GAMBARAN KLAIM PESERTA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL YANG DITOLAK PADA LAYANAN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT SINGAPARNA MEDIKA CITRAUTAMA KABUPATEN TASIKMALAYA, JAWA BARAT TAHUN 2016 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) Oleh : Halida Mutia NIM : 1112101000086 PEMINATAN MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H / 2016 M i PERNYATAAN PERSETUJUAN i LEMBAR PENGESAHAN ii LEMBAR PERNYATAAN 1 iii FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN Skripsi, Desember 2016 Halida Mutia, NIM: 1112101000086 GAMBARAN KLAIM PESERTA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL YANG DITOLAK PADA LAYANAN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT SINGAPARNA MEDIKA CITRAUTAMA KABUPATEN TASIKMALAYA, JAWA BARAT TAHUN 2016 xvi+175 halaman, 12 tabel, 4 gambar, 4 bagan, 5 lampiran ABSTRAK Program Jaminan Kesehatan Nasional sudah dijalankan oleh rumah sakit Singaparna Medika Citrautama (RS SMC) Kabupaten Tasikmalaya per satu Januari 2014. Selama pelaksanaan program JKN di RS SMC ditemukan permasalah berupa adanya kasus klaim yang ditolak. Pada tahun 2014 terjadi kasus klaim ditolak pada pelayanan rawat jalan sebanyak 476 kasus dan pada tahun 2015 kasus klaim yang ditolak mengalami peningkatan menjadi 601 kasus. Salah satu penyebab klaim yang ditolak adalah adanya ketidaklengkapan berkas klaim. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan studi kasus terhadap tiga berkas klaim JKN yang ditolak oleh verifikator BPJS. Metode pengumpulan data yang digunakan berupa wawancara mendalam, observasi dan telaah dokumen. Informan pada penelitian ini terdiri dari koordinator pendaftaran rawat jalan, petugas pendaftaran rawat jalan, kepala seksi pelayanan rawat jalan, petugas administrasi poliklinik, petugas rekapitulasi, koordinator dan petugas administrasi klaim. Hasil penelitian menunjukan bahwa dari tiga berkas klaim JKN yang ditolak pada aspek kelengkapan masih belum lengkap. Sedangkan dari validitas isi dan aspek waktu pengajuan berkas klaim tidak ditemukan ada permasalahan. Akan tetapi, terdapat permasalahan lain yang menyebabkan berkas klaim ditolak yaitu karena jumlah kunjungan pasien yang sudah lebih dari tiga kali dalam satu bulan dengan diagnosa dan poliklinik yang sama dan terdapat pasien yang menolak tindakan yang diberikan oleh dokter. Berdasarkan pendekatan sistem, pelayanan administrasi pasien JKN dan proses pemberian kode dan entri data belum berjalan optimal. Disarankan rumah sakit untuk melakukan pelatihan terhadap petugas administrasi, pembuatan SOP tentang pemberkasan klaim JKN, menambahkan jumlah perangkat komputer dan mengimplementasikan bridging system. Kata Kunci: JKN, Klaim Ditolak, Berkas Klaim, Rumah Sakit, BPJS kesehatan Daftar Bacaan: 63 (1992-2016) iv FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM HEALTH CARE MANAGEMENT DEPARTMENT Undergraduate Thesis, December 2016 Halida Mutia, NIM: 1112101000086 THE DESCRIPTION OF NATIONAL HEALTH INSURANCE CLAIM DENIED IN OUTPATIENT SERVICE AT SINGAPARNA MEDIKA CITRAUTAMA HOSPITAL TASIKMALAYA DISTRICT, WEST JAVA 2016 xvi+175 pages, 12 tables, 4 pictures, 4 charts, 5 attachments ABSTRACT National health insurance has already implemented by Singaparna Medika Citrautama (SMC) Hospital since January, 1st 2014. Ever since it has been implemented, they had some problems such as claim denied. In 2014 there were 476 cases of claim denied in outpatient service and it increased in 2015 with 601 cases. One of claim denied cause is incomplete claim document. This research is a qualitative research with case study from three of claim denied documents. This research uses some collection methods such as in-depth interviews, observation and document study. The informants for this research are outpatient registration coordinator and staff, the head of outpatient service, policlinic administration staff, recapitulation staff, claim administration coordinator and staff. The result shows that from completeness part of three claim domcuments denied there are still incomplete. However, from validity and filling time part there are no any problems found. But there are some problems that cause claim documents denied such as the amount of visiting is more than three times a month and patients that refuse the treatment from their doctor. Based on system approach, administration service of national health insurance patient and process of coding and data entry are not optimal yet. The hospital should do training for administration staff, make standard operational procedure about claim documentation, adding some computers unit and implementing bridging system. Keywords: National Health Insurance, Claim Denied, Claim Document, Hospital, BPJS kesehatan Reading List: 63 (1992-2016) v RIWAYAT PENULIS Nama : Halida Mutia Jenis Kelamin : Perempuan Tempat / Tanggal Lahir : Jakarta, 20 Juli 1994 Alamat : Jalan Subur RT 09 RW 05 No. 20, Pondok Pinang, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan Agama : Islam No. Telp : 085711459920 E-mail : [email protected] Riwayat Pendidikan 2012 – sekarang Peminatan Kesehatan, Masyarakat, Manajemen Program Pelayanan Studi Universitas Kesehatan Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2009-2012 SMAN 47 Jakarta 2006-2009 SMPN 161 Jakarta 2000-2006 SDN Percontohan 011 Kebayoran Lama Selatan 1999-2000 TK Islam Fitria Pengalaman Kerja Desember 2014 s.d Januari 2015 Pengalaman Belajar Lapangan di Puskesmas Jombang Februari 2016 s.d Maret 2016 Magang di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama Kabupaten Tasikmalaya vi KATA PENGANTAR Ahlamdulillahirrabil‟alamin, Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Gambaran Klaim Peserta Jaminan Kesehatan Nasional yang Ditolak Pada Layanan Rawat Jalan Di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat Tahun 2016”. Penulisan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan pendidikan strata satu (S1) pada jurusan kesehatan masyarakat fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ucapan terimakasih penulis tuturkan secara ikhlas dan penuh dengan kerendahan hati atas terselasaikannya proposal skripsi ini kepada : 1. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Prof. Dr. dr. Sardjana, SpOG (K), SH selaku Wakil Dekan Bidang Akademik, Yardi, Ph.D, Apt selaku Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum dan Fase Badriah, SKM, M.Kes, Ph.D selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni. 3. Fajar Ariyanti, M.Kes, Ph.D selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Dr. H. Asep Nursyamsi, M.Kes selaku direktur Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama. 5. Iting Shofwati, M.KKK selaku pembimbing akademik yang selalu memberikan nasihat dan semangat kepada penulis. 6. Fase Badriah, Ph.D selaku pembimbing I dan Lilis Muchlisoh, SKM, MKM selaku pembimbing II yang selalu siap memberikan bimbingan dan pengarahan membangun dalam proses pembuatan skripsi ini. 7. Bapak, Bibi, Teh Ayu, Mika serta keluarga besar yang sangat saya cintai, terima kasih sudah selalu mengingatkan, mendoakan dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 8. Petugas RS SMC terutama untuk Teh Nenden, Teh Hana, Pak Acep, Teh Santi, Teh Indri, Bu Devi, Teh Tia, Bu Iyen, Bu Ella, Teh Amel, Teh Aceu, A Utuy, vii Pak Irfan, A Danny, A Zam-Zam yang telah membantu peneliti dalam mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk menyelesaikan skripsi ini. 9. Rekan-rekan MPK 2012 yang selalu memberikan semangat dan dukungan untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. 10. Heo Joon Jae, Shim Choeng, Kim Shin, Ji Eun Tak, Wang Yeo, Kim Sun dan Yoo Dok Hwa yang selalu memberikan hiburan kepada penulis di setiap hari Kamis, Jumat, Sabtu dan Minggu. Penulis, Halida Mutia viii DAFTAR ISI PERNYATAAN PERSETUJUAN ............................................................................... i LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................................... ii LEMBAR PERNYATAAN 1 ..................................................................................... iii ABSTRAK .................................................................................................................. iv ABSTRACT ................................................................................................................. v RIWAYAT PENULIS ................................................................................................ vi KATA PENGANTAR ............................................................................................... vii DAFTAR ISI ............................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xiii DAFTAR BAGAN ................................................................................................... xiv DAFTAR SINGKATAN ........................................................................................... xv BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1 1.1 Latar Belakang................................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 7 1.3 Pertanyaan Penelitian ........................................................................................ 7 1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................................... 8 1.4.1 Tujuan Umum ......................................................................................... 8 1.4.2 Tujuan Khusus ........................................................................................ 8 1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................................. 9 1.5.1 Bagi Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama ............................... 9 1.5.2 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat ........................................... 9 1.5.3 Bagi Peneliti .......................................................................................... 10 1.6 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................... 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI.................................. 11 2.1 Klaim................................................................................................................ 11 2.1.2 Proses Pengajuan Klaim JKN ............................................................... 13 2.1.3. Petugas Pelaksanan Pelayanan Administrasi Klaim ............................ 31 2.1.4 Teknologi Informasi dalam Proses Pengajuan Klaim JKN .................. 38 2.1.5 Kebijakan dalam Klaim JKN ................................................................ 40 2.2. Klaim Ditolak.................................................................................................. 43 ix 2.3 Kerangka Teori ................................................................................................ 46 BAB III ...................................................................................................................... 48 KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH ...................................................... 48 3.1 Kerangka Pikir ................................................................................................. 48 3.2 Definisi Istilah .................................................................................................. 50 BAB IV METODOLOGI........................................................................................... 59 4.1 Desain Penelitian ............................................................................................. 59 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................................... 59 4.3 Informan Penelitian ......................................................................................... 59 4.4 Instrumen Penelitian ........................................................................................ 61 4.5 Sumber Data .................................................................................................... 62 4.6 Pengumpulan Data........................................................................................... 62 4.7 Pengolahan Data .............................................................................................. 63 4.8 Analisis Data ................................................................................................... 64 4.8 Triangulasi Data ............................................................................................... 66 BAB V HASIL PENELITIAN .................................................................................. 68 5.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama.................... 68 5.2 Gambaran Berkas Klaim JKN yang Ditolak Pada Layanan Rawat Jalan di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama Kabupaten Tasikmalaya tahun 2016................................................................................................................ 71 5.3 Gambaran Proses Pelayanan Administrasi JKN Rawat Jalan di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2016 .......... 84 5.3.1 Proses Administrasi Pasien JKN di Tempat Pendaftaran ..................... 84 5.3.2 Proses Administrasi Pasien JKN Rawat Jalan Saat Pemberian Pelayanan di Poliklinik ........................................................................................... 89 5.4 Gambaran Proses Rekapitulasi Berkas Klaim JKN Rawat Jalan di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama Kabupaten Tasikmalaya tahun 2016 ........... 94 5.5 Gambaran Proses Kode dan Entri Data Pasien JKN Rawat Jalan di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama Kabupaten Tasikmalaya tahun 2016 .. 96 5.6 Gambaran Petugas Pelaksana Administrasi JKN Rawat Jalan di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama Kabupaten Tasikmalaya tahun 2016 ......... 100 5.6.1 Petugas Penerima Pasien JKN Rawat Jalan ........................................ 100 x 5.6.2 Petugas Administrasi Poliklinik .......................................................... 103 5.6.3 Petugas Rekapitulasi ........................................................................... 106 5.6.4 Petugas Pemberi Kode dan Pengentri Data ........................................ 108 5.7 Gambaran Penggunaan Teknologi Informasi dalam Pengajuan Klaim JKN rawat jalan di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama Kabupaten Tasikmalaya tahun 2016 .............................................................................. 112 5.7.1 Penggunaan Teknologi Informasi pada Pelayanan Administrasi di Tempat Pendaftaran Pasien JKN Rawat Jalan .................................... 112 5.7.2 Penggunaan Teknologi Informasi pada Pengkodean dan Entri Data Klaim JKN .......................................................................................... 116 5.8 Gambaran Kebijakan yang Digunakan dalam Pengajuan Klaim JKN Rawat Jalan di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama Kabupaten Tasikmalaya tahun 2016 .................................................................................................... 119 5.8.1 Kebijakan yang Digunakan pada Pelayanan Administrasi di Tempat Pendaftaran Pasien JKN Rawat Jalan ................................................. 119 5.8.2 Kebijakan yang Digunakan pada Pelayanan Administrasi di Poliklinik ............................................................................................. 121 5.8.3 Kebijakan yang Digunakan pada Rekapitulasi Berkas Klaim JKN .... 122 5.8.4 Kebijakan yang Digunkan pada Pengkodean dan Entri Data Klaim JKN .......................................................................................... 123 BAB VI PEMBAHASAN........................................................................................ 126 6.1 Keterbatasan Penelitian .................................................................................. 126 6.2 Gambaran Berkas Klaim JKN yang ditolak Pada Pelayanan Rawat Jalan di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama Kabupaten Tasikmalaya tahun 2016.............................................................................................................. 126 6.3 Gambaran Proses Pengajuan Berkas Klaim JKN Layanan Rawat Jalan di RS SMC Tahun 2016 ......................................................................................... 137 6.3.1 Gambaran Proses Pelayanan Administrasi Pasien JKN Rawat Jalan Di RS SMC Tahun 2016 .......................................................................... 137 6.3.2 Gambaran Proses Rekapitulasi Berkas Klaim JKN Rawat Jalan Di RS SMC Tahun 2016 ................................................................................ 141 xi 6.3.3 Gambaran Proses Pemberian Kode dan Entri Data Pasien JKN Rawat Jalan di RS SMC Tahun 2016 ............................................................. 143 6.4 Gambaran Input pada Proses Pengajuan Berkas Klaim JKN Layanan Rawat Jalan di RS SMC Tahun 2016 ...................................................................... 145 6.4.1 Gambaran Petugas Pelaksana Administrasi Pengajuan Klaim JKN Rawat Jalan di RS SMC Tahun 2016 ................................................. 146 6.4.2 Gambaran Penggunaan Teknologi Informasi Pengajuan Klaim JKN Rawat Jalan di RS SMC Tahun 2016 ................................................. 154 6.4.3 Gambaran Kebijakan yang Digunakan dalam Pengajuan Klaim JKN Rawat Jalan di RS SMC Tahun 2016 ................................................. 159 6.5 Keterkaitan Input dan Proses Pengajuan Berkas Klaim JKN Terhadap Kondisi Berkas klaim yang Ditolak ........................................................................... 163 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 166 7.1 Simpulan ........................................................................................................ 166 7.2 Saran .............................................................................................................. 168 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 170 LAMPIRAN I .......................................................................................................... 177 INFORM CONCERN ........................................................................................... 177 IDENTITAS INFORMAN .................................................................................. 177 LAMPIRAN II ......................................................................................................... 178 Tata Cara Wawancara .......................................................................................... 178 Pedoman Wawancara ........................................................................................... 178 LAMPIRAN III ........................................................................................................ 182 Telaah Dokumen dan Observasi Berkas Klaim yang Ditolak ............................. 182 Lampiran IV ............................................................................................................. 184 Matriks Wawancara, Observasi dan Telaah Dokumen ............................................ 184 LAMPIRAN V ......................................................................................................... 211 Surat Keterangan Penelitian ................................................................................. 211 xii DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Definisi Istilah 1......................................................................................... 50 Tabel 4.1 Informan Penelitian 1................................................................................ 60 Tabel 4.2 Triangulasi Data 1 ..................................................................................... 66 Tabel 5.1 Ketenagakerjaan di RS SMC Tahun 2015 1 ............................................ 70 Tabel 5.2 Jumlah Berkas Klaim yang Diajukan dan Jumlah Berkas Klaim yang Gagal Pada Layanan Rawat Jalan di RS SMC Pada Januari 2016 sampai Juni 2016 1 ...... 72 Tabel 5.3 Gambaran Kelengkapan Berkas, Validitas Isi dan Waktu Pengajuan Berkas Klaim I1 ..................................................................................................................... 73 Tabel 5.4 Gambaran Kelengkapan Berkas, Validitas Isi dan Waktu Pengajuan Berkas Klaim II 1 ................................................................................................................... 76 Tabel 5.5 Gambaran Kelengkapan Berkas, Validitas Isi dan Waktu Pengajuan Berkas Klaim III1 ................................................................................................................... 80 Tabel 5.6 Data Jumlah, Latar Belakang Pendidikan dan Masa Kerja Petugas Pendaftaran Rawat Jalan di RS SMC Tahun 2016 1 .............................................. 103 Tabel 5.7 Data Jumlah, Latar Belakang Pendidikan dan Masa Kerja Petugas Administrasi di Poliklinik RS SMC Tahun 2016 1 ................................................ 104 Tabel 5.8 Data Jumlah, Latar Belakang Pendidikan dan Masa Kerja Petugas Rekapitulasi RS SMC Tahun 2016 1 ...................................................................... 107 Tabel 5.9 Data Jumlah, Latar Belakang Pendidikan dan Masa Kerja Petugas Koding dan Entri Data di RS SMC Tahun 2016 1................................................................ 109 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Prosedur Pelayanan dan Klaim 1 .......................................................... 16 Gambar 2.2 Alur Entri Data dengan Aplikasi 1 ......................................................... 23 Gambar 5.1 Aplikasi SIM RS 1 ............................................................................... 113 Gambar 5.2 Aplikasi INA-CBGs 1 .......................................................................... 117 xiii DAFTAR BAGAN Bagan 2.1 Kerangka Teori 1 ..................................................................................... 47 Bagan 3.1 Kerangka Pikir 1 ....................................................................................... 49 Bagan 5.1 Alur Penerimaan Pasien JKN Rawat Jalan 1 ............................................ 85 Bagan 5.2 Alur Pelayanan Administrasi di Poliklinik 1 ............................................ 90 xiv DAFTAR SINGKATAN Askes : Asuransi Kesehatan BPJS : Badan Penyelenggara Jaminan Sosial DPJP : Dokter Penanggung Jawab Pasien FKRTL : Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut FKTP : Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama FPK : Formulir Pengajuan Klaim ICD : International Classification of Diseases INA-CBGs : Indonesian-Case Based Groups INA-DRG : Indonesian-Diagnosis Related Groups Jamkesmas : Jaminan Kesehatan Masyarakat JKN : Jaminan Kesehatan Nasional JPK Gakin : Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Keluarga Miskin Juknis : Petunjuk Teknis Kasie : Kepala Seksi Kepmenkes : Keputusan Menteri Kesehatan KK : Kartu Keluarga KTP : Kartu Tanda Penduduk LPP : Lembar Persetujuan Pelayanan PMK/Permenkes : Peraturan Menteri Kesehatan PNS : Pegawai Negeri Sipil RS : Rumah Sakit RS SMC : Rumas Sakit Singaparna Medika Citrautama xv RSU : Rumah Sakit Umum RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah SDM : Sumber Daya Manusia SEP : Surat Eligibilitas Peserta SIM RS : Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit SKM : Sarjana Kesehatan Masyarakat SKTM : Surat Keterangan Tidak Mampu SMA/SMK : Sekolah Menegah Atas/Sekolah Menengah Kejuruan SOP : Standard Operational Procedure UPS : Uninterruptible Power Supply xvi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia pemerintah sudah menjalankan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada awal tahun 2014 yang mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No. 28 Tahun 2014 tentang pedoman pelaksanaan JKN. Fasilitas kesehatan yang ikut serta dalam pelaksanaan program JKN yaitu terbagi menjadi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang terdiri dari puskesmas, praktek dokter, klinik pratama dan rumah sakit kelas D pratama serta Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) berupa klinik utama, rumah sakit umum dan rumah sakit khusus. Pelaksanaan program JKN di rumah sakit membuat rumah sakit hanya melakukan pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat spesialistik atau sub spesialistik (PMK No. 59 Tahun 2014). Selain itu, perlu diketahui juga bahwa pengelolaan rumah sakit tidak semudah pengelolaan sebuah klinik (Satrianegara, 2014). Hal ini menunjukan bahwa diperlukan pengelolaan khusus untuk pelaksanaan program JKN di rumah sakit. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Putra (2014) mengenai implementasi kebijakan JKN di RSU Kota Tangerang Selatan menunjukan bahwa dalam pelaksanaan JKN ditemukan berbagai kendala salah satunya terkait pembiayaan seperti keterlambatan pencairan klaim akibat keterlambatan proses pemberkasan klaim serta adanya perbedaan nilai tarif pelayanan terhadap paket pelayanan INA-CBGs. Penelitian lain yang dilakukan oleh Tettey, dkk (2012) terkait pembayaran penyedia fasilitas kesehatan dalam skema asuransi kesehatan nasional Ghana di Kassena Nankana 1 dan Builsa juga menemukan permasalahan yang sama serta ditemukan klaim yang ditolak yang menyebabkan pembayaran ke fasilitas kesehatan tidak sesuai dengan biaya yang diajukan. Penelitian Tettey, dkk (2012) lebih lanjut juga menyebutkan bahwa akibat adanya klaim yang ditolak, fasilitas kesehatan di Kassena Nankana kehilangan biaya 10.65% dari biaya klaim yang diajukan sedangkan fasilitas kesehatan yang ada di distrik Builsa kehilangan biaya 14.48% dari klaim yang diajukan. Hal ini menunjukan bahwa terjadinya klaim ditolak dapat menyebabkan kerugian bagi rumah sakit, khususnya untuk rumah sakit milik pemerintah yang banyak menerima pasien jaminan kesehatan dapat mengalami kerugian akibat ketidaksesuaian pembiayaan pelayanan dengan jumlah klaim yang dibayarkan (Ernawati dan Kresnowati, 2013). Pemaparan PERSI (2016) menyebutkan bahwa aliran kas beberapa rumah sakit terganggu akibat adanya permasalahan dalam pembayaran klaim. Penelitian yang dilakukan oleh Shobirin (2007) tentang dampak keterlambatan pembayaran klaim Askeskin terhadap cash flow dan pelayanan pasien Askeskin di RSUD Gunung Jati Kota Cirebon menyebutkan bahwa keterlambatan pembayaran klaim Askeskin berpengaruh pada cash flow rumah sakit sehingga RSUD Gunung Jati harus menunda pembayaran kewajiban pada pegawai dan pemasok serta memangkas biaya pemeliharaan. Hal itu juga berdampak pada kinerja pegawai dan ketersediaan supplies yang dapat berpengaruh pada pelayanan pasien peserta Askeskin di RSUD gunung Jati. Sama halnya dengan adanya kasus klaim ditolak dimana rumah sakit akan kehilangan biaya yang sudah dikeluarkan dan dapat mengalami kerugian. 2 Salah satu faktor penting yang menentukan suatu klaim ditolak atau diterima adalah akurasi pengkodean diagnosis dan tindakan pada dokumen rekam medis. Apabila terdapat kesalahan dalam melakukan pengkodean maka akan mempengaruhi kode DRG (Diagnosis Related Groups) kasus dan akan mempengaruhi biaya pengajuan klaim (Ernawati dan Kresnowati, 2013). Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Tettey, dkk (2012) terkait pembayaran penyedia fasilitas kesehatan dalam skema asuransi kesehatan nasional Ghana juga didapatkan penyebab dari ditolaknya klaim salah satunya adalah salah mengutip diagnosa. Sedangkan penyebab lain yaitu karena tidak ada bukti pelayanan yang diajukan dan klien yang tidak eligibel akibat kartu asuransi kesehatan nasional kadaluarsa atau nomor asuransi yang tidak dikenali oleh provider serta obat yang digunakan tidak sesuai dengan yang ada didaftar obat dan biaya obat yang dilebihkan. Penelitian klaim lainnya dilakukan oleh Ulfah, Kresnowati dan Ernawati (2011) tentang hubungan kelengkapan dokumen rekam medis dengan persetujuan klaim Jamkesmas oleh verifikator dengan sistem INA-DRG di RSI Sultan Agung Semarang juga menunjukan hasil yang sama. Pada berkas klaim yang tidak disetujui oleh verifikator disebabkan oleh belum disertai dengan diagnosa dokter, hasil pemerikasaan penunjang diagnosa dan permasalahan pada aturan pengkodean. Sistem INA-CBGs memang telah diterapkan di FKRTL sejak pelaksanaan Jamkesmas tahun 2010 (PMK No. 27 tahun 2014). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kusairi (2013) terkait faktor-faktor yang mempengaruhi kelengkapan berkas klaim pasien jamkesmas di RSUD Brigjend. H. Hasan Basry Kandangan bahwa berkas klaim yang tidak lengkap dapat 3 disebabkan oleh proses administrasi, pemahaman dan kinerja pertugas terhadap kelengkapan berkas klaim yang masih kurang, tidak adanya Standar Operasional Prosedur (SOP) serta evaluasi pelaksanaan program jaminan yang belum dilaksanakan. Klaim yang bermasalah juga ditemukan dalam penelitian yang dilakukan oleh Mahesa (2009) tentang gambaran klaim bermasalah Gakin SKTM DKI Jakarta pada pelayanan rawat inap di RSUD Pasar Rebo menggambarkan bahwa sebagian besar klaim yang bermasalah dikarenakan ketidaklengkapan administrasi klaim, pengecualian dan batas biaya. Penelitian lebih lanjut dilakukan oleh Cahyaningtyas (2012) tentang kelancaran penagihan klaim JPK Gakin dan SKTM pada pelayanan administrasi di RS Bhayangkara TKI R Said Sukanto bahwa belum lancarnya penagihan klaim dikarenakan masih adanya klaim yang tidak dibayar dan terlambat untuk diajukan. Pada penelitian tersebut kelancaran klaim dilihat menggunakan pendekatan sistem. Digambarkan pada elemen input bahwa kebijakan terkait pelayanan JPK Gakin dan SKTM di rumah sakit tersebut belum tersosialisasi dengan baik, sumber daya manusia yang sangat kurang, sarana dan prasarana yang digunakan dalam pelayanan administrasi JPK Gakin dan SKTM tidak memadai (billing masih manual). Sedangkan untuk aspek proses ditemukan bahwa bukti tindakan pasien tidak lengkap akibat kelalaian dokter dan perawat serta tahap verifikasi dan rekapitulasi yang sering mengalami kesalahan akibat dilakukan bersamaan dengan pelayanan administrasi pasien. Hal ini juga didukung oleh penelitian Tettey, dkk (2012) bahwa ditemukan beberapa kendala dalam proses pengajuan klaim asuransi kesehatan Gana beberapa 4 diantaranya yaitu formulir klaim belum diisi dengan lengkap dan kurangnya petugas yang memiliki kompetensi. Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama (RS SMC) dipilih sebagai tempat penelitian karena rumah sakit ini merupakan rumah sakit milik pemerintah kabupaten Tasikmalaya yang masih bertipe C dan menjadi rumah sakit rujukan pertama di kabupaten Tasikmalaya. Selain itu, rumah sakit ini masih tergolong rumah sakit yang belum lama berdiri yaitu baru dioperasikan pada tahun 2011 namun sudah diwajibkan menjalankan program JKN per 1 Januari 2014. Terlebih berdasarkan data jumlah kunjungan pasien tahun 2015 diketahui bahwa pasien yang berkunjung ke RS SMC didominasi oleh pasien pengguna JKN. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi di RS SMC ditemukan bahwa dalam pelaksanaan JKN di RS SMC terutama pada pelayanan administrasi, ditemukan masalah seperti gangguan pada penggunaan aplikasi pembuat Surat Eligibilitas Peserta (SEP), Aplikasi Indonesia Case Based Groups (INA-CBGs) dan Sistem Informasi Manajeman Rumah Sakit (SIM RS) pendaftaran yang diakibatkan oleh ketidakstabilan jaringan. Selain itu, belum adanya SIM RS yang menyeluruh sehingga memungkinkan berkas klaim pasien JKN menjadi tidak lengkap karena tercecer serta memungkinkan terjadi keterlambatan dalam proses kode dan entri data. Permasalahan lainnya ditemukan adanya klaim pasien JKN yang ditolak oleh verifikator klaim JKN. Data klaim di RS SMC menunjukan bahwa dalam melakukan pengajuan klaim pada tahun 2014 dan 2015 diketahui terdapat kasus klaim ditolak baik untuk rawat jalan maupun rawat inap. Pada tahun 2014 terjadi kasus klaim JKN 5 yang ditolak pada pelayanan rawat jalan sebanyak 476 kasus dari 9.815 klaim yang diajukan dan sebanyak 233 kasus penolakan klaim pada pelayanan rawat inap dari 4.887 klaim yang diajukan. Sedangkan pada tahun 2015 kasus klaim yang ditolak pada pelayanan rawat jalan yaitu sebanyak 601 kasus dari 16.810 klaim yang diajukan dan sebanyak 94 kasus klaim ditolak pada pelayanan rawat inap dari 4.273 klaim yang diajukan. Data tersebut menggambarkan bahwa terjadi peningkatan kasus klaim JKN yang ditolak pada pelayanan rawat jalan dari tahun 2014 sampai 2015 seiring dengan bertambahnya jumlah klaim yang diajukan serta jumlah kunjungannya. Sedangkan untuk pelayanan rawat inap mengalami penurunan jumlah kasus klaim yang ditolak dari tahun 2014 sampai 2015. Oleh karena itu, penelitian ini akan difokuskan pada permasalahan klaim JKN yang ditolak pada layanan rawat jalan di RS SMC. Berdasarkan pemaparan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa terjadinya klaim yang ditolak salah satunya diakibatkan oleh ketidaklengkapan berkas. Selain itu, faktor yang mempengaruhi ketidaklengkapan berkas dapat dilihat dari proses administrasi dan input yang ada. Oleh karena itu peneliti ingin mendeskripsikan klaim yang ditolak berdasarkan kondisi berkas klaim dengan menggunakan pendekatan sistem untuk mendapatkan permasalahan pada berkas klaim yang ditolak di RS SMC melalui penelitian yang berjudul “Gambaran Klaim Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang Ditolak Pada Layanan Rawat Jalan Di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama (RS SMC) Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat Tahun 2016”. 6 1.2 Rumusan Masalah RS SMC merupakan RSUD Kabupaten Tasikmalaya yang bertipe C dan sudah menjalankan program JKN per 1 Januari 2014. Selama pelaksanaannya diketahui adanya beberapa permasalahan yang salah satunya yaitu klaim yang ditolak. Berdasarkan data yang didapatkan bahwa kasus penolakan klaim pasien rawat jalan ditemukan pada tahun 2014 dan tahun 2015 serta mengalami peningkatan. Terdapat sebanyak 476 kasus klaim ditolak dari 9.815 klaim yang diajukan pada tahun 2014 serta mengalami peningkatan pada tahun 2015 sebanyak 601 kasus dari 16.810 klaim yang diajukan. Adanya klaim yang ditolak dapat menimbulkan adanya biaya yang hilang dan mengganggu arus kas rumah sakit. Berdasarkan pemaparan sebelumnya disebutkan adanya klaim yang ditolak salah satunya dapat disebabkan oleh ketidaklengkapan berkas klaim yang diajukan oleh fasilitas kesehatan. Ketidaklengkapan berkas klaim dapat dipengaruhi oleh proses administrasi dan input yang digunakan. Atas dasar itu peneliti ingin mengetahui gambaran klaim peserta JKN yang ditolak pada layanan rawat jalan di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama (RS SMC) Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat Tahun 2016. 1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan penelitian di atas, adapun pertanyaan penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini sesuai dengan pendekatan sistem, yaitu : 1 Bagaimana gambaran input yang terdiri dari petugas pelaksana administrasi JKN, kebijakan dan teknologi informasi yang digunakan pada sistem pengajuan berkas klaim JKN rawat jalan di RS SMC tahun 2016? 7 2 Bagaimana gambaran proses pengajuan berkas klaim JKN yang terdiri dari proses pelayanan administrasi pasien JKN, rekapitulasi, pemberian kode dan entri data klaim JKN rawat jalan di RS SMC tahun 2016? 3 Bagaimana gambaran berkas klaim yang ditolak sebagai output pada sistem pengajuan berkas klaim JKN rawat jalan di RS SMC tahun 2016? 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Diketahuinya gambaran klaim peserta JKN yang ditolak pada pelayanan rawat jalan di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat tahun 2016. 1.4.2 Tujuan Khusus 1 Diketahuinya gambaran petugas pelaksana administrasi JKN rawat jalan di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama Kabupaten Tasikmalaya tahun 2016. 2 Diketahuinya gambaran penggunaan teknologi informasi dalam sistem pengajuan berkas klaim JKN rawat jalan di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama Kabupaten Tasikmalaya tahun 2016. 3 Diketahuinya gambaran kebijakan yang digunakan dalam sistem pengajuan berkas klaim JKN rawat jalan di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama Kabupaten Tasikmalaya tahun 2016. 4 Diketahuinya gambaran proses pelayanan administrasi pasien JKN rawat jalan di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama Kabupaten Tasikmalaya tahun 2016. 8 5 Diketahuinya gambaran proses rekapitulasi berkas klaim JKN rawat jalan di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama Kabupaten Tasikmalaya tahun 2016. 6 Diketahuinya gambaran proses pemberian kode dan entri data pasien JKN rawat jalan di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama Kabupaten Tasikmalaya tahun 2016. 7 Diketahuinya gambaran berkas klaim JKN yang ditolak pada layanan rawat jalan di RS SMC tahun 2016. 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi rumah sakit terkait permasalahan yang terjadi pada sistem pengajuan klaim JKN di RS SMC yang dapat berpengaruh pada kondisi berkas klaim yang diajukan. Selain itu, dapat dijadikan bahan masukan bagi RS SMC dalam memperbaiki sistem pengajuan klaim JKN kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan. 1.5.2 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kesehatan masyarakat serta dapat dijadikan referensi untuk penelitian lain dalam topik yang sama yaitu gambaran klaim JKN yang ditolak. 9 1.5.3 Bagi Peneliti Mendapatkan pengalaman dalam menerapkan ilmu yang didapat selama di bangku perkuliahan. Serta menambah pengetahuan dan kemampuan peneliti dalam melakukan sebuah penelitian terutama penelitian terkait terjadinya gambaran klaim JKN yang ditolak. 1.6 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk melihat gambaran klaim yang ditolak pada pelayanan rawat jalan dengan menggunakan studi kasus terhadap berkas klaim JKN yang ditolak di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama (RS SMC) Kabupaten Tasikmalaya pada tahun 2016. Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa peminatan manajemen pelayanan kesehatan program studi kesehatan masayarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama (RS SMC), Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat pada bulan Juli 2016 sampai September 2016. Data yang dibutuhkan pada penelitian ini berupa data sekunder dan data primer. Metode pengumpulan data primer melalui wawancara mendalam serta observasi sedangkan pengumpulan data sekunder melalui telaah dokumen. 