RETORIKA POLITIK KANDIDAT PEMILUKADA DKI JAKARTA: ANALISIS KOMPARATIF JOKO WIDODO DAN FAUZI BOWO Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) Oleh: Herdina Rosidi NIM: 108051000076 JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1433 H./2013 M. RETORIKA POLITIK KANDIDAT PEMILUKADA DKI JAKARTA: ANALISIS KOMPARATIF JOKO WIDODO DAN FAUZI BOWO Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) Oleh: Herdina Rosidi NIM. 108051000076 Dosen Pembimbing, Dr. Gun Gun Heryanto, M. Si NIP. 19760812 200501 1 005 JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1433 H./2013 M. ABSTRACT Herdina Rosidi Political Rhetoric the Candidates Elections of Regional Heads in Jakarta City: a Comparative Analysis to Joko Widodo and Fauzi Bowo This research discusses The Political Rhetoric in Jakarta City Governor Candidates, The Second Round in 2012, they are Joko Widodo and Fauzi Bowo. This research is important because the city of Jakarta as the capital of Indonesia, the candidates was in the general election of regional heads the city of Jakarta in 2012 occurred a phenomenon those are not easily founded in the general election of regional heads of other cities, the occurrence of phenomenon SARA issues (ethnic, religious, racial, sectarian) use by one candidate. Two candidates, namely Fauzi Bowo and Joko Widodo have very differences in a political rhetoric, a unique personal character, all of differences, they convey in narrative form. Beside that, research questions from this research are, first, how is the political rhetoric Fauzi Bowo and Joko Widodo current election campaign heads Jakarta city area in 2012 second round. Second, what is typology orator in political rhetoric during the campaign Fauzi Bowo and Joko Widodo second round. This research uses a constructivist paradigm, because in this research look at the rhetoric campaign of governor candidate Jakarta city. And this research uses a qualitative approach with descriptive analysis method to the type of case study. Subjects in this research is a major focus of the research, that is the election of regional heads candidate city of Jakarta, Fauzi Bowo and Joko Widodo. And the object of this research is the phenomenon or problem that is in focus, the political rhetoric. In The second round campaign occurrence SARA issue in Fauzi Bowo teams to attack political rivals, namely Jokowi and Basuki, but SARA issue is not work optimally in the city elections of regional heads Jakarta second round. Jokowi orator type is rhetorically sensitive and orator type Foke is noble selve. Democratic party in the elections of regional heads in the city of Jakarta in 2012 has been running smoothly and there are not riots or unlawful for both the candidates and the citizens Jakarta. Momentum elections of regional heads the city of Jakarta in 2012 gives a sense of pride especially Jakarta residents are able to carry out the democratic process is good and civilized. Deserve a good example in the implementation of democracy in the world. Keyword: Political Rhetoric, Narative Theory, The Candidates Elections of Regional Heads in Jakarta City. ii ABSTRAK Herdina Rosidi Retorika Politik Kandidat Pemilukada DKI Jakarta: Analisis Komparatif Joko Widodo dan Fauzi Bowo Penelitian ini membahas tentang retorika politik kandidat calon Gubernur DKI Jakarta 2012 putaran kedua, yaitu Joko Widodo dan Fauzi Bowo. Penelitian ini dianggap penting karena kota Jakarta sebagai ibukota Indonesia, selanjutnya di dalam Pemilukada DKI Jakarta 2012 tersebut terjadi fenomena yang tidak mudah ditemukan di Pemilukada DKI kota lainnya, yaitu terjadinya fenomena isu SARA yang digunakan oleh salah satu kandidat. Kedua kandidat, yaitu Joko Widodo dan Fauzi Bowo memiliki retorika politik yang sangat berbeda, karakter pribadi yang unik, yang mereka sampaikan dalam bentuk narasi. Maka pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana retorika politik Fauzi Bowo dan Joko Widodo saat kampanye Pemilukada DKI Jakarta 2012 putaran kedua. Kedua, apa tipe orator dalam retorika politik Fauzi Bowo dan Joko Widodo saat kampanye Pemilukada DKI Jakarta 2012 putaran kedua. Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis, karena pada penelitian ini melihat pada kampanye dari retorika kandidat gubernur DKI Jakarta. Pendekatan penelitian menggunakan kualitatif dengan metode analisis deskriptif dengan jenis studi kasus. Subjek pada penelitian ini adalah fokus besar dalam penelitian yaitu kandidat Pemilukada DKI Jakarta, Fauzi Bowo dan Joko Widodo. Kemudian objek pada penelitian ini adalah fenomena atau persoalan yang ada di dalam fokus, yaitu retotika politik. Kampanye putaran kedua terjadi fenomena isu SARA pada kubu Fauzi Bowo untuk menyerang rival politiknya, yakni Jokowi dan Basuki, tetapi isu SARA tidak optimal bekerja di Pemilukada DKI Jakarta putaran kedua ini. Tipe orator Joko Widodo adalah rhetorically sensitive dan tipe orator Fauzi Bowo adalah noble selve. Pesta demokrasi pada Pemilukada DKI Jakarta 2012 telah berjalan dengan lancar dan tidak ada kerusuhan maupun melanggar hukum bagi kedua kandidat maupun masyarakat DKI Jakarta. Momentum Pemilukada DKI Jakarta 2012 memberikan rasa bangga khususnya masyarakat Jakarta mampu melaksanakan proses demokrasi secara baik dan beradab, pantas menjadi contoh yang baik dalam pelaksanaan demokrasi di dunia. Kata Kunci: Retorika Politik, Teori Naratif, Kandidat Calon Gubernur DKI Jakarta 2012 Putaran Kedua. iii KATA PENGANTAR Segala puji hanya bagi Allah, Sang Penguasa alam semesta yang telah menciptakan semua yang hidup dan bernafas, baik yang berakal maupun yang tidak berakal, dari makhluk yang sempurna dan yang tidak sempurna. Solawat dan salam untuk Nabi Muhammad SAW yang selalu dirindukan oleh umatnya, semoga kita selalu berada dibarisannya sampai akhir zaman. Dan syafa’at semoga selalu tercurahkan kepada keluarga besar Rasulullah SAW, sahabat-sahabatnya, dan semua yang telah membantu beliau untuk memperjuangkan Agama Islam. Karya ini dipersembahkan untuk orang-orang terhebat yang peneliti cintai, yaitu untuk keluarga besar Alm. H. Abdul Somad dan Alm. H. Abdul Aziz Saleh, terutama untuk orang tua peneliti, Hj. Etty Sumiyati dan Ir. H. Hedi Rosidi. Saudara kandung, Muhammad Rifky Saleh, Ahmad Taufik, Ahmad Hidayat, dan kakak ipar Euis Komala Sari, Nur Khairiyah, dan Muhammad Alif Al-Azka, yang menanamkan semangat, humor, menjadi sebuah kekuatan untuk menyelesaikan skripsi ini. Serta untuk semua sahabat yang telah mendukung di dalam proses pembuatan skripsi ini. Dan semoga karya ini bermanfaat untuk menggali pengetahuan akademisi konsentrasi komunikasi politik. Peneliti mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan demi terselesaikannya penulisan skripsi ini. Maka penulis berterima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. iv 2. Dr. Arief Subhan, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Pudek I Drs. Wahidin Saputra, M.A, Pudek II Drs. H. Mahmud Jalal, M.A, Pudek III Drs. Study Rizal LK, M.A. 3. Drs. Jumroni, M.Si dan Umi Musyarofah, M.A selaku Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. 4. Pembimbing skripsi, Dr. Gun Gun Heryanto, M.Si yang telah membantu penyelesaian skripsi ini. Terima kasih atas waktu, bimbingan, inspirasi, kesabaran dan semangat yang telah dituangkan untuk peneliti. 5. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang memberikan ilmu dengan harap ilmu yang didapat menjadi bermanfaat kepada peneliti selama menempuh pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 6. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu peneliti dalam urusan administrasi selama perkuliahan dan penelitian skripsi ini. 7. Seluruh staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, yang telah melayani peminjaman buku-buku literatur sebagai referensi dalam penulisan skripsi ini. 8. Seseorang yang mencintai segala kelemahan dan kekurangan yang saya miliki. Muhammad Rifai, lelaki halalku yang selalu memberikan semangat, doa, dan perhatiannya saat peneliti mengerjakan tugas akhir ini. You’re the best i ever had. 9. Keluarga besar IKPDN Jakarta. Terutama untuk guru besar Darunnajah Jakarta, Kiayi Mahrus Amien beserta keluarga, Ustad Sofwan Manaf, M.Si v beserta keluarga, ketua IKPDN Jakarta dan alumni Darunnajah Jakarta angkatan 31 yang saya banggakan. Ilmi, Arsikh, Aimatunnisa, Suniah, Ziah, Nadrah, Leli, Dwi, Renita, Diah, Lutfri, Rizky, Aufar, Sadad, Fachri, Ibnu, Muhdi, Puja, Wahyu, Subhi. 10. Kawan-kawan mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah. Teman-teman KKN 73, Abdul Wahid, Ahmad Zubait, Ahmad Sofyan Tsauri, Udin, Haerul, Hilman, Kiki, Zakia, seperjuangan KPI angkatan 2008, khususnya KPI C 2008 yang telah memberikan banyak cerita, pengalaman dan inspirasi untuk peneliti. Saiful Bahri, Anisa, Tami, Aim, Gana, Lala, Sandika, Oji, Ferdian, Iman, Amel, Anna, Ema, Irvan, Gin Gin, Bobby, Ilyas, dan semua Keluarga KPI C 2008. 11. Last but not least, narasumber pendukung skripsi ini, Hasan Nasbi Batupahat, selaku tim sukses dari Jokowi-Ahok yang telah meluangkan waktu, memberikan tempat dan konsumsi untuk melakukan wawancara. Muhammad Rusydi Ali, selaku tim sukses Foke-Nara, dan Arya Fernandes, selaku konsultan politik yang telah berkontribusi pada proses pembuatan skripsi, dan memberikan beberapa pengetahuannnya untuk skripsi ini. Ciputat, 8 Juli 2013 Herdina Rosidi NIM. 108051000076 vi DAFTAR ISI LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................. i ABSTRAK ........................................................................................................ ii KATA PENGANTAR ...................................................................................... iv DAFTAR ISI ..................................................................................................... vii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah.................................... 6 C. Tujuan Penelitian .................................................................. 7 D. Manfaat Penelitian ............................................................... 7 E. Metodologi Penelitian ........................................................... 8 F. Tinjauan Pustaka ................................................................... 15 G. Sistematika Penulisan ........................................................... 17 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Teori Naratif .......................................................................... 18 1. Asumsi Dasar Teori Naratif ............................................ 19 2. Konsep Dasar Teori Naratif ............................................ 21 B. Konseptualisasi Retorika Politik 1. Pengertian Retorika.......................................................... 24 a. Lima Hukum Retorika............................................... 27 b. Tipologi Pidato .......................................................... 28 2. Retorika Politik................................................................. 32 a. Tipologi Orator Politik.............................................. 36 b. Tipe-tipe Retorika Politik.......................................... 37 BAB III BIOGRAFI JOKO WIDODO DAN FAUZI BOWO A. Profil Joko Widodo ............................................................... 39 1. Menjadi Walikota Solo .................................................... 41 2. Menuju DKI Jakarta ........................................................ 44 vii 3. Janji-janji Ir. H. Joko Widodo – Basuki Tjahaja Purnama sebagai Kandidat Cagub – Cawagub DKI Jakarta 2012 Pasangan Nomor Urut 3 ................................................... 47 B. Profil Fauzi Bowo ................................................................. 51 1. Menjadi Gubernur DKI Jakarta 2007 .............................. 55 2. Pemilihan Umum Kepada Daerah DKI Jakarta 2012 .... 57 3. Janji-janji Dr. Ing. H. Fauzi Bowo – Mayjen (Purn) H. Nachrowi Ramli sebagai Kandidat Cagub-Cawagub DKI Jakarta 2012 Pasangan Nomor Urut 1 ............................. 59 BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS RETORIKA POLITIK JOKO WIDODO DAN FAUZI BOWO A. Konteks Rivalitas Joko Widodo dan Fauzi Bowo pada Pemilukada DKI Jakarta 2012 Putaran Kedua ..................... 66 1. Isu SARA Putaran Kedua................................................ 67 2. Rivalitas Kekuatan Joko Widodo dan Fauzi Bowo Pemilukada DKI Jakarta 2012 Putaran Kedua ............... 69 B. Analisis Komparatif Retorika Politik Joko Widodo dan Fauzi Bowo pada Pemilukada DKI Jakarta 2012 Putaran Kedua ................................................................................... 79 1. Kampanye Jokowi dan Foke Putaran Kedua ................ 79 2. Analisis Retorika Jokowi-Foke .................................... 86 3. Narasi Retorika Jokowi-Foke ....................................... 93 4. Tipe-tipe Retorika Politik Jokowi-Foke ....................... 97 C. Tipologi Orator dalam Retorika Politik Joko Widodo dan Fauzi Bowo .................................................................................... 99 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ........................................................................... 101 B. Saran ...................................................................................... 104 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN viii DAFTAR GAMBAR 1. Teknik Analisis Data ............................................................................... 14 2. Perolehan Suara Parpol Pendukung Foke – Nara pada Pemilu 2009 ...... 69 3. Perolehan Suara Parpol Pendukung Jokowi - Ahok pada Pemilu 2009 .. 70 4. Partisipasi Pemilih pada Putaran Pertama dan Putaran Kedua ................ 73 5. Grafik Hasil Suara Golput Pemilukada DKI Jakarta 2012 Putaran Pertama dan Putaran Kedua ................................................................................... 74 6. Grafik Hasil Suara Jokowi Versus Foke Putaran Kedua ......................... 75 7. Hasil Akhir Perhitungan Suara Pemilukada DKI Jakarta 2012 Putaran Kedua ....................................................................................................... 77 ix BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum kepala daerah DKI Jakarta adalah sebagai momen yang penting, karena posisi Jakarta sebagai Ibu kota negara dan menjadi sorotan publik se-Indonesia. Dalam konteks real, secara struktural perundangan yang mengatur pemilukada langsung berada pada bab VI pasal 18 ayat (4) UUD 1954: “Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.”1 Mengingat kembali hasil perolehan suara pemilukada DKI Jakarta pada putaran pertama yang dilaksanakan pada 11 Juli 2012 adalah Joko WidodoBasuki (43%), Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli (33%), Hidayat Nur Wahid– Didiek Rachbini (12%), Alex Noerdin–Nono (4,74%), Faisal Basri–Biem Benyamin (4,99%) dan Hendarji–Riza (2,05%). Dua Calon Gubernur masuk ke putaran kedua adalah pasangan Joko Widodo–Basuki Tjahaja Purnama dan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli.2 Fauzi Bowo (Foke) dan Joko Widodo (Jokowi) memiliki integritas yang berbeda. Keduanya merupakan kepala daerah yang masih aktif menjabat, sehingga memiliki modal yang sama sebagai pemimpin kepala daerah. Menurut anggota Dewan Pembina Partai Gerindra, Martin Hutabarat, 1 Mahi M. Hikmat, Komunikasi Politik: Teori dan Praktik (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), cet. 1, h. 172. 2 “Adu S iasat Jokowi dan Foke di Putaran II,” artikel diakses pada 18 Juli 2012, dari: http://fokus.news.viva.co.id/news/read/335022-adu-siasat-jokowi-dan-foke-di-putaran-ii . 1 2 ada dua faktor yang paling penting, yaitu kepercayaan publik terhadap integritas seseorang dan harapannya terhadap figur tersebut.3 Pada 20 September 2012, berlangsungnya pemilukada DKI Jakarta 2012 putaran kedua. Pemimpin yang berkualitas, menurut Juergen Habermas, pemikir mahzab Frankfurt, sebaiknya memenuhi kualifikasi quantity of participation dan quality of discourse. Idealnya pemimpin politik terpilih adalah pemimpin yang memenuhi kualifikasi “jumlah kepala” sekaligus “isi kepala”, yakni kepala daerah yang didukung oleh jumlah pemilih mayoritas (konsituensi), sekaligus memiliki visi dan misi, konsepsi dan skill mengurus negara atau daerah serta masyarakat.4 Visi dan misi yang disampaikan oleh kandidat cagub DKI Jakarta dijadikan sebagai dokumen resmi daerah mengingat pemilukada DKI 2012 dilaksanakan secara langsung yang diikuti seluruh masyarakat Jakarta. Dalam penyampaian visi dan misinya, Foke-Nara menjanjikan dapat mengubah Jakarta menjadi maju, nyaman, dan sejahtera. Keduanya menyoroti permasalahan banjir dengan memaparkan latar belakang topografi DKI Jakarta yang dialiri 13 sungai. Kemudian kemacetan lalu lintas Ibu Kota menjadi fokus pasangan nomor ururt satu ini. Kemudian pasangan JokowiAhok memaparkan visi dan misi secara taktis dan teratur. Jargon “Perubahan” adalah senjata yang mereka asah dan digunakan untuk kampanye pemilukada ini. Keduanya bertekad memperbaiki dan membenahi tata kota DKI Jakarta, 3 “Putaran Kedua Pemilihan Umum Gebernur DKI Jakarta, Adu Integritas Foke versus Jokowi,” artikel diakses pada 19 Juli 2012, dari: http://news.detik.Com /read/2012/07/25/070128/ 1974020/10/putaran-kedua-pilgub-dki-adu-integritas-foke-vs- jokowi?9922022. 4 Mahi M. Hikmat, Komunikasi Politik: Teori dan Praktik, h. 169. 3 dan menyelesaikan permasalahan yang ada secara bersama dengan masyarakat.5 Foke membuat strategi seperti pilkada DKI 2007 yang telah Foke menangkan sebagai Gubernur DKI Jakarta 2007, yaitu menggunakan “Konsep Blocking” dengan strategi penguasaan partai–partai pada level elite dimana Foke melakukan koalisi besar pada partai PKS, PPP, PAN, Demokrat dan Golkar. Karena akan sangat mungkin elite partai di DPP memberi endorsement ke Foke-Nara. Partai-partai elite tersebut berpihak kepada Fauzi Bowo karena pertimbangan elektoral 2014, yaitu mereka sensitif atau sentimen terhadap partai PDIP dan Gerindra. Putaran kedua pemilukada DKI Jakarta 2012 membuktikan ini, bahwa Foke lebih cenderung membangun koalisi-koalisi parpol daripada mengubah strategi komunikasi politik. Akhirnya, citra yang terbangun dalam benak publik adalah Foke terkesan elitis.6 Sikap yang kontras Foke ditunjukkan oleh Jokowi yang sangat friendly terhadap masyarakat maupun wartawan sehingga menjadi media darling, dan menjadikan pemberitaan-pemberitaan Jokowi membuat citra positif di mata publik. Strategi Jokowi–Ahok bersifat inovatif yang membuat banyak simpati masyarakat. Seperti halnya turun ke kampung, makan di warung makan pinggiran, jalan–jalan ke pasar tradisional, serta berinteraksi langsung dengan masyarakat yang sasaran utamanya adalah masyarakat menengah ke bawah, 5 Husin Yazid, Berebut Kursi Jakarta Satu: Kenapa Foke dan Jokowi? Data dan Analisa Putaran Pertama Pilkada DKI Jakarta (Jakarta: Firdaus, 2012), cet. 1, h. 9. 6 Gun Gun Heryanto, Koalisi Pilgub DKI bentuk sentimen asal bukan PDIP dan Gerindra, artikel diakses pada 22 Juli 2012, dari: http://www.merdeka.com/jakarta/ koalisi-pilgubdki-bentuk-sentimen-asal-bukan-pdip-dan-gerindra.html. 4 ini diakui langsung oleh Hasan Nasbi Batupahat.7 Tidak ada berita cacat di media mengenai Jokowi–Ahok. Pasangan nomor urut tiga ini diusung oleh partai PDIP dan Gerindra.8 Ramainya isu SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan) pada putaran kedua digunakan lawannya sebagai alat “name calling” (memberi label buruk kepada gagasan, orang, objek atau tujuan agar orang menolak sesuatu tanpa menguji kenyataan) untuk menjatuhkan Jokowi–Ahok, karena Ahok berasal dari agama minoritas. Bulan Ramadhan dimanfaatkan oleh berbagai pihak untuk memainkan isu agama melalui berbagai media dakwah. Seperti kasus H. Rhoma Irama salah satu masjid wilayah Tanjung Duren diduga mengandung SARA yang menyudutkan pasangan Jokowi-Ahok. Dan perkembangan teknologi menjadi sarana berkembangnya isu ini melalui Blackberry Broadcast Message dan sarana media sosial lainnya. Maka isu SARA yang mengarah pada bentuk kampanye hitam (Black Campaign) selalu muncul cenderung menyudutkan Jokowi-Ahok. Tapi dengan isu SARA tersebut membuktikan bahwa masyarakat kita pada umumnya lebih melihat seorang figur yang menghasilkan Jokowi–Ahok memenangkan di pemilukada pertama dan kedua. Isu SARA tidak berpengaruh besar pada masyarakat di dalam pemilukada ini.9 Hasil perolehan suara pemilukada pada putaran kedua yang dilaksanakan pada 20 September 2012, berdasarkan rekapitulasi tersebut, 7 Wawancara pribadi dengan Hasan Nasbi Batupahat, Jakarta, 10 Agustus 2012. Wawan Bahrudin dan Ardi Nuswantoro, Kartu Sukses Jokowi-Ahok Melangkah Pasti Menuju DKI Jakarta 1, (Jakarta:Polite, 2012), cet. 1, h. 31. 9 Wawancara pribadi dengan Arya Fernandes, Jakarta, 11 Febuari 2013. 8 5 hasil suara pasangan Jokowi-Ahok 53,82% atau 2.472.130 suara. Sedangkan pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli 46,8% atau 2.120.815 suara.10 Foke dan Jokowi memiliki strategi kampanye yang berbeda–beda, serta keduanya juga memiliki perbedaan dalam segi retorika politik. Retorika sangat berpengaruh dalam kampanye, karena di dalam pidato kampanye tersimpan propaganda memiliki daya pengaruh yang kuat dalam merayu politik. Retorika tersebut menggunakan suara intonasi yang bagus, gerak tubuh yang meyakinkan, serta menggunakan kata–kata bersifat persuasif.11 Kampanye pemilihan umum idealnya merupakan proses penyampaian pesanpesan politik yang salah satu fungsinya memberikan pendidikan politik bagi masyarakat.12 Berbagai penjelasan di atas, penulis bermaksud meneliti tentang retorika politik Joko Widodo dan Fauzi Bowo pada pemilukada DKI Jakarta 2012 putaran kedua. Argumentasi penulis menguatkan penelitian ini sangat penting dan bermanfaat karena di dalam proses pemilukada DKI Jakarta 2012, selain kota Jakarta adalah sebagai ibukota negara Indonesia, Pemilukada DKI Jakarta 2012 terjadinya fenomena yang tidak mudah ditemukan di pemilukada kota lainnya. Kemudian peneliti tertarik dengan kandidat pada putaran kedua, yakni Fauzi Bowo dan Joko Widodo, karena kedua kandidat tersebut sangat kontras, memiliki karakter yang unik dan setiap narasi pemilukada DKI Jakarta ini banyak sekali makna yang 10 “KPU DKI Jakarta, Terpilih Pasangan Jokowi-Ahok Pemilihan Gubernur DKI Jakarta,” artikel diakses pada 2 Oktober 2012, dari: http: //news. detik.com/read /2012/09/29/ 114959/2045146/10/kpu-dki-jokowi-ahok-pasangan-terpilih-pilgub-dki-2012?9911012. 11 Hafied Cangara, Komunikasi Politik: Konsep, Teori, dan Strategi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 230. 12 Asep Saeful Muhtadi, Komunikasi Politik Indonesia: Dinamika Islam Politik PascaOrde Baru, (Bandung: Rosda Karya, 2008), cet. 1, h. 145. 6 terkandung. Itulah beberapa yang dapat dijadikan penulis sebagai argumentasi, mengapa kasus ini diangkat dan dijadikan sebuah penelitian penting yang diberi judul “RETORIKA POLITIK KANDIDAT PEMILUKADA DKI JAKARTA: ANALISIS KOMPARATIF JOKO WIDODO DAN FAUZI BOWO”. B. Batasan dan Rumusan Masalah Dalam penelitian ini yang menjadi pembahasan dalam skripsi ini adalah bagaimana penerapan retorika politik Joko Widodo dan Fauzi Bowo dalam pemilukada DKI Jakarta 2012 putaran kedua dilihat dari rekaman audio visual kedua kandidat ketika berpidato dalam kampanye maupun acara debat kandidat pada putaran kedua, guna memberikan informasi mengenai retorika politik kedua kandidat tersebut. Agar penelitian ini lebih fokus, terarah, jelas dan spesifik penulis membatasi masalah yang akan diteliti. Rumusan masalah penelitian dalam teoretisasi data adalah suatu pernyataan yang mengidentifikasi fenomena yang diteliti. Perumusan masalah cenderung berorientasi pada proses dan tindakan.13 Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana retorika politik Fauzi Bowo dan Joko Widodo saat kampanye pemilukada DKI Jakarta 2012 putara kedua? 2. Apa tipologi orator dalam retorika politik Fauzi Bowo dan Joko Widodo saat kampanye pemilukada DKI Jakarta 2012 putaran kedua? 13 Anselm Strauss dan Juliet Corbin, Dasar-dasar Penelitian Kualitatif: Tatalangkah dan Teknik-teknik Teoritisasi Data, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), h. 27. 7 C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian merupakan arah dan sasaran yang harus dicapai oleh setiap tindakan. Dengan demikian tujuan memegang peranan yang sangat penting dan harus dirumuskan dengan jelas, tegas dan mendetail, karena tujuan merupakan jawaban tentang masalah yang akan diteliti.14 Maka Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Penelitian ini untuk mendapatkan gambaran tentang bagaimana Joko Widodo dan Fauzi Bowo melakukan retorika politik pada masa kampanye Pemilukada DKI Jakarta 2012 putaran kedua. 2. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari apa tipologi orator dalam retorika politik Fauzi Bowo dan Joko Widodo, serta menilai kriteria– kriteria calon pemimpin Jakarta. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan memberikan pengetahuan serta mengembangkan teori-teori retorika politik konsep komunikasi politik guna memberikan inspirasi bagi mahasiswa maupun penikmat politik. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini berkontribusi terhadap retorika politik Jokowi dan Foke pada masa kampanye pemilukada Jakarta yang banyak memberikan pengetahuan dan menganalisis siapakah yang layak untuk menjadi Gubernur DKI Jakarta 2012–2017. 14 Mohammad Kasiram, Metodologi Peneliti Kualitatif-Kuantitatif, (Yogyakarta: UINMaliki Press, 2010), cet. 2, h. 51. 8 3. Manfaat Akademis Dengan penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan tentang retorika politik konsep komunikasi politik, khususnya bagi mahasiswa akademisi Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam. E. Metodologi Penelitian 1. Metode dan Pendekatan Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan jenis penelitiannya adalah analisis deskriptif. Pendekatan kualitatif memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan sebuah makna dari gejala-gejala sosial di dalam masyarakat. Obyek analisis dalam pendekatan kualitatif adalah makna dari gejala-gejala sosial dan budaya dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai kategorisasi tertentu.15 Dengan menggunakan analisis deskriptif di mana peneliti berusaha melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi tertentu atau bidang tertentu secara faktual dan cermat. Fungsi analisis deskriptif adalah untuk memberikan gambaran umum tentang data yang telah diperoleh. Gambaran umum ini bisa menjadi acuan untuk melihat karakteristik data yang kita peroleh.16 Deskriptif yaitu data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka, sehingga laporan penelitian akan berisi 15 Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survey, (Jakarta: LP3ES, 1995), cet. 2, h.220. 