View/Open - Repository | UNHAS

advertisement
PEMETAAN ZONA POTENSIAL PENANGKAPAN IKAN CAKALANG PADA MUSIM
PERALIHAN BERBASIS REMOTE SENSING DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
DI TELUK BONE-LAUT FLORES
Mukti Zainuddin1*, Najamuddin1, Aisyah Farhum1, Muhammad A. I. Hajar1
1Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin
E-mail: [email protected]
Abstrak
Perairan Teluk Bone-Laut Flores merupakan salah satu daerah penangkapan ikan cakalang terbaik
di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan faktor lingkungan laut dan
kelimpahan ikan cakalang, dan memetakan zona potensial penangkapan ikan (ZPPI) cakalang
berdasarkan hubungan tersebut. Penelitian ini menggunakan kombinasi model linear dan nonlinear untuk menginvestigasi hubungan variabel lingkungan (suhu permukaan laut, kecepatan
arus dan klorofil-a yang diestimasi dari citra satelit) dan hasil tangkapan ikan cakalang. Setelah
mengkonstruksi pola hubungan antara variabel, diformulasi sebuah persamaan untuk
memprediksi ZPPI dengan menggunakan sistem informasi geografis (SIG). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kelimpahan ikan cakalang tertinggi berasosiasi secara signifikan dengan
kecepatan arus yang berkisar antara 28 sampai 60 cm s-1, suhu permukaan laut (SPL) berkisar 29.5
- 31.5ºC dan klorofil-a dengan interval antara 0.075 dan 0.225 mg m-3. Hubungan yang paling kuat
antara CPUE dan ketiga parameter tersebut terjadi pada kecepatan arus sekitar 35 cm s -1, SPL 31
ºC, dan konsentrasi klorofil-a 0.15 mg m-3 . ZPPI ikan cakalang pada musim peralihan secara
konsisten berada pada area 120°30’-121°30’BT; 3°30’- 6° LS di Teluk Bone dan pada lokasi 120°122 BT; 6°- 7° LS di laut Flores. Pembentukan ZPPI pada musim peralihan diduga terkait dengan
preferensi faktor lingkungan dan juga keberadaan zona front, shelf-break 500 m dan up-welling di
lokasi penelitian.
Kata kunci: Pemetaan ZPPI, ikan cakalang, parameter lingkungan, musim peralihan, citra satelit dan SIG
1. PENDAHULUAN
Potensi sumberdaya ikan pelagis besar termasuk ikan cakalang di Teluk Bone dan Laut
Flores merupakan aset strategis meningkatkan kemakmuran masyarakat pantai dan pesisir
serta peningkatan pendapatan asli daerah.
Perairan Teluk Bone yang terletak di wilayah
pengelolaan perikanan (WPP 713) dikenal sebagai salah satu daerah penangkapan ikan
cakalang terbaik di Indonesia. Potensi sumberdaya ikan tuna dan cakalang di perairan tersebut
diperkirakan sebesar 193.500 ton/tahun, tetapi produksi saat ini baru mencapai 85.100
ton/tahun atau tingkat pemanfaatnnya baru mencapai 44% (Mallawa, 2009).
Fakta ini
menunjukkan bahwa tingkat produksi hasil tangkapan nelayan masih jauh dari kondisi optimal.
Penyebab utama kurang optimalnya hasil tangkapan ikan cakalang di perairan Teluk
Bone yaitu terbatasnya informasi ilmiah yang aktual dan sistematis tentang lokasi zona potensi
penangkapan ikan cakalang terutama pada musim peralihan. Kondisi demikian menyebabkan
intensitas kegiatan penangkapan nelayan banyak dilakukan secara spekulatif dan tidak
produktif. Hal ini menyebabkan kegiatan operasi penangkapan pole and line masih tidak efektif
dan efisien.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa distribusi dan kelimpahan ikan cakalang
sangat dipengaruhi faktor oseanografi. Suhu permukaan laut (SPL) mempengaruhi pola
distribusi dan kelimpahan ikan cakalang di bagian barat Pasifik pada saat terjadi El Nino dan La
Nina (Lehodey et al., 1997).
Andrade (2003) menemukan keterkaitan antara pergerakan
musiman SPL dan kelimpahan ikan cakalang di perairan selatan Brasil.
Parameter SPL,
konsentrasi klorofil-a dan anomali tinggi permukaan laut berhubungan secara signifikan
terhadap pola distribusi dan CPUE ikan cakalang di lepas pantai Jepang (Mugo et al., 2011).
