FAKTOR RISIKO OBESITAS PADA ANAK TAMAN KANAK- KANAK DI KOTA BOGOR SUCIATY ANGGRAINI PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN SUCIATY ANGGRAINI. Faktor Risiko Obesitas pada Anak Taman Kanak-kanak di Kota Bogor. (Di bawah bimbingan CESILIA METI DWIRIANI dan HADI RIYADI) Penelitian ini secara umum bertujuan mempelajari faktor risiko obesitas pada anak Taman Kanak-kanak di Kota Bogor. Tujuan khususnya yaitu; 1) mengidentifikasi karakteristik anak TK (jenis kelamin dan berat lahir anak, status sosial ekonomi orang tua, IMT orang tua dan pengetahuan gizi ibu); 2) mengidentifikasi kebiasaan makan anak TK (riwayat pemberian ASI, riwayat pemberian susu formula dan riwayat pemberian makanan padat, konsumsi pangan serta konsumsi camilan); 3) menganalisis aktivitas fisik anak TK (waktu tidur, lama menonton televisi, dan bermain di luar rumah); 4) menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi kejadian obesitas. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study. Pengambilan data dilakukan pada November 2007 sampai Maret 2008, diawali dengan pengukuran berat badan dan tinggi badan semua anak TK kelas B di 10 TK dengan jumlah populasi sebanyak 578 anak (TK Bina Insani untuk Kecamatan Tanah Sereal, TK Insan Kamil, TKIT Aliya, dan TK Kemuning di Kecamatan Bogor Barat; TK Tiara Insani dan TK Anugerah di Kecamatan Bogor Utara; TK Regina Pacis dan TK Kesatuan di Kecamatan Bogor Tengah; TK Pertiwi 4 di Kecamatan Bogor Timur serta TK Mardiyuana di Kecamatan Bogor Selatan). Populasi dikategorikan status gizinya dengan menghitung IMT menurut umur menggunakan standar WHO 2007. Semua anak yang memenuhi kriteria umur dan status gizi (57 anak obes dan 56 anak normal) mendapatkan kuesioner penelitian. Pertanyaan dalam kuesioner tidak ditanyakan langsung, tetapi sudah dibuat sejelas mungkin sehingga bisa diisi oleh orang tua anak di rumah. Jumlah contoh yang dipilih berdasarkan kelengkapan kuesioner yaitu 41 anak obes dan 41 anak normal. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer mencakup karakteristik anak (jenis kelamin, berat lahir anak, berat badan dan tinggi badan anak, berat badan dan tinggi badan orang tua, pendidikan orang tua, pendapatan keluarga serta pengetahuan gizi ibu), kebiasaan makan anak (riwayat pemberian ASI, riwayat pemberian susu formula dan riwayat pemberian makanan padat, konsumsi pangan serta konsumsi camilan), dan aktivitas fisik anak (waktu tidur, lama menonton televisi, dan bermain di luar rumah). Berat badan anak diukur langsung menggunakan timbangan digital yang telah dikalibrasi, dan pengukuran tinggi badan anak menggunakan microtoise. Konsumsi pangan anak diketahui dengan pencatatan makanan (food record) selama 2x24 jam. Data sekunder meliputi data sepuluh TK di Kota Bogor (nama, alamat, nomor telepon) yang diperoleh dari Dinas Pendidikan Kota Bogor dan data jenis kelamin anak serta tanggal lahir anak yang diperoleh dari TK yang diteliti. Pengambilan data primer dilakukan dengan kuesioner yang diisi oleh orang tua anak di rumah. Pemantauan pengisian kuesioner dilakukan dengan bantuan pihak sekolah. Setiap anak mendapatkan surat pengantar dari sekolah untuk orang tua yang juga menerangkan cara pengisian kuesioner sehingga orang tua akan lebih mudah mengisinya. Pengumpulan kuesioner dari tiap anak dibantu oleh pihak sekolah. Kuesioner yang terkumpul kemudian diperiksa kelengkapan pengisianya oleh peneliti. Prevalensi anak obes di Kota Bogor sebesar 11.94%. Karakteristik anak menunjukkan obes dialami oleh 58.7% anak laki-laki dan 38.9% anak perempuan (P = 0.075). Sebanyak 66.7% anak yang lahir dengan berat tidak normal (BBLR/berat lahir lebih) saat ini obes. Karakteristik orang tua menunjukkan kecenderungan tingkat pendidikan ayah dan ibu pada kelompok obes adalah perguruan tinggi. Sebanyak 57.4% ayah dan 61.4% ibu berpendidikan perguruan tinggi memiliki anak obes (P = 0.023 dan P = 0.002). Terdapat 58.1% keluarga dengan pendapatan diatas 2 juta perbulan memiliki anak yang obes (P = 0.010). Sebanyak 72.4% ayah yang obes memiliki anak dengan status obes (P = 0.000), dan 65% ibu yang obes memiliki anak obes (P = 0.123). Terdapat 52.6% ibu yang pengetahuan gizinya kurang memiliki anak yang obes dan 44% ibu yang pengetahuan gizinya baik memiliki anak obes (P=0.472). Riwayat kebiasaan makan menunjukkan kecenderungan obes dialami oleh anak yang tidak mendapatkan ASI ekslusif. Terdapat 57.1% anak obes yang tidak diberi ASI ekslusif (P=0.352). Terdapat 50.8% anak obes diberi susu formula lebih dini (P = 0.794) dan terdapat 62.5% anak obes diberi makanan padat (biskuit bayi) lebih dini (P = 0.027). Konsumsi nasi, daging ayam, telur, ikan dan susu pada anak obes lebih banyak dibandingkan anak normal. Persen kontribusi lemak pada anak obes mencapai 30.4%. Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan energi dan konsumsi lemak perhari dengan status obes anak (P=0.033, P=0.004). Kecenderungan obes dialami anak yang memiliki kebiasaan mengemil gorengan dan biskuit. Terdapat 92.9% anak obes terbiasa mengemil gorengan dan 76.7% anak obes terbiasa mengemil biskuit (P = 0.000 dan P=0.000). Aktivitas fisik menunjukkan 60% anak obes menghabiskan waktunya lebih dari 8 jam untuk tidur dalam satu hari (P = 0.046) dan 69.7% anak obes menghabiskan waktunya lebih dari 2 jam untuk menonton TV (P = 0.003). Terdapat 65% anak obes menghabiskan waktunya bermain di luar rumah kurang dari 2 jam dalam satu hari (P = 0.008). Faktor risiko obesitas pada anak menurut analisis multivariat adalah; IMT ayah, lama menonton TV, kurangnya waktu bermain di luar rumah, konsumsi energi dan konsumsi lemak. IMT ayah merupakan faktor yang berhubungan nyata dengan obesitas anak (P = 0.001) dengan OR = 8.449. Lama menonton TV menunjukkan hubungan yang nyata dengan obesitas pada anak (P = 0.018) dengan OR = 4.236. Kurangnya waktu bermain di luar rumah memiliki hubungan nyata dengan obesitas anak (P= 0.040) dengan OR = 3.840. Konsumsi energi (OR = 7.266) dan konsumsi lemak (OR = 4.257) berhubungan nyata dengan obesitas pada anak (P= 0.006 dan P = 0.027). FAKTOR RISIKO OBESITAS PADA ANAK TAMAN KANAK-KANAK DI KOTA BOGOR Skripsi Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh: SUCIATY ANGGRAINI A54104092 PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 JUDUL PENELITIAN : FAKTOR RISIKO OBESITAS PADA ANAK TAMAN KANAK-KANAK DI KOTA BOGOR Nama Mahasiswa : Suciaty Anggraini Nomor Pokok : A54104092 Menyetujui, Dosen Pembimbing Pertama Dosen Pembimbing Kedua Ir. Cesilia Meti Dwiriani, MSc NIP. 132 008 554 Dr.Ir. Hadi Riyadi, MS NIP. 131 628 531 Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019 Tanggal Lulus: RIWAYAT HIDUP Penulis yang bernama lengkap Suciaty Anggraini dilahirkan di Bengkulu, tanggal 15 Agustus 1985 dari pasangan Bapak Murni Syahyar dan Ibu Hermida. Penulis yang biasa disapa dengan Cici, merupakan anak ke dua dari empat bersaudara (Ricke Devy Herliani, Ridhona Herdian dan Agah Rifky Nugraha). Pendidikan formal pertama penulis dijalani di TK Aisyiah III yang kemudian dilanjutkan ke SD Negeri 10 Bengkulu yang sekarang menjadi SDN.08, lalu ke SMP Negeri 2 Bengkulu, serta SMA Negeri 2 Bengkulu. Penulis kemudian mengikuti Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2004 dan diterima di IPB pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga . Selama kuliah penulis aktif di keorganisasian Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu Gizi Pertanian (HIMAGITA) sebagai Sekertaris II periode 2005-2006. Penulis juga aktif sebagai panitia berberapa seminar nasional yang diadakan oleh HIMAGITA dan berbagai acara-acara yang berlangsung di program studi maupun di fakultas. PRAKATA Fainnama’al’usriyusraa, syukur atas segala nikmat Allah dan untuk banyak do’a serta dukungan yang selalu diberikan untuk penulis. Sebuah karya yang dipersembahkan untuk banyak harapan ,cita dan cinta sehingga banyaknya kendala menjadi sesuatu yang indah untuk dilewati. Seuntai ucapan terima kasih dengan tulus ditujukan kepada: 1. Drs. Murni Syahyar dan Hermida, yang telah menjadikan penulis sebagai amanah Allah yang selalu dijaga. Mengajarkan penulis banyak hal tentang sabar dan tawakal, tentang cinta dan pengorbanan serta kemandirian. Memberikan semangat dan perhatian yang tidak akan pernah tergantikan dengan apapun, “Semoga ingah bisa membahagiakan MAMA dan PAPA di dunia dan di akhirat,” untuk Ricke, Ridho,dan Agah, yang telah memberikan dukungan pada “ingah” agar selalu berusaha mendapatkan yang terbaik (kangen rumah selalu….), serta keluarga tercinta di Curup, Bintuhan dan Jakarta (kebahagiaan yang indah bisa menjadi bagian dari keluarga besar ini, I Love U all). 2. Ir. Cesilia Meti Dwiriani, M.Sc dan Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan banyak koreksi dan masukan sampai skripsi ini menjadi sesuatu yang layak dipersembahkan. 3. Dr. Ir. Dodik Briawan, MCN, selaku dosen pemandu seminar dan dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis. 4. Kepala Sekolah, dan guru TK Bina Insani di Kecamatan Tanah Sereal, TK Insan Kamil, TKIT Aliya, dan TK Kemuning di Kecamatan Bogor Barat, TK Tiara Insani dan TK Anugerah di Kecamatan Bogor Utara, TK Regina Pacis, TK Kesatuan di Kecamatan Bogor Tengah, TK Pertiwi 4 di Kecamatan Bogor Timur serta TK Mardiyuana di Kecamatan Bogor selatan yang telah mengizinkan penulis melaksanakan penelitian dan banyak membantu penulis selama pengambilan data. 5. Prof. Dr. Ir. Ujang Sumarwan, MSc, selaku dosen pembimbing akademik dan semua dosen yang telah banyak membimbing dan memberikan pengetahuan pada penulis selama masa perkuliahan. 6. Muhamad Hutri, ST, untuk awal yang indah, ketegasan, perjuangan yang keras memahami makna “if better is possible good is not enough”, dan untuk senyum tulus dan dukungan agar penulis selalu tegar, bersyukur dan sabar (hatur nuhun aa’). 7. GAMASAKERS 41, untuk kisah 4 putaran surya yang akan selalu jadi bagian tercanggih dalam hidup penulis (perkuliahan yang menggila dan semua kenakalan 41 yang lucu-lucu). Lenny (Joy, 3 tahun sekamar yang penuh cerita serrruuu…), Raditha (hatur nuhun bikin pingsan!, hehehe), Hui (bikin heboh duniaku), Lia, Ceu2, Angel dan semua teman terbaikku A54104001 sampai A54104091 atas dukungannya pada penulis. 8. Nanao, Nunik, Nanik, Dini, Gita, Noorika untuk cerita ASTRI A2 (sepertinya kalian teman terbaik yang diberikan Allah saat pertama menginjakkan kaki di IPB, Kangen kalian selalu…). 9. Sukamulya family; Ragil, Icha, Andes, Hanna, Santi (Dul, ayo kita jalan-jalan! Ga’ kangen ya ma masakan KOKI CANTIK ini? hehehe). 10. QueenCastle Family; KUCING! dan kehebohan selama tinggal di istana indah ini (numpang nginep ya kalo kemaleman hehehe). 11. Abo dan internetnya yang sangat membantu penulis menghilangkan gelisah karena kurang pustaka dan kurang kerjaan hehehe. 12. Laki-laki itu, atas cerita yang ada (tanpa kalian mungkin tidak akan ada pelajaran yang bisa jadi guru terbaikku). Bogor, Mei 2008 Penulis DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ...................................................................................................... vi DAFTAR TABEL ............................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ ix PENDAHULUAN ............................................................................................... 1 Latar Belakang ........................................................................................ Tujuan Penelitian ...................................................................................... Hipotesis .................................................................................................. Manfaat Penelitian .................................................................................... 1 3 4 4 TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 5 Obesitas .................................................................................................... 5 Anak Taman Kanak-kanak ........................................................................ 7 Faktor Penyebab Obesitas ....................................................................... 8 Genetik ........................................................................................... 8 Kebiasaan Makan ........................................................................... 9 Aktivitas Fisik .................................................................................. 13 Sosial Ekonomi ............................................................................... 15 Dampak Obesitas pada Kesehatan Anak ................................................ 17 KERANGKA PEMIKIRAN................................................................................. 19 METODE PENELITIAN .................................................................................... 20 Desain, Tempat, dan Waktu ..................................................................... 20 Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh ................................................... 20 Jenis dan Cara Pengambilan Data ........................................................... 21 Pengolahan dan Analisis Data ................................................................. 21 Definisi Operasional ................................................................................. 22 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................ 24 Karakteristik Anak .................................................................................... 24 Kebiasaan Makan ..................................................................................... 29 Riwayat Makan Anak .................................................................... 29 Konsumsi Pangan ........................................................................ 31 Konsumsi Camilan........................................................................ 34 Aktivitas Fisik ............................................................................................ 35 Faktor Risiko Obesitas ............................................................................. 37 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 41 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 43 LAMPIRAN ....................................................................................................... 47 DAFTAR TABEL Halaman 1. Klasifikasi status gizi yang diusulkan berdasarkan IMT (usia dewasa) ........ 6 2. Z-skore berdasarkan IMT menurut umur untuk anak laki-laki ...................... 7 3. Z-skore berdasarkan IMT menurut umur untuk anak perempuan ................ 7 4. Sebaran contoh berdasarkan karakteristik anak .......................................... 