16 Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), h. 22. 9 kutipan-kutipan data untuk memberikan gambaran penyajian laporan tersebut. Peneliti menggunakan wawancara, observasi, dokumentasi-dokumentasi, rekaman bukti-bukti fisik.17 Qualitative research atau penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau dengan cara-cara lain dari kuantifikasi.18 Lexy J. Moloeng mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.19 Menurut Nasution penelitian kualitatif disebut juga penelitian naturalistik, karena dalam penelitian kualitatif dilakukan dalam setting latar yang natural.20 Penelitian ini menggunakan studi kasus (case study). Menurut Maxfield, metode studi kasus adalah penelitian mengenai subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas.21 Secara umum, studi kasus merupakan strategi yang lebih cocok bila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan how atau why, bila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peistiwa yang akan diselidiki, dan bilamana fokus penelitiannya 17 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi (Jakarta, 2007), cet. 2 h. 102. Anselm Strauss dan Juliet Corbin, Basic of Qualitative Research: Grounded Theory Procedures and Techniques, 2007, h. 11. 19 Lexy J. Moloeng, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Rosda), h. 65. 20 Nasution, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, (Bandung: Tarsito), h. 78. 21 Andi Prastowo, Memahami Metode-metode Penelitian: Suatu Tinjauan Teoritis dan Praksis (Yogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), cet. 1, h.127. 18 10 terletak pada fenomena kontemporer (masa kini) di dalam konteks kehidupan nyata.22 Studi kasus adalah uraian dan penjelasan komprehensif mengenai berbagai aspek seorang individu, suatu kelompok, organisasi, suatu program, atau suatu situasi sosial. Metode yang digunakan studi kasus adalah wawancara, pengamatan, menelaah dokumen, hasil survei, dan data-data untuk menguraikan suatu kasus secara terperinci.23 2. Subjek dan Objek Penelitian Subjek penelitian adalah sumber tempat memperoleh keterangan.24 Adapun subjek dalam penelitian ini adalah kandidat pemilukada DKI Jakarta 2012 putaran kedua, yaitu Fauzi Bowo (Foke) dan Joko Widodo (Jokowi). Sedangkan objeknya adalah bagian dari subjek yang diteliti secara terperinci.25 Objek penelitian merinci fenomena yang akan diteliti sekaligus merupakan deskripsi dari penelitian yaitu analisis deskriptif terhadap retorika politik para kandidat pemilukada DKI Jakarta 2012 putaran kedua. 3. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data kualitatif yaitu kegiatan pengumpulan data harus dilakukan sendiri oleh peneliti dan tidak boleh diwakilkan.26 Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan data primer yaitu wawancara terhadap timses dari Fauzi Bowo dan Joko Widodo. Selain itu, peneliti juga menggunakan data sekunder melalui reverensi buku maupun artikel yang 22 Robert K.Yin, Studi Kasus Desain dan Metode (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), h. 1. 23 Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru, Ilmu Komunikasi, dan Ilmu Sosial lainnya (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h. 201. 24 Tatang M Arifin, Menyusun Rencana Penelitian (Jakarta: Rajawali 1978/2003). h. 92. 25 Ibid., h. 93. 26 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 11. 11 berkaitan tentang retorika politik, kampanye, pemulikada DKI Jakarta putaran pertama dan kedua, maupun kampanye Fauzi Bowo dan Joko Widodo. Penelitian lapangan (field research), yaitu penelitian yang di lapangan, tempat dimana objek penelitian itu berada.27 Untuk pengambilan data penelitian lapangan digunakan metode sebagai berikut: a. Wawancara Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode wawancara mendalam, yaitu proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab dengan bertatap muka antara peneliti dengan informan.28 Wawancara yaitu percakapan antara peneliti – seseorang yang berharap mendapat informasi dari informan (seseorang yang diasumsikan mempunyai informasi langsung dari sumbernya).29 Wawancara dibagi menjadi dua jenis. Pertama, jenis wawancara berstruktur, yaitu wawancara terdapat pertanyaan dan alternatif jawaban sudah disediakan oleh pewawancara. Kedua, wawancara tidak berstruktur, yaitu wawancara yang lebih bersifat informal.30 Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik wawancara tak berstruktur, antara lain: 1) KH. Muhammad Rusydi Ali, selaku penasihat Fauzi Bowo dan tim sukses Fauzi Bowo–Nachrowi Ramli, kantor pusat di Jalan Diponegoro nomor 61 A Menteng Jakarta Pusat, tetapi peneliti wawancara langsung 27 Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004), h. 89. 28 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial lainnya (Jakarta: Kencana, 2010), cet. 4, h.108. 29 Rahmat Kriyantono, Tehnik Praktisi Riset Komunikasi, h. 116. 30 Yatim Riyanto, Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, Surabaya: Unesa University Press, 2007, h. 70. 12 di kediamannya, tepatnya di Jalan Masjid II nomor 7 Kampung Melayu Besar Jakarta Selatan. 2) Hasan Nasbi Batupahat, selaku tim sukses Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama, yaitu Hasan Nasbi Batupahat, Direktur Cyrus Network, kantor pusat di Graha Pejaten nomor 8, Jalan Raya Pejaten Jakarta 12510. 3) Arya Fernandes, konsultan politik Charta Politika, kantor pusat di Jalan Cipaku 2 nomor 18, Kebayoran Baru Jakarta Selatan. b. Observasi Observasi adalah sebagai pemilihan, pengubahan, pencatatan, dan pengkodean serangkaian pelaku dan suasana yang berkenaan dengan organisme, sesuai dengan tujuan-tujuan empiris.31 Dalam penelitian ini, peneliti melakukan observasi tidak berstruktur metode catatan lapangan, yaitu pengamatan dan pencatatan dengan sistematik terhadap fenomena yang diselidiki. Dalam penelitian ini peneliti melakukan observasi, observasi pada masa kampanye pemilukada DKI Jakarta 2012, yaitu pada acara car free day di Senayan, Jakarta. c. Dokumentasi Dalam penelitian ini dokumentasi berupa mengumpulkan buku-buku, artikel dari internet yang berkaitan dengan kampanye, retorika politik, biografi Jokowi dan Foke, artikel tentang pemilukada DKI Jakarta 2012 putaran pertama dan putaran kedua. Kemudian dokumentasi dari rekaman audio visual (rekaman video) kampanye Jokowi-Foke putaran kedua, rekaman didapat dari Timses Jokowi berupa CD Jokowi berkampanye dan 31 Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi, h. 83. 13 pada saat debat kandidat yang diunggah melalui situs youtube di link http://www.youtube.com/watch?v=Xeplwq-p4G8.32 3. Teknik Analisis Data Analisis kualitatif yaitu data yang muncul berwujud kata-kata dan bukan rangkaian angka. Data dikumpulkan dalam bentuk macam cara, yaitu observasi, wawancara, intisari dokumen, dan pita rekaman.33 Mengikuti Bodgan dan Biklen, analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilahmemilahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola menemukan apa yang penting, dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan oleh orang lain.34 Peneliti menggunakan analisis deskriptif, peneliti menginterpretasi data untuk memperoleh arti dan makna yang lebih mendalam dan luas terhadap hasil penelitian yang sedang dilakukan. Pembahasan hasil penelitian dilakukan dengan cara meninjau hasil penelitian secara kritis dengan teori yang relevan dan informasi akurat yang diperoleh dari lapangan.35 Untuk menganalisis data dalam penelitian ini, maka dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:36 32 “Debat Foke vs Jokowi,” artikel diakses pada 3 September 2012, dari: http:// www.solopos.com/2012/09/16/malam-ini-di-metro-tv-debat-foke-vs-jokowi-329366. 33 Matthew Miles dan Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang Data-data Baru (Jakarta: UI-Press, 1992), h. 15. 34 Lexy J Moeloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 248. 35 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2010), h. 244. 36 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif: Aktualisasi Metodologis ke arah Ragam Varian Kontemporer (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), h. 145. 14 Gambar 1 Teknik Analisis Data Pengumpulan Informasi Reduksi Penyajian Kesimpulan Sumber: Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif: Aktualisasi Metodologis ke arah Ragam Varian Kontemporer Keterangan: 1. Pengumpulan informasi, melalui wawancara dan observasi langsung. 2. Reduksi. Langkah ini adalah untuk memilih informasi mana yang sesuai dan tidak sesuai dengan masalah penelitian. 3. Penyajian. Setelah informasi dipilih maka disajikan bisa dalam bentuk tabel, ataupun uraian penjelasan. 4. Tahap akhir, adalah menarik kesimpulan. 15 Pertanyaan melalui wawancara yang diajukan kepada informan sematamata sebagai bahan kajian yang mendasar untuk membuat kesimpulan. Bagaimanapun pendapat banyak orang merupakan hal penting meskipun tidak dijamin validitasnya. Semakin banyak informasi, maka diharapkan akan menghasilkan data yang sudah tersaring dan lebih akurat.37 F. Tinjauan Pustaka Dalam penelitian ini, peneliti melakukan tinjauan pustaka. Dengan mengadakan tinjauan perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi. Peneliti melakukan tinjauan pustaka ini guna memastikan apakah ada judul atau tema yang serupa dengan penelitian (skripsi) ini. Berdasarkan hasil penelusuran peneliti, belum ada yang meneliti mengenai retorika politik, tetapi ada beberapa skripsi yang meneliti mengenai tema peneliti, diantaranya: Komunikasi Politik Pasangan Hj. Airin Rachmi Diany dan Drs. H. 1. Benyamin Davnie dalam Pilkada Tangsel Tahun 2011, Peneliti Amalia tahun 2011. Skripsi ini membahas tentang strategi–strategi yang digunakan oleh pasangan Airin dan Benyamin serta para tim sukses dalam mempromosikan pasangan tersebut dan hal–hal apa saja yang menyebabkan pasangan Airin dan Benyamin memenangkan Pilkada Tangerang Selatan 2011. Persamaan pada penelitian ini adalah tentang penelitian Pilkada, tetapi objeknya, subjek dan tujuan dari penelitiannya berbeda. 37 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif: Aktualisasi Metodologis ke arah Ragam Varian Kontemporer, h. 145. 16 2. Retorika Dakwah KH. Habib Ali Alwi bin Thohir, peneliti Syarifah Sa’diyah tahun 2007. Skripsi ini membahas tentang retorika dakwah Habib Ali Alwi pada saat beliau berceramah. Persamaan pada penelitian ini adalah membahas tentang retorika, tetapi yang membatasinya adalah penelitian terdahulu retorika dakwah dan penelitian ini adalah retorika politik. Selama peneliti melakukan tinjauan pustaka di Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, peneliti belum menemukan judul penelitian yang serupa, tentang retorika politik. G. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan penyusunan skripsi ini, maka Penulis menyusun sistematika penulisan mengelompokkan dalam lima bab pembahasan, yaitu sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN BAB I menjelaskan Latar Belakang Masalah, Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka dan Sistematika Penulisan. BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II menjelaskan Teori Naratif yang terdiri dari: Asumsi Dasar Teori Naratif, Konsep Dasar Teori Naratif. Konseptualisasi Retorika Politik, Retorika: Pengertian 17 Retorika, Lima Hukum Retorika, Tipologi Pidato. Retorika Politik: Tipologi Orator Politik, Tipe - tipe Retorika Politik. BAB III BIOGRAFI JOKO WIDODO DAN FAUZI BOWO BAB III menjelaskan Profile Joko Widodo: Menjadi Walikota Solo, Menuju DKI Jakarta, Janji-janji JokowiBasuki sebagai Kandidat Cagub-Cawagub DKI Jakarta 2012. Profile Fauzi Bowo: Menjadi Gubernur DKI Jakarta 2007, Pemilihan Umum Kepala Daerah DKI Jakarta 2012, Janji-janji Foke-Nara sebagai Kandidat Cagub-Cawagub DKI Jakarta 2012. BAB IV ANALISIS RETORIKA POLITIK JOKO WIDODO DAN FAUZI BOWO BAB IV menjelaskan Konteks Rivalitas Jokowi-Foke Pemilukada DKI Jakarta 2012 Putaran Kedua: Isu SARA, Rivalitas Kekuatan Jokowi-Foke Putaran Kedua. Analisis Komparatif Retorika Politik Jokowi-Foke: Kampanye Putaran Kedua, Analisis Retorika Politik Jokowi-Foke, Narasi Retorika Politik, Tipe-tipe Retorika Politik JokowiFoke. Tipologi Orator dalam Retorika Politik Jokowi-Foke. BAB V PENUTUP BAB V menjelaskan penutup dari penelitian ini yang berisikan Kesimpulan dan Saran. BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Teori Naratif Teori ini dikembangkan oleh Walter Fisher. Walter Fisher yang lebih suka menyebut teori ini sebagai paradigma naratif. Teori ini mengemukakan keyakinan bahwa manusia adalah seseorang pencerita dan bahwa pertimbangan akal ini, emosi, dan estetika menjadi dasar keyakinan dan perilaku kita. Akar pemikiran Fisher berupaya menggambarkan dan menjelaskan komunikasi sebagai storytelling. Dalam pandangannya, Storytelling bukanlah aktivitas sesaat, melainkan proses yang terus-menerus di mana kita merasakan dunia dan berkomunikasi satu sama lainnya.1 Manusia lebih mudah terbujuk oleh sebuah cerita yang bagus dari pada argumentasi yang baik. Mengkonsepkan bahwa manusia adalah pencerita dan manusia mengalami kehidupan dalam suatu bentuk narasi. Fisher mendefinisikan narasi sebagai tindakan simbolik (kata-kata) atau tindakan yang memiliki rangkaian serta makna bagi siapapun yang hidup, mencipta atau memberi interpretasi. Ini merupakan cara pandang yang sangat luas dalam melihat narasi. Oleh karena itu, hampir sulit untuk tidak mengidentifikasi komunikasi sebagai narasi.2 Logika narasi lebih dipilih dibandingkan logika tradisional yang digunakan dalam argumentasi. Logika narasi (logika dari pemikiran yang 1 West Richard dan Turner Lynn. Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi (Jakarta: Salemba Humanika), edisi 3, 2008, h. 44. 2 Ibid., h. 45. 18 19 luas), menyatakan bahwa orang menilai kredibilitas pembicara melalui apakah ceritanya runtut (mempunyai koherensi) dan terdengar benar (mempunyai ketepatan). Paradigma atau naratif memungkinkan sebuah penilaian demokratis terhadap pembicara karena tidak ada seorang pun yang harus dilatih secara khusus agar mampu menarik kesimpulan berdasarkan konsep koherensi dan kebenaran.3 1. Asumsi Dasar Teori Naratif: Ada lima asumsi dasar teori naratif, antara lain:4 a. Manusia pada dasarnya adalah makhluk pencerita. Fisher mengatakan bahwa manusia merupakan homo narrans sebagai metafora untuk menjelaskan kemanusiaan. Cerita merupakan hal mendasar dalam hidup yang mempengaruhi, menggerakkan, dan membentuk dasar keyakinan dan tindakan kita. Dalam berkomunikasi dengan pihak lain, manusia juga memposisikan dirinya sebagai pencerita tersebut. Fisher memunculkan asumsi demikian karena berdasar pengamatannya naratif bersifat universal, ditemukan dalam semua budaya dan periode waktu. Dalam hal ini Elkins mengatakan bahwa manusia pada dasarnya menggunakan cerita dalam semua aspek kehidupan keseharian kita, untuk menghabiskan waktu, menyampaikan informasi, untuk menempatkan diri di sebuah tempat, keluarga, dan komunitas. b. Keputusan mengenai harga dari sebuah cerita didasarkan pada “pertimbangan sehat” (good reasons). Yang dimaksud pertimbangan yang 3 West Richard dan Turner Lynn. Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi, h. 4 Ibid., h. 50. 46. 20 sehat adalah individu membuat keputusan mengenai cerita mana yang akan diterima dan mana yang ditolak berdasarkan apa yang masuk akal bagi dirinya. Asumsi ini memberitahu kepada kita bahwa tidak semua cerita itu sama atau sebanding dalam hal efektivitasnya, sebaliknya faktor dalam pemilihan cerita dibuat berdasarkan alasan-alasan yang bersifat personal berdasarkan pemikiran yang logis. Semua orang mempunyai kapasitas untuk menjadi rasional dalam paradigma naratif. Karena ukuran rasionalitas dalam paradigma naratif berbeda dengan ukuran rasionalitas tradisional yang mendasarkan pada logika formal. Setiap orang mengambil keputusan-keputusan hidup menganggap cara berfikirnya logis dan rasional menurut ukuran personal orang bersangkutan. c. Pertimbangan yang sehat ditentukan oleh sejarah, biografi, budaya dan karakter. Asumsi ini memperjelas bahwa ukuran rasionalitas manusia itu tidak sama satu sama lain. Masing-masing orang mempunyai ukuran dan jenis rasionalitasnya sendiri. Munculnya rasionalitas tertentu pada seseorang tergantung konteks di mana mereka terikat. d. Rasionalitas didasarkan pada penilaian orang mengenai konsistensi dan kebenaran sebuah cerita. Orang akan mempercayai sebuah cerita selama cerita tersebut terlihat konsisten secara internal dan dapat dipercaya. Yang perlu digarisbawahi bahwa rasionalitas yang dimaksud dalam paradigma naratif ini berbeda dengan rasionalitas tradisional. Sebuah cerita dikatakan runtut ketika pencerita tidak meninggalkan detail-detail yang penting atau mengkontradiksi elemen-eleman dalam cerita dengan cara apapun. 21 e. Kita mengalami dunia sebagai dunia yang diisi dengan cerita dan kita harus memilih dari cerita yang ada. Kita mengalami dunia sebagai dunia yang diisi dengan cerita, dan kita harus memilih dari cerita yang ada, dan ketika kita memilih cerita-cerita tersebut, kita akan mengalami kehidupan secara berbeda, juga memungkinkan untuk menciptakan ulang kehidupan kita.5 2. Konsep Dasar Teori Naratif Beberapa konsep kunci yang membentuk inti dari kerangka pendekatan naratif, yaitu:6 a. Konsep narasi. Dalam perspektif Fisher narasi lebih dari sekedar cerita mencakup deskripsi verbal atau nonverbal apapun dengan urutan kejadian yang oleh pendengar diberi makna. Hal ini tentunya Fisher menunjuk bahwa Semua komunikasi adalah narrative (cerita). Dia beragumen bahwa narrative bukanlah gender tertentu tetapi lebih kepada cara dari pengaruh sosial. b. Rasionalitas Naratif. Standar untuk menilai cerita mana yang dipercayai dan mana yang diabaikan. Karena kehidupan kita dialami dalam naratif, kita membutuhkan metode untuk menilai cerita mana yang kita percayai dan mana yang tidak kita perhatikan. Fisher manyatakan bahwa tidak semua cerita sama atau tidak semua cerita memiliki power yang sama untuk bisa dipercayai. Fisher mengidentifikasi dua hal prinsip dalam rasionalitas naratif, yakni koherensi (coherence) dan kebenaran (fidelity). 5 West Richard dan Turner Lynn. Pengantar Teori Komunikasi – Teori dan Aplikasi, h. 6 Ibid., h. 52. 50. 22 c. Koherensi, adalah konsistensi internal dari sebuah naratif. Prinsip rasionalitas naratif yang menilai konsistensi internal dari sebuah cerita. Prinsip koherensi merupakan standar yang penting dalam menilai rasionalitas naratif, yang pada akhirnya akan menentukan apakah seseorang menerima naratif tertentu atau menolaknya. Koherensi sering kali diukur oleh elemen-elemen organisasional dan struktural dari sebuah naratif. Sehingga koherensi didasarkan pada tiga tipe konsistensi yang spesifik, yaitu: 1) Koherensi struktural, berpijak pada tingkatan di mana elemen-elemen dari sebuah cerita mengalir dengan lancar. Suatu jenis koherensi yang merujuk pada aliran cerita. Ketika cerita membingungkan, ketika satu bagian tidak tersambung dengan bagian berikutnya, atau ketika alurnya tidak jelas, maka cerita itu kekurangan koherensi struktural. 2) Koherensi material, merujuk pada tingkat koherensi antara satu cerita dengan cerita lainnya yang sepertinya berkaitan dengan cerita tersebut. jenis koherensi yang merujuk pada koherensi antara satu cerita dan cerita lainnya yang berkaitan. Jika semua cerita kecuali satu menyatakan masalah bahwa seorang teman telah memberikan informasi yang keliru sehingga menimbulkan situasi yang memalukan bagi yang seorang lagi, anda cenderung tidak akan memercayai satu cerita yang berbeda sendiri tersebut. Anda akan percaya bahwa cerita yang berbeda ini kekurangan koherensi material. 23 3) Koherensi karakterologis, merujuk pada dapat dipercaya karakterkarakter di dalam sebuah cerita. Jenis koherensi yang merujuk pada dapat dipercayainya karakter-karakter di dalam cerita.7 d. Logika dan Good Reasons (Logika dengan pertimbangan yang sehat), adalah seperangkat nilai untuk menerima suatu cerita sebagi benar dan berharga untuk diterima, adalah memberikan suatu metode untuk menilai kebenaran. Prinsip rasionalitas naratif yang menilai kredibilitas dari sebuah cerita. Fisher menyatakan bahwa ketika elemen-elemen sebuah cerita “merepresentasikan pernyataan-pernyataan akurat mengenai realitas sosial”, elemen tersebut memiliki kebenaran. Fisher menyatakan bahwa ketika naratif memiliki kebenaran, kebenaran adalah reliabilitas dari sebuah cerita. Naratif itu menyusun suatu pertimbangan yang sehat bagi seseorang untuk memegang keyakinan tertentu atau untuk mengambil tindakan, atau berarti bahwa pertimbangan yang sehat manapun setara dengan yang lainnya, ini berarti bahwa apapun yang mendorong orang untuk percaya sebuah naratif tergantung pada nilai atau konsepsi yang baik.8 Logika dari good reason berhubungan dengan ide Fisher akan ketepatan adalah metode utama yang ia kemukakan untuk menilai ketepatan naratif, adalah logika pertimbangan yang sehat. Karena itu, logika bagi paradigma naratif membuat seseorang mampu menilai harga atau nilai dari cerita. Logika dari pertimbangan yang sehat, seperangkat 7 8 West Richard. 2008. Pengantar Teori Komunikasi–Teori dan Aplikasi, h. 52. Ibid., h. 52. 24 nilai untuk menerima suatu cerita sebagai benar dan berharga untuk diterima: memberikan suatu metode untuk menilai kebenaran.9 Seperti yang diprediksikan oleh paradigma naratif, logika bagi paradigma naratif membuat seseorang mampu menilai harga atau nilai dari cerita. Cerita yang dikisahkan dengan baik terdiri atas rasionalitas naratif (memenuhi kriteria koherensi dan kebenaran) akan lebih menggugah bagi pembaca dibandingkan dengan kesaksian dari para ahli yang menyangkal akurasi faktual di dalam naratif itu. B. Konseptualisasi Retorika Politik 1. Pengertian Retorika Gaya komunikasi seseorang juga dapat dilihat dari retorika. Retorika adalah ilmu berbicara. Dalam bahasa Inggris, yaitu rhetoric dan dari bahasa latin rhetorica yang berarti ilmu bicara.10 Retorika berasal dari bahasa Yunani rhetoric yang berarti seni berbicara, pada awalnya sering dipakai dalam perdebatan di pengadilan atau dalam perdebatan antarpersonal untuk mempengaruhi orang lain yang ada di sekitarnya dengan cara persuasif. Littlejohn mendefinisikan kajian retorika secara umum sebagai simbol yang digunakan manusia. Pengertian ini kemudian diperluas dengan mencakup segala cara manusia dalam menggunakan simbol untuk memengaruhi lingkungan sekitarnya.11 Retorika adalah komunikasi dua arah, face to face, satu atau lebih orang (seorang berbicara kepada beberapa orang maupun seorang bicara kepada 9 West, Richard. 2008. Pengantar Teori Komunikasi – Teori dan Aplikasi, h. 53. Onong Uchjana Effendy, Komunikasi: Teori dan Praktek, h. 53. 11 Anwar Arifin, Komuniasi Politik (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), h. 126. 10 25 seorang lain) masing–masing berusaha dengan sadar untuk mempengaruhi pandangan satu sama lain melalui tindakan timbal balik satu sama lain. Sasaran persuasi timbal balik itu, tentu saja tidak perlu dibatasi hanya pada orang–orang yang turut dalam perdebatan, yaitu para ahli retorika dapat juga berusaha mempengaruhi pihak ketiga. Tujuannya adalah untuk membantu yang di persuasi dalam membangun citra tentang masa depan, masa untuk bertindak, yaitu melalui retorika, persuader dan yang dipersuasi saling bekerja sama dalam merumuskan kepercayaan, nilai, pengharapan mereka. 12 Retorika diartikan sebagai seni membangun argumentasi dan seni berbicara “the art of constructing arguments and speech making”. Dalam perkembangannya, retorika juga mencakup proses untuk menyesuaikan ide dengan orang lain dan menyesuaikan orang dengan ide melalui berbagai macam pesan. Dewasa ini, fokus perhatian retorika bahkan lebih luas lagi, yang mencakup segala hal bagaimana manusia menggunakan simbol untuk mempengaruhi siapa saja yang ada di dekatnya dan membangun dunia di mana mereka tinggal.13 Titik tolak retorika adalah berbicara. Berbicara berarti mengungkapkan kata atau kalimat kepada seseorang atau sekelompok orang, untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Berbicara adalah salah satu kemampuan khusus pada manusia. Dewasa ini, retorika diartikan sebagai kesenian untuk berbicara baik, yang dipergunakan dalam proses komunikasi antarmanusia. Kesenian berbicara ini bukan hanya berarti berbicara lancar tanpa jalan pikiran yang 12 Dan Nimmo, Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan, dan Media (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1989 ), cet. 1, h. 140 – 141. 13 Morissan dan Andy Corry, Teori Komunikasi: Komunikator, Pesan, Percakapan, dan Hubungan (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009), cet. 1, h. 44. 26 jelas dan tanpa isi. Melainkan suatu kemampuan untuk berbicara dan berpidato secara singkat, jelas, padat, dan menegaskan. 14 Retorika adalah bagian dari ilmu bahasa (Linguistik), khususnya ilmu bina bicara (Sprecherziehung). Retorika sebagai bagian dari ilmu bina bicara ini mencakup, yaitu Monologika (Ilmu tentang seni berbicara secara monolog, dimana hanya seorang yang berbicara). Dialogika (Ilmu tentang seni berbicara secara dialog, dimana dua orang atau lebih berbicara atau mengambil bagian dalam satu proses pembicaraan). Pembinaan Teknik Bicara (teknik bernafas, teknik mengucap, bina suara, teknik membaca dan bercerita).15 Ada dua aspek yang harus diperhatikan dalam retorika ini yaitu, pertama, pengetahuan mengenai bahasa dan penggunaan bahasa dengan baik. Kedua, pengetahuan mengenai objek tertentu yang akan disampaikan dengan menggunakan bahasa yang baik.16 Teori retorika berpusat pada pemikiran mengenai retorika, yang disebut Aristoteles sebagai alat persuasi yang tersedia. Maksudnya, seorang pembicara yang tertarik untuk membujuk khalayaknya harus mempertimbangkan tiga bukti retoris: logika (logos), emosi (pathos), dan etika/kredibilitas (ethos). Khalayak merupakan kunci dari persuasi yang efektif, dan silogisme retoris, yang mendorong khalayak untuk menemukan 14 Dori Wuwur Hendrikus, Retorika: Terampil berpidato, Berdiskusi, Berargumentasi, Bernegosiasi (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1991), h. 14. 15 Ibid., h. 16. 16 Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa (Jakarta: Gramedia, 2007), h. 1. 27 sendiri potongan–potongan yang hilang dari suatu pidato, digunakan dalam persuasi.17 a. Lima Hukum Retorika Dalam pandangan Aristoteles, seorang ahli retorika klasik lima tahap penyusunan pidato yang dikenal dengan Lima Hukum Retorika “The Five Cannons of Rhetorica”, yaitu sebagai berikut: 1) Inventio (penemuan). Pada tahap ini, pembicara menggali topik dan meneliti khalayak untuk mengetahui metode persuasi yang paling tepat. Bagi Aristoteles, retorika tidak lain dari kemampuan untuk menentukan dalam kejadian tertentu dan situasi tertentu dengan metode persuasi yang ada. Dalam tahap ini juga, pembicara merumuskan tujuan dan mengumpulkan bahan (argumen) yang sesuai dengan kebutuhan khalayak. 