Islam dinamakan murtad dan ha

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam agama Islam, berpindah keyakinan dari Islam menjadi nonIslam dinamakan murtad dan hal tersebut dilarang . Terdapat dua pendapat
terhadap konsep murtad ini dalam Islam, pendapat yang menyatakan
bahwa tidak ada paksaan dalam Islam untuk memeluk agama sehingga
tidak perlu adanya penghukuman terhadap orang yang berpindah agama
dan pendapat lain yang menyatakan murtad berarti mengingkari Allah
SWT sehingga perlu adanya hukuman bagi yang melakukan pindah agama.
Contoh kasus dari pendapat kedua adalah Mahmoud Toha yang dieksekusi
mati oleh Rejim Al Numairi pada tahun 1985.1
Kasus tersebut
menunjukkan salah satu contoh bahwa kebebasan berpindah agama atau
murtad tidak diakui dalam Islam. Hingga pada akhirnya Organization of
the Islamic Conference (selanjutnya akan disebut sebagai OIC) merasa
perlu adanya pengaturan hak asasi manusia menurut Islam yang tidak
mengakui adanya kebebasan untuk melakukan murtad sebagai bentuk
ketidaksetujuan Pasal 18 Universal Declaration of Human Rights
(selanjutnya akan disebut sebagai UDHR). Kemudian pada 5 Agustus 1990
dibentuklah Cairo Declaration of Human Rights in Islam (selanjutnya akan
1
Al Khanif, 2010, Hukum dan Kebebasan Beragama di Indonesia, LaksBang Mediatama, Yogyakarta, hlm. 175 1 disebut sebagai CDHRI) yang langsung diadopsi oleh OIC dan
ditandatangai oleh 54 negara yang memiliki mayoritas penduduk Muslim
pada tahun yang sama.2
Frase “... freedom to change his religion or belief ...” dalam Pasal 18
UDHR membuat Rajaie-Khorassani, representasi Iran untuk PBB, pada
Tahun 1981 mengatakan UDHR merupakan pengertian sekuler dari tradisi
Yahudi-Kristiani yang tidak dapat diimplementasikan oleh Muslim tanpa
melewati batas Hukum Islam.3 Dari hal-hal tersebut telah jelas bahwa
murtad tidak diakui dalam Islam bahkan seseorang yang berpindah agama
dari Islam ke selain Islam akan mendapat hukuman terlepas hukuman
tersebut didapat di dunia atau di akhirat. Namun, karena kenyataan itulah
aktivis HAM menganggap hak asasi dalam Islam yang diatur dalam
CDHRI bukanlah Hak Asasi Manusia. Felix Strüning megatakan bahwa
dalam CDHRI, semua hak merupakan subjek penyesuaian dengan
Syari’ah, Hukum Islam: Tidak ada kesetaraan antara laki-laki dan
perempuan, tidak ada kesetaraan antara Muslim dan non-Muslim, tidak
ada kebebasan berekspresi, tidak ada kebebasan beragama dan tidak ada
hak untuk mendeklarasikan seseorang keluar dari Islam. Dengan kata lain,
CDHRI merupakan Hukum Islam yang dimodernkan.4 Padahal penetapan
2
Deborah Weiss, “Human Rights vs. Islamic Rights”, http://www.americanthinker.com/articles/2008/12/human_rights_vs_islamic_rights.html pada 8 Januari 2016 3
Europe News, “Human Rights in Islam?”, http://en.europenews.dk/Cairo‐Declaration‐
on‐Human‐Rights‐in‐Islam‐Diverges‐from‐the‐Universal‐Declaration‐of‐Human‐Rights‐in‐key‐
respects‐78272.html pada 8 Januari 2016 4
Felix Strüning, 2013, “Freedom of Religion in the Universal Declaration of Human Rights and in the Cairo Declaration on Human Rights in Islam”, Gustav Stresemann Stiftung e.V., HDIM.NGO/0350/2013/EN, Stresemann Foundation, Berlin 2 kebebasan berpindah agama yang diatur dalam UDHR merupakan suatu
solusi dari peristiwa pembantaian orang-orang Yahudi yang terjadi di
beberapa negara di Eropa.5 Bahkan lebih jauh ada yang mengatakan bahwa
CDHRI telah dikritik atas kegagalannya dalam memenuhi standar Hak
Asasi Manusia Internasional dengan tidak menegakkan nilai fundamental
dalam hal kebebasan mengganti agama.6
Penelitian ini akan membahas topik yang diangkat dengan cara
membandingkan hak untuk berpindah agama yang diatur dalam UDHR
dengan CDHRI dari sudut pandang yang berbeda yaitu dari sudut pandang
Hukum Internasional dengan Hukum Islam. Dengan begitu penulis
berharap kontradiksi antara kedua hukum ini dapat direkonsiliasikan.
