BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Ubi Kayu (Manihot

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Ubi Kayu (Manihot esculenta)
Ubi kayu umumnya dikenal dengan nama ubi kayu merupakan komoditi
yang banyak ditanam di Indonesia. Ubi kayu (Manihot esculenta)
mempunyai arti terpenting dibandingkan dengan jenis umbi-umbian yang
lain. Ubi kayu berbentuk seperti silinder yang ujungnya mengecil dengan
diameter rata-rata 2-5 cm dan panjang sekitar 20 – 30 cm. Ubi kayu
biasanya diperdagangkan dalam bentuk masih berkulit. Umbinya memiliki
kulit yang terdiri dari dua lapis yaitu kulit luar dan kulit dalam. Daging ubi
berwarna putih atau kuning. Dibagian tengah daging umbi terdapat suatu
jaringan yang tersusun atas serat. Ubi kayu segar banyak mengandung air
dan pati. Pengeringan umbi-umbian sering dilakukan sebagai usaha
pengawetan (Muchtadi, 1989).
Di Indonesia, ketela pohon menjadi bahan pangan pokok setelah beras
dan jagung. Manfaat daun ketela pohon sebagai bahan sayuran memiliki
protein cukup tinggi, atau untuk keperluan yang lain seperti bahan obatobatan. Kayunya dapat digunakan sebagai pagar kebun atau di desa-desa
sering
digunakan
sebagai
kayu
bakar
untuk
memasak.
Dengan
perkembangan teknologi, ketela pohon dijadikan bahan dasar pada industri
makanan dan bahan baku industri pakan. Selain itu digunakan pula pada
industri obat-obatan (Rukmana, 1997).
Klasifikasi tanaman ketela pohon menurut Rukmana (1997), adalah
sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae atau tumbuh-tumbuhan
Divisi
: Spermatophyta atau tumbuhan berbiji
Sub divisi
: Angiospermae atau berbiji tertutup
Kelas
: Dicotyledoneae atau biji berkeping dua
6
7
Ordo
: Euphorbiales
Famili
: Euphorbiaceae
Genus
: Manihot
Spesies
: Manihot utilissima Pohl.; Manihot esculenta Crantz sin.
Ciri-ciri utama ubi kayu jalaktowo adalah jenis ubi kayu jalaktowo
memiliki warna daging yang putih, dengan diamater kurang lebih 7-10 cm.
Lama waktu panen ubi kayu jalaktowo kurang lebih 8 hingga 12 bulan
setelah tanam. Ubi kayu merupakan tanaman tipikal daerah tropis. Iklim
panas dan lembab dibutuhkan untuk pertumbuhannya sehingga tanaman ini
tidak dapat tumbuh pada suhu kurang dari 10oC. Suhu optimum
pertumbuhan sekitar 25-27oC dan tumbuh baik pada ketinggian 1500 m atau
lebih. Curah hujan yang diperlukan rata-rata 500-5000 mm per tahun. Ubi
kayu dapat tumbuh pada tanah berpasir hingga tanah liat, maupun pada
tanah yang rendah kesuburannya (Grace, 1977).
Komposisi kimia ubi kayu hampir sama dengan komposisi umbi-umbian
lain didaerah tropis. Komposisi tersebut dapat dipengaruhi oleh varietas
tanaman, tanah, umur, iklim (Misgiyarta, 2009). Ubi kayu mengandung pati
yang sangat tinggi. Kandungan pati sangat dipengaruhi oleh umur ubi kayu.
Semakin tua umur ubi kayu maka kandungan patinya semakin besar (Ainuri,
1992). Pati ubi kayu merupakan granula berwarna putih, berukuran 5-35
mikron, yang disintesa dari tanaman melalui polimerissasi dari sejumlah
besar glukosa dan tersedianya sebagai persediaan makanan selama masa
pertumbuhan. Pati merupakan polimer glukosa yang
saling mengikat
melalui ikatan oksigen pada rantai 1,4-glikosidik pada rantai lurus dan 1,6
pada rantai cabang (Meyer, 1973).