2) Disposito (penyusunan). Pada tahap ini, pembicara menyususun pidato atau mengorganisasikan pesan. Aristoteles menyebutnya taxis yang berarti pembagian. Pesan harus dibagi ke dalam beberapa bagian yang berkaitan dengan logis. Susunan berikut mengikuti kebiasaan berpikir manusia, yaitu pengantar, pernyataan, argumen, dan epilog. 3) Elocutio (gaya). Pada tahap ini, pembicara memilih kata–kata dan menggunakan bahasa yang tepat untuk mengemas pesannya. Aristoteles memberikan nasihat, gunakan bahasa yang tepat, benar, dan dapat diterima, yaitu pilih kata–kata yang jelas dan langsung, sampaikan 17 h. 5. Richard West dan Lynn Turner, Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi, 28 kalimat yang indah, mulia dan hidup: dan sesuaikan bahasa dengan pesan, khalayak, dan pembicara. 4) Memoria (memori). Pada tahap ini, pembicara harus mengingat apa yang ingin disampaikannya dengan mengatur bahan–bahan pembicaranya. 5) Pronountiatio (penyampaian). Pada tahap ini, pembicara menyampaikan pesannya secara lisan. Di sini, akting sangat berperan. Pembicara harus memerhatikan oleh suara dan gerakan–gerakan anggota badan.18 b. Tipologi Pidato Dalam retorika, terdapat jumlah tipologi pidato yang menentukan pendekatan dan proses yang berbeda–beda juga alam penyelenggaraannya: 1) Tipe impromtu. Tipe impromtu adalah mengungkapkan perasaan pembicara, karena pembicara tidak memikirkan terlebih dahulu pendapat yang disampaikannya. Gagasan dan pendapatnya itu datang secara spontan. Impromtu memungkinkan orator terus berfikir. Kerugian tipe ini adalah dapat menimbulkan kesimpulan yang mentah, penyampaian yang kurang lancar. Jika tidak hati–hati gagasan menjadi kurang bahkan tidak sistematis. Jalaludin Rahmat menyarankan sebaiknya hindari orasi atau pidato impromtu, tetapi bila terpaksa, halhal berikut dapat dijadikan pegangan: 18 Gun Gun Heryanto dan Irwa Zarkasy, Public Relations Politik Indonesia, 2012), h. 118-119. (Bogor: Ghalia 29 a) Pikirkan terlebih dahulu teknik pemulaan pidato yang baik. Seperti, cerita, hubungkan dengan pidato sebelumnya, ilustrasi, dan sebagainya. b) Tentukan sistem organisasi pesan. Seperti, susunan kronologis, teknik pemecahan soal, kerangka sosial ekonomi–politik, hubungan teori dan praktek. c) Pikirkan teknik menutup pidato yang mengesankan. 2) Tipe Memoriter. Tipe memoriter adalah retorika yang pesan politiknya ditulis dan kemudian diingat kata demi kata atau dihafal. Jalaluddin Rahmat dalam bukunya Retorika Modern: Pendekatan Praktis, menuliskan beberapa kelebihan dan kekurangan tipe memoriter, yakni: a) Memungkinkan ungkapan yang tepat b) Organisasi pesan yang terencana c) Pemilihan bahasa yang teliti d) Gerak dan isyarat yang diintegrasikan dengan uraian  Adapun kekurangan dari tipe ini, yaitu: a) Kurang terjalinnya saling hubungan antara pesan dengan pendengar. b) Memerlukan waktu dalam persiapan c) Kurang spontan karena perhatian beralih pada upaya mengingat pesan. Bahaya terbesar timbul bila satu kata atau lebih hilang dari ingatan, seperti manuskrip, maka naskah memoriter pun harus ditulis dengan gaya ucapan.19 19 Gun Gun Heryanto dan Ade Rina Farida, Komunikasi Politik (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah), cet. 1, 2011. h. 146. 30 3) Tipe Forensik/Tipe Manuskrip. Pidato yang dipersiapkan secara tertulis, pidato dengan naskah, atau orasi yang dilakukan dengan cara membacakan naskah pidato dari awal sampai akhir. Manuskrip dibutuhkan oleh tokoh–tokoh nasional, sebab kesalahan satu kata saja, dapat menimbulkan kekacauan dan berakibat jelek bagi pembicara. Manuskrip juga sering dilakukan oleh ilmuan yang melaporkan hasil penelitiannya dalam pertemuan ilmiah. Jalaluddin Rahmat dalam Retorika Modern: Pendekatan Praktis, menulis tentang keuntungan dan kerugian dari tipe manuskrip adalah:  Keuntungan dari tipe ini adalah: a) Kata–kata dapat dipilih sebaik–baiknya b) Pernyataan dapat dihemat c) Kefasihan berbicara dapat dicapai dengan kata–kata yang sudah disiapkan d) Hal–hal yang menyimpang dapat dihindari e) Manuskrip dapat diterbitkan atau diperbanyak  Sementara kelemahan dari tipe ini, yaitu: a) Komunikasi dengan pendengar berkurang karena pembicara tidak berbicara langsung dengan mereka meski dalam forum yang sama b) Pembicara tidak dapat melihat pendengar dengan baik, sehingga akan kehilangan gerak dan bersifat kaku c) Umpan balik tidak dapat mengubah, memperpanjang pesan d) Pembuatannya memerlukan waktu lama memperpendek atau 31 Untuk mengurangi kekurangan–kekurangan itu, beberapa petunjuk dapat diterapkan dalam penyusunan dan penyampaian manuskrip: a) Susunlah lebih dahulu garis–garis besarnya dan siapkan bahan– bahannya b) Tulislah manuskrip seakan–akan anda bicara. Gunakan gaya percakapan yang lebih informal dan langsung c) Baca naskah itu berkali–kali sambil membayangkan pendengar d) Hafalkan sekedarnya sehingga anda dapat lebih sering melihat pendengar e) Siapkan manuskrip dengan ketikan besar, tiga spasi dan batas pinggir yang luas.20 4) Tipe Ekstemporer. Tipe ini merupakan jenis yang paling baik dan paling sering digunakan. Orasi telah dipersiapkan sebelumnya berupa outline dan pokok–pokok penunjang pembahasan, pembicara tidak berupaya mengingat kata demi kata, outline hanya merupakan pedoman untuk mengatur gagasan yang ada dalam pikiran kita. Sebab itu, ekstemporer membutuhkan banyak latihan, pengalaman dan pengetahuan yang cukup. Memang sukses sebuah pidato, juga ditentukan oleh adanya persiapan, baik jangka panjang maupun jangka pendek. Harus diingat pepatah Latin “qui assendit sine labore des condit sine homore.” Artinya, barang siapa yang bekerja tanpa persiapan, akan jatuh dengan kehilangan kehormatan. Adapun kelebihan ekstemporer, yakni: terjadi interaksi dengan pendengar, 20 Gun Gun Heryanto dan Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, h. 148. 32 fleksibel, lebih spontan, dan komunikasi pembicara dengan pendengar lebih baik karena pembicara berbicara langsung dengan khalayak. Sedangkan kekurangannya bagi pembicara yang kurang mahir, yakni persiapan kurang baik jika terburu–buru, menyimpang dari outline, kehilangan arah interpretasi dari apa yang telah ditulis dari outline, pemilihan kata yang kurang sesuai konteks, terhambatnya kefasihan karena kesukaran memilih kata dengan segera, dan tentunya tidak dapat dijadikan bahan penerbitan.21 2. Retorika Politik Retorika merupakan “art of speach” (seni berbicara). Yakni suatu bentuk komunikasi yang diarahkan pada penyampaian pesan dengan maksud mempengaruhi khalayak agar dapat memperhatikan pesan yang disampaikan secara baik. Retorika menggabungkan antara argumentasi pesan, cara penyampaian yang menarik serta kredibilitas diri pembicara. Dengan demikian retorika politik merupakan seni berbicara kepada khalayak bersifat politik, dalam upaya mempengaruhi khalayak tersebut agar sesuai dengan apa yang diinginkan oleh komunikator politik.22 Retorika politik adalah suatu proses yang memungkinkan terbentuknya masyarakat melalui negosiasi. Retorika menggunakan bahasa untuk mengidentifikasi pembicara dan pendengar melalui pidato. Pidato adalah suatu konsep yang sama pentingnya dalam menganalisis retorika sebagai identifikasi atau sebagai simbolisme. Pidato adalah negosiasi, yaitu proses memberi dan menerima yang kreatif. Dengan proses itu orang – orang 21 22 Gun Gun Heryanto dan Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, h. 150. Ibid., h. 141. 33 menyusun makna bersama bagi kata–kata dan lambang–lambang lain. Dengan berpidato kepada satu sama lain orang–orang menyikapkan pandangan masing–masing dan menciptakan seluruh bidang wacana bersama. Dengan kata lain, melalui retorika politik kita menciptakan masyarakat dengan negosiasi yang terus berlangsung tentang makna situasi dan tentang identitas kita dalam situasi tersebut.23 Sejak zaman Yunani–Romawi, retorika sudah digunakan sebagai salah satu upaya untuk mempersuasi publik atau membangun opini publik. Oleh karena itu retorika bersentuhan dengan politik (negara, kekuasaan, dan kewenangan) karena opini publik sendiri merupakan sebuah kekuatan politik, terutama di negara–negara demokrasi. Retorika bertujuan membujuk khalayak agar mau menggunakan daya serapnya dalam memahami pesan– pesan politik yang dikomunikasikan.24 Retorika mengandung banyak unsur persuasi, seperti unsur gaya dan keindahan yang mencakup suara yang berirama, intonasi yang bagus, kata– kata yang indah, serta postur dan gerak tubuh yang dapat menarik dan meyakinkan. Retorika merupakan komunikasi verbal dan nonverbal yang memiliki unsur persuasi dengan daya pengaruh yang kuat dalam merayu publik. Dengan adanya unsur persuasi yang melekat pada retorika, mendorong para politikus memanfaatkan retorika sebagai salah satu bentuk komunikasi yang efektif dalam merayu opini publik.25 Retorika secara etimologi berasal dari bahasa Yunani, rhetoric yang berarti seni bicara. Retorika merupakan seni bicara yang dapat dicapai 23 Dan Nimmo, Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan, dan Media, h. 142. Gun Gun Heryanto dan Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, h. 141. 25 Ibid., h. 142. 24 34 berdasarkan bakat alam dan keterampilan teknik. Kajian Retorika secara umum didefinisikan sebagai simbol yang digunakan manusia. Retorika pada awalnya berkaitan dengan persuasi, sehingga retorika adalah seni penyusunan argumentasi dan pembuatan naskah pidato. Kemudian, berkembang sampai mengikuti proses “adjusting ideas to people and people to ideas” dalam segala jenis pesan. Kajian Retorika diperluas dengan mencakup segala cara manusia dalam menggunakan simbol untuk mempengaruhi lingkungan di sekitarnya. Pusat dari tradisi retorika adalah penemuan, penyusunan, gaya penyampaian, dan daya ingat, yang dikenal sebagai lima karya agung retorika.26 Bila memiliki aspek sejarah, pada awalnya retorika digunakan dalam perdebatan–perdebatan di ruang pengadilan, atau dalam perdebatan– perdebatan antarpersona, sehingga merupakan bentuk komunikasi yang bersifat dua arah atau dialogis. Pada tahapan perkembangannya, retorika dikembangkan sebagai ilmu tersendiri. Selanjutnya, retorika kemudian berkembang menjadi komunikasi massa (satu–kepada-semua) melalui pidato atau orasi kepada orang banyak, sehingga tidak lagi merupakan kegiatan antarpersona (satu–kepada-satu) saja. Dalam hal ini, retorika berkembang menjadi pernyataan umum, terbuka dan aktual, dengan menjadikan khalayak (publik atau massa) sebagai sasaran yang tercakup dalam ilmu komunikasi.27 Perkembangan retorika dari komunikasi dialogis ke komunikasi massa, pada awalnya dilakukan oleh Sophist pada masa Yunani–Romawi dengan tujuan memperoleh kekuasaan politik dengan jalan membentuk dan membina 26 27 Gun Gun Heryanto dan Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, h. 142. Ibid., h. 143. 35 opini publik. Itulah sebabnya retorika menjadi fenomena komunikasi politik yang sangat menarik bagi tokoh–tokoh politik di kemudian hari.28 Aristoteles merupakan tokoh utama yang memasyhurkan dan mengembangkan retorika dengan menerbitkan buku retorika yang merupakan hasil catatan kuliahnya Plato. Plato sendiri tidak begitu menyukai beberapa cara sejumlah kaum Sophist yang menggunakan retorika sebagai seni berdebat yang sering mengabaikan kebenaran dengan mengutamakan kemenangan. Selanjutnya tulisan–tulisan orang Yunani tentang retorika disalin kembali oleh orang Romawi, termasuk Isocrates, Quintilian, dan Cicero. Selain itu, tercatat pula beberapa tokoh yang mengembangkan retorika pada zamannya seperti Dhemosthenes, Phillipus, dan Lycurgus yang terkenal juga sebagai orator yang ulung.29 Plato termasuk tokoh yang mengancam keras penggunaan retorika dalam mempersuasi dan mempropaganda publik lewat serangkaian pidato atau bentuk komunikasi lainnya sebab hal itu dianggap banyak berisi kebohongan dan pemalsuan tanpa memperhitungkan prinsip–prinsip kebenaran, kebajikan, dan moralitas. Plato berharap para orator politik juga harus memiliki kesadaran mendalam tentang kebenaran, terutama kebenaran suatu isu yang dibicarakan.30 Aristoteles menawarkan pentingnya ethos dalam retorika yaitu faktor personal, terutama masalah karakter. Ethos, “ethical or personal appeals” meliputi upaya membangun kualitas personal, dimana kepribadian pembicara jauh lebih penting dari pesan yang disampaikan. Dalam literatur ilmu 28 Gun Gun Heryanto dan Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, h 143. Ibid., h. 143. 30 Ibid., h. 144. 29 36 komunikasi, ethos diartikan juga sebagai kredibilitas komunikator, yaitu komunikator yang dapat dipercaya. Aristoteles juga memperkenalkan pathos dan logos. Phatos berkaitan dengan dimensi yang menyentuh emosi dalam retorika, sedangkan logos adalah dimensi yang berkaitan dengan penggunaan argumentasi yang masuk akal (logis) dan fakta–fakta yang nyata.31 a. Tipologi Orator Politik Dalam Public Relations Politik dibutuhkan kesadaran diri bahwa seorang Public Relations akan membawa nama lembaga yang diwakilinya atau menunjukkan citra kandidat yang didukungnya. Oleh karena itu, harus senantiasa menyadari tipologi orator yang sedang diperankannya. Tipologi orator dalam Public Relations politik itu antara lain seperti berikut: 1) Noble Selves: orang yang menganggap dirinya paling benar, mengklaim lebih hebat dari yang lain dan sulit menerima kritik. Jika tipe ini yang ada dalam diri praktisi Public Relations Politik, maka tentu akan menghambat proses Public Relations politik yang sedang dilakukan. 2) Rhetorically Reflector: orang yang tidak punya pendirian yang teguh, hanya menjadi cerminan orang lain. Tipe seperti ini akan melemahkan lembaga atau kandidat, karena orator tak memiliki kapasitas untuk membangun diskursus, berpolemik atau mempertahankan ide dan konsep. Dia tak lebih dari sekedar cerminan kepentingan pihak lain. 3) Rhetorically Sensitive: orang yang adaptif, dan cepat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Ini merupakan tipe ideal karena tahu bagaimana dan kapan harus memainkan diri publik (public self) dan diri pribadi 31 Gun Gun Heryanto dan Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, h. 144. 37 (private self). Cenderung fleksibel, tetapi memiliki konsep diri yang jelas, sehingga bisa menunjukkan ketegasan dan kewibawaannya di depan khalayak.32 b. Tipe – tipe Retorika Politik: 1) Retorika Deliberatif Retorika Deliberatif dirancang untuk mempengaruhi orang–orang dalam masalah kebijakan pemerintah dengan menggambarkan keuntungan dan kerugian relatif dari cara–cara alternatif dalam melakukan segala sesuatu. Fokusnya ialah pada apa yang akan terjadi di masa depan jika di tentukan kebijakan tertentu. Jadi, ia menciptakan dan memodifikasi pengharapan atas hal-hal yang akan datang. Di dalam seluruh tahap politik kita melihat retorika deliberatif. Ketika seorang menteri pertahanan meminta pembiayaan militer yang lebih dasar untuk menghindari ancaman dari kekuatan asing, menteri keuangan meminta kenaikan pajak untuk “meredam api inflasi ”, walikota kota–kota besar meminta bantuan pemerintah federal untuk mencegah kebangkrutan finansial di daerah–daerah metropolitan, dan sebagainya. 2) Retorika Forensik Retorika Forensik berfokus pada apa yang terjadi pada masa lalu untuk menunjukkan bersalah atau tidak bersalah, pertanggungjawaban, atau hukuman dan ganjaran. Setting–nya yang biasanya adalah ruang pengadilan, tetapi terjadinya di tempat lain. Pemeriksaan pada musim panas tahun 1974 di depan komite Yuridis dari parlemen mengenai 32 Gun Gun Heryanto dan Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 119. 38 kemungkinan didakwanya Presiden Richard Nixon memberi peluang bagi wacana forensik, persis seperti semua acara di depan badan pengaturan pemerintah, pemeriksaan Komisi pengaturan Nuklir untuk mengizinkan pembangunan fasilitas nuklir, pemeriksaan Dewan Hubungan Perburuhan Nasional mengenai perselisihan buruh manajemen dan sebagainya. 3) Retorika Demonstratif Ini adalah Retorika Demonstratis wacana yang memuji dan menjatuhkan. Tujuannya adalah untuk memperkuat sifat baik dan sifat buruk seseorang, suatu lembaga, atau gagasan. Kampanye politik penuh dengan retorika demonstratif seperti satu pihak menantang kualifikasi pihak lain bagi jabatan di dalam pemerintahan. Dukungan editorial oleh surat kabar, majalah, televisi, dan radio juga mengikuti garis demonstratif, memperkuat sifat–sifat positif kandidat yang didukung dan sifat–sifat negatif lawannya.33 33 Dan Nimmo, Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan, dan Media, h. 142 – 143. BAB III BIOGRAFI JOKO WIDODO DAN FAUZI BOWO A. Profil Joko Widodo Jokowi adalah sebutan Walikota Solo yang bernama lengkap Ir. Joko Widodo, lahir di Surakarta, 20 Juni 1961. Nama ini sangat begitu populer, terutama di DKI Jakarta setelah memenangkan putaran pertama pemilukada DKI Jakarta 2012. Sebelum memenangi putaran pertama pemilukada DKI Jakarta 2012, Jokowi menjadi Walikota selama 7 tahun dari tahun 2005. Pendidikan Jokowi TK Ketelan Banjasari, SD Negeri 111 Tirtoyoso Solo, SMP Negeri 1 Solo, SMAN 6 Solo, Universitas Gajah Mada Yogyakarta Fakultas Kehutanan hingga menyandang gelar insinyur pada tahun 1985. Nama Jokowi berawal dari salah order, awalnya Mircl Romaknan, pembeli mebel dari Prancis sering salah mengirim pesanan, maksudnya untuk Joko Widodo yang di Solo, tapi surat itu terkirim ke Surabaya atau Jepara, karena sering terjadinya salah order, maka buyer yang berasal dari Perancis itu mengubah nama Joko Widodo menjadi Jokowi. Sejak itu nama Jokowi resmi dijadikan sebagai nama dalam pergaulan bisnisnya. Bahkan nama Jokowi dipopulerkan saat bertransaksi dengan mitra bisnisnya di Amerika Serikat, Asia, Australia, dan sejumlah negara Eropa lainnya.1 Anak pertama dari pasangan Noto Miharjo dan Sujiatmi menjalani masa kecilnya di Kampung Srambatan, Banjasari, Solo, kemudian Jokowi bersama keluarganya pindah rumah ke kawasan Gilingan, Banjasari, karena 1 Arif Supriyono, dkk, Jokowi Tokoh Perubahan (Jakarta: Republika, 2012), cet. 1, h. 30. 39 40 tempat tinggalnya direndam banjir luapan sungai Bengawan Solo di tahun 1965. Jokowi adalah anak laki-laki satu-satunya dari empat bersaudara, ketiga adiknya perempuan yaitu Iit Sriyatmini, Idayati, dan Titik Ritawati. Ayahnya, Noto Miharjo bekerja sebagai tukang kayu membuat kusen, daun pintu, kayu kuda – kuda, dan masih banyak lagi untuk dijual. Jadi, keterampilan Jokowi di dunia pertukangan kayu diperolehnya dengan pengalaman sehari-hari.2 Jokowi menikah pada 24 Desember 1986 dengan Iriana dan dikaruniai tiga orang anak, yaitu Gibran Rakabuming, lulusan dari Universitas di Australia, dan kini menjadi pengusaha katering. Kahiyang Ayu, masih kuliah, dan Kaesang Pangarep, masih sekolah di Singapura. 3 Setelah tamat kuliah di UGM, Jokowi bekerja di sebuah perusahaan PULP (bubur kertas) di Aceh, karena berlatar belakang pendidikan sarjana kehutanan, Jokowi pun ditempatkan pada bagian pembibitan tanaman. Jokowi merantau ke Aceh selama 1,5 tahun, kemudian pulang kembali ke tanah kelahirannya. Jokowi kembali lagi bekerja di CV Roda Jati, sebuah perusahaan pengolahan kayu jati ternama di kota Bengawan, lokasinya terletak di pintu masuk kota Solo dari arah Bandara Adisumarno, Solo. Perusahaan itu milik kakak kandung Sujiatmi, Mulyono Suryo Sujono. Di CV Roda Jati, posisi Jokowi sebagai direktur yang cukup dijalankan selama 1,5 tahun. Setelah itu, Jokowi merintis usaha sendiri yang dibantu oleh ibu dan adik dari ibu Jokowi yang memberi tambahan modal untuk membuka bisnis mebel (furniture) pada 1998 di Kadiporo, Banjasari, Solo4. 2 Arif Supriyono, dkk, Jokowi Tokoh Perubahan, h. 5-6. Ibid., h. 8. 4 Ibid., h. 10. 3 41 Nama Jokowi mulai booming di dunia permebelan bersama pengusaha lain. Jokowi berhasil membangun pabrik mebel cukup besar di lingkungan Industri Kecil Pabelan, Kartosuro, Sukoharjo, dengan bendera PT Rakabu. Seiring dengan kesibukan bisnis mabel, Jokowi merintis pendirian Koperasi Pengembangan Industri Kecil Solo (1990), menjabat Ketua Bidang Pertambangan dan Energi Kamar Dagang dan Industri Surakarta (1992-1996), juga ketua Asosiasi Permebelan dan Industri Kerajinan Indonesia (Asmindo) Surakarta (2002-2007).5 Sukses menggeluti dunia bisnis, Joko Widodo masuk ke dalam dunia politik. 1. Menjadi Walikota Solo Pada pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) periode 20052010, Jokowi diusung oleh PDI Perjuangan bersama FX Hadi Rudyanto. Kala itu ada empat pasang calon yang maju dalam pemilukada selain nama Jokowi–Hadi Hudyatmo, yaitu Hardono–Dipokusumo, Achmad Purnomo– Istar Yuliadi, dan pasangan incumbent Slamet Suryanto–Hengky Narto Sabdo.6 Pada pemilukada yang digelar 27 Juni 2005, pasangan Jokowi–Hadi Rudyatmo menang tipis dengan meraih 37% dari total suara yang sah. Kemudian Jokowi dan pasangannya kembali lagi memimpin Solo di periode kedua 2010–2015. Pada pemilukada periode kedua, Jokowi mengaku tidak mengeluarkan dana kampanye. Atribut kampanye seperti spanduk, baliho, dan poster justru disumbang dari kelompok–kelompok masyarakat yang dulu 5 Arif Supriyono, dkk, Jokowi Tokoh Perubahan, h. 12. Wawan Fahrudin dan Ardi Nuswantoro, Kartu Sukses Jokowi – Ahok: Melangkah Pasti Menuju DKI Jakarta 1, h. 34. 6 42 memintanya naik lagi jadi walikota.7 Jokowi berani maju ke pemilukada walikota Solo karena keinginan dari teman-temannya di Asosiasi Industri Mebel Indonesia (Asmindo) yang dipimpinnya. PDI Perjuangan yang mengusung nama Jokowi sebagai calon dalam pilkada walikota Solo 20052010. Kemudian Jokowi terpilih kembali sebagai walikota Solo 2010-2015.8 Tangan dingin Jokowi menata kota Solo selama 7 tahun sejak tahun 2005, telah melambungkan namanya. Jokowi dinobatkan sebagai walikota teladan dari Kemendagri pada tahun 2011. Di masa kepemimpinan Jokowi, Solo pernah menjadi kota dengan tata ruang terbaik kedua di Indonesia, karena berhasil mengelola keuangan dengan baik. Solo juga mendapatkan penghargaan dari Kementerian Keuangan berupa dana hibah sebesar 19,2 miliar pada 2009. Bahkan Solo juga tercatat 5 kali mendapat Anugerah Wahana Tata Nugraha (2006-2011) karena tata tertib lalu lintas dan angkutan umumnya. Penghargaan tingkat dunia, The City Mayors Foundation (2012) melalui situs resmi www.worldmayor.com Jokowi diakui sebagai kandidat salah satu walikota terbaik dari 25 pemimpin.9 Penghargaan lainnya adalah anugerah Best City Award dalam konferensi Partnership for Democratic Local Governance in Southeast Asia di Bangkok (9/8/2012). Penghargaan ini diberikan karena Jokowi dinilai berhasil menerapkan kebijakan yang membuat masyarakat mau mendukung 7 Wawan Fahrudin dan Ardi Nuswantoro, Kartu Sukses Jokowi – Ahok: Melangkah Pasti Menuju DKI Jakarta 1, h. 36. 8 Arif Supriyono, dkk, Jokowi Tokoh Perubahan, h. 18. 9 Dikutip dari www.jokowi.com, data selengkapnya dapat dibaca di situs www.worldmayor.com. 43 melaksanakannya.10 Pendekatan pembangunan yang prorakyat yang diadopsi Jokowi dan dipadu dengan manajemen yang transparan terbukti mampu mewujudkan kesejahteraan dengan baik.11 Jokowi juga dikenal sebagai sosok yang bersih dan anti korupsi. Dari hasil survei Transparency International Indonesia, sepanjang tahun 2010, Solo ditetapkan pada urutan ketiga sebagai kota paling bersih dari korupsi dengan indeks 6%. Dua kota lain yang berada diatas Solo, yakni Tegal (6,26%) dan Denpasar (6,71%). Adapun lima kota terkorup di Indonesia adalah Jambi (4,13%), Makassar (3,97%), Surabaya (3,94%), Cirebon (3,61%), dan Pekanbaru (3,61%).12 Penghargaan Bung Hatta Anticorruption Award 2010 adalah bukti atas integritas, tindakan nyata, dan upaya Jokowi membangun sistem layanan publik yang terbuka demi mewujudkan reformasi birokrasi.13 Dikancah nasional, Walikota Solo ini tersohor dengan mobil Esemka, yaitu sebuah inovasi siswa–siswa sekolah kejuruan di kota Solo. Yang membuat publik melirik adalah ketika Jokowi menggunakannya sebagai pengganti mobil dinasnya dan membawanya ke Jakarta untuk uji emisi. Mobil Esemka Rajawali rakitan siswa SMK di Solo diklaim telah lulus secara teknis uji emisi di Balai Termodinamika Motor dan Propulsi (BTMP) pada bulan Agustus 2012, ini yang menguatkan Jokowi sebagai figur yang inovatif dan nasionalis.14 Bukan hanya itu saja, Jokowi sukses menata dan memindah 10 Wawan Fahrudin dan Ardi Nuswantoro, Kartu Sukses Jokowi – Ahok: Melangkah Pasti Menuju DKI Jakarta 1, h. 34. 12 Wawan Fahrudin dan Ardi Nuswantoro, Kartu Sukses Jokowi – Ahok: Melangkah Pasti Menuju DKI Jakarta 1, h. 88-89. 13 Ibid., h. 2. 14 Ibid., h. 2. 44 23 titik pedagang kaki lima (PKL) tanpa gejolak berarti. Perencanaan dan pembangunan kota Solo atau Surakarta juga tertata dengan apik.15 2. Menuju DKI Jakarta Nama Jokowi masuk dalam bursa calon kandidat DKI I teruji dan tersaring melalui survei ilmiah sejumlah ilmuwan Universitas Indonesia, adalah Pusat Kajian Psikologi UI bekerjasama dengan The Cyrus Network pada akhir tahun 2011 melakukan survei calon–calon kandidat Gubernur DKI Jakarta.16 Awal-awal sebelum resmi mendapatkan kendaraan politik, koalisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Gerindra, mantan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla menelepon Jokowi, memberikan keyakinan dan dukungan politik, bahkan menawarkan untuk melakukan lobby pada Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDIP.17 Pada awal 2012, mulai ada upaya untuk membawa Jokowi menuju arena pemilukada DKI Jakarta. Awalnya, pengusaha Hasyim Djojohadikusumo (ketua Badan Pelestarian Pusaka Indonesia) memintanya untuk ikut maju dalam pemilukada Jakarta 2012. Hasyim yang merupakan kakak kandung dari Prabowo Subianto, pendiri sekaligus ketua dewan pembina Partai Gerinda, memang sudah lama kenal Jokowi, ditambah Prabowo dan petinggi Gerindra lainnya yang sering berkomunikasi lewat telepon.18 15 Arif Supriyono, dkk, Jokowi Tokoh Perubahan, h. 88. Wawan Fahrudin dan Ardi Nuswantoro, Kartu Sukses Jokowi – Ahok: Melangkah Pasti Menuju DKI Jakarta 1, h. 4. 17 Ibid., h. 7. 18 Arif Supriyono, dkk, Jokowi Tokoh Perubahan, h. 89-90. 