SKRIPSI - perpus iain salatiga

advertisement
PERAN ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN SEKSUAL
REMAJA DENGAN KETERBELAKANGAN MENTAL
(Studi Kasus Siswa SMP dan SMA LB Putera Mandiri Ungaran)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban
dan Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana
Dalam Ilmu Tarbiyah
Disusun Oleh :
NURGIATININGSIH
NIM : 121 07 019
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SALATIGA
2010
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama
: NURGIATININGSIH
NIM
: 121 07 019
Jurusan
: Tarbiyah
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya
saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan
orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode
etik ilmiah.
Salatiga, 16 Januari 2010
Yang menyatakan,
Nurgiatiningsih
NIM : 121 07 019
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Setelah dikoreksi dan diperbaiki, maka skripsi Saudari :
Nama
: NURGIATININGSIH
NIM
: 121 07 019
Jurusan
: Tarbiyah
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Judul Skripsi : PERAN
ORANG
TUA
DALAM
PENDIDIKAN
SEKSUAL REMAJA DENGAN KETERBELAKANGAN
MENTAL (Studi Kasus Siswa SMP dan SMA LB Putera
Mandiri Ungaran)
telah kami setujui untuk dimunaqosahkan.
Salatiga, 16 Januari 2010
Pembimbing,
Muna Erawati, S.Psi., M.Si
NIP. 19751218 199903 2 002
iii
DEPARTEMEN AGAMA RI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA
Jl. Stadion 03 Telp. (0298) 323706, 323433 Salatiga 50721
Website : www.stainsalatiga.ac.id E-mail : [email protected]
PENGESAHAN
Skripsi Saudari : NURGIATININGSIH dengan Nomor Induk Mahasiswa : 121
07 019 yang berjudul : "PERAN ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN
SEKSUAL REMAJA DENGAN KETERBELAKANGAN MENTAL (Studi
Kasus Siswa SMP Dan SMA LB Putera Mandiri Ungaran)", Telah
dimunaqasahkan dalam sidang panitia ujian Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi
Agama Islam Negeri Salatiga pada hari: Sabtu, 13 Maret 2010 M yang
bertepatan dengan tanggal 27 Rabiul Awal 1431 H dan telah diterima sebagai
bagian dari syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dalam Ilmu Tarbiyah.
27 Rabiul Awal 1431 H
Salatiga,
13 Maret
2010 M
Panitia Ujian
Ketua Sidang
Sekretaris Sidang
Dr. Imam Sutomo, M.Ag
NIP. 19580827 198303 1 002
Dr. H. Muh. Saerozi, M.Ag
NIP. 19660215 199103 1 001
Penguji I
Penguji II
Drs. H.M. Zulfa, M.Ag
NIP. 19520430 197703 1 001
Dra. Djami’atul Islamiyah, M.Ag
NIP. 19570812 198802 2 001
Pembimbing
Muna Erawati, S.Psi., M.Si
NIP. 19751218 199903 2 002
iv
MOTTO
Jangan bermimpi andai engkau gentar meralisasi
Jangan mengharap andai kau takut kecewa
Jangan mengejar orang yang berlari andai kau mampu berdiri dan
Jangan hanya menuding jari tanpa engkau mencoba untuk mengerti
Cinta adalah roda yang mengilas setiap orang yang mengikuti gerakmya, tetapi
tanpa gilasan cinta tak dapat dirasakan betapa indahnya hidup
v
PERSEMBAHAN
Skipsi ini penulis persembahkan
1. Kedua orang tuaku bapakku sutiyono dan ibuku
musriyati yang telah memberikan spirit, yang selalu
mendo’akanku disetiap langkahku dalam menuntut
ilmu dan tidak lupa aku bertemakasih pada mereka
yang telah memberikan segalanya baik dari segi moral,
spiritual dan materi.
2. Adikku
satu-satunya
yang
kuliah
di
AKPER
PEMPROV Jawa Tengah (Dyah ayu purnama sari).
3. Belahan jiwaku saat ini (mas santos) yang selama ini
setia membantuku, menemaniku, menungguku disetiap
aku bimbingan skipsi.Dan semoga menjadi pacar dunia
akhirat. Amin
4. Staf Yayasan SLB Putera Mandiri ungaran yang telah
memberikan kesempatan mendidik, memahami muridmurid yang berkebutuhan khusus, dan disitulah aku
bisa menghargai kekurangan orang lain.
5. Teman-temanku PPL di MTs N Susukan, Umi, Zahria,
Wiwin, Nurul, Sutriyana, Rifa’I, Ipul, Hidayat, dan
Ilman.
6. Teman-temanku KKN di Dusun Ngagrong, Kec. Pakis .
Bu siti ngainah, Mbak Karti, Pak budi (PAI ekstensi),
Vitri (PBA), Syaifudin alias pudinx dan Azizah (PAI
reguler).
7. Semua teman-temanku angkatan 2007 Transfer.
vi
KATA PENGANTAR
Segala syukur kehadirat Allah SWT atas nama rahmad, taufiq, dan
hidayahnya penullis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini tanpa ada
rintangan dan halangan yang cukup berarti. Shalawat serta salam kita sanjungan
kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikut-Nya.
Penyusunan skripsi ini merupakan tugas dan syarat untuk memperoleh
gelar kesarjanaan program SI dalam Ilmu Pendidikan Agama Islam pada jurusan
PAI STAIN Salatiga Tahun 2010.
Penulis menyadari bahwa dalam rangka penyelesaian skipsi ini tidak
mungkin berhasil tanpa bantuan dari pihak. Untuk itu, Pada kesempatan ini
penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada:
1. Bapak Drs, Imam sutomo, M. Ag. Selaku ketua STAIN Salatiga
2. Bapak Fatchurrahman, MPd. Selaku Kaprogdi PAI STAIN SALATIGA
3. Ibu Muna Erawati, M. SI selaku Dosen Pembimbing Skripsi
4. Segenap staf pengajar /Dosen Jurusan Agama Islam STAIN SALATIGA
5. Segenap keluarga dan sahabat yang telah memberikan dorongan demi
berhasilnya penyusunan skripsi ini
6. Semua pihak yang telah rela membantu dalam penyusunan skripsi ini
Semoga jasa dan pengorbanan yang tiada terhingga dari mereka mendapat
balasan, disertai permohonan maaf atas segala kekhilafan.
vii
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih terdapat kekurangan
dan jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca sebagai koreksi dan penyempurnaan.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis
pada khususnya, dan bagi para pembaca pada umumnya, demi meningkatkan
mutu, kualitas dan kemajuan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang.
Ungaran, 13 Maret 2010
Penulis
viii
INTI SARI
Nurgiatiningsih, 2010
: PERAN ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN
SEKSUAL REMAJA DENGAN KETERBELAKANGAN
MENTAL (Studi Kasus Siswa SMP dan SMA LB
Putera Mandiri Ungaran). Skripsi. Program Studi
Pendidikan Agama Islam. Sekolah Tinggi Agama
Islam Negeri Salatiga. Pembimbing : Muna Erawati,
S. Psi, M. Si.
Kata Kunci
: Pendidikan
seksual,
Keterbelakangan
mental,
Perkembangan seksualitas dengan keterbelakangan
mental
Tujuan yang hendak dicapai dalam studi ini adalah menganalis sumbersumber informasi dan bentuk-bentuk perilaku seksualitas dalam keluarga remaja
dengan keterbelakangan mental (Tuna Grahita).
Dengan mengunakan pendekatan kualitatif studi ini melibatkan beberapa
keluarga dimana mereka para orang tua mempunyai anak yang memiliki
keterbelakangan mental di SMP dan SMA LB Putera Mandiri Ungaran, yang
kebanyakan para orang tua bersikap permisif tidak tahu apa yang seharusnya
dilakukan terhadap anak-anaknya. Dan penafsiran ketidak berdayaan orang tua
dalam memberikan pengetahuan seksual yang paling dominan.
Berdasarkan observasi dan interview mendalam diperoleh temuan sebagai
berikut: sumber-sumber informasi seksual diperoleh dari media televisi, Video,
internet, gambar-gambar, buku, majalah porno, tempat-tempat hiburan seperti
lokalisasi, teman-teman pergaulan. Dan bentuk-bentuk perilaku seksual seperti
menaruh rasa suka dengan lawan jenis, mengoda perempuan dengan bersiul,
berpacaran, berpegangan tangan sampai melakukan hubungan seksual terhadap
laki-laki atau perempuan.
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................
i
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ................................
ii
HALAMAN NOTA PEMBIMBING..............................................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI.........................................................
iv
MOTTO ..........................................................................................................
v
PERSEMBAHAN ...........................................................................................
vi
KATA PENGANTAR ....................................................................................
vii
ABSTRAK PENELITIAN..............................................................................
ix
DAFTAR ISI...................................................................................................
x
DAFTAR TABEL........................................................................................... xiii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................
1
B. Pertanyaan Penelitian .............................................................
8
C. Tujuan Penelitian ....................................................................
8
D. Manfaat Penelitian ..................................................................
9
LANDASAN TEORI
A. Keterbelakangan Mental.........................................................
11
1. Pengertian Keterbelakangan Mental ................................
11
2. Klasifikasi Keterbelakangan Mental................................
12
3. Faktor-faktor yang Menyebabkan Keterbelakangan
Mental ..............................................................................
x
15
4. Tumbuh Kembang Remaja dengan Keterbelakangan
BAB III
BAB IV
Mental ..............................................................................
17
B. Seksualitas ..............................................................................
18
1. Pengertian Seksualitas .....................................................
18
2. Teori-teori perkembangan seksualitas .............................
19
3. Tahap-tahap Perkembangan seksualitas ..........................
23
4. Bentuk-bentuk Perilaku Seksualitas ................................
25
5. Pendidikan Seksualitas.....................................................
27
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan..............................................................................
31
B. Jenis Penelitian .......................................................................
32
C. Lokasi Penelitian ....................................................................
33
D. Informan Penelitian ................................................................
33
E. Alat Pengumpul Data .............................................................
35
F. Analisis Data ..........................................................................
37
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil .......................................................................................
42
1. Profil SLB Putra Mandiri Ungaran .................................
42
2. Profil Keluarga Responden / Subjek ...............................
46
B. Pembahasan ............................................................................
57
1. Pola Pendidikan Seksual yang Dilakukan Orang Tua ....
57
2. Sumber-sumber Informasi Seksual .................................
69
3. Bentuk-bentuk Perilaku Seksual .....................................
73
xi
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan.............................................................................
78
B. Saran .......................................................................................
80
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1
Struktur Organisasi Yayasan Putera Mandiri Ungaran .............
45
Tabel 4.2
Profil Orang Tua .......................................................................
46
Tabel 4.3
Profil Anak ...............................................................................
46
Tabel 4.4
Sumber-sumber Informasi Seksual yang Diperoleh Remaja ....
70
Tabel 4.5
Bentuk-bentuk
Perilaku
Seksual
Remaja
dengan
Keterbelakngan Mental .............................................................
xiii
76
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Nurgiatiningsih
Tempat Tanggal Lahir
: Kab. Semarang, 01 September 1986
Jenis Kelamin
: Perempuan
Warga Negara
: Indonesia
Agama
: Islam
Alamat
: Jl. Raden Patah Rt 06 Rw 05, Lingkungan Ngempon,
Kec. Bergas, Kab. Semarang
Riwayat Pendidikan :
•
SD Klepu 02, Kec. Pringapus
•
MTs Al-Manar, Bener, Kec. Tengaran
•
MAK (Madarasah Aliyah Keagamaan), Bener Kec. Tengaran
•
DII STAIN Salatiga
•
SI STAIN Salatiga
Dan mulai Tahun 2007 sudah aktif mengajar anak-anak yang
berkebutuhan khusus yaitu SLB Putera Mandiri, Ungaran.
Demikian daftar riwayat hidup saya buat dengan sebenar-benarnya.
Ungaran,
Januari 2010
Penulis
NURGIATININGSIH
NIM : 121 07 019
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap insan yang lahir ke dunia telah membawa potensi dasar berupa
unsur jasmani, rohani, dan akal. Dan potensi tersebut dapat berkembang
manakala ada perantaraan pendidikan agar perkembangannya sempurna sesuai
dengan yang diharapkan. Masalah pendidikan merupakan kepentingan dan
hak bagi seluruh warga negara tanpa pengecualian, sehingga tidak asing lagi
jika pemerintah mengeluarkan dana demi terlaksananya pendidikan secara
merata di pelosok tanah air.
Salah satu tugas pokok sekolah adalah menyiapkan siswa agar dapat
mencapai perkembangannya secara optimal. Seorang siswa dikatakan telah
mencapai perkembangannya secara optimal apabila memperoleh pendidikan
dan prestasi belajar yang sesuai dengan bakat, kemampuan, dan minat yang
dimilikinya. (Erman dan Marjohan, 1991 : 1)
Kebutuhan akan pendidikan merupakan hal yang tidak bisa dipungkiri,
bahkan semua itu merupakan hak semua warga negara, termasuk di dalamnya
mengenai pendidikan luar biasa, dimana pendidikan tersebut bertujuan
membantu peserta didik yang menyandang kelainan fisik atau mental agar
mampu mengembangkan sikap pengetahuan dan ketrampilan.
Maka pada pasal 32 ayat 1 yang menjelaskan bahwa pendidikan
khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat
1
2
kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik,
emosional, mental, sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat
istimewa. (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 tentang Standar
Nasional Pendidikan, 2005 : 107)
Agama juga mempunyai peranan yang sangat penting dalam
kehidupan manusia. Sebab, agama merupakan motivasi hidup dan kehidupan
serta merupakan alat pengembangan dan pengendalian diri yang amat penting.
Oleh karena itu agama perlu diketahui, dipahami, dan diamalkan oleh manusia
Indonesia agar dapat menjadi dasar kepribadian, sehingga ia dapat menjadi
manusia utuh. (Darajat, dkk., 1992 : 86 – 87) Kesempatan untuk menjadi
manusia mulia dan utuh sebagai orang yang bertakwa diberikan kepada semua
manusia, baik kaya, miskin, cacat atau tidak, semuanya sama di hadapan
Allah. Dan pada surat Al-Hujurat ayat 13 juga dijelaskan :
Ÿ≅Í←!$t7s%uρ $\/θãèä© öΝä3≈oΨù=yèy_uρ 4©s\Ρé&uρ 9x.sŒ ⎯ÏiΒ /ä3≈oΨø)n=yz $¯ΡÎ) â¨$¨Ζ9$# $pκš‰r'¯≈tƒ
∩⊇⊂∪ ×Î7yz îΛ⎧Î=tã ©!$# ¨βÎ) 4 öΝä39s)ø?r& «!$# y‰ΨÏã ö/ä3tΒtò2r& ¨βÎ) 4 (#þθèùu‘$yètGÏ9
Artinya : Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (Departemen Agama RI, 2005
: 517)
Sebagai warga negara, anak-anak tuna grahita tidak didiskriminasikan
untuk memperoleh pendidikan. Kelainan ini menjadi penting untuk
diperhatikan dalam pemberian layanan pendidikan dan pengajarannya. Oleh
3
karena itu dibutuhkan pelayanan pendidikan secara khusus yaitu Sekolah Luar
Biasa (SLB) yang disesuaikan dengan kondisi objektifitasnya. Di samping
hak-hak
yang
dimiliki
anak-anak
tuna
grahita
atau
anak
yang
berketerbelakangan mental dalam memperoleh layanan pendidikan dan
pengajaran, juga sebagai anggota masyarakat yang hidup dan berinteraksi
dengan lingkungan, keluarga dan sosial masyarakat. Untuk itu sangat
diperlukan adanya adaptasi sosial sebagai konsekuensi logis dari masingmasing individu sebagai makhluk sosial.
Melihat realita sekarang ini, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi tidak selalu membawa dampak yang positif bagi kehidupan
manusia. Namun sebaliknya dalam realita kehidupan sehari-hari manusia
banyak
dihadapkan
Perkembangan
ilmu
pada
perubahan
pengetahuan
dan
teknologi
dinamika
dan
sosial
seni
kultural.
