retorika politik kandidat pemilukada dki jakarta

advertisement
RETORIKA POLITIK KANDIDAT PEMILUKADA DKI
JAKARTA:
ANALISIS KOMPARATIF JOKO WIDODO
DAN FAUZI BOWO
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh:
Herdina Rosidi
NIM: 108051000076
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1433 H./2013 M.
RETORIKA POLITIK KANDIDAT PEMILUKADA DKI JAKARTA:
ANALISIS KOMPARATIF JOKO WIDODO DAN FAUZI BOWO
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh:
Herdina Rosidi
NIM. 108051000076
Dosen Pembimbing,
Dr. Gun Gun Heryanto, M. Si
NIP. 19760812 200501 1 005
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1433 H./2013 M.
ABSTRACT
Herdina Rosidi
Political Rhetoric the Candidates Elections of Regional Heads in Jakarta
City: a Comparative Analysis to Joko Widodo and Fauzi Bowo
This research discusses The Political Rhetoric in Jakarta City Governor
Candidates, The Second Round in 2012, they are Joko Widodo and Fauzi Bowo.
This research is important because the city of Jakarta as the capital of Indonesia,
the candidates was in the general election of regional heads the city of Jakarta in
2012 occurred a phenomenon those are not easily founded in the general election
of regional heads of other cities, the occurrence of phenomenon SARA issues
(ethnic, religious, racial, sectarian) use by one candidate. Two candidates, namely
Fauzi Bowo and Joko Widodo have very differences in a political rhetoric, a
unique personal character, all of differences, they convey in narrative form.
Beside that, research questions from this research are, first, how is the political
rhetoric Fauzi Bowo and Joko Widodo current election campaign heads Jakarta
city area in 2012 second round. Second, what is typology orator in political
rhetoric during the campaign Fauzi Bowo and Joko Widodo second round.
This research uses a constructivist paradigm, because in this research look
at the rhetoric campaign of governor candidate Jakarta city. And this research uses
a qualitative approach with descriptive analysis method to the type of case study.
Subjects in this research is a major focus of the research, that is the election of
regional heads candidate city of Jakarta, Fauzi Bowo and Joko Widodo. And the
object of this research is the phenomenon or problem that is in focus, the political
rhetoric. In The second round campaign occurrence SARA issue in Fauzi Bowo
teams to attack political rivals, namely Jokowi and Basuki, but SARA issue is not
work optimally in the city elections of regional heads Jakarta second round.
Jokowi orator type is rhetorically sensitive and orator type Foke is noble selve.
Democratic party in the elections of regional heads in the city of Jakarta in
2012 has been running smoothly and there are not riots or unlawful for both the
candidates and the citizens Jakarta. Momentum elections of regional heads the
city of Jakarta in 2012 gives a sense of pride especially Jakarta residents are able
to carry out the democratic process is good and civilized. Deserve a good example
in the implementation of democracy in the world.
Keyword: Political Rhetoric, Narative Theory, The Candidates Elections of
Regional Heads in Jakarta City.
ii
ABSTRAK
Herdina Rosidi
Retorika Politik Kandidat Pemilukada DKI Jakarta: Analisis Komparatif
Joko Widodo dan Fauzi Bowo
Penelitian ini membahas tentang retorika politik kandidat calon Gubernur
DKI Jakarta 2012 putaran kedua, yaitu Joko Widodo dan Fauzi Bowo. Penelitian
ini dianggap penting karena kota Jakarta sebagai ibukota Indonesia, selanjutnya di
dalam Pemilukada DKI Jakarta 2012 tersebut terjadi fenomena yang tidak mudah
ditemukan di Pemilukada DKI kota lainnya, yaitu terjadinya fenomena isu SARA
yang digunakan oleh salah satu kandidat. Kedua kandidat, yaitu Joko Widodo dan
Fauzi Bowo memiliki retorika politik yang sangat berbeda, karakter pribadi yang
unik, yang mereka sampaikan dalam bentuk narasi. Maka pertanyaan penelitian
ini adalah bagaimana retorika politik Fauzi Bowo dan Joko Widodo saat
kampanye Pemilukada DKI Jakarta 2012 putaran kedua. Kedua, apa tipe orator
dalam retorika politik Fauzi Bowo dan Joko Widodo saat kampanye Pemilukada
DKI Jakarta 2012 putaran kedua.
Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis, karena pada
penelitian ini melihat pada kampanye dari retorika kandidat gubernur DKI Jakarta.
Pendekatan penelitian menggunakan kualitatif dengan metode analisis deskriptif
dengan jenis studi kasus. Subjek pada penelitian ini adalah fokus besar dalam
penelitian yaitu kandidat Pemilukada DKI Jakarta, Fauzi Bowo dan Joko Widodo.
Kemudian objek pada penelitian ini adalah fenomena atau persoalan yang ada di
dalam fokus, yaitu retotika politik. Kampanye putaran kedua terjadi fenomena isu
SARA pada kubu Fauzi Bowo untuk menyerang rival politiknya, yakni Jokowi
dan Basuki, tetapi isu SARA tidak optimal bekerja di Pemilukada DKI Jakarta
putaran kedua ini. Tipe orator Joko Widodo adalah rhetorically sensitive dan tipe
orator Fauzi Bowo adalah noble selve.
Pesta demokrasi pada Pemilukada DKI Jakarta 2012 telah berjalan dengan
lancar dan tidak ada kerusuhan maupun melanggar hukum bagi kedua kandidat
maupun masyarakat DKI Jakarta. Momentum Pemilukada DKI Jakarta 2012
memberikan rasa bangga khususnya masyarakat Jakarta mampu melaksanakan
proses demokrasi secara baik dan beradab, pantas menjadi contoh yang baik
dalam pelaksanaan demokrasi di dunia.
Kata Kunci: Retorika Politik, Teori Naratif, Kandidat Calon Gubernur DKI
Jakarta 2012 Putaran Kedua.
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya bagi Allah, Sang Penguasa alam semesta yang telah
menciptakan semua yang hidup dan bernafas, baik yang berakal maupun yang
tidak berakal, dari makhluk yang sempurna dan yang tidak sempurna. Solawat dan
salam untuk Nabi Muhammad SAW yang selalu dirindukan oleh umatnya,
semoga kita selalu berada dibarisannya sampai akhir zaman. Dan syafa’at semoga
selalu tercurahkan kepada keluarga besar Rasulullah SAW, sahabat-sahabatnya,
dan semua yang telah membantu beliau untuk memperjuangkan Agama Islam.
Karya ini dipersembahkan untuk orang-orang terhebat yang peneliti cintai,
yaitu untuk keluarga besar Alm. H. Abdul Somad dan Alm. H. Abdul Aziz Saleh,
terutama untuk orang tua peneliti, Hj. Etty Sumiyati dan Ir. H. Hedi Rosidi.
Saudara kandung, Muhammad Rifky Saleh, Ahmad Taufik, Ahmad Hidayat, dan
kakak ipar Euis Komala Sari, Nur Khairiyah, dan Muhammad Alif Al-Azka, yang
menanamkan semangat, humor, menjadi sebuah kekuatan untuk menyelesaikan
skripsi ini. Serta untuk semua sahabat yang telah mendukung di dalam proses
pembuatan skripsi ini. Dan semoga karya ini bermanfaat untuk menggali
pengetahuan akademisi konsentrasi komunikasi politik.
Peneliti mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan dan dukungan demi terselesaikannya penulisan skripsi ini.
Maka penulis berterima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, selaku Rektor Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
iv
2. Dr. Arief Subhan, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, Pudek I Drs. Wahidin Saputra, M.A, Pudek II Drs. H.
Mahmud Jalal, M.A, Pudek III Drs. Study Rizal LK, M.A.
3. Drs. Jumroni, M.Si dan Umi Musyarofah, M.A selaku Ketua Jurusan dan
Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
4. Pembimbing skripsi, Dr. Gun Gun Heryanto, M.Si yang telah membantu
penyelesaian skripsi ini. Terima kasih atas waktu, bimbingan, inspirasi,
kesabaran dan semangat yang telah dituangkan untuk peneliti.
5. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang memberikan ilmu dengan
harap ilmu yang didapat menjadi bermanfaat kepada peneliti selama
menempuh pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu peneliti dalam
urusan administrasi selama perkuliahan dan penelitian skripsi ini.
7. Seluruh staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi, yang telah melayani peminjaman buku-buku
literatur sebagai referensi dalam penulisan skripsi ini.
8. Seseorang yang mencintai segala kelemahan dan kekurangan yang saya
miliki. Muhammad Rifai, lelaki halalku yang selalu memberikan
semangat, doa, dan perhatiannya saat peneliti mengerjakan tugas akhir ini.
You’re the best i ever had.
9. Keluarga besar IKPDN Jakarta. Terutama untuk guru besar Darunnajah
Jakarta, Kiayi Mahrus Amien beserta keluarga, Ustad Sofwan Manaf, M.Si
v
beserta keluarga, ketua IKPDN Jakarta dan alumni Darunnajah Jakarta
angkatan 31 yang saya banggakan. Ilmi, Arsikh, Aimatunnisa, Suniah,
Ziah, Nadrah, Leli, Dwi, Renita, Diah, Lutfri, Rizky, Aufar, Sadad, Fachri,
Ibnu, Muhdi, Puja, Wahyu, Subhi.
10. Kawan-kawan mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah. Teman-teman KKN
73, Abdul Wahid, Ahmad Zubait, Ahmad Sofyan Tsauri, Udin, Haerul,
Hilman, Kiki, Zakia, seperjuangan KPI angkatan 2008, khususnya KPI C
2008 yang telah memberikan banyak cerita, pengalaman dan inspirasi
untuk peneliti. Saiful Bahri, Anisa, Tami, Aim, Gana, Lala, Sandika, Oji,
Ferdian, Iman, Amel, Anna, Ema, Irvan, Gin Gin, Bobby, Ilyas, dan semua
Keluarga KPI C 2008.
11. Last but not least, narasumber pendukung skripsi ini, Hasan Nasbi
Batupahat, selaku tim sukses dari Jokowi-Ahok yang telah meluangkan
waktu, memberikan tempat dan konsumsi untuk melakukan wawancara.
Muhammad Rusydi Ali, selaku tim sukses Foke-Nara, dan Arya
Fernandes, selaku konsultan politik yang telah berkontribusi pada proses
pembuatan skripsi, dan memberikan beberapa pengetahuannnya untuk
skripsi ini.
Ciputat, 8 Juli 2013
Herdina Rosidi
NIM. 108051000076
vi
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................
i
ABSTRAK ........................................................................................................
ii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... iv
DAFTAR ISI ..................................................................................................... vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................
1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah....................................
6
C. Tujuan Penelitian ..................................................................
7
D. Manfaat Penelitian ...............................................................
7
E. Metodologi Penelitian ...........................................................
8
F. Tinjauan Pustaka ................................................................... 15
G. Sistematika Penulisan ........................................................... 17
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Teori Naratif .......................................................................... 18
1. Asumsi Dasar Teori Naratif ............................................ 19
2. Konsep Dasar Teori Naratif ............................................ 21
B. Konseptualisasi Retorika Politik
1. Pengertian Retorika.......................................................... 24
a. Lima Hukum Retorika............................................... 27
b. Tipologi Pidato .......................................................... 28
2. Retorika Politik................................................................. 32
a. Tipologi Orator Politik.............................................. 36
b. Tipe-tipe Retorika Politik.......................................... 37
BAB III
BIOGRAFI JOKO WIDODO DAN FAUZI BOWO
A. Profil Joko Widodo ............................................................... 39
1. Menjadi Walikota Solo .................................................... 41
2. Menuju DKI Jakarta ........................................................ 44
vii
3. Janji-janji Ir. H. Joko Widodo – Basuki Tjahaja Purnama
sebagai Kandidat Cagub – Cawagub DKI Jakarta 2012
Pasangan Nomor Urut 3 ................................................... 47
B. Profil Fauzi Bowo ................................................................. 51
1. Menjadi Gubernur DKI Jakarta 2007 .............................. 55
2. Pemilihan Umum Kepada Daerah DKI Jakarta 2012 .... 57
3. Janji-janji Dr. Ing. H. Fauzi Bowo – Mayjen (Purn) H.
Nachrowi Ramli sebagai Kandidat Cagub-Cawagub DKI
Jakarta 2012 Pasangan Nomor Urut 1 ............................. 59
BAB IV
PEMBAHASAN DAN ANALISIS RETORIKA POLITIK
JOKO WIDODO DAN FAUZI BOWO
A. Konteks Rivalitas Joko Widodo dan Fauzi Bowo pada
Pemilukada DKI Jakarta 2012 Putaran Kedua ..................... 66
1. Isu SARA Putaran Kedua................................................ 67
2. Rivalitas Kekuatan Joko Widodo dan Fauzi Bowo
Pemilukada DKI Jakarta 2012 Putaran Kedua ............... 69
B. Analisis Komparatif Retorika Politik Joko Widodo dan
Fauzi Bowo pada Pemilukada DKI Jakarta 2012 Putaran
Kedua ................................................................................... 79
1. Kampanye Jokowi dan Foke Putaran Kedua ................ 79
2. Analisis Retorika Jokowi-Foke .................................... 86
3. Narasi Retorika Jokowi-Foke ....................................... 93
4. Tipe-tipe Retorika Politik Jokowi-Foke ....................... 97
C. Tipologi Orator dalam Retorika Politik Joko Widodo dan Fauzi
Bowo .................................................................................... 99
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................... 101
B. Saran ...................................................................................... 104
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
viii
DAFTAR GAMBAR
1. Teknik Analisis Data ............................................................................... 14
2. Perolehan Suara Parpol Pendukung Foke – Nara pada Pemilu 2009 ...... 69
3. Perolehan Suara Parpol Pendukung Jokowi - Ahok pada Pemilu 2009 .. 70
4. Partisipasi Pemilih pada Putaran Pertama dan Putaran Kedua ................ 73
5. Grafik Hasil Suara Golput Pemilukada DKI Jakarta 2012 Putaran Pertama
dan Putaran Kedua ................................................................................... 74
6. Grafik Hasil Suara Jokowi Versus Foke Putaran Kedua ......................... 75
7. Hasil Akhir Perhitungan Suara Pemilukada DKI Jakarta 2012 Putaran
Kedua ....................................................................................................... 77
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pemilihan umum kepala daerah DKI Jakarta adalah sebagai momen
yang penting, karena posisi Jakarta sebagai Ibu kota negara dan menjadi
sorotan publik se-Indonesia. Dalam konteks real, secara struktural
perundangan yang mengatur pemilukada langsung berada pada bab VI pasal
18 ayat (4) UUD 1954: “Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing
sebagai kepala daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara
demokratis.”1
Mengingat kembali hasil perolehan suara pemilukada DKI Jakarta pada
putaran pertama yang dilaksanakan pada 11 Juli 2012 adalah Joko WidodoBasuki (43%), Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli (33%), Hidayat Nur Wahid–
Didiek Rachbini (12%), Alex Noerdin–Nono (4,74%), Faisal Basri–Biem
Benyamin (4,99%) dan Hendarji–Riza (2,05%). Dua Calon Gubernur masuk
ke putaran kedua adalah pasangan Joko Widodo–Basuki Tjahaja Purnama dan
Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli.2
Fauzi Bowo (Foke) dan Joko Widodo (Jokowi) memiliki integritas
yang berbeda. Keduanya merupakan kepala daerah yang masih aktif
menjabat, sehingga memiliki modal yang sama sebagai pemimpin kepala
daerah. Menurut anggota Dewan Pembina Partai Gerindra, Martin Hutabarat,
1
Mahi M. Hikmat, Komunikasi Politik: Teori dan Praktik (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2010), cet. 1, h. 172.
2
“Adu S iasat Jokowi dan Foke di Putaran II,” artikel diakses pada 18 Juli 2012, dari:
http://fokus.news.viva.co.id/news/read/335022-adu-siasat-jokowi-dan-foke-di-putaran-ii .
1
2
ada dua faktor yang paling penting, yaitu kepercayaan publik terhadap
integritas seseorang dan harapannya terhadap figur tersebut.3
Pada 20 September 2012, berlangsungnya pemilukada DKI Jakarta
2012 putaran kedua. Pemimpin yang berkualitas, menurut Juergen Habermas,
pemikir mahzab Frankfurt, sebaiknya memenuhi kualifikasi quantity of
participation dan quality of discourse. Idealnya pemimpin politik terpilih
adalah pemimpin yang memenuhi kualifikasi “jumlah kepala” sekaligus “isi
kepala”, yakni kepala daerah yang didukung oleh jumlah pemilih mayoritas
(konsituensi), sekaligus memiliki visi dan misi, konsepsi dan skill mengurus
negara atau daerah serta masyarakat.4
Visi dan misi yang disampaikan oleh kandidat cagub DKI Jakarta
dijadikan sebagai dokumen resmi daerah mengingat pemilukada DKI 2012
dilaksanakan secara langsung yang diikuti seluruh masyarakat Jakarta. Dalam
penyampaian visi dan misinya, Foke-Nara menjanjikan dapat mengubah
Jakarta menjadi maju, nyaman, dan sejahtera. Keduanya menyoroti
permasalahan banjir dengan memaparkan latar belakang topografi DKI
Jakarta yang dialiri 13 sungai. Kemudian kemacetan lalu lintas Ibu Kota
menjadi fokus pasangan nomor ururt satu ini. Kemudian pasangan JokowiAhok memaparkan visi dan misi secara taktis dan teratur. Jargon “Perubahan”
adalah senjata yang mereka asah dan digunakan untuk kampanye pemilukada
ini. Keduanya bertekad memperbaiki dan membenahi tata kota DKI Jakarta,
3
“Putaran Kedua Pemilihan Umum Gebernur DKI Jakarta, Adu Integritas Foke versus
Jokowi,” artikel diakses pada 19 Juli 2012, dari: http://news.detik.Com /read/2012/07/25/070128/
1974020/10/putaran-kedua-pilgub-dki-adu-integritas-foke-vs- jokowi?9922022.
4
Mahi M. Hikmat, Komunikasi Politik: Teori dan Praktik, h. 169.
3
dan menyelesaikan permasalahan yang ada secara bersama dengan
masyarakat.5
Foke membuat strategi seperti pilkada DKI 2007 yang telah Foke
menangkan sebagai Gubernur DKI Jakarta 2007, yaitu menggunakan
“Konsep Blocking” dengan strategi penguasaan partai–partai pada level elite
dimana Foke melakukan koalisi besar pada partai PKS, PPP, PAN, Demokrat
dan Golkar. Karena akan sangat mungkin elite partai di DPP memberi
endorsement ke Foke-Nara. Partai-partai elite tersebut berpihak kepada Fauzi
Bowo karena pertimbangan elektoral 2014, yaitu mereka sensitif atau
sentimen terhadap partai PDIP dan Gerindra. Putaran kedua pemilukada DKI
Jakarta 2012 membuktikan ini, bahwa Foke lebih cenderung membangun
koalisi-koalisi parpol daripada mengubah strategi komunikasi politik.
Akhirnya, citra yang terbangun dalam benak publik adalah Foke terkesan
elitis.6
Sikap yang kontras Foke ditunjukkan oleh Jokowi yang sangat friendly
terhadap masyarakat maupun wartawan sehingga menjadi media darling, dan
menjadikan pemberitaan-pemberitaan Jokowi membuat citra positif di mata
publik. Strategi Jokowi–Ahok bersifat inovatif yang membuat banyak simpati
masyarakat. Seperti halnya turun ke kampung, makan di warung makan
pinggiran, jalan–jalan ke pasar tradisional, serta berinteraksi langsung dengan
masyarakat yang sasaran utamanya adalah masyarakat menengah ke bawah,
5
Husin Yazid, Berebut Kursi Jakarta Satu: Kenapa Foke dan Jokowi? Data dan Analisa
Putaran Pertama Pilkada DKI Jakarta (Jakarta: Firdaus, 2012), cet. 1, h. 9.
6
Gun Gun Heryanto, Koalisi Pilgub DKI bentuk sentimen asal bukan PDIP dan
Gerindra, artikel diakses pada 22 Juli 2012, dari: http://www.merdeka.com/jakarta/ koalisi-pilgubdki-bentuk-sentimen-asal-bukan-pdip-dan-gerindra.html.
4
ini diakui langsung oleh Hasan Nasbi Batupahat.7 Tidak ada berita cacat di
media mengenai Jokowi–Ahok. Pasangan nomor urut tiga ini diusung oleh
partai PDIP dan Gerindra.8
Ramainya isu SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan) pada
putaran kedua digunakan lawannya sebagai alat “name calling” (memberi
label buruk kepada gagasan, orang, objek atau tujuan agar orang menolak
sesuatu tanpa menguji kenyataan) untuk menjatuhkan Jokowi–Ahok, karena
Ahok berasal dari agama minoritas. Bulan Ramadhan dimanfaatkan oleh
berbagai pihak untuk memainkan isu agama melalui berbagai media dakwah.
Seperti kasus H. Rhoma Irama salah satu masjid wilayah Tanjung Duren
diduga mengandung SARA yang menyudutkan pasangan Jokowi-Ahok. Dan
perkembangan teknologi menjadi sarana berkembangnya isu ini melalui
Blackberry Broadcast Message dan sarana media sosial lainnya. Maka isu
SARA yang mengarah pada bentuk kampanye hitam (Black Campaign) selalu
muncul cenderung menyudutkan Jokowi-Ahok. Tapi dengan isu SARA
tersebut membuktikan bahwa masyarakat kita pada umumnya lebih melihat
seorang figur yang menghasilkan Jokowi–Ahok memenangkan di pemilukada
pertama dan kedua. Isu SARA tidak berpengaruh besar pada masyarakat di
dalam pemilukada ini.9
Hasil perolehan suara pemilukada pada putaran kedua yang
dilaksanakan pada 20 September 2012, berdasarkan rekapitulasi tersebut,
7
Wawancara pribadi dengan Hasan Nasbi Batupahat, Jakarta, 10 Agustus 2012.
Wawan Bahrudin dan Ardi Nuswantoro, Kartu Sukses Jokowi-Ahok Melangkah Pasti
Menuju DKI Jakarta 1, (Jakarta:Polite, 2012), cet. 1, h. 31.
9
Wawancara pribadi dengan Arya Fernandes, Jakarta, 11 Febuari 2013.
8
5
hasil suara pasangan Jokowi-Ahok 53,82% atau 2.472.130 suara. Sedangkan
pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli 46,8% atau 2.120.815 suara.10
Foke dan Jokowi memiliki strategi kampanye yang berbeda–beda, serta
keduanya juga memiliki perbedaan dalam segi retorika politik. Retorika
sangat berpengaruh dalam kampanye, karena di dalam pidato kampanye
tersimpan propaganda memiliki daya pengaruh yang kuat dalam merayu
politik. Retorika tersebut menggunakan suara intonasi yang bagus, gerak
tubuh yang meyakinkan, serta menggunakan kata–kata bersifat persuasif.11
Kampanye pemilihan umum idealnya merupakan proses penyampaian pesanpesan politik yang salah satu fungsinya memberikan pendidikan politik bagi
masyarakat.12
Berbagai penjelasan di atas, penulis bermaksud meneliti tentang
retorika politik Joko Widodo dan Fauzi Bowo pada pemilukada DKI Jakarta
2012 putaran kedua. Argumentasi penulis menguatkan penelitian ini sangat
penting dan bermanfaat karena di dalam proses pemilukada DKI Jakarta
2012, selain kota Jakarta adalah sebagai ibukota negara Indonesia,
Pemilukada DKI Jakarta 2012 terjadinya fenomena yang tidak mudah
ditemukan di pemilukada kota lainnya. Kemudian peneliti tertarik dengan
kandidat pada putaran kedua, yakni Fauzi Bowo dan Joko Widodo, karena
kedua kandidat tersebut sangat kontras, memiliki karakter yang unik dan
setiap narasi pemilukada DKI Jakarta ini banyak sekali makna yang
10
“KPU DKI Jakarta, Terpilih Pasangan Jokowi-Ahok Pemilihan Gubernur DKI
Jakarta,” artikel diakses pada 2 Oktober 2012, dari: http: //news. detik.com/read /2012/09/29/
114959/2045146/10/kpu-dki-jokowi-ahok-pasangan-terpilih-pilgub-dki-2012?9911012.
11
Hafied Cangara, Komunikasi Politik: Konsep, Teori, dan Strategi, (Jakarta: Rajawali
Pers, 2011), h. 230.
12
Asep Saeful Muhtadi, Komunikasi Politik Indonesia: Dinamika Islam Politik PascaOrde Baru, (Bandung: Rosda Karya, 2008), cet. 1, h. 145.
6
terkandung.
Itulah beberapa
yang dapat dijadikan penulis sebagai
argumentasi, mengapa kasus ini diangkat dan dijadikan sebuah penelitian
penting
yang
diberi
judul
“RETORIKA
POLITIK
KANDIDAT
PEMILUKADA DKI JAKARTA: ANALISIS KOMPARATIF JOKO
WIDODO DAN FAUZI BOWO”.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini yang menjadi pembahasan dalam skripsi ini adalah
bagaimana penerapan retorika politik Joko Widodo dan Fauzi Bowo dalam
pemilukada DKI Jakarta 2012 putaran kedua dilihat dari rekaman audio
visual kedua kandidat ketika berpidato dalam kampanye maupun acara debat
kandidat pada putaran kedua, guna memberikan informasi mengenai retorika
politik kedua kandidat tersebut. Agar penelitian ini lebih fokus, terarah, jelas
dan spesifik penulis membatasi masalah yang akan diteliti.
Rumusan masalah penelitian dalam teoretisasi data adalah suatu
pernyataan yang mengidentifikasi fenomena yang diteliti. Perumusan masalah
cenderung berorientasi pada proses dan tindakan.13 Adapun rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana retorika politik Fauzi Bowo dan Joko Widodo saat kampanye
pemilukada DKI Jakarta 2012 putara kedua?
2. Apa tipologi orator dalam retorika politik Fauzi Bowo dan Joko Widodo
saat kampanye pemilukada DKI Jakarta 2012 putaran kedua?
13
Anselm Strauss dan Juliet Corbin, Dasar-dasar Penelitian Kualitatif: Tatalangkah dan
Teknik-teknik Teoritisasi Data, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), h. 27.
7
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan arah dan sasaran yang harus dicapai oleh
setiap tindakan. Dengan demikian tujuan memegang peranan yang sangat
penting dan harus dirumuskan dengan jelas, tegas dan mendetail, karena
tujuan merupakan jawaban tentang masalah yang akan diteliti.14 Maka Tujuan
dari penelitian ini adalah:
1. Penelitian ini untuk mendapatkan gambaran tentang bagaimana Joko
Widodo dan Fauzi Bowo melakukan retorika politik pada masa kampanye
Pemilukada DKI Jakarta 2012 putaran kedua.
2. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari apa tipologi orator dalam
retorika politik Fauzi Bowo dan Joko Widodo, serta menilai kriteria–
kriteria calon pemimpin Jakarta.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian
ini
diharapkan
memberikan
pengetahuan
serta
mengembangkan teori-teori retorika politik konsep komunikasi politik guna
memberikan inspirasi bagi mahasiswa maupun penikmat politik.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini berkontribusi terhadap retorika politik Jokowi dan Foke
pada masa kampanye pemilukada Jakarta yang banyak memberikan
pengetahuan dan menganalisis siapakah yang layak untuk menjadi Gubernur
DKI Jakarta 2012–2017.
14
Mohammad Kasiram, Metodologi Peneliti Kualitatif-Kuantitatif, (Yogyakarta: UINMaliki Press, 2010), cet. 2, h. 51.
8
3. Manfaat Akademis
Dengan penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan
tentang retorika politik konsep komunikasi politik, khususnya bagi
mahasiswa akademisi Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam.
E. Metodologi Penelitian
1. Metode dan Pendekatan Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif dengan jenis penelitiannya adalah analisis deskriptif. Pendekatan
kualitatif memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip umum yang mendasari
perwujudan sebuah makna dari gejala-gejala sosial di dalam masyarakat.
Obyek analisis dalam pendekatan kualitatif adalah makna dari gejala-gejala
sosial dan budaya dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat
bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai kategorisasi tertentu.15
Dengan menggunakan analisis deskriptif di mana peneliti berusaha
melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi tertentu atau
bidang tertentu secara faktual dan cermat. Fungsi analisis deskriptif adalah
untuk memberikan gambaran umum tentang data yang telah diperoleh.
Gambaran umum ini bisa menjadi acuan untuk melihat karakteristik data
yang kita peroleh.16
Deskriptif yaitu data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata,
gambar dan bukan angka-angka, sehingga laporan penelitian akan berisi
15
Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survey, (Jakarta: LP3ES,
1995), cet. 2, h.220.
16
Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2005), h. 22.
9
kutipan-kutipan data untuk memberikan gambaran penyajian laporan tersebut.
Peneliti menggunakan wawancara, observasi, dokumentasi-dokumentasi,
rekaman bukti-bukti fisik.17
Qualitative research atau penelitian kualitatif adalah penelitian yang
menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai dengan
menggunakan prosedur-prosedur statistik atau dengan cara-cara lain dari
kuantifikasi.18 Lexy J. Moloeng mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai
penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang
dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi,
tindakan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada
suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai
metode alamiah.19 Menurut Nasution penelitian kualitatif disebut juga
penelitian naturalistik, karena dalam penelitian kualitatif dilakukan dalam
setting latar yang natural.20
Penelitian ini menggunakan studi kasus (case study). Menurut
Maxfield, metode studi kasus adalah penelitian mengenai subjek penelitian
yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan
personalitas.21 Secara umum, studi kasus merupakan strategi yang lebih
cocok bila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan how atau
why, bila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol
peristiwa-peistiwa yang akan diselidiki, dan bilamana fokus penelitiannya
17
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi (Jakarta, 2007), cet. 2 h. 102.
Anselm Strauss dan Juliet Corbin, Basic of Qualitative Research: Grounded Theory
Procedures and Techniques, 2007, h. 11.
19
Lexy J. Moloeng, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Rosda), h. 65.
20
Nasution, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, (Bandung: Tarsito), h. 78.
21
Andi Prastowo, Memahami Metode-metode Penelitian: Suatu Tinjauan Teoritis dan
Praksis (Yogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), cet. 1, h.127.
18
10
terletak pada fenomena kontemporer (masa kini) di dalam konteks kehidupan
nyata.22 Studi kasus adalah uraian dan penjelasan komprehensif mengenai
berbagai aspek seorang individu, suatu kelompok, organisasi, suatu program,
atau suatu situasi sosial. Metode yang digunakan studi kasus adalah
wawancara, pengamatan, menelaah dokumen, hasil survei, dan data-data
untuk menguraikan suatu kasus secara terperinci.23
2. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian adalah sumber tempat memperoleh keterangan.24
Adapun subjek dalam penelitian ini adalah kandidat pemilukada DKI Jakarta
2012 putaran kedua, yaitu Fauzi Bowo (Foke) dan Joko Widodo (Jokowi).
Sedangkan objeknya adalah bagian dari subjek yang diteliti secara
terperinci.25 Objek penelitian merinci fenomena yang akan diteliti sekaligus
merupakan deskripsi dari penelitian yaitu analisis deskriptif terhadap retorika
politik para kandidat pemilukada DKI Jakarta 2012 putaran kedua.
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data kualitatif yaitu kegiatan pengumpulan data harus
dilakukan sendiri oleh peneliti dan tidak boleh diwakilkan.26 Dalam
pengumpulan data, penulis menggunakan data primer yaitu wawancara
terhadap timses dari Fauzi Bowo dan Joko Widodo. Selain itu, peneliti juga
menggunakan data sekunder melalui reverensi buku maupun artikel yang
22
Robert K.Yin, Studi Kasus Desain dan Metode (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2003), h. 1.
