PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA MASYARAKAT ADAT CIKONDANG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH DI MADRASAH ALIYAH AL-HIJRAH Iing Yulianti, M.Pd.1 Dosen Departemen Pendidikan Sejarah Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (FPIPS), Universitas Pendidikan Indonesia. Hp. 085624008428 [email protected] 1 Abstrak Nilai-nilai budaya lokal yang mulai terabaikan dalam kehidupan masyarakat dewasa ini adalah sebuah isu penting untuk diangkat dalam pembelajaran sejarah. Fokus penelitian ini adalah tentang proses pewarisan nilai-nilai budaya masyarakat adat Cikondang khususnya pada kalangan generasi muda Cikondang yang sedang menempuh pendidikan di Madrasah Aliyah Al-Hijrah melalui pendidikan sejarah. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan metode etnografi. Hasil penelitian menunjukkan, nilai-nilai budaya dari masyarakat Cikondang yang dapat diaktualisasikan dan diinternalisasikan dalam pembelajaran sejarah yaitu meliputi: kearifan ekologi, penghargaan terhadap sejarah, budaya gotong royong, kearifan pendidikan, dan kearifan ekonomi. Guru telah menjadikan masyarakat dan lingkungan sekitarnya sebagai sumber pembelajaran, sehingga peserta didik dapat mencocokan apa yang diterima di dalam kelas dengan kenyataan yang ada di lingkungannya. Internalisasinya nampak dari perilaku dan kesadaran peserta didik terhadap nilai-nilai budaya Cikondang yang dihayati dan diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian pewarisan nilai kearifan lokal sangat penting untuk menjadikan pembelajaran sejarah semakin bermakna sehingga peserta didik akan mengenal dan memahami nilai-nilai luhur yang terdapat dalam kebudayaannya. Berdasarkan hal tersebut menunjukkan bahwa sekolah memiliki potensi yang besar sebagai wahana bagi pewarisan nilai-nilai budaya yang teruji oleh zaman. Kata Kunci : Pewarisan Nilai Budaya, Masyarakat Adat, Pembelajaran Sejarah carut-marut dan sangat memprihatinkan di 1. PENDAHULUAN Fenomena sosial yang terjadi pada kaum muda Indonesia sendi-sendi kehidupan. Penyebabnya terdiri atas banyak faktor yang tergerusnya jati diri nasional dan tergantikan jalin-menjalin melalui proses yang panjang. dengan jati diri baru bentukan dari globalisasi. Lebih tegasnya, semua yang ada sekarang Akibat dari pergeseran nilai tersebut berbagai bukan sesuatu yang tiba-tiba muncul begitu permasalahan seperti saja, saling sejarahnya. Salah satu di antara banyak sebab sosial sikap kepada semua bentuk melunturnya lebih hampir muncul, sopan santun, dan sesuatu penulis tentunya kemukakan, ada menghargai, saling tolong menolong dan yang sebagainya. Jika permasalahan ini dibiarkan, kurangnya kita bercermin dari peristiwa- maka akan berakibat melemahnya bangsa ini. peristiwa sejarah. Akar masalahnya dapat Umumnya orang sependapat bahwa situasi dan dicari pada cara pengajaran sejarah di sekolah- kondisi kehidupan bangsa Indonesia sedang sekolah selama ini yang tidak komprehensif, Jurnal “Candrasangkala”, Volume 1 Nomor 1 November 2015 ingin segala adalah sehingga membuat banyak di antara kita suku bangsa tersebut, salah satunya yang kurang memiliki kesadaran sejarah, dalam arti dikenal dengan sebutan komunitas adat. minimnya pemahaman akan asal-usul atas Komunitas adat merupakan suatu segala sesuatu yang menimpa kita, serta kesatuan lokal yang menempati suatu wilayah kurangnya kesediaan memetik nilai yang tertentu dan berinteraksi secara terus-menerus terkandung di dalamnya. Pada gilirannya kita sesuai sistem adat istiadat tertentu pula. Dari menjadi masyarakat yang kurang mampu definisi tersebut kita dapat melihat bahwa mengelola potensi- komunitas adat merupakan sekelompok orang potensi konflik yang mungkin timbul, terkait dengan pranata-pranata sosial yang berdiri dengan kebhinekaan kita sebagai bangsa. sendiri sesuai dengan nilai-nilai yang mereka kebersamaan berikut Hubungan sejarah dan pendidikan akan tampak jika dikaitkan dengan anut. Komunitas adat lebih memilih untuk proses hidup dengan cara nenek moyang mereka pewarisan nilai, yakni nilai-nilai luhur yang dibandingkan terhegemoni oleh kebudayaan dikembangkan oleh generasi terdahulu yang mayoritas. Perbedaan inilah yang menjadikan perlu diwariskan pada generasi masa kini. komunitas adat sebagai kaum minoritas yang Berbicara nilai-nilai yang dikembangkan oleh dianggap generasi terdahulu sama artinya dengan bicara kebanyakan yang bertindak sebagai mayoritas. tentang makna dari sejarah. Proses pewarisan Karena nilai ini tentunya penting untuk membangun menyebutkan kepribadian, serta untuk mempersiapkan diri merupakan para penjaga warisan budaya. dalam menghadapi tantangan pada masa kini dan masa yang akan datang. “berbeda” itu tidak dengan berlebihan bahwa masyarakat jika komunitas saya adat Menurut pendapat saya, persepsi yang ada di masyarakat umum pada saat ini lebih Warisan budaya dan kearifan lokal, dalam melihat komunitas adat sebagai obyek wisata hal ini budaya, menjadi bagian penting dalam yang menarik karena “berbeda”. Mereka menumbuhkan dan membangun jati diri. melihat komunitas adat bukan sebagai suatu Budaya turut memberikan kontribusi yang masyarakat yang memiliki derajat yang sama besar dalam membentuk karakter bangsa yang dengan masyarakat kota umumnya, tetapi selama ini tergerus oleh pengaruh luar. Dari lebih melihat kelompok orang yang berada sudut pandang tersebut bangsa Indonesia dalam kategori “primitif”. Masyarakat pada sesungguhnya memiliki potensi sumber daya umumnya atau keunggulan kompetitif karena dikaruniai dimiliki oleh berbagai komunitas adat di keanekaragaman budaya. Kondisi tersebut Indonesia bahkan lebih banyak kelompok diperkaya lagi dengan keberadaan sejumlah yang tidak mengetahui apa itu komunitas adat. komunitas yang terdapat dalam kelompok Jurnal “Candrasangkala”, Volume 1 Nomor 1 November 2015 tidak melihat nilai-nilai yang Selain itu, komunitas adat lebih sering khususnya sering kali salah paham dengan dikaitkan dengan kegiatan yang berbau mistik keberadaan komunitas adat, maupun ajaran- oleh masyarakat. Karena keilmuan yang ajaran mereka. Sehingga tidak jarang mereka mereka miliki lebih berbentuk lisan atau melihat komunitas adat sebagai sekumpulan pamali yang diturunkan secara generasi ke orang dengan kepercayaan tertentu dan lebih generasi tanpa mengerti alasan di balik itu berbau-bau mistik. Padahal jika kita mau semua. Contoh kongkrit bisa kita lihat mengenal mereka dengan lebih baik, maka banyaknya komunitas adat yang memiliki kita akan melihat bahwa pada dasarnya hutan-hutan larangan. Dalam pengetahuan komunitas adat tidaklah berbeda dengan mereka, hutan larangan merupakan sesuatu kelompok yang dikeramatkan sehingga mendapatkan menjalankan apa penjagaan dan ritual-ritual khusus dalam berdasarkan ajaran pengelolaannya. Mungkin jika kita melihat Bahkan terkadang komunitas adat dapat lebih dalam persepsi mayarakat awam, hal itu tidak bijak beralasan dan tidak rasional. Tetapi jika kita masyarakat mayoritas. Karena itu perlu adanya melihat fungsi hutan sebagai salah satu sebuah program pengedukasian masyarakat ekosistem penunjang kehidupan manusia, tentang keberadaan komunitas adat, bukan maka justru komunitas adat lebih memiliki hanya sekedar untuk menyadari eksistensi kesadaran dalam menjaga lingkungan, karena mereka, tetapi juga agar dapat lebih mengenal mereka menjadikan diri mereka sebagai akar budaya kita sendiri, sehingga komunitas- bagian dari alam, bukan di atas