Irawan ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM UNTUK MEMPERTAHANKAN PRODUKSI BERAS DI PULAU JAWA Sustaining Rice Production in Java Through Climate Change Adaptation Irawan Balai Penelitian Tanah, Bogor Jl. Tentara Pelajar No.12, Cimanggu Bogor ABSTRACT Irrigated lowland in Java plays an important role in national rice production. Because it has a high fertility and sufficient irrigation water that allow higher cropping index compared to that of Off-Java. Most of area planted to rice is in Java, accounted for about 41% of national rice area. In the future, the role of lowland in Java will be decreasing, due to land conversion, climate change, and land degradation. Apart from land conversion, the climate change will contribute to land reduction and its productivity, due to increasing in temperature, reduction in rainfall, and the frequent extreme climate. Without efforts to adapt the farming based on climate change and land conversion, will accelerate the declining strategic role of lowland in Java to produce sufficient food. This article provides the results of simulation of some effort on adaptation to climate change to maintain rice production in Java. The results showed that under the on going land conversion and climate change, it is estimated that in 2030 the rice production in Java will be about 14.4 million ton, while the consumption is estimated at about 26.1 million ton, thus there will be a deficit of about 11.7 million ton in Java. The climate change adaptation in terms of increasing cropping index and rice yield improvement by applying integrated crops management (ICM) without controling land conversion will not be effective to increase rice production. Key words : climate change, adaptation, simulation, java, food production ABSTRAK Peranan lahan sawah di Jawa masih sangat strategis sebagai pusat lumbung pangan, khususnya beras untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pangan nasional. Selain tanahnya subur, tersedianya sumber daya air yang cukup dengan indikator indeks pertanamannya lebih tinggi daripada lahan sawah di luar Jawa. Di sisi lain lahan sawah di Jawa relatif masih cukup luas, sekitar 41% dari total luas sawah nasional. Di masa depan peranan strategis lahan sawah di Jawa akan berkurang, karena konversi lahan sawah menjadi areal nonpertanian, dampak perubahan iklim, dan kerusakan atau degradasi lahan sawah yang dapat menurunkan produktivitas tanah. Di sisi lain, perubahan iklim diperkirakan akan berpengaruh, baik terhadap penciutan lahan sawah akibat peningkatan tinggi muka air laut (TML), maupun terhadap produktivitas tanahnya akibat peningkatan suhu udara, penurunan curah hujan, dan peningkatan kejadian iklim ekstrim. Tanpa adanya upaya adaptasi perubahan iklim dan konversi lahan sawah yang diserahkan pada mekanisme pasar akan mempercepat hilangnya peran strategis lahan sawah di Jawa dalam menyediakan pangan nasional, khususnya beras. Makalah ini menyajikan hasil simulasi mengenai beberapa upaya adaptasi perubahan iklim untuk mempertahankan produksi beras di Jawa. Hasil analisis menunjukkan bahwa pada kondisi konversi lahan sawah terjadi 164 Adaptasi Perubahan Iklim untuk Mempertahankan Produksi Beras di Pulau Jawa seperti tahun-tahun belakangan ini (2-3%/th) dan dampak perubahan iklim terhadap produksi padi sebagaimana dikhawatirkan beberapa kalangan, maka pada tahun 