PERAN ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN SEKSUAL REMAJA DENGAN KETERBELAKANGAN MENTAL (Studi Kasus Siswa SMP dan SMA LB Putera Mandiri Ungaran) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Ilmu Tarbiyah Disusun Oleh : NURGIATININGSIH NIM : 121 07 019 JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA 2010 PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : NURGIATININGSIH NIM : 121 07 019 Jurusan : Tarbiyah Program Studi : Pendidikan Agama Islam Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah. Salatiga, 16 Januari 2010 Yang menyatakan, Nurgiatiningsih NIM : 121 07 019 ii PERSETUJUAN PEMBIMBING Setelah dikoreksi dan diperbaiki, maka skripsi Saudari : Nama : NURGIATININGSIH NIM : 121 07 019 Jurusan : Tarbiyah Program Studi : Pendidikan Agama Islam Judul Skripsi : PERAN ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN SEKSUAL REMAJA DENGAN KETERBELAKANGAN MENTAL (Studi Kasus Siswa SMP dan SMA LB Putera Mandiri Ungaran) telah kami setujui untuk dimunaqosahkan. Salatiga, 16 Januari 2010 Pembimbing, Muna Erawati, S.Psi., M.Si NIP. 19751218 199903 2 002 iii DEPARTEMEN AGAMA RI SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA Jl. Stadion 03 Telp. (0298) 323706, 323433 Salatiga 50721 Website : www.stainsalatiga.ac.id E-mail : [email protected] PENGESAHAN Skripsi Saudari : NURGIATININGSIH dengan Nomor Induk Mahasiswa : 121 07 019 yang berjudul : "PERAN ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN SEKSUAL REMAJA DENGAN KETERBELAKANGAN MENTAL (Studi Kasus Siswa SMP Dan SMA LB Putera Mandiri Ungaran)", Telah dimunaqasahkan dalam sidang panitia ujian Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga pada hari: Sabtu, 13 Maret 2010 M yang bertepatan dengan tanggal 27 Rabiul Awal 1431 H dan telah diterima sebagai bagian dari syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dalam Ilmu Tarbiyah. 27 Rabiul Awal 1431 H Salatiga, 13 Maret 2010 M Panitia Ujian Ketua Sidang Sekretaris Sidang Dr. Imam Sutomo, M.Ag NIP. 19580827 198303 1 002 Dr. H. Muh. Saerozi, M.Ag NIP. 19660215 199103 1 001 Penguji I Penguji II Drs. H.M. Zulfa, M.Ag NIP. 19520430 197703 1 001 Dra. Djami’atul Islamiyah, M.Ag NIP. 19570812 198802 2 001 Pembimbing Muna Erawati, S.Psi., M.Si NIP. 19751218 199903 2 002 iv MOTTO Jangan bermimpi andai engkau gentar meralisasi Jangan mengharap andai kau takut kecewa Jangan mengejar orang yang berlari andai kau mampu berdiri dan Jangan hanya menuding jari tanpa engkau mencoba untuk mengerti Cinta adalah roda yang mengilas setiap orang yang mengikuti gerakmya, tetapi tanpa gilasan cinta tak dapat dirasakan betapa indahnya hidup v PERSEMBAHAN Skipsi ini penulis persembahkan 1. Kedua orang tuaku bapakku sutiyono dan ibuku musriyati yang telah memberikan spirit, yang selalu mendo’akanku disetiap langkahku dalam menuntut ilmu dan tidak lupa aku bertemakasih pada mereka yang telah memberikan segalanya baik dari segi moral, spiritual dan materi. 2. Adikku satu-satunya yang kuliah di AKPER PEMPROV Jawa Tengah (Dyah ayu purnama sari). 3. Belahan jiwaku saat ini (mas santos) yang selama ini setia membantuku, menemaniku, menungguku disetiap aku bimbingan skipsi.Dan semoga menjadi pacar dunia akhirat. Amin 4. Staf Yayasan SLB Putera Mandiri ungaran yang telah memberikan kesempatan mendidik, memahami muridmurid yang berkebutuhan khusus, dan disitulah aku bisa menghargai kekurangan orang lain. 5. Teman-temanku PPL di MTs N Susukan, Umi, Zahria, Wiwin, Nurul, Sutriyana, Rifa’I, Ipul, Hidayat, dan Ilman. 6. Teman-temanku KKN di Dusun Ngagrong, Kec. Pakis . Bu siti ngainah, Mbak Karti, Pak budi (PAI ekstensi), Vitri (PBA), Syaifudin alias pudinx dan Azizah (PAI reguler). 7. Semua teman-temanku angkatan 2007 Transfer. vi KATA PENGANTAR Segala syukur kehadirat Allah SWT atas nama rahmad, taufiq, dan hidayahnya penullis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini tanpa ada rintangan dan halangan yang cukup berarti. Shalawat serta salam kita sanjungan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikut-Nya. Penyusunan skripsi ini merupakan tugas dan syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan program SI dalam Ilmu Pendidikan Agama Islam pada jurusan PAI STAIN Salatiga Tahun 2010. Penulis menyadari bahwa dalam rangka penyelesaian skipsi ini tidak mungkin berhasil tanpa bantuan dari pihak. Untuk itu, Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada: 1. Bapak Drs, Imam sutomo, M. Ag. Selaku ketua STAIN Salatiga 2. Bapak Fatchurrahman, MPd. Selaku Kaprogdi PAI STAIN SALATIGA 3. Ibu Muna Erawati, M. SI selaku Dosen Pembimbing Skripsi 4. Segenap staf pengajar /Dosen Jurusan Agama Islam STAIN SALATIGA 5. Segenap keluarga dan sahabat yang telah memberikan dorongan demi berhasilnya penyusunan skripsi ini 6. Semua pihak yang telah rela membantu dalam penyusunan skripsi ini Semoga jasa dan pengorbanan yang tiada terhingga dari mereka mendapat balasan, disertai permohonan maaf atas segala kekhilafan. vii Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih terdapat kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sebagai koreksi dan penyempurnaan. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya, dan bagi para pembaca pada umumnya, demi meningkatkan mutu, kualitas dan kemajuan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang. Ungaran, 13 Maret 2010 Penulis viii INTI SARI Nurgiatiningsih, 2010 : PERAN ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN SEKSUAL REMAJA DENGAN KETERBELAKANGAN MENTAL (Studi Kasus Siswa SMP dan SMA LB Putera Mandiri Ungaran). Skripsi. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing : Muna Erawati, S. Psi, M. Si. Kata Kunci : Pendidikan seksual, Keterbelakangan mental, Perkembangan seksualitas dengan keterbelakangan mental Tujuan yang hendak dicapai dalam studi ini adalah menganalis sumbersumber informasi dan bentuk-bentuk perilaku seksualitas dalam keluarga remaja dengan keterbelakangan mental (Tuna Grahita). Dengan mengunakan pendekatan kualitatif studi ini melibatkan beberapa keluarga dimana mereka para orang tua mempunyai anak yang memiliki keterbelakangan mental di SMP dan SMA LB Putera Mandiri Ungaran, yang kebanyakan para orang tua bersikap permisif tidak tahu apa yang seharusnya dilakukan terhadap anak-anaknya. Dan penafsiran ketidak berdayaan orang tua dalam memberikan pengetahuan seksual yang paling dominan. Berdasarkan observasi dan interview mendalam diperoleh temuan sebagai berikut: sumber-sumber informasi seksual diperoleh dari media televisi, Video, internet, gambar-gambar, buku, majalah porno, tempat-tempat hiburan seperti lokalisasi, teman-teman pergaulan. Dan bentuk-bentuk perilaku seksual seperti menaruh rasa suka dengan lawan jenis, mengoda perempuan dengan bersiul, berpacaran, berpegangan tangan sampai melakukan hubungan seksual terhadap laki-laki atau perempuan. ix DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL....................................................................................... i HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ................................ ii HALAMAN NOTA PEMBIMBING.............................................................. iii HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI......................................................... iv MOTTO .......................................................................................................... v PERSEMBAHAN ........................................................................................... vi KATA PENGANTAR .................................................................................... vii ABSTRAK PENELITIAN.............................................................................. ix DAFTAR ISI................................................................................................... x DAFTAR TABEL........................................................................................... xiii BAB I BAB II PENDAHULUAN A. Latar Belakang ........................................................................ 1 B. Pertanyaan Penelitian ............................................................. 8 C. Tujuan Penelitian .................................................................... 8 D. Manfaat Penelitian .................................................................. 9 LANDASAN TEORI A. Keterbelakangan Mental......................................................... 11 1. Pengertian Keterbelakangan Mental ................................ 11 2. Klasifikasi Keterbelakangan Mental................................ 12 3. Faktor-faktor yang Menyebabkan Keterbelakangan Mental .............................................................................. x 15 4. Tumbuh Kembang Remaja dengan Keterbelakangan BAB III BAB IV Mental .............................................................................. 17 B. Seksualitas .............................................................................. 18 1. Pengertian Seksualitas ..................................................... 18 2. Teori-teori perkembangan seksualitas ............................. 19 3. Tahap-tahap Perkembangan seksualitas .......................... 23 4. Bentuk-bentuk Perilaku Seksualitas ................................ 25 5. Pendidikan Seksualitas..................................................... 27 METODE PENELITIAN A. Pendekatan.............................................................................. 31 B. Jenis Penelitian ....................................................................... 32 C. Lokasi Penelitian .................................................................... 33 D. Informan Penelitian ................................................................ 33 E. Alat Pengumpul Data ............................................................. 35 F. Analisis Data .......................................................................... 37 HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil ....................................................................................... 42 1. Profil SLB Putra Mandiri Ungaran ................................. 42 2. Profil Keluarga Responden / Subjek ............................... 46 B. Pembahasan ............................................................................ 57 1. Pola Pendidikan Seksual yang Dilakukan Orang Tua .... 57 2. Sumber-sumber Informasi Seksual ................................. 69 3. Bentuk-bentuk Perilaku Seksual ..................................... 73 xi BAB V PENUTUP A. Kesimpulan............................................................................. 78 B. Saran ....................................................................................... 80 DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN-LAMPIRAN xii DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Struktur Organisasi Yayasan Putera Mandiri Ungaran ............. 45 Tabel 4.2 Profil Orang Tua ....................................................................... 46 Tabel 4.3 Profil Anak ............................................................................... 46 Tabel 4.4 Sumber-sumber Informasi Seksual yang Diperoleh Remaja .... 70 Tabel 4.5 Bentuk-bentuk Perilaku Seksual Remaja dengan Keterbelakngan Mental ............................................................. xiii 76 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Nurgiatiningsih Tempat Tanggal Lahir : Kab. Semarang, 01 September 1986 Jenis Kelamin : Perempuan Warga Negara : Indonesia Agama : Islam Alamat : Jl. Raden Patah Rt 06 Rw 05, Lingkungan Ngempon, Kec. Bergas, Kab. Semarang Riwayat Pendidikan : • SD Klepu 02, Kec. Pringapus • MTs Al-Manar, Bener, Kec. Tengaran • MAK (Madarasah Aliyah Keagamaan), Bener Kec. Tengaran • DII STAIN Salatiga • SI STAIN Salatiga Dan mulai Tahun 2007 sudah aktif mengajar anak-anak yang berkebutuhan khusus yaitu SLB Putera Mandiri, Ungaran. Demikian daftar riwayat hidup saya buat dengan sebenar-benarnya. Ungaran, Januari 2010 Penulis NURGIATININGSIH NIM : 121 07 019 xiv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap insan yang lahir ke dunia telah membawa potensi dasar berupa unsur jasmani, rohani, dan akal. Dan potensi tersebut dapat berkembang manakala ada perantaraan pendidikan agar perkembangannya sempurna sesuai dengan yang diharapkan. Masalah pendidikan merupakan kepentingan dan hak bagi seluruh warga negara tanpa pengecualian, sehingga tidak asing lagi jika pemerintah mengeluarkan dana demi terlaksananya pendidikan secara merata di pelosok tanah air. Salah satu tugas pokok sekolah adalah menyiapkan siswa agar dapat mencapai perkembangannya secara optimal. Seorang siswa dikatakan telah mencapai perkembangannya secara optimal apabila memperoleh pendidikan dan prestasi belajar yang sesuai dengan bakat, kemampuan, dan minat yang dimilikinya. (Erman dan Marjohan, 1991 : 1) Kebutuhan akan pendidikan merupakan hal yang tidak bisa dipungkiri, bahkan semua itu merupakan hak semua warga negara, termasuk di dalamnya mengenai pendidikan luar biasa, dimana pendidikan tersebut bertujuan membantu peserta didik yang menyandang kelainan fisik atau mental agar mampu mengembangkan sikap pengetahuan dan ketrampilan. Maka pada pasal 32 ayat 1 yang menjelaskan bahwa pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat 1 2 kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 tentang Standar Nasional Pendidikan, 2005 : 107) Agama juga mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Sebab, agama merupakan motivasi hidup dan kehidupan serta merupakan alat pengembangan dan pengendalian diri yang amat penting. Oleh karena itu agama perlu diketahui, dipahami, dan diamalkan oleh manusia Indonesia agar dapat menjadi dasar kepribadian, sehingga ia dapat menjadi manusia utuh. (Darajat, dkk., 1992 : 86 – 87) Kesempatan untuk menjadi manusia mulia dan utuh sebagai orang yang bertakwa diberikan kepada semua manusia, baik kaya, miskin, cacat atau tidak, semuanya sama di hadapan Allah. Dan pada surat Al-Hujurat ayat 13 juga dijelaskan : Ÿ≅Í←!