RADIASI INTERNA PADA KANKER TIROID INDIKASI DAN KOMPLIKASI Dipresentasikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia XX Makasar, 25-26 Nopember 2011 A. Hussein Kartamihardja Department Ilmu Kedokteran Nuklir Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran RADIASI INTERNA PADA KANKER TIROID INDIKASI DAN KOMPLIKASI A. Hussein Kartamihardja Department I. Kedokteran Nuklir Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran Pertemuan Ilmiah Tahunan Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia XX Makasar, 25-26 Nopember 2011 Pendahuluan Kanker tiroid merupakan kanker kelenjar endokrin yang paling sering ditemukan, yaitu sebanyak 1-3% dari seluruh keganasan. Insiden kanker tiroid terus meningkat dari 3.6 per 100.000 penduduk di tahun 1973 menjadi 8.7 per 100,000 pada tahun 2002, dan menunjukan kecenderungan terus meningkat.Kanker tiroid terutama dengan jenis sel yang berdiferensiasi baik mempunyai prognosis yang baik terutama apabila dapat dideteksi dan ditangani pada stadium dini.Kanker ini walaupun termasuk tumor ganas, namun perkembangannya relatif lambat tidak seperti kanker lain, sehingga seering juga dikenal sebagai “benign cancer”. Kanker tiroid memiliki prognosis yang baik dengan prakiraan hidup sama dengan orang lain pada umumnya walaupun pada kasus dengan metastasis jauh sekalipun, terutama pada jenis yang mampu menangkap iodium radioaktif. Pengobatan kanker tiroid sama seperti pengobatan tumor lainnya adalah utamanya dengan pembedahan. Setelah pembedahan maka diperlukan pengobatan tambahan yaitu pemberian iodium radioaktif dan pemberian substitusi dan supresi dengan hormon tiroid. Pada makalah ini akan dibahas indikasi dan kontraindikasi pemberian iodium radioaktif pada penderita kanker tiroid pasca tiroidektomi total, khususnya pada kanker tiroid berdeferinsiasi baik. Histopatologi kanker tiroid Kanker tiroid secara histopatologis dapat dikelompokan menjadi 4 jenis sel kanker tiroid, yaitu papiler, folikuler, medulare dan anaplastik. Kanker tiroid dengan gambaran histopatologis papiler merupakan jenis yang paling banyak ditemukan yaitu 70-80% yang bersama dengan jenis folikuler dikelompokan sebagai jenis kanker tiroid berdiferensiasi baik. Kanker tiroid medulare termasuk jenis kanker tiroid berdiferensiasi buruk dan anaplastik termasuk kanker tidak berdeferensiasi. (lihat table 1) Tabel 1: Gambaran histopatologis kanker tiroid Histopathology % Papillary 70 – 80 Follicular 15 Medullary 5 - 10 Undifferentiated (anaplastic) 5 Kanker tiroid berdiferensiasi baik Jenis pengobatan yang direkomendasikan pada kanker tiroid berdiferensiasi baik meliputi operasi tiroidektomi total, dilanjutkan dengan pemberian iodium radioaktif (131I), dan pemberian hormon tiroid (levothyroxin) untuk tujuan suppresi TSH dan substitusi hormone. Alternatif lain yang dapat dberikan adalah EBRT (External beam radio therapy) dan kemoterapi. Pemberian 131I Penggunaan iodium radioaktif untuk pengobatan pada kasus keganasan atau non-keganasan dari kelenjar tiroid sudah diterima secara luas sejak tahun 1940 an. Pengobatan iodium radioaktif telah banyak digunakan untuk ablasi sisa kelenjar tiroid normal dan mengobati sisa kanker dan metastasisnya pasca tiroidektomi total. Sifat fisik 131I 131 I merupakan radionuklida dengan waktu paro 8.04 hari yang sangat ideal dalam hubungannya dengan waktu paro biologi.131I memiliki tingkat energy sedang dan memancarkan partikel beta (Emax=0.61 mev) dengan kemampuan daya tembus sepanjang kurang lebih 0.5 mm pada jaringan. Selain memancarkan partikel beta, 131I juga memancarkan sinar gamma dengan tingkat energi 364 KeV, sehingga memiliki baik kelebihan maupun kekurangan. Keuntungan memiliki 2 jenis pancaran radiasi adalah, selain bisa digunakan untuk terapi, juga dapat digunakan untuk diagnostik. 