2030 produksi beras di Jawa sekitar 14,4 juta ton, sementara kebutuhan beras untuk konsumsi dan cadangannya untuk penduduk Jawa saja mencapai 26,1 juta ton atau defisit 11,7 juta ton. Adaptasi perubahan iklim berupa peningkatan intensitas tanam dan peningkatan produktivitas padi dengan PTT padi, tanpa disertai pengendalian laju konversi lahan sawah tidak efektif dalam jangka pendek. Kata kunci : perubahan iklim, adaptasi, simulasi, jawa, produksi pangan PENDAHULUAN Indonesia memiliki lahan sawah sekitar 7,886 juta ha dan sekitar 3,236 juta ha (41%) berada di Jawa (Deptan, 2008). Produksi padi nasional pada tahun 2008 mencapai 60,33 juta ton GKG dan dari jumlah tersebut sekitar 32,35 juta ton (53,%) dihasilkan dari lahan sawah di Jawa. Tingginya kontribusi produksi padi di Jawa tersebut menunjukkan lahan sawah di Jawa lebih produktif daripada lahan di luar Jawa. Hal itu bisa dimengerti mengingat tingkat kesuburan tanah sawah di Jawa lebih tinggi daripada tanah sawah di luar Jawa. Demikian juga ketersediaan infrastuktur pertanian lainnya. Sabagai contoh berdasarkan jenis pengairannya lahan sawah di Jawa didominasi oleh sawah irigasi teknis (45,5%). Bentuk sawah irigasi lainnya adalah semiteknis (2,8%), irigasi sederhana (18,6%), dan sawah tadah hujan (33,1%). Indeks pertanaman (IP) padi di Jawa juga jauh lebih tinggi daripada sawah di luar Jawa. Pada tahun 2008 tersebut luas panen padi di Jawa mencapai 5,74 juta ha sementara di luar Jawa 6,58 juta ha. Oleh karena itu, IP padi di Jawa mencapai 177 persen, sedangkan IP padi di luar Jawa kurang dari 90 persen. Kebutuhan pangan, khususnya beras untuk memenuhi konsumsi domestik terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan tingkat kesejahteraannya. Pada tahun 2030 jumlah penduduk Indonesia diperkirakan akan mencapai 324 juta jiwa. Pada tingkat konsumsi beras per kapita pada tahun itu diasumsikan 120 kg/orang/tahun, kebutuhan cadangan beras untuk persediaan selama 3 bulan, dan kondisi yang diharapkan adalah swasembada pangan maka diperlukan produksi beras sebanyak 48,6 juta ton. Apabila lahan sawah di Jawa diharapkan tetap berkontribusi pada tingkat 50-55 persen terhadap produksi beras nasional maka pada tahun 2030 tersebut produksi beras di Jawa mesti mencapai 25,8 juta ton atau dalam setara GKG meningkat 27,4 persen dari kondisi saat ini (2008). Tantangan tersebut sebenarnya tidak sulit karena secara rata-rata peningkatan produksi padi yang diperlukan cukup 1,4 persen/tahun. Namun demikian memperhatikan kondisi lingkungan saat ini upaya peningkatan produksi padi di Jawa menghadapi tantangan berat, dua diantaranya adalah dampak perubahan iklim dan konversi lahan sawah menjadi lahan nonpertanian. Makalah ini menyajikan hasil studi mengenai upaya adaptasi perubahan iklim untuk mempertahankan produksi beras di Jawa. 165 Irawan METODE PENELITIAN Metode studi berupa simulasi dengan pendekatan sistem dinamik (Djojomartono, 2000) menggunakan metode Integrasi Euler yang terdapat dalam Program Powersim 2.5 (Muhammadi, 2001) dan data sekunder dari berbagai sumber (studi literatur). Diagram sebab-akibat model disajikan pada Gambar 1. Diagram tersebut menggambarkan ada empat faktor yang berpengaruh terhadap intensitas dampak perubahan iklim (dampak PI), yakni peningkatan suhu udara (suhu), tinggi muka air laut (TML), curah hujan (CH), dan kejadian iklim ekstrim (ENSO). Dampak