$t7s%uρ $\/θãèä© öΝä3≈oΨù=yèy_uρ 4©s\Ρé&uρ 9x.sŒ ⎯ÏiΒ /ä3≈oΨø)n=yz $¯ΡÎ) â¨$¨Ζ9$# $pκš‰r'¯≈tƒ ∩⊇⊂∪ ×Î7yz îΛ⎧Î=tã ©!$# ¨βÎ) 4 öΝä39s)ø?r& «!$# y‰ΨÏã ö/ä3tΒtò2r& ¨βÎ) 4 (#þθèùu‘$yètGÏ9 Artinya : Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (Departemen Agama RI, 2005 : 517) Sebagai warga negara, anak-anak tuna grahita tidak didiskriminasikan untuk memperoleh pendidikan. Kelainan ini menjadi penting untuk diperhatikan dalam pemberian layanan pendidikan dan pengajarannya. Oleh 3 karena itu dibutuhkan pelayanan pendidikan secara khusus yaitu Sekolah Luar Biasa (SLB) yang disesuaikan dengan kondisi objektifitasnya. Di samping hak-hak yang dimiliki anak-anak tuna grahita atau anak yang berketerbelakangan mental dalam memperoleh layanan pendidikan dan pengajaran, juga sebagai anggota masyarakat yang hidup dan berinteraksi dengan lingkungan, keluarga dan sosial masyarakat. Untuk itu sangat diperlukan adanya adaptasi sosial sebagai konsekuensi logis dari masingmasing individu sebagai makhluk sosial. Melihat realita sekarang ini, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak selalu membawa dampak yang positif bagi kehidupan manusia. Namun sebaliknya dalam realita kehidupan sehari-hari manusia banyak dihadapkan Perkembangan ilmu pada perubahan pengetahuan dan teknologi dinamika dan sosial seni kultural. (Ipteks) ini mempengaruhi anak untuk memperhatikan dampak negatifnya bagi kehidupan sehari-hari yang mempengaruhi pengembangan mental anak, khususnya anak tuna grahita. Anak tuna grahita adalah anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata dan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial. (Sumantri, 2006 : 103) Akhir-akhir ini semakin banyak perilaku amoral yang dilakukan oleh para remaja. Hal ini dilakukan karena meniru perilaku yang ada baik dari media cetak, media elektronik, atau bahkan kita saksikan langsung dalam kehidupan nyata sekitar kehidupan kita, seperti tawuran, pemerkosaan, seks bebas, dan adegan mesum yang dilakukan oleh para pelajar. 4 Perilaku amoral yang dilakukan oleh para remaja sekolah ini kemungkinan besar karena minimnya pengetahuan agama.. Kurangnya pemahaman tentang arti dosa pahala, surga, dan neraka menjadikan sesuatu yang sangat berdosa itu hal yang biasa. Para remaja mungkin mengetahui perilaku tersebut.,tetapi, karena dianggap tidak berdosa, maka mereka melakulan juga. Seperti peristiwa yang dialami oleh siswa kelas 2 SLTP di Purworejo harus kehilangan masa depannya, setelah diperkosa oleh sembilan pemuda asal Desa Tonoboyo Kecamatan Bandongan Kabupaten Magelang. (Fery, 9 Mei 2009 : 7) Sebenarnya, semua itu dilakukan karena adanya stimulus (pemicu) dari berbagai media yang mau jadi tontonan-tontonan yang tidak menjadi tuntunan. Namun, media tidak sepenuhnya menjadi motif perilaku amoral pelajar, karena masih banyak faktor lain yang bisa menjadi pemicu. Banyak orang tua yang merasa tidak mampu mengajarkan pendidikan seks pada anak-anaknya. Mereka seringkali memberikan tanggung jawab sepenuhnya pada sekolah untuk mengajarkan nilai-nilai dan kemampuan pengendalian diri. Padahal keluarga merupakan lingkungan sosial yang pertama dikenalkan kepada anak, atau dapat dikatakan bahwa seorang anak dapat itu mengenal kehidupan sosial pertama dari lingkungan keluarga. Adanya interaksi antara anggota keluarga yang satu dengan yang lain itu menyebabkan bahwa seorang anak menyadari bahwa dirinya berfungsi sebagai individual dan juga sebagai makhluk sosial. (Ahmadi, 2004 : 90-91) 5 Selain itu banyak sekali faktor keluarga yang timbul sangat mempengaruhi perkembangan anak diantaranya, status sosial ekonomi keluarga, faktor keutuhan keluarga, sikap dan kebiasan-kebiasaan orang tua. Peranan keadaan keluarga terhadap perkembangan sosial anak-anak tidak hanya terbatas pada situasi sosial ekonominya, atau kebutuhan struktur dan interaksinya, tetapi cara-cara dan sikap-sikap dalam pergaulannya memegang peranan penting di dalam perkembangan sosial anak. (Ahmadi, 2004 : 91 – 92) Khususnya anak remaja yang menjadi seorang pelajar. Bagi seorang pengajar menjadikan siswanya pintar itu sudah dikatakan sukses, tapi tidak bagi seorang pendidik. Guru dituntut untuk menjadi pengajar sekaligus pendidik. Guru berkewajiban menyampaikan pelajaran, pesan-pesan moral, dan memberi teladan pendidikan memang identik dengan tugas orang tua dan guru, tetapi setiap warga masyarakat semestinya turut serta melakukan proses pendidikan terutama pendidikan moral. Moralitas merupakan ajaran yang paling utama dan pertama dalam Islam. Dalam hadits juga dikatakan : ( )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﻴﻬﻘﻰ.ِﺧﻠَﺎﻕ ﻡ ﺍ َﻷﻣﻜَﺎ ِﺭ ﺎﺖ ﻟِ ُﺄَﺗ ِﻤﻤ ﺑﻌِْﺜﺎﺍِﱠ�ﻤ Artinya : Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. (HR. Baihaqi). (Ilyas, 1999 : 6) Pemahaman yang kurang terhadap agama dan pengetahuan seksual menjadikan orang berbuat menyimpang. Dan di dalam Al-Qur'an Surat An Nur ayat 30 juga dijelaskan : 6 y7Ï9≡sŒ 4 óΟßγy_ρãèù (#θÝàxøts†uρ ôΜÏδÌ≈|Áö/r& ô⎯ÏΒ (#θ‘Òäótƒ š⎥⎫ÏΖÏΒ÷σßϑù=Ïj9 ≅è% (٣٠ : ﻮﺭ )ﺍﻟﻨ.β t θãèoΨóÁtƒ $yϑÎ/ 7Î7yz ©!$# ¨βÎ) 3 öΝçλm; 4’s1ø—r& Artinya : "Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya yang demikian itu lebih suci bagi mereka, sungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat". (An Nur : 30). (Departemen Agama RI, 2005 : 353). Dari ayat di atas betapa pentingnya hubungan antara menjaga dan menahan pandangan dengan memelihara kemaluan dan kesucian. Dengan pandangan liar dan tidak terkendali menjadikan akal pikiran terkena oleh kelezatan pandangan yang mengakibatkan manusia berbuat zina. Dan pada Surat Al Isra' ayat 32 juga dijelaskan tentang larangan berbuat zina : (٣٢ : )ﺍﻹﺳﺮﺁﺀ.ξ W ‹Î6y™ u™!$y™uρ Zπt±Ås≈sù tβ%x. …çμ¯ΡÎ) ( #’oΤÌh“9$# (#θç/tø)s? Ÿωuρ Artinya : "Dan janganlah kamu mendekati zina : (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk". (Al Isra' : 32). (Departemen Agama RI, 2005 : 285) Sebagaimana yang telah dikemukakan salah satu guru dan staf karyawan SMP / SMALB Putera Mandiri Ungaran bukan hanya anak normal yang melakukan perilaku seksual, akan tetapi anak-anak yang mempunyai keterbelakangan mentalpun juga ikut terpengaruh. Mereka membawa alat kontrasepsi di sekolah dan melakukan perilaku seks bebas di luar jam sekolah. 7 Adapun yang dimaksud dengan perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan sesama jenis ataupun lawan jenis. Peran seksual pada hakikatnya adalah bagian dari peran sosial pula. Sama halnya dengan anak yang harus mempelajari perannya sebagai anak terhadap orang tua atau sebagai murid terhadap guru, maka ia pun harus mempelajari perannya sebagai anak dari jenis kelamin tertentu terhadap jenis kelamin lawannya (Sarwono, 1997 : 86) Memang masalah seks pada remaja sering kali mencemaskan para orang tua, pendidik, para ahli dan sebagainya, seperti kasus seksual yang telah dipaparkan di atas. Hal ini terjadi karena kurangnya pemahaman pendidikan seks remaja, kemudian pergaulan bebas dan media yang tidak bisa jadi tuntunan. Dengan demikian penulis beranggapan bahwa remaja sebagai periode transisi yang banyak mengalami perubahan baik dari fisik maupun psikis, yang cenderung mudah terpengaruh oleh hal-hal yang dianggap itu positif atau negatif. Maka dengan adanya bimbingan baik dari lingkungan keluarga atau lingkungan sekolah terhadap pendidikan seksual remaja diharapkan dapat mengerti arti pentingnya pendidikan seks. Dari uraian di atas serta adanya gejala yang menunjukkan terjadinya perilaku seksual dini yang dilakukan oleh remaja yang keterbelakangan mental di SMP / SMA Putera Mandiri tersebut, maka penulis termotivasi untuk menelitinya. 8 Dengan mengambil judul : "PERAN ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN SEKSUAL REMAJA DENGAN KETERBELAKANGAN MENTAL (Studi Kasus Siswa SMP dan SMA LB Putera Mandiri Ungaran) B. Pertanyaan Penelitian Dari latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana cara orang tua menyampaikan pesan-pesan pendidikan seksual yang notabene anaknya adalah siswa SMP dan SMA LB Putera Mandiri Ungaran? 2. Dari manakah sumber informasi tentang seksualitas diperoleh siswa dengan keterbelakangan mental SMP dan SMA LB Putera Mandiri Ungaran ? 3. Bagaimanakah bentuk-bentuk perilaku seksual yang dilakukan para siswa SMP dan SMA LB Putera Mandiri Ungaran ? C. Tujuan Penelitian Sebagai konsekuensi dari penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengetahui cara orang tua menyampaikan pendidikan seksualitas pada anak siswa SMP dan SMA LB Putera Mandiri Ungaran. 2. Menganalisis dari manakah sumber informasi tentang seksual yang diperoleh siswa dengan keterbelakangan mental SMP dan SMA LB Putera Mandiri Ungaran. 9 3. Memetakan bentuk-bentuk perilaku seksual yang dilakukan para siswa SMP dan SMA LB Putera Mandiri Ungaran. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak baik secara : 1. Teoritis Sebagai bahan masukan untuk mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas bagi siswa SMP dan SMA LB Putera Mandiri Ungaran dan memberikan wawasan serta pengetahuan tentang perilaku seksual remaja. 2. Praktis a. Orang Tua Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk mengetahui perilaku seksual remaja terhadap anaknya, sehingga orang tua dapat melakukan langkah-langkah yang lebih lanjut dan bermanfaat dalam proses pembentukan kepribadian anak. Selain itu dapat digunakan sebagai acuan cara membina perilaku anak terutama dari keluarga yang tidak harmonis dalam menjalin hubungan dengan anak-anaknya atau hubungan sosial masyarakat. 10 b. Pendidik Sebagai informasi bagi calon guru dan dalam rangka mensukseskan tujuan pendidikan nasional, khususnya pendidikan agama. c. Pemerintah Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan, mencetak generasi muda yang terdidik dan maju. Dan pemerintah tidak membedakan yang miskin, kaya, cacat dan tidak cacat, semua berhak mendapatkan pendidikan yang layak. d. Remaja Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pedoman anak remaja, khususnya bagi remaja yang mempenyai keterbelakangan mental, bahwa pendidikan atau pengetahuan tentang seks merupakan salah satu cara untuk mengurangi atau mencegah penyalahgunaan seks, khususnya untuk mencegah dampak-dampak negatif yang tidak diharapkan. e. Penelitian ini juga diharapkan memberikan sumbangan ilmiah bagi wahana perkembangan ilmu psikologi, khususnya psikologi remaja terutama yang berhubungan dengan perilaku seksual remaja. BAB II LANDASAN TEORI A. Keterbelakangan Mental 1. Pengertian Keterbelakangan Mental Definisi keterbelakangan mental atau retardasi adalah keadaan dimana fungsi intelektual umum di bawah normal dan dimulainya selama masa perkembangan individu yang berhubungan dengan terbatasnya kemampuan belajar dan daya penyesuaian diri di dalam proses pendewasaan tersebut. (Ghosali, http://www/portalkalbe/files/16.Pdf, 05:07 PM) Secara singkat dapat dikatakan retardasi mental adalah tingkat fungsi intelektual yang secara signifikan berada di bawah rata-rata sebagaimana diukur oleh test intelegensi yang dilaksanakan secara individual. (Semiun, 2006 : 265) Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo : kurang atau sedikit dan fren : jiwa) atau tuna mental. Keadaan tersebut ditandai dengan fungsi kecerdasan umum yang berada di bawah rata-rata dan disertai dengan berkurangnya kemampuan untuk menyesuaikan diri atau berfikir adaptif. Retardasai mental sebenarnya bukan penyakit, walaupun retardasi mental merupakan hasil dari proses patologik (gejala sakit) di dalam otak yang 11 12 memberikan gambaran keterbatasan terhadap intelektualitas dan fungsi adaptif. Retardasi mental ini dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan jiwa maupun gangguan fisik lainnya. Retardasi mental sering disepadankan dengan istilah sebagai berikut : a. Lemah pikiran (feeble-minded) b. Terbelakang mental (mentally retarded) c. Bodoh atau dunggu (idiot) d. Pandir (imbecile) e. Tolol (moron) f. Mampu dididik (educable) g. Mampu dilatih (trainable) h. Ketergantungan penuh (totally dependen) atau butuh rawat. i. Mental subnormal j. Defisit mental k. Defisit kognitif l. Defisiensi mental m. Gangguan intelektual. (http: unordinary-word.blogspot.com : 12-1009). 2. Klasifikasi Keterbelakangan Mental Klasifikasi keterbelakangan mental dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu : 13 a. Idiocy (Idiot) Kategori ini memiliki IQ (Intelegency Quotient) kurang dari 25, cacat-cacat jasmani dan rohaninya begitu berat. Pada umumnya mereka tidak mampu menjaga diri sendiri terhadap bahaya yang datangnya dari luar. Intelegensinya tidak bisa berkembang, tidak bisa mengerti dan tidak bisa diajari apa-apa. (Kartono, 1988 : 45) Karena tingkat intelegensinya sangat kecil, maka ia harus dijaga meskipun sudah dewasa seolah-olah masih anak kecil. Ia sama sekali tidak dapat belajar membaca atau menulis, serta berbicara seperti bayi. Tetapi, ia dapat melakukan latihan dan pengkondisian kebiasaan pada tingkat dasar tertentu. Intelegensi sosialnya secara khas sedikit lebih tinggi dari pada intelegensi abstraknya. Ia membutuhkan pengawasan dalam segala bidang kehidupan tetapi mungkin dapat berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang direncanakan. (Yustinus, 2006 : 269 Idiocy ini terbagi atas : 1) Idiocy partial atau incomplete (tidak total) Golongan ini mempunyai perasan primitif seperti rasa lapar dan dahaga. Beberapa dari mereka memiliki tampang yang biasa dianggap aneh, seperti monster, kerdil, sangat buruk, tidak berbentuk wajar (misshapen), dan sering sakit-sakitan. 14 Dan sering diferensiasi atau perbedaan antara kelamin lakilaki dengan kelamin perempuan tidak jelas. Mereka tidak mampu untuk menanggapi atau menghayati stimulus; ada lack of perception atau hilangnya daya persepsi. 