Jawaban Pemerintah atas Pemandangan Umum Fraksi

advertisement
JAWABAN PEMERINTAH
ATAS
PEMANDANGAN UMUM
FRAKSI-FRAKSI DPR-RI
ATAS
RUU APBN 2010 BESERTA
NOTA KEUANGANNYA
Rapat Paripurna DPR-RI, 20 Agustus 2009
REPUBLIK INDONESIA
JAWABAN PEMERINTAH
ATAS PEMANDANGAN UMUM FRAKSI-FRAKSI DPR-RI
ATAS RUU APBN 2010 BESERTA NOTA KEUANGANNYA
Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia yang terhormat,
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Salam sejahtera bagi kita semua,
Pertama-tama, marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan
Yang Maha Esa, karena atas segala rahmat dan karunia-Nya, kita masih
diberikan kesempatan untuk dapat melaksanakan tugas dan kewajiban
konstitusional dalam rangka pembahasan Rancangan Undang-Undang
(RUU) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun
Anggaran 2010.
Selanjutnya,
perkenankanlah
kami,
atas
nama
Pemerintah,
menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggitingginya kepada semua fraksi dalam DPR-RI atas pandangan penilaian,
dan dukungannya terhadap RUU tentang APBN Tahun Anggaran 2010
beserta Nota Keuangannya, yang telah disampaikan oleh Presiden
Republik Indonesia pada tanggal 3 Agustus 2009 yang lalu. Semua
pandangan, penilaian, dan dukungan yang telah disampaikan oleh
seluruh fraksi pada Forum Pemandangan Umum terhadap Nota
Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(RAPBN) Tahun Anggaran 2010 pada tanggal 14 Agustus 2009 lalu,
merupakan masukan yang sangat berharga untuk penyempurnaan APBN
Tahun Anggaran 2010.
Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat,
Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran
2010 disusun untuk memenuhi ketentuan pasal 23 ayat (1) Undangundang Dasar 1945 yang telah diubah menjadi pasal 23 ayat (1), (2), dan
(3) UUD 1945 Amendemen Keempat. Sesuai ketentuan yang tertuang
dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
penyusunan RAPBN Tahun Anggaran 2010 dilakukan dengan
berpedoman kepada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2010,
Kerangka Ekonomi Makro, dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal Tahun
1
2010. Selain itu, penyusunan RAPBN Tahun 2010 juga
mengakomodasikan berbagai saran dan pendapat DPR dan pertimbangan
DPD RI yang disepakati dalam Pembicaraan Pendahuluan RAPBN 2010
beberapa waktu yang lalu.
Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat,
Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, RAPBN Tahun 2010
merupakan RAPBN transisi, yang disusun oleh Pemerintahan saat ini,
untuk dilaksanakan oleh Pemerintahan yang baru hasil Pemilu tahun
2009. Karena itu, untuk membangun tradisi ketatanegaraan dan politik
yang baik dan berlandaskan etika yang pantas, maka RAPBN 2010
disusun dengan memberikan ruang yang memadai bagi pemerintahan
baru hasil Pemilu 2009 untuk dapat melaksanakan program dan
kebijakan yang telah dijanjikan mulai pada tahun pertama pemerintahan
tersebut. Meskipun demikian, sebagai tanggung jawab kenegaraan,
RAPBN 2010 juga tetap harus mampu menjaga fungsi-fungsi Pemerintah
agar dapat tetap berjalan secara penuh dan program-program yang
bertujuan untuk menjaga dan memperbaiki kesejahteraan rakyat dapat
dijaga keberlangsungannya.
Penyusunan RAPBN 2010, masih sangat dipengaruhi oleh situasi krisis
ekonomi global, yang dampaknya sangat dirasakan sejak akhir tahun
2008. Dalam rangka mengantisipasi dan meminimalkan dampak krisis
ekonomi global tersebut, Pemerintah telah melakukan berbagai kebijakan
dan program, baik dengan menjaga stabilitas ekonomi dan ketahanan
sektor keuangan, maupun dengan menjaga momentum perbaikan
ekonomi melalui langkah-langkah “countercyclical”. Kita harus mampu
untuk membalikkan siklus ekonomi yang sedang menurun, menuju ke
arah positif. Dengan demikian dampak krisis ekonomi global dapat
dihindari dan bahkan krisis tersebut dapat menjadi kesempatan bagi
Indonesia untuk maju dan berkembang.
Kondisi ekonomi tahun 2010 diperkirakan oleh banyak lembaga
internasional, akan lebih stabil atau bahkan membaik, dimana fase
pemulihan diperkirakan mulai terjadi. Ketidakpastian tahun 2010 adalah
pada seberapa cepat dan kuat pemulihan tersebut. Kondisi itu
menciptakan kesempatan bagi pemerintahan baru dalam memanfaatkan
momentum positif untuk mempercepat kegiatan ekonomi dan upayaupaya memperbaiki kesejahteraan rakyat.
Namun, pembangunan
ekonomi nasional pada tahun 2010 tetap menghadapi berbagai tantangan,
baik yang berasal dari sisi global maupun domestik, yang harus kita jawab
dengan langkah-langkah tepat, terukur, nyata dan komprehensif.
Tantangan-tantangan tersebut, sebagaimana dikemukakan oleh Presiden
pada saat mengantarkan Keterangan Pemerintah tentang RUU APBN
2
Tahun 2010 beserta Nota Keuangannya pada tanggal 3 Agustus 2009
yang lalu meliputi hal-hal sebagai berikut:
Pertama, pemulihan ekonomi dunia tahun 2010 masih rapuh, dan gejolak
pasar uang, pasar modal, dan harga komoditas masih akan menyertainya.
Oleh karena itu, kita tetap perlu memelihara dan memantapkan stabilitas
ekonomi nasional dengan merancang APBN 2010 yang memasukkan
faktor-faktor risiko tersebut dalam strukturnya. Dengan demikian,
tingkat kepercayaan terhadap kebijakan fiskal dan kondisi ekonomi dapat
dijaga dan dipelihara. Stabilitas negara dan perekonomian merupakan
prasyarat bagi pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan
berkualitas.
Kedua, belajar dari krisis ekonomi dunia saat ini dan krisis ekonomi
Indonesia tahun 1997–1998, maka perekonomian Indonesia harus terus
dibangun dengan bertumpu pada sumber-sumber pertumbuhan domestik
dan berbasis kewilayahan. Globalisasi harus dapat dimanfaatkan dan
dikelola sehingga tidak menjadi faktor ancaman dan risiko bagi
kesejahteraan ekonomi Indonesia. Untuk itu, kita perlu memperbaiki
kualitas kebijakan, memperkuat institusi birokrasi dan mampu
mengantisipasi perubahan yang mungkin terjadi dengan fleksibilitas
kebijakan dan instrumen. Perekonomian Indonesia harus tumbuh lebih
tinggi dan tetap berkeadilan dan merata, sehingga kualitas kesejahteraan
benar-benar dapat dimajukan dan diperbaiki.
Ketiga, Indonesia masih perlu menciptakan lapangan kerja yang lebih
banyak, dalam rangka menurunkan tingkat pengangguran dan
kemiskinan dengan meneruskan program-program yang benar-benar
telah dinikmati manfaatnya masyarakat luas (pro rakyat).
Keempat, menciptakan iklim investasi yang lebih baik, dengan
meningkatkan upaya penegakan hukum, harmonisasi undang-undang
kebijakan penanaman modal, mengatasi kemacetan pada masalah
pertanahan dan tata ruang, dan perbaikan birokrasi yang diarahkan
untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik.
Kelima, meningkatkan ketersediaan dan pemerataan infrastruktur yang
memadai dan berkualitas sebagai prasyarat untuk dapat mencapai
kemakmuran yang lebih adil dan menciptakan tingkat pertumbuhan
ekonomi yang lebih tinggi, lebih berkualitas, dan berkelanjutan.
Keenam, meningkatkan partisipasi seluruh komponen masyarakat dalam
proses pembangunan. Peran sektor swasta, perguruan tinggi, dan
lembaga swadaya masyarakat harus terus ditingkatkan. Mobilisasi dana
pembiayaan pembangunan juga harus digiatkan dari unsur masyarakat
luas dan sektor swasta, sehingga ketergantungan terhadap pembiayaan
pembangunan dari luar negeri dapat terus dikurangi.
3
Ketujuh, prioritas untuk menjaga ketahanan pangan dan energi harus
terus dijaga dan ditingkatkan karena masalah pangan dan energi akan
tetap menjadi faktor strategis dalam menjaga stabilitas baik di bidang
ekonomi, politik, maupun sosial.
Kedelapan, revitalisasi industri pengolahan baik di hilir maupun hulu
juga perlu dilakukan untuk membangun kemandirian ekonomi bangsa.
Kesembilan, makin pentingnya masalah lingkungan dan perubahan iklim
global akan menentukan tingkat keberlanjutan kehidupan di bumi ini dan
kemajuan kebudayaan umat manusia. Pembangunan Indonesia harus
memasukkan faktor perubahan iklim global dan lingkungan alam dalam
pilihan strategi dan kebijakannya, sehingga Indonesia menjadi warga
dunia yang berpartisipasi penuh dan bertanggung jawab dalam mengatasi
masalah global tersebut.
Kesepuluh, otonomi daerah dan desentralisasi memberikan kesempatan
dan sekaligus tantangan bagi kita dalam melaksanakan pembangunan
nasional yang berkualitas, merata, dan adil.
Dalam rangka menjawab berbagai tantangan yang akan dihadapi dalam
tahun 2010 dan masa depan Indonesia sebagaimana dikemukakan di atas,
kebijakan fiskal dalam RAPBN Tahun 2010 diarahkan untuk mendukung
upaya “Pemulihan Perekonomian Nasional dan Pemeliharaan
Kesejahteraan Rakyat”, sesuai dengan tema RKP 2010. Berdasarkan
tema RKP tersebut, dalam tahun 2010 ditetapkan lima prioritas
pembangunan nasional sebagai berikut. Pertama, pemeliharaan
kesejahteraan rakyat, utamanya masyarakat miskin, serta penataan
kelembagaan dan pelaksanaan sistem perlindungan sosial. Kedua,
peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Ketiga,
pemantapan reformasi birokrasi dan hukum, serta pemantapan
demokrasi dan keamanan nasional. Keempat, pemulihan ekonomi yang
didukung oleh pembangunan pertanian, infrastruktur, dan energi. Kelima,
peningkatan kualitas pengelolaan sumber daya alam dan kapasitas
penanganan perubahan iklim.
Untuk mendukung tema dan prioritas pembangunan nasional dalam RKP
2010 di atas, RAPBN 2010 sebagai perangkat utama kebijakan fiskal
diarahkan pada upaya untuk mendukung usaha memulihkan kegiatan
perekonomian, menciptakan dan memperluas lapangan kerja,
meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, serta mengurangi
kemiskinan. RAPBN 2010 juga disusun untuk dapat menjawab tantangan
dan memberi solusi nyata bagi persoalan yang sangat penting dan
mendesak secara nasional, baik di bidang keamanan, politik, hukum, dan
sosial, karena kesejahteraan dan kemakmuran bukan hanya ditentukan
oleh faktor ekonomi saja.
4
Arah kebijakan fiskal yang sesuai dengan tema dan prioritas RKP 2010
tersebut tercermin dalam postur RAPBN Tahun 2010 sebagai berikut.
Pendapatan negara dan hibah direncanakan mencapai Rp911,5 triliun,
atau meningkat Rp40,5 triliun (4,6 persen) dari perkiraan realisasi dalam
APBN-P Tahun 2009. Sementara itu, belanja negara direncanakan
mencapai Rp1.009,5 triliun, atau naik Rp8,6 triliun (0,9 persen) dari
perkiraan realisasi dalam APBN-P Tahun 2009. Dengan demikian, defisit
anggaran dalam tahun 2009, diperkirakan mencapai Rp98,0 triliun (1,6
persen dari PDB).
RAPBN Tahun 2010 merupakan instrumen sangat penting, dan memiliki
peranan yang strategis dalam mempengaruhi kondisi nasional, baik di
bidang ekonomi, sosial, politik, hukum, maupun keamanan. APBN adalah
instrumen penting bagi upaya mencapai sasaran-sasaran pokok
pembangunan sebagaimana yang ditetapkan dalam RKP Tahun 2010.
Peranan strategis RAPBN Tahun 2010 dalam mempengaruhi kehidupan
nasional, diwujudkan dalam bentuk kebijakan alokasi anggaran yang
tepat. RAPBN juga dapat berfungsi untuk menjaga keseimbangan
distribusi pendapatan, dan menjaga stabilisasi ekonomi makro. Peran
RAPBN 2010 sangat penting dalam mendukung pemulihan ekonomi
nasional akibat dampak krisis ekonomi global, baik dalam bentuk
kebijakan belanja negara, kebijakan penerimaan negara, maupun
kebijakan pembiayaan.
RAPBN Tahun 2010 diperkirakan akan memberikan pengaruh langsung
pada pertumbuhan ekonomi melalui dua jalur, yaitu Pertama, berasal
dari peran RAPBN Tahun 2010 terhadap sektor riil (permintaan agregat).
Hal ini terwujud dalam bentuk kegiatan konsumsi Pemerintah yang
mencapai Rp518,4 triliun (8,6 persen PDB), dan pembentukan modal
tetap domestik bruto (PMTDB) yang mencerminkan kegiatan investasi
Pemerintah yang mencapai Rp144,5 triliun (2,4 persen PDB). Tingkat
konsumsi dan investasi Pemerintah tersebut, diharapkan akan dapat
mendorong
percepatan
pertumbuhan
ekonomi,
pengurangan
pengangguran dan kemiskinan. Kedua, RAPBN Tahun 2010 diperkirakan
memberikan dampak ekspansif terhadap neraca moneter sebesar Rp91,9
triliun (1,5 persen PDB). Hal ini selaras dengan upaya Pemerintah untuk
memberikan stimulus fiskal secara terukur dalam rangka percepatan
pertumbuhan ekonomi melalui belanja Pemerintah, tetapi tidak
menyebabkan tekanan pada keseimbangan moneter yang akan memicu
inflasi secara berlebihan.
Peran lainnya dari RAPBN Tahun 2010 yang tidak kalah penting adalah
sebagai media yang sangat strategis bagi proses politik anggaran, yang
dimulai dari perencanaan, implementasi, hingga pertanggungjawaban
anggaran. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari peningkatan
transparansi, demokratisasi, dan keterlibatan seluruh elemen masyarakat
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena itu, kunci
5
keberhasilan kebijakan fiskal dalam RAPBN 2010 akan sangat tergantung
pada pemahaman bersama akan pentingnya perencanaan yang baik,
pelaksanaan yang efektif, serta pertanggungjawaban yang akuntabel, dari
seluruh aparat yang terkait. Faktor keberhasilan yang juga tidak kalah
pentingnya adalah respon positif dari masyarakat dalam bentuk
dukungan dan pengawasan bagi pelaksanaan kebijakan Pemerintah dan
pemanfaatan yang rasional dan efisien terhadap output dan outcome dari
kebijakan yang ditempuh.
Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat,
Kini perkenankanlah kami memberikan tanggapan dan jawaban terhadap
berbagai hal yang telah disampaikan oleh para juru bicara masing-masing
fraksi dalam Dewan Perwakilan Rakyat, yaitu anggota yang terhormat
Sdr. Drs. Kahar Muzakir mewakili Fraksi Partai Golongan
Karya; Sdr. Jacobus K. Mayong Padang mewakili Fraksi Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan; Sdr. Drs. H. Zainut Tauhid
Sa’adi mewakili Fraksi Partai Persatuan Pembangunan; Sdr.
Mirwan Amir mewakili Fraksi Partai Demokrat; Sdr. H. Nurhadi
Musawir, S.H., M.M., M.B.A. mewakili Fraksi Partai Amanat
Nasional; Sdr. H. Ahmad Mubasyir Mahfud, S.H. mewakili
Fraksi Kebangkitan Bangsa; Sdr. Rama Pratama, S.E., Ak.
mewakili Fraksi Partai Keadilan Sejahtera; Sdr. Muhammad
Tonas, S.E. mewakili Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi; Sdr.
Drs. Zulhendri Chaniago mewakili Fraksi Partai Bintang
Reformasi; dan Sdr. Walman Siahaan, S.E., S.H., M.M., M.B.A.
mewakili Fraksi Partai Damai Sejahtera.
Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat,
Menanggapi usulan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi
Bintang Pelopor Demokrasi, Fraksi Partai Bintang Reformasi,
Fraksi Partai Golongan Karya, dan Fraksi Partai Amanat
Nasional yang menginginkan target pertumbuhan ekonomi yang lebih
tinggi pada tahun 2010 dapat kami sampaikan penjelasan sebagai berikut.
Masih terdapat unsur ketidakpastian yang cukup tinggi pada tahun 2010
mengingat sektor keuangan global masih berada dalam tahap awal
pemulihan. Pertumbuhan ekonomi dunia diproyeksikan sebesar 2,5
persen, sedangkan pertumbuhan volume perdagangan dunia hanya
sebesar 1 persen. Pada tahun 2010, perekonomian Amerika Serikat
diperkirakan hanya akan tumbuh 3,8 persen, bahkan negara-negara
Eropa masih akan mengalami pertumbuhan negatif 0,3 persen. Pada fase
awal pemulihan tersebut, perekonomian global akan mengalami tekanan,
mengingat akan terjadi persaingan yang cukup sengit dalam
6
memperebutkan likuiditas yang masih terbatas. Program stimulus fiskal
yang dicanangkan di berbagai negara untuk mendongkrak perekonomian
domestik akan dibiayai melalui utang yang berasal dari penerbitan
obligasi. Akan dilakukan pembelian kembali aset di negara-negara maju
yang nilainya jatuh pada saat krisis, sehingga terjadi arus dana keluar dari
negara-negara berkembang. Berbagai indikator tersebut menunjukkan
bahwa perekonomian kita masih akan menghadapi ketidakpastian dari
eksternal (ekspor dan impor) dan pendanaan investasi. Sumber-sumber
pembiayaan eksternal akan sangat ketat sehingga pembiayaan defisit
harus mengandalkan sumber-sumber domestik.
Pertumbuhan ekonomi tahun 2010 diproyeksikan sebesar 5 persen yang
bersumber dari konsumsi masyarakat sebesar 5,1 persen, konsumsi
pemerintah sebesar 6 persen, investasi 8,5 persen, dan ekspor-impor
masing-masing sebesar 4,1 persen dan 6,9 persen. Target pertumbuhan
ekonomi tersebut pada dasarnya adalah pertumbuhan yang memadai dan
cukup realistis. Meskipun demikian, perkiraan dari lembaga-lembaga
ekonomi Internasional (Consensus Mean) untuk proyeksi pertumbuhan
ekonomi Indonesia tahun 2010 hanya berkisar 4,7 persen. Pemerintah
akan terus berusaha melakukan berbagai langkah-langkah yang
diperlukan untuk meningkatkan target pertumbuhan ekonomi. Beberapa
langkah untuk mendorong faktor pendukung perumbuhan ekonomi
antara lain sebagai berikut: untuk mendorong pertumbuhan konsumsi
masyarakat dan Pemerintah, maka langkah-langkah untuk meningkatkan
daya beli masyarakat dilakukan antara lain melalui pengendalian laju
inflasi dan mendorong realisasi penyerapan anggaran. Untuk
meningkatkan target pertumbuhan investasi akan diperbaiki iklim
investasi, langkah-langkah pemulihan ekspansi kredit perbankan, dan
mempercepat pembangunan infrastruktur. Program stimulus fiskal akan
tetap dilanjutkan pada tahun depan untuk menjaga momentum
pemulihan perusahaan. Melalui berbagai kebijakan tersebut diharapkan
pertumbuhan ekonomi dalam tahun 2010 dapat mencapai 5 persen atau
lebih tinggi lagi.
Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat,
Menjawab pertanyaan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan dan Fraksi Partai Damai Sejahtera mengenai asumsi
inflasi tahun 2010 sebesar 5,0 persen, dapat dijelaskan sebagai berikut.
Inflasi merupakan kenaikan harga barang dan jasa secara umum, yang
dapat dipicu baik dari sisi permintaan, maupun sisi produksi (supply),
baik yang berasal dari sumber dalam negeri, maupun luar negeri.
Pemerintah dan Bank Indonesia tetap harus mewaspadai tekanan inflasi
tahun 2010 yang berasal dari beberapa faktor sebagai berikut:
7
(1) kemungkinan kenaikan harga minyak dunia dan beberapa komoditas
utama lainnya yang berjalan seiring dengan pemulihan ekonomi dunia,
dan akan meningkatkan juga harga komoditas di dalam negeri;
(2) kenaikan defisit di negara-negara maju akan menyebabkan
meningkatnya ekspektasi inflasi dunia. Hal ini akan menyebabkan suku
bunga dunia juga meningkat yang dapat berpotensi menyebabkan
volatilitas nilai tukar antarnegara, termasuk rupiah. Situasi ini akan
menjadi pemicu inflasi dari impor barang dan jasa; (3) kemungkinan
terjadinya El-Nino yang akan berdampak pada produksi dan harga
pangan domestik; (4) penyesuaian beberapa harga administered
strategies sesuai perubahan kebijakan subsidi yang akan dibahas dalam
kerangka kebijakan APBN 2010; (5) perkiraan kenaikan permintaan
domestik dalam bentuk kenaikan konsumsi masyarakat seiring dengan
kenaikan gaji pokok PNS dan TNI-POLRI, serta pensiunan, dan pulihnya
investasi serta ekspor. Sementara itu, kapasitas produksi nasional tidak
selalu mengikuti cepatnya kenaikan permintaan, sehingga menimbulkan
gap output dan tekanan inflasi; dan (6) faktor bencana alam dan
gangguan distribusi arus barang dapat menambah risiko tekanan inflasi.
Secara khusus, tingginya realisasi laju inflasi dibandingkan dengan
prediksi yang telah ditetapkan dalam RAPBN 2010 tentunya akan
mempengaruhi postur APBN, baik dari sisi penerimaan maupun dari sisi
belanja negara, namun secara neto berpengaruh meningkatkan defisit
APBN. Inflasi tinggi akan mempengaruhi daya beli masyarakat, sehingga
pada gilirannya kesejahteraan masyarakat akan menurun. Apabila inflasi
melebihi asumsi yang telah ditetapkan, berbagai langkah koreksi maupun
intervensi akan dilakukan oleh Pemerintah dalam mengendalikan laju
inflasi, antara lain dengan melakukan stabilitas harga barang melalui
operasi pasar, dan menjaga kecukupan pasokan barang/pangan termasuk
dengan membuka keran impor barang kebutuhan pokok masyarakat bila
diperlukan. Perbaikan infrastruktur dan pembukaan akses transportasi
diharapkan juga akan mengurangi dampak gangguan distribusi barang di
seluruh Indonesia. Pengendalian harga barang dan jasa yang bersifat
strategis diharapkan juga menjamin kestabilan harga. Sementara itu, dari
sisi produksi, peningkatan investasi pada tahun 2010 diharapkan dapat
mendorong kenaikan kapasitas produksi.
Dari sisi kebijakan moneter, jumlah uang beredar dikelola oleh Bank
Indonesia dengan mempertimbangkan faktor ekspektasi inflasi dan
kebutuhan untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi secara
seimbang. Selain itu, dengan laju inflasi yang rendah dapat mendorong
Bank Sentral untuk menurunkan suku bunga acuannya (BI rate) secara
bertahap, sehingga mendorong turunnya suku bunga pinjaman. Dengan
diturunkannya suku bunga pinjaman diharapkan dapat mendorong
gairah berusaha masyarakat agar dapat lebih produktif. Jika
produktivitas meningkat, maka pertumbuhan ekonomi juga ikut
8
meningkat. Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas, sasaran
inflasi sebesar 5,0 persen tahun 2010 diperkirakan masih cukup realistis
dan dapat diupayakan untuk dicapai.
Untuk menjaga tingkat inflasi agar tetap cukup rendah, Pemerintah
melalui instansi terkait bersama Bank Indonesia terus berupaya untuk
meningkatkan koordinasi kebijakan dan langkah-langkah pengendalian.
Koordinasi ini dilakukan secara periodik, baik di tingkat pusat maupun di
tingkat daerah. Berbagai kebijakan fiskal, moneter, dan sektor riil akan
ditempuh dalam rangka menjaga stabilitas harga, memperlancar
distribusi kebutuhan pokok, dan menjaga kecukupan pasokan bahan
pokok.
Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat,
Menanggapi pertanyaan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Fraksi
Kebangkitan Bangsa dan Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi
mengenai langkah-langkah kebijakan perpajakan untuk optimalisasi
penerimaan perpajakan dapat dijelaskan sebagai berikut. Sebagaimana
diketahui, penerimaan perpajakan dalam RAPBN Tahun 2010
ditargetkan mencapai Rp729,2 triliun, naik 11,8 persen dari APBN-P
Tahun 2009 sebesar Rp652,0 triliun. Jika tanpa memperhitungkan PPh
migas, penerimaan perpajakan nonmigas dalam RAPBN Tahun 2010 naik
sebesar 14,3 persen. Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dari pertumbuhan
alamiah perekonomian Indonesia tahun 2010 yang diperkirakan sebesar
10 persen (pertumbuhan ekonomi 5 persen dan inflasi 5 persen).
Tingginya pertumbuhan perpajakan nonmigas dalam tahun 2010 tersebut
antara lain didukung oleh adanya extra effort yang dilakukan oleh
Pemerintah. Upaya tersebut berupa administrative measures yang
diperhitungkan sebesar 10 persen dari basis penerimaan, yang berarti
akan memberikan tambahan penerimaan perpajakan sebesar Rp58,8
triliun.
Dalam upaya mencapai target penerimaan perpajakan tahun 2010,
Pemerintah akan melanjutkan reformasi di bidang perpajakan, yang
mencakup program ekstensifikasi perpajakan, program intensifikasi
perpajakan, dan program kegiatan pasca sunset policy. Program
kebijakan ekstensifikasi dalam tahun 2010 dilaksanakan melalui dua
kegiatan utama, yaitu pengenaan pajak atas surplus Bank Indonesia, dan
penambahan subjek pajak orang pribadi. Pengenaan pajak atas surplus
Bank Indonesia didasarkan pada Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008
tentang Perubahan Keempat Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan. Sementara itu, penambahan wajib pajak akan
terus dilakukan melalui tiga pendekatan utama. Pertama, pendekatan
berbasis pemberi kerja dan bendahara Pemerintah dengan sasaran
9
karyawan, yang meliputi pemegang saham atau pemilik perusahaan,
komisaris, direksi, staf, pekerja, Pegawai Negeri Sipil, dan Pejabat Negara.
Kedua, pendekatan berbasis properti dengan sasaran orang pribadi yang
melakukan kegiatan usaha dan/atau memiliki tempat usaha di pusat
perdagangan dan/atau pertokoan, dan perumahan. Ketiga, pendekatan
berbasis profesi dengan sasaran dokter, artis, pengacara, notaris, akuntan,
dan profesi lainnya.
Program intensifikasi atau penggalian potensi perpajakan dari wajib
pajak yang telah terdaftar, dilaksanakan di antaranya melalui
(1) kegiatan mapping dan benchmarking; (2) pemantapan profil seluruh
wajib pajak Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya; (3) pemantapan profil
seluruh wajib pajak KPP Large Tax Office (LTO) dan Khusus;
(4) pemantapan profil 500 wajib pajak KPP Pratama; (5) pembuatan
profil high rise building; (6) pengawasan intensif dari PPh Pasal 25
Retailer; dan (7) pengawasan intensif wajib pajak besar untuk orang
pribadi. Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan suatu metode penggalian
potensi dan pengawasan penerimaan pajak yang terstruktur, sistematis,
terukur, dan saling terkait yang telah dikembangkan sejak tahun 2007.
Sedangkan kegiatan pasca program sunset policy akan dititikberatkan
pada 2 kegiatan utama, yaitu law enforcement dan pembinaan kepada
wajib pajak. Kegiatan law enforcement dilakukan melalui penagihan,
pemeriksaan, dan penyidikan. Kegiatan pembinaan dititikberatkan pada
pembangunan komunikasi kepada setiap wajib pajak yang dilaksanakan
melalui pendidikan perpajakan (tax education), menjaga hubungan
dengan wajib pajak (maintenance), dan pelayanan yang lebih baik kepada
masyarakat.
Di samping ketiga program tersebut, Pemerintah akan terus berupaya
untuk menyelesaikan pembahasan amendemen Undang-undang PPN dan
PPnBM dengan DPR-RI. Tujuan amendemen undang-undang tersebut
antara
lain
untuk
(1)
memberikan
kepastian
hukum;
(2) menyederhanakan
dan
terus
memperbaiki
sistem
PPN;
(3) mengefisiensikan biaya administrasi; (4) meningkatkan kepatuhan
wajib pajak; dan (5) mengamankan penerimaan pajak.
