Adaptasi Perubahan Iklim untuk Mempertahankan Produk Beras di

advertisement
Irawan
ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM UNTUK MEMPERTAHANKAN
PRODUKSI BERAS DI PULAU JAWA
Sustaining Rice Production in Java Through Climate Change
Adaptation
Irawan
Balai Penelitian Tanah, Bogor
Jl. Tentara Pelajar No.12, Cimanggu Bogor
ABSTRACT
Irrigated lowland in Java plays an important role in national rice production.
Because it has a high fertility and sufficient irrigation water that allow higher cropping index
compared to that of Off-Java. Most of area planted to rice is in Java, accounted for about
41% of national rice area. In the future, the role of lowland in Java will be decreasing, due to
land conversion, climate change, and land degradation. Apart from land conversion, the
climate change will contribute to land reduction and its productivity, due to increasing in
temperature, reduction in rainfall, and the frequent extreme climate. Without efforts to adapt
the farming based on climate change and land conversion, will accelerate the declining
strategic role of lowland in Java to produce sufficient food. This article provides the results of
simulation of some effort on adaptation to climate change to maintain rice production in
Java. The results showed that under the on going land conversion and climate change, it is
estimated that in 2030 the rice production in Java will be about 14.4 million ton, while the
consumption is estimated at about 26.1 million ton, thus there will be a deficit of about 11.7
million ton in Java. The climate change adaptation in terms of increasing cropping index and
rice yield improvement by applying integrated crops management (ICM) without controling
land conversion will not be effective to increase rice production.
Key words : climate change, adaptation, simulation, java, food production
ABSTRAK
Peranan lahan sawah di Jawa masih sangat strategis sebagai pusat lumbung
pangan, khususnya beras untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pangan nasional. Selain
tanahnya subur, tersedianya sumber daya air yang cukup dengan indikator indeks
pertanamannya lebih tinggi daripada lahan sawah di luar Jawa. Di sisi lain lahan sawah di
Jawa relatif masih cukup luas, sekitar 41% dari total luas sawah nasional. Di masa depan
peranan strategis lahan sawah di Jawa akan berkurang, karena konversi lahan sawah
menjadi areal nonpertanian, dampak perubahan iklim, dan kerusakan atau degradasi lahan
sawah yang dapat menurunkan produktivitas tanah. Di sisi lain, perubahan iklim
diperkirakan akan berpengaruh, baik terhadap penciutan lahan sawah akibat peningkatan
tinggi muka air laut (TML), maupun terhadap produktivitas tanahnya akibat peningkatan
suhu udara, penurunan curah hujan, dan peningkatan kejadian iklim ekstrim. Tanpa adanya
upaya adaptasi perubahan iklim dan konversi lahan sawah yang diserahkan pada
mekanisme pasar akan mempercepat hilangnya peran strategis lahan sawah di Jawa dalam
menyediakan pangan nasional, khususnya beras. Makalah ini menyajikan hasil simulasi
mengenai beberapa upaya adaptasi perubahan iklim untuk mempertahankan produksi beras
di Jawa. Hasil analisis menunjukkan bahwa pada kondisi konversi lahan sawah terjadi
164
Adaptasi Perubahan Iklim untuk Mempertahankan Produksi Beras
di Pulau Jawa
seperti tahun-tahun belakangan ini (2-3%/th) dan dampak perubahan iklim terhadap
produksi padi sebagaimana dikhawatirkan beberapa kalangan, maka pada tahun 2030
produksi beras di Jawa sekitar 14,4 juta ton, sementara kebutuhan beras untuk konsumsi
dan cadangannya untuk penduduk Jawa saja mencapai 26,1 juta ton atau defisit 11,7 juta
ton. Adaptasi perubahan iklim berupa peningkatan intensitas tanam dan peningkatan
produktivitas padi dengan PTT padi, tanpa disertai pengendalian laju konversi lahan sawah
tidak efektif dalam jangka pendek.
