TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat Bakteri Asam Laktat (BAL) erat kaitannya dengan proses fermentasi pangan, dan saat ini telah berkembang dalam industri pangan fermentasi. BAL sering ditemukan secara alamiah dalam bahan pangan. Bakteri ini secara luas terdistribusi pada susu, daging segar, sayuran, serta produk-produk lainnya. Peranan utama BAL adalah sebagai kultur starter produk-produk yang melibatkan proses fermentasi untuk memperoleh produk akhir dengan konsistensi tinggi, menstabilkan produk-produk sehingga diperoleh cita rasa yang spesifik serta untuk mengawetkan produk yang diinginkan (Smid dan Gorris, 2007). Selain itu, Leverentz et al. ( 2006) menyebutkan bahwa BAL merupakan salah satu mikroorganisme yang dapat digunakan dalam mengontrol pertumbuhan bakteri patogen dalam bahan pangan karena mampu menurunkan pH dan menghasilkan bakteriosin. BAL mempunyai karakteristik morfologi, fisiologi dan metabolit tertentu. Deskripsi secara umum dari bakteri ini adalah termasuk dalam bakteri Gram positif, tidak berspora, berbentuk bulat maupun batang dan menghasilkan asam laktat sebagai mayoritas produk akhir selama memfermentasi karbohidrat (Axelsson, 2004). Lebih lanjut dinyatakan oleh Jay (1998) BAL bersifat mesofilik dan termofilik, beberapa dapat tumbuh pada suhu 5 oC dan tertinggi 45 oC, dapat bertahan pada pH 1,2-9,6 dan beberapa hanya dapat tumbuh pada kisaran pH yang sempit (pH 4,0-4,5). Bakteri ini termasuk mikroorganisme GRAS (Generally Recognized as Safe) atau golongan mikroorganisme yang aman ditambahkan dalam makanan karena sifatnya yang tidak toksik dan tidak menghasilkan toksin, yang dikenal dengan sebutan “food grade microorganism”, yaitu mikroorganisme yang tidak beresiko terhadap kesehatan (Alakomi et al., 2000). BAL terbagi dalam 8 genus antara lain Lactobacillus, Streptococcus, Lactococcus, Pediococcus, Enterococcus, Leuconostoc, Bifidobacterium, dan Corinebacterium. Berdasarkan tipe fermentasinya, BAL terbagi menjadi homofermentatif dan heterofermentatif. Kelompok homofermentatif menghasilkan asam laktat sebagai produk utama dari fermentasi gula sedangkan kelompok heterofermentatif menghasilkan asam laktat dan senyawa lain yaitu CO2, etanol, asetaldehida, diasetil serta senyawa lainnya (Fardiaz, 1992). 2 Lactobacillus Lactobacillus merupakan bakteri Gram positif, tidak menghasilkan spora, biasanya tidak bergerak, anaerob fakultatif, katalase negatif, koloninya dalam media agar berukuran 2-5 mm, konfeks, opak, sedikit transparan, tidak berpigmen dan metabolit utamanya adalah asam laktat. Tumbuh baik pada suhu 25-40 oC dan tersebar luas di lingkungan terutama dalam produk-produk pangan asal hewan dan sayuran. Bakteri ini menetap dalam saluran pencernaan unggas dan mamalia (Ray dan Bhunia, 2008). Lactobacillus dibagi menjadi tiga grup, disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Grup Spesies Lactobacillus sp Karakteristik Fermentasi karbohidrat Grup I Homofermentatif Grup II Fakultatif heterofermentatif Grup III Heterofermentatif Produk akhir fermentasi karbohidrat Laktat Laktat, asetat, etanol, CO2, format Laktat, asetat, etanol, CO2 Contoh spesies L. delbrueckii ssp. delbrueckii, bulgaricus, lactis L. leichmannii L. acidophilus L. elveticus L. brevis L. sanfrancisco L. reuteri L. casei ssp. casei, rhamnosus, pseudoplantarum L. plantarum L. curvatus L. sake L. fermentum L. divergens L. kefir L. confuses Sumber: Ray dan Bhunia (2008). Lactobacillus plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 L. plantarum termasuk bakteri dalam filum Firmicutes, kelas Bacilli, ordo Lactobacillales, family Lactobacillaceae dan genus Lactobacillus. L. plantarum mempunyai kemampuan untuk menghambat mikroorganisme patogen pada bahan pangan dengan daerah penghambatan terbesar dibandingkan dengan bakteri asam laktat lainnya (Syahniar, 