2 hepatitis C yang berperan penting dalam siklus hidup virus hepatitis C. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan solusi terhadap penanganan penyakit virus hepatitis C sehingga mengurangi penyebaran penyakit hepatitis C lebih lanjut. virus memiliki potensi juga terhadap target terapetik. Pelindung glikoprotein Inti TINJAUAN PUSTAKA Virus Hepatitis C Virus hepatitis C adalah virus RNA yang berutas nonsitopatik positif menyebabkan hepatitis akut dan kronis serta karsinoma hepatoseluler (Zhong et al. 2005). Virus Hepatitis C termasuk anggota dalam genus hepacivirus dan famili flaviviridae yang merupakan penyebab penyakit hepatitis pada manusia di seluruh dunia (Baginski et al. 2000). Virus hepatitis C ini memiliki ukuran kecil yaitu 50 nm dan beramplop. Partikel virus hepatitis C terdiri atas inti berupa RNA yang merupakan material genetik, kulit yang mengelilingi material genetik yang terbentuk dari protein berbentuk ikosahedral, dan terbungkus dalam amplop asam lemak (Gambar 1). Dua glikoprotein amplop virus, E1 dan E2 tertanam di dalam amplop lipid (Op de Beeck & Dubuisson 2003). Target alami dari virus hepatitis C adalah hepatosit dan limfosit B (Lauer & Walker 2001). Virus hepatitis C memiliki 3 reseptor yang telah diidentifikasi yaitu CD81 (Cormier et al. 2004), human scavenger class B1 (SR-BI) (Mailard et al. 2006), dan claudin-1 (Evans et al. 2001). Replikasi virus bersifat kuat dan dapat diperkirakan lebih dari sepuluh milyar partikel virion diproduksi perhari bahkan pada fase kronis dari infeksi. Virus hepatitis C mengkode poliprotein tunggal yang terdiri atas 3011 asam amino dan memproses menjadi 10 protein struktural dan regulator. Komponen struktural terdiri atas inti dan dua protein amplop. Selain inti dari virus terdapat juga dua daerah dari protein amplop E2 didesain sebagai dareah hipervariabel 1 dan 2 yang memiliki laju yang tinggi terhadap mutasi dan dipercaya sebagai hasil dari tekanan selektif oleh antibodi spesifik terhadap virus (Lauer & Walker 2001). Virus hepatitis C juga mengkode gen helikase spesifik virus, protease, dan polimerase. Protein-protein ini memiliki fungsi penting dalam siklus hidup virus. Protein-protein ini dijadikan target yang menarik untuk terapi antivirus. Daerah yang tidak ditranslasikan pada kedua ujung RNA Pelindung virus ± 60 nm Viral RNA Gambar 1 Virus hepatitis C (Moradpour et al. 2007). RNA Helikase Enzim helikase adalah enzim yang terlibat dalam hampir semua aspek metabolisme DNA dan RNA. meskipun terdapat kemajuan terhadap pengetahuan mekanisme aksi dari enzim-enzim ini, resolusi yang terbatas menyebabkan mekanisme rinci seperti penataan ulang struktur asam nukleat hingga pengikatan dan hidrolisis ATP yang dilakukan pasangan enzim helikase ini tidak dapat diketahui (Dumont et al. 2006). Fungsi dasar enzim helikase untuk membuka utas ganda DNA atau RNA melalui coupling hidrolisis NTP dengan translokasi sepanjang satu utas DNA atau RNA (Fan et al. 2008). Helikase mengandung tiga domain yang ukurannya sama dan dipisahkan oleh celah yang agak dalam serta dihubungkan oleh asam amino fleksibel yang meregang disebut hinge region (Borowsksi 2008). Domain 1 dan domain 2 helikase virus hepatitis C memiliki topologi yang serupa. Domain 1 dari helikase virus hepatitis C mengandung untai β yang membentuk antiparalel seluruhnya. Domain 3 memiliki struktur α helik yang lebih dominan dan berasosiasi dengan domain 2 melalui untai β (Kim et al. 1998). Seluruh helikase virus memiliki aktivitas NTP/ATPase. Aktivitas ini tergantung pada adanya NTP dan kation divalen berupa Mg2+. Produk dari hidrolisis NTP pada setiap pengkajian helikase adalah NDP/ADP dan Pi. Aktivitas NTP/ATP dari helikase secara umum distimulasikan oleh keberadaan asam nukleat untai tunggal. Hal ini memungkinkan enzim berikatan dengan untai RNA dengan energi yang didapat dari hidrolisis ATP untuk 3 memisahkan ikatan hidrogen pasangan basa dari struktur dupleks (Kim et al. 1998). Ikatan