Aquacultura Indonesiana (2006) 7 (2) : 69–76 ISSN 0216–0749 (Terakreditasi SK Nomor : 55/DIKTI/Kep/2005) Struktur Populasi Genetik Ikan Kerapu Sunu, Plectrophomus leopardus Dari Perairan Indonesia Gusti Ngurah Permana1), Jhon H. Hutapea1), Haryanti1) dan K. Sugama2) 1) Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut, Gondol PO Box 140 Singaraja, Bali Telp. 0362-92278; Fax. 0362-92272; e-mail: [email protected] 2) Pusat Riset Perikanan Budidaya, Jl. Ragunan 20 Pasar Minggu Jakarta Selatan 12540 Naskah Diterima : 10 Februari 2006; Diterima Publikasi : 10 April 2006 Abstract Gusti Ngurah Permana, Jhon H. Hutapea, Haryanti and K. Sugama. 2006. Genetic population structure of coral trout, Plectrophomus leopardus from indonesian coastal waters. Aquacultura Indonesiana, 7 (2) : 69–76. Genetic population structure at 23 loci were examined of coral trout, Plectrophomus leopardus. This research aimed to find out genetic population structure and evaluate broodstocks genetic variation of coral trout, P. leopardus. Samples were collected from ten sites on Indonesia coastal waters. The result clearly showed that there are significantly difference in allele frequency and percentage of polymorphism in each population. Allelic variation at three polymorphic loci was high, gene diversity (heterozygosity) ranged from 0.602 to 0.930 and allelic counted from 10 to 24. Genetic differentiation among collection sites were very weak with FST = 0.002 for four population groups and the population with a separated genetic distance was from Tanjung Pinang population (Riau islands) (FST = 0.001). Keywords : Enymes; Genetic distance; Coral trout (Plectrophomus leopardus); Genetic variation Abstrak Struktur populasi genetik dianalisis dari 23 lokus pada ikan kerapu sunu, P. leopardus. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur populasi genetik dari ikan kerapu sunu di alam dan untuk mengevaluasi dari variasi genetik calon induk ikan kerapu sunu untuk keperluan perbenihan. Sampel diperoleh dari 10 lokasi di perairan indonesia. Hasil dari penelitian ini adalah adanya perbedaan yang sangat nyata pada frekuensi alel dan prosentase lokus polimorfik pada setiap populasi sampel. Variasi alel pada tiga lokus polimorfik adalah tinggi, varisi genetik yang ditunjukkan dari nilai heterosigositas mempunyai kisaran 0,602–0,930 dan jumlah alel dari 10–24 alel yang diketemukan. Perbedaan genetik antar populasi sampel sangat lemah dengan FST = 0,002 pada 4 group populasi dan populasi dengan jarak genetik terpisah adalah populasi dari Tanjung pinang (kepulauan Riau). Kata kunci : Enzim; Jarak genetik; Kerapu sunu (Plectrophomus leopardus); Variasi genetik Pendahuluan Ikan kerapu sunu, coral trout (Plectropomus leopardus) merupakan salah satu kandidat spesies yang mempunyai nilai ekonomis penting dalam akuakultur. Sebagai ikan demersal dan komoditas eksport juga konsumsi lokal umumnya pasokan utamanya berasal dari alam. Pembenihan ikan kerapu sunu masih belum berkembang dengan baik dan hanya mengandalkan hasil tangkapan di alam, sementara itu ketersediaan benih di alam sangat bergantung musim. Tingginya permintaan akan pasokan benih untuk budidaya menyebabkan eksploitasi benih ikan ini di alam semakin meningkat sehingga populasi ikan ini di perairan Indonesia semakin menurun, oleh sebab itu pembenihan ikan ini sangat perlu dilakukan untuk mengantisipasi