KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN SEKRETARIAT JENDERAL Gedung Manggala Wanabakti, Blok 1 Lantai 1 Jalan Gatot Subroto, Jakarta 10270 Telepon : 021-5705099, 5730118-9 Faximile 5710484 SIARAN PERS Nomor : SP. 139/HUMAS/PP/HMS.3/07/2017 Perusahaan Perkebunan Sawit Wajib Pulihkan Fungsi Lindung Ekosistem Gambut Jakarta, Biro Humas Kementerian LHK, Rabu, 19 Juli 2017. Perusahaan perkebunan yang berlokasi di wilayah Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) Ekosistem Gambut, diwajibkan untuk memulihkan kawasan Fungsi Lindung Ekosistem Gambut (FLEG), sesuai amanat Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 jo. Nomor 57 Tahun 2016, tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut. Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), MR Karliansyah pada Pembekalan Teknis Pelaksanaan Peraturan Menteri LHK Nomor. P.14, P.15, dan P.16 Tahun 2017 bagi perusahaan perkebunan sawit di Jakarta (17/07/2017). Berdasarkan hasil inventarisasi KHG Nasional KLHK tahun 2017, terdapat total 865 KHG dengan luas 24.667.804 Ha, yang terdiri dari 12.398.482 Ha fungsi lindung dan 12.269.312 Ha fungsi budidaya. KHG ini tersebar di Sumatera sebanyak 207, 190 di Kalimantan, tiga di Sulawesi, dan 465 di Papua. Setiap KHG ditetapkan 30 persen sebagai FLEG, yang salah satu tujuannya untuk keperluan keseimbangan neraca air. Dalam acara yang dihadiri 229 perusahaan ini, Karliansyah menyampaikan bahwa perusahaan dapat melakukan kegiatan sesuai peraturan yang berlaku, yaitu di wilayah Ekosistem Gambut fungsi budidaya, dengan tetap menjaga ketinggian muka air tanah mencapai kurang dari 0,4 m di bawah permukaan gambut. “Perusahaan yang berada di wilayah FLEG agar membuat tata kelola air, dengan sistem pengelolaan air dan bangunan air guna pemulihan Ekosistem Gambut, yang harus terbangun pada 6 (enam) bulan pertama”, ujar Karliansyah. Karliansyah menyampaikan perbaikan tata kelola air tanah tersebut harus terlihat dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak dibangunnya bangunan air. Bagi perusahaan yang berada di wilayah FLEG, pemerintah memberikan waktu untuk mengusahakannya sampai dengan sisa daur tanaman, dan dilanjutkan pemulihan, sedangkan untuk Ekosistem Gambut dengan fungsi budidaya dapat diusahakan sampai dengan masa berlaku izin. Dijelaskan Karliansyah, upaya pemulihan dilakukan dengan cara merestorasi fungsi hidrologis dan revegetasi dengan tanaman endemik. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) dan ayat (3) PP 71/2014 jo. PP 57/2016, setiap orang dilarang membuka lahan di Ekosistem Gambut dengan fungsi lindung, membuat saluran drainase yang mengakibatkan gambut menjadi kering, membakar lahan gambut, dan/atau melakukan kegiatan lain yang mengakibatkan terlampauinya kriteria baku kerusakan Ekosistem Gambut “Untuk perusahaan yang sudah terlanjur beroperasi pada Ekosistem Gambut dengan fungsi lindung, maka diwajibkan untuk melakukan pemulihan kawasan yang dipakai. Cara pemulihan tersebut bisa melalui suksesi alami, rehabilitasi dengan perubahan vegetasi, dan restorasi dengan tata kelola air”, tutur Karliansyah. Pemulihan fungsi Ekosistem Gambut harus dilakukan paling lama 30 hari sejak diketahuinya kerusakan/kebakaran. “Melalui peraturan dan kebijakan ini, pemerintah tidak bermaksud untuk mematikan kegiatan perusahaan maupun ekonomi masyarakat, melainkan untuk melindungi kawasan lindung gambut agar kembali ke fungsinya”, Karliansyah menegaskan. Sebagai implementasi peraturan pemulihan Ekosistem Gambut, perusahaan yang beroperasi di Ekosistem Gambut dengan fungsi lindung memiliki beberapa kewajiban yaitu : (1) mengukur tinggi muka air tanah di lahan gambut; (2) mengajukan permohonan penetapan titik pemantauan muka air tanah, dengan melampirkan informasi dan peta berdasarkan hasil inventarisasi kepada Dirjen PPKL; (3) melaporkan secara rutin hasil pengukuran tinggi muka air tanah; (4) menaati seluruh peraturan perundangan; (5) melakukan revisi Rencana Kerja dan Usaha (RKU); dokumen rencana usaha, dokumen rencana pengelolaan atau sejenisnya untuk disesuaikan dengan peraturan menteri ini; serta (6) melakukan permohonan perubahan izin lingkungan sebagai akibat adanya peraturan menteri ini. Dalam acara ini juga KLHK menyampaikan Surat Perintah Pemulihan kepada setiap perusahaan, yang dilengkapi dengan Peta Fungsi Ekosistem Gambut, peta kanal, dan peta kebakaran 2015/2016. Selanjutnya, perusahaan diminta segera menyampaikan Dokumen Rencana Pemulihan Ekosistem Gambut, dan menyampaikan usulan titik penaatan tinggi muka air tanah di Ekosistem Gambut kepada KLHK, paling lambat tanggal 4 Agustus 2017. (*) Penanggung jawab berita: Kepala Biro Humas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Djati Witjaksono Hadi - 081375633330 Informasi lebih lanjut : Direktur Pengendalian Kerusakan Gambut, Ditjen PPKL Wahyu Indraningsih - 021 8580110