PERUBAHAN KOMPOSISI ASAM LEMAK DAN KOLESTEROL IKAN

advertisement
PERUBAHAN KOMPOSISI ASAM LEMAK DAN
KOLESTEROL IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis)
AKIBAT PROSES PENGGORENGAN
PRISCA SARI PARAMUDHITA
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Perubahan
Komposisi Asam Lemak dan Kolesterol Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)
Akibat Proses Penggorengan adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Prisca Sari Paramudhita
NIM C34100004
ABSTRAK
PRISCA SARI PARAMUDHITA. Perubahan Komposisi Asam Lemak dan
Kolesterol Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) Akibat Proses Penggorengan.
Dibimbing oleh NURJANAH dan SUGENG HERI SUSENO.
Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) merupakan komoditas yang banyak
dimanfaatkan di Indonesia. Salah satu cara pengolahan yang umum dilakukan
masyarakat pada ikan cakalang adalah dengan cara digoreng. Tujuan penelitian ini
adalah menentukan pengaruh proses penggorengan dengan metode deep frying
pada suhu 180 oC selama 5 menit pada kadar proksimat, asam lemak, dan
kolesterol ikan cakalang. Proses penggorengan menurunkan kadar air dan protein
secara signifikan (P<0,05). Proses penggorengan meningkatkan kadar lemak dan
abu secara signifikan (P<0,05). Ikan cakalang segar mengandung total asam
lemak sebesar 63,13% dengan 30 jenis asam lemak (12 SAFA, 7 MUFA dan 11
PUFA). Cakalang goreng mengandung total asam lemak sebesar 83,58% dengan
25 jenis asam lemak (12 SAFA, 6 MUFA dan 7 PUFA). Proses penggorengan
meningkatkan kadar asam lemak kaprat, palmitat, oleat, linoleat, dan
eikosentrienoat secara signifikan (P<0,05). Asam lemak secara keseluruhan
mengalami penurunan secara signifikan (P<0,05) kecuali kadar asam elaidat dan
kaprilat (P>0,05) yang tidak berubah secara signifikan setelah proses
penggorengan. Cakalang segar mengandung 3,48% EPA dan 19,27% DHA.
Cakalang goreng mengandung 0,52% EPA dan 3,48% DHA. Proses
penggorengan menyebabkan penurunan secara signifikan (P<0,05) pada kadar
kolesterol ikan cakalang.
Kata kunci: EPA, DHA, pengolahan
ABSTRACT
PRISCA SARI PARAMUDHITA. Changes in Fatty Acid and Cholesterol
Composition of Skipjack (Katsuwonus pelamis) Due Frying Process. Supervised
by NURJANAH and SUGENG HERI SUSENO.
Skipjack (Katsuwonus pelamis) is one of commodity that widely
processed in Indonesia. Frying process is common way to processing skipjack.
Purpose of this research was to determine the effect of deep frying at 180 °C for 5
min to proximate levels, fatty acids, and cholesterol of skipjack. Moisture and
protein content decreased significantly (P<0.05) after frying process. Fat and ash
content increased significantly (P<0.05) after frying process. Fresh skipjack
contained 63.13% of total fatty acid with 30 kinds of fatty acids (12 SAFA,
7 MUFA and 11 PUFA). Fried skipjack contained 83.58% total fatty acid with 25
kinds of fatty acids (12 SAFA, 7 MUFA and 6 PUFA). Frying process increased
the levels of capric, palmitic, oleic, linoleic, and eicosentrienoic acid significantly
(P<0.05). Almost fatty acids decreased significantly (P<0.05) except elaidic and
caprylic acid had not changed significantly (P>0.05) after frying process. Fresh
skipjack contained 3.48% EPA and 19.27% DHA. Fried skipjack contained 0.52%
EPA and 3.48% DHA. Frying process decreased cholesterol significantly.
Keywords: EPA, DHA, processing
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PERUBAHAN KOMPOSISI ASAM LEMAK DAN
KOLESTEROL IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis)
AKIBAT PROSES PENGGORENGAN
PRISCA SARI PARAMUDHITA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Perubahan Komposisi Asam Lemak dan Kolesterol Ikan Cakalang
(Katsuwonus pelamis) Akibat Proses Penggorengan
Nama
: Prisca Sari Paramudhita
NIM
: C34100004
Program Studi : Teknologi Hasil Perairan
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Nurjanah, MS
Pembimbing I
Dr Sugeng Heri Suseno, SPi, MSi
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Joko Santoso, MSi
Ketua Departemen
Tanggal Lulus: .....................................
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik. Penelitian
ini dilaksanakan pada bulan September hingga Desember 2013 dengan judul
Perubahan Komposisi Asam Lemak dan Kolesterol Ikan Cakalang
(Katsuwonus pelamis) Akibat Proses Penggorengan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada pembimbing Prof Dr Ir Nurjanah MS
dan Dr Sugeng Heri Suseno, SPi, MSi atas segala arahan dan bimbingan yang
telah diberikan. Ucapan terima kasih juga disampaikan pada kepada dosen penguji
Dr Ir Agoes Mardiono Jacoeb, Dipl –Biol atas segala masukan dan saran yang
telah diberikan, Ayahanda Dr Suyitman MS, Ibunda Dra Retno Palupi, Kakak
Dear R. Ramadhan SE, Uti Rahadjeng, dan seluruh keluarga, atas segala
dukungan dan doa yang telah diberikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada Bayu Irianto, Yulia Ekawati, Feraliana Audia Utami, Laela Hidayatul
Azizah, Komti Rizky, Opung, Sasa, asisten PBB (Bang Anjar, Bang Sabri, Via,
Tebe, Bejo, Icha, Hazar, Reza, dan Shinta), Keluarga besar THP 47, THP 48,
praktikan sosum S02.1, praktikan Biologi P01.1 atas segala bantuan, doa,
semangat, dan dukungan yang telah diberikan.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi
ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun
dalam perbaikan skripsi ini. Demikian skripsi ini disusun, semoga bermanfaat.
Bogor, 17 Februari 2014
Prisca Sari Paramudhita
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .......................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ................................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... vii
PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
Latar Belakang..................................................................................................... 1
Perumusan Masalah ............................................................................................. 2
Tujuan Penelitian ................................................................................................. 2
Manfaat Penelitian ............................................................................................... 2
Ruang Lingkup Penelitian ................................................................................... 2
METODE PENELITIAN ........................................................................................ 3
Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................................. 3
Bahan Penelitian .................................................................................................. 3
Peralatan Penelitian ............................................................................................. 3
Prosedur Penelitian ............................................................................................. 4
Pengambilan dan Preparasi Sampel................................................................. 4
Proses Penggorengan (Modifikasi Domiszewski et al. 2011) ......................... 5
Prosedur Pengujian .............................................................................................. 5
Pengukuran Morfometrik (Nasution et al. 2004) ............................................ 5
Rendemen (Purwaningsih et al. 2013) ............................................................ 5
Analisis Proksimat (SNI 01-1891-1992 dalam BSN 1992) ............................ 5
Analisis Asam Lemak (AOAC 2005 Butir 969.33) ........................................ 7
Analisis Kadar Kolesterol (Liebermann-Buchard Colour Reaction) .............. 8
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 9
Morfometrik Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)............................................ 9
Rendemen .......................................................................................................... 10
Kadar Proksimat Ikan Cakalang ........................................................................ 11
Kadar Air ....................................................................................................... 11
Kadar Protein ................................................................................................. 12
Kadar Lemak ................................................................................................. 12
Kadar Abu ..................................................................................................... 13
Kadar Karbohidrat ......................................................................................... 13
Profil Asam Lemak ............................................................................................ 14
Asam Lemak Jenuh (Saturated Fatty Acid/SAFA) ....................................... 17
Asam Lemak Tak Jenuh Tunggal (Monounsaturated Fatty Acid/MUFA) ... 17
Asam Lemak Tak Jenuh Majemuk (Polyunsaturated Fatty Acid/PUFA) ..... 18
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 21
Kesimpulan ........................................................................................................ 21
Saran .................................................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 21
LAMPIRAN .......................................................................................................... 26
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... 33
DAFTAR TABEL
1 Hasil morfometrik dan berat rata-rata ikan cakalang ........................................... 9
2 Kadar proksimat ikan cakalang segar dan goreng.............................................. 11
3 Kandungan asam lemak pada ikan cakalang ...................................................... 15
4 Perbandingan asam lemak beberapa jenis ikan .................................................. 16
5 Kadar kolesterol komoditas perikanan lain ........................................................ 20
DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir metode penelitian ............................................................................ 4
2 Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) ................................................................... 9
3 Rendemen ikan cakalang segar .......................................................................... 10
4 Kandungan kolesterol ikan cakalang segar dan goreng ..................................... 20
DAFTAR LAMPIRAN
1 Data morfometrik ikan cakalang (dalam cm)..................................................... 27
2 Contoh perhitungan analisis proksimat ikan cakalang ....................................... 27
3 Kromatogram asam lemak cakalang segar ......................................................... 29
4 Kromatogram asam lemak cakalang goreng ...................................................... 29
5 Data kolesterol ikan cakalang ............................................................................ 30
6 Hasil analisis statistik proksimat ........................................................................ 31
7 Hasil analisis statistik asam lemak ..................................................................... 31
8 Hasil analisis statistik kolesterol ........................................................................ 31
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) merupakan salah satu komoditas air
laut yang potensial untuk dikembangkan. Produksi ikan tuna, cakalang, dan
tongkol nasional pada tahun 2011 yaitu 955.520 ton. Realisasi ekspor tuna,
cakalang, dan tongkol asal Indonesia pada 2011 yaitu 141.774 ton atau meningkat
19.324 ton dibanding tahun 2010. Ekspor perikanan pada tahun 2012 secara
umum menunjukkan kecenderungan peningkatan, khususnya ke negara Jepang
dan Amerika Serikat (KKP 2012).
Ikan cakalang merupakan ikan perenang cepat yang umumnya disebut
skipjack tuna. Salah satu kandungan gizi yang terdapat pada ikan cakalang adalah
asam lemak. Asam lemak tidak jenuh contohnya adalah asam linoleat (omega-6)
dan linolenat (omega-3). Osman et al. (2001) menyatakan asam lemak linolenat
memiliki turunan eicosapentaenoic acid (EPA) dan docosahexaenoic acid (DHA)
yang dibutuhkan oleh tubuh manusia karena memiliki beberapa manfaat yakni
mencegah dan mengobati penyakit kardiovaskuler, membantu perkembangan otak
pada bayi, dan menurunkan kadar trigliserida dalam darah. Ikan cakalang selain
mengandung lemak dan asam lemak, juga mengandung kolesterol. Kolesterol
merupakan sterol yang paling dikenal oleh masyarakat dan merupakan komponen
utama sel otak dan saraf (Almatsier 2006). Colpo (2005) menyatakan bahwa
kolesterol bersama-sama dengan paparan sinar matahari, dibutuhkan untuk
menghasilkan vitamin D. Kolesterol diproduksi dalam tubuh terutama oleh hati
tetapi jika produksi kolesterol berlebihan dapat meningkatkan risiko penyumbatan
pembuluh arteri.
Ikan cakalang diolah dalam berbagai bentuk pengolahan untuk
meningkatkan nilai jual. Ikan cakalang di negara Jepang dijadikan bahan utama
bagi pembuatan ikan kayu atau katsuobushi (Mitou et al. 2008) yang dapat
dijadikan bahan utama dashi (kaldu ikan) dan bahan pelengkap dari okonomiyaki.
