AGRIPLUS, Volume 23 Nomor : 02 Mei 2013, ISSN 0854

advertisement
PENGARUH INOKULAN BAKTERI Azospirillum sp ASAL RUMPUT RAJA
TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH
Oleh: Rahman1) dan Arsy Aysyah Anas2), Panca Dewi Manuhara Karti3), Erika B. Lacon3)
ABSTRACT
Azospirillum sp is bacteria that have potencies to increase king grass nutrition, because it
has the ability in nitrogen fixation and able to produce phytohormone and enhancing in nutrition
uptake by roots. The main of this experiment is to find get one isolate which have the highest
nitrogenase activity and best supporting the king grass growth. Azospirillum sp was isolated
from rhizosfer and roots of king grass. There are 5 isolates that have been isolate, consists of 2
(two) from rhizosfer and 3 (three) from roots. From gram staining, the morfologi characteristic
all of isolate was same. To get one isolate that have higest nitrogenase activity and best
supporting the king grass growth, the experiment was arranged according to completely
randomized with all of five isolate as the treatment and four replicate conducted. The estimates
of nitrogenase activity from each isolate based on the available N in soil and absorpsion by plant.
The growth parameter consist of plant high, number of leaves, number of stolon, root dry weight,
and biomassa dry weight. Soil analisis consists of pH, C-organic, total N, available N, available P
and K-dd, and plant tissue analize were C, P, N and K was obseved. The results from three times
observatin (10, 20, and 30 day after panting) showed that each isolate had fluktuated effect to the
growth parameter according the observation time. There was no significant different influence
from each isolate to the all growth parameters, so we have to investigate the ability each isolate
to increasing available N in soil and in plant tissue. And that we can get one isolate that had a
best influences to the king grass growth.
Keywords : Azospirillum sp bacteria, isolation, isolates, nitrogenase, growth, king grass
PENDAHULUAN
Rumput
raja
(Pennisetum
purpureophoides) atau king grass adalah
jenis rumput baru yang merupakan hasil
persilangan antara rumput gajah (Pennisetum
purpereum) dengan pennisetum typhoides.
Rumput raja merupakan jenis rumput unggul
sebab mudah dibudidayakan dan memiliki
potensi produksi yang tinggi. Dibandingkan
rumput gajah, produksi hijauan rumput raja
dua kali lipat dari produksi rumput gajah,
yaitu dapat mencapai 40 ton rumput segar
per hektar sekali panen atau setara dengan
200-250 ton rumput segar per hektar per
tahun (Wibisono, 2008).
Tingginya produktivitas rumput raja
tersebut menjadikan rumput raja ini banyak
digunakan sebagai pakan dalam usaha
penggemukan ruminansia (sapi, kambing,
domba, dan kerbau). Penyediaan rumput raja
sebagai pakan ternak melalui budidaya yang
digunakan baik pada ternak sapi masyarakat
1
di daerah perdesaan baik maupun secara
komersil
dalam
industri
peternakan.
Meskipun demikain, pemanfaatan rumput
raja sebagai pakan ternak ruminansia
terbatasi oleh kandungan nutrisi yang masih
tergolong
rendah.
Hasil
analisis
Laboratorium Ilmu Pertanian dan Peternakan
Universitas Tadulako menunjukkan bahwa
kadar serat kasar rumput raja mencapai
34.15% dari bahan kering, sedangkan protein
kasar hanya berkisar 10,19 % bahan kering
(Rahman, 2006). Kadar serat kasar yang
tinggi tersebut diakibatkan oleh lignin,
selulosa dan hemiselulosa yang merupakan
komponen sulit dicerna dalam proporsi yang
tinggi.
Salah satu cara yang dapat dilakukan
untuk menurunkan kadar serat kasar
sekaligus meningkatkan kadar protein kasar
pada rumput raja melalui peningkatan
serapan unsur hara N. Jika kadar nitrogen
dapat ditingkatkan maka perbandingan antara
karbon dan nitrogen (C/N ratio) menjadi
) Staf Pengajar Jurusan
PeternakanVolume
Fakultas Peternakan
Oleo,
Kendari
AGRIPLUS,
23 NomorUniversitas
: 02 MeiHalu
2013,
ISSN
0854-0128
2)
3)
Staf Pengajar Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo, Kendari
Staff Pengajar pada Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, IPB, Bogor
145
146
lebih rendah yang selanjutnya akan
memudahkan
mikroba
rumen
untuk
menghancurkan hijauan sehingga proses
pencernaan nutrisi dari pakan menjadi lebih
cepat.
