BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Hasil

advertisement
BAB V
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR
Hasil pengolahan dari nilai piksel band VNIR dan SWIR yang dibahas pada bab
ini yaitu citra albedo, NDVI dan emisivitas. Ketiganya merupakan parameter
penting dalam perhitungan radiasi net (Rn).
5.1.1 Citra Albedo
Nilai albedo menyatakan persentase dari radiasi matahari yang dipantulkan
kembali dalam bentuk radiasi gelombang pendek. Semakin tinggi nilai albedo
maka kisaran panjang gelombang (karakteristik spektral) yang dipantulkan suatu
jenis tutupan lahan juga semakin besar. Karakteristik spektral akan mempengaruhi
tingkat kecerahan suatu jenis tutupan lahan pada citra. Citra albedo yang
dihasilkan (gambar 4.1 dan 4.2) dibagi menjadi 6 kelas (dapat dilihat pada tabel
5.1)
Tabel 5.1 Nilai Albedo Hasil Pengolahan Citra ASTER
Albedo
Tutupan Lahan
Hutan
Perkebunan
Air/Tanah basah
Sawah, Rumput
Daerah
Terbangun
12 Juni 2003
0.09-0.174
0.09-0.204
0.09-0.174
0.175-0.239
7 Oktober 2005
0.12-0.22
0.12-0.26
0.12-0.22
0.22-0.295
0.208-0.728
0.296-0.822
Nilai albedo tertinggi terdapat pada tutupan lahan perkotaan terutama untuk
gedung-gedung yang berwarna terang. Nilai albedo terendah dimiliki oleh air dan
hutan. Pada umumnya permukaan berwarna terang atau kering lebih banyak
memantulkan radiasi daripada permukaan berwarna lebih gelap dan basah.
Perbandingan perhitungan albedo hasil pengolahan citra dengan standar albedo
yang digunakan oleh beberapa literatur dapat dilihat pada tabel 5.2
Tabel 5.2 Perbandingan albedo dari literatur dengan albedo dari pengolahan citra
Tutupan
Lahan
Air
Peneliti
Weisner (1970)
Hutan
Sawah
Kota
Awan
0.04 - 0.039
E.AA.F.R.O (1962)
0.09
Stanhill et.al (1966)
0.1
USGS (1957)
Rumput
Albedo
E.AA.F.R.O (1962)
Albedo hasil citra
2003
0.09-0.174
2005
0.12-0.22
0.175-0.239
0.22-0.295
0.09-0.174
0.12-0.22
0.175-0.239
0.22-0.295
0.208-0.728
0.36-0.75
0.296-0.822
0.05-0.07
0.21
Angstrom (1925)
0.22 - 0.33
Budyko (1956)
0.15 - 0.25
Bary dan Chambers (1966)
0.22 - 0.26
Baumgartner (1967)
Wisner (1970)
Stanhill et.al (1966)
Sutton (1953)
Mointeith dan Szeicz
(1961)
Lan Wijk (1963)
Ling da Robertson (1982)
Tan dan Rajaratman (1975)
Pinker et.al. (1980)
Shuttleworth et.al. (1984)
Budyko (1956)
Monteith (1959)
Bary dan Chambers (1966)
Baumgartner (1967)
Weisner (1970)
Bary dan Chambers (1966)
Susilo (1980)
0.23
0.26
0.2
0.25 - 0.33
0.25 - 0.27
0.16 - 0.27
0.16 - 0.28
0.2
0.12
0.12 - 0.13
0.10 - 0.25
0.25 - 0.27
0.24 - 0.25
0.2
0.26
0.2
0.3-0.76
5.1.2 Citra NDVI
Nilai indeks vegetasi pada dasarnya adalah representasi tingkat kehijauan daun
yang disebabkan oleh fluktuasi konsentrasi klorofil. Tingkat kehijauan daun
berfluktuasi sesuai dengan perubahan kondisi vegetasi selama perkembangan dan
pertumbuhannya. Perubahan nilai NDVI bisa mencerminkan kondisi vegetasi.
Dari citra NDVI (gambar 4.3 dan gambar 4.4, bab IV) yang diperoleh, hutan
memiliki nilai indeks vegetasi yang paling tinggi dan daerah non vegetasi seperti
lahan terbangunmemiliki nilai negatif. Range dari NDVI adalah -1 sampai dengan
1. Semakin mendekati nilai 1 makan tingkat kehijauan daun semakin tinggi dan
nilai negatif menunjukan bahwa daerah tersebut bukan daerah vegetasi.