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI 2.1 Klaim Definis klaim secara umum adalah permintaan peserta, ahli warisnya atau pihak lain yang terlibat perjanjian dengan perusahaan asuransi atas terjadinya kerugian sebagaimana yang telah dijanjikan (Anwar, 2007). Sedangkan definisi klaim dilihat dari bidang asuransi kesehatan adalah request for payment made to the insurance company by medical facilities, members, or practitioners for health services provided to plan members (Marchinko, 2006). Berdasarkan kedua pengertian tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa klaim asuransi kesehatan adalah sebuah permintaan yang dibuat oleh pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk perusahaan asuransi untuk meminta bayaran atas tindakan yang sudah dilakukan terhadap peserta asuransi mereka. Klaim dilakukan oleh rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya melalui sebuah proses yang disebut administrasi klaim. Administrasi klaim adalah proses mengumpulkan bukti atau fakta yang berkaitan dengan sakit atau cidera, membandingkan fakta-fakta tersebut dengan perjanjian kerja sama serta menentukan manfaat yang dibayarkan kepada peserta asuransi. Tujuan utama dari administrasi klaim adalah untuk membayar semua klaim yang valid, sesuai dan segera dengan bijaksana dan sesuai dengan polis (Ilyas, 2006). Pada pelaksanaan klaim JKN proses administrasi klaim dilakukan dengan menggunakan INA-CBGs. Administrasi klaim dalam INA-CBGs adalah rangkaian proses penyiapan berkas atau dokumen pelayanan yang diajukan dengan pengajuan klaim oleh rumah sakit dan penilaian kelayakan atas klaim 11 yang diajukan melalui proses verifikasi klaim sampai pembayaran klaim. Administrasi klaim merupakan suatu kesatuan dimulai dari proses di rumah sakit mengajukan klaim sampai di BPJS kesehatan dalam melakukan verifikasi klaim dan pembayaran klaim. Rumah sakit akan mengajukan klaim dalam bentuk hardcopy untuk rekapitulasi dan softcopy untuk data individu klaim. Sedangkan verifikasi dilakukan dengan menggunakan aplikasi verifikasi klaim. Apabila sudah ada kesepakatan terkait pengajuan klaim maka akan dibuatkan berita acara sehingga layak untuk pembayaran klaim oleh BPJS kesehatan sesuai dengan ketentuan (Kartika, 2014). Secara umum dalam pelaksanaan pengajuan klaim terdapat tiga prinsip yang harus diperhatikan oleh petugas klaim sejak berkas klaim diterima sampai klaim dibayarkan kepada peserta, yaitu : 1. Tepat waktu, klaim harus dibayar sesuai dengan waktu yang dijanjikan. Berdasarkan Permenkes No 28 tahun 2014 tentang pedoman pelaksanaan program JKN disebukan bahwa klaim yang diajukan ke BPJS kesehatan akan dibayarkan paling lambat 15 hari setelah pengajuan klaim tersebut. 2. Tepat jumlah, klaim harus dibayarkan kepada peserta sesuai dengan santunan yang menjadi hak peserta atau ahli warisnya atau sesuai nilai kerugian. 3. Tepat orang, klaim dibayarkan harus benar-benar kepada orang yang berhak (Anwar, 2007). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Malonda, Ratu dan Soleman (2015) terkait analisis pengajuan klaim BPJS kesehatan di RSUD Dr Sam Ratulangi Tondano bahwa terdapat kendala-kendala yang dapat mempengaruhi 12 pengajuan klaim secara keseluruhan yaitu kuantitas dan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), Standar Operasional Prosedur (SOP) dan billing system. Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Cahyaningtyas (2012) tentang kelancaran penagihan klaim JPK Gakin dan SKTM pada pelayanan administrasi pasien JKN di RS Bhayangkara TKI R Said Sukanto juga dikatakan bahwa kelancaran klaim dapat dilihat dari faktor-faktor seperti SDM, kebijakan, sarana dan prasaran serta pada proses pengajuan klaim. Untuk itu pembahasan klaim disini akan dijabarkan dari faktor proses pengajuan klaim itu sendiri serta faktor lain seperti SDM, sarana dan prasaran atau dalam hal ini sistem informasi kesehatan di RS serta kebijakan. 2.1.2 Proses Pengajuan Klaim JKN Pada Permenkes No 28 tahun 2014 tentang pedoman pelaksanaan program JKN disebukan bahwa klaim JKN dilakukan oleh fasilitas kesehatan yang diajukan kepada BPJS kesehatan. Fasilitas kesehatan mengajukan klaim setiap bulan secara regular paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. BPJS akan membayar biaya pelayanan sesuai dengan tarif INA-CBGs yaitu sesuai dengan penetapan kelas rumah sakit oleh menteri kesehatan dan regionalisasi tarif yang berlaku di wilayah tersebut. Pada Permenkes No. 28 tahun 2014 juga disebutkan prosedur pelayanan pada fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut diawali dengan pelayanan administrasi, yaitu sebagai berikut : 1. Peserta datang ke Rumah Sakit dengan menunjukkan nomor identitas peserta JKN dan surat rujukan, kecuali kasus emergency, tanpa surat rujukan 13 2. Peserta menerima Surat Eligibilitas Peserta (SEP) untuk mendapatkan pelayanan. 3. Peserta dapat memperoleh pelayanan rawat jalan dan atau rawat inap sesuai dengan indikasi medis. 4. Apabila dokter spesialis atau subspesialis memberikan surat keterangan bahwa pasien masih memerlukan perawatan di FKRTL tersebut, maka untuk kunjungan berikutnya pasien langsung datang ke FKRTL (tanpa harus ke FKTP terlebih dahulu) dengan membawa surat keterangan dari dokter tersebut. 5. Apabila dokter spesialis atau subspesialis memberikan surat keterangan rujuk balik, maka untuk perawatan selanjutnya pasien langsung ke FKTP membawa surat rujuk balik dari dokter spesialis/subspesialis. 6. Apabila dokter spesialis/subspesialis tidak memberikan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada poin 4 dan 5 maka pada kunjungan berikutnya pasien harus melalui FKTP. Setelah pelayanan administrasi, kelanjutan dari proses pengajuan klaim di fasilitas kesehatan berdasarkan panduan praktis administrasi klaim fasilitas kesehatan BPJS (2014) yaitu rekapitulasi pelayanan dan diakhiri dengan pemberia kode serta entri data melalui aplikasi INA-CBGs menurut Permenkes No. 27 tahun 2014 tentang Juknis sistem INA-CBGs. Sehingga fasilitas kesehatan nantinya menghasilkan berkas dan data klaim dalam bentuk txt berdasarkan Juknis verifikasi klaim (2014). 14 Berdasarkan Abdullah, Andi Afdal (2013) yang disampaikan pada sosialisasi INA-CBGs PT Askes dalam penelitian Kartika (2014), prosedur pelayanan dan klaim pada fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut dapat digambarkan sebagai berikut : 15 Gambar 2.1 Prosedur Pelayanan dan Klaim 1 Sumber : Abdullah, Andi Afdal (2013) disampaikan pada sosialisasi INA-CBGs PT Askes dalam Kartika (2014) 16 Berdasarkan gambar 2.1 diketahui bahwa proses pengajuan klaim di fasilitas kesehatan melibatkan peserta JKN, fasilitas kesehatan, BPJS center dan kantor cabang BPJS kesehatan. Peran peserta JKN disini ketika ingin mendapatkan fasilits kesehatan tingkat lanjut diharuskan membawa identitas peserta BPJS dan membawa suarat rujukan kecuali pasien gawat darurat. Hal ini juga sesuai dengan Permenkes No. 28 tahun 2014 yang menyebutkan bahwa peserta JKN yang ingin mendapatkan pelayanan di FKRTL diharuskan membawa surat rujukan dan menunjukan nomor identitas peserta JKN. Selanjutnya, peran dari fasilitas kesehatan tingkat lanjut dimulai dari tempat penerimaan pasien yang akan menentukan status eligibilitas pasien dan pembuatan Surat Eligibilitas Peserta (SEP) berdasarkan nomor identitas peserta JKN tersebut. Penentuan akan dilakukan dengan konfirmasi pada BPJS center, apabila peserta sudah eligibel maka akan dibuatkan SEP. Proses selanjutnya adalah pemberian pelayanan oleh fasilitas kesehatan sesuai dengan indikasi medis dan paket INA-CBGs. Keseluruhan hasil pemberian pelayanan nantinya akan direkap dimulai dari bukti pelayanan, rekam medis, hasil pemeriksaan dan hasil pemeriksaan penunjang. Rekapitulasi berkas tersebut nantinya akan berguna bagi petugas koding dan entri data ke aplikasi INA-CBGs dalam menentukan tarif pelayanan. Pengkodean dilakukan dengan pemberian kode diagnosa dan kode tindakan sesuai dengan ketentuan ICD 10 dan ICD 9. Apabila pengkodean dan entri data telah dilakukan maka data yang sudah dientri akan dijadikan data dalam bentuk txt yang selanjutnya akan diverifikasi. 17 Verifikasi klaim ini dilakukan oleh verifikator BPJS yang merupakan bagian dari BPJS center. Verifikator akan memverifikasi berkas klaim yang masuk dan menentukan jumlah klaim yang akan diajukan dan selanjutnya akan dibuatkan laporan penagihan oleh pihak rumah sakit yang akan diserahkan ke kantor cabang BPJS kesehatan. Berikut penjabaran dari masing-masing proses pengajuan klaim di rumah sakit yang diambil dari berbagai sumber : 2.1.2.1 Prosedur Penerimaan Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Menurut Ismainar (2015) dikatakan bahwa prosedur penerimaan pasien di rumah sakit sebenarnya dapat disesuaikan dengan sistem yang ada dimasing-masing rumah sakit itu sendiri. Namun secara umum dibuku ini dijabarkan terkait prosedur penerimaan pasien rawat jalan, yaitu sebagai berikut : A. Penerimaan Pasien Rawat Jalan Prosedur penerimaan pasien disini terbagi menjadi dua jenis berdasarkan jenis kedatangan pasien yaitu pasien baru dan pasien lama. 1. Pasien Baru Pasien baru merupakan pasien yang baru pertama kali datang ke rumah sakit untuk berobat. Proses penerimaan pasien baru yaitu akan dilayani di Tempat Penerimaan Pasien (TPP) serta akan diwawancarai oleh petugas TPP terkait informasi menganai data identitas sosial pasien. Data tersebut nantinya akan dituliskan pada formulir ringkasan 18 riawayat klinik. Setiap pasien baru juga nantinya akan memproleh nomor pasien yang akan digunakan sebagai nomor kartu untuk berobat setiap kali pasien datang ke rumah sakit tersebut. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ristya dan Kurniadi (2015) tentang kepatuhan petugas TPPRJ (Tempat Peneriman Pasien Rawat Jalan) dalam pelaksanaan SOP pendaftaran pasien BPJS di RS RS Pantiwilasa Dr.Cipto, untuk pasien baru maupun lama pengguna JKN di rumah terdapat syarat-syarat pendaftaran yang harus dipenuhi yaitu satu lembar fotokopi kartu peserta JKN, satu lembar fotokopi kartu identitas penduduk (KTP) dan satu lembar fotokopi kartu keluarga (KK). Persyaratan administrasi pasien JKN rawat jalan yang harus dipenuhi di RSUP dr Sardjito juga sesuai dengan penelitian tersebut. Hanya saja di rumah sakit tersebut persyaratan administrasi pasien JKN dibedakan antara peserta JKN Penerima Bantuan Iuran (PBI) dengan bukan PBI. Peserta PBI persyaratan administrasi yang harus dipenuhi sesuai dengan yang telah disebutkan akan tetapi bukan PBI tidak harus membawa fotokopi KK. Apabila pada persyaratan ditemukan perbedaan identitas maka pasien JKN PBI maupun bukan PBI harus melengkapinya dengan surat keterangan perbedaan identitas dari kelurahan setempat (RSUP dr Sardjito, 2015). 19 Apabila rumah sakit sudah menggunakan sistem komputer maka identitas sosial pasien serta nomor rekam medis pasien baru harus disimpan terlebih dahulu untuk dijadikan database pasien. Sehingga apabila pasien datang kembali untuk berobat maka data pasien akan mudah dan cepat ditemukan. Data pada ringkasan riwayat klinik diantaranya berisi : dokter penanggung jawab poliklinik, nomor pasien, alamat lengkap, tempat dan tanggal lahir, umur, jenis kelamin, status keluarga, agama dan pekerjaan. Ringkasan riwayat klinik ini akan dipakai sebagai dasar pembuatan Kartu Indeks Utama Pasien (KIUP) dan juga akan tersimpan sebagai database pasien bagi rumah sakit yang telah menggunakan sistem komputerisasi. Pasien yang sudah mendaftar akan dipersilahkan menunggu di poliklinik tempat tujuan mereka. Sedangkan petugas rekam medis akan mempersiapkan berkas rekam medisnya lalu dikirim ke poliklinik tujuan pasien. Setelah pasien mendapatkan pelayanan di poliklinik terdapat beberapa kemungkinan yang akan terjadi yaitu : pasien boleh langsung pulang, pasien diberikan slip perjanjian oleh petugas poliklinik untuk datang kembali pada hari dan tanggal yang sudah ditetapkan (pasien yang diharuskan datang kembali nanti harus lapor kembali ke TPP), pasien 20 dirujuk ke rumah sakit lain atau pasien harus masuk ruang perawatan. Semua berkas rekam medis pasien poliklinik yang selesai berobat akan dikembalikan ke instalasi rekam medis kecuali pasien masih harus mendapatkan perawatan maka rekam medis akan dikirim ke ruang perawatan. 2. Pasien Lama Pasien lama merupakan pasien yang sudah pernah datang ke rumah sakit sebelumnya untuk melakukan pengobatan. Pasien lama juga diharuskan untuk mendatangi TPP, namun yang membedakan adalah pasien lama umumnya dapat datang dengan perjanjian ataupun pasien yang datang atas kemauan sendiri. Pasien lama diharuskan untuk mengambil karcis untuk mendapatkan pelayanan di TPP. Pasien dengan perjanjian sebelumnya akan diarahkan langsung ke poliklinik tujuan karena berkas rekam medis sudah disediakan di poliklinik tersebut. Sedangkan untuk pasien tanpa perjanjian harus menunggu sementara karena berkas rekam medis akan diminta terlebih dahulu ke instalasi rekam medis untuk dikirimkan ke poliklinik tujuan baru setelah itu pasien bisa mendapatkan pelayanan dipoliklinik tujuan mereka. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Oktaviasari (2015) terkait faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pelaksanaan penerimaan pasien JKN rawat jalan di RS Slamet Riyadi didapatkan 21 bahwa dalam pelaksanaannya dapat dipengaruhi oleh man (SDM), money, material, machine dan method. SDM yaitu terdiri dari petugas pelaksana penerima pasien JKN rawat jalan. Sedangkan untuk material dilihat dari pembuatan berkas rekam medis, machine dilihat dari penggunaan telepon dan komputer serta method dilihat dari SOP pelaksanaan penerimaan pasien JKN rawat jalan. 2.1.2.2 Pengkodean dan Entri Data Klaim JKN Berdasarkan Permenkes No 27 tahun 2014 tentang Juknis sistem INA CBGs, sebelum diverifikasi terdapat beberapa proses yang harus dilakukan oleh fasilitas kesehatan seperti melakukan entri data, coding dan grouping. Entry data, coding dan grouping dilakukan dengan menggunakan Software atau aplikasi INA-CBGs (Indonesian-Case Based Groups). Aplikasi INA-CBGs merupakan salah satu perangkat entri data pasien yang digunakan untuk melakukan grouping tarif berdasarkan data yang berasal dari resume medis. Aplikasi INA-CBGs sudah terinstall dirumah sakit yang melayani peserta JKN yaitu INA-CBGs 4.0. Untuk menggunakan aplikasi INA-CBGs, rumah sakit sudah harus memiliki kode registrasi rumah sakit yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan, selanjutnya akan dilakukan aktifasi INA- CBGs setiap rumah sakit sesuai dengan kelas rumah sakit serta regionalisasinya. Proses entri aplikasi INA-CBGs 4.0 dilakukan oleh petugas koder atau petugas administrasi klaim di rumah sakit dengan 22 menggunakan data dari resume medis, perlu diperhatikan juga mengenai kelengkapan data administratif untuk tujuan keabsahan klaim. Proses entri data pasien ke dalam aplikasi INA-CBGs dilakukan setelah pasien selesai mendapat pelayanan di rumah sakit (setelah pasien pulang dari rumah sakit), data yang diperlukan berasal dari resume medis, sesuai dengan alur bagan sebagai berikut: Gambar 2.2 Alur Entri Data dengan Aplikasi 1 Sumber : PMK No. 27 Tahun 2014 Berdasarkan gambar 2.1 dapat dilihat langkah awal yang dilakukan adalah mengentri data berupa data sosial seperti nama, jenis kelamin, tanggal lahir sampai pada variable tarif rumah sakit atau ADL (Activity Daily Living) jika ada. Selanjutnya adalah melakukan coding yaitu dengan memasukan kode diagnosis dengan ICD 10 dan kode prosedur dengan ICD 9 yang dikoding dari resume medis 23 pasien. Setelahnya maka aplikasi akan memunculkan hasil grouping. 2.1.2.3 Verifikasi Klaim JKN Berdasarkan Permenkes No. 28 Tahun 2014 tentang pedoman pekasanaan JKN, setalah melalui proses entri dan pengkodean tahapan terakhir dalam pengajuan klaim adalah verifikasi klaim yang bertujuan menguji kebenaran administrasi pertanggungjawaban pelayanan yang telah dilaksanakan oleh fasilitas kesehatan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Malonda, Ratu dan Soleman (2015) terkait analisis pengajuan klaim BPJS kesehatan di RSUD Dr Sam Ratulangi Tondano bahwa verifikasi pada dokumen klaim bertujuan untuk memastikan bahwa biaya program JKN oleh BPJS Kesehatan dimanfaatkan secara tepat jumlah, tepat waktu dan tepat sasaran. Selain itu, verifikasi data bertujuan untuk membantu fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut untuk mengacu kepada standard penilaian klaim berdasarkan PKS antara provider dan BPJS Kesehatan. Maka verifikasi klaim oleh verifikator BPJS kesehatan menandakan klaim sudah masuk ke pihak BPJS kesehatan melalui verifikator untuk uji kelayakan. Terdapat empat tipe status klaim yang berbeda setelah berkas klaim diterima oleh pihak asuransi, yaitu (Catherine, 2013) : 1. No claim on file (NCOF) yaitu kondisi dimana klaim belum diterima oleh petugas klaim dikarenakan sistem yang ada tidak 24 mampu untuk mendeteksi keberadaan data klaim yang dimaksud. 2. Klaim tidak pernah diterima oleh sistem pemutus klaim atau tidak dapat diproses maka status klaim dapat ditolak maupun tidak diterima karena adanya front-end error. 3. Klaim sudah diterima oleh sistem klaim, menandakan klaim sedang diproses 4. Klaim berstatus „pending‟, menandakan beberapa kemungkinan yaitu sedang dalam penelaahan lebih dalam, membutuhkan informasi tambahan baik dari pihak penyedia layanan maupun peserta jaminan. 5. Klaim telah selesai diproses dan telah difinalisasi, terdapat dua kemungkinan yaitu klaim ditolak (denied) atau klaim diterima (allowed). Klaim ditolak artinya tidak ada pembayaran untuk klaim tersebut umumnya klaim tersebut terdapat kesalahan dalam billing atau pengkodean ataupun masalah lainnya. Sedangkan untuk klaim diterima pembayaran akan dilakukan sesuai dengan jumlah klaim. Berdasarkan petunjuk teknis verifikasi klaim didapatkan bahwa proses verifikasi dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu verifikasi administrasi, verifikasi pelayanan kesehatan dan verifikasi menggunakan aplikasi verifikasi klaim, berikut penjabaran dari tahap verifikasi klaim JKN pada rawat jalan : 1. Verifikasi Administrasi 25 Dalam melakukan verifikasi administrasi untuk pelayanan rawat jalan, berkas yang diverifikasi meliputi : 1. Surat Eligibilitas Peserta (SEP) 2. Bukti pelayanan yang mencantumkan diagnosa dan prosedur serta ditandatangani oleh Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP). 3. Pada kasus tertentu bila ada pembayaran klaim diluar INA CBG diperlukan tambahan bukti pendukung : a. Protokol terapi dan regimen (jadwal pemberian) obat khusus b. Resep alat kesehatan c. Tanda terima alat bantu kesehatan (kacamata, alat bantu dengar, alat bantu gerak dll) Hal tersebut kurang lebih sesuai dengan hasil penelitian Malonda, Ratu dan Soleman (2015) terkait analisis pengajuan klaim BPJS kesehatan di RSUD Dr Sam Ratulangi Tondano, dokumen klaim yang dibutuhkan dalam proses verifikasi data yaitu meliputi fotokopi Kartu Peserta BPJS, SEP, Surat Rujukan, Billing System atau Rincian Manual tagihan RS, Resume Medis dan Pengantar Rawat Inap Pasien berdasarkan pedoman pada PKS RSUD Dr.Sam Ratulangi Tondano dengan BPJS Kesehatan Manado. 26 Verifikasi administrasi klaim dilakukan dengan dua tahapan yaitu verifikasi administrasi kepesertaan dan verifikasi yaitu meneliti administrasi pelayanan, berikut penjabarannya : 1) Verifikasi administrasi kepesertaan, kesesuaian berkas klaim yaitu antara Surat Eligibilitas Peserta (SEP) dengan data kepesertaan yang diinput dalam aplikasi INA CBGs. 2) Verifikasi administrasi pelayanan, hal-hal yang harus diperhatikan dalam verifikasi administrasi pelayanan adalah : a) Mencocokkan kesesuaian berkas klaim dengan berkas yang dipersyaratkan sebagaimana yang disebutkan sebelumnya b) Apabila terjadi ketidaksesuaian antara kelengkapan dan keabsahan berkas maka berkas dikembalikan ke RS untuk dilengkapi. c) Kesesuaian antara tindakan operasi dengan spesialisasi operator ditentukan oleh kewenangan medis yang diberikan Direktur Rumah Sakit secara tertulis. Perlu dilakukan konfirmasi lebih lanjut. 2. Verifikasi Pelayanan Kesehatan Hal-hal yang harus menjadi perhatian adalah : 1) Verifikator wajib memastikan kesesuaian diagnosis dan prosedur pada tagihan dengan kode ICD 10 dan ICD 9 CM 27 (dengan melihat buku ICD 10 dan ICD 9 CM atau softcopynya). Ketentuan coding mengikuti panduan coding yang terdapat dalam Juknis INA CBG 2) Satu episode rawat jalan adalah satu rangkaian pertemuan konsultasi antara pasien dan dokter serta pemeriksaan penunjang sesuai indikasi medis dan obat yang diberikan pada hari pelayanan yang sama. Apabila pemeriksaaan penunjang tidak dapat dilakukan pada hari yang sama maka tidak dihitung sebagai episode baru. 3) Pelayanan IGD, pelayanan rawat sehari maupun pelayanan bedah sehari (One Day Care/Surgery) termasuk rawat jalan 4) Untuk kasus pasien yang datang untuk kontrol ulang dengan diagnosis yang sama seperti kunjungan sebelumnya dan terapi (rehabmedik, kemoterapi, radioterapi) di rawat jalan dapat menggunakan kode “Z” sebagai diagnosis utama dan kondisi penyakitnya sebagai diagnosis sekunder diagnosa Z (kontrol). 3. Verifikasi dengan menggunakan aplikasi INA-CBGs Berikut tahapan dalam melakukan verifikasi klaim dengan menggunakan aplikasi INA-CBGs : 1) Purifikasi Data, Purifikasi berfungsi untuk melakukan validasi output data INA-CBG yang ditagihkan Rumah Sakit terhadap data penerbitan SEP. Purifikasi data yang terdiri dari : 28 a) Nomer SEP b) Nomor Kartu Peserta c) Tanggal SEP 2) Melakukan proses verifikasi administrasi Verifikator mencocokan lembar kerja tagihan dengan bukti pendukung dan hasil entry rumah sakit. 3) Setelah proses verifikasi adminstrasi selesai maka verifikator dapat melihat status klaim yang layak secara adminstrasi, tidak layak secara adminstrasi dan pending. 4) Proses verifikasi lanjutan dilakukan dengan tujuh langkah dilaksanakan secara disiplin dan berurutan untuk menghindari terjadi error verifikasi dan potensi double klaim. Verifikasi lanjutan terdiri dari : a) Verifikasi double klaim untuk dua (atau lebih) pelayanan RITL b) Verifikasi double klaim RJTL yang dirujuk langsung ke RITL c) Verifikasi double klaim untuk dua (atau lebih) pelayanan RJTL d) Verifikasi klaim terhadap kode INA CBGs berpotensi tidak benar e) Verifikasi klaim terhadap kode diagnosa yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku 29 f) Pemeriksaan bebas langkah verifikasi ini adalah pemeriksaan dengan alasan lain-lain untuk kasus-kasus yang tidak termasuk dalam kategori langkah-langkah sebelumnya, namun harus ditidaklayakkan karena alasan lain 5) Finalisasi klaim 2.1.2.4 Syarat Pengajuan Klaim JKN Berdasarkan Permenkes No. 28 tahun 2014 tentang pedoman pelaksanaan klaim disebutkan bahwa fasilitas kesehatan mengajukan klaim setiap bulan secara regular paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya, kecuali kapitasi, tidak perlu diajukan klaim oleh Fasilitas Kesehatan. Serta disebutkan juga bahwa batas waktu maksimal pengajuan klaim bagi fasilitas kesehatan milik pemerintah maupun swasta, baik tingkat pertama maupun tingkat lanjutan adalah 2 (dua) tahun setelah pelayanan diberikan. Berdasarkan panduan praktis administrasi klaim fasilitas kesehatan BPJS kesehatan (2014) diketahui bahwa klaim diajukan kepada Kantor Cabang Kabupaten/Kota BPJS Kesehatan secara kolektif setiap bulan dengan kelengkapan administrasi umum sebagai berikut : 1. Rekapitulasi pelayanan Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Malonda, Ratu dan Soleman (2015) terkait analisis pengajuan klaim BPJS kesehatan di RSUD Dr Sam Ratulangi Tondano bahwa dalam rekapitulasi pelayanan yang harus diperhatikan adalah status rekam medis 30 yang berhubungan dengan dokumen klaim seperti kelengkapan pengisian identitas pasien ; identitas umum (nama, umur, tempat tanggal lahir, alamat, nomor handphone/telepon, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, penanggungjawab pembayaran), identitas khusus (nomor rekam medis, nomor surat eligibilitas pasien (SEP), tanggal masuk, tanggal keluar), melampirkan surat rujukan pasien, menulis data kepersertaan. 2. Berkas pendukung masing-masing pasien, yang terdiri dari: a) Surat Eligibilitas Peserta (SEP) b) Resume medis/laporan status pasien atau keterangan diagnosa dari dokter yang merawat bila diperlukan c) Bukti pelayanan lainnya, misal: 1. Protokol terapi dan regimen (jadwal pemberian obat) pemberian obat khusus, 2. Perincian tagihan Rumah Sakit (manual atau automatic billing) 3. Berkas pendukung lain yang dibutuhkan 2.1.3. Petugas Pelaksanan Pelayanan Administrasi Klaim Seperti yang telah diketahui bahwa dalam melaksanakan proses pengajuan berkas klaim JKN sudah dimulai sejak tahap pelayanan administrasi di bagian pendaftaran dan berakhir pada proses pemberian kode dan entri data, hal ini sesuai dengan Permenkes No. 28 tahun 2014, pedoman teknis administrasi klaim fasilitas kesehatan (2014) dan Permenkes No. 27 tahun 2014. Setiap proses tersebut dilakukan oleh 31 petugas yang berbeda sesuai dengan peran petugas masing-masing. Berikut akan dijabarkan peran masing-masing petugas yang terlibat dalam proses pengajuan klaim di rumah sakit dari berbagai sumber : A. Petugas penerima pasien rawat jalan Menurut Ismainar (2015) petugas yang berada di TPP berperan melayani pasien baru maupun pasien lama yang akan melakukan pengobatan di rumah sakit. Selain itu, mereka juga akan mewawancarai pasien terkait informasi menganai data identitas sosial pasien dan data tersebut nantinya akan dituliskan pada formulir ringkasan riawayat klinik. Dan apabila rumah sakit sudah menggunakan sistem komputerisasi maka petugas diharuskan untuk memasukan data identitas sosial pasien lalu menyimpannya untuk menjadi database pasien. Selain itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ristya dan Kurniadi (2015) tentang kepatuhan petugas TPPRJ dalam pelaksanaan SOP pendaftaran pasien BPJS di RS RS Pantiwilasa Dr.Cipto, untuk pasien baru maupun lama pengguna JKN terdapat syarat-syarat pendaftaran yang harus diminta oleh petugas TPP kepada pasien yang hendak melakukan pendaftaran yang terdiri dari satu lembar fotokopi kartu peserta JKN, satu lembar fotokopi kartu identitas penduduk (KTP) dan satu lembar fotokopi kartu keluarga (KK). B. Petugas Rekapitulasi di Unit Rekam Medis Menurut Ismainar (2015) bagian di unit rekam medis yang berfungsi sebagai peneliti kelengkapan isi dan perakitan dokumen rekam medis 32 sebelum disimpan disebut sebagai bagian assembling. Dokumen rekam medis yang sudah diisi oleh pencatat data rekam medis yang tersebar dibeberapa unit akan diberikan ke bagian assembling bersamaan dengan sensus harian data rekam medis. Lembar formulir yang ada dalam berkas rekam medis akan di atur kembali sesuai urutan riwayat penyakit pasien dan diteliti kelengkpam isi dokumen rekam medis. Apabila ditemukan formulir yang belum lengkap maka akan dikebalikan ke unit yang bersangkutan. Sedangkan untuk dokumen rekam medis yang sudah lengkap akan diserahkan pada fungsi koding dan indeksing dan sensus harian akan diserahkan ke fungsi penganalisis dan pelapor untuk diolah lebih lanjut. Fungsi dan peran petugas assembling dalam rekam medis adalah sebagai perakit formulir rekam medis, peneliti isi data rekam medis, pengendali dokumen rekam medis tidak lengkap, pengendali penggunaan nomor rekam medis dan formulir rekam medis. Berikut tugas pokok dari assembling : 1. Menerima dokumen rekam medis dan sensus harian dari unit pelayanan lainnya 2. Meneliti kelengkapan isi dan merakit kembali urutan formulir rekam medis 3. Mencatat dan mengendalikan dokumen rekam medis yang isinya belum lengkap dan secra periodik melaporkan kepada kepala unit rekam medis mengenai ketidak lengkapan isi dokumen dan petugas yang bertanggung jawab terhadap kelengkapam isi tersebut. 33 4. Mengendalikan penggunaan formulir-formulir rekam medis secara periodik melaporkan kepada kepala unit rekam medis mengenai jumlah dan jenis formulir yang telah digunakan 5. Mengalokasikan dan mengendalikan nomor rekam medis 6. Menyerahkan dokumen rekam medis yang sudah lengkap ke fungsi koding dan pengindeksan 7. Menyerahkan sensus harian ke fungsi analis dan pelaporan Selain tugas pokok yang disebutkan diatas terdapat juga deskripsi dari kegiatan assembling dalam pelayanan rekam medis, diantaranya sebagai berikut : 1. Menyerahkan dokumen rekam medis baru dan kelengkapan formulirnya kepada unit pengguna 2. Mengalokasikan dan mencatat penggunaan nomor rekam medis ke dalam buku pengguna rekam medis 3. Menerima pengembalian rekam medis dan sensus harian dari unti rawat inap, rawat jalan dan UGD dengan menandatangani buku ekspedisi 4. Mencocokan jumlah dokumen rekam medis dengan jumlah pasien yang ditulis pada sensus harian 5. Jumlah dokumen rekam medis yang diterima harus sesuai dengan jumlah dokumen yang tercatat dalam sensus harian. 6. Meneliti isi kelengkapan rekam medis, kelengkapan isi dan mengatur formulir rekam medis sesuai sejarah dan riwayat penyakit pasien 34 7. Apabila dokumen rekam medis belum lengkap, petugas diharuskan menulis ketidaklengkapan berkas tersebut dikertas berbeda dan ditempelkan pada sampul berkas rekam medis lalu diserahkan kepada unit yang bersnagkutan 8. Apabila sudah lengkap dokumen rekam medis harus diserahkan ke fungsi koding dan analis 9. Menyerahkan sensus harian ke fungsi analis dan pelaporan 10. Membuat laporan ketidak lengkapan isi dokumen 11. Membuat laporan penggunaan formulir rekam medis C. Petugas Koding Koding atau pengkodean merupakan salah satu proses yang terdapat dalam proses pengajuan klaim di rumah sakit. Dalam hal ini pengkodean dilakukan oleh koder atau petugas koding. Keakuratan dalam pengkodean adalah tanggung jawab dari koder yang merupakan petugas rekam medis. Peran koder yaitu terdiri dari : 1. Membuat kode diagnosa sesuai convention ICD-10 2. Membuat kode prosedur sesuai convention ICD-9-CM 3. Menghubungi dokter jika terdapat masalah dalam membuat kode 4. Melaporkan maslah pengkodean kepada ketua PokJa Coding disertai dengan barang bukti 5. Bersama-sama dengan tim casemix rumah sakit melakukan audit kelengkapan rekam medis (Kartika, 2014) Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ernawati dan Kresnowati (2013) tentang kompetensi tenaga koder dalam proses 35 Reimbursement berbasis System Case-mix di beberapa rumah sakit di kota Semarang bahwa kualitas dan kuantitas dari tenaga koding nantinya berpengaruh terhadap penyelenggaraan rekam medis di rumah sakit. Berdasarkan penelitian tersebut juga ditemukan bahwa kualitas petugas koding di rumah sakit dapat dilihat dari beberapa hal, yaitu : 1. Pengalaman Kerja Pengalaman kerja yang dimiliki oleh petugas koding sangat mendukung pelaksanaan tugas dari koder itu sendiri. Petugas yang berpengalaman akan lebih mudah menentukan kode penyakit seiring dengan kebiasaan dan ingatan. Selain itu, petugas yang berpengalaman memiliki kemampuan membaca tulisan dari dokter lebih baik serta memiliki hubungan interpersonal dan komunikasi yang lebih akrab dengan tenaga medis yeng menuliskan diagnosis. Akan tetapi pengalaman kerja juga harus ditunjang denganpengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk dapat menghasilkan kode yang akurat. 2. Pendidikan Berdasarkan kurikulum pendidikan ahli rekam medis dan informasi kesehatan kemampuan pengkodean merupakan salah satu kompetensi yang tidak dimiliki oleh tenaga kesehatan lain karena pengkodean sendiri merupakan tugas pokok dari tenaga rekam medis. Hal ini sesuai dengan yang tertera pada Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) No. 377/Menkes/SK/III/2007 tentang standar profesi perekam medis dan informasi kesehatan bahwa 36 kompetensi perekam medis yang pertama adalah klasifikasi dan kodifikasi penyakit, masalah-masalah yang berkaitan dengan kesehatan dan tindakan medis. Didalamnya juga disebutkan kualifikasi pendidikan untuk perekam medis diantaranya yaitu : a. Diploma 3 (D3) rekam medis dan informasi kesehatan yang ditempuh selama enam semester, dengan gelar ahli madya. b. Diploma 4 (D4) manajemen informasi kesehatan yang ditempuh selama delapan semester dengan gelar sarjana sains terapan MIK. c. Strata 1 (S1) manajemen informasi kesehatan yang ditempuh selama delapan semester dengan gelar sarjana manajeman informasi kesehatan. d. Strata 2 (S2) manajemen informasi kesehatan yang ditempuh selama empat semester dengan gelar magister manajeman informasi kesehatan. 3. Pelatihan Apabila petugas koding belum mempunyai kesempatan untuk mendapatkan pendidikan khusus di bidang rekam medis dan informasi kesehatan, maka untuk mendapatkan hasil yang baik setidaknya petugas tersebut mengikuti pelatihan yang berkaitan dengan rekam medis. Pelatihan sendiri bisa bersifat aplikatif berupa in-house atau on-the-job training sehingga dapat membantu meningkatankan pemahaman dan skill tenaga koding tersebut. 37 2.1.4 Teknologi Informasi dalam Proses Pengajuan Klaim JKN Teknologi merupakan penerapan berbagai peralatan atau sistem untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan informasi adalah berita yang mengandung maksud tertentu. Apabila keduanya digabungkan maka teknologi informasi merupakan tata cara atau sistem yang digunakan oleh manusia dalam menyampaikan pesan atau informasi (Maryono dan Istiana, 2007). Teknologi informasi banyak digunakan untuk pengelolaan pekerjaan karena efektifitas dan efisiensinya yang sudah terbukti mempercepat sebuah kinerja. Pengguanaan teknologi informasi juga mempermudah pertukaran teknologi informasi dalam kehidupan seharihari dan saat ini teknologi sudah merambah pada bidang profesi (Supriyanto dan Muhsin, 2008). Sebenarnya pemerintah memang sudah menganjurkan setiap rumah sakit untuk menerapkan sistem informasi di rumah sakit atau lebih dikenal dengan Sistem Informasi Manajeman Rumah Sakit (SIM RS). Tertuang pada PMK No. 82 tahun 2013 tentang SIM RS bahwa sistem informasi kesehatan merupakan seperangkat tatanan yang meliputi data, informasi, indikator, prosedur, teknologi, perangkat, dan sumber daya manusia yang saling berkaitan dan dikelola secara terpadu untuk mengarahkan tindakan atau keputusan yang berguna dalam mendukung pembangunan kesehatan. Pada pelaksanaan JKN teknologi informasi sangat dibutuhkan terutama sistem informasi kesehatan pada pencatatan rekam medis yang akurat dan komprehensif serta penggunaan sistem komputerisasi dan 38 teknologi komputer yang dapat mempermudah sistem pembayaran INACBGs (Thabrany, 2015). Selain itu, sistem rekam medis yang terkomputrisasi juga dapat membantu mempercepat pengumpulan berkas JKN. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Widowati (2015) tentang pengaruh kecepatan pemberkasan rekam medis elektronik dan rekam medis manual rawat jalan terhadap ketepatan waktu pengumpulan berkas JKN di RS Bethesda ditemukan bahwa adanya pengaruh kecepatan pemberkasan rekam medis elektonik dengan ketepatan waktu pengumpulan berkas JKN dengan risiko ketidaktepatan kecil. Sedangkan untuk pemberkasan rekam medis manual memiliki risiko ketidaktepatan yang besar untuk pengumpulan berkas JKN. Pada Permenkes No. 27 tahun 2014 tentang petunjuk teknis sistem INA-CBGs juga disebutkan bahwa proses administrasi klaim JKN menggunakan aplikasi INA-CBGs. Aplikasi tersebut merupakan alat yang digunakan oleh petugas klaim untuk proses penginputan data dan pemberian kode tindakan serta diagnosa atas peserta JKN yang sudah mendapatkan pelayanan. Hal ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut : 1. Menghasilkan data base pelayanan kesehatan pada jenjang RS. 2. Melakukan proses rekapitulasi klaim yang selanjutnya berkas rekapitulasi akan dikirim ke BPJS kesehatan sebagai bahan dasar dalam melakukan verifikasi klaim JKN. Selain itu, sistem INA-CBGs juga ditunjuk sebagai petugas verifikasi klaim dalam rangka melakukan proses verifikasi atas klaim yang diajukan oleh rumah sakit untuk menghasilkan data base individual klaim yang 39 terverifikasi pada jenjang BPJS cabang kemudian teregistrasi di pusat. Selain itu, data base ini akan berperan penting dalam proses klaim serta dimanfaatkan untuk telaah utilisasai, update tarif INA-CBGs dan lainnya (Kartika, 2014). Berdasarkan media internal resmi BPJS Kesehatan Edisi X tahun 2014 diketahui adanya bridging system merupakan salah satu pengembangan teknologi informasi dengan penggunaan aplikasi berbasis web service yang menghubungkan sistem pelayanan kesehatan menjadi satu. Hal ini diharapkan dapat membantu meningkatkan pelayanan kesehatan di rumah sakit amupun puskesmas. Bagi rumah sakit sistem ini dapat menghemat sumber daya manusia, kecepatan pengisian data dan kecepatan proses pengajuan klaim yang sedang ditangani. Sedangkan keuntungan dari BPJS Kesehatan, bridging system membuat akurasi data menjadi lebih baik serta proses verifikasi dan pengolahan data jadi lebih cepat. 2.1.5 Kebijakan dalam Klaim JKN Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kulo, Massie, Kandou (2014) tentang pengolaan dan pemanfaatan dana dari program JKN di RSUD Datoe Bingangkan, terdapat beberapa kebijakan tentang penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional yang didalamnya terdapat penjelasan sistem pembayaran kepada fasilitas kesehatan, seperti: a. Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). 40 b. Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). c. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. d. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 71 tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional. e. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 69 tahun 2013 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan. f. Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 1 tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan. g. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 27 tahun 2014 tentang petunjuk Teknis Sistem Indonesian Case Base Group‟s (INA-CBG‟s). h. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 28 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional. Selain kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, terdapat juga kebijakan yang sifatnya lokal dan hanya digunakan di institusi. Hal ini terlihat pada penelitian yang dilakukan oleh Cahyaningtyas (2012) bahwa ketidakdisiplinan petugas terkait peraturan yang ditentukan oleh rumah sakit menjadi sebuah masalah akibat tidak ada SOP yang terkait tentang penagihan klaim pasien JPK Gakin dan SKTM. Hal serupa juga disebutkan pada penelitian Kartika (2014) bahwa proses pengelolaan berkas klaim tidak hanya mengacu pada prosedur pelayanan dan klaim 41 kesehatan tingkat lanjut yang ditetapkan oleh BPJS kesehatan tetapi juga dibutuhkan SOP yang jelas disetiap unit klaim. SOP yang jelas nantinya diharapkan dapat membatu mengoptimalkan kinerja petugas. Menurut Soemohadiwidjojo (2014) Standar Operasional Prosedur (SOP) yang merupakan panduan yang digunakan untuk memastikan kegiatan operasional organisasi atau perusahaan berjalan dengan lancar. Secara luas SOP dapat diartikan sebagai dokumen yang menjabarkan aktivitas operasional sebuah organisasi. Sedangkan dalam arti sempit SOP merupakan salah satu jenis dokumen dalam sebuah sistem tata kerja yang digunakan untuk mengatur kegiatan operasional antar bagian atau fungsi dalam sebuah organisasi agar kegiatan tersebut dapat terlaksana secara sistemik. Penggunaan SOP dalam organisasi bertujuan untuk memastikan organisasi beroperasi secara konsisten, efektif, efisisn, sistematis dan terkelola dengan baik, untuk menghasilkan produk yang memiliki mutu konsisten sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Implementasi SOP dalam organisasi dimaksudkan agar organisi dapat menghadapi tentangan sebagai berikut : 1. Tingkat kesulitan kegiatan operasional organisasi semakin tinggi sehingga risiko terjadinya kesalahan atau penyimpangan juga semakin tinggi 2. Semakin banyak persyaratan dan peraturan perundang-undangan yang harus dipatuhi organisasi 3. Pelanggan yang semakin kritis dengan tuntutan mutu produk organisasi yang konsisten atau semakin baik 42 2.2. Klaim Ditolak Klaim ditolak menandakan tidak akan ada pembayaran untuk klaim tersebut umumnya klaim tersebut terdapat kesalahan dalam billing atau pengkodean ataupun masalah lainnya (Catherine, 2013). Sedangkan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tettey, dkk (2012) tentang tantangan dalam pembayaran provider yang berada dibawah skema asuransi nasional Ghana disebutkan bahwa penolakan klaim perlu dibagi menjadi dua yaitu penolakan klaim total dan penolakan klaim sebagian (parsial). Penolakan klaim total ditandai dengan tidak sedikit pun biaya klaim yang diajukan dibayarkan hal ini dapat disebabkan oleh tidak ada bukti pelayanan yang diajukan dan klien yang tidak elegibel karena kartu asuransi kesehatan nasional kadaluarsa atau nomor asuransi yang tidak dikenali oleh provider. Untuk penolakan klaim parsial bisa disebut juga sebagai pemotongan atau pengurangan biaya klaim. Hal tersebut dapat terjadi karena obat yang digunakan tidak sesuai dengan yang ada didaftar obat, biaya obat yang dilebihkan dan salah mengkutip diagnosa. Selain itu, menurut Catherine (2013) didalam bukunya, didapatkan bahwa penyebab penolakan klaim dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu sebagai berikut: 1. Klaim ditolak karena front–end errors terbagi menjadi beberapa contoh kesalahan yaitu : a. Format : beberapa informasi harus dipenuhi sesuai dengan kebutuhan formulir klaim; tidak ditemukan nomer ID provider serta provider yang tidak valid artinya provider tidak tersedia dalam sistem. 