16 45 Partai Gerindra tampaknya serius untuk mengajukan nama Jokowi sebagai Calon Gubernur Jakarta. Pertemuan pertama terjadi pada 9 Februari 2012 di Solo, kala itu Ir. Basuki Tjahaja Purnama MM (Zhang Wan Xie alias Ahok) juga ikut hadir membahas berbagai hal terkait pengelolaan kota yang sama sekali tidak membahas atau membicarakan soal pencalonan Gubernur. Pada 24 Februari 2012 pukul 21.00 WIB, Jokowi – Ahok menemui panggilan Prabowo di Hotel Intercontinental. Prabowo mengutarakan niatnya untuk mengusung Ahok menjadi Cawagub Jakarta.19 Di internal PDIP (partai yang mengusung Jokowi saat maju di pemilukada walikota Solo), nama Jokowi tidak langsung menjadi nominasi pencalonan gubernur Jakarta. Ketika Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDIP Solo menetapkan Jokowi sebagai cawali, Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri sempat tidak sependapat. Bagi Mega Jokowi tidak ada potongan menjadi walikota pada saat itu. Barulah setelah banyak pihak meyakinkan Megawati, akhirnya Pimpinan PDIP itu pun menyetujui pencalonan Jokowi untuk Jakarta–1.20 Tentu saja Gerindra sendirian tidak bisa mencalonkan Jokowi–Ahok, karena syarat bagi partai untuk bisa mengusung cagub–cawagub minimal harus mendapatkan suara 15% dalam pemilu legislatif yang tengah berjalan. Lantaran Jokowi berasal dari PDIP, Partai Gerindra pun mengharapkan PDIP bisa mendukung pencalonan Jokowi–Ahok agar syarat 15% itu terpenuhi. Awalnya, PDIP tidak juga menanggapinya, sampai akhirnya Taufiq Kiemas menyebut nama Adang Ruchiatna untuk mendampingi Fauzi Bowo yang 19 Arif Supriyono, dkk, Jokowi Tokoh Perubahan h. 90. Ibid., h. 90. 20 46 diusung Partai Demokrat. Melihat gerakan dari Taufiq Kiemas, pada tanggal 14 Maret Prabowo segera menemui Megawati untuk memastikan pencalonan Jokowi–Ahok. Sebelumnya, Megawati memimpin rapat internal PDIP. Dalam kesempatan itu, Mega sempat melontarkan pandangannya, bahwa Jokowi bisa memimpin Jakarta. Kabar santer menyebut, kubu Taufiq Kiemas dan Puan Maharani (wakil ketua umum PDIP) tetap mendukung Foke-Adang. Sebagai ketua umum partai, Megawati tidak menyetujuinya. Mega semakin yakin untuk mengusung Jokowi, ditambah lagi Prabowo menyampaikan kepada Mega, bahwa segala biaya untuk pencalonan Jokowi–Ahok akan ditanggungnya. Pada 17 Maret 2012, Mega mengontak Jokowi dan memintanya agar segera ke Jakarta. Pada sore hari, dalam rapat kerja daerah khusus PDIP, semua peserta sepakat untuk mendukung Jokowi sebagai cagub Jakarta.21 Jokowi–Ahok kemudian resmi menjadi calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta yang diusung Partai Gerindra dan PDIP. Tak ada suara protes dari kalangan PDIP yang semula mendukung Foke-Adang. JokowiAhok yang diiringi Prabowo, akhirnya menyerahkan formulir prndaftaran Pemilukada Jakarta pada hari terakhir 26 Maret 2012 di Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta. Jadilah Jokowi-Ahok dengan nomor urut 3 dan bersaing dengan kandidat-kandidat yang lain.22 Gaya kepemimpinan Jokowi yang begitu terbuka dalam mengambil keputusan,23 dalam dunia akademis dikenal sebagai intervensi sosial, yaitu suatu cara yang lahir sebagai sebuah pendekatan kemanusiaan yang anti 21 Arif Supriyono, dkk, Jokowi Tokoh Perubahan, h. 94. Ibid., h. 96. 23 Wawancara pribadi dengan Arya Fernandes, Jakarta, Senin, 11 Febuari 2013. 22 47 kekerasan. Melalui metode intervensi sosial ini strategi kampanye yang dipilih Jokowi adalah langsung turun ke pusat konsentrasi publik yaitu pasar– pasar tradisional dan membaur. Hal ini dapat dilihat dari kemenangan Jokowi–Ahok di daerah yang memiliki penduduk miskin tertinggi di Jakarta, seperti daerah Jakarta Utara, di kecamatan Penjaringan dengan suara Jokowi Ahok (60.1 %), dan Pademangan (55.16 %). Kemenangan Jokowi-Ahok di Jakarta Barat terletak di kecamatan Petamburan (60.05 %). Wilayah Jakarta Timur kecamatan Pasar Rebo (44.14 %).24 3. Janji-Janji Ir. H. Joko Widodo–Basuki Tjahaja Purnama, MM sebagai Kandidat Cagub-Cawagub DKI Jakarta 2012 Pasangan Nomor Urut 3:25 a. Mengatasi Kemacetan di Jakarta Meneruskan sistem Pola Transportasi Makro yang digagas pada masa Gubernur Sutiyoso. 1) Meredesain trayek angkutan umum agar tidak menghabiskan waktu untuk berpindah–pindah tujuan, minimal 2 kali. Sebelumnya akan dilakukan survei destinasi akhir (destination end). Trayek disesuaikan dengan kebutuhan warga DKI Jakarta atau warga sekitar DKI Jakarta. 2) Seluruh bis non AC diberlakukan seperti trans Jakarta, bentuk konsorsium dan dibentuk per km bukan sistem sektor seperti sekarang. Dibentuk 1000 untuk tahun pertama. 24 Diolah dari data Quick Real Count, The Cyrus Network, 2012. Wawan Fahrudin dan Ardi Nuswantoro, Kartu Sukses Jokowi – Ahok: Melangkah Pasti Menuju DKI Jakarta 1, h. 164-167. 25 48 3) Menyelesaikan busway hingga 15 koridor. Namun, untuk busway, koridor yang padat akan diubah menggunakan railbus. Menaikan gaji supir busway. 4) Meneruskan monorel dan MRT. 5) Merevitalisasi angkutan umum dengan sistem hibah. Jadi, yang lama diganti yang baru. Dengan perbaikan angkutan umum ini, diharapkan masyarakat akan mau berpindah ke angkutan umum. 6) Pembangunan underpass dan flyover pada persimpangan jalan kereta dan penambahan kereta. 7) Lansia, pelajar dan mahasiswa gratis naik mobil non AC. b. Mengatasi banjir 1) Yang dari arah Selatan Jakarta, Pemda harus beli tanah di Selatan dijadikan danau, setu dan hutan lindung. Sedangkan untuk mengatasi banjir dari arah Utara Jakarta dari rob (air laut) akan dibangun great wall (bendungan raksasa) Pemda. Untuk daerah genangan dengan sistem pompa. 2) Akan melebarkan sungai dengan merelokasi penduduk yang tinggal di bantaran sungai. Relokasinya harus melalui pendekatan terhadap warga. Jangan sampai disusupi kepentingan politik lain. 3) Mewajibkan rumah–rumah di Jakarta dan gedung–gedung di Jakarta membuat sumur resapan. Selain itu, bekerjasama dengan daerah mitra untuk membuat tempat tampungan air. 49 c. Mengatasi Masalah Premanisme: Melakukan pendekatan sosial kepada pihak–pihak tersebut. Contoh yang pernah dilakukan Jokowi adalah datang langsung kepada mereka, sehingga mereka merasa dianggap. Kemudian berbicara apa saja yang dapat dilakukan bersama dalam sebuah kota. d. Mengatasi Masalah Menjamurnya Mal dan Minimarket: 1) Mal, pasar tradisional, dan food court dilakukan sistem simbiosis dengan sistem pembangunan berdampingan. 2) Kalau malnya diperuntukkan shelter para pedagang kaki lima, ya tidak apa–apa. Itu memang rencana Jokowi, yairu merelokasi para PKL, agar mendapat tempat berdagang yang layak dan tanpa ada pungutan liar. Namun pembangunan mal ini juga harus melihat konsep tata ruang, tetep tidak boleh dibangun di situ. 3) Pembangunan pusat jajan serba ada, di dalamnya ada parkiran motor dan preman–preman memiliki pekerjaan. 4) Pembangunan superblok, pasar dua lantai, ruang serba guna, bioskop, tempat pelatihan dan tempat sewa dan tidak ada tempat parkir mobil, dan ini akan mengatasi pengangguran. e. Mengatasi Masalah Trotoar dan Pedestrian: Akan menatanya agar lebih baik dan akan melihat dulu kondisi di lapangan. f. Mengatasi Ormas Anarkis yang Meresahkan Warga DKI: 1) Harus ada intervensi sosial dengan pendekatan kelompok. 2) Pemberian pekerjaan melalui sistem perparkiran terpadu. 50 g. Mengatasi Masih Banyaknya Angka Anak Putus Sekolah: 1) Lewat pasar superblok nanti ada praktik gigi, dokter, dan psikiater mahasiswa tingkat akhir yang memberikan konseling pada anak–anak putus sekolah. 2) Jokowi sudah menyiapkan kartu khusus untuk para siswa yang kurang mampu seperti yang sudah dilakukan di Solo. Jokowi juga akan mengajak sekolah–sekolah untuk mau bekerjasama. Nanti akan dilihat juga apakah siswa tersebut benar–benar layak menerima kartu tersebut atau tidak. Di Solo memang belum sepenuhnya selesai program ini. Namun dengan anggaran pendidikan di Jakarta yang cukup besar, ini diharapkan bisa terwujud di Jakarta. h. Iklan dan Advertising: Sepanjang Monas hingga Kebayoran Baru tidak boleh pasang dalam bentuk bilboard. Semua iklan harus dalam bentuk digital. i. Apa yang Anda Lakukan dengan Museum–museum di Jakarta yang belum mampu Menyumbang Sektor Pariwisata secara Signifikan: Tentunya harus ada renovasi dan restorasi. Jangan malah dihancurkan baik museum atau bangunan cagar budaya. Anggarannya ada untuk itu. Sumber: Lipsus Jakarta, Kompas.com, 2012 51 B. Profil Fauzi Bowo Dr. Ing. H. Fauzi Bowo adalah Gubernur Jakarta dari 7 Oktober 2007 hingga 7 Oktober 2012. Ia terpilih pada Pemilukada DKI Jakarta tahun 2007 dan berpasangan dengan Prijanto. Pasangan ini mengalahkan pasangan Adang Daradjatun dan Dani Anwar, yang pada waktu itu didukung oleh satu partai saja. Sebelum menjadi gubernur, Fauzi Bowo menjabat wakil gubernur mendampingi Sutiyoso. Fauzi Bowo digantikan oleh Joko Widodo yang terpilih pada Pemilukada DKI Jakarta tahun 2012.26 Fauzi Bowo atau Foke adalah putra Betawi yang lahir dari pasangan H. Djohari Bowo bin Adipoetro dengan Hj. Nuraini binti Abdul Manaf. Fauzi lahir di Jakarta 10 April 1948 dan darah Betawi berasal dari garis keturunan sang Ibu. Kakek dari Fauzi Bowo yaitu KH. Abdul Manaf bin Achmad Jabar, adalah seorang tokoh Nahdlatul Ulama di Jakarta yang berprofesi sebagai pengusaha. Sementara sang ayah yaitu H. Djohari Bowo bin Adipoetro berasal dari Malang, Jawa Timur.27 Foke menamatkan pendidikan tingkat sekolah dasar di SD St. Bellarminus, Bekasi. Kemudian melanjutkan jenjang pendidikan tingkat menengah dan atas di Kolese Kanisius Jakarta. Setelah menamatkan pendidikan SMA, Foke mengambil studi Arsitektur bidang Perencanaan Kota dan Wilayah dari Technische Universitas Braunschweig Jerman dan tamat 1976 sebagai Diplom-Ingenieur. Program Doktor-Ingenieur dari Technische Universitas Kaiserslautern Jerman bidang perencanaan diselesaikannya pada 26 “Biografi Fauzi Bowo,” artikel diakses pada tanggal 4 Desember 2012 dari: http:// www.bangfauzi.com/profil.php. 27 “Biography DR. Ing H. Fauzi Bowo,” artikel diakses pada tanggal 4 Desember 2012 Pukul 14.13 WID dari: http://www.ceritamu.com/cerita/DR--Ing--H--Fauzi-Bowo/biography. 52 2000. Fauzi Bowo menikah dengan Hj. Sri Hartati pada 10 April 1974. Hj. Sri Hartati adalah putri dari Sudjono Humardani, kelahiran Semarang, 29 Agustus 1953. Dari pernikahan ini, pasangan Fauzi Bowo dan Sri Hartati dikaruniai tiga orang anak, yaitu Humar Ambiya (20 Juli 1976), Esti Amanda (5 April 1979) dan Dyah Namira (1 Februari 1983).28 Foke memulai karirrnya menjadi asisten ahli Tech. Braunschweig Jerman University pada tahun 1976. Kemudian mengajar di Fakultas Teknik UI pada tahun 1977-1984. Foke bekerja sebagai pegawai negeri sejak tahun 1977. Beberapa posisi yang pernah dijabatnya antara lain adalah sebagai Kepala Biro Protokol dan Hubungan Internasional dan Kepala Dinas Pariwisata DKI Jakarta. Sebagai birokrat, Fauzi telah menempuh Sepadya (1987), Sespanas (1989), dan Lemhannas KSA VIII (2000). Kemudian Foke pernah menjadi wakil gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta di masa kepemimpinan Gubernur Sutiyoso.29 Foke menyelesaikan pendidikan sejak SD hingga SMA di sekolah khatolik. Dari TK dan SD ia bersekolah di St Bellarminus, SLTP dan SLTA di Kanisius. Lulus SMA, Foke melanjutkan kuliah di Fakultas Teknik Universitas Indonesia pada tahun 1966/1967. Kemudian pada usia 19 tahun, Foke kuliah di Technische Universitas Braunschweig, Jerman. Saat lulus sarjana muda, Foke belajar ilmu politik di Berlin, lalu belajar sosiologi di Zurich. Setelah itu ia kembali melanjutkan kuliah arsitekturnya dan mendapat 28 “Biography DR. Ing H. Fauzi Bowo,” artikel diakses pada tanggal 4 Desember 2012 Pukul 14.13 WID dari: http://www.ceritamu.com/cerita/DR--Ing--H--Fauzi-Bowo/biography. 29 “Gubernur DKI Jakarta 2007-2012,” artikel diakses pada tanggal 4 Desember 2012 dari: http://www.fauzibowo.com/profil.php. 53 gelar master untuk Teknik Arsitektur Perencanaan Kota dan Wilayah dari Universitas Braunschweig 1976.30 Setelah mendapatkan gelar Master, Foke kembali ke Indonesia dan mulai berkarir di Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta 1978. Sewaktu berkarir di Pemprov DKI, Fauzi Bowo mendapat kesempatan kembali untuk belajar dan akhirnya pada 2000, Fauzi Bowo mendapat gelar Doktor Ingenieur (DR Ing) dari Fachberiech Architektur/Raum Und Umweltplanung- Baungenieurwesen Universitas Kaiserlautern Republik Federasi Jerman, dengan disertasi berjudul “Prinsip dan Panduan Dasar untuk Pengembangan Ruang Metropolitan dan Ruang Megapolitan Jakarta” dan lulus dengan predikat cumlaude. Usai menyelesaikan pendidikannya, Fauzi Bowo kembali berkarir di bidang birokrasi. Foke menjadi staf ahli Gubernur DKI Jakarta pada 1978, kemudian pada 1979 dirinya mendapat mandat untuk mengemban tugas sebagai Pelaksana Tugas Kepala Biro Daerah DKI Jakarta. Meski telah menjadi birokrat, karir di bidang akademis tidak ditinggalkan. Foke sempat mengajar sebagai dosen di Universitas Indonesia, namun tidak lama. Foke dianggkat menjadi Kepala Biro Kepala Daerah DKI Jakarta dan karirnya di akademis pun ditinggalkannya pada 1982. 31 Selama 13 tahun ternyata prestasi kerja Fauzi Bowo terus meningkat. Oleh karena itu, pada masa kepemimpinan Gubernur Surjadi Soedirdja pada 1992-1997, Foke dipercaya untuk menduduki jabatan Kepala Dinas 30 “Gubernur DKI Jakarta 2007-2012,” artikel diakses pada tanggal 4 Desember 2012 dari: http://www.fauzibowo.com/profil.php. 31 “Biografi Fauzi Bowo,” artikel diakses pada tanggal 13 November 2012, dari: http://www .ceritamu.com/cerita/DR--Ing--H--Fauzi-Bowo/biography (Sumber : beritajakarta.com). 54 Pariwisata. Karena pretasinya yang terus gemilang, pada masa kepemimpinan Gubernur Sutiyoso (1997-2002), Foke diserahi jabatan sebagai Sekretaris Wilayah Daerah (Sekwilda). Foke sempat didaulat pendukungnya menjadi calon gubernur 2002. Namun karena kebijaksanaannya dalam mengikuti proses yang begulir, akhirnya dia memilih berpasangan dengan Sutiyoso yang dicalonkan Fraksi PDI-P dan Golkar. Keputusan Foke sempat membuat Fraksi PAN dan beberapa partai kecil lainnya yang mengajukan dia sebagai calon gubernur kecewa. Namun saat mencalonkan diri pada Pilkada 2007, dukungan terhadap Fauzi malah semakin bertambah. Sebanyak 20 partai politik yang tergabung dalam Koalisi Bersama mendukung Foke. 32 Slogan Jakarta untuk Semua ternyata mampu menarik simpatik masyarakat ibu kota. “Untuk membangun Jakarta, serahkan kepada ahlinya dan kepada yang sudah berpengalaman. Jika tidak, kehancuran tinggal menunggu waktu.” Kalimat tersebut diucapkan berulang-ulang oleh Fauzi saat kampanye dan terbukti mampu mendulang suara sekaligus memenangkan pilkada 8 Agustus 2007 lalu. Alhasil, Fauzi Bowo yang berpasangan dengan Prijanto terpilih sebagai pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2007-2012.33 Begitu ditetapkan sebagai pemenang pilkada, pria yang memiliki kegemaran mengoleksi motor gede ini berjanji akan membawa Jakarta ke arah yang lebih baik. Bahkan Foke berjanji tidak akan melakukan diskriminasi dalam pelayanan publik kepada seluruh warga ibu kota. Semua “Biografi Fauzi Bowo,” artikel diakses pada tanggal 13 November 2012, dari: http://www .ceritamu.com/cerita/DR--Ing--H--Fauzi-Bowo/biography (Sumber : beritajakarta.com) 33 Ibid. 32 55 warga ibu kota berhak atas semua pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Oleh karena itu, apabila terjadi perlakukan istimewa kepada salah satu golongan saja, maka sistem pemerintahan ke depan tidak akan berjalan dengan baik.34 1. Menjadi Gubernur DKI Jakarta 2007 Pada 22 Januari 2007, Lembaga Survei Indonesia (LSI) menyampaikan hasil jajak pendapat terhadap 700 responden pada minggu ketiga Desember 2006 dengan cara tatap muka. Hasil jajak pendapat LSI untuk calon Gubernur DKI adalah Fauzi Bowo, Rano Karno, Agum Gumelar, Sarwono Kusumaatmadja, Adang Daradjatun, dan Bibit Waluyo.35 Pada 16 Agustus 2007, pasangan Fauzi Bowo-Mayjen TNI (Purn) Prijanto unggul dalam Pemilukada. Foke bersaing dengan pasangan Adang Daradjatun dan Dani Anwar. Pemilukada dilaksanakan pada hari Rabu, 8 Agustus 2007. Hasil peraihan suara Fauzi Bowo–Prijanto (2.109.511 suara57,87%), Adang Darajatun-Dani Anwar (1.500.055 suara-42,3% ) (metrotvnews). Fauzi Bowo menggantikan Sutiyoso sebagai Gubernur Jakarta periode 2007-2012 pada 7 Oktober 2007, namun sang wakil Mayjen TNI (Purn) Prijanto mengundurkan diri dari jabatannya.36 Dimasa kepemerintahan Foke, penataan Kota Jakarta yang lebih mengedepankan pendekatan kekuasaan, misalnya saja bagaimana Pemda DKI Jakarta dalam melakukan penataan PKL dengan menggunakan kekerasan “Biografi Fauzi Bowo”, artikel diakses pada tanggal 13 November 2012, dari: http://www.ceritamu.com/cerita/DR--Ing--H--Fauzi-Bowo/biography.(Sumber: beritajakarta.com). 35 Ibid., 36 “Fauzi Bowo”, artikel diakses pada tanggal 13 November 2012, dari: http://www. fauzibowo.com /profil.php. 34 56 melalui perangkat Satpol PP. Kemudian kondisi Jakarta sekarang ini dapat dikatakan telah mengabaikan tren pembangunan kota mutakhir. Perkembangan kota-kota modern di dunia yang menilai pada tingkat layak pada kota justru terabaikan, seperti penekanan pada transportasi umum, serta ruang publik yang luas. Akibat buruknya kondisi Jakarta sebagai salah satu urutan ke 7 dari 10 Kota yang dibenci wisatawan di dunia.37 Citra Fauzi Bowo kian menurun, ditambah lagi dengan peristiwaperistiwa belakang ini yang menyangkut dirinya. Seperti halnya pada saat berkampanye, Foke memperlihatkan sikap arogannya pada saat mengunjungi pengungsi korban kebakaran Kalimati, Tanah Abang (Selasa, 7 Agustus 2012) yang terekam kamera video satu televisi swasta dan diunggah juga ke situs youtube. Foke menggunakan kata-kata yang tidak selayaknya diucapkan oleh seorang Gubernur. Sebagian besar masyarakat sekarang ini merasa sesak dengan kondisi sosial kemasyarakatan Jakarta. Masyarakat DKI Jakarta setiap hari menghadapi kemacetan Ibu Kota yang tidak ujung usai, tingginya kriminalitas, buruknya transportasi publik, dan banjir. Menjamurnya mallmall di Jakarta dan tingginya tingkat pertumbuhan kendaraan pribadi di Jakarta membuat kemacetan semakin akut. Prestasi Foke dalam masa pemerintahannya juga tidak dapat terbilang sedikit. Keberhasilan Foke dalam merealisasikan Banjir Kanal Timur (BKT), penambahan jalur busway, Kawasan Parkir Terpadu, Car Free Day (hari bebas kendaraan bermotor), pembangunan tanggul di garis pantai utara 37 Situs CNNGo merilis 10 kota yang paling di dunia, www.cnngo.com 57 Jakarta, pengendalian air tanah, dan masih banyak lagi, setidaknya menjadi catatan keberhasilan Foke pasca tampuk kuasa dari Sutiyoso. 38 Namun sangat disayangkan bahwa realitas keberhasilan tersebut tidak diiringi dengan komunikasi politik yang baik. 2. Pemilihan Umum Kepala Daerah DKI Jakarta 2012 Pada 17 Maret 2012, Partai Demokrat secara resmi mengusung calon incumbent, Gubernur Fauzi Bowo untuk kembali maju dalam pertarungan merebut kursi gubernur DKI Jakarta. Meski maju bersama Mayjen (Purn) Nachrowi Ramli, sebelumnya Demokrat mengusung Foke bersama pasangan lainnya dari Partai Demokrasi Perjuangan, Adang Ruchiatna. Namun dalam perjalanannya, nama Adang gagal mendampingi Foke dengan alasan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri tidak menyetujui. Minggu, 18 Maret 2012, PDIP secara resmi mengusung walikota Solo, Joko Widodo maju untuk Pemilukada DKI Jakarta 2012. Pernyataan ini secara resmi disampaikan Sekretaris Jenderal PDIP, Tjahyo Kumolo bersama dengan Partai Gerindra.39 Pada putaran pertama, pasangan ini didukung koalisi tujuh partai politik termasuk Partai Demokrat, Partai Hanura, PAN, dan PKB. Pada putaran kedua, PPP dan DPD I Partai Golkar DKI Jakarta merapatkan dukungan kepada mereka. Hasil penelitian sejumlah lembaga survei memprediksi pemilu kepala daerah DKI Jakarta 2012, pasangan nomor urut 1 memenangi pemilu kepala daerah DKI Jakarta 2012 dengan hanya satu putaran dan unggul cukup jauh dibandingkan pasangan cagub lainnya. Tetapi, 38 Rangkuman Prestasi Fauzi Bowo sebagai Gubernur Provinsi DKI Jakarta Periode 2007-2011, Komunitas Suara Anda. 39 Husin Yazid, Berebut Kursi Jakarta Satu Kenapa Foke dan Jokowi?: Data dan Analisa Putaran Pertama Pilkada DKI Jakarta (Jakarta: Penerbit Firdaus, 2012), Cet.1, h. 5. 58 hasil hitung memprediksikan cepat sejumlah kemenangan lembaga pasangan survei yang sebelumnya bernomor urut satu justru menempatkan pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli (Foke-Nara) di urutan kedua dengan kisaran 33% suara, tertinggal dibandingkan pasangan nomor urut 3, Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama (Jokowi-Ahok).40 Berdasarkan hasil hitung cepat beberapa lembaga survei seperti Lingkaran Survei Indonesia dan Lembaga Survei Indonesia, pasangan Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli yang diusung Partai Demokrat dan beberapa partai pendukung lain hanya bisa menempati urutan kedua dengan suara hanya sekitar 34,18% setelah pasangan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama yang meraih 43,04% suara.41 Bisa dilihat hal-hal positif yang dapat diambil adalah posisi Foke– Nara yang kalah dalam pemilihan melakukan hal positif yang dapat menjadi teladan, antara lain sikap sportif dan gentle mengakui kelebihan pihak rivalnya dan ikhlas menerima kenyataan hasil kompetisi dengan positif dan objektif, berjiwa besar sebagai negarawan yang tetap berkomitmen untuk memberikan kontribusi positif kepada bangsa (minimal warga DKI Jakarta) sesuai kemampuannya dengan cara lain (diluar sistem birokrasi dan kekuasaan resmi), dan Menampilkan jiwa pemimpin, yang mengajak dan memimpin pengikut dan pendukungnya untuk menerima hasil kompetisi dan berperilaku positif, konstruktif serta produktif demi kebaikan dan kemajuan 40 Husin Yazid, Berebut Kursi Jakarta Satu Kenapa Foke dan Jokowi?: Data dan Analisa Putaran Pertama Pilkada DKI Jakarta, h. 5. 41 Ibid., h. 7 59 semua pihak secara bersama. Inilah akhir dari sikap Foke yang ditunjukkan pada Pemilukada DKI Jakarta. 3. Janji-Janji DR. Ing. H. Fauzi Bowo–Mayjen (Purn) H. Nachrowi Ramli, SE. sebagai Kandidat Cagub–Cawagub DKI Jakarta 2012 Pasangan Nomor Urut 1:42 a. Mengatasi Kemacetan di Jakarta: 1) Perbaikan sarana transportasi massal, pembatasan angkutan berat di tol dalam kota, penerapan parkir off street, pembangunan jalan Layang Non Tol (JLNT) serta rencana penerapan jalan berbayar atau electronic road pricing (ERP). 2) Perbaikan sarana transportasi massal, salah satunya dengan menyelesaikan 15 koridor busway. Saat ini, sudah dibuka koridor IX (Kampung Melayu-Pulo Gebang). Kemudian untuk koridor XII (Tanjung Priok-Pluit). Selain itu, dibuat pula angkutan pengumpan atau feeder yang mempermudah warga dari pemukiman untuk menuju ke halte busway terdekat atau stasiun terdekat. Saat ini tersedia 3 rute 1 (Sentra Primer Barat-Daaan Mogot), rute 2 (Tanah Abang-Balai Kota), dan rute 3 (SCBD-Senayan). 3) Pembatasan angkutan berat di toldalkot diberlakukan sejak pertengahan tahun 2011. Angkutan berat hanya diperbolehkan masuk toldalkot pada pukul 22.00-05.00. 4) Pembangunan JLNT Antasari-BlokM dan JLNT Kampung MelayuTanah Abang. Saat ini, underpass Trunojoyo yang merupakan bagian 42 Wawan Fahrudin dan Ardi Nuswantoro, Kartu Sukses Jokowi – Ahok: Melangkah Pasti Menuju DKI Jakarta 1, h. 151-157. 60 dari JLNT Antasari BlokM sudah dapat digunakan dan terbukti mampu mengurangi kemacetan sedikit demi sedikit. Diperkirakan pembangunan ini akan dapat diselesaikan tahun ini. Pembangunan ini merupakan langkah mengurai kemacetan dengan penambahan kapasitas jalan yang memang persentasenya lebih sedikit dibandingkan dengan angka kendaraan yang terus meningkat. 5) Penerapan parkir off street sudah dilakukan di Jalan Gajah MadaHayam Wuruk sejak pertengahan tahun 2011. Namun pada kenyataannya penegakan hukum untuk menerbitkan para pelanggar masih minim sehingga masih banyak kendaraan yang parkir di badan jalan. Penerapan parkir off-street di Pasar Baru pun tidak kunjung berjalan karena masih sulit diterima oleh warga. 6) ERP, hingga saat ini masih menunggu peraturan dari Kemenkeu terkait detail tarif dan cara penarikan. Proses di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah berjalan lancar, hanya program mengurangi kemacetan ini terganjal pemerintah pusat. b. Mengatasi banjir, termasuk rob di Jakarta Utara : 1) Program penanganan banjir sendiri lebih memprioritaskan penanganan bencana banjir rob di Jakarta Utara. Saat ini, tanggul di Marunda baru ada sepanjang 300 meter nantinya akan disempurnakan lagi. Untuk jangka panjang kebutuhan penanganan banjir rob, DKI menyiapkan master plan pengamanan kawasan pantai utara Jakarta. Master plan tanggul ini akan dibuat tahun 2013. 61 2) Melakukan pengerukan 13 sungai di Jakarta yang masuk dalam program Jakarta Urtgen Flood Mitigation Project (JUFMP) dan mendapat bantuan dari World Bank. Akan dilakukan juga penataan bantaran kali Ciliwung dan relokasi warga di sekitar ke rumah susun yang sudah disediakan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. 3) Melanjutkan pembangunan Kanal Banjir Timur yang akan mengurangi banjir di kawasan Timur dan Utara Jakarta. Minimal KBT ini mampu mengamankan seperempat dari luas wilayah kota Jakarta dari ancaman banjir. Selain itu, ada juga pemasangan pompa dan gorong-gorong yang berhasil mengurangi titik-titik genangan air. Pada tahun 2007, ada 78 titik genangan air yang menghambat kehidupan rutin warga Jakarta. Namun dengan pengendalian banjir yang dilaksanakan sejak tahun 2007, sebanyak 16 titik genangan sudah bisa dihilangkan. Sehingga total titik genangan air tinggal 62 titik. Pada tahun 2010, sebanyak 40 titik genangan air berhasil dihilangkan Pemprov DKI. Kini tinggal tersisa 18 titik lagi yang harus diselesaikan. 4) Jika pada beberapa tahun lalu, genangan air itu akan surut dalam jangka waktu 72 jam, maka sejak akhir tahun 2009 lalu, genangan air akibat hujan itu lebih cepat surut, yakni hanya dalam jangka waktu 14 jam. Di masa depan, Pemprov DKI menargetkan akan mengurangi banjir di Ibu Kota sebanyak 40 persen pada tahun 2011 dan sebanyak 75 persen pada tahun 2016. 62 5) Kemudian membangun waduk di beberapa titik sebagai tempat penampungan air. Salah satunya yang sedang dikerjakan adalah waduk Kali Krukut. c. Mengatasi Masalah Premanisme: Bekerjasama dengan Polda Metro Jaya untuk memberantas tindak kejahatan maupun premanisme di Jakarta. Saat ini, yang tengah berjalan adalah Operasi Kilat Jaya (OKJ) yang digelar selama satu bulan dari 23 Februari hingga 23 Maret 2012. Permintaan bantuan untuk menyukseskan operasi ini di Jakarta pasti akan diberikan. Hal ini bertujuan agar warga Jakarta tidak lagi merasa resah dan tidak aman di rumahnya sendiri. d. Mengatasi Masalah Menjamurnya Mal dan Minimarket: 1) Perizinan pendirian minimarket tetap harus mengacu pada Peraturan Daerah (Perda) No 2 tahun 2012 tentang Perpasaran Swasta. Revisi Perda ini masih dibahas di legislatif. Jadi kita pendirian minimarket tidak sesuai dengan Perda yang ada dapat dikenai sanksi. 2) Beberapa aturan yang ada dalam Perda itu adalah pasar modern dengan luas hingga 200 meter persegi harus berada minimal 500 meter dari pasar tradisional. Pasar modern dengan luas minimal 200-1.000 m2, harus minimal berjarak 1 kilometer dari pasar tradisional. Sedangkan supermarket atau hipermarket sekurangnya berjarak 2,5 kilometer dari pasar tradisional. 