Kata kunci : perubahan iklim, adaptasi, simulasi, jawa, produksi pangan
PENDAHULUAN
Indonesia memiliki lahan sawah sekitar 7,886 juta ha dan sekitar 3,236 juta
ha (41%) berada di Jawa (Deptan, 2008). Produksi padi nasional pada tahun 2008
mencapai 60,33 juta ton GKG dan dari jumlah tersebut sekitar 32,35 juta ton
(53,%) dihasilkan dari lahan sawah di Jawa. Tingginya kontribusi produksi padi di
Jawa tersebut menunjukkan lahan sawah di Jawa lebih produktif daripada lahan di
luar Jawa. Hal itu bisa dimengerti mengingat tingkat kesuburan tanah sawah di
Jawa lebih tinggi daripada tanah sawah di luar Jawa. Demikian juga ketersediaan
infrastuktur pertanian lainnya. Sabagai contoh berdasarkan jenis pengairannya
lahan sawah di Jawa didominasi oleh sawah irigasi teknis (45,5%). Bentuk sawah
irigasi lainnya adalah semiteknis (2,8%), irigasi sederhana (18,6%), dan sawah
tadah hujan (33,1%). Indeks pertanaman (IP) padi di Jawa juga jauh lebih tinggi
daripada sawah di luar Jawa. Pada tahun 2008 tersebut luas panen padi di Jawa
mencapai 5,74 juta ha sementara di luar Jawa 6,58 juta ha. Oleh karena itu, IP
padi di Jawa mencapai 177 persen, sedangkan IP padi di luar Jawa kurang dari 90
persen.
Kebutuhan pangan, khususnya beras untuk memenuhi konsumsi domestik
terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan tingkat
kesejahteraannya. Pada tahun 2030 jumlah penduduk Indonesia diperkirakan akan
mencapai 324 juta jiwa. Pada tingkat konsumsi beras per kapita pada tahun itu
diasumsikan 120 kg/orang/tahun, kebutuhan cadangan beras untuk persediaan
selama 3 bulan, dan kondisi yang diharapkan adalah swasembada pangan maka
diperlukan produksi beras sebanyak 48,6 juta ton. Apabila lahan sawah di Jawa
diharapkan tetap berkontribusi pada tingkat 50-55 persen terhadap produksi beras
nasional maka pada tahun 2030 tersebut produksi beras di Jawa mesti mencapai
25,8 juta ton atau dalam setara GKG meningkat 27,4 persen dari kondisi saat ini
(2008). Tantangan tersebut sebenarnya tidak sulit karena secara rata-rata
peningkatan produksi padi yang diperlukan cukup 1,4 persen/tahun. Namun
demikian memperhatikan kondisi lingkungan saat ini upaya peningkatan produksi
padi di Jawa menghadapi tantangan berat, dua diantaranya adalah dampak
perubahan iklim dan konversi lahan sawah menjadi lahan nonpertanian.
Makalah ini menyajikan hasil studi mengenai upaya adaptasi perubahan
iklim untuk mempertahankan produksi beras di Jawa.
165
Irawan
METODE PENELITIAN
Metode studi berupa simulasi dengan pendekatan sistem dinamik
(Djojomartono, 2000) menggunakan metode Integrasi Euler yang terdapat dalam
Program Powersim 2.5 (Muhammadi, 2001) dan data sekunder dari berbagai
sumber (studi literatur). Diagram sebab-akibat model disajikan pada Gambar 1.
Diagram tersebut menggambarkan ada empat faktor yang berpengaruh terhadap
intensitas dampak perubahan iklim (dampak PI), yakni peningkatan suhu udara
(suhu), tinggi muka air laut (TML), curah hujan (CH), dan kejadian iklim ekstrim
(ENSO). Dampak perubahan iklim tersebut berpotensi akan menurunkan produksi
pertanian, khususnya beras. Di sisi lain konversi lahan sawah yang tidak terkendali
merupakan ancaman serius bagi keberadaan lahan sawah di Jawa.
