PELAJARAN DARI SANG TABIB - Esra Alfred Soru

advertisement
Pelajaran dari Sang Tabib – Esra Alfred Soru
1
PELAJARAN DARI SANG
TABIB
(Luk 1:1-4)
Esra Alfred Soru*
Injil Lukas yang kita miliki sekarang ini dipercaya sebagai hasil karya
seorang yang bernama Lukas. Siapakah Lukas ini sesungguhnya? Dari
data Alkitab kita mengetahui bahwa sesungguhnya Lukas adalah seorang
tabib/dokter yang adalah rekan pelayanan Paulus (Kol 4: 14). Menariknya
adalah bahwa Lukas ini ternyata bukanlah seorang Yahudi (Kol 4:1011,14). Ia berasal dari Antiokhia di Siria. Dengan demikian Lukas adalah
satu-satunya penulis PB yang bukan orang Yahudi. Tradisi juga
mengatakan bahwa Lukas juga adalah seorang pelukis yang sangat mahir.
Sebuah lukisan Maria dalam sebuah Katedral di Spanyol saat ini dianggap
sebagai hasil karya Lukas. Lepas dari benar tidaknya tradisi ini namun
memang tidak dapat dipungkiri bahwa perasaan seorang seniman melekat
pada diri seorang Lukas dan itu nampak dalam Injil yang ditulisnya.
William Barclay memberikan penilaian kepada Lukas sebagai ‘seorang
yang mampu melihat hal-hal yang hidup’. (Pemahaman Alkitab Setiap
Hari – Injil Lukas; hal. 1) Selain Injil Lukas, tabib Lukas juga menulis
kitab yang lain yakni Kisah Para Rasul. (lihat : Kis 1:1)
Sesuai dengan judul tulisan ini “PELAJARAN DARI SANG TABIB”,
baiklah kita akan melihat hal apa yang dapat kita pelajari dari tabib Lukas
ini. Namun sebelum melihat apa yang dapat kita pelajari, baiklah kita
perhatikan beberapa hal yang berkenaan dengan Injil karangan Lukas ini.
Kalau kita mempelajari dengan seksama dan mendalam tentang Injil Lukas
maka kita akan menemukan hal-hal yang sangat indah di dalamnya.
Beberapa hal yang dapat dicatat tentang Injil ini adalah :
1
Pelajaran dari Sang Tabib – Esra Alfred Soru
Gaya penulisan populer
Dalam pendahuluannya (ay 1:1-4) Lukas memakai suatu gaya
penulisan yang populer waktu itu di kalangan para cendikiawan dan ahliahli sejarah. Bandingkan kata-kata Lukas ini dengan kata-kata Herodotus :
“Inilah hasil-hasil penyelidikan Herodotus dari Halicarnassus” maupun
Dionysius : “Sebelum mulai menulis aku mengumpulkan informasi,
sebagian dari mulut-mulut orang terpelajar yang aku hubungi dan
sebagian lagi dari sejarah-sejarah yang ditulis oleh orang-orang Romawi
yang ternama”. Ini berarti bahwa lewat Injilnya Lukas hendak mengatakan
bahwa apa yang ditulisnya tidak kalah bobot dan nilainya dari tulisantulisan sejarah yang diakui zaman itu bahkan tulisannya adalah yang
paling mulia.
Bahasa Yunani terbaik
Hal lain yang menarik dari Injil Lukas ini adalah bahwa bahasa
Yunani yang terbaik dalam PB terdapat dalam Injil Lukas. Perhatikan
beberapa komentar berikut ini : William Barclay : “Empat ayat pertama
merupakan bahasa Yunani yang hampir-hampir tanpa cacat dalam
Perjanjian Baru”. (Pemahaman Alkitab Setiap Hari – Injil Lukas; hal.
3). Alkitab Hidup Berkelimpahan : “Kitab ini mempunyai kesusastraan
terbaik dari semua Injil, menunjukkan gaya penulisan dan isi yang luar
biasa, kosa kata kaya dan penguasaan bahasa Yunani yang baik sekali”.