ketersediaan benih yang memadai. Upaya ini perlu dilakukan dengan tujuan untuk menjaga kelestarian ikan kerapu sunu dalam mendukung pembesaran, sea ranching dan stock enhancement. Informasi dasar dan data (unit stock) sangat dibutuhkan dalam mendukung keberhasilan suatu pembenihan. Dalam pengembangan akuakultur tidak adanya informasi tentang aspek-aspek genetik induk akan berakibat fatal dan dapat berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas benih yang dihasilkan. Penentuan unit Hak cipta oleh Masyarakat Akuakultur Indonesia 2006 69 Aquacultura Indonesiana, Vol. 7, No. 2, Agustus 2006 : 69–76 populasi berdasarkan konsep genetika populasi akan memberikan asumsi yang lebih akurat tentang variasi genetik dari sumber induk yang dipergunakan dalam pembenihan dan juga dengan adanya parameter genetik yang akurat akan memudahkan dalam strategi breeding. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variasi genetik populasi dari ikan kerapu sunu, P. leopardus. dari alam. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dasar dalam manajemen pembenihan dan sebagai salah satu upaya untuk menghindari terjadinya inbreeding pada generasi berikutnya. Data yang diperoleh dapat digunakan sebagai indikator dan marker genetic untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan variasi genetik dari hasil pembenihan ikan kerapu sunu (P. leopardus). Sugama (1990). Empat belas enzim dianalisis untuk mengetahui variasi genetik populasi dari ikan kerapu ini. Enzim-enzim tersebut terbagi dari grup NAD (nicotine adenine diamnine) : ADH (alcohol dehydrogenase), MDH (malate dehydrogenase), -GPD (-glycerol phosphate dehydrogenase), LDH (lactate dehydrogenase), XDH (xanthine dehydrogenase), SDH (sorbitol dehydrogenase), sedangkan dari grup NAD-P (nicotine adenine diamnine phosfat): IDH (isocitrate dehydrogenase), 6-PGD (6-phosphogluconate dehydrogenase), ME (malic enzyme), GPI (glucose phosphate isomerase), PGM (phosphoglucomutase), MPI (mannosephosphate isomerase) dan yang lainnya adalah SP (sarcoplasmic protein) dan EST (esterase). Pewarnaan enzim mengikuti prosedur yang dikembangkan oleh Shaw dan Prasad (1970). Materi dan Metode Analisis Data Sampel dan Allozymes Analisis Sampel diambil dari beberapa perairan di wilayah perairan Indonesia. Data sampling selengkapnya dapat dilihat pada (Tabel 1). Jaringan sampel yang dipergunakan adalah daging (muscle), hati (liver), jantung (heart) dan mata (eyes). Bahan kimia yang dipergunakan untuk analisis adalah hydrolyzed potatoes starch (S-4501), MgCl2 1M, KCN 0,1 N, buffer tris citric acid pH 8 (TC-8) dan citric acid-aminopolymorpholine pH 7 (CAPM-7), acetic acid 7%, fast blue marker. Horizontal starch gel electrophoresis digunakan mengikuti prosedur dari Taniguchi dan Lokus dan penamaan alel sesuai dengan yang dijelaskan oleh Shaklee et al. (1990). Multiple loci yang mengkode pada suatu enzim dipisahkan dipisahkan dengan laju migrasi terjauh diberikan nama lokus pertama. Lokus dengan migrasi yang paling cepat diberikan angka 1. Penamaan alel bedasarkan laju migrasi pita yang dianggap sebagai alel umum dengan asumsi sebagai paling sering muncul bisanya diberi nama allele 100. Selanjutnya data yang diperoleh digunakan untuk mengkalkulasi beberapa parameter dari struktur populasi genetik termasuk prosentase dari polimorfisme (Leary dan Booke, 1990), rata-rata heterosigositas, jarak