(Ipteks)
ini
mempengaruhi anak untuk memperhatikan dampak negatifnya bagi kehidupan
sehari-hari yang mempengaruhi pengembangan mental anak, khususnya anak
tuna grahita. Anak tuna grahita adalah anak yang mempunyai kemampuan
intelektual di bawah rata-rata dan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan
ketidakcakapan dalam interaksi sosial. (Sumantri, 2006 : 103)
Akhir-akhir ini semakin banyak perilaku amoral yang dilakukan oleh
para remaja. Hal ini dilakukan karena meniru perilaku yang ada baik dari
media cetak, media elektronik, atau bahkan kita saksikan langsung dalam
kehidupan nyata sekitar kehidupan kita, seperti tawuran, pemerkosaan, seks
bebas, dan adegan mesum yang dilakukan oleh para pelajar.
4
Perilaku amoral yang dilakukan oleh para remaja sekolah ini
kemungkinan besar karena minimnya pengetahuan agama.. Kurangnya
pemahaman tentang arti dosa pahala, surga, dan neraka menjadikan sesuatu
yang sangat berdosa itu hal yang biasa. Para remaja mungkin mengetahui
perilaku tersebut.,tetapi, karena dianggap tidak berdosa, maka mereka
melakulan juga.
Seperti peristiwa yang dialami oleh siswa kelas 2 SLTP di Purworejo
harus kehilangan masa depannya, setelah diperkosa oleh sembilan pemuda
asal Desa Tonoboyo Kecamatan Bandongan Kabupaten Magelang. (Fery, 9
Mei 2009 : 7)
Sebenarnya, semua itu dilakukan karena adanya stimulus
(pemicu) dari berbagai media yang mau jadi tontonan-tontonan yang tidak
menjadi tuntunan. Namun, media tidak sepenuhnya menjadi motif perilaku
amoral pelajar, karena masih banyak faktor lain yang bisa menjadi pemicu.
Banyak orang tua yang merasa tidak mampu mengajarkan pendidikan seks
pada anak-anaknya.
Mereka seringkali memberikan tanggung jawab
sepenuhnya pada sekolah untuk mengajarkan nilai-nilai dan kemampuan
pengendalian diri.
Padahal keluarga merupakan lingkungan sosial yang pertama
dikenalkan kepada anak, atau dapat dikatakan bahwa seorang anak dapat itu
mengenal kehidupan sosial pertama dari lingkungan keluarga. Adanya
interaksi antara anggota keluarga yang satu dengan yang lain itu menyebabkan
bahwa seorang anak menyadari bahwa dirinya berfungsi sebagai individual
dan juga sebagai makhluk sosial. (Ahmadi, 2004 : 90-91)
5
Selain itu banyak sekali faktor keluarga yang timbul sangat
mempengaruhi perkembangan anak diantaranya, status sosial ekonomi
keluarga, faktor keutuhan keluarga, sikap dan kebiasan-kebiasaan orang tua.
Peranan keadaan keluarga terhadap perkembangan sosial anak-anak tidak
hanya terbatas pada situasi sosial ekonominya, atau kebutuhan struktur dan
interaksinya, tetapi cara-cara dan sikap-sikap dalam pergaulannya memegang
peranan penting di dalam perkembangan sosial anak. (Ahmadi, 2004 : 91 –
92) Khususnya anak remaja yang menjadi seorang pelajar.
Bagi seorang pengajar menjadikan siswanya pintar itu sudah dikatakan
sukses, tapi tidak bagi seorang pendidik. Guru dituntut untuk menjadi pengajar
sekaligus pendidik. Guru berkewajiban menyampaikan pelajaran, pesan-pesan
moral, dan memberi teladan pendidikan memang identik dengan tugas orang
tua dan guru, tetapi setiap warga masyarakat semestinya turut serta melakukan
proses pendidikan terutama pendidikan moral. Moralitas merupakan ajaran
yang paling utama dan pertama dalam Islam. Dalam hadits juga dikatakan :
(‫ )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﻴﻬﻘﻰ‬.ِ‫ﺧﻠَﺎﻕ‬ ‫ﻡ ﺍ َﻷ‬‫ﻣﻜَﺎ ِﺭ‬ ‫ﺎ‬‫ﺖ ﻟِ ُﺄَﺗ ِﻤﻤ‬
 ‫ﺑﻌِْﺜ‬‫ﺎ‬‫ﺍِﱠ�ﻤ‬
Artinya : Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang
mulia. (HR. Baihaqi). (Ilyas, 1999 : 6)
Pemahaman yang kurang terhadap agama dan pengetahuan seksual
menjadikan orang berbuat menyimpang. Dan di dalam Al-Qur'an Surat An Nur
ayat 30 juga dijelaskan :
6
y7Ï9≡sŒ 4 óΟßγy_ρãèù (#θÝàxøts†uρ ôΜÏδÌ≈|Áö/r& ô⎯ÏΒ (#θ‘Òäótƒ š⎥⎫ÏΖÏΒ÷σßϑù=Ïj9 ≅è%
(٣٠ : ‫ﻮﺭ‬‫ )ﺍﻟﻨ‬.β
t θãèoΨóÁtƒ $yϑÎ/ 7Î7yz ©!$# ¨βÎ) 3 öΝçλm; 4’s1ø—r&
Artinya : "Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga
pandangannya, dan memelihara kemaluannya yang demikian itu lebih
suci bagi mereka, sungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang
mereka perbuat". (An Nur : 30). (Departemen Agama RI, 2005 :
353).
Dari ayat di atas betapa pentingnya hubungan antara menjaga dan
menahan pandangan dengan memelihara kemaluan dan kesucian. Dengan
pandangan liar dan tidak terkendali menjadikan akal pikiran terkena oleh
kelezatan pandangan yang mengakibatkan manusia berbuat zina.
Dan pada Surat Al Isra' ayat 32 juga dijelaskan tentang larangan
berbuat zina :
(٣٢ : ‫ )ﺍﻹﺳﺮﺁﺀ‬.ξ
W ‹Î6y™ u™!$y™uρ Zπt±Ås≈sù tβ%x. …çμ¯ΡÎ) ( #’oΤÌh“9$# (#θç/tø)s? Ÿωuρ
Artinya : "Dan janganlah kamu mendekati zina : (zina) itu sungguh suatu
perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk". (Al Isra' : 32).
(Departemen Agama RI, 2005 : 285)
Sebagaimana yang telah dikemukakan salah satu guru dan staf
karyawan SMP / SMALB Putera Mandiri Ungaran bukan hanya anak normal
yang melakukan perilaku seksual, akan tetapi anak-anak yang mempunyai
keterbelakangan mentalpun juga ikut terpengaruh. Mereka membawa alat
kontrasepsi di sekolah dan melakukan perilaku seks bebas di luar jam sekolah.
7
Adapun yang dimaksud dengan perilaku seksual adalah segala tingkah
laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan sesama jenis ataupun
lawan jenis. Peran seksual pada hakikatnya adalah bagian dari peran sosial
pula. Sama halnya dengan anak yang harus mempelajari perannya sebagai
anak terhadap orang tua atau sebagai murid terhadap guru, maka ia pun harus
mempelajari perannya sebagai anak dari jenis kelamin tertentu terhadap jenis
kelamin lawannya (Sarwono, 1997 : 86) Memang masalah seks pada remaja
sering kali mencemaskan para orang tua, pendidik, para ahli dan sebagainya,
seperti kasus seksual yang telah dipaparkan di atas. Hal ini terjadi karena
kurangnya pemahaman pendidikan seks remaja, kemudian pergaulan bebas
dan media yang tidak bisa jadi tuntunan.
Dengan demikian penulis beranggapan bahwa remaja sebagai periode
transisi yang banyak mengalami perubahan baik dari fisik maupun psikis,
yang cenderung mudah terpengaruh oleh hal-hal yang dianggap itu positif atau
negatif. Maka dengan adanya bimbingan baik dari lingkungan keluarga atau
lingkungan sekolah terhadap pendidikan seksual remaja diharapkan dapat
mengerti arti pentingnya pendidikan seks.
Dari uraian di atas serta adanya gejala yang menunjukkan terjadinya
perilaku seksual dini yang dilakukan oleh remaja yang keterbelakangan
mental di SMP / SMA Putera Mandiri tersebut, maka penulis termotivasi
untuk menelitinya.
8
Dengan mengambil judul : "PERAN ORANG TUA DALAM
PENDIDIKAN SEKSUAL REMAJA DENGAN KETERBELAKANGAN
MENTAL (Studi Kasus Siswa SMP dan SMA LB Putera Mandiri Ungaran)
B. Pertanyaan Penelitian
Dari latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi permasalahan
dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana cara orang tua menyampaikan pesan-pesan pendidikan seksual
yang notabene anaknya adalah siswa SMP dan SMA LB Putera Mandiri
Ungaran?
2. Dari manakah sumber informasi tentang seksualitas diperoleh siswa dengan
keterbelakangan mental SMP dan SMA LB Putera Mandiri Ungaran ?
3. Bagaimanakah bentuk-bentuk perilaku seksual yang dilakukan para siswa
SMP dan SMA LB Putera Mandiri Ungaran ?
C. Tujuan Penelitian
Sebagai konsekuensi dari penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini
adalah :
1. Mengetahui cara orang tua menyampaikan pendidikan seksualitas pada
anak siswa SMP dan SMA LB Putera Mandiri Ungaran.
2. Menganalisis dari manakah sumber informasi tentang seksual yang
diperoleh siswa dengan keterbelakangan mental SMP dan SMA LB Putera
Mandiri Ungaran.
9
3. Memetakan bentuk-bentuk perilaku seksual yang dilakukan para siswa
SMP dan SMA LB Putera Mandiri Ungaran.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak baik
secara :
1. Teoritis
Sebagai bahan masukan untuk mengembangkan sumber daya
manusia yang berkualitas bagi siswa SMP dan SMA LB Putera Mandiri
Ungaran dan memberikan wawasan serta pengetahuan tentang perilaku
seksual remaja.
2. Praktis
a. Orang Tua
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk mengetahui
perilaku seksual remaja terhadap anaknya, sehingga orang tua dapat
melakukan langkah-langkah yang lebih lanjut dan bermanfaat dalam
proses pembentukan kepribadian anak. Selain itu dapat digunakan
sebagai acuan cara membina perilaku anak terutama dari keluarga
yang tidak harmonis dalam menjalin hubungan dengan anak-anaknya
atau hubungan sosial masyarakat.
10
b. Pendidik
Sebagai informasi bagi calon guru dan dalam rangka mensukseskan
tujuan pendidikan nasional, khususnya pendidikan agama.
c. Pemerintah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dalam
rangka meningkatkan kualitas pendidikan, mencetak generasi muda
yang terdidik dan maju. Dan pemerintah tidak membedakan yang
miskin, kaya, cacat dan tidak cacat, semua
berhak mendapatkan
pendidikan yang layak.
d. Remaja
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pedoman anak remaja,
khususnya bagi remaja yang mempenyai keterbelakangan mental,
bahwa pendidikan atau pengetahuan tentang seks merupakan salah satu
cara untuk mengurangi atau mencegah penyalahgunaan seks,
khususnya untuk mencegah dampak-dampak negatif yang tidak
diharapkan.
e. Penelitian ini juga diharapkan memberikan sumbangan ilmiah bagi
wahana perkembangan ilmu psikologi, khususnya psikologi remaja
terutama yang berhubungan dengan perilaku seksual remaja.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Keterbelakangan Mental
1. Pengertian Keterbelakangan Mental
Definisi keterbelakangan mental atau retardasi adalah keadaan
dimana
fungsi
intelektual
umum di bawah normal dan dimulainya
selama
masa perkembangan individu yang berhubungan dengan
terbatasnya kemampuan belajar dan daya penyesuaian diri di dalam proses
pendewasaan tersebut. (Ghosali,
http://www/portalkalbe/files/16.Pdf,
05:07 PM)
Secara singkat dapat dikatakan retardasi mental adalah tingkat
fungsi intelektual yang secara signifikan berada di bawah rata-rata
sebagaimana diukur oleh test intelegensi yang dilaksanakan secara
individual. (Semiun, 2006 : 265)
Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo : kurang atau
sedikit dan fren : jiwa) atau tuna mental. Keadaan tersebut ditandai dengan
fungsi kecerdasan umum yang berada di bawah rata-rata dan disertai
dengan berkurangnya kemampuan untuk menyesuaikan diri atau berfikir
adaptif. Retardasai mental sebenarnya bukan penyakit, walaupun retardasi
mental merupakan hasil dari proses patologik (gejala sakit) di dalam otak
yang
11
12
memberikan gambaran keterbatasan terhadap intelektualitas dan fungsi
adaptif. Retardasi mental ini dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan
jiwa maupun gangguan fisik lainnya.
Retardasi mental sering disepadankan dengan istilah sebagai
berikut :
a. Lemah pikiran (feeble-minded)
b. Terbelakang mental (mentally retarded)
c. Bodoh atau dunggu (idiot)
d. Pandir (imbecile)
e. Tolol (moron)
f. Mampu dididik (educable)
g. Mampu dilatih (trainable)
h. Ketergantungan penuh (totally dependen) atau butuh rawat.
i. Mental subnormal
j. Defisit mental
k. Defisit kognitif
l. Defisiensi mental
m. Gangguan intelektual. (http: unordinary-word.blogspot.com : 12-1009).
2. Klasifikasi Keterbelakangan Mental
Klasifikasi keterbelakangan mental dibagi menjadi beberapa
kelompok, yaitu :
13
a. Idiocy (Idiot)
Kategori ini memiliki IQ (Intelegency Quotient) kurang dari
25, cacat-cacat jasmani dan rohaninya begitu berat. Pada umumnya
mereka tidak mampu menjaga diri sendiri terhadap bahaya yang
datangnya dari luar. Intelegensinya tidak bisa berkembang, tidak bisa
mengerti dan tidak bisa diajari apa-apa. (Kartono, 1988 : 45)
Karena tingkat intelegensinya sangat kecil, maka ia harus
dijaga meskipun sudah dewasa seolah-olah masih anak kecil. Ia sama
sekali tidak dapat belajar membaca atau menulis, serta berbicara
seperti bayi. Tetapi, ia dapat melakukan latihan dan pengkondisian
kebiasaan pada tingkat dasar tertentu. Intelegensi sosialnya secara khas
sedikit lebih tinggi dari pada intelegensi abstraknya. Ia membutuhkan
pengawasan dalam segala bidang kehidupan tetapi mungkin dapat
berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang direncanakan. (Yustinus,
2006 : 269
Idiocy ini terbagi atas :
1) Idiocy partial atau incomplete (tidak total)
Golongan ini mempunyai perasan primitif seperti rasa lapar
dan dahaga. Beberapa dari mereka memiliki tampang yang biasa
dianggap aneh, seperti monster, kerdil, sangat buruk, tidak
berbentuk wajar (misshapen), dan sering sakit-sakitan.
14
Dan sering diferensiasi atau perbedaan antara kelamin lakilaki dengan kelamin perempuan tidak jelas. Mereka tidak mampu
untuk menanggapi atau menghayati stimulus; ada lack of
perception atau hilangnya daya persepsi.
2) Idiocy komplet (mutlak, absolut)
Umur intelegensinya seperti anak 2,5 tahun. Hidupnya
seperti kehidupan vegetatif, semacam tanaman, tidak bisa bicara
dan tidak dapat membedakan instingnya. Mereka tidak bisa dilatih
sesuatupun, juga tidak bisa menolong diri sendiri.
b. Imbecility (imbisil, orang pandir)
IQ-nya 25 – 49. Mereka seperti kanak-kanak yang berumur 36
– 83 bulan (3 – 7 tahun). Ukuran tinggi dan bobot badannya kurang,
sering badannya cacat atau mengalami kelainan-kelainan (anomaly).
Ekspresi
mukanya
kosong dan ketolol-tololan. Pada umumnya
mereka tidak mampu mengendalikan diri dan mengurus diri sendiri.
Namun demikian, mereka
masih dapat diajari menanggapi suatu
bahaya.
c. Debil (moron, social defect, feeble mindedness, lemah ingatan)
IQ-nya 50 – 70. Umur intelegensinya seperti anak-anak umur
7 – 16 tahun (84 – 143 bulan). Biasanya gejala lemah ingatan sudah
tampak sebelum tahun-tahun masa sekolah / preschool years.