perubahan iklim tersebut berpotensi akan menurunkan produksi pertanian, khususnya beras. Di sisi lain konversi lahan sawah yang tidak terkendali merupakan ancaman serius bagi keberadaan lahan sawah di Jawa. TMLh u + Suhu ENSO + + Dampak PI + Adaptasi PI _ + CH + Produksi beras Konvers i Swasembada pangan Gambar 1. Diagram Sebab Akibat Model Simulasi Mengenai Manfaat Adaptasi Perubahan Iklim dalam Menanggulangi Dampak Perubahan Iklim pada Produksi Beras Menurut Handoko et al. (2008) dan Boer (2009) peningkatan suhu udara akan menambah intensitas dampak perubahan iklim terhadap pertanian, khususnya produksi beras, Demikian pula peningkatan tinggi muka air laut dan semakin seringnya kejadian ENSO. Hal yang sebaliknya terkait dengan curah hujan. Di masa mendatang curah hujan di Jawa akan menurun dimana penurunan curah hujan tersebut akan meningkatkan intensitas dampak perubahan iklim terhadap produksi pertanian, khususnya beras. Produksi beras dipengaruhi oleh dampak PI dan upaya adaptasi perubahan iklim (adaptasi PI). Semakin tinggi intensitas dampak perubahan iklim 166 Adaptasi Perubahan Iklim untuk Mempertahankan Produksi Beras di Pulau Jawa akan semakin rendah produksi padi, sebaliknya semakin tinggi atau banyak upaya adaptasi perubahan iklim dilakukan akan semakin tinggi produksi beras. Selanjutnya semakin tinggi produksi beras maka akan semakin tinggi tingkat swasembada pangan yang pada akhirnya peningkatan swasembada pangan akan meningkatkan upaya adaptasi perubahan iklim. Di dalam makalah ini simulasi model yang dilakukan terbatas pada aspek dampak PI, produksi beras, dan adaptasi PI. HASIL DAN PEMBAHASAN Dampak Perubahan Iklim terhadap Pertanian Tanaman Pangan Pemanasan global (global warming) telah mengubah kondisi iklim global, regional, dan lokal. Perubahan iklim global antara lain disebabkan oleh peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) akibat berbagai aktivitas yang mendorong peningkatan suhu bumi. Mengingat iklim adalah unsur utama dalam sistem metabolisme dan fisiologi tanaman, maka perubahan iklim global akan berdampak buruk terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman, termasuk padi. Perubahan iklim global akan mempengaruhi tiga unsur iklim dan komponen alam yang sangat erat kaitannya dengan pertanian, yaitu (a) naiknya suhu udara yang juga berdampak terhadap unsur iklim lain, terutama kelembaban dan dinamika atmosfer, (b) berubahnya pola curah hujan dan makin meningkatnya intensitas kejadian iklim ekstrim (anomali iklim) seperti El-Nino dan La-Nina, dan (c) naiknya permukaan air laut akibat mencairnya gunung es di Kutub Utara. Beberapa hasil studi menunjukkan tren peningkatan suhu udara bulanan di o beberapa daerah termasuk Jawa Barat dan Jawa Timur dari 29,1-38,0 C (1970o 1990) menjadi 29,6 – 39,9 C (1990-2000). Perkiraan kenaikan suhu udara pada o o tahun 2050 adalah 1,6 C (Surabaya), 4,6 C (Marihat, Sumut), dan peningkatan o o suhu udara rata-rata sekitar 0,03 C/tahun atau 1,8 C pada tahun 2050 (Hidayati, 1990 dalam Handoko et al., 2008). Menurut Handoko et al. (2008) ada kecenderungan suhu udara global mengalami peningkatan yang bervariasi antara o 1 - 4 C dan di Indonesia diperkirakan peningkatan suhu udara hingga tahun 2050 o adalah 2 C. Peningkatan suhu udara akibat perubahan iklim akan mempengaruhi produktivitas tanaman, terutama tanaman semusim dan meningkatnya serangan