik aktivitas hambat supernatan asam pada persentase inokulum 10% terhadap Listeria Monocytogenes ...................... 33 Gambar 7. Gambar 8. Gambar 9. Gambar 15. Grafik aktifitas hambat supernatan netral pada persentase inokulum 10% terhadap Listeria Monocytogenes....................................... 34 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Diagram alir peremajaan inokulum ............................................ 41 Lampiran 2. Diagram alir pembuatan kurva pertumbuhan.............................. 42 Lampiran 3. Diagram alir uji daya hambat…................................................... 43 Lampiran 4. Hasil pengamatan Kurva pertumbuhan....................................... 44 Lampiran 5. Hasil pengamatan pada perlakuan supernatant yang tidak dinetralkan................................................................................... 45 Lampiran 6. Hasil pengamatan pada perlakuan supernatant netral................ 46 Lampiran 7. Gambar-gambar penelitian......................................................... 47 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bakteri merupakan mikroorganisme yang dapat bersifat merugikan dan menguntungkan bagi manusia. Bakteri dapat mengkontaminasi produk pangan selama pengolahan, transportasi dan penyimpanan, sehingga menimbulkan keracunan, infeksi penyakit dan pembusukan makanan. Hal ini menjadi permasalahan penting di dunia industri karena mengakibatkan kerugian yang sangat besar. Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut yaitu dengan penggunaan pengawet sebagai bahan tambahan pada makanan. Bakteri selain merugikanterdapat pula yang menguntungkan, salah satunya bakteri asam lakatat. Bakteri asam laktat merupakan bakteri yang tidak bersifat membehayakan dan penggunaannya sudah dilakukan sejak lama oleh manusia. Bakteri asam laktat dapat memproduksi substansi antibakteri yang dapat memperpanjang umur simpan dari produk. Adanya paradigma bahwa konsumen semakin menyadari pentingnya kesehatan, maka lebih tertarik pada makanan yang tidak mengandung bahan pengawet terutama yang berasal dari bahan non pangan. Dengan demikian maka perusahaan makanan harus mempertimbangkan secara hati-hati bahkan harus sekecil mungkin menggunakan bahan tambahan non makanan dan sintetis. Fakta tersebut mendorong orientasi pencarian bahan pengawet adalah yang dapat diterima konsumen dan secara alami ada dalam makanan, misalnya berasal dari tanaman, hewan atau dihasilkan oleh mikroorganisme yang disebut biopreservatif. Salah satu bahan alami yang telah digunakan dan diuji aman yaitu bakteriosin yang berasal dari berbagai bakteri asam laktat (BAL) (Ray, 1992). Bakteri asam laktat (BAL) merupakan bakteri yang terdapat pada bahan seperti susu, daging atau bahan lain yang mudah rusak dan digunakan untuk memproduksi bahan pangan olahan (Rodriguez et al., 2000). Bakteri asam laktat dapat menjaga atau mempertahankan mutu makanan dari bakteri pengganggu dan bakteri pembusuk dengan memproduksi asam organik, hidrogen peroksida, diasetil, asam lemak dan bakteriosin (Navaro et al., 2000). BAL yang meliputi genus Lactococcus, Streptococcus, Lactobacillus, Pediococcus dan lain-lain mampu konversi glukosa menjadi asam laktat dan hasil samping (Deegan et al., 2005). Bakteriosin merupakan suatu senyawa protein yang memiliki sifat bakterisidal terhadap bakteri gram positif dan gram negatif. Pada awalnya bakteriosin diketahui hanya menghambat pertumbuhan bakteri yang berkerabat dekat dengan sel produser (filogenik), tetapi pada saat ini beberapa jenis bakeriosin menunjukkan spektrum yang lebih luas. Bakteriosin yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat sangat menguntungkan bagi industri pangan karena aktivitasnya mampu menghambat pertumbuhan bakteri pembawa penyakit yang biasanya terdapat pada makanan (Gonzales et al., 1996) Bakteriosin yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat dapat mengalami degradasi oleh enzim proteolitik dalam pencernaan manusia dan tidak membahayakan bagi kesehatan manusia. Selain itu, bakteriosin juga memiliki kestabilan terhadap pengaruh pH dan suhu. Bakteriosin tetap menunjukkan aktivitas yang stabil pada kondisi asam maupun basa, sehingga sangat potensial dimanfaatkan oleh industri yang dalam prosesnya melibatkan kondisi asam maupun basa. Pengaruh suhu, bakteriosin tetap menunjukkan aktivitas yang stabil setelah diberikan perlakuan pada suhu -20˚C sampai 100˚C sehingga sangat baik jika digunakan pada industri yang melibatkan kondisi panas maupun dingin pada proses produksinya sehingga dapat digunakan dalam proses di industri pangan yang biasanya melibatkan pengaturan suhu dan pH (Nurhasanah, 2004). B. TUJUAN Tujuan penelitian ini adalah mengetahui aktivitas hambat antibakteri alamiah (bakteriosin) yang terbentuk sebagai hasil metabolisme bakteri asam laktat SCG 1223. C. RUANG LINGKUP Pada penelitian ini, dilakukan penentuan fase pertumbuhan bakteri asam laktat SCG 1223. Selama produksi antibakteri perlakuan yang diberikan yaitu persentase inokulum, suhu inkubasi, pH awal media serta waktu inkubasi. Untuk menguji aktivitas hambat, dilakukan uji aktivitas dengan metode sumur agar terhadap bakteri indikator Escherchia coli, Salmonella thypimurium dan Listeria monocytogenes. II. TINJAUAN PUSTAKA A. BAKTERI ASAM LAKTAT Bakteri asam laktat (BAL) berbentuk batang, panjang dan berbentuk bulat, anaerob fakultatif (Fardiaz, 1992). BAL mampu hidup pada berbagai habitat yang cukup luas di alam seperti pada tanaman, pada saluran pencernaan baik hewan maupun manusia, juga pada berbagai produk makanan fermentasi seperti : yogurt, minuman fermentasi, keju, saos, kedelai. Sifat terpenting dari BAL adalah kemampuannya untuk memfermentasi gula menjadi asam laktat. BAL dapat memproduksi asam laktat dan metabolit lain yang bersifat antibakteri sehingga pertumbuhan mokroorganisme lain dapat dihambat (Savadogo et al., 2000). Terdapat 8 genus bakteri asam laktat, yaitu : Lactobacillus, Bifidobacterium, Enterococcus, Streptococcus, Leuconostoc, Lactococcus, Pediococcus dan Corinebacterium. Berdasarkan tipe fermentasi, BAL dikelompokan menjadi 2, yaitu homofermentative dan heterofermentative (Davidson dan Braner, 1983). Kelompok homofermentative menghasilkan asam laktat sebagai produk utama dari fermentasi gula. Kelompok homofermentatif selama metabolisme sel yang difermentasi adalah gula pentosa dan yang dihasilkan adalah asam laktat dan asam asetat. BAL homofermentative membentuk 90% atau lebih asam laktat murni. BAL homofermentative sering digunakan dalam pengawetan makanan, karena produksi asam laktat dalam jumlah tinggi dalam makanan sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain yang dapat merusak makanan. Spesies yang termasuk homofermentative diantaranya Streptococcus, Pediococcus dan beberapa Lactobacillus (Fardiaz, 1992). Fermentasi oleh bakteri heterofermentative akan memecah glukosa menjadi asam laktat dan senyawa lain seperti CO2, etanol, asetaldehid, diasetil serta senyawa lainnya. BAL sangat penting dalam memfermentasi makanan karena banyak menghasilkan komponen antimikroba, yaitu asam laktat, asam asetat, diasetil, hidrogen peroksida, CO2 dan bakteriosin. Bakteri asam laktat mampu menghasilkan berbagai metabolit yang bersifat antibakteri seperti ditunjukkan pada Gambar 1. Nutrisi Asam H2O2 Diasetil CO2 Bakteri produsen Bacteriosin Bakteri target Gambar 1. Mekanisme pertumbuhan bakteri asam laktat yang menghasilkan berbagai macam produk metabolit (Lucy et al., 2005) Bakteri asam laktat telah dimanfaatkan oleh manusia sejak lama. Saat ini bakteri asam laktat dalam industri pangan dikenal luas karena potensinya sebagai penghasil berbagai asam organik dan secara umum sifatnya bukan sebagai patogen (Dick, 1994). Peranan bakteri asam laktat dalam bahan pangan lebih banyak menguntungkan daripada merugikan. Bakteri asam laktat yang aktif dalam fermentasi makanan, akan memberikan daya simpan produk yang lebih lama dibandingkan tanpa bakteri asam laktat. Daya simpan produk ini disebabkan oleh asam laktat khususnya dan senyawa asam lain yang diproduksi sebagai hasil metabolisme bakteri asam laktat. Senyawa tersebut disebut juga antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk maupun patogen makanan. Selain menghasilkan senyawa-senyawa organik beberapa galur bakteri asam laktat juga menghasilkan senyawa protein yang