2) Idiocy komplet (mutlak, absolut) Umur intelegensinya seperti anak 2,5 tahun. Hidupnya seperti kehidupan vegetatif, semacam tanaman, tidak bisa bicara dan tidak dapat membedakan instingnya. Mereka tidak bisa dilatih sesuatupun, juga tidak bisa menolong diri sendiri. b. Imbecility (imbisil, orang pandir) IQ-nya 25 – 49. Mereka seperti kanak-kanak yang berumur 36 – 83 bulan (3 – 7 tahun). Ukuran tinggi dan bobot badannya kurang, sering badannya cacat atau mengalami kelainan-kelainan (anomaly). Ekspresi mukanya kosong dan ketolol-tololan. Pada umumnya mereka tidak mampu mengendalikan diri dan mengurus diri sendiri. Namun demikian, mereka masih dapat diajari menanggapi suatu bahaya. c. Debil (moron, social defect, feeble mindedness, lemah ingatan) IQ-nya 50 – 70. Umur intelegensinya seperti anak-anak umur 7 – 16 tahun (84 – 143 bulan). Biasanya gejala lemah ingatan sudah tampak sebelum tahun-tahun masa sekolah / preschool years. 15 d. Moral Defectives (Cacat Moral) Pada tipe ini ada defek mentalnya. Jiwa atau mentalnya sangat tidak berkembang, tumpul dan steril kehidupan afeksinya. Banyak dari mereke cenderung melakukan tindakan kriminal. (Kartono, 1988: 44 – 50) 3. Faktor-faktor yang Menyebabkan Keterbelakangan Mental Secara biologis faktor yang mempengaruhi retadasi mental yaitu : Bila penyebab retadasi mental itu adalah faktor-faktor yang bukan berasal dari lingkungan, maka digunakan sejumlah istilah yang tumpang tindih, kualitas-kualitas gen diduga berasal dari orang dan diteruskan kepada anak-anak (hereditas). Tetapi, beberapa gen yang ada pada saat kehamilan tidak seperti gen-gen yang dimiliki oleh salah satu orang tuanya, gen-gen itu disebut gen-gen abnormal. Disamping itu, gangguan-gangguan tertentu dapat diperoleh sebelum kelahiran. Sebagai akibat dari zat-zat kimia yang memasuki janin melalui placenta dan juga disebabkan oleh penyakit atau luka pada waktu kelahiran atau sesudah kelahiran. (Yustinus, 2006 : 277). Penyebab kelainan mental ini adalah faktor keturunan (genetik) atau tidak jelas sebabnya (simpleks). Keduanya disebut retardasi metal primer. Sedangkan faktor sekunder disebabkan oleh faktor luar yang berpengaruh terhadap otak bayi dalam kandungan, setelah lahir atau terhadap anak-anak. 16 Beberapa penyebab retardasi mental yaitu : a. Akibat infeksi / atau intoksikasi Dalam kelompok ini termasuk keadaan retardasi mental karena kerusakan jaringan otak akibat infeksi seperti cedera hipoksia (kekurangan oksigen), infeksi HIV, karena strum, obat atau zat toksin lainnya. b. Akibat rudapaksa dan sebab fisik lainnya Rudapaksa sebelum lahir serta juga trauma lain, seperti sinar X, bahan kontrasepsi dan usaha melakukan aborsi, pemakaian alkohol, kokain, dan obat lainnya pada saat ibu hamil. c. Akibat gangguan metabolisme, pertumbuhan atau gizi Gangguan metabolisme seperti : gangguan metabolisme lemak, dehidrasi impernatremik dan lain sebagainya. d. Akibat kelainan pada kromosom Kelainan ini bisa diartikan dengan kesalahan jumlah kromosom. e. Akibat kelainan genetik dan kelainan metabolik yang diturunkan. f. Akibat penyakit otak yang nyata (postnatal) g. Akibat penyakit / pengaruh pranatal yang tidak jelas Keadaan ini diketahui sudah ada sejak lahir, tetapi tidak diketahui etiologinya. 17 h. Akibat prematusitas dan kehamilan wanita di atas 40 tahun. Keadaan bayi waktu lahir berat badannya kurang dari 2.500 gram atau masa hamil kurang dari 38 minggu, dan kehamilan anak pertama pada wanita di atas 40 tahun. i. Akibat gangguan jiwa berat j. Akibat deprivasi psikologi dan lingkungan Retardasi mental dapat disebabkan oleh faktor biomedik maupun sosiobudaya seperti kemiskinan, status ekonomi rendah, dan sindroma deprivasi. Contohnya gangguan gizi yang tergolong berat dan berlangsung lima dan sebelum 4 tahun. (http: unordinaryword.blogspot.com : 12-10-09) 4. Tumbuh Kembang Remaja dengan Keterbelakangan Mental Pada kenyataan IQ bukanlah merupakan satu-satunya patokan yang dapat menentukan berat ringannya keterbelakangan mental, melainkan harus dinilai berdasarkan sejumlah besar ketrampilan spesifik yang berbeda. Dan retardasi mental dapat ditemukan dalam berbagai macam perubahan bentuk fisik, misalnya bentuk kepala, lidah yang menjulur keluar, dan ekspresi wajah tampak tumpul. (http: unordinary- word.blogspot.com : 12-10-09) Mereka pada umumnya sangat mudah tersinggung, tidak memiliki kemampuan untuk mengontrol diri, sering terjadi ketidakstabilan jiwanya, sehingga mereka perlu dirawat di rumah sakit. Hal ini terjadi karena tidak adanya keseimbangan antara dorongan-dorongan dengan rasa 18 kepuasannya, sehingga mereka mengalami frustasi hebat. Sering kali mereka menjadi sangat berbahaya, buas, dan suka mengamuk. Perbuatan ini dilakukan karena tingkah lakunya tidak dikendalikan dan dikontrol sendiri. (Kartono, 1988 : 38) B. Seksualitas 1. Pengertian Seksualitas Seksualitas adalah kapasitas untuk memiliki hasrat seksualitas atau mengusahakan hubungan persetubuhan. Secara umum, seksualitas manusia dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu : a. Biologis (kenikmatan fisik dan keturunan) b. Sosial (hubungan-hubungan seksual, berbagai aturan sosial, serta berbagai bentuk sosial melalui makna seks biologis diwujudkan). c. Subyektif (kesadaran individual dan bersama sebagai obyek dan hasrat seksual). (Sa’abah, 2001 : 1) Bahwasannya seksualitas merupakan hal yang sulit untuk didefinisikan karena menyangkut banyak aspek kehidupan dan diekspresikan dalam bentuk perilaku yang beraneka ragam. Kebanyakan orang memahami seksualitas sebatas istilah seks, padahal antara seks dengan seksualitas merupakan hal yang berbeda. Menurut Zawi (1994), kata seksual sering digunakan dalam dua hal, yaitu : (a) Aktifitas seksual genital, dan (b) Sebagai label gender (jenis kelamin). Sedangkan 19 seksualitas memiliki arti yang lebih luas, karena meliputi bagaimana mengkomunikasikan perasan tersebut terhadap orang lain melalui tindakan yang dilakukannya, seperti sentuhan, ciuman, pelukan, senggama, atau melalui perilaku halus seperti isyarat tubuh, etiket, berpakaian, dan perbendaharaan kata. (Purnawan, online : 1) 2. Teori-teori Perkembangan Seksualitas Perkembangan fisik dan seksualitas menunjukkan seksualitas genital harus dipandang fisik seluruhnya. anak laki-laki dan Dalam dalam hubungan tinjauan perempuan dengan mengenai perlulah pertumbuhan pemasakan diperhatikan seksual unisitas individu. Meskipun pemasakan seksual berlangsung dengan batas-batas tertentu. Ada kriteria yang membedakan anak laki-laki dari pada wanita, yaitu dalam hal : a. Kriteria Pemasakan Seksual Menarche atau permulaan haid dipakai sebagai permulaan pubertas. Menarche merupakan ukuran yang baik, karena hal itu menentukan salah satu kemasakan seksual yang pokok, yaitu suatu disposisi untuk konsepsi (hamil) dan melahirkan (Konopko, 1976). Dan untuk anak laki-laki adanya ejakulasi (pelepasan air mani), timbulnya tanda-tanda kelamin sekunder maupun primer. 20 b. Permulaan Pemasakan Seksual Mengenai permulaan pemasakan seksual ternyata anak wanita kira-kira dua tahun lebih dulu mulainya dari pada anak laki-laki, seperti percepatan pertumbuhan. c. Urutan Gejala-gejala Pemasakan Pada anak wanita pemasakan dimulai dari dengan suatu tanda sekunder, tumbuhnya payudara (usia 8 – 13 tahun). Menjelang menarche maka jaringan mengikat di sekitarnya mulai tumbuh hingga payudara mulai membentuk dewasa. Kelenjar payudara sendiri baru mengadakan reaksi pada masa kehamilan dengan suatu pembengkakan, sedangkan reproduksi air susu terjadi pada kehamilan. Dan pada anak laki-laki usia kurang lebih 15 – 16 tahun anak laki-laki mengalami perubahan suara. (Kooers, Siti Rahayu Harditono, 1982 : 262 – 265) Ada beberapa teori yang menyoroti tentang perkembangan seksual ini, yaitu : a. Teori Belajar Sosial Kognitif Menurut Albert Bandura (1995) di dalam teori ini berpendapat bahwa teori belajar sosial biasa disebut dengan teori imitasi, karena perilaku terbentuk melalui proses imitasi, mengamati perilaku orang lain termasuk mengamati terhadap efek dari perilaku orang lain. Teori ini juga dikenal dengan belajar model, karena proses pembentukan perilaku memerlukan model yang dicontoh atau diikuti. Proses belajar 21 seseorang terjadi melalui beberapa cara yaitu imitasi, identifikasi, dan melalui belajar model. (Sriyanti, Suwardi, dan Erawati, 2009 : 104) b. Teori Behavioris Teori ini dipelopori oleh Watson, yang seringkali disebut neoasosiosianisme karena kesamaan memandang manusia sebagai organisme yang tidak membawa potensi dan 100 % jiwanya dibentuk oleh asosiasi-asosiasi (tanggapan-tanggapan) dari luar. (Sriyanti, Suwardi, dan Erawati, 2009 : 104) c. Teori Psikoanalisis Teori psikodinamik yang berasal dari teori teori psikoanalisis Freud berpendapat pandangan bahwa tingkah laku kita (normal atau abnormal) ditentukan oleh hasil dari proses-proses dinamik dan konflik-konflik intrapsikis. Dorongan-dorongan batin (internal) individu, seperti seks dan agresi, dalam pandangan psikodimanik bertentangan dengan aturan-aturan sosial (masyarakat dan normanorma moral). Dengan demikian, perjuangan dimanik individu menjadi konflik antara kekuatan-kekuatan internal yang berlawanan. Pada saat tertentu tingkah laku individu yang kelihatan dan pikiran-pikiran serta emosi-emosinya merupakan hasil dari pertentangan di dalam dirinya. Tingkat-tingkat kehidupan mental daerah-daerah pikiran adalah struktur atau komposisi kepribadian. Tetapi, kepribadian juga harus 22 melakukan sesuatu. Bagi Freud, manusia didorong untuk mencari kenikmatan dan mereduksikan tegangan. GAMBARAN SKEMATIS BEBERAPA KONSEP PSIKOANALITIK DAN INTERKORELASINYA (Yustinus, 2006 : 126 – 129) Energi Fisiologis Umum Eros atau dorongan hidup Thanatos atau Dorongan Mati Impuls-impuls Libido Impuls-impuls ego Impuls-impuls mati dan agresi Dikendalikan oleh Diekemudikan oleh Diekemudikan oleh Prinsip Kenikmatan Prinsip Kenyataan Prinsip Nirvana Diekspresikan Dengan Diekspresikan Dengan Diekspresikan Dengan Cinta diri, cinta orang lain, usaha mengejar kenikmatan yang tidak terhambat Memuaskan kebutuhankebutuhan dengan cara yang diterima oleh masyarakat menggunakan sublimasi dan represi Perusakan terhadap orang-orang lain dan diri sendiri Terletak dalam kesadaran Terletak dalam kesadaran dan ketidaksadaran Terletak dalam ketidaksadaran Dipresentasikan oleh Id Dipresentasikan oleh Egodan Super Ego Dipresentasikan oleh Id 23 3. Tahap-tahap Perkembangan Seksualitas Dalam perkebangan kehidupan manusia sejak dilahirkan hingga dewasa, manusia memiliki dorongan-dorongan yang dinamakan libido. Libido adalah dorongan seksual yang sudah ada pada sejak lahir. Dalam pembahasan ini ada beberapa tahap perkembangan seksual, yaitu : a. Masa Oral (lahir – 1 tahun) Dalam fase ini kepuasan seks anak diperoleh melalui daerah mulut, yang pemuasannya terjadi ketika anak menghisap putting susu ibunya. Saat anak menyusui, selain untuk memenuhi rasa lapar juga untuk mendapatkan kepuasan tersendiri akibat adanya gesekan di sekitar daerah mulut. b. Tahap Anal (kira-kira terjadi pada saat anak berusia 2 – 3 tahun) Kepuasan seks anak dalam usia ini berada di sekitar daerah anus, bentuk pemuasaan libido tersebut berupa kenikmatan yang dirasakan ketika anak mengeluarkan sesuatu dari anusnya. c. Tahap Phalic (kira-kira terjadi pada saat anak berusia 4 – 5 tahun) Pada fase ini, daerah kepuasaan seks sudah beralih pada alat kelamin dan sekitarnya. Dan dalam fase ini juga penyaluran seks hanya didasarkan pada faktor kenikmatan saja dan belum ada hubungannya dengan tujuan pengembangan keturunan. Dalam masa oedipus anak mengalihkan emosional interesnya yang semula dipusatkan pada tubuhnya sendiri kemudian dialihkan pada orang yang terderkat dengan dirinya. Dalam masa ini anak 24 memusatkan perasaan kasih sayang pada orang tuanya yang berlawan seksnya dan menaruh cemburu terhadap orang tuanya yang bersamaan seksnya. Inti dari komplek oedipus adalah bahwa keinginan erotis anak laki-laki terarah pada ibunya. Sedang permusuhan dilontarkan pada ayahnya yang dianggap sebagai saingan. Masa seksual dewasa terjadi kira-kira 11 – 14 tahun, dimana anak sudah mengalami perasaan heterosexality yang sempurna, anak mengarahkan nafsu seksnya kepada obyek diluar familinya yaitu perempuan di luar keluarganya dan perasaan oedipus kompleks telah menghilang. (Suraji dan Rahmawati, 2008 : 18 – 21) d. Tahap Latensi Tahap ini dimulai dari tahap phalik akhir sampai permulaan masa remaja (kira-kira usia 12 tahun). Pada tahap ini dorongan dinamik seakan-akan laten, sehingga anak pada masa ini secara relatif lebih mudah dididik dibandingkan dengan tahap-tahap sebelumnya dan sesudahnya. Di pihak lain, pertumbuhan intelektual, sosial, dan moral individu berjalan terus. e. Tahap Genital Perkembangan psikoseksual individu dianggap sempurna apabila tercapai penyesuaian diri yang memuaskan pada tahap genital. Dengan mulainya masa pubertas, kebutuhan-kebutuhan seksual infantil (pra genital) dan dorongan-dorongan libido oral, anal, dan phalik hidup kembali. Mula-mula dorongan ini sangat narsistik, yang 25 berarti bahwa individu mendapat kekuatan dari perangsang dan manipulasi tubuhnya sendiri dan orang-orang lain dikateksis hanya karena membantu memberikan bentuk-bentuk tambahan kenikmatan tubuh bagi anak. Selama masa adolesen, sebagian dari cinta diri atau narcisme ini disalurkan ke pilihan obyek sebenarnya. Anak remaja mulai mencintai orang-orang lain terdorong oleh motif-motif altruistik bukan semata-mata karena cinta diri atau narcistik. Daya tarik seksual, sosialisasi, kegiatan-kegiatan kelompok, perencanaan karier, persiapan menikah dan membangun keluarga mulai muncul. Jadi fungsi fisiologis pokok genital adalah reproduksi, aspekaspek psikologis membantu mencapai tujuan dengan memberikan stabilitas dan keamanan sampai batas tertentu. (Yustinus I, 2006 : 135). Jadi perkembagan seksual pada diri seseorang mencakup beberapa tahapan, yaitu tahap oral, tahap anal, tahap phalic, tahap latent, dan tahap genital. 