JAWABAN PEMERINTAH ATAS PEMANDANGAN UMUM FRAKSI-FRAKSI DPR-RI ATAS RUU APBN 2010 BESERTA NOTA KEUANGANNYA Rapat Paripurna DPR-RI, 20 Agustus 2009 REPUBLIK INDONESIA JAWABAN PEMERINTAH ATAS PEMANDANGAN UMUM FRAKSI-FRAKSI DPR-RI ATAS RUU APBN 2010 BESERTA NOTA KEUANGANNYA Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang terhormat, Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Salam sejahtera bagi kita semua, Pertama-tama, marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas segala rahmat dan karunia-Nya, kita masih diberikan kesempatan untuk dapat melaksanakan tugas dan kewajiban konstitusional dalam rangka pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2010. Selanjutnya, perkenankanlah kami, atas nama Pemerintah, menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggitingginya kepada semua fraksi dalam DPR-RI atas pandangan penilaian, dan dukungannya terhadap RUU tentang APBN Tahun Anggaran 2010 beserta Nota Keuangannya, yang telah disampaikan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 3 Agustus 2009 yang lalu. Semua pandangan, penilaian, dan dukungan yang telah disampaikan oleh seluruh fraksi pada Forum Pemandangan Umum terhadap Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun Anggaran 2010 pada tanggal 14 Agustus 2009 lalu, merupakan masukan yang sangat berharga untuk penyempurnaan APBN Tahun Anggaran 2010. Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat, Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2010 disusun untuk memenuhi ketentuan pasal 23 ayat (1) Undangundang Dasar 1945 yang telah diubah menjadi pasal 23 ayat (1), (2), dan (3) UUD 1945 Amendemen Keempat. Sesuai ketentuan yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, penyusunan RAPBN Tahun Anggaran 2010 dilakukan dengan berpedoman kepada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2010, Kerangka Ekonomi Makro, dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal Tahun 1 2010. Selain itu, penyusunan RAPBN Tahun 2010 juga mengakomodasikan berbagai saran dan pendapat DPR dan pertimbangan DPD RI yang disepakati dalam Pembicaraan Pendahuluan RAPBN 2010 beberapa waktu yang lalu. Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat, Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, RAPBN Tahun 2010 merupakan RAPBN transisi, yang disusun oleh Pemerintahan saat ini, untuk dilaksanakan oleh Pemerintahan yang baru hasil Pemilu tahun 2009. Karena itu, untuk membangun tradisi ketatanegaraan dan politik yang baik dan berlandaskan etika yang pantas, maka RAPBN 2010 disusun dengan memberikan ruang yang memadai bagi pemerintahan baru hasil Pemilu 2009 untuk dapat melaksanakan program dan kebijakan yang telah dijanjikan mulai pada tahun pertama pemerintahan tersebut. Meskipun demikian, sebagai tanggung jawab kenegaraan, RAPBN 2010 juga tetap harus mampu menjaga fungsi-fungsi Pemerintah agar dapat tetap berjalan secara penuh dan program-program yang bertujuan untuk menjaga dan memperbaiki kesejahteraan rakyat dapat dijaga keberlangsungannya. Penyusunan RAPBN 2010, masih sangat dipengaruhi oleh situasi krisis ekonomi global, yang dampaknya sangat dirasakan sejak akhir tahun 2008. Dalam rangka mengantisipasi dan meminimalkan dampak krisis ekonomi global tersebut, Pemerintah telah melakukan berbagai kebijakan dan program, baik dengan menjaga stabilitas ekonomi dan ketahanan sektor keuangan, maupun dengan menjaga momentum perbaikan ekonomi melalui langkah-langkah “countercyclical”. Kita harus mampu untuk membalikkan siklus ekonomi yang sedang menurun, menuju ke arah positif. Dengan demikian dampak krisis ekonomi global dapat dihindari dan bahkan krisis tersebut dapat menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk maju dan berkembang. Kondisi ekonomi tahun 2010 diperkirakan oleh banyak lembaga internasional, akan lebih stabil atau bahkan membaik, dimana fase pemulihan diperkirakan mulai terjadi. Ketidakpastian tahun 2010 adalah pada seberapa cepat dan kuat pemulihan tersebut. Kondisi itu menciptakan kesempatan bagi pemerintahan baru dalam memanfaatkan momentum positif untuk mempercepat kegiatan ekonomi dan upayaupaya memperbaiki kesejahteraan rakyat. Namun, pembangunan ekonomi nasional pada tahun 2010 tetap menghadapi berbagai tantangan, baik yang berasal dari sisi global maupun domestik, yang harus kita jawab dengan langkah-langkah tepat, terukur, nyata dan komprehensif. Tantangan-tantangan tersebut, sebagaimana dikemukakan oleh Presiden pada saat mengantarkan Keterangan Pemerintah tentang RUU APBN 2 Tahun 2010 beserta Nota Keuangannya pada tanggal 3 Agustus 2009 yang lalu meliputi hal-hal sebagai berikut: Pertama, pemulihan ekonomi dunia tahun 2010 masih rapuh, dan gejolak pasar uang, pasar modal, dan harga komoditas masih akan menyertainya. Oleh karena itu, kita tetap perlu memelihara dan memantapkan stabilitas ekonomi nasional dengan merancang APBN 2010 yang memasukkan faktor-faktor risiko tersebut dalam strukturnya. Dengan demikian, tingkat kepercayaan terhadap kebijakan fiskal dan kondisi ekonomi dapat dijaga dan dipelihara. Stabilitas negara dan perekonomian merupakan prasyarat bagi pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan berkualitas. Kedua, belajar dari krisis ekonomi dunia saat ini dan krisis ekonomi Indonesia tahun 1997–1998, maka perekonomian Indonesia harus terus dibangun dengan bertumpu pada sumber-sumber pertumbuhan domestik dan berbasis kewilayahan. Globalisasi harus dapat dimanfaatkan dan dikelola sehingga tidak menjadi faktor ancaman dan risiko bagi kesejahteraan ekonomi Indonesia. Untuk itu, kita perlu memperbaiki kualitas kebijakan, memperkuat institusi birokrasi dan mampu mengantisipasi perubahan yang mungkin terjadi dengan fleksibilitas kebijakan dan instrumen. Perekonomian Indonesia harus tumbuh lebih tinggi dan tetap berkeadilan dan merata, sehingga kualitas kesejahteraan benar-benar dapat dimajukan dan diperbaiki. Ketiga, Indonesia masih perlu menciptakan lapangan kerja yang lebih banyak, dalam rangka menurunkan tingkat pengangguran dan kemiskinan dengan meneruskan program-program yang benar-benar telah dinikmati manfaatnya masyarakat luas (pro rakyat). Keempat, menciptakan iklim investasi yang lebih baik, dengan meningkatkan upaya penegakan hukum, harmonisasi undang-undang kebijakan penanaman modal, mengatasi kemacetan pada masalah pertanahan dan tata ruang, dan perbaikan birokrasi yang diarahkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik. Kelima, meningkatkan ketersediaan dan pemerataan infrastruktur yang memadai dan berkualitas sebagai prasyarat untuk dapat mencapai kemakmuran yang lebih adil dan menciptakan tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, lebih berkualitas, dan berkelanjutan. Keenam, meningkatkan partisipasi seluruh komponen masyarakat dalam proses pembangunan. Peran sektor swasta, perguruan tinggi, dan lembaga swadaya masyarakat harus terus ditingkatkan. Mobilisasi dana pembiayaan pembangunan juga harus digiatkan dari unsur masyarakat luas dan sektor swasta, sehingga ketergantungan terhadap pembiayaan pembangunan dari luar negeri dapat terus dikurangi. 3 Ketujuh, prioritas untuk menjaga ketahanan pangan dan energi harus terus dijaga dan ditingkatkan karena masalah pangan dan energi akan tetap menjadi faktor strategis dalam menjaga stabilitas baik di bidang ekonomi, politik, maupun sosial. Kedelapan, revitalisasi industri pengolahan baik di hilir maupun hulu juga perlu dilakukan untuk membangun kemandirian ekonomi bangsa. Kesembilan, makin pentingnya masalah lingkungan dan perubahan iklim global akan menentukan tingkat keberlanjutan kehidupan di bumi ini dan kemajuan kebudayaan umat manusia. Pembangunan Indonesia harus memasukkan faktor perubahan iklim global dan lingkungan alam dalam pilihan strategi dan kebijakannya, sehingga Indonesia menjadi warga dunia yang berpartisipasi penuh dan bertanggung jawab dalam mengatasi masalah global tersebut. Kesepuluh, otonomi daerah dan desentralisasi memberikan kesempatan dan sekaligus tantangan bagi kita dalam melaksanakan pembangunan nasional yang berkualitas, merata, dan adil. Dalam rangka menjawab berbagai tantangan yang akan dihadapi dalam tahun 2010 dan masa depan Indonesia sebagaimana dikemukakan di atas, kebijakan fiskal dalam RAPBN Tahun 2010 diarahkan untuk mendukung upaya “Pemulihan Perekonomian Nasional dan Pemeliharaan Kesejahteraan Rakyat”, sesuai dengan tema RKP 2010. Berdasarkan tema RKP tersebut, dalam tahun 2010 ditetapkan lima prioritas pembangunan nasional sebagai berikut. Pertama, pemeliharaan kesejahteraan rakyat, utamanya masyarakat miskin, serta penataan kelembagaan dan pelaksanaan sistem perlindungan sosial. Kedua, peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Ketiga, pemantapan reformasi birokrasi dan hukum, serta pemantapan demokrasi dan keamanan nasional. Keempat, pemulihan ekonomi yang didukung oleh pembangunan pertanian, infrastruktur, dan energi. Kelima, peningkatan kualitas pengelolaan sumber daya alam dan kapasitas penanganan perubahan iklim. Untuk mendukung tema dan prioritas pembangunan nasional dalam RKP 2010 di atas, RAPBN 2010 sebagai perangkat utama kebijakan fiskal diarahkan pada upaya untuk mendukung usaha memulihkan kegiatan perekonomian, menciptakan dan memperluas lapangan kerja, meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, serta mengurangi kemiskinan. RAPBN 2010 juga disusun untuk dapat menjawab tantangan dan memberi solusi nyata bagi persoalan yang sangat penting dan mendesak secara nasional, baik di bidang keamanan, politik, hukum, dan sosial, karena kesejahteraan dan kemakmuran bukan hanya ditentukan oleh faktor ekonomi saja. 4 Arah kebijakan fiskal yang sesuai dengan tema dan prioritas RKP 2010 tersebut tercermin dalam postur RAPBN Tahun 2010 sebagai berikut. Pendapatan negara dan hibah direncanakan mencapai Rp911,5 triliun, atau meningkat Rp40,5 triliun (4,6 persen) dari perkiraan realisasi dalam APBN-P Tahun 2009. Sementara itu, belanja negara direncanakan mencapai Rp1.009,5 triliun, atau naik Rp8,6 triliun (0,9 persen) dari perkiraan realisasi dalam APBN-P Tahun 2009. Dengan demikian, defisit anggaran dalam tahun 2009, diperkirakan mencapai Rp98,0 triliun (1,6 persen dari PDB). RAPBN Tahun 2010 merupakan instrumen sangat penting, dan memiliki peranan yang strategis dalam mempengaruhi kondisi nasional, baik di bidang ekonomi, sosial, politik, hukum, maupun keamanan. APBN adalah instrumen penting bagi upaya mencapai sasaran-sasaran pokok pembangunan sebagaimana yang ditetapkan dalam RKP Tahun 2010. Peranan strategis RAPBN Tahun 2010 dalam mempengaruhi kehidupan nasional, diwujudkan dalam bentuk kebijakan alokasi anggaran yang tepat. RAPBN juga dapat berfungsi untuk menjaga keseimbangan distribusi pendapatan, dan menjaga stabilisasi ekonomi makro. Peran RAPBN 2010 sangat penting dalam mendukung pemulihan ekonomi nasional akibat dampak krisis ekonomi global, baik dalam bentuk kebijakan belanja negara, kebijakan penerimaan negara, maupun kebijakan pembiayaan. RAPBN Tahun 2010 diperkirakan akan memberikan pengaruh langsung pada pertumbuhan ekonomi melalui dua jalur, yaitu Pertama, berasal dari peran RAPBN Tahun 2010 terhadap sektor riil (permintaan agregat). Hal ini terwujud dalam bentuk kegiatan konsumsi Pemerintah yang mencapai Rp518,4 triliun (8,6 persen PDB), dan pembentukan modal tetap domestik bruto (PMTDB) yang mencerminkan kegiatan investasi Pemerintah yang mencapai Rp144,5 triliun (2,4 persen PDB). Tingkat konsumsi dan investasi Pemerintah tersebut, diharapkan akan dapat mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan pengangguran dan kemiskinan. Kedua, RAPBN Tahun 2010 diperkirakan memberikan dampak ekspansif terhadap neraca moneter sebesar Rp91,9 triliun (1,5 persen PDB). Hal ini selaras dengan upaya Pemerintah untuk memberikan stimulus fiskal secara terukur dalam rangka percepatan pertumbuhan ekonomi melalui belanja Pemerintah, tetapi tidak menyebabkan tekanan pada keseimbangan moneter yang akan memicu inflasi secara berlebihan. Peran lainnya dari RAPBN Tahun 2010 yang tidak kalah penting adalah sebagai media yang sangat strategis bagi proses politik anggaran, yang dimulai dari perencanaan, implementasi, hingga pertanggungjawaban anggaran. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari peningkatan transparansi, demokratisasi, dan keterlibatan seluruh elemen masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena itu, kunci 5 keberhasilan kebijakan fiskal dalam RAPBN 2010 akan sangat tergantung pada pemahaman bersama akan pentingnya perencanaan yang baik, pelaksanaan yang efektif, serta pertanggungjawaban yang akuntabel, dari seluruh aparat yang terkait. Faktor keberhasilan yang juga tidak kalah pentingnya adalah respon positif dari masyarakat dalam bentuk dukungan dan pengawasan bagi pelaksanaan kebijakan Pemerintah dan pemanfaatan yang rasional dan efisien terhadap output dan outcome dari kebijakan yang ditempuh. Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat, Kini perkenankanlah kami memberikan tanggapan dan jawaban terhadap berbagai hal yang telah disampaikan oleh para juru bicara masing-masing fraksi dalam Dewan Perwakilan Rakyat, yaitu anggota yang terhormat Sdr. Drs. Kahar Muzakir mewakili Fraksi Partai Golongan Karya; Sdr. Jacobus K. Mayong Padang mewakili Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan; Sdr. Drs. H. Zainut Tauhid Sa’adi mewakili Fraksi Partai Persatuan Pembangunan; Sdr. Mirwan Amir mewakili Fraksi Partai Demokrat; Sdr. H. Nurhadi Musawir, S.H., M.M., M.B.A. mewakili Fraksi Partai Amanat Nasional; Sdr. H. Ahmad Mubasyir Mahfud, S.H. mewakili Fraksi Kebangkitan Bangsa; Sdr. Rama Pratama, S.E., Ak. mewakili Fraksi Partai Keadilan Sejahtera; Sdr. Muhammad Tonas, S.E. mewakili Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi; Sdr. Drs. Zulhendri Chaniago mewakili Fraksi Partai Bintang Reformasi; dan Sdr. Walman Siahaan, S.E., S.H., M.M., M.B.A. mewakili Fraksi Partai Damai Sejahtera. Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat, Menanggapi usulan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi, Fraksi Partai Bintang Reformasi, Fraksi Partai Golongan Karya, dan Fraksi Partai Amanat Nasional yang menginginkan target pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi pada tahun 2010 dapat kami sampaikan penjelasan sebagai berikut. Masih terdapat unsur ketidakpastian yang cukup tinggi pada tahun 2010 mengingat sektor keuangan global masih berada dalam tahap awal pemulihan. Pertumbuhan ekonomi dunia diproyeksikan sebesar 2,5 persen, sedangkan pertumbuhan volume perdagangan dunia hanya sebesar 1 persen. Pada tahun 2010, perekonomian Amerika Serikat diperkirakan hanya akan tumbuh 3,8 persen, bahkan negara-negara Eropa masih akan mengalami pertumbuhan negatif 0,3 persen. Pada fase awal pemulihan tersebut, perekonomian global akan mengalami tekanan, mengingat akan terjadi persaingan yang cukup sengit dalam 6 memperebutkan likuiditas yang masih terbatas. Program stimulus fiskal yang dicanangkan di berbagai negara untuk mendongkrak perekonomian domestik akan dibiayai melalui utang yang berasal dari penerbitan obligasi. Akan dilakukan pembelian kembali aset di negara-negara maju yang nilainya jatuh pada saat krisis, sehingga terjadi arus dana keluar dari negara-negara berkembang. Berbagai indikator tersebut menunjukkan bahwa perekonomian kita masih akan menghadapi ketidakpastian dari eksternal (ekspor dan impor) dan pendanaan investasi. Sumber-sumber pembiayaan eksternal akan sangat ketat sehingga pembiayaan defisit harus mengandalkan sumber-sumber domestik. Pertumbuhan ekonomi tahun 2010 diproyeksikan sebesar 5 persen yang bersumber dari konsumsi masyarakat sebesar 5,1 persen, konsumsi pemerintah sebesar 6 persen, investasi 8,5 persen, dan ekspor-impor masing-masing sebesar 4,1 persen dan 6,9 persen. Target pertumbuhan ekonomi tersebut pada dasarnya adalah pertumbuhan yang memadai dan cukup realistis. Meskipun demikian, perkiraan dari lembaga-lembaga ekonomi Internasional (Consensus Mean) untuk proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2010 hanya berkisar 4,7 persen. Pemerintah akan terus berusaha melakukan berbagai langkah-langkah yang diperlukan untuk meningkatkan target pertumbuhan ekonomi. Beberapa langkah untuk mendorong faktor pendukung perumbuhan ekonomi antara lain sebagai berikut: untuk mendorong pertumbuhan konsumsi masyarakat dan Pemerintah, maka langkah-langkah untuk meningkatkan daya beli masyarakat dilakukan antara lain melalui pengendalian laju inflasi dan mendorong realisasi penyerapan anggaran. Untuk meningkatkan target pertumbuhan investasi akan diperbaiki iklim investasi, langkah-langkah pemulihan ekspansi kredit perbankan, dan mempercepat pembangunan infrastruktur. Program stimulus fiskal akan tetap dilanjutkan pada tahun depan untuk menjaga momentum pemulihan perusahaan. Melalui berbagai kebijakan tersebut diharapkan pertumbuhan ekonomi dalam tahun 2010 dapat mencapai 5 persen atau lebih tinggi lagi. Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat, Menjawab pertanyaan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Fraksi Partai Damai Sejahtera mengenai asumsi inflasi tahun 2010 sebesar 5,0 persen, dapat dijelaskan sebagai berikut. Inflasi merupakan kenaikan harga barang dan jasa secara umum, yang dapat dipicu baik dari sisi permintaan, maupun sisi produksi (supply), baik yang berasal dari sumber dalam negeri, maupun luar negeri. Pemerintah dan Bank Indonesia tetap harus mewaspadai tekanan inflasi tahun 2010 yang berasal dari beberapa faktor sebagai berikut: 7 (1) kemungkinan kenaikan harga minyak dunia dan beberapa komoditas utama lainnya yang berjalan seiring dengan pemulihan ekonomi dunia, dan akan meningkatkan juga harga komoditas di dalam negeri; (2) kenaikan defisit di negara-negara maju akan menyebabkan meningkatnya ekspektasi inflasi dunia. Hal ini akan menyebabkan suku bunga dunia juga meningkat yang dapat berpotensi menyebabkan volatilitas nilai tukar antarnegara, termasuk rupiah. Situasi ini akan menjadi pemicu inflasi dari impor barang dan jasa; (3) kemungkinan terjadinya El-Nino yang akan berdampak pada produksi dan harga pangan domestik; (4) penyesuaian beberapa harga administered strategies sesuai perubahan kebijakan subsidi yang akan dibahas dalam kerangka kebijakan APBN 2010; (5) perkiraan kenaikan permintaan domestik dalam bentuk kenaikan konsumsi masyarakat seiring dengan kenaikan gaji pokok PNS dan TNI-POLRI, serta pensiunan, dan pulihnya investasi serta ekspor. Sementara itu, kapasitas produksi nasional tidak selalu mengikuti cepatnya kenaikan permintaan, sehingga menimbulkan gap output dan tekanan inflasi; dan (6) faktor bencana alam dan gangguan distribusi arus barang dapat menambah risiko tekanan inflasi. Secara khusus, tingginya realisasi laju inflasi dibandingkan dengan prediksi yang telah ditetapkan dalam RAPBN 2010 tentunya akan mempengaruhi postur APBN, baik dari sisi penerimaan maupun dari sisi belanja negara, namun secara neto berpengaruh meningkatkan defisit APBN. Inflasi tinggi akan mempengaruhi daya beli masyarakat, sehingga pada gilirannya kesejahteraan masyarakat akan menurun. Apabila inflasi melebihi asumsi yang telah ditetapkan, berbagai langkah koreksi maupun intervensi akan dilakukan oleh Pemerintah dalam mengendalikan laju inflasi, antara lain dengan melakukan stabilitas harga barang melalui operasi pasar, dan menjaga kecukupan pasokan barang/pangan termasuk dengan membuka keran impor barang kebutuhan pokok masyarakat bila diperlukan. Perbaikan infrastruktur dan pembukaan akses transportasi diharapkan juga akan mengurangi dampak gangguan distribusi barang di seluruh Indonesia. Pengendalian harga barang dan jasa yang bersifat strategis diharapkan juga menjamin kestabilan harga. Sementara itu, dari sisi produksi, peningkatan investasi pada tahun 2010 diharapkan dapat mendorong kenaikan kapasitas produksi. Dari sisi kebijakan moneter, jumlah uang beredar dikelola oleh Bank Indonesia dengan mempertimbangkan faktor ekspektasi inflasi dan kebutuhan untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi secara seimbang. Selain itu, dengan laju inflasi yang rendah dapat mendorong Bank Sentral untuk menurunkan suku bunga acuannya (BI rate) secara bertahap, sehingga mendorong turunnya suku bunga pinjaman. Dengan diturunkannya suku bunga pinjaman diharapkan dapat mendorong gairah berusaha masyarakat agar dapat lebih produktif. Jika produktivitas meningkat, maka pertumbuhan ekonomi juga ikut 8 meningkat. Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas, sasaran inflasi sebesar 5,0 persen tahun 2010 diperkirakan masih cukup realistis dan dapat diupayakan untuk dicapai. Untuk menjaga tingkat inflasi agar tetap cukup rendah, Pemerintah melalui instansi terkait bersama Bank Indonesia terus berupaya untuk meningkatkan koordinasi kebijakan dan langkah-langkah pengendalian. Koordinasi ini dilakukan secara periodik, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Berbagai kebijakan fiskal, moneter, dan sektor riil akan ditempuh dalam rangka menjaga stabilitas harga, memperlancar distribusi kebutuhan pokok, dan menjaga kecukupan pasokan bahan pokok. Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat, Menanggapi pertanyaan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Fraksi Kebangkitan Bangsa dan Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi mengenai langkah-langkah kebijakan perpajakan untuk optimalisasi penerimaan perpajakan dapat dijelaskan sebagai berikut. Sebagaimana diketahui, penerimaan perpajakan dalam RAPBN Tahun 2010 ditargetkan mencapai Rp729,2 triliun, naik 11,8 persen dari APBN-P Tahun 2009 sebesar Rp652,0 triliun. Jika tanpa memperhitungkan PPh migas, penerimaan perpajakan nonmigas dalam RAPBN Tahun 2010 naik sebesar 14,3 persen. Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dari pertumbuhan alamiah perekonomian Indonesia tahun 2010 yang diperkirakan sebesar 10 persen (pertumbuhan ekonomi 5 persen dan inflasi 5 persen). Tingginya pertumbuhan perpajakan nonmigas dalam tahun 2010 tersebut antara lain didukung oleh adanya extra effort yang dilakukan oleh Pemerintah. Upaya tersebut berupa administrative measures yang diperhitungkan sebesar 10 persen dari basis penerimaan, yang berarti akan memberikan tambahan penerimaan perpajakan sebesar Rp58,8 triliun. Dalam upaya mencapai target penerimaan perpajakan tahun 2010, Pemerintah akan melanjutkan reformasi di bidang perpajakan, yang mencakup program ekstensifikasi perpajakan, program intensifikasi perpajakan, dan program kegiatan pasca sunset policy. Program kebijakan ekstensifikasi dalam tahun 2010 dilaksanakan melalui dua kegiatan utama, yaitu pengenaan pajak atas surplus Bank Indonesia, dan penambahan subjek pajak orang pribadi. Pengenaan pajak atas surplus Bank Indonesia didasarkan pada Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Sementara itu, penambahan wajib pajak akan terus dilakukan melalui tiga pendekatan utama. Pertama, pendekatan berbasis pemberi kerja dan bendahara Pemerintah dengan sasaran 9 karyawan, yang meliputi pemegang saham atau pemilik perusahaan, komisaris, direksi, staf, pekerja, Pegawai Negeri Sipil, dan Pejabat Negara. Kedua, pendekatan berbasis properti dengan sasaran orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan/atau memiliki tempat usaha di pusat perdagangan dan/atau pertokoan, dan perumahan. Ketiga, pendekatan berbasis profesi dengan sasaran dokter, artis, pengacara, notaris, akuntan, dan profesi lainnya. Program intensifikasi atau penggalian potensi perpajakan dari wajib pajak yang telah terdaftar, dilaksanakan di antaranya melalui (1) kegiatan mapping dan benchmarking; (2) pemantapan profil seluruh wajib pajak Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya; (3) pemantapan profil seluruh wajib pajak KPP Large Tax Office (LTO) dan Khusus; (4) pemantapan profil 500 wajib pajak KPP Pratama; (5) pembuatan profil high rise building; (6) pengawasan intensif dari PPh Pasal 25 Retailer; dan (7) pengawasan intensif wajib pajak besar untuk orang pribadi. Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan suatu metode penggalian potensi dan pengawasan penerimaan pajak yang terstruktur, sistematis, terukur, dan saling terkait yang telah dikembangkan sejak tahun 2007. Sedangkan kegiatan pasca program sunset policy akan dititikberatkan pada 2 kegiatan utama, yaitu law enforcement dan pembinaan kepada wajib pajak. Kegiatan law enforcement dilakukan melalui penagihan, pemeriksaan, dan penyidikan. Kegiatan pembinaan dititikberatkan pada pembangunan komunikasi kepada setiap wajib pajak yang dilaksanakan melalui pendidikan perpajakan (tax education), menjaga hubungan dengan wajib pajak (maintenance), dan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat. Di samping ketiga program tersebut, Pemerintah akan terus berupaya untuk menyelesaikan pembahasan amendemen Undang-undang PPN dan PPnBM dengan DPR-RI. Tujuan amendemen undang-undang tersebut antara lain untuk (1) memberikan kepastian hukum; (2) menyederhanakan dan terus memperbaiki sistem PPN; (3) mengefisiensikan biaya administrasi; (4) meningkatkan kepatuhan wajib pajak; dan (5) mengamankan penerimaan pajak. Di bidang kepabeanan, optimalisasi penerimaan dilakukan antara lain melalui peningkatan manajemen tagihan/piutang yang ditujukan untuk mengukur tingkat kolektibilitas tagihan/piutang. Upaya tersebut dilakukan melalui penerbitan surat paksa, surat sita dan pelaksanaan pelelangan. Selanjutnya, untuk meningkatkan pelayanan kepabeanan kepada masyarakat, Pemerintah akan terus melanjutkan program reformasi melalui pembentukan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Madya Pabean, dan pengembangan National Single Windows (NSW). Di samping kedua program tersebut, Pemerintah juga akan melakukan program intensifikasi melalui peningkatan akurasi 10 penelitian nilai pabean dan klasifikasi, peningkatan efektivitas pemeriksaan fisik barang, dan optimalisasi sarana operasi, seperti kapal patroli dan mesin sinar X dan sinar gamma. Di bidang cukai, optimalisasi penerimaan dilakukan antara lain melalui (1) peningkatan tarif cukai hasil tembakau berkisar 5-10 persen; (2) perubahan ketentuan mengenai perizinan; (3) penyederhaan golongan pengusaha dan tarif cukai; serta (4) peningkatan tarif cukai minuman mengandung ethyl alcohol (MMEA). Untuk menjamin kepastian penerimaan cukai, Pemerintah akan melakukan peningkatan pengawasan antara lain melalui (1) peningkatan operasi pasar; (2) pemeriksaan lokasi pabrik; (3) peningkatan security features pita cukai; dan (4) peningkatan pengawasan peredaran MMEA impor. Sedangkan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, Pemerintah akan melanjutkan program reformasi dengan menerapkan KPPBC Madya Cukai, otomatisasi pelayanan dan pembayaran di bidang cukai, serta pembentukan unit layanan infomasi dan kepatuhan internal. Selanjutnya, untuk menjamin penegakan hukum (law enforcement) di bidang kepabeanan dan cukai, Pemerintah akan meningkatkan pengawasan dan audit. Peningkatan pengawasan dilakukan antara lain dengan (1) mengembangkan manajemen risiko kepabeanan dan cukai; (2) membangun sistem dokumentasi pelanggaran kepabeanan dan cukai; (3) melakukan pemberantasan penyelundupan fisik dan pelanggaran administrasi; (4) melaksanakan pemberantasan penggunaan pita cukai palsu; dan (5) melaksanakan pemberantasan penyalahgunaan fasilitas kepabeanan dan cukai. Sedangkan peningkatan audit dilakukan antara lain melalui (1) pembuatan dokumentasi sistem informasi perencanaan audit; (2) penyusunan database profil dan objek audit; (3) monitoring pelaksanaan audit; serta (4) penyempurnaan aplikasi audit. Sementara itu, sejak pertengahan tahun 2009 Pemerintah berketetapan untuk terus melanjutkan reformasi perpajakan melalui reformasi perpajakan jilid II. Fokus utama program reformasi perpajakan jilid II adalah peningkatan manajemen sumber daya manusia, serta peningkatan teknologi informasi dan komunikasi. Program reformasi perpajakan jilid II ini dikemas dalam bentuk Project for Indonesian Tax Administration Reform (PINTAR), yang bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak, dan melaksanakan good governance melalui peningkatan transparansi dan akuntabilitas Direktorat Jenderal Pajak. Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat, Pemerintah sependapat dengan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Fraksi Partai Demokrat, dan Fraksi Partai Amanat Nasional, mengenai 11 perlunya anggaran pada kementerian negara/lembaga (K/L) dialokasikan secara tepat, terarah, terukur, efisien, dan efektif serta agar dalam pelaksanaannya dapat diserap secara tepat waktu dan tidak terlambat. Prinsip tersebut merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dan telah dijabarkan dalam sistem dan mekanisme penganggaran yang selama ini telah dilaksanakan bersama oleh Pemerintah dan DPR. Pemerintah secara terus menerus berupaya meningkatkan efektivitas dan efisiensi belanja negara, antara lain dengan secara bertahap menerapkan sistem penganggaran berbasis kinerja, kerangka pengeluaran jangka menengah (KPJM), dan penganggaran terpadu (unified budget). Dalam jajaran Pemerintah, pengalokasian anggaran dilakukan dengan melibatkan seluruh kementerian negara/lembaga sejak tahap perencanaan, dan secara berjenjang sejak tingkat unit teknis di daerah dan pusat hingga ke tingkat kabinet, meskipun belum berarti bahwa sistem dan mekanisme penganggaran di internal Pemerintah telah mampu meniadakan inefisiensi dan ketidakefektifan. Sejalan dengan prinsip perencanaan dan penganggaran berbasis kinerja dalam periode 2006 – 2009, melalui penyusunan Rencana Kerja Pemerintah (RKP), telah digambarkan kebijakan yang akan ditempuh Pemerintah setiap tahunnya. Kebijakan tersebut mencakup prioritas berikut kegiatan-kegiatan yang sedapat mungkin terukur (ada outputnya), dan dengan biaya yang dibutuhkan untuk melaksanakannya. Dengan demikian, alokasi anggaran pada K/L tidak bersifat naik sama rata, tetapi berdasarkan kontribusinya pada pencapaian prioritasprioritas pembangunan tersebut. Langkah untuk melaksanakan perencanaan dan penganggaran berbasis kinerja tersebut ditempuh sebagai pelaksanaan UU 17/2003 tentang Keuangan Negara, dan UU 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Reformasi semacam ini, di berbagai negara yang sudah melaksanakannya, membutuhkan waktu sekitar 15 – 20 tahun. Kita berharap dapat melakukannya lebih cepat dari itu. Pemerintah melalui Menteri Keuangan dan Menneg PPN/Kepala Bappenas, telah menerbitkan Surat Edaran Bersama (SEB) tentang Pedoman Reformasi Perencanaan dan Penganggaran yang memuat langkah-langkah bertahap dan terukur untuk meningkatkan kualitas belanja negara, mulai dari tahun ini hingga tahun 2011. Pedoman tersebut memuat langkahlangkah untuk : (a) merestrukturisasi program dan kegiatan agar dapat lebih mencerminkan kinerja dan akuntabilitas masing-masing institusi; (b) langkah-langkah penerapan anggaran berbasis kinerja; (c) langkah-langkah penerapan anggaran berjangka menengah; (d) format baru Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL) yang lebih berorientasi kepada kebijakan 12 strategis; dan (e) kaidah pelaksanaan yang memuat tahapan reformasi tersebut. Dasar-dasar untuk memperbaiki kualitas belanja telah diletakkan, tinggal sekarang kita menggunakannya secara konsisten dan berkesinambungan agar upaya meningkatkan efektivitas dan efisiensi anggaran dapat secara bertahap terus mengalami kemajuan. Terkait dengan hal tersebut, Pemerintah sangat mengharapkan dukungan Dewan yang terhormat untuk secara konsisten dan berkelanjutan, melakukan pengawasan terhadap usulan rencana kegiatan, dan alokasi anggaran dari kementerian negara/lembaga mitra kerja masing-masing Komisi. Selain itu, dengan penerapan sistem penganggaran tersebut, efektivitas, efisiensi, transparasi, dan akuntabilitas penggunaan anggaran diharapkan dapat semakin ditingkatkan. Selanjutnya, mengenai daya serap anggaran, dapat kiranya kami sampaikan tentang 2 (dua) fenomena penting, yaitu (a) pencairan anggaran yang menumpuk di akhir tahun anggaran, dan (b) pencairan anggaran yang lebih rendah dari yang telah dialokasikan. Sebab dan akibat dari masing-masing fenomena tersebut dapat serupa, tetapi dapat pula berbeda. Pencairan anggaran yang menumpuk di akhir tahun tentu akan menyulitkan pengelolaan kas negara, dan pengestimasian besaran dari defisit pembiayaan. Sementara itu, mengenai pencairan anggaran yang lebih rendah dari yang telah dialokasikan, sepanjang sasaran dari program/kegiatan tersebut telah dapat dicapai sesuai dengan yang ditetapkan sebelumnya, maka hal tersebut dapat mengindikasikan adanya efisiensi biaya dari program/kegiatan yang telah dilaksanakan. Namun, kedua fenomena tersebut dapat pula mengindikasikan adanya (a) kelambatan dalam pelaksanaan program/kegiatan yang telah direncanakan, dan (b) tidak tercapainya seluruh sasaran program/kegiatan yang telah ditetapkan. Untuk mengatasi masalah tersebut, Pemerintah antara lain telah mengupayakan langkah-langkah sebagai berikut. Pertama, efisiensi proses penyusunan perencanaan dan penganggaran antara lain dengan penerapan sistem penganggaran berbasis kinerja, serta peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang terlibat dalam proses perencanaan, pelaksanaan kegiatan/pengadaan, dan pelaporan. Kedua, mengefisienkan tahapan dalam proses pengadaan barang dan jasa yang dilakukan dengan pelelangan, dan mendorong pengguna anggaran untuk sejak hari-hari pertama dari tahun anggaran memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam pencairan anggaran, seperti penunjukan pejabat kuasa pengguna anggaran, pembuat komitmen, dan bendahara penerimaan/pengeluaran. Ketiga, pelaksanaan percepatan pencairan anggaran dengan meningkatkan kualitas pelayanan perbendaharaan. 