BEBERAPA ASPEK BIOLOGI IKAN CAKALANG

advertisement
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Oseanologi dan Limnologi di Indonesia (2007) 33: 17 – 25
ISSN 0125 – 9830
BEBERAPA ASPEK BIOLOGI IKAN CAKALANG (Katsuwonus
pelamis) DI PERAIRAN SEKITAR PULAU SERAM SELATAN
DAN PULAU NUSA LAUT
oleh
NURDIN MANIK
UPT Loka Konservasi Biota Laut Bitung,
Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI
Received 19 February 2007, Accepted 29 March 2007
ABSTRAK
Cakalang (Katsuwonus pelamis) merupakan komoditi laut penting dari Propinsi Maluku,
namun masih sangat langka diteliti. Penelitian ini dilakukan pada bulan September, Oktober
dan Desember 1998 di perairan sekitar pulau Seram Selatan dan pulau Nusalaut untuk mengetahui
beberapa aspek biologinya. Semua contoh cakalang yang diteliti diperoleh dari kapal-kapal
huhate (pole and liner). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan cakalang jantan lebih berat
dari pada betina pada ukuran panjang cagak yang sama dan tidak selektif terhadap makanannya.
Cakalang jantan dan betina terkecil yang sudah matang gonad masing-masing berukuran 43,6
cm FL dan 42,8 cm FL. Uji Chi – square menunjukkan perbandingan kelamin seimbang selama
periode penelitian. Untuk fekunditas ternyata tidak tergantung pada ukuran panjang.
Kata kunci : Ikan cakalang, Katsuwonus pelamis, aspek biologi.
ABSTRACT
SOME BIOLOGICAL ASPECTS OF SKIPJACK, Katsuwonus pelamis, AROUND
SOUTH OF SERAM AND NUSALAUT WATERS. For the Maluku Province skipjack is an
important commodity from the sea, but has been less investigated. In order to know its some
biological aspect, this study was carried out on September, October and December 1998. The
result, indicated the males were heavier than the females at the same fork length and they seem
to be non selective in their feeding habits. The smallest fish with maturing gonad was 43.6 cm
FL for male and 42.8 cm FL for females. Chi – square test showed that the sex ratio was not
significantly different between sampling periods and the fecundity was not depended on
length size.
Keywords : Skipjack, Katsuwonus pelamis, biological aspects.
17
Oseanologi dan Limnologi di Indonesia Vol. 33 (1), 2007
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
NURDIN MANIK
PENDAHULUAN
Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) merupakan salah satu jenis sumber
daya perikanan terpenting baik sebagai komoditi ekspor maupun sebagai bahan
konsumsi dalam negeri. Oleh karena itu peranannya di dalam penambahan devisa
negara cukup berarti. Di negara-negara maju antara lain Jepang, Korea dan Amerika
Serikat, penelitian terhadap ikan cakalang sudah dilakukan, baik menyangkut aspek
biologi, distribusi maupun teknik penangkapannya. Di Indonesia, penelitian seperti
itu belum banyak dilakukan sehingga informasi yang tersedia masih kurang sekali
(MATSUMOTO et al. dalam WOUTHUYZEN et al. 1990). Hal ini disebabkan
karena selama ini perhatian lebih dipusatkan pada masalah penangkapan. Kegiatan
penelitian biologinya baru berkembang beberapa tahun terakhir ini. Padahal informasi
mengenai biologi adalah sangat penting terutama bagi pihak yang berkepentingan.
Berdasarkan atas kenyataan tersebut, maka penelitian pendahuluan ini dilakukan
untuk melihat beberapa aspek biologi, yaitu makanan dan kebiasaan makan, tingkat
kematangan gonad, perbandingan kelamin dan fekunditas.
Mempelajari makanan sebagai salah satu faktor ekologis adalah untuk
mengetahui apa jenis makanannya dan bagaimana kelimpahan serta distribusi organisme
yang dimakan oleh cakalang. Sebab secara alami, kelimpahan dan distribusi cakalang
berkaitan erat dengan ketersediaan makanan. Demikian juga studi mengenai jenis
kelamin dan tingkat kematangan seksual ikan dalam aplikasinya merupakan
pengetahuan dasar dari biologi reproduksi suatu sediaan (stock). Selain itu dapat
dipergunakan untuk menentukan umur dan ukuran ikan pertama kali matang seksual,
waktu dan tempat memijah serta lamanya siklus pertumbuhan ovarium sampai
berakhirnya pemijahan (MERTA 1982). Estimasi fekunditas dapat dipergunakan
untuk menghitung besarnya sediaan dan potensi reproduksi.