Ubi kayu memiliki sifat atau karakter sebagai berikut: mengandung air
(65%), kadar pati (34,6%), serta sianida (HCN). Secara umum ubi kayu
dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu ubi kayu manis yang tidak beracun
dan ubi kayu pahit yang beracun. Zat yang bersifat racun pada ubi kayu
adalah HCN (asam sianida). Menurut Sosrosoedirjo dan Samad (1983),
8
berdasarkan kadar HCN, ubi kayu dapat dibedakan menjadi empat golongan
yaitu:
a.
Ubi kayu yang tidak berbahaya dengan kadar kurang dari 50 mg
HCN tiap kg ubi kayu (Contoh: Adira 1, Gading).
b.
Ubi kayu yang agak beracun dengan kadar 50 – 80 mg HCN tiap
kg ubi kayu segar (Contoh: Adira IV).
c.
Ubi kayu yang beracun dengan kadar 80 – 100 mg HCN tiap kg
ubi kayu segar.
d.
Ubi kayu yang sangat beracun dengan kadar lebih dari 100 mg
HCN tiap kg ubi kayi segar (Contoh: Pengkang, Pucuk Biru, Muara).
Tanaman ubi kayu menjadi perhatian utama sebagai sumber karbohidrat
selain beras karena budidayanya sederhana dan biaya pengusahaannya relatif
lebih murah dibandingkan tanaman lain. Selain itu ubi kayu mempunyai
tingkat produksi yang tinggi dengan biaya produksi yang rendah
(Muljoharjo, 1981). Ubi kayu lebih baik dipanen pada saat kadar air
mencapai 50 – 80 persen. Diatas kadar air tersebut kurang menguntungkan,
karena ubi yang didapat banyak mengandung air dan kadar patinya rendah.
Pemanenan di bawah kadar air 50 persen menghasilkan umbi yang keras
karena umbi menjadi berkayu sehingga banyak mengandung serat
(Wahyuningsih, 1990).
Ubi kayu merupakan salah satu jenis umbi-umbian yang mempunyai
pola hubungan antara tingkat ketuaan, kekerasan dan kandungan pati. Hal
ini sesuai dengan Abbot dan Harker (2001) dan Wills et al (2005) yang
menyatakan bahwa pada umumnya dengan bertambahnya tingkat ketuaan
umbi-umbian akan semakin keras teksturnya karena kandungan pati yang
semakin meningkat, akan tetapi apabila terlalu tua kandungan seratnya
bertambah sedangkan kandungan pati menurun. Waktu panen ubi kayu
berkisar antara 9 – 12 bulan (Kartasapoetra, 1994).
9
2. MOCAF (Modified Cassava Flour)
Mocaf adalah tepung dari ubi kayu yang diproduksi dengan prinsip
memodifikasi sel ubi kayu melalui fermentasi bakteri asam laktat (BAL).
Mocaf adalah singkatan dari Modified Cassava Flour yang berarti tepung
ubi kayu yang dimodifikasi. Cara lain pembuatan mocaf adalah dengan cara
memendam sawut ubi kayu dengan penambahan enzim tertentu (Subagio,
2009).
Secara
umum
penimbangan,
proses
pengupasan,
pembuatan
mocaf
pemotongan,
meliputi
perendaman
tahap-tahap
(fermentasi),
pengeringan dan penepungan. Karakteristik mocaf dipengaruhi oleh jenis
kultur dan lama fermentasi ubi kayu (Amanu, 2014). Ubi kayu mengandung
senyawa sianogenik yang terdiri dari linamarin dan lotaustralin dengan
perbandingan 10 : 1 (dimana senyawa ini dapat berubah menjadi sianida
yang sangat beracun). Sedangkan Lotaustralin memiliki jumlah yang lebih
sedikit apabila dibandingkan denga linamarin. Perbandingannya berkisar
antara 3-7% lotustralin berbanding dengan 93-97% linamarin. Linamarin
dan lotaustralin larut dalam air dan dapat hancur oleh panas diatas suhu
1500C (Nambisan, 1999). Oleh karena itu perlu dilakukan proses pencucian
dengan air mengalir untuk menghilangkan kandungan sianogenik pada ubi
kayu.