15
d. Moral Defectives (Cacat Moral)
Pada tipe ini ada defek mentalnya. Jiwa atau mentalnya sangat
tidak berkembang, tumpul dan steril kehidupan afeksinya. Banyak dari
mereke cenderung melakukan tindakan kriminal. (Kartono, 1988: 44 –
50)
3. Faktor-faktor yang Menyebabkan Keterbelakangan Mental
Secara biologis faktor yang mempengaruhi retadasi mental yaitu :
Bila penyebab retadasi mental itu adalah faktor-faktor yang bukan berasal
dari lingkungan, maka digunakan sejumlah istilah yang tumpang tindih,
kualitas-kualitas gen diduga berasal dari orang dan diteruskan kepada
anak-anak (hereditas). Tetapi, beberapa gen yang ada pada saat kehamilan
tidak seperti gen-gen yang dimiliki oleh salah satu orang tuanya, gen-gen
itu disebut gen-gen abnormal. Disamping itu, gangguan-gangguan tertentu
dapat diperoleh sebelum kelahiran. Sebagai akibat dari zat-zat kimia yang
memasuki janin melalui placenta dan juga disebabkan oleh penyakit atau
luka pada waktu kelahiran atau sesudah kelahiran. (Yustinus, 2006 : 277).
Penyebab kelainan mental ini adalah faktor keturunan (genetik)
atau tidak jelas sebabnya (simpleks). Keduanya disebut retardasi metal
primer. Sedangkan faktor sekunder disebabkan oleh faktor luar yang
berpengaruh terhadap otak bayi dalam kandungan, setelah lahir atau
terhadap anak-anak.
16
Beberapa penyebab retardasi mental yaitu :
a. Akibat infeksi / atau intoksikasi
Dalam kelompok ini termasuk keadaan retardasi mental karena
kerusakan jaringan otak akibat infeksi seperti cedera hipoksia
(kekurangan oksigen), infeksi HIV, karena strum, obat atau zat toksin
lainnya.
b. Akibat rudapaksa dan sebab fisik lainnya
Rudapaksa sebelum lahir serta juga trauma lain, seperti sinar
X, bahan kontrasepsi dan usaha melakukan aborsi, pemakaian alkohol,
kokain, dan obat lainnya pada saat ibu hamil.
c. Akibat gangguan metabolisme, pertumbuhan atau gizi
Gangguan metabolisme seperti : gangguan metabolisme lemak,
dehidrasi impernatremik dan lain sebagainya.
d. Akibat kelainan pada kromosom
Kelainan
ini
bisa
diartikan
dengan
kesalahan
jumlah
kromosom.
e. Akibat kelainan genetik dan kelainan metabolik yang diturunkan.
f. Akibat penyakit otak yang nyata (postnatal)
g. Akibat penyakit / pengaruh pranatal yang tidak jelas
Keadaan ini diketahui sudah ada sejak lahir, tetapi tidak
diketahui etiologinya.
17
h. Akibat prematusitas dan kehamilan wanita di atas 40 tahun.
Keadaan bayi waktu lahir berat badannya kurang dari 2.500
gram atau masa hamil kurang dari 38 minggu, dan kehamilan anak
pertama pada wanita di atas 40 tahun.
i. Akibat gangguan jiwa berat
j. Akibat deprivasi psikologi dan lingkungan
Retardasi mental dapat disebabkan oleh faktor biomedik
maupun sosiobudaya seperti kemiskinan, status ekonomi rendah, dan
sindroma deprivasi. Contohnya gangguan gizi yang tergolong berat
dan berlangsung lima dan sebelum 4 tahun. (http: unordinaryword.blogspot.com : 12-10-09)
4. Tumbuh Kembang Remaja dengan Keterbelakangan Mental
Pada kenyataan IQ bukanlah merupakan satu-satunya patokan yang
dapat menentukan berat ringannya keterbelakangan mental, melainkan
harus dinilai berdasarkan sejumlah besar ketrampilan spesifik yang
berbeda. Dan retardasi mental dapat ditemukan dalam berbagai macam
perubahan bentuk fisik, misalnya bentuk kepala, lidah yang menjulur
keluar,
dan
ekspresi
wajah
tampak
tumpul.
(http:
unordinary-
word.blogspot.com : 12-10-09)
Mereka pada umumnya sangat mudah tersinggung, tidak memiliki
kemampuan untuk mengontrol diri, sering terjadi ketidakstabilan jiwanya,
sehingga mereka perlu dirawat di rumah sakit. Hal ini terjadi karena tidak
adanya
keseimbangan
antara
dorongan-dorongan
dengan
rasa
18
kepuasannya, sehingga mereka mengalami frustasi hebat. Sering kali
mereka menjadi sangat berbahaya, buas, dan suka mengamuk. Perbuatan
ini dilakukan karena tingkah lakunya tidak dikendalikan dan dikontrol
sendiri. (Kartono, 1988 : 38)
B. Seksualitas
1. Pengertian Seksualitas
Seksualitas adalah kapasitas untuk memiliki hasrat seksualitas atau
mengusahakan hubungan persetubuhan. Secara umum, seksualitas
manusia dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu :
a. Biologis (kenikmatan fisik dan keturunan)
b. Sosial (hubungan-hubungan seksual, berbagai aturan sosial, serta
berbagai bentuk sosial melalui makna seks biologis diwujudkan).
c. Subyektif (kesadaran individual dan bersama sebagai obyek dan hasrat
seksual). (Sa’abah, 2001 : 1)
Bahwasannya seksualitas merupakan hal yang sulit untuk
didefinisikan
karena
menyangkut
banyak
aspek
kehidupan
dan
diekspresikan dalam bentuk perilaku yang beraneka ragam. Kebanyakan
orang memahami seksualitas sebatas istilah seks, padahal antara seks
dengan seksualitas merupakan hal yang berbeda. Menurut Zawi (1994),
kata seksual sering digunakan dalam dua hal, yaitu : (a) Aktifitas seksual
genital, dan (b) Sebagai label gender (jenis kelamin). Sedangkan
19
seksualitas memiliki arti yang lebih luas, karena meliputi bagaimana
mengkomunikasikan perasan tersebut terhadap orang lain melalui tindakan
yang dilakukannya, seperti sentuhan, ciuman, pelukan, senggama, atau
melalui perilaku halus seperti isyarat tubuh, etiket, berpakaian, dan
perbendaharaan kata. (Purnawan, online : 1)
2. Teori-teori Perkembangan Seksualitas
Perkembangan fisik dan seksualitas menunjukkan seksualitas
genital harus dipandang
fisik
seluruhnya.
anak
laki-laki
dan
Dalam
dalam
hubungan
tinjauan
perempuan
dengan
mengenai
perlulah
pertumbuhan
pemasakan
diperhatikan
seksual
unisitas
individu. Meskipun pemasakan seksual berlangsung dengan batas-batas
tertentu.
Ada kriteria yang membedakan anak laki-laki dari pada wanita,
yaitu dalam hal :
a. Kriteria Pemasakan Seksual
Menarche atau permulaan haid dipakai sebagai permulaan
pubertas. Menarche merupakan ukuran yang baik, karena hal itu
menentukan salah satu kemasakan seksual yang pokok, yaitu suatu
disposisi untuk konsepsi (hamil) dan melahirkan (Konopko, 1976).
Dan untuk anak laki-laki adanya ejakulasi (pelepasan air mani),
timbulnya tanda-tanda kelamin sekunder maupun primer.
20
b. Permulaan Pemasakan Seksual
Mengenai permulaan pemasakan seksual ternyata anak wanita
kira-kira dua tahun lebih dulu mulainya dari pada anak laki-laki,
seperti percepatan pertumbuhan.
c. Urutan Gejala-gejala Pemasakan
Pada anak wanita pemasakan dimulai dari dengan suatu tanda
sekunder, tumbuhnya payudara (usia 8 – 13 tahun). Menjelang
menarche maka jaringan mengikat di sekitarnya mulai tumbuh hingga
payudara mulai membentuk dewasa. Kelenjar payudara sendiri baru
mengadakan
reaksi
pada
masa
kehamilan
dengan
suatu
pembengkakan, sedangkan reproduksi air susu terjadi pada kehamilan.
Dan pada anak laki-laki usia kurang lebih 15 – 16 tahun anak laki-laki
mengalami perubahan suara. (Kooers, Siti Rahayu Harditono, 1982 :
262 – 265)
Ada beberapa teori yang menyoroti tentang perkembangan seksual
ini, yaitu :
a. Teori Belajar Sosial Kognitif
Menurut Albert Bandura (1995) di dalam teori ini berpendapat
bahwa teori belajar sosial biasa disebut dengan teori imitasi, karena
perilaku terbentuk melalui proses imitasi, mengamati perilaku orang
lain termasuk mengamati terhadap efek dari perilaku orang lain. Teori
ini juga dikenal dengan belajar model, karena proses pembentukan
perilaku memerlukan model yang dicontoh atau diikuti. Proses belajar
21
seseorang terjadi melalui beberapa cara yaitu imitasi, identifikasi, dan
melalui belajar model. (Sriyanti, Suwardi, dan Erawati, 2009 : 104)
b. Teori Behavioris
Teori ini dipelopori oleh Watson, yang seringkali disebut
neoasosiosianisme karena kesamaan memandang manusia sebagai
organisme yang tidak membawa potensi dan 100 % jiwanya dibentuk
oleh asosiasi-asosiasi (tanggapan-tanggapan) dari luar. (Sriyanti,
Suwardi, dan Erawati, 2009 : 104)
c. Teori Psikoanalisis
Teori psikodinamik yang berasal dari teori teori psikoanalisis
Freud berpendapat pandangan bahwa tingkah laku kita (normal atau
abnormal) ditentukan oleh hasil dari proses-proses dinamik dan
konflik-konflik
intrapsikis.
Dorongan-dorongan
batin
(internal)
individu, seperti seks dan agresi, dalam pandangan psikodimanik
bertentangan dengan aturan-aturan sosial (masyarakat dan normanorma moral).
Dengan demikian, perjuangan dimanik individu menjadi
konflik antara kekuatan-kekuatan internal yang berlawanan. Pada saat
tertentu tingkah laku individu yang kelihatan dan pikiran-pikiran serta
emosi-emosinya merupakan hasil dari pertentangan di dalam dirinya.
Tingkat-tingkat kehidupan mental daerah-daerah pikiran adalah
struktur atau komposisi kepribadian. Tetapi, kepribadian juga harus
22
melakukan sesuatu. Bagi Freud, manusia didorong untuk mencari
kenikmatan dan mereduksikan tegangan.
GAMBARAN SKEMATIS BEBERAPA KONSEP PSIKOANALITIK
DAN INTERKORELASINYA (Yustinus, 2006 : 126 – 129)
Energi Fisiologis Umum
Eros atau dorongan
hidup
Thanatos atau
Dorongan Mati
Impuls-impuls
Libido
Impuls-impuls ego
Impuls-impuls mati dan
agresi
Dikendalikan oleh
Diekemudikan oleh
Diekemudikan oleh
Prinsip Kenikmatan
Prinsip Kenyataan
Prinsip Nirvana
Diekspresikan Dengan
Diekspresikan Dengan
Diekspresikan Dengan
Cinta diri, cinta orang
lain, usaha mengejar
kenikmatan yang tidak
terhambat
Memuaskan kebutuhankebutuhan dengan cara
yang diterima oleh
masyarakat menggunakan
sublimasi dan represi
Perusakan terhadap
orang-orang lain dan diri
sendiri
Terletak dalam
kesadaran
Terletak dalam
kesadaran dan
ketidaksadaran
Terletak dalam
ketidaksadaran
Dipresentasikan oleh Id
Dipresentasikan oleh
Egodan Super Ego
Dipresentasikan oleh Id
23
3. Tahap-tahap Perkembangan Seksualitas
Dalam perkebangan kehidupan manusia sejak dilahirkan hingga
dewasa, manusia memiliki dorongan-dorongan yang dinamakan libido.
Libido adalah dorongan seksual yang sudah ada pada sejak lahir. Dalam
pembahasan ini ada beberapa tahap perkembangan seksual, yaitu :
a. Masa Oral (lahir – 1 tahun)
Dalam fase ini kepuasan seks anak diperoleh melalui daerah
mulut, yang pemuasannya terjadi ketika anak menghisap putting susu
ibunya. Saat anak menyusui, selain untuk memenuhi rasa lapar juga
untuk mendapatkan kepuasan tersendiri akibat adanya gesekan di
sekitar daerah mulut.
b. Tahap Anal (kira-kira terjadi pada saat anak berusia 2 – 3 tahun)
Kepuasan seks anak dalam usia ini berada di sekitar daerah
anus, bentuk pemuasaan libido tersebut berupa kenikmatan yang
dirasakan ketika anak mengeluarkan sesuatu dari anusnya.
c. Tahap Phalic (kira-kira terjadi pada saat anak berusia 4 – 5 tahun)
Pada fase ini, daerah kepuasaan seks sudah beralih pada alat
kelamin dan sekitarnya. Dan dalam fase ini juga penyaluran seks
hanya didasarkan pada faktor kenikmatan saja dan belum ada
hubungannya dengan tujuan pengembangan keturunan.
Dalam masa oedipus anak mengalihkan emosional interesnya
yang semula dipusatkan pada tubuhnya sendiri kemudian dialihkan
pada orang yang terderkat dengan dirinya. Dalam masa ini anak
24
memusatkan perasaan kasih sayang pada orang tuanya yang berlawan
seksnya dan menaruh cemburu terhadap orang tuanya yang bersamaan
seksnya. Inti dari komplek oedipus adalah bahwa keinginan erotis
anak laki-laki terarah pada ibunya. Sedang permusuhan dilontarkan
pada ayahnya yang dianggap sebagai saingan.
Masa seksual dewasa terjadi kira-kira 11 – 14 tahun, dimana
anak sudah mengalami perasaan heterosexality yang sempurna, anak
mengarahkan nafsu seksnya kepada obyek diluar familinya yaitu
perempuan di luar keluarganya dan perasaan oedipus kompleks telah
menghilang. (Suraji dan Rahmawati, 2008 : 18 – 21)
d. Tahap Latensi
Tahap ini dimulai dari tahap phalik akhir sampai permulaan
masa remaja (kira-kira usia 12 tahun). Pada tahap ini dorongan
dinamik seakan-akan laten, sehingga anak pada masa ini secara relatif
lebih mudah dididik dibandingkan dengan tahap-tahap sebelumnya
dan sesudahnya. Di pihak lain, pertumbuhan intelektual, sosial, dan
moral individu berjalan terus.
e. Tahap Genital
Perkembangan psikoseksual individu dianggap sempurna
apabila tercapai penyesuaian diri yang memuaskan pada tahap genital.
Dengan mulainya masa pubertas, kebutuhan-kebutuhan seksual
infantil (pra genital) dan dorongan-dorongan libido oral, anal, dan
phalik hidup kembali. Mula-mula dorongan ini sangat narsistik, yang
25
berarti bahwa individu mendapat kekuatan dari perangsang dan
manipulasi tubuhnya sendiri dan orang-orang lain dikateksis hanya
karena membantu memberikan bentuk-bentuk tambahan kenikmatan
tubuh bagi anak. Selama masa adolesen, sebagian dari cinta diri atau
narcisme ini disalurkan ke pilihan obyek sebenarnya. Anak remaja
mulai mencintai orang-orang lain terdorong oleh motif-motif altruistik
bukan semata-mata karena cinta diri atau narcistik. Daya tarik seksual,
sosialisasi, kegiatan-kegiatan kelompok, perencanaan karier, persiapan
menikah dan membangun keluarga mulai muncul.
Jadi fungsi fisiologis pokok genital adalah reproduksi, aspekaspek psikologis membantu mencapai tujuan dengan memberikan
stabilitas dan keamanan sampai batas tertentu. (Yustinus I, 2006 :
135).
Jadi perkembagan seksual pada diri seseorang mencakup beberapa
tahapan, yaitu tahap oral, tahap anal, tahap phalic, tahap latent, dan tahap
genital.
4. Bentuk-bentuk Perilaku Seksual
Menurut Wahyudi (2000), perilaku seksual merupakan perilaku
yang muncul karena adanya dorongan seksual atau kegiatan mendapatkan
kesenangan organ seksual melalui berbagai perilaku. Perilaku seksual yang
sehat dan dianggap normal adalah cara heteroseksual, vaginal, dan
dilakukan suka sama suka. Sedangkan yang tidak normal (menyimpang)
antara lain sodomi, homoseksual. Selama ini perilaku seksual sering
26
disederhanakan
sebagai
hubungan
seksual
berupa
penetrasi
dan
ejakulasi.
