BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Definisi ikan Ikan adalah binatang berdarah dingin yang hidup didalam air dan mempunyai sirip sebagai penggerak tubuh serta bernafas dengan insang (Effendi: 1971, dalam Himawati: 2010). Menurut Sakti :2008, dalam Himawati: 2010), ikan (pisces) yaitu hewan bertulang belakang (termasuk vertebrata), habitatnya di perairan, bernafas dengan insang, bergerak dan menjaga keseimbangan tubuhnya menggunakan sirip-sirip, bersifat poikilotermik (berdarah dingin). 2.1.2 Komposisi ikan Komposisi kimia ikan tergantung kepada spesies, umur, jenis kelamin dan musim penangkapan serta ketersediaan pakan di air, habitat dan kondisi lingkungan. Kandungan protein dan mineral daging ikan relatif konstan, tetapi kadar air dan kadar lemak sangat berfluktuasi (Irianto dan Soesilo, 2008). Tubuh ikan berdasar hasil penelitian, ternyata daging ikan mempunyai komposisi kimia sebagai berikut : Air : 60,0 - 84,0 %. Protein : 18,0 - 30,0 %, Lemak : 0,1 - 2,2 %, Karbohidrat : 0,0 - 1,0 % Vitamin & Mineral sisanya (Kinsella: 1986, dalam Himawati: 2010). Kandungan gizi ikansegar dapat dilihat pada Tabel 2.1 9 Tabel 2.1 Komposisi Ikan Segar Kadar (%)(1) Kadar (%)(2) Kandungan air 76,00 6,0-84,0 Protein 17,00 18,0-30 Lemak 4,50 0,1-2,2 2,52-4,50 0,0-1,0 - 0,0-6,7 Komponen Mineral dan vitamin Karbohidrat (Sumber: Rusiman: 2008(1) , Arfrianto dan Liviawaty: 1989(2) , dalam Himawati: 2010). Daging ikan menyebutkan bahwa kandungan protein ikan sekitar 15-24%, tergantung dari jenis ikannya. Keunggulan ikan adalah bahwa daya cerna protein ikan sangat tinggi, yaitu hingga sekitar 95% (Winarti: 1992, dalam Himawati 2010). Daging ikan mengandung protein 15-20% dan kandungan asam amino essensialnya mirip dengan daging hewan yang menyusui (Ridwansyah: 2002, dalam Himawati: 2010). Protein ikan kaya akan asam-asam amino yang essensial maupun non essensial. Kandungan asam amino essensial pada ikan sebanyak 10 macam yaitu arginin, histidin, isoleusin, leusin, lisin, methionon, fenilalanin, threonin, triptophan, dan valin. Sedangkan kandungan asam amino non essensial sebanyak 10 macam yaitu alanin, asam aspartat, listin, asam glutamat, glisin, hidroksi lisin, hidroksi prolin, prolin, serin dan triosin (Kanoni: 1991, dalam Himawati: 2010). Tubuh ikan tersusun kurang lebih dari 60 unsur yang tergabung menjadi senyawa sederhana maupun senyawa kompleks. Unsur-unsur penyusun tubuh ikan sebagai berikut : oksigen 75%, hidrogen 10%, karbon 9,5%, nitrogen 2,5-3%, kalsium 1,2-1,5%, fosfor 0,6-0,8% dan sulfur kurang lebih 0,3% (Zaitsev et al: 1969, dalam Himawati: 2010). 10 Khususnya pada ikan laut kaya akan yodium. Kandungan yodium ikan mencapai 830 μg/kg, sedangkan yodium pada daging hanya 50 μg/kg dan telur 93 μg/kg (Khomsan: 2004, dalam Himawati: 2010). Ikan mempunyai kandungan vitamin A dan vitamin D tinggi yang tersimpan dan terakumulasi pada hati ikan, sehingga ikan dapat disebut sebagai sumber vitamin A dan D (Borgstom: 1962, dalam Himawati: 2010). Vitamin lain yang terdapat dalam tubuh ikan adalah vitamin B kompleks, vitamin C dalam jumlah kecil, vitamin E dan K (Zaitsev et al: 1969, dalam himawati: 2010). 2.1.3 Manfaat Ikan Bagi Kesehatan Ikan merupakan bahan pangan yang banyak mengandung protein dan sangat diperlukan oleh manusia, karena selain mudah dicerna ikan juga mengandung asam amino dengan pola yang hampir sama dengan pola asam amino yang terdapat di dalam tubuh manusia. Berdasarkan hasil penelitian, ternyata daging ikan mempunyai komposisi kimia sebagai berikut (Yuzuv : 2009, dalam Rahman: 2010). 