Mocaf dapat digolongkan sebagai produk edible cassava flour
berdasarkan Codex Standard, Codex Stan 176 – 1989 (Rev. 1 – 1995).
Walaupun dari komposisi kimianya tidak terlalu jauh berbeda, mocaf
mempunyai karakteristik fisik dan organoleptik yang spesifik jika
dibandingkan dengan tepung ubikayu pada umumnya (Subagio, 2009). Ciri
khas dari mocaf berupa tepung yang citarasa ubi kayu telah hilang. Tetapi
yang istimewa pada mocaf yaitu tidak mengandung gluten sehingga aman
untuk penderita autism (Duryatmo, 2009).
Perbandingan komposisi kimia mocaf dan tepung ubi kayu dapat dilihat
pada Tabel 2.1. Mocaf memiliki karakteristik fisik dan organoleptik yang
spesifik jika dibandingkan dengan tepung ubi kayu pada umumnya.
10
Kandungan protein mocaf lebih rendah apabila dibandingkan dengan tepung
ubi kayu, dimana senyawa ini dapat menyebabkan warna coklat ketika
pengeringan atau pemanasan. Dampaknya adalah warna mocaf yang
dihasilkan lebih putih jika dibandingkan dengan warna tepung ubi kayu
biasa.
Tabel 2.1 Perbedaan Komposisi Kimia MOCAF dengan Tepung Ubi kayu
No
1
2
3
4
5
6
7
Parameter
Mocaf
Kadar air (%) Max
13
Kadar protein (%) Max
1,0
Kadar abu (%) Max
0,2
Kadar pati (%)
87
Kadar serat (%)
3,4
Kadar lemak (%)
0,8
Kadar HCN (mg/kg)
Tidak terdeteksi
Sumber: Codex Stan 176-1989
Tepung Ubi kayu
13
1,2
0,2
85
4,2
0,8
Tidak terdeteksi
Tabel 2.2 Perbedaan Sifat Fisik MOCAF dengan Tepung Ubi kayu
No
1
2
3
4
Parameter
Mocaf
Besar Butiran (mesh)
Max 80
Derajat Keputihan
88 - 91
Kekentalan (mPa.s) 52 – 55 (2% pasta panas)
Kekentalan (mPa.s)
75 – 77 (2% pasta
dingin)
Sumber: Codex Stan 176-1989
Tepung Ubi kayu
Max 80
85 – 87
20 – 40 (2% pasta panas)
30 – 50 (2% pasta dingin)
Untuk perbandingan sifat organoleptik mocaf dan tepung ubi kayu
tercantum dalam Tabel 2.3.Mocaf menghasilkan aroma dan cita rasa khas
yang dapat menutupi citarasa dan aroma ubi kayu yang cenderung tidak
menyenangkan konsumen apabila bahan diolah. Hal ini diakibatkan oleh
hidrolisis granula pati yang menghasilkan monosakarida sebagai bahan baku
penghasil asam-asam organik, terutama asam laktat yang akan terimbibisi
dalam bahan.
11
Tabel 2.3 Perbedaan Sifat Organoleptik MOCAF dengan Tepung Ubi kayu
No
1
2
3
Parameter
Mocaf
Warna
Putih
Aroma
Netral
Rasa
Netral
Sumber: Codex Stan 176-1989
Tepung Ubi kayu
Putih agak kecoklatan
Kesan ubi kayu
Kesan ubi kayu
Menurut Wahyuningsih (2009) ada beberapa hal yang harus diperhatikan
agar dihasilkan mocaf dengan mutu baik, antara lain sebagai berikut:
a. Bahan Baku:
1. Varietas ubi kayu mempengaruhi karakteristik mocaf yang dihasilkan,
dimana berbeda varietas akan berbeda cara fermentasi dan aplikasinya,
misalkan untuk varietas mentega sangat baik untuk kue dan biskuit.
