SF. Lukfianka Sanjaya Purnama 07/260482/PSP/3148 Kosmopolitanisme Resume Cosmopolitan Global Governance Global governance, meskipun masih diperdebatkan, dapat diartikan sebagai “governance without government.” Makna governance secara harfiah lebih mengacu kepada tindakan untuk mengatur sedangkan government lebih mengacu pada aktor atau pihak atau kekuasaan formal yang melakukan tindakan tersebut. Governance without government dapat bermakna adanya sesuatu atau tujuan bersama yang ingin dicapai tetapi tidak dengan aturan-aturan yang dibuat oleh kekuasaan formal tertentu. Dapat diasumsikan pula bahwa global governance mengambil alih peran regulasi yang dianggap tidak bisa diperankan lagi oleh Negara. Selaras dengan pernyataan tersebut, Thomas Weiss menyatakan global governance sebagai usaha-usaha untuk membawa reaksi-reaksi atau tindakan-tindakan yang lebih tertata dan dapat diandalkan terhadap masalah-masalah politik dan social yang melampaui kapasitas negara dan mengacu pada individu. Tidak diperlukan government karena pada dasarnya manusia memiliki nilainilai yang sudah mereka miliki tanpa adanya kesepakatan atau perjanjian sebelumnya. Nilai-nilai yang lebih bersifat moral demi kebaikan manusia tersebutlah yang dijadikan dasar dalam global governance. Dari sudut pandang cosmopolitan, global governance mengindikasikan adanya tujuan bersama yang bersifat lintas negara dan ditujukan untuk kebaikan individuindividu, bukan negara. Dalam usaha-usaha untuk menacapi tujuan bersama tersebut, langkah-langkah yang diambil bersifat non coercive atau konsensual dan berfokus pada pelembagaan isu-isu yang dihadapi bukan berfokus pada aktor-aktornya. Dengan berfokus pada isu yang dihadapi maka tidak perlu adanya pembedaan atau perhitungan dari setiap aktor berdasarkan cost and benefit (politically driven) tetapi berdasarkan moral (morally driven) sehingga yang dilindungi adalah manusia bukan kepentingan negara. Dengan driving force berupa moral terebut diharapkan munculnya semangat untuk mengatur agar lebih tertib dan dan dapat diandalkan. Lebih tertib karena aktornya tidak memperhitungkan cost dan benefit yang pada 1 akhirnya akan ditujukan untuk kepentingan manusia tetapi hanya kepentingan pribadi, tetapi lebih fokus pada moral yang lebih dapat diandalkan. Selain tujuanya bagi manusia, pelaksanaanya pun perlu memberdayakan semua pihak. Apabila pelaksanaannya hanya dipercayakan atau hanya dapat dilakukan oleh pihak maupun institusi tertentu, dikhawatirkan adanya ketidakmasimalan, keterbatasan-keterbatasan, dan kemungkinan distorsi dari tujuan utama oleh pihak-pihak tertentu. Pemebrdayaan semua pihak agar tahu dan bisa melakukan usaha-usaha untuk mengatsi isu-isu tersebut demi kebaikan bersama maka akan lebih mempermudah, dan memperluas cakupan kinerjanya. Hal lain yang harus diperhatikan dalam global governance adalah berhenti menyeragamkan dunia atau menciptakan standard. Dikhawatirkan dengan adanya penyeragaman atau penciptaan standard tersebut akan menimbulkan konflik-konflik dan pertentangan dan merusak human rights dan nilai-nilai kemanusiaan. Perlu digaris bawahi bahwa global governance bukan berarti harus ada uniformity dalam semua hal, tetapi lebih fokus pada pencapaian tujuan bersama. Upaya penyeragaman dunia telah membuktikan menimbulkan pelanggaran terhadap human rights. Misalnya, peristiwa sejarah saat pertama kali Francisco de Vitoria bertemu dengan masyarakat Indian Amerika yang dianggapnya tidak beradab dan liar karena tidak memiliki budaya yang sama dengan budaya Eropa sehingga dia berbuat kesalahan dengan berusaha memberadabkan atau menyeragamkan mereka agar seperti Eropa. Hal tersebut pada akhirnya mengakibatkan konflik dan juga perusakan nilai-nilai humanitas. Meskipun dalam tahap aplikasi global governance saat masih menunjukan adanya gap antara ideals dan practices, hal tersebut tidak dapat digunakan sebagai justifikasi bahwa global governance tidak efektif. Hal tersebut justru dapat dipandang sebagai kontribusi positif dari global governance. Misalnya adanya nilai-nilai tentang pemberantasan terorisme karena dapat merusak human rights and security, menunjukan bahwa ada pihak-pihak yang memanfaatkannya bukan for the sake of humanity tetapi untuk kepentingan mereka sendiri. Justru dengan adanya global governance tersebut memaksa mereka untuk lebih berhati-hati dalam bertindak dan seaindainya mereka tetap melakukanya mereka harus menjelaskan pada banyak pihak mengenai tindakan tersebut. Tidak menutup kemungkinan pula dapat dilakukan penilaian, permintaan pertanggung jawaban, ataupun perlawanan bersama terhadap pihak-pihak tersebut yang akan lebih sulit tanpa adanya global governance. 2