BAHAN DAN METODE
Contoh cakalang diperoleh dari hasil tangkapan kapal - kapal huhate (pole
and liner) yang beroperasi di sekitar perairan Seram Selatan dan Nusalaut (Gambar
1) pada bulan September, Oktober dan Desember 1998. Panjang tubuh dan berat
dari seluruh contoh ikan diukur. Lambung dan ovari yang sudah matang gonad
( TKG III ) diambil untuk dianalisis di laboratorium. Hubungan panjang - berat dianalisis
menurut PAULY & GAYANILO (1996). Nilai b hitung diuji terhadap nilai b hipotesis
(b = 3) dengan uji – t dari SACHS dalam VAKILY et al. (1986) untuk mengetahui
pola pertumbuhan. Selanjutnya nilai b hitung dari ikan jantan dan betina diuji dengan
18
Oseanologi dan Limnologi di Indonesia Vol. 33 (1), 2007
BEBERAPA ASPEK BIOLOGI IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis) DI sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
PERAIRAN
SEKITAR PULAU SERAM SELATAN DAN PULAU NUSA LAUT
uji covarian untuk mengetahui jenis kelamin mana yang lebih berat pada ukuran panjang
yang sama. Kontribusi tiap jenis makanan ditentukan dengan indeks relatif penting,
IRP ( YESAKI 1983 ). Tingkat kematangan gonad
( TKG ) ditentukan berdasarkan
klasifikasi ORANGE dalam WOUTHUYZEN et al.
( 1990 ). Perbandingan jenis
2
kelamin, dilakukan dengan uji chi - square ( X ), sedangkan fekunditas dihitung dengan
cara grafimetrik ( WILSON 1982 )
Gambar 1.
Lokasi penelitian di daerah penangkapan lokal ikan cakalang.
Figure
Position station research in local fishing ground.
1.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hubungan panjang – berat
Hasil analisis hubungan panjang – berat untuk masing-masing jenis
sebagai berikut :
-6
- Jantan : W = 6.7 x 10 . L 3.285 ; r = 0.95
- Betina : W = 5.9 x 10-6 . L 3.355 ; r = 0.91
Oseanologi dan Limnologi di Indonesia Vol. 33 (1), 2007
adalah
19
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
NURDIN MANIK
Setelah diuji dengan uji – t, nilai – nilai eksponen b = 3,285 dan b = 3,355
ternyata lebih besar dari nilai tetapan b = 3 pada taraf nyata 5 %. Ini berarti pola
pertumbuhan ikan jantan dan betina bersifat alometrik positif ( b > 3 ); dengan kata
lain pertambahan panjang tidak secepat pertambahan berat. Hasil yang sama
ditemukan juga pada cakalang yang tertangkap di perairan Maluku Tengah ( TELLUSA
1985) dan disekitar perairan Sorong (SUHENDRATA & MERTA 1986). Sedangkan
pola pertumbuhan cakalang yang tertangkap di sebelah Barat Sulawesi Tengah menurut
UKTOLSEYA dalam TELLUSA (1985) adalah isometrik (pertumbuhan ideal sesuai
hukum kubik, yaitu tingkat pertumbuhan panjang, lebar dan tinggi ikan adalah sama).
Berbedanya hasil analisis tersebut mungkin karena diferensiasi kisaran panjang ikan
yang dianalisis cukup besar, selain karena pengaruh faktor-faktor biologis dan ekologis
dari masing-masing perairan dimana ikan itu hidup. Secara umum MERTA (1992)
mengatakan, karena keadaan lingkungan sering berubah dan atau kondisi ikannya
berubah, maka hubungan panjang-berat akan sedikit menyimpang dari hukum kubik
(b ≠ 3).
Analisis covarian terhadap nilai b = 3,285 dan b =3,355 menunjukkan tidak
berbeda pada taraf nyata 5 %, berarti ada persamaan pertambahan panjang dan
berat antara ikan jantan dan betina. Akan tetapi karena nilai a (intersep) garis
regresi ikan jantan lebih besar dari pada betina (-5,1739 > -5,2596), maka ikan
jantan lebih berat dari pada ikan betina pada ukuran panjang yang sama.
