1 PEMBANGUNAN MINAPOLIS DAN HINTERLAND KAWASAN MINAPOLITAN Ratna Wahyu Utami1, Satti Wagistina2, Bagus Setiabudi Wiwoho3 1 Mahasiswa Geografi Universitas Negeri Malang 2 dan 3 Dosen Geografi Universitas Negeri Malang Prodi Pendidikan Geografi, Universitas Negeri Malang Jl. Semarang 5 Malang E-mail: [email protected] Abstrak: tujuan penelitian untuk mengetahui pembangunan minapolis dan hinterland kawasan minapolitan di Kabupaten Banyuwangi. Penelitian menggunakan analisis statistik deskriptif analisis spasial Nearest Neighbour Analysis. Pembangunan di minapolis secara umum memenuhi target capaian berupa penataan ruang berupa zonasi laut dan pesisir dan sebesar 79,73% masyarakat memiliki pengetahuan sedang dan 93,24% memiliki sikap setuju terhadap pembangunan kawasan minapolitan. Pembangunan di hinterland secara umum memenuhi target capaian dengan adanya peluang investasi di wilayah dan sebesar 57,14% masyarakat memiliki pengetahuan rendah dan 66,67% memiliki sikap setuju terhadap pembangunan kawasan minapolitan. Kata kunci: minapolis, hinterland, minapolitan Pembangunan sektor kelautan dan perikanan memerlukan penyesuaian dan perubahan agar dapat memenuhi kebutuhan ekonomi yang lebih fokus pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Minapolitan merupakan kebijakan yang diperuntukkan untuk menata ruang kawasan pesisir agar ruang dapat mendukung kegiatan pesisir yang cukup kompleks. Pembangunan kawasan minapolitan di Kabupaten Banyuwangi harus selaras antara pembangunan fisik dan sosial, karena permasalahan yang terjadi masyarakat hanya dijadikan sebagai subyek pembangunan yang berperan pasif. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan upaya pembangunan partisipatif. Upaya ini didasarkan pada pembangunan fisik fungsi wilayah dan pengetahuan serta sikap masyarakat. Pentingnya upaya ini didasarkan atas kenyataaan bahwa secara psikologis, pengetahuan dan sikap seseorang cenderung berpengaruh terhadap perilakunya (Dissastra, 2011). Menurut Kurniawan (2010) pembangunan di sektor kelautan dan perikanan, tidak boleh dipandang hanya sebagai cara untuk menghilangkan kemiskinan dan pengangguran. Namun, lebih dari itu, karena sektor kelautan dan perikanan merupakan basis perekonomian nasional, maka sudah sewajarnya jika 1 2 sektor perikanan dan kelautan ini dikembangkan menjadi sektor unggulan dalam kancah perdagangan internasional, dengan demikian, dukungan sektor industri terhadap pembangunan di sektor perikanan dan kelautan menjadi suatu hal yang bersifat keharusan. Perencanaan pembangunan dengan memperhatikan partisipasi masyarakat akan menjadi lebih terarah, artinya rencana atau program pembangunan yang disusun itu adalah sesuai dengan yang dibutuhkan oleh masyarakat (Adisasmita, 2006). Dengan penyusunan rencana/program pembangunan secara terarah dan serasi terhadap kebutuhan masyarakat dan pelaksanaan (implementasi) program pembangunan secara efektif dan efisien berarti distribusi dan alokasi faktor-faktor produksi dapat dilaksanakan secara optimal, demikian pula pencapaian sasaran peningkatan produksi dan pendapatan masyarakat, perluasan lapangan kerja atau pengurangan pengangguran, berkembangnya kegiatan lokal baru, peningkatan pendidikan dan kesehatan masyarakat, peningkatan keswadayaan dan partisipasi masyarakat akan terwujud secara optimal. METODE Penelitian ini tergolong penelitian deskriptif kuantitatif dengan menggunakan analisis statistik deskriptif yang bertujuan untuk mendeskripsikan pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap pembangunan kawasan minapolitan dan analisis spasial Nearest Neighbour Analysis yang bertujuan untuk mengetahui pola spasial fungsi wilayah yang sudah terbangun. Pengambilan sampel wilayah dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling dengan memperhatikan penetapan lokasi kawasan minapolitan. Sedangkan pengambilan sampel responden menggunakan proportional random sampling sejumlah 95 responden dari 7.814 kepala keluarga yang bekerja sebagai nelayan di Desa Kedungrejo dan Bomo. Variabel dalam penelitian ini adalah Fishery town, Fishery park, pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap pembangunan kawasan minapolitan. 