Ikan cakalang di Indonesia dimanfaatkan sebagai produk tradisional seperti ikan
asap (cakalang fufu) di daerah Manado dan bekasang (fermentasi jeroan cakalang)
di daerah Maluku. Cara memasak ikan cakalang yang umum dilakukan adalah
dengan cara digoreng. Proses penggorengan merupakan cara memasak bahan
pangan dengan menggunakan minyak goreng sebagai media pengantar panas
(Choe dan Min 2007). Salah satu cara menggoreng yang banyak dilakukan adalah
dengan cara deep frying. Sartika (2009) menyatakan bahwa menggoreng dengan
cara deep frying membutuhkan minyak dalam jumlah banyak sehingga bahan
makanan dapat terendam seluruhnya di dalam minyak. Ghidurus et al. (2000)
menyatakan menggoreng dengan metode deep frying memiliki keuntungan, yaitu
waktu menggoreng yang dibutuhkan lebih singkat.
Berbagai penelitian menunjukkan pengaruh proses penggorengan dapat
mengubah komposisi kimia ikan. Penelitian Tủrkkan et al. (2008) menunjukkan
efek proses penggorengan pada ikan seabass (Dicentrarchus labrax) dapat
menurunkan kadar EPA relatif sebesar 30% dan kadar DHA relatif 28%.
Domiszewski et al. (2011) menyatakan proses penggorengan pada suhu 180 °C
selama 6 menit pada fillet ikan patin meningkatkan kadar lemak dari 2,23%
2
menjadi 9,65%. Sartika (2009) melaporkan proses pemanasan dengan pengolahan
minyak (refinery) dapat membentuk asam lemak trans, yang dapat meningkatkan
kadar kolesterol jahat dan menurunkan kadar kolesterol baik dalam makanan.
Pemanfaatan ikan cakalang yang banyak di Indonesia sayangnya tidak diikuti
dengan informasi kandungan gizi ikan cakalang yang cukup. Hal ini yang
membuat perlu dilakukannya penelitian mengenai pengaruh proses penggorengan
pada kandungan asam lemak dan kolesterol ikan cakalang.
Perumusan Masalah
Ikan cakalang merupakan ikan yang potensial di Indonesia, namun
penelitian dan informasi mengenai kandungan gizi ikan cakalang masih sangat
terbatas. Pengolahan yang umum dilakukan pada produk hasil perikanan adalah
dengan cara digoreng. Proses penggorengan dapat mengubah kandungan gizi ikan
cakalang diantaranya komposisi asam lemak dan kolesterol. Hal ini yang
membuat perlu dilakukannya penelitian mengenai komposisi gizi ikan cakalang
dan pengaruh proses penggorengan pada profil asam lemak dan kolesterol ikan.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan pengaruh proses penggorengan
dengan metode deep frying pada suhu 180 oC selama 5 menit terhadap kadar
proksimat (air, abu, lemak, protein), asam lemak, dan kolesterol ikan cakalang.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kandungan
gizi ikan cakalang dan pengaruh proses penggorengan terhadap kandungan asam
lemak dan kolesterol ikan cakalang.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah pengambilan contoh, preparasi,
pengukuran morfometrik, rendemen, analisis proksimat (protein, lemak, asam
amino, karbohidrat, asam lemak), asam lemak, dan kolesterol pada ikan cakalang
segar dan goreng, pengolahan data, dan penulisan laporan.
3
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2013.
Preparasi bahan baku, perhitungan rendemen, dan analisis morfometrik dilakukan
di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan. Proses penggorengan
dilakukan di Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perairan. Analisis
proksimat dilakukan di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen
Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Analisis asam
lemak dilakukan di Laboratorium Terpadu Pascasarjana IPB, Baranangsiang,
Bogor. Analisis kolesterol dilakukan di Laboratorium Terpadu Ilmu Nutrisi dan
Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Bahan Penelitian
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan cakalang
(Katsuwonus pelamis) yang berasal dari PT Graha Insan Sejahtera, Muara Baru,
Jakarta Utara yang memiliki panjang total rata-rata sebesar 30 cm. Bahan yang
digunakan untuk proses penggorengan ikan cakalang adalah minyak goreng
kelapa sawit dengan merk “Bimoli”. Bahan yang digunakan untuk analisis
proksimat meliputi akuades, HCl 0,1 N, NaOH 40%, katalis selenium, H2SO4,
H3BO3 2%, kertas saring, kapas bebas lemak, pelarut heksana. Bahan yang
digunakan untuk analisis asam lemak adalah NaOH 0,5 N dalam metanol, boron
triflorida (BF3), NaCl jenuh, n-heksana, dan Na2SO4 anhidrat. Bahan yang
digunakan untuk analisis kolesterol yaitu etanol, petroleum benzen, kloroform,
acetic anhidrid, dan H2SO4 pekat.
Peralatan Penelitian
Alat-alat yang digunakan untuk preparasi bahan baku antara lain meja
preparasi, pisau, penggaris, nampan, dan timbangan digital. Alat-alat yang
digunakan untuk analisis proksimat adalah timbangan digital, gegep, cawan
porselen, oven, desikator, tanur, kompor, bulb, pipet, tabung reaksi, Erlenmeyer,
tabung Kjeldahl, tabung Soxhlet, labu lemak, dan buret. Alat yang digunakan
untuk analisis asam lemak adalah kromatografi gas (gas chromatography)
Shimadzu GC 2010 Plus dengan standar SupelcoTM 37 Component FAME Mix,
homogenizer, evaporator, Erlenmeyer (ekstraksi asam lemak), corong pisah dan
botol vial (metilasi). Alat yang digunakan untuk analisis kolesterol adalah
spektrofotometer UV-200-RS Single Bim, tabung reaksi, vortex, pipet, sentrifuge,
dan evaporator.
4
Prosedur Penelitian
Penelitian diawali dengan pengumpulan data-data berupa asal, ukuran
(panjang total, panjang baku, panjang cagak, tinggi badan, dan lebar badan), bobot
ikan cakalang, dan pengukuran rendemen tubuh (daging, kepala, tulang dan
jeroan), selanjutnya dilakukan proses penggorengan dengan metode deep frying.
Ikan cakalang segar dan goreng kemudian dianalisis proksimat, asam lemak, dan
kolesterol. Diagram alir penelitian disajikan pada Gambar 1.
Ikan cakalang
Pengukuran berat dan morfometrik
Preparasi sampel (pemisahan jeroan,kepala, daging, dan tulang)
Pengukuran rendemen
Daging cakalang
Penggorengan pada suhu 180 oC selama 5 menit
Pencacahan
Pencacahan
Daging segar cacah
Daging goreng cacah
Analisis kimia:
1. Analisis proksimat
2. Analisis kolesterol
3. Analisis asam lemak
Keterangan :
= Input/output
= Proses
Gambar 1 Diagram alir prosedur penelitian
Pengambilan dan Preparasi Sampel
Pengambilan sampel ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) dilakukan di
PT Graha Insan Sejahtera yang berlokasi di Jakarta Fishing Port, Jalan Muara
5
Baru Ujung Blok O Kav. 1-2, Penjaringan, Jakarta Utara. Sebanyak 10 ekor
sampel kemudian dipreparasi hingga menghasilkan fillet skin on.
Proses Penggorengan (Modifikasi Domiszewski et al. 2011)
Cakalang digoreng di dalam panci deep frying yang telah berisi minyak 4 L.
Metode Domiszewski et al. (2001) melakukan penggorengan deep frying pada
suhu 180 °C selama 6 menit. Modifikasi waktu penggorengan dilakukan menjadi
5 menit, menyesuaikan karakteristik bahan yang digoreng. Daging cakalang yang
telah digoreng kemudian didinginkan pada suhu ruang. Daging cakalang segar
dan cakalang goreng masing-masing dihaluskan. Daging cakalang yang telah
dihaluskan dimasukkan ke dalam alumunium foil untuk selanjutnya dianalisis.
Prosedur Pengujian
Pengukuran Morfometrik (Nasution et al. 2004)
Pengukuran morfometrik dilakukan untuk mengetahui bagian tubuh ikan
yang dapat di ukur. Pengukuran morfometrik yang dilakukan adalah panjang total
(jarak antara ujung kepala terdepan dengan ujung sirip ekor yang paling
belakang), panjang baku (jarak antara ujung kepala yang terdepan dengan
pelipatan pangkal sirip ekor), panjang cagak (jarak antara ujung kepala yang
terdepan dengan lekuk cabang sirip ekor), tinggi badan (jarak tertinggi antara
bagian dorsal dan ventral), dan lebar badan (jarak terbesar antara kedua sisi
badan).
Rendemen (Purwaningsih et al. 2013)
Rendemen dihitung sebagai presentase bobot bagian tubuh ikan yang
digunakan dari bobot ikan total. Rendemen yang dihitung adalah rendemen
daging, rendemen jeroan, dan rendemen tulang serta kepala. Rendemen tulang dan
kepala diperoleh dengan metode by difference, yaitu menghitung bobot total
cakalang, kemudian menghilangkan jeroan dan daging. Perhitungan rendemen
dapat dilakukan dengan menggunakan rumus berikut:
Rendemen =
Bo ot ontoh g
Bo ot total g
x 100
Analisis Proksimat (SNI 01-1891-1992 dalam BSN 1992)
Analisis proksimat yang dilakukan terhadap sampel ikan cakalang dengan
meliputi kadar air, abu, protein, dan lemak yang dilakukan masing-masing 2 kali
ulangan.
1) Analisis kadar air (SNI 01-1891-1992 dalam BSN 1992)
Prinsip dari analisis kadar air yaitu mengetahui kandungan atau jumlah air
yang terdapat pada suatu bahan. Tahap pertama yang dilakukan pada analisis
kadar air adalah pengeringan cawan porselen dalam oven pada suhu 105 oC
selama 1 jam. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 15
menit) dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Sampel seberat 5 g
ditimbang setelah terlebih dahulu digerus. Cawan yang telah diisi sampel
dimasukkan ke dalam oven yang bersuhu 105 oC selama 5-6 jam. Cawan
6
kemudian dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan sampai dingin (30
menit), kemudian ditimbang. Perhitungan kadar air ikan cakalang adalah sebagai
berikut:
% kadar air =
Keterangan:
BB-
X 100%
A = Berat cawan kosong (gram)
B = Berat cawan dengan sampel (gram)
C = Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (gram)
2) Analisis kadar abu (SNI 01-1891-1992 dalam BSN 1992)
Prinsip dari analisis kadar abu yaitu untuk mengetahui jumlah bahan anorganik
yang terdapat pada suatu bahan terkait dengan mineral dari bahan yang dianalisis.
Cawan abu porselen dibersihkan dan dikeringkan di dalam oven bersuhu 105 oC
selama 30 menit, lalu didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Sampel
yang telah dihomogenkan dimasukkan ke dalam cawan abu porselen. Cawan abu
porselen dipijarkan dalam tungku pengabuan bersuhu 105 °C sampai tidak
berasap, selanjutnya cawan tersebut dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 600 °C
selama 2-3 jam. Proses pengabuan dilakukan sampai abu berwarna putih, setelah
itu cawan abu porselen didinginkan dalam desikator selama 30 menit, kemudian
ditimbang beratnya. Perhitungan kadar abu adalah sebagai berikut:
% kadar abu =
Keterangan:
B-
x 100%
A = Berat cawan abu porselen kosong (gram)
B = Berat cawan abu porselen dengan sampel (gram)
C = Berat cawan abu porselen dengan sampel setelah dikeringkan
(gram)
3) Analisis kadar protein (SNI 01-1891-1992 dalam BSN 1992)
Prinsip analisis protein, yaitu untuk mengetahui kandungan protein kasar
(crude protein) pada suatu bahan. Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis
protein terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi.
(a) Tahap destruksi
Sampel ditimbang seberat 1 gram, kemudian dimasukkan ke dalam tabung
Kjeldahl. Setengah butir selenium dimasukkan ke dalam tabung dan ditambahkan
10 mL H2SO4. Tabung yang berisi larutan tersebut dimasukkan ke dalam alat
pemanas dengan suhu 410 °C ditambahkan 10 mL air. Proses destruksi dilakukan
sampai larutan menjadi hijau bening.
(b) Tahap destilasi
Hasil destruksi diencerkan dengan akuades hingga 100 mL dengan labu takar.