2009). L. plantarum tergolong dalam bakteri Gram positif, berbentuk batang tunggal maupun rantai pendek, tidak berspora, katalase negatif, dan anaerob fakultatif (Ray dan Bhunia, 2008). L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 merupakan isolat BAL yang diisolasi dari daging sapi lokal Indonesia, peranakan Ongole. Galur L. plantarum 1A5, 1B1, 3 2B2 dan 2C12 mampu bertahan dalam media NaCl 6,5%, tumbuh pada suhu 15 oC, tumbuh baik pada 37 oC dan 45 oC, dan tahan pada kondisi usus (pH 7,2) dan bertahan hidup lebih baik pada pH 2 (Wijayanto, 2009). Senyawa Antimikrob Senyawa antimikrob dapat bersifat bakterisidal (membunuh bakteri), bakteristatik (menghambat pertumbuhan mikroba), fungisidal (membunuh kapang), fungistatik (menghambat pertumbuhan kapang) dan germisidal (menghambat germinasi spora bakteri). Kemampuan suatu zat antimikrob dalam menghambat pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain konsentrasi zat pengawet, waktu penyimpanan, suhu lingkungan, sifat-sifat mikroba (jenis, konsentrasi, umur dan keadaan mikroba), sifat-sifat fisik dan kimia makanan, termasuk kadar air, pH, jenis dan jumlah senyawa di dalamnya (Fardiaz, 1992). Metabolit-metabolit bakteri asam laktat yang berfungsi sebagai senyawa antimikrob antara lain asam organik (asam laktat dan asam asetat), bakteriosin, hidrogen peroksida, diasetil, CO2 dan semua metabolit yang mempunyai aktivitas antimikrob (Fardiaz, 1992; Jay et al., 2005; Settanni dan Corsetti, 2008). Asam Organik Penghambatan pertumbuhan pada mikroba oleh asam organik diakibatkan adanya akumulasi anion. Anion menyebabkan berkurangnya kecepatan dari sintesis makromolekul dan mempengaruhi transportasi antar membran sel. Bakteri asam laktat dan juga bakteri lain meniadakan efek dari akumulasi anion dengan cara mengurangi pH pada sitoplasma (Ouwehand dan Vesterlund, 2004). Asam-asam organik yang dihasilkan oleh BAL mengakibatkan akumulasi produk akhir asam dan penurunan pH yang akan menghambat pertumbuhan bakteri baik Gram positif maupun bakteri Gram negatif. Turunnya pH internal menyebabkan terdenaturasinya protein dan kehilangan viabilitasnya (Ray, 1992). Bakteriosin BAL memproduksi komponen antimikrob, salah satunya bakteriosin. Kemampuan bakteriosin dalam melakukan aktivitasnya sebagai biopreservatif dicapai oleh efek penghambatannya terhadap mikroorganisme patogen yang berbahaya (Savadogo et al., 2006; Smid dan Gorris, 2007). 4 Bakteriosin adalah peptida-peptida yang diproduksi oleh sejumlah bakteri Gram positif dan Gram negatif (Aymerich et al., 2008). Bakteriosin yang diproduksi oleh BAL dapat didefinisikan sebagai protein aktif atau kompleks protein yang menunjukkan aksi bakterisidal melawan bakteri Gram positif, terutama spesies yang berkerabat dekat dengan spesies penghasil (Jack et al., 1995; Ray dan Bhunia, 2008; Parada et al., 2007). Penggunaan bakteriosin sebagai biopreservatif, perlu memperhatikan dan menentukan jumlah konsentrasi bakteriosin yang harus ditambahkan dalam produk pangan, dan efisiensi bakteriosin dalam mengontrol bakteri-bakteri patogen (Ananou et al., 2005). Beberapa bakteriosin yang telah berhasil dikarakterisasi, disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Bakteriosin asal L. plantarum yang Telah Berhasil Dikarakterisasi Spesies L. plantarum L. plantarum KLDS1.0391 Jenis Bakteriosin plantaricin MG Asal Isolasi Industri Tortilla Literatur Gong et al. (2010) L. plantarum A-1 plantaricin ASM1 "Jiaoke", Fermentasi krim Algerian Hata et al. (2010) L. plantarum OL15 plantaricin OL15 Fermentasi minyak zaitun Mourad et al. (2005) L. plantarum C19 plantaricin C19 Fermentasi mentimun Atrih et al. (2001) L. plantarum BFE 905 plantaricin D Salad Franz et al. (1998) L. plantarum 423 plantaricin 423 Sorgum Van Reenen et al. (1998) L. plantarum LL441 plantaricin C Keju Cabrales Gonzales et al. (1994) Hidrogen Peroksida BAL memproduksi H2O2 di bawah kondisi pertumbuhan aerob. BAL mengsekresikan H2O2 tersebut sebagai alat pelindung diri yang mampu bersifat bakteriostatik maupun bakterisidal. H2O2 merupakan salah satu agen pengoksidasi kuat, dapat dijadikan sebagai zat antimikrob melawan bakteri, fungi dan bahkan virus (Ray dan Bhunia, 2008). 