i GAMBARAN KLAIM PESERTA JAMINAN

advertisement
GAMBARAN KLAIM PESERTA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
YANG DITOLAK PADA LAYANAN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT
SINGAPARNA MEDIKA CITRAUTAMA KABUPATEN TASIKMALAYA,
JAWA BARAT
TAHUN 2016
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan
Masyarakat (SKM)
Oleh :
Halida Mutia
NIM : 1112101000086
PEMINATAN MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H / 2016 M
i
PERNYATAAN PERSETUJUAN
i
LEMBAR PENGESAHAN
ii
LEMBAR PERNYATAAN 1
iii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN
Skripsi, Desember 2016
Halida Mutia, NIM: 1112101000086
GAMBARAN KLAIM PESERTA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
YANG DITOLAK PADA LAYANAN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT
SINGAPARNA MEDIKA CITRAUTAMA KABUPATEN TASIKMALAYA,
JAWA BARAT TAHUN 2016
xvi+175 halaman, 12 tabel, 4 gambar, 4 bagan, 5 lampiran
ABSTRAK
Program Jaminan Kesehatan Nasional sudah dijalankan oleh rumah sakit
Singaparna Medika Citrautama (RS SMC) Kabupaten Tasikmalaya per satu Januari
2014. Selama pelaksanaan program JKN di RS SMC ditemukan permasalah berupa
adanya kasus klaim yang ditolak. Pada tahun 2014 terjadi kasus klaim ditolak pada
pelayanan rawat jalan sebanyak 476 kasus dan pada tahun 2015 kasus klaim yang
ditolak mengalami peningkatan menjadi 601 kasus. Salah satu penyebab klaim yang
ditolak adalah adanya ketidaklengkapan berkas klaim.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan studi kasus terhadap
tiga berkas klaim JKN yang ditolak oleh verifikator BPJS. Metode pengumpulan data
yang digunakan berupa wawancara mendalam, observasi dan telaah dokumen.
Informan pada penelitian ini terdiri dari koordinator pendaftaran rawat jalan, petugas
pendaftaran rawat jalan, kepala seksi pelayanan rawat jalan, petugas administrasi
poliklinik, petugas rekapitulasi, koordinator dan petugas administrasi klaim.
Hasil penelitian menunjukan bahwa dari tiga berkas klaim JKN yang ditolak
pada aspek kelengkapan masih belum lengkap. Sedangkan dari validitas isi dan
aspek waktu pengajuan berkas klaim tidak ditemukan ada permasalahan. Akan tetapi,
terdapat permasalahan lain yang menyebabkan berkas klaim ditolak yaitu karena
jumlah kunjungan pasien yang sudah lebih dari tiga kali dalam satu bulan dengan
diagnosa dan poliklinik yang sama dan terdapat pasien yang menolak tindakan yang
diberikan oleh dokter. Berdasarkan pendekatan sistem, pelayanan administrasi pasien
JKN dan proses pemberian kode dan entri data belum berjalan optimal. Disarankan
rumah sakit untuk melakukan pelatihan terhadap petugas administrasi, pembuatan
SOP tentang pemberkasan klaim JKN, menambahkan jumlah perangkat komputer
dan mengimplementasikan bridging system.
Kata Kunci: JKN, Klaim Ditolak, Berkas Klaim, Rumah Sakit, BPJS kesehatan
Daftar Bacaan: 63 (1992-2016)
iv
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM
HEALTH CARE MANAGEMENT DEPARTMENT
Undergraduate Thesis, December 2016
Halida Mutia, NIM: 1112101000086
THE DESCRIPTION OF NATIONAL HEALTH INSURANCE CLAIM
DENIED IN OUTPATIENT SERVICE AT SINGAPARNA MEDIKA
CITRAUTAMA HOSPITAL TASIKMALAYA DISTRICT, WEST JAVA 2016
xvi+175 pages, 12 tables, 4 pictures, 4 charts, 5 attachments
ABSTRACT
National health insurance has already implemented by Singaparna Medika
Citrautama (SMC) Hospital since January, 1st 2014. Ever since it has been
implemented, they had some problems such as claim denied. In 2014 there were 476
cases of claim denied in outpatient service and it increased in 2015 with 601 cases.
One of claim denied cause is incomplete claim document.
This research is a qualitative research with case study from three of claim
denied documents. This research uses some collection methods such as in-depth
interviews, observation and document study. The informants for this research are
outpatient registration coordinator and staff, the head of outpatient service, policlinic
administration staff, recapitulation staff, claim administration coordinator and staff.
The result shows that from completeness part of three claim domcuments
denied there are still incomplete. However, from validity and filling time part there
are no any problems found. But there are some problems that cause claim documents
denied such as the amount of visiting is more than three times a month and patients
that refuse the treatment from their doctor. Based on system approach, administration
service of national health insurance patient and process of coding and data entry are
not optimal yet. The hospital should do training for administration staff, make
standard operational procedure about claim documentation, adding some computers
unit and implementing bridging system.
Keywords: National Health Insurance, Claim Denied, Claim Document, Hospital,
BPJS kesehatan
Reading List: 63 (1992-2016)
v
RIWAYAT PENULIS
Nama
: Halida Mutia
Jenis Kelamin
: Perempuan
Tempat / Tanggal Lahir
: Jakarta, 20 Juli 1994
Alamat
: Jalan Subur RT 09 RW 05 No. 20, Pondok
Pinang, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan
Agama
: Islam
No. Telp
: 085711459920
E-mail
: [email protected]
Riwayat Pendidikan
2012 – sekarang
Peminatan
Kesehatan,
Masyarakat,
Manajemen
Program
Pelayanan
Studi
Universitas
Kesehatan
Islam
Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
2009-2012
SMAN 47 Jakarta
2006-2009
SMPN 161 Jakarta
2000-2006
SDN Percontohan 011 Kebayoran Lama
Selatan
1999-2000
TK Islam Fitria
Pengalaman Kerja
Desember 2014 s.d Januari 2015
Pengalaman Belajar Lapangan di Puskesmas
Jombang
Februari 2016 s.d Maret 2016
Magang di Rumah Sakit Singaparna Medika
Citrautama Kabupaten Tasikmalaya
vi
KATA PENGANTAR
Ahlamdulillahirrabil‟alamin, Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Gambaran Klaim Peserta Jaminan Kesehatan Nasional yang Ditolak Pada
Layanan Rawat Jalan Di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama
Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat Tahun 2016”. Penulisan skripsi ini disusun
sebagai salah satu syarat menyelesaikan pendidikan strata satu (S1) pada jurusan
kesehatan masyarakat fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Ucapan terimakasih penulis tuturkan secara ikhlas dan penuh dengan kerendahan
hati atas terselasaikannya proposal skripsi ini kepada :
1. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Prof. Dr. dr. Sardjana, SpOG (K), SH selaku Wakil Dekan Bidang Akademik,
Yardi, Ph.D, Apt selaku Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum dan Fase
Badriah, SKM, M.Kes, Ph.D selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan
Alumni.
3. Fajar Ariyanti, M.Kes, Ph.D selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Dr. H. Asep Nursyamsi, M.Kes selaku direktur Rumah Sakit Singaparna Medika
Citrautama.
5. Iting Shofwati, M.KKK selaku pembimbing akademik yang selalu memberikan
nasihat dan semangat kepada penulis.
6. Fase Badriah, Ph.D selaku pembimbing I dan Lilis Muchlisoh, SKM, MKM
selaku pembimbing II yang selalu siap memberikan bimbingan dan pengarahan
membangun dalam proses pembuatan skripsi ini.
7. Bapak, Bibi, Teh Ayu, Mika serta keluarga besar yang sangat saya cintai, terima
kasih sudah selalu mengingatkan, mendoakan dan membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
8. Petugas RS SMC terutama untuk Teh Nenden, Teh Hana, Pak Acep, Teh Santi,
Teh Indri, Bu Devi, Teh Tia, Bu Iyen, Bu Ella, Teh Amel, Teh Aceu, A Utuy,
vii
Pak Irfan, A Danny, A Zam-Zam yang telah membantu peneliti dalam
mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk menyelesaikan skripsi ini.
9. Rekan-rekan MPK 2012 yang selalu memberikan semangat dan dukungan untuk
dapat menyelesaikan skripsi ini.
10. Heo Joon Jae, Shim Choeng, Kim Shin, Ji Eun Tak, Wang Yeo, Kim Sun dan
Yoo Dok Hwa yang selalu memberikan hiburan kepada penulis di setiap hari
Kamis, Jumat, Sabtu dan Minggu.
Penulis,
Halida Mutia
viii
DAFTAR ISI
PERNYATAAN PERSETUJUAN ............................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN 1 ..................................................................................... iii
ABSTRAK .................................................................................................................. iv
ABSTRACT ................................................................................................................. v
RIWAYAT PENULIS ................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR ............................................................................................... vii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xiii
DAFTAR BAGAN ................................................................................................... xiv
DAFTAR SINGKATAN ........................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 7
1.3 Pertanyaan Penelitian ........................................................................................ 7
1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................................... 8
1.4.1 Tujuan Umum ......................................................................................... 8
1.4.2 Tujuan Khusus ........................................................................................ 8
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................................. 9
1.5.1 Bagi Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama ............................... 9
1.5.2 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat ........................................... 9
1.5.3 Bagi Peneliti .......................................................................................... 10
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI.................................. 11
2.1 Klaim................................................................................................................ 11
2.1.2 Proses Pengajuan Klaim JKN ............................................................... 13
2.1.3. Petugas Pelaksanan Pelayanan Administrasi Klaim ............................ 31
2.1.4 Teknologi Informasi dalam Proses Pengajuan Klaim JKN .................. 38
2.1.5 Kebijakan dalam Klaim JKN ................................................................ 40
2.2. Klaim Ditolak.................................................................................................. 43
ix
2.3 Kerangka Teori ................................................................................................ 46
BAB III ...................................................................................................................... 48
KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH ...................................................... 48
3.1 Kerangka Pikir ................................................................................................. 48
3.2 Definisi Istilah .................................................................................................. 50
BAB IV METODOLOGI........................................................................................... 59
4.1 Desain Penelitian ............................................................................................. 59
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................................... 59
4.3 Informan Penelitian ......................................................................................... 59
4.4 Instrumen Penelitian ........................................................................................ 61
4.5 Sumber Data .................................................................................................... 62
4.6 Pengumpulan Data........................................................................................... 62
4.7 Pengolahan Data .............................................................................................. 63
4.8 Analisis Data ................................................................................................... 64
4.8 Triangulasi Data ............................................................................................... 66
BAB V HASIL PENELITIAN .................................................................................. 68
5.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama.................... 68
5.2 Gambaran Berkas Klaim JKN yang Ditolak Pada Layanan Rawat Jalan di
Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama Kabupaten Tasikmalaya tahun
2016................................................................................................................ 71
5.3 Gambaran Proses Pelayanan Administrasi JKN Rawat Jalan di Rumah Sakit
Singaparna Medika Citrautama Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2016 .......... 84
5.3.1 Proses Administrasi Pasien JKN di Tempat Pendaftaran ..................... 84
5.3.2 Proses Administrasi Pasien JKN Rawat Jalan Saat Pemberian Pelayanan
di Poliklinik ........................................................................................... 89
5.4 Gambaran Proses Rekapitulasi Berkas Klaim JKN Rawat Jalan di Rumah Sakit
Singaparna Medika Citrautama Kabupaten Tasikmalaya tahun 2016 ........... 94
5.5 Gambaran Proses Kode dan Entri Data Pasien JKN Rawat Jalan di Rumah
Sakit Singaparna Medika Citrautama Kabupaten Tasikmalaya tahun 2016 .. 96
5.6 Gambaran Petugas Pelaksana Administrasi JKN Rawat Jalan di Rumah Sakit
Singaparna Medika Citrautama Kabupaten Tasikmalaya tahun 2016 ......... 100
5.6.1 Petugas Penerima Pasien JKN Rawat Jalan ........................................ 100
x
5.6.2 Petugas Administrasi Poliklinik .......................................................... 103
5.6.3 Petugas Rekapitulasi ........................................................................... 106
5.6.4 Petugas Pemberi Kode dan Pengentri Data ........................................ 108
5.7 Gambaran Penggunaan Teknologi Informasi dalam Pengajuan Klaim JKN
rawat jalan di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama Kabupaten
Tasikmalaya tahun 2016 .............................................................................. 112
5.7.1 Penggunaan Teknologi Informasi pada Pelayanan Administrasi di
Tempat Pendaftaran Pasien JKN Rawat Jalan .................................... 112
5.7.2 Penggunaan Teknologi Informasi pada Pengkodean dan Entri Data
Klaim JKN .......................................................................................... 116
5.8 Gambaran Kebijakan yang Digunakan dalam Pengajuan Klaim JKN Rawat
Jalan di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama Kabupaten Tasikmalaya
tahun 2016 .................................................................................................... 119
5.8.1 Kebijakan yang Digunakan pada Pelayanan Administrasi di Tempat
Pendaftaran Pasien JKN Rawat Jalan ................................................. 119
5.8.2 Kebijakan yang Digunakan pada Pelayanan Administrasi di
Poliklinik ............................................................................................. 121
5.8.3 Kebijakan yang Digunakan pada Rekapitulasi Berkas Klaim JKN .... 122
5.8.4 Kebijakan yang Digunkan pada Pengkodean dan Entri Data
Klaim JKN .......................................................................................... 123
BAB VI PEMBAHASAN........................................................................................ 126
6.1 Keterbatasan Penelitian .................................................................................. 126
6.2 Gambaran Berkas Klaim JKN yang ditolak Pada Pelayanan Rawat Jalan di
Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama Kabupaten Tasikmalaya tahun
2016.............................................................................................................. 126
6.3 Gambaran Proses Pengajuan Berkas Klaim JKN Layanan Rawat Jalan di RS
SMC Tahun 2016 ......................................................................................... 137
6.3.1 Gambaran Proses Pelayanan Administrasi Pasien JKN Rawat Jalan Di
RS SMC Tahun 2016 .......................................................................... 137
6.3.2 Gambaran Proses Rekapitulasi Berkas Klaim JKN Rawat Jalan Di RS
SMC Tahun 2016 ................................................................................ 141
xi
6.3.3 Gambaran Proses Pemberian Kode dan Entri Data Pasien JKN Rawat
Jalan di RS SMC Tahun 2016 ............................................................. 143
6.4 Gambaran Input pada Proses Pengajuan Berkas Klaim JKN Layanan Rawat
Jalan di RS SMC Tahun 2016 ...................................................................... 145
6.4.1 Gambaran Petugas Pelaksana Administrasi Pengajuan Klaim JKN
Rawat Jalan di RS SMC Tahun 2016 ................................................. 146
6.4.2 Gambaran Penggunaan Teknologi Informasi Pengajuan Klaim JKN
Rawat Jalan di RS SMC Tahun 2016 ................................................. 154
6.4.3 Gambaran Kebijakan yang Digunakan dalam Pengajuan Klaim JKN
Rawat Jalan di RS SMC Tahun 2016 ................................................. 159
6.5 Keterkaitan Input dan Proses Pengajuan Berkas Klaim JKN Terhadap Kondisi
Berkas klaim yang Ditolak ........................................................................... 163
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 166
7.1 Simpulan ........................................................................................................ 166
7.2 Saran .............................................................................................................. 168
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 170
LAMPIRAN I .......................................................................................................... 177
INFORM CONCERN ........................................................................................... 177
IDENTITAS INFORMAN .................................................................................. 177
LAMPIRAN II ......................................................................................................... 178
Tata Cara Wawancara .......................................................................................... 178
Pedoman Wawancara ........................................................................................... 178
LAMPIRAN III ........................................................................................................ 182
Telaah Dokumen dan Observasi Berkas Klaim yang Ditolak ............................. 182
Lampiran IV ............................................................................................................. 184
Matriks Wawancara, Observasi dan Telaah Dokumen ............................................ 184
LAMPIRAN V ......................................................................................................... 211
Surat Keterangan Penelitian ................................................................................. 211
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Definisi Istilah 1......................................................................................... 50
Tabel 4.1 Informan Penelitian 1................................................................................ 60
Tabel 4.2 Triangulasi Data 1 ..................................................................................... 66
Tabel 5.1 Ketenagakerjaan di RS SMC Tahun 2015 1 ............................................ 70
Tabel 5.2 Jumlah Berkas Klaim yang Diajukan dan Jumlah Berkas Klaim yang Gagal
Pada Layanan Rawat Jalan di RS SMC Pada Januari 2016 sampai Juni 2016 1 ...... 72
Tabel 5.3 Gambaran Kelengkapan Berkas, Validitas Isi dan Waktu Pengajuan Berkas
Klaim I1 ..................................................................................................................... 73
Tabel 5.4 Gambaran Kelengkapan Berkas, Validitas Isi dan Waktu Pengajuan Berkas
Klaim II 1 ................................................................................................................... 76
Tabel 5.5 Gambaran Kelengkapan Berkas, Validitas Isi dan Waktu Pengajuan Berkas
Klaim III1 ................................................................................................................... 80
Tabel 5.6 Data Jumlah, Latar Belakang Pendidikan dan Masa Kerja Petugas
Pendaftaran Rawat Jalan di RS SMC Tahun 2016 1 .............................................. 103
Tabel 5.7 Data Jumlah, Latar Belakang Pendidikan dan Masa Kerja Petugas
Administrasi di Poliklinik RS SMC Tahun 2016 1 ................................................ 104
Tabel 5.8 Data Jumlah, Latar Belakang Pendidikan dan Masa Kerja Petugas
Rekapitulasi RS SMC Tahun 2016 1 ...................................................................... 107
Tabel 5.9 Data Jumlah, Latar Belakang Pendidikan dan Masa Kerja Petugas Koding
dan Entri Data di RS SMC Tahun 2016 1................................................................ 109
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Prosedur Pelayanan dan Klaim 1 .......................................................... 16
Gambar 2.2 Alur Entri Data dengan Aplikasi 1 ......................................................... 23
Gambar 5.1 Aplikasi SIM RS 1 ............................................................................... 113
Gambar 5.2 Aplikasi INA-CBGs 1 .......................................................................... 117
xiii
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Teori 1 ..................................................................................... 47
Bagan 3.1 Kerangka Pikir 1 ....................................................................................... 49
Bagan 5.1 Alur Penerimaan Pasien JKN Rawat Jalan 1 ............................................ 85
Bagan 5.2 Alur Pelayanan Administrasi di Poliklinik 1 ............................................ 90
xiv
DAFTAR SINGKATAN
Askes
: Asuransi Kesehatan
BPJS
: Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
DPJP
: Dokter Penanggung Jawab Pasien
FKRTL
: Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut
FKTP
: Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
FPK
: Formulir Pengajuan Klaim
ICD
: International Classification of Diseases
INA-CBGs
: Indonesian-Case Based Groups
INA-DRG
: Indonesian-Diagnosis Related Groups
Jamkesmas
: Jaminan Kesehatan Masyarakat
JKN
: Jaminan Kesehatan Nasional
JPK Gakin
: Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Keluarga Miskin
Juknis
: Petunjuk Teknis
Kasie
: Kepala Seksi
Kepmenkes
: Keputusan Menteri Kesehatan
KK
: Kartu Keluarga
KTP
: Kartu Tanda Penduduk
LPP
: Lembar Persetujuan Pelayanan
PMK/Permenkes : Peraturan Menteri Kesehatan
PNS
: Pegawai Negeri Sipil
RS
: Rumah Sakit
RS SMC
: Rumas Sakit Singaparna Medika Citrautama
xv
RSU
: Rumah Sakit Umum
RSUD
: Rumah Sakit Umum Daerah
SDM
: Sumber Daya Manusia
SEP
: Surat Eligibilitas Peserta
SIM RS
: Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit
SKM
: Sarjana Kesehatan Masyarakat
SKTM
: Surat Keterangan Tidak Mampu
SMA/SMK
: Sekolah Menegah Atas/Sekolah Menengah Kejuruan
SOP
: Standard Operational Procedure
UPS
: Uninterruptible Power Supply
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Indonesia pemerintah sudah menjalankan program Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) pada awal tahun 2014 yang mengacu pada Peraturan Menteri
Kesehatan (PMK) No. 28 Tahun 2014 tentang pedoman pelaksanaan JKN.
Fasilitas kesehatan yang ikut serta dalam pelaksanaan program JKN yaitu terbagi
menjadi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang terdiri dari
puskesmas, praktek dokter, klinik pratama dan rumah sakit kelas D pratama serta
Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) berupa klinik utama,
rumah sakit umum dan rumah sakit khusus.
Pelaksanaan program JKN di rumah sakit membuat rumah sakit hanya
melakukan pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat spesialistik atau sub
spesialistik (PMK No. 59 Tahun 2014). Selain itu, perlu diketahui juga bahwa
pengelolaan rumah sakit tidak semudah pengelolaan sebuah klinik (Satrianegara,
2014). Hal ini menunjukan bahwa diperlukan pengelolaan khusus untuk
pelaksanaan program JKN di rumah sakit. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Putra (2014) mengenai implementasi kebijakan JKN di RSU Kota
Tangerang Selatan menunjukan bahwa dalam pelaksanaan JKN ditemukan
berbagai kendala salah satunya terkait pembiayaan seperti keterlambatan
pencairan klaim akibat keterlambatan proses pemberkasan klaim serta adanya
perbedaan nilai tarif pelayanan terhadap paket pelayanan INA-CBGs. Penelitian
lain yang dilakukan oleh Tettey, dkk (2012) terkait pembayaran penyedia fasilitas
kesehatan dalam skema asuransi kesehatan nasional Ghana di Kassena Nankana
1
dan Builsa juga menemukan permasalahan yang sama serta ditemukan klaim
yang ditolak yang menyebabkan pembayaran ke fasilitas kesehatan tidak sesuai
dengan biaya yang diajukan.
Penelitian Tettey, dkk (2012) lebih lanjut juga menyebutkan bahwa akibat
adanya klaim yang ditolak, fasilitas kesehatan di Kassena Nankana kehilangan
biaya 10.65% dari biaya klaim yang diajukan sedangkan fasilitas kesehatan yang
ada di distrik Builsa kehilangan biaya 14.48% dari klaim yang diajukan. Hal ini
menunjukan bahwa terjadinya klaim ditolak dapat menyebabkan kerugian bagi
rumah sakit, khususnya untuk rumah sakit milik pemerintah yang banyak
menerima pasien jaminan kesehatan dapat mengalami kerugian akibat
ketidaksesuaian pembiayaan pelayanan dengan jumlah klaim yang dibayarkan
(Ernawati dan Kresnowati, 2013).
Pemaparan PERSI (2016) menyebutkan bahwa aliran kas beberapa rumah
sakit terganggu akibat adanya permasalahan dalam pembayaran klaim. Penelitian
yang dilakukan oleh Shobirin (2007) tentang dampak keterlambatan pembayaran
klaim Askeskin terhadap cash flow dan pelayanan pasien Askeskin di RSUD
Gunung Jati Kota Cirebon menyebutkan bahwa keterlambatan pembayaran klaim
Askeskin berpengaruh pada cash flow rumah sakit sehingga RSUD Gunung Jati
harus menunda pembayaran kewajiban pada pegawai dan pemasok serta
memangkas biaya pemeliharaan. Hal itu juga berdampak pada kinerja pegawai
dan ketersediaan supplies yang dapat berpengaruh pada pelayanan pasien peserta
Askeskin di RSUD gunung Jati. Sama halnya dengan adanya kasus klaim ditolak
dimana rumah sakit akan kehilangan biaya yang sudah dikeluarkan dan dapat
mengalami kerugian.
2
Salah satu faktor penting yang menentukan suatu klaim ditolak atau diterima
adalah akurasi pengkodean diagnosis dan tindakan pada dokumen rekam medis.
Apabila terdapat kesalahan dalam melakukan pengkodean maka akan
mempengaruhi kode DRG (Diagnosis Related Groups) kasus dan akan
mempengaruhi biaya pengajuan klaim (Ernawati dan Kresnowati, 2013). Hal ini
juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Tettey, dkk (2012) terkait
pembayaran penyedia fasilitas kesehatan dalam skema asuransi kesehatan
nasional Ghana juga didapatkan penyebab dari ditolaknya klaim salah satunya
adalah salah mengutip diagnosa. Sedangkan penyebab lain yaitu karena tidak ada
bukti pelayanan yang diajukan dan klien yang tidak eligibel akibat kartu asuransi
kesehatan nasional kadaluarsa atau nomor asuransi yang tidak dikenali oleh
provider serta obat yang digunakan tidak sesuai dengan yang ada didaftar obat
dan biaya obat yang dilebihkan.
Penelitian klaim lainnya dilakukan oleh Ulfah, Kresnowati dan Ernawati
(2011) tentang hubungan kelengkapan dokumen rekam medis dengan persetujuan
klaim Jamkesmas oleh verifikator dengan sistem INA-DRG di RSI Sultan Agung
Semarang juga menunjukan hasil yang sama. Pada berkas klaim yang tidak
disetujui oleh verifikator disebabkan oleh belum disertai dengan diagnosa dokter,
hasil pemerikasaan penunjang diagnosa dan permasalahan pada aturan
pengkodean. Sistem INA-CBGs memang telah diterapkan di FKRTL sejak
pelaksanaan Jamkesmas tahun 2010 (PMK No. 27 tahun 2014). Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Kusairi (2013) terkait faktor-faktor yang
mempengaruhi kelengkapan berkas klaim pasien jamkesmas di RSUD Brigjend.
H. Hasan Basry Kandangan bahwa berkas klaim yang tidak lengkap dapat
3
disebabkan oleh proses administrasi, pemahaman dan kinerja pertugas terhadap
kelengkapan berkas klaim yang masih kurang, tidak adanya Standar Operasional
Prosedur (SOP) serta evaluasi pelaksanaan program jaminan yang belum
dilaksanakan.
Klaim yang bermasalah juga ditemukan dalam penelitian yang dilakukan oleh
Mahesa (2009) tentang gambaran klaim bermasalah Gakin SKTM DKI Jakarta
pada pelayanan rawat inap di RSUD Pasar Rebo menggambarkan bahwa
sebagian
besar
klaim
yang
bermasalah
dikarenakan
ketidaklengkapan
administrasi klaim, pengecualian dan batas biaya. Penelitian lebih lanjut
dilakukan oleh Cahyaningtyas (2012) tentang kelancaran penagihan klaim JPK
Gakin dan SKTM pada pelayanan administrasi di RS Bhayangkara TKI R Said
Sukanto bahwa belum lancarnya penagihan klaim dikarenakan masih adanya
klaim yang tidak dibayar dan terlambat untuk diajukan. Pada penelitian tersebut
kelancaran klaim dilihat menggunakan pendekatan sistem. Digambarkan pada
elemen input bahwa kebijakan terkait pelayanan JPK Gakin dan SKTM di rumah
sakit tersebut belum tersosialisasi dengan baik, sumber daya manusia yang sangat
kurang, sarana dan prasarana yang digunakan dalam pelayanan administrasi JPK
Gakin dan SKTM tidak memadai (billing masih manual). Sedangkan untuk aspek
proses ditemukan bahwa bukti tindakan pasien tidak lengkap akibat kelalaian
dokter dan perawat serta tahap verifikasi dan rekapitulasi yang sering mengalami
kesalahan akibat dilakukan bersamaan dengan pelayanan administrasi pasien. Hal
ini juga didukung oleh penelitian Tettey, dkk (2012) bahwa ditemukan beberapa
kendala dalam proses pengajuan klaim asuransi kesehatan Gana beberapa
4
diantaranya yaitu formulir klaim belum diisi dengan lengkap dan kurangnya
petugas yang memiliki kompetensi.
Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama (RS SMC) dipilih sebagai
tempat penelitian karena rumah sakit ini merupakan rumah sakit milik
pemerintah kabupaten Tasikmalaya yang masih bertipe C dan menjadi rumah
sakit rujukan pertama di kabupaten Tasikmalaya. Selain itu, rumah sakit ini
masih tergolong rumah sakit yang belum lama berdiri yaitu baru dioperasikan
pada tahun 2011 namun sudah diwajibkan menjalankan program JKN per 1
Januari 2014. Terlebih berdasarkan data jumlah kunjungan pasien tahun 2015
diketahui bahwa pasien yang berkunjung ke RS SMC didominasi oleh pasien
pengguna JKN.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi di RS SMC ditemukan bahwa
dalam pelaksanaan JKN di RS SMC terutama pada pelayanan administrasi,
ditemukan masalah seperti gangguan pada penggunaan aplikasi pembuat Surat
Eligibilitas Peserta (SEP), Aplikasi Indonesia Case Based Groups (INA-CBGs)
dan Sistem Informasi Manajeman Rumah Sakit (SIM RS) pendaftaran yang
diakibatkan oleh ketidakstabilan jaringan. Selain itu, belum adanya SIM RS yang
menyeluruh sehingga memungkinkan berkas klaim pasien JKN menjadi tidak
lengkap karena tercecer serta memungkinkan terjadi keterlambatan dalam proses
kode dan entri data. Permasalahan lainnya ditemukan adanya klaim pasien JKN
yang ditolak oleh verifikator klaim JKN.
Data klaim di RS SMC menunjukan bahwa dalam melakukan pengajuan
klaim pada tahun 2014 dan 2015 diketahui terdapat kasus klaim ditolak baik
untuk rawat jalan maupun rawat inap. Pada tahun 2014 terjadi kasus klaim JKN
5
yang ditolak pada pelayanan rawat jalan sebanyak 476 kasus dari 9.815 klaim
yang diajukan dan sebanyak 233 kasus penolakan klaim pada pelayanan rawat
inap dari 4.887 klaim yang diajukan. Sedangkan pada tahun 2015 kasus klaim
yang ditolak pada pelayanan rawat jalan yaitu sebanyak 601 kasus dari 16.810
klaim yang diajukan dan sebanyak 94 kasus klaim ditolak pada pelayanan rawat
inap dari 4.273 klaim yang diajukan. Data tersebut menggambarkan bahwa
terjadi peningkatan kasus klaim JKN yang ditolak pada pelayanan rawat jalan
dari tahun 2014 sampai 2015 seiring dengan bertambahnya jumlah klaim yang
diajukan serta jumlah kunjungannya. Sedangkan untuk pelayanan rawat inap
mengalami penurunan jumlah kasus klaim yang ditolak dari tahun 2014 sampai
2015. Oleh karena itu, penelitian ini akan difokuskan pada permasalahan klaim
JKN yang ditolak pada layanan rawat jalan di RS SMC.
Berdasarkan pemaparan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa terjadinya
klaim yang ditolak salah satunya diakibatkan oleh ketidaklengkapan berkas.
Selain itu, faktor yang mempengaruhi ketidaklengkapan berkas dapat dilihat dari
proses administrasi dan input yang ada. Oleh karena itu peneliti ingin
mendeskripsikan klaim yang ditolak berdasarkan kondisi berkas klaim dengan
menggunakan pendekatan sistem untuk mendapatkan permasalahan pada berkas
klaim yang ditolak di RS SMC melalui penelitian yang berjudul “Gambaran
Klaim Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang Ditolak Pada
Layanan Rawat Jalan Di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama (RS
SMC) Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat Tahun 2016”.
6
1.2 Rumusan Masalah
RS SMC merupakan RSUD Kabupaten Tasikmalaya yang bertipe C dan
sudah menjalankan program JKN per 1 Januari 2014. Selama pelaksanaannya
diketahui adanya beberapa permasalahan yang salah satunya yaitu klaim yang
ditolak. Berdasarkan data yang didapatkan bahwa kasus penolakan klaim pasien
rawat jalan ditemukan pada tahun 2014 dan tahun 2015 serta mengalami
peningkatan. Terdapat sebanyak 476 kasus klaim ditolak dari 9.815 klaim yang
diajukan pada tahun 2014 serta mengalami peningkatan pada tahun 2015
sebanyak 601 kasus dari 16.810 klaim yang diajukan. Adanya klaim yang ditolak
dapat menimbulkan adanya biaya yang hilang dan mengganggu arus kas rumah
sakit.
Berdasarkan pemaparan sebelumnya disebutkan adanya klaim yang ditolak
salah satunya dapat disebabkan oleh ketidaklengkapan berkas klaim yang
diajukan oleh fasilitas kesehatan. Ketidaklengkapan berkas klaim dapat
dipengaruhi oleh proses administrasi dan input yang digunakan. Atas dasar itu
peneliti ingin mengetahui gambaran klaim peserta JKN yang ditolak pada
layanan rawat jalan di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama (RS SMC)
Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat Tahun 2016.
1.3 Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan rumusan penelitian di atas, adapun pertanyaan penelitian yang
akan diteliti dalam penelitian ini sesuai dengan pendekatan sistem, yaitu :
1
Bagaimana gambaran input yang terdiri dari petugas pelaksana administrasi
JKN, kebijakan dan teknologi informasi yang digunakan pada sistem
pengajuan berkas klaim JKN rawat jalan di RS SMC tahun 2016?
7
2
Bagaimana gambaran proses pengajuan berkas klaim JKN yang terdiri dari
proses pelayanan administrasi pasien JKN, rekapitulasi, pemberian kode dan
entri data klaim JKN rawat jalan di RS SMC tahun 2016?
3
Bagaimana gambaran berkas klaim yang ditolak sebagai output pada sistem
pengajuan berkas klaim JKN rawat jalan di RS SMC tahun 2016?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1
Tujuan Umum
Diketahuinya gambaran klaim peserta JKN yang ditolak pada pelayanan
rawat jalan di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama Kabupaten
Tasikmalaya, Jawa Barat tahun 2016.
1.4.2
Tujuan Khusus
1
Diketahuinya gambaran petugas pelaksana administrasi JKN rawat
jalan di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama Kabupaten
Tasikmalaya tahun 2016.
2
Diketahuinya gambaran penggunaan teknologi informasi dalam
sistem pengajuan berkas klaim JKN rawat jalan di Rumah Sakit
Singaparna Medika Citrautama Kabupaten Tasikmalaya tahun 2016.
3
Diketahuinya gambaran kebijakan yang digunakan dalam sistem
pengajuan berkas klaim JKN rawat jalan di Rumah Sakit Singaparna
Medika Citrautama Kabupaten Tasikmalaya tahun 2016.
4
Diketahuinya gambaran proses pelayanan administrasi pasien JKN
rawat jalan di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama Kabupaten
Tasikmalaya tahun 2016.
8
5
Diketahuinya gambaran proses rekapitulasi berkas klaim JKN rawat
jalan di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama Kabupaten
Tasikmalaya tahun 2016.
6
Diketahuinya gambaran proses pemberian kode dan entri data pasien
JKN rawat jalan di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama
Kabupaten Tasikmalaya tahun 2016.
7
Diketahuinya gambaran berkas klaim JKN yang ditolak pada layanan
rawat jalan di RS SMC tahun 2016.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi rumah
sakit terkait permasalahan yang terjadi pada sistem pengajuan klaim JKN di
RS SMC yang dapat berpengaruh pada kondisi berkas klaim yang diajukan.
Selain itu, dapat dijadikan bahan masukan bagi RS SMC dalam
memperbaiki sistem pengajuan klaim JKN kepada Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan.
1.5.2 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat
Penelitian
ini
diharapkan
dapat
memberikan
masukan
dalam
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kesehatan
masyarakat serta dapat dijadikan referensi untuk penelitian lain dalam topik
yang sama yaitu gambaran klaim JKN yang ditolak.
9
1.5.3 Bagi Peneliti
Mendapatkan pengalaman dalam menerapkan ilmu yang didapat
selama di bangku perkuliahan. Serta menambah pengetahuan dan
kemampuan peneliti dalam melakukan sebuah penelitian terutama
penelitian terkait terjadinya gambaran klaim JKN yang ditolak.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan menggunakan
pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk melihat gambaran klaim yang ditolak
pada pelayanan rawat jalan dengan menggunakan studi kasus terhadap berkas
klaim JKN yang ditolak di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama (RS
SMC) Kabupaten Tasikmalaya pada tahun 2016. Penelitian ini dilakukan oleh
mahasiswa peminatan manajemen pelayanan kesehatan program studi kesehatan
masayarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta di Rumah
Sakit Singaparna Medika Citrautama (RS SMC), Kabupaten Tasikmalaya, Jawa
Barat pada bulan Juli 2016 sampai September 2016. Data yang dibutuhkan pada
penelitian ini berupa data sekunder dan data primer. Metode pengumpulan data
primer melalui wawancara mendalam serta observasi sedangkan pengumpulan
data sekunder melalui telaah dokumen.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI
2.1 Klaim
Definis klaim secara umum adalah permintaan peserta, ahli warisnya atau
pihak lain yang terlibat perjanjian dengan perusahaan asuransi atas terjadinya
kerugian sebagaimana yang telah dijanjikan (Anwar, 2007). Sedangkan definisi
klaim dilihat dari bidang asuransi kesehatan adalah request for payment made to
the insurance company by medical facilities, members, or practitioners for health
services provided to plan members (Marchinko, 2006). Berdasarkan kedua
pengertian tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa klaim asuransi
kesehatan adalah sebuah permintaan yang dibuat oleh pelayanan kesehatan yang
ditujukan untuk perusahaan asuransi untuk meminta bayaran atas tindakan yang
sudah dilakukan terhadap peserta asuransi mereka.
Klaim dilakukan oleh rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya melalui
sebuah proses yang disebut administrasi klaim. Administrasi klaim adalah proses
mengumpulkan bukti atau fakta yang berkaitan dengan sakit atau cidera,
membandingkan fakta-fakta tersebut dengan perjanjian kerja sama serta
menentukan manfaat yang dibayarkan kepada peserta asuransi. Tujuan utama
dari administrasi klaim adalah untuk membayar semua klaim yang valid, sesuai
dan segera dengan bijaksana dan sesuai dengan polis (Ilyas, 2006).
Pada pelaksanaan klaim JKN proses administrasi klaim dilakukan dengan
menggunakan INA-CBGs. Administrasi klaim dalam INA-CBGs adalah
rangkaian proses penyiapan berkas atau dokumen pelayanan yang diajukan
dengan pengajuan klaim oleh rumah sakit dan penilaian kelayakan atas klaim
11
yang diajukan melalui proses verifikasi klaim sampai pembayaran klaim.
Administrasi klaim merupakan suatu kesatuan dimulai dari proses di rumah sakit
mengajukan klaim sampai di BPJS kesehatan dalam melakukan verifikasi klaim
dan pembayaran klaim. Rumah sakit akan mengajukan klaim dalam bentuk
hardcopy untuk rekapitulasi dan softcopy untuk data individu klaim. Sedangkan
verifikasi dilakukan dengan menggunakan aplikasi verifikasi klaim. Apabila
sudah ada kesepakatan terkait pengajuan klaim maka akan dibuatkan berita acara
sehingga layak untuk pembayaran klaim oleh BPJS kesehatan sesuai dengan
ketentuan (Kartika, 2014).
Secara umum dalam pelaksanaan pengajuan klaim terdapat tiga prinsip yang
harus diperhatikan oleh petugas klaim sejak berkas klaim diterima sampai klaim
dibayarkan kepada peserta, yaitu :
1.
Tepat waktu, klaim harus dibayar sesuai dengan waktu yang dijanjikan.
Berdasarkan Permenkes No 28 tahun 2014 tentang pedoman pelaksanaan
program JKN disebukan bahwa klaim yang diajukan ke BPJS kesehatan
akan dibayarkan paling lambat 15 hari setelah pengajuan klaim tersebut.
2.
Tepat jumlah, klaim harus dibayarkan kepada peserta sesuai dengan
santunan yang menjadi hak peserta atau ahli warisnya atau sesuai nilai
kerugian.
3.
Tepat orang, klaim dibayarkan harus benar-benar kepada orang yang
berhak (Anwar, 2007).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Malonda, Ratu dan Soleman
(2015) terkait analisis pengajuan klaim BPJS kesehatan di RSUD Dr Sam
Ratulangi Tondano bahwa terdapat kendala-kendala yang dapat mempengaruhi
12
pengajuan klaim secara keseluruhan yaitu kuantitas dan kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM), Standar Operasional Prosedur (SOP) dan billing system. Pada
penelitian lain yang dilakukan oleh Cahyaningtyas (2012) tentang kelancaran
penagihan klaim JPK Gakin dan SKTM pada pelayanan administrasi pasien JKN
di RS Bhayangkara TKI R Said Sukanto juga dikatakan bahwa kelancaran klaim
dapat dilihat dari faktor-faktor seperti SDM, kebijakan, sarana dan prasaran serta
pada proses pengajuan klaim. Untuk itu pembahasan klaim disini akan dijabarkan
dari faktor proses pengajuan klaim itu sendiri serta faktor lain seperti SDM,
sarana dan prasaran atau dalam hal ini sistem informasi kesehatan di RS serta
kebijakan.
2.1.2 Proses Pengajuan Klaim JKN
Pada Permenkes No 28 tahun 2014 tentang pedoman pelaksanaan
program JKN disebukan bahwa klaim JKN dilakukan oleh fasilitas
kesehatan yang diajukan kepada BPJS kesehatan. Fasilitas kesehatan
mengajukan klaim setiap bulan secara regular paling lambat tanggal 10
bulan berikutnya. BPJS akan membayar biaya pelayanan sesuai dengan tarif
INA-CBGs yaitu sesuai dengan penetapan kelas rumah sakit oleh menteri
kesehatan dan regionalisasi tarif yang berlaku di wilayah tersebut.
Pada Permenkes No. 28 tahun 2014 juga disebutkan prosedur
pelayanan pada fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut diawali dengan
pelayanan administrasi, yaitu sebagai berikut :
1. Peserta datang ke Rumah Sakit dengan menunjukkan nomor identitas
peserta JKN dan surat rujukan, kecuali kasus emergency, tanpa surat
rujukan
13
2. Peserta menerima Surat Eligibilitas Peserta (SEP) untuk mendapatkan
pelayanan.
3. Peserta dapat memperoleh pelayanan rawat jalan dan atau rawat inap
sesuai dengan indikasi medis.
4. Apabila dokter spesialis atau subspesialis memberikan surat
keterangan bahwa pasien masih memerlukan perawatan di FKRTL
tersebut, maka untuk kunjungan berikutnya pasien langsung datang ke
FKRTL (tanpa harus ke FKTP terlebih dahulu) dengan membawa
surat keterangan dari dokter tersebut.
5. Apabila dokter spesialis atau subspesialis memberikan surat
keterangan rujuk balik, maka untuk perawatan selanjutnya pasien
langsung ke FKTP membawa surat rujuk balik dari dokter
spesialis/subspesialis.
6. Apabila
dokter
spesialis/subspesialis
tidak
memberikan
surat
keterangan sebagaimana dimaksud pada poin 4 dan 5 maka pada
kunjungan berikutnya pasien harus melalui FKTP.
Setelah pelayanan administrasi, kelanjutan dari proses pengajuan klaim di
fasilitas kesehatan berdasarkan panduan praktis administrasi klaim fasilitas
kesehatan BPJS (2014) yaitu rekapitulasi pelayanan dan diakhiri dengan
pemberia kode serta entri data melalui aplikasi INA-CBGs menurut
Permenkes No. 27 tahun 2014 tentang Juknis sistem INA-CBGs. Sehingga
fasilitas kesehatan nantinya menghasilkan berkas dan data klaim dalam
bentuk txt berdasarkan Juknis verifikasi klaim (2014).
14
Berdasarkan Abdullah, Andi Afdal (2013) yang disampaikan pada
sosialisasi INA-CBGs PT Askes dalam penelitian Kartika (2014), prosedur
pelayanan dan klaim pada fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut dapat
digambarkan sebagai berikut :
15
Gambar 2.1 Prosedur Pelayanan dan Klaim 1
Sumber : Abdullah, Andi Afdal (2013) disampaikan pada sosialisasi INA-CBGs PT Askes
dalam Kartika (2014)
16
Berdasarkan gambar 2.1 diketahui bahwa proses pengajuan klaim di
fasilitas kesehatan melibatkan peserta JKN, fasilitas kesehatan, BPJS center
dan kantor cabang BPJS kesehatan. Peran peserta JKN disini ketika ingin
mendapatkan fasilits kesehatan tingkat lanjut diharuskan membawa
identitas peserta BPJS dan membawa suarat rujukan kecuali pasien gawat
darurat. Hal ini juga sesuai dengan Permenkes No. 28 tahun 2014 yang
menyebutkan bahwa peserta JKN yang ingin mendapatkan pelayanan di
FKRTL diharuskan membawa surat rujukan dan menunjukan nomor
identitas peserta JKN.
Selanjutnya, peran dari fasilitas kesehatan tingkat lanjut dimulai dari
tempat penerimaan pasien yang akan menentukan status eligibilitas pasien
dan pembuatan Surat Eligibilitas Peserta (SEP) berdasarkan nomor identitas
peserta JKN tersebut. Penentuan akan dilakukan dengan konfirmasi pada
BPJS center, apabila peserta sudah eligibel maka akan dibuatkan SEP.
Proses selanjutnya adalah pemberian pelayanan oleh fasilitas kesehatan
sesuai dengan indikasi medis dan paket INA-CBGs. Keseluruhan hasil
pemberian pelayanan nantinya akan direkap dimulai dari bukti pelayanan,
rekam medis, hasil pemeriksaan dan hasil pemeriksaan penunjang.
Rekapitulasi berkas tersebut nantinya akan berguna bagi petugas koding
dan entri data ke aplikasi INA-CBGs dalam menentukan tarif pelayanan.
Pengkodean dilakukan dengan pemberian kode diagnosa dan kode tindakan
sesuai dengan ketentuan ICD 10 dan ICD 9. Apabila pengkodean dan entri
data telah dilakukan maka data yang sudah dientri akan dijadikan data
dalam bentuk txt yang selanjutnya akan diverifikasi.
17
Verifikasi klaim ini dilakukan oleh verifikator BPJS yang merupakan
bagian dari BPJS center. Verifikator akan memverifikasi berkas klaim yang
masuk dan menentukan jumlah klaim yang akan diajukan dan selanjutnya
akan dibuatkan laporan penagihan oleh pihak rumah sakit yang akan
diserahkan ke kantor cabang BPJS kesehatan. Berikut penjabaran dari
masing-masing proses pengajuan klaim di rumah sakit yang diambil dari
berbagai sumber :
2.1.2.1 Prosedur Penerimaan Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit
Menurut
Ismainar
(2015)
dikatakan
bahwa
prosedur
penerimaan pasien di rumah sakit sebenarnya dapat disesuaikan
dengan sistem yang ada dimasing-masing rumah sakit itu sendiri.