Peningkatan serapan N oleh rumput
raja dapat dilakukan melalui pemberian
pupuk kimia. Namun cara ini dihadapkan
pada beberapa kendala diantaranya teknik
pemupukan yang kurang sesuai, pemberian
dosis tinggi menjadi tidak ekonomis, dan
curah hujan yang tinggi mengakibatkan
banyak nitrogen yang hilang akibat tercuci
dari lapisan tanah atau hilang melalui
penguapan ketika suhu tinggi. Di samping
itu, penggunaan pupuk kimia secara intensif
juga akan berdampak pada penurunan
kualitas tanah dan semakin bertambahnya
biaya produksi yang harus dikeluarkan dalam
pembudidayaan ternak.
Unsur nitrogen secara alami berada
dalam jumlah yang melimpah. Menurut
Djohana dan Setyamidjaja (1986), nitrogen
yang terkandung dalam udara yaitu sekitar
78% dari volume udara. Namun, nitrogen ini
tidak dapat langsung digunakan oleh
tanaman karena berada dalam bentuk yang
tidak tersedia. Untuk dapat diserap tanaman,
Nitrogen tersebut harus dikonversi ke bentuk
N tersedia melalui bantuan mikroorganisme
pemfiksasi N, yang salah satunya adalah
bakteri Azospirillum sp. Menurut Garner
dkk., (1995), Azospirillum sp. merupakan
salah satu mikroorganisme yang dapat
menfiksasi N dari udara yang bersifat
mikroaerobik dan mampu berasosiasi dengan
tanaman tingkat tinggi. Nitrogen yang
terfiksasi oleh Azospirillum sp. akan diubah
menjadi sebuah jaringan yang kemudian
melalui proses dekomposisi, amonifikasi dan
nitrifikasi, nitrogen yang terfiksasi tersebut
akan berubah menjadi bentuk N-tersedia
sehingga dapat diserap oleh tanaman. Selain
mampu memfiksasi N bebas, Azospirillum
sp. juga dapat menghasilkan hormone
pertumbuhan berupa auksin, sitokinin dan
giberelin. Apabila keunggulan sifat bakteri
ini dapat dimanfaatkan dengan efisien, maka
kebutuhan tanaman akan unsure hara N dapat
terpenuhi dan harapan untuk mengurangi
penggunaan pupuk nitrogen kimia dapat
terwujud.
Pemanfaatan bakteri Azospirillum sp
dalam meningkatkan serapan unsur hara N
oleh rumput raja yang selanjutnya dapat
menurunkan kadar serat kasar sekaligus
meningkatkan kadar protein kasar menjadi
mungkin untuk dilakukan. Sebab menurut
Rocha dkk (1981) dalam Nurmayulis (2005)
bahwa bakteri Azospirillum sp. membentuk
koloni dan berasosiasi dengan akar tanaman
baik golongan C4 (seperti jagung, sorgum,
dan rumuput-rumputan) dan golongan C3
(seperti gandum, padi dan oats). Dan Gamo
(1991) dalam Rusmana dan Hadijaya (2005)
menyatakan bahwa bakteri Azospirillum sp
pertama kali diisolasi dari permukaan akar
tanaman rumput-rumputan makanan ternak.
Hal ini menunjukkan bahwa tanaman
rumput-rumputan termasuk rumput raja
merupakan inang dari bakteri ini.
Beberapa penelitian tentang inokulasi
Azospirillum pada tanaman budidaya
menunjukkan bahwa 90 % bakteri
Azospirillum ditemukan pada lahan beriklim
tropis dan hampir 60 % pada tanah beriklim
sedang dengan suhu berkisar 29 oC (D.
Swędrzyńska, A. Sawicka, 2000). Dengan
kondisi demikian penelitian yang ditujukkan
untuk mengetahui jenis bakteri Azospirillum
sp yang berasosiasi dengan tanaman rumput
raja serta pengaruhnya terhadap peningkatan
kandungan nutrisi pada rumput raja sebagai
pakan ternak menjadi penting untuk
dilakukan. Mengingat bahwa kelima jenis
bakteri Azospirillum sp. tersebut memiliki
kemampuan memfiksasi N bebas yang
berbeda-beda meskipun berasal dari tanaman
inang yang sama (Rusmana dan Hadijaya
(1994). Perbedaan kemampuan dari masingmasing spesies Azospirillum sp secara
langsung akan mempengaruhi besarnya
nitrogen yang dapat disumbangkan ke
tanaman inangnya.