alam itu komunitas adat tidak lagi menjadi kaum yang sendiri. Tak jarang terdapat sebuah persepsi termarjinalkan karena perbedaan yang mereka bahwa komunitas adat lebih terbelakang miliki dengan masyarakat pada umumnya. karena tidak rasional dibandingkan masyarakat Untuk itu, dalam mengatasi berbagai gejala kota, tetapi melihat kasus tersebut, terbersit seperti di atas, sebenarnya dapat dipahami sebuah pertanyaan dibenak saya, mana yang bersama dengan pendekatan budaya, yaitu lebih terbelakang sebenarnya?. pendekatan dengan mempergunakan kearifan Dalam antropologi sering dikenal istilah yang disebut dengan relativitas kebudayaan. dalam mayoritas. yang Mereka hanya mereka percayai nilai-nilai beberapa hal tradisional. dibandingkan lokal. Hasan (1999) dalam Sejarah untuk tulisannya Dimana setiap kebudayaan memiliki nilai “Pendidikan yang berbeda-beda sehingga tidak dapat Manusia Baru Indonesia” membuat perspektif dibandingkan antara kebudayaan yang satu baru dengan berpijak kepada pengalaman dengan kebudayaan yang lainnya. Masyarakat masa lalu untuk memahami apa yang terjadi pada pada masa sekarang. Secara tradisional tujuan umumnya dan kaum muda pada Jurnal “Candrasangkala”, Volume 1 Nomor 1 November 2015 Membangun pendidikan selalu dikaitkan atas pandangan memiliki budaya gotong royong, musyawarah, “transmission of culture” (Hasan, 1997:13). kerukunan, dan juga memiliki beragam budaya Pandangan tersebut sebenarnya menghendaki dalam bentuk kesenian tradisional. Nilai-nilai pendidikan sejarah sebagai pengetahuan yang tersebut sangat bermakna bagi generasi muda diharapkan menjadi wahana pendidikan untuk dalam mengarungi hidup di era globalisasi mencapai “the glorious past” dalam arti agar dengan beragam pengaruh baik positif maupun generasi muda dapat menghargai hasil karya negatif. Oleh karena itu diperlukan pewarisan agung di masa lampau terutama untuk nilai-nilai memupuk rasa bangga (dignity) sebagai masyarakat adat melalui pembelajaran sejarah bangsa. sebagai upaya untuk menumbuhkan kesadaran budaya dan kearifan lokal Peserta didik sebagai generasi penerus peserta didik akan nilai sejarah dan budayanya yang hidup dalam kurun sejarah lain dengan yang pada gilirannya akan mengantarkan masalah-masalah yang berbeda tentu tidak dirinya menjadi manusia yang arif dan begitu saja akan menerima warisan itu. bijaksana memiliki kesadaran sejarah dan Mereka akan melakukan pemilihan dan atau kesadaran budaya sejak dini.. pengolahan kembali nilai-nilai yang diwariskan dan mengambil yang menurutnya paling cocok serta sesuai dengan kepentingan keselamatan dan kesejahteraan 2. METODE PENELITIAN Penelitian terhadap masalah pewarisan generasi nilai-nilai budaya masyarakat adat Cikondang berikut (Saini, 2004: 27-28). Seleksi tersebut dalam pembelajaran sejarah ini menggunakan akan terjadi dengan baik melalui pembelajaran pendekatan etnopedagogi, dengan ancangan dengan menggunakan sumber belajar yang kualitatif didasari oleh masalah yang diteliti bermakna. bersifat Keberadaan kampung adat Cikondang etnografi yang membutuhkan observasi dan wawancara untuk mengungkap sebagai model dari masyarakat Sunda, artinya kebermaknaan secara interpretatif keberadaanya mengungkap jawaban sebagai pemecahan cukup representatif guna mewakili tata kehidupan orang Sunda masa silam. Sebagai kesatuan hidup manusia, serta masalah penelitian. Penggunaan metode etnografi pada masyarakat adat Cikondang memiliki nilai penelitian ini karena fokus penelitian yang sosial-budaya dilakukan dikembangkan yang dapat dalam dikaji untuk adalah mendeskripsikan dan pembelajaran. memberi eksplanasi secara detail fenomena Masyarakat adat yang kental dengan budaya budaya yang terjadi di tengah masyarakat kesetiakawanan Sunda sosial dalam melakukan aktivitas hidupnya, peduli terhadap alam, dalam hal ini masyarakat adat Cikondang dan selanjutnya direkonstruksi Jurnal “Candrasangkala”, Volume 1 Nomor 1 November 2015 berdasarkan partisipasi secara alamiah. (Sumaatmadja, 1984:15) menyatakan a value Fenomena budaya tersebut berkenaan dengan can be, if it is held to be more than amore pengetahuan, nilai, keyakinan, norma, tradisi verbal formulation. atau kebiasaan, simbol, bahasa dan praktek kehidupan sehari-hari, pewarisannya Cikondang. di serta tengah Berdasarkan Menurut Wiriaatmadja (2002) dalam proses tulisannya yang berjudul Pendidikan Sejarah masyarakat di Indonesia: Perspektif Lokal, Nasional, dan tersebut Global menjelaskan bahwa dalam rangka diharapkan akan diperoleh gambaran nilai pengembangan pengajaran sejarah agar lebih kearifan lokal masyarakat adat Cikondang fungsional dan terintegrasi dengan berbagai yang dapat diwariskan kepada generasi muda bidang keilmuan lainnya, maka terdapat melalui berbagai masyarakat, kajian kegiatan termasuk di tengah berbagai bidang yang seyogianya mendapat melalui proses perhatian, yaitu: pertama, materi pelajaran pendidikan di sekolah yang mencakup proses sejarah harus pembelajaran dan kegiatan ekstrakurikuler, kecakapan sosial berupa integritas dan jati diri terutama melalui proses pengintegrasian dalam siswa, sehingga terbentuk karakter peserta pembelajaran sejarah. didik yang memiliki sikap nation hood, kebersamaan Tujuan Pendidikan Nilai dalam mampu dalam mengembangkan perbedaan, toleransi, empati, dan sikap-sikap positif lain yang berharga baik bagi didinya, masyarakatnya, Pembelajaran Sejarah Pengembangan pendidikan nilai yang maupun bangsanya. terintegrasi dengan pendidikan sejarah tidak Kedua, untuk menjawab tantangan masa terlepas dari humaniora yang memiliki arti depan, kreativitas dan daya inovatif diperlukan penting bagi peningkatan kualitas pendidikan. agar bangsa Indonesia bukan sekedar manjadi Oleh karena itu pendidikan sejarah harus konsumen IPTEK, konsumen budaya, maupun memberikan kepada penerima nilai-nilai dari luar secara pasif, sikap. melainkan memiliki keunggulan komparatif yang dapat dalam hal penguasaan IPTEK. Peserta didik kritis sehingga perlu diberi kesempatan untuk belajar dengan menjadikan siswa menjadi manusia cerdas. daya intelektualnya sendiri, melalui proses Triggs, Reichardt dan Raliis dalam (Hasan, rangsangan-rangsangan 1995:247) dari subyek penelitian ini akan pertanyaan-pertanyaan melahirkan suatu nilai atau tidak bernilai. Dan sehingga peserta didik dapat melihat suatu hal nilai sesungguhnya hanya dapat lahir kalau dari berbagai sudut pandang dan dapat perhatiannya pengembangan nilai, Pendidikan sejarah mengembangkan moral, berpikir dan diwujudkan dalam praktik tindakan. Kuhn Jurnal “Candrasangkala”, Volume 1 Nomor 1 November 2015 baik yang berupa maupun penugasan, menemukan berbagai alternatif pemecahan mereka untuk berprakarsa secara dinamis dan masalah yang dihadapi. kreatif. Ketiga, peserta dapat Berdasarkan pemahaman tersebut, maka mengembangkan daya kreativitasnya apabila pembelajaran sejarah dapat dikatakan sebagai proses belajar mengajar dilaksanakan secara suatu proses kegiatan untuk mendorong dan terencana merangsang subyek membangkitkan upaya untuk kompetitif. Oleh mendapatkan pengetahuan karena itu, proses belajar mengajar yang mengahayati memberi peluang kepada peserta didik untuk kesejarahan, sehingga membawa perubahan menyelesaikan tugas secara kompetitif perlu tingkah laku dan menumbuhkan kesadaran disosialisasikan, kemudian juga perlu adanya akan nilai-nilai dalam ilmu sejarah. Kesadaran penghargaan yang layak kepada mereka yang adalah suatu orientasi intelektual, suatu