13 Mengenai reward dan punishment, sebagai langkah antisipasi ke depan untuk meningkatkan penyerapan anggaran, dapat dijelaskan bahwa dalam rangka meningkatkan good governance dalam pengelolaan keuangan negara, Pemerintah akan menerapkan reward and punishment system kepada K/L dan pemda. Reward and punishment system tersebut didasarkan antara lain pada: 1. Kinerja pelayanan publik; 2. Pengelolaan keuangan dan penyerapan anggaran dikaitkan dengan target; 3. Ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan; 4. Akuntabilitas dan hasil audit BPK atas laporan keuangan. Pemerintah menerapkan sistem pemberian imbalan dan/atau penghargaan atas pencapaian prestasi kerja K/L berdasarkan tingkat akuntabilitas dan efisiensi anggaran yang dicapai. Pemerintah mengenakan sanksi administratif dan/atau menindaklanjuti laporan BPK mengenai dugaan perbuatan pidana atas ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Pada tingkat daerah, penerapan sistem reward dan punishment secara bertahap telah dirintis khususnya pada tahap penyaluran transfer ke daerah, yaitu: 1) Reward bagi penyaluran DAK Tahap I bagi daerah yang telah menyampaikan Perda APBN. 2) Reward berupa Piagam Penghargaan dan Plakat bagi daerah yang menyelesaikan Perda APBD dalam 3 tahun berturut-turut (2006, 2007, dan 2008) tidak terlambat yang telah diberikan kepada 2 provinsi dan 12 kabupaten Kota di Denpasar Bali pada tanggal 4 Mei 2009. 3) Punishment berupa tidak disalurkannya DAK Tahap I sebelum Perda APBD diselesaikan. 4) Punishment berupa penundaan 25 persen DAU mulai bulan Mei kepada daerah yang sampai dengan akhir April belum menyelesaikan perda APBD dan dilanjutkan bulan berikutnya sampai perda APBD diselesaikan. Pemerintah sedang mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi dan mekanisme reward and punishment system, baik untuk K/L di lingkungan Pemerintah Pusat maupun pemda agar dapat berjalan efektif namun tidak mengurangi kualitas layanan publik dan tetap mendorong perbaikan layanan. Mekanisme reward and punishment ini direncanakan akan disusun dalam Perpres dan berlaku mulai Tahun Anggaran 2010, terutama terkait dengan pelaksanaan anggaran stimulus fiskal. 14 Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat, Menanggapi dukungan Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi terhadap kebijakan Pemerintah tentang stimulus fiskal, sebagai sebuah kebijakan countercyclical, Pemerintah menyampaikan terima kasih dan penghargaan atas dukungan tersebut. Sehubungan dengan itu, dapat kiranya kami sampaikan bahwa stimulus fiskal sebagai kebijakan countercyclical dilakukan dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan daya beli masyarakat, meningkatkan daya tahan perusahaan atau sektor usaha dalam menghadapi krisis global, menciptakan kesempatan kerja, dan menyerap dampak PHK melalui pembangunan infrastruktur. Selain itu, program stimulus fiskal juga dimaksudkan untuk mempersiapkan fondasi yang lebih kuat dalam rangka mempercepat laju pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, serta meletakkan dasar-dasar yang lebih kuat dan memperkokoh sendi-sendi perekonomian nasional. Oleh karena itu, Pemerintah merasa perlu untuk menetapkan kriteria, agar programprogram stimulus tersebut dapat sesuai dengan tujuan program. Berkaitan dengan upaya mendorong sektor riil, kriteria yang ditetapkan antara lain adalah bahwa program harus dapat menciptakan lapangan kerja, mengingat banyaknya perusahaan yang saat ini merestrukturisasi usahanya. Dalam kondisi seperti ini, perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagai jalan terakhir apabila kondisi perusahaan sudah tidak dapat diselamatkan. Untuk itu, program stimulus fiskal difokuskan pada program-program pembangunan infrastruktur padat karya yang pelaksanaannya dilengkapi dengan sistem jaringan infrastruktur agar lebih efisien. Program-program yang dilakukan oleh Pemerintah dalam rangka stimulus fiskal tersebut antara lain adalah: (1) program pembangunan transportasi laut; (2) program pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi, rawa dan jaringan pengairan lainnya; (3) program peningkatan/pembangunan jalan dan jembatan; (4) program pengendalian banjir dan pengaman pantai; dan (5) program pengembangan kinerja pengelolaan air minum dan air limbah; dan (6) program peningkatan kualitas dan produktivitas tenaga kerja. Program-program stimulus tersebut harus segera dapat dilaksanakan agar hasilnya dapat segera dinikmati masyarakat luas, khususnya agar dapat memberikan lapangan pekerjaan bagi para penganggur maupun korban PHK. Pemerintah akan terus berupaya semaksimal mungkin agar program stimulus fiskal tersebut dapat terealisasi seluruhnya di tahun 2009. Untuk itu, dalam rangka mendorong kementerian negara/lembaga untuk segera merealisasikan anggaran stimulus fiskal tersebut, Pemerintah akan memberikan sanksi berupa pengurangan alokasi anggaran dalam penetapan alokasi anggaran untuk tahun anggaran 15 berikutnya bagi kementerian negara/lembaga, termasuk provinsi dan kabupaten/kota yang tidak sepenuhnya mampu melaksanakan belanja stimulus fiskal tahun 2009 sebagaimana telah ditetapkan. Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat, Menanggapi pertanyaan Fraksi Partai Amanat Nasional dan Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi mengenai persentase Dana Alokasi Umum (DAU), dapat dijelaskan sebagai berikut. Sesuai UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, pasal 27 ayat (1), disebutkan bahwa jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26 persen dari Pendapatan Dalam Negeri (PDN) Neto yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Atas dasar itu, Pemerintah mengusulkan jumlah DAU murni nasional dalam Rancangan APBN (RAPBN) 2010 sebesar Rp186,95 triliun atau setara dengan 26 persen dari PDN Neto. Selain dari DAU murni tersebut, dalam RAPBN Tahun Anggaran 2010, juga dialokasikan DAU Tambahan untuk tunjangan profesi guru sebesar Rp8,85 triliun, yang besarannya ditetapkan tidak berdasarkan PDN Neto, namun berdasarkan jumlah realisasi guru yang telah disertifikasi sampai dengan tahun 2008. Dapat ditambahkan pula bahwa pada RAPBN Tahun 2010 masih dianggarkan tambahan tunjangan kependidikan bagi guru sebesar Rp7,94 triliun (untuk meningkatkan penghasilan guru minimal menjadi Rp2 juta per bulan) yang merupakan bagian dari Dana Penyesuaian. Dengan demikian, besaran 26 persen sebagaimana dalam RAPBN 2010, sepenuhnya untuk pengalokasian DAU dengan menggunakan formula (DAU murni), tidak termasuk DAU tambahan untuk guru. Pemerintah memahami usulan untuk meningkatkan persentase DAU Nasional menjadi 27 persen seperti disampaikan Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) dan Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi. Namun, perlu kiranya disampaikan bahwa peningkatan 1 persen dari PDN Neto akan berdampak pada peningkatan tidak hanya pada DAU, melainkan juga pada Dana Otonomi Khusus (setara dengan 2 persen plafon DAU Nasional), dan perhitungan 20 persen anggaran pendidikan terhadap Belanja APBN, yang pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan defisit. Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat, Mengenai masukan Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi, Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Damai Sejahtera, dan Fraksi Partai Amanat Nasional agar defisit anggaran tahun 2010 dapat dikurangi dari 1,6 persen PDB hingga ke nol 16 persen dapat disampaikan tanggapan sebagai berikut. Pemerintah pada dasarnya selalu menjaga agar APBN dapat selalu diupayakan untuk semakin mandiri dan sehat serta berkelanjutan. Untuk itu, berbagai upaya untuk meningkatkan penerimaan negara, baik dalam bentuk pajak dan bukan pajak, akan terus dilakukan dengan langkah-langkah reformasi yang konsisten dan efektif. Sementara itu, sisi belanja akan terus dijaga agar tepat arah, efisien, dan sesuai prioritas nasional. Kebijakan fiskal melalui APBN harus selalu disesuaikan dengan kondisi dan tantangan perekonomian. Peran APBN dibutuhkan dalam menstabilkan perekonomian nasional dan memacu pertumbuhan ekonomi di saat peran swasta mengalami tekanan. APBN juga penting untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat. Pada tahun 2009, peningkatan defisit dari sebesar 1,0 persen terhadap PDB dalam APBN 2009 menjadi 2,4 persen terhadap PDB dalam APBN-P 2009 merupakan konsekuensi dari melemahnya ekonomi yang menurunkan penerimaan pajak, menurunnya harga minyak yang mengurangi PNBP, dan naiknya belanja Pemerintah untuk mengantisipasi dampak krisis global pada perekonomian nasional. Peningkatan defisit tahun 2009 tersebut akibat perubahan perkiraan asumsi ekonomi makro dan naiknya belanja untuk kebutuhan stimulus fiskal di tahun 2009 guna mempertahankan daya beli masyarakat, menjaga daya tahan dan daya saing usaha menghadapi krisis ekonomi global, serta menangani dampak PHK dan mengurangi pengangguran. Dalam tahun 2010, perekonomian dunia dan nasional diperkirakan belum sepenuhnya pulih. Dalam mengantisipasi hal tersebut, Pemerintah menyusun rencana defisit RAPBN 2010 sebesar 1,6 persen terhadap PDB yang cukup memadai dengan mempertimbangkan kebutuhan pemulihan ekonomi. Di satu sisi, pendapatan negara pada tahun 2010 diperkirakan sudah dapat meningkat lebih besar dari kondisi di tahun 2009 yang mengalami perlambatan. Di sisi lain, peningkatan belanja negara juga tetap dibutuhkan untuk menjaga kesinambungan dukungan fiskal pada perbaikan perekonomian nasional serta perlindungan kesejahteraan masyarakat. Ke depan, besarnya defisit APBN akan terus disesuaikan dengan kondisi ekonomi dan kebutuhan nasional dengan tetap menjaga kesinambungan APBN serta penurunan rasio utang Pemerintah terhadap PDB. Upaya tersebut diharapkan akan didukung dengan peningkatan penerimaan perpajakan, kepabeanan, serta penggalian potensi perpajakan lainnya. Di bidang belanja negara, peningkatan alokasi anggaran akan terus diupayakan, terutama untuk pembangunan infrastruktur serta peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pemerataan pembangunan. 17 Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat, Menanggapi pertanyaan Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Fraksi Partai Damai Sejahtera, dan Fraksi Partai Demokrat mengenai utang, dapat kiranya dipahami bahwa pengelolaan utang merupakan bagian dari kebijakan APBN keseluruhan dan bahkan merupakan hasil dari kesepakatan politis antara Pemerintah dan DPR dalam menetapkan kebijakan fiskal. APBN adalah alat negara untuk menciptakan kemakmuran rakyat dalam bentuk penciptaan kesempatan kerja, dan mengurangi kemiskinan dan membangun kemakmuran bersama. Utang adalah konsekuensi dari postur APBN yang mengalami defisit, dimana penerimaan negara lebih kecil daripada belanja negara. Selain untuk menutup defisit, utang baru juga digunakan untuk debt refinancing atau membayar utang lama yang terakumulasi utang dari masa lalu yang jatuh tempo. Namun, utang baru yang diterbitkan mempunyai terms & conditions utang baru yang selalu diupayakan lebih baik dibanding utang lama dari sisi biaya maupun risikonya. Pemerintah akan terus menjaga sumber pembiayaan defisit yang memiliki risiko dan biaya terkecil dan tidak memiliki ikatan politis apapun. Prinsip-prinsip good governance dalam pengelolaan utang diatur secara tegas dan jelas dalam Undang-Undang No 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara, Undang-Undang No 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara, dan Peraturan Pemerintah No 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri. Ketentuan dalam perundang-undangan tersebut antara lain mengatur bahwa (a) pengadaan atau penerbitan utang harus melalui mekanisme APBN dan mendapatkan persetujuan DPR, (b) pengelolaan utang dilakukan secara terkoordinasi antara Pemerintah (dalam hal ini Departemen Keuangan, Bappenas, dan Bank Indonesia), dan (c) pertanggungjawaban pengelolaan utang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pertanggungjawaban APBN. Strategi utang yang memprioritaskan pemanfaatan potensi sumber pendanaan domestik, serta pengurangan pinjaman luar negeri secara bertahap, telah memberikan kontribusi terhadap upaya untuk mempertahankan kesinambungan fiskal dan penurunan risiko APBN keseluruhan. Hal tersebut tercermin antara lain dari penurunan beberapa rasio utang terutama sejak tahun 2004, misalnya, rasio biaya utang terhadap PDB, rasio biaya utang terhadap pendapatan maupun terhadap belanja, dan rasio pembayaran utang luar negeri terhadap ekspor. 18 Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat, Demikianlah jawaban Pemerintah terhadap Pemandangan Umum Dewan Perwakilan Rakyat berkenaan dengan Nota Keuangan dan RUU tentang APBN Tahun Anggaran 2010. Tanggapan atas Pemandangan Umum DPR lebih lanjut akan kami sampaikan secara tertulis, sebagai bagian yang tidak terpisah dari jawaban yang telah kami sampaikan ini. Akhirnya atas nama Pemerintah, kami menyambut baik ajakan Dewan yang terhormat untuk bersama-sama membahas RAPBN Tahun Anggaran 2010 secara lebih mendalam dan cermat pada tahap selanjutnya, atas dasar prinsip kemitraan dan tanggung jawab bersama dalam mengemban amanat rakyat, sehingga kewajiban mulia yang terbentang di pundak Pemerintah dan Dewan dapat diselesaikan secara tepat waktu sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Sekian dan terima kasih. Wassalamu’alaikum wr. wb. Jakarta, 20 Agustus 2009 A.N. PEMERINTAH MENTERI KEUANGAN SRI MULYANI INDRAWATI 19 LAMPIRAN A. PERKEMBANGAN EKONOMI KEBIJAKAN FISKAL DAN POKOK-POKOK Menanggapi pernyataan dari Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Kebangkitan Bangsa mengenai langkah-langkah antisipatif yang telah ditempuh oleh Pemerintah dalam rangka meminimalkan dampak krisis global terhadap perekonomian nasional, kiranya dapat dijelaskan bahwa kami sependapat dengan Dewan yang terhormat bahwa untuk mengatasi krisis global perlu dilakukan program-program yang cepat, tepat dan terarah. Untuk mengurangi dampak krisis global terhadap perekonomian nasional yang terjadi sejak akhir 2008 dan diperkirakan akan berlanjut pada tahun 2009, salah satu prakarsa yang dilakukan Pemerintah antara lain dengan mengeluarkan Surat Peraturan Bersama empat Menteri tentang Pemeliharaan Momentum Pertumbuhan Ekonomi Nasional dalam Mengantisipasi Perkembangan Ekonomi Global. Peraturan bersama ini dimaksudkan untuk menjaga agar tidak terjadi PHK masal. Dikeluarkannya surat peraturan bersama tersebut juga mendorong dilakukannya perundingan bipartit untuk berbagai masalah ketenagakerjaan. Untuk itu, para pekerja telah diberikan kesadaran bahwa peraturan bersama tersebut tidak untuk melemahkan posisi pekerja dan tidak bertujuan untuk membatasi kenaikan upah minimum. Selain melalui surat peraturan bersama empat menteri, upaya untuk menghindari terjadinya PHK juga dilakukan melalui kebijakan pemberian insentif pajak bagi perusahaan. Di samping itu, perusahaan-perusahaan diminta untuk mengambil langkah-langkah seperti pengaturan kembali jam kerja (defensive restructuring) dan juga berinisiatif untuk dapat melakukan pelatihan kepada para pekerjanya sehingga bila keadaan membaik, pekerja telah siap bekerja dengan produktivitas yang lebih tinggi. SKB empat Menteri tersebut hanya bersifat sementara, dan akan dicabut kembali apabila krisis berakhir. Sejalan dengan itu, dalam beberapa tahun terakhir, strategi kebijakan fiskal lebih diarahkan untuk memberi stimulus dengan tetap memperhatikan langkah-langkah konsolidasi fiskal guna mewujudkan APBN yang sehat dan berkesinambungan (sustainability) terutama untuk mempertahankan kesinambungan fiskal dalam menghadapi krisis global. Kesinambungan fiskal dilakukan dengan menjaga keseimbangan fiskal serta menurunkan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) secara berkelanjutan. Stimulus fiskal diwujudkan antara lain dalam bentuk: (1) pemberian insentif pajak; (2) optimalisasi belanja negara terutama untuk mendukung pembangunan infrastruktur; (3) alokasi belanja negara untuk meningkatkan daya beli masyarakat miskin; dan (4) pemberian dukungan Pemerintah kepada swasta dalam pembangunan infrastruktur (public private partnership-PPPs). -L.1 - Pemerintah juga telah mengambil langkah kebijakan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi (pro growth), mengurangi pengangguran (pro job), dan menurunkan angka kemiskinan (pro poor), yang selanjutnya disebut sebagai tiga pilar pembangunan sejak tahun 2005. Hal tersebut secara konsisten menjadi acuan Pemerintah dalam melaksanakan seluruh kebijakan fiskal agar mampu memacu pertumbuhan sektor riil sekaligus menjaga kesinambungan fiskal dan stabilitas ekonomi makro yang berkualitas dan berkelanjutan. Stabilitas ekonomi makro diupayakan diantaranya melalui pengendalian tingkat inflasi, stabilitas nilai tukar rupiah, penurunan suku bunga, serta pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Terkait dengan krisis ekonomi global, konsensus hingga saat ini menyatakan bahwa pemulihan ekonomi global diperkirakan akan terjadi pada tahun 2010. Pemulihan tersebut antara lain dipengaruhi oleh menurunnya tekanan inflasi dan dampak kebijakan stimulus di berbagai negara, serta mulai membaiknya kondisi likuiditas global. Dengan adanya optimisme bahwa krisis global akan segera berakhir, pemulihan ekonomi diperkirakan akan terjadi lebih cepat dari sebelumnya. Karena kondisi ekonomi global/dunia sudah mulai kondusif, dan adanya kekuatan domestic demand Indonesia, termasuk stabilitas harga domestik dan membaiknya nilai tukar rupiah, ekonomi Indonesia pada tahun 2009 diperkirakan akan mampu tumbuh mencapai 4,3 persen. Dengan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian, ekonomi Indonesia pada tahun 2010 diharapkan tumbuh 5,0 persen. Untuk mencapai pemulihan ekonomi nasional, Pemerintah terus berupaya meningkatkan pertumbuhan dan menjaga stabilitas ekonomi. Peningkatan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2010 diupayakan melalui peningkatan investasi dan ekspor, menjaga konsumsi masyarakat, serta meningkatkan efisiensi pengeluaran Pemerintah. Selain itu, peran UMKM dan produktivitas tenaga kerja terus ditingkatkan untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Sementara itu untuk mencapai stabilitas ekonomi dilakukan dengan menjaga stabilitas harga, mengamankan pasokan bahan pokok, meningkatkan ketahanan sektor keuangan, investasi dan industri manufaktur, serta pemberdayaan UMKM dan koperasi. Peningkatan investasi dilakukan dengan cara menciptakan investasi yang berkualitas (peningkatan penyerapan tenaga kerja, nilai tambah domestik dan berupaya untuk menyebarluaskan investasi nasional ke seluruh wilayah Indonesia. Dengan pertumbuhan investasi yang berkualitas, diharapkan 1,0 persen pertumbuhan ekonomi dapat menciptakan lapangan kerja baru sejumlah 300 ribu orang. Pemerintah dan Bank Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk memperbaiki iklim investasi. Dengan berbagai upaya yang telah dilakukan tersebut, daya saing Indonesia menurut World Competitiveness Yearbook 2009 yang diterbitkan oleh IMD menunjukkan perbaikan pada tahun 2009, dari peringkat 51 -L.2 - menjadi peringkat 42. Namun, upaya untuk mendorong investasi lebih lanjut melalui perbaikan iklim investasi perlu terus ditingkatkan. Langkah-langkah nyata yang dilakukan oleh Pemerintah untuk mendorong tercapainya akselerasi pertumbuhan ekonomi yang bertumpu pada investasi adalah diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2009 tentang Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2010 Prioritas Keempat Pembangunan yaitu Pemulihan Ekonomi yang Didukung oleh Pembangunan Pertanian, Infrastruktur dan Energi. Selain perbaikan iklim investasi, penajaman fokus penanaman modal juga perlu dilakukan agar penanaman modal dapat terarah ke sektor dan daerah yang tepat, sehingga tujuan penciptaan lapangan kerja dan target investasi bisa dicapai. Dalam Rencana Umum Penanaman Modal (RUPM) yang tengah disiapkan oleh Pemerintah, akan diprioritaskan tiga tema yang akan terus dikembangkan, yakni pangan, energi dan infrastruktur. Pangan ditetapkan karena bidang ini sangat strategis dan menguasai hajat hidup rakyat banyak. Di Indonesia, bidang bisnis pangan menguasai sekitar 30 persen dari PDB Nasional. Jumlah tenaga kerja yang terserap di bidang ini juga sangat banyak. Di sektor pertanian saja, bidang usaha pertanian menyerap 41 persen lapangan kerja dari seluruh lapangan kerja nasional. Sementara itu, di sektor industri manufaktur, subsektor makanan-minuman menyerap lebih dari 20 persen lapangan kerja sektor industri manufaktur. Sektor energi ditetapkan sebagai fokus kedua karena dalam bidang ini, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk tidak lagi tergantung pada sumber energi jenis fossil fuels (minyak dan batubara). Selain itu, dengan kekayaan sumber energi terbarukan yang kita miliki, ke depan, Indonesia memiliki peluang besar sebagai pusat kekuatan industri manufaktur. Terkait dengan perlindungan terhadap rakyat miskin, sebagaimana tertuang dalam UUD 1945, dan UU No.11/2009 tentang Kesejahteraan Sosial, dalam melaksanakan tanggung jawab fungsional pembangunan kesejahteraan sosial selalu memprioritaskan kepada penyandang masalah kesejahteraan social, yaitu kelompok masyarakat rentan dan miskin, termasuk perluasan akses jangkauan pelayanan bagi masyarakat di wilayah-wilayah perbatasan bahkan pulau-pulau terluar. Melalui program bantuan dan jaminan social, Pemerintah telah melaksanakan berbagai kegiatan dari tataran preventif hingga penanganannya dalam rangka mencegah timbul dan meluasnya permasalahan sosial bagi korban maupun perlindungan sosial bagi masyarakat miskin, seperti: (a) bantuan korban bencana alam berupa bantuan tanggap darurat, bahan bangunan rumah (BBR), evakuasi kit, dan rehabilitasi; (b) bantuan sosial bagi korban bencana sosial dalam bentuk keserasian sosial bagi korban konflik, BBR bagi korban kebakaran, dan pemulangan orang terlantar; (c) bantuan sosial bagi korban tindak kekerasan dan pekerja -L.3 - migran dalam bentuk pemulangan korban trafficking dan pekerja migran bermasalah sosial, perlindungan sosial dan rehabilitasi bagi korban tindak kekerasan dan pekerja migran terlantar dan/atau mengalami trauma psikososial melalui RPTC; (d) jaminan kesejahteraan sosial melalui kegiatan asuransi kesejahteraan sosial yang baru diprioritaskan kepada pekerja sektor informal dan program keluarga harapan dengan sasaran rumah tangga sangat miskin (RTSM) sejak tahun 2007 sampai 2009; dan (e) bantuan usaha kesejahteraan sosial dalam rangka perluasan akses jangkauan pelayanan sosial bagi PMKS. Untuk meningkatkan ketersediaan infrastruktur, Pemerintah melakukan beberapa hal sebagai berikut: • Percepatan pembangunan infrastruktur perdesaan, terutama jalan, irigasi, pasar dan prasarana publik lainnya. Hal ini akan mendorong laju ekonomi perdesaan umumnya, dan pertumbuhan sektor pertanian pada khususnya, di samping memperbaiki kualitas hidup masyarakat perdesaan yang umumnya masih tergolong miskin. • Meningkatkan akses petani terhadap sarana produksi pertanian terutama terhadap pupuk dan benih unggul. Ke depan petani sudah harus lebih banyak akses terhadap pupuk organik, dimana kebutuhannya dapat dipenuhi dari integrasi ternak dalam sistem usaha tani, dan juga dapat menghasilkan “biogas”, yang dapat menjadi salah satu sumber energi terbarukan di perdesaan. • Meningkatkan akses petani terhadap sumber permodalan. Saat ini sudah ada skim kredit KKPE dan KUR, tetapi aksesibilitas petani terhadap kredit tersebut masih perlu ditingkatkan lagi terutama bagi petani kecil yang tidak mempunyai agunan. • Mempercepat pencapaian swasembada jagung, kedelai, gula dan daging sapi, serta mempertahankan swasembada beras secara berkelanjutan, guna mencapai tingkat kemandirian pangan. Menjawab pertanyaan dari Fraksi Partai Golongan Karya mengenai belum dapat optimalnya perwujudan keberpihakan terhadap kepentingan rakyat melalui APBN kiranya dapat dijelaskan bahwa Pemerintah sependapat dengan pernyataan Anggota Dewan yang terhormat mengenai pembangunan yang harus mengutamakan kualitas dan kebijakan pro poor serta keberpihakan Pemerintah kepada rakyat miskin agar rakyat miskin dapat memiliki akses dan kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam pembangunan dan mengentaskan diri dari kemiskinan. Seperti diketahui, sejak tahun 2005, Pemerintah mengambil langkah kebijakan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi (pro growth), mengurangi pengangguran (pro job), dan menurunkan angka kemiskinan (pro poor), yang selanjutnya disebut sebagai tiga pilar pembangunan. Hal tersebut secara konsisten menjadi acuan Pemerintah -L.4 - dalam melaksanakan seluruh kebijakan fiskal agar mampu memacu pertumbuhan sektor riil sekaligus menjaga kesinambungan fiskal dan stabilitas ekonomi makro yang berkualitas dan berkelanjutan. Meskipun demikian, disadari bahwa dalam rangka memperjuangkan hal tersebut masih banyak tantangan yang dihadapi dan masalah-masalah kemiskinan yang perlu diselesaikan. Tingkat kemiskinan memang terus menurun, tetapi kesenjangan tingkat kemiskinan antar provinsi masih terjadi. Demikian pula, masih terdapat kesenjangan akses antara kelompok miskin dan kelompok tidak miskin terhadap layanan dasar. Meskipun demikian, kebijakan penanggulangan kemiskinan tidak dapat dilepaskan dari program pembangunan lainnya, terutama pembangunan ekonomi dan daerah. Dengan kondisi kemiskinan dan tantangan di atas, kebijakan penurunan kemiskinan ke depan, secara konsisten masih akan terus melanjutkan kebijakan keberpihakan penanggulangan kemiskinan melalui tiga kluster yaitu Kluster I. Perlindungan dan Bantuan Sosial; Kluster II. Pemberdayaan Masyarakat yaitu melalui PNPM Mandiri; dan Kluster III. Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil. Melalui program-program ini, keterlibatan dan kemerataan pembangunan yang mencerminkan “inclusiveness” dapat dilakukan. artinya, melalui kebijakan yang bersifat umum (broad-based policy), masih dimungkinkan adanya kelompok masyarakat yang tidak mendapatkan akses dan tidak mampu mengakses, terutama untuk kebutuhan dasar. Untuk itu, diadakan program dan mekanisme khusus seperti Raskin, beasiswa untuk siswa miskin, Jamkesmas (jaminan kesehatan untuk keluarga miskin dan anggota keluarganya), serta KB untuk keluarga miskin. Penajaman sasaran program didukung dengan pengembangan identifikasi rumah tangga sasaran yang terdiri dari atas rumah tangga sangat miskin, miskin dan hampir miskin. Mengingat keberdayaan perlu terus dipupuk dan dilaksanakan secara konsisten, Pemerintah masih konsisten melaksanakan PNPM Mandiri yang hingga saat ini telah mencakup 6.408 kecamatan di seluruh Indonesia, sehingga pembangunan oleh rakyat dan untuk rakyat dapat diwujudkan. Upaya lain adalah dengan melakukan peningkatan kapasitas pemda (Bappeda dan SKPD) untuk: a. Menyusun rencana dan anggaran pembangunan yang pro rakyat miskin. Dengan mengarahkan program dan anggaran sesuai dengan peta kemiskinan di masing-masing kabupaten. b. Meningkatkan kemampuan pemda untuk mengkoordinasikan program penanggulangan kemiskinan dengan memanfaatkan seluruh APBN yang disalurkan melalui program di berbagai sektor dengan -L.5 - APBD serta kemampuan masyarakat. Sejalan dengan itu, fungsi dan peran Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan di tingkat Pusat maupun di tingkat provinsi dan kabupaten/kota akan terus ditingkatkan. Sejalan dengan itu, Pemerintah juga secara terus menerus berupaya meningkatkan efektivitas dan efisiensi belanja negara. Dalam tiga tahun terakhir (periode 2006–2009), melalui penyusunan Rencana Kerja Pemerintah (RKP), telah digambarkan kebijakan yang akan ditempuh pemerintah setiap tahunnya. Kebijakan tersebut mencakup prioritas serta kegiatan-kegiatan yang terukur, dan dengan biaya yang dibutuhkan untuk melaksanakannya. Dengan demikian alokasi pada K/L tidak bersifat naik sama rata, tetapi berdasarkan kontribusinya pada pencapaian prioritasprioritas pembangunan tersebut, sesuai prinsip perencanaan dan penganggaran berbasis kinerja. Langkah untuk melaksanakan perencanaan dan penganggaran berbasis kinerja tersebut ditempuh sebagai pelaksanaan UU 17/2003 tentang Keuangan Negara dan UU 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Reformasi semacam ini, di berbagai negara yang sudah melaksanakannya, membutuhkan waktu sekitar 15–20 tahun. Kita berharap dapat melakukan lebih cepat dari itu. Pemerintah melalui Menteri Keuangan dan Menneg PPN/Kepala Bappenas, telah menerbitkan Surat Edaran Bersama (SEB) tentang Pedoman Reformasi Perencanaan dan Penganggaran yang memuat langkah-langkah bertahap dan terukur untuk meningkatkan kualitas belanja negara, mulai dari tahun ini hingga tahun 2011. Pedoman tersebut memuat langkah untuk: (a) merestrukturisasi program dan kegiatan agar dapat lebih mencerminkan kinerja dan akuntabilitas masing-masing institusi, (b) langkah-langkah penerapan anggaran berbasis kinerja, (c) langkahlangkah penerapan anggaran berjangka menengah, (d) format baru Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL) yang lebih berorientasi kepada kebijakan strategis, dan (e) kaidah pelaksanaan yang memuat tahapan reformasi tersebut. Dasar-dasar untuk memperbaiki kualitas belanja telah diletakkan, tinggal sekarang bagaimana Pemerintah menggunakannya secara konsisten dan berkesinambungan agar upaya meningkatkan efektivitas dan efisiensi anggaran dapat secara bertahap terus mengalami kemajuan. Menjawab pertanyaan Fraksi Partai Demokrat mengenai asumsi suku bunga SBI 3 bulan rata-rata untuk tahun 2010 yang ditetapkan sebesar 6,5 persen, dapat dijelaskan sebagai berikut. Suku bunga SBI 3 bulan rata-rata 6,5 persen masih merupakan angka yang realistis. Terkendalinya laju inflasi dan prospek nilai tukar yang lebih stabil ke depan, akan memberikan ruang bagi Bank Indonesia untuk tetap mempertahankan suku bunga pada level yang rendah, sehingga SBI 3 -L.6 - bulan rata-rata diperkirakan masih dapat dijangkau sampai batas maksimal 7,0 persen. Pencapaian asumsi suku bunga SBI 3 bulan tersebut memang sangat bergantung pada kondisi pasar di tahun 2010. Kondisi tersebut ditentukan oleh proses lelang serta dipengaruhi pula oleh kondisi permintaan dan penawaran likuiditas di pasar uang. Saat ini, selisih antara suku bunga BI rate dan SBI 3 bulan berada sekitar 50 bps. Selanjutnya, sejalan dengan membaiknya kondisi likuiditas global dan domestik, selisih suku bunga tersebut diharapkan terus turun sekitar 25 bps. Menjawab pertanyaan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi, Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi Partai Demokrat, dan Fraksi Kebangkitan Bangsa tentang asumsi harga dan lifting minyak Indonesia dapat disampaikan penjelasan sebagai berikut. Sebagaimana diketahui, harga minyak dunia cenderung berfluktuasi tinggi pada rentang US$45-125/barel. Kondisi yang sangat labil tersebut menyulitkan perencanaan anggaran, terutama jika harga minyak dunia tiba-tiba turun. Hal ini karena pada saat harga minyak turun, pendapatan negara juga akan turun. Dengan asumsi belanja negara tetap, pendapatan negara akan menyebabkan kenaikan defisit anggaran. Sebaliknya jika harga minyak mengalami kenaikan, kelebihan dari pendapatan negara tersebut bisa menjadi windfall profit untuk menutupi deficit, meskipun beban subsidi diperkirakan juga akan lebih besar. Oleh karena itu, Pemerintah perlu berhati-hati dalam menentukan asumsi harga minyak di APBN karena akan berpengaruh terhadap belanja Pemerintah, terutama subsidi energi seperti subsidi BBM dan listrik. Dalam pembahasan dengan anggota Dewan Yang Terhormat, Pemerintah akan menyiapkan dampak positif dan negatif kenaikan harga minyak terhadap APBN. Asumsi harga minyak yang digunakan hendaknya sesuai dengan tren perkembangan harga minyak internasional, tetapi cukup akomodatif terhadap perencanaan alokasi anggaran. Progres pemulihan ekonomi global akan sangat mempengaruhi harga minyak, sehingga Pemerintah akan terus memantau perkembangan pasokan dan permintaan. Harga minyak dalam tahun 2010 diasumsikan sebesar US$60 per barel, dengan pertimbangan antara lain sebagai berikut: a. Harga minyak internasional dalam tahun 2009 sampai dengan tanggal 14 Agustus 2009 rata-rata mencapai sebesar US$55,29 per barel. b. Secara bulanan harga minyak internasional dalam tahun 2009 cenderung mengalami kenaikan. Jika pada akhir tahun 2008 harga minyak rata-rata mencapai US$41,4 per barel, maka pada akhir Juli 2009 harag minyak telah mencapai US$64,1 per barel. Namun secara -L.7 - keseluruhan harga rata-rata minyak tahun 2009 hingga semester I hanya sebesar US$51,4 per barel karena menurunnya permintaan global akibat resesi perekonomian yang terjadi pada tahun 2009. c. Pada tahun 2010, dengan perkiraan perekonomian dunia yang makin baik, maka permintaan minyak dunia, baik untuk konsumsi ataupun untuk keperluan industri diperkirakan ikut naik. Dengan meningkatnya permintaan minyak tersebut, diperkirakan harga minyak tahun 2010 juga meningkat. Dengan melihat pada berbagai perkiraan internasional maka perkiraan harga minyak dalam tahun 2010 sebesar US$60 per barel masih dipandang memadai dan realistis. Namun, terbuka untuk membahas secara lebih mendalam mengenai harga minyak tersebut untuk menghasilkan angka yang terbaik dan realistis bagi perkembangan perekonomian nasional dan keberlangsungan APBN. Mengenai lifting minyak, dapat disampaikan bahwa dengan kondisi sumur minyak nasional yang rata-rata sudah mulai tua dan sulitnya penemuan cadangan minyak atau sumur minyak yang baru, peningkatan produksi minyak dalam jangka pendek sangat sulit dilakukan. Dengan berbagai upaya yang telah dilakukan oleh KPS seperti peningkatan efisiensi biaya produksi dalam pengelolaan kegiatan sumber-sumber minyak yang ada dengan cara menahan tingkat penyusutan (declining rate) produksi minyak ke tingkat yang lebih rendah, maka penurunan produksi minyak yang lebih cepat lagi dapat ditekan. Selain itu, upaya penemuan sumber-sumber minyak baru terus menerus dilakukan dan dilanjutkan, meskipun hasilnya belum dapat dirasakan dalam jangka pendek. Namun, dalam jangka panjang produksi minyak diharapkan dapat kembali meningkat secara berarti. Beberapa penemuan sumber minyak baru yang diharapkan dapat berproduksi dalam tahun 2009 dalam kenyataannya tertunda hingga tahun 2010 dan 2011. Dengan pergeseran rencana produksi minyak tersebut ke tahun berikutnya, maka akan sulit mengharapkan lifting pada tahun 2010 lebih tinggi dari 965 ribu barel per hari. Dengan target lifting minyak 965 ribu bph tersebut, ada beberapa alasan mengapa Pemerintah harus berhati-hati dalam menentukan target lifting minyak. Pertama, kepastian tingkat produksi Blok Cepu. Kalau Blok Cepu akan mulai berproduksi akhir tahun 2009 ini, produksi maksimalnya mencapai 15-20 ribu bph. Kedua, Pemerintah harus mempertimbangkan penurunan alamiah dari lapangan-lapangan tua sekitar 5 persen. Ketiga, sampai saat ini tidak ada lapangan baru yang bisa untuk menambah produksi secara signifikan selain Blok Cepu. Walaupun demikian, Pemerintah bekerjasama dengan Kontraktor Kontrak Kerjasama Migas (KKKS) akan terus berupaya dan bekerja keras untuk terus meningkatkan produksi minyak. -L.8 - Menjawab pertanyaan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera tentang target pertumbuhan, penyerapan tenaga kerja dan penanggulangan kemiskinan yang meleset dari janji kampanye 2004 dapat dijelaskan sebagai berikut. Pemerintah telah mengupayakan program-program yang dapat menciptakan lapangan kerja melalui Program Perluasan dan Pengembangan Kesempatan Kerja dalam mendukung usaha kecil dan menengah (UMKM). Selain itu, Pemerintah juga menjalankan berbagai program yang dimaksudkan untuk menciptakan lapangan kerja, seperti Pengembangan Kewirausahaan, Pengembangan Agribisnis Pertanian, Pengembangan Budaya Usaha Masyarakat Miskin, Pengembangan Sistem Pendukung Usaha, dan Peningkatan Investasi dengan memfasilitasi usaha kecil dan menengah (UMKM) memperoleh akses kepada perbankan, seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang diperluas kepada bank-bank lain. Selain itu, program PNPM juga terus diperluas, sehingga dapat membuka peluang pekerjaan, termasuk untuk mengurangi pengangguran dan meningkatkan taraf kesejahteraan penduduk di perdesaan. Demikian pula, telah dilakukan program-program pembangunan infrastruktur dari skala kecil, menengah, dan besar, yang telah menyerap lapangan kerja. Melalui program-program tersebut, diharapkan akan dapat mengurangi jumlah penganggur maupun setengah penganggur, serta meningkatkan pendapatan masyarakat miskin. Selanjutnya, pemerintah juga menyadari bahwa penyelesaian masalah pengangguran tidak terlepas dari perbaikan ekonomi secara keseluruhan. Menurunnya pertumbuhan ekspor yang cukup tajam pada tahun 2009 mengakibatkan industri dalam negeri mengurangi produksinya, yang pada akhirnya berdampak pada pengurangan tenaga kerja dan pemutusan hubungan kerja. Yang berakibat akan menambah tingkat pengangguran dan kemiskinan. Untuk menghambat meningkatnya tingkat pengangguran dan kemiskinan tersebut, Pemerintah melakukan kebijakan-kebijakan melalui berbagai program bantuan sosial antara lain Bantuan Langsung Tunai (BLT), Raskin, Jamkesmas, PNPM, dan memperluas akses pembiayaan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM dan koperasi) melalui KUR. Dengan berbagai kebijakan tersebut, tingkat pengangguran dapat dijaga pada level 8 persen pada tahun 2010. Angka kemisikinan juga diproyeksikan akan terus menurun menjadi 1213,5 persen pada tahun 2010. Terkait dengan pemandangan umum dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan yang mengatakan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2010 sebesar 5 persen adalah pertumbuhan yang semu karena laju inflasi sebesar 5 persen dapat kami jelaskan sebagai berikut. Perhitungan pertumbuhan ekonomi didasarkan atas perubahan yang terjadi pada Produk Domestik Bruto (PDB). PDB terbagi atas 2 jenis, yaitu PDB -L.9 - Nominal dan PDB Riil. PDB Nominal adalah perhitungan keluaran (output) suatu negara yang dihitung berdasarkan harga yang belaku, sedangkan PDB riil adalah perhitungan keluaran suatu negara yang dihitung berdasarkan harga konstan. Artinya dalam PDB Nominal masih terkandung perubahan nilai PDB yang disebabkan oleh perubahan harga, sedangkan di dalam PDB Riil tidak ada lagi perubahan PDB karena perubahan harga. Oleh karena pertumbuhan ekonomi pada dasarnya adalah mengukur pertumbuhan keluaran (output) perekonomian suatu negara, dasar perhitungan yang tepat digunakan untuk menghitung pertumbuhan ekonomi adalah PDB riil. Dalam hal ini, pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen yang dimaksud Pemerintah adalah perhitungan ekonomi dengan menggunakan PDB riil. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen tersebut adalah pertumbuhan yang murni, dalam artian perubahan PDB yang dihitung sudah menghilangkan perubahan harga (inflasi). Jika inflasi tersebut akan diperhitungkan dalam PDB, maka hal ini dapat dilakukan dengan menghitung perubahan PDB nominal. Secara kasar, apabila tingkat inflasi sebesar 5 persen, maka pertumbuhan ekonomi akan mencapai sekitar 10 persen. Namun, perhitungan ini bertentangan dengan konsep dasar dari tujuan penentuan pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen tersebut bukan pertumbuhan yang semu. Menjawab pertanyaan dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengenai pemulihan krisis global dan arah RPJMN kedua 2010-2014 sebagai acuan pembangunan jangka menengah yang perlu dicermati, kiranya dapat dijelaskan bahwa memasuki tahun 2009, efek lanjutan dari pelemahan ekonomi global semakin dirasakan di tanah air. Seiring dengan meningkatnya intensitas krisis keuangan global, pertumbuhan ekonomi di beberapa negara maju, khususnya Amerika Serikat (AS) sebagai episentrum krisis di tahun 2008 mengalami penurunan tajam. Pada tahun 2010 masih terdapat unsur ketidakpastian yang cukup tinggi mengingat sektor keuangan global masih berada dalam tahap awal pemulihan. Pertumbuhan ekonomi dunia diproyeksikan sebesar 2,5 persen, sedangkan pertumbuhan volume perdagangan dunia hanya sebesar 1 persen. Pada tahun 2010, perekonomian Amerika Serikat diperkirakan hanya akan tumbuh 3,8 persen, bahkan negara-negara Eropa masih akan mengalami pertumbuhan negatif 0,3 persen. Pada fase awal pemulihan tersebut, perekonomian global akan mengalami tekanan, mengingat akan terjadi persaingan yang cukup sengit dalam memperebutkan likuiditas yang masih terbatas. Namun, sampai dengan Semester I 2009, Indonesia masih mengalami pertumbuhan ekonomi yang positif, sebesar 4,2 persen (y-o-y). Pertumbuhan tersebut didukung oleh konsumsi rumah tangga 5,4 persen, konsumsi Pemerintah 18,0 persen, PMTB 3,0 persen, sedangkan ekspor dan impor tumbuh negatif -L.10 - masing-masing 17,2 persen dan 24,9 persen. Diperkirakan perekonomian Indonesia akan membaik dalam semester II 2009. Indikasinya adalah kontraksi perdagangan diperkirakan mulai berkurang dan investasi diperkirakan dapat tumbuh lebih tinggi. Selain itu, faktor eksternal diperkirakan juga cukup kondusif. Pemulihan ekonomi global terlihat semakin nyata sebagai hasil dari diluncurkannya kebijakan stimulus fiskal di berbagai negara guna mendorong kembali bergairahnya perekonomian. Hal tersebut direspons pasar secara positif, yang pada gilirannya akan mendorong kegiatan investasi ke dalam negeri. Untuk tahun 2010, pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan mencapai 5,0 persen, yang bersumber dari konsumsi masyarakat sebesar 5,1 persen, konsumsi Pemerintah sebesar 6 persen, investasi 8,5 persen, dan eksporimpor masing-masing sebesar 4,1 persen dan 6,9 persen. Target pertumbuhan ekonomi tersebut pada dasarnya adalah pertumbuhan yang cukup optimis, mengingat perkiraan dari lembaga-lembaga ekonomi Internasional (Consensus Mean) hanya berkisar 4,7 persen. Namun, Pemerintah akan terus berusaha melakukan berbagai langkah-langkah yang diperlukan untuk meningkatkan target pertumbuhan ekonomi, antara lain dengan meningkatkan daya beli masyarakat melalui pengendalian laju inflasi, mendorong realisasi penyerapan anggaran, meningkatkan iklim investasi, dan mempercepat pembangunan infrastruktur. Program stimulus fiskal akan tetap dilanjutkan pada tahun depan. Melalui berbagai kebijakan tersebut, diharapkan pertumbuhan ekonomi dalam tahun 2010 dapat mencapai 5 persen. Sementara itu, terkait dengan RPJMN kedua 2010-2014 dapat disampaikan bahwa untuk tahun 2010, karena tahun tersebut merupakan tahun pertama pemerintahan dari Pemerintah hasil Pemilu tahun 2009, maka RPJMN untuk periode pemerintahan tersebut belum selesai disusun. Untuk Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2010, tidak disusun berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2010— 2014, akan tetapi disusun berdasarkan Arah Pembangunan Jangka Menengah ke-2 (RPJMN ke-2) dari RPJPN 2005—2025, yang ditujukan untuk lebih memantapkan penataan kembali Indonesia di segala bidang dengan menekankan peningkatan kualitas sumber daya manusia, termasuk pengembangan kemampuan ilmu dan teknologi serta peningkatan daya saing perekonomian. Penyusunan RKP dan RAPBN 2010 oleh Pemerintah lama ini dimaksudkan dalam rangka menjaga kesinambungan pembangunan, dan untuk menghindarkan kekosongan rencana pembangunan nasional, sebagaimana diamanatkan dalam pasal 5 ayat (1) UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN), yang menyatakan bahwa “Presiden yang sedang memerintah pada tahun terakhir pemerintahannya diwajibkan menyusun Rencana Kerja Pemerintah (RKP) untuk tahun pertama periode pemerintahan Presiden berikutnya. Dalam Pasal 5 ayat -L.11 - (2) UU No. 17 tahun 2007 tentang RKP dinyatakan “RKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai pedoman untuk menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun pertama pemerintahan Presiden berikutnya”. Namun ke depan, dapat diidentifikasikan ada lima agenda besar yang perlu dilaksanakan. Pertama, peningkatan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Kedua, pembangunan pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Ketiga, penguatan demokrasi dan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia. Keempat, penegakan hukum dan pemberantasan korupsi. Kelima, pembangunan yang makin adil dan merata di seluruh tanah air. Menjawab pertanyaan dari Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Kebangkitan Bangsa, dan Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi mengenai lifting minyak, audit terhadap lifting minyak mentah dan cost recovery kiranya dapat dijelaskan bahwa dalam Nota Keuangan dan RAPBN TA 2010, Pemerintah mengajukan usulan lifting minyak mentah sebesar 965 MBCD. Usulan besaran lifting minyak mentah tersebut telah didasarkan pada perhitungan yang cermat dan hati-hati dengan mempertimbangkan kemampuan masing-masing sumur minyak mentah. Ada beberapa alasan mengapa Pemerintah harus berhati-hati dalam menentukan target lifting minyak. Pertama, kepastian tingkat produksi Blok Cepu. Kalau Blok Cepu akan mulai berproduksi akhir tahun 2009 ini, produksi maksimalnya mencapai 15-20 ribu bph. Kedua, Pemerintah harus mempertimbangkan penurunan alamiah dari lapangan-lapangan tua yang sekitar 5 persen. Ketiga, sampai saat ini tidak ada lapangan baru yang bisa untuk menambah produksi secara signifikan selain Blok Cepu. Walaupun demikian, Pemerintah bekerjasama dengan BP Migas dan Kontraktor Kontrak Kerjasama Migas (KKKS) akan terus berupaya dan bekerja keras untuk terus meningkatkan produksi minyak. Penetapan perkiraan lifting yang melebihi kemampuan produksi masing-masing sumur, dapat berdampak pada tidak tercapainya target penerimaan negara. Untuk mencapai target lifting sebagaimana dijelaskan di atas, Pemerintah akan melakukan upaya-upaya intensif untuk mendorong para kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) melaksanakan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi guna menemukan cadangan minyak mentah baru. Penemuan cadangan minyak baru diharapkan dapat menghasilkan tambahan lifting minyak mentah yang lebih besar dibandingkan dengan tingkat penurunan produksi alamiah (natural decline), meskipun hasilnya belum dapat dirasakan dalam jangka pendek. Namun, dalam jangka panjang produksi minyak dapat kembali meningkat secara berarti. Beberapa penemuan sumber minyak baru yang diharapkan dapat berproduksi dalam tahun 2009 dalam kenyataannya tertunda hingga tahun 2010 dan 2011. Dengan -L.12 - pergeseran rencana produksi minyak tersebut ke tahun berikutnya, hal ini akan sulit diharapkan bahwa lifting pada tahun 2010 lebih tinggi dari 965 ribu barel per hari. Perlu disampaikan pula bahwa tingkat penurunan produksi alamiah (natural decline) dari sumur-sumur minyak mentah yang ada (existing wells), khususnya sumur-sumur minyak mentah yang telah cukup tua rata-rata sebesar 10 persen per tahun. Mengenai pendapat untuk dilakukannya audit secara menyeluruh terhadap KPS-KPS dapat disampaikan bahwa Kegiatan Kontraktor Kerja Sama atau Kontrak Production Sharing(KPS) selama ini telah diaudit oleh BPKP secara regular. Sedangkan terkait dengan cost recovery, dalam rangka optimalisasi penerimaan SDA migas, dapat dijelaskan bahwa Pemerintah terus berupaya untuk memperbaiki ketentuan yang mengatur cost recovery yang digunakan dalam perhitungan SDA migas. Cost recovery merupakan komponen biaya yang dapat dikembalikan kepada KKKS, terdiri atas: (1) non-capital cost, yaitu pengeluaran eksplorasi dan pengembangan seperti biaya studi, survey, pengeluaran produksi seperti biaya material dan jasa-jasa, dan pengeluaran administrasi seperti biaya kantor, pegawai, dan jasa konsultan (2) capital cost, yaitu depresiasi dan investasi asset KKKS, dan (3) unrecovered cost, yaitu pengembalian atas biaya operasi tahun-tahun sebelumnya yang belum dapat diperoleh kembali. Dalam kurun waktu tahun 2005-2008, cost recovery mengalami kecenderungan yang meningkat seiring dengan upaya dalam peningkatan produksi/ lifting minyak mentah dan gas bumi. Proporsi cost recovery terhadap gross revenue berkisar antara 21-24 persen. Dalam tahun 2009, besaran cost recovery ditetapkan sebesar US$11,05 miliar dengan upaya terbaik (best effort) sebesar US$10,05 miliar untuk mencapai target produksi/lifting minyak 960 ribu barel per hari dan gas bumi sebesar 7.526 mmbtu per hari. Besaran cost recovery pada RAPBN 2010 adalah sebesar US$13,01 miliar untuk lifting sebesar 965 barel per hari, dan gas 7.758 mmbtu per hari. Dalam upaya untuk mengendalikan cost recovery, pada tahun 2008 Pemerintah c.q Menteri ESDM telah mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM No. 22 Tahun 2008 tentang Jenis-jenis Biaya Kegiatan Usaha hulu minyak dan gas bumi yang tidak dapat dikembalikan kepada KKKS. Untuk memberikan landasan hukum yang lebih kuat dan menindaklanjuti amanat sebagaimana UU No. 41 tahun 2008, dalam waktu dekat Pemerintah akan menerbitkan Peraturan Pemerintah tentang cost recovery, yang antara lain memuat: 1. Unsur biaya yang dapat dikategorikan dan diperhitungkan sebagai unsur cost recovery. -L.13 - 2. Standar atau norma universal yang diberlakukan terhadap kewajaran unsur biaya dalam perhitungan beban pajak dan cost recovery. 3. Standar tersebut tidak hanya berpedoman pada exhibit contract, tetapi juga disesuaikan dengan standar pembebanan yang berlaku umum sebagaimana dimaksud pada butir (2). 4. Cost recovery senantiasa harus mengikuti peraturan perundangundangan yang berlaku di Indonesia, sehingga acuan cost recovery dalam exhibit contract perlu ditinjau kembali. 5. Pemberlakuan Peraturan Pemerintah tersebut diberlakukan efektif mulai 1 Januari 2008. Sebagai informasi dapat disampaikan bahwa pada saat ini Pemerintah secara intensif sedang merumuskan draft/RPP cost recovery untuk segera ditetapkan sebagai Peraturan Pemerintah sehingga dapat dijadikan sebagai acuan dalam perhitungan besaran cost recovery yang akan digunakan dalam penyusunan perkiraan penerimaan migas pada APBN 2010. B. PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH Menanggapi pernyataan Fraksi Partai Bintang Reformasi bahwa pendapatan negara dan hibah tahun 2010 hanya meningkat Rp40 triliun dari APBN-P 2009, dapat diberikan penjelasan sebagai berikut. Bahwasanya penetapan target pendapatan negara dan hibah, khususnya penerimaan dalam negeri, didasarkan pada perkembangan perekonomian tahun 2009 dan proyeksi perekonomian tahun 2010. Dampak melambatnya perekonomian nasional di tahun 2009, penerimaan perpajakan mengalami tekanan, khususnya pada penerimaan PPN Impor dan penerimaan bea masuk. Belum pulihnya perekonomian negaranegara besar di dunia menyebabkan volume dan nilai perdagangan internasional turun drastis pada tahun 2009. Memasuki tahun 2010, perdagangan internasional diperkirakan mulai aktif kembali namun masih belum maksimal sebagaimana tahun 2008. Selanjutnya, tidak stabilnya harga minyak (ICP) yang diperkirakan menjadi US$60/barel pada tahun 2010 menyebabkan target penerimaan perpajakan migas dan PNBP migas menjadi rendah. Selain itu, mulai berlakunya tarif PPh Badan menjadi 25 persen pada tahun 2010 menyebabkan terjadinya kehilangan sumber penerimaan (potential loss), sehingga peningkatan penerimaan perpajakan pada tahun 2010 akan terpengaruh meskipun dalam jangka panjang akan berakibat positif pada penerimaan. Untuk penerimaan hibah, diperkirakan hanya akan mendapat tambahan yang tidak signifikan. Menanggapi pernyataan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Fraksi -L.14 - Partai Amanat Nasional dan Fraksi Partai Damai Sejahtera mengenai pentingnya optimalisasi pendapatan negara, khususnya penerimaan perpajakan, dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada dasarnya Pemerintah setuju pada pernyataan bahwa langkah optimalisasi penerimaan perpajakan perlu terus diupayakan untuk memperkecil defisit dan mengurangi ketergantungan terhadap utang luar negeri. Dalam rangka optimalisasi penerimaan perpajakan tersebut, Pemerintah telah mengambil berbagai kebijakan pembaharuan perpajakan. Terkait masukan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan bahwa perlunya memperkuat pondasi perekonomian untuk memperkuat basis penerimaan perpajakan, dapat dijelaskan sebagai berikut. Pemerintah setuju bahwa untuk meningkatkan penerimaan perpajakan, dibutuhkan suatu pondasi perekonomian yang kuat. Oleh karena itu, diperlukan suatu kerjasama dari semua pihak untuk menciptakan suatu sistem perekonomian yang stabil. Mengenai usulan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan tentang peningkatan penerimaan perpajakan sehubungan dengan usulan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi hingga mencapai 5,5 persen, dapat diberikan tanggapan sebagai berikut. Sebagaimana diketahui, penerimaan perpajakan mempunyai kaitan yang sangat erat dengan pertumbuhan ekonomi, semakin tinggi pertumbuhan ekonomi penerimaan perpajakan akan semakin meningkat. Untuk tahun 2010, dengan memperhatikan perkembangan perekonomian, baik nasional maupun internasional, Pemerintah menetapkan asumsi pertumbuhan sebesar 5 persen. Meskipun perkembangan ekonomi sudah mulai menunjukkan perbaikan pada tahun 2009, perkembangan ekonomi pada tahun 2010 masih belum pulih secara keseluruhan. Resesi yang masih dialami oleh beberapa negara besar di dunia dan tidak stabilnya harga minyak internasional masih merupakan tantangan besar bagi perkembangan ekonomi Indonesia. Oleh karena itu, tanpa mengesampingkan potensi pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, unsur kehati-hatian harus tetap diperhatikan dalam menyusun target penerimaan negara, khususnya target penerimaan perpajakan. Menanggapi pandangan Fraksi Partai Amanat Nasional mengenai perbaikan insentif perpajakan yang diberikan bagi kalangan dunia usaha, dapat diberikan penjelasan sebagai berikut. Selama ini Pemerintah telah berupaya untuk selalu meningkatkan penerimaan perpajakan tanpa mengganggu iklim dunia usaha. Dalam hal ini, Pemerintah telah memberikan beberapa fasilitas perpajakan antara lain melalui: (1) amendemen UU KUP berdasarkan masukan atau usulan dari pengusaha; (2) amendemen UU PPh yang meringankan beban WP badan, yaitu berupa penurunan tarif PPh badan, dari tarif tertinggi 30 persen menjadi single tarif 28 persen pada tahun 2009, dan 25 persen pada -L.15 - tahun 2010, serta pemberian potongan 5 persen lebih rendah dari tarif yang berlaku bagi perusahaan yang masuk bursa; dan (3) pemberian berbagai fasilitas perpajakan seperti PPh dan PPN ditanggung pemerintah (DTP), dan Bea Masuk DTP. Menanggapi pertanyaan Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi mengenai pengenaan cukai pada industri kelapa sawit dan karet dapat dijelaskan sebagai berikut. Dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai, tujuan pengenaan cukai adalah untuk membatasi barang-barang yang jika dikonsumsi dapat berbahaya bagi individu maupun masyarakat. Kelapa sawit dan karet merupakan komoditas utama Indonesia yang diperdagangkan di pasar internasional dan bukan termasuk barang yang berdampak negatif bagi sosial maupun kesehatan masyarakat. Dengan demikian, kedua komoditas tersebut tidak tepat dikenakan cukai. Khusus untuk industri kelapa sawit yang terdiri atas CPO dan produk turunannya, saat ini telah dikenakan bea keluar. Kebijakan bea keluar digunakan oleh Pemerintah bukan semata-mata untuk mendapatkan penerimaan, tapi berfungsi untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan dalam negeri, melindungi kelestarian sumber daya alam, mengantisipasi kenaikan harga yang cukup drastis dari komoditi ekspor tertentu di pasaran internasional, dan menjaga stabilitas harga komoditi tertentu di dalam negeri. Menjawab masukan Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi mengenai potensi peningkatan target PNBP tahun 2010 dan upaya peningkatan dividen dari BUMN dapat dijelaskan bahwa upaya untuk mengoptimalkan produksi migas terus dilakukan. Tahun 2010 target lifting minyak adalah 965 ribu barel per hari yang berarti mengalami kenaikan dari proyeksi di tahun 2009 sebesar 960 ribu barel per hari. Sebagaimana diketahui bahwa target lifting minyak adalah salah satu faktor yang berpengaruh dalam penerimaan SDA migas, di samping faktor harga minyak ICP dan nilai tukar yang juga dominan mempengaruhi besaran PNBP. Dalam rangka optimalisasi PNBP dari sumber lainnya, terutama sektor pertambangan, Pemerintah terus berupaya meningkatkan kepatuhan Wajib Bayar, antara lain dengan melakukan audit terhadap Wajib Bayar yang menghitung sendiri kewajibannya (self assesment). Pada tahun 2008, melalui Tim Optimalisasi Penerimaan Negara (OPN) telah dilakukan audit terhadap sekitar 21 perusahaan dan menghasilkan temuan kurang bayar perusahaan sebesar Rp25,0 miliar dan US$ 12,1 juta. Selain itu, Pemerintah juga secara berkesinambungan menyempurnakan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang PNBP, yaitu berupa -L.16 - Peraturan Pemerintah tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP pada Kementerian/Lembaga. Sampai dengan tahun 2009, Pemerintah telah menetapkan 44 buah Peraturan Pemerintah tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP, yang terdiri dari 25 buah PP Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada Departemen dan 19 buah PP Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada Non Departemen. Selanjutnya pada tahun 2009, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2009 tentang Tatacara Penentuan Jumlah, Pembayaran, dan Penyetoran PNBP yang Terutang sebagai ketentuan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP. Dalam rangka meningkatkan penerimaan dividen BUMN, upaya-upaya yang telah, sedang, dan akan dilakukan antara lain sebagai berikut: 1. Menyehatkan perusahaan dengan mengoptimalkan investasi/Capex; 2. Optimalisasi payout ratio dengan mempertimbangkan kondisi keuangan perusahaan, penugasan oleh Pemerintah dan peraturan yang berlaku; 3. Melaksanakan audit oleh kantor akuntan publik sesuai jadwal yang ditetapkan; 4. Melanjutkan langkah-langkah restrukturisasi yang semakin terarah dan efektif terhadap orientasi dan fungsi BUMN tersebut yang meliputi restrukturisasi manajemen, organisasi, operasi, dan sistem prosedur; 5. Memantapkan penerapan prinsip-prinsip good corporate governance, yaitu transparansi, akuntabilitas, keadilan, dan responsibilitas pada pendapatan pengelolaan BUMN PSO maupun BUMN komersial; 6. Melakukan sinergi antar-BUMN agar dapat meningkatkan daya saing dan memberikan multiplier effect kepada perekonomian Indonesia. Menjawab pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dan Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi mengenai permasalahan cost recovery dan perlunya penyelesaian PP tentang cost recovery dapat dijelaskan bahwa pada saat ini Pemerintah sedang mempersiapkan draft PP cost recovery, seperti yang diamanatkan dalam dalam penetapan UU APBN 2009. PP cost recovery akan memuat hal-hal sebagai berikut: ketentuan unsur biaya yang dapat dikategorikan dan diperhitungkan sebagai unsur cost recovery, serta standar atau norma universal yang diberlakukan terhadap kewajaran unsur biaya dalam perhitungan beban pajak dan cost recovery dengan tidak hanya berpedoman pada Exhibit Contract namun juga disesuaikan dengan standar pembebanan yang berlaku umum. PP tersebut akan dapat menjadi dasar program kerja dan anggaran bagi KPS pada tahun 2010. Namun, dapat disampaikan bahwa dalam upaya untuk mengendalikan cost recovery, pada tahun 2008 Menteri ESDM telah mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM No.22 Tahun 2008 tentang Jenis-jenis Biaya -L.17 - Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Yang Tidak Dapat Dikembalikan kepada KKKS. Selanjutnya, menjawab pendapat Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengenai penurunan kontribusi PNBP relatif terhadap penerimaan negara dari pajak dan mengindikasikan perlunya upaya perbaikan manajemen penerimaan SDA serta efisiensi dan