Di bidang kepabeanan, optimalisasi penerimaan dilakukan antara lain
melalui peningkatan manajemen tagihan/piutang yang ditujukan untuk
mengukur tingkat kolektibilitas tagihan/piutang. Upaya tersebut
dilakukan melalui penerbitan surat paksa, surat sita dan pelaksanaan
pelelangan. Selanjutnya, untuk meningkatkan pelayanan kepabeanan
kepada masyarakat, Pemerintah akan terus melanjutkan program
reformasi melalui pembentukan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea
dan Cukai (KPPBC) Madya Pabean, dan pengembangan National Single
Windows (NSW). Di samping kedua program tersebut, Pemerintah juga
akan melakukan program intensifikasi melalui peningkatan akurasi
10
penelitian nilai pabean dan klasifikasi, peningkatan efektivitas
pemeriksaan fisik barang, dan optimalisasi sarana operasi, seperti kapal
patroli dan mesin sinar X dan sinar gamma.
Di bidang cukai, optimalisasi penerimaan dilakukan antara lain melalui
(1) peningkatan tarif cukai hasil tembakau berkisar 5-10 persen;
(2) perubahan ketentuan mengenai perizinan; (3) penyederhaan golongan
pengusaha dan tarif cukai; serta (4) peningkatan tarif cukai minuman
mengandung ethyl alcohol (MMEA). Untuk menjamin kepastian
penerimaan cukai, Pemerintah akan melakukan peningkatan pengawasan
antara lain melalui (1) peningkatan operasi pasar; (2) pemeriksaan lokasi
pabrik; (3) peningkatan security features pita cukai; dan (4) peningkatan
pengawasan peredaran MMEA impor. Sedangkan untuk meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat, Pemerintah akan melanjutkan program
reformasi dengan menerapkan KPPBC Madya Cukai, otomatisasi
pelayanan dan pembayaran di bidang cukai, serta pembentukan unit
layanan infomasi dan kepatuhan internal.
Selanjutnya, untuk menjamin penegakan hukum (law enforcement) di
bidang kepabeanan dan cukai, Pemerintah akan meningkatkan
pengawasan dan audit. Peningkatan pengawasan dilakukan antara lain
dengan (1) mengembangkan manajemen risiko kepabeanan dan cukai;
(2) membangun sistem dokumentasi pelanggaran kepabeanan dan cukai;
(3) melakukan pemberantasan penyelundupan fisik dan pelanggaran
administrasi; (4) melaksanakan pemberantasan penggunaan pita cukai
palsu; dan (5) melaksanakan pemberantasan penyalahgunaan fasilitas
kepabeanan dan cukai. Sedangkan peningkatan audit dilakukan antara
lain melalui (1) pembuatan dokumentasi sistem informasi perencanaan
audit; (2) penyusunan database profil dan objek audit; (3) monitoring
pelaksanaan audit; serta (4) penyempurnaan aplikasi audit.
Sementara itu, sejak pertengahan tahun 2009 Pemerintah berketetapan
untuk terus melanjutkan reformasi perpajakan melalui reformasi
perpajakan jilid II. Fokus utama program reformasi perpajakan jilid II
adalah peningkatan manajemen sumber daya manusia, serta peningkatan
teknologi informasi dan komunikasi. Program reformasi perpajakan jilid
II ini dikemas dalam bentuk Project for Indonesian Tax Administration
Reform (PINTAR), yang bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan
sukarela wajib pajak, dan melaksanakan good governance melalui
peningkatan transparansi dan akuntabilitas Direktorat Jenderal Pajak.
Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat,
Pemerintah sependapat dengan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Fraksi
Partai Demokrat, dan Fraksi Partai Amanat Nasional, mengenai
11
perlunya anggaran pada kementerian negara/lembaga (K/L) dialokasikan
secara tepat, terarah, terukur, efisien, dan efektif serta agar dalam
pelaksanaannya dapat diserap secara tepat waktu dan tidak terlambat.
Prinsip tersebut merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dan telah dijabarkan dalam
sistem dan mekanisme penganggaran yang selama ini telah dilaksanakan
bersama oleh Pemerintah dan DPR. Pemerintah secara terus menerus
berupaya meningkatkan efektivitas dan efisiensi belanja negara, antara
lain dengan secara bertahap menerapkan sistem penganggaran berbasis
kinerja, kerangka pengeluaran jangka menengah (KPJM), dan
penganggaran terpadu (unified budget). Dalam jajaran Pemerintah,
pengalokasian anggaran dilakukan dengan melibatkan seluruh
kementerian negara/lembaga sejak tahap perencanaan, dan secara
berjenjang sejak tingkat unit teknis di daerah dan pusat hingga ke tingkat
kabinet, meskipun belum berarti bahwa sistem dan mekanisme
penganggaran di internal Pemerintah telah mampu meniadakan
inefisiensi dan ketidakefektifan.
Sejalan dengan prinsip perencanaan dan penganggaran berbasis kinerja
dalam periode 2006 – 2009, melalui penyusunan Rencana Kerja
Pemerintah (RKP), telah digambarkan kebijakan yang akan ditempuh
Pemerintah setiap tahunnya. Kebijakan tersebut mencakup prioritas
berikut kegiatan-kegiatan yang sedapat mungkin terukur (ada outputnya), dan dengan biaya yang dibutuhkan untuk melaksanakannya.
Dengan demikian, alokasi anggaran pada K/L tidak bersifat naik sama
rata, tetapi berdasarkan kontribusinya pada pencapaian prioritasprioritas pembangunan tersebut.
Langkah untuk melaksanakan perencanaan dan penganggaran berbasis
kinerja tersebut ditempuh sebagai pelaksanaan UU 17/2003 tentang
Keuangan Negara, dan UU 25/2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional. Reformasi semacam ini, di berbagai negara yang
sudah melaksanakannya, membutuhkan waktu sekitar 15 – 20 tahun.
Kita berharap dapat melakukannya lebih cepat dari itu. Pemerintah
melalui Menteri Keuangan dan Menneg PPN/Kepala Bappenas, telah
menerbitkan Surat Edaran Bersama (SEB) tentang Pedoman Reformasi
Perencanaan dan Penganggaran yang memuat langkah-langkah bertahap
dan terukur untuk meningkatkan kualitas belanja negara, mulai dari
tahun ini hingga tahun 2011. Pedoman tersebut memuat langkahlangkah untuk : (a) merestrukturisasi program dan kegiatan agar dapat
lebih mencerminkan kinerja dan akuntabilitas masing-masing institusi;
(b)
langkah-langkah
penerapan
anggaran
berbasis
kinerja;
(c) langkah-langkah penerapan anggaran berjangka menengah;
(d) format baru Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian
Negara/Lembaga (RKA-KL) yang lebih berorientasi kepada kebijakan
12
strategis; dan (e) kaidah pelaksanaan yang memuat tahapan reformasi
tersebut.
Dasar-dasar untuk memperbaiki kualitas belanja telah diletakkan, tinggal
sekarang kita menggunakannya secara konsisten dan berkesinambungan
agar upaya meningkatkan efektivitas dan efisiensi anggaran dapat secara
bertahap terus mengalami kemajuan.
Terkait dengan hal tersebut, Pemerintah sangat mengharapkan dukungan
Dewan yang terhormat untuk secara konsisten dan berkelanjutan,
melakukan pengawasan terhadap usulan rencana kegiatan, dan alokasi
anggaran dari kementerian negara/lembaga mitra kerja masing-masing
Komisi. Selain itu, dengan penerapan sistem penganggaran tersebut,
efektivitas, efisiensi, transparasi, dan akuntabilitas penggunaan anggaran
diharapkan dapat semakin ditingkatkan.
Selanjutnya, mengenai daya serap anggaran, dapat kiranya kami
sampaikan tentang 2 (dua) fenomena penting, yaitu (a) pencairan
anggaran yang menumpuk di akhir tahun anggaran, dan (b) pencairan
anggaran yang lebih rendah dari yang telah dialokasikan. Sebab dan
akibat dari masing-masing fenomena tersebut dapat serupa, tetapi dapat
pula berbeda. Pencairan anggaran yang menumpuk di akhir tahun tentu
akan menyulitkan pengelolaan kas negara, dan pengestimasian besaran
dari defisit pembiayaan. Sementara itu, mengenai pencairan anggaran
yang lebih rendah dari yang telah dialokasikan, sepanjang sasaran dari
program/kegiatan tersebut telah dapat dicapai sesuai dengan yang
ditetapkan sebelumnya, maka hal tersebut dapat mengindikasikan adanya
efisiensi biaya dari program/kegiatan yang telah dilaksanakan. Namun,
kedua fenomena tersebut dapat pula mengindikasikan adanya
(a) kelambatan dalam pelaksanaan program/kegiatan yang telah
direncanakan,
dan
(b)
tidak
tercapainya
seluruh
sasaran
program/kegiatan yang telah ditetapkan.
Untuk mengatasi masalah tersebut, Pemerintah antara lain telah
mengupayakan langkah-langkah sebagai berikut. Pertama, efisiensi
proses penyusunan perencanaan dan penganggaran antara lain dengan
penerapan sistem penganggaran berbasis kinerja, serta peningkatan
kualitas sumberdaya manusia yang terlibat dalam proses perencanaan,
pelaksanaan kegiatan/pengadaan, dan pelaporan. Kedua, mengefisienkan
tahapan dalam proses pengadaan barang dan jasa yang dilakukan dengan
pelelangan, dan mendorong pengguna anggaran untuk sejak hari-hari
pertama dari tahun anggaran memenuhi persyaratan yang ditentukan
dalam pencairan anggaran, seperti penunjukan pejabat kuasa pengguna
anggaran, pembuat komitmen, dan bendahara penerimaan/pengeluaran.
Ketiga, pelaksanaan percepatan pencairan anggaran dengan
meningkatkan kualitas pelayanan perbendaharaan.
13
Mengenai reward dan punishment, sebagai langkah antisipasi ke depan
untuk meningkatkan penyerapan anggaran, dapat dijelaskan bahwa
dalam rangka meningkatkan good governance dalam pengelolaan
keuangan negara, Pemerintah akan menerapkan reward and punishment
system kepada K/L dan pemda. Reward and punishment system tersebut
didasarkan antara lain pada:
1. Kinerja pelayanan publik;
2. Pengelolaan keuangan dan penyerapan anggaran dikaitkan dengan
target;
3. Ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan;
4. Akuntabilitas dan hasil audit BPK atas laporan keuangan.
Pemerintah menerapkan sistem pemberian imbalan dan/atau
penghargaan atas pencapaian prestasi kerja K/L berdasarkan tingkat
akuntabilitas dan efisiensi anggaran yang dicapai. Pemerintah
mengenakan sanksi administratif dan/atau menindaklanjuti laporan BPK
mengenai dugaan perbuatan pidana atas ketidakpatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan.
Pada tingkat daerah, penerapan sistem reward dan punishment secara
bertahap telah dirintis khususnya pada tahap penyaluran transfer ke
daerah, yaitu:
1) Reward bagi penyaluran DAK Tahap I bagi daerah yang telah
menyampaikan Perda APBN.
2) Reward berupa Piagam Penghargaan dan Plakat bagi daerah yang
menyelesaikan Perda APBD dalam 3 tahun berturut-turut (2006, 2007,
dan 2008) tidak terlambat yang telah diberikan kepada 2 provinsi dan
12 kabupaten Kota di Denpasar Bali pada tanggal 4 Mei 2009.
3) Punishment berupa tidak disalurkannya DAK Tahap I sebelum Perda
APBD diselesaikan.
4) Punishment berupa penundaan 25 persen DAU mulai bulan Mei
kepada daerah yang sampai dengan akhir April belum menyelesaikan
perda APBD dan dilanjutkan bulan berikutnya sampai perda APBD
diselesaikan.
Pemerintah sedang mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi dan
mekanisme reward and punishment system, baik untuk K/L di
lingkungan Pemerintah Pusat maupun pemda agar dapat berjalan efektif
namun tidak mengurangi kualitas layanan publik dan tetap mendorong
perbaikan layanan. Mekanisme reward and punishment ini direncanakan
akan disusun dalam Perpres dan berlaku mulai Tahun Anggaran 2010,
terutama terkait dengan pelaksanaan anggaran stimulus fiskal.
14
Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat,
Menanggapi dukungan Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Bintang
Pelopor Demokrasi terhadap kebijakan Pemerintah tentang stimulus
fiskal, sebagai sebuah kebijakan countercyclical, Pemerintah
menyampaikan terima kasih dan penghargaan atas dukungan tersebut.
Sehubungan dengan itu, dapat kiranya kami sampaikan bahwa stimulus
fiskal sebagai kebijakan countercyclical dilakukan dalam
rangka
mempertahankan
dan
meningkatkan
daya
beli
masyarakat,
meningkatkan daya tahan perusahaan atau sektor usaha dalam
menghadapi krisis global, menciptakan kesempatan kerja, dan menyerap
dampak PHK melalui pembangunan infrastruktur. Selain itu, program
stimulus fiskal juga dimaksudkan untuk mempersiapkan fondasi yang
lebih kuat dalam rangka mempercepat laju pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan, serta meletakkan dasar-dasar yang lebih kuat dan
memperkokoh sendi-sendi perekonomian nasional. Oleh karena itu,
Pemerintah merasa perlu untuk menetapkan kriteria, agar programprogram stimulus tersebut dapat sesuai dengan tujuan program.
Berkaitan dengan upaya mendorong sektor riil, kriteria yang ditetapkan
antara lain adalah bahwa program harus dapat menciptakan lapangan
kerja, mengingat banyaknya perusahaan yang saat ini merestrukturisasi
usahanya. Dalam kondisi seperti ini, perusahaan melakukan pemutusan
hubungan kerja (PHK) sebagai jalan terakhir apabila kondisi perusahaan
sudah tidak dapat diselamatkan. Untuk itu, program stimulus fiskal
difokuskan pada program-program pembangunan infrastruktur padat
karya yang pelaksanaannya dilengkapi dengan sistem jaringan
infrastruktur agar lebih efisien.
Program-program yang dilakukan oleh Pemerintah dalam rangka
stimulus fiskal tersebut antara lain adalah: (1) program pembangunan
transportasi laut; (2) program pengembangan dan pengelolaan jaringan
irigasi, rawa dan jaringan pengairan lainnya; (3) program
peningkatan/pembangunan jalan dan jembatan; (4) program
pengendalian banjir dan pengaman pantai; dan (5) program
pengembangan kinerja pengelolaan air minum dan air limbah; dan
(6) program peningkatan kualitas dan produktivitas tenaga kerja.
Program-program stimulus tersebut harus segera dapat dilaksanakan
agar hasilnya dapat segera dinikmati masyarakat luas, khususnya agar
dapat memberikan lapangan pekerjaan bagi para penganggur maupun
korban PHK. Pemerintah akan terus berupaya semaksimal mungkin agar
program stimulus fiskal tersebut dapat terealisasi seluruhnya di tahun
2009. Untuk itu, dalam rangka mendorong kementerian negara/lembaga
untuk segera merealisasikan anggaran stimulus fiskal tersebut,
Pemerintah akan memberikan sanksi berupa pengurangan alokasi
anggaran dalam penetapan alokasi anggaran untuk tahun anggaran
15
berikutnya bagi kementerian negara/lembaga, termasuk provinsi dan
kabupaten/kota yang tidak sepenuhnya mampu melaksanakan belanja
stimulus fiskal tahun 2009 sebagaimana telah ditetapkan.
Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat,
Menanggapi pertanyaan Fraksi Partai Amanat Nasional dan Fraksi
Bintang Pelopor Demokrasi mengenai persentase Dana Alokasi
Umum (DAU), dapat dijelaskan sebagai berikut. Sesuai UU Nomor 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintahan Daerah, pasal 27 ayat (1), disebutkan bahwa jumlah
keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26 persen dari
Pendapatan Dalam Negeri (PDN) Neto yang ditetapkan dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Atas dasar itu, Pemerintah
mengusulkan jumlah DAU murni nasional dalam Rancangan APBN
(RAPBN) 2010 sebesar Rp186,95 triliun atau setara dengan 26 persen
dari PDN Neto. Selain dari DAU murni tersebut, dalam RAPBN Tahun
Anggaran 2010, juga dialokasikan DAU Tambahan untuk tunjangan
profesi guru sebesar Rp8,85 triliun, yang besarannya ditetapkan tidak
berdasarkan PDN Neto, namun berdasarkan jumlah realisasi guru yang
telah disertifikasi sampai dengan tahun 2008. Dapat ditambahkan pula
bahwa pada RAPBN Tahun 2010 masih dianggarkan tambahan tunjangan
kependidikan bagi guru sebesar Rp7,94 triliun (untuk meningkatkan
penghasilan guru minimal menjadi Rp2 juta per bulan) yang merupakan
bagian dari Dana Penyesuaian. Dengan demikian, besaran 26 persen
sebagaimana dalam RAPBN 2010, sepenuhnya untuk pengalokasian DAU
dengan menggunakan formula (DAU murni), tidak termasuk DAU
tambahan untuk guru.
Pemerintah memahami usulan untuk meningkatkan persentase DAU
Nasional menjadi 27 persen seperti disampaikan Fraksi Partai
Amanat Nasional (PAN) dan Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi.
Namun, perlu kiranya disampaikan bahwa peningkatan 1 persen dari
PDN Neto akan berdampak pada peningkatan tidak hanya pada DAU,
melainkan juga pada Dana Otonomi Khusus (setara dengan 2 persen
plafon DAU Nasional), dan perhitungan 20 persen anggaran pendidikan
terhadap Belanja APBN, yang pada akhirnya akan berdampak pada
peningkatan defisit.
Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat,
Mengenai masukan Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi, Fraksi
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Damai
Sejahtera, dan Fraksi Partai Amanat Nasional agar defisit
anggaran tahun 2010 dapat dikurangi dari 1,6 persen PDB hingga ke nol
16
persen dapat disampaikan tanggapan sebagai berikut. Pemerintah pada
dasarnya selalu menjaga agar APBN dapat selalu diupayakan untuk
semakin mandiri dan sehat serta berkelanjutan. Untuk itu, berbagai
upaya untuk meningkatkan penerimaan negara, baik dalam bentuk pajak
dan bukan pajak, akan terus dilakukan dengan langkah-langkah
reformasi yang konsisten dan efektif. Sementara itu, sisi belanja akan
terus dijaga agar tepat arah, efisien, dan sesuai prioritas nasional.
Kebijakan fiskal melalui APBN harus selalu disesuaikan dengan kondisi
dan tantangan perekonomian. Peran APBN dibutuhkan dalam
menstabilkan perekonomian nasional dan memacu pertumbuhan
ekonomi di saat peran swasta mengalami tekanan. APBN juga penting
untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat. Pada tahun 2009, peningkatan
defisit dari sebesar 1,0 persen terhadap PDB dalam APBN 2009 menjadi
2,4 persen terhadap PDB dalam APBN-P 2009 merupakan konsekuensi
dari melemahnya ekonomi yang menurunkan penerimaan pajak,
menurunnya harga minyak yang mengurangi PNBP, dan naiknya belanja
Pemerintah untuk mengantisipasi dampak krisis global pada
perekonomian nasional. Peningkatan defisit tahun 2009 tersebut akibat
perubahan perkiraan asumsi ekonomi makro dan naiknya belanja untuk
kebutuhan stimulus fiskal di tahun 2009 guna mempertahankan daya beli
masyarakat, menjaga daya tahan dan daya saing usaha menghadapi krisis
ekonomi global, serta menangani dampak PHK dan mengurangi
pengangguran.
Dalam tahun 2010, perekonomian dunia dan nasional diperkirakan
belum sepenuhnya pulih. Dalam mengantisipasi hal tersebut, Pemerintah
menyusun rencana defisit RAPBN 2010 sebesar 1,6 persen terhadap PDB
yang cukup memadai dengan mempertimbangkan kebutuhan pemulihan
ekonomi. Di satu sisi, pendapatan negara pada tahun 2010 diperkirakan
sudah dapat meningkat lebih besar dari kondisi di tahun 2009 yang
mengalami perlambatan. Di sisi lain, peningkatan belanja negara juga
tetap dibutuhkan untuk menjaga kesinambungan dukungan fiskal pada
perbaikan perekonomian nasional serta perlindungan kesejahteraan
masyarakat.
Ke depan, besarnya defisit APBN akan terus disesuaikan dengan kondisi
ekonomi dan kebutuhan nasional dengan tetap menjaga kesinambungan
APBN serta penurunan rasio utang Pemerintah terhadap PDB. Upaya
tersebut diharapkan akan didukung dengan peningkatan penerimaan
perpajakan, kepabeanan, serta penggalian potensi perpajakan lainnya. Di
bidang belanja negara, peningkatan alokasi anggaran akan terus
diupayakan, terutama untuk pembangunan infrastruktur serta
peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pemerataan pembangunan.
17
Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat,
Menanggapi pertanyaan Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi
Partai Persatuan Pembangunan, Fraksi Partai Damai Sejahtera,
dan Fraksi Partai Demokrat mengenai utang, dapat kiranya dipahami
bahwa pengelolaan utang merupakan bagian dari kebijakan APBN
keseluruhan dan bahkan merupakan hasil dari kesepakatan politis antara
Pemerintah dan DPR dalam menetapkan kebijakan fiskal. APBN adalah
alat negara untuk menciptakan kemakmuran rakyat dalam bentuk
penciptaan kesempatan kerja, dan mengurangi kemiskinan dan
membangun kemakmuran bersama. Utang adalah konsekuensi dari
postur APBN yang mengalami defisit, dimana penerimaan negara lebih
kecil daripada belanja negara. Selain untuk menutup defisit, utang baru
juga digunakan untuk debt refinancing atau membayar utang lama yang
terakumulasi utang dari masa lalu yang jatuh tempo. Namun, utang baru
yang diterbitkan mempunyai terms & conditions utang baru yang selalu
diupayakan lebih baik dibanding utang lama dari sisi biaya maupun
risikonya. Pemerintah akan terus menjaga sumber pembiayaan defisit
yang memiliki risiko dan biaya terkecil dan tidak memiliki ikatan politis
apapun.
Prinsip-prinsip good governance dalam pengelolaan utang diatur secara
tegas dan jelas dalam Undang-Undang No 24 Tahun 2002 tentang Surat
Utang Negara, Undang-Undang No 19 Tahun 2008 tentang Surat
Berharga Syariah Negara, dan Peraturan Pemerintah No 2 Tahun 2006
tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri
serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri. Ketentuan dalam
perundang-undangan
tersebut
antara
lain
mengatur
bahwa
(a) pengadaan atau penerbitan utang harus melalui mekanisme APBN
dan mendapatkan persetujuan DPR, (b) pengelolaan utang dilakukan
secara terkoordinasi antara Pemerintah (dalam hal ini Departemen
Keuangan, Bappenas, dan Bank Indonesia), dan (c) pertanggungjawaban
pengelolaan utang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
pertanggungjawaban APBN.
Strategi utang yang memprioritaskan pemanfaatan potensi sumber
pendanaan domestik, serta pengurangan pinjaman luar negeri secara
bertahap, telah memberikan kontribusi terhadap upaya untuk
mempertahankan kesinambungan fiskal dan penurunan risiko APBN
keseluruhan. Hal tersebut tercermin antara lain dari penurunan beberapa
rasio utang terutama sejak tahun 2004, misalnya, rasio biaya utang
terhadap PDB, rasio biaya utang terhadap pendapatan maupun terhadap
belanja, dan rasio pembayaran utang luar negeri terhadap ekspor.
18
Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat,
Demikianlah jawaban Pemerintah terhadap Pemandangan Umum Dewan
Perwakilan Rakyat berkenaan dengan Nota Keuangan dan RUU tentang
APBN Tahun Anggaran 2010. Tanggapan atas Pemandangan Umum DPR
lebih lanjut akan kami sampaikan secara tertulis, sebagai bagian yang
tidak terpisah dari jawaban yang telah kami sampaikan ini.
Akhirnya atas nama Pemerintah, kami menyambut baik ajakan Dewan
yang terhormat untuk bersama-sama membahas RAPBN Tahun
Anggaran 2010 secara lebih mendalam dan cermat pada tahap
selanjutnya, atas dasar prinsip kemitraan dan tanggung jawab bersama
dalam mengemban amanat rakyat, sehingga kewajiban mulia yang
terbentang di pundak Pemerintah dan Dewan dapat diselesaikan secara
tepat waktu sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.
Sekian dan terima kasih.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Jakarta, 20 Agustus 2009
A.N. PEMERINTAH
MENTERI KEUANGAN
SRI MULYANI INDRAWATI
19
LAMPIRAN
A. PERKEMBANGAN
EKONOMI
KEBIJAKAN FISKAL
DAN
POKOK-POKOK
Menanggapi pernyataan dari Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi
Kebangkitan Bangsa mengenai langkah-langkah antisipatif yang telah
ditempuh oleh Pemerintah dalam rangka meminimalkan dampak krisis
global terhadap perekonomian nasional, kiranya dapat dijelaskan bahwa
kami sependapat dengan Dewan yang terhormat bahwa untuk mengatasi
krisis global perlu dilakukan program-program yang cepat, tepat dan
terarah. Untuk mengurangi dampak krisis global terhadap perekonomian
nasional yang terjadi sejak akhir 2008 dan diperkirakan akan berlanjut
pada tahun 2009, salah satu prakarsa yang dilakukan Pemerintah antara
lain dengan mengeluarkan Surat Peraturan Bersama empat Menteri
tentang Pemeliharaan Momentum Pertumbuhan Ekonomi Nasional
dalam Mengantisipasi Perkembangan Ekonomi Global. Peraturan
bersama ini dimaksudkan untuk menjaga agar tidak terjadi PHK masal.
Dikeluarkannya surat peraturan bersama tersebut juga mendorong
dilakukannya
perundingan
bipartit
untuk
berbagai
masalah
ketenagakerjaan. Untuk itu, para pekerja telah diberikan kesadaran
bahwa peraturan bersama tersebut tidak untuk melemahkan posisi
pekerja dan tidak bertujuan untuk membatasi kenaikan upah minimum.
Selain melalui surat peraturan bersama empat menteri, upaya untuk
menghindari terjadinya PHK juga dilakukan melalui kebijakan pemberian
insentif pajak bagi perusahaan. Di samping itu, perusahaan-perusahaan
diminta untuk mengambil langkah-langkah seperti pengaturan kembali
jam kerja (defensive restructuring) dan juga berinisiatif untuk dapat
melakukan pelatihan kepada para pekerjanya sehingga bila keadaan
membaik, pekerja telah siap bekerja dengan produktivitas yang lebih
tinggi. SKB empat Menteri tersebut hanya bersifat sementara, dan akan
dicabut kembali apabila krisis berakhir.
Sejalan dengan itu, dalam beberapa tahun terakhir, strategi kebijakan
fiskal lebih diarahkan untuk memberi stimulus dengan tetap
memperhatikan langkah-langkah konsolidasi fiskal guna mewujudkan
APBN yang sehat dan berkesinambungan (sustainability) terutama untuk
mempertahankan kesinambungan fiskal dalam menghadapi krisis global.
Kesinambungan fiskal dilakukan dengan menjaga keseimbangan fiskal
serta menurunkan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)
secara berkelanjutan. Stimulus fiskal diwujudkan antara lain dalam
bentuk: (1) pemberian insentif pajak; (2) optimalisasi belanja negara
terutama untuk mendukung pembangunan infrastruktur; (3) alokasi
belanja negara untuk meningkatkan daya beli masyarakat miskin; dan
(4) pemberian dukungan Pemerintah kepada swasta dalam pembangunan
infrastruktur (public private partnership-PPPs).