TMLh
u
+
Suhu
ENSO
+
+
Dampak PI
+
Adaptasi PI
_
+
CH
+
Produksi
beras
Konvers
i
Swasembada
pangan
Gambar 1. Diagram Sebab Akibat Model Simulasi Mengenai Manfaat Adaptasi Perubahan
Iklim dalam Menanggulangi Dampak Perubahan Iklim pada Produksi Beras
Menurut Handoko et al. (2008) dan Boer (2009) peningkatan suhu udara
akan menambah intensitas dampak perubahan iklim terhadap pertanian,
khususnya produksi beras, Demikian pula peningkatan tinggi muka air laut dan
semakin seringnya kejadian ENSO. Hal yang sebaliknya terkait dengan curah
hujan. Di masa mendatang curah hujan di Jawa akan menurun dimana penurunan
curah hujan tersebut akan meningkatkan intensitas dampak perubahan iklim
terhadap produksi pertanian, khususnya beras.
Produksi beras dipengaruhi oleh dampak PI dan upaya adaptasi
perubahan iklim (adaptasi PI). Semakin tinggi intensitas dampak perubahan iklim
166
Adaptasi Perubahan Iklim untuk Mempertahankan Produksi Beras
di Pulau Jawa
akan semakin rendah produksi padi, sebaliknya semakin tinggi atau banyak upaya
adaptasi perubahan iklim dilakukan akan semakin tinggi produksi beras.
Selanjutnya semakin tinggi produksi beras maka akan semakin tinggi tingkat
swasembada pangan yang pada akhirnya peningkatan swasembada pangan akan
meningkatkan upaya adaptasi perubahan iklim. Di dalam makalah ini simulasi
model yang dilakukan terbatas pada aspek dampak PI, produksi beras, dan
adaptasi PI.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dampak Perubahan Iklim terhadap Pertanian Tanaman Pangan
Pemanasan global (global warming) telah mengubah kondisi iklim global,
regional, dan lokal. Perubahan iklim global antara lain disebabkan oleh
peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) akibat berbagai aktivitas yang
mendorong peningkatan suhu bumi. Mengingat iklim adalah unsur utama dalam
sistem metabolisme dan fisiologi tanaman, maka perubahan iklim global akan
berdampak buruk terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman, termasuk padi.
Perubahan iklim global akan mempengaruhi tiga unsur iklim dan
komponen alam yang sangat erat kaitannya dengan pertanian, yaitu (a) naiknya
suhu udara yang juga berdampak terhadap unsur iklim lain, terutama kelembaban
dan dinamika atmosfer, (b) berubahnya pola curah hujan dan makin meningkatnya
intensitas kejadian iklim ekstrim (anomali iklim) seperti El-Nino dan La-Nina, dan
(c) naiknya permukaan air laut akibat mencairnya gunung es di Kutub Utara.
Beberapa hasil studi menunjukkan tren peningkatan suhu udara bulanan di
o
beberapa daerah termasuk Jawa Barat dan Jawa Timur dari 29,1-38,0 C (1970o
1990) menjadi 29,6 – 39,9 C (1990-2000). Perkiraan kenaikan suhu udara pada
o
o
tahun 2050 adalah 1,6 C (Surabaya), 4,6 C (Marihat, Sumut), dan peningkatan
o
o
suhu udara rata-rata sekitar 0,03 C/tahun atau 1,8 C pada tahun 2050 (Hidayati,
1990 dalam Handoko et al., 2008). Menurut Handoko et al. (2008) ada
kecenderungan suhu udara global mengalami peningkatan yang bervariasi antara
o
1 - 4 C dan di Indonesia diperkirakan peningkatan suhu udara hingga tahun 2050
o
adalah 2 C. Peningkatan suhu udara akibat perubahan iklim akan mempengaruhi
produktivitas tanaman, terutama tanaman semusim dan meningkatnya serangan
hama penyakit (Las, 2007).
Handoko et al. (2008) menyatakan dampak kenaikan suhu udara terhadap
tanaman padi sawah melalui tiga faktor, yakni penurunan luas areal panen akibat
kekurangan air irigasi karena meningkatnya evapotranspirasi, penurunan
produktivitas karena umur tanaman menjadi lebih pendek (cepat matang), dan
meningkatnya laju respirasi tanaman. Penurunan luas areal panen padi sawah
akibat peningkatan suhu udara pada tahun 2050 diperkirakan mencapai 3,3 persen
di Jawa dan 4,1 persen di luar Jawa dari luas panen padi sawah saat ini.