131 I-NaI, mendekati ideal untuk obat-obat onkologi, karena mempunyai peranan dalam sel tiroid sebagai tempat penyimpanan iodine dan tempat utama expresi dari sodium-iodide symporter (NIS).131I sangat spesifik untuk target sel kanker tiroid dan kemampuan memancarkan radiasi partikel beta. Kontroversi pada pengelolaan kanker tiroid Pengelolaan kanker tiroid berdiferensiasi baik sebenarnya masih kontrovesi, seperti kapan dan sampai sejauh mana modalitas pengobatan tersebut harus diberikan pada pasien dengan perbedaan stadium penyakit saat ditegakan diagnosis.Pada penderita dengan risiko rendah, belum ada consensus yang ajeg dalam hal besarnya tumor dan operasi kelenjar getah bening.Kontroversi juga terjadi pada indikasi pemberian iodium radioaktif dan perlunya supresi TSH dengan pemberian dosis tinggi levotiroxin.Efektivitas pengobatan iodium radioaktif untuk ablasi sisa kelenjar tiroid normal pasca operasi dan pengobatan pada kasus yang sudah lanjut. Demikian pula dengan berapa dosis iodium radioaktif yang harus diberikan serta kontroversi pemberian TSH rekombinan sebelum terapi radiasi. Ablasi dengan Iodium -131 pasca operasi Tindakan operasi pada kanker tiroid tujuannya adalah untuk mengangkat kankernya dan sisa jaringan tiroid normal secara keseluruhan (tiroidektomi total), bahkan pada kasus tertentu dilanjutkan dengan radical neck dissection. Tindakan tiroidektomi total memerlukan kehati-hatian yang sangat tinggi karena terdapat risiko kelenjar paratiroid yang menempel pada kelenjar tiroid dapat terangkat. Hipoparatiroid dengan keluhan kram sering terjadi apabila kelenjar paratiroid ikut terangkat. Kehati-hatian dalam pengangkatan kelenjar tiroid juga berakibat lain, yaitu banyak ditemukan sisa jaringan tiroid normal yang tertinggal, dan dapat menjadi bom waktu untuk terjadinya kekambuhan. Gambar 1 menunjukan tingkat kekambuhan kanker tiroid terjadi pada penderita yang mendapatkan pengobatan hanya melalui operasi saja dibandingkan dengan mereka yang setelah menjalani operasi dilanjutkan dengan pemberian Iodium radioaktif untuk ablasi. (Mazzaferri and Jhiang 1994) Survival setelah pengobatan iodium radioaktif Beberapa penelitian telah dilakukan untuk melihat survival rate pasca pemberian iodium radioaktif pada penderita kanker tiroid pasca tiroidektomi total. Sharma pada tahun 1985 mendapatkan survival rate sampai 15 tahun pada 91% (322 pasien) kasus, sedangkan Padhy dkk pada tahun 1988 mendapatkan survival rate sampai 7 tahun pada 90-100% pada penderita kanker tiroid dengan dan tanpa metastasis local dan jauh setelah pemberian iodium radioaktif. Tubiana dkk pada tahun 1985 mendapatkan survival rate setelah 10 tahun adalah 62% pada penderita kanker tiroid yang mengalami rekuren baik lokal maupun regional. Tingkat keberhasil pengobatan iodium radioaktif pada penderita kanker tiroid di RSUP Dr. Hasan Sadikin sebesar 86.7%.Prognosis yang baik ini disebabkan penggunaan 131 I baik untuk ablasi maupun untuk terapi. Mayoritas guidelines saat ini memberikan rekomendasai pemberian 131 I sebanyak1–5 GBq untuk tujuan ablasi pasca operasi sebagai lanjutan dari operasi tiroidektomi total atau near total penderita kanker tiroid berdiferensiasi baik. Tujuan dari ablasi dengan 131I Tujuan utama dari ablasi dengan iodium radioaktif adalah untuk sisa jaringan tiroid yang tertinggal dan meningkatkan survical rate pada penderita kanker tiroid berdiferensiasi baik pasca tiroidektomi.Mengurangi risiko jangka panjang terjadinya kekambuhan dan menghabiskan sisa jaringan kelenjar tiroid yang normal.Meningkatkan spesifisitas peningkatan serum tiroglobulin.Pasca ablasi dapat dilakukan sidik seluruh tubuh untuk mendeteksi penyakit yang sebelumnya tidak terdeteksi dan metastasis jauh. Selain itu dapat memberikan informasi lokasi yang akurat apabila diperlukan operasi