METODE PENELITIAN
Penelitian
ini
dilaksanakan
di
laboratorium Mikrobiologi Departemen
Biologi Fakultas Matematika dan IPA
Institut Pertanian Bogor untuk isolasi dan
identifikasi bakteri azospirillum sp yang
berasal dari tanah rhizosfer dan akar tanaman
rumput raja. Tahapan aplikasi inokulum
bakteri Azospirillum sp dilakukan di
AGRIPLUS, Volume 23 Nomor : 02 Mei 2013, ISSN 0854-0128
147
Laboratorium Lapangan Jurusan Peternakan
Universitas Haluoleo. Untuk analisis tanah
dan jaringan tanaman dilakukan di
Laboratorium Kimia Analitik Universitas
Haluoleo. Penelitian di laksanakan dari bulan
Juli sampai November 2011
Bahan
yang digunakan dalam
penelitian ini meliputi sampel tanah rhizosfer
dan akar rumput raja sebagai sumber isolat,
asam malat, KOH, K2HPO4, MgSO4.7H2O,
MnSO4. 7H2O, FeSO4. 7H2O, NaCl, CaCl2,
Na2Mo.O4,NH4Cl, congo red, bromtimol
blue, ethanol, agar, yeast ekstrak, aquades,
spiritus, kapas, aluminium foil, polybag,
tanah strelir, pupuk kandang (kotoran sapi),
pupuk NPK dan bibit rumput raja .
Sedangkan alat-alat yang digunakan meliputi
petri dish, tabung reaksi, gelas reaksi, botol
kultur hitam, pH meter, jarum ose, tips
yellow dan blue, pinset, pipet, spatula,
timbangan analitik, autoclave, laminar flow,
shaker bath, inkubator, lemari es, pacul,
sekop, parang, oven, amplop sampel,
meteran, dan kertas label.
Penelitian ini terdiri dari bebrapa
tahapan yaitu (1) pengambilan sampel tanah
rhizosfer dan akar tanaman rumput raja, (2)
isolasi bakteri, (3) identifikasi bakteri, (4)
pembuatan inokulum Azospirillum sp, (5)
pengambilan tanah dan kotoran sapi sebagai
bahan media tanam, (6) aplikasi inokulum,
dan (7) percobaan polybag.
a. Pengambilan sampel tanah rhizosfer
dan akar tanaman rumput raja.
Tanah rhizosfer dan akar tanaman
diambil secara acak dengan memilih
empat rumpun tanaman yang berada di
tengah. Selanjutnya rumpun rumput
gajah tersebut di cabut dengan cara
dipacul selanjutnya tanah yang melekat
pada
akar
dibongkar
kemudian
dikompositkan. Akar rumput raja dari
keempat rumpun tersebut di potong dan
dikompositkan selanjutnya baik tanah
dan akar diambil sekitar 1 kg sebagai
sampel untuk keperluan isolasi.
b. Isolasi bakteri Azospirilum sp.
Sepuluh gram tanah rhizosfer dan akar
tanaman rumput gajah yang akan
diisolasi
bakteri
Azospirillumnya
dilarutkan dalam 90 ml larutan
fisiologis (larutan NaCl 0,85%),
selanjutnya diencerkan secara serial
c.
d.
e.
sampai tingkat pengenceran 10-5. Satu
ml suspensi dari pengenceran 10-2,203
,10-4 dan 10-5 tanah rhizosfer dan akar
dibiakkan ke dalam tabung reaksi yang
mengandung 9 ml media NFB semi
padat. Masing-masing pengenceran
diulang sebanyak 5 kali kemudian
biaakn diinkubasi selama 4-7 hari dalam
suhu kamar. Biakan yang menunjukkan
adanya pelikel putih di goreskan pada
media NFB padat yang mengandung 5
ml NH4Cl, 20 mg/l ekstrat agar dan
congo red. Koloni yang menyerap
warna merah kemudian dibiakan
kembali ke media NFB semi padat.
Kultur yang menunjukkan adanya
pelikel dimurnikan pada media NFB
padat tanpa bromtimoblue. Selanjutnya
koloni kecil berwarnah merah mudah
disimpan dalam agar miring untuk
selanjutnya didentifikasi.
Identifikasi bakteri Azospirillum sp.
Identifikasi terbatas dilakukan dengan
cara mengamati bentuk koloni bakteri
Azospirillum sp yang tumbuh pada agar
miring. Identifikasi dilakukan dengan
menggunakan mikroskop.
Pembuatan inokulum Azospirillum
sp. Media yang diguanakan sebagai
biakkan bakteri Azospirillum sp adalah
campuran tanah dan kotoran sapi yang
telah disterilkan. Masing-masing isolat
selanjutnya dicampur dalam media
biakkan dan diinkubasi selama 3 hari.
Selanjutnya inokulum siap digunakan.
Pengambilan tanah dan kotoran sapi
sebagai bahan media tanam. Tanah
yang digunakan sebagai media tanam
adalah tanah lapisan atas (topsoil) dan
belum pernah diperlakukan seperti
pemupukan dan pengapuran. Tanah
kemudian dibersihkan dari kotoran dan
akar tanaman kemudian di ayak untuk
menghomogenkan
ukuran
partikel
tanah, selanjutnya dimasukkan ke
karung. Kotoran sapi diambil di
laboratorium
lapangan
jurusan
peternakan Unhalu. Kotoran sapi
tersebut sebelum di masukkan ke dalam
karung di ayak untuk menghomogenkan
ukuran dan menghilangkan kotoran atau
sisa-sisa tanaman yang melekat.