Ikan cakalang di Teluk Bone juga didapatkan berasosiasi secara signifikan dengan
sebaran SPL dan klorofil-a yang diamati dari citra satelit pada musim timur (Zainuddin, 2011,
Zainuddin et al., 2013). Kedalaman perairan sekitar 500 m pada dikenal menjadi salah satu
habitat penting ikan cakalang di Teluk Bone pada musim timur (Gambar 1) (Zainuddin et al.,
2013). Oleh karena itu informasi terkini tentang kontribusi beberapa faktor oseanografi secara
bersamaan (seperti SPL, klorofil-a dan kecepatan arus) dalam membentuk zona potensial
penangkapan ikan (ZPPI) cakalang pada musim peralihan perlu diinvestigasi dan dipetakan.
Gambar 1. Peta bathymetry lokasi penelitian. Tanda panah hitam menunjukkan pola arus
musim timur yang menuju Laut Flores dan Teluk Bone.
2. DATA DAN METODE
Penelitian ini menggunakan metode survei dengan mengumpulkan dua jenis dataset
pada musim peralihan (Maret-Mei) 2012-2013, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer
terdiri dari data oseanografi lapangan (SST, klorofil-a dan kecepatan arus), posisi penangkapan/
posisi sampling dan data hasil tangkapan ikan cakalang per trip. Data sekunder yang terdiri dari
data citra satelit kondisi oseanografi untuk estimasi SPL dan densitas klorofil-a di daerah
penelitian diperoleh dari database NASA (http://oceancolor.gsfc.nasa.gov) dengan resolusi
spasial dan resolusi temporal masing masing 4 km dan bulanan. Sedangkan data citra arah dan
kecepatan arus diperoleh dari AVISO dataset (Data tanggal 27-28 Maret 2013). Data arus
tersebut pada penelitian ini baru digunakan sebagai pelengkap, belum masuk dalam tahap
analisis model.
Semua data oseanografi yang diperoleh dari citra satelit selanjutnya akan di match up/
dikorelasikan dengan data in-situ dan hasilnya akan digunakan sebagai data input bersama
dengan data penangkapan pada pengembangan model generalized additive model (GAM).
Model ini digunakan untuk mengkaji mekanisme hubungan antara hasil tangkapan ikan
cakalang dengan parameter oseanografi. Data oseanografi yang menjadi input model GAM
antara lain SPL dan konsentrasi klorofil-a. Model GAM dapat dilihat pada persamaan berikut
(Hastie and Tibshirani, 1990):
p
g (  ( x))   ( x)     f i ( xi )
i 1
dimana g adalah fungsi hubungan, xi adalah vektor variable oseanografi prediktor,  (x) adalah
predictor aditif,  adalah response rata-rata, α adalah konstanta perpotongan (intersep) dan fi
adalah fungsi non-parametrik yang ke-i.
Model ini digunakan untuk mempelajari hubungan
sesungguhnya antara respon (hasil tangkapan) dengan variabel oseanografi.
GAM adalah
teknik non parametrik yang sangat efektif digunakan untuk mencari hubungan dua atau lebih
variabel (Hastie and Tibshirani, 1990). Tahap selanjutnya setelah mengidentifikasi hubungan
antara variabel oseanografi dan hasil tangkapan ikan cakalang adalah menggunakan model
GLM untuk mengkonstruksi persamaan dengan software S-Plus yang menggambarkan
hubungan dengan akurasi yang tinggi, sehingga hasilnya dapat dipetakan dengan teknik sistem
informasi geografis. Model GLM dapat dilihat pada persamaan berikut (McCullagh and Nelder,
1989):
p
g (  ( x))   ( x)   0    i xi
i 1
Dimana β0 dan βi
adalah konstanta, η(x) adalah predictor linear yang digambarkan pada
persamaan sebelumnya.