restrukturisasi BUMN yang berkelanjutan dapat dijelaskan sebagai berikut. Penurunan PNBP sejak tahun 2009 utamanya disebabkan karena penurunan penerimaan SDA migas. Sebagaimana diketahui bahwa penerimaan migas merupakan sumber penerimaan terbesar dari PNBP. Adanya penurunan dari penerimaan migas akan secara signifikan menurunkan PNBP dan dengan demikian akan menurunkan kontribusi terhadap pendapatan negara. Penurunan penerimaan SDA migas ini disebabkan oleh penurunan ICP. Realisasi harga rata-rata ICP tahun 2008 (Desember 2007-November 2008) sebesar US$101,4 per barel, sedangkan asumsi ICP dalam APBN-P 2009 dan RAPBN 2010 masing-masing adalah sebesar US$61 per barel dan US$60 per barel. Namun demikian, Pemerintah terus berupaya melakukan perbaikan dalam manajemen penerimaan SDA, terutama SDA migas melalui intensifikasi pengawasan oleh BP Migas terhadap setoran KKKS guna mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor hulu migas. Dalam rangka upaya perbaikan manajemen penerimaan SDA pertambangan umum, Pemerintah akan melakukan langkah-langkah kebijakan sebagai berikut: 1. Peningkatan pelayanan informasi mineral batubara dan panas bumi; 2. Pengembangan teknologi tepat guna yang diarahkan pada barangbarang mass production, pemaketan pelelangan disisi hulu untuk menjamin kelangsungan industri dalam negeri dan kajian pengembangan teknologi Coal Bed Methane (CBM) untuk meningkatkan pemanfaatan batubara; 3. Pembinaan dan pengawasan pengelolaan mineral batubara dan panas bumi; 4. Review peraturan perundang-undangan di bidang investasi, pengkajian peraturan perundang-undangan, fasilitas penyusunan Perda, kajian naskah kontrak sektor energi dan sumber daya mineral; 5. Pengelolaan data dan informasi mineral dan batubara, panas bumi, air tanah dan penyebarluasan informasi geologi yang berkaitan dengan upaya mitigasi bencana; 6. Pemulihan lingkungan pasca tambang yang berwawasan lingkungan; 7. Rehabilitasi ekosistem dan habitat yang rusak di bekas kawasan pertambangan, disertai pengembangan sistem manajemen pengelolaan lingkungan; 8. Pengkajian dan analisis instrumen pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan; -L.18 - 9. Pengelolaan dan pengembangan pendidikan dan pelatihan energi dan sumber daya mineral; 10. Menyelesaikan masalah tumpang tindih wilayah antarsektor terkait; 11. Integrasi pelaksanaan pengawasan terhadap perusahaan Kontrak Karya. Terkait dengan restrukturisasi BUMN, sesuai dengan amanat pasal 93 UU Nomor 19 Tahun 2003, mulai tahun 2005 Pemerintah telah melakukan kebijakan restrukturisasi BUMN. Selama periode 2005-2007, jumlah BUMN tercatat sebanyak 139 BUMN, dan pada tahun 2008 berjumlah 142 BUMN. Selain mengelola kepemilikan saham pada sejumlah BUMN, Pemerintah juga mengelola saham minoritas di sejumlah perusahaan. Kepemilikan saham minoritas merupakan kondisi dimana Pemerintah memiliki saham di bawah 51,0 persen terhadap total saham perusahaan. Upaya kebijakan restrukturisasi dan rightsizing BUMN, sesuai dengan Inpres Nomor 5 Tahun 2008 ditempuh melalui berbagai mekanisme. Program merjer dan akuisisi, penawaran saham, dan divestasi adalah bentuk-bentuk mekanisme yang telah ditempuh dan akan terus dievaluasi pelaksanaannya. Menjawab pertanyaan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Fraksi Partai Bintang Reformasi mengenai perlunya optimalisasi produksi migas yang didukung oleh fasilitas fiskal dan non-fiskal dan penurunan target PNBP tahun 2010 yang disebabkan oleh berkurangnya setoran laba BUMN, dapat dijelaskan sebagai berikut. Dalam RAPBN 2010, Pemerintah memproyeksikan lifting minyak mentah sebesar 965 ribu barel per hari (bph). Besaran lifting minyak mentah tersebut menunjukkan peningkatan dari perkiraan lifting di tahun 2009, dengan tetap mempertimbangkan kemampuan masing-masing sumur minyak mentah. Penetapan perkiraan lifting yang melebihi kemampuan produksi masing-masing sumur, dapat berdampak pada tidak tercapainya target penerimaan negara. Untuk mencapai target lifting di atas, Pemerintah akan melakukan upaya-upaya intensif untuk mendorong para KKKS melaksanakan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi guna menemukan cadangan minyak mentah baru. Penemuan cadangan minyak baru diharapkan dapat menghasilkan tambahan lifting minyak mentah yang lebih besar dibandingkan dengan tingkat penurunan produksi alamiah (natural decline). Perlu disampaikan bahwa, tingkat penurunan produksi alamiah (natural decline) dari sumur-sumur minyak mentah yang ada (existing wells), khususnya sumur-sumur minyak mentah yang telah cukup tua rata-rata sebesar 10 persen per tahun. Sedangan dari sisi insentif fiskal, Pemerintah telah memberikan insentif melalui penerapan bea masuk nol persen dan pemberian PPN DTP atas impor barang-barang modal kepada kegiatan eskplorasi migas yang diarahkan untuk meningkatkan investasi. -L.19 - Dalam upaya untuk mengendalikan cost recovery, pada tahun 2008 Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM No.22 Tahun 2008 tentang Jenis-jenis Biaya Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Yang Tidak Dapat Dikembalikan kepada KKKS. Untuk memberikan landasan hukum yang lebih kuat dan menindaklanjuti amanat sebagaimana UU No. 41 Tahun 2008 tentang APBN Tahun 2009, Pemerintah juga sedang mempersiapkan RPP tentang ketentuan cost recovery. Terkait dengan penurunan setoran dividen BUMN, dapat dijelaskan bahwa dividen atau penerimaan atas laba BUMN dalam APBN 2010 merupakan hasil keuntungan operasi tahun buku 2009. Penerimaan dividen BUMN terbesar setiap tahunnya berasal dari PT. Pertamina. Namun demikian, pendapatan PT. Pertamina sangat tergantung pada faktor eksternal, yaitu harga minyak mentah. Pada tahun 2008, harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Oil Price/ICP) mencapai US$97,0/barrel, dan pada tahun 2009 diperkirakan rata-rata mencapai US$61/barel, sehingga cukup berpengaruh pada penurunan laba PT. Pertamina di tahun 2009. C. ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT Menanggapi pernyataan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan mengenai komposisi RAPBN 2010 yang tidak mengalami perubahan dibanding struktur APBN 2009, dan rencana program yang dibiayai belum sepenuhnya mencerminkan aspek pemerataan, dapat kiranya dijelaskan sebagai berikut. Selain disusun dengan latar belakang ekonomi makro yang tidak jauh berbeda dengan kondisinya dalam tahun 2009, RAPBN Tahun 2010 merupakan rencana anggaran transisi dari pemerintahan lama ke pemerintahan hasil Pemilu 2009. Selain itu, kebijakan yang ditempuh dalam tahun 2010 masih erat kaitannya dengan kebijakan APBN 2009, karena dalam masa transisi pemerintahan tersebut, kebijakan belanja negara difokuskan pada : (a) melanjutkan pekerjaan yang belum selesai pada periode 2004-2009; (b) mengatasi permasalahan yang menonjol pada saat ini; dan (c) menghadapi tantangan/permasalahan di masa depan. Selanjutnya, perlu kami tambahkan, bahwa masa transisi ini ditunjukkan juga dengan “amplop” anggaran untuk K/L yang bersifat baseline. Penyusunan rancangan anggaran belanja transisi dalam posisi baseline tersebut dimaksudkan untuk memberikan ruang gerak dan keleluasaan bagi pemerintah baru hasil pemilihan umum untuk melaksanakan program dan kegiatannya sesuai dengan platform Presiden terpilih. Menanggapi pandangan Fraksi Partai Golongan Karya mengenai perlunya menjadikan hasil pemeriksaan BPK sebagai referensi dalam -L.20 - pembahasan APBN 2010, dapat disampaikan bahwa pada prinsipnya Pemerintah sependapat dengan Dewan yang terhormat. Hal tersebut penting untuk diterapkan mengingat audit atau pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK, selain merupakan salah satu instrumen yang ditujukan untuk mendorong penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, juga diharapkan agar dapat mendorong pemerintah untuk terus melakukan penyempurnaan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara sebaik-baiknya. Selain itu, hal tersebut penting untuk mengapresiasi atau memberikan reward atas upaya yang sungguhsungguh dari Kementerian Negara/Lembaga dan Pemda yang telah mendapatkan prestasi berupa opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK. Selanjutnya dapat pula diinformasikan bahwa saat ini Pemerintah sedang menyiapkan Perpres tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, yang sudah memasuki tahap finalisasi. Di dalam Rancangan Perpres tersebut telah diamanatkan perlunya pengaturan tentang sistem reward and punishment dari akuntabilitas kinerja setiap kementerian dan lembaga. Namun, dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintah yang baik (good governance), kiranya perlu juga dipertimbangkan mengenai “akar permasalahan” dari opini tersebut. Menurut pengamatan Pemerintah, hal-hal yang mempengaruhi opini atas laporan keuangan Kementerian Negara/Lembaga Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) secara umum adalah : a) Belum siapnya Kementerian Negara/Lembaga dalam menjalankan reformasi peraturan perundang-undangan tentang Keuangan Negara yang dimulai sejak terbitnya UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara. b) Terbatasnya SDM pengelola keuangan yang memahami akuntansi pemerintahan. c) Kelemahan Sistem Pengendalian Intern. Untuk itu, dengan menjadikan hasil pemeriksaan BPK sebagai referensi dalam pembahasan APBN 2010 pada khususnya, dan APBN tahun-tahun selanjutnya pada umumnya, diharapkan berbagai kondisi yang masih mengalami kelemahan dan kekurangsiapan tersebut dapat diminimalisir atau bahkan dihilangkan. Selanjutnya, dapat disampaikan bahwa mekanisme seperti tersebut di atas telah mulai dilaksanakan dalam alokasi anggaran stimulus fiskal 2009, yaitu berupa pengenaan sanksi bagi K/L dan daerah yang tidak sepenuhnya mampu menyelesaikan anggaran stimulusnya, dan telah diakomodir dalam penerapan penganggaran berbasis kinerja (PBK). -L.21 - Sejalan dengan itu, dapat diinformasikan bahwa Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga (LKKL) telah menunjukkan kemajuan yang cukup berarti, yang ditunjukkan dengan semakin banyaknya K/L yang mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), dan semakin sedikitnya K/L yang memperoleh Wajar Dengan Pengecualian (WDP) serta Tidak Memberikan Pendapat (TMP). Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan BPK atas LKKL, instansi pemerintah pusat yang mendapatkan opini WTP meningkat dari 9 persen pada tahun 2006 menjadi 42 persen pada tahun 2008. Ilustrasi mengenai hal tersebut disajikan dalam tabel di bawah ini. Tabel 1 Perkembangan Opini BPK atas Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga (LKKL) 2006-2008 2006 Uraian 2007 2008 Jumlah K/L % Jumlah K/L % Jumlah K/L % 7 37 35 0 79 9 47 44 0 100 16 31 33 1 81 20 38 41 1 100 35 30 18 0 83 42 36 22 0 100 Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) Wajar DenganPengecualian (WDP) Tidak Memberikan Pendapat (TMP) Tidak Wajar (TW) Jumlah Sumber: IHP-BPK Semester I Tahun 2008 Ket.: Opini WTP-DPP masuk dalam Opini WTP Di samping itu, BPK juga telah melaksanakan pemeriksaan atas 466 laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) tahun anggaran 2007 yang pemeriksaannya dilaksanakan pada tahun 2008. Jumlah LKPD yang diperiksa terus meningkat, yaitu bila dalam tahun 2004 terdapat 287 LKPD, maka dalam tahun 2007 terdapat 466 LKPD. Perkembangan opini atas LKPD dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2007 disajikan dalam tabel di bawah ini. Tabel 2 Perkembangan Opini BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) 2004-2007 2004 Uraian Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) Wajar DenganPengecualian (WDP) Tidak Memberikan Pendapat (TMP) Tidak Wajar (TW) Jumlah Jumlah Pemda 2005 % Jumlah Pemda 21 249 7 10 7 87 2 3 287 100 2007 2006 % Jumlah Pemda 17 308 25 12 5 85 7 3 362 100 % Jumlah Pemda % 3 326 106 28 1 70 23 6 4 283 120 59 1 61 26 13 463 100 466 100 Sumber: IHP-BPK Semester II Tahun 2008 Perkembangan laporan pemeriksaan yang dilakukan BPK tersebut, memperlihatkan bahwa opini LKPD semakin memburuk. Hal ini -L.22 - ditunjukkan dengan turunnya persentase jumlah pemerintah daerah yang LKPD-nya memperoleh opini WTP dan WDP, di sisi lain, persentase opini TMP dan TW mengalami kenaikan. Selain memperkuat pengawasan eksternal untuk mendorong pengelolaan keuangan negara yang baik, upaya untuk meningkatkan pengawasan internal juga terus mendapatkan perhatian dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). SPIP adalah bagian dari proses manajemen yang integral untuk menjamin tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan dalam keseluruhan pengelolaan keuangan negara khususnya yang dilaksanakan melalui mekanisme APBN. Namun demikian untuk memberikan sanksi kepada daerah berupa pengurangan alokasi anggarannya (dana perimbangan) masih memerlukan landasan hukum yang kuat, karena alokasi dana perimbangan per daerah telah berdasarkan kondisi daerah dengan memperhatikan data dasar yang telah ditetapkan dengan UU No 33 Th 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, belum memperhitungkan pencapaian dalam penyelesaian LKPD. Data dasar daerah untuk perhitungan DAU diwujudkan dalam formula perhitungan DAU, untuk DAK diformulasikan dalam kriteria-kriteria, sedang untuk DBH berdasarkan persentase-persentase tertentu. Kebijakan untuk mengurangi alokasi anggaran transfer ke daerah menjadi kurang ekektif dalam kondisi keuangan negara saat ini yang ditandai dengan besaran DAU Nasional yang hanya meningkat kurang dari 1 persen sementara harus mengalokasikan kepada 26 daerah otonom baru, DAK yang lebih kecil dari tahun 2009, dan perkiraan DBH yang tidak lebih baik dari tahun 2009. Dengan kondisi alokasi transfer tersebut dimungkinkan ditribusi ke sebagian besar daerah akan mengalami penurunan dari tahun lalu, sehingga kemungkinan akan menjadi rancu antara penurunan dana perimbangan sebagai akibat dari turunnya alokasi transfer dalam APBN dengan penurunan sebagai akibat pengenaan sanksi. Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Golongan Karya agar APBN dapat menghasilkan sejumlah output tertentu, seperti pembangunan infrastruktur fisik yang memang dibutuhkan, tingkat inflasi yang relatif rendah, dan terciptanya lapangan kerja yang semakin luas. Pada hakekatnya APBN adalah merupakan instrumen fiskal untuk mendorong pertumbuhan, menggerakkan sektor riil, menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatan, dan pada akhirnya diharapkan dapat mengurangi pengangguran. RAPBN menjadi rencana anggaran dalam -L.23 - menyelenggarakan pemerintahan, mengalokasikan sumber-sumber ekonomi, mendistribusikan barang dan jasa, serta menjaga stabilitas dan akselerasi kinerja ekonomi. Oleh karena itu, strategi dan pengelolaan APBN memegang peranan penting dalam mencapai sasaran pembangunan nasional. Sejak tahun 2005—2009, hasil yang telah dicapai dalam pembangunan infrastruktur antara lain adalah : (1) terpeliharanya dan meningkatnya daya dukung, kapasitas, maupun kualitas pelayanan prasarana jalan untuk daerah-daerah yang perekonomiannya berkembang pesat dari kondisi mantap jalan sebesar 86,6 persen dengan kecepatan rata-rata 43,3 km/jam dalam tahun 2005 menjadi 87,0 persen dan 46 km/jam dalam tahun 2009; (2) meningkatnya aksesibilitas wilayah yang sedang dan belum berkembang melalui dukungan pelayanan prasarana jalan yang sesuai dengan perkembangan kebutuhan transportasi, baik dalam hal kecepatan maupun kenyamanan, khususnya pada koridor-koridor utama di masing-masing pulau dan wilayah; (3) meningkatnya kemampuan pemenuhan kebutuhan air bagi rumah tangga, pemukiman, pertanian dan industri dengan prioritas utama untuk kebutuhan pokok masyarakat dan pertanian rakyat; (4) terlindunginya daerah pantai dari abrasi air laut terutama pulau-pulau kecil, daerah perbatasan dan wilayah strategis; (5) pembangunan prasarana dan sarana dasar permukiman bagi perumahan PNS/TNI-Polri/Pekerja; (6) penurunan luas kawasan kumuh dari 384 ha dalam tahun 2005 menjadi 50,0 persen dari luas 47.500 ha dalam tahun 2009; (7) optimalnya kondisi infrastruktur perdesaan di 12.834 desa dalam tahun 2005 menjadi 22.247 desa dalam tahun 2009; (8) meningkatnya panjang jalur ganda kereta api (KA), diantaranya berupa terbangunnya jalur ganda kereta api masing-masing pada lintas Tulungbuyut-Blambanganumpu sepanjang 5,7 kilometer, lintas SerpongMaja sepanjang 11,5 kilometer dalam kondisi mantap, jalur ganda Cirebon-Kroya lintas Patuguran-Purwokerto sepanjang 24,48 kilometer; dan (9) bertambahnya jumlah bandar udara yang mencapai 20 bandar udara hingga 2008 dan 8 bandar udara sedang dalam proses pembangunan di tahun 2009. Pada tahun 2010, output yang akan dihasilkan dari berbagai pembangunan infrastruktur antara lain adalah : (1) meningkatnya kondisi jalan dan jembatan nasional lintas dan nonlintas sepanjang 1.906,8 kilometer dan 1.967,3 meter; (2) terbangunnya jalan akses sepanjang 45,3 km dan jalan baru dan peningkatan jalan strategis sepanjang 131 km; (3) terbangunnya jalan di kawasan perbatasan sepanjang 50,8 km, lintas pantai selatan Jawa sepanjang 48,7 km, dan pulau terpencil dan terluar sepanjang 23,7 km; (4) terbangunnya jalan tol sepanjang 17 km di Jawa; (5) terlaksananya rehabilitasi jalan nasional sepanjang 1.956 km dan 15.148,8 meter jembatan pada ruas jalan nasional, serta terpeliharanya 32.896 km jalan nasional dan 69.041 meter jembatan ruas jalan nasional -L.24 - yang tersebar di seluruh provinsi; (6) terbangun dan meningkatnya kinerja 117.200 hektar jaringan irigasi, 8.100 hektar jaringan rawa dan 2.600 hektar prasarana irigasi air tanah; (7) terlaksananya rehabilitasi 310.800 hektar jaringan irigasi, 72.400 hektar jaringan rawa dan 5.555 hektar jaringan irigasi air tanah; (7) terlaksananya operasi dan pemeliharaan 2.344.800 hektar jaringan irigasi, 1.200.000 hektar jaringan rawa, dan 6.700 hektar jaringan irigasi air tanah; (9) terlaksananya pembangunan 6 waduk, 39 embung, dan 11 situ; (10) terlaksananya rehabilitasi 13 waduk, 17 embung, dan 20 situ; serta (11) terlaksananya operasi dan pemeliharaan 57 waduk dan 164 embung. Sementara itu, hasil yang dicapai di bidang ketenagakerjaan adalah adanya peningkatan yang cukup signifikan pada kelompok penduduk yang termasuk dalam kategori angkatan kerja. Jumlah angkatan kerja pada Agustus 2008 mencapai 111,95 juta orang, bertambah 2,01 juta orang dibanding kondisi Agustus 2007 atau meningkat 5,56 juta orang dibanding kondisi Agustus 2006. Sementara itu, jumlah penduduk yang bekerja pada Agustus 2008 mencapai 102,55 juta orang. Jika dibandingkan dengan keadaan pada Agustus 2007 dan Agustus 2006, jumlah penduduk yang bekerja pada Agustus 2008 meningkat cukup signifikan, berturut-turut sebesar 2,62 juta orang dan 7,09 juta orang. Berbagai upaya yang dilakukan oleh Pemerintah selama tahun 2008 melalui program-program pemberdayaan masyarakat serta peningkatan kualitas pendidikan masyarakat telah mampu menurunkan tingkat pengangguran dari 9,11 persen pada Agustus 2007 menjadi 8,39 persen pada Agustus 2008. Secara nasional, pada tahun 2010, tingkat pengangguran terbuka akan diturunkan menjadi 8,0 persen apabila ekonomi tumbuh dengan 5,0 persen. Perkiraan ini mempertimbangkan adanya PHK yang tidak terserap kembali dalam pasar kerja. Terciptanya lapangan kerja seluasluasnya merupakan tujuan pemerintah dan merupakan kesadaran dari pekerja dan pengusaha sendiri, bahkan dukungan politik sangat menentukan di dalam menurunkan tingkat pengangguran terbuka. Tercapainya sasaran penurunan angka pengangguran sebesar 8,0 persen, sangat dipengaruhi oleh terciptanya lapangan kerja di setiap daerah. Peranan daerah sangat penting dalam mendorong penurunan angka pengangguran. Keselarasan antara APBN dan APBD sangat penting yang kemudian mendorong kegiatan ekonomi dan menciptakan kesempatan kerja di daerah. Dari pengeluaran program-program pembangunan infrastruktur dan pembangunan dari kegiatan lainnya yang diperkirakan dapat menciptakan lapangan kerja, pada tahun 2010 melalui programprogram ini diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja sedikitnya untuk 2,0 juta orang. -L.25 - Pemerintah sependapat dengan Fraksi PDI Perjuangan dan Fraksi Damai Sejahtera, agar sasaran program kerja Pemerintah dalam RAPBN 2010 benar-benar difokuskan pada berbagai bidang prioritas seperti penanggulangan masalah kemiskinan, pengurangan pengangguran, peningkatan akses masyarakat terhadap kesehatan dan pendidikan, keamanan, ketahanan pangan, kinerja investasi dan ekspor, serta kebutuhan infrastruktur yang memadai, tanpa mengabaikan program-program pembangunan yang lain. Selanjutnya, dapat kiranya di sampaikan bahwa dalam mengalokasikan anggaran setiap tahunnya, Pemerintah selalu mendasarkan pada prioritas pembangunan yang terdapat dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Sesuai dengan RKP tahun 2010, prioritas pembangunan nasional pada tahun 2010 yang ditetapkan adalah: 1. Pemeliharaan Kesejahteraan Rakyat, serta Penataan Kelembagaan dan Pelaksanaan Sistem Perlindungan Sosial 2. Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia 3. Pemantapan Reformasi Birokrasi dan Hukum, serta Pemantapan Demokrasi dan Keamanan Nasional 4. Pemulihan Ekonomi yang Didukung oleh Pembangunan Pertanian, Infrastruktur, dan Energi 5. Peningkatan Kualitas Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kapasitas Penanganan Perubahan Iklim Dari lima prioritas tersebut, prioritas yang erat kaitannya dengan program pemberdayaan masyarakat adalah prioritas 1, 2, dan 4. Sementara itu, secara lebih rinci, sasaran pembangunan yang akan dicapai dalam prioritas 1, 2, 3, 4, dan 5 adalah: Prioritas 1: a. Meningkatnya b. c. d. e. kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat miskin, sehingga diharapkan angka kemiskinan dapat diturunkan menjadi 12 – 13,5 persen; Meningkatnya keberdayaan masyarakat miskin untuk mengentaskan dirinya dari kemiskinan dan berpartisipasi dalam proses pembangunan; Meningkatnya efektivitas pelaksanaan dan koordinasi penanggulangan kemiskinan; Tercapainya tahap awal penataan kelembagaan pelaksanaan jaminan sosial; Meningkatnya kapasitas usaha skala mikro dan kecil. -L.26 - Prioritas 2: Pendidikan: a. b. c. d. e. f. g. Meningkatnya akses dan pemerataan pada jenjang pendidikan dasar yang berkualitas bagi semua anak usia 7-15 tahun yang ditandai dengan meningkatnya APK SD/MI/sederajat menjadi 117,15 persen (APM 2010 - 95,27 persen) dan APK SMP/MTs/sederajat menjadi 99,26 persen; Meningkatnya akses terhadap pendidikan menengah dan tinggi yang ditandai dengan meningkatnya APK SMA/SMK/MA/sederajat menjadi 71,3 persen dan APK PT menjadi 19,40 persen; Meningkatnya akses terhadap pendidikan anak usia dini yang ditandai dengan meningkatnya APK PAUD menjadi 57,8 persen; Menurunnya angka putus sekolah dan angka mengulang kelas untuk semua jenjang pendidikan dan meningkatnya angka melanjutkan; Menurunnya kesenjangan partisipasi pendidikan antarkelompok masyarakat termasuk kesetaraan dan keadilan gender; Membaiknya kemampuan keberaksaraan penduduk yang ditandai dengan meningkatnya angka melek aksara penduduk usia 15 tahun ke atas menjadi 95,50 persen dan angka melek aksara penduduk usia 1524 tahun menjadi 99,33 persen; Meningkatnya kualitas pendidikan yang ditandai dengan meningkatnya proporsi pendidik yang memenuhi kualifikasi akademik dan standar kompetensi yang disyaratkan, serta meningkatnya kesejahteraan pendidik; Kesehatan: a. Tersedianya sarana dan prasarana kesehatan dasar dan rujukan; b. Seluruh penderita demam berdarah dengue (DBD), malaria dan Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA) ditemukan dan diobati; c. Meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan ibu dan anak; d. Tersedianya obat generik esensial (buffer stock), obat flu burung, obat bencana, obat haji, obat program, dan vaksin; e. Meningkatkan pendayagunaan tenaga kesehatan terutama di daerah terpencil, tertinggal dan kepulauan; f. Seluruh penduduk miskin mendapatkan pelayanan kesehatan dasar di puskesmas dan jaringannya serta di kelas III rumah sakit. Prioritas 3: Sasaran pembangunan yang akan dicapai dalam prioritas Pemantapan Reformasi Birokrasi dan Hukum, serta Pemantapan Demokrasi dan Keamanan Nasional pada tahun 2010 adalah: a. Meningkatnya kinerja birokrasi pemerintahan dalam memberikan pelayanan publik; -L.27 - b. Meningkatnya kepastian hukum serta menurunya tindak pidana korupsi yang tercermin dari tumbuhnya iklim takut korupsi, dan meningkatnya Indeks Persepsi Korupsi terhadap Indonesia; c. Meningkatnya efektivitas pelaksanaan organisasi masyarakatyt sipil, dan partai politik; d. Meningkatnya kemanan nasional dalam menunjang aktivitas masyarakat dan perekonomian, khususnya dunia investasi dan usaha; e. Meningkatnya kapasitas pemerintah daerah dalam rangka mewujudkan kemandirian pemerintahan daerah. Prioritas 4: Sasaran pembangunan yang akan dicapai dalam prioritas Pemulihan Ekonomi yang Didukung oleh Pembangunan Pertanian, Infrastruktur, dan Energi pada tahun 2010 adalah: a. Laju pertumbuhan ekonomi 5,0 persen; b. Meningkatnya investasi dalam bentuk pembentukan modal tetap c. d. e. f. g. h. bruto (PMTB) sebesar 7,1 persen; Meningkatnya ekspor non-migas sekitar 5,0 persen; Meningkatnya jumlah perolehan devisa dari sektor pariwisata menjadi sekitar USD 7,8 miliar dan meningkatnya wisatawan nusantara menjadi sekitar 228 juta perjalanan; Tumbuhnya pertanian, perikanan, dan kehutanan sebesar 3,6 persen; Tumbuhnya industri pengolahan non-migas sebesar 3,9 persen; Menurunnya tingkat pengangguran terbuka menjadi 8 persen dari angkatan kerja; Meningkatnya produktivitas dan akses UKM kepada sumberedaya produktif. Prioritas 5: Sasaran pembangunan yang akan dicapai dalam prioritas Peningkatan Kualitas Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Kapasitas Penanganan Perubahan Iklim pada tahun 2010 adalah: a. Meningkatnya kapasitas mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, melalui peningkatan pengendalian kebakaran hutan untuk mengurangi hotspot sebesar 10 persen dan peningkatan sistem informasi dini meteorologi, geologi, tsunami dan kebakaran hutan b. Meningkatnya pelaksanaan rehabilitasi dan konservasi sumber daya alam, melalui upaya rehabilitasi hutan seluas 100.000 hektar di Daerah Aliran Sungai (DAS) Prioritas 1 yang menjadi tanggung jawab pemerintah pusat dan rahabilitasi lahan hutan 500.000 ha, yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, penanganan illegal logging, pengelolaan pertambangan secara berkelanjutan, dan pengendalian pencemaran lingkungan -L.28 - c. Meningkatnya pengelolaan DAS di 18 unit DAS dan meningkatnya pengelolaan irigasi partisipatif di 21 provinsi d. Meningkatkan upaya pengelolaan sumber daya kelautan melalui peningkatan kemampuan dalam mengendalikan illegal fishing dan meningkatnya kapasitas daerah dalam mengembangkan dan mengelola wilayah laut, pesisir dan pulau-pulau kecil secara terpadu di 5 provinsi, serta peningkatan pengelolaan dan rehabilitasi terumbu karang di 8 provinsi e. Meningkatnya penyelenggaraan operasional RTRWN, RTR Pulau, RTRWP, dan terselenggaranya pembinaan dan pelaksanaan penataan ruang oleh pemerintah daerah dan masyrakat, serta penyelenggaraan sertifikasi 1.316.355 bidang tanah, dan redistribusi 200.000 bidang tanah. Mengenai kebijakan penanggulangan kemiskinan yang bersifat keberpihakan, dalam arti memberikan perhatian lebih dan dikhususkan untuk masyarakat dan keluarga miskin dikelompokkan ke dalam 3 kebijakan yang ditawarkan oleh pemerintah yakni pro pertumbuhan (pro growth), pro mengentaskan kemiskinan (pro poor) dan pro penciptaan lapangan kerja (pro job) adalah sebuah kebijakan yang berpihak dan mengutamakan kepentingan rakyat. Kebijakan tersebut diperjelas dalam RAPBN 2010 yang mengakomodir kepentingan rakyat banyak diantaranya seperti pemeliharaan kesejahteraan rakyat serta penataan kelembagaan sistem perlindungan sosial yang dianggarkan mencapai Rp36,1 triliun. Program-program untuk mengatasi kemiskinan pada tahun 2010 akan diimplementasikan ke dalam 3 (tiga) klaster. Klaster pertama adalah program bantuan dan perlindungan sosial, seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS), Bea Siswa Miskin, , dan beras bersubsidi bagi keluarga miskin (RASDI). Klaster kedua, adalah program pemberdayaan masyarakat melalui efektifitas dan efisiensi program-program penanggulangan kemiskinan yang ada di berbagai K/L dalam PNPM Mandiri. Klaster ketiga adalah program pemberdayaan usaha mikro dan kecil dengan perbaikan iklim berusaha melalui penyediaan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Melalui program-program ini maka keterlibatan dan kemerataan pembangunan yang mencerminkan “inclusiveness” dapat dilakukan. Artinya, melalui kebijakan yang bersifat umum (broad-based policy), masih dimungkinkan adanya kelompok masyarakat yang tidak mendapatkan akses dan tidak mampu mengakses, terutama untuk kebutuhan dasar. Untuk itulah, diadakan program dan mekanisme khusus untuk mengikutsertakan dan melibatkan mereka. Program-program yang dikhususkan untuk kelompok miskin ini diantaranya adalah program Rasdi, beasiswa untuk siswa miskin, Jamkesmas (jaminan kesehatan untuk keluarga miskin dan anggota keluarganya), serta KB untuk keluarga miskin. Penajaman sasaran -L.29 - program didukung dengan pengembangan identifikasi rumah tangga sasaran yang terdiri dari RT sangat miskin, miskin dan hampir miskin. Langkah lain yang dilakukan untuk mengatasi kesenjangan adalah melalui program pemberdayaan masyarakat, yang ditujukan untuk memberdayakan masyarakat miskin. Keberdayaan yang dibangun adalah: (a) Kemampuan memahami potensi diri untuk mengentaskan dari kemiskinan; mengidentifikasi kebutuhan untuk mengentaskan diri dari kemiskinan; memusyawarahkan program dan kegiatan yang dapat mendukung pengentasan kemiskinan serta mengelola program dan kegiatan sesuai dengan kebutuhan mereka dan kebutuhan lokal untuk mempercepat pengentasan kemiskinan, dan (b) Semua akumulasi kemampuan dan sarana (modal sosial) yang ada dapat dimanfaatkan dan dikembangkan untuk keberlanjutan pengentasan kemiskinan di wilayahnya. Keberpihakan dalam pelaksanaan PNPM Mandiri juga tercermin pada alokasi BLM yang dibagikan kepada masyarakat. Nilai BLM dialokasikan dengan nilai yang lebih besar kepada kecamatan yang memiliki jumlah masyarakat/RT miskin, dibanding di kecamatan yang penduduk/RT miskinnya rendah. Untuk itulah, mengingat keberdayaan perlu terus dipupuk dan dilaksanakan secara konsisten, maka Pemerintah masih konsisten melaksanakan PNPM Mandiri dan sudah mencakup 6.408 kecamatan di seluruh Indonesia, sehingga pembangunan oleh rakyat dan untuk rakyat dapat diwujudkan. Pelaksanaan PNPM Mandiri yang bertumpu pada keberdayaan dan partisipasi aktif masyarakat, perlu mendapat dukungan Pemda dan DPRD serta seluruh komponen masyarakat sangat diperlukan agar PNPM Mandiri dapat menjadi wahana dan kemampuan masyarakat untuk mengentaskan diri dari kemiskinan Upaya lain adalah dengan melakukan peningkatan kapasitas Pemda (Bappeda dan SKPD) untuk: (a) Menyusun rencana dan anggaran pembangunan yang pro rakyat miskin. Dengan mengarahkan program dan anggaran sesuai dengan peta kemiskinan di masing-masing kabupaten, (b) Meningkatkan kemampuan Pemda untuk mengkoordinasikan program penanggulangan kemiskinan dengan memanfaatkan seluruh APBN yang disalurkan melalui program di berbagai sektor dengan APBD dan kemampuan masyarakat. Sejalan dengan itu, fungsi dan peran Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan di Pusat maupun di tingkat provinsi dan kabupaten/kota akan terus ditingkatkan. Menanggapi pernyataan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan mengenai kebijakan pro growth, pro poor dan pro job, dapat dijelaskan sebagai berikut. Pemerintah sangat menghargai tanggapan Dewan berkaitan dengan kebijakan pembangunan yang progrowth, pro-poor, dan pro-job. Hal tersebut merupakan masukan yang -L.30 - sangat berharga, dan akan kami respon dengan upaya untuk lebih membumikan kebijakan pembangunan pro rakyat di atas. Meskipun tingkat pencapaian dari program-program pro rakyat yang sudah dirumuskan dalam kebijakan ekonomi pemerintah masih relatif terbatas, tetapi tentu tidak diharapkan sebagai kebijakan yang hanya merupakan retorika belaka. Pemerintah mempunyai komitmen politik yang tinggi mengenai arah kebijakan yang pro-growth, pro-poor dan pro-job. Pertumbuhan jelas terus akan dipertahankan pada tingkat yang cukup tinggi, meskipun ekonomi global sedang mengalami krisis yang cukup berat. Pemerintah juga akan terus memperbaiki dan melembagakan bantuan kepada rakyat miskin, karena bantuan rakyat miskin memang tidak dimaksudkan sebagai bantuan karitas, karena merupakan amanat konstitusi. Negara-negara demokrasi maju sekalipun memiliki program jaminan terlembaga kepada rakyat miskin dan para pengangguran, yang karena suatu hal belum dapat memperoleh pekerjaan. Program-program ini akan terus diperbaiki dan disempurnakan bersama-sama. Menanggapi keprihatinan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera terhadap masih rendahnya angka pertumbuhan ekonomi sektor pertanian, padahal sektor ini menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar dalam rangka mengurangi pengangguran dan memerangi kemiskinan, dapat dijelaskan sebagai berikut. Pengalaman di masa lampau, dalam masa krisispun sektor pertanian mampu menjadi katup penyelamat tekanan di pasar kerja, meskipun produktivitas tenaga kerja di sektor pertanian terkadang menjadi menurun. Kemampuan sektor pertanian dalam menampung surplus pekerja tidak bisa dilepaskan dari karakteristik sektor pertanian yang masih dikelola secara tradisional. Hal ini berbeda dengan sektor pertanian yang dikelola secara lebih modern, yang biasanya dikelola oleh pekerja yang jumlahnya memang berdasarkan kebutuhan proses produksi. Untuk itu, pemerintah telah dan akan memberikan perhatian kepada sektor pertanian dalam bentuk upaya peningkatan produktivitas. Hal tersebut didasarkan pada kesadaran bahwa produktivitas merupakan kunci utama dalam meningkatkan peran sektor pertanian untuk mengurangi dampak krisis. Peningkatan produktivitas memungkinkan sektor pertanian menerima jumlah pekerja yang lebih banyak, tanpa penurunan tingkat kesejahteraan. Namun demikian, disadari juga bahwa peningkatan produktivitas merupakan tantangan besar bagi sektor pertanian. Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk meningkatkan produktivitas di sektor pertanian adalah dengan memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada pekerja pertanian. Peningkatan melalui berbagai program Pemerintah, yang dapat ditempuh antara lain pendidikan, pelatihan, dan juga penyuluhan pertanian. Mengenai penurunan alokasi anggaran Departemen Pertanian pada RAPBN 2010, dapat dijelaskan bahwa pada tahun 2010, anggaran belanja -L.31 - Departemen Pertanian direncanakan sebesar Rp7.950,5 miliar, menurun sekitar Rp220,3 miliar jika dibandingkan dengan APBN 2009 sebesar Rp8.170,8 miliar. Namun jika dibandingkan dengan perkiraan realisasi APBN tahun 2009, alokasi anggaran belanja Departemen Pertanian tersebut meningkat sebesar Rp1.140,1 miliar. Menanggapi pernyataan Fraksi Partai PDI Perjuangan mengenai APBN yang harus dapat menggerakkan perekonomian di tingkat bawah sehingga berdampak pada peningkatan kesejahteraan rakyat, dengan melakukan perbaikan perencanaan anggaran dan daya serap di semua kementerian negara/lembaga dapat disampaikan penjelasan sebagai berikut. Pemerintah selalu mengeluarkan kebijakan yang berpihak dan mengutamakan kepentingan rakyat. Sejalan dengan itu, direncanakan program-program untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan mengurangi kemiskinan dalam tahun 2010, yang akan diimplementasikan ke dalam 3 (tiga) klaster. Klaster pertama adalah program bantuan dan perlindungan sosial, seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS), Bea Siswa Miskin, dan beras bersubsidi bagi keluarga miskin (RASDI). Klaster kedua, adalah program pemberdayaan masyarakat melalui efektifitas dan efisiensi program-program penanggulangan kemiskinan yang ada di berbagai K/L dalam PNPM Mandiri. Klaster ketiga adalah program pemberdayaan usaha mikro dan kecil dengan perbaikan iklim berusaha melalui penyediaan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Terkait dengan perencanaan anggaran pada kementerian negara/lembaga, Pemerintah mendukung pendapat Dewan yang terhormat agar pengalokasian anggaran dapat dilakukan secara tepat, terarah, terukur, efisien, dan efektif serta agar dalam pelaksanaannya dapat diserap secara tepat waktu dan tidak terlambat. Prinsip tersebut merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dan telah dijabarkan dalam sistem dan mekanisme penganggaran yang selama ini telah dilaksanakan bersama oleh Pemerintah dan DPR. Dari tahun ke tahun upaya tersebut terus dilakukan, antara lain dengan secara bertahap menerapkan sistem penganggaran berbasis kinerja, kerangka pengeluaran jangka menengah (KPJM), dan penganggaran terpadu (unified budget). Dalam jajaran Pemerintah, pengalokasian anggaran dilakukan dengan melibatkan seluruh kementerian negara/lembaga sejak tahap perencanaan, dan secara berjenjang sejak tingkat unit teknis di daerah dan pusat hingga ke tingkat kabinet, meskipun belum berarti bahwa sistem dan mekanisme penganggaran di internal Pemerintah telah mampu meniadakan inefisiensi dan inefektivitas tersebut. Disamping itu, Pemerintah sangat mengharapkan dukungan dari yang terhormat Anggota Dewan untuk secara konsisten dan berkelanjutan, melakukan pengawasan terhadap usulan rencana kegiatan dan alokasi anggaran dari kementerian -L.32 - negara/lembaga mitra kerja masing-masing Komisi. Selain itu, dengan penerapan sistem penganggaran tersebut, efektivitas, efisiensi, transparasi, dan akuntabilitas penggunaan anggaran diharapkan dapat semakin ditingkatkan. Pemerintah sependapat dengan pernyataan Fraksi Partai Damai Sejahtera bahwa pembahasan APBN 2010 harus makin fokus, sesuai temanya “pemulihan ekonomi nasional dan pemeliharaan kesejahteraan rakyat. Sehubungan dengan hal tersebut, dapat kami sampaikan bahwa dalam rangka melaksanakan pembangunan sesuai dengan tema RKP 2010 tersebut, ditetapkan 8 (delapan) prinsip-prinsip pengarusutamaan, dan 3 (tiga) isu-isu lintas sektor yang menjadi landasan operasional bagi seluruh aparatur negara. Prinsip-prinsip pengarusutamaan tersebut terdiri atas (1) Pengarusutamaan partisipasi masyarakat; (2) Pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan; (3) Pengarusutamaan gender; (4) Pengarusutamaan tata pengelolaan yang baik (good governance); (5) Pengarusutamaan pengurangan kesenjangan antarwilayah dan percepatan pembangunan daerah tertinggal; (6) Pengarusutamaan desentralisasi dan otonomi daerah; (7) Pengarusutamaan padat karya; dan (8) Pengarusutamaan berdimensi kepulauan. Sementara itu, isu-isu lintas sektor tersebut terdiri dari : (1) Isu lintas sektor tentang perlindungan anak. Pembangunan perlindungan anak ditujukan untuk memenuhi hak-hak anak Indonesia, yang mencakup setiap bidang pembangunan. Pembangunan perlindungan anak yang terintegrasi dan komprehensif akan menghasilkan kebijakan publik yang lebih efektif dalam mewujudkan dunia yang layak bagi seluruh anak Indonesia, baik lakilaki maupun perempuan; (2) Isu lintas sektor tentang penanggulangan HIV dan AIDS. Penanggulangan HIV dan AIDS dilakukan melalui pelaksanaan koordinasi dalam penanggulangannya, tidak hanya pada tingkat perencanaan, tetapi juga penganggaran, implementasi dan tata laksana kasus, baik di pusat maupun di daerah; dan (3) Isu lintas sektor tentang perbaikan gizi. Perbaikan gizi dilakukan melalui peningkatan upaya sinkronisasi dan integrasi kebijakan lintas sektor dan lintas program. Kemudian, berdasarkan sasaran yang harus dicapai dalam RPJMN II Tahun 2010-2014, kemajuan yang telah dicapai dalam RPJMN I Tahun 2005-2009, serta berbagai masalah dan tantangan pokok yang harus dipecahkan dan dihadapi pada tahun 2010, maka sesuai dengan tema tersebut, prioritas pembangunan nasional pada tahun 2010 adalah sebagai berikut: -L.33 - 1. Pemeliharaan kesejahteraan rakyat, serta penataan kelembagaan dan pelaksanaan sistem perlindungan sosial. 2. Peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. 3. Pemantapan reformasi birokrasi dan hukum, serta pemantapan demokrasi dan keamanan nasional. 4. Pemulihan ekonomi yang didukung oleh pembangunan pertanian, infrastruktur, dan energi. 5. Peningkatan kualitas pengelolaan sumber daya alam dan kapasitas penanganan perubahan iklim. Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Amanat Nasional bahwa pembangunan infrastruktur merupakan tulang punggung bagi tercapainya pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut sejalan dengan prioritas Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2010 yang ke 4, yaitu “Pemulihan ekonomi yang didukung oleh pembangunan pertanian, infrastruktur, dan energi”. Dengan demikian, diharapkan insfrastruktur sebagai salah satu penopang pertumbuhan ekonomi akan semakin berkualitas. Sejalan dengan itu, dapat kiranya kami sampaikan bahwa dalam tahun 2010 telah ditetapkan kebijakan pembangunan infrastruktur, yang meliputi: (a) peningkatan pelayanan infrastruktur sesuai dengan standar pelayanan minimal (SPM); (b) pemberian dukungan terhadap peningkatan daya saing sektor rill; dan (c) peningkatan kerjasama pemerintah dan swasta (KPS). ƒ Untuk peningkatan pelayanan infrastruktur sesuai dengan standar pelayanan minimal (SPM), ditempuh langkah-langkah kegiatan: (a) rehabilitasi, operasi dan pemeliharaan sarana dan prasarana sesuai kebutuhan dan persyaratan untuk menjamin keberlangsungan pelayanan publik; (b) peningkatan aksesibilitas jangkauan pelayanan sarana dan prasarana di daerah terpencil, pedalaman, perbatasan, dan wilayah terdepan; dan (c) peningkatan ketersediaan pelayanan sarana dan prasarana untuk masyarakat miskin, baik di perkotaan, perdesaan, daerah terpencil, pedalaman, perbatasan, maupun pulaupulau terdepan. ƒ Untuk mendukung peningkatan daya saing sektor riil, ditempuh upaya: (a) peningkatan kapasitas sarana dan prasarana untuk daerah yang mengalami penyempitan (bottle neck); (b) peningkatan kapasitas sarana dan prasarana, khususnya untuk daerah-daerah yang permintaan terhadap jasa sarana dan prasarana untuk daerahdaerah yang tumbuh dengan cepat; (c) peningkatan kompatibilitas sarana dan prasarana dalam menunjang perkembangan sektor industri, pertanian, dan perdagangan, baik dalam maupun luar negeri; (d) penataan regulasi dan kelembagaan untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi persaingan usaha di bidang sarana dan -L.34 - prasarana; (e) optimalisasi sumber daya yang terbatas dalam pengembangan sarana dan prasarana; serta (f) peningkatan dan pengembangan teknologi informasi dan komunikasi. Untuk meningkatkan kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS), dilaksanakan upaya-upaya: (a) penyempurnaan peraturan perundangan; (b) pembentukan institusi manajemen KPS, pusat KPS, dan simpul KPS; (c) peningkatan kemampuan dan kapasitas badan pemberi kontrak dalam penyiapan proyek KPS, baik di pusat maupun daerah melalui pembentukan simpul KPS; (d) operasionalisasi lembaga keuangan nonbank yang mendukung pembangunan infrastruktur (dana penjaminan dan dana infrastruktur); (e) operasionalisasi kebijakan dan pedoman operasional mengenai pengadaan tanah untuk percepatan pembangunan infrastruktur yang akan di-KPS-kan, termasuk peningkatan kemampuan dana pengadaan tanah; (f) terwujudnya kerjasama pemerintah dan swasta di proyek-proyek infrastruktur jalan tol, pelabuhan, bandara, kereta api, air minum, dan persampahan. Selain itu, dapat disampaikan bahwa pengembangan kebijakan KPS dan pembangunan proyek KPS dilaksanakan dengan mempertimbangkan hal-hal strategis bagi kesejahteraan rakyat, seperti: (a) membuka lapangan kerja dan memberi manfaat bagi masyarakat sekitarnya; (b) mendorong pembangunan ekonomi wilayah; dan (c) menciptakan iklim investasi yang kondusif bagi investor domestik maupun asing sebagai upaya untuk mendorong multiplier effect dalam perekonomian nasional yang sedang lesu. Menanggapi pandangan Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi dan Fraksi Partai Demokrat mengenai pengalokasian anggaran pendidikan, Pemerintah menyampaikan terima kasih dan penghargaan atas dukungan tersebut. Pemenuhan anggaran pendidikan sebesar 20 persen, di samping dimaksudkan untuk memenuhi amanat konstitusi dan Putusan Mahkamah Konstitusi, juga merupakan cermin dari tekad yang sungguh-sungguh dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pemerintah sependapat bahwa pengalokasian anggaran pendidikan harus digunakan secara maksimal untuk memperbaiki kinerja pendidikan, khususnya dalam meningkatkan akses dan pemerataan pendidikan, serta meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan. Upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan antara lain dilakukan melalui peningkatan profesionalisme dan kesejahteraan guru, dosen, serta tenaga kependidikan; penyediaan sarana dan prasarana pendidikan; dan penetapan standarisasi pendidikan. Upaya pemerintah untuk mendorong pihak-pihak yang berkepentingan dalam peningkatan mutu pendidikan secara sistematis dan berkelanjutan, dilakukan melalui penetapan standarisasi pendidikan nasional yang terdiri dari 8 standarisasi yaitu: standar isi, standar kompetensi lulusan, standar sarana dan prasarana, standar pendidikan dan tenaga kependidikan, -L.35 - standar pengelolaan, standar penilaian pendidikan, standar proses, dan standar pembiayaan. Sementara itu, hasil ujian nasional dapat memberikan gambaran tentang peta mutu pendidikan mulai dari mata pelajaran, sekolah, kabupaten/kota/provinsi hingga tingkat nasional. Selain berfungsi untuk mengukur dan menilai capaian kompentensi lulusan dalam mata pelajaran tertentu, hasil ujian nasional juga berfungsi sebagai motivator bagi siswa untuk belajar lebih baik, dan bagi guru untuk mengajar lebih baik, serta sebagai umpan balik bagi penyelenggara pendidikan dalam upaya memperbaiki mutu pendidikan secara berkelanjutan. Agar mutu pendidikan semakin dapat ditingkatkan, maka anggaran pada program peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan dalam tahun 2010 akan dialokasikan untuk berbagai kegiatan, antara lain: (1) percepatan sertifikasi akademik bagi guru dalam jabatan melalui sistem portofolio; (2) peningkatan mutu dan profesionalisme guru; serta (3) percepatan peningkatan kualifikasi dan kompetensi pendidik pendidikan dasar dan menengah. Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan tersebut, antara lain adalah: (1) terlaksananya percepatan sertifikasi akademik bagi guru dalam jabatan melalui sistem portofolio bagi 150.ooo orang guru; (2) terlaksananya peningkatan mutu dan profesionalisme guru bagi 62.000 orang guru, dan (3) terlaksananya percepatan peningkatan kualifikasi dan kompetensi untuk 200.000 orang pendidik pendidikan dasar dan 10.234 orang pendidik pendidikan menengah. Sementara itu, upaya pemerintah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan pendidik, dilaksanakan antara lain melalui penyediaan berbagai macam tunjangan, seperti tunjangan fungsional, tunjangan profesi dan tunjangan khusus. Dengan meningkatnya kualitas dan kesejahteraan guru, diharapkan kualitas proses pembelajaran di sekolah juga dapat meningkat. Hal ini terutama karena untuk meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan, ketersediaan pendidik yang berkualitas dalam jumlah yang mencukupi serta distribusi yang relatif merata merupakan persyaratan mutlak yang harus dipenuhi. Pada tahun 2010, dalam rangka memenuhi amanat UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pemerintah terus melanjutkan upaya peningkatan kesejahteraan pendidik dan dosen. Selanjutnya, terkait dengan pertanyaan tentang masih banyaknya pembiayaan yang harus ditanggung orang tua, dapat kiranya dijelaskan bahwa guna peningkatan mutu pendidikan, orang tua murid dimungkinkan untuk memberikan sumbangan yang sifatnya sukarela. Namun, Pemerintah telah berketetapan untuk menuntaskan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun yang berkualitas melalui penyediaan layanan pendidikan yang murah dan mudah dijangkau. -L.36 - Untuk itu, Pemerintah telah mengalokasikan bantuan operasional sekolah, yang bertujuan untuk meringankan beban masyarakat untuk biaya pendidikan agar semua siswa memperoleh layanan pendidikan dasar yang bermutu sampai tamat, dalam rangka penuntasan Wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun. Melalui program BOS tersebut diharapkan semua anak Indonesia dapat memperoleh pelayanan pendidikan tingkat dasar dengan kualitas yang lebih memadai. Perhatian besar akan diberikan pada anak-anak yang kurang beruntung, termasuk di antaranya anak-anak dari keluarga miskin, yang tinggal di wilayah tertinggal, terpencil, dan kepulauan, serta anak-anak dengan kebutuhan khusus. Perhatian tidak hanya diberikan melalui penyediaan beasiswa, tetapi juga penyediaan fasilitas layanan pendidikan yang lebih merata di seluruh wilayah Indonesia. Ke depan diharapkan tidak ada lagi anak Indonesia yang tidak menyelesaikan pendidikan dasar. Sementara itu, terkait dengan adanya kasus siswa yang belum menerima buku sekolah, dapat kiranya dijelaskan bahwa untuk mengatasi hal tersebut telah ditempuh dengan kebijakan pemerintah melalui BOS Buku dan buku elektronik sekolah. Menanggapi pertanyaan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Fraksi Partai Amanat Nasional mengenai alokasi anggaran pendidikan, dapat dijelaskan sebagai berikut. Anggaran untuk tunjangan profesi guru dan dosen sebesar Rp13,72 triliun, yang terdiri atas tunjangan profesi guru sebesar Rp13,2 triliun, dan tunjangan profesi guru besar dan dosen sebesar Rp520 miliar, juga mencakup anggaran untuk peningkatan mutu pendidikan. Pada tahun 2010, pembangunan pendidikan diarahkan pada 4 (empat) fokus utama, yaitu: (1) Peningkatan kualitas wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun yang merata; (2) Peningkatan akses, kualitas, dan relevansi pendidikan menengah dan tinggi; (3) Peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan nonformal; dan (4) Peningkatan profesionalisme dan kesejahteraan pendidik. Sementara itu, peningkatan profesionalisme dan kesejahteraan pendidik dilaksanakan melalui peningkatan kualifikasi dan kompetensi pendidik, dan pelaksanaan sertifikasi pendidik serta penyediaan berbagai tunjangan guru. Sejalan dengan amanat UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pemerintah terus melanjutkan upaya peningkatan kesejahteraan pendidik dan dosen. Upaya ini dilaksanakan antara lain melalui penyediaan berbagai macam tunjangan, seperti tunjangan fungsional, tunjangan profesi dan tunjangan khusus. Dengan meningkatnya kualitas dan kesejahteraan guru, diharapkan kualitas proses pembelajaran di sekolah juga dapat meningkat. Untuk meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan, ketersediaan pendidik -L.37 - yang berkualitas dalam jumlah yang mencukupi, serta distribusi yang relatif merata merupakan persyaratan mutlak yang harus dipenuhi. Kemudian, Pemerintah menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya atas dukungan Fraksi Partai Amanat Nasional mengenai alokasi anggaran pendidikan untuk menuntaskan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun, pemerataan dan perluasan akses pendidikan, peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing pendidikan serta menaikkan kesejahteraan guru dan dosen, peneliti, penyuluh, dan pustakawan. Menanggapi dukungan dari Fraksi Partai Demokrat terhadap arah kebijakan belanja negara yang direncanakan oleh Pemerintah dalam RAPBN 2010, Pemerintah menyampaikan terima kasih dan penghargaan atas dukungan tersebut. Pemerintah juga sependapat dengan Fraksi Partai Bintang Reformasi bahwa anggaran pendidikan harus tetap dialokasikan 20 persen dari APBN, anggaran alutsista TNI harus ditingkatkan, dan pembangunan infrastruktur, pertanian, energi dan proyek padat karya harus terus dilanjutkan. Sejalan dengan itu, dapat kiranya kami sampaikan bahwa, sesuai dengan RKP 2010, kebijakan belanja negara dalam tahun 2010 akan diarahkan untuk memberikan dorongan terhadap perekonomian dengan tetap menjaga langkah-langkah konsolidasi fiskal yang telah dilakukan selama ini. Keberlanjutan ketahanan fiskal diupayakan melalui penurunan stok utang pemerintah relatif terhadap PDB (debt to GDP ratio) dengan meningkatkan penerimaan negara terutama perpajakan, serta meningkatkan efektivitas dan efisiensi belanja negara melalui penerapan anggaran berbasis kinerja. Berdasarkan arah kebijakan belanja negara seperti yang tertuang dalam RKP tersebut, alokasi anggaran belanja akan difokuskan untuk: (1) meneruskan/meningkatkan seluruh program kesejahteraan rakyat seperti PNPM, BOS, Jamkesmas, Raskin, PKH, dan berbagai subsidi lainnya; (2) melanjutkan pembangunan infrastruktur, pertanian, dan energi, serta proyek padat karya dan stimulus fiskal bila diperlukan; (3) mendorong revitalisasi industri, pemulihan dunia usaha termasuk melalui pemberian insentif perpajakan dan bea masuk; (4) meneruskan reformasi birokrasi; (5) meningkatkan anggaran operasional, pemeliharaan dan pengadaan alutsista; (6) menjaga anggaran pendidikan tetap 20 persen, dan (7) meningkatkan kapasitas pengelolaan sumber daya alam dan kapasitas penanganan perubahan iklim, termasuk dalam pengurangan resiko bencana. Meningkatkan kesejahteraan rakyat masih menjadi agenda utama pembangunan pada tahun 2010, terutama dengan terjadinya krisis finansial global yang berdampak pada sektor riil dan selanjutnya menghambat upaya-upaya untuk mempercepat penurunan kemiskinan. -L.38 - Prioritas pertama RKP 2010 adalah Pemeliharaan Kesejahteraan Rakyat, serta Penataan Kelembagaan dan Pelaksanaan Sistem Perlindungan Sosial. Sasaran yang ingin dicapai dari prioritas tersebut adalah tingkat kemiskinan dapat diturunkan menjadi 12 – 13,5 persen. Dalam rangka mencapai tingkat kemiskinan tersebut, kebijakan yang akan ditempuh adalah: (a) Perluasan akses pelayanan dasar masyarakat miskin dan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS); (b) Peningkatan keberdayaan dan kemandirian masyarakat; (c) Peningkatan efektivitas pelaksanaan dan koordinasi penanggulangan kemiskinan; (d) Peningkatan kapasitas usaha skala mikro dan kecil melalui penguatan kelembagaan; (e) Penataan dan pelaksanaan kelembagaan dalam pelaksanaan jaminan sosial. Sejalan dengan tema RKP 2010 yakni ”Pemulihan Perekonomian Nasional dan Pemeliharaan Kesejahteraan Rakyat”, Pemerintah sependapat bahwa upaya untuk tetap menjaga pertumbuhan ekonomi, akan secara simultan memberikan lapangan kerja, termasuk bagi angkatan kerja baru, yang pada akhirnya dapat mengurangi jumlah penduduk miskin, dan dapat meningkatkan daya beli masyarakat. Oleh karena itu, Pemerintah memberikan perhatian yang cukup dalam mengalokasikan anggaran infrastruktur, sebagai tulang punggung dan salah satu motor penggerak pertumbuhan ekonomi, khususnya untuk proyek-proyek yang bersifat padat karya. Di samping itu, pemerintah juga terus memberikan perhatian dalam pengalokasian anggaran pertanian, sejalan dengan dominasi penduduk Indonesia sebagai petani, dan Indonesia sebagai negara agraris. Selanjutnya, Pemerintah secara bertahap akan meningkatkan anggaran pertahanan hingga menuju minimum esensial force. Dalam RAPBN Tahun 2010, anggaran Departemen Pertahanan dialokasikan sebesar Rp40.688,7 miliar, atau mengalami peningkatan sebesar Rp7.021,1 miliar dibandingkan dengan alokasi anggaran Departemen Pertahanan dalam APBN tahun 2009 sebesar Rp33.667,6 miliar. Peningkatan anggaran tersebut akan digunakan untuk penambahan peningkatan anggaran kegiatan operasional, pemeliharaan, perawatan dan pengadaan alutsista, pendidikan dan latihan, serta kesejahteraan prajurit. Selanjutnya, pembelian alutsista baru diarahkan untuk menggantikan alutsista yang sudah uzur dan secara teknis sudah tidak dapat digunakan lagi, serta untuk meningkatkan daya penggentar (deterrent effect). Di samping itu, tambahan anggaran juga akan dimanfaatkan untuk meningkatkan dukungan operasional, utamanya untuk meningkatkan fasilitas organisasi di tingkat pusat maupun kewilayahan. Terkait dengan anggaran pendidikan, Pemerintah berkomitmen untuk mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN sebagaimana diamanatkan dalam Amandemen UUD 1945. Sejalan -L.39 - dengan itu, pada tahun 2010, Pemerintah telah mengalokasikan anggaran untuk pendidikan sebesar Rp201,9 triliun atau 20,0 persen dari total belanja negara. Sesuai dengan amanat konstitusi, maka ke depan Pemerintah akan tetap mempertahankan alokasi anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN. Pemerintah sependapat dengan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, mengenai perlunya pelaksanaan anggaran berbasis kinerja secara konsisten dengan didukung oleh reformasi birokrasi dan peningkatan kesejahteraan birokrasi. Sejalan dengan itu, Pemerintah telah berkomitmen penuh dalam melakukan reformasi sistem penganggaran secara bertahap dengan konsisten. Hal tersebut ditandai dengan penerbitan Surat Edaran Bersama (SEB) Menteri Keuangan dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas tentang Pedoman Reformasi Perencanaan dan Penganggaran, serta ditetapkannya 6 (enam) Kementerian Negara/Lembaga sebagai pilot project pelaksanaan sistem penganggaran berbasis kinerja pada tahun 2009. Dalam kurun waktu 2005-2009, telah dilakukan berbagai langkah untuk mengajukan reformasi sistem perencanaan dan penganggaran. Pertama, penataan kegiatan agar sasaran program (merubah dari input based ke output based activities) lebih tercermin pada target keluarannya. Kedua, setiap kegiatan diupayakan memiliki keluaran yang terukur, alokasi anggaran yang cukup untuk melaksanakannya, dan indikator keluarannya. Ketiga, pengalokasian anggaran mengacu pada prioritas dan fokus prioritas pembangunan. Keempat, penetapan Bagan Akun Standar, Standar Biaya dan Pedoman Revisi. Selanjutnya, Pemerintah juga merencanakan akan melakukan simulasi format baru Rencana Kerja Anggran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL) bagi seluruh K/L di luar pilot pada tahun 2011. Dengan demikian, diharapkan tujuan reformasi sistem perencanaan dan penganggaran, yaitu keuangan negara yang dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundangundangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan dapat segera diwujudkan. Sementara itu, mengenai perlunya reformasi birokrasi dan peningkatan kesejahteraan birokrasi dalam rangka menudukung tercapainya reformasi sistem penganggaran, pada saat ini proses reformasi birokrasi telah dan sedang dilaksanakan oleh Pemerintah untuk mewujudkan aparatur negara yang netral, profesional, berdaya guna, produktif, transparan, bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), dalam rangka memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Reformasi birokrasi tersebut meliputi aspek yang sangat luas dan kompleks yang dilakukan secara menyeluruh, bertahap, sistematis, dan berkesinambungan, melalui langkah-langkah antara lain, penataan kelembagaan/organisasi, efisiensi ketatalaksanaan, peningkatan akuntabilitas aparatur, peningkatan sistem -L.40 - pengawasan, dan peningkatan kualitas pelayanan publik, serta penataan kepegawaian/SDM aparatur. Berbagai langkah dan upaya untuk melakukan reformasi birokrasi tersebut bukan sekedar wacana, namun telah, sedang dan akan terus ditindaklanjuti secara bertahap. Langkah penataan kelembagaan dan efisiensi ketatalaksanaan antara lain dilakukan melalui penataan kelembagaan pemerintah pusat, penataan kelembagaan pemerintah daerah, dan upaya penyempurnaan sistem dan prosedur penyelenggaraan manajemen dan administrasi negara guna terciptanya efisiensi dan efektivitas tata hubungan kerja dan kewenangan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Peningkatan akuntabilitas dan sistem pengawasan aparatur, dilakukan antara lain dengan mendorong pemerintahan pusat dan daerah dalam mempertanggungjawabkan kinerja pelaksanaan penggunaan sumber dayanya, serta upaya mengoptimalkan pengawasan penanggulangan dan pemberantasan KKN di instansinya. Hal tersebut dilaksanakan melalui langkah bersama antara pemerintah dan masyarakat dengan tindakan nyata, sistematik dan menyeluruh. Sementara itu, peningkatan kualitas pelayanan publik, antara lain dilakukan dengan mewujudkan manajemen pelayanan prima, dalam pengertian produk pelayanan yang cepat, tepat, pasti, efisien, transparan, akuntabel, serta menjamin rasa aman, nyaman, dan tertib bagi masyarakat. Untuk mempercepat terwujudnya pelayanan publik dilakukan penajaman/penyempurnaan standar operating procedur (SOP) pada seluruh jenis pelayanan, baik pelayanan kepada publik maupun antarinstansi. Dengan adanya SOP tersebut diharapkan pelayanan dapat lebih transparan, dan akuntabel, sementara masyarakat dapat ikut mengawasi, apabila terjadi penyimpangan atas layanan yang dijanjikan. Sebagai pelaksanaan lebih lanjut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang RPJPN, dan dalam rangka percepatan reformasi birokrasi yang bersifat sistemik, komprehensif, lintas sektoral, berkelanjutan, konsisten, dan berdurasi jangka panjang, telah dilakukan finalisasi penyusunan Grand Design (Rencana Induk) Reformasi Birokrasi (GDRB) Tahun 2005-2025. Hal tersebut dilakukan sebagai bagian dari kerangka pikir strategis Pemerintah dalam melaksanakan reformasi birokrasi, yang saat ini sedang dilakukan penyempurnaan dalam rangka mengakomodir berbagai masukan aktual. Untuk itu telah dibentuk Tim Nasional Reformasi Birokrasi (Tim Kerja Reformasi Birokrasi dan Tim Nasional) yang bersifat interdep. Dalam pelaksanaan Grand Design (Rencana Induk) Reformasi Birokrasi pada masing-masing instansi, dibentuk Tim Reformasi Birokrasi Instansi (Tim RBI), yang dipimpin oleh pimpinan tertinggi instansi yang bersangkutan. Sejalan dengan itu, untuk memberikan arah dan tahapan operasional, disusun berbagai kebijakan operasional reformasi birokrasi berupa Pedoman Umum Pelaksanaan Reformasi Birokrasi, termasuk juga -L.41 - penyusunan juklak/juknis sebagai landasan teknis operasional pelaksanaan reformasi birokrasi. Juklak/juknis yang telah diselesaikan, antara lain: Pedoman Penyusunan SOP (Standard Operating Procedures) Administrasi Pemerintahan, Pedoman Penyusunan Indikator Kinerja Utama (IKU), dan Petunjuk Pelaksanaan Evaluasi Kinerja Organisasi dan Pedoman Pengajuan Dokumen Usulan Reformasi Birokrasi di Lingkungan Kementerian Negara/Lembaga/Pemerintah Daerah. Implementasi reformasi birokrasi di lingkungan birokrasi pemerintah telah dilakukan di beberapa instansi di pusat, yakni Departemen Keuangan, Mahkamah Agung, Badan Pemeriksa Keuangan dan Sekretariat Negara/Sekretariat Kabinet. Meskipun masih terbatas pada beberapa instansi, pilot pelaksanaan reformasi birokrasi tersebut diharapkan menjadi referensi/dasar bagi penerapan secara lebih komprehensif, dan sistematis di seluruh instansi. Berbagai prasyarat dan tahapan yang harus dilakukan setiap instansi pemerintah dalam pelaksanaan reformasi birokrasi, adalah sebagai berikut : 1) Penyusunan job evaluation, job description, pengukuran beban kerja dan tanggung jawab jabatan, serta job grading. 