23
Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru, Ilmu Komunikasi,
dan Ilmu Sosial lainnya (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h. 201.
24
Tatang M Arifin, Menyusun Rencana Penelitian (Jakarta: Rajawali 1978/2003). h. 92.
25
Ibid., h. 93.
26
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka
Cipta, 2002), h. 11.
11
berkaitan tentang retorika politik, kampanye, pemulikada DKI Jakarta putaran
pertama dan kedua, maupun kampanye Fauzi Bowo dan Joko Widodo.
Penelitian lapangan (field research), yaitu penelitian yang di lapangan, tempat
dimana objek penelitian itu berada.27 Untuk pengambilan data penelitian
lapangan digunakan metode sebagai berikut:
a. Wawancara
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode wawancara
mendalam, yaitu proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian
dengan cara tanya jawab dengan bertatap muka antara peneliti dengan
informan.28 Wawancara yaitu percakapan antara peneliti – seseorang yang
berharap mendapat informasi dari informan (seseorang yang diasumsikan
mempunyai informasi langsung dari sumbernya).29 Wawancara dibagi
menjadi dua jenis. Pertama, jenis wawancara berstruktur, yaitu wawancara
terdapat
pertanyaan dan alternatif jawaban
sudah disediakan oleh
pewawancara. Kedua, wawancara tidak berstruktur, yaitu wawancara yang
lebih bersifat informal.30 Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik
wawancara tak berstruktur, antara lain:
1) KH. Muhammad Rusydi Ali, selaku penasihat Fauzi Bowo dan tim
sukses Fauzi Bowo–Nachrowi Ramli, kantor pusat di Jalan Diponegoro
nomor 61 A Menteng Jakarta Pusat, tetapi peneliti wawancara langsung
27
Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2004), h. 89.
28
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan
Ilmu Sosial lainnya (Jakarta: Kencana, 2010), cet. 4, h.108.
29
Rahmat Kriyantono, Tehnik Praktisi Riset Komunikasi, h. 116.
30
Yatim Riyanto, Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, Surabaya: Unesa
University Press, 2007, h. 70.
12
di kediamannya, tepatnya di Jalan Masjid II nomor 7 Kampung Melayu
Besar Jakarta Selatan.
2) Hasan Nasbi Batupahat, selaku tim sukses Joko Widodo-Basuki Tjahaja
Purnama, yaitu Hasan Nasbi Batupahat, Direktur Cyrus Network, kantor
pusat di Graha Pejaten nomor 8, Jalan Raya Pejaten Jakarta 12510.
3) Arya Fernandes, konsultan politik Charta Politika, kantor pusat di Jalan
Cipaku 2 nomor 18, Kebayoran Baru Jakarta Selatan.
b. Observasi
Observasi adalah sebagai pemilihan, pengubahan, pencatatan, dan
pengkodean serangkaian pelaku dan suasana yang berkenaan dengan
organisme, sesuai dengan tujuan-tujuan empiris.31 Dalam penelitian ini,
peneliti melakukan observasi tidak berstruktur metode catatan lapangan, yaitu
pengamatan dan pencatatan dengan sistematik terhadap fenomena yang
diselidiki. Dalam penelitian ini peneliti melakukan observasi, observasi pada
masa kampanye pemilukada DKI Jakarta 2012, yaitu pada acara car free day
di Senayan, Jakarta.
c. Dokumentasi
Dalam penelitian ini dokumentasi berupa mengumpulkan buku-buku,
artikel dari internet yang berkaitan dengan kampanye, retorika politik,
biografi Jokowi dan Foke, artikel tentang pemilukada DKI Jakarta 2012
putaran pertama dan putaran kedua. Kemudian dokumentasi dari rekaman
audio visual (rekaman video) kampanye Jokowi-Foke putaran kedua,
rekaman didapat dari Timses Jokowi berupa CD Jokowi berkampanye dan
31
Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi, h. 83.
13
pada saat debat kandidat yang
diunggah melalui situs youtube di link
http://www.youtube.com/watch?v=Xeplwq-p4G8.32
3.
Teknik Analisis Data
Analisis kualitatif yaitu data yang muncul berwujud kata-kata dan
bukan rangkaian angka. Data dikumpulkan dalam bentuk macam cara, yaitu
observasi, wawancara, intisari dokumen, dan pita rekaman.33 Mengikuti
Bodgan dan Biklen, analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan
dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilahmemilahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari
dan menemukan pola menemukan apa yang penting, dan apa yang dipelajari,
dan memutuskan apa yang dapat diceritakan oleh orang lain.34
Peneliti menggunakan analisis deskriptif, peneliti menginterpretasi data
untuk memperoleh arti dan makna yang lebih mendalam dan luas terhadap
hasil penelitian yang sedang dilakukan. Pembahasan hasil penelitian
dilakukan dengan cara meninjau hasil penelitian secara kritis dengan teori
yang relevan dan informasi akurat yang diperoleh dari lapangan.35
Untuk menganalisis data dalam penelitian ini, maka dilakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut:36
32
“Debat Foke vs Jokowi,” artikel diakses pada 3 September 2012, dari: http://
www.solopos.com/2012/09/16/malam-ini-di-metro-tv-debat-foke-vs-jokowi-329366.
33
Matthew Miles dan Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber
Tentang Data-data Baru (Jakarta: UI-Press, 1992), h. 15.
34
Lexy J Moeloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 248.
35
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Bandung: Alfabeta,
2010), h. 244.
36
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif: Aktualisasi Metodologis ke arah
Ragam Varian Kontemporer (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), h. 145.
14
Gambar 1
Teknik Analisis Data
Pengumpulan Informasi
Reduksi
Penyajian
Kesimpulan
Sumber: Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif: Aktualisasi Metodologis
ke arah Ragam Varian Kontemporer
Keterangan:
1. Pengumpulan informasi, melalui wawancara dan observasi langsung.
2. Reduksi. Langkah ini adalah untuk memilih informasi mana yang sesuai
dan tidak sesuai dengan masalah penelitian.
3. Penyajian. Setelah informasi dipilih maka disajikan bisa dalam bentuk
tabel, ataupun uraian penjelasan.
4. Tahap akhir, adalah menarik kesimpulan.
15
Pertanyaan melalui wawancara yang diajukan kepada informan sematamata sebagai bahan kajian yang mendasar untuk membuat kesimpulan.
Bagaimanapun pendapat banyak orang merupakan hal penting meskipun
tidak dijamin validitasnya. Semakin banyak informasi, maka diharapkan
akan menghasilkan data yang sudah tersaring dan lebih akurat.37
F. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan tinjauan pustaka. Dengan
mengadakan tinjauan perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dan perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi. Peneliti
melakukan tinjauan pustaka ini guna memastikan apakah ada judul atau tema
yang serupa dengan penelitian (skripsi) ini. Berdasarkan hasil penelusuran
peneliti, belum ada yang meneliti mengenai retorika politik, tetapi ada
beberapa skripsi yang meneliti mengenai tema peneliti, diantaranya:
Komunikasi Politik Pasangan Hj. Airin Rachmi Diany dan Drs. H.
1.
Benyamin Davnie dalam Pilkada Tangsel Tahun 2011, Peneliti Amalia
tahun 2011. Skripsi ini membahas tentang strategi–strategi yang
digunakan oleh pasangan Airin dan Benyamin serta para tim sukses
dalam mempromosikan pasangan tersebut dan hal–hal apa saja yang
menyebabkan pasangan Airin dan Benyamin memenangkan Pilkada
Tangerang Selatan 2011. Persamaan pada penelitian ini adalah tentang
penelitian Pilkada, tetapi objeknya, subjek dan tujuan dari penelitiannya
berbeda.
37
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif: Aktualisasi Metodologis ke arah
Ragam Varian Kontemporer, h. 145.
16
2.
Retorika Dakwah KH. Habib Ali Alwi bin Thohir, peneliti Syarifah
Sa’diyah tahun 2007. Skripsi ini membahas tentang retorika dakwah
Habib Ali Alwi pada saat beliau berceramah. Persamaan pada penelitian
ini adalah membahas tentang retorika, tetapi yang membatasinya adalah
penelitian terdahulu retorika dakwah dan penelitian ini adalah retorika
politik.
Selama peneliti melakukan tinjauan pustaka di Perpustakaan Utama
UIN Syarif Hidayatullah dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, peneliti belum menemukan judul penelitian yang serupa, tentang
retorika politik.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penyusunan skripsi ini, maka Penulis menyusun
sistematika penulisan mengelompokkan dalam lima bab pembahasan, yaitu
sebagai berikut:
BAB I
PENDAHULUAN
BAB I menjelaskan Latar Belakang Masalah, Batasan dan
Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian,
Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka dan Sistematika
Penulisan.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
BAB II menjelaskan Teori Naratif yang terdiri dari: Asumsi
Dasar Teori
Naratif,
Konsep Dasar Teori Naratif.
Konseptualisasi Retorika Politik, Retorika: Pengertian
17
Retorika, Lima Hukum Retorika, Tipologi Pidato. Retorika
Politik: Tipologi Orator Politik, Tipe - tipe Retorika Politik.
BAB III
BIOGRAFI JOKO WIDODO DAN FAUZI BOWO
BAB III menjelaskan Profile Joko Widodo: Menjadi
Walikota Solo, Menuju DKI Jakarta, Janji-janji JokowiBasuki sebagai Kandidat Cagub-Cawagub DKI Jakarta
2012. Profile Fauzi Bowo: Menjadi Gubernur DKI Jakarta
2007, Pemilihan Umum Kepala Daerah DKI Jakarta 2012,
Janji-janji Foke-Nara sebagai Kandidat Cagub-Cawagub
DKI Jakarta 2012.
BAB IV
ANALISIS RETORIKA POLITIK JOKO WIDODO
DAN FAUZI BOWO
BAB IV menjelaskan Konteks Rivalitas Jokowi-Foke
Pemilukada DKI Jakarta 2012 Putaran Kedua: Isu SARA,
Rivalitas Kekuatan Jokowi-Foke Putaran Kedua. Analisis
Komparatif Retorika Politik Jokowi-Foke: Kampanye
Putaran Kedua, Analisis Retorika Politik Jokowi-Foke,
Narasi Retorika Politik, Tipe-tipe Retorika Politik JokowiFoke. Tipologi Orator dalam Retorika Politik Jokowi-Foke.
BAB V
PENUTUP
BAB V menjelaskan penutup dari penelitian ini yang
berisikan Kesimpulan dan Saran.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Teori Naratif
Teori ini dikembangkan oleh Walter Fisher. Walter Fisher yang lebih
suka menyebut teori ini sebagai paradigma naratif. Teori ini mengemukakan
keyakinan bahwa
manusia adalah seseorang pencerita dan bahwa
pertimbangan akal ini, emosi, dan estetika menjadi dasar keyakinan dan
perilaku kita. Akar pemikiran Fisher berupaya menggambarkan dan
menjelaskan
komunikasi
sebagai
storytelling.
Dalam
pandangannya,
Storytelling bukanlah aktivitas sesaat, melainkan proses yang terus-menerus
di mana kita merasakan dunia dan berkomunikasi satu sama lainnya.1
Manusia lebih mudah terbujuk oleh sebuah cerita yang bagus dari pada
argumentasi yang baik. Mengkonsepkan bahwa manusia adalah pencerita dan
manusia mengalami
kehidupan dalam suatu bentuk narasi.
Fisher
mendefinisikan narasi sebagai tindakan simbolik (kata-kata) atau tindakan
yang memiliki rangkaian serta makna bagi siapapun yang hidup, mencipta
atau memberi interpretasi. Ini merupakan cara pandang yang sangat luas
dalam melihat narasi. Oleh karena itu, hampir sulit untuk tidak
mengidentifikasi komunikasi sebagai narasi.2
Logika narasi lebih dipilih dibandingkan logika tradisional yang
digunakan dalam argumentasi. Logika narasi (logika dari pemikiran yang
1
West Richard dan Turner Lynn. Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi
(Jakarta: Salemba Humanika), edisi 3, 2008, h. 44.
2
Ibid., h. 45.
18
19
luas), menyatakan bahwa orang menilai kredibilitas pembicara melalui
apakah ceritanya runtut (mempunyai koherensi) dan terdengar benar
(mempunyai ketepatan). Paradigma atau naratif memungkinkan sebuah
penilaian demokratis terhadap pembicara karena tidak ada seorang pun yang
harus dilatih secara khusus agar mampu menarik kesimpulan berdasarkan
konsep koherensi dan kebenaran.3
1. Asumsi Dasar Teori Naratif:
Ada lima asumsi dasar teori naratif, antara lain:4
a. Manusia pada dasarnya adalah makhluk pencerita. Fisher mengatakan
bahwa manusia merupakan homo narrans sebagai metafora untuk
menjelaskan kemanusiaan. Cerita merupakan hal mendasar dalam hidup
yang mempengaruhi, menggerakkan, dan membentuk dasar keyakinan
dan tindakan kita. Dalam berkomunikasi dengan pihak lain, manusia juga
memposisikan dirinya sebagai pencerita tersebut. Fisher memunculkan
asumsi demikian karena berdasar pengamatannya naratif bersifat universal,
ditemukan dalam semua budaya dan periode waktu. Dalam hal ini Elkins
mengatakan bahwa manusia pada dasarnya menggunakan cerita dalam
semua aspek kehidupan keseharian kita, untuk menghabiskan waktu,
menyampaikan informasi, untuk menempatkan diri di sebuah tempat,
keluarga, dan komunitas.
b. Keputusan mengenai harga dari sebuah cerita didasarkan pada
“pertimbangan sehat” (good reasons). Yang dimaksud pertimbangan yang
3
West Richard dan Turner Lynn. Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi, h.
4
Ibid., h. 50.
46.
20
sehat adalah individu membuat keputusan mengenai cerita mana yang
akan diterima dan mana yang ditolak berdasarkan apa yang masuk akal
bagi dirinya. Asumsi ini memberitahu kepada kita bahwa tidak semua
cerita itu sama atau sebanding dalam hal efektivitasnya, sebaliknya faktor
dalam pemilihan cerita dibuat berdasarkan alasan-alasan yang bersifat
personal berdasarkan pemikiran yang logis. Semua orang mempunyai
kapasitas untuk menjadi rasional dalam paradigma naratif. Karena ukuran
rasionalitas dalam paradigma naratif berbeda dengan ukuran rasionalitas
tradisional yang mendasarkan pada logika formal. Setiap orang mengambil
keputusan-keputusan hidup menganggap cara berfikirnya logis dan
rasional menurut ukuran personal orang bersangkutan.
c. Pertimbangan yang sehat ditentukan oleh sejarah, biografi, budaya dan
karakter. Asumsi ini memperjelas bahwa ukuran rasionalitas manusia itu
tidak sama satu sama lain. Masing-masing orang mempunyai ukuran dan
jenis rasionalitasnya sendiri. Munculnya rasionalitas tertentu pada
seseorang tergantung konteks di mana mereka terikat.
d. Rasionalitas didasarkan pada penilaian orang mengenai konsistensi dan
kebenaran sebuah cerita. Orang akan mempercayai sebuah cerita selama
cerita tersebut terlihat konsisten secara internal dan dapat dipercaya. Yang
perlu digarisbawahi bahwa rasionalitas yang dimaksud dalam paradigma
naratif ini berbeda dengan rasionalitas tradisional. Sebuah cerita dikatakan
runtut ketika pencerita tidak meninggalkan detail-detail yang penting atau
mengkontradiksi elemen-eleman dalam cerita dengan cara apapun.
21
e. Kita mengalami dunia sebagai dunia yang diisi dengan cerita dan kita
harus memilih dari cerita yang ada. Kita mengalami dunia sebagai dunia
yang diisi dengan cerita, dan kita harus memilih dari cerita yang ada, dan
ketika kita memilih cerita-cerita tersebut, kita akan mengalami kehidupan
secara berbeda, juga memungkinkan untuk menciptakan ulang kehidupan
kita.5
2. Konsep Dasar Teori Naratif
Beberapa konsep kunci yang membentuk inti dari kerangka pendekatan
naratif, yaitu:6
a. Konsep narasi. Dalam perspektif Fisher narasi lebih dari sekedar cerita
mencakup deskripsi verbal atau nonverbal apapun dengan urutan kejadian
yang oleh pendengar diberi makna. Hal ini tentunya Fisher menunjuk
bahwa Semua komunikasi adalah narrative (cerita). Dia beragumen bahwa
narrative bukanlah gender tertentu tetapi lebih kepada cara dari pengaruh
sosial.
b. Rasionalitas Naratif. Standar untuk menilai cerita mana yang dipercayai
dan mana yang diabaikan. Karena kehidupan kita dialami dalam naratif,
kita membutuhkan metode untuk menilai cerita mana yang kita percayai
dan mana yang tidak kita perhatikan. Fisher manyatakan bahwa tidak
semua cerita sama atau tidak semua cerita memiliki power yang sama
untuk bisa dipercayai. Fisher mengidentifikasi dua hal prinsip dalam
rasionalitas naratif, yakni koherensi (coherence) dan kebenaran (fidelity).
5
West Richard dan Turner Lynn. Pengantar Teori Komunikasi – Teori dan Aplikasi, h.
6
Ibid., h. 52.
50.
22
c. Koherensi, adalah konsistensi internal dari sebuah naratif. Prinsip
rasionalitas naratif yang menilai konsistensi internal dari sebuah cerita.
Prinsip koherensi merupakan standar yang penting dalam menilai
rasionalitas naratif, yang pada akhirnya akan menentukan apakah
seseorang menerima naratif tertentu atau menolaknya. Koherensi sering
kali diukur oleh elemen-elemen organisasional dan struktural dari sebuah
naratif. Sehingga koherensi didasarkan pada tiga tipe konsistensi yang
spesifik, yaitu:
1) Koherensi struktural, berpijak pada tingkatan di mana elemen-elemen
dari sebuah cerita mengalir dengan lancar. Suatu jenis koherensi yang
merujuk pada aliran cerita. Ketika cerita membingungkan, ketika satu
bagian tidak tersambung dengan bagian berikutnya, atau ketika alurnya
tidak jelas, maka cerita itu kekurangan koherensi struktural.
2) Koherensi material, merujuk pada tingkat koherensi antara satu cerita
dengan cerita lainnya yang sepertinya berkaitan dengan cerita tersebut.
jenis koherensi yang merujuk pada koherensi antara satu cerita dan
cerita lainnya yang berkaitan. Jika semua cerita kecuali satu
menyatakan masalah bahwa seorang teman telah memberikan informasi
yang keliru sehingga menimbulkan situasi yang memalukan bagi yang
seorang lagi, anda cenderung tidak akan memercayai satu cerita yang
berbeda sendiri tersebut. Anda akan percaya bahwa cerita yang berbeda
ini kekurangan koherensi material.
23
3) Koherensi karakterologis, merujuk pada dapat dipercaya karakterkarakter di dalam sebuah cerita. Jenis koherensi yang merujuk pada
dapat dipercayainya karakter-karakter di dalam cerita.7
d. Logika dan Good Reasons (Logika dengan pertimbangan yang sehat),
adalah seperangkat nilai untuk menerima suatu cerita sebagi benar dan
berharga untuk diterima, adalah memberikan suatu metode untuk menilai
kebenaran. Prinsip rasionalitas naratif yang menilai kredibilitas dari
sebuah cerita. Fisher menyatakan bahwa ketika elemen-elemen sebuah
cerita “merepresentasikan pernyataan-pernyataan akurat mengenai realitas
sosial”, elemen tersebut memiliki kebenaran. Fisher menyatakan bahwa
ketika naratif memiliki kebenaran, kebenaran adalah reliabilitas dari
sebuah cerita. Naratif itu menyusun suatu pertimbangan yang sehat bagi
seseorang untuk memegang keyakinan tertentu atau untuk mengambil
tindakan, atau berarti bahwa pertimbangan yang sehat manapun setara
dengan yang lainnya, ini berarti bahwa apapun yang mendorong orang
untuk percaya sebuah naratif tergantung pada nilai atau konsepsi yang
baik.8
Logika dari good reason berhubungan dengan ide Fisher akan
ketepatan adalah metode utama yang ia kemukakan untuk menilai
ketepatan naratif, adalah logika pertimbangan yang sehat. Karena itu,
logika bagi paradigma naratif membuat seseorang mampu menilai harga
atau nilai dari cerita. Logika dari pertimbangan yang sehat, seperangkat
7
8
West Richard. 2008. Pengantar Teori Komunikasi–Teori dan Aplikasi, h. 52.
Ibid., h. 52.
24
nilai untuk menerima suatu cerita sebagai benar dan berharga untuk
diterima: memberikan suatu metode untuk menilai kebenaran.9
Seperti yang diprediksikan oleh paradigma naratif, logika bagi
paradigma naratif membuat seseorang mampu menilai harga atau nilai dari
cerita. Cerita yang dikisahkan dengan baik terdiri atas rasionalitas naratif
(memenuhi kriteria koherensi dan kebenaran) akan lebih menggugah bagi
pembaca dibandingkan dengan kesaksian dari para ahli yang menyangkal
akurasi faktual di dalam naratif itu.
B. Konseptualisasi Retorika Politik
1. Pengertian Retorika
Gaya komunikasi seseorang juga dapat dilihat dari retorika. Retorika
adalah ilmu berbicara. Dalam bahasa Inggris, yaitu rhetoric dan dari bahasa
latin rhetorica yang berarti ilmu bicara.10
Retorika berasal dari bahasa Yunani rhetoric yang berarti seni
berbicara, pada awalnya sering dipakai dalam perdebatan di pengadilan atau
dalam perdebatan antarpersonal untuk mempengaruhi orang lain yang ada di
sekitarnya dengan cara persuasif. Littlejohn mendefinisikan kajian retorika
secara umum sebagai simbol yang digunakan manusia. Pengertian ini
kemudian diperluas dengan mencakup segala cara manusia dalam
menggunakan simbol untuk memengaruhi lingkungan sekitarnya.11
Retorika adalah komunikasi dua arah, face to face, satu atau lebih orang
(seorang berbicara kepada beberapa orang maupun seorang bicara kepada
9
West, Richard. 2008. Pengantar Teori Komunikasi – Teori dan Aplikasi, h. 53.
Onong Uchjana Effendy, Komunikasi: Teori dan Praktek, h. 53.
11
Anwar Arifin, Komuniasi Politik (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), h. 126.
10
25
seorang lain) masing–masing berusaha dengan sadar untuk mempengaruhi
pandangan satu sama lain melalui tindakan timbal balik satu sama lain.
Sasaran persuasi timbal balik itu, tentu saja tidak perlu dibatasi hanya pada
orang–orang yang turut dalam perdebatan, yaitu para ahli retorika dapat juga
berusaha mempengaruhi pihak ketiga. Tujuannya adalah untuk membantu
yang di persuasi dalam membangun citra tentang masa depan, masa untuk
bertindak, yaitu melalui retorika, persuader dan yang dipersuasi saling bekerja
sama dalam merumuskan kepercayaan, nilai, pengharapan mereka. 12
Retorika diartikan sebagai seni membangun argumentasi dan seni
berbicara “the art of constructing arguments and speech making”. Dalam
perkembangannya, retorika juga mencakup proses untuk menyesuaikan ide
dengan orang lain dan menyesuaikan orang dengan ide melalui berbagai
macam pesan. Dewasa ini, fokus perhatian retorika bahkan lebih luas lagi,
yang mencakup segala hal bagaimana manusia menggunakan simbol untuk
mempengaruhi siapa saja yang ada di dekatnya dan membangun dunia di
mana mereka tinggal.13
Titik tolak retorika adalah berbicara. Berbicara berarti mengungkapkan
kata atau kalimat kepada seseorang atau sekelompok orang, untuk mencapai
suatu tujuan tertentu. Berbicara adalah salah satu kemampuan khusus pada
manusia. Dewasa ini, retorika diartikan sebagai kesenian untuk berbicara
baik, yang dipergunakan dalam proses komunikasi antarmanusia. Kesenian
berbicara ini bukan hanya berarti berbicara lancar tanpa jalan pikiran yang
12
Dan Nimmo, Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan, dan Media (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 1989 ), cet. 1, h. 140 – 141.
13
Morissan dan Andy Corry, Teori Komunikasi: Komunikator, Pesan, Percakapan, dan
Hubungan (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009), cet. 1, h. 44.
26
jelas dan tanpa isi. Melainkan suatu kemampuan untuk berbicara dan
berpidato secara singkat, jelas, padat, dan menegaskan. 14
Retorika adalah bagian dari ilmu bahasa (Linguistik), khususnya ilmu
bina bicara (Sprecherziehung). Retorika sebagai bagian dari ilmu bina bicara
ini mencakup, yaitu Monologika (Ilmu tentang seni berbicara secara monolog,
dimana hanya seorang yang berbicara). Dialogika (Ilmu tentang seni
berbicara secara dialog, dimana dua orang atau lebih berbicara atau
mengambil bagian dalam satu proses pembicaraan). Pembinaan Teknik
Bicara (teknik bernafas, teknik mengucap, bina suara, teknik membaca dan
bercerita).15
Ada dua aspek yang harus diperhatikan dalam retorika ini yaitu,
pertama, pengetahuan mengenai bahasa dan penggunaan bahasa dengan baik.
Kedua, pengetahuan mengenai objek tertentu yang akan disampaikan dengan
menggunakan bahasa yang baik.16
Teori retorika berpusat pada pemikiran mengenai retorika, yang disebut
Aristoteles sebagai alat persuasi yang tersedia. Maksudnya, seorang
pembicara
yang
tertarik
untuk
membujuk
khalayaknya
harus
mempertimbangkan tiga bukti retoris: logika (logos), emosi (pathos), dan
etika/kredibilitas (ethos). Khalayak merupakan kunci dari persuasi yang
efektif, dan silogisme retoris, yang mendorong khalayak untuk menemukan
14
Dori Wuwur Hendrikus, Retorika: Terampil berpidato, Berdiskusi, Berargumentasi,
Bernegosiasi (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1991), h. 14.
15
Ibid., h. 16.
16
Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa (Jakarta: Gramedia, 2007), h. 1.
27
sendiri potongan–potongan yang hilang dari suatu pidato, digunakan dalam
persuasi.17
a. Lima Hukum Retorika
Dalam pandangan Aristoteles, seorang ahli retorika klasik lima tahap
penyusunan pidato yang dikenal dengan Lima Hukum Retorika “The Five
Cannons of Rhetorica”, yaitu sebagai berikut:
1) Inventio (penemuan). Pada tahap ini, pembicara menggali topik dan
meneliti khalayak untuk mengetahui metode persuasi yang paling tepat.
Bagi Aristoteles, retorika tidak lain dari kemampuan untuk menentukan
dalam kejadian tertentu dan situasi tertentu dengan metode persuasi
yang ada. Dalam tahap ini juga, pembicara merumuskan tujuan dan
mengumpulkan bahan (argumen) yang sesuai dengan kebutuhan
khalayak.
2) Disposito (penyusunan). Pada tahap ini, pembicara menyususun pidato
atau mengorganisasikan pesan. Aristoteles menyebutnya taxis yang
berarti pembagian. Pesan harus dibagi ke dalam beberapa bagian yang
berkaitan dengan logis. Susunan berikut mengikuti kebiasaan berpikir
manusia, yaitu pengantar, pernyataan, argumen, dan epilog.
3) Elocutio (gaya). Pada tahap ini, pembicara memilih kata–kata dan
menggunakan bahasa yang tepat untuk mengemas pesannya. Aristoteles
memberikan nasihat, gunakan bahasa yang tepat, benar, dan dapat
diterima, yaitu pilih kata–kata yang jelas dan langsung, sampaikan
17
h. 5.
Richard West dan Lynn Turner, Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi,
28
kalimat yang indah, mulia dan hidup: dan sesuaikan bahasa dengan
pesan, khalayak, dan pembicara.
4) Memoria (memori). Pada tahap ini, pembicara harus mengingat apa
yang
ingin
disampaikannya
dengan
mengatur
bahan–bahan
pembicaranya.
5) Pronountiatio
(penyampaian).
Pada
tahap
ini,
pembicara
menyampaikan pesannya secara lisan. Di sini, akting sangat berperan.
Pembicara harus memerhatikan oleh suara dan gerakan–gerakan
anggota badan.18
b. Tipologi Pidato
Dalam retorika, terdapat jumlah tipologi pidato yang menentukan
pendekatan dan proses yang berbeda–beda juga alam penyelenggaraannya:
1) Tipe impromtu. Tipe impromtu adalah mengungkapkan perasaan
pembicara, karena pembicara tidak memikirkan terlebih dahulu
pendapat yang disampaikannya. Gagasan dan pendapatnya itu datang
secara spontan. Impromtu memungkinkan orator terus berfikir.
Kerugian tipe ini adalah dapat menimbulkan kesimpulan yang mentah,
penyampaian yang kurang lancar. Jika tidak hati–hati gagasan menjadi
kurang bahkan tidak sistematis. Jalaludin Rahmat menyarankan
sebaiknya hindari orasi atau pidato impromtu, tetapi bila terpaksa, halhal berikut dapat dijadikan pegangan:
18
Gun Gun Heryanto dan Irwa Zarkasy, Public Relations Politik
Indonesia, 2012), h. 118-119.
(Bogor: Ghalia
29
a) Pikirkan terlebih dahulu teknik pemulaan pidato yang baik. Seperti,
cerita, hubungkan dengan pidato sebelumnya, ilustrasi, dan
sebagainya.
b) Tentukan sistem organisasi pesan. Seperti, susunan kronologis,
teknik pemecahan soal, kerangka sosial ekonomi–politik, hubungan
teori dan praktek.
c) Pikirkan teknik menutup pidato yang mengesankan.
2) Tipe Memoriter. Tipe memoriter adalah retorika yang pesan politiknya
ditulis dan kemudian diingat kata demi kata atau dihafal. Jalaluddin
Rahmat dalam bukunya Retorika Modern: Pendekatan Praktis,
menuliskan beberapa kelebihan dan kekurangan tipe memoriter, yakni:
a) Memungkinkan ungkapan yang tepat
b) Organisasi pesan yang terencana
c) Pemilihan bahasa yang teliti
d) Gerak dan isyarat yang diintegrasikan dengan uraian
 Adapun kekurangan dari tipe ini, yaitu:
a) Kurang terjalinnya saling hubungan antara pesan dengan pendengar.
b) Memerlukan waktu dalam persiapan
c) Kurang spontan karena perhatian beralih pada upaya mengingat
pesan.
Bahaya terbesar timbul bila satu kata atau lebih hilang dari ingatan,
seperti manuskrip, maka naskah memoriter pun harus ditulis dengan gaya
ucapan.19
19
Gun Gun Heryanto dan Ade Rina Farida, Komunikasi Politik (Jakarta: Lembaga
Penelitian UIN Syarif Hidayatullah), cet. 1, 2011. h. 146.
30
3) Tipe Forensik/Tipe Manuskrip. Pidato yang dipersiapkan secara tertulis,
pidato dengan naskah, atau orasi yang dilakukan dengan cara
membacakan naskah pidato dari awal sampai akhir. Manuskrip
dibutuhkan oleh tokoh–tokoh nasional, sebab kesalahan satu kata saja,
dapat menimbulkan kekacauan dan berakibat jelek bagi pembicara.