43 b. Penulisan informasi yang salah seperti nomer ID peserta yang salah serta nomor ID provider yang salah, infomasi asuransi yang salah, ditagihkan berdasarkan kelas finansial yang salah, serta tanggal lahir maupun jenis kelamin pasien yang salah (hal ini dikarenakan beberapa prosedur biasanya disesuaikan dengan umur atau hanya dilakukan pada pasien wanita atau laki-laki saja) c. Permasalahan lainnya : tidak menyerahkan bukti visit, tidak adanya persetujuan (beberapa pelayanan membutuhkan persetujuan), klaim tidak diajukan sesuai dengan batas waktunya. 2. Klaim yang ditolak karena kesalahan pada billing dan coding. Hal ini juga sesuai dengan yang diungkapkan oleh Ernawati dan Kresnowati (2013) bahwa salah satu faktor penting yang menentukan suatu klaim ditolak atau diterima adalah akurasi pengkodean diagnosis dan tindakan pada dokumen rekam medis. Apabila terdapat kesalahan dalam melakukan pengkodean maka akan mempengaruhi kode DRG kasus dan akan mempengaruhi biaya pengajuan klaim. Berikut beberapa contoh kasus kesalahan pada billing dan coding menurut (Catherine, 2013) yaitu : a. Ketika sepasang kode tindakan yang diberikan tidak bisa dilakukan pada sesi yang bersamaan oleh dokter karena pelayanan tersebut merupakan pelayanan yang sama sehingga salah satunya tidak dibutuhkan. b. Kode tambahan tidak ada : biasanya kode primer harus dilengkapi dengan kode tambahan 44 c. Bukan diagnosis primer : diagnosis tidak dapat dicantumkan sebagai diagnosis tunggal d. Kesalahan lainnya seperti penetapan tanggal yang salah baik tanggal mendapatkan pelayanan, tanggal perawatan dan kepulangan; salah memilih tempat pelayanan, kode billing yang salah. 3. Permasalahan lain yang menyebabkan klaim ditolak, yaitu : a. Waktu pengajuan b. Batasan frekuensi c. Batasan kapitasi d. Dokumen yang tidak lengkap e. Utilisasi review f. Prosedur yang tidak perlu g. Pelayanan kesehatan dengan alasan kecantikan h. Bukan proseedur yang dicover i. Kombinasi kode yang tidak valid j. Diagnosis tidak sesuai dengan prosedur penanganan Faktor-faktor penyebab tersebut juga ditemukan pada beberapa penelitian lain. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Mahesa (2009) tentang klaim bermasalah gakin dan SKTM RSUD Pasar Rebo ditemukan bahwa klaim yang bermasalah disebabkan oleh ketidaklengkapan berkas administrasi klaim, pengecualian pelayananan dan batasan biaya. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Cahyaningtyas (2012) tentang Kelancaran Penagihan Klaim JPK Gakin dan SKTM pada pelayanan Administrasi Pasien Jaminan di Rumah Sakit Bhayangkara Tk. I R. Said Sukanto juga menunjukan bahwa klaim yang tidak 45 dibayarkan serta adanya keterlambatan pengiriman tagihan disebabkan oleh adanya permasalahan baik pada input maupun proses pengajuan klaim. Ditemukan bahwa kebijakan terkait penagihan klaim belum tersosialisasi dengan baik, SDM yang masih kurang, sarana dan prasarana yang belum memadai, belum terdapat SOP terkait penagihan klaim serta proses verifikasi dan rekapitulasi yang sering terhambat. 2.3 Kerangka Teori Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dijabarkan maka dapat dibuat kerangka teori yang sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu untuk menggambarkan klaim JKN yang ditolak pada pelayanan rawat jalan di rumah sakit. Pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan sistem yang merupakan sebuah penerapan dari cara berpikir yang sistematis dan logis dalam membahas dan mencari pemecahan masalah dari suatu masalah atau keadaan yang dihadapi. Unsur sistem secara sederhana dapat dibagi menjadi enam bagian yaitu input, proses, output, dampak, feedback (umpan balik) dan lingkungan yang saling berhubungan dan saling tergantung yang beroperasi sebagai satu keseluruhan dalam pencapaian tujuan (Azwar, 2003). Pada penelitian ini unsur sistem yang digunakan hanya tiga yaitu input, proses dan output. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Cahyaningtyas (2012) tentang gambaran kelancaran penagihan klaim JPK Gakin dan SKTM pada pelayanan administrasi pasien JKN di RS Bhayangkara TKI R Said Sukanto bahwa kelancaran klaim dilihat menggunakan pendekatan sistem yang terdiri dari input, proses dan output. Unsur input yang diteliti terdiri dari 46 SDM, kebijakan atau SOP, sarana berupa teknologi informasi serta unsur output berupa adanya keterlambatan dan klaim yang tidak dibayarkan. Selain itu, untuk proses pengajuan berkas klaim JKN diambil dari ketentuan pada Permenkes No. 28 tahun 2014, pedoman teknis administrasi klaim BPJS kesehatan (2014) dan Permenkes No. 27 tahun 2014. Proses pengajuan berkas klaim di fasilitas kesehatan tingkat lanjut diawali dengan pelayanan administrasi, pemberian pelayanan medis, rekapitulasi pelayanan dan pemberian kode serta entri data klaim melalui INA-CBGs. Berikut kerangka teori yang digunakan pada penelitian kali ini : Bagan 2.1 Kerangka Teori 1 1 INPUT 1. SDM 2. Kebijakan/SOP 3. Teknologi Informasi PROSES 1. Pelayanan administrasi 2. Pemberian pelayanan medis 3. Rekapitulasi pelayanan 4. Pengkodean dan entri data OUTPUT Klaim yang tidak dibayarkan Sumber : Azwar (2003), Cahyaningtyas (2012), Permenkes No. 28 tahun 2014, BPJS Kesehatan (2014) dan Permenkes No. 27 tahun 2014 47 BAB III KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH 3.1 Kerangka Pikir Sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu menggambarkan klaim JKN yang ditolak pada pelayanan rawat jalan di rumah sakit Singaparna Medika Citrautama (RS SMC) tahun 2016. Maka penjabarannya akan dilakukan dengan menggunakan teori pendekatan sistem dari Azwar (2003). Klaim yang ditolak atau klaim yang tidak dibayarkan merupakan sebuah output dari proses pengajuan klaim, sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Cahyaningtyas (2012). Namun, pada penelitian ini hanya akan dilakukan penelitian pada proses pengajuan berkas klaim yang dilakukan oleh rumah sakit sehingga output yang diteliti adalah berkas klaim, sesuai dengan Juknis verifikasi klaim (2014). Pada penelitian yang dilakukan oleh Cahyaningtyas (2012) juga menyebutkan bahwa unsur input yang digunakan pada pelayanan administrasi klaim pasien JPK Gakin dan SKTM adalah sumber daya manusia (SDM), kebijakan dan teknologi informasi. Maka pada penelitian ini unsur input yang digunakan juga sesuai dengan penelitian tersebut yaitu terdiri dari petugas pelaksana administrasi JKN, teknologi informasi dan kebijakan yang digunakan dalam sistem pengajuan berkas klaim. Selain itu, untuk proses pengajuan berkas klaim JKN diambil dari ketentuan pada Permenkes No. 28 tahun 2014, pedoman teknis administrasi klaim BPJS kesehatan (2014) dan Permenkes No. 27 tahun 2014. Proses pengajuan berkas terdiri dari pelayanan administrasi, pemberian pelayanan medis, rekapitulasi pelayanan dan pemberian kodes serta entri data klaim melalui INA-CBGs. 48 Namun, pada pemberian pelayanan medis hanya akan dilakukan penelitian pada proses pelayanan administrasi yang berlangsung saat pemberian pelayanan medis. Berikut kerangka pikir yang akan digunakan dalam penelitian ini : Bagan 3.1 Kerangka Pikir 1 INPUT: PROSES 1. Petugas pelaksana administrasi pengajuan klaim JKN rawat jalan, terdiri dari : pasien Berkas Pengajuan Berkas Klaim 1. Pelayanan administrasi 2. Pemberian pelayanan medis a. Petugas penerima JKN rawat jalan b. Petugas 3. Rekapitulasi pelayanan 4. Pemberian kode dan entri data dengan INA-CBGs administrasi poliklinik c. Petugas Rekapitulasi d. Petugas administrasi klaim JKN 2. Teknologi OUTPUT : Informasi pengajuan klaim JKN 3. Kebijakan klaim JKN di rumah sakit 49 klaim JKN yang ditolak pada pelayanan rawat jalan tahun 2016. 3.2 Definisi Istilah Tabel 3.1 Definisi Istilah 1 No. Istilah Definis Istilah Cara Ukur Alat Ukur Informan Kunci Pendukung Hasil Ukur INPUT 1. Petugas Orang pelaksana bertugas administrasi menjalankan pengajuan kegiatan klaim yang Telaah Koordinator Petugas dokumen, wawancara tempat pendaftaran jumlah wawancara dan pedoman pendaftaran rawat penerimaan pasien JKN berupa mendalam dan observasi JKN penerimaan rawat jalan. Pedoman observasi rawat jalan dan SEP 1. Informasi jalan petugas petugas rawat jalan RS SMC. 2. Informasi berupa latar pasien JKN rawat belakang jalan masa dan mengenai pendidikan, kerja dan melakukan pelatihan yang pernah pengecekan serta diikuti pembuatan penerimaan pasien JKN surat eligibilitas peserta (SEP) SMC. di RS oleh petugas di RS SMC. 3. Permasalahan berkaitan petugas yang dengan penerimaan pasien JKN rawat jalan di RS SMC. No. Istilah Definis Istilah Orang Cara Ukur yang Telaah bertugas dokumen melengkapi wawancara berkas Alat Ukur Pedoman Informan Kunci Pendukung Kepala Seksi Petugas dan wawancara Hasil Ukur 1. Informasi mengenai Pelayanan Administrasi jumlah Rawat Jalan poliklinik administrasi poliklinik penyakit di RS SMC. klaim mendalam pasien JKN rawat dalam, jalan di poliklinik poliklinik RS SMC. bedah petugas 2. Informasi berupa latar belakang pendidikan, dan masa kerja dan poliklinik pelatihan yang pernah kandungan. diikuti oleh petugas administrasi poliklinik di RS SMC. 3. Permasalahan berkaitan petugas yang dengan administrasi poliklinik di RS SMC. Orang yang Telaah Pedoman Petugas Petugas rekapitulasi rekapitulasi jumlah berkas klaim rekapitulasi bertugas dokumen, wawancara melakukan wawancara dan pedoman berkas klaim penyusunan dan mendalam dan observasi 51 1. Informasi mengenai petugas berkas klaim pasien JKN rawat No. Istilah Definis Istilah pengecekan Cara Ukur Alat Ukur Informan Kunci Pendukung observasi Hasil Ukur jalan di RS SMC. kelengkapan 2. Informasi berupa latar maupun pengisian belakang berkas masa klaim pendidikan, kerja dan pasien JKN rawat pelatihan yang pernah jalan RS SMC. diikuti oleh petugas rekapitulasi di RS SMC. 3. Permasalahan yang berkaitan dengan petugas berkas rekapitulasi klaim pasien JKN rawat jalan di RS SMC. Orang yang Telaah Pedoman Koordinator Petugas administrasi administrasi jumlah klaim JKN administrasi klaim JKN bertugas dokumen, wawancara melakukan wawancara dan pedoman klaim JKN kegiatan mendalam dan observasi pemberian kode observasi 1. Informasi mengenai petugas di RS SMC. 2. Informasi berupa latar 52 No. Istilah Definis Istilah dan entri Cara Ukur Alat Ukur Informan Kunci Pendukung data belakang pendidikan, pasien JKN rawat masa jalan pada pelatihan yang pernah aplikasi INA- diikuti CBGs serta administrasi klaim di pembuatan kerja dan petugas RS SMC. laporan 2. Hasil Ukur 3. Permasalahan yang penagihan klaim berkaitan pasien JKN rawat petugas jalan di RS SMC. klaim JKN di RS SMC. keras Observasi Perangkat informasi beserta perangkat wawancara Observasi dan administrasi administrasi perangkat keras beserta klaim JKN. lunak pedoman klaim klaim perangkat lunak yang 2. Petugas digunakan dalam proses digunakan dalam 1.Koordinator 1. Petugas administrasi Teknologi yang mendalam dan Pedoman dengan wawancara 2.Verifikator 1. Informasi mengenai sistem pengajuan 3.Koordinator pendaftaran pengajuan klaim di RS klaim JKN di RS pendaftaran rawat jalan SMC. SMC. 3. Petugas 53 2. Informasi pembuatan permasalahan SEP berkaitan mengenai yang dengan No. Istilah Definis Istilah Cara Ukur Alat Ukur Informan Kunci Pendukung Hasil Ukur penggunaan perangkat keras beserta perangkat lunak dalam proses pengajuan klaim JKN di RS SMC. 3. Kebijakan Peraturan yang Wawancara Pedoman 1.Koordinator digunakan oleh mendalam dan wawancara RS SMC sebagai telaah dokumen acuan dalam 1. Informasi mengenai pada tempat penerima peraturan yang pendaftaran, pasien, dijadikan acuan dalam petugas pengajuan klaim di RS 2.Kasie Petugas sistem pengajuan Pelayanan administrasi SMC baik kebijakan klaim JKN. Rawat Jalan poliklinik lokal dari rumah sakit dan maupun 3.Kepala petugas Administrasi administrasi klaim 4.Verifikator klaim kebijakan pemerintah. 2. Informasi permasalahan mengenai yang berkaitan dengan peraturan yang dijadikan acuan dalam pengajuan klaim di RS 54 No. Istilah Definis Istilah Cara Ukur Alat Ukur Informan Kunci Pendukung Hasil Ukur SMC. PROSES 1. Pelayanan Kegiatan Wawancara administrasi penerimaan mendalam dan wawancara pasien JKN pasien JKN di observasi rawat jalan di tempat RS SMC. Pedoman 1. Koordinator 1. Petugas pendaftaran dan pedoman 2. Kasie observasi pendaftaran rawat jalan dan kegiatan pendaftaran 2. Petugas 1. Informasi kegiatan mengenai penerimaan pasien JKN di rawat pelayanan administrasi jalan rawat jalan poliklinik pendaftaran RS SMC. 2. Informasi tempat mengenai pemberkasaan proses klaim pada saat klaim saat pemberian pemberian pelayanan di poliklinik pelayanan pasien pemberkasan 3. Informasi mengenai di poliklinik RS permasalahan SMC. berkaitan kegiatan pasien jalan yang dengan penerimaan JKN dan pemberkasan rawat kegiatan klaim pada saat pemberian 55 No. Istilah Definis Istilah Cara Ukur Alat Ukur Informan Kunci Pendukung Hasil Ukur pelayanan di poliklinik RS SMC. 2. Rekapitulasi Kegiatan yang Wawancara berkas klaim dilakukan berupa mendalam dan wawancara memeriksa observasi kelengkapan berkas Pedoman Petugas Petugas rekapitulasi rekapitulasi 1. Informasi mengenai kegiatan pemeriksaan dan pedoman kelengkapan observasi klaim JKN rawat jalan klaim berkas yang dilakukan di RS pasien JKN rawat SMC. jalan di RS SMC. 2. Informasi mengenai permasalahan berkaitan yang dengan kegiatan pemeriksaan kelengkapan berkas klaim JKN rawat jalan RS SMC. 4. Pemberian kode entri data Kegiatan yang Wawancara Pedoman dan dilakukan di unit mendalam dan wawancara administrasi klaim RS SMC observasi dan pedoman observasi 56 Koordinator Petugas 1. Informasi administrasi administrasi kegiatan klaim klaim kode dan entri data pasien mengenai pemberian JKN rawat No. Istilah Definis Istilah Cara Ukur Alat Ukur Informan Kunci berupa pemberian kode Hasil Ukur Pendukung jalan di RS SMC. diagnosis 2. Informasi mengenai dan kode tindakan permasalahan serta memasukan berkaitan data pasien JKN kegiatan rawat kode dan entri data melalui jalan aplikasi pasien INA-CBGs yang dengan pemberian JKN rawat jalan di RS SMC. hingga merubahnya menjadi data dalam bentuk txt. OUTPUT 1. Berkas klaim Sampel JKN berkas Observasi Pedoman Koordinator Petugas Informasi yang klaim JKN pada dokumen dan observasi administrasi administrasi kelengkapan, validitas isi klaim klaim dan ditolak pada layanan pelayanan rawat jalan yang telah mendalam jalan disiapkan tahun 2016. rawat wawancara rumah waktu terkait pengajuan terhadap sampel berkas oleh klaim JKN pada layanan sakit rawat jalan di RS SMC 57 No. Istilah Definis Istilah Cara Ukur Alat Ukur Informan Kunci Hasil Ukur Pendukung terdiri dari SEP, yang resume medis, verifikator pelayanan kesehatan. bukti lainnya seperti hasil rincian tagihan rumah sakit, resep obat dan hasil pemeriksaan penunjang, namun oleh ditolak BPJS kesehatan. 58 ditolak oleh BPJS BAB IV METODOLOGI 4.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif. Metode ini dipilih dikarenakan sesuai dengan pengertiannya bahwa penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang secara khusus berfungsi untuk menggali dan memahami makna yang berasal dari individu dan kelompok terkait masalah sosial ataupun individu. Strategi yang digunakan pada penelitian kualitatif ini adalah studi kasus yang merupakan strategi yang digunakan oleh peneliti dalam mengembangkan analisis mendalam atas suatu kasus seperti program, peristiwa, aktivitas, proses ataupun individu (Creswell, 2014). Studi kasus dilakukan terhadap ketiga berkas klaim JKN yang ditolak pada layanan rawat jalan di RS SMC tahun 2016. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Juli 2016 sampai September 2016 dan dilaksanakan di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama (RS SMC) Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. 4.3 Informan Penelitian Metode pemilihan informan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan teknik purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik pemilihan sampel yang ditentukan oleh peneliti berdasarkan pengetahuan yang dimiliki terkait judul penelitian atau berdasarkan situasi masalah yang sedang difokuskan untuk diteliti (Lapau, 2013). Oleh karena itu, informan yang dipilih memiliki karakteristik sebagai berikut : 1 Terlibat dalam proses pembuatan berkas klaim JKN pada pelayanan rawat jalan di RS SMC. 2 Memiliki pengetahuan terkait alur pelayanan administrasi pengajuan klaim JKN pada pelayanan rawat jalan di RS SMC. Informan pada penelitian ini berjumlah 11 orang yang terdiri dari koordinator pendaftaran rawat jalan dan petugas pendaftaran rawat jalan, kepala seksi pelayanan rawat jalan dan petugas administrasi poliklinik (penyakit dalam, bedah dan kandungan). Petugas administrasi poliklinik dipilih karena pada poliklinik tersebut jumlah kunjungan pasiennya terbanyak periode Januari 2016 sampai Mei 2016. Selain itu terdapat petugas rekapitulasi, koordinator administrasi klaim dan petugas administrasi klaim serta verifikator klaim. Berikut infomasi terkait informan yang ada pada penelitian ini : Tabel 4.1 Informan Penelitian 1 Kode Pendidikan Lama Usia Informan Jabatan Terakhir Bekerja PRJ1 47 Tahun D4 5 tahun Koordinator Pendaftaran PRJ2 23 Tahun SLTA 3 Tahun Petugas Pendaftaran PRJ3 24 Tahun D3 3 Tahun Petugas penerima pasien JKN pembuat SEP RJ1 41 Tahun S1 5 Tahun Kasien Pelayanan Rawat Jalan 60 (Tabel 4.1 Sambungan) 1 Kode Pendidikan Lama Usia Informan RJ2 27 Tahun Jabatan Terakhir Bekerja SMA 2 Tahun Petugas Admin Poliklinik Bedah RJ3 21 Tahun SMK 2 Tahun Petugas Admin Poliklinik Penyakit Dalam RJ4 23 Tahun SMK 3 Tahun Petugas Admin Poliklinik Kebidanan CH1 24 Tahun D4 1 Bulan Petugas Rekapitulasi CH2 22 Tahun D3 1 Bulan Petugas Rekapitulasi PAK1 31 Tahun S1 5 Tahun Koordinator Administrasi Klaim PAK2 25 Tahun D3 1 tahun Petugas Administrasi Klaim 4.4 Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian ini yaitu pedoman wawancara sebagai acuan dalam melakukan wawancara mendalam terkait input dan proses pengajuan klaim JKN pada pasien rawat jalan di RS SMC. Instrumen penelitian lainnya yang juga digunakan dalam pengumpulan data yaitu pedoman observasi berkas klaim yang disertai dengan telaah dokumen. Peneliti juga akan menggunakan alat bantu dalam mengumpulkan data seperti perekam suara dan alat tulis. 61 4.5 Sumber Data Pada penelitian ini akan digunakan dua jenis sumber data untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Kedua jenis sumber data tersebut terdiri dari : 1. Data primer merupakan data yang didapatkan langsung oleh peneliti dari objek penelitiannya. Data primer didapatkan dari hasil melakukan wawancara mendalam dan observasi baik pada prosedur yang berlangsung di lapangan dan observasi berkas klaim JKN yang ditolak. 2. Data sekunder merupakan data yang tidak didapatkan secara langsung oleh peneliti melainkan data tersebut sudah ada dan merupakan data milik rumah sakit. Bentuk dari data ini adalah dokumen yang mendukung penelitian yang dilakukan oleh peneliti yang terdiri dari profil rumah sakit, data kepegawaian rumah sakit, data jumlah kunjungan pasien, data pengajuan klaim dan kebijakan yang digunakan pada sistem pengajuan klaim JKN di RS SMC. 4.6 Pengumpulan Data Pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini yaitu dengan wawancara mendalam, observasi dan telaah dokumen. Wawancara mendalam dilakukan dengan tujuan untuk menggali informasi lebih mendalam terkait input, proses dan output pada sistem pengajuan klaim JKN pada pelayanan rawat jalan di RS SMC. Wawancara mendalam akan dilakukan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam proses pengajuan klaim JKN di RS SMC. Telaah dokumen dilakukan untuk mendapatkan data terkait jumlah berkas klaim yang ditolak melalui dokumen-dokumen yang tersedia di RS SMC serta observasi yang digunakan untuk mendapatkan informasi terkait kondisi input, proses dan output pada sistem pengajuan klaim. 62 4.7 Pengolahan Data Pengolahan data yang digunakan pada penelitian ini yaitu menggunakan pendekatan dari Miles & Hubberman (1992). Berikut akan dijabarkan langkah pengolahan data pada pendekatan tersebut : 1. Reduksi Data Reduksi data pada penelitian ini yaitu proses pemilihan dan pemusatan perhatian pada penyederhanaan data mentah yang didapatkan di lapangan oleh peneliti. Data mentah yang didapatkan dari hasil wawancara, observasi maupun telaah dokumen akan dipilah dan digolongkan sesuai kerangka konsep penelitian yaitu input (Petugas pelaksana administrasi JKN, teknologi informasi yang digunakan dalam proses pengajuan klaim beserta kebijakan), proses (pelayanan administrasi pasien JKN rawat jalan, rekapitulasi dan administrasi klaim) dan output (berkas klaim JKN yang ditolak). Data mentah yang sekiranya tidak diperlukan maka akan dibuang. 2. Penyajian Data Data yang sudah direduksi sesuai kerangka konsep penelitian, selanjutnya akan dijadikan uraian singkat dan disajikan kedalam sebuah matriks. Matriks akan dibuat berdasarkan pertanyaan penelitian yang juga terbagi atas input (Petugas pelaksana administrasi JKN, teknologi informasi yang digunakan dalam proses pengajuan klaim beserta kebijakan), proses (pelayanan administrasi pasien JKN rawat jalan, rekapitulasi dan administrasi klaim) dan output (berkas klaim JKN yang ditolak). Data yang sekiranya dapat menjawab pertanyaan penelitian akan diuraikan berdasarkan metode 63 pengumpulan data baik itu informan kunci, informan pendukung, hasil observasi maupun hasil telaah dokumen. 3. Menarikan Kesimpulan/Verifikasi Pada tahapan ini peneliti akan menarik kesimpulan dari matriks yang telah dibuat. Kesimpulan akan dibuat dengan cara meninjau kembali gagasan yang sudah didapat dengan pemikiran ulang serta tinjauan ulang pada catatan di lapangan. Gagasan input, proses dan output yang telah didapat dari matriks akan ditinjau ulang oleh peneliti dengan memperhatikan data yang tersaji pada matriks. Data diverifikasi dengan membandingkan data hasil wawancara, observasi dan telaah dokumen sehingga terbentuk kesimpulan yang valid. 4.8 Analisis Data Analisis data pada penelitian ini menggunakan metode analisis data Spradley (1980) dalam Sugiyono (2016). Analisis data dilakukan sejak awal penelitian dan selama proses penelitian dilaksanakan. Metode ini terdiri dari empat tahapan, yaitu : 1. Analisis Domain Analisis domain pada tahapan ini peneliti berupaya untuk memperoleh gambaran umum pada sistem pengajuan klaim JKN rawat jalan di RS SMC untuk menjawab fokus penelitian yaitu gambaran klaim yang ditolak. Peneliti melihat kembali data yang telah diolah dan menentukan domain atau fokus penelitian yang terdiri dari input, proses dan output (berkas klaim JKN rawat jalan yang ditolak) pada sistem pengajuan klaim. 2. Analisis Taksonomi 64 Setelah pada tahap analisis domain ditemukan domain penelitian maka selanjutnya pada analisis taksonomi, domain-domain tersebut dirinci lagi menjadi sub-domain. Input disub-domainkan lagi yang terdiri dari petugas pelaksana administrasi JKN, teknologi informasi dan kebijakan. Domain proses juga di sub-domainkan lagi yang terdiri dari pelayanan administrasi pasien JKN, rekapitulasi serta pemberian kode dan entri data. Setelah itu sub-domain yang ada pada input seperti petugas pelaksana administrasi JKN disub-domainkan lagi menjadi petugas penerima pasien JKN, petugas administrasi poliklinik, petugas rekapitulasi dan petugas administrasi klaim. Pada tahap ini peneliti juga mendalami domain dan sub-domain tersebut melalui bahan-bahan pustaka terkait untuk memperoleh pemahaman yang mendalam. 3. Analisis Komponensial Pada tahap ini peneliti membandingkan antar domain yang diperoleh pada tahapan sebelumnya untuk dilihat perbedaanya. Sub-domain petugas pelaksana administrasi klaim dilihat berdasarkan jumlah, latar belakang pendidikan, lama kerja dan pelatihan. Sedangkan untuk sub-domain kebijakan dan teknologi informasi dilihat berdasarkan penggunaanya. Lebih lanjut sub-domain proses dilihat perbedaannya berdasarkan gambaran kegiatan serta untuk output yaitu berkas klaim dilihat berdasarkan kelengkapannya, validitas isi dan waktu pengajuan klaim. Hal ini dilakukan untuk memperoleh gambaran menyeluruh dan mendalam mengenai fokus penelitian yaitu gambaran berkas klaim JKN rawat jalan yang ditolak. 65 4. Analisis Tema Kultural Pada tahap ini peneliti berusaha untuk menemukan hubungan yang terdapat pada unsur input dan unsur proses serta sub-domain didalamnya terhadap unsur outputnya yaitu kondisi berkas klaim JKN rawat jalan yang ditolak oleh verifikator klaim BPJS. 4.8 Triangulasi Data Strategi validitas yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan melakukan triangulasi sumber dan triangulasi metode. Triangulasi sumber data informasi dilakukan dengan memeriksa kembali data informasi yang didapatkan dari berbagai sumber agar data informasi yang didapatkan akurat. Pada penelitian ini triangulasi sumber data informasi dilakukan dengan membandingkan data yang didapat dari informan kunci dengan informan pendukung. Sedangkan untuk triangulasi metode dilakukan dengan membandingkan data hasil wawancara dengan data hasil observasi maupun data hasil telaah dokumen. Telaah dokumen dilakukan terhadap dokumen yang dimiliki oleh rumah sakit seperti data kepegawaian rumah sakit, laporan jumlah kunjungan pasien, laporan pengajuan klaim dan kebijakan berupa SOP yang digunakan pada sistem pengajuan klaim JKN di RS SMC. Tabel 4.2 Triangulasi Data 1 Triangulasi Metode Informasi Triangulasi Sumber Wawancara Observasi Telaah Dokumen Petugas pelaksana JKN 66 Informan Informan Kunci Pendukung (Tabel 4.2 Sambungan) 1 Triangulasi Metode Informasi Triangulasi Sumber Wawancara Observasi Telaah Dokumen Teknologi informasi sistem Informan Informan Kunci Pendukung - - - - - pada pengajuan klaim JKN Kebijakan sistem pada pengajuan klaim JKN Pelayanan administrasi pasien JKN rawat jalan Rekapitulasi berkas klaim Pengkodean dan entri data dengan INA-CBGs Berkas klaim JKN yang ditolak pada pelayanan rawat jalan tahun 2016. 67 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama adalah Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Tasikmalaya yang sudah berganti nama dan berganti kelas menjadi rumah sakit umum daerah berkelas C. Pergantian nama dan kelas tersebut didasarkan oleh adanya perubahan atas Perda Kabupaten Tasikmalaya No 3 tahun 2011 tentang RSUD Kabupaten Tasikmalaya menjadi Perda No. 4 tahun 2014. Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama sudah didirikan sejak 22 Februari 2011 sesuai dengan SK Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya No. 445/Kep.61 – Diskes /2011 dan izin operasionalnya diatur dengan SK Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya No. 445/Kep.65A – Diskes /2011 Tanggal 25 Februari 2011. Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama sudah bekerja sama dengan BPJS kesehatan per 1 Januari 2014 untuk melaksanakan program JKN. Seiring dengan pelaksanaan program JKN di RS SMC, rumah sakit ini berganti kelas yang awalnya rumah sakit berkelas D menjadi rumah sakit berkelas C dan menjadi pusat rujukan di Kabupaten Tasikmalaya. Pelayanan untuk program JKN yaitu dengan memanfaatkan seluruh fasilitas yang ada di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama. Terdapat 106 TT yang saat ini sudah dilakukan penambahan untuk menunjang pelayanan JKN serta penyediaan pelayanan mencakup IGD, ruang rawat inap untuk dewasa dan anak-anak serta pelayanan rawat jalan. Pelayanan rawat jalan terdiri dari Poli Umum, Poli Gigi dan Mulut, 68 Kebidanan dan Kandungan, Poli Saraf, Poli Bedah, Poli Mata, Poli Rehabilitasi Medik, Poli Anak, Poli Jiwa, dan Poli Kulit. Letak RS Singaparna Medika Citrautama yaitu di Jalan Raya Rancamaya Singaparna, Tasikmalaya, Jawa Barat. Lokasi tersebut merupakan lokasi yang strategis dikarenakan berada di jalan raya utama untuk masuk ke Kota Tasikmalaya dari arah Kabupaten Garut. Maka dari itu RS Singaparna Medika Citrautama selain melayani pasien sekitar Kabupaten Tasikmalaya juga melayani pasien yang berasal dari Garut. Sedangkan untuk penerimaan pasien rujukan RS SMC umumnya juga menerima rujukan dari pasien JKN yang terdapat di daerah Tasikmalaya, Garut, Ciamis dan Banjar. a. Visi “Rumah Sakit Medika Citrautama menjadi pilihan pertama dan pusat rujukan pelayanan kesehatan masyarakat Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2015”. b. Misi 1. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang prima, merata dan terjangkau oleh semua lapisan masyarakat 2. Meningkatkan kemudahan akses pelayanan 3. Meningkatkan sumber daya manusia yang profesional sesuai standar pelayanan 4. Meningkatkan pelaksanaan manajemen administrasi yang efektif dan efisien c. Motto Kesembuhan Anda adalah Kebahagian Kami 69 d. Ketenagakerjaan Berdasarkan data rekap pegawai RS SMC tahun 2015 diketahui data ketenagakerjaan terbagi menjadi dua kelompok yaitu ketenagakerjaan PNS dan Non PNS, berikut rincian jumlahnya : Tabel 5.1 Ketenagakerjaan di RS SMC Tahun 2015 1 Jumlah JENIS TENAGA PNS Non-PNS Direktur 1 - Kabag TU 1 - Ka Subbag Umum & Kepegawaian 1 - Kasubag Keuangan dan Asset 1 - Kasubag Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan 1 - Kabid Keperawatan 1 - Kasi Rawat Inap 1 - Kasi Rawat Jalan 1 - Kasi Sarana dan Prasarana 1 - Kabid Kemedikan 1 - Kasi Pelayanan 3 - Dokter Spesialis 5 10 Dokter Umum 9 2 Dokter Gigi 1 - Perawat 36 98 Bidan 19 35 Apoteker 2 4 Ass Apoteker 5 - Nutrisionis 3 - SKM 6 2 70 (Tabel 5.1 Sambungan) 1 Jumlah JENIS TENAGA PNS Non-PNS Pranata Laboratorium 7 11 Radiografer 3 4 Teknisi Elektromedik - 1 Rekam Medis 2 5 Psikolog Klinik 1 - Repraksionis 1 1 Pelaksana 8 142 115 319 Total Sumber : Rekap Pegawai RS SMC tahun 2015 5.2 Gambaran Berkas Klaim JKN yang Ditolak Pada Layanan Rawat Jalan di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama Kabupaten Tasikmalaya tahun 2016 Telaah dokumen yang dilakukan terhadap data pengajuan klaim tahun 2016 pada pelayanan rawat jalan di RS SMC menunjukan bahwa data klaim yang sudah ditagihkan pada bulan September hanyalah klaim pada bulan Januari 2016 sampai bulan Juni tahun 2016. Berdasarkan data tersebut maka diketahui jumlah berkas klaim yang diajukan dan jumlah berkas klaim yang ditolak oleh verifikator BPJS kesehatan setiap bulannya dari bulan Januari 2016 sampai bulan Juni 2016, sebagai berikut : 71 Tabel 5.2 Jumlah Berkas Klaim yang Diajukan dan Jumlah Berkas Klaim yang Ditolak Pada Layanan Rawat Jalan di RS SMC Pada Januari 2016 sampai Juni 2016 1 No. Bulan Jumlah Berkas Klaim Jumlah Berkas yang Diajukan Klaim yang Ditolak 1. Januari 2016 1.798 21 2. Februari 2016 2.099 18 3. Maret 2016 2.272 43 4. April 2016 2.292 43 5. Mei 2016 2.570 40 6. Juni 2016 2.169 25 Total 13.200 190 Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui bahwa pada bulan Januari 2016 sampai dengan Juni 2016 jumlah berkas klaim yang diajukan yaitu sebesar 13.200 dengan diantaranya 190 berkas klaim ditolak. Jumlah berkas klaim terbanyak yang diajukan yaitu pada bulan Mei 2016 dengan berkas klaim sebanyak 2.570. Namun, untuk jumlah berkas klaim ditolak terbanyak terjadi pada bulan Maret 2016 dan April 2016 yaitu 43 berkas klaim. Hasil observasi berdasarkan kelengkapan, validitas isi dan waktu pengajuan terhadap tiga berkas klaim JKN yang telah ditolak oleh verifikator BPJS kesehatan pada layanan rawat jalan di RS SMC tahun 2016, didapatkan sebagai berikut : 72 1. Berkas Klaim I Hasil observasi berdasarkan kelengkapan berkas, validitas isi dan waktu pengajuan terhadap berkas klaim I didapatkan sebagai berikut : Tabel 5.3 Gambaran Kelengkapan Berkas, Validitas Isi dan Waktu Pengajuan Berkas Klaim I 1 Kelengkapan Berkas Validitas Isi Waktu Pengajuan Persyaratan Ada Tidak Persyaratan Sesuai Tidak Ket. Kelengkapan Ada Pengisian Sesuai Nama pasien √ Tanggal Usia √ pelayanan : 24 April Jenis √ 2016 Kelamin Nomor kartu Waktu √ JKN pengajuan : Juli Nomor √ 2016 rekam medis Tanggal √ SEP Valid √ pelayanan Poliklinik √ Tujuan Diagnosa √ awal Jenis √ perawatan Kelas √ perawatan Nama pasien √ Usia √ Nomor √ rekam medis Resume Medis Valid Poliklinik (Lembar INA√ √ Tujuan DRG) Jenis √ Kelamin Tanggal √ pelayanan 73 (Tabel 5.3 Sambungan) 1 Kelengkapan Berkas Validitas Isi Waktu Persyaratan Ada Tidak Persyaratan Sesuai Tidak Ket. Pengajuan Kelengkapan Ada Pengisian Sesuai Cara √ kepulangan Diagnosa √ dan tindakan Pengkodean √ diagnosa dan tindakan Tanda-tangan TandaValid √ √ DPJP tangan DPJP LPP Nama pasien √ Usia √ Nomor √ rekam medis Valid √ Poliklinik √ tujuan Rincian √ harga pelayanan Fotokopi Fotokopi Valid √ √ Kartu JKN Kartu JKN Fotokopi Fotokopi Valid √ √ KTP KTP Fotokopi KK Fotokopi Valid √ √ KK Surat Surat Valid √ √ Rujukan Rujukan Hasil Hasil Valid √ √ Pemeriksaan Pemeriksaan penunjang penunjang (jika (jika dilakukan) dilakukan) Rincian Obat Rincian √ (jika Obat (jika diberikan) diberikan) Keterangan : Validitas isi dilihat dari kesesuaian pengisian berkas klaim berdasarkan Catherine (2013), PMK No. 28 tahun 2014, PMK No. 27 tahun 2014 dan Juknis Verifikasi klaim 74 Berdasarkan tabel 5.3 dapat diketahui bahwa pada berkas klaim I kelengkapan persyaratan sudah hampir memenuhi hanya saja tidak terdapat rincian obat. Namun, berdasarkan hasil pengamatan pada lembar INADRG tertulis bahwa pasien memang tidak diberikan resep obat oleh dokter sehingga tidak ada rincian obat. Sehingga dapat dikatakan bahwa berdasarkan kelengkapan persyaratan, berkas klaim I sudah 100% lengkap. Sama halnya dengan validitas isi dimana berdasarkan tabel 5.3 semua pengisian persyaratan yang harus ada pada berkas klaim JKN sudah sesuai. Hal ini dilihat dari konsistensi pengisian setiap lembar atau formulir pada berkas klaim. Seperti identitas pasien yang terdiri dari nama, usia dan jenis kelamin dilihat kesesuaiannya dengan identitas yang tertulis pada kartu JKN, KTP, KK. Sedangkan untuk nomor kartu JKN dan nomor rekam medis pasien, tanggal pelayanan, poliklinik tujuan, jenis perawatan dan kelas perawatan penulisannya sudah sesuai dengan yang tertera pada kartu JKN, surat rujukan, SEP dan pada lembar INA-DRG. Selain itu, Pembuatan kode diagnosa dan kode tindakan berdasarkan keterangan dari petugas administrasi klaim mengacu pada ICD 10 untuk kode diagnosa, ICD 9 untuk kode tindakan dan aturan pengkodean lainnya sesuai Permenkes No. 27 tahun 2014 tentang Juknis sistem INA-CBGs. Berikut kutipan wawancaranya, “…Hanya mengacu pada permenkes 27 tahun 2014, ICD 10 sama ICD 9.”, Berdasarkan waktu pengajuan berkas klaim diketahui bahwa berkas ini telah diajukan pada bulan Juli 2016 dengan tanggal pelayanan yang diberikan yaitu pada 24 April 2016. Hal ini tidak menunjukan adanya 75 permasalahan karena pengajuan klaim di RS SMC memang dilakukan apabila proses verifikasi sudah selesai. Namun, terdapat permasalahan lain yaitu pada proses pengajuan berkas klaim ini tidak melihat jumlah kunjungan pasien pada berkas ini di bulan April. Diketahui bahwa berkas klaim I merupakan berkas klaim peserta JKN yang sudah berkunjung ke RS SMC lebih dari tiga kali dalam satu bulan dengan diagnosa dan poliklinik yang sama dimana berkas klaim ini adalah kunjungan keempatnya. Hal inilah yang membuat berkas klaim I ditolak oleh verifikator klaim BPJS kesehatan. Akan tetapi kebijakan terkait pembatasan jumlah kunjungan baru muncul pada tahun 2016 dan tidak diketahui bentuk kebijakan yang mendasarinya. Keterangan ini didapatkan dari salah satu petugas administrasi klaim, berikut kutipan wawancaranya, “Aturan ini sih baru ada di 2016 soalnya dulu mah kalo pasien sampe 7 kali pun ke poli yang sama masih bisa ditanggung. Tapi gatau tuh sekarang jadi gitu gabisa. Kalo bentuk aturannya sih gaada ya neng jadi cuman dikasih tau aja dari verifikatornya waktu ngasih berkas klaimnya”, (PAK2) 2. Berkas Klaim II Hasil observasi pada berkas klaim II menunjukan gambaran berkas berdasarkan kelengkapan berkas, validitas isi dan waktu pengajuan berkas sebagai berikut : Tabel 5.4 Gambaran Kelengkapan Berkas, Validitas Isi dan Waktu Pengajuan Berkas Klaim II 1 Kelengkapan Berkas Validitas Isi Persyaratan Ada Tidak Persyaratan Sesuai Tidak Ket. Kelengkapan Ada Pengisian Sesuai Nama pasien √ SEP Waktu Pengajuan Tanggal pelayanan Valid : 11 April 2016 √ 76 (Tabel 5.4 Sambungan) 1 Kelengkapan Berkas Validitas Isi Persyaratan Tidak Persyaratan Ada Kelengkapan Ada Pengisian Usia Resume Medis (Lembar INA-DRG) √ Sesuai Tidak Ket. Sesuai √ Jenis Kelamin √ Nomor kartu JKN Nomor rekam medis Tanggal pelayanan Poliklinik Tujuan Diagnosa awal Jenis perawatan Kelas perawatan Nama pasien √ Usia √ Nomor rekam medis Poliklinik Tujuan Jenis Kelamin √ Tanggal pelayanan Cara kepulangan Diagnosa dan tindakan Pengkodean diagnosa dan tindakan √ 77 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Valid Waktu Pengajuan Waktu pengajuan : Juli 2016 (Tabel 5.4 Sambungan) 2 Kelengkapan Berkas Persyaratan Ada Tidak Kelengkapan Ada Tanda-tangan √ DPJP LPP √ Fotokopi Kartu JKN Fotokopi KTP √ Fotokopi KK √ Surat Rujukan √ √ Validitas Isi Persyaratan Sesuai Tidak Pengisian Sesuai Tanda-tangan DPJP Nama pasien √ Usia √ Nomor rekam medis Poliklinik tujuan Rincian harga pelayanan Fotokopi Kartu JKN Fotokopi KTP Fotokopi KK √ Surat Rujukan Hasil Pemeriksaan penunjang (jika dilakukan) Rincian Obat (jika diberikan) - Ket. Waktu Pengajuan - Valid √ √ √ Valid √ Valid √ Valid - - Hasil √ Pemeriksaan penunjang (jika dilakukan) Rincian Obat Valid √ √ (jika diberikan) Keterangan : Validitas isi dilihat dari kesesuaian pengisian berkas klaim berdasarkan Catherine (2013), PMK No. 28 tahun 2014, PMK No. 27 tahun 2014 dan Juknis Verifikasi klaim Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui terdapat beberapa hal yang belum dilengkapi pada persyaratan berkas klaim ini diantaranya belum adanya tanda-tangan dokter penanggung jawab, tidak adanya surat rujukan dan tidak adanya hasil pemeriksaan penunjang. Akan tetapi, tidak ditemukan adanya hasil pemeriksaan penunjang pada 78 berkas klaim ini dikarenakan memang tidak dilakukan pemeriksaan penunjang. Hal ini dapat dilihat dari rincian pelayanan pada LPP yang memang tidak ada pemeriksaan penunjang yang diberikan melainkan hanya pelayanan farmasi saja. Namun dengan tidak adanya surat rujukan dan belum ditanda-tanganinya lembar INA-DRG oleh DPJP membuat berkas klaim ini tidak lengkap. Hasil wawancara menunjukan bahwa pasien ini hanya membawa surat kontrol saat pertama kali mendapatkan pelayanan di RS SMC sebagai peserta JKN. Diketahui bahwa peserta JKN ini pada awalnya melakukan pengobatan di rumah sakit sebagai pasien umum artinya tidak menggunakan kartu JKN. Akan tetapi pada pertemuan berikutnya ia menggunakan kartu JKN dengan surat yang dilampirkan merupakan surat kontrol bukan surat rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan dengan koordinator administrasi klaim, “…Tapi kadang yang tidak lengkap itu rujukannya tidak sesuai yang harusnya kunjungan pertama itu pakai rujukan dari ppk satu ini pakai surat kontrol. Nah ini mungkin karna kondisi awal dia kunjungan ke rumah sakit tidak pakai BPJS…” Berdasarkan validitas isi pada tabel 5.4 menggambarkan bahwa semua pengisian persyaratan yang harus ada pada berkas klaim JKN sudah sesuai. Hal ini dilihat dari konsistensi pengisian setiap lembar atau formulir pada berkas klaim. Seperti identitas pasien dilihat kesesuaiannya dengan identitas yang tertulis pada kartu JKN, KTP, KK. Sedangkan untuk nomor kartu JKN dan nomor rekam 79 medis pasien, tanggal pelayanan, poliklinik tujuan, jenis perawatan dan kelas perawatan penulisannya sudah sesuai dengan yang tertera pada kartu JKN, surat rujukan, SEP dan pada lembar INA-DRG. Selain itu, pemberian kode diagnosa pada lembar INA-DRG sudah dikatakan benar terlihat dari penandaan yang diberikan oleh verifikator berupa tanda ceklist. Selain itu keterangan dari petugas administrasi klaim juga menyatakan bahwa pemberian kode untuk diagnosa pada semua berkas klaim mengacu pada ICD 10. Berdasarkan waktu pengajuan berkas klaim ini yang dilakukan pada bulan Juli 2016 akan tetapi pelayanan diberikan pada 11 April 2016 juga tidak ditemukan adanya permasalahan. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan petugas administrasi klaim sebelumnya bahwa tidak ada ketentuan waktu pengajuan klaim di RS SMC, sehingga berkas klaim diajukan setelah proses verifikasi selesai. 3. Berkas Klaim III Hasil observasi pada berkas klaim III menunjukan gambaran berkas berdasarkan kelengkapan berkas, validitas isi dan waktu pengajuan berkas sebagai berikut : Tabel 5.5 Gambaran Kelengkapan Berkas, Validitas Isi dan Waktu Pengajuan Berkas Klaim III 1 Kelengkapan Berkas Validitas Isi Waktu Pengajuan Persyaratan Ada Tidak Persyaratan Sesuai Tidak Ket. Kelengkapan Ada Pengisian Sesuai Nama pasien √ Tanggal SEP Valid √ pelayanan 80 (Tabel 5.5 Sambungan) 1 Kelengkapan Berkas Validitas Isi Persyaratan Tidak Persyaratan Tida Ada Sesuai Ket. Kelengkapan Ada Pengisian Sesuai Usia √ Jenis √ Kelamin Nomor kartu √ JKN Nomor √ rekam medis Tanggal √ pelayanan Poliklinik √ Tujuan Diagnosa √ awal Jenis √ perawatan Kelas √ perawatan Nama pasien √ Usia √ Nomor √ rekam medis Poliklinik √ Tujuan Jenis Resume √ Kelamin Medis Valid √ Tanggal √ (Lembar INApelayanan DRG) Cara √ kepulangan Diagnosa dan √ tindakan Pengkodean √ diagnosa dan tindakan Tanda-tangan Tanda√ DPJP tangan DPJP 81 Waktu Pengajuan : 26 Juni 2016 Waktu Pengajuan : Agustus 2016 (Tabel 5.5 Sambungan) 2 Kelengkapan Berkas Validitas Isi Waktu Pengajuan Persyaratan Tidak Persyaratan Tida Ada Sesuai Ket. Kelengkapan Ada Pengisian Sesuai LPP Nama pasien √ Usia √ Nomor √ rekam medis Valid √ Poliklinik √ tujuan Rincian √ harga pelayanan Fotokopi Fotokopi Valid √ √ Kartu JKN Kartu JKN Fotokopi KTP Fotokopi Valid √ √ KTP Fotokopi KK Fotokopi KK Valid √ √ Surat Rujukan Surat Valid √ √ Rujukan Hasil Hasil Valid √ √ Pemeriksaan Pemeriksaan penunjang penunjang (jika (jika dilakukan) dilakukan) Rincian Obat Rincian Obat √ (jika (jika diberikan) diberikan) Keterangan : Validitas isi dilihat dari kesesuaian pengisian berkas klaim berdasarkan Catherine (2013), PMK No. 28 tahun 2014, PMK No. 27 tahun 2014 dan Juknis Verifikasi klaim Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui bahwa pada berkas klaim III kelengkapan persyaratan sudah hampir memenuhi hanya saja tidak terdapat tanda-tangan dokter penanggung jawab pasien atau DPJP dan rincian obat. Namun, berdasarkan hasil pengamatan pada lembar INA-DRG tertulis bahwa pasien memang tidak diberikan 82 resep obat oleh dokter sehingga tidak ada rincian obat. Hal ini terbukti pada LPP tidak ada rincian harga untuk pelayanan farmasi. Sehingga dapat dikatakan bahwa berdasarkan kelengkapan persyaratan, berkas klaim III belum lengkap sepenuhnya. Berdasarkan validitas isi pada tabel 5.5 menggambarkan bahwa semua pengisian persyaratan yang harus ada pada berkas klaim JKN sudah sesuai. Hal ini dilihat dari konsistensi pengisian setiap lembar atau formulir pada berkas klaim. Seperti identitas pasien dilihat kesesuaiannya dengan identitas yang tertulis pada kartu JKN, KTP, KK. Sedangkan untuk nomor kartu JKN dan nomor rekam medis pasien, tanggal pelayanan, poliklinik tujuan, jenis perawatan dan kelas perawatan penulisannya sudah sesuai dengan yang tertera pada kartu JKN, surat rujukan, SEP dan pada lembar INA-DRG. Selain itu, pembuatan kode diagnosa dan tindakan mengacu pada ICD 10 dan ICD 9 seperti yang telah dikatakan sebelumnya. Namun, berdasarkan hasil pengamatan pada lembar INA-DRG terdapat kolom isi cara pulang dimana isi yang dicantumkan adalah pulang paksa. Dikatakan bahwa pengisian ini memang sesuai dengan kondisi yang didapati dilapangan. Berdasarkan hasil wawancara dengan koordinator administrasi klaim diketahui bahwa pulang paksa yang dimaksud pada berkas ini adalah pasien menolak tindakan yang dianjurkan oleh dokter. Berkas klaim menunjukan bahwa salah satu pasien didiagnosa penyakit kanker dan harus menjalani kemoterapi. Namun, pasien menolak 83 untuk tindakan tersebut pada saat itu. Dikatakan juga bahwa seharusnya lembar SEP pasien dihilangkan oleh petugas administrasi poliklinik karna pasien dengan pulang paksa tidak dapat diklaimkan sehingga pasien menjadi pasien umum yaitu pasien yang harus membayar pelayanannya sendiri. Berikut kutipan wawancaranya, “…pasien pas pelayanan nolak tindakan jadi saat itu juga pelayanan harus dibayar secara pribadi... Nanti bagian poli akan bilang juga kalo menolak menjadi pasien umum dan SEP dicabut dan pasien bayar”, Sedangkan, berdasarkan waktu pengajuan berkas tidak ditemukan adanya permasalahan karena sesuai dengan hasil wawancara dengan petugas administrasi klaim sebelumnya bahwa tidak ada ketentuan waktu pengajuan klaim di RS SMC, sehingga berkas klaim memang dapat diajukan setelah proses verifikasi selesai. 5.3 Gambaran Proses Pelayanan Administrasi JKN Rawat Jalan di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2016 Proses administrasi JKN rawat jalan di RS SMC terdiri dari kegiatan administrasi pada penerimaan pasien JKN rawat jalan di tempat pendaftaran dan kegiatan administrasi pada saat pemberian pelayanan di poliklinik. Informasi terkait kegiatan tersebut didapatkan dari hasil wawancara dan hasil observasi. 5.3.1 Proses Administrasi Pasien JKN di Tempat Pendaftaran Hasil observasi dan wawancara dengan kepala seksi pelayanan rawat jalan menunjukan bahwa pendaftaran pasien rawat jalan sudah dibuka sejak pukul 07.00 pagi sampai 11.00 siang. Alur penerimaan pasien JKN rawat jalan di RS SMC yaitu sebagai berikut : 84 Bagan 5.1 Alur Penerimaan Pasien JKN Rawat Jalan 1 Berdasarkan bagan 5.1 dapat diketahui bahwa alur penerimaan pasien JKN di RS SMC yaitu sebagai berikut : 1. Pasien datang mengambil nomor antrian Berdasarkan hasil observasi sebelum petugas pendaftaran memanggil pasien terlebih dahulu pasien yang akan mendaftar diharuskan untuk mengambil nomor antrian di mesin antrian yang dijaga oleh satpam. Nomor antrian yang didapatkan terdapat dua jenis yaitu nomor antrian pendaftaran serta nomor antrian di poliklinik yang dituju sebanyak dua buah, dimana salah satunya akan diserahkan ke petugas pendaftaran. Setelah mengambil nomor antrian pasien akan menunggu untuk dipanggil menuju tempat pendaftaran. Namun, pemanggilan pasien tidak dilakukan secara manual melainkan dengan alat pemanggil nomor antrian. 85 2. Pasien dipanggil untuk dilakukan identifikasi oleh petugas pendaftaran terkait identitas pasien, pasien lama atau baru, poliklinik tujuan, cara pembayaran (JKN atau umum) dan menyerahkan persyaratan untuk pasien JKN yaitu fotokopi kartu JKN, KTP, KK dan surat rujukan fasilitas kesehatan tingkat pertama atau surat kontrol untuk pasien yang memang sedang melanjutkan pengobatan di RS SMC. 3. Petugas menyiapkan formulir pendaftaran lalu pasien dipersilahkan menunggu dipoliklinik tujuan. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan di tempat pendaftaran rawat jalan RS SMC diketahui bahwa petugas pendaftaran diharuskan menyusun formulir untuk pasien yang mendaftar baik pasien umum maupun pasien JKN. Pasien pengguna JKN akan disiapkan beberapa formulir yang terdiri dari lembar ceklis, lembar INA-DRG (Indonesian-Diagnosis Related Groups), Lembar Persetujuan Pelayanan (LPP) dan lembar anamnesa. Selain itu terdapat berkas persyaratan yang harus dibawa oleh pasien JKN yaitu fotokopi kartu JKN, fotokopi KK, fotokopi KTP dan surat rujukan. Berikut kutipan wawancara dengan koordinator pendaftaran dan petugas pendaftaran, “Paling atas lembar ceklis, kedua itu lembar INA-DRG, yang ke tiga LPP, keempat anamnesa, kelima persyaratan BPJS yaitu yang pertama kartu peserta, KTP, KK sama rujukan untuk pasien baru kalo pasien lama itu pakainya surat kontrol atau resume rawat inapnya.”, (PRJ1) “Lembar pembayaran, form INA-CBGs, persyaratan KTP/KK, rujukan asli atau surat kontrol”, (PRJ2) Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, terdapat formulir yang harus diisi oleh petugas pendaftaran. Pengisian formulir pada 86 pendaftaran rawat jalan yaitu hanya pada lembar INA-DRG (nama pasien, nomor rekam medis, poliklinik yang dituju, umur dan tanggal masuk) serta pada LPP (Nama pasien, umur, poliklinik yang dituju dan alamat pasien). Berikut kutipan wawancara dengan koordinator pendaftaran dan petugas pendaftaran, “Pengisian cuman identifikasi nama, umur, alamat, tujuan poliklinik mana sama cara bayarnya apa”, (PRJ1) “Terutama identitas, data pasien nomor rekam medis. Kalo alamat juga semua yang gitu sih”, (PRJ2) “Pada lembar INA-DRG data yang diisi oleh petugas pendaftaran terdiri dari nama pasien, nomor rekam medis, umur dan poli tujuan. Untuk lembar LPP juga data nama, nomor rekam medis, alamat dan poli tujuan”, (PRJ3) 4. Setelah berkas pasien selesai maka akan dimasukan datanya di SIM RS pendaftaran untuk pendataan, memanggil rekam medis pasien dan mendapatkan nomor rekam medis baru untuk pasien baru. Berdasarkan hasil observasi pada saat memasukan data pasien menggunakan aplikasi SIM RS pendaftaran sebenarnya dapat diketahuin data cara bayar pasien yang digunakan pada kunjungan sebelumnya apabila petugas memasukan nomor rekam medis pasien. Sehingga hal ini dapat digunakan untuk melakukan pengecekan terhadap persyaratan yang dibawa oleh pasien terutama terkait surat rujukan dan surat kontrol. 5. Pembuatan SEP oleh petugas SEP, dalam pembuatan SEP petugas diharusakan untuk memasukan nomor kartu JKN dan diperlukan untuk melihat persyaratan yang dibawa oleh pasien, berikut kutipan wawancara yang dilakukan oleh petugas SEP, “Paling kalo bikin SEP harus ada persyaratan pasien kaya kartu BPJS, KTP, KK surat rujukan. Kan SEP itu untuk surat eligibilitas 87 peserta jadi untuk menyatakan bahwa pasien itu udah lengkap persyaratannya udah sesuai dengan ketentuan BPJS”, (PRJ3) Dikatakan juga bahwa sebenarnya pada saat pembuatan SEP juga dapat terlihat apakah pasien tersebut baru pertama kali berkunjung ke rumah sakit dengan kartu JKN ataukah pasien yang memang sedang melakukan pengobataan di rumah sakit dan sudah menggunakan JKN sejak awal pengobatan. Berikut kutipan wawancaranya, “Nah kalo ini keliatan dari SEPnya nanti terlihat kalo dikunjungan pertama akan keliatan dan harusnya petugas SEPnya yang lebih teliti untuk ngecek apakah surat rujukannya itu bener atau engga gitu. Kalo ini nanti ketawannya emang di verifikasi sih kan aplikasi SEPnya udah terintegrasi gitu”, 6. Berkas diantarkan ke poliklinik tujuan Proses tersebut didapatkan dari hasil wawancara dengan koordinator pendaftaran, petugas pendaftaran dan petugas SEP. Berikut kutipan wawancaranya, “Pasien datang ngambil nomor antrian, setelah itu nunggu dipanggil sama pendaftaran nanti setelah dipanggil akan diidentifikasi oleh pendaftaran. Nama umur alamat kunjungan baru apa lama mau berobat ke poliklinik mana dan cara pembayarannya apa. Nanti setelah itu pasien akan meunggu di ruangtunggu poliklinik. Status nanti diantarkan oleh petugas pendaftaran ke poliklinik. Walaupun belum semua pasien paham alurnya tapi kan udah ada satpam didepan jadi nanti diarahka”, (PRJ1) “Pasien dateng ambil antrian trus dipanggil ke pendaftaran. Kalo misalkan dia pasien lama pernah berobat yang ga bawa kartiu berobat trus dicari datanya untuk minta rmnya di SIM RS. Kalo untuk pasien baru dipinta kartu identitas atau ditanya seperti biaya untuk pengumpulan informasi ke SIM RSnya. Abis didata dibuatkan status pasien. Si pasiennya langsung disuruh dipoli tujuannya. Untuk buku statusnya nanti didistribusikan oleh pendaftaran ke poli”, (PRJ2) Namun, dalam proses penerimaan pasien tersebut terdapat hal yang dikeluhkan oleh koordinator pendaftaran dan petugas pendaftaran dimana 88 belum semua pasien paham terkait persyaratan yang harus dibawa dan persyaratan ini dianggap cukup rumit karena memang kondisi setiap pasien berbeda. Berikut kutipan wawancaranya, “Pasien belum semuanya paham alur sama persyaratan jadi ya dimaklumin aja dijelaskan kembali gitu” (PRJ1) ”Persyaratan yang rumit dari BPJS. Padahal kan orang beda-beda dari segi pengetahuannya dan ekonominya”, (PRJ2) Selain itu berdasarkan pembahasan sebelumnya terkait berkas klaim JKN yang belum lengkap pada surat rujukan juga menunjukan bahwa kegiatan pengecekan persyaratan pada proses administrasi pasien JKN di tempat pendaftaran belum dilakukan secara maksimal. 5.3.2 Proses Administrasi Pasien JKN Rawat Jalan Saat Pemberian Pelayanan di Poliklinik Berdasarkan hasil wawancara dengan Kasie pelayanan rawat jalan dan ketiga petugas administrasi poliklinik diketahui bahwa kegiatan yang dilakukan oleh petugas administrasi poliklinik dapat dibuat menjadi sebuah alur seperti berikut : 89 Bagan 5.2 Alur Pelayanan Administrasi di Poliklinik 1 Berdasarkan bagan 5.2 maka dapat dijabarkan alur pelayanan administrasi pasien JKN di poliklinik RS SMC sebagai berikut : 1. Berkas klaim dan rekam medis pasien masuk ke poliklinik 2. Petugas administrasi poliklinik melakukan pengecekan berkas klaim (SEP, INA-DRG, LPP, Persyaratan (KTP, KK dan surat kontrol/rujukan), lembar anamnesa). Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh tiga orang petugas administrasi poliklinik didapatkan bahwa berkas klaim yang masuk ke poliklinik akan dilakukan pengecekan ulang terkait kelengkapannya serta dilakukan pengisian terkait pada berkas klaim yang belum terisi seperti pada lembar INADRG berupa pengisian nama, nomor rekam medis, tanggal pelayanan dan cap nama dokter, surat kontrol dan data resep. Selain pengisian 90 berkas petugas juga harus melengkapi berkas klaim dengan salinan hasil pemeriksaan penunjang pasien. Berikut kutipan wawancaranya, “Pengisian INA-DRG, surat kontrol, kelengkapan data di resep, di penunjang. da cuman data nama alamat lengkap umur…” (RJ2) “Nomor RM, nama, umur, jenis kelamin, diagnosa, cara bayar, diagnose terapi obat, dokter pemeriksa”, (RJ3) “Banyak, banyak sih. Dari pertama halaman sampe yang akhir sampe rincian obat yang itu di hacker. Dari mulai kelengkapan nama pasien, jumlah hari kunjungan trus diagnosa, tanda-tangan dokter spesialis itu diisi juga sama administrasi”, (RJ4) 3. Memasukan data pasien ke buku register (nama pasien, nomor rekam medis, tanggal kunjungan, diagnosa dan hasil pemeriksaan penunjang,) 4. Berkas berpindah ke perawat dan dokter yang memeriksa 5. Setelah pemeriksaan selesai, berkas ditanda-tangani oleh dokter spesialis yang bertugas. Namun, berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan beberapa informan diluar petugas administrasi poliklinik dikatakan bahwa sering ditemukan adanya ketidaklengkapan berkas terutama pada pengisian tanda-tangan dokter. Peneliti pun melakukan penelusuran dan mewawancarai ketiga petugas administrasi poliklinik. Didapatkan bahwa beberapa alasan mengapa berkas klaim tidak lengkap terutama pada tanda-tangan dokter. Hal tersebut diakibatkan oleh kesibukan dari petugas administrasi dan dokter karena jumlah pasien yang banyak. Selain itu pada poliklinik dokter spesialis yang bertugas tidak berada di ruangan poli terlalu lama dikarenakan harus mengejar waktu visit ke ruang rawat inap. Serta terdapat beberapa poliklinik yang ada dokter umum, hal ini membuat berkas belum 91 ditanda-tangani oleh dokter spesialisnya. Berikut kutipan wawancaranya, “Karna kan di bedah dokternya gak lama dipoli ya neng ya kadang mah kalo udah dipriksa mah kadang kelewat kadang mah gadiliat lagi sama dokternya. Dan harus dipriksa lagi sama kitanya kadang keburu kadang engga, kadang dokternya keburu ke ruang OK”, (RJ2) “Kan tiap sabtu dokternya kan jarang ke poli, kadang ke poli kadang engga kadang visit doang. Kalo ada dokter mah suka langsung dikasih ke dokter kalo udah dirinciin obat. Iyah suka ada yang kelewat itukan dokternya buru visit”, (RJ3) “Kalo misalkan di poli kebidanan itu dokter spesialisnya itu pasti ada yah, pasti ditandatangan kalo dipoli kebidanan itu. Terkecuali kalo misalkan dokternya kaya ada halangan, kan ga nerima usg tuh hanya nerima kontrol habis oprasi atau postpartum jadi ya bisanya dipriksanya sama dokter umum jadi itu yang kepending ga ditandatangan sama dokter spesialis. Gak banyak sih di poli kebidanan mah beda kaya diruangan yang ada dokter umumnya di poliklinik”, (RJ4) 6. Berkas dikembalikan kepada petugas administrasi poliklinik untuk didata kembali di buku register terkait hasil pemeriksaan dan melengkapi pengisian INA-DRG seperti tanggal kepulangan pasien, dan memberikan cap nama dokter spesialis yang bertugas 7. Apabila terdapat pemeriksaan penunjang maka pasien diharuskan menggandakan hasil tersebut sebanyak tiga lembar untuk diserahkan ke petugas 8. Petugas akan melengkapi berkas klaim dengan hasil pemeriksaan penunjang dan memberikan resep ke pasien untuk diminta di apotek 9. Setelah selesai berkas dipriksa kembali kelengkapannya oleh admin poliklinik Proses tersebut sesuai dengan hasil wawancara yang telah dilakukan, berikut kutipan wawancaranya, 92 “…Setelah diisi-isi seperti itu dicek-cek kalo misalkan pasien BPJS atau apah kelengkapannya dipriksa juga diadmin ruangan sampai pasien dipanggil trus dipriksa sama dokternya”, (RJ1) “Dari pendaftaran berkasnya dateng, trus dimasukin ke buku register, alamat nama lengkap umur jenis kunjungannya baru apa lama, trus anamnesa ditulis sama perawat nanti hasil pemeriksaan dokter ditulis lagi baru ngelengkapin data resepnya”, (RJ2) “Pas berkas datang dari pendaftaran nulis nama biasa di resep gitu ya nama umur nomor rm cara bayarnya. Kalo udah ditensi kan dianamnesa lagsung ke dokter dipriksa. Kalo udah dikedokterin balikin lagi ke saya lagi trus tulis surat control yang itu kalo ada penunjang ditulis kaya ronsen lab usg. Kalo udah dikasih lagi kepasien. Kalo tanda tangan ada yang langsung abis priksa ada yang udah beres semua pasien baru tanda tanagn. Tapi efektifan langsung sih kan di dalam ga semua spesialis ada dokter umumnya”, (RJ3) “Iyah kan berkas tuh dari pendaftaran awalnya trus dari pendaftaran tu dari awal ada SEP ada INA-DRG LPP trus ada persyaratan kalo BPJS itu KTP, kartu BPJSnya, rujukan ataupun surat kontrol, kartu kelurga , trus ada cm tiga, trus ada statusnya juga yah dimasukin awalnya itu. Trus diisi datanya dulu, kelengkapannya dulu dari mulai jumlah, eh apa yah …dari mulai rawat jalan apa inap, usia pasien, trus tanggal kunjungannya berapa, ya kalo tanda-tangan dokter mah nanti yah abis pemeriksaan jadi baru cap dulu. Isi ke buku register, udah diisi ke buku register, dianalisa sama bidan, udah dianalisa sama bidan dipriksa sama dokter nah kembali lagi sama saya kalo misalkan yang di usg mencatat lagi hasil usgnya. Kalo yang BPJS itu disuruh fotokopi usgnya tiga rangkap, yang satu di sayah untuk arsip, yang satu di berkas klaim dibelakang, yang satu lagi di hasil penunjang di status. Sama hasil lab juga seperti itu, sama labolatorium trus baik itu apapun penunjang radiologi iyah semuah. Trus kalo ada obat, barulah dikasih hasil usg yang asli sama obatnya ke apotek. kalo udah beres pemeriksaan mau pulang, di priksa lagi kalo misalkan ada yang kurang, kalau udah lengkap di kasih ke checker nanti di cek lagi sama checkernya”, (RJ4) Namun, selama kegiatan tersebut berlangsung petugas menyayangkan ketika terdapat berkas yang terlewat sehingga kelengkapannya kurang serta menunggu pasien melakukan fotokopi terhadap hasil pemeriksaan penunjang. Berikut kutipan wawancaranya, “Itu sih neng paling yang kelewatan-kelawatan ga keburu”, (RJ2) 93 “Tanda tangan sih yang kelewat. BPJS suka balikin lagi yang kelewat”, (RJ3) “Ohia paling itu, menunggu potokopian si pasien itu misalkan kadang disini fotokopinya rusak atau lagi libur lagi ga masuk kadang pasien suka sampai carinya ke singaparna. Paling itu aja sih untuk hambatannya”, (RJ4) Permasalahan pada proses ini juga dapat dilihat dari kondisi salah satu berkas klaim yang ditolak akibat pasien menolak tindakan yang diberikan oleh dokter. Dikatakan sebelumnya bahwa seharusnya proses penanganan berkas klaim klaim pasien JKN yang menolak tindakan oleh dokter dilakukan oleh petugas administrasi poliklinik saat proses administrasi di poliklinik berlangsung. Akan tetapi dengan adanya berkas klaim yang ditolak tersebut menandakan bahwa proses ini belum dijalankan dengan baik. Padahal administrasi berdasarkan klaim hasil dikatakan wawancara sudah dilakukan dengan koordinator sosialisasi terkait pemberkasan klaim yang pasiennya menolak tindakan, berikut kutipan wawancaranya, “Kalau masalah kaya gitu udah disosialisasiin sih ke poli atau bagian poli nanti akan nelpon ke adm klaim. Tapi tetep sih suka ada yang kelewat dari bawahnya. Kan kalo nolak ada inform concern kalo pasien nolak nah kalo udah ada itu sep dicabut dan pasien bayar. Tapi masih ada aja sih yang kelewat gitu jadi sampe ke klaim dan pasien ga bayar”, (PAK 1) 5.4 Gambaran Proses Rekapitulasi Berkas Klaim JKN Rawat Jalan di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama Kabupaten Tasikmalaya tahun 2016 Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan petugas checker dapat diketahui bahwa kegiatan yang dilakukan di tahap rekapitulasi berkas yaitu diawali dengan memisahkan berkas klaim dengan berkas rekam medis. Selanjutnya melakukan pengecekan kelengkapan berkas klaim baik isi maupun keberadaan lembar yang dibutuhkan baik di berkas klaim maupun pada berkas 94 rekam medis. Apabila ada yang tidak lengkap maka akan dipisahkan dan dikumpulkan untuk diserahkan ke unit yang terkait untuk dilengkapi. Namun, jika berkas sudah lengkap akan dikumpulkan dan diserahkan ke unit billing. Berkas yang sudah dilengkapi akan dilakukan pengecekan ulang oleh petugas checker. Berikut kutipan wawancara yang dimaksud, “Berkas setiap hari dianter dari ruangan rawat inap dan rawat jalan ke kita. Berkas yang dateng kadang sesuai tanggal tapi suka ada juga yang tanggal lama karna tertinggal di ruangan. Sehari bisa masuk hampir 200 kalo lagi rame mah hari senin selasa rabu kamis tapi kalo jumat sabtu mah ga begitu dan itu diselesein dalam sehari. Trus berkas dipisahin rekam medisnya sama berkas BPJSnya abis itu dicek paling itu sih tadi dicek kelengkapan berkas persyaratan, resume, rincian obat dan penunjang jadi diberkas klaim harus ada di berkas rekam medis juga harus ada. nanti kalo gaada kita lagi yang disalahin. Kalo Berkas klaim yang galengkap kita balikin lagi ke unitnya nanti kalau udah dilengkapin diserahin lagi ke kita dicek ulang”, (CH1) “Berkas dateng terus nanti saya sama temen saya pisahin tuh berkas rm sama berkas BPJSnya abis itu udah dicek lengkap apa engga. Kalau engga ya kita pisahin jadi pr sih buat dilengkapin”, (CH2) Berdasarakan hasil wawancara dengan petugas checker diketahui ketentuan kelengkapan berkas klaim pasien JKN rawat jalan saat rekapitulasi yaitu terdiri dari lembar ceklis, lembar INA-DRG, LPP, persyaratan pasien (kartu JKN, KTP, KK dan surat rujukan), lembar hasil pemeriksaan penunjang dan lembar rincian obat. Petugas diharuskan melihat kelengkapan berkas klaim tersebut. Berikut kutipan wawancarnya, “Rawat jalan harus ada form ceklis, resume medis atau INA-DRG, lembar tindakan atau LPP, persyaratan pasien, trus kalau ada laporan lab kaya laporan penunjang gitu sama terakhir rincian obat untuk yang rawat jalan”, (CH1) “Rawat jalan itu ada lembar ceklis, resume medis, tindakan, persyaratan yang dibawa pasien trus ada kaya lembar hasil priksa lab dan lain-lain trus obat”, (CH2) 95 Selain itu, hasil wawancara dan hasil observasi menunjukan bahwa terdapat lembar resume medis yang harus diisi terutama pada tanggal pelayanan, diagnosa dan tanda-tangan dokter yang bertanggung jawab. Berikut kutipan wawancaranya, “Isi juga dicek yang paling fatal itu tanggal dirawat, diagnosa dan tandatangan dokter kalo misalnya itu gaada suka dikembaliin lagi ke ruangan berkasnya untuk diisi”, (CH1) “Harusnya sih diisi semua yah tapi suka ada juga yang diresume tandatangan dokternya belum sama tanggal pelayanan juga sih biasanya kayak gitu kita pisah”, (CH2) Terkait permasalahan yang sering dihadapi saat melakukan pengecekan yaitu terdapat berkas yang belum lengkap pada pengisian diagnosa, tandatangan dokter akan tetapi yang paling fatal adalah ketidaklengkapan persyaratan pasien. Berikut kutipan wawacaranya, “Paling kalau masalah dari adrunya yang kurang lengkap. Persyaratannya kurang lengkap, masih mending kalo kelengkapannya laporan oprasi sama diagnosa dan tanda-tangan kaya tadi tapi kalau persyaratan klaim datadata pasien yang ribet, jadi harus ngehubungin pasiennya lagi tapi kan pasien udah pulang”, (CH1) “Masih ada aja yang belum lengkap gitu ya”, (CH2) 5.5 Gambaran Proses Kode dan Entri Data Pasien JKN Rawat Jalan di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama Kabupaten Tasikmalaya tahun 2016 Berdasarkan hasil observasi, dapat diketahui bahwa proses pemberian kode dan entri data pasien JKN di RS SMC yaitu sebagai berikut : 1. Berkas klaim yang masuk ke unit administrasi klaim sudah disusun berdasarkan tanggal dan dipisahkan antara berkas klaim pasien rawat jalan dengan rawat inap. 2. Petugas akan melakukan pengecekan kelengkapan terlebih dahulu untuk memastikan kelengkapan berkas. Apabila ditemukan berkas yang kurang 96 lengkap maka berkas akan dipisahkan dan dilengkapi terlebih dahulu. Berdasarkan hasil observasi masih ditemukan berkas yang belum lengkap terutama pada tanda-tangan dokter penanggung jawab. dibenarkan dengan hasil wawancara dimana Hal ini juga masih ditemukan ketidaklengkapan pada pengisian seperti diagnosa, tanda-tangan DPJP serta permasalahan pada persyaratan. Namun. saat ini kelengkapan berkas klaim JKN rawat jalan yang masuk ke unit administrasi klaim sudah 90% lengkap padahal sebelumnya ketika belum ada petugas rekapitulasi hanya mencapai 80% saja. Wawancara tersebut dilakukan dengan koordinator administrasi klaim dan petugas administrasi klaim rawat jalan. Berikut kutipan wawancaranya, “Ada yang sudah lengkap, kepesertaan tidak bermasalah. Tapi kadang yang tidak lengkap itu rujukannya tidak sesuai yang harusnya kunjungan pertama itu pakai rujukan dari ppk 1 ini pakai surat control. Nah ini mungkin karna kondisi awal dia kunjungan ke rumah sakit tidak pakai BPJS. Pendokumentasian juga kurang dilengkapi misal diagnosa tidak ditulis secara lengkap, tanda-tangan dan nama DPJP juga tidak diisi. Itu dikembalikan. Tapi sekarang karna ada checker di bawah jadi ya sembilan puluh persen lengkap kalo dulu mah paling lapan puluh persenanlah”, (PAK1) “…Sering ditemuin ketidaklengkapan. Tapi sekarang udah ada checker pihak ketiga baru berapa bulan. Jadi untuk kelengkapan persyaratan itu agak terkendali. Cuman kadang di berkas tidak dituliskan diagnosa atau masih ada yang terlewat laporan tindakan dan hasil patologi tidak dilampirkan. Nah jadi itu yang bikin terhambat harus bolak-balik untuk melengkapi jadi jalannya lebih panjang. Trus kalo yang galengkapnya missal kayak tanda tangan DPJP…” (PAK2) Akan tetapi walaupun berkas belum lengkap terdapat berkas yang harus tetap diberikan kode dan dientri seperti halnya ketidaklengkapan hanya pada tanda-tangan dokter. Berkas tersebut akan tetap diberikan kode dan dientri, hanya saja nanti berkas akan dipisahkan untuk meminta tanda-tangan dokter 97 yang bersangkutan. Lain halnya dengan ketidaklengkapan pada diagnosa, pada berkas tersebut tidak akan diberikan kode maupun dientri data melainkan diharuskan melihat berkas rekam medis pasien atau melakukan konfirmasi ke dokter yang bersangkutan. Sama halnya jika kepersertaan dan resume medis yang masih kosong tidak akan dientri dan diberikan kode melainkan dipisahkan untuk dikembalikan kepada pihak yang bertanggung jawab untuk melengkapi berkas tersebut. Kesimpulan didapat dari hasil wawancara yang dilakukan oleh koordinator administrasi klaim dan petugas administrasi klaim. Berikut kutipan wawancaranya, “Trus kalo yang ga lengkapnya misal kayak tanda tangan DPJP masih kita koding tapi nanti dicari dokternya buat ditanda-tangan. Nah kalo yang ga ada diagnosa itu dipending diliat dulu berkas rekam medis atau konfirmasi ke dokternya”, (PAK2) “Kalo misal kepesertaan dan resumenya masih bersih nah itu dikembalin tapi kalo meragukan diagnosa tetep dientri cuman nanti dikroscek lagi sama rekam medisnya, jadi peerlah”, (PAK1) 3. Apabila berkas sudah lengkap tahapan selanjutnya adalah pengkodean diagnosa dan tindakan pada berkas klaim pada lembar INA-DRG. Dalam menentukan kode diagnosa petugas mengacu pada ICD 10 sedangkan untuk kode tindakan mengacu pada ICD 9. 4. Setelahnya dilakukan proses entri data ke aplikasi INA-CBGs dengan memasukan nomor SEP pasien, tanggal pelayanan, cara pulang, biaya pelayanan rumah sakit, kode penyakit dan tindakan baru yang terdapat pada lembar INA-DRG setelahnya di grouping dan di final. 5. Setelah seluruh berkas klaim sudah di final maka data akan diubah dalam bentuk txt yang dapat diakses oleh verifikator melalui aplikasi INA-CBGs. 98 6. Selain txt petugas juga akan memberikan berkas klaim yang sudah di txt tersebut kepada verifikator klaim 7. Revisi dan konfirmasi berkas klaim yang sudah dicek oleh verifikator. Revisi dilakukan umumnya berkaitan dengan salah penerbitan SEP, belum ditandatangani oleh dokter, pengkodean yang kurang tepat sedangkan konfirmasi dilakukan ke Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) terkait penegakan diagnosa dan tindakan yang diberikan. Namun pada kasus rawat jalan umumnya revisi dan konfirmasi yang ditemukan hanya berkaitan dengan salah penerbitan SEP dan belum dilengkapinya berkas klaim dengan penandatanganan dokter. Proses ini juga sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan dengan koordinator administrasi klaim dan petugas administrasi klaim rawat jalan. Berikut kutipan wawancaranya, “Proses entry pertanggal dipilah antara rajal dan ranap. Dikerjakan oleh petugas klaim rajal dan ranap masing-masing. Di entri dikoding di grouping sampai ke final lalu di txt. Berkas diturunkan ke verifikasi, nanti ada feedback seperti revisi dan konfirmasi kalo konfirmasi diagnosa dikonfirmasikan ke DPJP baru dikasih ke verifikator kembali. Kalo revisi kaya yang berhubungan dengan INA CBGS berkaitan dengan salah SEP dan tanggal nanti ada proses txt ulang nanti setelah layak klaim baru kita ajuin klaim bentuknya FPK bentuknya kolektif perbulan”, (PAK1) “Sekarang pas masuk udah pertanggal. Kalo tahapan ya sama kaya tadi kita ngecek dulu. Biasanya perorang ngambil satu tanggal gitu trus dicek, di koding trus dientri. Kalo ada yang ga lengkap dikembalikan, dicek lagi kodingnya takut ada perubahan baru diklaimkan ke verifikator. Ke verifikator yang dikasih berkasnya trus ada file dalam bentuk txt dari aplikasi INA-CBGS. Jadi verifkator tinggal liat mana-mana yang udah dikerjakan di txt itu trus diliat sama ga sama yang diberkas”, (PAK2) Permasalahan yang dihadapi pada kegiatan pemberian kode dan entri data berlangsung yaitu ketika berkas dinyatakan tidak lengkap maka berkas harus 99 dikembalikan untuk dilengkapi terlebih dahulu dan hal tersebut memakan waktu yang lama. Belum lagi adanya konfirmasi dan revisi pada berkas yang sudah di serahkan ke verifikator klaim. Permasalahan tersebut diakui oleh koordinator administrasi klaim dan petugas administrasi klaim rawat jalan. Berikut kutipan wawancaranya, “Sebenarnya bukan menghambat tapi ya emang prosesnya seperti itu ya. Jadi bolak-baliknya berkas karna konfirmasi dan revisi itu yang bikin jadi rumit”, (PAK1) “Ya itu ketidaklengkapan...”, (PAK2) 5.6 Gambaran Petugas Pelaksana Administrasi JKN Rawat Jalan di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama Kabupaten Tasikmalaya tahun 2016 Petugas pelaksana yang terlibat dalam proses pengajuan klaim JKN rawat jalan di RS SMC terdiri dari beberapa petugas yaitu petugas pendaftaran rawat jalan, petugas administrasi poliklinik, petugas rekapitulasi dan petugas administrasi klaim. Informasi terkait petugas pelaksana didapatkan dari hasil telaah dokumen, observasi dan wawancara mendalam. 5.6.1 Petugas Penerima Pasien JKN Rawat Jalan Hasil observasi menunjukan bahwa penerimaan pasien di tempat pendaftaran rawat jalan RS SMC tidak dipisahkan antara pasien umum dengan pasien yang merupakan peserta JKN. Hal ini menandakan bahwa tidak ada petugas pendaftaran rawat jalan khusus untuk menerima pasien pengguna JKN. Selain itu ditemukan bahwa setiap harinya semua petugas pendaftaran rawat jalan bertugas untuk memanggil pasien, membuatkan berkas pendaftaran, memasukan data pasien ke SIM RS, untuk pasien baru dibuatkan buku rekam medis atau 100 buku status pasien dan mengantarkan berkas pendaftaran ke poliklinik tujuan. Hal ini juga diakui oleh petugas pendaftaran bahwa belum ada pembagian tugas dimana masing-masing petugas masih melakukan kegiatan yang sama yaitu pengumpulan informasi pasien, memasukan data pasien ke SIM RS dan menerima persyaratan untuk pasien JKN. Berikut kutipan wawancaranya, “Kalo buat pembagian tugas itu masih seragam teh. Belum ada divisi jadi semuanya masih gabung buat pengumpulan informasi entri data ke SIM RS sama penerimaan persyaratan masih satu kesatuan”, Hasil telaah dokumen dari laporan kepegawaian tahun 2016 menunjukan bahwa secara keseluruhan petugas pendaftaran terdiri dari 12 orang. Hal ini sesuai dengan hasil penelusuran langsung yang dilakukan oleh peneliti menunjukan terdapat 12 petugas pendaftaran dan 2 petugas pembuat Surat Eligibilitas Peserta (SEP). Selain itu, jumlah tersebut dibenarkan oleh koordinator pendaftaran di RS SMC yang menunjukan bahwa jumlah total dari petugas pendaftaran yaitu sebanyak 12 petugas. Berikut kutipan wawancara dengan koordinator pendaftaran, “Total sekarang ada 12 orang, 11 kontrak, 1 PNS…”, Namun untuk petugas pendaftaran rawat jalan setiap harinya hanya ada 5 orang saja per shift selebihnya dirotasi ke pendaftaran IGD. Hal ini didapat dari hasil observasi dan hasil wawancara dengan salah satu petugas pendaftaran. Berikut kutipan wawancaranya, “Kalo buat disini rolling shift satu shift rawat jalan ada 5 orang”, 101 Berdasarkan hasil observasi di tempat pendaftaran rawat jalan selain terdapat petugas pendaftaran terdapat juga petugas pembuatan SEP yang berjumlah 2 orang. Hal ini juga didukung dengan hasil wawancara dengan salah satu petugas pembuat SEP, berikut kutipan wawancaranya, “…Petugas SEP kan berdua yah…”, Jumlah petugas pendaftaran yang hanya 5 setiap harinya dan 2 orang pembuat SEP dirasakan masih mengalami kekurangan. Hal ini disebabkan karena jumlah kunjungan yang cukup banyak setiap harinya. Kesimpulan tersebut diambil dari hasil wawancara dengan koordinator pendaftaran, salah satu petugas pendaftaran dan petugas SEP, berikut kutipan wawancara masing-masing, “Sebetulnya belum cukup sih cuman karena kondisi rumah sakit masih belum bisa menambah tenaga. Dengan tiap bulan kunjungan naik, yang BPJS hampir 70%”, (PRJ1) “Kalo dihitung dari jumlah pasien masuk tupoksi itu belum cukup. Ada kendala, kan rata-rata pasien 200 lebih jadi kalo 5 orang itu kerepotan”, (PRJ2) “Sebenernya pendaftaran aja kurang jadi SEP tuh masih kurang juga. Petugas SEP kan berdua yah tapi sebenernya kan SEP masih nanganin rawat inap sama rawat jalan jadi harusnya mah dipisah aja gitu rawat inapnya…”, (PRJ3) Berikut ini merupakan informasi terkait petugas pendaftaran rawat jalan di RS SMC berdasarkan hasil penelusuran langsung dilapangan : 102 Tabel 5.6 Data Jumlah, Latar Belakang Pendidikan dan Masa Kerja Petugas Pendaftaran Rawat Jalan di RS SMC Tahun 2016 1 Petugas Jumlah Masa Kerja Pendidikan Terakhir (Tahun) Petugas SMA/SMK D3 D4 S1 <5 4 1 1 6 5 5 Petugas Pendaftaran 12 7 pasien Pembuat SEP 2 2 2 Berdasarkan tabel 5.3 diketahui bahwa petugas pendaftaran didominasi dengan petugas yang berlatarbelakang sarjana tingkat satu dan petugas SEP seluruhnya berlatarbelakang pendidikan D3 rekam medis. Selain itu, petugas pendaftaran dan petugas SEP mengaku bahwa untuk pelatihan tidak dilakukan secara rutin melainkan hanya dilakukan ketika ada informasi terbaru terkait pendaftaran pasien dan pembuatan SEP. Berikut kutipan wawancara dengan petugas pendaftaran dan petugas SEP, “…Tapi kalo ada prosedur penerimaan yang baru, baru ada pelatihan. Jadi ga rutin”, (PRJ2) “Ada kaya misalnya aplikasi baru atau aturan baru BPJS suka diundang untuk ikut meeting suka diundang. Tergantung ada perubahannya sih baru ada pelatihan”, (PRJ3) 5.6.2 Petugas Administrasi Poliklinik Berdasarkan hasil observasi dan telaah dokumen, poliklinik di RS SMC terdiri dari 12 poliklinik yaitu poli dalam, poli gigi, poli kebidanan, poli saraf, poli bedah, poli mata, poli THT, poli rehabilitasi 103 medik, poli anak, poli jiwa, dan poli kulit. Setiap poliklinik akan dilengkapi oleh petugas administrasi poliklinik yang bertugas untuk mengisi buku register, melengkapi isi berkas klaim pasien JKN, membuat surat kontrol dan menyerahkan resep obat ke pasien. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan terhadap petugas administrasi poliklinik, berikut kutipan wawancaranya, “Mengurus kelengkapan berkas klaim BPJS”, (RJ2) “Kalo dipoli mah kan ngisi surat kontrol trus ngasih resep ke pasien, bagian depannya itu kaya INA-DRG yang diisi kaya tanggal lahir nama mah dipendaftaran umur, jenis, kelamin sama tanda-tangan”, (RJ3) “…mengisi berkas klaim status, yang kedua mencatat ke buku register, trus yang ke tiga kalo misalkan dipriksa ada usg trus ada laboratorium trus mencatat hasil pemeriksaan baik itu hasil pemeriksaan usg maupun laboratorium ke buku register. Trus sama resep juga trus dipriksa lagi apa yang kurangnya trus.. kan salah satu berkas klaim administrasi BPJS juga ya yang penunjang itu hasil usg lab itu”, (RJ4) Petugas administrasi poliklinik di RS SMC masing-masing terdiri dari satu petugas kecuali untuk poli saraf yang saat ini sedang tidak beroperasi dan poli penyakit dalam yang memiliki 2 petugas administrasi. Berikut data yang didapatkan dari hasil telaah dokumen : Tabel 5.7 Data Jumlah, Latar Belakang Pendidikan dan Masa Kerja Petugas Administrasi di Poliklinik RS SMC Tahun 2016 1 Masa Petugas Jumlah Pendidikan Terakhir (Tahun) Petugas SMA/SMK Admin Poli Dalam Kerja 2 2 104 D3 S1 <5 2 5 (Tabel 5.7 Sambungan) 1 Masa Petugas Jumlah Pendidikan Terakhir Kerja (Tahun) Petugas SMA/SMK D3 S1 <5 Admin Poli Gigi 1 1 1 Admin Poli Kebidanan 1 1 1 Admin Poli Saraf - - Admin Poli Bedah 1 1 1 Admin Poli Mata 1 1 1 Admin 1 1 1 Admin Poli Anak 1 1 1 Admin Poli Jiwa 1 1 1 Admin Poli Kulit 1 1 1 Rehabilitasi - - - 5 - Medis Sumber : Data Pegawai Kontrak BLUD 2016 Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Seksi Pelayanan Rawat Jalan diketahui bahwa dengan jumlah tersebut sudah cukup. Hal ini juga disetujui oleh petugas administrasi poliklinik penyakit dalam dan kebidanan. Berikut kutipan wawancaranya, “Satu ruangan itu satu orang. Udah dibilang cukup”, (RJ1) “Dua jadi admin, ya berdua aja sehari. Udah cukup sih kan banyak yang bantuin dipolinya”, (RJ3) “Adminnya sendiri, kalo untuk saat ini pasien kebidannya paling banyak 50 paling sedikit 20, cukup sih kalo misalkan saat ini”, (RJ4) Namun tidak demikian dengan petugas administrasi poliklinik bedah dimana merasa masih kurang. Penyebabnya adalah jumlah pasien 105 yang dirasakan semakin bertambah serta terdapat tiga orang dokter didalamnya. Berikut kutipan wawancaranya, “Untuk sekarang mah kurang sih neng yah. Soalnyakan dipoli bedah mah dokternya ada 3 sedangkan pasiennya tambah banyak. Ada bedah umum, onkologi dan anastesi”, (RJ2) Berdasarkan hasil wawancara juga diketahui bahwa terjadinya penolakan berkas klaim oleh verifikator klaim akibat pasien menolak tindakan juga banyak terjadi pada poliklinik bedah. Berikut kutipan wawancaranya, “Biasanya sering terjadi di poli bedah seperti hernia harusnya dia ditindak operasi tapi pasien menolak. Nanti bagian poli akan bilang juga kalo menolak menjadi pasien umum dan SEP dicabut dan pasien bayar. Tetapi kadang dokter juga mempertimbangkan kalau memang masih bisa diobati akan diobati terlebih dahulu gitu…”, (PAK 1) Petugas administrasi poliklinik dan Kasie pelayanan rawat jalan juga mengakui bahwa belum pernah dilakukan pelatihan khusus untuk para petugas administrasi poliklinik sampai saat ini. Berikut kutipan wawancaranya, “Pengisian masih manual jadi belum ada pelatihan”, (RJ1) “Engga sih paling rapat diinstruksiin aja”, (RJ2) “Engga…”, (RJ3) “Belum pernah sih”, (RJ4) 5.6.3 Petugas Rekapitulasi Berdasarkan hasil observasi, awalnya proses rekapitulasi berkas klaim JKN dilakukan oleh petugas rekam medis bagian assembling. Namun, semenjak bulan Agustus 2016 proses rekapitulasi dilakukan oleh petugas checker yang merupakan petugas di luar unit rekam medis. 106 Bagian checker ini baru saja berjalan sekitar satu bulan dan berdasarkan hasil observasi dan wawancara didapatkan data sebagai berikut : Tabel 5.8 Data Jumlah, Latar Belakang Pendidikan dan Masa Kerja Petugas Rekapitulasi RS SMC Tahun 2016 1 Petugas Jumlah (Tahun) Petugas SMA/SMK Rekapitulasi Masa Kerja Pendidikan Terakhir 2 D3 D4 1 1 S1 <5 5 2 /Checker Wawancara dilakukan kepada salah satu petugas checker yang bekerja setiap harinya, berikut kutipan wawancaranya : “Kalo temen saya baru D3 rekam medis kalo saya D4 informatika rekam medis”, (CH1) Petugas checker ini bertugas untuk melakukan pemeriksaan kelengkapan terhadap berkas klaim baik rawat jalan maupun rawat inap sebelum berkas masuk ke administrasi klaim. Hasil ini diketahui daari wawancara yang dilakukan oleh petugas checker. Berikut kutipan wawancaranya, “Jadi tugasnya checker itu dibagian assembling tapi assemblingnya cuman berkas BPJS sama jamkesda...”, (CH1) “Kita tugasnya gitu yah mengecek berkas BPJS, sama aja tugas saya sama temen saya yang barusan”, (CH2) Jumlah petugas checker saat ini masih dirasakan cukup menurut kedua petugas tersebut. Berikut kutipan wawancaranya, “…Dan untuk saat ini dua orang kehandel-lah”, (CH1) “Kan berdua yah jadi ya cukup aja kalau sekarang mah”, (CH2) 107 Berdasarkan hasil wawamcara dengan keduanya juga didapatkan bahwa sebelum mereka melakukan tugasnya menjadi seorang checker mereka dilatih oleh petugas rekam medis dan terdapat petugas dari BPJS sendiri. Berikut kutipan wawancaranya, “Pelatihan paling pas awal-awal doang paling selama 2 minggu dari BPJS dan rekam medis. Kan ini baru 1 bulan adanya checker jadi langsung masuk kan berdua trus yaudah dilatih dulu gitu,” (CH1) “Oh waktu sebelum mulai jadi checker kan dilatih dulu sama orang rm sama BPJS”, (CH2) 5.6.4 Petugas Pemberi Kode dan Pengentri Data Berdasarkan hasil observasi, pemberian kode dan pengentrian data klaim JKN di RS SMC dilakukan oleh petugas administrasi klaim. Petugas administrasi klaim terdiri dari sembilan orang petugas. Pembagian tugas kesembilan petugas tersebut yaitu tiga orang petugas pemberi kode dan entri data untuk klaim JKN pada pelayanan rawat jalan, tiga orang petugas pemberi kode dan entri data untuk klaim JKN pada pelayanan rawat inap dan tiga petugas lain sebagai penunjang pelaksana klaim. Petugas administrasi klaim rawat jalan bertugas memberikan kode diagnosa dan tindakan serta memasukan data (mengentri data) klaim pasien ke aplikasi INA-CBGs. Hasil tersebut didapatkan dari kegiatan wawancara yang dilakukan oleh koordinator administrasi klaim dan petugas administrasi klaim. Berikut kutipan wawancaranya, “Petugas entri merangkap koder dan revisi konfirmasi satu bagian. Rajal tiga orang dan rawat inap tiga orang. Dan lainnya itu untuk penunjang kalo ada ketidaklengkapan berkas”, (PAK1) “Administrasi klaim rawat jalan sekarang udah bertiga kan tadinya cuman berdua. Trus semuanya lulusan rekam medis. Tugas masih 108 sama aja bertiga dari mulai entri, koding sampai pengklaiman. Paling nanti kalo udah keteteran baru bagi-bagi misalnya verifikasi kan suka minta konfirmasi nah itu dibagi perorang bulan apa”, (PAK2) Berdasarkan hasil pengisian dilapangan maka dapat disimpulkan informasi terkait petugas administrasi klaim di RS SMC tahun 2016 sebagai berikut : Tabel 5.9 Data Jumlah, Latar Belakang Pendidikan dan Masa Kerja Petugas Koding dan Entri Data di RS SMC Tahun 2016 1 Masa Petugas Jumlah Pendidikan Terakhir (Tahun) Petugas SMA Koding dan entri data klaim pasien rawat jalan 3 Kerja D3 D4 S1 <5 5 1 2 1 2 Jumlah petugas yang terdiri dari tiga orang tersebut bagi koordinator administrasi klaim sudah dianggap cukup. Namun lain halnya menurut petugas administrasi klaim bagian rawat jalan dimana dirasakan jumlah petugasnya yang berjumlah 3 orang dirasakan belum cukup. Berikut kutipan wawancaranya, “Kalo diliat dari beban kerja sih dirasa masih cukup”, (PAK1) “Kalo jumlah masih kurang, kan rajal tiga orang masih keteteran ...”, (PAK2) Sedangkan untuk latar belakang pendidikan petugas administrasi klaim rawat jalan memang sudah sesuai dimana dijalankan oleh yang berlatarbelakang perekam medis. Namun hal ini juga perlu diperhatikan dimana selain pendidikan yang sesuai juga diperlukan pengalaman. Hal 109 ini juga sebagaimana yang dinyatakan oleh koordinator administrasi klaim bahwa memang walaupun seharusnya administrasi klaim dipegang oleh rekam medis akan tetapi terdapat pertimbangan-pertimbangan lain. Seperti salah satunya pertimbangan dari pihak manajemen rumah sakit yang merasa bahwa lulusan kebidanan dan keperawatan lebih bisa memperlancar pengajuan klaim. Selain itu, lulusan rekam medis masih dirasakan belum memahami terkait pataologi sehingga dalam pemberian kode kadang belum sesuai dengan yang dimaksudkan oleh dokter. Berikut kutipan wawancaranya, “Kalo untuk latar belakang pada rawat jalan udah sesuai…”, (PAK2) “Koder rajalkan ketiganya masih baru lulus jadi pengalamannya masih minim. Teori sama lapangan beda. Masih harus banyak bertanya di lapangan. Malahan kita lebih banyak bertanya sama yang rawat inap walaupun mereka bukan lulusan rekam medis tapi mereka kan jam terbangnya lebih banyak”, (PAK2) “Kalo secara basic pendidikan yang dianjurkan memang harusnya rekam medis. Tapi karna masih rumpun kesehatan berdasarkan analisis manajemen rumah sakit itu memasukan yang keperawatan dan D4 kebidanan dirasa lebih bisa mendukung kelancaran proses klaim yang diajukan rs. Kadang lulusan dari rekam medis yang patologinya masih kurang, jadi secara medis bener gasih antara kode sama yang ditulis dokter tuh sesuai atau engga”, (PAK1) Selain dari segi pengalaman yang masih minim, petugas administrasi klaim rawat jalan juga mengakui bahwa saat diperkuliahan mereka tidak diajarkan pemberian kode untuk klaim (kode klinis) melainkan hanya pengkodean murni untuk medis. Berikut kutipan wawancaranya, “... Karna di perkuliahan rekam medis itu kadang koding yang diterangin dosen beda sama yang sekarang. Karna di kuliah kita belajarnya koding medis sedangkan disini pakainya koding klinis. Koding medis untuk perjalanan penyakit kalo klinis untuk pengklaiman untuk keuangan nah itu gaada pelajarannya”, (PAK2) 110 Hal yang telah disebutkan diatas diakui oleh koordinator administrasi klaim merupakan sebuah permasalahan. Permasalahan tersebut yaitu berkaitan dengan kualitas koder nantinya. Berikut kutipan wawancaranya, “Kualitasnya kali ya jadi ga semua paham. Kan kalo kode dasarnya ICD 9 dan 10 nah itu pemahamannya karna masih pemula jadi belum sampe dalam banget pemahamannya. Jadi arti dari satu diagnosa ICD 10 itu sesuai dengan diagnosa yang dimaksud oleh dokter atau engga. Jadi kita masih harus konfirmasi lagi ke DPJPnya”, (PAK1) Terlebih berdasarkan pengakuan petugas administrasi klaim rawat jalan belum pernah diadakan pelatihan secara khusus untuk pada koder, terutama koder rawat jalan. Hal ini disebabkan oleh lama waktu mereka yang bekerja menjadi koder rawat jalan masih dikatakan tergolong baru. Berikut kutiapan wawancaranya, “Kalo pelatihan dulu sering ada. Tapi saat ini RS belum mengikutkan petugasnya pada pelatihan soalnya masih jarang. Kalopun ada belum sempat terutama untuk yang rajal 3 orang itu kan baru jadi belum pernah. Saya saja yang paling lama satu tahun lebih di sini belum sempet”, (PAK2) Hal tersebut juga diakui oleh koordinator administrasi klaim bahwa pelatihan pernah dilakukan untuk administrasi klaim namun pada saat tahun 2014. Selebihnya belum pernah dilakukan kembali. Padahal ia menyatakan juga bahwa sebenarnya adanya pelatihan cukup penting. Berikut kutipan wawancaranya, “Kalo pelatihan dari kemenkes belum ada. cuman suka ada seminar untuk koder suka ikut buat perekam medis. Tapi kalo adm klaim mah dulu banget 2014. Jadi sistemnya ikut secara pribdi kalo ada pengumuman seminar baru tuh ikutan. Sebenernya butuh pelatihan apalagi pengkodean penyakit secara konsep rekam medis dan pengklaiman itu ada yang berbeda”, (PAK1) 111 Namun, berdasarkan pengamatan pada ketiga berkas klaim JKN rawat jalan yang ditolak oleh verifikator tidak ditemukan adanya penyebab penolakan akibat salah pengkodean diagnosa maupun tindakan. Penyebab penolakan ketiga berkas klaim tersebut hanya dikarenakan jumlah pelayanan yang lebih dari tiga kali dalam satu bulan dengan diagnosa dan tindakan yang sama, persyaratan tidak lengkap dan pasien yang menolak tindakan pasien. 5.7 Gambaran Penggunaan Teknologi Informasi dalam Pengajuan Klaim JKN rawat jalan di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama Kabupaten Tasikmalaya tahun 2016 Berdasarkan hasil wawancara dan observasi didapatkan bahwa tidak semua kegiatan yang dilakukan dalam pengajuan klaim menggunakan teknologi informasi melainkan hanya pada pelayanan administrasi pasien JKN di tempat pendaftaran dan pemberian kode dan entri data. 5.7.1 Penggunaan Teknologi Informasi pada Pelayanan Administrasi di Tempat Pendaftaran Pasien JKN Rawat Jalan Hasil observasi menunjukan bahwa dalam proses pendaftaran rawat jalan baik pasien JKN maupun pasien umum sudah menggunakan aplikasi yang disebut sebagai SIM RS pendaftaran. Selain itu dalam pembuatan SEP juga menggunakan aplikasi SEP. Kedua aplikasi tersebut dioperasikan dengan menggunakan komputer serta jaringan internet. Terdapat empat unit komputer yang digunakan di tempat pendaftaran dimana dua unit komputer digunakan untuk mengoperasikan SIM RS dan dua komputer lainnya digunakan untuk mengoperasikan aplikasi pembuat SEP. Pembuat SEP juga 112 dilengkapi dengan printer untuk mencetak SEP itu sendiri yang berjumlah dua unit. Penggunaan teknologi informasi di tempat pendaftaran tersebut juga dibenarkan oleh koordinator pendaftaran, petugas pendaftaran dan petugas SEP melalui wawancara, berikut kutipan wawancaranya, “Disinikan pakainya SIM RS pendaftaran pakai komputer. Di sini jalur BPJSnya udah lansung ngeline ke pusat jadi udah langsung bisa ngecek disini BPJS aktif apa tidak sah atau tidak…”, (PRJ1) “SIM RS berbasis Intranet. Kita masukin data ke komputer via browser disalurin pakai wifi ke server pusat rumah sakit”, (PRJ2) “Kalo pendaftaran mah SIM RS kalo SEP mah aplikasi pembuat SEP dari BPJSnya”, (PRJ3) Selain hasil wawancara juga terdapat hasil observasi yang juga menunjukan penggunaan aplikasi SIM RS pendaftaran terlihat pada gambar 5.1 dibawah ini, Gambar 5.1 Aplikasi SIM RS Pendaftaran1 Aplikasi SIM RS merupakan aplikasi yang digunakan untuk memasukan data pasien yang berkunjung, membuat nomor rekam medis dan sebagai penunjang untuk membuat laporan kunjungan. Sedangkan 113 untuk aplikasi SEP digunakan untuk mencetak SEP. Hal tersebut didapatkan dari hasil wawancara dengan koordinator pendaftaran, petugas pendaftaran dan petugas SEP. Berikut kutipan wawancaranya, “SIM RS pendaftaran itukan pertama buat memasukan identitas pasien, buat dokumen disini secara dokumentasi dan mentresur ke bagian rekam medis”, (PRJ1) “SIM RS pertama untuk menyimpan data pasien, menerbitkan nomor rekam medis ketiga untuk data laporan seperti jumlah pasien perhari”, (PRJ2) “SEP kan fungsinya buat cetak aja sih cetak SEP itu…”, (PRJ3) Berdasarkan hasil observasi, aplikasi SIM RS pendaftaran juga dapat digunakan untuk melihat data cara bayar pasien yang digunakan pada kunjungan sebelumnya dengan memasukan nomor rekam medis pasien. Berdasarkan hasil wawancara dengan koordinator administrasi klaim diketahui bahwa aplikasi pembuatan SEP juga dapat melihat apakah pasien tersebut baru pertama kali berobat ke rumah sakit dengan kartu JKN ataukah pasien yang memang sedang melakukan pengobataan di rumah sakit dan sudah menggunakan JKN sejak awal pengobatan. Sehingga penggunaan aplikasi SIMRS dan SEP dapat digunakan untuk mengecek kelengkapan persyaratan yang dibawa oleh pasien. Berikut kutipan wawancaranya, “Nah kalo ini keliatan dari SEPnya nanti terlihat kalo dikunjungan pertama akan keliatan dan harusnya petugas SEPnya yang lebih teliti untuk ngecek apakah surat rujukannya itu bener atau engga…”, Namun penggunaan aplikasi SIM RS dan SEP dengan perangkat penunjang yang ada saat ini masih dirasakan kurang. Hal ini berkaitan dengan jumlah pasien yang memang semakin banyak setiap harinya. Hal ini 114 sesuai dengan wawancara dengan koordinator pendaftaran, petugas pendaftaran dan petugas SEP, berikut kutipan wawancaranya, “Jumlahnya belum cukup. Bayangkan dengan jumlah rata-rata pasien perhari tiga ratus hanya dihandel dengan SIM RS dua berarti satu komputer handel seratus lima puluh pasien. Jadi waktunya jadi lumayan lama, yang harusnya jam sembilan atau sepuluh selesai ini jam sebelas baru selesai”, (PRJ1) “Perangkat komputer kurang juga teh. Kan yang dipakai cuman dua sedangkan satu shif rawat jalan lima orang pendaftaran jadi kurang juga”, (PRJ2) “Dua komputer dan dua printer. Harusnya sih kalo untuk SEP pendaftaran rawat jalan aja mungkin cukup tapi ini kan sama rawat inap jadi perlu nambahlah perangkatnya sama SDM-nya”, (PRJ3) Kekurangan jumlah komputer terutama pada penggunaan SIM RS pendaftaran berdasarkan hasil observasi membuat tidak semua petugas pendaftaran dapat melakukan pengecekan persyaratan surat rujukan dan surat kontrol. Melainkan hanya terdapat dua petugas pendaftaran yang dapat mengakses aplikasi SIM RS sehingga penggunaan aplikasi SIM RS untuk melakukan pengecekan persyaratan belum maksimal. Selain permasalahan tersebut hasil wawancara lainnya juga menyebutkan bahwa diperlukan adanya pengembangan teknologi yaitu pada server yang dimiliki oleh rumah sakit sebaiknya ditambahakan sehingga data masih bisa di-back up ketika sedang terjadi error pada jaringan. Berikut kutipan wawancara dengan salah satu petugas pendaftaran, “Kebetulan SIM RS baru dua tahun kurang diberlakuinnya, jadi server masih tunggal jadi belum ada backup jadi kendala masih sering di errornya jaringannya apalagi belum ada backup server jadi yaudah kalo gitu ga bisa entri pasien. Jadi ga bisa ngasih rekam medis jadi berkasnya klaim di pending dulu”, (PRJ2) 115 5.7.2 Penggunaan Teknologi Informasi pada Pengkodean dan Entri Data Klaim JKN Berdasarkan hasil observasi pada proses pemberian kode dan entri data klaim JKN di RS SMC menunjukan bahwa terdapat aplikasi yang digunakan yaitu aplikasi INA-CBGs. Aplikasi ini berjalan dengan menggunakan komputer, laptop dan jaringan internet. Perangkat yang digunakan sebanyak empat unit komputer, tiga unit laptop, satu unit UPS (Uninterruptible Power Supply) dan satu buah printer. Hal tersebut juga sesuai dengan hasil wawancara dengan koordinator administrasi klaim dan petugas administrasi klaim rawat jalan. Berikut kutipan wawancaranya, “Software INA-CBGs pakai komputer dan jaringan internet”, (PAK1) “Software INA-CBGs trus pencarian kode ICD yang sudah elektronik. Jadi tidak buka buku tinggal search. Perangkatnya mah jaringan penting. Soalnya kan kita sistemnya pake jaringan yang INA-CBGs”, (PAK2) Selain hasil wawancara juga terdapat hasil observasi yang juga menunjukan penggunaan aplikasi INA-CBGs di RS SMC terlihat pada gambar 5.2 dibawah ini, 116 Gambar 5.2 Aplikasi INA-CBGs 1 Software INA-CBGs digunakan untuk menentukan pembayaran klaim BPJS terhadap rumah sakit dengan cara memasukan kode diagnosa dan tindakan yang telah dilakukan dan akan mengacu pada tarif INA-CBGs. Fungsi aplikasi ini didapatkan dari hasil wawancara yang dilakukan dengan koordinator administrasi klaim dan petugas administrasi klaim rawat jalan. Berikut kutipan wawancaranya, “Software INA CBGs suatu sistem atau software yang dipakai sebagai proses pembayaranan yang didalamnya ada nilai klaim, sebagai acuan BPJS kesehatan membayar rumah sakit, jadi BPJS tidak mengenal berapa cost rumah sakit yang dikeluarkan tapi mereka membayar sesuai tarif INA-CBGs”, (PAK1) “Udah sih kan nentuin harga dari entri data sama koding”, (PRJ2) Namun, dalam menggunakan aplikasi INA-CBGs harus dilengkapi dengan perangkat keras seperti yang telah disebutkan sebelumnya. 117 Dikatakan bahwa perangkat penunjang tersebut belum cukup jumlahnya untuk menunjang pekerjaan petugas administrasi klaim rawat jalan saat ini. Hal tersebut dikarenakan dari pihak rumah sakit hanya menyediakan satu unit komputer untuk petugas administrasi rawat jalan sedangkan dua petugas administrasi rawat jalan lainnya menggunakan laptop pribadi mereka. Koordinator administrasi klaim juga sependapat dengan hal tersebut dimana administrasi klaim masih kekurangan sarana dan prasarana. Terlebih unit ini menambah tiga orang personil baru namun tidak dilengkapi dengan saranannya. Berikut kutipan wawancaranya, “Perangkat sekarang belum sesuai kebutuhan. Untuk rawat jalan aja sekarang satu meja untuk tiga orang. Untuk PC juga dari rs cuman satu jadi yang dua lagi bawa sendiri karna masih keterbatasan sarana. Kan rs daerah kan harus nunggu dulu”, (PRJ2) “Prasarana sebenernya masih kurang sih. Kami udah ngajuin pengajuan dua pc dan satu printer tapi masih nunggu proses anggaran. Pengajuan udah dari awal tahun karna SDM juga ditambah harusnya sepaket sama prasarananya”, (PRJ1) Berdasarkan hasil observasi pada penggunaan aplikasi INA-CBGs diketahui bahwa aplikasi ini sudah terhubung dengan aplikasi pembuatan SEP namun belum terhubung dengan SIM RS pendaftaran. Hal ini membuat petugas administrasi klaim juga tidak dapat secara langsung melihat jumlah kunjungan pasien JKN dalam satu bulan. Hal ini dikarenkan jumlah kunjungan pasien JKN dalam satu bulan dapat dilihat melalui aplikasi SIM RS pendaftaran. Namun, karena aplikasi INA-CBGs belum terhubung dengan aplikasi SIM RS pendaftaran maka jumlah kunjungan perpasien tidak dapat dilihat secara langsung ketika sedang menginput data klaim. 118 Kendala lain yang dihadapi terkait teknologi informasi adalah dimana saat proses pengkodean dan entri data berlangsung sangat bergantung pada jaringan internet. Berdasarkan hasil observasi juga membuktikan adanya gangguan jaringan. Hal ini juga diakui oleh koordinator administrasi klaim dan petugas administrasi klaim rawat jalan. Berikut kutipan wawancaranya, “Perangkat dan jaringan kita kan satu server dengan beberapa anak jaringan jadi kalo jaringan bermasalah menghambat pekerjaan…” (PRJ1) “Paling kalo mati lampu upsnya udah besar jadi masih ke handel. Tapi kalo jaringan dari telkomnya suka menghambat. Udah jarang terjadi tapi masih terjadi. Kalo jaringan kita konfirmasi ke Telkom”, (PRJ2) 5.8 Gambaran Kebijakan yang Digunakan dalam Pengajuan Klaim JKN Rawat Jalan di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama Kabupaten Tasikmalaya tahun 2016 Berdasarkan hasil telaah dokumen dan wawancara diketahui bahwa pada setiap kegiatan yang dilakukan dalam proses pengajuan klaim menggunakan kebijakan atau aturan tertentu yang dijadikan sebagai acuan. Namun, kebijakan yang digunakan berbeda jenisnya baik kebijakan pemerintah maupun kebijakan lokal rumah sakit. 5.8.1 Kebijakan yang Digunakan pada Pelayanan Administrasi di Tempat Pendaftaran Pasien JKN Rawat Jalan Hasil telaah dokumen menunjukan bahwa pelaksanaan penerimaan pasien rawat jalan di RS SMC mengacu pada Standar Oprasional Prosedur (SOP) pendaftaran yang telah ada. Dokumen nomor 445/4208/RSUD/2014 merupakan dokumen SOP pendaftaran di RS SMC. Pembuatan SOP pendaftaran rawat jalan di RS SMC mengaju kepada Permenkes RI No. 119 269/Menkes/Per/III/2008 tentang rekam medis dan PT. Askes (Persero) No. 270/PKS/0708 tentang pelayanan kesehatan bagi peserta askes sosial. Berdasarkan penelusuran dokumen SOP pendaftaran terdapat prosedur penerimaan pasien yang terdiri dari dua tahap dimana masing-masing tahap terbagi menjadi beberapa runtutan kegiatan, berikut rincian tahapan tersebut: A. Penerimaan Pasien 1. Petugas pendaftaran memanggil pasien secara manual 2. Petugas pendaftaran menerima persyaratan, mewawancarai dan mengentri data pasien berdasarkan cara bayar 3. Petugas pendaftaran melakukan verifikasi berkas persyaratan khusus untuk pasien askes, jamkesmas dan jamkesda. Pasien dengan cara bayar JKN/Askes/Jamkesmas diharuskan untuk melengkapi persyaratan berupa fotokopi kartu JKN/Askes/Jamkesmas, KTP, Kartu Keluarga dan surat rujukan. 4. Petugas pendaftaran mencetak kartu berobat dan berkas rekam medis untuk pasien rawat jalan yang baru 5. Petugas pendaftaran mengantarkan buku status perawatan pasien ke poliklinik tujuan B. Mengidentifikasi Pasien 1. Petugas pendaftaran memastikan pasien berdasarkan jenis kunjungan baru atau lama 2. Untuk pasien baru dibuatkan berkas rekam medis rawat jalan yang baru 120 3. Untuk pasien lama diminta kartu kunjungan berobat, jika tidak ada, tetap dilayani dengan mencari data pasien pada database komputer Pada dokumen SOP juga ditemukan secara rinci alur pendaftaran pasien rawat jalan baik untuk pasien umum maupun pasien jaminan. Akan tetapi hasil observasi berkas klaim yang ditolak masih ditemukan berkas klaim JKN yang belum dilengkapi dengan persyaratan yang harus dibawa oleh pasien yaitu surat rujukan. Selain diharuskan memenuhi SOP pendaftaran, petugas pendaftaran juga diharuskan untuk mengikuti ketentuan dari BPJS kesehatan terutama dalam menerima persyaratan pasien. Hal ini menurut petugas pendaftaran dan petugas pembuat SEP dirasakan cukup memberatkan pasien. Berikut kutipan wawancaranya, “Seolah-olah tidak ada toleransi, memang itu prosedur tetap tapi mereka ga tau keadaan dilapangan yang kita adepin. Untuk kebijakan BPJS kalo bisa lebih mempermudah prosedur. Kan orang beda-beda dari segi pengetahuannya dan ekonominya jadi ya lebih universal aja”, (PRJ2) “Kebijakan dari BPJS sih yang kaya persyaratan itu dirasa memberatkan gitu kasian pasiennya jadi pada bingung”, (PRJ3) 5.8.2 Kebijakan yang Digunakan pada Pelayanan Administrasi di Poliklinik Pada poliklinik sendiri, acuan yang digunakan dalam pengisian berkas klaim yaitu menggunakan kebijakan yang ada di rumah sakit. Kebijakan tersebut belum dijadikan sebuah SOP. Kebijakan yang ada hanya ditunjukan saat awal mereka menjabat sebagai petugas administrasi di poliklinik yang menjabarkan tugas mereka sebagai petugas administrasi. Selebihnya terkait pengisian berkas klaim mereka hanya mengikuti alur 121 yang diberitahu melalui rapat. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan dengan beberapa petugas administrasi poliklinik, “…Belum ada sop buat adminya mah… Kalo ada SOP mah yang harus kita lakukan mengacu SOP. Kalo sekarangkan sesuai rapat harus gini-gini”, (RJ2) “Iya ada untuk SOP khusus untuk ruangan itu sendiri. Tapi kalo SOP khusus adminstrasi mah ga ada sih gaada bukunya gitu, cuman ditunjukin aja pas awal tugas admin seperti ini ini. Kalo untuk SOP bukunya mah engga belum ada, paling juga adanya untuk keuangan poli kebidanan.ah dulu waktu pas tanda-tangan kontrak penerimaan pegawai dikasih liat SOPnya seperti apa…” (RJ4) “SOP mah belum lihat ya teh ya, ini ngikutin alur aja. Tapi udah ada SOPnya”, (RJ3) Sedangkan untuk SOP yang sudah ada merupakan SOP sarana dan prasarana setiap ruangan poliklinik bukan terkait SOP petugas administrasi poliklinik dalam melengkapi berkas klaim JKN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan dengan Kasie Pelayanan Rawat Jalan, “SOP udah ada setiap ruangan. Karna memang setiap standar pelayanan harus sesuai dengan SOPnya. Yang memang disesuaikan dengan sarana dan prasarana sudah dilakukan sih. Tapi yang belum prasarananya menunjang ya kami pending aja dulu. Jadi situasional”, Hal tersebut menunjukan bahwa memang belum terdapat SOP baik terkait tata cara melengkapi berkas maupun SOP terkait pemberkasan klaim untuk pasien JKN yang menolak tindakan dokter. 5.8.3 Kebijakan yang Digunakan pada Rekapitulasi Berkas Klaim JKN Hasil wawancara menunjukan bahwa petugas rekapitulasi dalam melakukan tugasnya belum landasi dengan SOP. Hal ini dikarenakan bagian rekapitulasi sendiri merupakan bagian yang baru dibuat oleh RS SMC yaitu baru berjalan sekitar satu bulan. Berikut kutipan wawancaranya, 122 “Kalo SOPnya sih kayaknya belum bikin. Kalo itu sih tiap pekerjaan harusnya ada SOP. Kita mah ngikut yang diajarin sama BPJS sama rekam medis”, (CH1) “Engga ada SOP mah..”, (CH2) Tidak adanya SOP dirasakan menjadi sebuah masalah oleh petugas checker. Hal ini sesuai dengan wawancara yang dilakukan oleh petugas tersebut. Berikut kutipan wawancaranya, “Ya jadi masalah jadi kerjaan jadi asa gimana kita we kan jadi gaada tuntutan kerjanya harus gini-gini jadi engga enak aja gitu”, (CH1) 5.8.4 Kebijakan yang Digunkan pada Pengkodean dan Entri Data Klaim JKN Hasil wawancara dengan koordinator administrasi klaim dan petugas administrasi klaim rawat jalan di RS SMC menunjukan bahwa dalam melakukan pengkodean dan entri data mengacu pada kebijakan pemerintah yaitu PMK No. 28 tahun 2014 tentang pedoman pelaksanaan JKN, PMK No. 27 tahun 2014 tentang petunjuk teknis sistem Indonesian Case Base Groups (INA-CBGs) dan surat edaran nomor hk.03.03/menkes/63/2016 tentang pedoman penyelesaian permasalahan klaim INA-CBG dalam penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional. Kebijakan lainnya yang digunakan yaitu surat edaran dari BPJS kesehatan kepada rumah sakit terkait adanya pasien JKN yang pulang paksa sejak tahun 2015. Sedangkan untuk kebijakan dari rumah sakit berupa SOP administrasi klaim sendiri belum ada. Hal ini membuat petugas hanya mengikuti kebijakan dari pemerintah saja. Hal yang disayangkan oleh petugas administrasi klaim adalah belum ada standarisasi nasional terutama untuk pengkodean sehingga acuan yang 123 dipegang oleh pihak rumah sakit berbeda dengan acuan yang dipegang oleh pihak BPJS kesehatan. Dikatakan bahwa BPJS kesehatan memiliki acuan tersendiri untuk pengkodean yang disebut dengan konsensus. Berikut kutipan wawancaranya, “…Baiknya sih ada standar nasionalnya dulu karna dilakukannyakan nasional. Nanti turunannya baru deh ke RS untuk buat SOP. Kalo gitu kan jadi satu acuannya kan kalo sekarang mah rumah sakit pegang SE permenkes trus BPJS megangnya konsensus yang isinya pun tidak sesuai”, (PAK1) “Belum ada SOP… Mungkin karna admin klaim itu baru didunia medis kan BPJS baru ada 2014 jadi karna masih baru rs pun masih bingung administrasi klaim ditempatkan di bawah keuangan apa pelayanan medik. Masih galau lah, masih meraba-raba. Kita kan ngikutin permenkes 27 tahun 2014 tapi BPJS itu selalu buat aturan sendiri yaitu aturan konsensus dan itu kadang-kadang berlawanan aturan kodingnya. Tapi kita lebih ngikutin permenkes karna legalitasnya lebih tinggi jadi kalo ada audit kan permenkes lebih tinggi legalnya dibanding konsensus.”, (PAK2) Berdasarkan hasil telaah dokumen diketahui bahwa PMK No. 28 tahun 2014 berisi tentang pedoman pelaksanaan JKN, PMK No. 27 tahun 2014 berisi tentang ketentuan penentuan pembuatan kode diagnosa maupun tindakan dan tata cara penggunaan aplikasi INA-CBGs. Pada PMK No. 28 tahun 2014 tertulis terkait peserta JKN diharuskan membawa surat rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama apabila ingin mendapatkan pelayanan di rumah sakit pertama kalinya. Sedangakan untuk surat edaran nomor hk.03.03/menkes/63/2016 berisikan tentang 36 kasus terkait permasalahan klinis dan 21 kasus terkait permasalahan koding serta satu kasus terkait permasalahan administrasi beserta dengan penyelesaian masalahnya. 124 Selain terkait dengan perbedaan acuan dalam pengkodean, petugas administrasi klaim rawat jalan juga menyayangkan tidak adanya SOP untuk petugas administrasi klaim itu sendiri. Sehingga tidak jelas apa-apa saja tugas yang menjadi tanggungan mereka dan apa saja tugas yang bukan tanggungan mereka. Berikut kutipan wawancaranya, “Tidak ada SOP itu masalah karna nih misal ketidaklengkapan berkas itu jadi saling tuding tanggung jawab siapa yang melengkapi karna emang tidak ada SOP yang jelas itu pihak siapa yang disalahkan. Tapi sekarang ada checker jadi sebelum masuk ke billing sudah dicek kelengkapannya, jadi angka ketidaklengkapan ke adm klaim itu berkurang”, (PAK2) 125 BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian Pada saat penelitian ini dilakukan ditemukan keterbatasan peneliti dalam menggali permasalahan terkait gambaran klaim JKN yang ditolak rawat jalan di RS SMC tahun 2016, diantaranya yaitu: 1. Peneliti tidak bisa melakukan observasi terhadap seluruh berkas klaim yang ditolak pada tahun 2016. Hal ini dikarenakan berkas klaim tersebut menjadi milik BPJS kesehatan dan perizinan untuk melakukan observasi tidak didapatkan. Pada akhirnya peneliti hanya mendapatkan tiga contoh berkas klaim JKN rawat jalan yang ditolak oleh verifikator. 2. Selain itu, walaupun observasi berkas klaim yang dilakukan pada penelitian ini adalah berkas klaim JKN yang ditolak oleh verifikator BPJS akan tetapi peneliti tidak mendapatkan izin untuk mewawancarai verifikator klaim BPJS kesehatan. 6.2 Gambaran Berkas Klaim JKN yang ditolak Pada Pelayanan Rawat Jalan di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama Kabupaten Tasikmalaya tahun 2016 Berkas klaim yang ditolak menandakan tidak akan ada pembayaran untuk klaim tersebut (Catherine, 2013). Berkas klaim merupakan hasil dari proses pengajuan klaim JKN di rumah sakit atau yang disebut sebagai elemen output dalam sebuah sistem (Azwar, 2003). Berdasarkan data klaim yang ditolak tahun 2016 pada pelayanan rawat jalan menunjukan bahwa berkas klaim yang sudah selesai ditagihkan hanyalah pada bulan Januari sampai bulan Juni tahun 2016. 126 Data yang ada menunjukan bahwa pada bulan Januari 2016 sampai dengan Juni 2016 jumlah berkas klaim JKN rawat jalan yang diajukan oleh rumah sakit yaitu sebesar 13.200 klaim dimana 1.4% diantaranya mengalami penolakan klaim atau sebesar 190 klaim ditolak. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ulfah, Kresnowati dan Ernawati (2011) dan Ardhitya, Agus (2015) menunjukan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan berkas klaim ditolak oleh verifikator adalah kelengkapan berkas klaim. Penelitian Noviasari (2016) tentang hubungan kelengkapan informasi dengan persetujuan klaim BPJS juga menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kelengkapan berkas klaim dengan persetujuan klaim oleh verifikator. Berdasarkan hasil observasi terhadap tiga berkas klaim JKN rawat jalan yang ditolak oleh verifikator klaim BPJS di RS SMC tahun 2016 diketahui bahwa untuk melihat kelayakan berkas klaim dilihat dari kelengkapan berkas, kesesuaian isi berkas dan waktu pengajuan berkas. Hal-hal tersebut tertulis pada Permenkes No. 28 tahun 2014 tentang pedoman pelaksanaan JKN, Permenkes No. 27 tahun 2014 tentang Juknis sistem INA-CBGs, panduan praktis administrasi klaim fasilitas kesehatan BPJS kesehatan (2014) dan Juknis Verifikasi klaim. Berdasarkan ketentuan pada kebijakan tersebut maka berkas klaim JKN yang ditolak akan diulas satu persatu sebagai berikut : 1. Berkas Klaim I a. Kelengkapan Berkas Hasil observasi menunjukan bahwa berkas klaim sudah terdiri dari SEP, lembar INA-DRG (Indonesian-Diagnosis Related Groups) 127 dilengkapi dengan penulisan diagnosa dan tindakan serta ditandatangani oleh DPJP, LPP (Lembar Persetujuan Pelayanan), surat rujukan, fotokopi persyaratan seperti kartu JKN, KTP, KK dan fotokopi hasil pemeriksaan laboratorium serta USG. Hal ini sesuai dengan ketentuan pada panduan praktis administrasi klaim fasilitas kesehatan BPJS kesehatan (2014) bahwa dalam pengajuan klaim terdapat rekapitulasi pelayanan dan berkas pendukung. Berkas yang dimaksudkan adalah SEP, resume medis dan bukti pelayanan. Di RS SMC resume medis dilihat dari lembar INA-DRG yang didalamnya dituliskan diagnosa pasien, tindakan yang diberikan serta disertai dengan tanda tangan. Hal ini juga sesuai dengan kebutuhan verifikasi pada Juknis verifikasi klaim (2014) yang menyebutkan harus menyertakan SEP dan resume medis dengan penulisan diagnosa dan tindakan serta ditanda-tangani oleh dokter penanggung jawab pasien (DPJP). Selain itu pada berkas ini juga sudah terdapat bukti pelayanan seperti hasil laboratorium dan USG juga dilengkapi dengan perincian tagihan rumah sakit yang dituliskan pada LPP. Berkas tersebut merupakan berkas pendukung yang memang dibutuhkan untuk pengajuan klaim sesuai yang tertera pada panduan praktis administrasi klaim fasilitas kesehatan BPJS kesehatan (2014). Selain itu terkait persyaratan yang harus dibawa oleh peserta JKN untuk mendapatkan pelayanan di FKRTL salah satunya adalah surat rujukan dari FKTP, hal ini tertera pada Permenkes No. 28 tahun 2014. Penelitian menurut Malonda, Ratu dan Soleman (2015) juga menyebutkan terdapat 128 persyaratan lain yang harus dibawa oleh pasien diantaranya satu lembar fotokopi kartu peserta JKN, satu lembar fotokopi kartu identitas penduduk (KTP) dan satu lembar fotokopi kartu keluarga (KK). Pada berkas klaim ini semua persyaratan tersebut juga sudah disertakan. Hal ini dikarenakan pada SOP pendaftaran pasien rawat jalan di RS SMC juga sudah dituliskan persyaratan yang harus diminta oleh petugas untuk pasien pengguna JKN. Sehingga bisa dikatakan bahwa berkas klaim ini dinyatakan lengkap untuk diajukan sesuai dengan yang telah ditentukan. b. Validitas Isi Berdasarkan hasil observasi pengisian lembar INA-DRG pada berkas klaim ini sudah sesuai dimana identitas pasien, poliklinik tujuan dan tanggal pelayanan juga sudah diisi sesuai dengan yang tertulis pada SEP. Selain itu, identitas pada SEP juga sudah sesuai dengan identitas yang tertera pada persyaratan yang dibawa oleh pasien seperti kartu JKN, KTP dan KK. Kesesuaian pengisian ini diperlukan karena penulisan informasi yang salah seperti nomer ID peserta yang salah, ditagihkan berdasarkan kelas finansial yang salah, serta tanggal lahir maupun jenis kelamin pasien yang salah dapat menimbulkan klaim ditolak (Catherine, 2013). Pada Juknis verifikasi klaim (2014) juga disebutkan bahwa akan dilakukan pemeriksaan kesesuaian antar lembar klaim yaitu SEP dengan resume medis atau yang dalam penelitian ini disebut sebagai lembar INA-DRG serta kesesuaian data kepesertaan pada SEP dengan data pada persyaratan yang dibawa. Apabila terdapat 129 ketidaklengkapan dan keabsahan pada berkas maka akan dikembalikan untuk dilengkapi dan diperbaiki kepada petugas administrasi klaim. Pada lembar INA-DRG juga sudah tertera diagnosa utama dan tindakan yang diberikan serta diikuti dengan kodenya masing-masing. Pembuatan kode ini perlu diperhatikan karena pemberian kode yang salah dapat menimbulkan ternjadinya penolakan klaim (Catherine, 2013). Namun, berdasarkan hasil wawancara pengkodean diagnosa sudah mengacu pada ICD 10 dan pengkodean tindakan mengacu pada ICD 9. Hal tersebut sudah sesuai dengan Permenkes No. 27 tahun 2014 tentang Juknis sistem INA-CBGs bahwa pengkodean diagnosa dan tindakan sesuai dengan ICD 10 dan ICD 9. Ketentuan pengkodean tersebut juga disebutkan dalam Juknis verifikasi klaim (2014) dan ketentuan pengkodean lainnya mengacu pada Permenkes No. 27 tahun 2014. c. Waktu Pengajuan Waktu pengajuan klaim juga dapat dijadikan salah satu penyebab klaim ditolak (Catherine, 2013). Namun, berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa berkas klaim ini dibuat saat pasien mendapatkan pelayanan yaitu pada bulan April 2016. Akan tetapi pengajuan klaim baru dilakukan pada bulan Juli 2016. Sebenarnya aturan yang ada pada Permenkes No. 28 tahun 2014 disebutkan bahwa pengajuan klaim yang dilakukan fasilitas kesehatan adalah setiap bulan secara regular paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa berkas klaim ini diajukan 130 tidak tepat waktu, namun pihak rumah sakit sendiri memang mengakui bahwa mereka telah diberikan keringanan untuk melakukan pengajuan klaim saat proses verifikasi sudah selesai. Berdasarkan Permenkes No. 28 tahun 2014 juga telah disebutkan bahwa batas waktu maksimal pengajuan klaim bagi fasilitas kesehatan adalah dua tahun setelah pelayanan diberikan. Hal tersebut menandakan bahwa walaupun pengajuan berkas klaim ini tidak dilakukan pada bulan berikutnya setelah pelayanan akan tetapi masih dapat diklaimkan selama belum melebihi dua tahun dari pemberian pelayanan. Berdasarkan kelengkapan berkas, validitas isi dan waktu pengajuan berkas tidak ditemukan adanya permasalahan pada berkas klaim ini. Akan tetapi berkas klaim ini merupakan salah satu berkas klaim JKN rawat jalan yang ditolak oleh verifikator klaim BPJS kesehatan di rumah sakit. Pihak rumah sakit menyatakan bahwa penyebab berkas klaim ini ditolak adalah pasien JKN yang tertera pada berkas klaim ini sudah mengunjungi atau mendapatkan pelayanan kesehatan di RS SMC lebih dari tiga kali dalan satu bulan dengan diagnosa dan poliklinik tujuan yang sama. Hasil observasi menunjukan bahwa tidak dilakukan pengecekan terkait jumlah kunjungan pasien dikarenakan aplikasi INA-CBGs belum terhubung dengan aplikasi SIM RS pendaftaran Akan tetapi dikatakan bahwa tidak ada aturan tertulis terkait kebijakan ini dikarenakan petugas administrasi klaim hanya mendengarnya dari verifikator ketika menyampaikan berkas klaim yang ditolak. Hasil telaah dokumen juga tidak ditemukan adanya kebijkan terkait pembatasan jumlah 131 kunjungan baik pada PMK No. 28 tahun 2014 maupun pada PMK No. 27 tahun 2014. Selain itu juga tidak ditemukan adanya kebijakan BPJS kesehatan yang berkaitan dengan pembatasan pelayanan. Sehingga untuk permasalahan ini seharusnya dapat diperdalam lagi dengan menanyakan langsung kepada verifikator yang menolak berkas klaim ini. Namun, dengan adanya keterbatasan penelitian maka pada penelitian ini kasus ini tidak dapat diperdalam. 