PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG KACANG MERAH (Phaseolus

advertisement
PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG KACANG MERAH (Phaseolus vulgaris L.)
TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH TIKUS GALUR Sprague-Dawley
Indri Widyasari 1, Moerfiah 2 dan Ike Yulia.W 3
1,3
Program Studi Farmasi, FMIPA, Universitas Pakuan, Bogor.
2)
Program Studi Biologi. FMIPA Universitas Pakuan, Bogor
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang potensi, dosis dan lama waktu pemberian
Tepung Kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) sebagai penurun kadar glukosa darah pada
tikus putih jantan galur Sprague Dawley yang telah diinduksi aloksan. Hewan uji yang
digunakan sejumlah 20 ekor tikus putih jantan yang di bagi dalam 5 kelompok. Setiap
kelompok terdiri dari 4 ekor tikus. Kelompok dosis I yaitu 0,325 g/200 g BB, dosis II
yaitu 0,65 g/200 g BB dan dosis III (dosis awal) yaitu 1,3 g/200 g BB. Kontrol positif
diberi obat metformin 6,42 mg/200 g BB, dan kontrol negatif diberi aquades. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pemberian Tepung Kacang merah (Phaseolus vulgaris L.)
dosis I (0,325 g/200 g BB) dan dosis III (1,3 g/200 g BB) efektif dapat menurunkan kadar
gula darah tikus selama pengobatan 14 hari.
Kata Kunci : Diabetes mellitus, Serat makanan, Indeks Glikemik, Tepung
Kacang merah (Phaseolus vulgaris L.).
ABSTRACT
This research aims to test the potency, dose and length of time periode of Red
Bean Flour (Phaseolus vulgaris L.) to decreased of blood glucose levels in rats white
male Sprague Dawley strains that have induced with aloxan. Animal test used number of
20 rats white males divided 5 groups. Each group consists of 4 rats. Dose I groups 0,325
g/200 g BB, dose II 0,65 g/200 g BB and dose III (initial dose) 1,3 g/200 g BB. Positive
controls were given the drug metformin 6,42 mg/200 g BB, and negative controls were
given aquadest. The results showed that giving of Red Bean Flour (Phaseolus vulgaris L.)
dose I (0,325 g/200 g BB) and dose III (1,3 g/200 g BB) can effectively decreased the
blood glucose levels of rats during treatment 14 days.
Keywords: Diabetes mellitus, Dietary fiber, Glycemic Index, Red Bean Flour
(Phaseolus vulgaris L.).
PENDAHULUAN
Pergeseran gaya hidup akibat
pengaruh urbanisasi, globalisasi, dan
industrialisasi menyebabkan sebagian
masyarakat
Indonesia
cenderung
mengkonsumsi makanan siap saji yang
kandungan gizinya tidak seimbang, pada
umumnya makanan siap saji ini
mengandung
lemak
dan
garam
tinggi dengan kandungan serat yang
rendah. Pola makan yang salah akan
menimbulkan penyakit degeneratif antara
lain adalah diabetes mellitus (Khomsan
dan Anwar, 2008).
Diabetes melitus
merupakan
penyakit metabolik yang berlangsung
kronik, dimana penderita diabetes tidak
bisa
memproduksi
insulin
dalam
jumlah yang cukup atau tubuh tidak
mampu menggunakan insulin secara
efektif, sehingga menyebabkan kelebihan
gula dalam darah (Misnadiarly, 2006).
Gula darah diatur oleh hormon insulin
yang diproduksi oleh sel-sel langerhans
i
dari kelenjar pankreas (Jusuf dan Kusito,
1993). Pilar utama pengobatan diabetes
mellitus adalah edukasi, olahraga,
pengaturan pola makan, dan penggunaan
obat penurun gula darah. Penderita
diabetes mengkonsumsi 20 - 25 g serat
makanan
dari berbagai sumber bahan
makanan (Cahyono, 2008).
Bahan makanan yang merupakan
sumber serat dan berindeks glikemik
rendah adalah Kacang merah. Kandungan
serat dalam Kacang merah yaitu 26,3 g per
100 g bahan (Rusilanti dan Kusharto,
2007). Nilai indeks glikemik (IG) pangan
juga perlu dipertimbangkan, khususnya
dalam pemilihan makanan. Makanan yang
mempunyai Indeks Glikemik rendah akan
lebih menguntungkan dalam pengendalian
gula darah dibandingkan makanan yang
mempunyai Indeks Glikemik tinggi.
Indeks glikemik pada Kacang merah yaitu
26 (Marsono dkk., 2002).
Pemberian pakan Kacang merah
selama 4 minggu menurunkan glukosa
darah tikus diabetes sebesar 69%. Serat
pangan dan pati resisten dalam Kacang
merah, berpengaruh pada viskositas dan
absorpsi gula sehingga dapat berpotensi
terhadap penurunan gula darah (Marsono
dkk., 2003). Pembuatan tepung bertujuan
untuk memudahkan aplikasi Kacang
merah sebagai ingredient pangan.
Penelitian tentang Tepung Kacang
merah juga telah diaplikasikan secara luas,
misalnya dalam pembuatan cookies
Kacang merah (Phaseolus vulgaris. L)
sebagai makanan pendamping ASI (Air
Susu Ibu) (Ekawati, 1999) serta pengaruh
substitusi tepung tapioka dengan tepung
dan pasta Kacang merah sebagai bahan
pengisi dan pengikat terhadap karakteristik
sosis ikan lele (Cahyani, 2012).