Manuskrip juga sering dilakukan oleh ilmuan yang melaporkan hasil
penelitiannya dalam pertemuan ilmiah. Jalaluddin Rahmat dalam
Retorika Modern: Pendekatan Praktis, menulis tentang keuntungan dan
kerugian dari tipe manuskrip adalah:
 Keuntungan dari tipe ini adalah:
a) Kata–kata dapat dipilih sebaik–baiknya
b) Pernyataan dapat dihemat
c) Kefasihan berbicara dapat dicapai dengan kata–kata yang sudah
disiapkan
d) Hal–hal yang menyimpang dapat dihindari
e) Manuskrip dapat diterbitkan atau diperbanyak
 Sementara kelemahan dari tipe ini, yaitu:
a) Komunikasi dengan pendengar berkurang karena pembicara tidak
berbicara langsung dengan mereka meski dalam forum yang sama
b) Pembicara tidak dapat melihat pendengar dengan baik, sehingga
akan kehilangan gerak dan bersifat kaku
c) Umpan
balik
tidak
dapat
mengubah,
memperpanjang pesan
d) Pembuatannya memerlukan waktu lama
memperpendek
atau
31
Untuk mengurangi kekurangan–kekurangan itu, beberapa petunjuk
dapat diterapkan dalam penyusunan dan penyampaian manuskrip:
a) Susunlah lebih dahulu garis–garis besarnya dan siapkan bahan–
bahannya
b) Tulislah manuskrip seakan–akan anda bicara. Gunakan gaya
percakapan yang lebih informal dan langsung
c) Baca naskah itu berkali–kali sambil membayangkan pendengar
d) Hafalkan sekedarnya sehingga anda dapat lebih sering melihat
pendengar
e) Siapkan manuskrip dengan ketikan besar, tiga spasi dan batas
pinggir yang luas.20
4) Tipe Ekstemporer. Tipe ini merupakan jenis yang paling baik dan
paling sering digunakan. Orasi telah dipersiapkan sebelumnya berupa
outline dan pokok–pokok penunjang pembahasan, pembicara tidak
berupaya mengingat kata demi kata, outline hanya merupakan pedoman
untuk mengatur gagasan yang ada dalam pikiran kita. Sebab itu,
ekstemporer
membutuhkan
banyak
latihan,
pengalaman
dan
pengetahuan yang cukup. Memang sukses sebuah pidato, juga
ditentukan oleh adanya persiapan, baik jangka panjang maupun jangka
pendek. Harus diingat pepatah Latin “qui assendit sine labore des
condit sine homore.” Artinya, barang siapa yang bekerja tanpa
persiapan, akan jatuh dengan kehilangan kehormatan. Adapun
kelebihan ekstemporer, yakni: terjadi interaksi dengan pendengar,
20
Gun Gun Heryanto dan Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, h. 148.
32
fleksibel, lebih spontan, dan komunikasi pembicara dengan pendengar
lebih baik karena pembicara berbicara langsung dengan khalayak.
Sedangkan kekurangannya bagi pembicara yang kurang mahir, yakni
persiapan kurang baik jika terburu–buru, menyimpang dari outline,
kehilangan arah interpretasi dari apa yang telah ditulis dari outline,
pemilihan kata yang kurang sesuai konteks, terhambatnya kefasihan
karena kesukaran memilih kata dengan segera, dan tentunya tidak dapat
dijadikan bahan penerbitan.21
2. Retorika Politik
Retorika merupakan “art of speach” (seni berbicara). Yakni suatu
bentuk komunikasi yang diarahkan pada penyampaian pesan dengan maksud
mempengaruhi khalayak agar dapat memperhatikan pesan yang disampaikan
secara baik. Retorika menggabungkan antara argumentasi pesan, cara
penyampaian yang menarik serta kredibilitas diri pembicara. Dengan
demikian retorika politik merupakan seni berbicara kepada khalayak bersifat
politik, dalam upaya mempengaruhi khalayak tersebut agar sesuai dengan apa
yang diinginkan oleh komunikator politik.22
Retorika politik adalah suatu proses yang memungkinkan terbentuknya
masyarakat melalui negosiasi. Retorika menggunakan bahasa untuk
mengidentifikasi pembicara dan pendengar melalui pidato. Pidato adalah
suatu konsep yang sama pentingnya dalam menganalisis retorika sebagai
identifikasi atau sebagai simbolisme. Pidato adalah negosiasi, yaitu proses
memberi dan menerima yang kreatif. Dengan proses itu orang – orang
21
22
Gun Gun Heryanto dan Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, h. 150.
Ibid., h. 141.
33
menyusun makna bersama bagi kata–kata dan lambang–lambang lain.
Dengan berpidato kepada satu sama lain orang–orang menyikapkan
pandangan masing–masing dan menciptakan seluruh bidang wacana bersama.
Dengan kata lain, melalui retorika politik kita menciptakan masyarakat
dengan negosiasi yang terus berlangsung tentang makna situasi dan tentang
identitas kita dalam situasi tersebut.23
Sejak zaman Yunani–Romawi, retorika sudah digunakan sebagai salah
satu upaya untuk mempersuasi publik atau membangun opini publik. Oleh
karena itu retorika bersentuhan dengan politik (negara, kekuasaan, dan
kewenangan) karena opini publik sendiri merupakan sebuah kekuatan politik,
terutama di negara–negara demokrasi. Retorika bertujuan membujuk
khalayak agar mau menggunakan daya serapnya dalam memahami pesan–
pesan politik yang dikomunikasikan.24
Retorika mengandung banyak unsur persuasi, seperti unsur gaya dan
keindahan yang mencakup suara yang berirama, intonasi yang bagus, kata–
kata yang indah, serta postur dan gerak tubuh yang dapat menarik dan
meyakinkan. Retorika merupakan komunikasi verbal dan nonverbal yang
memiliki unsur persuasi dengan daya pengaruh yang kuat dalam merayu
publik. Dengan adanya unsur persuasi yang melekat pada retorika,
mendorong para politikus memanfaatkan retorika sebagai salah satu bentuk
komunikasi yang efektif dalam merayu opini publik.25
Retorika secara etimologi berasal dari bahasa Yunani, rhetoric yang
berarti seni bicara. Retorika merupakan seni bicara yang dapat dicapai
23
Dan Nimmo, Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan, dan Media, h. 142.
Gun Gun Heryanto dan Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, h. 141.
25
Ibid., h. 142.
24
34
berdasarkan bakat alam dan keterampilan teknik. Kajian Retorika secara
umum didefinisikan sebagai simbol yang digunakan manusia. Retorika pada
awalnya berkaitan dengan persuasi, sehingga retorika adalah seni penyusunan
argumentasi dan pembuatan naskah pidato. Kemudian, berkembang sampai
mengikuti proses “adjusting ideas to people and people to ideas” dalam
segala jenis pesan. Kajian Retorika diperluas dengan mencakup segala cara
manusia dalam menggunakan simbol untuk mempengaruhi lingkungan di
sekitarnya. Pusat dari tradisi retorika adalah penemuan, penyusunan, gaya
penyampaian, dan daya ingat, yang dikenal sebagai lima karya agung
retorika.26
Bila memiliki aspek sejarah, pada awalnya retorika digunakan dalam
perdebatan–perdebatan di ruang pengadilan, atau dalam perdebatan–
perdebatan antarpersona, sehingga merupakan bentuk komunikasi yang
bersifat dua arah atau dialogis. Pada tahapan perkembangannya, retorika
dikembangkan sebagai ilmu tersendiri. Selanjutnya, retorika kemudian
berkembang menjadi komunikasi massa (satu–kepada-semua) melalui pidato
atau orasi kepada orang banyak, sehingga tidak lagi merupakan kegiatan
antarpersona (satu–kepada-satu) saja. Dalam hal ini, retorika berkembang
menjadi pernyataan umum, terbuka dan aktual, dengan menjadikan khalayak
(publik atau massa) sebagai sasaran yang tercakup dalam ilmu komunikasi.27
Perkembangan retorika dari komunikasi dialogis ke komunikasi massa,
pada awalnya dilakukan oleh Sophist pada masa Yunani–Romawi dengan
tujuan memperoleh kekuasaan politik dengan jalan membentuk dan membina
26
27
Gun Gun Heryanto dan Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, h. 142.
Ibid., h. 143.
35
opini publik. Itulah sebabnya retorika menjadi fenomena komunikasi politik
yang sangat menarik bagi tokoh–tokoh politik di kemudian hari.28
Aristoteles merupakan tokoh utama yang memasyhurkan dan
mengembangkan retorika dengan menerbitkan buku retorika yang merupakan
hasil catatan kuliahnya Plato. Plato sendiri tidak begitu menyukai beberapa
cara sejumlah kaum Sophist yang menggunakan retorika sebagai seni
berdebat yang sering mengabaikan kebenaran dengan mengutamakan
kemenangan. Selanjutnya tulisan–tulisan orang Yunani tentang retorika
disalin kembali oleh orang Romawi, termasuk Isocrates, Quintilian, dan
Cicero. Selain itu, tercatat pula beberapa tokoh yang mengembangkan
retorika pada zamannya seperti Dhemosthenes, Phillipus, dan Lycurgus yang
terkenal juga sebagai orator yang ulung.29
Plato termasuk tokoh yang mengancam keras penggunaan retorika
dalam mempersuasi dan mempropaganda publik lewat serangkaian pidato
atau bentuk komunikasi lainnya sebab hal itu dianggap banyak berisi
kebohongan
dan
pemalsuan
tanpa
memperhitungkan
prinsip–prinsip
kebenaran, kebajikan, dan moralitas. Plato berharap para orator politik juga
harus memiliki kesadaran mendalam tentang kebenaran, terutama kebenaran
suatu isu yang dibicarakan.30
Aristoteles menawarkan pentingnya ethos dalam retorika yaitu faktor
personal, terutama masalah karakter. Ethos, “ethical or personal appeals”
meliputi upaya membangun kualitas personal, dimana kepribadian pembicara
jauh lebih penting dari pesan yang disampaikan. Dalam literatur ilmu
28
Gun Gun Heryanto dan Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, h 143.
Ibid., h. 143.
30
Ibid., h. 144.
29
36
komunikasi, ethos diartikan juga sebagai kredibilitas komunikator, yaitu
komunikator yang dapat dipercaya. Aristoteles juga memperkenalkan pathos
dan logos. Phatos berkaitan dengan dimensi yang menyentuh emosi dalam
retorika, sedangkan logos adalah dimensi yang berkaitan dengan penggunaan
argumentasi yang masuk akal (logis) dan fakta–fakta yang nyata.31
a. Tipologi Orator Politik
Dalam Public Relations Politik dibutuhkan kesadaran diri bahwa
seorang Public Relations akan membawa nama lembaga yang diwakilinya
atau menunjukkan citra kandidat yang didukungnya. Oleh karena itu, harus
senantiasa menyadari tipologi orator yang sedang diperankannya. Tipologi
orator dalam Public Relations politik itu antara lain seperti berikut:
1) Noble Selves: orang yang menganggap dirinya paling benar, mengklaim
lebih hebat dari yang lain dan sulit menerima kritik. Jika tipe ini yang
ada dalam diri praktisi Public Relations Politik, maka tentu akan
menghambat proses Public Relations politik yang sedang dilakukan.
2) Rhetorically Reflector: orang yang tidak punya pendirian yang teguh,
hanya menjadi cerminan orang lain. Tipe seperti ini akan melemahkan
lembaga atau kandidat, karena orator tak memiliki kapasitas untuk
membangun diskursus, berpolemik atau mempertahankan ide dan
konsep. Dia tak lebih dari sekedar cerminan kepentingan pihak lain.
3) Rhetorically Sensitive: orang yang adaptif, dan cepat menyesuaikan diri
dengan lingkungannya. Ini merupakan tipe ideal karena tahu bagaimana
dan kapan harus memainkan diri publik (public self) dan diri pribadi
31
Gun Gun Heryanto dan Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, h. 144.
37
(private self). Cenderung fleksibel, tetapi memiliki konsep diri yang
jelas, sehingga bisa menunjukkan ketegasan dan kewibawaannya di
depan khalayak.32
b. Tipe – tipe Retorika Politik:
1) Retorika Deliberatif
Retorika Deliberatif dirancang untuk mempengaruhi orang–orang
dalam
masalah
kebijakan
pemerintah
dengan
menggambarkan
keuntungan dan kerugian relatif dari cara–cara alternatif dalam
melakukan segala sesuatu. Fokusnya ialah pada apa yang akan terjadi
di masa depan jika di tentukan kebijakan tertentu. Jadi, ia menciptakan
dan memodifikasi pengharapan atas hal-hal yang akan datang. Di dalam
seluruh tahap politik kita melihat retorika deliberatif. Ketika seorang
menteri pertahanan meminta pembiayaan militer yang lebih dasar untuk
menghindari ancaman dari kekuatan asing, menteri keuangan meminta
kenaikan pajak untuk “meredam api inflasi ”, walikota kota–kota besar
meminta bantuan pemerintah federal untuk mencegah kebangkrutan
finansial di daerah–daerah metropolitan, dan sebagainya.
2) Retorika Forensik
Retorika Forensik berfokus pada apa yang terjadi pada masa lalu
untuk menunjukkan bersalah atau tidak bersalah, pertanggungjawaban,
atau hukuman dan ganjaran. Setting–nya yang biasanya adalah ruang
pengadilan, tetapi terjadinya di tempat lain. Pemeriksaan pada musim
panas tahun 1974 di depan komite Yuridis dari parlemen mengenai
32
Gun Gun Heryanto dan Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 119.
38
kemungkinan didakwanya Presiden Richard Nixon memberi peluang bagi
wacana forensik, persis seperti semua acara di depan badan pengaturan
pemerintah, pemeriksaan Komisi pengaturan Nuklir untuk mengizinkan
pembangunan fasilitas nuklir, pemeriksaan Dewan Hubungan Perburuhan
Nasional mengenai perselisihan buruh manajemen dan sebagainya.
3) Retorika Demonstratif
Ini adalah Retorika Demonstratis wacana yang memuji dan
menjatuhkan. Tujuannya adalah untuk memperkuat sifat baik dan sifat
buruk seseorang, suatu lembaga, atau gagasan. Kampanye politik penuh
dengan retorika demonstratif seperti satu pihak menantang kualifikasi
pihak lain bagi jabatan di dalam pemerintahan. Dukungan editorial oleh
surat kabar, majalah, televisi, dan radio juga mengikuti garis demonstratif,
memperkuat sifat–sifat positif kandidat yang didukung dan sifat–sifat
negatif lawannya.33
33
Dan Nimmo, Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan, dan Media, h. 142 – 143.
BAB III
BIOGRAFI JOKO WIDODO DAN FAUZI BOWO
A. Profil Joko Widodo
Jokowi adalah sebutan Walikota Solo yang bernama lengkap Ir. Joko
Widodo, lahir di Surakarta, 20 Juni 1961. Nama ini sangat begitu populer,
terutama di DKI Jakarta setelah memenangkan putaran pertama pemilukada
DKI Jakarta 2012. Sebelum memenangi putaran pertama pemilukada DKI
Jakarta 2012, Jokowi menjadi Walikota selama 7 tahun dari tahun 2005.
Pendidikan Jokowi TK Ketelan Banjasari, SD Negeri 111 Tirtoyoso Solo,
SMP Negeri 1 Solo, SMAN 6 Solo, Universitas Gajah Mada Yogyakarta
Fakultas Kehutanan hingga menyandang gelar insinyur pada tahun 1985.
Nama Jokowi berawal dari salah order, awalnya Mircl Romaknan,
pembeli mebel dari Prancis sering salah mengirim pesanan, maksudnya untuk
Joko Widodo yang di Solo, tapi surat itu terkirim ke Surabaya atau Jepara,
karena sering terjadinya salah order, maka buyer yang berasal dari Perancis
itu mengubah nama Joko Widodo menjadi Jokowi. Sejak itu nama Jokowi
resmi dijadikan sebagai nama dalam pergaulan bisnisnya. Bahkan nama
Jokowi dipopulerkan saat bertransaksi dengan mitra bisnisnya di Amerika
Serikat, Asia, Australia, dan sejumlah negara Eropa lainnya.1
Anak pertama dari pasangan Noto Miharjo dan Sujiatmi menjalani
masa kecilnya di Kampung Srambatan, Banjasari, Solo, kemudian Jokowi
bersama keluarganya pindah rumah ke kawasan Gilingan, Banjasari, karena
1
Arif Supriyono, dkk, Jokowi Tokoh Perubahan (Jakarta: Republika, 2012), cet. 1, h. 30.
39
40
tempat tinggalnya direndam banjir luapan sungai Bengawan Solo di tahun
1965. Jokowi adalah anak laki-laki satu-satunya dari empat bersaudara, ketiga
adiknya perempuan yaitu Iit Sriyatmini, Idayati, dan Titik Ritawati. Ayahnya,
Noto Miharjo bekerja sebagai tukang kayu membuat kusen, daun pintu, kayu
kuda – kuda, dan masih banyak lagi untuk dijual. Jadi, keterampilan Jokowi
di dunia pertukangan kayu diperolehnya dengan pengalaman sehari-hari.2
Jokowi menikah pada 24 Desember 1986 dengan Iriana dan dikaruniai
tiga orang anak, yaitu Gibran Rakabuming, lulusan dari Universitas di
Australia, dan kini menjadi pengusaha katering. Kahiyang Ayu, masih kuliah,
dan Kaesang Pangarep, masih sekolah di Singapura. 3
Setelah tamat kuliah di UGM, Jokowi bekerja di sebuah perusahaan
PULP (bubur kertas) di Aceh, karena berlatar belakang pendidikan sarjana
kehutanan, Jokowi pun ditempatkan pada bagian pembibitan tanaman. Jokowi
merantau ke Aceh selama 1,5 tahun, kemudian pulang kembali ke tanah
kelahirannya. Jokowi kembali lagi bekerja di CV Roda Jati, sebuah
perusahaan pengolahan kayu jati ternama di kota Bengawan, lokasinya
terletak di pintu masuk kota Solo dari arah Bandara Adisumarno, Solo.
Perusahaan itu milik kakak kandung Sujiatmi, Mulyono Suryo Sujono. Di CV
Roda Jati, posisi Jokowi sebagai direktur yang cukup dijalankan selama 1,5
tahun. Setelah itu, Jokowi merintis usaha sendiri yang dibantu oleh ibu dan
adik dari ibu Jokowi yang memberi tambahan modal untuk membuka bisnis
mebel (furniture) pada 1998 di Kadiporo, Banjasari, Solo4.
2
Arif Supriyono, dkk, Jokowi Tokoh Perubahan, h. 5-6.
Ibid., h. 8.
4
Ibid., h. 10.
3
41
Nama Jokowi mulai booming di dunia permebelan bersama pengusaha
lain. Jokowi berhasil membangun pabrik mebel cukup besar di lingkungan
Industri Kecil Pabelan, Kartosuro, Sukoharjo, dengan bendera PT Rakabu.
Seiring dengan kesibukan bisnis mabel, Jokowi merintis pendirian Koperasi
Pengembangan Industri Kecil Solo (1990), menjabat Ketua Bidang
Pertambangan dan Energi Kamar Dagang dan Industri Surakarta (1992-1996),
juga ketua Asosiasi Permebelan dan Industri Kerajinan Indonesia (Asmindo)
Surakarta (2002-2007).5 Sukses menggeluti dunia bisnis, Joko Widodo masuk
ke dalam dunia politik.
1. Menjadi Walikota Solo
Pada pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) periode 20052010, Jokowi diusung oleh PDI Perjuangan bersama FX Hadi Rudyanto. Kala
itu ada empat pasang calon yang maju dalam pemilukada selain nama
Jokowi–Hadi Hudyatmo, yaitu Hardono–Dipokusumo, Achmad Purnomo–
Istar Yuliadi, dan pasangan incumbent Slamet Suryanto–Hengky Narto
Sabdo.6 Pada pemilukada yang digelar 27 Juni 2005, pasangan Jokowi–Hadi
Rudyatmo menang tipis dengan meraih 37% dari total suara yang sah.
Kemudian Jokowi dan pasangannya kembali lagi memimpin Solo di periode
kedua 2010–2015. Pada pemilukada periode kedua, Jokowi mengaku tidak
mengeluarkan dana kampanye. Atribut kampanye seperti spanduk, baliho,
dan poster justru disumbang dari kelompok–kelompok masyarakat yang dulu
5
Arif Supriyono, dkk, Jokowi Tokoh Perubahan, h. 12.
Wawan Fahrudin dan Ardi Nuswantoro, Kartu Sukses Jokowi – Ahok: Melangkah Pasti
Menuju DKI Jakarta 1, h. 34.
6
42
memintanya naik lagi jadi walikota.7 Jokowi berani maju ke pemilukada
walikota Solo karena keinginan dari teman-temannya di Asosiasi Industri
Mebel Indonesia (Asmindo) yang dipimpinnya. PDI Perjuangan yang
mengusung nama Jokowi sebagai calon dalam pilkada walikota Solo 20052010. Kemudian Jokowi terpilih kembali sebagai walikota Solo 2010-2015.8
Tangan dingin Jokowi menata kota Solo selama 7 tahun sejak tahun
2005, telah melambungkan namanya. Jokowi dinobatkan sebagai walikota
teladan dari Kemendagri pada tahun 2011. Di masa kepemimpinan Jokowi,
Solo pernah menjadi kota dengan tata ruang terbaik kedua di Indonesia,
karena berhasil mengelola keuangan dengan baik. Solo juga mendapatkan
penghargaan dari Kementerian Keuangan berupa dana hibah sebesar 19,2
miliar pada 2009. Bahkan Solo juga tercatat 5 kali mendapat Anugerah
Wahana Tata Nugraha (2006-2011) karena tata tertib lalu lintas dan angkutan
umumnya. Penghargaan tingkat dunia, The City Mayors Foundation (2012)
melalui situs resmi www.worldmayor.com Jokowi diakui sebagai kandidat
salah satu walikota terbaik dari 25 pemimpin.9
Penghargaan lainnya adalah anugerah Best City Award dalam
konferensi Partnership for Democratic Local Governance in Southeast Asia
di Bangkok (9/8/2012). Penghargaan ini diberikan karena Jokowi dinilai
berhasil menerapkan kebijakan yang membuat masyarakat mau mendukung
7
Wawan Fahrudin dan Ardi Nuswantoro, Kartu Sukses Jokowi – Ahok: Melangkah Pasti
Menuju DKI Jakarta 1, h. 36.
8
Arif Supriyono, dkk, Jokowi Tokoh Perubahan, h. 18.
9
Dikutip dari www.jokowi.com, data selengkapnya dapat dibaca di situs
www.worldmayor.com.
43
melaksanakannya.10 Pendekatan pembangunan yang prorakyat yang diadopsi
Jokowi dan dipadu dengan manajemen yang transparan terbukti mampu
mewujudkan kesejahteraan dengan baik.11 Jokowi juga dikenal sebagai sosok
yang bersih dan anti korupsi. Dari hasil survei Transparency International
Indonesia, sepanjang tahun 2010, Solo ditetapkan pada urutan ketiga sebagai
kota paling bersih dari korupsi dengan indeks 6%. Dua kota lain yang berada
diatas Solo, yakni Tegal (6,26%) dan Denpasar (6,71%). Adapun lima kota
terkorup di Indonesia adalah Jambi (4,13%), Makassar (3,97%), Surabaya
(3,94%), Cirebon (3,61%), dan Pekanbaru (3,61%).12
Penghargaan Bung
Hatta Anticorruption Award 2010 adalah bukti atas integritas, tindakan nyata,
dan upaya Jokowi membangun sistem layanan publik yang terbuka demi
mewujudkan reformasi birokrasi.13
Dikancah nasional, Walikota Solo ini tersohor dengan mobil Esemka,
yaitu sebuah inovasi siswa–siswa sekolah kejuruan di kota Solo. Yang
membuat publik melirik adalah ketika Jokowi menggunakannya sebagai
pengganti mobil dinasnya dan membawanya ke Jakarta untuk uji emisi.
Mobil Esemka Rajawali rakitan siswa SMK di Solo diklaim telah lulus secara
teknis uji emisi di Balai Termodinamika Motor dan Propulsi (BTMP) pada
bulan Agustus 2012, ini yang menguatkan Jokowi sebagai figur yang inovatif
dan nasionalis.14 Bukan hanya itu saja, Jokowi sukses menata dan memindah
10
Wawan Fahrudin dan Ardi Nuswantoro, Kartu Sukses Jokowi – Ahok: Melangkah Pasti
Menuju DKI Jakarta 1, h. 34.
12
Wawan Fahrudin dan Ardi Nuswantoro, Kartu Sukses Jokowi – Ahok: Melangkah Pasti
Menuju DKI Jakarta 1, h. 88-89.
13
Ibid., h. 2.
14
Ibid., h. 2.
44
23 titik pedagang kaki lima (PKL) tanpa gejolak berarti. Perencanaan dan
pembangunan kota Solo atau Surakarta juga tertata dengan apik.15
2. Menuju DKI Jakarta
Nama Jokowi masuk dalam bursa calon kandidat DKI I teruji dan
tersaring melalui survei ilmiah sejumlah ilmuwan Universitas Indonesia,
adalah Pusat Kajian Psikologi UI bekerjasama dengan The Cyrus Network
pada akhir tahun 2011 melakukan survei calon–calon kandidat Gubernur DKI
Jakarta.16
Awal-awal sebelum resmi mendapatkan kendaraan politik, koalisi
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Gerindra, mantan
Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla menelepon Jokowi, memberikan keyakinan
dan dukungan politik, bahkan menawarkan untuk melakukan lobby pada
Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDIP.17
Pada awal 2012, mulai ada upaya untuk membawa Jokowi menuju
arena
pemilukada
DKI
Jakarta.
Awalnya,
pengusaha
Hasyim
Djojohadikusumo (ketua Badan Pelestarian Pusaka Indonesia) memintanya
untuk ikut maju dalam pemilukada Jakarta 2012. Hasyim yang merupakan
kakak kandung dari Prabowo Subianto, pendiri sekaligus ketua dewan
pembina Partai Gerinda, memang sudah lama kenal Jokowi, ditambah
Prabowo dan petinggi Gerindra lainnya yang sering berkomunikasi lewat
telepon.18
15
Arif Supriyono, dkk, Jokowi Tokoh Perubahan, h. 88.
Wawan Fahrudin dan Ardi Nuswantoro, Kartu Sukses Jokowi – Ahok: Melangkah Pasti
Menuju DKI Jakarta 1, h. 4.
17
Ibid., h. 7.
18
Arif Supriyono, dkk, Jokowi Tokoh Perubahan, h. 89-90.
16
45
Partai Gerindra tampaknya serius untuk mengajukan nama Jokowi
sebagai Calon Gubernur Jakarta. Pertemuan pertama terjadi pada 9 Februari
2012 di Solo, kala itu Ir. Basuki Tjahaja Purnama MM (Zhang Wan Xie alias
Ahok) juga ikut hadir membahas berbagai hal terkait pengelolaan kota yang
sama sekali tidak membahas atau membicarakan soal pencalonan Gubernur.
Pada 24 Februari 2012 pukul 21.00 WIB, Jokowi – Ahok menemui panggilan
Prabowo di Hotel Intercontinental. Prabowo mengutarakan niatnya untuk
mengusung Ahok menjadi Cawagub Jakarta.19
Di internal PDIP (partai yang mengusung Jokowi saat maju di
pemilukada walikota Solo), nama Jokowi tidak langsung menjadi nominasi
pencalonan gubernur Jakarta. Ketika Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDIP
Solo menetapkan Jokowi sebagai cawali, Ketua Umum PDIP, Megawati
Soekarnoputri sempat tidak sependapat. Bagi Mega Jokowi tidak ada
potongan menjadi walikota pada saat itu. Barulah setelah banyak pihak
meyakinkan Megawati, akhirnya Pimpinan PDIP itu pun menyetujui
pencalonan Jokowi untuk Jakarta–1.20
Tentu saja Gerindra sendirian tidak bisa mencalonkan Jokowi–Ahok,
karena syarat bagi partai untuk bisa mengusung cagub–cawagub minimal
harus mendapatkan suara 15% dalam pemilu legislatif yang tengah berjalan.
Lantaran Jokowi berasal dari PDIP, Partai Gerindra pun mengharapkan PDIP
bisa mendukung pencalonan Jokowi–Ahok agar syarat 15% itu terpenuhi.
Awalnya, PDIP tidak juga menanggapinya, sampai akhirnya Taufiq Kiemas
menyebut nama Adang Ruchiatna untuk mendampingi Fauzi Bowo yang
19
Arif Supriyono, dkk, Jokowi Tokoh Perubahan h. 90.
Ibid., h. 90.
20
46
diusung Partai Demokrat. Melihat gerakan dari Taufiq Kiemas, pada tanggal
14 Maret Prabowo segera menemui Megawati untuk memastikan pencalonan
Jokowi–Ahok. Sebelumnya, Megawati memimpin rapat internal PDIP. Dalam
kesempatan itu, Mega sempat melontarkan pandangannya, bahwa Jokowi bisa
memimpin Jakarta. Kabar santer menyebut, kubu Taufiq Kiemas dan Puan
Maharani (wakil ketua umum PDIP) tetap mendukung Foke-Adang. Sebagai
ketua umum partai, Megawati tidak menyetujuinya. Mega semakin yakin
untuk mengusung Jokowi, ditambah lagi Prabowo menyampaikan kepada
Mega,
bahwa
segala
biaya
untuk
pencalonan
Jokowi–Ahok
akan
ditanggungnya. Pada 17 Maret 2012, Mega mengontak Jokowi dan
memintanya agar segera ke Jakarta. Pada sore hari, dalam rapat kerja daerah
khusus PDIP, semua peserta sepakat untuk mendukung Jokowi sebagai cagub
Jakarta.21
Jokowi–Ahok kemudian resmi menjadi calon gubernur dan wakil
gubernur DKI Jakarta yang diusung Partai Gerindra dan PDIP. Tak ada suara
protes dari kalangan PDIP yang semula mendukung Foke-Adang. JokowiAhok yang diiringi Prabowo, akhirnya menyerahkan formulir prndaftaran
Pemilukada Jakarta pada hari terakhir 26 Maret 2012 di Komisi Pemilihan
Umum (KPU) DKI Jakarta. Jadilah Jokowi-Ahok dengan nomor urut 3 dan
bersaing dengan kandidat-kandidat yang lain.22
Gaya kepemimpinan Jokowi yang begitu terbuka dalam mengambil
keputusan,23 dalam dunia akademis dikenal sebagai intervensi sosial, yaitu
suatu cara yang lahir sebagai sebuah pendekatan kemanusiaan yang anti
21
Arif Supriyono, dkk, Jokowi Tokoh Perubahan, h. 94.
Ibid., h. 96.
23
Wawancara pribadi dengan Arya Fernandes, Jakarta, Senin, 11 Febuari 2013.
22
47
kekerasan. Melalui metode intervensi sosial ini strategi kampanye yang
dipilih Jokowi adalah langsung turun ke pusat konsentrasi publik yaitu pasar–
pasar tradisional dan membaur. Hal ini dapat dilihat dari kemenangan
Jokowi–Ahok di daerah yang memiliki penduduk miskin tertinggi di Jakarta,
seperti daerah Jakarta Utara, di kecamatan Penjaringan dengan suara Jokowi
Ahok (60.1 %), dan Pademangan (55.16 %). Kemenangan Jokowi-Ahok di
Jakarta Barat terletak di kecamatan Petamburan (60.05 %). Wilayah Jakarta
Timur kecamatan Pasar Rebo (44.14 %).24
3. Janji-Janji Ir. H. Joko Widodo–Basuki Tjahaja Purnama, MM
sebagai Kandidat Cagub-Cawagub DKI Jakarta 2012 Pasangan
Nomor Urut 3:25
a. Mengatasi Kemacetan di Jakarta
Meneruskan sistem Pola Transportasi Makro yang digagas pada masa
Gubernur Sutiyoso.