bersifat bakterisidal terhadap bakteri gram positif dan gram negatif yang disebut bakteriosin (Tahara et al., 1996). B. PERTUMBUHAN BAKTERI ASAM LAKTAT Pertumbuhan bakteri asam laktat akan mengalami peningkatan dengan meningkatnya waktu inkubasi. Peningkatan ini berlangsung secara logaritma. Meningkatnya jumlah biomassa akan menyebabkan jumlah bakteriosin yang dihasilkan juga akan meningkat kemudian turun setelah mencapai fase stasioner (Boe, 1996). Faktor pH media akan mempengaruhi pertumbuhan sel bakteri selanjutnya akan mempengaruhi produksi bakteriosin. Produksi bakteriosin akan meningkat dengan meningkatnya pH sampai pH optimum dan kemudian akan mengalami penurunan. pH optimum untuk produksi bakteriosin dari isolat Lactobacillus lactis adalah 6.5. Sementara itu faktor suhu mempunyai dua pengaruh yang bertentangan yaitu meningkatkan produksi bakteriosin tetapi juga dapat membunuh bakteri asam laktat penghasil bakteriosin. Suhu optimum merupakan batas keduanya (Caldera-olivera, 2004). Peningkatan suhu sebelum mencapai suhu optimum akan meningkatkan pertumbuhan bakteri dan produksi bakteriosin. C. BAKTERIOSIN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang mudah didegradasi oleh enzim proteolitik dan memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang secara filogenik dekat dengan bakteri penghasil bakteriosin (Jack et al., 1995). Beberapa kriteria bakteriosin antara lain berupa protein, bersifat bakterisidal, bakteri target memiliki sifat pengikatan spesifik (specific binding site), gen pengkode bakteriosin berada dalam plasmid, aktif terhadap bakteri yang dekat secara filogenik (Tagg et al., 1976). Berdasarkan hasil penelitian yang muncul belakangan ini, terdapat ketidaksesuaian dengan kriteria tersebut, maka saat ini hanya ada dua persyaratan tentang bakteriosin, yaitu sebagai protein dan tidak membunuh bakteri penghasilnya. Bakteriosin merupakan produk ekstraseluler berupa protein yang sintesisnya langsung dari ribosom, memiliki aktivitas antibakteri dengan spektrum yang relatif sempit (Jack et al., 1995). Menurut Klaenhammer (1988) bakteriosin yang dihasilkan oleh beberapa galur BAL telah diketahui mempunyai aktivitas hambat terhadap bakteri pembusuk dan patogen makanan yang dapat meningkatkan keamanan dan daya simpan pangan. Klaenhammer (1988) mengelompokkan bekteriosin menjadi empat, yaitu : 1. Lantibiotik, merupakan bakteriosin yang mengandung cincin lantionin dalam molekulnya, contohnya nisin, Lacticin 481, Lactacin S, Streptococcin SA-FF22. 2. Bakteriosin kecil (< 10 kDa), relatif tahan panas, peptide pada sisi aktifnya tidak mengandung lantionin. Kelompok kedua ini dibagi lagi dalam tiga sub kelas. Kelas IIa mempunyai peptide listria-active dengan sekumpulan sekuen N-terminal. Kelas IIb adalah kelompok bakteriosin yang biasanya membentuk komplek berpori dengan aktifitas dua peptida yang berbeda. Kelas IIc adalah bakteriosin yang memerlukan peptide teraktifasi-tiol untuk mengurangi residu sistein dalam aktivitasnya. 3. Bakteriosin bermolekul protein besar (>30 kDa) dengan protein tidak tahan panas, contoh Helvetion J dan Brevicin 27. 4. Bakteriosin yang mengandung protein kompleks, terdiri atas komponen karbohidrat maupun lipid, contoh plantarisin S yang mengandung glikoprotein (Jimenez-Diaz et al., 1993). Schnell (1998) mengemukakan bahwa sintesis bakteriosin oleh sel galur produsen terjadi selama pertumbuhan fase eksponensial. Kemampuan aktivitas bakterisidal dari nisin terjadi karena adanya depolarisasi membran sitoplasmik. Gangguan pada membran diawali dengan pembentukan lubang yang menyebabkan molekul kecil dibebaskan keluar sel (Engelkel et al.,1992). Menurut Ray (1992) mengemukakan bahwa, pediosin AcH yang diproduksi oleh P. Acidilactic seperti halnhya nisin dan bakteriosin lain dari bakteri asam laktat, memiliki aktivitas bakterisidal terhadap bakteri gram positif dan gram negaif. Pada umumnya bakteriosin sensitif terhadap protease (Ahn dan Stiles, 1990). Pada nisin hanya sensitive terhadap ∝-khimotripsin (Hurst, 1981). Bakteriosin biasanya tahan terhadap panas dan dalam lingkungan asam aktivitasnya masih tetap ada seperti pada suhu 100˚C atau 121˚C selama 15 menit (Bhunia et al., 1988). Demikian pula suhu yang sangat rendah dalam penyimpanan tidak mempengaruhi aktivitas bakteriosin (Davey dan Richardson, 1981). Mekanisme biosintesis bakteriosin dapat dilihat pada Gambar 2. Bacteriocin Inducer Peptide Leader peptide Pre-bakteriosin Pre-inducer Peptide Histidine Kinase ABC-Transporter Respon regulator Gen aktivasi Aktivasi gen pengkode Bakteriosin, protein immunity dan regulasi protein Protein immunity Gambar 2. Mekanisme sintesis bakteriosin yang dihasilkan selama metabolisme sel bakteri asam laktat (Drider et al., 2006) D. KEGUNAAN BAKTERIOSIN Bakteriosin yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat telah menarik banyak perhatian pada beberapa tahun terakhir ini karena senyawa tersebut potensial digunakan sebagai pengawet makanan. Substansi ini merupakan protein sehingga dapat terdegradasi pada pencernaan manusia dan hewan. Bakteriosin yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat ada yang telah digunakan sebagai pengawet makanan terutama dalam keju dan susu dan berbagai produk makanan lainnya (Jimenez Diaz et al., 1993). Bakteriosin asal bakteri asam laktat mudah diterima sebagai bahan tambahan oleh para ahli kesehatan dan lebih penting oleh konsumen karena bakteri asam laktat biasanya secara alami memang berada dalam proses fermentasi makanan (Gonzales et al., 1996). Salah satu contoh bakteriosin adalah nisin yang merupakan bakteriosin polipeptida yang diproduksi oleh Lactococcus lactis dan telah dikenal secara umum aman untuk mengontrol bakteri patogen dan pembusuk makanan. Beberapa bakteriosin dari bakteri asam laktat lain telah diusulkan dan diuji sebagai pengawet dalam berbagai produk makanan. Bakteriosin tersebut diproduksi Lactoccus, Lactobacillus dan Pediococcus yang berasal dari berbagai bahan makanan. Nisin merupakan penghambat pertumbuhan yang efektif terhadap bakteri gram positif telah dipakai secara komersial di 40 negara sejak 1983 (Martirani et al., 2002). Nisin bersifat nontoksik dan nonantogonik terhadap manusia, dapat dicerna dalam jumlah sampai 3,3 x 107 U/kg dari berat tubuh tanpa efek merugikan, dapat didegradasi oleh enzim proteolitik dalam saluran pencernaan, karenanya aman untuk digunakan sebagai pengawet makanan (Bower et al., 1995). Nisin adalah antibiotik paling penting yang telah digunakan sebagai bahan pengawet makanan karena efektifitasnya tinggi terhadap bakteri gram positif tertentu seperti Staphylococcus, Streptococcus dan Clostrida (Engelke et al., 1992). Selain nisin, pediosin telah diketahui efektif untuk mengontrol bakteri gram positif pembusuk dan patogen dalam susu cair, es krim, keju. daging segar, daging giling dan produk daging (Bruno et al., 1992). Tabel 1. Tabel perbandingan bakteriosin dengan antibiotik alamiah Karakteristik Bakteriosin Antibiotik Aplikasi Sintesis Makanan Ribosomal Aktivitas Umumnya sempit, tetapi terdapat beberapa jenis yang menunjukkan spectrum yang luas Ya Umumnya membentuk lubang pada membrane sel yang mengakibatkan kematian sel Belum diketahui ada Sel immunity Mode of action Efek toxic Clinical Metabolisme sekunder Bermacammacam tidak Membrane sel target intraseluler ya (Cleveland et al., 2001) Bakteriosin dapat digunakan dalam makanan untuk mengurangi pertumbuhan bakteri gram positif sehingga dapat meningkatkan keamanan dan daya tahan makanan. Bakteriosin sebagai biopreservatif makanan harus memenuhi kriteria seperti halnya pengawet maupun bahan tambahan makanan, antara lain aman bagi konsumen, mempunyai aktivitas bakterisidal terhadap berbagai kelompok bakteri gram posistif dalam sistem makanan, stabil, terdistribusi merata dalam sistem makanan, dan ekonomis (Ray, 1992). E. BAKTERI INDIKATOR Bakteri merupakan kelompok terbesar diantara berbagai kelompok mikroba dalam makanan, karena dapat hidup di berbagai tempat dan pertumbuhannya cepat walaupun berada pada kondisi yang tidak memungkinkan untuk pertumbuhan khamir dan jamur. Bakteri merupakan mikroba penyebab pembusukan makanan dan penyakit yang menular melalui makanan. Oleh karena itu, menjadi penting dalam pengembangan metode untuk mengontrol mikroorganisme dalam makanan (Ray, 1996). Makanan tertentu seperti makanan segar, makanan