1. Air : 60,0 - 84,0% 2. Protein : 18,0 - 30,0 % 3. Lemak : 0,1 - 2,2 % 4. Karbohidrat : 0,0 - 1,0% 5. Vitamin : 3,0 - 4,5% 6. Mineral : 2,0 – 2,52% 1. Kebutuhan manusia akan protein hewani sangat bervariasi, tergantung pada umur, jenis kelamin dan aktivitas yang dilakukan. Bagi tubuh manusia, daging ikan mempunyai beberapa fungsi yaitu (Anonimous : 2009, dalam Rahman: 2010). 11 1. Menjadi sumber energi yang sangat dibutuhkan dalam menunjang aktivitas kehidupan sehari-hari 2. Membantu pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh 3. Meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit 4. Memperlancar proses-proses fisiologis di dalam tubuh. Kekurangan dalam mengkonsumsi ikan dapat berakibat timbulnya penyakit, seperti kwarsiorkor, busung lapar, terhambatnya pertumbuhan mata, kulit dan tulang, serta menurunnya tingkat kecerdasan (terutama pada anak – anak). Adapun beberapa keuntungan yang dapat diperoleh apabila kita lebih memanfaatkan ikan sebagai sumber makanan dari pada produk hewani lainnya, adalah (Afrianto: 2005, dalam Rahman: 2010). 1. Perairan Indonesia yang sangat luas dan banyak mengandung ikan, tetapi potensinya belum dimanfaatkan secara maksimal. Oleh karena itu, pemenuhan akan protein hewani melalui pemanfaatan sumber daya perikanan masih sangat memungkinkan. 2. Kandungan protein pada daging ikan cukup tinggi (20 %) dan tersusun oleh sejumlah asam amino yang berpola mendekati pola asam amino di dalam tubuh manusia. Hal itu membuat, ikan mempunyai nilai biologis yang tinggi. Berdasarkan hasil penelitian, daging ikan mempunyai nilai biologis 90%. Adapun yang dimaksud dengan nilai biologis adalah perbandingan antara jumlah protein yang dapat diserap dengan jumlah protein yang dikeluarkan oleh tubuh. Artinya, apabila berat daging ikan yang dimakan adalah 100 gram, jumlah protein yang akan diserap oleh tubuh lebih kurang 90% dan hanya 10% yang terbuang. 12 3. Daging ikan relatif lunak karena hanya mengandung sedikit tenunan pengikat (tendon) sehingga mudah dicerna oleh tubuh. 4. Meskipun daging ikan mengandung lemak sangat tinggi (0,1 – 2,2%), namun 25% dari jumlah tersebut merupakan asam–asam lemak tak jenuh yang sangat dibutuhkan manusia dan memiliki kadar kolesterol yang sangat rendah, hal itu membuat daging ikan tidak berbahaya bagi manusia khususnya bagi orang–orang yang menderita penyakit kolesterol. 5. Daging ikan mengandung sejumlah mineral yang sangat dibutuhkan tubuh manusia, seperti : K, Cl, P, S, Mg, Ca, Fe, Ma, Zn, F, Ar, Cu dan Y. Selain itu ikan juga mengandung vitamin A dan D dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan tubuh manusia, sehingga sangat menunjang kesehatan mata, kulit dan proses pembentukan tulang, terutama pada anak balita. 6. Ikan dapat dengan mudah disajikan dalam berbagai bentuk pangan olahan 7. Harga ikan relatif murah jika dibandingkan dengan sumber protein hewani lain. Dengan demikian, biaya yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan akan protein hewani melalui peningkatan produksi perikanan relatif murah. 8. Daging ikan diterima oleh segenap lapisan masyarakat, baik ditinjau dari segi kesehatan, agama, suku, maupun tingkat perekonomian. Disamping keuntungan–keutungan diatas, ikan juga memiliki beberapa kelemahan, seperti (Afrianto: 2005, dalam Rahman: 2010). 