B.J. Boland : “Bahasa dan gaya tulisannya membuktikan bahwa
pengarang adalah tergolong “orang-orang cendekiawan” pada zaman
dahulu itu. Ditinjau dari sudut bahasa, Injil karangan Lukas melebihi
segala kitab dan surat lain dalam Perjanjian Baru. Sekalipun Lukas
menggunakan bahasa Koine (= semacam bahasa Yunani sehari-hari),
setiap kali ternyata bahwa ia juga mengenal bahasa “Yunani tinggi”
dengan baik” (Tafsiran Alkitab Injil Lukas; hal. 4)
2
Pelajaran dari Sang Tabib – Esra Alfred Soru
Injil yang terlengkap
Injil Lukas adalah Injil yang paling lengkap yang menginformasikan
kepada kita kehidupan Sang Juruselamat di bumi ini, mulai dari kelahiran
hingga kenaikan-Nya ke sorga. Injil ini dimulai dengan kisah masa bayi
yang paling lengkap (Luk 1:5-2:40) dan satu-satunya pandangan sekilas di
dalam Injil-Injil mengenai masa pra remaja Yesus (Luk 2:41-52). Dapat
dilihat pula bahwa setelah menceritakan pelayanan Yohanes Pembaptis
dan memberikan silsilah Yesus, Lukas membagi pelayanan Yesus ke
dalam tiga bagian besar: (1) Pelayanan di Galilea dan sekitarnya (Luk
4:14-9:50) (2) Pelayanan pada perjalanan terakhir ke Yerusalem (Luk
9:51-19:27) (3) Minggu terakhir di Yerusalem (Luk 19:28-24:43).
Injil yang sangat teliti
Injil Lukas adalah Injil yang sangat teliti di mana nampak bahwa
profesi Lukas sebagai seorang tabib membuat ia menaruh perhatian yang
detail kepada masalah-masalah penyakit . Misalnya ketika menceritakan
sakit demam yang diderita mertua Petrus, Lukas menyebutnya lebih detail
bahwa mertua Petrus sementara menderita demam keras (Luk 4:38)
padahal Matius dan Markus hanya menyebut sakit demam saja (Mat 8:14;
Mark 1:30). Ketika menggambarkan orang yang sakit kusta, Matius dan
Markus hanya menyebutkan seorang yang sakit kusta (Mat 8:2; Mark
1:40) namun Lukas memberikan keterangan bahwa orang tersebut ‘penuh
kusta’ (Luk 5:12). Ketika menceritakan seorang yang mati tangannya,
Matius dan Markus hanya menggambarkan bahwa orang tersebut mati
sebelah tangannya (Mat 12:10; Mark 3:1) namun Lukas menginformasikan
bahwa tangan yang mati itu adalah tangan kanan (Luk 6:6). Demikian pula
Lukas mencatat dengan jelas bahwa telinga perwira yang dipotong Petrus
itu adalah telinga kanan (Luk 22:50) sedangkan Matius dan Markus tidak
menyebutkannya (Mat 26:51 Mark 14:47). Dari semua ini kita ketahui
bahwa dokter Lukas mencatat semua peristiwa mujizat dengan sangat hatihati hingga detailnya, lebih dari Matius dan Markus. Ini sesuai dengan apa
yang dijelaskannya dalam bagian pendahuluan: “aku menyelidiki segala
peristiwa itu dengan seksama…untuk membukukannya dengan teratur
bagimu…” Selain itu dapat pula ditambahkan bahwa dalam Injilnya, tabib
3
Pelajaran dari Sang Tabib – Esra Alfred Soru
Lukas memberikan catatan sejarah sekuler yang akurat yang tidak/kurang
disebutkan dan mendapat perhatian dari Injil yang lain (Luk 3:1-2).