Namun secara umum dibuku ini dijabarkan terkait prosedur
penerimaan pasien rawat jalan, yaitu sebagai berikut :
A. Penerimaan Pasien Rawat Jalan
Prosedur penerimaan pasien disini terbagi menjadi dua jenis
berdasarkan jenis kedatangan pasien yaitu pasien baru dan
pasien lama.
1. Pasien Baru
Pasien baru merupakan pasien yang baru pertama kali
datang ke rumah sakit untuk berobat. Proses penerimaan
pasien baru yaitu akan dilayani di Tempat Penerimaan
Pasien (TPP) serta akan diwawancarai oleh petugas TPP
terkait informasi menganai data identitas sosial pasien. Data
tersebut nantinya akan dituliskan pada formulir ringkasan
18
riawayat klinik. Setiap pasien baru juga nantinya akan
memproleh nomor pasien yang akan digunakan sebagai
nomor kartu untuk berobat setiap kali pasien datang ke
rumah sakit tersebut.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ristya dan
Kurniadi (2015) tentang kepatuhan petugas TPPRJ (Tempat
Peneriman Pasien Rawat Jalan) dalam pelaksanaan SOP
pendaftaran pasien BPJS di RS RS Pantiwilasa Dr.Cipto,
untuk pasien baru maupun lama pengguna JKN di rumah
terdapat syarat-syarat pendaftaran yang harus dipenuhi yaitu
satu lembar fotokopi kartu peserta JKN, satu lembar
fotokopi kartu identitas penduduk (KTP) dan satu lembar
fotokopi kartu keluarga (KK). Persyaratan administrasi
pasien JKN rawat jalan yang harus dipenuhi di RSUP dr
Sardjito juga sesuai dengan penelitian tersebut. Hanya saja
di rumah sakit tersebut persyaratan administrasi pasien JKN
dibedakan antara peserta JKN Penerima Bantuan Iuran (PBI)
dengan bukan PBI. Peserta PBI persyaratan administrasi
yang harus dipenuhi sesuai dengan yang telah disebutkan
akan tetapi bukan PBI tidak harus membawa fotokopi KK.
Apabila pada persyaratan ditemukan perbedaan identitas
maka pasien JKN PBI maupun bukan PBI harus
melengkapinya dengan surat keterangan perbedaan identitas
dari kelurahan setempat (RSUP dr Sardjito, 2015).
19
Apabila rumah sakit sudah menggunakan sistem
komputer maka identitas sosial pasien serta nomor rekam
medis pasien baru harus disimpan terlebih dahulu untuk
dijadikan database pasien. Sehingga apabila pasien datang
kembali untuk berobat maka data pasien akan mudah dan
cepat ditemukan.
Data pada ringkasan riwayat klinik diantaranya berisi :
dokter penanggung jawab poliklinik, nomor pasien, alamat
lengkap, tempat dan tanggal lahir, umur, jenis kelamin,
status keluarga, agama dan pekerjaan. Ringkasan riwayat
klinik ini akan dipakai sebagai dasar pembuatan Kartu
Indeks Utama Pasien (KIUP) dan juga akan tersimpan
sebagai database pasien bagi rumah sakit yang telah
menggunakan sistem komputerisasi.
Pasien yang sudah mendaftar akan dipersilahkan
menunggu di poliklinik tempat tujuan mereka. Sedangkan
petugas rekam medis akan mempersiapkan berkas rekam
medisnya lalu dikirim ke poliklinik tujuan pasien. Setelah
pasien mendapatkan pelayanan di poliklinik terdapat
beberapa kemungkinan yang akan terjadi yaitu : pasien boleh
langsung pulang, pasien diberikan slip perjanjian oleh
petugas poliklinik untuk datang kembali pada hari dan
tanggal yang sudah ditetapkan (pasien yang diharuskan
datang kembali nanti harus lapor kembali ke TPP), pasien
20
dirujuk ke rumah sakit lain atau pasien harus masuk ruang
perawatan. Semua berkas rekam medis pasien poliklinik
yang selesai berobat akan dikembalikan ke instalasi rekam
medis kecuali pasien masih harus mendapatkan perawatan
maka rekam medis akan dikirim ke ruang perawatan.
2. Pasien Lama
Pasien lama merupakan pasien yang sudah pernah
datang ke rumah sakit sebelumnya untuk melakukan
pengobatan. Pasien lama juga diharuskan untuk mendatangi
TPP, namun yang membedakan adalah pasien lama
umumnya dapat datang dengan perjanjian ataupun pasien
yang datang atas kemauan sendiri. Pasien lama diharuskan
untuk mengambil karcis untuk mendapatkan pelayanan di
TPP. Pasien dengan perjanjian sebelumnya akan diarahkan
langsung ke poliklinik tujuan karena berkas rekam medis
sudah disediakan di poliklinik tersebut. Sedangkan untuk
pasien tanpa perjanjian harus menunggu sementara karena
berkas rekam medis akan diminta terlebih dahulu ke instalasi
rekam medis untuk dikirimkan ke poliklinik tujuan baru
setelah itu pasien bisa mendapatkan pelayanan dipoliklinik
tujuan mereka.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Oktaviasari
(2015) terkait faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pelaksanaan
penerimaan pasien JKN rawat jalan di RS Slamet Riyadi didapatkan
21
bahwa dalam pelaksanaannya dapat dipengaruhi oleh man (SDM),
money, material, machine dan method. SDM yaitu terdiri dari
petugas pelaksana penerima pasien JKN rawat jalan. Sedangkan
untuk material dilihat dari pembuatan berkas rekam medis, machine
dilihat dari penggunaan telepon dan komputer serta method dilihat
dari SOP pelaksanaan penerimaan pasien JKN rawat jalan.
2.1.2.2 Pengkodean dan Entri Data Klaim JKN
Berdasarkan Permenkes No 27 tahun 2014 tentang Juknis
sistem INA CBGs, sebelum diverifikasi terdapat beberapa proses
yang harus dilakukan oleh fasilitas kesehatan seperti melakukan
entri data, coding dan grouping. Entry data, coding dan grouping
dilakukan dengan menggunakan Software atau aplikasi INA-CBGs
(Indonesian-Case Based Groups). Aplikasi INA-CBGs merupakan
salah satu perangkat entri data pasien yang digunakan untuk
melakukan grouping tarif berdasarkan data yang berasal dari resume
medis. Aplikasi INA-CBGs sudah terinstall dirumah sakit yang
melayani peserta JKN yaitu INA-CBGs 4.0. Untuk menggunakan
aplikasi INA-CBGs, rumah sakit sudah harus memiliki kode
registrasi rumah sakit yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal
Bina Upaya Kesehatan, selanjutnya akan dilakukan aktifasi
INA-
CBGs setiap rumah sakit sesuai dengan kelas rumah sakit serta
regionalisasinya.
Proses entri aplikasi INA-CBGs 4.0 dilakukan oleh petugas
koder atau petugas administrasi klaim di rumah sakit dengan
22
menggunakan data dari resume medis, perlu diperhatikan juga
mengenai kelengkapan data administratif untuk tujuan keabsahan
klaim. Proses entri data pasien ke dalam aplikasi INA-CBGs
dilakukan setelah pasien selesai mendapat pelayanan di rumah sakit
(setelah pasien pulang dari rumah sakit), data yang diperlukan
berasal dari resume medis, sesuai dengan alur bagan sebagai
berikut:
Gambar 2.2 Alur Entri Data dengan Aplikasi 1
Sumber : PMK No. 27 Tahun 2014
Berdasarkan gambar 2.1 dapat dilihat langkah awal yang dilakukan
adalah mengentri data berupa data sosial seperti nama, jenis
kelamin, tanggal lahir sampai pada variable tarif rumah sakit atau
ADL (Activity Daily Living) jika ada. Selanjutnya adalah melakukan
coding yaitu dengan memasukan kode diagnosis dengan ICD 10 dan
kode prosedur dengan ICD 9 yang dikoding dari resume medis
23
pasien. Setelahnya maka aplikasi akan memunculkan hasil
grouping.
2.1.2.3 Verifikasi Klaim JKN
Berdasarkan Permenkes No. 28 Tahun 2014 tentang pedoman
pekasanaan JKN, setalah melalui proses entri dan pengkodean
tahapan terakhir dalam pengajuan klaim adalah verifikasi klaim
yang
bertujuan
menguji
kebenaran
administrasi
pertanggungjawaban pelayanan yang telah dilaksanakan oleh
fasilitas kesehatan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Malonda, Ratu dan Soleman (2015) terkait analisis pengajuan klaim
BPJS kesehatan di RSUD Dr Sam Ratulangi Tondano bahwa
verifikasi pada dokumen klaim bertujuan untuk memastikan bahwa
biaya program JKN oleh BPJS Kesehatan dimanfaatkan secara tepat
jumlah, tepat waktu dan tepat sasaran. Selain itu, verifikasi data
bertujuan untuk membantu fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut untuk
mengacu kepada standard penilaian klaim berdasarkan PKS antara
provider dan BPJS Kesehatan.
Maka verifikasi klaim oleh verifikator BPJS kesehatan
menandakan klaim sudah masuk ke pihak BPJS kesehatan melalui
verifikator untuk uji kelayakan. Terdapat empat tipe status klaim
yang berbeda setelah berkas klaim diterima oleh pihak asuransi,
yaitu (Catherine, 2013) :
1. No claim on file (NCOF) yaitu kondisi dimana klaim belum
diterima oleh petugas klaim dikarenakan sistem yang ada tidak
24
mampu untuk mendeteksi keberadaan data klaim yang
dimaksud.
2. Klaim tidak pernah diterima oleh sistem pemutus klaim atau
tidak dapat diproses maka status klaim dapat ditolak maupun
tidak diterima karena adanya front-end error.
3. Klaim sudah diterima oleh sistem klaim, menandakan klaim
sedang diproses
4. Klaim
berstatus
„pending‟,
menandakan
beberapa
kemungkinan yaitu sedang dalam penelaahan lebih dalam,
membutuhkan informasi tambahan baik dari pihak penyedia
layanan maupun peserta jaminan.
5. Klaim telah selesai diproses dan telah difinalisasi, terdapat dua
kemungkinan yaitu klaim ditolak (denied) atau klaim diterima
(allowed). Klaim ditolak artinya tidak ada pembayaran untuk
klaim tersebut umumnya klaim tersebut terdapat kesalahan
dalam billing atau pengkodean ataupun masalah lainnya.
Sedangkan untuk klaim diterima pembayaran akan dilakukan
sesuai dengan jumlah klaim.
Berdasarkan petunjuk teknis verifikasi klaim didapatkan bahwa
proses verifikasi dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu verifikasi
administrasi,
verifikasi
pelayanan
kesehatan
dan
verifikasi
menggunakan aplikasi verifikasi klaim, berikut penjabaran dari
tahap verifikasi klaim JKN pada rawat jalan :
1. Verifikasi Administrasi
25
Dalam melakukan verifikasi administrasi untuk pelayanan
rawat jalan, berkas yang diverifikasi meliputi :
1. Surat Eligibilitas Peserta (SEP)
2. Bukti pelayanan yang mencantumkan diagnosa dan prosedur
serta ditandatangani oleh Dokter Penanggung Jawab Pasien
(DPJP).
3. Pada kasus tertentu bila ada pembayaran klaim diluar INA
CBG diperlukan tambahan bukti pendukung :
a. Protokol terapi dan regimen (jadwal pemberian) obat
khusus
b. Resep alat kesehatan
c. Tanda terima alat bantu kesehatan (kacamata, alat bantu
dengar, alat bantu gerak dll)
Hal tersebut kurang lebih sesuai dengan hasil penelitian
Malonda, Ratu dan Soleman (2015) terkait analisis pengajuan
klaim BPJS kesehatan di RSUD Dr Sam Ratulangi Tondano,
dokumen klaim yang dibutuhkan dalam proses verifikasi data
yaitu meliputi fotokopi Kartu Peserta BPJS, SEP, Surat
Rujukan, Billing System atau Rincian Manual tagihan RS,
Resume Medis dan Pengantar Rawat Inap Pasien berdasarkan
pedoman pada PKS RSUD Dr.Sam Ratulangi Tondano dengan
BPJS Kesehatan Manado.
26
Verifikasi administrasi klaim dilakukan dengan dua tahapan
yaitu
verifikasi
administrasi
kepesertaan
dan
verifikasi
yaitu
meneliti
administrasi pelayanan, berikut penjabarannya :
1) Verifikasi
administrasi
kepesertaan,
kesesuaian berkas klaim yaitu antara Surat Eligibilitas
Peserta (SEP) dengan data kepesertaan yang diinput dalam
aplikasi INA CBGs.
2) Verifikasi administrasi pelayanan, hal-hal yang harus
diperhatikan dalam verifikasi administrasi pelayanan adalah
:
a)
Mencocokkan kesesuaian berkas klaim dengan berkas
yang dipersyaratkan sebagaimana yang disebutkan
sebelumnya
b)
Apabila terjadi ketidaksesuaian antara kelengkapan dan
keabsahan berkas maka berkas dikembalikan ke RS
untuk dilengkapi.
c)
Kesesuaian antara tindakan operasi dengan spesialisasi
operator ditentukan oleh kewenangan medis yang
diberikan Direktur Rumah Sakit secara tertulis. Perlu
dilakukan konfirmasi lebih lanjut.
2. Verifikasi Pelayanan Kesehatan
Hal-hal yang harus menjadi perhatian adalah :
1)
Verifikator wajib memastikan kesesuaian diagnosis dan
prosedur pada tagihan dengan kode ICD 10 dan ICD 9 CM
27
(dengan melihat buku ICD 10 dan ICD 9 CM atau softcopynya). Ketentuan coding mengikuti panduan coding yang
terdapat dalam Juknis INA CBG
2)
Satu episode rawat jalan adalah satu rangkaian pertemuan
konsultasi antara pasien dan dokter serta pemeriksaan
penunjang sesuai indikasi medis dan obat yang diberikan
pada hari pelayanan yang sama. Apabila pemeriksaaan
penunjang tidak dapat dilakukan pada hari yang sama maka
tidak dihitung sebagai episode baru.
3)
Pelayanan IGD, pelayanan rawat sehari maupun pelayanan
bedah sehari (One Day Care/Surgery) termasuk rawat jalan
4)
Untuk kasus pasien yang datang untuk kontrol ulang
dengan diagnosis yang sama seperti kunjungan sebelumnya
dan terapi (rehabmedik, kemoterapi, radioterapi) di rawat
jalan dapat menggunakan kode “Z” sebagai diagnosis
utama dan kondisi penyakitnya sebagai diagnosis sekunder
diagnosa Z (kontrol).
3. Verifikasi dengan menggunakan aplikasi INA-CBGs
Berikut tahapan dalam melakukan verifikasi klaim dengan
menggunakan aplikasi INA-CBGs :
1) Purifikasi Data, Purifikasi berfungsi untuk melakukan
validasi output data INA-CBG yang ditagihkan Rumah Sakit
terhadap data penerbitan SEP. Purifikasi data yang terdiri
dari :
28
a) Nomer SEP
b) Nomor Kartu Peserta
c) Tanggal SEP
2) Melakukan
proses
verifikasi
administrasi
Verifikator
mencocokan lembar kerja tagihan dengan bukti pendukung
dan hasil entry rumah sakit.
3) Setelah proses verifikasi adminstrasi selesai maka verifikator
dapat melihat status klaim yang layak secara adminstrasi,
tidak layak secara adminstrasi dan pending.
4) Proses verifikasi lanjutan dilakukan dengan tujuh langkah
dilaksanakan
secara
disiplin
dan
berurutan
untuk
menghindari terjadi error verifikasi dan potensi double
klaim. Verifikasi lanjutan terdiri dari :
a) Verifikasi double klaim untuk dua (atau lebih) pelayanan
RITL
b) Verifikasi double klaim RJTL yang dirujuk langsung ke
RITL
c) Verifikasi double klaim untuk dua (atau lebih) pelayanan
RJTL
d) Verifikasi klaim terhadap kode INA CBGs berpotensi
tidak benar
e) Verifikasi klaim terhadap kode diagnosa yang tidak
sesuai dengan ketentuan yang berlaku
29
f) Pemeriksaan bebas
langkah
verifikasi
ini
adalah
pemeriksaan dengan alasan lain-lain untuk kasus-kasus
yang tidak termasuk dalam kategori langkah-langkah
sebelumnya, namun harus ditidaklayakkan karena alasan
lain
5) Finalisasi klaim
2.1.2.4 Syarat Pengajuan Klaim JKN
Berdasarkan Permenkes No. 28 tahun 2014 tentang pedoman
pelaksanaan
klaim
disebutkan
bahwa
fasilitas
kesehatan
mengajukan klaim setiap bulan secara regular paling lambat tanggal
10 bulan berikutnya, kecuali kapitasi, tidak perlu diajukan klaim
oleh Fasilitas Kesehatan. Serta disebutkan juga bahwa batas waktu
maksimal pengajuan klaim bagi fasilitas kesehatan milik pemerintah
maupun swasta, baik tingkat pertama maupun tingkat lanjutan adalah 2
(dua) tahun setelah pelayanan diberikan. Berdasarkan panduan praktis
administrasi klaim fasilitas kesehatan BPJS kesehatan (2014)
diketahui
bahwa
klaim
diajukan
kepada
Kantor
Cabang
Kabupaten/Kota BPJS Kesehatan secara kolektif setiap bulan
dengan kelengkapan administrasi umum sebagai berikut :
1. Rekapitulasi pelayanan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Malonda, Ratu dan
Soleman (2015) terkait analisis pengajuan klaim BPJS kesehatan
di RSUD Dr Sam Ratulangi Tondano bahwa dalam rekapitulasi
pelayanan yang harus diperhatikan adalah status rekam medis
30
yang berhubungan dengan dokumen klaim seperti kelengkapan
pengisian identitas pasien ; identitas umum (nama, umur, tempat
tanggal lahir, alamat, nomor handphone/telepon, pendidikan,
pekerjaan, status perkawinan, penanggungjawab pembayaran),
identitas khusus (nomor rekam medis, nomor surat eligibilitas
pasien (SEP), tanggal masuk, tanggal keluar), melampirkan surat
rujukan pasien, menulis data kepersertaan.
2. Berkas pendukung masing-masing pasien, yang terdiri dari:
a) Surat Eligibilitas Peserta (SEP)
b) Resume medis/laporan status pasien atau keterangan
diagnosa dari dokter yang merawat bila diperlukan
c) Bukti pelayanan lainnya, misal:
1. Protokol terapi dan regimen (jadwal pemberian obat)
pemberian obat khusus,
2. Perincian tagihan Rumah Sakit (manual atau automatic
billing)
3. Berkas pendukung lain yang dibutuhkan
2.1.3. Petugas Pelaksanan Pelayanan Administrasi Klaim
Seperti yang telah diketahui bahwa dalam melaksanakan proses
pengajuan berkas klaim JKN sudah dimulai sejak tahap pelayanan
administrasi di bagian pendaftaran dan berakhir pada proses pemberian
kode dan entri data, hal ini sesuai dengan Permenkes No. 28 tahun 2014,
pedoman teknis administrasi klaim fasilitas kesehatan (2014) dan
Permenkes No. 27 tahun 2014. Setiap proses tersebut dilakukan oleh
31
petugas yang berbeda sesuai dengan peran petugas masing-masing.
Berikut akan dijabarkan peran masing-masing petugas yang terlibat dalam
proses pengajuan klaim di rumah sakit dari berbagai sumber :
A. Petugas penerima pasien rawat jalan
Menurut Ismainar (2015) petugas yang berada di TPP berperan
melayani pasien baru maupun pasien lama yang akan melakukan
pengobatan di rumah sakit. Selain itu, mereka juga akan mewawancarai
pasien terkait informasi menganai data identitas sosial pasien dan data
tersebut nantinya akan dituliskan pada formulir ringkasan riawayat
klinik. Dan apabila rumah sakit sudah menggunakan sistem
komputerisasi maka petugas diharuskan untuk memasukan data
identitas sosial pasien lalu menyimpannya untuk menjadi database
pasien.
Selain itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ristya dan
Kurniadi (2015) tentang kepatuhan petugas TPPRJ dalam pelaksanaan
SOP pendaftaran pasien BPJS di RS RS Pantiwilasa Dr.Cipto, untuk
pasien baru maupun lama pengguna JKN terdapat syarat-syarat
pendaftaran yang harus diminta oleh petugas TPP kepada pasien yang
hendak melakukan pendaftaran yang terdiri dari satu lembar fotokopi
kartu peserta JKN, satu lembar
fotokopi kartu identitas penduduk
(KTP) dan satu lembar fotokopi kartu keluarga (KK).
B. Petugas Rekapitulasi di Unit Rekam Medis
Menurut Ismainar (2015) bagian di unit rekam medis yang berfungsi
sebagai peneliti kelengkapan isi dan perakitan dokumen rekam medis
32
sebelum disimpan disebut sebagai bagian assembling. Dokumen rekam
medis yang sudah diisi oleh pencatat data rekam medis yang tersebar
dibeberapa unit akan diberikan ke bagian assembling bersamaan dengan
sensus harian data rekam medis. Lembar formulir yang ada dalam
berkas rekam medis akan di atur kembali sesuai urutan riwayat penyakit
pasien dan diteliti kelengkpam isi dokumen rekam medis. Apabila
ditemukan formulir yang belum lengkap maka akan dikebalikan ke unit
yang bersangkutan. Sedangkan untuk dokumen rekam medis yang
sudah lengkap akan diserahkan pada fungsi koding dan indeksing dan
sensus harian akan diserahkan ke fungsi penganalisis dan pelapor untuk
diolah lebih lanjut.
Fungsi dan peran petugas assembling dalam rekam medis adalah
sebagai perakit formulir rekam medis, peneliti isi data rekam medis,
pengendali
dokumen
rekam
medis
tidak
lengkap,
pengendali
penggunaan nomor rekam medis dan formulir rekam medis. Berikut
tugas pokok dari assembling :
1. Menerima dokumen rekam medis dan sensus harian dari unit
pelayanan lainnya
2. Meneliti kelengkapan isi dan merakit kembali urutan formulir rekam
medis
3. Mencatat dan mengendalikan dokumen rekam medis yang isinya
belum lengkap dan secra periodik melaporkan kepada kepala unit
rekam medis mengenai ketidak lengkapan isi dokumen dan petugas
yang bertanggung jawab terhadap kelengkapam isi tersebut.
33
4. Mengendalikan penggunaan formulir-formulir rekam medis secara
periodik melaporkan kepada kepala unit rekam medis mengenai
jumlah dan jenis formulir yang telah digunakan
5. Mengalokasikan dan mengendalikan nomor rekam medis
6. Menyerahkan dokumen rekam medis yang sudah lengkap ke fungsi
koding dan pengindeksan
7. Menyerahkan sensus harian ke fungsi analis dan pelaporan
Selain tugas pokok yang disebutkan diatas terdapat juga deskripsi dari
kegiatan assembling dalam pelayanan rekam medis, diantaranya sebagai
berikut :
1. Menyerahkan dokumen rekam medis baru dan kelengkapan
formulirnya kepada unit pengguna
2. Mengalokasikan dan mencatat penggunaan nomor rekam medis ke
dalam buku pengguna rekam medis
3. Menerima pengembalian rekam medis dan sensus harian dari unti
rawat inap, rawat jalan dan UGD dengan menandatangani buku
ekspedisi
4. Mencocokan jumlah dokumen rekam medis dengan jumlah pasien
yang ditulis pada sensus harian
5. Jumlah dokumen rekam medis yang diterima harus sesuai dengan
jumlah dokumen yang tercatat dalam sensus harian.
6. Meneliti isi kelengkapan rekam medis, kelengkapan isi dan
mengatur formulir rekam medis sesuai sejarah dan riwayat penyakit
pasien
34
7. Apabila dokumen rekam medis belum lengkap, petugas diharuskan
menulis ketidaklengkapan berkas tersebut dikertas berbeda dan
ditempelkan pada sampul berkas rekam medis lalu diserahkan
kepada unit yang bersnagkutan
8. Apabila sudah lengkap dokumen rekam medis harus diserahkan ke
fungsi koding dan analis
9. Menyerahkan sensus harian ke fungsi analis dan pelaporan
10. Membuat laporan ketidak lengkapan isi dokumen
11. Membuat laporan penggunaan formulir rekam medis
C. Petugas Koding
Koding atau pengkodean merupakan salah satu proses yang terdapat
dalam proses pengajuan klaim di rumah sakit.
Dalam hal ini
pengkodean dilakukan oleh koder atau petugas koding. Keakuratan
dalam pengkodean adalah tanggung jawab dari koder yang merupakan
petugas rekam medis. Peran koder yaitu terdiri dari :
1. Membuat kode diagnosa sesuai convention ICD-10
2. Membuat kode prosedur sesuai convention ICD-9-CM
3. Menghubungi dokter jika terdapat masalah dalam membuat kode
4. Melaporkan maslah pengkodean kepada ketua PokJa Coding
disertai dengan barang bukti
5. Bersama-sama dengan tim casemix rumah sakit melakukan audit
kelengkapan rekam medis (Kartika, 2014)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ernawati dan
Kresnowati (2013) tentang kompetensi tenaga koder dalam proses
35
Reimbursement berbasis System Case-mix di beberapa rumah sakit di
kota Semarang bahwa kualitas dan kuantitas dari tenaga koding
nantinya berpengaruh terhadap penyelenggaraan rekam medis di rumah
sakit. Berdasarkan penelitian tersebut juga ditemukan bahwa kualitas
petugas koding di rumah sakit dapat dilihat dari beberapa hal, yaitu :
1. Pengalaman Kerja
Pengalaman kerja yang dimiliki oleh petugas koding sangat
mendukung pelaksanaan tugas dari koder itu sendiri. Petugas yang
berpengalaman akan lebih mudah menentukan kode penyakit seiring
dengan
kebiasaan
dan
ingatan.
Selain
itu,
petugas
yang
berpengalaman memiliki kemampuan membaca tulisan dari dokter
lebih baik serta memiliki hubungan interpersonal dan komunikasi
yang lebih akrab dengan tenaga medis yeng menuliskan diagnosis.
Akan
tetapi
pengalaman
kerja
juga
harus
ditunjang
denganpengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk dapat
menghasilkan kode yang akurat.
2. Pendidikan
Berdasarkan kurikulum pendidikan ahli rekam medis dan
informasi kesehatan kemampuan pengkodean merupakan salah satu
kompetensi yang tidak dimiliki oleh tenaga kesehatan lain karena
pengkodean sendiri merupakan tugas pokok dari tenaga rekam
medis. Hal ini sesuai dengan yang tertera pada Keputusan Menteri
Kesehatan (Kepmenkes) No. 377/Menkes/SK/III/2007 tentang
standar profesi perekam medis dan informasi kesehatan bahwa
36
kompetensi perekam medis yang pertama adalah klasifikasi dan
kodifikasi penyakit, masalah-masalah yang berkaitan dengan
kesehatan dan tindakan medis. Didalamnya juga disebutkan
kualifikasi pendidikan untuk perekam medis diantaranya yaitu :
a. Diploma 3 (D3) rekam medis dan informasi kesehatan yang
ditempuh selama enam semester, dengan gelar ahli madya.
b. Diploma 4 (D4) manajemen informasi kesehatan yang ditempuh
selama delapan semester dengan gelar sarjana sains terapan
MIK.
c. Strata 1 (S1) manajemen informasi kesehatan yang ditempuh
selama delapan semester dengan gelar sarjana manajeman
informasi kesehatan.
d. Strata 2 (S2) manajemen informasi kesehatan yang ditempuh
selama empat semester dengan gelar magister manajeman
informasi kesehatan.
3. Pelatihan
Apabila petugas koding belum mempunyai kesempatan untuk
mendapatkan pendidikan khusus di bidang rekam medis dan
informasi kesehatan, maka untuk mendapatkan hasil yang baik
setidaknya petugas tersebut mengikuti pelatihan yang berkaitan
dengan rekam medis. Pelatihan sendiri bisa bersifat aplikatif berupa
in-house atau on-the-job training sehingga dapat membantu
meningkatankan pemahaman dan skill tenaga koding tersebut.
37
2.1.4 Teknologi Informasi dalam Proses Pengajuan Klaim JKN
Teknologi merupakan penerapan berbagai peralatan atau sistem untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh manusia dalam
kehidupan
sehari-hari.
Sedangkan
informasi
adalah
berita
yang
mengandung maksud tertentu. Apabila keduanya digabungkan maka
teknologi informasi merupakan tata cara atau sistem yang digunakan oleh
manusia dalam menyampaikan pesan atau informasi (Maryono dan Istiana,
2007). Teknologi informasi banyak digunakan untuk pengelolaan
pekerjaan karena efektifitas dan efisiensinya yang sudah terbukti
mempercepat sebuah kinerja. Pengguanaan teknologi informasi juga
mempermudah pertukaran teknologi informasi dalam kehidupan seharihari dan saat ini teknologi sudah merambah pada bidang profesi
(Supriyanto dan Muhsin, 2008).
Sebenarnya pemerintah memang sudah menganjurkan setiap rumah
sakit untuk menerapkan sistem informasi di rumah sakit atau lebih dikenal
dengan Sistem Informasi Manajeman Rumah Sakit (SIM RS). Tertuang
pada PMK No. 82 tahun 2013 tentang SIM RS bahwa sistem informasi
kesehatan merupakan seperangkat tatanan yang meliputi data, informasi,
indikator, prosedur, teknologi, perangkat, dan sumber daya manusia yang
saling berkaitan dan dikelola secara terpadu untuk mengarahkan tindakan
atau keputusan yang berguna dalam mendukung pembangunan kesehatan.
Pada pelaksanaan JKN teknologi informasi sangat dibutuhkan
terutama sistem informasi kesehatan pada pencatatan rekam medis yang
akurat dan komprehensif serta penggunaan sistem komputerisasi dan
38
teknologi komputer yang dapat mempermudah sistem pembayaran INACBGs (Thabrany, 2015). Selain itu, sistem rekam medis yang
terkomputrisasi juga dapat membantu mempercepat pengumpulan berkas
JKN. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Widowati
(2015) tentang pengaruh kecepatan pemberkasan rekam medis elektronik
dan rekam medis manual rawat jalan terhadap ketepatan waktu
pengumpulan berkas JKN di RS Bethesda ditemukan bahwa adanya
pengaruh kecepatan pemberkasan rekam medis elektonik dengan ketepatan
waktu pengumpulan berkas JKN dengan risiko ketidaktepatan kecil.
Sedangkan untuk pemberkasan rekam medis manual memiliki risiko
ketidaktepatan yang besar untuk pengumpulan berkas JKN.
Pada Permenkes No. 27 tahun 2014 tentang petunjuk teknis sistem
INA-CBGs juga disebutkan bahwa proses administrasi klaim JKN
menggunakan aplikasi INA-CBGs. Aplikasi tersebut merupakan alat yang
digunakan oleh petugas klaim untuk proses penginputan data dan
pemberian kode tindakan serta diagnosa atas peserta JKN yang sudah
mendapatkan pelayanan. Hal ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut :
1. Menghasilkan data base pelayanan kesehatan pada jenjang RS.
2. Melakukan proses rekapitulasi klaim yang selanjutnya berkas
rekapitulasi akan dikirim ke BPJS kesehatan sebagai bahan dasar
dalam melakukan verifikasi klaim JKN.
Selain itu, sistem INA-CBGs juga ditunjuk sebagai petugas verifikasi
klaim dalam rangka melakukan proses verifikasi atas klaim yang diajukan
oleh rumah sakit untuk menghasilkan data base individual klaim yang
39
terverifikasi pada jenjang BPJS cabang kemudian teregistrasi di pusat.
Selain itu, data base ini akan berperan penting dalam proses klaim serta
dimanfaatkan untuk telaah utilisasai, update tarif INA-CBGs dan lainnya
(Kartika, 2014).
Berdasarkan media internal resmi BPJS Kesehatan Edisi X tahun
2014
diketahui
adanya
bridging
system
merupakan
salah
satu
pengembangan teknologi informasi dengan penggunaan aplikasi berbasis
web service yang menghubungkan sistem pelayanan kesehatan menjadi
satu. Hal ini diharapkan dapat membantu meningkatkan pelayanan
kesehatan di rumah sakit amupun puskesmas. Bagi rumah sakit sistem ini
dapat menghemat sumber daya manusia, kecepatan pengisian data dan
kecepatan proses pengajuan klaim yang sedang ditangani. Sedangkan
keuntungan dari BPJS Kesehatan, bridging system membuat akurasi data
menjadi lebih baik serta proses verifikasi dan pengolahan data jadi lebih
cepat.
2.1.5 Kebijakan dalam Klaim JKN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kulo, Massie, Kandou
(2014) tentang pengolaan dan pemanfaatan dana dari program JKN di
RSUD
Datoe
Bingangkan,
terdapat
beberapa
kebijakan
tentang
penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional yang didalamnya terdapat
penjelasan sistem pembayaran kepada fasilitas kesehatan, seperti:
a. Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN).
40
b. Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS).
c. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2013 tentang
Jaminan Kesehatan.
d. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 71 tahun 2013 tentang
Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional.
e. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 69 tahun 2013 tentang
Standar Tarif Pelayanan Kesehatan pada Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama
dan
Fasilitas
Kesehatan
Tingkat
Lanjutan
dalam
Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan.
f. Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 1
tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan.
g. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 27 tahun 2014 tentang
petunjuk Teknis Sistem Indonesian Case Base Group‟s (INA-CBG‟s).
h. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 28 tahun 2014 tentang
Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional.
Selain kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, terdapat juga
kebijakan yang sifatnya lokal dan hanya digunakan di institusi. Hal ini
terlihat pada penelitian yang dilakukan oleh Cahyaningtyas (2012) bahwa
ketidakdisiplinan petugas terkait peraturan yang ditentukan oleh rumah
sakit menjadi sebuah masalah akibat tidak ada SOP yang terkait tentang
penagihan klaim pasien JPK Gakin dan SKTM. Hal serupa juga
disebutkan pada penelitian Kartika (2014) bahwa proses pengelolaan
berkas klaim tidak hanya mengacu pada prosedur pelayanan dan klaim
41
kesehatan tingkat lanjut yang ditetapkan oleh BPJS kesehatan tetapi juga
dibutuhkan SOP yang jelas disetiap unit klaim. SOP yang jelas nantinya
diharapkan dapat membatu mengoptimalkan kinerja petugas.
Menurut Soemohadiwidjojo (2014) Standar Operasional Prosedur
(SOP) yang merupakan panduan yang digunakan untuk memastikan
kegiatan operasional organisasi atau perusahaan berjalan dengan lancar.
Secara luas SOP dapat diartikan sebagai dokumen yang menjabarkan
aktivitas operasional sebuah organisasi. Sedangkan dalam arti sempit SOP
merupakan salah satu jenis dokumen dalam sebuah sistem tata kerja yang
digunakan untuk mengatur kegiatan operasional antar bagian atau fungsi
dalam sebuah organisasi agar kegiatan tersebut dapat terlaksana secara
sistemik. Penggunaan SOP dalam organisasi bertujuan untuk memastikan
organisasi beroperasi secara konsisten, efektif, efisisn, sistematis dan
terkelola dengan baik, untuk menghasilkan produk yang memiliki mutu
konsisten sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Implementasi SOP
dalam organisasi dimaksudkan agar organisi dapat menghadapi tentangan
sebagai berikut :
1. Tingkat kesulitan kegiatan operasional organisasi semakin tinggi
sehingga risiko terjadinya kesalahan atau penyimpangan juga semakin
tinggi
2. Semakin banyak persyaratan dan peraturan perundang-undangan yang
harus dipatuhi organisasi
3. Pelanggan yang semakin kritis dengan tuntutan mutu produk
organisasi yang konsisten atau semakin baik
42
2.2. Klaim Ditolak
Klaim ditolak menandakan tidak akan ada pembayaran untuk klaim
tersebut umumnya klaim tersebut terdapat kesalahan dalam billing atau
pengkodean ataupun masalah lainnya (Catherine, 2013). Sedangkan berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Tettey, dkk (2012) tentang tantangan dalam
pembayaran provider yang berada dibawah skema asuransi nasional Ghana
disebutkan bahwa penolakan klaim perlu dibagi menjadi dua yaitu penolakan
klaim total dan penolakan klaim sebagian (parsial). Penolakan klaim total
ditandai dengan tidak sedikit pun biaya klaim yang diajukan dibayarkan hal ini
dapat disebabkan oleh tidak ada bukti pelayanan yang diajukan dan klien yang
tidak elegibel karena kartu asuransi kesehatan nasional kadaluarsa atau nomor
asuransi yang tidak dikenali oleh provider. Untuk penolakan klaim parsial bisa
disebut juga sebagai pemotongan atau pengurangan biaya klaim. Hal tersebut
dapat terjadi karena obat yang digunakan tidak sesuai dengan yang ada didaftar
obat, biaya obat yang dilebihkan dan salah mengkutip diagnosa.
Selain itu, menurut Catherine (2013) didalam bukunya, didapatkan bahwa
penyebab penolakan klaim dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu sebagai
berikut:
1. Klaim ditolak karena front–end errors terbagi menjadi beberapa contoh
kesalahan yaitu :
a. Format : beberapa informasi harus dipenuhi sesuai dengan kebutuhan
formulir klaim; tidak ditemukan nomer ID provider serta provider
yang tidak valid artinya provider tidak tersedia dalam sistem.
43
b. Penulisan informasi yang salah seperti nomer ID peserta yang salah
serta nomor ID provider yang salah, infomasi asuransi yang salah,
ditagihkan berdasarkan kelas finansial yang salah, serta tanggal lahir
maupun jenis kelamin pasien yang salah (hal ini dikarenakan beberapa
prosedur biasanya disesuaikan dengan umur atau hanya dilakukan
pada pasien wanita atau laki-laki saja)
c. Permasalahan lainnya : tidak menyerahkan bukti visit, tidak adanya
persetujuan (beberapa pelayanan membutuhkan persetujuan), klaim
tidak diajukan sesuai dengan batas waktunya.
2. Klaim yang ditolak karena kesalahan pada billing dan coding. Hal ini
juga sesuai dengan yang diungkapkan oleh Ernawati dan Kresnowati
(2013) bahwa salah satu faktor penting yang menentukan suatu klaim
ditolak atau diterima adalah akurasi pengkodean diagnosis dan tindakan
pada dokumen rekam medis. Apabila terdapat kesalahan dalam
melakukan pengkodean maka akan mempengaruhi kode DRG kasus dan
akan mempengaruhi biaya pengajuan klaim. Berikut beberapa contoh
kasus kesalahan pada billing dan coding menurut (Catherine, 2013)
yaitu :
a. Ketika sepasang kode tindakan yang diberikan tidak bisa dilakukan
pada sesi yang bersamaan oleh dokter karena pelayanan tersebut
merupakan pelayanan yang sama sehingga salah satunya tidak
dibutuhkan.
b. Kode tambahan tidak ada : biasanya kode primer harus dilengkapi
dengan kode tambahan
44
c. Bukan diagnosis primer : diagnosis tidak dapat dicantumkan sebagai
diagnosis tunggal
d. Kesalahan lainnya seperti penetapan tanggal yang salah baik tanggal
mendapatkan pelayanan, tanggal perawatan dan kepulangan; salah
memilih tempat pelayanan, kode billing yang salah.
3.
Permasalahan lain yang menyebabkan klaim ditolak, yaitu :
a. Waktu pengajuan
b. Batasan frekuensi
c. Batasan kapitasi
d. Dokumen yang tidak lengkap
e. Utilisasi review
f. Prosedur yang tidak perlu
g. Pelayanan kesehatan dengan alasan kecantikan
h. Bukan proseedur yang dicover
i. Kombinasi kode yang tidak valid
j. Diagnosis tidak sesuai dengan prosedur penanganan
Faktor-faktor penyebab tersebut juga ditemukan pada beberapa penelitian
lain. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Mahesa (2009) tentang klaim
bermasalah gakin dan SKTM RSUD Pasar Rebo ditemukan bahwa klaim yang
bermasalah disebabkan oleh ketidaklengkapan berkas administrasi klaim,
pengecualian pelayananan dan batasan biaya. Selain itu, penelitian yang
dilakukan oleh Cahyaningtyas (2012) tentang Kelancaran Penagihan Klaim JPK
Gakin dan SKTM pada pelayanan Administrasi Pasien Jaminan di Rumah Sakit
Bhayangkara Tk. I R. Said Sukanto juga menunjukan bahwa klaim yang tidak
45
dibayarkan serta adanya keterlambatan pengiriman tagihan disebabkan oleh
adanya permasalahan baik pada input maupun proses pengajuan klaim.
Ditemukan bahwa kebijakan terkait penagihan klaim belum tersosialisasi dengan
baik, SDM yang masih kurang, sarana dan prasarana yang belum memadai,
belum terdapat SOP terkait penagihan klaim serta proses verifikasi dan
rekapitulasi yang sering terhambat.
2.3 Kerangka Teori
Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dijabarkan maka dapat dibuat
kerangka teori yang sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu untuk
menggambarkan klaim JKN yang ditolak pada pelayanan rawat jalan di rumah
sakit. Pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan sistem yang merupakan
sebuah penerapan dari cara berpikir yang sistematis dan logis dalam membahas
dan mencari pemecahan masalah dari suatu masalah atau keadaan yang dihadapi.
Unsur sistem secara sederhana dapat dibagi menjadi enam bagian yaitu input,
proses, output, dampak, feedback (umpan balik) dan lingkungan yang saling
berhubungan dan saling tergantung yang beroperasi sebagai satu keseluruhan
dalam pencapaian tujuan (Azwar, 2003).
Pada penelitian ini unsur sistem yang digunakan hanya tiga yaitu input,
proses dan output. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Cahyaningtyas (2012) tentang gambaran kelancaran penagihan klaim JPK Gakin
dan SKTM pada pelayanan administrasi pasien JKN di RS Bhayangkara TKI R
Said Sukanto bahwa kelancaran klaim dilihat menggunakan pendekatan sistem
yang terdiri dari input, proses dan output. Unsur input yang diteliti terdiri dari
46
SDM, kebijakan atau SOP, sarana berupa teknologi informasi serta unsur output
berupa adanya keterlambatan dan klaim yang tidak dibayarkan.
Selain itu, untuk proses pengajuan berkas klaim JKN diambil dari ketentuan
pada Permenkes No. 28 tahun 2014, pedoman teknis administrasi klaim BPJS
kesehatan (2014) dan Permenkes No. 27 tahun 2014. Proses pengajuan berkas
klaim di fasilitas kesehatan tingkat lanjut diawali dengan pelayanan administrasi,
pemberian pelayanan medis, rekapitulasi pelayanan dan pemberian kode serta
entri data klaim melalui INA-CBGs. Berikut kerangka teori yang digunakan pada
penelitian kali ini :
Bagan 2.1 Kerangka Teori 1
1
INPUT
1. SDM
2. Kebijakan/SOP
3. Teknologi
Informasi
PROSES
1. Pelayanan
administrasi
2. Pemberian pelayanan
medis
3. Rekapitulasi
pelayanan
4. Pengkodean dan entri
data
OUTPUT
Klaim yang tidak
dibayarkan
Sumber : Azwar (2003), Cahyaningtyas (2012), Permenkes No. 28 tahun 2014,
BPJS Kesehatan (2014) dan Permenkes No. 27 tahun 2014
47
BAB III
KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH
3.1 Kerangka Pikir
Sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu menggambarkan klaim JKN yang
ditolak pada pelayanan rawat jalan di rumah sakit Singaparna Medika Citrautama
(RS SMC) tahun 2016. Maka penjabarannya akan dilakukan dengan
menggunakan teori pendekatan sistem dari Azwar (2003). Klaim yang ditolak
atau klaim yang tidak dibayarkan merupakan sebuah output dari proses
pengajuan klaim, sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Cahyaningtyas
(2012). Namun, pada penelitian ini hanya akan dilakukan penelitian pada proses
pengajuan berkas klaim yang dilakukan oleh rumah sakit sehingga output yang
diteliti adalah berkas klaim, sesuai dengan Juknis verifikasi klaim (2014).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Cahyaningtyas (2012) juga menyebutkan
bahwa unsur input yang digunakan pada pelayanan administrasi klaim pasien
JPK Gakin dan SKTM adalah sumber daya manusia (SDM), kebijakan dan
teknologi informasi. Maka pada penelitian ini unsur input yang digunakan juga
sesuai dengan penelitian tersebut yaitu terdiri dari petugas pelaksana administrasi
JKN, teknologi informasi dan kebijakan yang digunakan dalam sistem pengajuan
berkas klaim.
Selain itu, untuk proses pengajuan berkas klaim JKN diambil dari ketentuan
pada Permenkes No. 28 tahun 2014, pedoman teknis administrasi klaim BPJS
kesehatan (2014) dan Permenkes No. 27 tahun 2014. Proses pengajuan berkas
terdiri dari pelayanan administrasi, pemberian pelayanan medis, rekapitulasi
pelayanan dan pemberian kodes serta entri data klaim melalui INA-CBGs.
48
Namun, pada pemberian pelayanan medis hanya akan dilakukan penelitian pada
proses pelayanan administrasi yang berlangsung saat pemberian pelayanan
medis. Berikut kerangka pikir yang akan digunakan dalam penelitian ini :
Bagan 3.1 Kerangka Pikir 1
INPUT:
PROSES
1. Petugas
pelaksana
administrasi
pengajuan
klaim JKN rawat jalan,
terdiri dari :
pasien
Berkas
Pengajuan Berkas Klaim
1. Pelayanan administrasi
2. Pemberian
pelayanan
medis
a. Petugas
penerima
JKN
rawat
jalan
b. Petugas
3. Rekapitulasi pelayanan
4. Pemberian kode dan entri
data dengan INA-CBGs
administrasi
poliklinik
c. Petugas Rekapitulasi
d. Petugas
administrasi
klaim JKN
2. Teknologi
OUTPUT :
Informasi
pengajuan klaim JKN
3. Kebijakan klaim JKN di
rumah sakit
49
klaim
JKN yang ditolak
pada
pelayanan
rawat jalan tahun
2016.
3.2 Definisi Istilah
Tabel 3.1 Definisi Istilah 1
No.