Kemudian penurunan produktivitas padi akibat proses pamatangan yang lebih
cepat sekitar 18,6-31,4 persen di Jawa dan 20,5 persen di luar Jawa. Selanjutnya
167
Irawan
penurunan produktivitas tanaman pangan, termasuk padi akibat kenaikan suhu
udara yang berpengaruh terhadap peningkatan laju respirasi tanaman adalah
19,94 persen di Jawa Tengah, 18,2 persen di DI Yogjakarta, dan 10,5 persen di
Jawa Barat, serta 11,7 persen di luar Jawa dan Bali.
Pemanasan global sebagai salah satu aspek perubahan iklim berpotensi
meningkatkan proses transfer uap air ke atmosfir yang menyebabkan kelembaban
atmosfir meningkat. Konsekuensinya secara spasial akan terjadi peningkatan
curah hujan di beberapa wilayah dan pengurangan di beberapa wilayah lainnya.
Demikian pula secara temporal akan terjadi potensi peningkatan curah hujan pada
musim hujan (MH) dan penurunan jumlah curah hujan pada musim kemarau (MK).
Ada kecenderungan bahwa penurunan curah hujan di beberapa daerah di
Indonesia, termasuk Jawa sekitar 246 mm/tahun.
Perubahan pola CH dan penurunan jumlah CH akan berpengaruh terhadap
produksi tanaman padi, terutama padi ladang atau padi sawah tadah hujan.
Apabila waduk, bendungan, atau cekdam mampu menyimpan air yang cukup
untuk keperluan air irigasi maka produksi padi sawah irigasi diperkirakan tidak
akan terpengaruh oleh pengurangan curah hujan tersebut, kecuali kalau sumber
airnya menjadi berkurang.
Perubahan iklim dan kejadian iklim ekstrim seperti El-Nino dan La-Nina akan
mengancam ketahanan pangan nasional, dan keberlanjutan pertanian pada
umumnya. Sebagai gambaran, satu kali kejadian El-Nino (lemah-sedang) dapat
menurunkan produksi padi nasional sebesar 2-3 persen. Jika iklim ekstrim diikuti
oleh peningkatan suhu udara maka penurunan produksi padi akan lebih tinggi.
Pengalaman masa lalu menunjukkan dampak kejadian iklim ekstrim El-Nino tahun
1991, 1994, dan 1997, serta La-Nina tahun 1988 dan 1995 terhadap gagal panen
padi sawah rata-rata mencapai 3,95 persen dari luas areal panen padi sawah
akibat kekeringan dan banjir pada setiap tahun tersebut.
Hasil analisis Tim Basis Akademik (Bappenas, 2009) menunjukkan bahwa
dalam 20 tahun kedepan akan terdapat 12-13 tahun dimana akan ada kejadian
iklim ekstrim, baik El-Nino maupun La-Nina (Tabel 1).
Dampak perubahan iklim lainnya adalah peningkatan tinggi muka air laut
(TML). Laju peningkatan TML (mm/tahun) menurut pengamatan Indonesian Sea
Level Monitoring Network bervariasi antara lokasi, yakni Cilacap (1,3), Jakarta
(4,38-7,0), Semarang (9,37 – 5,0), dan Surabaya (1,0).
Selain akan menciutkan luas lahan pertanian akibat terendam air laut, TML
juga akan meningkatkan salinitas (kegaraman) tanah sekitar pantai. Salinitas yang
berlebihan akan bersifat racun bagi tanaman padi sehingga akan menurunkan
produktivitasnya. Berdasarkan hasil analisis Handoko et al. (2008) potensi
kehilangan luas lahan pertanian di Jawa pada tahun 2050 akibat peningkatan
muka air laut adalah berupa sawah (113.000 – 146.000 ha), lahan kering tanaman
pangan (16.600 – 32.000 ha), dan lahan kering perkebunan (7.000 – 9.000 ha).