Dari semua yang sudah dicatat tentang tabib Lukas dan Injilnya ini kita
dapat melihat satu hal yang sangat indah bahwa Lukas tahu memberikan
atau mempersembahkan yang terbaik darinya untuk Juruselamatnya, Yesus
Kristus. Bagi Lukas, Yesus Kristus adalah pribadi yang unik dan
karenanya Ia layak menerima segala yang terbaik. Ini seharusnya menjadi
pelajaran bagi kita bahwa dalam hidup kekristenan kita, Kristus
seharusnya menerima segala yang terbaik dari kita karena Ia sudah terlebih
dahulu memberikan yang terbaik bagi kita (hidup-Nya sendiri).
Sangatlah disayangkan ada banyak orang Kristen tidak menyadari hal
ini. Itulah sebabnya mereka tidak tahu memberikan yang terbaik bagi
Juruselamatnya. Bahkan para penganut kepercayaan kafir pun mengerti
satu prinsip bahwa yang terbaiklah yang harus diberikan pada sesembahan
mereka. Seorang misionaris di pedalaman Afrika pernah menyaksikan
seorang ibu sementara menuju ke sebuah sungai sambil menggendong
seorang anaknya yang cacat dan menggandeng seorang anaknya yang
sangat sehat. Beberapa saat kemudian ia melihat ibu itu kembali dari
sungai tanpa anaknya yang sehat itu. Rupanya ibu itu telah melemparkan
anaknya ke sungai sebagai persembahan bagi dewanya. Misionaris itu
bertanya “mengapa engkau tidak melemparkan anakmu yang cacat saja ke
sungai itu tetapi justru anakmu yang sehat?” dan ternyata jawaban ibu itu
mengagetkan sang misionaris : “Tuan, aku tidak tahu apa
kepercayaan/agama tuan dan apa yang diajarkan dalam agama tuan tapi
dalam kepercayaan kami, kami diajarkan untuk memberikan yang terbaik
bagi dewa kami”. Luar biasa! Sungguh kita seharusnya malu terhadap
orang-orang kafir itu karena kita tidak tahu memberi yang terbaik bagi
Tuhan kita.
Dalam Alkitab kita dapat menemukan begitu banyak contoh yang
mengajarkan prinsip semacam ini. Kita mengetahui bahwa Maria rela
memberikan dan menuangkan minyak narwastu murni yang sangat mahal
harganya di kaki Yesus (Yoh 12:3). Kita juga menemukan peristiwa di
mana janda miskin memberikan seluruh uangnya (2 peser) kepada Allah
(Luk 21:2-4). Kehidupan Paulus juga memberikan contoh tentang prinsip
4
Pelajaran dari Sang Tabib – Esra Alfred Soru
ini. Ia telah memberikan seluruh hidupnya untuk melayani Kristus bahkan
mati dianggapnya sebagai keuntungan (Fil 1:21; 3:7). Para Majus juga
melakukan hal yang sama. Hasil-hasil terbaik dari negeri mereka (mas,
mur dan kemenyan) justru dipersembahkan di hadapan Yesus, Raja yang
baru lahir itu (Mat 2).
Belajar dari sang tabib Lukas ini harus membuat kita tahu dan sadar
untuk mempersembahkan yang terbaik bagi Yesus. Kalau anda bisa
bernyanyi, bernyanyilah yang terbaik untuk Yesus (jangan bermain-main
dalam memuji Tuhan atau dalam beribadah). Kalau anda bisa bermain
musik, bermainlah yang terbaik bagi Yesus. Kalau anda ingin memberikan
persembahan/kolekte, berilah yang terbaik bagi Yesus (bukan dari sisa
belanja). Kalau anda bisa berkhotbah, berkhotbahlah yang terbaik demi
Yesus. Kalau anda bisa mengajar Sekolah Minggu, mengajarlah yang
terbaik demi Yesus. Kalau anda bisa menulis, menulislah yang terbaik bagi
Yesus. Kalau anda ingin menyerahkan seorang anakmu menjadi hamba
Tuhan / Pendeta, serahkanlah yang terbaik, yang terpintar dan yang paling
taat bagi Yesus (bukan menyerahkan yang paling bodoh atau yang paling
nakal). Kalau anda mampu berargumentasi/berapologia dengan baik,
berapologialah yang terbaik bagi Yesus dan kebenaran Firman-Nya dalam
menghadapi semua penyimpangan kebenaran. Kalau anda dikaruniai
kemampuan mencipta lagu, ciptalah lagu yang terbaik bagi Yesus sama
seperti yang dibuat Fanny Crosby. Singkatnya, apa saja yang kita buat
dalam dunia, kita harus melakukannya dengan sungguh-sungguh dan yang
terbaik buat Tuhan dan Juruselamat kita Yesus Kristus. Saya percaya
bahwa Yesus tentu bangga dan senang dengan apa yang telah dibuat oleh
tabib Lukas. Saya juga percaya bahwa Yesus pun bangga dan hati-Nya
akan disenangkan ketika melihat umat tebusan-Nya melakukan dan
mempersembahkan segala yang terbaik dalam hidup mereka bagi
kemuliaan nama-Nya. Marilah kita belajar memberi yang terbaik bagi
Yesus dengan satu tujuan agar dapat menyenangkan hati-Nya.