Istilah
Definis Istilah
Cara Ukur
Alat Ukur
Informan
Kunci
Pendukung
Hasil Ukur
INPUT
1.
Petugas
Orang
pelaksana
bertugas
administrasi
menjalankan
pengajuan
kegiatan
klaim
yang Telaah
Koordinator
Petugas
dokumen,
wawancara
tempat
pendaftaran
jumlah
wawancara
dan pedoman pendaftaran
rawat
penerimaan pasien JKN
berupa mendalam dan observasi
JKN penerimaan
rawat jalan.
Pedoman
observasi
rawat jalan
dan
SEP
1. Informasi
jalan
petugas
petugas
rawat jalan RS SMC.
2. Informasi berupa latar
pasien JKN rawat
belakang
jalan
masa
dan
mengenai
pendidikan,
kerja
dan
melakukan
pelatihan yang pernah
pengecekan serta
diikuti
pembuatan
penerimaan pasien JKN
surat
eligibilitas peserta
(SEP)
SMC.
di
RS
oleh
petugas
di RS SMC.
3. Permasalahan
berkaitan
petugas
yang
dengan
penerimaan
pasien JKN rawat jalan
di RS SMC.
No.
Istilah
Definis Istilah
Orang
Cara Ukur
yang Telaah
bertugas
dokumen
melengkapi
wawancara
berkas
Alat Ukur
Pedoman
Informan
Kunci
Pendukung
Kepala Seksi Petugas
dan wawancara
Hasil Ukur
1. Informasi
mengenai
Pelayanan
Administrasi
jumlah
Rawat Jalan
poliklinik
administrasi poliklinik
penyakit
di RS SMC.
klaim mendalam
pasien JKN rawat
dalam,
jalan di poliklinik
poliklinik
RS SMC.
bedah
petugas
2. Informasi berupa latar
belakang pendidikan,
dan
masa
kerja
dan
poliklinik
pelatihan yang pernah
kandungan.
diikuti oleh petugas
administrasi poliklinik
di RS SMC.
3. Permasalahan
berkaitan
petugas
yang
dengan
administrasi
poliklinik di RS SMC.
Orang
yang Telaah
Pedoman
Petugas
Petugas
rekapitulasi
rekapitulasi
jumlah
berkas klaim
rekapitulasi
bertugas
dokumen,
wawancara
melakukan
wawancara
dan pedoman berkas klaim
penyusunan
dan mendalam dan observasi
51
1. Informasi
mengenai
petugas
berkas
klaim pasien JKN rawat
No.
Istilah
Definis Istilah
pengecekan
Cara Ukur
Alat Ukur
Informan
Kunci
Pendukung
observasi
Hasil Ukur
jalan di RS SMC.
kelengkapan
2. Informasi berupa latar
maupun pengisian
belakang
berkas
masa
klaim
pendidikan,
kerja
dan
pasien JKN rawat
pelatihan yang pernah
jalan RS SMC.
diikuti
oleh
petugas
rekapitulasi
di
RS
SMC.
3. Permasalahan
yang
berkaitan
dengan
petugas
berkas
rekapitulasi
klaim
pasien
JKN rawat jalan di RS
SMC.
Orang
yang Telaah
Pedoman
Koordinator
Petugas
administrasi
administrasi
jumlah
klaim JKN
administrasi klaim JKN
bertugas
dokumen,
wawancara
melakukan
wawancara
dan pedoman klaim JKN
kegiatan
mendalam dan observasi
pemberian
kode observasi
1. Informasi
mengenai
petugas
di RS SMC.
2. Informasi berupa latar
52
No.
Istilah
Definis Istilah
dan
entri
Cara Ukur
Alat Ukur
Informan
Kunci
Pendukung
data
belakang
pendidikan,
pasien JKN rawat
masa
jalan
pada
pelatihan yang pernah
aplikasi
INA-
diikuti
CBGs
serta
administrasi klaim di
pembuatan
kerja
dan
petugas
RS SMC.
laporan
2.
Hasil Ukur
3. Permasalahan
yang
penagihan klaim
berkaitan
pasien JKN rawat
petugas
jalan di RS SMC.
klaim JKN di RS SMC.
keras Observasi
Perangkat
informasi
beserta perangkat wawancara
Observasi dan
administrasi
administrasi
perangkat keras beserta
klaim JKN.
lunak
pedoman
klaim
klaim
perangkat lunak yang
2. Petugas
digunakan dalam proses
digunakan dalam
1.Koordinator 1. Petugas
administrasi
Teknologi
yang mendalam
dan Pedoman
dengan
wawancara
2.Verifikator
1. Informasi
mengenai
sistem pengajuan
3.Koordinator
pendaftaran
pengajuan klaim di RS
klaim JKN di RS
pendaftaran
rawat jalan
SMC.
SMC.
3. Petugas
53
2. Informasi
pembuatan
permasalahan
SEP
berkaitan
mengenai
yang
dengan
No.
Istilah
Definis Istilah
Cara Ukur
Alat Ukur
Informan
Kunci
Pendukung
Hasil Ukur
penggunaan perangkat
keras beserta perangkat
lunak
dalam
proses
pengajuan klaim JKN
di RS SMC.
3.
Kebijakan
Peraturan
yang Wawancara
Pedoman
1.Koordinator
digunakan
oleh mendalam dan wawancara
RS SMC sebagai telaah dokumen
acuan
dalam
1. Informasi
mengenai
pada tempat penerima
peraturan
yang
pendaftaran,
pasien,
dijadikan acuan dalam
petugas
pengajuan klaim di RS
2.Kasie
Petugas
sistem pengajuan
Pelayanan
administrasi
SMC baik kebijakan
klaim JKN.
Rawat Jalan
poliklinik
lokal dari rumah sakit
dan
maupun
3.Kepala
petugas
Administrasi administrasi
klaim
4.Verifikator
klaim
kebijakan
pemerintah.
2. Informasi
permasalahan
mengenai
yang
berkaitan
dengan
peraturan
yang
dijadikan acuan dalam
pengajuan klaim di RS
54
No.
Istilah
Definis Istilah
Cara Ukur
Alat Ukur
Informan
Kunci
Pendukung
Hasil Ukur
SMC.
PROSES
1.
Pelayanan
Kegiatan
Wawancara
administrasi
penerimaan
mendalam dan wawancara
pasien
JKN pasien
JKN
di observasi
rawat jalan di tempat
RS SMC.
Pedoman
1. Koordinator 1. Petugas
pendaftaran
dan pedoman 2. Kasie
observasi
pendaftaran rawat
jalan dan kegiatan
pendaftaran
2. Petugas
1. Informasi
kegiatan
mengenai
penerimaan
pasien
JKN
di
rawat
pelayanan
administrasi
jalan
rawat jalan
poliklinik
pendaftaran RS SMC.
2. Informasi
tempat
mengenai
pemberkasaan
proses
klaim pada saat
klaim saat pemberian
pemberian
pelayanan di poliklinik
pelayanan pasien
pemberkasan
3. Informasi
mengenai
di poliklinik RS
permasalahan
SMC.
berkaitan
kegiatan
pasien
jalan
yang
dengan
penerimaan
JKN
dan
pemberkasan
rawat
kegiatan
klaim
pada saat pemberian
55
No.
Istilah
Definis Istilah
Cara Ukur
Alat Ukur
Informan
Kunci
Pendukung
Hasil Ukur
pelayanan di poliklinik
RS SMC.
2.
Rekapitulasi
Kegiatan
yang Wawancara
berkas klaim
dilakukan berupa mendalam dan wawancara
memeriksa
observasi
kelengkapan
berkas
Pedoman
Petugas
Petugas
rekapitulasi
rekapitulasi
1. Informasi
mengenai
kegiatan pemeriksaan
dan pedoman
kelengkapan
observasi
klaim JKN rawat jalan
klaim
berkas
yang dilakukan di RS
pasien JKN rawat
SMC.
jalan di RS SMC.
2. Informasi
mengenai
permasalahan
berkaitan
yang
dengan
kegiatan pemeriksaan
kelengkapan
berkas
klaim JKN rawat jalan
RS SMC.
4.
Pemberian
kode
entri data
Kegiatan
yang Wawancara
Pedoman
dan dilakukan di unit mendalam dan wawancara
administrasi
klaim RS SMC
observasi
dan pedoman
observasi
56
Koordinator
Petugas
1. Informasi
administrasi
administrasi
kegiatan
klaim
klaim
kode dan entri data
pasien
mengenai
pemberian
JKN
rawat
No.
Istilah
Definis Istilah
Cara Ukur
Alat Ukur
Informan
Kunci
berupa pemberian
kode
Hasil Ukur
Pendukung
jalan di RS SMC.
diagnosis
2. Informasi
mengenai
dan kode tindakan
permasalahan
serta memasukan
berkaitan
data pasien JKN
kegiatan
rawat
kode dan entri data
melalui
jalan
aplikasi
pasien
INA-CBGs
yang
dengan
pemberian
JKN
rawat
jalan di RS SMC.
hingga
merubahnya
menjadi
data
dalam bentuk txt.
OUTPUT
1.
Berkas klaim Sampel
JKN
berkas Observasi
Pedoman
Koordinator
Petugas
Informasi
yang klaim JKN pada dokumen
dan observasi
administrasi
administrasi
kelengkapan, validitas isi
klaim
klaim
dan
ditolak pada layanan
pelayanan
rawat
jalan yang telah mendalam
jalan disiapkan
tahun 2016.
rawat wawancara
rumah
waktu
terkait
pengajuan
terhadap sampel berkas
oleh
klaim JKN pada layanan
sakit
rawat jalan di RS SMC
57
No.
Istilah
Definis Istilah
Cara Ukur
Alat Ukur
Informan
Kunci
Hasil Ukur
Pendukung
terdiri dari SEP,
yang
resume
medis,
verifikator
pelayanan
kesehatan.
bukti
lainnya
seperti
hasil
rincian
tagihan
rumah
sakit, resep obat
dan
hasil
pemeriksaan
penunjang,
namun
oleh
ditolak
BPJS
kesehatan.
58
ditolak
oleh
BPJS
BAB IV
METODOLOGI
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif.
Metode ini dipilih dikarenakan sesuai dengan pengertiannya bahwa penelitian
kualitatif adalah metode penelitian yang secara khusus berfungsi untuk menggali
dan memahami makna yang berasal dari individu dan kelompok terkait masalah
sosial ataupun individu. Strategi yang digunakan pada penelitian kualitatif ini
adalah studi kasus yang merupakan strategi yang digunakan oleh peneliti dalam
mengembangkan analisis mendalam atas suatu kasus seperti program, peristiwa,
aktivitas, proses ataupun individu (Creswell, 2014). Studi kasus dilakukan
terhadap ketiga berkas klaim JKN yang ditolak pada layanan rawat jalan di RS
SMC tahun 2016.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Juli 2016 sampai September 2016 dan
dilaksanakan di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama (RS SMC)
Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.
4.3 Informan Penelitian
Metode pemilihan informan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
menggunakan teknik purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik
pemilihan sampel yang ditentukan oleh peneliti berdasarkan pengetahuan yang
dimiliki terkait judul penelitian atau berdasarkan situasi masalah yang sedang
difokuskan untuk diteliti (Lapau, 2013). Oleh karena itu, informan yang dipilih
memiliki karakteristik sebagai berikut :
1
Terlibat dalam proses pembuatan berkas klaim JKN pada pelayanan rawat
jalan di RS SMC.
2
Memiliki pengetahuan terkait alur pelayanan administrasi pengajuan klaim
JKN pada pelayanan rawat jalan di RS SMC.
Informan pada penelitian ini berjumlah 11 orang yang terdiri dari koordinator
pendaftaran rawat jalan dan petugas pendaftaran rawat jalan, kepala seksi
pelayanan rawat jalan dan petugas administrasi poliklinik (penyakit dalam, bedah
dan kandungan). Petugas administrasi poliklinik dipilih karena pada poliklinik
tersebut jumlah kunjungan pasiennya terbanyak periode Januari 2016 sampai Mei
2016. Selain itu terdapat petugas rekapitulasi, koordinator administrasi klaim dan
petugas administrasi klaim serta verifikator klaim. Berikut infomasi terkait
informan yang ada pada penelitian ini :
Tabel 4.1 Informan Penelitian 1
Kode
Pendidikan
Lama
Usia
Informan
Jabatan
Terakhir
Bekerja
PRJ1
47 Tahun
D4
5 tahun
Koordinator Pendaftaran
PRJ2
23 Tahun
SLTA
3 Tahun
Petugas Pendaftaran
PRJ3
24 Tahun
D3
3 Tahun
Petugas penerima pasien
JKN pembuat SEP
RJ1
41 Tahun
S1
5 Tahun
Kasien Pelayanan Rawat
Jalan
60
(Tabel 4.1 Sambungan) 1
Kode
Pendidikan
Lama
Usia
Informan
RJ2
27 Tahun
Jabatan
Terakhir
Bekerja
SMA
2 Tahun
Petugas Admin Poliklinik
Bedah
RJ3
21 Tahun
SMK
2 Tahun
Petugas Admin Poliklinik
Penyakit Dalam
RJ4
23 Tahun
SMK
3 Tahun
Petugas Admin Poliklinik
Kebidanan
CH1
24 Tahun
D4
1 Bulan
Petugas Rekapitulasi
CH2
22 Tahun
D3
1 Bulan
Petugas Rekapitulasi
PAK1
31 Tahun
S1
5 Tahun
Koordinator Administrasi
Klaim
PAK2
25 Tahun
D3
1 tahun
Petugas
Administrasi
Klaim
4.4 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian ini yaitu pedoman
wawancara sebagai acuan dalam melakukan wawancara mendalam terkait input
dan proses pengajuan klaim JKN pada pasien rawat jalan di RS SMC. Instrumen
penelitian lainnya yang juga digunakan dalam pengumpulan data yaitu pedoman
observasi berkas klaim yang disertai dengan telaah dokumen. Peneliti juga akan
menggunakan alat bantu dalam mengumpulkan data seperti perekam suara dan
alat tulis.
61
4.5 Sumber Data
Pada penelitian ini akan digunakan dua jenis sumber data untuk mendapatkan
informasi yang dibutuhkan. Kedua jenis sumber data tersebut terdiri dari :
1. Data primer merupakan data yang didapatkan langsung oleh peneliti dari
objek penelitiannya. Data primer didapatkan dari hasil melakukan wawancara
mendalam dan observasi baik pada prosedur yang berlangsung di lapangan
dan observasi berkas klaim JKN yang ditolak.
2. Data sekunder merupakan data yang tidak didapatkan secara langsung oleh
peneliti melainkan data tersebut sudah ada dan merupakan data milik rumah
sakit. Bentuk dari data ini adalah dokumen yang mendukung penelitian yang
dilakukan oleh peneliti yang terdiri dari profil rumah sakit, data kepegawaian
rumah sakit, data jumlah kunjungan pasien, data pengajuan klaim dan
kebijakan yang digunakan pada sistem pengajuan klaim JKN di RS SMC.
4.6 Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini yaitu dengan
wawancara mendalam, observasi dan telaah dokumen. Wawancara mendalam
dilakukan dengan tujuan untuk menggali informasi lebih mendalam terkait input,
proses dan output pada sistem pengajuan klaim JKN pada pelayanan rawat jalan
di RS SMC. Wawancara mendalam akan dilakukan kepada pihak-pihak yang
terlibat dalam proses pengajuan klaim JKN di RS SMC. Telaah dokumen
dilakukan untuk mendapatkan data terkait jumlah berkas klaim yang ditolak
melalui dokumen-dokumen yang tersedia di RS SMC serta observasi yang
digunakan untuk mendapatkan informasi terkait kondisi input, proses dan output
pada sistem pengajuan klaim.
62
4.7 Pengolahan Data
Pengolahan data yang digunakan pada penelitian ini yaitu menggunakan
pendekatan dari Miles & Hubberman (1992). Berikut akan dijabarkan langkah
pengolahan data pada pendekatan tersebut :
1. Reduksi Data
Reduksi data pada penelitian ini yaitu proses pemilihan dan pemusatan
perhatian pada penyederhanaan data mentah yang didapatkan di lapangan
oleh peneliti. Data mentah yang didapatkan dari hasil wawancara, observasi
maupun telaah dokumen akan dipilah dan digolongkan sesuai kerangka
konsep penelitian yaitu input (Petugas pelaksana administrasi JKN, teknologi
informasi yang digunakan dalam proses pengajuan klaim beserta kebijakan),
proses (pelayanan administrasi pasien JKN rawat jalan, rekapitulasi dan
administrasi klaim) dan output (berkas klaim JKN yang ditolak). Data mentah
yang sekiranya tidak diperlukan maka akan dibuang.
2. Penyajian Data
Data yang sudah direduksi sesuai kerangka konsep penelitian, selanjutnya
akan dijadikan uraian singkat dan disajikan kedalam sebuah matriks. Matriks
akan dibuat berdasarkan pertanyaan penelitian yang juga terbagi atas input
(Petugas pelaksana administrasi JKN, teknologi informasi yang digunakan
dalam proses pengajuan klaim beserta kebijakan), proses (pelayanan
administrasi pasien JKN rawat jalan, rekapitulasi dan administrasi klaim) dan
output (berkas klaim JKN yang ditolak). Data yang sekiranya dapat
menjawab pertanyaan penelitian akan diuraikan berdasarkan metode
63
pengumpulan data baik itu informan kunci, informan pendukung, hasil
observasi maupun hasil telaah dokumen.
3. Menarikan Kesimpulan/Verifikasi
Pada tahapan ini peneliti akan menarik kesimpulan dari matriks yang telah
dibuat. Kesimpulan akan dibuat dengan cara meninjau kembali gagasan yang
sudah didapat dengan pemikiran ulang serta tinjauan ulang pada catatan di
lapangan. Gagasan input, proses dan output yang telah didapat dari matriks
akan ditinjau ulang oleh peneliti dengan memperhatikan data yang tersaji
pada matriks. Data diverifikasi dengan membandingkan data hasil
wawancara, observasi dan telaah dokumen sehingga terbentuk kesimpulan
yang valid.
4.8 Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini menggunakan metode analisis data
Spradley (1980) dalam Sugiyono (2016). Analisis data dilakukan sejak awal
penelitian dan selama proses penelitian dilaksanakan. Metode ini terdiri dari
empat tahapan, yaitu :
1. Analisis Domain
Analisis domain pada tahapan ini peneliti berupaya untuk memperoleh
gambaran umum pada sistem pengajuan klaim JKN rawat jalan di RS SMC
untuk menjawab fokus penelitian yaitu gambaran klaim yang ditolak.
Peneliti melihat kembali data yang telah diolah dan menentukan domain
atau fokus penelitian yang terdiri dari input, proses dan output (berkas
klaim JKN rawat jalan yang ditolak) pada sistem pengajuan klaim.
2. Analisis Taksonomi
64
Setelah pada tahap analisis domain ditemukan domain penelitian maka
selanjutnya pada analisis taksonomi, domain-domain tersebut dirinci lagi
menjadi sub-domain. Input disub-domainkan lagi yang terdiri dari petugas
pelaksana administrasi JKN, teknologi informasi dan kebijakan. Domain
proses juga di sub-domainkan lagi yang terdiri dari pelayanan administrasi
pasien JKN, rekapitulasi serta pemberian kode dan entri data. Setelah itu
sub-domain yang ada pada input seperti petugas pelaksana administrasi
JKN disub-domainkan lagi menjadi petugas penerima pasien JKN, petugas
administrasi poliklinik, petugas rekapitulasi dan petugas administrasi klaim.
Pada tahap ini peneliti juga mendalami domain dan sub-domain tersebut
melalui bahan-bahan pustaka terkait untuk memperoleh pemahaman yang
mendalam.
3. Analisis Komponensial
Pada tahap ini peneliti membandingkan antar domain yang diperoleh pada
tahapan sebelumnya untuk dilihat perbedaanya. Sub-domain petugas
pelaksana administrasi klaim dilihat berdasarkan jumlah, latar belakang
pendidikan, lama kerja dan pelatihan. Sedangkan untuk sub-domain
kebijakan dan teknologi informasi dilihat berdasarkan penggunaanya. Lebih
lanjut sub-domain proses dilihat perbedaannya berdasarkan gambaran
kegiatan serta untuk output yaitu berkas klaim dilihat berdasarkan
kelengkapannya, validitas isi dan waktu pengajuan klaim. Hal ini dilakukan
untuk memperoleh gambaran menyeluruh dan mendalam mengenai fokus
penelitian yaitu gambaran berkas klaim JKN rawat jalan yang ditolak.
65
4. Analisis Tema Kultural
Pada tahap ini peneliti berusaha untuk menemukan hubungan yang terdapat
pada unsur input dan unsur proses serta sub-domain didalamnya terhadap
unsur outputnya yaitu kondisi berkas klaim JKN rawat jalan yang ditolak
oleh verifikator klaim BPJS.
4.8 Triangulasi Data
Strategi validitas yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan
melakukan triangulasi sumber dan triangulasi metode. Triangulasi sumber data
informasi dilakukan dengan memeriksa kembali data informasi yang didapatkan
dari berbagai sumber agar data informasi yang didapatkan akurat. Pada penelitian
ini triangulasi sumber data informasi dilakukan dengan membandingkan data
yang didapat dari informan kunci dengan informan pendukung. Sedangkan untuk
triangulasi metode dilakukan dengan membandingkan data hasil wawancara
dengan data hasil observasi maupun data hasil telaah dokumen. Telaah dokumen
dilakukan terhadap dokumen yang dimiliki oleh rumah sakit seperti data
kepegawaian rumah sakit, laporan jumlah kunjungan pasien, laporan pengajuan
klaim dan kebijakan berupa SOP yang digunakan pada sistem pengajuan klaim
JKN di RS SMC.
Tabel 4.2 Triangulasi Data 1
Triangulasi Metode
Informasi
Triangulasi Sumber
Wawancara Observasi Telaah
Dokumen
Petugas pelaksana


JKN
66

Informan
Informan
Kunci
Pendukung


(Tabel 4.2 Sambungan) 1
Triangulasi Metode
Informasi
Triangulasi Sumber
Wawancara Observasi Telaah
Dokumen
Teknologi
informasi
sistem
Informan
Informan
Kunci
Pendukung


-



-





-




-




-







pada
pengajuan
klaim JKN
Kebijakan
sistem
pada
pengajuan
klaim JKN
Pelayanan
administrasi pasien
JKN rawat jalan
Rekapitulasi berkas
klaim
Pengkodean
dan
entri data dengan
INA-CBGs
Berkas klaim JKN
yang ditolak pada
pelayanan
rawat
jalan tahun 2016.
67
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama
Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama adalah Rumah Sakit Umum
Daerah Kabupaten Tasikmalaya yang sudah berganti nama dan berganti kelas
menjadi rumah sakit umum daerah berkelas C. Pergantian nama dan kelas
tersebut didasarkan oleh adanya perubahan atas Perda Kabupaten Tasikmalaya
No 3 tahun 2011 tentang RSUD Kabupaten Tasikmalaya menjadi Perda No. 4
tahun 2014. Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama sudah didirikan sejak
22 Februari 2011 sesuai dengan SK Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten
Tasikmalaya No. 445/Kep.61 – Diskes /2011 dan izin operasionalnya diatur
dengan SK Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya No. 445/Kep.65A –
Diskes /2011 Tanggal 25 Februari 2011.
Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama sudah bekerja sama dengan
BPJS kesehatan per 1 Januari 2014 untuk melaksanakan program JKN. Seiring
dengan pelaksanaan program JKN di RS SMC, rumah sakit ini berganti kelas
yang awalnya rumah sakit berkelas D menjadi rumah sakit berkelas C dan
menjadi pusat rujukan di Kabupaten Tasikmalaya. Pelayanan untuk program JKN
yaitu dengan memanfaatkan seluruh fasilitas yang ada di Rumah Sakit
Singaparna Medika Citrautama. Terdapat 106 TT yang saat ini sudah dilakukan
penambahan untuk menunjang pelayanan JKN serta penyediaan pelayanan
mencakup IGD, ruang rawat inap untuk dewasa dan anak-anak serta pelayanan
rawat jalan. Pelayanan rawat jalan terdiri dari Poli Umum, Poli Gigi dan Mulut,
68
Kebidanan dan Kandungan, Poli Saraf, Poli Bedah, Poli Mata, Poli Rehabilitasi
Medik, Poli Anak, Poli Jiwa, dan Poli Kulit.
Letak RS Singaparna Medika Citrautama yaitu di Jalan Raya Rancamaya
Singaparna, Tasikmalaya, Jawa Barat. Lokasi tersebut merupakan lokasi yang
strategis dikarenakan berada di jalan raya utama untuk masuk ke Kota
Tasikmalaya dari arah Kabupaten Garut. Maka dari itu RS Singaparna Medika
Citrautama selain melayani pasien sekitar Kabupaten Tasikmalaya juga melayani
pasien yang berasal dari Garut. Sedangkan untuk penerimaan pasien rujukan RS
SMC umumnya juga menerima rujukan dari pasien JKN yang terdapat di daerah
Tasikmalaya, Garut, Ciamis dan Banjar.
a. Visi
“Rumah Sakit Medika Citrautama menjadi pilihan pertama dan pusat
rujukan pelayanan kesehatan masyarakat Kabupaten Tasikmalaya Tahun
2015”.
b. Misi
1.
Meningkatkan pelayanan kesehatan yang prima, merata dan terjangkau
oleh semua lapisan masyarakat
2.
Meningkatkan kemudahan akses pelayanan
3.
Meningkatkan sumber daya manusia yang profesional sesuai standar
pelayanan
4.
Meningkatkan pelaksanaan manajemen administrasi yang efektif dan
efisien
c. Motto
Kesembuhan Anda adalah Kebahagian Kami
69
d. Ketenagakerjaan
Berdasarkan data rekap pegawai RS SMC tahun 2015 diketahui data
ketenagakerjaan terbagi menjadi dua kelompok yaitu ketenagakerjaan PNS
dan Non PNS, berikut rincian jumlahnya :
Tabel 5.1 Ketenagakerjaan di RS SMC Tahun 2015 1
Jumlah
JENIS TENAGA
PNS
Non-PNS
Direktur
1
-
Kabag TU
1
-
Ka Subbag Umum & Kepegawaian
1
-
Kasubag Keuangan dan Asset
1
-
Kasubag Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan
1
-
Kabid Keperawatan
1
-
Kasi Rawat Inap
1
-
Kasi Rawat Jalan
1
-
Kasi Sarana dan Prasarana
1
-
Kabid Kemedikan
1
-
Kasi Pelayanan
3
-
Dokter Spesialis
5
10
Dokter Umum
9
2
Dokter Gigi
1
-
Perawat
36
98
Bidan
19
35
Apoteker
2
4
Ass Apoteker
5
-
Nutrisionis
3
-
SKM
6
2
70
(Tabel 5.1 Sambungan) 1
Jumlah
JENIS TENAGA
PNS
Non-PNS
Pranata Laboratorium
7
11
Radiografer
3
4
Teknisi Elektromedik
-
1
Rekam Medis
2
5
Psikolog Klinik
1
-
Repraksionis
1
1
Pelaksana
8
142
115
319
Total
Sumber : Rekap Pegawai RS SMC tahun 2015
5.2 Gambaran Berkas Klaim JKN yang Ditolak Pada Layanan Rawat Jalan di
Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama Kabupaten Tasikmalaya
tahun 2016
Telaah dokumen yang dilakukan terhadap data pengajuan klaim tahun 2016
pada pelayanan rawat jalan di RS SMC menunjukan bahwa data klaim yang
sudah ditagihkan pada bulan September hanyalah klaim pada bulan Januari
2016 sampai bulan Juni tahun 2016. Berdasarkan data tersebut maka diketahui
jumlah berkas klaim yang diajukan dan jumlah berkas klaim yang ditolak oleh
verifikator BPJS kesehatan setiap bulannya dari bulan Januari 2016 sampai
bulan Juni 2016, sebagai berikut :
71
Tabel 5.2 Jumlah Berkas Klaim yang Diajukan dan Jumlah Berkas Klaim
yang Ditolak Pada Layanan Rawat Jalan di RS SMC Pada Januari 2016
sampai Juni 2016 1
No.
Bulan
Jumlah Berkas Klaim
Jumlah Berkas
yang Diajukan
Klaim yang
Ditolak
1.
Januari 2016
1.798
21
2.
Februari 2016
2.099
18
3.
Maret 2016
2.272
43
4.
April 2016
2.292
43
5.
Mei 2016
2.570
40
6.
Juni 2016
2.169
25
Total
13.200
190
Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui bahwa pada bulan Januari 2016
sampai dengan Juni 2016 jumlah berkas klaim yang diajukan yaitu sebesar
13.200 dengan diantaranya 190 berkas klaim ditolak. Jumlah berkas klaim
terbanyak yang diajukan yaitu pada bulan Mei 2016 dengan berkas klaim
sebanyak 2.570. Namun, untuk jumlah berkas klaim ditolak terbanyak terjadi
pada bulan Maret 2016 dan April 2016 yaitu 43 berkas klaim.
Hasil observasi berdasarkan kelengkapan, validitas isi dan waktu
pengajuan terhadap tiga berkas klaim JKN yang telah ditolak oleh verifikator
BPJS kesehatan pada layanan rawat jalan di RS SMC tahun 2016, didapatkan
sebagai berikut :
72
1. Berkas Klaim I
Hasil observasi berdasarkan kelengkapan berkas, validitas isi dan waktu
pengajuan terhadap berkas klaim I didapatkan sebagai berikut :
Tabel 5.3 Gambaran Kelengkapan Berkas, Validitas Isi dan Waktu Pengajuan
Berkas Klaim I 1
Kelengkapan Berkas
Validitas Isi
Waktu
Pengajuan
Persyaratan
Ada Tidak Persyaratan Sesuai Tidak Ket.
Kelengkapan
Ada
Pengisian
Sesuai
Nama pasien
√
 Tanggal
Usia
√
pelayanan
: 24 April
Jenis
√
2016
Kelamin
Nomor kartu
 Waktu
√
JKN
pengajuan
: Juli
Nomor
√
2016
rekam medis
Tanggal
√
SEP
Valid
√
pelayanan
Poliklinik
√
Tujuan
Diagnosa
√
awal
Jenis
√
perawatan
Kelas
√
perawatan
Nama pasien
√
Usia
√
Nomor
√
rekam medis
Resume Medis
Valid
Poliklinik
(Lembar INA√
√
Tujuan
DRG)
Jenis
√
Kelamin
Tanggal
√
pelayanan
73
(Tabel 5.3 Sambungan) 1
Kelengkapan Berkas
Validitas Isi
Waktu
Persyaratan Ada Tidak Persyaratan Sesuai Tidak Ket.
Pengajuan
Kelengkapan
Ada
Pengisian
Sesuai
Cara
√
kepulangan
Diagnosa
√
dan tindakan
Pengkodean
√
diagnosa
dan tindakan
Tanda-tangan
TandaValid
√
√
DPJP
tangan DPJP
LPP
Nama pasien
√
Usia
√
Nomor
√
rekam medis
Valid
√
Poliklinik
√
tujuan
Rincian
√
harga
pelayanan
Fotokopi
Fotokopi
Valid
√
√
Kartu JKN
Kartu JKN
Fotokopi
Fotokopi
Valid
√
√
KTP
KTP
Fotokopi KK
Fotokopi
Valid
√
√
KK
Surat
Surat
Valid
√
√
Rujukan
Rujukan
Hasil
Hasil
Valid
√
√
Pemeriksaan
Pemeriksaan
penunjang
penunjang
(jika
(jika
dilakukan)
dilakukan)
Rincian Obat
Rincian
√
(jika
Obat (jika
diberikan)
diberikan)
Keterangan :
Validitas isi dilihat dari kesesuaian pengisian berkas klaim berdasarkan Catherine
(2013), PMK No. 28 tahun 2014, PMK No. 27 tahun 2014 dan Juknis Verifikasi klaim
74
Berdasarkan tabel 5.3 dapat diketahui bahwa pada berkas klaim I
kelengkapan persyaratan sudah hampir memenuhi hanya saja tidak terdapat
rincian obat. Namun, berdasarkan hasil pengamatan pada lembar INADRG tertulis bahwa pasien memang tidak diberikan resep obat oleh dokter
sehingga tidak ada rincian obat. Sehingga dapat dikatakan bahwa
berdasarkan kelengkapan persyaratan, berkas klaim I sudah 100% lengkap.
Sama halnya dengan validitas isi dimana berdasarkan tabel 5.3 semua
pengisian persyaratan yang harus ada pada berkas klaim JKN sudah sesuai.
Hal ini dilihat dari konsistensi pengisian setiap lembar atau formulir pada
berkas klaim. Seperti identitas pasien yang terdiri dari nama, usia dan jenis
kelamin dilihat kesesuaiannya dengan identitas yang tertulis pada kartu
JKN, KTP, KK. Sedangkan untuk nomor kartu JKN dan nomor rekam
medis pasien, tanggal pelayanan, poliklinik tujuan, jenis perawatan dan
kelas perawatan penulisannya sudah sesuai dengan yang tertera pada kartu
JKN, surat rujukan, SEP dan pada lembar INA-DRG. Selain itu, Pembuatan
kode diagnosa dan kode tindakan berdasarkan keterangan dari petugas
administrasi klaim mengacu pada ICD 10 untuk kode diagnosa, ICD 9
untuk kode tindakan dan aturan pengkodean lainnya sesuai Permenkes No.
27 tahun 2014 tentang Juknis sistem INA-CBGs. Berikut kutipan
wawancaranya,
“…Hanya mengacu pada permenkes 27 tahun 2014, ICD 10 sama
ICD 9.”,
Berdasarkan waktu pengajuan berkas klaim diketahui bahwa berkas
ini telah diajukan pada bulan Juli 2016 dengan tanggal pelayanan yang
diberikan yaitu pada 24 April 2016. Hal ini tidak menunjukan adanya
75
permasalahan karena pengajuan klaim di RS SMC memang dilakukan
apabila proses verifikasi sudah selesai. Namun, terdapat permasalahan lain
yaitu pada proses pengajuan berkas klaim ini tidak melihat jumlah
kunjungan pasien pada berkas ini di bulan April. Diketahui bahwa berkas
klaim I merupakan berkas klaim peserta JKN yang sudah berkunjung ke RS
SMC lebih dari tiga kali dalam satu bulan dengan diagnosa dan poliklinik
yang sama dimana berkas klaim ini adalah kunjungan keempatnya. Hal
inilah yang membuat berkas klaim I ditolak oleh verifikator klaim BPJS
kesehatan. Akan tetapi kebijakan terkait pembatasan jumlah kunjungan
baru muncul pada tahun 2016 dan tidak diketahui bentuk kebijakan yang
mendasarinya. Keterangan ini didapatkan dari salah satu petugas
administrasi klaim, berikut kutipan wawancaranya,
“Aturan ini sih baru ada di 2016 soalnya dulu mah kalo pasien sampe 7 kali
pun ke poli yang sama masih bisa ditanggung. Tapi gatau tuh sekarang jadi gitu
gabisa. Kalo bentuk aturannya sih gaada ya neng jadi cuman dikasih tau aja dari
verifikatornya waktu ngasih berkas klaimnya”, (PAK2)
2. Berkas Klaim II
Hasil observasi pada berkas klaim II menunjukan gambaran berkas
berdasarkan kelengkapan berkas, validitas isi dan waktu pengajuan berkas
sebagai berikut :
Tabel 5.4 Gambaran Kelengkapan Berkas, Validitas Isi dan Waktu Pengajuan
Berkas Klaim II 1
Kelengkapan Berkas
Validitas Isi
Persyaratan
Ada Tidak Persyaratan Sesuai Tidak Ket.
Kelengkapan
Ada
Pengisian
Sesuai
Nama pasien
√
SEP
Waktu
Pengajuan
 Tanggal
pelayanan
Valid
: 11 April
2016
√
76
(Tabel 5.4 Sambungan) 1
Kelengkapan Berkas
Validitas Isi
Persyaratan
Tidak Persyaratan
Ada
Kelengkapan
Ada Pengisian
Usia
Resume
Medis
(Lembar
INA-DRG)
√
Sesuai Tidak Ket.
Sesuai
√
Jenis Kelamin
√
Nomor kartu
JKN
Nomor rekam
medis
Tanggal
pelayanan
Poliklinik
Tujuan
Diagnosa
awal
Jenis
perawatan
Kelas
perawatan
Nama pasien
√
Usia
√
Nomor rekam
medis
Poliklinik
Tujuan
Jenis Kelamin
√
Tanggal
pelayanan
Cara
kepulangan
Diagnosa dan
tindakan
Pengkodean
diagnosa dan
tindakan
√
77
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Valid
Waktu
Pengajuan
 Waktu
pengajuan
: Juli 2016
(Tabel 5.4 Sambungan) 2
Kelengkapan Berkas
Persyaratan
Ada Tidak
Kelengkapan
Ada
Tanda-tangan
√
DPJP
LPP
√
Fotokopi
Kartu JKN
Fotokopi KTP
√
Fotokopi KK
√
Surat Rujukan
√
√
Validitas Isi
Persyaratan Sesuai Tidak
Pengisian
Sesuai
Tanda-tangan
DPJP
Nama pasien
√
Usia
√
Nomor rekam
medis
Poliklinik
tujuan
Rincian harga
pelayanan
Fotokopi
Kartu JKN
Fotokopi
KTP
Fotokopi KK
√
Surat
Rujukan
Hasil
Pemeriksaan
penunjang
(jika
dilakukan)
Rincian Obat
(jika
diberikan)
-
Ket.
Waktu
Pengajuan
-
Valid
√
√
√
Valid
√
Valid
√
Valid
-
-
Hasil
√
Pemeriksaan
penunjang
(jika
dilakukan)
Rincian Obat
Valid
√
√
(jika
diberikan)
Keterangan :
Validitas isi dilihat dari kesesuaian pengisian berkas klaim berdasarkan Catherine
(2013), PMK No. 28 tahun 2014, PMK No. 27 tahun 2014 dan Juknis Verifikasi klaim
Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui terdapat beberapa hal
yang belum dilengkapi pada persyaratan berkas klaim ini diantaranya
belum adanya tanda-tangan dokter penanggung jawab, tidak adanya
surat rujukan dan tidak adanya hasil pemeriksaan penunjang. Akan
tetapi, tidak ditemukan adanya hasil pemeriksaan penunjang pada
78
berkas klaim ini dikarenakan memang tidak dilakukan pemeriksaan
penunjang. Hal ini dapat dilihat dari rincian pelayanan pada LPP yang
memang tidak ada pemeriksaan penunjang yang diberikan melainkan
hanya pelayanan farmasi saja. Namun dengan tidak adanya surat
rujukan dan belum ditanda-tanganinya lembar INA-DRG oleh DPJP
membuat berkas klaim ini tidak lengkap. Hasil wawancara
menunjukan bahwa pasien ini hanya membawa surat kontrol saat
pertama kali mendapatkan pelayanan di RS SMC sebagai peserta
JKN. Diketahui bahwa peserta JKN ini pada awalnya melakukan
pengobatan di rumah sakit sebagai pasien umum artinya tidak
menggunakan kartu JKN. Akan tetapi pada pertemuan berikutnya ia
menggunakan kartu JKN dengan surat yang dilampirkan merupakan
surat kontrol bukan surat rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat
pertama. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan dengan
koordinator administrasi klaim,
“…Tapi kadang yang tidak lengkap itu rujukannya tidak
sesuai yang harusnya kunjungan pertama itu pakai rujukan
dari ppk satu ini pakai surat kontrol. Nah ini mungkin karna
kondisi awal dia kunjungan ke rumah sakit tidak pakai
BPJS…”
Berdasarkan validitas isi pada tabel 5.4 menggambarkan
bahwa semua pengisian persyaratan yang harus ada pada berkas klaim
JKN sudah sesuai. Hal ini dilihat dari konsistensi pengisian setiap
lembar atau formulir pada berkas klaim. Seperti identitas pasien
dilihat kesesuaiannya dengan identitas yang tertulis pada kartu JKN,
KTP, KK. Sedangkan untuk nomor kartu JKN dan nomor rekam
79
medis pasien, tanggal pelayanan, poliklinik tujuan, jenis perawatan
dan kelas perawatan penulisannya sudah sesuai dengan yang tertera
pada kartu JKN, surat rujukan, SEP dan pada lembar INA-DRG.
Selain itu, pemberian kode diagnosa pada lembar INA-DRG sudah
dikatakan benar terlihat dari penandaan yang diberikan oleh
verifikator berupa tanda ceklist. Selain itu keterangan dari petugas
administrasi klaim juga menyatakan bahwa pemberian kode untuk
diagnosa pada semua berkas klaim mengacu pada ICD 10.
Berdasarkan waktu pengajuan berkas klaim ini yang dilakukan
pada bulan Juli 2016 akan tetapi pelayanan diberikan pada 11 April
2016 juga tidak ditemukan adanya permasalahan. Hal ini sesuai
dengan hasil wawancara dengan petugas administrasi klaim
sebelumnya bahwa tidak ada ketentuan waktu pengajuan klaim di RS
SMC, sehingga berkas klaim diajukan setelah proses verifikasi
selesai.
3. Berkas Klaim III
Hasil observasi pada berkas klaim III menunjukan gambaran berkas
berdasarkan kelengkapan berkas, validitas isi dan waktu pengajuan berkas
sebagai berikut :
Tabel 5.5 Gambaran Kelengkapan Berkas, Validitas Isi dan Waktu Pengajuan
Berkas Klaim III 1
Kelengkapan Berkas
Validitas Isi
Waktu
Pengajuan
Persyaratan
Ada Tidak Persyaratan Sesuai Tidak Ket.
Kelengkapan
Ada
Pengisian
Sesuai
Nama pasien
√
 Tanggal
SEP
Valid
√
pelayanan
80
(Tabel 5.5 Sambungan) 1
Kelengkapan Berkas
Validitas Isi
Persyaratan
Tidak Persyaratan
Tida
Ada
Sesuai
Ket.
Kelengkapan
Ada
Pengisian
Sesuai
Usia
√
Jenis
√
Kelamin
Nomor kartu
√
JKN
Nomor
√
rekam medis
Tanggal
√
pelayanan
Poliklinik
√
Tujuan
Diagnosa
√
awal
Jenis
√
perawatan
Kelas
√
perawatan
Nama pasien
√
Usia
√
Nomor
√
rekam medis
Poliklinik
√
Tujuan
Jenis
Resume
√
Kelamin
Medis
Valid
√
Tanggal
√
(Lembar INApelayanan
DRG)
Cara
√
kepulangan
Diagnosa dan
√
tindakan
Pengkodean
√
diagnosa dan
tindakan
Tanda-tangan
Tanda√
DPJP
tangan DPJP
81
Waktu
Pengajuan
: 26 Juni
2016
 Waktu
Pengajuan
: Agustus
2016
(Tabel 5.5 Sambungan) 2
Kelengkapan Berkas
Validitas Isi
Waktu
Pengajuan
Persyaratan
Tidak Persyaratan
Tida
Ada
Sesuai
Ket.
Kelengkapan
Ada
Pengisian
Sesuai
LPP
Nama pasien
√
Usia
√
Nomor
√
rekam medis
Valid
√
Poliklinik
√
tujuan
Rincian
√
harga
pelayanan
Fotokopi
Fotokopi
Valid
√
√
Kartu JKN
Kartu JKN
Fotokopi KTP
Fotokopi
Valid
√
√
KTP
Fotokopi KK
Fotokopi KK
Valid
√
√
Surat Rujukan
Surat
Valid
√
√
Rujukan
Hasil
Hasil
Valid
√
√
Pemeriksaan
Pemeriksaan
penunjang
penunjang
(jika
(jika
dilakukan)
dilakukan)
Rincian Obat
Rincian Obat
√
(jika
(jika
diberikan)
diberikan)
Keterangan :
Validitas isi dilihat dari kesesuaian pengisian berkas klaim berdasarkan Catherine
(2013), PMK No. 28 tahun 2014, PMK No. 27 tahun 2014 dan Juknis Verifikasi
klaim
Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui bahwa pada berkas
klaim III kelengkapan persyaratan sudah hampir memenuhi hanya
saja tidak terdapat tanda-tangan dokter penanggung jawab pasien atau
DPJP dan rincian obat. Namun, berdasarkan hasil pengamatan pada
lembar INA-DRG tertulis bahwa pasien memang tidak diberikan
82
resep obat oleh dokter sehingga tidak ada rincian obat. Hal ini terbukti
pada LPP tidak ada rincian harga untuk pelayanan farmasi. Sehingga
dapat dikatakan bahwa berdasarkan kelengkapan persyaratan, berkas
klaim III belum lengkap sepenuhnya.
Berdasarkan validitas isi pada tabel 5.5 menggambarkan
bahwa semua pengisian persyaratan yang harus ada pada berkas klaim
JKN sudah sesuai. Hal ini dilihat dari konsistensi pengisian setiap
lembar atau formulir pada berkas klaim. Seperti identitas pasien
dilihat kesesuaiannya dengan identitas yang tertulis pada kartu JKN,
KTP, KK. Sedangkan untuk nomor kartu JKN dan nomor rekam
medis pasien, tanggal pelayanan, poliklinik tujuan, jenis perawatan
dan kelas perawatan penulisannya sudah sesuai dengan yang tertera
pada kartu JKN, surat rujukan, SEP dan pada lembar INA-DRG.
Selain itu, pembuatan kode diagnosa dan tindakan mengacu
pada ICD 10 dan ICD 9 seperti yang telah dikatakan sebelumnya.
Namun, berdasarkan hasil pengamatan pada lembar INA-DRG
terdapat kolom isi cara pulang dimana isi yang dicantumkan adalah
pulang paksa. Dikatakan bahwa pengisian ini memang sesuai dengan
kondisi yang didapati dilapangan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan koordinator administrasi
klaim diketahui bahwa pulang paksa yang dimaksud pada berkas ini
adalah pasien menolak tindakan yang dianjurkan oleh dokter. Berkas
klaim menunjukan bahwa salah satu pasien didiagnosa penyakit
kanker dan harus menjalani kemoterapi. Namun, pasien menolak
83
untuk tindakan tersebut pada saat itu. Dikatakan juga bahwa
seharusnya lembar SEP pasien dihilangkan oleh petugas administrasi
poliklinik karna pasien dengan pulang paksa tidak dapat diklaimkan
sehingga pasien menjadi pasien umum yaitu pasien yang harus
membayar pelayanannya sendiri. Berikut kutipan wawancaranya,
“…pasien pas pelayanan nolak tindakan jadi saat itu juga
pelayanan harus dibayar secara pribadi... Nanti bagian poli
akan bilang juga kalo menolak menjadi pasien umum dan SEP
dicabut dan pasien bayar”,
Sedangkan,
berdasarkan
waktu
pengajuan
berkas
tidak
ditemukan adanya permasalahan karena sesuai dengan hasil
wawancara dengan petugas administrasi klaim sebelumnya bahwa
tidak ada ketentuan waktu pengajuan klaim di RS SMC, sehingga
berkas klaim memang dapat diajukan setelah proses verifikasi selesai.