Hasil analisis model GAM-GLM diuji untuk mendapatkan model yang signifikan dengan
mengamati Akaika information criteria (AIC), residual deviance dan nilai uji F (Zainuddin et al.,
2008). Luaran model prediksi ini kemudian divisualisasikan dalam bentuk peta zona potensial
penangkapan ikan (ZPPI) dengan teknik pemetaan sistem informasi geografis dengan software
IDL dan GMT.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan data dinamika spasial dan temporal suhu permukaan laut (SPL) pada
musim peralihan (Maret-Mei 2013) di Teluk Bone-Laut Flores didapatkan bahwa SPL relatif
paling tinggi (diatas 31°C) terjadi pada bulan April dan umumnya terletak pada Teluk Bone
bagian tengah dan utara (Gambar 2). Pada bulan Maret SPL relatif lebih rendah dan tertinggi
juga di bagian utara teluk. Pada bulan Mei kecenderungan suhu terlihan mengalami penurunan
khususnya di Laut Flores. Secara umum, selama musim peralihan pertama (Maret-Mei) suhu
permukaan Teluk Bone selalu lebih tinggi dibandingkan dengan Teluk Flores. Hal ini
menunjukkan adanya perbedaan SPL antara kedua daerah tersebut dan juga memiliki implikasi
pada pola distribusi dan kelimpahan ikan cakalang. Pola distribusi SPL pada musim timur
didapatkan berhubungan erat dengan kelimpahan ikan (Zainuddin, 2011;Zainuddin et al., 2013).
Dalam hubungannya dengan parameter konsentrasi klorofil-a yang diamati dari citra
satelit terlihat jelas bahwa klorofil-a lebih berkembang luas terutama di perairan Bone,
Jeneponto, Bantaeng dan Bulukumba pada bulan Maret 2013 (Gambar 3). Sedangkan pada
bulan April densitas klorofil-a paling tinggi ditemukan di perairan Luwu Sulawesi Selatan, Kolaka
dan Buton Sulawesi Tenggara. Kenyataan ini juga terlihat pada bulan Mei. Namun pada dua
bulan terakhir tersebut konsentrasi klorofil-a justru terlihat menurun pada perairan Jeneponto,
Bantaeng dan Bulukumba. Berdasarkan hasil pengamatan ini diduga kuat juga bahwa ikan
cakalang memiliki pola distribusi spasial yang berbeda selama musim peralihan dari perspektif
parameter klorofil-a. Parameter klorofil-a terbukti sebagai faktor penentu dalam mengkaji pola
distribusi spasial ikan cakalang pada musim timur di Teluk Bone-Laut Flores (Zainuddin et al.,
2013).
Gerombolan ikan cakalang yang tertangkap di perairan Teluk Bone pada musim
peralihan terlihat berada pada SPL citra satelit antara 27°C dan 33°C (Gambar 4).
Hasil
tangkapan ikan cakalang per upaya penangkapan tertinggi (CPUE) diperoleh pada SPL antara
29.5°C dan 31.4°C.
Sedangkan tingkat SPL yang paling kuat hubungannya dengan hasil
tangkapan terletak pada suhu 31°C. Sementara berdasarkan hubungan antara klorofil-a dengan
frekuensi upaya penangkapan pole and line diperoleh bahwa ikan cakalang di Teluk Bone
tertangkap pada kisaran klorofil-a dari 0.15 mg m-3 sampai dengan 0.35 mg m-3 (Gambar 4).
CPUE ikan cakalang tertinggi diperoleh pada konsentrasi klorofil-a antara 0.075 mg m-3 dan
0.275 mg m-3.
Sedangkan tingkat klorofil-a yang paling kuat hubungannya dengan hasil
tangkapan terletak pada level 0.15 mg m-3. Kombinasi kedua interval (SPL antara 29.5°C dan
31.5°C dan konsentrasi klorofil-a antara 0.075 mg m-3 dan 0.275 mg m-3) dapat dipandang
sebagai kondisi oseanografi perairan dimana peluang untuk mendapatkan ikan cakalang lebih
besar. Oleh karena itu, dalam penelitian ini kombinasi wilayah perairan yang mencakup kondisi
tersebut disebut sebagai zona potensial penangkapan ikan. Zona tersebut dpandang memiliki
probabilitas yang tinggi untuk menemukan ikan cakalang dalam jumlah relative lebih melimpah.