Air dipanaskan sampai mendidih di heater rangkaian alat destilator. Asam borat
sebanyak 25 mL dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Erlenmeyer tersebut
kemudian dipasang pada tempatnya (di tempat pengeluaran sampel NaOH). Hasil
destruksi (larutan sampel) dipipet sebanyak 10 mL dan dimasukkan ke dalam
desikator. Larutan NaOH 50% sebanyak 10 mL juga dimasukkan ke dalam
destilator. Erlenmeyer diangkat dan dilakukan proses titrasi, setelah larutan di
7
dalam erlenmeyer yang berisi asam borat berubah warna menjadi biru kehitaman
atau hijau toska.
(c) Tahap titrasi
Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,1 N sampai warna larutan
erlenmeyer berubah warna menjadi pink. Perhitungan kadar protein adalah
sebagai berikut:
% protein =
vol
l
x
l x 14 007 x 6 25 x
mg sampel
x 100
Keterangan: FP = Faktor pengenceran
4) Analisis kadar lemak (SNI 01-1891-1992 dalam BSN 1992)
Sampel seberat 5 g (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring dan dimasukkan
ke dalam selongsong lemak. Labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya
(W2) kemudian disambungkan dengan tabung Soxhlet. Selongsong lemak
dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung Soxhlet dan disiram dengan pelarut
lemak. Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi Soxhlet, lalu dipanaskan
pada suhu 40 °C dengan menggunakan pemanas listrik selama 6 jam. Pelarut
lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak
menguap. Proses destilasi membuat pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor,
pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu
lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 °C. Labu kemudian didinginkan
dalam desikator sampai beratnya konstan (W3). Perhitungan kadar lemak adalah
sebagai berikut:
% kadar lemak =
31
x 100
Keterangan : W1 = Berat sampel (gram)
W2 = Berat labu lemak tanpa lemak (gram)
W3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram)
5) Analisis kadar karbohidrat secara by difference
Kadar karbohidrat dilakukan dengan mengurangkan 100% dengan hasil
kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak sehingga kadar karbohidrat
tergantung pada faktor pengurangan. Kadar karbohidrat dapat dihitung dengan
menggunakan rumus:
% karbohidrat = 100% - (% abu + % air + % lemak + % protein)
Analisis Asam Lemak (AOAC 2005 Butir 969.33)
Metode analisis yang digunakan memiliki prinsip mengubah asam lemak
menjadi turunannya, yaitu metil ester sehingga dapat terdeteksi oleh alat
kromatografi. Hasil analisis akan terekam dalam suatu lembaran yang terhubung
dengan rekorder dan ditunjukkan melalui beberapa puncak pada waktu retensi
tertentu sesuai dengan karakter masing-masing asam lemak. Lemak diekstraksi
dari bahan lalu dilakukan metilasi sehingga terbentuk metil ester dari masingmasing asam lemak yang didapat. Pengujian dilakukan masing-masing 3 kali
ulangan pada perlakukan cakalang segar dan goreng.
8
1) Tahap ekstraksi
Terlebih dahulu diperoleh asam lemak dengan metode Soxhlet dan
ditimbang sebanyak 0,02-0,04 g lemak dalam bentuk minyak.
2) Pembentukkan metil ester (metilasi)
Tahap metilasi dimaksudkan untuk membentuk senyawa turunan dari
asam lemak menjadi metil esternya. Asam-asam lemak diubah menjadi ester-ester
metil atau alkil yang lainnya sebelum disuntikkan ke dalam kromatografi gas.
Metilasi dilakukan dengan merefluks lemak di atas penangas air dengan
menambahkan 1 mL NaOH 0,5 N ke dalam metanol dan dipanaskan pada suhu
sekitar 80 °C selama 20 menit. Sampel selanjutnya ditambahkan 2 mL BF3 20%
kemudian dipanaskan kembali pada suhu 80 °C selama 20 menit dan didinginkan
dengan cara didiamkan pada suhu ruang. Tahap selanjutnya, 2 mL NaCl jenuh dan
1 mL isooktan ditambahkan pada sampel, dihomogenkan, lalu lapisan isooktan
dipipet ke dalam tabung reaksi yang berisi 0,1 g Na2SO4 anhidrat dan dibiarkan 15
menit. Larutan disaring dengan mikrofilter untuk memisahkan fase cairnya
sebelum diinjeksikan ke dalam kromatografi gas. Se anyak 1 μL sampel
diinjeksikan ke dalam gas chromatography. Asam lemak yang ada dalam metil
ester akan diidentifikasi oleh flame ionization detector (FID) atau detektor ionisasi
nyala dan respon yang ada akan tercatat melalui kromatogram (peak).
3) Identifikasi asam lemak
Identifikasi asam lemak dilakukan dengan menginjeksi metil ester pada
alat kromatografi gas dengan kondisi sebagai berikut:
(a) Jenis Kolom
: Cyanopropil methyl sil (capillary column)
(b) Panjang kolom : 60 m
(h) Laju alir udara : 400 mL/menit
(c) Diameter dalam : 0,25 mm
(i) Suhu injektor
: 220 °C
(d) Tebal lap. film : 0 25 μm
(j) Suhu detektor
: 240 °C
(e) Laju alir N2
: 30 mL/menit
(k) Suhu terprogram : 125 - 225 °C
(f) Laju alir He
: 30 mL/menit
(l) Ratio
: 1:80
(g) Laju alir H2
: 40 mL/menit
(m) Linear velocity : 20 cm/sec
Jenis dan jumlah asam lemak yang ada pada contoh dapat diidentifikasi
dengan membandingkan peak kromatogram contoh dengan peak kromatogram
asam lemak standar yang telah diketahui jenis dan konsentrasinya, kemudian
dihitung kadar asam lemaknya. Pengujian asam lemak menggunakan metode
eksternal standar dimana contoh dan standar dilakukan secara terpisah, tidak ada
penambahan larutan standar ke dalam contoh. Kadar asam lemak sampel dengan
metode eksternal standar dapat dihitung sebagai berikut:
asam lemak =
luas area sampel
luas area standar
x
standar x
ontoh
100
x 100
gram ontoh
Analisis Kadar Kolesterol (Liebermann-Buchard Colour Reaction)
Sampel ditimbang sebanyak 0,1 g dan dimasukkan ke dalam tabung
sentrifuge, ditambah dengan 8 mL larutan etanol dan petroleum benzen dengan
perbandingan 3:1, kemudian diaduk sampai homogen. Pengaduk dibilas dengan
larutan etanol:petroleum benzen (3:1) 2 mL kemudian disentrifuge selama 10
menit (3.000 rpm). Supernatan dituang ke dalam beaker glass 100 mL dan
diuapkan di penangas air. Residu diuapkan dengan kloroform (sedikit demi
9
sedikit), sambil dituangkan ke dalam tabung berskala (sampai volume 5 mL).
Residu kemudian ditambahkan 2 ml acetic anhidrid dan 0,2 mL H2SO4 pekat atau
2 tetes. Bahan selanjutnya dicampur dengan vortex dan dibiarkan di tempat gelap
selama 15 menit. Absorbansi lalu dibaca pada spektrofotometri dengan panjang
gelom ang λ 420 nm dan standar yang digunakan 0,4 mg/mL. Kadar kolesterol
dalam daging ikan cakalang dihitung sebagai berikut:
kadar kolesterol =
sor ansi ontoh x konsentrasi standar
sor ansi standar x o ot ontoh
HASIL DAN PEMBAHASAN
Morfometrik Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)
Ikan cakalang yang digunakan memiliki bentuk torpedo dengan 2 sirip
punggung yang pertama berjari-jari keras dan yang kedua berjari-jari keras dan
berjari-jari lemah. Badan cakalang berbentuk cerutu dan tidak bersisik kecuali di
daerah lapisan sirip dada. Ikan cakalang memiliki morfologi yang mirip dengan
ikan tongkol karena berasal dari genus yang sama. Perbedaan ikan cakalang dan
tongkol adalah langit-langit pada mulut ikan cakalang yang tidak bergerigi dan
perut belang-belang hitam membujur (Saanin 1984). Ikan cakalang yang
digunakan pada penelitian disajikan pada Gambar 2. Hasil pengukuran
morfometrik dan berat masing-masing ikan cakalang terdapat pada Lampiran 1.
Hasil morfometrik dan berat rata-rata ikan cakalang disajikan pada Tabel 1.
Gambar 2 Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)
No
1
2
3
4
5
6
Tabel 1 Hasil morfometrik dan berat rata-rata ikan cakalang
Parameter
Satuan
Nilai
Panjang total
cm
30,05±1,32
Panjang baku
cm
24,65±1,38
Panjang cagak
cm
28,30±1,36
Tinggi badan
cm
7,10±0,46
Lebar badan
cm
4,90±0,21
Berat badan
g
424,67±8,51
Keterangan sampel 10 ekor ikan cakalang
10
Tabel 1 menunjukkan ikan cakalang memiliki perbandingan panjang total dan
tinggi badan sebesar 4:1. Menurut Saanin (1984), ikan scombroidae memiliki
tinggi badan dan panjang kepala sekitar ¼ panjang total tubuhnya. Hasil
pengukuran morfometrik menunjukkan sampel yang digunakan seragam. Sampel
ikan cakalang yang digunakan tergolong kecil. Menurut Jamal (2011) ukuran
layak tangkap ikan cakalang rata-rata lebih besar dari 40 cm. Hal ini menunjukkan
bahwa sampel yang digunakan memiliki panjang lebih kecil dari panjang pertama
kali ikan matang gonad. Tanabe et al. (2003) menyatakan bahwa ikan cakalang di
perairan Pasifik rata-rata mencapai panjang 35 cm dalam setengah tahun, 45 cm
dalam 1 tahun, dan 65 cm dalam 2 tahun. Menurut Matsumoto et al. (1984), ikan
cakalang dapat mencapai ukuran panjang 50-70 cm dan berat 1500-5000 g.
Rendemen
Rendemen ikan cakalang segar sebagian besar terdiri dari daging dan kulit
(57,8%). Rendemen merupakan parameter yang paling penting untuk mengetahui
nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk. Semakin tinggi rendemen, maka
semakin tinggi pula nilai ekonomisnya. Menurut Mitou et al. (2008) ikan
cakalang merupakan bahan pembuatan ikan kayu (katsuobushi). Pemanfaatan
bagian lain ikan cakalang yang dilakukan masyarakat diantaranya pemanfaatan
jeroan sebagai bekasang (Garwan 2009), tulang ikan cakalang sebagai bahan baku
tulang ikan, dan limbah cakalang sebagai pakan ternak (Leke et al. 2012). Hasil
perhitungan rendemen ikan cakalang disajikan pada Gambar 3.
Tulang
serta
kepala
25,2%
Jeroan
17%
Daging dan
kulit
57,8%
Gambar 3 Rendemen ikan cakalang segar
Perbandingan rendemen ikan cakalang dengan sesama famili Scombridae
menunjukkan kisaran yang tidak jauh berbeda. Kurniawan et al. (2012)
menyatakan bahwa ikan tongkol memiliki rendemen daging sebesar 66,77%.
Persentase rendemen ikan cakalang berdasarkan data FAO sebesar 46% dengan
persentase bagian yang dapat dimanfaatkan sebesar 62% (FAO 1989).
Perbandingan rata-rata untuk setiap bagian tubuh ikan cakalang terdiri dari daging
putih 1-2%, daging merah 10%, kepala 11-26%, insang 3,3%, isi perut 6,6%, hati
0,9-3,5%, ekor dan sirip 1,5-2,5%, tulang 8,1-11,1% dan kulit 3,8-6,6%
(Kizevetter 1993 dalam Garwan 2009). Perbedaan hasil rendemen yang diperoleh
menurut Heruwati (2002) dipengaruhi dari umur dan jenis makanan yang
dikonsumsi. Makanan yang dikonsumsi dapat mempengaruhi ukuran dan proses
11
pertumbuhan ikan. Pertumbuhan didefinisikan sebagai perubahan ukuran panjang,
bobot, dan volume dalam kurun waktu tertentu, selain itu pertumbuhan juga
mengandung arti perbanyakan sel dan bertambahnya ukuran sel tubuh.
Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor dalam dan faktor luar.
Faktor dalam yaitu genetik, umur, dan ketahanan terhadap penyakit. Faktor luar
yang mempengaruhi pertumbuhan yaitu kualitas air, makanan, suhu, dan cahaya
(Effendie 1997).
Kadar Proksimat Ikan Cakalang
Kadar proksimat ikan cakalang segar dan goreng disajikan pada Tabel 2.
Contoh perhitungan kadar proksimat disajikan pada Lampiran 2. Hasil analisis
statistik pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa proses penggorengan berpengaruh
signifikan terhadap kadar air, protein, lemak, dan abu ikan cakalang (P<0,05).
Tabel 2 Kadar proksimat ikan cakalang segar dan goreng
Segar
Goreng
Komponen
Air
Protein
lemak
Abu
Karbohidrat
bb (%)
71,76±0,42
25,29±0,00
0,60±0,00
1,49±0,14
0,87±0,28
bk (%)
0,00±0,00
89,54±0,00
2,12±0,00
5,27±0,42
3,07±0,95
bb (%)
48,25±0,77
41,25±0,00
4,80±0,00
4,10±0,13
1,60±0,42
Cakalang C. carpio
Segar* segar**
bk (%)
bb (%) bb (%)
00,00±0,00 70,40
75,48
79,71±0,00 21,45
15,20
9,27±0,00 1,81
2,35
7,91±0,14 1,27
1,50
3,10±1,19
1,81
5,47
* Matsumoto et al. (1984)
** Afkhami et al. (2011)
Kadar Air
Kadar air ikan cakalang mengalami penurunan yang signifikan (P<0,05)
akibat proses penggorengan dari 71,76% menjadi 48,25% atau mengalami
penurunan sebesar 23,51%. Kadar air ikan cakalang (71,76%) memiliki kisaran
yang sama dengan penelitian Matsumoto et al. (1984), namun lebih rendah jika
dibandingkan ikan mas (Cyprinus carpio). Semua bahan makanan memiliki kadar
air yang berbeda-beda (Winarno 2008). Menurut Ayas dan Ozugul (2011)
perbedaan kadar air dapat disebabkan oleh jenis, umur biota, perbedaan kondisi
lingkungan hidup, dan tingkat kesegaran organisme tersebut. Kadar air ikan air
laut yang lebih rendah dibanding ikan air tawar disebabkan perbedaan sistem
osmoregulasi. Ikan air tawar bersifat hipertonik dibanding lingkungannya,
sehingga proses osmosis terjadi dari lingkungan ke dalam tubuh ikan air tawar
yang mengakibatkan tingginya kadar air ikan air tawar. Keadaan sebaliknya
terjadi pada ikan air laut yang memiliki konsentrasi tubuh bersifat hipotonik
dibandingkan lingkungan. Proses osmosis pada ikan air laut terjadi dari dalam
tubuh ke lingkungan perairan yang mengakibatkan kadar air ikan air laut lebih
rendah (Yuwono dan Purnama 2001).
Kadar air pada cakalang segar yaitu 71,76%. Air merupakan komponen
utama yang mendominasi ikan cakalang. Kadar air dalam produk perikanan
diperkirakan sebesar 70-85% (Nurjanah dan Abdullah 2010). Proses
penggorengan membuat kadar air ikan cakalang menurun menjadi 48,25%.
12
Penurunan kadar air yang terkandung dalam produk akibat perlakuan proses
penggorengan disebabkan oleh terlepasnya molekul air dalam bahan. Menurut
Hassaballa et al. (2009) kadar air pada bahan makanan mengalami penyusutan
setelah proses pemasakan karena pada umumnya proses pemasakan menggunakan
suhu tinggi yaitu sampai titik didih air (100 oC). Semakin meningkatnya suhu
membuat jumlah rata-rata molekul air menurun dan mengakibatkan molekul
berubah menjadi uap dan akhirnya terlepas dalam bentuk uap air (Winarno 2008).
Kadar Protein
Kadar protein cakalang segar sebesar 25,29%. Matsumoto et al. (1984)
menyatakan ikan cakalang memiliki kadar protein sebesar 21,45%. Ikan cakalang
berdasarkan data FAO memiliki kadar protein sebesar 24,2% (FAO 1989).
Perbedaan kadar protein yang didapat menurut Purwaningsih (2012) disebabkan
oleh protein daging yang bersifat tidak stabil dan mempunyai sifat dapat berubah
dengan berubahnya kondisi lingkungan. Proses penggorengan dapat
meningkatkan kadar protein menjadi 41,25%. Protein dalam ikan berkisar antara
15-25% (Nurjanah dan Abdullah 2010). Peningkatan kadar protein basis basah
setelah proses penggorengan disebabkan oleh penurunan kadar air setelah proses
penggorengan sehingga kadar protein meningkat secara proporsional. Perhitungan
kadar protein dalam basis kering menunjukkan efek proses penggorengan
menurunkan kadar protein cakalang segar dari 89,54% menjadi 79,71%. Kadar
protein menurun secara signifikan (P<0,05) sebesar 9,83% setelah proses
penggorengan. Penurunan kadar protein total diduga disebabkan pemanasan.
Proses pemanasan diduga dapat membawa komponen protein daging dan nitrogen
non protein ikan ke dalam minyak yang digunakan. Penelitian Suryani (2012)
menunjukkan efek penggorengan pada belut menurunkan kadar protein basis
kering dari 75,32% menjadi 72,48%.
Panas dapat menyebabkan denaturasi protein. Denaturasi dapat diartikan
suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktur sekunder, tersier, dan
kuarterner molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovalen
(Jacoeb et al. 2008). Proses denaturasi mengubah sifat fisiologis protein namun
tidak menyebabkan total nitrogen pada bahan pangan menurun. Protein
dibutuhkan oleh manusia karena asam amino yang bertindak sebagai penyusunnya
merupakan prekursor sebagian besar koenzim, hormon, asam nukleat, dan
molekul-molekul esensial kehidupan. Protein dalam tubuh manusia memiliki
fungsi yang khas dan tidak dapat digantikan oleh zat gizi yang lain, yaitu
membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh (Almatsier 2006).
Kadar Lemak
Kadar lemak ikan cakalang segar sebesar 0,6% pada basis basah dan 2,12%
pada basis kering. Ikan cakalang dikategorikan ikan kurus. Ackman (1989)
menyatakan bahwa ikan yang tergolong berlemak rendah memiliki kadar lemak
kurang dari 2%.
Menurut Matsumoto et al. (1984) kadar lemak ikan cakalang basis basah
sebesar 1,81%. Ikan cakalang basis kering berdasarkan data FAO memiliki kadar
lemak sebesar 3,8% (FAO 1989). Kadar lemak hasil penelitian ini lebih rendah
dibanding penelitian yang dilakukan Matsumoto et al. (1984). Hal ini diduga
disebabkan perbedaan umur sampel yang belum memasuki usia matang gonad.
13
Majewska et al. (2009) menyatakan bahwa suatu spesies yang sudah matang
gonadnya akan mengalami peningkatan kadar lemak dalam tubuhnya. Ikan yang
mengalami proses pertumbuhan memanfaatkan energi dari lemak lebih besar
sehingga mengurangi jumlah lemak yang disimpan dalam tubuh.
Proses penggorengan meningkatkan kadar lemak cakalang dari 2,11% (bk)
menjadi 9,27% (bk). Proses penggorengan berpengaruh signifikan terhadap
kandungan lemak ikan cakalang (P<0,05). Hal ini disebabkan pengaruh suhu dan
pemakaian minyak pada saat proses penggorengan. Proses penggorengan dapat
menambah kadar lemak dan memperbesar penguapan. Peningkatan kadar lemak
setelah penggorengan disebabkan masuknya minyak saat proses penggorengan.
Minyak merupakan lemak cair yang berfungsi sebagai penghantar panas dan
penambah kalori bahan pangan (Winarno 2008). Sebagian minyak akan masuk ke
dalam bahan pangan selama proses penggorengan untuk menggantikan kadar air
yang menguap akibat panas yang ditimbulkan saat penggorengan (Ketaren 1986).
Kadar Abu
Kadar abu ikan cakalang segar sebesar 1,49%. Matsumoto et al. (1984)
menyatakan ikan cakalang memiliki kadar abu sebesar 1,27%. Menurut
Purwaningsih (2012), tiap organisme memiliki kemampuan yang berbeda dalam
meregulasikan dan mengabsorpsi logam berdasarkan cara makan suatu organisme,
hal ini nantinya akan mempengaruhi kadar abu dalam bahan. Kadar abu dapat
dipengaruhi oleh perbedaan habitat dan lingkungan. Setiap lingkungan perairan
dapat menyediakan asupan mineral yang berbeda-beda bagi organisme akuatik
yang hidup di dalamnya.
Kadar abu ikan cakalang segar basis kering sebesar 5,28% dan meningkat
menjadi 7,91% setelah proses penggorengan. Proses penggorengan berpengaruh
signifikan terhadap kandungan abu ikan cakalang (P<0,05). Kadar abu
berhubungan dengan mineral suatu bahan. Kenaikan kadar mineral ini dapat
disebabkan oleh minyak yang digunakan saat penggorengan mengandung
sejumlah mineral, sehingga mineral dari minyak terdifusi ke dalam bahan pangan.
Minyak yang berasal dari kelapa sawit memiliki beberapa kadar mineral seperti
Cu, P, dan Fe yang kadarnya masing-masing 0,0200-0,047 ppm, 0,35-0,89 ppm,
dan 0,0157-0,093 ppm (Hasibuan dan Nuryanto 2011). Minyak mengandung
natrium atau kalium yang berjumlah kurang dari 1 ppm (Choe dan Min 2007).
Bahan yang dipanaskan akan kehilangan bahan organiknya dan yang tersisa
adalah bahan anorganiknya (Winarno 2008). Proses penggorengan akan
menghilangkan sejumlah bahan organik di dalam bahan makanan, sehingga secara
proporsional akan meningkatkan kadar abu tersebut karena berat total bahan
setelah digoreng lebih ringan dibandingkan bahan yang masih segar.
Kadar Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber kalori utama yang menghasilkan 4 kkal
dalam 1 gram karbohidrat. Karbohidrat merupakan senyawa karbon, hidrogen,
dan oksigen yang terdapat di alam. Fungsi karbohidrat adalah mencegah
timbulnya ketosis, pemecahan protein tubuh yang berlebihan, kehilangan mineral,
dan membantu metabolisme lemak dan protein (Winarno 2008). Hasil perhitungan
kadar karbohidrat ikan cakalang di lakukan dengan perhitungan by difference.
Ikan cakalang segar memiliki kadar karbohidrat basis basah sebesar 0,87% dan
14
cakalang goreng sebesar 1,6%. Kadar karbohidrat pada ikan umumnya hanya
berkisar antara 0,1-1% (Nurjanah dan Abdullah 2010). Karbohidrat yang ada
dalam produk perikanan tidak mengandung serat dan kebanyakan terdapat dalam
bentuk glikogen (Okuzumi dan Fujii 2000). Glikogen terdapat di dalam
sarkoplasma diantara miofibril. Kadar karbohidrat dalam daging ikan dapat
berupa glikogen 0,05-0,85%, glukosa 0,038%, dan asam laktat 0,006-0,43%
(Adawyah 2007). Kadar karbohidrat ikan sangat rendah dan dipengaruhi oleh
kondisi ikan sebelum dan selama penangkapan, yang dapat menyebabkan
penurunan kadar glikogen sehingga kadar karbohidrat juga mengalami
penyusutan. Glikogen terus termetabolisme tanpa adanya oksigen pada kondisi
postmortem dan menghasilkan asam laktat serta menurunkan pH yang pada
akhirnya akan menurunkan cita rasa dan karakter dari daging ikan (Nollet dan
Toldra 2010).