1) Meredesain trayek angkutan umum agar tidak menghabiskan waktu
untuk berpindah–pindah tujuan, minimal 2 kali. Sebelumnya akan
dilakukan survei destinasi akhir (destination end). Trayek disesuaikan
dengan kebutuhan warga DKI Jakarta atau warga sekitar DKI Jakarta.
2) Seluruh bis non AC diberlakukan seperti trans Jakarta, bentuk
konsorsium dan dibentuk per km bukan sistem sektor seperti sekarang.
Dibentuk 1000 untuk tahun pertama.
24
Diolah dari data Quick Real Count, The Cyrus Network, 2012.
Wawan Fahrudin dan Ardi Nuswantoro, Kartu Sukses Jokowi – Ahok: Melangkah Pasti
Menuju DKI Jakarta 1, h. 164-167.
25
48
3) Menyelesaikan busway hingga 15 koridor. Namun, untuk busway,
koridor yang padat akan diubah menggunakan railbus. Menaikan gaji
supir busway.
4) Meneruskan monorel dan MRT.
5) Merevitalisasi angkutan umum dengan sistem hibah. Jadi, yang lama
diganti yang baru. Dengan perbaikan angkutan umum ini, diharapkan
masyarakat akan mau berpindah ke angkutan umum.
6) Pembangunan underpass dan flyover pada persimpangan jalan kereta
dan penambahan kereta.
7) Lansia, pelajar dan mahasiswa gratis naik mobil non AC.
b. Mengatasi banjir
1) Yang dari arah Selatan Jakarta, Pemda harus beli tanah di Selatan
dijadikan danau, setu dan hutan lindung. Sedangkan untuk mengatasi
banjir dari arah Utara Jakarta dari rob (air laut) akan dibangun great
wall (bendungan raksasa) Pemda. Untuk daerah genangan dengan
sistem pompa.
2) Akan melebarkan sungai dengan merelokasi penduduk yang tinggal di
bantaran sungai. Relokasinya harus melalui pendekatan terhadap warga.
Jangan sampai disusupi kepentingan politik lain.
3) Mewajibkan rumah–rumah di Jakarta dan gedung–gedung di Jakarta
membuat sumur resapan. Selain itu, bekerjasama dengan daerah mitra
untuk membuat tempat tampungan air.
49
c. Mengatasi Masalah Premanisme:
Melakukan pendekatan sosial kepada pihak–pihak tersebut. Contoh
yang pernah dilakukan Jokowi adalah datang langsung kepada mereka,
sehingga mereka merasa dianggap. Kemudian berbicara apa saja yang
dapat dilakukan bersama dalam sebuah kota.
d. Mengatasi Masalah Menjamurnya Mal dan Minimarket:
1) Mal, pasar tradisional, dan food court dilakukan sistem simbiosis
dengan sistem pembangunan berdampingan.
2) Kalau malnya diperuntukkan shelter para pedagang kaki lima, ya tidak
apa–apa. Itu memang rencana Jokowi, yairu merelokasi para PKL, agar
mendapat tempat berdagang yang layak dan tanpa ada pungutan liar.
Namun pembangunan mal ini juga harus melihat konsep tata ruang,
tetep tidak boleh dibangun di situ.
3) Pembangunan pusat jajan serba ada, di dalamnya ada parkiran motor
dan preman–preman memiliki pekerjaan.
4) Pembangunan superblok, pasar dua lantai, ruang serba guna, bioskop,
tempat pelatihan dan tempat sewa dan tidak ada tempat parkir mobil,
dan ini akan mengatasi pengangguran.
e. Mengatasi Masalah Trotoar dan Pedestrian:
Akan menatanya agar lebih baik dan akan melihat dulu kondisi di
lapangan.
f. Mengatasi Ormas Anarkis yang Meresahkan Warga DKI:
1) Harus ada intervensi sosial dengan pendekatan kelompok.
2) Pemberian pekerjaan melalui sistem perparkiran terpadu.
50
g. Mengatasi Masih Banyaknya Angka Anak Putus Sekolah:
1) Lewat pasar superblok nanti ada praktik gigi, dokter, dan psikiater
mahasiswa tingkat akhir yang memberikan konseling pada anak–anak
putus sekolah.
2) Jokowi sudah menyiapkan kartu khusus untuk para siswa yang kurang
mampu seperti yang sudah dilakukan di Solo. Jokowi juga akan
mengajak sekolah–sekolah untuk mau bekerjasama. Nanti akan dilihat
juga apakah siswa tersebut benar–benar layak menerima kartu tersebut
atau tidak. Di Solo memang belum sepenuhnya selesai program ini.
Namun dengan anggaran pendidikan di Jakarta yang cukup besar, ini
diharapkan bisa terwujud di Jakarta.
h. Iklan dan Advertising:
Sepanjang Monas hingga Kebayoran Baru tidak boleh pasang dalam
bentuk bilboard. Semua iklan harus dalam bentuk digital.
i. Apa yang Anda Lakukan dengan Museum–museum di Jakarta
yang belum mampu Menyumbang Sektor Pariwisata secara
Signifikan:
Tentunya harus ada renovasi dan restorasi. Jangan malah dihancurkan
baik museum atau bangunan cagar budaya. Anggarannya ada untuk itu.
Sumber: Lipsus Jakarta, Kompas.com, 2012
51
B. Profil Fauzi Bowo
Dr. Ing. H. Fauzi Bowo adalah Gubernur Jakarta dari 7 Oktober 2007
hingga 7 Oktober 2012. Ia terpilih pada Pemilukada DKI Jakarta tahun 2007
dan berpasangan dengan Prijanto. Pasangan ini mengalahkan pasangan
Adang Daradjatun dan Dani Anwar, yang pada waktu itu didukung oleh satu
partai saja. Sebelum menjadi gubernur, Fauzi Bowo menjabat wakil gubernur
mendampingi Sutiyoso. Fauzi Bowo digantikan oleh Joko Widodo yang
terpilih pada Pemilukada DKI Jakarta tahun 2012.26
Fauzi Bowo atau Foke adalah putra Betawi yang lahir dari pasangan
H. Djohari Bowo bin Adipoetro dengan Hj. Nuraini binti Abdul Manaf. Fauzi
lahir di Jakarta 10 April 1948 dan darah Betawi berasal dari garis keturunan
sang Ibu. Kakek dari Fauzi Bowo yaitu KH. Abdul Manaf bin Achmad Jabar,
adalah seorang tokoh Nahdlatul Ulama di Jakarta yang berprofesi sebagai
pengusaha. Sementara sang ayah yaitu H. Djohari Bowo bin Adipoetro
berasal dari Malang, Jawa Timur.27
Foke menamatkan pendidikan tingkat sekolah dasar di SD St.
Bellarminus, Bekasi. Kemudian
melanjutkan jenjang pendidikan tingkat
menengah dan atas di Kolese Kanisius Jakarta. Setelah menamatkan
pendidikan SMA, Foke mengambil studi Arsitektur bidang Perencanaan Kota
dan Wilayah dari Technische Universitas Braunschweig Jerman dan tamat
1976 sebagai Diplom-Ingenieur. Program Doktor-Ingenieur dari Technische
Universitas Kaiserslautern Jerman bidang perencanaan diselesaikannya pada
26
“Biografi Fauzi Bowo,” artikel diakses pada tanggal 4 Desember 2012 dari: http://
www.bangfauzi.com/profil.php.
27
“Biography DR. Ing H. Fauzi Bowo,” artikel diakses pada tanggal 4 Desember 2012
Pukul 14.13 WID dari: http://www.ceritamu.com/cerita/DR--Ing--H--Fauzi-Bowo/biography.
52
2000. Fauzi Bowo menikah dengan Hj. Sri Hartati pada 10 April 1974. Hj.
Sri Hartati adalah putri dari Sudjono Humardani, kelahiran Semarang, 29
Agustus 1953. Dari pernikahan ini, pasangan Fauzi Bowo dan Sri Hartati
dikaruniai tiga orang anak, yaitu Humar Ambiya (20 Juli 1976), Esti Amanda
(5 April 1979) dan Dyah Namira (1 Februari 1983).28
Foke memulai karirrnya menjadi asisten ahli Tech. Braunschweig
Jerman University pada tahun 1976. Kemudian mengajar di Fakultas Teknik
UI pada tahun 1977-1984. Foke bekerja sebagai pegawai negeri sejak tahun
1977. Beberapa posisi yang pernah dijabatnya antara lain adalah sebagai
Kepala Biro Protokol dan Hubungan Internasional dan Kepala Dinas
Pariwisata DKI Jakarta. Sebagai birokrat, Fauzi telah menempuh Sepadya
(1987), Sespanas (1989), dan Lemhannas KSA VIII (2000). Kemudian Foke
pernah menjadi wakil gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta di masa
kepemimpinan Gubernur Sutiyoso.29
Foke menyelesaikan pendidikan sejak SD hingga SMA di sekolah
khatolik. Dari TK dan SD ia bersekolah di St Bellarminus, SLTP dan SLTA
di Kanisius. Lulus SMA, Foke melanjutkan kuliah di Fakultas Teknik
Universitas Indonesia pada tahun 1966/1967. Kemudian pada usia 19 tahun,
Foke kuliah di Technische Universitas Braunschweig, Jerman. Saat lulus
sarjana muda, Foke belajar ilmu politik di Berlin, lalu belajar sosiologi di
Zurich. Setelah itu ia kembali melanjutkan kuliah arsitekturnya dan mendapat
28
“Biography DR. Ing H. Fauzi Bowo,” artikel diakses pada tanggal 4 Desember 2012
Pukul 14.13 WID dari: http://www.ceritamu.com/cerita/DR--Ing--H--Fauzi-Bowo/biography.
29
“Gubernur DKI Jakarta 2007-2012,” artikel diakses pada tanggal 4 Desember 2012
dari: http://www.fauzibowo.com/profil.php.
53
gelar master untuk Teknik Arsitektur Perencanaan Kota dan Wilayah dari
Universitas Braunschweig 1976.30
Setelah mendapatkan gelar Master, Foke kembali ke Indonesia dan
mulai berkarir di Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta 1978. Sewaktu berkarir
di Pemprov DKI, Fauzi Bowo mendapat kesempatan kembali untuk belajar
dan akhirnya pada 2000, Fauzi Bowo mendapat gelar Doktor Ingenieur (DR
Ing)
dari
Fachberiech
Architektur/Raum
Und
Umweltplanung-
Baungenieurwesen Universitas Kaiserlautern Republik Federasi Jerman,
dengan disertasi berjudul “Prinsip dan Panduan Dasar untuk Pengembangan
Ruang Metropolitan dan Ruang Megapolitan Jakarta” dan lulus dengan
predikat cumlaude. Usai menyelesaikan pendidikannya, Fauzi Bowo kembali
berkarir di bidang birokrasi. Foke menjadi staf ahli Gubernur DKI Jakarta
pada 1978, kemudian pada 1979 dirinya mendapat mandat untuk mengemban
tugas sebagai Pelaksana Tugas Kepala Biro Daerah DKI Jakarta. Meski telah
menjadi birokrat, karir di bidang akademis tidak ditinggalkan. Foke sempat
mengajar sebagai dosen di Universitas Indonesia, namun tidak lama. Foke
dianggkat menjadi Kepala Biro Kepala Daerah DKI Jakarta dan karirnya di
akademis pun ditinggalkannya pada 1982. 31
Selama 13 tahun ternyata prestasi kerja Fauzi Bowo terus meningkat.
Oleh karena itu, pada masa kepemimpinan Gubernur Surjadi Soedirdja pada
1992-1997, Foke dipercaya untuk menduduki jabatan Kepala Dinas
30
“Gubernur DKI Jakarta 2007-2012,” artikel diakses pada tanggal 4 Desember 2012
dari: http://www.fauzibowo.com/profil.php.
31
“Biografi Fauzi Bowo,” artikel diakses pada tanggal 13 November 2012, dari:
http://www .ceritamu.com/cerita/DR--Ing--H--Fauzi-Bowo/biography (Sumber :
beritajakarta.com).
54
Pariwisata. Karena pretasinya yang terus gemilang, pada masa kepemimpinan
Gubernur Sutiyoso (1997-2002), Foke diserahi jabatan sebagai Sekretaris
Wilayah Daerah (Sekwilda). Foke sempat didaulat pendukungnya menjadi
calon gubernur 2002. Namun karena kebijaksanaannya dalam mengikuti
proses yang begulir, akhirnya dia memilih berpasangan dengan Sutiyoso yang
dicalonkan Fraksi PDI-P dan Golkar. Keputusan Foke sempat membuat
Fraksi PAN dan beberapa partai kecil lainnya yang mengajukan dia sebagai
calon gubernur kecewa. Namun saat mencalonkan diri pada Pilkada 2007,
dukungan terhadap Fauzi malah semakin bertambah. Sebanyak 20 partai
politik yang tergabung dalam Koalisi Bersama mendukung Foke. 32
Slogan Jakarta untuk Semua ternyata mampu menarik simpatik
masyarakat ibu kota. “Untuk membangun Jakarta, serahkan kepada ahlinya
dan kepada yang sudah berpengalaman. Jika tidak, kehancuran tinggal
menunggu waktu.” Kalimat tersebut diucapkan berulang-ulang oleh Fauzi
saat
kampanye
dan
terbukti
mampu
mendulang
suara
sekaligus
memenangkan pilkada 8 Agustus 2007 lalu. Alhasil, Fauzi Bowo yang
berpasangan dengan Prijanto terpilih sebagai pasangan Gubernur dan Wakil
Gubernur DKI Jakarta periode 2007-2012.33
Begitu ditetapkan sebagai pemenang pilkada, pria yang memiliki
kegemaran mengoleksi motor gede ini berjanji akan membawa Jakarta ke
arah yang lebih baik. Bahkan Foke berjanji tidak akan melakukan
diskriminasi dalam pelayanan publik kepada seluruh warga ibu kota. Semua
“Biografi Fauzi Bowo,” artikel diakses pada tanggal 13 November 2012, dari:
http://www .ceritamu.com/cerita/DR--Ing--H--Fauzi-Bowo/biography (Sumber :
beritajakarta.com)
33
Ibid.
32
55
warga ibu kota berhak atas semua pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah
Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Oleh karena itu, apabila terjadi perlakukan
istimewa kepada salah satu golongan saja, maka sistem pemerintahan ke
depan tidak akan berjalan dengan baik.34
1. Menjadi Gubernur DKI Jakarta 2007
Pada
22
Januari
2007,
Lembaga
Survei
Indonesia
(LSI)
menyampaikan hasil jajak pendapat terhadap 700 responden pada minggu
ketiga Desember 2006 dengan cara tatap muka. Hasil jajak pendapat LSI
untuk calon Gubernur DKI adalah Fauzi Bowo, Rano Karno, Agum Gumelar,
Sarwono Kusumaatmadja, Adang Daradjatun, dan Bibit Waluyo.35
Pada 16 Agustus 2007, pasangan Fauzi Bowo-Mayjen TNI (Purn)
Prijanto unggul dalam Pemilukada. Foke bersaing dengan pasangan Adang
Daradjatun dan Dani Anwar. Pemilukada dilaksanakan pada hari Rabu, 8
Agustus 2007. Hasil peraihan suara Fauzi Bowo–Prijanto (2.109.511 suara57,87%),
Adang
Darajatun-Dani
Anwar
(1.500.055
suara-42,3%
)
(metrotvnews). Fauzi Bowo menggantikan Sutiyoso sebagai Gubernur Jakarta
periode 2007-2012 pada 7 Oktober 2007, namun sang wakil Mayjen TNI
(Purn) Prijanto mengundurkan diri dari jabatannya.36
Dimasa kepemerintahan Foke, penataan Kota Jakarta yang lebih
mengedepankan pendekatan kekuasaan, misalnya saja bagaimana Pemda DKI
Jakarta dalam melakukan penataan PKL dengan menggunakan kekerasan
“Biografi Fauzi Bowo”, artikel diakses pada tanggal 13 November 2012, dari:
http://www.ceritamu.com/cerita/DR--Ing--H--Fauzi-Bowo/biography.(Sumber: beritajakarta.com).
35
Ibid.,
36
“Fauzi Bowo”, artikel diakses pada tanggal 13 November 2012, dari: http://www.
fauzibowo.com /profil.php.
34
56
melalui perangkat Satpol PP. Kemudian kondisi Jakarta sekarang ini dapat
dikatakan
telah
mengabaikan
tren
pembangunan
kota
mutakhir.
Perkembangan kota-kota modern di dunia yang menilai pada tingkat layak
pada kota justru terabaikan, seperti penekanan pada transportasi umum, serta
ruang publik yang luas. Akibat buruknya kondisi Jakarta sebagai salah satu
urutan ke 7 dari 10 Kota yang dibenci wisatawan di dunia.37
Citra Fauzi Bowo kian menurun, ditambah lagi dengan peristiwaperistiwa belakang ini yang menyangkut dirinya. Seperti halnya pada saat
berkampanye, Foke memperlihatkan sikap arogannya pada saat mengunjungi
pengungsi korban kebakaran Kalimati, Tanah Abang (Selasa, 7 Agustus
2012) yang terekam kamera video satu televisi swasta dan diunggah juga ke
situs youtube. Foke menggunakan kata-kata yang tidak selayaknya diucapkan
oleh seorang Gubernur.
Sebagian besar masyarakat sekarang ini merasa sesak dengan kondisi
sosial kemasyarakatan Jakarta. Masyarakat DKI Jakarta setiap hari
menghadapi kemacetan Ibu Kota yang tidak ujung usai, tingginya
kriminalitas, buruknya transportasi publik, dan banjir. Menjamurnya mallmall di Jakarta dan tingginya tingkat pertumbuhan kendaraan pribadi di
Jakarta membuat kemacetan semakin akut.
Prestasi Foke dalam masa pemerintahannya juga tidak dapat terbilang
sedikit. Keberhasilan Foke dalam merealisasikan Banjir Kanal Timur (BKT),
penambahan jalur busway, Kawasan Parkir Terpadu, Car Free Day (hari
bebas kendaraan bermotor), pembangunan tanggul di garis pantai utara
37
Situs CNNGo merilis 10 kota yang paling di dunia, www.cnngo.com
57
Jakarta, pengendalian air tanah, dan masih banyak lagi, setidaknya menjadi
catatan keberhasilan Foke pasca tampuk kuasa dari Sutiyoso. 38 Namun sangat
disayangkan bahwa realitas keberhasilan tersebut tidak diiringi dengan
komunikasi politik yang baik.
2. Pemilihan Umum Kepala Daerah DKI Jakarta 2012
Pada 17 Maret 2012, Partai Demokrat secara resmi mengusung calon
incumbent, Gubernur Fauzi Bowo untuk kembali maju dalam pertarungan
merebut kursi gubernur DKI Jakarta. Meski maju bersama Mayjen (Purn)
Nachrowi Ramli, sebelumnya Demokrat mengusung Foke bersama pasangan
lainnya dari Partai Demokrasi Perjuangan, Adang Ruchiatna. Namun dalam
perjalanannya, nama Adang gagal mendampingi Foke dengan alasan Ketua
Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri tidak menyetujui. Minggu, 18 Maret
2012, PDIP secara resmi mengusung walikota Solo, Joko Widodo maju untuk
Pemilukada DKI Jakarta 2012. Pernyataan ini secara resmi disampaikan
Sekretaris Jenderal PDIP, Tjahyo Kumolo bersama dengan Partai Gerindra.39
Pada putaran pertama, pasangan ini didukung koalisi tujuh partai
politik termasuk Partai Demokrat, Partai Hanura, PAN, dan PKB. Pada
putaran kedua, PPP dan DPD I Partai Golkar DKI Jakarta merapatkan
dukungan kepada mereka. Hasil penelitian sejumlah lembaga survei
memprediksi pemilu kepala daerah DKI Jakarta 2012, pasangan nomor urut 1
memenangi pemilu kepala daerah DKI Jakarta 2012 dengan hanya satu
putaran dan unggul cukup jauh dibandingkan pasangan cagub lainnya. Tetapi,
38
Rangkuman Prestasi Fauzi Bowo sebagai Gubernur Provinsi DKI Jakarta Periode
2007-2011, Komunitas Suara Anda.
39
Husin Yazid, Berebut Kursi Jakarta Satu Kenapa Foke dan Jokowi?: Data dan Analisa
Putaran Pertama Pilkada DKI Jakarta (Jakarta: Penerbit Firdaus, 2012), Cet.1, h. 5.
58
hasil
hitung
memprediksikan
cepat
sejumlah
kemenangan
lembaga
pasangan
survei
yang
sebelumnya
bernomor
urut
satu
justru
menempatkan pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli (Foke-Nara) di urutan
kedua dengan kisaran 33% suara, tertinggal dibandingkan pasangan nomor
urut 3, Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama (Jokowi-Ahok).40
Berdasarkan hasil hitung cepat beberapa lembaga survei seperti
Lingkaran Survei Indonesia dan Lembaga Survei Indonesia, pasangan Fauzi
Bowo dan Nachrowi Ramli yang diusung Partai Demokrat dan beberapa
partai pendukung lain hanya bisa menempati urutan kedua dengan suara
hanya sekitar 34,18% setelah pasangan Joko Widodo-Basuki Tjahaja
Purnama yang meraih 43,04% suara.41
Bisa dilihat hal-hal positif yang dapat diambil adalah posisi Foke–
Nara yang kalah dalam pemilihan melakukan hal positif yang dapat menjadi
teladan, antara lain sikap sportif dan gentle mengakui kelebihan pihak
rivalnya dan ikhlas menerima kenyataan hasil kompetisi dengan positif dan
objektif, berjiwa besar sebagai negarawan yang tetap berkomitmen untuk
memberikan kontribusi positif kepada bangsa (minimal warga DKI Jakarta)
sesuai kemampuannya dengan cara lain (diluar sistem birokrasi dan
kekuasaan resmi), dan Menampilkan jiwa pemimpin, yang mengajak dan
memimpin pengikut dan pendukungnya untuk menerima hasil kompetisi dan
berperilaku positif, konstruktif serta produktif demi kebaikan dan kemajuan
40
Husin Yazid, Berebut Kursi Jakarta Satu Kenapa Foke dan Jokowi?: Data dan Analisa
Putaran Pertama Pilkada DKI Jakarta, h. 5.
41
Ibid., h. 7
59
semua pihak secara bersama. Inilah akhir dari sikap Foke yang ditunjukkan
pada Pemilukada DKI Jakarta.
3. Janji-Janji DR. Ing. H. Fauzi Bowo–Mayjen (Purn) H. Nachrowi
Ramli, SE. sebagai Kandidat Cagub–Cawagub DKI Jakarta 2012
Pasangan Nomor Urut 1:42
a. Mengatasi Kemacetan di Jakarta:
1) Perbaikan sarana transportasi massal, pembatasan angkutan berat di tol
dalam kota, penerapan parkir off street, pembangunan jalan Layang
Non Tol (JLNT) serta rencana penerapan jalan berbayar atau electronic
road pricing (ERP).
2) Perbaikan
sarana
transportasi
massal,
salah
satunya
dengan
menyelesaikan 15 koridor busway. Saat ini, sudah dibuka koridor IX
(Kampung Melayu-Pulo Gebang). Kemudian untuk koridor XII
(Tanjung Priok-Pluit). Selain itu, dibuat pula angkutan pengumpan atau
feeder yang mempermudah warga dari pemukiman untuk menuju ke
halte busway terdekat atau stasiun terdekat. Saat ini tersedia 3 rute 1
(Sentra Primer Barat-Daaan Mogot), rute 2 (Tanah Abang-Balai Kota),
dan rute 3 (SCBD-Senayan).
3) Pembatasan angkutan berat di toldalkot diberlakukan sejak pertengahan
tahun 2011. Angkutan berat hanya diperbolehkan masuk toldalkot pada
pukul 22.00-05.00.
4) Pembangunan JLNT Antasari-BlokM dan JLNT Kampung MelayuTanah Abang. Saat ini, underpass Trunojoyo yang merupakan bagian
42
Wawan Fahrudin dan Ardi Nuswantoro, Kartu Sukses Jokowi – Ahok: Melangkah Pasti
Menuju DKI Jakarta 1, h. 151-157.
60
dari JLNT Antasari BlokM sudah dapat digunakan dan terbukti mampu
mengurangi
kemacetan
sedikit
demi
sedikit.
Diperkirakan
pembangunan ini akan dapat diselesaikan tahun ini. Pembangunan ini
merupakan langkah mengurai kemacetan dengan penambahan kapasitas
jalan yang memang persentasenya lebih sedikit dibandingkan dengan
angka kendaraan yang terus meningkat.
5) Penerapan parkir off street sudah dilakukan di Jalan Gajah MadaHayam
Wuruk sejak
pertengahan tahun
2011. Namun
pada
kenyataannya penegakan hukum untuk menerbitkan para pelanggar
masih minim sehingga masih banyak kendaraan yang parkir di badan
jalan. Penerapan parkir off-street di Pasar Baru pun tidak kunjung
berjalan karena masih sulit diterima oleh warga.
6) ERP, hingga saat ini masih menunggu peraturan dari Kemenkeu terkait
detail tarif dan cara penarikan. Proses di Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta sudah berjalan lancar, hanya program mengurangi kemacetan
ini terganjal pemerintah pusat.
b. Mengatasi banjir, termasuk rob di Jakarta Utara :
1) Program penanganan banjir sendiri lebih memprioritaskan penanganan
bencana banjir rob di Jakarta Utara. Saat ini, tanggul di Marunda baru
ada sepanjang 300 meter nantinya akan disempurnakan lagi. Untuk
jangka panjang kebutuhan penanganan banjir rob, DKI menyiapkan
master plan pengamanan kawasan pantai utara Jakarta. Master plan
tanggul ini akan dibuat tahun 2013.
61
2) Melakukan pengerukan 13 sungai di Jakarta yang masuk dalam
program Jakarta Urtgen Flood Mitigation Project (JUFMP) dan
mendapat bantuan dari World Bank. Akan dilakukan juga penataan
bantaran kali Ciliwung dan relokasi warga di sekitar ke rumah susun
yang sudah disediakan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
3) Melanjutkan pembangunan Kanal Banjir Timur yang akan mengurangi
banjir di kawasan Timur dan Utara Jakarta. Minimal KBT ini mampu
mengamankan seperempat dari luas wilayah kota Jakarta dari ancaman
banjir. Selain itu, ada juga pemasangan pompa dan gorong-gorong yang
berhasil mengurangi titik-titik genangan air. Pada tahun 2007, ada 78
titik genangan air yang menghambat kehidupan rutin warga Jakarta.
Namun dengan pengendalian banjir yang dilaksanakan sejak tahun
2007, sebanyak 16 titik genangan sudah bisa dihilangkan. Sehingga
total titik genangan air tinggal 62 titik. Pada tahun 2010, sebanyak 40
titik genangan air berhasil dihilangkan Pemprov DKI. Kini tinggal
tersisa 18 titik lagi yang harus diselesaikan.
4) Jika pada beberapa tahun lalu, genangan air itu akan surut dalam jangka
waktu 72 jam, maka sejak akhir tahun 2009 lalu, genangan air akibat
hujan itu lebih cepat surut, yakni hanya dalam jangka waktu 14 jam. Di
masa depan, Pemprov DKI menargetkan akan mengurangi banjir di Ibu
Kota sebanyak 40 persen pada tahun 2011 dan sebanyak 75 persen pada
tahun 2016.
62
5) Kemudian membangun waduk di beberapa titik sebagai tempat
penampungan air. Salah satunya yang sedang dikerjakan adalah waduk
Kali Krukut.
c. Mengatasi Masalah Premanisme:
Bekerjasama dengan Polda Metro Jaya untuk memberantas tindak
kejahatan maupun premanisme di Jakarta. Saat ini, yang tengah berjalan
adalah Operasi Kilat Jaya (OKJ) yang digelar selama satu bulan dari 23
Februari
hingga
23
Maret
2012.
Permintaan
bantuan
untuk
menyukseskan operasi ini di Jakarta pasti akan diberikan. Hal ini
bertujuan agar warga Jakarta tidak lagi merasa resah dan tidak aman di
rumahnya sendiri.
d. Mengatasi Masalah Menjamurnya Mal dan Minimarket:
1) Perizinan pendirian minimarket tetap harus mengacu pada Peraturan
Daerah (Perda) No 2 tahun 2012 tentang Perpasaran Swasta. Revisi
Perda ini masih dibahas di legislatif. Jadi kita pendirian minimarket
tidak sesuai dengan Perda yang ada dapat dikenai sanksi.
2) Beberapa aturan yang ada dalam Perda itu adalah pasar modern dengan
luas hingga 200 meter persegi harus berada minimal 500 meter dari
pasar tradisional. Pasar modern dengan luas minimal 200-1.000 m2,
harus minimal berjarak 1 kilometer dari pasar tradisional. Sedangkan
supermarket atau hipermarket sekurangnya berjarak 2,5 kilometer dari
pasar tradisional.
63
e. Mengatasi Masalah Trotoar dan Pedestrian:
1) Mencoba menggandeng LSM dan meminta konsultan muda untuk
bekerja sama dengan Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta
memperbaiki pedestrian. April 2012, akan dilakukan uji coba penataan
pedestrian di tempat titik yaitu Jalan Ridwan Rais dan Jalan Cikini.
Nantinya pedestrian ini akan dilebarkan dan ditinggikan sehingga motor
tidak mudah menaiki pedestrian.
2) Selain itu, dilakukan juga sosialisasi dan penyuluhan di tiap-tiap
kelurahan agar mereka mulai menata pedestrian di masing-masing
wilayahnya.
f. Masalah Transportasi Massal, Misalnya Program Busway:
1) Saat ini, sudah dibuka koridor XI (Kampung Melayu-Pulo Gebang).
Kemudian untuk koridor XII (Tanjung Priok-Pluit). Selain itu, dibuat
pula angkutan pengumpan atau feeder yang mempermudah warga dari
permukiman untuk menuju ke halte busway terdekat atau stasiun
terdekat. Saat ini tersedia 3 rute yaitu rute 1 (Sentra Primer Barat-Daan
Mogot), rute 2 (Tanah Abang-Balai Kota) dan rute 3 (SCBD-Senayan).
2) Selanjutnya akan diteruskan hingga 15 koridor. Kemudian pada tahun
ini, rencananya akan ada penambangan bus gandeng sebanyak 102
armada untuk didistribusikan ke tiap-tiap koridor. Untuk beberapa
koridor juga akan dibuka lelang operator untuk memperbaharui kinerja
bus transjakarta dalam melayani masyarakat.
64
g. Masalah Ormas Anarkis di Jakarta:
Negara ini merupakan negara hukum sehingga apapun yang
mengganggu keamanan dan kenyamanan di Jakarta harus ditindak
sesuai dengan aturan yang ada. Pemprov DKI bersama aparat
kepolisisan dan dibantu TNI akan memantau pergerakan ormas di
Jakarta. Bila ada pelanggaran, maka akan dikenakan sanksi hukum.
h. Masalah Banyaknya Angka Anak Putus Sekolah:
1) Dengan dukungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
yang
terus
meningkat
setiap
tahunnya,
berencana
membiayai
pelaksanaan program wajib belajar 12 tahun atau hingga SMA dan
sederajat pada 2012. Program tersebut diharapkan dapat meningkatkan
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di DKI Jakarta.
2) Saat ini, Pemprov DKI Jakarta mengalokasikan 26 persen dari Rp.
31,76 triliyun APBD DKI 2012 untuk biaya pendidikan di Ibu Kota.
