Akselerasi Pembangunan Kawasan Timur Indonesia Melalui Integrasi Riset Kelautan dan Perikanan ”INSTITUTIONAL THEORY” DAN ”RESOURCE BASED THEORY” DALAM BINGKAI PROGRAM MINAPOLITAN DI KAWASAN TIMUR INDONESIA Zahri Nasution Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Jl. K.S. Tubun, Petamburan VI-Jakarta 10260 ABSTRAK Menteri Kelautan dan Perikanan mengemukakan bahwa ”institutional theory” dan ”resource based theory” merupakan dua teori yang perlu terkait dengan pembangunan ekonomi berbasis kelautan dan perikanan, termasuk program Minapolitan yang berada di KTI. Tulisan ini bertujuan menginterpretasikan pernyataan tersebut dalam kerangka percepatan pembangunan KTI. Pandangan yang dikemukakan merupakan operasionalisasi dua teori tersebut dikaitkan dengan program Minapolitan sebagai konsep pembangunan kelautan dan perikanan, sehingga dihasilkan bahan diskusi yang dapat dipergunakan para pengambil kebijakan sebagai bahan pertimbangan. Hal ini dilakukan atas pertimbangan bahwa variabel-variabel dalam teori kelembagaan lebih merupakan suatu hal yang ”continous” (bukan nominal), sehingga perlu dikembangkan penjelasan untuk setiap fenomena sosial dan politik tertentu. Hasil kajian menunjukkan bahwa berbagai prinsip yang terkandung dan atau yang berkaitan dengan ”institutional theory” dan ”resource based theory” merupakan hal-hal yang harus diperhatikan dalam program Minapolitan. Dalam hal ini, terkait dengan ”institutional theory” antara lain pentingnya tata kelola pemerintahan yang baik, peraturan dan aturan main yang jelas serta organisasi yang diaplikasikan dengan tepatguna, sehingga ekonomi menuju keadilan sosial kemungkinan akan dapat diwujudkan dalam bentuk kontrak kepada publik. Dalam waktu yang bersamaan juga harus ada penyesuaian terhadap norma setempat, peraturan formal, dan nilai-nilai budaya, yang juga sekaligus berfungsi sebagai kerangka kerja untuk menganalisis konflik dalam suatu wilayah secara global. Di lain pihak, terkait ”resource based theory” dapat dikemukakan bahwa sumberdaya, termasuk sumberdaya alam merupakan modal untuk dapat mempercepat pengembangan dan perluasan basis ekonomi yang dapat berbentuk usaha kecil ataupun perusahaan (firm), dengan memanfaatkan tenaga kerja. Pemanfaatan sumberdaya ini tergantung kepada kemampuan manajemen yang dapat saja menerapkan filosofi konsep Six Sigma, sehingga diperlukan formulasi strategi yang dapat menghasilkan keuntungan yang kompetitif. Dengan penerapan kedua teori tersebut diharapkan akan terbentuk tata pemerintahan untuk pembangunan berkelanjutan ”governance for sustainable development” yaitu suatu proses perubahan adaptif yang secara sosial melembaga dengan inovasi yang berkelanjutan, yang diintegrasikan kedalam konsep manajemen perubahan. ”Institutional Theory” and ”Resource Based Theory” in Minapolitan Program at Eastern Indonesia ABSTRACT Minister of Marine Affairs and Fisheries suggested that “institutional theory” and “resource-based theory” are two theories that need to be associated with regional economic development based on marine and fisheries, including “Minapolitan” program in Eastern of Indonesia. This paper aims to interpret the statement in terms of acceleration of development in eastern of Indonesia. The views expressed are the operational of these two theories associated with the “Minapolitan” program as the concept of marine and fisheries development. This was done on the basis that the variables in the institutional theory are more “continuous” (rather than nominal), so it is necessary to develop explanations for any particular political and social phenomena. The study shows that the principles contained and / or associated with “institutional theory” and “resource-based theory” must be considered in the “Minapolitan” program. In this case, associated with “institutional theory”, among others, the importance of good governance, regulations and rules and organization applied efficiently, so that the economy towards social justice is likely to be realized in the form of the public contracts. At the same time should be also adaptive to the local customs, formal rules, and cultural values, which also serves as a framework to analyze conflict in a region globally. On the other hand, relevant to “resource-based theory” can be argued that resources, including natural resources is a capital to accelerate the development and expansion base on economy that can be shaped small enterprise or a firm, by exploiting the labor. Utilization of this resource depends on the management capabilities that can only apply the Six Sigma concept, so it requires the formulation of strategies that can generate a competitive advantage. With the application of both theories are expected to be formed “governance for sustainable development” is a process of adaptive change that is socially institutionalized with continuous innovation, which is integrated into the concept of change management. 