METODE PENELITIAN
Pengumpulan Bahan
Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Kacang merah
(Phaseolus vulgaris L.) yang diperoleh
dari Pasar Bogor.
Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman dilakukan di
Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya
Bogor, Lembaga Ilmu Pengetahuan (LIPI),
Jalan Ir. H. Juanda No.13, P.O.BOX 309
Bogor 16003, Indonesia.
Pembuatan Tepung Kacang merah
Kacang merah (Phaseolus vulgaris
L.) yang terkumpul disortasi basah,
kemudian dicuci dengan air hingga bersih
dan ditiriskan. Kacang merah direndam
selama 24 jam menggunakan air dengan
perbandingan 1:10 (b/v), lalu dikupas dan
dikeringkan di bawah sinar matahari.
Kacang merah kemudian digiling setelah
disortasi, kemudian diayak dengan
menggunakan ayakan mesh 80. Hasil yang
diperoleh
ditimbang
beratnya
dan
ditempatkan pada wadah tertutup rapat
(Ayuningtyas dkk., 2013). Rendemen total
tepung dihitung dengan rumus :
x 100%
Pengujian Karakteristik Tepung
Kacang merah
Penetapan Kadar Air
Penetapan kadar air dilakukan
dengan cara, memasukkan 1 g sampel ke
dalam plat lempengan alat moisture
balance. Alat ditutup, kemudian waktunya
disetting selama 10 menit. Alat secara
otomatis akan memunculkan angka
presentase kadar air. Hasilnya dicatat pada
saat angka presentase kadar air konstan.
Penentuan kadar air dilakukan duplo.
3.3.4.2 Penetapan Kadar Abu
Sebanyak 2 g sampel ditimbang
secara seksama, kemudian dimasukkan ke
dalam krus porselen yang telah ditara
sebelumnya. Krus porselen yang berisi
sampel dipijarkan pada suhu 700ᵒC
perlahan-lahan hingga menjadi abu. Krus
porselen
dikeluarkan
dari
tanur,
didinginkan, kemudian ditimbang. Apabila
kadar abu pada sampel belum memenuhi
persyaratan, maka harus dipijarkan
2
kembali hingga berat tetap (DepKes,
1995). Kadar Abu (%) dihitung dengan
rumus :
× 100%
Uji Fitokimia
a) Uji Alkaloid
Sebanyak
0,5
g
sampel
dimasukkan ke dalam cawan uap,
ditambahkan 1 mL HCl 2 N dan aquades
9 ml, dipanaskan di penangas air, diangkat
dan dibiarkan mendingin. Larutan disaring
dan diambil filtratnya. Sebanyak 1 tetes
filtrat direaksikan dengan masing-masing
1 ml pereaksi Dragendrof, pereaksi Mayer,
dan perekasi Bouchardat. Hasil positif
ditandai dengan terbentuknya endapan
putih pada penambahan pereaksi mayer,
endapan coklat pada penambahan pereaksi
dragendrof dan pereaksi
bouchardat
(DepKes RI, 1995).
b) Uji Flavonoid
Sebanyak 0,5 g sampel dilarutkan
dalam 5 ml etanol 95 %. Larutan sampel
diambil 2 ml, dan ditambahkan sedikit 0,1
g serbuk Mg, selanjutnya ditambahkan 10
tetes HCl pekat dari sisi tabung serta
dikocok perlahan - lahan. Warna merah
atau jingga yang terbentuk menunjukkan
adanya flavanoid, jika terjadi warna
kuning jingga menunjukkan adanya
flavon, kalkon, dan auron (DepKes RI,
1995).
c) Uji Tanin
1. Sebanyak 1 g sampel ditambahkan
100 ml air, dididihkan selama 5
menit, disaring 10 ml filtrat
ditambahkan FeCl3 1 %, jika
terbentuk warna hitam kehijauan
atau biru menunjukkan adanya
tanin.
2. Sebanyak
200
mg
sampel
dilarutkan dalam 5 ml air panas
dan
diaduk,
setelah dingin
disentrifugasi dan bagian cair
didekantisir, diberi larutan NaCl 10
% kemudian disaring. 1 ml filtrat
ditambahkan 3 ml larutan gelatin
10 %, diperhatikan adanya endapan
(Fransworth, 1996).
d) Uji Saponin
Sebanyak
0,5
g
sampel
dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan,
dan dikocok kuat-kuat selama
10
detik. Hasil positif ditandai dengan
terbentuknya buih yang mantap selama
tidak kurang dari 1 menit, setinggi 1 cm
sampai 10 cm. Pada penambahan 1 tetes
asam klorida 2 N buih tidak hilang
(DepKes, 1995).
Penentuan Kadar Serat Metode
Enzimatik
Sejumlah sampel yang akan
dianalisis dihancurkan dengan blender dan
ditambahkan beberapa tetes isoamil
alkohol sebagai anti buih dan kristal timol
sebagai
pengawet.
Suspensi
yang
diperoleh ditambahkan hingga 1 L.
Sebanyak
50 ml dari suspensi tersebut
(mengandung tidak lebih dari 1 g pati)
dipipet ke dalam gelas piala, lalu
ditambahkan 50 ml HCl 0,2 N dan 100 mg
pepsin. diaduk sampai rata, lalu diinkubasi
pada suhu 400C selama 18 jam.