lanjutan dengan bantuan probe pada lesi fokal yang baru terlihat. Pasien mana yang betul-betul memerlukan ablasi 131I? Pertanyaan tersebut timbul akibat adanya kontroversi perlu tidaknya ablasi 131 I diberikan pada penderita pasca tiroidektomi khususnya pada penderita dengan risiko rendah. Apakah pemberian 2N0M0memberikan 131 I pada penderita dengan stage T1- keuntungan pada survival rate. Hal ini didasarkan beberapa yang menunjukan tidak ada perbedaan yang bermakna pada angka kejadian kekambuhan dan kematian pada penderita dengan tumor primer non-invasif berukuran < 2 cm, baik diberikan atau tidak diberikan 131 I untuk ablasi. Makin panjang waktu pemantauan makin jelas tidak ada nilai tambah pemberian ablasi 131 I pada kasus tersebut.(the International Union Against Cancer [UIAC]). Pada penelitian meta analisis yang dilakukan oleh Sawka dkk, menunjukan bahwa risiko untuk terjadinya metastasis jauh lebih rendah secara bermakna setelah pemberian ablasi 131 I pada penderita dengan diameter tumor >1 cm dibandingkan dengan mereka yang tidak mendapatkan ablasi 131 131 I. Ablasi dengan I masih memberikan keuntungan walaupun sedikit pada penderita dengan gambaran patologi stage 2 dan 3 (T2 dan T3) yang secara umum dianggap sebagai kelompok risiko rendah. Ablasi ini juga jelas memberikan efek yang jelas pada penderita dengan risiko tinggi atau pada kasus tiroidektomi tidak komplit. Beberapa pertimbangan yang dapat digunakan untuk menentukan indikasi pemberian iodium radioaktif pada penderita kanker tiroid berdeferensiasi baik sebagai berikut : 1. Ukuran tumor >1.5 cm 2. Ukuran tumor <1.5 cm jika ditemukan gambaran histologi tall cell, sclerosing atau variant lain 3. Metastasis kelenjar getah bening 4. Kelainan multifokal yang menggambarkan metastasis intratiroid 5. Invasi limfatik atau vaskuer 6. Invasikapsular atau penetrasitermasuk jaringan lunak peritiroid 7. Metastasis pada paru, tulang, liver dll 8. Perhatian khusus harus diberikan pada kasus metastasis ke otak karena dapat terjadi perdarahan intraserebral dan edema serebral Secara umum dapat dikatakan bahwa makin besar kualitas invasive dari kanker, makin tinggi dosis yang harus diberikan. Kriteria keberhasilan ablasi Pemeriksaan tiroglobulin serum serial dan sidik seluruh tubuh menggunakan 131Idosis rendah merupakan modalitas untuk memonitor penderita kanker tiroid sejak pengobatan pertama. Sensitivitas tiroglobulin serum dengan stimulasi TSH tanpa keberadaan antibodi antitiroglobulin dalam sirkulasi sangat tinggi yaitu 98%, sedangkan sensitivitas dan spesifisitas pencitraan dengan 131 I sebesar masing-masing 96%-100% dan 45%. Masalah dalam menentukan keberhasilan ablasi Bebarapa keadaan yang dapat menimbulkan masalah dalam menentukan keberhasilan ablasi misalnya pada pederita kanker tiroid ditemukan peningkatan kadar tiroglobulin dan pencitraan 131 I negatif. Kondisi demikian sering menimbulkan dilemma dalam menegakkan diagnosa. Keberadaan antibodi antitiroglobulin dapat menyebabkan kadar tiroglobulin tidak dapat dipercaya baik saat meningkat atau menurun. Kondisi lain yang dapat menimbulkan masalah diagnostik adalah kadar TSH yang rendah, kontaminasi iodium, tumor menangkap 131 I rendah atau tidak sama sekali atau terlalu kecil untuk dapat terdeteksi dengan dosis 131I yang kecil. Komplikasi radiasidan efek samping Efek samping yang terjadi pada pemberian iodium radioaktif dapat di kelompokan ke dalam efek samping yang timbul segera (early effect) dan yang timbul kemudian hari (late effect). Earlyside effects Efek samping yang dapat muncul segera adalah sebagai berikut : mukositis, mual, kadang-kadang muntah, nyeri pada kelenjar ludah, ludah berkurang dan kehilangan rasa, nyeri dan bengkak pada leher terutama jika sisa kelenjar tiroid masih banyak Penurunan jumlah lekosit Pada umumnya