BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Pengantar Pengelolaan negara yang mengarah kepada penerapan konsep New Public Management (NPM) mengiringi proses reformasi sektor publik di Indonesia. Salah satu hal yang menjadi sorotan konsepsi pengelolaan negara tersebut adalah tentang bagaimana mewujudkan akuntabilitas kinerja yang lebih baik. Sistem pengukuran kinerja memegang peran yang sangat penting dalam hal memastikan bagaimana kinerja personel pemerintah melaksanakan apa yang menjadi tanggung jawab mereka. Penelitian ini menguji bagaimana sistem pengukuran kinerja pada pemerintah pusat dikembangkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji faktor-faktor teknis dan keorganisasian memengaruhi pengembangan sistem pengukuran kinerja Pemerintah Pusat. Kesulitan dalam menentukan indikator kinerja, latar belakang pendidikan dan pelatihan pegawai menjadi faktorfaktor teknis yang menjadi kajian dalam penelitian ini. Sedangkan untuk faktor keorganisasian, penelitian ini menguji budaya organisasi dan kesamaran tujuan dan sasaran organisasi. Bab ini menjelaskan bagaimana dasar pertimbangan peneliti yang kemudian menjadi tertarik untuk melakukan pengkajian empiris pada bidang yang tersebut di atas. Berikut ini disajikan latar belakang penelitian yang kemudian dilanjutkan dengan rumusan masalah dan pertanyaan penelitian. selanjutnya terdapat tujuan penelitian yang sekaligus memberikan gambaran 1 mengapa penelitian penting untuk dilaksanakan. Ditambahkan pula dengan kotribusi penelitian ini terhadap dunia praktik pengembangan sistem pengukuran kinerja pemerintah dan terhadap pengembangan literatur akuntansi. Pada bagian akhir, disajikan sistematika penulisan dari bab ini. 1.2 Latar Belakang Bergulirnya reformasi di Indonesia pada tahun 1998 menyebabkan banyak perubahan sistem kehidupan berbangsa dan bernegara. Arus perubahan tersebut kemudian mengharuskan para penyelenggara negara dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dari yang sebelumnya sarat dengan sistem otoriter yang kurang akuntabel, menuju sistem penyelenggaraan negara yang lebih demokratis dan akuntabel. Berselang tidak beberapa lama setelah pengalihan tampuk kekuasaan pada masa itu, maka dirumuskanlah sejumlah regulasi-regulasi baru sebagai aturan penunjang kinerja para penyelenggara negara. Perubahan sistem penyelenggaraan negara tersebut kemudian memicu meningkatnya tuntutan masyarakat yang menginginkan operasionalisasi dan pertanggungjawaban pengelolaan negara yang lebih baik. Hal tersebut menjadi cikal-bakal terbitnya Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah kemudian didukung dengan terbitnya Keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN) Nomor 239/IX/6/8/2003 tentang Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah ditujukan sebagai jawaban atas keharusan good governance pada semua lini pemerintahan. 2 Tuntutan tersebut mengharuskan dirumuskannya sistem pengukuran dan evaluasi kinerja baik di jajaran pemerintah pusat, maupun pada pemerintah daerah. Untuk jajaran kementerian dan lembaga negara sebagai bagian dari struktur pemerintah pusat, pengukuran kinerjanya diatur secara khusus pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Republik Indonesia Nomor 249 Tahun 2011 tentang Pengukuran dan Evaluasi Kinerja atas Pelaksanaan Rencana Kerja Anggaran Kementerian dan Lembaga (RKA-K/L). Terdapatnya aturan akan sistem pengukuran dan evaluasi kinerja diharapkan dapat membantu para aparat pemerintahan untuk memperbaiki kinerja pemerintah dalam mewujudkan tujuan dan sasaran, efisiensi, dan efektifitas pelayanan publik secara transparan; selain itu juga dapat membantu dalam alokasi sumber daya dan pembuatan keputusan; serta mewujudkan pertanggungjawaban publik dan perbaikan komunikasi kelembagaan (Mardiasmo, 2009). Sistem tersebut akan mengukur dan menilai kinerja pemerintah berdasarkan tingkat kemampuannya dalam memberikan pelayanan publik serta sampai sejauh mana publik merasakan manfaat dari berbagai kebijakan, program, maupun kegiatan-kegiatan yang dijalankan pemerintah (Nurkhamid, 