-L.1 -
Pemerintah juga telah mengambil langkah kebijakan untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi (pro growth), mengurangi
pengangguran (pro job), dan menurunkan angka kemiskinan (pro poor),
yang selanjutnya disebut sebagai tiga pilar pembangunan sejak tahun
2005. Hal tersebut secara konsisten menjadi acuan Pemerintah dalam
melaksanakan seluruh kebijakan fiskal agar mampu memacu
pertumbuhan sektor riil sekaligus menjaga kesinambungan fiskal dan
stabilitas ekonomi makro yang berkualitas dan berkelanjutan. Stabilitas
ekonomi makro diupayakan diantaranya melalui pengendalian tingkat
inflasi, stabilitas nilai tukar rupiah, penurunan suku bunga, serta
pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Terkait dengan krisis ekonomi global, konsensus hingga saat ini
menyatakan bahwa pemulihan ekonomi global diperkirakan akan terjadi
pada tahun 2010. Pemulihan tersebut antara lain dipengaruhi oleh
menurunnya tekanan inflasi dan dampak kebijakan stimulus di berbagai
negara, serta mulai membaiknya kondisi likuiditas global. Dengan adanya
optimisme bahwa krisis global akan segera berakhir, pemulihan ekonomi
diperkirakan akan terjadi lebih cepat dari sebelumnya. Karena kondisi
ekonomi global/dunia sudah mulai kondusif, dan adanya kekuatan
domestic demand Indonesia, termasuk stabilitas harga domestik dan
membaiknya nilai tukar rupiah, ekonomi Indonesia pada tahun 2009
diperkirakan akan mampu tumbuh mencapai 4,3 persen. Dengan tetap
menerapkan prinsip kehati-hatian, ekonomi Indonesia pada tahun 2010
diharapkan tumbuh 5,0 persen. Untuk mencapai pemulihan ekonomi
nasional, Pemerintah terus berupaya meningkatkan pertumbuhan dan
menjaga stabilitas ekonomi. Peningkatan pertumbuhan ekonomi pada
tahun 2010 diupayakan melalui peningkatan investasi dan ekspor,
menjaga konsumsi masyarakat, serta meningkatkan efisiensi pengeluaran
Pemerintah. Selain itu, peran UMKM dan produktivitas tenaga kerja terus
ditingkatkan untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
Sementara itu untuk mencapai stabilitas ekonomi dilakukan dengan
menjaga stabilitas harga, mengamankan pasokan bahan pokok,
meningkatkan ketahanan sektor keuangan, investasi dan industri
manufaktur, serta pemberdayaan UMKM dan koperasi. Peningkatan
investasi dilakukan dengan cara menciptakan investasi yang berkualitas
(peningkatan penyerapan tenaga kerja, nilai tambah domestik dan
berupaya untuk menyebarluaskan investasi nasional ke seluruh wilayah
Indonesia. Dengan pertumbuhan investasi yang berkualitas, diharapkan
1,0 persen pertumbuhan ekonomi dapat menciptakan lapangan kerja
baru sejumlah 300 ribu orang. Pemerintah dan Bank Indonesia telah
melakukan berbagai upaya untuk memperbaiki iklim investasi. Dengan
berbagai upaya yang telah dilakukan tersebut, daya saing Indonesia
menurut World Competitiveness Yearbook 2009 yang diterbitkan oleh
IMD menunjukkan perbaikan pada tahun 2009, dari peringkat 51
-L.2 -
menjadi peringkat 42. Namun, upaya untuk mendorong investasi lebih
lanjut melalui perbaikan iklim investasi perlu terus ditingkatkan.
Langkah-langkah nyata yang dilakukan oleh Pemerintah untuk
mendorong tercapainya akselerasi pertumbuhan ekonomi yang bertumpu
pada investasi adalah diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 21
Tahun 2009 tentang Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2010 Prioritas Keempat Pembangunan yaitu Pemulihan Ekonomi yang
Didukung oleh Pembangunan Pertanian, Infrastruktur dan Energi.
Selain perbaikan iklim investasi, penajaman fokus penanaman modal
juga perlu dilakukan agar penanaman modal dapat terarah ke sektor dan
daerah yang tepat, sehingga tujuan penciptaan lapangan kerja dan target
investasi bisa dicapai. Dalam Rencana Umum Penanaman Modal
(RUPM) yang tengah disiapkan oleh Pemerintah, akan diprioritaskan tiga
tema yang akan terus dikembangkan, yakni pangan, energi dan
infrastruktur. Pangan ditetapkan karena bidang ini sangat strategis dan
menguasai hajat hidup rakyat banyak. Di Indonesia, bidang bisnis pangan
menguasai sekitar 30 persen dari PDB Nasional. Jumlah tenaga kerja
yang terserap di bidang ini juga sangat banyak. Di sektor pertanian saja,
bidang usaha pertanian menyerap 41 persen lapangan kerja dari seluruh
lapangan kerja nasional. Sementara itu, di sektor industri manufaktur,
subsektor makanan-minuman menyerap lebih dari 20 persen lapangan
kerja sektor industri manufaktur. Sektor energi ditetapkan sebagai fokus
kedua karena dalam bidang ini, Indonesia memiliki potensi yang sangat
besar untuk tidak lagi tergantung pada sumber energi jenis fossil fuels
(minyak dan batubara). Selain itu, dengan kekayaan sumber energi
terbarukan yang kita miliki, ke depan, Indonesia memiliki peluang besar
sebagai pusat kekuatan industri manufaktur.
Terkait dengan perlindungan terhadap rakyat miskin, sebagaimana
tertuang dalam UUD 1945, dan UU No.11/2009 tentang Kesejahteraan
Sosial, dalam melaksanakan tanggung jawab fungsional pembangunan
kesejahteraan sosial selalu memprioritaskan kepada penyandang masalah
kesejahteraan social, yaitu kelompok masyarakat rentan dan miskin,
termasuk perluasan akses jangkauan pelayanan bagi masyarakat di
wilayah-wilayah perbatasan bahkan pulau-pulau terluar. Melalui program
bantuan dan jaminan social, Pemerintah telah melaksanakan berbagai
kegiatan dari tataran preventif hingga penanganannya dalam rangka
mencegah timbul dan meluasnya permasalahan sosial bagi korban
maupun perlindungan sosial bagi masyarakat miskin, seperti:
(a) bantuan korban bencana alam berupa bantuan tanggap darurat,
bahan bangunan rumah (BBR), evakuasi kit, dan rehabilitasi; (b) bantuan
sosial bagi korban bencana sosial dalam bentuk keserasian sosial bagi
korban konflik, BBR bagi korban kebakaran, dan pemulangan orang
terlantar; (c) bantuan sosial bagi korban tindak kekerasan dan pekerja
-L.3 -
migran dalam bentuk pemulangan korban trafficking dan pekerja migran
bermasalah sosial, perlindungan sosial dan rehabilitasi bagi korban
tindak kekerasan dan pekerja migran terlantar dan/atau mengalami
trauma psikososial melalui RPTC; (d) jaminan kesejahteraan sosial
melalui kegiatan asuransi kesejahteraan sosial yang baru diprioritaskan
kepada pekerja sektor informal dan program keluarga harapan dengan
sasaran rumah tangga sangat miskin (RTSM) sejak tahun 2007 sampai
2009; dan (e) bantuan usaha kesejahteraan sosial dalam rangka
perluasan akses jangkauan pelayanan sosial bagi PMKS.
Untuk meningkatkan ketersediaan infrastruktur, Pemerintah melakukan
beberapa hal sebagai berikut:
• Percepatan pembangunan infrastruktur perdesaan, terutama jalan,
irigasi, pasar dan prasarana publik lainnya. Hal ini akan mendorong
laju ekonomi perdesaan umumnya, dan pertumbuhan sektor pertanian
pada khususnya, di samping memperbaiki kualitas hidup masyarakat
perdesaan yang umumnya masih tergolong miskin.
• Meningkatkan akses petani terhadap sarana produksi pertanian
terutama terhadap pupuk dan benih unggul. Ke depan petani sudah
harus lebih banyak akses terhadap pupuk organik, dimana
kebutuhannya dapat dipenuhi dari integrasi ternak dalam sistem
usaha tani, dan juga dapat menghasilkan “biogas”, yang dapat menjadi
salah satu sumber energi terbarukan di perdesaan.
• Meningkatkan akses petani terhadap sumber permodalan. Saat ini
sudah ada skim kredit KKPE dan KUR, tetapi aksesibilitas petani
terhadap kredit tersebut masih perlu ditingkatkan lagi terutama bagi
petani kecil yang tidak mempunyai agunan.
• Mempercepat pencapaian swasembada jagung, kedelai, gula dan
daging sapi, serta mempertahankan swasembada beras secara
berkelanjutan, guna mencapai tingkat kemandirian pangan.
Menjawab pertanyaan dari Fraksi Partai Golongan Karya mengenai
belum dapat optimalnya perwujudan keberpihakan terhadap kepentingan
rakyat melalui APBN kiranya dapat dijelaskan bahwa Pemerintah
sependapat dengan pernyataan Anggota Dewan yang terhormat mengenai
pembangunan yang harus mengutamakan kualitas dan kebijakan pro
poor serta keberpihakan Pemerintah kepada rakyat miskin agar rakyat
miskin dapat memiliki akses dan kesempatan yang sama untuk
berpartisipasi dalam pembangunan dan mengentaskan diri dari
kemiskinan. Seperti diketahui, sejak tahun 2005, Pemerintah mengambil
langkah kebijakan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi (pro
growth), mengurangi pengangguran (pro job), dan menurunkan angka
kemiskinan (pro poor), yang selanjutnya disebut sebagai tiga pilar
pembangunan. Hal tersebut secara konsisten menjadi acuan Pemerintah
-L.4 -
dalam melaksanakan seluruh kebijakan fiskal agar mampu memacu
pertumbuhan sektor riil sekaligus menjaga kesinambungan fiskal dan
stabilitas ekonomi makro yang berkualitas dan berkelanjutan. Meskipun
demikian, disadari bahwa dalam rangka memperjuangkan hal tersebut
masih banyak tantangan yang dihadapi dan masalah-masalah kemiskinan
yang perlu diselesaikan. Tingkat kemiskinan memang terus menurun,
tetapi kesenjangan tingkat kemiskinan antar provinsi masih terjadi.
Demikian pula, masih terdapat kesenjangan akses antara kelompok
miskin dan kelompok tidak miskin terhadap layanan dasar. Meskipun
demikian, kebijakan penanggulangan kemiskinan tidak dapat dilepaskan
dari program pembangunan lainnya, terutama pembangunan ekonomi
dan daerah.
Dengan kondisi kemiskinan dan tantangan di atas, kebijakan penurunan
kemiskinan ke depan, secara konsisten masih akan terus melanjutkan
kebijakan keberpihakan penanggulangan kemiskinan melalui tiga kluster
yaitu Kluster I.
Perlindungan dan Bantuan Sosial; Kluster II.
Pemberdayaan Masyarakat yaitu melalui PNPM Mandiri; dan Kluster III.
Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil. Melalui program-program ini,
keterlibatan dan kemerataan pembangunan yang mencerminkan
“inclusiveness” dapat dilakukan. artinya, melalui kebijakan yang bersifat
umum (broad-based policy), masih dimungkinkan adanya kelompok
masyarakat yang tidak mendapatkan akses dan tidak mampu mengakses,
terutama untuk kebutuhan dasar. Untuk itu, diadakan program dan
mekanisme khusus seperti Raskin, beasiswa untuk siswa miskin,
Jamkesmas (jaminan kesehatan untuk keluarga miskin dan anggota
keluarganya), serta KB untuk keluarga miskin. Penajaman sasaran
program didukung dengan pengembangan identifikasi rumah tangga
sasaran yang terdiri dari atas rumah tangga sangat miskin, miskin dan
hampir miskin.
Mengingat keberdayaan perlu terus dipupuk dan dilaksanakan secara
konsisten, Pemerintah masih konsisten melaksanakan PNPM Mandiri
yang hingga saat ini telah mencakup 6.408 kecamatan di seluruh
Indonesia, sehingga pembangunan oleh rakyat dan untuk rakyat dapat
diwujudkan.
Upaya lain adalah dengan melakukan peningkatan kapasitas pemda
(Bappeda dan SKPD) untuk:
a. Menyusun rencana dan anggaran pembangunan yang pro rakyat
miskin. Dengan mengarahkan program dan anggaran sesuai dengan
peta kemiskinan di masing-masing kabupaten.
b. Meningkatkan kemampuan pemda untuk mengkoordinasikan
program penanggulangan kemiskinan dengan memanfaatkan seluruh
APBN yang disalurkan melalui program di berbagai sektor dengan
-L.5 -
APBD serta kemampuan masyarakat. Sejalan dengan itu, fungsi dan
peran Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan di tingkat Pusat
maupun di tingkat provinsi dan kabupaten/kota akan terus
ditingkatkan.
Sejalan dengan itu, Pemerintah juga secara terus menerus berupaya
meningkatkan efektivitas dan efisiensi belanja negara. Dalam tiga tahun
terakhir (periode 2006–2009), melalui penyusunan Rencana Kerja
Pemerintah (RKP), telah digambarkan kebijakan yang akan ditempuh
pemerintah setiap tahunnya. Kebijakan tersebut mencakup prioritas serta
kegiatan-kegiatan yang terukur, dan dengan biaya yang dibutuhkan untuk
melaksanakannya. Dengan demikian alokasi pada K/L tidak bersifat naik
sama rata, tetapi berdasarkan kontribusinya pada pencapaian prioritasprioritas pembangunan tersebut, sesuai prinsip perencanaan dan
penganggaran berbasis kinerja. Langkah untuk melaksanakan
perencanaan dan penganggaran berbasis kinerja tersebut ditempuh
sebagai pelaksanaan UU 17/2003 tentang Keuangan Negara dan UU
25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Reformasi
semacam ini, di berbagai negara yang sudah melaksanakannya,
membutuhkan waktu sekitar 15–20 tahun. Kita berharap dapat
melakukan lebih cepat dari itu. Pemerintah melalui Menteri Keuangan
dan Menneg PPN/Kepala Bappenas, telah menerbitkan Surat Edaran
Bersama (SEB) tentang Pedoman Reformasi Perencanaan dan
Penganggaran yang memuat langkah-langkah bertahap dan terukur
untuk meningkatkan kualitas belanja negara, mulai dari tahun
ini hingga tahun 2011. Pedoman tersebut memuat langkah untuk:
(a) merestrukturisasi program dan kegiatan agar dapat lebih
mencerminkan kinerja dan akuntabilitas masing-masing institusi,
(b) langkah-langkah penerapan anggaran berbasis kinerja, (c) langkahlangkah penerapan anggaran berjangka menengah, (d) format baru
Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL) yang
lebih berorientasi kepada kebijakan strategis, dan (e) kaidah pelaksanaan
yang memuat tahapan reformasi tersebut. Dasar-dasar untuk
memperbaiki kualitas belanja telah diletakkan, tinggal sekarang
bagaimana Pemerintah menggunakannya secara konsisten dan
berkesinambungan agar upaya meningkatkan efektivitas dan efisiensi
anggaran dapat secara bertahap terus mengalami kemajuan.
Menjawab pertanyaan Fraksi Partai Demokrat mengenai asumsi suku
bunga SBI 3 bulan rata-rata untuk tahun 2010 yang ditetapkan sebesar
6,5 persen, dapat dijelaskan sebagai berikut. Suku bunga SBI 3 bulan
rata-rata 6,5 persen masih merupakan angka yang realistis.
Terkendalinya laju inflasi dan prospek nilai tukar yang lebih stabil ke
depan, akan memberikan ruang bagi Bank Indonesia untuk tetap
mempertahankan suku bunga pada level yang rendah, sehingga SBI 3
-L.6 -
bulan rata-rata diperkirakan masih dapat dijangkau sampai batas
maksimal 7,0 persen.
Pencapaian asumsi suku bunga SBI 3 bulan tersebut memang sangat
bergantung pada kondisi pasar di tahun 2010. Kondisi tersebut
ditentukan oleh proses lelang serta dipengaruhi pula oleh kondisi
permintaan dan penawaran likuiditas di pasar uang. Saat ini, selisih
antara suku bunga BI rate dan SBI 3 bulan berada sekitar 50 bps.
Selanjutnya, sejalan dengan membaiknya kondisi likuiditas global dan
domestik, selisih suku bunga tersebut diharapkan terus turun sekitar 25
bps.
Menjawab pertanyaan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi
Bintang Pelopor Demokrasi, Fraksi Partai Golongan Karya,
Fraksi Partai Demokrat, dan Fraksi Kebangkitan Bangsa tentang
asumsi harga dan lifting minyak Indonesia dapat disampaikan penjelasan
sebagai berikut. Sebagaimana diketahui, harga minyak dunia cenderung
berfluktuasi tinggi pada rentang US$45-125/barel. Kondisi yang sangat
labil tersebut menyulitkan perencanaan anggaran, terutama jika harga
minyak dunia tiba-tiba turun. Hal ini karena pada saat harga minyak
turun, pendapatan negara juga akan turun. Dengan asumsi belanja negara
tetap, pendapatan negara akan menyebabkan kenaikan defisit anggaran.
Sebaliknya jika harga minyak mengalami kenaikan, kelebihan dari
pendapatan negara tersebut bisa menjadi windfall profit untuk menutupi
deficit, meskipun beban subsidi diperkirakan juga akan lebih besar. Oleh
karena itu, Pemerintah perlu berhati-hati dalam menentukan asumsi
harga minyak di APBN karena akan berpengaruh terhadap belanja
Pemerintah, terutama subsidi energi seperti subsidi BBM dan listrik.
Dalam pembahasan dengan anggota Dewan Yang Terhormat, Pemerintah
akan menyiapkan dampak positif dan negatif kenaikan harga minyak
terhadap APBN. Asumsi harga minyak yang digunakan hendaknya sesuai
dengan tren perkembangan harga minyak internasional, tetapi cukup
akomodatif terhadap perencanaan alokasi anggaran. Progres pemulihan
ekonomi global akan sangat mempengaruhi harga minyak, sehingga
Pemerintah akan terus memantau perkembangan pasokan dan
permintaan.
Harga minyak dalam tahun 2010 diasumsikan sebesar US$60 per barel,
dengan pertimbangan antara lain sebagai berikut:
a. Harga minyak internasional dalam tahun 2009 sampai dengan tanggal
14 Agustus 2009 rata-rata mencapai sebesar US$55,29 per barel.
b. Secara bulanan harga minyak internasional dalam tahun 2009
cenderung mengalami kenaikan. Jika pada akhir tahun 2008 harga
minyak rata-rata mencapai US$41,4 per barel, maka pada akhir Juli
2009 harag minyak telah mencapai US$64,1 per barel. Namun secara
-L.7 -
keseluruhan harga rata-rata minyak tahun 2009 hingga semester I
hanya sebesar US$51,4 per barel karena menurunnya permintaan
global akibat resesi perekonomian yang terjadi pada tahun 2009.
c. Pada tahun 2010, dengan perkiraan perekonomian dunia yang makin
baik, maka permintaan minyak dunia, baik untuk konsumsi ataupun
untuk keperluan industri diperkirakan ikut naik. Dengan
meningkatnya permintaan minyak tersebut, diperkirakan harga
minyak tahun 2010 juga meningkat.
Dengan melihat pada berbagai perkiraan internasional maka perkiraan
harga minyak dalam tahun 2010 sebesar US$60 per barel masih
dipandang memadai dan realistis. Namun, terbuka untuk membahas
secara lebih mendalam mengenai harga minyak tersebut untuk
menghasilkan angka yang terbaik dan realistis bagi perkembangan
perekonomian nasional dan keberlangsungan APBN.
Mengenai lifting minyak, dapat disampaikan bahwa dengan kondisi
sumur minyak nasional yang rata-rata sudah mulai tua dan sulitnya
penemuan cadangan minyak atau sumur minyak yang baru, peningkatan
produksi minyak dalam jangka pendek sangat sulit dilakukan. Dengan
berbagai upaya yang telah dilakukan oleh KPS seperti peningkatan
efisiensi biaya produksi dalam pengelolaan kegiatan sumber-sumber
minyak yang ada dengan cara menahan tingkat penyusutan (declining
rate) produksi minyak ke tingkat yang lebih rendah, maka penurunan
produksi minyak yang lebih cepat lagi dapat ditekan. Selain itu, upaya
penemuan sumber-sumber minyak baru terus menerus dilakukan dan
dilanjutkan, meskipun hasilnya belum dapat dirasakan dalam jangka
pendek. Namun, dalam jangka panjang produksi minyak diharapkan
dapat kembali meningkat secara berarti. Beberapa penemuan sumber
minyak baru yang diharapkan dapat berproduksi dalam tahun 2009
dalam kenyataannya tertunda hingga tahun 2010 dan 2011. Dengan
pergeseran rencana produksi minyak tersebut ke tahun berikutnya, maka
akan sulit mengharapkan lifting pada tahun 2010 lebih tinggi dari 965
ribu barel per hari.
Dengan target lifting minyak 965 ribu bph tersebut, ada beberapa alasan
mengapa Pemerintah harus berhati-hati dalam menentukan target lifting
minyak. Pertama, kepastian tingkat produksi Blok Cepu. Kalau Blok Cepu
akan mulai berproduksi akhir tahun 2009 ini, produksi maksimalnya
mencapai 15-20 ribu bph. Kedua, Pemerintah harus mempertimbangkan
penurunan alamiah dari lapangan-lapangan tua sekitar 5 persen. Ketiga,
sampai saat ini tidak ada lapangan baru yang bisa untuk menambah
produksi secara signifikan selain Blok Cepu. Walaupun demikian,
Pemerintah bekerjasama dengan Kontraktor Kontrak Kerjasama Migas
(KKKS) akan terus berupaya dan bekerja keras untuk terus meningkatkan
produksi minyak.
-L.8 -
Menjawab pertanyaan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera tentang
target pertumbuhan, penyerapan tenaga kerja dan penanggulangan
kemiskinan yang meleset dari janji kampanye 2004 dapat dijelaskan
sebagai berikut. Pemerintah telah mengupayakan program-program yang
dapat menciptakan lapangan kerja melalui Program Perluasan dan
Pengembangan Kesempatan Kerja dalam mendukung usaha kecil dan
menengah (UMKM). Selain itu, Pemerintah juga menjalankan berbagai
program yang dimaksudkan untuk menciptakan lapangan kerja, seperti
Pengembangan Kewirausahaan, Pengembangan Agribisnis Pertanian,
Pengembangan Budaya Usaha Masyarakat Miskin, Pengembangan Sistem
Pendukung Usaha, dan Peningkatan Investasi dengan memfasilitasi
usaha kecil dan menengah (UMKM) memperoleh akses kepada
perbankan, seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang diperluas kepada
bank-bank lain.
Selain itu, program PNPM juga terus diperluas, sehingga dapat membuka
peluang pekerjaan, termasuk untuk mengurangi pengangguran dan
meningkatkan taraf kesejahteraan penduduk di perdesaan. Demikian
pula, telah dilakukan program-program pembangunan infrastruktur dari
skala kecil, menengah, dan besar, yang telah menyerap lapangan kerja.
Melalui program-program tersebut, diharapkan akan dapat mengurangi
jumlah penganggur maupun setengah penganggur, serta meningkatkan
pendapatan masyarakat miskin.
Selanjutnya, pemerintah juga menyadari bahwa penyelesaian masalah
pengangguran tidak terlepas dari perbaikan ekonomi secara keseluruhan.
Menurunnya pertumbuhan ekspor yang cukup tajam pada tahun 2009
mengakibatkan industri dalam negeri mengurangi produksinya, yang
pada akhirnya berdampak pada pengurangan tenaga kerja dan
pemutusan hubungan kerja. Yang berakibat akan menambah tingkat
pengangguran dan kemiskinan. Untuk menghambat meningkatnya
tingkat pengangguran dan kemiskinan tersebut, Pemerintah melakukan
kebijakan-kebijakan melalui berbagai program bantuan sosial antara lain
Bantuan Langsung Tunai (BLT), Raskin, Jamkesmas, PNPM, dan
memperluas akses pembiayaan usaha mikro, kecil dan menengah
(UMKM dan koperasi) melalui KUR. Dengan berbagai kebijakan tersebut,
tingkat pengangguran dapat dijaga pada level 8 persen pada tahun 2010.
Angka kemisikinan juga diproyeksikan akan terus menurun menjadi 1213,5 persen pada tahun 2010.
Terkait dengan pemandangan umum dari Fraksi Partai Persatuan
Pembangunan yang mengatakan pertumbuhan ekonomi pada tahun
2010 sebesar 5 persen adalah pertumbuhan yang semu karena laju inflasi
sebesar 5 persen dapat kami jelaskan sebagai berikut. Perhitungan
pertumbuhan ekonomi didasarkan atas perubahan yang terjadi pada
Produk Domestik Bruto (PDB). PDB terbagi atas 2 jenis, yaitu PDB
-L.9 -
Nominal dan PDB Riil. PDB Nominal adalah perhitungan keluaran
(output) suatu negara yang dihitung berdasarkan harga yang belaku,
sedangkan PDB riil adalah perhitungan keluaran suatu negara yang
dihitung berdasarkan harga konstan. Artinya dalam PDB Nominal masih
terkandung perubahan nilai PDB yang disebabkan oleh perubahan harga,
sedangkan di dalam PDB Riil tidak ada lagi perubahan PDB karena
perubahan harga.
Oleh karena pertumbuhan ekonomi pada dasarnya adalah mengukur
pertumbuhan keluaran (output) perekonomian suatu negara, dasar
perhitungan yang tepat digunakan untuk menghitung pertumbuhan
ekonomi adalah PDB riil. Dalam hal ini, pertumbuhan ekonomi sebesar 5
persen yang dimaksud Pemerintah adalah perhitungan ekonomi dengan
menggunakan PDB riil. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi sebesar
5 persen tersebut adalah pertumbuhan yang murni, dalam artian
perubahan PDB yang dihitung sudah menghilangkan perubahan harga
(inflasi). Jika inflasi tersebut akan diperhitungkan dalam PDB, maka hal
ini dapat dilakukan dengan menghitung perubahan PDB nominal. Secara
kasar, apabila tingkat inflasi sebesar 5 persen, maka pertumbuhan
ekonomi akan mencapai sekitar 10 persen. Namun, perhitungan ini
bertentangan dengan konsep dasar dari tujuan penentuan pertumbuhan
ekonomi. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen
tersebut bukan pertumbuhan yang semu.
Menjawab pertanyaan dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera
mengenai pemulihan krisis global dan arah RPJMN kedua 2010-2014
sebagai acuan pembangunan jangka menengah yang perlu dicermati,
kiranya dapat dijelaskan bahwa memasuki tahun 2009, efek lanjutan dari
pelemahan ekonomi global semakin dirasakan di tanah air. Seiring
dengan meningkatnya intensitas krisis keuangan global, pertumbuhan
ekonomi di beberapa negara maju, khususnya Amerika Serikat (AS)
sebagai episentrum krisis di tahun 2008 mengalami penurunan tajam.
Pada tahun 2010 masih terdapat unsur ketidakpastian yang cukup tinggi
mengingat sektor keuangan global masih berada dalam tahap awal
pemulihan. Pertumbuhan ekonomi dunia diproyeksikan sebesar 2,5
persen, sedangkan pertumbuhan volume perdagangan dunia hanya
sebesar 1 persen. Pada tahun 2010, perekonomian Amerika Serikat
diperkirakan hanya akan tumbuh 3,8 persen, bahkan negara-negara
Eropa masih akan mengalami pertumbuhan negatif 0,3 persen. Pada fase
awal pemulihan tersebut, perekonomian global akan mengalami tekanan,
mengingat akan terjadi persaingan yang cukup sengit dalam
memperebutkan likuiditas yang masih terbatas. Namun, sampai dengan
Semester I 2009, Indonesia masih mengalami pertumbuhan ekonomi
yang positif, sebesar 4,2 persen (y-o-y). Pertumbuhan tersebut didukung
oleh konsumsi rumah tangga 5,4 persen, konsumsi Pemerintah 18,0
persen, PMTB 3,0 persen, sedangkan ekspor dan impor tumbuh negatif
-L.10 -
masing-masing 17,2 persen dan 24,9 persen. Diperkirakan perekonomian
Indonesia akan membaik dalam semester II 2009. Indikasinya adalah
kontraksi perdagangan diperkirakan mulai berkurang dan investasi
diperkirakan dapat tumbuh lebih tinggi. Selain itu, faktor eksternal
diperkirakan juga cukup kondusif. Pemulihan ekonomi global terlihat
semakin nyata sebagai hasil dari diluncurkannya kebijakan stimulus fiskal
di berbagai negara guna mendorong kembali bergairahnya
perekonomian. Hal tersebut direspons pasar secara positif, yang pada
gilirannya akan mendorong kegiatan investasi ke dalam negeri. Untuk
tahun 2010, pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan mencapai 5,0
persen, yang bersumber dari konsumsi masyarakat sebesar 5,1 persen,
konsumsi Pemerintah sebesar 6 persen, investasi 8,5 persen, dan eksporimpor masing-masing sebesar 4,1 persen dan 6,9 persen. Target
pertumbuhan ekonomi tersebut pada dasarnya adalah pertumbuhan yang
cukup optimis, mengingat perkiraan dari lembaga-lembaga ekonomi
Internasional (Consensus Mean) hanya berkisar 4,7 persen. Namun,
Pemerintah akan terus berusaha melakukan berbagai langkah-langkah
yang diperlukan untuk meningkatkan target pertumbuhan ekonomi,
antara lain dengan meningkatkan daya beli masyarakat melalui
pengendalian laju inflasi, mendorong realisasi penyerapan anggaran,
meningkatkan iklim investasi, dan mempercepat pembangunan
infrastruktur. Program stimulus fiskal akan tetap dilanjutkan pada tahun
depan. Melalui berbagai kebijakan tersebut, diharapkan pertumbuhan
ekonomi dalam tahun 2010 dapat mencapai 5 persen.