Profil Asam Lemak
Asam lemak ikan cakalang segar mengandung 30 jenis asam lemak yang
terdiri atas 12 jenis asam lemak jenuh (Saturated Fatty Acid/SAFA), 7 jenis asam
lemak tak jenuh tunggal (Monounsaturated Fatty Acid/MUFA) dan 11 jenis asam
lemak tak jenuh majemuk (Polyunsaturated Fatty Acid/PUFA). Ikan cakalang
goreng mengandung 25 jenis asam lemak, terdiri atas 12 jenis SAFA, 6 jenis
MUFA dan 7 jenis PUFA. Kromatogram asam lemak cakalng segar dan goreng
dilampirkan pada Lampiran 3 dan Lampiran 4. Kadar asam lemak ikan cakalang
segar dan goreng disajikan pada Tabel 3. Perbandingan komposisi asam lemak
beberapa jenis ikan disajikan pada Tabel 4.
Tabel 3 menunjukkan adanya asam lemak yang tidak terdeteksi yakni 36,87%
pada cakalang segar dan 16,42% pada cakalang goreng. Hal ini diduga
dipengaruhi oleh metode Soxhlet yang digunakan untuk ekstraksi lemak sebelum
analisis asam lemak. Hasil penelitian Ozogul et al. (2012) terhadap efek
perbedaan metode ekstraksi lemak pada kadar lemak biota laut menunjukkan
metode Soxhlet kurang efisien dalam mengekstraksi lemak baik polar maupun
non-polar, serta kurang mampu mencegah kehilangan PUFA akibat oksidasi
dibandingkan dengan metode ekstraksi lainnya yaitu metode Bligh dan Dryer.
Ikan cakalang segar mengandung asam lemak sebesar 63,09% dan ikan
cakalang goreng sebesar 82,07%. Asam lemak ikan cakalang goreng meningkat
secara relatif sebesar 23,13%. Perubahan ini disebabkan oleh proses
penggorengan yang menggunakan minyak goreng, dimana proses termal yang
terjadi dan kadar asam lemak yang terkandung dalam minyak goreng
mempengaruhi kadar asam lemak ikan cakalang. Proses penggorengan
meningkatkan kadar asam lemak kaprat, palmitat, oleat, linoleat, dan
eikosentrienoat secara signifikan (P<0,05). Asam lemak secara keseluruhan
mengalami penurunan secara signifikan (P<0,05) kecuali kadar elaidat dan
kaprilat (P>0,05) yang tidak mengalami perubahan setelah proses penggorengan.
Hasil perhitungan tabel ANOVA asam lemak disajikan pada Lampiran 7.
15
Tabel 3 Kadar asam lemak ikan cakalang segar dan goreng
Asam Lemak
Asam lemak jenuh
Kaprilat (C8:0)
Kaprat (C10:0)
Laurat (C12:0)
Tridekanoat (C13:0)
Miristat (C14:0)
Pentadekanoat (C15:0)
Palmitat (C16:0)
Heptadekanoat (C17:0)
Stearat (C18:0)
Arakidat (C20:0)
Heneikosanoat (C21:0)
Behenat (C22:0)
Lignoserat (C24:0)
Total SAFA
Asam lemak tak jenuh tunggal
Miristoleat (C14:1)
Palmitoleat (C16:1)
Elaidat (C18:1n9t)
Oleat (C18:1n9c)
Cis-11-Eikosenoat (C20:1)
Erukat (C22:1n9)
Nervonat (C24:1)
Total MUFA
Asam lemak tak jenuh jamak
Linoleat (C18:2n6c)
Linolelaidat (C18:2n9t)
Linolenat (C18:3n3)
-Linolenat (C18:3n6)
Cis-11,14-Eikosadienoat (C20:2)
Eikosentrienoat (C20:3n3)
Cis- 8,11,14- Eikosetrienoat
(C20:3n6)
Arakidonat (C20:4n6)
EPA (C20:5n3)
Cis-13,16-Dukosadienoat(C22:2)
DHA (C22:6n3)
Total PUFA
Total asam lemak
Tidak teridentifikasi
* Ningsih (2011)
Cakalang
segar (%w/w)
Cakalang
goreng (%w/w)
0,03±0,01
td
0,04±0,00
0,02±0,00
1,74±0,11
0,56±0,04
14,49±0,81
1,00±0,07
7,57±0,53
0,41 ±0,03
0,09±0,01
0,36±0,03
0,25±0,02
26,56±0,61
0,03±0,02
0,01±0,01
0,20±0,00
td
0,86±0,03
0,10±0,01
30,46±0,19
0,22±0,01
4,03±0,24
0,30±0,02
0,08±0,10
0,16±0,07
0,09±0,01
36,55±1,49
0,06
0,01
0,12
0,72
0,03
26,00
0,07
3,02
0,27
0,05
0,07
-
0,02±0,00
2,07±0,13
0,09±0,09
7,65±0,46
0,44±0,03
0,08±0,01
0,38±0,03
10,72±0,65
td
0,36±0,02
0,09±0,01
33,45±0,42
0,22±0,01
0,02±0,00
0,08±0,01
34,22±1,58
0,14
32,28
0,11
-
0,97±0,08
0,03±0,01
0,28±0,06
0,08±0,01
0,18±0,01
0,08±0,01
0,09±0,03
8,32±0,42
td
0,17±0,01
td
0,07±0,01
0,13±0,11
td
10,88
0,16
0,05
-
1,31±1,08
3,48±0,16
0,03±0,01
19,27±0,83
25,85±0,32
63,13±2,47
36,87±2,47
0,27±0,01
0,52±0,01
td
3,44±0,12
12,81±1,44
83,58±3,67
16,42±3,67
td (tidak terdeteksi)
Minyak
kelapa sawit*
-
- (tidak ada data)
Kadar elaidat yang tetap setelah proses penggorengan menunjukkan bahwa
proses penggorengan secara deep frying pada suhu 180 oC selama 5 menit tidak
menghasilkan asam lemak trans. Menurut Sartika (2009) pembentukan asam
lemak trans dapat disebabkan oleh penggunaan suhu tinggi. Edwar et al. (2011)
menyatakan bahwa bila suhu pemanasan lebih tinggi daripada suhu normal akan
terjadi percepatan proses degradasi dan oksidasi minyak goreng, selama
16
pemanasan yang tinggi akan terjadi proses oksidasi pada ikatan asam lemak tidak
jenuh yang menyebabkan reaksi berantai yang akan menghasilkan alkohol,
aldehid, asam dan hidrokarbon, serta asam lemak jenuh dengan komposisi cis dan
trans. Sartika (2009) menambahkan asam lemak dengan konfigurasi cis secara
substansial kurang stabil sehingga akan berkurang setelah proses pemanasan.
Kandungan trans pada sampel diduga disebabkan oleh metode Soxhlet untuk
ekstraksi lemak. Hal ini dibuktikan dengan terbentuknya senyawa trans elaidat
(C18:1n9t) pada pengujian asam lemak belut segar dengan menggunakan metode
Soxhlet pada penelitian Suryani (2012).
Edwar et al. (2011) menyatakan bahwa komposisi trans akan lebih banyak
dihasilkan dari hasil oksidasi asam lemak tidak jenuh majemuk. Pembentukan
gugus trans akan lebih berbahaya bagi tubuh karena semua ikatan rangkap dalam
asam lemak tidak jenuh yang terdapat secara alami di dalam tubuh manusia
mempunyai konfigurasi cis. Komposisi trans yang tidak dikenal oleh sistem tubuh
akibatnya akan merangsang ekspresi beberapa gen pada sel endotel sehingga
menyebabkan terjadinya kerusakan sel endotel dan aterosklerosis. Perubahan
asam lemak tidak jenuh menjadi asam lemak trans juga dapat meningkatkan Low
Density Lipoprotein (LDL) dan menurunkan High Density Lipoprotein (HDL)
yang akan memperbesar faktor risiko terjadinya aterosklerosis.
Proses penggorengan membuat ikan cakalang memiliki rasio n-6/n-3 sebesar
0,11 pada kondisi segar dan 2,07 setelah penggorengan. Rasio ini sesuai dengan
rekomendasi HMSO (1994) dalam Yenni et al. (2012) yang menyatakan rasio
n-6/n-3 maksimum adalah 4. Rasio n6/n3 merupakan indeks yang baik untuk
membandingkan nilai nutrisi relatif dari minyak ikan. Domiszewski et al. (2011)
melaporkan bahwa nilai rasio n6/n3 yang lebih tinggi dari nilai maksimum,
berbahaya bagi kesehatan dan dapat memicu penyakit kardiovaskular.
Tabel 4 Perbandingan asam lemak beberapa jenis ikan
Asam Lemak
SAFA
MUFA
PUFA
EPA
DHA
PUFA/SAFA
Σn3
Σn6
n6/n3
Cakalang
Segar
26,56
10,72
25,85
3,48
19,27
0,97
23,11
2,45
0,11
Cakalang
Goreng
36,55
34,22
12,81
0,52
3,44
0,35
4,15
8,59
2,07
Kembung*
Patin*
46,74
9,30
45,66
10,62
4,85
0,98
31,68
13,25
0,42
32,90
41,68
22,29
1,41
0,14
0,68
8,45
11,54
1,37
* Muhamad dan Mohamad (2012)
Urutan asam lemak tertinggi pada ikan cakalang memiliki urutan yang sama
dengan ikan kembung (Rastrelliger kanagurta) yakni SAFA, PUFA, dan MUFA,
sedangkan asam lemak tertinggi pada ikan patin yakni MUFA, SAFA, dan PUFA.
Menurut Muhamad dan Mohamad (2012) perbedaan komposisi asam lemak pada
ikan dipengaruhi oleh makanan yang dimakan. Ikan air laut banyak memakan
zooplankton yang kaya akan omega3.
17
Asam Lemak Jenuh (Saturated Fatty Acid/SAFA)
Asam palmitat (C16:0) merupakan SAFA dengan kadar tertinggi, baik pada
ikan cakalang segar maupun goreng. Ikan cakalang segar mengandung palmitat
sebesar 14,49% dan cakalang goreng sebesar 30,46%. Tingginya asam palmitat
pada cakalang segar sesuai dengan pendapat Osman et al. (2001), yang
menyatakan palmitat merupakan asam lemak jenuh yang paling banyak terdapat
dalam minyak ikan. Jumlah asam palmitat pada bahan pangan, yaitu 15-50% dari
seluruh asam-asam lemak yang ada. Ozugul dan Ozugul (2007) menambahkan
bahwa kadar asam palmitat dari keseluruhan asam lemak jenuh mencapai 53-63%.
Peningkatan kadar palmitat pada cakalang goreng disebabkan proses
penggorengan yang dilakukan. Minyak goreng yang digunakan ikut terserap ke
dalam daging ikan cakalang saat digoreng, sehingga kandungan asam lemak
minyak goreng pun terserap ke dalam daging ikan. Minyak goreng mengandung
palmitat sebesar 26,00% (Ningsih 2011). Kadar asam palmitat yang meningkat
sesuai dengan penelitian Domiszewski et al. (2010) yang menyatakan asam
palmitat pada minyak dapat meningkat setelah proses deep fat frying.
Kadar asam lemak jenuh stearat (C18:0) pada ikan cakalang segar dan goreng
adalah 7,57% dan 4,03%. Ikan cakalang goreng mengandung asam stearat yang
lebih rendah dibandingkan dengan cakalang segar. Penurunan kadar asam lemak
disebabkan oleh oksidasi lemak. Penelitian Gladyshev et al. (2006) mengenai
pengaruh pengolahan terhadap kadar asam lemak jenuh ikan salmon
(Oncorhynchus gorbuscha) menyebutkan bahwa proses penggorengan akan
menghasilkan senyawa-senyawa karbonil yang berasal dari oksidasi lipid.