5 Kemampuan H2O2 untuk mengoksidasi menyebabkan perubahan tetap pada sistem enzim sel mikroba sehingga digunakan sebagai antimikrob. Selain itu, senyawa ini juga dapat terdekomposisi menjadi air dan oksigen. Kemampuan bakterisidal dari H2O2 tergantung pada pH, konsentrasi, suhu, waktu dan tipe serta jumlah mikroorganisme. Konsentrasi tertentu, spora bakteri ditemukan paling resisten terhadap H2O2, diikuti dengan bakteri Gram positif. Bakteri yang paling sensitif terhadap H2O2 adalah bakteri Gram negatif, terutama koliform (Ouwehand dan Vesterlund, 2004). Mekanisme Aksi Penghambatan oleh Bakteriosin Beberapa bakteriosin mempunyai sifat bakterisidal melawan beberapa strain dan spesies yang berelasi dekat tetapi beberapa dapat efektif melawan banyak strain dalam spesies dan genera yang berbeda. Namun, sel penghasil bakteriosin akan mengalami ketahanan terhadap bakteriosin yang dihasilkannya sendiri, disebabkan memperoleh ketahanan protein yang spesifik. Bakteriosin ini pada umumnya sangat efektif melawan sel dari bakteri Gram positif dan bakteri-bakteri lain yang kekerabatannya dekat. Bakteriosin asal BAL tidak efisien dalam menghambat bakteri Gram negatif karena membran terluarnya bersifat hidrofilik dan dapat menghalangi aksi bakteriosin. Membran sitoplasma dari mikroorganisme Gram negatif dikarakterisasi melalui keberadaan lapisan luar yang mengandung fosfolipida, protein, polisakarida, lemak, dan substansi non permeabel (Ray dan Bhunia, 2008). Aktivitas antimikrob bakteriosin merupakan interaksi awal antara molekulmolekul kationik dari bakteriosin dengan polimer-polimer anionik di permukaan sel, salah satunya adalah asam teikoat. Asam teikoat tersebut merupakan reseptor bakteriosin yang hanya dihasilkan oleh bakteri Gram positif. Selanjutnya, aksi bakterisidal dari bakteriosin melawan sel yang sensitif akan dihasilkan melalui destabilisasi fungsi dari membran sitoplasma, berupa peningkatan permeabilitas membran sehingga mengganggu keseimbangan barier dan dapat mengakibatkan kematian sel (Jack et al., 2005). Mekanisme lainnya antara lain perubahan aktivitas enzim, penghambatan germinasi spora dan inaktivasi pembawa anionik langsung membentuk pori-pori selektif dan non selektif (Ray dan Bhunia, 2008). 6 Pemurnian Protein Purifikasi Parsial Menggunakan Amonium Sulfat Penggunaan amonium sulfat dalam proses pemurnian protein telah banyak digunakan. Day dan Underwood (2002) menyatakan bahwa proses pengendapan merupakan awal proses pemurnian protein. Bahan yang biasa digunakan dalam mengendapkan protein dalam larutan adalah amonium sulfat. Amonium sulfat mampu membuka permukaan hidrofobik dari protein sehingga membentuk interaksi hidrofobik dan membentuk presipitat atau endapan protein (Walker, 2000). Proses pemurnian protein menggunakan amonium sulfat menghasilkan presipat yang masih tercemar dengan garam dari amonium sulfat sehingga dilakukan proses dialisis. Dialisis dapat menghilangkan pengotor-pengotor pada permukaan partikel protein (Day dan Underwood, 2002). Kromatografi Pertukaran Ion Proses kromatografi pertukaran ion menggunakan resin sebagai bahan yang dapat memurnikan protein. Day dan Underwood (2002) menyatakan bahwa resin pertukaran ion diperoleh dengan memasukkan gugus yang dapat diionisasi ke dalam matriks polimer. Secara komersial resin penukar ion terdiri dari resin penukar kation (bermuatan negatif) akan mengikat ion positif dan resin penukar anion (bermuatan positif) akan mengikat ion negatif. SP SepharoseTM merupakan