genetik (Nei, 1978), genetic similarity atau dissimilarity (Nei, 1972) dan variasi Tabel 1. Rata-rata dan kisaran panjang standar (mm) dan berat (g) ikan kerapu sunu (P. leopardus) dari perairan Indonesia No. Lokasi Tanggal sampel 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Poteere, Sulawesi Selatan P. Keong, Nusa Tenggara Barat Lab. Bajo, Nusa Tenggara Timur Situbondo, Jawa Timur Pulau Sirai, Kep. Riau Kep. Karimunjawa, Jawa Tengah Ujung kulon, Jawa Barat Maluku, Ambon Manado, Sulawesi Utara Gorontalo Juni 2000 Januari 1999 Februari 2000 Juni 2000 Mei 2003 Juli 2003 Oktober 2003 Februari 2004 April 2004 Maret 2004 70 Nomor sampel (n) 50 40 40 40 30 31 21 30 32 40 Berat (g) rataan± SE Panjang standar rataan± SE 420,65 ± 12,62 400,18 ± 8,70 370,43 ± 8,58 470,78 ± 9,68 261,50 ± 8,70 345,35 ± 9,50 252,00 ± 8,68 124,00 ± 773,9 923,60 ± 568,0 345,05 ± 4,50 1117,8 ± 436,50 989,00 ± 424,43 798,40 ± 60,08 1611,30 ± 486,21 487,60 ± 60,34 1312,31 ± 114,62 542,20 ± 66,44 33,40 ± 7,00 30,60 ± 5,15 130,30 ± 14,62 Hak cipta oleh Masyarakat Akuakultur Indonesia 2006 Struktur populasi genetik ikan kerapu sunu, P. leopardus dari perairan Indonesia (Gusti Ngurah Permana et al.) genetik antar populasi (Hartl, 1980). Kalkulasi dari derajat polimorfisme, rata-rata heterosigositas, jumlah enzim dan lokus terdeteksi memiliki beberapa kesamaan seperti yang telah dijelaskan menurut Sugama et al. (1996). Parameter ini perlu diketahui untuk menghindari bias variasi genetik pada populasi. Chisquare test yang digunakan untuk mendeteksi deviasi antara genotip frekuensi dari HardyWeinberg equilibrium dan heterogeneity dari frekuensi alel antar stok populasi (Raymond dan Rousset, 1995). Pengelompokan dari stok berdasarkan indek similarity atau dissimilarity dari frequensi alel dipergunakan untuk cluster analysis. Dendogram di desain dari matrix genetic distances (Nei 1972) dengan unweighted pair group method of arithmetic averages (Sneath dan Sokal 1973. Hasil dan Pembahasan Hasil analsisi enzim, loci yang terdeteksi, sumber jaringan, dan jenis bufer yang dipergunakan tersaji pada Tabel 2. Variasi Genetik Allozyme electrophoresis analysis mengekspresikan pola-pola pita yang zymograms yang terlihat dari empat belas enzim yang dianalisis pada penelitian ini, terdeteksi 23 lokus, dengan 3 lokus diantaranya polimorfik yaitu : Idh* (isocitrate dehydrogenase) dan Est* (esterase) dan Gpi* (glucose phosphate isomerase). Frekuensi genotip dari tiga lokus polimorfik tersaji pada (Tabel 3) terlihat bahwa proporsi genotip berada dalam kesetimbangan Hardy-Weinberg (P:0,05). Allele Tabel 2. Spesifik jaringan dan buffer yang digunakan untuk analisis allozyme electrophoresis pada ikan kerapu sunu, P. leopardus Enzim (E.C. Number) Jaringan Alcohol dehydrogenase (1.1.1.1) -Glycerolphosphate dehydrogenase (1.1.1.8) Malate dehydrogenase (1.1.1.37) Hati Daging Hati Daging Hati Hati (*) Isocitrate dehydrogenase (1.1.1.42) Hati Lactate dehydrogenase (1.1.1.27) Phosphoglucomutase (2.7.5.1) 6-Phosphogluconate dehydrogenase (1.1.1.44) (*) Glucose phosphate isomerase (5.3.1.9) Sorbitol dehydrogenase (1.1.1.14) Xanthine dehydrogenase (1.2.3.2) Malic Enzyme (1.1.1.40) Mannosephosphate isomerase (5.3.1.8 ) Sarcoplasmic protein (*) Esterase (3.1.1.3) Hati Daging Hati Hati Daging Hati Hati Daging Hati Daging Daging Daging Hati Lokus Adh Gpd Ldh–1 Ldh–2 Mdh–1 Mdh–2 Idh–1 