358 Simposium Nasional Pembangunan Sektor Kelautan dan Perikanan Kawasan Timur Indonesia 2010 PENDAHULUAN Percepatan pembangunan, sesuai dengan Revolusi Biru dan Program Nasional Minapolitan, mempertimbangkan bahwa luas laut merupakan dua pertiga dari wilayah Republik Indonesia dan dengan potensi panjang pantainya. Namun di balik itu, sumbangannya terhadap PDB perikanan baru 2,2% (Sunoto, 2010). Ironinya potensi kelautan dan perikanan yang besar itu dibarengi dengan kondisi nelayan yang masih miskin, dan potensi budidaya yang dimanfaatkan masih sedikit. Jumlah industri perikanan yang sebagian besar tidak dalam kondisi pemanfaatannya berada pada posisi kurang dari kapasitas terpasang. Menteri Keleautan dan Perikanan mengemukakan bahwa pembangunan kelautan dan perikanan di KTI masih tertinggal jika dibandingkan dengan Kawasan Barat Indonesia (KBI) (Muhamad, 2010). Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya ketertinggalan ekonomi KTI tersebut yang tidak meratanya sebaran penduduk, terbatasnya infrastruktur, serta dinamika politik lokal yang tidak terkelola dengan baik. Hal lainnya yang merupakan keterbatasan yang terdapat di KTI adalah belum tersedianya rencana pengembangan tata ruang kepulauan yang terintegrasi dan sinergistik pada kawasan kepulauan, serta belum mampu memetakan faktor endowment yang dimiliki sebagai wahana untuk mengembangkan daya saing (Muhamad, 2010). Faktor lainnya juga yang turut berpengaruh adalah kualitas kapasitas manajemen pemerintah daerah (Muhamad, 2010). Potret Human Development Index (HDI) di KTI ini, yang sebagian besar masih dibawah HDI Nasional (71,17). Untuk itu investasi untuk pengembangan sumberdaya manusia terutama di bidang kesehatan dan pendidikan harus dilakukan secara besar-besaran untuk menciptakan pengungkit ekonomi. Percepatan pembangunan di KTI dapat dilakukan melalui pengembangan ekonomi kelautan dan perikanan, yang antara lain dapat dilakukan dengan program Minapolitan baik perikanan budidaya maupun perikanan tangkap. Secara operasional, minapolitan adalah konsep pembangunan kelautan dan perikanan berbasis wilayah dengan pendekatan dan sistem manajemen kawasan dengan prinsip-prinsip integrasi, efisiensi, kualitas, dan akselerasi (Sunoto, 2009). Kawasan minapolitan adalah kawasan ekonomi yang terdiri dari sentra-sentra produksi dan perdagangan komoditas kelautan dan perikanan, jasa, perumahan, dan kegiatan lainnya yang saling terkait, sehingga ada multiplier effects pada masyarakat dan ekonomi lokal. Adapun basis program Minapolitan adalah ekonomi kelautan dan perikanan berbasis wilayah, kawasan ekonomi unggulan Minapolitan (kawasan Minapolitan), sentra produksi, unit produksi atau usaha. Beberapa karakteristik minapolitan adalah keberadaan komitmen daerah, komoditas unggulan, letak geografis, sistem dan mata rantai hulu dan hilir, fasiltas pendukung, dan kelayakan lingkungan. Minapolitan adalah kawasan pembangunan perdesaan dengan infrastruktur setara kota yang tumbuh berkelanjutan sebagai sistem produksi berbasis sumberdaya dan atau komoditas kelautan dan perikanan unggulan lokal, berorientasi pasar, serta memiliki keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan dalam satuan sistem minabisnis dan permukiman. Tulisan ini bertujuan mengemukakan bagaimana teori kelembagaan (institutional theory) dan teori berbasis sumberdaya (resource based theory) dapat dikemukakan betapa pentingnya terkait dengan program Minapolitan dalam kerangka percepatan pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan di KTI. Bahan kajian, diharapkan menjadi bahan masukan bagi peneliti, pengambil kebijakan dan masyarakat lainnya dalam mempelajari konsep Minapolitan dalam kerangka pembangunan kelautan dan perikanan. INSTITUTIONAL THEORY Kelembagaan dapat diistilahkan dengan