4. Bentuk-bentuk Perilaku Seksual Menurut Wahyudi (2000), perilaku seksual merupakan perilaku yang muncul karena adanya dorongan seksual atau kegiatan mendapatkan kesenangan organ seksual melalui berbagai perilaku. Perilaku seksual yang sehat dan dianggap normal adalah cara heteroseksual, vaginal, dan dilakukan suka sama suka. Sedangkan yang tidak normal (menyimpang) antara lain sodomi, homoseksual. Selama ini perilaku seksual sering 26 disederhanakan sebagai hubungan seksual berupa penetrasi dan ejakulasi. Menurut Wahyudi (2000 : 4), perilaku seksual dapat berupa : a. Berfantasi yaitu : perilaku membayangkan dan mengimajinasikan aktivitas seksual yang bertujuan untuk menumbuhkan perasaan erotisme. b. Pegangan tangan yaitu : aktifitas ini tidak terlalu menumbuhkan rangsangan seksual yang kuat, namun biasanya muncul keinginan untk mencoba aktifitas yang lain. c. Cium kering yaitu : berupa sentuhan pipi dengan pipi atau pipi dengan bibir. d. Cium basah yaitu : berupa sentuhan bibir ke bibir. e. Meraba yaitu : kegiatan bagian-bagian sensitif rangsang seksual seperti leher, breast, paha, alat kelamin, dan lain-lain. f. Berpelukan yaitu : aktifitas ini menimbulkan perasaan tenang, aman, nyaman disertai rangsangan seksual (terutama bila mengenai daerah erogen / sensitif). g. Mastrubasi (wanita) dan onani (laki-laki) yaitu : perilaku merangsang organ kelamin untuk mendapatkan kepuasan seksual. h. Oral seks yaitu : merupakan aktifitas seksual dengan cara memasukkan alat kelamin ke dalam mulut lawan jenis. i. Petting yaitu : seluruh aktifitas seksual non intercourse (hingga menempelkan alat kelamin). 27 j. Intercouse (senggama) yaitu : merupakan aktivitas seksual dengan memasukkan alat kelamin laki-laki ke dalam alat kelamin perempuan. (Purnawan, online : 5) 5. Pendidikan Seksualitas Setiap makhluk Tuhan pasti akan mengalami peristiwa berhubungan dengan masalah seksual. Khususnya pada manusia, permasalahan seksual tidaklah sesederhana pada makhluk lain yang hanya terfokus pada tujuan bereproduksi atau berkembang biak, karena pada makhluk lain kebutuhan seksual terjadi secara naluriah dan akan terjadi pada usia pertumbuhan tertentu. Sedangkan manusia dengan akalnya yang tinggi, justru patokan usia naluriah seksual ini tidak dapat dipastikan, sehingga akan dibutuhkan suatu pengajaran dan pendidikan tersediri untuk memahami masalah perkembangan seksualnya, terutama pada usia anak dan remaja awal yang belum memiliki kewajiban dan kesiapan untuk bereproduksi. Di dalam masyarakat Indonesia pada umumnya, hingga saat ini pendidikan seks masih dianggap tabu, terutama jika harus diberikan pada anak-anak atau usia remaja awal. Ada kekhawatiran normative bahwa jika anak-anak dan remaja mendapat pendidikan seks, mereka akan terjerumus ke dalam pergaulan bebas atau bahkan seks bebas. Sebenarnya kekhawatiran seperti itu tidaklah perlu jika pendidikan seks diberikan secara proporsional. Pendidikan seks yang diberikan saat ini bukan untuk segera dilaksanakan, tetapi untuk bekal 28 mereka kelak, selain itu justru untuk menjaga dari kehidupan seks bebas, penyimpangan seksual, memahami bahaya seks bebas. Agar pendidikan seksual terjadi secara natural, yang terpenting adalah orang tua memiliki visi dan misi yang sepaham antara suami dan istri, serta berupaya untuk menerapkan dalam kehidupan anak sejak usia dini sehingga menjadi suatu pembiasaan keseharian yang tidak sulit dilaksanakan pada saat mereka memasuki usia pubertasnya. Karena pada dasarnya proses belajar yang paling efektif adalah dengan proses pengulangan sehingga menjadi pembiasaan yang tidak membebani. Maraknya perilaku seksual pra nikah dikalangan remaja, menurut seksolog Tobing yang dikutip oleh lestari dalam hasil kongresnya, disebabkan oleh tiga hal, yaitu : berpacaran yang terlalu dalam, faktor informasi, dan kurangnya penghayatan agama. Ahli lain, Boyke Nugraha lebih menyoroti faktor pendidikan, keharmonisan keluarga dan media massa. Karena seksualitas merupakan bagian mendasar dari kepribadian manusia, dikutip dari sumber kedua Bruess dan Greenberg (1981) menyatakan beberapa hal yang penting untuk dipahami berkaitan dengan pendidikan seksualitas, yakni : a. Pendidikan seksualitas berarti memandang permasalahan dengan bijak tidak hanya terpaku pada moralitas dan pemberitahuan. 29 b. Pendidikan seksualitas bersifat realistik mengingat setiap individu pada dasarnya adalah makhluk seksual semenjak lahir hingga meninggal. c. Pendidikan seksualitas dimulai dari orang tua, karena orang tua adalah pendidik seksualitas yang utama. d. Rumah adalah sumber berkesinambungan dalam pendidikan seksualitas. e. Pendidikan seksualitas secara non verbal sama pentingnya dengan pendidikan seksualitas secara verbal. f. Pendidikan seksualitas memberikan infomasi yang akurat. g. Pendidikan seksualitas tidak sama dengan konseling (Lestari, 2002 : 209 – 210) Pada International Conference of Sex Education and Family Planing tahun 1962 dicapai kesepakatan bahwa tujuan dari pendidikan seks adalah untuk menghasilkan manusia-manusia dewasa yang dapat menjalankan kehidupan yang bahagia karena dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat dan lingkungannya, serta bertanggung jawab terhadap dirinya dan terhadap orang lain. Dalam pendidikan seks dapat dibedakan antara sex instruction dan education in sexuality. Yang dimaksudkan dengan sex intruction adalah penerangan mengenai anatomi dan biologi dari reproduksi, termasuk pembinaan keluarga dan metode-metode kontrasepsi. Sedangkan education in sexuality meliputi bidang-bidang ethic, moral fisiologi, 30 ekonomi, dan pengetahun-pengetahuan lainnya yang dibutuhkan seseorang untuk dapat memahami dirinya sendiri sebagai individu seksuil, serta mengadakan hubungan interpersonal yang baik. Maka pada dasarnya pendidikan seks itu meliputi bidang-bidang : a. Biologi dan Fisiologi, yaitu mengenai fungsi reproduktif. b. Ethic, yaitu menyangkut kebahagiaan orang itu sendiri. c. Moral, yaitu mengenai hubungan dengan orang-orang lain, misalnya dengan partnernya dan dengan anak-anaknya. d. Sosiologi, yaitu mengenai pembentukan keluarga. (Sulistyo, 2000 : 19 – 20) BAB III METODE PENELITIAN Metode adalah cara kerja untuk dapat memahami obyek sasaran ilmu yang bersangkutan (Koentjoroningrat, 1985 : 7). Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah : A. Pendekatan Untuk memperoleh pemahaman yang subtantif dan komprehensif tentang permasalahan yang dikaji, penelitian ini menerapan pendekatan kualitatif. Data kualitatif merupakan sumber data deskriptif yang luas dan berlandasan kokoh, serta memuat penjelasan tentang proses-proses yang terjadi dalam lingkungan setempat. Dengan data kualitatif kita dapat mengikuti dan memahami alur peristiwa secara kronologis, menilai sebab akibat dalam lingkup pikiran orang-orang setempat, dan memperoleh penjelasan yang banyak dan bermanfaat. (Milles and .H. Michael Huberman, 1992 : 1) Penelitian deskriptif ini melakukan analisis hanya sampai pada taraf deskriptif, yaitu menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematik sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami dan disimpulkan. Simpulan yang diberikan jelas atas dasar faktanya, sehingga semua dapat dikembalikan langsung pada data yang diperoleh, karena langsung mencari data di tempat yang dijadikan penelitian yaitu SMP dan SMALB Putera Mandiri Ungaran. 31 32 B. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian diskriptif kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor (1975 : 5) mendefinisikan “metodologi kualitatif” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Sejalan dengan definisi tersebut, Kirk dan Miller (1986 : 9) mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasannya dan dalam peristilahannya. (Moleong, 1988 : 3) Metode kualitatif ini digunakan karena beberapa pertimbangan. Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda; Kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat peneliti dan responden, Ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penanaman pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi. (Moleong, 1988 : 5) Dan dengan data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Hal ini disebabkan oleh adanya penerapan metode kualitatif. Selain itu, semua yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti. Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberikan gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, dokumen pribadi, catatan atau memo, dan dokumen resmi lainnya. 33 Pada penulisan laporan demikian, peneliti menganalisis data yang sangat kaya dan sejauh mungkin dalam bentuk aslinya. Hal itu hendaknya dilakukan seperti orang merajut, sehingga setiap bagian ditelaah satu demi satu. Pertanyaan dengan kata tanya “mengapa”, “alasan apa”, dan “bagaimana terjadinya” akan senantiasa dimanfaatkan oleh peneliti. Dengan demikian, peneliti tidak memandang bahwa sesuatu itu memang demikian keadaannya. (Moleong, 1988 : 6) C. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan mengambil salah satu sekolah yang mendidik anak-anak yang berkebutuhan khusus, tepatnya di SLB Putera Mandiri Ungaran, Kabupaten Semarang yang mendidik anak-anak yang berkebutuhan khusus mulai dari TKLB sampai dengan SMALB. Akan tetapi penelitian ini difokuskan untuk meneliti tingkat SMP dan SMALB Putera Mandiri. D. Informan Penelitian Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian. Kegunaan informan bagi peneliti ialah membantu agar secepatnya dan tetap seteliti mungkin dapat membenamkan diri dalam konteks setempat terutama bagi peneliti yang belum mengalami etnografi. (Lincoln dan Guba, 1985 : 258). Disamping itu, pemanfaatan informan bagi peneliti adalah agar dalam waktu 34 yang relatif singkat banyak informasi yang terjangkau, jadi sebagai internal sampling, karena informan dimanfaatkan untuk berbicara, bertukar pikiran, atau membandingkan suatu kejadian yang ditemukan dari subyek lainnya (Bogdan & Biklen, 1981 : 65). (Moleong, 1988 : 90) Dan dalam wawancara ini menggunakan indikator pedoman interview yaitu : 1. Instruksi seksual yang meliputi : a. Biologi reproduksi b. Alat-alat kontrasepsi 2. Pendidikan dalam seksualitas, yang meliputi moral dan nilai agama dalam pendidikan seksulaitas. Berikut ini matrik pedoman wawancara yang peneliti gunakan : No 1 Tema Wawancara Item Pertanyaan Pola pendidikan tentang Terlampir Ditujukan Kepada Ibu atau Bapak seksual yang dilakukan orang tua 2 Sumber-sumber informasi Terlampir Anak seksual 3 Bentuk-bentuk perilaku Terlampir Anak seksual Maka dengan ini peneliti mengambil beberapa informan yang perlu diwawancarai untuk mencari informasi-informasi tentang perilaku seksual remaja dengan keterbelakangan mental yaitu orang tua dan anak. 35 E. Alat Pengumpul Data Dalam mengumpulkan data dalam penelitian ini digunakan beberapa metode penelitian sebagai berikut : 1. Metode Observasi Observasi adalah pengamatan, pencatatan dengan sistematik fenomena-fenomena yang diselidiki, mengadakan pertimbangan dan mengadakan penilaian. (Arikunto, 1998 : 234) Metode observasi ini penulis gunakan untuk mengumpulkan data tentang perilaku seksual remaja dengan keterbelakangan mental di SMP dan SMALB Putera Mandiri Ungaran. Observasi ini dilakukan terhadap berbagai hal yang berkaitan dengan masalah yang diteliti dengan mengadakan pengamatan dan mendengarkan secara secermat mungkin sampai pada sekecil-kecil sekalipun. Kegiatan informasi dilaksanakan dengan cara formal dan informal untuk mengamati berbagai keadaan sebagai peristiwa dan kegiatan yang terjadi. Observasi ini juga dimaksudkan untuk dapat mengetahui adanya faktor yang berpengaruh, baik faktor pendukung maupun faktor yang menghambat perilaku seksual remaja dengan keterbelakangan mental di SMP dan SMALB Putera Mandiri Ungaran. 2. Metode Interview Interview adalah metode yang mencoba mendapatkan keterangan secara lisan dari seorang responden dengan bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang itu atau sering disebut dengan wawancara atau 36 kuesioner lisan adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari si pewawancara. (Koentjoroningrat, 1985 : 129) Menurut Moleong, percakapan ini dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. (Lexy J. Moleong, 1988 : 135) Wawancara ini terutama dilakukan dengan berbagai pihak yang telah dipilih sebagai informan dan sekaligus sebagai sumber data yang ingin diungkapkan. Hal ini dimaksudkan untuk menggali dan memperleh informasi yang lengkap dan lebih efektif atau sesuai dengan sebenarnya. Wawancara ini tidak dilakukan dengan struktur mengikat, tetapi dengan pertanyaan-pertanyaan yang memfokus, sehingga informasi yang dikumpulkan cukup mendalam. Wawancara ini mampu mengoreksi kejujuran informan untuk memberikan informasi yang sebenarnya. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara interaktif dengan tujuan untuk memperoleh gambaran tentang perilaku seksual siswa SMP dan SMALB Putera Mandiri Ungaran. Panduan wawancara berisikan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh sumber peneliti atau orang yang diwawancarai yang meliputi salah satu staff guru, siswa, orang tua yang bersangkutan. 3. Metode Dokumentasi Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang artinya barangbarang tertulis. Metode ini digunakan untuk mendapatkan data-data yang 37 berkaitan dengan gambaran-gambaran secara umum di SMP dan SMALB Putera Mandiri Ungaran maupun dokumen atau arsip yang dimiliki oleh sekolah SMP / SMALB Putera Mandiri sebagai lokasi dan obyek penelitian. Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel berupa catatan-catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya. (Arikunto, 1998 : 236). Karena penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif yang bersifat natural setting, maka datanya dari manusia (human instrument). F. Analisis Data Dalam penelitian kualitatif menggunakan analisis data secara induktif. Analisis induktif ini digunakan karena beberapa alasan, yaitu : 1. Proses induktif lebih dapat menemukan kenyataan-kenyataan ganda yang terdapat dalam data. 2. Analisis induktif lebih dapat membuat hubungan peneliti dengan responden menjadi eksplisit, data dikenal, dan akuntabel. 3. Lebih menguraikan latar belakang secara penuh dan dapat membuat keputusan-keputusan tentang dapat-tidaknya pengalihan kepada suatu latar lainnya. 4. Analisis induktif lebih dapat menemukan pengaruh bersama yang mempertajam hubungan-hubungan. 