Selain dampak perubahan iklim produksi padi di Jawa mendapat tekanan
dari laju konversi lahan sawah menjadi lahan nonpertanian. Dalam lima tahun
terakhir ini (2002-2007) laju konversi lahan sawah di Jawa mencapai 429.715 ha
168
Adaptasi Perubahan Iklim untuk Mempertahankan Produksi Beras
di Pulau Jawa
atau lajunya 85.493 ha/tahun (2,34%/th). Hal yang lebih memprihatinkan lagi
adalah konversi lahan sawah tersebut umumnya terjadi pada lahan sawah irigasi,
yakni irigasi teknis 244.316 ha/th dan irigasi setengah teknis 15.930 ha/th,
sedangkan sawah irigasi sederhana dan sawah tadah hujan mengalami
peningkatan, yakni masing-masing 75.818 ha/th dan 98.485 ha/th. Sekalipun
undang-undang mengenai perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan
sudah disahkan tetapi konversi lahan sawah di Jawa diperkirakan masih akan
terjadi sebagai akibat dari pembangunan jaringan jalan tol yang sudah
direncanakan jauh-jauh hari. Berdasarkan SK Menteri Pekerjaan Umum No
280/2006 dalam jangka menengah ini (RPJM 2010-2014) di Jawa akan dibangun
jalan tol sepanjang 584 km. Tanpa upaya pengendalian konversi lahan pertanian
dan jika 50 persen lahan pertanian yang terkonversi itu adalah lahan sawah,
diperkirakan laju konversi lahan sawah di masa depan akan meningkat menjadi
3,30 persen/th.
Tabel 1. Prediksi Kejadian Iklim Ekstrim dalam 20 tahun ke Depan
Tahun
Jan
Feb
Mar
Apr
May
Jun
Jul
Ags
Sep
Oct
Nov
Dec
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
2025
2026
2027
2028
2029
2030
Legenda warna:
Bulan basah/anomaly
Bulan kering/anomaly
Bulan normal
Sumber: Tim Basis Akademik, Bappenas (2009)
169
Irawan
Berdasarkan informasi di atas dibuat model simulasi Powersim dengan
diagram alirnya disajikan pada Gambar 2. Informasi lebih spesifik mengenai nama
dan isi variabel yang digunakan, termasuk asumsi dalam model tersebut disajikan
pada Lampiran 1.
Gambar 2. Diagram Alir Model Simulasi Powersim Mengenai Dampak Perubahan Iklim
terhadap Produksi Beras dan Kebutuhan Konsumsinya di Jawa
Penjelasan ringkas diagram alir di atas adalah sebagai berikut:
1. Produksi padi di Jawa dipilah menjadi tiga sumber, yakni (1) sawah beririgasi,
(2) sawah tadah hujan, dan (3) ladang. Pemilahan tersebut diperlukan untuk
mencapai tingkat ketelitian yang memadai karena produktivitas dan indeks
pertanaman padi di ketiga bentuk sawah tersebut sangat berbeda.
2. Dampak perubahan iklim yang diperhitungkan adalah peningkatan tinggi muka
air laut (Variabel TML), kejadian iklim ekstrim El-Nino dan La-Nina (Variabel
ENSO), peningkatan suhu udara dan penurunan curah hujan (Variabel SuhuCH).
3. Kebutuhan beras untuk konsumsi didasarkan pada jumlah penduduk di Jawa,
baik untuk konsumsi langsung maupun untuk persediaan/cadangan konsumsi
selama 3 bulan setiap tahunnya.
170
Adaptasi Perubahan Iklim untuk Mempertahankan Produksi Beras
di Pulau Jawa
Hasil simulasi menggambarkan produksi beras di Jawa pada tahun 2030
adalah 14,44 juta ton sementara kebutuhan konsumsi penduduk Jawa saat itu
diperkirakan mencapai 26,10 juta ton atau defisit sekitar 6,50 juta ton (Lampiran 2).
Defisit tersebut belum memperhitungkan kebutuhan beras cadangan (stok) yang
diperkirakan mencapai 4,5 juta ton/tahun pada saat itu. Dikaitkan dengan harapan
bahwa kontribusi produksi beras dari Jawa mesti memasok 50-55 persen pangan
nasional ternyata tidak tercapai juga (14,44 juta ton beras lebih kecil daripada 25,8
juta ton beras). Hal tersebut menunjukkan bahwa tanpa upaya adaptasi yang
memadai produksi padi di Jawa akan menurun secara signifikan, bahkan tidak
akan mampu memenuhi kebutuhan konsumsi penduduk Jawa.