Idh–2 Pgm–1 Pgm–2 6–Pgd Gpi–1 Gpi–2 Sod Xdh Me–1 Me–2 Mpi* Sp–1 Sp–2 Sp–3 Est–1 Est–2 Buffer C-APM6 TC-8 ++ +++ ++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +- +++ + +++ ++++ ++ ++++ +++ +- +++ ++ +++ +++ ++ ++ ++ +++ ++ +- +++ +++ +- +++ Keterangan : +++ : Pita jelas dan bersih ++ : Pita jelas + - : Pita buram (*) : Lokus polimorfik Hak cipta oleh Masyarakat Akuakultur Indonesia 2006 71 Aquacultura Indonesiana, Vol. 7, No. 2, Agustus 2006 : 69–76 frekuensi dari lokus Gpi*100 berbeda nyata setiap populasi. Ter dapat perbedaan pada der ajat polimorfisme (Tabel 3). Terdapat perbedaan frekuensi alel diantara populasi ikan kerapu sunu dari populasi alam dari hasi tes Chi-Square (Tabel 3). Alel dominan yang sama pada setiap locus merupakan alel umum yang dijumpai pada setiap populasi yang dianalisis, dengan alel frekuensi pada lokus Gpi-1 terlihat berbeda antar populasi terutama pada populasi dari Ambon dan Kepulauan Riau (Tabel 3). Variasi genetik secara umum rendah pada setiap populasi (Tabel 4). Prosentase lokus polimorfik berkisar antara 0,045– 0,130 (rata-rata : 0,082) dan jumlah alel per lokus berkisar antara 1,090–1,304 (rata-rata 1,175). Kisaran dari heterosigositas teramati adalah (0,007– 0,026) nilai tersebut sangat dekat dengan heterosigositas harapan yaitu berkisar antara (0,008– 0,023). Rasio dari Ho/He berkisar antara 0,875– 1,217 (rata-rata : 0,979), nilai rasio heterosigositas teramati dengan heterosigositas harapan mendekati 1 pada semua populasi (Tabel 4 dan Gambar 1). Prosentase lokus polimor fik pada populasi Kepualuan Riau dan Ambon (13,0%) lebih tinggi dari populasi lainnya yaitu (7,11%). Polimorfisme lokus Gpi*-1 hanya diketemukan pada populasi Kepulauan Riau dan Ambon. Fenomena yang sama juga terlihat dari nilai rata-rata jumlah alel per lokus, dimana populasi dari Kepulauan Riau (1,304) sedikit lebih tinggi dari populasi lainnya. Menurut Grant et al. (1987), perbedaan frekuensi alel antar populasi pada ikan Tabel 3. Frekuensi alel dari lokus polimorfik pada populasi alam ikan kerapu sunu (P. leopardus) Lokus Lokasi N A IDH-1* Nusa Tenggara Timur Nusa Tenggara Barat Sulawesi Selatan Jawa Timur Pulau Sirai-Kep. Riau Pulau Karimun-Jawa Tengah Ujung kulon, Jawa Barat Maluku, Ambon Manado, Utara Gorontalo Nusa Tenggara Timur Nusa Tenggara Barat Sulawesi Selatan Jawa Timur 2 Frekuensi alel B 40 40 50 40 30 31 21 30 32 40 40 40 50 40 0,000 0,000 0,000 0,000 0,017 0,000 0,024 0,032 0,032 0,031 0,047 0,050 0,000 0,048 0,975 1,000 0,931 1,000 0,967 1,000 0,976 0,968 0,968 0,969 0,703 0,875 0,793 0,758 C D E 0,025 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,00 0,069 0,000 0,000 2,02 0,000 0,000 0,000 0,00 0,017 0,000 0,000 0,00 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,109 0,031 0,109 0,050 0,000 0,025 0,103 0,086 0,017 0,048 0,113 0,032 0,00 1,02 0,00 0,00 0,00 1,02 1,25 2,37 2,57 1,07 EST*1 Kepulauan Sirai, Kep. Riau Kep. Karimunjawa, Jawa Tengah Ujung Kulon, Java Barat Maluku, Ambon Manado, Sulawesi Utara Gorontalo Nusa Tenggara Timur Nusa Tenggara Barat Sulawesi Selatan Jawa Timur 30 31 21 30 32 40 40 40 50 40 0,017 0,048 0,024 0,113 0,016 0,016 0,000 0,000 0,000 0,000 0,783 0,823 0,738 0,790 0,806 0,875 1,000 1,000 1,000 1,000 0,050 0,048 0,071 0,097 0,097 0,063 0,000 0,000 0,000 0,000 0,083 0,081 0,119 0,000 0,081 0,047 0,000 0,000 0,000 0,000 0,067 0,000 0,048 