Sementara itu, terkait dengan RPJMN kedua 2010-2014 dapat
disampaikan bahwa untuk tahun 2010, karena tahun tersebut merupakan
tahun pertama pemerintahan dari Pemerintah hasil Pemilu tahun 2009,
maka RPJMN untuk periode pemerintahan tersebut belum selesai
disusun. Untuk Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2010, tidak
disusun berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2010—
2014, akan tetapi disusun berdasarkan Arah Pembangunan Jangka
Menengah ke-2 (RPJMN ke-2) dari RPJPN 2005—2025, yang ditujukan
untuk lebih memantapkan penataan kembali Indonesia di segala bidang
dengan menekankan peningkatan kualitas sumber daya manusia,
termasuk pengembangan kemampuan ilmu dan teknologi serta
peningkatan daya saing perekonomian. Penyusunan RKP dan RAPBN
2010 oleh Pemerintah lama ini dimaksudkan dalam rangka menjaga
kesinambungan pembangunan, dan untuk menghindarkan kekosongan
rencana pembangunan nasional, sebagaimana diamanatkan dalam pasal
5 ayat (1) UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional (RPJPN), yang menyatakan bahwa “Presiden
yang sedang memerintah pada tahun terakhir pemerintahannya
diwajibkan menyusun Rencana Kerja Pemerintah (RKP) untuk tahun
pertama periode pemerintahan Presiden berikutnya. Dalam Pasal 5 ayat
-L.11 -
(2) UU No. 17 tahun 2007 tentang RKP dinyatakan “RKP sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai pedoman untuk menyusun
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun pertama pemerintahan
Presiden berikutnya”.
Namun ke depan, dapat diidentifikasikan ada lima agenda besar yang
perlu dilaksanakan. Pertama, peningkatan ekonomi dan peningkatan
kesejahteraan rakyat. Kedua, pembangunan pemerintahan yang bersih
dan berwibawa. Ketiga, penguatan demokrasi dan penghormatan
terhadap hak-hak asasi manusia. Keempat, penegakan hukum dan
pemberantasan korupsi. Kelima, pembangunan yang makin adil dan
merata di seluruh tanah air.
Menjawab pertanyaan dari Fraksi Partai Demokrat, Fraksi
Kebangkitan Bangsa, dan Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi
mengenai lifting minyak, audit terhadap lifting minyak mentah dan cost
recovery kiranya dapat dijelaskan bahwa dalam Nota Keuangan dan
RAPBN TA 2010, Pemerintah mengajukan usulan lifting minyak mentah
sebesar 965 MBCD. Usulan besaran lifting minyak mentah tersebut telah
didasarkan pada perhitungan yang cermat dan hati-hati dengan
mempertimbangkan kemampuan masing-masing sumur minyak mentah.
Ada beberapa alasan mengapa Pemerintah harus berhati-hati dalam
menentukan target lifting minyak. Pertama, kepastian tingkat produksi
Blok Cepu. Kalau Blok Cepu akan mulai berproduksi akhir tahun 2009
ini, produksi maksimalnya mencapai 15-20 ribu bph. Kedua, Pemerintah
harus mempertimbangkan penurunan alamiah dari lapangan-lapangan
tua yang sekitar 5 persen. Ketiga, sampai saat ini tidak ada lapangan baru
yang bisa untuk menambah produksi secara signifikan selain Blok Cepu.
Walaupun demikian, Pemerintah bekerjasama dengan BP Migas dan
Kontraktor Kontrak Kerjasama Migas (KKKS) akan terus berupaya dan
bekerja keras untuk terus meningkatkan produksi minyak. Penetapan
perkiraan lifting yang melebihi kemampuan produksi masing-masing
sumur, dapat berdampak pada tidak tercapainya target penerimaan
negara.
Untuk mencapai target lifting sebagaimana dijelaskan di atas, Pemerintah
akan melakukan upaya-upaya intensif untuk mendorong para kontraktor
kontrak kerja sama (KKKS) melaksanakan kegiatan eksplorasi dan
eksploitasi guna menemukan cadangan minyak mentah baru. Penemuan
cadangan minyak baru diharapkan dapat menghasilkan tambahan lifting
minyak mentah yang lebih besar dibandingkan dengan tingkat penurunan
produksi alamiah (natural decline), meskipun hasilnya belum dapat
dirasakan dalam jangka pendek. Namun, dalam jangka panjang produksi
minyak dapat kembali meningkat secara berarti. Beberapa penemuan
sumber minyak baru yang diharapkan dapat berproduksi dalam tahun
2009 dalam kenyataannya tertunda hingga tahun 2010 dan 2011. Dengan
-L.12 -
pergeseran rencana produksi minyak tersebut ke tahun berikutnya, hal ini
akan sulit diharapkan bahwa lifting pada tahun 2010 lebih tinggi dari 965
ribu barel per hari. Perlu disampaikan pula bahwa tingkat penurunan
produksi alamiah (natural decline) dari sumur-sumur minyak mentah
yang ada (existing wells), khususnya sumur-sumur minyak mentah yang
telah cukup tua rata-rata sebesar 10 persen per tahun.
Mengenai pendapat untuk dilakukannya audit secara menyeluruh
terhadap KPS-KPS dapat disampaikan bahwa Kegiatan Kontraktor Kerja
Sama atau Kontrak Production Sharing(KPS) selama ini telah diaudit
oleh BPKP secara regular.
Sedangkan terkait dengan cost recovery, dalam rangka optimalisasi
penerimaan SDA migas, dapat dijelaskan bahwa Pemerintah terus
berupaya untuk memperbaiki ketentuan yang mengatur cost recovery
yang digunakan dalam perhitungan SDA migas. Cost recovery
merupakan komponen biaya yang dapat dikembalikan kepada KKKS,
terdiri atas: (1) non-capital cost, yaitu pengeluaran eksplorasi dan
pengembangan seperti biaya studi, survey, pengeluaran produksi seperti
biaya material dan jasa-jasa, dan pengeluaran administrasi seperti biaya
kantor, pegawai, dan jasa konsultan (2) capital cost, yaitu depresiasi dan
investasi asset KKKS, dan (3) unrecovered cost, yaitu pengembalian atas
biaya operasi tahun-tahun sebelumnya yang belum dapat diperoleh
kembali.
Dalam kurun waktu tahun 2005-2008, cost recovery mengalami
kecenderungan yang meningkat seiring dengan upaya dalam peningkatan
produksi/ lifting minyak mentah dan gas bumi. Proporsi cost recovery
terhadap gross revenue berkisar antara 21-24 persen. Dalam tahun 2009,
besaran cost recovery ditetapkan sebesar US$11,05 miliar dengan upaya
terbaik (best effort) sebesar US$10,05 miliar untuk mencapai target
produksi/lifting minyak 960 ribu barel per hari dan gas bumi sebesar
7.526 mmbtu per hari. Besaran cost recovery pada RAPBN 2010 adalah
sebesar US$13,01 miliar untuk lifting sebesar 965 barel per hari, dan gas
7.758 mmbtu per hari.
Dalam upaya untuk mengendalikan cost recovery, pada tahun 2008
Pemerintah c.q Menteri ESDM telah mengeluarkan Peraturan Menteri
ESDM No. 22 Tahun 2008 tentang Jenis-jenis Biaya Kegiatan Usaha hulu
minyak dan gas bumi yang tidak dapat dikembalikan kepada KKKS.
Untuk memberikan landasan hukum yang lebih kuat dan
menindaklanjuti amanat sebagaimana UU No. 41 tahun 2008, dalam
waktu dekat Pemerintah akan menerbitkan Peraturan Pemerintah
tentang cost recovery, yang antara lain memuat:
1. Unsur biaya yang dapat dikategorikan dan diperhitungkan sebagai
unsur cost recovery.
-L.13 -
2. Standar atau norma universal yang diberlakukan terhadap kewajaran
unsur biaya dalam perhitungan beban pajak dan cost recovery.
3. Standar tersebut tidak hanya berpedoman pada exhibit contract, tetapi
juga disesuaikan dengan standar pembebanan yang berlaku umum
sebagaimana dimaksud pada butir (2).
4. Cost recovery senantiasa harus mengikuti peraturan perundangundangan yang berlaku di Indonesia, sehingga acuan cost recovery
dalam exhibit contract perlu ditinjau kembali.
5. Pemberlakuan Peraturan Pemerintah tersebut diberlakukan efektif
mulai 1 Januari 2008.
Sebagai informasi dapat disampaikan bahwa pada saat ini Pemerintah
secara intensif sedang merumuskan draft/RPP cost recovery untuk
segera ditetapkan sebagai Peraturan Pemerintah sehingga dapat dijadikan
sebagai acuan dalam perhitungan besaran cost recovery yang akan
digunakan dalam penyusunan perkiraan penerimaan migas pada APBN
2010.
B. PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH
Menanggapi pernyataan Fraksi Partai Bintang Reformasi bahwa
pendapatan negara dan hibah tahun 2010 hanya meningkat Rp40 triliun
dari APBN-P 2009, dapat diberikan penjelasan sebagai berikut.
Bahwasanya penetapan target pendapatan negara dan hibah, khususnya
penerimaan dalam negeri, didasarkan pada perkembangan perekonomian
tahun 2009 dan proyeksi perekonomian tahun 2010. Dampak
melambatnya perekonomian nasional di tahun 2009, penerimaan
perpajakan mengalami tekanan, khususnya pada penerimaan PPN Impor
dan penerimaan bea masuk. Belum pulihnya perekonomian negaranegara besar di dunia menyebabkan volume dan nilai perdagangan
internasional turun drastis pada tahun 2009. Memasuki tahun 2010,
perdagangan internasional diperkirakan mulai aktif kembali namun
masih belum maksimal sebagaimana tahun 2008. Selanjutnya, tidak
stabilnya harga minyak (ICP) yang diperkirakan menjadi US$60/barel
pada tahun 2010 menyebabkan target penerimaan perpajakan migas dan
PNBP migas menjadi rendah. Selain itu, mulai berlakunya tarif PPh
Badan menjadi 25 persen pada tahun 2010 menyebabkan terjadinya
kehilangan sumber penerimaan (potential loss), sehingga peningkatan
penerimaan perpajakan pada tahun 2010 akan terpengaruh meskipun
dalam jangka panjang akan berakibat positif pada penerimaan. Untuk
penerimaan hibah, diperkirakan hanya akan mendapat tambahan yang
tidak signifikan.
Menanggapi pernyataan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Fraksi
-L.14 -
Partai Amanat Nasional dan Fraksi Partai Damai Sejahtera
mengenai pentingnya optimalisasi pendapatan negara, khususnya
penerimaan perpajakan, dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada dasarnya
Pemerintah setuju pada pernyataan bahwa langkah optimalisasi
penerimaan perpajakan perlu terus diupayakan untuk memperkecil
defisit dan mengurangi ketergantungan terhadap utang luar negeri.
Dalam rangka optimalisasi penerimaan perpajakan tersebut, Pemerintah
telah mengambil berbagai kebijakan pembaharuan perpajakan.
Terkait masukan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan bahwa
perlunya memperkuat pondasi perekonomian untuk memperkuat basis
penerimaan perpajakan, dapat dijelaskan sebagai berikut. Pemerintah
setuju bahwa untuk meningkatkan penerimaan perpajakan, dibutuhkan
suatu pondasi perekonomian yang kuat. Oleh karena itu, diperlukan suatu
kerjasama dari semua pihak untuk menciptakan suatu sistem
perekonomian yang stabil.
Mengenai usulan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan tentang
peningkatan penerimaan perpajakan sehubungan dengan usulan untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi hingga mencapai 5,5 persen, dapat
diberikan tanggapan sebagai berikut. Sebagaimana diketahui,
penerimaan perpajakan mempunyai kaitan yang sangat erat dengan
pertumbuhan ekonomi, semakin tinggi pertumbuhan ekonomi
penerimaan perpajakan akan semakin meningkat. Untuk tahun 2010,
dengan memperhatikan perkembangan perekonomian, baik nasional
maupun internasional, Pemerintah menetapkan asumsi pertumbuhan
sebesar 5 persen. Meskipun perkembangan ekonomi sudah mulai
menunjukkan perbaikan pada tahun 2009, perkembangan ekonomi pada
tahun 2010 masih belum pulih secara keseluruhan. Resesi yang masih
dialami oleh beberapa negara besar di dunia dan tidak stabilnya harga
minyak internasional masih merupakan tantangan besar bagi
perkembangan ekonomi Indonesia. Oleh karena itu, tanpa
mengesampingkan potensi pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi,
unsur kehati-hatian harus tetap diperhatikan dalam menyusun target
penerimaan negara, khususnya target penerimaan perpajakan.
Menanggapi pandangan Fraksi Partai Amanat Nasional mengenai
perbaikan insentif perpajakan yang diberikan bagi kalangan dunia usaha,
dapat diberikan penjelasan sebagai berikut. Selama ini Pemerintah telah
berupaya untuk selalu meningkatkan penerimaan perpajakan tanpa
mengganggu iklim dunia usaha. Dalam hal ini, Pemerintah telah
memberikan beberapa fasilitas perpajakan antara lain melalui:
(1) amendemen UU KUP berdasarkan masukan atau usulan dari
pengusaha; (2) amendemen UU PPh yang meringankan beban WP badan,
yaitu berupa penurunan tarif PPh badan, dari tarif tertinggi 30 persen
menjadi single tarif 28 persen pada tahun 2009, dan 25 persen pada
-L.15 -
tahun 2010, serta pemberian potongan 5 persen lebih rendah dari tarif
yang berlaku bagi perusahaan yang masuk bursa; dan (3) pemberian
berbagai fasilitas perpajakan seperti PPh dan PPN
ditanggung
pemerintah (DTP), dan Bea Masuk DTP.
Menanggapi pertanyaan Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi
mengenai pengenaan cukai pada industri kelapa sawit dan karet dapat
dijelaskan sebagai berikut. Dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun
2007 tentang Cukai, tujuan pengenaan cukai adalah untuk membatasi
barang-barang yang jika dikonsumsi dapat berbahaya bagi individu
maupun masyarakat. Kelapa sawit dan karet merupakan komoditas
utama Indonesia yang diperdagangkan di pasar internasional dan bukan
termasuk barang yang berdampak negatif bagi sosial maupun kesehatan
masyarakat. Dengan demikian, kedua komoditas tersebut tidak tepat
dikenakan cukai.
Khusus untuk industri kelapa sawit yang terdiri atas CPO dan produk
turunannya, saat ini telah dikenakan bea keluar. Kebijakan bea keluar
digunakan oleh Pemerintah bukan semata-mata untuk mendapatkan
penerimaan, tapi berfungsi untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan
dalam negeri, melindungi kelestarian sumber daya alam, mengantisipasi
kenaikan harga yang cukup drastis dari komoditi ekspor tertentu di
pasaran internasional, dan menjaga stabilitas harga komoditi tertentu di
dalam negeri.
Menjawab masukan Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi mengenai
potensi peningkatan target PNBP tahun 2010 dan upaya peningkatan
dividen dari BUMN dapat dijelaskan bahwa upaya untuk
mengoptimalkan produksi migas terus dilakukan. Tahun 2010 target
lifting minyak adalah 965 ribu barel per hari yang berarti mengalami
kenaikan dari proyeksi di tahun 2009 sebesar 960 ribu barel per hari.
Sebagaimana diketahui bahwa target lifting minyak adalah salah satu
faktor yang berpengaruh dalam penerimaan SDA migas, di samping
faktor harga minyak ICP dan nilai tukar yang juga dominan
mempengaruhi besaran PNBP.
Dalam rangka optimalisasi PNBP dari sumber lainnya, terutama sektor
pertambangan, Pemerintah terus berupaya meningkatkan kepatuhan
Wajib Bayar, antara lain dengan melakukan audit terhadap Wajib Bayar
yang menghitung sendiri kewajibannya (self assesment). Pada tahun
2008, melalui Tim Optimalisasi Penerimaan Negara (OPN) telah
dilakukan audit terhadap sekitar 21 perusahaan dan menghasilkan
temuan kurang bayar perusahaan sebesar Rp25,0 miliar dan US$ 12,1
juta.
Selain itu, Pemerintah juga secara berkesinambungan menyempurnakan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang PNBP, yaitu berupa
-L.16 -
Peraturan Pemerintah tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP pada
Kementerian/Lembaga. Sampai dengan tahun 2009, Pemerintah telah
menetapkan 44 buah Peraturan Pemerintah tentang Jenis dan Tarif atas
Jenis PNBP, yang terdiri dari 25 buah PP Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP
yang berlaku pada Departemen dan 19 buah PP Jenis dan Tarif atas Jenis
PNBP yang berlaku pada Non Departemen. Selanjutnya pada tahun 2009,
Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun
2009 tentang Tatacara Penentuan Jumlah, Pembayaran, dan Penyetoran
PNBP yang Terutang sebagai ketentuan pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP.
Dalam rangka meningkatkan penerimaan dividen BUMN, upaya-upaya
yang telah, sedang, dan akan dilakukan antara lain sebagai berikut:
1. Menyehatkan perusahaan dengan mengoptimalkan investasi/Capex;
2. Optimalisasi payout ratio dengan mempertimbangkan kondisi
keuangan perusahaan, penugasan oleh Pemerintah dan peraturan
yang berlaku;
3. Melaksanakan audit oleh kantor akuntan publik sesuai jadwal yang
ditetapkan;
4. Melanjutkan langkah-langkah restrukturisasi yang semakin terarah
dan efektif terhadap orientasi dan fungsi BUMN tersebut yang
meliputi restrukturisasi manajemen, organisasi, operasi, dan sistem
prosedur;
5. Memantapkan penerapan prinsip-prinsip good corporate governance,
yaitu transparansi, akuntabilitas, keadilan, dan responsibilitas pada
pendapatan pengelolaan BUMN PSO maupun BUMN komersial;
6. Melakukan sinergi antar-BUMN agar dapat meningkatkan daya saing
dan memberikan multiplier effect kepada perekonomian Indonesia.
Menjawab pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dan Fraksi
Bintang Pelopor Demokrasi mengenai permasalahan cost recovery
dan perlunya penyelesaian PP tentang cost recovery dapat dijelaskan
bahwa pada saat ini Pemerintah sedang mempersiapkan draft PP cost
recovery, seperti yang diamanatkan dalam dalam penetapan UU APBN
2009. PP cost recovery akan memuat hal-hal sebagai berikut: ketentuan
unsur biaya yang dapat dikategorikan dan diperhitungkan sebagai unsur
cost recovery, serta standar atau norma universal yang diberlakukan
terhadap kewajaran unsur biaya dalam perhitungan beban pajak dan cost
recovery dengan tidak hanya berpedoman pada Exhibit Contract namun
juga disesuaikan dengan standar pembebanan yang berlaku umum. PP
tersebut akan dapat menjadi dasar program kerja dan anggaran bagi KPS
pada tahun 2010.
Namun, dapat disampaikan bahwa dalam upaya untuk mengendalikan
cost recovery, pada tahun 2008 Menteri ESDM telah mengeluarkan
Peraturan Menteri ESDM No.22 Tahun 2008 tentang Jenis-jenis Biaya
-L.17 -
Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Yang Tidak Dapat
Dikembalikan kepada KKKS.
Selanjutnya, menjawab pendapat Fraksi Partai Keadilan Sejahtera
mengenai penurunan kontribusi PNBP relatif terhadap penerimaan
negara dari pajak dan mengindikasikan perlunya upaya perbaikan
manajemen penerimaan SDA serta efisiensi dan restrukturisasi BUMN
yang berkelanjutan dapat dijelaskan sebagai berikut. Penurunan PNBP
sejak tahun 2009 utamanya disebabkan karena penurunan penerimaan
SDA migas. Sebagaimana diketahui bahwa penerimaan migas merupakan
sumber penerimaan terbesar dari PNBP. Adanya penurunan dari
penerimaan migas akan secara signifikan menurunkan PNBP dan dengan
demikian akan menurunkan kontribusi terhadap pendapatan negara.
Penurunan penerimaan SDA migas ini disebabkan oleh penurunan ICP.
Realisasi harga rata-rata ICP tahun 2008 (Desember 2007-November
2008) sebesar US$101,4 per barel, sedangkan asumsi ICP dalam APBN-P
2009 dan RAPBN 2010 masing-masing adalah sebesar US$61 per barel
dan US$60 per barel. Namun demikian, Pemerintah terus berupaya
melakukan perbaikan dalam manajemen penerimaan SDA, terutama SDA
migas melalui intensifikasi pengawasan oleh BP Migas terhadap setoran
KKKS guna mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor hulu migas.
Dalam rangka upaya perbaikan manajemen penerimaan SDA
pertambangan umum, Pemerintah akan melakukan langkah-langkah
kebijakan sebagai berikut:
1. Peningkatan pelayanan informasi mineral batubara dan panas bumi;
2. Pengembangan teknologi tepat guna yang diarahkan pada barangbarang mass production, pemaketan pelelangan disisi hulu untuk
menjamin kelangsungan industri dalam negeri dan kajian
pengembangan teknologi Coal Bed Methane (CBM) untuk
meningkatkan pemanfaatan batubara;
3. Pembinaan dan pengawasan pengelolaan mineral batubara dan panas
bumi;
4. Review peraturan perundang-undangan di bidang investasi,
pengkajian peraturan perundang-undangan, fasilitas penyusunan
Perda, kajian naskah kontrak sektor energi dan sumber daya mineral;
5. Pengelolaan data dan informasi mineral dan batubara, panas bumi, air
tanah dan penyebarluasan informasi geologi yang berkaitan dengan
upaya mitigasi bencana;
6. Pemulihan lingkungan pasca tambang yang berwawasan lingkungan;
7. Rehabilitasi ekosistem dan habitat yang rusak di bekas kawasan
pertambangan,
disertai
pengembangan
sistem
manajemen
pengelolaan lingkungan;
8. Pengkajian dan analisis instrumen pemanfaatan sumber daya alam
secara berkelanjutan;
-L.18 -
9. Pengelolaan dan pengembangan pendidikan dan pelatihan energi dan
sumber daya mineral;
10. Menyelesaikan masalah tumpang tindih wilayah antarsektor terkait;
11. Integrasi pelaksanaan pengawasan terhadap perusahaan Kontrak
Karya.
Terkait dengan restrukturisasi BUMN, sesuai dengan amanat pasal 93 UU
Nomor 19 Tahun 2003, mulai tahun 2005 Pemerintah telah melakukan
kebijakan restrukturisasi BUMN. Selama periode 2005-2007, jumlah
BUMN tercatat sebanyak 139 BUMN, dan pada tahun 2008 berjumlah
142 BUMN. Selain mengelola kepemilikan saham pada sejumlah BUMN,
Pemerintah juga mengelola saham minoritas di sejumlah perusahaan.
Kepemilikan saham minoritas merupakan kondisi dimana Pemerintah
memiliki saham di bawah 51,0 persen terhadap total saham perusahaan.
Upaya kebijakan restrukturisasi dan rightsizing BUMN, sesuai dengan
Inpres Nomor 5 Tahun 2008 ditempuh melalui berbagai mekanisme.
Program merjer dan akuisisi, penawaran saham, dan divestasi adalah
bentuk-bentuk mekanisme yang telah ditempuh dan akan terus dievaluasi
pelaksanaannya.
Menjawab pertanyaan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan dan Fraksi Partai Bintang Reformasi mengenai
perlunya optimalisasi produksi migas yang didukung oleh fasilitas fiskal
dan non-fiskal dan penurunan target PNBP tahun 2010 yang disebabkan
oleh berkurangnya setoran laba BUMN, dapat dijelaskan sebagai berikut.
Dalam RAPBN 2010, Pemerintah memproyeksikan lifting minyak mentah
sebesar 965 ribu barel per hari (bph). Besaran lifting minyak mentah
tersebut menunjukkan peningkatan dari perkiraan lifting di tahun 2009,
dengan tetap mempertimbangkan kemampuan masing-masing sumur
minyak mentah. Penetapan perkiraan lifting yang melebihi kemampuan
produksi masing-masing sumur, dapat berdampak pada tidak tercapainya
target penerimaan negara. Untuk mencapai target lifting di atas,
Pemerintah akan melakukan upaya-upaya intensif untuk mendorong para
KKKS melaksanakan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi guna
menemukan cadangan minyak mentah baru. Penemuan cadangan minyak
baru diharapkan dapat menghasilkan tambahan lifting minyak mentah
yang lebih besar dibandingkan dengan tingkat penurunan produksi
alamiah (natural decline). Perlu disampaikan bahwa, tingkat penurunan
produksi alamiah (natural decline) dari sumur-sumur minyak mentah
yang ada (existing wells), khususnya sumur-sumur minyak mentah yang
telah cukup tua rata-rata sebesar 10 persen per tahun. Sedangan dari sisi
insentif fiskal, Pemerintah telah memberikan insentif melalui penerapan
bea masuk nol persen dan pemberian PPN DTP atas impor barang-barang
modal kepada kegiatan eskplorasi migas yang diarahkan untuk
meningkatkan investasi.
-L.19 -
Dalam upaya untuk mengendalikan cost recovery, pada tahun 2008
Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM No.22 Tahun
2008 tentang Jenis-jenis Biaya Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas
Bumi Yang Tidak Dapat Dikembalikan kepada KKKS. Untuk memberikan
landasan hukum yang lebih kuat dan
menindaklanjuti amanat
sebagaimana UU No. 41 Tahun 2008 tentang APBN Tahun 2009,
Pemerintah juga sedang mempersiapkan RPP tentang ketentuan cost
recovery.
Terkait dengan penurunan setoran dividen BUMN, dapat dijelaskan
bahwa dividen atau penerimaan atas laba BUMN dalam APBN 2010
merupakan hasil keuntungan operasi tahun buku 2009. Penerimaan
dividen BUMN terbesar setiap tahunnya berasal dari PT. Pertamina.
Namun demikian, pendapatan PT. Pertamina sangat tergantung pada
faktor eksternal, yaitu harga minyak mentah. Pada tahun 2008, harga
rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Oil Price/ICP)
mencapai US$97,0/barrel, dan pada tahun 2009 diperkirakan rata-rata
mencapai US$61/barel, sehingga cukup berpengaruh pada penurunan
laba PT. Pertamina di tahun 2009.
C. ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT
Menanggapi pernyataan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan mengenai komposisi RAPBN 2010 yang tidak mengalami
perubahan dibanding struktur APBN 2009, dan rencana program yang
dibiayai belum sepenuhnya mencerminkan aspek pemerataan, dapat
kiranya dijelaskan sebagai berikut. Selain disusun dengan latar belakang
ekonomi makro yang tidak jauh berbeda dengan kondisinya dalam tahun
2009, RAPBN Tahun 2010 merupakan rencana anggaran transisi dari
pemerintahan lama ke pemerintahan hasil Pemilu 2009. Selain itu,
kebijakan yang ditempuh dalam tahun 2010 masih erat kaitannya dengan
kebijakan APBN 2009, karena dalam masa transisi pemerintahan
tersebut, kebijakan belanja negara difokuskan pada : (a) melanjutkan
pekerjaan yang belum selesai pada periode 2004-2009; (b) mengatasi
permasalahan yang menonjol pada saat ini; dan (c) menghadapi
tantangan/permasalahan di masa depan.
Selanjutnya, perlu kami tambahkan, bahwa masa transisi ini ditunjukkan
juga dengan “amplop” anggaran untuk K/L yang bersifat baseline.
Penyusunan rancangan anggaran belanja transisi dalam posisi baseline
tersebut dimaksudkan untuk memberikan ruang gerak dan keleluasaan
bagi pemerintah baru hasil pemilihan umum untuk melaksanakan
program dan kegiatannya sesuai dengan platform Presiden terpilih.