2008). Penerapan sistem penyelenggaraan dengan tingkat akuntabilitas yang tinggi tersebut juga sesuai dengan konsep New Public Management (NPM) yang belakangan ini menjadi filosifi utama karena telah menjadi dasar bergulirnya reformasi sektor publik di berbagai negara. Namun, sebuah penerapan paradigma baru tentunya akan menghadapi berbagai tantangan, terutama pada 3 organisasi sektor publik dengan tingkat kompleksitas yang cukup tinggi. Terkait dengan pengembangan dan penggunaan sistem pengukuran dan evaluasi kinerja di sektor publik, motivasi penerapan konsep NPM belum diketahui secara jelas faktor-faktor dan konteks yang memengaruhinya. De Bruijn (2002) mengungkapkan bahwa praktik–praktik pengukuran kinerja dalam NPM dianggap sebagai gangguan terhadap kebijakan yang selama ini menjadi tanggung jawab profesional para pegawai dan manajer, terutama dalam organisasi publik yang sensitif untuk terdistorsi, seperti bidang pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Spekle dan Verbeeten (2009) juga menemukan bahwa beberapa pimpinan sektor publik, termasuk beberapa dari organisasi yang sensitif terdistorsi menegaskan bahwa mereka sebenarnya cukup antusias terhadap reformasi birokrasi dan menunjukkan bahwa sistem pengukuran kinerja yang baru sebenarnya telah memberikan kontribusi terhadap peningkatan efektivitas, namun kesediaan pemanfaatan konsep NPM dalam hal sistem pengukuran kinerja, akan sangat beresiko apabila tidak ada keinginan dari para personel sebagai pelaksana kegiatan pada organisasi publik, dan bila tidak didukung dari pihak luar seperti masyarakat dan peraturan. Hal tersebutlah yang menjadi sorotan dalam penelitian ini. Berdasarkan pernyataan yang telah ditulis oleh Van Helden (2005) bahwa pengembangan penelitian di sektor publik membutuhkan transformasi. Penelitian ini kemudian hadir sebagai usaha untuk memberikan bukti empiris tentang faktor–faktor penentu dari pengembangan sistem pengukuran dan 4 evaluasi kinerja pada organisasi sektor publik. Dalam penelitian ini, inisiatif para personil perumus yang bertugas merumuskan sistem pengukuran kinerja pada organisasi sektor publik dalam mengembangkan sistem pengukuran kinerja adalah untuk tujuan operasional, mekanisme penetapan insentif dan orientasi eksplorasi. Pengembangan hipotesis untuk melihat faktor-faktor yang memotivasi pengembangan sistem pengukuran kinerja pemerintah dan interpretasi hasil penelitian ini dilihat dari Teori Institusional yang mencoba melihat fenomena isomorphisma (isomorphism), dengan menguji beberapa faktor, baik dari segi faktor teknis seperti kesulitan menentukan indikator kinerja (Cavalluzzo dan Ittner, 2004; Akbar et al, 2012), latar belakang pendidikan (Fontanella, 2012), dan pengaruh pelatihan pegawai (sumber daya manusia) untuk pengembangan indikator kinerja dengan mengharapkan bahwa cukup banyak terdapat inisiatif pengukuran kinerja di sektor publik untuk meningkatkan efektivitas dan akuntabilitas (Nurkhamid, 2008), serta faktor-faktor keorganisasian seperti; budaya organisasi, serta kesamaran tujuan dan sasaran organisasi (Julnes dan Holzer, 2001; Sihaloho dan Halim, 2005). 1.3 Rumusan Masalah Perubahan sistem pengukuran kinerja pemerintah menuju ke arah pewujudan akuntabilitas kinerja dengan pemodelan logika (logic modelling) dalam menjabarkan anggaran untuk kementerian dan lembaga, tergambar dalam PMK 249/2011 tentang Pengukuran dan Evaluasi Kinerja RKA K/L. Namun, dalam pelaksanaannya masih terdapat masalah dalam implementasi 5 sistem pengukuran kinerja karena kemampuan sistem pengukuran kinerja untuk meningkatkan kinerja, transparansi dan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah masih sering diperdebatkan atau dipertanyakan (Nurkhamid, 2008). Permasalahan dapat muncul pada tahap pengembangan sistem pengukuran kinerja maupun pada tahap penggunaan hasil dari implementasi sistem pengukuran kinerja (Sihaloho dan Halim, 2005; Akbar et al., 2012). Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini hadir untuk menguji secara empiris beberapa faktor yang dianggap memengaruhi pengembangan dan implementasi sistem pengukuran dan evaluasi kinerja di sektor publik (Abernethy dan Brownell, 1999; Hansen dan Van der Stede, 2004; Henri, 2006; dan Akbar et al., 2012), seperti kesulitan menentukan indikator kinerja (Cavalluzzo dan Ittner, 2004; Akbar et al, 2012), latar belakang pendidikan (latar belakang pendidikan (Fontanella, 2012), pelatihan pegawai (Nurkhamid, 2008), budaya organisasi, serta kesamaran tujuan dan sasaran organisasi (Julnes dan Holzer, 2001; Sihaloho dan Halim, 2005). Faktor–faktor tersebut diambil dari pertimbangan Teori Institusional karena penelitian ini sekaligus ingin melihat tingkat fenomena isomorphisma dalam lingkup pemerintah pusat di Indonesia. Berdasarkan permasalahan yang terjadi, maka pertanyaan umum yang diajukan dalam penelitian ini adalah "faktor-faktor apakah yang memengaruhi pengembangan sistem pengukuran kinerja pemerintah?" Kemudian secara khusus, penelitian ini dilakukan untuk menjawab: 6 1. Apakah faktor-faktor teknis seperti kesulitan menentukan indikator kinerja, latar belakang pendidikan, dan pelatihan pegawai memengaruhi pengembangan sistem pengukuran kinerja di pemerintah pusat? 2. Apakah faktor-faktor keorganisasian seperti budaya organisasi, kesamaran tujuan dan sasaran organisasi memengaruhi pengembangan sistem pengukuran kinerja di pemerintah pusat? 3. Apakah isomorphisma institusional tercermin dalam proses pengembangan sistem pengukuran kinerja di pemerintah pusat? 1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris pengaruh faktor kesulitan menentukan indikator kinerja, latar belakang pendidikan, pelatihan pegawai, budaya organisasi, serta kesamaran tujuan dan sasaran organisasi terhadap pengembangan sistem pengukuran kinerja kementerian dan lembaga di Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Republik Indonesia. 1.5 Kontribusi Penelitian Kesimpulan dari hasil pengujian yang dilaksanakan melalui penelitian ini diharapkan akan memberikan kontribusi sebagaimana berikut: a. Implikasi teori, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan teori, terutama dalam bidang akuntansi sektor publik. Menambah pengetahuan bagi dunia akademisi akuntansi, khususnya di bidang akuntansi sektor publik tentang ruang lingkup dan 7 faktor–faktor apa saja yang memotivasi pengembangan sistem pengukuran kinerja di lingkungan sektor publik khususnya di pemerintah pusat. b. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi jajaran pegawai atau praktisi di jajaran pemerintahan pusat, khususnya penelitian ini bisa menjadi masukan dan bahan pertimbangan kebijakan bagi para praktisi di Direktorat Jenderal Anggaran dalam mengembangkan dan menggunakan sistem pengukuran kinerja kementerian dan lembaga. 1.6 Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan dalam laporan penelitian ini adalah sebagai berikut: Bab 1 Pendahuluan Bab ini berisi latar belakang penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan yang ingin dicapai, kontribusi yang diharapkan dari penelitian ini, dan sistematika penulisan. Bab 2 Tinjauan Teori dan Hipotesis Pada bagian ini menguraikan dasar tinjauan literatur yang menyajikan teori-teori dan penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan topik penelitian ini yang kemudian dikembangkan menjadi hipotesis-hipotesis penelitian utuk kemudian diuji secara empiris. Bab 3 Metoda Penelitian Bab ini menggambarkan metoda penelitian yang digunakan dalam penelitian, yang meliputi jenis penelitian, jenis dan sumber data, metoda pengumpulan data, serta metoda analisis data. 8 Bab 4 Analisis Data dan Pembahasan Pada bab ini dibahas tentang profil responden dan bagaimana proses pengumpulan data dari para responden tersebut. Bab ini juga menjelaskan bagaimana data diolah, proses-proses pengujian, dan pembahasan atas hasil pengujian tersebut. Bab 5 Penutup Sebagai bab paling akhir, bagian ini menyajikan kesimpulan atas hasil proses pengujian yang telah dilakukan. Selanjutnya terdapat pula keterbatasan, implikasi, diskusi serta saran-saran untuk penelitian selanjutnya sebagai pengembangan atas penelitian ini. 9