5.3 Gambaran Proses Pelayanan Administrasi JKN Rawat Jalan di Rumah
Sakit Singaparna Medika Citrautama Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2016
Proses administrasi JKN rawat jalan di RS SMC terdiri dari kegiatan
administrasi pada penerimaan pasien JKN rawat jalan di tempat pendaftaran dan
kegiatan administrasi pada saat pemberian pelayanan di poliklinik. Informasi
terkait kegiatan tersebut didapatkan dari hasil wawancara dan hasil observasi.
5.3.1 Proses Administrasi Pasien JKN di Tempat Pendaftaran
Hasil observasi dan wawancara dengan kepala seksi pelayanan rawat
jalan menunjukan bahwa pendaftaran pasien rawat jalan sudah dibuka sejak
pukul 07.00 pagi sampai 11.00 siang. Alur penerimaan pasien JKN rawat
jalan di RS SMC yaitu sebagai berikut :
84
Bagan 5.1 Alur Penerimaan Pasien JKN Rawat Jalan 1
Berdasarkan bagan 5.1 dapat diketahui bahwa alur penerimaan pasien JKN
di RS SMC yaitu sebagai berikut :
1. Pasien datang mengambil nomor antrian
Berdasarkan hasil
observasi
sebelum
petugas
pendaftaran
memanggil pasien terlebih dahulu pasien yang akan mendaftar
diharuskan untuk mengambil nomor antrian di mesin antrian yang
dijaga oleh satpam. Nomor antrian yang didapatkan terdapat dua jenis
yaitu nomor antrian pendaftaran serta nomor antrian di poliklinik yang
dituju sebanyak dua buah, dimana salah satunya akan diserahkan ke
petugas pendaftaran. Setelah mengambil nomor antrian pasien akan
menunggu untuk dipanggil menuju tempat pendaftaran. Namun,
pemanggilan pasien tidak dilakukan secara manual melainkan dengan
alat pemanggil nomor antrian.
85
2. Pasien dipanggil untuk dilakukan identifikasi oleh petugas pendaftaran
terkait identitas pasien, pasien lama atau baru, poliklinik tujuan, cara
pembayaran (JKN atau umum) dan menyerahkan persyaratan untuk
pasien JKN yaitu fotokopi kartu JKN, KTP, KK dan surat rujukan
fasilitas kesehatan tingkat pertama atau surat kontrol untuk pasien yang
memang sedang melanjutkan pengobatan di RS SMC.
3. Petugas menyiapkan formulir pendaftaran lalu pasien dipersilahkan
menunggu dipoliklinik tujuan. Berdasarkan hasil wawancara dan
observasi yang dilakukan di tempat pendaftaran rawat jalan RS SMC
diketahui bahwa petugas pendaftaran diharuskan menyusun formulir
untuk pasien yang mendaftar baik pasien umum maupun pasien JKN.
Pasien pengguna JKN akan disiapkan beberapa formulir yang terdiri
dari lembar ceklis, lembar INA-DRG (Indonesian-Diagnosis Related
Groups), Lembar Persetujuan Pelayanan (LPP) dan lembar anamnesa.
Selain itu terdapat berkas persyaratan yang harus dibawa oleh pasien
JKN yaitu fotokopi kartu JKN, fotokopi KK, fotokopi KTP dan surat
rujukan. Berikut kutipan wawancara dengan koordinator pendaftaran
dan petugas pendaftaran,
“Paling atas lembar ceklis, kedua itu lembar INA-DRG, yang ke tiga
LPP, keempat anamnesa, kelima persyaratan BPJS yaitu yang
pertama kartu peserta, KTP, KK sama rujukan untuk pasien baru kalo
pasien lama itu pakainya surat kontrol atau resume rawat inapnya.”,
(PRJ1)
“Lembar pembayaran, form INA-CBGs, persyaratan KTP/KK,
rujukan asli atau surat kontrol”, (PRJ2)
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, terdapat formulir yang
harus diisi oleh petugas pendaftaran. Pengisian formulir pada
86
pendaftaran rawat jalan yaitu hanya pada lembar INA-DRG (nama
pasien, nomor rekam medis, poliklinik yang dituju, umur dan tanggal
masuk) serta pada LPP (Nama pasien, umur, poliklinik yang dituju dan
alamat pasien). Berikut kutipan wawancara dengan koordinator
pendaftaran dan petugas pendaftaran,
“Pengisian cuman identifikasi nama, umur, alamat, tujuan poliklinik
mana sama cara bayarnya apa”, (PRJ1)
“Terutama identitas, data pasien nomor rekam medis. Kalo alamat
juga semua yang gitu sih”, (PRJ2)
“Pada lembar INA-DRG data yang diisi oleh petugas pendaftaran
terdiri dari nama pasien, nomor rekam medis, umur dan poli tujuan.
Untuk lembar LPP juga data nama, nomor rekam medis, alamat dan
poli tujuan”, (PRJ3)
4. Setelah berkas pasien selesai maka akan dimasukan datanya di SIM RS
pendaftaran untuk pendataan, memanggil rekam medis pasien dan
mendapatkan nomor rekam medis baru untuk pasien baru. Berdasarkan
hasil observasi pada saat memasukan data pasien menggunakan aplikasi
SIM RS pendaftaran sebenarnya dapat diketahuin data cara bayar pasien
yang
digunakan
pada
kunjungan
sebelumnya
apabila
petugas
memasukan nomor rekam medis pasien. Sehingga hal ini dapat
digunakan untuk melakukan pengecekan terhadap persyaratan yang
dibawa oleh pasien terutama terkait surat rujukan dan surat kontrol.
5. Pembuatan SEP oleh petugas SEP, dalam pembuatan SEP petugas
diharusakan untuk memasukan nomor kartu JKN dan diperlukan untuk
melihat persyaratan yang dibawa oleh pasien, berikut kutipan
wawancara yang dilakukan oleh petugas SEP,
“Paling kalo bikin SEP harus ada persyaratan pasien kaya kartu
BPJS, KTP, KK surat rujukan. Kan SEP itu untuk surat eligibilitas
87
peserta jadi untuk menyatakan bahwa pasien itu udah lengkap
persyaratannya udah sesuai dengan ketentuan BPJS”, (PRJ3)
Dikatakan juga bahwa sebenarnya pada saat pembuatan SEP juga
dapat terlihat apakah pasien tersebut baru pertama kali berkunjung ke
rumah sakit dengan kartu JKN ataukah pasien yang memang sedang
melakukan pengobataan di rumah sakit dan sudah menggunakan JKN
sejak awal pengobatan. Berikut kutipan wawancaranya,
“Nah kalo ini keliatan dari SEPnya nanti terlihat kalo dikunjungan
pertama akan keliatan dan harusnya petugas SEPnya yang lebih teliti
untuk ngecek apakah surat rujukannya itu bener atau engga gitu.
Kalo ini nanti ketawannya emang di verifikasi sih kan aplikasi
SEPnya udah terintegrasi gitu”,
6. Berkas diantarkan ke poliklinik tujuan
Proses tersebut didapatkan dari hasil wawancara dengan koordinator
pendaftaran, petugas pendaftaran dan petugas SEP. Berikut kutipan
wawancaranya,
“Pasien datang ngambil nomor antrian, setelah itu nunggu dipanggil
sama pendaftaran nanti setelah dipanggil akan diidentifikasi oleh
pendaftaran. Nama umur alamat kunjungan baru apa lama mau
berobat ke poliklinik mana dan cara pembayarannya apa. Nanti
setelah itu pasien akan meunggu di ruangtunggu poliklinik. Status
nanti diantarkan oleh petugas pendaftaran ke poliklinik. Walaupun
belum semua pasien paham alurnya tapi kan udah ada satpam
didepan jadi nanti diarahka”, (PRJ1)
“Pasien dateng ambil antrian trus dipanggil ke pendaftaran. Kalo
misalkan dia pasien lama pernah berobat yang ga bawa kartiu
berobat trus dicari datanya untuk minta rmnya di SIM RS. Kalo untuk
pasien baru dipinta kartu identitas atau ditanya seperti biaya untuk
pengumpulan informasi ke SIM RSnya. Abis didata dibuatkan status
pasien. Si pasiennya langsung disuruh dipoli tujuannya. Untuk buku
statusnya nanti didistribusikan oleh pendaftaran ke poli”, (PRJ2)
Namun, dalam proses penerimaan pasien tersebut terdapat hal yang
dikeluhkan oleh koordinator pendaftaran dan petugas pendaftaran dimana
88
belum semua pasien paham terkait persyaratan yang harus dibawa dan
persyaratan ini dianggap cukup rumit karena memang kondisi setiap pasien
berbeda. Berikut kutipan wawancaranya,
“Pasien belum semuanya paham alur sama persyaratan jadi ya
dimaklumin aja dijelaskan kembali gitu” (PRJ1)
”Persyaratan yang rumit dari BPJS. Padahal kan orang beda-beda
dari segi pengetahuannya dan ekonominya”, (PRJ2)
Selain itu berdasarkan pembahasan sebelumnya terkait berkas klaim JKN
yang belum lengkap pada surat rujukan juga menunjukan bahwa kegiatan
pengecekan persyaratan pada proses administrasi pasien JKN di tempat
pendaftaran belum dilakukan secara maksimal.
5.3.2 Proses Administrasi Pasien JKN Rawat Jalan Saat Pemberian
Pelayanan di Poliklinik
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kasie pelayanan rawat jalan dan
ketiga petugas administrasi poliklinik diketahui bahwa kegiatan yang
dilakukan oleh petugas administrasi poliklinik dapat dibuat menjadi sebuah
alur seperti berikut :
89
Bagan 5.2 Alur Pelayanan Administrasi di Poliklinik 1
Berdasarkan bagan 5.2 maka dapat dijabarkan alur pelayanan administrasi
pasien JKN di poliklinik RS SMC sebagai berikut :
1. Berkas klaim dan rekam medis pasien masuk ke poliklinik
2. Petugas administrasi poliklinik melakukan pengecekan berkas klaim
(SEP,
INA-DRG,
LPP,
Persyaratan
(KTP,
KK
dan
surat
kontrol/rujukan), lembar anamnesa). Berdasarkan hasil wawancara yang
dilakukan oleh tiga orang petugas administrasi poliklinik didapatkan
bahwa berkas klaim yang masuk ke poliklinik akan dilakukan
pengecekan ulang terkait kelengkapannya serta dilakukan pengisian
terkait pada berkas klaim yang belum terisi seperti pada lembar INADRG berupa pengisian nama, nomor rekam medis, tanggal pelayanan
dan cap nama dokter, surat kontrol dan data resep. Selain pengisian
90
berkas petugas juga harus melengkapi berkas klaim dengan salinan hasil
pemeriksaan penunjang pasien. Berikut kutipan wawancaranya,
“Pengisian INA-DRG, surat kontrol, kelengkapan data di resep, di
penunjang. da cuman data nama alamat lengkap umur…” (RJ2)
“Nomor RM, nama, umur, jenis kelamin, diagnosa, cara bayar,
diagnose terapi obat, dokter pemeriksa”, (RJ3)
“Banyak, banyak sih. Dari pertama halaman sampe yang akhir sampe
rincian obat yang itu di hacker. Dari mulai kelengkapan nama pasien,
jumlah hari kunjungan trus diagnosa, tanda-tangan dokter spesialis
itu diisi juga sama administrasi”, (RJ4)
3. Memasukan data pasien ke buku register (nama pasien, nomor rekam
medis, tanggal kunjungan, diagnosa dan hasil pemeriksaan penunjang,)
4. Berkas berpindah ke perawat dan dokter yang memeriksa
5. Setelah pemeriksaan selesai, berkas ditanda-tangani oleh dokter
spesialis yang bertugas. Namun, berdasarkan hasil observasi dan
wawancara dengan beberapa informan diluar petugas administrasi
poliklinik dikatakan bahwa sering ditemukan adanya ketidaklengkapan
berkas terutama pada pengisian tanda-tangan dokter. Peneliti pun
melakukan penelusuran dan mewawancarai ketiga petugas administrasi
poliklinik. Didapatkan bahwa beberapa alasan mengapa berkas klaim
tidak lengkap terutama pada tanda-tangan dokter. Hal tersebut
diakibatkan oleh kesibukan dari petugas administrasi dan dokter karena
jumlah pasien yang banyak. Selain itu pada poliklinik dokter spesialis
yang bertugas tidak berada di ruangan poli terlalu lama dikarenakan
harus mengejar waktu visit ke ruang rawat inap. Serta terdapat beberapa
poliklinik yang ada dokter umum, hal ini membuat berkas belum
91
ditanda-tangani
oleh
dokter
spesialisnya.
Berikut
kutipan
wawancaranya,
“Karna kan di bedah dokternya gak lama dipoli ya neng ya kadang
mah kalo udah dipriksa mah kadang kelewat kadang mah gadiliat
lagi sama dokternya. Dan harus dipriksa lagi sama kitanya kadang
keburu kadang engga, kadang dokternya keburu ke ruang OK”, (RJ2)
“Kan tiap sabtu dokternya kan jarang ke poli, kadang ke poli kadang
engga kadang visit doang. Kalo ada dokter mah suka langsung
dikasih ke dokter kalo udah dirinciin obat. Iyah suka ada yang
kelewat itukan dokternya buru visit”, (RJ3)
“Kalo misalkan di poli kebidanan itu dokter spesialisnya itu pasti ada
yah, pasti ditandatangan kalo dipoli kebidanan itu. Terkecuali kalo
misalkan dokternya kaya ada halangan, kan ga nerima usg tuh hanya
nerima kontrol habis oprasi atau postpartum jadi ya bisanya
dipriksanya sama dokter umum jadi itu yang kepending ga
ditandatangan sama dokter spesialis. Gak banyak sih di poli
kebidanan mah beda kaya diruangan yang ada dokter umumnya di
poliklinik”, (RJ4)
6. Berkas dikembalikan kepada petugas administrasi poliklinik untuk
didata kembali di buku register terkait hasil pemeriksaan dan
melengkapi pengisian INA-DRG seperti tanggal kepulangan pasien, dan
memberikan cap nama dokter spesialis yang bertugas
7. Apabila terdapat pemeriksaan penunjang maka pasien diharuskan
menggandakan hasil tersebut sebanyak tiga lembar untuk diserahkan ke
petugas
8. Petugas akan melengkapi berkas klaim dengan hasil pemeriksaan
penunjang dan memberikan resep ke pasien untuk diminta di apotek
9. Setelah selesai berkas dipriksa kembali kelengkapannya oleh admin
poliklinik
Proses tersebut sesuai dengan hasil wawancara yang telah dilakukan,
berikut kutipan wawancaranya,
92
“…Setelah diisi-isi seperti itu dicek-cek kalo misalkan pasien BPJS
atau apah kelengkapannya dipriksa juga diadmin ruangan sampai
pasien dipanggil trus dipriksa sama dokternya”, (RJ1)
“Dari pendaftaran berkasnya dateng, trus dimasukin ke buku
register, alamat nama lengkap umur jenis kunjungannya baru apa
lama, trus anamnesa ditulis sama perawat nanti hasil pemeriksaan
dokter ditulis lagi baru ngelengkapin data resepnya”, (RJ2)
“Pas berkas datang dari pendaftaran nulis nama biasa di resep gitu
ya nama umur nomor rm cara bayarnya. Kalo udah ditensi kan
dianamnesa lagsung ke dokter dipriksa. Kalo udah dikedokterin
balikin lagi ke saya lagi trus tulis surat control yang itu kalo ada
penunjang ditulis kaya ronsen lab usg. Kalo udah dikasih lagi
kepasien. Kalo tanda tangan ada yang langsung abis priksa ada yang
udah beres semua pasien baru tanda tanagn. Tapi efektifan langsung
sih kan di dalam ga semua spesialis ada dokter umumnya”, (RJ3)
“Iyah kan berkas tuh dari pendaftaran awalnya trus dari pendaftaran
tu dari awal ada SEP ada INA-DRG LPP trus ada persyaratan kalo
BPJS itu KTP, kartu BPJSnya, rujukan ataupun surat kontrol, kartu
kelurga , trus ada cm tiga, trus ada statusnya juga yah dimasukin
awalnya itu. Trus diisi datanya dulu, kelengkapannya dulu dari mulai
jumlah, eh apa yah …dari mulai rawat jalan apa inap, usia pasien,
trus tanggal kunjungannya berapa, ya kalo tanda-tangan dokter mah
nanti yah abis pemeriksaan jadi baru cap dulu. Isi ke buku register,
udah diisi ke buku register, dianalisa sama bidan, udah dianalisa
sama bidan dipriksa sama dokter nah kembali lagi sama saya kalo
misalkan yang di usg mencatat lagi hasil usgnya. Kalo yang BPJS itu
disuruh fotokopi usgnya tiga rangkap, yang satu di sayah untuk arsip,
yang satu di berkas klaim dibelakang, yang satu lagi di hasil
penunjang di status. Sama hasil lab juga seperti itu, sama
labolatorium trus baik itu apapun penunjang radiologi iyah semuah.
Trus kalo ada obat, barulah dikasih hasil usg yang asli sama obatnya
ke apotek. kalo udah beres pemeriksaan mau pulang, di priksa lagi
kalo misalkan ada yang kurang, kalau udah lengkap di kasih ke
checker nanti di cek lagi sama checkernya”, (RJ4)
Namun, selama kegiatan tersebut berlangsung petugas menyayangkan
ketika terdapat berkas yang terlewat sehingga kelengkapannya kurang serta
menunggu pasien melakukan fotokopi terhadap hasil pemeriksaan
penunjang. Berikut kutipan wawancaranya,
“Itu sih neng paling yang kelewatan-kelawatan ga keburu”, (RJ2)
93
“Tanda tangan sih yang kelewat. BPJS suka balikin lagi yang
kelewat”, (RJ3)
“Ohia paling itu, menunggu potokopian si pasien itu misalkan kadang
disini fotokopinya rusak atau lagi libur lagi ga masuk kadang pasien
suka sampai carinya ke singaparna. Paling itu aja sih untuk
hambatannya”, (RJ4)
Permasalahan pada proses ini juga dapat dilihat dari kondisi salah satu
berkas klaim yang ditolak akibat pasien menolak tindakan yang diberikan
oleh dokter. Dikatakan sebelumnya bahwa seharusnya proses penanganan
berkas klaim klaim pasien JKN yang menolak tindakan oleh dokter
dilakukan oleh petugas administrasi poliklinik saat proses administrasi di
poliklinik berlangsung. Akan tetapi dengan adanya berkas klaim yang
ditolak tersebut menandakan bahwa proses ini belum dijalankan dengan
baik.
Padahal
administrasi
berdasarkan
klaim
hasil
dikatakan
wawancara
sudah
dilakukan
dengan
koordinator
sosialisasi
terkait
pemberkasan klaim yang pasiennya menolak tindakan, berikut kutipan
wawancaranya,
“Kalau masalah kaya gitu udah disosialisasiin sih ke poli atau bagian poli
nanti akan nelpon ke adm klaim. Tapi tetep sih suka ada yang kelewat dari
bawahnya. Kan kalo nolak ada inform concern kalo pasien nolak nah kalo
udah ada itu sep dicabut dan pasien bayar. Tapi masih ada aja sih yang
kelewat gitu jadi sampe ke klaim dan pasien ga bayar”, (PAK 1)
5.4 Gambaran Proses Rekapitulasi Berkas Klaim JKN Rawat Jalan di Rumah
Sakit Singaparna Medika Citrautama Kabupaten Tasikmalaya tahun 2016
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan petugas checker dapat
diketahui bahwa kegiatan yang dilakukan di tahap rekapitulasi berkas yaitu
diawali dengan memisahkan berkas klaim dengan berkas rekam medis.
Selanjutnya melakukan pengecekan kelengkapan berkas klaim baik isi maupun
keberadaan lembar yang dibutuhkan baik di berkas klaim maupun pada berkas
94
rekam medis. Apabila ada yang tidak lengkap maka akan dipisahkan dan
dikumpulkan untuk diserahkan ke unit yang terkait untuk dilengkapi. Namun,
jika berkas sudah lengkap akan dikumpulkan dan diserahkan ke unit billing.
Berkas yang sudah dilengkapi akan dilakukan pengecekan ulang oleh petugas
checker. Berikut kutipan wawancara yang dimaksud,
“Berkas setiap hari dianter dari ruangan rawat inap dan rawat jalan ke
kita. Berkas yang dateng kadang sesuai tanggal tapi suka ada juga yang
tanggal lama karna tertinggal di ruangan. Sehari bisa masuk hampir 200
kalo lagi rame mah hari senin selasa rabu kamis tapi kalo jumat sabtu mah
ga begitu dan itu diselesein dalam sehari. Trus berkas dipisahin rekam
medisnya sama berkas BPJSnya abis itu dicek paling itu sih tadi dicek
kelengkapan berkas persyaratan, resume, rincian obat dan penunjang jadi
diberkas klaim harus ada di berkas rekam medis juga harus ada. nanti kalo
gaada kita lagi yang disalahin. Kalo Berkas klaim yang galengkap kita
balikin lagi ke unitnya nanti kalau udah dilengkapin diserahin lagi ke kita
dicek ulang”, (CH1)
“Berkas dateng terus nanti saya sama temen saya pisahin tuh berkas rm
sama berkas BPJSnya abis itu udah dicek lengkap apa engga. Kalau engga
ya kita pisahin jadi pr sih buat dilengkapin”, (CH2)
Berdasarakan hasil wawancara dengan petugas checker diketahui ketentuan
kelengkapan berkas klaim pasien JKN rawat jalan saat rekapitulasi yaitu terdiri
dari lembar ceklis, lembar INA-DRG, LPP, persyaratan pasien (kartu JKN,
KTP, KK dan surat rujukan), lembar hasil pemeriksaan penunjang dan lembar
rincian obat. Petugas diharuskan melihat kelengkapan berkas klaim tersebut.
Berikut kutipan wawancarnya,
“Rawat jalan harus ada form ceklis, resume medis atau INA-DRG, lembar
tindakan atau LPP, persyaratan pasien, trus kalau ada laporan lab kaya
laporan penunjang gitu sama terakhir rincian obat untuk yang rawat
jalan”, (CH1)
“Rawat jalan itu ada lembar ceklis, resume medis, tindakan, persyaratan
yang dibawa pasien trus ada kaya lembar hasil priksa lab dan lain-lain trus
obat”, (CH2)
95
Selain itu, hasil wawancara dan hasil observasi menunjukan bahwa terdapat
lembar resume medis yang harus diisi terutama pada tanggal pelayanan,
diagnosa dan tanda-tangan dokter yang bertanggung jawab. Berikut kutipan
wawancaranya,
“Isi juga dicek yang paling fatal itu tanggal dirawat, diagnosa dan tandatangan dokter kalo misalnya itu gaada suka dikembaliin lagi ke ruangan
berkasnya untuk diisi”, (CH1)
“Harusnya sih diisi semua yah tapi suka ada juga yang diresume tandatangan dokternya belum sama tanggal pelayanan juga sih biasanya kayak
gitu kita pisah”, (CH2)
Terkait permasalahan yang sering dihadapi saat melakukan pengecekan
yaitu terdapat berkas yang belum lengkap pada pengisian diagnosa, tandatangan dokter akan tetapi yang paling fatal adalah ketidaklengkapan
persyaratan pasien. Berikut kutipan wawacaranya,
“Paling kalau masalah dari adrunya yang kurang lengkap. Persyaratannya
kurang lengkap, masih mending kalo kelengkapannya laporan oprasi sama
diagnosa dan tanda-tangan kaya tadi tapi kalau persyaratan klaim datadata pasien yang ribet, jadi harus ngehubungin pasiennya lagi tapi kan
pasien udah pulang”, (CH1)
“Masih ada aja yang belum lengkap gitu ya”, (CH2)
5.5 Gambaran Proses Kode dan Entri Data Pasien JKN Rawat Jalan di Rumah
Sakit Singaparna Medika Citrautama Kabupaten Tasikmalaya tahun 2016
Berdasarkan hasil observasi, dapat diketahui bahwa proses pemberian kode
dan entri data pasien JKN di RS SMC yaitu sebagai berikut :
1. Berkas klaim yang masuk ke unit administrasi klaim sudah disusun
berdasarkan tanggal dan dipisahkan antara berkas klaim pasien rawat jalan
dengan rawat inap.
2. Petugas akan melakukan pengecekan kelengkapan terlebih dahulu untuk
memastikan kelengkapan berkas. Apabila ditemukan berkas yang kurang
96
lengkap maka berkas akan dipisahkan dan dilengkapi terlebih dahulu.
Berdasarkan hasil observasi masih ditemukan berkas yang belum lengkap
terutama pada tanda-tangan dokter penanggung jawab.
dibenarkan
dengan
hasil
wawancara
dimana
Hal ini juga
masih
ditemukan
ketidaklengkapan pada pengisian seperti diagnosa, tanda-tangan DPJP serta
permasalahan pada persyaratan. Namun. saat ini kelengkapan berkas klaim
JKN rawat jalan yang masuk ke unit administrasi klaim sudah 90% lengkap
padahal sebelumnya ketika belum ada petugas rekapitulasi hanya mencapai
80% saja. Wawancara tersebut dilakukan dengan koordinator administrasi
klaim dan petugas administrasi klaim rawat jalan. Berikut kutipan
wawancaranya,
“Ada yang sudah lengkap, kepesertaan tidak bermasalah. Tapi kadang
yang tidak lengkap itu rujukannya tidak sesuai yang harusnya kunjungan
pertama itu pakai rujukan dari ppk 1 ini pakai surat control. Nah ini
mungkin karna kondisi awal dia kunjungan ke rumah sakit tidak pakai
BPJS. Pendokumentasian juga kurang dilengkapi misal diagnosa tidak
ditulis secara lengkap, tanda-tangan dan nama DPJP juga tidak diisi. Itu
dikembalikan. Tapi sekarang karna ada checker di bawah jadi ya
sembilan puluh persen lengkap kalo dulu mah paling lapan puluh
persenanlah”, (PAK1)
“…Sering ditemuin ketidaklengkapan. Tapi sekarang udah ada checker
pihak ketiga baru berapa bulan. Jadi untuk kelengkapan persyaratan itu
agak terkendali. Cuman kadang di berkas tidak dituliskan diagnosa atau
masih ada yang terlewat laporan tindakan dan hasil patologi tidak
dilampirkan. Nah jadi itu yang bikin terhambat harus bolak-balik untuk
melengkapi jadi jalannya lebih panjang. Trus kalo yang galengkapnya
missal kayak tanda tangan DPJP…” (PAK2)
Akan tetapi walaupun berkas belum lengkap terdapat berkas yang harus
tetap diberikan kode dan dientri seperti halnya ketidaklengkapan hanya pada
tanda-tangan dokter. Berkas tersebut akan tetap diberikan kode dan dientri,
hanya saja nanti berkas akan dipisahkan untuk meminta tanda-tangan dokter
97
yang bersangkutan. Lain halnya dengan ketidaklengkapan pada diagnosa,
pada berkas tersebut tidak akan diberikan kode maupun dientri data
melainkan diharuskan melihat berkas rekam medis pasien atau melakukan
konfirmasi ke dokter yang bersangkutan. Sama halnya jika kepersertaan dan
resume medis yang masih kosong tidak akan dientri dan diberikan kode
melainkan dipisahkan untuk dikembalikan kepada pihak yang bertanggung
jawab untuk melengkapi berkas tersebut. Kesimpulan didapat dari hasil
wawancara yang dilakukan oleh koordinator administrasi klaim dan petugas
administrasi klaim. Berikut kutipan wawancaranya,
“Trus kalo yang ga lengkapnya misal kayak tanda tangan DPJP masih
kita koding tapi nanti dicari dokternya buat ditanda-tangan. Nah kalo
yang ga ada diagnosa itu dipending diliat dulu berkas rekam medis atau
konfirmasi ke dokternya”, (PAK2)
“Kalo misal kepesertaan dan resumenya masih bersih nah itu dikembalin
tapi kalo meragukan diagnosa tetep dientri cuman nanti dikroscek lagi
sama rekam medisnya, jadi peerlah”, (PAK1)
3. Apabila berkas sudah lengkap tahapan selanjutnya adalah pengkodean
diagnosa dan tindakan pada berkas klaim pada lembar INA-DRG. Dalam
menentukan kode diagnosa petugas mengacu pada ICD 10 sedangkan untuk
kode tindakan mengacu pada ICD 9.
4. Setelahnya dilakukan proses entri data ke aplikasi INA-CBGs dengan
memasukan nomor SEP pasien, tanggal pelayanan, cara pulang, biaya
pelayanan rumah sakit, kode penyakit dan tindakan baru yang terdapat pada
lembar INA-DRG setelahnya di grouping dan di final.
5. Setelah seluruh berkas klaim sudah di final maka data akan diubah dalam
bentuk txt yang dapat diakses oleh verifikator melalui aplikasi INA-CBGs.
98
6. Selain txt petugas juga akan memberikan berkas klaim yang sudah di txt
tersebut kepada verifikator klaim
7. Revisi dan konfirmasi berkas klaim yang sudah dicek oleh verifikator. Revisi
dilakukan umumnya berkaitan dengan salah penerbitan SEP, belum ditandatangani oleh dokter, pengkodean yang kurang tepat sedangkan konfirmasi
dilakukan ke Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) terkait penegakan
diagnosa dan tindakan yang diberikan.
Namun pada kasus rawat jalan
umumnya revisi dan konfirmasi yang ditemukan hanya berkaitan dengan
salah penerbitan SEP dan belum dilengkapinya berkas klaim dengan
penandatanganan dokter.
Proses ini juga sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan dengan
koordinator administrasi klaim dan petugas administrasi klaim rawat jalan.
Berikut kutipan wawancaranya,
“Proses entry pertanggal dipilah antara rajal dan ranap. Dikerjakan oleh
petugas klaim rajal dan ranap masing-masing. Di entri dikoding di grouping
sampai ke final lalu di txt. Berkas diturunkan ke verifikasi, nanti ada
feedback seperti revisi dan konfirmasi kalo konfirmasi diagnosa
dikonfirmasikan ke DPJP baru dikasih ke verifikator kembali. Kalo revisi
kaya yang berhubungan dengan INA CBGS berkaitan dengan salah SEP dan
tanggal nanti ada proses txt ulang nanti setelah layak klaim baru kita ajuin
klaim bentuknya FPK bentuknya kolektif perbulan”, (PAK1)
“Sekarang pas masuk udah pertanggal. Kalo tahapan ya sama kaya tadi kita
ngecek dulu. Biasanya perorang ngambil satu tanggal gitu trus dicek, di
koding trus dientri. Kalo ada yang ga lengkap dikembalikan, dicek lagi
kodingnya takut ada perubahan baru diklaimkan ke verifikator. Ke
verifikator yang dikasih berkasnya trus ada file dalam bentuk txt dari aplikasi
INA-CBGS. Jadi verifkator tinggal liat mana-mana yang udah dikerjakan di
txt itu trus diliat sama ga sama yang diberkas”, (PAK2)
Permasalahan yang dihadapi pada kegiatan pemberian kode dan entri data
berlangsung yaitu ketika berkas dinyatakan tidak lengkap maka berkas harus
99
dikembalikan untuk dilengkapi terlebih dahulu dan hal tersebut memakan waktu
yang lama. Belum lagi adanya konfirmasi dan revisi pada berkas yang sudah di
serahkan ke verifikator klaim. Permasalahan tersebut diakui oleh koordinator
administrasi klaim dan petugas administrasi klaim rawat jalan. Berikut kutipan
wawancaranya,
“Sebenarnya bukan menghambat tapi ya emang prosesnya seperti itu ya.
Jadi bolak-baliknya berkas karna konfirmasi dan revisi itu yang bikin jadi
rumit”, (PAK1)
“Ya itu ketidaklengkapan...”, (PAK2)
5.6
Gambaran Petugas Pelaksana Administrasi JKN Rawat Jalan di Rumah
Sakit Singaparna Medika Citrautama Kabupaten Tasikmalaya tahun 2016
Petugas pelaksana yang terlibat dalam proses pengajuan klaim JKN
rawat jalan di RS SMC terdiri dari beberapa petugas yaitu petugas
pendaftaran rawat jalan, petugas administrasi poliklinik, petugas rekapitulasi
dan petugas administrasi klaim. Informasi terkait petugas pelaksana
didapatkan dari hasil telaah dokumen, observasi dan wawancara mendalam.
5.6.1 Petugas Penerima Pasien JKN Rawat Jalan
Hasil observasi menunjukan bahwa penerimaan pasien di tempat
pendaftaran rawat jalan RS SMC tidak dipisahkan antara pasien umum
dengan pasien yang merupakan peserta JKN. Hal ini menandakan
bahwa tidak ada petugas pendaftaran rawat jalan khusus untuk
menerima pasien pengguna JKN. Selain itu ditemukan bahwa setiap
harinya semua petugas pendaftaran rawat jalan bertugas untuk
memanggil pasien, membuatkan berkas pendaftaran, memasukan data
pasien ke SIM RS, untuk pasien baru dibuatkan buku rekam medis atau
100
buku status pasien dan mengantarkan berkas pendaftaran ke poliklinik
tujuan. Hal ini juga diakui oleh petugas pendaftaran bahwa belum ada
pembagian tugas dimana masing-masing petugas masih melakukan
kegiatan yang sama yaitu pengumpulan informasi pasien, memasukan
data pasien ke SIM RS dan menerima persyaratan untuk pasien JKN.
Berikut kutipan wawancaranya,
“Kalo buat pembagian tugas itu masih seragam teh. Belum ada
divisi jadi semuanya masih gabung buat pengumpulan informasi
entri data ke SIM RS sama penerimaan persyaratan masih satu
kesatuan”,
Hasil telaah dokumen dari laporan kepegawaian tahun 2016
menunjukan bahwa secara keseluruhan petugas pendaftaran terdiri dari
12 orang. Hal ini sesuai dengan hasil penelusuran langsung yang
dilakukan oleh peneliti menunjukan terdapat 12 petugas pendaftaran
dan 2 petugas pembuat Surat Eligibilitas Peserta (SEP). Selain itu,
jumlah tersebut dibenarkan oleh koordinator pendaftaran di RS SMC
yang menunjukan bahwa jumlah total dari petugas pendaftaran yaitu
sebanyak 12 petugas. Berikut kutipan wawancara dengan koordinator
pendaftaran,
“Total sekarang ada 12 orang, 11 kontrak, 1 PNS…”,
Namun untuk petugas pendaftaran rawat jalan setiap harinya
hanya ada 5 orang saja per shift selebihnya dirotasi ke pendaftaran IGD.
Hal ini didapat dari hasil observasi dan hasil wawancara dengan salah
satu petugas pendaftaran. Berikut kutipan wawancaranya,
“Kalo buat disini rolling shift satu shift rawat jalan ada 5 orang”,
101
Berdasarkan hasil observasi di tempat pendaftaran rawat jalan
selain terdapat petugas pendaftaran terdapat juga petugas pembuatan
SEP yang berjumlah 2 orang. Hal ini juga didukung dengan hasil
wawancara dengan salah satu petugas pembuat SEP, berikut kutipan
wawancaranya,
“…Petugas SEP kan berdua yah…”,
Jumlah petugas pendaftaran yang hanya 5 setiap harinya dan 2
orang pembuat SEP dirasakan masih mengalami kekurangan. Hal ini
disebabkan karena jumlah kunjungan yang cukup banyak setiap
harinya. Kesimpulan tersebut diambil dari hasil wawancara dengan
koordinator pendaftaran, salah satu petugas pendaftaran dan petugas
SEP, berikut kutipan wawancara masing-masing,
“Sebetulnya belum cukup sih cuman karena kondisi rumah sakit
masih belum bisa menambah tenaga. Dengan tiap bulan
kunjungan naik, yang BPJS hampir 70%”, (PRJ1)
“Kalo dihitung dari jumlah pasien masuk tupoksi itu belum cukup.
Ada kendala, kan rata-rata pasien 200 lebih jadi kalo 5 orang itu
kerepotan”, (PRJ2)
“Sebenernya pendaftaran aja kurang jadi SEP tuh masih kurang
juga. Petugas SEP kan berdua yah tapi sebenernya kan SEP
masih nanganin rawat inap sama rawat jalan jadi harusnya mah
dipisah aja gitu rawat inapnya…”, (PRJ3)
Berikut ini merupakan informasi terkait petugas pendaftaran rawat
jalan di RS SMC berdasarkan hasil penelusuran langsung dilapangan :
102
Tabel 5.6 Data Jumlah, Latar Belakang Pendidikan dan Masa Kerja Petugas
Pendaftaran Rawat Jalan di RS SMC Tahun 2016 1
Petugas
Jumlah
Masa Kerja
Pendidikan Terakhir
(Tahun)
Petugas
SMA/SMK
D3
D4
S1
<5
4
1
1
6
5
5
Petugas
Pendaftaran
12
7
pasien
Pembuat SEP
2
2
2
Berdasarkan tabel 5.3 diketahui bahwa petugas pendaftaran
didominasi dengan petugas yang berlatarbelakang sarjana tingkat satu
dan petugas SEP seluruhnya berlatarbelakang pendidikan D3 rekam
medis. Selain itu, petugas pendaftaran dan petugas SEP mengaku bahwa
untuk pelatihan tidak dilakukan secara rutin melainkan hanya dilakukan
ketika ada informasi terbaru terkait pendaftaran pasien dan pembuatan
SEP. Berikut kutipan wawancara dengan petugas pendaftaran dan
petugas SEP,
“…Tapi kalo ada prosedur penerimaan yang baru, baru ada
pelatihan. Jadi ga rutin”, (PRJ2)
“Ada kaya misalnya aplikasi baru atau aturan baru BPJS suka
diundang untuk ikut meeting suka diundang. Tergantung ada
perubahannya sih baru ada pelatihan”, (PRJ3)
5.6.2 Petugas Administrasi Poliklinik
Berdasarkan hasil observasi dan telaah dokumen, poliklinik di RS
SMC terdiri dari 12 poliklinik yaitu poli dalam, poli gigi, poli
kebidanan, poli saraf, poli bedah, poli mata, poli THT, poli rehabilitasi
103
medik, poli anak, poli jiwa, dan poli kulit. Setiap poliklinik akan
dilengkapi oleh petugas administrasi poliklinik yang bertugas untuk
mengisi buku register, melengkapi isi berkas klaim pasien JKN,
membuat surat kontrol dan menyerahkan resep obat ke pasien. Hal ini
sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan terhadap petugas
administrasi poliklinik, berikut kutipan wawancaranya,
“Mengurus kelengkapan berkas klaim BPJS”, (RJ2)
“Kalo dipoli mah kan ngisi surat kontrol trus ngasih resep ke
pasien, bagian depannya itu kaya INA-DRG yang diisi kaya
tanggal lahir nama mah dipendaftaran umur, jenis, kelamin sama
tanda-tangan”, (RJ3)
“…mengisi berkas klaim status, yang kedua mencatat ke buku
register, trus yang ke tiga kalo misalkan dipriksa ada usg trus ada
laboratorium trus mencatat hasil pemeriksaan baik itu hasil
pemeriksaan usg maupun laboratorium ke buku register. Trus
sama resep juga trus dipriksa lagi apa yang kurangnya trus.. kan
salah satu berkas klaim administrasi BPJS juga ya yang
penunjang itu hasil usg lab itu”, (RJ4)
Petugas administrasi poliklinik di RS SMC masing-masing terdiri
dari satu petugas kecuali untuk poli saraf yang saat ini sedang tidak
beroperasi dan poli penyakit dalam yang memiliki 2 petugas
administrasi. Berikut data yang didapatkan dari hasil telaah dokumen :
Tabel 5.7 Data Jumlah, Latar Belakang Pendidikan dan Masa Kerja Petugas
Administrasi di Poliklinik RS SMC Tahun 2016 1
Masa
Petugas
Jumlah
Pendidikan Terakhir
(Tahun)
Petugas
SMA/SMK
Admin Poli Dalam
Kerja
2
2
104
D3
S1
<5
2
5
(Tabel 5.7 Sambungan) 1
Masa
Petugas
Jumlah
Pendidikan Terakhir
Kerja
(Tahun)
Petugas
SMA/SMK
D3
S1
<5
Admin Poli Gigi
1
1
1
Admin Poli Kebidanan
1
1
1
Admin Poli Saraf
-
-
Admin Poli Bedah
1
1
1
Admin Poli Mata
1
1
1
Admin
1
1
1
Admin Poli Anak
1
1
1
Admin Poli Jiwa
1
1
1
Admin Poli Kulit
1
1
1
Rehabilitasi
-
-
-
5
-
Medis
Sumber : Data Pegawai Kontrak BLUD 2016
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Seksi Pelayanan
Rawat Jalan diketahui bahwa dengan jumlah tersebut sudah cukup. Hal
ini juga disetujui oleh petugas administrasi poliklinik penyakit dalam
dan kebidanan. Berikut kutipan wawancaranya,
“Satu ruangan itu satu orang. Udah dibilang cukup”, (RJ1)
“Dua jadi admin, ya berdua aja sehari. Udah cukup sih kan banyak
yang bantuin dipolinya”, (RJ3)
“Adminnya sendiri, kalo untuk saat ini pasien kebidannya paling
banyak 50 paling sedikit 20, cukup sih kalo misalkan saat ini”,
(RJ4)
Namun tidak demikian dengan petugas administrasi poliklinik
bedah dimana merasa masih kurang. Penyebabnya adalah jumlah pasien
105
yang dirasakan semakin bertambah serta terdapat tiga orang dokter
didalamnya. Berikut kutipan wawancaranya,
“Untuk sekarang mah kurang sih neng yah. Soalnyakan dipoli
bedah mah dokternya ada 3 sedangkan pasiennya tambah banyak.
Ada bedah umum, onkologi dan anastesi”, (RJ2)
Berdasarkan hasil wawancara juga diketahui bahwa terjadinya
penolakan berkas klaim oleh verifikator klaim akibat pasien menolak
tindakan juga banyak terjadi pada poliklinik bedah. Berikut kutipan
wawancaranya,
“Biasanya sering terjadi di poli bedah seperti hernia harusnya dia
ditindak operasi tapi pasien menolak. Nanti bagian poli akan bilang juga
kalo menolak menjadi pasien umum dan SEP dicabut dan pasien bayar.
Tetapi kadang dokter juga mempertimbangkan kalau memang masih bisa
diobati akan diobati terlebih dahulu gitu…”, (PAK 1)
Petugas administrasi poliklinik dan Kasie pelayanan rawat jalan
juga mengakui bahwa belum pernah dilakukan pelatihan khusus untuk
para petugas administrasi poliklinik sampai saat ini. Berikut kutipan
wawancaranya,
“Pengisian masih manual jadi belum ada pelatihan”, (RJ1)
“Engga sih paling rapat diinstruksiin aja”, (RJ2)
“Engga…”, (RJ3)
“Belum pernah sih”, (RJ4)
5.6.3 Petugas Rekapitulasi
Berdasarkan hasil observasi, awalnya proses rekapitulasi berkas
klaim JKN dilakukan oleh petugas rekam medis bagian assembling.
Namun, semenjak bulan Agustus 2016 proses rekapitulasi dilakukan oleh
petugas checker yang merupakan petugas di luar unit rekam medis.
106
Bagian checker ini baru saja berjalan sekitar satu bulan dan berdasarkan
hasil observasi dan wawancara didapatkan data sebagai berikut :
Tabel 5.8 Data Jumlah, Latar Belakang Pendidikan dan Masa Kerja Petugas
Rekapitulasi RS SMC Tahun 2016 1
Petugas
Jumlah
(Tahun)
Petugas
SMA/SMK
Rekapitulasi
Masa Kerja
Pendidikan Terakhir
2
D3
D4
1
1
S1
<5
5
2
/Checker
Wawancara dilakukan kepada salah satu petugas checker yang bekerja
setiap harinya, berikut kutipan wawancaranya :
“Kalo temen saya baru D3 rekam medis kalo saya D4 informatika
rekam medis”, (CH1)
Petugas checker ini bertugas untuk melakukan pemeriksaan
kelengkapan terhadap berkas klaim baik rawat jalan maupun rawat inap
sebelum berkas masuk ke administrasi klaim. Hasil ini diketahui daari
wawancara yang dilakukan oleh petugas checker. Berikut kutipan
wawancaranya,
“Jadi tugasnya checker itu dibagian assembling tapi assemblingnya
cuman berkas BPJS sama jamkesda...”, (CH1)
“Kita tugasnya gitu yah mengecek berkas BPJS, sama aja tugas
saya sama temen saya yang barusan”, (CH2)
Jumlah petugas checker saat ini masih dirasakan cukup menurut
kedua petugas tersebut. Berikut kutipan wawancaranya,
“…Dan untuk saat ini dua orang kehandel-lah”, (CH1)
“Kan berdua yah jadi ya cukup aja kalau sekarang mah”, (CH2)
107
Berdasarkan hasil wawamcara dengan keduanya juga didapatkan
bahwa sebelum mereka melakukan tugasnya menjadi seorang checker
mereka dilatih oleh petugas rekam medis dan terdapat petugas dari
BPJS sendiri. Berikut kutipan wawancaranya,
“Pelatihan paling pas awal-awal doang paling selama 2 minggu
dari BPJS dan rekam medis. Kan ini baru 1 bulan adanya checker
jadi langsung masuk kan berdua trus yaudah dilatih dulu gitu,”
(CH1)
“Oh waktu sebelum mulai jadi checker kan dilatih dulu sama orang
rm sama BPJS”, (CH2)
5.6.4 Petugas Pemberi Kode dan Pengentri Data
Berdasarkan hasil observasi, pemberian kode dan pengentrian data
klaim JKN di RS SMC dilakukan oleh petugas administrasi klaim.