yang tidak diolah secara intensif, yang dikemas dalam kantung hampa udara dan kemudian semua makanan tersebut disimpan dalam alat pendingin ternyata tidak dapat terhindar dari pertumbuhan bakteri gram positif aerob dan anaerob fakultatif baik pembusuk maupun patogen. Produk-produk tersebut masih menjadi tempat tumbuh beberapa patogen gram positif seperti Listeria monocytogenes. Bakteri gram positif lainnya yang merupakan mikroba penyebab pembusukan dan patogen makanan yaitu Staphylococcus aureus dan beberapa spesies Bacillus. Salmonella dan Escherichia, adalah bakteri gram negatif yang sebagian spesiesnya adalah penyebab penyakit saluran pencernaan. Escherichia coli ditemukan dalam usus manusia dan hewan. Beberapa galur merupakan patogen tehadap manusia dan hewan yang terlibat dalam penyakit menular melalui makanan. Salmonella ditemukan dalam usus manusia, burung dan serangga. Spesies yang menyebabkan penyakit terutama adalah Salmonella typhimurium (Ray, 1996). Berikut ini beberapa bakteri indikator yang digunakan dalam penelitian : 1. Listeria monocytogenes Listeria monocytogenes adalah bakteri patogen yang menular melalui makanan. Hal ini penting dan menjadi perhatian terutama bagi industri makanan karena terjangkitnya listeriosis dapat berasal dari makanan (Faber dan Peterkin, 1991). Listeria monocytogenes tersebar luas di alam dapat diisolasi dari tanah, tanaman, rumput dan air serta mampu tumbuh pada kondisi alat pendingin, resisten terhadap kadar garam natrium klorida yang relative tinggi, dapat hidup pada pH rendah, mampu hidup dalam jangka waktu lama dibawah kondisi kering dan merupakan sel vegetatif yang paling tahan panas (Corner et al., 1986). Listeria monocytogenes ditemukan pada berbagai tipe lingkungan pengolahan makanan dan mampu melekat pada berbagai permukaan makanan menimbulkan (Herald masalah dan selama Zottola, pengolahan 1988). Hal tersebut makanan karena mikroorganisme yang melekat menjadi semakin sulit dikontrol dengan sarana pembersih dan antibakeri. Dalam kondisi yang cocok, sel-sel bakteri yang mampu berkembang biak, kemudian menghasilkan polisakarida ekstraseluler yang akhirnya akan membentuk selaput. Akumulasi selaput tersebut mengakibatkan berbagai masalah dalam pengolahan makanan, antara lain menghambat proses pencairan dan menurunkan efisiensi selama pemanasan (Le Chevallier et al., 1998). Selain itu, menyebabkan kontaminasi pada produk makanan dan sangat merugikan (Bower et al., 1995). 2. Escherchia coli Escherchia coli adalah bakteri gram negatif, sebagian spesiesnya menyebabkan penyakit saluran pencernaan. Escherchia coli ditemukan dalam usus manusia dan hewan. Beberapa galurnya merupakan patogen terhadap manusia dan hewan. Escherchia coli termasuk dalam famili Enterobacteriaceae. Bakteri ini merupakan bakteri gram negatif, bersifat anaerobik fakultatif, memiliki flagela peritrikat, berukuran 1,1-1,5 μm x 26 μm, tersusun tunggal atau berpasangan, bersifat motil atau non motil dan banyak galurnya yang memiliki kapsul dan mikrokapsul. Escherchia coli mempunyai tipe respirasi dan fermentasi dengan suhu optimum 37ºC, Aw optimum 0,96 dan pH optimum 7-7,5 (Masduki, 1996). Escherciha coli termasuk mikroorganisme yang tidak berbahaya, namun juga tidak menguntungkan dalam keadaan normal. Bakteri ini dapat bersifat patogen dengan tingkat bahaya yang sedang dan tingkat penyebaran yang cepat (Fardiaz, 1992). Menurut Gorbach (2001) bakteri ini termasuk bakteri enterotoksigenik yang dapat menyebabkan penyakit diare. Strain bakteri ini memproduksi dua tipe enterotoksin, yaitu toksin yang tidak tahan panas dan tipe kedua adalah toksin yang stabil pada suhu tinggi. Gorbach (2001), menemukan bahwa bakteri ini juga dapat membunuh sel-sel kelenjar susu. Escherchia coli juga dapat mengakibatkan pritonitis pada ternak. 3. Salmonella sp. Salmonella sp. termasuk dalam famili enterobacteriaceae. Bakteri ini berbentuk batang pendek, bersifat gram negatif, tidak membentuk spora, anaerob fakultatif dan memiliki flagela peritrikat (Gaman dan Sherington, 1992). Bakteri ini merupakan bakteri patogen yang berbahaya. gastrointestina, Selain dapat menyebabkan gejala kelainan Salmonella sp. juga dapat demam tifus dan paratifus (Fardiaz, 1992). Salmonella typhimurium merupakan bakteri gram negatif, menyebabkan gastro enteric atau keracunan makanan (Duerden et al., 1993). Bakteri patogen ini apabila terdapat dalam makanan sulit dikontrol karena sifat-sifat biologisnya. Salmonellosis merupakan penyakit yang disebabkan salmonella, dapat terjadi pada ternak maupun manusia. Serotipe bakteri ini potensial bersifat patogen, juga merupakan kontaminan bagi produk ternak seperti daging, telur dan susu. Salmonellosis yang merupakan penyakit zoonose ini juga disebut “Food Borne Disease” karena penularannya terjadi malalui makanan dan minuman. Salmonella sp. banyak ditemukan pada saluran pencernaan vertebrata maupun invertebrata dan juga terdapat dalam feses ternak. Bakteri ini juga terdapat pada tembolok broiler sehingga dapat mengkontaminasi karkas (Sutherland, 1997). F. MEKANISME KERJA ANTIBAKTERI Dinding sel bakteri merupakan kerangka kaku di luar membran sel bakteri. Membran sel bakteri membungkus suatu massa yang bertekanan tinggi mencapai 20 atm karena mengandung metabolit yang tekananya lebih tinggi dari tekanan sekitar sel. Bila tidak ada dinding sel maka membran sel tidak mampu untuk menahan tekanan osmotik di dalam sel bakteri sehingga sel akan pecah (Bintang, 1995). Target kerja bakteriosin asal bakteri asam laktat adalah membran sitoplasma sel bakteri sensitif (Venema et al., 1993) sehingga dapat menimbulkan akibat fatal bagi kelangsungan hidup sel tersebut. Semua sel hidup dibatasi oleh membran sitoplasma yang bersifat selektifpermeable, melakukan pengangkutan aktif, sehingga berperan dalam mengendalikan komponen dalam sel. Apabila integritas fungsi sel sitoplasma terganggu maka substansi yang terdapat di dalam sel akan lolos dari sel sehingga menimbulkan kerusakan atau kematian sel (Drider et al.,, 2006). Mekanisme aksi penghambatan bakteriosin terhadap bakteri target dapat dilihat pada Gambar 3. Bacteriosin Interaksi dengan sitolpasma Pembentukan pori Gambar 3. Mekanisme aksi Bakteriosin merusak membran sel bakteri patogen (Drider et al., 2006) Beberapa cara antimikroba dalam aksinya melawan mikroorganisme, yaitu efek bakterisidal, bakteriostatik ataupun bakteriolisis. Secara umum bakteriosin asal BAL memiliki kemampuan melawan bakteri lain dengan efek bakterisidal. Mekanisme aktivitas bakterisidal beberapa bakteriosin secara umum sebagai berikut : (1) molekul bakteriosin mengalami kontak langsung dengan membran sel, (2) proses kontak ini mampu mengganggu potensial membran berupa destabilitas membran sitoplasma sehingga sel menjadi tidak kuat, (3) ketidakstabilan membran mampu memberikan dampak pembentukan lubang atau poti pada membran sel melalui proses gangguan terhadap PMF (Proton Motive Force) (Gonzalez et al., 1996). Kebocoran yang terjadi akibat pembentukan lubang pada membran sitoplasma ditunjukkan oleh adanya aktivtas keluar masuknya molekul-molekul seluler. Kebocoran yang terjadi berdampak pada penurunan gradient pH seluler. Secara umum, pengaruh pembentukan lubang sitoplasma sebagai dampak adanya bakteriosin, menyebabkan terjadinya perubahan gradient potensial membrane (∆P) dan pelepasan melekul intraseluler maupun masuknya substansi ekstraseluler (lingkungan). Efeknya menyebabkan pertumbuhan sel terhambat dan menghasilkan proses kematian pada sel yang sensitif terhadap bakteriosin (Drider et al., 2006). III. METODOLOGI A. ALAT Peralatan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah inkubator shaker (orbital incubator SI 50, Stuart Scientific), laminar flow, sentrifuse micro (TOMMY), spectrofotometer (U-2010), autoclaf (Hirayama). Alat lainnya yang digunakan antara lain micropipette, Vortex mixer, gelas piala, tabung reaksi, tabung ulir, neraca analitik (Precisa), pipet, pH meter, holder milipore dan milipore 0,22 μm. B. BAHAN Media pertumbuhan bakteri yang digunakan adalah MRS (De Man Rogrosa and Sharpe) broth (Oxoid), MRS agar (Oxoid), yeast extrac (Difco), Muller Hinton Agar (Oxoid) dan Nutrient agar serta Nutrient broth (Oxoid). Bahan kimia yang digunakan adalah NaCl pa, NaOH pa dan HCl pa 32% (MERCK). C. MIKROORGANISME Bakteri yang digunakan dalam penelitian ini adalah bakteri asam laktat (BAL) galur SCG 1223 yang digunakan sebagai produsen bakteriosin. Isolat tersebut merupakan koleksi dari laboratorium bakteriologi Balai Besar Sumberdaya Genetika, yang merupakan hasil isolasi dari produk peternakan yang diambil di wilayah Bogor. Bakteri indikator yang digunakan adalah Listeria monocytogenes (bakteri gram positif), Salmonella thyphimurium, Escherchia coli (bakteri gram negatif) merupakan koleksi labolatorium Enterobactericeae Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor. D. METODA PENELITIAN Penelitian yang dilakukan terdiri dari dua tahap yaitu penelitian tahap. Penelitian tahap pertama bertujuan untuk peremajaan isolat dan memperoleh fase pertumbuhan bakteri. Pada penelitian tahap kedua menumbuhkan bakteri terpilih pada media MRS broth dengan berbagai pengaruh pH, suhu, waktu serta persentase inokulum. 