sikap berprestasi. Hal ini akan berdampak positif jiwa untuk memahami keberadaan dirinya terhadap terbentuknya rasa percaya diri pada sebagai manusia, anggota masyarakat, sebagai peserta didik. Pada gilirannya, pengalaman ini makhluk sosial, termasuk sadar sebagai bangsa selanjutnya dan sadar sebagai makhluk ciptaan Tuhan untuk dapat didik akan meningkatkan menjaga dan proses pembentukan kemandirian. belajar nilai-nilai untuk sejarah kemanusiaan dan dan (Sardiman, 1994:2). Keempat, dalam proses pengembangan Dalam berbagai tulisan Soedjatmoko kematangan intelektualnya, peserta didik perlu mengingatkan kita betapa pentingnya sebagai dipacu kemampuan berfikirnya secara logis bangsa memiliki kesadaran sejarah. Kesadaran dan sistematis. Dalam proses belajar mengajar, sejarah diartikan sebagai suatu refleksi tentang pengajar harus memberi arahan yang jelas agar kompkleksitas peserta ditimbulkan didik dapat memecahkan suatu persoalan secara logis dan ilmiah. Kelima, peserta oleh interaksi yang dialektis masyarakat yang ingin melemparkan diri dari diberi gangguan realitas yang ada. Dengan kesadaran internalisasi dan keteladanan, dimana mereka sejarah, manusia berusaha menghargai upaya dapat berperan aktif dalam kegiatan belajar mengungkapkan terhadap kejadian-kejadian mengajar. Fenomena ini dalam hal-hal tertentu yang melingkupinya dan menghargai keunikan dapat loyalitas, masing-masing keadaan. Kesadaran sejarah toleransi, dan kemampuan adaptabilitas yang juga membantu manusia untuk waspada tinggi. Dalam hal pendekatan ini perlu terhadap pemikiran yang telalu sederhana, diselaraskan dengan kegiatan proses belajar analogi yang terlalu dangkal serta penerimaan mengajar yang memberi peluang kepada pola-pola membentuk didik perubahan-perubahan harus semangat hukum yang terlalu mudah, mengarahkan jalannya sejarah ataupun berada Jurnal “Candrasangkala”, Volume 1 Nomor 1 November 2015 dalam diterminisme sejarah. dirinya kesadaran sejarah masyarakat. Dari rumusan tujuan tersebut seharusnya sebagai bangsa harus mampu dapat dirinci bahwa tujuan pembelajaran mengambil makna atau pesan moral pada sejarah adalah untuk mengembangkan potensi setiap peristiwa, jika tidak maka dalam siswa agar: konteks ini akan mewujudkan bahwa ketidak 1. Memiliki Untuk cengkraman mewujudkan sendiri maupun kesadaran yang dan menimpa kepedulian arifan dalam pemanfaatan kekayaan alam dan terhadap masyarakat atau lingkungannya, budi akal manusia itu pada akhirnya akan melalui pemahaman terhadap nilai-nilai menghancurkan eksistensi kemanusiaan dan sejarah dan kebudayaan masyarakat. peradabannya sendiri (Soedjatmoko, 1995). 2. Mengetahui dan memahami konsep dasar Pengajaran nilai dalam ilmu sejarah dan mampu menggunakan metode yang melalui proses pemberian nilai (internalisasi diadaptasi dari ilmu-ilmu sosial yang nilai) kemudian dengan melalui tahapan yaitu penerimaan nilai, penganggapan atas nilai, dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah sosial. penilaian atas nilai, penghargaan atas nilai, 3. Mampu menggunakan model-model dan pengorganisasian nilai-nilai dan pemeluk nilai proses berpikir serta membuat keputusan (karakteristik nilai). Namun perlu diingat untuk menyelasaikan isu dan masalah yang mengajarkan nilai hanya akan berhasil jika di berkembang di masyarakat. pihak peserta didik ada disposisi batin yang 4. Menaruh perhatian terhadap isu-isu dan benar, yang antara lain adalah sikap terbuka masalah-masalah dan membuat analisis yang kritis, selanjutnya percaya, jujur, rendah hati, sosial, serta mampu bertanggungjawab, berniat baik, setia, dan taat mampu mengambil tindakan yang tepat. melaksanakan nilai-nilai disertai budi yang 5. Mampu mengembangkan berbagai potensi ceria. Nilai-nilai itu tidak dapat dipaksakan sehingga mampu membangun diri sendiri dari luar melainkan masuk ke hati kita secara agar survive yang kemudian bertanggung lembut ketika hati secara bebas membuka diri jawab membangun masyarakat. (Atmadi, 2000:38). Tujuan pembelajaran Pada kesempatan ini sejarah fokus penelitian adalah diarahkan pada tujuan yang tertulis di nomor untuk mengembangkan siswa agar peka satu yaitu untuk mengembangkan potensi terhadap masalah sosial yang terjadi di siswa agar memiliki kesadaran dan kepedulian masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap masyarakat atau lingkungannya, terhadap perbaikan segala ketimpangan yang melalui terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah sejarah dan kebudayaan masyarakat. yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa Jurnal “Candrasangkala”, Volume 1 Nomor 1 November 2015 pemahaman terhadap nilai-nilai Menurut Bloom dalam (Lubis, 2011:20) warga negara. Pengajaran sejarah nasional proses pembentukan dan pengembangan nilai- Indonesia disekolah memiliki kompetensi nilai pada anak didik itu ada lima tahap. a) untuk membimbing peserta didik ke arah Receiving (menyimak dan menerima). Dalam kesadaran sejarah, kesadaran kebangsaan, dan hal ini anak menerima secara aktif, artinya pembentukan karakter atau jati diri, apabila di anak telah memilih untuk kemudian menerima dalam pengajarannya berlangsung pewarisan nilai. Jadi pada tahap ini anak baru menerima (transfer) yang disambut dengan peralihan saja. b) Responding (menanggapi). Pada tahap nilai-nilai berbangsa, bertanah air, persatuan ini anak sudah mulai bersedia menerima dan dan kesatuan, serta integritas dan kepribadian menanggapi secara aktif. Dalam hal ini ada Indonesia (Wiriaatmadja, 2002). tiga tahapan sendiri, yakni manut (menurut), bersedia menanggapi, dalam tujuan pendidikan nilai dalam pembelajaran menanggapi. c) Valuing (memberi nilai), pada sejarah yaitu untuk memberikan pemahaman tahap mampu kepada siswa tentang nilai-nilai luhur yang membangun persepsi dan kepercayaan terkait dimiliki bangsa Indonesia sebagai jati diri dengan nilai yang diterima. Pada tahap ini ada bangsa, untuk mempersiapkan siswa untuk tiga tingkatan yakni: percaya terhadap nilai hidup yang diterima, merasa terikat dengan nilai mengarahkan siswa agar dapat berpikir kritis, dipercayai, dan memiliki keterkaitan batin kreatif, inovatif, memiliki kecakapan sosial dengan nilai yang diterima. d) Organization, serta dimana anak mulai mengatur sistem nilai yang patriotisme. ini anak dan sudah puas Berdasarkan pendapat di atas, bahwa mulai dalam lingkungan memiliki rasa masyarakat, nasionalisme dan ia terima untuk ditata dalam dirinya dalam konteks perilaku. e) Characterization, atau 3. HASIL DAN PEMBAHASAN karakterisasi nilai yang ditandai dengan Masyarakat Kampung Cikondang adalah ketidakpuasan seseorang untuk mengorganisir sekelompok masyarakat yang hidup teratur, sistem nilai yang diyakininya dalam hidupnya tinggal di suatu wilayah yaitu Kampung yang serba mapan, ajeg, dan konsisten. Cikondang, Hasan (2012:3) mengemukakan bahwa Desa Lamajang, Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung. Memiliki tujuan pendidikan sejarah dimaknai sebagai pemimpin upaya untuk mentransfer kemegahan bangsa mengetahui seluk beluk adat istiadat Kampung dimasa lampau kepada generasi muda, wahana Cikondang yang disebut dengan Juru Kunci bagi pewarisan nilai-nilai keunggulan bangsa (Kuncen) dan sebagai pendidikan tentang cara berpikir kekayaan yang berwujud maupun kekayaan keilmuan siswa sebagai individu dan sebagai yang tidak berwujud seperti adat istiadat dan Jurnal “Candrasangkala”, Volume 1 Nomor 1 November 2015 atau serta orang memiliki yang dianggap kekayaan baik budaya yang ada pada masyarakat Kampung kampung tersebut. Meskipun namanya tak Cikondang. Berdasarkan terminologi istilah, begitu terkenal jika dibandingkan Kampung “masyarakat adat” berdasarkan hasil kongres Baduy dan Kampung Naga, tetapi kearifan Masyarakat lokal Adat Nusantara yang yang dimiliki masyarakat adat diselenggarakan di Jakarta, pada tanggal 15-22 Cikondang sebagai bagian dari kearifan Sunda Maret patut diangkat dan menjadi teladan. 