Oksidasi lipid merupakan reaksi utama yang mempengaruhi komposisi asam
lemak dan kolesterol, serta terbentuknya COPs (cholesterol oxidation products).
Senyawa-senyawa ini berperan dalam meningkatkan risiko berbagai macam
penyakit seperti arthritis dan kanker. Kerusakan akibat oksidasi umumnya terjadi
pada asam lemak tak jenuh, tetapi bila minyak dipanaskan pada suhu 100 °C atau
lebih, asam lemak jenuh pun dapat teroksidasi (Jacobson 1967). Asam stearat
dapat menyebabkan trombogenik atau pembekuan darah, hipertensi, kanker dan
obesitas.
Kadar asam lemak miristat (C14:0) pada ikan cakalang segar sebesar 1,74%
dan cakalang goreng sebesar 0,86%. Oksidasi yang terjadi saat proses
penggorengan dapat menyebabkan penurunan asam miristat pada cakalang
goreng. Asam miristat terdapat dalam jumlah yang sedikit, tidak lebih dari kisaran
1-2%. Asam miristat dapat dimanfaatkan dalam pembuatan sampo, krim,
kosmetik dan flavor makanan. Asam miristat dibutuhkan dalam retina dan
fotoreseptor O’Keefe 2002 .
Asam Lemak Tak Jenuh Tunggal (Monounsaturated Fatty Acid/MUFA)
Asam oleat (C18:1n9c) merupakan MUFA dengan kadar tertinggi, baik pada
cakalang segar maupun goreng. Ikan cakalang segar mengandung oleat sebesar
7,65% dan cakalang goreng sebesar 33,45%. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Ozugul dan Ozugul (2007) yang menyatakan Asam oleat merupakan asam lemak
paling banyak dalam asam lemak jenuh tunggal minyak ikan yaitu 52-79% dari
total asam lemak tak jenuh tunggal. Peningkatan kadar asam oleat pada daging
cakalang goreng diduga disebabkan oleh proses penggorengan yang dilakukan.
Minyak goreng yang digunakan ikut terserap ke dalam daging ikan cakalang saat
18
digoreng, sehingga kandungan asam lemak minyak goreng pun terserap ke dalam
daging ikan. Kadar asam oleat minyak goreng sebesar 32,28% dan merupakan
MUFA dengan persentase tertinggi (Ningsih 2011). Hal ini memungkinkan bahwa
peningkatan asam oleat pada daging cakalang goreng dipengaruhi oleh kandungan
asam oleat dari minyak goreng. Asam oleat adalah asam lemak tak jenuh yang
paling umum dan merupakan prekursor untuk produksi sebagian besar PUFA.
Asam oleat memiliki fungsi di dalam tubuh sebagai sumber energi, sebagai zat
antioksidan untuk menghambat kanker, menurunkan kadar kolesterol, dan media
pelarut vitamin A, D, E, dan K. Kekurangan asam oleat dapat menyebabkan
terjadinya gangguan pada penglihatan, menurunnya daya ingat serta gangguan
pertumbuhan sel otak pada janin dan bayi (Peddyawati 2008 dalam Suryani
2012).
Asam lemak palmitoleat (C16:1) dan asam lemak eikosenoat (C20:1) pada
cakalang goreng mengalami penurunan dibandingkan dengan cakalang segar.
Palmitoleat pada cakalang segar dan goreng adalah sebesar 2,07% dan 0,36%,
sedangkan eikosenoat sebesar 0,44% dan 0,22%. Hal ini disebabkan oleh oksidasi
asam lemak yang terjadi saat penggorengan. Proses oksidasi melibatkan 3 tahapan
utama yakni inisiasi, propagasi, dan terminasi. Tahap inisiasi adalah tahap
pembentukan radikal bebas (R• dan H•) yang dapat dipicu oleh panas/energi dari
proses penggorengan. Tahap propagasi adalah reaksi antara radikal bebas dengan
oksigen untuk membentuk radikal peoksida (ROO•). Tahap ini berlangsung cepat
karena radikal peroksida akan mengambil atom hidrogen pada asam lemak
lainnya pada sisi ikatan rangkap sehingga terbentuk radikal bebas baru (R•) dan
hidrogen peroksida (ROOH). Tahap terminasi antarradikal peroksida (ROO•) juga
dapat berikatan satu sama lain membentuk ROOR. Proses oksidasi nantinya akan
membuat asam lemak terdegradasi mejadi senyawa volatil seperti aldehida, keton,
dan alkohol yang tercium sebagai bau tengik (Kusnandar 2010).
Asam Lemak Tak Jenuh Majemuk (Polyunsaturated Fatty Acid/PUFA)
Kadar asam lemak tak jenuh majemuk terbesar pada ikan cakalang segar
adalah DHA (19,27%), sedangkan pada ikan cakalang goreng kadar asam lemak
tak jenuh majemuk terbesar adalah asam linoleat (8,32%). Ikan cakalang segar
memiliki kadar asam linoleat sebesar 0,97%, dan meningkat setelah
penggorengan. Peningkatan kadar linoleat ikan cakalang dipengaruhi oleh
kandungan linoleat yang terdapat pada minyak goreng, dimana kandungan linoleat
minyak goreng yaitu 10,88% (Ningsih 2011). Iskandar et al. (2010) menyatakan
asam lemak tak jenuh linoleat adalah asam tidak jenuh ikatan majemuk yang
esensial untuk tubuh. Asam linoleat merupakan asam lemak tidak jenuh yang
tidak bisa disintesis oleh tubuh sehingga perlu diberikan dari luar melalui
makanan. Asam linoleat dalam tubuh berperan dalam proses pertumbuhan,
pemeliharaan membran sel, pengaturan metabolisme kolesterol, dan menurunkan
tekanan darah. Defisiensi asam linoleat dapat menyebabkan kemampuan
reproduksi menurun, gangguan pertumbuhan, dan rentan terhadap infeksi.
Kadar asam arakidonat mengalami penurunan setelah proses penggorengan.
Kadar arakhidonat pada ikan cakalang segar dan goreng adalah 1,31% dan 0,27%.
Hal ini dapat disebabkan oleh proses oksidasi pada asam lemak tidak jenuh
selama proses pemanasan pada suhu tinggi yang lebih mudah terjadi karena ikatan
rangkapnya lebih mudah diserang oksigen (Winarno 2008). Rahman et al. (1995)
19
menyatakan bahwa asam arakidonat adalah prekursor prostaglandin dan
thromboxan yang akan mempengaruhi proses pembekuan darah dan membawa ke
jaringan endotel selama penyembuhan luka. Asam arakidonat juga berperan dalam
pertumbuhan. Asam lemak arakhidonat merupakan hasil desaturasi dan elongasi
asam linoleat pada hewan.
Ikan cakalang segar mengandung EPA sebesar 3,48% dan DHA sebesar
19,27%. Ikan cakalang goreng mengandung EPA sebesar 0,52% dan DHA 3,44%.
Penurunan relatif EPA sebesar 85,06% dan DHA sebesar 82,15%. Penurunan
relatif EPA dan DHA tergolong tinggi. Tủrkkan et al. (2007) menyatakan bahwa
efek penggorengan pada ikan seabass (Dicentrarchus labrax) dapat menurunkan
kadar EPA relatif sebesar 30% dan kadar DHA relatif sebesar 28%. Domiszewski
et al. (2011) menambahkan efek penggorengan pada ikan patin (Pangasius sp.)
pada suhu 180oC selama 6 menit dapat menurunkan EPA dan DHA relatif sebesar
71,43% dan 72,19%. Perbedaan penurunan EPA dan DHA disebabkan sifat
sensitif EPA dan DHA dipengaruhi 4 faktor, yaitu lamanya pemanasan, suhu,
adanya akselerator, misalnya oksigen atau hasil-hasil proses oksidasi, dan
komposisi campuran asam lemak serta posisi asam lemak yang terikat dalam
molekul trigliserida (Ketaren 1986). Faktor-faktor seperti kandungan lemak, suhu
pengolahan, ukuran ikan serta luas kontak permukaan dapat berpengaruh terhadap
komposisi lemak pada ikan setelah dilakukan proses pemasakan. Semakin panjang
rantai karbon yang menyusun asam lemak maka semakin besar titik lelehnya dan
semakin rendah kelarutan asam lemak tersebut di dalam air (Kusnandar 2010).
EPA dan DHA berfungsi sebagai pembangun sebagian besar korteks serebral
otak. Mengkonsumsi asam lemak omega-3 dalam jumlah yang cukup mampu
mengurangi kandungan kolesterol dalam darah dan mengurangi risiko terkena
penyakit jantung, risiko artherosklerosis serta secara selektif dapat membunuh selsel kanker dan menyembuhkan simtom-simtom rheumathoid arthritis. Efek klinis
dari asam lemak omega-3 dalam menurunkan kadar kolesterol darah diduga
disebabkan oleh pengaruhnya terhadap mekanisme produksi lipoprotein transpor
dalam hati, yang kemudian disekresikan ke dalam darah (Kinsella et al. 1990).
Kolesterol
Proses penggorengan berpengaruh terhadap kadar kolesterol ikan cakalang
(p<0,05). Perhitungan ANOVA kolesterol disajikan pada Lampiran 8. Kandungan
kolesterol pada ikan cakalang segar dan goreng dapat dilihat pada Gambar 4. Data
perhitungan kolesterol dilampirkan pada Lampiran 5. Perbandingan kadar
kolesterol cakalang dengan komoditas perikanan lain disajikan pada Tabel 5.
Kadar kolesterol rata-rata cakalang segar adalah 49,12 mg/100 g dan
cakalang goreng adalah 173,92 mg/100 g. Menurut Okuzumi dan Fujii (2000)
skipjack memiliki kadar kolesterol sebesar 0,064% atau 64 mg/100 g. Proses
penggorengan menyebabkan perubahan kadar kolesterol. Volume minyak yang
masuk ke dalam 100 g bahan adalah 10 mL yang didapatkan dari selisih volume
minyak sebelum dan setelah penggorengan. Kandungan lemak yang bertambah
pada bahan pangan dapat menyebabkan meningkatnya kadar kolesterol pada
bahan tersebut.
20
Minyak kelapa sawit yang digunakan mengandung pitosterol. Pitosterol
mengandung 28-29 atom steroid alkohol. Pitosterol dan kolesterol memiliki
struktur yang sama tetapi pitosterol memiliki tambahan metil atau etil pada rantai
cabangnya. Pitosterol utama dalam minyak kelapa sawit adalah sitosterol
sebanyak 350-410 μg/g minyak ampesterol 140-180 μg/g minyak stigmasterol
70-100 μg/g minyak dan avenasterol 0-30 μg/g minyak (Tabee 2008).
mg/100 g
400.00
350.00
300.00
250.00
200.00
150.00
100.00
50.00
0.00
341.17
173.92
96.36
49.12
segar
goreng
Gambar 4 Kadar kolesterol total cakalang segar dan goreng
( = basis basah,
= basis kering)
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Tabel 5 Kadar kolesterol komoditas perikanan lain
Jenis biota
Kolesterol (mg/100 g)
Fresh water clam
125
Short necked clam
76
Hard clam
69
Japanese oyster
76
Scallap
50
Udang
132
Kepiting
53
Telur ayam
1030
Daging sapi
54
Tuna
50
Sumber: Okuzumi dan Fujii (2000)
Liebermann - Buchard Colour Reaction yang digunakan dalam menghitung
kadar kolesterol pada sampel merupakan metode dengan tahap ekstraksi. Metode
ini menghitung kadar kolesterol dan sterol lain yang terkandung dalam bahan
(Kenny 1952). Hal ini memungkinkan terhitungnya sterol lain dalam bahan selain
kolesterol. Sterol lain yang terhitung dapat berasal dari sterol-sterol yang terdapat
dalam minyak goreng. Variasi kolesterol dipengaruhi oleh beberapa faktor antara
lain spesies, ketersediaan makanan, umur, seks, suhu air, lokasi geografis, dan
musim (Sampaio et al. 2006).