1. Penelitian Tahap Pertama a. Peremajaan Biakan dan Persiapan Inokulum Isolat BAL yang digunakan dalam bentuk kultur stok pada agar miring. Sebelum digunakan isolat harus diremajakan atau diaktifkan terlebih dahulu. Untuk meremajakan kultur stok sebanyak 1 ose kutur bakteri ditumbuhkan pada 10 ml MRS broth yang diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam dilakukan beberapa kali dan dengan penambahan yeast extract hingga bakteri yang digunakan tumbuh dengan baik. Peremajaan bakteri juga dilakukan pada bakteri indikator dengan menggunakan media nutrien agar. Diagram alir proses peremajaan bakteri disajikan pada Lampiran 1. b. Kurva Pertumbuhan Bakteri Tahap ini bertujuan untuk mengetahui kurva pertumbuhan bakteri SCG 1223 dan fase pertumbuhannya. Kurva pertumbuhan bakteri dilakukan selama 20 jam inkubasi dan untuk mengetahui fasefase yang ada dilakukan sampling setiap 1 jam. Fase-fase yang terbentuk akan berguna untuk menentukan waktu generasi bakteri, khususnya fase eksponensial yang erat hubungannya dengan sekresi substansi antimikroba. Sebanyak 5 % dari kultur segar ditanam dalam MRS broth dan diinkubasi pada suhu 37ºC. pertumbuhan bakteri diikuti setiap jam dengan mengamati nilai kerapatan optik atau optical density (OD) dari starter pada media MRS dengan metode turbidimetrik dengan panjang gelombang 620 nm (Hadioetomo, 1990). 2. Penelitian Tahap Kedua a. Perlakuan Pada penelitian ini dilakukan perlakuan produksi bakteriosin dengan persentase inokulum, suhu, pH awal media dan waktu inkubasi. Persentase inokulum yang digunakan sebesar 5 % dan 10 %, pH media yang digunakan pH 4 dan pH 6, suhu 27ºC dan 40ºC, sedangkan waktu inkubasi yang digunakan selama 4 jam, 10 jam dan 14 jam. b. Produksi Bakteriosin Tahap penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan bakteriosin yang merupkan protein yang memiliki aktifitas paling tinggi terhadap bakteri indikator. Produksi bakteriosin menggunakan erlenmeyer 1000 ml dengan volume kerja (working volume) 400 ml. Sebelum produksi bakteriosin dilakukan, terlebih dahulu dibuat medium propagasi. Kultur hasil propagasi diinokulasi pada media MRS broth yang di beri perlakuan pH awal 4 dan 6 dengan persentase inokulum 5% (v/v) dan 10% (v/v). Lalu inkubasi selama 4 sampai 14 jam dengan suhu 27ºC dan 40ºC. Selanjutnya kultur hasil produksi yang diperoleh disentrifugasi pada 10.000 rpm, 4˚C selama 15 menit sehingga menghasilkan supernatan. Supernatan dibagi menjadi dua. Yang pertama supernatan disaring dengan menggunakan milipore 0,22 μm untuk menghasilkan supernatan bebas sel. Kedua, supernatan dinetralkan pH nya dengan menggunakan NaOH untuk menghilangkan pengaruh asam yang dihasilkan. Selanjutnya, supernatan bebas sel dan supernatan netral bebas sel diuji aktivitas dengan metode sumur agar (Delgado et al., 2001). Diagram alir produksi bakteriosin dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4. Diagram Alir Produksi Bakteriosin 3. Uji Aktivitas Bakteriosin Bakteri indikator diremajakan pada cawan agar lalu diinkubasi pada 37ºC selama 24 jam. Setelah inokulum berumur 24 jam, koloni di pindahkan dalam 5 ml garam fisiologis lalu dibandingkan kekeruhannya dengan Mcfarland No. 3 dengan OD 0,755 atau setara dengan kekeruhan 109 inokulum bakteri. Setelah didapatkan suspensi bakteri indikator, dilakukan pengenceran hingga 106. Suspensi bakteri indikator yang diperoleh diinokulasi sebanyak 1 ml kedalam cawan agar berisi media muller hinton agar setelah media cairan inokulum berdifusi dibuat sumur dengan diameter 6 mm dengan mengunakan alat sumuran. Sampel yang akan diuji, diambil sebanyak 50 μl dan dimasukkan kedalam sumur pada media uji dan dibiarkan selama bebeapa menit pada suhu kamar, kemudian di inkubasi 37ºC selama 24 jam dan diamati aktivitasnya. Aktivitas hambatan supernatan terhadap bakteri indikator akan terlihat dengan munculnya zona bening disekitar sumur. Unit aktivitas bakteriosin di definisikan sebagai AU (Activity Unit), 1 AU merupakan luas daerah hambatan per satuan volum contoh bakteriosin yang diuji (mm2/mL). Aktivitas bakteriosin dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut : Aktivitas bakteriosin (mm2/mL) = Lz - Ls V Lz : Luas zona bening (mm2). Ls : Luas sumur (mm2). V : Volume contoh (ml). 4. Rancangan perlakuan Pada penelitian tahap dua terdiri dari empat faktor yaitu faktor persentase inokulum yang terdiri dari dua taraf yaitu 5% dan 10%; faktor pH media terdiri dari dua faktor yaitu pH 4 dan pH 6; faktor suhu yaitu 27ºC dan 40ºC; faktor waktu inkubasi terdiri dari tiga taraf yaitu 4 jam, 10 jam dan 14 jam. Rancangan produksi antibaktgeri dalam penelitian ini secara lengkap disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Tabel rancangan produksi antibakteri Kode Run 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Inokulum (%) pH Suhu (ºC) Waktu (Jam) 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 4 6 4 6 4 6 4 6 4 6 4 6 4 6 4 6 4 6 4 6 4 6 4 6 27 27 40 40 27 27 40 40 27 27 40 40 27 27 40 40 27 27 40 40 27 27 40 40 4 4 4 4 10 10 10 10 14 14 14 14 4 4 4 4 10 10 10 10 14 14 14 14 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN A. FASE PERTUMBUHAN BAKTERI ASAM LAKTAT SCG 1223 Fase pertumbuhan bakteri asam laktat SCG 1223 digunakan untuk menentukan waktu inkubasi selama produksi senyawa antibakteri. Grafik 3.000 I II III IV 2.500 OD 2.000 1.500 1.000 0.500 0.000 1.00E+13 1.00E+12 1.00E+11 1.00E+10 1.00E+09 1.00E+08 1.00E+07 1.00E+06 1.00E+05 1.00E+04 1.00E+03 1.00E+02 1.00E+01 1.00E+00 TPC pertumbuhan bakteri asam laktat SCG 1223 dapat dilihat pada Gambar 5. OD TPC 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Jam I : Fase lag II : Fase eksponensial III : Fase Stasioner IV : Fase kemastian Gambar 5. Grafik pertumbuhan Bakteri asam laktat galur SCG 1223 Fase pertumbuhan bakteri asam laktat (BAL) galur SCG 1223 terdiri dari fase lag, fase eksponensial, fase stasioner dan fase kematian. Pada fase lag bakteri melakukan proses aklimatisasi terhadap kondisi lingkungannya (seperti pH, suhu, nutrisi dan lain sebagainya), pada fase ini peningkatan jumlah sel bakteri berlangsung lambat. Pada fase lag pada bakteri asam laktat SCG 1223 terjadi selama jam ke-0 sampai jam ke-3. Fase kedua adalah fase eksponensial yang merupakan fase dimana pertumbuhan bakteri berlangsung sangat cepat. Pada pertumbuhan bakteri BAL galur SCG 1223 fase eksponensial terjadi pada jam ke-4 sampai jam ke-10. Fase berikutnya adalah fase stasioner, pada fase ini tidak terjadi penambahan jumlah bakteri karena jumlah sel yang tumbuh sama dengan jumlah sel yang mati. Pada pertumbuhan bakteri asam laktat galur SCG 1223 fase stasioner ini terjadi mulai jam ke-11 hingga jam ke-14. Fase terakhir adalah fase kematian, fase kematian pada pertumbuhan bakteri SCG 1223 terjadi mulai jam ke-15 pada fase ini jumlah sel bakteri mulai menurun karena nutrien dalam media dan cadangan energi dalam sel mulai menipis. Bakteriosin merupakan substansi antibakteri yang disintesis langsung di ribosom selama pertumbuhan bakteri asam laktat, produksi maksimum terjadi pada fase eksponensial sampai awal fase stasioner. Menurut Jimenez Diaz (1993) produksi bakteriosin terbaik pada saat mencapai akhir fase eksponensial atau awal fase stasioner. Antibiotik yang diproduksi oleh bakteri merupakan metabolit sekunder yang disintesis selama fase stasioner dalam pertumbuhan bakteri. Bakteriosin merupakan antibakteri yang diproduksi mengikuti pola metabolit primer. Bakteriosin diproduksi selama fase stsioner dalam pertumbuhan bakteri