Makanan
Penelaahan makanan dilakukan terhadap 249 isi lambung, komponenkomponen yang ditemukan di dalam seluruh lambung dan nilai Indek Relatif Penting
(IRP) dapat dilihat pada Tabel 1. Jika diperhatikan seluruh komponen yang ada
dapat dikatakan hanya 3 komponen utama yang merupakan makanan cakalang yaitu
ikan, krustasea dan moluska. Kelompok ikan terdiri dari ikan umpan (Stolephorus
spp.) yang digunakan pada waktu penangkapan dan jenis-jenis ikan lainnya dari famili
Leiognathidae, Trichiudae, Exocoetidae dan Mulidae. Kelompok Krustasea yaitu
udang laut dari famili Pandalidae, Stomatopoda dan Amphipoda. Untuk kelompok
moluska hanya cumi-cumi dari famili Loliginidae. Berdasarkan nilai IRP setiap jenis
makanan bervariasi pada tiap bulan, dapat diduga bahwa ikan cakalang tidak
mempunyai preferensi dalam kebiasaan makan (feeding habit). Hal ini sesuai
dengan keterangan HOTTA & OGAWA dalam HIDA (1973), bahwa cakalang
termasuk tuna tidak selektif di dalam kebiasaan makannya, karena itu akan memakan
apa saja yang dijumpai bahkan dapat memakan jenis-jenisnya sendiri.
20
Oseanologi dan Limnologi di Indonesia Vol. 33 (1), 2007
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
BEBERAPA ASPEK BIOLOGI IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis) DI PERAIRAN
SEKITAR PULAU SERAM SELATAN DAN PULAU NUSA LAUT
Tabel 1. Kontribusi jenis makanan dan IRP cakalang (Katsuwonus
pelamis).
Table 1. Contribution of food species and Index of Relative Importance
(IRI) of skipjack (Katsuwonus pelamis).
Index of Relative Importance ( IRI )
Food species
September
October
December
1998
1998
1998
5369
3085
3602
Another fish
13
271
27
Crustacea
485
535
27
Mollusk
40
1472
34
0.033
0.01
0.20
Unidentified
_
0.44
_
Leaves
_
0.006
_
Bait fish
Polychaeta
Tingkat Kematangan Gonad
Tingkat kematangan gonad yang diamati secara morfologi selama penelitian
terdapat variasi kriterianya. Cakalang yang tertangkap pada bulan September, terdiri
dari 40 % TKG II, 54 % TKG III dan 6 % TKG V ;pada bulan Oktober terdiri dari
8 % TKG I, 28 % TKG II, 60 % TKG III, dan 4 % TKG V. Sedangkan pada bulan
Desember terdiri dari 39 % TKG II, 50 % TKG III, dan 11 % TKG V. Selama
penelitian tidak ditemukan cakalang yang TKG IV, hal ini mengindikasikan bahwa
pada bulan – bulan tersebut aktifitas pemijahan sedang berlangsung atau mungkin
sudah berakhir. Tidak tertangkapnya cakalang TKG IV di berbagai perairan sudah
banyak dilaporkan, antara lain oleh WILSON (1982), yang menyatakan bahwa
ikan cakalang akan bermigrasi jauh ke laut dalam apabila melakukan pemijahan
sehingga kemungkinan tertangkap kecil sekali.
Penelitian ini masih merupakan tahap awal, maka belum dapat diketahui
puncak-puncak pemijahan yang tepat. Walaupun demikian menurut WOUTHUYZEN
et al. (1990), puncak pemijahan cakalang di Laut Banda dan sekitarnya, terjadi
21
Oseanologi dan Limnologi di Indonesia Vol. 33 (1), 2007
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
NURDIN MANIK
pada bulan Juni dan Desember dengan karakteristik sebagai ikan pemijah majemuk
( multi spawner ). Dalam penelitian ini ditemukan cakalang terkecil yang sudah
matang gonad ( TKG III ) berukuran 43,6 cm FL jantan dan 42,8 cm FL betina.
MERTA ( 1992 ), menemukan di perairan sebelah Selatan Bali dan sebelah Barat
Sumatera adalah cakalang jantan dan betina terkecil yang sudah matang gonad
berukuran 41,7 cm FL dan 42,8 cm FL. Sedangkan yang ditemukan di perairan
Sorong berukuran 49 cm FL jantan dan 47 cm FL betina ( SUHENDRA & MERTA
1986 ). Di perairan Philipina, cakalang betina yang pertama kali matang gonad hanya
berukuran 34 cm FL, tetapi kebanyakan di atas 40 cm FL. Adanya diferensiasi
panjang cakalang pertama kali matang gonad diduga karena adanya perbedaan
kecepatan tumbuh sehingga ikan – ikan yang di tetaskan pada waktu yang sama akan
mencapai tingkat kematangan gonad pada umur yang berbeda.