Menanggapi pandangan Fraksi Partai Golongan Karya mengenai
perlunya menjadikan hasil pemeriksaan BPK sebagai referensi dalam
-L.20 -
pembahasan APBN 2010, dapat disampaikan bahwa pada prinsipnya
Pemerintah sependapat dengan Dewan yang terhormat. Hal tersebut
penting untuk diterapkan mengingat audit atau pemeriksaan yang
dilakukan oleh BPK, selain merupakan salah satu instrumen yang
ditujukan untuk mendorong penyelenggaraan pemerintahan yang bersih,
juga diharapkan agar dapat mendorong pemerintah untuk terus
melakukan penyempurnaan pengelolaan dan pertanggungjawaban
keuangan negara sebaik-baiknya. Selain itu, hal tersebut penting untuk
mengapresiasi atau memberikan reward atas upaya yang sungguhsungguh dari Kementerian Negara/Lembaga dan Pemda yang telah
mendapatkan prestasi berupa opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)
dari BPK. Selanjutnya dapat pula diinformasikan bahwa saat ini
Pemerintah sedang menyiapkan Perpres tentang Sistem Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah, yang sudah memasuki tahap finalisasi. Di
dalam Rancangan Perpres tersebut telah diamanatkan perlunya
pengaturan tentang sistem reward and punishment dari akuntabilitas
kinerja setiap kementerian dan lembaga.
Namun, dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintah yang baik
(good governance), kiranya perlu juga dipertimbangkan mengenai “akar
permasalahan” dari opini tersebut. Menurut pengamatan Pemerintah,
hal-hal yang mempengaruhi opini atas laporan keuangan Kementerian
Negara/Lembaga Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah oleh Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) secara umum adalah :
a) Belum siapnya Kementerian Negara/Lembaga dalam menjalankan
reformasi peraturan perundang-undangan tentang Keuangan Negara
yang dimulai sejak terbitnya UU No. 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara, dan UU No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan
dan Tanggungjawab Keuangan Negara.
b) Terbatasnya SDM pengelola keuangan yang memahami akuntansi
pemerintahan.
c) Kelemahan Sistem Pengendalian Intern.
Untuk itu, dengan menjadikan hasil pemeriksaan BPK sebagai referensi
dalam pembahasan APBN 2010 pada khususnya, dan APBN tahun-tahun
selanjutnya pada umumnya, diharapkan berbagai kondisi yang masih
mengalami kelemahan dan kekurangsiapan tersebut dapat diminimalisir
atau bahkan dihilangkan. Selanjutnya, dapat disampaikan bahwa
mekanisme seperti tersebut di atas telah mulai dilaksanakan dalam
alokasi anggaran stimulus fiskal 2009, yaitu berupa pengenaan sanksi
bagi K/L dan daerah yang tidak sepenuhnya mampu menyelesaikan
anggaran stimulusnya, dan telah diakomodir dalam penerapan
penganggaran berbasis kinerja (PBK).
-L.21 -
Sejalan dengan itu, dapat diinformasikan bahwa Laporan Keuangan
Kementerian Negara/Lembaga (LKKL) telah menunjukkan kemajuan
yang cukup berarti, yang ditunjukkan dengan semakin banyaknya K/L
yang mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), dan semakin
sedikitnya K/L yang memperoleh Wajar Dengan Pengecualian (WDP)
serta Tidak Memberikan Pendapat (TMP). Berdasarkan pemeriksaan
yang dilakukan BPK atas LKKL, instansi pemerintah pusat yang
mendapatkan opini WTP meningkat dari 9 persen pada tahun 2006
menjadi 42 persen pada tahun 2008. Ilustrasi mengenai hal tersebut
disajikan dalam tabel di bawah ini.
Tabel 1
Perkembangan Opini BPK atas Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga (LKKL)
2006-2008
2006
Uraian
2007
2008
Jumlah K/L
%
Jumlah K/L
%
Jumlah K/L
%
7
37
35
0
79
9
47
44
0
100
16
31
33
1
81
20
38
41
1
100
35
30
18
0
83
42
36
22
0
100
Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)
Wajar DenganPengecualian (WDP)
Tidak Memberikan Pendapat (TMP)
Tidak Wajar (TW)
Jumlah
Sumber: IHP-BPK Semester I Tahun 2008
Ket.: Opini WTP-DPP masuk dalam Opini WTP
Di samping itu, BPK juga telah melaksanakan pemeriksaan atas 466
laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) tahun anggaran 2007 yang
pemeriksaannya dilaksanakan pada tahun 2008. Jumlah LKPD yang
diperiksa terus meningkat, yaitu bila dalam tahun 2004 terdapat 287
LKPD, maka dalam tahun 2007 terdapat 466 LKPD. Perkembangan opini
atas LKPD dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2007 disajikan dalam
tabel di bawah ini.
Tabel 2
Perkembangan Opini BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD)
2004-2007
2004
Uraian
Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)
Wajar DenganPengecualian (WDP)
Tidak Memberikan Pendapat (TMP)
Tidak Wajar (TW)
Jumlah
Jumlah
Pemda
2005
%
Jumlah
Pemda
21
249
7
10
7
87
2
3
287
100
2007
2006
%
Jumlah
Pemda
17
308
25
12
5
85
7
3
362
100
%
Jumlah
Pemda
%
3
326
106
28
1
70
23
6
4
283
120
59
1
61
26
13
463
100
466
100
Sumber: IHP-BPK Semester II Tahun 2008
Perkembangan laporan pemeriksaan yang dilakukan BPK tersebut,
memperlihatkan bahwa opini LKPD semakin memburuk. Hal ini
-L.22 -
ditunjukkan dengan turunnya persentase jumlah pemerintah daerah yang
LKPD-nya memperoleh opini WTP dan WDP, di sisi lain, persentase opini
TMP dan TW mengalami kenaikan. Selain memperkuat pengawasan
eksternal untuk mendorong pengelolaan keuangan negara yang baik,
upaya untuk meningkatkan pengawasan internal juga terus mendapatkan
perhatian dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun
2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). SPIP
adalah bagian dari proses manajemen yang integral untuk menjamin
tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien,
keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan
terhadap
peraturan
perundang-undangan
dalam
keseluruhan
pengelolaan keuangan negara khususnya yang dilaksanakan melalui
mekanisme APBN.
Namun demikian untuk memberikan sanksi kepada daerah berupa
pengurangan alokasi anggarannya (dana perimbangan) masih
memerlukan landasan hukum yang kuat,
karena alokasi dana
perimbangan per daerah telah berdasarkan kondisi daerah dengan
memperhatikan data dasar yang telah ditetapkan dengan UU No 33 Th
2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah, belum memperhitungkan pencapaian dalam
penyelesaian
LKPD. Data dasar daerah untuk perhitungan DAU
diwujudkan
dalam formula perhitungan DAU, untuk DAK
diformulasikan dalam kriteria-kriteria, sedang untuk DBH berdasarkan
persentase-persentase tertentu.
Kebijakan untuk mengurangi alokasi anggaran transfer ke daerah
menjadi kurang ekektif dalam kondisi keuangan negara saat ini yang
ditandai dengan besaran DAU Nasional yang hanya meningkat kurang
dari 1 persen sementara harus mengalokasikan kepada 26 daerah otonom
baru, DAK yang lebih kecil dari tahun 2009, dan perkiraan DBH yang
tidak lebih baik dari tahun 2009. Dengan kondisi alokasi transfer tersebut
dimungkinkan ditribusi ke sebagian besar daerah akan mengalami
penurunan dari tahun lalu, sehingga kemungkinan akan menjadi rancu
antara penurunan dana perimbangan sebagai akibat dari turunnya
alokasi transfer dalam APBN dengan penurunan sebagai akibat
pengenaan sanksi.
Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Golongan
Karya agar APBN dapat menghasilkan sejumlah output tertentu, seperti
pembangunan infrastruktur fisik yang memang dibutuhkan, tingkat
inflasi yang relatif rendah, dan terciptanya lapangan kerja yang semakin
luas. Pada hakekatnya APBN adalah merupakan instrumen fiskal untuk
mendorong pertumbuhan, menggerakkan sektor riil, menyerap tenaga
kerja, meningkatkan pendapatan, dan pada akhirnya diharapkan dapat
mengurangi pengangguran. RAPBN menjadi rencana anggaran dalam
-L.23 -
menyelenggarakan pemerintahan, mengalokasikan sumber-sumber
ekonomi, mendistribusikan barang dan jasa, serta menjaga stabilitas dan
akselerasi kinerja ekonomi. Oleh karena itu, strategi dan pengelolaan
APBN memegang peranan penting dalam mencapai sasaran
pembangunan nasional.
Sejak tahun 2005—2009, hasil yang telah dicapai dalam pembangunan
infrastruktur antara lain adalah : (1) terpeliharanya dan meningkatnya
daya dukung, kapasitas, maupun kualitas pelayanan prasarana jalan
untuk daerah-daerah yang perekonomiannya berkembang pesat dari
kondisi mantap jalan sebesar 86,6 persen dengan kecepatan rata-rata
43,3 km/jam dalam tahun 2005 menjadi 87,0 persen dan 46 km/jam
dalam tahun 2009; (2) meningkatnya aksesibilitas wilayah yang sedang
dan belum berkembang melalui dukungan pelayanan prasarana jalan
yang sesuai dengan perkembangan kebutuhan transportasi, baik dalam
hal kecepatan maupun kenyamanan, khususnya pada koridor-koridor
utama di masing-masing pulau dan wilayah; (3) meningkatnya
kemampuan pemenuhan kebutuhan air bagi rumah tangga, pemukiman,
pertanian dan industri dengan prioritas utama untuk kebutuhan pokok
masyarakat dan pertanian rakyat; (4) terlindunginya daerah pantai dari
abrasi air laut terutama pulau-pulau kecil, daerah perbatasan dan wilayah
strategis; (5) pembangunan prasarana dan sarana dasar permukiman bagi
perumahan PNS/TNI-Polri/Pekerja; (6) penurunan luas kawasan kumuh
dari 384 ha dalam tahun 2005 menjadi 50,0 persen dari luas 47.500 ha
dalam tahun 2009; (7) optimalnya kondisi infrastruktur perdesaan di
12.834 desa dalam tahun 2005 menjadi 22.247 desa dalam tahun 2009;
(8) meningkatnya panjang jalur ganda kereta api (KA), diantaranya
berupa terbangunnya jalur ganda kereta api masing-masing pada lintas
Tulungbuyut-Blambanganumpu sepanjang 5,7 kilometer, lintas SerpongMaja sepanjang 11,5 kilometer dalam kondisi mantap, jalur ganda
Cirebon-Kroya lintas Patuguran-Purwokerto sepanjang 24,48 kilometer;
dan (9) bertambahnya jumlah bandar udara yang mencapai 20 bandar
udara hingga 2008 dan 8 bandar udara sedang dalam proses
pembangunan di tahun 2009.
Pada tahun 2010, output yang akan dihasilkan dari berbagai
pembangunan infrastruktur antara lain adalah : (1) meningkatnya kondisi
jalan dan jembatan nasional lintas dan nonlintas sepanjang 1.906,8
kilometer dan 1.967,3 meter; (2) terbangunnya jalan akses sepanjang 45,3
km dan jalan baru dan peningkatan jalan strategis sepanjang 131 km;
(3) terbangunnya jalan di kawasan perbatasan sepanjang 50,8 km, lintas
pantai selatan Jawa sepanjang 48,7 km, dan pulau terpencil dan terluar
sepanjang 23,7 km; (4) terbangunnya jalan tol sepanjang 17 km di Jawa;
(5) terlaksananya rehabilitasi jalan nasional sepanjang 1.956 km dan
15.148,8 meter jembatan pada ruas jalan nasional, serta terpeliharanya
32.896 km jalan nasional dan 69.041 meter jembatan ruas jalan nasional
-L.24 -
yang tersebar di seluruh provinsi; (6) terbangun dan meningkatnya
kinerja 117.200 hektar jaringan irigasi, 8.100 hektar jaringan rawa dan
2.600 hektar prasarana irigasi air tanah; (7) terlaksananya rehabilitasi
310.800 hektar jaringan irigasi, 72.400 hektar jaringan rawa dan 5.555
hektar jaringan irigasi air tanah; (7) terlaksananya operasi dan
pemeliharaan 2.344.800 hektar jaringan irigasi, 1.200.000 hektar
jaringan rawa, dan 6.700 hektar jaringan irigasi air tanah;
(9) terlaksananya pembangunan 6 waduk, 39 embung, dan 11 situ;
(10) terlaksananya rehabilitasi 13 waduk, 17 embung, dan 20 situ; serta
(11) terlaksananya operasi dan pemeliharaan 57 waduk dan 164 embung.
Sementara itu, hasil yang dicapai di bidang ketenagakerjaan adalah
adanya peningkatan yang cukup signifikan pada kelompok penduduk
yang termasuk dalam kategori angkatan kerja. Jumlah angkatan kerja
pada Agustus 2008 mencapai 111,95 juta orang, bertambah 2,01 juta
orang dibanding kondisi Agustus 2007 atau meningkat 5,56 juta orang
dibanding kondisi Agustus 2006. Sementara itu, jumlah penduduk yang
bekerja pada Agustus 2008 mencapai 102,55 juta orang. Jika
dibandingkan dengan keadaan pada Agustus 2007 dan Agustus 2006,
jumlah penduduk yang bekerja pada Agustus 2008 meningkat cukup
signifikan, berturut-turut sebesar 2,62 juta orang dan 7,09 juta orang.
Berbagai upaya yang dilakukan oleh Pemerintah selama tahun 2008
melalui program-program pemberdayaan masyarakat serta peningkatan
kualitas pendidikan masyarakat telah mampu menurunkan tingkat
pengangguran dari 9,11 persen pada Agustus 2007 menjadi 8,39 persen
pada Agustus 2008.
Secara nasional, pada tahun 2010, tingkat pengangguran terbuka akan
diturunkan menjadi 8,0 persen apabila ekonomi tumbuh dengan 5,0
persen. Perkiraan ini mempertimbangkan adanya PHK yang tidak
terserap kembali dalam pasar kerja. Terciptanya lapangan kerja seluasluasnya merupakan tujuan pemerintah dan merupakan kesadaran dari
pekerja dan
pengusaha sendiri, bahkan dukungan politik sangat
menentukan di dalam menurunkan tingkat pengangguran terbuka.
Tercapainya sasaran penurunan angka pengangguran sebesar 8,0 persen,
sangat dipengaruhi oleh terciptanya lapangan kerja di setiap daerah.
Peranan daerah sangat penting dalam mendorong penurunan angka
pengangguran. Keselarasan antara APBN dan APBD sangat penting yang
kemudian mendorong kegiatan ekonomi dan menciptakan kesempatan
kerja di daerah. Dari pengeluaran program-program pembangunan
infrastruktur dan pembangunan dari kegiatan lainnya yang diperkirakan
dapat menciptakan lapangan kerja, pada tahun 2010 melalui programprogram ini diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja sedikitnya
untuk 2,0 juta orang.
-L.25 -
Pemerintah sependapat dengan Fraksi PDI Perjuangan dan Fraksi
Damai Sejahtera, agar sasaran program kerja Pemerintah dalam
RAPBN 2010 benar-benar difokuskan pada berbagai bidang prioritas
seperti
penanggulangan
masalah
kemiskinan,
pengurangan
pengangguran, peningkatan akses masyarakat terhadap kesehatan dan
pendidikan, keamanan, ketahanan pangan, kinerja investasi dan ekspor,
serta kebutuhan infrastruktur yang memadai, tanpa mengabaikan
program-program pembangunan yang lain. Selanjutnya, dapat kiranya di
sampaikan bahwa dalam mengalokasikan anggaran setiap tahunnya,
Pemerintah selalu mendasarkan pada prioritas pembangunan yang
terdapat dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP).
Sesuai dengan RKP tahun 2010, prioritas pembangunan nasional pada
tahun 2010 yang ditetapkan adalah:
1. Pemeliharaan Kesejahteraan Rakyat, serta Penataan Kelembagaan dan
Pelaksanaan Sistem Perlindungan Sosial
2. Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia
3. Pemantapan Reformasi Birokrasi dan Hukum, serta Pemantapan
Demokrasi dan Keamanan Nasional
4. Pemulihan Ekonomi yang Didukung oleh Pembangunan Pertanian,
Infrastruktur, dan Energi
5. Peningkatan Kualitas Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kapasitas
Penanganan Perubahan Iklim
Dari lima prioritas tersebut, prioritas yang erat kaitannya dengan
program pemberdayaan masyarakat adalah prioritas 1, 2, dan 4.
Sementara itu, secara lebih rinci, sasaran pembangunan yang akan
dicapai dalam prioritas 1, 2, 3, 4, dan 5 adalah:
Prioritas 1:
a. Meningkatnya
b.
c.
d.
e.
kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat
miskin, sehingga diharapkan angka kemiskinan dapat diturunkan
menjadi 12 – 13,5 persen;
Meningkatnya keberdayaan masyarakat miskin untuk mengentaskan
dirinya dari kemiskinan dan berpartisipasi dalam proses
pembangunan;
Meningkatnya efektivitas pelaksanaan dan koordinasi penanggulangan
kemiskinan;
Tercapainya tahap awal penataan kelembagaan pelaksanaan jaminan
sosial;
Meningkatnya kapasitas usaha skala mikro dan kecil.
-L.26 -
Prioritas 2:
Pendidikan:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Meningkatnya akses dan pemerataan pada jenjang pendidikan dasar
yang berkualitas bagi semua anak usia 7-15 tahun yang ditandai
dengan meningkatnya APK SD/MI/sederajat menjadi 117,15 persen
(APM 2010 - 95,27 persen) dan APK SMP/MTs/sederajat menjadi
99,26 persen;
Meningkatnya akses terhadap pendidikan menengah dan tinggi yang
ditandai dengan meningkatnya APK SMA/SMK/MA/sederajat
menjadi 71,3 persen dan APK PT menjadi 19,40 persen;
Meningkatnya akses terhadap pendidikan anak usia dini yang ditandai
dengan meningkatnya APK PAUD menjadi 57,8 persen;
Menurunnya angka putus sekolah dan angka mengulang kelas untuk
semua jenjang pendidikan dan meningkatnya angka melanjutkan;
Menurunnya kesenjangan partisipasi pendidikan antarkelompok
masyarakat termasuk kesetaraan dan keadilan gender;
Membaiknya kemampuan keberaksaraan penduduk yang ditandai
dengan meningkatnya angka melek aksara penduduk usia 15 tahun ke
atas menjadi 95,50 persen dan angka melek aksara penduduk usia 1524 tahun menjadi 99,33 persen;
Meningkatnya kualitas pendidikan yang ditandai dengan
meningkatnya proporsi pendidik yang memenuhi kualifikasi akademik
dan standar kompetensi yang disyaratkan, serta meningkatnya
kesejahteraan pendidik;
Kesehatan:
a. Tersedianya sarana dan prasarana kesehatan dasar dan rujukan;
b. Seluruh penderita demam berdarah dengue (DBD), malaria dan Orang
Dengan HIV dan AIDS (ODHA) ditemukan dan diobati;
c. Meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan ibu dan anak;
d. Tersedianya obat generik esensial (buffer stock), obat flu burung, obat
bencana, obat haji, obat program, dan vaksin;
e. Meningkatkan pendayagunaan tenaga kesehatan terutama di daerah
terpencil, tertinggal dan kepulauan;
f. Seluruh penduduk miskin mendapatkan pelayanan kesehatan dasar di
puskesmas dan jaringannya serta di kelas III rumah sakit.
Prioritas 3:
Sasaran pembangunan yang akan dicapai dalam prioritas Pemantapan
Reformasi Birokrasi dan Hukum, serta Pemantapan Demokrasi dan
Keamanan Nasional pada tahun 2010 adalah:
a. Meningkatnya kinerja birokrasi pemerintahan dalam memberikan
pelayanan publik;
-L.27 -
b. Meningkatnya kepastian hukum serta menurunya tindak pidana
korupsi yang tercermin dari tumbuhnya iklim takut korupsi, dan
meningkatnya Indeks Persepsi Korupsi terhadap Indonesia;
c. Meningkatnya efektivitas pelaksanaan organisasi masyarakatyt sipil,
dan partai politik;
d. Meningkatnya kemanan nasional dalam menunjang aktivitas
masyarakat dan perekonomian, khususnya dunia investasi dan usaha;
e. Meningkatnya kapasitas pemerintah daerah dalam rangka
mewujudkan kemandirian pemerintahan daerah.
Prioritas 4:
Sasaran pembangunan yang akan dicapai dalam prioritas Pemulihan
Ekonomi yang Didukung oleh Pembangunan Pertanian,
Infrastruktur, dan Energi pada tahun 2010 adalah:
a. Laju pertumbuhan ekonomi 5,0 persen;
b. Meningkatnya investasi dalam bentuk pembentukan modal tetap
c.
d.
e.
f.
g.
h.
bruto (PMTB) sebesar 7,1 persen;
Meningkatnya ekspor non-migas sekitar 5,0 persen;
Meningkatnya jumlah perolehan devisa dari sektor pariwisata menjadi
sekitar USD 7,8 miliar dan meningkatnya wisatawan nusantara
menjadi sekitar 228 juta perjalanan;
Tumbuhnya pertanian, perikanan, dan kehutanan sebesar 3,6 persen;
Tumbuhnya industri pengolahan non-migas sebesar 3,9 persen;
Menurunnya tingkat pengangguran terbuka menjadi 8 persen dari
angkatan kerja;
Meningkatnya produktivitas dan akses UKM kepada sumberedaya
produktif.
Prioritas 5:
Sasaran pembangunan yang akan dicapai dalam prioritas Peningkatan
Kualitas Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Kapasitas Penanganan
Perubahan Iklim pada tahun 2010 adalah:
a. Meningkatnya kapasitas mitigasi dan adaptasi perubahan iklim,
melalui peningkatan pengendalian kebakaran hutan untuk
mengurangi hotspot sebesar 10 persen dan peningkatan sistem
informasi dini meteorologi, geologi, tsunami dan kebakaran hutan
b. Meningkatnya pelaksanaan rehabilitasi dan konservasi sumber daya
alam, melalui upaya rehabilitasi hutan seluas 100.000 hektar di
Daerah Aliran Sungai (DAS) Prioritas 1 yang menjadi tanggung jawab
pemerintah pusat dan rahabilitasi lahan hutan 500.000 ha, yang
menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, penanganan illegal
logging, pengelolaan pertambangan secara berkelanjutan, dan
pengendalian pencemaran lingkungan
-L.28 -
c. Meningkatnya pengelolaan DAS di 18 unit DAS dan meningkatnya
pengelolaan irigasi partisipatif di 21 provinsi
d. Meningkatkan upaya pengelolaan sumber daya kelautan melalui
peningkatan kemampuan dalam mengendalikan illegal fishing dan
meningkatnya kapasitas daerah dalam mengembangkan dan
mengelola wilayah laut, pesisir dan pulau-pulau kecil secara terpadu di
5 provinsi, serta peningkatan pengelolaan dan rehabilitasi terumbu
karang di 8 provinsi
e. Meningkatnya penyelenggaraan operasional RTRWN, RTR Pulau,
RTRWP, dan terselenggaranya pembinaan dan pelaksanaan penataan
ruang oleh pemerintah daerah dan masyrakat, serta penyelenggaraan
sertifikasi 1.316.355 bidang tanah, dan redistribusi 200.000 bidang
tanah.
Mengenai kebijakan penanggulangan kemiskinan yang bersifat
keberpihakan, dalam arti memberikan perhatian lebih dan dikhususkan
untuk masyarakat dan keluarga miskin dikelompokkan ke dalam 3
kebijakan yang ditawarkan oleh pemerintah yakni pro pertumbuhan (pro
growth), pro mengentaskan kemiskinan (pro poor) dan pro penciptaan
lapangan kerja (pro job) adalah sebuah kebijakan yang berpihak dan
mengutamakan kepentingan rakyat. Kebijakan tersebut diperjelas dalam
RAPBN 2010 yang mengakomodir kepentingan rakyat banyak
diantaranya seperti pemeliharaan kesejahteraan rakyat serta penataan
kelembagaan sistem perlindungan sosial yang dianggarkan mencapai
Rp36,1 triliun. Program-program untuk mengatasi kemiskinan pada
tahun 2010 akan diimplementasikan ke dalam 3 (tiga) klaster. Klaster
pertama adalah program bantuan dan perlindungan sosial, seperti
Program Keluarga Harapan (PKH), Jaminan Kesehatan Masyarakat
(JAMKESMAS), Bea Siswa Miskin, , dan beras bersubsidi bagi keluarga
miskin (RASDI). Klaster kedua, adalah
program pemberdayaan
masyarakat melalui efektifitas dan efisiensi program-program
penanggulangan kemiskinan yang ada di berbagai K/L dalam PNPM
Mandiri. Klaster ketiga adalah program pemberdayaan usaha mikro dan
kecil dengan perbaikan iklim berusaha melalui penyediaan Kredit Usaha
Rakyat (KUR). Melalui program-program ini maka keterlibatan dan
kemerataan pembangunan yang mencerminkan “inclusiveness” dapat
dilakukan. Artinya, melalui kebijakan yang bersifat umum (broad-based
policy), masih dimungkinkan adanya kelompok masyarakat yang tidak
mendapatkan akses dan tidak mampu mengakses, terutama untuk
kebutuhan dasar.
Untuk itulah, diadakan program dan mekanisme
khusus untuk mengikutsertakan dan melibatkan mereka.
Program-program yang dikhususkan untuk kelompok miskin ini
diantaranya adalah program Rasdi, beasiswa untuk siswa miskin,
Jamkesmas (jaminan kesehatan untuk keluarga miskin dan anggota
keluarganya), serta KB untuk keluarga miskin. Penajaman sasaran
-L.29 -
program didukung dengan pengembangan identifikasi rumah tangga
sasaran yang terdiri dari RT sangat miskin, miskin dan hampir miskin.
Langkah lain yang dilakukan untuk mengatasi kesenjangan adalah
melalui program pemberdayaan masyarakat, yang ditujukan untuk
memberdayakan masyarakat miskin.
Keberdayaan yang dibangun
adalah: (a) Kemampuan memahami potensi diri untuk mengentaskan
dari kemiskinan; mengidentifikasi kebutuhan untuk mengentaskan diri
dari kemiskinan; memusyawarahkan program dan kegiatan yang dapat
mendukung pengentasan kemiskinan serta mengelola program dan
kegiatan sesuai dengan kebutuhan mereka dan kebutuhan lokal untuk
mempercepat pengentasan kemiskinan, dan (b) Semua akumulasi
kemampuan dan sarana (modal sosial) yang ada dapat dimanfaatkan dan
dikembangkan untuk keberlanjutan pengentasan kemiskinan di
wilayahnya. Keberpihakan dalam pelaksanaan PNPM Mandiri juga
tercermin pada alokasi BLM yang dibagikan kepada masyarakat. Nilai
BLM dialokasikan dengan nilai yang lebih besar kepada kecamatan yang
memiliki jumlah masyarakat/RT miskin, dibanding di kecamatan yang
penduduk/RT miskinnya rendah.
Untuk itulah, mengingat keberdayaan perlu terus dipupuk dan
dilaksanakan secara konsisten, maka Pemerintah masih konsisten
melaksanakan PNPM Mandiri dan sudah mencakup 6.408 kecamatan di
seluruh Indonesia, sehingga pembangunan oleh rakyat dan untuk rakyat
dapat diwujudkan. Pelaksanaan PNPM Mandiri yang bertumpu pada
keberdayaan dan partisipasi aktif masyarakat, perlu mendapat dukungan
Pemda dan DPRD serta seluruh komponen masyarakat sangat diperlukan
agar PNPM Mandiri dapat menjadi wahana dan kemampuan masyarakat
untuk mengentaskan diri dari kemiskinan
Upaya lain adalah dengan melakukan peningkatan kapasitas Pemda
(Bappeda dan SKPD) untuk: (a) Menyusun rencana dan anggaran
pembangunan yang pro rakyat miskin. Dengan mengarahkan program
dan anggaran sesuai dengan peta kemiskinan di masing-masing
kabupaten,
(b)
Meningkatkan
kemampuan
Pemda
untuk
mengkoordinasikan program penanggulangan kemiskinan dengan
memanfaatkan seluruh APBN yang disalurkan melalui program di
berbagai sektor dengan APBD dan kemampuan masyarakat. Sejalan
dengan itu, fungsi dan peran Tim Koordinasi Penanggulangan
Kemiskinan di Pusat maupun di tingkat provinsi dan kabupaten/kota
akan terus ditingkatkan.
Menanggapi pernyataan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan mengenai kebijakan pro growth, pro poor dan pro job,
dapat dijelaskan sebagai berikut. Pemerintah sangat menghargai
tanggapan Dewan berkaitan dengan kebijakan pembangunan yang progrowth, pro-poor, dan pro-job. Hal tersebut merupakan masukan yang
-L.30 -
sangat berharga, dan akan kami respon dengan upaya untuk lebih
membumikan kebijakan pembangunan pro rakyat di atas. Meskipun
tingkat pencapaian dari program-program pro rakyat yang sudah
dirumuskan dalam kebijakan ekonomi pemerintah masih relatif terbatas,
tetapi tentu tidak diharapkan sebagai kebijakan yang hanya merupakan
retorika belaka. Pemerintah mempunyai komitmen politik yang tinggi
mengenai arah kebijakan yang pro-growth, pro-poor dan pro-job.