24 5. Sebaran contoh berdasarkan karakteristik orang tua ................................... 26 6. Sebaran contoh berdasarkan riwayat makan anak saat bayi ....................... 29 7. Sebaran contoh berdasarkan rata-rata konsumsi bahan makanan............. 31 8. Sebaran contoh berdasarkan kategori kecukupan energi dan protein ......... 32 9. Sebaran contoh berdasarkan konsumsi lemak ............................................ 33 10. Sebaran contoh berdasarkan persen kontribusi lemak ............................... 33 11. Sebaran contoh berdasarkan konsumsi camilan......................................... 34 12. Sebaran contoh berdasarkan alokasi kegiatan ........................................... 35 13. Faktor risiko obesitas pada anak ................................................................. 38 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Rekapitulasi daftar TK di Dinas Pendidikan Kota Bogor Tahun 2005 ......... 48 2. Kuesioner Penelitian .................................................................................. 51 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang mengalami kemajuan di bidang ekonomi akibat kecenderungan pasar global, dan telah memberikan berbagai dampak pada masyarakat. Modernisasi atau penggunaan teknologi tinggi dalam berbagai aspek kehidupan adalah dampak utama yang langsung dialami oleh masyarakat, terutama masyarakat perkotaan. Kemajuan standar hidup dan pelayanan terhadap masyarakat yang tersedia adalah dampak positif, akan tetapi dampak negatif selalu menyertai sebagai konsekuensi langsung dari perubahan tersebut. Di antara dampak negatif yang terjadi ialah perubahan gaya hidup, dari traditional life style menjadi sedentary life style yakni kehidupan dengan aktivitas fisik sangat kurang serta penyimpangan pola makan dimana asupan cenderung tinggi energi (lemak, protein, karbohidrat) dan rendah serat (Hadi 2005). Prevalensi obesitas pada anak usia 6 sampai 8 tahun di Rusia adalah 10%, di Cina 3.4% dan di Inggris 10-17%, bergantung pada umur dan jenis kelamin. Anonymous (2004) menyebutkan, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Djer pada tahun 1998 menunjukkan prevalensi obesitas anak di sebuah SD negeri Jakarta Pusat 9.6%, sedangkan data rekam medik mengenai kasus obesitas di Poliklinik Gizi Anak Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM, Jakarta, periode 1995-2000 terdapat 35% balita dari 100 orang pasien (Damayanti 2004). Penelitian yang dilakukan di Malaysia akhir-akhir ini menunjukkan bahwa prevalensi obesitas mencapai 6,6% untuk kelompok umur 7 tahun dan menjadi 13.8% pada kelompok umur 10 tahun. Prevalensi obesitas pada anak umur 6-14 tahun di Jepang berkisar antara 5% sampai dengan 11% (Hadi 2005). Obesitas pada anak akan menjadi masalah karena sekitar 15% anak dengan kegemukan akan berlanjut ke masa dewasa (Damayanti 2002). Penelitian di Jepang menunjukkan satu dari tiga anak obes akan tumbuh menjadi orang dewasa yang juga obes (WHO 2000). Seiring bertambah dewasa orang tersebut, bertambah pula risikonya terkena penyakit degeneratif yang terkait dengan obesitas, karena obesitas sendiri sebetulnya adalah faktor risiko terbesar terhadap terjadinya penyakit kronis seperti jantung koroner, diabetes tipe II atau NIDDM, gangguan fungsi paru, peningkatan kadar kolesterol, gangguan ortopedik (kaki pengkor) serta rentan terhadap kelainan kulit (Damayanti 2002). 2 Komplikasi obesitas lainnya pada anak adalah gangguan fungsi saluran napas yang dikenal dengan obstructive sleep apnea syndrome (OSAS). Gejalanya mulai dari mengorok sampai mengompol. Obstruksi saluran nafas intermiten di malam hari menyebabkan tidur gelisah serta menurunnya oksigenisasi (Damayanti 2002). Apabila obesitas yang dialami pada masa anakanak yang berlanjut hingga masa dewasa maka dapat menimbulkan penyakit yang dapat mengganggu pertumbuhan bahkan dapat menyebabkan kematian. Obesitas pada bayi berisiko terjadinya infeksi saluran pernafasan bagian bawah karena terbatasnya kapasitas paru-paru. Obesitas juga dapat menyebabkan kulit sering lecet karena gesekan, anak merasa gerah atau panas, sering disertai biang keringat, maupun jamur pada lipatan-lipatan kulit. Obesitas dapat juga mengakibatkan pergerakan anak menjadi lambat. Di samping itu dapat juga mengakibatkan kelainan pada tulang dan sendi seperti kaki pengkor ke arah dalam (Manuaba 2004). Obesitas mempengaruhi faktor kejiwaan pada anak yakni sering merasa kurang percaya diri, bahkan kalau anak berada pada masa remaja dan mengalami obesitas, biasanya menjadi pasif dan depresi, karena sering tidak dilibatkan pada kegiatan yang dilakukan oleh teman sebayanya. Gangguan kejiwaan ini dapat sebagai penyebab obesitas menjadi lebih parah karena anak melampiaskan stres yang dialaminya ke makanan. Obesitas pada masa anakanak yang terus berlanjut sampai dewasa dapat pula mengakibatkan antara lain hipertensi (tekanan darah tinggi) pada masa pubertas, penumpukan lemak dalam darah, penyakit jantung koroner, penyempitan pembuluh darah, dan tekanan darah tinggi bertambah parah pada masa dewasa. Selain itu obesitas dapat juga memicu terjadinya penyakit kencing manis (Manuaba 2004). Di Indonesia, masalah obesitas pada anak belum mendapat perhatian yang cukup, karena pemerintah masih disibukkan oleh masalah gizi kurang. Meskipun obesitas di Indonesia belum menjadi masalah gizi utama, namun obesitas perlu mendapat perhatian karena ada kecenderungan angkanya terus meningkat. Penelitian di Kota Bogor tahun 2005 menunjukkan bahwa obesitas yang terjadi pada anak TK cukup menghawatirkan. Dari 811 anak TK, 10.85% anak diantaranya mengalami obesitas, 7.89% anak overweight, 0.86% anak gizi buruk, 3.2% anak gizi kurang dan sisanya 77.18% anak tergolong gizi baik (Rinjani 2006). 3 Banyak penelitian mengungkapkan bahwa faktor keturunan (genetik) mempunyai pengaruh mekanismenya belum yang penting diketahui. pada terjadinya Kemungkinan anak obesitas, menjadi walau obesitas disebabkan kedua orang tuanya obesitas sebesar 80 persen, kemungkinan anak obesitas dari salah satu ibu atau bapak yang menderita obesitas adalah 40 persen, sedangkan anak yang terlahir dari bapak dan ibu yang tidak menderita obesitas mempunyai kemungkinan 20 persen untuk obesitas (Dietz 1995). Diagnosis dan penanganan obesitas pada anak tidaklah mudah. Pengelolaan penurunan berat badan pada anak harus dilakukan berhati-hati, karena anak masih dalam proses pertumbuhan. Oleh karena itu, upaya yang lebih penting adalah mencegah terjadinya obesitas pada anak sedini mungkin dan untuk itu dibutuhkan peran orang tua dalam pengawasan pertumbuhan anak. Hal-hal di atas yang mendorong peneliti melakukan penelitian ini. Tujuan Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari faktor risiko obesitas pada anak Taman Kanak-kanak di Kota Bogor. Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi karakteristik anak TK yang meliputi: jenis kelamin anak, berat lahir anak, IMT orang tua, status sosial ekonomi orang tua dan pengetahuan gizi ibu. 2. Mengidentifikasi kebiasaan makan anak TK, yaitu: riwayat pemberian ASI, riwayat pemberian susu formula dan riwayat pemberian makanan padat, konsumsi pangan serta konsumsi camilan. 3. Menganalisis aktivitas fisik anak TK, yaitu: waktu tidur, lama menonton televisi, dan bermain di luar rumah. 4. Menganalisis faktor risiko obes pada anak TK. 4 Hipotesis 1. Terdapat hubungan antara karakteristik anak dengan obesitas pada anak TK di Kota Bogor. 2. Terdapat hubungan antara kebiasaan makan pada anak dengan obesitas pada anak TK di Kota Bogor. Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang kejadian obesitas pada anak usia TK dan faktor risikonya yang dapat dijadikan masukan bagi pengambil kebijakan. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang obesitas. TINJAUAN PUSTAKA Obesitas Pengertian kegemukan sering kali disamakan dengan obesitas, padahal kedua istilah tersebut memiliki arti yang berbeda. Kegemukan adalah kondisi berat tubuh melebihi berat tubuh normal, sedangkan obesitas adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbunnya lemak, untuk pria dan wanita masingmasing melebihi 20% dan 25% dari berat tubuh (Rimbawan&Siagian 2004). Dijelaskan lebih lanjut bahwa kegemukan dan obesitas bisa terjadi pada berbagai kelompok usia dan jenis kelamin. Juvenil Obesity adalah obesitas yang terjadi pada usia muda (anak-anak). Malnutrisi yang diakibatkan pola makan yang berlebih atau asupan gizi yang tidak seimbang lebih sering diamati pada negara-negara maju, misalnya dikaitkan dengan angka obesitas yang meningkat. Obesitas adalah suatu keadaan dimana cadangan energi yang disimpan pada jaringan lemak sangat meningkat hingga ke mencapai tingkatan tertentu, yang terkait erat dengan gangguan kondisi kesehatan tertentu atau meningkatnya angka kematian (Mokoagon&Ikhsan 2007). Berat badan pada saat lahir sangat berpengaruh pada berat badan anak kemudian. Bayi yang lahir dengan berat badan lebih atau rendah berisiko menjadi obesitas di kemudian harinya. Bayi yang di dalam kandungan menderita kekurangan gizi akan membutuhkan asupan energi dan lemak yang tinggi setelah berada di luar kandungan. Bayi-bayi ini akan melalui proses pertumbuhan cepat, hingga mencapai ukuran tertentu. Setelah tumbuh lebih besar, sistem tubuh mereka adalah sistem dengan ”gaya hemat”. Istilah ini berarti janin yang kekurangan makanan pada saat berada dalam kandungan akan tumbuh sebagai individu yang mengatur tubuhnya untuk menyimpan lemak lebih banyak dan lebih efesien dalam penggunaannya (Parson, Tessa , Power & Manor 2001). Terdapat 3 periode kritis dalam masa tumbuh kembang anak dalam kaitannya dengan terjadinya obesitas, yaitu: periode pranatal, terutama trimester 3 kehamilan, periode adiposity rebound pada usia 6–7 tahun dan periode adolescence. Pada bayi dan anak yang obesitas, sekitar 26,5% akan tetap obesitas untuk 2 dekade berikutnya dan 80% remaja yang obesitas akan menjadi dewasa yang obesitas (Dietz 1993). 6 Menurut Taitz (1991), 50% remaja yang obesitas sudah mengalami obesitas sejak bayi, sedangkan penelitian di Jepang menunjukkan 1/3 dari anak obes tumbuh menjadi dewasa obes dan risiko obesitas ini diperkirakan sangat tinggi. Penelitian di Amerika menunjukkan bahwa obes pada usia 1-2 tahun dengan orang tua normal, sekitar 8% menjadi dewasa obes, sedang obes pada usia 10-14 tahun dengan salah satu orang tuanya obes, 79% akan menjadi dewasa obes (Hidayati, Siti, Irawan & Hidayat 2006). Gizi lebih berkaitan dengan pengaruh berbagai macam faktor, antara lain daya beli yang cukup atau berlebih, ketersediaan makanan berenergi tinggi dan rendah serat seperti fast food yang sekarang menjamur di kota-kota besar, defisiensi aktivitas fisik karena ketersediaan berbagai jenis hiburan yang tidak memerlukan banyak energi serta pengetahuan tentang gizi yang kurang (Winichagoon et.al 1992 diacu dalam Samsudin 1994). Menurut Riyadi (2001), Pengukuran status gizi dapat dilakukan dengan metode antropometri. Metode ini menggunakan pengukuran terhadap berat badan, tinggi badan, lingkaran bagian-bagian tubuh dan tebal lapisan kulit. Pengukuran tersebut bervariasi menurut umur dan derajat gizi. Antropometri dapat memberikan informasi tentang riwayat gizi masa lampau. Tingkat kegemukan atau obesitas dapat diketahui dengan menghitung indeks massa tubuh (body mass index). Indeks massa tubuh (IMT) dihitung dengan cara membagi berat tubuh (kg) dengan kuadrat tinggi tubuh (m). IMT = Tabel 1 merupakan BB = berat badan; TB = tinggi badan batas baku nilai IMT (cut off point) dalam menentukan status gizi seseorang yang ditetapkan oleh Badan Kesehatan Internasional (WHO) dan Departemen Kesehatan RI. Tabel 1 Klasifikasi status gizi yang diusulkan berdasarkan IMT (usia dewasa) Kategori BMI (kg/m2) Risiko Kematian 2 Underweight < 18.5 kg/m Rendah (tetapi resiko terhadap masalah klinis lain meningkat) Normal 18.5-22.9 kg/m2 Rata rata 2 > 23 kg/m Overweight At Risk 23.0–24.9 Kg/m2 Meningkat Obese I 25.0- 29.9kg/m2 Sedang Obese II > 30.0 kg/m2 Berbahaya Sumber : WHO (2000). 7 Tabel 2 dan Tabel 3 merupakan pengukuran status gizi berdasarkan IMT menurut umur dengan standar WHO 2007 untuk anak laki-laki dan perempuan usia 5-6 tahun. Tabel 2 Z-skore berdasarkan IMT menurut umur untuk anak laki-laki Z-skore (IMT kg/m2) Years : -3 SD -2 SD -1 SD Median 1 SD 2 SD Month 5:01 12.1 13.0 14.1 15.3 16.6 18.3 5:02 12.1 13.0 14.1 15.3 16.6 18.3 5:03 12.1 13.0 14.1 15.3 16.7 18.3 5:04 12.1 13.0 14.1 15.3 16.7 18.3 5:05 12.1 13.0 14.1 15.3 16.7 18.3 5:06 12.1 13.0 14.1 15.3 16.7 18.4 5:07 12.1 13.0 14.1 15.3 16.7 18.4 5:08 12.1 13.0 14.1 15.3 16.7 18.4 5:09 12.1 13.0 14.1 15.3 16.7 18.4 5:10 12.1 13.0 14.1 15.3 16.7 18.5 5:11 12.1 13.0 14.1 15.3 16.7 18.5 6:00 12.1 13.0 14.1 15.3 16.8 18.5 3 SD 20.2 20.2 20.2 20.3 20.3 20.4 20.4 20.5 20.5 20.6 20.6 20.7 Sumber : WHO (2007) Tabel 3 Z-skore berdasarkan IMT menurut umur untuk anak perempuan Z-scores (BMI kg/m2) Years : Month 5:01 5:02 5:03 5:04 5:05 5:06 5:07 5:08 5:09 5:10 5:11 6:00 -3 SD 11.8 11.8 11.8 11.8 11.7 11.7 11.7 11.7 11.7 11.7 11.7 11.7 -2 SD 12.7 12.7 12.7 12.7 12.7 12.7 12.7 12.7 12.7 12.7 12.7 12.7 -1 SD Median 13.9 13.9 13.9 13.9 13.9 13.9 13.9 13.9 13.9 13.9 13.9 13.9 15.2 15.2 15.2 15.2 15.2 15.2 15.2 15.3 15.3 15.3 15.3 15.3 1 SD 2 SD 16.9 16.9 16.9 16.9 16.9 16.9 16.9 17.0 17.0 17.0 17.0 17.0 3 SD 18.9 18.9 18.9 18.9 19.0 19.0 19.0 19.1 19.1 19.1 19.2 19.2 21.3 21.4 21.5 21.5 21.6 21.7 21.7 21.8 21.9 22.0 22.1 22.1 Sumber : WHO (2007) Anak Taman Kanak-kanak Taman Kanak-kanak (TK) adalah jenjang pendidikan anak usia dini (yakni usia 6 tahun atau di bawahnya) dalam bentuk pendidikan formal. Kurikulum TK ditekankan pada pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (Anonymous 2007). Secara umum untuk lulus dari tingkat program di TK adalah 2 (dua) tahun, yaitu TK 0 (nol) Kecil (TK kecil) selama 1 (satu) tahun dan TK 0 (nol) Besar (TK besar) selama 1 (satu) tahun. Dijelaskan lebih lanjut bahwa umur rata-rata minimal anak mulai dapat disekolahkan ke sebuah taman kanak-kanak 8 adalah 4-5 tahun. Sedangkan umur rata-rata untuk lulus dari TK adalah 6-7 tahun. Setelah lulus dari TK, atau pendidikan formal dan pendidikan nonformal lainnya yang sederajat, siswa kemudian melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi diatasnya yaitu Sekolah Dasar atau yang sederajat (Anonymous 2007). Faktor Penyebab Obesitas Penyebab obesitas pada anak bermacam-macam, tetapi umumnya terjadi jika suplai energi melebihi kebutuhan energi anak (bukan terhadap kecukupan gizi yang dianjurkan Recommended Dietary Intake/Allowance). Penyebabnya mungkin karena masukan energi makanan yang berlebihan atau karena keluaran (expenditure) yang