Campuran dinetralkan dengan
larutan NaOH 4 N dan 50 ml larutan
buffer (pH 6,8), ditambahkan 100 mg
pankreatin dan 300 mg sodium
dodesilsulfat, kemudian diinkubasi pada
suhu 400C selama 1 jam sambil diaduk.
Campuran tersebut diasamkan dengan HCl
4 N sampai mencapai pH 4-5. Suspensi
disentrifusi selama
30 menit pada 3000
rev/menit. Supernatan disaring dengan
filter gelas 1- G -3 yang berisi pasir
setebal 15 mm.
Endapan dicuci dengan aquades
dan disentrifusi kembali. Residu yang
diperoleh dicuci dan disaring dengan filter
gelas 1- G -3. Residu dibilas tiga kali
dengan air dan tiga kali dengan aseton.
Filter
gelas
yang
mengandung
residu dikeringkan pada suhu 1050C
semalam. Berat residu kering menyatakan
3
kandungan serat makanan dari sampel
(Hellendoorn et al., 1975)
Kadar serat (%) =
Bobotakhirsampel − Bobotawalsampel
× 100%
bobotawalsampel
Pemeliharaan Hewan Coba
Hewan coba yang digunakan pada
penelitian ini adalah tikus putih jantan
galur Sprague Dawley berumur 3-4 bulan
dengan bobot sekitar 200-250 g. Sebanyak
20 ekor tikus dibagi menjadi 5 kelompok
perlakuan, masing-masing kelompok
terdiri dari 4 ekor. Tikus ditempatkan ke
dalam kandang berbentuk kotak plastik
dengan tutup kawat. Pencucian box
kandang dan penggantian sekam dilakukan
dua kali dalam seminggu. Selama
penelitian semua kelompok tikus diberi
pakan pellet BR-21E dan minum secara ad
libitum.
Induksi Aloksan pada Hewan Coba
Tikus
diinduksi
dengan
menggunakan aloksan (dosis 150 mg/kg
BB) secara intraperitoneal (i.p). Kadar
glukosa darah
tikus diukur (setelah 3
hari pemberian aloksan). Hanya tikus
dengan kadar glukosa ≥200 mg/dl yang
digunakan dalam penelitian ini.
Pemberian Tepung Kacang merah
Sebanyak 20 ekor tikus putih
jantan galur Sprague Dawley dibagi
menjadi 5 kelompok. Tiap kelompok tikus
terdiri dari 4 ekor tikus putih jantan,
dengan pembagian kelompok perlakuan :
1. Kelompok I
: Tepung Kacang
merah dosis 0,325 g/ 200 g BB
2. Kelompok II : Tepung Kacang
merah dosis 0,65 g/ 200 g BB
3. Kelompok III :Tepung
Kacang
merah dosis 1,3 g/ 200 g BB
4. Kelompok IV : Kelompok kontrol
positif yang diberi tablet metformin
dosis 6,42 mg/200 g BB secara oral
5. Kelompok V :Kelompok kontrol
negatif yang hanya diberi aquades.
Tepung Kacang merah dicampurkan
ke dalam air hingga homogen, kemudian
dilakukan pemberian perlakuan secara oral
pada tikus selama 14 hari berturut-turut,
dimulai dari terlihatnya peningkatan kadar
glukosa darah tikus paska induksi.
Prosedur pengukuran kadar glukosa
darah
Pengujian antidiabetes pada tikus
dilakukan dengan cara mengambil darah
tikus dari ekornya dan mengukur kadar
glukosa darah menggunakan alat Easy
Touch®. Darah diteteskan pada strips dan
dipasang pada alat Easy Touch® untuk
dilihat
kadar
glukosa
darahnya.
Pengamatan
kadar
glukosa
darah
dilakukan setelah aklimatisasi selama 7
hari, pada hari ke-0 pengukuran kadar gula
darah normal sebelum induksi, hari ke 3
pengukuran kadar gula darah setelah
induksi, hari ke 7 dan 14 setelah
pemberian perlakuan.
Prosedur pengukuran kadar gula
darah dengan alat Easy Touch® adalah
alat disiapkan dan strip kode blood
glucose
yang
berwarna
kuning
dimasukkan ke dalam alat untuk kode
kadar gula darah, apabila pada layar
muncul "OK" berarti alat pengecek kadar
glukosa darah siap digunakan. Ekor tikus
dilukai dengan menggunakan jarum lanset
yang telah disterilkan, lalu darah yang
keluar disentuh dengan stripnya, sehingga
darah langsung meresap sampai ujung
strip dan bunyi beep.
Hasil ditunggu
beberapa detik, dan akan terlihat nilai
kadar glukosa pada layar. Ekor tikus yang
terluka diobati dengan alkohol 70% dan
obat merah.
Rancangan Penelitian
Data-data yang diperoleh dianalisa
dengan analisis sidik ragam rancangan
acak lengkap (RAL) pola faktorial dengan
4
menggunakan program SPSS.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Determinasi Tanaman
Hasil determinasi yang dilakukan di
Kebun Raya Bogor (LIPI) menyatakan
bahwa
sampel penelitian ini adalah
Kacang merah, yang termasuk ke dalam
suku Leguminosae dengan jenis Phaseolus
vulgaris L.
Hasil Pembuatan Tepung Kacang
merah
Biji Kacang merah 1 kg
menghasilkan Kacang merah kering tanpa
kulit sebanyak 875 g, sehingga diperoleh
susut pengeringan Kacang merah sebesar
12,5%.