Nilai NDVI dibagi menjadi 10 kelas. Pada citra 12 Juni 2003 nilai NDVI (gambar
4.7 ) berkisar antara -0.560 sampai 0.676. Nilai negatif menunjukan daerah non
vegetasi seperti pemukiman dan air. Sedangkan nilai positif menunjukan vegetasi.
Hutan memiliki nilai NDVI yang paling tinggi.
Pada citra tahun 2005 nilai NDVI (gambar 4.8 ) berkisar antara -0.976 sampai
0.983. Sama seperti citra tahun 2003, daerah pemukiman dan air menunjukan nilai
negatif dan daerah vegetasi memiliki nilai positif serta hutan memiliki nilai NDVI
yang paling tinggi.
Kisaran NDVI pada citra bulan Oktober 2005 lebih tinggi. Hal ini bisa disebabkan
oleh pada bulan Oktober sudah memasuki musim penghujan dan awal tanaman
mulai tumbuh mulai tumbuh dan dari hasil klasifikasi pada daerah tertentu terjadi
penambahan daerah vegetasi pada daerah tertentu.
5.1.3 Citra emisivitas
Di bumi tidak benda yang benar-benar bersifat benda hitam. Setiap benda
memiliki nilai emisivitas. Emisivitas mempunyai variasi yang kecil berkisar
antara 0.96 – 0.99. Perhitungan emisivitas kedua citra (gambar 4.5 dan gambar
4.6)
menggunakan persamaan 3.6 menunjukan hasil yang cukup konsisten
dengan literatur dari Yang,J & Wang, J. Tetapi untuk air terdapat perbedaan nilai
emisivitas, dimana air nilai emisivitasnya lebih rendah. Perbandingan dengan
antara literatur dengan hasil perhitungan dari citra dapat dilihat dari tabel 5.3
dibawah ini.
Tabel 5.3 Perbandingan Nilai Emisivitas Dari Literatur dan Hasil Pengolahan
Citra Untuk Tanggal 12 juni 2003 dan 7 Oktober 2005
Kelas
Emisivitas
Hutan
Perkebunan
Sawah,
Rumput
Air/ Tanah
Basah
Daerah
Terbangun
Nilai Emisivitas (ε)
Literatur
Hasil Pengolahan citra
(Yang,J & & Wang, J)
12 juni 2003 & 7 Oktober 2005
0.989
0.98-0.99
0.97-0.98
0.97-0.98
0.97-0.98
0.97-0.98
0.989
0.96-0.97
0.967
0.96-0.97
5.2 Analisis Hasil Pengolahan Nilai Piksel band TIR
Hasil dari pengolahan dari nilai piksel TIR yaitu temperatur permukaan (Ts)
5.2.1 Citra Temperatur Permukaan (Ts)
Nilai temperatur permukaan dibagi menjadi 10 kelas (dapat dilihat pada tabel 5.4)
Citra temperatur permukaan yang dihasilkan (gambar 4.7 dan 4.8, pada bab IV)
Temperatur permukaan tertinggi dimiliki oleh daerah perkotaan padat dan
temperatur terendah dimiliki oleh daerah dengan tutupan vegetasi seperti hutan.
Pada daerah terbangun temperaturnya lebih tinggi dapat disebabkan oleh
karakteristik permukaan kota yang memberikan efek pemanasan dan juga gas-gas
rumah kaca hasil kegiatan antropogenik yang banyak terpusat di kota. Sedangkan
tumbuhan memberikan efek pendinginan akibat proses fotosintesis.
Tabel 5.4 Hasil Estimasi Temperatur Permukaan Citra ASTER 12 juni 2003 dan 7
Oktober 2005
Ts ( oC)
Tutupan lahan
Hutan
Kebun/perkebunan
Air
Sawah
Pemukiman
Perkotaan/Gedung
12 Juni 2003
24 – 28
24 – 28
28-29
28-29
28 – 31
28 – 31
7 Oktober 2005
25.5 - 28
25.5 - 28
28 - 29
28 - 29
29 -32.2
29 -32.2
Hasil estimasi temperatur permukaan tahun tahun 2005 lebih tinggi dari hasil
estimasi 2003, dimana nilai terendah pada tahun 2003 sebesar 24.8 oC dan
tertinggi 31.8 oC, untuk tahun 2005 terendah 25.5 oC dan tertinggi 32.2 oC. Hal ini
bisa disebabkan oleh dua hal yaitu kondisi atmosfer pada saat itu atau karena
perubahan tutupan lahan.