lembaga kemasyarakatan atau lembaga sosial, yang memiliki makna sebagai suatu bentuk yang abstrak dengan norma dan aturan-aturan tertentu yang menjadi ciri lembaga tersebut. Kelembagaan merupakan terjemahan dari kata institution yang terdapat dalam setiap kehidupan masyarakat, baik pada masyarakat yang masih memegang nilai-nilai budaya atau pada masyarakat yang sudah modern (Soekanto, 2003). Perbedaan kelembagaan mengakibatkan adanya perbedaan norma setempat, aturan secara legal, dan nilai-nilai budaya yang kesemuanya berpengaruh terhadap pembiayaan (Mahalingam dan Levitt, 2007). Kelembagaan dapat merupakan konsep yang meliputi keseluruhan tingkat baik secara lokal atau tingkat masyarakat, unit pengelola proyek, badan-badan pemerintah dan sebagainya (Israel, 1987). Dalam kelembagaan, perencanaan secara umum termasuk penggambaran tujuan dan metoda perencanaan dalam rangka pemilihan alternatif untuk mencapai suatu tujuan khusus (Martin, 1971). Kelembagaan juga merupakan konsep yang digunakan manusia dalam kondisi yang berulang yang diorganisasi oleh aturan (rules), norma (norms) dan strategi-strategi (strategies) (Ostrom, 1999). Scott (2008) menambahkan pula bahwa kelembagaan merupakan hasil interaksi dan perpaduan dari tiga elemen yang berkaitan dengan pengaturan, norma-norma dan kultural-kognitif, yang secara bersamaan berbaur diantara kegiatan atau aktivitas dan sumberdaya, yang memberikan kestabilan dan makna terhadap kehidupan sosial. Hal ini berkesesuaian dengan fungsi kelembagaan sebagai sesuatu yang memberi pedoman berperilaku 359 Akselerasi Pembangunan Kawasan Timur Indonesia Melalui Integrasi Riset Kelautan dan Perikanan kepada individu-individu/masyarakat, bagaimana mereka harus bertingkah laku atau bersikap di dalam menghadapi masalah-masalah dalam masyarakat terutama yang terkait dengan kebutuhan-kebutuhan mereka. Oleh karena itu, kelembagaan berfungsi menjaga keutuhan masyarakat dengan adanya pedoman yang dapat diterima secara bersama. Akhirnya, fungsi yang utama adalah memenuhi kebutuhan pokok manusia atau masyarakat. Namun demikian, kelembagaan dapat berubah melalui proses baik melalui proses evolusioner maupun melalui proses politik (yang diciptakan), yang pada dasarnya dapat dilakukan melalui pendekatan konsepsi yang menggabungkan antara peraturan formal dan informal (Kingston dan Caballero, 2008). Disamping itu, dalam proses pengambilan keputusan pada sebuah perusahaan dipengaruhi oleh faktor eksplisit dan implisit yang dibentuk oleh masalah-masalah yang terkait dengan hal teknis dan kelembagaan (Lamburg et al., 2002). Karakteristik kontrak publik antara lain adalah bersifat formal, standar, birokrasi, ada prosedur tertentu, tidak fleksibel, memerlukan beberapa kali negosiasi (berulang), cenderung litigate, menyediakan sedikit insentif, sehingga dapat menuju tidak efisien (Spiller, 2008). Terkait dengan kontrak publik ini, prinsip kelembagaan harus digunakan untuk merubah preferensi individu menjadi pilihan-pilihan kolektif (Norgaard, 2001), yang sekaligus dapat mengembangkan demokrasi dalam pembentukan kelembagaan, pembentukan identitas, dan aksi kolektif. Terkait dengan program Minapolitan, maka reformasi kelembagaan menjadi kelembagaan yang tepatguna merupakan suatu kunci utama untuk dapat mencapai kesuksesan dalam menerapkan kebijakan publik (Beeson, 2010). Dalam hal ini, kelembagaan dapat mendorong menjadi suatu tekanan bagi organisasi dan hubungan antar organisasi yang dibangun oleh setiap perusahaan (Delmas dan Toffel, 2003). Hal ini sesuai dengan pernyataan Mahalingam dan Levitt (2007) yang mengemukakan bahwa teori kelembagaan dapat membantu praktisi untuk mengklasifikasikan isu-isu yang berkembang lintas wilayah, menentukan penyebab terjadinya konflik, memperkirakan dan mendapatkan cara yang lebih mudah dalammengatasi konflik yang ada tersebut, meskipun strategi pemecahan masalahnya masih perlu ditemukan (dicari). Terdapat berbagai kesulitan untuk mengukur variabel kelembagaan selain daripada menyederhanakannya dalam bentuk nominal kategorik (Peters, 2000). Selanjutnya dikemukakan bahwa oleh karena itu kelembagaan dapat dikatakan lebih merupakan variabel yang bersifat kontinus dan lebih baik kita berusaha untuk mulai mengerti dengan baik bagaimana dinamikanya, yang selanjutnya mengembangkan penjelasan kelembagaan untuk fenomena sosial dan politik