3 HASIL Pengetahuan Masyarakat mengenai Pembangunan Kawasan Minapolitan Hasil analisis distribusi frekuensi jawaban 95 responden (74 responden minapolis dan 21 responden hinterland) baik mutlak maupun relatif (persentase) yang telah dilakukan penskoran dapat dilihat pada Tabel 1 berikut: Tabel 1 Tingkat Pengetahuan Masyarakat terhadap Pembangunan Kawasan Minapolitan Minapolis Hinterland Rentan Klasifikasi Skor Frekuensi Persentase (%) Frekuensi Persentase (%) 15-30 Rendah 2 2,7 12 57,14 31-45 Sedang 59 79,73 8 38,1 46-60 Tinggi 13 17,57 1 4,76 ∑ 74 100 21 100 Sumber: Hasil Penelitian, 2013 Pengetahuan masyarakat di minapolis tergolong sedang terkait dengan indikator pengetahuan, pemahaman, penerapan, dan penilaian masyarakat terhadap pembangunan kawasan minapolitan sudah baik. Pada umumnya masyarakat di Desa Kedungrejo memiliki pengetahuan yang cukup memadai bahkan tinggi yang diperoleh dari pengalaman dan penyuluhan dari Dinas Perikanan dan Kelautan yang terkait dengan pemberitahuan mengenai desa yang dikembangkan sebagai kawasan minapolitan, sedangkan pengetahuan masyarakat hinterland tergolong rendah karena masyarakat memiliki pengetahuan rendah yang meliputi semua indikator pengetahuan, yaitu pengetahuan; pemahaman, penerapan, penggambaran, penyusunan usaha-usaha, dan penilaian mengenai pembangunan kawasan minapolitan. Sikap Masyarakat terhadap Pembangunan Kawasan Minapolitan Hasil analisis distribusi frekuensi jawaban 95 responden (74 responden minapolis dan 21 responden hinterland) baik mutlak maupun relatif (persentase) yang telah dilakukan penskoran dapat dilihat pada Tabel 2 berikut: 4 Tabel 2 Sikap Masyarakat terhadap Pembangunan Kawasan Minapolitan Minapolis Hinterland Rentan Klasifikasi Skor Frekuensi Persentase (%) Frekuensi Persentase (%) 15-30 Tidak Setuju 0 0 7 33,33 31-45 Setuju 69 93,24 14 66,67 46-60 Sangat Setuju 5 6,76 0 0 ∑ 74 100 21 100 Sumber: Hasil Penelitian, 2013 Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan walaupun tingkat pendidikan sebagian besar 40,54% masyarakat Desa Kedungrejo hanya mengenyam pendidikan SD, namun 93,24% sikap masyarakat terhadap pembangunan kawasan minapolitan tergolong setuju. Hal ini dikarenakan masyarakat memiliki sikap setuju pada indikator pemahaman, perasaan, dan kecenderungan berbuat terhadap pembangunan kawasan minapolitan. Pengetahuan yang mereka dapatkan tidak hanya dari jenjang pendidikan formal, melainkan dari pendidikan nonformal seperti penyuluhan dan pengarahan tentang pembangunan kawasan minapolitan, sedangkan sebagian besar 66,67 % sikap masyarakat Desa Bomo terhadap pembangunan kawasan minapolitan setuju, sama halnya dengan masyarakat di minapolis bahwa masyarakat memiliki sikap setuju pada indikator pemahaman, perasaan, dan kecenderungan berbuat terhadap pembangunan kawasan minapolitan. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar masyarakat mulai menyadari pentingnya untuk mendukung suatu kebijakan yang direncanakan oleh pemerintah. Pola Spasial Fungsi Fishery Town di Minapolis Desa Kedungrejo merupakan minapolis kawasan minapolitan Kabupaten Banyuwangi yang memiliki fungsi sebaga fishery town. Fungsi wilayah yang harus ada sebagai fishery town diantaranya harus terdapat: (1) industri pengalengan ikan, (2) industri tepung ikan, (3) industri minyak ikan, (4) cold storage, (5) tempat pelelangan ikan (TPI), (6) pasar ikan; dan (7) pelabuhan perikanan pantai (PPP). 