Dana tersebut antara lain disalurkan dalam bentuk Biaya Operasional
Pendidikan (BOP) untuk seluruh siswa tingkat SD dan SMP, serta
Bantuan Operasional Buku (BOB) untuk siswa SMA dan SMK.
3) Jika daerah lain siswa mendapat BOS maka di Jakarta tidak hanya
mendapat BOS saja, setiap siswa SD dan SMP DKI juga menerima
BOP dan BOB dari APBD. Dari dana BOP setiap siswa SD menerima
biaya sebesar Rp. 720.000 per tahun dan siswa SMP sebesar Rp.
1.320.000 per tahun. Sedangkan SMA juga mendapatkan Biaya
Operasional Buku (BOB) sebesar Rp. 900.000 per tahun dan SMK
sebesar Rp. 1,8 juta pertahun.
65
4) Jika rencana Kemendiknas untuk menaikkan BOS terlaksana maka
BOP untuk siswa SD dan SMP nantinya akan dikurangi, sehingga dapat
dialihkan untuk memberikan bantuan pendidikan di jenjang SMA dan
sederajat.
5) Selama ini, selain memberikan dana BOS dan BOP Pemprov DKI
Jakarta juga memberikan beasiswa rawan putus sekolah sebesar Rp.
31,44 miliyar untuk 10.374 jiwa.
i. Masalah Museum Agar Dapat Menyumbang Sektor Pariwisata:
Melakukan renovasi untuk perbaikan museum yang harus didukung
DPRD DKI Jakarta juga kemudian melakukan promosi pada warga
Jakarta dengan genjar.
Sumber: Lipsus Jakarta, Kompas.com, 2012
BAB IV
PEMBAHASAN DAN ANALISIS RETORIKA POLITIK
JOKO WIDODO DAN FAUZI BOWO
A. Konteks Rivalitas Joko Widodo dan Fauzi Bowo pada Pemilukada DKI
Jakarta 2012 Putaran Kedua
Setelah diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI
Jakarta pada Kamis, 19 Juli 2012 bahwa pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi
Ramli (Foke-Nara) dan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama (JokowiAhok) resmi maju dalam putaran kedua Pemilukada DKI Jakarta 2012,
akhirnya hari ini pesta demokrasi lima tahunan tersebut kembali digelar. Para
kandidat sudah melakukan kampanye terbuka kepada masyarakat pada
tanggal 14-16 September 2012 lalu di Jakarta.
Debat antar Cagub dan Cawagub terkait penajaman visi dan misi juga
sudah digelar di dua stasiun televisi. Rivalitas antara Joko Widodo dan Fauzi
Bowo dapat dilihat pada putaran kedua ini, dari masa kampanye, maupun
pada acara debat kandidat pemilukada DKI Jakarta putaran kedua.
Pernyataan-pernyataan sindiran terus menghujani dan adu lempar tudingan
pencitraan, kemudian isu SARA terjadi di pemilukada DKI Jakarta putaran
kedua ini.
Isu SARA menjadi suatu senjata yang digunakan oleh pihak lawan
untuk menjatuhkan dinding Jokowi-Ahok, karena Ahok berasal dari etnis dan
agama minoritas. Tetapi, dalam isu-isu ini sebenarnya menguntungkan bagi
kubu Jokowi-Ahok, karena banyaknya simpati bagi masyarakat melihat kubu
66
67
Jokowi-Ahok merasa terdeskriminasi terhadap isu-isu tersebut. Jokowi tenang
mengatasi isu-isu menyangkut dirinya dan pasangannya, yaitu Ahok. Inilah
yang membuat publik menilai positif bagi kubu Jokowi-Ahok yang tidak
terbawa emosi pada isu-isu yang menyangkut dirinya. Jokowi ini sangat sadar
bahwa isu SARA tidak optimal bekerja di putaran kedua ini.
Rivalitas kekuatan Jokowi dan Foke di putaran kedua terlampir
dengan grafik perolehan suara partai politik pengusung Cagub dan Cawagub
dalam pemilukada DKI Jakarta 2012, yakni pasangan nomor urut 1 FokeNara yang merangkul beberapa partai elit politik antara lain, Partai Demokrat,
PKS, PPP, PAN, Hanura, PKB. Dan pasangan nomor urut 3, Jokowi-Ahok
hanya didukung oleh PDIP dan Gerindra. Tetapi koalisi dari gabungan partai
politik besar tidak menjadi tolak ukur untuk memenangkan Pemilukada DKI
Jakarta Putaran Kedua ini. Tetapi integritas dari figur tersebut. Dan Jokowi
berhasil menanamkan di benak khalayak bahwa Jokowi adalah figur yang
memiliki integritas dapat mengubah Jakarta lebih baik lagi.
1. Isu SARA Putaran Kedua
Ramainya isu SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan) pada
putaran kedua pemilukada DKI Jakarta 2012 menandakan bahwa politik
identitas masih kental di tubuh masyarakat, khususnya Jakarta. Putaran kedua
berlangsung, isu SARA yang berkembang di tengah-tengah masyarakat
adalah isu yang menyerang pasangan Jokowi-Ahok. Isuini berkaitan dengan
etnisitas dan agama, karena Ahok yang berasal dari etnis dan agama
minoritas.
68
Bulan puasa Ramadhan dimanfaatkan oleh berbagai pihak untuk
memainkan isu agama melalui berbagai media dakwah. Salah satu kasus yang
beredar di masyarakat adalah ceramah H. Rhoma Irama di salah satu masjid
wilayah Tanjung Duren yang kuat diduga mengandung SARA yang
menyudutkan pasangan Jokowi-Ahok. Kemudian perkembangan teknologi
menjadi sarana berkembangnya isu-isu tersebut melalui sarana media sosial,
dan sarana komunikasi lainnya, seperti
penyebaran isu melalui SMS,
Blackberry Broadcast Message. Namun kasus ini menjadi digarisbawahi
bahwa SARA masih dianggap menjadi bahan melakukan kampanye negatif
bagi pasangan calon Gubernur.Hasil analisis wawancara dari Arya Fernandes:
“Jokowi ini sangat sadar bahwa isu SARA tidak optimal
bekerja, karena dalam survei menunjukkan tidak ada korelasi
hubungan antara etnis dengan hubungan politik, misalnya apakah
orang Betawi yang akan dipilih untuk menjadi pemimpin Jakarta?
tetapi pada Putaran Pertama kalau kita crop datanya dengan orang
pilihan, banyak orang Betawi yang memilih Jokowi. Kemudian,
apabila isu Agama bekerja, seharusnya umat muslim memilih Foke,
Foke ketimbang lebih santri dari Jokowi. Pada survei tidak ditemukan
umat muslim, orang-orang yang dekat dengan organisasi Islam itu
justru banyak memilh Jokowi. Dan mengartikan bahwa isu agama
tidak optimal bekerja di Jakarta, atau tidak berpengaruh pada
masyarakat. Jokowi sadar kalau SARA tidak berpengaruh pada
citranya, dan Jokowi tidak bereaksi mengenai isu-isu SARA yang
digunakan rivalnya.”1
Hasil wawancara dari Arya Fernandes menjelaskan bahwa Jokowi
cerdas dalam mengatasi isu SARA yang menyangkut pasangan politiknya,
yakni Ahok. Dan Jokowi tidak membalas serangan politik terhadap rival
politiknya, yakni Foke-Nara. Karena bagi Jokowi SARA tidak akan
berpengaruh pada masyarakat dan citranya.
1
Wawancara pribadi dengan Arya Fernandes, Jakarta, Senin, 11 Febuari 2013.
69
2. Rivalitas Kekuatan Joko Widodo dan Fauzi Bowo Pemilukada DKI
Jakarta 2012 Putaran Kedua
a.
Grafik Perolehan Suara Parpol Pendukung Fauzi Bowo–Nachrowi
Ramli dan Joko Widodo–Basuki Tjahaja Purnama
1) Pasangan Nomor Urut 1 (Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli)
Gambar 2
Perolehan Suara Parpol Pendukung
Foke - Nara pada Pemilu 2009
33,58%
PD
17,23%
PKS
6,47%
Golkar
PPP
PAN
Hanura
PKB
0.00%
PKB
Hanura
PAN
5,15%
PPP
4,17%
Golkar
PKS
2,60%
PD
2,04%
5.00%
10.00%
15.00%
20.00%
25.00%
30.00%
35.00%
Sumber: Surat Kabar Seputar Indonesia, 12 September 2012
Keterangan: Total suara 71,24%
Dengan basis data ini, perolehan suara partai politik pendukung Foke–Nara pada
Pemilu 2009 antara lain, Partai Demokrat 33,58%, Partai Keadilan Sejahtera
17,23%, Partai Golongan Karya 6,47%, Partai Persatuan Pembangunan 5,15%,
Partai Amanat Nasional 4,17%, Partai Hati Nurani Rakyat 2,60%, dan Partai
Keadilan Bangsa 2,04%.
70
2) Pasangan Nomor Urut 3 (Joko Widodo - Basuki Tjahaja Purnama)
Gambar 3
Perolehan Suara Parpol Pendukung
Jokowi - Ahok pada Pemilu 2009
10,74%
PDIP
Gerindra
5,16%
PDIP
Gerindra
0.00%
2.00%
4.00%
6.00%
8.00%
10.00%
12.00%
Sumber: Surat Kabar Seputar Indonesia, 12 September 2012
Keterangan: Total suara 15,90%
Dengan basis data ini, perolehan suara partai politik pendukung Jokowi–Ahok
pada Pemilu 2009 antara lain, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 10,74%,
Partai Gerakan Indonesia Raya 5,16%.
Melihat grafik yang pertama, semestinya perolehan suara Foke-Nara lebih
unggul dibandingkan pasangan Jokowi-Ahok yang hanya dirangkul oleh dua
partai politik saja. Melihat dari perolehan suara pemilukada DKI Jakarta 2012
yang diusung oleh sederet partai politik besar, justru tidak berpengaruh pada
perolehan suara pemilukada DKI Jakarta 2012 ini. Karena menguatnya sentimen
negatif publik terhadap kinerja partai politik yang berkontribusi pada Cagub dan
Cawagub di pemilukada ini. Melihat sederet pemberitaan mengenai isu-isu
71
korupsi dan isu-isu negatif lainnya yang menyangkut partai politik, memberikan
sinyal kuat bahwa integritas para kader politik sangat rendah.
Kekalahan Foke-Nara juga tidak lepas dari menurunnya citra Partai
Demokrat, melihat dari kasus-kasus korupsi keterlibatan kader Partai Demokrat,
seperti Angelina Sondakh (wakil Sekjen PD), Nazarudin (mantan bendahara
Partai Demokrat), Andi Malaranggeng (Menteri Pemuda dan Olah Raga), dan
beberapa kader yang diduga terlibat korupsi. Berbagai kasus korupsi yang
menimpa kader Partai Demokrat tersebut secara tidak langsung memberikan
pengaruh pada menurunnya kepercayaan publik pada Partai Demokrat dan turut
berkontribusi bagi kekalahan Foke-Nara pada putaran pertama DKI Jakarta 2012.
Bukan hanya itu saja, kekalahan Foke terkait buruknya komunikasi politiknya
terhadap masyarakat. Foke lebih mengandalkan selembaran-selembaran poster
kampanyenya dan merangkul partai elit politik dibandingkan turun ke bawah dan
penyapaan
warga.Kemudian
gaya
komuniikasi
Foke
yang
“blak-
blakan”melahirkan kontroversial terhadap masyarakat Jakarta, dan sangat kontras
dengan gaya komunikasi Jokowi yang lebih halus dan lentur dalam berkomunikasi
kepada masyarakat.
Pembelajaran di pemilukada DKI Jakarta 2012 putaran kedua ini, bahwa
Cagub dan Cawagub yang unggul tidak hanya melihat siapa saja orang-orang di
belakangnya, atau siapa saja partai-partai politik yang mengusungnya, tetapi
melihat dari latarbelakang integritas figur tersebut, sikap, dan retorika. Sentimen
publik kian meninggi dengan berita-berita media yang menguatkan kasus korupsi
yang mengaitkan sederet kader-kader partai politik. Jadi, masyarakat kian kritis
seolah tidak peduli dengan keadaan partai elit politik, figur yang merangkul
72
partai-partai besar, tetapi tidak berinteraksi langsung dengan warga. Masyarakat
kini lebih tertarik pada figur yang turun kebawah dan mendengarkan keluh kesah
mereka, ketimbang calon pemimpin yang berada bibarisan ranah partai politik
besar dan tidak mendekati warga, ksususnya masyarakat menengah ke bawah.
b. Rekapitulasi Hasil Suara Pemilukada DKI Jakarta 2012
Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta telah melaksanakan
penghitungan suara pemilukada DKI Jakarta putaran kedua tingkat kota dan
kabupaten dilaksanakan pada 28-29 September 2012. Kemudian dilanjutkan
penetapan calon Gubernur terpilih pada 30 September 2012. Dan pelantikan
Gubernur terpilih digelar pada 7 Oktober 2012.
Rekapitulasi hasil suara pemilukada ini mulai dari daerah Jakarta Pusat,
Jakarta Utara, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Barat, dan Kepulauan
Seribu. Hasil dari 6 Wilayah Jakarta, 5 diantaranya diungguli oleh pasangan
Jokowi-Ahok, dan hanya 1 wilayah yang menghasilkan suara terbanyak oleh
pasangan Foke-Nara, yaitu wilayah Kepulauan Seribu.
Kemudian partisipasi pemilih pada putaran kedua kian meningkat dari
putaran pertama. Beberapa analisis lembaga pollster menjelaskan tentang
meningkatnya partisipasi pemilih disebabkan karena publik sudah mempunyai
pilihannya yang akan dipilih, dan sosialisi pemilukada DKI Jakarta putaran kedua
ini lebih baik dari putaran pertama. Beberapa masyarakat Jakarta menyatakan
bahwa mereka tidak tau kapan pelaksanaan pemilihan umum pada putaran
pertama. Namun di putaran kedua, KPU merubah strategi untuk sosialisasikan ke
73
warga Jakarta, khususnya masyarakat kelas menengah ke bawah yang minim
mendapatkan informasi.2
Angka partisipasi kian meningkat di putaran kedua dan angka golput kian
menurun di putaran kedua. Dan inilah grafik partisipasi pemilih pemilukada DKI
Jakarta putaran pertama dan putaran kedua:
Gambar 4
Partisipasi Pemilih pada Putaran I dan Putaran II
67.00%
66.80%
66.50%
66.00%
65.50%
65.00%
64.50%
64.00%
64.60%
63.50%
Putaran I
Putaran II
Sumber: KPU DKI Jakarta, 2012
Keterangan: Angka partisipasi pemilih pemilukada DKI Jakarta putaran kedua ini
meningkat dari putaran pertama. Partisipasi pemilih pada putaran kedua naik
sekitar 2,20% menjadi 66,80% . Pada putaran pertama angka partisipasi warga
sekitar 64,60%. Dan angka golput pada putaran kedua menurun. Dan inilah grafik
hasil suara golput pemilukada DKI Jakarta 2012 putaran pertama dan putaran
kedua:
2
Wawancara pribadi dengan Arya Fernandes.
74
Gambar 5
Grafik Hasil Suara Golput Pemilukada DKI Jakarta 2012
Putaran I dan Putaran II
0.37
36,4%
0.36
0.35
Putaran I
0.34
33,2%
Putaran II
0.33
0.32
0.31
Sumber: KPU DKI Jakarta, 2012
Keterangan: Dari penghitungan diketahui jumlah golput atau yang tidak hadir ke
tempat pemungutan suara (TPS) pada pemilukada DKI Jakarta 2012 putaran
kedua ini diketahui menurun dibandingkan dengan putaran pertama lalu. Jumlah
golput menurun karena partisipasi pemilih pada putaran kedua naik sekitar 2,2%
menjadi 66,%.
Berdasarkan data perolehan suara Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Provinsi DKI Jakarta, persentase golput putaran kedua ini turun sekitar 3,1%
menjadi 33,2%. Sementara pada putaran pertama lalu, angka golput mencapai
36,4%. Banyaknya angka partisipasi pemilih di pemilukada DKI Jakarta putaran
kedua ini, kemudian inilah rekapitulasi yang dibentuk grafik hasil suara Jokowi
dan Foke di wilayah Jakarta, yaitu Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Selatan,
Jakarta Timur, Jakarta Barat, dan Kepulauan Seribu:
75
Gambar 6
Grafik Hasil Suara Jokowi Versus Foke Putaran II
700,000
600,000
500,000
400,000
300,000
Foke-Nara
200,000
Jokowi-Ahok
Golput
100,000
0
Sumber: KPUD DKI Jakarta, 2012
Melihat grafik perolehan suara Foke dan Jokowi, menjelaskan bahwa di
Jakarta Pusat, pasangan Foke-Nara memperoleh 249.427 suara yang sah, dan
Jokowi-Ahok unggul tipis dari Foke, yaitu memperoleh 256.529 suara yang sah.
Pasangan Foke-Nara, unggul di Kecamatan Menteng, Tanah Abang, Senen, dan
Johar Baru. Kemudian, Pasangan Jokowi-Ahok umggul di Kecamatan Cempaka
Putih, Sawah Besar, Gambir, dan Kemayoran. Dan jumlah golput di daerah
Jakarta Pusat mencapai 273.755 orang. Di Jakarta Utara, Jokowi-Ahok unggul
dengan perolehan suara sebanyak 432.714 suara yang sah. Sedangkan Foke-Nara
memperoleh suara sebanyak 300.188suara yang sah. Pasangan Jokowi-Ahok
unggul
hampir
semua
kecamatan,
dan
Foke-Nara
hanya
unggul
di
Cilincing.Jumlah golput mencapai 425.408 orang. Di Jakarta Selatan, JokowiAhok mengantongi 507.257 suara yang sah. Untuk pasangan dengan nomor urut
76
1, yakni Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli mendapat perolehan 476.742 suara
yang sah.
Jakarta Selatan memiliki jumlah golput yang besar, yaitu sekitar 512.286
orang. Perhitungan suara Pemilukada DKI Jakarta Timur, Jokowi-Ahok lebih
unggul dari pasangan Foke-Nara. Jokowi-Ahok meraih 695.220 suara yang sah,
dan Foke-Nara 611.366 suara yang sah.Dari 10 kecamatan di Jakarta Timur,
pasangan Jokowi-Ahok menguasai 7 kecamatan yakni kecamatan Pulogadung,
Jatinegara, Pasar Rebo, Cakung, Duren Sawit, Kampung Makasar, dan Ciracas.
Sedangkan pasangan Foke-Nara hanya unggul tipis di 3 kecamatan yaitu
kecamatan Cipayung, Matraman, dan Kramat Jati. Kemudian jumlah golput di
Jakarta Timur 670.096 suara.
Wilayah Jakarta Barat, pasangan Jokowi-Ahok memiliki suara terbanyak,
sementara Foke-Nara hanya unggul di 2 kecamatan saja. Pasangan Foke-Nara
berhasil mengantongi 474.298 suara yang sah, sementara Jokowi-Ahok
memperoleh 577.232 suara yang sah. Jokowi berhasil unggul 6 kecamatan,
yakniCengkareng,Grogol, Kalideres, Tambora, Taman Sari, dan Kembangan.
Sementara pasangan Foke-Nara unggul 2 kecamatan, Kebon Jeruk dan
Palmerah.Jumlah golput di Jakarta Barat dengan jumlah sebesar 443.214 orang.
Kemudian Kepulauan Seribu, pasangan Foke-Nara jauh lebih unggul dari
pasangan Jokowi-Ahok. Jokwi-Ahok hanya mengantongi 3.178 suara, sementara
Foke-Nara mengantongi 8.373 suara. Jumlah angka golput terkecil ada di
Kabupaten Kepulauan Seribu, yaitu mencapai 4.201 orang.
77
c. Hasil Akhir Rivalitas Joko Widodo dan Fauzi Bowo pada Putaran
Kedua
Pasangan Cagub dan Wacagub DKI Jakarta, Joko Widodo dan Basuki
Tjahaja Purnama memenangi perolehan suara pemilihan kepala daerah DKI
Jakarta putaran kedua. Jokowi-Basuki unggul dengan selisih 351.315 suara yang
sah dari rival politik mereka, yakni Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli. Hasil akhir
rivalitas Joko Widodo dan Fauzi Bowo dengan hasil rekapitulasi final pemilukada
DKI Jakarta yang sudah dikeluarkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI
Jakarta pada hari Jumat, 28 September 2012. Di bawah ini adalah grafik hasil
akhir pertarungan pemilukada DKI Jakarta 2012 putaran kedua:
Gambar 7
Hasil Akhir Perhitungan Suara Pemilukada DKI Jakarta 2012
Putaran Kedua
FokeNara
2.120.815
46,8%
JokowiAhok
2.472.130
53,82%
Jokowi-Ahok
Foke-Nara
Sumber: KPUD DKI Jakarta, 2012
Keterangan: Dalam rapat pleno rekapitulasi perhitungan suara putaran kedua
ditingkat Provinsi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU DKI Jakarta), Jumat, 28
September 2012.
Hasil akhir perhitungan suara pemilukada DKI Jakarta 2012 putaran
kedua, maka secara resmi pasangan Jokowi-Basuki dengan nomor urut 3
78
dinyatakan secara resmi menjadi pemenang pemilukada DKI Jakarta putaran
kedua dengan perolehan hasil 2.472.130 suara yang sah dari masyarakat DKI
Jakarta, dan Foke-Nara memperoleh hasil 2.120.815 suara yang sah dari
masyarakat DKI Jakarta. Maka yang akan menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI
Jakarta masa priode 2012-2017 adalah Joko Widodo sebagai Gubernur dan Basuki
Tjahaja Purnama sebagai Wakil Gubernur. Setelah menggelar rapat rekapitulasi
penghitungan suara, KPU DKI Jakarta akan menetapkan Gubernur dan Wakil Gubernur
DKI Jakarta terpilih pada hari Sabtu, 29 September 2012.
Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) DKI Jakarta 2012 resmi
dimenangkan oleh pasangan nomor urut 3, yakni Joko Widodo–Basuki Tjahaja
Purnama.Sikap Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli sangat elegan ketika mengetahui
hasil pemilihan putaran kedua yang dimenagkan oleh Jokowi-Ahok. Hal positif
yang dapat kita lihat dari seorang Foke, meskipun tidak memenagkan di
Pemilukada 2012, Foke tetap menunjukkan ke publik bahwa telah berkompetisi
secara baik, tidak melanggar hukum, dan mengakui kekalahannya. Karena tidak
mudah kita temukan pemimpin yang seperti ini, yang mau mengakui
kekalahannya yang dilakukan Foke. Menurut analisis Arya Fernandes, Faktor
sikap elegan Foke adalah:
“Menurut saya ini didorong karena faktor kepribadian Foke, atau
pendidikannya Foke atau lingkungan. Foke adalah seorang Doktor dari
universitas ternama di Jerman, seorang yang berpendidikan, dan rasional.
Faktor tersebut mempengaruhi Foke secara kesatria dia harus mengakui
kekalahannya. Kalau kita lihat point-point dalam pidato Foke adalah dia
kalah dan mau membantu Jokowi dalam menangani Jakarta, itu salah satu
hal yang baik menurut saya. Kemudian, strategi Foke menunjukkan
kepada kita bahwa pemimpin yang besar itu adalah berani mengakui
kekalahan, dan apa yang dilakukan Foke harusnya menjadi pembelajaran
bagi politisi-politisi yang lain dalam mengakui kekalahannya. Dan target
utamanya dia adalah untuk memperbaiki citranya setelah berdarah-darah
dalam kampanye dan mencitrakan pada beberapa kalangan bahwa dia
sangat emosioanal itu ingin dikenang juga sebagai pemimpin yang sportif.
79
Dan hal itu biasa saja dalam hal berdarah-darah dalam kampanye dan
mengakui kekalahannya yang cukup bagus dan berani, itu sangat penting
juga memperbaiki citranya di akhir. Tetapi dalam kekalahan ini karir Foke
tidak akan mati, dia masih memiliki potensi yang besar untuk menjadi
mentri misalnya, atau lebih dari itu”.3
Hasil wawancara dari Arya Fernandes menjelaskan, akhir sikap Foke yang
elegan, karena atas pendidikannya, baik pendidikan dari keluarga, lingkungan,
dan pendidikan akademisi. Foke adalah seorang Doktor dari Universitas ternama
di Jerman. Dan Foke adalah seorang yang cerdas dan rasional. Menerima
kekalahan dari seorang pemimpin jarang sekali kita temukan, dan ini merupakan
strategi akhir memperbaiki citra Foke yang sudah membangun citra emosional,
arogan, elitis di benak khalayak.
B. Analisis Komparatif Retorika Politik Joko Widodo dan Fauzi Bowo pada
Pemilukada DKI Jakarta 2012 Putaran Kedua
1. Kampanye Joko Widodo dan Fauzi Bowo pada Putaran Kedua
Kampanye pemilihan umum idealnya merupakan proses penyampaian
pesan-pesan politik yang salah satu fungsinya memberikan pendidikan politik
bagi masyarakat.4Retorika akan bermain di dalam kampanye yang akan
digunakan
oleh
Cagub
dan
Cawagub
demi
mengambil
simpati
masyarakat.Retorika menggunakan bahasa untuk mengidentifikasi pembicara
dan pendengar melalui pidato. Menggunakan bahasa yang baik, kata-kata
yang indah, dan dapat merayu publik dengan tujuan bersama. Pidato adalah
3
Wawancara pribadi dengan Arya Fernandes.
Asep Saeful Muhtadi, Komunikasi Politik Indonesia: Dinamika Islam Politik PascaOrde Baru, (Bandung: Rosda Karya, 2008), cet. 1, h. 145.
4
80
suatu konsep yang sama pentingnya dalam menganalisis retorika sebagai
identifikasi atau sebagai simbolisme.5
Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta menjadwalkan
kampanye putaran kedua pemilihan Gubernur akan diselenggarakan selama
tiga hari, yaitu pada tanggal 14-16 September 2012. Kemudian KPU
menyelenggarakan dua kali acara debat kandidat Cagub dan Cawagub
yangakan disiarkan melalui televisi.Kampanye putaran kedua adalah
penajaman visi dan misi kedua kandidat.6
a. Analisis Komparatif Kampanye Joko Widodo dan Fauzi Bowo pada
Pemilukada DKI Jakarta 2012 Putaran Kedua
1)
Joko Widodo
Secara tampilan fisik, Jokowi selalu mengenakan kemeja kotak-kotak.
kemeja kotak-kotak dengan celana panjang berwarna hitam yang digunakan
Jokowi diakui adalah ciri khasnya, casual dan santai. Bahkan baju kemeja
kotak-kotak yang dikenakan Jokowi tercetus tanpa sengaja ditiru oleh calon
kepala daerah diberbagai tempat. Kemeja kotak-kotak berwarna merah, biru,
putih itu memiliki makna pemimpin Jakarta dengan keanekaragaman
warganya harus siap bekerja, penjelasan dari Hasan Nasbi Batupahat, selaku
tim sukses Jokowi-Ahok.7
Jokowi adalah kandidat Cagub DKI Jakarta yang berhasil mengangkat
pesan di benak publik adalah kandidat unggulan dan menjadi kandidat yang
5
Dan Nimmo, Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan, dan Media, h. 142.
“Kampanye Putaran Kedua, 14-16 September”, artikel diakses pada 17 April 2013.
6
Dari: http://megapolitan. kompas.com/read/2012/08/28/17544144/Kampanye.Putaran.Kedua.1416.
September
7
Wawancara pribadi dengan Hasan Nasbi Batupahat, Jakarta, Jumat 10 Agustus 2012.
81
berbeda dengan yang lain. Dan Jokowi juga berhasil menanamkan pesan
kepada publik adalah kandidat yang mungkin benar-benar bekerja, yang
mempunyai integritas untuk perbaikan Jakarta, dan menanamkan pesan
bahwa Jokowi adalah tim rakyat atau prorakyat. Jokowi tidak perlu
mengeluarkan energi yang banyak lagi untuk berkampanye, secara langsung
telah terbantu dengan kampanye oleh pemberitaan media massa, melalui
pemberitaan mengenai dirinya ketika membangun Solo.
Jokowi itu merepresentasikan bahasa politik yang sesuai dengan
bahasa masyarakat bawah, menggunakan bahasa keseharian, tidak tinggi dan
mudah dipahami oleh semua kalangan, kata-kata yang merakyat, yang
bahasanya tidak tinggi dan cenderung lebih to the point. Kemudian kekuatan
Jokowi selain bahasanya yang mudah dipahami juga adalah cara dia bertutur
seperti orang kebanyakan, dan sangat bertabrakan dengan Foke yang
berbicara blak-blakan.
Pada Putaran Kedua relatif Jokowi dia tidak melakukan serangan
politik seperti yang dilakukan oleh kubu Foke, dan dia tetap konsisten di awal
memberikan pesan ke dalam benak publik adalah pemimpin yang cocok
sesuai dengan karakter dia.
Strategi kampanye Jokowi adalah terjun ke masyarakat, dari kampung
ke kampung, mengunjungi kampung-kampung kumuh di Jakarta, kemudian
ke perkomplekan, dan pasar-pasar tradisional. Pada masa kampanye, Jokowi
tidak mengumpulkan warga kemudian berpidato politik mengutarakan visimisinya dengan warga, tetapi mengunjungi langsung dengan warga. Jokowi
lebih memilih bertemu dengan pedagang-pedagang pasar tradisional, dan
82
tidak ada pengumpulan masa. Jokowi hanya menyalami warga, pedagang
pasar dan sambil menyapa mereka. Kemudian Jokowi melakukan aksi
menyebarkan Kartu Jakarta Sehat (KJS) pada masyarakat setempat serta
sosialisasikan fungsi kartu berobat untuk masyarakat menengah kebawah.
Kemudian, tidak ada penyebaran umbul-umbul kampanye (baliho, bendera,
poster) Jokowi-Ahok pada masa kampanye putaran kedua.
Jokowi berpidato politiknya tidak pernah menggunakan naskah.
Jokowi
menggunakan
pendengarnya,
dan
bahasa-bahasa
mengguanakan
yang
kata-kata
dapat
yang
dipahami
oleh
indah.
Serta
mempersuasikan publik secara baik. Mengutarakan publik mengajak untuk
memilihnya dilakukan Jokowi secara baik. Pada masa kampanye, pidato
politik Joko Widodo adalah Tipe Impromtu, yaitu mengungkapkan perasaan
pembicara secara spontan.
2)
Fauzi Bowo
Secara tampilan fisik, Foke selalu tampil dengan rapi dan formal,
seperti memakai busana jas berwarna abu-abu lengkap dengan peci. Foke
memadukan jas itu dengan baju berwarna putih model baju koko, kemeja
putih dan celana panjang. Tampilan Foke sangat rapih terkesan formal.
Kontras dengan pasangan Jokowi yang selalu tampil dengan kemeja kotakkotak yang casual. Diakui oleh Timses dari Fauzi Bowo, Rusydi Ali, bahwa
Foke mencintai kerapihan. Hal sekecil apapun selalu diperhatikannya.8
Masyarakat Jakarta pada umumnya menganggap Foke telah gagal
menjadi Gubernur DKI Jakarta. Kemudian, sikap emosional yang ditunjukkan
8
Wawancara Pribadi dengan Muhammad Rusydi Ali, Jakarta, Sabtu, 11 Agustus 2012.
83
Foke telah melahirkan buruknya citra seorang pemimpin. Jadi, semua
keberhasilan-keberhasilan yang diraih Foke selama menjadi Gubernur, telah
ditutupi oleh sikapnya yang mengundang kontroversial. Banyaknya
pemberitaan negatif Fauzi Bowo di media massa, pada saat mengunjungi
pengungsi korban kebakaran Kalimati, Tanah Abang (Selasa, 7 Agustus
2012), Fauzi Wibowo, atau Foke justru berkampanye yang terekam kamera
video satu televisi swasta dan diunggah juga ke situs youtube.