Gambar 2. Distribusi SPL yang diperoleh dari citra MODIS pada musim peralihan Maret-Mei
2013 di daerah Teluk Bone-Laut Flores
Gambar 3. Distribusi konsentrasi klorofil-a yang diperoleh dari citra MODIS pada musim
peralihan Maret-Met 2013 di daerah Teluk Bone-Laut Flores
Gambar 4. Histogram hubungan antara tingkat upaya penangkapan dengan parameter
oseanografi MODIS SPL, MODIS klorofil-a dan kecepatan arus
Dalam penelitian ini, data arus dari lapangan dan data citra satelit hanya digunakan
sebagai tambahan penjelasan. Datanya masih dalam proses pengumpulan untuk kemudian
pada tahap selaanjutnya akan dimasukkan juga dalam analisis model. Berdasrkan gambar
histogram diketahui bahwa kondisi kecepatan arus yang digunakan nelayan menangkap ikan
cakalang antara 15 hingga 45 cm/s (Gambar 4). Nilai CPUE tertinggi didapat pada kisaran
kecepatan arus antara 28 cm/s dan 60 cm/s. Berdasarkan Gambar 4 dapat dilihat dari data citra
satelit bahwa pada tanggal 27-28 Maret 2013, kecepatan arus memang cenderung dalam
kisaran tersebut di lokasi penelitian (Gambar 5). Arah arus cenderung menuju perairan Bone,
Bulukumba dan Sinjai. Hal ini memberikan indikasi adanya kesesuaian antara kecepatan arus
dari lapangan dengan data satelit dan kebanyakan hasil tangkapan ikan cakalang berdasarkan
data lapangan Maret 2013 cenderung berada dipertemuan arus dari selatan dan dari arah timur
lokasi penelitian.
Gambar 5. Pola distribusi dan kecepatan arus pada tanggal 27-28 Maret 2013 di periran Teluk
Bone-Laut Flores.
Berdasarkan hasil model statistik, ZPPI ikan cakalang pada musim peralihan secara
konsisten berada pada area 120°30’-121°30’BT; 3°30’- 6° LS di Teluk Bone dan pada lokasi
120°-122 BT; 6°- 7° LS di laut Flores. ZPPI pada bulan Maret lebih banyak terbentuk di Laut
Flores. Untuk di Teluk Bone, ZPPI berkembang di wilayah perairan bagian barat termasuk
perairan Bone, Bulukumba dan Sinjai.
Estimasi hasil tangkapan (CPUE) di lokasi tersebut
diperkirakan lebih 150 ekor/hauling (warna merah) (Gambar 6).
ZPPI warna merah
mengindikasikan kondisi optimal dimana kisaran SPL dan klorofil-a berinterseksi lebih banyak.
Berdasarkan hasil penelitian tahun 2013, sebagai verifikasi data, hasil tangkapan ikan cakalang
di lapangan rata-rata 35 ekor/hauling.
Peta prediksi ZPPI pada bulan Maret menunjukkan
bahwa nelayan melakukan operasi penangkapan pada lokasi dengan estimasi hasil tangkapan
moderat.
Oleh karena itu, untuk mendapatkan hasil tangkapan tertinggi pada bulan Maret
diharapkan nelayan beroprasi pada lokasi optimal ZPPI yaitu pada bagian barat dari lokasi
aktual.
Pada bulan April 2013, ZPPI lebih dominan berkembang di Laut Flores dan estimasi
CPUE di dalam teluk cenderung berkurang.
Data lapangan juga menunjukkan penurunan
tingkat CPUE nelayan pada bulan tersebut. Hal ini berarti kondisi optimum SPL-klorofil-a kurang
berasosiasi secara sempurna atau bahkan saling independen.
Sementara pada bulan Mei
2013, ZPPI terbentuk dihampir semua sisi Teluk Bone. Kenyataan ini menunjukkan bahwa
menjelang masuk musim timur, ZPPI mulai berkembang dengan baik. Hal ini berimplikasi pada
kuatnya dugaan bahwa musim terbaik penangkapan ikan cakalang di Teluk Bone terjadi pada
musim timur (Zainuddin, 2011; Zainuddin et al., 2013). Pada penelitian ini merekomendasikan
bahwa meskipun musim peralihan bukan musim puncak tapi lokasi spasial ZPPI optimal pada
musim tersebut dapat dideteksi.
Penggunaan data citra satelit yang dikombinasikan dengan teknik pemetaan sistem
informasi geografis menunjukkan bahwa ZPPI cakalang dapat dimonitor secara spasial dan
temporal.
Formasi ZPPI yang ditemukan merupakan visualisasi dinamika spasial dari dua
parameter kunci yaitu SPL dan klorofil-a. Kombinasi nilai preferensi ikan cakalang terhadap
kedua faktor tersebut dan juga keberadaan shelf-break 500 m di Teluk Bone, front dan upwelling
adalah alasan utama terbentuknya ZPPI cakalang pada musim peralihan (Maret-Mei) di lokasi
penelitian. Hasil verifikasi data lapangan menunjukkan nilai yang cukup signifikan (Gambar 6).