Perbandingan Jenis Kelamin ( sex ratio )
Jenis kelamin ditentukan secara morfologis, yaitu mengamati bentuk dan
warna gonad. Berdasarkan seluruh contoh gonad yang diamati, ternyata cakalang
jantan dominan pada bulan September dan Desember; proporsi sebaliknya yaitu
pada bulan Oktober. Secara keseluruhan, proporsi jenis kelamin selama penelitian
sesuai hasil uji Chi-square menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf nyata 0,95
(Tabel 2).
Proporsi yang sama ditemukan juga oleh PURWANTO et al. (1986) di sekitar peraian
Teluk Piru dan Elpaputih, Pulau Seram.
Apabila dikaitkan dengan tingkat kematangan gonad, maka fluktuasi
perbandingan jenis kelamin ini diduga berkaitan dengan berlangsungnya aktivitas
pemijahan dan mortalitas alami. Buktinya selama penelitian tidak ditemukan
ikan-ikan yang siap pijah, “ripe” ( TKG IV ), dan hanya sedikit sekali tertangkap
ikan-ikan yang sudah memijah, “spent” ( TKG V ).
Berdasarkan ukuran panjang tubuh, perbandingan jenis kelamin seimbang
pada ikan yang berukuran 50,2 – 55,4 cm. Pada ukuran yang lebih kecil didominasi
oleh ikan betina dan yang lebih besar dari ukuran tersebut didominasi oleh ikan
jantan.
22
Oseanologi dan Limnologi di Indonesia Vol. 33 (1), 2007
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
BEBERAPA ASPEK BIOLOGI IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis) DI PERAIRAN
SEKITAR PULAU SERAM SELATAN DAN PULAU NUSA LAUT
Tabel 2.
Uji homogenitas jenis kelamin ikan cakalang yang tertangkap di
perairan Pulau Seram Selatan dan Pulau Nusalaut, September,
Oktober dan Desember 1998.
Table 2. Chi-square test of sex ratio for skipjack caught in around South of
Seram and Nusalaut waters, September, Oktober and December
1998.
O
Time
E
Ratio
X2calc. X20.05
M
F
M
F
M
September
48
42
45
45
1
0.88
0.40
3.84
October
29
47
38
38
1
1.62
2.13
3.84
December
46
37
41.5
41.5
1
0.80
0.98
3.84
123
126
124.5
124.5
1
1.02
0.04
3.84
Total
Note : X2 hit.
O =
E =
M =
F =
F
< X2 0.05 : not significant.
Observed male and female fish frequency.
Expected male and female fish frequency.
Male.
Female.
Fekunditas
Perhitungan fekunditas hanya dilakukan pada cakalang yang telah mencapai
tingkat kematangan gonad III. Hasil perhitungan fekunditas pada cakalang yang
berukuran 45,9 – 55,6 cm FL berkisar antara 90.000 – 348.000 butir. Di lokasi
penelitian yang sama, WOUTHUYZEN et al. (1990) mendapatkan fekunditas
186.000 – 718.000 butir pada cakalang yang berukuran 43,3 – 65,5 cm FL. Di
Papua New Guinea, fekunditas cakalang yang berukuran 43.7 – 72 cm FL sekitar
120.000 – 1.450.000 butir (WILSON 1982). SUHENDRATA & MERTA (1986)
mendapatkan fekunditas 120.000 – 570.000 butir pada cakalang yang berukuran
47,60 cm FL di perairan Sorong.
Berdasarkan hasil – hasil tersebut di atas dapat dikatakan bahwa besarnya
fekunditas tetap berbeda sekalipun ukuran dan umur ikannya sama, karena pengaruh
23
Oseanologi dan Limnologi di Indonesia Vol. 33 (1), 2007
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
NURDIN MANIK
berbagai rangsangan (stimuli) ekologis dan biologis. Hasil analisis regresi linier dari
hubungan antara fekunditas dan panjang tubuh adalah : F = -60615,8 + 19378,6 L
dengan r = 0,71. Nilai koefisien korelasinya cukup rendah, berarti fekunditas tidak
tergantung pada ukuran panjang ikan.