Foke mempresentasikan bahasa politiknya seperti pejabat-pejabat
kebanyakan. Tetapi, terkadang Foke berbicara blak-blakan sehingga tidak
tersaring bahasanya yang melahirkan buruknya citra Foke dan cenderung
tidak
memahami
emosi
warga
yang
tidak
puas
dalam
masa
kepemerintahannya, harusnya dilakukan Foke adalah tidak berbicara
langsung mengenai keberhasilan-keberhasilan program kerjanya dia selama
menjabat, karena itu bertabrakan dengan emosi warga.
Pada Putaran Kedua, Foke melakukan serangan politik pada Jokowi,
pada masa kampanye, serangan isu SARA, dan aksi sindir pada pidato politik
Fauzi Bowo pada saat berkampanye di Putaran Kedua. Tetapi isu SARA tidak
optimal bekerja.
Pada kampanye Putaran Kedua, kampanye Foke tidak berbeda dengan
agenda Putaran Pertama, tetapi yang membedakan adalah agenda kampanye
Foke pada Putaran Kedua sedikit lebih Islami dan sosialis. Pada putaran
Pertama Foke lebih memilih merangkul partai level elit politik dan memasang
umbul-umbul kampanye di semua titik wilayah Jakarta. Putaran Kedua Foke
melakukan kampanye dengan penyapaan warga dan mau turun ke bawah
84
yang berbeda dengan Putaran Pertama yang tidak ada penyapaan warga.
Kemudian Foke selalu menonjolkan seputar keberhasilannya pada masa
kepemerintahannya yang bertabrakan dengan emosi warga. Padahal warga
Jakarta belum puas dengan kepemerintahan Foke, seharusnya Foke
melakukan turun langsung ke masyarakat dan berinteraksi langsung dengan
warga, bukan meleberkan seputar keberhasilannya.
Foke berpidato politiknya menggunakan naskah, tetapi tidak
membacanya, pidato tersebut berupa poin-poin penting hanya sebagai
pengingat yang akan disampaikan kepada pendengar. Foke berbicara blakblakan, terkadang tidak tersaring bahasanya yang mengundang kontroversial.
Pada masa kampanye, pidato politik Fauzi Wibowo adalah Tipe Ekstemporer,
menggunakan naskah berisi outline-outline yang bersifat penting dan akan
disampaikan.
b. Analisis Pidato Politik Kampanye Joko Widodo dan Fauzi Bowo
Putaran Kedua
Keterangan: Isi pidato politik kampanye Joko Widodo dan Fauzi Bowo
terdapat pada lampiran.
1) Joko Widodo
Pidato politik Joko Widodo menggunakan bahasa yang mudah
dipahami oleh semua kalangan. Isi pesan yang ringan, menggunakan katakata kiasan yang indah, menggunakan bahasa keseharian, mempersuasikan
secara baik, dan tegas. Pidato politik Joko Widodo tidak menjatuhkan rival
politiknya, yakni Foke, dan tidak menyerang. Kata-kata yang digunakan halus
85
dan sopan, sehingga bagi pendengar merasa terhanyut dengan rayuan politik
Jokowi.
Isi pidato politik kampanye Jokowi membahas tentang gerakan
perubahan Jakarta yang menjadi slogan bagi pasangan Jokowi-Basuki. Pesan
politik di dalam pidato dari Jokowi membangun pesan dibenak publik bahwa
Jokowi memiliki integritas untuk membenahi Jakarta, prorakyat, dan
pemimpin akan bekerja. Analisis dari penulis, pidato politik kampanye Joko
Widodo sangat baik, tidak bersifat menjatuhkan lawan, mempersuasikan
secara baik, tegas dengan bahasa yang halus dan sopan, serta menjelaskan visi
misi dalam bentuk pelayanan.
2) Fauzi Bowo
Pidato politik Fauzi Bowo menggunakan bahasa yang mudah
dipahami, di putaran kedua Foke tidak menggunakan kata-kata yang berat,
tetapi bersifat menjatuhkan lawan politiknya, yakni Jokowi. Bahasanya kasar,
spontan yang melahirkan kontroversial. Isi pidato politik dari Fauzi Bowo
adalah membahas tentang salah satu program Jokowi yang menjadi bahan
“olok-olok” Foke, yaitu tentang Kartu Sehat Jakarta (KJS).
Pidato politik Foke tidak dapat mempersuasikan secara baik. Setiap
pidato politik kampanye Fauzi Bowo selalu mencederai lawan politiknya,
yakni Jokowi. “Ada orang lain yang selalu membawa kartu kemana-mana..
Saya memang agak sensitif mengenai kata-kata perubahan. Kalau mau
berubah tidak tau Jakarta yang dirubah, atau merubah Jakarta ke arah yang
lebih baik, kalau berubah ke arah yang lebih jelek, apa nasib warga Jakarta
86
nantinye? “ ini adalah salah satu contoh pidato Foke bersifat menyindir
program Jokowi pada putaran kedua.
2. Analisis Retorika Joko Widodo (Jokowi) dan Fauzi Bowo (Foke)
Dalam kajian retorika menurut Aristoteles, seorang orator harus
memiliki tiga faktor dalam dirinya, yakni Ethos (kredibilitas sumber), Pathos
(emosional), logos (logis).9
a. Joko Widodo
Ethos:
Joko Widodo memiliki latar belakang pendidikan yang baik.
Pendidikan terakhir Jokowi adalah kuliah di Universitas Gajah Mada
Yogyakarta Fakultas Kehutanan hingga menyandang gelar Insinyur
pada tahun 1985. Jokowi sukses menjadi pengusaha eksportir di
Surakarta yang tingkat penjualan hingga ke manca negara, dan
sukses pula menjadi Walikota Solo selama dua periode.
Pathos:Jokowi dapat mengatur emosi dengan baik, sikap “legowo”
yangdilakukan Jokowi dengan merepresentasikan bahasa politik
yang sesuai dengan bahasa masyarakat kelas menengah ke bawah,
menggunakan bahasa keseharian, tidak tinggi dan mudah dipahami
oleh semua kalangan. Kemudian kekuatan Jokowi selain bahasanya
yang mudah dipahami juga adalah cara dia bertutur seperti orang
kebanyakan, cara menyampaikannya lebih kontekstual. Jokowi
lemah di fisik dan gesture. Jokowi dapat mempersuasikan sesuatu
9
Onong Uchyana Effendi, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1997), h. 60.
87
secara baik dengan sosialisasi gebrakan-gebrakan keliling kepada
masyarakat Jakarta awalnya tidak mengenalnya.
Logos:Jokowi adalah orator yang cerdas. Secara keseluruhan WalikotaSolo
selama dua periode ini adalah kandidat Pemilukada DKI Jakarta
2012 yang baik, memiliki sikap keseriusan dalam membenahi kota,
dan berpengalaman.
b. Fauzi Bowo
Ethos:
Fauzi Bowo memilikilatar belakang pendidikan yang baik.
Pendidikan Fauzi Bowo, atau Foke sapaan akrabnya, pendidikan
terakhir Foke adalah kuliah Teknik Arsitektur Fakultas Teknik
Universitas Indonesia, Arsitektur bidang Perencanaan Kota dan
Wilayah Technische University Braunschweig Jerman, DoktorIngenieur Technische University Kaiserslautern. Dari latar belakang
pendidikan Foke dan Jokowi, terlihat bahwa kedua kandidat
Pemilukada DKI Jakarta 2012 Putaran Kedua ini memiliki
kredibilitas yang tinggi, dan berpengalaman.
Pathos:
Fauzi Bowo kurang mampu mengatur emosi dengan baik,
sikaparogan yang ditunjukkan Foke melahirkan simpati negatif pada
masyarakat. Foke adalah tokoh intelektual elitis, sikap Foke sangat
tegas kepada suatu keputusannya, terkadang ketegasan Foke tidak
terkontrol melahirkan sikap yang sedikit kasar, bahasa yang
digunakan Foke sangat intelektual yang hanya dipahami oleh
masyarakat akademisi, gaya komunikasi Foke itu berbeda dengan
88
Jokowi. Gaya komunikasi Foke itu cenderung “blak-blakan” atau
tidak tersaring dan cenderung tidak memahami emosi warga.
Logos:
Foke adalah orator yang terorganisir dan cerdas. Secarakeseluruhan
kandidat ini baik, memiliki sikap keseriusan dalam membenahi kota,
berpengalaman, hanya berbeda dari segi retorika dengan Jokowi.
Dalam pandangan Aristoteles, seorang ahli retorika klasik, terdapat
lima tahap penyusunan pidato yang dikenal dengan Lima Hukum Retorika
“The Five Cannons of Rhetorica”, yaitu Inventio (penemuan). Pada tahap ini,
pembicara menggali topik dan meneliti khalayak untuk mengetahui metode
persuasi yang paling tepat. Disposito (penyusunan). Pada tahap ini, pembicara
menyususun pidato atau mengorganisasikan pesan.Elocutio (gaya). Pada
tahap ini, pembicara memilih kata–kata dan menggunakan bahasa yang tepat
untuk mengemas pesannya. Memoria (memori). Pada tahap ini, pembicara
harus mengingat apa yang ingin disampaikannya dengan mengatur bahan–
bahan pembicaranya.Pronountiatio (penyampaian). Pada tahap ini, pembicara
menyampaikan pesannya secara lisan. Di sini, akting sangat berperan.
Pembicara harus memerhatikan oleh suara dan gerakan–gerakan anggota
badan.10Analisis Lima Hukum Retorika Joko Widodo dan Fauzi Bowo
adalah:
1) Joko Widodo
a. Inventio. Jokowi dapat menemukan emosi warga, walau bukan orang
Jakarta, tetapi dapat beradaptasi dengan cepat. Jokowi sadar bahwa
10
Gun Gun Heryanto dan Irwa Zarkasy, Public Relations Politik (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2012), h. 118-119.
89
mayoritas pemilih DKI Jakarta adalah kelas menengah ke bawah, kemudian
Jokowi menggunakan kata-kata yang mudah dipahami, kata - kata yang
merakyat, guna terciptanya tidak ada jarak antara Jokowi dan publik.
Kemudian kekuatan Jokowi selain bahasanya yang mudah dipahami juga
adalah cara dia bertutur seperti orang kebanyakan, terlihat tidak ada
pencitraan dan apa adanya. Kemudian Jokowi paham apa yang dibutuhkan
khalayak dengan cara terjun langsung ke lapangan dan berinteraksi
langsung dengan masyarakat.11
b. Disposito. Pada tahap ini, Jokowi menyusun pidato politiknya dengan cara
breaving kepada tim sukses Jokowi–Ahok.12Breaving ini membahas poinpoin penting yang akan dimasukkan ke dalam pidato politik Jokowi.
Kemudian, pesan-pesan tersusun tersebut, disampaikan kepada khalayak di
dalam pidato politiknya.
c. Elocutio. Pada tahap ini, Jokowi lemah dalam penampilan lewat bahasa
tubuh (gesture).13 Tetapi, Jokowi menggunakan bahasa yang tepat yang
menyesuaikan dengan masyarakat Jakarta pada umumnya masyarakat
menengah kebawah. Bahasa yang digunakan Jokowi dalam pidato
politiknya sangat bagus, dapat mempersuasikan kepada masyarakat secara
baik. Selain bahasanya yang baik, Jokowi dapat mengutarakannya dengan
baik, seperti tidak dibuat–buat, dan seperti orang kebanyakan. Walau
Jokowi memiliki fisik tidak sebaik Foke, tetapi Jokowi dapat menjadi pusat
perhatian masyarakat Jakarta karena memiliki gaya komunikasi yang baik,
11
Wawancara pribadi dengan Arya Fernandes.
Wawancara pribadi dengan Hasan Nasbi Batupahat.
13
Wawan Bahrudin dan Ardi Nuswantoro, Kartu Sukses Jokowi-Ahok Melangkah Pasti
Menuju DKI Jakarta 1 (Jakarta:Polite, 2012), cet. 1, h. 5.
12
90
dapat mengatur emosi dengan baik, dan bahsa politik Jokowi dapat
diterima oleh semua kalangan.
d. Memoria. Jokowi adalah memoriter, Jokowi mengingat apa yang ingin
disampaikannya. Jokowi terbiasa tidak pernah menggunakan teks atau
naskah di dalam pidato politiknya. Bisa dilihat ketika pidato kampanye
Jokowi pada Putaran Pertama dan Putaran Kedua, Jokowi tidak pernah
menggunakan teks atau naskah.1 Sebelum melakukan pidato kampanye,
Jokowi selalu menyusun pidato politiknya terlebih dahulu.
e. Pronountiatio. Pada tahap ini, Joko Widodo dapat menyampaikan pesannya
secara lisan kepada khalayak sangat baik. Disamping bahasa politiknya
seperti orang kebanyakan, Jokowi dapat menyampaikan pesannya secara
baik, karena background orang Solo yang melekat pada Jokowi, Jokowi
menyampaikan pesan politiknya dengan suara yang halus, tertata, dan
mudah dipahami oleh siapa saja. Gaya komunikasi Joko Widodo yang
halus, menggunakan bahasa yang ringan, disukai oleh masyarakat, Ini
terbukti Joko Widodo dapat memenangkan pemilukada DKI Jakarta 2012
putaran pertama dan kedua.
91
2) Fauzi Bowo
a. Inventio. Pada tahap ini, Fauzi Bowo memiliki kekurangan dalam hal
inventio, yaitu Foke tidak bisa menemukan emosi warga. Melihat
masyarakat yang melabel Foke gagal menjadi pemimpin Jakarta,
seharusnya Foke melakukan cara mendekati warga dengan cara turun
kebawah yang dilakukan Jokowi pada kampanye Pemilukada 2012,
berinteraksi langsung dengan warga, guna untuk memperbaiki citranya
sebagai incumbent dan kandidat Cagub. Tetapi Fauzi Bowo lebih memilih
melakukan koalisi kepada partai elit politik dan melakukan persuasi
dengan cara menonjolkan keberhasilan–keberhasilan kepemerintahannya.
Pada tahap ini, Foke tidak dapat menemukan kebutuhan khalayak. Dengan
bahasa Fauzi Bowo yang cenderung blak-blakan, maka melahirkan
simpati sinis dari publik.
b. Disposito. Pada tahap ini, Foke sangat terorganisir dan rapih dalam
menyusun pidato. Bisa dilihat dalam kepiawannya dalam berpidato,
tersusun dan terarah, karena Foke selalu menyusun hal-hal apa saja yang
menurutnya penting yang akan disampaikan kepada khalayak di dalam
pidatonya.14
c. Elocutio. Pada masa kampanye dan debat kandidat pada Putaran Kedua,
Foke memiliki gaya yang formal, elitis, dan seperti pejabat pada
umumnya. Foke lebih cenderung menggunakan bahasa teoritis yang hanya
dimengerti oleh akademisi saja. Gaya komunikasi Foke
itu berbeda
dengan Jokowi. Perbedaan ini terletak pada persuasi dan bahasa. Gaya
14
Wawancara pribadidengan K.H Muhammad Rusydi Ali.
92
komunikasi Foke itu cenderung blak-blakan atau tidak tersaring, terkesan
emosional, dan melahirkan label buruk oleh tim media, dan orang-orang
yang mengakses informasi, karena selalu dibandingkan dengan Jokowi
yang cenderung lebih halus dan lebih lentur dalam berbicara.
d. Memoria. Pada tahap ini, Foke mengingat apa yang ingin disampaikannya
dengan mengatur pokok-pokok penting yang akan disampaikannya. Foke
sangat memoriter, cerdas dan teoritis. Tetapi, Foke menggunakan naskah
di dalam pidato kampanyenya, naskah tersebut berisi poin – poin penting
yang akan diutarakan kepada masyarakat. Naskah tersebut hanya sebagai
pengingat, bukan berpidato dengan membaca naskah.
e. Pronountiatio. Pada tahap ini, Fauzi Bowo atau Foke menyampaikan
pesannya secara lisan kepada khalayak dengan baik. Bahasanya tertata
rapih, tetapi terkadangan tidak tersaring dan terkontrol. Fauzi Bowo atau
Foke menggunakan bahasa politiknya seperti pejabat kebanyakan, teoritis
dan formal. Seperti ada jarak antara Fauzi Bowo dan warga Jakarta.
Karena Fauzi Bowo berasal dari Betawi, Fauzi Bowo memiliki vibra suara
yang kuat yang melahirkan sikap emosional, sangat kontras dengan suara
Joko Widodo yang halus dan lentur dalam berbicara.
93
3. Narasi Retorika Joko Widodo dan Fauzi Bowo
Koherensi adalah konsistensi internal dari sebuah naratif. Dalam
perspektif Fisher narasi lebih dari sekedar cerita yang memiliki plot dengan
awal, pertengahan dan akhir. Melainkan, mencakup deskripsi verbal atau
nonverbal apapun dengan urutan kejadian yang oleh pendengar diberi makna.
Hal ini tentunya Fisher menunjuk bahwa Semua komunikasi adalah narrative
(cerita). Dia beragumen bahwa narrative bukanlah gender tertentu tetapi lebih
kepada cara dari pengaruh sosial. Koherensi didasarkan pada tiga tipe
konsistensi yang spesifik, yaitu:
1) Koherensi struktural, berpijak pada tingkatan di mana elemen-elemen dari
sebuah cerita mengalir dengan lancar. Suatu jenis koherensi yang merujuk pada
aliran cerita. Ketika cerita membingungkan, ketika satu bagian tidak
tersambung dengan bagian berikutnya, atau ketika alurnya tidak jelas, maka
cerita itu kekurangan koherensi struktural.
Pada tahapan ini,
alur cerita mengenai Joko Widodo pada masa
kampanye sangat jelas, tetapi Jokowi melihat masalah-masalah yang ada di
Jakarta sangat mudah untuk mengatasinya. Seperti banjir, kemacetan yang
tidak ada ujungnya, pemukiman kumuh yang menjamur di Jakarta, dan masih
banyak lagi. Jokowi menyamakan apa yang ada di Jakarta sama dengan Solo.
Padahal Solo dengan Jakarta berbeda, dari segi wilayah dan populasi. Seperti
tidak masuk akal, tetapi nanti kita buktikan kinerja-kinerja Jokowi kedepan,
apa yang dikatakan Jokowi memang terbukti atau hanya janji-janji manis
semata. Maka cerita itu kekurangan koherensi struktural.
94
Pada tahapan ini, elemen-elemen dari sebuah cerita Foke pada putaran
pertama dan kedua, alurnya tidak jelas. Pada putaran pertama, Foke selalu
mengedepankan
keberhasilan
Foke
selama
masa
kepemerintahannya.
Kemudian, Foke sosialisasikan visi misinya dengan melanjutkan program kerja
yang dibuat dulu semasa menjadi gubernur DKI Jakarta. Kemudian pada
kampanye putaran kedua, Foke lebih sering menyindir rival politiknya, yakni
Jokowi. Sindiran itu diutarakan pada kampanye, maupun diacara debat
kandidat. Aluran cerita ini tidak jelas, maka pada alur crita dari Fauzi Bowo
kekurangan koherensi struktural.
2) Koherensi material, merujuk pada tingkat kongruensi antara satu cerita dengan
cerita lainnya yang sepertinya berkaitan dengan cerita tersebut. jenis koherensi
yang merujuk pada kongruensi antara satu cerita dan cerita lainnya yang
berkaitan. Jika semua cerita kecuali satu menyatakan masalah bahwa seorang
teman telah memberikan informasi yang keliru sehingga menimbulkan situasi
yang memalukan bagi yang seorang lagi, anda cenderung tidak akan
memercayai satu cerita yang berbeda sendiri tersebut. Anda akan percaya
bahwa cerita yang berbeda ini kekurangan koherensi material.
Pada putaran pertama Jokowi sosialkan Kartu Jakarta Sehat (KJS) dan
Kartu Jakarta Pintar (KJP) untuk penduduk Jakarta yang tidak mampu berobat
ke Rumah Sakit dan tidak berkemampuan sekolah. Kedua layanan ini adalah
program kerja Jokowi yang disosialkan pada putaran pertama, namun pada
putaran kedua layanan ini juga disosialkan oleh Jokowi sebagai program kerja
utama penarik simpati publik yang akan segera diwujudkan. Jadi, Jokowi
95
berkoherensi material, yaitu konsisten dengan apa yang diutarakan pada
putaran pertama sama dengan apa yang diutarakan kedua.
Fauzi Bowo selalu mengumbar prestasi kepada masyarakat selama
kepemerintahannya. Foke sosialisasikan keberhasilan-keberhasilan program
kerjanya di putaran pertama. Kemudian pada putaran kedua juga demikian,
Foke terus berbicara seputar keberhasilannya selama menjabat sebagai
gubernur DKI Jakarta, walau warga Jakarta menganggap Foke gagal sebagai
Gubernur. Dan meneruskan program kerja yang belum dilaksanakan. Tetapi
pada tahapan ini, Foke berkoherensi material, yaitu konsisten dengan apa yang
diutarakan padaputaran pertama sama dengan apa yang diutarakan kedua.
3) Koherensi karakterologis, merujuk pada dapat dipercaya karakter-karakter di
dalam sebuah cerita. Jenis koherensi yang merujuk pada dapat dipercayainya
karakter-karakter di dalam cerita.15
Pada putaran pertama Jokowi menanamkan dibenak khalayak sebagai
kandidat yang sosialis, dengan gebrakan-gebrakan Jokowi dari kampung ke
kampung, menyapa langsung dengan masyarakat Jakarta, ke pasar-pasar
tradisional, terlihat low profile, berinteraksi langsung dengan warga, dan ini
diwujudkan kembali pada putaran kedua. Jadi, Jokowi berkoherensi
karakterologis, yaitu pembangunan karakter pada putaran pertama, terjadi
padaputaran kedua. Pada putraan pertama Jokowi terjun langsung ke
masyarakat, dari kampung ke kampung, ke pasar-pasar tradisional, hingga ke
pemukiman komplek, diterapkan kembali pada putaran kedua. Jokowi
15
West Richard. 2008. Pengantar Teori Komunikasi – Teori dan Aplikasi, h. 52.
96
membangun karakter pada dirinya yaitu sebagai kandidat calon gubernur yang
sosialis dan low profile.
Fauzi Bowo pada saat kampanye putaran pertama, tidak melakukan
gebrakan terjun langsung ke masyarakat Jakarta, Foke lebih memilih
menggandeng beberapa parpol elit politik dan kampanye dengan selembaranselembaran poster dan banner dibandingkan mendekatkan diri kepada warga,
kemudian pada putaran kedua Foke bernegosiasi dengan beberapa parpol elit
politik untuk mengusungnya dan melakukan kampanye turun ke masyarakat.
Pada putaran pertama Foke membangun karakter di benak publik bahwa Foke
adalah kandidat elitis. Putaran kedua, Foke membangun karakter yang berbeda,
yakni ada pendekatan dengan warga. Tetapi karena Foke telah menanamkan
karakter dari awal yang elitis dan kurang sosialis pada masyarakat pada putaran
pertama, jadi perubahan karakter Foke pada putaran kedua, masyarakat kurang
mempercayai pembangunan karakter Foke yang baru. Pada tahap ini, Foke
kekurangan koherensi karakterologis.
97
4. Tipe - tipe Retorika Politik Joko Widodo dan Fauzi Bowo
Teori retorika politik menjelaskan ada tiga tipe-tipe dalam retorika politik,
yaitu Retorika Deliberatif,Dirancang untuk mempengaruhi orang – orang dalam
masalah kebijakan pemerintah dengan menggambarkan keuntungan dan kerugian
relatif dari cara – acara alternatif dalam melakukan segala sesuatu.Retorika
Forensik, berfokus pada apa yang terjadi pada masa lalu untuk menunjukkan
bersalah
atau
tidak
bersalah,
pertanggungjawaban,
atau
hukuman
dan
ganjaran.Retorika Demonstratif,adalah wacana yang memuji dan menjatuhkan.16
1) Joko Widodo
a. Retorika Deliberatif, Pada tipe ini, Joko Widodo tidak terlihat adanya
retorika deliberatif .
b. Retorika Forensik, Pada tipe ini, Joko Widodo terlihat adanya retorika
forensik pada debat kandidat Cagub dan Cawagub.Contoh:“Menurut saya
yang terpenting adalah membangun sistem, baik sistem pelayanan KTP
dan perijinan. Ini yang saya dengar memang banyak masalah pada
pengurusan KTP dan perijinan. Mengurus KTP saja akan cepat sesuai
amplop yang kita kasih, mengurus ijin saja sampai berbulan-bulan.
Sekarang ini kan jamannya IT, seharusnya buatlah sistem yang baik dan
paling cepat. Sehingga birokrasi mengikuti sistem, bukan sistem yang
mengikuti birokrasi.”17
c. Retorika Demonstratif, Pada tipe ini, Joko Widodo terlihat adanya retorika
forensik pada debat kandidat Cagub can Cawagub.Contoh:“Saya kira pak
Fauzi ini sangat berpengalaman, sudah berpuluh tahun mengurus Jakarta,
16
Dan Nimmo, Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan, dan Media,h. 142 – 143.
Joko Widodo, “Debat Cagub DKI Jakarta 2012 - Jakarta Memilih "The Final Round,” video
diakses pada 5 Januari 2013 dari: http://www.youtube.com/watch?v=D-4N9mOywqY.
17
98
pernah menjadi Sekda, Wakil Gubernur, menjadi Gubernur, tetapi dengan
pengalaman itu mestinya bisa langsung action atau memutuskan, tidak
hanya berencana dan wacana. Nah itu positifnya, beliau punyarencana
meskipun belumdikerjakan.”18
2) Fauzi Bowo
a. Retorika Deliberatif, Pada tipe ini, Fauzi Bowo tidak terlihat adanya
retorika deliberatif .
b. Retorika Forensik, Pada tipe ini, Fauzi Bowo terlihat adanya retorika
forensik pada debat kandidat Cagub dan Cawagub.Contoh:“Warga
Jakarta tidak sekedar jualan gambar, tetapi saya ada data mengenai
kemiskinan di Kota Solo, dan ini terbukti. Bagaimana ini pak Joko
menjelaskan tentang statemen angka kemiskinan di Solo yang rendah, jadi
semua pernyataan perlu data danbukti, jangan hanya sekedar beretorika
dan beretorika, apalagi janji yang tidak pernah dibuktika.”19
c. Retorika Demonstratif, Pada tipe ini, Fauzi Bowo terlihat adanya retorika
forensik pada debat kandidat Cagub can Cawagub.Contoh:“Ada hal positif
yang bisa menjadi pelajaran dari ini, dan saya tidak bisa seperti itu,
seperti pak Jokowi. Mungkin saya bisa belajar pencitraan seperti itu
makin baik. Paling tidak, menjanjikan sesuatu yang belum tentu bisa
dilaksanakan”.20
18
Ibid.
Fauzi Bowo, “Debat Cagub DKI Jakarta 2012 - Jakarta Memilih "The Final Round,” video
diakses pada 5 Januari 2013 dari: http://www.youtube.com/watch?v=D-4N9mOywqY.
20
Fauzi Bowo, “Debat Cagub DKI Jakarta 2012 - Jakarta Memilih "The Final Round,” video
diakses pada 5 Januari 2013 dari: http://www.youtube.com/watch?v=D-4N9mOywqY.
19
99
C. Tipologi Orator dalam Retorika Politik Joko Widodo dan Fauzi Bowo
Dalam Public Relations Politik dibutuhkan kesadaran diri bahwa seorang
Public Relations akan membawa nama lembaga yang diwakilinya atau
menunjukkan citra kandidat yang didukungnya. Oleh karena itu, harus senantiasa
menyadari tipologi orator yang sedang diperankannya. Tipologi orator dalam
Public Relations politik yaitu,Noble Selves, orang yang menganggap dirinya
paling benar, mengklaim lebih hebat dari yang lain dan sulit menerima kritik.
Rhetorically Reflector, orang yang tidak punya pendirian yang teguh, hanya
menjadi cerminan orang lain. Rhetorically Sensitive: orang yang adaptif, dan
cepat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.21
Analisis tipologi orator Joko Widodo adalah rhetorically sensitive. Sosok
Jokowi mampu mengambil hati publik Jakarta dengan karakter Jokowi yang
kontras dengan figur petahana. Seperti halnya Jokowi terjun langung ke
pemukiman padat di Jakarta, dan Jokowi mengedepankan proses partisipasi
melalui interaksi dan dialog lewat makan siang maupun makan malam di
sejumlah warung pinggiran Ibukota, dan berinteraksi langsung dengan masyarakat
Jakarta. Jokowi yang berlatar belakang orang Solo, tetapi dapat menyesuaikan diri
dengan warga Jakarta. Salah satu contoh menggambatkan bahwa Jokowi adalah
orator rhetorically sensitive, adalah pada acara debat, Jokowi terlihat tidak
terbawa emosi pada saat mengatasi serangan-serangan dari Foke. Dan pada saat
menjelaskan kampung susun yang akan dibuat Jokowi, Suryopratomo sebagai
pemandu acara, bertanya mengenai jumlah dana yang akan diperlukan untuk
kampung susun dengan angka yang fantastis, pulihan triliunan. Tetapi, Jokowi
21
Gun Gun Heryanto dan Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 119.
100
menjawab “Angka dari mana itu pak, saya tidak mempunyai kalkulator untuk
menghitung angka sebanyak itu.” Kemudian pada saat debat, Jokowi
merendahkan diri dengan kata “saya iniorangbodoh.”22
Analisis tipologi orator Fauzi Bowo adalah noble selves, yaitu orang yang
menganggap dirinya paling benar, mengklaim lebih hebat dari yang lain dan sulit
menerima kritik. Fauzi Bowo membangun karakter pada Putaran Pertama dan
Putaran Kedua adalah kandidat Cagub yang emosional, dan elitis. Bisa dilihat
pada Putaran Pertama dan Kedua lebih memilih merangkul sejumlah partai elit
politik dibandingkan memahami emosi warga. Kemudian Calon Gubernur DKI
Jakarta 2012 ini, yakni Fauzi Bowo tidak bisa dikritik, terlihat pada acara debat
kandidat Cagub Putaran Kedua bahwa Foke adalah noble selves. Salah satu
contoh menggambarkan Foke adalah orator noble selves adalah pada saat acara
debat kandidat, Foke mendapatkan intrupsi oleh pembawa acara agar memberikan
waktu kepada Jokowi untuk memberikan jawaban, tetapi Foke disini marah dan
tidak ingin pembicaraannya dipotong, “This is our show,anda tidak berhak
mengintervensi.” Kemudian pada saat Jokowi mengkritik tentang permasalahan
transportasi, busway misalnya, perencanaan Foke mengenai busway yang harus
diselesaikan 15 koridor, dan yang diselesaikan hanya 11 koridor. Tetapi, 10
diantaranya dikerjakan pada saat Sutiyoso. Namun Foke menjawab, “Karena
yang berbicara bukan ahli transportasi begini nih jadinya.”23
22
Joko Widodo, “Debat Cagub DKI Jakarta 2012 - Jakarta Memilih "The Final Round,” video
diakses pada 5 Januari 2013 dari: http://www.youtube.com/watch?v=D-4N9mOywqY.