asam laktat seperti Plantaricin F, Pediocin N5p, Plantaricin. Pada produksi bakteriosin Pediocon PD-1 disintesis selama fase eksponensial dan dicapai produksi maksimum pada fase stasioner (Navaro et al., 2000). B. AKTIFITAS HAMBAT ISOLAT BAKTERI ASAM LAKTAT 1223 Pada pengujian antibakteri, hasil zona hambat yang diperoleh pada supernatan yang tidak dinetralkan terhadap tiga bakteri indikator (Escherchia coli, Salmonella thypimurium dan Listeria monocytogenes) semua perlakuan menghasilkan zona hambat antara 392,50 AU/ml sampai 5338,00 AU/ml. Hasil pengamatan aktifitas penghambatan terhadap bakteri indikator Escherchia coli, Salmonella thypimurium dan listeria monocytogenes disajikan pada Tabel 3. Berdasarkan hasil tersebut, bakteri asam laktat SCG 1223 menghasilkan metabolit yang bersifat antimikroba yang antara lain asam laktat yang dihasilkan sebagai produk metabolit primer, hidrogen peroksida, diasetil maupun bakteriosin (Navaro et al., 2000). Aktifitas hambat yang dihasilkan tersebut, sebagian besar merupakan pengaruh dari aktifitas asam laktat, selain itu aktifitas tersebut dapat juga di sebabkan hasil metabolisme lain dari bakteri asam laktat SCG 1223 seperti bakteriosin. Tabel 3. Hasil uji aktifitas supernatan asam (tidak dinetralkan) Kode run 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 E.coli 816,40 816,40 816,40 1758,40 392,50 1559,95 994,75 1859,51 816,40 1271,70 1758,40 2826,00 729,11 729,11 904,95 1758,40 1271,70 1085,81 474,77 1178,13 1085,81 1178,13 643,07 2826,00 Aktifitas hambat (AU/ml) S. thypimurium L. monocytogenes 816,40 816,40 1271,70 392,50 816,40 816,40 3587,29 816,40 816,40 392,50 2492,53 1758,40 1559,95 1178,13 1758,40 2276,50 1758,40 4019,20 5338,00 816,40 1758,40 1758,40 1758,40 1758,40 1758,40 816,40 1559,95 643,07 2602,43 994,75 2276,50 1758,40 1085,81 643,07 1758,40 1559,95 1178,13 994,75 1462,61 816,40 1961,87 1559,95 4145,43 2826,00 1758,40 816,40 1961,87 2170,37 Berikut aktifitas hambat terhadap Escherchia coli, Salmonella thypimurium dan Listeria monocytogenes : 1. Aktifitas Hambat Terhadap E. coli Escherchia coli merupkan bakteri yang dapat bersifat patogen yang dapat menyebabkan penyakit diare. Bakteri Escherchia coli memiliki daya tahan hidup yang tinggi. Pada pengujian aktivitas dengan Escherchia coli sebagai bakteri indikator, semua perlakuan pada supernatan dengan pH yang tidak dinetralkan (supernatan asam) menghasilkan aktifitas hambat 392,50 AU/ml hingga 2826,00 AU/ml. Perbedaan tinggi aktifitas ini terkait dengan produk metabolit yang dihasilkan yang memiliki sifat antagonis terhadap bakteri indikator. Gambar 6 menunjukkan tinggi aktifitas hambat supenatan asam pada persentase inokulum 5% terhadap Escherchia coli. 3000.00 Aktivitas hambat (AU/ml) 2500.00 2000.00 1500.00 1000.00 500.00 0.00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 kode run Gambar 6. Grafik aktifitas hambat supernatan asam pada persentse inokulum 5% terhadap Escherchia coli Berdasarkan Gambar 6, pada persentase inokulum 5% aktifitas tertinggi diperoleh pada perlakuan pH awal media 6, suhu 40˚C dan waktu inkubasi 14 jam (Run ke-12) dengan aktifitas hambat 2826,00 AU/ml. Jika dibandingkan pada pH media yang sama (pH 6) dan suhu inkubasi yang sama (40ºC) yaitu pada kode run 4, 8 dan 12, aktifitas hambat yang dihasilkan dari metabolit dengan waktu inkubasi 14 jam (kode run-12) lebih tinggi dibandingkan dengan waktu inkubasi 10 jam dan 4 jam. Bakteri asam laktat galur SCG 1223 menghasilkan antibakteri yang memiliki aktifitas tertinggi pada fase stasioner. Aktifitas antibakteri yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat SCG 1223 dapat dipengaruhi oleh asam laktat ataupun produk metabolit sekunder. Pada beberapa bakteri asam laktat produk metabolit sekunder terutama bakteriosin diproduksi selama fase stasioner dimana pada fase ini di produksi metabolit sekunder dari pertumbuhan bakteri asam laktat (Navaro et al., 2000). Gambar 6 menunjukkan pada persentase inokulum 5% aktifitas hambat dari metabolit yang dihasilkan dari pH awal media 6 lebih tinggi dibandingkan dengan metabolit yang dihasilkan dari pH awal media 4. Suhu inkubasi 40ºC menghasilkan metabolit yang memiliki aktifitas lebih tinggi dibandingkan dengan metabolit yang dihasilkan dari suhu inkubasi 27ºC. Aktifitas antibakteri yang dihasilkan memiliki kaitan dengan pertumbuhan sel. Pertumbuhan sel yang semakin baik akan meningkatkan jumlah sel dan akan semakin meningkatkan produksi bakteriosin (Boe, 1996). Grafik pertumbuhan sel bakteri SCG 1223 dengan pengaruh berbagai faktor yang digunakan selama produksi antibakteri dapat dilihat pada Gambar 7. 3.000 2.500 OD 2.000 1.500 1.000 0.500 0.000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 kode run Gambar 7. Grafik pertumbuhan BAL galur SCG 1223 dengan pengaruh berbagai perlakuan Berdasarkan pertumbuhan sel bakteri, bakteri asam laktat SCG 1223 memiliki pertumbuhan sel yang lebih baik pada pH 6 dibandingkan pH 4. Suhu merupakan salah satu faktor penting dalam pertumbuhan bakteri. Pertumbuhan sel bakteri asam laktat SCG 1223 pada suhu inkubasi 40ºC lebih baik sehingga diperoleh hasil akhir jumlah bakteri yang lebih banyak dibandingkan pertumbuhan pada suhu inkubasi 27ºC. Peningkatan pertumbuhan sel bakteri yang dipengaruhi oleh peningkatan suhu hingga titik optimum (Caldera, 2004). Berdasarkan Gambar 6 dan Gambar 7, semakin baik pertumbuhan bakteri penghasil maka substansi antibakteri yang dihasilkan akan semakin tinggi aktifitasnya. Pada perlakuan supernatan yang tidak dinetralkan ini, aktifitas tertinggi dipengaruhi oleh asam laktat. Asam laktat merupakan produk metabolit primer sehingga produksinya akan semakin tinggi dengan semakin meningkatnya pertumbuhan sel. Pengujian pada supernatan supernatan asam menghasilkan aktifitas hambat yang sebagian besar dipengaruhi oleh aktifitas asam laktat. Penetralan supernatan dimaksudkan untuk meghilangkan pengaruh asam laktat yang dihasilkan sehingga pada pengujian daya hambat aktifitas hambat terhadap bakteri indikator terjadi karena senyawa antagonis lain selain asam laktat yang dalam hal ini berupa bakteriosin. BAL menghasilkan senyawa-senyawa antimikroba antara lain asam laktat, hidrogen peroksida, diasetil dan bakteriosin. Hidrogen peroksida bersifat bakterisidal pada konsenrasi 20-22 μg/ml, sedangkan produksinya pada media pepton hanya 8-9 μg/ml setelah diinkubasi selama 2 hari pada suhu 30˚C (Deaschel, 1989). Diasetil memiliki sifat antimikroba hanya pada konsentrasi yang tinggi, sedangkan pada konsentrasi rendah tidak efektif karena dapat dihancurkan beberapa mikroorganisme (Ray, 1992). BAL dapat menghasilkan diasetil kurang dari 2,8 μg/ml pada media produksinya (Kuoila dan Rangganatan, 1987) Diasetil akan memiliki efek antibakteri apabila dipekatkan hingga konsentrasi 500-2500 μg/ml. Pada konsentrasi 150 μg/ml diasetil memiliki efek bakteriostatik (Elliker, 1945). Dengan penetralan pH supernatan, perlakuan dengan persentase inokulum 5% tidak memiliki aktifitas hambat terhadap E. coli (Lampiran 6). Tidak adanya aktifitas supernatan setelah dinetralkan menunjukkan dengan persentase inokulum 5% substansi antimikroba selain asam laktat sedikit atau tidak diproduksi. Grafik aktifitas hambat terhadap E.coli pada persentase inokulum 10% dapat dilihat pada Gambar 8. 