hama penyakit (Las, 2007). Handoko et al. (2008) menyatakan dampak kenaikan suhu udara terhadap tanaman padi sawah melalui tiga faktor, yakni penurunan luas areal panen akibat kekurangan air irigasi karena meningkatnya evapotranspirasi, penurunan produktivitas karena umur tanaman menjadi lebih pendek (cepat matang), dan meningkatnya laju respirasi tanaman. Penurunan luas areal panen padi sawah akibat peningkatan suhu udara pada tahun 2050 diperkirakan mencapai 3,3 persen di Jawa dan 4,1 persen di luar Jawa dari luas panen padi sawah saat ini. Kemudian penurunan produktivitas padi akibat proses pamatangan yang lebih cepat sekitar 18,6-31,4 persen di Jawa dan 20,5 persen di luar Jawa. Selanjutnya 167 Irawan penurunan produktivitas tanaman pangan, termasuk padi akibat kenaikan suhu udara yang berpengaruh terhadap peningkatan laju respirasi tanaman adalah 19,94 persen di Jawa Tengah, 18,2 persen di DI Yogjakarta, dan 10,5 persen di Jawa Barat, serta 11,7 persen di luar Jawa dan Bali. Pemanasan global sebagai salah satu aspek perubahan iklim berpotensi meningkatkan proses transfer uap air ke atmosfir yang menyebabkan kelembaban atmosfir meningkat. Konsekuensinya secara spasial akan terjadi peningkatan curah hujan di beberapa wilayah dan pengurangan di beberapa wilayah lainnya. Demikian pula secara temporal akan terjadi potensi peningkatan curah hujan pada musim hujan (MH) dan penurunan jumlah curah hujan pada musim kemarau (MK). Ada kecenderungan bahwa penurunan curah hujan di beberapa daerah di Indonesia, termasuk Jawa sekitar 246 mm/tahun. Perubahan pola CH dan penurunan jumlah CH akan berpengaruh terhadap produksi tanaman padi, terutama padi ladang atau padi sawah tadah hujan. Apabila waduk, bendungan, atau cekdam mampu menyimpan air yang cukup untuk keperluan air irigasi maka produksi padi sawah irigasi diperkirakan tidak akan terpengaruh oleh pengurangan curah hujan tersebut, kecuali kalau sumber airnya menjadi berkurang. Perubahan iklim dan kejadian iklim ekstrim seperti El-Nino dan La-Nina akan mengancam ketahanan pangan nasional, dan keberlanjutan pertanian pada umumnya. Sebagai gambaran, satu kali kejadian El-Nino (lemah-sedang) dapat menurunkan produksi padi nasional sebesar 2-3 persen. Jika iklim ekstrim diikuti oleh peningkatan suhu udara maka penurunan produksi padi akan lebih tinggi. Pengalaman masa lalu menunjukkan dampak kejadian iklim ekstrim El-Nino tahun 1991, 1994, dan 1997, serta La-Nina tahun 1988 dan 1995 terhadap gagal panen padi sawah rata-rata mencapai 3,95 persen dari luas areal panen padi sawah akibat kekeringan dan banjir pada setiap tahun tersebut. Hasil analisis Tim Basis Akademik (Bappenas, 2009) menunjukkan bahwa dalam 20 tahun kedepan akan terdapat 12-13 tahun dimana akan ada kejadian iklim ekstrim, baik El-Nino maupun La-Nina (Tabel 1). Dampak perubahan iklim lainnya adalah peningkatan tinggi muka air laut (TML). Laju peningkatan TML (mm/tahun) menurut pengamatan Indonesian Sea Level Monitoring Network bervariasi antara lokasi, yakni Cilacap (1,3), Jakarta (4,38-7,0), Semarang (9,37 – 5,0), dan Surabaya (1,0). Selain akan menciutkan luas lahan pertanian akibat terendam air laut, TML juga akan meningkatkan salinitas (kegaraman) tanah sekitar pantai. Salinitas yang berlebihan akan bersifat racun bagi tanaman padi sehingga akan menurunkan produktivitasnya. Berdasarkan hasil analisis Handoko et