1999. Hasil kongres tersebut menyatakan: Masyarakat Sebagaimana yang diungkapkan oleh sebagai Adimihardja (2008:77) kelompok masyarakat yang memiliki pengelolaan sumberdaya asal-usul leluhur (secara turun temurun) seyogianya di serta menghargai sistem pengetahuan memiliki sistem nilai, ideologi, ekonomi, terkandung dalam nilai-nilai politik, budaya, sosial, dan wilayah masyarakat, walaupun tidak semua unsur- sendiri (Syafa’at, et.al. 2008:28). unsur yang terdapat dalam budaya lokal itu Sejalan dengan landasan moral ngaji diri harus wilayah adat dimaksud geografis tertentu, bahwa strategi manusia mempertimbangkan diakomodasikan itu dan yang budaya dalam model untuk mencapai kondisi yang seimbang antara pengelolaan tersebut. Komunitas adat sebagai manusia sebagai pribadi, hubungan manusia lapisan grass roots dengan dukungan sistem dengan manusia, hubungan manusia dengan pengetahuan alam, dan hubungan manusia dengan Tuhan. bersumber Maka di kalangan waga Cikondang terdapat terbukti cukup kental dan lentur dalam beberapa pedoman hidup. Pedoman hidup menghadapi berbagai tantangan, mereka tetap tersebut warga survival dengan sangat mengagumkan melalui Cikondang untuk mencapai perasaan tenteram proses adaptasi yang terus menerus selama dalam hidup keseharian. Dengan demikian, berabad-abad mereka terluput dari hukuman nenek moyang mereka hidup. berfungsi membimbing karena pelanggaran atas tabu. yang dari mereka nilai-nilai dengan miliki yang budaya yang lingkungan dimana Nilai-nilai kearifan lokal yang ada di Keberadaan Kampung Cikondang yang Kampung Cikondang tertuang dalam nilai- masyarakatnya masih memegang apa-apa yang nilai adat (material dan non material), di diwariskan dari para leluhurnya namun dibalik antaranya: nilai sosial-budaya, nilai historis, itu, mereka berpandangan kudu saluyu jeung nilai religi dan kepercayaan, nilai ekonomis, zaman. Maka di tengah-tengah modernisasi nilai dan globalisasi yang juga turut dirasakan oleh lingkungan. Bagi masyarakat Cikondang nilai masyarakat Cikondang mewarnai kekhasan tersebut merupakan tatanan, tuntunan, dan dan jadi ciri tersendiri bagi keberadaan tontonan. Jurnal “Candrasangkala”, Volume 1 Nomor 1 November 2015 adaptif dan prefentif terhadap Tatanan artinya nilai-nilai yang dijaga para leluhur Cikondang dalam penataan kepentingannya saja tetapi juga untuk kepentingan masyarakat yang lebih luas. ingkungan, baik lingkungan fisik dan sosial Pengetahuan masyarakat lokal memiliki atau dalam konsep penataan wilayah, wayah keunggulan yang telah teruji ketangguhannya (waktu), dan lampah secara yang tujuannya (perbuatan/tindakan) lingkungan sehingga dipelihara dan yang dipertahankan oleh komunitasnya. Unsur- merupakan amanat tetap lestari sehingga dapat unsur budaya dalam kebudayaan daerah yang dirasakan oleh anak cucunya dan bermanfaat telah teruji kemampuannya untuk bertahan bagi masyarakat yang lebih luas. Kelestarian sampai lingkungan sudah dirasakan bagi generasi (Mundarjitno, sekarang, nilai tersebut merupakan tuntunan, knowledge artinya pedoman berupa hukum-hukum adat pengetahuan dan kemampuan masyarakat dan kebiasaan yang bukan sekedar untuk terus dalam dijalankan oleh masyarakat Cikondang pada memiliki kebenaran sehingga dipertahakan generasi sekarang tetapi untuk ditafakuri dan dan diwariskan kepada generasi berikutnya. dipelajari agar lokal, adalah 1986:39-45) dan mengatasi local local Indigenous genius tantangan genius adalah hidup dan Sesungguhnya kearifan lokal memiliki Kemudian nilai-nilai universal yang tercermin dalam maksud dari tontonan yaitu berkaitan dengan kepribadian dan kemampuan berfikir global pariwisata, sekarang Kampung (think globally), bertindak lokal (act locally), Cikondang menjadi terkenal, mulai banyak dan memiliki komitmen nasional (commit yang nasionally), sehinga membentuk identitas bagi lingkungan kehidupannya. di datang falsafahnya kini serta manfaat maknanya, masa mana untuk dan melihat adat fenomena istiadatnya yang kemudian mempelajarinya. Nilai-nilai tersebut budaya (Sukadi, 2006: 147; Ayatrohaedi, 1986: 18). diimplementasikan Pada masa globalisasi, proses difusi oleh masyarakat Cikondang dalam kehidupan inovasi tidak lagi terkendala ruang dan waktu sehari-hari dalam melainkan terseleksi oleh nilai dan norma beragam kegiatan upacara adat dan kebiasaan yang dianut masyarakat. Identitas budaya adat yang masih dilestarikan. Masyarakat (cultural identity) merupakan karakteristik Cikondang bahwa masyarakat yang menunjukkan jati dirinya kebiasaan dan upacara-upacara adat yang dengan nilai-nilai kearifan lokal. Unsur-unsur berkenaan dengan lingkungan bukan sekedar inovasi tidak diterima secara utuh, melainkan aturan adat yang pamali jika tidak dilaksankan diterima melalui suatu proses seleksi sesuai namun hal tersebut sangat berkenaan dengan dengan kelestarian lingkungannya, yang bukan untuk kebenaran normatif masyarakat setempat. dan diaktualisasikan memiliki kesadaran Jurnal “Candrasangkala”, Volume 1 Nomor 1 November 2015 kemampuan, kepribadian, dan Sebenarnya masyarakat Kampung Cikondang memiliki kemampuan beradaptasi, berinteraksi, dan menjalin hubungan yang harmonis dengan juga dipengaruhi oleh keadaan alam tersebut. Dalam konteks pembelajaran, kearifan baik ekologi masyarakat Cikondang merupakan lingkungan sosial maupun lingkungan alam. sumber belajar sejarah tentunya penting di Kearifan lokal pada masyarakat Kampung tengah lingkungan yang semakin mengalami Cikondang merupakan eksistensi keberdayaan kemunduran. Menjadikan nilai ini sebagai dalam mendayagunakan potensi alam berbasis sumber belajar merupakan salah satu usaha nilai-nilai lokal melembagakan kembali kearifan lokal yang terefleksikan dalam wujud perilaku pada sangat peduli terhadap lingkungan. Hal ini berbagai bidang kehidupan, dalam sejalan dengan pendapat Susilo (2008:161) tatanan hidup bermasyarakat maupun bahwa penting untuk melembagakan kembali berinteraksi dengan lingkungan alam. Bagi (reinstitusionalisasi) kearifan-kearifan lokal masyarakat Kampung Cikondang, kearifan tradisional, karena ia membantu penyelamatan lokal lingkungan. sosial berfungsi lingkungannya, berkembang dalam masyarakat Cikondang budaya. sebagai Kearifan baik pedoman dan pengontrol perilaku hingga memiliki jaminan berkelanjutan daya merupakan hidup lingkungan yang alam berkelanjutan yang lestarikan dalam dan lingkungan sosial yang harmonis. Sesuai dengan hasil penelitian terdapat beragam nilai-nilai yang dapat dijadikan Prinsip keseimbangan dan dalam mengolah alam nilai penting yang harus diwariskan kepada peserta didik. Nilai tersebut lahir dari alam pikiran manusia sebagai anggota masyarakat sebagai pedoman dalam melangsungkan aktivitas sehari-hari. sumber belajar pembelajaran sejarah bagi Merujuk pada tulisan Supriatna (2012) peserta didik. Pertama, Kearifan Ekologi, mengenai “ecopedagogy dan green curriculum budaya yang berkembang dalam masyarakat dalam pembelajaran sejarah” bahwa, untuk Cikondang sangat dipengaruhi oleh