3000.00 Aktivias hambat (AU/ml) 2500.00 2000.00 1500.00 1000.00 500.00 0.00 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Kode run Gambar 8. Grafik aktifitas hambat supernatan asam pada persentase inokulum 10% terhadap Escherchia coli Setiap perlakuan pada persentase inokulum 10% menghasilkan aktifitas hambat terhadap E.coli. Aktifitas hambat tertinggi didapatkan pada pH media 6, suhu 40ºC dan waktu inkubasi 14 jam. Hasil aktifitas tertinggi ini sama seperti pada persentase inokulum 5% dimana pada fase stasioner dihasilkan aktifitas paling tinggi dengan nilai aktifitas 2826,0 AU/ml. Pada fase stasioner dihasilkan produk metabolit antibakteri yang lebih aktif dibandingkan dengan produk metabolit yang dihasilkan pada fase eksponensial. Grafik aktifitas hambat terhadap E. coli pada persentase inokulum 10% dengan supernatan yang dinetralkan dapat dilihat pada Gambar 9. Aktivitas hambat (AU/ml) 1200.00 1000.00 800.00 600.00 400.00 200.00 0.00 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Gambar 9. Grafik aktifitas hambat supernatan netral pada persentase inokulum 10% terhadap Escherchia coli Berdasarkan Gambar 9 tersebut, setiap perlakuan menghasilkan aktifitas hambat pada rentang aktifitas 311,49 AU/ml sampai 1085,81 AU/ml. Aktifitas pada supernatan netral ini disebabkan oleh pengaruh substansi antibakteri selain asam laktat, dalam hal ini berupa bakteriosin. Bakteriosin merupakan antimikroba alamiah yang merupakan produk metabolit sekunder yang biasanya mengikuti pola metabolit primer (Dimov et al., 2005). Bakteri asam laktat SCG 1223 menghasilkan bakteriosin dengan aktifitas tertinggi didapatkan pada perlakuan dengan pH media 6, suhu 40˚C dan waktu inkubasi 14 jam dengan tinggi aktifitas 1085,81 AU/ml terhadap Escherchia coli. Berdasarkan hasil tersebut produksi bakteriosin yang memiliki aktifitas antibakteri tertinggi terhadap bakteri indikator E. coli terjadi selama fase stasioner. Pada fase eksponensial baik diawal fase eksponensial dan di puncak fase eksponensial terdeteksi aktifitas bakteriosin walaupun dalam jumlah yang lebih rendah dibandingkan fase stasioner. Pada fase stasioner bakteriosin yang merupakan protein mulai di produksi dimana pada fase ini terjadi proses metabolit primer. Pada fase stasioner bakteriosin yang dihasilkan selama fase eksponensial semakin aktif dengan adanya proses pasca translasi yang diperlukan untuk mengubah prebakteriosin menjadi bakteriosin yang aktif. Bakteriosin yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat akan memiliki aktifitas setelah melewati proses pasca translasi yang akan mengubah pre bakteriosin yang belum aktif menjadi bakteriosin yang aktif (Drider, 2006). 2. Aktifitas Hambat Terhadap Salmonella thypimurium Salmonella thypimurium merupakan bakteri patogen yang dapat menyebabkan penyakit. Bakteri ini merupakan bakteri berbahaya yang dapat menyebabkan gejala kelainan gastrointestinal. Grafik aktifitas hambat terhadap Salmonella thypimurium pada persentase inokulum 5% dapat dilihat pada Gambar 10. 6000.00 Aktivitas hambat (AU/ml) 5000.00 4000.00 3000.00 2000.00 1000.00 0.00 1 2 3 4 5 6 7 Kode run 8 9 10 11 12 Gambar 10. Grafik aktifitas hambat pada persentase inokulum 5% terhadap Salmonella thypimurium Gambar 10 menunjukkan Setiap perlakuan pada persentase inokulum 5% yang diujikan terhadap Salmonella thypimurium sebagai bakteri indikator menghasilkan aktifitas hambat. Hasil uji aktifitas tertinggi didapatkan adalah 5338,0 AU/ml yang diperoleh pada pH 6, suhu 27˚C dan waktu inkubasi 14 jam (Run ke-10). Hasil aktfitas tertinggi ini berbeda jika dibandingkan pada hasil pengujian dengan menggunakan Escherchia coli sebagai bakteri indikator. Hal ini dikarenakan setiap bakteri indikator memiliki sifat spesifik yang berhubungan dengan daya tahan hidup pada berbagai faktor lingkungan dan serangan dari senyawa yang bersifat antagonis. Selain itu produk metabolit yang dihasilkan selama pertumbuhan bakteri asam laktat memiliki sifat antagonis yang tidak sama untuk setiap perlakuan hal ini disebabkan sintesis senyawa antibakteri yang aktif dipengaruhi oleh faktor lingkungan dimana bakteri penghasil tumbuh. Penetralan pH yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh aktifitas bakteriosin yang merupakan antibakteri selain asam laktat, setiap perlakuan dengan persentase inokulum awal 5% tidak memiliki aktifitas hambat terhadap Salmonella thypimurium (Lampiran 6). Pada persentase inokulum awal 5%, substansi antibakteri aktif yang diproduksi selama metabolisme sel bakteri BAL galur SCG 1223 adalah asam laktat. Grafik aktifitas hambat supernatan asam persentase inokulum 10% terhadap Salmonella thypimurium dapat dilihat pada Gambar 11. 4500.00 Aktivitas hambat (AU/ml) 4000.00 3500.00 3000.00 2500.00 2000.00 1500.00 1000.00 500.00 0.00 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Kode run Gambar 11. Grafik aktifitas hambat supernatan asam pada persentase inokulum 10% terhadap Salmonella thypimurium Berdasarkan gambar 11, setiap perlakuan pada persentase inokulum 10% dengan supernatan asam (pH<7) menghasilkan aktifitas hambat terhadap Salmonella thypimurium. Aktifitas hambat tertinggi pada persentase inokulum 10 % dihasilkan pada pH media 6, suhu inkubasi 27ºC dan waktu inkubasi 14 jam (Run ke-22) yang memiliki aktifitas hambat sebesar 4145,43 AU/ml. Pada persentase inokulum awal 10 % setiap perlakuan menghasilkan aktifitas hambat yang lebih tinggi dibandingkan pada persentase inokulum awal 5%. Semakin banyak jumlah sel yang digunakan akan semakin meningkatkan produksi metabolit primer maupun metabolit sekunder (Boe, 1996). Bakteri asam laktat merupakan bakteri yang menghasilkan asam laktat sebagai produk metabolit primer dan juga menghasilkan substansi antibakteri lain seperti hydrogen peroksida, diasetil dan bakteriosin yang bersifat antibakteri (Tagg et al., 1992) Penetralan pH supernatan pada persentase inokulum 10%, setiap perlakuan menghasilkan aktifitas hambat terhadap Salmonella thypimurium. Grafik aktifitas hambat supernatan netral terhadap Aktivitas hambat (AU/ml) Salmonella thypimurium disajikan pada Gambar 12. 900.00 800.00 700.00 600.00 500.00 400.00 300.00 200.00 100.00 0.00 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Kode run Gambar 12. Grafik aktifitas hambat supernatan netral pada persentase inokulum 10% terhadap Salmonella thypimurium Berdasarkan Gambar 12, daya hambat terbesar diperoleh pada perlakuan pH 6, suhu 40˚C, dan 10 jam (kode Run 20). Hal ini berbeda dari yang dihasilkan pada supernatan yang tidak dinetralkan. Hal ini menunjukan, pada pengujian supernatan yang tidak dinetralkan aktifitas tertinggi yang terjadi sebagian besar terjadi karena aktifitas asam laktat. Asam laktat merupakan produk metabolit primer yang diproduksi dalam jumlah yang besar pada pertumbuhan bakteri asam laktat. Asam laktat memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Aktifitas yang terjadi pada uji aktifitas dengan supernatan pH netral disebabkan pengaruh aktifitas bakteriosin yang dihasilkan selama pertumbuhan bakteri asam laktat galur SCG 1223. Pada persentase inokulum 10% menghasilkan bakteriosin yang aktif, sedangkan pada persentase inokulum 5% tidak menghasilkan bakteriosin yang aktif. Berdasarkan hasil tersebut dengan semakin banyaknya sel yang diinokulasikan ke dalam media produksi, bakteriosin yang merupakan metabolit sekunder yang di sintesis melalui jalur ribosomal lebih aktif dan lebih banyak diproduksi. Menurut Boe (1996), meningkatnya jumlah biomassa sel dari bakteri asam laktat akan menyebabkan jumlah bakteriosin yang dihasilkan juga akan meningkat. 3. Aktifitas Hambat Terhadap Listeria monocytogenes Listeria monocytogenes merupakan bakteri patogen yang dapat mengakibatkan listeriosis yang memiliki sifat yang sangat merugikan bagi kesehatan manusia. Pada pengujian aktifitas pH supernatan yang tidak dinetralkan setiap perlakuan pada persentase inokulum 5% menghasilkan aktifitas hambat terhadap Listeria monocytogenes. Grafik aktifitas hambat pada persentase inokulum 5% terhadap Listeria monocytogenes dapat dilihat pada Gambar 13. 4500.00 4000.00 Aktivitas hambat (AU/ml) 3500.00 3000.00 2500.00 2000.00 1500.00 1000.00 500.00 0.00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Kode run Gambar 13. Grafik aktifitas hambat supernatan asam pada persentase inokulum 5% terhadap Listeria Monocytogenes Berdasarkan Gambar 13, aktifitas tertinggi pada kondisi pH media 4 suhu inkubasi 27ºC dan waktu inkubasi 14 jam (run ke-9). Aktifitas substansi antibakteri yang dihasilkan selama pertumbuhan bakteri asam laktat galur SCG 1223 tedeteksi paling tinggi pada fase stasioner. Berdasarkan hasil yang didapatkan melalui uji aktifitas, pada waktu inkubasi selama 4 jam aktifitas yang dihasilkan lebih rendah bila dibandingkan dengan aktifitas pada waktu inkubasi 10 jam dan 14 jam. Hal ini dikarenakan pada waktu inkubasi 4 jam pertumbuhan bakteri baru memasuki awal fase eksponensial dimana pertumbuhan sel bakeri baru mulai mengalami peningkatan. Pada supernatan yang tidak dinetralkan aktifitas hambat sebagian besar dipengaruhi oleh asam laktat yang dihasilkan. Asam laktat merupakan produk metabolit primer yang diproduksi oleh bakteri asam laktat selama fase eksponensial. Pada masa inkubasi 4 jam asam laktat dan metabolit lain yang dihasilkan belum sebanyak pada masa inkubasi 10 dan 14 jam sehingga aktifitas yang dihasilkan lebih rendah. Pada persentase inokulum 5%, dengan penetralan pH supernatan setiap perlakuan dengan persentase inokulum awal 5% tidak memiliki aktifitas hambat terhadap Listeria Monocytogenes (Lampiran 6). Pada persentase inokulum awal 5% dengan penetralan pH supernatan tidak ada aktifitas hambat yang dihasilkan terhadap ketiga bakteri indikator yang digunakan dalam uji aktifitas. Pada produksi antibakteri dengan persentase awal 5% aktifitas hambat yang terjadi merupakan pengaruh asam laktat. Bakteriosin yang merupakan metabolit sekunder yang diproduksi melaui jalur ribosomal tidak diproduksi atau diproduksi dalam jumlah yang sedikait namun tidak aktif. Bakteriosin akan memiliki aktifitas hambat setelah melewati proses yang akan mengubah prebakteriosin menjadi bakteriosin yang aktif dan setelah melewati proses pasca translasi (Jonson et al., 1992). Grafik aktifitas hambat terhadap Listeria monocytogenes pada persentase inokulum awal 10% dapat dilihat pada Gambar 14. 