Petugas administrasi klaim terdiri dari sembilan orang petugas.
Pembagian tugas kesembilan petugas tersebut yaitu tiga orang petugas
pemberi kode dan entri data untuk klaim JKN pada pelayanan rawat jalan,
tiga orang petugas pemberi kode dan entri data untuk klaim JKN pada
pelayanan rawat inap dan tiga petugas lain sebagai penunjang pelaksana
klaim. Petugas administrasi klaim rawat jalan bertugas memberikan kode
diagnosa dan tindakan serta memasukan data (mengentri data) klaim
pasien ke aplikasi INA-CBGs. Hasil tersebut didapatkan dari kegiatan
wawancara yang dilakukan oleh koordinator administrasi klaim
dan
petugas administrasi klaim. Berikut kutipan wawancaranya,
“Petugas entri merangkap koder dan revisi konfirmasi satu bagian.
Rajal tiga orang dan rawat inap tiga orang. Dan lainnya itu untuk
penunjang kalo ada ketidaklengkapan berkas”, (PAK1)
“Administrasi klaim rawat jalan sekarang udah bertiga kan tadinya
cuman berdua. Trus semuanya lulusan rekam medis. Tugas masih
108
sama aja bertiga dari mulai entri, koding sampai pengklaiman.
Paling nanti kalo udah keteteran baru bagi-bagi misalnya verifikasi
kan suka minta konfirmasi nah itu dibagi perorang bulan apa”,
(PAK2)
Berdasarkan hasil pengisian dilapangan maka dapat disimpulkan
informasi terkait petugas administrasi klaim di RS SMC tahun 2016
sebagai berikut :
Tabel 5.9 Data Jumlah, Latar Belakang Pendidikan dan Masa Kerja
Petugas Koding dan Entri Data di RS SMC Tahun 2016 1
Masa
Petugas
Jumlah
Pendidikan Terakhir
(Tahun)
Petugas
SMA
Koding dan entri data
klaim pasien rawat
jalan
3
Kerja
D3
D4
S1
<5
5
1
2
1
2
Jumlah petugas yang terdiri dari tiga orang tersebut bagi koordinator
administrasi klaim sudah dianggap cukup. Namun lain halnya menurut
petugas administrasi klaim bagian rawat jalan dimana dirasakan jumlah
petugasnya yang berjumlah 3 orang dirasakan belum cukup. Berikut
kutipan wawancaranya,
“Kalo diliat dari beban kerja sih dirasa masih cukup”, (PAK1)
“Kalo jumlah masih kurang, kan rajal tiga orang masih keteteran ...”,
(PAK2)
Sedangkan untuk latar belakang pendidikan petugas administrasi
klaim rawat jalan memang sudah sesuai dimana dijalankan oleh yang
berlatarbelakang perekam medis. Namun hal ini juga perlu diperhatikan
dimana selain pendidikan yang sesuai juga diperlukan pengalaman. Hal
109
ini juga sebagaimana yang dinyatakan oleh koordinator administrasi
klaim bahwa memang walaupun seharusnya administrasi klaim dipegang
oleh rekam medis akan tetapi terdapat pertimbangan-pertimbangan lain.
Seperti salah satunya pertimbangan dari pihak manajemen rumah sakit
yang merasa bahwa lulusan kebidanan dan keperawatan lebih bisa
memperlancar pengajuan klaim. Selain itu, lulusan rekam medis masih
dirasakan belum memahami terkait pataologi sehingga dalam pemberian
kode kadang belum sesuai dengan yang dimaksudkan oleh dokter. Berikut
kutipan wawancaranya,
“Kalo untuk latar belakang pada rawat jalan udah sesuai…”,
(PAK2)
“Koder rajalkan ketiganya masih baru lulus jadi pengalamannya
masih minim. Teori sama lapangan beda. Masih harus banyak
bertanya di lapangan. Malahan kita lebih banyak bertanya sama yang
rawat inap walaupun mereka bukan lulusan rekam medis tapi mereka
kan jam terbangnya lebih banyak”, (PAK2)
“Kalo secara basic pendidikan yang dianjurkan memang harusnya
rekam medis. Tapi karna masih rumpun kesehatan berdasarkan
analisis manajemen rumah sakit itu memasukan yang keperawatan
dan D4 kebidanan dirasa lebih bisa mendukung kelancaran proses
klaim yang diajukan rs. Kadang lulusan dari rekam medis yang
patologinya masih kurang, jadi secara medis bener gasih antara kode
sama yang ditulis dokter tuh sesuai atau engga”, (PAK1)
Selain dari segi pengalaman yang masih minim, petugas administrasi
klaim rawat jalan juga mengakui bahwa saat diperkuliahan mereka tidak
diajarkan pemberian kode untuk klaim (kode klinis) melainkan hanya
pengkodean murni untuk medis. Berikut kutipan wawancaranya,
“... Karna di perkuliahan rekam medis itu kadang koding yang
diterangin dosen beda sama yang sekarang. Karna di kuliah kita
belajarnya koding medis sedangkan disini pakainya koding klinis.
Koding medis untuk perjalanan penyakit kalo klinis untuk
pengklaiman untuk keuangan nah itu gaada pelajarannya”, (PAK2)
110
Hal yang telah disebutkan diatas diakui oleh koordinator administrasi
klaim
merupakan sebuah permasalahan. Permasalahan tersebut yaitu
berkaitan dengan kualitas koder nantinya. Berikut kutipan wawancaranya,
“Kualitasnya kali ya jadi ga semua paham. Kan kalo kode dasarnya
ICD 9 dan 10 nah itu pemahamannya karna masih pemula jadi belum
sampe dalam banget pemahamannya. Jadi arti dari satu diagnosa
ICD 10 itu sesuai dengan diagnosa yang dimaksud oleh dokter atau
engga. Jadi kita masih harus konfirmasi lagi ke DPJPnya”, (PAK1)
Terlebih berdasarkan pengakuan petugas administrasi klaim rawat
jalan belum pernah diadakan pelatihan secara khusus untuk pada koder,
terutama koder rawat jalan. Hal ini disebabkan oleh lama waktu mereka
yang bekerja menjadi koder rawat jalan masih dikatakan tergolong baru.
Berikut kutiapan wawancaranya,
“Kalo pelatihan dulu sering ada. Tapi saat ini RS belum mengikutkan
petugasnya pada pelatihan soalnya masih jarang. Kalopun ada belum
sempat terutama untuk yang rajal 3 orang itu kan baru jadi belum
pernah. Saya saja yang paling lama satu tahun lebih di sini belum
sempet”, (PAK2)
Hal tersebut juga diakui oleh koordinator administrasi klaim bahwa
pelatihan pernah dilakukan untuk administrasi klaim namun pada saat
tahun 2014. Selebihnya belum pernah dilakukan kembali. Padahal ia
menyatakan juga bahwa sebenarnya adanya pelatihan cukup penting.
Berikut kutipan wawancaranya,
“Kalo pelatihan dari kemenkes belum ada. cuman suka ada seminar
untuk koder suka ikut buat perekam medis. Tapi kalo adm klaim mah
dulu banget 2014. Jadi sistemnya ikut secara pribdi kalo ada
pengumuman seminar baru tuh ikutan. Sebenernya butuh pelatihan
apalagi pengkodean penyakit secara konsep rekam medis dan
pengklaiman itu ada yang berbeda”, (PAK1)
111
Namun, berdasarkan pengamatan pada ketiga berkas klaim JKN rawat
jalan yang ditolak oleh verifikator tidak ditemukan adanya penyebab
penolakan akibat salah pengkodean diagnosa maupun tindakan. Penyebab
penolakan ketiga berkas klaim tersebut hanya dikarenakan jumlah
pelayanan yang lebih dari tiga kali dalam satu bulan dengan diagnosa dan
tindakan yang sama, persyaratan tidak lengkap dan pasien yang menolak
tindakan pasien.
5.7 Gambaran Penggunaan Teknologi Informasi dalam Pengajuan Klaim JKN
rawat jalan di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama Kabupaten
Tasikmalaya tahun 2016
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi didapatkan bahwa tidak semua
kegiatan yang dilakukan dalam pengajuan klaim menggunakan teknologi
informasi melainkan hanya pada pelayanan administrasi pasien JKN di tempat
pendaftaran dan pemberian kode dan entri data.
5.7.1 Penggunaan Teknologi Informasi pada Pelayanan Administrasi di
Tempat Pendaftaran Pasien JKN Rawat Jalan
Hasil observasi menunjukan bahwa dalam proses pendaftaran rawat
jalan baik pasien JKN maupun pasien umum sudah menggunakan aplikasi
yang disebut sebagai SIM RS pendaftaran. Selain itu dalam pembuatan SEP
juga menggunakan aplikasi SEP. Kedua aplikasi tersebut dioperasikan
dengan menggunakan komputer serta jaringan internet. Terdapat empat unit
komputer yang digunakan di tempat pendaftaran dimana dua unit komputer
digunakan untuk mengoperasikan SIM RS dan dua komputer lainnya
digunakan untuk mengoperasikan aplikasi pembuat SEP. Pembuat SEP juga
112
dilengkapi dengan printer untuk mencetak SEP itu sendiri yang berjumlah
dua unit. Penggunaan teknologi informasi di tempat pendaftaran tersebut
juga dibenarkan oleh koordinator pendaftaran, petugas pendaftaran dan
petugas SEP melalui wawancara, berikut kutipan wawancaranya,
“Disinikan pakainya SIM RS pendaftaran pakai komputer. Di sini
jalur BPJSnya udah lansung ngeline ke pusat jadi udah langsung bisa
ngecek disini BPJS aktif apa tidak sah atau tidak…”, (PRJ1)
“SIM RS berbasis Intranet. Kita masukin data ke komputer via
browser disalurin pakai wifi ke server pusat rumah sakit”, (PRJ2)
“Kalo pendaftaran mah SIM RS kalo SEP mah aplikasi pembuat SEP
dari BPJSnya”, (PRJ3)
Selain hasil wawancara juga terdapat hasil observasi yang juga menunjukan
penggunaan aplikasi SIM RS pendaftaran terlihat pada gambar 5.1 dibawah
ini,
Gambar 5.1 Aplikasi SIM RS Pendaftaran1
Aplikasi SIM RS merupakan aplikasi yang digunakan untuk
memasukan data pasien yang berkunjung, membuat nomor rekam medis
dan sebagai penunjang untuk membuat laporan kunjungan. Sedangkan
113
untuk aplikasi SEP digunakan untuk mencetak SEP. Hal tersebut
didapatkan dari hasil wawancara dengan koordinator pendaftaran, petugas
pendaftaran dan petugas SEP. Berikut kutipan wawancaranya,
“SIM RS pendaftaran itukan pertama buat memasukan identitas
pasien, buat dokumen disini secara dokumentasi dan mentresur ke
bagian rekam medis”, (PRJ1)
“SIM RS pertama untuk menyimpan data pasien, menerbitkan nomor
rekam medis ketiga untuk data laporan seperti jumlah pasien
perhari”, (PRJ2)
“SEP kan fungsinya buat cetak aja sih cetak SEP itu…”, (PRJ3)
Berdasarkan hasil observasi, aplikasi SIM RS pendaftaran juga dapat
digunakan untuk melihat data cara bayar pasien yang digunakan pada
kunjungan sebelumnya dengan memasukan nomor rekam medis pasien.
Berdasarkan hasil wawancara dengan koordinator administrasi klaim
diketahui bahwa aplikasi pembuatan SEP juga dapat melihat apakah pasien
tersebut baru pertama kali berobat ke rumah sakit dengan kartu JKN
ataukah pasien yang memang sedang melakukan pengobataan di rumah
sakit dan sudah menggunakan JKN sejak awal pengobatan. Sehingga
penggunaan aplikasi SIMRS dan SEP dapat digunakan untuk mengecek
kelengkapan persyaratan yang dibawa oleh pasien. Berikut kutipan
wawancaranya,
“Nah kalo ini keliatan dari SEPnya nanti terlihat kalo dikunjungan
pertama akan keliatan dan harusnya petugas SEPnya yang lebih teliti
untuk ngecek apakah surat rujukannya itu bener atau engga…”,
Namun penggunaan aplikasi SIM RS dan SEP dengan perangkat
penunjang yang ada saat ini masih dirasakan kurang. Hal ini berkaitan
dengan jumlah pasien yang memang semakin banyak setiap harinya. Hal ini
114
sesuai dengan wawancara dengan koordinator pendaftaran, petugas
pendaftaran dan petugas SEP, berikut kutipan wawancaranya,
“Jumlahnya belum cukup. Bayangkan dengan jumlah rata-rata
pasien perhari tiga ratus hanya dihandel dengan SIM RS dua berarti
satu komputer handel seratus lima puluh pasien. Jadi waktunya jadi
lumayan lama, yang harusnya jam sembilan atau sepuluh selesai ini
jam sebelas baru selesai”, (PRJ1)
“Perangkat komputer kurang juga teh. Kan yang dipakai cuman dua
sedangkan satu shif rawat jalan lima orang pendaftaran jadi kurang
juga”, (PRJ2)
“Dua komputer dan dua printer. Harusnya sih kalo untuk SEP
pendaftaran rawat jalan aja mungkin cukup tapi ini kan sama rawat
inap jadi perlu nambahlah perangkatnya sama SDM-nya”, (PRJ3)
Kekurangan jumlah komputer terutama pada penggunaan SIM RS
pendaftaran berdasarkan hasil observasi membuat tidak semua petugas
pendaftaran dapat melakukan pengecekan persyaratan surat rujukan dan
surat kontrol. Melainkan hanya terdapat dua petugas pendaftaran yang
dapat mengakses aplikasi SIM RS sehingga penggunaan aplikasi SIM RS
untuk melakukan pengecekan persyaratan belum maksimal.
Selain
permasalahan
tersebut
hasil
wawancara
lainnya
juga
menyebutkan bahwa diperlukan adanya pengembangan teknologi yaitu
pada server yang dimiliki oleh rumah sakit sebaiknya ditambahakan
sehingga data masih bisa di-back up ketika sedang terjadi error pada
jaringan. Berikut kutipan wawancara dengan salah satu petugas
pendaftaran,
“Kebetulan SIM RS baru dua tahun kurang diberlakuinnya, jadi
server masih tunggal jadi belum ada backup jadi kendala masih
sering di errornya jaringannya apalagi belum ada backup server jadi
yaudah kalo gitu ga bisa entri pasien. Jadi ga bisa ngasih rekam
medis jadi berkasnya klaim di pending dulu”, (PRJ2)
115
5.7.2 Penggunaan Teknologi Informasi pada Pengkodean dan Entri Data
Klaim JKN
Berdasarkan hasil observasi pada proses pemberian kode dan entri data
klaim JKN di RS SMC menunjukan bahwa terdapat aplikasi yang
digunakan yaitu aplikasi INA-CBGs. Aplikasi ini berjalan dengan
menggunakan komputer, laptop dan jaringan internet. Perangkat yang
digunakan sebanyak empat unit komputer, tiga unit laptop, satu unit UPS
(Uninterruptible Power Supply) dan satu buah printer. Hal tersebut juga
sesuai dengan hasil wawancara dengan koordinator administrasi klaim dan
petugas administrasi klaim rawat jalan. Berikut kutipan wawancaranya,
“Software INA-CBGs pakai komputer dan jaringan internet”, (PAK1)
“Software INA-CBGs trus pencarian kode ICD yang sudah elektronik.
Jadi tidak buka buku tinggal search. Perangkatnya mah jaringan
penting. Soalnya kan kita sistemnya pake jaringan yang INA-CBGs”,
(PAK2)
Selain hasil wawancara juga terdapat hasil observasi yang juga
menunjukan penggunaan aplikasi INA-CBGs di RS SMC terlihat pada
gambar 5.2 dibawah ini,
116
Gambar 5.2 Aplikasi INA-CBGs 1
Software INA-CBGs digunakan untuk menentukan pembayaran klaim
BPJS terhadap rumah sakit dengan cara memasukan kode diagnosa dan
tindakan yang telah dilakukan dan akan mengacu pada tarif INA-CBGs.
Fungsi aplikasi ini didapatkan dari hasil wawancara yang dilakukan dengan
koordinator administrasi klaim dan petugas administrasi klaim rawat jalan.
Berikut kutipan wawancaranya,
“Software INA CBGs suatu sistem atau software yang dipakai sebagai
proses pembayaranan yang didalamnya ada nilai klaim, sebagai acuan
BPJS kesehatan membayar rumah sakit, jadi BPJS tidak mengenal
berapa cost rumah sakit yang dikeluarkan tapi mereka membayar
sesuai tarif INA-CBGs”, (PAK1)
“Udah sih kan nentuin harga dari entri data sama koding”, (PRJ2)
Namun, dalam menggunakan aplikasi INA-CBGs harus dilengkapi
dengan perangkat keras seperti yang telah disebutkan sebelumnya.
117
Dikatakan bahwa perangkat penunjang tersebut belum cukup jumlahnya
untuk menunjang pekerjaan petugas administrasi klaim rawat jalan saat ini.
Hal tersebut dikarenakan dari pihak rumah sakit hanya menyediakan satu
unit komputer untuk petugas administrasi rawat jalan sedangkan dua
petugas administrasi rawat jalan lainnya menggunakan laptop pribadi
mereka. Koordinator administrasi klaim juga sependapat dengan hal
tersebut dimana administrasi klaim masih kekurangan sarana dan prasarana.
Terlebih unit ini menambah tiga orang personil baru namun tidak
dilengkapi dengan saranannya. Berikut kutipan wawancaranya,
“Perangkat sekarang belum sesuai kebutuhan. Untuk rawat jalan aja
sekarang satu meja untuk tiga orang. Untuk PC juga dari rs cuman satu
jadi yang dua lagi bawa sendiri karna masih keterbatasan sarana. Kan
rs daerah kan harus nunggu dulu”, (PRJ2)
“Prasarana sebenernya masih kurang sih. Kami udah ngajuin
pengajuan dua pc dan satu printer tapi masih nunggu proses anggaran.
Pengajuan udah dari awal tahun karna SDM juga ditambah harusnya
sepaket sama prasarananya”, (PRJ1)
Berdasarkan hasil observasi pada penggunaan aplikasi INA-CBGs
diketahui bahwa aplikasi ini sudah terhubung dengan aplikasi pembuatan
SEP namun belum terhubung dengan SIM RS pendaftaran. Hal ini
membuat petugas administrasi klaim juga tidak dapat secara langsung
melihat jumlah kunjungan pasien JKN dalam satu bulan. Hal ini dikarenkan
jumlah kunjungan pasien JKN dalam satu bulan dapat dilihat melalui
aplikasi SIM RS pendaftaran. Namun, karena aplikasi INA-CBGs belum
terhubung dengan aplikasi SIM RS pendaftaran maka jumlah kunjungan
perpasien tidak dapat dilihat secara langsung ketika sedang menginput data
klaim.
118
Kendala lain yang dihadapi terkait teknologi informasi adalah dimana
saat proses pengkodean dan entri data berlangsung sangat bergantung pada
jaringan internet. Berdasarkan hasil observasi juga membuktikan adanya
gangguan jaringan. Hal ini juga diakui oleh koordinator administrasi klaim
dan petugas administrasi klaim rawat jalan. Berikut kutipan wawancaranya,
“Perangkat dan jaringan kita kan satu server dengan beberapa anak
jaringan jadi kalo jaringan bermasalah menghambat pekerjaan…”
(PRJ1)
“Paling kalo mati lampu upsnya udah besar jadi masih ke handel. Tapi
kalo jaringan dari telkomnya suka menghambat. Udah jarang terjadi
tapi masih terjadi. Kalo jaringan kita konfirmasi ke Telkom”, (PRJ2)
5.8 Gambaran Kebijakan yang Digunakan dalam Pengajuan Klaim JKN Rawat
Jalan di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama Kabupaten
Tasikmalaya tahun 2016
Berdasarkan hasil telaah dokumen dan wawancara diketahui bahwa pada
setiap kegiatan yang dilakukan dalam proses pengajuan klaim menggunakan
kebijakan atau aturan tertentu yang dijadikan sebagai acuan. Namun, kebijakan
yang digunakan berbeda jenisnya baik kebijakan pemerintah maupun kebijakan
lokal rumah sakit.
5.8.1 Kebijakan yang Digunakan pada Pelayanan Administrasi di Tempat
Pendaftaran Pasien JKN Rawat Jalan
Hasil telaah dokumen menunjukan bahwa pelaksanaan penerimaan
pasien rawat jalan di RS SMC mengacu pada Standar Oprasional Prosedur
(SOP) pendaftaran yang telah ada. Dokumen nomor 445/4208/RSUD/2014
merupakan dokumen SOP pendaftaran di RS SMC. Pembuatan SOP
pendaftaran rawat jalan di RS SMC mengaju kepada Permenkes RI No.
119
269/Menkes/Per/III/2008 tentang rekam medis dan PT. Askes (Persero) No.
270/PKS/0708 tentang pelayanan
kesehatan bagi peserta askes sosial.
Berdasarkan penelusuran dokumen SOP pendaftaran terdapat prosedur
penerimaan pasien yang terdiri dari dua tahap dimana masing-masing tahap
terbagi menjadi beberapa runtutan kegiatan, berikut rincian tahapan
tersebut:
A. Penerimaan Pasien
1. Petugas pendaftaran memanggil pasien secara manual
2. Petugas pendaftaran menerima persyaratan, mewawancarai dan
mengentri data pasien berdasarkan cara bayar
3. Petugas pendaftaran melakukan verifikasi berkas persyaratan khusus
untuk pasien askes, jamkesmas dan jamkesda. Pasien dengan cara
bayar
JKN/Askes/Jamkesmas
diharuskan
untuk
melengkapi
persyaratan berupa fotokopi kartu JKN/Askes/Jamkesmas, KTP,
Kartu Keluarga dan surat rujukan.
4. Petugas pendaftaran mencetak kartu berobat dan berkas rekam
medis untuk pasien rawat jalan yang baru
5. Petugas pendaftaran mengantarkan buku status perawatan pasien ke
poliklinik tujuan
B. Mengidentifikasi Pasien
1. Petugas
pendaftaran
memastikan
pasien
berdasarkan
jenis
kunjungan baru atau lama
2. Untuk pasien baru dibuatkan berkas rekam medis rawat jalan yang
baru
120
3. Untuk pasien lama diminta kartu kunjungan berobat, jika tidak ada,
tetap dilayani dengan mencari data pasien pada database komputer
Pada dokumen SOP juga ditemukan secara rinci alur pendaftaran
pasien rawat jalan baik untuk pasien umum maupun pasien jaminan. Akan
tetapi hasil observasi berkas klaim yang ditolak masih ditemukan berkas
klaim JKN yang belum dilengkapi dengan persyaratan yang harus dibawa
oleh pasien yaitu surat rujukan.
Selain diharuskan memenuhi SOP pendaftaran, petugas pendaftaran
juga diharuskan untuk mengikuti ketentuan dari BPJS kesehatan terutama
dalam menerima persyaratan pasien. Hal ini menurut petugas pendaftaran
dan petugas pembuat SEP dirasakan cukup memberatkan pasien. Berikut
kutipan wawancaranya,
“Seolah-olah tidak ada toleransi, memang itu prosedur tetap tapi
mereka ga tau keadaan dilapangan yang kita adepin. Untuk kebijakan
BPJS kalo bisa lebih mempermudah prosedur. Kan orang beda-beda
dari segi pengetahuannya dan ekonominya jadi ya lebih universal
aja”, (PRJ2)
“Kebijakan dari BPJS sih yang kaya persyaratan itu dirasa
memberatkan gitu kasian pasiennya jadi pada bingung”, (PRJ3)
5.8.2 Kebijakan yang Digunakan pada Pelayanan Administrasi di Poliklinik
Pada poliklinik sendiri, acuan yang digunakan dalam pengisian berkas
klaim yaitu menggunakan kebijakan yang ada di rumah sakit. Kebijakan
tersebut belum dijadikan sebuah SOP. Kebijakan yang ada hanya
ditunjukan saat awal mereka menjabat sebagai petugas administrasi di
poliklinik yang menjabarkan tugas mereka sebagai petugas administrasi.
Selebihnya terkait pengisian berkas klaim mereka hanya mengikuti alur
121
yang diberitahu melalui rapat. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan
dengan beberapa petugas administrasi poliklinik,
“…Belum ada sop buat adminya mah… Kalo ada SOP mah yang
harus kita lakukan mengacu SOP. Kalo sekarangkan sesuai rapat
harus gini-gini”, (RJ2)
“Iya ada untuk SOP khusus untuk ruangan itu sendiri. Tapi kalo SOP
khusus adminstrasi mah ga ada sih gaada bukunya gitu, cuman
ditunjukin aja pas awal tugas admin seperti ini ini. Kalo untuk SOP
bukunya mah engga belum ada, paling juga adanya untuk keuangan
poli kebidanan.ah dulu waktu pas tanda-tangan kontrak penerimaan
pegawai dikasih liat SOPnya seperti apa…” (RJ4)
“SOP mah belum lihat ya teh ya, ini ngikutin alur aja. Tapi udah ada
SOPnya”, (RJ3)
Sedangkan untuk SOP yang sudah ada merupakan SOP sarana dan
prasarana setiap ruangan poliklinik bukan terkait SOP petugas administrasi
poliklinik dalam melengkapi berkas klaim JKN. Berikut kutipan wawancara
yang dilakukan dengan Kasie Pelayanan Rawat Jalan,
“SOP udah ada setiap ruangan. Karna memang setiap standar
pelayanan harus sesuai dengan SOPnya. Yang memang disesuaikan
dengan sarana dan prasarana sudah dilakukan sih. Tapi yang belum
prasarananya menunjang ya kami pending aja dulu. Jadi
situasional”,
Hal tersebut menunjukan bahwa memang belum terdapat SOP baik terkait
tata cara melengkapi berkas maupun SOP terkait pemberkasan klaim untuk
pasien JKN yang menolak tindakan dokter.
5.8.3 Kebijakan yang Digunakan pada Rekapitulasi Berkas Klaim JKN
Hasil wawancara menunjukan bahwa petugas rekapitulasi dalam
melakukan tugasnya belum landasi dengan SOP. Hal ini dikarenakan
bagian rekapitulasi sendiri merupakan bagian yang baru dibuat oleh RS
SMC yaitu baru berjalan sekitar satu bulan. Berikut kutipan wawancaranya,
122
“Kalo SOPnya sih kayaknya belum bikin. Kalo itu sih tiap pekerjaan
harusnya ada SOP. Kita mah ngikut yang diajarin sama BPJS sama
rekam medis”, (CH1)
“Engga ada SOP mah..”, (CH2)
Tidak adanya SOP dirasakan menjadi sebuah masalah oleh petugas
checker. Hal ini sesuai dengan wawancara yang dilakukan oleh petugas
tersebut. Berikut kutipan wawancaranya,
“Ya jadi masalah jadi kerjaan jadi asa gimana kita we kan jadi gaada
tuntutan kerjanya harus gini-gini jadi engga enak aja gitu”, (CH1)
5.8.4 Kebijakan yang Digunkan pada Pengkodean dan Entri Data Klaim
JKN
Hasil wawancara dengan koordinator administrasi klaim dan petugas
administrasi klaim rawat jalan di RS SMC menunjukan bahwa dalam
melakukan pengkodean dan entri data mengacu pada kebijakan pemerintah
yaitu PMK No. 28 tahun 2014 tentang pedoman pelaksanaan JKN, PMK
No. 27 tahun 2014 tentang petunjuk teknis sistem Indonesian Case Base
Groups (INA-CBGs) dan surat edaran nomor hk.03.03/menkes/63/2016
tentang pedoman penyelesaian permasalahan klaim INA-CBG dalam
penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional. Kebijakan lainnya yang
digunakan yaitu surat edaran dari BPJS kesehatan kepada rumah sakit
terkait adanya pasien JKN yang pulang paksa sejak tahun 2015. Sedangkan
untuk kebijakan dari rumah sakit berupa SOP administrasi klaim sendiri
belum ada. Hal ini membuat petugas hanya mengikuti kebijakan dari
pemerintah saja.
Hal yang disayangkan oleh petugas administrasi klaim adalah belum
ada standarisasi nasional terutama untuk pengkodean sehingga acuan yang
123
dipegang oleh pihak rumah sakit berbeda dengan acuan yang dipegang oleh
pihak BPJS kesehatan. Dikatakan bahwa BPJS kesehatan memiliki acuan
tersendiri untuk pengkodean yang disebut dengan konsensus. Berikut
kutipan wawancaranya,
“…Baiknya sih ada standar nasionalnya dulu karna dilakukannyakan
nasional. Nanti turunannya baru deh ke RS untuk buat SOP. Kalo gitu
kan jadi satu acuannya kan kalo sekarang mah rumah sakit pegang SE
permenkes trus BPJS megangnya konsensus yang isinya pun tidak
sesuai”, (PAK1)
“Belum ada SOP… Mungkin karna admin klaim itu baru didunia medis
kan BPJS baru ada 2014 jadi karna masih baru rs pun masih bingung
administrasi klaim ditempatkan di bawah keuangan apa pelayanan
medik. Masih galau lah, masih meraba-raba. Kita kan ngikutin
permenkes 27 tahun 2014 tapi BPJS itu selalu buat aturan sendiri yaitu
aturan konsensus dan itu kadang-kadang berlawanan aturan
kodingnya. Tapi kita lebih ngikutin permenkes karna legalitasnya lebih
tinggi jadi kalo ada audit kan permenkes lebih tinggi legalnya
dibanding konsensus.”, (PAK2)
Berdasarkan hasil telaah dokumen diketahui bahwa PMK No. 28 tahun
2014 berisi tentang pedoman pelaksanaan JKN, PMK No. 27 tahun 2014
berisi tentang ketentuan penentuan pembuatan kode diagnosa maupun
tindakan dan tata cara penggunaan aplikasi INA-CBGs. Pada PMK No. 28
tahun 2014 tertulis terkait peserta JKN diharuskan membawa surat rujukan
dari fasilitas kesehatan tingkat pertama apabila ingin mendapatkan
pelayanan di rumah sakit pertama kalinya. Sedangakan untuk surat edaran
nomor hk.03.03/menkes/63/2016 berisikan tentang 36 kasus terkait
permasalahan klinis dan 21 kasus terkait permasalahan koding serta satu
kasus terkait permasalahan administrasi beserta dengan penyelesaian
masalahnya.
124
Selain terkait dengan perbedaan acuan dalam pengkodean, petugas
administrasi klaim rawat jalan juga menyayangkan tidak adanya SOP untuk
petugas administrasi klaim itu sendiri. Sehingga tidak jelas apa-apa saja
tugas yang menjadi tanggungan mereka dan apa saja tugas yang bukan
tanggungan mereka. Berikut kutipan wawancaranya,
“Tidak ada SOP itu masalah karna nih misal ketidaklengkapan berkas
itu jadi saling tuding tanggung jawab siapa yang melengkapi karna
emang tidak ada SOP yang jelas itu pihak siapa yang disalahkan. Tapi
sekarang ada checker jadi sebelum masuk ke billing sudah dicek
kelengkapannya, jadi angka ketidaklengkapan ke adm klaim itu
berkurang”, (PAK2)
125
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
Pada saat penelitian ini dilakukan ditemukan keterbatasan peneliti dalam
menggali permasalahan terkait gambaran klaim JKN yang ditolak rawat jalan di
RS SMC tahun 2016, diantaranya yaitu:
1.
Peneliti tidak bisa melakukan observasi terhadap seluruh berkas klaim
yang ditolak pada tahun 2016. Hal ini dikarenakan berkas klaim tersebut
menjadi milik BPJS kesehatan dan perizinan untuk melakukan observasi
tidak didapatkan. Pada akhirnya peneliti hanya mendapatkan tiga contoh
berkas klaim JKN rawat jalan yang ditolak oleh verifikator.
2. Selain itu, walaupun observasi berkas klaim yang dilakukan pada penelitian
ini adalah berkas klaim JKN yang ditolak oleh verifikator BPJS akan tetapi
peneliti tidak mendapatkan izin untuk mewawancarai verifikator klaim
BPJS kesehatan.
6.2 Gambaran Berkas Klaim JKN yang ditolak Pada Pelayanan Rawat Jalan di
Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama Kabupaten Tasikmalaya
tahun 2016
Berkas klaim yang ditolak menandakan tidak akan ada pembayaran untuk
klaim tersebut (Catherine, 2013). Berkas klaim merupakan hasil dari proses
pengajuan klaim JKN di rumah sakit atau yang disebut sebagai elemen output
dalam sebuah sistem (Azwar, 2003). Berdasarkan data klaim yang ditolak tahun
2016 pada pelayanan rawat jalan menunjukan bahwa berkas klaim yang sudah
selesai ditagihkan hanyalah pada bulan Januari sampai bulan Juni tahun 2016.
126
Data yang ada menunjukan bahwa pada bulan Januari 2016 sampai dengan Juni
2016 jumlah berkas klaim JKN rawat jalan yang diajukan oleh rumah sakit yaitu
sebesar 13.200 klaim dimana 1.4% diantaranya mengalami penolakan klaim
atau sebesar 190 klaim ditolak.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ulfah, Kresnowati dan
Ernawati (2011) dan Ardhitya, Agus (2015) menunjukan bahwa salah satu
faktor yang menyebabkan berkas klaim ditolak oleh verifikator adalah
kelengkapan berkas klaim. Penelitian Noviasari (2016) tentang hubungan
kelengkapan informasi dengan persetujuan klaim BPJS juga menunjukan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara kelengkapan berkas klaim dengan
persetujuan klaim oleh verifikator.
Berdasarkan hasil observasi terhadap tiga berkas klaim JKN rawat jalan
yang ditolak oleh verifikator klaim BPJS di RS SMC tahun 2016 diketahui
bahwa untuk melihat kelayakan berkas klaim dilihat dari kelengkapan berkas,
kesesuaian isi berkas dan waktu pengajuan berkas. Hal-hal tersebut tertulis pada
Permenkes No. 28 tahun 2014 tentang pedoman pelaksanaan JKN, Permenkes
No. 27 tahun 2014 tentang Juknis sistem INA-CBGs, panduan praktis
administrasi klaim fasilitas kesehatan BPJS kesehatan (2014) dan Juknis
Verifikasi klaim. Berdasarkan ketentuan pada kebijakan tersebut maka berkas
klaim JKN yang ditolak akan diulas satu persatu sebagai berikut :
1. Berkas Klaim I
a. Kelengkapan Berkas
Hasil observasi menunjukan bahwa berkas klaim sudah terdiri dari
SEP, lembar INA-DRG (Indonesian-Diagnosis Related Groups)
127
dilengkapi dengan penulisan diagnosa dan tindakan serta ditandatangani oleh DPJP, LPP (Lembar Persetujuan Pelayanan), surat rujukan,
fotokopi persyaratan seperti kartu JKN, KTP, KK dan fotokopi hasil
pemeriksaan laboratorium serta USG. Hal ini sesuai dengan ketentuan
pada panduan praktis administrasi klaim fasilitas kesehatan BPJS
kesehatan (2014) bahwa dalam pengajuan klaim terdapat rekapitulasi
pelayanan dan berkas pendukung. Berkas yang dimaksudkan adalah
SEP, resume medis dan bukti pelayanan. Di RS SMC resume medis
dilihat dari lembar INA-DRG yang didalamnya dituliskan diagnosa
pasien, tindakan yang diberikan serta disertai dengan tanda tangan. Hal
ini juga sesuai dengan kebutuhan verifikasi pada Juknis verifikasi klaim
(2014) yang menyebutkan harus menyertakan SEP dan resume medis
dengan penulisan diagnosa dan tindakan serta ditanda-tangani oleh
dokter penanggung jawab pasien (DPJP).
Selain itu pada berkas ini juga sudah terdapat bukti pelayanan
seperti hasil laboratorium dan USG juga dilengkapi dengan perincian
tagihan rumah sakit yang dituliskan pada LPP. Berkas tersebut
merupakan berkas pendukung yang memang dibutuhkan untuk
pengajuan klaim sesuai yang tertera pada panduan praktis administrasi
klaim fasilitas kesehatan BPJS kesehatan (2014). Selain itu terkait
persyaratan yang harus dibawa oleh peserta JKN untuk mendapatkan
pelayanan di FKRTL salah satunya adalah surat rujukan dari FKTP, hal
ini tertera pada Permenkes No. 28 tahun 2014. Penelitian menurut
Malonda, Ratu dan Soleman (2015) juga menyebutkan terdapat
128
persyaratan lain yang harus dibawa oleh pasien diantaranya satu lembar
fotokopi kartu peserta JKN, satu lembar fotokopi kartu identitas
penduduk (KTP) dan satu lembar fotokopi kartu keluarga (KK). Pada
berkas klaim ini semua persyaratan tersebut juga sudah disertakan. Hal
ini dikarenakan pada SOP pendaftaran pasien rawat jalan di RS SMC
juga sudah dituliskan persyaratan yang harus diminta oleh petugas
untuk pasien pengguna JKN. Sehingga bisa dikatakan bahwa berkas
klaim ini dinyatakan lengkap untuk diajukan sesuai dengan yang telah
ditentukan.
b. Validitas Isi
Berdasarkan hasil observasi pengisian lembar INA-DRG pada
berkas klaim ini sudah sesuai dimana identitas pasien, poliklinik tujuan
dan tanggal pelayanan juga sudah diisi sesuai dengan yang tertulis pada
SEP. Selain itu, identitas pada SEP juga sudah sesuai dengan identitas
yang tertera pada persyaratan yang dibawa oleh pasien seperti kartu
JKN, KTP dan KK. Kesesuaian pengisian ini diperlukan karena
penulisan informasi yang salah seperti nomer ID peserta yang salah,
ditagihkan berdasarkan kelas finansial yang salah, serta tanggal lahir
maupun jenis kelamin pasien yang salah dapat menimbulkan klaim
ditolak (Catherine, 2013). Pada Juknis verifikasi klaim (2014) juga
disebutkan bahwa akan dilakukan pemeriksaan kesesuaian antar lembar
klaim yaitu SEP dengan resume medis atau yang dalam penelitian ini
disebut sebagai lembar INA-DRG serta kesesuaian data kepesertaan
pada SEP dengan data pada persyaratan yang dibawa. Apabila terdapat
129
ketidaklengkapan dan keabsahan pada berkas maka akan dikembalikan
untuk dilengkapi dan diperbaiki kepada petugas administrasi klaim.
Pada lembar INA-DRG juga sudah tertera diagnosa utama dan
tindakan yang diberikan serta diikuti dengan kodenya masing-masing.
Pembuatan kode ini perlu diperhatikan karena pemberian kode yang
salah dapat menimbulkan ternjadinya penolakan klaim (Catherine,
2013). Namun, berdasarkan hasil wawancara pengkodean diagnosa
sudah mengacu pada ICD 10 dan pengkodean tindakan mengacu pada
ICD 9. Hal tersebut sudah sesuai dengan Permenkes No. 27 tahun 2014
tentang Juknis sistem INA-CBGs bahwa pengkodean diagnosa dan
tindakan sesuai dengan ICD 10 dan ICD 9. Ketentuan pengkodean
tersebut juga disebutkan dalam Juknis verifikasi klaim (2014) dan
ketentuan pengkodean lainnya mengacu pada Permenkes No. 27 tahun
2014.
c. Waktu Pengajuan
Waktu pengajuan klaim juga dapat dijadikan salah satu penyebab
klaim ditolak (Catherine, 2013). Namun, berdasarkan hasil observasi
diketahui bahwa berkas klaim ini dibuat saat pasien mendapatkan
pelayanan yaitu pada bulan April 2016. Akan tetapi pengajuan klaim
baru dilakukan pada bulan Juli 2016.
Sebenarnya aturan yang ada pada Permenkes No. 28 tahun 2014
disebutkan bahwa pengajuan klaim yang dilakukan fasilitas kesehatan
adalah setiap bulan secara regular paling lambat tanggal 10 bulan
berikutnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa berkas klaim ini diajukan
130
tidak tepat waktu, namun pihak rumah sakit sendiri memang mengakui
bahwa mereka telah diberikan keringanan untuk melakukan pengajuan
klaim saat proses verifikasi sudah selesai. Berdasarkan Permenkes No.
28 tahun 2014 juga telah disebutkan bahwa batas waktu maksimal
pengajuan klaim bagi fasilitas kesehatan adalah dua tahun setelah
pelayanan diberikan. Hal tersebut menandakan bahwa walaupun pengajuan
berkas klaim ini tidak dilakukan pada bulan berikutnya setelah pelayanan
akan tetapi masih dapat diklaimkan selama belum melebihi dua tahun dari
pemberian pelayanan.
Berdasarkan kelengkapan berkas, validitas isi dan waktu pengajuan
berkas tidak ditemukan adanya permasalahan pada berkas klaim ini. Akan
tetapi berkas klaim ini merupakan salah satu berkas klaim JKN rawat jalan
yang ditolak oleh verifikator klaim BPJS kesehatan di rumah sakit. Pihak
rumah sakit menyatakan bahwa penyebab berkas klaim ini ditolak adalah
pasien JKN yang tertera pada berkas klaim ini sudah mengunjungi atau
mendapatkan pelayanan kesehatan di RS SMC lebih dari tiga kali dalan
satu bulan dengan diagnosa dan poliklinik tujuan yang sama. Hasil
observasi menunjukan bahwa tidak dilakukan pengecekan terkait jumlah
kunjungan pasien dikarenakan aplikasi INA-CBGs belum terhubung
dengan aplikasi SIM RS pendaftaran
Akan tetapi dikatakan bahwa tidak ada aturan tertulis terkait kebijakan
ini dikarenakan petugas administrasi klaim hanya mendengarnya dari
verifikator ketika menyampaikan berkas klaim yang ditolak. Hasil telaah
dokumen juga tidak ditemukan adanya kebijkan terkait pembatasan jumlah
131
kunjungan baik pada PMK No. 28 tahun 2014 maupun pada PMK No. 27
tahun 2014. Selain itu juga tidak ditemukan adanya kebijakan BPJS
kesehatan yang berkaitan dengan pembatasan pelayanan. Sehingga untuk
permasalahan ini seharusnya dapat diperdalam lagi dengan menanyakan
langsung kepada verifikator yang menolak berkas klaim ini. Namun,
dengan adanya keterbatasan penelitian maka pada penelitian ini kasus ini
tidak dapat diperdalam.
2. Berkas Klaim II
a. Kelengkapan Berkas
Berdasarkan kelengkapan berkas dapat dikatakan berkas klaim yang
kedua ini belum lengkap. Hal ini dikarenakan belum terdapat tandatangan DPJP dan tidak ditemukan adanya surat rujukan. Padahal
berdasarkan Juknis verifikasi klaim (2014) disebutkan bahwa resume
medis harus diisi lengkap baik diagnosa, tindakan maupun tanda-tangan
DPJP. Penelitian yang dilakukan oleh Ulfah, Kresnowati dan Ernawati
(2011) terkait hubungan kelengkapan pengisian dokumen rekam medis
dengan persetujuan klaim menunjukan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan pada kedua variable tersebut. Selain itu, seharusnya apabila
peserta JKN ingin mendapatkan pelayanan di fasilitas kesehatan rujukan
tingkat lanjut seperti rumah sakit diharuskan membawa surat rujukan
dari fasilitas kesehatan tingkat pertama sesuai dengan Permenkes No.
28 tahun 2014.
Pada Permenkes No. 28 tahun 2014 juga dituliskan bahwa apabila
dokter memberikan surat keterangan bahwa pasien masih memerlukan
132
perawatan di FKRTL tersebut, maka untuk kunjungan berikutnya pasien
dapat langsung datang ke FKRTL (tanpa harus ke FKTP terlebih
dahulu) dengan membawa surat keterangan dari dokter. Namun,
berdasarkan hasil penelusuran yang ditemukan pada kasus ini ternyata
pasien saat kunjungan sebelumnya merupakan pasien umum akan tetapi
pada kunjungan selanjutnya baru saja menggunakan kartu JKN-nya dan
hanya melampirkan surat kontrol dari pertemuan sebelumnya. Dokumen
yang tidak lengkap dapat menjadi salah satu penyebab berkas klaim ini
ditolak (Catherine, 2013).
b. Validitas Isi
Apabila dilihat dari pengisian identitas pada lembar INA-DRG dan
SEP sudah sesuai dengan persyaratan yang dibawa. Hal ini perlu
diperhatikan karena pada Juknis verifikasi klaim (2014) disebutkan
akan dilakukan pemeriksaan kesesuaian data kepesertaan dengan SEP.
Begitu juga dengan penulisan tanggal pemberian pelayanan pada SEP
dan lembar INA-DRG haruslah sesuai. Berdasarkan Juknis verifikasi
klaim (2014) apabila terjadi ketidaksesuaian antara kelengkapan dan
keabsahan akan dilakukan pengembalian berkas pada pihak rumah
sakit.
Pada pengisian lembar INA-DRG berkas klaim ini diketahui sudah
terisi secara benar pada diagnosa utama namun memang tidak ada
tindakan yang diberikan melainkan hanya pemberian resep obat.
Pemberian kode diagnosa pada lembar INA-DRG sudah dikatakan
benar terlihat dari penandaan yang diberikan oleh verifikator berupa
133
tanda ceklist dilengkapi dengan keterangan dari petugas administrasi
klaim bahwa pemberian kode untuk diagnosa pada semua berkas klaim
mengacu pada ICD 10. Hal ini sesuai dengan Juknis verifikasi klaim
(2014) dan Permenkes No. 27 tahun 2014 tentang Juknis sistem INACBGs dimana pengkodean diagnosa mengacu pada ICD 10.
c. Waktu Pengajuan
Terkait waktu pengajuan berkas klaim ini yaitu pada bulan Juli 2016
namun pelayanan telah diberikan pada bulan April 2016 tidak menjadi
permasalahan. Hal tersebut dikarenakan pada Permenkes No. 28 tahun
2014 telah disebutkan bahwa batas waktu maksimal pengajuan klaim bagi
fasilitas kesehatan adalah dua tahun setelah pelayanan diberikan. Batasan
waktu pengajuan klaim juga menjadi salah satu faktor yang dapat
menyebabkan klaim ditolak (Catherine, 2013). Namun, pada berkas ini
tidak ditemukan penolakan klaim akibat batasan waktu pengajuan klaim.