Kedua scene citra ini diambil pada pukul 10.30 sehingga untuk perbandingan
temperatur permukaan dan
temperatur udara hasil pengukuran dilapangan
diambil pada pukul 13.00 agar selisih waktu tidak terlalu jauh dan kondisinya
tidak jauh berbeda.
Untuk tahun 2003 temperatur permukaan untuk stasiun Bandung pada citra
sebesar 29.4 oC sedangkan pengukuran temperatur udara lapangan di stasiun
BMG Cemara pada pukul 13.00 sebesar 30.6 oC. Perbedaan antara hasil estimasi
dan temperatur udara hasil pengukuran lapangan sebesar 3 %. Kemudian untuk
stasiun Lembang temperatur permukaan pada citra sebesar 25.2 oC dan temperatur
udara hasil pengukuran di lapangan sebesar 24.6 oC. Perbedaan hasil estimasi
temperatur permukaan dengan dengan temperatur udara sebesar 2 %.
Untuk citra tahun 2005, temperatur permukaan untuk stasiun Bandung pada citra
sebesar 29 oC sedangkan pengukuran temperatur udara lapangan di stasiun BMG
Cemara pada pukul 13.00 sebesar 31 oC. Perbedaan antara hasil estimasi dan
temperatur udara sebesar 6 %. Kemudian untuk stasiun Lembang temperatur
permukaan pada citra sebesar 25 oC dan temperatur udara sebesar 25.6 0C.
Perbedaan hasil estimasi temperatur permukaan dengan temperatur udara 4 %.
5.3 Analisis Hasil Klasifikasi Citra
Hasil klasifikasi citra ASTER dengan membagi 11 kelas, seperti yang terlihat
pada gambar 4.9 dan 4.10 Setelah diamati dari sebelas kelas, 2 kelas berurutan
mempunyai jenis tutupan lahan yang sama untuk memudahkan pengamatan maka
dikelompokan ke dalam 4 jenis tutupan lahan. Pada tahun 2005 terjadi perubahan
tutupan lahan secara signifikan (dapat dilihat pada tabel 5.5) dimana daerah
vegetasi menjadi daerah pemukiman. Tetapi pada daerah tertentu terjadi
perubahan tutupan lahan menjadi daerah tutupan vegetasinya lebih padat.
Tabel 5.5 Perbandingan Luas Tutupan Lahan Hasil Klasifikasi Citra tanggal 12
Juni 2003 dan 7 Oktober 2005
Tutupan lahan
Sawah
pemukiman
Perkotaan/gedung
hutan
Jumlah
Luas (Km2)
12 Juni 2003
7 Oktober 2005
117.795
112.636
340.323
440.463
29.424
30.881
380.296
277.913
867.838
861.893
5.4 Analisis Hasil Pengolahan Data Temperatur Udara (Tu)
Tabel 5.6 Nilai Temperatur Udara Hasil Regresi Linear Dengan Nilai Piksel Band
TIR
Tutupan lahan
Hutan
Kebun/perkebunan
Air
Sawah
Pemukiman
Perkotaan/Gedung
Tu (oC)
12 Juni 2003 7 Oktober 2005
23.5-26.3
21.5-26.3
26.4-27
26.4-27.1
25.9-27.3
25.5-27.1
25.9-27.3
25.5-27.1
27.7-30.4
27.8-30.3
27.7-30.4
27.8-30.3
Citra temperatur udara (gambar 4.11 dan 4.12) dibagi menjadi 6 kelas seperti pada
tabel 5.6 diatas. Citra temperatur udara hasil regresi linear dengan nilai piksel
band termal menunjukan bahwa temperatur udara tertinggi terdapat didaerah
perkotaan padat, pada citra menunjukan wilayah cekungan memiliki temperatur
udara yang tinggi dan temperatur udara terendah dimiliki oleh tutupan vegetasi
seperti hutan dan perkebunan. Dari hal ini dapat dilihat temperatur udara
ketinggian 2 m masih dipengaruhi oleh karakteristik permukaan.