2. Umur ubi yang digunakan sebaiknya berumur sedang (jika terlalu tua
serat banyak dan jika terlalu muda rendemen akan kurang).
3. Mutu baik, tidak bogel atau bercak-bercak hitam (tanda disimpan
sudah lama)
b. Selama penelitian, hindari dari kontaminasi dengan kotoran agar hasil
bisa putih dan bersih.
c. Fermentasi harus berjalan sempurnya, waktu fermentasi menjadi
sangat penting secara teknis maupun ekonomis. Lama fermentasi tergantung
dari tipe produk yang dikehendaki.
d. Jika menggunakan alat pengering. Suhu pengeringan tidak boleh
terlalu tinggi agar pati tidak mengalami gelantinisasi dan tidak terlalu rendah
yang menyebabkan tumbuhnya jamur selama pengeringan (± 50oC).
e. Pengayakan semakin kecil semakin baik, tetapi jumlah sortiran juga
akan semakin besar.
Apabila dibandingkan dengan pati tapioka, viskositas mocaf lebih
rendah. Hal ini disebabkan karena pada tapioka komponen pati mencakup
hampir seluruh bahan kering, sedangkan pada mocaf komponen selain pati
masih dalam jumlah yang signifikan. Namun apabila lama fermentasi 72 jam
akan didapatkan produk mocaf yang mempunyai viskositas mendekati
tapioka. Hal ini menunjukkan bahwa fermentasi yang lama maka akan
12
semakin banyak sel ubi kayu yang pecah sehingga liberasi granula pati
menjadi sangat ekstensif. Liberasi pati akan memudahkan membentuk
jaringan tiga dimensi antar komponen, sehingga mendorong timbulnya
konsistensi yang lebih baik dari produk. Liberasi pati ini juga meningkatkan
kemampuan mengikat air dan mendorong kemudahan terdispersinya butirbutir tepung pada sistem pangan (Wahyuningsih, 2009).
Aminudin, dkk. (2010), telah mencoba membuat mocaf dengan bakteri
asal laktat berupa Lactobacilus achidophillus FNCC 0051 dan Lactobacillus
plantarum FNCC 0125, hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa inokulasi
dengan L. Plantarum sebanyak 106 cfu/ml dihasilkan mocaf terbaik dengan
keasaman berupa asam laktat 0,29%. Mocaf tersebut berwarna putih, sifat
pengembangan sebesar 6,8 ml/g atau 99,31%; viskositas puncak 6,95 dP
(85oC) dan balik 11,17 dP (27oC) lebih tinggi daripada tepung ubi kayu yang
tidak difermentasi. Konsistensi gel yang dihasilkan pun sangat tinggi.
Semakin lama fermentasi, maka viskositas pasta panas dan dingin akan
semakin meningkat. Hal ini disebabkan selama fermentasi mikrobia akan
mendegradasi dinding sel yang menyebabkan pati dalam sel akan keluar
(Subagio, 2009).