tertentu. Pentingnya tata kelola pemerintahan yang baik, peraturan dan aturan main yang jelas serta organisasi yang diaplikasikan dengan tepatguna, sehingga ekonomi menuju keadilan sosial kemungkinan akan dapat diwujudkan dalam bentuk kontrak kepada publik. Dalam waktu yang bersamaan juga harus ada penyesuaian terhadap norma setempat, peraturan formal, dan nilai-nilai budaya, yang juga sekaligus berfungsi sebagai kerangka kerja untuk menganalisis konflik dalam suatu wilayah secara global. RESOURCE BASED THEORY Resource based theory telah dipublikasi secara luas bahwa dapat diaplikasikan secara luas, bersifat heterogen, dan dapat secara tepat digunakan sebagai suatu pendekatan yang strategik (Acedo et al., 2006). Negara-negara maju telah menggunakan sumber daya alamnya untuk mempercepat pembangunan ekonominya dan memperluas jaringan ekonominya (Singh, 2001). Pengelompokan (clustering) sumber daya alam berpotensi untuk menciptakan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan memberikan kesempatan untuk meningkatkan produktivitas dengan berbasis inovasi teknologi, sehingga dapat memberikan kontribusi penting dalam memperkenalkan nilai-nilai positif. Pesie (2007) mengemukakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara sumberdaya dan kemampuan pengelolaannya, tetapi tidak cukup penting untuk menjadi segmen nilai suatu perusahaan, yang lebih mementingkan proses, jaringan informal, dan komunikasi. Ditambahkan pula bahwa filosofi konsep Six Sigma dapat membawanya lebih cepat dan berkualitas ke dalam teori yang berbasis sumberdaya. Bahkan, saat ini, sumberdaya menjadi basis dari strategi suatu usaha (Grant, 1991). Kemampuan kognitif dari jiwa kewirausahaan merupakan hal penting dalam resource based theory (Alvanez and Busenitz, 2001). Suatu pendekatan yang berbasis sumber daya terhadap strategi pengelolaan pembiayaan perusahaan merupakan suatu faktor pendorong seberapa besar keuntungan dan bagaimana bentuk keuntungan yang diperoleh (Conner, 1991). Kemudian, sustainability (keberlanjutan), yang merupakan pandangan yang paling baik sebagai suatu proses untuk mengadaptasikan perubahan yang melembaga secara sosial dan inovasi merupakan elemen penting yang harus masuk didalamnya (Kemp et al., 2005). Untuk itu, ada empat elemen dari tata kelola (governance) untuk keberlanjutan yang perlu diintegrasikan terhadap manajemen perubahan, yang dapat berfungsi sebagai kerangka kerja konseptual untuk pembuatan kebijakan dan penetapan rencana aksi yang harus diambil untuk menuju kepada kemajuan yang mengarah kepada keberlanjutan. 360 Simposium Nasional Pembangunan Sektor Kelautan dan Perikanan Kawasan Timur Indonesia 2010 Dengan demikian, secara sederhana, terkait ”resource based theory” dapat dikemukakan bahwa sumberdaya, termasuk sumberdaya alam merupakan modal untuk dapat mempercepat pengembangan dan perluasan basis ekonomi yang dapat berbentuk usaha kecil ataupun perusahaan (firm), dengan memanfaatkan tenaga kerja. Pemanfaatan sumberdaya ini tergantung kepada kemampuan manajemen yang dapat saja menerapkan filosofi konsep Six Sigma, sehingga diperlukan formulasi strategi yang dapat menghasilkan keuntungan yang kompetitif. Six Sigma adalah strategi bisnis yang mengutamakan pelanggan, menerapkan manajemen berdasarkan data dan fakta; fokus pada proses, manajemen dan perbaikan; manajemen yang proaktif; kolaborasi tanpa batas; dan selalu mengejar kesempurnaan (Manggala, 2010). Harapan selanjutnya adalah terbentuknya ”governance for sustainable development” yaitu suatu proses perubahan adaptif yang secara sosial melembaga dengan inovasi yang berkelanjutan, yang diintegrasikan kedalam konsep manajemen perubahan. Dalam hal ini, terkait dengan tata kelola pemerintahan, maka untuk menciptakan suatu perubahan yang dapat memenuhi kebutuhan lingkungan organisasi diperlukan konsolidasi dan kesatuan pemahaman dalam menyusun strategi perubahan (Syukur dan Simamora, 2006). Demikian pula dukungan dari senior manajemen, kondisi hubungan struktural dalam suatu organisasi sangat diperlukan sebagai sponsor perubahan, disamping dukungan sumberdaya manusia yang mampu dan berorientasi masa depan. STRATEGI PEMBANGUNAN DAN PROGRAM MINAPOLITAN Pembangunan kelautan dan perikanan dalam mempercepat perkembangan ekonomi di KTI dapat dilakukan melalui beberapa strategi penting yang kesemuanya itu memiliki tujuan mensejahterakan masyarakat kelautan dan perikanan secara keseluruhan. Strategi tersebut adalah empowering, enterpreneurship, technology innovation, networking, dan minapolitan (clustering economic activity based on marine and fisheries and develop inter-linkage of upstream and downstream industries) (Muhamad, 2010). Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat dikemukakan bahwa pembangunan kelautan dan perikanan di KTI dapat dilakukan dengan cara meningkatkan keberdayaan masyarakat, sekaligus dibarengi dengan upaya meningkatkan jiwa kewirausahaan masyarakat, adanya masukan inovasi teknologi, pembentukan dan pengembangan jaringan usaha (bisnis), dan menerapkan Minapolitan yaitu semacam pengelompokan aktivitas ekonomi yang berbasis kelautan dan perikanan dan mengembangkan keterkaitan antara industri hulu dan hilir. Minapolitan merupakan konsep pembangunan ekonomi berbasis perikanan dengan pendekatan kawasan dan sistem manajemen perkotaan berdasarkan prinsip-prinsip integrasi, efisiensi, kualitas dan akselerasi tinggi (Sunoto, 2009). Sementara, yang dimaksudkan dengan kawasan Minapolitan adalah kawasan ekonomi yang terdiri dari sentra-sentra produksi dan perdagangan komoditas perikanan, pelayanan jasa, dan kegiatan pendukung lainnya. Dalam hal ini, sentra produksi merupakan agregasi unit-unit produksi dan perdagangan dengan keanekaragaman kegiatan di suatu lokasi tertentu. Gerakan Nasional Minapolitan (GNM) merupakan titik balik dari sebuah perubahan konsep sistem manajemen kelautan dan perikanan sesuai dengan perubahan lingkungan strategis yang begitu cepat (Sunoto, 2009). Perubahan lingkungan strategis tersebut adalah: a. Revolusi Informasi; teknologi informasi telah menyebabkan perubahan cepat di segala bidang, termasuk manajemen. Makin berkembangnya masyarakat informasi makin tinggi pula dinamika kehidupan ekonomi, sosial dan politik dunia. b. Globalisasi: meluasnya jaringan ekonomi lintas batas negara sehingga makin mengaburkan batas-batas antar bangsa (borderless nation). Dengan demikian tingkat kompetisi dunia semakin tinggi. c. Demokratisasi: proses demokratisasi politik telah merubah hampir seluruh sendi-sendi kehidupan bangsa yang mulai diikuti dengan demokratisasi ekonomi. d. Desentralisasi; desentralisasi telah mendorong perubahan sekaligus proses penguatan daerah. Kekuatan daerah akan menjadi pilar utama kekuatan bangsa dan negara. e. Perubahan iklim; pemanasan global tidak hanya berpengaruh pada perubahan iklim, tetapi keduanya (pemanasan global dan perubahan iklim) telah merubah cara pandang dan komitmen bangsa-bangsa di dunia memanfaatkan sumberdaya alam secara bijaksana dan melindunginya dari kehancuran. Sebagai contoh, realisasi program Minapolitan, dalam program Minapolitan berbasis perikanan tangkap, Menteri Kelautan dan Perikanan berkomitmen akan menjadikan sektor kelautan dan perikanan sebagai andalan perekonomian negara, dengan prioritas meningkatkan kesejahteraan para nelayan dan masyarakat pesisir (Muhamad, 2009). Beliau mengemukakan bahwa ”jika diimplementasikan secara baik, konsep Minapolitan yang diluncurkan pada tahun 2010 ini diyakini dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan, sekaligus berdampak pada meningkatnya penerimaan negara dari sektor perikanan”. 361 Akselerasi Pembangunan Kawasan Timur Indonesia Melalui Integrasi Riset Kelautan dan Perikanan Salah satu terobosan dalam konsep Minapolitan adalah ”Taksi Mina Bahari” yang merupakan program untuk meningkatkan pendapatan para nelayan yang berusaha di perikanan tangkap (Muhamad, 2009). Program tersebut mengusung konsep manajemen terpadu, dimana terdapat beberapa bagian yang terpisah sesuai dengan fungsinya, yang bertujuan agar terjadi keselarasan di dalam pengelolaan sektor perikanan dan kelautan, khususnya perikanan tangkap. Dalam pelaksanaan Taksi Mina Bahari ini, nelayan hanya berfokus pada tugasnya menangkap ikan. Sementara hal-hal lainnya, seperti perawatan kapal dan pemasaran, dilakukan secara terpisah oleh pihak lain. Dalam hal pemasaran ikan hasil tangkapan juga akan disertai dengan program pelatihan untuk nelayan agar bisa menangkap ikan tanpa harus merusak ekosistem laut maupun terumbu karang. Kemudian, dikemukakan pula ada lembaga yang mewadahi para nelayan, bentuknya seperti koperasi (Muhamad, 2009). Dengan demikian, nelayan tidak selamanya menjadi masyarakat yang selalu