1. Tubuh ikan mempunyai kadar air yang tinggi (80%) dan pH tubuh mendekati netral, sehingga menjadi media yang baik utuk pertumbuhan bakteri pembusuk maupun mikroorganisme lain. Dengan demikian, ikan merupakan komoditi yang 13 cepat membusuk, bahkan lebih cepat dibanding dengan sumber protein hewani yang lain. 2. Daging ikan mengandung sedikit sekali tenunan pengikat (tendon), sehingga sangat mudah dicerna oleh enzim autolisis. Hasil pencernaan ini menyebabkan daging sangat lunak sehingga merupakan media yang cocok untuk pertumbuhan mikroorganisme. 3. Daging ikan banyak mengandung asam lemak tak jenuh yang sifatnya sangat mudah mengalami proses oksidasi. Oleh karena itu sering timbul bau tengik pada tubuh ikan, terutama pada hasil olahan maupun awetan yang disimpan tanpa menggunakan antioksidan. Proses pembusukan pada ikan dapat disebabkan oleh aktivitas enzim yang terdapat dalam tubuh ikan itu sendiri dan aktivitas organisme atau proses oksidasi pada lemak tubuh ikan oleh oksigen dari udara. Biasanya, pada tubuh ikan yang telah mengalami pembusukan terjadi perubahan, seperti timbulnya bau busuk, daging menjadi kaku, sorot mata pudar, serta adanya lendir pada insang maupun tubuh bagian luar (Yuzuv: 2009, dalam Rahman: 2010). Kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh ikan telah dirasakan sangat menghambat usaha pemasaran hasil perikanan dan tidak jarang menimbulkan kerugian yang sangat besar, terutama pada saat produksi ikan melimpah. Oleh karena itu, perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan daya simpan dan daya awet produk perikanan pada pascapanen melalui proses pengolahan dan pengawetan (Afrianto: 2005, dalam Rahman: 2010). 14 2.1.4 Aspek Biologi Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) Cakalang sering disebut skipjack tuna dengan nama lokal cakalang. Adapun klasifikasi cakalang Matsumoto, et al (1984) adalah sebagai berikut : Phylum : Vertebrata Class : Telestoi Ordo : Perciformes Famili : Scombridae Genus : Katsuwonus Species: Katsuwonus pelamis (ikan cakalang) (Matsumoto, et al 1984 dalam Rukkai : 2010). Cakalang termasuk jenis ikan tuna dalam famili Scombridae, species Katsuwonus pelamis. (Collete: 1983 dalam Rukkai : 2010 ) menjelaskan ciri-ciri morfologi cakalang yaitu tubuh berbentuk fusiform, memanjang dan agak bulat, tapis insang (gill rakes) berjumlah 53- 63 pada helai pertama. Mempunyai dua sirip punggung yang terpisah. Pada sirip punggung yang pertama terdapat 14-16 jari-jari keras, jari-jari lemah pada sirip punggung kedua diikuti oleh 7-9 finlet. Sirip dada pendek, terdapat dua flops diantara sirip perut. Sirip anal diikuti dengan 7-8 finlet. Badan tidak bersisik kecuali pada barut badan (corselets) dan lateral line terdapat titiktitik kecil. Bagian punggung berwarna biru kehitaman (gelap) disisi bawah dan perut keperakan, dengan 4-6 buah garis-garis berwarna hitam yang memanjang pada bagian samping badan. Cakalang termasuk ikan perenang cepat dan mempunyai sifat makan yang rakus. Ikan jenis ini sering bergerombol yang hampir bersamaan melakukan ruaya disekitar 15 pulau maupun jarak jauh dan senang melawan arus, ikan ini biasa bergerombol diperairan pelagis hingga kedalaman 200 m. Ikan ini mencari makan berdasarkan penglihatan dan rakus terhadap mangsanya. 