63 e. Mengatasi Masalah Trotoar dan Pedestrian: 1) Mencoba menggandeng LSM dan meminta konsultan muda untuk bekerja sama dengan Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta memperbaiki pedestrian. April 2012, akan dilakukan uji coba penataan pedestrian di tempat titik yaitu Jalan Ridwan Rais dan Jalan Cikini. Nantinya pedestrian ini akan dilebarkan dan ditinggikan sehingga motor tidak mudah menaiki pedestrian. 2) Selain itu, dilakukan juga sosialisasi dan penyuluhan di tiap-tiap kelurahan agar mereka mulai menata pedestrian di masing-masing wilayahnya. f. Masalah Transportasi Massal, Misalnya Program Busway: 1) Saat ini, sudah dibuka koridor XI (Kampung Melayu-Pulo Gebang). Kemudian untuk koridor XII (Tanjung Priok-Pluit). Selain itu, dibuat pula angkutan pengumpan atau feeder yang mempermudah warga dari permukiman untuk menuju ke halte busway terdekat atau stasiun terdekat. Saat ini tersedia 3 rute yaitu rute 1 (Sentra Primer Barat-Daan Mogot), rute 2 (Tanah Abang-Balai Kota) dan rute 3 (SCBD-Senayan). 2) Selanjutnya akan diteruskan hingga 15 koridor. Kemudian pada tahun ini, rencananya akan ada penambangan bus gandeng sebanyak 102 armada untuk didistribusikan ke tiap-tiap koridor. Untuk beberapa koridor juga akan dibuka lelang operator untuk memperbaharui kinerja bus transjakarta dalam melayani masyarakat. 64 g. Masalah Ormas Anarkis di Jakarta: Negara ini merupakan negara hukum sehingga apapun yang mengganggu keamanan dan kenyamanan di Jakarta harus ditindak sesuai dengan aturan yang ada. Pemprov DKI bersama aparat kepolisisan dan dibantu TNI akan memantau pergerakan ormas di Jakarta. Bila ada pelanggaran, maka akan dikenakan sanksi hukum. h. Masalah Banyaknya Angka Anak Putus Sekolah: 1) Dengan dukungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang terus meningkat setiap tahunnya, berencana membiayai pelaksanaan program wajib belajar 12 tahun atau hingga SMA dan sederajat pada 2012. Program tersebut diharapkan dapat meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di DKI Jakarta. 2) Saat ini, Pemprov DKI Jakarta mengalokasikan 26 persen dari Rp. 31,76 triliyun APBD DKI 2012 untuk biaya pendidikan di Ibu Kota. Dana tersebut antara lain disalurkan dalam bentuk Biaya Operasional Pendidikan (BOP) untuk seluruh siswa tingkat SD dan SMP, serta Bantuan Operasional Buku (BOB) untuk siswa SMA dan SMK. 3) Jika daerah lain siswa mendapat BOS maka di Jakarta tidak hanya mendapat BOS saja, setiap siswa SD dan SMP DKI juga menerima BOP dan BOB dari APBD. Dari dana BOP setiap siswa SD menerima biaya sebesar Rp. 720.000 per tahun dan siswa SMP sebesar Rp. 1.320.000 per tahun. Sedangkan SMA juga mendapatkan Biaya Operasional Buku (BOB) sebesar Rp. 900.000 per tahun dan SMK sebesar Rp. 1,8 juta pertahun. 65 4) Jika rencana Kemendiknas untuk menaikkan BOS terlaksana maka BOP untuk siswa SD dan SMP nantinya akan dikurangi, sehingga dapat dialihkan untuk memberikan bantuan pendidikan di jenjang SMA dan sederajat. 5) Selama ini, selain memberikan dana BOS dan BOP Pemprov DKI Jakarta juga memberikan beasiswa rawan putus sekolah sebesar Rp. 31,44 miliyar untuk 10.374 jiwa. i. Masalah Museum Agar Dapat Menyumbang Sektor Pariwisata: Melakukan renovasi untuk perbaikan museum yang harus didukung DPRD DKI Jakarta juga kemudian melakukan promosi pada warga Jakarta dengan genjar. Sumber: Lipsus Jakarta, Kompas.com, 2012 BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS RETORIKA POLITIK JOKO WIDODO DAN FAUZI BOWO A. Konteks Rivalitas Joko Widodo dan Fauzi Bowo pada Pemilukada DKI Jakarta 2012 Putaran Kedua Setelah diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta pada Kamis, 19 Juli 2012 bahwa pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli (Foke-Nara) dan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama (JokowiAhok) resmi maju dalam putaran kedua Pemilukada DKI Jakarta 2012, akhirnya hari ini pesta demokrasi lima tahunan tersebut kembali digelar. Para kandidat sudah melakukan kampanye terbuka kepada masyarakat pada tanggal 14-16 September 2012 lalu di Jakarta. Debat antar Cagub dan Cawagub terkait penajaman visi dan misi juga sudah digelar di dua stasiun televisi. Rivalitas antara Joko Widodo dan Fauzi Bowo dapat dilihat pada putaran kedua ini, dari masa kampanye, maupun pada acara debat kandidat pemilukada DKI Jakarta putaran kedua. Pernyataan-pernyataan sindiran terus menghujani dan adu lempar tudingan pencitraan, kemudian isu SARA terjadi di pemilukada DKI Jakarta putaran kedua ini. Isu SARA menjadi suatu senjata yang digunakan oleh pihak lawan untuk menjatuhkan dinding Jokowi-Ahok, karena Ahok berasal dari etnis dan agama minoritas. Tetapi, dalam isu-isu ini sebenarnya menguntungkan bagi kubu Jokowi-Ahok, karena banyaknya simpati bagi masyarakat melihat kubu 66 67 Jokowi-Ahok merasa terdeskriminasi terhadap isu-isu tersebut. Jokowi tenang mengatasi isu-isu menyangkut dirinya dan pasangannya, yaitu Ahok. Inilah yang membuat publik menilai positif bagi kubu Jokowi-Ahok yang tidak terbawa emosi pada isu-isu yang menyangkut dirinya. Jokowi ini sangat sadar bahwa isu SARA tidak optimal bekerja di putaran kedua ini. Rivalitas kekuatan Jokowi dan Foke di putaran kedua terlampir dengan grafik perolehan suara partai politik pengusung Cagub dan Cawagub dalam pemilukada DKI Jakarta 2012, yakni pasangan nomor urut 1 FokeNara yang merangkul beberapa partai elit politik antara lain, Partai Demokrat, PKS, PPP, PAN, Hanura, PKB. Dan pasangan nomor urut 3, Jokowi-Ahok hanya didukung oleh PDIP dan Gerindra. Tetapi koalisi dari gabungan partai politik besar tidak menjadi tolak ukur untuk memenangkan Pemilukada DKI Jakarta Putaran Kedua ini. Tetapi integritas dari figur tersebut. Dan Jokowi berhasil menanamkan di benak khalayak bahwa Jokowi adalah figur yang memiliki integritas dapat mengubah Jakarta lebih baik lagi. 1. Isu SARA Putaran Kedua Ramainya isu SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan) pada putaran kedua pemilukada DKI Jakarta 2012 menandakan bahwa politik identitas masih kental di tubuh masyarakat, khususnya Jakarta. Putaran kedua berlangsung, isu SARA yang berkembang di tengah-tengah masyarakat adalah isu yang menyerang pasangan Jokowi-Ahok. Isuini berkaitan dengan etnisitas dan agama, karena Ahok yang berasal dari etnis dan agama minoritas. 68 Bulan puasa Ramadhan dimanfaatkan oleh berbagai pihak untuk memainkan isu agama melalui berbagai media dakwah. Salah satu kasus yang beredar di masyarakat adalah ceramah H. Rhoma Irama di salah satu masjid wilayah Tanjung Duren yang kuat diduga mengandung SARA yang menyudutkan pasangan Jokowi-Ahok. Kemudian perkembangan teknologi menjadi sarana berkembangnya isu-isu tersebut melalui sarana media sosial, dan sarana komunikasi lainnya, seperti penyebaran isu melalui SMS, Blackberry Broadcast Message. Namun kasus ini menjadi digarisbawahi bahwa SARA masih dianggap menjadi bahan melakukan kampanye negatif bagi pasangan calon Gubernur.Hasil analisis wawancara dari Arya Fernandes: “Jokowi ini sangat sadar bahwa isu SARA tidak optimal bekerja, karena dalam survei menunjukkan tidak ada korelasi hubungan antara etnis dengan hubungan politik, misalnya apakah orang Betawi yang akan dipilih untuk menjadi pemimpin Jakarta? tetapi pada Putaran Pertama kalau kita crop datanya dengan orang pilihan, banyak orang Betawi yang memilih Jokowi. Kemudian, apabila isu Agama bekerja, seharusnya umat muslim memilih Foke, Foke ketimbang lebih santri dari Jokowi. Pada survei tidak ditemukan umat muslim, orang-orang yang dekat dengan organisasi Islam itu justru banyak memilh Jokowi. Dan mengartikan bahwa isu agama tidak optimal bekerja di Jakarta, atau tidak berpengaruh pada masyarakat. Jokowi sadar kalau SARA tidak berpengaruh pada citranya, dan Jokowi tidak bereaksi mengenai isu-isu SARA yang digunakan rivalnya.”1 Hasil wawancara dari Arya Fernandes menjelaskan bahwa Jokowi cerdas dalam mengatasi isu SARA yang menyangkut pasangan politiknya, yakni Ahok. Dan Jokowi tidak membalas serangan politik terhadap rival politiknya, yakni Foke-Nara. Karena bagi Jokowi SARA tidak akan berpengaruh pada masyarakat dan citranya. 1 Wawancara pribadi dengan Arya Fernandes, Jakarta, Senin, 11 Febuari 2013. 69 2. Rivalitas Kekuatan Joko Widodo dan Fauzi Bowo Pemilukada DKI Jakarta 2012 Putaran Kedua a. Grafik Perolehan Suara Parpol Pendukung Fauzi Bowo–Nachrowi Ramli dan Joko Widodo–Basuki Tjahaja Purnama 1) Pasangan Nomor Urut 1 (Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli) Gambar 2 Perolehan Suara Parpol Pendukung Foke - Nara pada Pemilu 2009 33,58% PD 17,23% PKS 6,47% Golkar PPP PAN Hanura PKB 0.00% PKB Hanura PAN 5,15% PPP 4,17% Golkar PKS 2,60% PD 2,04% 5.00% 10.00% 15.00% 20.00% 25.00% 30.00% 35.00% Sumber: Surat Kabar Seputar Indonesia, 12 September 2012 Keterangan: Total suara 71,24% Dengan basis data ini, perolehan suara partai politik pendukung Foke–Nara pada Pemilu 2009 antara lain, Partai Demokrat 33,58%, Partai Keadilan Sejahtera 17,23%, Partai Golongan Karya 6,47%, Partai Persatuan Pembangunan 5,15%, Partai Amanat Nasional 4,17%, Partai Hati Nurani Rakyat 2,60%, dan Partai Keadilan Bangsa 2,04%. 70 2) Pasangan Nomor Urut 3 (Joko Widodo - Basuki Tjahaja Purnama) Gambar 3 Perolehan Suara Parpol Pendukung Jokowi - Ahok pada Pemilu 2009 10,74% PDIP Gerindra 5,16% PDIP Gerindra 0.00% 2.00% 4.00% 6.00% 8.00% 10.00% 12.00% Sumber: Surat Kabar Seputar Indonesia, 12 September 2012 Keterangan: Total suara 15,90% Dengan basis data ini, perolehan suara partai politik pendukung Jokowi–Ahok pada Pemilu 2009 antara lain, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 10,74%, Partai Gerakan Indonesia Raya 5,16%. Melihat grafik yang pertama, semestinya perolehan suara Foke-Nara lebih unggul dibandingkan pasangan Jokowi-Ahok yang hanya dirangkul oleh dua partai politik saja. Melihat dari perolehan suara pemilukada DKI Jakarta 2012 yang diusung oleh sederet partai politik besar, justru tidak berpengaruh pada perolehan suara pemilukada DKI Jakarta 2012 ini. Karena menguatnya sentimen negatif publik terhadap kinerja partai politik yang berkontribusi pada Cagub dan Cawagub di pemilukada ini. Melihat sederet pemberitaan mengenai isu-isu 71 korupsi dan isu-isu negatif lainnya yang menyangkut partai politik, memberikan sinyal kuat bahwa integritas para kader politik sangat rendah. Kekalahan Foke-Nara juga tidak lepas dari menurunnya citra Partai Demokrat, melihat dari kasus-kasus korupsi keterlibatan kader Partai Demokrat, seperti Angelina Sondakh (wakil Sekjen PD), Nazarudin (mantan bendahara Partai Demokrat), Andi Malaranggeng (Menteri Pemuda dan Olah Raga), dan beberapa kader yang diduga terlibat korupsi. Berbagai kasus korupsi yang menimpa kader Partai Demokrat tersebut secara tidak langsung memberikan pengaruh pada menurunnya kepercayaan publik pada Partai Demokrat dan turut berkontribusi bagi kekalahan Foke-Nara pada putaran pertama DKI Jakarta 2012. Bukan hanya itu saja, kekalahan Foke terkait buruknya komunikasi politiknya terhadap masyarakat. Foke lebih mengandalkan selembaran-selembaran poster kampanyenya dan merangkul partai elit politik dibandingkan turun ke bawah dan penyapaan warga.Kemudian gaya komuniikasi Foke yang “blak- blakan”melahirkan kontroversial terhadap masyarakat Jakarta, dan sangat kontras dengan gaya komunikasi Jokowi yang lebih halus dan lentur dalam berkomunikasi kepada masyarakat. Pembelajaran di pemilukada DKI Jakarta 2012 putaran kedua ini, bahwa Cagub dan Cawagub yang unggul tidak hanya melihat siapa saja orang-orang di belakangnya, atau siapa saja partai-partai politik yang mengusungnya, tetapi melihat dari latarbelakang integritas figur tersebut, sikap, dan retorika. Sentimen publik kian meninggi dengan berita-berita media yang menguatkan kasus korupsi yang mengaitkan sederet kader-kader partai politik. Jadi, masyarakat kian kritis seolah tidak peduli dengan keadaan partai elit politik, figur yang merangkul 72 partai-partai besar, tetapi tidak berinteraksi langsung dengan warga. Masyarakat kini lebih tertarik pada figur yang turun kebawah dan mendengarkan keluh kesah mereka, ketimbang calon pemimpin yang berada bibarisan ranah partai politik besar dan tidak mendekati warga, ksususnya masyarakat menengah ke bawah. b. Rekapitulasi Hasil Suara Pemilukada DKI Jakarta 2012 Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta telah melaksanakan penghitungan suara pemilukada DKI Jakarta putaran kedua tingkat kota dan kabupaten dilaksanakan pada 28-29 September 2012. Kemudian dilanjutkan penetapan calon Gubernur terpilih pada 30 September 2012. Dan pelantikan Gubernur terpilih digelar pada 7 Oktober 2012. Rekapitulasi hasil suara pemilukada ini mulai dari daerah Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Barat, dan Kepulauan Seribu. Hasil dari 6 Wilayah Jakarta, 5 diantaranya diungguli oleh pasangan Jokowi-Ahok, dan hanya 1 wilayah yang menghasilkan suara terbanyak oleh pasangan Foke-Nara, yaitu wilayah Kepulauan Seribu. Kemudian partisipasi pemilih pada putaran kedua kian meningkat dari putaran pertama. Beberapa analisis lembaga pollster menjelaskan tentang meningkatnya partisipasi pemilih disebabkan karena publik sudah mempunyai pilihannya yang akan dipilih, dan sosialisi pemilukada DKI Jakarta putaran kedua ini lebih baik dari putaran pertama. Beberapa masyarakat Jakarta menyatakan bahwa mereka tidak tau kapan pelaksanaan pemilihan umum pada putaran pertama. Namun di putaran kedua, KPU merubah strategi untuk sosialisasikan ke 73 warga Jakarta, khususnya masyarakat kelas menengah ke bawah yang minim mendapatkan informasi.2 Angka partisipasi kian meningkat di putaran kedua dan angka golput kian menurun di putaran kedua. Dan inilah grafik partisipasi pemilih pemilukada DKI Jakarta putaran pertama dan putaran kedua: Gambar 4 Partisipasi Pemilih pada Putaran I dan Putaran II 67.00% 66.80% 66.50% 66.00% 65.50% 65.00% 64.50% 64.00% 64.60% 63.50% Putaran I Putaran II Sumber: KPU DKI Jakarta, 2012 Keterangan: Angka partisipasi pemilih pemilukada DKI Jakarta putaran kedua ini meningkat dari putaran pertama. Partisipasi pemilih pada putaran kedua naik sekitar 2,20% menjadi 66,80% . Pada putaran pertama angka partisipasi warga sekitar 64,60%. Dan angka golput pada putaran kedua menurun. Dan inilah grafik hasil suara golput pemilukada DKI Jakarta 2012 putaran pertama dan putaran kedua: 2 Wawancara pribadi dengan Arya Fernandes. 74 Gambar 5 Grafik Hasil Suara Golput Pemilukada DKI Jakarta 2012 Putaran I dan Putaran II 0.37 36,4% 0.36 0.35 Putaran I 0.34 33,2% Putaran II 0.33 0.32 0.31 Sumber: KPU DKI Jakarta, 2012 Keterangan: Dari penghitungan diketahui jumlah golput atau yang tidak hadir ke tempat pemungutan suara (TPS) pada pemilukada DKI Jakarta 2012 putaran kedua ini diketahui menurun dibandingkan dengan putaran pertama lalu. Jumlah golput menurun karena partisipasi pemilih pada putaran kedua naik sekitar 2,2% menjadi 66,%. Berdasarkan data perolehan suara Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi DKI Jakarta, persentase golput putaran kedua ini turun sekitar 3,1% menjadi 33,2%. Sementara pada putaran pertama lalu, angka golput mencapai 36,4%. Banyaknya angka partisipasi pemilih di pemilukada DKI Jakarta putaran kedua ini, kemudian inilah rekapitulasi yang dibentuk grafik hasil suara Jokowi dan Foke di wilayah Jakarta, yaitu Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Barat, dan Kepulauan Seribu: 75 Gambar 6 Grafik Hasil Suara Jokowi Versus Foke Putaran II 700,000 600,000 500,000 400,000 300,000 Foke-Nara 200,000 Jokowi-Ahok Golput 100,000 0 Sumber: KPUD DKI Jakarta, 2012 Melihat grafik perolehan suara Foke dan Jokowi, menjelaskan bahwa di Jakarta Pusat, pasangan Foke-Nara memperoleh 249.427 suara yang sah, dan Jokowi-Ahok unggul tipis dari Foke, yaitu memperoleh 256.529 suara yang sah. Pasangan Foke-Nara, unggul di Kecamatan Menteng, Tanah Abang, Senen, dan Johar Baru. Kemudian, Pasangan Jokowi-Ahok umggul di Kecamatan Cempaka Putih, Sawah Besar, Gambir, dan Kemayoran. Dan jumlah golput di daerah Jakarta Pusat mencapai 273.755 orang. Di Jakarta Utara, Jokowi-Ahok unggul dengan perolehan suara sebanyak 432.714 suara yang sah. Sedangkan Foke-Nara memperoleh suara sebanyak 300.188suara yang sah. Pasangan Jokowi-Ahok unggul hampir semua kecamatan, dan Foke-Nara hanya unggul di Cilincing.Jumlah golput mencapai 425.408 orang. Di Jakarta Selatan, JokowiAhok mengantongi 507.257 suara yang sah. Untuk pasangan dengan nomor urut 76 1, yakni Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli mendapat perolehan 476.742 suara yang sah. Jakarta Selatan memiliki jumlah golput yang besar, yaitu sekitar 512.286 orang. Perhitungan suara Pemilukada DKI Jakarta Timur, Jokowi-Ahok lebih unggul dari pasangan Foke-Nara. Jokowi-Ahok meraih 695.220 suara yang sah, dan Foke-Nara 611.366 suara yang sah.Dari 10 kecamatan di Jakarta Timur, pasangan Jokowi-Ahok menguasai 7 kecamatan yakni kecamatan Pulogadung, Jatinegara, Pasar Rebo, Cakung, Duren Sawit, Kampung Makasar, dan Ciracas. Sedangkan pasangan Foke-Nara hanya unggul tipis di 3 kecamatan yaitu kecamatan Cipayung, Matraman, dan Kramat Jati. Kemudian jumlah golput di Jakarta Timur 670.096 suara. Wilayah Jakarta Barat, pasangan Jokowi-Ahok memiliki suara terbanyak, sementara Foke-Nara hanya unggul di 2 kecamatan saja. Pasangan Foke-Nara berhasil mengantongi 474.298 suara yang sah, sementara Jokowi-Ahok memperoleh 577.232 suara yang sah. Jokowi berhasil unggul 6 kecamatan, yakniCengkareng,Grogol, Kalideres, Tambora, Taman Sari, dan Kembangan. Sementara pasangan Foke-Nara unggul 2 kecamatan, Kebon Jeruk dan Palmerah.Jumlah golput di Jakarta Barat dengan jumlah sebesar 443.214 orang. Kemudian Kepulauan Seribu, pasangan Foke-Nara jauh lebih unggul dari pasangan Jokowi-Ahok. Jokwi-Ahok hanya mengantongi 3.178 suara, sementara Foke-Nara mengantongi 8.373 suara. Jumlah angka golput terkecil ada di Kabupaten Kepulauan Seribu, yaitu mencapai 4.201 orang. 77 c. Hasil Akhir Rivalitas Joko Widodo dan Fauzi Bowo pada Putaran Kedua Pasangan Cagub dan Wacagub DKI Jakarta, Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama memenangi perolehan suara pemilihan kepala daerah DKI Jakarta putaran kedua. Jokowi-Basuki unggul dengan selisih 351.315 suara yang sah dari rival politik mereka, yakni Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli. Hasil akhir rivalitas Joko Widodo dan Fauzi Bowo dengan hasil rekapitulasi final pemilukada DKI Jakarta yang sudah dikeluarkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta pada hari Jumat, 28 September 2012. Di bawah ini adalah grafik hasil akhir pertarungan pemilukada DKI Jakarta 2012 putaran kedua: Gambar 7 Hasil Akhir Perhitungan Suara Pemilukada DKI Jakarta 2012 Putaran Kedua FokeNara 2.120.815 46,8% JokowiAhok 2.472.130 53,82% Jokowi-Ahok Foke-Nara Sumber: KPUD DKI Jakarta, 2012 Keterangan: Dalam rapat pleno rekapitulasi perhitungan suara putaran kedua ditingkat Provinsi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU DKI Jakarta), Jumat, 28 September 2012. Hasil akhir perhitungan suara pemilukada DKI Jakarta 2012 putaran kedua, maka secara resmi pasangan Jokowi-Basuki dengan nomor urut 3 78 dinyatakan secara resmi menjadi pemenang pemilukada DKI Jakarta putaran kedua dengan perolehan hasil 2.472.130 suara yang sah dari masyarakat DKI Jakarta, dan Foke-Nara memperoleh hasil 2.120.815 suara yang sah dari masyarakat DKI Jakarta. Maka yang akan menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta masa priode 2012-2017 adalah Joko Widodo sebagai Gubernur dan Basuki Tjahaja Purnama sebagai Wakil Gubernur. Setelah menggelar rapat rekapitulasi penghitungan suara, KPU DKI Jakarta akan menetapkan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta terpilih pada hari Sabtu, 29 September 2012. Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) DKI Jakarta 2012 resmi dimenangkan oleh pasangan nomor urut 3, yakni Joko Widodo–Basuki Tjahaja Purnama.Sikap Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli sangat elegan ketika mengetahui hasil pemilihan putaran kedua yang dimenagkan oleh Jokowi-Ahok. Hal positif yang dapat kita lihat dari seorang Foke, meskipun tidak memenagkan di Pemilukada 2012, Foke tetap menunjukkan ke publik bahwa telah berkompetisi secara baik, tidak melanggar hukum, dan mengakui kekalahannya. Karena tidak mudah kita temukan pemimpin yang seperti ini, yang mau mengakui kekalahannya yang dilakukan Foke. Menurut analisis Arya Fernandes, Faktor sikap elegan Foke adalah: “Menurut saya ini didorong karena faktor kepribadian Foke, atau pendidikannya Foke atau lingkungan. Foke adalah seorang Doktor dari universitas ternama di Jerman, seorang yang berpendidikan, dan rasional. Faktor tersebut mempengaruhi Foke secara kesatria dia harus mengakui kekalahannya. Kalau kita lihat point-point dalam pidato Foke adalah dia kalah dan mau membantu Jokowi dalam menangani Jakarta, itu salah satu hal yang baik menurut saya. Kemudian, strategi Foke menunjukkan kepada kita bahwa pemimpin yang besar itu adalah berani mengakui kekalahan, dan apa yang dilakukan Foke harusnya menjadi pembelajaran bagi politisi-politisi yang lain dalam mengakui kekalahannya. Dan target utamanya dia adalah untuk memperbaiki citranya setelah berdarah-darah dalam kampanye dan mencitrakan pada beberapa kalangan bahwa dia sangat emosioanal itu ingin dikenang juga sebagai pemimpin yang sportif. 79 Dan hal itu biasa saja dalam hal berdarah-darah dalam kampanye dan mengakui kekalahannya yang cukup bagus dan berani, itu sangat penting juga memperbaiki citranya di akhir. Tetapi dalam kekalahan ini karir Foke tidak akan mati, dia masih memiliki potensi yang besar untuk menjadi mentri misalnya, atau lebih dari itu”.3 Hasil wawancara dari Arya Fernandes menjelaskan, akhir sikap Foke yang elegan, karena atas pendidikannya, baik pendidikan dari keluarga, lingkungan, dan pendidikan akademisi. Foke adalah seorang Doktor dari Universitas ternama di Jerman. Dan Foke adalah seorang yang cerdas dan rasional. Menerima kekalahan dari seorang pemimpin jarang sekali kita temukan, dan ini merupakan strategi akhir memperbaiki citra Foke yang sudah membangun citra emosional, arogan, elitis di benak khalayak. B. Analisis Komparatif Retorika Politik Joko Widodo dan Fauzi Bowo pada Pemilukada DKI Jakarta 2012 Putaran Kedua 1. Kampanye Joko Widodo dan Fauzi Bowo pada Putaran Kedua Kampanye pemilihan umum idealnya merupakan proses penyampaian pesan-pesan politik yang salah satu fungsinya memberikan pendidikan politik bagi masyarakat.4Retorika akan bermain di dalam kampanye yang akan digunakan oleh Cagub dan Cawagub demi mengambil simpati masyarakat.Retorika menggunakan bahasa untuk mengidentifikasi pembicara dan pendengar melalui pidato. Menggunakan bahasa yang baik, kata-kata yang indah, dan dapat merayu publik dengan tujuan bersama. Pidato adalah 3 Wawancara pribadi dengan Arya Fernandes. Asep Saeful Muhtadi, Komunikasi Politik Indonesia: Dinamika Islam Politik PascaOrde Baru, (Bandung: Rosda Karya, 2008), cet. 1, h. 145. 4 80 suatu konsep yang sama pentingnya dalam menganalisis retorika sebagai identifikasi atau sebagai simbolisme.5 Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta menjadwalkan kampanye putaran kedua pemilihan Gubernur akan diselenggarakan selama tiga hari, yaitu pada tanggal 14-16 September 2012. Kemudian KPU menyelenggarakan dua kali acara debat kandidat Cagub dan Cawagub yangakan disiarkan melalui televisi.Kampanye putaran kedua adalah penajaman visi dan misi kedua kandidat.6 a. Analisis Komparatif Kampanye Joko Widodo dan Fauzi Bowo pada Pemilukada DKI Jakarta 2012 Putaran Kedua 1) Joko Widodo Secara tampilan fisik, Jokowi selalu mengenakan kemeja kotak-kotak. kemeja kotak-kotak dengan celana panjang berwarna hitam yang digunakan Jokowi diakui adalah ciri khasnya, casual dan santai. Bahkan baju kemeja kotak-kotak yang dikenakan Jokowi tercetus tanpa sengaja ditiru oleh calon kepala daerah diberbagai tempat. Kemeja kotak-kotak berwarna merah, biru, putih itu memiliki makna pemimpin Jakarta dengan keanekaragaman warganya harus siap bekerja, penjelasan dari Hasan Nasbi Batupahat, selaku tim sukses Jokowi-Ahok.7 Jokowi adalah kandidat Cagub DKI Jakarta yang berhasil mengangkat pesan di benak publik adalah kandidat unggulan dan menjadi kandidat yang 5 Dan Nimmo, Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan, dan Media, h. 142. “Kampanye Putaran Kedua, 14-16 September”, artikel diakses pada 17 April 2013. 6 Dari: http://megapolitan. kompas.com/read/2012/08/28/17544144/Kampanye.Putaran.Kedua.1416. September 7 Wawancara pribadi dengan Hasan Nasbi Batupahat, Jakarta, Jumat 10 Agustus 2012. 81 berbeda dengan yang lain. Dan Jokowi juga berhasil menanamkan pesan kepada publik adalah kandidat yang mungkin benar-benar bekerja, yang mempunyai integritas untuk perbaikan Jakarta, dan menanamkan pesan bahwa Jokowi adalah tim rakyat atau prorakyat. Jokowi tidak perlu mengeluarkan energi yang banyak lagi untuk berkampanye, secara langsung telah terbantu dengan kampanye oleh pemberitaan media massa, melalui pemberitaan mengenai dirinya ketika membangun Solo. Jokowi itu merepresentasikan bahasa politik yang sesuai dengan bahasa masyarakat bawah, menggunakan bahasa keseharian, tidak tinggi dan mudah dipahami oleh semua kalangan, kata-kata yang merakyat, yang bahasanya tidak tinggi dan cenderung lebih to the point. Kemudian kekuatan Jokowi selain bahasanya yang mudah dipahami juga adalah cara dia bertutur seperti orang kebanyakan, dan sangat bertabrakan dengan Foke yang berbicara blak-blakan. Pada Putaran Kedua relatif Jokowi dia tidak melakukan serangan politik seperti yang dilakukan oleh kubu Foke, dan dia tetap konsisten di awal memberikan pesan ke dalam benak publik adalah pemimpin yang cocok sesuai dengan karakter dia. Strategi kampanye Jokowi adalah terjun ke masyarakat, dari kampung ke kampung, mengunjungi kampung-kampung kumuh di Jakarta, kemudian ke perkomplekan, dan pasar-pasar tradisional. Pada masa kampanye, Jokowi tidak mengumpulkan warga kemudian berpidato politik mengutarakan visimisinya dengan warga, tetapi mengunjungi langsung dengan warga. Jokowi lebih memilih bertemu dengan pedagang-pedagang pasar tradisional, dan 82 tidak ada pengumpulan masa. Jokowi hanya menyalami warga, pedagang pasar dan sambil menyapa mereka. Kemudian Jokowi melakukan aksi menyebarkan Kartu Jakarta Sehat (KJS) pada masyarakat setempat serta sosialisasikan fungsi kartu berobat untuk masyarakat menengah kebawah. Kemudian, tidak ada penyebaran umbul-umbul kampanye (baliho, bendera, poster) Jokowi-Ahok pada masa kampanye putaran kedua. Jokowi berpidato politiknya tidak pernah menggunakan naskah. Jokowi menggunakan pendengarnya, dan bahasa-bahasa mengguanakan yang kata-kata dapat yang dipahami oleh indah. Serta mempersuasikan publik secara baik. Mengutarakan publik mengajak untuk memilihnya dilakukan Jokowi secara baik. Pada masa kampanye, pidato politik Joko Widodo adalah Tipe Impromtu, yaitu mengungkapkan perasaan pembicara secara spontan. 