hidup dalam kesulitan karena harus terjerat utang dari rentenir dan tengkulak ikan di pelabuhan, yang selama ini, para tengkulak membeli hasil tangkapan mereka dengan harga yang tidak wajar (Muhamad, 2009). Taksi Mina Bahari yang telah diterapkan di Gorontalo dinilai sebagai salah satu program yang bisa dinilai berhasil untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan hingga mencapai 100 persen (Muhamad, 2009). Karena itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan menerapkan konsep Taksi Mina Bahari sebagai program nasional untuk diterapkan di daerah-daerah lainnya. Bapak Menteri Kelautan dan Perikanan mengharapkan bahwa kesejahteraan nelayan bisa ditingkatkan hingga 100 persen dalam kurun waktu lima tahun ke depan. Dalam hal ini, upaya peningkatan kesejahteraan juga terus dilakukan secara merata hingga menyentuh masyarakat di daerahdaerah pelosok pesisir. DUKUNGAN INFRASTRUKTUR DAN KOMITMEN DAERAH Keberhasilan pembangunan ekonomi berbasis kelautan dan perikanan terutama di KTI memerlukan dukungan infrastruktur dan komitmen Kepala Daerah. Khusus untuk KTI, VRRC (Vibiz Regional Research Center) (2008), mengemukakan bahwa berdasarkan hasil penelitian dan analisis mereka diketahui bahwa pembangunan infrastruktur berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi regional KTI. Beberapa hasil yang menonjol antara lain adalah sebagai berikut; a. KTI NTB dan NTT masuk sebagai daerah dengan perbaikan jalan yang cepat. Dapat disimpulkan bahwa tidak perlu ada di pusat kota untuk memberikan pelayanan yang baik. Daerah-daerah yang ada di KTI juga dapat memperbaiki kinerjanya dan membantu perekonomian daerah melalui infrastruktur yang baik. b. Kondisi geografis di KTI menyebabkan telepon menjadi penting kontribusinya, karena dengan sistem telekomunikasi telepon dapat mempermudah proses produksi dan perdagangan. c. Investasi tidak dapat dipungkiri lagi adalah faktor penting dalam proses pertumbuhan ekonomi regional KTI, dan oleh karena itu melalui penelitian ini terlihat bahwa kontribusi infrastruktur terhadap investasi adalah positif. d. Pembangunan infrastruktur (investasi publik) yang dirasakan memang mahal saat ini dapat membuahkan hasil yaitu pertumbuhan ekonomi daerah yang positif. e. Kalimantan Timur sebagai daerah yang potensi kekayaan alamnya sangat besar perlu kebijakan daerah yang juga mendukung pertumbuhan regional daerah tersebut. Misalnya mengenai pengembangan infrastruktur dan pengelolaan sumber daya alam yang berbasis pertumbuhan ekonomi daerah. Pada tanggal 11 Desember 2008, saat Rapar Kerja Gubernur se-Indonesia di Departemen Dalam Negeri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memprioritaskan agenda bersama pemerintah daerah, dunia usaha dan perbankan untuk menjaga gerak sektor riil yang mengalami tekanan karena dampak krisis keuangan global (VRRC, 2008). Presiden mengemukakan pemerintah akan mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk meringankan beban dunia usaha (Kompas, 2008). Presiden meminta pemda memberikan fasilitas dan kemudahan agar usaha bisa tetap berjalan baik (VRRC, 2008). Kepada dunia usaha, presiden meminta berbagai risiko dan menerima keadaan sulit. Presiden mengemukakan bahwa semua harus bisa menerima dampaknya secara adil, sehingga rakyat bisa dilindungi. Dalam satu tekad untuk bersama-sama mengelola sektor riil. Prioritas kedua adalah peningkatan pembangunan proyek infrastruktur di seluruh Indonesia untuk mengatasi gelombang pengangguran, seperti jalan, jembatan, pelabuhan, dermaga, energi, perhubungan dan perumahan (VRRC, 2008). Selain akan menyerap tenaga kerja, proyek infrastruktur juga membuat perekonomian akan bergerak. Untuk ini anggaran infrastruktur akan diprioritaskan pengalokasiannya dalam APBN dan APBD. 362 Simposium Nasional Pembangunan Sektor Kelautan dan Perikanan Kawasan Timur Indonesia 2010 Diharapkan dengan cara tersebut pengangguran dapat teratasi dan dikurangi, serta infrastruktur perekonomian yang diperlukan untuk menggerakkan sector riil bisa ditingkatkan lebih baik lagi. Prioritas ketiga adalah upaya pemerintah pusat dan daerah melindungi dan membantu meringankan beban golongan menengah kebawah yang mengalami kesulitan di bidang perekonomian. Presiden meminta komitmen kepala daerah untuk menjalankan tiga prioritas. Presiden mengharapkan ada mekanisme dan aturan yang mempercepat penyaluran