Gambar 6. Prediksi hasil tangkapan ikan cakalang (ZPPI) pada musim peralihan Maret-Mei
2013 di daerah Teluk Bone-Laut Flores. Lingkaran warna putih pada bulan Maret menunjukkan
sebaran data lapangan untuk verifikasi.
4. KESIMPULAN
ZPPI cakalang pada musim peralihan (Maret-Mei) secara signifikan distimulasi oleh dua
faktor oseanografi utama yaitu SPL dan konsentrasi klorofil-a. Kombinasi nilai preferensi ikan
cakalang terhadap kedua faktor lingkungan tersebut dapat membentuk formasi ZPPI. Selain itu
ZPPI yang terjadi pada musim peralihan juga diduga kuat terkait shelf-break 500 m kedalaman,
front dan upwelling yang ada di lokasi penelitian.
UCAPAN TERIMA KASIH
Tulisan ini merupakan kontribusi dari kegiatan riset kompetisi internal (dana BOPTNUNHAS) dengan judul pemetaan kelayakan zona potensi penangkapan ikan cakalang pada
musim barat dan musim peralihan di Teluk bone TA 2013. secara khusus juga, ucapan terima
kasih kami sampaikan kepada institusi nasa melalui website:http://oceancolor.gsfc.nasa.gov
atas penyediaan data citra satelit spl dan klorofil-a, dan AVISO (data arus) dari yang digunakan
dalam studi ini.
DAFTAR PUSTAKA
Andrade, H.A. 2003. The relationship between the Skipjack tuna (Katsuwonus pelamis) fishery
and seasonal temperature variability in the south-western Atlantic. Fish. Oceanogr. 12:
10-18.
Hastie, T.J. and Tibshirani, R.J. 1990. Generalized Additive Models. London: Chapman and Hall,
335pp.
Lehodey, P., Bertignac, M., Hampton, J., Lewis, A. and Picaut, J.1997. El Nin˜o southern
oscillation and tuna in the western Pacific. Nature 389:715–718.
Mallawa, A. 2009. Pemetaan Daerah Penangkapan, Hubungan Habitat Selection dan best
Fishing Ground. Bahan Ajar Program S3 Ilmu Pertanian minat Perikanan. Program Pasca
Sarjana UNHAS. Tidak Dipulikasikan
McCullagh, P. and Nelder, J.A. 1989. Generalized Linear Models. London: Chapman & Hall,
532pp.
Mugo, R., Saitoh, S.I., Nihira, A. and Kuroyama, T. 2010. Habitat characteristics of skipjack tuna
(Katsuwonus pelamis) in the western North Pacific: a remote sensing perspective. Fish.
Oceanogr. 19:382–396.
Polovina, J.J., Howell, E., Kobayashi, D.R. and Seki, M.P.2001. The transition zone chlorophyll
front, a dynamic global feature defining migration and forage habitat for marine resources.
Prog. Oceanogr. 49:469–483.
Zainuddin, M.2011. Skipjack Tuna In Relation To Oceanograohic Contions of Bone Bay Using
Remotely Sensed Satellite Data. Jurnal Ilmu Dan Teknologi Kelautan Tropis, 3:82-90.
Zainuddin, M., Saitoh, K. and Saitoh, S. 2004. Detection of potential fishing ground for albacore
tuna using synoptic measurements of ocean color and thermal remote sensing in the
northwestern
North
Pacific.Geophys.
Research
Letter
31,
L20311,
doi:10.1029/2004GL021000.
Zainuddin, M., Saitoh, K. and Saitoh, S. 2008. Albacore (Thunnus alalunga) fishing ground in
relation to oceanographic conditions in the western North Pacific Ocean using remotely
sensed satellite data. Fish. Oceanogr. 17:61–63.
Zainuddin, M., A.F. Nelwan, A. Farhum, M.A.I. Hajar, Najamuddin, M. Kurnia and Sudirman.
2013. Characterizing Potential Fishing Zone of Skipjack Tuna during the Southeast
Monsoon in the Bone Bay-Flores Sea Using Remotely Sensed Oceanographic Data.
International Journal of Geosciences, Vol. (4): 259-266.
Download