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,00 0,00 2,18 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 GPI*-1 Kep. Sirai, Riau Kep. Karimunjawa, Jawa Tengah Ujung kulon, Jawa Barat Maluku, Ambon Manado, Sulawesi Utara Gorontalo 30 31 21 30 32 40 0,016 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,984 1,000 1,000 0,984 1,000 1,000 0,000 0,000 0,000 0,016 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 1,54 0,00 0,00 1,08 0,00 0,00 72 Hak cipta oleh Masyarakat Akuakultur Indonesia 2006 Struktur populasi genetik ikan kerapu sunu, P. leopardus dari perairan Indonesia (Gusti Ngurah Permana et al.) Tabel 4. Variasi genetik dari ikan kerapu sunu (P. leopardus), heterosigositas (Ho) dan jumlah alel per lokus (He) dari % lokus polimorfik berdasarkan 23 lokus yang dianalisis. Deskripsi NTT Jumlah sampel yang dianalisa Jumlah lokus terdeteksi Jumlah lokus polimorfik % lokus polimorfik Jumlah alel perlokus Heterosigositas: Teramati (Ho) Harapan (He) Ho/He : 33 NTB SS JTM K.RI JT JB MA M-SU GR 20 29 33 30 31 21 30 32 40 23 2 0,086 1,217 22 1 0,045 1,090 23 2 0,086 1,173 22 1 0,045 1,181 23 3 0,130 1,304 22 1 0,045 1,136 23 2 0,086 1,130 23 3 0,130 1,173 23 2 0,086 0,173 22 2 0,090 1,181 0,011 0,011 0,625 0,014 0,014 0,571 0,025 0,023 1,086 0,007 0,008 0,875 0,026 0,023 1,217 0,016 0,018 0,944 0,017 0,018 1,000 0,016 0,016 1,000 0,008 0,009 0,888 0,011 0,014 0,785 Keterangan : NTT : Nusa Tenggara Timur NTB : Nusa Tenggara Barat SS : Sulawesi Selatan JTM : Jawa Timur K.RI : Kepulauan Riau JT JB MA M.SU GR : Jawa Tengah : Jawa Barat : Maluku, Ambon : Manado, Sulawesi Utara : Gorontalo 0,03 0,025 0,02 0,015 0,01 0,005 0 NTT SS JTM M.SU WJ GR ENTNTB WNT SS K.RIEJJT JBRI MACJ M.A M.NS GR Lokasi LOCATIONS Gambar 1. Grafik nilai heterosigositas dari ikan kerapu sunu, P. leopardus dari beberapa perairan di Indonesia Keterangan : JT : Jawa Tengah NTT : Nusa Tenggara Timur JB : Jawa Barat NTB : Nusa Tenggara Barat MA : Maluku, Ambon SS : Sulawesi Selatan M.SU : Manado, Sulawesi Utara JTM : Jawa Timur GR : Gorontalo K.RI : Kepulauan Riau laut dapat disebabkan oleh tiga faktor yaitu migrasi, random genetic drift dan seleksi alam. Pola tersebut juga ditemukan pada beberapa ikan laut lainnya seperti Pacific herring, Clupea pallasi dan Atlantic herring, Clupea horengus (Grant, 1984; Grant dan Utter, 1984; Rayman et al., 1984) Hal yang menarik dari hasil penelitian ini adalah jika terdapat diferensiasi genetik antar populasi dari ikan kerapu sunu. Populasi dari Hak cipta oleh Masyarakat Akuakultur Indonesia 2006 73 Aquacultura Indonesiana, Vol. 7, No. 2, Agustus 2006 : 69–76 Kepulauan Riau dan Sulawesi Selatan mempunyai nilai rata-rata heterosigositas dan polimorfisme paling tinggi dengan nilai (H : 0,026 P: 0,008; 0,025, P: 0,008) jika dibandingkan dengan populasi lainnya. Tingginya variasi genetik yang ditunjukkan dari nilai heterosigositas lokus enzim mengindikasikan bahwa populasi tersebut lebih variatif artinya memiliki alel-alel yang langka yang mengontrol suatu sifat fenotipik. Hal ini dapat terjadi dan berbeda dengan populasi lainnya karena adanya tekanan lingkungan dalam populasi dalam suatu ekosistem alamiah. Habitat/tempat hidup yang kurang mendukung dari suatu populasi akan memberikan tekanan terhadap kemampuan untuk bertahan hidup, keadaan ini akan memberikan suatu genotip adaptif yang muncul pada generasi berikutnya. Namun