asam nukleat dapat menginduksi konformasi protein yang terkarakterisasi dengan pengembangan situs aktif dari domain NTP/ATPase. Aktivitas NTP/ATPase tidak dapat distimulasi pada kadar garam tinggi. Hal ini disebabkan kondisi kekuatan ionik kuat asam nukleat tidak dapat terikat dengan enzim dan enzim membentuk konformasi yang tidak cocok untuk pelepasan untaian (Kim et al. 1998). Helikase adalah enzim yang mengikat dan menggunakan NTP/ATP. Interaksi antara nukleotida dimediasikan oleh pengikatan yang terkarakterisasi dan terdeteksi dengan keberadaaan motif A dan motif B Walker yang terkonservasi tinggi. Kedua motif tersebut adalah sekuen asam amino yang berpartisipasi dalam pengikatan dan hidrolisis grup fosfat β dan γ dari NTP (Borowsksi 2008). Beberapa penelitian tentang mutasi dan penghambatan terhadap NS3 diperlukan untuk propagasi virus sehingga pengembangan inhibitor efektif dari enzim helikase virus hepatitis C adalah bagian penting dalam strategi antiviral. Bakteri Asam Laktat Bakteri asam laktat merupakan bakteri Gram positif, tidak membentuk spora, memiliki bentuk kokus atau batang dengan komposisi DNA kurang dari 56% G+C. Bakteri asam laktat adalah kelompok bakteri yang mampu mengubah karbohidrat (glukosa) menjadi asam laktat. Efek bakterisidal dari asam laktat berkaitan dengan penurunan pH lingkungan menjadi 3 sampai 4,5 sehingga pertumbuhan bakteri lain termasuk bakteri pembusuk akan terhambat. Pada umunya mikroorganisme dapat tumbuh pada kisaran pH 6-8 (Buckle et al. 1987). Bakteri asam laktat merupakan organisme yang tumbuh secara anaerob tetapi tidak seperti organisme anaerob lainnya. Hal ini disebabkan bakteri asam laktat dapat tumbuh dengan keberadaan oksigen atau disebut juga dengan organisme aerotoleran anaerob (Widodo 2003). Bakteri asam laktat terbagi atas beberapa genus yaitu Lactobacillus, Leuconostoc, Pediococcus, Lactococcus, Streptococcus, Enterococcus, Oenococcus, Tetragenococcus, Vagococcus, Carnobacterium, dan Weisella. Jalur metabolisme bakteri asam laktat terbagi menjadi dua macam yaitu pengubahan satu molekul glukosa menjadi dua molekul asam laktat untuk bakteri asam laktat homofermentatif dan pengubahan glukosa menjadi asam laktat, etanol, dan karbon dioksida (Caplice & Fitzgerald 1999, Jay 2000, Kuipers et al. 2000). Gambar 2 Bakteri asam laktat (Claesson et al. 2006) Bakteriosin Bakteriosin merupakan polipeptida yang termodifikasi atau tidak termodifikasi sintetik oleh ribosom. Bakteriosin memiliki kemampuan untuk menghambat spektrum antimikrobial yang sempit. Bakteriosin diproduksi untuk melawan bakteri Gram positif yang memiliki kekerabatan terhadap bakteri asam laktat yang merupakan penghasil bakteriosin. Selain memiliki kemampuan dalam menghambat bakteri, bakteriosin juga telah terbukti memiliki kemampuan dalam menghambat virus (Serkedjieva et al. 2000, Wachsman et al. 2003, Todorov et al. 2005). Bakteriosin diklasifikasikan menjadi tiga grup yaitu bakteriosin kelas 1, bakteriosin kelas 2, serta bakteriosin kelas 3. Masingmasing kelas memiliki ciri-ciri yang berbeda. Bakteriosin kelas satu merupakan bakteriosin yang terdiri atas satu atau dua peptida kecil dan merupakan peptida yang termodifikasi pada post-translasi. Ukuran peptida ini sekitar 3 kDa. Bakteriosin ini juga disebut lantibiotik karena memiliki modifikasi struktur yang mengandung lanthionin, β-metillanthionin, dan asam amino terdehidrasi. Lantibiotik juga terbagi menjadi 2 subkelas yaitu tipe A dan tipe B. Lantibiotik tipe A yang telah banyak adalah nisin. Lantibiotik tipe A merupakan molekul yang fleksibel terelongasi dengan muatan postif serta memiliki aktivitas depolarisasi membran. Lantibiotik tipe B yang banyak dikenal adalah mersacidin. Merscasidin memiliki bentuk globular dan mengganggu sintesis dinding sel (Yoneyama et al. 2004). 