3. Berkas Klaim III
a. Kelengkapan Berkas
Berdasarkan
hasil
observasi
ditemukan
masih
ada
ketidaklengkapan pada berkas yaitu pada lembar INA-DRG tidak
ditemukan adanya tanda-tangan DPJP melainkan hanya nama lengkap
dokternya saja. Padahal berdasarkan Juknis verifikasi klaim (2014)
disebutkan bahwa resume medis harus diisi lengkap baik diagnosa,
tindakan maupun tanda-tangan DPJP. Penelitian yang dilakukan oleh
Ulfah, Kresnowati dan Ernawati (2011) juga menunjukan rekam medis
yang ditolak salah satunya dikarenakan belum terdapat diagnosa dan
tanda-tangan dokter. Hal ini juga dapat menjadi salah satu pemicu
134
berkas klaim ini ditolak oleh verifikator BPJS kesehatan. Berdasarkan
panduan praktis administrasi klaim fasilitas kesehatan BPJS kesehatan
(2014) dan Juknis verifikasi klaim, berkas klaim yang diajukan ke
verifikator salah satunya harus terdiri dari resume medis disertai dengan
penulisan diagnosa dan tindakan serta tanda-tangan DPJP.
b. Validitas Isi
Selain itu apabila dilihat dari pengisian berkas terutama pada data
identitas pasien di SEP sudah sesuai dengan persyaratan yang dibawa
oleh pasien seperti kartu JKN, KTP dan KK. Begitu juga pengisian
identitas pasien dan waktu pemberian pelayanan pada lembar INA-DRG
sudah diisi sesuai dengan yang tertera pada SEP. Berdasarkan Juknis
verifikasi klaim (2014) disebutkan akan dilakukan kesesuaian isi antar
lembar yang terdapat pada berkas klaim sehingga kesesuaian pengisian
setiap lembar atau formulir klaim sangatlah penting. Apabila terjadi
ketidaksesuaian antara kelengkapan dan keabsahan akan dilakukan
pengembalian berkas pada pihak rumah sakit.
Terkait penulisan kode diagnosa dan kode tindakan yang diberikan
dikatakan sudah sesuai dengan acuan yang dimaksudkan pada Juknis
verifikasi klaim (2014) dan Permenkes No. 27 tahun 2014 yaitu ICD 10
untuk diagnosa dan ICD 9 untuk kode tindakan.
c. Waktu Pengajuan
Sama halnya dengan kondisi kedua berkas sebelumnya dimana
berkas klaim ini baru diajukan pada bulan Agustus 2016 padahal
pelayanan telah diberikan sejak bulan Juni 2016. Namun, hal ini
135
memang tidak menjadi permasalahan karena rumah sakit memang
diberi keringanan untuk melakukan pengajuan setelah proses verifikasi
selesai artinya tidak mengikuti Permenkes No. 28 tahun 2014. Hal ini
juga dikarenakan pada permenkes tersebut dijelaskan bahwa berkas
klaim masih dapat diajukan maksimal dua tahun setelah pemberian
pelayanan.
Permasalahan lain yang ditemukan pada berkas klaim ini adalah pada
pengisian lembar INA-DRG terdapat kolom isian terkait cara pulang dan
disebutkan cara kepulangan pada berkas ini adalah pulang paksa (pulpak).
Sebelumnya telah dibahas bahwa memang BPJS kesehatan sudah
mengeluarkan surat edaran kepada rumah sakit terkait pasien JKN yang
pulang paksa. Berdasarkan artikel yang dibuat oleh Kuncoro (2015)
didapatkan bahwa BPJS kesehatan memang sudah mengeluarkan surat
edaran terkait pasien JKN yang pulang paksa pada tahun 2015. Pasien
pulang paksa atau pulang atas permintaan sendiri terdiri dari kondisi pasien
yang belum stabil namun dibawa pulang oleh keluarganya, pasien yang
memerlukan tindakan medis tetapi menolak tindakan tersebut dan pasien
yang menolak untuk dirujuk ke rumah sakit lain. Apabila hal-hal tersebut
terjadi maka BPJS kesehatan akan membatalkan tanggungan pelayanan
yang sedang dijalankan.
Hasil penelusuran menunjukan bahwa pada kasus berkas klaim ini
pasien menolak tindakan yang dianjurkan oleh dokter sehingga verifikator
memutuskan untuk menolak berkas klaim ini. Selain itu, hasil wawancara
juga menyebutkan apabila terdapat kasus seperti ini maka seharusnya SEP
136
dihilangkan dan pasien harus membayar pelayanan yang didapatkannya saat
itu serta menandatangani surat pernyataan menjadi pasien umum. Prosedur
ini seharusnya dapat dilakukan pada proses administrasi di poliklinik akan
tetapi kenyataannya berkas klaim ini masih lengkap dengan SEP-nya dan
masuk ke dalam unit administrasi klaim untuk diajukan. Hal ini
menunjukan adanya permasalahan pada proses administrasi di poliklinik.
6.3 Gambaran Proses Pengajuan Berkas Klaim JKN Layanan Rawat Jalan di
RS SMC Tahun 2016
Proses merupakan kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam
sistem dan berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran yang
direncanakan (Azwar, 2003). Sebelumnya telah digambarkan berkas klaim JKN
rawat jalan yang ditolak di RS SMC maka perlu diketahui juga gambaran proses
pengajuan berkas klaim yang dilakukan. Hal tersebut sesuai dengan teori
pendekatan sistem dimana output dipengaruhi oleh proses (Azwar, 2003). Proses
pengajuan berkas klaim JKN di RS SMC dimulai dengan pelayanan administrasi
pasien di tempat pendaftaran dan poliklinik, rekapitulasi berkas serta proses
pemerian kode dan entri data.
6.3.1 Gambaran Proses Pelayanan Administrasi Pasien JKN Rawat Jalan Di
RS SMC Tahun 2016
Pelayanan administrasi rawat jalan merupakan pelayanan pencatatan
yang dibutuhkan untuk dokumentasi terkait identitas pasien, pemeriksaan
fisik, diagnosa, tindakan pengobatan dan pelayanan lainnya yang sudah
diberikan oleh penyedia layanan kepada pasien (Wildan dan Hidayat,
2008). Berdasarkan teori tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
137
pelayanan administrasi pasien JKN rawat jalan merupakan pelayanan
pencatatan yang dibutuhkan dalam rangka dokumentasi data pasien JKN
untuk kepentingan pengajuan klaim JKN. Berdasarkan penjelasan tersebut
juga dapat diketahui bahwa pelayanan administrasi dimulai saat pendaftaran
pasien (mengetahui identitas pasien) sampai pasien selesai mendapatkan
pelayanan di poliklinik (mengetahui diagnosa dan tindakan pengobatan).
Berdasarkan Permenkes No. 28 tahun 2014, telah disebutkan
sebelumnya bahwa pelayanan administrasi pada pendaftaran yang
dilanjutkan dengan pemberian pelayanan medis merupakan bagian dari
proses pengajuan berkas klaim JKN. Berdasarkan hasil observasi di RS
SMC, kegiatan pada saat penerimaan pasien di tempat pendaftaran dan
pemberian pelayanan di poliklinik merupakan kegiatan administrasi berupa
menyiapkan berkas klaim JKN.
Pelayanan administrasi rawat jalan pada tempat pendaftaran di RS
SMC dilakukan secara berurutan dengan mengumpulkan informasi pasien,
membuatkan formulir pendaftaran, memasukan data pasien ke SIM RS,
untuk pasien baru dibuatkan buku rekam medis atau buku status pasien dan
mengantarkan berkas pendaftaran ke poliklinik tujuan. Hal tersebut sesuai
dengan proses penerimaan pasien rawat jalan di rumah sakit pada umumnya
(Ismainar, 2015).
Pada pasien pengguna JKN akan disiapkan beberapa formulir yang
terdiri dari lembar ceklis, lembar INA-DRG (Indonesian-Diagnosis Related
Groups), Lembar Persetujuan Pelayanan (LPP) dan lembar anamnesa.
Selain itu, terdapat juga kegiatan berupa meminta persyaratan yang dibawa
138
oleh pasien JKN dan melakukan pengecekan akan kelengkapannya disertai
dengan pembuatan SEP. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Ristya dan Kurniadi (2015) diketahui bahwa pada penerimaan pasien
JKN diharuskan untuk meminta syarat-syarat pendaftaran seperti fotokopi
kartu JKN, fotokopi KTP, fotokopi KK dan surat rujukan. Kegiatan
meminta persyaratan dan melakukan pengecekan ini juga tertulis pada SOP
pendaftaran pasien rawat jalan di RS SMC. Pada kegiatan ini terdapat
permasalahan dimana pengecekan persyaratan belum dilakukan secara
maksimal karena masih ditemukan berkas klaim JKN yang ditolak akibat
tidak terdapat surat rujukan.
Pada proses ini juga ditemukan bahwa belum semua pasien paham
betul terkait persyaratan yang harus dibawa. Padahal pihak rumah sakit
sendiri sudah membuat poster terkait persyaratan bahkan disediakan televisi
yang juga digunakan sebagai sarana sosialisasi di rumah sakit. Namun,
apabila hal tersebut masih belum berjalan dengan baik pihak rumah sakit
dapat melakukan kerja sama dengan pihak BPJS kesehatan untuk
melakukan sosialisasi kepada peserta JKN setempat terkait persyaratan
yang harus dibawa untuk mendapatkan pelayanan di FKRTL. Sosialisasi
langsung dilakukan melalui pertemuan berkala dengan peserta JKN terkait
program JKN dan ketentuan terbaru. Sosialisasi dilakukan dengan tujuan
untuk menjalin hubungan dengan peserta JKN agar dapat mengetahui
perkembangan program asuransi terutama apabila terdapat ketentuan baru
(Azwar, 2003).
139
Setelah pelayanan administrasi pasien JKN di tempat pendaftaran
selesai maka selanjunya pelayanan administrasi pasien JKN akan
dilanjutkan di poliklinik. Pelayanan administrasi di poliklinik berkaitan
dengan melengkapi berkas klaim pasien yang sudah disiapkan oleh petugas
pendaftaran. Selama pasien menjalani pelayanan, terdapat kegiatan yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan untuk melengkapi berkas klaim berupa
pengisian diagnosa dan tindakan yang diberikan serta penanda-tanganan
lembar INA-DRG oleh dokter spesialis penanggung jawabnya. Sedangkan
petugas administrasi melakukan pengecekan kelengkapan dan melengkapi
berkas klaim JKN dengan hasil pemeriksaan penunjang sebelum berkas
keluar dari poliklinik. Berdasarkan Juknis verifikasi klaim (2014) dalam
pengajuan berkas klaim harus dilengkapi dengan SEP, resume medis
dilengkapi dengan diagnosa dan tindakan yang diberikan beserta tandatangan DPJP serta lembar penunjang lainnya.
Namun, berdasarkan hasil observasi dari tiga berkas klaim JKN yang
ditolak didapatkan dua berkas klaim belum dilengkapi dengan tanda-tangan
DPJP.
Hasil
penelusuran
menemukan
bahwa
penyebab
belum
dilengkapinya lembar INA-DRG dengan tanda-tandangan DPJP yaitu
kesibukan dari petugas administrasi dan dokter karena jumlah pasien yang
banyak serta dokter spesialis yang bertugas tidak berada di ruangan poli
terlalu lama dikarenakan harus mengejar waktu visit ke ruang rawat inap.
Hal ini menandakan kegiatan pengecekan oleh petugas administrasi
poliklinik pun tidak dilakukan maksimal karena masih ditemukan berkas
klaim yang belum lengkap ketika berkas keluar dari ruangan poliklinik.
140
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh dilakukan oleh Kusairi (2013)
terkait faktor-faktor yang mempengaruhi kelengkapan berkas klaim pasien
jamkesmas di RSUD Brigjend. H. Hasan Basry Kandangan bahwa berkas
klaim yang tidak lengkap dapat disebabkan oleh proses administrasi,
pemahaman dan kinerja pertugas terhadap kelengkapan berkas klaim yang
masih kurang, tidak adanya Standar Operasional Prosedur (SOP) serta
evaluasi pelaksanaan program jaminan yang belum dilaksanakan.
Berkaitan dengan salah satu berkas klaim JKN yang ditolak dimana
apabila pasien menolak tindakan yang dianjurkan oleh dokter seharusnya
SEP dihilangkan dan pasien menandatangani surat pernyataan untuk
menjadi pasien umum yang melakukan pembayarannya sendiri terhadap
pelayanan yang diterima. Akan tetapi berkas klaim yang ditemukan masih
lengkap dengan SEP dan lembar penunjang lainnya. Penanganan berkas
klaim pasien JKN yang menolak tindakan seharusnya dapat dijalankan pada
proses administrasi poliklinik akan tetapi hal ini memang belum dilakukan
dengan benar.
6.3.2 Gambaran Proses Rekapitulasi Berkas Klaim JKN Rawat Jalan Di RS
SMC Tahun 2016
Rekapitulasi berkas klaim JKN atau yang berdasarkan panduan praktis
administrasi klaim fasilitas kesehatan BPJS kesehatan (2014) disebut
sebagai
rekapitulasi
pelayanan
merupakan
pengumpulan
berkas
administrasi klaim yang diperlukan untuk melakukan pengajuan klaim JKN
kepada BPJS kesehatan. Panduan praktis administrasi klaim fasilitas
kesehatan dan petunjuk teknis verifikasi klaim (2014) juga menunjukan
141
bahwa rekapitulasi berkas klaim yang diperlukan untuk pengajuan klaim
terdiri dari SEP, bukti pelayanan yang mencantumkan diagnosa dan
prosedur serta ditanda-tangani DPJP dan bukti pelayanan lainnya yang
mendukung.
Di RS SMC, kegiatan yang dilakukan pada proses ini adalah
memeriksa kelengkapan berkas klaim JKN sebelum berkas tersebut
diberikan pada unit administrasi klaim. Kelengkapan berkas klaim JKN
yang dimaksud sesuai dengan ketentuan yang terdapat pada panduan praktis
administrasi klaim fasilitas kesehatan dan Juknis verifikasi klaim (2014).
Awalnya proses ini dilakukan di unit rekam medis bersamaan dengan
kegiatan assembling berkas rekam medis. Assembling merupakan bagian di
unit rekam medis yang berfungsi sebagai peneliti kelengkapan isi dan
perakitan dokumen rekam medis sebelum disimpan (Ismainar, 2015). Akan
tetapi mulai Agustus 2016 kegiatan ini dilakukan secara terpisah dengan
assembling rekam medis. Semenjak itu dikatakan bahwa terdapat
pengurangan jumlah berkas klaim yang tidak lengkap di unit administrasi
klaim. Hal ini menandakan bahwa adanya pemisahan kegiatan ini dengan
assembling rekam medis berdampak positif pada kondisi berkas klaim JKN
di rumah sakit.
Mengingat berdasarkan penelitian Ernawati dan Kresnowati (2011),
Ardhitya dan Agus (2015) dan Noviasari (2016) yang menunjukan bahwa
kelengkapan informasi berkas klaim berpengaruh pada persetujuan klaim
jaminan kesehatan. Maka alangkah lebih baik apabila rumah sakit tidak
hanya bergantung pada proses rekapitulasi saja untuk menghasilkan berkas
142
klaim yang lengkap, melainkan juga harus diikuti dengan adanya kebijakan
yang tegas untuk seluruh unit yang bertanggung jawab dalam melengkapi
berkas klaim JKN. Terlebih berdasarkan hasil observasi didapatkan bahwa
kondisi berkas klaim pada proses rekapitulasi masih ditemukan belum
lengkap pada pengisian tanda-tangan dokter penanggung jawab di lembar
INA-DRG.
6.3.3 Gambaran Proses Pemberian Kode dan Entri Data Pasien JKN Rawat
Jalan di RS SMC Tahun 2016
Pengkodean menurut Kartika (2014) merupakan salah satu proses yang
terdapat dalam proses pengajuan klaim di rumah sakit. Pengkodean
dilakukan oleh koder atau petugas koding. Menurut Permenkes No. 27
tahun 2014 tentang juknis sistem INA-CBGs, pengkodean atau koding
merupakan kegiatan memberikan kode diagnosa utama dan diagnosa
sekunder sesuai dengan ICD-10 serta memberikan kode prosedur sesuai
dengan ICD-9-CM. Koding sangat menentukan dalam sistem pembiayaan
prospektif yang akan menentukan besarnya biaya yang dibayarkan ke
rumah sakit. Di RS SMC pengkodean klaim JKN dilakukan oleh petugas
administrasi klaim yang juga bertugas memasukan data klaim tersebut
melalui aplikasi INA-CBGs.
Di RS SMC sebelum petugas administrasi memberikan kode diagnosa
dan tindakan, kegiatan yang harus dilakukan adalah memeriksa
kelengkapan berkas klaim JKN yang ada. Apabila terdapat berkas yang
tidak lengkap seperti diagnosa dan tindakan yang tidak ditulis maka berkas
harus dipisahkan untuk dilengkapi terlebih dahulu dengan meminta rekam
143
medisnya. Hal ini diperlukan karena berdasarkan Permenkes No. 27 tahun
2014 juga disebutkan bahwa petugas koder memang diharuskan untuk
melakukan pemeriksaan kelengkapan data administratif untuk keabsahan
klaim. Namun, apabila berkas klaim sudah lengkap akan dilakukan
pengkodean diagnosa dan tindakan pada berkas klaim pada lembar INADRG dengan mengacu pada ICD-10 dan ICD-9-CM. Hal ini sesuai dengan
Permenkes No. 27 tahun 2014 bahwa pengkodean diagnosis dan tindakan
mengacu pada ICD-9-CM dan ICD-10.
Setelah pemberian kode akan dilakukan entri data melalui aplikasi
INA-CBGs dengan memasukan nomor SEP pasien, tanggal pelayanan, cara
pulang, biaya pelayanan rumah sakit, kode penyakit dan tindakan yang
tertera pada lembar INA-DRG. Setelah memasukan data petugas akan
menekan menu grouping pada aplikasi INA-CBGs dan setelahnya menekan
menu final untuk menyelesaikannya. Hal ini sesuai dengan proses
pengentrian data klaim JKN menurut Permenkes No. 27 tahun 2014 yaitu
data diambil dari resume medis dan sistem informasi. Data pada resume
medis berupa informasi klinis berupa diagnosis, prosedur, kode ICD-10 dan
ICD-9-CM sedangkan pada sistem informasi dibutuhkan data sosial berupa
ID, nama, jenis kelamin, tanggal lahir dan lain-lain. Data tersebut akan
dimasukan di aplikasi INA-CBGs untuk selanjutnya dilakukan grouping.
Grouping ini merupakan pemrosesan pada aplikasi INA-CBGs untuk
menentukan biaya klaim JKN pasien yang datanya sudah dimasukan.
Kumpulan klaim yang sudah final dalam bulan yang sama akan diubah
menjadi bentuk txt sehingga data ini dapat diakses oleh verifikator klaim
144
JKN. Selain itu berkas klaim JKN yang termasuk dalam data txt tersebut
akan diserahkan juga kepada verifikator klaim JKN. Hal ini sesuai dengan
petunjuk teknis verifikasi klaim (2014) bahwa dalam prosesnya akan
diadakan verifikasi berkas klaim dan purifikasi yang diawali dengan
melakukan penarikan data klaim dari INA-CBGs dengan mengambil data
dalam bentuk txt.
Setelah proses verifikasi dilakukan biasanya akan ada revisi dan
konfirmasi berkas klaim yang sudah dicek oleh verifikator. Revisi yang
dilakukan umumnya berkaitan dengan salah penerbitan SEP, belum adanya
tanda-tangan dokter dan pengkodean yang kurang tepat sedangkan
konfirmasi merupakan kegiatan untuk memastikan kebenaran penegakan
diagnosa dan tindakan. Konfirmasi ini akan dilakukan dengan menanyakan
kepada Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP). Akan tetapi pada berkas
klaim yang diamati tidak ditemukan adanya revisi terkait kesalahan
penerbitan SEP maupun kesalahan pemberian kode diagnosa dan tindakan.
6.4 Gambaran Input pada Proses Pengajuan Berkas Klaim JKN Layanan
Rawat Jalan di RS SMC Tahun 2016
Pada pembahasan ini akan digambarkan input pengajuan berkas klaim JKN
rawat jalan di RS SMC. Input merupakan salah satu elemen dalam sistem yang
berhubungan dengan elemen lainnya seperti proses dan output serta saling
mempengaruhi. Input merupakan elemen yang diperlukan untuk sistem dapat
menjalankan fungsinya dengan baik (Azwar, 2003). Input pada pengajuan klaim
JKN layanan rawat jalan di RS SMC terbagi menjadi tiga yaitu petugas pelaksana
145
administrasi pengajuan klaim JKN, teknologi informasi dan kebijakan yang
digunakan dalam sistem pengajuan klaim JKN di RS SMC tahun 2016.
6.4.1 Gambaran Petugas Pelaksana Administrasi Pengajuan Klaim JKN
Rawat Jalan di RS SMC Tahun 2016
Petugas administrasi pengajuan klaim JKN dapat dikatakan sebagai
petugas yang melaksanakan kegiatan penyusunan, pencatatan data dan
informasi pasien JKN untuk kepentingan pengajuan klaim. Hal ini diambil
dari pengertian administrasi yang dalam arti sempit diartikan sebagai
kegiatan penyusunan dan pencatatan data dan informasi secara sistematis
dengan tujuan untuk menyediakan keterangan serta memudahkan
memperolehnya kembali secara keseluruhan dan dalam satu hubungan satu
sama lain atau disebut sebagai tata usaha (Haryadi, 2009). Hal yang sama
juga disebutkan bahwa dimana data dan informasi yang didapatkan dari
administrasi berhubungan dengan aktivitas organisasi serta dapat digunakan
untuk kepentingan internal maupun eksternal (Halim dkk, 2005).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Malonda, Ratu dan
Soleman (2015) terkait analisis pengajuan klaim BPJS kesehatan di RSUD
Dr Sam Ratulangi Tondano bahwa Sumber Daya Manusia (SDM)
merupakan salah satu komponen yang mempengaruhi keberhasilan
pelaksanaan sebuah sistem. SDM yang handal dibutuhkan didalam
mengelola data dan informasi kesehatan. Pengusulan pengajuan klaim
fasilitas kesehatan ke BPJS Kesehatan dibutuhkan SDM yang berkualitas
begitu juga dengan ketersediaan jumlah tenaga yang memadai. Sehingga
146
pada pembahasan kali ini akan dijabarkan petugas pelaksana administrasi
yang terlibat dalam pengajuan klaim JKN di RS SMC tahun 2016.
Sesuai dengan proses pengajuan berkas klaim JKN yang disebutkan
pada Permenkes No. 28 tahun 2014, pedoman teknis administrasi klaim
fasilitas kesehatan (2014) dan Permenkes No. 27 tahun 2014 maka petugas
pelaksana administrasi JKN di RS SMC terbagi menjadi petugas
administrasi pendaftaran pasien JKN rawat jalan, petugas administrasi
poliklinik, petugas rekapitulasi berkas dan petugas administrasi klaim.
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa di RS SMC jumlah petugas
administrasi pendaftaran, petugas SEP dan petugas administrasi klaim
dirasakan masih kurang.
Jumlah pasien yang banyak menjadi salah satu alasan kurangnya
jumlah petugas pendaftaran pasien rawat jalan dan petugas SEP. Terlebih
tidak ada petugas khusus untuk menerima pasien JKN serta tidak
dipisahkan antara petugas SEP rawat jalan dengan petugas SEP rawat inap.
Hal ini berkaitan dengan salah satu berkas klaim JKN yang ditolak dimana
persyaratan belum dilengkap dengan surat rujukan. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Ristya dan Kurniadi (2015) tentang kepatuhan petugas
TPPRJ dalam pelaksanaan SOP pendaftaran pasien BPJS di RS RS
Pantiwilasa Dr.Cipto disebutkan bahwa pada SOP, petugas pendaftaran
harus meneliti kelengkapan berkas persyaratan yang dibawa oleh pasien
JKN. SOP pendaftaran pasien rawat jalan di RS SMC juga menyebutkan
hal yang sama dimana petugas pendaftaran diharuskan melakukan verifikasi
berkas persyaratan khusus untuk pasien askes, jamkesmas dan jamkesda.
147
Pasien dengan cara bayar JKN/Askes/Jamkesmas diharuskan untuk
melengkapi persyaratan berupa fotokopi kartu JKN/Askes/Jamkesmas,
KTP, Kartu Keluarga dan surat rujukan.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi diketahui bahwa petugas
pendaftaran dan petugas SEP memang bertugas menerima dan mengecek
persyaratan yang dibawa oleh pasien JKN. Hal ini menandakan bahwa
sebenarnya kesalahan persyaratan yang dibawa oleh pasien JKN dapat
dikendalikan pada saat pasien melakukan pendaftaran. Akan tetapi dengan
kurangnya petugas pendaftaran rawat jalan serta tidak adanya petugas
khusus pendaftaran pasien JKN ditambah dengan kurangnya petugas SEP
berpotensi
menyebabkan
terjadinya
kesalahan
dalam
melakukan
pengecekan persyaratan pasien dan menyebabkan berkas klaim JKN
menjadi tidak lengkap. Memang tidak terdapat standar jumlah personil yang
harus ada untuk setiap unit akan tetapi hal tersebut bergantung pada beban
kerja dan prestasi kerja (Hasibuan, 2007).
Selain itu dikatakan bahwa tinggi rendahnya beban shift kerja yang
diterima dalam melayani pasien dengan intensitas pasien yang banyak dapat
mempengaruhi stress kerja serta membuat kinerja karyawan menjadi rendah
(Carayon dan Alvarado, 2007 dalam Mudayana, 2012). Hal ini diketahui
berdasarkan hasil wawancara bahwa memang dengan petugas pendaftaran
yang hanya terdapat lima orang dan setiap harinya diharuskan melayani
pasien JKN maupun pasien umum. Dan berdasarkan hasil telaah dokumen
didapatkan bahwa rata-rata jumlah pasien JKN pada bulan Januari 2016
sampai Juli 2016 per harinya sebanyak 206. Hal ini belum lagi ditambah
148
dengan pasien umum yang menandakan bahwa beban kerja petugas
pendaftaran setiap harinya cukup besar.
Pengakuan informan menunjukan bahwa keadaan rumah sakit saat ini
belum dapat memenuhi kekurangan jumlah petugas pendaftaran dan
petugas SEP. Sehingga untuk menutupi kekurangan tersebut rumah sakit
seharusnya dapat memaksimalkan petugas yang mereka miliki saat ini.
Memaksimalkan petugas yang dimiliki oleh rumah sakit dapat dilakukan
dengan aktif mengadakan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan
petugas. Namun, kenyataannya pelatihan pada petugas pendaftaran rawat
jalan hanya dilakukan ketika terdapat perubahan prosedur. Sama halnya
dengan pelatihan untuk petugas SEP hanya dilakukan jika dari pihak BPJS
kesehatan melakukan perubahan pada aplikasi SEP.
Adanya berkas klaim JKN yang tidak lengkap persyaratan serta
keterbatasan jumlah petugas harusnya membuat rumah sakit menyadari
pentingnya melakukan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan petugas
pendaftaran maupun petugas SEP. Hal ini dikarenakan pelatihan merupakan
usaha yang direncanakan oleh organisasi untuk meningkatkan pengetahuan,
keterampilan dan kemampuan pegawai. Selain itu pelatihan juga dilakukan
secara khusus untuk mengubah sikap pegawai dalam upaya meningkatkan
kepuasan dan motivasi kerja bila dibutuhkan (Hariandja, 2002).
Berdasarkan penelitian Baharudddin, Taher Alhabsyi dan Hamidah Nayati
(2007) tentang pengaruh pelatihan terhadap prestasi kerja juga menunjukan
bahwa pelatihan berpengaruh pada prestasi karyawan
149
karna memiliki
kesempatan luas untuk mengikuti pelatihan yang disesuaikan dengan
kompetensi.
Apabila dilihat dari segi latar belakang pendidikan para petugas
pendaftaran rawat jalan sebagian besar berlatarbelakang sarjana tingkat
satu, sedangkan untuk petugas SEP keduanya berlatarbelakang D3 rekam
medis. Penelitian Kartika (2014) menyebutkan bahwa tidak ada spesifikasi
khusus untuk latar belakang pendidikan petugas yang terlibat dalam
pengelolaan klaim di rumah sakit terkecuali untuk bagian koding yang
harus memiliki latar belakang pendidikan medis. Selain itu, petugas
pendaftaran didominasi oleh petugas dengan masa kerja lima tahun yang
artinya sudah bekerja semenjak RS SMC baru berdiri. Sedangkan untuk
petugas SEP keduanya bermasa kerja kurang dari lima tahun, dikarenakan
pembuatan SEP sendiri baru hadir ketika JKN diadakan yaitu tahun 2014.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh oleh Bustani, Neti M,
Joy Rattu dan Josephine Saerang (2015) yang didalamnya menyebutkan
bahwa masa kerja berhubungan dengan pengalaman. Masa kerja yang
dimiliki petugas pendaftaran dan petugas pembuat SEP seharusnya sudah
cukup untuk membangun pengalaman yang berkaitan dengan pendaftaran
pasien JKN dan pembuatan SEP.
Keadaan yang sama juga terlihat pada petugas administrasi poliklinik
namun sebenarnya, jumlah petugas administrasi poliklinik sudah cukup
yaitu satu petugas disetiap poliklinik kecuali untuk poliklinik penyakit
dalam yang dilengkapi dengan dua petugas karena jumlah pasien yang
sangat banyak setiap harinya. Akan tetapi poliklinik bedah merasakan
150
kekurangan petugas administrasi dikarenakan jumlah pasien di poliklinik
ini merupakan jumlah pasien terbanyak kedua setelah poliklinik penyakit
dalam. Hal ini dibuktikan dengan laporan kunjungan pasien JKN rawat
jalan pada Januari 2016 hingga Mei 2016 bahwa jumlah pasien poliklinik
dalam sebanyak 5.315 pasien dan 1.281 pasien untuk poliklinik bedah.
Berdasarkan pembahasan sebelumnya diketahui bahwa salah satu
berkas klaim yang ditolak yaitu dimana akibat kepulangan pasien
merupakan kepulangan paksa karena menolak tindakan yang dianjurkan
oleh dokter, sebenarnya petugas administrasi poliklinik diharuskan untuk
menghilangkan SEP. Selain itu, petugas juga diharuskan menyerahkan surat
pernyataan yang harus ditanda-tangani oleh pasien tersebut untuk
membayar pelayanan yang diberikan saat itu. Diketahui bahwa sudah
dilakukan sosialisasi untuk menghadapi keadaan tersebut namun memang
belum pernah diadakan pelatihan terkait untuk petugas administrasi
poliklinik. Padahal sebelumnya telah dikatakan bahwa pelatihan dapat
meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan pegawai serta
prestasi karyawan.
Apabila dilihat dari latar belakang pendidikan seluruh petugas
administrasi poliklinik adalah Sekolah Menengah Atas (SMA) atau Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) dengan masa kerja seluruhnya yaitu kurang
dari lima tahun. Hal ini menandakan pengalaman mereka dapat dikatakan
masih kurang. Keadaan seperti ini seharusnya membuat rumah sakit juga
aktif melakukan pelatihan untuk petugas administrasi poliklinik dalam
penanganan pemberkasan klaim JKN. Sehingga kurangnya jumlah petugas
151
administrasi poliklinik bedah, belum pernah diadakan pelatihan terkait
penanganan berkas klaim JKN yang pasiennya menolak tindakan serta
pengalaman yang kurang dapat memicu terjadinya kesalalahan pada
pembuatan berkas klaim JKN.
Berbeda halnya dengan petugas rekapitulasi berkas klaim JKN
dimana jumlah petugas masih dirasakan cukup dengan latar belakang
pendidikan yaitu D3 dan D4 rekam medis. Hal ini dapat dikatakan sesuai
dikarenakan awalnya rekapitulasi berkas di RS SMC dilakukan di unti
rekam medis yaitu pada bagian assembling. Assembling merupakan bagian
dari unit rekam medis yang berfungsi untuk meneliti kelengkapan isi dan
perakitan dokumen rekam medis sebelum disimpan (Ismainar, 2015).
Sehingga pekerjaan petugas rekapitulasi juga masih berhubungan dengan
assembling rekam medis hanya saja petugas ini melakukan assembling pada
berkas klaim JKN sehingga masih berhubungan juga dengan pengajuan
klaim JKN.
Petugas administrasi klaim JKN rawat jalan dengan jumlah yang ada
saat ini bisa dikatakan cukup namun kondisi merekalah yang membuat
petugas merasa masih kekurangan. Walaupun ketiga petugas administrasi
klaim JKN rawat jalan sudah berlatar belakang pendidikan D3 rekam
medis. Dari segi pendidikan, berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
(Kepmenkes) No. 377/Menkes/SK/III/2007 tentang standar profesi perekam
medis dan informasi kesehatan bahwa kompetensi perekam medis yang
pertama adalah klasifikasi dan kodifikasi penyakit, masalah-masalah yang
berkaitan dengan kesehatan dan tindakan medis. Hal ini menunjukan bahwa
152
dari segi pendidikan petugas administrasi klaim JKN rawat jalan sudah
memenuhi kriteria tersebut karena tugas utama mereka adalah memberikan
kode diagnosa dan tindakan.
Namun, apabila dilihat dari masa kerja mereka yang kurang dari lima
tahun dan yang memiliki masa kerja terlama hanya satu tahun empat bulan
dirasakan bahwa pengalaman mereka kurang. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Ernawati dan Kresnowati (2013) tentang
kompetensi tenaga koder dalam proses Reimbursement berbasis System
Case-mix di beberapa rumah sakit di kota Semarang bahwa pengalaman
kerja dapat menunjukan kualitas petugas koder. Disebutkan bahwa
pengalaman kerja yang lebih banyak akan memudahakan petugas dalam
menentukan kode penyakit seiring dengan kebiasaan dan ingatan. Selain
itu, petugas yang berpengalaman memiliki kemampuan membaca tulisan
dari dokter lebih baik serta memiliki hubungan interpersonal dan
komunikasi yang lebih akrab dengan tenaga medis yang menuliskan
diagnosis
Penelitian Ernawati dan Kresnowati (2013) lebih lanjut juga
menyebutkan salah satu faktor yang dapat menunjukan kualitas koder yaitu
dari pelatihan. Apabila petugas koding belum mempunyai kesempatan
untuk mendapatkan pendidikan khusus di bidang rekam medis dan
informasi kesehatan, maka untuk mendapatkan hasil yang baik setidaknya
petugas tersebut mengikuti pelatihan yang berkaitan dengan rekam medis.
Di RS SMC, petugas administrasi klaim JKN rawat jalan belum pernah
mengikuti pelatihan khusus serta belum memiliki banyak pengalaman
153
sehingga akan mempengaruhi kualitas mereka dalam memberikan kode.
Hal ini memang diakui oleh informan bahwa permasalahan terkait petugas
administrasi klaim sebenarnya berkaitan dengan kualitas mereka sebagai
koder. Walaupun berdasarkan tiga berkas klaim yang diamati tidak
ditemukann adanya kesalahan dalam pengkodean akan tetapi rumah sakit
juga perlu memperhatikan pemberian pelatihan pada koder mereka.
6.4.2 Gambaran Penggunaan Teknologi Informasi Pengajuan Klaim JKN
Rawat Jalan di RS SMC Tahun 2016
Teknologi informasi merupakan tata cara atau sistem yang digunakan
oleh manusia dalam menyampaikan pesan atau informasi (Maryono dan
Istiana, 2007). Penggunaan teknologi informasi dapat ditemukan pada
berbagai kegiatan termasuk kegiatan di rumah sakit. Pada era JKN ini
penggunaan teknologi informasi di rumah sakit menjadi suatu hal yang
sangat penting. Hal yang sama juga disebutkan bahwa pada pelaksanaan
JKN teknologi informasi sangat dibutuhkan terutama sistem informasi
kesehatan pada pencatatan rekam medis yang akurat dan komprehensif
serta penggunaan sistem komputerisasi dan teknologi komputer yang dapat
mempermudah
sistem
pembayaran
INA-CBGs
(Thabrany,
2015).
Pernyataan tersebut diperkuat dengan pernyataan BPJS kesehatan yang
dikutip dari info BPJS kesehatan (2015) bahwa tanpa teknologi informasi
kegiatan operasional yang dijalankan BPJS kesehatan tidak akan berjalan
lancar.
Pentingnya penggunaan teknologi informasi pada era JKN juga
ditunjukan pada penelitian Widowati (2015) tentang pengaruh kecepatan
154
pemberkasan rekam medis elektronik dan rekam medis manual rawat jalan
terhadap ketepatan waktu pengumpulan berkas JKN di RS Bethesda bahwa
adanya pengaruh kecepatan pemberkasan rekam medis elektonik dengan
ketepatan waktu pengumpulan berkas JKN dengan risiko ketidaktepatan
kecil. Sedangkan untuk pemberkasan rekam medis manual memiliki risiko
ketidaktepatan yang besar untuk pengumpulan berkas JKN. Namun, di RS
SMC berkas rekam medis masih
menggunakan rekam medis manual
sehingga hal ini dapat mempengaruhi kecepatan pengumpulan berkas klaim
JKN.
Selain rekam medis elektronik, pada Permenkes No. 27 tahun 2014
tentang petunjuk teknis sistem INA-CBGs juga disebutkan bahwa proses
administrasi klaim JKN menggunakan aplikasi INA-CBGs. Di RS SMC
penggunaan teknologi yang terlihat hanya pada pelayanan administrasi di
tempat pendaftaran dengan menggunakan aplikasi SIM RS pendaftaran dan
aplikasi pembuatan SEP serta proses pengkodean dan entri data dengan
aplikasi INA-CBGs.
Pada salah satu berkas klaim JKN yang ditolak menunjukan bahwa
berkas tersebut belum dilengkapi dengan surat rujukan. Hal ini sebenarnya
dapat diantisipasi dengan melihat data pasien pada SIM RS pendaftaran
serta pada aplikasi SEP. Berdasarkan PMK No. 82 tahun 2013 tentang
Sistem Informasi Manajeman Rumah Sakit (SIM RS), SIM RS adalah suatu
sistem
teknologi
informasi
komunikasi
yang
memproses
dan
mengintegrasikan seluruh alur proses pelayanan rumah sakit dalam bentuk
jaringan
koordinasi,
pelaporan
155
dan
prosedur
administrasi
untuk
memperoleh informasi secara tepat dan akurat, dan merupakan bagian dari
sistem informasi kesehatan. Berdasarkan penelitian Hariana dkk (2013)
tentang penggunaan SIM RS di DIY juga menunjukan bahwa fungsi SIM
RS memang masih terfokus pada fungsi administrasi. Fungsi administrasi
yang dimaksud adalah fungsi pendaftaran pasien elektronik, sistem tagihan
dan sistem klaim jaminan kesehatan. Di RS SMC penggunaan SIM RS juga
masih hanya sebatas pada fungsi administrasi pendaftaran pasien saja dan
belum terhubung dengan sistem tagihan maupun sistem klaim jaminan
kesehatan.
Aplikasi SIM RS pendaftaran di RS MSC salah satunya dapat
digunakan untuk memasukan data pasien yang berkunjung sehingga dapat
membantu petugas untuk melihat cara pembayaran yang dilakukan
sebelumnya oleh pasien tersebut. Hal tersebut seharusnya dapat membantu
petugas pendaftaran untuk mengecek kesesuaian persyaratan yang dibawa.
Akan tetapi di RS SMC petugas pendaftaran yang menggunakan aplikasi
SIM RS hanyalah dua orang dikarenakan memang jumlah perangkat
komputer yang tersedia berjumlah dua unit. Padahal semua petugas
pendaftaran bertanggung jawab untuk memeriksa kelengkapan dan
kesesuaian persyaratan yang dibawa oleh pasien JKN. Hal inilah yang
berpotensi menimbulkan penolakan klaim akibat ketidaklengkapan berkas
klaim terutama pada surat rujukan.
Rumah sakit seharusnya melakukan penambahan perangkat komputer
sehingga masing-masing petugas pendaftaran dapat menggunakan aplikasi
SIM RS saat menerima pasien. Hal ini dikarenakan berdasarkan penelitian
156
Oktaviasari (2015) terkait faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
pelaksanaan penerimaan pasien JKN rawat jalan di RS Slamet Riyadi
didapatkan bahwa salah satu yang mempengaruhi pelaksanaannya adalah
penggunaan komputer.
Penggunaan aplikasi SEP juga sebenarnya dapat membantu petugas
SEP untuk melihat kembali kesesuaian persyaratan yang dibawa oleh
pasien JKN. Jumlah perangkat yang disediakan oleh rumah sakit untuk
petugas SEP ini sudah sesuai dengan jumlah petugas SEP yang ada yaitu
sebanyak dua unit komputer untuk dua orang petugas. Namun, pembahasan
sebelumnya menyebutkan bahwa petugas SEP tidak diberikan pelatihan
secara rutin terkait tata cara pemeriksaan persyaratan yang dibawa oleh
pasien JKN. Hal ini membuat penggunaan aplikasi SEP untuk memeriksa
persyaratan menjadi tidak maksimal.
Permasalahan yang sama dengan penggunaan teknologi di tempat
pendaftaran juga ditemukan pada penggunaan aplikasi INA-CBGs.
Berdasarkan Permenkes No. 27 tahun 2014 tentang Juknis INA-CBGs
disebutkan bahwa aplikasi INA-CBGs merupakan perangkat entri data
pasien untuk melakukan penentuan tarif. Berdasarkan hasil observasi dan
wawancara, seluruh petugas administrasi klaim JKN menggunakan aplikasi
ini dan ditunjang dengan perangkat komputer dan jaringan internet. Namun,
rumah sakit hanya menyediakan satu komputer untuk petugas administrasi
klaim JKN rawat jalan padahal secara keseluruhan terdapat tiga petugas
Selebihnya petugas administrasi klaim membawa laptop pribadi mereka.
Walaupun hal ini tidak pemberkasan klaim JKN akan tetapi diharapkan
157
agar rumah sakit dapat menyesuaikan jumlah unit komputer dengan
kebutuhan. Terlebih hal ini berkaitan dengan kepentingan rumah sakit
dalam melakukan penagihan klaim JKN.
Berdasarkan hasil observasi pada penggunaan teknologi informasi
pengajuan klaim di RS SMC ditemukan bahwa penggunaan aplikasi rumah
sakit dengan aplikasi BPJS kesehatan belum terhubung. Artinya
penggunaan SIM RS pendaftaran dengan aplikasi SEP dan aplikasi INACBGs masih dilakukan secara terpisah atau belum adanya bridging system.
Menurut Info BPJS kesehatan (2014), bridging system merupakan
salah satu pengembangan teknologi informasi dengan penggunaan aplikasi
berbasis web service yang menghubungkan sistem pelayanan kesehatan
menjadi satu. Info BPJS kesehatan (2015) selanjutnya menyebutkan
bridging system ini dapat mempercepat antrian pasien dan klaim yang
dilakukan oleh rumah sakit. Hal ini dikarenakan, bridging system dapat
menyatukan antara aplikasi milik BPJS kesehatan yaitu SEP dengan
aplikasi rumah sakit yaitu SIM RS, sehingga petugas tidak perlu
memasukan data pada masing-masing aplikasi tersebut melainkan cukup
dilakukan satu kali.
Pengembangan teknologi informasi seperti bridging system inilah
yang harusnya dikembangkan oleh rumah sakit dalam rangka menghemat
sumber daya manusia, meningkatkan kecepatan pengisian data dan
kecepatan proses pengajuan klaim yang sedang ditangani serta membuat
akurasi data menjadi lebih baik serta proses verifikasi dan pengolahan data
jadi lebih cepat. Hal ini nantinya dapat membuat aplikasi INA-CBGs juga
158
dapat melihat jumlah kunjungan setiap pasien perbulannya sehingga pasien
dengan jumlah kunjungan yang sudah melebihi akan terlihat sebelum
berkas klaim diajukan.
Namun, berdasarkan Info BPJS kesehatan (2015) untuk dapat
menerapkan sistem tersebut rumah sakit harus merekrut seorang
programmer dan bekerja sama dengan BPJS kesehatan setempat. Akan
tetapi kondisi rumah sakit belum bisa melakukan perekrutan sehingga
dianjurkan untuk pihak rumah sakit dapat memanfaatkan kemampuan
petugas SIM RS yang mereka miliki untuk dapat menerapkan bridging
system dengan cara melakukan pelatihan tentang penerapan sistem
tersebut.
Penerapan bridging system ini juga tentunya diharapkan dapat
meningkatkan penyampaian informasi antar petugas administrasi JKN di
rumah sakit serta membentuk koordinasi yang baik antar petugas tersebut.
Koordinasi merupakan gabungan aktivitas dari bagian-bagian yang
terpisah dalam sebuah organisasi untuk mencapai tujuan organisasi (Naja,
2004). Pada kasus ini diharapkan petugas administrasi JKN dapat saling
bahu-membahu sehingga sistem pengajuan klaim JKN di rumah sakit
dapat berjalan dengan baik dan meningkatkan kualitas berkas klaim JKN
yang disiapkan.
6.4.3 Gambaran Kebijakan yang Digunakan dalam Pengajuan Klaim JKN
Rawat Jalan di RS SMC Tahun 2016
Kebijakan pemerintah yang dijadikan acuan utama pada proses
pengajuan klaim di rumah sakit yaitu Permenkes No. 28 tahun 2014 tentang
159
pedoman pelaksanaan JKN dan Permenkes No. 27 tahun 2014 tentang
petunjuk teknis (Junknis) sistem INA-CBGs. Selain kebijakan pemerintah,
diperlukan juga adanya kebijakan yang dibuat oleh rumah sakit berupa SOP
untuk menunjung proses pengajuan klaim. Berdasarkan penelitian
Cahyaningtyas (2012) dan Kartika (2014) menunjukan bahwa keberadaan
SOP terkait penagihan klaim di rumah sakit dibutuhkan untuk dapat
membantu mengoptimalkan kinerja petugas dalam melakukan penagihan
klaim JKN. SOP merupakan panduan yang digunakan untuk memastikan
kegiatan operasional organisasi atau perusahaan berjalan dengan lancar
(Soemohadiwidjojo, 2014).