2) Fauzi Bowo Secara tampilan fisik, Foke selalu tampil dengan rapi dan formal, seperti memakai busana jas berwarna abu-abu lengkap dengan peci. Foke memadukan jas itu dengan baju berwarna putih model baju koko, kemeja putih dan celana panjang. Tampilan Foke sangat rapih terkesan formal. Kontras dengan pasangan Jokowi yang selalu tampil dengan kemeja kotakkotak yang casual. Diakui oleh Timses dari Fauzi Bowo, Rusydi Ali, bahwa Foke mencintai kerapihan. Hal sekecil apapun selalu diperhatikannya.8 Masyarakat Jakarta pada umumnya menganggap Foke telah gagal menjadi Gubernur DKI Jakarta. Kemudian, sikap emosional yang ditunjukkan 8 Wawancara Pribadi dengan Muhammad Rusydi Ali, Jakarta, Sabtu, 11 Agustus 2012. 83 Foke telah melahirkan buruknya citra seorang pemimpin. Jadi, semua keberhasilan-keberhasilan yang diraih Foke selama menjadi Gubernur, telah ditutupi oleh sikapnya yang mengundang kontroversial. Banyaknya pemberitaan negatif Fauzi Bowo di media massa, pada saat mengunjungi pengungsi korban kebakaran Kalimati, Tanah Abang (Selasa, 7 Agustus 2012), Fauzi Wibowo, atau Foke justru berkampanye yang terekam kamera video satu televisi swasta dan diunggah juga ke situs youtube. Foke mempresentasikan bahasa politiknya seperti pejabat-pejabat kebanyakan. Tetapi, terkadang Foke berbicara blak-blakan sehingga tidak tersaring bahasanya yang melahirkan buruknya citra Foke dan cenderung tidak memahami emosi warga yang tidak puas dalam masa kepemerintahannya, harusnya dilakukan Foke adalah tidak berbicara langsung mengenai keberhasilan-keberhasilan program kerjanya dia selama menjabat, karena itu bertabrakan dengan emosi warga. Pada Putaran Kedua, Foke melakukan serangan politik pada Jokowi, pada masa kampanye, serangan isu SARA, dan aksi sindir pada pidato politik Fauzi Bowo pada saat berkampanye di Putaran Kedua. Tetapi isu SARA tidak optimal bekerja. Pada kampanye Putaran Kedua, kampanye Foke tidak berbeda dengan agenda Putaran Pertama, tetapi yang membedakan adalah agenda kampanye Foke pada Putaran Kedua sedikit lebih Islami dan sosialis. Pada putaran Pertama Foke lebih memilih merangkul partai level elit politik dan memasang umbul-umbul kampanye di semua titik wilayah Jakarta. Putaran Kedua Foke melakukan kampanye dengan penyapaan warga dan mau turun ke bawah 84 yang berbeda dengan Putaran Pertama yang tidak ada penyapaan warga. Kemudian Foke selalu menonjolkan seputar keberhasilannya pada masa kepemerintahannya yang bertabrakan dengan emosi warga. Padahal warga Jakarta belum puas dengan kepemerintahan Foke, seharusnya Foke melakukan turun langsung ke masyarakat dan berinteraksi langsung dengan warga, bukan meleberkan seputar keberhasilannya. Foke berpidato politiknya menggunakan naskah, tetapi tidak membacanya, pidato tersebut berupa poin-poin penting hanya sebagai pengingat yang akan disampaikan kepada pendengar. Foke berbicara blakblakan, terkadang tidak tersaring bahasanya yang mengundang kontroversial. Pada masa kampanye, pidato politik Fauzi Wibowo adalah Tipe Ekstemporer, menggunakan naskah berisi outline-outline yang bersifat penting dan akan disampaikan. b. Analisis Pidato Politik Kampanye Joko Widodo dan Fauzi Bowo Putaran Kedua Keterangan: Isi pidato politik kampanye Joko Widodo dan Fauzi Bowo terdapat pada lampiran. 1) Joko Widodo Pidato politik Joko Widodo menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh semua kalangan. Isi pesan yang ringan, menggunakan katakata kiasan yang indah, menggunakan bahasa keseharian, mempersuasikan secara baik, dan tegas. Pidato politik Joko Widodo tidak menjatuhkan rival politiknya, yakni Foke, dan tidak menyerang. Kata-kata yang digunakan halus 85 dan sopan, sehingga bagi pendengar merasa terhanyut dengan rayuan politik Jokowi. Isi pidato politik kampanye Jokowi membahas tentang gerakan perubahan Jakarta yang menjadi slogan bagi pasangan Jokowi-Basuki. Pesan politik di dalam pidato dari Jokowi membangun pesan dibenak publik bahwa Jokowi memiliki integritas untuk membenahi Jakarta, prorakyat, dan pemimpin akan bekerja. Analisis dari penulis, pidato politik kampanye Joko Widodo sangat baik, tidak bersifat menjatuhkan lawan, mempersuasikan secara baik, tegas dengan bahasa yang halus dan sopan, serta menjelaskan visi misi dalam bentuk pelayanan. 2) Fauzi Bowo Pidato politik Fauzi Bowo menggunakan bahasa yang mudah dipahami, di putaran kedua Foke tidak menggunakan kata-kata yang berat, tetapi bersifat menjatuhkan lawan politiknya, yakni Jokowi. Bahasanya kasar, spontan yang melahirkan kontroversial. Isi pidato politik dari Fauzi Bowo adalah membahas tentang salah satu program Jokowi yang menjadi bahan “olok-olok” Foke, yaitu tentang Kartu Sehat Jakarta (KJS). Pidato politik Foke tidak dapat mempersuasikan secara baik. Setiap pidato politik kampanye Fauzi Bowo selalu mencederai lawan politiknya, yakni Jokowi. “Ada orang lain yang selalu membawa kartu kemana-mana.. Saya memang agak sensitif mengenai kata-kata perubahan. Kalau mau berubah tidak tau Jakarta yang dirubah, atau merubah Jakarta ke arah yang lebih baik, kalau berubah ke arah yang lebih jelek, apa nasib warga Jakarta 86 nantinye? “ ini adalah salah satu contoh pidato Foke bersifat menyindir program Jokowi pada putaran kedua. 2. Analisis Retorika Joko Widodo (Jokowi) dan Fauzi Bowo (Foke) Dalam kajian retorika menurut Aristoteles, seorang orator harus memiliki tiga faktor dalam dirinya, yakni Ethos (kredibilitas sumber), Pathos (emosional), logos (logis).9 a. Joko Widodo Ethos: Joko Widodo memiliki latar belakang pendidikan yang baik. Pendidikan terakhir Jokowi adalah kuliah di Universitas Gajah Mada Yogyakarta Fakultas Kehutanan hingga menyandang gelar Insinyur pada tahun 1985. Jokowi sukses menjadi pengusaha eksportir di Surakarta yang tingkat penjualan hingga ke manca negara, dan sukses pula menjadi Walikota Solo selama dua periode. Pathos:Jokowi dapat mengatur emosi dengan baik, sikap “legowo” yangdilakukan Jokowi dengan merepresentasikan bahasa politik yang sesuai dengan bahasa masyarakat kelas menengah ke bawah, menggunakan bahasa keseharian, tidak tinggi dan mudah dipahami oleh semua kalangan. Kemudian kekuatan Jokowi selain bahasanya yang mudah dipahami juga adalah cara dia bertutur seperti orang kebanyakan, cara menyampaikannya lebih kontekstual. Jokowi lemah di fisik dan gesture. Jokowi dapat mempersuasikan sesuatu 9 Onong Uchyana Effendi, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1997), h. 60. 87 secara baik dengan sosialisasi gebrakan-gebrakan keliling kepada masyarakat Jakarta awalnya tidak mengenalnya. Logos:Jokowi adalah orator yang cerdas. Secara keseluruhan WalikotaSolo selama dua periode ini adalah kandidat Pemilukada DKI Jakarta 2012 yang baik, memiliki sikap keseriusan dalam membenahi kota, dan berpengalaman. b. Fauzi Bowo Ethos: Fauzi Bowo memilikilatar belakang pendidikan yang baik. Pendidikan Fauzi Bowo, atau Foke sapaan akrabnya, pendidikan terakhir Foke adalah kuliah Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Arsitektur bidang Perencanaan Kota dan Wilayah Technische University Braunschweig Jerman, DoktorIngenieur Technische University Kaiserslautern. Dari latar belakang pendidikan Foke dan Jokowi, terlihat bahwa kedua kandidat Pemilukada DKI Jakarta 2012 Putaran Kedua ini memiliki kredibilitas yang tinggi, dan berpengalaman. Pathos: Fauzi Bowo kurang mampu mengatur emosi dengan baik, sikaparogan yang ditunjukkan Foke melahirkan simpati negatif pada masyarakat. Foke adalah tokoh intelektual elitis, sikap Foke sangat tegas kepada suatu keputusannya, terkadang ketegasan Foke tidak terkontrol melahirkan sikap yang sedikit kasar, bahasa yang digunakan Foke sangat intelektual yang hanya dipahami oleh masyarakat akademisi, gaya komunikasi Foke itu berbeda dengan 88 Jokowi. Gaya komunikasi Foke itu cenderung “blak-blakan” atau tidak tersaring dan cenderung tidak memahami emosi warga. Logos: Foke adalah orator yang terorganisir dan cerdas. Secarakeseluruhan kandidat ini baik, memiliki sikap keseriusan dalam membenahi kota, berpengalaman, hanya berbeda dari segi retorika dengan Jokowi. Dalam pandangan Aristoteles, seorang ahli retorika klasik, terdapat lima tahap penyusunan pidato yang dikenal dengan Lima Hukum Retorika “The Five Cannons of Rhetorica”, yaitu Inventio (penemuan). Pada tahap ini, pembicara menggali topik dan meneliti khalayak untuk mengetahui metode persuasi yang paling tepat. Disposito (penyusunan). Pada tahap ini, pembicara menyususun pidato atau mengorganisasikan pesan.Elocutio (gaya). Pada tahap ini, pembicara memilih kata–kata dan menggunakan bahasa yang tepat untuk mengemas pesannya. Memoria (memori). Pada tahap ini, pembicara harus mengingat apa yang ingin disampaikannya dengan mengatur bahan– bahan pembicaranya.Pronountiatio (penyampaian). Pada tahap ini, pembicara menyampaikan pesannya secara lisan. Di sini, akting sangat berperan. Pembicara harus memerhatikan oleh suara dan gerakan–gerakan anggota badan.10Analisis Lima Hukum Retorika Joko Widodo dan Fauzi Bowo adalah: 1) Joko Widodo a. Inventio. Jokowi dapat menemukan emosi warga, walau bukan orang Jakarta, tetapi dapat beradaptasi dengan cepat. Jokowi sadar bahwa 10 Gun Gun Heryanto dan Irwa Zarkasy, Public Relations Politik (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012), h. 118-119. 89 mayoritas pemilih DKI Jakarta adalah kelas menengah ke bawah, kemudian Jokowi menggunakan kata-kata yang mudah dipahami, kata - kata yang merakyat, guna terciptanya tidak ada jarak antara Jokowi dan publik. Kemudian kekuatan Jokowi selain bahasanya yang mudah dipahami juga adalah cara dia bertutur seperti orang kebanyakan, terlihat tidak ada pencitraan dan apa adanya. Kemudian Jokowi paham apa yang dibutuhkan khalayak dengan cara terjun langsung ke lapangan dan berinteraksi langsung dengan masyarakat.11 b. Disposito. Pada tahap ini, Jokowi menyusun pidato politiknya dengan cara breaving kepada tim sukses Jokowi–Ahok.12Breaving ini membahas poinpoin penting yang akan dimasukkan ke dalam pidato politik Jokowi. Kemudian, pesan-pesan tersusun tersebut, disampaikan kepada khalayak di dalam pidato politiknya. c. Elocutio. Pada tahap ini, Jokowi lemah dalam penampilan lewat bahasa tubuh (gesture).13 Tetapi, Jokowi menggunakan bahasa yang tepat yang menyesuaikan dengan masyarakat Jakarta pada umumnya masyarakat menengah kebawah. Bahasa yang digunakan Jokowi dalam pidato politiknya sangat bagus, dapat mempersuasikan kepada masyarakat secara baik. Selain bahasanya yang baik, Jokowi dapat mengutarakannya dengan baik, seperti tidak dibuat–buat, dan seperti orang kebanyakan. Walau Jokowi memiliki fisik tidak sebaik Foke, tetapi Jokowi dapat menjadi pusat perhatian masyarakat Jakarta karena memiliki gaya komunikasi yang baik, 11 Wawancara pribadi dengan Arya Fernandes. Wawancara pribadi dengan Hasan Nasbi Batupahat. 13 Wawan Bahrudin dan Ardi Nuswantoro, Kartu Sukses Jokowi-Ahok Melangkah Pasti Menuju DKI Jakarta 1 (Jakarta:Polite, 2012), cet. 1, h. 5. 12 90 dapat mengatur emosi dengan baik, dan bahsa politik Jokowi dapat diterima oleh semua kalangan. d. Memoria. Jokowi adalah memoriter, Jokowi mengingat apa yang ingin disampaikannya. Jokowi terbiasa tidak pernah menggunakan teks atau naskah di dalam pidato politiknya. Bisa dilihat ketika pidato kampanye Jokowi pada Putaran Pertama dan Putaran Kedua, Jokowi tidak pernah menggunakan teks atau naskah.1 Sebelum melakukan pidato kampanye, Jokowi selalu menyusun pidato politiknya terlebih dahulu. e. Pronountiatio. Pada tahap ini, Joko Widodo dapat menyampaikan pesannya secara lisan kepada khalayak sangat baik. Disamping bahasa politiknya seperti orang kebanyakan, Jokowi dapat menyampaikan pesannya secara baik, karena background orang Solo yang melekat pada Jokowi, Jokowi menyampaikan pesan politiknya dengan suara yang halus, tertata, dan mudah dipahami oleh siapa saja. Gaya komunikasi Joko Widodo yang halus, menggunakan bahasa yang ringan, disukai oleh masyarakat, Ini terbukti Joko Widodo dapat memenangkan pemilukada DKI Jakarta 2012 putaran pertama dan kedua. 91 2) Fauzi Bowo a. Inventio. Pada tahap ini, Fauzi Bowo memiliki kekurangan dalam hal inventio, yaitu Foke tidak bisa menemukan emosi warga. Melihat masyarakat yang melabel Foke gagal menjadi pemimpin Jakarta, seharusnya Foke melakukan cara mendekati warga dengan cara turun kebawah yang dilakukan Jokowi pada kampanye Pemilukada 2012, berinteraksi langsung dengan warga, guna untuk memperbaiki citranya sebagai incumbent dan kandidat Cagub. Tetapi Fauzi Bowo lebih memilih melakukan koalisi kepada partai elit politik dan melakukan persuasi dengan cara menonjolkan keberhasilan–keberhasilan kepemerintahannya. Pada tahap ini, Foke tidak dapat menemukan kebutuhan khalayak. Dengan bahasa Fauzi Bowo yang cenderung blak-blakan, maka melahirkan simpati sinis dari publik. b. Disposito. Pada tahap ini, Foke sangat terorganisir dan rapih dalam menyusun pidato. Bisa dilihat dalam kepiawannya dalam berpidato, tersusun dan terarah, karena Foke selalu menyusun hal-hal apa saja yang menurutnya penting yang akan disampaikan kepada khalayak di dalam pidatonya.14 c. Elocutio. Pada masa kampanye dan debat kandidat pada Putaran Kedua, Foke memiliki gaya yang formal, elitis, dan seperti pejabat pada umumnya. Foke lebih cenderung menggunakan bahasa teoritis yang hanya dimengerti oleh akademisi saja. Gaya komunikasi Foke itu berbeda dengan Jokowi. Perbedaan ini terletak pada persuasi dan bahasa. Gaya 14 Wawancara pribadidengan K.H Muhammad Rusydi Ali. 92 komunikasi Foke itu cenderung blak-blakan atau tidak tersaring, terkesan emosional, dan melahirkan label buruk oleh tim media, dan orang-orang yang mengakses informasi, karena selalu dibandingkan dengan Jokowi yang cenderung lebih halus dan lebih lentur dalam berbicara. d. Memoria. Pada tahap ini, Foke mengingat apa yang ingin disampaikannya dengan mengatur pokok-pokok penting yang akan disampaikannya. Foke sangat memoriter, cerdas dan teoritis. Tetapi, Foke menggunakan naskah di dalam pidato kampanyenya, naskah tersebut berisi poin – poin penting yang akan diutarakan kepada masyarakat. Naskah tersebut hanya sebagai pengingat, bukan berpidato dengan membaca naskah. e. Pronountiatio. Pada tahap ini, Fauzi Bowo atau Foke menyampaikan pesannya secara lisan kepada khalayak dengan baik. Bahasanya tertata rapih, tetapi terkadangan tidak tersaring dan terkontrol. Fauzi Bowo atau Foke menggunakan bahasa politiknya seperti pejabat kebanyakan, teoritis dan formal. Seperti ada jarak antara Fauzi Bowo dan warga Jakarta. Karena Fauzi Bowo berasal dari Betawi, Fauzi Bowo memiliki vibra suara yang kuat yang melahirkan sikap emosional, sangat kontras dengan suara Joko Widodo yang halus dan lentur dalam berbicara. 93 3. Narasi Retorika Joko Widodo dan Fauzi Bowo Koherensi adalah konsistensi internal dari sebuah naratif. Dalam perspektif Fisher narasi lebih dari sekedar cerita yang memiliki plot dengan awal, pertengahan dan akhir. Melainkan, mencakup deskripsi verbal atau nonverbal apapun dengan urutan kejadian yang oleh pendengar diberi makna. Hal ini tentunya Fisher menunjuk bahwa Semua komunikasi adalah narrative (cerita). Dia beragumen bahwa narrative bukanlah gender tertentu tetapi lebih kepada cara dari pengaruh sosial. Koherensi didasarkan pada tiga tipe konsistensi yang spesifik, yaitu: 1) Koherensi struktural, berpijak pada tingkatan di mana elemen-elemen dari sebuah cerita mengalir dengan lancar. Suatu jenis koherensi yang merujuk pada aliran cerita. Ketika cerita membingungkan, ketika satu bagian tidak tersambung dengan bagian berikutnya, atau ketika alurnya tidak jelas, maka cerita itu kekurangan koherensi struktural. Pada tahapan ini, alur cerita mengenai Joko Widodo pada masa kampanye sangat jelas, tetapi Jokowi melihat masalah-masalah yang ada di Jakarta sangat mudah untuk mengatasinya. Seperti banjir, kemacetan yang tidak ada ujungnya, pemukiman kumuh yang menjamur di Jakarta, dan masih banyak lagi. Jokowi menyamakan apa yang ada di Jakarta sama dengan Solo. Padahal Solo dengan Jakarta berbeda, dari segi wilayah dan populasi. Seperti tidak masuk akal, tetapi nanti kita buktikan kinerja-kinerja Jokowi kedepan, apa yang dikatakan Jokowi memang terbukti atau hanya janji-janji manis semata. Maka cerita itu kekurangan koherensi struktural. 94 Pada tahapan ini, elemen-elemen dari sebuah cerita Foke pada putaran pertama dan kedua, alurnya tidak jelas. Pada putaran pertama, Foke selalu mengedepankan keberhasilan Foke selama masa kepemerintahannya. Kemudian, Foke sosialisasikan visi misinya dengan melanjutkan program kerja yang dibuat dulu semasa menjadi gubernur DKI Jakarta. Kemudian pada kampanye putaran kedua, Foke lebih sering menyindir rival politiknya, yakni Jokowi. Sindiran itu diutarakan pada kampanye, maupun diacara debat kandidat. Aluran cerita ini tidak jelas, maka pada alur crita dari Fauzi Bowo kekurangan koherensi struktural. 2) Koherensi material, merujuk pada tingkat kongruensi antara satu cerita dengan cerita lainnya yang sepertinya berkaitan dengan cerita tersebut. jenis koherensi yang merujuk pada kongruensi antara satu cerita dan cerita lainnya yang berkaitan. Jika semua cerita kecuali satu menyatakan masalah bahwa seorang teman telah memberikan informasi yang keliru sehingga menimbulkan situasi yang memalukan bagi yang seorang lagi, anda cenderung tidak akan memercayai satu cerita yang berbeda sendiri tersebut. Anda akan percaya bahwa cerita yang berbeda ini kekurangan koherensi material. Pada putaran pertama Jokowi sosialkan Kartu Jakarta Sehat (KJS) dan Kartu Jakarta Pintar (KJP) untuk penduduk Jakarta yang tidak mampu berobat ke Rumah Sakit dan tidak berkemampuan sekolah. Kedua layanan ini adalah program kerja Jokowi yang disosialkan pada putaran pertama, namun pada putaran kedua layanan ini juga disosialkan oleh Jokowi sebagai program kerja utama penarik simpati publik yang akan segera diwujudkan. Jadi, Jokowi 95 berkoherensi material, yaitu konsisten dengan apa yang diutarakan pada putaran pertama sama dengan apa yang diutarakan kedua. Fauzi Bowo selalu mengumbar prestasi kepada masyarakat selama kepemerintahannya. Foke sosialisasikan keberhasilan-keberhasilan program kerjanya di putaran pertama. Kemudian pada putaran kedua juga demikian, Foke terus berbicara seputar keberhasilannya selama menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta, walau warga Jakarta menganggap Foke gagal sebagai Gubernur. Dan meneruskan program kerja yang belum dilaksanakan. Tetapi pada tahapan ini, Foke berkoherensi material, yaitu konsisten dengan apa yang diutarakan padaputaran pertama sama dengan apa yang diutarakan kedua. 3) Koherensi karakterologis, merujuk pada dapat dipercaya karakter-karakter di dalam sebuah cerita. Jenis koherensi yang merujuk pada dapat dipercayainya karakter-karakter di dalam cerita.15 Pada putaran pertama Jokowi menanamkan dibenak khalayak sebagai kandidat yang sosialis, dengan gebrakan-gebrakan Jokowi dari kampung ke kampung, menyapa langsung dengan masyarakat Jakarta, ke pasar-pasar tradisional, terlihat low profile, berinteraksi langsung dengan warga, dan ini diwujudkan kembali pada putaran kedua. Jadi, Jokowi berkoherensi karakterologis, yaitu pembangunan karakter pada putaran pertama, terjadi padaputaran kedua. Pada putraan pertama Jokowi terjun langsung ke masyarakat, dari kampung ke kampung, ke pasar-pasar tradisional, hingga ke pemukiman komplek, diterapkan kembali pada putaran kedua. Jokowi 15 West Richard. 2008. Pengantar Teori Komunikasi – Teori dan Aplikasi, h. 52. 96 membangun karakter pada dirinya yaitu sebagai kandidat calon gubernur yang sosialis dan low profile. Fauzi Bowo pada saat kampanye putaran pertama, tidak melakukan gebrakan terjun langsung ke masyarakat Jakarta, Foke lebih memilih menggandeng beberapa parpol elit politik dan kampanye dengan selembaranselembaran poster dan banner dibandingkan mendekatkan diri kepada warga, kemudian pada putaran kedua Foke bernegosiasi dengan beberapa parpol elit politik untuk mengusungnya dan melakukan kampanye turun ke masyarakat. Pada putaran pertama Foke membangun karakter di benak publik bahwa Foke adalah kandidat elitis. Putaran kedua, Foke membangun karakter yang berbeda, yakni ada pendekatan dengan warga. Tetapi karena Foke telah menanamkan karakter dari awal yang elitis dan kurang sosialis pada masyarakat pada putaran pertama, jadi perubahan karakter Foke pada putaran kedua, masyarakat kurang mempercayai pembangunan karakter Foke yang baru. Pada tahap ini, Foke kekurangan koherensi karakterologis. 97 4. Tipe - tipe Retorika Politik Joko Widodo dan Fauzi Bowo Teori retorika politik menjelaskan ada tiga tipe-tipe dalam retorika politik, yaitu Retorika Deliberatif,Dirancang untuk mempengaruhi orang – orang dalam masalah kebijakan pemerintah dengan menggambarkan keuntungan dan kerugian relatif dari cara – acara alternatif dalam melakukan segala sesuatu.Retorika Forensik, berfokus pada apa yang terjadi pada masa lalu untuk menunjukkan bersalah atau tidak bersalah, pertanggungjawaban, atau hukuman dan ganjaran.Retorika Demonstratif,adalah wacana yang memuji dan menjatuhkan.16 1) Joko Widodo a. Retorika Deliberatif, Pada tipe ini, Joko Widodo tidak terlihat adanya retorika deliberatif . b. Retorika Forensik, Pada tipe ini, Joko Widodo terlihat adanya retorika forensik pada debat kandidat Cagub dan Cawagub.Contoh:“Menurut saya yang terpenting adalah membangun sistem, baik sistem pelayanan KTP dan perijinan. Ini yang saya dengar memang banyak masalah pada pengurusan KTP dan perijinan. Mengurus KTP saja akan cepat sesuai amplop yang kita kasih, mengurus ijin saja sampai berbulan-bulan. Sekarang ini kan jamannya IT, seharusnya buatlah sistem yang baik dan paling cepat. Sehingga birokrasi mengikuti sistem, bukan sistem yang mengikuti birokrasi.”17 c. Retorika Demonstratif, Pada tipe ini, Joko Widodo terlihat adanya retorika forensik pada debat kandidat Cagub can Cawagub.Contoh:“Saya kira pak Fauzi ini sangat berpengalaman, sudah berpuluh tahun mengurus Jakarta, 16 Dan Nimmo, Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan, dan Media,h. 142 – 143. Joko Widodo, “Debat Cagub DKI Jakarta 2012 - Jakarta Memilih "The Final Round,” video diakses pada 5 Januari 2013 dari: http://www.youtube.com/watch?v=D-4N9mOywqY. 17 98 pernah menjadi Sekda, Wakil Gubernur, menjadi Gubernur, tetapi dengan pengalaman itu mestinya bisa langsung action atau memutuskan, tidak hanya berencana dan wacana. Nah itu positifnya, beliau punyarencana meskipun belumdikerjakan.”18 2) Fauzi Bowo a. Retorika Deliberatif, Pada tipe ini, Fauzi Bowo tidak terlihat adanya retorika deliberatif . b. Retorika Forensik, Pada tipe ini, Fauzi Bowo terlihat adanya retorika forensik pada debat kandidat Cagub dan Cawagub.Contoh:“Warga Jakarta tidak sekedar jualan gambar, tetapi saya ada data mengenai kemiskinan di Kota Solo, dan ini terbukti. Bagaimana ini pak Joko menjelaskan tentang statemen angka kemiskinan di Solo yang rendah, jadi semua pernyataan perlu data danbukti, jangan hanya sekedar beretorika dan beretorika, apalagi janji yang tidak pernah dibuktika.”19 c. Retorika Demonstratif, Pada tipe ini, Fauzi Bowo terlihat adanya retorika forensik pada debat kandidat Cagub can Cawagub.Contoh:“Ada hal positif yang bisa menjadi pelajaran dari ini, dan saya tidak bisa seperti itu, seperti pak Jokowi. Mungkin saya bisa belajar pencitraan seperti itu makin baik. Paling tidak, menjanjikan sesuatu yang belum tentu bisa dilaksanakan”.20 18 Ibid. Fauzi Bowo, “Debat Cagub DKI Jakarta 2012 - Jakarta Memilih "The Final Round,” video diakses pada 5 Januari 2013 dari: http://www.youtube.com/watch?v=D-4N9mOywqY. 20 Fauzi Bowo, “Debat Cagub DKI Jakarta 2012 - Jakarta Memilih "The Final Round,” video diakses pada 5 Januari 2013 dari: http://www.youtube.com/watch?v=D-4N9mOywqY. 19 99 C. Tipologi Orator dalam Retorika Politik Joko Widodo dan Fauzi Bowo Dalam Public Relations Politik dibutuhkan kesadaran diri bahwa seorang Public Relations akan membawa nama lembaga yang diwakilinya atau menunjukkan citra kandidat yang didukungnya. Oleh karena itu, harus senantiasa menyadari tipologi orator yang sedang diperankannya. Tipologi orator dalam Public Relations politik yaitu,Noble Selves, orang yang menganggap dirinya paling benar, mengklaim lebih hebat dari yang lain dan sulit menerima kritik. Rhetorically Reflector, orang yang tidak punya pendirian yang teguh, hanya menjadi cerminan orang lain. Rhetorically Sensitive: orang yang adaptif, dan cepat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.21 Analisis tipologi orator Joko Widodo adalah rhetorically sensitive. Sosok Jokowi mampu mengambil hati publik Jakarta dengan karakter Jokowi yang kontras dengan figur petahana. Seperti halnya Jokowi terjun langung ke pemukiman padat di Jakarta, dan Jokowi mengedepankan proses partisipasi melalui interaksi dan dialog lewat makan siang maupun makan malam di sejumlah warung pinggiran Ibukota, dan berinteraksi langsung dengan masyarakat Jakarta. Jokowi yang berlatar belakang orang Solo, tetapi dapat menyesuaikan diri dengan warga Jakarta. Salah satu contoh menggambatkan bahwa Jokowi adalah orator rhetorically sensitive, adalah pada acara debat, Jokowi terlihat tidak terbawa emosi pada saat mengatasi serangan-serangan dari Foke. Dan pada saat menjelaskan kampung susun yang akan dibuat Jokowi, Suryopratomo sebagai pemandu acara, bertanya mengenai jumlah dana yang akan diperlukan untuk kampung susun dengan angka yang fantastis, pulihan triliunan. Tetapi, Jokowi 21 Gun Gun Heryanto dan Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 119. 100 menjawab “Angka dari mana itu pak, saya tidak mempunyai kalkulator untuk menghitung angka sebanyak itu.” Kemudian pada saat debat, Jokowi merendahkan diri dengan kata “saya iniorangbodoh.”22 Analisis tipologi orator Fauzi Bowo adalah noble selves, yaitu orang yang menganggap dirinya paling benar, mengklaim lebih hebat dari yang lain dan sulit menerima kritik. Fauzi Bowo membangun karakter pada Putaran Pertama dan Putaran Kedua adalah kandidat Cagub yang emosional, dan elitis. Bisa dilihat pada Putaran Pertama dan Kedua lebih memilih merangkul sejumlah partai elit politik dibandingkan memahami emosi warga. Kemudian Calon Gubernur DKI Jakarta 2012 ini, yakni Fauzi Bowo tidak bisa dikritik, terlihat pada acara debat kandidat Cagub Putaran Kedua bahwa Foke adalah noble selves. Salah satu contoh menggambarkan Foke adalah orator noble selves adalah pada saat acara debat kandidat, Foke mendapatkan intrupsi oleh pembawa acara agar memberikan waktu kepada Jokowi untuk memberikan jawaban, tetapi Foke disini marah dan tidak ingin pembicaraannya dipotong, “This is our show,anda tidak berhak mengintervensi.” Kemudian pada saat Jokowi mengkritik tentang permasalahan transportasi, busway misalnya, perencanaan Foke mengenai busway yang harus diselesaikan 15 koridor, dan yang diselesaikan hanya 11 koridor. Tetapi, 10 diantaranya dikerjakan pada saat Sutiyoso. Namun Foke menjawab, “Karena yang berbicara bukan ahli transportasi begini nih jadinya.”23 22 Joko Widodo, “Debat Cagub DKI Jakarta 2012 - Jakarta Memilih "The Final Round,” video diakses pada 5 Januari 2013 dari: http://www.youtube.com/watch?v=D-4N9mOywqY. 