2.1.5 Tingkah Laku Ikan cakalang Cakalang biasanya membentuk gerombolan (Schooling) pada saat ikan tersebut mencari makan. Bila ikan tersebut mencari makan, maka gerombolan tersebut bergerak dengan cepat sambil meloncat-loncat diatas permukaan laut (Amiruddin: 1993, dalam Rukkai: 2010). Pentebaran cakalang dikawasan barat di Samudra fasific melebar dari lintang utara ke lintang selatan tetapi menyempit dikawasan timur karena terbatasnya penyebaran air hangat yang cocok utnuk pemijahan oleh arus dingin yang mengalir menuju kawsan tropic dikedua belah bumi. Disamudra Hindia, penyebaran ikan cakalang melebar menuju selatan kea rah ujung selatan Benua Afrika , sekitar 360oC LS. Ada tiga alasan yang menyebabkan beberapa jenis ikan melakukan migrasi, yaitu : 1. Mancari perairan yang kaya akan makanan 2. Mencari tempat untuk memijah 3. Terjadinya perubahan beberapa faktor lingkungan perairan seperti suhu, air, salinitas dan arus (Niskolky: 1993, dalam Rukkai : 2010). Ikan cakalang bersifat epipalagis dan oseanik. Cakalang sangat menyenangi daerah dimana terjadi pertemuan arus atau arus konvergensi yang banyak terjadi pada daerah yang mempunyai banyak pulau. Selain itu cakalang juga menyenangi pertemuan antara arus panas dan arus dingin serta daerah upwelling. Penyebaran cakalang secara vertikal terdapat mulai dari permukaan sampai kedalaman 260 m pada siang hari, 16 sedangkan pada malam hari akan menuju permukaan (migrasi diurnal). Penyebaran geografis cakalang terdapat terutama pada perairan tropis dan perairan panas didaerah lintang sedang (Amiruddin: 1993, dalam Rukkai: 2010). Ikan cakalang tidak memiliki gelembung renang sehingga tidak bisa bergerak cepat secara vertikal dekat permukaan, akan tetapi juga membuat ikan ini membutuhkan kecepatan yang tinggi untuk mempertahankan keseimbangan hidrostatisnya. Ikan cakalang sering kali muncul dipermukaan perairan. Ikan cakalang mengadakan lonjatan jauh lebih horizontal (Amiruddin: 1993, dalam Rukkai: 2010). 2.1.6 Daerah Penyebaran Suhu yang ideal untuk ikan cakalang antara 260C – 320C, dan suhu yang ideal untuk melakukan pemijahan 280C – 290C dengan salinitas 33% . Sedangkan menurut Jones dan Silas (1962) cakalang hidup pada temperature antara 160C – 300C dengan temperature optimum 280C. Ikan cakalang menyebar luas diseluruh perairan tropis dan sub tropis pada lautan Atlantik, Hindia dan Pasifik, kecuali laut Mediterania. Penyebaran ini dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu penyebaran horizontal atau penyebaran menurut letak geografis perairan dan penyebaran vertikal atau penyebaran menurut kedalaman perairan. Penyebaran Tuna dan Cakalang sering mengikuti penyebaran atau sirkulasi arus garis konvergensi diantara arus dingin dan arus panas merupakan daerah yang kaya akan organisme dan diduga daerah tersebut merupakan fishing ground yang sangat baik untuk perikanan Tuna dan Cakalang. Dalam perikanan Tuna dan Cakalang pengetahuan tentang sirkulasi arus sangat diperlukan, karena kepadatan populasi pada suatu perairan sangat berhubungan dengan arus-arus tersebut. Penyebaran cakalang di perairan Samudra Hindia meliputi daerah 17 tropis dan sub tropis, penyebaran cakalang ini terus berlangsung secara teratur di Samudra Hindia di mulai dari Pantai Barat Australia, sebelah selatan Kepulauan Nusa Tenggara, sebelah selatan Pulau Jawa, Sebelah Barat Sumatra, Laut Andaman, diluar pantai Bombay, diluar pantai Ceylon, sebelah Barat Hindia, Teluk Aden, Samudra Hindia yang berbatasan dengan Pantai Sobali, Pantai Timur dan selatan Afrika . Penyebaran cakalang di perairan Indonesia meliputi Samudra Hindia (perairan Barat Sumatra, selatan Jawa, Bali, Nusa Tenggara), Perairan Indonesia bagian Timur (Laut Sulawesi, Maluku, Arafuru, Banda, Flores dan Selat Makassar) dan Samudra Fasifik (perairan Utara Irian Jaya). 