kurang atau keduanya, sebagaimana sering ditemukan pada anak-anak dalam keluarga dengan sosial-ekonomi yang baik serta gaya hidup yang santai (Winichagoon et.al 1992 diacu dalam Samsudin 1994). Penyebab obesitas belum diketahui secara pasti. Obesitas adalah suatu penyakit multifaktorial yang diduga bahwa sebagian besar obesitas disebabkan oleh karena interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan, antara lain aktivitas, gaya hidup, sosial ekonomi dan gizi yaitu perilaku makan dan pemberian makanan padat terlalu dini pada bayi (Hidayati et.al 2006). Genetik Parental fatness merupakan faktor genetik yang berperanan besar. Bila kedua orang tua obesitas, 80% anaknya menjadi obesitas, bila salah satu orang tua obesitas, kejadian obesitas menjadi 40% dan bila kedua orang tua tidak obesitas, prevalensi menjadi 14%. Perubahan lingkungan gizi dalam kandungan menyebabkan gangguan perkembangan organ-organ tubuh terutama kerentanan terhadap pemrograman janin yang dikemudian hari bersama-sama dengan pengaruh diet dan stres lingkungan merupakan predisposisi timbulnya berbagai penyakit dikemudian hari. Mekanisme kerentanan genetik terhadap obesitas melalui efek pada resting metabolic rate (RMR), proses pembakaran dalam tubuh di luar kegitan olah raga (thermogenesis non exercise), kecepatan oksidasi lipid dan kontrol nafsu makan yang jelek. RMR adalah pengukuran yang lebih umum dilakukan untuk mengukur metabolisme tubuh saat istirahat. Dengan demikian kerentanan terhadap obesitas ditentukan secara genetik sedang lingkungan menentukan ekspresi fenotip (Hidayati et.al 2006). Orang tua yang gemuk cenderung memiliki anak yang gemuk pula. Sepertinya faktor genetik turut menentukan jumlah unsur sel lemak dalam lemak yang berjumlah besar dan melebihi ukuran normal, secara otomatis akan 9 diturunkan kepada bayi selama dalam kandungan. Tidak heran bila bayi yang lahir memiliki unsur lemak yang relatif sama besar (Zainun 2002). Penelitian yang dilakukan Badan Internasional Obesity Task Force (IOTF) dari badan WHO yang mengurusi masalah kegemukan pada anak menyebutkan hasil yang berbeda, bahwa faktor genetik hanya berpengaruh 1% dari kejadian obesitas pada anak sedangkan 99% disebabkan faktor lingkungan ( Anonymous 2007). Seorang anak yang terlahir akan memiliki kriteria berat badan saat dilahirkan. Bayi dikatakan lahir dengan berat normal jika berat badannya antara 2500-3800 gram. Bayi yang lahir dengan berat lebih jika beratnya diatas 3800 gram. Bayi yang terlahir besar atau beratnya tidak normal akan mempengaruhi pertumbuhannya dan dapat menyebabkan obesitas (Sekartini 2007). Menurut WHO (2000), perempuan cenderung mengalami peningkatan penyimpanan lemak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan cenderung mengonsumsi sumber karbohidrat yang lebih kuat sebelum masa pubertas, sementara laki-laki lebih cenderung mengonsumsi makanan yang kaya protein. Tetapi penelitian yang dilakukan oleh Proper, Cerin, Brown, dan Owen (2006) menyatakan bahwa laki-laki secara signifikan lebih berkemungkinan untuk menjadi overweight atau obesitas daripada wanita, karena laki-laki cenderung untuk menghabiskan lebih banyak waktu untuk santai pada saat akhir minggu atau waktu senggang. Kebiasaan Makan Kebiasaan makan adalah faktor penting yang mempengaruhi status gizi dan kesehatan. Variasi makanan diperkirakan dapat mengurangi resiko terhadap penyakit dan pada beberapa kasus dapat mencegah penyakit. Kebiasaan makan mencerminkan terjadinya kelebihan asupan dan penyakit akibat gizi. Sumber utama makanan masyarakat Indonesia adalah serealia lalu diikuti oleh yang lainnya (Atmarita 2005). Menurut Darmono (2006), obesitas pada anak disebabkan oleh masukan makanannya yang berlebih. Selain itu, pada waktu lahir anak tidak dibiasakan mengkonsumsi air susu ibu (ASI), tetapi dibiasakan pakai susu formula dalam botol, padahal anak yang diberi ASI, biasanya asupan asinya sesuai dengan kebutuhannya. Anak yang biasa meminum susu dalam botol, jumlah masukan makanan pada anak tidak dapat dihitung dengan tepat, bahkan para orang tua 10 cenderung memberikan susunya lebih kental, sehingga melebihi porsi yang dibutuhkan anak. Dijelaskan lebih lanjut, kelebihan berat badan pada anak usia 4-5 tahun disebabkan karena makanan yang diberikan sebelumnya tidak memperhatikan takaran kebutuhan anak, sehingga terjadi penimbunan makanan yang diekspresikan dalam lemak. Penanganan anak yang mengalami kelebihan berat badan pada usia 5-6 tahun atau ketika masuk taman kanak-kanak (TK), biasanya dikelompokkan pada usia mereka yang mengalami kelebihan berat badan dengan penanganan khusus, yaitu pengawasan pada makanannya, sehingga makanan yang dibawa dari rumah juga harus sesuai takaran. Pada penelitian yang dilakukan oleh Kries (1999) yang melibatkan 9.357 anak sekolah di Bavria Jerman ditemukan prevalensi kejadian obesitas lebih tinggi pada anak yang tidak pernah mendapat ASI, yakni sekitar 4.5%, tidak setinggi prevalensi obesitas pada anak yang pernah mendapat ASI pada masa bayinya yakni hanya 2.8%. Anak yang diberi ASI pada masa bayinya akan memiliki kemungkinan 0,75 kali (yang berarti lebih kecil) untuk menjadi obes dibandingkan anak yang tidak diberi ASI pada masa bayinya. ini berarti pemberian ASI sejak bayi memiliki faktor protektif pada kejadian obesitas pada masa anak. Secara keseluruhan dapat ditarik kesimpulan bahwa pemberian ASI pada masa bayi dapat menurunkan risiko anak menjadi obes, baik pada masa kanaknya ataupun setelah ia menjadi dewasa. Penelitian Bogen, Hanusa, dan Whitaker (2004) menyebutkan bahwa pemberian ASI pada anak bisa menurunkan resiko obesitas pada anak 0.70 (95% CI 0.61-0.80). Hal ini dihubungkan dengan status sosial ekonomi, berat lahir anak dan jenis kelamin. Penelitian lain juga menyebutkan bahwa anak yang hanya diberi ASI lebih dari 26 minggu mempunyai risiko yang lebih kecil mengalami obesitas dibanding anak yang hanya disusui 8-16 minggu. (Armstrong 2002). Menurut Gibson (1993), tingkat kecukupan energi dikategorikan menjadi empat; lebih (≥100%), baik (85-100%), cukup (70-84.5%) dan kurang (<70%). Dijelaskan lebih lanjut, tingkat kecukupan protein dibagi menjadi 2 kategori, yaitu baik (≥75%) dan kurang (<75%). 11 Pertumbuhan anak sebaiknya didukung oleh konsumsi zat gizi yang cukup. Menurut Almatsier (2003), protein merupakan bagian terbesar tubuh setelah air yang mempunyai fungsi yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh. Oleh karena itu, peotein sangat dibutuhkan dalam proses pertumbuhan anak. Penelitian di Amerika dan Finlandia menunjukkan bahwa kelompok dengan asupan tinggi lemak mempunyai risiko peningkatan berat badan 1.7 kali dibanding kelompok dengan asupan rendah lemak (OR 1.7). Penelitian lain menunjukkan peningkatan konsumsi daging akan meningkatkan risiko obesitas sebesar 1.46 kali. Keadaan ini disebabkan karena makanan berlemak mempunyai kandungan energi lebih besar dan mempunyai efek pembakaran dalam tubuh yang lebih kecil dibandingkan makanan yang banyak mengandung protein dan karbohidrat (Hidayati et.al 2006). Dijelaskan lebih lanjut, makanan berlemak juga mempunyai rasa yang lezat sehingga akan meningkatkan selera makan yang akhirnya terjadi konsumsi yang berlebihan. Selain itu, kapasitas penyimpanan makronutrien juga menentukan keseimbangan energi. Protein mempunyai kapasitas penyimpanan sebagai protein tubuh dalam jumlah terbatas dan metabolisme asam amino diregulasi dengan ketat, sehingga bila intake protein berlebihan dapat dipastikan akan dioksidasi, sedang karbohidrat mempunyai kapasitas penyimpanan dalam bentuk glikogen hanya dalam jumlah kecil. Bila cadangan lemak tubuh rendah dan asupan karbohidrat berlebihan, maka kelebihan energi dari karbohidrat sekitar 60-80% disimpan dalam bentuk lemak tubuh. Lemak mempunyai kapasitas penyimpanan yang tidak terbatas. Kelebihan asupan lemak tidak diiringi peningkatan oksidasi lemak sehingga sekitar 96% lemak akan disimpan dalam jaringan lemak. Anak yang obes cenderung memiliki kebiasaan pola makan berlebih serta mengonsumsi makanan dalam jumlah lebih banyak setiap kalinya. Anak yang obes sangat menyukai aktivitas makan. Anak makan lebih banyak daripada kebutuhan energi sesungguhnya yang mereka butuhkan. Mengunyah makanan dalam jumlah yang sama dalam sehari dapat menyebabkan sistem enzim tubuh untuk menggunakan energi lebih efesien dan akhirnya disimpan menjadi lemak (Anonymous 2007). 12 Peranan faktor gizi dimulai sejak dalam kandungan dimana jumlah lemak tubuh dan pertumbuhan bayi dipengaruhi berat badan ibu. Kenaikan berat badan dan lemak anak dipengaruhi oleh: waktu pertama kali mendapat makanan padat, asupan tinggi energi dari karbohidrat dan lemak serta kebiasaan mengkonsumsi makanan yang mengandung energi tinggi (Hidayati et.al 2006). Obesitas terjadi karena ketidakseimbangan antara energi yang masuk dengan energi yang dikeluarkan sehingga terjadilah kelebihan energi yang selanjutnya disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Sebagian besar obesitas terjadi akibat makan yang berlebihan. Pola makan tidak teratur sering ngemil atau makan camilan, sementara aktivitas kurang (Hartoyo 2007). Menurut Popkin (2007), akar masalah kegemukan di masa anak-anak terjadi antara umur satu sampai lima tahun. Camilan sebenarnya penting bagi anak, sebab perutnya kecil dan ia perlu ngemil lebih sering. Namun apapun camilannya dalam sehari seharusnya hanya memberikan 20 persen dari total energinya. Makanan jajanan (street food) sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Konsumsi makanan jajanan di masyarakat diperkirakan terus meningkat mengingat makin terbatasnya waktu anggota keluarga untuk mengolah makanan sendiri. Keunggulan makanan jajanan adalah murah dan mudah didapat, serta cita rasanya yang enak dan cocok dengan selera kebanyakan masyarakat. Menurut WHO (2000), perkembangan food industry yang salah satunya berkembangnya makanan cepat saji, yaitu makanan yang tinggi lemak tetapi rendah karbohidrat kompleks merupakan salah satu faktor risiko obesitas. Banyaknya jenis fast food yang dikonsumsi merupakan faktor risiko terjadinya obesitas (OR = 11,0). Ini berarti mengkonsumsi fast food akan beresiko 11 kali mengalami obesitas jika dibanding mereka yang tidak mengkonsumsinya. Fast food atau ready-to-eat-food jadi pilihan utama orang tua yang sibuk atau konsumsi ketika menghabiskan waktu bersama keluarga pada masyarakat modern. Hal ini disebabkan karena pengolahannya yang cenderung cepat karena menggunakan tenaga mesin, terlihat bersih karena penjamahnya adalah mesin, restoran yang mudah ditemukan serta karena pelayanannya yang selalu sedia setiap saat, bagaimanapun cara pemesanannya (Worthington&William 2000). 13 Aktvitas Fisik Aktivitas fisik merupakan komponen utama dari energy expenditure, yaitu sekitar 20-50% dari total energy expenditure. Penelitian di negara maju mendapatkan hubungan antara aktivitas fisik yang rendah dengan kejadian obesitas. Individu dengan aktivitas fisik yang rendah mempunyai risiko peningkatan berat badan sebesar 5 kg. Penelitian di Jepang menunjukkan pada kelompok yang mempunyai kebiasaan olah raga beresiko 0,48 kali mengalami obesitas. Penelitian terhadap anak Amerika dengan tingkat sosial ekonomi yang sama menunjukkan bahwa mereka yang nonton televisi 5 jam perhari mempunyai risiko obesitas sebesar 5,3 kali lebih besar dibanding mereka yang nonton televisi 2 jam setiap harinya (Hidayati, Siti, Irawan dan Hidayat 2006). Aktivitas fisik (physical activity) adalah istilah umum untuk tiap pergerakan yang diproduksi oleh otot skeletal yang menghasilkan peningkatan penggunaan energi-istirahat (resting energy) secara substansial. Aktivitas fisik terdiri dari tiga komponen utama. Pertama, aktivitas kerja (occupational work), yaitu aktivitas yang dilakukan dalam rangka bekerja. Kedua adalah aktivitas domestik rumah tangga (household and other chores), yaitu aktivitas yang dilakukan sebagai bagian aktivitas harian dalam rumah (day-today living activities). Ketiga adalah aktivitas fisik dalam waktu bebas (leisure-time physical activity), yaitu aktivitas yang dilakukan seseorang dalam waktu senggang/bebas yang dimilikinya. Aktivitas fisik dalam waktu bebas ini terbatas hanya pada kebutuhan dan ketertarikan seseorang, termasuk didalamnya exercise dan olahraga (sport). Terdapat perbedaan antara exercise dan olahraga. Exercise ialah aktivitas fisik yang terstruktur dan terencana dilakukan dalam waktu bebas (leisure-time) yang biasanya bertujuan untuk meningkatkan memelihara kebugaran fisik (physical fitness). Sedangkan olahraga sendiri adalah sebuah bentuk aktivitas fisik yang biasanya dikompetisikan. Didalamnya termasuk exercise yang umum dan pekerjaan yang spesifik (WHO 2000). Obesitas atau kegemukan yang parah terjadi karena tidak adanya keseimbangan energi, dimana energi intake jauh lebih besar dibandingkan energi expenditure atau energi yang terpakai dalam aktivitas fisik. Energy intake ialah energi yang dikonsumsi sebagai makanan dan minuman yang dapat dimetabolisme dalam tubuh kita. Sedangkan energy expenditure terdiri dari 3 komponen utama, yakni BMR (basal metabolic rate), termogenesis makanan (dietary thermogenesis) dan aktivitas fisik. Proporsi tiga sub energy expenditure 14 tersebut berbeda-beda tergantung aktivitas fisik seseorang. Pada orang dewasa yang hidup secara sedenytary, proporsi BMR adalah 60%, proporsi dietary thermogenesis 10% dan proporsi energi untuk aktivitas fisik 30%. Sedangkan pada pekerja yang bekerja dengan alat berat proporsi energi expenditure sebesar 40% untuk BMR, 10% untuk dietary thermogenesis dan 50% untuk aktivitas fisik. Tampak disini bahwa aktivitas yang lebih berat meningkatkan penggunaan energi aktivitas fisik, bervariasi nilainya ± 25% (WHO 2000). Penelitian menunjukkan ada hubungan yang bertolak-belakang antara IMT dan aktivitas fisik. Menurun dan rendahnya tingkat aktivitas fisik dipercaya sebagai salah satu hal yang menyebabkan obesitas. Tren kesehatan terkini juga menunjukkan prevalensi obesitas meningkat bersamaan dengan meningkatnya perilaku sedentary dan berkurangnya aktivitas fisik (WHO 2000). Sebuah penelitian yang diadakan di Inggris oleh tim peneliti dari ALSPAC (Avon Longitudinal Study of Parents and Children) yang meneliti anak sejak dalam kandungan hingga usia 7 tahun, menemukan kaitan antara menonton televisi dengan kejadian obesitas. Odds ratio kemungkinan menjadi obesitas meningkat linier dengan bertambahnya waktu menonton televisi. Anak yang menonton televisi 4 sampai 8 jam perminggu diusia 3 tahun, maka kemungkinan untuk menjadi obes (odds ratio) pada usia 7 tahun adalah 1.37 kali lebih besar. Secara keseluruhan anak yang menonton televisi lebih dari delapan jam seminggu memiliki kemungkinan menjadi obes 1,55 kali lebih besar dibandingkan anak yang menonton televisi kurang dari delapan jam perminggu (Reilly, John, Julie, Dorosty, Emmett, Steer and Sherrif 2005). Dijelaskan lebih lanjut, menonton televisi merupakan salah satu bentuk bermain pasif yang membuat anak merasa bahagia dan senang. Kesenangan ini tidak selamanya berdampak positif bila dilakukan secara berlebihan. Menonton televisi berisiko meyebabkan obesitas karena aktivitas bukan fisik ini telah mengambil waktu anak yang seharusnya bisa digunakan untuk melakukan aktivitas fisik. Berkurangnya aktivitas fisik pada akhirnya akan berakibat menurunnya energi yang digunakan (energy expenditure). Menonton televisi juga sangat berkaitan erat dengan kebiasaan makan makanan ringan (snacking) yang akan memberikan asupan energi yang tinggi pada anak. Ketidakseimbangan neraca energi inilah yang menyebabkan obesitas. 