keadaan mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan alam yang dihuni oleh masyarakat sebagai (sustainable penghasil kebudayaan. Hal ini sejalan dengan mengembangkan proses pembelajaran sejarah teori ekologi budaya menurut Steward (dalam yang melatih para siswa dengan hardskills Susilo, 2009:47) bahwa lingkungan dan artinya, budaya tidak dapat dilihat secara terpisah, pengetahuan kritis tentang sejarah umat tetapi merupakan campuran (mixed product) manusia yang berproses lewat dialektika. Dengan lingkungan sosial dan alam serta masalah yang demikian, budaya mencintai lingkungan yang ditimbulkanya. development) berhubungan dalam mengembangkan Jurnal “Candrasangkala”, Volume 1 Nomor 1 November 2015 tentunya dengan berhubungan Selanjutnya softskills perlu aspek dengan perlu artinya, berhubungan dengan sifat-sifat seperti ulet, sekaligus sebagai simbol keberlangsungan kreatif, inovatif, profesional, percaya diri, dan perkembangan kebudayaan masyarakat yang santun bersangkutan. berhubungan dengan kecerdasan ekologis berupa hemat menggunakan produk Kedua, Penghargaan terhadap Sejarah. berbasis sumber daya alam, memiliki sifat dan Berkaitan dengan hal tersebut terdapat sebuah sikap kutipan yang menunjang akan penghargaan hidup selaras dengan alam, menggunakan keterampilan untuk menjaga terhadap sejarah yaitu berikut ini: kelestarian alam, serta mengaplikasikan sifat Hana nguni hana mangke, tan hana bijak yang diambil dari sejarah untuk hidup nguni tan hana mangke, aya ma baheula selaras dengan alam. aya nu ayeuna, hana tunggak hana Dalam sistem budaya yang berkembang dalam masyarakat Cikondang tentunya watang, tan hana tunggak tan hana watang, hana ma tunggulna aya tu mengandung nilai-nilai yang bermanfaat untuk catangna, kehidupan. Meskipun dalam beberapa hal ada demakan, tan hana guna tan hana ring yang berbau mistis tetapi bila dikaji secara demakan (Naskah Amanat Galunggung logis dan kritis, di dalamnya terkandung dalam Danasasmita, 1987:123) dikutip makna kembali dalam (Hermawan, 2008:209). dan nilai yang penting dalam (hana guna) hana ring membangun hubungan yang harmonis antar (Ada dahulu ada sekarang, tidak ada manusia dan antara manusia dengan alam. dahulu tidak ada sekarang; ada masa lalu Keberadaan tabu ini memiliki nilai tersendiri ada masa kini, bila tidak ada masa lalu bagi peserta didik yang dapat memperlihatkan tidak akan ada masa kini; ada pokok kayu bahwa masyarakat sesederhana apapun tetap ada batang, tidak ada pokok kayu tidak memiliki akan ada batang; bila ada tunggulnya sistem kecerdasan dalam menghadapi hidup. tentu ada batangnya; ada jasa ada Berkaitan dengan pentingnya menjaga kelestarian hutan nampak dari sebuah ungkapan hidup masyarakat Cikondang yang selalu disosialisasikan dari generasi anugerah, tidak ada jasa tidak akan ada anugerah) Berkaitan dengan pentingnya kearifan ke sejarah untuk diwariskan kepada generasi generasi yaitu “Leuweung Ruksak, Cai Beak, muda, Jacob Sumardjo (Hermawan, 2008:212) Manusa Balangsak” (Hutan rusak, air habis, mengungkapkan manusia sengsara). Kelestarian hutan yang nasional dan global penting untuk diajarkan bernama Leuweung Larangan bagi masyarakat kepada anak-anak sekarang, kesalahan kita adat adalah urat nadi yang dapat menjamin adalah melupakan masa lalu. Anak-anak tidak keberlangsungan kehidupan masyarakatnya dikenalkan Jurnal “Candrasangkala”, Volume 1 Nomor 1 November 2015 bahwa, kepada sejarah sejarahnya, lokal, sehingga mereka tidak mengenal siapa pahlawannya, falsafah pendidikan Sunda tercermin dalam tidak mengenal daerahnya yang pada akhirnya tiga kata sederhana, yaitu : cageur (sehat), mereka menjadi tidak bangga akan diri sendiri bageur (baik) dan pinter (cerdas). Dari urutan karena menganggap tidak ada yang perlu ketiga kata tersebut pinter berada pada posisi dibanggakan Guna terakhir setelah cageur dan bageur. Maksud menumbuhkan kebanggaan diri pada peserta dari falsafah pendidikan Sunda tersebut, orang didik mengenal pinter itu tidak sekedar pinter namun dia juga sejarahnya, mengenal daerahnya sehingga harus cageur (sehat) dalam artian sehat sejarah Sunda perlu diperkenalkan sedini jasmani maupun rohani, serta dia juga harus mungkin, karena kebanggaan tersebut dapat bageur (baik) dalam artian bageur secara menjadi modal bagi proses pembangunan. jasmani maupun secara rohani. Jika orang dari maka mereka dirinya. harus Ketiga, Budaya Gotong Royong. Bagi tersebut hanya cerdas namun dia tidak sehat masyarakat Cikondang, gotong royong terbagi dan baik, maka orang tersebut hanya akan bisa menjadi dua jenis yaitu ‘gotong royong hakiki’ minteran orang lain karena yang ada di dan ‘gotong royong biasa’. Perwujudan gotong benaknya royong hakiki adalah pada saat upacara Wuku keuntungan Taun, sedangkan untuk perwujudan gotong ditimbulkannya pada orang lain tidak pernah royong biasa adalah kegiatan kerja bakti di menjadi bahan pertimbangannya. lingkungan RT Cikondang masih dan RW. sangat Masyarakat bagaimana sedangkan memperoleh dampak yang Kelima, Kearifan Ekonomi. Prinsip hidup dengan kumaha engke (bagaimana nanti) merupakan berbagai hal kegiatan, baik yang bersifat prinsip yang harus dihindari agar berhasil umum maupun pribadi. Masyarakat memiliki dalam hidup, karena pada dasarnya prinsip rasa tanggung jawab yang besar untuk hidup yang harus dijalani oleh setiap individu melaksanakan kegiatan yang berhubungan adalah engke kumaha (nanti bagaimana). dengan Penerapan prinsip hidup tersebut kepentingan kepentingan individu peduli adalah umum yang ataupun sedang kehidupan sehari-hari dilakukan dalam oleh menghadapi papait (ada yang meninggal atau masyarakat adat Sunda pada umumnya dan musibah) (hajatan khususnya dengan masyarakat Cikondang pernikahan dan khitanan, atau syukuran melalui pendirian lumbung padi, sehingga lainnya). Tindakan tersebut termasuk ke dalam ketika di tempat lain terjadi musim paceklik gotong royong biasa. panjang hingga menyebabkan kekurangan maupun mamanis Keempat, Kearifan Pendidikan. Falsafah pangan, mereka tidak pernah mengalami pendidikan yang diwariskan oleh masyarakat kekurangan pangan karena memiliki cadangan Cikondang pada umumnya mengacu pada yang tersimpan di lumbung. Jurnal “Candrasangkala”, Volume 1 Nomor 1 November 2015 Dalam masyarakat Cikondang, disamping berlaku di masyarakat, serta berbagai nilai kearifan ekologi, penghargaan terhadap informasi tentang potensi sejarah tatar sejarah, budaya gotong royong, kearifan Sunda) sesuai dengan standar kompetensi pendidikan, dan kearifan ekonomi masih dan kompetensi dasar yang harus dicapai banyak lagi nilai budaya yang dapat diangkat peserta didik. sebagai sumber pembelajaran sejarah. 2. Langkah kedua, hasil identifikasi tersebut Setidaknya dalam masyarakat Cikondang telah kemudian dipilih mana yang sesuai memiliki dengan topik pembelajaran disesuaikan nilai luhur seperti kepedulian terhadap orang lain, empati, dan perilaku dengan prososial lainnya, serta ungkapan-ungkapan kompetensi dasar yang berlaku. tradisi Sunda, yang sebelumnya diuraikan oleh 3. standar kompetensi dan Langkah ketiga, setelah dipilih materi penulis di atas, dalam bentuk tradisi lisan mana yang tepat untuk tiap topik pada yang syarat dengan makna dan berguna bagi mata pelajaran sejarah, maka proses kelangsungan hidup baik untuk masa sekarang pembelajaran sejarah yang memuat nilai- dan masa yang akan datang. Nilai-nilai itulah nilai kearifan lokal Cikondang dapat yang semestinya diwariskan kepada peserta diaktuliasasikan oleh guru bersama siswa didik melalui pendidikan, salah satunya dalam di kelas setelah sebelumnya melakukan pembelajaran kunjungan ke Kampung Cikondang. sejarah. Demikian halnya dengan proses pembelajaran di Madrasah Aliyah Al-Hijrah khususnya 4. dalam Langkah keempat, penyampaian setelah materi, selesai guru perlu pembelajaran sejarah, di mana guru berupaya melakukan refleksi atas materi pelajaran mengintegrasikan nilai-nilai kearifan lokal yang telah disampaikan termasuk materi Sunda khususnya budaya Cikondang yang kearifan dianggap masih relevan untuk diwariskan diintegrasikan. kepada peserta didik sebagai generasi penerus. 