SOP yang berkaitan dengan pengajuan klaim JKN di RS SMC hanya
terdapat pada kegiatan penerimaan pasien di tempat pendaftaran sedangkan
penggunaan kebijakan pemerintah berupa permenkes dan juknis BPJS
kesehatan digunakan oleh proses pengkodean. Selebihnya tidak ada SOP
maupun kebijakan yang jelas lainnya untuk dijadikan acuan.
Pada tempat pendaftaran sudah terdapat SOP pendaftaran dimana salah
satunya berisikan tentang petugas pendaftaran bertugas untuk menerima
persyaratan dan melakukan verifikasi persyaratan pasien JKN, askes,
jamkesmas dan jamkesda. Hal ini menandakan bahwa pengecekan
kelengkapan dan kesesuaian persyaratan pendaftaran pasien JKN rawat
jalan menjadi tanggung jawab dari petugas pendaftaran pasien rawat jalan.
Pada SOP tersebut juga sudah disebutkan secara jelas persyaratan yang
harus dibawa oleh peserta JKN untuk melakukan pendaftaran pasien rawat
jalan di RS SMC. Seharusnya hal ini dapat mencegah terjadinya kesalahan
160
dalam penerimaan persyaratan pasien JKN serta dapat mencegah terjadinya
ketidaklengkapan berkas klaim.
Sama halnya dengan adanya kesalahan pemberkas klaim JKN yang
ditolak dimana pasien menolak tindakan yang dianjurkan dokter,
seharusnya tidak disertai SEP melainkan disertai dengan surat pernyataan
yang telah ditanda-tangani oleh pasien tersebut. Pada kasus tersebut sudah
ada penanganan yang dibuat oleh rumah sakit namun belum ada SOP yang
jelas terkait tata cara yang harus dijalankan. Selain itu, belum adanya SOP
yang jelas terkait tata cara pembuatan berkas klaim yang lengkap juga
menjadi pemicu munculnya berkas klaim yang belum lengkap. Hal ini
sesuai dengan penelitian Kusairi (2013) terkait faktor-faktor yang
mempengaruhi kelengkapan berkas klaim pasien jamkesmas salah satunya
disebabkan oleh tidak adanya standar operasional prosedur.
Penggunaan SOP dalam organisasi penting dan bertujuan untuk
memastikan organisasi beroperasi secara konsisten, efektif, efisien,
sistematis dan terkelola dengan baik, untuk menghasilkan produk yang
memiliki mutu konsisten sesuai dengan standar yang telah ditetapkan
(Soemohadiwidjojo,
2014).
Maka perlu bagi
rumah
sakit
untuk
membuatkan SOP yang jelas dan rinci terkait pemberkasan klaim JKN
maupun penanganan masalah yang berkaitan dengan pengajuan klaim JKN.
Hal ini bertujuan agar rumah sakit dapat menghasilkan berkas klaim JKN
yang lengkap sesuai standar.
Selain pembuatan SOP pemberkasan klaim JKN juga diperlukan
kebijakan lain yang dapat memastikan bahwa SOP dilaksanakan dengan
161
baik. Berdasarkan penelitian Lestari dan Firdausi (2016) tentang
pelaksanaan sistem reward dan punishment disebutkan bahwa penerapan
sistem tersebut dapat meningkatkan kedisiplinan baik dalam hal perbuatan
maupun waktu. Menurut penelitian Ali, Haselman dan Hasniati (2011)
tentang analisis reward dan punishment disebutkan bahwa reward dan
punishment adalah suatu cara yang dilakukan oleh sebuah organisasi yang
bertujuan agar karyawan mereka dapat memperbaiki sikap dan perilakunya
yang menyimpang baik.
Reward atau penghargaan adalah ganjaran yang diberikan untuk
meningkatkan motivasi para karyawan agar tercipta produktivitas yang
tinggi (Tohardi, 2002). Sedangkan punishment adalah ancaman hukuman
yang bertujuan untuk memperbaiki kinerja karyawan dan memberikan
pelajaran kepada karyawan yang melanggar peraturan yang berlaku
(Mangkunegara, 2000). Sehingga diharapkan rumah sakit juga dapat
menerapkan sistem reward dan punishment dalam pelaksanaan setiap SOP
yang berkaitan dengan proses pengajuan berkas klaim JKN agar proses
tersebut berjalan dengan lancar serta tercipta berkas klaim JKN yang
lengkap, isinya sesuai dan diajukan tepat waktu.
Selain itu, terkait adanya surat edaran dari BPJS kesehatan tentang
pasien yang pulang paksa tidak bisa ditunjang dengan BPJS kesehatan,
seharusnya rumah sakit juga melakukan sosialisasi terkait hal tersebut baik
pada petugas rumah sakit terutama petugas administrasi poliklinik dan
pasien JKN yang berkunjung ke RS SMC.
162
6.5 Keterkaitan Input dan Proses Pengajuan Berkas Klaim JKN Terhadap
Kondisi Berkas klaim yang Ditolak
Pada pembahasan sebelumnya telah disebutkan bahwa terdapat berkas
klaim yang ditolak dengan kondisi tidak lengakap dikarenakan persyaratannya
dan terdapat berkas klaim yang ditolak dengan kondisi isi berkas klaim belum
dilengkapi dengan tanda-tangan DPJP. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Kusairi (2013) terkait faktor-faktor yang mempengaruhi kelengkapan
berkas klaim pasien Jamkesmas di RSUD Brigjend. H. Hasan Basry Kandangan
bahwa berkas klaim yang tidak lengkap diantaranya dapat disebabkan oleh
proses administrasi dan tidak adanya Standar Operasional Prosedur (SOP).
Proses administrasi yang dilakukan pada tempat pendaftaran menjadi salah
satu faktor yang menentukan kelengkapan berkas. Hal ini dikarenkan pada
proses administrasi di tempat pendaftaran salah satu kegiatan yang dilakukan
adalah mengecek persyaratan yang dibawa oleh pasien JKN. Namun, kegiatan
tersebut belum dilakukan secara maksimal. Padahal sudah terdapat SOP yang
terkait penerimaan pasien JKN dilengkapi dengan persyaratan yang harus
diterima oleh petugas.
Selain itu berdasarkan penelitian Oktaviasari (2015) terkait faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap pelaksanaan penerimaan pasien JKN rawat jalan di
RS Slamet Riyadi yaitu dipengaruhi oleh petugas dan penggunaan teknologi. Di
RS SMC petugas pendaftaran rawat jalan memang dikatakan masih kurang akan
tetapi rumah sakit belum bisa melakukan penambahan. Dari sisi lain petugas
juga tidak rutin mendapatkan pelatihan terkait pengecekan persyaratan. Padahal
Hal ini dikarenakan pelatihan dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan
163
dan kemampuan pegawai terutama dalam melakukan pengecekan persyaratan
(Hariandja, 2002). Penggunaan aplikasi SIM RS pendaftaran yang sebenarnya
dapat digunakan untuk memeriksa persyaratan juga belum dimanfaatkan secara
maksimal. Hal ini dikarenakan jumlah komputer di tempat pendaftaran hanya
terdapat dua unit sedangkan petugas pendaftaran setiap hari berjumlah lima
orang sehingga tidak semua petugas dapat melakukan pengecekan persyaratan
dengan menggunakan aplikasi SIM RS pendaftaran.
Berkaitan dengan berkas klaim yang belum disertai tanda-tangan DPJP juga
dipengaruhi oleh proses administrasi di poliklinik. Hal ini dikarenakan
pemberian tanda-tangan merupakan kegiatan yang dilakukan pada proses
administrasi di poliklinik. Dikatakan bahwa belum terdapat SOP terkait tata cara
melengkapi berkas klaim di poliklinik dan disertai dengan kesibukan dokter
serta petugas administrasi dalam melakukan pengecekan membuat berkas klaim
JKN yang keluar dari poliklinik masih belum diisi dengan lengkap. Selain itu
juga belum pernah dilakukan pelatihan terkait penanganan berkas klaim JKN
yang pasiennya menolak tindakan dokter begitu juga belum ada SOP terkait hal
tersebut memicu terjadinya kesalahan dalam pembuatan berkas klaim pasien
JKN dan menyebabkan berkas klaim tersebut ditolak oleh verifikator klaim
BPJS kesehatan. Telah disebutkan sebelumnya bahwa berdasarkan penelitian
Cahyaningtyas (2012) dan Kartika (2014) keberadaan SOP terkait penagihan
klaim di rumah sakit dibutuhkan untuk dapat membantu mengoptimalkan
kinerja petugas dalam melakukan penagihan klaim JKN.
Selain itu terkait kondisi berkas klaim I dimana secara kelengkapan,
validitas isi dan waktu pengajuan tidak ditemukan adanya permasalahan. Akan
164
tetapi berkas tersebut ditolak oleh verifikator karna berdasarkan keterangan
petugas administrasi klaim, berkas klaim tersebut merupakan barkas klaim
keempat pasien dalam bulan Juni. Selain itu diagnosa dan tujuan poliklinik
pasien selama empat kali kunjungan memang selalu sama. Namun, memang
tidak ditemukan aturan secara tertulis terkait aturan
pembatasan jumlah
kunjungan baik pada permenkes maupun kebijakan yang dikeluarkan oleh BPJS.
Sehingga untuk kasus ini memang harus ditelusuri lebih dalam dengan
melibatkan verifikator klaim BPJS kesehatan di rumah sakit.
165
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
1. Berdasarkan aspek kelengkapan ditemukan dua berkas klaim yang ditolak
belum lengkap dikarenakan tidak disertai dengan surat rujukan dari fasilitas
kesehatan tingkat pertama dan tanda-tangan dokter penanggung jawab.
Sedangkan, berdasarkan validitas isi dan aspek waktu pengajuan berkas klaim
tidak ditemukan adanya permasalahan. Namun, terdapat permasalahan lain
yang menyebabkan berkas klaim ditolak yaitu karena jumlah kunjungan
pasien yang sudah lebih dari tiga kali dalam satu bulan dengan diagnosa dan
poliklinik yang sama dan terdapat pasien yang menolak tindakan yang
diberikan oleh dokter.
2. Jika dilihat dari segi proses dan input pada sistem pengajuan klaim JKN di
RS SMC ditemukan beberapa permasalahan, yaitu sebagai berikut :
a) Pelayanan administrasi pasien JKN di tempat pendaftaran rawat jalan
tidak berjalan optimal terutama pada pengecekan persyaratan yang
dibawa oleh peserta JKN. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal seperti
tidak dilakukannya pelatihan secara rutin untuk petugas pendaftaran dan
petugas SEP berkaitan dengan pengecekan persyaratan yang dibawa oleh
peserta JKN, kurangnya perangkat komputer sehingga penggunaan
aplikasi SIM RS pendaftaran tidak maksimal, belum ada bridging system
antara aplikasi SIM RS pendaftaran dengan aplikasi BPJS.
b) Pelayanan administrasi di poliklinik juga belum berjalan dengan optimal
dikarenakan masih ditemukan berkas klaim JKN yang belum dilengkapi
166
dengan tanda-tangan dokter penanggung jawab serta masih terdapat
berkas klaim yang salah diakibatkan oleh belum dijalankannya prosedur
administrasi untuk pasien JKN yang menolak tindakan dokter. Hal
tersebut dikarenakan masih kurangnya pelatihan petugas administrasi
poliklinik dalam pembuatan berkas klaim JKN, belum ada SOP yang jelas
tentang tata cara pembuatan berkas klaim JKN yang lengkap serta belum
ada SOP penanganan terhadap berkas klaim yang pasiennya menolak
tindakan dokter.
c) Proses rekapitulasi berkas klaim JKN dilakukan secara terpisah dengan
assembling rekam medis. Hal ini membuat proses rekapitulasi berkas
klaim menjadi lebih baik dari sebelumnya dan mengurangi berkas klaim
JKN yang tidak lengkap. Jumlah petugas dan pelatihan yang cukup serta
latar belakang pendidikan yang sesuai juga membuat proses ini berjalan
dengan cukup baik.
d) Proses pemberian kode dan entri data masih ditemukan beberapa
permasalahan pada inputnya. Pengalaman petugas masih kurang serta
belum pernah dilakukan pelatihan terkait pemberian kode diagnosa dan
tindakan berpotensi menghasilkan kode yang salah. Walaupun demikian
berdasarkan pengamatan berkas klaim yang ditolak tidak ditemukan
adanya kesalahan dalam pemberian kode.
167
7.2 Saran
1. Saran untuk rumah sakit
a. Rumah sakit sebaiknya melakukan beberapa pelatihan yang bertujuan untuk
mengoptimalkan kinerja petugas dalam pengajuan klaim JKN rawat jalan.
Pelatihan yang dimaksudkan yaitu sebagai berikut :
1)
Pelatihan untuk petugas pendaftaran dan petugas SEP tentang kegiatan
pengecekan persyaratan JKN yang dibawa oleh pasien.
2)
Pelatihan untuk petugas administrasi poliklinik terkait tata cara
melengkapi berkas klaim dan tata cara penanganan berkas klaim yang
pasiennya menolak tindakan dokter.
3)
Pelatihan untuk petugas administrasi klaim terkait pemberian kode
diagnosa dan tindakan pasien JKN.
4)
Pelatihan untuk petugas SIM RS terkait penerapan bridging system
agar sistem tersebut dapat dijalankan di rumah sakit sehingga dapat
mempermudah proses pengajuan klaim.
b. Pihak rumah sakit sebaiknya membuat SOP terkait tata cara pembuatan
berkas klaim JKN yang lengkap agar proses pemberkasan klaim berjalan
optimal serta menghasilkan berkas yang lengkap. Selain itu, rumah sakit
juga perlu membuat SOP penanganan berkas klaim yang pasiennya
menolak tindakan dokter.
c. Rumah sakit seharusnya menerapkan sistem reward dan punishment untuk
pelaksanaan setiap SOP yang berkaitan dengan pengajuan berkas klaim
JKN Rumah sakit sebaiknya melakukan penambahan unit komputer untuk
168
memaksimalkan penggunaan aplikasi SIM RS pendaftaran dan aplikasi
INA-CBGs untuk memperlancar proses pengajuan klaim.
d. Rumah sakit juga sebaiknya tetap mempertahankan kegiatan sosialisasi
kebijakan JKN untuk pasien maupun petugas rumah sakit terutama
kebijakan tentang persyaratan yang harus dibawa oleh peserta JKN melalui
poster dan televisi di tempat pendaftaran.
2. Saran untuk penelitian selanjutnya
Peneliti selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut
dengan memperluas sampel berkas klaim yang ditolak dan melibatkan pihak
verifikator klaim BPJS kesehatan di rumah sakit.
169
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Raja, Haselman dan Hasniati. 2011. Analisis Reward Dan Punishment Pada
Kantor Perum Damri Makassar (Studi Kasus Kantor Perum Damri
Makassar. Jurnal Ekonomi. Vol 11, N0. 3.
Anwar, Khoiril. 2007. Asuransi Syariah, Halal & Maslahat. Solo : Tiga Serangkai.
Ardhitya, Tyas , Agus Perry. 2015. Faktor-Faktor Yang Melatar Belakangi
Penolakan Klaim Bpjs Oleh Verifikator Bpjs Di Rsjd Dr. Amino
Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015. Jurnal fakultas
KEsehatan Universitas Dian Nuswantoro Semarang.
Azwar, Azrul. 2003. Pengantar Administrasi Kesehatan Edisi Ketiga. Tangerang :
Bina Rupa Aksara.
BPJS Kesehatan. 2014. Panduan Praktis Administrasi Klaim Fasilitas Kesehatan
BPJS. (Online). Tersedia : http://www.bkkbn.go.id/Documents/JKN/14Panduan%20Praktis%20Admininstrasi%20Klaim%20Faskes%20BPJS%20K
esehatan.pdf Diakses pada 20 April 2016
BPJS Kesehatan. 2015. BPJS Kesehatan: Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
(Online). Tersedia :
http://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/. Diakses pada 29
Desember 2015.
Bustani, Neti M, Joy Rattu dan Josephine Saerang. 2015. Analisis Lama Waktu
Tunggu Pelayanan Pasien Rawat Jalan Di Balai Kesehatan Mata
Masyarakat Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal e-Biomedik (eBm), Volume 3,
Nomor 3, September-Desember 2015.
Cahyaningtyas, Kartika Wira. 2012. Gambaran Kelancaran Penagihan Klaim JPK
Gakin dan SKTM pada pelayanan Administrasi Pasien Jamina di Rumah
Sakit Bhayangkara Tk. I R. Said Sukanto Tahun 2012. Skripsi Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Depok.
Catherine, Cochran. 2013. Handling The Medical Claim: An 8 Step Guide On “How
To” Correct And Resolve Claim Issues. New York : CRC Press.
Creswell, John W.2014. Research Design Pendekatan Metode Kuantitatif, Kualitatif,
dan Campuran Edisi Keempat. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
170
Ernawati, Dyah dan Lily Kresnowati. 2013. Reimbursement Berbasis System Casemix di Beberapa Rumah Sakit yang Melayani Jamkesmas di Kota Semarang.
Indonesia Health Informatics Forum Universitas Dian Nuswantoro Semarang
June 18-20 2013.
Halim, A dkk. 2005. Manajemen Pesantren. Yogyakarta : Pustaka Pesantren.
Hariana, Evy dkk. 2013. Penggunaan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit
(SIM RS) Di DIY. Disampaikan dalam Seminar Nasional Sistem Informasi
Indonesia, 2 - 4 Desember 2013.
Hariandja, Marihot Tua Efendi. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta :
Grasindo
Haryadi, Hendi. 2009. Administrasi Perkantoran Untuk Manajer Dan Staf. Jakarta :
Transmedia Pustaka.
Hasibuan, SP,M. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Revisi Cetakan
Kesepuluh. Jakarta : Bumi Aksara.
Ilyas, Yaslis. 2006. Mengenal Asuransi Kesehatan : Review Utilisas, Manajemen
Klaim Dan Fraud. Depok : FKM UI.
Info BPJS Kesehatan. 2014. Bridging System: Perpendek Antrean Pelayanan.
(online).
Tersedia
:
https://bpjs-
kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/851d3c47c9f3f203fc274864457aca0c.pdf
Diakses pada 24 Juli 2016.
_____________. 2015. IT BPJS Kesehatan Siap Sukseskan Tri Sukses. (Online).
Tersedia
:
https://www.bpjs-
kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/ea2e9e76280363be9b5692a1335df821.pd
f Diakses pada 28 Sepetember 2016
Ismainar, Hetty. 2015. Administrasi Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Deepublish
____________. 2015. Manajemen Unit Kerja Untuk Perekam Medis Dan
Informatika Kesehatan Ilmu Kesehatan Masyarakat Keperawatan Dan
Kebidanan. Yogyakarta : Deepublish
Kartika, Dewi. 2014. Analisis Ketepatan Waktu Pelayelesaian Klaim Rawat Inap
Pasien BPJS di RSUD Dr Adjidarmo Kabupaten Lebak Tahun 2014. Tesis
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Depok.
171
Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) No. 377/Menkes/SK/III/2007 Tentang
Standar Profesi Perekam Medis Dan Informasi Kesehatan
Kulo, Debby, R. G. A. Massie dan G. D. Kandou. 2014. Pengelolaan dan
Pemanfaatan Dana Yang Berasal Dari Program Jaminan Kesehatan
Nasional di RSUD Datoe Binangkang Kabupaten Bolaang Mongondow.
JIKMU, Suplemen Vol. 4, No. 4, Oktober 2014.
Kuncoro, Sucipto. September, 2015. Pasien Pulang Paksa Biaya Tidak Ditanggug
BPJS.
Pasiensehat.com
(Online),
http://www.pasiensehat.com/2015/09/pasien-pulang-paksa-biayanya-tidakditanggung-bpjs.html . Diakses pada 2 Oktober 2016.
Kusairi, Mahmud. 2013. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kelengkapan Berkas
Klaim Pasien Jamkesmas di RSUD Brigjend. H. Hasan Basry Kandangan.
Tesis Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Lapau, Buchari. 2013. Metode Penelitian Kesehatan: Metode Ilmiah Penulisan
Skripsi, Tesis dan Disertasi. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Lestari, Asih Widi dan Firman Firdausi. 2016. Pelaksanaan Sistem Reward Dan
Punishment
Di
Lingkungan
Kementerian
Keuangan
Dalam
Upaya
Meningkatkan Kedisiplinan Pegawai (Studi Pada Kantor Pelayanan
Perbendaharaan Negara, Kudus). Jurnal Program Studi Ilmu Administrasi
Negara Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang. REFORMASI E-ISSN 24076864Vol. 6, No. 1, 2016.
Mahesa, Yel. 2009. Gambaran Klaim Bermasalah Gakin SKTM DKI Jakarta Pada
Pelayanan Rawat Inap Di RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2008. Skripsi
Fakultas Kesehatan Masayarakat Universitas Indonesia. Depok.
Malonda, Taliana D, A J M Rattu dan T Soleman. 2015. Analisis Pengajuan Klaim
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan di RSUD Dr. Sam
Ratulangi Tondano. JIKMU, Vol. 5, No. 2b April 2015.
Mangkunegara, AA Anwar Prabu. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia
Perusahaan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Marchinko, David Edward. 2006. Dictionary of Health Insurance and Managed
Care. New York : Springer Publishing
Maryono, Y dan B. Patmi Istiana. 2007. Teknologi Informasi dan Komunikasi.
Jakarta : Yudhistira.
172
Miles, M., & Huberman, A. 1992. Qualitative data analysis: An expanded
sourcebook. Diterjemahkan oleh Tjetjep Rohendi Rohindi. Jakarta: UI-Press.
Mudayana, Ahmad Ahid. 2012. Hubungan Beban Kerja Dengan Kinerja Karyawan
Di Rumah Sakit Nur Hidayah Bantul. Jurnal
Kesehatan Masyarakat
Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta Vol. 6 No. 1, Januari 2012 : 1 – 74.
Naja, Hasanuddin Rahman Daeng. 2004. Manajemen Fit and Proper Test.
Yogyakarta : Pustaka Widyatama.
Noviasari, Tri. 2016. Hubungan kelengkapan informasi dengan persetujuan klaim
BPJS di RSUD Kabupaten Sukoharjo Tahun 2016. Skripsi Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Surakarta. Solo.
Oktaviasari, Reny. 2015. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan
Penerimaan Pasien Rawat Jalan Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
Di Rumah Sakit Tk.Iv 04.07.02 Slamet Riyadi Surakarta. Tugas Akhir Rekam
Medis Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Peraturan Daerah Kabupaten Tasikmalaya No. 3
Tahun 2011 tentang RSUD
Kabupaten Tasikmalaya
Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No. 27 Tahun 2014 tentang Juknis sistem INA
CBGs
Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No. 28 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan
Program JKN
Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No. 82 Tahun 2013 Tentang Sistem Informasi
Rumah Sakit (SIM RS)
Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No. 59 Tahun 2014 Tentang Standar Tarif
Pelayanan Kesehatan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan
PERSI. 2016. Refleksi 2 tahun JKN (Jaminan Kesehatan Nasional. (Online).
Tersedia:http://www.pdpersi.co.id/kegiatan/bahan_diskusi/refleksi_2thn_j
kn.pdf . Diakses pada 3 Agustus 2016.
Petunjuk Teknis Verifikasi Klaim BPJS 2014
Putra, Wahyu Manggala. 2014. Analisis Implementasi Kebijakan Jamina Kesehatan
Nasional di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan Tahun 2014.
Skripsi pada Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta.
173
Ristya, Puja Vikka dan Arif Kurniadi. 2015. Kepatuhan Petugas TPPRJ Dalam
Pelaksanaan SOP Pendaftaran Pasien BPJS di RS RS Pantiwilasa
Dr.Cipto Kota Semarang Tahun 2015. Penelitian Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Dian Nuswantoro Semarang.
RSUP dr Sardjito. 2015. Persyaratan Pendaftaran Pasien BPJS. (Online). Tersedia :
http://sardjitohospital.co.id/persyaratan-pendaftaran-pasien-bpjs/
Diakses
pada 2 November 2016.
Sari, Rizki Puspita. 1 Januari 2014. Bagini Cara BPJS Sehatkan Peserta JKN.
Tempo.com,
(Online),
https://m.tempo.co/read/news/2014/01/01/078541458/begini-cara-bpjssehatkan-peserta-jkn. Diakses pada 27 September 2016.
Satrianegara, M Fais. 2014. Organisasi dan Manajemen Pelayanan Kesehatan: Teori
dan Aplikasi dalam Pelayanan Puskesmas dan Rumah Sakit. Jakarta :
Salemba Medika.
Shobirin, Akhmad. 2007. Dampak Keterlambatan Pembayaran Klaim Askeskin
Terhdap Cash Flow Dan Pelayanan Pasien Askeskin di RSUD Gunung Jati
Kota Cirebon Tahun 2007. Disertasi Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia. Depok.
Soemohadiwidjojo, Arini T. 2014 .Mudah Menyusun SOP. Jakarta : Penebar Plus.
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif
Dan R&D). Bandung : Alfabeta.
Supriyanto, Wahyu dan Ahmad Muhsin. 2008. Teknologi Informasi Perpustakaan:
Strategi Perancangan Perpustakaan Digital. Yogyakarta : Kanisius.
Surat Edaran Nomor hk.03.03/menkes/63/2016 Tentang Pedoman Penyelesaian
Permasalahan Klaim INA-CBG Dalam Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan
Nasional.
Tettey, S. Sodzi, et al. 2012. Challenges In Provider Payment Under The Ghana
National Health Insurance Scheme: A Case Study Of Claims Management In
Two Districts. Ghana Medical Journal, Volume 46, Number 4.
Thabrany, H. 2015. Jaminan Kesehatan Nasional. Jakarta: Rajawali Pers
Tohardi, Ahmad. 2002. Pemahaman Praktis Manajemen Sumber Daya Manusia.
Bandung: Mandar Maju.
174
Ulfah, Siti Maria, Lily Kresnowati dan Dyah Ernawati. 2011. Hubungan
Kelengkapan Dokumen Rekam Medis Dengan Persetujuan Klaim Jamkesmas
Oleh Verifikator Dengan Sistem INA-CBGs Periode Triwulan IV Tahun 2011
Di RSI Sultan Agung Semarang. Penelitian Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Dian Nuswantoro Semarang. Semarang
Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
Widowati, Vidya. 2015. Pengaruh Kecepatan Pemberkasan Rekam Medis Elektronik
Dan Rekam Medis Manual Rawat Jalan Terhadap Ketepatan Waktu
Pengumpulan Berkas JKN di Klinik Interne RS Bethesda. Skripsi Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Wildan dan Hidayat. 2008. Dokumentasi Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.
175
LAMPIRAN
176
LAMPIRAN I
INFORM CONCERN
Gambaran Klaim Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Yang Ditolak Pada Layanan
Rawat Jalan Di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama (RS SMC) Kabupaten
Tasikmalaya Tahun 2016”.
Assalamu’alaikum wr. wb.
Saya Halida Mutia, mahasiswa semester 8 Peminatan Manajemen Pelayanan
Kesehatan Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sedang melakukan penelitian sebagai tugas akhir yang
berjudul “Gambaran Klaim Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang Ditolak
Pada Layanan Rawat Jalan Di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama (RS
SMC) Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2016”.
Dengan ini peneliti memohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i untuk berpartisipasi
dalam penelitian ini untuk menjadi informan yang memberikan keterangan secara luas,
bebas, mendalam, benar dan jujur. Hasil informasi dan keterangan yang diberikan nantinya
akan dijadikan bahan masukan untuk sistem pengajuan klaim peserta Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) rawat jalan di rumah sakit. Peneliti juga memohon untuk merekam
pembicaraan selama proses wawancara berlangsung dan peneliti akan menjamin kerahasiaan
isi informasi yang diberikan dan hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian.
Terima kasih atas perhatian dan bantuan Bapak/Ibu/Saudara/I yang telah bersedia
berpartisipasi dalam penelitian ini.
Wassalamu’alaikum Wr Wb
Peneliti,
Halida Mutia
IDENTITAS INFORMAN
Nama Informan
:
No. Telepon
:
Jenis Kelamin
:
Umur
:
Pendidikan
:
Jabatan/Pekerjaan
:
Lama Kerja
:
Hari/Tanggal Wawancara
:
Dengan ini saya bersedia untuk menjadi informan dalam penelitian yang berjudul
“Gambaran Klaim Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Yang Ditolak Pada Layanan
Rawat Jalan Di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama (RS SMC) Kabupaten
Tasikmalaya Tahun 2016”.
Tasikmalaya, __________2016
(……………………………….)
177
LAMPIRAN II
Tata Cara Wawancara
1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri
2. Menanyakan kesediaan untuk menjadi informan dengan meminta tanda tangan pada
persetujuan menjadi informan
3. Menanyakan nama informan
4. Meminta izin untuk merekam pembicaraan selama wawancara sedang berlangsung
5. Memberikan pertanyaan dasar seperti umur, jabatan/pekerjaan, pendidikan terakhir dan
lama kerja
6. Mengajukan pertanyaan utama sesuai dengan pedoman wawancara
7. Mengucapkan terima kasih pada informan yang sudah berpartisipasi
8. Pemberian cindramata
Pedoman Wawancara
Untuk Koordinator Tempat Pendaftaran dan Petugas Pendaftaran
INPUT :
1. Petugas Pelaksana JKN
a. Bagaimana pembagian tugas masing-masing petugas pendaftaran rawat jalan?
b. Bagaiman menurut Anda mengenai kesesuaian jumlah petugas pendaftaran rawat
jalan dengan kebutuhan?
c. Bagaimana menurut anda kesesuaian antara pendidikan terakhir petugas dengan
pekerjaannya sebagai petugas pendaftaran rawat jalan?
d. Apakah pernah diadakan pelatihan bagi petugas pendaftaran? Pelatihan seperti apa
yang dilakukan?
e. Permasalahan seperti apa yang sering dihadapi berkaitan dengan petugas pendaftaran
rawat jalan?
2. Berkas klaim
a. Lembar apa saja yang disiapkan untuk menyusun berkas klaim di tempat
pendaftaran?
b. Bagaimana ketentuan penyusunan berkas klaim di tempat pendaftaran rawat jalan?
c. Bagaimana ketentuan pengisian data berkas klaim di tempat pendaftaran rawat
jalan?
d. Permasalahan seperti apa yang sering dihadapi berkaitan dengan kelengkapan berkas
klaim di tempat pendaftaran rawat jalan?
3. Teknologi informasi
a. Bagaimana penggunaan teknologi informasi di tempat pendaftaran rawat jalan?
b. Bagaimana menurut anda kesesuaian penggunaan aplikasi dengan fungsi aplikasi
tersebut?
c. Bagaimana menurut anda kesesuaian perangkat penunjang yang sudah ada dengan
kebutuhan?
d. Permasalahan seperti apa yang sering dihadapi berkaitan dengan penggunaan
teknologi informasi di tempat pendaftaran rawat jalan?
4. Kebijakan
178
a. Bagaimana menurut anda kesesuaian pelaksanaan proses penerimaan pasien JKN
dengan kebijakan/SOP yang ada?
b. Permasalahan seperti apa yang sering dihadapi berkaitan dengan kebijakan/SOP
pendaftaran rawat jalan?
PROSES :
a. Bagaimana alur penerimaan pasien JKN rawat jalan di RS SMC?
b. Bagaimana menurut anda kesesuaian pelaksanaan proses penerimaan pasien JKN dengan
ketentuan yang ada?
c. Permasalahan seperti apa yang sering dihadapi berkaitan dengan proses penerimaan
pasien JKN rawat jalan?
Pedoman Wawancara
Untuk Kasie Pelayanan Rawat Jalan dan Petugas Administrasi di Poliklinik
INPUT :
1. Petugas Pelaksana JKN
a. Seperti apa tugas yang dilakukan oleh petugas administrasi di poliklinik?
b. Bagaiman menurut Anda mengenai kesesuaian jumlah petugas administrasi
poliklinik dengan kebutuhan?
c. Bagaimana menurut anda kesesuaian antara pendidikan terakhir petugas dengan
pekerjaannya sebagai petugas administrasi poliklinik?
d. Apakah pernah diadakan pelatihan bagi petugas administrasi poliklinik? Pelatihan
seperti apa yang dilakukan?
e. Permasalahan seperti apa yang sering dihadapi berkaitan dengan petugas
administrasi poliklinik?
2. Berkas klaim
a. Bagaimana ketentuan pengisian data berkas klaim di poliklinik?
b. Permasalahan seperti apa yang sering dihadapi berkaitan dengan pengisian berkas
klaim di poliklinik?
3. Kebijakan
a. Bagaimana menurut anda kesesuaian pelaksanaan proses administrasi di poliklinik
dengan kebijakan/SOP yang ada?
b. Permasalahan seperti apa yang sering dihadapi berkaitan dengan kebijakan/SOP di
poliklinik?
PROSES
a. Bagaimana proses pelayanan administrasi di Poliklinik untuk pasien JKN rawat jalan
di RS SMC?
b. Bagimana proses pengisian resume medis pasien JKN di poliklinik?
c. Permasalahan seperti apa yang sering dihadapi berkaitan dengan proses penerimaan
pasien JKN rawat jalan?
Pedoman Wawancara
(Proses Rekapitulasi Berkas)
Untuk petugas rekapitulasi atau checker
INPUT :
1. Petugas Pelaksana JKN
a. Seperti apa tugas yang dilakukan oleh checker?
179
b. Bagaiman menurut Anda mengenai kesesuaian jumlah petugas checker dengan
kebutuhan?
c. Bagaimana menurut anda kesesuaian antara pendidikan terakhir petugas dengan
pekerjaannya sebagai petugas checker?
d. Apakah pernah diadakan pelatihan bagi petugas checker? Pelatihan seperti apa yang
dilakukan?
e. Permasalahan seperti apa yang sering dihadapi berkaitan dengan petugas checker?
2. Berkas klaim
a. Bagaimana ketentuan susunan berkas klaim JKN rawat jalan?
b. Bagaimana ketentuan pengisian lembar resume medis?
c. Bagaimana kelengkapan berkas klaim yang masuk ke checker?
d. Permasalahan apakah yang ditemukan terkait berkas klaim yang masuk ke checker?
3. Kebijakan
a. Bagaimana menurut anda kesesuaian pelaksanaan proses rekapitulasi di unit rekam
medis dengan kebijakan/SOP yang ada?
b. Permasalahan seperti apa yang sering dihadapi berkaitan dengan kebijakan/SOP di
unit rekam medis?
PROSES :
a. Bagaimana proses rekapitulasi berkas klaim di checker untuk pasien JKN rawat jalan di
RS SMC?
b. Permasalahan seperti apa yang sering dihadapi berkaitan dengan proses rekapitulasi
berkas klaim JKN di checker?
Pedoman Wawancara
(Proses pengkodean dan entri data INA-CBGs)
Untuk koordinator administrasi klaim atau Kepala Unit Administrasi Klaim dan
petugas administrasi klaim
INPUT :
1. Petugas Pelaksana JKN :
a. Bagaimana pembagian tugas masing-masing petugas administrasi klaim?
b. Bagaiman menurut Anda mengenai kesesuaian jumlah petugas administrasi klaim
dengan kebutuhan?
c. Bagaimana menurut anda kesesuaian antara pendidikan terakhir petugas dengan
pekerjaannya sebagai petugas administrasi klaim?
d. Apakah pernah diadakan pelatihan bagi petugas administrasi klaim? Pelatihan
seperti apa yang dilakukan?
e. Permasalahan seperti apa yang sering dihadapi berkaitan dengan petugas
administrasi klaim?
2. Berkas Klaim
a. Bagaimana kondisi berkas klaim yang sudah masuk ke unit administrasi klaim?
b. Hambatan apa saja yang dihadapi berkaitan dengan berkas klaim yang akan dikoding
dan di entri?
c. Berapa lama waktu untuk menyelesaikan pengkodean dan entri data berkas klaim
dalam satu bulan?
d. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk berkas klaim dari pendaftaran sampai
kepada proses pengkodean dan entri?
180
3. Teknologi informasi
a. Bagaimana penggunaan teknologi informasi di unit administrasi klaim?
b. Bagaimana menurut anda kesesuaian penggunaan aplikasi dengan fungsi aplikasi
tersebut?
c. Bagaimana menurut anda kesesuaian perangkat penunjang yang sudah ada dengan
kebutuhan?
d. Permasalahan seperti apa yang sering dihadapi berkaitan dengan penggunaan
teknologi informasi di unit administrasi klaim?
4. Kebijakan
c. Bagaimana menurut anda kesesuaian pelaksanaan proses pengkodean, entry data dan
gruping di unit administrasi klaim dengan kebijakan/SOP yang ada?
e. Permasalahan seperti apa yang sering dihadapi berkaitan dengan kebijakan/SOP di
unit administrasi klaim?
PROSES :
a. Bagimana proses entry data, coding dan grouping di unit administrasi klaim untuk
pasien JKN rawat jalan di RS SMC?
b. Permasalahan seperti apa yang sering dihadapi berkaitan dengan proses administrasi
klaim JKN di unit administrasi klaim?
181
LAMPIRAN III
Telaah Dokumen dan Observasi Berkas Klaim yang Ditolak
Telaah Dokumen Pengajuan Klaim JKN
Jumlah Berkas Klaim yang
No.
Bulan
diajukan
1.
Januari 2016
1.798
2.
Februari 2016
2.099
3.
Maret 2016
2.272
4.
April 2016
2.292
5.
Mei 2016
2.570
6.
Juni 2016
2.169
Jumlah Berkas Klaim yang
ditolak
21
18
43
43
40
25
Kelengkapan Berkas
No.
Berkas
SEP
Resume
Medis
Rincian
Harga
I
V
V
v
Kartu
JKN
v
II
v
V
v
v
Kelengkapan
Persyarataan
KTP
KK
Surat
Surat
Rujukan Kontrol
v
v
v
x
v
v
182
x
v
Hasil
pemeriksaan
penunjang
v
x
Rincian
obat
X
v
Ket.
Pasien pertama
kali melakukan
pengobatan di RS
dan
memang
tidak diberikan
obat oleh dokter
Pasien
tidak
melakukan
pemeriksaan
No.
Berkas
III
SEP
V
Resume
Medis
Rincian
Harga
v
Kartu
JKN
v
v
Kelengkapan
Persyarataan
KTP
KK
Surat
Surat
Rujukan Kontrol
v
v
v
Hasil
pemeriksaan
penunjang
v
v
Rincian
obat
Ket.
X
penunjang.
Pasien
tidak
diberikan obat
Validitas Isi Berkas Klaim yang Ditolak
No.
Berkas
I
II
Identitas pasien
diSEP = identitas
dipersyaratan
Sesuai
Sesuai
Tanggal pelayanan
pada fromulir =
tanggal pelayanan
pada SEP
Jenis pelayanan
& poli tujuan
pada SEP =
pada formulir
24-04-2016
(sesuai)
Rawat jalan :
Poli
Bedah
(sesuai)
Rawat jalan :
Poli
Dalam
(sesuai)
11-04-2016
(sesuai)
183
Cara pulang
Pengisian
resume
dilengkapi
dengan
diagnose,
tindakan dan
ttd DPJP
v
Pengkodean
diagnose dan
tindakan sesuai
ICD 10 dan ICD
9
Waktu
pengajuan
v
Juli
v
Juli
Sembuh
Belum di ttd oleh
DPJP
Sembuh
No.
Berkas
III
Identitas pasien
diSEP = identitas
dipersyaratan
Tanggal pelayanan
pada fromulir =
tanggal pelayanan
pada SEP
Jenis pelayanan
& poli tujuan
pada SEP =
pada formulir
26-05-2016
(sesuai)
Rawat jalan :
Poli Bedah
(sesuai)
Sesuai
Cara pulang
Pengisian
resume
dilengkapi
dengan
diagnose,
tindakan dan
ttd DPJP
Belum di ttd oleh
DPJP
Pengkodean
diagnose dan
tindakan sesuai
ICD 10 dan ICD
9
Waktu
pengajuan
v
Agustus
Pulpak
Lampiran IV
Matriks Wawancara, Observasi dan Telaah Dokumen
PENERIMAAN PASIEN RAWAT JALAN
Pertanyaan
PRJ1
Petugas Pelaksana JKN
Bagaimana
Pembagian tugasnya
pembagian
tugas merata tetapi ada
masing-masing
pembagian
untuk
petugas pendaftaran penanggung jawab
rawat jalan?
pendaftaran pagi, atk
dan laporan
PRJ2
PRJ3
INPUT
Tugas yang dilakukan SEP
bertugas
sama setiap petugas membuat SEP.
yaitu pengumpulan
informasi, entri data
ke
SIMRS
dan
penerimaan
persyaratan.
184
Observasi
Telaah dokumen
Kesimpulam
-
-
Pembagian tugas
di
pendaftaran
rawat jalan masih
merata.
Petugas
pendaftaran
bertugas
mendaftarkan
pasien,
memasukan data
pasien ke SIMRS
dan
penerimaan
Pertanyaan
PRJ1
PRJ2
PRJ3
Observasi
Telaah dokumen
Bagaimana menurut
Anda
mengenai
kesesuaian
jumlah
petugas pendaftaran
rawat jalan dengan
kebutuhan?
Total
saat
ini
berjumlah 15 orang,
11 kontrak, 1 PNS, 3
magang. Dirasakan
belum cukup namun
kondisi rumah sakit
memang belum bisa
menambah tenaga.
Akan tetapi jumlah
kunjungan
pasien
JKN meningkat dan
mendominasi.
Satu shift rawat jalan
ada 5 orang. Jika
dibandingkan dengan
tupoksi dan jumlah
pasien
yang
berkunjung
maka
tidak cukup.
Petugas SEP masih
kekurangan karena
masih menangani
pembuatan
SEP
untuk
pelayanan
rawat jalan dan
rawat inap.
-
Berdasarkan hasil
telaah
dokumen
pegawai kontrak
BLUD
2016
petugas
pendaftaran rawat
jalan terdiri dari
12. Hal ini sama
dengan
hasil
penelusuran
langsung
yang
dilakukan
oleh
peneliti
dimana
terdapat 12 petugas
pendaftaran rawat
jalan dan 2 petugas
pembuat SEP.
185
Kesimpulam
persyaratan untuk
pasien
jaminan.
Sedangkan petugas
SEP
untuk
membuat SEP.
Untuk
total
petugas
pendaftaran baik
rawat
jalan
maupun IGD yaitu
sebanyak
15
orang. Akan tetapi
pada pendaftaran
rawat jalan hanya
12 orang dan
diberlakukan shift
artinya
petugas
dapat
bertugas
dipendaftaran IGD
pada sore dan
malam.
Namun
setiap harinya di
pendaftaran rawat
jalan terdapat 5
orang
petugas
pendaftaran. Hal
ini
masih
dirasakan belum
cukup
karena
jumlah kunjungan
rawat jalan setiap
harinya
cukup
banyak yaitu lebih
dari 200 pasien.
Pertanyaan
Bagaimana menurut
anda
kesesuaian
antara
pendidikan
terakhir
petugas
dengan pekerjaannya
sebagai
petugas
pendaftaran
rawat
jalan?
PRJ1
Sebagian
besar
pendidikan terakhir
kan sarjan maka
belum sesuai dengan
latar
belakang
pendidikan mereka.
PRJ2
Latar
belakang
pendidikan memang
belum sesuai tetapi
pengalaman mereka
sudah cukup lama
dan
dijadikan
pertimbangan
oleh
rumah sakit untuk
merekrut.
PRJ3
Petugas SEP sudah
sesuai
latar
belakang
pendidikannya
yaitu D3 rekam
medis
karna
tugasnya berkaitan
dengan pemberian
kode diagnosa.
Observasi
-
Telaah dokumen
Berdasarkan data
pegawai kontrak
BLUD di RS SMC
diketahui bahwa 11
petugas
berlatar
belakang
pendidikan SMA
dan
1
berlatarbelakang
D4
keperawatan
gigi.
Namun
berdasarkan data
yang
langsung
diambil dilapangan
melalui
isian
diketahui
bahwa
untuk 2 orang
pembuat
SEP
berlatar belakang
D3 rekam medis, 4
orang S1 kesehatan
masyarakat,
1
orang
S1
administrasi
Negara, 1 orang
S1 komunikasi, 1
orang S1 ekonomi
dan
5
orang
lulusan SMA.
Apakah
pernah
diadakan pelatihan
bagi
petugas
pendaftaran?
Pelatihan
kecil
dilakukan
oleh
rumah sakit terkait
melayani pasien.
Pelatihan dilakukan
apabila
terdapat
prosedur baru yang
harus
diterapkan
Pelatihan dilakukan
apabila
ada
perubahan aturan
dari BPJS melalui
-
-
186
Kesimpulam
Latarbelakang
petugas SEP sudah
sesuai
namun
untuk
petugas
pendaftaran yang
sebagian
besar
memang
didominasi
oleh
S1 dari berbagai
lulusan
masih
dirasakan belum
sesuai. Hal ini
terlihat dari saat
mereka melamar
pekerjaan sebagai
petugas
pendaftaran yang
dipakai
adalah
ijazah
SMA.
Namun, pendapat
lain menyebutkan
bahwa
memang
yang diutamakan
adalah pengalaman
selain
dari
latarbelakang
pendidikan. Itulah
yang
menjadi
dasar perekrutan
rumah sakit.
Pelatihan
yang
dimaksudkan
disini
adalah
pelatihan
yang
Pertanyaan
Pelatihan seperti apa
yang dilakukan?
Permasalahan seperti
apa yang sering
dihadapi berkaitan
dengan
petugas
pendaftaran
rawat
jalan?
Berkas klaim
Lembar apa saja
yang disiapkan untuk
menyusun
berkas
klaim di tempat
pendaftaran?
PRJ1
PRJ2
PRJ3
sehingga
tidak meeting.
dilakukan rutin.
Keterbatasan jumlah Permasalahan pada Jumlah
petugas
petugas.
pasien
terkait SEP kurang karena
persyaratan.
masih
digabung
antara
pelayanan
rawat jalan dengan
rawat inap.
Lembar LPP, lembar
anamnesa, INA DRG
dan ceklist untuk
pasien JKN dan
jamkesda.
Lembar pembayaran,
form
INA-CBGs,
persyaratan KTP/KK,
rujukan asli atau surat
control.
SEP, Persyaratan
pasien kaya kartu
BPJS, KTP, KK,
surat rujukan.
187
Observasi
Telaah dokumen
-
-
Pada saat observasi
lembar
yang
disiapkan
oleh
petugas
pendaftaran
memang
terdiri
dari lembar ceklis,
lembar INA-DRG,
lembar penerimaan
pelayanan (LPP),
lembar anamnesia.