15 Penelitian tersebut menyebutkan bahwa, aktivitas tidur menjadi salah satu aktivitas yang harus disoroti. Terdapat hubungan yang erat antara jumlah waktu tidur anak dengan kejadian obesitas. Selain itu, pendapat yang sama pada penelitian yang dilakukan tahun 1960-2000 menyebutkan, kejadian kegemukan meningkat dua kali lipat terjadi pada mereka yang memiliki kelebihan tidur 1 hingga 2 jam (Tremblay 2006). Angka kejadian obesitas pada anak yang semakin mengkhawatirkan menimbulkan pertanyaan bagaimana cara menurunkan berat badan anak menjadi normal. Satu komponen yang sangat penting dalam penurunan berat badan, terutama pada anak-anak adalah aktivitas fisik. Kegiatan ini tidak hanya akan membakar energi, tapi juga dapat memperkuat tulang dan otot dan membantu anak-anak tidur dengan nyenyak di malam hari dan terjaga di siang hari. Kebiasaan seperti ini yang dibangun sejak masa kanak-kanak akan membantu menjaga berat badan pada kisaran yang sehat pada masa dewasanya, meskipun anak-anak mengalami pertumbuhan yang pesat, perubahan hormon dan perubahan sosial yang seringkali menyebabkan terlalu banyak makan (Anonymous 2007). Sosial Ekonomi Pendidikan ayah diduga berkaitan dengan tingkat status ekonomi keluarga, karena pendidikan orang tua berhubungan dengan tingkat pendapatan orang tua. Tingkat pendidikan orang tua sangat berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi anaknya. Makin tinggi tingkat pendidikan maka pendapat pun akan semakin tinggi. Pendapatan keluarga yang tinggi berarti kemudahan dalam membeli dan mengkonsumsi makanan enak dan mahal yang mengandung energi tinggi seperti fast food (Padmiari&Hadi 2001). Perubahan pengetahuan, sikap, perilaku dan gaya hidup, pola makan, serta peningkatan pendapatan mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi. Suatu data menunjukkan bahwa beberapa tahun terakhir terlihat adanya perubahan gaya hidup yang menjurus pada penurunan aktivitas fisik, seperti: ke sekolah dengan naik kendaraan dan kurangnya aktivitas bermain dengan teman serta lingkungan rumah yang tidak memungkinkan anak-anak bermain diluar rumah, sehingga anak lebih senang bermain komputer atau games, menonton televisi atau video dibanding melakukan aktivitas fisik. Selain itu juga ketersediaan dan harga dari junk food yang mudah terjangkau akan berisiko menimbulkan obesitas (Hidayati et.al 2006). 16 Konsumsi makanan tidak hanya ditinjau dari kebutuhan fisik saja tetapi juga psikologis. Pola konsumsi makanan suatu masyarakat tidak hanya dipengaruhi oleh kebutuhan akan makanan untuk menghilangkan rasa lapar. Sosio budaya suatu daerah juga dapat menjadi pertimbangan masyarakat mengkonsumsi suatu makanan atau tidak. Beberapa masyarakat di Indonesia menganggap makanan memiliki peran dalam keagamaan dan sosial. Beberapa faktor sosio budaya yang mempengaruhi pola makan adalah status makanan, kewajiban sosial dan susunan makanan, makanan sebagai simbol hubungan sosial serta adanya hubungan kejiwaan dengan perilaku makan (Khumaidi 1989). Sosio budaya masyarakat mempengaruhi kebiasaan makan suatu keluarga. Hal ini berhubungan dengan siapa anggota keluarga yang patut memperoleh makanan paling utama (Khumaidi 1989). Sosio budaya bahkan mampu menciptakan kebiasaan makan yang terkadang bertentangan dengan ilmu gizi dan akan berakibat pada terjadinya masalah gizi (Hardinsyah et.al 2003). Faktor pendapatan memiliki peranan yang penting dalam masalah gizi dan kebiasaan pangan masyarakat. Banyaknya dan jenis pangan yang dikonsumsi oleh anggota keluarga dipengaruhi oleh status ekonomi. Salah satu ukuran ekonomi ialah tingkat pendapatan total anggota keluarga. Tingkat pendapatan yang lebih tinggi akan memberikan peluang yang lebih besar untuk memilih pangan yang baik dalam jumlah dan jenisnya. Peningkatan pendapatan juga menentukan pola makan (WHO 2000). Menurut hasil penelitian Yueniwati&Rahmawati (2001), terdapat hubungan antara pendidikan terakhir ibu dengan pengetahuan ibu tentang obesitas pada anak. Pendidikan ibu merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh kembang anak, karena dengan pendidikan yang baik maka orangtua dapat menerima segala informasi dari luar, terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik, bagaimana menjaga kesehatan anak, dan sebagainya. Dijelaskan lebih lanjut, pengetahuan ibu tentang obesitas pada anak juga berhubungan dengan status pekerjaan ibu, yaitu apakah ibu bekerja atau tidak. 17 Dampak Obesitas pada Kesehatan Anak Menurut Hartoyo (2007), kegemukan (obesitas) berdampak terhadap penyakit jantung koroner, diabetes, darah tinggi, ginjal, mudah lelah dan lainnya. Menurut Samsudin (1994), dampak obes pada anak terhadap kesehatan pada umumnya lebih ringan jika dibandingkan pada orang dewasa yang biasanya telah menimbulkan gangguan kesehatan atau sekurang-kurangnya merupakan faktor risiko untuk penyakit pernafasan dan kardiovaskuler. Dijelaskan lebih lanjut, dampak obes pada anak antara lain karena pertumbuhan dan perkembangan fisik yang lebih cepat matang, sehingga pada anak wanita lebih cepat menarche (haid untuk pertama kali) pada usia yang lebih dini. Obes pada bayi dan anak balita umumnya belum termasuk masalah medis, namun bukan berarti bisa dibiarkan begitu saja, karena kemungkinan untuk menjadi obes pada usia dewasa relatif lebih besar jika dibandingkan dengan anak yang bergizi baik. Menurut Manuaba (2004) dampak obesitas pada kesehatan umumnya mungkin masih terbatas pada gangguan psikososial, yaitu keterbatasan dalam pergaulan, aktivitas fisik, lebih suka menyendiri, dan memuaskan dirinya dengan bersantai dan makan. Akan tetapi pada obesitas berat, mungkin telah disertai gangguan pernafasan, hipertensi, eksima pada lipatan kulit akibat timbunan lemak di bawah kulit yang mengakibatkan bau badan yang tidak sedap sehingga tidak disukai teman pergaulannya. Menurut Hidayati et.al (2006), anak obes berisiko mengalami gangguan kesehatan seperti: 1. Penyakit Kardiovaskuler Faktor risiko ini meliputi peningkatan: kadar insulin, trigliserida, LDLkolesterol dan tekanan darah sistolik serta penurunan kadar HDL- kolesterol. Risiko penyakit kardiovaskuler di usia dewasa pada anak obesitas sebesar 1,7 - 2,6. IMT mempunyai hubungan yang kuat dengan kadar insulin. Anak dengan IMT > persentil ke 99, 40% diantaranya mempunyai kadar insulin tinggi, 15% mempunyai kadar HDL-kolesterol yang rendah dan 33% dengan kadar trigliserida tinggi. Anak obes cenderung mengalami peningkatan tekanan darah dan denyut jantung, serta 20-30% menderita hipertensi. 18 2. Diabetes Mellitus tipe-2 Diabetes mellitus tipe-2 jarang ditemukan pada anak obes. Prevalensi penurunan glukosa toleran test pada anak obes adalah 25% sedang diabetes mellitus tipe-2 hanya 4%. Hampir semua anak obesitas dengan diabetes mellitus tipe-2 mempunyai IMT > + 3SD. 3. Obstructive sleep apnea Obstruktive sleep apnea sering dijumpai pada anak obes dengan kejadian satu berbanding seratus dan ditunjukkan dengan gejala mengorok. Penyebabnya adalah penebalan jaringan lemak di daerah dinding dada dan perut yang mengganggu pergerakan dinding dada dan diafragma, sehingga terjadi penurunan volume dan perubahan pola ventilasi paru serta meningkatkan beban kerja otot pernafasan. Pada saat tidur terjadi penurunan tonus otot dinding dada yang disertai penurunan saturasi oksigen dan peningkatan kadar CO2, serta penurunan tonus otot yang mengatur pergerakan lidah dan menyebabkan lidah jatuh kearah dinding belakang faring yang mengakibatkan obstruksi saluran nafas intermiten dan menyebabkan tidur gelisah, sehingga keesokan harinya anak cenderung mengantuk dan kurangnya suplai oksigen ke otak (hipoventilasi). Gejala ini berkurang seiring dengan penurunan berat badan. 4. Gangguan ortopedik Anak obes cenderung berisiko mengalami gangguan ortopedik yang disebabkan kelebihan berat badan, yaitu tergelincirnya epifisis kaput femoris yang menimbulkan gejala nyeri panggul atau lutut dan terbatasnya gerakan panggul. 5. Pseudotumor serebri Pseudotumor serebri akibat peningkatan ringan tekanan intrakranial pada anak obes disebabkan oleh gangguan jantung dan paru-paru yang menyebabkan peningkatan kadar CO2 dan memberikan gejala sakit kepala. KERANGKA PEMIKIRAN Prevalensi anak yang menderita obesitas di Indonesia makin meningkat. Banyak faktor yang memicu makin meningkatnya angka obesitas pada anak, diantaranya adalah pengaruh parental fatness, karakteristik anak, karakteristik keluarga, aktivitas fisik dan kebiasaan makan pada anak. Parental fatness berkaitan dengan status gizi orang tua yang diketahui dari IMT yang diukur berdasarkan berat dan tinggi badan. Karakteristik keluarga dikaitkan dengan pendidikan, pendapatan keluarga, serta pengetahuan gizi ibu. Pengetahuan gizi ibu diukur dengan memberikan pertanyaan pada kuesioner yang ditujukan untuk ibu. Aktivitas fisik lebih menyoroti pada banyaknya waktu yang dihabiskan anak untuk tidur, menonton televisi dan bermain di luar rumah dalam satu hari. Kebiasaan makan mencakup riwayat makan anak, konsumsi pangan dan konsumsi camilan. Riwayat makan yang diteliti adalah riwayat pemberian ASI, pemberian susu formula dan pemberian makanan padat. Genetik (Parental Fatness) Obesitas Karakteristik Keluarga • Pendidikan Orang Tua • Pendapatan Keluarga • Pengetahuan Gizi Ibu Kebiasaan Makan Anak • Riwayat Makan • Konsumsi Pangan • Konsumsi Camilan Karakteristik Anak • Jenis Kelamin • Berat Lahir Aktivitas Fisik Anak • Jumlah Waktu Tidur • Menonton Televisi • Bermain di luar Rumah = Variabel yang diteliti Gambar 1 Faktor-faktor yang berhubungan dengan obesitas METODE PENELITIAN Desain, Waktu Dan Tempat Desain penelitian adalah cross sectional study. Penelitian diawali dengan survei pendahuluan yaitu pengambilan data sepuluh Taman Kanak-kanak (TK) dari 130 Taman Kanak-kanak yang terdaftar di Kota Bogor pada bulan November-Desember 2007, dilanjutkan pengumpulan data lewat kuesioner pada bulan Februari-Maret 2008. Penelitian dilakukan di sepuluh Taman Kanak-kanak yang tersebar di enam kecamatan di Kota Bogor, yaitu TK Bina Insani di Kecamatan Tanah Sereal; TK Insan Kamil, TKIT Aliya, dan TK Kemuning di Kecamatan Bogor Barat; TK Tiara Insani dan TK Anugerah di Kecamatan Bogor Utara, TK Regina Pacis dan TK Kesatuan di Kecamatan Bogor Tengah; TK Pertiwi 4 di Kecamatan Bogor Timur; serta TK Mardiyuana di Kecamatan Bogor Selatan. Pemilihan 10 TK berdasarkan daftar TK di Kota Bogor tahun 2005 yang diperoleh dari Dinas Pendidikan Kota Bogor (Lampiran 1) dan kategori TK favorit di Kota Bogor. Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Contoh adalah anak TK usia 5-6 tahun dengan status gizi obes (indeks z-skor > +3) dan anak dengan status gizi normal (indeks z-skor -2 ≤ z-skor ≤ +2). Status gizi ditetapkan berdasarkan IMT menurut umur standar WHO 2007. Penelitian diawali dengan pengukuran berat badan dan tinggi badan semua anak TK kelas B di sepuluh TK dengan jumlah populasi sebanyak 578 anak. Menurut Chandra (1996), penentuan jumlah sampel yang akan digunakan pada penelitian ini menggunakan rumus: n = p (1 – p) (Z/d)2 Keterangan :Z p d = 1.96 (α = 0.05) = prevalensi gizi lebih pada anak di perkotaan (10.85%) = toleransi estimasi (10% atau 0.1) Berdasarkan rumus, jumlah sample minimal adalah 37 anak obes. Berdasarkan hasil perhitungan IMT, jumlah anak TK yang obes sebanyak 69 anak (11.94%), overweight sebanyak 56 anak, (9.69%), normal sebanyak 441 anak (76.3%) dan gizi kurang sebanyak 12 anak (2.08%). Berdasarkan kategori umur 5-6 tahun didapatkan 57 anak obes dan 56 anak normal (dipilih secara acak dari 441 anak) yang kemudian mendapatkan kuesioner penelitian. Pertanyaan dalam kuesioner tidak ditanyakan langsung, tetapi sudah dibuat sejelas mungkin sehingga bisa diisi oleh orang tua anak di rumah (Lampiran 2). Jumlah contoh dipilih 21 berdasarkan kelengkapan pengisian kuesioner, yaitu 41 anak obes dan 41 anak dengan status gizi normal. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer mencakup karakteristik anak (jenis kelamin, berat lahir anak, berat badan dan tinggi badan anak, berat badan dan tinggi badan orang tua, pendidikan orang tua, pendapatan keluarga serta pengetahuan gizi ibu), kebiasaan makan anak (riwayat pemberian ASI, riwayat pemberian susu formula dan riwayat pemberian makanan padat, konsumsi pangan serta konsumsi camilan), dan aktivitas fisik anak (waktu tidur, lama menonton televisi, dan bermain di luar rumah). Berat badan anak diukur langsung menggunakan timbangan digital yang telah dikalibrasi dengan ketelitian (0.01), dan pengukuran tinggi badan anak menggunakan microtoise dengan ketelitian (0.1). Konsumsi pangan anak diketahui dengan pencatatan makanan (food record) selama 2x24 jam. Data sekunder meliputi data sepuluh TK di Kota Bogor (nama, alamat, nomor telepon) yang diperoleh dari Dinas Pendidikan Kota Bogor dan data jenis kelamin anak serta tanggal lahir anak yang diperoleh dari TK yang diteliti. Pengambilan data primer dilakukan dengan kuesioner yang diisi oleh orang tua anak di rumah. Pemantauan pengisian kuesioner dilakukan dengan bantuan pihak sekolah. Setiap anak mendapatkan surat pengantar dari sekolah untuk orang tua yang juga menerangkan cara pengisian kuesioner sehingga orang tua akan lebih mudah mengisinya. Pengumpulan kuesioner dari tiap anak dibantu oleh pihak sekolah. Kuesioner yang terkumpul kemudian diperiksa kelengkapan pengisianya oleh peneliti. Pengolahan dan Analisis Data Data diolah baik secara manual maupun menggunakan program komputer Microsoft Exel 2007 dan SPSS version 13.0 for Windows. Tahap pengolahan data yang pertama adalah cleaning, editing, koding, dan processing. Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan masing-masing variabel dengan crosstabs. Analisis bivariat menggunakan chi square, dan analisis multivariat menggunakan multiple logistic regression. Sebelum data dianalisis, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data dan didapatkan ha sil bahwa data menyebar normal. Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antar variabel independen dengan dependen. Variabel independen terdiri dari karakteristik 22 anak dan keluarga (jenis kelamin dan berat lahir anak, IMT orang tua, pendidikan orang tua, pendapatan keluarga serta pengetahuan gizi ibu), kebiasaan makan anak (riwayat pemberian ASI, riwayat pemberian susu formula dan riwayat pemberian makanan padat, konsumsi pangan serta konsumsi camilan), dan aktivitas fisik anak (waktu tidur, menonton televisi, dan bermain di luar rumah). Status gizi (obesitas dan normal) merupakan variabel dependen. Variabel yang dianalisis adalah jenis data nominal, baik variabel dependen atau independen, sehingga analisis hubungan yang digunakan adalah chi square. Multiple logistic regression digunakan untuk menganalisis faktor risiko obesitas pada anak. Odds Ratio (OR) variabel independen terhadap variabel dependen digunakan dengan model : Keterangan : π (x) e β0 β1 – βn x1 x2 x3 x4 x5 x6 x7 x8 x9 x10 x11 x12 : peluang kejadian obesitas(1 = obes, 0 = tidak obes) : eksponensial : konstanta : koefisien regresi : jenis kelamin anak : berat lahir : IMT ayah : IMT ibu : pendapatan keluarga : pemberian ASI ekslusif : pemberian makanan padat lebih dini : lama waktu tidur : lama menonton TV : kurangnya waktu bermain di luar : konsumsi energi : konsumsi lemak Definisi Operasional Obes adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbunnya lemak, yang berdasarkan standar WHO 2007, memiliki nilai z-skor untuk IMT menurut umur > +3 SD. Anak TK adalah anak yang menjalani pendidikan pra sekolah yang terdaftar di Dinas Pendidikan Kota Bogor yang berusia 5 sampai 6 tahun. Karakterisitik anak adalah data yang berisi jenis kelamin anak, berat lahir anak, IMT orang tua, pendidikan orang tua, pendapatan keluarga dan pengetahuan gizi ibu. 23 Kebiasaan makan mencakup riwayat makan saat bayi (riwayat pemberian ASI, pemberian makanan padat dan susu formula) dan konsumsi makan saat ini yang diketahui dengan pencatatan makanan (food record) selama 2x24 jam. Aktivitas fisik adalah jenis kegiatan fisik anak (tidur, menonton televisi, dan bermain di luar rumah) yang dilakukan bersamaan dengan hari pencatatan konsumsi makan selama 2x24 jam. Riwayat makan adalah keterangan apakah anak diberikan ASI eksklusif dan pada usia berapa anak mulai diberikan susu formula. Riwayat makan juga mencakup keterangan pada usia berapa anak pertama kali diberikan makanan padat. Makanan padat adalah makanan yang ditujukan untuk anak usia 6 bulan keatas yang tidak berbentuk cair, seperti bubur dan biskuit bayi. Susu formula adalah susu selain ASI yang diberikan pada anak sebelum usia 6 bulan . ASI eksklusif adalah pemberian air susu ibu saja tanpa tambahan susu atau makanan lain sampai bayi berusia 6 bulan. Pendapatan keluarga adalah besarnya pendapatan atau penghasilan keluarga yang diperoleh dalam sebulan yang terdiri dari penghasilan ayah maupun ibu (bila bekerja) yang digunakan untuk memenuhi semua kebutuhan anggota keluarga. Pengetahuan gizi ibu adalah pemahaman ibu terhadap gizi dan kesehatan secara umum dan tentang obesitas yang diketahui berdasarkan jawaban ibu terhadap pertanyaan pada kuesioner yang diberikan. HASIL DAN PEMBAHASAN Suatu kondisi medis yang disebabkan oleh pemberian atau cara makan yang tidak tepat atau tidak mencukupi disebut dengan istilah malnutrisi. Namun istilah ini lebih sering dikaitkan dengan keadaan undernutrition (gizi kurang) yang diakibatkan oleh konsumsi makanan yang kurang, penyerapan yang buruk, atau kehilangan zat gizi secara berlebihan. Sebenarnya istilah tersebut juga dapat mencakup keadaan overnutrition (gizi berlebih). Malnutrisi yang diakibatkan pola makan yang berlebih atau asupan gizi yang tidak seimbang lebih sering terjadi di negara-negara maju, misalnya dikaitkan dengan angka obesitas yang meningkat (Mokoagon 2007). Penilaian status gizi dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Penelitian ini menggunakan penilaian secara langsung dengan menggunakan metode antropometri. Antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkatan umur dan tingkat gizi. Pengukuran berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling sering digunakan. Hal ini disebabkan pengukuran berat badan memberikan gambaran status gizi sekarang dan apabila dilakukan secara periodik dapat memberikan gambaran yang baik tentang pertumbuhan (Supariasa, Bakri, dan Fajar 2002). Karakteristik Anak Karakteristik anak terdiri dari jenis kelamin, berat lahir dan mencakup karakteristik orang tua. Tabel 4 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan berat lahir. Kecenderungan anak obes terjadi pada laki-laki. Hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin anak dan status gizi obes anak (P = 0.075). Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan berat lahir Status Gizi Karakteristik Anak Jenis Kelamin Berat Lahir Normal Obes Total n % n % n % Perempuan 22 61.1 14 38.9 36 100 Laki-laki 19 41.3 27 58.7 46 100 Normal 36 53.7 31 46.3 67 100 BBLR/lebih 5 33.3 10 66.7 15 100 P Value 0.075 0.153 25 Menurut WHO (2000), perempuan cenderung mengalami peningkatan penyimpanan lemak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, perempuan cenderung mengkonsumsi sumber karbohidrat yang lebih banyak sebelum masa pubertas, sementara laki-laki lebih cenderung mengkonsumsi makanan yang kaya protein. Disisi lain, penelitian yang dilakukan oleh Proper, Cerin, Brown, dan Owen (2006) menyatakan bahwa, laki-laki secara signifikan lebih berkemungkinan untuk menjadi overweight atau obes daripada wanita, karena laki-laki cenderung untuk menghabiskan lebih banyak waktu untuk santai pada saat akhir minggu atau waktu senggang. Hasil uji statistik berbeda dengan teori menurut WHO (2000) diduga karena pada usianya, anak laki-laki lebih sering menghabiskan waktunya dengan bermain game atau menonton TV dibanding anak perempuan. Kecenderungan obes terjadi pada anak yang lahir dengan berat badan tidak normal. Terdapat 10 dari 15 (66.7%) anak dengan berat lahir tidak normal (BBLR/berat lahir lebih) saat ini obes. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara berat lahir bayi dengan status gizi obes anak (P = 0.153). Hal ini mungkin terjadi karena pada prakteknya tidak selinier teorinya. Bayi yang lahir dengan berat badan tidak normal jika dalam perjalanan hidupnya menjalani pola makan yang seimbang juga ditunjang dengan aktivitas fisik yang cukup, akan tumbuh menjadi anak dengan berat badan normal. Menurut Sekartini (2007), bayi dikatakan lahir dengan berat normal jika berat badannya antara 2500-3800 gram. Bayi yang lahir dengan berat lebih jika beratnya diatas 3800 gram. Bayi yang terlahir besar atau beratnya tidak normal akan mempengaruhi pertumbuhannya dan dapat menyebabkan obes. Bayi yang lahir dengan berat badan lebih atau rendah berisiko menjadi obes di kemudian harinya. Bayi yang di dalam kandungan menderita kekurangan gizi akan membutuhkan asupan energi dan lemak yang tinggi setelah berada di luar kandungan. Bayi-bayi ini akan melalui proses pertumbuhan cepat, hingga mencapai ukuran tertentu. Setelah tumbuh lebih besar, sistem tubuh mereka adalah sistem dengan ”gaya hemat”. Istilah ini berarti janin yang kekurangan makanan pada saat berada dalam kandungan akan tumbuh sebagai individu yang mengatur tubuhnya untuk menyimpan lemak lebih banyak dan lebih efesien dalam penggunaannya (Parson, Tessa , Power & Manor 2001). 26 Tabel 5 merupakan sebaran contoh berasarkan karakteristik orang tua. Karakteristik keluarga mencakup pendidikan ayah dan ibu, pendapatan keluarga, IMT ayah dan ibu serta pengetahuan gizi ibu. Tabel 5 menggambarkan kecenderungan obes terjadi pada anak yang memiliki ayah dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi. Terdapat 35 dari 61 (57.4%) ayah dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi memiliki anak yang obes. Hasil uji statistik menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan ayah dengan status gizi obes anak (P = 0.023). Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik orang tua Status Gizi Karakteristik Orang Tua Normal Obes P Value Total n % n % n % SMA 15 71.4 6 28.6 21 100 PT 26 42.6 35 57.4 61 100 Pendidikan Ibu SMA 19 76 6 24 25 100 PT 22 38.6 35 61.4 57 100 Pendapatan Keluarga ≤ 2 juta 15 75 5 25 20 100 > 2 juta 26 41.9 36 58.1 62 100 Normal 33 62.3 20 37.7 53 100 Obes 8 27.6 21 72.4 29 100 Normal 34 54.8 28 45.2 62 100 Obes 7 35 13 65 20 100 Baik 14 56 11 44 25 100 Kurang 27 47.4 30 52.6 57 100 Pendidikan Ayah IMT Ayah IMT Ibu Pengetahuan Gizi 0.023 0.002 0.010 0.003 0.123 0.472 Pendidikan ayah diduga berkaitan dengan tingkat status ekonomi keluarga. Tingkat pendidikan orang tua sangat berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi anaknya. Makin tinggi tingkat pendidikan maka pendapat pun akan semakin tinggi. Pendapatan yang tinggi berarti kemudahan dalam membeli dan mengkonsumsi makanan enak dan mahal yang mengandung energi tinggi seperti fast food (Padmiari&Hadi 2001). Kecenderungan obes juga terjadi pada anak yang memiliki ibu dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi. Terdapat 35 dari 57 (61.4%) ibu pada tingkat pendidikan perguruan tinggi memiliki anak yang obes. Hasil uji statistik menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu dengan status gizi obes anak (P = 0.002). 27 Kecenderungan obes terjadi pada anak yang berasal dari keluarga dengan pendapatan diatas 2 juta rupiah perbulan. Terdapat 36 dari 62 (58.1%) keluarga dengan pendapatan lebih dari 2 juta rupiah perbulan memiliki anak yang obes dan hanya 25% keluarga dari tingkat pendapatan di bawah 2 juta rupiah perbulan memiliki anak yang obes. Terdapat hubungan yang signifikan antara pendapatan keluarga dengan status gizi obes anak (P=0.010). Seperti yang diungkap sebelumnya, pendidikan orang tua berhubungan dengan tingkat pendapatan orang tua. Pendapatan keluarga yang mendukung kemampuan dalam membeli makanan cepat saji inilah yang menjadi penyebab maningkatnya konsumsi makanan berenergi tinggi (Padmiari&Hadi 2001). Menurut WHO (2000), perkembangan food industry yang salah satunya berkembangnya makanan cepat saji, yaitu makanan yang tinggi lemak tetapi rendah karbohidrat kompleks merupakan salah satu faktor risiko obes. Banyaknya jenis fast food yang dikonsumsi merupakan faktor risiko terjadinya obes (OR = 11.0). Ini berarti mengkonsumsi fast food akan berisiko 11 kali mengalami obes jika dibanding mereka yang tidak mengonsumsinya. Kecenderungan obes terjadi pada anak yang memiliki ayah obes. Terdapat 21 dari 29 (72.4%) ayah yang obes memiliki anak obes. Hasil uji statistik menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara IMT ayah dengan status gizi obes anak (P = 0.000). Kecenderungan obes pada anak juga terjadi pada anak yang memiliki ibu obes. Sebanyak 65% ibu obes memiliki anak yang obes, namun secara statistik hubungan tersebut tidak signifikan (P = 0.123). Menurut Hidayati et.al (2006), bila kedua orang tua obes, 80% anaknya menjadi obes, bila salah satu orang tua obes, kejadian obes menjadi 40% dan bila kedua orang tua tidak obes, prevalensi menjadi 14%. Perubahan lingkungan gizi dalam kandungan menyebabkan gangguan perkembangan organ-organ tubuh terutama kerentanan terhadap pemrograman janin yang di kemudian hari bersama-sama dengan pengaruh diet dan stres lingkungan merupakan predisposisi timbulnya berbagai penyakit di kemudian hari. Mekanisme kerentanan genetik terhadap obes melalui efek pada resting metabolic rate, thermogenesis non exercise, kecepatan oksidasi lipid dan kontrol nafsu makan yang jelek. Dengan demikian kerentanan terhadap obes ditentukan secara genetik sedang lingkungan menentukan ekspresi fenotip. 28 Menurut Diez (1995), anak yang salah satu orang tuanya mengalami obesitas, berkemungkinan 40 % mengalami obesitas. Pada faktor genetik, kegemukan dapat diturunkan dari generasi ke generasi di dalam sebuah keluarga. Orang tua yang gemuk cenderung memiliki anak yang gemuk pula. Sepertinya faktor genetik telah ikut campur dalam menentukan jumlah unsur sel lemak dalam lemak yang berjumlah besar dan melebihi ukuran normal, secara otomatis akan diturunkan kepada bayi selama dalam kandungan. Tidak heran bila bayi yang lahir memiliki unsur lemak yang relatif sama besar (Zainun 2002). Walau demikian menurut penelitian yang dilakukan Internasional Obesity Task Force (IOTF) yaitu bagian dari WHO yang mengurusi masalah kegemukan pada anak, faktor genetik hanya berpengaruh 1 % dari kejadian obes pada anak sedangkan 99 % disebabkan faktor lingkungan (Anonymous 2007). Tabel 5 menunjukkan kecenderungan obes terjadi pada anak yang memiliki ibu dengan pengetahuan gizi kurang. Terdapat 52.6% ibu dengan pengetahuan gizi kurang memiliki anak yang obes. Hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan gizi ibu dengan obes pada anak (P = 0.472). Pengetahuan gizi ibu pada penelitian ini diukur menggunakan kuesioner yang diisi oleh ibu di rumah. Terdapat kecenderungan kurangnya pengetahuan ibu terhadap masalah gizi. Terdapat 5 dari 82 (6.1%) ibu tidak mengetahui jenis sayuran yang mengandung zat besi, 6 dari 82 (7.3%) ibu tidak mengetahui manfaat sinar matahari bagi tubuh manusia, 24 dari 82 (29.3%) ibu tidak mengetahui lamanya pemberian ASI ekslusif, 12 dari 82 (14.6%) ibu tidak mengetahui vitamin yang larut dalam lemak,13 dari 82 (15.9%) ibu tidak mengetahui buah yang mengandung vitamin C paling banyak, 25 dari 82 (30.5%) ibu tidak mengetahui berat lahir bayi yang sehat, 15 dari 82 (18.3%) ibu tidak mengetahui dampak obesitas, dan 21 dari 82 (25.6%) ibu tidak mengetahui penyakit degeneratif yang ditimbulkan akibat obesitas. Menurut hasil penelitian Yueniwati&Rahmawati (2001), terdapat hubungan antara pendidikan terakhir ibu dengan pengetahuan ibu tentang anak obes. Pendidikan ibu merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh kembang anak, karena dengan pendidikan yang baik maka orangtua dapat menerima segala informasi dari luar, terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik, bagaimana menjaga kesehatan anak, dan sebagainya. Dijelaskan lebih lanjut, pengetahuan ibu tentang obes pada anak juga berhubungan dengan status pekerjaan ibu, yaitu apakah ibu bekerja atau tidak. 