al. (2008) potensi kehilangan luas lahan pertanian di Jawa pada tahun 2050 akibat peningkatan muka air laut adalah berupa sawah (113.000 – 146.000 ha), lahan kering tanaman pangan (16.600 – 32.000 ha), dan lahan kering perkebunan (7.000 – 9.000 ha). Selain dampak perubahan iklim produksi padi di Jawa mendapat tekanan dari laju konversi lahan sawah menjadi lahan nonpertanian. Dalam lima tahun terakhir ini (2002-2007) laju konversi lahan sawah di Jawa mencapai 429.715 ha 168 Adaptasi Perubahan Iklim untuk Mempertahankan Produksi Beras di Pulau Jawa atau lajunya 85.493 ha/tahun (2,34%/th). Hal yang lebih memprihatinkan lagi adalah konversi lahan sawah tersebut umumnya terjadi pada lahan sawah irigasi, yakni irigasi teknis 244.316 ha/th dan irigasi setengah teknis 15.930 ha/th, sedangkan sawah irigasi sederhana dan sawah tadah hujan mengalami peningkatan, yakni masing-masing 75.818 ha/th dan 98.485 ha/th. Sekalipun undang-undang mengenai perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan sudah disahkan tetapi konversi lahan sawah di Jawa diperkirakan masih akan terjadi sebagai akibat dari pembangunan jaringan jalan tol yang sudah direncanakan jauh-jauh hari. Berdasarkan SK Menteri Pekerjaan Umum No 280/2006 dalam jangka menengah ini (RPJM 2010-2014) di Jawa akan dibangun jalan tol sepanjang 584 km. Tanpa upaya pengendalian konversi lahan pertanian dan jika 50 persen lahan pertanian yang terkonversi itu adalah lahan sawah, diperkirakan laju konversi lahan sawah di masa depan akan meningkat menjadi 3,30 persen/th. Tabel 1. Prediksi Kejadian Iklim Ekstrim dalam 20 tahun ke Depan Tahun Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Ags Sep Oct Nov Dec 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 Legenda warna: Bulan basah/anomaly Bulan kering/anomaly Bulan normal Sumber: Tim Basis Akademik, Bappenas (2009) 169 Irawan Berdasarkan informasi di atas dibuat model simulasi Powersim dengan diagram alirnya disajikan pada Gambar 2. Informasi lebih spesifik mengenai nama dan isi variabel yang digunakan, termasuk asumsi dalam model tersebut disajikan pada Lampiran 1. Gambar 2. Diagram Alir Model Simulasi Powersim Mengenai Dampak Perubahan Iklim terhadap Produksi Beras dan Kebutuhan Konsumsinya di Jawa Penjelasan ringkas diagram alir di atas adalah sebagai berikut: 1. Produksi padi di Jawa dipilah menjadi tiga sumber, yakni (1) sawah beririgasi, (2) sawah tadah hujan, dan (3) ladang. Pemilahan tersebut diperlukan untuk mencapai tingkat ketelitian yang memadai karena produktivitas dan indeks pertanaman padi di ketiga bentuk sawah tersebut sangat berbeda. 2. Dampak perubahan iklim yang diperhitungkan adalah peningkatan tinggi muka air laut (Variabel TML), kejadian iklim ekstrim El-Nino dan La-Nina (Variabel ENSO), peningkatan suhu udara dan penurunan curah hujan (Variabel SuhuCH). 3. Kebutuhan beras untuk konsumsi didasarkan pada jumlah penduduk di Jawa, baik untuk konsumsi langsung maupun untuk persediaan/cadangan konsumsi selama 3 bulan setiap tahunnya. 