23 Fauzi Bowo, “Debat Cagub DKI Jakarta 2012 - Jakarta Memilih "The Final Round,” video diakses pada 5 Januari 2013 dari: http://www.youtube.com/watch?v=D-4N9mOywqY. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Analisis retorika politik Joko Widodo dan Fauzi Bowo yakni: a. Joko Widodo adalah kandidat Cagub DKI Jakarta yang berhasil mengangkat pesan di benak publik adalah kandidat unggulan dan menjadi kandidat yang berbeda dengan yang lain. Dan Jokowi juga berhasil menanamkan pesan kepada publik adalah kandidat yang mungkin benarbenar bekerja, yang mempunyai integritas untuk perbaikan Jakarta, dan menanamkan pesan bahwa Jokowi adalah tim rakyat atau prorakyat. Karena gaya komunikasi Jokowi sangat baik, dan beretorika sesuai dengan karakternya. Jokowi merepresentasikan bahasa politik yang sesuai dengan bahasa masyarakat bawah, menggunakan bahasa keseharian, tidak tinggi dan mudah dipahami oleh semua kalangan, kata-kata yang merakyat, yang bahasanya tidak tinggi dan cenderung lebih to the point. Kemudian kekuatan Jokowi selain bahasanya yang mudah dipahami juga adalah cara bertutur seperti orang kebanyakan, dan sangat bertabrakan dengan Foke yang berbicara “blak-blakan”. Kata-kata yang digunakan halus dan sopan, sehingga bagi pendengar merasa terhanyut dengan rayuan politik Jokowi. Pada saat berpidato, Jokowi tidak pernah menggunakan naskah, berbicara spontan, tetapi terarah dan mempersuasikan kepada masyarakat Jakarta sangat baik. Kemudian gaya Jokowi tidak terlihat seperti pejabat-pejabat elitis. 101 102 b. Fauzi Bowo adalah Cagub DKI Jakarta yang selalu dihujani pemberitaan negatif di media massa, salah satu contoh pada saat mengunjungi pengungsi korban kebakaran Kalimati, Tanah Abang (Selasa, 7 Agustus 2012). Fauzi Bowo, atau Foke justru berkampanye bukan berempati kepada korban yang terekam kamera video salah satu televisi swasta dan diunggah ke situs youtube. Itu karena Foke memiliki gaya komunikasi yang kurang baik. Secara tampilan fisik, Foke lebih unggul dari Jokowi. Tetapi sikap emosional yang ditunjukkan Foke telah melahirkan buruknya citra seorang pemimpin. Jadi, semua keberhasilan-keberhasilan yang diraih Foke selama menjadi Gubernur DKI Jakarta, telah ditutupi oleh sikapnya yang mengundang kontroversial. Foke merepresentasikan bahasa politiknya seperti pejabat-pejabat kebanyakan. Tetapi, terkadang Foke berbicara “blak-blakan” sehingga tidak tersaring bahasanya yang melahirkan buruknya citra Foke dan cenderung tidak memahami emosi warga yang tidak puas dalam masa kepemerintahannya, seharusnya yang dilakukan Foke adalah tidak berbicara langsung mengenai keberhasilankeberhasilan program kerjanya selama menjabat, karena itu bertabrakan dengan emosi warga. Foke melakukan serangan politik pada Jokowi, pada masa kampanye, yaitu serangan isu SARA, dan aksi sindir pada pidato politik Fauzi Bowo pada saat berkampanye di putaran kedua. Tetapi isu SARA tidak optimal bekerja. Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) DKI Jakarta 2012 resmi dimenangkan oleh pasangan nomor urut 3, yakni Joko Widodo–Basuki Tjahaja Purnama. Akhir sikap Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli sangat elegan ketika mengetahui hasil pemilihan putaran kedua 103 yang dimenangkan oleh Jokowi-Ahok. Hal positif yang dapat kita lihat dari seorang Foke, meskipun tidak memenangkan di Pemilukada 2012, Foke tetap menunjukkan ke publik bahwa telah berkompetisi secara baik dan mengakui kekalahannya. Karena tidak mudah kita temukan pemimpin yang seperti ini, yang mau mengakui kekalahannya yang dilakukan Foke. Dan inilah sebagai contoh untuk para politisi yang maju dalam pemilihan kepala daerah. 2. Tipologi orator dalam retorika politik Joko Widodo dan Fauzi Bowo saat kampanye pemilukada DKI Jakarta 2012 putaran kedua adalah: a. Tipologi orator politik Joko Widodo adalah rhetorically sensitive. Walaupun Jokowi bukan orang Jakarta, tetapi dengan cepat Jokowi dapat beradaptasi kepada masyarakat Jakarta yang belum mengenalnya. Sosok Jokowi mampu mengambil hati publik Jakarta dengan karakter Jokowi yang kontras dengan figur petahana. Seperti halnya Jokowi terjun langung ke pemukiman padat di Jakarta, dan Jokowi mengedepankan proses partisipasi melalui interaksi dan dialog lewat makan siang maupun makan malam di sejumlah warung pinggiran Ibukota, dan berinteraksi langsung dengan masyarakat Jakarta. Jokowi yang berlatar belakang orang Solo, tetapi dengan cepat dapat menyesuaikan diri dengan warga Jakarta. b. Tipologi orator politik Fauzi Bowo adalah noble selves. Fauzi Bowo membangun karakter pada putaran pertama dan putaran kedua adalah kandidat Cagub yang emosional, dan elitis. Bisa dilihat pada putaran pertama dan kedua lebih memilih merangkul sejumlah partai elit politik dibandingkan melakukan pendekatan kepada warga. Kemudian Calon 104 Gubernur DKI Jakarta 2012 ini, yakni Fauzi Bowo tidak bisa dikritik. Salah satu contoh menggambarkan Foke adalah orator noble selves adalah pada saat acara debat kandidat, Foke mendapatkan intrupsi oleh pembawa acara agar memberikan waktu kepada Jokowi untuk memberikan jawaban, tetapi Foke disini menunjukkan sikap emosionalnya dan tidak ingin pembicaraannya dipotong, “This is our show, anda tidak berhak mengintervensi.” B. Saran Ada beberapa catatan yang ingin penulis sampaikan, tentunya saransaran ini disampaikan bertujuan tak lain demi kebaikan dan kualitas di masa yang akan datang. Momentum Pemilukada DKI Jakarta 2012 banyak sekali pelajaran-pelajaran yang dapat kita ambil untuk menambah pengetahuan kita dalam konteks komunikasi politik. Adapun saran yang ingin penulis sampaikan adalah sebagai berikut: a. Saran Akademisi Sebagai generasi Indonesia diharapkan dapat mempelajari berkomunikasi dengan baik, sikap, maupun perkataan sangat berpengaruh pada tingkat kekuatan retorika politik secara baik. Dan tentunya sebagai akademisi jangan pernah berhenti untuk menggali pengetahuan dan mengembangkan teori-teori komunikasi politik, khususnya akademisi yang berpihak pada isu politik. 105 b. Saran Praktisi Pada 20 September 2012 terlaksana pemilukada DKI Jakarta pada putaran kedua berjalan lancar. Melirik pesta demokrasi putaran kedua ini memberikan rasa bangga khususnya masyarakat DKI Jakarta yang mampu melaksanakan proses demokrasi secara baik. Sebagai penerus bangsa diharapkan terus menggali ilmu pengetahuan khususnya pada konsentrasi komunikasi politik dan dapat mengembangkan teori retorika politik. Kemudian dianjurkan dapat mempelajari rhetorically sensitive, khususnya bagi para politisi yang maju dalam pemilihan kepala daerah, karena beretorika dengan baik akan menghasilkan tingkat sosialisasi yang baik pula. Dan retorika politik sangat berpengaruh pada citra setiap kandidat. Dengan mempelajari dan memperdalami semua teori-teori maupun materi komunikasi politik, guna menciptakan politik yang sehat dan beradab khususnya di negara Indonesia. DAFTAR PUSTAKA Arifin, Tatang M. Menyusun Rencana Penelitian (Jakarta: Rajawali 1978/2003). Arifin, Anwar. Komuniasi Politik (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011). Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta, 2002). Bahrudin, Wawan dan Nuswantoro, Ardi. Kartu Sukses Jokowi-Ahok Melangkah Pasti Menuju DKI Jakarta 1 (Jakarta: Polite, 2012), cet. 1. Bungin, Burhan. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial lainnya (Jakarta: Kencana, 2010), cet. 4. Bungin, Burhan. Metodologi Penelitian Kualitatif: Aktualisasi Metodologis ke arah Ragam Varian Kontemporer (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007). Cangara, Hafied. Komunikasi Politik: Konsep, Teori, dan Strategi (Jakarta: Rajawali Pers, 2011). Effendi, Onong Uchyana. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1997). Effendy, Onong Uchjana. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2003). Fahrudin, Wawan dan Nuswantoro, Ardi. Kartu Sukses Jokowi – Ahok: Melangkah Pasti Menuju DKI Jakarta 1. Hendrikus, Dori Wuwur. Retorika: Terampil berpidato, Berdiskusi, Berargumentasi, Bernegosiasi, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1991). Heryanto, Gun Gun dan Farida, Ade Rina. Komunikasi Politik (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah), cet. 1, 2011. Heryanto, Gun Gun dan Zarkasy, Irwa. Public Relations Politik, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012). Hikmat, Mahi M. Komunikasi Politik: Teori dan Praktik, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), cet. 1. Kasiram, Mohammad. Metodologi Peneliti Kualitatif-Kuantitatif, (Yogyakarta: UIN-Maliki Press, 2010), cet. 2. Keraf, Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: Gramedia, 2007). Kriyantono, Rachmat. Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta, 2007), cet ke-2. Miles, Matthew dan Huberman, Michael. Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang Data-data Baru, (Jakarta: UI-Press, 1992). Moloeng, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Rosda). Morissan dan Corry, Andy. Teori Komunikasi: Komunikator, Pesan, Percakapan, dan Hubungan, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009), cet. 1. Muhtadi, Asep Saeful. Komunikasi Politik Indonesia: Dinamika Islam Politik Pasca-Orde Baru, (Bandung: Rosda Karya, 2008), cet. 1. Mulyana, Deddy. Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru, Ilmu Komunikasi, dan Ilmu Sosial lainnya, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006). Nasution, S. Metode Research, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), cet. 11. Nasution, S. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, (Bandung: Tarsito). Nimmo, Dan. Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan, dan Media, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1989 ), cet. 1. Prastowo, Andi. Memahami Metode-metode Penelitian: Suatu Tinjauan Teoritis dan Praksis, (Yogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), cet. 1. Rakhmat, Jalaluddin. Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005). Riyanto, Yatim. Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, Surabaya: Unesa University Press, 2007. Singarimbun, Masri dan Effendi, Sofian. Metode Penelitian Survey, (Jakarta: LP3ES, 1995), cet. 2. Strauss, Anselm dan Corbin, Juliet. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif: Tatalangkah dan Teknik-teknik Teoritisasi Data, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003). Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2010). Supriyono, Arif. Jokowi Tokoh Perubahan, (Jakarta: Republika, 2012), cet. 1. West, Richard dan Turner, Lynn. Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi, (Jakarta: Salemba Humanika), Edisi 3, 2008. Yazid, Husin. Berebut Kursi Jakarta Satu: Kenapa Foke dan Jokowi? Data dan Analisa Putaran Pertama Pilkada DKI Jakarta, (Jakarta: Firdaus, 2012), cet. 1. Yin, Robert K. Studi Kasus (Desain dan Metode), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003). Zed, Mestika. Metode Penelitian Kepustakaan (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004). Referensi Dokumen Elektronik dari Internet: Kampanye Putaran Kedua, 14-16 September, artikel diakses pada 17 April 2013, dari: http://megapolitan.kompas.com/read/2012/08/28/17544144/Kampan ye.Putaran.Kedua.1416. September. Adu Siasat Jokowi dan Foke di Putaran II, artikel diakses pada hari Rabu, 18 Juli 2012, pukul 20.05 WIB dari: http://fokus.news.viva.co.id/news/read/ 335022-adu-siasat-jokowi-dan-foke-di-putaran-ii. Putaran Kedua Pemilihan Umum Gebernur DKI Jakarta, Adu Integritas Foke versus Jokowi, artikel diakses pada hari Kamis, 19 Juli 2012, pukul 11.12 WIB dari: http://news.detik.Com /read/2012/07/25/070128/1974020/10/ putaran-kedua-pilgub-dki-adu-integritas-foke-vs- jokowi?9922022. KPU DKI Jakarta, Terpilih Pasangan Jokowi-Ahok Pemilihan Gubernur DKI Jakarta, artikel diakses pada hari Selasa, 2 Oktober 2012, pukul 20.13 WIB dari: http: //news. detik.com/read /2012/09/29/114959/2045146/10/ kpu-dki-jokowi-ahok-pasangan-terpilih-pilgub-dki-2012?9911012. Debat Foke vs Jokowi, artikel diakses pada Rabu, 3 September 2012, pukul 20.39 WIB dari: http://www.solopos.com/2012/09/16/malam-ini-di-metro-tv- debat-foke-vs-jokowi-329366. Dikutip dari www.jokowi.com, data selengkapnya dapat dibaca di situs www.worldmayor.com. Jokowi and Solo Recieve Best City Award, Jakarta Globe August, 09, 2012. Diolah dari data Quick Real Count, The Cyrus Network. Biografi Fauzi Bowo, artikel diakses pada tanggal 4 Desember 2012 Pukul 10.55 dari: http:// www.bangfauzi.com/profil.php. Biography DR. Ing H. Fauzi Bowo, artikel diakses pada tanggal 4 Desember 2012 Pukul 14.13 WID dari: http://www.ceritamu.com/cerita/DR--Ing--H-Fauzi-Bowo/biography. Gubernur DKI Jakarta 2007-2012, artikel diakses pada tanggal 4 Desember 2012 dari: http://www.fauzibowo.com/profil.php. Biografi Fuzi Bowo, artikel diakses pada tanggal 13 November 2012, dari: http://www.ceritamu.com/cerita/DR--Ing--H--Fauzi-Bowo/biography. (Sumber : beritajakarta.com). Fauzi Bowo, artikel diakses pada tanggal 13 November 2012 dari situs: http://www.fauzibowo.com /profil.php. Situs CNNGo merilis 10 kota yang paling di dunia, artikel diakses pada tanggal 10 November 2012 dari situs: www.cnngo.com. Rangkuman Prestasi Fauzi Bowo sebagai Gubernur Provinsi DKI Jakarta Periode 2007-2011, Komunitas Suara Anda, 2012. Dokumen Rekaman Video: Joko Widodo, “Debat Cagub DKI Jakarta 2012 - Jakarta Memilih "The Final Round,” video diakses pada 5 Januari 2013 dari: http://www.youtube.com/watch? v=D-4N9mOywqY. Fauzi Bowo, “Debat Cagub DKI Jakarta 2012 - Jakarta Memilih "The Final Round,” video diakses pada 5 Januari 2013 dari: http://www.youtube.com/watch? v=D-4N9mOywqY. Dokumen Wawancara Pribadi: Wawancara pribadi dengan Hasan Nasbi Batupahat, Jakarta, Jumat 10 Agustus 2012. Wawancara Pribadi dengan Muhammad Rusydi Ali, Jakarta, Sabtu, 11 Agustus 2012. Wawancara pribadi dengan Arya Fernandes, Jakarta, Senin, 11 Febuari 2013. Pidato Politik Kampanye Joko Widodo dan Fauzi Bowo 1. Pidato Politik Joko Widodo “Selamat malam saudara-saudaraku warga Jakarta yang ku hormati dan ku cintai. Sebelumnya ijinkan saya untuk memberikan pidato penutup kampanye Pilkada DKI Jakarta Putaran Kedua 2012 yang telah berlangsung selama tiga hari ini. Saya Joko Widodo bersama Basuki Tjahya Purnama, hendak menawarkan sebuah gebrakan perubahan bekerja bersama-sama anda, rakyat DKI Jakarta mewujudkan sebuah Jakarta baru. Ijinkan saya dalam kesempatan ini mengingantkan kepada anda untuk memilih Jokowi dan Basuki sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta 2012. Anda akan memilih kami karena anda dan kita semua ingin hidup bahagia dan sejahtera, karena kita ingin mendapatkan kualitas hidup yang baik, sejahtera, karena kita sebagai warganegara ingin mendapatkan kualitas pelayanan publik nomor satu, sehingga nantinya Jakarta tidak sajalah layak huni, tapi juga Kota yang beradab dan manusiawi bagi warga dan pendukungnya hendak saya tegaskan disini bahwa saya adalah pelayan anda, tak akan lelah saya berjalan, bekerja dan mengunjungi anda mulai dari gang-gang yang kumuh, sampai jalan-jalan yang besar. Mulai dari pasar tradisional, sampai komplek-komplek perumahan di DKI Jakarta untuk mengajak anda berjuang mewujudkan Jakarta baru. Kami sadar bahwa kami kerja tak lain untuk mewujudkan harapan-harapan anda, rakyat Jakarta. Saya harap seluruh pemilih memastikan hadir di TPS pada tanggal 20 September 2012, memastikan jangan sampai suara anda sia-sia. Pastikan juga untuk mengamankan suara anda dalam proses perhitungan. Karena setiap suara anda akan berarti untuk perubahan Jakarta. Disini saya pastikan bahwa hak dan tanggungjawab anda sebagai warga Jarta tidak akan selesai setelah anda memilih. Setelah memilih, maka suara anda akan didengar, anda semua akan dilibatkan untuk bangun Kota Jakarta yang kita cintai ini, karena saya tidak akan bekerja sendirian atau bekerja hanya untuk kepentingan saya dan segelintir orang. Saya akan bekerja bersama anda semuanya terkait dengan program-program pembangunan yang kami janjikan, anda semua tentu sudah mendengar dan anda semua sudah menilai maupun semua program itu tak akan berarti jika anda tidak mendukung kami. Jika anda hendak bersama-sama kami. Kami sendiri akan memastikan bahwa kami memang betul bekerja untuk anda, untuk kepentingan rakyat memastikan bahwa jangan ada banjir lagi, jangan ada kemacetan, korupsi, pengangguran, rakyat harus berdaya, berpendidikan yang layak, sehat, dan sejahtera. Pada akhirnya, saya tekankan disini bahwa kemenangan nomor tiga pada tanggal 20 September 2012 nanti bukanlah semata-mata kemenangan Jokowi dan Basuki, namun ada kemenangan dari harapan anda sekalian yang memimpin sebuah perubahan yang lebih baik dan manusiawi bagi kota Jakarta. Bila itu adalah pilihan anda dan kemenangan itu adalah kemenangan anda, kemenanagan kita semua. Dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang, mari kita bersama-sama berjuang mewujudkan untuk prubahan Jakarta baru. Tuhan bersama kita, MERDEKA!!! 2. Pidato Politik Fauzi Bowo “Mohon maaf bapak-bapak, dan ibu-ibu, saya tidak membawa kartu untuk kemanamana. Ada orang lain yang selalu membawa kartu kemana-mana. Kartu itu bukan buat saya, buat orang miskin yang dibawa ke mana-mana. Saya memang agak sensitif mengenai kata-kata perubahan. Kalau mau berubah tidak tau Jakarta yang dirubah, atau merubah Jakarta ke arah yang lebih baik, kalau berubah ke arah yang lebih jelek, apa nasib warga Jakarta nantinye? betul gak? Saya tau bapak-bapak dan ibu-ibu kalau memberikan kepercayaan kepada saya, InsyaAllah saya tidak akan kabur di tengahtengah jalan. Banyak orang yang sudah diberikan kepercayaan, eh amanat itu tidak dijalankan dan di tengah-tengah jalan dia berhenti dan kabur. Mudah-mudahan masyarakat Jakarta juga sepakat untuk melanjutkan apa yang saya kerjakan selama lima tahun ke depan. Saya paham, orang Betawi sekarang ngitungnya nggak lagi satu, dua, tiga, empat, lima, enam. Sekarang ngitungnya satu, abis satu berapa? Satu, satu, satu, yaa emang begitulah ngitungnya, biasanya yang unggul ya nomor satu. Nanti bang Mamat bilang sama saya, katanya ada yang mau diberhentiin nih jadi orang Betawi. Betul begitu ya? Saya tidak percaya. Saya pikir semua orang Betawi kompak kali ini, masa udah enggak kompak lagi, bener nggak? Tapi kalau masih ada juga yang nekat, ya ga apa-apa, lo kasih tau aje ke saya,nanti saya cabut KTP nya, soalnya kita tinggal nerusin doangan.” Jadwal Kampanye Putaran Kedua Joko Widodo dan Fauzi Bowo 1. Jadwal Kampanye Joko Widodo Jumat, 14 September 2012 08.00 WIB : Kunjungan Warga Pasar Buncit Raya 09.00 WIB : Kunjungan Warga Pasar Manggis 10.30 WIB : Kunjungan Warga Menteng Dalam Rw. 04 12.00 WIB : Kunjungan Warga Kebayoran Baru 14.15 WIB : Kunjungan Warga Kota Banbu Selatan, Jakarta 15.45 WIB : Kunjungan Warga Kali Anyar Rt .07/04 Tambora 18.00 WIB : Debat Kandidat, Grand Melia, Kuningan Sabtu, 15 September 2012 08.30 WIB : Kunjungan Warga ke Pasar Palmerah Jakarta Barat 10.00 WIB : Pertemuan Nasional UNS, Gedung Pertemuan, Jalan Manila Senayan 11.30 WIB : Kunjungan Warga, Jalan Jembatan Martoi Serdang, Kemayoran 14.15 WIB : Kunjungan Komunitas Pedagang Bakmi Ayam, Koja, Jakarta Utara 15.30 WIB : Acara Masyarakat Miskin Kota, Penjaringan, Jakarta Utara 19.30 WIB : Bertemu Tokoh Betawi Ketua Palang Pintu 5 Wilayah, Rawabuaya 20.15 WIB : Kunjungan ke Majelis Taklim Uswatun Hasanah, Cengkareng 21.15 WIB : Halal bi Halal Warga Ngawi, bersama Bupati Ngawi, Cengkareng Minggu, 16 September 2012 07.15 WIB : Bersepeda Bersama, Car Free Day, Thamrin, Jakarta 08.00 WIB : Foto- foto dengan Masyarakat, Thamrin, Jakarta 08.45 WIB : Berkunjung ke Pasar Petak 9, Pasar Petak 9, Jakarta pusat 11.45 WIB : Halal bi halal dengan Komunitas Sunda dan Komunitas Aceh, TMII 14.20 WIB : Acara Prospera, Jakarta Pusat 15.00 WIB : KunjunganWarga, Pondok Sari Raya, Kalisari, Pasar Rebo 19.00 WIB : Debat KPUD, di Stasiun MetroTV Kebon Jeruk, Jakarta Barat Sumber: Diolah dari berbagai sumber 2. Jadwal Kampanye Fauzi Bowo Jumat, 14 September 2012 08.00 WIB : Kerja Bakti dengan Warga Cibesut, Jakarta Timur 09.00 WIB : Kunjungan dengan Pedagang Perumnas Klender, Jakarta Timur 11.00 WIB : Sholat Jumat dan Makan Bersama Pedagang, Jakarta Selatan 13.30 WIB : Halal bi Halal dengan Warga Kuningan Barat, Jakarta Selatan Sabtu, 15 September 2012 05.00 WIB : Salat Subuh dan Dzikir Bersama Hidayat Nur Wahid, Jakarta Timur 08.00 WIB : Halal bi Halal Bersama Warga, Matraman, Jakarta Timur 10.00 WIB : Silaturahim dengan Warga Jati Pulo, Palmerah, Jakarta Barat 12.00 WIB : Halal bi Halal Rusun Budha Tzu Chi II, Muara Angke, Jakarta Utara 15.00 WIB : Halal bi Halal Bersama Warga Rusun Tanah Abang, Jakarta 19.00 WIB : Halal bi Halal IKAMI Sulawesi Selatan, Menteng, Jakarta Pusat 20.30 WIB : Ramah Tamah dengan Warga Tionghoa HAKA, Restauran Hotel Sun : City, Mangga Besar, Taman Sari Minggu, 16 September 2012 06.00 WIB : Car Free Day, Festival Bersatu Jakarta, Bundaran HI Jakarta 09.00 WIB : Kunjungi Klenteng Toa Se Bio, Glodok, Taman Sari, Jakarta Pusat 10.30 WIB : Halal bi Halal Keluarga Pimpinan Wilayah Muhammadiyah, Jakarta 11.30 WIB : Kunjungan Remaja Masjid di aula Masjid Al-Azhar, Kebayoran Baru 13.00 WIB : Resepsi Pernikahan Putra Pak Jono (penjaga pintu air Manggarai) 13.30 WIB : Dzikir Akbar di Masjid Nurussalam, Kalimalang Jakarta Timur 19.00 WIB : Debat Kandidat di Studio MetroTV, Kebon Jeruk, Jakarta Barat Sumber: Diolah dari berbagai sumber Hasil Poling Berbagai Lembaga Survei Nama Lembaga Survei The Cyrus Network Lingkaran Survei Indonesia Jaringan Suara Indonesia Indo Barometer Lembaga Survei Indonesia Puskaptis LP3ES Sumber: Diolah dari Berbagai Sumber Nama Pasangan Foke - Nara Jokowi - Ahok Polling Quick Count Polling Quick Count 42.2 4% 34.62 % 31.8 % 41.53 % 49.1 % 34.17 % 14.4 % 43.04 % 49.06 % 34.42 % 15.08 % 41.97 % 49.08 % 33.80 % 16.04 % 42.20 % 0 33.57 % 0 42.74 % 47.22 % 34.33 % 15.16 % 42.64 % 24.5 % 34.58 % 22.7 % 42.69 % Profil Pasangan Calon Gubernur – Wakil Gubernur DKI Jakarta 2012-2017 Putaran Kedua Pasangan Fauzi Bowo No Urut 1 Latar Belakang Foke: Gubernur DKI Jakarta Parpol/ Kekayaan Non Parpol PD, PAN, Foke: Rp. 59,389 – Nachrowi Hanura, M, dan 325.000 Ramli PKB, PBB, USD PMB, dan Nara: Pensiunan TNI AD dengan PKNU pangkatan terakhir Mayor Jenderal. Dana Kampanye Rp. 22.714 M 25 Juni 2012: Nara: Rp. 15,784 10 Juli 2012: M, dan 30.003 USD Rp. 62,6 M Ketua DPD Partai Demokrat DKI Joko Widodo 3 Jokowi: Walikota Solo selama 2 PDIP dan Jokowi: 27,2 M, 25 Juni 2012: – Basuki periode (2005-2015), Pengusaha Gerindra dan 9.876 USD Rp. 7.080 M Tjahaja mebel Purnama Ahok: Anggota DPR dari Fraksi Partai Ahok: Rp.12,458 10 Juli 2012: Golkar, Mantan Bupati Belitung M, dan 5.030 USD Rp. 27,5 M Timur (2005-2006) Diolah dari berbagai sumber Dokumentasi Wawancara 1. Wawancara pribadi dengan K.H. Muhammad Rusydi Ali Jabatan : Penasehat dan Timses Foke-Nara Hari/Tanggal : Sabtu, 11 Agustus 2012 Pukul : 13.00 WIB Tempat : Jalan Masjid II nomor 7 Kampung Melayu Jakarta a. Dokumentasi berupa foto b. Dokumentasi berupa rekaman wawancara Berikut ini pertanyaan dan jawabannya: Q : Apakah buyah ini adalah timses dari Fauzi Wibowo? A : Ya, timses sekaligus penasehat Foke, bukan hanya dari putaran pertama saja, tapi dari jaman beliau bersama Sutiyoso. Q : Seperti apa sosok Fauzi Bowo dimata buyah? A: Fauzi Bowo bukan semata dimata saya pribadi, melainkan di mata umat adalah salah seorang profil pemimpin yang sangat ideal, terutama di mata kami beliau sangat agamis. Dia selalu berpandangan pada nilai-nilai agama, selalu tenang, dan tidak lepas dari petunjuk-petunjuk ulama. Adapun persoalan kemasyarakatan, kami sebagai kiayi melihat Foke selalu turun kebawah ketika menghadapi persoalan umat, seperti halnya kebakaran Pertamina di daerah Plumpang pada waktu dini hari, walau larut malam Foke lamgsung menyelesaikannya di tempat. Dan untuk sekarang ini, hampir setiap hari beliau mengadakan sahur keliling bersama, tarawikh keliling, subuh berjamaah keliling, mana ada pejabat yang mau subuhsubuh keliling mendekati warga, kecuali Foke saja. Itu menurut kami di mata ulama beliau sangat ideal sebagai pemimpin Jakarta. Q : Apakah Foke mempersiapkan terlebih dahulu pada saat pidato kampanye? A : Orang pintar, apalagi tingkat seperti Foke, berpikir dulu baru kerja, hanya orang bodoh yang kerja dulu baru berpikir, kecuali ada hal-hal yang sifatnya genting, ketika beliau diminta untuk diwawancarai atau tidak direncanakan sebelumnya, ketika wartawan bertanya itu adalah di luar perencanaan, bisa sifatnya spontanitas tapi berstruktur dan tidak berbicara asal. Q : Di dalam berkampanye, apakah Foke menggunakan naskah di dalam pidatonya seperti SBY? A : Masyarakat sudah melihat sebenarnya, Foke itu orang pinter kok, dia tidak pernah menggunakan naskah atau skrip, karena apa yang dia bicarakan bukan hanya bicarakan tentang yang sekarang, tetapi juga untuk kedepan. Semua udah ada di otaknya dan direncanakan sebelumnya. Foke itu faham apa yang ditanya dan dia sudah tahu jawabannya, naskah tidak diperlukan untuk seorang Fauzi Bowo, karena semua sudah terekam di kepalanya. Melihat beberapa kandidat cagub pertama mereka memakai naskah, dan semua perencanaannya sudah dilakukan oleh Gubernur, yakni Fauzi Bowo, mereka hanya mengekor dan tidak inovatif dalam perencanaanya. Q : Bagaimana tanggapan buyah terhadap berita-berita negative mengenai Foke? A : Sebenarnya ini menjadi permasalahan, mengapa pada saat Foke terjun ke masyarakat tidak pernah diliput oleh media? Karena Foke tidak pencitraan, tidak seperti Jokowi yang menggunakan media sebagai alat kampanyenya. Turun ke masyarakat, jalan dari kampung ke kampung, ini sudah menjadi kinerja Foke dahulu. Foke karakternya memang kuat, dia selalu berbicara apa adanya, tidak pernah akting di depan media. Kalau dia tidak suka, pasti dia katakan. Saya rasa masyarakat jangan sepenuhnya percaya 100% kepada media, kita harus kritis dalam setiap