5. Proses pengimplikasian materi kearifan lokal Cikondang yang Langkah kelima, pada tahap akhir ini dilakukan evaluasi untuk mengukur lokal Sunda (Cikondang) dalam pembelajaran tingkat ketersampaian standar kompetensi sejarah di sekolah, langkah-langkah yang dan kompetensi dasar. dilakukan oleh guru adalah sebagai berikut: Pada 1. Langkah pertama, guru melakukan saat melakukan aktualisasi pewarisan nilai-nilai budaya adat Cikondang, identifikasi bentuk-bentuk kearifan lokal guru Sunda dan khususnya Cikondang yang penyampaian pesan secara verbal dan satu berasal dari berbagai sumber (naskah, arah kepada peserta didik. Bahkan ketika prasasti, adat istiadat dan kebiasaan yang pembelajaran menggunakan model out door Jurnal “Candrasangkala”, Volume 1 Nomor 1 November 2015 tidak lagi melakukan proses learning, aktivitas pembelajaran (kegiatan Guru peserta didik) menjadi pusat dari kegiatan tersebut. Akhirnya, baik lingkungan fisik maupun sosial telah dijadikan laboratorium Pembelajaran Sejarah sejarah, karena dari lingkunganlah peserta didik dapat belajar sesuai dengan kenyataan. Namun secara keseluruhan variasi metode yang digunakan guru sebetulnya Kearifan Lokal Cikondang masih terbatas. Metode ceramah menjadi paling sering dipilih untuk menyampaikan pesan. Metode yang bervariasi selain akan Peserta Didik Bagan 4.1 Bagan. Proses pemanfaatan Kearifan lokal Cikondang dalam pembelajaran sejarah menumbuhkan motivasi peserta didik juga memberikan kemudahan bagi peserta didik dalam memahami sebuah materi pelajaran. Berdasarkan hasil kajian terhadap Pewarisan nilai kearifan lokal kepada peserta didik merupakan sesuatu yang penting dilakukan agar mereka mengenal dan kearifan lokal Cikondang, diketahui bahwa memahami nilai-nilai luhur yang terdapat nilai-nilai yang terkandung di dalamnya perlu dalam kebudayaannya. Pernyataan tersebut disampaikan kepada generasi muda khususnya sejalan dengan pendapat Alwasilah et al. dalam penelitian ini yaitu yang sedang (2009), berdasarkan analisis terhadap dimensi menempuh pendidikan di Madrasah Aliyah budaya dan pendidikan, beliau memandang Al-Hijrah, namun dalam pelaksanaanya perlu etnopedagogi dilakukan interpretasi terlebih dahulu akan berbasis kearifan lokal dalam berbagai ranah nilai-nilai disampaikan serta menekankan pengetahuan atau kearifan melalui proses pembelajaran sejarah di kelas lokal sebagai sumber inovasi dan keterampilan karena pada dasarnya nilai-nilai tersebut harus yang dapat diberdayakan demi kesejahteraan relevan dengan nilai-nilai universal yang masyarakat dimana kearifan lokal tersebut berlaku saat ini pada masyarakat, bahkan nilai- terkait nilai tersebut mendukung orang Cikondang dihasilkan, disimpan, diterapkan, dikelola dan memasuki pergaulan masyarakat global. diwariskan dari satu generasi ke generasi tersebut sebelum Berkaitan dengan hal tersebut, proses pembelajaran sejarah di sekolah digambarkan pada bagan berikut: dapat sebagai dengan praktik bagaimana pendidikan pengetahuan selanjutnya. Proses ini diperlukan agar peserta didik dapat lebih memahami kondisi lingkungan di mana dia tumbuh dan berkembang, karena pada dasarnya mereka tidak bisa melepaskan Jurnal “Candrasangkala”, Volume 1 Nomor 1 November 2015 diri dari lingkungan sekitar tempat mereka dengan tumbuh keluarga dan berkembang. Hal ini lembaga pendidikan dan lain masyarakat yaitu berfungsi menunjukkan akan pentingnya pendidikan melaksanakan pewarisan nilai budaya sesuai yang mengangkat nilai kearifan lokal dalam dengan tujuan pendidikan untuk membentuk proses pembelajarannya, karena melalui upaya manusia ini mengenal belajar untuk mengembangkan pemaknaan masyarakatnya nilai dari suatu budaya perlu diawali dengan sehingga pada diri mereka dapat tumbuh pembudayaan dari dimensi guru. Dalam kebanggaan upaya kondisi seperti ini guru hendaknya memiliki tersebut salah satunya dilakukan melalui kesempatan untuk menunjukkan kreatifitasnya pengajaran Pendidikan Sejarah pada semua dalam mengembangkan nilai dari budaya itu. jenjang pendidikan. Pengembangan diharapkan keluhuran peserta nilai didik budaya atas budayanya dan Pentingnya pewarisan nilai-nilai budaya adat Cikondang budaya dalam arti memberikan bantuan kepada peserta didik lain tidak diajarkan, tetapi dibina sehingga ia bertujuan agar anak didik dapat mengenal dan mampu menginternalisasikan nilai tersebut. memahami budaya yang ada disekitarnya Untuk itulah diperlukan suatu kerjasama sehingga mereka tidak akan tercerabut dengan antara keluarga, masyarakat dan sekolah agar masuknya budaya lain yang bersifat negatif. dapat Karena kearifan lokal Cikondang sebagai bagian itu Al-Hijrah sangat didik nilai Pembudayaan untuk mengapresiasikan nilai, sebab nilai itu Aliyah peserta berbudaya. di Madrasah pada yang antara penting untuk mengidentifiksi atribut-atribut dari suatu nilai direalisasikan tujuan internalisasi sumber belajar pendidikan sejarah di sekolah. budaya agar dapat memaknai nilai-nilainya, Penghargaan terhadap nilai merupakan hal ini sesuai dengan pernyataan yang langkah diungkapkan oleh Hasan (2005:250), bahwa pengembangan nilai dalam diri peserta didik. setiap nilai memiliki atributnya masing- Proses internalisasi itu hanya dimungkinkan masing dan satu nilai dapat dibedakan dengan jika nilai yang lain berdasarkan atribut yang berkeinginan dimilikinya sehingga memberikan arti bahwa sebagai bagian dari kepribadiannya. Dalam pengajaran nilai dalam pendidikan ilmu-ilmu aspek nilai ini, prose pendidikan hanya sosial mampu haruslah dimulai dari kegiatan identifikasi atribut itu. Pendidikan merupakan cara yang paling dasar peserta untuk didik suatu yang bersangkutan mengembangkan mengajak peserta proses nilai didik itu agar berkeinginan dan berusaha mengembangkan proses internal itu sendiri. Jika keinginan dan efektif untuk melakukan internalisasi dan usaha sosialisasi nilai kepada peserta didik. Sekolah pendidikan hanyalah sampai pada tingkat Jurnal “Candrasangkala”, Volume 1 Nomor 1 November 2015 itu terjadi, apa yang dilakukan pengetahuan peserta didik yang bersangkutan. penghargaan terhadap sejarah, Proses pendidikan, kearifan ekonomi, penghargaan terhadap nilai kearifan serta menempatkan guru dalam posisi membantu kepedulian sosial tentunya merupakan sebuah peserta menemukan nilai yang harus diwujudkan dalam tindakan keuntungan-keuntungan yang dimiliki suatu baik di lingkungan keluarga, sekolah, dan nilai. masyarakat. Sebagai contoh dalam kepedulian didik Nilai melihat budaya dan sumber sosial, hal ini tampak dari kata-kata yang pembelajaran akan menjadi pengetahuan baru mereka ucapkan ‘kudu nulung ka nu butuh, yang diterima oleh peserta didik. Hal ini akan nalang ka nu susah, mere ka nu daek, nganter memotivasi peserta didik dalam mengikuti ka nu sieun, sing mere maweh ka