5. Analisis demikian dapat memperhitungkan nilai-nilai secara eksplisit sebagai bagian dari struktur analitik. (Moleong, 1988 : 5) 38 Dan dalam penelitian ini, setelah data terkumpul maka langkahlangkah selanjutnya adalah mengadakan analisis terhadap data yang diperoleh untuk memberikan informasi lebih lanjut. Menurut Moleong yang mengutip pendapat Patton bahwa analisis data dalam penelitian kualitatif adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan suatu uraian dasar. Ia membedakannya dengan penafsiran yaitu pola uraian dan mencari hubungan diantara dimensi-dimensi uraian. Dari rumusan tersebut dapatlah kita menarik garis bahwa analisis data bermaksud pertamatama mengorganisasi data. Data yang terkumpul terdiri dari catatan lapangan dan komentar peneliti, gambar, foto, dokumen berupa laporan, biografi, artikel dan sebagainya. Pekerjaan analisis data dalam hal ini ialah mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberi kode dan mengkategorikannya (Moleong, 1988 : 103) Miles menganjurkan penggunaan langkah-langkah menganalisis data yaitu : (Miles and Huberman, 1992 : 16 - 20) 1. Reduksi Data Reduksi data merupakan kegiatan merangkum catatan-catatan lapangan dengan memilih hal-hal pokok yang berhubungan dengan model perilaku seksual remaja dengan keterbelakangan mental. Reduksi data ini merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan-kesimpulan finally dapat ditarik dan diverifikasi. 39 Rangkuman catatan-catatan lapangan itu kemudian disusun secara sistematis agar memberikan gambaran yang lebih luas serta mempermudah pelacakan kembali apabila diperlukan. 2. Penyajian Data Dengan melihat penyajian-penyajian kita akan dapat memahami apa yang terjadi dan apa yang harus kita lakukan lebih jauh menganalisis ataukah mengambil tindakan berdasarkan atas pemahaman yang didapati dari penyajian-penyajian tersebut. Penyajian ini berguna untuk melihat seluruh hasil penelitian, baik bentuk matrik maupun pengkodean. Dari hasil penyajian data itulah selanjutnya peneliti dapat menarik kesimpulan dan memverifikasi sehingga menjadi bermakna data. 3. Menarik Kesimpulan atau Verifikasi Penarikan kesimpulan dalam pandangan kami hanyalah sebagian dari suatu kegiatan konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung. Verifikasi itu mungkin sesingkat pemikiran kembali yang melintas dalam pikiran penganalisis selama ia menulis, suatu tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan, atau mungkin menjadi begitu seksama dan makan tenaga dengan peninjauan kembali serta tukar pikiran diantara teman sejawat untuk mengembangkan kesepakatan intersubjektif. Singkatnya, makna-makna yang muncul dari data harus diuji kebenarannya, kekokohannya, yakni yang merupakan validitasnya untuk menetapkan kesimpulan lebih grounded (beralasan) dan tidak lagi bersifat 40 tentative (coba-coba), maka verifikasi dilakukan sepanjang penelitian langsung sejalan dengan member check, triangulasi, sehingga menjamin signifikansi atau bermaknaan hasil penelitian. Dalam hal ini penulis mencoba untuk menganalisis data-data yang terkumpul tentang perilaku seksual remaja dengan keterbelakangan mental di SMP dan SMALB Putera Mandiri Ungaran. Dalam menganalisis, penulis berdasarkan data-data yang diperoleh dari salah satu staff guru, siswa, orang tua dan siswa yang terkumpul melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Sehubungan dengan penelitian ini, teknik yang diterapkan dalam penelitian ini adalah analisis antara kasus dengan model analisis interaktif. Model analisis interaktif terdiri dari tiga komponen, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Proses ini dilakukan dalam bentuk interaktif dengan proses pengumpulan data sebagai suatu siklus. Siklus interaktif ini diharapkan untuk memperoleh pengertian yang mendalam, komprehensif dan rinci mengenai suatu masalah sehingga melahirkan pernyataan tersebut. Adapun kejelasan mengenai proses analisis model interaktif tersebut di atas dapat digambarkan dalam bentuk siklus sebagai berikut : 41 Pengumpulan Data Reduksi Data Sajian Data Penarikan Kesimpulan Gb. 1 : Siklus Analis Data Kualitatif (Miler dan Huberman) Penelitian ini bersifat spekulatif, karena segalanya diteliti di lapangan. Selain itu cara menganalisisnya pun mengikuti pemikiran kualitatif. Dalam pengertian di atas, analisis data kualitatif merupakan upaya yang berlanjut, berulang-ulang dan terus menerus. Masalah reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan menjadi gambaran keberhasilan secara berurutan sebagai rangkaian kegiatan analisis yang saling menyusul. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Profil SLB Putra Mandiri Ungaran a. Sejarah Berdirinya SLB Putera Mandiri Ungaran Sekolah luar biasa SMP LB dan SMA LB Putera Mandiri Ungaran didirikan oleh Yayasan Putera Mandiri Ungaran, yang beralamatkan di Jl. Kyai Sono 02, Genuk, Kec. Ungaran Barat, Kab. Semarang pada tahun 2001. Sejak pertama kali berdiri sekolah ini belum mempunyai bangunan sendiri masih kontrak, Tepatnya di Jl. Mawar 02 Genuk, Kec. Ungaran, Kab. Semarang. Dan status sekolah ini masih berjenjang SMP LB dan SMA LB yang mendidik anak-anak yang berkebutuhan khusus yaitu Tuna rungu wicara, Tuna grahita dan Tuna daksa (SLB B, C,C1, D). Mulai tahun 2009 ajaran baru sekolah ini berganti alamat, karena sudah mempunyai gedung sendiri yang beralamatkan di Jl. Tohjoyo RT 02 RW 01 Langensari, Kec. Ungaran Barat, Kab. Semarang. Dan pada tahun ini pula yayasan ini mendirikan sekolah yaitu jenjang TK LB dan SD LB. Adapun Yayasan Putera Mandiri Ungaran ini mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut : 42 43 Sebelah Utara : Desa Babadan Sebelah Selatan : Desa Langen Sari Sebelah Barat : Desa Mujil Sebelah Timur : Desa Leyangan b. Visi dan Misi Yayasan Putera Mandiri Ungaran 1) Visi Terwujudnya pelayanan yang optimal bagi anak yang berkebutuhan khusus agar mandiri dapat berperan serta dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. 2) Misi a) Memberikan pelayanan pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus sesuai potensi yang dimilikinya b) Meningkatkan mutu pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus c) Memberikan bekal ketrampilan bagi anak yang berkebutuhan khusus d) Menanamkan dan mengamalkan keimanan serta budi pekerti c. Tujuan Yayasan Putera Mandiri Ungaran Tujuan sekolah ini secara umum adalah untuk mengembangkan potensi siswa seoptimal mungkin agar siswa mandiri dapat melanjudkan ke jenjang yang lebih tinggi. Yayasan Putera Mandiri yang mendidik anak-anak yang berkebutuhan khusus, mereka juga mempunyai prestasi yang bisa 44 dibanggakan. Adapun prestasi yang diperoleh dari sekolah ini yaitu : juara porseni tingkat SMP LB Se-Kabupaten Semarang. 1) Bidang Akademik meliputi : a) Juara III cerdas cermat MIPA b) Juara II peragaan SIBI (Bahasa Isyarat bagi Tuna Rungu Wicara) 2) Non Akademik meliputi : a) Juara II menyanyi kelompok D putera b) Juara II menyanyi kelompok C puteri c) Juara II menyanyi kelompok C putera d) Juara I menari pasangan putera e) Juara II menari pasangan puteri f) Juara II menari pasangan putera g) Juara II tenis meja putera h) Juara II baca puisi i) Juara II melukis j) Juara I mewarnai k) Juara II catur l) Juara II meniti balok m) Juara III hantaran n) Juara II bulu tangkis 45 TABEL 4.1 STRUKTUR ORGANISASI YAYASAN PUTERA MANDIRI UNGARAN PEMBINA Pariyo S.H KETUA YAYASAN Asngari S.Pd SEKRETARIS Bambang edyarso KEPALA SEKOLAH Senty k. S. Kom BENDAHARA Ahmad H.S.S.Pd SEKERTARIS Puji rahayu S.E BENDAHARA Ketut. P DEWAN GURU Keterangan : Yayasan Putera Mandiri ini didirikan oleh segenap orang-orang yang telah berkecimpung di dunia pendidikan terutama di Pendidikan Luar Biasa(PLB), terutama Selaku pembina yang mendirikan dua 46 yayasan PLB di Bergas dan Ambarawa dari tingkat TK LB sampai SMA LB,beliau juga mendirikan SMK di Klaten. Dan ketua yayasan ini merangkap sebagai kepala sekolah SLB Negeri Ungaran. 2. Profil Keluarga Responden / Subjek Berikut adalah tabel karakteristik subyek penelitian : Tabel 4.2 Profil Orang Tua 1 Ibu R / Bp. S Jenis Pekerjaan Orang Tua Bapak Ibu Pegawai Ibu RT*) 2 Ibu N / Bp. T Buruh No Nama Samaran Orang Tua Buruh *) Bapak 44 tahun Ibu 42 tahun Nama Samaran Anak H 43 tahun 42 tahun A Usia 3 Ibu S / Bp. K PNS Ibu RT 47 tahun 43 tahun A dan F 4 Bapak Z / Ibu M Buruh Buruh 43 tahun 40 tahun D Keterangan : *) RT : Rumah Tangga Tabel 4.3 Profil Anak 1 Nama Samaran Anak H L 24 Jenis Ketunaan atau Kelainan Tuna grahita 2 A L 23 Hidrocepalus SMALB III 3 A P 21 Tuna grahita SMALB III 4 F L 18 Tuna grahita SMPLB III 5 D L 16 Tuna rungu SMPLB III No Jenis Usia Kelamin wicara Keterangan : L : Laki-laki P : Perempuan Jenjang Pendidikan Kelas SMALB III 47 a. Keluarga R Di dalam keluarga ini ibu R (42 tahun) pernah mengenyam pendidikan sampai SMP. Dan menikah pada usia muda dengan bapak S (44 tahun) seorang pegawai negeri sipil dengan lulusan SMA. Ibu (R) merupakan sosok ibu rumah tangga yang berada di kompleks perumahan pegawai. Kegiatan kebanyakan selalu dilakukan di dalam kompleks. Keluar masuk kompleks harus ada laporan perizinan. Ibu (R) dan bapak (S) menikah di usia muda, mereka mempunyai dua anak laki-laki yaitu H (24 tahun) sekolah di SLB Putra Mandiri Ungaran dan I (14 tahun) sekolah di SMP Muhammadiyah. Kedua anak tersebut sangatlah berbeda, (H) mempunyai ketunaan dan (I) adiknya anak yang normal. Ibu (R) menceritakan pernah menggugurkan kandungan yang kandungan itu masih cukup muda. Ibu (R) melakukan hal itu karena hamil di luar nikah, akan tetapi pengguguran dengan segala cara tidak berhasil. Akhirnya ibu (R) membesarkan kandungannya. Kandungan sudah membesar dan mau melahirkan, bapak (S) tidak datang-datang untuk bertanggung jawab. Dan ibunya ibu (R) atau yang disebut calon neneknya si bayi berkata ”ojo metu sik yo... sak durunge bapakmu nikahi ibumu”, sambil mengelus-elus perut (R) dengan perasaan sedih. Keesokan harinya bapak (S) datang dan 48 mau bertanggung jawab atas kehamilan ibu (R). Persaan bahagia, terharu bercampur apa yang diinginkan keluarga (R) terkabul. Pada akhirnya, bapak (S) bersedia bertanggung jawab dengan menikahi ibu (R) dan secara kebetulan juga hari dimana bapak (S) dan ibu (R) menikah, ibu (R) melahirkan. Dengan suka cita dua keluarga menyambut baik kelahiran bayi itu dan memberi nama (H). Selang beberapa tahun, ibu (R) menyekolahkan (H) di TK, anak itu masih bisa mengikuti kegiatan-kegiatan di sekolah umum seperti belajar menyanyi, menggambar, sedangkan belajar menulis dan membaca agak kurang. Akan tetapi ibu (R) menyangka anak TK belum bisa membaca, menulis itu hal yang wajar. Tetapi menginjak usia SD kekurangan (H) dirasakan ibu (R) dengan sulitnya komunikasi, terlambatnya belajar yang tidak bisa mengimbangi anak yang lain. Akhirnya ibu (R) berfikir kenapa (H) sulit untuk belajar, menulis. Kemudian saya disarankan menyekolahkan (H) di SLB. Pada tingkat SDLB (H) mengenyam pendidikan di SLB Negeri. Di situlah (H) bisa beradaptasi dalam kegiatan belajar yang diadakan sekolah itu. Enam tahun sudah berlalu di jenjang SDLB setingkat dengan SD umum, (H) melanjutkan lagi sampai jenjang SMPLB sampai SMALB di Yayasan Putera Mandiri Ungaran. 49 Dengan tubuh yang tinggi besar seperti anak normal dia tidak kelihatan kalau (H) sekolah di SLB yang menderita Tuna Grahita ringan. Keluarga (R) selalu mencukupi kebutuhan anakanaknya. Rumah yang permanen dan luas lengkap dengan fasilitas perabotan modern tersedia seperti televisi, tape, radio, meja kursi, kendaraan dan sebagainya. Dalam kegiatan-kegiatan keagamaan, anak-anak ibu (R) selalu diikutsertakan seperti pengajian-pengajian agama Islam yang diadakan di sekitar komplek. Ibu (R) sadar agama merupakan pegangan atau pedoman untuk bekal hidup. Akan tetapi ibu (R) tidak menyadari bahwa anak-anaknya sudah masuk pada usia remaja, yang perlu pengetahuan pendidikan seksual. Ketika peneliti bertanya kepada ibu (R) bagaimana anda memberikan pengertian seksual pada anak? Ibu (R) Cuma menjawab ”ya... saya cuma pesan, saiki kowe wis gede, seneng karo cewek ra po-po tapi ojo kelewat bates yo.... nang”. Dengan adanya hal itu bahwasannya minimnya pengetahuan tentang pendidikan seksual pada orang tua tidak memungkinkan diberikan kepada anak-anaknya, apalagi pengetahuan tentang alat kontrasepsi, dari mana bayi berasal, mereka tidak memberikan pengetahuan itu. Ibu (R) menganggap bahwa anak-anaknya tidak tahu apalagi (H) yang mempunyai ketunaan. 