pemberitaan. Banyak sekali beberapa kegiatan sosial Foke yang jarang diliput oleh media, karena dia tidak mengundang media, dia lakukan tulus, sebagian masyarakat sendiri bisa melihat mana yang setting dan mana yang real. Q : Ketika acara debat kandidat cagub DKI Jakarta 2012 yang diselenggarakan di stasiun TV swasta, Foke terlihat emosional dalam menanggapi kritikan lawannya, bagaimana pendapat buyah terhadap sikap Foke yang emosional? A : Kata emosi sebenarnya yang menanggapi emosi, bukan yang bicara emosi, tetapi yang menanggapi yang melihat yang emosi, kenapa tidak melihat dari latar belakang seseorang, orang Jawa itu beda-beda, ada yang berbicara agak kasar dan ada yang lembut, orang Sunda sendiri, ada Sunda kasar ada Sunda lembut. Karena vokal beliau begitu, itu bukan marah sebenarnya, tapi gaya komunikasi. Seperti halnya perbedaan cara berbicara antara orang Bandung dengan orang Sumatra. Foke terkesan marah, tapi sebenarnya dia bukan marah, hanya tegas. Kalau ada orang yang senyam-senyum justru orang itu lagi jualan, tentu saja harus senyum supaya laku, beda dengan Foke tipikal seorang pemimpin yang cenderung ketegasan bukan pemarah. Lain orang lain karakter, orang Betawi itu orang yang blak-blakan, berbicara apa adanya, ditambah lagi beliau ada kumisnya, terkesan galak. Sebenarnya bagaimana orang yang menilai, perasaan orang yang menilai Foke marah-marah atau emosional, padahal tidak. Justru yang dipertanyakan siapa yang menilai, apabila yang menilai dari kubu kandidat lain, pasti terkesan negatif. Q : Strategi apa yang digunakan Foke untuk putaran kedua? A : Dalam hal ini saya tidak bisa memberikan mengenai strategi, karena ini bersifat rahasia, intinya semua strategi kampanye politik yang kami buat masih di dalam koridor agama dan semua untuk kepentingan umat, kepentingan warga Jakarta. Intinya menurut saya rakyat harus tahu siapa pemimpinnya, harus mengenal latar belakang pemimpin, warga ini harus pintar, jangan mau dibodoh-bodohi, jangan sampai kita terjerumus ke lembah kekafiran. Ada di dalam Al-quran, dan ada dijaminan undang-undang, mau tidak mau SARA itu pasti akan terjadi, kita harus melihat mayoritas warga Jakarta adalah beragama muslim, dan di dalam ajaran agama kita, ada larangan kita untuk memilih pemimpin yang non muslim, SARA itu sudah biasa. Setelah putaran pertama, nanti adanya perang ideologi, dan itu sudah digambarkan oleh orang-orang pintar. Q : Melihat kajian lembaga-lembaga pollster, masyarakat kurang puas terhadap kinerja Foke selama menjabat Gubernur DKI Jakarta, masyarakat menganggap Foke gagal dalam membenahi Jakarta. Untuk sekarang ini, bagaimana cara citra Foke membangun atau memperbaiki citranya kepada masyarakat, agar mereka percaya kembali dan memilih Foke untuk memimpin Jakarta? A : Citra masyarakat yang ditanyakan tadi adalah masyarakat menengah ke bawah, masyarakat yang tidak mengerti dan tidak mengakses berita, tidak membaca koran, yang tidak dekat dengan orang-orang yang mengerti dengan pembangunan DKI, masyarakat itu taunya lagi sakit, lagi gak punya duit, lagi seneng ya dia tidak ceritakan, taunya lagi banjir, macet, padahal macet ini lagi ada perbaikan dan persiapan untuk 5 tahun ke depan. Macet ini juga karena kepemilikan kendaraan pribadi yang membludak, kapasitas jalanan yang sempit, padahal Foke ini mempersiapkan jalan layang untuk mengatisipasi untuk 5 tahun ke depan, memang efeknya akan terjadinya macet, macet inilah yang terlihat di mata masyarakat, ditambah lagi ada yang mengkompor-komporin. Padahal ini adalah efek dari pembangunan, untuk kebaikan kita semua. Termasuk diantaranya banjir, tapi antisipasi banjir sudah 40%, coba dilihat BKT, masyarakat menengah ke bawah tidak mendengar informasi yang baik, kalau ada yang mendengar informasi yang tidak sehat dari media TV, TV sudah lama menjadi media informasi yang tidak berimbang, ini pun harus dibangun kebersamaan kalau ingin mencari pemimpin yang baik, media TV, media cetak harus berimbang. Dan profil calon-calon pemimpin harus berimbang. Q : Apa pandangan buyah pada Pilgub putaran pertama? A : Putaran pertama itu ada sesuatu kenyataan di masyarakat kita, kalau kemaren ada 6 Cagub dan Cawagub, mereka semua dari latar belakang yang berbeda-beda, memiliki prestasi-prestasi yang baik. Dan ada keterkejutan, di antaranya adalah melonjak suaranya Jokowi telah ditelusuri masyarakat itu sendiri banyak penyimpangan-penyimpangan, yang sangat terasa ada money politic. 2. Wawancara pribadi dengan Hasan Nasbi Batupahat Jabatan : Direktur Utama Cyrus Network : Timses Jokowi-Ahok Hari/Tanggal : Jumat 10 Agustus 2012 Pukul : 17.00 WIB Tempat : Graha Pejaten nomor 8 Jakarta 12510 a. Dokumentasi berupa foto b. Dokumentasi berupa rekaman wawancara Berikut ini pertanyaan dan jawabannya: Q : Pak Hasan Nasbi ini bisa dikatakan sebagai timses dari Jokowi? A : Iya, timses dan konsultan Jokowi - Ahok. Q : Menurut bapak, seperti apa sosok Joko Widodo? A : Di mata saya, Jokowi itu seperti orang kebanyakan. Dia tidak punya tongkrongan pejabat, dia tidak punya tongkrongan pamong, dia seperti orang kebanyakan. Kalau dia ganti baju kondektur, pasti orang percaya kalau dia itu kondektur, kalau dia ganti baju dan memakai handuk kecil di lehernya sambil mendorong becak, pasti orang percaya kalau dia adalah seorang tukang becak. Dan apabila Jokowi jalanjalan ke pasar memakai baju biasa, pasti orang-orang tidak tahu kalau dia adalah pejabat. Jadi, Jokowi itu adalah sosok pejabat dengan muka bukan pejabat, bukan tongkrongan pejabat, dan style-nya bukan potongan pejabat. Yang kedua Jokowi sosok pejabat yang bukan di belakang meja, dia pejabat yang turun ke lapangan, dia menyelesaikan semua masalahnya di lapangan, makanya Jokowi tidak pernah lama di kantor, dia bukan seorang administratur yang hanya terima tanda tangan saja, dia adalah orang yang turun ke masyarakat dan bertemu langsung dengan masyarakat. Q : Seperti yang dikatakan pak Hasan sendiri, Jokowi itu seperti orang kebanyakan, sederhana, jadi menurut bapak apakah Jokowi masuk ke dalam kategori low profile contect? A : Kita tidak bisa bilang low profile, karna orang memposisikan dia sebagai seorang pejabat yang tidak memberikan jarak kepada masyarakat, jadi masyarakat bisa berbicara lepas dengan dia dan tidak sungkan. Q : Apakah sasaran utama Jokowi adalah masyarakat menengah ke bawah? A : Tidak bisa dibilang seperti itu. Karena masyarakat menengah ke atas itu tidak bisa menjangkau media, mereka mungkin melihat berita dari koran, internet, mereka aktif di sosial media, masyarakat menengah ke atas biasanya mengakses media adalah berita bukan sinetron. Masyarakat menengah ke bawah ini problem, mereka tidak mengakses berita dengan baik, yang mereka konsumsi adalah berita gosip selebriti, sinetron, dan dua-duanya Jokowi tidak bisa masuk di dalam itu. Nah, cara satu-satunya yang efektif adalah dengan datang langsung mengunjungi mereka. Keadaan ini sangat langka, karna Jokowi mau datang ke warga Jakarta meskipun dalam keadaan becek-becekan, hujan, kotor, tapi ini malah ramai dan menjadi tontonan warga. Q : Apakah Jokowi menggunakan konsultan politik dalam Pemilukada ini? A : Jokowi itu tidak punya konsultan politik, tidak ada program pencitraan, tidak seperti Foke. Bisa dilihat ketika tampil di TV, Foke terlihat sekali dia memakai konsultan pencitraan, karena ada timing-nya dia memegang kumis, tersenyum, dan ada orang di balik layar itu semua. Berbeda dengan Jokowi, dia tidak ada program pencitraan. Kamu bisa lihat sendiri ketika wartawan bertanya kepada Jokowi jumlah transjakarta ada berapa, dan dia tidak tau. Ekspresi ketidaktahuan Jokowi dia hanya garuk-garuk kepala, tidak ada pencitraan dari dirinya. Kalau tidak tau dia katakan tidak tau, dia jawab spontanitas tapi terarah. Pencitraan sendiri dibangun oleh timses yang memberitakan tentang Jokowi. Q : Bagaimana gaya komunikasi Joko Widodo dalam kampanye? A : Gaya komunikasi Jokowi biasa-biasa saja. Kosa kata Jokowi sendiri adalah kosa kata kebanyakan, bukan kosa kata yang canggih seperti intelektual, akademisi. Jokowi tidak bisa berbicara yang rumit-rumit, apalagi istilah yang rumit-rumit, istilah yang dia pakai istilah orang biasa, seperti orang kebanyakan, yang tukang becak, tukang sayur, pedagang pasar ngerti. Dan terakhir Jokowi adalah figur tanpa kompromi. Jadi kalau dia sudah putuskan sesuatu “ya” ya akan “ya”, kalau dia putuskan “tidak” ya akan “tidak”, apalagi yang mencakup kehidupan orang banyak. Q : Apa visi dan misi Jokowi untuk Jakarta? A : Visi dan misi secara lengkap ada di situs www.Jakartabaru.co. Yang diinginkan Jokowi untuk Jakarta adalah kota modern, bertata rapih, digabungin jadi kota modern yang bertata rapih, manusiawi yang layak untuk di tinggali, dan enak juga untuk mencari rezeki. Jakarta sendiri adalah kota bisnis, tapi jangan hanya dipentingkan hanya kota bisnis, kepentingan kota tinggal yang manusiawi, kota yang layak untuk ditinggal, terhindar dari macet, keruwetan Jakarta, kumuh, sempit, inikan bukan kota manusiawi yang layak untuk di tinggali Q : Strategi apa yang digunakan oleh Jokowi dalam Pemilukada putaran kedua? A : Mendengar strategi orang akan bosan kalau hanya itu-itu saja, tapi dari awal memang Jokowi itu tidak punya strategi yang rahasia, kita hanya percaya kalau barang bagus itu mudah untuk dibuat, dibandingkan barang-barang jelek, tidak seperti Foke, dia adalah barang jelek. Seberapa besarpun iklan, kalau yang diiklankan adalah barang jelek, ya orang tidak akan mau dengan barang itu. Jokowi ini adalah barang bagus, dan apabila orang-orang tahu, pasti akan beli, ini perumpamaan. Bisa dicek kalau Jokowi-Ahok ini adalah barang bagus, bisa dicek dengan prestasi-prestasi yang telah diraihnya, makanya dari timses sendiri tidak membuat iklan yang banyak. Iklan di TV adalah iklan prabowo, bukan Jokowi. Jadi strateginya adalah ketemu langsung. Masyarakat menengah keatas susah ditemuin karena sibuk kerja. Tetapi mereka mengakses media, jadi mereka cukup mengenal Jokowi melalui media. Lain halnya dengan masyarakat menengah kebawah, mereka memang mengakses media, tetapi bukan berita-berita politik, yakni gosip dan sinetron, maka ini harus ditemui langsung. Q : Melihat Jokowi yang turun langsung ke lapangan, ketika kita berbicara mengenai media, mengapa sangat pas sekali moment-nya ketika Jokowi mendatangi warga turun ke kampung. Apakah media menjadi alat kampanye dari Jokowi, atau Jokowi bekerjasama terhadap media? A : Sebenarnya tim media kita kalah jauh dari timnya Foke, Foke memiliki center media yang lebih besar dari kita, dia punya kantor sendiri dan dia memiliki financial untuk media buyer atau membeli media. Tetapi kenapa berita Foke tidak main di media? Karena beritanya tidak menarik. Berita Foke mengenai peresmian ini itu, pemberian ini itu dan tidak menarik, tidak ada news value. Berbeda dengan Jokowi. Apabila berjalan kesana kemari pasti ada yang menarik berita menyangkut dirinya, masyarakat yang spontan berbicara kepada Jokowi, masyarakat spontan menyampaikan unek-uneknya, lalu selalu ada hal yang baru ketika Jokowi datang ke lapangan. Ini yang menarik bagi wartawan, karena wartwan mempunyai kebanggaan tersendiri ketika memiliki berita yang menarik, karena ada news value. Karena Jokowi mengankat isu, bukan kegiatan. Seperti contoh ketika Jokowi datang ke Gor, adanya isu Jokowi membagikan kartu sehat Jakarta, yang ditonjolkan adalah isunya. Jokowi menang di isu, Foke menang di kegiatan. Kalau ada isu tentang Foke, kebanyakan isu negatif semua. Foke kurang terbuka dengan wartawan, lain halnya Jokowi yang ramah kepada wartawan. Itu yang menjadi bomerang bagi Foke. Q : Apakah Prabowo termasuk orang yang di balik layar atau yang mendukung Jokowi-Ahok dalam Pemilukada DKI Jakarta 2012? A : Ya, Prabowo yang mengusung Jokowi dari Partai Gerindra, dan Megawati dari Partai PDIP. Q : Melihat di beberapa media massa maupun cetak, salah satu berita mengenai Jokowi adalah salah satu kandidat cagub yang turun langsung ke masyarakat, berjalanjalan ke pasar, berinteraksi langsung dengan warga. Apakah ini adalah salah satu strategi kampanye dari Jokowi untuk menaiki citranya kepada publik? A : Bisa dibilang ini adalah strategi dari Jokowi, bisa dibilang tidak. Dia memiliki kepedulian-kepedulian terhadap orang lain, dan persoalan masyarakat kecil harus dilihat secara langsung, bukan hanya dilihat dari data tapi fakta, bukan hanya lihat dari koran, tapi harus dilihat secara langsung. Dan Jokowi di Solo karakternya memang seperti itu, orang bilang itu adalah strategi, tapi memang bawaan Jokowi sendiri memang seperti itu, dia mau ketemu langsung dengan masyarakat, mendengar masalah apa yang ada pada masyarakat, jadi dengan ini dia bisa mengancang-ancang ketika dia menjadi Gubernur DKI Jakarta, apasaja yang akan dia lakukan oleh masyarakat itu sudah tau jawabannya. Jadi menurut saya ini tidak bisa dibilang strategi, tapi memang karakter dari Jokowi sendiri memang seperti ini, tapi tambahannya sudah ada endorsmentnya, sudah terorganisir, sudah menemukan titik-titik bagian dari strategi, kemudian atribut kotak-kotak juga sudah diancang-ancang, nah ini adalah bagian dari strategi, tapi turun ke lapangan bukan bagian dari strategi, tapi memang bawaan atau karakter Jokowi sendiri memang seperti ini. Kita sebagai menjadi tim sukses juga santai saja, tidak pusing atau ribet untuk membentuk karakter dari Jokowi, karena semua berasal dari keinginannya dia, dia yang bekerja keras, bukan kita (timses). Q : Di putaran kedua ini terdengar sekali isu-isu SARA yang melekat di kubu JokowiAhok yang notabennya Ahok berasal dari non muslim, isu berasal dari media sosial maupun alat teknologi lainnya yang terus menyerang Jokowi-Ahok, apakah ini berpengaruh kepada khalayak dengan keberadaan isu tersebut? A : Orang-orang yang melemparkan isu itu adalah orang-orang yang mengunderestimet terhadap publik, orang yang menganggap publik ini bodoh sehingga bisa dikacaukan pikirannya dengan isu-isu yang tidak ada dengan kebijakan publik, apa hubungannya agama dengan kebijakan publik? Apa hubungannya etnis dengan kebijakan publik? Kita lihat Fauzi Bowo adalah orang setengah Betawi, dia beragama Islam, tetapi Jakarta seperti neraka. Jakarta macet, panas, penghijauannya kurang, taman kota tidak ada, tata ruang bermasalah, itukan bisa dilihat sendiri dengan kita seperti apa Jakarta saat ini. Masyarakat Jakarta tidak bodoh, isu Agama, etnis itu sudah ada di putaran pertama, tapi bisa dilihat ini tidak terpengaruh oleh publik. Tetapi moment ramadhan ini dijadikan sebagai metode dakwah yang terorganisir dengan tema ceramah yang sama. Dan saya sama sekali tidak khawatir kalau ini akan mengalahkan Jokowi-Ahok, tetapi yang saya khawatirkan ini akan menjadi Jakarta akan kerusuhan, dikhawatirkan tahun 1998 akan terulang kembali. Q : Sebagai timses dari Jokowi, apakah anda mengalami kesulitan dalam membentuk karakter Jokowi? A : Tidak, justru kami terbantu sekali dengan Jokowi. Dia mudah sekali dekat dengan orang, tidak ada kesulitan sedikitpun dalam membentuk karakter dari Jokowi, karna ini natural dari dirinya, dia sangat cepat beradaptasi dengan warga Jakarta, mau berinteraksi langsung tanpa ada jarak dengan masyarakat, mau berpelukan dengan masyarakat, makan bersama di warung pinggiran ibukota, merangkul masyarakat, bisa dilihat sendiri. Lain halnya dengan Foke, Foke tidak bisa melakukan apa yang dilakukan Jokowi terhadap masyarakat, sesenyum apapun Foke kepada masyarakat, dia masih memberikan batasan diri sebagai pejabat terhadap masyarakat. Q : Setelah putaran pertama, ada isu mengenai Jokowi mendatangi kandidat-kandidat cagub putaran pertama, dan ini apakah seolah-olah bersilaturrahmi apa ada negoisasi politik mengenai hak suara? A : Silaturrahmi, negoisasi politik diawali dengan silaturrahmi. negoisasi politik kan bertemu dengan petinggi-petinggi partai. Kalau Jokowi bertemu dengan Hidayat Nurwahid adalah pertemuan antara individu, karena Hidayat Nurwahid kenal dekat dengan Jokowi, Hidayat Nurwahid akan menjadi juru kampanyenya Jokowi. Dan yang harus dipahami adalah hak suara tidak bisa ditransfer, karena itu menyangkut hak asasi dari individu, pemilih kita kan merdeka, bebas. Kita tidak boleh mengunderstimet si pemilih yang mengikuti pilihan petinggi partai. Karena setiap orang memiliki pikiran berbeda. Para pemilih itu bukan seperti buku tabungan yang bisa di transfer. Q : Di dalam kampanye, apakah pidato Jokowi sudah direncanakan terlebih dahulu atau dia berpidato secara spontanitas? A : Jokowi tidak terbiasa menggunakan teks, dia lebih suka dengan dirinya. Jokowi lebih suka breaving, dan berbicara spontan, tidak seperti SBY yang selalu menggunakan teks untuk menyampaikan pidato politiknya, semuanya sudah dipikirkan terlebih dahulu dan tidak memoriter. 3. Wawancara pribadi dengan Arya Fernandes Jabatan : Konsultan Politik Charta Politika Hari/Tanggal : Senin 11 Febuari 2013 Pukul : 13.30 WIB Tempat : Jalan Cipaku 2 nomor 18 Kebayoran Baru Jakarta a. Dokumentasi berupa foto b. Dokumentasi berupa rekaman wawancara Berikut ini pertanyaan dan jawabannya: Q : Bagaimana pandangan bang Arya dengan retorika politik Fauzi Bowo dan pada saat kampanye Pemilukada DKI Jakarta putaran kedua? A : Saya kira ada beberapa variabel untuk melihat retorika Fauzi Bowo. Variabel pertama adalah gaya komunikasi Foke, gaya komunikasi Foke itu berbeda dengan Jokowi. Perbedaan ini terletak pada persuasi. Foke melakukan persuasi dengan cara menonjolkan keberhasilan-keberhasilan kepemerintahannya, misalnya dalam hal program kerja pembangunan modal transportasi seperti busway, kemudian keberhasilan dalam menghadapi banjir. Jadi Foke lebih dari pada sifat yang menjelaskan keberhasilan kepemerintahannya. Tetapi, kelemahannya adalah gaya komunikasi Foke itu cenderung blak-blakan atau tidak tersaring dan cenderung tidak memahami emosi warga. Kalau kita ketahui emosi warga pasca di masa Foke itu cenderung tidak puas dalam masa kepemerintahannya, harusnya dilakukan Foke adalah tidak berbicara langsung mengenai keberhasilankeberhasilan program kerjanya dia selama menjabat, karena itu bertabrakan dengan emosi warga. Yang kedua, bicara dia yang blak-blakan dan emosional, gaya komunikasinya itu tidak disukai oleh tim media, dan orang-orang yang mengakses informasi, karena selalu dibandingkan dengan Jokowi yang cenderung lebih halus. Kerena orang-orang yang mengakses informasi pasti membandingkan antara kedua kandidat ini menilai siapa yang terbaik itu melihat dari cara kedua kandidat melakukan persuasi. Kalau Foke memang dilihat dia gagal dalam hal mempersuasi emosi publik, faktor kedua gaya komunikasi Foke atau retorika berbicara kepada masalah dia menghendle atau menanggapi pemberitaanpemberitaan menyangkut dirinya. Kalau Foke ini terkesan sangat emosional dalam menghadapi berita-berita mengenai dirinya dan itu merusak citranya dia sebagai pemimpin, dan itu bertolak belakang sekali dengan retorika Jokowi yang lebih lentur dalam berbicara. Q : Bagaimana pandangan bang Arya dengan retorika politik Joko Widodo pada saat kampanye Pemilukada DKI Jakarta putaran kedua? A : Jokowi itu merepresentasikan bahasa politik yang sesuai dengan bahasa masyarakat bawah, menggunakan bahasa keseharian, tidak tinggi dan mudah dipahami oleh semua kalangan. Jokowi sadar bahwa secara demokrasi kita adalah pemilih yang pendapatan menengah kebawah di Jakarta, secara pendidikan juga menengah kebawah. Karena kita dulunya adalah kelompok menengah kebawah, makanya Jokowi sadar dia menggunakan kata-kata yang mudah dipahami, katakata yang merakyat, yang bahasanya tidak tinggi dan cenderung tidak mulukmuluk lebih to the point. Kemudian kekuatan Jokowi selain bahasanya yang mudah dipahami juga adalah cara dia bertutur seperti orang kebanyakan, cara menyampaikannya lebih kontekstual. Q : Apakah Foke masuk ke dalam high profile contect dan low profile contect? A : Ya, Foke masuk kedalam konteks high profile. Ini bisa dilihat terhadap sikapnya yang memberikan jarak kepada masyarakat, berbeda dengan Jokowi yang metode kampanyenya lebih banyak turun langsung ke masyarakat, berkomunikasi langsung dengan masyarakat. Sementara Foke tidak mengandalkan itu, padahal dia punya potensi untuk melakukan hal itu, Foke lebih bermain pada level elite politik, melalui spanduk-spanduk, dan dia sebagai Gubernur memiliki sedikit waktu untuk turun ke masyarakat. Padahal dia sudah memulai lama, sejak dulu berkampanye dengan konteks perubahan, dan itu kurang berhasil di putaran pertama. Tetapi kekalahan di putaran pertama tidak menjadi pembelajaran yang berhaga untuk Foke, dia cenderung merangkul partai-partai elite politik. Sangat bertolakbelakang dengan Jokowi yang low profile. Foke dan Jokowi adalah rivalitas antara high profile dan low profile. Hal yang dilakukan Jokowi banyak simpati di benak khalayak, mungkin ini bisa menjadi salah satu cara yang akan digunakan oleh kandidat-kandidat calon pemimpin. Q : Apa saja kekurangan dan kelebihan Jokowi pada saat kampanye di putaran kedua? A : Kekurangan Jokowi relatif kecil. Jokowi berhasil sebelum di putaran pertama mengangkat pesan di benak publik adalah kandidat unggulan dan menjadi kandidat yang berbeda dengan yang lain. Dia juga berhasil menanamkan pesan kepada publik adalah dia mungkin yang benar-benar bekerja, yang mempunyai integritas untuk perbaikan Jakarta, dan dia menanamkan pesan bahwa dia adalah tim rakyat atau prorakyat. Tiga hal itu kemudian benar-benar tertanam dari benak publik. Jokowi tidak perlu mengeluarkan energi yang banyak lagi untuk berkampanye. Dia secara langsung telah terbantu dengan kampanye oleh pemberitaan media massa, melalui pemberitaan mengenai dirinya ketika membangun Solo, dan pada putaran kedua relatif Jokowi dia tidak melakukan serangan politik seperti yang dilakukan oleh kubu Foke, dan dia tetap konsisten di awal memberikan pesan ke dalam benak publik adalah pemimpin yang cocok sesuai dengan karakter dia. Q : Ketika putaran kedua berlangsung, terjadinya black campaign di kubu Foke, mereka menyerang Jokowi dengan Isu SARA kepada publik. Bagaimana Sikap Jokowi dalam menghadapi isu-isu tersebut? A : Menurut saya Jokowi ini sangat sadar bahwa isu SARA tidak optimal bekerja, karena dalam survei yang kita lakukan itu menunjukkan tidak ada korelasi hubungan antara etnis dengan hubungan politik, misalnya apakah orang betawi yang akan dipilih untuk menjadi pemimpin Jakarta? Tetapi pada putaran pertama kalau kita crop datanya dengan orang pilihan, banyak orang betawi yang memilih Jokowi. Yang kedua isu Agama, kalau isu Agama bekerja, seharusnya umat muslim memilih Foke, Foke ketimbang lebih santri dari Jokowi. Pada survei tidak ditemukan umat muslim, orang-orang yang dekat dengan organisasi Islam itu justru banyak memilh Jokowi, nah artinya apa? isu agama tidak optimal bekerja di Jakarta, atau tidak berpengaruh pada masyarakat. Jokowi sadar kalau SARA tidak berpengaruh pada citranya, makanya dia tidak bereaksi mengenai isu-isu SARA yang digunakan rivalnya. Q : Melihat dari reaksi masyarakat terhadap kinerja Foke selama menjabat, mereka menganggap Foke gagal menjadi gubernur, atau merasa kurang puas, bagaimana pandangan bang Arya melihat reaksi masyarakat terhadap Foke? A : Keberhasilan seorang pemimpin itu bisa dideteksi melalui survei opini publik, untuk mengujinya apakah masyarakat puas atau tidak puas bisa melakukan survei untuk mendeteksinya. Ketika kita melakukan peretingan survei pada putaran pertama selama 3 kali. Itu menunjukkan rasa ketidakpuasan hampir separuh warga Jakarta itu tidak puas terhadap Foke, biasanya dalam studi empiris kalau tidak puas terhadap pemerintah biasanya hak untuk tidak memilih bisa, karena hasil ketidakpuasan ini bisa jadi atau berpengaruh terhadap pemilihan mereka untuk tidak memilih Foke. Kemudian, ini menjadi beban Foke pada pilkada kemaren, dia harus menanggung ketidakpuasan warga terhadapnya. Kalau kita lihat apakah Foke berhasil atau tidak, ketika dari Foke memimpin tidak ada kebijakan besar yang dilakukan oleh Foke, apa yang dilakukan Foke cenderung melanjutkan kebijakan-kebijakan sebelumnya ketika Sutiyoso menjabat, seperti tentang busway, BKT, itu hanya melanjutkan. Jadi pemilih tidak mempunyai gambaran yang komprehensip dalam kebijakan Foke. Q : Didalam retorika politik ada tiga tipelogi orator, yakni noble selve, retorically reflector, dan retorically sensitive. Menurut bang Arya sendiri Foke dan Jokowi masuk kedalam kategori tipelogi orator apa? A : Melihat dari sikap yang ditonjolkan Foke dalam menangani Pemilukada ini, tipeloginya adalah noble selve. Ini bisa diunggah dalam acara debat kandidat cagub Jakarta yang disiarkan di media. Jokowi tipelogi oratornya adalah retorically sensitive, yakni bisa dilihat dari strategi-strategi kampanye Jokowi yang turun langsung ke masyarakat. Q : Melihat sikap akhir Foke dalam kemenangan Jokowi pada Pemilukada DKI Jakarta 2012 ini, sikap Foke terlihat sportif, gentle, dan mengakui kelebihan rivalnya. Padahal kita melihat sebelumnya sangat agresif sekali. Bagaimana menurut bang Arya melihat finally sikap Foke? Apakah ini sengaja dilakukan untuk memperbaiki citranya? A : Menurut saya itu adalah salah satu hal positif yang dapat kita lihat dari seorang Foke, meskipun kalah dia tetap menunjukkan ke publik bahwa dia telah berkompetisi secara baik, tidak melanggar hukum, dan dia mengakui kekalahannya. Karena jarang sekali kita temukan pemimpin yang seperti ini, yang mau mengakui kekalahannya yang dilakukan Foke. Saya kira ini adalah berambisi baik dalam hal politik yang harus kita dorong. Tapi menurut saya ini didorong karena faktor kepribadian Foke, atau pendidikannya Foke atau lingkungan. Foke adalah seorang Doktor dari universitas ternama di Jerman, seorang yang berpendidikan, dan rasional. Faktor tersebut mempengaruhi Foke secara kesatria dia harus mengakui kekalahannya. Kalau kita lihat point-point dalam pidato Foke adalah dia kalah dan mau membantu Jokowi dalam menangani Jakarta, itu salah satu hal yang baik menurut saya. Kemudian, strategi Foke menunjukkan kepada kita bahwa pemimpin yang besar itu adalah berani mengakui kekalahan, dan apa yang dilakukan Foke harusnya menjadi pembelajaran bagi politisi-politisi yang lain dalam mengakui kekalahannya. Dan target utamanya dia adalah untuk memperbaiki citranya setelah berdarah-darah dalam kampanye dan mencitrakan pada beberapa kalangan bahwa dia sangat emosioanal itu ingin dikenang juga sebagai pemimpin yang sportif. Dan hal itu biasa saja dalam hal berdarah-darah dalam kampanye dan mengakui kekalahannya yang cukup bagus dan berani, itu sangat penting juga memperbaiki citranya di akhir. Tetapi dalam kekalahan ini karir Foke tidak akan mati, dia masih memiliki potensi yang besar untuk menjadi mentri misalnya, atau lebih dari itu.