saderek’, pembelajaran. Rendahnya motivasi peserta (membantu dan menolong bagi orang yang didik dalam pembelajaran sejarah salah satu susah, memberi kepada yang membutuhkan, penyebabnya adalah tidak adanya pengalaman mengantar bagi orang yang takut, memberikan belajar baru yang dialami oleh peserta didik. kelebihan yang kita peroleh pada yang lain). Belajar adalah memadukan pengalaman lama Hal ini sejalan dengan salah satu tujuan dari yang dibawa peserta didik ke dalam kelas pendidikan sejarah (Hasan, 2012:6) yaitu dengan pengalaman baru yang diterimanya. mengembangkan persahabatan dan kepedulian Selain melakukan sosial. Selain itu, siswa Madrasah Aliyah Al- pewarisan budaya kepada peserta didik, nilai Hijrah yang berasal dari Cikondang asli kearifan lokal sebagai sumber belajar dapat maupun dari luar Cikondang menyadari bahwa menjadikan proses pembelajaran lebih mudah. dibalik pamali dan berbagai pantangan yang Berdasarkan teori kognitif, bahan ajar itu berhubungan harus disajikan dari yang sederhana menuju (hutan larangan) itu ada sesuatu yang sangat yang lebih kompleks. Bahan ajar juga harus berharga disajikan dari yang paling dekat menuju yang menjaga kelestarian hutan demi keseimbangan paling jauh. Hal ini menunjukkan bahwa ekosistem. secara efektif sebagai dapat sebelum mengkaji bahan yang bersifat global terlebih dahulu peserta didik dan dengan leuweung bermanfaat larangan dalam rangka Berdasarkan pemahaman tersebut, maka harus pembelajaran sejarah dapat dikatakan sebagai diperkenalkan dengan sumber belajar yang suatu proses kegiatan untuk mendorong dan paling dekat dengan lingkungannya. merangsang subyek Bagi generasi muda Cikondang yang mendapatkan pengetahuan sedang menempuh pendidikan di Madrasah mengahayati Aliyah Al-Hijrah, norma etika kasundaan, kesejarahan, sehingga membawa perubahan kearifan ekologi, budaya gotong royong, tingkah laku dan menumbuhkan kesadaran Jurnal “Candrasangkala”, Volume 1 Nomor 1 November 2015 nilai-nilai belajar sejarah kemanusiaan untuk dan dan akan nilai-nilai dalam ilmu sejarah. Kesadaran Secara fungsional pewarisan nilai-nilai adalah suatu orientasi intelektual, suatu sikap budaya adat Cikondang kepada peserta didik jiwa untuk memahami keberadaan dirinya di sebagai manusia, anggota masyarakat, sebagai berlangsung karena setiap elemen di dalamnya makhluk sosial, termasuk sadar sebagai bangsa bekerja sesuai dengan fungsinya. Konsep A- dan sadar sebagai makhluk ciptaan Tuhan G-I-L (Sardiman, 1994:2). berkaitan dengan proses pewarisan nilai-nilai Terdapat beragam potensi yang dapat dicapai oleh peserta didik melalui Madrasah Aliyah yang Al-Hijrah dikemukakan oleh dapat Parsons budaya adat Cikondang diuraikan sebagai berikut: pembelajaran sejarah, salah satunya peserta 1. Adaptation, berdasarkan kerangka ini, didik memiliki kesadaran dan kepedulian proses pewarisan nilai-nilai budaya adat terhadap masyarakat atau lingkungannya, Cikondang kepada generasi muda yang melalui pemahaman sedang sejarah dan terhadap kebudayaan nilai-nilai menempuh pendidikan di masyarakat. Madrasah Aliyah Al-Hijrah merupakan Berkenaan dengan tujuan pendidikan nilai upaya yang dilakukan oleh generasi tua dalam atau orang Cikondang dewasa, baik secara pembelajaran sejarah, Atmadi (2000:38) mengungkapkan bahwa pengajaran pribadi nilai dalam ilmu sejarah melalui proses mendidik anak-anak mereka. pemberian nilai (internalisasi nilai) dengan melalui tahapan yaitu penerimaan nilai, ataupun kelompok dalam 2. Goal Attainment, adalah tindakan yang diarahkan pada tujuan bersama. Berkenaan penganggapan atas nilai, penilaian atas nilai, dengan penghargaan atas nilai, pengorganisasian nilai- berpusat nilai dan pemeluk nilai (karakteristik nilai). kekuasaan di Tatar Sunda. Otoritas dan Namun perlu diingat mengajarkan nilai hanya kekuasaan akan berhasil jika di pihak peserta didik ada tujuan disposisi batin yang benar, yang antara lain pemerintah, adalah sikap terbuka dan percaya, jujur, Kota/Kabupaten maupun Propinsi Jawa rendah hati, bertanggungjawab, berniat baik, Barat. Melalui proses pewarisan nilai-nilai setia, dan taat melaksanakan nilai-nilai disertai budaya adat Cikondang kepada generasi budi yang ceria. Nilai-nilai itu tidak dapat muda yang sedang menempuh pendidikan dipaksakan dari luar melainkan masuk ke hati di Madrasah Aliyah Al-Hijrah diharapkan kita secara lembut ketika hati secara bebas mereka membuka diri. persaingan global tanpa kehilangan jati dirinya. Jurnal “Candrasangkala”, Volume 1 Nomor 1 November 2015 proses pada pencapaian sistem tertinggi masyarakat dapat politik dalam berada baik bersaing tujuannya atau penentuan di di tangan tingkat di tengah 3. Integration, adalah persyaratan yang berhubungan dengan interaksi antar para menjalankan fungsinya, maka akan menjadi penghambat bagi pencapaian tujuan bersama. anggota dalam kelompok sosial tersebut. Kerjasama yang dilakukan semua pihak, Ikatan emosional sangat diperlukan dalam yakni keluarga, masyarakat, dan sekolah pencapaian dalam dalam pewarisan nilai-nilai budaya adat unsur Cikondang kepada peserta didik, serta di tersebut, warga Cikondang dikenal sebagai dukung oleh pemerintah melalui berbagai masyarakat yang toleran dan mampu kebijakannya akan dapat memperlancar dan bekerjasama memperkuat tujuan kelompok. bersama Berkenaan untuk dengan mencapai tujuan bersama. proses tersebut. Menurut Saripudin & Komalasari (2012:303) peran 4. Latent Pattern Maintenance, adalah unsur sekolah dalam pendidikan karakter dalam yang menunjukkan berhentinya interaksi konteks communities of character, diletakkan karena anggota dalam sistem sosial apa di tengah. Dengan demikian peran sekolah pun dapat lelah dan jenuh, serta tunduk sebagai communities of character dalam pada sistem sosial lainnya di mana mereka pendidikan karakter sangat penting. Sekolah terlibat. Pemeliharaan pola laten pada mengembangkan proses pendidikan karakter masyarakat Cikondang akan berupaya melalui mempertahankan nilai-nilai dasar dan kegiatan ekstrakurikuler, dan bekerjasama norma yang dianut masyarakat. Proses dengan pemeliharaan adat pengembangannya. Sekolah menjadi jembatan tengah penghubung pendidikan karakter di satuan Cikondang nilai-nilai budaya berlangsung di keluarga, masyarakat, dan sekolah. bahwa semua subsistem- melalui pembelajaran, keluarga pendidikan Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan proses sebagai mempengaruhi dalam upaya mencapai tujuan masyarakat bersama, pendidikan karakter. tetap nilai kehidupan sehari-hari siswa dalam pembelajaran, serta lokal Cikondang saling berkaitan dan saling yang dalam keluarga-masyarakat kontekstualisasi pemberdayaan masyarakat masyarakat dengan subsistem pada sistem pewarisan nilai kearifan yaitu dan habituasi, lembaga wahana komite partisipasi dalam sekolah orang peningkatan tuamutu mempertahankan tata nilai budaya Cikondang Dalam pendidikan sejarah, transformasi meskipun mereka hidup di tengah pengaruh budaya bukan berarti melakukan indoktrinasi globalisasi. Kerjasama dan saling kontrol nilai-nilai yang terkandung di dalamnya semua elemen dalam menjalankan fungsinya melainkan mengkajinya secara logis, kritis dan mendorong analitis keberhasilan dalam proses pewarisan nilai. Jika salah satu elemen tidak sehingga memecahkan Jurnal “Candrasangkala”, Volume 1 Nomor 1 November 2015 peserta masalah didik yang mampu dihadapinya secara nyata. Pendidikan Sejarah tentunya dalam budaya masyarakat adat Cikondang tidak yang memiliki