KESIMPULAN
Pola pertumbuhan ikan cakalang jantan dan betina alometrik, pada ukuran
panjang cagak yang sama ikan jantan lebih berat dibandingkan ikan betina. Ikan
cakalang tidak selektif dalam kebiasaan makannya. Kematangan gonad tidak
tergantung pada ukuran dan umur ikan. Perbandingan jenis kelamin berhubungan
erat dengan aktivitas pemijahan dan mortalitas alami. Besarnya fekunditas tidak
tergantung pada ukuran panjang ikan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Ibu Prof.Dr.
Sri Juwana selaku Pemimpin Redaksi OLDI atas koreksi dan saran-sarannya serta
perkenannya menerbitkan tulisan ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
Bapak Dr. Aznam Aziz, APU dan Ibu Ir. Sulastri atas koreksi dan saran-sarannya;
dan kepada Bapak Drs. Edy Yusron, Msi atas usaha dan bantuannya untuk penerbitan
tulisan ini. Semoga Allah membalas semuanya. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
HIDA, T. S. 1973. Food of tunas and dolpins (pisces:Scombridae and Corpaenidae)
with emphasis on distribution and biology of their prey. Stolephorus buccaneri
(Engraulidae). U.S. Dept. Comn. Fish. Bull. 71 (1) : 125 – 143.
MERTA S.G.I. 1982. Studi pendahuluan makanan tingkat kematangan gonad ikan
cakalang, Katsuwonus pelamis (LINN.1758), dari perairan sebelah Selatan
Bali dan sebelah Barat Sumatera. Jur. Pen. Per. Laut 26 : 69 – 74.
PAULY, D. and F.C. GAYANILO, Jr. 1996. Estimating the parameter of lengthweight relationship from length-frequency samples and bulk weights. In:
D. PAULY and MARTOSUBROTO (eds.) Baseline studies of biodiversity:
the fish resources of Western Indonesia. ICLARM Stud. Rev. 23 : 321 pp.
24
Oseanologi dan Limnologi di Indonesia Vol. 33 (1), 2007
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
BEBERAPA ASPEK BIOLOGI IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis) DI PERAIRAN
SEKITAR PULAU SERAM SELATAN DAN PULAU NUSA LAUT
PURWANTO, G., OSSE, B.W. dan BUSTAMAN, S. 1986. Studi pendahuluan
keadaan reproduksi dan perbandingan kelamin ikan cakalang ( Katsuwonus
pelamis ) di perairan sekitar Teluk Piru dan Elpaputih, Pulau Seram. Jur.
Pen. Per. Laut 34 : 69 – 78.
SUHENDRATA, T. dan MERTA, S.G.I. 1986. Hubungan panjang – berat, tingkat
kematangan gonad dan fekunditas ikan cakalang ( Katsuwonus pelamis )
di perairan Sorong. Jur. Pen. Per. Laut 43 : 11 – 19.
TELUSA, P.S. 1985. Komposisi, morfometrik dan beberapa sifat meristik jenis –
jenis ikan tuna yang tertangkap di perairan Maluku Tengah. Fak Pasca
Sarjana, IPB : 53 – 54.
VAKILY, J.M, PALOMARES, M.L. and PAULY, D. 1986. Computer programs
for fish stock assessment applications for the HP 41 CV calculator.
ICLARM. FAO. Fish. Tech. Pap. (101) Supp. 1 : 255 pp.
WILSON, M.A. 1982. The reproductive and feeding behavior of skipjak tuna,
Katsuwonus pelamis in Papua New Guinea Waters. Fish. Res. And Surv.
Branch. Dept.of primary industry. Port – Moresby, Papua New Guinea:
85 pp.
WOUTHUYZEN, S, TEGUH, P, MANIK, N, DJOKO, S.D.E, dan HUKOM,
F.D. 1990. Makanan dan aspek reproduksi ikan cakalang (Katsuwonus
pelamis ) di Laut Banda, suatu studi perbandingan. Dalam : SOEPANGAT,
I., RUYITNO dan SOEDIBJO, B. S. (eds.) Perairan Maluku dan
Sekitarnya. Balitbang SDL, P3O – LIPI : 1 – 16.
YESAKI, M. 1983. Observation of the biology of yellowfin (Thunnus albacores)
and skipjack (Katsuwonus pelamis) in Philippine waters. Indo–Pacific
tuna Development and Management Programe. Colombo, Srilangka :
65 pp.
25
Oseanologi dan Limnologi di Indonesia Vol. 33 (1), 2007
Download