5 Pola Spasial Industri Pengalengan Ikan Hasil penghitungan di lapangan, jumlah industri pegalengan ikan yang terdapat di Desa Kedungrejo berjumlah 8 dan untuk lokasi masing-masing industri dapat dilihat pada Gambar 1 berikut: Gambar 1. Lokasi Industri Pengalengan Ikan Gambar 2. Hasil NNA Pengalengan Ikan Berdasarkan hasil analisis spasial NNA, industri pengalengan ikan di Desa Kedungrejo memiliki pola spasial menyebar yang cenderung mengelompok. Lokasi industri pengalengan ikan tersebar di kawasan pesisir dengan karena untuk pengiriman produk ke luar Pulau Jawa maupun ke luar negeri menggunakan transportasi laut berupa kapal. Pola Spasial Industri Tepung Ikan Hasil penghitungan di lapangan, jumlah industri tepung ikan yang terdapat di Desa Kedungrejo berjumlah 9 dan untuk lokasi masing-masing industri dapat dilihat pada Gambar 3 berikut: Gambar 3. Lokasi Industri Tepung Ikan Gambar 4. Hasil NNA Tepung Ikan 6 Berdasarkan hasil analisis spasial NNA, industri tepung ikan di Desa Kedungrejo memiliki pola spasial menyebar. Lokasi industri pengalengan ikan tersebar di kawasan pesisir, hal tersebut sesuai dengan karakteristik industri perikanan berlokasi dekat dengan bahan baku. Pola Spasial Industri Minyak Ikan Hasil penghitungan di lapangan, jumlah industri minyak ikan yang terdapat di Desa Kedungrejo berjumlah 1 sehingga tidak memiliki pola spasial dan untuk lokasi industri dapat dilihat pada Gambar 5 berikut: Gambar 5. Lokasi Industri Minyak Ikan Pola Spasial Cold Storage Hasil penghitungan di lapangan, jumlah industri cold storage yang terdapat di Desa Kedungrejo berjumlah 21 dan untuk lokasi masing-masing industri dapat dilihat pada Gambar 6 berikut: Gambar 6. Lokasi Cold Storage Gambar 7. Hasil NNA Cold Storage 7 Lokasi cold storage berdasarkan hasil NNA tersebar secara acak di kawasan pesisir, hal tersebut dikarenakan mendekati lokasi pelabuhan perikanan pantai (PPP) yang merupakan tempat berlabuhnya para nelayan sebagai pemasok bahan utama yang berupa ikan. Pola Spasial Tempat Pelelangan Ikan Hasil penghitungan di lapangan, jumlah tempat pelelangan ikan yang terdapat di Desa Kedungrejo berjumlah 1 sehingga tidak memiliki pola spasial dan untuk lokasi TPI dapat dilihat pada Gambar 8 berikut: Gambar 8. Lokasi Tempat Pelelangan Ikan Pola Spasial Pasar Ikan Hasil penghitungan di lapangan, jumlah tempat pasar ikan yang terdapat di Desa Kedungrejo berjumlah 1 sehingga tidak memiliki pola spasial dan untuk lokasi pasar dapat dilihat pada Gambar 9 berikut: Gambar 9. Lokasi Pasar Ikan 8 Pola Spasial Pelabuhan Perikanan Pantai Hasil penghitungan di lapangan, jumlah pelabuhan perikanan pantai yang terdapat di Desa Kedungrejo berjumlah 2 unit sehingga tidak memiliki pola spasial dan untuk lokasi pelabuhan perikanan pantai dapat dilihat pada Gambar 10 berikut: Gambar 10. Lokasi Pelabuhan Perikanan Pantai Pola Spasial Fungsi Fishery Park di Hinterland Desa Bomo merupakan hinterland kawasan minapolitan Kabupaten Banyuwangi yang memiliki fungsi sebaga fishery park. Fungsi wilayah yang harus ada sebagai fishery park diantaranya harus terdapat: (1) wisata bahari, dan (2) lahan budidaya perikanan. Pola Spasial Wisata Bahari Hasil penghitungan di lapangan, jumlah wisata bahari yang terdapat di Desa Bomo berjumlah 1 sehingga tidak memiliki pola spasial dan untuk lokasi pantai dapat dilihat pada Gambar 11 berikut: Gambar 11. Lokasi Wisata Bahari 9 Pola Spasial Lahan Budidaya Perikanan Hasil penghitungan di lapangan, jumlah lahan budidaya perikanan yang terdapat di Desa Bomo berjumlah 6 dan untuk lokasi masing-masing lahan dapat dilihat pada Gambar 12 berikut: Gambar 12. Lokasi Lahan Budidaya Perikanan Gambar 13. Hasil NNA Lokasi Tambak Lahan budidaya perikanan di Desa Bomo