SUDAHKAH PERBUATAN KITA MENYENANGKAN HATI-NYA?
SUDAHKAH HIDUP KITA MEMBUAT YESUS PUAS?
5
Pelajaran dari Sang Tabib – Esra Alfred Soru
2
Pelajaran Dari Sang Tabib
(Luk 1:1-4)
Esra Alfred Soru*
Dalam bagian pertama tulisan ini kita sudah belajar bersama dari
sang tabib Lukas di mana ia menulis Injilnya sedemikian rupa (Injil
dengan gaya tulis populer, Injil dengan bahasa Yunani terbaik, Injil yang
paling lengkap, Injil yang paling teliti, Injil yang menyinggung sejarah
sekuler). Hal ini menunjukkan bahwa Lukas tahu memberikan yang
terbaik kepada Juruselamatnya. Demikian pula seharusnya kita.
Pada bagian kedua ini kita masih akan tetap belajar dari tabib Lukas
dan melihat sisi lain dari apa yang sudah kita dengar. Satu hal yang dapat
kita catat lagi tentang Injil Lukas adalah bahwa Lukas menuliskan
Injilnya sebagai Injil bagi orang non Yahudi (gentile). Karena Lukas
bukan orang Yahudi maka ia memang tidak menulis Injilnya kepada
orang Yahudi. Ini berbeda dengan Matius yang mengkhususkan Injilnya
untuk orang Yahudi. Itulah sebabnya dalam Injilnya, Matius banyak
mengutip PL (kira-kira sebanyak 60 kutipan) untuk membuktikan pada
orang Yahudi bahwa sesungguhnya Yesus adalah Mesias yang dijanjikan
dalam PL. Namun karena Lukas menujukan Injilnya bagi orang non
Yahudi maka ia jarang sekali mengutip PL. Berikut ini adalah buktibuktinya :
6
Pelajaran dari Sang Tabib – Esra Alfred Soru
Injil Lukas secara khusus dialamatkan untuk seorang yang
bernama “TEOFILUS”.
Siapakah Teofilus ini? Ada penafsir yang berpendapat bahwa
‘Teofilus’ bukanlah nama seseorang, tetapi maksudnya adalah ‘orangorang Kristen’. Alasannya adalah : (1) Tidak mungkin Lukas menuliskan
Injilnya hanya untuk satu orang saja. (2) Nama “Teofilus” berasal dari 2
kata Yunani, yaitu THEOS (= God / Allah) dan PHILIA (= love / kasih),
sehingga ‘Teofilus’ = God-lover / God-beloved / a friend of God (= pecinta
Allah / orang yang dicintai Allah / sahabat Allah). Namun pendapat ini
tidak kuat karena : (1) Paulus pun menuliskan beberapa suratnya (seperti
Timotius, Titus, Filemon) hanya untuk satu orang saja. Karena itu tidak
aneh kalau Lukas menuliskan Injilnya untuk satu orang saja. (2) Kata ‘mu’
/ ‘engkau’ (ay 3-4) dalam bahasa Yunaninya ada dalam bentuk singular /
tunggal. Kalau ‘Teofilus’ menunjuk pada ‘orang-orang Kristen’ maka pasti
Lukas menggunakan ‘mu’ / ‘engkau’ dalam bentuk plural / jamak. (3)
Adanya sebutan ‘yang mulia’ (ay 1), tidak memungkinkan bahwa istilah
‘Teofilus’ menunjuk kepada orang-orang Kristen. Tidak ada alasan bagi
Lukas untuk menyebut orang-orang Kristen dengan sebutan ‘yang mulia’
Teofilus disebut sebagai ‘yang mulia’. Dari sebutan ini kita bisa
menyimpulkan bahwa Teofilus adalah orang yang mempunyai jabatan
tinggi. Ini bukanlah sesuatu yang aneh pada zaman itu, dan karena itu
istilah ini tidak menunjukkan Lukas sebagai orang yang menjilat.