29 Kebiasaan Makan Kebiasaan makan atau pola makan dapat menggambarkan frekuensi makan anak dalam sehari dan hal ini bergantung pada kebiasaan makan keluaraganya di rumah maupun di sekolah. Pola makan anak sangat berkaitan erat dengan obesitas, karena semakin sering anak mengonsumsi makanan dalam sehari, maka kecenderungan untuk mengalami obesitas sangat tinggi (Worthington &William 2000). Riwayat Makan Anak Tabel 6 merupakan sebaran contoh berdasarkan riwayat makan anak. Riwayat makan anak terdiri dari pemberian ASI ekslusif, susu formula dan biskuit bayi. Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan riwayat makan anak saat bayi Status Gizi Riwayat Makan ASI Eksklusif Pemberian Susu Formula < 6 bulan Pemberian Biskuit Bayi < 6 bulan Normal Obes Total n % n % n % Ya 29 53.7 25 46.3 54 100 Tidak 12 42.9 16 57.1 28 100 Tidak 10 52.6 9 47.4 19 100 Ya 31 49.2 32 50.8 63 100 Tidak 26 61.9 16 38.1 42 100 Ya 15 37.5 25 62.5 40 100 P Value 0.352 0.794 0.027 Tabel 6 menggambarkan kecenderungan obes terjadi pada anak yang tidak diberikan ASI eksklusif. Terdapat 16 dari 28 (57.1%) anak obes yang tidak mendapatkan ASI eksklusif, namun hasil uji statistik menunjukkan hubungan tidak yang signifikan (P = 0.352). Menurut Lubis dan Desak (2003), ASI mengandung semua zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan serta perkembangan bayi dan anak, serta mencegah terjadinya keadaan gizi salah (marasmus, kelebihan makan dan obes). Sebuah penelitian menyebutkan bahwa pemberian ASI pada anak bisa menurunkan risiko obes pada anak 0.70 (95% CI 0.61-0.80). Hal ini juga dihubungkan dengan status sosial ekonomi, berat lahir anak dan jenis kelamin (Armstrong 2002). 30 Terdapat perbedaan antara hasil uji statistik dengan teori yang menyebutkan anak yang hanya diberi ASI lebih dari 26 minggu mempunyai risiko yang lebih kecil mengalami obes dibanding anak yang hanya disusui 8-16 minggu (Bogen, Hanusa, Whitaker 2004). Hal ini dimungkinkan terjadi, pada anak yang memiliki riwayat pemberian ASI ekslusif, namun dalam masa pertumbuhan anak mendapatkan pengaruh lingkungan yang lebih besar seperti kurangnya aktivitas yang dilakukan anak. Kebiasaan makan yang salah selama pertumbuhannya juga menimbulkan resiko obes. Hal yang sama juga bisa terjadi pada anak yang tidak mendapatkan ASI ekslusif, namun dalam pertumbuhannya selalu didukung dengan gaya hidup sehat yang diterapkan orang tua, maka anak dapat tumbuh dengan gizi yang baik. Seorang anak yang tidak mendapatkan ASI eksklusif biasanya diberikan makanan formula sebagai pengganti ASI. Tabel 6 menunjukkan kecenderungan obes dialami anak yang diberikan susu formula sebelum usia 6 bulan. Terdapat 50.8% anak obes yang diberi susu formula lebih awal. Anak yang tidak diberi susu formula, namun mengalami obes sebanyak 47.4%. Hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pemberian susu formula sebelum usia 6 bulan dengan status gizi obes anak (P = 0.794). Hal ini bisa terjadi karena anak yang diberi susu formula, namun dalam pertumbuhannya diberi makanan dengan gizi seimbang, maka anak akan tumbuh dengan status gizi normal. Pemberian susu formula dalam takaran yang sesuai dan frekuensi yang tidak berlebih juga akan membantu konsumsi energi yang seimbang pada anak. Kecenderungan obes juga terjadi pada anak yang diberikan biskuit bayi sebelum usia 6 bulan. Tabel 6 menggambarkan 25 dari 40 (62.5%) anak obes yang diberi biskuit bayi sebelum usian 6 bulan. Hasil uji statistik menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara pemberian makanan padat sebelum usia anak 6 bulan dengan status gizi obes anak (P = 0.027). Berdasarkan penelitian Yeniwati&Rahmawati (2001), pemberian makanan padat yang terlalu dini (sebelum usia 6 bulan) pada anak merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya obes pada anak. Pada anak yang yang mendapatkan makanan padat terlalu dini (bubur bayi, biskuit, dan nasi tim sebelum 6 bulan) masukan energi akan melebihi kebutuhan energinya. Dari penelitian di atas didapatkan hasil bahwa anak yang mengalami obes, sebelas di antaranya mendapatkan susu yang osmolaritasnya tinggi. Pemberian susu dengan osmolaritas tinggi 31 (terlalu kental) akan menyebabkan terjadinya asupan energi yang melebihi kebutuhan optimal. Konsumsi Pangan Menurut Hartoyo (2007), obes terjadi karena ketidakseimbangan antara energi yang masuk dengan energi yang dikeluarkan, sehingga terjadilah kelebihan energi yang selanjutnya disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Sebagian besar obes terjadi akibat makan yang berlebihan. Pola makan yang tidak teratur, sering ngemil atau makan camilan, sementara aktivitas kurang. Dijelaskan lebih lanjut, obes berpotensi menimbulkan penyakit jantung koroner, diabetes, darah tinggi, ginjal, mudah lelah dan lainnya, sehingga perlu waspada pada obes yang dialami anak-anak. Pola mengkonsumsi makanan cepat saji (junk food) yang disukai anak-anak justru memicu kegemukan. Selain menimbun lemak, makanan tersebut juga bisa mengganggu metabolisme dan meningkatkan kolesterol. Tabel 7 merupakan sebaran contoh berdasarkan konsumsi bahan makanan yang merupakan sumber karbohidrat, protein hewani, dan susu (nasi, daging ayam, dan susu). Ketiga jenis bahan makanan ini merupakan yang paling disukai dan dikonsumsi setiap hari. Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan rata-rata konsumsi bahan makanan Rata-rata % AKG Bahan Status Gizi Konsumsi Pangan Energi Protein Lemak (g/kap/hari) Normal 482 54.4 49.4 0 Nasi Obes 504 56.9 51.6 0 Daging Ayam Telur Tempe Susu Normal 21.6 2.6 11 6.0 Obes 46.5 5.7 23.8 12.9 Normal 22.9 0.9 3.9 2.1 Obes 25.6 1.05 4.37 3.4 Normal 12.2 1.3 3.7 1.7 Obes 18.3 1.8 5.6 2.5 Normal 26.1 7.4 18.7 17 Obes 31.1 8.8 22.4 20.3 Tabel 7 menggambarkan anak yang obes cenderung mengkonsumsi nasi, daging ayam, telur, tempe dan susu lebih banyak dibandingkan anak normal. Konsumsi energi dan protein yang berasal dari nasi mencapai lebih dari separuh angka kecukupan energy (56.9%, 51.6 ), sedangkan daging ayam, telur, tempe 32 dan susu menyumbang kurang dari separuh tingkat kecukupan energy dan protein. Tingkat konsumsi lemak pada anak obes yang berasal dari konsumsi daging dan susu berturut-turut menyumbang 12.9% dan 20.3% dari kecukupan konsumsi lemak yang baik untuk anak. Tabel 8 merupakan sebaran contoh berdasarkan kategori kecukupan energi dan protein dalam satu hari. Menurut Gibson (1993), tingkat kecukupan energi dikategorikan menjadi empat; lebih (≥100%), baik (85-100%), cukup (7084.5%) dan kurang (<70%). Pada penelitian ini, tingkat kecukupan energi digategorikan menjadi 2, yaitu baik dan lebih. Dijelaskan lebih lanjut, tingkat kecukupan protein dibagi menjadi 2 kategori, yaitu baik (≥75%) dan kurang (<75%). Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan kategori kecukupan energi dan protein Status Gizi Konsumsi Zat Gizi Energi Protein Normal Obes Total n % n % n % Baik 36 56.3 28 43.8 64 100 Lebih 5 27.8 13 72.2 18 100 Kurang 6 33.3 12 66.7 18 100 Baik 35 54.7 29 45.3 64 100 P Value 0.033 0.091 Tabel 8 menggambarkan kecenderungan obes terjadi pada anak dengan kategori tingkat kecukupan lebih. Terdapat 72.2% anak obes dengan tingkat kecukupan energi lebih. Hasil uji statistik menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan energi dengan status gizi obes anak (P = 0.033). Anak yang obes cenderung memiliki kebiasaan pola makan berlebih serta mengkonsumsi makanan dalam jumlah lebih banyak setiap kalinya. Anak yang obes sangat menyukai aktivitas makan. Anak makan lebih banyak daripada kebutuhan energi sesungguhnya yang dibutuhkan. Mengunyah makanan dalam jumlah yang sama dalam sehari dapat menyebabkan sistem enzim tubuh untuk menggunakan energi lebih efisien dan akhirnya disimpan menjadi lemak (Anonymous 2007). Terdapat hampir separuh (45.3%) anak obes dengan tingkat kecukupan protein pada kategori baik. Hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan protein dengan status gizi obes anak (P = 0.091). Pertumbuhan anak sebaiknya didukung oleh konsumsi zat gizi yang cukup. Menurut Almatsier (2003), protein merupakan bagian 33 terbesar tubuh setelah air yang mempunyai fungsi yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh. Oleh karena itu peotein sangat dibutuhkan dalam proses pertumbuhan anak. Tabel 9 merupakan sebaran contoh berdasarkan kecukupan lemak. Kecukupan lemak pada anak sebesar 43 gram. Angka ini merupakan seperempat dari kecukupan energi. Kecenderungan obes terjadi pada anak yang mengkonsumsi lemak melebihi kecukupannya. Terdapat lebih dari separuh (73.1%) anak obes yang mengkonsumsi lemak lebih dari 43 gram. Hasil uji statistik menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi lemak dengan status gizi obes anak (P=0.004). Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan konsumsi lemak Status Gizi P Konsumsi Zat Gizi Normal Obes Total Value n % n % n % Lemak ≤ 43 gram 34 60.6 22 39.9 56 100 0.004 > 43 gram 7 26.9 19 73.1 26 100 Tabel 10 merupakan Sebaran contoh berdasarkan persen kontribusi lemak terhadap konsumsi energi. Rata-rata konsumsi energi pada anak obes adalah 1723 Kal setiap hari. Jumlah ini jauh lebih besar dibandingkan dengan rata-rata konsumsi energi anak normal. Konsumsi lemak menunjukkan kecenderungan lebih besar pada anak obes. Kontribusi lemak pada anak obes lebih besar dibandingkan anak normal (30.4%). Menurut Almatsier (2003), konsumsi lemak perlu diawasi karena tidak boleh melebihi seperempat dari kebutuhan energi. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi lemak tidak boleh lebih dari 25%. Tabel 10. Sebaran contoh berdasarkan persen kontribusi lemak Status Gizi Rata-rata Konsumsi Energi Lemak (Kal/kap/hari) (g/kap/hari) % Kontribusi Lemak Normal 1552 44 25.5% Obes 1723 58.3 30.4% 34 Konsumsi Camilan Tabel 11 merupakan sebaran contoh berdasarkan jenis makanan camilan yang biasa dikonsumsi anak saat ini. Konsumsi camilan terdiri atas jenis camilan gorengan dan biskuit. Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan konsumsi camilan Status Gizi Konsumsi Camilan Normal Obes Total n % n % n % Tidak 40 58.8 28 41.2 68 100 Gorengan Ya 1 7.1 13 92.9 14 100 Tidak 31 79.5 8 20.5 39 100 Biskuit Ya 10 23.3 33 76.7 43 100 P Value 0.000 0.000 Tabel 11 menggambarkan kecenderungan obes terjadi pada anak yang mengemil gorengan dan biskuit. Terdapat 92.9% anak obes yang biasa mengemil gorengan. Hasil uji statistik menunjukkan terdapat hubungan yang sangat signifikan antara kebiasaan mengemil gorengan dengan status gizi obes anak (P = 0.000). Epidemi obes anak-anak jelas berkaitan dengan kelebihan energi yang dikonsumsi anak setiap harinya saat mengemil. Terdapat 76.7% anak obes yang biasa mengemil biskuit mengalami obes. Hasil uji statistik menunjukkan terdapat hubungan yang sangat signifikan antara kebiasaan mengemil biskuit dengan status gizi obes anak. Menurut Popkin (2007), akar masalah kegemukan di masa anak-anak terjadi antara umur satu sampai lima tahun. Camilan sebenarnya penting bagi anak, sebab perutnya kecil dan ia perlu ngemil lebih sering. Namun apapun camilannya dalam sehari, seharusnya hanya memberikan 20 persen dari total energinya. Kebiasaan mengonsumsi camilan biasanya dilakukan saat anak menonton televisi, bermain game dan saat belajar. Ketiga kegiatan tersebut merupakan aktivitas fisik yang sangat rendah, namun dalam waktu bersamaan anak mengonsumsi makanan yang mengandung cukup banyak energi. Tidak seimbang antara konsumsi energi dengan aktivitas fisik yang dilakukan merupakan salah satu penyebab obes pada anak. 35 Aktivitas Fisik Kehidupan modern telah memberikan pola hidup yang efesien. Ketika berada di tempat umum (public area), tersedia eskalator atau lift untuk mempercepat proses menempuh jarak sekaligus menghemat waktu. Dengan sistem transportasi yang semakin canggih, seseorang dapat menempuh jarak jauh dengan lebih cepat dan mudah, tidak seperti berjalan kaki atau naik sepeda. Keterbatasan gerak manusia inilah yang pada akhirnya berujung pada kejadian obes dalam kaitannya dengan aktivitas fisik (WHO 2000). Tabel 12 merupakan sebaran contoh berdasakan alokasi waktu tidur, menonton TV dan bermain di luar rumah dalam satu hari. Menurut Reilly et.al(2005), terdapat hubungan yang erat antara jumlah waktu tidur anak dengan kejadian obes. Tahun 1960-2000, kejadian kegemukan meningkat dua kali lipat terjadi pada mereka yang memiliki kelebihan tidur 1 hingga 2 jam. Jumlah waktu tidur malam dapat mempengaruhi kejadian obes melalui perubahan dalam sekresi hormon pertumbuhan (Tremblay 2006). Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan alokasi kegiatan Status Gizi Alokasi Kegiatan Normal Obes Total n % n % n % ≤ 8 jam 23 62.2 14 37.8 37 100 > 8 jam 18 40 27 60 45 100 Menonton ≤ 2 jam Televisi > 2 jam 31 63.3 18 36.7 49 100 10 30.3 23 69.7 33 100 ≥ 2 jam 27 64.3 15 35.7 42 100 < 2 jam 14 35 26 65 40 100 Waktu Tidur Bermain di Luar P Value 0.046 0.003 0.008 Tabel 12 menggambarkan kecenderungan obes dialami anak yang waktu tidurnya lebih dari 8 jam perhari. Terdapat 27 dari 45 (60%) anak obes yang menghabiskan waktu lebih dari 8 jam untuk tidur dalam satu hari. Hasil uji statistik menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara lamanya waktu yang dihabiskan untuk tidur dalam satu hari dengan status gizi obes anak (P = 0.046). Anak obes cenderungan menonton TV lebih dari 2 jam perhari. Terdapat 23 dari 33 (69.7%) anak obes yang menghabiskan waktunya lebih dari 2 jam perhari untuk menonton TV. Anak obes yang menghabiskan waktunya ≤ 2 jam untuk menonton TV dalam satu hari sebanyak 36.7%. Hasil uji statistik 36 menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara lamanya alokasi waktu menonton TV dengan status gizi obes anak (P = 0.003). Menonton televisi saat ini menjadi sebuah kegiatan yang diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya obes pada anak karena sifatnya yang sangat sedentary. Penelitian yang diadakan di Inggris oleh tim peneliti dari ALSPAC (Avon longitudinal study of parents and children) yang meneliti anak sejak dalam kandungan hingga usia 7 tahun, ditemukan kaitan antara menonton televisi dengan kejadian obes. Odds ratio kemungkinan menjadi obes meningkat linier dengan bertambahnya waktu menonton televisi. Anak yang menonton televisi 4 sampai 8 jam perminggu diusia 3 tahun, maka kemungkinan untuk menjadi obes (odds ratio) pada usia 7 tahun adalah 1.37 kali lebih besar. Secara keseluruhan anak yang menonton televisi lebih dari delapan jam seminggu memiliki kemungkinan menjadi obes 1.55 kali lebih besar dibandingkan anak yang menonton televisi kurang dari delapan jam perminggu (Reilly, John, Julie, Dorosty, Emmett, Steer and Sherrif 2005). Dijelaskan lebih lanjut, menonton televisi merupakan salah satu bentuk bermain pasif yang membuat anak merasa bahagia dan senang. Kesenangan ini tidak selamanya berdampak positif bila dilakukan secara berlebihan. Menonton televisi berisiko