memiliki pola spasial menyebar, terlihat hampir sseluruh sisi pantai di Desa Bomo merupakan lahan yang dimanfaatkan unuk budidaya perikanan. Karakteristik nelayan desa yang hanya menggunakan alat pancing dan perahu sederhana mendorong masyarakat untuk membudidayakan udang. PEMBAHASAN Pembangunan Kawasan Minapolitan di Minapolis Pembangunan kawasan minapolitan di minapolis secara keseluruhan sudah memenuhi target capaian. Hal tersebut sesuai dengan capaian yang diharapkan pembuat kebijakan yaitu termanfaatkannya penataan ruang berupa zonasi laut dan pesisir. Pemanfaatan ruang di minapolis terlihat dari fungsi desa sebagai Fishery Town sudah terbangun, meskipun masih terdapat kekurangan. Ditinjau dari keterkaitan langsung maupun tidak langsung ke belakang (backward linkage), menunjukkan industri pengalengan ikan merupakan sektor utama yang berperan penting dalam perekonomian wilayah. 10 Pembangunan dari aspek sosial terlihat dari pengetahuan dan sikap masyarakat pesisir mengenai pembangunan kawasan minapolitan. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebesar 79,73% responden memiliki pengetahuan sedang mengenai pembangunan kawasan minapolitan. Sebagian besar pendidikan terakhir responden adalah sekolah dasar sebesar 40,54%, akan tetapi sikap masyarakat terhadap pembangunan kawasan minapolitan sebesar 93,24% tergolong setuju dan sisanya tergolong sangat setuju. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pengetahuan yang mereka dapatkan tidak hanya dari jenjang pendidikan formal, melainkan dari pendidikan nonformal seperti penyuluhan dan pengarahan tentang pembangunan kawasan minapolitan. Penyuluhan dan pengarahan yang masyarakat Desa Kedungrejo terima berupa pemberitahuan dan ajakan dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuwangi untuk mendukung dan ikut berperan serta terhadap kemajuan desa. Namun demikian, sumber terbesar pengetahuan masyarakat adalah dari pengalaman tentang pentingnya modernisasi pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan. Pengetahuan mengenai pembangunan kawasan minapolitan yang dimiliki oleh masyarakat di minapolis kawasan minapolitan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan kawasan minapolitan, walaupun tingkat pendidikan masyarakat masih rendah (tamat SD) akan tetapi tingkat pengetahuan masyarakat dalam kategori sedang dengan sikap setuju terhadap pembangunan kawasan minapolitan. Selain itu, sikap masyarakat merupakan salah satu faktor yang turut mempengaruhi keberhasilan suatu pembangunan. Jika sikap masyarakat semakin positif, maka akan mendatangkan tingkah laku yang mendukung dan menunjang pembangunan kawasan minapolitan di minapolis. Pembangunan Kawasan Minapolitan di Hinterland Pembangunan kawasan minapolitan di hinterland secara umum sudah memenuhi target capaian. Target capaian yang diharapkan pemerintah selaku pembuat kebijakan salah satunya adalah terbukanya peluang investasi di bidang 11 kelautan dan perikanan. Peluang investasi di hinterland sudah terlihat dari pembangunan fisik di Desa Bomo terlihat dari fungsi desa sebagai Fishery Park sudah terbangun, meskipun masih terdapat kekurangan. Hal tersebut dapat terlihat adanya Pantai Bomo sebagai wisata bahari kawasan, serta lahan budidaya perikanan berjumlah 5 unit (2 unit tambak ikan sidat dan 3 unit tambak udang). Pantai Bomo sebagai wisata unggulan daerah masih belum memiliki fasilitas yang mencirikan bahwa pantai tersebut adalah wisata bahari. Keindahan pantai hanya didukung oleh fasilitas seperti, rumah makan, penyewaan perahu, penyewaan alat pancing, dan toilet. Pembangunan wisata bahari bertolak belakang dengan pembangunan lahan budidaya perikanan. Budidaya perikanan di hinterland kawasan minapolitan terlihat mulai baik seiring dengan adanya investor asing dari