4 Bakteriosin kelas 2 memiliki ukuran yang kecil yaitu kurang dari 5 kDa dan terbagi menjadi 2 subkelas yaitu kelas IIa dan kelas IIb. Bakteriosin kelas IIa merupakan bakteriosin yang banyak ditemukan pada bermacam-macam bakteri asam laktat (Lactobacillus, Enterococcus, Pediococcus, Carnobacterium, dan Leuconostoc). Bakteriosin tersebut memiliki kesamaan 40%60% sekuen asam amino dengan karakteristik sekuen terkonservasi, serta residu sistein membentuk ikatan disulfida pada daerah Nterminal. Bakteriosin tipe ini dikenal sebagai pengawet makanan karena dapat menghambat aktivitas bakteri patogen yang menular lewat makanan. Bakteriosin kelas IIb mengandung 2 peptida yang terpisah. Bakteriosin kelas I dan II memiliki target membran sitoplasma bakteri Gram positif. Bakteriosin kelas I dan II bersifat stabil terhadap suhu panas (Yoneyama et al. 2004). Bakteriosin tipe III yang telah dikenal adalah helveticin J. Bakteriosin ini merupakan bakteriosin yang terakhir dikarakterisasi. Bakteriosin tipe III bersifat tidak stabil terhadap suhu panas. Bakteriosin ini juga memiliki ukuran yang lebih besar dari 30 kDa (Yoneyama et al. 2004). tingkat yang berbeda. Hal ini menyebabkan pemisahan partikel berdasarkan ukuran. Setiap kolom eksklusi ukuran memiliki jangkauan berat molekul yang dapat dipisahkan. Batas pengecualian digunakan untuk menentukan molekul berbobot besar yang dapat terjebak dalam fase diam. Jika bobot molekul melewati batas ini maka molekul akan terjebak dalam fase diam. Batas permeasi digunakan untuk menentukan molekul berbobot kecil yang dapat menembus pori-pori dalam fase diam (Skoog 2006). Gambar 3 Kromatografi gel filtrasi Kromatografi Gel Filtrasi Kromatografi filtrasi gel merupakan teknik pemisahan protein berdasarkan pada ukuran molekul. Matrik filtrasi gel merupakan gel yang berpori yang dikemas dalam kolom. Pori-pori matrik dapat menampung molekul yang berukuran kecil dan memisahkannya dari molekul yang mempunyai berat molekul tinggi, sehingga teknik ini dapat pula digunakan untuk estimasi berat molekul (Scopes 1987). Keuntungan dari metode ini adalah dapat memisahkan dengan baik molekul besar dari molekul kecil serta dapat menggunakan berbagai pelarut tanpa harus mengganggu proses pemisahan. Penggunaan kromatografi gel filtrasi ini akan didapatkan pemisahan yang baik, sensitifitas yang baik, dan waktu yang diperlukan untuk pemisahan cepat. Selain itu tidak ada sampel yang tertinggal karena pelarut tidak berinteraksi dengan fase diam (Skoog 2006). Kehilangan molekul protein dapat terjadi selama proses pemurnian dengan menggunakan teknik kromatografi gel filtrasi karena autolisis (Scopes 1987). Prinsip dasar kromatografi gel filtrasi adalah partikel dengan ukuran yang berbeda akan dielusi melalui fase stasioner pada Elektroforesis Gel SDS Poliakrilamid Elektroforesis gel SDS poliakrilamid adalah suatu teknik yang banyak digunakan dalam biokimia, forensik, genetika dan biologi molekuler untuk memisahkan protein sesuai dengan mobilitas elektroforesis mereka (fungsi dari panjang rantai polipeptida atau bobot molekul). Sampel elektroforesis gel SDS memiliki muatan identik per satuan massa akibat pengikatan sampel dengan SDS dan difraksinasi berdasarkan ukuran (Deyl 1983). Prinsip elektroforesis gel SDS poliakrilamid adalah protein yang akan dianalisis dicampur dengan SDS yang merupakan sebuah deterjen anionik. Sodium dodesil sulfat mendenaturasi struktur tersier, sekunder dan ikatan non-disulfida. Elektroforesis gel SDS poliakrilamid menerapkan muatan negatif untuk setiap protein dalam proporsi dengan massanya. Pemanasan sampel pada suhu kurang lebih 60 ºC mengguncang molekul dan membantu SDS untuk mengikat sampel. Penanda berupa pewarna dapat ditambahkan ke dalam larutan protein untuk memungkinkan eksperimen 5 dapat melacak migrasi protein melalui gel selama elektroforesis dijalankan. Pewarna berukuran lebih kecil dibandingkan ukuran protein (Laemmli 1970). Medan listrik diterapkan di seluruh gel, menyebabkan protein bermuatan negatif bermigrasi di gel menuju anoda. Setiap protein akan bergerak berbeda melalui matriks gel. Protein pendek akan lebih