-
Kesimpulam
dilakukan
oleh
rumah
sakit
maupun
pihak
BPJS
ketika
terdapat kebijakan
baru
ataupun
prosedur
baru
terkait pendaftaran
rawat jalan.
Jumlah
petugas
yang dirasa masih
kurang
baik
petugas
pendaftaran
maupun SEP.
Berkas
yang
disiapkan terdiri
dari lembar ceklis,
lembar INA-DRG
atau lembar INACBGs,
Lembar
Penerimaan
Pelayanan (LPP),
lembar anamnesa,
lalu petugas juga
menerima
persyaratan yang
dibawa oleh pasien
untuk
disatukan
dengan
berkas
sebelumnya serta
lembar SEP.
Pertanyaan
Bagaimana ketentuan
penyusunan berkas
klaim di tempat
pendaftaran
rawat
jalan?
PRJ1
Lembar ceklis, kedua
itu lembar INADRG,
LPP,
anamnesa,
persyaratan berupa
kartu peserta, KTP,
KK dan surat rujukan
untuk pasien baru
serta surat kontrol
untuk pasien lama.
PRJ2
PRJ3
Penyusunan
tidak SEP
diletakan
terlalu diperhatikan dilembar pertama
karena sudah ada berkas pendaftaran
petugas checker
Bagaimana ketentuan
pengisian data berkas
klaim di tempat
pendaftaran
rawat
jalan?
Pengisian dilakukan
pada
identifikasi
nama, umur, alamat,
tujuan
poliklinik
mana dan cara bayar.
Identitas, data pasien
berupa nomor rekam
medis, alamat dan
lainnya.
-
Observasi
-
Pada lembar INADRG data yang
diisi oleh petugas
pendaftaran terdiri
dari nama pasien,
nomor
rekam
medis, umur dan
poli tujuan. Untuk
lembar LPP juga
data nama, nomor
rekam
medis,
alamat dan poli
tujuan.
Permasalahan seperti Pemberkasan tidak Persyaratan
yang Persyaratan yang Masih ditemukan
apa yang sering terlalu bermasalah.
belum lengkap akibat data
identitasnya pasien yang belum
dihadapi berkaitan
tertinggal atau belum berbeda.
membawa
188
Telaah dokumen
-
-
-
Kesimpulam
Sebenarnya
memang tidak ada
acuan
tertulis
namun
untuk
mempermudah
proses
klaim
nantinya
urutan
lembar memang
dibutuhkan. Tetapi
sebenarnya hal ini
bukan
tanggung
jawab
petugas
pendaftaran karna
sudah ada checker
yang
akan
melakukan
penyusunan
berkas.
Pada pendaftaran
lembar yang diisi
hanyalah lembar
INA-DRG
dan
LPP. Data yang
diisi
merupakan
identitas
pasien
seperti
nama,
umur,
alamat,
nomor
rekam
medis,
tanggal
pelayanan dan poli
tujuan.
Permasalahan
diberkas ada pada
berkas persyaratan
Pertanyaan
dengan kelengkapan
berkas klaim di
tempat pendaftaran
rawat jalan?
Teknologi informasi
Bagaimana
penggunaan
teknologi informasi
di
tempat
pendaftaran
rawat
jalan?
Bagaimana menurut
anda
kesesuaian
penggunaan aplikasi
dengan
fungsi
aplikasi tersebut?
PRJ1
PRJ2
PRJ3
disalin.
Menggunakan SIM SIM RS
RS
pendaftaran Intranet.
melalui
komputer
dan
memerlukan
jaringan internet.
SIM RS pendaftaran
berfungsi
untuk
memasukan identitas
pasien, dokumentasi
dan terhubung ke
bagian rekam medis.
berbasis Pendaftaran
menggunakan
aplikasi SIM RS
sedangkan
SEP
menggunakan
aplikasi pembuat
SEP dari BPJS.
SIM RS berfungsi
untuk
menyimpan
data
pasien,
menerbitkan nomor
rekam medis
dan
pelaporan
SEP
berfungsi
untuk
mencetak
SEP sebagai tanda
pasien
JKN
tersebut sah.
189
Observasi
persyaratan dengan
lengkap.
Atau
ditemukan
juga
persyaratan sudah
lengkap tetapi ada
perbedaan identitas
pada salah satu
persyaratan
tersebut.
Telaah dokumen
Kesimpulam
yang dibawa oleh
pasien. Terkadang
terdapat
persyaratan yang
tertinggal ataupun
persyaratan sudah
lengkap
namun
terdapat
beda
identitas.
SIMRS
Pendaftaran,
aplikasi pembuat
SEP,
4
unit
komputer,
2
komputer
untuk
SIMRS,
2
komputer
lagi
untuk pembuatan
SEP. ada 2 unit
printer
untuk
mencetak lembar
SEP.
-
-
-
Pada pendaftaran
rawat
jalan
terdapat aplikasi
SIMRS, aplikasi
pembuat SEP dan
keduanya
ditunjang dengan
masing-masing 2
unit
komputer.
Serta printer untuk
pembuatan SEP.
aplikasi tersebut
penggunaanya
juga
ditunjang
dengan
jaringan
internet
rumah
skait.
SIMRS
sendiri
berfungsi
untuk
memasukan data
pasien
yang
berkunjung,
menerbitkan
nomor
rekam
Pertanyaan
PRJ1
PRJ2
PRJ3
Observasi
Telaah dokumen
Bagaimana menurut
anda
kesesuaian
perangkat penunjang
yang sudah ada
dengan kebutuhan?
Jumlahnya
belum
cukup karena hanya
ada dua SIMRS dan
jumlah
pasien
mencapai 300 per
hari.
Perangkat komputer
kurang karna petugas
pendaftaran ada lima
perhari
sedangkan
komputer hanya ada
dua
untuk
pendaftaran.
Apabila perangkat
komputer
untuk
SEP rawat jalan
saja cukup akan
tetapi
masih
digunakan
juga
untuk rawat inap.
-
-
Pernah beberapa
kali
ditemukan
jaringan
tidak
berjalan terutama
pada pagi hari dan
untuk
perbaikan
harus menunggu
petugas IT datang.
-
Permasalahan seperti Jumlah
komputer
apa yang sering yang kurang.
dihadapi berkaitan
dengan penggunaan
teknologi informasi
di
tempat
pendaftaran
rawat
jalan?
Server rumah sakit Perlu
ditambah
hanya satu kendala untuk rawat inap.
tidak ada back up dan
terjadi
error
mengganggu
pelaksanaan
pendaftaran.
Kebijakan
190
Kesimpulam
medis dan sebagai
penunjang untuk
membuat laporan
kunjungan.
Sedangkan untuk
aplikasi
SEP
digunakan untuk
mencetak
SEP
yang menandakan
pasien sah sebagai
peserta JKN.
Perangkat
komputer
baik
untuk SEP dan
SIMRS
masih
dirasakan
kekurangan. Hal
ini
berkaitan
dengan
jumlah
pasien
yang
memang semakin
banyak
setiap
harinya.
Jumlah komputer
yang kurang dan
server rumah sakit
yang
masih
tunggal membuat
petugas saat terjadi
error tidak bisa
melakukan
tugasnya.
Pertanyaan
PRJ1
PRJ2
PRJ3
Bagaimana menurut SOP ada dan sudah Pelaksanaan
sudah Pembuatan
SEP
anda
kesesuaian dijalankan
sesuai sesuai dengan SOP.
mengikuti aturan
pelaksanaan proses SOP tersebut.
BPJS
untuk
penerimaan pasien
membuktikan
JKN
dengan
pasien eligible
kebijakan/SOP yang
ada?
Permasalahan seperti Tidak ada masalah.
apa yang sering
dihadapi berkaitan
dengan
kebijakan/SOP
pendaftaran
rawat
jalan?
Proses
Bagaimana
alur
penerimaan pasien
JKN rawat jalan di
RS SMC?
Pasien
datang
mengambil
nomor
antrian, menunggu
dipanggil,
diidentifikasi
oleh
petugas pendaftaran.
Setelah itu pasien
akan meunggu di
ruang
tunggu
Observasi
Sudah
sesuai
dengan
SOP
pendaftaran yang
ada.
Telaah dokumen
SOP pendaftaran
rumah sakit berisi
tatacara
penerimaan pasien
umum
maupun
jaminan.
-
-
SOP rumah sakit
berbenturan dengan
atuan BPJS sehingga
menemukan kesulitan
dalam
prakteknya
karna prosedur terlalu
rumit.
Kebijakan
BPJS
terkait persyaratkan
menyulitkan
pasien.
Pasien dateng ambil
antrian, dipanggil ke
pendaftaran
untuk
diidentifikasi
identitasnya,
pembuatan
berkas
dan pasien langsung
menuju
poli
tujuannya.
Pasien
datang, 1. Pasien datang
mengantri nomor,
mengambil
dipanggil, diminta
nomor antrian
persyaratan,
pada
mesin
memasukan data ke
nomor antrian
SIM
RS
lalu 2. Pasien
pembuatan
SEP.
menunggu
setelahnya pasien
untuk dipanggil
menuju poliklinik.
3. Pasien dipanggil
191
-
Kesimpulam
RS SMC sudah
memiliki
SOP
pendaftaran
sendiri. Hal ini
juga
sudah
dijalankan sesuai
dengan
kenyataannya
dilapangan.
Pembuatan
SEP
juga
mengikuti
aturan
BPJS
kesehatan.
Untuk
SOP
pendaftaran dari
rumah sakit tidak
bermasalah.
Namun
petugas
mengeluhkan
aturan
yang
dikeluarkan BPJS
yang
dirasa
memberatkan
pasien.
1. Pasien datang
mengambil
nomor antrian
2. Pasien
menungggu
untuk dipanggil
oleh
petugas
pendaftaran
3. Pasien
Pertanyaan
PRJ1
poliklinik.
PRJ2
PRJ3
4.
5.
6.
7.
192
Observasi
dan
di
wawancara
terkait identitas,
poli tujuan dan
cara bayar
Petugas
menyiapkan
berkas
dan
pasien
menunggu
di
poli tujuan
Berkas di entri
ke SIMRS
Pembuatan SEP
Pengantaran
berkas ke poli
Telaah dokumen
Kesimpulam
dipanggil untuk
mengidentifikas
i
identitas
pasien, pasien
lama atau baru,
poli tujuan, cara
pembayaran dan
menyerahkan
persyaratan
untuk
pasien
JKN
yaitu
fotokopi kartu
JKN, KTP, KK
dan
surat
rujukan
pp1
atau
surat
control untuk
pasien
yang
memang sedang
melanjutkan
pengobatan di
RS SMC.
4. Petugas
emnyiapkan
berkas
lalu
pasien
dipersilahkan
menunggu
dipoliklinik
tujuan
5. Setelah berkas
pasien
jadi
maka
akan
dimasukan
Pertanyaan
Bagaimana menurut
anda
kesesuaian
pelaksanaan proses
penerimaan pasien
JKN
dengan
ketentuan yang ada?
Permasalahan seperti
apa yang sering
dihadapi berkaitan
dengan
proses
penerimaan pasien
JKN rawat jalan?
PRJ1
PRJ3
Observasi
Telaah dokumen
mengikuti
-
-
-
Pasien
belum Persyaratan
yang
memahami
harus dibawa oleh
persyaratan
jadi pasien menyulitkan.
harus
dijelaskan
berulang.
-
-
-
Sudah sesuai.
PRJ2
Sudah
SOP.
193
Kesimpulam
datanya
di
SIMRS
pendaftaran
untuk
pendataan,
memanggil
rekam
medis
pasien
dan
mendapatkan
nomor rekam
medis
baru
untuk
pasien
baru
6. Pembuatan SEP
oleh
petugas
SEP
7. Berkas
diantarkan ke
poliklinik
tujuan
Proses
yang
dijalankan sudah
sesuai dengan SOP
pendaftaran rawat
jalan.
Adanya
persyaratan yang
harus dibawa oleh
pasien
dirasa
merumitkan pasien
karena dinyatakan
bahwa masih ada
pasien yang belum
Pertanyaan
PRJ1
ADMINISTRASI POLIKLINIK
Pertanyaan
RJ1
PRJ2
RJ2
PRJ3
RJ3
Observasi
Telaah dokumen
Kesimpulam
paham sehingga
petugas
harus
menjelaskan
kembali.
RJ4
Telaah dokumen
Kesimpulan
Mengisi
berkas
klaim
status,
mencatat ke buku
register, mencatat
hasil pemeriksaan
ke buku register.
Memeriksa kembali
berkas klaim.
-
Tugas dari admin
poliklinik berkaitan
dengan pengisian,
pencatatan
dan
melengkapi berkas
klaim pasien JKN.
Selain
itu juga
bertugas membuat
surat kontrol dan
menyerahkan resep
obat ke pasien.
Jumlah
admin
poliklinik
yaitu
masing-masing
1
petugas pada semua
poli kecuali 2 orang
admin untuk poli
penyakit
dalam.
Jumlah
tersebut
dirasakan
sudah
cukup untuk saat
ini.
INPUT
Petugas Pelaksana JKN
Seperti apa tugas Mengisi
yang
dilakukan menulis
oleh
petugas instruksi.
administrasi
di
poliklinik?
dan Mengurus
Mengisi surat kontrol,
sesuai kelengkapan berkas memberikan resep ke
klaim BPJS.
pasien,
mengisi
lembar INA-DRG.
Bagaiman menurut Satu ruangan itu
Anda
mengenai satu orang. Sudah
kesesuaian jumlah dibilang cukup.
petugas
administrasi
poliklinik dengan
kebutuhan?
Untuk
sekarang Karena berdua jadi Satu petugas
masih
kurang sudah cukup.
masih cukup.
karena
di
poli
bedah terdapat tiga
dokter
dan
pasiennya
bertambah banyak.
194
dan Berdasarkan
penelaahan
dokumen, terdapat
masing-masing
1
admin di poliklinik
yang ada di RS SMC
kecuali
poliklinik
saraf yang tidak
memiliki admin serta
poliklinik
dalam
yang memiliki 2
petugas admin.
Pertanyaan
RJ1
RJ2
RJ3
RJ4
Telaah dokumen
Kesimpulan
Hal ini dikatakan
sudah cukup sesuai
dikarenakan
memang
tidak
dibutuhkan keahlian
khusus
untuk
menjadi
petugas
administrasi
poliklinik.
Belum
pernah
diadakan pelatihan
untuk
petugas
admin poliklinik di
RS SMC.
Bagaimana
menurut
anda
kesesuaian antara
pendidikan terakhir
petugas
dengan
pekerjaannya
sebagai
petugas
administrasi
poliklinik?
Apakah
pernah
diadakan pelatihan
bagi
petugas
administrasi
poliklinik?
Pelatihan
seperti
apa
yang
dilakukan?
Permasalahan
seperti apa yang
sering
dihadapi
berkaitan dengan
petugas
administrasi
poliklinik?
Berkas Klaim
Seluruhnya SMA Belum
sesuai Sudah
dan SMK sudah seharusnya
yang
sesuai.
berkaitan
dengan
administrasi.
Masih sesuai.
Pendidikan terakhir
semua
petugas
admin
poliklinik
yaitu SMA/SMK
Belum
pelatihan
Belum pernah
-
Tidak ada.
Jumlah yang kurang Tidak ada
untuk
poliklinik
bedah.
Tidak ada.
-
Sebagian
besar
merasa tidak ada
permasalahan terkait
petugas administrasi
poliklinik di RS
SMC.
Bagaimana
ketentuan pengisian
data berkas klaim
di poliklinik?
Memeriksa apa
aja yang harus
ada di register
pasien, mengisi
sesuai
yang
diinstruksikan
dan
mengecek
kelengkapan.
Pengisian
INADRG, surat kontrol,
memeriksa
kelengkapan data di
resep
dan
penunjang.
Memeriksa
kelengkapan nama
pasien, jumlah hari
kunjungan,
diagnosa,
tandatangan
dokter
spesialis.
-
Data yang harus
diisi pada berkas
klaim oleh petugas
administrasi dimulai
dari nama pasien,
jumlah
hari
kunjungan,
diagnosa,
tanda-
ada Tidak ada pelatihan Tidak pernah
hanya
diberitahu
melalui rapat.
Pengisian
nomor
rekam medis, nama,
umur, jenis kelamin,
diagnosa, cara bayar,
diagnosa terapi obat,
dokter pemeriksa.
195
Pertanyaan
RJ1
RJ2
RJ3
RJ4
Telaah dokumen
Kesimpulan
tangan
spesialis.
Kenapa bisa terjadi
ketidaklengkapan
pada
pengisian
tanda-tangan
dokter?
Keterbatasan
petugas karena
pasien
yang
banyak jadi itu
tidak terlaksana.
Dokter yang tidak
berada lama di
poliklinik
dan
terlewat
saat
pemeriksaan
kelengkapan.
Tanda-tangan
diberikan
apabila
pelayanan selesai dan
terkadang
dokter
terburu-buru
untuk
visit ruangan.
Kebijakan
196
Sebisa
mungkin
ditanda-tangan
kecuali
dokter
spesialisnya
tidak
hadir.
-
dokter
Hal
ini
terjadi
dikarenakan
beberapa hal salah
satunya
yaitu
kesibukan
dari
petugas administrasi
dan
dokter
dikarenakan pasien
yang banyak. Selain
itu pada poliklinik
dokter
spesialis
yang bertugas tidak
berada di ruangan
poli terlalu lama
dikarenakan harus
mengejar
waktu
visit ke ruang rawat
inap. Serta terdapat
beberapa poliklinik
yang ada dokter
umum,
hal
ini
membuat
berkas
belum
ditandatangani oleh dokter
spesialisnya.
Pertanyaan
RJ1
RJ2
RJ3
RJ4
Telaah dokumen
Bagaimana
Hanya ada SOP Belum ada SOP Hanya mengikuti alur
menurut
anda ruangan terkait untuk administrasi untuk
pembuatan
kesesuaian
sarana prasarana. poliklinik.
laporan.
pelaksanaan proses
administrasi
di
poliklinik dengan
kebijakan/SOP
yang ada?
SOP
berupa
tanggung
jawab
petugas ditunjukan
saat awal direkrut.
-
Permasalahan
Tidak ada.
seperti apa yang
sering
dihadapi
berkaitan dengan
kebijakan/SOP di
poliklinik?
Belum ada
untuk SOP.
-
Bagaimana proses Poliklinik dibuka
pelayanan
pukul 7 sampai
administrasi
di pukul
2.
Poliklinik
untuk Dilakukan
pasien JKN rawat pengisian
dan
Tidak ada SOP Tidak ada.
menjadi tidak ada
acuan.
Berkas
datang,
memasukan data ke
buku register, untuk
anamnesa
ditulis
oleh perawat dan
Proses
Berkas
datang,
menuliskan identitas
di buku register.
Pasien dipriksa dan
berkas diserahkan ke
197
buku
Memeriksa
kelengkapan berkas,
mengisi
data,
memberikan
cap
nama
dokter,
-
Kesimpulan
SOP yang dimaksud
adalah SOP setiap
ruangan
berupa
sarana dan prasarana.
Sedangkan
untuk
SOP
administrasi
poliklinik belum ada,
dikatakan
bahwa
mereka
hanya
diperlihatkan
ketentuan
kerja
mereka saat pertama
kali bekerja menjadi
seorang admin poli
selebihnya mengikuti
instruksi hasil rapat.
Namun hal tersebut
sebagian besar sudah
dijalankan
oleh
petugas administrasi
poli.
Belum terdapat SOP
yang
jelas
dan
tertulis.
1. Berkas
klaim
dan
rekam
medis
pasien
masuk
ke
poliklinik
Pertanyaan
jalan di RS SMC?
RJ1
RJ2
RJ3
RJ4
pengecekan
kelengkapan
untuk
pasien
BPJS
dan
terakhir
pasien
dipanggil untuk
mendapatkan
pelayanan.
hasil pemeriksaan
dokter ditulis lagi,
terakhir melengkapi
dengan resep obat.
petugas
medis.
setelahnya diberikan
ke petugas admin
untuk
menuliskan
surat kontrol, hasil
penunjang
ditulis.
Pemberian
tandatangan
dokter
dilakukan
saat
pemeriksaan selesai.
memasukan data ke
buku register, pasien
diperiksa,
selesai
diperiksa
berkas
akan ditanda-tangan
dokter. Setelah itu
berkas
akan
dilengkapi dengan
hasil pemeriksaan
penunjang
dan
terakhir dilakukan
pemeriksaan ulang
kelengkapannya.
198
Telaah dokumen
Kesimpulan
2. Petugas
melakukan
pengecekan
berkas
klaim
(SEP,
INADRG,
LPP,
Persyaratan
(KTP, KK dan
surat
kontrol/rujukan)
, anamnesa)
3. Memasukan
data pasien ke
buku
register
(naman, nomor
rekam
medis,
diagnosa, hasil
pemeriksaan
penunjang,
tanggal
kunjungan)
4. Melengkapi
pengisian INADRG
seperti
tanggal
kepulangan
pasien,
dan
memberikan cap
nama
dokter
spesialis yang
bertugas
5. Berkas
berpindah
ke
Pertanyaan
RJ1
RJ2
RJ3
RJ4
Telaah dokumen
Kesimpulan
6.
7.
8.
9.
199
perawat
dan
dokter
yang
memeriksa
Setelah
pemeriksaan
selesai,
berks
ditanda-tangani
oleh dokter
Berkas
dikembalikan ke
admi poli untuk
didata kembali
di buku register
terkait
hasil
pemeriksaan
Apabila terdapat
pemeriksaan
penunjang maka
pasien
diharuskan
memfotokopi
hasil
tersebut
sebanyak
3
lembar
untuk
diserahkan ke
petugas
Petugas
akan
melengkapi
berkas
klaim
dengan
hasil
pemeriksaan
penunjang dan
memberikan
Pertanyaan
RJ1
RJ2
Permasalahan
Tidak ada.
seperti apa yang
sering
dihadapi
berkaitan dengan
proses penerimaan
pasien JKN rawat
jalan
REKAPITULASI BERKAS
Pertanyaan
RJ3
Berkas klaim yang Tanda-tangan
terlewat untuk diisi terlewatkan.
karena
tidak
sempat.
CH1
CH2
RJ4
Telaah dokumen
Kesimpulan
-
resep ke pasien
untuk
dimina
diapotek
10. Setelah selesai
berkas dipriksa
kembali
kelengkapannya
oleh admin poli
Adanya berkas yang
terlewat
sehingga
kelengkapannya
kurang
dan
menunggu
pasien
melakukan fotokopi
terhadap
hasil
pemeriksaan
penunjang.
masih Melengkapi berkas
dengan
hasil
pemeriksaan
penunjang.
Observasi
Telaah dokumen
Kesimpulam
Input
Petugas Pelaksana JKN
Seperti apa tugas yang Assembling
dilakukan
oleh klaim JKN.
checker?
Bagaiman
menurut
Anda
mengenai
kesesuaian
jumlah
petugas checker dengan
berkas Mengecek
JKN.
berkas Petugas memisahkan
berkas klaim dengan
berkas rekam medis
lalu
melakukan
pengecekan
kelengkapan
pada
berkas klaim.
Hanya dua petugas dan Cukup untuk saat ini. Terdapat 2 orang Dokumen
sudah cukup.
petugas checker yang langsung
bekerja setiap harinya dilapangan
menunjukan
200
Rekapitulasi berkas klaim
dilakukan oleh checker yang
bertugas untuk memeriksa
kelengkapan berkas klaim baik
rawat jalan maupun rawat inap
sebelum berkas masuk ke
administrasi klaim.
yang Jumlah petugas checker hanya
diisi 2 orang dan dirasakan jumlah
juga ini sudah sesuai dengan
kebutuhan saat ini.
Pertanyaan
kebutuhan?
CH1
CH2
Observasi
Bagaimana
menurut
anda kesesuaian antara
pendidikan
terakhir
petugas
dengan
pekerjaannya sebagai
petugas checker?
Sudah sesuai karena Sudah sesuai.
latar pendidikannya D3
rekam medis dan D4
informatika
rekam
medis.
-
Apakah
pernah
diadakan pelatihan bagi
petugas
checker?
Pelatihan seperti apa
yang dilakukan?
Pelatihan dilakukan saat
baru direkrut selama
dua minggu dan bagian
ini
memang
baru
berjalan satu bulan.
Pelatihan
diberikan
saat awal menjadi
checker dilatih sama
petugas rekam medis
dan dari BPJS.
-
Telaah dokumen
memang
hanya
terdapat 2 petugas
checker.
Berdasarkan data
yang
diambil
langsung
didapatkan terdapat
dua pekerja dengan
masing-masing
latar pendidikannya
adalah
D4
informatika rekam
medis dan D3
rekam medis.
-
Permasalahan seperti
apa
yang
sering
dihadapi
berkaitan
dengan
petugas
checker?
Berkas
Bagaimana ketentuan
susunan berkas klaim
JKN rawat jalan?
Tidak ada.
Tidak ada.
-
-
Harus ada form ceklis,
resume medis atau INADRG, lembar tindakan
atau LPP, persyaratan
pasien,
laporan
penunjang dan rincian
Lembar
ceklis,
resume
medis,
tindakan, persyaratan
yang dibawa oleh
pasien dan lembar
hasil
pemeriksaan
Berkas tersusun atas
SEP, lembar ceklis,
lembar
INA-DRG,
LPP,
persyaratan
(kartu,
KTP,KK),
lembar
hasil
-
201
Kesimpulam
Dua petugas checker memiliki
latar belakang pendidikan
rekam medis sehingga memang
sudah sesuai dengan tugas yang
dijalankan
yaitu
terkait
assembling yang masih menjadi
tugas dari perekam medis.
Petugas checker yang ada baru
bekerja sekitar 1 bulan..
Sehingga petugas checker
mendapatkan pelatihan saat
baru menjadi petugas checker.
Pelatihan dibimbing oleh orang
dari rekam medis dan BPJS.
Tidak ada permasalahan yang
berkaitan dengan petugas.
Ketentuan susunan berkas yaitu
terdiri dari lembar ceklis,
lembar
INA-DRG,
LPP,
persyaratan pasien (kartu JKN,
KTP dan KK), lembar hasil
pemeriksaan penunjang dan
Pertanyaan
CH1
Observasi
pemeriksaan
penunjang dan lembar
rincian obat.
Bagaimana ketentuan Pengisian
tanggal Harus terisi semua,
pengisian
lembar dirawat, diagnosa dan tanda-tangan dokter,
resume medis?
tanda-tangan
dokter tanggal pelayanan.
apabila belum diisi akan
dikembalikan
ke
poliklinik.
Bagaimana
Ketidaklengkapan dari Masih terdapat yang Berkas yang masuk
kelengkapan
berkas administrasi poliklinik belum lengkap.
masih ditemukan yang
klaim yang masuk ke dan persyaratan pasien.
tidak engkap terutama
checker?
tanda-tangan dokter.
obat.
CH2
penunjang serta obat.
Permasalahan apakah Berkas yang sampai Berkas yang belum
yang ditemukan terkait belum lengkap.
lengkap
dipisahkan
berkas klaim yang
dan diberikan ke
masuk ke checker?
ruangan
yang
bersangkutan.
Kebijakan
Bagaimana
menurut Belum ada SOP
Tidak ada SOP
anda
kesesuaian
pelaksanaan
proses
rekapitulasi di unit
rekam medis dengan
kebijakan/SOP
yang
ada?
Permasalahan seperti Karena tidak ada SOP Tidak ada SOP jadi
apa
yang
sering pekerjaan jadi tidak ada belum jelas tugas
dihadapi
berkaitan tuntutan.
yang harus dilakukan.
dengan kebijakan/SOP
di unit rekam medis?
Proses
202
Telaah dokumen
Kesimpulam
lembar rincian obat.
-
Resume medis atau INA-DRG
seharusnya
diisi
lengkap
terutama
pada
tanggal
pelayanan, tanda-tangan dokter
dan diagnosa.
-
Berkas klaim yang masuk ke
checker
masih
ditemukan
adnya berkas yang belum
lengkap baik isi maupun
lembarnya.
Permasalahan berkas yaitu pada
ketidaklengkapan berkas yang
harus
dilengkapi
terlebih
dahulu.
-
-
-
-
Belum
ada
SOP
untuk
pelaksanaan tugas checker.
Tetapi
hanya
mengikuti
ketentuan dari BPJS.
-
-
Belum adanya SOP menjadi
masalah bagi petugas karena
merasa belum jelas sebenarnya
apa saja tugas yang harus
dijalankan.
Pertanyaan
Bagaimana
proses
rekapitulasi
berkas
klaim di checker untuk
pasien JKN rawat jalan
di RS SMC?
CH1
Berkas klaim masuk,
dipisahkan berkas klaim
JKN dengan rekam
medisnya. Setelahnya
dicek
kelengkapan
berkas
persyaratan,
resume, rincian obat dan
penunjang.
Apabila
berkas klaim ada yang
belum lengkap akan
dibalikan
ke
yang
bersangkutan. Setelah
dilengkapi juga akan
dilakukan pengecekan
lagi.
Permasalahan seperti Tidak ada.
apa
yang
sering
dihadapi
berkaitan
dengan
proses
rekapitulasi
berkas
klaim JKN di checker?
PENGKODEAN DAN ENTRI DATA
Pertanyaan
PAK1
CH2
Observasi
Berkas
datang, 1. Berkas datang
memisahkan berkas 2. Petugas
klaim JKN dengan
memisahkan
berkas rekam medis
berkas
rekam
lalu
mengecek
medis
dengan
kelengkapan berkas
berkas klaim
klaim JKN. Apabila 3. Petugas langsung
ada
yang
belum
memeriksa
lengkap
akan
kelengkapan
dipisahkan.
berkas
baik
keberadaan
dokumen maupun
pengisiannya
4. Apabila
tidak
lengkap
akan
dipisahkan
Tidak ada.
-
PAK2
Input
Petugas Pelaksana JKN
Bagaimana pembagian Petugas melakukan entri Petugas administrasi
tugas masing-masing data sekaligus menjadi klaim rawat jalan
203
Telaah dokumen
-
-
Kesimpulam
1. Berkas datang
2. Memisahkan berkas klaim
dengan berkas BPJS
3. Melakukan
pengecekan
kelengkapan berkas baik isi
maupun
keberadaan
lembarnya baik di berkas
klaim maupun di rekam
medis
4. Apabila ada yang tidak
lengkap
maka
akan
dipisahkan dan dikumpulkan
untuk diserahkan ke unit
yang terkait untuk dilengkapi
5. Apabila
berkas
udah
dilengkapi
maka
akan
dilakukan
pengecekan
kembali
oleh
petugas
checker.
Tidak ada masalah terkait
proses rekapitulasi.
Observasi
Telaah dokumen
Kesimpulam
-
-
Petugas
administrasi
klaim BPJS terdiri dari 9
Pertanyaan
PAK1
petugas
administrasi koder, melakukan revisi
klaim?
serta
konfirmasi.
Petugas
administrasi
klaim
rawat
jalan
sebanyak tiga orang dan
rawat inap 3 orang.
Serta lainnya sebagai
penunjang.
Bagaiman
menurut Dilihat dari beban kerja
Anda
mengenai dirasa masih cukup.
kesesuaian
jumlah
petugas
administrasi
klaim
dengan
kebutuhan?
Bagaimana
menurut
anda kesesuaian antara
pendidikan
terakhir
petugas
dengan
pekerjaannya sebagai
petugas
administrasi
klaim?
Apakah
Apabaila dilihat dari
ketentuannya memang
harus lulusan rekam
medis akan tetapi pihak
manajeman rumah sakit
memasukan yang masih
rumpun
kesehatan
dengan alasan lebih bisa
mendukung
proses
klaim. Terlebih dengan
lulusan rekam medis
pengetahuan
patologinya
masih
kurang.
pernah Pelatihan
PAK2
sebanyak tiga orang.
Tugasnya sama saja
yaitu entri, koding
sampai pengklaiman
serta konfirmasi.
Observasi
Dari segi jumlah Pada bulan Maret
masih kurang dan tahun 2016 hanya ada
keteteran.
6 petugas namun pada
bulan
September
tahun 2016 ditambah
3 petugas sehingga
totalnya jadi 9 petugas
BPJS/Koder
Latar
belakang
pendidikan
administrasi
klaim
JKN rawat jalan
semuanya adalah D3
rekam medis jadi
sudah sesuai.
administrasi Petugas
administrasi
-
204
Telaah dokumen
Terdapat 8 orang petugas
BPJS berdasarkan rekap
pegawai
2016.
Sedangkan berdasarkan
data yang terkumpul
dilapangan terdiri dari 9
orang.
Berdasarkan data yang
didapat dari rumah sakit
1 orang D4 kebidanan
dan S1 Keperawatan
serta 6 lainnya SMA.
Namun
data
yang
langsung
didapat
dilapangan menunjukan
bahwa 1 orang lulusan S1
keperawatan, 1 orang
lulusan D4 kebidanan, 4
orang
lulusan
D3
perekem dan informasi
kesehatan, satu orang D3
kebidanan dan 1 orang
lulusan S1 pendidikan
dan 1 orang lulusan SMK
-
Kesimpulam
orang
petugas.
Pembagian
tugasnya
yaitu 3 orang petugas
koder rawat jalan, 3
orang petugas koder
rawat
inap
dan
selebihnya
adalah
petugas penunjang.
Jumlah petugas secara
keseluruhan masih dirasa
cukup. Namun untuk
petugas koder rawat jalan
sendiri masih merasa
kurang.
Tugas yang dijalankan
oleh koder rawat jalan
sudah sesuai dengan latar
belakang
pendidikan
mereka. Namun rumah
sakit sendiri merasa
lulusan kebidanan dan
keperawatan bisa lebih
menunjang administrasi
klaim
karna
untuk
patologi lebih dikuasai
oleh mereka.
Pernah
dilakukan
Pertanyaan
PAK1
diadakan pelatihan bagi klaim pernah diadakan
petugas
administrasi tahun 2014.
klaim? Pelatihan seperti
apa yang dilakukan?
Permasalahan seperti
apa
yang
sering
dihadapi
berkaitan
dengan
petugas
administrasi klaim?
Berkas Klaim
Bagaimana
kondisi
berkas klaim yang
sudah masuk ke unit
administrasi klaim?
PAK2
klaim JKN rawat
jalan belum pernah
mengikuti pelatihan
dikarenakan
masa
kerja mereka yang
masih tergolong baru.
Hanya
pernah
dilakukan pertemuan
seluruh koder
di
tasikmalaya satu kali.
Observasi
Telaah dokumen
-
-
Berdasarkan
hasil
observasi berkas yang
masuk
untuk
kelengkapan
masih
-
Kualitas koder belum Pengalaman masih
memahami mendalam minim, teori yang
tentang kode ICD 9 dan dipahami
dengan
10 karna masih pemula. pelaksanaan berbeda
sehingga lebih banyak
bertanya
dengan
petugas adm klaim
rawat inap.
Masih ada yang belum
lengkap seperti surat
rujukan tidak sesuai.
Pendokumentasian juga
Sering
ditemukan
ketidaklengkapan.
Tetapi dengan adanya
checker kelengkapan
205
Kesimpulam
pelatihan pada petugas
adm klaim namun hal
tersebut dilakukan pada
tahun 2014. Sedangkan
untuk petugas koder
rawat inap yang masa
kerjanya paling lama
hanya 1 tahun 4 bulan
masih belum pernah
mengikuti
pelatihan
khusus
untuk
administrasi klaim.
Permasalahannya yaitu
kurangnya kualitas koder
dikarenakan
koder
didominasi oleh koder
baru yang baru saja
bergabung,
terutama
untuk yang rawat jalan.
Hal ini membuat para
koder baru pun memag
harus banyak bertanya
dan
belajar
kembali
karena
sejatinya
pengkodeaan
yang
dilakukan di administrasi
klaim
bukanlah
pengkodean yang mereka
pelajari semasa kuliah.
Berkas klaim yang masuk
ke administrasi klaim
seharusnya adalah berkas
klaim
yang
sudah
Pertanyaan
PAK1
kurang lengkap seperti
diagnosa tidak ditulis
secara lengkap, tandatangan dan nama DPJP
juga tidak diisi. Tetapi
dengan adanya checker
kelengkapan
berkas
meningkat
menjadi
90% dari 80%. Apabila
diagnosanya belum diisi
maka akan dipisahkan
dan tidak diproses.
PAK2
persyaratan
lebih
terkendali.
Namun
masih ada berkas
yang tidak dituliskan
diagnosanya
atau
masih
ada
yang
terlewat
laporan
tindakan dan hasil
patologi
tidak
dilampirkan. Terkait
tanda-tangan
DPJP
juga
banyak
ditemukan
belum
dilengkapi.
Hambatan apa saja Ketidaklengkapan
Ketidaklengkapan
yang dihadapi berkaitan membuat proses lebih menghambat
dengan berkas klaim lama.
pekerjaan
menjadi
yang akan dikoding dan
lebih lama.
di entri?
Observasi
ditemukan
berkas
yang belum lengkap
namun
sebenarnya
kejadian ini sudah
menurun
jika
dibandingkan dengan
sebelumnya.
Ketidaklengkapan
yang masih ditemukan
umumnya pengisian
tanda-tangan
dan
nama DPJP
Telaah dokumen
Kesimpulam
lengkap. Namun masih
ditemukan
ketidaklengkapan pada
pengisian
seperti
diagnosa, tanda-tangan
dan nama DPJP. Akan
tetapi dengan adanya
petugas checker berkas
klaim JKN yang masuk
ke
unit
administrasi
menjadi lebih lengkap
dari sebelumnya yaitu
90% lengkap.
Dilakukan pemisahan
berkas klaim apabila
berkas tidak lengkap
baik
secara
isi
maupun dokumennya.
-
Ketidaklengkapan berkas
menjadi hambatan karena
mengharuskan
petugas
menunda proses klaim
karna harus dilengkapi
terlebih dahulu.
-
Teknologi informasi yang
digunakan terdiri dari
perangkat lunak INACBGs, perangkat keras
berupa komputer dan
jaringan internet.
-
Aplikasi
INA-CBGs
digunakan
untuk
menentukan
harga
pelayanan rumah sakit
dengan memasukan data
pasien
serta
kode
Teknologi informasi
Bagaimana penggunaan Software
INA-CBGs Software INA-CBGs, Software INA-CBGs,
teknologi informasi di menggunakan komputer ICD elektronik yang 4 komputer, 3 laptop,
unit administrasi klaim? dan jaringan internet
menggunakan
UPS dan intenet
perangkat komputer,
serta jaringan internet
untuk
mengoperasikannya.
Bagaimana
menurut Software INA CBGs Sudah sesuai yaitu
anda
kesesuaian digunakan untuk proses menentukan
harga
penggunaan
aplikasi pembayaranan
klaim melalui proses entri
dengan fungsi aplikasi dan sebagai acuan BPJS dan koding.
tersebut?
kesehatan
membayar
rumah sakit.
206
Pertanyaan
PAK1
PAK2
Observasi
Telaah dokumen
Bagaimana
menurut Perangkat
masih
anda
kesesuaian kurang tetapi sudah
perangkat
penunjang melakukan pengajuan
yang sudah ada dengan penambahan 2 unit
kebutuhan?
komputer dan satu
printer
mengingat
jumlah petugas juga
bertambah.
Jumlah
perangkat 4 komputer, 1 printer
belum sesuai dengan dan 3 laptop
kebutuhan
karena
petugas administrasi
rawat jalan hanya ada
satu
komputer
sedangkan dua orang
petugas
lainnya
membawa
laptop
pribadi mereka.
-
Permasalahan seperti
apa
yang
sering
dihadapi
berkaitan
dengan
penggunaan
teknologi informasi di
unit administrasi klaim?
Kebijakan
Bagaimana
menurut
anda
kesesuaian
pelaksanaan
proses
pengkodean, entry data
dan gruping di unit
administrasi
klaim
dengan kebijakan/SOP
yang ada?
Perangkat yang kurang
beserta jaringan internet
yang sering mengalami
gangguan.
Jaringan
internet
terkadang mengalami
gangguan.
Tetapi
untuk daya listik
sudah teratasi dengan
UPS.
Pernah terjadi mati
lampu
membuat
jaringan
tidak
berjalan.
-
Belum ada SOP dan
diharapkan ada standar
nasional terlebih dahulu
terutama
terkait
pengkodean.
Belum ada SOP.
Hanya mengacu pda
permenkes 27 tahun
2014 tetapi BPJS
memiliki
acuan
berupa
konsensus
dan keduanya kadang
berlawanan.
Akan
tetapi saat ini sudah
Dalam
pelaksanaannya
mengacu pada PMK
No 27 Tahun 2014
tentang juknis sistem
INA-CBGs.
Kebijakan
yang
mendasari
kegiatan
administrasi klaim adalah
PMK No. 28 tahun 2014
tentang
pedoman
pelaksanaan JKN. Untuk
pengkodean
mengacu
pada PMK No. 27 tahun
2014 tentang juknis
207
Kesimpulam
diagnosa dan pelayanan
Perangkat keras yang ada
saat ini masih kurang
terlebihkomputer
yang
disediakan rumah sakit
hanyalah
4
unit
sedangkan
3
laptop
lainnya merupakan milik
pribadi petugas koder.
Untuk itu seiring dengan
bertambahnya
jumlah
koder
maka
pihak
administrasi klaim pun
sudah
mengajukan
pertambahan
jumlah
perangkat
yaitu
2
komputer dan 1 printer.
Permasalahan yang masih
terjadi
yaitu
ketidakstabilan jaringan
serta
kekurangan
perangkat komputer.
Belum
ada
SOP
administrasi
klaim
sehingga
hanya
berpegang pada acuan
PMK No. 28 tahun 2014
tentang
pedoman
pelaksanaan JKN, PMK
No 27 Tahun 2014
tentang juknis sistem
Pertanyaan
PAK1
Permasalahan seperti Perbedaan acuan antara
apa
yang
sering rumah sakit dengan
dihadapi
berkaitan BPJS kesehatan.
dengan kebijakan/SOP
di unit administrasi
klaim?
Bagimana proses entry
data,
coding
dan
grouping
di
unit
administrasi
klaim
untuk pasien JKN rawat
jalan di RS SMC?
Proses entri dilakukan
pertanggal.
Pertama
dilakukan dikoding lalu
grouping sampai ke
final lalu di txt. Berkas
akan diturunkan ke unit
verifikasi, lalu akan ada
feedback seperti revisi
dan
konfirmasi.
PAK2
mengikuti
aturan
permenkes.
Observasi
Tidak
ada
SOP
menjadi
masalah
terutama
tanggung
jawab
melengkapi
berkas menjadi tidak
jelas.
-
Proses
Melakukan
1.
pengecekan
kelengkapan,
dikoding lalu dientri.
Apabila ada yang 2.
tidak lengkap akan
dikembalikan,
lalu
akan dicek kembali
kodingnya setelahnya
208
Berkas
masuk
sudah dipisahkan
rawat inap dan
rawat jalan.
Berkas diberikan
kode
tindakan
dan penyakit oleh
koder lalu dientri
dan
grouping
Telaah dokumen
sistem INA-CBGs dan
surat edaran kemenkes
tentang
pengkodean.
surat
edaran
nomor
hk.03.03/menkes/63/2016
tentang
pedoman
penyelesaian
permasalahan klaim INACBG
dalam
penyelenggaraan jaminan
kesehatan nasional.
-
Kesimpulam
INA-CBGs dan Surat
edaran kemenkes saja.
Sejauh ini masih sesuai
dengan kedua kebijakan
tersebut terutama tekait
pengkodean.
-
Berkas klaim yang masuk
ke unit rekam medis
sudah
disusun
berdasarkan tanggal dan
dipisahkan antara berkas
klaim pasine rawat jalan
dengan
rawat
inap.
Petugas akan melakukan
pengecekan kelengkapan
Karna tidak ada SOP
membuat
kebingungan
terkait tanggung jawab
dan tugas mereka. Selain
itu berkaitan dengan
acuan pengkodean belum
ada
acuan
atau
standarisasi karena pihak
rumah sakit dan pihak
BPJS
kesehatan
memegang acuan yang
berbeda dan kadang
isinya pun bertentangan.
Pertanyaan
PAK1
Konfirmasi
berupa
diagnosa
yang
dikonfirmasikan
ke
DPJP sedangkan revisi
berhubungan
dengan
salah SEP dan tanggal.
PAK2
diklaimkan
ke
verifikator
dalam
bentuk
txt
dari
aplikasi INA-CBGS
beserta berkasnya.
Observasi
atau final
3. Merubah
data
klaim yang final
menjadi bentuk
txt
4. Menurunkan
berkas
klaim
yang sudah di
final
ke
verifikator
Telaah dokumen
-
-
Permasalahan seperti Bukan
menghambat Ketidaklengkapan dan
apa
yang
sering tetapi memang sudah jaringan internet.
dihadapi
berkaitan prosesnya ada revisi dan
209
Kesimpulam
terlebih dahulu untuk
memastikan kelengkapan
berkas. Apabila ditemuka
berkas
yang
kurang
lengkap maka berkas
akan dipisahkan dan
dilengkapi
terlebih
dahulu. Apabila berkas
sudah lengkap tahapan
selanjutnya
adalah
pengkodean diagnosa dan
tindakan pada berkas
klaim lalu setelahnya
dilakukan proses entri
data dengan memasukan
nomor
SEP
pasien,
tanggal pelayanan, kode
penyakit dan tindakan
baru
setelahnya
di
grouping atau di final.
Setelah seluruh berkas
klaim sudah di final maka
data akan diubah dalam
bentuk txt yang dapat
diakses oleh verifikator
melalui aplikasi INACBGs. Selain txt petugas
juga akan memberikan
berkas klaim yang sudah
di txt tersbut untuk dicek
kesesuaiannya.
Permasalahan yang ada
pada proses adalah ketika
berkas dinyatakan tidak
Pertanyaan
PAK1
dengan
proses konfirmasi.
administrasi klaim JKN
di unit administrasi
klaim?
PAK2
Observasi
210
Telaah dokumen
Kesimpulam
lengkap maka berkas
harus dikembalikan untuk
dilengkapi dan proses
tersebut memakan waktu
yang lama. Belum lagi
adanya konfirmasi dan
revisi pada berkas yang
sudah di txt.
LAMPIRAN V
Surat Keterangan Penelitian
212
213
Download