Bandingkan dengan Kis 26:25 di mana Paulus menyebut Festus dengan
istilah ‘Festus yang mulia’. Ini menggunakan kata Yunani yang sama.
Sebutan ini menunjukkan adanya sopan santun! Dan ini menunjukkan
bahwa orang Kristen harus sopan (bdk. 1 Kor 13:5 - ‘tak lakukan yang tak
sopan’). Tetapi kalau kita melihat pada Kis 1:1, maka pada waktu Lukas
menuliskan Kisah Rasul kepada orang yang sama, ia tidak lagi
menggunakan istilah ‘yang mulia’ ini. Ada orang yang berkata bahwa ini
disebabkan karena pada saat itu Teofilus telah bertobat dan menjadi orang
Kristen, gara-gara membaca Injil Lukas ini. Mayoritas penafsir setuju
bahwa Teofilus ini adalah seorang pembesar kerajaan Romawi. William
Barclay berpendapat : “Ia disebut “Teofilus yang mulia” dan gelar yang
diberikan kepadanya ini adalah gelar yang lazim diberikan pada waktu itu
kepada seorang pejabat tinggi pemerintahan Romawi. (Pemahaman
7
Pelajaran dari Sang Tabib – Esra Alfred Soru
Alkitab Setiap Hari-Injil Lukas; hal. 2). B.J. Boland juga berkata :
“Mungkin sekali Teofilus adalah orang terkemuka, barangkali pegawai
tinggi Romawi yang tinggal di Italia (di kota Roma?) (Tafsiran Alkitab
Injil Lukas; hal. 10). Sedangkan Merril C.Tenney : “Teofilus, kepada
siapa Injil ini dialamatkan mungkin adalah tokoh masyarakat bukan
Yahudi yang cukup terkemuka. Lukas memberikan salam kepadanya
dengan sebutan “yang mulia” yang di bagian lain dari tulisannya ia
gunakan untuk para pejabat Romawi (Kis 24:3;26:25). Tidak ada yang
diketahui mengenai tokoh ini di luar dua sebutan kepadanya di dalam Luk
1:3 dan Kis 1:1. Dia adalah seorang Kristen yang baru bertobat yang
tertarik untuk mengetahui lebih jauh tentang kepercayaan barunya….”
(The Wycliffe Bible Commentary; hal. 216).
Lukas dengan sengaja menghindari terminologi-terminologi Ibrani (khas
Yahudi)
Contoh untuk hal ini adalah dalam penyebutan Golgota di mana
Matius dan Markus menyebutkan nama “GOLGOTA” (Mat 27:33; Mark
15:22) sedangkan Lukas tidak menggunakan kata ini melainkan hanya
berkata “di tempat yang bernama Tengkorak” (Luk 23:33). Di sini
nampak bahwa Lukas sengaja menghindari/tidak memakai kata “Golgota”
yang adalah bahasa Ibrani. Contoh lainnya adalah dalam penyebutan kata
“Rabi” (sebutan untuk “guru” dalam agama Yahudi), Matius
menggunakan kata “Rabi” ini sebanyak 4 kali, Markus 3 kali, Yohanes 9
kali, sedangkan Lukas sebanyak 0 (nol) kali/sama sekali tidak
menggunakannya. (Band. Mat 23:6-7 dan Luk 11:43). Di situ nampak
bahwa Lukas sengaja menghilangkan kata itu.