Menurut Wahyudi (2000 : 4), perilaku seksual dapat berupa :
a. Berfantasi yaitu : perilaku membayangkan dan mengimajinasikan
aktivitas seksual yang bertujuan untuk menumbuhkan perasaan
erotisme.
b. Pegangan tangan
yaitu : aktifitas ini tidak terlalu menumbuhkan
rangsangan seksual yang kuat, namun biasanya muncul keinginan untk
mencoba aktifitas yang lain.
c. Cium kering yaitu : berupa sentuhan pipi dengan pipi atau pipi dengan
bibir.
d. Cium basah yaitu : berupa sentuhan bibir ke bibir.
e. Meraba yaitu : kegiatan bagian-bagian sensitif rangsang seksual seperti
leher, breast, paha, alat kelamin, dan lain-lain.
f. Berpelukan yaitu : aktifitas ini menimbulkan perasaan tenang, aman,
nyaman disertai rangsangan seksual (terutama bila mengenai daerah
erogen / sensitif).
g. Mastrubasi (wanita) dan onani (laki-laki) yaitu : perilaku merangsang
organ kelamin untuk mendapatkan kepuasan seksual.
h. Oral seks yaitu : merupakan aktifitas seksual dengan cara memasukkan
alat kelamin ke dalam mulut lawan jenis.
i. Petting yaitu : seluruh aktifitas seksual non intercourse (hingga
menempelkan alat kelamin).
27
j. Intercouse (senggama) yaitu : merupakan aktivitas seksual dengan
memasukkan alat kelamin laki-laki ke dalam alat kelamin perempuan.
(Purnawan, online : 5)
5. Pendidikan Seksualitas
Setiap makhluk Tuhan pasti akan mengalami peristiwa
berhubungan dengan masalah seksual. Khususnya pada manusia,
permasalahan seksual tidaklah sesederhana pada makhluk lain yang hanya
terfokus pada tujuan bereproduksi atau berkembang biak, karena pada
makhluk lain kebutuhan seksual terjadi secara naluriah dan akan terjadi
pada usia pertumbuhan tertentu. Sedangkan manusia dengan akalnya yang
tinggi, justru patokan usia naluriah seksual ini tidak dapat dipastikan,
sehingga akan dibutuhkan suatu pengajaran dan pendidikan tersediri untuk
memahami masalah perkembangan seksualnya, terutama pada usia anak
dan remaja awal yang belum memiliki kewajiban dan kesiapan untuk
bereproduksi.
Di dalam masyarakat Indonesia pada umumnya, hingga saat ini
pendidikan seks masih dianggap tabu, terutama jika harus diberikan
pada anak-anak atau usia remaja awal. Ada kekhawatiran normative
bahwa jika anak-anak dan remaja mendapat pendidikan seks, mereka
akan terjerumus ke dalam pergaulan bebas atau bahkan seks bebas.
Sebenarnya kekhawatiran seperti itu tidaklah perlu jika
pendidikan seks diberikan secara proporsional. Pendidikan seks yang
diberikan saat ini bukan untuk segera dilaksanakan, tetapi untuk bekal
28
mereka kelak, selain itu justru untuk menjaga dari kehidupan seks
bebas, penyimpangan seksual, memahami bahaya seks bebas. Agar
pendidikan seksual terjadi secara natural, yang terpenting adalah orang
tua memiliki visi dan misi yang sepaham antara suami dan istri, serta
berupaya untuk menerapkan dalam kehidupan anak sejak usia dini
sehingga menjadi suatu pembiasaan keseharian yang tidak sulit
dilaksanakan pada saat mereka memasuki usia pubertasnya. Karena
pada dasarnya proses belajar yang paling efektif adalah dengan proses
pengulangan sehingga menjadi pembiasaan yang tidak membebani.
Maraknya perilaku seksual pra nikah dikalangan remaja, menurut
seksolog Tobing yang dikutip oleh lestari dalam hasil kongresnya,
disebabkan oleh tiga hal, yaitu : berpacaran yang terlalu dalam, faktor
informasi, dan kurangnya penghayatan agama. Ahli lain, Boyke Nugraha
lebih menyoroti faktor pendidikan, keharmonisan keluarga dan media
massa.
Karena seksualitas merupakan bagian mendasar dari kepribadian
manusia, dikutip dari sumber kedua Bruess dan Greenberg (1981)
menyatakan beberapa hal yang penting untuk dipahami berkaitan dengan
pendidikan seksualitas, yakni :
a. Pendidikan seksualitas berarti memandang permasalahan dengan bijak
tidak hanya terpaku pada moralitas dan pemberitahuan.
29
b. Pendidikan seksualitas bersifat realistik mengingat setiap individu
pada dasarnya adalah makhluk seksual semenjak lahir hingga
meninggal.
c. Pendidikan seksualitas dimulai dari orang tua, karena orang tua adalah
pendidik seksualitas yang utama.
d. Rumah
adalah
sumber
berkesinambungan
dalam
pendidikan
seksualitas.
e. Pendidikan seksualitas secara non verbal sama pentingnya dengan
pendidikan seksualitas secara verbal.
f. Pendidikan seksualitas memberikan infomasi yang akurat.
g. Pendidikan seksualitas tidak sama dengan konseling (Lestari, 2002 :
209 – 210)
Pada International Conference of Sex Education and Family
Planing tahun 1962 dicapai kesepakatan bahwa tujuan dari pendidikan
seks adalah untuk menghasilkan manusia-manusia dewasa yang dapat
menjalankan kehidupan yang bahagia karena dapat menyesuaikan diri
dengan masyarakat dan lingkungannya, serta bertanggung jawab terhadap
dirinya dan terhadap orang lain.
Dalam pendidikan seks dapat dibedakan antara sex instruction dan
education in sexuality. Yang dimaksudkan dengan sex intruction adalah
penerangan mengenai anatomi dan biologi dari reproduksi, termasuk
pembinaan
keluarga
dan
metode-metode
kontrasepsi.
Sedangkan
education in sexuality meliputi bidang-bidang ethic, moral fisiologi,
30
ekonomi, dan pengetahun-pengetahuan lainnya yang dibutuhkan seseorang
untuk dapat memahami dirinya sendiri sebagai individu seksuil, serta
mengadakan hubungan interpersonal yang baik. Maka pada dasarnya
pendidikan seks itu meliputi bidang-bidang :
a. Biologi dan Fisiologi, yaitu mengenai fungsi reproduktif.
b. Ethic, yaitu menyangkut kebahagiaan orang itu sendiri.
c. Moral, yaitu mengenai hubungan dengan orang-orang lain, misalnya
dengan partnernya dan dengan anak-anaknya.
d. Sosiologi, yaitu mengenai pembentukan keluarga. (Sulistyo, 2000 : 19
– 20)
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode adalah cara kerja untuk dapat memahami obyek sasaran ilmu yang
bersangkutan (Koentjoroningrat, 1985 : 7). Adapun metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah :
A. Pendekatan
Untuk memperoleh pemahaman yang subtantif dan komprehensif
tentang permasalahan yang dikaji, penelitian ini menerapan pendekatan
kualitatif. Data kualitatif merupakan sumber data deskriptif yang luas dan
berlandasan kokoh, serta memuat penjelasan tentang proses-proses yang
terjadi dalam lingkungan setempat. Dengan data kualitatif kita dapat
mengikuti dan memahami alur peristiwa secara kronologis, menilai sebab
akibat dalam lingkup pikiran orang-orang setempat, dan memperoleh
penjelasan yang banyak dan bermanfaat. (Milles and .H. Michael Huberman,
1992 : 1)
Penelitian deskriptif ini melakukan analisis hanya sampai pada taraf
deskriptif, yaitu menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematik sehingga
dapat lebih mudah untuk dipahami dan disimpulkan. Simpulan yang diberikan
jelas atas dasar faktanya, sehingga semua dapat dikembalikan langsung pada
data yang diperoleh, karena langsung mencari data di tempat yang dijadikan
penelitian yaitu SMP dan SMALB Putera Mandiri Ungaran.
31
32
B. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian diskriptif kualitatif. Menurut
Bogdan dan Taylor (1975 : 5) mendefinisikan “metodologi kualitatif” sebagai
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Sejalan
dengan definisi tersebut, Kirk dan Miller (1986 : 9) mendefinisikan bahwa
penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang
secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam
kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam
bahasannya dan dalam peristilahannya. (Moleong, 1988 : 3)
Metode kualitatif ini digunakan karena beberapa pertimbangan.
Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan
dengan kenyataan ganda; Kedua, metode ini menyajikan secara langsung
hakikat peneliti dan responden, Ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapat
menyesuaikan diri dengan banyak penanaman pengaruh bersama terhadap
pola-pola nilai yang dihadapi. (Moleong, 1988 : 5)
Dan dengan data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan
bukan angka-angka. Hal ini disebabkan oleh adanya penerapan metode
kualitatif. Selain itu, semua yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi
kunci terhadap apa yang sudah diteliti. Dengan demikian, laporan penelitian
akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberikan gambaran penyajian
laporan tersebut. Data tersebut berasal dari naskah wawancara, catatan
lapangan, dokumen pribadi, catatan atau memo, dan dokumen resmi lainnya.
33
Pada penulisan laporan demikian, peneliti menganalisis data yang sangat kaya
dan sejauh mungkin dalam bentuk aslinya. Hal itu hendaknya dilakukan
seperti orang merajut, sehingga setiap bagian ditelaah satu demi satu.
Pertanyaan dengan kata tanya “mengapa”, “alasan apa”, dan “bagaimana
terjadinya” akan senantiasa dimanfaatkan oleh peneliti. Dengan demikian,
peneliti
tidak
memandang
bahwa
sesuatu
itu
memang
demikian
keadaannya. (Moleong, 1988 : 6)
C. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan mengambil salah satu sekolah yang
mendidik anak-anak yang berkebutuhan khusus, tepatnya di SLB Putera
Mandiri Ungaran, Kabupaten Semarang yang mendidik anak-anak yang
berkebutuhan khusus mulai dari TKLB sampai dengan SMALB. Akan tetapi
penelitian ini difokuskan untuk meneliti tingkat SMP dan SMALB Putera
Mandiri.
D. Informan Penelitian
Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan
informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian. Kegunaan
informan bagi peneliti ialah membantu agar secepatnya dan tetap seteliti
mungkin dapat membenamkan diri dalam konteks setempat terutama bagi
peneliti yang belum mengalami etnografi. (Lincoln dan Guba, 1985 : 258).
Disamping itu, pemanfaatan informan bagi peneliti adalah agar dalam waktu
34
yang relatif singkat banyak informasi yang terjangkau, jadi sebagai internal
sampling, karena informan dimanfaatkan untuk berbicara, bertukar pikiran,
atau membandingkan suatu kejadian yang ditemukan dari subyek lainnya
(Bogdan & Biklen, 1981 : 65). (Moleong, 1988 : 90)
Dan dalam wawancara ini menggunakan indikator pedoman interview
yaitu :
1. Instruksi seksual yang meliputi :
a. Biologi reproduksi
b. Alat-alat kontrasepsi
2. Pendidikan dalam seksualitas, yang meliputi moral dan nilai agama dalam
pendidikan seksulaitas.
Berikut ini matrik pedoman wawancara yang peneliti gunakan :
No
1
Tema Wawancara
Item Pertanyaan
Pola pendidikan tentang Terlampir
Ditujukan
Kepada
Ibu atau Bapak
seksual yang dilakukan
orang tua
2
Sumber-sumber informasi Terlampir
Anak
seksual
3
Bentuk-bentuk
perilaku Terlampir
Anak
seksual
Maka dengan ini peneliti mengambil beberapa informan yang perlu
diwawancarai untuk mencari informasi-informasi tentang perilaku seksual
remaja dengan keterbelakangan mental yaitu orang tua dan anak.
35
E. Alat Pengumpul Data
Dalam mengumpulkan data dalam penelitian ini digunakan beberapa
metode penelitian sebagai berikut :
1. Metode Observasi
Observasi adalah pengamatan, pencatatan dengan sistematik
fenomena-fenomena yang diselidiki, mengadakan pertimbangan dan
mengadakan penilaian. (Arikunto, 1998 : 234)
Metode observasi ini penulis gunakan untuk mengumpulkan data
tentang perilaku seksual remaja dengan keterbelakangan mental di SMP
dan SMALB Putera Mandiri Ungaran. Observasi ini dilakukan terhadap
berbagai hal yang berkaitan dengan masalah yang diteliti dengan
mengadakan pengamatan dan mendengarkan secara secermat mungkin
sampai pada sekecil-kecil sekalipun. Kegiatan informasi dilaksanakan
dengan cara formal dan informal untuk mengamati berbagai keadaan
sebagai peristiwa dan kegiatan yang terjadi. Observasi ini juga
dimaksudkan untuk dapat mengetahui adanya faktor yang berpengaruh,
baik faktor pendukung maupun faktor yang menghambat perilaku seksual
remaja dengan keterbelakangan mental di SMP dan SMALB Putera
Mandiri Ungaran.
2. Metode Interview
Interview adalah metode yang mencoba mendapatkan keterangan
secara lisan dari seorang responden dengan bercakap-cakap berhadapan
muka dengan orang itu atau sering disebut dengan wawancara atau
36
kuesioner lisan adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara
untuk memperoleh informasi dari si pewawancara. (Koentjoroningrat,
1985 : 129)
Menurut Moleong, percakapan ini dilakukan oleh dua pihak, yaitu
pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang
diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan
itu. (Lexy J. Moleong, 1988 : 135) Wawancara ini terutama dilakukan
dengan berbagai pihak yang telah dipilih sebagai informan dan sekaligus
sebagai sumber data yang ingin diungkapkan. Hal ini dimaksudkan untuk
menggali dan memperleh informasi yang lengkap dan lebih efektif atau
sesuai dengan sebenarnya. Wawancara ini tidak dilakukan dengan struktur
mengikat, tetapi dengan pertanyaan-pertanyaan yang memfokus, sehingga
informasi yang dikumpulkan cukup mendalam. Wawancara ini mampu
mengoreksi kejujuran informan untuk memberikan informasi yang
sebenarnya. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara interaktif
dengan tujuan untuk memperoleh gambaran
tentang perilaku seksual
siswa SMP dan SMALB Putera Mandiri Ungaran. Panduan wawancara
berisikan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh sumber peneliti atau
orang yang diwawancarai yang meliputi salah satu staff guru, siswa, orang
tua yang bersangkutan.
3. Metode Dokumentasi
Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang artinya barangbarang tertulis. Metode ini digunakan untuk mendapatkan data-data yang
37
berkaitan dengan gambaran-gambaran secara umum di SMP dan SMALB
Putera Mandiri Ungaran maupun dokumen atau arsip yang dimiliki oleh
sekolah SMP / SMALB Putera Mandiri sebagai lokasi dan obyek
penelitian. Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel
berupa catatan-catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti,
notulen rapat, agenda dan sebagainya. (Arikunto, 1998 : 236). Karena
penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif yang bersifat
natural setting, maka datanya dari manusia (human instrument).
F. Analisis Data
Dalam penelitian kualitatif menggunakan analisis data secara induktif.
Analisis induktif ini digunakan karena beberapa alasan, yaitu :
1. Proses induktif lebih dapat menemukan kenyataan-kenyataan ganda yang
terdapat dalam data.
2. Analisis induktif lebih dapat membuat hubungan peneliti dengan
responden menjadi eksplisit, data dikenal, dan akuntabel.
3. Lebih menguraikan latar belakang secara penuh dan dapat membuat
keputusan-keputusan tentang dapat-tidaknya pengalihan kepada suatu latar
lainnya.
4. Analisis induktif lebih dapat menemukan pengaruh bersama yang
mempertajam hubungan-hubungan.
5. Analisis demikian dapat memperhitungkan nilai-nilai secara eksplisit
sebagai bagian dari struktur analitik. (Moleong, 1988 : 5)
38
Dan dalam penelitian ini, setelah data terkumpul maka langkahlangkah selanjutnya adalah mengadakan analisis terhadap data yang diperoleh
untuk memberikan informasi lebih lanjut. Menurut Moleong yang mengutip
pendapat Patton bahwa analisis data dalam penelitian kualitatif adalah proses
mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori
dan suatu uraian dasar. Ia membedakannya dengan penafsiran yaitu pola
uraian dan mencari hubungan diantara dimensi-dimensi uraian. Dari rumusan
tersebut dapatlah kita menarik garis bahwa analisis data bermaksud pertamatama mengorganisasi data. Data yang terkumpul terdiri dari catatan lapangan
dan komentar peneliti, gambar, foto, dokumen berupa laporan, biografi, artikel
dan sebagainya. Pekerjaan analisis data dalam hal ini ialah mengatur,
mengurutkan, mengelompokkan, memberi kode dan mengkategorikannya
(Moleong, 1988 : 103)
Miles menganjurkan penggunaan langkah-langkah menganalisis data
yaitu : (Miles and Huberman, 1992 : 16 - 20)
1. Reduksi Data
Reduksi data merupakan kegiatan merangkum catatan-catatan
lapangan dengan memilih hal-hal pokok yang berhubungan dengan model
perilaku seksual remaja dengan keterbelakangan mental. Reduksi data ini
merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan,
mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data
dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan-kesimpulan finally dapat
ditarik dan diverifikasi.