2. Berkas Klaim II a. Kelengkapan Berkas Berdasarkan kelengkapan berkas dapat dikatakan berkas klaim yang kedua ini belum lengkap. Hal ini dikarenakan belum terdapat tandatangan DPJP dan tidak ditemukan adanya surat rujukan. Padahal berdasarkan Juknis verifikasi klaim (2014) disebutkan bahwa resume medis harus diisi lengkap baik diagnosa, tindakan maupun tanda-tangan DPJP. Penelitian yang dilakukan oleh Ulfah, Kresnowati dan Ernawati (2011) terkait hubungan kelengkapan pengisian dokumen rekam medis dengan persetujuan klaim menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan pada kedua variable tersebut. Selain itu, seharusnya apabila peserta JKN ingin mendapatkan pelayanan di fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut seperti rumah sakit diharuskan membawa surat rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama sesuai dengan Permenkes No. 28 tahun 2014. Pada Permenkes No. 28 tahun 2014 juga dituliskan bahwa apabila dokter memberikan surat keterangan bahwa pasien masih memerlukan 132 perawatan di FKRTL tersebut, maka untuk kunjungan berikutnya pasien dapat langsung datang ke FKRTL (tanpa harus ke FKTP terlebih dahulu) dengan membawa surat keterangan dari dokter. Namun, berdasarkan hasil penelusuran yang ditemukan pada kasus ini ternyata pasien saat kunjungan sebelumnya merupakan pasien umum akan tetapi pada kunjungan selanjutnya baru saja menggunakan kartu JKN-nya dan hanya melampirkan surat kontrol dari pertemuan sebelumnya. Dokumen yang tidak lengkap dapat menjadi salah satu penyebab berkas klaim ini ditolak (Catherine, 2013). b. Validitas Isi Apabila dilihat dari pengisian identitas pada lembar INA-DRG dan SEP sudah sesuai dengan persyaratan yang dibawa. Hal ini perlu diperhatikan karena pada Juknis verifikasi klaim (2014) disebutkan akan dilakukan pemeriksaan kesesuaian data kepesertaan dengan SEP. Begitu juga dengan penulisan tanggal pemberian pelayanan pada SEP dan lembar INA-DRG haruslah sesuai. Berdasarkan Juknis verifikasi klaim (2014) apabila terjadi ketidaksesuaian antara kelengkapan dan keabsahan akan dilakukan pengembalian berkas pada pihak rumah sakit. Pada pengisian lembar INA-DRG berkas klaim ini diketahui sudah terisi secara benar pada diagnosa utama namun memang tidak ada tindakan yang diberikan melainkan hanya pemberian resep obat. Pemberian kode diagnosa pada lembar INA-DRG sudah dikatakan benar terlihat dari penandaan yang diberikan oleh verifikator berupa 133 tanda ceklist dilengkapi dengan keterangan dari petugas administrasi klaim bahwa pemberian kode untuk diagnosa pada semua berkas klaim mengacu pada ICD 10. Hal ini sesuai dengan Juknis verifikasi klaim (2014) dan Permenkes No. 27 tahun 2014 tentang Juknis sistem INACBGs dimana pengkodean diagnosa mengacu pada ICD 10. c. Waktu Pengajuan Terkait waktu pengajuan berkas klaim ini yaitu pada bulan Juli 2016 namun pelayanan telah diberikan pada bulan April 2016 tidak menjadi permasalahan. Hal tersebut dikarenakan pada Permenkes No. 28 tahun 2014 telah disebutkan bahwa batas waktu maksimal pengajuan klaim bagi fasilitas kesehatan adalah dua tahun setelah pelayanan diberikan. Batasan waktu pengajuan klaim juga menjadi salah satu faktor yang dapat menyebabkan klaim ditolak (Catherine, 2013). Namun, pada berkas ini tidak ditemukan penolakan klaim akibat batasan waktu pengajuan klaim. 3. Berkas Klaim III a. Kelengkapan Berkas Berdasarkan hasil observasi ditemukan masih ada ketidaklengkapan pada berkas yaitu pada lembar INA-DRG tidak ditemukan adanya tanda-tangan DPJP melainkan hanya nama lengkap dokternya saja. Padahal berdasarkan Juknis verifikasi klaim (2014) disebutkan bahwa resume medis harus diisi lengkap baik diagnosa, tindakan maupun tanda-tangan DPJP. Penelitian yang dilakukan oleh Ulfah, Kresnowati dan Ernawati (2011) juga menunjukan rekam medis yang ditolak salah satunya dikarenakan belum terdapat diagnosa dan tanda-tangan dokter. Hal ini juga dapat menjadi salah satu pemicu 134 berkas klaim ini ditolak oleh verifikator BPJS kesehatan. Berdasarkan panduan praktis administrasi klaim fasilitas kesehatan BPJS kesehatan (2014) dan Juknis verifikasi klaim, berkas klaim yang diajukan ke verifikator salah satunya harus terdiri dari resume medis disertai dengan penulisan diagnosa dan tindakan serta tanda-tangan DPJP. b. Validitas Isi Selain itu apabila dilihat dari pengisian berkas terutama pada data identitas pasien di SEP sudah sesuai dengan persyaratan yang dibawa oleh pasien seperti kartu JKN, KTP dan KK. Begitu juga pengisian identitas pasien dan waktu pemberian pelayanan pada lembar INA-DRG sudah diisi sesuai dengan yang tertera pada SEP. Berdasarkan Juknis verifikasi klaim (2014) disebutkan akan dilakukan kesesuaian isi antar lembar yang terdapat pada berkas klaim sehingga kesesuaian pengisian setiap lembar atau formulir klaim sangatlah penting. Apabila terjadi ketidaksesuaian antara kelengkapan dan keabsahan akan dilakukan pengembalian berkas pada pihak rumah sakit. Terkait penulisan kode diagnosa dan kode tindakan yang diberikan dikatakan sudah sesuai dengan acuan yang dimaksudkan pada Juknis verifikasi klaim (2014) dan Permenkes No. 27 tahun 2014 yaitu ICD 10 untuk diagnosa dan ICD 9 untuk kode tindakan. c. Waktu Pengajuan Sama halnya dengan kondisi kedua berkas sebelumnya dimana berkas klaim ini baru diajukan pada bulan Agustus 2016 padahal pelayanan telah diberikan sejak bulan Juni 2016. Namun, hal ini 135 memang tidak menjadi permasalahan karena rumah sakit memang diberi keringanan untuk melakukan pengajuan setelah proses verifikasi selesai artinya tidak mengikuti Permenkes No. 28 tahun 2014. Hal ini juga dikarenakan pada permenkes tersebut dijelaskan bahwa berkas klaim masih dapat diajukan maksimal dua tahun setelah pemberian pelayanan. Permasalahan lain yang ditemukan pada berkas klaim ini adalah pada pengisian lembar INA-DRG terdapat kolom isian terkait cara pulang dan disebutkan cara kepulangan pada berkas ini adalah pulang paksa (pulpak). Sebelumnya telah dibahas bahwa memang BPJS kesehatan sudah mengeluarkan surat edaran kepada rumah sakit terkait pasien JKN yang pulang paksa. Berdasarkan artikel yang dibuat oleh Kuncoro (2015) didapatkan bahwa BPJS kesehatan memang sudah mengeluarkan surat edaran terkait pasien JKN yang pulang paksa pada tahun 2015. Pasien pulang paksa atau pulang atas permintaan sendiri terdiri dari kondisi pasien yang belum stabil namun dibawa pulang oleh keluarganya, pasien yang memerlukan tindakan medis tetapi menolak tindakan tersebut dan pasien yang menolak untuk dirujuk ke rumah sakit lain. Apabila hal-hal tersebut terjadi maka BPJS kesehatan akan membatalkan tanggungan pelayanan yang sedang dijalankan. Hasil penelusuran menunjukan bahwa pada kasus berkas klaim ini pasien menolak tindakan yang dianjurkan oleh dokter sehingga verifikator memutuskan untuk menolak berkas klaim ini. Selain itu, hasil wawancara juga menyebutkan apabila terdapat kasus seperti ini maka seharusnya SEP 136 dihilangkan dan pasien harus membayar pelayanan yang didapatkannya saat itu serta menandatangani surat pernyataan menjadi pasien umum. Prosedur ini seharusnya dapat dilakukan pada proses administrasi di poliklinik akan tetapi kenyataannya berkas klaim ini masih lengkap dengan SEP-nya dan masuk ke dalam unit administrasi klaim untuk diajukan. Hal ini menunjukan adanya permasalahan pada proses administrasi di poliklinik. 6.3 Gambaran Proses Pengajuan Berkas Klaim JKN Layanan Rawat Jalan di RS SMC Tahun 2016 Proses merupakan kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam sistem dan berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran yang direncanakan (Azwar, 2003). Sebelumnya telah digambarkan berkas klaim JKN rawat jalan yang ditolak di RS SMC maka perlu diketahui juga gambaran proses pengajuan berkas klaim yang dilakukan. Hal tersebut sesuai dengan teori pendekatan sistem dimana output dipengaruhi oleh proses (Azwar, 2003). Proses pengajuan berkas klaim JKN di RS SMC dimulai dengan pelayanan administrasi pasien di tempat pendaftaran dan poliklinik, rekapitulasi berkas serta proses pemerian kode dan entri data. 6.3.1 Gambaran Proses Pelayanan Administrasi Pasien JKN Rawat Jalan Di RS SMC Tahun 2016 Pelayanan administrasi rawat jalan merupakan pelayanan pencatatan yang dibutuhkan untuk dokumentasi terkait identitas pasien, pemeriksaan fisik, diagnosa, tindakan pengobatan dan pelayanan lainnya yang sudah diberikan oleh penyedia layanan kepada pasien (Wildan dan Hidayat, 2008). Berdasarkan teori tersebut maka dapat disimpulkan bahwa 137 pelayanan administrasi pasien JKN rawat jalan merupakan pelayanan pencatatan yang dibutuhkan dalam rangka dokumentasi data pasien JKN untuk kepentingan pengajuan klaim JKN. Berdasarkan penjelasan tersebut juga dapat diketahui bahwa pelayanan administrasi dimulai saat pendaftaran pasien (mengetahui identitas pasien) sampai pasien selesai mendapatkan pelayanan di poliklinik (mengetahui diagnosa dan tindakan pengobatan). Berdasarkan Permenkes No. 28 tahun 2014, telah disebutkan sebelumnya bahwa pelayanan administrasi pada pendaftaran yang dilanjutkan dengan pemberian pelayanan medis merupakan bagian dari proses pengajuan berkas klaim JKN. Berdasarkan hasil observasi di RS SMC, kegiatan pada saat penerimaan pasien di tempat pendaftaran dan pemberian pelayanan di poliklinik merupakan kegiatan administrasi berupa menyiapkan berkas klaim JKN. Pelayanan administrasi rawat jalan pada tempat pendaftaran di RS SMC dilakukan secara berurutan dengan mengumpulkan informasi pasien, membuatkan formulir pendaftaran, memasukan data pasien ke SIM RS, untuk pasien baru dibuatkan buku rekam medis atau buku status pasien dan mengantarkan berkas pendaftaran ke poliklinik tujuan. Hal tersebut sesuai dengan proses penerimaan pasien rawat jalan di rumah sakit pada umumnya (Ismainar, 2015). Pada pasien pengguna JKN akan disiapkan beberapa formulir yang terdiri dari lembar ceklis, lembar INA-DRG (Indonesian-Diagnosis Related Groups), Lembar Persetujuan Pelayanan (LPP) dan lembar anamnesa. Selain itu, terdapat juga kegiatan berupa meminta persyaratan yang dibawa 138 oleh pasien JKN dan melakukan pengecekan akan kelengkapannya disertai dengan pembuatan SEP. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ristya dan Kurniadi (2015) diketahui bahwa pada penerimaan pasien JKN diharuskan untuk meminta syarat-syarat pendaftaran seperti fotokopi kartu JKN, fotokopi KTP, fotokopi KK dan surat rujukan. Kegiatan meminta persyaratan dan melakukan pengecekan ini juga tertulis pada SOP pendaftaran pasien rawat jalan di RS SMC. Pada kegiatan ini terdapat permasalahan dimana pengecekan persyaratan belum dilakukan secara maksimal karena masih ditemukan berkas klaim JKN yang ditolak akibat tidak terdapat surat rujukan. Pada proses ini juga ditemukan bahwa belum semua pasien paham betul terkait persyaratan yang harus dibawa. Padahal pihak rumah sakit sendiri sudah membuat poster terkait persyaratan bahkan disediakan televisi yang juga digunakan sebagai sarana sosialisasi di rumah sakit. Namun, apabila hal tersebut masih belum berjalan dengan baik pihak rumah sakit dapat melakukan kerja sama dengan pihak BPJS kesehatan untuk melakukan sosialisasi kepada peserta JKN setempat terkait persyaratan yang harus dibawa untuk mendapatkan pelayanan di FKRTL. Sosialisasi langsung dilakukan melalui pertemuan berkala dengan peserta JKN terkait program JKN dan ketentuan terbaru. Sosialisasi dilakukan dengan tujuan untuk menjalin hubungan dengan peserta JKN agar dapat mengetahui perkembangan program asuransi terutama apabila terdapat ketentuan baru (Azwar, 2003). 139 Setelah pelayanan administrasi pasien JKN di tempat pendaftaran selesai maka selanjunya pelayanan administrasi pasien JKN akan dilanjutkan di poliklinik. Pelayanan administrasi di poliklinik berkaitan dengan melengkapi berkas klaim pasien yang sudah disiapkan oleh petugas pendaftaran. Selama pasien menjalani pelayanan, terdapat kegiatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan untuk melengkapi berkas klaim berupa pengisian diagnosa dan tindakan yang diberikan serta penanda-tanganan lembar INA-DRG oleh dokter spesialis penanggung jawabnya. Sedangkan petugas administrasi melakukan pengecekan kelengkapan dan melengkapi berkas klaim JKN dengan hasil pemeriksaan penunjang sebelum berkas keluar dari poliklinik. Berdasarkan Juknis verifikasi klaim (2014) dalam pengajuan berkas klaim harus dilengkapi dengan SEP, resume medis dilengkapi dengan diagnosa dan tindakan yang diberikan beserta tandatangan DPJP serta lembar penunjang lainnya. Namun, berdasarkan hasil observasi dari tiga berkas klaim JKN yang ditolak didapatkan dua berkas klaim belum dilengkapi dengan tanda-tangan DPJP. Hasil penelusuran menemukan bahwa penyebab belum dilengkapinya lembar INA-DRG dengan tanda-tandangan DPJP yaitu kesibukan dari petugas administrasi dan dokter karena jumlah pasien yang banyak serta dokter spesialis yang bertugas tidak berada di ruangan poli terlalu lama dikarenakan harus mengejar waktu visit ke ruang rawat inap. Hal ini menandakan kegiatan pengecekan oleh petugas administrasi poliklinik pun tidak dilakukan maksimal karena masih ditemukan berkas klaim yang belum lengkap ketika berkas keluar dari ruangan poliklinik. 140 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh dilakukan oleh Kusairi (2013) terkait faktor-faktor yang mempengaruhi kelengkapan berkas klaim pasien jamkesmas di RSUD Brigjend. H. Hasan Basry Kandangan bahwa berkas klaim yang tidak lengkap dapat disebabkan oleh proses administrasi, pemahaman dan kinerja pertugas terhadap kelengkapan berkas klaim yang masih kurang, tidak adanya Standar Operasional Prosedur (SOP) serta evaluasi pelaksanaan program jaminan yang belum dilaksanakan. Berkaitan dengan salah satu berkas klaim JKN yang ditolak dimana apabila pasien menolak tindakan yang dianjurkan oleh dokter seharusnya SEP dihilangkan dan pasien menandatangani surat pernyataan untuk menjadi pasien umum yang melakukan pembayarannya sendiri terhadap pelayanan yang diterima. Akan tetapi berkas klaim yang ditemukan masih lengkap dengan SEP dan lembar penunjang lainnya. Penanganan berkas klaim pasien JKN yang menolak tindakan seharusnya dapat dijalankan pada proses administrasi poliklinik akan tetapi hal ini memang belum dilakukan dengan benar. 6.3.2 Gambaran Proses Rekapitulasi Berkas Klaim JKN Rawat Jalan Di RS SMC Tahun 2016 Rekapitulasi berkas klaim JKN atau yang berdasarkan panduan praktis administrasi klaim fasilitas kesehatan BPJS kesehatan (2014) disebut sebagai rekapitulasi pelayanan merupakan pengumpulan berkas administrasi klaim yang diperlukan untuk melakukan pengajuan klaim JKN kepada BPJS kesehatan. Panduan praktis administrasi klaim fasilitas kesehatan dan petunjuk teknis verifikasi klaim (2014) juga menunjukan 141 bahwa rekapitulasi berkas klaim yang diperlukan untuk pengajuan klaim terdiri dari SEP, bukti pelayanan yang mencantumkan diagnosa dan prosedur serta ditanda-tangani DPJP dan bukti pelayanan lainnya yang mendukung. Di RS SMC, kegiatan yang dilakukan pada proses ini adalah memeriksa kelengkapan berkas klaim JKN sebelum berkas tersebut diberikan pada unit administrasi klaim. Kelengkapan berkas klaim JKN yang dimaksud sesuai dengan ketentuan yang terdapat pada panduan praktis administrasi klaim fasilitas kesehatan dan Juknis verifikasi klaim (2014). Awalnya proses ini dilakukan di unit rekam medis bersamaan dengan kegiatan assembling berkas rekam medis. Assembling merupakan bagian di unit rekam medis yang berfungsi sebagai peneliti kelengkapan isi dan perakitan dokumen rekam medis sebelum disimpan (Ismainar, 2015). Akan tetapi mulai Agustus 2016 kegiatan ini dilakukan secara terpisah dengan assembling rekam medis. Semenjak itu dikatakan bahwa terdapat pengurangan jumlah berkas klaim yang tidak lengkap di unit administrasi klaim. Hal ini menandakan bahwa adanya pemisahan kegiatan ini dengan assembling rekam medis berdampak positif pada kondisi berkas klaim JKN di rumah sakit. Mengingat berdasarkan penelitian Ernawati dan Kresnowati (2011), Ardhitya dan Agus (2015) dan Noviasari (2016) yang menunjukan bahwa kelengkapan informasi berkas klaim berpengaruh pada persetujuan klaim jaminan kesehatan. Maka alangkah lebih baik apabila rumah sakit tidak hanya bergantung pada proses rekapitulasi saja untuk menghasilkan berkas 142 klaim yang lengkap, melainkan juga harus diikuti dengan adanya kebijakan yang tegas untuk seluruh unit yang bertanggung jawab dalam melengkapi berkas klaim JKN. Terlebih berdasarkan hasil observasi didapatkan bahwa kondisi berkas klaim pada proses rekapitulasi masih ditemukan belum lengkap pada pengisian tanda-tangan dokter penanggung jawab di lembar INA-DRG. 6.3.3 Gambaran Proses Pemberian Kode dan Entri Data Pasien JKN Rawat Jalan di RS SMC Tahun 2016 Pengkodean menurut Kartika (2014) merupakan salah satu proses yang terdapat dalam proses pengajuan klaim di rumah sakit. Pengkodean dilakukan oleh koder atau petugas koding. Menurut Permenkes No. 27 tahun 2014 tentang juknis sistem INA-CBGs, pengkodean atau koding merupakan kegiatan memberikan kode diagnosa utama dan diagnosa sekunder sesuai dengan ICD-10 serta memberikan kode prosedur sesuai dengan ICD-9-CM. Koding sangat menentukan dalam sistem pembiayaan prospektif yang akan menentukan besarnya biaya yang dibayarkan ke rumah sakit. Di RS SMC pengkodean klaim JKN dilakukan oleh petugas administrasi klaim yang juga bertugas memasukan data klaim tersebut melalui aplikasi INA-CBGs. Di RS SMC sebelum petugas administrasi memberikan kode diagnosa dan tindakan, kegiatan yang harus dilakukan adalah memeriksa kelengkapan berkas klaim JKN yang ada. Apabila terdapat berkas yang tidak lengkap seperti diagnosa dan tindakan yang tidak ditulis maka berkas harus dipisahkan untuk dilengkapi terlebih dahulu dengan meminta rekam 143 medisnya. Hal ini diperlukan karena berdasarkan Permenkes No. 27 tahun 2014 juga disebutkan bahwa petugas koder memang diharuskan untuk melakukan pemeriksaan kelengkapan data administratif untuk keabsahan klaim. Namun, apabila berkas klaim sudah lengkap akan dilakukan pengkodean diagnosa dan tindakan pada berkas klaim pada lembar INADRG dengan mengacu pada ICD-10 dan ICD-9-CM. Hal ini sesuai dengan Permenkes No. 27 tahun 2014 bahwa pengkodean diagnosis dan tindakan mengacu pada ICD-9-CM dan ICD-10. Setelah pemberian kode akan dilakukan entri data melalui aplikasi INA-CBGs dengan memasukan nomor SEP pasien, tanggal pelayanan, cara pulang, biaya pelayanan rumah sakit, kode penyakit dan tindakan yang tertera pada lembar INA-DRG. Setelah memasukan data petugas akan menekan menu grouping pada aplikasi INA-CBGs dan setelahnya menekan menu final untuk menyelesaikannya. Hal ini sesuai dengan proses pengentrian data klaim JKN menurut Permenkes No. 27 tahun 2014 yaitu data diambil dari resume medis dan sistem informasi. Data pada resume medis berupa informasi klinis berupa diagnosis, prosedur, kode ICD-10 dan ICD-9-CM sedangkan pada sistem informasi dibutuhkan data sosial berupa ID, nama, jenis kelamin, tanggal lahir dan lain-lain. Data tersebut akan dimasukan di aplikasi INA-CBGs untuk selanjutnya dilakukan grouping. Grouping ini merupakan pemrosesan pada aplikasi INA-CBGs untuk menentukan biaya klaim JKN pasien yang datanya sudah dimasukan. Kumpulan klaim yang sudah final dalam bulan yang sama akan diubah menjadi bentuk txt sehingga data ini dapat diakses oleh verifikator klaim 144 JKN. Selain itu berkas klaim JKN yang termasuk dalam data txt tersebut akan diserahkan juga kepada verifikator klaim JKN. Hal ini sesuai dengan petunjuk teknis verifikasi klaim (2014) bahwa dalam prosesnya akan diadakan verifikasi berkas klaim dan purifikasi yang diawali dengan melakukan penarikan data klaim dari INA-CBGs dengan mengambil data dalam bentuk txt. Setelah proses verifikasi dilakukan biasanya akan ada revisi dan konfirmasi berkas klaim yang sudah dicek oleh verifikator. Revisi yang dilakukan umumnya berkaitan dengan salah penerbitan SEP, belum adanya tanda-tangan dokter dan pengkodean yang kurang tepat sedangkan konfirmasi merupakan kegiatan untuk memastikan kebenaran penegakan diagnosa dan tindakan. Konfirmasi ini akan dilakukan dengan menanyakan kepada Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP). Akan tetapi pada berkas klaim yang diamati tidak ditemukan adanya revisi terkait kesalahan penerbitan SEP maupun kesalahan pemberian kode diagnosa dan tindakan. 6.4 Gambaran Input pada Proses Pengajuan Berkas Klaim JKN Layanan Rawat Jalan di RS SMC Tahun 2016 Pada pembahasan ini akan digambarkan input pengajuan berkas klaim JKN rawat jalan di RS SMC. Input merupakan salah satu elemen dalam sistem yang berhubungan dengan elemen lainnya seperti proses dan output serta saling mempengaruhi. Input merupakan elemen yang diperlukan untuk sistem dapat menjalankan fungsinya dengan baik (Azwar, 2003). Input pada pengajuan klaim JKN layanan rawat jalan di RS SMC terbagi menjadi tiga yaitu petugas pelaksana 145 administrasi pengajuan klaim JKN, teknologi informasi dan kebijakan yang digunakan dalam sistem pengajuan klaim JKN di RS SMC tahun 2016. 6.4.1 Gambaran Petugas Pelaksana Administrasi Pengajuan Klaim JKN Rawat Jalan di RS SMC Tahun 2016 Petugas administrasi pengajuan klaim JKN dapat dikatakan sebagai petugas yang melaksanakan kegiatan penyusunan, pencatatan data dan informasi pasien JKN untuk kepentingan pengajuan klaim. Hal ini diambil dari pengertian administrasi yang dalam arti sempit diartikan sebagai kegiatan penyusunan dan pencatatan data dan informasi secara sistematis dengan tujuan untuk menyediakan keterangan serta memudahkan memperolehnya kembali secara keseluruhan dan dalam satu hubungan satu sama lain atau disebut sebagai tata usaha (Haryadi, 2009). Hal yang sama juga disebutkan bahwa dimana data dan informasi yang didapatkan dari administrasi berhubungan dengan aktivitas organisasi serta dapat digunakan untuk kepentingan internal maupun eksternal (Halim dkk, 2005). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Malonda, Ratu dan Soleman (2015) terkait analisis pengajuan klaim BPJS kesehatan di RSUD Dr Sam Ratulangi Tondano bahwa Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu komponen yang mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan sebuah sistem. SDM yang handal dibutuhkan didalam mengelola data dan informasi kesehatan. Pengusulan pengajuan klaim fasilitas kesehatan ke BPJS Kesehatan dibutuhkan SDM yang berkualitas begitu juga dengan ketersediaan jumlah tenaga yang memadai. Sehingga 146 pada pembahasan kali ini akan dijabarkan petugas pelaksana administrasi yang terlibat dalam pengajuan klaim JKN di RS SMC tahun 2016. Sesuai dengan proses pengajuan berkas klaim JKN yang disebutkan pada Permenkes No. 28 tahun 2014, pedoman teknis administrasi klaim fasilitas kesehatan (2014) dan Permenkes No. 27 tahun 2014 maka petugas pelaksana administrasi JKN di RS SMC terbagi menjadi petugas administrasi pendaftaran pasien JKN rawat jalan, petugas administrasi poliklinik, petugas rekapitulasi berkas dan petugas administrasi klaim. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa di RS SMC jumlah petugas administrasi pendaftaran, petugas SEP dan petugas administrasi klaim dirasakan masih kurang. Jumlah pasien yang banyak menjadi salah satu alasan kurangnya jumlah petugas pendaftaran pasien rawat jalan dan petugas SEP. Terlebih tidak ada petugas khusus untuk menerima pasien JKN serta tidak dipisahkan antara petugas SEP rawat jalan dengan petugas SEP rawat inap. Hal ini berkaitan dengan salah satu berkas klaim JKN yang ditolak dimana persyaratan belum dilengkap dengan surat rujukan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ristya dan Kurniadi (2015) tentang kepatuhan petugas TPPRJ dalam pelaksanaan SOP pendaftaran pasien BPJS di RS RS Pantiwilasa Dr.Cipto disebutkan bahwa pada SOP, petugas pendaftaran harus meneliti kelengkapan berkas persyaratan yang dibawa oleh pasien JKN. SOP pendaftaran pasien rawat jalan di RS SMC juga menyebutkan hal yang sama dimana petugas pendaftaran diharuskan melakukan verifikasi berkas persyaratan khusus untuk pasien askes, jamkesmas dan jamkesda. 147 Pasien dengan cara bayar JKN/Askes/Jamkesmas diharuskan untuk melengkapi persyaratan berupa fotokopi kartu JKN/Askes/Jamkesmas, KTP, Kartu Keluarga dan surat rujukan. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi diketahui bahwa petugas pendaftaran dan petugas SEP memang bertugas menerima dan mengecek persyaratan yang dibawa oleh pasien JKN. Hal ini menandakan bahwa sebenarnya kesalahan persyaratan yang dibawa oleh pasien JKN dapat dikendalikan pada saat pasien melakukan pendaftaran. Akan tetapi dengan kurangnya petugas pendaftaran rawat jalan serta tidak adanya petugas khusus pendaftaran pasien JKN ditambah dengan kurangnya petugas SEP berpotensi menyebabkan terjadinya kesalahan dalam melakukan pengecekan persyaratan pasien dan menyebabkan berkas klaim JKN menjadi tidak lengkap. Memang tidak terdapat standar jumlah personil yang harus ada untuk setiap unit akan tetapi hal tersebut bergantung pada beban kerja dan prestasi kerja (Hasibuan, 2007). Selain itu dikatakan bahwa tinggi rendahnya beban shift kerja yang diterima dalam melayani pasien dengan intensitas pasien yang banyak dapat mempengaruhi stress kerja serta membuat kinerja karyawan menjadi rendah (Carayon dan Alvarado, 2007 dalam Mudayana, 2012). Hal ini diketahui berdasarkan hasil wawancara bahwa memang dengan petugas pendaftaran yang hanya terdapat lima orang dan setiap harinya diharuskan melayani pasien JKN maupun pasien umum. Dan berdasarkan hasil telaah dokumen didapatkan bahwa rata-rata jumlah pasien JKN pada bulan Januari 2016 sampai Juli 2016 per harinya sebanyak 206. Hal ini belum lagi ditambah 148 dengan pasien umum yang menandakan bahwa beban kerja petugas pendaftaran setiap harinya cukup besar. Pengakuan informan menunjukan bahwa keadaan rumah sakit saat ini belum dapat memenuhi kekurangan jumlah petugas pendaftaran dan petugas SEP. Sehingga untuk menutupi kekurangan tersebut rumah sakit seharusnya dapat memaksimalkan petugas yang mereka miliki saat ini. Memaksimalkan petugas yang dimiliki oleh rumah sakit dapat dilakukan dengan aktif mengadakan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan petugas. Namun, kenyataannya pelatihan pada petugas pendaftaran rawat jalan hanya dilakukan ketika terdapat perubahan prosedur. Sama halnya dengan pelatihan untuk petugas SEP hanya dilakukan jika dari pihak BPJS kesehatan melakukan perubahan pada aplikasi SEP. Adanya berkas klaim JKN yang tidak lengkap persyaratan serta keterbatasan jumlah petugas harusnya membuat rumah sakit menyadari pentingnya melakukan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan petugas pendaftaran maupun petugas SEP. Hal ini dikarenakan pelatihan merupakan usaha yang direncanakan oleh organisasi untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan pegawai. Selain itu pelatihan juga dilakukan secara khusus untuk mengubah sikap pegawai dalam upaya meningkatkan kepuasan dan motivasi kerja bila dibutuhkan (Hariandja, 2002). Berdasarkan penelitian Baharudddin, Taher Alhabsyi dan Hamidah Nayati (2007) tentang pengaruh pelatihan terhadap prestasi kerja juga menunjukan bahwa pelatihan berpengaruh pada prestasi karyawan 149 karna memiliki kesempatan luas untuk mengikuti pelatihan yang disesuaikan dengan kompetensi. Apabila dilihat dari segi latar belakang pendidikan para petugas pendaftaran rawat jalan sebagian besar berlatarbelakang sarjana tingkat satu, sedangkan untuk petugas SEP keduanya berlatarbelakang D3 rekam medis. Penelitian Kartika (2014) menyebutkan bahwa tidak ada spesifikasi khusus untuk latar belakang pendidikan petugas yang terlibat dalam pengelolaan klaim di rumah sakit terkecuali untuk bagian koding yang harus memiliki latar belakang pendidikan medis. Selain itu, petugas pendaftaran didominasi oleh petugas dengan masa kerja lima tahun yang artinya sudah bekerja semenjak RS SMC baru berdiri. Sedangkan untuk petugas SEP keduanya bermasa kerja kurang dari lima tahun, dikarenakan pembuatan SEP sendiri baru hadir ketika JKN diadakan yaitu tahun 2014. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh oleh Bustani, Neti M, Joy Rattu dan Josephine Saerang (2015) yang didalamnya menyebutkan bahwa masa kerja berhubungan dengan pengalaman. Masa kerja yang dimiliki petugas pendaftaran dan petugas pembuat SEP seharusnya sudah cukup untuk membangun pengalaman yang berkaitan dengan pendaftaran pasien JKN dan pembuatan SEP. Keadaan yang sama juga terlihat pada petugas administrasi poliklinik namun sebenarnya, jumlah petugas administrasi poliklinik sudah cukup yaitu satu petugas disetiap poliklinik kecuali untuk poliklinik penyakit dalam yang dilengkapi dengan dua petugas karena jumlah pasien yang sangat banyak setiap harinya. Akan tetapi poliklinik bedah merasakan 150 kekurangan petugas administrasi dikarenakan jumlah pasien di poliklinik ini merupakan jumlah pasien terbanyak kedua setelah poliklinik penyakit dalam. Hal ini dibuktikan dengan laporan kunjungan pasien JKN rawat jalan pada Januari 2016 hingga Mei 2016 bahwa jumlah pasien poliklinik dalam sebanyak 5.315 pasien dan 1.281 pasien untuk poliklinik bedah. Berdasarkan pembahasan sebelumnya diketahui bahwa salah satu berkas klaim yang ditolak yaitu dimana akibat kepulangan pasien merupakan kepulangan paksa karena menolak tindakan yang dianjurkan oleh dokter, sebenarnya petugas administrasi poliklinik diharuskan untuk menghilangkan SEP. Selain itu, petugas juga diharuskan menyerahkan surat pernyataan yang harus ditanda-tangani oleh pasien tersebut untuk membayar pelayanan yang diberikan saat itu. Diketahui bahwa sudah dilakukan sosialisasi untuk menghadapi keadaan tersebut namun memang belum pernah diadakan pelatihan terkait untuk petugas administrasi poliklinik. Padahal sebelumnya telah dikatakan bahwa pelatihan dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan pegawai serta prestasi karyawan. Apabila dilihat dari latar belakang pendidikan seluruh petugas administrasi poliklinik adalah Sekolah Menengah Atas (SMA) atau Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan masa kerja seluruhnya yaitu kurang dari lima tahun. Hal ini menandakan pengalaman mereka dapat dikatakan masih kurang. Keadaan seperti ini seharusnya membuat rumah sakit juga aktif melakukan pelatihan untuk petugas administrasi poliklinik dalam penanganan pemberkasan klaim JKN. Sehingga kurangnya jumlah petugas 151 administrasi poliklinik bedah, belum pernah diadakan pelatihan terkait penanganan berkas klaim JKN yang pasiennya menolak tindakan serta pengalaman yang kurang dapat memicu terjadinya kesalalahan pada pembuatan berkas klaim JKN. Berbeda halnya dengan petugas rekapitulasi berkas klaim JKN dimana jumlah petugas masih dirasakan cukup dengan latar belakang pendidikan yaitu D3 dan D4 rekam medis. Hal ini dapat dikatakan sesuai dikarenakan awalnya rekapitulasi berkas di RS SMC dilakukan di unti rekam medis yaitu pada bagian assembling. Assembling merupakan bagian dari unit rekam medis yang berfungsi untuk meneliti kelengkapan isi dan perakitan dokumen rekam medis sebelum disimpan (Ismainar, 2015). Sehingga pekerjaan petugas rekapitulasi juga masih berhubungan dengan assembling rekam medis hanya saja petugas ini melakukan assembling pada berkas klaim JKN sehingga masih berhubungan juga dengan pengajuan klaim JKN. Petugas administrasi klaim JKN rawat jalan dengan jumlah yang ada saat ini bisa dikatakan cukup namun kondisi merekalah yang membuat petugas merasa masih kekurangan. Walaupun ketiga petugas administrasi klaim JKN rawat jalan sudah berlatar belakang pendidikan D3 rekam medis. Dari segi pendidikan, berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) No. 377/Menkes/SK/III/2007 tentang standar profesi perekam medis dan informasi kesehatan bahwa kompetensi perekam medis yang pertama adalah klasifikasi dan kodifikasi penyakit, masalah-masalah yang berkaitan dengan kesehatan dan tindakan medis. Hal ini menunjukan bahwa 152 dari segi pendidikan petugas administrasi klaim JKN rawat jalan sudah memenuhi kriteria tersebut karena tugas utama mereka adalah memberikan kode diagnosa dan tindakan. Namun, apabila dilihat dari masa kerja mereka yang kurang dari lima tahun dan yang memiliki masa kerja terlama hanya satu tahun empat bulan dirasakan bahwa pengalaman mereka kurang. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ernawati dan Kresnowati (2013) tentang kompetensi tenaga koder dalam proses Reimbursement berbasis System Case-mix di beberapa rumah sakit di kota Semarang bahwa pengalaman kerja dapat menunjukan kualitas petugas koder. Disebutkan bahwa pengalaman kerja yang lebih banyak akan memudahakan petugas dalam menentukan kode penyakit seiring dengan kebiasaan dan ingatan. Selain itu, petugas yang berpengalaman memiliki kemampuan membaca tulisan dari dokter lebih baik serta memiliki hubungan interpersonal dan komunikasi yang lebih akrab dengan tenaga medis yang menuliskan diagnosis Penelitian Ernawati dan Kresnowati (2013) lebih lanjut juga menyebutkan salah satu faktor yang dapat menunjukan kualitas koder yaitu dari pelatihan. Apabila petugas koding belum mempunyai kesempatan untuk mendapatkan pendidikan khusus di bidang rekam medis dan informasi kesehatan, maka untuk mendapatkan hasil yang baik setidaknya petugas tersebut mengikuti pelatihan yang berkaitan dengan rekam medis. Di RS SMC, petugas administrasi klaim JKN rawat jalan belum pernah mengikuti pelatihan khusus serta belum memiliki banyak pengalaman 153 sehingga akan mempengaruhi kualitas mereka dalam memberikan kode. Hal ini memang diakui oleh informan bahwa permasalahan terkait petugas administrasi klaim sebenarnya berkaitan dengan kualitas mereka sebagai koder. Walaupun berdasarkan tiga berkas klaim yang diamati tidak ditemukann adanya kesalahan dalam pengkodean akan tetapi rumah sakit juga perlu memperhatikan pemberian pelatihan pada koder mereka. 6.4.2 Gambaran Penggunaan Teknologi Informasi Pengajuan Klaim JKN Rawat Jalan di RS SMC Tahun 2016 Teknologi informasi merupakan tata cara atau sistem yang digunakan oleh manusia dalam menyampaikan pesan atau informasi (Maryono dan Istiana, 2007). Penggunaan teknologi informasi dapat ditemukan pada berbagai kegiatan termasuk kegiatan di rumah sakit. Pada era JKN ini penggunaan teknologi informasi di rumah sakit menjadi suatu hal yang sangat penting. Hal yang sama juga disebutkan bahwa pada pelaksanaan JKN teknologi informasi sangat dibutuhkan terutama sistem informasi kesehatan pada pencatatan rekam medis yang akurat dan komprehensif serta penggunaan sistem komputerisasi dan teknologi komputer yang dapat mempermudah sistem pembayaran INA-CBGs (Thabrany, 2015). Pernyataan tersebut diperkuat dengan pernyataan BPJS kesehatan yang dikutip dari info BPJS kesehatan (2015) bahwa tanpa teknologi informasi kegiatan operasional yang dijalankan BPJS kesehatan tidak akan berjalan lancar. Pentingnya penggunaan teknologi informasi pada era JKN juga ditunjukan pada penelitian Widowati (2015) tentang pengaruh kecepatan 154 pemberkasan rekam medis elektronik dan rekam medis manual rawat jalan terhadap ketepatan waktu pengumpulan berkas JKN di RS Bethesda bahwa adanya pengaruh kecepatan pemberkasan rekam medis elektonik dengan ketepatan waktu pengumpulan berkas JKN dengan risiko ketidaktepatan kecil. Sedangkan untuk pemberkasan rekam medis manual memiliki risiko ketidaktepatan yang besar untuk pengumpulan berkas JKN. Namun, di RS SMC berkas rekam medis masih menggunakan rekam medis manual sehingga hal ini dapat mempengaruhi kecepatan pengumpulan berkas klaim JKN. Selain rekam medis elektronik, pada Permenkes No. 27 tahun 2014 tentang petunjuk teknis sistem INA-CBGs juga disebutkan bahwa proses administrasi klaim JKN menggunakan aplikasi INA-CBGs. Di RS SMC penggunaan teknologi yang terlihat hanya pada pelayanan administrasi di tempat pendaftaran dengan menggunakan aplikasi SIM RS pendaftaran dan aplikasi pembuatan SEP serta proses pengkodean dan entri data dengan aplikasi INA-CBGs. Pada salah satu berkas klaim JKN yang ditolak menunjukan bahwa berkas tersebut belum dilengkapi dengan surat rujukan. Hal ini sebenarnya dapat diantisipasi dengan melihat data pasien pada SIM RS pendaftaran serta pada aplikasi SEP. Berdasarkan PMK No. 82 tahun 2013 tentang Sistem Informasi Manajeman Rumah Sakit (SIM RS), SIM RS adalah suatu sistem teknologi informasi komunikasi yang memproses dan mengintegrasikan seluruh alur proses pelayanan rumah sakit dalam bentuk jaringan koordinasi, pelaporan 155 dan prosedur administrasi untuk memperoleh informasi secara tepat dan akurat, dan merupakan bagian dari sistem informasi kesehatan. Berdasarkan penelitian Hariana dkk (2013) tentang penggunaan SIM RS di DIY juga menunjukan bahwa fungsi SIM RS memang masih terfokus pada fungsi administrasi. Fungsi administrasi yang dimaksud adalah fungsi pendaftaran pasien elektronik, sistem tagihan dan sistem klaim jaminan kesehatan. Di RS SMC penggunaan SIM RS juga masih hanya sebatas pada fungsi administrasi pendaftaran pasien saja dan belum terhubung dengan sistem tagihan maupun sistem klaim jaminan kesehatan. Aplikasi SIM RS pendaftaran di RS MSC salah satunya dapat digunakan untuk memasukan data pasien yang berkunjung sehingga dapat membantu petugas untuk melihat cara pembayaran yang dilakukan sebelumnya oleh pasien tersebut. Hal tersebut seharusnya dapat membantu petugas pendaftaran untuk mengecek kesesuaian persyaratan yang dibawa. Akan tetapi di RS SMC petugas pendaftaran yang menggunakan aplikasi SIM RS hanyalah dua orang dikarenakan memang jumlah perangkat komputer yang tersedia berjumlah dua unit. Padahal semua petugas pendaftaran bertanggung jawab untuk memeriksa kelengkapan dan kesesuaian persyaratan yang dibawa oleh pasien JKN. Hal inilah yang berpotensi menimbulkan penolakan klaim akibat ketidaklengkapan berkas klaim terutama pada surat rujukan. Rumah sakit seharusnya melakukan penambahan perangkat komputer sehingga masing-masing petugas pendaftaran dapat menggunakan aplikasi SIM RS saat menerima pasien. Hal ini dikarenakan berdasarkan penelitian 156 Oktaviasari (2015) terkait faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pelaksanaan penerimaan pasien JKN rawat jalan di RS Slamet Riyadi didapatkan bahwa salah satu yang mempengaruhi pelaksanaannya adalah penggunaan komputer. Penggunaan aplikasi SEP juga sebenarnya dapat membantu petugas SEP untuk melihat kembali kesesuaian persyaratan yang dibawa oleh pasien JKN. Jumlah perangkat yang disediakan oleh rumah sakit untuk petugas SEP ini sudah sesuai dengan jumlah petugas SEP yang ada yaitu sebanyak dua unit komputer untuk dua orang petugas. Namun, pembahasan sebelumnya menyebutkan bahwa petugas SEP tidak diberikan pelatihan secara rutin terkait tata cara pemeriksaan persyaratan yang dibawa oleh pasien JKN. Hal ini membuat penggunaan aplikasi SEP untuk memeriksa persyaratan menjadi tidak maksimal. Permasalahan yang sama dengan penggunaan teknologi di tempat pendaftaran juga ditemukan pada penggunaan aplikasi INA-CBGs. Berdasarkan Permenkes No. 27 tahun 2014 tentang Juknis INA-CBGs disebutkan bahwa aplikasi INA-CBGs merupakan perangkat entri data pasien untuk melakukan penentuan tarif. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, seluruh petugas administrasi klaim JKN menggunakan aplikasi ini dan ditunjang dengan perangkat komputer dan jaringan internet. Namun, rumah sakit hanya menyediakan satu komputer untuk petugas administrasi klaim JKN rawat jalan padahal secara keseluruhan terdapat tiga petugas Selebihnya petugas administrasi klaim membawa laptop pribadi mereka. Walaupun hal ini tidak pemberkasan klaim JKN akan tetapi diharapkan 157 agar rumah sakit dapat menyesuaikan jumlah unit komputer dengan kebutuhan. Terlebih hal ini berkaitan dengan kepentingan rumah sakit dalam melakukan penagihan klaim JKN. Berdasarkan hasil observasi pada penggunaan teknologi informasi pengajuan klaim di RS SMC ditemukan bahwa penggunaan aplikasi rumah sakit dengan aplikasi BPJS kesehatan belum terhubung. Artinya penggunaan SIM RS pendaftaran dengan aplikasi SEP dan aplikasi INACBGs masih dilakukan secara terpisah atau belum adanya bridging system. Menurut Info BPJS kesehatan (2014), bridging system merupakan salah satu pengembangan teknologi informasi dengan penggunaan aplikasi berbasis web service yang menghubungkan sistem pelayanan kesehatan menjadi satu. Info BPJS kesehatan (2015) selanjutnya menyebutkan bridging system ini dapat mempercepat antrian pasien dan klaim yang dilakukan oleh rumah sakit. Hal ini dikarenakan, bridging system dapat menyatukan antara aplikasi milik BPJS kesehatan yaitu SEP dengan aplikasi rumah sakit yaitu SIM RS, sehingga petugas tidak perlu memasukan data pada masing-masing aplikasi tersebut melainkan cukup dilakukan satu kali. Pengembangan teknologi informasi seperti bridging system inilah yang harusnya dikembangkan oleh rumah sakit dalam rangka menghemat sumber daya manusia, meningkatkan kecepatan pengisian data dan kecepatan proses pengajuan klaim yang sedang ditangani serta membuat akurasi data menjadi lebih baik serta proses verifikasi dan pengolahan data jadi lebih cepat. Hal ini nantinya dapat membuat aplikasi INA-CBGs juga 158 dapat melihat jumlah kunjungan setiap pasien perbulannya sehingga pasien dengan jumlah kunjungan yang sudah melebihi akan terlihat sebelum berkas klaim diajukan. Namun, berdasarkan Info BPJS kesehatan (2015) untuk dapat menerapkan sistem tersebut rumah sakit harus merekrut seorang programmer dan bekerja sama dengan BPJS kesehatan setempat. Akan tetapi kondisi rumah sakit belum bisa melakukan perekrutan sehingga dianjurkan untuk pihak rumah sakit dapat memanfaatkan kemampuan petugas SIM RS yang mereka miliki untuk dapat menerapkan bridging system dengan cara melakukan pelatihan tentang penerapan sistem tersebut. Penerapan bridging system ini juga tentunya diharapkan dapat meningkatkan penyampaian informasi antar petugas administrasi JKN di rumah sakit serta membentuk koordinasi yang baik antar petugas tersebut. Koordinasi merupakan gabungan aktivitas dari bagian-bagian yang terpisah dalam sebuah organisasi untuk mencapai tujuan organisasi (Naja, 2004). Pada kasus ini diharapkan petugas administrasi JKN dapat saling bahu-membahu sehingga sistem pengajuan klaim JKN di rumah sakit dapat berjalan dengan baik dan meningkatkan kualitas berkas klaim JKN yang disiapkan. 6.4.3 Gambaran Kebijakan yang Digunakan dalam Pengajuan Klaim JKN Rawat Jalan di RS SMC Tahun 2016 Kebijakan pemerintah yang dijadikan acuan utama pada proses pengajuan klaim di rumah sakit yaitu Permenkes No. 28 tahun 2014 tentang 159 pedoman pelaksanaan JKN dan Permenkes No. 27 tahun 2014 tentang petunjuk teknis (Junknis) sistem INA-CBGs. Selain kebijakan pemerintah, diperlukan juga adanya kebijakan yang dibuat oleh rumah sakit berupa SOP untuk menunjung proses pengajuan klaim. Berdasarkan penelitian Cahyaningtyas (2012) dan Kartika (2014) menunjukan bahwa keberadaan SOP terkait penagihan klaim di rumah sakit dibutuhkan untuk dapat membantu mengoptimalkan kinerja petugas dalam melakukan penagihan klaim JKN. SOP merupakan panduan yang digunakan untuk memastikan kegiatan operasional organisasi atau perusahaan berjalan dengan lancar (Soemohadiwidjojo, 2014). SOP yang berkaitan dengan pengajuan klaim JKN di RS SMC hanya terdapat pada kegiatan penerimaan pasien di tempat pendaftaran sedangkan penggunaan kebijakan pemerintah berupa permenkes dan juknis BPJS kesehatan digunakan oleh proses pengkodean. Selebihnya tidak ada SOP maupun kebijakan yang jelas lainnya untuk dijadikan acuan. Pada tempat pendaftaran sudah terdapat SOP pendaftaran dimana salah satunya berisikan tentang petugas pendaftaran bertugas untuk menerima persyaratan dan melakukan verifikasi persyaratan pasien JKN, askes, jamkesmas dan jamkesda. Hal ini menandakan bahwa pengecekan kelengkapan dan kesesuaian persyaratan pendaftaran pasien JKN rawat jalan menjadi tanggung jawab dari petugas pendaftaran pasien rawat jalan. Pada SOP tersebut juga sudah disebutkan secara jelas persyaratan yang harus dibawa oleh peserta JKN untuk melakukan pendaftaran pasien rawat jalan di RS SMC. Seharusnya hal ini dapat mencegah terjadinya kesalahan 160 dalam penerimaan persyaratan pasien JKN serta dapat mencegah terjadinya ketidaklengkapan berkas klaim. Sama halnya dengan adanya kesalahan pemberkas klaim JKN yang ditolak dimana pasien menolak tindakan yang dianjurkan dokter, seharusnya tidak disertai SEP melainkan disertai dengan surat pernyataan yang telah ditanda-tangani oleh pasien tersebut. Pada kasus tersebut sudah ada penanganan yang dibuat oleh rumah sakit namun belum ada SOP yang jelas terkait tata cara yang harus dijalankan. Selain itu, belum adanya SOP yang jelas terkait tata cara pembuatan berkas klaim yang lengkap juga menjadi pemicu munculnya berkas klaim yang belum lengkap. Hal ini sesuai dengan penelitian Kusairi (2013) terkait faktor-faktor yang mempengaruhi kelengkapan berkas klaim pasien jamkesmas salah satunya disebabkan oleh tidak adanya standar operasional prosedur. Penggunaan SOP dalam organisasi penting dan bertujuan untuk memastikan organisasi beroperasi secara konsisten, efektif, efisien, sistematis dan terkelola dengan baik, untuk menghasilkan produk yang memiliki mutu konsisten sesuai dengan standar yang telah ditetapkan (Soemohadiwidjojo, 2014). Maka perlu bagi rumah sakit untuk membuatkan SOP yang jelas dan rinci terkait pemberkasan klaim JKN maupun penanganan masalah yang berkaitan dengan pengajuan klaim JKN. Hal ini bertujuan agar rumah sakit dapat menghasilkan berkas klaim JKN yang lengkap sesuai standar. Selain pembuatan SOP pemberkasan klaim JKN juga diperlukan kebijakan lain yang dapat memastikan bahwa SOP dilaksanakan dengan 161 baik. Berdasarkan penelitian Lestari dan Firdausi (2016) tentang pelaksanaan sistem reward dan punishment disebutkan bahwa penerapan sistem tersebut dapat meningkatkan kedisiplinan baik dalam hal perbuatan maupun waktu. Menurut penelitian Ali, Haselman dan Hasniati (2011) tentang analisis reward dan punishment disebutkan bahwa reward dan punishment adalah suatu cara yang dilakukan oleh sebuah organisasi yang bertujuan agar karyawan mereka dapat memperbaiki sikap dan perilakunya yang menyimpang baik. Reward atau penghargaan adalah ganjaran yang diberikan untuk meningkatkan motivasi para karyawan agar tercipta produktivitas yang tinggi (Tohardi, 2002). Sedangkan punishment adalah ancaman hukuman yang bertujuan untuk memperbaiki kinerja karyawan dan memberikan pelajaran kepada karyawan yang melanggar peraturan yang berlaku (Mangkunegara, 2000). Sehingga diharapkan rumah sakit juga dapat menerapkan sistem reward dan punishment dalam pelaksanaan setiap SOP yang berkaitan dengan proses pengajuan berkas klaim JKN agar proses tersebut berjalan dengan lancar serta tercipta berkas klaim JKN yang lengkap, isinya sesuai dan diajukan tepat waktu. Selain itu, terkait adanya surat edaran dari BPJS kesehatan tentang pasien yang pulang paksa tidak bisa ditunjang dengan BPJS kesehatan, seharusnya rumah sakit juga melakukan sosialisasi terkait hal tersebut baik pada petugas rumah sakit terutama petugas administrasi poliklinik dan pasien JKN yang berkunjung ke RS SMC. 162 6.5 Keterkaitan Input dan Proses Pengajuan Berkas Klaim JKN Terhadap Kondisi Berkas klaim yang Ditolak Pada pembahasan sebelumnya telah disebutkan bahwa terdapat berkas klaim yang ditolak dengan kondisi tidak lengakap dikarenakan persyaratannya dan terdapat berkas klaim yang ditolak dengan kondisi isi berkas klaim belum dilengkapi dengan tanda-tangan DPJP. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kusairi (2013) terkait faktor-faktor yang mempengaruhi kelengkapan berkas klaim pasien Jamkesmas di RSUD Brigjend. H. Hasan Basry Kandangan bahwa berkas klaim yang tidak lengkap diantaranya dapat disebabkan oleh proses administrasi dan tidak adanya Standar Operasional Prosedur (SOP). Proses administrasi yang dilakukan pada tempat pendaftaran menjadi salah satu faktor yang menentukan kelengkapan berkas. Hal ini dikarenkan pada proses administrasi di tempat pendaftaran salah satu kegiatan yang dilakukan adalah mengecek persyaratan yang dibawa oleh pasien JKN. Namun, kegiatan tersebut belum dilakukan secara maksimal. Padahal sudah terdapat SOP yang terkait penerimaan pasien JKN dilengkapi dengan persyaratan yang harus diterima oleh petugas. Selain itu berdasarkan penelitian Oktaviasari (2015) terkait faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pelaksanaan penerimaan pasien JKN rawat jalan di RS Slamet Riyadi yaitu dipengaruhi oleh petugas dan penggunaan teknologi. Di RS SMC petugas pendaftaran rawat jalan memang dikatakan masih kurang akan tetapi rumah sakit belum bisa melakukan penambahan. Dari sisi lain petugas juga tidak rutin mendapatkan pelatihan terkait pengecekan persyaratan. Padahal Hal ini dikarenakan pelatihan dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan 163 dan kemampuan pegawai terutama dalam melakukan pengecekan persyaratan (Hariandja, 2002). Penggunaan aplikasi SIM RS pendaftaran yang sebenarnya dapat digunakan untuk memeriksa persyaratan juga belum dimanfaatkan secara maksimal. Hal ini dikarenakan jumlah komputer di tempat pendaftaran hanya terdapat dua unit sedangkan petugas pendaftaran setiap hari berjumlah lima orang sehingga tidak semua petugas dapat melakukan pengecekan persyaratan dengan menggunakan aplikasi SIM RS pendaftaran. Berkaitan dengan berkas klaim yang belum disertai tanda-tangan DPJP juga dipengaruhi oleh proses administrasi di poliklinik. Hal ini dikarenakan pemberian tanda-tangan merupakan kegiatan yang dilakukan pada proses administrasi di poliklinik. Dikatakan bahwa belum terdapat SOP terkait tata cara melengkapi berkas klaim di poliklinik dan disertai dengan kesibukan dokter serta petugas administrasi dalam melakukan pengecekan membuat berkas klaim JKN yang keluar dari poliklinik masih belum diisi dengan lengkap. Selain itu juga belum pernah dilakukan pelatihan terkait penanganan berkas klaim JKN yang pasiennya menolak tindakan dokter begitu juga belum ada SOP terkait hal tersebut memicu terjadinya kesalahan dalam pembuatan berkas klaim pasien JKN dan menyebabkan berkas klaim tersebut ditolak oleh verifikator klaim BPJS kesehatan. Telah disebutkan sebelumnya bahwa berdasarkan penelitian Cahyaningtyas (2012) dan Kartika (2014) keberadaan SOP terkait penagihan klaim di rumah sakit dibutuhkan untuk dapat membantu mengoptimalkan kinerja petugas dalam melakukan penagihan klaim JKN. Selain itu terkait kondisi berkas klaim I dimana secara kelengkapan, validitas isi dan waktu pengajuan tidak ditemukan adanya permasalahan. Akan 164 tetapi berkas tersebut ditolak oleh verifikator karna berdasarkan keterangan petugas administrasi klaim, berkas klaim tersebut merupakan barkas klaim keempat pasien dalam bulan Juni. Selain itu diagnosa dan tujuan poliklinik pasien selama empat kali kunjungan memang selalu sama. Namun, memang tidak ditemukan aturan secara tertulis terkait aturan pembatasan jumlah kunjungan baik pada permenkes maupun kebijakan yang dikeluarkan oleh BPJS. Sehingga untuk kasus ini memang harus ditelusuri lebih dalam dengan melibatkan verifikator klaim BPJS kesehatan di rumah sakit. 165 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan 1. Berdasarkan aspek kelengkapan ditemukan dua berkas klaim yang ditolak belum lengkap dikarenakan tidak disertai dengan surat rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama dan tanda-tangan dokter penanggung jawab. Sedangkan, berdasarkan validitas isi dan aspek waktu pengajuan berkas klaim tidak ditemukan adanya permasalahan. Namun, terdapat permasalahan lain yang menyebabkan berkas klaim ditolak yaitu karena jumlah kunjungan pasien yang sudah lebih dari tiga kali dalam satu bulan dengan diagnosa dan poliklinik yang sama dan terdapat pasien yang menolak tindakan yang diberikan oleh dokter. 2. Jika dilihat dari segi proses dan input pada sistem pengajuan klaim JKN di RS SMC ditemukan beberapa permasalahan, yaitu sebagai berikut : a) Pelayanan administrasi pasien JKN di tempat pendaftaran rawat jalan tidak berjalan optimal terutama pada pengecekan persyaratan yang dibawa oleh peserta JKN. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal seperti tidak dilakukannya pelatihan secara rutin untuk petugas pendaftaran dan petugas SEP berkaitan dengan pengecekan persyaratan yang dibawa oleh peserta JKN, kurangnya perangkat komputer sehingga penggunaan aplikasi SIM RS pendaftaran tidak maksimal, belum ada bridging system antara aplikasi SIM RS pendaftaran dengan aplikasi BPJS. b) Pelayanan administrasi di poliklinik juga belum berjalan dengan optimal dikarenakan masih ditemukan berkas klaim JKN yang belum dilengkapi 166 dengan tanda-tangan dokter penanggung jawab serta masih terdapat berkas klaim yang salah diakibatkan oleh belum dijalankannya prosedur administrasi untuk pasien JKN yang menolak tindakan dokter. Hal tersebut dikarenakan masih kurangnya pelatihan petugas administrasi poliklinik dalam pembuatan berkas klaim JKN, belum ada SOP yang jelas tentang tata cara pembuatan berkas klaim JKN yang lengkap serta belum ada SOP penanganan terhadap berkas klaim yang pasiennya menolak tindakan dokter. c) Proses rekapitulasi berkas klaim JKN dilakukan secara terpisah dengan assembling rekam medis. Hal ini membuat proses rekapitulasi berkas klaim menjadi lebih baik dari sebelumnya dan mengurangi berkas klaim JKN yang tidak lengkap. Jumlah petugas dan pelatihan yang cukup serta latar belakang pendidikan yang sesuai juga membuat proses ini berjalan dengan cukup baik. d) Proses pemberian kode dan entri data masih ditemukan beberapa permasalahan pada inputnya. Pengalaman petugas masih kurang serta belum pernah dilakukan pelatihan terkait pemberian kode diagnosa dan tindakan berpotensi menghasilkan kode yang salah. Walaupun demikian berdasarkan pengamatan berkas klaim yang ditolak tidak ditemukan adanya kesalahan dalam pemberian kode. 167 7.2 Saran 1. Saran untuk rumah sakit a. Rumah sakit sebaiknya melakukan beberapa pelatihan yang bertujuan untuk mengoptimalkan kinerja petugas dalam pengajuan klaim JKN rawat jalan. Pelatihan yang dimaksudkan yaitu sebagai berikut : 1) Pelatihan untuk petugas pendaftaran dan petugas SEP tentang kegiatan pengecekan persyaratan JKN yang dibawa oleh pasien. 2) Pelatihan untuk petugas administrasi poliklinik terkait tata cara melengkapi berkas klaim dan tata cara penanganan berkas klaim yang pasiennya menolak tindakan dokter. 3) Pelatihan untuk petugas administrasi klaim terkait pemberian kode diagnosa dan tindakan pasien JKN. 4) Pelatihan untuk petugas SIM RS terkait penerapan bridging system agar sistem tersebut dapat dijalankan di rumah sakit sehingga dapat mempermudah proses pengajuan klaim. b. Pihak rumah sakit sebaiknya membuat SOP terkait tata cara pembuatan berkas klaim JKN yang lengkap agar proses pemberkasan klaim berjalan optimal serta menghasilkan berkas yang lengkap. Selain itu, rumah sakit juga perlu membuat SOP penanganan berkas klaim yang pasiennya menolak tindakan dokter. c. Rumah sakit seharusnya menerapkan sistem reward dan punishment untuk pelaksanaan setiap SOP yang berkaitan dengan pengajuan berkas klaim JKN Rumah sakit sebaiknya melakukan penambahan unit komputer untuk 168 memaksimalkan penggunaan aplikasi SIM RS pendaftaran dan aplikasi INA-CBGs untuk memperlancar proses pengajuan klaim. d. Rumah sakit juga sebaiknya tetap mempertahankan kegiatan sosialisasi kebijakan JKN untuk pasien maupun petugas rumah sakit terutama kebijakan tentang persyaratan yang harus dibawa oleh peserta JKN melalui poster dan televisi di tempat pendaftaran. 2. Saran untuk penelitian selanjutnya Peneliti selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan memperluas sampel berkas klaim yang ditolak dan melibatkan pihak verifikator klaim BPJS kesehatan di rumah sakit. 169 DAFTAR PUSTAKA Ali, Raja, Haselman dan Hasniati. 2011. Analisis Reward Dan Punishment Pada Kantor Perum Damri Makassar (Studi Kasus Kantor Perum Damri Makassar. Jurnal Ekonomi. Vol 11, N0. 3. Anwar, Khoiril. 2007. Asuransi Syariah, Halal & Maslahat. Solo : Tiga Serangkai. Ardhitya, Tyas , Agus Perry. 2015. Faktor-Faktor Yang Melatar Belakangi Penolakan Klaim Bpjs Oleh Verifikator Bpjs Di Rsjd Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015. Jurnal fakultas KEsehatan Universitas Dian Nuswantoro Semarang. Azwar, Azrul. 2003. Pengantar Administrasi Kesehatan Edisi Ketiga. Tangerang : Bina Rupa Aksara. BPJS Kesehatan. 2014. Panduan Praktis Administrasi Klaim Fasilitas Kesehatan BPJS. (Online). Tersedia : http://www.bkkbn.go.id/Documents/JKN/14Panduan%20Praktis%20Admininstrasi%20Klaim%20Faskes%20BPJS%20K esehatan.pdf Diakses pada 20 April 2016 BPJS Kesehatan. 2015. BPJS Kesehatan: Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. (Online). Tersedia : http://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/. Diakses pada 29 Desember 2015. Bustani, Neti M, Joy Rattu dan Josephine Saerang. 2015. Analisis Lama Waktu Tunggu Pelayanan Pasien Rawat Jalan Di Balai Kesehatan Mata Masyarakat Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal e-Biomedik (eBm), Volume 3, Nomor 3, September-Desember 2015. Cahyaningtyas, Kartika Wira. 2012. Gambaran Kelancaran Penagihan Klaim JPK Gakin dan SKTM pada pelayanan Administrasi Pasien Jamina di Rumah Sakit Bhayangkara Tk. I R. Said Sukanto Tahun 2012. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Depok. Catherine, Cochran. 2013. Handling The Medical Claim: An 8 Step Guide On “How To” Correct And Resolve Claim Issues. New York : CRC Press. Creswell, John W.2014. Research Design Pendekatan Metode Kuantitatif, Kualitatif, dan Campuran Edisi Keempat. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 170 Ernawati, Dyah dan Lily Kresnowati. 2013. Reimbursement Berbasis System Casemix di Beberapa Rumah Sakit yang Melayani Jamkesmas di Kota Semarang. Indonesia Health Informatics Forum Universitas Dian Nuswantoro Semarang June 18-20 2013. Halim, A dkk. 2005. Manajemen Pesantren. Yogyakarta : Pustaka Pesantren. Hariana, Evy dkk. 2013. Penggunaan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIM RS) Di DIY. Disampaikan dalam Seminar Nasional Sistem Informasi Indonesia, 2 - 4 Desember 2013. Hariandja, Marihot Tua Efendi. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Grasindo Haryadi, Hendi. 2009. Administrasi Perkantoran Untuk Manajer Dan Staf. Jakarta : Transmedia Pustaka. Hasibuan, SP,M. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Revisi Cetakan Kesepuluh. Jakarta : Bumi Aksara. Ilyas, Yaslis. 2006. Mengenal Asuransi Kesehatan : Review Utilisas, Manajemen Klaim Dan Fraud. Depok : FKM UI. Info BPJS Kesehatan. 2014. Bridging System: Perpendek Antrean Pelayanan. (online). Tersedia : https://bpjs- kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/851d3c47c9f3f203fc274864457aca0c.pdf Diakses pada 24 Juli 2016. _____________. 2015. IT BPJS Kesehatan Siap Sukseskan Tri Sukses. (Online). Tersedia : https://www.bpjs- kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/ea2e9e76280363be9b5692a1335df821.pd f Diakses pada 28 Sepetember 2016 Ismainar, Hetty. 2015. Administrasi Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Deepublish ____________. 2015. Manajemen Unit Kerja Untuk Perekam Medis Dan Informatika Kesehatan Ilmu Kesehatan Masyarakat Keperawatan Dan Kebidanan. Yogyakarta : Deepublish Kartika, Dewi. 2014. Analisis Ketepatan Waktu Pelayelesaian Klaim Rawat Inap Pasien BPJS di RSUD Dr Adjidarmo Kabupaten Lebak Tahun 2014. Tesis Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Depok. 171 Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) No. 377/Menkes/SK/III/2007 Tentang Standar Profesi Perekam Medis Dan Informasi Kesehatan Kulo, Debby, R. G. A. Massie dan G. D. Kandou. 2014. Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Yang Berasal Dari Program Jaminan Kesehatan Nasional di RSUD Datoe Binangkang Kabupaten Bolaang Mongondow. JIKMU, Suplemen Vol. 4, No. 4, Oktober 2014. Kuncoro, Sucipto. September, 2015. Pasien Pulang Paksa Biaya Tidak Ditanggug BPJS. Pasiensehat.com (Online), http://www.pasiensehat.com/2015/09/pasien-pulang-paksa-biayanya-tidakditanggung-bpjs.html . Diakses pada 2 Oktober 2016. Kusairi, Mahmud. 2013. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kelengkapan Berkas Klaim Pasien Jamkesmas di RSUD Brigjend. H. Hasan Basry Kandangan. Tesis Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Lapau, Buchari. 2013. Metode Penelitian Kesehatan: Metode Ilmiah Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Lestari, Asih Widi dan Firman Firdausi. 2016. Pelaksanaan Sistem Reward Dan Punishment Di Lingkungan Kementerian Keuangan Dalam Upaya Meningkatkan Kedisiplinan Pegawai (Studi Pada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara, Kudus). Jurnal Program Studi Ilmu Administrasi Negara Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang. REFORMASI E-ISSN 24076864Vol. 6, No. 1, 2016. Mahesa, Yel. 2009. Gambaran Klaim Bermasalah Gakin SKTM DKI Jakarta Pada Pelayanan Rawat Inap Di RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2008. Skripsi Fakultas Kesehatan Masayarakat Universitas Indonesia. Depok. Malonda, Taliana D, A J M Rattu dan T Soleman. 2015. Analisis Pengajuan Klaim Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan di RSUD Dr. Sam Ratulangi Tondano. JIKMU, Vol. 5, No. 2b April 2015. Mangkunegara, AA Anwar Prabu. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Marchinko, David Edward. 2006. Dictionary of Health Insurance and Managed Care. New York : Springer Publishing Maryono, Y dan B. Patmi Istiana. 2007. Teknologi Informasi dan Komunikasi. Jakarta : Yudhistira. 172 Miles, M., & Huberman, A. 1992. Qualitative data analysis: An expanded sourcebook. Diterjemahkan oleh Tjetjep Rohendi Rohindi. Jakarta: UI-Press. Mudayana, Ahmad Ahid. 2012. Hubungan Beban Kerja Dengan Kinerja Karyawan Di Rumah Sakit Nur Hidayah Bantul. Jurnal Kesehatan Masyarakat Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta Vol. 6 No. 1, Januari 2012 : 1 – 74. Naja, Hasanuddin Rahman Daeng. 2004. Manajemen Fit and Proper Test. Yogyakarta : Pustaka Widyatama. Noviasari, Tri. 2016. Hubungan kelengkapan informasi dengan persetujuan klaim BPJS di RSUD Kabupaten Sukoharjo Tahun 2016. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Surakarta. Solo. Oktaviasari, Reny. 2015. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Penerimaan Pasien Rawat Jalan Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Di Rumah Sakit Tk.Iv 04.07.02 Slamet Riyadi Surakarta. Tugas Akhir Rekam Medis Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Peraturan Daerah Kabupaten Tasikmalaya No. 3 Tahun 2011 tentang RSUD Kabupaten Tasikmalaya Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No. 27 Tahun 2014 tentang Juknis sistem INA CBGs Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No. 28 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Program JKN Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No. 82 Tahun 2013 Tentang Sistem Informasi Rumah Sakit (SIM RS) Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No. 59 Tahun 2014 Tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan PERSI. 2016. Refleksi 2 tahun JKN (Jaminan Kesehatan Nasional. (Online). Tersedia:http://www.pdpersi.co.id/kegiatan/bahan_diskusi/refleksi_2thn_j kn.pdf . Diakses pada 3 Agustus 2016. Petunjuk Teknis Verifikasi Klaim BPJS 2014 Putra, Wahyu Manggala. 2014. Analisis Implementasi Kebijakan Jamina Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan Tahun 2014. Skripsi pada Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta. 173 Ristya, Puja Vikka dan Arif Kurniadi. 2015. Kepatuhan Petugas TPPRJ Dalam Pelaksanaan SOP Pendaftaran Pasien BPJS di RS RS Pantiwilasa Dr.Cipto Kota Semarang Tahun 2015. Penelitian Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Semarang. RSUP dr Sardjito. 2015. Persyaratan Pendaftaran Pasien BPJS. (Online). Tersedia : http://sardjitohospital.co.id/persyaratan-pendaftaran-pasien-bpjs/ Diakses pada 2 November 2016. Sari, Rizki Puspita. 1 Januari 2014. Bagini Cara BPJS Sehatkan Peserta JKN. Tempo.com, (Online), https://m.tempo.co/read/news/2014/01/01/078541458/begini-cara-bpjssehatkan-peserta-jkn. Diakses pada 27 September 2016. Satrianegara, M Fais. 2014. Organisasi dan Manajemen Pelayanan Kesehatan: Teori dan Aplikasi dalam Pelayanan Puskesmas dan Rumah Sakit. Jakarta : Salemba Medika. Shobirin, Akhmad. 2007. Dampak Keterlambatan Pembayaran Klaim Askeskin Terhdap Cash Flow Dan Pelayanan Pasien Askeskin di RSUD Gunung Jati Kota Cirebon Tahun 2007. Disertasi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Depok. Soemohadiwidjojo, Arini T. 2014 .Mudah Menyusun SOP. Jakarta : Penebar Plus. Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D). Bandung : Alfabeta. Supriyanto, Wahyu dan Ahmad Muhsin. 2008. Teknologi Informasi Perpustakaan: Strategi Perancangan Perpustakaan Digital. Yogyakarta : Kanisius. Surat Edaran Nomor hk.03.03/menkes/63/2016 Tentang Pedoman Penyelesaian Permasalahan Klaim INA-CBG Dalam Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional. Tettey, S. Sodzi, et al. 2012. Challenges In Provider Payment Under The Ghana National Health Insurance Scheme: A Case Study Of Claims Management In Two Districts. Ghana Medical Journal, Volume 46, Number 4. Thabrany, H. 2015. Jaminan Kesehatan Nasional. Jakarta: Rajawali Pers Tohardi, Ahmad. 2002. Pemahaman Praktis Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Mandar Maju. 174 Ulfah, Siti Maria, Lily Kresnowati dan Dyah Ernawati. 2011. Hubungan Kelengkapan Dokumen Rekam Medis Dengan Persetujuan Klaim Jamkesmas Oleh Verifikator Dengan Sistem INA-CBGs Periode Triwulan IV Tahun 2011 Di RSI Sultan Agung Semarang. Penelitian Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Dian Nuswantoro Semarang. Semarang Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit Widowati, Vidya. 2015. Pengaruh Kecepatan Pemberkasan Rekam Medis Elektronik Dan Rekam Medis Manual Rawat Jalan Terhadap Ketepatan Waktu Pengumpulan Berkas JKN di Klinik Interne RS Bethesda. Skripsi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Wildan dan Hidayat. 2008. Dokumentasi Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika. 175 LAMPIRAN 176 LAMPIRAN I INFORM CONCERN Gambaran Klaim Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Yang Ditolak Pada Layanan Rawat Jalan Di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama (RS SMC) Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2016”. Assalamu’alaikum wr. wb. Saya Halida Mutia, mahasiswa semester 8 Peminatan Manajemen Pelayanan Kesehatan Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sedang melakukan penelitian sebagai tugas akhir yang berjudul “Gambaran Klaim Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang Ditolak Pada Layanan Rawat Jalan Di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama (RS SMC) Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2016”. Dengan ini peneliti memohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i untuk berpartisipasi dalam penelitian ini untuk menjadi informan yang memberikan keterangan secara luas, bebas, mendalam, benar dan jujur. Hasil informasi dan keterangan yang diberikan nantinya akan dijadikan bahan masukan untuk sistem pengajuan klaim peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) rawat jalan di rumah sakit. Peneliti juga memohon untuk merekam pembicaraan selama proses wawancara berlangsung dan peneliti akan menjamin kerahasiaan isi informasi yang diberikan dan hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian. Terima kasih atas perhatian dan bantuan Bapak/Ibu/Saudara/I yang telah bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini. Wassalamu’alaikum Wr Wb Peneliti, Halida Mutia IDENTITAS INFORMAN Nama Informan : No. Telepon : Jenis Kelamin : Umur : Pendidikan : Jabatan/Pekerjaan : Lama Kerja : Hari/Tanggal Wawancara : Dengan ini saya bersedia untuk menjadi informan dalam penelitian yang berjudul “Gambaran Klaim Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Yang Ditolak Pada Layanan Rawat Jalan Di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama (RS SMC) Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2016”. Tasikmalaya, __________2016 (……………………………….) 177 LAMPIRAN II Tata Cara Wawancara 1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri 2. Menanyakan kesediaan untuk menjadi informan dengan meminta tanda tangan pada persetujuan menjadi informan 3. Menanyakan nama informan 4. Meminta izin untuk merekam pembicaraan selama wawancara sedang berlangsung 5. Memberikan pertanyaan dasar seperti umur, jabatan/pekerjaan, pendidikan terakhir dan lama kerja 6. Mengajukan pertanyaan utama sesuai dengan pedoman wawancara 7. Mengucapkan terima kasih pada informan yang sudah berpartisipasi 8. Pemberian cindramata Pedoman Wawancara Untuk Koordinator Tempat Pendaftaran dan Petugas Pendaftaran INPUT : 1. Petugas Pelaksana JKN a. Bagaimana pembagian tugas masing-masing petugas pendaftaran rawat jalan? b. Bagaiman menurut Anda mengenai kesesuaian jumlah petugas pendaftaran rawat jalan dengan kebutuhan? c. Bagaimana menurut anda kesesuaian antara pendidikan terakhir petugas dengan pekerjaannya sebagai petugas pendaftaran rawat jalan? d. Apakah pernah diadakan pelatihan bagi petugas pendaftaran? Pelatihan seperti apa yang dilakukan? e. Permasalahan seperti apa yang sering dihadapi berkaitan dengan petugas pendaftaran rawat jalan? 2. Berkas klaim a. Lembar apa saja yang disiapkan untuk menyusun berkas klaim di tempat pendaftaran? b. Bagaimana ketentuan penyusunan berkas klaim di tempat pendaftaran rawat jalan? c. Bagaimana ketentuan pengisian data berkas klaim di tempat pendaftaran rawat jalan? d. Permasalahan seperti apa yang sering dihadapi berkaitan dengan kelengkapan berkas klaim di tempat pendaftaran rawat jalan? 3. Teknologi informasi a. Bagaimana penggunaan teknologi informasi di tempat pendaftaran rawat jalan? b. Bagaimana menurut anda kesesuaian penggunaan aplikasi dengan fungsi aplikasi tersebut? c. Bagaimana menurut anda kesesuaian perangkat penunjang yang sudah ada dengan kebutuhan? d. Permasalahan seperti apa yang sering dihadapi berkaitan dengan penggunaan teknologi informasi di tempat pendaftaran rawat jalan? 4. Kebijakan 178 a. Bagaimana menurut anda kesesuaian pelaksanaan proses penerimaan pasien JKN dengan kebijakan/SOP yang ada? b. Permasalahan seperti apa yang sering dihadapi berkaitan dengan kebijakan/SOP pendaftaran rawat jalan? PROSES : a. Bagaimana alur penerimaan pasien JKN rawat jalan di RS SMC? b. Bagaimana menurut anda kesesuaian pelaksanaan proses penerimaan pasien JKN dengan ketentuan yang ada? c. Permasalahan seperti apa yang sering dihadapi berkaitan dengan proses penerimaan pasien JKN rawat jalan? Pedoman Wawancara Untuk Kasie Pelayanan Rawat Jalan dan Petugas Administrasi di Poliklinik INPUT : 1. Petugas Pelaksana JKN a. Seperti apa tugas yang dilakukan oleh petugas administrasi di poliklinik? b. Bagaiman menurut Anda mengenai kesesuaian jumlah petugas administrasi poliklinik dengan kebutuhan? c. Bagaimana menurut anda kesesuaian antara pendidikan terakhir petugas dengan pekerjaannya sebagai petugas administrasi poliklinik? d. Apakah pernah diadakan pelatihan bagi petugas administrasi poliklinik? Pelatihan seperti apa yang dilakukan? e. Permasalahan seperti apa yang sering dihadapi berkaitan dengan petugas administrasi poliklinik? 2. Berkas klaim a. Bagaimana ketentuan pengisian data berkas klaim di poliklinik? b. Permasalahan seperti apa yang sering dihadapi berkaitan dengan pengisian berkas klaim di poliklinik? 3. Kebijakan a. Bagaimana menurut anda kesesuaian pelaksanaan proses administrasi di poliklinik dengan kebijakan/SOP yang ada? b. Permasalahan seperti apa yang sering dihadapi berkaitan dengan kebijakan/SOP di poliklinik? PROSES a. Bagaimana proses pelayanan administrasi di Poliklinik untuk pasien JKN rawat jalan di RS SMC? b. Bagimana proses pengisian resume medis pasien JKN di poliklinik? c. Permasalahan seperti apa yang sering dihadapi berkaitan dengan proses penerimaan pasien JKN rawat jalan? Pedoman Wawancara (Proses Rekapitulasi Berkas) Untuk petugas rekapitulasi atau checker INPUT : 1. Petugas Pelaksana JKN a. Seperti apa tugas yang dilakukan oleh checker? 179 b. Bagaiman menurut Anda mengenai kesesuaian jumlah petugas checker dengan kebutuhan? c. Bagaimana menurut anda kesesuaian antara pendidikan terakhir petugas dengan pekerjaannya sebagai petugas checker? d. Apakah pernah diadakan pelatihan bagi petugas checker? Pelatihan seperti apa yang dilakukan? e. Permasalahan seperti apa yang sering dihadapi berkaitan dengan petugas checker? 2. Berkas klaim a. Bagaimana ketentuan susunan berkas klaim JKN rawat jalan? b. Bagaimana ketentuan pengisian lembar resume medis? c. Bagaimana kelengkapan berkas klaim yang masuk ke checker? d. Permasalahan apakah yang ditemukan terkait berkas klaim yang masuk ke checker? 3. Kebijakan a. Bagaimana menurut anda kesesuaian pelaksanaan proses rekapitulasi di unit rekam medis dengan kebijakan/SOP yang ada? b. Permasalahan seperti apa yang sering dihadapi berkaitan dengan kebijakan/SOP di unit rekam medis? PROSES : a. Bagaimana proses rekapitulasi berkas klaim di checker untuk pasien JKN rawat jalan di RS SMC? b. Permasalahan seperti apa yang sering dihadapi berkaitan dengan proses rekapitulasi berkas klaim JKN di checker? Pedoman Wawancara (Proses pengkodean dan entri data INA-CBGs) Untuk koordinator administrasi klaim atau Kepala Unit Administrasi Klaim dan petugas administrasi klaim INPUT : 1. Petugas Pelaksana JKN : a. Bagaimana pembagian tugas masing-masing petugas administrasi klaim? b. Bagaiman menurut Anda mengenai kesesuaian jumlah petugas administrasi klaim dengan kebutuhan? c. Bagaimana menurut anda kesesuaian antara pendidikan terakhir petugas dengan pekerjaannya sebagai petugas administrasi klaim? d. Apakah pernah diadakan pelatihan bagi petugas administrasi klaim? Pelatihan seperti apa yang dilakukan? e. Permasalahan seperti apa yang sering dihadapi berkaitan dengan petugas administrasi klaim? 2. Berkas Klaim a. Bagaimana kondisi berkas klaim yang sudah masuk ke unit administrasi klaim? b. Hambatan apa saja yang dihadapi berkaitan dengan berkas klaim yang akan dikoding dan di entri? c. Berapa lama waktu untuk menyelesaikan pengkodean dan entri data berkas klaim dalam satu bulan? d. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk berkas klaim dari pendaftaran sampai kepada proses pengkodean dan entri? 180 3. Teknologi informasi a. Bagaimana penggunaan teknologi informasi di unit administrasi klaim? b. Bagaimana menurut anda kesesuaian penggunaan aplikasi dengan fungsi aplikasi tersebut? c. Bagaimana menurut anda kesesuaian perangkat penunjang yang sudah ada dengan kebutuhan? d. Permasalahan seperti apa yang sering dihadapi berkaitan dengan penggunaan teknologi informasi di unit administrasi klaim? 4. Kebijakan c. Bagaimana menurut anda kesesuaian pelaksanaan proses pengkodean, entry data dan gruping di unit administrasi klaim dengan kebijakan/SOP yang ada? e. Permasalahan seperti apa yang sering dihadapi berkaitan dengan kebijakan/SOP di unit administrasi klaim? PROSES : a. Bagimana proses entry data, coding dan grouping di unit administrasi klaim untuk pasien JKN rawat jalan di RS SMC? b. Permasalahan seperti apa yang sering dihadapi berkaitan dengan proses administrasi klaim JKN di unit administrasi klaim? 181 LAMPIRAN III Telaah Dokumen dan Observasi Berkas Klaim yang Ditolak Telaah Dokumen Pengajuan Klaim JKN Jumlah Berkas Klaim yang No. Bulan diajukan 1. Januari 2016 1.798 2. Februari 2016 2.099 3. Maret 2016 2.272 4. April 2016 2.292 5. Mei 2016 2.570 6. Juni 2016 2.169 Jumlah Berkas Klaim yang ditolak 21 18 43 43 40 25 Kelengkapan Berkas No. Berkas SEP Resume Medis Rincian Harga I V V v Kartu JKN v II v V v v Kelengkapan Persyarataan KTP KK Surat Surat Rujukan Kontrol v v v x v v 182 x v Hasil pemeriksaan penunjang v x Rincian obat X v Ket. Pasien pertama kali melakukan pengobatan di RS dan memang tidak diberikan obat oleh dokter Pasien tidak melakukan pemeriksaan No. Berkas III SEP V Resume Medis Rincian Harga v Kartu JKN v v Kelengkapan Persyarataan KTP KK Surat Surat Rujukan Kontrol v v v Hasil pemeriksaan penunjang v v Rincian obat Ket. X penunjang. Pasien tidak diberikan obat Validitas Isi Berkas Klaim yang Ditolak No. Berkas I II Identitas pasien diSEP = identitas dipersyaratan Sesuai Sesuai Tanggal pelayanan pada fromulir = tanggal pelayanan pada SEP Jenis pelayanan & poli tujuan pada SEP = pada formulir 24-04-2016 (sesuai) Rawat jalan : Poli Bedah (sesuai) Rawat jalan : Poli Dalam (sesuai) 11-04-2016 (sesuai) 183 Cara pulang Pengisian resume dilengkapi dengan diagnose, tindakan dan ttd DPJP v Pengkodean diagnose dan tindakan sesuai ICD 10 dan ICD 9 Waktu pengajuan v Juli v Juli Sembuh Belum di ttd oleh DPJP Sembuh No. Berkas III Identitas pasien diSEP = identitas dipersyaratan Tanggal pelayanan pada fromulir = tanggal pelayanan pada SEP Jenis pelayanan & poli tujuan pada SEP = pada formulir 26-05-2016 (sesuai) Rawat jalan : Poli Bedah (sesuai) Sesuai Cara pulang Pengisian resume dilengkapi dengan diagnose, tindakan dan ttd DPJP Belum di ttd oleh DPJP Pengkodean diagnose dan tindakan sesuai ICD 10 dan ICD 9 Waktu pengajuan v Agustus Pulpak Lampiran IV Matriks Wawancara, Observasi dan Telaah Dokumen PENERIMAAN PASIEN RAWAT JALAN Pertanyaan PRJ1 Petugas Pelaksana JKN Bagaimana Pembagian tugasnya pembagian tugas merata tetapi ada masing-masing pembagian untuk petugas pendaftaran penanggung jawab rawat jalan? pendaftaran pagi, atk dan laporan PRJ2 PRJ3 INPUT Tugas yang dilakukan SEP bertugas sama setiap petugas membuat SEP. yaitu pengumpulan informasi, entri data ke SIMRS dan penerimaan persyaratan. 