Kolesterol merupakan komponen esensial membran struktural semua sel dan
merupakan komponen utama sel otak dan syaraf. Kolesterol terdapat dalam
konsentrasi tinggi pada jaringan kelenjar dan di dalam hati dimana kolesterol
disintesis dan disimpan. Kolesterol mempunyai peranan penting untuk mengatur
fungsi tubuh. Kolesterol juga penting sebagai bahan dasar untuk biosintesis asam
21
empedu (vital untuk pencernaan dan penyerapan lemak), biosintesis hormon lakilaki dan perempuan serta hormon steroid yang lain (Okuzumi dan Fujii 2000).
Kolesterol menjalankan 3 fungsi utama yaitu membentuk selubung luar sel,
membentuk asam empedu yang mencerna makanan di usus, dan memungkinkan
tubuh membentuk vitamin D dan hormon penting dalam tubuh (Almatsier 2006).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Proses penggorengan dengan metode deep frying pada suhu 180 oC selama 5
menit menurunkan kadar air dan protein secara signifikan (P<0,05). Proses
penggorengan meningkatkan kadar lemak dan abu secara signifikan (P<0,05).
Ikan cakalang segar mengandung 30 jenis asam lemak yang terdiri atas 12 jenis
SAFA, 7 jenis MUFA dan 11 jenis PUFA. Ikan cakalang goreng mengandung 25
jenis asam lemak yang terdiri atas 12 jenis SAFA, 6 jenis MUFA dan 7 jenis
PUFA. Proses penggorengan meningkatkan kadar asam lemak kaprat, palmitat,
oleat, linoleat, dan eikosentrienoat secara signifikan (P<0,05). Asam lemak secara
keseluruhan mengalami penurunan secara signifikan (P<0,05) kecuali asam
elaidat dan kaprilat (P>0,05) yang tidak mengalami perubahan setelah proses
penggorengan. Proses penggorengan menyebabkan penurunan secara signifikan
(P<0,05) pada kadar kolesterol ikan cakalang.
Saran
Penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan metode ekstraksi lemak Bligh
and Dryer yang tidak menggunakan pemanasan dengan suhu tinggi untuk
mengekstrak lemak. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai perbedaan
suhu dan waktu penggorengan pada komposisi kimia, asam lemak, dan kolesterol
ikan cakalang untuk mengetahui perubahan komposisi gizi.
DAFTAR PUSTAKA
Ackman RG. 1989. Nutritional composition on fats in seafood. Progress in Food
and Nutrition Science 13(1):161-241.
Adawyah R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta (ID): Bumi Aksara.
Afkhami M, Mokhlesi A, Bastami KD, Khoshnood R, Eshaghi N, Ehsanpour M.
2011. Survey of some chemical compositions and fatty acids in cultured
common carp (Cyprinus carpio) and grass carp (Ctenopharyngodon idella),
noshahr, Iran. World Journal of Fish and Marine Sciences 3(6):533-538.
Almatsier S. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka
Utama.
22
[AOAC] Association of Official Analytical Chemyst. 2005. Official Method of
Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. Arlington,
Virginia, USA (GB): Association of Official Analytical Chemist, Inc.
Ayas D, Ozugul Y. 2011. The chemical composition of carapace meat of sexually
mature blue crab (Callinectes sapidus, Rathbun 1896) in the Mersin Bay.
Journal Fisheries and Sciences 5(3):262-269.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1992. SNI 01-2891-1992. Cara Uji Makanan
dan Minuman. Jakarta (ID): Dewan Standarisasi Nasional.
Choe E, Min DB. 2007. Chemistry of deep-fat frying oils. Journal of Food
Science 72(5):77-87.
Colpo A. 2005. LDL cholesterol: bad cholesterol or bad science. Journal of
American Physicians dan Surgeons 10(3):83-89.
Domiszewski Z, Bienkiewicz G, Plust D. 2011. Effects of different heat
treatments on lipid quality of striped catfish (Pangasius hypophthalmus).
ACTA Scientiarum Polonorum Technologia Alimentaria 10(3):359-373.
Edwar Z, Suyuthie H, Yerizel E, Sulastri D. 2011. Pengaruh pemanasan terhadap
kejenuhan asam lemak minyak goreng sawit dan minyak goreng jagung.
Journal of the Indonesian Medical Association 61(6):248-252.
Effendie I. 1997. Biologi Perikanan. Jakarta (ID): Yayasan Pustaka Nusantara.
[FAO] Food and Agriculture Organization. 1989. Yield and nutritional value of
the commercially more important fish species. http://www.fao.org/docrep/
003/t0219e/t0219e01.htm [25 Desember 2013].
Garwan, R. 2009. Perkembangan histamin selama proses fermentasi penyimpanan
produk bekasang jeroan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis). [skripsi].
Bogor (ID): Fakultas Ilmu Perikanan dan Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Ghidurus M, Turtor M, Boskou G, Niculita P, Stan V. 2000. Nutritional and
health aspects related to frying (I). Romanian Biotecnological Letters
15(6):5675-5683.
Gladyshev M, Sushchik NN, Gubanenko GA, Demirchieva SM, Kalachova GS.
2006. Effect of way of cooking on content of essential polyunsaturated fatty
acids in muscle tissue of humpback salmon (Oncorhynchus gorbuscha). Food
Chemistry 96(2006):446-451.
Hasibuan HA, Nuryanto E. 2011. Kajian kandungan P, Fe, Cu, dan Ni pada
minyak sawit, minyak inti sawit, dan minyak kelapa selama proses rafinasi.
Jurnal Standardisasi 13(1):67-71
Hassaballa AZ, Mohamed GF, Ibrahim HM, Abdelmageed MA. 2009. Frozen
cooked catfish burger: effect of different cooking methods and storage on its
quality. Global Veterinaria 3(3):216-226.
Heruwati ES. 2002. Pengolahan ikan secara tradisional: prospek peluang dan
pengembangan. Jurnal Litbang Pertanian 21(3):92-99.
Iskandar Y, Surilaga S, Musfiroh I. 2010. Penentuan kadar asam linoleat pada
tempe secara kromatografi gas. Jurnal Farmasi 3 (2): 15-20.
Jacobson GA. 1967. Quality Control of Commercial Deep Fat Frying, Chemistry
& Technology of Deep Fat Frying, Food Technology Symposium, p.42-48.
Jacoeb AM, Cakti NW, Nurjanah. 2008. Perubahan komposisi protein dan asam
amino daging udang ronggeng (Harpiosquilla raphidea) akibat perebusan.
Buletin Teknologi Hasil Perairan 11(1):1-20.
23
Jamal M, Sondita MFA, Haluan J, Wiryawan B. 2011. Pemanfaatan data biologi
ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) dalam rangka pengelolaan perikanan
bertanggung jawab di perairan teluk bone. Jurnal Natur Indonesia 14(1):107113
Kenny AP. 1952. The determination of cholesterol by the liebermann-burchard
reaction. Clinical Laboratories. 52(39):611-620.
Ketaren. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta (ID): UI
Press.
Kinsella JE, Broughton KS, Whelan JW. 1990. Dietary Unsaturated Fatty Acids
Interaction and Possible Need in Relation to Eicosanoid Shyntesis. Journal
Nutrition Biochemistry 1:123-139.
[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2012. Ekspor tuna terus meningkat.
http://www.kkp.go.id/index.php/arsip/c/830/Ekspor-Tuna-Terus-Meningkat/
[29 Oktober 2013].
Kurniawan A, Hafiluddin, Abida W. 2012. Analisis kandungan gizi pada berbagai
jenis hasil laut di Perairan Sepulu. http://pta.trunojoyo.ac.id/uploads/
journals/ 70341100001/070341100001.pdf [25 Desember 2013].
Kusnandar F. 2010. Mengenal Sifat Lemak dan Minyak. Bogor (ID): Departemen
Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor.
Leke JR. Najoan M, Sjofjan O. 2012. Nilai kecernaan zat-zat gizi limbah ikan
Cakalang
(Katsuwonus
pelamis
L)
pada
ayam
kampung.
http://peternakan.litbang.deptan.go.id/fullteks/lokakarya/prougs12-19.pdf [25
Desember 2013].
Majewska D, Jakubowska M, Ligocki M, Tarasewicz Z, Szczerbin D, Karamucki
T,Sales J. 2009. Physicochemical characteristics, proximate analysis and
mineral composition of ostrich meat as influenced by muscle. Food
Chemistry 117(2009):207–211.
Matsumoto WM, Skillman RA. Dizon AE. 1984. Synopsis of Biological Data on
Skipjack Tuna, Katsuwonus pelamis. NDAA Technical Report
NMFSCircular.
Mitou M, Shigemori Y, Aoshima H, Yokoyama S. 2008. Effect of dried bonito
(katsuobushi) and some of its components on GABAA receptors. Food
Chemistry 108 (2008):840–846.
Muhamad NA, Mohamad J. 2012. Fatty acids composition of selected malaysian
fishes. Sains Malaysiana 41(1):81–94.
Nasution SH, Sulistiono, Sjafei D, Haryani S. 2004. Variasi morfologi ikan
endemik rainbow selebensis (Telmatherina celebensis) di Danau Towuti,
Sulawesi Selatan. Jurnal Akuakultur Indonesia 3(2):5-11.
Ningsih SG. 2011. Analisis asam lemak dan pengamatan jaringan daging fillet
ikan patin (pangasius hypophthalmus) akibat penggorengan [skripsi]. Bogor
(ID): Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Nollet L, Toldra F. 2010. Handbook of Seafood and Seafood Products Analysis.
Boca Raton (GB): CRC Press.
Nurjanah, Abdullah A. 2010. Cerdas Memilih Ikan dan Mempersiapkan
Olahannya. Bogor (ID): IPB Press.
O’Keefe S . 2002. omen lature dan lassifi ation of lipids. Di dalam: koh
dan Min DB, editor. Food Lipids: Chemistry, Nutrition, dan biotechnology.
Ed ke-2. New York (GB): Marcel Dekker, Inc.
24
Okuzumi M, Fujii T. 2000. Nutritional and Functional Properties of Squid and
Cuttlefish. Jepang (JP): Tokyo University of Fisheries.
Osman H, Suriah AR, Law EC. 2001. Fatty acid composition and cholesterol
content of selected marine fish in Malaysian water. Food chemistry
75(2001):55-60.
Ozogul Y, Simsek A, Balikci E, Kenar M. 2012. The effects of extraction
methods on the contents of fatty acids, especially EPA and DHA in marine
lipids. Int J Food Sci Nutr 63(3):326-31.
Ozugul Y, Ozugul F. 2007. Fatty acid profiles of commercially important fish
species from the mediterranean, agean dan black seas. Food Chemistry
100(4):1634-1638.
Purwaningsih S, Salamah E, Apriyana G. 2013. Profil protein dan asam amino
keong ipong-ipong (Fasciolaria salmo) pada pengolahan yang berbeda.
Jurnal Gizi dan Pangan 8(1): 77-82.
Purwaningsih S. 2012. Aktivitas antioksidan dan komposisi kimia keong matah
merah (Cerithidea obtusa). Ilmu Kelautan 17(1):39-38.
Rahman SA, Huah TS, Hassan O, Daud NM. 1995. Fatty acid composition of
some malaysian fresh water fish. Food Chemistry 54(1995):45-49.
Saanin H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Jilid I dan II. Bandung
(ID): Bina Cipta.
Sampaio GR, Bastos DHM, Sares RAM, Queiroz YS, Torres EAFS. 2006. Fatty
acid dan cholesterol oxidation in salted dan dried shrimp. Food Chemistry
95(2):344-351.
Sartika RAD. 2009. Pengaruh suhu dan lama proses menggoreng (deep frying)
terhadap pembentukan asam lemak trans. Makara Sains 13(1):23-28.