3000.00 Aktivitas hambat (AU/ml) 2500.00 2000.00 1500.00 1000.00 500.00 0.00 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Kode run Gambar 14. Grafik aktifitas hambat supernatan asam pada persentase inokulum 10% terhadap Listeria Monocytogenes Berdasarkan Gambar 14 tersebut, aktifitas antibakteri yang tertinggi diperoleh pada perlakuan pH awal media 6, suhu inkubasi 27ºC dan waktu inkubasi 14 jam (kode run 22). Bakteri asam laktat SCG 1223 menghasilkan metabolit yang aktif menghambat bakteri indikator yang digunakan pada fase stasioner. Grafik hasil uji aktifitas supernatant netral terhadap Listeria monocytogenes dapat dilihat pada Gambar 15. Aktivitas hambat (AU/ml) 1400.00 1200.00 1000.00 800.00 600.00 400.00 200.00 0.00 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Kode run Gambar 15. Grafik aktifitas hambat supernatan netral pada persentase inokulum 10% terhadap Listeria monocytogenes Berdasarkan Gambar 15 pada persentase inokulum 10% supernatan yang telah dinetralkan pH nya setiap perlakuan menghasilkan aktifitas hambat dengan aktifitas tertinggi pada perlakuan pH 6, suhu 40˚C dan waktu inkubasi 14 jam (kode run 24). Perlakuan yang menghasilkan aktifitas tertinggi pada uji aktifitas supernatan netral berbeda dengan perlakuan yang menghasilkan aktifitas hambat tertinggi pada supernatan asam. Hal ini dikarenakan pada uji aktifitas supernatan asam pengaruh terbesar dihasilkan oleh asam laktat. Berdasarkan pengukuran pH supernatan, pada kode run 22 memiliki pH supernatan yang lebih rendah dibandingkan dengan pH supernatan pada kode run 24. Hasil pengukuran pH supernatan selama produksi antibakteri tersaji pada Lampiran 5. Bakteriosin mulai terdeteksi pada awal fase eksponensial hingga fase stasioner. Hasil terbaik didapatkan pada waktu inkubasi 14 jam dimana fase pertumbuhan sudah memasuki fase stasioner. Hal ini menunjukkan pada bakteri asam laktat galur SCG 1223 memproduksi bakteriosin aktif paling baik pada fase stasioner dimana pada fase ini laju pertumbuhan bakteri sama dengan laju kematian. Pada fase stasioner produksi asam laktat sebagai produk utama metabolisme sel bakteri asam laktat mulai menurun seiring dengan penurunan laju pertumbuhan. Pada kondisi seperti ini diduga proses pasca translasi dalam sel bakteri asam laktat. Proses pasca translasi ini akan mempengaruhi aktifitas bakteriosin yang dihasilkan. Menurut Jonson (1992) aktifitas bakteriosin dipengaruhi oleh modofikasi enzimatis pada tahap pasca translasi yang akan merubah prebakteriosin menjadi bakteriosin yang aktif. Pada fase eksponensial bakteri SCG 1223 sudah memproduksi bakteriosin yang merupakan protein alamiah yang bersifat antibakteri, hal ini di tunjukkan pada uji supernatan netral memiliki aktifitas hambat terbesar pada uji aktifitas dengan Salmonella thypimurium sebagai bakteri indikator. Sintesis bakteriosin oleh bakteri penghasil terjadi selama perjalanan fase ekponensial (Samelis et al., 1994) yang biasanya mengikuti pola sintesis metabolit primer. Sistem produksi ini diatur oleh plasmid ekstrakromosom (Ennahar et al., 1996). Bakteriosin yang terbentuk selama fase eksponensial belum memiliki aktifitas yang cukup tinggi dan cukup luas terhadap ketiga bakteri indikator. Hal ini dikarenakan proses pasca translasi belum selesai terjadi dimana pada tahap ini terjadi pengaktifan prebakteriosin menjadi bakteriosin yang aktif. V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Bakteri asam laktat SCG 1223 menghasilkan produk metabolit bersifat antibakteri yang memiliki spektrum hambat yang luas terhadap bakteri gram positif Listeria monocytogenes dengan aktivitas 392.50 AU/ml hingga 2826.00 AU/ml dan bakteri gram negatif Salmonella thypimurium dengan aktivitas 816.40 AU/ml hingga 5338.00 AU/ml dan Escherchia coli dengan aktivitas hambat 392.50 AU/ml hingga 2826.00 AU/ml. Pada persentase inokulum 10 %, bakteriosin memiliki aktivitas hambat terhadap Escherchia coli, Salmonella thypimuruim dan Listeria monocytogenes. Bakteriosin yang dihasilkan bakteri SCG 1223 memiliki aktivitas hambat terhadap ketiga bakteri indokator yang digunakan dengan aktivitas tertinggi terhadap E. coli 1085,81 AU/ml pada perlakuan pH awal media 6, suhu inkubasi 40ºC dan waktu inkubasi 14 jam. Aktivitas tertinggi terhadap Salmonella thypimurium adalah 816,40 AU/ml dicapai pada perlakuan pH awal media 6, suhu inkubasi 27ºC dan waktu inkubasi 14 jam. Aktivitas tertinggi pada Listeria monocytogenes adalah sebesar 1178,13 AU/ml yang di dapat pada perlakuan pH awal media 6, suhu inkubasi 40ºC dan waktu inkubasi 14 jam. B. SARAN Dari hasil penelitian ini hal-hal yang perlu disarankan adalah : 1. Perlunya dikaji lebih dalam mengenai pengaruh aerasi dan agitasi yang dapat mempengaruhi kestabilan aktivitas dari bakteriosin. 2. Perlunya dikaji metode pemurnian atau ekstraksi bakteriosin dengan memperhatikan stabilitas bakteriosin. DAFTAR PUSTAKA Ahn C., M.E. Stiles dan T.R. Klaenhammer. 1990. Genetic organization of Lactacin F Operon and Expression of the bacteriocin in other lactic acid bakteria. Environmental. J Diary Bhunia, A.K., M.C. Jhonson dan B. Ray. 1988. Direct Detection of an Antimicrobial Peptide of Pediococcus acidilactici in Sodium Dodecyl Sulfate Polyacrylamide Gel Electrophoresis. J Indust Microbial 2: 319322. Bintang, M. 1995. Studi Antimikroba dari Streptococcus Lactis [disertasi]. Bandung : Institut Teknologi Bandung. Bower, C.K., Mc Guire dan M.A. Daechel. 1995. Supression of Listeria monocytogenes Colonization Following Adsorbtion of lisin into Silica Surface. Appl Environ Microbiol 61(3): 992-997. Boe, Joe Young. 1996. Evaliation of optimum Production for Bacteriocin from Lactobacillus sp JB 42 Isolation from Kimichi. J Microbiol Biotech 6: 63-67. Bruno, M.E., A. Kaise dan T.J.Montville. 1992. Depletion of Proton Motive Force by Nisin in Listeria monocytogenes cell. Appl Environ Microbiol 58: 2255-2259. Caldera-olivera, F., Caron, G. R., dan A. Brandelli. 2003. Bacteriocins Production by Bacillus licheniformis P40 in Cheese Whey Using response Surface Methodology. Boichemical Engineering Journal (21):53-58. Cleveland, J., Montville, T., Nes, I. F., dan M.L. Chikindas. 2001. Bacteriocins : Safe Natural Antimikrobial For Food Preservation. International Journal of Food microbial & (2001): 1-20. Corner, D.E., R.E. Brackett dan L.R. Beuchat. 1986. Effect of Temperature, Sodium Clorida and pH on Growth of Listeria monocytogen in Cabbage Juice. Appl Environ Microbiol 52: 59-63. Davey, G.P. dan B.C. Richardson. 1981. Purification and some Proerties of Diplococcin from Streptococcus cremoris 346. Appl Environ Microbiol 41: 84-89. Davidson, P.M. dan A.L. Braner. 1983. Antimicrobials in Food. 2nd Ed. New York, Marcel Dekker Inc. Daeschel, A.M. 1989. Antimicrobial Substance From Lactic Acid Bacteria For Use as Food Preservatives. J Food Technology 43(1) : 164-169. Deegan, L.H., D.C. Paul, H. Colin, dan R. Paul. 2005. Bacteriocins : Bioligical Tools for Biopreservatios and Shelf-life extension. International diary Journal. Dick, L.M.T. 1994. Biotechnology in feed Industry. England, Farnham Royal Bucks. Domiv, S., Ivanova, P. dan N. Harizanova,. 2005. Genetics of bacteriocins Biosynthesis by Lactic Acid Bacteria. General and Applied Geneticd, Biotechnol. Drider, D., Fimland, G., Hechard, Y., McMullen, dan H. Prevost,. 2006. The continuing Story of Class IIa Bacteriosins. Microbiology and molecilar Biology Reviews : 562-582. Duerden, B.I., I.M.S. Reid, dan J.M. Jewsburg. 