50 Ketika pewawancara menanyai (H) tentang pengetahuan dan penggunaan alat kontrasepsi (kodom) ”Apakah kamu mengetahui kondom / alat kontrasepsi?”, dan ”Apakah kamu pernah menggunakannya?” (H) menjawab iya.... sekarang tidak karena nggak enak (tidak nyaman) Ironisnya dari beberapa pertanyaan dilontarkan pewawancara menemukan bahwa (H) bukan hanya mengenal, menggunakan alat kontrasepsi yang berupa kondom, akan tetapi (H) sering juga ke tempat lokalisasi, karena (H) menganggap mumpung belum nikah dan lajang. (H) mengetahui hal-hal seperti itu bukan hanya melihat dari media HP dan gambar akan tetapi ketika (H) diajak teman-teman pergaulan yang anak normal , selalu melihat apa yamg dilakukan oleh temannya. Dengan hal itu (H) menirukan apa yang dilakukan temannya. (H) selalu pergi ke tempat lokalisasi setiap seminggu sekali dengan uang yang selalu diberikan orang tua dan hasil kerja mencuci anjing habis sekolah. (H) selalu menyewa perempuan panggilan untuk memuaskan hasrat nafsunya dengan tarif Rp. 35.000 sampai Rp. 50.000 per jam. (H) juga mengaku sebelum melakukan hubungan selalu meminum jamu urat madu. Semua ini ia dapat karena adanya pergaulan bebas tanpa ada pengawasan dari orang tua. 51 Ketidaktahuannya orang tua kalau anaknya melakukan halhal yang tidak diperbolehkan karena adanya kurangnya komunikasi orang tua terhadap anak, kurangnya pengetahuan tentang pendidikan seksual dan kurangnya perhatian dan pengawasan yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak b. Keluarga N Ibu N (42 tahun) adalah seorang ibu yang bekerja sebagai buruh pabrik tekstil di kawasan industri Semarang dan suaminya Y (43 tahun) bekerja juga sebagai buruh serabutan yang tidak jelas penghasilannya. Mereka mempunyai anak semata wayang yang bernama A (23 tahun), akan tetapi semenjak lahir (A) sudah mengalami kelainan pembesaran pada kepalanya (hedrocepalus). (A) dibesarkan oleh orang tua yang berpenghasilan sebagai buruh, yang mempunyai tempat tinggal atau rumah yang tidak begitu luas, akan tetapi cukup lengkap dengan perabotan-perabotan dan alat elektronik seperti televisi lengkap dengan player, radio, tape. Sejak kecil (A) sudah sering sakit-sakitan, ibu (N) dan suaminya bekerja keras untuk menghidupi (A), akan tetapi ibu (N) dan suaminya tidak mengira kalau anaknya (A) juga mengalami cacat pada kaki kanannya yang mengakibatkan (A) berjalan pincang. Setelah beberapa tahun ibu (N) menyekolahkan (A) ke sekolah SD umum, akan tetapi (A) tidak bisa mengikuti pelajaran dengan baik. Kemudian ibu (N) dan suaminya menyekolahkan 52 anaknya di SLB Semarang. Pada tingkatan SMPLB dan SMALB (A) melanjutkan jenjang pendidikan di SLB Putra Mandiri Ungaran. (A) disekolahnya cukup aktif selalu mengikuti aktivitas yang dilakukan oleh sekolah. (A) juga cukup cerdas dalam pelajaran, ia selalu tidak mau dikalahkan teman-teman sekelasnya dalam urusan nilai pelajaran. Dalam hal olah raga, (A suka bermain tenis meja, akan tetapi (A) mengerti kalau ia cukup sulit dalam berlari mengejar bola karena kecacatan pada kakinya. (A) mengenal pacaran pada jenjang SMPLB dengan seorang cewek tuna grahita ringan, sebut saja (B) seorang gadis yang pandai menyanyi. (A) dan (B) sama-sama menyukai seni musik terutama menyanyi. Selain (A) bisa menyanyi, dia suka memainkan alat musik organ. Keduanya setiap ada kegiatan sekolah SLB mereka saling berkolaborasi, (B) menyanyi dan (A) mengiringinya dengan musik organ Walaupun (A) mempunyai kelainan, ia tidak patah semangat dalam mencari bakatnya yang bisa dibanggakan. Ketika (A) ditanya oleh pewawancara ”Apa yang kamu lakukan ketika bersama pacar kamu?” (A) menjawab ”pegangan tangan”. 53 Pegangan tangan merupakan tahap-tahap perilaku seksual, akan tetapi orang tua (A) tidak begitu tahu anaknya, karena ibu (N) jarang di rumah kerja pagi pulang sore, setiap hari. Dalam wawancara (A) mengaku pernah melihat video porno dari teman-temannya termasuk dari (H) teman sekelasnya, selain itu (A) pernah melihat gambar porno melalui internet, karena (A) bisa membuka internet. c. Keluarga S Ibu S (43 tahun) ibu rumah tangga yang mempunyai tiga anak yaitu dua perempuan dan satu laki-laki/ dam suaminya ibu (S) seorang pegawai di perusahaan PLN yaitu bapak K (47 tahun). Anak pertamanya R (24 tahun) seoarang perempuan sudah menikah dan kini sudah mempunyai putra laki-laki. Ibu S pernah bercerita dulu anak pertamanya dalam belajar di sekolah juga terlambat dalam mengikuti pelajaran disekolah, tetapi masih diterima di sekolah umum. Sedangkan anak kedua yaitu A (21 tahun) perempuan mulai tingkat SD sudah di sekolahkan pada sekolah khusus begitu juga dengan F (16 tahun) laki-laki. (A) sekarang di kelas III SMALB Putra Mandiri, ia bisa mengikuti kegiatan belajar di dalam kelas dengan baik. Dalam hal membaca menulis cukup baik, akan tetapi untuk menjawab soal pelajaran pada tingkatan SLB masih kurang. (A) selalu diajarkan oleh orang tuanya masalah agama Islam, terutama dalam menutupi 54 aurat. (A) selalu memakai jilbab baik dalam keseharian di rumah ataupun berangkat sekolah. Sedangkan F (16 tahun), laki-laki, duduk di kelas III SMPLB Putra Mandiri. (F) ini mempunyai perawakan tubuh yang besar akan tetapi ia mempunyai sifat penakut dan malu atau dalam bahasa Jawa isinan. Setiap diajak bicara selalu bilang emmoh, isin aku sambil menundukkan kepala sambil senyam-senyum. Walaupun sudah kelas III SMPLB yang sebentar lagi akan Ujian Nasional (F) belum bisa mengenal baik huruf-huruf abjad ataupun mengenal angka. (F) Cuma bisa menjiplak tulisan dalam mencatat. Ia tidak bisa membaca. Ketika tes atau ulangan harian (F) Cuma bisa menyilang jawaban apa yang dibacakan oleh gurunya. (A) dan (F) adalah sama-sama anak yang mengalami retardasi mental, keduanya tuna grahita. Keluarga ibu (S) dan suaminya membesarkan anak-anaknya dengan fasilitas rumah luas, rapi, dan lengkap dengan fasilitas isi rumah perabot-perabot rumah tangga, barang-barang elektronik seperti televisi, tape, radio, VCD player, kulkas dan lain-lainnya termasuk sepeda motor dan mobil. Keluarga ibu (S) hidup di daerah perumahan yang dekat dengan tempat anak-anak mengaji. Setiap sore (A) dan (F) selalu diikutsertakan dalam belajar mengaji. Walaupun (F) tidak bisa membaca seperti kakaknya, (F) bisa mendengarkan dan cukup bisa 55 menghafal surat-surat pendek seperti surat Al-Fatihah, An-Nass, Al-Ikhlas, Al-Falaq. (A) merupakan perempuan yang tegolong pendiam, santun dibanding (F) yang selengekan, suka menggoda cewek-cewek yang dari sekolahan SMP umum. Ketika bertemu atau berpapasan dengan cewek SMP yang bukan dari SLB selalu menunjukkan responnya dengan menyuit-nyuit sambil senyum-senyum. d. Keluarga Bapak Z Bapak Z (43 tahun) dengan istrinya M (40 tahun) mempunyai dua anak laki-laki. Anak yang pertama baru duduk di kelas II SMA, sedangkan anak kedua D (16 tahun) yang bersekolah di SLB Putra Mandiri yang sekarang duduk di kelas III SMPLB. Anak kedua bapak (Z) sudah sejak bayi tidak bisa menangis dengan keras yang mengakibatkan (D) tidak bisa berbicara dan tidak bisa mendengarkan respon-respon dari orang tuanya seperti mendengarkan tepukan kedua tangan dari orang tuanya. Bapak (Z) tinggal di rumah yang kecil dan cukup dengan perabotan-perabotan rumah tangga dan barang elektronik seperti televisi, tape. Dan keluarga bapak (Z) bekerja sebagai buruh pabrik kayu, istrinya bekerja di pabrik tekstil. Mereka berdua menghidupi keluarga dengan bekerja keras. Akan tetapi keluarganya bapak (Z) sangat bingung dengan (D) anak keduanya. Mereka tidak mengerti apa-apa yang 56 diinginkan (D). Kalau kemauannya tidak dituruti, (D) mengamukngamuk. Dengan di sekolahkannya di SLB, orang tuanya berharap anaknya (D) bisa belajar bahasa isyarat dan menulis dengan baik supaya anaknya mempunyai keinginan bisa ditulis. Bapak (Z) menyadari kekurangan (D) anak keduanya, maka bapak (Z) selalu memanjakan (D), kalau minta uang selalu dituruti terus. Akan tetapi lama-kelamaan (D) sulit diatur, selalu nongkrong di pinggir jalan dengan anak-anak punk jalanan yang tidak jelas. Bapak (Z) pernah menemukan gambar-gambar porno di kamar (D),dan ketika mengetahui gambar tersebut, bapak (Z) langsung membuangnya. Karena kalau (D) dimarahi ia tidak nurut malah sebaliknya mengamuk dengan membanting barang-barang di sekitar rumah. Dan dalam wawancara yang peneliti lakukan pernah menanyakan kepada (D) bahwa ia mengaku sudah mempunyai pacar perempuan yang bernama (N). Ia juga mengalami ketunaan tidak bisa berbicara dan mendengar. Dari informasi salah satu guru SLB, (D) pernah melakukan sodomi dengan anak kecil di lingkungan sekolah. Akan tetapi orang tua (D) tidak mengetahui karena setiap dipanggil untuk ke sekolahan orang tuanya selalu tidak datang. Kemungkinan orang tua (D) sudah bosan, jenuh dengan kenakalan (D). 57 B. Pembahasan 1. Pola Pendidikan Seksual yang Dilakukan Orang Tua Pola tingkah laku, fikiran, dan sugesti ayah ibu dapat mencetak pola yang hampir sama pada anggota-anggota keluarga lainnya. Oleh karena itu tradisi, kebiasaan sehari-hari, sikap hidup, cara berfikir, dan filsafat hidup keluarga itu sangat besar pengaruhnya dalam proses membentuk tingkah laku dan sikap keluarga, terutama anak-anak, khususnya oleh anak-anak puber dan adolesens yang jiwanya belum stabil, dan tengah mengalami banyak gejolak batin. Kualitas rumah tangga atau kehidupan keluarga, jelas memainkan peranan penting sekali dalam membentuk kepribadian anak menuju pada keseimbangan batin dan kesehatan mental anak. Anak-anak yang kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua itu selalu merasa tidak aman, dan merasa kehilangan tempat berpijak atau tempat berlindung. Mereka sangat sengsara di hati, sedih, malu. Dan kemudian mereka akan mengembangkan reaksi kompensatoris berbentuk dendam dan sikap permusuhan dunia luar. Anak-anak ini mulai ”menghilang” dari rumah, lebih suka bergentayangan di luar lingkungan keluarga sendiri, dan mencari keseimbangan hidup yang imajiner di tempat-tempat lain. Dalam keputus-asaan mereka ada yang bermaksud mulai berbohong, mencuri, bahkan melakukan relasi seks bebas. (Kartono dan Andari, 1989 : 167 – 169). 58 Dalam penelitian ini juga, peneliti menemukan hal bahwa anak yang mengalami retardasi mental dalam kehidupan keluarganya orang tuanya memanjakan anaknya dengan memberikan uang tanpa adanya pengawasan mengakibatkan anak tersebut tidak terkontrol. Mereka melakukan tindakan-tindakan yang dilarang seperti melakukan seks bebas. Pendidikan seksual yang dilakukan orang pada umumnya merasa bahwa mereka tidak mampu memberikan informasi tentang pengetahuan seksual dengan baik. Para orang tua lebih suka anaknya bertanya dulu dibanding mereka memberikan informasi pengetahuan tentang seksual. Dan dalam hasil penelitian ini melalui wawancara antara ibu yang mempunyai anak remaja yang mengalami keterbelakangan mental, para orang tua khususnya ibu mengalami kesulitan dalam membicarakan topik seksualitas kepada anak-anaknya. Mereka sering tidak memperhatikan perilaku atau pergaulan anak-anaknya yang mempunyai keterbelakangan mental. Para orang tua justru malah tidak memperhatikan mereka, menganggap anak-anaknya yang mempunyai keterbelakangan mental tidak tahu tentang seksualitas, padahal anak-anaknya mengetahui hal itu. Di sisi lain sikap mentabukan seks oleh orang tua kepada anakanaknya membuat anak berpaling ke sumber-sumber lain yang tidak akurat, khususnya teman. (Sarwono, 1989 : 156). 59 Maka dengan hal ini para orang tua tidak mau terbuka dan berterus terang kepada anak-anaknya tentang seks. Mereka takut kalau anak-anak itu jadi ikut-ikutan mau melakukan seks sebelum waktunya (sebelum menikah). Seks kemudian menjadi tabu untuk dibicarakan walaupun antara anak dengan orang tua. Maka dengan hal ini salah satu cara untuk mengurangi atau mencegah dampak-dampak negatif yang tidak diharapkan ada beberapa pandangan, yaitu : a. Pihak yang tidak setuju (kontra) dengan pendidikan seksual, karena dikhawatirkan dengan pendidikan seks anak-anak yang belum saatnya tahu dan karena dorongan keingin tahuan yang besar pada remaja, mereka ingin mencobanya. b. Pihak yang setuju (pro) pendidikan seks antara lain oleh Zalnik dan Kim (1982) yang menyatakan bahwa remaja yang mendapat pendidikan seks tidak cenderung melakukan hubungan seks tetapi remaja yang belum mendapatkan pendidikan seks cenderung lebih banyak melakukan (Sarwono, 1989 : 183 – 184). Para ahli sependapat bahwa pendidikan seks sudah dimulai sejak seorang bayi lahir, yaitu dengan adanya hubungan pertama antara anak dan orang tuanya (Sulistyo, 2000 : 20). Dalam pembahasan ini perlunya pendidikan seks bagi remaja yang diberikan oleh orang tua sendiri, pendidikan seks adalah pendidikan yang berhubungan dengan perubahan fisik dan biologis yang dialami oleh anak. 60 Perubahan-perubahan baik bersifat organis dan psikis membangkitkan pada si puber perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran yang penuh dengan tanda tanya. Dan dalam menghadapi problema ini mereka memerlukan bantuan, orang tua memberikan pengertian kepada mereka harus dapat menerima, memelihara dan menghormati keadaan tubuh mereka, dan bahwa perubahan-perubahan ini dapat menyebabkan adanya sex-impulses, suatu ”dorongan dari dalam” yang belum pernah mereka alami sebelumnya. Orang tua mengemukakan secara rahasia (confidential) bahwa mereka mengakui adanya sex-impulses itu. Akan tetapi mereka para orang tua harus menasehati anak untuk belajar menguasai diri, karena kematangan seksual ini tidak bersamaan munculnya dengan kemampuan ekonomis anak dan kesiapan untuk menerima tugas sebagai orang tua. Orang tua harus menunjukkan betapa besar keprihatinan mereka, justru karena merasakan betapa beratnya usaha untuk menguasai diri. Sekalipun demikian anak harus mengendalikan diri, karena masyarakat dan kebudayaan. Jika pendidikan seksual atau penerangan tentang seksual diberikan dengan tenang dan secara terus-menerus pada waktu yang tepat, mungkin putra-putri khususnya para remaja akan berusaha keras untuk memenuhi harapan orang tua. Pandangan tentang seks dan tingkah laku para remaja, tergantung pada cara bagaimana orang tua membesarkan anak-anaknya, pada pendidikan agama mereka peroleh, dan norma-norma hidup yang diakui 61 dan ditaati oleh orang-orang yang merupakan teman-teman mereka bergaul (Ahmadi dan Sholeh, 2005 : 142). Tujuan pendidikan seks bukanlah mengisi pikiran-pikiran para remaja dengan pengetahuan seks serta perincinya tentang hak dan kewajiban suami istri. Namun, tujuan ini diarahkan pada pemahaman kesiapan para remaja mengatasi kesulitan yang pelik dalam hidup mereka. Artinya membekali kaum remaja dengan pengetahuan seks, pengarahan pada makna cinta luhur dan mengetahui kebiasaan yang benar serta bermanfaat. Dengan kata lain kita meyakinkan anak bahwa setiap anggota badannya mempunyai tujuan, dan bahwasannya tidak ada perbedaan antara satu anggota dengan lainnya. Membekali pemuda dengan pengetahuan seks, misalnya bermimpi pada anak laki-laki dan haid pada anak perempuan. Kebanyakan orang tua menganggap penting pendidikan seks pada anak-anak mereka, belahan hati mereka tetapi kepentingan ini hanya teoritis saja, tidak dibarengi dengan tindakan praktis. Mereka mengemukakan alasan mengenai tidak adanya tanggapan terhadap pendidikan seks dengan hal-hal bahwa mereka mengira mengajak anak membicarakan tentang seks akan menghilangkan kewibawaan orang tua dan membingungkan bagi orang tua yang malu mengungkapkan persoalan-persoalan seksual. 