demikian rendahnya nilai heterosigositas dan gene flow yang didapatkan dari hasil analisis allozyme pada struktur populasi ikan kerapu sunu, dapat dilanjutkan dengan menggunakan analisis yang menghasilkan resolusi lebih tinggi seperti mtDNA untuk lebih menjelaskan perbedaan antar stok populasi. Hubungan Kekerabatan Dendrogram dibuat dari matrix Rogers genetic distance (Rogers, 1972) menghasilkan pemisahan yang jelas antara populasi dari Kepulauan Riau dengan populasi lainnya. Dendogram selengkapnya terlihat pada Gambar 2. Dari dendogram di atas terlihat bahwa populasi ikan kerapu sunu di wilayah perairan Indonesia dapat dikelompokkan menjadi tiga grup. Satu grup gen pool yang terdiri dari populasi Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Grup kedua adalah populasi Gorontalo, Sulawesi Utara dan MalukuAmbon. Sulawesi Selatan dan Kepulauan Riau sebagai grup ketiga dari perairan Indonesia bagian selatan. Nilai rata-rata Fst dari tiga lokus polimorfik adalah 0,018 yang mengindikasikan bahwa kira kira sebanyak 1,8% dari total gene diversity yang teramati diakibatkan dari perbedaan antar populasi sedangkan kurang lebih 98,2% disebabkan oleh variasi individu dalam populasi. Nilai Fst secara statistik berbeda nyata lebih dari Nusa Tenggara Barat 0,005 Nusa Tenggara Timur 0,006 Jawa Timur 0,0042 Jawa Tengah Jawa Barat 0,007 0,0040 Gorontalo 0,0043 Sulawesi Utara 0,008 0,0046 Maluku-Ambon 0,009 Sulawesi Selatan Kep. Riau 0,000 0,003 0,005 0,007 0,009 Gambar 2. Dendogram hubungan kekerabatan ikan kerapu sunu dari sepuluh populasi (UPGMA, Sneath dan Sokal, 1973) . 74 Hak cipta oleh Masyarakat Akuakultur Indonesia 2006 Struktur populasi genetik ikan kerapu sunu, P. leopardus dari perairan Indonesia (Gusti Ngurah Permana et al.) nol yang mengindikasikan adanya beberapa pemisahan populasi dari perbedaan antara populasi Maluku, Ambon dan Kepulauan Riau dengan populasi lainya. Rendahnya hubungan kekerabatan antar populasi ikan kerapu sunu dapat disebabkan karena adanya gene transfer (gene flow) antar populasi. Populasi NTB, Jawa Timur, NTT dan Jawa Tengah dengan jarak genetik 0,005. Selanjutnya populasi Tanjung Pinang (Kep. Riau) mempunyai jarak genetik paling jauh dari populasi lainnya (0,009). Perbedaan jarak genetik pada populasi alamiah dapat disebabkan oleh barrier ecology, jarak dari populasi dan migrasi. Kesimpulan Populasi ikan kerapu sunu dari Kepulauan Riau mempunyai nilai variasi genetik paling tinggi kemudian populasi Sulawesi Selatan. Nilai dari jarak gentik berbeda nyata dalam alel frekuensi antar populasi. Hal ini dapat dimengerti karena populasi Kep. Riau mempunyai jarak paling jauh jika dibandingkan dengan populasi lainnya. Struktur populasi alamiah dari ikan kerapu sunu di Indonesia dapat dibagi dalam tiga grup geografi yang berlokasi di Indonesia bagian timur (Sulawesi dan Ambon), Indonesia bagian tengah (Jawa) dan Indonesia bagian bar at/western part of Indonesia (Kepulauan Riau). Ucapan Terimakasih Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Adi Hanafi sebagai kepala Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol dan juga kepada kepada seluruh staf teknisi biotek dan OFCF terimakasih atas bantuannya dan selamat bekerja semoga sukses. Daftar Pustaka Grant, W.S., C.I. Zhang, T. Kobayashi and G. Stahl. 