39
Rangkuman catatan-catatan lapangan itu kemudian disusun secara
sistematis agar memberikan gambaran yang lebih luas serta mempermudah
pelacakan kembali apabila diperlukan.
2. Penyajian Data
Dengan melihat penyajian-penyajian kita akan dapat memahami
apa yang terjadi dan apa yang harus kita lakukan lebih jauh menganalisis
ataukah mengambil tindakan berdasarkan atas pemahaman yang didapati
dari penyajian-penyajian tersebut. Penyajian ini berguna untuk melihat
seluruh hasil penelitian, baik bentuk matrik maupun pengkodean. Dari
hasil penyajian data itulah selanjutnya peneliti dapat menarik kesimpulan
dan memverifikasi sehingga menjadi bermakna data.
3. Menarik Kesimpulan atau Verifikasi
Penarikan kesimpulan dalam pandangan kami hanyalah sebagian
dari suatu kegiatan konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan juga
diverifikasi selama penelitian berlangsung. Verifikasi itu mungkin
sesingkat pemikiran kembali yang melintas dalam pikiran penganalisis
selama ia menulis, suatu tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan,
atau mungkin menjadi begitu seksama dan makan tenaga dengan
peninjauan kembali serta tukar pikiran diantara teman sejawat untuk
mengembangkan kesepakatan intersubjektif.
Singkatnya, makna-makna yang muncul dari data harus diuji
kebenarannya, kekokohannya, yakni yang merupakan validitasnya untuk
menetapkan kesimpulan lebih grounded (beralasan) dan tidak lagi bersifat
40
tentative (coba-coba), maka verifikasi dilakukan sepanjang penelitian
langsung sejalan dengan member check, triangulasi, sehingga menjamin
signifikansi atau bermaknaan hasil penelitian.
Dalam hal ini penulis mencoba untuk menganalisis data-data yang
terkumpul tentang perilaku seksual remaja dengan keterbelakangan mental
di SMP dan SMALB Putera Mandiri Ungaran. Dalam menganalisis,
penulis berdasarkan data-data yang diperoleh dari salah satu staff guru,
siswa, orang tua dan siswa yang terkumpul melalui observasi, wawancara,
dan dokumentasi.
Sehubungan dengan penelitian ini, teknik yang diterapkan dalam
penelitian ini adalah analisis antara kasus dengan model analisis interaktif.
Model analisis interaktif terdiri dari tiga komponen, yaitu reduksi data,
penyajian data dan penarikan kesimpulan. Proses ini dilakukan dalam
bentuk interaktif dengan proses pengumpulan data sebagai suatu
siklus.
Siklus interaktif ini diharapkan untuk memperoleh pengertian yang
mendalam, komprehensif dan rinci mengenai suatu masalah sehingga
melahirkan pernyataan tersebut. Adapun kejelasan mengenai proses
analisis model interaktif tersebut di atas dapat digambarkan dalam bentuk
siklus sebagai berikut :
41
Pengumpulan
Data
Reduksi Data
Sajian Data
Penarikan Kesimpulan
Gb. 1 : Siklus Analis Data Kualitatif (Miler dan Huberman)
Penelitian ini bersifat spekulatif, karena segalanya diteliti di
lapangan. Selain itu cara menganalisisnya pun mengikuti pemikiran
kualitatif. Dalam pengertian di atas, analisis data kualitatif merupakan
upaya yang berlanjut, berulang-ulang dan terus menerus. Masalah reduksi
data, penyajian data dan penarikan kesimpulan menjadi gambaran
keberhasilan secara berurutan sebagai rangkaian kegiatan analisis yang
saling menyusul.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Profil SLB Putra Mandiri Ungaran
a. Sejarah Berdirinya SLB Putera Mandiri Ungaran
Sekolah luar biasa SMP LB dan SMA LB Putera Mandiri
Ungaran didirikan oleh Yayasan Putera Mandiri Ungaran, yang
beralamatkan di Jl. Kyai Sono 02, Genuk, Kec. Ungaran Barat, Kab.
Semarang pada tahun 2001.
Sejak pertama kali berdiri sekolah ini belum mempunyai
bangunan sendiri masih kontrak, Tepatnya di Jl. Mawar 02 Genuk,
Kec. Ungaran, Kab. Semarang. Dan status sekolah ini masih
berjenjang SMP LB dan SMA LB yang mendidik anak-anak yang
berkebutuhan khusus yaitu Tuna rungu wicara, Tuna grahita dan Tuna
daksa (SLB B, C,C1, D).
Mulai tahun 2009 ajaran baru sekolah ini berganti alamat,
karena sudah mempunyai gedung sendiri yang beralamatkan di Jl.
Tohjoyo RT 02 RW 01 Langensari, Kec. Ungaran Barat, Kab.
Semarang. Dan pada tahun ini pula yayasan ini mendirikan sekolah
yaitu jenjang TK LB dan SD LB.
Adapun Yayasan Putera Mandiri Ungaran ini mempunyai
batas-batas wilayah sebagai berikut :
42
43
Sebelah Utara
: Desa Babadan
Sebelah Selatan
: Desa Langen Sari
Sebelah Barat
: Desa Mujil
Sebelah Timur
: Desa Leyangan
b. Visi dan Misi Yayasan Putera Mandiri Ungaran
1) Visi
Terwujudnya pelayanan yang optimal bagi anak yang
berkebutuhan khusus agar mandiri dapat berperan serta dalam
kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
2) Misi
a) Memberikan
pelayanan
pendidikan
bagi
anak
yang
berkebutuhan khusus sesuai potensi yang dimilikinya
b) Meningkatkan mutu pendidikan bagi anak yang berkebutuhan
khusus
c) Memberikan bekal ketrampilan bagi anak yang berkebutuhan
khusus
d) Menanamkan dan mengamalkan keimanan serta budi pekerti
c. Tujuan Yayasan Putera Mandiri Ungaran
Tujuan
sekolah
ini
secara
umum
adalah
untuk
mengembangkan potensi siswa seoptimal mungkin agar siswa mandiri
dapat melanjudkan ke jenjang yang lebih tinggi.
Yayasan Putera Mandiri yang mendidik anak-anak yang
berkebutuhan khusus, mereka juga mempunyai prestasi yang bisa
44
dibanggakan. Adapun prestasi yang diperoleh dari sekolah ini yaitu :
juara porseni tingkat SMP LB Se-Kabupaten Semarang.
1) Bidang Akademik meliputi :
a) Juara III cerdas cermat MIPA
b) Juara II peragaan SIBI (Bahasa Isyarat bagi Tuna Rungu
Wicara)
2) Non Akademik meliputi :
a) Juara II menyanyi kelompok D putera
b) Juara II menyanyi kelompok C puteri
c) Juara II menyanyi kelompok C putera
d) Juara I menari pasangan putera
e) Juara II menari pasangan puteri
f) Juara II menari pasangan putera
g) Juara II tenis meja putera
h) Juara II baca puisi
i) Juara II melukis
j) Juara I mewarnai
k) Juara II catur
l) Juara II meniti balok
m) Juara III hantaran
n) Juara II bulu tangkis
45
TABEL 4.1
STRUKTUR ORGANISASI YAYASAN PUTERA MANDIRI
UNGARAN
PEMBINA
Pariyo S.H
KETUA YAYASAN
Asngari S.Pd
SEKRETARIS
Bambang
edyarso
KEPALA
SEKOLAH
Senty k. S. Kom
BENDAHARA
Ahmad H.S.S.Pd
SEKERTARIS
Puji rahayu S.E
BENDAHARA
Ketut. P
DEWAN GURU
Keterangan :
Yayasan Putera Mandiri ini didirikan oleh segenap orang-orang
yang telah berkecimpung di dunia pendidikan terutama di Pendidikan
Luar Biasa(PLB), terutama Selaku pembina yang mendirikan dua
46
yayasan PLB di Bergas dan Ambarawa dari tingkat TK LB sampai
SMA LB,beliau juga mendirikan SMK di Klaten. Dan ketua yayasan
ini merangkap sebagai kepala sekolah SLB Negeri Ungaran.
2. Profil Keluarga Responden / Subjek
Berikut adalah tabel karakteristik subyek penelitian :
Tabel 4.2
Profil Orang Tua
1
Ibu R / Bp. S
Jenis Pekerjaan
Orang Tua
Bapak
Ibu
Pegawai Ibu RT*)
2
Ibu N / Bp. T
Buruh
No
Nama Samaran
Orang Tua
Buruh
*)
Bapak
44 tahun
Ibu
42 tahun
Nama
Samaran
Anak
H
43 tahun
42 tahun
A
Usia
3
Ibu S / Bp. K
PNS
Ibu RT
47 tahun
43 tahun
A dan F
4
Bapak Z / Ibu M
Buruh
Buruh
43 tahun
40 tahun
D
Keterangan :
*) RT : Rumah Tangga
Tabel 4.3
Profil Anak
1
Nama
Samaran
Anak
H
L
24
Jenis
Ketunaan
atau Kelainan
Tuna grahita
2
A
L
23
Hidrocepalus
SMALB
III
3
A
P
21
Tuna grahita
SMALB
III
4
F
L
18
Tuna grahita
SMPLB
III
5
D
L
16
Tuna
rungu SMPLB
III
No
Jenis
Usia
Kelamin
wicara
Keterangan :
L : Laki-laki
P : Perempuan
Jenjang
Pendidikan
Kelas
SMALB
III
47
a. Keluarga R
Di dalam keluarga ini ibu R (42 tahun) pernah mengenyam
pendidikan sampai SMP. Dan menikah pada usia muda dengan
bapak S (44 tahun) seorang pegawai negeri sipil dengan lulusan
SMA. Ibu (R) merupakan sosok ibu rumah tangga yang berada di
kompleks perumahan pegawai. Kegiatan kebanyakan selalu
dilakukan di dalam kompleks. Keluar masuk kompleks harus ada
laporan perizinan.
Ibu (R) dan bapak (S) menikah di usia muda, mereka
mempunyai dua anak laki-laki yaitu H (24 tahun) sekolah di SLB
Putra Mandiri Ungaran dan I (14 tahun) sekolah di SMP
Muhammadiyah. Kedua anak tersebut sangatlah berbeda, (H)
mempunyai ketunaan dan (I) adiknya anak yang normal.
Ibu (R) menceritakan pernah menggugurkan kandungan
yang kandungan itu masih cukup muda. Ibu (R) melakukan hal itu
karena hamil di luar nikah, akan tetapi pengguguran dengan segala
cara tidak berhasil. Akhirnya ibu (R) membesarkan kandungannya.
Kandungan sudah membesar dan mau melahirkan, bapak (S) tidak
datang-datang untuk bertanggung jawab. Dan ibunya ibu (R) atau
yang disebut calon neneknya si bayi berkata ”ojo metu sik yo... sak
durunge bapakmu nikahi ibumu”, sambil mengelus-elus perut (R)
dengan perasaan sedih. Keesokan harinya bapak (S) datang dan
48
mau bertanggung jawab atas kehamilan ibu (R). Persaan bahagia,
terharu bercampur apa yang diinginkan keluarga (R) terkabul.
Pada akhirnya, bapak (S) bersedia bertanggung jawab
dengan menikahi ibu (R) dan secara kebetulan juga hari dimana
bapak (S) dan ibu (R) menikah, ibu (R) melahirkan. Dengan suka
cita dua keluarga menyambut baik kelahiran bayi itu dan memberi
nama (H).
Selang beberapa tahun, ibu (R) menyekolahkan (H) di TK,
anak itu masih bisa mengikuti kegiatan-kegiatan di sekolah umum
seperti belajar menyanyi, menggambar, sedangkan belajar menulis
dan membaca agak kurang. Akan tetapi ibu (R) menyangka anak
TK belum bisa membaca, menulis itu hal yang wajar.
Tetapi menginjak usia SD kekurangan (H) dirasakan ibu
(R) dengan sulitnya komunikasi, terlambatnya belajar yang tidak
bisa mengimbangi anak yang lain. Akhirnya ibu (R) berfikir
kenapa (H) sulit untuk belajar, menulis. Kemudian saya disarankan
menyekolahkan (H) di SLB. Pada tingkat SDLB (H) mengenyam
pendidikan di SLB Negeri. Di situlah (H) bisa beradaptasi dalam
kegiatan belajar yang diadakan sekolah itu.
Enam tahun sudah berlalu di jenjang SDLB setingkat
dengan SD umum, (H) melanjutkan lagi sampai jenjang SMPLB
sampai SMALB di Yayasan Putera Mandiri Ungaran.
49
Dengan tubuh yang tinggi besar seperti anak normal dia
tidak kelihatan kalau (H) sekolah di SLB yang menderita Tuna
Grahita ringan. Keluarga (R) selalu mencukupi kebutuhan anakanaknya. Rumah yang permanen dan luas lengkap dengan fasilitas
perabotan modern tersedia seperti televisi, tape, radio, meja kursi,
kendaraan dan sebagainya.
Dalam kegiatan-kegiatan keagamaan, anak-anak ibu (R)
selalu diikutsertakan seperti pengajian-pengajian agama Islam yang
diadakan di sekitar komplek. Ibu (R) sadar agama merupakan
pegangan atau pedoman untuk bekal hidup. Akan tetapi ibu (R)
tidak menyadari bahwa anak-anaknya sudah masuk pada usia
remaja, yang perlu pengetahuan pendidikan seksual.
Ketika peneliti bertanya kepada ibu (R) bagaimana anda
memberikan pengertian seksual pada anak? Ibu (R) Cuma
menjawab ”ya... saya cuma pesan, saiki kowe wis gede, seneng
karo cewek ra po-po tapi ojo kelewat bates yo.... nang”.
Dengan
adanya
hal
itu
bahwasannya
minimnya
pengetahuan tentang pendidikan seksual pada orang tua tidak
memungkinkan
diberikan
kepada
anak-anaknya,
apalagi
pengetahuan tentang alat kontrasepsi, dari mana bayi berasal,
mereka tidak memberikan pengetahuan itu. Ibu (R) menganggap
bahwa anak-anaknya tidak tahu apalagi (H) yang mempunyai
ketunaan.
50
Ketika pewawancara menanyai (H) tentang pengetahuan
dan penggunaan alat kontrasepsi (kodom) ”Apakah kamu
mengetahui kondom / alat kontrasepsi?”, dan ”Apakah kamu
pernah menggunakannya?” (H) menjawab iya.... sekarang tidak
karena nggak enak (tidak nyaman)
Ironisnya
dari
beberapa
pertanyaan
dilontarkan
pewawancara menemukan bahwa (H) bukan hanya mengenal,
menggunakan alat kontrasepsi yang berupa kondom, akan tetapi
(H) sering juga ke tempat lokalisasi, karena (H) menganggap
mumpung belum nikah dan lajang. (H) mengetahui hal-hal seperti
itu bukan hanya melihat dari media HP dan gambar akan tetapi
ketika (H) diajak teman-teman pergaulan yang anak normal , selalu
melihat apa yamg dilakukan oleh temannya. Dengan hal itu (H)
menirukan apa yang dilakukan temannya.
(H) selalu pergi ke tempat lokalisasi setiap seminggu sekali
dengan uang yang selalu diberikan orang tua dan hasil kerja
mencuci anjing habis sekolah. (H) selalu menyewa perempuan
panggilan untuk memuaskan hasrat nafsunya dengan
tarif Rp.
35.000 sampai Rp. 50.000 per jam. (H) juga mengaku sebelum
melakukan hubungan selalu meminum jamu urat madu. Semua ini
ia dapat karena adanya pergaulan bebas tanpa ada pengawasan dari
orang tua.