gejala-gejala tersebut bersifat sementara dan tidak diperlukan penanganan khusus. Late side effects Efek samping yang timbul di kemudian hari dapat berupa : Infertilitas yang temporer, sialolithiasis, karies dentis, penurunan rasa, mata kering epiphora Efek samping tersebut sangat jarang terjadi dan tidak harus menjadi alasan pasien untuk tidak diberikan iodium radioaktif pada pengobatan kanker tiroid berdiferensiasi baik. Efek samping yang berat sangat jarang terjadi berupa gangguan fungsi kelenjar ludah.Hal ini dapat dihindari dengan banyak minum dan mengisap permen asam selama pengobatan. Efek samping yang terjadi pada pemberian iodium radioaktif rendah dibandingkan dengan cara pengobatan kanker lainnya. Kesimpulan Iodium radioaktif merupakan metoda pengobatan yang efektif dengan risiko rendah pada pengobatan kanker tiroid berdiferensiasi baik. Pemberian iodium radioaktif pada penderita risiko rendah masih menjadi perdebatan. Dosis individual tidak menjadi keharusan pada ablasi sisa jaringan tiroid normal. Pemberian TSH rekombinan sebelum ablasi dapat mempertahankan kualitas hidup penderita dan menghindari radiasi yang berlebihan pada jaringan non tiroid dibandingkan dengan cara menghentikan pemberian levotiroxine untuk merangsang peningkatan TSH. Daftar pustaka 1. MazzaferriEL and Jhiang SM.Long-term impact of initial surgical and medical therapy on papillary and follicular thyroid cancer. Am J Med. 1994 Nov;97(5):418-28. 2. B. Shinto.SA, Culas.TB. Suresh.MV, Mathew.J, Kumar.A, Dathan.ML, Pillai.K.S, Joseph.CD. Low Dose I-131 Therapy in Differentied Thyroid Cancer: An Initial Experience 3. C. Kukulska.A, Krajewska.J, Suwinska.GM, Puch.A, Cieslik.PE. Radioiodine thyroid remnant ablation in patients with differentiated thyroid carcinoma (DTC): prospective comparison of long-term outcomes of treatment with 30, 60 and 100 mCi. Thyroid Research 2010: 1-4. Thyroid Science, 2010:1-5 4. Cooper.SD, Doherty.G, Hauge.RB, Kloos.TR, Lee.LS, Mandel.JS, et all. Revised American Thyroid Association Management Guidelines for Patients with Thyroid Nodules and Differentiated Thyroid Cancer.The American Thyroid Association (ATA) Guidelines Taskforce on Thyroid Nodules and Differentiated Thyroid Cancer. Thyroid, 2009: 1-48 5. Shinto.SA, Culas.TB. Suresh.MV, Mathew.J, Kumar.A, Dathan.ML, Pillai.K.S, Joseph.CD. Low Dose I-131 Therapy in Differentied Thyroid Cancer: An Initial Experience 6. Kukulska.A, Krajewska.J, Suwinska.GM, Puch.A, Cieslik.PE. Radioiodine thyroid remnant ablation in patients with differentiated thyroid carcinoma (DTC): prospective comparison of long-term outcomes of treatment with 30, 60 and 100 mCi. Thyroid Research 2010: 1-4. Thyroid Science, 2010:1-5 7. Pacini.F, Schlumberger.M, Harmer.C, Berg.GG, Cohen.O, Franco.L et.all. Post-surgical use of radioiodine (131I) in patients with papillary and follicular thyroid cancer and the issue of remnant ablation: a consensus report. European Journal of Endocrinology, 2005: 651–659 8. Kim.YT, Kim.BW, Kim.SE, Ryu.SJ, Yeo.SJ, Kim, Chul.Kim. Serum Thyroglobulin Levels at the Time of 131I Remnant Ablation Just after Thyroidectomy Are Useful for Early Prediction of Clinical Recurrence in Low-Risk Patients with Differentiated Thyroid Carcinoma. The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism , 2005 :1440–1445 9. Mazzaferri.LE, Robbin.JR, , Spencer.A.C, Breverman.EL, Pacini.F, Haugen.RBW, et.all. Consensus Report of the Role of Serum Thyroglobulin as a Monitoring Method for Low-Risk Patients with Papillary Thyroid Carcinoma. The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism, 2003:1433–1441 10. Caglar.M, Tuncel.M, Alpar.R. Value of technetium scintigraphy and iodine uptake measurement during follow-up of differentiated thyroid cancer. Annals of Nuclear Medicine, 2004: 479–482.