Nilai
susut
pengeringan
merupakan perbandingan antara bobot
sampel yang telah dikeringkan dengan
bobot sampel yang masih segar. Kacang
merah kering tanpa kulit selanjutnya
dihaluskan, dan didapatkan tepung
sebanyak 450 g. Rendemen Tepung
Kacang merah yang dihasilkan yaitu 45 %.
Karakteristik Tepung Kacang merah yang
dihasilkan adalah berbentuk serbuk halus,
berwarna putih, aroma khas kacang merah
dan memiliki rasa yang sepat.
Hasil Penetapan Kadar Air
Penetapan kadar air bertujuan
untuk mengetahui batasan maksimal atau
rentang tentang besarnya kandungan air
dalam suatu bahan, hasil rata-rata kadar air
Tepung Kacang merah yaitu 9,27 %. Hasil
tersebut memenuhi persyaratan karena
menurut SNI 01-3751-2006 (kadar air
tepung terigu) tidak lebih dari 14,5%.
Standarisasi nasional untuk Tepung
Kacang merah belum ada, sehingga
digunakan standarisasi nasional tepung
terigu sebagai ketentuan untuk sediaan
tepung.
Kadar air menunjukkan banyaknya
air yang terkandung dalam bahan yang
dinyatakan dalam persen dan merupakan
karakteristik yang sangat penting pada
bahan pangan. Air dapat mempengaruhi
penampilan, tekstur dan rasa pada bahan
pangan. Kadar air dalam bahan pangan
ikut menentukan kesegaran dan daya awet
bahan pangan tersebut, karena kadar air
yang tinggi mengakibatkan mudahnya
bakteri,
kapang,dan
khamir
untuk
berkembang biak (Atmarita, 2009).
Hasil Penetapan Kadar Abu
Bahan makanan sebagian besar,
yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan
organik dan air, sisanya terdiri dari unsur
- unsur mineral. Unsur mineral disebut
sebagai zat anorganik, dalam proses
pembakaran,
bahan-bahan
organik
terbakar tetapi zat anorganiknya tidak,
karena itulah disebut abu (Winarno, 1997).
Penentuan kadar abu bertujuan
untuk mengetahui kandungan mineral
yang terkandung dalam bahan pangan.
Hasil rata –rata kadar abu yang diperoleh
dari Tepung Kacang merah yaitu 2,6%..
Kadar abu Tepung Kacang merah lebih
tinggi daripada kadar abu tepung terigu
(0,6%), karena pada dasarnya biji Kacang
Merah memiliki kandungan mineral yang
tinggi. Proporsi kadar abu dalam suatu
bahan pangan dapat juga dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti spesies, keadaan
unsur hara tanah, keadaan kematangan
tanaman, iklim, daerah tempat tumbuh dan
perlakuan penanaman (Muchtadi, 1997).
Hasil Uji Fitokimia
Pengujian
fitokimia
dalam
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
golongan senyawa fitokimia secara
kualitatif yang terkandung pada Tepung
Kacang merah.
Senyawa fitokimia tersebut adalah
senyawa golongan alkaloid, flavonoid,
tanin, dan saponin. Pereaksi – pereaksi
spesifik yang digunakan kebanyakan
bersifat polar sehingga bisa berinteraksi
dengan sampel berdasarkan prinsip ” like
dissolve like”. Hasil uji fitokimia menyata
kan bahwa Tepung Kacang merah
memiliki kandungan alkaloid, flavanoid,
tanin, dan saponin.
5
Pada
penapisan
alkaloid,
terbentuknya endapan putih (penambahan
pereaksi
Mayer)
endapan
coklat
(penambahan
pereaksi Dragendorff),
endapan coklat (penambahan pereaksi
Bouchardat) disebabkan nitrogen pada
alkaloid bereaksi dengan ion logam K+
membentuk kompleks kalium alkaloid
yang mengendap. Alkaloid mengandung
atom nitrogen yang mempunyai pasangan
elektron
bebas
sehingga
dapat
digunakan untuk membentuk ikatan
kovalen koordinat dengan ion logam
(McMurry, 2004). Tepung Kacang merah
mengandung senyawa flavanoid yang
dibuktikan dengan terbentuknya warna
kuning jingga pada suspensi.
Pada uji tanin, penambahan
menghasilkan
warna
hijau
FeCl3
kecoklatan dan penambahan gelatin
menghasilkan endapan putih, hal ini
membuktikan
adanya
kandungan
polifenol.
Senyawa
tanin
akan
mengendapkan
protein
(gelatin)
membentuk kopolimer mantap yang
tidak larut dalam air (Harborne, 1996).
Tepung Kacang merah juga mengandung
senyawa saponin, yang dibuktikan dengan
terbentuknya buih yang mantap dengan
tinggi 1-10 cm selama 1 menit. Busa yang
terbentuk menunjukkan adanya glikosida
yang mempunyai kemampuan membentuk
buih di dalam air. Glikosida akan
terhidrolisis menjadi glukosa dan senyawa
lainnya (Rusdi, 1990)
Hasil Uji Serat
Pengujian serat bertujuan untuk
mengetahui kandungan serat dalam
Tepung Kacang merah. Efek dari serat atas
indeks glikemik makanan tergantung dari
tipe serat. Kacang merah memiliki indeks
glikemik rendah (<55). Serat dapat
digunakan untuk menurunkan kadar
glukosa darah. Serat dalam keadaan utuh
dapat memberikan dampak sebagai
penghambat fisik pada pencernaan dan
menyebabkan indeks glikemik cenderung
rendah. Viskositas dari serat memberikan
sifat merekat atau kekentalan dari
campuran sistem pencernaan, sehingga
menurunkan perjalanan makanan dan
membatasi
gerakan
enzim
,yang
menyebabkan
lambatnya
proses
pencernaan. Hasil akhirnya adalah
rendahnya
respon
glukosa
darah
(Rusilanti, 2008). Kadar serat Tepung
Kacang Merah sebesar 6,84%. Hasil uji
serat Tepung Kacang merah tersebut
menyatakan bahwa setiap 100 g Kacang
merah mengandung 6,84 g serat.