Pertumbuhan jelas terus akan dipertahankan pada tingkat yang cukup
tinggi, meskipun ekonomi global sedang mengalami krisis yang cukup
berat. Pemerintah juga akan terus memperbaiki dan melembagakan
bantuan kepada rakyat miskin, karena bantuan rakyat miskin memang
tidak dimaksudkan sebagai bantuan karitas, karena merupakan amanat
konstitusi. Negara-negara demokrasi maju sekalipun memiliki program
jaminan terlembaga kepada rakyat miskin dan para pengangguran, yang
karena suatu hal belum dapat memperoleh pekerjaan. Program-program
ini akan terus diperbaiki dan disempurnakan bersama-sama.
Menanggapi keprihatinan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera
terhadap masih rendahnya angka pertumbuhan ekonomi sektor
pertanian, padahal sektor ini menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang
besar dalam rangka mengurangi pengangguran dan memerangi
kemiskinan, dapat dijelaskan sebagai berikut. Pengalaman di masa
lampau, dalam masa krisispun sektor pertanian mampu menjadi katup
penyelamat tekanan di pasar kerja, meskipun produktivitas tenaga kerja
di sektor pertanian terkadang menjadi menurun. Kemampuan sektor
pertanian dalam menampung surplus pekerja tidak bisa dilepaskan dari
karakteristik sektor pertanian yang masih dikelola secara tradisional. Hal
ini berbeda dengan sektor pertanian yang dikelola secara lebih modern,
yang biasanya dikelola oleh pekerja yang jumlahnya memang
berdasarkan kebutuhan proses produksi. Untuk itu, pemerintah telah dan
akan memberikan perhatian kepada sektor pertanian dalam bentuk
upaya peningkatan produktivitas. Hal tersebut didasarkan pada
kesadaran bahwa produktivitas merupakan
kunci utama dalam
meningkatkan peran sektor pertanian untuk mengurangi dampak krisis.
Peningkatan produktivitas memungkinkan sektor pertanian menerima
jumlah pekerja yang lebih banyak, tanpa penurunan tingkat
kesejahteraan. Namun demikian, disadari juga bahwa peningkatan
produktivitas merupakan tantangan besar bagi sektor pertanian. Salah
satu upaya yang dapat ditempuh untuk meningkatkan produktivitas di
sektor pertanian adalah dengan memberikan pengetahuan dan
keterampilan kepada pekerja pertanian. Peningkatan melalui berbagai
program Pemerintah, yang dapat ditempuh antara lain pendidikan,
pelatihan, dan juga penyuluhan pertanian.
Mengenai penurunan alokasi anggaran Departemen Pertanian pada
RAPBN 2010, dapat dijelaskan bahwa pada tahun 2010, anggaran belanja
-L.31 -
Departemen Pertanian direncanakan sebesar Rp7.950,5 miliar, menurun
sekitar Rp220,3 miliar jika dibandingkan dengan APBN 2009 sebesar
Rp8.170,8 miliar. Namun jika dibandingkan dengan perkiraan realisasi
APBN tahun 2009, alokasi anggaran belanja Departemen Pertanian
tersebut meningkat sebesar Rp1.140,1 miliar.
Menanggapi pernyataan Fraksi Partai PDI Perjuangan mengenai
APBN yang harus dapat menggerakkan perekonomian di tingkat bawah
sehingga berdampak pada peningkatan kesejahteraan rakyat, dengan
melakukan perbaikan perencanaan anggaran dan daya serap di semua
kementerian negara/lembaga dapat disampaikan penjelasan sebagai
berikut. Pemerintah selalu mengeluarkan kebijakan yang berpihak dan
mengutamakan kepentingan rakyat. Sejalan dengan itu, direncanakan
program-program untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan
mengurangi
kemiskinan
dalam
tahun
2010,
yang
akan
diimplementasikan ke dalam 3 (tiga) klaster. Klaster pertama adalah
program bantuan dan perlindungan sosial, seperti Program Keluarga
Harapan (PKH), Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS), Bea
Siswa Miskin, dan beras bersubsidi bagi keluarga miskin (RASDI). Klaster
kedua, adalah program pemberdayaan masyarakat melalui efektifitas dan
efisiensi program-program penanggulangan kemiskinan yang ada di
berbagai K/L dalam PNPM Mandiri. Klaster ketiga adalah program
pemberdayaan usaha mikro dan kecil dengan perbaikan iklim berusaha
melalui penyediaan Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Terkait
dengan
perencanaan
anggaran
pada
kementerian
negara/lembaga, Pemerintah mendukung pendapat Dewan yang
terhormat agar pengalokasian anggaran dapat dilakukan secara tepat,
terarah, terukur, efisien, dan efektif serta agar dalam pelaksanaannya
dapat diserap secara tepat waktu dan tidak terlambat. Prinsip tersebut
merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang
Keuangan Negara, dan telah dijabarkan dalam sistem dan mekanisme
penganggaran yang selama ini telah dilaksanakan bersama oleh
Pemerintah dan DPR. Dari tahun ke tahun upaya tersebut terus
dilakukan, antara lain dengan secara bertahap menerapkan sistem
penganggaran berbasis kinerja, kerangka pengeluaran jangka menengah
(KPJM), dan penganggaran terpadu (unified budget). Dalam jajaran
Pemerintah, pengalokasian anggaran dilakukan dengan melibatkan
seluruh kementerian negara/lembaga sejak tahap perencanaan, dan
secara berjenjang sejak tingkat unit teknis di daerah dan pusat hingga ke
tingkat kabinet, meskipun belum berarti bahwa sistem dan mekanisme
penganggaran di internal Pemerintah telah mampu meniadakan
inefisiensi dan inefektivitas tersebut. Disamping itu, Pemerintah sangat
mengharapkan dukungan dari yang terhormat Anggota Dewan untuk
secara konsisten dan berkelanjutan, melakukan pengawasan terhadap
usulan rencana kegiatan dan alokasi anggaran dari kementerian
-L.32 -
negara/lembaga mitra kerja masing-masing Komisi. Selain itu, dengan
penerapan sistem penganggaran tersebut, efektivitas, efisiensi,
transparasi, dan akuntabilitas penggunaan anggaran diharapkan dapat
semakin ditingkatkan.
Pemerintah sependapat dengan pernyataan Fraksi Partai Damai
Sejahtera bahwa pembahasan APBN 2010 harus makin fokus, sesuai
temanya “pemulihan ekonomi nasional dan pemeliharaan kesejahteraan
rakyat. Sehubungan dengan hal tersebut, dapat kami sampaikan bahwa
dalam rangka melaksanakan pembangunan sesuai dengan tema RKP
2010 tersebut, ditetapkan 8 (delapan) prinsip-prinsip pengarusutamaan,
dan 3 (tiga) isu-isu lintas sektor yang menjadi landasan operasional bagi
seluruh aparatur negara. Prinsip-prinsip pengarusutamaan tersebut
terdiri
atas
(1) Pengarusutamaan
partisipasi
masyarakat;
(2) Pengarusutamaan
pembangunan
berkelanjutan;
(3) Pengarusutamaan gender; (4) Pengarusutamaan tata pengelolaan
yang baik (good governance); (5) Pengarusutamaan pengurangan
kesenjangan antarwilayah dan percepatan pembangunan daerah
tertinggal; (6) Pengarusutamaan desentralisasi dan otonomi daerah;
(7) Pengarusutamaan padat karya; dan (8) Pengarusutamaan berdimensi
kepulauan.
Sementara itu, isu-isu lintas sektor tersebut terdiri dari :
(1) Isu lintas sektor tentang perlindungan anak.
Pembangunan perlindungan anak ditujukan untuk memenuhi hak-hak
anak Indonesia, yang mencakup setiap bidang pembangunan.
Pembangunan perlindungan anak yang terintegrasi dan komprehensif
akan menghasilkan kebijakan publik yang lebih efektif dalam
mewujudkan dunia yang layak bagi seluruh anak Indonesia, baik lakilaki maupun perempuan;
(2) Isu lintas sektor tentang penanggulangan HIV dan AIDS.
Penanggulangan HIV dan AIDS dilakukan melalui pelaksanaan
koordinasi dalam penanggulangannya, tidak hanya pada tingkat
perencanaan, tetapi juga penganggaran, implementasi dan tata
laksana kasus, baik di pusat maupun di daerah; dan
(3) Isu lintas sektor tentang perbaikan gizi.
Perbaikan gizi dilakukan melalui peningkatan upaya sinkronisasi dan
integrasi kebijakan lintas sektor dan lintas program.
Kemudian, berdasarkan sasaran yang harus dicapai dalam RPJMN II
Tahun 2010-2014, kemajuan yang telah dicapai dalam RPJMN I Tahun
2005-2009, serta berbagai masalah dan tantangan pokok yang harus
dipecahkan dan dihadapi pada tahun 2010, maka sesuai dengan tema
tersebut, prioritas pembangunan nasional pada tahun 2010 adalah
sebagai berikut:
-L.33 -
1. Pemeliharaan kesejahteraan rakyat, serta penataan kelembagaan dan
pelaksanaan sistem perlindungan sosial.
2. Peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia.
3. Pemantapan reformasi birokrasi dan hukum, serta pemantapan
demokrasi dan keamanan nasional.
4. Pemulihan ekonomi yang didukung oleh pembangunan pertanian,
infrastruktur, dan energi.
5. Peningkatan kualitas pengelolaan sumber daya alam dan kapasitas
penanganan perubahan iklim.
Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Amanat
Nasional bahwa pembangunan infrastruktur merupakan tulang
punggung bagi tercapainya pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut sejalan
dengan prioritas Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2010 yang ke 4,
yaitu “Pemulihan ekonomi yang didukung oleh pembangunan pertanian,
infrastruktur, dan energi”. Dengan demikian, diharapkan insfrastruktur
sebagai salah satu penopang pertumbuhan ekonomi akan semakin
berkualitas.
Sejalan dengan itu, dapat kiranya kami sampaikan bahwa dalam tahun
2010 telah ditetapkan kebijakan pembangunan infrastruktur, yang
meliputi: (a) peningkatan pelayanan infrastruktur sesuai dengan standar
pelayanan minimal (SPM); (b) pemberian dukungan terhadap
peningkatan daya saing sektor rill; dan (c) peningkatan kerjasama
pemerintah dan swasta (KPS).
ƒ
Untuk peningkatan pelayanan infrastruktur sesuai dengan standar
pelayanan minimal (SPM), ditempuh langkah-langkah kegiatan:
(a) rehabilitasi, operasi dan pemeliharaan sarana dan prasarana
sesuai kebutuhan dan persyaratan untuk menjamin keberlangsungan
pelayanan publik; (b) peningkatan aksesibilitas jangkauan pelayanan
sarana dan prasarana di daerah terpencil, pedalaman, perbatasan,
dan wilayah terdepan; dan (c) peningkatan ketersediaan pelayanan
sarana dan prasarana untuk masyarakat miskin, baik di perkotaan,
perdesaan, daerah terpencil, pedalaman, perbatasan, maupun pulaupulau terdepan.
ƒ
Untuk mendukung peningkatan daya saing sektor riil, ditempuh
upaya: (a) peningkatan kapasitas sarana dan prasarana untuk daerah
yang mengalami penyempitan (bottle neck); (b) peningkatan
kapasitas sarana dan prasarana, khususnya untuk daerah-daerah
yang permintaan terhadap jasa sarana dan prasarana untuk daerahdaerah yang tumbuh dengan cepat; (c) peningkatan kompatibilitas
sarana dan prasarana dalam menunjang perkembangan sektor
industri, pertanian, dan perdagangan, baik dalam maupun luar
negeri; (d) penataan regulasi dan kelembagaan untuk menciptakan
kondisi yang kondusif bagi persaingan usaha di bidang sarana dan
-L.34 -
prasarana; (e) optimalisasi sumber daya yang terbatas dalam
pengembangan sarana dan prasarana; serta (f) peningkatan dan
pengembangan teknologi informasi dan komunikasi.
Untuk meningkatkan kerjasama Pemerintah
dan Swasta (KPS),
dilaksanakan upaya-upaya: (a) penyempurnaan peraturan perundangan;
(b) pembentukan institusi manajemen KPS, pusat KPS, dan simpul KPS;
(c) peningkatan kemampuan dan kapasitas badan pemberi kontrak dalam
penyiapan proyek KPS, baik di pusat maupun daerah melalui
pembentukan simpul KPS; (d) operasionalisasi lembaga keuangan nonbank yang mendukung pembangunan infrastruktur (dana penjaminan
dan dana infrastruktur); (e) operasionalisasi kebijakan dan pedoman
operasional mengenai pengadaan tanah untuk percepatan pembangunan
infrastruktur yang akan di-KPS-kan, termasuk peningkatan kemampuan
dana pengadaan tanah; (f) terwujudnya kerjasama pemerintah dan
swasta di proyek-proyek infrastruktur jalan tol, pelabuhan, bandara,
kereta api, air minum, dan persampahan. Selain itu, dapat disampaikan
bahwa pengembangan kebijakan KPS dan pembangunan proyek KPS
dilaksanakan dengan mempertimbangkan hal-hal strategis bagi
kesejahteraan rakyat, seperti: (a) membuka lapangan kerja dan memberi
manfaat bagi masyarakat sekitarnya; (b) mendorong pembangunan
ekonomi wilayah; dan (c) menciptakan iklim investasi yang kondusif bagi
investor domestik maupun asing sebagai upaya untuk mendorong
multiplier effect dalam perekonomian nasional yang sedang lesu.
Menanggapi pandangan Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi dan
Fraksi Partai Demokrat mengenai pengalokasian anggaran
pendidikan, Pemerintah menyampaikan terima kasih dan penghargaan
atas dukungan tersebut. Pemenuhan anggaran pendidikan sebesar 20
persen, di samping dimaksudkan untuk memenuhi amanat konstitusi dan
Putusan Mahkamah Konstitusi, juga merupakan cermin dari tekad yang
sungguh-sungguh dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pemerintah sependapat bahwa pengalokasian anggaran pendidikan harus
digunakan secara maksimal untuk memperbaiki kinerja pendidikan,
khususnya dalam meningkatkan akses dan pemerataan pendidikan, serta
meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan.
Upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan antara lain
dilakukan melalui peningkatan profesionalisme dan kesejahteraan guru,
dosen, serta tenaga kependidikan; penyediaan sarana dan prasarana
pendidikan; dan penetapan standarisasi pendidikan. Upaya pemerintah
untuk mendorong pihak-pihak yang berkepentingan dalam peningkatan
mutu pendidikan secara sistematis dan berkelanjutan, dilakukan melalui
penetapan standarisasi pendidikan nasional yang terdiri dari 8
standarisasi yaitu: standar isi, standar kompetensi lulusan, standar
sarana dan prasarana, standar pendidikan dan tenaga kependidikan,
-L.35 -
standar pengelolaan, standar penilaian pendidikan, standar proses, dan
standar pembiayaan. Sementara itu, hasil ujian nasional dapat
memberikan gambaran tentang peta mutu pendidikan mulai dari mata
pelajaran, sekolah, kabupaten/kota/provinsi hingga tingkat nasional.
Selain berfungsi untuk mengukur dan menilai capaian kompentensi
lulusan dalam mata pelajaran tertentu, hasil ujian nasional juga berfungsi
sebagai motivator bagi siswa untuk belajar lebih baik, dan bagi guru
untuk mengajar lebih baik, serta sebagai umpan balik bagi penyelenggara
pendidikan dalam upaya memperbaiki mutu pendidikan secara
berkelanjutan.
Agar mutu pendidikan semakin dapat ditingkatkan, maka anggaran pada
program peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan dalam
tahun 2010 akan dialokasikan untuk berbagai kegiatan, antara lain:
(1) percepatan sertifikasi akademik bagi guru dalam jabatan melalui
sistem portofolio; (2) peningkatan mutu dan profesionalisme guru; serta
(3) percepatan peningkatan kualifikasi dan kompetensi pendidik
pendidikan dasar dan menengah. Output yang diharapkan dari berbagai
kegiatan tersebut, antara lain adalah: (1) terlaksananya percepatan
sertifikasi akademik bagi guru dalam jabatan melalui sistem portofolio
bagi 150.ooo orang guru; (2) terlaksananya peningkatan mutu dan
profesionalisme
guru
bagi
62.000
orang
guru,
dan
(3) terlaksananya percepatan peningkatan kualifikasi dan kompetensi
untuk 200.000 orang pendidik pendidikan dasar dan 10.234 orang
pendidik pendidikan menengah.
Sementara itu, upaya pemerintah dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan pendidik, dilaksanakan antara lain melalui penyediaan
berbagai macam tunjangan, seperti tunjangan fungsional, tunjangan
profesi dan tunjangan khusus. Dengan meningkatnya kualitas dan
kesejahteraan guru, diharapkan kualitas proses pembelajaran di sekolah
juga dapat meningkat. Hal ini terutama karena untuk meningkatkan
mutu dan relevansi pendidikan, ketersediaan pendidik yang berkualitas
dalam jumlah yang mencukupi serta distribusi yang relatif merata
merupakan persyaratan mutlak yang harus dipenuhi. Pada tahun 2010,
dalam rangka memenuhi amanat UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen, Pemerintah terus melanjutkan upaya peningkatan
kesejahteraan pendidik dan dosen.
Selanjutnya, terkait dengan pertanyaan tentang masih banyaknya
pembiayaan yang harus ditanggung orang tua, dapat kiranya dijelaskan
bahwa guna peningkatan mutu pendidikan, orang tua murid
dimungkinkan untuk memberikan sumbangan yang sifatnya sukarela.
Namun, Pemerintah telah berketetapan untuk menuntaskan Wajib
Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun yang berkualitas melalui
penyediaan layanan pendidikan yang murah dan mudah dijangkau.
-L.36 -
Untuk itu, Pemerintah telah mengalokasikan bantuan operasional
sekolah, yang bertujuan untuk meringankan beban masyarakat untuk
biaya pendidikan agar semua siswa memperoleh layanan pendidikan
dasar yang bermutu sampai tamat, dalam rangka penuntasan Wajib
belajar pendidikan dasar 9 tahun. Melalui program BOS tersebut
diharapkan semua anak Indonesia dapat memperoleh pelayanan
pendidikan tingkat dasar dengan kualitas yang lebih memadai. Perhatian
besar akan diberikan pada anak-anak yang kurang beruntung, termasuk
di antaranya anak-anak dari keluarga miskin, yang tinggal di wilayah
tertinggal, terpencil, dan kepulauan, serta anak-anak dengan kebutuhan
khusus. Perhatian tidak hanya diberikan melalui penyediaan beasiswa,
tetapi juga penyediaan fasilitas layanan pendidikan yang lebih merata di
seluruh wilayah Indonesia. Ke depan diharapkan tidak ada lagi anak
Indonesia yang tidak menyelesaikan pendidikan dasar. Sementara itu,
terkait dengan adanya kasus siswa yang belum menerima buku sekolah,
dapat kiranya dijelaskan bahwa untuk mengatasi hal tersebut telah
ditempuh dengan kebijakan pemerintah melalui BOS Buku dan buku
elektronik sekolah.
Menanggapi pertanyaan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan dan Fraksi Partai Amanat Nasional mengenai alokasi
anggaran pendidikan, dapat dijelaskan sebagai berikut. Anggaran untuk
tunjangan profesi guru dan dosen sebesar Rp13,72 triliun, yang terdiri
atas tunjangan profesi guru sebesar Rp13,2 triliun, dan tunjangan profesi
guru besar dan dosen sebesar Rp520 miliar, juga mencakup anggaran
untuk peningkatan mutu pendidikan.
Pada tahun 2010, pembangunan pendidikan diarahkan pada 4 (empat)
fokus utama, yaitu: (1) Peningkatan kualitas wajib belajar pendidikan
dasar sembilan tahun yang merata; (2) Peningkatan akses, kualitas, dan
relevansi pendidikan menengah dan tinggi; (3) Peningkatan kualitas dan
relevansi pendidikan nonformal; dan (4) Peningkatan profesionalisme
dan kesejahteraan pendidik.
Sementara itu, peningkatan profesionalisme dan kesejahteraan pendidik
dilaksanakan melalui peningkatan kualifikasi dan kompetensi pendidik,
dan pelaksanaan sertifikasi pendidik serta penyediaan berbagai tunjangan
guru. Sejalan dengan amanat UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen, Pemerintah terus melanjutkan upaya peningkatan
kesejahteraan pendidik dan dosen. Upaya ini dilaksanakan antara lain
melalui penyediaan berbagai macam tunjangan, seperti tunjangan
fungsional, tunjangan profesi dan tunjangan khusus. Dengan
meningkatnya kualitas dan kesejahteraan guru, diharapkan kualitas
proses pembelajaran di sekolah juga dapat meningkat. Untuk
meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan, ketersediaan pendidik
-L.37 -
yang berkualitas dalam jumlah yang mencukupi, serta distribusi yang
relatif merata merupakan persyaratan mutlak yang harus dipenuhi.
Kemudian, Pemerintah menyampaikan terima kasih dan penghargaan
setinggi-tingginya atas dukungan Fraksi Partai Amanat Nasional
mengenai alokasi anggaran pendidikan untuk menuntaskan wajib belajar
pendidikan dasar 9 tahun, pemerataan dan perluasan akses pendidikan,
peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing pendidikan serta menaikkan
kesejahteraan guru dan dosen, peneliti, penyuluh, dan pustakawan.
Menanggapi dukungan dari Fraksi Partai Demokrat terhadap arah
kebijakan belanja negara yang direncanakan oleh Pemerintah dalam
RAPBN 2010, Pemerintah menyampaikan terima kasih dan penghargaan
atas dukungan tersebut. Pemerintah juga sependapat dengan Fraksi
Partai Bintang Reformasi bahwa anggaran pendidikan harus tetap
dialokasikan 20 persen dari APBN, anggaran alutsista TNI harus
ditingkatkan, dan pembangunan infrastruktur, pertanian, energi dan
proyek padat karya harus terus dilanjutkan.
Sejalan dengan itu, dapat kiranya kami sampaikan bahwa, sesuai dengan
RKP 2010, kebijakan belanja negara dalam tahun 2010 akan diarahkan
untuk memberikan dorongan terhadap perekonomian dengan tetap
menjaga langkah-langkah konsolidasi fiskal yang telah dilakukan selama
ini. Keberlanjutan ketahanan fiskal diupayakan melalui penurunan stok
utang pemerintah relatif terhadap PDB (debt to GDP ratio) dengan
meningkatkan penerimaan negara terutama perpajakan, serta
meningkatkan efektivitas dan efisiensi belanja negara melalui penerapan
anggaran berbasis kinerja.
Berdasarkan arah kebijakan belanja negara seperti yang tertuang dalam
RKP tersebut, alokasi anggaran belanja akan difokuskan untuk:
(1) meneruskan/meningkatkan seluruh program kesejahteraan rakyat
seperti PNPM, BOS, Jamkesmas, Raskin, PKH, dan berbagai subsidi
lainnya; (2) melanjutkan pembangunan infrastruktur, pertanian, dan
energi, serta proyek padat karya dan stimulus fiskal bila diperlukan;
(3) mendorong revitalisasi industri, pemulihan dunia usaha termasuk
melalui pemberian insentif perpajakan dan bea masuk; (4) meneruskan
reformasi birokrasi; (5) meningkatkan anggaran operasional,
pemeliharaan dan pengadaan alutsista; (6) menjaga anggaran pendidikan
tetap 20 persen, dan (7) meningkatkan kapasitas pengelolaan sumber
daya alam dan kapasitas penanganan perubahan iklim, termasuk dalam
pengurangan resiko bencana.
Meningkatkan kesejahteraan rakyat masih menjadi agenda utama
pembangunan pada tahun 2010, terutama dengan terjadinya krisis
finansial global yang berdampak pada sektor riil dan selanjutnya
menghambat upaya-upaya untuk mempercepat penurunan kemiskinan.
-L.38 -
Prioritas pertama RKP 2010 adalah Pemeliharaan Kesejahteraan Rakyat,
serta Penataan Kelembagaan dan Pelaksanaan Sistem Perlindungan
Sosial. Sasaran yang ingin dicapai dari prioritas tersebut adalah tingkat
kemiskinan dapat diturunkan menjadi 12 – 13,5 persen. Dalam rangka
mencapai tingkat kemiskinan tersebut, kebijakan yang akan ditempuh
adalah: (a) Perluasan akses pelayanan dasar masyarakat miskin dan
penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS); (b) Peningkatan
keberdayaan dan kemandirian masyarakat; (c) Peningkatan efektivitas
pelaksanaan
dan
koordinasi
penanggulangan
kemiskinan;
(d) Peningkatan kapasitas usaha skala mikro dan kecil melalui penguatan
kelembagaan; (e) Penataan dan pelaksanaan kelembagaan dalam
pelaksanaan jaminan sosial.
Sejalan dengan tema RKP 2010 yakni ”Pemulihan Perekonomian
Nasional dan Pemeliharaan Kesejahteraan Rakyat”,
Pemerintah
sependapat bahwa upaya untuk tetap menjaga pertumbuhan ekonomi,
akan secara simultan memberikan lapangan kerja, termasuk bagi
angkatan kerja baru, yang pada akhirnya dapat mengurangi jumlah
penduduk miskin, dan dapat meningkatkan daya beli masyarakat. Oleh
karena itu, Pemerintah memberikan perhatian yang cukup dalam
mengalokasikan anggaran infrastruktur, sebagai tulang punggung dan
salah satu motor penggerak pertumbuhan ekonomi, khususnya untuk
proyek-proyek yang bersifat padat karya. Di samping itu, pemerintah juga
terus memberikan perhatian dalam pengalokasian anggaran pertanian,
sejalan dengan dominasi penduduk Indonesia sebagai petani, dan
Indonesia sebagai negara agraris.
Selanjutnya, Pemerintah secara bertahap akan meningkatkan anggaran
pertahanan hingga menuju minimum esensial force. Dalam RAPBN
Tahun 2010, anggaran Departemen Pertahanan dialokasikan sebesar
Rp40.688,7 miliar, atau mengalami peningkatan sebesar Rp7.021,1 miliar
dibandingkan dengan alokasi anggaran Departemen Pertahanan dalam
APBN tahun 2009 sebesar Rp33.667,6 miliar. Peningkatan anggaran
tersebut akan digunakan untuk penambahan peningkatan anggaran
kegiatan operasional, pemeliharaan, perawatan dan pengadaan alutsista,
pendidikan dan latihan, serta kesejahteraan prajurit. Selanjutnya,
pembelian alutsista baru diarahkan untuk menggantikan alutsista yang
sudah uzur dan secara teknis sudah tidak dapat digunakan lagi, serta
untuk meningkatkan daya penggentar (deterrent effect). Di samping itu,
tambahan anggaran juga akan dimanfaatkan untuk meningkatkan
dukungan operasional, utamanya untuk meningkatkan fasilitas organisasi
di tingkat pusat maupun kewilayahan.
Terkait dengan anggaran pendidikan, Pemerintah berkomitmen untuk
mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN
sebagaimana diamanatkan dalam Amandemen UUD 1945. Sejalan
-L.39 -
dengan itu, pada tahun 2010, Pemerintah telah mengalokasikan anggaran
untuk pendidikan sebesar Rp201,9 triliun atau 20,0 persen dari total
belanja negara. Sesuai dengan amanat konstitusi, maka ke depan
Pemerintah akan tetap mempertahankan alokasi anggaran pendidikan
sebesar 20 persen dari APBN.
Pemerintah sependapat dengan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan, mengenai perlunya pelaksanaan anggaran berbasis kinerja
secara konsisten dengan didukung oleh reformasi birokrasi dan
peningkatan kesejahteraan birokrasi. Sejalan dengan itu, Pemerintah
telah berkomitmen penuh dalam melakukan reformasi sistem
penganggaran secara bertahap dengan konsisten. Hal tersebut ditandai
dengan penerbitan Surat Edaran Bersama (SEB) Menteri Keuangan dan
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas
tentang Pedoman Reformasi Perencanaan dan Penganggaran, serta
ditetapkannya 6 (enam) Kementerian Negara/Lembaga sebagai pilot
project pelaksanaan sistem penganggaran berbasis kinerja pada tahun
2009. Dalam kurun waktu 2005-2009, telah dilakukan berbagai langkah
untuk mengajukan reformasi sistem perencanaan dan penganggaran.