Selanjutnya tanah dan kotoran sapi
AGRIPLUS, Volume 23 Nomor : 02 Mei 2013, ISSN 0854-0128
148
f.
g.
dicampur dengan perbandingan 20 g
kotoran sapi/kg tanah. Campuran tanah
dan kotoran sapi selanjutnya disterilisasi
untuk
mematikan
mikroba
dan
organisme tanah lainnya.
Aplikasi
inokulum.
Penambahan
inokulum pada media tanam dilakukan
dengan cara menugal di bagian tengah
polybag (tempat bibit rumput raja akan
di tanam) yang telah beriisi media
tanam sebanyak 20 kg. Selanjutnya
diinkubasi selama 4 hari agar bakteri
dapat beradaptasi dengan lingkungan
hidupnya.
Percobaan polybag. Bibit rumput raja
yang digunakan berasal dari potongan
batang (stek) dengan panjang stek 20 –
25 cm (dengan jumlah ruas 2 – 3 atau
memiliki 2 buku/mata). Stek rumput
raja ditanam dengan cara memasukkan
2/3 bagian dari panjang stek dalam
lubang tanam dengan kemiringan 30
derajat pada masing-masing polybag
yang sebelumnya telah diberi inokulum
Azospirillum sp dan diinkubasi selama
4 hari. Selama tahap aplikasi, dilakukan
pembersihan yang meliputi penyulaman
jika terdapat bibit yang tidak tumbuh,
penyiraman dan pengendalian gulma
secara manual. Tindakan ini ditujukkan
agar pengaruh aplikasi perlakuan
inokulum bakteri Azospirillum sp
terhadap tanaman rumput raja optimal.
Tahapan percobaan dilakukan dengan
menggunakan
Rancangan
Acak
Lengkap dengan 5 perlakuan isolat yaitu
King 1, King 2, King 3, King 4, dan
King 5, masing-masing perlakuan
diulang sebanyak 4 kali sehingga
diperoleh 20 unit percobaan dengan 1
kontrol (tanpa pemberian inokulum).
Untuk mengetahui adanya pengaruh
perlakuan diuji dengan analisis ragam
(Anova). Jika perlakuan menunjukkan
pengaruh nyata maka akan dilanjutkan
dengan uji Beda nyata terkecil (BNT).
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Isolasi dan Identifikasi Bakteri
Azospirillum sp pada Tanah Rhizosfer
dan Akar Tanaman Rumput Raja
Medium isolasi yang digunakan untuk
bakteri Azospirillum dalam penelitian ini
adalah medium semi padat NFb dengan
sumber karbon asam malat. Keadaan
medium yang semi padat ini dapat membuat
kondisi medium mikroaerofil (rendah O2)
sehingga dalam kondisi lingkungan yang
demikian, Azospirillum mampu menambat
N2. Pertumbuhan bakteri Azospirillum
ditunjukkan dengan terbentuknya pellikel di
permukaan medium (Okon , et al., 1977).
Pemilihan sumber karbon berupa asam malat
untuk medium isolasi bakteri Azospirillum,
didasarkan dari beberapa hasil penelitian
yang menunjukkan bahwa pertumbuhan
bakteri Azospirillum sangat baik pada
medium yang mengandung asam malat,
asam suksinat, atau asam piruvat, sedangkan
pada medium yang mengandung glukosa,
pertumbuhan bakteri Azospirillum cukup
baik, dan pada medium yang mengandung
asam sitrat pertumbuhannya kurang baik
(Okon et al., 1976; Konde dan Mohendale,
1984). Hasil isolasi bakteri Azospirillum sp
dari tanah rhizosper dan akar tanaman
rumput raja ditandai dengan terbentuknya
pelikel berwarna putih di permukaan atas
media NFB semi padat (Gambar 1).
Gambar
1.
Terbentuknya pelikel pada
permukaan
media
dan
terjadinya perubahan warna
pada media.
Berdasarkan hasil pengamatan, pelikel
yang terbentuk berwarna putih, tebal dan
berombak. Jumlah media yang menunjukkan
pembentukan pelikel putih yaitu 20 (dua
puluh) pada sampel akar dengan empat
tingkat pengenceran yaitu 10-2, 10-3, 10-4 dan
10-5 dan 5 (lima) pada sampel tanah rhizosfer
dengan tingkat pengenceran (Tabel 1).
AGRIPLUS, Volume 23 Nomor : 02 Mei 2013, ISSN 0854-0128
149
Terbentuknya pelikel putih pada
permukaan media merupakan indikasi
keberadaan bakteri Azospirillum sp. Okon,
dkk. (1997) menjelaskan bahwa pertumbuhan
bakteri Azospirillum ditunjukkan dengan
terbentuknya pellikel di permukaan medium.