salah satu penukar kation yang kuat dan merupakan kelompok sulfopropil yang stabil baik secara fisik maupun kimiawi (Wikstroms, 2002). Kromatografi merupakan suatu metode pemisahan fisik, dimana komponenkomponen yang dipisahkan didistribusikan diantara dua fasa, salah satu fasa tersebut adalah suatu lapisan stationer dengan permukaan yang luas, yang lainnya sebagai fluida yang mengalir lembut disepanjang landasan stationer. Kromatografi pertukaran ion terdiri dari landasan stationer berupa padatan dan fasa bergerak berupa cairan (Day dan Underwood, 2002). Buffer yang digunakan dalam kromatografi penukar kation adalah buffer anion seperti asetat, barbiturat dan fosfat (Wilson, 2000). Protein tidak akan terikat pada resin penukar ion dan akan mengalir keluar kolom pada pH isoelektrik (pI). Protein akan bermuatan positif dan akan berikatan dengan penukar kation (SP Sepharose) ketika pH di bawah pH isoelektrik (pI). SP SepharoseTM mempunyai pH berkisar 4-13 (Wikstroms, 2002). 7 Mikroba Patogen pada Bahan Pangan Bakteri patogen dibedakan atas penyebab intoksikasi yaitu keracunan yang disebabkan oleh toksin yang dihasilkan bakteri patogen yang berkembang di dalam bahan makanan, sedangkan infeksi yaitu bakteri yang menghasilkan racun di dalam saluran pencernaan (Fardiaz, 1992). Bakteri secara umum dibedakan menjadi dua bagian berdasarkan sifat pewarnaan gram yaitu bakteri Gram positif dan Gram negatif. Perbedaan antara bakteri Gram positif dan Gram negatif tergantung pada komposisi dalam dinding sel. Dinding sel bakteri Gram positif sebagian besar terdiri dari lapisan peptidoglikan (90%) dan bakteri Gram negatif mempunyai kandungan lipida yang tinggi pada dinding selnya dalam bentuk liposakarida dan lipoprotein (Fardiaz, 1992). Perbedaan antara bakteri Gram positif dan Gram negatif, disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Perbedaan Antara Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif Sifat Komposisi dinding sel Ketahanan terhadap antibiotik Penghambatan oleh pewarna basa Kebutuhan nutrien Ketahanana terhadap perlakuan fisik Bakteri Gram Positif lipida rendah (1-4%) lebih sensitif lebih dihambat relatif kompleks Gram Negatif lipida tinggi (11-12%) lebih tahan kurang dihambat kompleks sederhana lebih tahan kurang tahan Sumber: Buckle et al. (2007). Kelompok bakteri patogen yang bersifat Gram positif diantaranya Staphylococcus aureus, Listeria monocytigenes dan Bacillus cereus sedangkan bakteri yang bersifat Gram negatif diantaranya Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa dan Salmonella typhimurium. Staphylococcus aureus S. aureus termasuk famili Micrococcaceae, merupakan bakteri Gram positif, berbentuk kokus yang terdapat dalam bentuk tunggal, berpasangan tetrad atau kelompok, seperti buah anggur dengan diameter berkisar 0,5-1,5 µm, anaerob fakultatif, tidak bergerak, tidak berspora dan biasanya termasuk katalase positif (Ray dan Bhunia, 2008). Suhu optimum pertumbuhan S. aureus adalah 35-37 oC, suhu minimum 6,7 oC dan suhu maksimum 45,5 oC. Bakteri ini dapat tumbuh pada pH 8 4,0-9,8 dengan pH optimum sekitar 7,0-7,8. Hsieh et al. (1998) mencatat terjadinya peningkatan besar dalam sensitivitas S. aureus terhadap kation dan antimikrob pada kondisi pH alkali. Bacillus cereus B. cereus merupakan bakteri pembentuk spora tergolong dalam famili Bacillaceae. B. cereus adalah bakteri Gram positif berbentuk batang, bergerak, dapat membentuk spora, bersifat anaerobik fakultatif dan tersebar secara luas dalam tanah dan air. Kemampuan membentuk spora memungkinkan mikroorganisme ini tetap hidup pada pengolahan dengan pemanasan (Buckle et al., 2007). Ray dan Bhunia (2008), menyatakan bahwa sel bakteri ini sensitif terhadap pasteurisasi, namun sporanya dapat bertahan terhadap suhu tinggi. Suhu untuk pertumbuhan B. cereus berkisar 4-50 oC, dengan suhu optimum