Penanggulangan Dampak Perubahan Iklim
Kementerian Pertanian (Kementan) telah menyusun strategi antisipasi dan
penanggulangan dampak perubahan iklim yang dibedakan atas: strategi antisipasi,
strategi mitigasi, dan strategi adaptasi (Las, 2007). Strategi antisipasi ditujukan
untuk menyiapkan strategi mitigasi dan adaptasi berdasarkan kajian dampak
perubahan iklim terhadap sumber daya pertanian seperti pola curah hujan dan
musim, sistem hidrologi dan sumber daya air, keragaan dan penciutan luas lahan
pertanian di sekitar pantai; terhadap infrastruktur/sarana dan prasarana pertanian,
terutama sistem irigasi, dan waduk; terhadap sistem produksi pertanian, terutama
sistem usaha tani dan agribisnis, pola tanam, produktivitas, pergeseran jenis dan
varietas dominan, produksi; dan terhadap aspek sosial-ekonomi dan budaya
petani.
Strategi adaptasi adalah pengembangan berbagai upaya yang adaptif
dengan situasi yang terjadi akibat dampak perubahan iklim terhadap sumber daya
infrastruktur dan lain-lain melalui: reinventarisasi dan redelineasi potensi dan
karakterisasi sumber daya lahan dan air; penyesuaian dan pengembangan
infrastruktur pertanian, terutama irigasi sesuai dengan perubahan sistem hidrologi
dan potensi sumber daya air; penyesuaian sistem usaha tani dan agribisnis,
terutama pola tanam, jenis tanaman dan varietas, dan sistem pengolahan tanah.
Dengan demikian kegiatan adaptasi merupakan berbagai upaya untuk mengurangi
dampak perubahan iklim terhadap sistem dan produksi pertanian melalui
penyesuaian dan perbaikan infrastruktur (sarana dan prasarana) pertanian dan
penyesuaian aktivitas dan teknologi pertanian.
Inovasi teknologi pertanian adaptif terhadap perubahan iklim, antara lain
berupa (1) penyesuaian waktu tanam dan pola tanam dengan memanfaatkan
kalender tanam (Katam) dengan tujuan untuk meningkatkan indeks pertanaman
padi sesuai kondisi iklim, dan (2) pengembangan dan penerapan teknologi usaha
tani dengan varietas padi umur genjah, tahan kekeringan atau genangan, tahan
salinitas, dan dengan memanfaatkan teknik budidaya hemat air dan pemupukan
berimbang sehingga produktivitas padi dapat ditingkatkan secara optimal. Di sisi
lain terdapat upaya adaptif yang tidak langsung yakni pengendalian konversi lahan
sawah produktif menjadi lahan nonpertanian dan diversifikasi pangan. Kegiatan
yang disebut pertama sangat penting karena tanah sawah di Jawa cukup subur
dengan produktivitas tinggi sehingga perlu diganti dengan areal sawah yang lebih
171
Irawan
luas jika harus membuka sawah baru di luar Jawa, lalu proporsi jumlah penduduk
di Jawa relatif akan tetap tinggi dan memerlukan penyediaan pangan (beras)
paling banyak juga. Oleh karena itu, mempertahankan lahan sawah di Jawa akan
mengurangi intensitas upaya-upaya adaptasi perubahan iklim karena tingkat
produktivitasnya yang sudah cukup tinggi dan stabil. Kemudian diversifikasi
pangan diperlukan agar terjadi penurunan tingkat konsumsi beras per kapita,
misalnya dari kondisi saat ini sebanyak 130 kg/orang/tahun menjadi 120
kg/orang/tahun dalam beberapa tahun kedepan atau mulai tahun 2015.