184 Observasi Telaah dokumen Kesimpulam - - Pembagian tugas di pendaftaran rawat jalan masih merata. Petugas pendaftaran bertugas mendaftarkan pasien, memasukan data pasien ke SIMRS dan penerimaan Pertanyaan PRJ1 PRJ2 PRJ3 Observasi Telaah dokumen Bagaimana menurut Anda mengenai kesesuaian jumlah petugas pendaftaran rawat jalan dengan kebutuhan? Total saat ini berjumlah 15 orang, 11 kontrak, 1 PNS, 3 magang. Dirasakan belum cukup namun kondisi rumah sakit memang belum bisa menambah tenaga. Akan tetapi jumlah kunjungan pasien JKN meningkat dan mendominasi. Satu shift rawat jalan ada 5 orang. Jika dibandingkan dengan tupoksi dan jumlah pasien yang berkunjung maka tidak cukup. Petugas SEP masih kekurangan karena masih menangani pembuatan SEP untuk pelayanan rawat jalan dan rawat inap. - Berdasarkan hasil telaah dokumen pegawai kontrak BLUD 2016 petugas pendaftaran rawat jalan terdiri dari 12. Hal ini sama dengan hasil penelusuran langsung yang dilakukan oleh peneliti dimana terdapat 12 petugas pendaftaran rawat jalan dan 2 petugas pembuat SEP. 185 Kesimpulam persyaratan untuk pasien jaminan. Sedangkan petugas SEP untuk membuat SEP. Untuk total petugas pendaftaran baik rawat jalan maupun IGD yaitu sebanyak 15 orang. Akan tetapi pada pendaftaran rawat jalan hanya 12 orang dan diberlakukan shift artinya petugas dapat bertugas dipendaftaran IGD pada sore dan malam. Namun setiap harinya di pendaftaran rawat jalan terdapat 5 orang petugas pendaftaran. Hal ini masih dirasakan belum cukup karena jumlah kunjungan rawat jalan setiap harinya cukup banyak yaitu lebih dari 200 pasien. Pertanyaan Bagaimana menurut anda kesesuaian antara pendidikan terakhir petugas dengan pekerjaannya sebagai petugas pendaftaran rawat jalan? PRJ1 Sebagian besar pendidikan terakhir kan sarjan maka belum sesuai dengan latar belakang pendidikan mereka. PRJ2 Latar belakang pendidikan memang belum sesuai tetapi pengalaman mereka sudah cukup lama dan dijadikan pertimbangan oleh rumah sakit untuk merekrut. PRJ3 Petugas SEP sudah sesuai latar belakang pendidikannya yaitu D3 rekam medis karna tugasnya berkaitan dengan pemberian kode diagnosa. Observasi - Telaah dokumen Berdasarkan data pegawai kontrak BLUD di RS SMC diketahui bahwa 11 petugas berlatar belakang pendidikan SMA dan 1 berlatarbelakang D4 keperawatan gigi. Namun berdasarkan data yang langsung diambil dilapangan melalui isian diketahui bahwa untuk 2 orang pembuat SEP berlatar belakang D3 rekam medis, 4 orang S1 kesehatan masyarakat, 1 orang S1 administrasi Negara, 1 orang S1 komunikasi, 1 orang S1 ekonomi dan 5 orang lulusan SMA. Apakah pernah diadakan pelatihan bagi petugas pendaftaran? Pelatihan kecil dilakukan oleh rumah sakit terkait melayani pasien. Pelatihan dilakukan apabila terdapat prosedur baru yang harus diterapkan Pelatihan dilakukan apabila ada perubahan aturan dari BPJS melalui - - 186 Kesimpulam Latarbelakang petugas SEP sudah sesuai namun untuk petugas pendaftaran yang sebagian besar memang didominasi oleh S1 dari berbagai lulusan masih dirasakan belum sesuai. Hal ini terlihat dari saat mereka melamar pekerjaan sebagai petugas pendaftaran yang dipakai adalah ijazah SMA. Namun, pendapat lain menyebutkan bahwa memang yang diutamakan adalah pengalaman selain dari latarbelakang pendidikan. Itulah yang menjadi dasar perekrutan rumah sakit. Pelatihan yang dimaksudkan disini adalah pelatihan yang Pertanyaan Pelatihan seperti apa yang dilakukan? Permasalahan seperti apa yang sering dihadapi berkaitan dengan petugas pendaftaran rawat jalan? Berkas klaim Lembar apa saja yang disiapkan untuk menyusun berkas klaim di tempat pendaftaran? PRJ1 PRJ2 PRJ3 sehingga tidak meeting. dilakukan rutin. Keterbatasan jumlah Permasalahan pada Jumlah petugas petugas. pasien terkait SEP kurang karena persyaratan. masih digabung antara pelayanan rawat jalan dengan rawat inap. Lembar LPP, lembar anamnesa, INA DRG dan ceklist untuk pasien JKN dan jamkesda. Lembar pembayaran, form INA-CBGs, persyaratan KTP/KK, rujukan asli atau surat control. SEP, Persyaratan pasien kaya kartu BPJS, KTP, KK, surat rujukan. 187 Observasi Telaah dokumen - - Pada saat observasi lembar yang disiapkan oleh petugas pendaftaran memang terdiri dari lembar ceklis, lembar INA-DRG, lembar penerimaan pelayanan (LPP), lembar anamnesia. - Kesimpulam dilakukan oleh rumah sakit maupun pihak BPJS ketika terdapat kebijakan baru ataupun prosedur baru terkait pendaftaran rawat jalan. Jumlah petugas yang dirasa masih kurang baik petugas pendaftaran maupun SEP. Berkas yang disiapkan terdiri dari lembar ceklis, lembar INA-DRG atau lembar INACBGs, Lembar Penerimaan Pelayanan (LPP), lembar anamnesa, lalu petugas juga menerima persyaratan yang dibawa oleh pasien untuk disatukan dengan berkas sebelumnya serta lembar SEP. Pertanyaan Bagaimana ketentuan penyusunan berkas klaim di tempat pendaftaran rawat jalan? PRJ1 Lembar ceklis, kedua itu lembar INADRG, LPP, anamnesa, persyaratan berupa kartu peserta, KTP, KK dan surat rujukan untuk pasien baru serta surat kontrol untuk pasien lama. PRJ2 PRJ3 Penyusunan tidak SEP diletakan terlalu diperhatikan dilembar pertama karena sudah ada berkas pendaftaran petugas checker Bagaimana ketentuan pengisian data berkas klaim di tempat pendaftaran rawat jalan? Pengisian dilakukan pada identifikasi nama, umur, alamat, tujuan poliklinik mana dan cara bayar. Identitas, data pasien berupa nomor rekam medis, alamat dan lainnya. - Observasi - Pada lembar INADRG data yang diisi oleh petugas pendaftaran terdiri dari nama pasien, nomor rekam medis, umur dan poli tujuan. Untuk lembar LPP juga data nama, nomor rekam medis, alamat dan poli tujuan. Permasalahan seperti Pemberkasan tidak Persyaratan yang Persyaratan yang Masih ditemukan apa yang sering terlalu bermasalah. belum lengkap akibat data identitasnya pasien yang belum dihadapi berkaitan tertinggal atau belum berbeda. membawa 188 Telaah dokumen - - - Kesimpulam Sebenarnya memang tidak ada acuan tertulis namun untuk mempermudah proses klaim nantinya urutan lembar memang dibutuhkan. Tetapi sebenarnya hal ini bukan tanggung jawab petugas pendaftaran karna sudah ada checker yang akan melakukan penyusunan berkas. Pada pendaftaran lembar yang diisi hanyalah lembar INA-DRG dan LPP. Data yang diisi merupakan identitas pasien seperti nama, umur, alamat, nomor rekam medis, tanggal pelayanan dan poli tujuan. Permasalahan diberkas ada pada berkas persyaratan Pertanyaan dengan kelengkapan berkas klaim di tempat pendaftaran rawat jalan? Teknologi informasi Bagaimana penggunaan teknologi informasi di tempat pendaftaran rawat jalan? Bagaimana menurut anda kesesuaian penggunaan aplikasi dengan fungsi aplikasi tersebut? PRJ1 PRJ2 PRJ3 disalin. Menggunakan SIM SIM RS RS pendaftaran Intranet. melalui komputer dan memerlukan jaringan internet. SIM RS pendaftaran berfungsi untuk memasukan identitas pasien, dokumentasi dan terhubung ke bagian rekam medis. berbasis Pendaftaran menggunakan aplikasi SIM RS sedangkan SEP menggunakan aplikasi pembuat SEP dari BPJS. SIM RS berfungsi untuk menyimpan data pasien, menerbitkan nomor rekam medis dan pelaporan SEP berfungsi untuk mencetak SEP sebagai tanda pasien JKN tersebut sah. 189 Observasi persyaratan dengan lengkap. Atau ditemukan juga persyaratan sudah lengkap tetapi ada perbedaan identitas pada salah satu persyaratan tersebut. Telaah dokumen Kesimpulam yang dibawa oleh pasien. Terkadang terdapat persyaratan yang tertinggal ataupun persyaratan sudah lengkap namun terdapat beda identitas. SIMRS Pendaftaran, aplikasi pembuat SEP, 4 unit komputer, 2 komputer untuk SIMRS, 2 komputer lagi untuk pembuatan SEP. ada 2 unit printer untuk mencetak lembar SEP. - - - Pada pendaftaran rawat jalan terdapat aplikasi SIMRS, aplikasi pembuat SEP dan keduanya ditunjang dengan masing-masing 2 unit komputer. Serta printer untuk pembuatan SEP. aplikasi tersebut penggunaanya juga ditunjang dengan jaringan internet rumah skait. SIMRS sendiri berfungsi untuk memasukan data pasien yang berkunjung, menerbitkan nomor rekam Pertanyaan PRJ1 PRJ2 PRJ3 Observasi Telaah dokumen Bagaimana menurut anda kesesuaian perangkat penunjang yang sudah ada dengan kebutuhan? Jumlahnya belum cukup karena hanya ada dua SIMRS dan jumlah pasien mencapai 300 per hari. Perangkat komputer kurang karna petugas pendaftaran ada lima perhari sedangkan komputer hanya ada dua untuk pendaftaran. Apabila perangkat komputer untuk SEP rawat jalan saja cukup akan tetapi masih digunakan juga untuk rawat inap. - - Pernah beberapa kali ditemukan jaringan tidak berjalan terutama pada pagi hari dan untuk perbaikan harus menunggu petugas IT datang. - Permasalahan seperti Jumlah komputer apa yang sering yang kurang. dihadapi berkaitan dengan penggunaan teknologi informasi di tempat pendaftaran rawat jalan? Server rumah sakit Perlu ditambah hanya satu kendala untuk rawat inap. tidak ada back up dan terjadi error mengganggu pelaksanaan pendaftaran. Kebijakan 190 Kesimpulam medis dan sebagai penunjang untuk membuat laporan kunjungan. Sedangkan untuk aplikasi SEP digunakan untuk mencetak SEP yang menandakan pasien sah sebagai peserta JKN. Perangkat komputer baik untuk SEP dan SIMRS masih dirasakan kekurangan. Hal ini berkaitan dengan jumlah pasien yang memang semakin banyak setiap harinya. Jumlah komputer yang kurang dan server rumah sakit yang masih tunggal membuat petugas saat terjadi error tidak bisa melakukan tugasnya. Pertanyaan PRJ1 PRJ2 PRJ3 Bagaimana menurut SOP ada dan sudah Pelaksanaan sudah Pembuatan SEP anda kesesuaian dijalankan sesuai sesuai dengan SOP. mengikuti aturan pelaksanaan proses SOP tersebut. BPJS untuk penerimaan pasien membuktikan JKN dengan pasien eligible kebijakan/SOP yang ada? Permasalahan seperti Tidak ada masalah. apa yang sering dihadapi berkaitan dengan kebijakan/SOP pendaftaran rawat jalan? Proses Bagaimana alur penerimaan pasien JKN rawat jalan di RS SMC? Pasien datang mengambil nomor antrian, menunggu dipanggil, diidentifikasi oleh petugas pendaftaran. Setelah itu pasien akan meunggu di ruang tunggu Observasi Sudah sesuai dengan SOP pendaftaran yang ada. Telaah dokumen SOP pendaftaran rumah sakit berisi tatacara penerimaan pasien umum maupun jaminan. - - SOP rumah sakit berbenturan dengan atuan BPJS sehingga menemukan kesulitan dalam prakteknya karna prosedur terlalu rumit. Kebijakan BPJS terkait persyaratkan menyulitkan pasien. Pasien dateng ambil antrian, dipanggil ke pendaftaran untuk diidentifikasi identitasnya, pembuatan berkas dan pasien langsung menuju poli tujuannya. Pasien datang, 1. Pasien datang mengantri nomor, mengambil dipanggil, diminta nomor antrian persyaratan, pada mesin memasukan data ke nomor antrian SIM RS lalu 2. Pasien pembuatan SEP. menunggu setelahnya pasien untuk dipanggil menuju poliklinik. 3. Pasien dipanggil 191 - Kesimpulam RS SMC sudah memiliki SOP pendaftaran sendiri. Hal ini juga sudah dijalankan sesuai dengan kenyataannya dilapangan. Pembuatan SEP juga mengikuti aturan BPJS kesehatan. Untuk SOP pendaftaran dari rumah sakit tidak bermasalah. Namun petugas mengeluhkan aturan yang dikeluarkan BPJS yang dirasa memberatkan pasien. 1. Pasien datang mengambil nomor antrian 2. Pasien menungggu untuk dipanggil oleh petugas pendaftaran 3. Pasien Pertanyaan PRJ1 poliklinik. PRJ2 PRJ3 4. 5. 6. 7. 192 Observasi dan di wawancara terkait identitas, poli tujuan dan cara bayar Petugas menyiapkan berkas dan pasien menunggu di poli tujuan Berkas di entri ke SIMRS Pembuatan SEP Pengantaran berkas ke poli Telaah dokumen Kesimpulam dipanggil untuk mengidentifikas i identitas pasien, pasien lama atau baru, poli tujuan, cara pembayaran dan menyerahkan persyaratan untuk pasien JKN yaitu fotokopi kartu JKN, KTP, KK dan surat rujukan pp1 atau surat control untuk pasien yang memang sedang melanjutkan pengobatan di RS SMC. 4. Petugas emnyiapkan berkas lalu pasien dipersilahkan menunggu dipoliklinik tujuan 5. Setelah berkas pasien jadi maka akan dimasukan Pertanyaan Bagaimana menurut anda kesesuaian pelaksanaan proses penerimaan pasien JKN dengan ketentuan yang ada? Permasalahan seperti apa yang sering dihadapi berkaitan dengan proses penerimaan pasien JKN rawat jalan? PRJ1 PRJ3 Observasi Telaah dokumen mengikuti - - - Pasien belum Persyaratan yang memahami harus dibawa oleh persyaratan jadi pasien menyulitkan. harus dijelaskan berulang. - - - Sudah sesuai. PRJ2 Sudah SOP. 193 Kesimpulam datanya di SIMRS pendaftaran untuk pendataan, memanggil rekam medis pasien dan mendapatkan nomor rekam medis baru untuk pasien baru 6. Pembuatan SEP oleh petugas SEP 7. Berkas diantarkan ke poliklinik tujuan Proses yang dijalankan sudah sesuai dengan SOP pendaftaran rawat jalan. Adanya persyaratan yang harus dibawa oleh pasien dirasa merumitkan pasien karena dinyatakan bahwa masih ada pasien yang belum Pertanyaan PRJ1 ADMINISTRASI POLIKLINIK Pertanyaan RJ1 PRJ2 RJ2 PRJ3 RJ3 Observasi Telaah dokumen Kesimpulam paham sehingga petugas harus menjelaskan kembali. RJ4 Telaah dokumen Kesimpulan Mengisi berkas klaim status, mencatat ke buku register, mencatat hasil pemeriksaan ke buku register. Memeriksa kembali berkas klaim. - Tugas dari admin poliklinik berkaitan dengan pengisian, pencatatan dan melengkapi berkas klaim pasien JKN. Selain itu juga bertugas membuat surat kontrol dan menyerahkan resep obat ke pasien. Jumlah admin poliklinik yaitu masing-masing 1 petugas pada semua poli kecuali 2 orang admin untuk poli penyakit dalam. Jumlah tersebut dirasakan sudah cukup untuk saat ini. INPUT Petugas Pelaksana JKN Seperti apa tugas Mengisi yang dilakukan menulis oleh petugas instruksi. administrasi di poliklinik? dan Mengurus Mengisi surat kontrol, sesuai kelengkapan berkas memberikan resep ke klaim BPJS. pasien, mengisi lembar INA-DRG. Bagaiman menurut Satu ruangan itu Anda mengenai satu orang. Sudah kesesuaian jumlah dibilang cukup. petugas administrasi poliklinik dengan kebutuhan? Untuk sekarang Karena berdua jadi Satu petugas masih kurang sudah cukup. masih cukup. karena di poli bedah terdapat tiga dokter dan pasiennya bertambah banyak. 194 dan Berdasarkan penelaahan dokumen, terdapat masing-masing 1 admin di poliklinik yang ada di RS SMC kecuali poliklinik saraf yang tidak memiliki admin serta poliklinik dalam yang memiliki 2 petugas admin. Pertanyaan RJ1 RJ2 RJ3 RJ4 Telaah dokumen Kesimpulan Hal ini dikatakan sudah cukup sesuai dikarenakan memang tidak dibutuhkan keahlian khusus untuk menjadi petugas administrasi poliklinik. Belum pernah diadakan pelatihan untuk petugas admin poliklinik di RS SMC. Bagaimana menurut anda kesesuaian antara pendidikan terakhir petugas dengan pekerjaannya sebagai petugas administrasi poliklinik? Apakah pernah diadakan pelatihan bagi petugas administrasi poliklinik? Pelatihan seperti apa yang dilakukan? Permasalahan seperti apa yang sering dihadapi berkaitan dengan petugas administrasi poliklinik? Berkas Klaim Seluruhnya SMA Belum sesuai Sudah dan SMK sudah seharusnya yang sesuai. berkaitan dengan administrasi. Masih sesuai. Pendidikan terakhir semua petugas admin poliklinik yaitu SMA/SMK Belum pelatihan Belum pernah - Tidak ada. Jumlah yang kurang Tidak ada untuk poliklinik bedah. Tidak ada. - Sebagian besar merasa tidak ada permasalahan terkait petugas administrasi poliklinik di RS SMC. Bagaimana ketentuan pengisian data berkas klaim di poliklinik? Memeriksa apa aja yang harus ada di register pasien, mengisi sesuai yang diinstruksikan dan mengecek kelengkapan. Pengisian INADRG, surat kontrol, memeriksa kelengkapan data di resep dan penunjang. Memeriksa kelengkapan nama pasien, jumlah hari kunjungan, diagnosa, tandatangan dokter spesialis. - Data yang harus diisi pada berkas klaim oleh petugas administrasi dimulai dari nama pasien, jumlah hari kunjungan, diagnosa, tanda- ada Tidak ada pelatihan Tidak pernah hanya diberitahu melalui rapat. Pengisian nomor rekam medis, nama, umur, jenis kelamin, diagnosa, cara bayar, diagnosa terapi obat, dokter pemeriksa. 195 Pertanyaan RJ1 RJ2 RJ3 RJ4 Telaah dokumen Kesimpulan tangan spesialis. Kenapa bisa terjadi ketidaklengkapan pada pengisian tanda-tangan dokter? Keterbatasan petugas karena pasien yang banyak jadi itu tidak terlaksana. Dokter yang tidak berada lama di poliklinik dan terlewat saat pemeriksaan kelengkapan. Tanda-tangan diberikan apabila pelayanan selesai dan terkadang dokter terburu-buru untuk visit ruangan. Kebijakan 196 Sebisa mungkin ditanda-tangan kecuali dokter spesialisnya tidak hadir. - dokter Hal ini terjadi dikarenakan beberapa hal salah satunya yaitu kesibukan dari petugas administrasi dan dokter dikarenakan pasien yang banyak. Selain itu pada poliklinik dokter spesialis yang bertugas tidak berada di ruangan poli terlalu lama dikarenakan harus mengejar waktu visit ke ruang rawat inap. Serta terdapat beberapa poliklinik yang ada dokter umum, hal ini membuat berkas belum ditandatangani oleh dokter spesialisnya. Pertanyaan RJ1 RJ2 RJ3 RJ4 Telaah dokumen Bagaimana Hanya ada SOP Belum ada SOP Hanya mengikuti alur menurut anda ruangan terkait untuk administrasi untuk pembuatan kesesuaian sarana prasarana. poliklinik. laporan. pelaksanaan proses administrasi di poliklinik dengan kebijakan/SOP yang ada? SOP berupa tanggung jawab petugas ditunjukan saat awal direkrut. - Permasalahan Tidak ada. seperti apa yang sering dihadapi berkaitan dengan kebijakan/SOP di poliklinik? Belum ada untuk SOP. - Bagaimana proses Poliklinik dibuka pelayanan pukul 7 sampai administrasi di pukul 2. Poliklinik untuk Dilakukan pasien JKN rawat pengisian dan Tidak ada SOP Tidak ada. menjadi tidak ada acuan. Berkas datang, memasukan data ke buku register, untuk anamnesa ditulis oleh perawat dan Proses Berkas datang, menuliskan identitas di buku register. Pasien dipriksa dan berkas diserahkan ke 197 buku Memeriksa kelengkapan berkas, mengisi data, memberikan cap nama dokter, - Kesimpulan SOP yang dimaksud adalah SOP setiap ruangan berupa sarana dan prasarana. Sedangkan untuk SOP administrasi poliklinik belum ada, dikatakan bahwa mereka hanya diperlihatkan ketentuan kerja mereka saat pertama kali bekerja menjadi seorang admin poli selebihnya mengikuti instruksi hasil rapat. Namun hal tersebut sebagian besar sudah dijalankan oleh petugas administrasi poli. Belum terdapat SOP yang jelas dan tertulis. 1. Berkas klaim dan rekam medis pasien masuk ke poliklinik Pertanyaan jalan di RS SMC? RJ1 RJ2 RJ3 RJ4 pengecekan kelengkapan untuk pasien BPJS dan terakhir pasien dipanggil untuk mendapatkan pelayanan. hasil pemeriksaan dokter ditulis lagi, terakhir melengkapi dengan resep obat. petugas medis. setelahnya diberikan ke petugas admin untuk menuliskan surat kontrol, hasil penunjang ditulis. Pemberian tandatangan dokter dilakukan saat pemeriksaan selesai. memasukan data ke buku register, pasien diperiksa, selesai diperiksa berkas akan ditanda-tangan dokter. Setelah itu berkas akan dilengkapi dengan hasil pemeriksaan penunjang dan terakhir dilakukan pemeriksaan ulang kelengkapannya. 198 Telaah dokumen Kesimpulan 2. Petugas melakukan pengecekan berkas klaim (SEP, INADRG, LPP, Persyaratan (KTP, KK dan surat kontrol/rujukan) , anamnesa) 3. Memasukan data pasien ke buku register (naman, nomor rekam medis, diagnosa, hasil pemeriksaan penunjang, tanggal kunjungan) 4. Melengkapi pengisian INADRG seperti tanggal kepulangan pasien, dan memberikan cap nama dokter spesialis yang bertugas 5. Berkas berpindah ke Pertanyaan RJ1 RJ2 RJ3 RJ4 Telaah dokumen Kesimpulan 6. 7. 8. 9. 199 perawat dan dokter yang memeriksa Setelah pemeriksaan selesai, berks ditanda-tangani oleh dokter Berkas dikembalikan ke admi poli untuk didata kembali di buku register terkait hasil pemeriksaan Apabila terdapat pemeriksaan penunjang maka pasien diharuskan memfotokopi hasil tersebut sebanyak 3 lembar untuk diserahkan ke petugas Petugas akan melengkapi berkas klaim dengan hasil pemeriksaan penunjang dan memberikan Pertanyaan RJ1 RJ2 Permasalahan Tidak ada. seperti apa yang sering dihadapi berkaitan dengan proses penerimaan pasien JKN rawat jalan REKAPITULASI BERKAS Pertanyaan RJ3 Berkas klaim yang Tanda-tangan terlewat untuk diisi terlewatkan. karena tidak sempat. CH1 CH2 RJ4 Telaah dokumen Kesimpulan - resep ke pasien untuk dimina diapotek 10. Setelah selesai berkas dipriksa kembali kelengkapannya oleh admin poli Adanya berkas yang terlewat sehingga kelengkapannya kurang dan menunggu pasien melakukan fotokopi terhadap hasil pemeriksaan penunjang. masih Melengkapi berkas dengan hasil pemeriksaan penunjang. Observasi Telaah dokumen Kesimpulam Input Petugas Pelaksana JKN Seperti apa tugas yang Assembling dilakukan oleh klaim JKN. checker? Bagaiman menurut Anda mengenai kesesuaian jumlah petugas checker dengan berkas Mengecek JKN. berkas Petugas memisahkan berkas klaim dengan berkas rekam medis lalu melakukan pengecekan kelengkapan pada berkas klaim. Hanya dua petugas dan Cukup untuk saat ini. Terdapat 2 orang Dokumen sudah cukup. petugas checker yang langsung bekerja setiap harinya dilapangan menunjukan 200 Rekapitulasi berkas klaim dilakukan oleh checker yang bertugas untuk memeriksa kelengkapan berkas klaim baik rawat jalan maupun rawat inap sebelum berkas masuk ke administrasi klaim. yang Jumlah petugas checker hanya diisi 2 orang dan dirasakan jumlah juga ini sudah sesuai dengan kebutuhan saat ini. Pertanyaan kebutuhan? CH1 CH2 Observasi Bagaimana menurut anda kesesuaian antara pendidikan terakhir petugas dengan pekerjaannya sebagai petugas checker? Sudah sesuai karena Sudah sesuai. latar pendidikannya D3 rekam medis dan D4 informatika rekam medis. - Apakah pernah diadakan pelatihan bagi petugas checker? Pelatihan seperti apa yang dilakukan? Pelatihan dilakukan saat baru direkrut selama dua minggu dan bagian ini memang baru berjalan satu bulan. Pelatihan diberikan saat awal menjadi checker dilatih sama petugas rekam medis dan dari BPJS. - Telaah dokumen memang hanya terdapat 2 petugas checker. Berdasarkan data yang diambil langsung didapatkan terdapat dua pekerja dengan masing-masing latar pendidikannya adalah D4 informatika rekam medis dan D3 rekam medis. - Permasalahan seperti apa yang sering dihadapi berkaitan dengan petugas checker? Berkas Bagaimana ketentuan susunan berkas klaim JKN rawat jalan? Tidak ada. Tidak ada. - - Harus ada form ceklis, resume medis atau INADRG, lembar tindakan atau LPP, persyaratan pasien, laporan penunjang dan rincian Lembar ceklis, resume medis, tindakan, persyaratan yang dibawa oleh pasien dan lembar hasil pemeriksaan Berkas tersusun atas SEP, lembar ceklis, lembar INA-DRG, LPP, persyaratan (kartu, KTP,KK), lembar hasil - 201 Kesimpulam Dua petugas checker memiliki latar belakang pendidikan rekam medis sehingga memang sudah sesuai dengan tugas yang dijalankan yaitu terkait assembling yang masih menjadi tugas dari perekam medis. Petugas checker yang ada baru bekerja sekitar 1 bulan.. Sehingga petugas checker mendapatkan pelatihan saat baru menjadi petugas checker. Pelatihan dibimbing oleh orang dari rekam medis dan BPJS. Tidak ada permasalahan yang berkaitan dengan petugas. Ketentuan susunan berkas yaitu terdiri dari lembar ceklis, lembar INA-DRG, LPP, persyaratan pasien (kartu JKN, KTP dan KK), lembar hasil pemeriksaan penunjang dan Pertanyaan CH1 Observasi pemeriksaan penunjang dan lembar rincian obat. Bagaimana ketentuan Pengisian tanggal Harus terisi semua, pengisian lembar dirawat, diagnosa dan tanda-tangan dokter, resume medis? tanda-tangan dokter tanggal pelayanan. apabila belum diisi akan dikembalikan ke poliklinik. Bagaimana Ketidaklengkapan dari Masih terdapat yang Berkas yang masuk kelengkapan berkas administrasi poliklinik belum lengkap. masih ditemukan yang klaim yang masuk ke dan persyaratan pasien. tidak engkap terutama checker? tanda-tangan dokter. obat. CH2 penunjang serta obat. Permasalahan apakah Berkas yang sampai Berkas yang belum yang ditemukan terkait belum lengkap. lengkap dipisahkan berkas klaim yang dan diberikan ke masuk ke checker? ruangan yang bersangkutan. Kebijakan Bagaimana menurut Belum ada SOP Tidak ada SOP anda kesesuaian pelaksanaan proses rekapitulasi di unit rekam medis dengan kebijakan/SOP yang ada? Permasalahan seperti Karena tidak ada SOP Tidak ada SOP jadi apa yang sering pekerjaan jadi tidak ada belum jelas tugas dihadapi berkaitan tuntutan. yang harus dilakukan. dengan kebijakan/SOP di unit rekam medis? Proses 202 Telaah dokumen Kesimpulam lembar rincian obat. - Resume medis atau INA-DRG seharusnya diisi lengkap terutama pada tanggal pelayanan, tanda-tangan dokter dan diagnosa. - Berkas klaim yang masuk ke checker masih ditemukan adnya berkas yang belum lengkap baik isi maupun lembarnya. Permasalahan berkas yaitu pada ketidaklengkapan berkas yang harus dilengkapi terlebih dahulu. - - - - Belum ada SOP untuk pelaksanaan tugas checker. Tetapi hanya mengikuti ketentuan dari BPJS. - - Belum adanya SOP menjadi masalah bagi petugas karena merasa belum jelas sebenarnya apa saja tugas yang harus dijalankan. Pertanyaan Bagaimana proses rekapitulasi berkas klaim di checker untuk pasien JKN rawat jalan di RS SMC? CH1 Berkas klaim masuk, dipisahkan berkas klaim JKN dengan rekam medisnya. Setelahnya dicek kelengkapan berkas persyaratan, resume, rincian obat dan penunjang. Apabila berkas klaim ada yang belum lengkap akan dibalikan ke yang bersangkutan. Setelah dilengkapi juga akan dilakukan pengecekan lagi. Permasalahan seperti Tidak ada. apa yang sering dihadapi berkaitan dengan proses rekapitulasi berkas klaim JKN di checker? PENGKODEAN DAN ENTRI DATA Pertanyaan PAK1 CH2 Observasi Berkas datang, 1. Berkas datang memisahkan berkas 2. Petugas klaim JKN dengan memisahkan berkas rekam medis berkas rekam lalu mengecek medis dengan kelengkapan berkas berkas klaim klaim JKN. Apabila 3. Petugas langsung ada yang belum memeriksa lengkap akan kelengkapan dipisahkan. berkas baik keberadaan dokumen maupun pengisiannya 4. Apabila tidak lengkap akan dipisahkan Tidak ada. - PAK2 Input Petugas Pelaksana JKN Bagaimana pembagian Petugas melakukan entri Petugas administrasi tugas masing-masing data sekaligus menjadi klaim rawat jalan 203 Telaah dokumen - - Kesimpulam 1. Berkas datang 2. Memisahkan berkas klaim dengan berkas BPJS 3. Melakukan pengecekan kelengkapan berkas baik isi maupun keberadaan lembarnya baik di berkas klaim maupun di rekam medis 4. Apabila ada yang tidak lengkap maka akan dipisahkan dan dikumpulkan untuk diserahkan ke unit yang terkait untuk dilengkapi 5. Apabila berkas udah dilengkapi maka akan dilakukan pengecekan kembali oleh petugas checker. Tidak ada masalah terkait proses rekapitulasi. Observasi Telaah dokumen Kesimpulam - - Petugas administrasi klaim BPJS terdiri dari 9 Pertanyaan PAK1 petugas administrasi koder, melakukan revisi klaim? serta konfirmasi. Petugas administrasi klaim rawat jalan sebanyak tiga orang dan rawat inap 3 orang. Serta lainnya sebagai penunjang. Bagaiman menurut Dilihat dari beban kerja Anda mengenai dirasa masih cukup. kesesuaian jumlah petugas administrasi klaim dengan kebutuhan? Bagaimana menurut anda kesesuaian antara pendidikan terakhir petugas dengan pekerjaannya sebagai petugas administrasi klaim? Apakah Apabaila dilihat dari ketentuannya memang harus lulusan rekam medis akan tetapi pihak manajeman rumah sakit memasukan yang masih rumpun kesehatan dengan alasan lebih bisa mendukung proses klaim. Terlebih dengan lulusan rekam medis pengetahuan patologinya masih kurang. pernah Pelatihan PAK2 sebanyak tiga orang. Tugasnya sama saja yaitu entri, koding sampai pengklaiman serta konfirmasi. Observasi Dari segi jumlah Pada bulan Maret masih kurang dan tahun 2016 hanya ada keteteran. 6 petugas namun pada bulan September tahun 2016 ditambah 3 petugas sehingga totalnya jadi 9 petugas BPJS/Koder Latar belakang pendidikan administrasi klaim JKN rawat jalan semuanya adalah D3 rekam medis jadi sudah sesuai. administrasi Petugas administrasi - 204 Telaah dokumen Terdapat 8 orang petugas BPJS berdasarkan rekap pegawai 2016. Sedangkan berdasarkan data yang terkumpul dilapangan terdiri dari 9 orang. Berdasarkan data yang didapat dari rumah sakit 1 orang D4 kebidanan dan S1 Keperawatan serta 6 lainnya SMA. Namun data yang langsung didapat dilapangan menunjukan bahwa 1 orang lulusan S1 keperawatan, 1 orang lulusan D4 kebidanan, 4 orang lulusan D3 perekem dan informasi kesehatan, satu orang D3 kebidanan dan 1 orang lulusan S1 pendidikan dan 1 orang lulusan SMK - Kesimpulam orang petugas. Pembagian tugasnya yaitu 3 orang petugas koder rawat jalan, 3 orang petugas koder rawat inap dan selebihnya adalah petugas penunjang. Jumlah petugas secara keseluruhan masih dirasa cukup. Namun untuk petugas koder rawat jalan sendiri masih merasa kurang. Tugas yang dijalankan oleh koder rawat jalan sudah sesuai dengan latar belakang pendidikan mereka. Namun rumah sakit sendiri merasa lulusan kebidanan dan keperawatan bisa lebih menunjang administrasi klaim karna untuk patologi lebih dikuasai oleh mereka. Pernah dilakukan Pertanyaan PAK1 diadakan pelatihan bagi klaim pernah diadakan petugas administrasi tahun 2014. klaim? Pelatihan seperti apa yang dilakukan? Permasalahan seperti apa yang sering dihadapi berkaitan dengan petugas administrasi klaim? Berkas Klaim Bagaimana kondisi berkas klaim yang sudah masuk ke unit administrasi klaim? PAK2 klaim JKN rawat jalan belum pernah mengikuti pelatihan dikarenakan masa kerja mereka yang masih tergolong baru. Hanya pernah dilakukan pertemuan seluruh koder di tasikmalaya satu kali. Observasi Telaah dokumen - - Berdasarkan hasil observasi berkas yang masuk untuk kelengkapan masih - Kualitas koder belum Pengalaman masih memahami mendalam minim, teori yang tentang kode ICD 9 dan dipahami dengan 10 karna masih pemula. pelaksanaan berbeda sehingga lebih banyak bertanya dengan petugas adm klaim rawat inap. Masih ada yang belum lengkap seperti surat rujukan tidak sesuai. Pendokumentasian juga Sering ditemukan ketidaklengkapan. Tetapi dengan adanya checker kelengkapan 205 Kesimpulam pelatihan pada petugas adm klaim namun hal tersebut dilakukan pada tahun 2014. Sedangkan untuk petugas koder rawat inap yang masa kerjanya paling lama hanya 1 tahun 4 bulan masih belum pernah mengikuti pelatihan khusus untuk administrasi klaim. Permasalahannya yaitu kurangnya kualitas koder dikarenakan koder didominasi oleh koder baru yang baru saja bergabung, terutama untuk yang rawat jalan. Hal ini membuat para koder baru pun memag harus banyak bertanya dan belajar kembali karena sejatinya pengkodeaan yang dilakukan di administrasi klaim bukanlah pengkodean yang mereka pelajari semasa kuliah. Berkas klaim yang masuk ke administrasi klaim seharusnya adalah berkas klaim yang sudah Pertanyaan PAK1 kurang lengkap seperti diagnosa tidak ditulis secara lengkap, tandatangan dan nama DPJP juga tidak diisi. Tetapi dengan adanya checker kelengkapan berkas meningkat menjadi 90% dari 80%. Apabila diagnosanya belum diisi maka akan dipisahkan dan tidak diproses. PAK2 persyaratan lebih terkendali. Namun masih ada berkas yang tidak dituliskan diagnosanya atau masih ada yang terlewat laporan tindakan dan hasil patologi tidak dilampirkan. Terkait tanda-tangan DPJP juga banyak ditemukan belum dilengkapi. Hambatan apa saja Ketidaklengkapan Ketidaklengkapan yang dihadapi berkaitan membuat proses lebih menghambat dengan berkas klaim lama. pekerjaan menjadi yang akan dikoding dan lebih lama. di entri? Observasi ditemukan berkas yang belum lengkap namun sebenarnya kejadian ini sudah menurun jika dibandingkan dengan sebelumnya. Ketidaklengkapan yang masih ditemukan umumnya pengisian tanda-tangan dan nama DPJP Telaah dokumen Kesimpulam lengkap. Namun masih ditemukan ketidaklengkapan pada pengisian seperti diagnosa, tanda-tangan dan nama DPJP. Akan tetapi dengan adanya petugas checker berkas klaim JKN yang masuk ke unit administrasi menjadi lebih lengkap dari sebelumnya yaitu 90% lengkap. Dilakukan pemisahan berkas klaim apabila berkas tidak lengkap baik secara isi maupun dokumennya. - Ketidaklengkapan berkas menjadi hambatan karena mengharuskan petugas menunda proses klaim karna harus dilengkapi terlebih dahulu. - Teknologi informasi yang digunakan terdiri dari perangkat lunak INACBGs, perangkat keras berupa komputer dan jaringan internet. - Aplikasi INA-CBGs digunakan untuk menentukan harga pelayanan rumah sakit dengan memasukan data pasien serta kode Teknologi informasi Bagaimana penggunaan Software INA-CBGs Software INA-CBGs, Software INA-CBGs, teknologi informasi di menggunakan komputer ICD elektronik yang 4 komputer, 3 laptop, unit administrasi klaim? dan jaringan internet menggunakan UPS dan intenet perangkat komputer, serta jaringan internet untuk mengoperasikannya. Bagaimana menurut Software INA CBGs Sudah sesuai yaitu anda kesesuaian digunakan untuk proses menentukan harga penggunaan aplikasi pembayaranan klaim melalui proses entri dengan fungsi aplikasi dan sebagai acuan BPJS dan koding. tersebut? kesehatan membayar rumah sakit. 206 Pertanyaan PAK1 PAK2 Observasi Telaah dokumen Bagaimana menurut Perangkat masih anda kesesuaian kurang tetapi sudah perangkat penunjang melakukan pengajuan yang sudah ada dengan penambahan 2 unit kebutuhan? komputer dan satu printer mengingat jumlah petugas juga bertambah. Jumlah perangkat 4 komputer, 1 printer belum sesuai dengan dan 3 laptop kebutuhan karena petugas administrasi rawat jalan hanya ada satu komputer sedangkan dua orang petugas lainnya membawa laptop pribadi mereka. - Permasalahan seperti apa yang sering dihadapi berkaitan dengan penggunaan teknologi informasi di unit administrasi klaim? Kebijakan Bagaimana menurut anda kesesuaian pelaksanaan proses pengkodean, entry data dan gruping di unit administrasi klaim dengan kebijakan/SOP yang ada? Perangkat yang kurang beserta jaringan internet yang sering mengalami gangguan. Jaringan internet terkadang mengalami gangguan. Tetapi untuk daya listik sudah teratasi dengan UPS. Pernah terjadi mati lampu membuat jaringan tidak berjalan. - Belum ada SOP dan diharapkan ada standar nasional terlebih dahulu terutama terkait pengkodean. Belum ada SOP. Hanya mengacu pda permenkes 27 tahun 2014 tetapi BPJS memiliki acuan berupa konsensus dan keduanya kadang berlawanan. Akan tetapi saat ini sudah Dalam pelaksanaannya mengacu pada PMK No 27 Tahun 2014 tentang juknis sistem INA-CBGs. Kebijakan yang mendasari kegiatan administrasi klaim adalah PMK No. 28 tahun 2014 tentang pedoman pelaksanaan JKN. Untuk pengkodean mengacu pada PMK No. 27 tahun 2014 tentang juknis 207 Kesimpulam diagnosa dan pelayanan Perangkat keras yang ada saat ini masih kurang terlebihkomputer yang disediakan rumah sakit hanyalah 4 unit sedangkan 3 laptop lainnya merupakan milik pribadi petugas koder. Untuk itu seiring dengan bertambahnya jumlah koder maka pihak administrasi klaim pun sudah mengajukan pertambahan jumlah perangkat yaitu 2 komputer dan 1 printer. Permasalahan yang masih terjadi yaitu ketidakstabilan jaringan serta kekurangan perangkat komputer. Belum ada SOP administrasi klaim sehingga hanya berpegang pada acuan PMK No. 28 tahun 2014 tentang pedoman pelaksanaan JKN, PMK No 27 Tahun 2014 tentang juknis sistem Pertanyaan PAK1 Permasalahan seperti Perbedaan acuan antara apa yang sering rumah sakit dengan dihadapi berkaitan BPJS kesehatan. dengan kebijakan/SOP di unit administrasi klaim? Bagimana proses entry data, coding dan grouping di unit administrasi klaim untuk pasien JKN rawat jalan di RS SMC? Proses entri dilakukan pertanggal. Pertama dilakukan dikoding lalu grouping sampai ke final lalu di txt. Berkas akan diturunkan ke unit verifikasi, lalu akan ada feedback seperti revisi dan konfirmasi. PAK2 mengikuti aturan permenkes. Observasi Tidak ada SOP menjadi masalah terutama tanggung jawab melengkapi berkas menjadi tidak jelas. - Proses Melakukan 1. pengecekan kelengkapan, dikoding lalu dientri. Apabila ada yang 2. tidak lengkap akan dikembalikan, lalu akan dicek kembali kodingnya setelahnya 208 Berkas masuk sudah dipisahkan rawat inap dan rawat jalan. Berkas diberikan kode tindakan dan penyakit oleh koder lalu dientri dan grouping Telaah dokumen sistem INA-CBGs dan surat edaran kemenkes tentang pengkodean. surat edaran nomor hk.03.03/menkes/63/2016 tentang pedoman penyelesaian permasalahan klaim INACBG dalam penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional. - Kesimpulam INA-CBGs dan Surat edaran kemenkes saja. Sejauh ini masih sesuai dengan kedua kebijakan tersebut terutama tekait pengkodean. - Berkas klaim yang masuk ke unit rekam medis sudah disusun berdasarkan tanggal dan dipisahkan antara berkas klaim pasine rawat jalan dengan rawat inap. Petugas akan melakukan pengecekan kelengkapan Karna tidak ada SOP membuat kebingungan terkait tanggung jawab dan tugas mereka. Selain itu berkaitan dengan acuan pengkodean belum ada acuan atau standarisasi karena pihak rumah sakit dan pihak BPJS kesehatan memegang acuan yang berbeda dan kadang isinya pun bertentangan. Pertanyaan PAK1 Konfirmasi berupa diagnosa yang dikonfirmasikan ke DPJP sedangkan revisi berhubungan dengan salah SEP dan tanggal. PAK2 diklaimkan ke verifikator dalam bentuk txt dari aplikasi INA-CBGS beserta berkasnya. Observasi atau final 3. Merubah data klaim yang final menjadi bentuk txt 4. Menurunkan berkas klaim yang sudah di final ke verifikator Telaah dokumen - - Permasalahan seperti Bukan menghambat Ketidaklengkapan dan apa yang sering tetapi memang sudah jaringan internet. dihadapi berkaitan prosesnya ada revisi dan 209 Kesimpulam terlebih dahulu untuk memastikan kelengkapan berkas. Apabila ditemuka berkas yang kurang lengkap maka berkas akan dipisahkan dan dilengkapi terlebih dahulu. Apabila berkas sudah lengkap tahapan selanjutnya adalah pengkodean diagnosa dan tindakan pada berkas klaim lalu setelahnya dilakukan proses entri data dengan memasukan nomor SEP pasien, tanggal pelayanan, kode penyakit dan tindakan baru setelahnya di grouping atau di final. Setelah seluruh berkas klaim sudah di final maka data akan diubah dalam bentuk txt yang dapat diakses oleh verifikator melalui aplikasi INACBGs. Selain txt petugas juga akan memberikan berkas klaim yang sudah di txt tersbut untuk dicek kesesuaiannya. Permasalahan yang ada pada proses adalah ketika berkas dinyatakan tidak Pertanyaan PAK1 dengan proses konfirmasi. administrasi klaim JKN di unit administrasi klaim? PAK2 Observasi 210 Telaah dokumen Kesimpulam lengkap maka berkas harus dikembalikan untuk dilengkapi dan proses tersebut memakan waktu yang lama. Belum lagi adanya konfirmasi dan revisi pada berkas yang sudah di txt. LAMPIRAN V Surat Keterangan Penelitian 212 213