51
Ketidaktahuannya orang tua kalau anaknya melakukan halhal yang tidak diperbolehkan karena adanya kurangnya komunikasi
orang tua terhadap anak, kurangnya pengetahuan tentang
pendidikan seksual dan kurangnya perhatian dan pengawasan yang
dilakukan oleh orang tua terhadap anak
b. Keluarga N
Ibu N (42 tahun) adalah seorang ibu yang bekerja sebagai
buruh pabrik tekstil di kawasan industri Semarang dan suaminya Y
(43 tahun) bekerja juga sebagai buruh serabutan yang tidak jelas
penghasilannya. Mereka mempunyai anak semata wayang yang
bernama A (23 tahun), akan tetapi semenjak lahir (A) sudah
mengalami kelainan pembesaran pada kepalanya (hedrocepalus).
(A) dibesarkan oleh orang tua yang berpenghasilan sebagai buruh,
yang mempunyai tempat tinggal atau rumah yang tidak begitu luas,
akan tetapi cukup lengkap dengan perabotan-perabotan dan alat
elektronik seperti televisi lengkap dengan player, radio, tape. Sejak
kecil (A) sudah sering sakit-sakitan, ibu (N) dan suaminya bekerja
keras untuk menghidupi (A), akan tetapi ibu (N) dan suaminya
tidak mengira kalau anaknya (A) juga mengalami cacat pada kaki
kanannya yang mengakibatkan (A) berjalan pincang.
Setelah beberapa tahun ibu (N) menyekolahkan (A) ke
sekolah SD umum, akan tetapi (A) tidak bisa mengikuti pelajaran
dengan baik. Kemudian ibu (N) dan suaminya menyekolahkan
52
anaknya di SLB Semarang. Pada tingkatan SMPLB dan SMALB
(A) melanjutkan jenjang pendidikan di SLB Putra Mandiri
Ungaran.
(A) disekolahnya cukup aktif selalu mengikuti aktivitas
yang dilakukan oleh sekolah. (A) juga cukup cerdas dalam
pelajaran, ia selalu tidak mau dikalahkan teman-teman sekelasnya
dalam urusan nilai pelajaran. Dalam hal olah raga, (A suka bermain
tenis meja, akan tetapi (A) mengerti kalau ia cukup sulit dalam
berlari mengejar bola karena kecacatan pada kakinya.
(A) mengenal pacaran pada jenjang SMPLB dengan
seorang cewek tuna grahita ringan, sebut saja (B) seorang gadis
yang pandai menyanyi.
(A) dan (B) sama-sama menyukai seni musik terutama
menyanyi. Selain (A) bisa menyanyi, dia suka memainkan alat
musik organ. Keduanya setiap ada kegiatan sekolah SLB mereka
saling berkolaborasi, (B) menyanyi dan (A) mengiringinya dengan
musik organ
Walaupun (A) mempunyai kelainan, ia tidak patah
semangat dalam mencari bakatnya yang bisa dibanggakan. Ketika
(A) ditanya oleh pewawancara ”Apa yang kamu lakukan ketika
bersama pacar kamu?” (A) menjawab ”pegangan tangan”.
53
Pegangan tangan merupakan tahap-tahap perilaku seksual,
akan tetapi orang tua (A) tidak begitu tahu anaknya, karena ibu (N)
jarang di rumah kerja pagi pulang sore, setiap hari.
Dalam wawancara (A) mengaku pernah melihat video
porno
dari
teman-temannya
termasuk
dari
(H)
teman
sekelasnya, selain itu (A) pernah melihat gambar porno melalui
internet, karena (A) bisa membuka internet.
c. Keluarga S
Ibu S (43 tahun) ibu rumah tangga yang mempunyai tiga
anak yaitu dua perempuan dan satu laki-laki/ dam suaminya ibu (S)
seorang pegawai di perusahaan PLN yaitu bapak K (47 tahun).
Anak pertamanya R (24 tahun) seoarang perempuan sudah
menikah dan kini sudah mempunyai putra laki-laki. Ibu S pernah
bercerita dulu anak pertamanya dalam belajar di sekolah juga
terlambat dalam mengikuti pelajaran disekolah, tetapi masih
diterima di sekolah umum. Sedangkan anak kedua yaitu A (21
tahun) perempuan mulai tingkat SD sudah di sekolahkan pada
sekolah khusus begitu juga dengan F (16 tahun) laki-laki.
(A) sekarang di kelas III SMALB Putra Mandiri, ia bisa
mengikuti kegiatan belajar di dalam kelas dengan baik. Dalam hal
membaca menulis cukup baik, akan tetapi untuk menjawab soal
pelajaran pada tingkatan SLB masih kurang. (A) selalu diajarkan
oleh orang tuanya masalah agama Islam, terutama dalam menutupi
54
aurat. (A) selalu memakai jilbab baik dalam keseharian di rumah
ataupun berangkat sekolah.
Sedangkan F (16 tahun), laki-laki, duduk di kelas III
SMPLB Putra Mandiri. (F) ini mempunyai perawakan tubuh yang
besar akan tetapi ia mempunyai sifat penakut dan malu atau dalam
bahasa Jawa isinan. Setiap diajak bicara selalu bilang emmoh, isin
aku sambil menundukkan kepala sambil senyam-senyum.
Walaupun sudah kelas III SMPLB yang sebentar lagi akan
Ujian Nasional (F) belum bisa mengenal baik huruf-huruf abjad
ataupun mengenal angka. (F) Cuma bisa menjiplak tulisan dalam
mencatat. Ia tidak bisa membaca. Ketika tes atau ulangan harian
(F) Cuma bisa menyilang jawaban apa yang dibacakan oleh
gurunya.
(A) dan (F) adalah sama-sama anak yang mengalami
retardasi mental, keduanya tuna grahita. Keluarga ibu (S) dan
suaminya membesarkan anak-anaknya dengan fasilitas rumah luas,
rapi, dan lengkap dengan fasilitas isi rumah perabot-perabot rumah
tangga, barang-barang elektronik seperti televisi, tape, radio, VCD
player, kulkas dan lain-lainnya termasuk sepeda motor dan mobil.
Keluarga ibu (S) hidup di daerah perumahan yang dekat
dengan tempat anak-anak mengaji. Setiap sore (A) dan (F) selalu
diikutsertakan dalam belajar mengaji. Walaupun (F) tidak bisa
membaca seperti kakaknya, (F) bisa mendengarkan dan cukup bisa
55
menghafal surat-surat pendek seperti surat Al-Fatihah, An-Nass,
Al-Ikhlas, Al-Falaq.
(A) merupakan perempuan yang tegolong pendiam, santun
dibanding (F) yang selengekan, suka menggoda cewek-cewek yang
dari sekolahan SMP umum. Ketika bertemu atau berpapasan
dengan cewek SMP yang bukan dari SLB selalu menunjukkan
responnya dengan menyuit-nyuit sambil senyum-senyum.
d. Keluarga Bapak Z
Bapak Z (43 tahun) dengan istrinya M (40 tahun)
mempunyai dua anak laki-laki. Anak yang pertama baru duduk di
kelas II SMA, sedangkan anak kedua D (16 tahun) yang bersekolah
di SLB Putra Mandiri yang sekarang duduk di kelas III SMPLB.
Anak kedua bapak (Z) sudah sejak bayi tidak bisa menangis
dengan keras yang mengakibatkan (D) tidak bisa berbicara dan
tidak bisa mendengarkan respon-respon dari orang tuanya seperti
mendengarkan tepukan kedua tangan dari orang tuanya.
Bapak (Z) tinggal di rumah yang kecil dan cukup dengan
perabotan-perabotan rumah tangga dan barang elektronik seperti
televisi, tape. Dan keluarga bapak (Z) bekerja sebagai buruh pabrik
kayu, istrinya bekerja di pabrik tekstil. Mereka berdua menghidupi
keluarga dengan bekerja keras.
Akan tetapi keluarganya bapak (Z) sangat bingung dengan
(D) anak keduanya. Mereka tidak mengerti apa-apa yang
56
diinginkan (D). Kalau kemauannya tidak dituruti, (D) mengamukngamuk. Dengan di sekolahkannya di SLB, orang tuanya berharap
anaknya (D) bisa belajar bahasa isyarat dan menulis dengan baik
supaya anaknya mempunyai keinginan bisa ditulis.
Bapak (Z) menyadari kekurangan (D) anak keduanya, maka
bapak (Z) selalu memanjakan (D), kalau minta uang selalu dituruti
terus. Akan tetapi lama-kelamaan (D) sulit diatur, selalu nongkrong
di pinggir jalan dengan anak-anak punk jalanan yang tidak jelas.
Bapak (Z) pernah menemukan gambar-gambar porno di
kamar (D),dan ketika mengetahui gambar tersebut, bapak (Z)
langsung membuangnya. Karena kalau (D) dimarahi ia tidak nurut
malah sebaliknya mengamuk dengan membanting barang-barang
di sekitar rumah.
Dan dalam wawancara yang peneliti lakukan pernah
menanyakan kepada (D) bahwa ia mengaku sudah mempunyai
pacar perempuan yang bernama (N). Ia juga mengalami ketunaan
tidak bisa berbicara dan mendengar. Dari informasi salah satu guru
SLB, (D) pernah melakukan sodomi dengan anak kecil di
lingkungan sekolah. Akan tetapi orang tua (D) tidak mengetahui
karena setiap dipanggil untuk ke sekolahan orang tuanya selalu
tidak datang. Kemungkinan orang tua (D) sudah bosan, jenuh
dengan kenakalan (D).
57
B. Pembahasan
1. Pola Pendidikan Seksual yang Dilakukan Orang Tua
Pola tingkah laku, fikiran, dan sugesti ayah ibu dapat mencetak
pola yang hampir sama pada anggota-anggota keluarga lainnya. Oleh
karena itu tradisi, kebiasaan sehari-hari, sikap hidup, cara berfikir, dan
filsafat hidup keluarga itu sangat besar pengaruhnya dalam proses
membentuk tingkah laku dan sikap keluarga, terutama anak-anak,
khususnya oleh anak-anak puber dan adolesens yang jiwanya belum stabil,
dan tengah mengalami banyak gejolak batin.
Kualitas rumah tangga atau kehidupan keluarga, jelas memainkan
peranan penting sekali dalam membentuk kepribadian anak menuju pada
keseimbangan batin dan kesehatan mental anak. Anak-anak yang kurang
mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua itu selalu merasa
tidak aman, dan merasa kehilangan tempat berpijak atau tempat
berlindung. Mereka sangat sengsara di hati, sedih, malu. Dan kemudian
mereka akan mengembangkan reaksi kompensatoris berbentuk dendam
dan sikap permusuhan dunia luar. Anak-anak ini mulai ”menghilang” dari
rumah, lebih suka bergentayangan di luar lingkungan keluarga sendiri, dan
mencari keseimbangan hidup yang imajiner di tempat-tempat lain. Dalam
keputus-asaan mereka ada yang bermaksud mulai berbohong, mencuri,
bahkan melakukan relasi seks bebas. (Kartono dan Andari, 1989 : 167 –
169).
58
Dalam penelitian ini juga, peneliti menemukan hal bahwa anak
yang mengalami retardasi mental dalam kehidupan keluarganya orang
tuanya memanjakan anaknya dengan memberikan uang tanpa adanya
pengawasan mengakibatkan anak tersebut tidak terkontrol. Mereka
melakukan tindakan-tindakan yang dilarang seperti melakukan seks
bebas.
Pendidikan seksual yang dilakukan orang pada umumnya merasa
bahwa mereka tidak mampu memberikan informasi tentang pengetahuan
seksual dengan baik. Para orang tua lebih suka anaknya bertanya dulu
dibanding mereka memberikan informasi pengetahuan tentang seksual.
Dan dalam hasil penelitian ini melalui wawancara antara ibu yang
mempunyai anak remaja yang mengalami keterbelakangan mental, para
orang tua khususnya ibu mengalami kesulitan dalam membicarakan topik
seksualitas kepada anak-anaknya. Mereka sering tidak memperhatikan
perilaku atau pergaulan anak-anaknya yang mempunyai keterbelakangan
mental. Para orang tua justru malah tidak memperhatikan mereka,
menganggap anak-anaknya yang mempunyai keterbelakangan mental
tidak tahu tentang seksualitas, padahal anak-anaknya mengetahui hal
itu.
Di sisi lain sikap mentabukan seks oleh orang tua kepada anakanaknya membuat anak berpaling ke sumber-sumber lain yang tidak
akurat, khususnya teman. (Sarwono, 1989 : 156).
59
Maka dengan hal ini para orang tua tidak mau terbuka dan berterus
terang kepada anak-anaknya tentang seks. Mereka takut kalau anak-anak
itu jadi ikut-ikutan mau melakukan seks sebelum waktunya (sebelum
menikah). Seks kemudian menjadi tabu untuk dibicarakan walaupun antara
anak dengan orang tua.
Maka dengan hal ini salah satu cara untuk mengurangi atau
mencegah dampak-dampak negatif yang tidak diharapkan ada beberapa
pandangan, yaitu :
a. Pihak yang tidak setuju (kontra) dengan pendidikan seksual, karena
dikhawatirkan dengan pendidikan seks anak-anak yang belum saatnya
tahu dan karena dorongan keingin tahuan yang besar pada remaja,
mereka ingin mencobanya.
b. Pihak yang setuju (pro) pendidikan seks antara lain oleh Zalnik dan
Kim (1982) yang menyatakan bahwa remaja yang mendapat
pendidikan seks tidak cenderung melakukan hubungan seks tetapi
remaja yang belum mendapatkan pendidikan seks cenderung lebih
banyak melakukan (Sarwono, 1989 : 183 – 184).
Para ahli sependapat bahwa pendidikan seks sudah dimulai sejak
seorang bayi lahir, yaitu dengan adanya hubungan pertama antara anak dan
orang tuanya (Sulistyo, 2000 : 20).
Dalam pembahasan ini perlunya pendidikan seks bagi remaja yang
diberikan oleh orang tua sendiri, pendidikan seks adalah pendidikan yang
berhubungan dengan perubahan fisik dan biologis yang dialami oleh anak.
60
Perubahan-perubahan baik bersifat organis dan psikis membangkitkan
pada si puber perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran yang penuh dengan
tanda tanya. Dan dalam menghadapi problema ini mereka memerlukan
bantuan, orang tua memberikan pengertian kepada mereka harus dapat
menerima, memelihara dan menghormati keadaan tubuh mereka, dan
bahwa perubahan-perubahan ini dapat menyebabkan adanya sex-impulses,
suatu ”dorongan dari dalam” yang belum pernah mereka alami
sebelumnya.
Orang tua mengemukakan secara rahasia (confidential) bahwa
mereka mengakui adanya sex-impulses itu. Akan tetapi mereka para orang
tua harus menasehati anak untuk belajar menguasai diri, karena
kematangan seksual ini tidak bersamaan munculnya dengan kemampuan
ekonomis anak dan kesiapan untuk menerima tugas sebagai orang tua.
Orang tua harus menunjukkan betapa besar keprihatinan mereka, justru
karena merasakan betapa beratnya usaha untuk menguasai diri.
Sekalipun demikian anak harus mengendalikan diri, karena
masyarakat dan kebudayaan. Jika pendidikan seksual atau penerangan
tentang seksual diberikan dengan tenang dan secara terus-menerus pada
waktu yang tepat, mungkin putra-putri khususnya para remaja akan
berusaha keras untuk memenuhi harapan orang tua.
Pandangan tentang seks dan tingkah laku para remaja, tergantung
pada cara bagaimana orang tua membesarkan anak-anaknya, pada
pendidikan agama mereka peroleh, dan norma-norma hidup yang diakui
61
dan ditaati oleh orang-orang yang merupakan teman-teman mereka
bergaul (Ahmadi dan Sholeh, 2005 : 142).
Tujuan pendidikan seks bukanlah mengisi pikiran-pikiran para
remaja dengan pengetahuan seks serta perincinya tentang hak dan
kewajiban suami istri. Namun, tujuan ini diarahkan pada pemahaman
kesiapan para remaja mengatasi kesulitan yang pelik dalam hidup mereka.
Artinya membekali kaum remaja dengan pengetahuan seks, pengarahan
pada makna cinta luhur dan mengetahui kebiasaan yang benar serta
bermanfaat.
Dengan kata lain kita meyakinkan anak bahwa setiap anggota
badannya mempunyai tujuan, dan bahwasannya tidak ada perbedaan antara
satu anggota dengan lainnya. Membekali pemuda dengan pengetahuan
seks, misalnya bermimpi pada anak laki-laki dan haid pada anak
perempuan.
Kebanyakan orang tua menganggap penting pendidikan seks pada
anak-anak
mereka, belahan hati mereka tetapi kepentingan ini hanya
teoritis saja, tidak dibarengi dengan tindakan praktis.