2.1.7 Bakteri Pada Ikan Berikut ini adalah beberapa bakteri yang biasa ditemukan pada ikan yang dikonsumsi yaitu sebagai berikut : 1. Vibrio Bakteri ini merupakan bakteri Gram Negatif, yang berebentuk batang melengkung bersifat an-aerob yang menghasilkan entero-toksin. Bakteri ini sangat sensitive terhadap panas dan dapat hidup pada kisaran suhu 10o C sampai 37o C pada pH ideal yaitu 7,6 (Mortimore & Carrol W, 1998 dalam Adji, 2008). Bakteri ini adalah bakteri halolifik yang menyebabkan gastroenteritis akut setelah memakan makanan laut yang terkontaminasi, misalnya ikan mentah atau kerang. 2. Staphylococcus Bakteri ini merupakan bakteri Gram Positif yang berbentuk bulat (mirip buah beri) bersifat aerobic atau an-aerobic yang dapat memproduksi toksin serta memiliki kemampuan toleransi yang tinggi terhadap perubahan lingkungan, bakteri ini dapat hidup 18 pada suhu 7o C sampai 48o C dengan pH ideal 6,5 (Mortimore & Carrol W, 1998 dalam Adji: 2008). Staphylococcus dapat diisolasi dari kulit dan hidung seseorang maupun binatang serta lesi kulit yang terinfeksi. Keracunan makanan disebabkan oleh makanan yang mengandung toksin (enterotoksin) yang dibentuk oleh Staphylococcus setelah bermultiplikasi sebelum makanan disantap (Sarudji: 2010). Pencegahan terhadap keracunan ini terutama ditunjukkan kepada pengolahan makanan tentang hygiene perorangan dan penyimpanan makanan dengan pendinginan cepat, apabila tidak segera disantap, dan makanan baru dipanaskan kembali apabila makanan akan disajikan (Sarudji: 2010). 3. Salmonella Bakteri ini merupakan bakteri Gram Negatif berbentuk tangkai & tidak berspora serta memiliki motil yang bersifat fakultatif an-aerob yang dapat hidup pada pencernakan manusia & hewan, dapat hidup pada suhu 5,2o C sampai 43o C dengan pH ideal 7 (sumber : Mortimore & Carrol Wz: 1998, dalam Adji: 2008). Salmonella termasuk dalam family Enterobacteriaceae yang dikelompokkan menjadi salmonella thyipi dan parathyipi A, B, C (menyebabkan keracunan makanan). Keracunan makanan oleh salmonella diperkirakan lebih dari 50% dari seluruh keracunan makanan. Bakteri ini merupakan penghuni saluran cerna hewan bertulang belakang tidak terkecuali manusia (Sarudji: 2010). Salmonella merupakan bakteri yang banyak menghasilkan toksin. Sebanyak 7% S. thypi dan S. typimurium menyekresikan toksin yang bersifat neurotoksik, larut dalam air, dan labil terhadap pemanasan serta oksigen (Sarudji: 2010). 19 4. Escherichia coli Bakteri ini merupakan strain dari coliform yaitu gram negative yang Berbentuk batang dan tidak berspora bersifat aerob sampai fakultatif an-aerob yang bisa hidup pada pencernaan manusia yang dapat memfermentasi laktosa yang menghasilkan gas dan asam, dan dapat hidup pada suhu 35o C (Mortimore & Carrol W: 1998 dalam Adji: 2008). Escherichia coli adalah kuman oportunitis yang banyak ditemukan diusus besar manusia sebagai flora normal. Escherichia coli merupakan kuman berbentuk batang pendek (kokobasil), Gram negative, ukuran 0,4-0,7µm x 14µm, sebagian besar gerak positif dan beberapa strain memiliki kapsul. Escherichia coli tumbuh pada perbenihan biasa temperature optimum 37oC dan akan mati bila terpapar pemanasan selama 30 menit pada suhu 60oC (mikrobiologi kedokteran, 1994: 163). 