Jepang yang membudidayakan ikan sidat di pesisir Desa Bomo. Pembangunan dari aspek sosial terlihat dari pengetahuan dan sikap masyarakat pesisir mengenai pembangunan kawasan minapolitan. Berkaitan dengan hal tersebut dan hasil penelitian yang didapatkan, meskipun 57,14% tingkat pengetahuan masyarakat yang tergolong rendah, akan tetapi sikap masyarakat sebesar 66,67% adalah setuju terhadap pembangunan kawasan minapolitan. Hal ini dikarenakan keinginan mereka untuk berkembang lebih maju guna mencapai kesejahteraan, sehingga diperlukan kerjasama dengan pemerintah untuk mewujudkan tujuan pembangunan yang saling menguntungkan kedua belah pihak dalam upaya pemanfaatan hasil laut. Pengembangan kawasan pada dasarnya harus dilandaskan pada pembangunan kapasitas sumber daya manusia di dalam kawasan tersebut. Hal ini tentunya tidak akan pernah terwujud jika masyarakat hanya dijadikan subyek pasif pembangunan, sehingga konsep pendekatan pembangunan partisipatif menjadi penting untuk diperhatikan dalam pengembangan kawasan Minapolitan. Menurut Azwar (2001) dalam kaitannya dengan perencanaan di tingkat lokal, partisipasi masyarakat menjadi penting karena sebenarnya merekalah yang paling mengetahui situasi dan kondisi wilayah tempat tinggal mereka. Apabila mereka tidak dilibatkan secara penuh, maka pemahaman yang terbatas dari pihak 12 pengelola program bisa menimbulkan dampak menurunnya dukungan masyarakat terhadap pelaksanaan program dan akhirnya pelaksanaan program tersebut tidak akan mencapai sasaran, selain hal tersebut, menurut Rustiadi (2011:38) pengembangan kawasan terkait dengan pengembangan fungsi tertentu dari suatu unit wilayah, mencakup fungsi sosial, ekonomi, budaya, politik, maupun pertahanan dan keamanan. Pembangunan kawasan minapolitan di Desa Bomo sebagai hinterland harus lebih ditingkatkan terutama dalam segi pembangunan sosialnya. Keterkaitan antara Minapolis dan Hinterland Kawasan Minapolitan Kawasan minapolitan memiliki dua wilayah yang saing berkaitan satu sama lain, yaitu antara wilayah inti (minapolis) dan penyangga (hinterland). Hal ini berdasarkan Hukum Geografi “Tobler” yang pertama menyebutkan bahwa Setiap hal memiliki keterkaitan dengan hal lainnya, namun yang lebih berdekatan memiliki keterkaitan lebih dari lainnya (Rustiadi, 2011). Hal tersebut mengindikasikan apabila perkembangan suatu wilayah lebih dipengaruhi oleh wilayah disebelahnya atau lebih dekat dibandingkan wilayah lain yang lebih berjauhan akibat adanya interaksi sosial-ekonomi antar penduduk. Interaksi sosial ekonomi antara kedua wilayah tersebut diindikasikan dari perolehan hasil tangkapan nelayan di hinterland berupa ikan pancingan dipasarkan di Desa Kedungrejo sebagai minapolis dengan harga yang relatif lebih mahal daripada ikan tangkapan menggunakan purse seine. Desa Kedungrejo memiliki beberapa industri pengolahan ikan, salah satunya tepung ikan yang dimanfaatkan sebagai pakan ikan budidaya di hinterland. Budidaya ikan sidat yang sedang dikembangkan di hinterland, membutuhkan banyak pasokan tepung ikan sebagai pakan, sehingga jumlah industri tepung ikan di minapolis yang berjumlah 9 unit diharapkan cukup memenuhi permintaan di hinterland. Interaksi antara dua wilayah dengan fungsi masing-masing wilayah yang telah ditetapkan menjadi menjadi keharusan untuk terus ditingkatkan kerjasamanya. Penggerak utama ekonomi wilayah, yaitu Desa Kedungrejo dan 13 Bomo harus saling melengkapi sehingga menjadi sebuah kawasan minapolitan yang berkembang dengan baik. Hal ini sesuai dengan wacana dari Kementerian Perikanan dan Kelautan (2010), bahwa penggerak utama ekonomi di Kawasan Minapolitan dapat berupa sentra produksi dan perdagangan perikanan tangkap, perikanan budidaya, pengolahan ikan, atau pun kombinasi kedua hal tersebut. Sentra