Rekonsiliasi hukum merupakan salah satu solusi akomodasi dua
hukum yang berbeda dan saling berkontradiksi. Salah satu penerapannya
bisa dilihat dalam pembentukan Undang-undang Republik Indonesia No. 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan yang mengakomodasi Hukum Islam juga
Hukum Nasional. Ataupun pembentukan UU Kerukunan Umat Beragama
yang merupakan upaya menemukan titik temu di bidang sosial
kemasyarakatan.7 Dalam Hukum Humaniter sendiri ada konsep perlakuan
yang manusiawi terhadap tawanan perang merupakan prinsip humaniter
yang dicantumkan dalam al-Qur’an Surat Al Insan ayat 6-8 seperti
memberikan pakaian dan makanan yang layak bagi tawanan perang,
5
Al Khanif, Op.cit., hlm. 174 Farhad Kazemi, 2002, “Perspective on Islam and Civil Society”, Islamic Political Ethics: Civil Society, Pluralism, and Conflict. Princeton University Press, Princeton, hlm. 51 7
Adian Husaini, 2005, Wajah Peradaban Barat dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekuler‐
Liberal, Gema Insani, Jakarta, hlm. 392 6
3 peraturan itu juga dapat dilihat secara implisit pada artikel 13-14 Konvensi
Jenewa 1949 ketiga.8
B. RUMUSAN MASALAH
Dengan latar belakang masalah yang telah dipaparkan sebelumnya,
maka muncul pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1.
Bagaimana kompatibilitas kebebasan beragama dalam UDHR dengan
CDHRI?
2.
Apa penyebab timbulnya friksi kebebasan beragama menurut UDHR
dan CDHRI?
3.
Bagaimana peluang rekonsiliasi perbedaan konsep kebebasan
beragama antara UDHR dengan CDHRI?
8
Fajri Matahati Muhammadin, 2016, “Achieving an Honest Reconciliation: Islamic and International Humanitarian Law”, Mimbar Hukum‐Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Vol. 27 No.3, Mimbar Hukum‐Fakultas Hukum Unversitas Gadjah Mada, Sleman, hlm. 586‐587 4 C. TUJUAN PENELITIAN
Diadakannya penelitian untuk mengaji permasalahan ini adalah
bertujuan untuk:
1. Subjektif
Secara subjektif, tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk
memenuhi persyaratan untuk memenuhi penulisan hukum sebagai
salah satu prasyarat kelulusan di Fakultas Hukum UGM
2. Objekif
Secra objektif tujuan dilangsungkannya penelitian ini adalah untuk
mengetahui beberapa hal berikut:
a. Faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan konsep hak kebebasan
beragama dalam UDHR dan CDHRI yang kemudian digunakan
untuk mencari tahu sejauh mana kompatibilitas hak kebebasan
beragama menurut CDHRI dan menurut UDHR,
b. Landasan ontologis dan epistimologis yang menimbulkan friksi
hak kebebasan beragama dalam UDHR dan CDHRI melalui teori
dan studi kasus,
c. Peluang rekonsiliasi hak kebebasan beragama untuk selanjutnya
dapat dijadikan contoh rekonsiliasi peraturan lain yang belum
memiliki titik temu antara CDHRI dan UDHR.
5 D. KEASLIAN PENELITIAN
Untuk melihat keaslian penelitian penulis, maka penulis melakukan
penelusuran kepustakaan di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas
Gadjah Mada dan melalui Internet. Adapun naskah penulisan hukum yang
berada di Perpustakaan Fakultas Hukum UGM tidak ada yang
menyinggung mengenai hak kebebasan beragama dilihat dari perspektif
Hukum Internasional. Bersumber dari penelusuran di internet, penulis
menemukan beberapa penulisan tugas akhir yang memiliki konten serupa
yaitu membahas kebebasan beragama dari perspektif Hukum namun
memiliki perbedaan yang substansial dengan penelitian yang diajukan
penulis. Penelitian-penelitian ini menjadi bahan rujukan bagi penulis ke
dalam penulisan hukum ini. Beberapa penelitian yang serupa namun
memiliki perbedaan substansial, diantaranya:
1.