62 Keadaan ini justru akan mendatangkan kerusakan pada anak dan mendorongnya untuk mencoba. Sebenarnya mendidik anak tentang masalah seks tidak akan mendatangkan kerusakan jika dibarengi dengan pengarahan dalam pemahaman. Dorongan atau hasrat untuk melakukan hubungan seksual selalu muncul pada remaja, oleh karena itu bila tidak ada penyaluran yang sesuai seperti menikah, maka harus dilakukan usaha untuk memberi pengertian dan pengetahuan mengenai hal tersebut. Oleh karena itu pendidikan seksual itu penting. Pendidikan seksual merupakan suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar, yang meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual, hubungan seksual, dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan. Masalah pendidikan seksual yang diberikan sepatutnya berkaitan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat, apa yang dilarang, apa yang dilazimkan dan bagaimana melakukannya tanpa melanggar aturan-aturan yang berlaku di masyarakat. Dengan pendidikan seksual ini diharapkan dapat menolong anak untuk menghadapi masalah hidup yang bersumber pada dorongan seksual. Dan idealnya pendidikan seksual ini diberikan pertama kali oleh orangtua di rumah, mengingat yang paling tahu keadaan anak adalah orangtuanya sendiri. Caranya adalah dengan cara penyampaian yang wajar dan sederhana, jangan terlihat ragu-ragu atau malu. 63 Ada beberapa pola yang harus dilakukan oleh orang tua dalam mengasuh, mendidik anak-anaknya yaitu dengan cara : a. Pola Asuh Demokratis Yaitu pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak tetapi tidak ragu untuk mengendalikan mereka. Pola asuh seperti ini kasih sayangnya cenderung stabil atau pola asuh bersikap rasional. Orang tua mendasarkan tindakannya pada rasio mereka bersikap realistis terhadap kemampuan anak dan tidak berharap berlebihan. Hasilnya anak anak menjadi mandiri, mudah bergaul, mampu menghadapi stres, berminat terhadap hal itu dan bisa bekerjasama dengan orang lain, b. Pola Asuh Otoriter Yang menetapkan standar mutlak yang harus dituruti kadangkala disertai dengan ancaman, misalnya kalau tidak mau makan, tidak akan diajak bicara atau bahkan dicubit. Orangtua seperti itu akan membuat anak tidak percaya diri, penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar norma, kepribadian lemah dan seringkali menarik diri dari lingkungan sosialnya. c. Pola Asuh Permisif atau Pemanja Tipe ini kerap memberikan pengawasan yang sangat longgar. Memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak. Orang tua tipe ini memberikan kasih sayang 64 berlebihan karakter anak menjadi impulsif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang percaya diri dan kurang matang secara sosial. Selain pola asuh orang tua, komunikasi tentang seks yang baik perlu dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya yaitu dengan : a. Mengajarkan tentang pendidikan seks sejak dini. Seperti saat mulai mengajari ”ini hidung”, ” atau ini mulut”, maka pada saat itulah mengajari anak tentang alat produksi dengan bahasa yang baik. b. Memanfaatkan aktivitas sehari-hari, misalnya, bermain, menonton televisi ketika ada tayangan kasus perkosaan. Anak diberitahu bahwa hal yang demikian itu tidak boleh dilakukan. c. Memahami pola berfikir tentang pendidikan seks. Bahwa makna pendidikan seks itu luas, tidak hanya masalah jenis kelamin dan hubungan seksual. Akan tetapi didalamnya ada perkembangan manusia (termasuk anatomi dan fisiologi organ tubuh, terutama organ reproduksi), hubungan antar manusia (antar keluarga teman, pacar, dan perkawinan), kemampuan personal (termasuk didalamnya tentang nilai dan pengambilan keputusan), kesehatan seksual (meliputi alat kontrasepsi, aborsi, kekerasan seksual), serta budaya dan masyarakat (jender, seksualitas, dan agama). d. Memahami pemikiran dan perasaan anak, sehingga anak akan membuka diri, percaya dan mudah diajak kerjasama. 65 e. Orang tua jangan suka menceramahi, karena pada umumnya anak tidak suka diceramahi. f. Menggunakan istilah yang tepat sesuai dengan usianya. Sehingga anak tidak merasa sungkan menanggapi pembicaraan. g. Mengunakan pendekatan agama. Karena dengan nilai-nilai agama anak bisa mempraktekkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. (Http : // koran anak indonesia. wordpress. Com / 2009 / 11 /13/ Pendidikan Seksual- bagi remaja.) Dengan demikian pendidikan seks yang paling obyektif ialah didapatkan dari orang tua dan dapat lebih ditekankan di sekolah dengan mengajarkan kejujuran dan tanggung jawab. Akan tetapi dalam kasus ini kebanyakan orang tua bersifat permisif karena orang tua tidak tahu apa yang seharusnya dilakukan terhadap anakanaknya, sehingga mereka menyerahkan begitu saja pengasuhan anak kepada masyarakat dan media massa yang ada. Dan disisi lain Penafsiran ketidak berdayaan orang tua dalam memberikan pengetahuan tentang pendidikan seksual yang paling dominan. Seperti dalam kasus keluarga R yang tidak mengetahui bahwa anaknya H mengetahui alat kontrasepsi, sering ketempat lokalisasi dengan menyewa permpuan panggilan (PSK). Ketidaktahuan orang tua membuat H semakin leluasa melakuan perbuatan sek bebas. Dorongan atau hasrat untuk melakukan hubungan seksual selalu muncul pada remaja, oleh karena itu bila tidak ada penyaluran yang sesuai 66 seperti menikah, maka harus dilakukan usaha untuk memberi pengertian dan pengetahuan mengenai hal tersebut. Oleh karena itu pendidikan seksual itu penting. Pendidikan seksual merupakan suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar, yang meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual, hubungan seksual, dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan. Masalah pendidikan seksual yang diberikan sepatutnya berkaitan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat, apa yang dilarang, apa yang dilazimkan dan bagaimana melakukannya tanpa melanggar aturan-aturan yang berlaku di masyarakat. Dengan pendidikan seksual ini diharapkan dapat menolong mudamudi untuk menghadapi masalah hidup yang bersumber pada dorongan seksual. Dan idealnya pendidikan seksual ini diberikan pertama kali oleh orangtua di rumah, mengingat yang paling tahu keadaan anak adalah orangtuanya sendiri. Caranya adalah dengan cara penyampaian yang wajar dan sederhana, jangan terlihat ragu-ragu atau malu. Dorongan atau hasrat untuk melakukan hubungan seksual selalu muncul pada remaja, oleh karena itu bila tidak ada penyaluran yang sesuai seperti menikah, maka harus dilakukan usaha untuk memberi pengertian dan pengetahuan mengenai hal tersebut. Oleh karena itu pendidikan seksual itu penting. 67 Pendidikan seksual merupakan suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar, yang meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual, hubungan seksual, dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan. Masalah pendidikan seksual yang diberikan sepatutnya berkaitan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat, apa yang dilarang, apa yang dilazimkan dan bagaimana melakukannya tanpa melanggar aturan-aturan yang berlaku di masyarakat. Dengan pendidikan seksual ini diharapkan dapat menolong para remaja untuk menghadapi masalah hidup yang bersumber pada dorongan seksual. Dan idealnya pendidikan seksual ini diberikan pertama kali oleh orangtua di rumah, mengingat yang paling tahu keadaan anak adalah orangtuanya sendiri. Caranya adalah dengan cara penyampaian yang wajar dan sederhana, jangan terlihat ragu-ragu atau malu. Maka dengan hal ini tanggung jawab pendidikan seks seharusnya tidak dilimpahkan kepada orang yang khusus, tetapi untuk lebih bagusnya tanggung jawab ini juga harus dipikul oleh kedua orang tua dan guru. (Zurayk, 1994 : 112 – 114). 2. Sumber-sumber Informasi Seksual Di zaman modern seperti sekarang sudah terdapat beragam media informasi yang disediakan, seperti media TV, HP, Internet yang tidak lagi orang bersusah payah mencari informasi apa yang kita perlukan, 68 karena informasi itu sendiri bergerak datang memasuki relung-relung kehidupan. Sejak masa kanak-kanak sampai remaja, individu terpengaruh oleh media massa, misalnya cerita mengenai kepahlawanan, sehingga remaja terbiasa terhadap sesuatu yang ”happy endingnya” meskipun menghadapi rintangan-rintangan yang tak memungkinkan mencapai tujuan yang diinginkan. Penyajian cerita melalui televisi bahwa cerita itu sungguhsungguh terjadi dalam kehidupan nyata. Media massa lebih mempengaruhi pada tujuan yang jauh kerepan dari pada segera, sehigga remaja bercitacita setinggi mungkin karena merasa bahwa selalu ada kemungkinan dimana sesuatu akan terjadi yang memberi kesempatan pada mereka mencapai hasil. (Gunarsa dan Singgih, 1995 : 252) Salah satu informasi yang berdampak demoralisasi yang banyak dipaparkan oleh media masa adalah berkaitan dengan seks, khususnya aktivitas seksual. Di dalam sumber-sumber informasi seperti film, video, majalah, buku dan internet yang cenderung menstimulasi dan merangsang dari pada mendidik. Kehadiran informasi semacam ini ibarat air penebus dahaga bagi para remaja yang sudah dari sononya punya rasa ingin tahu besar tentang seksualitas, yang tidak memperoleh informasi mengenai hal itu secara memadai dari lingkungan keluarga (Lestari, 2002 : 208). 69 Tabel 4.4 Sumber-sumber informasi seksual yang diperoleh remaja No Sumber-sumber informasi Subjek 1 Televisi Semua subjek anak 2 Video pada handphone (Hp) H dan N 3 Internet A 4 Gambar-gambar, buku, majalah porno H, A,dan D 5 Tempat-tempat hiburan seperti tempat H lokalisasi 6 Teman-teman pergaulan Keterangan H,N, dan D : Kebanyakan sumber-sumber informasi seksual yang sangat berperan penting yang diperoleh oleh anak dari teman sebaya, pergaulan dan sekolah. Pemanfaatan media massa khususnya Televisi dan media cetak mestinya lebih banyak atau dapat dimanfaatkan untuk progan-progam pendidikan, namun kenyataan media massa tersebut lebih banyak didominasi oleh tayangan dan gambar tentang kekerasan, mudahnya memperoleh gambar-gambar pornografi. Gencarnya tayangan dan gambar serta berita seperti itu akan mempengaruhi dan membentuk opini dan sikap masyarakat, khususnya anak-anak dan generasi muda kearah sikap dan perilaku kontra produktif (Prawiradilaga dan Siregar, 2004 : 227) Bergesernya tatanan masyarakat itu menurut Allan Schneiberg disebabkan oleh teknologi itu sendiri pada hakikatnya mengandung sifat 70 menimbulkan masalah pada lingkungan jika digunakan secara meluas. Masyarakat tidak dapat mengubah dirinya dengan cepat untuk mengimbangi dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh teknologi (Sarwono, 1989 : 103). Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting dalam pembentukan hubungan baru yang lebih matang dengan lawan jenis. Padahal pada masa remaja informasi tentang masalah seksual sudah seharusnya mulai diberikan, agar remaja tidak mencari informasi dari orang lain atau dari sumber-sumber yang tidak jelas atau bahkan keliru sama sekali. Pemberian informasi masalah seksual menjadi penting terlebih lagi mengingat remaja berada dalam potensi seksual yang aktif, karena berkaitan dengan dorongan seksual yang dipengaruhi hormon dan sering tidak memiliki informasi yang cukup mengenai aktivitas seksual mereka sendiri. Tentu saja hal tersebut akan sangat berbahaya bagi perkembangan jiwa remaja bila ia tidak memiliki pengetahuan dan informasi yang tepat. Fakta menunjukkan bahwa sebagian besar remaja kita tidak mengetahui dampak dari perilaku seksual yang mereka lakukan, seringkali remaja sangat tidak matang untuk melakukan hubungan seksual terlebih lagi jika harus menanggung resiko dari hubungan seksual tersebut. Karena meningkatnya minat remaja pada masalah seksual dan sedang berada dalam potensi seksual yang aktif, maka remaja berusaha mencari berbagai informasi mengenai hal tersebut. Dari sumber informasi 71 yang berhasil mereka dapatkan, pada umumnya hanya sedikit remaja yang mendapatkan seluk beluk seksual dari orang tuanya. Oleh karena itu remaja mencari atau mendapatkan dari berbagai sumber informasi yang mungkin dapat diperoleh, misalnya seperti di sekolah atau perguruan tinggi, membahas dengan teman-teman, buku-buku tentang seks, media massa atau internet. Masa remaja adalah masa yang penuh gejolak, masa yang penuh dengan berbagai pengenalan dan petualangan akan hal-hal yang baru sebagai bekal untuk mengisi kehidupan mereka kelak. Disaat remajalah proses menjadi manusia dewasa berlangsung. Pengalaman manis, pahit, sedih, gembira, lucu bahkan menyakitkan mungkin akan dialami dalam rangka mencari jati diri. Sayangnya, banyak diantara mereka yang tidak sadar bahwa beberapa pengalaman yang tampaknya menyenangkan justru dapat menjerumuskan. Rasa ingin tahu dari para remaja kadang-kadang kurang disertai pertimbangan rasional akan akibat lanjut dari suatu perbuatan. Daya tarik persahabatan antar kelompok, rasa ingin dianggap sebagai manusia dewasa, kaburnya nilai-nilai moral yang dianut, kurangnya kontrol dari pihak yang lebih tua (dalam hal ini orang tua), berkembangnya naluri seks akibat matangnya alat-alat kelamin sekunder, ditambah kurangnya informasi mengenai seks dari sekolah/lembaga formal serta bertubitubinya berbagai informasi seks dari media massa yang tidak sesuai dengan norma yang dianut menyebabkan keputusan-keputusan yang 72 diambil mengenai masalah cinta dan seks begitu kompleks dan menimbulkan gesekan-gesekan dengan orang tua ataupun lingkungan keluarganya (Online :http taufiqmtk08.wodpress.com/2009) Dengan semakin banyaknya sumber informasi yang dapat memenuhi rasa ingin tahunya mengenai masalah seksual, maka orang tua harus berani mengambil alih atas tanggung jawab sebagai nara sumber pendidikan seksual. Jika orang tua dapat menjadikan teman bicara, anak tidak akan mencari sumber lain seperti media televisi, internet, handphone (HP) apalagi mendapat sumber dari teman-taman sebayanya, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, terutama terhadap siapa anak itu bergaul dengan teman-temannya. 