pertumbuhannya adalah 35-40 oC. Parameter pertumbuhan lainnya adalah bakteri ini dapat tumbuh pada pH 4,9-9,3 dengan aw minimum 0,95 serta konsentrasi NaCl adalah 10%. Torkar dan Matijasi (2003) menyatakan bahwa B. cereus stabil pada pH 3 hingga pH 10. Lebih lanjut, Padan et al. (2005) dalam penelitiannya menyatakan bahwa perubahan asam teikoat berkontribusi pada spesies Bacillus sp. pada pH alkali. Pseudomonas aeruginosa P. aeruginosa merupakan bakteri non-spora tergolong dalam famili Pseudomonadaceae. Pseudomonas merupakan salah satu jenis bakteri Gram negatif, berbentuk batang, berukuran 0,5-0,8 µm atau 1,5-3,0 µm, hampir semua strain adalah motil dengan flagela tunggal, oksidatif positif, suhu optimum pertumbuhan adalah 37-42 oC, aerob, tidak toleran terhadap penurunan aw serta tumbuh pada aw minimum 0,98, secara umum dapat ditemukan di tanah, air, di permukaan tanaman dan hewan. P. aeruginosa merupakan opportunistic pathogen, artinya bakteri ini akan menyerang kekebalan dari inangnya dan menyebabkan infeksi. Uji laboratorium terhadap P. aeruginosa menunjukkan bahwa bakteri ini tumbuh di media yang mengandung asam asetat sebagai sumber karbon dan amonium sulfat sebagai sumber nitrogen (Todar, 2009). Bakteri ini merupakan penyebab berbagai jenis kerusakan bahan pangan yang sebagian besar berhubungan dengan kemampuan spesies ini 9 dalam memproduksi enzim yang dapat memecah baik komponen lemak maupun protein dari bahan pangan (Buckle et al., 2007). Salmonella typhimurium Salmonella sp. merupakan kelompok bakteri Gram negatif dan merupakan bakteri patogen yang tidak diperkenankan ada dalam produk-produk pangan. Bakteri ini dapat tumbuh pada kisaran suhu 5-45 oC dengan suhu optimum 37 oC, pH optimum pertumbuhan adalah 6,5-7,5 (Portillo, 2000). Salmonella memiliki ketahanan panas yang tinggi pada pH 5,5 dan aw rendah. Salmonella berbentuk batang lurus, berukuran 0,7-1,5 µm x 2-5 µm, termasuk bakteri anaerob fakultatif dan biasanya dapat bergerak menggunakan flagela peritrikus. Salmonella dapat bergerak dengan metabolisme bersifat fakultatif anerob (Buckle et al., 2007). Bakteri Gram negatif seperti Salmonella sp., lebih tahan terhadap bakteriosin yang berasal dari BAL karena komposisi dari membrannya berbeda dengan mikroorganisme Gram positif (Ray dan Bhunia, 2008; Drosinos et al., 2009). Escherichia coli E. coli termasuk dalam famili Enterobacteriaceae merupakan bakteri Gram negatif yang berbentuk batang yang dengan ukuran 1,1-1,5 µm x 2,0-6,0 µm, soliter maupun berkoloni, anaerobik fakultatif dan katalase positif. E. coli dapat tumbuh optimum pada pH 7,0-7,5 dengan pH minimum 4,0 dan pH maksimum 8,5 (Fardiaz, 1992). Bakteri ini dapat tumbuh dalam kisaran suhu yang luas yaitu 1-45 °C (Pelczar dan Chan, 2007). Membran luar E. coli meningkatkan kelangsungan hidup bakteri ini dalam asam ekstrim, tetapi kelangsungan hidupnya berkurang di alkali ekstrim (Yohannes et al., 2005). Nilai pH Beberapa Produk Pangan Produk pangan terdiri atas produk pangan asam dan produk pangan alkali. Produk pangan asam merupakan produk pangan fermentasi yang mengandung asam, seperti seperti yogurt, sosis, keju, salami, dsb. Produk pangan alkali, seperti album telur (Sperber dan Doyle, 2009), natto dari kacang kedelai dan dadawa dari kacangkacangan (Wang dan Fung, 1996). Nilai pH olahan dari beberapa produk pangan dapat dilihat pada Tabel 4. 10 Tabel 4. Nilai pH Beberapa Produk Pangan Produk Pangan minuman bersoda keju cheddar daging giling susu ikan segar keju peram bubur jagung albumin telur nixtamalized corn Nilai pH 2,0 5,2 6,2 6,4 6,7 >7,0 8,5 8,6 10,0 Sumber: Sperber (2009). Konsumsi terhadap produk pangan alkali sangat bermanfaat untuk menjaga keseimbangan pH tubuh, menjaga kesehatan tulang dan menurunkan resistensi tubuh terhadap penyakit kronis, seperti hipertensi dan stroke (Schwalfenberg, 2012). 11