23
Fauzi Bowo, “Debat Cagub DKI Jakarta 2012 - Jakarta Memilih "The Final Round,” video
diakses pada 5 Januari 2013 dari: http://www.youtube.com/watch?v=D-4N9mOywqY.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Analisis retorika politik Joko Widodo dan Fauzi Bowo yakni:
a. Joko Widodo adalah kandidat Cagub DKI Jakarta yang berhasil
mengangkat pesan di benak publik adalah kandidat unggulan dan menjadi
kandidat yang berbeda dengan yang lain. Dan Jokowi juga berhasil
menanamkan pesan kepada publik adalah kandidat yang mungkin benarbenar bekerja, yang mempunyai integritas untuk perbaikan Jakarta, dan
menanamkan pesan bahwa Jokowi adalah tim rakyat atau prorakyat.
Karena gaya komunikasi Jokowi sangat baik, dan beretorika sesuai dengan
karakternya. Jokowi merepresentasikan bahasa politik yang sesuai dengan
bahasa masyarakat bawah, menggunakan bahasa keseharian, tidak tinggi
dan mudah dipahami oleh semua kalangan, kata-kata yang merakyat, yang
bahasanya tidak tinggi dan cenderung lebih to the point. Kemudian
kekuatan Jokowi selain bahasanya yang mudah dipahami juga adalah cara
bertutur seperti orang kebanyakan, dan sangat bertabrakan dengan Foke
yang berbicara “blak-blakan”. Kata-kata yang digunakan halus dan sopan,
sehingga bagi pendengar merasa terhanyut dengan rayuan politik Jokowi.
Pada saat berpidato, Jokowi tidak pernah menggunakan naskah, berbicara
spontan, tetapi terarah dan mempersuasikan kepada masyarakat Jakarta
sangat baik. Kemudian gaya Jokowi tidak terlihat seperti pejabat-pejabat
elitis.
101
102
b. Fauzi Bowo adalah Cagub DKI Jakarta yang selalu dihujani pemberitaan
negatif di media massa, salah satu contoh pada saat mengunjungi
pengungsi korban kebakaran Kalimati, Tanah Abang (Selasa, 7 Agustus
2012). Fauzi Bowo, atau Foke justru berkampanye bukan berempati
kepada korban yang terekam kamera video salah satu televisi swasta dan
diunggah ke situs youtube. Itu karena Foke memiliki gaya komunikasi
yang kurang baik. Secara tampilan fisik, Foke lebih unggul dari Jokowi.
Tetapi sikap emosional yang ditunjukkan Foke telah melahirkan buruknya
citra seorang pemimpin. Jadi, semua keberhasilan-keberhasilan yang diraih
Foke selama menjadi Gubernur DKI Jakarta, telah ditutupi oleh sikapnya
yang
mengundang
kontroversial.
Foke
merepresentasikan
bahasa
politiknya seperti pejabat-pejabat kebanyakan. Tetapi, terkadang Foke
berbicara “blak-blakan” sehingga tidak tersaring bahasanya yang
melahirkan buruknya citra Foke dan cenderung tidak memahami emosi
warga yang tidak puas dalam masa kepemerintahannya, seharusnya yang
dilakukan Foke adalah tidak berbicara langsung mengenai keberhasilankeberhasilan program kerjanya selama menjabat, karena itu bertabrakan
dengan emosi warga. Foke melakukan serangan politik pada Jokowi, pada
masa kampanye, yaitu serangan isu SARA, dan aksi sindir pada pidato
politik Fauzi Bowo pada saat berkampanye di putaran kedua. Tetapi isu
SARA tidak optimal bekerja. Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada)
DKI Jakarta 2012 resmi dimenangkan oleh pasangan nomor urut 3, yakni Joko
Widodo–Basuki Tjahaja Purnama. Akhir sikap Fauzi Bowo dan Nachrowi
Ramli sangat elegan ketika mengetahui hasil pemilihan putaran kedua
103
yang dimenangkan oleh Jokowi-Ahok. Hal positif yang dapat kita lihat
dari seorang Foke, meskipun tidak memenangkan di Pemilukada 2012,
Foke tetap menunjukkan ke publik bahwa telah berkompetisi secara baik
dan mengakui kekalahannya. Karena tidak mudah kita temukan pemimpin
yang seperti ini, yang mau mengakui kekalahannya yang dilakukan Foke.
Dan inilah sebagai contoh untuk para politisi yang maju dalam pemilihan
kepala daerah.
2.
Tipologi orator dalam retorika politik Joko Widodo dan Fauzi Bowo saat
kampanye pemilukada DKI Jakarta 2012 putaran kedua adalah:
a. Tipologi orator politik Joko Widodo adalah rhetorically sensitive.
Walaupun Jokowi bukan orang Jakarta, tetapi dengan cepat Jokowi dapat
beradaptasi kepada masyarakat Jakarta yang belum mengenalnya. Sosok
Jokowi mampu mengambil hati publik Jakarta dengan karakter Jokowi
yang kontras dengan figur petahana. Seperti halnya Jokowi terjun langung
ke pemukiman padat di Jakarta, dan Jokowi mengedepankan proses
partisipasi melalui interaksi dan dialog lewat makan siang maupun makan
malam di sejumlah warung pinggiran Ibukota, dan berinteraksi langsung
dengan masyarakat Jakarta. Jokowi yang berlatar belakang orang Solo,
tetapi dengan cepat dapat menyesuaikan diri dengan warga Jakarta.
b. Tipologi orator politik Fauzi Bowo adalah noble selves. Fauzi Bowo
membangun karakter pada putaran pertama dan putaran kedua adalah
kandidat Cagub yang emosional, dan elitis. Bisa dilihat pada putaran
pertama dan kedua lebih memilih merangkul sejumlah partai elit politik
dibandingkan melakukan pendekatan kepada warga. Kemudian Calon
104
Gubernur DKI Jakarta 2012 ini, yakni Fauzi Bowo tidak bisa dikritik.
Salah satu contoh menggambarkan Foke adalah orator noble selves adalah
pada saat acara debat kandidat, Foke mendapatkan intrupsi oleh pembawa
acara agar memberikan waktu kepada Jokowi untuk memberikan
jawaban, tetapi Foke disini menunjukkan sikap emosionalnya dan tidak
ingin pembicaraannya dipotong, “This is our show, anda tidak berhak
mengintervensi.”
B. Saran
Ada beberapa catatan yang ingin penulis sampaikan, tentunya saransaran ini disampaikan bertujuan tak lain demi kebaikan dan kualitas di masa
yang akan datang. Momentum Pemilukada DKI Jakarta 2012 banyak sekali
pelajaran-pelajaran yang dapat kita ambil untuk menambah pengetahuan kita
dalam konteks komunikasi politik.
Adapun saran yang ingin penulis
sampaikan adalah sebagai berikut:
a. Saran Akademisi
Sebagai generasi Indonesia diharapkan dapat mempelajari berkomunikasi
dengan baik, sikap, maupun perkataan sangat berpengaruh pada tingkat
kekuatan retorika politik secara baik. Dan tentunya sebagai akademisi jangan
pernah berhenti untuk menggali pengetahuan dan mengembangkan teori-teori
komunikasi politik, khususnya akademisi yang berpihak pada isu politik.
105
b. Saran Praktisi
Pada 20 September 2012 terlaksana pemilukada DKI Jakarta pada
putaran kedua berjalan lancar. Melirik pesta demokrasi putaran kedua ini
memberikan rasa bangga khususnya masyarakat DKI Jakarta yang mampu
melaksanakan proses demokrasi secara baik. Sebagai penerus bangsa
diharapkan terus menggali ilmu pengetahuan khususnya pada konsentrasi
komunikasi politik dan dapat mengembangkan teori retorika politik.
Kemudian dianjurkan dapat mempelajari rhetorically sensitive, khususnya
bagi para politisi yang maju dalam pemilihan kepala daerah, karena
beretorika dengan baik akan menghasilkan tingkat sosialisasi yang baik pula.
Dan retorika politik sangat berpengaruh pada citra setiap kandidat. Dengan
mempelajari dan memperdalami semua teori-teori maupun materi komunikasi
politik, guna menciptakan politik yang sehat dan beradab khususnya di
negara Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Tatang M. Menyusun Rencana Penelitian (Jakarta: Rajawali 1978/2003).
Arifin, Anwar. Komuniasi Politik (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011).
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta:
Rineka Cipta, 2002).
Bahrudin, Wawan dan Nuswantoro, Ardi. Kartu Sukses Jokowi-Ahok Melangkah
Pasti Menuju DKI Jakarta 1 (Jakarta: Polite, 2012), cet. 1.
Bungin, Burhan. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik,
dan Ilmu Sosial lainnya (Jakarta: Kencana, 2010), cet. 4.
Bungin, Burhan. Metodologi Penelitian Kualitatif: Aktualisasi Metodologis ke
arah Ragam Varian Kontemporer (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2007).
Cangara, Hafied. Komunikasi Politik: Konsep, Teori, dan Strategi (Jakarta:
Rajawali Pers, 2011).
Effendi, Onong Uchyana. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 1997).
Effendy, Onong Uchjana. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi (Bandung: PT
Citra Aditya Bakti, 2003).
Fahrudin, Wawan dan Nuswantoro, Ardi. Kartu Sukses Jokowi – Ahok:
Melangkah Pasti Menuju DKI Jakarta 1.
Hendrikus,
Dori
Wuwur.
Retorika:
Terampil
berpidato,
Berdiskusi,
Berargumentasi, Bernegosiasi, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1991).
Heryanto, Gun Gun dan Farida, Ade Rina. Komunikasi Politik (Jakarta: Lembaga
Penelitian UIN Syarif Hidayatullah), cet. 1, 2011.
Heryanto, Gun Gun dan Zarkasy, Irwa. Public Relations Politik, (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2012).
Hikmat, Mahi M. Komunikasi Politik: Teori dan Praktik, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2010), cet. 1.
Kasiram, Mohammad. Metodologi Peneliti Kualitatif-Kuantitatif, (Yogyakarta:
UIN-Maliki Press, 2010), cet. 2.
Keraf, Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: Gramedia, 2007).
Kriyantono, Rachmat. Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta, 2007), cet ke-2.
Miles, Matthew dan Huberman, Michael. Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber
Tentang Data-data Baru, (Jakarta: UI-Press, 1992).
Moloeng, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Rosda).
Morissan dan Corry, Andy. Teori Komunikasi: Komunikator, Pesan, Percakapan,
dan Hubungan, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009), cet. 1.
Muhtadi, Asep Saeful. Komunikasi Politik Indonesia: Dinamika Islam Politik
Pasca-Orde Baru, (Bandung: Rosda Karya, 2008), cet. 1.
Mulyana, Deddy. Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru, Ilmu
Komunikasi, dan Ilmu Sosial lainnya, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2006).
Nasution, S. Metode Research, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), cet. 11.
Nasution, S. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, (Bandung: Tarsito).
Nimmo, Dan. Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan, dan Media, (Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 1989 ), cet. 1.
Prastowo, Andi. Memahami Metode-metode Penelitian: Suatu Tinjauan Teoritis
dan Praksis, (Yogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), cet. 1.
Rakhmat, Jalaluddin. Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2005).
Riyanto, Yatim. Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, Surabaya: Unesa
University Press, 2007.
Singarimbun, Masri dan Effendi, Sofian. Metode Penelitian Survey, (Jakarta:
LP3ES, 1995), cet. 2.
Strauss,
Anselm dan Corbin, Juliet. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif:
Tatalangkah dan Teknik-teknik Teoritisasi Data, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2003).
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung:
Alfabeta, 2010).
Supriyono, Arif. Jokowi Tokoh Perubahan, (Jakarta: Republika, 2012), cet. 1.
West, Richard dan Turner, Lynn. Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan
Aplikasi, (Jakarta: Salemba Humanika), Edisi 3, 2008.
Yazid, Husin. Berebut Kursi Jakarta Satu: Kenapa Foke dan Jokowi? Data dan
Analisa Putaran Pertama Pilkada DKI Jakarta, (Jakarta: Firdaus, 2012),
cet. 1.
Yin, Robert K. Studi Kasus (Desain dan Metode), (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2003).
Zed, Mestika. Metode Penelitian Kepustakaan (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2004).
Referensi Dokumen Elektronik dari Internet:
Kampanye Putaran Kedua, 14-16 September, artikel diakses pada 17 April 2013,
dari: http://megapolitan.kompas.com/read/2012/08/28/17544144/Kampan
ye.Putaran.Kedua.1416. September.
Adu Siasat Jokowi dan Foke di Putaran II, artikel diakses pada hari Rabu, 18 Juli
2012, pukul 20.05 WIB dari: http://fokus.news.viva.co.id/news/read/
335022-adu-siasat-jokowi-dan-foke-di-putaran-ii.
Putaran Kedua Pemilihan Umum Gebernur DKI Jakarta, Adu Integritas Foke
versus Jokowi, artikel diakses pada hari Kamis, 19 Juli 2012, pukul 11.12
WIB dari: http://news.detik.Com /read/2012/07/25/070128/1974020/10/
putaran-kedua-pilgub-dki-adu-integritas-foke-vs- jokowi?9922022.
KPU DKI Jakarta, Terpilih Pasangan Jokowi-Ahok Pemilihan Gubernur DKI
Jakarta, artikel diakses pada hari Selasa, 2 Oktober 2012, pukul 20.13
WIB dari: http: //news. detik.com/read /2012/09/29/114959/2045146/10/
kpu-dki-jokowi-ahok-pasangan-terpilih-pilgub-dki-2012?9911012.
Debat Foke vs Jokowi, artikel diakses pada Rabu, 3 September 2012, pukul 20.39
WIB
dari:
http://www.solopos.com/2012/09/16/malam-ini-di-metro-tv-
debat-foke-vs-jokowi-329366.
Dikutip dari www.jokowi.com, data selengkapnya dapat dibaca di situs
www.worldmayor.com.
Jokowi and Solo Recieve Best City Award, Jakarta Globe August, 09, 2012.
Diolah dari data Quick Real Count, The Cyrus Network.
Biografi Fauzi Bowo, artikel diakses pada tanggal 4 Desember 2012 Pukul 10.55
dari: http:// www.bangfauzi.com/profil.php.
Biography DR. Ing H. Fauzi Bowo, artikel diakses pada tanggal 4 Desember 2012
Pukul 14.13 WID dari: http://www.ceritamu.com/cerita/DR--Ing--H-Fauzi-Bowo/biography.
Gubernur DKI Jakarta 2007-2012, artikel diakses pada tanggal 4 Desember 2012
dari: http://www.fauzibowo.com/profil.php.
Biografi Fuzi Bowo, artikel diakses pada tanggal 13 November 2012, dari:
http://www.ceritamu.com/cerita/DR--Ing--H--Fauzi-Bowo/biography.
(Sumber : beritajakarta.com).
Fauzi Bowo,
artikel diakses pada tanggal 13 November 2012 dari situs:
http://www.fauzibowo.com /profil.php.
Situs CNNGo merilis 10 kota yang paling di dunia, artikel diakses pada tanggal
10 November 2012 dari situs: www.cnngo.com.
Rangkuman Prestasi Fauzi Bowo sebagai Gubernur Provinsi DKI Jakarta Periode
2007-2011, Komunitas Suara Anda, 2012.
Dokumen Rekaman Video:
Joko Widodo, “Debat Cagub DKI Jakarta 2012 - Jakarta Memilih "The Final Round,”
video diakses pada 5 Januari 2013 dari: http://www.youtube.com/watch?
v=D-4N9mOywqY.
Fauzi Bowo, “Debat Cagub DKI Jakarta 2012 - Jakarta Memilih "The Final Round,”
video diakses pada 5 Januari 2013 dari: http://www.youtube.com/watch?
v=D-4N9mOywqY.
Dokumen Wawancara Pribadi:
Wawancara pribadi dengan Hasan Nasbi Batupahat, Jakarta, Jumat 10 Agustus
2012.
Wawancara Pribadi dengan Muhammad Rusydi Ali, Jakarta, Sabtu, 11 Agustus
2012.
Wawancara pribadi dengan Arya Fernandes, Jakarta, Senin, 11 Febuari 2013.
Pidato Politik Kampanye Joko Widodo dan Fauzi Bowo
1. Pidato Politik Joko Widodo
“Selamat malam saudara-saudaraku warga Jakarta yang ku hormati dan ku cintai.
Sebelumnya ijinkan saya untuk memberikan pidato penutup kampanye Pilkada DKI
Jakarta Putaran Kedua 2012 yang telah berlangsung selama tiga hari ini. Saya Joko
Widodo bersama Basuki Tjahya Purnama, hendak menawarkan sebuah gebrakan
perubahan bekerja bersama-sama anda, rakyat DKI Jakarta mewujudkan sebuah
Jakarta baru. Ijinkan saya dalam kesempatan ini mengingantkan kepada anda untuk
memilih Jokowi dan Basuki sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta 2012.
Anda akan memilih kami karena anda dan kita semua ingin hidup bahagia dan
sejahtera, karena kita ingin mendapatkan kualitas hidup yang baik, sejahtera, karena
kita sebagai warganegara ingin mendapatkan kualitas pelayanan publik nomor satu,
sehingga nantinya Jakarta tidak sajalah layak huni, tapi juga Kota yang beradab dan
manusiawi bagi warga dan pendukungnya hendak saya tegaskan disini bahwa saya
adalah pelayan anda, tak akan lelah saya berjalan, bekerja dan mengunjungi anda
mulai dari gang-gang yang kumuh, sampai jalan-jalan yang besar. Mulai dari pasar
tradisional, sampai komplek-komplek perumahan di DKI Jakarta untuk mengajak
anda berjuang mewujudkan Jakarta baru. Kami sadar bahwa kami kerja tak lain untuk
mewujudkan harapan-harapan anda, rakyat Jakarta. Saya harap seluruh pemilih
memastikan hadir di TPS pada tanggal 20 September 2012, memastikan jangan
sampai suara anda sia-sia. Pastikan juga untuk mengamankan suara anda dalam proses
perhitungan. Karena setiap suara anda akan berarti untuk perubahan Jakarta. Disini
saya pastikan bahwa hak dan tanggungjawab anda sebagai warga Jarta tidak akan
selesai setelah anda memilih. Setelah memilih, maka suara anda akan didengar, anda
semua akan dilibatkan untuk bangun Kota Jakarta yang kita cintai ini, karena saya
tidak akan bekerja sendirian atau bekerja hanya untuk kepentingan saya dan segelintir
orang. Saya akan bekerja bersama anda semuanya terkait dengan program-program
pembangunan yang kami janjikan, anda semua tentu sudah mendengar dan anda
semua sudah menilai maupun semua program itu tak akan berarti jika anda tidak
mendukung kami. Jika anda hendak bersama-sama kami. Kami sendiri akan
memastikan bahwa kami memang betul bekerja untuk anda, untuk kepentingan rakyat
memastikan bahwa jangan ada banjir lagi, jangan ada kemacetan, korupsi,
pengangguran, rakyat harus berdaya, berpendidikan yang layak, sehat, dan sejahtera.
Pada akhirnya, saya tekankan disini bahwa kemenangan nomor tiga pada tanggal 20
September 2012 nanti bukanlah semata-mata kemenangan Jokowi dan Basuki, namun
ada kemenangan dari harapan anda sekalian yang memimpin sebuah perubahan yang
lebih baik dan manusiawi bagi kota Jakarta. Bila itu adalah pilihan anda dan
kemenangan itu adalah kemenangan anda, kemenanagan kita semua. Dengan nama
Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang, mari kita bersama-sama berjuang
mewujudkan untuk prubahan Jakarta baru. Tuhan bersama kita, MERDEKA!!!
2. Pidato Politik Fauzi Bowo
“Mohon maaf bapak-bapak, dan ibu-ibu, saya tidak membawa kartu untuk kemanamana. Ada orang lain yang selalu membawa kartu kemana-mana. Kartu itu bukan
buat saya, buat orang miskin yang dibawa ke mana-mana. Saya memang agak sensitif
mengenai kata-kata perubahan. Kalau mau berubah tidak tau Jakarta yang dirubah,
atau merubah Jakarta ke arah yang lebih baik, kalau berubah ke arah yang lebih jelek,
apa nasib warga Jakarta nantinye? betul gak? Saya tau bapak-bapak dan ibu-ibu kalau
memberikan kepercayaan kepada saya, InsyaAllah saya tidak akan kabur di tengahtengah jalan. Banyak orang yang sudah diberikan kepercayaan, eh amanat itu tidak
dijalankan dan di tengah-tengah jalan dia berhenti dan kabur. Mudah-mudahan
masyarakat Jakarta juga sepakat untuk melanjutkan apa yang saya kerjakan selama
lima tahun ke depan. Saya paham, orang Betawi sekarang ngitungnya nggak lagi satu,
dua, tiga, empat, lima, enam. Sekarang ngitungnya satu, abis satu berapa? Satu, satu,
satu, yaa emang begitulah ngitungnya, biasanya yang unggul ya nomor satu. Nanti
bang Mamat bilang sama saya, katanya ada yang mau diberhentiin nih jadi orang
Betawi. Betul begitu ya? Saya tidak percaya. Saya pikir semua orang Betawi kompak
kali ini, masa udah enggak kompak lagi, bener nggak? Tapi kalau masih ada juga
yang nekat, ya ga apa-apa, lo kasih tau aje ke saya,nanti saya cabut KTP nya, soalnya
kita tinggal nerusin doangan.”
Jadwal Kampanye Putaran Kedua Joko Widodo dan Fauzi Bowo
1. Jadwal Kampanye Joko Widodo
Jumat, 14 September 2012
08.00 WIB
: Kunjungan Warga Pasar Buncit Raya
09.00 WIB
: Kunjungan Warga Pasar Manggis
10.30 WIB
: Kunjungan Warga Menteng Dalam Rw. 04
12.00 WIB
: Kunjungan Warga Kebayoran Baru
14.15 WIB
: Kunjungan Warga Kota Banbu Selatan, Jakarta
15.45 WIB
: Kunjungan Warga Kali Anyar Rt .07/04 Tambora
18.00 WIB
: Debat Kandidat, Grand Melia, Kuningan
Sabtu, 15 September 2012
08.30 WIB
: Kunjungan Warga ke Pasar Palmerah Jakarta Barat
10.00 WIB
: Pertemuan Nasional UNS, Gedung Pertemuan, Jalan Manila Senayan
11.30 WIB
: Kunjungan Warga, Jalan Jembatan Martoi Serdang, Kemayoran
14.15 WIB
: Kunjungan Komunitas Pedagang Bakmi Ayam, Koja, Jakarta Utara
15.30 WIB
: Acara Masyarakat Miskin Kota, Penjaringan, Jakarta Utara
19.30 WIB
: Bertemu Tokoh Betawi Ketua Palang Pintu 5 Wilayah, Rawabuaya
20.15 WIB
: Kunjungan ke Majelis Taklim Uswatun Hasanah, Cengkareng
21.15 WIB
: Halal bi Halal Warga Ngawi, bersama Bupati Ngawi, Cengkareng
Minggu, 16 September 2012
07.15 WIB
: Bersepeda Bersama, Car Free Day, Thamrin, Jakarta
08.00 WIB
: Foto- foto dengan Masyarakat, Thamrin, Jakarta
08.45 WIB
: Berkunjung ke Pasar Petak 9, Pasar Petak 9, Jakarta pusat
11.45 WIB
: Halal bi halal dengan Komunitas Sunda dan Komunitas Aceh, TMII
14.20 WIB
: Acara Prospera, Jakarta Pusat
15.00 WIB
: KunjunganWarga, Pondok Sari Raya, Kalisari, Pasar Rebo
19.00 WIB
: Debat KPUD, di Stasiun MetroTV Kebon Jeruk, Jakarta Barat
Sumber: Diolah dari berbagai sumber
2. Jadwal Kampanye Fauzi Bowo
Jumat, 14 September 2012
08.00 WIB
: Kerja Bakti dengan Warga Cibesut, Jakarta Timur
09.00 WIB
: Kunjungan dengan Pedagang Perumnas Klender, Jakarta Timur
11.00 WIB
: Sholat Jumat dan Makan Bersama Pedagang, Jakarta Selatan
13.30 WIB
: Halal bi Halal dengan Warga Kuningan Barat, Jakarta Selatan
Sabtu, 15 September 2012
05.00 WIB
: Salat Subuh dan Dzikir Bersama Hidayat Nur Wahid, Jakarta Timur
08.00 WIB
: Halal bi Halal Bersama Warga, Matraman, Jakarta Timur
10.00 WIB
: Silaturahim dengan Warga Jati Pulo, Palmerah, Jakarta Barat
12.00 WIB
: Halal bi Halal Rusun Budha Tzu Chi II, Muara Angke, Jakarta Utara
15.00 WIB
: Halal bi Halal Bersama Warga Rusun Tanah Abang, Jakarta
19.00 WIB
: Halal bi Halal IKAMI Sulawesi Selatan, Menteng, Jakarta Pusat
20.30 WIB
: Ramah Tamah dengan Warga Tionghoa HAKA, Restauran Hotel Sun
: City, Mangga Besar, Taman Sari
Minggu, 16 September 2012
06.00 WIB
: Car Free Day, Festival Bersatu Jakarta, Bundaran HI Jakarta
09.00 WIB
: Kunjungi Klenteng Toa Se Bio, Glodok, Taman Sari, Jakarta Pusat
10.30 WIB
: Halal bi Halal Keluarga Pimpinan Wilayah Muhammadiyah, Jakarta
11.30 WIB
: Kunjungan Remaja Masjid di aula Masjid Al-Azhar, Kebayoran Baru
13.00 WIB
: Resepsi Pernikahan Putra Pak Jono (penjaga pintu air Manggarai)
13.30 WIB
: Dzikir Akbar di Masjid Nurussalam, Kalimalang Jakarta Timur
19.00 WIB
: Debat Kandidat di Studio MetroTV, Kebon Jeruk, Jakarta Barat
Sumber: Diolah dari berbagai sumber
Hasil Poling Berbagai Lembaga Survei
Nama Lembaga Survei
The Cyrus Network
Lingkaran Survei Indonesia
Jaringan Suara Indonesia
Indo Barometer
Lembaga Survei Indonesia
Puskaptis
LP3ES
Sumber: Diolah dari Berbagai Sumber
Nama Pasangan
Foke - Nara
Jokowi - Ahok
Polling
Quick Count Polling
Quick Count
42.2 4%
34.62 %
31.8 %
41.53 %
49.1 %
34.17 %
14.4 %
43.04 %
49.06 %
34.42 %
15.08 %
41.97 %
49.08 %
33.80 %
16.04 %
42.20 %
0
33.57 %
0
42.74 %
47.22 %
34.33 %
15.16 %
42.64 %
24.5 %
34.58 %
22.7 %
42.69 %
Profil Pasangan Calon Gubernur – Wakil Gubernur DKI Jakarta 2012-2017
Putaran Kedua
Pasangan
Fauzi Bowo
No
Urut
1
Latar Belakang
Foke: Gubernur DKI Jakarta
Parpol/
Kekayaan
Non Parpol
PD, PAN,
Foke: Rp. 59,389
– Nachrowi
Hanura,
M, dan 325.000
Ramli
PKB, PBB,
USD
PMB, dan
Nara: Pensiunan TNI AD dengan
PKNU
pangkatan terakhir Mayor Jenderal.
Dana Kampanye
Rp. 22.714 M
25 Juni 2012:
Nara: Rp. 15,784
10 Juli 2012:
M, dan 30.003 USD
Rp. 62,6 M
Ketua DPD Partai Demokrat DKI
Joko Widodo
3
Jokowi: Walikota Solo selama 2
PDIP dan
Jokowi: 27,2 M,
25 Juni 2012:
– Basuki
periode (2005-2015), Pengusaha
Gerindra
dan 9.876 USD
Rp. 7.080 M
Tjahaja
mebel
Purnama
Ahok: Anggota DPR dari Fraksi Partai
Ahok: Rp.12,458
10 Juli 2012:
Golkar, Mantan Bupati Belitung
M, dan 5.030 USD
Rp. 27,5 M
Timur (2005-2006)
Diolah dari berbagai sumber
Dokumentasi Wawancara
1. Wawancara pribadi dengan K.H. Muhammad Rusydi Ali
Jabatan
: Penasehat dan Timses Foke-Nara
Hari/Tanggal
: Sabtu, 11 Agustus 2012
Pukul
: 13.00 WIB
Tempat
: Jalan Masjid II nomor 7 Kampung Melayu Jakarta
a.
Dokumentasi berupa foto
b. Dokumentasi berupa rekaman wawancara
Berikut ini pertanyaan dan jawabannya:
Q : Apakah buyah ini adalah timses dari Fauzi Wibowo?
A : Ya, timses sekaligus penasehat Foke, bukan hanya dari putaran pertama saja, tapi
dari jaman beliau bersama Sutiyoso.
Q : Seperti apa sosok Fauzi Bowo dimata buyah?
A:
Fauzi Bowo bukan semata dimata saya pribadi, melainkan di mata umat adalah
salah seorang profil pemimpin yang sangat ideal, terutama di mata kami beliau
sangat agamis. Dia selalu berpandangan pada nilai-nilai agama, selalu tenang, dan
tidak lepas dari petunjuk-petunjuk ulama. Adapun persoalan kemasyarakatan, kami
sebagai kiayi melihat Foke selalu turun kebawah ketika menghadapi persoalan
umat, seperti halnya kebakaran Pertamina di daerah Plumpang pada waktu dini
hari, walau larut malam Foke lamgsung menyelesaikannya di tempat. Dan untuk
sekarang ini, hampir setiap hari beliau mengadakan sahur keliling bersama,
tarawikh keliling, subuh berjamaah keliling, mana ada pejabat yang mau subuhsubuh keliling mendekati warga, kecuali Foke saja. Itu menurut kami di mata
ulama beliau sangat ideal sebagai pemimpin Jakarta.
Q : Apakah Foke mempersiapkan terlebih dahulu pada saat pidato kampanye?
A : Orang pintar, apalagi tingkat seperti Foke, berpikir dulu baru kerja, hanya orang
bodoh yang kerja dulu baru berpikir, kecuali ada hal-hal yang sifatnya genting,
ketika beliau diminta untuk diwawancarai atau tidak direncanakan sebelumnya,
ketika wartawan bertanya itu adalah di luar perencanaan, bisa sifatnya spontanitas
tapi berstruktur dan tidak berbicara asal.
Q : Di dalam berkampanye, apakah Foke menggunakan naskah di dalam pidatonya
seperti SBY?
A : Masyarakat sudah melihat sebenarnya, Foke itu orang pinter kok, dia tidak pernah
menggunakan naskah atau skrip, karena apa yang dia bicarakan bukan hanya
bicarakan tentang yang sekarang, tetapi juga untuk kedepan. Semua udah ada di
otaknya dan direncanakan sebelumnya. Foke itu faham apa yang ditanya dan dia
sudah tahu jawabannya, naskah tidak diperlukan untuk seorang Fauzi Bowo,
karena semua sudah terekam di kepalanya. Melihat beberapa kandidat cagub
pertama mereka memakai naskah, dan semua perencanaannya sudah dilakukan
oleh Gubernur, yakni Fauzi Bowo, mereka hanya mengekor dan tidak inovatif
dalam perencanaanya.
Q : Bagaimana tanggapan buyah terhadap berita-berita negative mengenai Foke?
A : Sebenarnya ini menjadi permasalahan, mengapa pada saat Foke terjun ke
masyarakat tidak pernah diliput oleh media? Karena Foke tidak pencitraan, tidak
seperti Jokowi yang menggunakan media sebagai alat kampanyenya. Turun ke
masyarakat, jalan dari kampung ke kampung, ini sudah menjadi kinerja Foke
dahulu. Foke karakternya memang kuat, dia selalu berbicara apa adanya, tidak
pernah akting di depan media. Kalau dia tidak suka, pasti dia katakan. Saya rasa
masyarakat jangan sepenuhnya percaya 100% kepada media, kita harus kritis
dalam setiap pemberitaan. Banyak sekali beberapa kegiatan sosial Foke yang
jarang diliput oleh media, karena dia tidak mengundang media, dia lakukan tulus,
sebagian masyarakat sendiri bisa melihat mana yang setting dan mana yang real.