Pertama, penataan kegiatan agar sasaran program (merubah dari input
based
ke output based activities)
lebih tercermin pada target
keluarannya. Kedua, setiap kegiatan diupayakan memiliki keluaran yang
terukur, alokasi anggaran yang cukup untuk melaksanakannya, dan
indikator keluarannya. Ketiga, pengalokasian anggaran mengacu pada
prioritas dan fokus prioritas pembangunan. Keempat, penetapan Bagan
Akun Standar, Standar Biaya dan Pedoman Revisi. Selanjutnya,
Pemerintah juga merencanakan akan melakukan simulasi format baru
Rencana Kerja Anggran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL) bagi
seluruh K/L di luar pilot pada tahun 2011. Dengan demikian, diharapkan
tujuan reformasi sistem perencanaan dan penganggaran, yaitu keuangan
negara yang dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundangundangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab
dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan dapat segera
diwujudkan.
Sementara itu, mengenai perlunya reformasi birokrasi dan peningkatan
kesejahteraan birokrasi dalam rangka menudukung tercapainya reformasi
sistem penganggaran, pada saat ini proses reformasi birokrasi telah dan
sedang dilaksanakan oleh Pemerintah untuk mewujudkan aparatur
negara yang netral, profesional, berdaya guna, produktif, transparan,
bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), dalam rangka
memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Reformasi birokrasi
tersebut meliputi aspek yang sangat luas dan kompleks yang dilakukan
secara menyeluruh, bertahap, sistematis, dan berkesinambungan, melalui
langkah-langkah antara lain, penataan kelembagaan/organisasi, efisiensi
ketatalaksanaan, peningkatan akuntabilitas aparatur, peningkatan sistem
-L.40 -
pengawasan, dan peningkatan kualitas pelayanan publik, serta penataan
kepegawaian/SDM aparatur. Berbagai langkah dan upaya untuk
melakukan reformasi birokrasi tersebut bukan sekedar wacana, namun
telah, sedang dan akan terus ditindaklanjuti secara bertahap. Langkah
penataan kelembagaan dan efisiensi ketatalaksanaan antara lain
dilakukan melalui penataan kelembagaan pemerintah pusat, penataan
kelembagaan pemerintah daerah, dan upaya penyempurnaan sistem dan
prosedur penyelenggaraan manajemen dan administrasi negara guna
terciptanya efisiensi dan efektivitas tata hubungan kerja dan kewenangan
dalam penyelenggaraan pemerintahan. Peningkatan akuntabilitas dan
sistem pengawasan aparatur, dilakukan antara lain dengan mendorong
pemerintahan pusat dan daerah dalam mempertanggungjawabkan
kinerja pelaksanaan penggunaan sumber dayanya, serta upaya
mengoptimalkan pengawasan penanggulangan dan pemberantasan KKN
di instansinya. Hal tersebut dilaksanakan melalui langkah bersama antara
pemerintah dan masyarakat dengan tindakan nyata, sistematik dan
menyeluruh. Sementara itu, peningkatan kualitas pelayanan publik,
antara lain dilakukan dengan mewujudkan manajemen pelayanan prima,
dalam pengertian produk pelayanan yang cepat, tepat, pasti, efisien,
transparan, akuntabel, serta menjamin rasa aman, nyaman, dan tertib
bagi masyarakat. Untuk mempercepat terwujudnya pelayanan publik
dilakukan penajaman/penyempurnaan standar operating procedur
(SOP) pada seluruh jenis pelayanan, baik pelayanan kepada publik
maupun antarinstansi. Dengan adanya SOP tersebut diharapkan
pelayanan dapat lebih transparan, dan akuntabel, sementara masyarakat
dapat ikut mengawasi, apabila terjadi penyimpangan atas layanan yang
dijanjikan.
Sebagai pelaksanaan lebih lanjut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007
tentang RPJPN, dan dalam rangka percepatan reformasi birokrasi yang
bersifat sistemik, komprehensif, lintas sektoral, berkelanjutan, konsisten,
dan berdurasi jangka panjang, telah dilakukan finalisasi penyusunan
Grand Design (Rencana Induk) Reformasi Birokrasi (GDRB) Tahun
2005-2025. Hal tersebut dilakukan sebagai bagian dari kerangka pikir
strategis Pemerintah dalam melaksanakan reformasi birokrasi, yang saat
ini sedang dilakukan penyempurnaan dalam rangka mengakomodir
berbagai masukan aktual. Untuk itu telah dibentuk Tim Nasional
Reformasi Birokrasi (Tim Kerja Reformasi Birokrasi dan Tim Nasional)
yang bersifat interdep. Dalam pelaksanaan Grand Design (Rencana
Induk) Reformasi Birokrasi pada masing-masing instansi, dibentuk Tim
Reformasi Birokrasi Instansi (Tim RBI), yang dipimpin oleh pimpinan
tertinggi instansi yang bersangkutan.
Sejalan dengan itu, untuk memberikan arah dan tahapan operasional,
disusun berbagai kebijakan operasional reformasi birokrasi berupa
Pedoman Umum Pelaksanaan Reformasi Birokrasi, termasuk juga
-L.41 -
penyusunan juklak/juknis sebagai landasan teknis operasional
pelaksanaan reformasi birokrasi. Juklak/juknis yang telah diselesaikan,
antara lain: Pedoman Penyusunan SOP (Standard Operating
Procedures) Administrasi Pemerintahan, Pedoman Penyusunan Indikator
Kinerja Utama (IKU), dan Petunjuk Pelaksanaan Evaluasi Kinerja
Organisasi dan Pedoman Pengajuan Dokumen Usulan Reformasi
Birokrasi di Lingkungan Kementerian Negara/Lembaga/Pemerintah
Daerah.
Implementasi reformasi birokrasi di lingkungan birokrasi pemerintah
telah dilakukan di beberapa instansi di pusat, yakni Departemen
Keuangan, Mahkamah Agung, Badan Pemeriksa Keuangan dan
Sekretariat Negara/Sekretariat Kabinet. Meskipun masih terbatas pada
beberapa instansi, pilot pelaksanaan reformasi birokrasi tersebut
diharapkan menjadi referensi/dasar bagi penerapan secara lebih
komprehensif, dan sistematis di seluruh instansi. Berbagai prasyarat dan
tahapan yang harus dilakukan setiap instansi pemerintah dalam
pelaksanaan reformasi birokrasi, adalah sebagai berikut :
1)
Penyusunan job evaluation, job description, pengukuran beban
kerja dan tanggung jawab jabatan, serta job grading.
2)
Review ketatalaksanaan (business process) agar tersusun
Standard Operating Procedure (SOP) yang lebih efisien dan
efektif dengan mengoptimalkan teknologi informasi dan
komunikasi.
3)
Penilaian (assesment) status dan kebutuhan SDM aparatur.
4)
Penetapan Key Performance Indicator (KPI) setiap jabatan atau
unit kerja.
5)
Perumusan besaran remunerasi sesuai dengan bobot tugas,
wewenang dan tanggung jawab (nilai jabatan) dalam rangka
penegakan reward & punishment.
Ke depan, akan terus dilakukan replikasi pelaksanaan reformasi birokrasi
pada setiap instansi pemerintah pusat dan daerah, dan terhadap instansi
yang telah menjadi Pilot Project akan dilakukan monitoring dan evaluasi
yang terus menerus dengan melibatkan tim independen dan stakeholders
terkait lainnya. Seiring dengan upaya tersebut, akan terus dilakukan
sosialisasi berbagai kebijakan operasional reformasi birokrasi ke seluruh
instansi pemerintah pusat dan daerah.
Sementara itu, Pemerintah menyadari bahwa kesejahteraan pegawai
merupakan salah satu unsur penting dalam mendukung terciptanya
aparatur negara yang profesional, netral, jujur, dan akuntabel, serta bebas
dari KKN. Oleh sebab itu, Pemerintah menetapkan kebijakan
pengembangan sistem kepegawaian dengan melakukan berbagai
-L.42 -
kegiatan, yang salah satunya berupa pengembangan sistem penggajian
melalui analisis jabatan guna menentukan bobot dan nilai jabatan yang
diharapkan dapat meningkatkan produktivitas kerja, dan pengembangan
sistem pensiun yang dapat meningkatkan kesejahteraan PNS, baik
semasa aktif maupun di masa purna tugas. Sebagai langkah awal,
mengikuti langkah-langkah penataan organisasi yang telah dilakukan,
dalam tahun anggaran 2008, Pemerintah merencanakan untuk secara
bertahap melakukan perbaikan remunerasi PNS melalui upaya perbaikan
dalam dimensi “kesejahteraan” untuk mencapai target pembaharuan
birokrasi.
Menanggapi pandangan Fraksi Partai Golongan Karya, mengenai
perlunya implementasi tiga prinsip dalam pembahasan APBN, yakni
prinsip keterbukaan (tranparansi), pertanggungjawaban (akuntabilitas),
dan keberpihakan pada kepentingan rakyat, Pemerintah sependapat
dengan Dewan yang terhormat. Pemerintah sependapat bahwa anggaran
harus dapat menyajikan informasi yang jelas mengenai tujuan, sasaran,
hasil, dan manfaat yang akan diperoleh masyarakat dari suatu program
ataupun kegiatan yang direncanakan. Dewan dan masyarakat memiliki
hak dan akses untuk mengetahui proses anggaran karena menyangkut
aspirasi dan kepentingan masyarakat, terutama pemenuhan kebutuhankebutuhan hidup masyarakat. Di samping itu, masyarakat juga berhak
untuk menuntut pertanggungjawaban atas rencana ataupun pelaksanaan
anggaran tersebut.
Dalam rangka penguatan akuntabilitas dan transparansi, Pemerintah
dengan dukungan DPR, telah berkomitmen untuk mewujudkan tata
kelola pemerintah yang baik (good governance). Untuk itu, Pemerintah
telah melakukan serangkaian langkah-langkah sebagai berikut:
1. Peningkatan kemampuan pengelolaan anggaran melalui program
percepatan akuntabilitas keuangan Pemerintah.
2. Penerapan Sistem dan Prosedur Keuangan sesuai dengan Standar
Akuntansi Instansi (SAI).
3. Penertiban rekening-rekening Pemerintah yang terdapat pada seluruh
kementerian Negara/lembaga.
4. Penataan dan inventarisasi Barang Milik Negara (BMN).
5. Peningkatan Sistem Manajemen Organisasi dan kinerja pelayanan
publik sehingga diharapkan dapat terwujud pelayanan prima, yang
cepat, tepat, pasti, efisien, transparan, akuntabel, serta menjamin rasa
aman, nyaman, dan tertib bagi masyarakat.
6. Penajaman/penyempurnaan standar operating procedur (SOP) pada
seluruh jenis pelayanan, baik pelayanan kepada publik maupun
antarinstansi.
7. Peningkatan pengawasan dan sistem pengendalian intern.
-L.43 -
Di samping itu, saat ini Pemerintah tengah mengembangkan dan
mengimplementasikan anggaran berbasis kinerja dan sistem
penganggaran jangka menengah, dalam rangka mendorong upaya
pemerintah untuk mendisiplinkan kebijakan pengeluarannya, menjamin
keberlangsungan kebijakan fiskal, meningkatkan transparansi kebijakan
pengeluaran, akuntabilitas kebijakan, dan prediksi kebutuhan pendanaan
untuk beberapa tahun ke depan.
Penerapan sistem perencanaan dan penganggaran berbasis kinerja
tersebut ditempuh sebagai pelaksanaan UU 17/2003 tentang Keuangan
Negara, dan UU 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional. Reformasi semacam ini, di berbagai negara yang sudah
melaksanakannya, membutuhkan waktu sekitar 15 – 20 tahun, namun
Pemerintah berharap dapat melakukan lebih cepat dari itu. Pemerintah
melalui Menteri Keuangan dan Menneg PPN/Kepala Bappenas, telah
menerbitkan Surat Edaran Bersama (SEB) tentang Pedoman Reformasi
Perencanaan dan Penganggaran yang memuat langkah-langkah bertahap
dan terukur untuk meningkatkan kualitas belanja negara, mulai dari
tahun ini hingga tahun 2011. Pedoman tersebut memuat langkah-langkah
untuk: (a) restrukturisasi program dan kegiatan agar dapat lebih
mencerminkan kinerja dan akuntabilitas masing-masing institusi;
(b) langkah-langkah penerapan anggaran berbasis kinerja; (c) langkahlangkah penerapan anggaran berjangka menengah; (d) format baru
Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL) yang
lebih berorientasi kepada kebijakan strategis; dan (e) kaidah pelaksanaan
yang memuat tahapan reformasi tersebut.
Terkait dengan sistem penganggaran jangka menengah, dalam rangka
mendorong upaya pemerintah untuk mendisiplinkan kebijakan
pengeluarannya,
menjamin
keberlangsungan
kebijakan
fiskal,
meningkatkan transparansi kebijakan pengeluaran, akuntabilitas
kebijakan, dan prediksi kebutuhan pendanaan beberapa tahun ke depan,
melalui penyusunan Rencana Kerja Pemerintah (RKP), telah
digambarkan kebijakan yang akan ditempuh Pemerintah setiap tahunnya.
Kebijakan tersebut mencakup prioritas berikut kegiatan-kegiatan yang
sedapat mungkin terukur (ada output-nya), dan dengan biaya yang
dibutuhkan untuk melaksanakannya. Dengan demikian, alokasi pada K/L
tidak bersifat naik sama rata, tetapi berdasarkan kontribusinya pada
pencapaian prioritas-prioritas pembangunan tersebut, sesuai dengan
prinsip perencanaan dan penganggaran berbasis kinerja.
Selanjutnya, terkait dengan prinsip keberpihakan terhadap kepentingan
rakyat, Pemerintah dengan dukungan dari Dewan Yang terhormat, telah
memberikan perhatian yang sangat besar pada kepentingan rakyat.
Beberapa program/kegiatan yang didesain untuk kepentingan rakyat
antara lain: (1) bantuan operasional sekolah (BOS); (2) beasiswa
-L.44 -
pendidikan untuk siswa dan mahasiswa miskin; (3) program upaya
kesehatan masyarakat (pelayanan kesehatan di Puskesmas) dan program
upaya kesehatan perorangan (pelayanan kesehatan di rumah sakit kelas
III); (4) program peningkatan keberdayaan masyarakat (PNPM Mandiri);
dan (5) program keluarga harapan.
Program BOS merupakan amanat dari Pasal 34 Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN), yang
menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin
terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar
tanpa memungut biaya. Tujuan dari program BOS, yaitu membebaskan
biaya pendidikan bagi siswa tidak mampu, dan meringankan beban siswa
lainnya agar semua siswa memperoleh layanan pendidikan dasar yang
lebih bermutu sampai tamat dalam rangka penuntasan Wajib Belajar
Pendidikan Dasar 9 Tahun. Program BOS diberikan kepada sekolah
tingkat SD dan SMP, dan dimaksudkan untuk mengurangi beban
masyarakat, khususnya masyarakat miskin dalam membiayai pendidikan,
sehingga diharapkan angka putus sekolah dapat menurun. Program BOS
diberikan, baik dalam bentuk pemenuhan kebutuhan operasional
sekolah, maupun dalam bentuk BOS buku. Dana BOS tersebut
dialokasikan berdasarkan jumlah murid, dengan alokasi sebesar
Rp397.000 untuk SD/MI kabupaten, sebesar Rp400.000 untuk SD/MI
kota per murid per tahun, sebesar Rp570.000 untuk SMP/MTs
kabupaten, dan sebesar Rp575.000 untuk SMP/MTs kota per murid per
tahun. Dalam tahun 2010, dana BOS akan disediakan bagi 42,8 juta siswa
tingkat pendidikan dasar.
Di samping program BOS yang dialokasikan untuk pendidikan dasar,
Pemerintah juga mengalokasikan anggaran bagi program beasiswa untuk
siswa miskin mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga perguruan
tinggi. Program beasiswa untuk siswa miskin dalam tahun 2010 akan
dialokasikan masing-masing untuk 2,5 juta siswa SD dan SMP dengan
alokasi anggaran sebesar Rp1,0 triliun; bagi 1,2 juta siswa MI dan MTs
dengan alokasi anggaran sebesar Rp619,2 miliar; bagi 577,8 ribu siswa
SMA dan SMK dengan alokasi anggaran sebesar Rp450,7 miliar; bagi
320,0 ribu siswa MA dengan alokasi anggaran sebesar Rp243,2 miliar;
bagi 233,5 ribu mahasiswa Perguruan Tinggi dengan alokasi anggaran
sebesar Rp572,8 miliar; dan untuk 65,0 ribu mahasiswa Perguruan Tinggi
Agama dengan alokasi anggaran sebesar Rp78,0 miliar.
Dalam rangka meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan dasar, khususnya bagi penduduk miskin, daerah tertinggal,
terpencil dan perbatasan, maka pemberian jaminan pemeliharaan
kesehatan bagi masyarakat yang sudah dilaksanakan dalam tahun-tahun
sebelumnya dalam bentuk Askeskin akan terus dilanjutkan dan diperluas
cakupannya. Dalam tahun 2010, program jaminan pelayanan kesehatan
-L.45 -
pada masyarakat (jamkesmas) akan diberikan dalam bentuk:
(1) peningkatan akses penduduk miskin dan kurang mampu di kelas III
RS Pemerintah dan RS swasta tertentu yang ditunjuk, mencakup
sebanyak 76,4 juta RTS; (2) pelayanan kesehatan dasar bagi seluruh
penduduk di Puskesmas dan jaringannya; dan (3) penyediaan obat dan
perbekalan kesehatan.
Dalam rangka menyempurnakan sistem perlindungan sosial, khususnya
bagi masyarakat miskin, selain beras untuk rakyat miskin yang
dialokasikan melalui pos belanja subsidi, dalam tahun 2010 juga akan
dilakukan penyediaan bantuan bagi rumah tangga sangat miskin (RTSM)
dalam pos bantuan sosial melalui program bantuan dan jaminan
kesejahteraan sosial (program keluarga harapan/PKH) bagi 720.000
RTSM.
Selanjutnya, dalam rangka menjaga keberlanjutan berbagai program
penanggulangan kemiskinan yang telah dilaksanakan dalam tahun-tahun
sebelumnya, dalam tahun 2010 cakupan PNPM akan diperluas ke seluruh
kecamatan di perkotaan dan perdesaan, dan akan terus dilakukan
harmonisasi antarprogram penanggulangan kemiskinan berbasis
pemberdayaan masyarakat dari berbagai sektor ke dalam wadah Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Penyempurnaan
dan perluasan cakupan program pembangunan berbasis masyarakat
antara lain meliputi: (1) peningkatan keberdayaan masyarakat dan PNPM
perdesaan dengan kecamatan (PNPM Perdesaan), yang mencakup
pemberdayaan di 4.671 kecamatan; (2) penanggulangan infrastruktur
sosial ekonomi wilayah penanggulangan kemiskinan perkotaan/P2KP
(PNPM perkotaan), yang mencakup perluasan kelurahan di 11.128
kelurahan; (3) PNPM infrastruktur pedesaan (PPIP) yang mencakup
3.250 desa; (4) PNPM Daerah Tertinggal dan Khusus yang mencakup
seluruh kabupaten di Nangroe Aceh Darussalam dan 199 kabupaten
lainnya; serta (5) PNPM Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi
Wilayah yang mencakup pemberdayaan di 327 kecamatan.
Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan dan Fraksi Partai Amanat Nasional
mengenai perlunya kenaikan gaji aparatur negara diiringi dengan
peningkatan kinerja dan profesionalitas pegawai.
Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang
Pokok-Pokok Kepegawaian, Pemerintah secara bertahap telah melakukan
perbaikan gaji aparatur negara yang tidak hanya diarahkan untuk dapat
menunjang kesejahteraan aparatur dalam memenuhi kebutuhan hidup
diri dan keluarganya secara layak, tetapi juga ditujukan untuk
memberikan dampak pada peningkatan profesionalisme. Seperti
ditunjukkan dengan kualitas kinerja yang baik (good performance).
Namun, dalam menentukan kebijakan kenaikan gaji pokok dan
-L.46 -
pensiunan pokok tersebut, pemerintah senantiasa memperhatikan
kemampuan keuangan negara.
Dalam RAPBN 2010, Pemerintah mengusulkan kebijakan kenaikan gaji
dan pensiun pokok hanya sebesar 5 persen atau sesuai dengan perkiraan
tingkat inflasi. Rendahnya persentase kenaikan gaji dan pensiun pokok
tersebut antara lain disebabkan karena RAPBN 2010 merupakan RAPBN
transisi, yaitu RAPBN yang disiapkan oleh pemerintahan lama untuk
dilaksanakan oleh pemerintahan baru. Sebagai RAPBN transisi, maka
kebijakan yang diusulkan pemerintah dalam penyusunan RAPBN 2010
merupakan kebijakan baseline, yang dimaksudkan untuk memberi ruang
gerak yang lebih luas bagi Pemerintahan yang baru.
Di samping itu, sebagai amanat pasal 7 ayat 1 dan 2 Undang-undang No.
43 tahun 1999, telah dilakukan upaya perbaikan kesejahteraan PNS agar
layak dan adil antara lain dengan pemberian gaji ke-13 baik di instansi
pusat maupun di daerah, serta kenaikan tunjangan jabatan struktural
maupun fungsional. Secara garis besar, kebijakan untuk memperbaiki
kesejahteraan aparatur, pensiun sejak tahun 2006 adalah sebagai berikut.
No.
Tahun
Uraian
1.
Kenaikan gaji pokok dan pensiun pokok
2006
15%
2007
15%
2008
20%
2009
15%
2.
Kenaikan rata-rata tunjangan struktural
50%
40%
-
-
3.
Kenaikan rata-rata tunjangan fungsional
10%
20%
-
-
4.
Kebijakan Pemberian gaji ke-13
1x gaji Juli
1x gaji
Juni
1x gaji
Juni
1x gaji
Juni
Sementara itu, dalam konteks perbaikan kesejahteraan PNS berupa
perbaikan sistem remunerasi nasional, saat ini sedang disusun konsep
struktur penggajian yang proporsional antara yang terendah dan tertinggi
yang saat ini 1 berbanding 3,6 menjadi 1 berbanding 12, yang akan
diberlakukan secara nasional. Termasuk juga berkaitan dengan besaran
tunjangan, baik tunjangan struktural maupun tunjangan fungsional
sesuai dengan beban tugas dan tanggung jawabnya.
Selanjutnya, Pemerintah sependapat dengan Dewan mengenai perlunya
upaya kenaikan gaji aparatur negara dan pensiunan dilakukan bersamaan
dengan
langkah-langkah
untuk
meningkatkan
kinerja
dan
profesionalisme aparatur negara melalui upaya reformasi birokrasi.
Dengan demikian, diharapkan kenaikan gaji tersebut bukan hanya
bermakna untuk meningkatkan penghasilan dan kesejahteraan PNS saja,
tetapi juga dapat mewujudkan birokrasi yang bersih, efisien, efektif,
-L.47 -
profesional, dan kompetitif sebagai prasyarat terwujudnya pelayanan
prima yang bebas KKN bagi masyarakat.
Menanggapi pernyataan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan mengenai penyelenggaraan Negara harus didorong untuk
mewujudkan kesejahteraan rakyat, dapat disampaikan penjelasan sebagai
berikut. Dalam tahun 2010, upaya untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat terutama masyarakat miskin masih menjadi agenda utama
pembangunan. Karena kemiskinan merupakan permasalahan yang
bersifat multisektor, maka upaya untuk penurunan angka kemiskinan dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin dilaksanakan melalui
berbagai program pembangunan secara sektoral dan secara lintas sektor.
Dalam rangka meningkatkan efektivitas pelaksanaan program
pengurangan kemiskinan, maka program pengurangan kemiskinan
dikelompokkan menjadi 3 kluster, yaitu kluster pertama berisi programprogram yang memberikan perlindungan sosial dalam rangka
meningkatkan akses masyarakat miskin kepada kebutuhan dasar; kluster
kedua berisi program-program pemberdayaan bagi masyarakat miskin;
dan kluster ketiga adalah program-program perkuatan usaha mikro dan
kecil.
Terkait dengan pemberian perlindungan sosial bagi masyarakat miskin,
telah dilaksanakan berbagai program seperti RASKIN (program beras
untuk masyarakat miskin), Jamkesmas (program jaminan kesehatan
masyarakat), beasiswa untuk siswa miskin, BLT (bantuan langsung tunai)
dan PKH (program keluarga harapan). Program-program pemberdayaan
masyarakat miskin telah dilaksanakan melalui Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Dengan dilaksanakannya
program ini, diharapkan masyarakat miskin melalui kelompok-kelompok
masyarakat dapat menentukan sendiri kebutuhannya, merencanakan,
melaksanakan dan melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan
kegiatan yang mereka usulkan. Dari sisi usaha mikro dan kecil, upaya
perkuatan usaha mikro dan kecil telah dilakukan melalui penyediaan
kredit dan dana bergulir, pelatihan dan pendampingan bagi pengelola
koperasi, dan sebagainya yang dilaksanakan melalui program perkuatan
usaha mikro dan kecil. Pada tahun 2008, telah disalurkan kredit sebesar
Rp 12,624 triliun kepada 1.671.668 usaha mikro kecil dan menengah
(UMKM) dengan rata-rata kredit per UMKM sebesar Rp7,55 juta. Selain
itu, telah dilakukan pendampingan bagi 3.500 usaha kecil menengah
(UKM)/pelatihan 500 Business Development Services (BDS), penyediaan
dana kepada 125 koperasi untuk pengadaan sarana produksi bersama
anggota, pelatihan fasilitator budaya/motivasi usaha dan teknis
manajemen usaha mikro melalui koperasi untuk 1.000 koperasi,
bimbingan teknis/pendampingan dan pelatihan pengelola lembaga
keuangan mikro (LKM)/koperasi simpan pinjam (KSP) bagi 2.800
koperasi/LKM, pembinaan sentra-sentra produksi UMKM di daerah
-L.48 -
terisolir dan tertinggal/perbatasan pada 60 sentra/1.700 unit usaha
mikro (UMI), fasilitasi pengembangan pemasaran usaha mikro melalui
koperasi di 4.300 UMI, serta penyediaan dana bergulir untuk kegiatan
produktif skala usaha mikro dengan pola bagi hasil/syariah dan
konvensional termasuk perempuan pengusaha di 75.000 UMI/3.000
koperasi/LKM. Pada tahun 2010, kegiatan-kegiatan tersebut akan terus
dilakukan dengan sasaran yang sama.
Selain program-program tersebut, terdapat berbagai program yang
dilaksanakan untuk mengembangkan ekonomi lokal terutama di
perdesaan dan daerah-daerah tertinggal untuk meningkatkan kapasitas
masyarakat miskin serta aksesibilitas kepada berbagai sumber daya
produktif. Selain itu, perkuatan kepada kelembagaan di tingkat
masyarakat serta kelembagaan ekonomi di tingkat lokal juga menjadi
perhatian dalam pelaksanaan kegiatan di perdesaan dan daerah-daerah
tertinggal. Dengan demikian, kegiatan ekonomi di tingkat lokal dapat
dikembangkan untuk pencapaian kesejahteraan masyarakat, khususnya
masyarakat miskin.
Menjawab pertanyaan Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi mengenai
penggunaan bahan baku gas pada PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN)
untuk menghemat subsidi listrik dapat disampaikan penjelasan sebagai
berikut. Pemerintah sependapat dengan Dewan yang terhormat karena
selama ini kebijakan energi nasional lebih bertumpu pada energi yang
berasal dari bahan bakar minyak (BBM) yang harganya cenderung
berfluktuatif. Langkah yang diambil oleh PLN untuk beralih dari
penggunaan minyak bumi ke batubara dan gas merupakan kebijakan
yang tepat. Alokasi pemanfaatan gas bumi di masa depan diutamakan
untuk memenuhi pasokan di dalam negeri. Negosiasi ekspor gas bumi
baru dapat dilakukan apabila tidak ada konsumen gas dalam negeri yang
memungkinkan untuk menyerap gas tersebut secara teknis dan ekonomis.
Dalam hal keekonomian lapangan dari pengusahaan gas tersebut
terlampau tinggi untuk pasar gas domestik, Pemerintah mensyaratkan
adanya porsi tertentu untuk dipasok ke dalam negeri. Untuk kontrakkontrak ekspor gas yang sudah ada akan tetap dihargai sampai
berakhirnya kontrak tersebut. Dalam hal ini, pemerintah dan PT. PLN
(Persero) telah melakukan langkah-langkah optimalisasi penggunaan gas
untuk pembangkit tenaga listrik yang direncanakan pada akhir tahun
2009 siap beroperasi, yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap
(PLTGU) Priok (DKI Jakarta), PLTGU Grati (Jawa Timur), PLTGU
Cilegon (Banten) dan PLTGU Belawan (Sumatera Utara).