5.5 Analisis Hasil Pengolahan Data Kelembaban Udara (RH)
Tabel 5.7 Nilai Kelembaban Udara Hasil Regresi Linear Dengan Nilai Piksel
Band TIR
Tutupan lahan
Hutan
Kebun/perkebunan
Air
Sawah
Pemukiman
Perkotaan/Gedung
12 Juni 2003
0.50 - 0.70
0.50 - 0.70
0.50 - 0.57
0.50 - 0.57
0.30 - 0.5
0.30 - 0.47
RH
7 Oktober 2005
0.52 - 0.61
0.52 - 0.61
0.50 - 0.52
0.50 - 0.52
0.40 - 0.48
0.40 - 0.48
Citra kelembaban udara (gambar 4.13 dan 4.14) dibagi menjadi 6 kelas seperti
pada tabel 5.7 diatas. Citra kelembaban udara hasil regresi linear dengan nilai
piksel band termal menunjukan bahwa kelembaban udara tinggi terdapat di daerah
hutan dan perkebunan dan kelembaban terendah terdapat diwilayah perkotaan
padat dan pemukiman. Hal ini menunjukan kandungan uap air di daerah hutan
dan perkebunan tinggi, sedangkan kandungan uap air untuk daerah perkotaan atau
pemukiman padat sedikit.
5.6 Analisis Hasil Pengolahan Tekanan uap jenuh (es)
Tabel 5.8 Nilai Tekanan uap jenuh Hasil Pengolahan Citra ASTER
Tutupan lahan
Hutan
Kebun/perkebunan
Air
Sawah
Pemukiman
Perkotaan/Gedung
es(kPa)
12 Juni 2003 7 Oktober 2005
2.89-3.58
2.56-3.67
2.89-3.58
2.56-3.67
3.59-3.84
3.68-4.22
3.59-3.84
3.68-4.22
3.71-4.34
3.94-5.4
3.71-4.34
3.94-5.4
Citra tekanan uap jenuh (gambar 4.15 dan 4.16) dibagi menjadi 6 kelas seperti
pada tabel 5.8 diatas. Citra tekanan uap jenuh menunjukan tekanan uap jenuh
tertinggi terdapat di daerah perkotaan pemukiman dan terendah dimiliki oleh
daerah hutan dan perkebunan. Hal ini menunjukan tekanan uap air lebih cepat
jenuh didaerah hutan dibandingkan dengan didaerah perkotaan atau pemukiman.
5.7 Analisis Hasil Pengolahan Radiasi net (Rn)
Tabel 5.9 Nilai Radiasi net Hasil Pengolahan Citra ASTER
Tutupan lahan
Hutan
Kebun/perkebunan
Air
Sawah
Pemukiman
Perkotaan/Gedung
Rn(MJ/m2/hari)
12 Juni 2003 7 Oktober 2005
30.6-32.6
29.4-32.8
29-30.5
27.4-29.3
28.4-29.6
26.5-28.2
28.4-29.6
26.5-28.2
26.4-28.9
24.5-26.5
14-26.3
11.4-24.4
Citra radiasi net (gambar 4.17 dan 4.18) dibagi menjadi 6 kelas seperti pada tabel
5.9 diatas. Citra menunjukan nilai Rn paling rendah terdapat di kawasan daerah
perkotaan padat dengan gedung-gedung dan daerah komersil. Kemudian semakin
tinggi tutupan vegetasi semakin tinggi radiasi netnya Awan memiliki nilai Rn
paling rendah hal ini dikarenakan albedo yang tinggi sehingga memiliki net
radiasi gelombang pendek yang kecil dan juga radiasi gelombang panjang yang
kecil karena awan jauh dari permukaan tanah.
Radiasi net bergantung kepada radiasi gelombang pendek yang masuk dan keluar,
dan radiasi gelombang panjang yang masuk dan keluar. Net radiasi gelombang
pendek (Rns) bergantung kepada albedo dan radiasi matahari, radiasi matahari
konstan untuk semua jenis tutupan lahan. Sedangkan albedo bervariasi bergantung
jenis tutupan lahan. Vegetasi memiliki albedo antara 0.14 dan 0.23 lebih kecil
daerah perkotaan sehingga memiliki nilai Rns yang lebih besar. Vegetasi memiliki
nilai net radiasi gelombang panjang yang lebih kecil, hal ini karena kanopi dari
vegetasi yang menghalangi radiasi gelombang panjang dari tanah sehingga selisih
antara radiasi net gelombang pendek dan radiasi net gelombang panjang lebih
besar.