meyebabkan obes karena aktivitas bukan fisik ini telah mengambil waktu anak yang seharusnya bisa digunakan untuk melakukan aktivitas fisik. Berkurangnya aktivitas fisik pada akhirnya akan berakibat menurunnya energi yang digunakan (energi expenditure). Menonton televisi juga sangat berkaitan erat dengan kebiasaan makan makanan ringan (snacking) yang akan memberikan asupan energi yang tinggi pada anak. Ketidakseimbangan neraca energi inilah yang menyebabkan obes. Menurut WHO (2000), kebiasaan menonton televisi menyebabkan kepasifan fisik (physical inactivity) terutama dalam kejadian obes. Terdapat hubungan yang erat antara kasus baru obes dengan kegagalan anak obes untuk menurunkan berat badan. Hasil penelitian menyebutkan bahwa, setiap penambahan alokasi waktu 1 jam untuk menonton TV akan meningkatkan kemungkinan terjadinya obes sebesar 2 %. (Dietz&Gortmaker 1985). Satu komponen yang sangat penting dalam penurunan berat badan, terutama pada anak-anak adalah aktivitas fisik. Kegiatan ini tidak hanya akan membakar energi, tapi juga dapat memperkuat tulang dan otot dan membantu anak-anak tidur dengan nyenyak di malam hari dan terjaga di siang hari. 37 Kebiasaan seperti ini yang dibangun sejak masa kanak-kanak akan membantu mereka menjaga berat badan pada kisaran yang sehat pada masa dewasanya, meskipun mereka mengalami pertumbuhan yang pesat, perubahan hormon dan mengalami perubahan sosial yang seringkali menyebabkan mereka terlalu banyak makan (Anonymous 2007). Tabel 12 menggambarkan kecenderungan obes terjadi pada anak yang menghabiskan waktu bermain di luar rumah kurang dari 2 jam perhari. Terdapat 65% anak obes yang menghabiskan waktunya bermain di luar rumah kurang dari 2 jam perhari. Hasil uji statistik menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara alokasi waktu bermain di luar rumah dengan status gizi obes anak (P = 0.008). Kurangnya aktivitas bermain di luar berarti sedikitnya energi yang dikeluarkan anak. Padahal beraktivitas di luar rumah dimaksudkan agar anak secara tidak langsung mengurangi waktunya menonton TV atau bermain game yang sifatnya sedentary. Adanya aktivitas fisik yang cukup, maka energi expenditure dapat dipakai lebih banyak. Ketidakaktivan fisik (physical inactivity) atau perilaku sedentary didefinisikan sebagai sebuah keadaan statis dimana pergerakan tubuh sangat minim dan jumlah energi expenditure setara dengan RMR (Resting Metabolisme Rate). Physical inactivity berarti bukan tidak ada pergerakan sama sekali, tetapi kepasifan fisik juga termasuk dalam kategori physical inactivity, misalnya aktivitas menonton televisi. Faktor Risiko Obesitas Obesitas adalah suatu penyakit multifaktorial yang diduga bahwa, sebagian besar obes disebabkan oleh karena interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan, antara lain aktivitas, gaya hidup, sosial ekonomi dan gizi yaitu perilaku makan dan pemberian makanan padat terlalu dini pada bayi (Hidayati et.al 2006). Terdapat beberapa faktor yang diduga menjadi faktor risiko obesitas pada anak. Hasil uji lanjut dengan menggunakan analisis multivariat mendapatkan 5 faktor risiko obesitas pada anak, diantaranya adalah IMT ayah, lama menonton TV, lama bermain di luar, konsumsi energi dan konsumsi lemak. Tabel 13 merupakan faktor risiko obesitas pada anak. 38 Tabel 13 Faktor risiko obesitas pada anak Faktor Resiko Kategori P Value IMT Ayah Lama Menonton TV Lama Bermain di Luar Konsumsi Energi Konsumsi Lemak 0 = Normal 1 = Obes 0 = ≤ 2 jam/hari 1 = > 2 jam/hari 0 = ≥ 2 jam/hari 1 = < 2 jam/hari 0 = Baik 1 = Lebih 0 = ≤ 43 gram 1 = > 43 gram OR 0.001 8.449 0.018 4.236 0.040 3.480 0.006 7.266 0.027 4.257 Parental fatness merupakan faktor genetik yang berperanan besar dengan obes pada anak. Bila kedua orang tua mengalami obesitas, 80% anaknya menjadi obes, bila salah satu orang tua mengalami obesitas, kejadian obesitas pada anak menjadi 40% dan bila kedua orang tua tidak mengalami obesitas, prevalensi menjadi 14%. (Hidayati et.al 2006). IMT ayah merupakan faktor yang berhubungan nyata dengan obesitas anak (P = 0.001) dengan OR = 8.449. Hal ini berarti anak yang memiliki ayah obes akan berisiko 8.449 kali menjadi obes dibanding anak dengan ayah yang memiliki IMT normal. Sehingga anak yang memiliki ayah obes memiliki risiko yang lebih tinggi untuk obes. Seperti yang dikatakan Zainun (2002), faktor genetik telah ikut campur dalam menentukan jumlah unsur sel lemak dalam lemak yang berjumlah besar dan melebihi ukuran normal, secara otomatis akan diturunkan kepada bayi selama dalam kandungan. Menurut Reilly et.al (2005), Odds ratio kemungkinan menjadi obes meningkat linier dengan bertambahnya waktu menonton televisi. Anak yang menonton televisi 4 sampai 8 jam perminggu diusia 3 tahun, maka kemungkinan untuk menjadi obes (odds ratio) pada usia 7 tahun adalah 1.37 kali lebih besar. Secara keseluruhan anak yang menonton televisi lebih dari delapan jam seminggu memiliki kemungkinan menjadi obes 1,55 kali lebih besar dibandingkan anak yang menonton televisi kurang dari delapan jam perminggu. Hasil uji statistik menunjukkan hubungan yang nyata antara lama menonton TV dengan obes pada anak (P = 0.018) dengan OR = 4.236. Ini berarti, anak yang menghabiskan waktunya menonton TV lebih dari 2 jam perhari berisiko mengalami obes 4.236 kali dibanding anak yang menonton TV kurang ≤ 2 jam 39 perhari. Bisa dikatakan bahwa, anak yang menonton TV lebih dari 2 jam perhari memiliki risiko lebih besar dibanding anak yang tidak menonton TV lebih dari dua jam dalam seharinya. Menonton televisi merupakan salah satu bentuk bermain pasif yang membuat anak merasa bahagia dan senang. Kesenangan ini tidak selamanya berdampak positif bila dilakukan secara berlebihan. Menonton televisi berisiko meyebabkan obes karena aktivitas bukan fisik ini telah mengambil waktu anak yang seharusnya bisa digunakan untuk melakukan aktivitas fisik. Berkurangnya aktivitas fisik pada akhirnya akan berakibat menurunnya energi yang digunakan (energy expenditure). Menonton televisi juga sangat berkaitan erat dengan kebiasaan makan makanan ringan (snacking) yang akan memberikan asupan energi yang tinggi pada anak. Ketidakseimbangan neraca energi inilah yang menyebabkan obes (Reilly et.al 2005). Penelitian lain menunjukkan ada hubungan yang bertolak-belakang antara IMT dan aktivitas fisik. Menurun dan rendahnya tingkat aktivitas fisik dipercaya sebagai salah satu hal yang menyebabkan obes. Tren kesehatan terkini juga menunjukkan prevalensi obes meningkat bersamaan dengan meningkatnya perilaku sedentary dan berkurangnya aktivitas fisik (WHO 2000). Lama bermain di luar juga disebut sebagai faktor yang memiliki hubungan nyata dengan obes anak (P = 0.040). Hasil uji statistik mendapatkan nilai OR = 3.480, ini berarti anak yang beraktivitas bermain di luar rumah kurang dari 2 jam perhari berisiko mengalami obes 3.480 kali dibanding anak yang bermain di luar rumah ≥ 2 jam dalam satu harinya. Aktivitas bermain di luar rumah membuat anak lebih banyak bergerak dan mengeluarkan energi. Komponen yang sangat penting dalam penurunan berat badan, terutama pada anak-anak adalah aktivitas fisik. Kegiatan ini tidak hanya akan membakar energi, tapi juga dapat memperkuat tulang dan otot dan membantu anak-anak tidur dengan nyenyak di malam hari dan terjaga di siang hari. Kebiasaan seperti ini yang dibangun sejak masa kanak-kanak akan membantu mereka menjaga berat badan pada kisaran yang sehat pada masa dewasanya (Anonymous 2007). Konsumsi energi (P = 0.006) dan konsumsi lemak (0.027) merupakan faktor risiko terhadap obes anak. Hasil uji statistik terhadap konsumsi energi mendapatkan nilai OR = 7.266, ini berarti anak dengan konsumsi energi lebih dari tingkat kecukupan akan berisiko mengalami obes 7.266 kali dibanding anak dengan konsumsi energi ≤ tingkat kecukupannya. Sedangkan hasil uji statistik terhadap konsumsi lemak mendapatkan nilai OR = 4.257, ini berarti anak dengan 40 konsumsi lemak lebih dari 43 gram berisiko mengalami obes 4.257 mengalami obes. Kebiasaan pola makan berlebih serta mengkonsumsi makanan dalam jumlah lebih banyak setiap kalinya cenderung dialami anak obes. Anak yang obes sangat menyukai aktivitas makan. Mereka makan lebih banyak daripada kebutuhan energi sesungguhnya yang mereka butuhkan. Mengunyah makanan dalam jumlah yang sama dalam sehari dapat menyebabkan sistem enzim tubuh untuk menggunakan energi lebih efesien dan akhirnya disimpan menjadi lemak (Anonymous 2007). Obes yang parah terjadi karena tidak adanya keseimbangan energi, dimana energi konsumsi jauh lebih besar dibandingkan energi expenditure atau energi yang terpakai dalam aktivitas fisik. Konsumsi energi ialah energi yang dikonsumsi sebagai makanan dan minuman yang dapat dimetabolisme dalam tubuh kita. Sedangkan energi expenditure terdiri dari 3 komponen utama, yakni BMR (basal metabolic rate), termogenesis makanan (dietary thermogenesis) dan aktivitas fisik (WHO 2000). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan • Prevalensi anak TK yang obes di Kota Bogor sebesar 11.94%. Proporsi anak obes lebih banyak pada anak laki-laki (58.7%) dibanding anak perempuan dan terjadi pada lebih dari separuh (66.7%) anak dengan berat lahir tidak normal (BBLR/berat lahir besar), namun tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dan berat lahir dengan status gizi obes anak. Ayah dan ibu pada tingkat pendidikan perguruan tinggi cenderung memiliki anak yang obes (57.4% dan 61.4%). Lebih dari separuh anak yang obes berasal dari keluarga dengan penghasilan diatas 2 juta perbulan (P = 0.027). Terdapat hubungan yang signifikan antara IMT ayah dengan status gizi obes anak (P = 0.000). Lebih dari 50% ibu yang pengetahuan gizinya kurang memiliki anak yang obes. • Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara riwayat pemberian ASI dan susu formula dengan status gizi obes anak, namun riwayat pemberian makanan padat (biskuit bayi) mempunyai hubungan signifikan dengan status gizi obes anak (P = 0.027). Konsumsi nasi, daging ayam, telur, tempe dan susu pada anak obes lebih banyak dibandingkan anak normal. Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan energi dengan status gizi obes anak (0.033). Persen kontribusi lemak pada anak obes mencapai 30.4% Terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi lemak dengan obesitas pada anak (P=0.004), demikian pula konsumsi camilan gorengan dan biskuit (P = 0.000). • Sebanyak 60% anak obes tidur lebih dari 8 jam perhari, 69.7% anak obes menonton TV lebih dari 2 jam perhari dan 65% anak obes bermain di luar kurang dari 2 jam perhari mengalami obesitas. Lamanya anak tidur, menonton TV dan bermain di luar rumah memiliki hubungan yang signifikan dengan status gizi obes anak (P=0.003, P=0.046 dan P = 0.008). • Faktor risiko anak obes adalah IMT ayah (OR = 8.449), menonton TV (OR = 4.236), kurangnya waktu bermain di luar (OR = 3.840), konsumsi energi (OR = 7.266) dan konsumsi lemak (OR = 4.257). 42 Saran • Faktor risiko yang menjadi penyebab obesitas anak pada penelitian ini hendaknya menjadi perhatian bagi pengambil kebijakan untuk lebih memperhatikan aktivitas dan kebiasaan makan anak. Pihak sekolah sebaiknya lebih memperhatikan jadwal kegiatan olah raga setiap minggunya dan bagi sekolah yang menyediakan jasa catering, agar lebih memperhatikan makanan yang akan diberikan pada anak. Pihak orang tua sebaiknya lebih membatasi anak mengkonsumsi makanan camilan dalam jumlah berlebih atau makanan yang tinggi kalori namun rendah serat (fast food dan junk food) serta mengajarkan hidup sehat dan membiasakan anak berolah raga. • Penelitian serupa yang akan di lakukan nantinya diharapkan bisa menggali informasi lebih banyak tentang faktor risiko obesitas anak dengan metode yang lebih baik. DAFTAR PUSTAKA Almatsier S. 2003. Utama. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Armstrong J, Reilly JJ. Child Health Information Team. Breastfeeding and lowering the risk of childhood obesity. Lancet 2002;359: 2003. Anonymous. 2004. Obesitas Mengancam Anak-anak. [terhubungberkala]. www.kompas.com. [14 Mei 2008]. _________. 2006. Obesitas Anak Pemicu Penyakit Jantung. [terhubungberkala] www.ditplb.or.id. [2006]. _________.2007.Obesitas Pada anak-anak. www.sehatgroup.web.id. [2008]. [terhubungberkala]. _________. 2007. Taman Kanak-Kanak. [terhubungberkala]. www.wikipedia.org. Atmarita 2005. Nutrition Problems In Indonesia. The article for An Integrated International Seminar and Workshop on Lifestyle – Related Diseases Gajah Mada University, 19 – 20 Maret. Bogen DL, Hanusa BH, Whitaker RC. The effect of breastfeeding with and without concurrent formula feeding on risk of obesity at 4 years of age. Obes Res 2004;12: 1527-35. Chandra B. 1996. Pengantar Prinsip dan Metode Epidemiologi. Jakarta: EGC. Damayanti. 2002. Waspadai Kegemukan pada Anak. [terhubungberkala]. www.keluargasehat.com. [2007]. Darmono. 2006. Obesitas pada Anak Bisa Turunkan Tingkat Kecerdasan. [terhubungberkala]. www.litbang.depkes.co.id. [29 September 2006]. Dietz WH dan Gortmaker SL. 1985. Do We Fatter Our Children at the TV set? Television Viewing and Obesity in Children and Adolescent. Pediatrics, 75, hal 807-812. _________. 1993. Childhood Obesity. Textbook of Pediatrics Nutrition, Second Edition. New York: Raven Press,1993; 279-84. _________. 1995. Childhood Obesity. Textbook of Pediatrics Nutrition. Second Edition. New York: Raven Press. Gavin ML. 2005. Overweight and www.kidshealth.org. [5 Juni 2007]. Obesity. [terhubung berkala]. 44 Gibson RS. 1993. Nutritional Assessment: A Laboratory Manual. New York: Oxford University. Hadi H. 2005. Beban Ganda Masalah Gizi dan Implikasinya Terhadap Kebijakan Pembangunan Kesehatan Nasional, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Hardinsyah, Fadjar, Tanziha I, Martianto D, Briawan D, Fatimah, Munawar, Basuki, Farid dan Bernadus. 2003. Uji Coba Instrumen Kelaparan. Kerjasama Deptan, PSKPG, BPS, Depkes dan BKKBN. Jakarta. Hartoyo E. 2007. Gemuk Belum Tentu Sehat. [terhubungberkala] www.indomedia.com . [5 April 2008]. Hidayati, Siti N, Irawan R dan Hidayat B. 2006. Obesitas pada Anak. [terhubungberkala]. www.pediatrik.com. [Maret 2006]. Kanarek dan Robin B. 1991. Nutrition and Behavior. New York : Van Nostrand Reinhold. Khumaidi M. 1989. Gizi Masyarakat. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB Bogor. Lubis CP dan Desak H. 2003. Peranan Air Susu Ibu dalam Mencegah Diare dan Penyakit Usus Lainnya. [terhubungberkala]. www.library.usu.co.id. [27 Maret 2008]. Manuaba. 2004. Obesitas Jangan Dianggap Remeh. [terhubungberkala]. www.smallcrab.com. [14 Mei 2008]. Mokoagon M dan Ikhsan. 2007. Menilik Malnutrisi dari Sisi yang Berbeda. [terhubungberkala]. www.koalisi.org.