mudah sesuai melalui pori-pori pada gel, sedangkan yang lebih besar akan memiliki lebih banyak kesulitan. Setelah waktu yang telah ditentukan protein akan bermigrasi berdasarkan ukuran; protein yang lebih kecil akan bermigrasi jauh di bawah gel, sedangkan yang lebih besar akan tetap lebih dekat ke titik asal. Oleh karena itu, protein dapat dipisahkan berdasarkan ukuran atau bobot molekul. glikoprotein tertentu berperilaku sebaliknya pada gel SDS. Pewarna yang digunakan dalam teknik ini terdiri atas dua macam yaitu Coomassie Brilliant Blue atau pewarna perak. Pewarna Coomassie Brilliant Blue biasanya dapat mendeteksi pita protein dengan konsentrasi 50 ng protein, Pewarnaan perak meningkatkan sensitivitas pewarnaan biasanya 50 kali. Banyak variabel yang dapat mempengaruhi intensitas warna. Setiap protein memiliki karakteristik pewarnaan sendiri (Hempelmann 1984). Polymerase Chain Reaction Polymerase chain reaction (PCR) merupakan teknik yang sering digunakan dalam biologi molekular. Prinsip kerja teknik ini adalah amplifikasi beberapa cetakan DNA menjadi jutaan cetakan DNA. teknik ini menggunakan siklus termal yang terdiri atas beberapa tahapan siklus yaitu tahap denaturasi, tahapan annealing, dan tahapan elongasi (Sambrook dan Russel 2001). Tahapan denaturasi merupakan tahapan awal dari teknik PCR. Tahapan ini membutuhkan suhu yang tinggi untuk melepaskan ikatan untaian ganda DNA. Tahapan annealing merupakan tahapan yang penting dalam PCR. Primer yang digunakan akan mengenali cetakan DNA dan menempel pada cetakan DNA secara spesifik. Penggunaan suhu yang tidak tepat pada tahapan ini akan menyebabkan penempelan primer yang tidak spesifik dengan cetakan DNA. Tahapan ketiga merupakan tahapan pemanjangan rantai. Tahapan ini dibantu dengan enzim polimerase dari Taq aquaticus yang berperan sebagai katalis dalam tahapan ini. Tahapan pemanjangan terbagi atas dua bagian, yaitu pemanjangan primer dan pemanjangan rantai DNA (Sambrook dan Russel 2001). Komponen-komponen penting yang dibutuhkan dalam teknik PCR adalah dNTP (deoksiribonukleosida trifosfat) yang digunakan sebagai sumber basa nukleotida yang diperlukan untuk sintesis DNA, primer berupa oligonukleotida yang umumnya berukuran 18-30 basa yang berfungsi mengawali proses pembentukan utas DNA, DNA polimerase yang berfungsi mensintesis DNA baru melalui pemanjangan primer yang menempel pada cetakan DNA, kation divalen sebagai kofaktor enzim polimerase, buffer untuk menjaga pH saat terjadi amplifikasi, dan cetakan DNA sebagai sekuen target yang akan diamplifikasi (Sambrook dan Russel 2001). BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan adalah isolat bakteri asam laktat S34 yang diisolasi dari bekasam daging sapi, media MRS (de Man, Rogosa, Sharpe) (15 g pepton, 5 g ekstrak yeast, 10 g dekstrosa, 5 g jus tomat, 2 g monopotasium fosfat, dan 1 g polisorbat 80 per 1 liter larutan), media Luria Bertani (10 g tripton, 5 g ekstrak ragi, dan 10 g NaCl per 1 liter larutan), akuades steril, natrium azidaHCl 6 N, ampicilin, amonium sulfat, Tris-HCl 50 mM pH 7.4, NaCl 1 M, Tris-HCl 100 mM pH 8.5, buffer TE (10 mM Tris–HCl, 1 Mm EDTA, pH 7.6), gliserol, Sephadex G-50, metanol 100%, akuades dingin, MOPS (asam 4-morfolinopropanafosfat sulfonat), isopropanol, etanol 70%, MgCl2, ATP, malachite green, polyvinil alkohol, amonium molibdat, natrium sitrat, aquabidest, metanol, sukrosa, TEMED, akrilamid, amonium persulfat, isopropyl-β-Dthiogalactopyranoside (IPTG), buffer B, buffer elusi, buffer dialisis, loading dye, lisozim (60 mg/mL), SDS 10%, NaCl 5M, CTAB 10%, kloroform, isopropanol, RNAse, buffer PCR, dNTP, primer forward (AGAGTTTGATCCTGGCTNNN), primer reverse (AAGGAGGTGATCCANNN), dan Taq, bromophenol blue, coomassie brilliant blue, bovine serum albumin (BSA), bisichoninic acid (BCA) kit, marker (penanda) protein 250 kDa untuk analisis bobot molekul RNA helikase, kit pewarnaan perak, dan marker protein 1700 - 42000 Da untuk analisis bobot molekul bakteriosin.