13
Tabel 2.4 Syarat Mutu Mocaf Menurut SNI
No
1
1.1
1.2
1.3
2
3
4
4.1
4.2
5
6
7
8
9
10
11
12
12.1
12.2
12.3
12.4
13
14
14.1
Kriteria Uji
Keadaan
Bentuk
Bau
Warna
Benda-benda asing
Serangga dalam semua bentuk
stadia dan potongan-potongannya
yang tampak
Kehalusan
Lolos ayakan 100 mesh
Lolos ayakan 80 mesh
Kadar air
Abu
Serat Kasar
Derajat putih (MgO = 100)
Belerangdioksida (SO2)
Derajat asam
Satuan
Persyaratan
-
Serbuk halus
Normal
Putih
Tidak ada
Tidak ada
%b/b
%b/b
%b/b
%b/b
%b/b
%b/b
ml
NaOH 1
N/100
g/mg/kg
mg/kg
Min. 90
100
Maks. 13
Maks. 1,5
Maks. 2,0
Min. 87
Negatif
Maks. 4,0
HCN
Cemaran logam
Cadmium (Cd)
mg/g
Timbal (Pb)
mg/g
Timah (Sn)
mg/g
Merkuri
mg/g
Cemara Arsen (As)
mg/g
Cemaran Mikroba
Angka Lempeng Total (35oC, 48 Koloni/g
jam)
14.2 Escherichia coli
APM/g
14.3 Bacillus cereus
Koloni/g
14.4 Kapang
Koloni/g
Sumber: SNI 7622-2011
Maks. 10
Maks. 0,2
Maks. 0,3
Maks. 40,0
Maks. 0.05
Maks. 0,5
Maks. 1 x 106
Maks. 10
< 1 x 104
Maks. 1 x 104
14
3. Fermentasi
Fermentasi adalah perubahan kimia dalam bahan pangan yang
disebabkan oleh enzim. Enzim yang berperan dapat dihasilkan oleh
mikroorganisme atau telah ada dalam bahan pangan tersebut (Buckle et al.,
2007). Fermentasi merupakan istilah umum yang menunjukkan degradasi
glukosa atau bahan organik secara anaerob (Lehninger, 1982).
Produk pangan fermentasi dihasilkan dengan melibatkan aktivitas
mikroba dalam produksinya. Selama fermentasi terjadi aktivitas pemecahan
komponen pangan karena aktivitas enzimatis mikroba terutama enzim
amilase, protease dan lipase yang menghidrolisis polisakarida, protein dan
lemak menjadi komponen-komponen sederhana seperti asam, alkohol,
karbondioksida, peptide, asam amino, asam lemak dan komponenkomponen lainnya. Secara bersama-sama komponen-komponen tersebut
menyebabkan modifikasi tekstur, aroma dan rasa sehingga dihasilkan
karakteristik produk yang unik dan berbeda dengan produk asalnya
(Syamsir, 2010).
Proses fermentasi ini dapat dijelaskan dari beberapa faktor; (a) Sebagai
bakteri yang bersifat fakultatif anaerob BAL dapat membangun proses
fermentasi, dimana oksigen masih terdapat pada media, dengan laju
pertumbuhan BAL yang cepat dengan banyak terdapatnya gula-gula yang
dapat difermentasi (sukrosa, glukosa, dan fruktosa), fermentasi tersebut
dapat mendukung tumbuhnya flora lainnya; (b) BAL memproduksi sejumlah
besar asam laktat sehingga menurunkan pH dengan cepat sekitar pH 4.5,
dengan demikian lingkungan pertumbuhannya menjadi bersifat selektif
terhadap mikroorganisme yang tidak bersifat toleran terhaap asam
(Loebis, 2012).
Terdapat dua macam fermentasi, yaitu fermentasi spontan (alami) dan
fermentasi tidak spontan. Fermentasi spontan adalah fermentasi yang
berjalan secara alami tanpa adanya penambahan starter. Sedangkan
fermentasi tidak spontan adalah fermentasi yang berlangsung dengan
penambahan starter atau ragi. Kekurangan dari fermentasi spontan adalah
15
memerlukan waktu yang lama dan dan resiko gagal yang tinggi. Gagalnya
fermentasi dapat menyebabkan hasil jadi busuk dan atau tumbuhnya
mikrobia pathogen dan beresiko terhadap kesehatan (Huch et al, 2008).
Dengan adanya penambahan starter pada media fermentasi membuat proses
fermentasi menjadi lebih terkontrol daripada fermentasi alami (Giraud et al,
1994). Proses fermentasi dalam pembuatan tepung modifikasi ubi kayu
bertujuan untuk meningatkan nilai gizi dan memperbaiki sifat fisikokimia
yang terkandung di dalam tepung modifikasi ubi kayu (Darmawan dkk,
2013).