Setelah terbentuk pelikel, selaput putih
tersebut digoreskan secara kuadran ke dalam
media padat NFB yang mengandung ekstrat
khamir dan kongo red dan diinkubasi selama
5-6 hari. Hasil pengamatan menunjukkan
bahwa
pembentukan
koloni
bakteri
Azospirillum sp yang menyerap warna
merah berjumlah 3 pada sampel tanah
Rhizosfer dan 4 pada sampel akar (Tabel
2).
Tabel 1. Pembentukan pelikel Putih pada
masing-masing pengenceran
Pengenceran
Sumber
Isolat
10-2
10-3
10-4
10-5
+
+
+
Tanah
+
Rhizosper
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
Akar
+
+
+
+
+
+
+
+
Keterangan : tanda positif (+) menunjukkan
terbentuknya pelikel putih.
Koloni
Azospirillum
sp
yang
terbentuk pada media padat NFB memiliki
ciri berwarna merah tua, padat, kecil,
berbentuk bundar dengan bagian tengah
koloni meninggi dan tepian berombak
(Gambar 2.). Koloni yang berwarna merah
dan tumbuh terpisah selanjutnya diisolasi
dalam media miring yaitu media NFB semi
padat tanpa bromotymolblue.
Tabel 2. Pembentukan koloni Azospirillum
sp
pada
berbagai
tingkat
pengenceran
Pengenceran
Sumber
Isolat
10-2
10-3 10-4
10-5
+
+
+
Tanah
Rhizosper
+
+
+
+
Akar
Keterangan : Tanda positif (+) menunjukkan
terbentuknya koloni berwarna merah pada
medium NFb padat yang merupakan
penciri bakteri azospirillum sp; tanda
negatif (-) yang berarti bahwa tidak
terbentuknya koloni azospirillum sp.
Gambar 2. Penampilan koloni Azospirillum
sp berumur 6 hari pada media padat
NFB.
Gambar 2 memperlihatkan bahwa
koloni bakteri Azospirillum sp yang
berwarna merah dikelilingi oleh koloni
berwarna putih/pucat yang mengindikasikan
adanya kontaminasi. Sehingga dilakukan
pemurnian dengan mengambil koloni
berwarna merah dengan menggunakan jarum
ose dan di masukkan ke dalam tabung reaksi
berisi media NFB tanpa bromotymol yang
disebut media agar miring. Hasil identifikasi
bakteri Azospirillum sp setelah 5 kali
pemurnian dalam media agar miring
disajikan
pada
Tabel
3
berikut.
AGRIPLUS, Volume 23 Nomor : 02 Mei 2013, ISSN 0854-0128
150
Tabel 3. Hasil Pengamatan Mikroskopis Bakteri Azospirillum sp.
No.
Isolat
Pewarnaan Gram
Morfologi
Mortilitas
Uji NFB semi solid
1. KING 1
Gram Batang
Mortil
Biru berpelikel
2. KING 2
Gram Batang
Mortil
Biru berpelikel
3. KING 3
Gram Batang
Mortil
Biru berpelikel
4. KING 4
Gram Batang
Mortil
Biru berpelikel
5. KING 5
Gram Batang
Mortil
Biru berpelikel
Keterangan : KING 1 dan KING 2 adalah isolat yang berasal dari tanah rhizosfer; KING 3, 4
dan 5 adalah isolat yang berasal dari akar.
Berdasarkan
hasil
identifikasi
sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3,
diketahui bahwa kelima isolat yang
dihasilkan memiliki ciri yang sama yaitu
berbentuk matang, mortil, dan biru
berpelikel. Hal ini diduga bahwa jenis
bakteri yang berasosiasi dengan tanaman
rumput raja baik pada akar maupun tanah
rhizosfer adalah sama. Namun demikian
dibutuhkan pengujian lanjutan untuk
mengetahui
kemampuan
memfiksasi
nitrogen
dan pengaruhnya terhadap
pertumbuhan rumput raja dari masingmasing isolat. Rusmana dan Hadijaya
(1994) menerangkan bahwa setiap jenis
Azospirillum
sp.
memiliki
bakteri
kemampuan memfiksasi N bebas yang
berbeda-beda meskipun berasal dari
tanaman inang yang sama.
Tabel 4. Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh
pertumbuhan tanaman rumput raja
Parameter pertumbuhan yang
No.
diamati
1.
Tinggi tanaman (cm)
2.
Jumlah daun (helai)
3.
Jumlah tunas (tunas)
2. Pengaruh
Inokulasi
Bakteri
Azospirillum sp Terhadap
3. Pertumbuhan Tanaman Rumput
Raja (Pennisetum purpureophoides)
Proses pertumbuhan tanaman dapat
diketahui melalui perubahan morfologi dari
tanaman tersebut dan perubahan tersebut
dapat terukur secara kuantitatif. Analisis
pertumbuhan pada dasarnya merupakan
suatu cara untuk mengikuti dinamika
fotosintesis.