2) Review ketatalaksanaan (business process) agar tersusun Standard Operating Procedure (SOP) yang lebih efisien dan efektif dengan mengoptimalkan teknologi informasi dan komunikasi. 3) Penilaian (assesment) status dan kebutuhan SDM aparatur. 4) Penetapan Key Performance Indicator (KPI) setiap jabatan atau unit kerja. 5) Perumusan besaran remunerasi sesuai dengan bobot tugas, wewenang dan tanggung jawab (nilai jabatan) dalam rangka penegakan reward & punishment. Ke depan, akan terus dilakukan replikasi pelaksanaan reformasi birokrasi pada setiap instansi pemerintah pusat dan daerah, dan terhadap instansi yang telah menjadi Pilot Project akan dilakukan monitoring dan evaluasi yang terus menerus dengan melibatkan tim independen dan stakeholders terkait lainnya. Seiring dengan upaya tersebut, akan terus dilakukan sosialisasi berbagai kebijakan operasional reformasi birokrasi ke seluruh instansi pemerintah pusat dan daerah. Sementara itu, Pemerintah menyadari bahwa kesejahteraan pegawai merupakan salah satu unsur penting dalam mendukung terciptanya aparatur negara yang profesional, netral, jujur, dan akuntabel, serta bebas dari KKN. Oleh sebab itu, Pemerintah menetapkan kebijakan pengembangan sistem kepegawaian dengan melakukan berbagai -L.42 - kegiatan, yang salah satunya berupa pengembangan sistem penggajian melalui analisis jabatan guna menentukan bobot dan nilai jabatan yang diharapkan dapat meningkatkan produktivitas kerja, dan pengembangan sistem pensiun yang dapat meningkatkan kesejahteraan PNS, baik semasa aktif maupun di masa purna tugas. Sebagai langkah awal, mengikuti langkah-langkah penataan organisasi yang telah dilakukan, dalam tahun anggaran 2008, Pemerintah merencanakan untuk secara bertahap melakukan perbaikan remunerasi PNS melalui upaya perbaikan dalam dimensi “kesejahteraan” untuk mencapai target pembaharuan birokrasi. Menanggapi pandangan Fraksi Partai Golongan Karya, mengenai perlunya implementasi tiga prinsip dalam pembahasan APBN, yakni prinsip keterbukaan (tranparansi), pertanggungjawaban (akuntabilitas), dan keberpihakan pada kepentingan rakyat, Pemerintah sependapat dengan Dewan yang terhormat. Pemerintah sependapat bahwa anggaran harus dapat menyajikan informasi yang jelas mengenai tujuan, sasaran, hasil, dan manfaat yang akan diperoleh masyarakat dari suatu program ataupun kegiatan yang direncanakan. Dewan dan masyarakat memiliki hak dan akses untuk mengetahui proses anggaran karena menyangkut aspirasi dan kepentingan masyarakat, terutama pemenuhan kebutuhankebutuhan hidup masyarakat. Di samping itu, masyarakat juga berhak untuk menuntut pertanggungjawaban atas rencana ataupun pelaksanaan anggaran tersebut. Dalam rangka penguatan akuntabilitas dan transparansi, Pemerintah dengan dukungan DPR, telah berkomitmen untuk mewujudkan tata kelola pemerintah yang baik (good governance). Untuk itu, Pemerintah telah melakukan serangkaian langkah-langkah sebagai berikut: 1. Peningkatan kemampuan pengelolaan anggaran melalui program percepatan akuntabilitas keuangan Pemerintah. 2. Penerapan Sistem dan Prosedur Keuangan sesuai dengan Standar Akuntansi Instansi (SAI). 3. Penertiban rekening-rekening Pemerintah yang terdapat pada seluruh kementerian Negara/lembaga. 4. Penataan dan inventarisasi Barang Milik Negara (BMN). 5. Peningkatan Sistem Manajemen Organisasi dan kinerja pelayanan publik sehingga diharapkan dapat terwujud pelayanan prima, yang cepat, tepat, pasti, efisien, transparan, akuntabel, serta menjamin rasa aman, nyaman, dan tertib bagi masyarakat. 6. Penajaman/penyempurnaan standar operating procedur (SOP) pada seluruh jenis pelayanan, baik pelayanan kepada publik maupun antarinstansi. 7. Peningkatan pengawasan dan sistem pengendalian intern. -L.43 - Di samping itu, saat ini Pemerintah tengah mengembangkan dan mengimplementasikan anggaran berbasis kinerja dan sistem penganggaran jangka menengah, dalam rangka mendorong upaya pemerintah untuk mendisiplinkan kebijakan pengeluarannya, menjamin keberlangsungan kebijakan fiskal, meningkatkan transparansi kebijakan pengeluaran, akuntabilitas kebijakan, dan prediksi kebutuhan pendanaan untuk beberapa tahun ke depan. Penerapan sistem perencanaan dan penganggaran berbasis kinerja tersebut ditempuh sebagai pelaksanaan UU 17/2003 tentang Keuangan Negara, dan UU 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Reformasi semacam ini, di berbagai negara yang sudah melaksanakannya, membutuhkan waktu sekitar 15 – 20 tahun, namun Pemerintah berharap dapat melakukan lebih cepat dari itu. Pemerintah melalui Menteri Keuangan dan Menneg PPN/Kepala Bappenas, telah menerbitkan Surat Edaran Bersama (SEB) tentang Pedoman Reformasi Perencanaan dan Penganggaran yang memuat langkah-langkah bertahap dan terukur untuk meningkatkan kualitas belanja negara, mulai dari tahun ini hingga tahun 2011. Pedoman tersebut memuat langkah-langkah untuk: (a) restrukturisasi program dan kegiatan agar dapat lebih mencerminkan kinerja dan akuntabilitas masing-masing institusi; (b) langkah-langkah penerapan anggaran berbasis kinerja; (c) langkahlangkah penerapan anggaran berjangka menengah; (d) format baru Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL) yang lebih berorientasi kepada kebijakan strategis; dan (e) kaidah pelaksanaan yang memuat tahapan reformasi tersebut. Terkait dengan sistem penganggaran jangka menengah, dalam rangka mendorong upaya pemerintah untuk mendisiplinkan kebijakan pengeluarannya, menjamin keberlangsungan kebijakan fiskal, meningkatkan transparansi kebijakan pengeluaran, akuntabilitas kebijakan, dan prediksi kebutuhan pendanaan beberapa tahun ke depan, melalui penyusunan Rencana Kerja Pemerintah (RKP), telah digambarkan kebijakan yang akan ditempuh Pemerintah setiap tahunnya. Kebijakan tersebut mencakup prioritas berikut kegiatan-kegiatan yang sedapat mungkin terukur (ada output-nya), dan dengan biaya yang dibutuhkan untuk melaksanakannya. Dengan demikian, alokasi pada K/L tidak bersifat naik sama rata, tetapi berdasarkan kontribusinya pada pencapaian prioritas-prioritas pembangunan tersebut, sesuai dengan prinsip perencanaan dan penganggaran berbasis kinerja. Selanjutnya, terkait dengan prinsip keberpihakan terhadap kepentingan rakyat, Pemerintah dengan dukungan dari Dewan Yang terhormat, telah memberikan perhatian yang sangat besar pada kepentingan rakyat. Beberapa program/kegiatan yang didesain untuk kepentingan rakyat antara lain: (1) bantuan operasional sekolah (BOS); (2) beasiswa -L.44 - pendidikan untuk siswa dan mahasiswa miskin; (3) program upaya kesehatan masyarakat (pelayanan kesehatan di Puskesmas) dan program upaya kesehatan perorangan (pelayanan kesehatan di rumah sakit kelas III); (4) program peningkatan keberdayaan masyarakat (PNPM Mandiri); dan (5) program keluarga harapan. Program BOS merupakan amanat dari Pasal 34 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN), yang menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Tujuan dari program BOS, yaitu membebaskan biaya pendidikan bagi siswa tidak mampu, dan meringankan beban siswa lainnya agar semua siswa memperoleh layanan pendidikan dasar yang lebih bermutu sampai tamat dalam rangka penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun. Program BOS diberikan kepada sekolah tingkat SD dan SMP, dan dimaksudkan untuk mengurangi beban masyarakat, khususnya masyarakat miskin dalam membiayai pendidikan, sehingga diharapkan angka putus sekolah dapat menurun. Program BOS diberikan, baik dalam bentuk pemenuhan kebutuhan operasional sekolah, maupun dalam bentuk BOS buku. Dana BOS tersebut dialokasikan berdasarkan jumlah murid, dengan alokasi sebesar Rp397.000 untuk SD/MI kabupaten, sebesar Rp400.000 untuk SD/MI kota per murid per tahun, sebesar Rp570.000 untuk SMP/MTs kabupaten, dan sebesar Rp575.000 untuk SMP/MTs kota per murid per tahun. Dalam tahun 2010, dana BOS akan disediakan bagi 42,8 juta siswa tingkat pendidikan dasar. Di samping program BOS yang dialokasikan untuk pendidikan dasar, Pemerintah juga mengalokasikan anggaran bagi program beasiswa untuk siswa miskin mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Program beasiswa untuk siswa miskin dalam tahun 2010 akan dialokasikan masing-masing untuk 2,5 juta siswa SD dan SMP dengan alokasi anggaran sebesar Rp1,0 triliun; bagi 1,2 juta siswa MI dan MTs dengan alokasi anggaran sebesar Rp619,2 miliar; bagi 577,8 ribu siswa SMA dan SMK dengan alokasi anggaran sebesar Rp450,7 miliar; bagi 320,0 ribu siswa MA dengan alokasi anggaran sebesar Rp243,2 miliar; bagi 233,5 ribu mahasiswa Perguruan Tinggi dengan alokasi anggaran sebesar Rp572,8 miliar; dan untuk 65,0 ribu mahasiswa Perguruan Tinggi Agama dengan alokasi anggaran sebesar Rp78,0 miliar. Dalam rangka meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dasar, khususnya bagi penduduk miskin, daerah tertinggal, terpencil dan perbatasan, maka pemberian jaminan pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat yang sudah dilaksanakan dalam tahun-tahun sebelumnya dalam bentuk Askeskin akan terus dilanjutkan dan diperluas cakupannya. Dalam tahun 2010, program jaminan pelayanan kesehatan -L.45 - pada masyarakat (jamkesmas) akan diberikan dalam bentuk: (1) peningkatan akses penduduk miskin dan kurang mampu di kelas III RS Pemerintah dan RS swasta tertentu yang ditunjuk, mencakup sebanyak 76,4 juta RTS; (2) pelayanan kesehatan dasar bagi seluruh penduduk di Puskesmas dan jaringannya; dan (3) penyediaan obat dan perbekalan kesehatan. Dalam rangka menyempurnakan sistem perlindungan sosial, khususnya bagi masyarakat miskin, selain beras untuk rakyat miskin yang dialokasikan melalui pos belanja subsidi, dalam tahun 2010 juga akan dilakukan penyediaan bantuan bagi rumah tangga sangat miskin (RTSM) dalam pos bantuan sosial melalui program bantuan dan jaminan kesejahteraan sosial (program keluarga harapan/PKH) bagi 720.000 RTSM. Selanjutnya, dalam rangka menjaga keberlanjutan berbagai program penanggulangan kemiskinan yang telah dilaksanakan dalam tahun-tahun sebelumnya, dalam tahun 2010 cakupan PNPM akan diperluas ke seluruh kecamatan di perkotaan dan perdesaan, dan akan terus dilakukan harmonisasi antarprogram penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat dari berbagai sektor ke dalam wadah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Penyempurnaan dan perluasan cakupan program pembangunan berbasis masyarakat antara lain meliputi: (1) peningkatan keberdayaan masyarakat dan PNPM perdesaan dengan kecamatan (PNPM Perdesaan), yang mencakup pemberdayaan di 4.671 kecamatan; (2) penanggulangan infrastruktur sosial ekonomi wilayah penanggulangan kemiskinan perkotaan/P2KP (PNPM perkotaan), yang mencakup perluasan kelurahan di 11.128 kelurahan; (3) PNPM infrastruktur pedesaan (PPIP) yang mencakup 3.250 desa; (4) PNPM Daerah Tertinggal dan Khusus yang mencakup seluruh kabupaten di Nangroe Aceh Darussalam dan 199 kabupaten lainnya; serta (5) PNPM Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah yang mencakup pemberdayaan di 327 kecamatan. Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Fraksi Partai Amanat Nasional mengenai perlunya kenaikan gaji aparatur negara diiringi dengan peningkatan kinerja dan profesionalitas pegawai. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, Pemerintah secara bertahap telah melakukan perbaikan gaji aparatur negara yang tidak hanya diarahkan untuk dapat menunjang kesejahteraan aparatur dalam memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya secara layak, tetapi juga ditujukan untuk memberikan dampak pada peningkatan profesionalisme. Seperti ditunjukkan dengan kualitas kinerja yang baik (good performance). Namun, dalam menentukan kebijakan kenaikan gaji pokok dan -L.46 - pensiunan pokok tersebut, pemerintah senantiasa memperhatikan kemampuan keuangan negara. Dalam RAPBN 2010, Pemerintah mengusulkan kebijakan kenaikan gaji dan pensiun pokok hanya sebesar 5 persen atau sesuai dengan perkiraan tingkat inflasi. Rendahnya persentase kenaikan gaji dan pensiun pokok tersebut antara lain disebabkan karena RAPBN 2010 merupakan RAPBN transisi, yaitu RAPBN yang disiapkan oleh pemerintahan lama untuk dilaksanakan oleh pemerintahan baru. Sebagai RAPBN transisi, maka kebijakan yang diusulkan pemerintah dalam penyusunan RAPBN 2010 merupakan kebijakan baseline, yang dimaksudkan untuk memberi ruang gerak yang lebih luas bagi Pemerintahan yang baru. Di samping itu, sebagai amanat pasal 7 ayat 1 dan 2 Undang-undang No. 43 tahun 1999, telah dilakukan upaya perbaikan kesejahteraan PNS agar layak dan adil antara lain dengan pemberian gaji ke-13 baik di instansi pusat maupun di daerah, serta kenaikan tunjangan jabatan struktural maupun fungsional. Secara garis besar, kebijakan untuk memperbaiki kesejahteraan aparatur, pensiun sejak tahun 2006 adalah sebagai berikut. No. Tahun Uraian 1. Kenaikan gaji pokok dan pensiun pokok 2006 15% 2007 15% 2008 20% 2009 15% 2. Kenaikan rata-rata tunjangan struktural 50% 40% - - 3. Kenaikan rata-rata tunjangan fungsional 10% 20% - - 4. Kebijakan Pemberian gaji ke-13 1x gaji Juli 1x gaji Juni 1x gaji Juni 1x gaji Juni Sementara itu, dalam konteks perbaikan kesejahteraan PNS berupa perbaikan sistem remunerasi nasional, saat ini sedang disusun konsep struktur penggajian yang proporsional antara yang terendah dan tertinggi yang saat ini 1 berbanding 3,6 menjadi 1 berbanding 12, yang akan diberlakukan secara nasional. Termasuk juga berkaitan dengan besaran tunjangan, baik tunjangan struktural maupun tunjangan fungsional sesuai dengan beban tugas dan tanggung jawabnya. Selanjutnya, Pemerintah sependapat dengan Dewan mengenai perlunya upaya kenaikan gaji aparatur negara dan pensiunan dilakukan bersamaan dengan langkah-langkah untuk meningkatkan kinerja dan profesionalisme aparatur negara melalui upaya reformasi birokrasi. Dengan demikian, diharapkan kenaikan gaji tersebut bukan hanya bermakna untuk meningkatkan penghasilan dan kesejahteraan PNS saja, tetapi juga dapat mewujudkan birokrasi yang bersih, efisien, efektif, -L.47 - profesional, dan kompetitif sebagai prasyarat terwujudnya pelayanan prima yang bebas KKN bagi masyarakat. Menanggapi pernyataan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan mengenai penyelenggaraan Negara harus didorong untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat, dapat disampaikan penjelasan sebagai berikut. Dalam tahun 2010, upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat terutama masyarakat miskin masih menjadi agenda utama pembangunan. Karena kemiskinan merupakan permasalahan yang bersifat multisektor, maka upaya untuk penurunan angka kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin dilaksanakan melalui berbagai program pembangunan secara sektoral dan secara lintas sektor. Dalam rangka meningkatkan efektivitas pelaksanaan program pengurangan kemiskinan, maka program pengurangan kemiskinan dikelompokkan menjadi 3 kluster, yaitu kluster pertama berisi programprogram yang memberikan perlindungan sosial dalam rangka meningkatkan akses masyarakat miskin kepada kebutuhan dasar; kluster kedua berisi program-program pemberdayaan bagi masyarakat miskin; dan kluster ketiga adalah program-program perkuatan usaha mikro dan kecil. Terkait dengan pemberian perlindungan sosial bagi masyarakat miskin, telah dilaksanakan berbagai program seperti RASKIN (program beras untuk masyarakat miskin), Jamkesmas (program jaminan kesehatan masyarakat), beasiswa untuk siswa miskin, BLT (bantuan langsung tunai) dan PKH (program keluarga harapan). Program-program pemberdayaan masyarakat miskin telah dilaksanakan melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Dengan dilaksanakannya program ini, diharapkan masyarakat miskin melalui kelompok-kelompok masyarakat dapat menentukan sendiri kebutuhannya, merencanakan, melaksanakan dan melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan kegiatan yang mereka usulkan. Dari sisi usaha mikro dan kecil, upaya perkuatan usaha mikro dan kecil telah dilakukan melalui penyediaan kredit dan dana bergulir, pelatihan dan pendampingan bagi pengelola koperasi, dan sebagainya yang dilaksanakan melalui program perkuatan usaha mikro dan kecil. Pada tahun 2008, telah disalurkan kredit sebesar Rp 12,624 triliun kepada 1.671.668 usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dengan rata-rata kredit per UMKM sebesar Rp7,55 juta. Selain itu, telah dilakukan pendampingan bagi 3.500 usaha kecil menengah (UKM)/pelatihan 500 Business Development Services (BDS), penyediaan dana kepada 125 koperasi untuk pengadaan sarana produksi bersama anggota, pelatihan fasilitator budaya/motivasi usaha dan teknis manajemen usaha mikro melalui koperasi untuk 1.000 koperasi, bimbingan teknis/pendampingan dan pelatihan pengelola lembaga keuangan mikro (LKM)/koperasi simpan pinjam (KSP) bagi 2.800 koperasi/LKM, pembinaan sentra-sentra produksi UMKM di daerah -L.48 - terisolir dan tertinggal/perbatasan pada 60 sentra/1.700 unit usaha mikro (UMI), fasilitasi pengembangan pemasaran usaha mikro melalui koperasi di 4.300 UMI, serta penyediaan dana bergulir untuk kegiatan produktif skala usaha mikro dengan pola bagi hasil/syariah dan konvensional termasuk perempuan pengusaha di 75.000 UMI/3.000 koperasi/LKM. Pada tahun 2010, kegiatan-kegiatan tersebut akan terus dilakukan dengan sasaran yang sama. Selain program-program tersebut, terdapat berbagai program yang dilaksanakan untuk mengembangkan ekonomi lokal terutama di perdesaan dan daerah-daerah tertinggal untuk meningkatkan kapasitas masyarakat miskin serta aksesibilitas kepada berbagai sumber daya produktif. Selain itu, perkuatan kepada kelembagaan di tingkat masyarakat serta kelembagaan ekonomi di tingkat lokal juga menjadi perhatian dalam pelaksanaan kegiatan di perdesaan dan daerah-daerah tertinggal. Dengan demikian, kegiatan ekonomi di tingkat lokal dapat dikembangkan untuk pencapaian kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat miskin. Menjawab pertanyaan Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi mengenai penggunaan bahan baku gas pada PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk menghemat subsidi listrik dapat disampaikan penjelasan sebagai berikut. Pemerintah sependapat dengan Dewan yang terhormat karena selama ini kebijakan energi nasional lebih bertumpu pada energi yang berasal dari bahan bakar minyak (BBM) yang harganya cenderung berfluktuatif. Langkah yang diambil oleh PLN untuk beralih dari penggunaan minyak bumi ke batubara dan gas merupakan kebijakan yang tepat. Alokasi pemanfaatan gas bumi di masa depan diutamakan untuk memenuhi pasokan di dalam negeri. Negosiasi ekspor gas bumi baru dapat dilakukan apabila tidak ada konsumen gas dalam negeri yang memungkinkan untuk menyerap gas tersebut secara teknis dan ekonomis. Dalam hal keekonomian lapangan dari pengusahaan gas tersebut terlampau tinggi untuk pasar gas domestik, Pemerintah mensyaratkan adanya porsi tertentu untuk dipasok ke dalam negeri. Untuk kontrakkontrak ekspor gas yang sudah ada akan tetap dihargai sampai berakhirnya kontrak tersebut. Dalam hal ini, pemerintah dan PT. PLN (Persero) telah melakukan langkah-langkah optimalisasi penggunaan gas untuk pembangkit tenaga listrik yang direncanakan pada akhir tahun 2009 siap beroperasi, yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Priok (DKI Jakarta), PLTGU Grati (Jawa Timur), PLTGU Cilegon (Banten) dan PLTGU Belawan (Sumatera Utara). Menjawab pertanyaan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan mengenai pengendalian harga bahan bakar minyak (BBM) dan tarif dasar listrik, dapat disampaikan bahwa salah satu fungsi alokasi anggaran Pemerintah Pusat adalah melaksanakan fungsi stabilisasi -L.49 - melalui pemberian subsidi harga untuk barang-barang kebutuhan pokok. Pemerintah dalam mengalokasikan anggaran untuk subsidi tersebut dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan Pemerintah dan daya beli masyarakat berpenghasilan rendah. Pemerintah terus berupaya agar pemberian subsidi lebih tepat sasaran dan harganya tetap terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah. Upaya-upaya tersebut antara lain melalui penggunaan kartu kendali dalam pembelian barang bersubsidi, pemanfaatan energi alternatif, pengawasan yang lebih ketat dalam pendistribusian barang bersubsidi, dan menyempurnakan peraturan yang terkait dengan kebijakan pemberian subsidi. Mengenai pengendalian harga Bahan Bakar Minyak (BBM), dapat disampaikan bahwa dalam pengendalian konsumsi BBM PSO (Public Service Obligation) yang disubsidi, pemerintah melakukan pengurangan jenis dan volume BBM PSO (bersubsidi) secara bertahap. Program ini akan dilaksanakan melalui sistem distribusi secara tertutup. Berkenaan dengan pengendalian subsidi listrik, pada dasarnya subsidi listrik akan terus dilaksanakan sepanjang Tarif Dasar Listrik (TDL) yang ditetapkan Pemerintah masih lebih rendah dari Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik. Saat ini Pemerintah belum merencanakan adanya kenaikan TDL, tetapi terfokus dalam melakukan upaya-upaya untuk menurunkan BPP tenaga listrik, sehingga subsidi listrik dapat diperkecil/diturunkan. Dalam rangka menurunkan Subsidi Listrik, Pemerintah dan PT. PLN (Persero) melakukan upaya-upaya untuk menurunkan BPP tenaga listrik, melalui: • Program penghematan pemakaian listrik (demand side): − Penurunan susut jaringan (losses); − Penerapan tarif non subsidi untuk pelanggan 6.600 Volt Ampere (VA) ke atas. • Program diversifikasi energi primer di pembangkitan tenaga listrik (supply side): − Optimalisasi penggunaan gas; − Penggantian High Speed Diesel (HSD) menjadi Marine Fuel Oil (MFO); − Peningkatan penggunaan batubara. Menanggapi pertanyaan Fraksi Partai Bintang Reformasi mengenai kebijakan subsidi yang tepat sasaran dan redesign kebijakan subsidi dapat disampaikan penjelasan sebagai berikut. Pemerintah sependapat dengan Dewan yang terhormat bahwa kebijakan anggaran subsidi perlu lebih terarah dan lebih tepat sasaran. Untuk itu, Pemerintah berupaya -L.50 - melakukan redesign kebijakan subsidi dari subsidi harga menjadi subsidi tepat sasaran (targeted subsidy). Salah satu upaya pelaksanaan redesign kebijakan subsidi adalah kebijakan subsidi pertanian terpadu. Kebijakan subsidi pertanian perlu diintegrasikan dengan kebijakan peningkatan ketahanan pangan dan pembangunan pertanian secara menyeluruh. Pada tahun 2009, telah dimulai pendataan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) melalui kegiatan Pendataan Usaha Tani (PUT) untuk petani padi, jagung, kedele dan tebu. Dalam pendataan tersebut diperoleh data 17,83 juta usaha tani padi, jagung, kedele, dan tebu. Data tersebut meliputi nama dan alamat serta luas lahan pertanian. Dengan adanya PUT, maka subsidi pertanian dapat disusun dan diarahkan langsung untuk diterima petani tanpa melalui subsidi terhadap produknya. Dengan redesign kebijakan subsidi menjadi targeted subsidy, maka pengelolaannya diharapkan menjadi lebih efektif. Pada tahun 2010, pelaksanaan subsidi pertanian terpadu ini akan diujicobakan terlebih dahulu di 10 propinsi sebagai pilot project. Menanggapi pertanyaan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan mengenai kebijakan subsidi pupuk, dapat disampaikan penjelasan sebagai berikut. Subsidi pupuk ditujukan untuk membantu petani dalam pengadaan pupuk dengan harga yang terjangkau, agar dapat menerapkan pemupukan secara berimbang, sehingga dapat meningkatkan produksi pertanian, dan memperbaiki pendapatan serta kesejahteraan petani. Kebijakan subsidi pupuk perlu diintegrasikan dengan kebijakan peningkatan ketahanan pangan dan pembangunan pertanian secara menyeluruh, seperti: pembangunan/rehabilitasi infrastruktur pertanian (saluran irigasi), subsidi benih, subsidi pupuk, kredit usaha tani dan penguatan kelembagaan petani yang telah ditempuh oleh pemerintah. Kebijakan lainnya adalah bidang penelitian dan pengembangan pertanian, untuk menciptakan teknologi tepat guna, baik dalam hal varietas maupun komponen teknologi lainnya. Demikian juga dalam pemasaran hasil, pemerintah mengeluarkan kebijakan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah untuk melindungi petani dari jatuhnya harga di bawah biaya produksi. Alokasi anggaran untuk subsidi pupuk terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2003, subsidi pupuk hanya sebesar Rp800,0 milyar, dan pada tahun 2009 telah meningkat menjadi lebih dari Rp18,4 triliun atau meningkat dua kali lipat setiap tahunnya. Apabila kecenderungan ini terus terjadi, maka dapat dipastikan bahwa dalam lima tahun ke depan anggaran subsidi pupuk akan menembus angka di atas Rp20,0 triliun, sehingga akan sangat membebani/memberatkan anggaran pemerintah. Untuk itu, Pemerintah terus melakukan perbaikan melalui kebijakan baru dan terarah guna mengurangi subsidi pupuk secara bertahap, khususnya untuk pupuk kimia. Kebijakan tersebut antara lain melalui pengurangan subsidi untuk pupuk kimia tunggal (Urea) yang diimbangi dengan -L.51 - peningkatan subsidi untuk pupuk organik dan pupuk majemuk lainnya, seperti NPK. Mengingat pada saat ini intensitas penggunaan pupuk pada usaha tani padi cenderung telah melebihi dari yang direkomendasikan, sehingga yang perlu dilakukan adalah bagaimana memberikan pemahaman kepada petani untuk menerapkan penggunaan pupuk berimbang sesuai dengan dosis yang dianjurkan melalui penyuluhan-penyuluhan yang lebih intensif. Dalam kondisi demikian, subsidi pupuk dapat dikurangi secara bertahap dengan konsekuensinya adalah menaikkan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk secara bertahap pula, namun tetap menjaga secara proporsional dengan HPP gabah, agar tidak berpengaruh negatif terhadap produksi padi nasional. Menanggapi pertanyaan Fraksi Partai Amanat Nasional mengenai pemberdayaan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi dengan meningkatkan subsidi bunga kredit program, baik berupa kredit usaha rakyat (KUR) maupun subsidi bunga kredit program untuk petani, nelayan, dan perumahan rakyat dapat disampaikan penjelasan sebagai berikut. Pemerintah sependapat dengan Dewan yang terhormat bahwa anggaran subsidi bunga kredit program harus ditingkatkan. Dalam RAPBN tahun 2010, subsidi bunga kredit program dialokasikan sebesar Rp5,3 triliun, atau mengalami kenaikan sebesar 12,8 persen bila dibandingkan dengan APBN-P tahun 2009 sebesar Rp4,7 triliun. Anggaran subsidi bunga kredit program tersebut disediakan antara lain untuk: (a) imbal jasa penjaminan kredit usaha rakyar (KUR) Rp375,0 miliar; (b) kredit ketahanan pangan dan energi (KKP-E) Rp615,9 miliar; (c) risk sharing KKP-E Rp215,9 miliar; (d) kredit usaha sektor peternakan (KUSP) Rp145,0 miliar; dan (e) kredit kepemilikan rumah sederhana sehat (KPRSh) dan rusunami Rp3.099,0 miliar. Pemerintah sependapat dengan Fraksi Partai Demokrat mengenai masih sangat dibutuhkannya penyediaan fasilitas kesehatan dasar, dan terlayaninya seluruh penduduk miskin untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas dan rumah sakit. Penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dasar dilakukan antara lain melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk pembangunan Puskesmas baru, perbaikan Puskesmas yang rusak, pembangunan Puskesmas Pembantu, perbaikan Puskesmas Pembantu, penyediaan Puskesmas Keliling, serta penyediaan peralatan untuk Puskesmas. Sedangkan di rumah sakit terutama digunakan untuk memperluas kemampuan pelayanan kesehatan di kelas III rumah sakit dalam rangka melayani penduduk miskin. Sejalan dengan itu, dalam prioritas RKP 2010, Pemerintah menempatkan pemeliharaan kesejahteraan rakyat, serta penataan kelembagaan dan pelaksanaan sistem perlindungan sosial sebagai prioritas pertama RKP. Sasaran yang ingin dicapai melalui prioritas tersebut adalah menurunnya -L.52 - tingkat kemiskinan menjadi 12-13,5 persen. Dalam rangka mencapai tingkat kemiskinan tersebut, Pemerintah akan menempuh langkahlangkah kebijakan sebagai berikut: (a) perluasan akses pelayanan dasar masyarakat miskin dan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS); (b) peningkatan keberdayaan dan kemandirian masyarakat; (c) peningkatan efektivitas pelaksanaan dan koordinasi penanggulangan kemiskinan; (d) peningkatan kapasitas usaha skala mikro dan kecil melalui penguatan kelembagaan; serta (e) penataan dan pelaksanaan kelembagaan dalam pelaksanaan jaminan sosial. Contoh nyata upaya Pemerintah untuk lebih meningkatkan pelayanan kepada masyarakat di bidang kesehatan, antara lain dengan melanjutkan program JAMKESMAS di tahun 2010 yang pelaksanaan dan pelayanannya lebih disempurnakan dalam upaya memberikan pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin. Pelayanan tersebut mencakup: (a) berbagai skema jaminan kesehatan/asuransi kesehatan wajib, (b) pengembangan kemitraan dengan penyedia pelayanan masyarakat dan swasta dengan sasaran utama 50 persen penduduk dapat telayani, (c) peningkatan pelayanan kesehatan melalui Puskesmas dan jaringannya, dan (d) peningkatan pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin di kelas III RS dengan sasaran 76,4 juta penduduk miskin. Selain itu, Pemerintah juga sependapat dengan Fraksi Partai Demokrat mengenai perlunya tetap mendorong dan meningkatkan kembali program KB. Program Keluarga Berencana (KB) telah berhasil menurunkan angka kelahiran dan laju pertumbuhan penduduk secara signifikan. Sejak tahun 1971, keberhasilan program keluarga berencana, diperkirakan telah dapat mencegah lebih dari 100 juta kehamilan atau kelahiran. Oleh karena itu, Program KB tersebut telah berhasil merubah kondisi piramida penduduk Indonesia dari penduduk muda menuju penduduk dewasa, yang memungkinkan terjadinya bonus demografi. Hasil yang dicapai melalui pembangunan keluarga berencana pada tahun 2004-2009, antara lain adalah laju pertumbuhan penduduk (LPP) cenderung menurun dari sekitar 1,34 persen pada tahun 2000-2005 (data Sensus 2000 dan Supas 2005) diperkirakan menjadi sekitar 1,27 persen pada tahun 2005-2010 (Proyeksi Penduduk Indonesia 2005-2025 berdasarkan Supas 2005). Selain itu, dari aspek kualitas penduduk, program keluarga berencana juga telah membantu meningkatkan kualitas dan kesejahteraan keluarga Indonesia, karena dengan jumlah anggota keluarga yang kecil, setiap keluarga dapat merencanakan kehidupannya menjadi lebih berkualitas dan sejahtera. Keberhasilan Program KB beberapa waktu yang lalu tersebut, antara lain disebabkan oleh tingginya komitmen Pemerintah dari tingkat pusat sampai lini lapangan, tingginya partisipasi Lembaga Swadaya dan Organisasi Masyarakat dalam pelaksanaan Program KB Nasional, serta -L.53 - dukungan anggaran yang cukup baik, yang bersumber dari APBN maupun bantuan luar negeri. Meskipun laju pertumbuhan penduduk telah berhasil diturunkan, namun secara absolut jumlah penduduk Indonesia tetap besar. Pada tahun 2000, jumlah penduduk Indonesia mencapai sekitar 205,8 juta meningkat menjadi 218,9 juta pada tahun 2005, dan diperkirakan akan meningkat menjadi sekitar 230,6 juta pada tahun 2009. Keadaan ini, menempatkan Indonesia pada urutan ke 4 sebagai Negara dengan penduduk terbanyak di dunia setelah Amerika, China dan India. Oleh sebab itu, masalah kependudukan dan KB masih harus menjadi salah satu fokus utama dalam pembangunan nasional. Hal tersebut dikarenakan besarnya peranan pembangunan kependudukan dan KB dalam menentukan keberhasilan pencapaian tujuan pembangunan nasional. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukkan bahwa Total Fertility Rate (TFR) nasional cenderung stagnan, yaitu masih berada pada angka 2,6 per perempuan usia reproduksi. Selain itu, disparitas TFR antar provinsi dan desa-kota masih tinggi. Nilai TFR terendah 1,8 di D.I Yogyakarta, dan tertinggi 4,2 di Nusa Tenggara Timur. Jika dilihat dari rata-rata jumlah anak yang dilahirkan, terdapat kesenjangan menurut tingkat ekonomi, tingkat pendidikan, dan desakota. Rata-rata anak yang dilahirkan pada kelompok miskin (4,2) lebih banyak dibandingkan dengan kelompok yang lebih mampu (3,0). Demikian pula, rata-rata jumlah anak yang dilahirkan oleh perempuan yang berpendidikan rendah (4,1) lebih banyak dibandingkan dengan perempuan berpendidikan tinggi (2,7), dan rata-rata jumlah anak yang dilahirkan di desa (3,7) lebih banyak dibandingkan dengan perempuan di kota (3,4). TFR yang cenderung stagnan tersebut, di samping karena kurangnya fokus terhadap program KB pasca desentralisasi, pemerintahan Kabupaten/Kota sedang melakukan penyesuaian dan pembenahan dalam pelaksanaan program KB, khususnya menyangkut kelembagaan, juga dikarenakan: (1) tidak meningkatnya prevalensi pemakaian kontrasepsi; (2) terbatasnya akses pelayanan KB, terutama bagi keluarga miskin dan berpendidikan rendah; (3) sulitnya meningkatkan kesertaan pria dalam ber KB; (4) menurunnya penyelenggaraan kegiatan kegiatan advokasi dan Komunikasi Informasi, Edukasi (KIE) program KB; dan (5) menurunnya jumlah dan kualitas PPLKB dan PLKB/PKB. Permasalahan lainnya yang perlu mendapatkan perhatian antara lain adalah masih kurangnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat (termasuk remaja) tentang hak-hak reproduksi dan kesehatan reproduksi; masih kurangnya kepedulian dan pengetahuan keluarga dalam pembinaan dan pengasuhan tumbuh kembang anak; serta rendahnya akses keluarga miskin terhadap sumber-sumber ekonomi. -L.54 - Kondisi tersebut, apabila tidak ditanggapi dengan langkah-langkah perbaikan serta upaya yang lebih intensif dalam pelaksanaan Program KB Nasional, maka dikhawatirkan akan mengganggu pencapaian sasaran pembangunan nasional, mengingat program KB merupakan salah satu penentu keberhasilan pembangunan nasional, dan pencapaian MDGs, karena: 1. Dari aspek peningkatan kualitas SDM, program KB memiliki peran yang sangat penting. Kualitas SDM yang ditunjukkan dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), saat ini IPM Indonesia masih menempati ranking yang ke 109 dari 173 negara di dunia. Penentu Indeks Pembangunan Manusia antara lain adalah angka kematian ibu dan bayi, dan program KB mencegah terjadinya kehamilan dan kelahiran, dengan demikian KB memiliki kontribusi yang besar terhadap penurunan angka kematian Ibu dan bayi. 2. KB mempunyai kontribusi yang besar terhadap upaya pengentasan kemiskinan. Berdasarkan hasil SDKI, rata-rata jumlah anak yang dimiliki oleh keluarga miskin dan berpendidikan rendah lebih banyak bila dibandingkan dengan keluarga yang lebih mampu ekonominya dan berpendidikan. Sampai saat ini, penggarapan KB bagi keluarga miskin diberikan secara cuma-cuma, baik pelayanannya melalui Jamkesmas, dan alat/obat kontrasepsinya melalui BKKBN. Sasaran Intensifikasi program KB, utamanya ditujukan kepada keluarga miskin, oleh karena itu, apabila keluarga miskin ber KB, maka jumlah anaknya akan lebih sedikit cukup dua atau tiga saja, sehingga keluarga-keluarga miskin ini akan memiliki kesempatan untuk memberikan gizi yang lebih baik kepada anak-anaknya, membertikan pendidikan yang cukup, dan memiliki kesempatan untuk lebih meningkatkan kesejahteraan keluarganya. 3. Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahun sekitar 3–4 juta penduduk (dengan program KB saat ini), tanpa program KB niscaya jumlah penduduk akan mencapai angka sekitar 300 jutaan pada tahun 2015, bahkan akan terus meningkat tanpa kendali. Hal tersebut akan memberikan beban yang cukup berat bagi pembangunan di Indonesia, khususnya dalam penyediaan kebutuhan dasar (pangan, papan, sandang, dan pendidikan). Dalam penyediaan pangan, tentu akan sangat berat dan sulit untuk mempertahankan swasembada pangan yang sudah dicapai pemerintah pada saat ini. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan Revitalisasi Program KB, baik menyangkut kelembagaan, mekanisme operasional, serta sumber daya manusianya, yang antara lain dilaksanakan melalui intensifikasi pelaksanaan program KB dengan sasaran yang harus dicapai: -L.55 - 1. Terlayaninya peserta KB Baru sekitar 7,1 juta peserta; 3,7 juta diantaranya peserta KB Baru miskin, dan sekitar 254,5 ribu peserta KB baru pria; 2. Meningkatnya peserta KB Aktif menjadi sekitar 26,7 juta peserta; 11,9 diantaranya peserta KB Aktif miskin, dan sekitar 659,5 ribu peserta KB aktif pria; 3. Terbinanya jumlah peserta KB Aktif dengan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) sebesar 6,5 juta; 4. Meningkatnya pengetahuan dan ketrampilan keluarga akseptor tentang pengasuhan dan pembinaan tumbuh kembang anak melalui Bina Keluarga Balita (BKB); pembinaan kualitas kehidupan keluarga lansia melalui kelompok Bina Keluarga Lansia; dan peningakatan pendapatan keluarga akseptor dalam rangka kemandirian ber KB melalui pembinaan kelompok kegiatan usaha ekonomi produktif keluarga; 5. Meningkatnya pengetahuan dan ketrampilan masyarakat, keluarga, dan remaja tentang kesehatan reproduksi bagi remaja dan perencanaan kehidupan berkeluarga melalui kelompok Bina Keluarga Remaja (BKR), dan Pusat Informasi dan Konsultasi Keluarga (PIK KRR); 6. Meningkatnya kompetensi petugas pelaksana dan pengelola program KB melalui pendidikan, pelatihan dan orientasi program bagi sekitar 21 ribu petugas lapangan; serta sekitar 6 ribu pengelola dan pelaksana pelayanan program; 7. Meningkatnya jumlah institusi masyarakat yang melaksanakan pelayanan KB menjadi sekitar 70.000; serta 8. Terlaksananya Advokasi dan KIE Program KB Nasional melalui media massa dan media luar ruang di seluruh tingkatan wilayah. Menanggapi harapan dari Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi agar Pemerintah lebih memperhatikan prioritas dan keselamatan TNI/Polri, dan keamanan negara dari gangguan terorisme, dapat kiranya dijelaskan bahwa Pemerintah senantiasa mengedepankan keselamatan personil TNI/Polri utamanya ketika sedang melaksanakan tugas operasi dengan mengupayakan perlindungan secara maksimal. Ketika sedang melaksanakan tugas operasi, kepada personil diberikan bekal pokok seperti senjata, baju anti peluru, uang makan operasi, uang saku, dan peralatan lainnya. Selain itu, secara kelompok disediakan alat angkut personil (baik rantis maupun ranpur), peralatan komunikasi, dan peralatan kesatuan lainnya dengan tujuan untuk melindungi keselamatan jiwa personil dan menunjang keberhasilan operasi. Terkait dengan terjadinya serangkaian kecelakaan alutsista yang menewaskan sejumlah personil terbaik, Pemerintah menyadari hal tersebut merupakan kehilangan yang sangat besar. Namun demikian, pemerintah selalu -L.56 - mengupayakan pemeliharaan dan perawatan alutsista dengan seksama untuk mengurangi risiko kecelakaan. Terkait dengan penjagaan keamanan negara di antaranya terhadap gangguan kedaulatan NKRI dan rongrongan terorisme, Pemerintah telah dan terus berupaya secara maksimal untuk mengatasi hal tersebut. Untuk mengatasi gangguan kedaulatan NKRI di wilayah perbatasan diupayakan melalui penggelaran personil dan operasi rutin untuk meneguhkan kedaulatan NKRI di wilayah perbatasan yang seringkali diklaim sebagai wilayah negara tetangga. Jalur diplomasi bilateral selalu dikedepankan daripada konfrontasi (perang) untuk menghindarkan kerugian yang lebih besar. Sementara itu, untuk menghadapi rongrongan terorisme, Polri telah berupaya untuk meningkatkan kemampuan Anti Terorisme Detasemen 88/Anti Teror (Densus 88/AT) mulai dari pencegahan, pelaksanaan, dan pengungkapan kasus-kasus terorisme. Upaya Densus 88/AT tersebut dengan mempertajam jaringan antiterorisme di setiap wilayah. Serangkaian rencana aksi terorisme telah berhasil dibongkar dan ditemukan sejumlah besar bom. Demikian juga dalam hal pengejaran tokoh dan pelaku aksi terorisme, aparat keamanan berhasil menangkap dan membongkar jaringan terorisme. Selanjutnya, dalam hal penanganan pasca terorisme, proses identifikasi dapat berjalan dengan cepat berkat dukungan teknologi penyidikan yang cukup handal. Keberhasilan ini secara terus menerus akan dipertahankan dan ditingkatkan baik secara internal dengan mengoptimalkan mekanisme koordinasi instansi terkait, maupun secara eksternal bekerjasama dengan berbagai negara kawasan, regional maupun internasional. Selanjutnya dalam RAPBN tahun 2010, Pemerintah telah meningkatkan alokasi anggaran Departemen Pertahanan sebesar Rp7.021,1 miliar, yaitu dari Rp33.667,6 miliar dalam APBN 2009 menjadi sebesar Rp40.688,7 miliar dalam RAPBN 2010. Peningkatan anggaran tersebut akan digunakan untuk penambahan anggaran kegiatan operasional, pemeliharaan, perawatan dan pengadaan alutsista, pendidikan dan latihan serta kesejahteraan prajurit tentunya juga memperhatikan keselamatan personil TNI. Demikian pula dengan anggaran Kepolisian RI mengalami peningkatan sebesar Rp1.012,0 miliar, yaitu dari Rp24.816,7 miliar dalam APBN 2009 menjadi Rp25.828,7 miliar dalam RAPBN 2010. Menanggapi pernyataan Fraksi Partai Amanat Nasional agar Pemerintah meningkatkan anggaran di sektor Pertanian dalam arti luas dan pembangunan perdesaan, dapat dijelaskan sebagai berikut. Pemerintah senantiasa memberikan perhatian pada pembangunan pertanian, mengingat Indonesia merupakan negara agraris dan sebagian besar penduduknya adalah petani. Hal tersebut tercermin dalam dalam RKP 2010 khususnya prioritas 4, yakni: Pemulihan ekonomi yang -L.57 - didukung oleh pembangunan pertanian, infrastruktur dan energi. Dukungan pembangunan infrastruktur, khususnya sumber daya air/irigasi bagi sektor pertanian dalam tahun 2010 antara lain meliputi: (1) pembangunan/peningkatan jaringan irigasi seluas 117,2 ribu ha dan jaringan rawa seluas 8,1 ribu ha; (2) rehabilitasi jaringan irigasi seluas 310,8 ribu ha dan jaringan rawa seluas 72,4 ribu ha; serta (3) operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi seluas 2,34 juta ha dan jaringan rawa seluas 1,2 juta ha. Selain itu, Pemerintah juga tetap memprioritaskan pembangunan perdesaan melalui berbagai program dan kegiatan. Secara khusus untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat perdesaan dilaksanakan PNPMPerdesaan, baik melalui PNPM Inti maupun Penguatan. Selain melalui PNPM, juga dilakukan berbagai pelatihan kepada aparat pemda dan pemerintahan desa untuk meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat perdesaan, dan melakukan fasilitasi serta pendampingan di beberapa desa untuk meningkatkan kehidupan sosial ekonomi masyarakat perdesaan. Sejalan dengan semangat untuk meningkatkan mutu pelayanan aparat pemerintahan desa kepada masyarakat melalui tertib administrasi di tingkat desa, pada tahun ini sedang memasuki tahap akhir pengangkatan sekretaris desa yang memenuhi persyaratan sesuai dengan PP 45 tahun 2007 tentang Tata Cara Pengangkatan Sekretaris Desa, untuk menjadi PNS. D. DESENTRALISASI FISKAL DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Menanggapi pertanyaan Fraksi Kebangkitan Bangsa mengenai pemanfaatan anggaran daerah yang belum terserap menjadi investasi yang produktif, dapat disampaikan penjelasan sebagai berikut. Seiring dengan jumlah alokasi transfer ke daerah yang semakin besar, Pemerintah terus berupaya agar penyerapan anggaran daerah dapat dilakukan secara optimal. Upaya yang dilakukan antara lain dengan upaya mempercepat penyelesaian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), mengingat bahwa tidak terserapnya anggaran daerah salah satunya diakibatkan oleh keterlambatan penetapan APBD. Dalam tiga tahun terakhir, telah terjadi peningkatan yang cukup signifikan terhadap penyelesaian Peraturan Daerah (Perda) tentang APBD. Apabila pada tahun 2007, hanya terdapat 25 daerah yang mampu menyelesaikan Perda APBD-nya secara tepat waktu, maka pada tahun 2009 telah meningkat hingga mencapai 118 daerah yang berhasil menyelesaikan Perda APBD-nya tepat waktu. Untuk memberikan apresiasi kepada daerah-daerah yang telah secara konsisten mampu menyelesaikan Perda APBD secara tepat waktu, maka beberapa waktu yang lalu, Pemerintah telah memberikan penghargaan kepada 12 (dua belas) daerah yang tiga -L.58 - tahun berturut-turut mampu menyelesaikan Perda APBD-nya sebelum 31 Desember. Di sisi lain, selaras dengan esensi otonomi daerah, maka pilihan bentuk dan jenis belanja daerah pada dasarnya sangat tergantung kepada kebutuhan dan prioritas daerah itu sendiri. Pemerintah Pusat tidak bisa mendikte bagaimana daerah membelanjakan anggaran yang mereka kelola. Salah satu koridor yang bisa dilalui untuk menyelaraskan arah pembangunan adalah melalui evaluasi Raperda APBD Propinsi oleh Pusat, dan Raperda Kabupaten/Kota oleh Propinsi. Selain itu, juga terdapat mekanisme penyelarasan perencanaan antara Pusat dan Daerah melalui Musrenbangda dan Musrenbangnas. Menanggapi pertanyaan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan mengenai kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) yang makin menurun, dapat dijelaskan sebagai berikut. Pemerintah sependapat mengenai perlunya peningkatan kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), termasuk peningkatan kapasitas aparatur di daerah agar dapat beradaptasi dengan proses desentralisasi keuangan yang tengah berlangsung. Kemampuan/kapasitas pengelolaan keuangan daerah dilakukan terhadap aspek sistem, kelembagaan, maupun sumberdaya manusia (aparatur) di daerah, termasuk di dalamnya upaya untuk meningkatkan kemampuan dalam menyusun LKPD. Sehubungan dengan itu, Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2010, khususnya pada Sub Bidang Penguatan Kapasitas Pemerintahan Daerah, telah mencanangkan salah satu sasaran pembangunan pada tahun 2010, yaitu tertatanya sistem pengelolaan keuangan dan sistem pelaporan keuangan daerah. Adapun kegiatan yang akan dilaksanakan dalam pencapaian sasaran tersebut, antara lain meliputi: (1) Pengembangan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah, melalui pengembangan sistem informasi manajemen bina administrasi keuangan daerah dan sistem informasi pengelolaan keuangan daerah di 171 Daerah terpilih, serta tersusunnya Participative Corporate Plan bagi sejumlah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) tertentu; (2) Fasilitasi Penataan Regulasi Keuangan Daerah, melalui penyusunan 10 peraturan perundang-undangan bidang anggaran daerah terkait dengan administrasi anggaran daerah, administrasi pendapatan dan investasi daerah, fasilitasi dana perimbangan, dan fasilitasi pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah; dan (3) Fasilitasi Pengelolaan Keuangan Daerah, melalui dukungan fasilitasi (yang meliputi pembinaan, bimbingan teknis, asistensi, penyusunan pedoman) di bidang administrasi anggaran daerah, administrasi pendapatan dan investasi daerah, dana perimbangan, serta pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah (termasuk pelaporan) dalam rangka peningkatan pengelolaan keuangan daerah di 33 provinsi. -L.59 - Berdasarkan hasil audit BPK, perkembangan opini Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun 2004-2008 adalah sebagai berikut: OPINI TAHUN 2004 2005 2006 2007 2008 (smt I 2009) WTP 16 17 3 4 8 WDP TMP TW 245 311 328 283 217 7 22 108 121 47 10 13 24 59 21 JUMLAH 278 363 463 467 239 Keterangan: WTP : Wajar Tanpa Pengecualian WDP : Wajar Dengan Pengecualian TMP : Tidak Memberikan Pendapat (Adverse ) TW : Tidak Wajar (Disclaimer ) Masih rendahnya kualitas opini LKPD tersebut menunjukkan masih adanya permasalahan dalam pengelolaan keuangan daerah. Hal tersebut antara lain disebabkan oleh kondisi sebagai berikut: 1) Belum siapnya pemda dalam menjalankan reformasi peraturan perundang-undangan tentang keuangan Negara yang dimulai sejak terbitnya UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara. Dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 antara lain diatur tentang keharusan bagi setiap kepala daerah untuk menyampaikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan yang telah diaudit BPK paling lambat 6 bulan setelah tahun anggaran berakhir. Laporan keuangan tersebut sekurang-kurangnya meliputi : Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Selain itu, juga diatur bahwa laporan keuangan tersebut disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Untuk itu, setiap pemerintah daerah harus menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangannya. Akuntansi ini diselenggarakan dalam rangka menyusun laporan keuangan yang sesuai dengan SAP. Selain itu, peraturan-peraturan pelaksanaan atas UU Keuangan Negara tersebut baru terbit tahun 2005 yaitu ketentuan yang mengatur tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) dengan PP Nomor 24 Tahun 2005, dan ketentuan tentang pedoman pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah dengan PP Nomor 58 Tahun 2005. -L.60 - Di sisi lain, pemerintah daerah sudah terlanjur mengikuti prosedurprosedur penatausahaan dan pengelolaan keuangan daerah sebagaimana diatur dalam Kepmendagri Nomor 29 tahun 2002, yang juga merupakan hal yang baru, karena pemda harus melaksanakan antara lain anggaran berbasis kinerja, akuntansi double entry (menggantikan pembukuan single entry yang sudah dilaksanakan bertahun-tahun), sistem Uang Yang Harus Dipertanggungjawabkan (UYHD) menggantikan Uang Untuk Dipertanggungjawabkan (UUDP), dan sebagainya. Pedoman pelaksanaan yang lebih detil dalam pengelolaan keuangan daerah baru terbit tahun 2006, yaitu Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, yang baru berumur setahun sudah mengalami perubahan melalui Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 tentang revisi Permendagri Nomor 13 tahun 2006. 2) Terbatasnya Sumber Daya Manusia (SDM) pengelola keuangan daerah yang memahami akuntansi pemerintahan. Untuk dapat melaksanakan ketentuan-ketentuan tentang pengelolaan keuangan daerah seperti tersebut di atas, diperlukan SDM yang minimal mempunyai kompetensi atau berlatar belakang akuntansi. Secara hitung-hitungan kasar, kebutuhan tenaga akuntan di pemerintah daerah sekitar 25.000 orang, bahkan mungkin akan bertambah dengan pertambahan (pemekaran) daerah. Kenyataannya, tenaga akuntan di pemerintah daerah sangat minim. Untuk Pemda DKI saja hanya mempunyai tenaga akuntan sekitar 20 orang, yang berarti satu SKPD belum tentu ada tenaga akuntannya. Dari hasil analisis yang telah dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Pemerintah (BPKP) terhadap kebijakan pengembangan SDM pada pemerintah daerah, khususnya yang terkait dengan pengelolaan keuangan daerah menunjukkan bahwa SDM pengelola keuangan daerah belum dikelola dengan baik yang pada akhirnya dapat menimbulkan berbagai permasalahan dalam pelaksanaan tugas yang diembannya. Hal ini diindikasikan dari kondisi berikut : − Jumlah dan latar belakang kompetensi yang tidak sesuai dengan kegiatan pengelolaan keuangan daerah. Seharusnya SDM pengelola keuangan daerah memiliki kompetensi pendidikan akuntansi. − Ketersebaran pegawai berlatar belakang akuntansi di SKPD-SKPD belum memadai. 3) Pemerintah daerah belum sepenuhnya memanfaatkan Teknologi Komputer (IT related) dalam pengelolaan keuangan daerahnya. -L.61 - Sesuai dengan perkembangan jaman, sudah seyogyanya pemerintah daerah memanfaatkan kemajuan TI dalam mendukung pelaksanaan penyelenggaraan keuangan daerahnya. Kenyataannya, masih banyak pemerintah daerah yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan daerah secara manual, dan kalaupun sudah memanfaatkan teknologi informasi, namun masih menggunakan sistem aplikasi komputer yang belum terintegrasi. 4) Kelemahan Sistem Pengendalian Intern Pengendalian Intern sesuai PP Nomor 60 Tahun 2008 belum sepenuhnya dapat diterapkan oleh Pemda, karena merupakan peraturan yang baru, walaupun peraturan mengenai sistem pengendalian intern sudah ada, antara lain dalam bentuk Peraturan Daerah, Permendagri, dan Keputusan MenPAN. Dari keempat permasalahan di atas, kondisi tersebut dapat terjadi dibawah kendali (Controllable) maupun diluar kendali (Uncontrollable) pemerintah daerah, sehingga BPKP berpendapat punishment terhadap pemerintah daerah tidak seharusnya langsung diterapkan tanpa melihat penyebab terjadinya opini disclaimer tersebut. Terhadap permasalahan tersebut BPKP menyarankan agar Pemerintah daerah melakukan: 1) Action Plan Pemerintah daerah segera membuat rencana aksi (action plan) perbaikan opini sistem keuangannya yang harus disampaikan kepada BPK. Perlu dipertimbangkan adanya unsur pemaksaan melaksanakan action plan untuk perbaikan. 2) Menyangkut kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) pengelola keuangan daerah, Pemerintah daerah seyogyanya segera merekrut Sumber Daya Manusia yang berlatar belakang akuntansi. Karena proses perekrutan membutuhkan waktu, maka dalam jangka pendek Pemerintah daerah perlu melatih (mendiklatkan) Sumber Daya Manusia yang ada untuk memahami akuntansi. Solusi alternatif lainnya yaitu dengan menggunakan aplikasi komputer untuk mempercepat proses penyusunan laporan keuangan. Hal ini dimungkinkan karena sesuai Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 dinyatakan bahwa sistem akuntansi pemerintahan daerah dapat dilakukan secara manual atau menggunakan aplikasi komputer. BPKP telah mempunyai aplikasi yang disebut dengan SIMDA yang dapat digunakan oleh pemda dalam penyelenggaraan keuangan daerahnya, baik mulai proses penganggaran (menyusun APBD), prosedur penatausahaan keuangan (membuat Surat Permintaan Pembayaran/SPP, Surat Perintah Membayar/SPM, Surat Perintah Pengeluaran Dana/SP2D), prosedur pembukuan, maupun pelaporan -L.62 - (penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah-LKPD). Sampai dengan saat ini, sudah lebih 200 pemda yang menggunakan aplikasi tersebut. 3) Penguatan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah daerah harus segera membangun sistem pengendalian intern yang handal sesuai amanah pasal 58 UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan PP Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). Dalam hal ini BPKP sebagai pembina penyelenggaraan sistem pengendalian intern siap membantu pemerintah daerah dalam mengembangkan sistem pengendalian internnya. Menanggapi pertanyaan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengenai penurunan angka kemiskinan dan pengangguran, dapat disampaikan penjelasan sebagai berikut. Dari sisi pemerataan pertumbuhan ekonomi, salah satu alat ukur statistik yang dipakai adalah Index Williamson, yang mengukur ketimpangan horizontal antar daerah berdasarkan PDRB per kapita. Semakin kecil index ini, berarti semakin merata aktivitas perekonomian antar daerah. Berdasarkan data statistik yang ada, Index Williamson pada tahun 2002 adalah sebesar 0,723 dan pada tahun 2008 telah turun menjadi 0,55. Penurunan indeks ini menunjukkan bahwa perkembangan aktivitas perekonomian antarprovinsi menjadi semakin berimbang. Di sisi lain, terkait dengan upaya pengurangan pengangguran dan kemiskinan, pada dasarnya telah terjadi perbaikan di kedua indikator tersebut. Pada tahun 2008 telah terjadi penurunan persentase penduduk miskin di seluruh propoinsi dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Meskipun terjadi penurunan, beberapa provinsi masih menunjukkan tingkat kemiskinan yang cukup tinggi, seperti di Papua dan Papua Barat yang persentase penduduk miskinnya mencapai lebih dari 35 persen. Oleh karena itu, diperlukan upaya yang lebih keras lagi dalam menurunkan tingkat kemiskinan di seluruh wilayah Indonesia. Sementara itu, untuk tingkat pengangguran juga telah terjadi penurunan di 31 propinsi. Peningkatan lapangan kerja atau kesempatan kerja pada dasarnya merupakan hasil dari berbagai elemen, seperti peran sektor swasta, kebijakan pemerintah yang terkait dengan investasi dan ketenagakerjaan, serta pengaruh ekonomi eksternal. Terkait dengan peran pemerintah daerah yang berhubungan dengan kemudahan investasi di daerah, Pemerintah Pusat terus mendorong agar terjadi efisiensi perijinan di daerah, melalui evaluasi Perda-perda yang mengatur masalah perijinan dan pungutan-pungutannya sehingga tidak menimbulkan ekonomi biaya tinggi. -L.63 - Menanggapi saran dari Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi agar Pemerintah memperhatikan dan melaksanakan dengan sungguh-sungguh waktu pembayaran/penyaluran Dana Bagi Hasil (DBH), dapat disampaikan penjelasan sebagai berikut. Berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan, maka dalam rangka penyaluran Dana Transfer ke Daerah, Pemerintah telah memperbaiki pola penyaluran Anggaran Transfer ke Daerah dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 04/PMK.07/2008 tentang Pelaksanaan Penyaluran dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah, yang kemudian disempurnakan dengan PMK Nomor 21/PMK.07/2009. Berdasarkan PMK tersebut, maka penyaluran Anggaran Transfer ke Daerah dilakukan melalui pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah. PMK tersebut juga telah mengatur bahwa penyaluran jenis Anggaran Transfer ke Daerah dilakukan secara periodik dengan jadwal dan besaran penyaluran yang ditentukan. Berdasarkan PMK tersebut, penyaluran seluruh Anggaran Transfer ke Daerah, baik Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH), dan Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian, telah dilaksanakan secara tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran (daerah penerima). Untuk DBH Pajak, khususnya dari PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 25/29, DBH Cukai Hasil Tembakau, dan DBH Sumber Daya Alam (SDA) disalurkan secara triwulanan, yang besaran penyalurannya ditetapkan dalam perentase tertentu berdasarkan angka alokasi sementara. Sementara DBH pajak yang lainnya, yakni DBH Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Bea Perolehan atas Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB), penyalurannya dilakukan melalui dua mekanisme. Untuk DBH PBB dan BPHTB Bagian Pemerintah Pusat, yang besarnya adalah 10 persen dari penerimaan PBB dan BPHTB yang kemudian dibagi rata kepada seluruh kabupaten/kota, penyalurannya dilakukan dalam 3 (tiga) tahap, yakni tahap pertama dilaksanakan bulan April, tahap kedua bulan Agustus, dan tahap ketiga bulan November. Sementara itu untuk DBH PBB dan BPHTB Bagian daerah dan Biaya Pungut PBB Bagian Daerah dilaksanakan secara mingguan melalui Bank Operasional III berdasarkan realisasi penerimaan PBB dan BPHTB yang dibayarkan oleh Wajib Pajak. Perubahan pola penyaluran ini telah meningkatkan efisiensi dan akuntabilitas pengelolaan Transfer ke Daerah, memberikan kepastian waktu penyaluran dan besaran dana transfer kepada daerah, dan mendorong percepatan penyelesaian dokumen Peraturan Daerah tentang APBD. Keberhasilan pola baru penyaluran transfer ini adalah dengan telah tersedianya dokumen sumber untuk penyusunan laporan keuangan Pemerintah Pusat bagian anggaran 070 (Dana Perimbangan) dan bagian -L.64 - anggaran 071 (Dana Otsus dan Penyesuaian). Indikasi dari keberhasilan ini adalah opini Badan Pemeriksa Keuangan dengan wajar tanpa pengecualian (WTP) untuk laporan keuangan Dana Otsus dan Penyesuaian dan wajar dengan pengecualian (WDP) untuk laporan Dana Perimbangan yang sebelumnya selalu mendapat opini disclaimer. Menanggapi pertanyaan Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi mengenai beberapa subsidi yang menjadi faktor pengurang DAU, dapat dijelaskan sebagai berikut. Kebijakan faktor pengurang Dana Alokasi Umum (DAU) dalam tahun 2010 direncanakan mengikuti kebijakan dalam tahun 2009, kecuali untuk remunerasi Bank Indonesia yang tidak dimasukkan kembali. Kebijakan subsidi pajak yang dimasukkan ke dalam faktor pengurang DAU dikarenakan oleh sifatnya yang in-out, yaitu berupa pajak yang ditanggung pemerintah. Subsidi bahan bakar minyak, subsidi listrik, subsidi pangan, subsidi pupuk, subsidi benih, dan subsidi kredit program, merupakan kebijakan “sharing the pain” antara Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah untuk bersama-sama mengatasi kondisi perekonomian yang mengalami kesulitan. Oleh karena itu, subsidi-subsidi tersebut dimasukkan ke dalam faktor-faktor pengurang perhitungan DAU, walaupun dalam tahun 2010, porsi subsidisubsidi yang diperhitungkan tersebut, selain subsidi pajak, tidak sepenuhnya 100 persen. Dengan demikian, kebijakan sharing the pain dalam perhitungan pendapatan dalam negeri neto tersebut diharapkan akan dapat mencerminkan kondisi perhitungan DAU yang disesuaikan dengan kondisi perekonomian secara keseluruhan. Menanggapi pertanyaan Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi mengenai Dana Alokasi Umum (DAU) untuk daerah pemekaran, dapat dijelaskan sebagai berikut. Dalam menghitungkan Dana Alokasi Umum (DAU) daerah pemekaran baru, pada tahun pertama pengalokasiannya, pemerintah terlebih dahulu menghitung alokasi daerah induk (sebelum pemekaran) dengan menggunakan data daerah induk sebelum dimekarkan. Kemudian untuk menghitung DAU induk dan anak, alokasi DAU tersebut diproporsionalkan terhadap 3 jenis datanya, yaitu: Jumlah penduduk, Luas Wilayah, dan Jumlah Belanja Pegawai. Namun demikian, kebijakan dalam perhitungan alokasi Dana Perimbangan untuk daerah pemekaran, tidak hanya bertumpu kepada DAU, tetapi juga Dana Bagi Hasil (DBH Pajak dan DBH Sumber Daya Alam) yang juga bersifat block grants, sehingga dapat digunakan membayar gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah. Menanggapi pertanyaan Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi mengenai kebijakan Non-Hold Harmless, dapat dijelaskan sebagai berikut. Kebijakan perhitungan Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan implementasi dari ketentuan dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun -L.65 - 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; yang pada Pasal 32 ayat (1), (2), dan (3) mengatur: (1) Daerah yang memiliki nilai celah fiskal sama dengan 0 (nol) menerima DAU sebesar alokasi dasar; (2) Daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai negatif tersebut lebih kecil dari alokasi dasar menerima DAU sebesar alokasi dasar setelah dikurangi nilai celah fiskal; (3) Daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai negatif tersebut sama atau lebih besar