1987. Lack of genetic structure discretion in Pacific cod (Gadus macrochephalus). J. Fish. Aquaculture. Sci., 44: 490–498. Grant, W.S. 1984. Population biochemical genetics of Atlantic herring, Clupea haregus. Copeia, 84: 357–364. Grant, W.S. and F.M. Utter. 1984. Biochemical popualtions genetics of Pacific herring, Clupea pallasi. Can. J. Fish. Aquaculture Sci., 41: 856– 864. Hartl, D. 1980. Principles of Population Genetics. Sinauer Associates Inc. Publishers. Sunderland, Massacushetts, 277 pp. Heemstra, P.C. and J.E. Randal. 1993. FAO Species Cataloque (family Serranidae, sub family Ephinephelinae); An Annotated and illustrated cataloque of the Grouper, Rock cod, Hind, Coral Grouper and Lyretail species. Food Agriculture Organization of The United Nations, Rove. FAO Fisheries Synopsis. No. 125, vol. 16, 292 pp. Leary, L.F. and H.E. Booke. 1990. Starch gel electrophoresis and species distinction. In: Shreck, C.B. and Moyle, P.B. (Eds.), Methods for Fish Biology. Am. Fish. Soc., Bethesda, Maryland, USA, pp: 141–170. Nei, M. 1972. Genetic distance between population. Am. Nat., 106: 283–292. Nei, M. 1978. Estimation of average heterozygosity and genetic distance from a small number of individuals. Genetics 89: 583–590. Nevo, E.T., A. Bailes and R. Ben-Shlomo. 1984. The evolutionary significance of geneticdiversity: Ecological, demographic and life history correlates. In : G.S. Mani (Ed.), Evolutionary Dynamics of Genetic Diversity. Lecture Notes in Biomathematics, Springer-verlag, Berlin, 53: 14– 213. Permana, G.N., S.B. Moria, Haryanti dan K. Sugama. 2001. Pengaruh domestikasi terhadap variasi genetik pada ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) yang di deteksi dengan allozyme electrophoresis. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, 7 (1) : 25–30. Permana, G.N., S.B. Moria, Haryanti and K. Sugama. 2003. Genetic identification and variation of red snapper, Lutjanus sp. through Allozyme electrophoretic analysis. Indonesian Fisheries Research Journal, 9(1) : 33–40. Raymond, M. and Rousset, F. 1995. Genepop (Version 1.2); Population genetic software for exact test and ecumenicism. J. Hered., 86: 248–249. Rayman, N., U. Largercrantz, L. Anderson, R. Chakraborty and R. Rosenberg. 1984. Lack of correspondence between genetic and morphologic variability pattern in Atlantic herring (Clupea harengus). J. Heredity, 53: 687–704. Rogers, J.S. 1972. Measures of genetic similarity and genetic distance. In: M.R. Wheeler (Ed.), Studies in Genetics. Univ. Texas Publ., VII: 354. Shaw, C.R. and R. Prasad. 1970. Starch gel electrophoresis of enzymes. Compilation of Recipes. Boichem. Genetic, 4: 279–321. Shaklee, J.B., F.W. Allendorf, D.C. Marizot and G.S. Whitt. 1990 Gene nomenclature for protein coding-loci in fish. Trans. Am. Fish. Soc., 19(1): 2–15. Hak cipta oleh Masyarakat Akuakultur Indonesia 2006 53 75 Aquacultura Indonesiana, Vol. 7, No. 2, Agustus 2006 : 69–76 Sneath, P.H. and Sokal, R.R. 1973. Numerical Taxonomy. Freeman and Co. San Fransisco, California, 859 pp. Sugama, K., Haryanti and Cholik, F. 1996. Biochemical genetics of tiger shrimp Penaeus monodon : 76 Description electrophoresis detectable loci Indonesia. Fish. Res. J., 2 (1) : 19–28. Taniguchi, N. and K. Sugama. 1990. Genetic variation and populations structure of red sea bream in thecoastal water of Japan and in the East China Sea. Bull. JPN. Soc. Sci. Fish, 56: 1069–1077. Hak cipta oleh Masyarakat Akuakultur Indonesia 2006