Berdasarkan hasil pengamatan dan
analisis ragam yang dilakukan terhadap
pengaruh inokulasi bakteri Azospirillum sp
terhadap pertumbuhan rumput raja dalam 3
(tiga) pengamatan yaitu 10, 20 dan 30 HST
(hari setelah tanam) diketahui adanya
perbedaan tingkat pertumbuhan rumput raja
akibat pemberian isolat yang berbeda.
Rekapitulasi
hasil
analisis
ragam
pertumbuhan rumput raja yang terdiri atas
tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah
tunas secara lengkap disajikan pada Tabel 4.
inokulasi Bakteri Azospirillum sp terhadap
10
tn
tn
tn
Waktu Pengamatan (HST
20
tn
tn
tn
30
tn
tn
tn
Keterangan : **= perlakuan berpengaruh sangat nyata; * = perlakuan berpengaruh nyata; tn =
perlakuan tidak berpengaruh nyata. (Analisis data Primer 2011).
Hasil analisis ragam sebagaimana
disajikan pada Tabel 4 menunjukkan bahwa
perbedaan isolat tidak berpengaruh nyata
terhadap
keseluruhan
parameter
pertumbuhan yang diamati yaitu tinggi
tanaman, jumlah daun, dan jumlah tunas
rumput raja baik pada umur 10, 20 dan 30
HST (lampiran 1a-9b).
a. Pengaruh
mandiri
bakteri
Azospirillum sp terhadap tinggi
tanaman rumput raja
Penampilan ukuran tinggi tanaman
merupakan salah satu aspek yang dapat
diamati dan mudah dinilai kualitas
pertumbuhannya (Sitompul dan Guritno,
1995). Lakitan (1996) menyatakan tinggi
AGRIPLUS, Volume 23 Nomor : 02 Mei 2013, ISSN 0854-0128
151
tanaman merupakan pertumbuhan yang
paling mudah untuk diukur. Pertumbuhan
tinggi
tanaman
ditentukan
oleh
perkembangan dan pertumbuhan sel,
semakin cepat sel membelah dan
memanjang (membesar) semakin cepat
tanaman meninggi.
Hasil analisis sidik ragam yang
ditunjukkan
pada
Tabel
4
yang
menunjukkan bahwa perbedaan isolat tidak
berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman
dapat diasumsikan bahwa laju pertambahan
tinggi tanaman rumput raja pada masingmasing perlakuan relatif sama. Hal ini
diduga karena sifat bakteri Azospirillum sp
di masing-masing perlakuan memiliki ciri
morfologi yang sama. Artinya kemungkinan
jenis bakteri yang ada pada masing-masing
isolat adalah sama. Namun demikian, secara
kulitatif pertambahan tinggi tanaman dari
tiap-tiap perlakuan berbeda.
Tabel 5. Tinggi Tanaman (cm) Rumput Raja yang diinokulasi bakteri Azospirillum sp pada umur
10, 20 dan 30 HST
Waktu Pengamatan (HST)
Perlakuan
10
20
30
76,90
102,15
132,07
KING 1
83,27
115,47
136,25
KING 2
65,77
105,88
121,00
KING 3
64,82
101,82
126,50
KING 4
81,97
109,56
140,25
KING 5
Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer, 2011
Tabel 5 memperlihatkan bahwa pada
umur 10 dan 20 HST tinggi tanaman
tertinggi yaitu 83,27 cm dan 115,47 cm
ditunjukkan oleh perlakuan isolat King 2.
Isolat king 2 merupakan isolat yang
dihasilkan dari tanah rhizosfer rumput raja.
Sedangkan pada umur 30 HST, tinggi
tanaman tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan
King 5 dengan rata-rata tinggi tanaman
adalah 140,25 cm. King 5 adalah isolat yg
berasal dari akar tanaman rumput raja.
b. Pengaruh
mandiri
bakteri
Azospirillum sp terhadap jumlah
daun rumput raja
Daun merupakan organ fotosintetik
utama dalam tubuh tanaman, di mana terjadi
proses perubahan energi cahaya menjadi
energi kimia dan mengakumulasikan dalam
bentuk bahan kering.
Dalam analisis
pertumbuhan, perkembangan daun menjadi
perhatian utama. Berbagai ukuran dapat
digunakan, diantaranya adalah jumlah daun.
Jumlah daun tanaman merupakan komponen
yang dapat menunjukkan pertumbuhan
tanaman. Pembentukan daun sendiri
sebetulnya dipengaruhi oleh sifat genetik
tanaman, namun lingkungan yang baik dapat
mempercepat
pembentukkan
tersebut.
Menurut Leopold dan Kriedman (1975),
pembentukan daun ditentukan oleh faktor
lingkungan antara lain iklim dan tanah. Saat
masuk pada fase pembentukan daun,
tanaman lebih banyak menyerap unsur hara
dari dalam tanah dan banyak membutuhkan
cahaya matahari.