170 Adaptasi Perubahan Iklim untuk Mempertahankan Produksi Beras di Pulau Jawa Hasil simulasi menggambarkan produksi beras di Jawa pada tahun 2030 adalah 14,44 juta ton sementara kebutuhan konsumsi penduduk Jawa saat itu diperkirakan mencapai 26,10 juta ton atau defisit sekitar 6,50 juta ton (Lampiran 2). Defisit tersebut belum memperhitungkan kebutuhan beras cadangan (stok) yang diperkirakan mencapai 4,5 juta ton/tahun pada saat itu. Dikaitkan dengan harapan bahwa kontribusi produksi beras dari Jawa mesti memasok 50-55 persen pangan nasional ternyata tidak tercapai juga (14,44 juta ton beras lebih kecil daripada 25,8 juta ton beras). Hal tersebut menunjukkan bahwa tanpa upaya adaptasi yang memadai produksi padi di Jawa akan menurun secara signifikan, bahkan tidak akan mampu memenuhi kebutuhan konsumsi penduduk Jawa. Penanggulangan Dampak Perubahan Iklim Kementerian Pertanian (Kementan) telah menyusun strategi antisipasi dan penanggulangan dampak perubahan iklim yang dibedakan atas: strategi antisipasi, strategi mitigasi, dan strategi adaptasi (Las, 2007). Strategi antisipasi ditujukan untuk menyiapkan strategi mitigasi dan adaptasi berdasarkan kajian dampak perubahan iklim terhadap sumber daya pertanian seperti pola curah hujan dan musim, sistem hidrologi dan sumber daya air, keragaan dan penciutan luas lahan pertanian di sekitar pantai; terhadap infrastruktur/sarana dan prasarana pertanian, terutama sistem irigasi, dan waduk; terhadap sistem produksi pertanian, terutama sistem usaha tani dan agribisnis, pola tanam, produktivitas, pergeseran jenis dan varietas dominan, produksi; dan terhadap aspek sosial-ekonomi dan budaya petani. Strategi adaptasi adalah pengembangan berbagai upaya yang adaptif dengan situasi yang terjadi akibat dampak perubahan iklim terhadap sumber daya infrastruktur dan lain-lain melalui: reinventarisasi dan redelineasi potensi dan karakterisasi sumber daya lahan dan air; penyesuaian dan pengembangan infrastruktur pertanian, terutama irigasi sesuai dengan perubahan sistem hidrologi dan potensi sumber daya air; penyesuaian sistem usaha tani dan agribisnis, terutama pola tanam, jenis tanaman dan varietas, dan sistem pengolahan tanah. Dengan demikian kegiatan adaptasi merupakan berbagai upaya untuk mengurangi dampak perubahan iklim terhadap sistem dan produksi pertanian melalui penyesuaian dan perbaikan infrastruktur (sarana dan prasarana) pertanian dan penyesuaian aktivitas dan teknologi pertanian. Inovasi teknologi pertanian adaptif terhadap perubahan iklim, antara lain berupa (1) penyesuaian waktu tanam dan pola tanam dengan memanfaatkan kalender tanam (Katam) dengan tujuan untuk meningkatkan indeks pertanaman padi sesuai kondisi iklim, dan (2) pengembangan dan penerapan teknologi usaha tani dengan varietas padi umur genjah, tahan kekeringan atau genangan, tahan salinitas, dan dengan memanfaatkan teknik budidaya hemat air dan pemupukan berimbang sehingga produktivitas padi dapat ditingkatkan secara optimal. Di sisi lain terdapat upaya adaptif yang tidak langsung yakni pengendalian konversi lahan sawah produktif menjadi lahan nonpertanian dan diversifikasi pangan. Kegiatan yang disebut pertama sangat penting karena tanah sawah di Jawa cukup subur dengan produktivitas tinggi sehingga perlu diganti dengan areal sawah yang lebih 171 Irawan luas jika harus membuka sawah baru di luar Jawa, lalu proporsi jumlah penduduk di Jawa relatif akan tetap tinggi dan memerlukan penyediaan pangan (beras) paling banyak juga. Oleh karena itu, mempertahankan lahan sawah di Jawa akan mengurangi intensitas upaya-upaya adaptasi perubahan iklim karena tingkat produktivitasnya yang sudah cukup tinggi dan stabil. Kemudian diversifikasi pangan diperlukan agar terjadi penurunan tingkat konsumsi