Thesis (Faculty of Law University of Toronto) yang ditulis Ali
Ahmari-Moghaddam
pada
Tahun
2012
berjudul
“Towards
International Islamic Human Rights: A Comparative Study of Islamic
Law, Shari’ah, with Universal Human Rights as Defined in the
International Bill of Human Rights” membahas perbandingan
mengenai hak apa saja yang diakomodir oleh UDHR dan CDHRI.
Dalam karya Tulis Ilmiahnya, Ali Ahmari-Moghaddam lebih
menitikberatkan edukasi bahwa Hak Asasi Manusia dalam Islam tidak
seburuk seperti yang dipandang pejuang HAM Internasional. Berbeda
dengan penelitian yang akan dilakukan penulis yang lebih berfokus
6 kepada mengapa adanya perbedaan dalam hak kebebasan beragama
dan bagaimana untuk merekonsiliasinya;
2.
Skripsi (Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta) yang ditulis Saefullah pada Tahun 2001 berjudul “Hakhak Warga Negara Dalam Pandangan Universal Declaration of
Human Rights (UDHR) dan The Cairo Declaration of Human Rights
in Islam (CD)” membahas perbandingan mengenai hak-hak warga
negara apa saja yang diakomodir oleh UDHR dan CDHRI. Berbeda
dengan penelitian yang akan dilakukan penulis yang lebih berfokus
kepada mengapa adanya perbedaan dalam hak kebebasan beragama
dan bagaimana untuk merekonsiliasinya;
3.
Tesis (Fakultas Hukum Univeritas Indonesia) yang ditulis Frans
Syogie pada Tahun 2012 berjudul “Hak Kebebasan Beragama dalam
Islam Ditinjau dari Perspektif Perlindungan Negara dan Hak Asasi
Manusia Universal” membahas bahwa dalam CDHRI memiliki
kekurangan berupa tidak dilindunginya hak kebebasan beragama oleh
negara padahal menurutnya negara adalah pihak yang wajib
melakukan perlindungan terhadap kebebasan beragama. Dalam tesis
tersebut, yang digunakan adalah sudut pandang kebebasan beragama
dari sisi UDHR untuk mengkaji validitas CDHRI apabila diterapkan
oleh suatu negara. Substansi tersebut berbeda dengan penelitian
penulis yang melihat masing-masing deklarasi sesuai dengan masingmasing sudut pandang untuk kemudian direkonsiliasikan. Dalam
penulisan hukum ini, penulis akan lebih menekankan pada upaya
7 rekonsiliasi hak kebebasan beragama antara UDHR dan CDHRI
bukan implementasinya pada suatu negara;
4.
Penelitian (dalam Jurnal al-Ahkam) yang ditulis oleh Abdur Rahman
Ibn Smith yang berbicara mengenai perpindahan seseorang dari satu
agama ke agama lain. Penelitian ini berjudul “Rekonstruksi Makna
Murtad dan Implikasi Hukumnya”. Penelitian ini lebih berfokus
membahas mengenai perpindahan agama seseorang dari Islam ke
agama lain yang lebih banyak disebut dengan istilah murtad.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan sudut pandang Hukum
Islam secara keseluruhan dimulai dari pengertian hingga implikasi
hukum dalam hukum Islam. Penelitian tersebut akan sangat berbeda
dengan penelitian yang dilakukan penulis yang tidak dapat dipungkiri
memang akan juga menggali dari sudut pandang Hukum Islam tetapi
juga akan menggali permasalahan timbulnya friksi kebebasan
beragama, salah satu diantaranya adalah pembahasan mengenai
murtad, yang dimaksudkan oleh instrumen-instrumen Hukum
Internasional yang menginduk pada UDHR dan CDHRI.
8 E. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat penelitian yang muncul dari penelitian ini terbagi menjadi:
1. Akademis:
a. Menambah wawasan keilmuan peneliti mengenai faktor-faktor
penyebab perbedaan baik secara teoritis maupun melalui kasus hak
kebebasan beragama yang dimaksudkan CDHRI dengan UDHR,
b. Memberikan wawasan keilmuan mengenai peluang rekonsiliasi
dua peraturan yang berbeda yaitu CDHRI dan UDHR dalam hal
hak kebebasan beragama,
2. Praktis
a. Memberikan pemecahan permasalahan sosial masyarakat akibat
perbedaan konsep hak kebebasan beragama,
b. Memberikan solusi baru mengenai rekosiliasi hukum internasional.
9 
Download