Mereka mengemukakan alasan mengenai tidak adanya tanggapan
terhadap pendidikan seks dengan hal-hal bahwa mereka mengira mengajak
anak membicarakan tentang seks akan menghilangkan kewibawaan orang
tua dan membingungkan bagi orang tua yang malu mengungkapkan
persoalan-persoalan seksual.
62
Keadaan ini justru akan mendatangkan kerusakan pada anak dan
mendorongnya untuk mencoba. Sebenarnya mendidik anak tentang
masalah seks tidak akan mendatangkan kerusakan jika dibarengi dengan
pengarahan dalam pemahaman.
Dorongan atau hasrat untuk melakukan hubungan seksual selalu
muncul pada remaja, oleh karena itu bila tidak ada penyaluran yang sesuai
seperti menikah, maka harus dilakukan usaha untuk memberi pengertian
dan pengetahuan mengenai hal tersebut. Oleh karena itu pendidikan
seksual itu penting.
Pendidikan seksual merupakan suatu informasi mengenai persoalan
seksualitas manusia yang jelas dan benar, yang meliputi proses terjadinya
pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual, hubungan
seksual, dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan.
Masalah pendidikan seksual yang diberikan sepatutnya berkaitan dengan
norma-norma yang berlaku di masyarakat, apa yang dilarang, apa yang
dilazimkan dan bagaimana melakukannya tanpa melanggar aturan-aturan
yang berlaku di masyarakat.
Dengan pendidikan seksual ini diharapkan dapat menolong anak
untuk menghadapi masalah hidup yang bersumber pada dorongan seksual.
Dan idealnya pendidikan seksual ini diberikan pertama kali oleh orangtua
di rumah, mengingat yang paling tahu keadaan anak adalah orangtuanya
sendiri. Caranya adalah dengan cara penyampaian yang wajar dan
sederhana, jangan terlihat ragu-ragu atau malu.
63
Ada beberapa pola yang harus dilakukan oleh orang tua dalam
mengasuh, mendidik anak-anaknya yaitu dengan cara :
a. Pola Asuh Demokratis
Yaitu pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak tetapi
tidak ragu untuk mengendalikan mereka. Pola asuh seperti ini kasih
sayangnya cenderung stabil atau pola asuh bersikap rasional. Orang tua
mendasarkan tindakannya pada rasio mereka bersikap realistis
terhadap kemampuan anak dan tidak berharap berlebihan. Hasilnya
anak anak menjadi mandiri, mudah bergaul, mampu menghadapi stres,
berminat terhadap hal itu dan bisa bekerjasama dengan orang lain,
b. Pola Asuh Otoriter
Yang menetapkan standar mutlak yang harus dituruti
kadangkala disertai dengan ancaman, misalnya kalau tidak mau
makan, tidak akan diajak bicara atau bahkan dicubit. Orangtua seperti
itu akan membuat anak tidak percaya diri, penakut, pendiam, tertutup,
tidak
berinisiatif, gemar
menentang, suka
melanggar norma,
kepribadian lemah dan seringkali menarik diri dari lingkungan
sosialnya.
c.
Pola Asuh Permisif atau Pemanja
Tipe ini kerap memberikan pengawasan yang sangat longgar.
Memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa
pengawasan yang cukup darinya. Cenderung tidak menegur atau
memperingatkan anak. Orang tua tipe ini memberikan kasih sayang
64
berlebihan karakter anak menjadi impulsif, tidak patuh, manja, kurang
mandiri, mau menang sendiri, kurang percaya diri dan kurang matang
secara sosial.
Selain pola asuh orang tua, komunikasi tentang seks yang baik
perlu dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya yaitu dengan :
a. Mengajarkan tentang pendidikan seks sejak dini. Seperti saat mulai
mengajari ”ini hidung”, ” atau ini mulut”, maka pada saat itulah
mengajari anak tentang alat produksi dengan bahasa yang baik.
b. Memanfaatkan aktivitas sehari-hari, misalnya, bermain, menonton
televisi ketika ada tayangan kasus perkosaan. Anak diberitahu bahwa
hal yang demikian itu tidak boleh dilakukan.
c. Memahami pola berfikir tentang pendidikan seks. Bahwa makna
pendidikan seks itu luas, tidak hanya masalah jenis kelamin dan
hubungan seksual. Akan tetapi didalamnya ada perkembangan manusia
(termasuk anatomi dan fisiologi organ tubuh, terutama organ
reproduksi), hubungan antar manusia (antar keluarga teman, pacar, dan
perkawinan), kemampuan personal (termasuk didalamnya tentang nilai
dan pengambilan keputusan), kesehatan seksual (meliputi alat
kontrasepsi, aborsi, kekerasan seksual), serta budaya dan masyarakat
(jender, seksualitas, dan agama).
d. Memahami pemikiran dan perasaan anak, sehingga anak akan
membuka diri, percaya dan mudah diajak kerjasama.
65
e. Orang tua jangan suka menceramahi, karena pada umumnya anak tidak
suka diceramahi.
f. Menggunakan istilah yang tepat sesuai dengan usianya. Sehingga anak
tidak merasa sungkan menanggapi pembicaraan.
g. Mengunakan pendekatan agama. Karena dengan nilai-nilai agama anak
bisa mempraktekkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. (Http
: // koran anak indonesia. wordpress. Com / 2009 / 11 /13/ Pendidikan
Seksual- bagi remaja.)
Dengan demikian pendidikan seks yang paling obyektif ialah
didapatkan dari orang tua dan dapat lebih ditekankan di sekolah dengan
mengajarkan kejujuran dan tanggung jawab.
Akan tetapi dalam kasus ini kebanyakan orang tua bersifat permisif
karena orang tua tidak tahu apa yang seharusnya dilakukan terhadap anakanaknya, sehingga mereka menyerahkan begitu saja pengasuhan anak
kepada masyarakat dan media massa yang ada. Dan disisi lain Penafsiran
ketidak berdayaan orang tua dalam memberikan pengetahuan tentang
pendidikan seksual yang paling dominan.
Seperti dalam kasus keluarga R yang tidak mengetahui bahwa
anaknya H mengetahui alat kontrasepsi, sering ketempat lokalisasi dengan
menyewa permpuan panggilan (PSK). Ketidaktahuan orang tua membuat
H semakin leluasa melakuan perbuatan sek bebas.
Dorongan atau hasrat untuk melakukan hubungan seksual selalu
muncul pada remaja, oleh karena itu bila tidak ada penyaluran yang sesuai
66
seperti menikah, maka harus dilakukan usaha untuk memberi pengertian
dan pengetahuan mengenai hal tersebut. Oleh karena itu pendidikan
seksual itu penting.
Pendidikan seksual merupakan suatu informasi mengenai persoalan
seksualitas manusia yang jelas dan benar, yang meliputi proses terjadinya
pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual, hubungan
seksual, dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan.
Masalah pendidikan seksual yang diberikan sepatutnya berkaitan dengan
norma-norma yang berlaku di masyarakat, apa yang dilarang, apa yang
dilazimkan dan bagaimana melakukannya tanpa melanggar aturan-aturan
yang berlaku di masyarakat.
Dengan pendidikan seksual ini diharapkan dapat menolong mudamudi untuk menghadapi masalah hidup yang bersumber pada dorongan
seksual. Dan idealnya pendidikan seksual ini diberikan pertama kali oleh
orangtua di rumah, mengingat yang paling tahu keadaan anak adalah
orangtuanya sendiri. Caranya adalah dengan cara penyampaian yang wajar
dan sederhana, jangan terlihat ragu-ragu atau malu.
Dorongan atau hasrat untuk melakukan hubungan seksual selalu
muncul pada remaja, oleh karena itu bila tidak ada penyaluran yang sesuai
seperti menikah, maka harus dilakukan usaha untuk memberi pengertian
dan pengetahuan mengenai hal tersebut. Oleh karena itu pendidikan
seksual itu penting.
67
Pendidikan seksual merupakan suatu informasi mengenai persoalan
seksualitas manusia yang jelas dan benar, yang meliputi proses terjadinya
pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual, hubungan
seksual, dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan.
Masalah pendidikan seksual yang diberikan sepatutnya berkaitan dengan
norma-norma yang berlaku di masyarakat, apa yang dilarang, apa yang
dilazimkan dan bagaimana melakukannya tanpa melanggar aturan-aturan
yang berlaku di masyarakat.
Dengan pendidikan seksual ini diharapkan dapat menolong para
remaja untuk menghadapi masalah hidup yang bersumber pada dorongan
seksual. Dan idealnya pendidikan seksual ini diberikan pertama kali oleh
orangtua di rumah, mengingat yang paling tahu keadaan anak adalah
orangtuanya sendiri. Caranya adalah dengan cara penyampaian yang wajar
dan sederhana, jangan terlihat ragu-ragu atau malu.
Maka dengan hal ini tanggung jawab pendidikan seks seharusnya
tidak dilimpahkan kepada orang yang khusus, tetapi untuk lebih bagusnya
tanggung jawab ini juga harus dipikul oleh kedua orang tua dan guru.
(Zurayk, 1994 : 112 – 114).
2. Sumber-sumber Informasi Seksual
Di zaman modern seperti sekarang sudah terdapat beragam media
informasi yang disediakan, seperti media TV, HP, Internet yang tidak
lagi orang bersusah payah mencari informasi apa yang kita perlukan,
68
karena informasi itu sendiri bergerak datang memasuki relung-relung
kehidupan.
Sejak masa kanak-kanak sampai remaja, individu terpengaruh oleh
media massa, misalnya cerita mengenai kepahlawanan, sehingga remaja
terbiasa terhadap sesuatu yang ”happy endingnya” meskipun menghadapi
rintangan-rintangan yang tak memungkinkan mencapai tujuan yang
diinginkan. Penyajian cerita melalui televisi bahwa cerita itu sungguhsungguh terjadi dalam kehidupan nyata. Media massa lebih mempengaruhi
pada tujuan yang jauh kerepan dari pada segera, sehigga remaja bercitacita setinggi mungkin karena merasa bahwa selalu ada kemungkinan
dimana sesuatu akan terjadi yang memberi kesempatan pada mereka
mencapai hasil. (Gunarsa dan Singgih, 1995 : 252)
Salah satu informasi yang berdampak demoralisasi yang banyak
dipaparkan oleh media masa adalah berkaitan dengan seks, khususnya
aktivitas seksual. Di dalam sumber-sumber informasi seperti film, video,
majalah, buku dan internet yang cenderung menstimulasi dan merangsang
dari pada mendidik. Kehadiran informasi semacam ini ibarat air penebus
dahaga bagi para remaja yang sudah dari sononya punya rasa ingin tahu
besar tentang seksualitas, yang tidak memperoleh informasi mengenai hal
itu secara memadai dari lingkungan keluarga (Lestari, 2002 : 208).
69
Tabel 4.4
Sumber-sumber informasi seksual yang diperoleh remaja
No
Sumber-sumber informasi
Subjek
1
Televisi
Semua subjek anak
2
Video pada handphone (Hp)
H dan N
3
Internet
A
4
Gambar-gambar, buku, majalah porno
H, A,dan D
5
Tempat-tempat hiburan seperti tempat H
lokalisasi
6
Teman-teman pergaulan
Keterangan
H,N, dan D
: Kebanyakan sumber-sumber informasi seksual yang
sangat berperan penting yang diperoleh oleh anak dari
teman sebaya, pergaulan dan sekolah.
Pemanfaatan media massa khususnya Televisi dan media cetak
mestinya lebih banyak atau dapat dimanfaatkan untuk progan-progam
pendidikan, namun kenyataan media massa tersebut lebih banyak
didominasi oleh tayangan dan gambar tentang kekerasan, mudahnya
memperoleh gambar-gambar pornografi. Gencarnya tayangan dan gambar
serta berita seperti itu akan mempengaruhi dan membentuk opini dan sikap
masyarakat, khususnya anak-anak dan generasi muda kearah sikap dan
perilaku kontra produktif (Prawiradilaga dan Siregar, 2004 : 227)
Bergesernya tatanan masyarakat itu menurut Allan Schneiberg
disebabkan oleh teknologi itu sendiri pada hakikatnya mengandung sifat
70
menimbulkan masalah pada lingkungan jika digunakan secara meluas.
Masyarakat tidak dapat
mengubah dirinya dengan
cepat untuk
mengimbangi dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh teknologi
(Sarwono, 1989 : 103).
Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat
penting dalam pembentukan hubungan baru yang lebih matang dengan
lawan jenis. Padahal pada masa remaja informasi tentang masalah seksual
sudah seharusnya mulai diberikan, agar remaja tidak mencari informasi
dari orang lain atau dari sumber-sumber yang tidak jelas atau bahkan
keliru sama sekali. Pemberian informasi masalah seksual menjadi penting
terlebih lagi mengingat remaja berada dalam potensi seksual yang aktif,
karena berkaitan dengan dorongan seksual yang dipengaruhi hormon dan
sering tidak memiliki informasi yang cukup mengenai aktivitas seksual
mereka sendiri. Tentu saja hal tersebut akan sangat berbahaya bagi
perkembangan jiwa remaja bila ia tidak memiliki pengetahuan dan
informasi yang tepat. Fakta menunjukkan bahwa sebagian besar remaja
kita tidak mengetahui dampak dari perilaku seksual yang mereka lakukan,
seringkali remaja sangat tidak matang untuk melakukan hubungan seksual
terlebih
lagi jika harus menanggung resiko dari hubungan seksual
tersebut.
Karena meningkatnya minat remaja pada masalah seksual dan
sedang berada dalam potensi seksual yang aktif, maka remaja berusaha
mencari berbagai informasi mengenai hal tersebut. Dari sumber informasi
71
yang berhasil mereka dapatkan, pada umumnya hanya sedikit remaja yang
mendapatkan seluk beluk seksual dari orang tuanya. Oleh karena itu
remaja mencari atau mendapatkan dari berbagai sumber informasi yang
mungkin dapat diperoleh, misalnya seperti di sekolah atau perguruan
tinggi, membahas dengan teman-teman, buku-buku tentang seks, media
massa atau internet.
Masa remaja adalah masa yang penuh gejolak, masa yang penuh
dengan berbagai pengenalan dan petualangan akan hal-hal yang baru
sebagai bekal untuk mengisi kehidupan mereka kelak. Disaat remajalah
proses menjadi manusia dewasa berlangsung. Pengalaman manis, pahit,
sedih, gembira, lucu bahkan menyakitkan mungkin akan dialami dalam
rangka mencari jati diri. Sayangnya, banyak diantara mereka yang tidak
sadar bahwa beberapa pengalaman yang tampaknya menyenangkan justru
dapat menjerumuskan.
Rasa ingin tahu dari para remaja kadang-kadang kurang disertai
pertimbangan rasional akan akibat lanjut dari suatu perbuatan. Daya tarik
persahabatan antar kelompok, rasa ingin dianggap sebagai manusia
dewasa, kaburnya nilai-nilai moral yang dianut, kurangnya kontrol dari
pihak yang lebih tua (dalam hal ini orang tua), berkembangnya naluri seks
akibat matangnya alat-alat kelamin sekunder, ditambah kurangnya
informasi mengenai seks dari sekolah/lembaga formal serta bertubitubinya berbagai informasi seks dari media massa yang tidak sesuai
dengan norma yang dianut menyebabkan keputusan-keputusan yang
72
diambil mengenai masalah cinta dan seks begitu kompleks dan
menimbulkan gesekan-gesekan dengan orang tua ataupun lingkungan
keluarganya (Online :http taufiqmtk08.wodpress.com/2009)
Dengan semakin banyaknya sumber informasi yang dapat
memenuhi rasa ingin tahunya mengenai masalah seksual, maka orang tua
harus berani mengambil alih atas tanggung jawab sebagai nara sumber
pendidikan seksual. Jika orang tua dapat menjadikan teman bicara, anak
tidak akan mencari sumber lain seperti media televisi, internet, handphone
(HP) apalagi mendapat sumber dari teman-taman sebayanya, agar tidak
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, terutama terhadap siapa anak itu
bergaul dengan teman-temannya.
3. Bentuk-bentuk Perilaku Seksual
Seperti pembahasan sebelumnya, perilaku seksual merupakan
perilaku yang muncul karena adanya dorongan seksual atau kegiatan
mendapatkan kesenangan organ seksual melalui berbagai perilaku seperti
berfantasi, pegangan tangan, meraba, sampai melakukan senggama.