relevansi dengan kekinian, karena berkembang pada masa lalu. Pendidikan mengandung nilai historis, sosial, pendidikan, Sejarah juga tidak dapat mengabaikan masa ekonomi dan lingkungan. Nilai-nilai kearifan yang demikian, lokal yang ada di Kampung Cikondang mengakomodir tertuang dalam nilai-nilai adat (material dan segala kebutuhan peserta didik, baik pewarisan non material), di antaranya: nilai sosial-budaya nilai budaya, pengembangan intelektual, serta meliputi solidaritas, kerjasama, kekeluargaan, mempersiapkan diri peserta didik untuk masa gotong royong, dan norma etika Kasundaan. depan yang lebih baik Nilai dapat menafikan akan Pendidikan datang. nilai-nilai Dengan Sejarah harus historis, penghargaan 4. terhadap keteladanan, sejarah, tanggung jawab, pantang menyerah dan rela berkorban. KESIMPULAN Masyarakat meliputi adat Cikondang masih Nilai ekonomis meliputi memegang teguh tradisi, peduli terhadap kemandirian, lingkungan, memiliki rasa penghargaan Nilai-nilai tata lingkungan meliputi nilai terhadap sejarah, kental dengan budaya gotong adaptif terhadap lingkungan dan prefentif royong, dilandasi kemandirian dan tidak terhadap konsumtif, serta memiliki perhatian kepada keselarasan ekologis serta kesinambungan. masalah pendidikan. Masyarakatnya masih Bagi masyarakat Cikondang nilai tersebut memegang apa-apa yang diwariskan dari para merupakan tatanan, tuntunan, dan tontonan. leluhurnya namun bencana, dan efisiensi. keseimbangan dan itu, mereka Kearifan lokal Cikondang sebagai salah satu berpandangan kudu saluyu jeung zaman. sumber belajar yang dapat diaktualisasikan Maka di tengah-tengah modernisasi dan dan diinternalisasikan pada peserta didik globalisasi yang juga turut dirasakan oleh melalui pembelajaran sejarah di sekolah. masyarakat Cikondang mewarnai kekhasan Bahkan nilai budaya masyarakat Cikondang dan jadi ciri tersendiri bagi keberadaan ternyata sangat bermanfaat dalam menjadikan kampung tersebut. pembelajaran sejarah semakin bermakna bagi Nilai-nilai dibalik produktivitas kesederhanaan, budaya yang dapat peserta didik. dikembangkan dari masyarakat Cikondang Aktualisasi pendidikan nilai budaya adat dalam pembelajaran sejarah di Madrasah Cikondang dalam pembelajaran sejarah di Aliyah Al-Hijrah yaitu meliputi: kearifan Madrasah Aliyah Al-Hijrah dilakukan melalui ekologi, penghargaan terhadap sejarah, budaya metode out door learning. Metode out door gotong royong, kearifan pendidikan, dan learning cukup efektif diterapkan dalam kearifan ekonomi. Nilai-nilai yang terkandung rangka Jurnal “Candrasangkala”, Volume 1 Nomor 1 November 2015 pewarisan nilai-nilai budaya masyarakat adat Cikondang. Aktualisasi dapat bekerjasama dengan keluarga dan masyarakat dikaji dari tiga aspek yaitu aspek kurikulum, dalam pengembangannya. aspek guru, dan aspek peserta didik. Menanamkan dan memberikan pemahaman tentang nilai-nilai budaya merupakan bagian dan perencanaan kegiatan belajar mengajar yang disusun oleh guru sejarah. Artinya perencanaan pengajaran yang disusun telah mencakup deskripsi tujuan yang harus dicapai ataupun materi pelajaran yang harus disampaikan sesuai dengan kompetensi dan Internalisasi pendidikan nilai budaya Cikondang dalam pembelajaran sejarah bagi peserta didik di Madrasah Aliyah Al-Hijrah pertama kecerdasan ekologi nampak dalam kehidupan sehari-hari siswa seperti sikap peduli terhadap lingkungan dan kebersihan tinggalnya maupun lingkungan termasuk tempat kebersihan hutan larangan, kedua menghargai sejarah nampak dari pengetahuan mereka tentang asal usul Cikondang, ketiga yaitu budaya gotong royong yang melekat pada peserta didik baik di lingkungan sekolah maupun masyarakat, keempat berkaitan dengan kearifan pendidikan nampak dari sikap, perilaku, keterampilan dan intelektualitas peserta didik, kelima yaitu kearifan ekonomi nampak dari prinsip hidup mandiri dan tidak konsumtif yang dihayati dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Upaya internalisasi ini dilakukan melalui habituasi, kegiatan proses pembelajaran, ekstrakurikuler, Adimiharja, K. (2008). Dinamika Budaya Lokal. CV. Bandung: INDRA PRAHASTA dan Pusat Kajian Lintas Budaya dan Pembangunan Berkelanjutan. Alwasilah, A. C., Suryadi, K., Tri Karyono. (2009). Etnopedagogi: Landasan praktek pendidikan dan pendidikan guru. Kiblat Buku Utama, Bandung. standar isi dari kurilkulum yang berlaku. sekolah DAFTAR PUSTAKA dan Atmadi, A dan Setiyaningsih, Y. (2000). Transformasi Pendidikan Memasui Milenium Ketiga. Yogyakarta: Penerbit Universitas Sanata Dharma. Atmodjo, M.M.S.K. (1986). Pengertian Kearifan Lokal dan Relevansinya dalam Modernisasi. Dalam Ayat Rohaedi Penyunting (1986). Kepribadian Budaya Bangsa (Local Genius). Jakarta: DPJ. Creswell, J.H. (2012). Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Danasasmita, S., dkk. (1987). Sewaka Dharma, Sanghyang Siksakandang Karesian, Amanat Galunggung: Transkripsi dan Terjemahan. Bandung: Bagian Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Sunda (SUNDANOLOGI), Dirjen Kebudayaan, Departemen P & K. Hasan, S.H. (1999). “Pendidikan Sejarah untuk Jurnal “Candrasangkala”, Volume 1 Nomor 1 November 2015 Membangun Manusia Baru Indonesia”. Mimbar Pendidikan. Nomor Hasan, 2/XVIII Indonesia. Tahun. 1999. Bandung: University Press IKIP Bandung. Isu dalam Ide dan Pembelajaran. Bandung: Rizqi Press. Hermawan, I. (2008). “Kearifan Lokal Sunda Dalam Pendidikan (Kajian terhadap Kerangka Sejarah Media Akademik Indonesia. Sekolah Pasundan dan Yayasan Atikan Sunda)”. Disertasi pada Program Studi PIPS Program Pascasarjana UPI Bandung. Lubis, Z. (2011). Evaluasi Pendidikan Nilai. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Dalam Pendidikan Manusia dan Kemanusiaan: Refleksi Perjalanan Karir dalam di Pikir”. Untuk Hasan, IPS Bee “Pendidikan Karakter di Indonesia: Suatu Aktualisasi Nilai-nilai Tradisi Sunda Pendidikan Jakarta: Saripudin, D. dan Kokom Komalasari. (2012). Hasan, S.H. (2012). Pendidikan Sejarah Indonesia: MA. Prof. Dr. H. Said Hamid MA. Jakarta: Bee Media Spradley, J.P. (2007). Metode Etnografi. (terjemah). Yogyakarta: Tiara Wacana. Sumaatmadja, N. (1984). Metodologi Pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Bandung: Alumni. Mundardjito. (1986). “Hakikat Local Genius Sumaatmadja, N. (2005). Manusia dalam dan Hakikat Data Arkeologi”. Dalam Konteks Sosial Budaya dan Lingkungan Ayat Hidup. Bandung: Alfabeta. Rohaedi. Kepribadian Budaya Bangsa (Local Genius). Jakarta: Pustaka Jaya. Supriatna, N. (2012). “Ecopedagogy dan Green Curriculum dalam Pembelajaran Parsons, T. (1959). “The School Class as Sejarah”. Dalam Pendidikan Sejarah Social System: Some of Its Functions in Untuk American Society” dalam Ballantine, JH., Refleksi Ed (1985) Schools and Society, A Reader Prof. Dr. H. Said Hamid Hasan, MA. in Education and Sociology. California: Jakarta: Bee Media Indonesia. K.M. dan Perjalanan Kemanusiaan: Karir Akademik Syafa’at, R. et.al. (2008). Negara, Masyarakat Mayfield. Saini, Manusia (2004). Krisis Kebudayaan (Pilihan 10 Essai). Bandung: Kelir. Sardiman. (2012). “Pembelajaran Sejarah dan Adat dan Kearifan Lokal. Malang: InTrans Publishing. Wiriaatmadja, R. (2002). Pendidikan Sejarah Pembangunan Karakter Bangsa”. Dalam Di Indonesia: Perspektif Lokal, Nasional, Pendidikan Sejarah Untuk Manusia dan dan Global. Bandung: Historia Utama Kemanusiaan: Refleksi Perjalanan Karir Press. Akademik Prof. Dr. H. Said Hamid Jurnal “Candrasangkala”, Volume 1 Nomor 1 November 2015