Q : Ketika acara debat kandidat cagub DKI Jakarta 2012 yang diselenggarakan di
stasiun TV swasta, Foke terlihat emosional dalam menanggapi kritikan lawannya,
bagaimana pendapat buyah terhadap sikap Foke yang emosional?
A : Kata emosi sebenarnya yang menanggapi emosi, bukan yang bicara emosi, tetapi
yang menanggapi yang melihat yang emosi, kenapa tidak melihat dari latar
belakang seseorang, orang Jawa itu beda-beda, ada yang berbicara agak kasar dan
ada yang lembut, orang Sunda sendiri, ada Sunda kasar ada Sunda lembut. Karena
vokal beliau begitu, itu bukan marah sebenarnya, tapi gaya komunikasi. Seperti
halnya perbedaan cara berbicara antara orang Bandung dengan orang Sumatra.
Foke terkesan marah, tapi sebenarnya dia bukan marah, hanya tegas. Kalau ada
orang yang senyam-senyum justru orang itu lagi jualan, tentu saja harus senyum
supaya laku, beda dengan Foke tipikal seorang pemimpin yang cenderung
ketegasan bukan pemarah. Lain orang lain karakter, orang Betawi itu orang yang
blak-blakan, berbicara apa adanya, ditambah lagi beliau ada kumisnya, terkesan
galak. Sebenarnya bagaimana orang yang menilai, perasaan orang yang menilai
Foke marah-marah atau emosional, padahal tidak. Justru yang dipertanyakan siapa
yang menilai, apabila yang menilai dari kubu kandidat lain, pasti terkesan negatif.
Q : Strategi apa yang digunakan Foke untuk putaran kedua?
A : Dalam hal ini saya tidak bisa memberikan mengenai strategi, karena ini bersifat
rahasia, intinya semua strategi kampanye politik yang kami buat masih di dalam
koridor agama dan semua untuk kepentingan umat, kepentingan warga Jakarta.
Intinya menurut saya rakyat harus tahu siapa pemimpinnya, harus mengenal latar
belakang pemimpin, warga ini harus pintar, jangan mau dibodoh-bodohi, jangan
sampai kita terjerumus ke lembah kekafiran. Ada di dalam Al-quran, dan ada
dijaminan undang-undang, mau tidak mau SARA itu pasti akan terjadi, kita harus
melihat mayoritas warga Jakarta adalah beragama muslim, dan di dalam ajaran
agama kita, ada larangan kita untuk memilih pemimpin yang non muslim, SARA
itu sudah biasa. Setelah putaran pertama, nanti adanya perang ideologi, dan itu
sudah digambarkan oleh orang-orang pintar.
Q : Melihat kajian lembaga-lembaga pollster, masyarakat kurang puas terhadap kinerja
Foke selama menjabat Gubernur DKI Jakarta, masyarakat menganggap Foke gagal
dalam membenahi Jakarta. Untuk sekarang ini, bagaimana cara citra Foke
membangun atau memperbaiki citranya kepada masyarakat, agar mereka percaya
kembali dan memilih Foke untuk memimpin Jakarta?
A : Citra masyarakat yang ditanyakan tadi adalah masyarakat menengah ke bawah,
masyarakat yang tidak mengerti dan tidak mengakses berita, tidak membaca koran,
yang tidak dekat dengan orang-orang yang mengerti dengan pembangunan DKI,
masyarakat itu taunya lagi sakit, lagi gak punya duit, lagi seneng ya dia tidak
ceritakan, taunya lagi banjir, macet, padahal macet ini lagi ada perbaikan dan
persiapan untuk 5 tahun ke depan. Macet ini juga karena kepemilikan kendaraan
pribadi yang membludak, kapasitas jalanan yang sempit, padahal Foke ini
mempersiapkan jalan layang untuk mengatisipasi untuk 5 tahun ke depan, memang
efeknya akan terjadinya macet, macet inilah yang terlihat di mata masyarakat,
ditambah lagi ada yang mengkompor-komporin. Padahal ini adalah efek dari
pembangunan, untuk kebaikan kita semua. Termasuk diantaranya banjir, tapi
antisipasi banjir sudah 40%, coba dilihat BKT, masyarakat menengah ke bawah
tidak mendengar informasi yang baik, kalau ada yang mendengar informasi yang
tidak sehat dari media TV, TV sudah lama menjadi media informasi yang tidak
berimbang, ini pun harus dibangun kebersamaan kalau ingin mencari pemimpin
yang baik, media TV, media cetak harus berimbang. Dan profil calon-calon
pemimpin harus berimbang.
Q : Apa pandangan buyah pada Pilgub putaran pertama?
A : Putaran pertama itu ada sesuatu kenyataan di masyarakat kita, kalau kemaren ada 6
Cagub dan Cawagub, mereka semua dari latar belakang yang berbeda-beda,
memiliki prestasi-prestasi yang baik. Dan ada keterkejutan, di antaranya adalah
melonjak suaranya Jokowi telah ditelusuri masyarakat itu sendiri banyak
penyimpangan-penyimpangan, yang sangat terasa ada money politic.
2. Wawancara pribadi dengan Hasan Nasbi Batupahat
Jabatan
: Direktur Utama Cyrus Network
: Timses Jokowi-Ahok
Hari/Tanggal
: Jumat 10 Agustus 2012
Pukul
: 17.00 WIB
Tempat
: Graha Pejaten nomor 8 Jakarta 12510
a. Dokumentasi berupa foto
b. Dokumentasi berupa rekaman wawancara
Berikut ini pertanyaan dan jawabannya:
Q : Pak Hasan Nasbi ini bisa dikatakan sebagai timses dari Jokowi?
A : Iya, timses dan konsultan Jokowi - Ahok.
Q : Menurut bapak, seperti apa sosok Joko Widodo?
A : Di mata saya, Jokowi itu seperti orang kebanyakan. Dia tidak punya tongkrongan
pejabat, dia tidak punya tongkrongan pamong, dia seperti orang kebanyakan. Kalau
dia ganti baju kondektur, pasti orang percaya kalau dia itu kondektur, kalau dia
ganti baju dan memakai handuk kecil di lehernya sambil mendorong becak, pasti
orang percaya kalau dia adalah seorang tukang becak. Dan apabila Jokowi jalanjalan ke pasar memakai baju biasa, pasti orang-orang tidak tahu kalau dia adalah
pejabat. Jadi, Jokowi itu adalah sosok pejabat dengan muka bukan pejabat, bukan
tongkrongan pejabat, dan style-nya bukan potongan pejabat. Yang kedua Jokowi
sosok pejabat yang bukan di belakang meja, dia pejabat yang turun ke lapangan,
dia menyelesaikan semua masalahnya di lapangan, makanya Jokowi tidak pernah
lama di kantor, dia bukan seorang administratur yang hanya terima tanda tangan
saja, dia adalah orang yang turun ke masyarakat dan bertemu langsung dengan
masyarakat.
Q : Seperti yang dikatakan pak Hasan sendiri, Jokowi itu seperti orang kebanyakan,
sederhana, jadi menurut bapak apakah Jokowi masuk ke dalam kategori low profile
contect?
A : Kita tidak bisa bilang low profile, karna orang memposisikan dia sebagai seorang
pejabat yang tidak memberikan jarak kepada masyarakat, jadi masyarakat bisa
berbicara lepas dengan dia dan tidak sungkan.
Q : Apakah sasaran utama Jokowi adalah masyarakat menengah ke bawah?
A : Tidak bisa dibilang seperti itu. Karena masyarakat menengah ke atas itu tidak bisa
menjangkau media, mereka mungkin melihat berita dari koran, internet, mereka
aktif di sosial media, masyarakat menengah ke atas biasanya mengakses media
adalah berita bukan sinetron. Masyarakat menengah ke bawah ini problem, mereka
tidak mengakses berita dengan baik, yang mereka konsumsi adalah berita gosip
selebriti, sinetron, dan dua-duanya Jokowi tidak bisa masuk di dalam itu. Nah, cara
satu-satunya yang efektif adalah dengan datang langsung mengunjungi mereka.
Keadaan ini sangat langka, karna Jokowi mau datang ke warga Jakarta meskipun
dalam keadaan becek-becekan, hujan, kotor, tapi ini malah ramai dan menjadi
tontonan warga.
Q : Apakah Jokowi menggunakan konsultan politik dalam Pemilukada ini?
A : Jokowi itu tidak punya konsultan politik, tidak ada program pencitraan, tidak
seperti Foke. Bisa dilihat ketika tampil di TV, Foke terlihat sekali dia memakai
konsultan pencitraan, karena ada timing-nya dia memegang kumis, tersenyum, dan
ada orang di balik layar itu semua. Berbeda dengan Jokowi, dia tidak ada program
pencitraan. Kamu bisa lihat sendiri ketika wartawan bertanya kepada Jokowi
jumlah transjakarta ada berapa, dan dia tidak tau. Ekspresi ketidaktahuan Jokowi
dia hanya garuk-garuk kepala, tidak ada pencitraan dari dirinya. Kalau tidak tau dia
katakan tidak tau, dia jawab spontanitas tapi terarah. Pencitraan sendiri dibangun
oleh timses yang memberitakan tentang Jokowi.
Q : Bagaimana gaya komunikasi Joko Widodo dalam kampanye?
A : Gaya komunikasi Jokowi biasa-biasa saja. Kosa kata Jokowi sendiri adalah kosa
kata kebanyakan, bukan kosa kata yang canggih seperti intelektual, akademisi.
Jokowi tidak bisa berbicara yang rumit-rumit, apalagi istilah yang rumit-rumit,
istilah yang dia pakai istilah orang biasa, seperti orang kebanyakan, yang tukang
becak, tukang sayur, pedagang pasar ngerti. Dan terakhir Jokowi adalah figur tanpa
kompromi. Jadi kalau dia sudah putuskan sesuatu “ya” ya akan “ya”, kalau dia
putuskan “tidak” ya akan “tidak”, apalagi yang mencakup kehidupan orang
banyak.
Q : Apa visi dan misi Jokowi untuk Jakarta?
A : Visi dan misi secara lengkap ada di situs www.Jakartabaru.co. Yang diinginkan
Jokowi untuk Jakarta adalah kota modern, bertata rapih, digabungin jadi kota
modern yang bertata rapih, manusiawi yang layak untuk di tinggali, dan enak juga
untuk mencari rezeki. Jakarta sendiri adalah kota bisnis, tapi jangan hanya
dipentingkan hanya kota bisnis, kepentingan kota tinggal yang manusiawi, kota
yang layak untuk ditinggal, terhindar dari macet, keruwetan Jakarta, kumuh,
sempit, inikan bukan kota manusiawi yang layak untuk di tinggali
Q : Strategi apa yang digunakan oleh Jokowi dalam Pemilukada putaran kedua?
A : Mendengar strategi orang akan bosan kalau hanya itu-itu saja, tapi dari awal
memang Jokowi itu tidak punya strategi yang rahasia, kita hanya percaya kalau
barang bagus itu mudah untuk dibuat, dibandingkan barang-barang jelek, tidak
seperti Foke, dia adalah barang jelek. Seberapa besarpun iklan, kalau yang
diiklankan adalah barang jelek, ya orang tidak akan mau dengan barang itu. Jokowi
ini adalah barang bagus, dan apabila orang-orang tahu, pasti akan beli, ini
perumpamaan. Bisa dicek kalau Jokowi-Ahok ini adalah barang bagus, bisa dicek
dengan prestasi-prestasi yang telah diraihnya, makanya dari timses sendiri tidak
membuat iklan yang banyak. Iklan di TV adalah iklan prabowo, bukan Jokowi.
Jadi strateginya adalah ketemu langsung. Masyarakat menengah keatas susah
ditemuin karena sibuk kerja. Tetapi mereka mengakses media, jadi mereka cukup
mengenal Jokowi melalui media. Lain halnya dengan masyarakat menengah
kebawah, mereka memang mengakses media, tetapi bukan berita-berita politik,
yakni gosip dan sinetron, maka ini harus ditemui langsung.
Q : Melihat Jokowi yang turun langsung ke lapangan, ketika kita berbicara mengenai
media, mengapa sangat pas sekali moment-nya ketika Jokowi mendatangi warga
turun ke kampung. Apakah media menjadi alat kampanye dari Jokowi, atau Jokowi
bekerjasama terhadap media?
A : Sebenarnya tim media kita kalah jauh dari timnya Foke, Foke memiliki center
media yang lebih besar dari kita, dia punya kantor sendiri dan dia memiliki
financial untuk media buyer atau membeli media. Tetapi kenapa berita Foke tidak
main di media? Karena beritanya tidak menarik. Berita Foke mengenai peresmian
ini itu, pemberian ini itu dan tidak menarik, tidak ada news value. Berbeda dengan
Jokowi. Apabila berjalan kesana kemari pasti ada yang menarik berita menyangkut
dirinya, masyarakat yang spontan berbicara kepada Jokowi, masyarakat spontan
menyampaikan unek-uneknya, lalu selalu ada hal yang baru ketika Jokowi datang
ke lapangan. Ini yang menarik bagi wartawan, karena wartwan mempunyai
kebanggaan tersendiri ketika memiliki berita yang menarik, karena ada news value.
Karena Jokowi mengankat isu, bukan kegiatan. Seperti contoh ketika Jokowi
datang ke Gor, adanya isu Jokowi membagikan kartu sehat Jakarta, yang
ditonjolkan adalah isunya. Jokowi menang di isu, Foke menang di kegiatan. Kalau
ada isu tentang Foke, kebanyakan isu negatif semua. Foke kurang terbuka dengan
wartawan, lain halnya Jokowi yang ramah kepada wartawan. Itu yang menjadi
bomerang bagi Foke.
Q : Apakah Prabowo termasuk orang yang di balik layar atau yang mendukung
Jokowi-Ahok dalam Pemilukada DKI Jakarta 2012?
A : Ya, Prabowo yang mengusung Jokowi dari Partai Gerindra, dan Megawati dari
Partai PDIP.
Q : Melihat di beberapa media massa maupun cetak, salah satu berita mengenai Jokowi
adalah salah satu kandidat cagub yang turun langsung ke masyarakat, berjalanjalan ke pasar, berinteraksi langsung dengan warga. Apakah ini adalah salah satu
strategi kampanye dari Jokowi untuk menaiki citranya kepada publik?
A : Bisa dibilang ini adalah strategi dari Jokowi, bisa dibilang tidak. Dia memiliki
kepedulian-kepedulian terhadap orang lain, dan persoalan masyarakat kecil harus
dilihat secara langsung, bukan hanya dilihat dari data tapi fakta, bukan hanya lihat
dari koran, tapi harus dilihat secara langsung. Dan Jokowi di Solo karakternya
memang seperti itu, orang bilang itu adalah strategi, tapi memang bawaan Jokowi
sendiri memang seperti itu, dia mau ketemu langsung dengan masyarakat,
mendengar masalah apa yang ada pada masyarakat, jadi dengan ini dia bisa
mengancang-ancang ketika dia menjadi Gubernur DKI Jakarta, apasaja yang akan
dia lakukan oleh masyarakat itu sudah tau jawabannya. Jadi menurut saya ini tidak
bisa dibilang strategi, tapi memang karakter dari Jokowi sendiri memang seperti
ini, tapi tambahannya sudah ada endorsmentnya, sudah terorganisir, sudah
menemukan titik-titik bagian dari strategi, kemudian atribut kotak-kotak juga
sudah diancang-ancang, nah ini adalah bagian dari strategi, tapi turun ke lapangan
bukan bagian dari strategi, tapi memang bawaan atau karakter Jokowi sendiri
memang seperti ini. Kita sebagai menjadi tim sukses juga santai saja, tidak pusing
atau ribet untuk membentuk karakter dari Jokowi, karena semua berasal dari
keinginannya dia, dia yang bekerja keras, bukan kita (timses).
Q : Di putaran kedua ini terdengar sekali isu-isu SARA yang melekat di kubu JokowiAhok yang notabennya Ahok berasal dari non muslim, isu berasal dari media sosial
maupun alat teknologi lainnya yang terus menyerang Jokowi-Ahok, apakah ini
berpengaruh kepada khalayak dengan keberadaan isu tersebut?
A : Orang-orang
yang
melemparkan
isu
itu
adalah
orang-orang
yang
mengunderestimet terhadap publik, orang yang menganggap publik ini bodoh
sehingga bisa dikacaukan pikirannya dengan isu-isu yang tidak ada dengan
kebijakan publik, apa hubungannya agama dengan kebijakan publik? Apa
hubungannya etnis dengan kebijakan publik? Kita lihat Fauzi Bowo adalah orang
setengah Betawi, dia beragama Islam, tetapi Jakarta seperti neraka. Jakarta macet,
panas, penghijauannya kurang, taman kota tidak ada, tata ruang bermasalah, itukan
bisa dilihat sendiri dengan kita seperti apa Jakarta saat ini. Masyarakat Jakarta
tidak bodoh, isu Agama, etnis itu sudah ada di putaran pertama, tapi bisa dilihat ini
tidak terpengaruh oleh publik. Tetapi moment ramadhan ini dijadikan sebagai
metode dakwah yang terorganisir dengan tema ceramah yang sama. Dan saya sama
sekali tidak khawatir kalau ini akan mengalahkan Jokowi-Ahok, tetapi yang saya
khawatirkan ini akan menjadi Jakarta akan kerusuhan, dikhawatirkan tahun 1998
akan terulang kembali.
Q : Sebagai timses dari Jokowi, apakah anda mengalami kesulitan dalam membentuk
karakter Jokowi?
A : Tidak, justru kami terbantu sekali dengan Jokowi. Dia mudah sekali dekat dengan
orang, tidak ada kesulitan sedikitpun dalam membentuk karakter dari Jokowi,
karna ini natural dari dirinya, dia sangat cepat beradaptasi dengan warga Jakarta,
mau berinteraksi langsung tanpa ada jarak dengan masyarakat, mau berpelukan
dengan masyarakat, makan bersama di warung pinggiran ibukota, merangkul
masyarakat, bisa dilihat sendiri. Lain halnya dengan Foke, Foke tidak bisa
melakukan apa yang dilakukan Jokowi terhadap masyarakat, sesenyum apapun
Foke kepada masyarakat, dia masih memberikan batasan diri sebagai pejabat
terhadap masyarakat.
Q : Setelah putaran pertama, ada isu mengenai Jokowi mendatangi kandidat-kandidat
cagub putaran pertama, dan ini apakah seolah-olah bersilaturrahmi apa ada
negoisasi politik mengenai hak suara?
A : Silaturrahmi, negoisasi politik diawali dengan silaturrahmi. negoisasi politik kan
bertemu dengan petinggi-petinggi partai. Kalau Jokowi bertemu dengan Hidayat
Nurwahid adalah pertemuan antara individu, karena Hidayat Nurwahid kenal dekat
dengan Jokowi, Hidayat Nurwahid akan menjadi juru kampanyenya Jokowi. Dan
yang harus dipahami adalah hak suara tidak bisa ditransfer, karena itu menyangkut
hak asasi dari individu, pemilih kita kan merdeka, bebas. Kita tidak boleh
mengunderstimet si pemilih yang mengikuti pilihan petinggi partai. Karena setiap
orang memiliki pikiran berbeda. Para pemilih itu bukan seperti buku tabungan
yang bisa di transfer.
Q : Di dalam kampanye, apakah pidato Jokowi sudah direncanakan terlebih dahulu
atau dia berpidato secara spontanitas?
A : Jokowi tidak terbiasa menggunakan teks, dia lebih suka dengan dirinya. Jokowi
lebih suka breaving, dan berbicara spontan, tidak seperti SBY yang selalu
menggunakan teks untuk menyampaikan pidato politiknya, semuanya sudah
dipikirkan terlebih dahulu dan tidak memoriter.
3. Wawancara pribadi dengan Arya Fernandes
Jabatan
: Konsultan Politik Charta Politika
Hari/Tanggal
: Senin 11 Febuari 2013
Pukul
: 13.30 WIB
Tempat
: Jalan Cipaku 2 nomor 18 Kebayoran Baru Jakarta
a. Dokumentasi berupa foto
b. Dokumentasi berupa rekaman wawancara
Berikut ini pertanyaan dan jawabannya:
Q : Bagaimana pandangan bang Arya dengan retorika politik Fauzi Bowo dan pada
saat kampanye Pemilukada DKI Jakarta putaran kedua?
A : Saya kira ada beberapa variabel untuk melihat retorika Fauzi Bowo. Variabel
pertama adalah gaya komunikasi Foke, gaya komunikasi Foke itu berbeda dengan
Jokowi. Perbedaan ini terletak pada persuasi. Foke melakukan persuasi dengan
cara menonjolkan keberhasilan-keberhasilan kepemerintahannya, misalnya dalam
hal program kerja pembangunan modal transportasi seperti busway, kemudian
keberhasilan dalam menghadapi banjir. Jadi Foke lebih dari pada sifat yang
menjelaskan keberhasilan kepemerintahannya. Tetapi, kelemahannya adalah gaya
komunikasi Foke itu cenderung blak-blakan atau tidak tersaring dan cenderung
tidak memahami emosi warga. Kalau kita ketahui emosi warga pasca di masa
Foke itu cenderung tidak puas dalam masa kepemerintahannya, harusnya
dilakukan Foke adalah tidak berbicara langsung mengenai keberhasilankeberhasilan program kerjanya dia selama menjabat, karena itu bertabrakan
dengan emosi warga. Yang kedua, bicara dia yang blak-blakan dan emosional,
gaya komunikasinya itu tidak disukai oleh tim media, dan orang-orang yang
mengakses informasi, karena selalu dibandingkan dengan Jokowi yang cenderung
lebih halus. Kerena orang-orang yang mengakses informasi pasti membandingkan
antara kedua kandidat ini menilai siapa yang terbaik itu melihat dari cara kedua
kandidat melakukan persuasi. Kalau Foke memang dilihat dia gagal dalam hal
mempersuasi emosi publik, faktor kedua gaya komunikasi Foke atau retorika
berbicara kepada masalah dia menghendle atau menanggapi pemberitaanpemberitaan menyangkut dirinya. Kalau Foke ini terkesan sangat emosional
dalam menghadapi berita-berita mengenai dirinya dan itu merusak citranya dia
sebagai pemimpin, dan itu bertolak belakang sekali dengan retorika Jokowi yang
lebih lentur dalam berbicara.
Q : Bagaimana pandangan bang Arya dengan retorika politik Joko Widodo pada saat
kampanye Pemilukada DKI Jakarta putaran kedua?
A : Jokowi itu merepresentasikan bahasa politik yang sesuai dengan bahasa
masyarakat bawah, menggunakan bahasa keseharian, tidak tinggi dan mudah
dipahami oleh semua kalangan. Jokowi sadar bahwa secara demokrasi kita adalah
pemilih yang pendapatan menengah kebawah di Jakarta, secara pendidikan juga
menengah kebawah. Karena kita dulunya adalah kelompok menengah kebawah,
makanya Jokowi sadar dia menggunakan kata-kata yang mudah dipahami, katakata yang merakyat, yang bahasanya tidak tinggi dan cenderung tidak mulukmuluk lebih to the point. Kemudian kekuatan Jokowi selain bahasanya yang
mudah dipahami juga adalah cara dia bertutur seperti orang kebanyakan, cara
menyampaikannya lebih kontekstual.
Q : Apakah Foke masuk ke dalam high profile contect dan low profile contect?
A : Ya, Foke masuk kedalam konteks high profile. Ini bisa dilihat terhadap sikapnya
yang memberikan jarak kepada masyarakat, berbeda dengan Jokowi yang metode
kampanyenya lebih banyak turun langsung ke masyarakat, berkomunikasi
langsung dengan masyarakat. Sementara Foke tidak mengandalkan itu, padahal
dia punya potensi untuk melakukan hal itu, Foke lebih bermain pada level elite
politik, melalui spanduk-spanduk, dan dia sebagai Gubernur memiliki sedikit
waktu untuk turun ke masyarakat. Padahal dia sudah memulai lama, sejak dulu
berkampanye dengan konteks perubahan, dan itu kurang berhasil di putaran
pertama. Tetapi kekalahan di putaran pertama tidak menjadi pembelajaran yang
berhaga untuk Foke, dia cenderung merangkul partai-partai elite politik. Sangat
bertolakbelakang dengan Jokowi yang low profile. Foke dan Jokowi adalah
rivalitas antara high profile dan low profile. Hal yang dilakukan Jokowi banyak
simpati di benak khalayak, mungkin ini bisa menjadi salah satu cara yang akan
digunakan oleh kandidat-kandidat calon pemimpin.
Q : Apa saja kekurangan dan kelebihan Jokowi pada saat kampanye di putaran
kedua?
A : Kekurangan Jokowi relatif kecil. Jokowi berhasil sebelum di putaran pertama
mengangkat pesan di benak publik adalah kandidat unggulan dan menjadi
kandidat yang berbeda dengan yang lain. Dia juga berhasil menanamkan pesan
kepada publik adalah dia mungkin yang benar-benar bekerja, yang mempunyai
integritas untuk perbaikan Jakarta, dan dia menanamkan pesan bahwa dia adalah
tim rakyat atau prorakyat. Tiga hal itu kemudian benar-benar tertanam dari benak
publik. Jokowi tidak perlu mengeluarkan energi yang banyak lagi untuk
berkampanye. Dia secara langsung telah terbantu dengan kampanye oleh
pemberitaan media massa, melalui pemberitaan mengenai dirinya ketika
membangun Solo, dan pada putaran kedua relatif Jokowi dia tidak melakukan
serangan politik seperti yang dilakukan oleh kubu Foke, dan dia tetap konsisten di
awal memberikan pesan ke dalam benak publik adalah pemimpin yang cocok
sesuai dengan karakter dia.
Q : Ketika putaran kedua berlangsung, terjadinya black campaign di kubu Foke,
mereka menyerang Jokowi dengan Isu SARA kepada publik. Bagaimana Sikap
Jokowi dalam menghadapi isu-isu tersebut?
A : Menurut saya Jokowi ini sangat sadar bahwa isu SARA tidak optimal bekerja,
karena dalam survei yang kita lakukan itu menunjukkan tidak ada korelasi
hubungan antara etnis dengan hubungan politik, misalnya apakah orang betawi
yang akan dipilih untuk menjadi pemimpin Jakarta? Tetapi pada putaran pertama
kalau kita crop datanya dengan orang pilihan, banyak orang betawi yang memilih
Jokowi. Yang kedua isu Agama, kalau isu Agama bekerja, seharusnya umat
muslim memilih Foke, Foke ketimbang lebih santri dari Jokowi. Pada survei tidak
ditemukan umat muslim, orang-orang yang dekat dengan organisasi Islam itu
justru banyak memilh Jokowi, nah artinya apa? isu agama tidak optimal bekerja
di Jakarta, atau tidak berpengaruh pada masyarakat. Jokowi sadar kalau SARA
tidak berpengaruh pada citranya, makanya dia tidak bereaksi mengenai isu-isu
SARA yang digunakan rivalnya.
Q : Melihat dari reaksi masyarakat terhadap kinerja Foke selama menjabat, mereka
menganggap Foke gagal menjadi gubernur, atau merasa kurang puas, bagaimana
pandangan bang Arya melihat reaksi masyarakat terhadap Foke?
A : Keberhasilan seorang pemimpin itu bisa dideteksi melalui survei opini publik,
untuk mengujinya apakah masyarakat puas atau tidak puas bisa melakukan survei
untuk mendeteksinya. Ketika kita melakukan peretingan survei pada putaran
pertama selama 3 kali. Itu menunjukkan rasa ketidakpuasan hampir separuh
warga Jakarta itu tidak puas terhadap Foke, biasanya dalam studi empiris kalau
tidak puas terhadap pemerintah biasanya hak untuk tidak memilih bisa, karena
hasil ketidakpuasan ini bisa jadi atau berpengaruh terhadap pemilihan mereka
untuk tidak memilih Foke. Kemudian, ini menjadi beban Foke pada pilkada
kemaren, dia harus menanggung ketidakpuasan warga terhadapnya. Kalau kita
lihat apakah Foke berhasil atau tidak, ketika dari Foke memimpin tidak ada
kebijakan besar yang dilakukan oleh Foke, apa yang dilakukan Foke cenderung
melanjutkan kebijakan-kebijakan sebelumnya ketika Sutiyoso menjabat, seperti
tentang busway, BKT, itu hanya melanjutkan. Jadi pemilih tidak mempunyai
gambaran yang komprehensip dalam kebijakan Foke.
Q : Didalam retorika politik ada tiga tipelogi orator, yakni noble selve, retorically
reflector, dan retorically sensitive. Menurut bang Arya sendiri Foke dan Jokowi
masuk kedalam kategori tipelogi orator apa?
A : Melihat dari sikap yang ditonjolkan Foke dalam menangani Pemilukada ini,
tipeloginya adalah noble selve. Ini bisa diunggah dalam acara debat kandidat
cagub Jakarta yang disiarkan di media. Jokowi tipelogi oratornya adalah
retorically sensitive, yakni bisa dilihat dari strategi-strategi kampanye Jokowi
yang turun langsung ke masyarakat.
Q : Melihat sikap akhir Foke dalam kemenangan Jokowi pada Pemilukada DKI
Jakarta 2012 ini, sikap Foke terlihat sportif, gentle, dan mengakui kelebihan
rivalnya. Padahal kita melihat sebelumnya sangat agresif sekali. Bagaimana
menurut bang Arya melihat finally sikap Foke? Apakah ini sengaja dilakukan
untuk memperbaiki citranya?
A : Menurut saya itu adalah salah satu hal positif yang dapat kita lihat dari seorang
Foke, meskipun kalah dia tetap menunjukkan ke publik bahwa dia telah
berkompetisi secara baik, tidak melanggar hukum, dan dia mengakui
kekalahannya. Karena jarang sekali kita temukan pemimpin yang seperti ini, yang
mau mengakui kekalahannya yang dilakukan Foke. Saya kira ini adalah
berambisi baik dalam hal politik yang harus kita dorong. Tapi menurut saya ini
didorong karena faktor kepribadian Foke, atau pendidikannya Foke atau
lingkungan. Foke adalah seorang Doktor dari universitas ternama di Jerman,
seorang yang berpendidikan, dan rasional. Faktor tersebut mempengaruhi Foke
secara kesatria dia harus mengakui kekalahannya. Kalau kita lihat point-point
dalam pidato Foke adalah dia kalah dan mau membantu Jokowi dalam menangani
Jakarta, itu salah satu hal yang baik menurut saya. Kemudian, strategi Foke
menunjukkan kepada kita bahwa pemimpin yang besar itu adalah berani
mengakui kekalahan, dan apa yang dilakukan Foke harusnya menjadi
pembelajaran bagi politisi-politisi yang lain dalam mengakui kekalahannya. Dan
target utamanya dia adalah untuk memperbaiki citranya setelah berdarah-darah
dalam kampanye dan mencitrakan pada beberapa kalangan bahwa dia sangat
emosioanal itu ingin dikenang juga sebagai pemimpin yang sportif. Dan hal itu
biasa saja dalam hal berdarah-darah dalam kampanye dan mengakui
kekalahannya yang cukup bagus dan berani, itu sangat penting juga memperbaiki
citranya di akhir. Tetapi dalam kekalahan ini karir Foke tidak akan mati, dia
masih memiliki potensi yang besar untuk menjadi mentri misalnya, atau lebih dari
itu.
Download