Hasil analisis ragam pengaruh isolat
Azospirillum sp terrhadap jumlah daun
menunjukkan bahwa perbedaan jenis isolat
tidak berpengaruh nyata. Namun, hasil
pengamatan yang ditampilkan pada Tabel 6
memperlihatkan bahwa jumlah daun yang
terbentuk berbeda-beda pada tiap-tiap
perlakuan.
Tabel 6. Jumlah daun (helai) Rumput Raja
yang
diinokulasi
bakteri
Azospirillum sp pada umur 10, 20
dan 30 HST
Waktu Pengamatan (HST)
Perlakuan
10
20
30
63,50
91,50
71,75
KING 1
60,25
95,00
84,25
KING 2
60,50
80,75
81,50
KING 3
50,75
63,50
71,25
KING 4
60,00
92,25
81,75
KING 5
Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer, 2011
bahwa
Data pada Tabel 6 menunjukkan
rata-rata jumlah daun tertinggi
AGRIPLUS, Volume 23 Nomor : 02 Mei 2013, ISSN 0854-0128
152
diperoleh pada perlakuan King 1 yaitu 63,50
helai pada umur 10 HST dan King 2 dengan
jumlah daun rata-rata 95,00 helai pada umur
20 dan 30 HST. King 1 dan king 2
merupakan dua isolat yang dihasilkan dari
tanah rhizosfer. Ini menggambarkan bahwa
dalam dua waktu pengamatan, isolat yang
berasal dari tanah rhizosfer memberikan
pengaruh yang lebih baik terhadap
pertambahan jumlah daun rumput raja.
Berdasarkan data pada Tabel 6 juga
terlihat bahwa terjadi penurunan rata-rata
jumlah daun pada umur 30 HST di semua
perlakuan kecuali King 3 dan King 4.
Penurunan ini diduga karena pengaruh
musim kemarau, kemarau menyebabkan
suhu udara tinggi sehingga terjadi penguapan
yang cukup besar ditandai dengan lebih
cepatnya media tanam menjadi kering
sehingga daun menjadi cepat layu dan mati.
Kondisi
lingkungan
yang
demikian
selanjutnya mempengaruhi aktivitas dari
bakteri Azospirillum sp. Menurut Davies and
Whithread (1989), faktor abiotik utama yang
mempengaruhi ketahanan bakteri bila
diintroduksi ke dalam tanah adalah
kelembaban tanah, temperatur, pH, tekstur,
kadar oksigen dan kadar unsur hara.
c. Pengaruh
mandiri
bakteri
Azospirillum sp terhadap jumlah
tunas rumput raja
Hasil analisis ragam jumlah
rumput raja yang terbentuk pada dua
pengamatan yaitu 10 dan 20
menunjukkan bahwa perlakuan
berpengaruh nyata.
tunas
waktu
HST
tidak
Tabel 7. Jumlah anakan (anakkan)Rumput Raja
yang diinokulasi bakteri Azospirillum sp
pada umur 10 dan 20 HST
Perlakuan
KING 1
KING 2
KING 3
KING 4
KING 5
Waktu Pengamatan
(HST)
10
20
30
8,25
10,25
10,25
8,25
11,00
11,25
7,25
10,75
13,25
6,25
9,00
9,75
8,25
10,25
11,00
Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer, 2011
Data pada Tabel 7 memperlihatkan
bahwa jumlah tunas tertinggi pada umur 10
HST diperoleh pada perlakuan King 1, King
2, dan King 3 dengan rata-rata jumlah tunas
yang terbentuk 8,25 tunas. Sedangkan
jumlah tunas terendah ditunjukkan oleh
perlakuan King 4 dengan jumlah tunas 6,25
tunas. Pada umur 20 HST, jumlah tunas
tertinggi ditunjukkan oleh King 2 dengan
jumlah rata-rata 11 tunas, sedangkan
perlakuan King 4 menjadi perlakuan dengan
jumlah tunas terendah yaitu 9 tunas. Pada
umur 30 HST rata-rata jumlah tunas tertinggi
di peroleh pada perlakuan King 3 yaitu 13,25
tunas, dan terendah yaitu 9,75 tunas
diperoleh pada perlakuan King 4.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan tiga kali pengamatan (10,
20 dan 30 hari setelah tanam) terhadap
pengaruh kelima isolat yang diperoleh
masing-masing dua dari hasil isolasi tanah
rhizosfer (King 1 dan King 2) dan tiga dari
hasil isolasi akar tanaman rumput gajah
(King 3, King 4, dan King 5), diketahui
bahwa pengaruh masing-masing isolat
berbeda – beda dan mengalami fluktuasi
seiiring dengan bertambahnya waktu
pengamatan terhadap keseluruhan parameter
pertumbuhan rumput raja yang diamati yaitu
tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah
tunas. Dan analisis ragam menunjukkan
bahwa perbedaan jenis isolat tidak
berpengaruh nyata terhadap masing-masing
parameter. Sehingga untuk menentukan satu
jenis isolat yang memberikan pengaruh
terbaik, maka perlu diketahui besarnya
pertambahan nitrogen dalam tanah dan
tingkat serapan N tanaman sebagai indikator
aktivitas nitrogenase dari tiap-tiap isolat.