Peningkatan Kadar Gula Darah Tikus
Setelah Induksi Aloksan
Penelitian ini menggunakan zat
diabetogenik aloksan dengan dosis 150
mg/kg BB, yang diberikan melalui
intraperitoneal. Kadar glukosa darah awal
tikus diukur pada hari ke nol, yang
bertujuan untuk mengetahui kadar glukosa
darah normal. Tikus dipuasakan selama 10
jam, sebelum dilakukan pengukuran kadar
glukosa darah, hal ini bertujuan untuk
menghindari peningkatan kadar glukosa
darah akibat makanan yang masuk.
Pengukuran kadar glukosa darah
dilakukan pada hari ke 3 (setelah diinduksi
aloksan)
untuk melihat apakah tikus
sudah mengalami diabetes, dimana kadar
glukosa darah tikus ≥ 200 mg/dL,
dianggap hewan uji tersebut telah
mengalami diabetes. Pemberian induksi
aloksan menyebabkan kadar glukosa darah
meningkat dengan signifikan (Akbarzadeh
et al., 2007). Aloksan sering digunakan
sebagai penginduksi diabetes terhadap
hewan uji karena bekerja secara selektif
merusak sel beta pankreas, namun untuk
melihat hasil peningkatan glukosa darah
yang signifikan, maka ditunggu tiga hari
setelahnya (Lenzen, 2008). Diagram ratarata kadar glukosa darah tikus sebelum
dan sesudah induksi aloksan disajikan
pada Gambar 1
6
350
289.25
Glukosa Darah (mg/dL)
300
250
251.25
266.5
235.25
216.5
200
150
100
103.5
95.5
96.25
102.75
81.25
50
0
Kel. I Kel. II Kel.III Kel. IV Kel. V Sebelum Induksi
Perlakuan
Setelah Induksi
Gambar 1. Diagram Rata-rata Kadar
Glukosa Darah Tikus Sebelum dan Sesudah
Induksi Aloksan
Peningkatan kadar glukosa darah
tikus dalam setiap kelompok tidak
sama rata, namun tetap dalam keadaan
hiperglikemia. Nilai rata-rata ± SD
(Standar Deviasi) presentase peningkatan
pada
setiap
kelompok
perlakuan
bervariasi,dimana kelompok 3 (183,08 ±
48,26%) mengalami peningkatan kadar
glukosa lebih besar dibanding kelompok 1
(173,19 ± 59,28%) dan kelompok 2
(179,18 ± 30,19 %). Kelompok 4 (128,81
± 26,46 %) mengalami peningkatan kadar
glukosa paling kecil dibanding kelompok
5 (173,39 ± 46,39 %). Faktor yang
mempengaruhi peningkatan kadar glukosa
adalah keadaan fisiologis setiap tikus yang
berbeda (Setiawan, 2010). Rata-rata
presentase peningkatan (%) disajikan pada
Tabel 1.
Perlakuan
Kelompok I
Kelompok II
Kelompok III
Kelompok IV
Kelompok V
Rata-rata ± SD
Presentase
Peningkatan
Kadar Glukosa
Darah (%)
173,19 ± 59,28
179,18 ± 30,19
183,08 ± 48,26
128,81 ± 26,46
173,39 ± 46,39
Tabel 1. Rata-rata ± SD Presentase
Peningkatan Kadar Glukosa Darah (%)
Aloksan telah digunakan secara
luas untuk menginduksi diabetes melitus
pada hewan percobaan. Mekanisme kerja
aloksan terhadap sel beta pankreas yaitu
aloksan dalam darah akan berikatan
dengan GLUT-2 (pengangkut glukosa)
yang memfasilitasi masuknya aloksan ke
dalam sitoplasma sel beta pankreas.
Aloksan
menimbulkan
depolarisasi
berlebih pada mitokondria sebagai akibat
pemasukan ion Ca2+, yang diikuti dengan
penggunaan energi berlebih sehingga
terjadi kekurangan energi dalam sel.
Mekanisme ini mengakibatkan kerusakan
baik dalam jumlah sel maupun massa sel
beta pankreas sehingga terjadi penurunan
pelepasan insulin yang mengakibatkan
terjadinya diabetes mellitus (Szkudelski,
2001; Walde et al., 2002).
Aktivitas Serat dalam Menurunkan
Kadar Glukosa Darah
Pengujian serat dilakukan terhadap
tikus yang mengalami diabetes. Kelompok
pertama, kedua dan ketiga merupakan
kelompok pemberian Tepung Kacang
merah, dengan tingkatan dosis yang
terdiri dari dosis I (1/4 dosis awal) yaitu
0,325 g/200 g BB, dosis II (1/2 dosis awal)
yaitu 0,65 g/200 g BB dan dosis III (dosis
awal) yaitu 1,3 g/200 g BB. Kontrol positif
diberi obat metformin 6,42 mg/200 g BB,
dan kontrol negatif diberi aquades.