Fermentasi ubi kayu melalui proses perendaman (retting) dapat
mereduksi toksin cyanogen yang terdapat secara indigenus pada berbagai
konsentrasi (300 hingga 500 ppm), dan meningkatkan palatibilitas umbi
tersebut untuk proses lebih jauh. Dengan proses fermentasi, umbi menjadi
lunak, cyanigenik glikosida indigenus (linamarin dan lotaustralin) akan
terdegradasi (Ayarnor, 1985), dan akan terbangun karakteristik flavor
(Ampe et al dan Oyewole, 1990).
Menurut Tester dan Karkalas (1996) dalam Nur Richana dan Suarni
(2010) pada proses gelantinisasi terjadi pengrusakan ikatan hidrogen
intramolekuler.
Ikatan
hidrogen
berperan
mempertahankan
struktur
integritas granula. Terdapat gugus hidroksil bebas akan menyerap air,
sehingga terjadi pembengkakan granula pati. Dengan demikian, semakin
banyak jumlah gugus hidroksil dari molekul pati semakin tinggi
kemampuannya menyerap air.
4. Bakteri Asam Laktat
Bakteri asam laktat (BAL) adalah kelompok bakteri gram positif yang
tidak membentuk spora dan dapat memfermentasikan karbohidrat untuk
menghasilkan asam laktat (Frazier, 1998). Dalam pengolahan pangan BAL
dapat melindungi dari pencemaran bakteri patogen, meningkatkan nutrisi,
dan berpotensi memberikan dampak positif bagi kesehatan manusia. Bakteri
asam laktat adalah kelompok bakteri yang mampu mengubah karbohidrat
16
(glukosa) menjadi asam laktat. Efek bakterisidal dari asam laktat berkaitan
dengan penurunan pH lingkungan menjadi 3 sampai 4,5 sehingga
pertumbuhan bakteri lain termasuk bakteri pembusuk akan terhambat (Amin
dan Leksono, 2001).
Hampir semua BAL hanya memperoleh energi dari metabolisme gula
sehingga habitat pertumbuhannya hanya terbatas pada lingkungan yang
menyediakan cukup gula atau bisa disebut dengan lingkungan yang kaya
nutrisi. Kemampuan mereka untuk menghasilkan senyawa (biosintesis) juga
terbatas dan kebutuhan nutrisi kompleks BAL meliputi asam amino,
vitamin, purin dan pirimidin (Fardiaz, 1992).
Bakteri asam laktat menghasilkan sejumlah besar asam laktat sebagai
hasil akhir dari metabolisme gula (karbohidrat). Asam laktat yang dihasilkan
akan menurunan nilai pH dan menimbulkan rasa asam. Keadaan ini juga
dapat mengambat pertumbuhan beberapa jenis mikroorganisme lainnya
(Buckle, 1985). Bakteri asam laktat dikelompokkan ke dalam dua golongan
yaitu homofermentatif dan heterofermentatif. Golongan homofermentatif
mampu memfermentasi gula menghasilkan sebagian besar asam laktat
(>85%) dan menghasilkan sejumlah kecil asam asetat, CO2 dan zat-zat
volatile. Sedangkan golongan heterofermentatif hanya mampu menghasilkan
asam laktat kurang dari 50% dan sejumlah besar asam asetat, etanol,
gliserol, manito dan CO2 (Sneath, 1984).
Keuntungan penggunaan bakteri asam laktat untuk industri adalah
sifatnya yang non patogenik, tidak membentuk toksin, mikroaerofilik, dan
aerotoleran sehingga membutuhkan proses fermentasi yang sederhana, dapat
tumbuh dengan cepat, dapat memfermentasi berbagai jenis substrat yang
murah,
dan
pertumbuhannya
mampu
mencegah
pembusukan
dan
kontaminasi oleh mikroba lain, serta dapat memproduksi bakteriosin
(De Vuyst dan Vandamme, 1994).