beras per kapita, misalnya dari kondisi saat ini sebanyak 130 kg/orang/tahun menjadi 120 kg/orang/tahun dalam beberapa tahun kedepan atau mulai tahun 2015. Gambar 3. Diagram Alir Model Simulasi Powersim Mengenai Manfaat Adaptasi Perubahan Iklim dalam Menanggulangi Dampak Perubahan Iklim terhadap Produksi Beras di Jawa Diagram alir model simulasi Powersim mengenai manfaat adaptasi perubahan iklim dalam menanggulangi dampak perubahan iklim terhadap produksi beras di Jawa disajikan pada Gambar 3. Model simulasi tersebut hanya menggambarkan dua upaya adaptasi perubahan iklim, yakni penerapan kalender tanam (variabel Katam) dan penerapan teknologi usaha tani padi adaptif (variabel SLPTT). Penerapan Katam diharapkan akan meningkatkan IP padi di Jawa dari 176 persen menjadi 200 persen atau lebih, sementara penerapan teknologi usaha tani adaptif diharapkan akan berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas padi sawah sekitar 3,9 persen/tahun. 172 Adaptasi Perubahan Iklim untuk Mempertahankan Produksi Beras di Pulau Jawa Hasil simulasi model menunjukkan bahwa upaya adaptasi perubahan iklim melalui penerapan kalender tanam dan pengembangan perluasan areal usaha tani setingkat SL-PTT padi tidak efektif dalam jangka pendek-menengah, tetapi efektif dalam jangka panjang (Tabel 2). Upaya adaptasi perubahan iklim tersebut dalam jangka pendek-menengah masih potensial untuk melakukan impor beras pada kisaran 0,2-1,5 juta ton/tahun agar kondisi swasembada beras di Jawa tetap tercapai. Dalam jangka panjang, upaya adaptasi yang dimaksud sudah efektif dimana tingkat produksi beras di Jawa pada tahun 2030 melebihi kebutuhannya dan target bahwa Jawa mesti memasok 50-55 persen terhadap kebutuhan pangan (beras) nasional akan tercapai. Efektivitas upaya adaptasi perubahan iklim untuk mempertahankan produksi beras di Jawa pada masa mendatang akan semakin tinggi manakala diikuti oleh adanya keberhasilan dalam mengendalikan laju konversi lahan sawah (maksimal 0,5%/tahun) dan program diversifikasi pangan yang dapat menurunkan tingkat konsumsi beras per kapita di Jawa. Tabel 2. Efektivitas Upaya Adaptasi Perubahan Iklim dalam Mempertahankan Tingkat Produksi Beras di Jawa 20 tahun ke Depan Upaya adaptasi Efektivitas 1. Tanpa upaya adaptasi (BAU) - 2. Peningkatan IP padi melalui penerapan kalender tanam dan peningkatan produktivitas melalui pengembangan dan perluasan areal SLPTT padi Tidak efektif, baik dalam jangka pendekmenengah (RPJM 20102014) maupun jangka panjang (2015-2030) 3. Seperti Butir 1 + pengendalian konversi lahan sawah (kisaran 10.000-15.000 ha/th atau 0,5%/th) Tidak efektif dalam jangka pendek (Tahun 2010-2012 Sangat efektif dalam jangka panjang (20152030 4. Seperti Butir 2 + diversifikasi sumber pangan (konsumsi beras per kapita menurun 7-8% mulai tahun 2015) Tidak efektif dalam jangka pendek (Tahun 2010-2012 Sangat efektif dalam jangka panjang (20152030) Produksi Kebutuhan beras beras di untuk konsumsi Jawa tahun penduduk Jawa 2030 dan cadangannya (juta ton) (juta ton) 14,44 26,10 20,04 26,10 Tidak tercapai dan defisit 6 juta ton beras 26,10 Tercapai dan surplus 8 juta ton beras 19,90 Tercapai dan surplus > 10 juta ton beras 34,87 34.87 Capaian target kontribusi Jawa terhadap pasokan pangan nasional sebesar 50-55% Tidak tercapai dan defisit > 11 juta ton beras 173 Irawan KESIMPULAN DAN SARAN Produksi padi di Jawa saat ini masih