Pemberian dosis Tepung Kacang merah
berdasarkan konsumsi serat bagi penderita
diabetes 25 g/ hari yang dikonversikan
dengan dosis tikus. Pemberian Tepung
Kacang merah diberikan secara oral setiap
hari selama 14 hari, dan kadar glukosa
darah tikus diukur pada hari ke 7 dan
hari ke 14 sesudah perlakuan.
Nilai penurunan kadar glukosa darah
tikus didapatkan dari
selisih
kadar
glukosa darah tikus pada hari ke 3
(setelah induksi) dengan hari ke 7 dan
selisih kadar glukosa darah tikus pada hari
ke 3 (setelah induksi) dengan hari ke 14.
Pada hari ke-7 nilai rata-rata penurunan
kadar glukosa darah pada kelompok
kontrol negatif (85,25 mg/dL) lebih kecil
7
dibandingkan nilai rata-rata penurunan
kadar glukosa darah kelompok kontrol
positif (99,5 mg/dL). Nilai rata-rata
penurunan kadar glukosa darah pada
kelompok dosis 3 (116 mg/dL) lebih besar
bila dibanding kelompok dosis 1
(91,5 mg/dL) dan dosis 2 (45,75 mg/dL).
Pada hari ke-14 nilai rata-rata
penurunan kadar glukosa darah pada
kelompok kontrol negatif (86 mg/dL) lebih
kecil
dibandingkan
nilai
rata-rata
penurunan kadar glukosa darah kelompok
kontrol positif (158,75 mg/dL) . Nilai ratarata penurunan kadar glukosa darah
pada kelompok dosis 3 (181,25 mg/dL)
lebih besar bila dibanding kelompok
dosis 1 (158,5 mg/dL) dan dosis 2
(127,75
mg/dL).
Grafik
Rata-rata
Penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus
disajikan pada Gambar 2.
200
181.25
Kadar Glukosa Darah (%)
180
158.75
160
158.5
140
127.75
120
DI Tepung
kacang merah
0,325 g/200 g
BB
DII Tepung
kacang merah
0,65 g/200 g BB
116
100
99.5
80
91.5
85.25
86
D III Tepung
kacang merah
1,3 g /200 g BB
60
45.75
40
K (+) Metformin
6,42 mg/200 g
BB
20
0
0
0
K (-) aquades
7
14
Gambar 2. Grafik Rata-rata Penurunan
Kadar Glukosa Darah Tikus
Keterangan :
hari ke 0
: Sebelum pemberian
Tepung Kacang merah
hari ke 7 dan ke 14 : Setelah pemberian
Tepung Kacang merah
Kelompok kontrol (-) mengalami
penurunan yang perlahan, terlihat pada
hari ke 7 nilai rata-rata kadar glukosa
darah tikus sebesar 85,25 mg/dL dan di
hari ke 14 nilai penurunan tidak jauh
berbeda yaitu 86 mg/dL. Penurunan kadar
glukosa darah dapat terjadi karena
pemberian pakan, pengaruh pencahayaan,
penggantian sekam dan tempat adaptasi
yang kurang memadai.
Kelompok kontrol positif juga
mengalami penurunan kadar glukosa darah
yang signifikan, yaitu pada hari ke 7
sebesar 99,5 mg/dL dan hari ke-14 sebesar
158,75 mg/dL. Hal ini membuktikan
bahwa obat metformin berpotensi sebagai
antidiabetes.
Metformin
memiliki
mekanisme kerja yaitu merangsang
penggunaan glukosa pada jaringan perifer
atau meningkatkan sensitasi jaringan dan
menghambat
pembentukan
glukosa
(glukoneogenesis) dari protein atau lemak
di hepar.
Penurunan kadar glukosa darah
pada kelompok perlakuan pemberian
Tepung Kacang merah, disebabkan adanya
kandungan serat yang dapat menurunkan
kadar gula darah. Mekanisme serat dalam
penyembuhan
diabetes
adalah
memperlambat
penyerapan
glukosa,
meningkatkan kekentalan isi usus yang
secara tidak langsung dan menurunkan
kecepatan difusi permukosa usus halus.
Kondisi tersebut menyebabkan kadar
glukosa dalam darah
mengalami
penurunan secara perlahan, sehingga
kebutuhan
insulin
juga
berkurang
(Sulistijani, 2001). Serat pangan dalam
tepung kacang merah yang
dapat
memberikan fungsi tersebut adalah serat
yang larut, seperti pektin dan guar gum.
Senyawa lain
dalam Tepung
Kacang merah yang berpotensi dalam
menurunkan kadar glukosa darah adalah
senyawa alkaloid, flavanoid, tanin dan
saponin. Saponin mampu meregenerasi
pankreas yang menyebabkan adanya
peningkatan jumlah sel β pankreas dan
pulau-pulau Langerhans sehingga sekresi
insulin akan mengalami peningkatan.
Peningkatan sekresi insulin tersebut akan
membantu penurunan kadar glukosa darah
(Firdous et al., 2009). Senyawa alkaloid,
dan tanin
dapat bertindak sebagai
antioksidan.