Bakteri asam laktat disebut food grade microorganism atau dikenal
sebagai organisme yang Generally Recognized As Save (GRAS) yaitu
mikroorganisme yang tidak beresiko terhadap kesehatan bahkan beberapa
17
jenis bakteri tersebut berguna bagi kesehatan. Bakteri asam laktat (BAL)
bermanfaat untuk peningkatan kualitas higiene dan keamanan pangan
melalui penghambatan secara alami terhadap flora berbahaya bersifat
pathogen. bakteri asam laktat dapat berfungsi sebagai pengawet makanan
karena mampu memproduksi asam organik, menurunkan pH lingkungannya
dan mensekresikan senyawa yang mampu menghambat mikroorganisme
pathogen seperti H2O2, diasetil, CO2, asetaldehid, d-isomer asam amino dan
bakteriosin (Kusmiati, 2002).
Bakteri asam laktat akan menghasilkan enzim pektinolitik dan selulolitik
yang dapat menghancurkan dinding sel ubi kayu sehingga terjadi liberasi
granula pati. Proses liberasi ini akan menyebabkan perubahan karakteristik
dari tepung yang dihasilkan berupa naiknya viskositas, kemampuan gelasi,
daya rehidrasi, dan kemudahan melarut (Subagio, 2008). Selanjutnya
granula pati tersebut mengalami hidrolisis yang menghasilkan monosakarida
sebagai bahan baku untuk menghasilkan asam-asam organik terutama asam
laktat yang akan terimbibisi (terperangkap) dalam bahan dan ketika bahan
tersebut diolah akan dapat menghasilkan aroma dan cita rasa yang khas yang
dapat menutupi aroma dan cita rasa yang khas yang dapat menutupi aroma
dan citarasa ubi kayu yang cenderung tidak disukai konsumen. Aroma alami
ubi kayu hampir hilang sehingga terjadi peningkatan dalam penerimaan
sensorinya (Loebis, 2012).
Mekanisme fermentasi asam laktat dapat dianggap berlangsung dari
glukosa melalui pembentukan asam piruvat menjadi asam laktat. Berikut
merupakan fermentasi asam laktat:
Reaksinya: C6H12O6
2C2H5OCOOH + Energi
energi
Prosesnya:
1. Glukosa
asam piruvat (proes Glikolisis)
energi
C6H12O6
2C2H3OCOOH + Energi
2. Dehodrohenasi asam piruvat akan membentuk asam laktat
2 C2H3OCOOH + 2 NADH2
C2H5OCOOH + 2 NAD
Piruvat
Dehidrogenasi
18
Energi yang terbentuk dari glikolisis hingga terbentuk asam laktat:
8 ATP – 2 NADH2 = 8-2 (3 ATP) = 2 ATP (Poedjiadi, 1994)
5. Lactococcus lactis
Lactococcus lactis termasuk genus Streptococcus,
grup Lactic
Streptococci dan famili Streptococcaceae (Schleifer, 1986). L. lactis
merupakan bakteri asam laktat homofermetatif, bersifat gram positif, katalase
negatif, berbentuk kokus atau bulat yang hidup secara berpasangan
membentuk rantai pendek atau panjang (Frazier dan Westoff, 1978).
Diameternya kurang dari 2µm (Pelczar dan Chan, 1988).
Spesies ini tidak dapat hidup pada pH 9,2 dan 9,6; konsentrasi NaCl 4%;
suhu 39,5oC dan 40oC; tidak dapat hidup pada kondisi suhu 60oC selama 30
menit; tidak memproduksi NH3 dari arginin; dapat tumbuh pada suhu 10oC;
tidak memproduksi asetoin/diasetil serta termasuk grup N serologis (Sharpe,
1979). Bakteri ini tahan terhadap konsentrasi garam tidak lebih dari 2-4% dan
kebutuhan nutrisi bakteri ini kompleks dengan suhu optimumnya sekitar
37oC. Boonme et al. (2003) mengatakan bahwa Lactococcus lactis dapat
tumbuh dan menghasilkan asam laktat secara optimim pada suhu 30oC
dengan pH 6,5.
L. lactis mempunyai habitat hidup pada susu dan produk susu. L. lactis
menghasilkan
bakteriosin
nisin.