Suryani AA. 2012. Komposisi asam lemak dan kolesterol belut sawah
(Monopterus albus) akibat penggorengan. [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas
Ilmu Perikanan dan Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Tabee E. 2008. Lipid and phytosterol oxidation in vegetable oils and fried potato
products. [tesis]. Swedia (SE): Swedish University of Agricultural Science.
Tanabe T, Kayama S, Ogura M. 2003. Precise age determination of young to adult
skipjack tuna (Katsuwonus pelamis) with validation of otolith daily
increment. Standing Commitee on Tuna and Bilfish.
Tủrkkan AU, Cakli S, Kilinc B. 2008. Effects of cooking methods on the
proximate composition and fatty acid composition of seabass
(Dicentrarchus labrax, Linnaeus, 1758). Food and bioproducts processing
86:163–166.
Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka
Utama.
Yenni, Nurhayati T, Nurjanah. 2012. Pengaruh perebusan terhadap kandungan
asam lemak dan kolesterol kerang pokea (Batissa violacea celebensis
Marten 1897). Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 15(3):193198.
Yuwono E, Purnama S.2001. Fisiologi Hewan Air. Jakarta (ID): CV Agung Seto.
25
LAMPIRAN
26
27
LAMPIRAN
Lampiran 1 Data morfometrik ikan cakalang (dalam cm)
N
Tinggi
Lebar
Panjang
Panjang
O
Badan
Badan
total
baku
1
7
4,5
29,5
22,5
2
7,5
5
32,5
25
3
6,5
4,5
28
22,5
4
6,5
5
29
23,5
5
7,5
5
30
25,5
6
7
5
30
25
7
8
5
32
26,5
8
7
5
30
26
9
7
5
29,5
25
10
7
5
30
25
Rata-rata 7,10 ± 0,46 4,90 ± 0,21 30,05 ± 1,32 24,65 ± 1,38
Panjang
cagak
27
29
26
27,5
29
29
30,5
29
27
29
28,30 ± 1,36
Lampiran 2 Contoh perhitungan analisis proksimat ikan cakalang
a Kadar air
Cakalang segar
Cakalang goreng
1
2
1
2
Berat cawan (g)
29,55
27,55
29,81
29,18
Berat sampel (g)
5,01
5,01
5,01
5,00
Berat setelah dioven (g)
30,98
28,95
32,43
31,74
Kadar air (%)
71,46
72,06
47,705
48,8
Rataan (%)
71,76
48,252
Contoh perhitungan kadar air daging cakalang segar ulangan 1:
Berat cawan kosong = 29,55 gram (A)
Berat cawan dan sampel = 34,56 gram (B)
Berat setelah dioven = 30,98 gram (C)
% Kadar air =
=
= 71,46 %
b Kadar abu
Cakalang segar
Cakalang goreng
1
2
1
2
Berat cawan (g)
29,55
27,55
29,81
29,18
Berat sampel (g)
5,01
5,01
5,01
5,00
Berat setelah tanur (g)
29,63
27,62
30,02
29,38
Kadar abu (%)
1,59
1,39
4,19
4,00
Rataan (%)
1,49
4,09
Contoh perhitungan kadar abu daging ikan cakalang segar ulangan 1:
Berat cawan kosong = 29,55 gram (A)
Berat cawan dan sampel = 34,56 gram (B)
28
Berat cawan dan sampel setelah ditanur = 29,63 gram (C)
% Kadar abu =
=
= 1,59 %
c Kadar protein
Cakalang segar
Cakalang goreng
1
2
1
2
Berat sampel (g)
1,04
1,04
3,00
3,00
Titrasi HCl (mL)
3,00
3,00
4,80
4,80
Kadar protein (%)
25,29
25,29
41,25
41,25
Rataan (%)
25,29
41,25
Contoh perhitungan kadar protein daging cakalang segar ulangan 1:
mL HCl sampel = 3,00 mL
Berat sampel = 1,04 gram
mL HCl blanko = 0
N HCl = 0,1 N
fp = 10
% protein
=
=
mL
l x
l x 14 007 x 6 25 x
x 100
mg sampel
mL x
x 14 007 x 6 25 x 10
mg
x 100
= 25,29 %
d Kadar lemak
Cakalang segar
Cakalang goreng
1
2
1
2
Berat labu (g)
105,20
105,20
127,18
127,18
Berat sampel (g)
5,02
5,02
5,00
5,00
Berat setelah oven (g)
105,23
105,23
127,42
127,42
Kadar lemak (%)
0,60
0,60
4,80
4,80
Rataan (%)
0,60
4,80
Contoh perhitungan kadar lemak ikan cakalang segar ulangan 1:
Berat sampel= 5,02 g (W1)
Berat labu lemak tanpa lemak= 105,2 g (W2)
Berat labu lemak dengan lemak= 105,23 g (W3)
% kadar lemak
-
= 0,6 %
e Kadar karbohidrat
Contoh perhitungan kadar karbohidrat ikan cakalang segar
% karbohidrat= 100%- (Kadar air + kadar protein + kadar abu + kadar lemak)
% karbohidrat= 100%- (71,76 + 25,29 + 1,49 + 0,6)%= 0,86 %
29
Lampiran 3 Kromatogram asam lemak cakalang segar
Lampiran 4 Kromatogram asam lemak cakalang goreng
Contoh perhitungan asam lemak cakalang goreng ulangan 1
Asam Caprilat (C8:0)
Area sampel : 2480
Area standar : 88945
Konsentarsi standar : 0,04
V contoh : 1
Berat sampel : 0,0229 g
30
asam lemak =
asam lemak =
= 0,05 %
Lampiran 5 Data kolesterol ikan cakalang
Standar kolesterol
Absorbansi
Konsentrasi (mg/mL)
0,069
0,025
0,155
0,05
0,341
0,1
0,539
0,15
0,760
0,2
0.25
0.2
0.15
y = 0.2535x + 0.0106
R² = 0.9983
0.1
0.05
0
0.000
Kolesterol
Rataan
0.200
(b/b)
(b/k)
(b/b)
(b/k)
0.400
Ikan cakalang segar
(mg/100 g)
1
2
53,55
40,53
189,62
143,52
49,12
173,95
0.600
3
53,29
188,70
0.800
Ikan cakalang
goreng (mg/100 g)
1
2
3
115,85
84,13
89,10
410,25
297,91
315,49
96,36
341,22
31
Lampiran 6 Hasil analisis statistik proksimat
ANOVA
Sum of Squares
Between Groups
df
Mean Square
F
552,438
1
552,438
,779
2
,389
553,217
3
Between Groups
Protein Within Groups
Total
96,629
,001
96,630
Between Groups
Lemak Within Groups
Total
Between Groups
Within Groups
Total
Air
Within Groups
Total
Abu
1418,485
,001
1
2
3
96,629 193257,800
,001
,000
51,337
0,000
51,337
1
2
3
51,337 410697,800
,000
,000
6,962
,319
7,281
1
2
3
6,962
,160
43,593
Lampiran 7 Hasil analisis statistik asam lemak
Between Groups
Within Groups
Total
Between Groups
Miristat
Within Groups
Total
Between Groups
Pentadekanoat Within Groups
Total
Between Groups
Palmitat
Within Groups
Total
Between Groups
Heptadekanoat Within Groups
Total
Between Groups
Stearat
Within Groups
Total
Between Groups
Arakidat
Within Groups
Total
Between Groups
Heneikosanoat Within Groups
Total
Between Groups
Behenat
Within Groups
Total
Between Groups
Lignoserat
Within Groups
Total
Kaprilat
Sig.
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square
,000 1
,000
,001 4
,000
,001 5
1,162 1
1,162
,024 4
,006
1,186 5
,317 1
,317
,003 4
,001
,320 5
345,345 1
345,345
3,444 4
,861
348,789 5
,897 1
,897
,009 4
,002
,906 5
18,797 1
18,797
,679 4
,170
19,476 5
,017 1
,017
,003 4
,001
,020 5
,008 1
,008
,001 4
,000
,009 5
,109 1
,109
,001 4
,000
,111 5
,038 1
,038
,001 4
,000
,039 5
F
Sig.
,045 ,842
192,530 ,000
501,158 ,000
401,136 ,000
401,672 ,000
110,747 ,000
25,600 ,007
44,000 ,003
316,193 ,000
288,000 ,000
,022
32
Between Groups
Palmitoleat
Within Groups
Total
Between Groups
Oleat
Within Groups
Total
Between Groups
Eikosenoat
Within Groups
Total
Between Groups
Nervonat
Within Groups
Total
Between Groups
Linoleat
Within Groups
Total
Between Groups
Linolenat
Within Groups
Total
Between Groups
Eikosadienoat Within Groups
Total
Between Groups
Eikosatrienoat Within Groups
Total
Between Groups
Arakidonat
Within Groups
Total
Between Groups
EPA
Within Groups
Total
Between Groups
Dukosadienoat Within Groups
Total
Between Groups
DHA
Within Groups
Total
Between Groups
Elaidat
Within Groups
Total
Between Groups
Erukat
Within Groups
Total
Sum of Squares df Mean Square
F
Sig.
4,420 1
4,420 557,195 ,000
,032 4
,008
4,452 5
948,029 1
948,029 738,178 ,000
5,137 4
1,284
953,167 5
,070 1
,070 169,000 ,000
,002 4
,000
,072 5
,129 1
,129 387,200 ,000
,001 4
,000
,130 5
94,090 1
94,090 383,596 ,000
,981 4
,245
95,071 5
,019 1
,019
10,052 ,034
,008 4
,002
,027 5
,019 1
,019 165,143 ,000
,000 4
,000
,020 5
,016 1
,016 167,130 ,000
,000 4
,000
,016 5
4,753 1
4,753 227,397 ,000
,084 4
,021
4,836 5
13,142 1
13,142 1059,871 ,000
,050 4
,012
13,192 5
,001 1
,001
36,571 ,004
,000 4
,000
,001 5
375,883 1
375,883 1059,921 ,000
1,419 4
,355
377,302 5
,000 1
,000
,250 ,643
,000 4
,000
,000 5
,007 1
,007
57,143 ,002
,000 4
,000
,007 5
Lampiran 8 Hasil analisis statistik kolesterol
ANOVA
Kolesterol
Sum of Squares
Between Groups
Within Groups
Total
df
Mean Square
3347,058
1
3347,058
693,130
4
173,283
4040,188
5
F
19,316
Sig.
,012
33
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Prisca Sari Paramudhita. Penulis
dilahirkan di Situbondo, 5 Februari 1993 sebagai anak
kedua dari dua bersaudara dari pasangan Ayahanda Dr.
Suyitman, M.S. dan Ibunda Dra. Retno Palupi. Penulis m
emulai jenjang pendidikan formal di Sekolah Dasar Negeri
15 Ulu Gadut, Padang dan lulus pada tahun 2004, kemudian
penulis melanjutkan Sekolah Menengah Pertama di SMP
Negeri 11 Padang dan lulus pada tahun 2007. Penulis
menamatkan Sekolah Menengah Atas di SMA Kornita,
Bogor dan lulus pada tahun 2010.
Pada tahun 2010 penulis diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) di Departemen Teknologi Hasil Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis juga aktif
sebagai asisten mata kuliah Sosiologi Umum periode 2012/2014, Biologi Dasar
periode 2013/2014, dan Pengetahuan Bahan Baku Hasil Perairan periode
2013/2014.
Penulis selama menjalani pendidikan akademik di IPB pernah aktif
sebagai anggota Departemen Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa (PSDM)
BEM FPIK periode 2011-2012, sekretaris umum 2 majalah emulsi periode 20112012, sekretaris divisi Komunikasi dan Informasi (Kominfo) BEM FPIK periode
2012-2013, pengajar inspiratif IPB mengajar periode 2012. Penulis menerima
penghargaan peraih IPK 4,00 di Tingkat Persiapan Bersama 2011, Juara 2
Kompetisi pemikiran Kritis Nasional Dikti 2013, Peraih PKM-P didanai Dikti
2013-2014, dan peserta pertukaran pelajar ke Jepang JENESYS 2.0.
Download