Antioksidan terlibat dalam proses
perbaikan sel yang rusak. Kerusakan sel
8
yang diakibatkan oleh adanya radikal
bebas dapat diatasi dengan adanya
antioksidan, yang berfungsi sebagai agen
penurun oksidator sehingga kerusakan sel
dapat dikurangi (Mediana dan Bambang,
2014). Flavonoid diduga berperan secara
signifikan meningkatkan aktivitas enzim
antioksidan dan mampu meregenerasi selsel beta pankreas yang rusak sehingga
defisiensi insulin dapat diatasi, sehingga
adanya flavonoid memberikan efek yang
menguntungkan pada keadaan diabetes
mellitus (Abdelmoaty et al., 2010).
Data penurunan kadar glukosa
darah setelah pengobatan hari ke 7 dan
hari ke 14 diuji statistik dengan program
SPSS menggunakan Rancangan Acak
Lengkap Pola Faktorial dan dilakukan uji
Duncan yang bertujuan untuk melihat
perbedaan antar perlakuan dan lama
pemberian pada P<0,05. Data hasil uji
statistik penurunan kadar glukosa darah
menyatakan bahwa pemberian dosis dan
lamanya waktu pemberian tepung kacang
merah mempengaruhi penurunan kadar
glukosa darah tikus, dimana Sig waktu =
0,000 < 0,05 (Tolak H0, terima H1 yang
berarti ada pengaruh sangat nyata lama
pemberian terhadap kadar glukosa darah
tikus) dan Sig dosis = 0,000 < 0,05 (Tolak
H0, terima H1 yang berarti ada pengaruh
sangat nyata dosis terhadap kadar glukosa
darah tikus). Hasil uji tersebut juga
menyatakan ada keterkaitan yang sangat
nyata antara lama pemberian dan dosis
terhadap kadar glukosa darah tikus,
dimana Sig dosis* waktu = 0,024 < 0,05.
Hasil uji lanjut Duncan kadar glukosa
darah tikus menyatakan bahwa perlakuan
kontrol (-) berbeda nyata dengan kontrol
(+), dimana nilai penurunan kadar glukosa
darah kontrol negatif lebih kecil
dibandingkan dengan kontrol positif.
Pemberian dosis 3 tidak berbeda nyata
dengan dosis 1 dan kontrol positif, namun
berbeda nyata dengan dosis 2. Hasil uji
lanjut duncan interaksi antara dosis dengan
lama waktu pemberian menyatakan bahwa
pemberian tepung kacang merah selama
14 hari terhadap kelompok kontrol positif
mempunyai pengaruh yang sama dengan
dosis 1 dan dosis 3 dalam menurunkan
kadar glukosa darah tikus. Berdasarkan
hasil penelitian ini, dapat dinyatakan
bahwa pemberian dosis tepung kacang
merah yang paling efektif untuk
menurunkan kadar glukosa darah tikus
adalah dosis 1 (0,325 g/200 g BB) dan
dosis 3 (1,3 g/200 g BB) selama
pengobatan 14 hari.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Tepung Kacang merah (Phaseolus
vulgaris L.) berpotensi sebagai
penurun kadar glukosa darah pada
tikus.
2. Pemberian Tepung Kacang merah
dosis 1 (0,325 g/200 g BB) dan
dosis III
(1,3 g/200 g BB)
selama pengobatan 14 hari efektif
dapat menurunkan kadar glukosa
darah tikus.
Saran
1. Perlu diperhatikan pemeliharaan
hewan percobaan pada setiap
kelompok perlakuan, karena hal ini
akan berpengaruh pada penurunan
kadar glukosa darah tikus.
2. Perlu dibuat sediaan Tepung
Kacang merah untuk digunakan
dalam uji efektifitas penurunan
kadar glukosa darah tikus.
DAFTAR PUSTAKA
Abdelmoaty, M. A., Ibrahim., N. S.
Ahmed.,M. A. Abdelaziz. 2010.
Confirmatory Studies on
the
Antioxidant and
Antidiabetic
Effect of Quercetin in
Rats.
Journal
Indian
of
Clinical
Biochemistry 25(2).
9
Atmarita, S.
2009. Kamus
Gizi
Pelengkap Kesehatan Keluarga.
Penerbit Buku Kompas, Jakarta.
Ayuningtyas, H., D. Rachmawanti., D.
Ishartani. 2013.
Karakterisasi
Sifat Fisik dan Kimia Tepung
Kacang (Phaseolus vulgaris L.)
Merah dengan
Beberapa
Perlakuan
Pendahuluan.Jurnal
Teknologi Ilmu Pangan, Vol. 2,
No. 1, Th 2013. Universitas
Sebelas Maret. Surakarta.
Cahyani, K. D. 2012. Kajian Kacang
Merah ( Phaseolus vulgaris )
sebagai Bahan Pengikat
dan
Pengisis Sosis ikan lele. Skripsi
Jurusan Program Studi Teknologi
Hasil
Pertanian.
Universitas
Sebelas Maret. Surakarta.
Cahyono, S.B. 2008. Gaya Hidup dan
Penyakit Modern.
Kanisius.
Yogyakarta.DepKes RI.
1995.
Materia Medika Indonesia Jilid
VI.
Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta.
Ekawati, D. 1999. Pembuatan cookies
dari Tepung Kacang Merah
(Phaseolus vulgaris L.) sebagai
Makanan
Pendamping
Asi
(MP-ASI). Skripsi Jurusan
Gizi
Masyarakat
dan
Sumberdaya
Keluarga.
Fakultas Pertanian.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Firdous, M., R. Koneri., C. H.
Sarvaraidudan
and
K.