anggaran (VRRC, 2008). Untuk menghindari jeratan hukum, perlu koordinasi dan integrasi yang berkelanjutan sesama aparat penegak hukum. Presiden juga meminta semua pihak memiliki kepekaan terhadap krisis yang mengutamakan mengatasi masalah bangsa dan masyarakat meskipun tahun pemilihan umum telah di depan mata. Hal tersebut penting diketahui bukan untuk memberikan toleransi penyimpangan. Tetapi agar jangan sampai ada kemandekan-kemandekan, ketakutan dan keraguan yang tidak perlu sehingga akhirnya kita merugi dan tidak bisa mengatasi masalah dengan baik. ANALISIS DAN REKOMENDASI Operasionalisasi dua teori, yaitu ”institutional theory” dan ”resource based theory” dalam rangka percepatan pembangunan KTI melalui ekonomi kelautan dan perikanan (Minapolitan), merupakan konsep pembangunan ekonomi kawasan yang berbasis kelautan dan perikanan. Karena variabel-variabel dalam teori kelembagaan lebih merupakan suatu hal yang ”continous” (bukan nominal), sehingga perlu dikembangkan penjelasannya terkait dengan pembangunan Minapolitan tersebut. Berbagai prinsip yang terkandung dan atau yang berkaitan dengan ”institutional theory” merupakan hal-hal yang harus diperhatikan dalam program Minapolitan. Dalam hal ini, antara lain pentingnya tata kelola pemerintahan yang baik, peraturan dan atau aturan main yang jelas serta organisasi yang diaplikasikan dengan tepatguna, sehingga ekonomi menuju keadilan sosial kemungkinan akan dapat diwujudkan dalam bentuk kontrak kepada publik. Lebih lanjut dapat dikemukakan bahwa tata kelola pemerintahan yang baik mengharuskan pihak pemerintah baik di pusat maupun dan daerah berlaku sebagai pelayanan kepada masyarakat. Peraturan dan atau aturan main yang jelas serta organisasi yang diaplikan secara tepatguna memberikan makna bahwa semua pihak harus menjalankan tugas pokok dan fungsinya melalui organisasinya masing-masing secara baik untuk tujuan membangun masyarakat kelautan dan perikanan yang sejahtera. Sementara yang dimaksudkan dengan kontrak publik adanya komitmen yang kuat dari pemerintah dan elitnya untuk menepati janji kepada rakyatnya, sebagaimana yang dituangkan dalam rencana pembangunan yang dikemukakan oleh pemerintah. Dalam waktu yang bersamaan juga harus ada penyesuaian terhadap norma setempat, peraturan formal, dan nilai-nilai budaya yang dapat berfungsi sebagai kerangka kerja untuk menganalisis konflik dalam lingkup suatu wilayah kawasan. Artinya, dalam melaksanakan pembangunan harus dipertimbangkan kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat setempat, guna dirumuskan sesuai dengan peraturan formal yang akan ditetapkan. Pertimbangan ini dapat dilakukan secara berbeda antar wilayah dalam satu kawasan pembangunan, sehingga daerah-daerah tidak dapat dianggap memiliki ciri-ciri, adat intiadat, kebiasaan yang sama. Di lain pihak, dalam kaitannya dengan ”resource based theory” dapat dikemukakan bahwa sumberdaya, termasuk sumberdaya alam merupakan modal untuk dapat mempercepat pengembangan dan perluasan basis ekonomi yang dapat berbentuk usaha kecil ataupun perusahaan (firm), dengan memanfaatkan tenaga kerja. Dalam hal ini, dalam program Minapolitan, tidak hanya terbatas untuk mengembangkan usaha mikro dan kecil, tetapi juga dapat dikembangkan perusahaan, sesuai dengan tatanan fungsional yang terbentuk dalam satu kesatuan kawasan Minapolitan. Dengan demikian, program Minapolitan dapat berupa aktivitas ekonomi yang bersifat padat karya (menyerap banyak tenaga kerja) atau dapat pula bersifat padat modal (memerlukan modal yang besar). Pemanfaatan sumberdaya ini tergantung kepada kemampuan manajemen yang dapat saja menerapkan filosofi Six Sigma, sehingga diperlukan formulasi strategi yang dapat menghasilkan keuntungan yang kompetitif. Dengan penerapan kedua teori tersebut secara tepat diharapkan akan terbentuk ”governance for sustainable development” yaitu suatu proses perubahan adaptif yang secara sosial melembaga dengan inovasi yang berkelanjutan, yang diintegrasikan kedalam konsep manajemen perubahan dalam konteks pembangunan ekonomi berbasis kelautan dan perikanan di KTI. DAFTAR PUSTAKA Acedo, F. J., C. Barroso and Jose L. Galan. 2006. The Resource-Based Theory: Dissemination and Main Trends. Strategic Management Journal. Vol. 27. 621 - 636. John Wiley and Sons. (www.interscience.wiley.com). Diunduh tgl 14 Juni 2010. Alvarez, S. A. and L. W. Busenitz., 2001. The Enterpreneurship of Resource-Based Theory. Journal of Management. 