1993. Microbial and Parasitic Infection. Butler and Tanner Limited, Frome, Somerser, Great Britain. Elliker, P.R. 1945. Effect of Varios Bacteria of Diacetil Content and Flavour of Butter, In Ray B and M Deaschel ads Food Biopreservatives of Microbial Origin. CRC Press. Tokyo. Engelkel, G., Z. Gutowski-Eckel, P. Kiesau, K. Siegers, M. Hammelmannl dan K.D. Entian. 1992. Biosynthesis of the Antibiotic Nisin, Genomic Organization and Membrane Localozation of the Nis B Protein. Appl Environ Microbiol 58: 3730-3734. Ennahar S, D. Aoude-werner, D. Sorokine, A. Van Dorsselaer, F. Bringel, J.C. Hubert dan C. Hesselmen. 1996. Production of Pediocin AcH by Lactobacillus plantarum WHE 92. Appl. Environ Microbiol 62:43814387. Faber, J.M. dan P.I. Peterkin. 1991. Listeria monocytogen, a Food Borne Pathogen. Appl Environ Microbiol 55: 476-511. Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan. Jakata, Gramedia. Gonzales, B.E., E. Glaasker, E.R.S. Kunji, A.J.M. Driessen, J.E. Suarez dan W.N. K. Onings. 1996. Bactericidal mode of Action of Plantaricin S. Appl Environ Microbiol 62 : 2701-2709. Hadioetomo, R.S. 1990. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. Gramedia, Jakarta. Herald, P.J. dan E.A. Zottola. 1988. Attachment of Listeria monocytogen to Stainless Stell Surface at Various Temperature and pH Values. J Food Sci 53: 1549-1552. Hurst, A. 1981. Nisin. Appl Microbiol. 27: 85-123. Jack, R.W., J.R. Tagg dan B. Ray. 1995. Bacteriocin of Gram Positive Bacteria. Appl Environ microbial 59: 171-200. Jimenez Diaz, R. 1993. Plantaricin S and two New Bacteriocins Produced by Lactobacillus plantarum LPC010 Isolated From a Green Olive Fermentation. Appl Environ Microbiol 59: 1416-1429. Jonson, M.C., R. Yang dan B. Ray. 1992. Novel methods to Extract Large Amounts of Bacteriocins Lactic acid Bacteria. Apllied and Environmental Microbiology 58:3355-3359. Klaenhammer, T.R. 1988. Bacteriocin of Lactic Acid Bacteria. Biochenie 70: 337349. Kuoila, R..K. dan B. Rangganatan. 1987. Ultra violet Ligh Induced Mutants of Sertococcus lactis subsp Diacetyl lactis wahite Enhance acid or Flavour Producing Abilities. Journal Diary Science 61:379. Le Chevallier, M.W., C.C. Cawthon dan R.G. Lee. 1998. Inactivation of Biofilm Bacteria. Appl Environ Microbiol 54: 2492-2499. Lucy, H., Deegan, D. Paul, Cotter, H. Colin dan R. Paul. 2005. Bacteriocins : Biological tools for bio-preservation and shelf-life extensions.. International dairy journal Martirani, L., M. Varcamonti, G. Naclerio dan M. De Velice. 2002. Purification an Partial Characterization of Bacillocin 490, a Novel Bacteriocin Produced by a Thermophilic Strain of Bacillus licheniformis. Biomed Central: 1-5. Mitsuoka. 1990. Intestinal Bacteria and Health. Tokyo, HBJ Japan. Navaro, L., M. Zaraxaga, J. Saenz, F. Ruiz-Larrea Dan C. Torres. 2000. Bacteriocin Production by Lactic Acid Bacteria Isolated From Rioja Red Wines. Journal of Applied Microbiology 88:44-51. Nurhasanah. 2004. Produksi Bakteriosin Pada Berbagai Tingkat Aerasi dan Uji Kestabilan Bakteriosin Dari Bakteri Asam Laktat Galur M6-15. Piard, J.C., C. Delmore, M. Desmazheud dan G. Novel. 1993. Conjugal transfer of determinats for bacteriocin (lactacin 481) production imunity in Lactococcus lactis subsp. Lactis CNRZ 481 FEMS. Mocrobiol Letl. 122:313-318. Ray, B. dan R.A. Field. 1992. Antibacterial Effectiveness of a Pediocin AcH Based Biopreservatif Against Spoilage and Pathogenic Bacteria from Vacum Packaged Refrigerated meat. Proceedings: 38 th International Congress of meat Science and Technology: August 23-28, 1992, Clermont Ferrand, France 4: 31-734. Ray, B. 1996. Fundamental Food microbiology. Tokyo. CRS Press p:8-29. Salvadogo, A. 2006. Bacteriocins and Lactic Acid Bacteria-a miniriview. African Journal of Biotechnology 5(9):678-683. Samelis, J., S. Roller dan J. Metaxopoulus. 1994. Sakacin B, a Bacteriocin produce by Lactobacillus sake isolated from greek dry formaterd sausage. Journal Appl Bacteriol. 76:475-486. Schnell, N., K.D. Entian, U. Schneider, F. Gots, H. Zahner, R. kellner dan G. Jung. 1998. Prepeptida Sequence of Epidermin, a Ribosomally Synthesized Antibiotic with four Sulphide-ring. Nature London. 333:276-278. Sutherland, P. S dan Porritt, R.D. 1997. Listeria monocytogenes. Food Born microorganisms of Public health. 5st edition. AIFST Tagg, J.R., A.S. Dajani, dan L.W. Wannamaker. 1976. Bacteriocins of GramPositive Bacteria. Bacteriology Reviews, 40: 722-756. Tahara, T., M. Oshimura, C. Umezawa dan K. Kanatani. 1996. Isolation, Partial Characterization and Mode of Action of Acidocin J1132, a twocomponent Bacteriocin Produce by Lactobacillus acidophilus JCM 1132. Applied and Environmental Microbiology 62:892-897. Venema, K., T. Abee, A.J. Haandrikman, K.J. Leenhout, J. Kok, W.N. Koningsand dan G Venema. 1993. Mode of Action of Lactococcin B, a Thoil Activated Bacteriocin from Lactococcus lactis. Appl Environ Microbiol 59: 1041-1048. Wiryawan, K. G dan Tjakradidjaja, A. S. 2001. Produksi Biopreservatives atau Feed Suplement (bakteriosin) Dari Bakteri Asam Laktat. Laporan akhir hasil penelitian. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Lampiran 1. Diagram alir peremajaan inokulum K u lt u r a w a l ( a g a r m ir in g ) I n o k u la s i 1 o s e d a la m 1 0 m l M R S b ro th In k u b a s i 3 7 oC 2 4 4 8 ja m I n o k u la s i 1 m l d a la m 1 0 m l M R S b ro th In k u b a s i 3 7 oC 2 4 4 8 ja m I n o k u la s i 1 m l d a la m 1 0 m l M R S b ro th I n o k u lu m a k t if Lampiran 2. Diagram alir pembuatan kurva pertumbuhan Lampiran 3. Diagram alir uji daya hambat Lampiran 4. Hasil pengamatan Kurva pertumbuhan Jam 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 %T 84.5 80.3 74.5 66.5 31.9 9.3 2.1 1.0 0.8 0.6 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 OD 0.073 0.095 0.128 0.177 0.496 1.032 1.678 2.000 2.097 2.222 2.398 2.398 2.398 2.398 2.398 2.398 2.398 2.398 2.398 2.398 2.398 pH 5.78 5.80 5.77 5.60 5.28 4.82 4.46 4.33 4.25 4.20 4.20 4.21 4.19 4.17 4.18 4.16 4.13 4.10 4.10 4.11 4.08 TPC 5.20E+05 3.20E+06 4.15E+06 4.20E+07 5.10E+07 5.15E+07 5.35E+09 3.25E+10 3.10E+11 1.24E+12 2.15E+12 1.89E+12 2.63E+12 1.30E+12 4.20E+11 5.00E+09 5.30E+09 5.00E+08 3.20E+09 2.10E+08 1.59E+08 Grafik penurunan pH pada pertumbuhan Bakteri SCG 1223 7.00 6.00 5.00 pH 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Jam Lampiran 5. Hasil pengamatan pada perlakuan supernatant yang tidak dinetralkan Kode run 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 OD 0.910 1.854 0.983 1.921 1.337 1.921 1.678 2.000 1.979 2.523 1.754 2.398 0.851 2.000 1.018 1.958 1.568 2.096 1.959 2.221 2.000 2.523 1.698 2.398 pH 3.93 4.61 3.89 4.46 3.64 4.05 3.54 3.99 3.85 4.17 3.88 4.10 3.90 4.24 3.90 3.98 3.61 3.87 3.72 3.88 3.72 3.75 3.95 4.07 E.coli 816.40 816.40 816.40 1758.40 392.50 1559.95 994.75 1859.51 816.40 1271.70 1758.40 2826.00 729.11 729.11 904.95 1758.40 1271.70 1085.81 474.77 1178.13 1085.81 1178.13 643.07 2826.00 Aktivitas hambat (AU/ml) S. thypimurium L. monocytogenes. 816.40 816.40 1271.70 392.50 816.40 816.40 3587.29 816.40 816.40 392.50 2492.53 1758.40 1559.95 1178.13 1758.40 2276.50 1758.40 4019.20 5338.00 816.40 1758.40 1758.40 1758.40 1758.40 1758.40 816.40 1559.95 643.07 2602.43 994.75 2276.50 1758.40 1085.81 643.07 1758.40 1559.95 1178.13 994.75 1462.61 816.40 1961.87 1559.95 4145.43 2826.00 1758.40 816.40 1961.87 2170.37 Lampiran 6. Hasil pengamatan pada perlakuan supernatant yang dinetralkan Kode run 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Aktivitas hambat (AU/ml) Salmonella Listeria E.coli t. m. 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 311.49 392.50 643.07 392.50 643.07 474.77 643.07 392.50 816.40 772.60 474.77 643.07 392.50 558.29 433.48 904.95 643.07 643.07 474.77 516.37 351.84 311.49 816.40 392.50 474.77 392.50 729.11 392.50 433.48 558.29 474.77 311.49 558.29 1085.81 311.49 1178.13 Lampiran 7. Gambar-gambar penelitian Isolat BAL SCG 1223 Hail peremajaan Supernatant hasil penyaringan dengan milipore Kultur hasil inkubasi selama produksi antibakteri Daya hambat pada uji aktifitas Terhadap S. thypimurium Daya hambat pada uji aktifitas terhadap E. coli Daya hambat pada uji aktifitas terhadap L. monocytogenes Laminar Air Flow Gambar bakteri indikator yang digunakan dalam uji aktivitas Autoclaf Spektrofotometer Inkubator shaker yang digunakan