H.
Shubhapriya.
2009.
NIDDM
Antidiabetic Activity Of Saponins
Of Momordica Cymbalaria In
Streptozotocin - Nicotinamide
NIDDM Mice. Journal of Clinical
and Diagnosis Research 3: 14601465.
Fransworth, N. R. 1996. Biological
and Phytochemical Screening Of
Plants. Journal Of Pharmaceutical
Science.55.(3).http://www.research
gate.net./publication/227978906
Biological and Phytochemical
Screening of Plants. Diakses
Kamis 10 Maret 2016 Pukul 11.30
WIB.
Harborne. 1996. Metode Fitokimia:
Penuntun
Cara
Modern
Menganalisis Tumbuhan. Cetakan
ke dua. Penerjemah : Padmawinata
dan I. Soediro. Penerbit ITB.
Bandung.
Hellendoorn, E. W., M. G. Noordhoff
and J. Siagman. 1975. Enzymatic
determination of the undigestable
residue (dietary fiber) content of
human food. Journal Science of
the Food and Agricultural 26.
Jusuf, D dan S.
Kusito.
1993.
Pencegahan dan Penanggulangan
Penyakit.
Bagian
Kesehatan
Urusan Sumber Daya Manusia
Bank Indonesia.
Khomsan, A dan F. Anwar. 2008.
Sehat
itu Mudah Wujudkan
Hidup Sehat dengan Makanan
Tepat. Hikmah. Jakarta.
Lenzens, S. 2008. The Mechanisme of
Aloksan and
Streptozotocin
Incuded
Diabetes. Diabetologi.
Vol 51 hal. 216-226. . dalam
Ilham, C. H. 2014. Uji Efek
Ekstrak Etanol 70 % Kulit
Batang Asam Jawa (Tamarindus
indica L.) Terhadap
Kadar
Glukosa
Darah
Pada
Tikus
Putih Jantan (Rattus
norvegicus) yang
Diinduksi
Aloksan.
Naskah
Publikasi
10
Fakultas Kedokteran. Universitas
Muhammadiyah Surakarta. 2014.
Marsono, Y., P. Wiyono dan Z. Noor.
2002. Indeks Glikemik KacangKacangan. Jurnal Teknologi dan
Industri Pangan, Vol. XIII, No. 3,
Th 2002.
Marsono, Y., Z. Noor dan F. Rahmawati.
2003. Pengaruh Diet Kacang
Merah
Terhadap Kadar Gula
Darah Tikus Diabetik Induksi
Alloxan. Jurnal Teknologi dan
Industri Pangan, Vol. XIV, No. 1,
Th. 2003.
Meidiana, O., P dan S. W. Bambang.
2014.
Uji Ekstrak Air Daun
Pandan
Wangi
Terhadap
Penurunan
Kadar
Glukosa
Darah dan Histopatologi Tikus
Diabetes Mellitus. Jurnal Pangan
dan Agroindustri, Vol. 2, No 2, Th
2014.
McMurry and R. C. Fay. 2004. Mc Murry
Fay Chemistry. 4th Edition. CA.
Person Education. Belmont.
Misnadiarly. 2006. Diabetes Mellitus:
Gangren,Ulcer, Infeksi, Mengenal
gejala,
Menanggulangi,
dan
Mencegah Komplikasi. Pustaka
Populer Obor. Jakarta.
Muchtadi, T. R. 1997. Teknologi Proses
Pengolahan Pangan Departemen
Pendidikan
dan
Kebudayaan
Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Pusat Antar Universitas
Pangan dan Gizi. IPB. Bogor
dalam Martunis. 2012. Pengaruh
Suhu dan Lama Pengeringan
Terhadap Kualitas dan Kuantitas
Pati Kentang Varietas Granola.
Jurnal
Teknologi
danIndustri
Pertanian Indonesia. Universitas
Syiah Kuala, Darussalam, Banda
Aceh. Vol. (4) No.3, 2012.
Rusdi. 1990. Tetumbuhan Sebagai
Sumber Bahan Obat. Pusat
Penelitian Universitas Andalas.
Padang.
Rusilanti dan C. M. Kusharto. 2007.
Sehat dengan Makanan Berserat.
PT Agro Medika Pustaka. Jakarta.
Rusilanti. 2008. Menu Sehat untuk
Pengidap Diabetes Mellitus. PT
Kawan Pustaka, Jakarta.
Szkudelski, T. 2001. The Mechanism Of
Alloxan And Streptozotocin Action
In β Cells Of The Rat Pancreas.
Physiology Research 50: 536-54.
Setiawan, R. 2010. Pengaruh Pemberian
Ekstrak Kelopak
Bunga Rosela
(Hibiscus sabdariffa L.) Terhadap
Penurunan Kadar Glukosa Darah
Tikus Putih (Rattus norvegicus)
Yang Diinduksi Aloksan. Skripsi
Fakultas Kedokteran. Universitas
Sebelas Maret. Surakarta. 2010.
Sulistijani, D. A. 2001. Sehat dengan
Menu
Berserat.
Trubus
Agriwijaya. Jakarta.
Walde, S. S., C. Dohle., P. Schott – Ohly.,
H. Gleichmann. 2002. Molecular
target structures
in alloxan induced diabetes in mice. Life
Sciences. 71, 1681–1694.
Winarno, F. G. 1997. Pangan, Gizi, dan
Konsumen. Gramedia
Pustaka
Utama. Jakarta.
11
12
Download