[5 Maret 2007]. Padmiari IAE & Hadi H. 2001. Konsumsi Fast Food Sebagai Faktor Risioko Obesitas pada Anak SD. [terhubungberkala]. www.tempo.co.id. [17Maret 2008]. Parson, Tessa J, Power C dan Manor O. Fetal And Early Life Growth And Body Mass Index From Birth To Early Adulthood In 1958 British Cohort: Longitudinal Study. BMJ 2001; 323:1331-1335. Popkin B. 2007. Ubah kebiasaan ngemil anak-sekarang juga. [terhubungberkala]. www.parenting.co.id. [5 April 2008]. 45 Proper KI, Cerin E, Brown WJ, Owen N. 2006. Sitting Time and Sosio-economic Differences in Overweight and Obesity dalam International Journal of Obesity 2007(31) hal. 169-176. [terhubung berkala]. www.npg.org. [7 Desember 2007]. Purnomo I. 2007. Obesitas Jangan Dianggap Remeh. [terhubungberkala]. www.kesehatandiy.go.id. [Februari 2007]. Ramiruddin. 2007. Tumbuh Kembang www.wordpress.com. [Juni 2006]. Anak. [terhubungberkala]. Reilly, John J, Julie A, Dorosty AR, Emmett PM, Steer C and Sherrif A: The Avon Longitudinal Study of Parents and Children Study Team. 2005. Early life risk factors for obesity in childhood: cohort study. British Medical Journal 2005; 330: 1357. Rinjani C. 2006. Perilaku Makan dan Aktivitas Fisik Anak TK Berstatus Gizi Lebih dan Gizi Baik di Kota Bogor. Skripsi Sarjana Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor. Rimbawan & Siagian A. 2004. Indeks Glikemik Pangan. Jakarta: Penebar Swadaya. Riyadi H. 2001. Metode Penilaian Status Gizi secara Antropometri. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Samsudin. 1994. Gizi Lebih pada Anak dan Masalahnya. Risalah Widyakarya Pangan dan Gizi V. Jakarta : LIPI. Sekartini R. 2007 . Obesitas Anak-anak. [terhubungberkala]. www.tabloidnakita.com. [maret 2008]. Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Depdikbud Dikti Pusat Antar Universitas P&G. IPB, Bogor. Supariasa IDN, Bakri B, Fajar I. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC. Surkesnas (Survey Kesehatan Nasional). 1997. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Suyono S dan Djauzi S. 1994. Penyakit Degeneratif dan Gizi Lebih. Widya Karya Pangan dan Gizi V. Jakarta: LIPI. Taitz LS. Obesity, Dalam Textbook Of Pediatric Nutrition, IIIrd ed, McLaren DS, Burman D, Belton NR, Williams AF. (Eds). London: Churchill Livingstone, 1991; 485 – 509. Tremblay A. 2006. Less Sleep Could Mean More Weight. International Journal of Obesity, edisi online 14 Maret 2006. Quebec, Kanada: Laval University. 46 Vioque J, Torres A dan Quiles J. 2000. Time spent watching television, sleep duration and obesity in adults living in Valencia, Spain. International Journal of Obesity 24, 1683-1688. Kries V dan Rudiger. 1999. Breast Feeding and Obesity: Cross Sectional Study. BMJ. Volume 319; 17 Juli 1999. Walpole RE. 1995. Pengantar Statistika. Ed ke-3. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. WHO. 2000. Obesity: Preventing and Managing the Global Epidemic. Geneva: WHO Technical Report Series. WHO. 2007. Growth Reference 5-19 Years. [terhubungberkala]. www.who.int. [desember 2007]. Widartika. 2001. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Obesitas pada Anak Taman Kanak-kanan dan SD Terpilih di Kotamadya Bandung tahun 1993 (Analisis Data Sekunder di Kotamadya Bandung). Skripsi Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat, UI, Depok. Winarno FG. 1995. Gizi dan Makanan Bagi Bayi dan Anak Sapihan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Worthington B and Williams RSR. 2000. Nutrition Through out the Life Cycle, Fourth Edition. Mc Graw Hill Companies, Boston. Yueniwati Y dan Rahmawati A. 2001. Hubungan Karakteristik Sosial Ibu dengan Pengetahuan Tentang Obesitas pada Anak. [terhubungberkala]. www.tempointeraktif.com. [2007]. Zainun M. 2002. Obesitas dan Faktor Penyebabnya. [terhubungberkala]. www.e-psikologi.com. [29 November 2007]. LAMPIRAN Lampiran 1. Kuesioner Lokasi Gol. Nomor KUESIONER FAKTOR RISIKO OBESITAS PADA ANAK TAMAN KANAK-KANAK DI KOTA BOGOR Nama Orang Tua : ______________________ Nama Anak : ______________________ Tanggal Lahir : ______________________ Jenis Kelamin : L/ P Alamat rumah : _______________________RT/RW________________ Kelurahan _________________Telp________________ Alamat Sekolah : __________________________ Enumerator : __________________________ Tanggal Wawancara : __________________________ PROGRAM STUDI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 52 Karakteristik Keluarga a. Identitas Keluarga No Nama Anggota Kel Hub. 2) 1) dgn KK JK Umur (bln/th) Pendidikan 3) 4) BB TB 5) 1 2 3 4 5 6 7 8 Keterangan : 1) 1. Kepala Keluarga; 2. Istri; 3. Anak; 4. Orang Tua; 5. Saudara; 6. Lainnya 2) Jenis kelamin : 1. Laki-laki; 2. Perempuan 3) Kelas/tingkat terakhir pendidikan yang diperoleh 4) Berat Badan (BB) dalam Kg 5) Tinggi Badan (TB) dalam cm b. Pendapatan Keluarga Anggota Status Pekerjaan Keluarga Suami Utama: Tambahan: 1. ………………….... 2. …………………... Istri Utama: Tambahan: 1. ………………….... 2. …………………... Total Pendapatan (Rp) Per Hari Per Minggu Per Bulan 53 Karakteristik Anak No Pertanyaan Jawaban 1) 1 Umur anak ...........tahun 2 Usia kandungan saat anak dilahirkan ......................... bulan .........bulan 3 Berat lahir anak ......................... gram Kebiasaan Makan Riwayat Makan Anak No 1 Pertanyaan Jawaban Pemberian ASI 1) a. tidak diberikan b. diberikan mulai usia.......... bln sampai usia....................... bln 2 Anak diberi susu formula Sejak usia................................bln sampai..............................(thn/bln) 3 Makanan selain ASI yang pernah dibeikan sebelum usia 6 bulan a. Sari buah, sejak usia......... bln b. Teh/kopi, sejak usia........... bln c. Madu, sejak usia................ bln d. Bubur tim, sejak usia......... bln e. Biskuit/roti, sejak usia....... bln f. .....................sejak usia....... bln d. Hanya diberikan ASI saja selama 6 bulan Pola Makan Anak No 1 2 4 Pertanyaan Frekuensi makan utama/hari Apakah anak terbiasa sarapan setia hari Apakah anak terbiasa mengkonsumsi susu Frekuensi konsumsi susu/hari 5 Jenis susu yang dikonsumsi 3 Jawaban 1) ....................... kali a. ya b. tidak a. ya b. tidak ........................kali a. Susu bubuk, merk :..................... b. Susu segar/cair merk :..................... c. Susu Kental manis merk :..................... 5 Apakah anak terbiasa ngemil a. ya b. tidak jika ya, merk makanan atau minuman yang biasa dikonsumsi saat nonton televisi adalah : 1 .......................... 2 .......................... 3 .......................... 4 .......................... Sering dilakukan pada saat : …. 9 Frakuensi jajan dalam perhari .........................kali/hari Jenis jajan yang disukai : 1..................................... 2..................................... 3..................................... 54 No 10 11 Pertanyaan Frekuensi minum softdrink perminggu Konsumsi fast food perminggu Jawaban 1) .........................kali .........................kali Jenis fastfood yang disukai : 1..................................... 2..................................... 3..................................... 4..................................... Keterangan: 1) Silangi salah satu jawaban dan isi jawaban pertanyaan pada titik-titik yang disediakan Aktivitas Fisik Anak Aktifitas fisik anak adalah semua kegiatan yang dilakukan anak dari mulai bangun pagi, sampai tidur dimalam hari (24 jam). Aktifitas anak terdiri atas jenis aktifitas yang dilakukan ( tidur malam dan siang, sekolah, belajar, bermain, di rumah bermain di luar rumah, menonton televisi, dan kegiatan lainnya yang dilakukan anak bisa berupa olah raga disertai dengan keterangan jenis olah raga dan lamanya aktifitas dilakukan. Hari ke-1 No Jenis aktivitas fisik 1 Tidur malam dan siang 2 Menonton televisi/bermain game 3 Belajar di rumah 4 Belajar di luar rumah (les) 5 Bermain di luar rumah (aktif) 6 Bermain di dalam rumah 8 Sekolah 9 Lain-lain a. b. c. d. Total Alokasi Waktu Hari ke-2 No Jenis aktivitas fisik 1 Tidur malam dan siang 2 Menonton televisi/bermain game 3 Belajar di rumah 4 Belajar di luar rumah (les) 5 Bermain di luar rumah (aktif) 6 Bermain di dalam rumah 8 Sekolah 9 Lain-lain a. b. c. d. Total Alokasi Waktu Lama (jam) Keterangan 24 jam Lama (jam) 24 jam Keterangan 55 Pengetahuan Gizi Ibu Silangilah jawaban yang menurut anda paling tepat ! 1. Makanan terdiri dari zat-zat gizi berikut , berfungsi untuk pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh: a. lemak b. protein c. karbohidrat d. tidak tahu c. telur d. tidak tahu c. bayam d. tidak tahu 2. Pangan yang termasuk sumber protein adalah : a. singkong b. Bayam 3. Zat besi banyak terdapat dalam : a. wortel b. sawi putih 4. Konsumsi makanan berlemak tinggi dalam jangka waktu lama akan mengakibatkan : a. kurang protein b. anemia c. jantung koroner d. tidak tahu 5. Sinar matahari pada pagi hari bermanfaat untuk menghasilkan vitamin : a. E b. K c. D d. tidak tahu 6. Untuk mendukung pertumbuhan anak sebaiknya makanan tambahan selain ASI diberikan setelah usia : a. tiga bulan b. satu tahun c. enam bulan d. tidak tahu 7. Anemia disebabkan karena kekuranga : a. zat besi b. lemak c. protein d. tidak tahu 8. Jenis vitamin yang larut dalam lemak adalah : a. A,C,K b. A,D,E,K c. D, C d. tidak tahu 9. Buah-buahan yang mengandung banyak vitamin C adalah : a. jambu b. apel c. pepaya d. tidak tahu 10. Berapa minimal berat lahir bayi yang dikatakan sehat : a. 3.5 kg b. 2.5 kg c. 3 kg d. tidak tahu 11. Sebagian besar obesitas (kegemukan) disebabkan timbul karena faktor : a. usia semakin bertambah c. pola konsumsi b. jenis kelamin d. tidak tahu 12. Gangguan obesitas dapat terjadi pada : a. balita, remaja c. balita, remaja, dewasa b. remaja, dewasa d. tidak tahu 13. Obesitas menjadi berbahaya karena : a. bebas bergerak b. tubuh mudah terinfeksi c. mendorong munculnya penyakit degeneratif d. tidak tahu 56 14. Mengatasi obesitas yang baik ialah dengan cara : a. mengatur pola makan dan olah raga b. mengatur jadwal istirahat c. minum jamu d. tidak tahu 15. Salah satu penyakit degeneratif sebagai akibat obesitas adalah: a. diabetes mellitus b. marasmus c. kwashiorkor d. tidak tahu 16. Penderita obesitas sebaiknya banyak melakukan aktivitas: a. bermain TV game b. menonton TV c. olah raga d. tidak tahu 17. Obesitas kebanyakan diderita dengan pola konsumsi sehari-hari : a. rendah lemak, tinggi protein b. tinggi vitamin dan tinggi protein c. tinggi karbohidrat dan tinggi lemak d. tidak tahu 18. Penderita obesitas disarankan untuk memperbanyak konsumsi : a. susu b. daging dan telur c. buah dan sayur 19. Anak obes sebaiknya : a. banyak melakukan aktivitas b. makan sehari satu kali c. banyak minum susu d, tidak tahu 20. Penderita obesitas sebaiknya mengurangi konsumsi : a. telur b. fast food dan soft drink c. ikan d. tidak tahu d.tidak tahu 57 IX. FOOD RECORD (2 X 24 JAM) Petunjuk Pengisian Record konsumsi dilakukan selama dua hari, yaitu hari sekolah dan hari libur. Kolom yang diisi hanya nama makanan, URT (Ukuran Rumah Tangga), dan kolom asal. Kolom jumlah dimakan dalam gram tidak perlu diisi. Pengisian data konsumsi makanan dapat berupa makanan utama seperti nasi, lauk, sayur, buah, dan yang lainnya, serta makanan selingan seperti kue, biskuit, es campur, es kelapa, kolak, dll. Jenis makanan apapun yang dikonsumsi pada hari tersebut dicatat selengkaplengkapnya. CONTOH : Waktu Pagi Siang Malam Selingan Keterangan: bh = buah bj = biji btg = batang btr = butir bsr = besar gls = gelas Nama Makanan Nasi Ikan mas goreng Tempe bacem Nasi Ayam bumbu kecap bag paha Nasi Sate ayam Jus tomat Bubur kacang hijau kcl ptg sdg sdm sdt tsk Jumlah dimakan URT Gram 1 prg 1 ptg 1 ptg sdg 1 prg 1 ptg Pemasakan Pemasakan Pemasakan Pemasakan Pembelian 2 bh 10 tsk 1 gls 1 prg Pemasakan Pembelian Pemberian Pemasakan = kecil = potong = sedang = sendok makan = sendok teh = tusuk Asal 58 Hari Sekolah ( hari/tanggal:……………………………..) Waktu Pagi Siang Malam Selingan Nama Makanan Jumlah dimakan URT Gram Asal 59 Hari Libur Sekolah (Sabtu/Minggu , Tanggal :...........................) Waktu Pagi Siang Malam Selingan Nama Makanan Jumlah dimakan URT Gram Asal 53 Pengetahuan Gizi Ibu Silangilah jawaban yang menurut anda paling tepat ! 1. Makanan terdiri dari zat-zat gizi berikut , berfungsi untuk pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh: a. lemak b. protein c. karbohidrat d. tidak tahu c. telur d. tidak tahu c. bayam d. tidak tahu 2. Pangan yang termasuk sumber protein adalah : a. singkong b. Bayam 3. Zat besi banyak terdapat dalam : a. wortel b. sawi putih 4. Konsumsi makanan berlemak tinggi dalam jangka waktu lama akan mengakibatkan : a. kurang protein b. anemia c. jantung koroner d. tidak tahu 5. Sinar matahari pada pagi hari bermanfaat untuk menghasilkan vitamin : a. E b. K c. D d. tidak tahu 6. Untuk mendukung pertumbuhan anak sebaiknya makanan tambahan selain ASI diberikan setelah usia : a. tiga bulan b. satu tahun c. enam bulan d. tidak tahu 7. Anemia disebabkan karena kekuranga : a. zat besi b. lemak c. protein d. tidak tahu 8. Jenis vitamin yang larut dalam lemak adalah : a. A,C,K b. A,D,E,K c. D, C d. tidak tahu 9. Buah-buahan yang mengandung banyak vitamin C adalah : a. jambu b. apel c. pepaya d. tidak tahu 10. Berapa minimal berat lahir bayi yang dikatakan sehat : a. 3.5 kg b. 2.5 kg c. 3 kg d. tidak tahu 11. Sebagian besar obesitas (kegemukan) disebabkan timbul karena faktor : a. usia semakin bertambah c. pola konsumsi b. jenis kelamin d. tidak tahu 12. Gangguan obesitas dapat terjadi pada : a. balita, remaja c. balita, remaja, dewasa b. remaja, dewasa d. tidak tahu 13. Obesitas menjadi berbahaya karena : a. bebas bergerak b. tubuh mudah terinfeksi c. mendorong munculnya penyakit degeneratif d. tidak tahu 54 14. Mengatasi obesitas yang baik ialah dengan cara : a. mengatur pola makan dan olah raga b. mengatur jadwal istirahat c. minum jamu d. tidak tahu 15. Salah satu penyakit degeneratif sebagai akibat obesitas adalah: a. diabetes mellitus b. marasmus c. kwashiorkor d. tidak tahu 16. Penderita obesitas sebaiknya banyak melakukan aktivitas: a. bermain TV game b. menonton TV c. olah raga d. tidak tahu 17. Obesitas kebanyakan diderita dengan pola konsumsi sehari-hari : a. rendah lemak, tinggi protein b. tinggi vitamin dan tinggi protein c. tinggi karbohidrat dan tinggi lemak d. tidak tahu 18. Penderita obesitas disarankan untuk memperbanyak konsumsi : a. susu b. daging dan telur c. buah dan sayur 19. Anak obes sebaiknya : a. banyak melakukan aktivitas b. makan sehari satu kali c. banyak minum susu d, tidak tahu 20. Penderita obesitas sebaiknya mengurangi konsumsi : a. telur b. fast food dan soft drink c. ikan d. tidak tahu d.tidak tahu