5.8 Analisis Hasil Pengolahan Fluks Panas Tanah (G)
Tabel 5.10 Nilai Fluks Panas Tanah Hasil Pengolahan Citra ASTER
Tutupan lahan
Hutan
Kebun/perkebunan
Air
Sawah
Pemukiman
Perkotaan/Gedung
G(MJ/m2/hari)
12 Juni 2003 7 Oktober 2005
1.54-5.87
3.39-6.69
1.54-5.87
3.39-6.69
5.28-7.17
6.36-7.44
5.28-7.17
6.36-7.44
7.18-10.5
7.06-9.96
7.18-10.5
7.06-9.96
Citra fluks panas tanah (gambar 4.19 dan 4.20) dibagi menjadi 6 kelas seperti
pada tabel 5.10 diatas, menunjukan daerah vegetasi memiliki nilai fluks tanah
yang paling kecil sedangkan daerah pemukiman, perkotaan, sawah dan air
memiliki nilai fluks yang lebih tinggi. Fluks panas tanah berhubungan dengan
fluks radiasi yang bekaitan dengan energi matahari dimana kanopi vegetasi
menghalangi radiasi sampai ketanah sehingga fluks panas tanah menjadi kecil.
5.9 Analisis Hasil Pengolahan Evapotranspirasi (ET)
Tabel 5.11 Nilai Evapotranspirasi Hasil Pengolahan Citra ASTER
Tutupan lahan
Hutan
Kebun/perkebunan
Air
Sawah
Pemukiman
Perkotaan/Gedung
ET (mm/hari)
12 Juni 2003 7 Oktober 2005
4.88 – 8.72
4.99 – 11.4
3.86 - 4.87
5.67-6.33
1.39 – 3.85
2.44 - 4.99
3.86 - 4.87
5.67-6.33
1.39 – 3.85
2.44 - 4.99
1.39 – 3.85
2.44 - 4.99
Citra evapotranspirasi hasil estimasi dapat dilihat pada gambar 4.21 dan 4.22.
Nilai evapotranspirasi dibagi menjadi 6 kelas (dapat dilihat pada tabel 5.11).
Kedua citra menunjukan distribusi ET yang sama dimana hutan memiliki nilai ET
yang paling tinggi hal ini bisa disebabkan oleh tutupan vegetasi yang tinggi
menyumbangkan transpirasi dalam jumlah yang besar. Kemudian nilai ET yang
paling kecil terdapat didaerah perkotaan padat, pemukiman komersil dan tanah
kosong. Jumlah curah hujan periode awal Juni sampai tanggal 12 Juni 2003 tidak
terjadi hujan sehingga kemungkinan jumlah air yang tersedia sedikit. Walaupun
temperaturnya lebih tinggi tapi jumlah air yang tersedia kurang sehingga nilai ET
menjadi kecil. Hasil estimasi pada air hasil estimasi ET memiliki nilai yang
rendah, padahal dengan seharusnya air menyumbangkan nilai evaporasi yang
besar terhadap ET. Hal ini dikarenakan oleh penggunaan metode NDVI yang
hanya bisa membedakan tutupan vegetasi dengan non vegetasi sehingga air yang
bukan vegetasi dengan tanah kosong, pemukiman, daerah komersil dianggap
sama.
Pada tabel 5.7 Perbandingan estimasi ET dari citra ASTER 2003 dengan hasil
panci evaporasi menunjukan hasil estimasi ET pada ASTER untuk titik stasiun
Bandung yaitu 3.47 mm/hari sedangkan evaporasi hasil pengukuran lapangan
sebesar 4 mm/hari.
Hasil estimasi ET dari citra 2005 dengan hasil dilapangan menunjukan, hasil
estimasi ada ASTER untuk titik stasiun Bandung yaitu 5.5 mm/hari sedangkan
hasil dilapangan sebesar 2.3 mm/hari.
Tabel 5.12
Perbandingan
hasil
estimasi
Metode
Penman
Monteith
manual,Metode Penman Monteith dan citra ASTER dan hasil
pengukuran Panci evaporasi
Metode Penman
Metode Penman Monteith
Panci
Monteith manual
dan citra ASTER
evaporasi
Tahun
mm/hari
mm/hari
mm/hari
2003
3.38
3.47
4.0
2005
5.16
5.5
2.3
secara teori ET seharusnya lebih besar daripada nilai evaporasi karena ET
memperhitungkan transpirasi. Panci evaporasi dapat dipengaruhi secara terusmenerus oleh angin dan kondisi atmosfer disekelilingnya. Sedangkan dengan
metode perhitungan kecepatan angin dianggap konstan. Sulit untuk menentukan
keakuratan estimasi evapotranspirasi karena tidak ada data pengukuran lapangan
yang mengukur evaporasitranspirasi.
Sedangkan hasil perbandingan metode Penman-Monteith yang dihitung secara
manual dengan metode Penman-Monteith yang dikombinasikan dengan
pengolahan cita untuk tahun 2003 berbeda sekitar 2 %, dan untuk citra tahun 2005
berbeda sebesar 6 %.
Download