Lukas mengindikasikan keselamatan bagi orang non Yahudi (gentile)
Dalam Injilnya Lukas juga mengindikasikan keselamatan bagi orang
gentile. Mula-mula Lukas mencatat bahwa berita malaikat kepada para
gembala tentang kelahiran Kristus bukan hanya berlaku bagi Israel tetapi
juga semua bangsa. Luk 2:10 berbunyi : “Lalu kata malaikat itu kepada
8
Pelajaran dari Sang Tabib – Esra Alfred Soru
mereka: "Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu
kesukaan besar untuk seluruh bangsa” dan Luk 2:14 : "Kemuliaan bagi
Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara
manusia yang berkenan kepada-Nya." Selain itu Lukas juga merunut
silsilah Yesus sampai dengan manusia pertama (bahkan Allah) yang
merupakan nenek moyang semua manusia. Ini jelas berbeda dengan
Matius yang hanya merunut silsilah Yesus sampai pada Abraham saja
sebagai bapa bangsa Yahudi. Perhatikan Mat 1:1 : “Inilah silsilah Yesus
Kristus, anak Daud, anak Abraham dan Luk 3:38 : “…anak Enos, anak
Set, anak Adam, anak Allah.
Selanjutnya Lukas menyebutkan orang non Yahudi dalam nyanyian
Simeon (Luk 2:32) dan mencatat pernyataan-pernyataan Yesus yang
berkenaan dengan orang non Yahudi (Luk 4:25-27; 7:9; 13:29).
Akhirnya Lukas menghiasi Injilnya dengan catatan-catatan mengenai
orang Samaria (musuh orang Yahudi)
Tentang orang Samaria, Lukas mencatat bahwa Yesus pernah hendak
mengunjungi orang Samaria (Luk 9:51-56). Lukas ingin mengatakan
bahwa Kerajaan Allah tidak tertutup bagi orang-orang Samaria. Selain itu
hanya Lukas yang menceritakan perumpamaan tentang orang Samaria
yang murah hati (Luk 10:30-37) dan mencatat tentang orang kusta yang
tahu berterima kasih yang adalah orang Samaria (Luk 17:11-19). Orang
Israel telah menutup pusat peribadatan (Yerusalem dan Bait Allah) bagi
orang Samaria namun Lukas ingin menyampaikan bahwa Yesus telah
membuka pintu Kerajaan Allah bagi mereka.
Semua fakta ini memperlihatkan kepada kita bahwa Lukas memang
dengan sengaja menulis Injilnya untuk orang non Yahudi. Apakah yang
dapat kita pelajari dari fakta ini?
Lukas mempunyai konsep Kristologis dan Soteriologis yang
universal.
Ini tentu hal yang luar biasa karena ia bukan orang Yahudi. Bahkan orang
Yahudi saja tidak mengerti hal ini. Bukankah eksklusifisme Yahudi ini
9
Pelajaran dari Sang Tabib – Esra Alfred Soru
masih menjadi kendala di awal gereja? Yang ingin dikatakan oleh Lukas
adalah bahwa Kerajaan Allah dan keselamatan dalam Kristus bukan hanya
berlaku bagi bangsa tertentu, golongan tertentu, kaum tertentu tetapi
berlaku secara universal (lihat Gal 3:28; Kol 3:11). Itulah sebabnya kita
tidak boleh menjadi halangan bagi orang lain untuk datang pada Kristus
karena Kristus datang bagi semua orang . Di sisi yang lain kita juga harus
dapat melihat dan menyadari bahwa ketuhanan Kristus dan keselamatan di
dalam Kristus berlaku secara universal dan bukan hanya bagi kekristenan
saja. Semua bangsa, semua suku bangsa, semua golongan, semua agama,
semua kepercayaan harus percaya kepada Yesus baru boleh diselamatkan.