27; 755-775. Pergamon. Elsevier Science Inc. Diunduh tgl 14 Juni 2010. 363 Akselerasi Pembangunan Kawasan Timur Indonesia Melalui Integrasi Riset Kelautan dan Perikanan Beeson, M., 2010. Theorising Institutional Change in East Asia. Diunduh tgl. 14 Juni 2010. Conner, K. R., 1991. A Historical Comparison of Resource-Based Theory and Five Schools of Thought Within Industrial Organizations Economics: Do We Have a New Theory of the Firm?. Journal of Management. Vol. 17. No.1;121-154.Southern Management Association. Diunduh tgl 14 Juni 2010. Delmas, M. A., dan M. W. Toffel., 2003. Institutional Pressure and Environmental Management Practices. Presented at the 11th International Conferenceof the Greening of Industry Network. San Fransisco. October 12-15. 2003. Diunduh tgl 14 Juni 2010. Grant, R.M., 1991. The Resource-Based Theory of Competitive Advantage: Implications for Strategy Formulation. California Management Review: Spring 1991.Vol.33. No. 3: ABVINFORM Global. Diunduh tgl 14 Juni 2010. Israel, A., 1987. Institutional Development: Incentive to Performance. The Johns Hopkins University Press. Baltimore and London. Kemp, R., S. Parto. and R. Gibson. 2005. Governance for Sustainable Development: Moving from theory to practice. Int. J. Sustainable Development. Vol. 8 No.1/2. Interscience Enterprises Ltd. Diunduh tgl 14 Juni 2010. Kingston, C. dan G. Caballero. 2008. Comparing Theories of Institutional Change. and Martin, C.J., 1971 Planning Institutions: In. M.G.Blase (Ed); Institutitons in Agricultural Development. p.91-105. The Iowa State University Press. Ames. Iowa. Diunduh tgl 14 Juni 2010. Lamberg, J-Antti., G. T. Savage, and K. Pajunen: Sub-mitted for presentation in the Second Annual Conferenceof of the European Academy of Management. Stockholm. Diunduh tgl. 14 Juni 2010. Manggala, D., 2005. Mengenal Six Sigma Secara Sederhana. http;//www.beranda. net Diunduh tgl. 14 Juni 2010. Mahalingam, A., dan R. E. Levitt, 2007. Institutional Theory as a Framework for Analyzing Conflicts on Global Projects. Journal of Construction Engineering and Managemnt. Vol.133. No.7 July 1. 2007. Diunduh tgl 14 Juni 2010. Muhamad, F., 2009. Pembangunan Sektor Kelautan dan Perikanan untuk Kesejahteraan Nelayan. Berita DKP. Senin 16 Desember 2009. Diunduh tgl 14 Juni 2010. Muhamad, F., 2010. Percepatan Pembangunan KTI Melalui Ekonomi Kelautan & Perikanan. Kementerian Kelautan dan Perikanan. Makassar, 2010. Diunduh tgl 14 Juni 2010. Norgraad, O., 2001. Democracy, Democratization and Institutional Theory. DEMSTAR Research Report No. 4. Department of Political Science. University of Aarhus. www.demstra.dk. Diunduh tgl.14 Juni 2010. Ostrom, E., 1999. Self-Governnance and Forest Resources. Occasional Paper Np.20. Center for International Forestry Research. Bogor. Indonesia. Pesie, M. A., 2007. Six Sigma Philosophy and Resource-Based Theory of Competitiveness: An Integrative Approach. FACTA UNIVERSITATIS. Series Economics and Organization. Vol. 4. No. 2:199-208. Diunduh tgl 14 Juni 2010. Peters, B. Guy. 2000. Institutional Theory: Probles and Prospects. Political Science Series. 69. Institute for Advanced Studies. Vienna. Diunduh tgl 14 Juni 2010. Scott, W. R., 2008. Institutions and Organization: Ideas and Interest. Sage Publications Inc. Los Angeles-London-New Delhi-Singapore. Third Edition. 266p. Singh, I., 2001. Natural Resource Based Clusters in The New Economy: Theory and Reality. Prepared for the 4th Annual Conference of the Competitiveness Institute. Tucson. Arizona. October 2001. Diunduh tgl 14 Juni 2010. Soekanto, S. 2003. Sosiologi: Suatu Pengantar. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta. 466p. Spiller, P.T., 2008. An Institutional Theory of Public Contracts: Regulatory Implications. NBER. Working Paper No. 14152 August 2008. Diunduh tgl 14 Juni 2010. Sunoto, 2009. Implementasi Gerakan Nasional Minapolitan dan Produksi Perikanan. Staf Ahli Menteri Kelautan dan Perikanan. Koordinator Bidang Minapolitan. Kementerian Kelautan dan Perikanan. VRRC (Vibiz Regional Research Center), 2008. Pembangunan Infrastruktur dan Pertumbuhan Ekonomi Regional Kawasan Timur Indonesia. Laporan Hasil Penelitian. Analis: Romauli Panggabean. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Diunduh tgl 14 Juni 2010. 364