produksi dan perdagangan perikanan tangkap yang dapat dijadikan penggerak utama ekonomi di kawasan minapolitan adalah pelabuhan perikanan dalam hal ini terletak di Desa Kedungrejo sebagai minapolis kawasan. Sementara itu, penggerak utama minapolitan di bidang perikanan budidaya berada di Desa Bomo sebagai hinterland kawasan. Sentra produksi pengolahan ikan dan perdagangan yang berada di sekitar pelabuhan perikanan, Desa Kedungrejo, juga dapat dijadikan penggerak utama ekonomi di kawasan minapolitan. Zonasi ruang di minapolis maupun hinterland kawasan minapolitan dapat dilihat pada gambar 14 dan 15 berikut: Gambar 14. Zonasi Ruang Minapolis Gambar 15. Zonasi Ruang Hinterland Secara teoritis, pertumbuhan suatu pusat kawasan ditunjang oleh hinterland yang baik, sehingga antar dua wilayah memiliki hubungan fungsional. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa Desa Kedungrejo sebagai minapolis berfungsi sebagai: (1) tempat terkonsentrasinya penduduk (pemukiman); (2) pusat pelayanan terhadap hinterland; (3) pasar bagi komoditas perikanan; dan (4) lokasi pemusatan kegiatan industri perikanan, sedangkan Desa Bomo sebagai hinterland berfungsi sebagai: (1) pemasok (produsen) bahan baku berupa ikan; (2) pemasok tenaga kerja melalui proses urbanisasi maupun menglaju (commuting); dan (3) penjaga keseimbangan ekologis. 14 KESIMPULAN DAN SARAN Pembangunan kawasan minapolitan di minapolis secara umum sudah mencapai target capaian. Hal tersebut terbukti dari pembangunan fisik di Desa Kedungrejo terlihat dari fungsi desa sebagai Fishery Town sudah terbangun. Pembangunan dari aspek sosial terlihat dari mayoritas pengetahuan masyarakat adalah sedang dan sikap masyarakat setuju mengenai pembangunan kawasan minapolitan. Pembangunan kawasan minapolitan di hinterland secara umum belum mencapai target capaian. Pembangunan fisik di Desa Bomo terlihat dari fungsi desa sebagai Fishery Park sudah terbangun, meskipun masih terdapat kekurangan. Pembangunan dari aspek sosial terlihat dari mayoritas pengetahuan masyarakat yang rendah, akan tetapi sikap masyarakat setuju mengenai pembangunan kawasan minapolitan. Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas maka dapat diberikan beberapa saran kepada pihak-pihak terkait sebagai berikut: (1) Dinas Perikanan dan Kelautan selaku pembuat kebijakan disarakan dapat merangkul dan melibatkan seluruh nelayan minapolis maupun hinterland sebagai subyek pembangunan untuk ikut serta membangun Desa Kedungrejo dan Bomo sehingga tercipta sebagai desa mandiri; dan (2) semua lapisan masyarakat minapolis maupun hinterland dapat berperan aktif dalam membantu proses pembangunan yang telah diprogramkan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan serta ikut mengawasi dalam pelaksanaannya sehingga upaya pemanfaatan dan pembangunan kawasan berdasarkan fungsinya tetap terjaga dengan baik. DAFTAR RUJUKAN Adisasmita, Rahardjo. 2006. Pembangunan Pedesaan dan Perkotaan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Azwar, Saifuddin. 2001. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Dissastra, Dito. 2011. Pengetahuan dan Sikap Masyarakat Kecamatan Pujon Kabupaten Malang terhadap Fungsi Hutan. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: FIS UM. 15 Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2010. Rencana Strategis Kementerian Kelautan dan Perikanan 2010 – 2014. Jakarta: Kementerian Kelautan dan Perikanan. Kurniawan, Tony F. 2010. Analisis dan Reformasi Kebijakan Pembangunan Kelautan dan Perikanan Di Indonesia. (online), (http://pasca.unand.ac.id/id/wpcontent/uploads/2012/10/ARTIKEL05.pdf), diakses 28 Desember 2012. Rustiadi, Ernan, dkk. 2011. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Jakarta: Crestpent Press dan Yayasan Pustaka Obor Indonesia.