Saran
Waktu pengamatan perlu diperpanjang
hingga 60 hari setelah tanam (panen pertama
rumput
raja)
dengan
melanjutkan
pengamatan terhadap tinggi tanaman, jumlah
daun, dan jumlah tunas, serta berat kering
brangkasan dan berat kering akar.
Selanjutnya dilakukan analisis tanah untuk
mendapatkan besaran perubahan sifat tanah
dan perubahan nutrisi pada rumput raja dari
masing-masing perlakuan. Sehingga dapat
ditentukan satu isolat yang memberikan
AGRIPLUS, Volume 23 Nomor : 02 Mei 2013, ISSN 0854-0128
153
pangaruh lebih baik untuk digunakan pada
penelitian tahap kedua.
DAFTAR PUSTAKA
Davies, K.G., and R. Whitbread. 1989.
Factor affecting the colonization of a
root
system
by
fluorescent
Pseudomonas; the effect of water,
temperature and soil microflora.
Palnt and Soil 116 ; 247-256.
Djohana dan Setyamidjaja. 1986. Pupuk dan
Pemupukan. CV. Simpleks. Jakarta.
El-Khawas, H Adachi K. 1999. Identification
and Quantification of Auxin in
Cultur Media of Azospirillum and
Klebsiella and Their effect on Rice
Root. Biol Fertil Soils 28 : 377-384
Gandanegara S, Slamet, Idawati dan Lina
M,. 2005. Pengaruh Inokulasi
Sejumlah Isolate Azospirillum Sp
Terhadap
Pertumbuhan
dan
Serapan Pupuk N pada Jagung.
Jurnal berita Biologi, Vol. 6. Pusat
Penelitian Biologi-LIPI. Bogor.
Garner, F.P, R.B. Pearce dan R.I. Mirchell.
1995. Phyciology of Crop Plants.
The Iowa States University Press,
Ames. Iowa.
Gunarto L. 1999. Capability of Azospirillum
to Produce Indole-Acetic Acid, to fix
N2 in Assotiation with Rice Plant
and using RAPD to Fingerprint
Indigenous Azospirillum. Final
report ICRS, JIRCAS. 24p
Gunarto L. Adachi K, and Senboku. 1999.
Isolation
and
Selection
of
Indegenous Azospirillum sp. from a
subtropical island, and effect of
inoculation on growth of lowland
rice under several level of N
application. Boil fertile soils 28 :
129-135.
Okon, Y., S.L. Albrecht, and R.H. Burris.
1977.
Methods
for
Growing
Azospirillum lipoferum and For
Counting It In Pure Culture and In
Association With Plants. Appl.
Environ. Microbiol. 33(1) : 85-88
Okon, Y. 1985. Azospirillum as a potential
inoculants for agriculture. Trends in
Biotechnology 3 : 223 – 228.
Okon, Y., and Kapulnik. 1986. Development
an Function of Azospirillum
inoculated roots. Plant and Soil 90 :
3-16
Okon, Y., and C.A Labandera-Gonzales.
1994. Agronomic application of
Azospirillum ; an evaluation of 20
years wordwide field inoculation.
Plant and Soil 26 ; 1591-1601
Sitompul, S. M dan B. Guritno.1995.
Analisis Pertumbuhan Tanaman.
Gajah Mada University Press,
Yogyakarta
Nurmayulis, 2005. Pertumbuhan dan Hasil
Tanaman
Kentang
(Solanum
tuberosum L.) yang diberi pupuk
organic Difermentasi, Azospirillum
sp., dan Pupuk Nitrogen di
Pangalengan
dan
Cisarua.
Universitas Padjajaran. Bandung
Rahman, Koddang, M.Y., dan Damry, 2006.
Pengaruh Penambahan tepung Ikan
dan Bungkil Kelapa dengan rumput
gajah ad-libitum terhadap Daya
Cerna Protein Kasar, Serat Kasar dan
Bahan Kering Ransum Sapi Bali
Jantan.
Jurnal Ilmiah Impasja:
ISSN: 1829-9997,Volume III No.1
Maret 2006, Bogor.
Rusmana, I. dan Hadijaya, DD. 1994.
Aktivitas Nitrogenase Azospirillum
sp. dan Efektivitas Simbiotiknya
dengan Jagung. Jurnal hayati Vol, 1.
Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. IPB. Bogor.
AGRIPLUS, Volume 23 Nomor : 02 Mei 2013, ISSN 0854-0128
Download