2.1.8 Penyimpanan Ikan Penanganan ikan segar merupakan salah satu bagian penting dari mata rantai industri perikanan karena dapat mempengaruhi mutu. Baik buruknya penanganan ikan segar akan mempengaruhi mutu ikan sebagai bahan makanan atau sebagai bahan mentah untuk proses pengolahan lebih lanjut. 1. Pendinginan Pendinginan ikan merupakan salah satu proses yang umum digunakan untuk mengatasi masalah pembusukan ikan, baik selama penangkapan, pengangkutan maupun penyimpanan sementara sebelum diolah menjadi produk lain. Dengan mendinginkan ikan sampai sekitar 0° C kita dapat memperpanjang masa kesegaran (daya simpan, shelf-life) ikan sampai 12-18 hari sejak saat ikan ditangkap dan mati, tergantung pada jenis ikan dan 20 cara penanganan. Pengaruh pendinginan terhadap mutu ikan dapat dilihat pada table di bawah ini. Tabel 2.2 Daya Simpan Ikan Pada Berbagai Suhu Ikan Yang Disimpan Pada Suhu Tidak Layak Makan Lagi Sesudah 16oC 1-2 hari 11 oC 3 hari 5 oC 5 hari 0 oC 14-15 hari (sumber : Masyamsir, 2001) Kelebihan cara pendinginan adalah sifat asli ikan masih dapat dipertahankan. Ikan dengan sifat asli (tekstur, rasa, bau) terutama jenis-jenis ikan tuna, tenggiri, bawal, kakap dan lemuru, dapat dipasarkan dengan harga yang cukup tinggi. Selain itu pendinginan adalah cara yang murah, cepat, dan efektif. Ikan merupakan makanan yang mudah pembusukkan. Apalagi di daerah tropis seperti Indonesia yang bersuhu relative tinggi. Akan tetapi, umur penyimpanan ikan dapat diperpanjang dengan penurunan suhu. Bahkan ikan yang dibekukan dapat disimpan sampai beberapa bulan, sampai saat dibutuhkan ikan dapat dilelehkan dan diolah lebih lanjut oleh konsumen (Anonim: 2009). Pembekuan ikan berarti menyiapkan ikan untuk disimpan di dalam suhu rendah. Seperti pendinginan, pembekuan dimaksudkan untuk mengawetkan sifat-sifat alami ikan. Pembekuan menggunakan suhu yang lebih rendah yaitu jauh di bawah titik beku ikan. Pemebekuan mengubah hampir seluruh kandungan air pada ikan menjadi es, tetapi pada 21 waktu ikan beku dilelehkan kembali untuk digunakan, keadaan ikan harus kembali seperti sebelum dibekukan (Anonim: 2009). Pemebekuan pengolahan agar mempertahankan sifat segar ikan dengan suhu rendah. Penerapan suhu rendah antara lain yaitu dengan pendinginan dan pembekuan. Penerapan suhu rendah adalah untuk menghindarkan hasil perikanan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh autolisa dan atau karena pertumbuhan mikroba. Baik aktifitas enzim maupun pertumbuhan mikroba sangat dipengaruhi oleh suhu. Pada kondisi tertentu aktifitasnya menjadi optimum dan pada kondisi lain aktifitasnya dapat menurun, terhambat bahkan terhenti. Suhu optimum dimana enzim dan mikroba mempunyai aktifitas yang paling baik biasanya terletak pada suhu di antara sedikit di bawah dan di atas suhu kamar (Menurut Hadiwiyoto: 1993, dalam Abandikerdi: 2010). Ikan-ikan yang dibekukan untuk dikonsumsi memerlukan terpeliharanya sifatsifat ikan segar yang dibekukan, agar ketika dilelehkan tidak dapat dibedakan dari ikan segar (Anonim: 2009). Tubuh ikan sebagian besar (60%-80% terdiri atas cairan yang terdapat dalam sel, jaringan , dan ruangan-ruangan antar sel. Sebagian besar dari cairan itu (+67%) berupa free water dan selebihnya (+5%) berupa bound water. Bound water adalah air yang terkiat kuat secara kimia dengan sustansi lain dari tubuh ikan (Anonim: 2009). Pembekuan berarti mengubah kandungan cairan tersebut menjadi es. Ikan mulai membeku pada suhu anrata -0,60oC sampai -20oC, atau rata-rata pada - 10oC (Anonim: 2009). Proses pembekuan akan berpengaruh terhadap mikroba, protein, enzim, vitamin, dan