dari alokasi dasar tidak menerima DAU. Dapat diinformasikan pula bahwa, kebijakan perhitungan DAU telah diterapkan secara penuh dalam APBN 2008 dan 2009 sesuai formula DAU dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 Adapun dampak-dampak kebijakan perhitungan DAU terhadap kondisi infrastruktur lebih tepat diarahkan dalam kapasitas DAK, atau dana-dana sektoral Kementerian/Lembaga (K/L) sesuai kewenangannya. Menanggapi pertanyaan Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi mengenai formulasi Dana Alokasi Umum (DAU) yang hendaknya memperhatikan rasa keadilan, dapat dijelaskan sebagai berikut. Ketentuan Formulasi Dana Alokasi Umum (DAU) diatur secara rinci dalam peraturan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan. Rasa keadilan dalam perhitungan DAU diindikasikan dalam penyediaan data dasar DAU sesuai dengan kondisi daerah. Pada dasarnya perhitungan DAU didasarkan pada Celah Fiskal masing-masing daerah. Daerah dengan Celah Fiskal yang tinggi berpeluang untuk mendapatkan DAU yang lebih tinggi, demikian sebaliknya. Celah Fiskal tersebut diperoleh antara Kebutuhan Fiskal dengan Kapasitas Fiskal. UU Nomor 33 Tahun 2004 telah menetapkan data dasar untuk kebutuhan fiskal daerah (jumlah penduduk, luas wilayah, Indeks Pembangunan Manusia, dan Pendapatan Domestik Regional Bruto per kapita). Sedangkan data dasar untuk kapasitas fiskal adalah Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil (DBH) Sumber Daya Alam, dan DBH Pajak. Selanjutnya, perhitungan DAU juga memperhatikan beban daerah untuk membiayai gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah. Rasa keadilan juga diindikasikan dari penyediaan data dasar perhitungan DAU yang dilaksanakan oleh lembaga pemerintah yang berwenang di bidang statistik dan lembaga pemerintah lain yang berwenang atas data tersebut. Menjawab pertanyaan Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi mengenai formulasi Dana Alokasi Khusus (DAK), dapat dijelaskan sebagai berikut. -L.66 - Pemerintah sependapat bahwa dalam hal formulasi perhitungan alokasi DAK harus dilakukan dengan cara memperhatikan rasa keadilan. Hal ini ditandai dari sejak semula dalam penghitungan DAK selalu bermuatan penciptaan keadilan untuk mendukung pencapaian sasaran nasional. Terkait dengan hal tersebut, Pemerintah secara konsisten berupaya untuk tetap melaksanakan perhitungan alokasi DAK sesuai dengan UndangUndang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan, yang menyatakan bahwa alokasi DAK didasarkan atas kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Terkait dengan kriteria umum DAK, maka alokasi DAK akan diberikan kepada daerah-daerah tertentu yang memiliki kemampuan keuangan di bawah rata-rata nasional. Hal ini dari sisi keadilan berarti telah memenuhi upaya untuk memberikan prioritas perkuatan kapasitas keuangan daerah (khususnya melalui DAK) kepada daerah-daerah yang paling membutuhkan, yaitu daerah-daerah yang kurang mampu dari segi keuangan daerah. Selain itu, berdasarkan kriteria khusus DAK, Pemerintah juga memberikan perhatian dan prioritas kepada daerahdaerah dengan karakteristik khusus (daerah pesisir dan kepulauan, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah tertinggal/terpencil, serta daerah yang termasuk kategori daerah ketahanan pangan, daerah rawan bencana, serta daerah pariwisata). Sementara itu, berasarkan kriteria teknis DAK, Pemerintah mengalokasikan kepada daerah-daerah tertentu sesuai dengan kondisi sarana dan prasarana, kinerja pelaksanaan kegiatan DAK di daerah, dan insentif bagi daerah yang mengalokasikan dana daerah diluar DAK untuk membiayai kegiatan serupa sesuai bidang DAK. Dengan pemanfaatan ketiga kriteria alokasi DAK tersebut diharapkan perhitungan alokasi DAK telah mencerminkan aspek pemerataan dan keadilan. Di samping itu, perhitungan alokasi DAK tetap ditujukan untuk membantu daerah tertentu, dalam rangka mendanai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat untuk mendorong percepatan pembangunan daerah. Rasa keadilan ini diwujudkan melalui perhitungan DAK berdasarkan kondisi masing-masing daerah, meliputi kondisi keuangan, kondisi wilayah, dan kondisi infrastruktur. Daerah dengan kondisi keuangan di bawah rata-rata nasional berpeluang besar untuk mendapatkan DAK. Demikian juga daerah yang berdasarkan peraturan perundangan dinyatakan sebagai daerah yang memiliki kekhususan wilayah yang menjadi beban daerah, terlebih lagi daerah yang kondisi infrastrukturnya banyak yang harus diperbaiki, akan berpeluang untuk mendapatkan DAK. Namun demikian, Pemerintah tetap atau senantiasa akan melakukan penyempurnaan dalam pengalokasian DAK di masa depan. -L.67 - E. PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, PENGELOLAAN UTANG, DAN RISIKO FISKAL Menanggapi pendapat dari Fraksi Partai Damai Sejahtera bahwa Pemerintah tergantung pada utang, kiranya dapat kami jelaskan sebagai berikut. Untuk memberikan stimulus fiskal ditengah kondisi krisis keuangan global, Pemerintah berupaya mendorong pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan defisit APBN, yang diantaranya harus dipenuhi kebutuhannya dari utang. Pembiayaan melalui utang merupakan pilihan terakhir yang harus dilakukan, karena keterbatasan sumber pembiayaan nonutang. Untuk itu, strategi pemenuhan sumber pembiayaan utang harus dilakukan secara hati-hati dan cermat, dengan mempertimbangkan dampaknya pada masa yang akan datang. Pemerintah sependapat dengan Fraksi Partai Damai Sejahtera untuk mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri. Pemerintah akan semaksimal mungkin memenuhi target pembiayaan utang melalui sumber dari dalam negeri, terutama dari pasar keuangan melalui penerbitan SBN. Penggunaan sumber utang dari luar negeri hanya dilakukan untuk tujuan diversifikasi instrumen pembiayaan guna memperluas pasar, benchmarking bagi obligasi global swasta di pasar internasional, menambah cadangan devisa, dan menghindari ”crowdingout” di pasar obligasi domestik. Menanggapi pendapat dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan bahwa upaya menutup peningkatan defisit anggaran hendaknya dilakukan tanpa melalui utang, tetapi melalui nonutang, mengingat kapasitas pembiayaan melalui nonutang tersebut masih ada, kiranya dapat dijelaskan sebagai berikut. Setiap pemilihan sumber pembiayaan, pada dasarnya akan membawa konsekuensi pada biaya dan risiko. Apabila Pemerintah memilih sumber pembiayaan melalui utang, maka sebagai konsekuensinya Pemerintah berkewajiban membayar kewajiban utang, baik dalam bentuk bunga maupun pokok utang, baik di masa kini maupun di masa yang akan datang. Sementara itu, apabila Pemerintah memilih sumber pembiayaan dari nonutang untuk membiayai defisit, maka akibatnya jumlah aset yang dimiliki Pemerintah dalam bentuk dana tunai yang disimpan dalam rekening pemerintah, kepemilikan saham di BUMN, dan aset lain yang dikelola PT PPA akan berkurang. Dengan konsekuensi tersebut, Pemerintah dituntut untuk memilih kombinasi sumber pembiayaan defisit yang tersedia dalam rangka mengoptimalkan penciptaan tujuan dengan biaya yang minimal dan risiko yang terkendali. Saat ini kapasitas sumber pembiayaan yang berasal dari nonutang memang semakin terbatas. Hal ini terutama disebabkan kebijakan privatisasi BUMN tidak semata-mata ditujukan untuk menutup defisit -L.68 - APBN, namun lebih ditujukan bagi upaya restrukturisasi BUMN. Demikian juga, sumber pembiayaan yang berasal dari penjualan aset eks BPPN, semakin berkurang, mengingat jumlah aset yang dikelola oleh PT PPA maupun Ditjen Kekayaan Negara Departemen Keuangan juga semakin berkurang. Selain itu, akumulasi saldo rekening Pemerintah dan SAL yang dapat dimanfaatkan juga semakin menurun. Sebagai jalan keluar dari adanya sumber pembiayaan nonutang yang semakin terbatas tersebut, Pemerintah mencari sumber pembiayaan dari utang, yang penetapan besarannya dilakukan secara hati-hati, transparan, dan akuntabel, dengan mengupayakan tambahan bersih utang dari sumber dalam negeri, dengan tetap mempertimbangkan besarannya agar tidak terjadi crowding out di pasar keuangan domestik. Menanggapi pandangan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan bahwa indikator kemajuan pengelolaan utang yang didasarkan pada kemampuan dalam menurunkan rasio utang terhadap PDB tidak lagi memadai, dapat disampaikan jawaban sebagai berikut. Dalam membiayai defisit APBN melalui utang, Pemerintah berpedoman pada tujuan pengelolaan utang, yaitu meminimalkan biaya utang dalam jangka panjang pada tingkat risiko yang terkendali. Selain itu, Pemerintah juga berpedoman pada ketentuan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara pasal 12 ayat (3) beserta penjelasannya, bahwa rasio utang terhadap PDB dibatasi tidak melebihi 60 persen dari PDB. Walaupun target pembiayaan melalui utang semakin meningkat dari tahun ke tahun, namun rasio utang terhadap PDB tetap menunjukkan kecenderungan yang menurun. Hal ini mengindikasikan bahwa utang yang dilakukan oleh Pemerintah telah digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, dan meningkatkan kapasitas untuk membayar kembali, baik secara langsung maupun tidak langsung. Selain itu, utang yang telah dilakukan juga menunjukkan indikator yang baik, dimana pada saat krisis keuangan tidak menyebabkan dampak yang signifikan pada peningkatan outstanding utang maupun pembayaran kewajiban utang dalam valas. Namun demikian, keberhasilan pengelolaan utang tidak hanya diukur dari rasio utang terhadap PDB saja, tetapi juga berbagai indikator risiko dan biaya yang dihadapi. Dari sisi risiko utang menunjukkan indikasi yang masih terkendali, bahkan pada masa krisis seperti saat ini. Risiko refinancing semakin menurun, yang terlihat dari peningkatan durasi SBN dari 5,57 tahun pada tahun 2005 menjadi 6,88 tahun pada Juni 2009. Risiko perubahan tingkat bunga semakin menurun, yang terlihat dari peningkatan porsi utang dengan tingkat bunga fixed, yaitu dari semula 68,0 persen dari total utang pada tahun 2005 menjadi 76,5 persen pada bulan Juni tahun 2009. Selanjutnya, risiko nilai tukar juga masih terkendali, yaitu masih lebih dari 50 persen dari total utang dengan mata uang rupiah. Walaupun risiko utang semakin terkendali, beban biaya -L.69 - utang juga menunjukkan penurunan yang cukup signifikan, antara lain terlihat dari penurunan rasio pembayaran bunga terhadap belanja negara atau terhadap pendapatan negara. Menanggapi pandangan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan bahwa kondisi keseimbangan primer APBN yang sudah negatif memiliki pengertian kita hanya mampu membayar utang lama dengan menciptakan utang baru, dapat disampaikan tanggapan sebagai berikut. Realisasi primary balance pada tahun 2004–2008 bergerak fluktuatif, yaitu dari sebesar Rp38,7 triliun pada tahun 2004 menjadi sebesar Rp84,4 triliun pada tahun 2008. Khusus pada tahun 2009, primary balance direncanakan bernilai negatif, karena adanya pemberian stimulus fiskal untuk mengurangi dampak krisis global terhadap perekonomian dalam negeri. Penetapan target primary balance yang negatif tersebut telah mempertimbangkan kondisi kesinambungan utang, agar tidak membebani anggaran negara di kemudian hari. Hal ini dilakukan antara lain dengan melakukan pinjaman siaga untuk memback up penerbitan SBN jika kondisi pasar keuangan semakin memburuk yang menyebabkan peningkatan yield secara signifikan. Dengan adanya pinjaman siaga, maka pembiayaan utang dapat dipenuhi tanpa menyebabkan adanya utang baru dengan tingkat bunga yang tinggi dan risiko yang besar. Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Amanat Nasional bahwa dalam memenuhi target pembiayaan defisit APBN melalui utang, Pemerintah menetapkan kebijakan pengelolaan utang yang tidak mengandung agenda politik sebagai persyaratan pinjaman sehingga dapat mewujudkan kemandirian dalam pembiayaan APBN dan dapat meningkatkan posisi tawar Pemerintah sebagai peminjam (upperhand borrower). Untuk itu, utang dari luar negeri diutamakan bersumber dari pasar keuangan melalui penerbitan SBN valas. Pengadaan utang dari sumber luar negeri hanya dilakukan apabila sumber utang dari dalam negeri sudah tidak mencukupi. Selain itu, pengadaan utang dari sumber luar negeri dilakukan dengan tujuan diversifikasi instrumen pembiayaan guna memperluas pasar, memberikan benchmarking bagi obligasi global swasta di pasar internasional, menambah cadangan devisa, dan menghindari crowding-out di pasar obligasi domestik. Menanggapi kerisauan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan terhadap angka beban pembayaran cicilan pokok dan bunga utang setiap tahun yang besarnya melebihi anggaran untuk sektor kesehatan, hankam, dan pembangunan infrastruktur fisik, dapat disampaikan tanggapan sebagai berikut. Pembayaran kewajiban cicilan pokok dan bunga utang merupakan dampak dari pengadaan/penerbitan utang yang telah dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya. Jumlah kewajiban tersebut setiap tahunnya mengalami fluktuasi, sesuai jadwal waktu -L.70 - pembayarannya, dan realisasi variabel yang mempengaruhinya, seperti nilai tukar dan tingkat bunga referensi. Rasio pembayaran kewajiban utang, baik pokok maupun bunga (debt service) terhadap belanja negara atau pendapatan negara dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan kecenderungan yang semakin menurun. Penurunan rasio debt service tersebut mengindikasikan bahwa Pemerintah semakin memiliki fleksibilitas dalam menggunakan anggaran untuk membiayai pembangunan nasional. Sebagai gambaran, bila dibandingkan dengan penerimaan negara, dalam tahun 2004 sekitar 15 persen pendapatan negara digunakan untuk membayar bunga utang. Proporsi tersebut terus menurun sehingga menjadi sekitar 10 persen pada tahun 2009. Sementara itu, apabila dibandingkan dengan belanja negara, pada tahun 2004 sekitar 14,6 persen dari total belanja negara dialokasikan untuk membayar bunga utang, dan pada tahun 2009 proporsi tersebut jauh menurun menjadi sekitar 9,8 persen. Sedangkan, penyempurnaan pinjaman luar negeri untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensinya, dilakukan baik dalam menentukan komposisi maupun persyaratan pinjaman. Seperti dimaklumi, secara garis besar pinjaman dibagi menjadi pinjaman program dan pinjaman proyek. Untuk pinjaman program, dalam beberapa tahun terakhir telah dipraktekkan bentuk single tranch (satu kali penarikan), yaitu pertama, Pemerintah memiliki matriks kebijakan dalam bidang tertentu yang memang sudah menjadi agenda akan dilaksanakan. Kedua, matriks kebijakan tersebut ditawarkan pada lender untuk mendapat dukungan pembiayaan. Ketiga, pemerintah dan lender menyepakati nilai pinjaman untuk matriks kebijakan tersebut. Keempat, berdasarkan kesepakatan tersebut, dilakukan penarikan pinjaman sekali saja untuk seluruh nilai pinjaman tersebut. Dengan demikian, kuncinya adalah pada kesepakatan matriks kebijakan, dan tidak ada risiko dana tidak bisa diserap, karena langsung dicairkan dalam sekali penarikan pinjaman, ditambah keluwesan dalam penggunaannya, karena langsung masuk rekening Menteri Keuangan. Untuk tahun 2010, nilai jumlah pinjaman program adalah Rp24,4 triliun, relatif sama dengan pinjaman proyek yang Rp24,5 triliun. Sementara itu, untuk pinjaman proyek, telah dilakukan seleksi dan persiapan proyek yang lebih ketat melalui penerapan PP No 2/2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri. Kebijakan satu pintu bagi usulan K/L, readiness criteria yang lebih ketat, pelaksanaan Kesepakatan Jakarta (Jakarta Commitment) berupa penyesuaian lender dengan sistem yang berlaku di Indonesia untuk meningkatkan aid effectiveness, termasuk peningkatan daya serap pinjaman, serta landasan untuk pengelolaan utang yang lebih baik telah diletakkan. Dampaknya akan dirasakan secara bertahap, mengingat sebagian pinjaman sudah ditetapkan sebelum berlakunya PP No 2/2006. -L.71 - Dari sisi pengelolaan utang, agar kewajiban utang dapat ditekan dari tahun ke tahun, maka untuk pencarian pinjaman luar negeri akan diupayakan biaya dengan persyaratan yang favourable bagi pengelolaan utang Pemerintah, baik dari sisi tingkat bunga, maupun waktu jatuh tempo. Dari sisi pembiayaan yang bersumber dari penerbitan surat berharga akan terus diupayakan efisiensi pasar, agar biaya utang baru yang dilakukan tidak menjadi berlebihan, dengan cara pembangunan infrastruktur perdagangan dan peraturan, pengembangan instrumen utang, dan melakukan asessment terhadap kapasitas absorbsi pasar secara lebih cermat. Pengelolaan portofolio dan risiko utang melalui pelaksanaan debt switching akan terus dilakukan, dan semaksimal mungkin berupaya untuk melakukan transaksi lindung nilai yang dapat memberikan proteksi dan kepastian dari munculnya fluktuasi yang ada di pasar keuangan. Terhadap masukan Fraksi Kebangkitan Bangsa agar mencermati turunnya defisit RAPBN 2010 menjadi 1,6 persen PDB, serta perlunya ekspansi anggaran negara untuk membantu masyarakat dan pelaku usaha, dapat disampaikan tanggapan sebagai berikut. Pada dasarnya penyusunan sasaran defisit RAPBN 2010 utamanya ditentukan oleh tiga faktor. Pertama, kemampuan meningkatkan sumber-sumber pendapatan negara. Dalam hal ini, sumber pendapatan negara dominan berasal dari penerimaan perpajakan, yang menyumbang sekitar 80 persen dari keseluruhan rencana pendapatan negara di tahun 2010. Dalam RAPBN 2010, penerimaan perpajakan direncanakan sebesar Rp729,2 triliun, atau meningkat 10,7 persen dari realisasi di tahun 2008. Rencana penerimaan perpajakan tahun 2010 tersebut lebih baik dari perkiraan realisasi penerimaannya di tahun 2009 sebesar Rp652,0 triliun, yang melambat dibandingkan di tahun 2008 akibat rendahnya harga minyak, dan dampak dari penurunan laju kegiatan ekonomi. Setiap waktu, Pemerintah senantiasa berupaya untuk terus meningkatkan sumber pendapatan negara, diantaranya melalui langkah-langkah intensifikasi dan ekstensifikasi perpajakan. Faktor kedua yang mempengaruhi defisit APBN adalah kebutuhan belanja negara. Setiap tahun, kebutuhan belanja negara cenderung terus meningkat, baik untuk meningkatkan peran Pemerintah dalam menstimulusi pembangunan dan memperbaiki kesejahteraan masyarakat, maupun untuk melaksanakan desentralisasi fiskal. Dalam hal ini, Pemerintah menyusun anggaran belanja negara paling tidak harus memperhitungkan kemampuan sumber-sumber pendapatan negara, serta melihat kebutuhan pemerintah untuk melaksanakan program-program pembangunan. Di saat krisis yang sedang melanda perekonomian dunia saat ini, ekspansi belanja pemerintah sangat dibutuhkan pada saat peran swasta mengalami penurunan untuk menggerakkan roda perekonomian nasional. Selain itu, yang juga selalu menjadi pertimbangan alokasi -L.72 - belanja negara adalah terus memperbaiki dan meningkatkan efisiensi dan efektifitas alokasi anggaran negara. Faktor ketiga yang menentukan besaran defisit anggaran adalah kemampuan APBN untuk membiayainya. Dengan semakin terbatasnya sumber pembiayaan anggaran dari nonutang, seperti penjualan aset, dana SAL, atau privatisasi, maka sumber pembiayaan defisit APBN hingga saat ini masih didominasi dari utang, baik dalam negeri maupun luar negeri. Tentunya kebutuhan defisit anggaran yang harus dibiayai dari utang harus disikapi dengan langkah yang tepat dan berhati-hati. Untuk mengambil langkah kebijakan menambah utang, Pemerintah paling tidak harus mempertimbangkan beberapa hal, yaitu diantaranya: (a) kemampuan negara untuk membayar kembali beban utang tersebut, baik jangka pendek maupun jangka panjang; (b) biaya dan risiko dari tambahan utang tersebut dapat diminimalkan dan tidak menimbulkan ikatan bagi pemerintah; (c) konsisten dengan strategi pemerintah untuk mengendalikan dan menurunkan rasio utang pemerintah pada tingkat yang aman; serta (d) dana utang tersebut dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk pembangunan nasional serta perbaikan kesejahteraan masyarakat. Dengan mempertimbangkan ketiga faktor tersebut, Pemerintah merencanakan defisit RAPBN 2010 sebesar 1,6 persen PDB, yang mengalami penurunan dari target defisit di tahun 2009 sekitar 2,4 persen PDB. Berdasarkan rencana defisit di tahun 2010 tersebut, dapat dilihat bahwa anggaran pendapatan negara diharapkan akan meningkat dari Rp871,0 triliun menjadi Rp911,5 triliun, sementara belanja negara juga meningkat dari Rp1.000,8 triliun menjadi Rp1.009,5 triliun. Di samping itu, pembiayaan anggaran dapat dikendalikan pada tingkat yang sustainable, dari sebesar Rp129,8 triliun pada tahun 2009 menjadi Rp98,0 triliun pada tahun 2010. Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Demokrat bahwa dalam melakukan utang, Pemerintah perlu senantiasa mengutamakan prinsip kehati-hatian, terencana, transparan, dan akuntabel, serta menjaga pada risiko yang terkendali. Prinsip-prinsip tersebut pada dasarnya dapat ditunjukkan dengan perlunya persetujuan Dewan dalam melakukan penambahan utang neto yang dapat dilakukan oleh Pemerintah dalam setiap tahun anggaran, yang dibahas sebagai satu kesatuan dengan pembahasan APBN. Pelaksanaan prinsip-prinsip tersebut juga terwujud dalam hal perlunya pemerintah melaporkan realisasi penambahan utang yang telah dilakukan dalam satu tahun anggaran, baik dalam pembahasan realisasi APBN maupun dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Selain itu, Pemerintah juga melaksanakan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan utang melalui penambahan utang yang terkendali, agar dalam jangka panjang tidak -L.73 - menjadi beban yang tidak mampu dibayar kembali, dan atas kewajiban yang ditimbulkan tersebut dapat dipenuhi secara tepat waktu. Dari sisi pengelolaan utang, Pemerintah senantiasa mempertimbangkan kondisi portofolio dan risiko utang, kondisi infrastruktur dan daya serap pasar SBN, dan perkembangan makro ekonomi, baik domestik maupun global. Hal ini dilakukan agar tujuan pengelolaan SBN untuk membiayai defisit dengan biaya yang minimal pada tingkat risiko yang terkendali dapat tercapai. Untuk memenuhi tujuan tersebut, dalam jangka pendek, Pemerintah menyusun kebijakan pengelolaan utang dengan memprioritaskan penggunaan instrumen SBN rupiah di pasar domestik, mengurangi stok pinjaman luar negeri secara konsisten, melakukan penerbitan SBN di pasar global (international bonds) yang sifatnya komplementer terhadap SBN rupiah, dan penggunaan pinjaman luar negeri yang tidak diikuti dengan agenda politik tertentu dan memiliki terms yang tidak memberatkan. Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan terhadap dampak penguatan kurs Rupiah yang bersifat temporer kepada besarnya bunga utang yang berdenominasi mata uang asing. Perubahan tingkat bunga di pasar keuangan berdampak pada bunga atas outstanding Surat Berharga Negara (SBN) yang memiliki tingkat bunga mengambang, dan bunga atas SBN baru yang akan diterbitkan. Berdasarkan outstanding SBN per-12 Agustus 2009, jumlah SBN dengan tingkat bunga mengambang hanya 14,8 persen dari total outstanding SBN. Hal ini mengindikasikan bahwa risiko perubahan tingkat bunga masih berada pada tingkat yang terkendali. Disamping itu, SBN dengan tingkat bunga mengambang tersebut seluruhnya merupakan SBN domestik seri Variable Rate (VR), karena SBN dengan mata uang valas seluruhnya memiliki tingkat bunga tetap. Tingkat bunga SBN seri VR tersebut mengacu pada tingkat bunga SBI 3 bulan yang besarannya terutama dipengaruhi oleh tingkat inflasi di dalam negeri. Dengan demikian kenaikan tingkat bunga di pasar keuangan hanya mempengaruhi penerbitan SBN baru yang akan diterbitkan. Untuk mengurangi dampak peningkatan bunga di pasar keuangan, Pemerintah senantiasa melakukan pengaturan waktu penerbitan, dengan menerbitkan SBN pada saat kondisi likuiditas pasar keuangan masih cukup tinggi, antara lain dengan mengoptimalkan penerbitan pada awal tahun untuk memanfaatkan January effect. Selain itu, penerbitan SBN juga mempertimbangkan instrumen dan tenor yang sesuai dengan minat investor, namun dengan tetap mempertimbangkan pengendalian risikorisiko yang dihadapi. Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera bahwa dalam melakukan utang, Pemerintah perlu senantiasa mengutamakan prinsip kehati-hatian. Prinsip-prinsip ini dapat -L.74 - ditunjukkan dengan perlunya persetujuan Dewan dalam melakukan penambahan utang neto yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam satu tahun anggaran yang dibahas sebagai satu kesatuan dengan pembahasan APBN. Pelaksanaan prinsip tersebut juga terwujud dalam hal perlunya Pemerintah melaporkan realisasi penambahan utang yang telah dilakukan dalam satu tahun anggaran, baik dalam pembahasan realisasi APBN maupun dalam LKPP. Selain itu, Pemerintah juga menunjukkan dilaksanakannya prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan utang melalui penambahan utang yang terkendali agar dalam jangka panjang tidak menjadi beban, dan atas kewajiban yang ditimbulkan dapat dipenuhi secara tepat waktu. Terhadap saran dan masukan agar penerbitan SBN dilakukan lebih taktis, pemerintah mengambil kebijakan dengan tetap mengutamakan penerbitan di pasar domestik. Secara operasional strategi yang diterapkan adalah melalui: (a) penerapan front loading strategy untuk memastikan kebutuhan pembiayaan dapat dipenuhi, (b) diversifikasi instrumen dengan mempertimbangkan instrumen dan tenor yang sesuai dengan minat investor, namun dengan tetap mempertimbangkan pengendalian risiko-risiko yang dihadapi, (c) pengelolaan risiko utang untuk menurunkan exposure terutama terhadap risiko suku bunga, dan (d) risiko pembiayaan kembali, dan penerapan crisis management protocol dalam rangka menjaga stabilitas pasar. Hal tersebut disusun sebagai respon atas kondisi pasar yang terjadi akhir-akhir ini, sehingga penerbitan SBN dapat memenuhi target pembiayaan, dengan biaya yang relatif murah dan risiko yang terkendali untuk mendukung kesinambungan fiskal. Pemerintah sependapat dengan tanggapan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera bahwa kondisi pasar global yang tengah bergejolak akhirakhir ini, menyebabkan kebijakan penerbitan SBN bisa menjadi suatu kebijakan yang tidak lagi berbiaya murah, bahkan bisa berisiko tinggi. Terkait hal tersebut, pemerintah melakukan pemilihan sumber pembiayaan utang dengan mempertimbangkan kondisi portofolio dan risiko utang, serta melihat ketersediaan sumber utang yang ada. Pemerintah, saat ini mengutamakan sumber pembiayaan utang melalui pasar keuangan, karena dapat mewujudkan kemandirian dalam pembiayaan APBN, mendukung pengembangan pasar modal dengan memperluas basis investor melalui diversifikasi berbagai instrumen investasi bagi masyarakat, dan membantu pengelolaan likuiditas pasar keuangan. Sedangkan pembiayaan utang melalui sumber nonpasar keuangan, Pemerintah akan mengoptimalkan pinjaman melalui sumbersumber multilateral dan bilateral yang memberikan ketentuan dan persyaratan yang favourable. Selain itu, sumber pembiayaan utang melalui pasar keuangan dapat diperoleh dalam jumlah yang jauh lebih -L.75 - besar dibandingkan dengan pinjaman melalui lembaga multilateral dan bilateral. Selanjutnya, meningkatnya biaya penerbitan dapat disebabkan oleh peningkatan persepsi risiko atas sebuah instrumen yang diterbitkan. Untuk menjaga hal tersebut, di tengah kondisi pasar yang belum kondusif akhir-akhir ini, pemerintah dengan dukungan dari development partners memperoleh komitmen pinjaman siaga. Pinjaman siaga ini sifatnya adalah sebagai insurance dalam rangka mempertahankan investor confidence, dan dapat ditarik jika pemerintah menghadapi kesulitan dalam penerbitan surat berharga, khususnya pada periode 2009-2010. Kesulitan tersebut dapat didefinisikan sebagai tidak adanya permintaan atas SBN, atau terjadinya peningkatan biaya penerbitan. Untuk itu, jika penerbitan tidak dapat dilakukan, baik di pasar domestik maupun pasar global akibat meningkatnya biaya penerbitan, pemerintah telah mengantisipasi dengan melakukan penarikan pinjaman siaga, sehingga diharapkan biaya utang dapat diminimalkan. Menangapi pertanyaan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan mengenai pembiayaan utang, dapat disampaikan jawaban sebagai berikut. Pemilihan sumber pembiayaan utang dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi portofolio dan risiko utang Pemerintah dan juga melihat ketersediaan sumber utang yang ada. Pemerintah saat ini mengutamakan pembiayaan utang berasal dari pasar keuangan, karena dapat mewujudkan kemandirian dalam pembiayaan APBN, mendukung pengembangan pasar modal dengan memperluas basis investor melalui diversifikasi berbagai instrumen investasi bagi masyarakat, dan membantu pengelolaan likuiditas pasar keuangan. Sedangkan pembiayaan utang yang berasal dari pinjaman multilateral dan bilateral akan dipilih pinjaman yang memberikan ketentuan dan persyaratan yang favourable, baik dari sisi bunga maupun tenor. Dari sisi ketersediaannya, pembiayaan utang melalui pasar keuangan dapat diperoleh dalam jumlah yang jauh lebih besar dibandingkan dengan pinjaman melalui lembaga multilateral dan bilateral. Terkait dengan persepsi risiko dari investor terhadap utang yang diterbitkan oleh Pemerintah dapat dilihat dari perkembangan credit rating Indonesia. Pasca krisis ekonomi sampai dengan saat ini, credit rating Indonesia meningkat dari rating selective default pada awal tahun 2000 menjadi level BB (Fitch’s dan S&P’s), dan Ba3 (Moody’s) pada saat ini dengan outlook yang stabil. Dalam masa krisis keuangan seperti saat ini, tidak banyak negara yang mampu bertahan pada stable outlook, bahkan terdapat kecenderungan outlook yang negatif atau bahkan terdapat risiko mengalami penurunan (down grade). Selanjutnya, berkenaan dengan indikasi keengganan bank dalam menyalurkan kredit pada sektor riil akibat tingginya tingginya yield SUN -L.76 - dapat disampaikan bahwa berdasarkan data yang ada tidak menunjukkan indikasi tersebut. Hal ini terlihat dari data kepemilikan bank pada SUN relatif tidak berubah walaupun jumlah dana pihak ketiga bank meningkat cukup signifikan. Walaupun demikian, Pemerintah akan berusaha mencari jalan keluar yang terbaik agar sektor riil dapat berkembang bersamaan dengan semakin membaiknya sektor keuangan. Pemerintah sependapat dengan Fraksi Kebangkitan Bangsa untuk terus meningkatkan upaya kemandirian bangsa termasuk didalamnya untuk melakukan pengurangan stok utang, baik untuk utang dalam negeri maupun luar negeri. Salah satu strategi pengelolaan utang yang dilakukan selama ini adalah melakukan pengurangan utang, terutama yang berasal dari pinjaman luar negeri. Strategi tersebut tentunya dilaksanakan dengan mempertimbangkan kebutuhan riil pembiayaan dalam memenuhi kebutuhan APBN. Dalam hal ini, Pemerintah memprioritaskan melalui upaya pengurangan stok pinjaman luar negeri yang secara konsisten dilakukan dengan mempertahankan tambahan pinjaman luar negeri neto tetap negatif. Dalam hal masih diperlukan pembiayaan dari utang, maka sumber dari domestik akan menjadi prioritas dibanding sumber dari luar negeri. Selanjutnya, dalam melakukan utang prinsip kemandirian juga perlu terus dipertahankan. Dalam kaitan tersebut, strategi pemerintah dalam melakukan pengadaan pinjaman luar negeri adalah senantiasa mengutamakan pinjaman yang berasal dari kreditor multilateral dan bilateral yang tidak memiliki/dikaitkan dengan agenda politik tertentu. -L.77 -