Gambar 3. Diagram Alir Model Simulasi Powersim Mengenai Manfaat Adaptasi Perubahan
Iklim dalam Menanggulangi Dampak Perubahan Iklim terhadap Produksi Beras
di Jawa
Diagram alir model simulasi Powersim mengenai manfaat adaptasi
perubahan iklim dalam menanggulangi dampak perubahan iklim terhadap produksi
beras di Jawa disajikan pada Gambar 3. Model simulasi tersebut hanya
menggambarkan dua upaya adaptasi perubahan iklim, yakni penerapan kalender
tanam (variabel Katam) dan penerapan teknologi usaha tani padi adaptif (variabel
SLPTT). Penerapan Katam diharapkan akan meningkatkan IP padi di Jawa dari
176 persen menjadi 200 persen atau lebih, sementara penerapan teknologi usaha
tani adaptif diharapkan akan berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas padi
sawah sekitar 3,9 persen/tahun.
172
Adaptasi Perubahan Iklim untuk Mempertahankan Produksi Beras
di Pulau Jawa
Hasil simulasi model menunjukkan bahwa upaya adaptasi perubahan iklim
melalui penerapan kalender tanam dan pengembangan perluasan areal usaha tani
setingkat SL-PTT padi tidak efektif dalam jangka pendek-menengah, tetapi efektif
dalam jangka panjang (Tabel 2). Upaya adaptasi perubahan iklim tersebut dalam
jangka pendek-menengah masih potensial untuk melakukan impor beras pada
kisaran 0,2-1,5 juta ton/tahun agar kondisi swasembada beras di Jawa tetap
tercapai. Dalam jangka panjang, upaya adaptasi yang dimaksud sudah efektif
dimana tingkat produksi beras di Jawa pada tahun 2030 melebihi kebutuhannya
dan target bahwa Jawa mesti memasok 50-55 persen terhadap kebutuhan pangan
(beras) nasional akan tercapai.
Efektivitas upaya adaptasi perubahan iklim untuk mempertahankan
produksi beras di Jawa pada masa mendatang akan semakin tinggi manakala
diikuti oleh adanya keberhasilan dalam mengendalikan laju konversi lahan sawah
(maksimal 0,5%/tahun) dan program diversifikasi pangan yang dapat menurunkan
tingkat konsumsi beras per kapita di Jawa.
Tabel 2. Efektivitas Upaya Adaptasi Perubahan Iklim dalam Mempertahankan Tingkat
Produksi Beras di Jawa 20 tahun ke Depan
Upaya adaptasi
Efektivitas
1. Tanpa upaya
adaptasi (BAU)
 -
2. Peningkatan IP padi
melalui penerapan
kalender tanam dan
peningkatan
produktivitas
melalui
pengembangan dan
perluasan areal SLPTT padi
 Tidak efektif,
baik dalam
jangka pendekmenengah
(RPJM 20102014) maupun
jangka panjang
(2015-2030)
3. Seperti Butir 1 +
pengendalian
konversi lahan
sawah (kisaran
10.000-15.000 ha/th
atau 0,5%/th)
 Tidak efektif
dalam jangka
pendek (Tahun
2010-2012
 Sangat efektif
dalam jangka
panjang (20152030
4. Seperti Butir 2 +
diversifikasi sumber
pangan (konsumsi
beras per kapita
menurun 7-8%
mulai tahun 2015)
 Tidak efektif
dalam jangka
pendek (Tahun
2010-2012
 Sangat efektif
dalam jangka
panjang (20152030)
Produksi
Kebutuhan beras
beras di
untuk konsumsi
Jawa tahun penduduk Jawa
2030
dan cadangannya
(juta ton)
(juta ton)
14,44
26,10
20,04
26,10
Tidak tercapai
dan defisit 6 juta
ton beras
26,10
Tercapai dan
surplus 8 juta ton
beras
19,90
Tercapai dan
surplus > 10 juta
ton beras
34,87
34.87
Capaian target
kontribusi Jawa
terhadap pasokan
pangan nasional
sebesar 50-55%
Tidak tercapai
dan defisit > 11
juta ton beras
173
Irawan
KESIMPULAN DAN SARAN
Produksi padi di Jawa saat ini masih cukup dominan dan memberikan
kontribusi lebih dari 50% terhadap pasokan beras nasional. Namun demikian
dalam 20 tahun ke depan kontribusi pasokan pangan dari Jawa tersebut akan
berkurang, bahkan produksi padi di Jawa tidak akan mampu memenuhi kebutuhan
konsumsi pangan penduduknya. Hal itu bisa terjadi karena dampak perubahan
iklim, baik dalam bentuk peningkatan suhu udara dan tinggi muka air laut, kejadian
iklim ekstrim (ENSO), dan perubahan pola hujan serta penurunan curah hujan
yang dapat menurunkan luas areal lahan sawah dan produktivitasnya. Di sisi lain
konversi lahan sawah menjadi lahan nonpertanian masih potensial mengancam
peningkatan produksi beras di Jawa.