3. Bentuk-bentuk Perilaku Seksual Seperti pembahasan sebelumnya, perilaku seksual merupakan perilaku yang muncul karena adanya dorongan seksual atau kegiatan mendapatkan kesenangan organ seksual melalui berbagai perilaku seperti berfantasi, pegangan tangan, meraba, sampai melakukan senggama. Pengertian seksual secara umum adalah sesuatu yang berkaitan dengan alat kelamin atau hal-hal yang berhubungan dengan perkaraperkara hubungan intim antara laki-laki dengan perempuan. Seiring dengan pertumbuhan primer dan sekunder pada remaja ke arah kematangan yang sempurna, muncul juga hasrat dan dorongan untuk menyalurkan keinginan seksualnya. Hal tersebut merupakan suatu yang wajar karena secara alamiah dorongan seksual ini memang harus terjadi 73 untuk menyalurkan kasih sayang antara dua insan, sebagai fungsi pengembangbiakan dan mempertahankan keturunan. Obyek seksual dapat berupa orang, baik sejenis maupun lawan jenis, orang dalam khayalan atau diri sendiri. Sebagian tingkah laku ini memang tidak memiliki dampak, terutama bila tidak menimbulkan dampak fisik bagi orang yang bersangkutan atau lingkungan sosial. Tetapi sebagian perilaku seksual yang dilakukan sebelum waktunya justru dapat memiliki dampak psikologis yang sangat serius, seperti rasa bersalah, depresi, marah, dan agresi. Akibat psikososial yang timbul akibat perilaku seksual antara lain adalah ketegangan mental dan kebingungan akan peran sosial yang tibatiba berubah, misalnya pada kasus remaja yang mempunyai keterbelakangan mental ini menyalurkan hasrat seksualnya di tepat lokalisasi dengan menyewa perempuan (PSK) sebagai pelampiasan hasratnya, melalukan sodomi. Belum lagi tekanan dari masyarakat yang mencela dan menolak keadaan tersebut anak tersebut.Dan masalah ekonomi juga akan membuat permasalahan ini menjadi semakin rumit dan kompleks. Selain itu, berpacaran dengan berbagai perilaku seksual yang ringan seperti sentuhan, pegangan tangan sampai pada ciuman dan sentuhan-sentuhan seks yang pada dasarnya adalah keinginan untuk menikmati dan memuaskan dorongan seksual. Adapun berbagai kegiatan yang mengarah pada pemuasan dorongan seksual, pada dasarnya 74 menunjukan tidak berhasilnya seseorang dalam mengendalikannya atau kegagalan untuk mengalihkan dorongan tersebut ke kegiatan lain yang sebenarnya masih dapat dikerjakan. Isi uraiannya disampaikan dengan obyektif, namun mengenai dangkal atau mendalamnya isi uraiannya harus disesuaikan dengan kebutuhan dan dengan tahap perkembangan anak. Bicaralah secara pribadi, karena luas sempitnya pengetahuan dan cepat lambatnya tahaptahap perkembangan tidak sama buat setiap anak. Dengan pendekatan pribadi maka cara dan isi uraian dapat disesuaikan dengan keadaan khusus anak. Yang perlu diingat, dalam memberikan pendidikan seksual, perlu diulang-ulang atau repetitif. Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh pengertian baru tersebut dapat diserap oleh anak (Dini Safitri, Online : www.inspiredkidsmagazine.com / artikel Teens.php? artikel ID : 2009) Bahwasanya sistem seksualitas manusia dapat dijelaskan dengan terminologi yang analog dengan sistem pernafasan (respitori system) atau sitem sirkulasi darah dan sistem fisiologik manusia. Komponen dan sistem seksual terdiri dari : a. Seks biologik adalah terdiri dari kromosom, hormon, karakteristik seks primer dan sekunder. b. Identitas seksual adalah sebagai core dari identitas gender, yaitu penghayatan kelaki-lakian dan keperempuan. c. Identitas gender adalah penghayatan maskulinitas dan feminitas. 75 d. Perilaku peran seks adalah perilaku seks yang di motivasi oleh perilaku gender dan keinginan memperoleh kenikmatan seksual, terutama orgasme (seks fisik). Perilaku gender adalah perilaku dengan konotasi maskulin dan feminim. Perilaku seksual dan perkembangan seksual sangat bervariasi serta merupakan topik yang memiliki multifacet. Perilaku aralah akhir dari sebuah produk sistem interaksi yang selalu berubah setiap saat. Sistem ini bersifat bio-psikososial (Sadarjoen, 2005 108) Banyaknya fantasi, khayalan dan bualan, merupakan ciri khas remaja. Banyak hal yang tigak mungkin tercapai, bisa tercapai dalam fantasi. Remaja yang berfantasi mengenai banyak pengagum yang mengejarnya, sesungguhnya dalam kesepiannya membuat cerita khayalan tersebut.Sama halnya bentuk perilaku seksual yang dilakukan remaja dengan keterbelakangan mental. Tabel 4.5 Bentuk-bentuk perilaku seksual remaja dengan keterbelakngan mental No 1. Bentuk-bentuk Perilaku Seksual Subjek Menaruh rasa suka dengan lawan jenis Semua subjek anak baik perempuan atau laki-laki 2. Menggoda perempuan (dengan menyuit- F nyuit atau bersiul) 3. Berpacaran H, A, dan D 4. Berpegangan tangan H dan A 76 No 5 Bentuk-bentuk Perilaku Seksual Subjek Melakukan hubungan seksual terhadap H dan D laki-laki atau perempuan Perubahan dalam cara reaksi dan penyesuaian timbul dari reaksi dan penyesuaian timbul dari interaksi sosial dan menimbulkan perubahan dalam hubungan sosial. Remaja pada masa sebelumnya merupakan anggota keluarga dalam buaian kasih sayang orang tua dan anggota lainnya.Hubungan mesra terjalin antara semua anggota keluarga. Remaja sekarang mulai memindahkan rasa keterikatannya pada orang di luar lingkungan keluarga. Remaja mulai menjalin hubungan persahabatan yang intim bisa meliputi jangka waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan persahabatan sebelumnya. Dengan dorongan seks sebagai hasil kematangan seks, persahabatan intim terjalin antara remaja pria dan puteri. Bila persahabatan intim menjurus ke pacaran, cinta monyet, maka perlu peningkatan kewaspadaan. Persahabatan yang akrab disertai kematangan berfikir dan perkembangan moral yang cukup berkembang sesuai dengan tahap perkembangannya, yang tidak perlu dikhawatirkan. Remaja yang asyik dengan petualangannya dalam penjelajahan alam pacaran baik secara nyata maupun dalam khayalan, mungkin sulit membagi waktu secara efektif (Gunarsa dan Singgih, 1995 : 216-217). 77 Maka dengan beragam kasus seksual yang dilakukan remaja dengan keterbelakangan mental, mulai dari tahap menyukai lawan jenis, berpegangan tangan, berpacaran, sampai melakukan hubungan seksual, walupun keadaan mereka itu berbeda baik dari segi intelegensi, keadaan fisik dibawah anak normal. Akan tetapi mereka juga mempunyai merupakan hasrat atau keinginan sama sampai ke jenjang pernikahan yang dimiliki oleh anak atau remaja-remaja normal. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah dilakukan analisis atas data dan pembahasan, maka dapat diperoleh hasil Penelitian Orangtua dalam Pendidikan Seksual Remaja dengan keterbelakangan Mental Siswa SMP dan SMA LB Putera Mandiri Ungaran sebagai berikut : 1. Pola pendidikan seksual yang dilakukan orang tua Dari data-data yang diperoleh dalam penelitian ini, kebanyakan orang tua yang mempunyai anak keterbelakangan mental yaitu Tuna Grahita bersikap permisif, tidak tahu apa yang seharusnya dilakukan terhadap anak-anaknya. Dalam kasus ini peserta didik yang mengalami retardasi mental mengetahui tentang perilaku seksual, video porno, alat kontrasepsi, padahal disisi lain penafsiran ketidak berdayaan orang tua dalam memberikan pengetahuan seksual yang paling dominan. 2. Sumber-sumber Informasi Seksual Pemberian informasi masalah seksual menjadi penting terlebih lagi mengingat remaja berada dalam potensi seksual yang aktif, karena berkaitan dengan dorongan seksual yang dipengaruhi hormon dan sering tidak memiliki informasi yang cukup mengenai aktivitas seksual mereka sendiri. Tentu saja hal tersebut akan sangat berbahaya bagi perkembangan jiwa remaja bila ia tidak memiliki pengetahuan dan informasi yang tepat. Fakta menunjukkan bahwa sebagian besar remaja kita tidak mengetahui 78 79 dampak dari perilaku seksual yang mereka lakukan, seringkali remaja sangat tidak matang untuk melakukan hubungan seksual terlebih lagi jika harus menanggung resiko dari hubungan seksual tersebut. Dan Kebanyakan anak yang mengalami Retardasi Mental ini memperoleh media informasi tentang seksual dari media TV, HP, Internet majalah-majalah porno, tempat hiburan, yang diperolehnya dengan mudah. Apalagi informasi seksual itu diperoleh dari teman sebayanya atau teman pergaulan. 3. Bentuk-bentuk Perilaku Seksual perilaku seksual merupakan perilaku yang muncul karena adanya dorongan seksual atau kegiatan mendapatkan kesenangan organ seksual melalui berbagai perilaku seperti berfantasi, pegangan tangan, meraba, sampai melakukan senggama. Dorongan atau hasrat untuk melakukan hubungan seksual selalu muncul pada remaja, oleh karena itu bila tidak ada penyaluran yang sesuai seperti menikah, maka harus dilakukan usaha untuk memberi pengertian dan pengetahuan mengenai hal tersebut. Oleh karena itu pendidikan seksual itu penting. Perilaku seksual dan perkembangan seksual sangat bervariasi serta merupakan topik yang memiliki multifacet. Perilaku inilah akhir dari sebuah produk sistem interaksi yang selalu berubah setiap saat. Sistem ini bersifat bio-psikososial. 80 Banyak kalangan muda khususnya remaja banyak melakukan bentuk-bentuk seksual seperti jatuh cinta, berpacaran, berpegangan tangan, bahkan sampai melakukan hubungan seksual terhadap lawan jenis. Berbagai perilaku seksual yang ringan seperti sentuhan, pegangan tangan sampai pada ciuman dan sentuhan-sentuhan seks yang pada dasarnya adalah keinginan untuk menikmati dan memuaskan dorongan seksual. Adapun berbagai kegiatan yang mengarah pada pemuasan dorongan seksual, pada dasarnya menunjukan tidak berhasilnya seseorang dalam mengendalikannya atau kegagalan untuk mengalihkan dorongan tersebut ke kegiatan lain yang sebenarnya masih dapat dikerjakan. Dari tahap-tahap seksualitas yang terjadi dengan anak kerterbelakangan mental ini kebanyakan mereka melakukan hal yang sama seperti anak normal lakukan pada umumnya yaitu dengan menaruh suka dengan lawan jenis, mengoda perempuan, berpacaran, berpegangan tangan, sampai melakukan hubungan seksual dengan lawan jenis. B. Saran Sebagaimana diketahui masa remaja baik yang mempunyai Retardasi Mental atau remaja yang normal merupakan fase masa peralihan, dimana seorang anak tidak lagi bersifat reaktif, tetapi juga anak mulai pro aktif, maka perlu disampaikan saran-saran dalam bagian skripsi ini. Saran-saran tersebut disampaikan kepada beberapa pihak, antara lain : 81 1. Para remaja hendaknya mengoptimalkan waktu mereka untuk belajar dan meningkatkan kualitas keagamaannya, serta dapat memahami adanya tanggung jawab kebebasan yang orang tua berikan, seperti kebebasan dalam bergaul dengan teman-temannya. 2. Orang tua hendaknya lebih bersifat terbuka dalam membicarakan masalahmasalah terutama tentang seksual kepada anaknya, tentunya dengan mengingat taraf perkembangan anak yang disesuaikan dengan pengertianpengertian yang mungkin diberikan, memberikan pengawasan dan membina hubungan baik antara anak dan orang tua. 3. Guru bukan hanya mengajar akan tetapi dapat membantu orang tua dalam mendidik anak supaya dapat menanamkan nilai baik dari segi moral etika dan agama dalam kehidupan sehari-hari. 4. Anggota masyarakat hendaknya secara bersama-sama menjaga melestarikan norma dan nilai yang ada, sehingga mampu mencegah masuknya pengaruh negatif baik dari segi teknologi dan budaya. 5. Para wanita yang sedang mengandung jangan sekali-kali mencoba untuk menggugurkan kandungannya, walaupun tidak diinginkan keberadaan calon bayi. Karena pengguguran yang tidak berhasil akan mengakibatkan bayi tumbuh dengan adanya kecacatan tubuh atau lemah dalam berfikir (tuna grahita). DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, A. (2004). Sisiologi Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta. Ahmadi, A., dan Sholeh, M. (2005). Psikologi Perkembangan. Jakarta : Rineka Cipta. Arikunto, S. (1998). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta. Darajat, Z. (1992). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara. Departemen Agama RI, (2005). Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung : PT. Syamil Cipta Media. Erman, A., dan Marjohan. (1991). Bimbingan dan Konseling. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Fery. (2009). Pemerkosaan. Meteor Jateng. Ghosali,W, E. Retardasi Mental. (On Line). (http://www/portalkalbe/files/ 16_Retardasi Mental. Pdf. Gunarsa, D, S. (1995). Anak dan Remaja. Jakarta : PT. BPK Gunung Mulia. Himpunan Perundang-undangan Republik Indonesia tentang Sistem Pendidikan Nasional. (2005).Yogjakarta : Nuansa Aulia. Http: // koran anak, indonesia. wordpres. Com/2009/11/13/ Pendidikan seksualbagi Remaja http: // Penyebab-Keterbelakangan-Metal (Retardasi Menta), unordinaryword.blogspot.com (on line)/12-10-09/ html. Ilyas, Y. (1999). Kuliah Ahlak. Yogjakarta : LPII. Kartini, K., Andari, J. (1989). Hygiene Mental dan Kesehatan Mental dalam Islam. Bandung : Mandar Maju. Kartono, K. (1988).Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual. Bandung : Mandar Maju. Koentjoningrat. (1985). Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta : Gramedia. Kooer, M., dan Hardinoto,R, S. (1982). Psikologi Perkembangan Pengantar dalam Berbagai Perkembangan. Yogjakarta : Gadjah Mada University Press. Lestari, S. (2002). Optimalisasi Perkembangan Manusia Sehat Indonesia; Suatu Upaya Pendekatan Multi-Disipliner. Makalah disampaikan dalam Temu Ilmiah II Ikatan Psikologi Perkembangan Indonesia. Matematika, T. (on-line). http:// Taufiq mtk 08. wordpress. Com/ 2009/07/23/Seks Bebas Milles, B,M. , and Huberman, M. (1992). Qualitatif Data Analysis. Jakarta. Moleong, L. (1988). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Karya. Online : http://batuiase.co.id/node/2-11-39, Berita Kota Lingkungan. Online : http://taufiqmtk08.wordpress.com/2009 Sa’abah, U, M. (2001). Perilaku Seks Menyimpang dan Seksualitas Kontemporer Umat Islam. Yogjakarta : UII Press. Sadarjoen, S.S. (Ed) .(2005). Bunga Rampai Kasus Gangguan Psikoseksual. Bandung : Refika Aditama. Safitri, D. Online : www.inspiredkidsmagazine.com / artikel teens.php? Sarwono, W, S. (1997). Psikologi Remaja. Jakarta : PT. Grafindo Persada. Semiun, Y. (2006). Kesehatan Mental II. Yogjakarta : Kanisius. Sriyanti, L., Suwardi, dan Erawati, M. (2009). Teori-teori Belajar. Salatiga : STAIN Press. Sulistyo, R. (2000). Pendidikan seks. Bandung : Fakultas Kedokteran Universitas kedokteran. Sumantri, S. (2006). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung : Refika Aditama. Suraji, dan Rahmawati, S. (2008). Pendidikan Seks bagi Anak. Yogjakarta : Pustaka Fahima. Zurayk, M. (1994). Aku dan Anakku. Bandung : PT. Al-Bayan.