parasit. Pengaruh pembekuan terhadap mikroba terutama dalam bentuk mikroba yang 22 sangat peka yaitu sel-sel vegetatif. Akan tetapi spora biasanya tidak rusak dalam proses pembekuan. Aktivitas enzim atau sistem enzim dapat rusak pada suhu mendekati 93,3°C (Abankerdi: 2010). Dapat dikatakan bahwa pada suhu di bawah -10°C proses pembusukan pada bakteri terhenti. Akan tetapi, proses seperti biokimia, kimia, dan fisis, masih berlangsung terus-menerus. Proses-proses tersebut dapat menyebabkan kemunduran mutu. Proses yang perlu mendapat perhatian utama adalah kegiatan enzim. Pembusukan untuk mencegah ketengikan atau glazing (penambahan lapisan es untuk menghindari proses pengeringan merupakan salah satu cara untuk menghambat kegiatan enzim (Abankerdi: 2009). 2. Pengasapan Tujuan pengasapan dalam pengawetan ikan yaitu untuk mengawetkan dan memberi warna serta rasa keasap-asapan yang khusus pada ikan. Panas dari asap yang tinggi bisa menghentikan aktivitas mikroba pembusuk dan enzim-enzim perusak dalam daging sehingga proses pembusukan dapat dicegah (Ulis: 2010). 3.Penggaraman Fungsi garam dalam pengawetan ini untuk menyerap air dari dalam daging ikan sehingga aktivitas bakteri akan terhambat. Selain itu, larutan garam juga menyebabkan proses osmose pada sel-sel mikroorganisme sehingga terjadi plasmolisis yang mengakibatkan kurangnya kadar air pada sel bakteri dan akhirya bakteri mati. Umumnya semua jenis ikan dapat diawetkan dengan cara ini. Contoh hasil olahan ikan yang diawetkan dengan cara ini : ikan asin, ikan peda, dan ikan pindang (Ulis: 2010). 23 Semua proses pengawetan ikan dapat dilakukan untuk mempertahankan mutu ikan, karena pada dasarnya proses pengawetan ikan tersebut berfungsi untuk menghambat bakteri-bakteri yang dapat menyebabkan pembusukkan dan kerusakan daging ikan, karena enzim-enzim pembusuk paling banyak dihasilkan oleh bakteri pada ikan. akibatnya ikan sudah tidak bisa untuk dikonsumsi lagi. Hanya ikan yang berkualitas segarlah yang aman untuk dikonsumsi, oleh karena itu penyimpanan dan proses pengolahan ikan harus diperhatikan. 24 2.2 Kerangka Berfikir 2.2.1 Kerangka Teori Ikan Cakalang Bakteri Pada ikan : Vibrio Staphylococcus Salmonella Escherichia coli Manfaat Ikan Bagi Kesehatan a. Aspek Biologi b. Tingkah Laku c. Daerah Penyebaran Penyimpanan Ikan Penanganan Diatas Kapal Kualitas Bakteri Ikan Cakalang Suhu Penyimpanan Lama Penyimpanan Pada Suhu Freezer Gambar 2.1 Kerangka Teori Ikan banyak memiliki manfaat untuk tubuh, oleh karena itu kualitas ikan harus tetap dijaga untuk memdapatkan manfaat yang optimum, dimana penanganan ikan dari kapal nelayan, lama dan suhu penyimpanan harus diperhatikan, semakin lama masa penyimpanan ikan, maka akan semakin menurunkan kualitas ikan tersebut. 25 2.2.2 Kerangka Konsep Penanganan diatas Kapal Jumlah Bakteri Ikan Cakalang Suhu Penyimpanan (0oC) Lama Penyimpanan Dalam Freezer (5 Hari) (10 hari) (15 Hari) (20 hari) = Variabel Independent = Variabel Dependent = Variabel yang diteliti = Variabel yang tidak diteliti Gambar 2.2 Kerangka Konsep 26 2.3 Hipotesis 2.3.1 Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini adalah “terdapat pengaruh lama penyimpanan terhadap jumlah bakteri pada ikan cakalang”. 2.3.2 Hipotesis Statistik H0 : F = 0 “ Tidak ada pengaruh lama penyimpanan terhadap jumlah bakteri pada ikan cakalang “ Ha : F ≠ 0 “ Ada pengaruh lama penyimpanan terhadap jumlah bakteri pada ikan cakalang “ Dengan kriteria uji : H0 diterima : Fhitung < Ftabel 27