Hal ini jelas bertentangan dengan semangat-semangat pluralisme agama
yang dikembangkan oleh beberapa orang yang merasa bahwa Yesus
hanyalah Tuhan bagi orang Kristen dan Yesus hanyalah satu-satunya jalan
keselamatan bagi orang Kristen tetapi hanyalah salah satu jalan kepada
Allah dalam dunia ini.
Lukas mempunyai motivasi yang tulus.
Lukas jelas menujukan Injilnya bagi orang non Yahudi, dan satusatunya tujuan ia melakukan hal itu nampak dari kata pendahuluannya
kepada Teofilus : “supaya engkau dapat mengetahui, bahwa segala
sesuatu yang diajarkan kepadamu sungguh benar”. (Luk 1:4). Ini
memperlihatkan bahwa satu-satunya tujuan Lukas menulis Injilnya dalam
hubungan dengan sesama manusia adalah agar orang lain (bangsa kafir)
dapat mengenal keselamatan dalam Kristus Yesus. Tentunya dalam
penulisan Injilnya, ia mengorbankan banyak waktu, tenaga, perhatian dan
mungkin biaya dengan satu tujuan agar orang mengenal Kristus. Ia
menulis Injilnya bukan untuk mencari uang, popularitas atau prestise. Ia
benar-benar menggunakan karunianya demi kepentingan pelayanan. Ia
tidak menggunakan karunia untuk cari nama, cari makan atau cari muka
melainkan cari jiwa. Tragisnya sekarang ini banyak orang memakai nama
Tuhan, memakai karunia Tuhan untuk cari nama, cari makan dan cari
muka. Benarlah nasihat Rasul Paulus kepada jemaat di Roma : “Tetapi aku
menasihatkan kamu, saudara-saudara, supaya kamu waspada terhadap
mereka, yang bertentangan dengan pengajaran yang telah kamu terima,
10
Pelajaran dari Sang Tabib – Esra Alfred Soru
menimbulkan perpecahan dan godaan. Sebab itu hindarilah mereka!
Sebab orang-orang demikian tidak melayani Kristus, Tuhan kita, tetapi
melayani perut mereka sendiri. Dan dengan kata-kata mereka yang
muluk-muluk dan bahasa mereka yang manis mereka menipu orang-orang
yang tulus hatinya. (Roma16:17-18). Marilah kita melakukan segala
sesuatu dengan motivasi yang tulus dan tujuan yang mulia agar orang lain
dapat mengenal Kristus. Ketika Yesus memanggil murid-murid-Nya, Ia
berkata : "Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia."
(Mat 4:19). Jadi murid-murid Kristus adalah penjala-penjala manusia
bukan penjala uang, penjala popularitas, penjala keuntungan, dll.
Lukas dengan sangat indah memadukan unsur ilahi dan insani
Dalam menulis Injilnya Lukas mengadakan penelitian dengan
seksama (unsur insani) namun tidak ada orang yang menyangkali bahwa
Lukas juga diilhami Roh Allah (unsur ilahi). Banyak orang mengadakan
pembedaan dan memisahkan unsur ilahi dan unsur insani sebagaimana
yang sudah saya bahasa dalam opini di bawah judul :”Apakah Esra Soru
Tidak Memakai Hikmat Roh Kudus?” (Timex, 17 Februari 2005).
Mereka merasa bahwa berusaha = anti Roh Kudus dan ‘memakai’ Roh
Kudus = anti usaha. Dari pengalaman Lukas kita mengerti bahwa berusaha
tidak berarti anti Roh Kudus dan ‘memakai’ Roh Kudus tidak berarti anti
usaha. Marilah dalam hidup dan pelayanan kita, kita senantiasa dapat
memadukan 2 unsur ini, ilahi dan insani sama seperti semboyan gereja
purba : “ORA ET LABORA”
Kirimkan pertanyaan anda tentang masalah-masalah Alkitab dan teologia ke :
[email protected].
* Penulis adalah pelayan di jemaat GMIT “AGAPE” – Kupang, pengajar pada
Kursus Alkitab “AIR HIDUP” – Oebobo.
Dipublikasikan oleh:
http://www.geocities.com/thisisreformed/artikel/pelajarandaritabib.html
11
Download