Pengertian seksual secara umum adalah sesuatu yang berkaitan
dengan alat kelamin atau hal-hal yang berhubungan dengan perkaraperkara hubungan intim antara laki-laki dengan perempuan. Seiring
dengan pertumbuhan primer dan sekunder pada remaja ke arah
kematangan yang sempurna, muncul juga hasrat dan dorongan untuk
menyalurkan keinginan seksualnya. Hal tersebut merupakan suatu yang
wajar karena secara alamiah dorongan seksual ini memang harus terjadi
73
untuk menyalurkan kasih sayang antara dua insan, sebagai fungsi
pengembangbiakan dan mempertahankan keturunan.
Obyek seksual dapat berupa orang, baik sejenis maupun lawan
jenis, orang dalam khayalan atau diri sendiri. Sebagian tingkah laku ini
memang tidak memiliki dampak, terutama bila tidak menimbulkan
dampak fisik bagi orang yang bersangkutan atau lingkungan sosial. Tetapi
sebagian perilaku seksual yang dilakukan sebelum waktunya justru dapat
memiliki dampak psikologis yang sangat serius, seperti rasa bersalah,
depresi, marah, dan agresi.
Akibat psikososial yang timbul akibat perilaku seksual antara lain
adalah ketegangan mental dan kebingungan akan peran sosial yang tibatiba
berubah,
misalnya
pada
kasus
remaja
yang
mempunyai
keterbelakangan mental ini menyalurkan hasrat seksualnya di tepat
lokalisasi dengan menyewa perempuan (PSK) sebagai pelampiasan
hasratnya, melalukan sodomi. Belum lagi tekanan dari masyarakat yang
mencela dan menolak keadaan tersebut anak tersebut.Dan masalah
ekonomi juga akan membuat permasalahan ini menjadi semakin rumit dan
kompleks.
Selain itu, berpacaran dengan berbagai perilaku seksual yang
ringan seperti sentuhan, pegangan tangan sampai pada ciuman dan
sentuhan-sentuhan seks yang pada dasarnya adalah keinginan untuk
menikmati dan memuaskan dorongan seksual. Adapun berbagai kegiatan
yang mengarah pada pemuasan dorongan seksual, pada dasarnya
74
menunjukan tidak berhasilnya seseorang dalam mengendalikannya atau
kegagalan untuk mengalihkan dorongan tersebut ke kegiatan lain yang
sebenarnya masih dapat dikerjakan.
Isi uraiannya disampaikan dengan obyektif, namun mengenai
dangkal atau mendalamnya isi uraiannya harus disesuaikan dengan
kebutuhan dan dengan tahap perkembangan anak. Bicaralah secara
pribadi, karena luas sempitnya pengetahuan dan cepat lambatnya tahaptahap perkembangan tidak sama buat setiap anak. Dengan pendekatan
pribadi maka cara dan isi uraian dapat disesuaikan dengan keadaan khusus
anak. Yang perlu diingat, dalam memberikan pendidikan seksual, perlu
diulang-ulang atau repetitif. Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui
seberapa jauh pengertian baru tersebut dapat diserap oleh anak (Dini
Safitri, Online : www.inspiredkidsmagazine.com / artikel Teens.php?
artikel ID : 2009)
Bahwasanya sistem seksualitas manusia dapat dijelaskan dengan
terminologi yang analog dengan sistem pernafasan (respitori system) atau
sitem sirkulasi darah dan sistem fisiologik manusia. Komponen dan sistem
seksual terdiri dari :
a. Seks biologik adalah terdiri dari kromosom, hormon, karakteristik seks
primer dan sekunder.
b. Identitas seksual adalah sebagai core dari identitas gender, yaitu
penghayatan kelaki-lakian dan keperempuan.
c. Identitas gender adalah penghayatan maskulinitas dan feminitas.
75
d. Perilaku peran seks adalah perilaku seks yang di motivasi oleh perilaku
gender dan keinginan memperoleh kenikmatan seksual, terutama
orgasme (seks fisik). Perilaku gender adalah perilaku dengan konotasi
maskulin dan feminim.
Perilaku seksual dan perkembangan seksual sangat bervariasi serta
merupakan topik yang memiliki multifacet. Perilaku aralah akhir dari
sebuah produk sistem interaksi yang selalu berubah setiap saat. Sistem ini
bersifat bio-psikososial (Sadarjoen, 2005 108)
Banyaknya fantasi, khayalan dan bualan, merupakan ciri khas
remaja. Banyak hal yang tigak mungkin tercapai, bisa tercapai dalam
fantasi. Remaja yang berfantasi mengenai banyak pengagum yang
mengejarnya, sesungguhnya dalam kesepiannya membuat cerita khayalan
tersebut.Sama halnya bentuk perilaku seksual yang dilakukan remaja
dengan keterbelakangan mental.
Tabel 4.5
Bentuk-bentuk perilaku seksual remaja dengan keterbelakngan mental
No
1.
Bentuk-bentuk Perilaku Seksual
Subjek
Menaruh rasa suka dengan lawan jenis Semua subjek anak
baik perempuan atau laki-laki
2.
Menggoda perempuan (dengan menyuit- F
nyuit atau bersiul)
3.
Berpacaran
H, A, dan D
4.
Berpegangan tangan
H dan A
76
No
5
Bentuk-bentuk Perilaku Seksual
Subjek
Melakukan hubungan seksual terhadap H dan D
laki-laki atau perempuan
Perubahan dalam cara reaksi dan penyesuaian timbul dari reaksi
dan penyesuaian timbul dari interaksi sosial dan menimbulkan perubahan
dalam hubungan sosial. Remaja pada masa sebelumnya merupakan
anggota keluarga dalam buaian kasih sayang orang tua dan anggota
lainnya.Hubungan mesra terjalin antara semua anggota keluarga.
Remaja sekarang mulai memindahkan rasa keterikatannya pada orang di
luar lingkungan keluarga. Remaja mulai menjalin hubungan persahabatan
yang intim bisa meliputi jangka waktu yang lebih panjang dibandingkan
dengan persahabatan sebelumnya.
Dengan
dorongan
seks
sebagai
hasil
kematangan
seks,
persahabatan intim terjalin antara remaja pria dan puteri. Bila persahabatan
intim menjurus ke pacaran, cinta monyet, maka perlu peningkatan
kewaspadaan. Persahabatan yang akrab disertai kematangan berfikir dan
perkembangan moral yang cukup berkembang sesuai dengan tahap
perkembangannya, yang tidak perlu dikhawatirkan.
Remaja yang asyik dengan petualangannya dalam penjelajahan
alam pacaran baik secara nyata maupun dalam khayalan, mungkin sulit
membagi waktu secara efektif (Gunarsa dan Singgih, 1995 : 216-217).
77
Maka dengan
beragam kasus seksual yang dilakukan remaja
dengan keterbelakangan mental, mulai dari tahap menyukai lawan jenis,
berpegangan tangan, berpacaran, sampai melakukan hubungan seksual,
walupun keadaan mereka itu berbeda baik dari segi intelegensi, keadaan
fisik dibawah anak normal. Akan tetapi mereka juga mempunyai
merupakan hasrat atau keinginan sama sampai ke jenjang pernikahan yang
dimiliki oleh anak atau remaja-remaja normal.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah dilakukan analisis atas data dan pembahasan, maka dapat
diperoleh hasil Penelitian Orangtua dalam Pendidikan Seksual Remaja dengan
keterbelakangan Mental Siswa SMP dan SMA LB Putera Mandiri Ungaran
sebagai berikut :
1. Pola pendidikan seksual yang dilakukan orang tua
Dari data-data yang diperoleh dalam penelitian ini, kebanyakan
orang tua yang mempunyai anak keterbelakangan mental yaitu Tuna
Grahita bersikap permisif, tidak tahu apa yang seharusnya dilakukan
terhadap anak-anaknya. Dalam kasus ini peserta didik yang mengalami
retardasi mental mengetahui tentang perilaku seksual, video porno, alat
kontrasepsi, padahal disisi lain penafsiran ketidak berdayaan orang tua
dalam memberikan pengetahuan seksual yang paling dominan.
2. Sumber-sumber Informasi Seksual
Pemberian informasi masalah seksual menjadi penting terlebih lagi
mengingat remaja berada dalam potensi seksual yang aktif, karena
berkaitan dengan dorongan seksual yang dipengaruhi hormon dan sering
tidak memiliki informasi yang cukup mengenai aktivitas seksual mereka
sendiri. Tentu saja hal tersebut akan sangat berbahaya bagi perkembangan
jiwa remaja bila ia tidak memiliki pengetahuan dan informasi yang tepat.
Fakta menunjukkan bahwa sebagian besar remaja kita tidak mengetahui
78
79
dampak dari perilaku seksual yang mereka lakukan, seringkali remaja
sangat tidak matang untuk melakukan hubungan seksual terlebih lagi jika
harus menanggung resiko dari hubungan seksual tersebut.
Dan Kebanyakan anak yang mengalami Retardasi Mental ini
memperoleh media informasi tentang seksual dari media TV, HP, Internet
majalah-majalah porno, tempat hiburan, yang diperolehnya dengan mudah.
Apalagi informasi seksual itu diperoleh dari teman sebayanya atau teman
pergaulan.
3. Bentuk-bentuk Perilaku Seksual
perilaku seksual merupakan perilaku yang muncul karena adanya
dorongan seksual atau kegiatan mendapatkan kesenangan organ seksual
melalui berbagai perilaku seperti berfantasi, pegangan tangan, meraba,
sampai melakukan senggama.
Dorongan atau hasrat untuk melakukan hubungan seksual selalu
muncul pada remaja, oleh karena itu bila tidak ada penyaluran yang sesuai
seperti menikah, maka harus dilakukan usaha untuk memberi pengertian
dan pengetahuan mengenai hal tersebut. Oleh karena itu pendidikan
seksual itu penting.
Perilaku seksual dan perkembangan seksual sangat bervariasi serta
merupakan topik yang memiliki multifacet. Perilaku inilah akhir dari
sebuah produk sistem interaksi yang selalu berubah setiap saat. Sistem ini
bersifat bio-psikososial.
80
Banyak kalangan muda khususnya remaja banyak melakukan
bentuk-bentuk seksual seperti jatuh cinta, berpacaran, berpegangan tangan,
bahkan sampai melakukan hubungan seksual terhadap lawan jenis.
Berbagai perilaku seksual yang ringan seperti sentuhan, pegangan
tangan sampai pada ciuman dan sentuhan-sentuhan seks yang pada
dasarnya adalah keinginan untuk menikmati dan memuaskan dorongan
seksual. Adapun berbagai kegiatan yang mengarah pada pemuasan
dorongan seksual, pada dasarnya menunjukan tidak berhasilnya seseorang
dalam mengendalikannya atau kegagalan untuk mengalihkan dorongan
tersebut ke kegiatan lain yang sebenarnya masih dapat dikerjakan.
Dari
tahap-tahap
seksualitas
yang
terjadi
dengan
anak
kerterbelakangan mental ini kebanyakan mereka melakukan hal yang sama
seperti anak normal lakukan pada umumnya yaitu dengan menaruh suka
dengan lawan jenis, mengoda perempuan, berpacaran, berpegangan
tangan, sampai melakukan hubungan seksual dengan lawan jenis.
B. Saran
Sebagaimana diketahui masa remaja baik yang mempunyai Retardasi
Mental atau remaja yang normal merupakan fase masa peralihan, dimana
seorang anak tidak lagi bersifat reaktif, tetapi juga anak mulai pro aktif, maka
perlu disampaikan saran-saran dalam bagian skripsi ini. Saran-saran tersebut
disampaikan kepada beberapa pihak, antara lain :
81
1. Para remaja hendaknya mengoptimalkan waktu mereka untuk belajar dan
meningkatkan kualitas keagamaannya, serta dapat memahami adanya
tanggung jawab kebebasan yang orang tua berikan, seperti kebebasan
dalam bergaul dengan teman-temannya.
2. Orang tua hendaknya lebih bersifat terbuka dalam membicarakan masalahmasalah terutama tentang seksual kepada anaknya, tentunya dengan
mengingat taraf perkembangan anak yang disesuaikan dengan pengertianpengertian yang mungkin diberikan, memberikan pengawasan dan
membina hubungan baik antara anak dan orang tua.
3. Guru bukan hanya mengajar akan tetapi dapat membantu orang tua dalam
mendidik anak supaya dapat menanamkan nilai baik dari segi moral etika
dan agama dalam kehidupan sehari-hari.
4. Anggota
masyarakat
hendaknya
secara
bersama-sama
menjaga
melestarikan norma dan nilai yang ada, sehingga mampu mencegah
masuknya pengaruh negatif baik dari segi teknologi dan budaya.
5. Para wanita yang sedang mengandung jangan sekali-kali mencoba untuk
menggugurkan kandungannya, walaupun tidak diinginkan keberadaan
calon bayi. Karena pengguguran yang tidak berhasil akan mengakibatkan
bayi tumbuh dengan adanya kecacatan tubuh atau lemah dalam berfikir
(tuna grahita).
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, A. (2004). Sisiologi Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta.
Ahmadi, A., dan Sholeh, M. (2005). Psikologi Perkembangan. Jakarta : Rineka
Cipta.
Arikunto, S. (1998). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta :
Rineka Cipta.
Darajat, Z. (1992). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara.
Departemen Agama RI, (2005). Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung : PT.
Syamil Cipta Media.
Erman, A., dan Marjohan. (1991). Bimbingan dan Konseling. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.
Fery. (2009). Pemerkosaan. Meteor Jateng.
Ghosali,W, E. Retardasi Mental. (On Line). (http://www/portalkalbe/files/ 16_Retardasi
Mental. Pdf.
Gunarsa, D, S. (1995). Anak dan Remaja. Jakarta : PT. BPK Gunung Mulia.
Himpunan Perundang-undangan Republik Indonesia tentang Sistem Pendidikan
Nasional. (2005).Yogjakarta : Nuansa Aulia.
Http: // koran anak, indonesia. wordpres. Com/2009/11/13/ Pendidikan seksualbagi Remaja
http: // Penyebab-Keterbelakangan-Metal (Retardasi Menta), unordinaryword.blogspot.com (on line)/12-10-09/ html.
Ilyas, Y. (1999). Kuliah Ahlak. Yogjakarta : LPII.
Kartini, K., Andari, J. (1989). Hygiene Mental dan Kesehatan Mental dalam
Islam. Bandung : Mandar Maju.
Kartono, K. (1988).Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual. Bandung :
Mandar Maju.
Koentjoningrat. (1985). Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta : Gramedia.
Kooer, M., dan Hardinoto,R, S. (1982). Psikologi Perkembangan Pengantar
dalam Berbagai Perkembangan. Yogjakarta : Gadjah Mada University
Press.
Lestari, S. (2002). Optimalisasi Perkembangan Manusia Sehat Indonesia; Suatu
Upaya Pendekatan Multi-Disipliner. Makalah disampaikan dalam Temu
Ilmiah II Ikatan Psikologi Perkembangan Indonesia.
Matematika, T. (on-line). http:// Taufiq mtk 08. wordpress. Com/ 2009/07/23/Seks
Bebas
Milles, B,M. , and Huberman, M. (1992). Qualitatif Data Analysis. Jakarta.
Moleong, L. (1988). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Karya.
Online : http://batuiase.co.id/node/2-11-39, Berita Kota Lingkungan.
Online : http://taufiqmtk08.wordpress.com/2009
Sa’abah, U, M. (2001). Perilaku Seks Menyimpang dan Seksualitas Kontemporer
Umat Islam. Yogjakarta : UII Press.
Sadarjoen, S.S. (Ed) .(2005). Bunga Rampai Kasus Gangguan Psikoseksual.
Bandung : Refika Aditama.
Safitri, D. Online : www.inspiredkidsmagazine.com / artikel teens.php?
Sarwono, W, S. (1997). Psikologi Remaja. Jakarta : PT. Grafindo Persada.
Semiun, Y. (2006). Kesehatan Mental II. Yogjakarta : Kanisius.
Sriyanti, L., Suwardi, dan Erawati, M. (2009). Teori-teori Belajar. Salatiga :
STAIN Press.
Sulistyo, R. (2000). Pendidikan seks. Bandung : Fakultas Kedokteran Universitas
kedokteran.
Sumantri, S. (2006). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung : Refika Aditama.
Suraji, dan Rahmawati, S. (2008). Pendidikan Seks bagi Anak. Yogjakarta :
Pustaka Fahima.
Zurayk, M. (1994). Aku dan Anakku. Bandung : PT. Al-Bayan.
Download