Nisin
merupakan
bakteriosin
yang
mempunyai spektrum luas yaitu memiliki daya antimikroba terhadap berbagai
jenis
mikroorganisme
seperti
Bacillus,
Clostridium,
Streptococcus,
Staphylococcus, Lactococcus, dan Micrococcus (Marugg, 1991). Penelitian
Rekapermana (1995) menunjukkan bahwa L. lactis menghasilkan bakteriosin
dan hidrogen peroksida yang mampu menekan pertumbuhan P. Flourescens
dan Alcaligenes.
Lactococcus lactis
bersifat hormofermentatif yang sebagian besar
hasilnya merupakan asam laktat. Glukosa dioksidasi menjadi piruvat melalui
jalur Embden-Meyerhof-Parnas (EMP), selanjutanya piruvat direduksi
19
menjadi asam laktat oleh enzim lakltat dehidrogenase menggunakan
kelebihan NADH (Page, 1989).
B. Kerangka Berpikir
Ubi kayu merupakan salah satu sumber daya alam yang melimpah di
Indonesia. Hal ini dapat diketahui dari angka tetap (ATAP) BPS tahun 2013
mencapai 23,93 juta ton diperkirakan pada tahun 2014 berdasarkan angka
ramalan (Aram) I BPS 2014 produksi tersebut meningkat menjadi 26,4 juta ton
atau naik sebesar 10,38%. Pemanfaatan ubi kayu untuk menaikkan nilai
ekonomisnya akhir-akhir ini dinilai masih kurang. Ubi kayu dapat dijadikan
tepung dan digunakan sebagai pensubtitusi tepung gandum dalam pembuatan
produk pangan. Akan tetapi tepung ubi kayu memiliki beberapa kelemahan
yaitu warna kurang putih, viskositas rendah, daya rehidrasi rendah dan aroma
ubi kayu yang sangat khas, hal inilah yang membuat tepung ubi kayu kurang
diminati. Sehingga dikembangkan tepung ubi kayu yang diolah dengan
menggunakan teknologi fermentasi terlebih dahulu, yang hasilnya dikenal
dengan nama mocaf (Modified Cassava Flour).
Mocaf (Modified cassava flour) merupakan produk tepung dari ubi kayu
yang diproses menggunakan prinsip memodifikasi sel ubi kayu secara
fermentasi. Mikroba yang tumbuh menyebabkan perubahan karakteristik dari
tepung yang dihasilkan, berupa naiknya viskositas, kemampuan gelasi, daya
rehidrasi, dan kemudahan larut. Secara umum proses pembuatan mocaf
meliputi tahap-tahap penimbangan, pengupasan, pemotongan, perendaman
(fermentasi), pengeringan dan penepungan. Konsentrasi starter dan lama
fermentasi diduga memberikan pengaruh terhadap sifat fisik-kimia mocaf yang
dihasilkan meliputi warna (derajat putih), viskositas, daya serap air, kadar pati,
derajat keasaman, kadar asam total dan total padatan terlarut.
Bahan yang digunakan adalah ubi kayu varietas Jaraktowo yang
diperoleh dari Pasar Tawangmangu dan starter yang digunakan adalah
Lactococcus lactis. Secara lebih jelas kerangka berpikir penelitian ini dapat
dilihat pada Gambar 2.1.
20
Kebutuhan tepung terigu
meningkat
Adanya inovasi tepung Ubikayu
Umumnya digunakan sebagai
pakan ternak dan bahan baku
pembuatan gaplek.
Karakteristik tepung ubi kayu
tanpa modifikasi tidak menarik
dan nilai ekonomi kurang.
- Viskositas rendah
- Warna tepung kurang putih
- Rasa ubi kayu masih khas
Perlu adanya modifikasi agar
didapatkan karakteristik yang
diinginkan
MOCAF (Modified Cassava
Flour)
Dapat menambah nilai
ekonomis tepung ubikayu dan
memperbaiki mutu mocaf
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir Penelitian
C. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah:
Adanya pengaruh lama waktu fermentasi dan konsentrasi starter
bakteri Lactococcus lactis FNCC 0086 terhadap sifat fisik dan kimia mocaf.
Download