cukup dominan dan memberikan kontribusi lebih dari 50% terhadap pasokan beras nasional. Namun demikian dalam 20 tahun ke depan kontribusi pasokan pangan dari Jawa tersebut akan berkurang, bahkan produksi padi di Jawa tidak akan mampu memenuhi kebutuhan konsumsi pangan penduduknya. Hal itu bisa terjadi karena dampak perubahan iklim, baik dalam bentuk peningkatan suhu udara dan tinggi muka air laut, kejadian iklim ekstrim (ENSO), dan perubahan pola hujan serta penurunan curah hujan yang dapat menurunkan luas areal lahan sawah dan produktivitasnya. Di sisi lain konversi lahan sawah menjadi lahan nonpertanian masih potensial mengancam peningkatan produksi beras di Jawa. Dampak perubahan iklim diperkirakan akan mengurangi kapasitas produksi beras di Jawa sedemikian rupa sehingga untuk mencapai swasembada pangan regional tanpa upaya adaptasi diperlukan impor beras pada kisaran 2,6 – 11,6 juta ton/tahun. Upaya adaptasi perubahan iklim melalui penerapan kalender tanam dan pengembangan perluasan areal usaha tani setingkat SL-PTT tidak efektif dalam jangka pendek-menengah dan kurang efektif dalam jangka panjang. Untuk meningkatkan efektivitasnya dalam jangka panjang upaya adaptasi perubahan iklim tersebut perlu diiringi dengan pengendalian konversi lahan sawah dan diversifikasi pangan. Indikator kinerja upaya adaptasi perubahan iklim dalam jangka panjang antara lain dicirikan oleh indeks pertanaman padi di Jawa meningkat dari 176 persen menjadi 215 persen dan produktivitas padi meningkat dari 5,6 t/ha/mt menjadi 7,7 t/ha/mt pada tahun 2030. Pada kondisi seperti itu produksi beras di Jawa pada RPJM 2025-2029 akan surplus sekitar 7,5-8,8 juta ton/th. Namun demikian masih diperlukan analisis lebih lanjut untuk mengetahui efisiensi upaya adaptasi perubahan iklim tersebut. DAFTAR PUSTAKA BPS. 2006-2008. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Boer, 2008. Pengembangan Sistim Prediksi Perubahan Iklim untuk Ketahanan Pangan. Laporan Akhir Konsorsium Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim Sektor Pertanian. Balai Besar Litbang Sumber Daya Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Djojomartono, M. 2000. Dasar-dasar Analisis Sistem Dinamik. Institut Pertanian Bogor. Bogor (tidak dipublikasikan). Handoko, I., Y. Sugiarto, dan Y. Syaukat. 2008. Keterkaitan Perubahan Iklim dan Produksi Pangan Strategis: Telaah Kebijakan Independen dalam Bidang Perdagangan dan Pembangunan. SEAMEO BIOTROP. Bogor. Indonesia. Las, I. 2007. Strategi dan Inovasi Antisipasi Perubahan Iklim (Bagian I). Sinar Tani. 7 November 2007. Muhammadi, E. Amirullah, dan B. Soesilo. 2001. Analisis Sistem Dinamis Lingkungan Hidup, Sosial, Ekonomi, Manajemen. UMJ Press. Jakarta. 174 Adaptasi Perubahan Iklim untuk Mempertahankan Produksi Beras di Pulau Jawa Lampiran 1. Persamaan Model Simulasi Powersim Dampak Perubahan Iklim terhadap Produksi Beras di Jawa 175 Irawan Lampiran 2. Hasil Simulasi Dampak Perubahan Iklim terhadap Produksi Beras di Jawa Catatan: -Tahun 0 =2010 dan Tahun 20 =2030 -Satuan pada tabel pertama adalah dalam juta ton -Satuan pada tabel kedua: penduduk dalam juta jiwa, lainnya dalam juta ton beras 176 Adaptasi Perubahan Iklim untuk Mempertahankan Produksi Beras di Pulau Jawa Lampiran 3. Persamaan Model Simulasi Powersim Manfaat Adaptasi Perubahan Iklim dalam Menanggulangi Dampak Perubahan Iklim terhadap Produksi Beras di Jawa 177