Dampak perubahan iklim diperkirakan akan mengurangi kapasitas
produksi beras di Jawa sedemikian rupa sehingga untuk mencapai swasembada
pangan regional tanpa upaya adaptasi diperlukan impor beras pada kisaran 2,6 –
11,6 juta ton/tahun.
Upaya adaptasi perubahan iklim melalui penerapan kalender tanam dan
pengembangan perluasan areal usaha tani setingkat SL-PTT tidak efektif dalam
jangka pendek-menengah dan kurang efektif dalam jangka panjang. Untuk
meningkatkan efektivitasnya dalam jangka panjang upaya adaptasi perubahan
iklim tersebut perlu diiringi dengan pengendalian konversi lahan sawah dan
diversifikasi pangan.
Indikator kinerja upaya adaptasi perubahan iklim dalam jangka panjang
antara lain dicirikan oleh indeks pertanaman padi di Jawa meningkat dari 176
persen menjadi 215 persen dan produktivitas padi meningkat dari 5,6 t/ha/mt
menjadi 7,7 t/ha/mt pada tahun 2030. Pada kondisi seperti itu produksi beras di
Jawa pada RPJM 2025-2029 akan surplus sekitar 7,5-8,8 juta ton/th. Namun
demikian masih diperlukan analisis lebih lanjut untuk mengetahui efisiensi upaya
adaptasi perubahan iklim tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
BPS. 2006-2008. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik. Jakarta.
Boer, 2008. Pengembangan Sistim Prediksi Perubahan Iklim untuk Ketahanan Pangan.
Laporan Akhir Konsorsium Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim Sektor
Pertanian. Balai Besar Litbang Sumber Daya Pertanian. Badan Litbang Pertanian.
Djojomartono, M. 2000. Dasar-dasar Analisis Sistem Dinamik. Institut Pertanian Bogor.
Bogor (tidak dipublikasikan).
Handoko, I., Y. Sugiarto, dan Y. Syaukat. 2008. Keterkaitan Perubahan Iklim dan Produksi
Pangan Strategis: Telaah Kebijakan Independen dalam Bidang Perdagangan dan
Pembangunan. SEAMEO BIOTROP. Bogor. Indonesia.
Las, I. 2007. Strategi dan Inovasi Antisipasi Perubahan Iklim (Bagian I). Sinar Tani. 7
November 2007.
Muhammadi, E. Amirullah, dan B. Soesilo. 2001. Analisis Sistem Dinamis Lingkungan
Hidup, Sosial, Ekonomi, Manajemen. UMJ Press. Jakarta.
174
Adaptasi Perubahan Iklim untuk Mempertahankan Produksi Beras
di Pulau Jawa
Lampiran 1. Persamaan Model Simulasi Powersim Dampak Perubahan Iklim terhadap
Produksi Beras di Jawa
175
Irawan
Lampiran 2. Hasil Simulasi Dampak Perubahan Iklim terhadap Produksi Beras di Jawa
Catatan: -Tahun 0 =2010 dan Tahun 20 =2030
-Satuan pada tabel pertama adalah dalam juta ton
-Satuan pada tabel kedua: penduduk dalam juta jiwa, lainnya dalam juta ton beras
176
Adaptasi Perubahan Iklim untuk Mempertahankan Produksi Beras
di Pulau Jawa
Lampiran 3. Persamaan Model Simulasi Powersim Manfaat Adaptasi Perubahan Iklim
dalam Menanggulangi Dampak Perubahan Iklim terhadap Produksi Beras di
Jawa
177
Download