Menjawab pertanyaan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan mengenai pengendalian harga bahan bakar minyak (BBM)
dan tarif dasar listrik, dapat disampaikan bahwa salah satu fungsi alokasi
anggaran Pemerintah Pusat adalah melaksanakan fungsi stabilisasi
-L.49 -
melalui pemberian subsidi harga untuk barang-barang kebutuhan pokok.
Pemerintah dalam mengalokasikan anggaran untuk subsidi tersebut
dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan Pemerintah dan daya
beli masyarakat berpenghasilan rendah. Pemerintah terus berupaya agar
pemberian subsidi lebih tepat sasaran dan harganya tetap terjangkau oleh
masyarakat berpenghasilan rendah. Upaya-upaya tersebut antara lain
melalui penggunaan kartu kendali dalam pembelian barang bersubsidi,
pemanfaatan energi alternatif, pengawasan yang lebih ketat dalam
pendistribusian barang bersubsidi, dan menyempurnakan peraturan yang
terkait dengan kebijakan pemberian subsidi.
Mengenai pengendalian harga Bahan Bakar Minyak (BBM), dapat
disampaikan bahwa dalam pengendalian konsumsi BBM PSO (Public
Service Obligation) yang disubsidi, pemerintah melakukan pengurangan
jenis dan volume BBM PSO (bersubsidi) secara bertahap. Program ini
akan dilaksanakan melalui sistem distribusi secara tertutup.
Berkenaan dengan pengendalian subsidi listrik, pada dasarnya subsidi
listrik akan terus dilaksanakan sepanjang Tarif Dasar Listrik (TDL) yang
ditetapkan Pemerintah masih lebih rendah dari Biaya Pokok Penyediaan
(BPP) tenaga listrik. Saat ini Pemerintah belum merencanakan adanya
kenaikan TDL, tetapi terfokus dalam melakukan upaya-upaya untuk
menurunkan BPP tenaga listrik, sehingga subsidi listrik dapat
diperkecil/diturunkan.
Dalam rangka menurunkan Subsidi Listrik, Pemerintah dan PT. PLN
(Persero) melakukan upaya-upaya untuk menurunkan BPP tenaga listrik,
melalui:
• Program penghematan pemakaian listrik (demand side):
− Penurunan susut jaringan (losses);
− Penerapan tarif non subsidi untuk pelanggan 6.600 Volt Ampere
(VA) ke atas.
• Program diversifikasi energi primer di pembangkitan tenaga listrik
(supply side):
− Optimalisasi penggunaan gas;
− Penggantian High Speed Diesel (HSD) menjadi Marine Fuel Oil
(MFO);
− Peningkatan penggunaan batubara.
Menanggapi pertanyaan Fraksi Partai Bintang Reformasi mengenai
kebijakan subsidi yang tepat sasaran dan redesign kebijakan subsidi
dapat disampaikan penjelasan sebagai berikut. Pemerintah sependapat
dengan Dewan yang terhormat bahwa kebijakan anggaran subsidi perlu
lebih terarah dan lebih tepat sasaran. Untuk itu, Pemerintah berupaya
-L.50 -
melakukan redesign kebijakan subsidi dari subsidi harga menjadi subsidi
tepat sasaran (targeted subsidy). Salah satu upaya pelaksanaan redesign
kebijakan subsidi adalah kebijakan subsidi pertanian terpadu. Kebijakan
subsidi pertanian perlu diintegrasikan dengan kebijakan peningkatan
ketahanan pangan dan pembangunan pertanian secara menyeluruh. Pada
tahun 2009, telah dimulai pendataan oleh Badan Pusat Statistik (BPS)
melalui kegiatan Pendataan Usaha Tani (PUT) untuk petani padi, jagung,
kedele dan tebu. Dalam pendataan tersebut diperoleh data 17,83 juta
usaha tani padi, jagung, kedele, dan tebu. Data tersebut meliputi nama
dan alamat serta luas lahan pertanian. Dengan adanya PUT, maka
subsidi pertanian dapat disusun dan diarahkan langsung untuk diterima
petani tanpa melalui subsidi terhadap produknya. Dengan redesign
kebijakan subsidi menjadi targeted subsidy, maka pengelolaannya
diharapkan menjadi lebih efektif. Pada tahun 2010, pelaksanaan subsidi
pertanian terpadu ini akan diujicobakan terlebih dahulu di 10 propinsi
sebagai pilot project.
Menanggapi pertanyaan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan mengenai kebijakan subsidi pupuk, dapat disampaikan
penjelasan sebagai berikut. Subsidi pupuk ditujukan untuk membantu
petani dalam pengadaan pupuk dengan harga yang terjangkau, agar dapat
menerapkan
pemupukan
secara
berimbang,
sehingga
dapat
meningkatkan produksi pertanian, dan memperbaiki pendapatan serta
kesejahteraan petani. Kebijakan subsidi pupuk perlu diintegrasikan
dengan kebijakan peningkatan ketahanan pangan dan pembangunan
pertanian secara menyeluruh, seperti: pembangunan/rehabilitasi
infrastruktur pertanian (saluran irigasi), subsidi benih, subsidi pupuk,
kredit usaha tani dan penguatan kelembagaan petani yang telah
ditempuh oleh pemerintah. Kebijakan lainnya adalah bidang penelitian
dan pengembangan pertanian, untuk menciptakan teknologi tepat guna,
baik dalam hal varietas maupun komponen teknologi lainnya. Demikian
juga dalam pemasaran hasil, pemerintah mengeluarkan kebijakan harga
pembelian pemerintah (HPP) gabah untuk melindungi petani dari
jatuhnya harga di bawah biaya produksi.
Alokasi anggaran untuk subsidi pupuk terus mengalami peningkatan.
Pada tahun 2003, subsidi pupuk hanya sebesar Rp800,0 milyar, dan pada
tahun 2009 telah meningkat menjadi lebih dari Rp18,4 triliun atau
meningkat dua kali lipat setiap tahunnya. Apabila kecenderungan ini
terus terjadi, maka dapat dipastikan bahwa dalam lima tahun ke depan
anggaran subsidi pupuk akan menembus angka di atas Rp20,0 triliun,
sehingga akan sangat membebani/memberatkan anggaran pemerintah.
Untuk itu, Pemerintah terus melakukan perbaikan melalui kebijakan baru
dan terarah guna mengurangi subsidi pupuk secara bertahap, khususnya
untuk pupuk kimia. Kebijakan tersebut antara lain melalui pengurangan
subsidi untuk pupuk kimia tunggal (Urea) yang diimbangi dengan
-L.51 -
peningkatan subsidi untuk pupuk organik dan pupuk majemuk lainnya,
seperti NPK.
Mengingat pada saat ini intensitas penggunaan pupuk pada usaha tani
padi cenderung telah melebihi dari yang direkomendasikan, sehingga
yang perlu dilakukan adalah bagaimana memberikan pemahaman kepada
petani untuk menerapkan penggunaan pupuk berimbang sesuai dengan
dosis yang dianjurkan melalui penyuluhan-penyuluhan yang lebih
intensif. Dalam kondisi demikian, subsidi pupuk dapat dikurangi secara
bertahap dengan konsekuensinya adalah menaikkan Harga Eceran
Tertinggi (HET) pupuk secara bertahap pula, namun tetap menjaga
secara proporsional dengan HPP gabah, agar tidak berpengaruh negatif
terhadap produksi padi nasional.
Menanggapi pertanyaan Fraksi Partai Amanat Nasional mengenai
pemberdayaan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi dengan
meningkatkan subsidi bunga kredit program, baik berupa kredit usaha
rakyat (KUR) maupun subsidi bunga kredit program untuk petani,
nelayan, dan perumahan rakyat dapat disampaikan penjelasan sebagai
berikut. Pemerintah sependapat dengan Dewan yang terhormat bahwa
anggaran subsidi bunga kredit program harus ditingkatkan. Dalam
RAPBN tahun 2010, subsidi bunga kredit program dialokasikan sebesar
Rp5,3 triliun, atau mengalami kenaikan sebesar 12,8 persen bila
dibandingkan dengan APBN-P tahun 2009 sebesar Rp4,7 triliun.
Anggaran subsidi bunga kredit program tersebut disediakan antara lain
untuk: (a) imbal jasa penjaminan kredit usaha rakyar (KUR) Rp375,0
miliar; (b) kredit ketahanan pangan dan energi (KKP-E) Rp615,9 miliar;
(c) risk sharing KKP-E Rp215,9 miliar; (d) kredit usaha sektor
peternakan (KUSP) Rp145,0 miliar; dan (e) kredit kepemilikan rumah
sederhana sehat (KPRSh) dan rusunami Rp3.099,0 miliar.
Pemerintah sependapat dengan Fraksi Partai Demokrat mengenai
masih sangat dibutuhkannya penyediaan fasilitas kesehatan dasar, dan
terlayaninya seluruh penduduk miskin untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan dasar di Puskesmas dan rumah sakit. Penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dasar dilakukan antara lain melalui Dana Alokasi
Khusus (DAK) untuk pembangunan Puskesmas baru, perbaikan
Puskesmas yang rusak, pembangunan Puskesmas Pembantu, perbaikan
Puskesmas Pembantu, penyediaan Puskesmas Keliling, serta penyediaan
peralatan untuk Puskesmas. Sedangkan di rumah sakit terutama
digunakan untuk memperluas kemampuan pelayanan kesehatan di kelas
III rumah sakit dalam rangka melayani penduduk miskin.
Sejalan dengan itu, dalam prioritas RKP 2010, Pemerintah menempatkan
pemeliharaan kesejahteraan rakyat, serta penataan kelembagaan dan
pelaksanaan sistem perlindungan sosial sebagai prioritas pertama RKP.
Sasaran yang ingin dicapai melalui prioritas tersebut adalah menurunnya
-L.52 -
tingkat kemiskinan menjadi 12-13,5 persen. Dalam rangka mencapai
tingkat kemiskinan tersebut, Pemerintah akan menempuh langkahlangkah kebijakan sebagai berikut: (a) perluasan akses pelayanan dasar
masyarakat miskin dan penyandang masalah kesejahteraan sosial
(PMKS); (b) peningkatan keberdayaan dan kemandirian masyarakat;
(c) peningkatan efektivitas pelaksanaan dan koordinasi penanggulangan
kemiskinan; (d) peningkatan kapasitas usaha skala mikro dan kecil
melalui penguatan kelembagaan; serta (e) penataan dan pelaksanaan
kelembagaan dalam pelaksanaan jaminan sosial. Contoh nyata upaya
Pemerintah untuk lebih meningkatkan pelayanan kepada masyarakat di
bidang kesehatan, antara lain dengan melanjutkan program
JAMKESMAS di tahun 2010 yang pelaksanaan dan pelayanannya lebih
disempurnakan dalam upaya memberikan pelayanan kesehatan bagi
penduduk miskin. Pelayanan tersebut mencakup: (a) berbagai skema
jaminan kesehatan/asuransi kesehatan wajib, (b) pengembangan
kemitraan dengan penyedia pelayanan masyarakat dan swasta dengan
sasaran utama 50 persen penduduk dapat telayani, (c) peningkatan
pelayanan kesehatan melalui
Puskesmas dan jaringannya,
dan
(d) peningkatan pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin di kelas III
RS dengan sasaran 76,4 juta penduduk miskin.
Selain itu, Pemerintah juga sependapat dengan Fraksi Partai
Demokrat mengenai perlunya tetap mendorong dan meningkatkan
kembali program KB. Program Keluarga Berencana (KB) telah berhasil
menurunkan angka kelahiran dan laju pertumbuhan penduduk secara
signifikan. Sejak tahun 1971, keberhasilan program keluarga berencana,
diperkirakan telah dapat mencegah lebih dari 100 juta kehamilan atau
kelahiran. Oleh karena itu, Program KB tersebut telah berhasil merubah
kondisi piramida penduduk Indonesia dari penduduk muda menuju
penduduk dewasa, yang memungkinkan terjadinya bonus demografi.
Hasil yang dicapai melalui pembangunan keluarga berencana pada tahun
2004-2009, antara lain adalah laju pertumbuhan penduduk (LPP)
cenderung menurun dari sekitar 1,34 persen pada tahun 2000-2005
(data Sensus 2000 dan Supas 2005) diperkirakan menjadi sekitar 1,27
persen pada tahun 2005-2010 (Proyeksi Penduduk Indonesia 2005-2025
berdasarkan Supas 2005). Selain itu, dari aspek kualitas penduduk,
program keluarga berencana juga telah membantu meningkatkan kualitas
dan kesejahteraan keluarga Indonesia, karena dengan jumlah anggota
keluarga yang kecil, setiap keluarga dapat merencanakan kehidupannya
menjadi lebih berkualitas dan sejahtera.
Keberhasilan Program KB beberapa waktu yang lalu tersebut, antara lain
disebabkan oleh tingginya komitmen Pemerintah dari tingkat pusat
sampai lini lapangan, tingginya partisipasi Lembaga Swadaya dan
Organisasi Masyarakat dalam pelaksanaan Program KB Nasional, serta
-L.53 -
dukungan anggaran yang cukup baik, yang bersumber dari APBN
maupun bantuan luar negeri.
Meskipun laju pertumbuhan penduduk telah berhasil diturunkan, namun
secara absolut jumlah penduduk Indonesia tetap besar. Pada tahun 2000,
jumlah penduduk Indonesia mencapai sekitar 205,8 juta meningkat
menjadi 218,9 juta pada tahun 2005, dan diperkirakan akan meningkat
menjadi sekitar 230,6 juta pada tahun 2009. Keadaan ini, menempatkan
Indonesia pada urutan ke 4 sebagai Negara dengan penduduk terbanyak
di dunia setelah Amerika, China dan India. Oleh sebab itu, masalah
kependudukan dan KB masih harus menjadi salah satu fokus utama
dalam pembangunan nasional. Hal tersebut dikarenakan besarnya
peranan pembangunan kependudukan dan KB dalam menentukan
keberhasilan pencapaian tujuan pembangunan nasional.
Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukkan
bahwa Total Fertility Rate (TFR) nasional cenderung stagnan, yaitu
masih berada pada angka 2,6 per perempuan usia reproduksi. Selain itu,
disparitas TFR antar provinsi dan desa-kota masih tinggi. Nilai TFR
terendah 1,8 di D.I Yogyakarta, dan tertinggi 4,2 di Nusa Tenggara Timur.
Jika dilihat dari rata-rata jumlah anak yang dilahirkan, terdapat
kesenjangan menurut tingkat ekonomi, tingkat pendidikan, dan desakota. Rata-rata anak yang dilahirkan pada kelompok miskin (4,2) lebih
banyak dibandingkan dengan kelompok yang lebih mampu (3,0).
Demikian pula, rata-rata jumlah anak yang dilahirkan oleh perempuan
yang berpendidikan rendah (4,1) lebih banyak dibandingkan dengan
perempuan berpendidikan tinggi (2,7), dan rata-rata jumlah anak yang
dilahirkan di desa (3,7) lebih banyak dibandingkan dengan perempuan di
kota (3,4).
TFR yang cenderung stagnan tersebut, di samping karena kurangnya
fokus terhadap program KB pasca desentralisasi,
pemerintahan
Kabupaten/Kota sedang melakukan penyesuaian dan pembenahan dalam
pelaksanaan program KB, khususnya menyangkut kelembagaan, juga
dikarenakan: (1) tidak meningkatnya prevalensi pemakaian kontrasepsi;
(2) terbatasnya akses pelayanan KB, terutama bagi keluarga miskin dan
berpendidikan rendah; (3) sulitnya meningkatkan kesertaan pria dalam
ber KB; (4) menurunnya penyelenggaraan kegiatan kegiatan advokasi dan
Komunikasi Informasi, Edukasi (KIE) program KB; dan (5) menurunnya
jumlah dan kualitas PPLKB dan PLKB/PKB. Permasalahan lainnya yang
perlu mendapatkan perhatian antara lain adalah masih kurangnya
pengetahuan dan pemahaman masyarakat (termasuk remaja) tentang
hak-hak reproduksi dan kesehatan reproduksi; masih kurangnya
kepedulian dan pengetahuan keluarga dalam pembinaan dan pengasuhan
tumbuh kembang anak; serta rendahnya akses keluarga miskin terhadap
sumber-sumber ekonomi.
-L.54 -
Kondisi tersebut, apabila tidak ditanggapi dengan langkah-langkah
perbaikan serta upaya yang lebih intensif dalam pelaksanaan Program KB
Nasional, maka dikhawatirkan akan mengganggu pencapaian sasaran
pembangunan nasional, mengingat program KB merupakan salah satu
penentu keberhasilan pembangunan nasional, dan pencapaian MDGs,
karena:
1. Dari aspek peningkatan kualitas SDM, program KB memiliki peran
yang sangat penting. Kualitas SDM yang ditunjukkan dengan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM), saat ini IPM Indonesia masih
menempati ranking yang ke 109 dari 173 negara di dunia. Penentu
Indeks Pembangunan Manusia antara lain adalah angka kematian ibu
dan bayi, dan program KB mencegah terjadinya kehamilan dan
kelahiran, dengan demikian KB memiliki kontribusi yang besar
terhadap penurunan angka kematian Ibu dan bayi.
2. KB mempunyai kontribusi yang besar terhadap upaya pengentasan
kemiskinan. Berdasarkan hasil SDKI, rata-rata jumlah anak yang
dimiliki oleh keluarga miskin dan berpendidikan rendah lebih banyak
bila dibandingkan dengan keluarga yang lebih mampu ekonominya
dan berpendidikan. Sampai saat ini, penggarapan KB bagi keluarga
miskin diberikan secara cuma-cuma, baik pelayanannya melalui
Jamkesmas, dan alat/obat kontrasepsinya melalui BKKBN. Sasaran
Intensifikasi program KB, utamanya ditujukan kepada keluarga
miskin, oleh karena itu, apabila keluarga miskin ber KB, maka jumlah
anaknya akan lebih sedikit cukup dua atau tiga saja, sehingga
keluarga-keluarga miskin ini akan memiliki kesempatan untuk
memberikan gizi yang lebih baik kepada anak-anaknya, membertikan
pendidikan yang cukup, dan memiliki kesempatan untuk lebih
meningkatkan kesejahteraan keluarganya.
3. Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahun sekitar 3–4 juta
penduduk (dengan program KB saat ini), tanpa program KB niscaya
jumlah penduduk akan mencapai angka sekitar 300 jutaan pada
tahun 2015, bahkan akan terus meningkat tanpa kendali. Hal tersebut
akan memberikan beban yang cukup berat bagi pembangunan di
Indonesia, khususnya dalam penyediaan kebutuhan dasar (pangan,
papan, sandang, dan pendidikan). Dalam penyediaan pangan, tentu
akan sangat berat dan sulit untuk mempertahankan swasembada
pangan yang sudah dicapai pemerintah pada saat ini.
Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan Revitalisasi Program KB, baik
menyangkut kelembagaan, mekanisme operasional, serta sumber daya
manusianya, yang antara lain dilaksanakan melalui intensifikasi
pelaksanaan program KB dengan sasaran yang harus dicapai:
-L.55 -
1. Terlayaninya peserta KB Baru sekitar 7,1 juta peserta; 3,7 juta
diantaranya peserta KB Baru miskin, dan sekitar 254,5 ribu peserta KB
baru pria;
2. Meningkatnya peserta KB Aktif menjadi sekitar 26,7 juta peserta; 11,9
diantaranya peserta KB Aktif miskin, dan sekitar 659,5 ribu peserta KB
aktif pria;
3. Terbinanya jumlah peserta KB Aktif dengan Metode Kontrasepsi
Jangka Panjang (MKJP) sebesar 6,5 juta;
4. Meningkatnya pengetahuan dan ketrampilan keluarga akseptor
tentang pengasuhan dan pembinaan tumbuh kembang anak melalui
Bina Keluarga Balita (BKB); pembinaan kualitas kehidupan keluarga
lansia melalui kelompok Bina Keluarga Lansia; dan peningakatan
pendapatan keluarga akseptor dalam rangka kemandirian ber KB
melalui pembinaan kelompok kegiatan usaha ekonomi produktif
keluarga;
5. Meningkatnya pengetahuan dan ketrampilan masyarakat, keluarga,
dan remaja tentang kesehatan reproduksi bagi remaja dan
perencanaan kehidupan berkeluarga melalui kelompok Bina Keluarga
Remaja (BKR), dan Pusat Informasi dan Konsultasi Keluarga (PIK
KRR);
6. Meningkatnya kompetensi petugas pelaksana dan pengelola program
KB melalui pendidikan, pelatihan dan orientasi program bagi sekitar
21 ribu petugas lapangan; serta sekitar 6 ribu pengelola dan pelaksana
pelayanan program;
7. Meningkatnya jumlah institusi masyarakat yang melaksanakan
pelayanan KB menjadi sekitar 70.000; serta
8. Terlaksananya Advokasi dan KIE Program KB Nasional melalui media
massa dan media luar ruang di seluruh tingkatan wilayah.
Menanggapi harapan dari Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi agar
Pemerintah lebih memperhatikan prioritas dan keselamatan TNI/Polri,
dan keamanan negara dari gangguan terorisme, dapat kiranya dijelaskan
bahwa Pemerintah senantiasa mengedepankan keselamatan personil
TNI/Polri utamanya ketika sedang melaksanakan tugas operasi dengan
mengupayakan perlindungan secara maksimal. Ketika sedang
melaksanakan tugas operasi, kepada personil diberikan bekal pokok
seperti senjata, baju anti peluru, uang makan operasi, uang saku, dan
peralatan lainnya. Selain itu, secara kelompok disediakan alat angkut
personil (baik rantis maupun ranpur), peralatan komunikasi, dan
peralatan kesatuan lainnya dengan tujuan untuk melindungi keselamatan
jiwa personil dan menunjang keberhasilan operasi. Terkait dengan
terjadinya serangkaian kecelakaan alutsista yang menewaskan sejumlah
personil terbaik, Pemerintah menyadari hal tersebut merupakan
kehilangan yang sangat besar. Namun demikian, pemerintah selalu
-L.56 -
mengupayakan pemeliharaan dan perawatan alutsista dengan seksama
untuk mengurangi risiko kecelakaan.
Terkait dengan penjagaan keamanan negara di antaranya terhadap
gangguan kedaulatan NKRI dan rongrongan terorisme, Pemerintah telah
dan terus berupaya secara maksimal untuk mengatasi hal tersebut.
Untuk mengatasi gangguan kedaulatan NKRI di wilayah perbatasan
diupayakan melalui penggelaran personil dan operasi rutin untuk
meneguhkan kedaulatan NKRI di wilayah perbatasan yang seringkali
diklaim sebagai wilayah negara tetangga. Jalur diplomasi bilateral selalu
dikedepankan daripada konfrontasi (perang) untuk menghindarkan
kerugian yang lebih besar. Sementara itu, untuk menghadapi rongrongan
terorisme, Polri telah berupaya untuk meningkatkan kemampuan Anti
Terorisme Detasemen 88/Anti Teror (Densus 88/AT) mulai dari
pencegahan, pelaksanaan, dan pengungkapan kasus-kasus terorisme.
Upaya Densus 88/AT tersebut dengan mempertajam jaringan antiterorisme di setiap wilayah. Serangkaian rencana aksi terorisme telah
berhasil dibongkar dan ditemukan sejumlah besar bom. Demikian juga
dalam hal pengejaran tokoh dan pelaku aksi terorisme, aparat keamanan
berhasil menangkap dan membongkar jaringan terorisme. Selanjutnya,
dalam hal penanganan pasca terorisme, proses identifikasi dapat berjalan
dengan cepat berkat dukungan teknologi penyidikan yang cukup handal.
Keberhasilan ini secara terus menerus akan dipertahankan dan
ditingkatkan baik secara internal dengan mengoptimalkan mekanisme
koordinasi instansi terkait, maupun secara eksternal bekerjasama dengan
berbagai negara kawasan, regional maupun internasional.
Selanjutnya dalam RAPBN tahun 2010, Pemerintah telah meningkatkan
alokasi anggaran Departemen Pertahanan sebesar Rp7.021,1 miliar, yaitu
dari Rp33.667,6 miliar dalam APBN 2009 menjadi sebesar Rp40.688,7
miliar dalam RAPBN 2010. Peningkatan anggaran tersebut akan
digunakan untuk
penambahan anggaran kegiatan operasional,
pemeliharaan, perawatan dan pengadaan alutsista, pendidikan dan
latihan serta kesejahteraan prajurit tentunya juga memperhatikan
keselamatan personil TNI. Demikian pula dengan anggaran Kepolisian
RI mengalami peningkatan sebesar Rp1.012,0 miliar, yaitu dari
Rp24.816,7 miliar dalam APBN 2009 menjadi Rp25.828,7 miliar dalam
RAPBN 2010.
Menanggapi pernyataan Fraksi Partai Amanat Nasional agar
Pemerintah meningkatkan anggaran di sektor Pertanian dalam arti luas
dan pembangunan perdesaan, dapat dijelaskan sebagai berikut.
Pemerintah senantiasa memberikan perhatian pada pembangunan
pertanian, mengingat Indonesia merupakan negara agraris dan sebagian
besar penduduknya adalah petani. Hal tersebut tercermin dalam dalam
RKP 2010 khususnya prioritas 4, yakni: Pemulihan ekonomi yang
-L.57 -
didukung oleh pembangunan pertanian, infrastruktur dan energi.
Dukungan pembangunan infrastruktur, khususnya sumber daya
air/irigasi bagi sektor pertanian dalam tahun 2010 antara lain meliputi:
(1) pembangunan/peningkatan jaringan irigasi seluas 117,2 ribu ha dan
jaringan rawa seluas 8,1 ribu ha; (2) rehabilitasi jaringan irigasi seluas
310,8 ribu ha dan jaringan rawa seluas 72,4 ribu ha; serta (3) operasi dan
pemeliharaan jaringan irigasi seluas 2,34 juta ha dan jaringan rawa seluas
1,2 juta ha.
Selain itu, Pemerintah juga tetap memprioritaskan pembangunan
perdesaan melalui berbagai program dan kegiatan. Secara khusus untuk
meningkatkan keberdayaan masyarakat perdesaan dilaksanakan PNPMPerdesaan, baik melalui PNPM Inti maupun Penguatan. Selain melalui
PNPM, juga dilakukan berbagai pelatihan kepada aparat pemda dan
pemerintahan desa untuk meningkatkan mutu pelayanan kepada
masyarakat perdesaan, dan melakukan fasilitasi serta pendampingan di
beberapa desa untuk meningkatkan kehidupan sosial ekonomi
masyarakat perdesaan. Sejalan dengan semangat untuk meningkatkan
mutu pelayanan aparat pemerintahan desa kepada masyarakat melalui
tertib administrasi di tingkat desa, pada tahun ini sedang memasuki
tahap akhir pengangkatan sekretaris desa yang memenuhi persyaratan
sesuai dengan PP 45 tahun 2007 tentang Tata Cara Pengangkatan
Sekretaris Desa, untuk menjadi PNS.
D. DESENTRALISASI FISKAL DAN PENGELOLAAN
KEUANGAN DAERAH
Menanggapi pertanyaan Fraksi Kebangkitan Bangsa mengenai
pemanfaatan anggaran daerah yang belum terserap menjadi investasi
yang produktif, dapat disampaikan penjelasan sebagai berikut. Seiring
dengan jumlah alokasi transfer ke daerah yang semakin besar,
Pemerintah terus berupaya agar penyerapan anggaran daerah dapat
dilakukan secara optimal. Upaya yang dilakukan antara lain dengan
upaya mempercepat penyelesaian Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD), mengingat bahwa tidak terserapnya anggaran daerah
salah satunya diakibatkan oleh keterlambatan penetapan APBD. Dalam
tiga tahun terakhir, telah terjadi peningkatan yang cukup signifikan
terhadap penyelesaian Peraturan Daerah (Perda) tentang APBD. Apabila
pada tahun 2007, hanya terdapat 25 daerah yang mampu menyelesaikan
Perda APBD-nya secara tepat waktu, maka pada tahun 2009 telah
meningkat hingga mencapai 118 daerah yang berhasil menyelesaikan
Perda APBD-nya tepat waktu. Untuk memberikan apresiasi kepada
daerah-daerah yang telah secara konsisten mampu menyelesaikan Perda
APBD secara tepat waktu, maka beberapa waktu yang lalu, Pemerintah
telah memberikan penghargaan kepada 12 (dua belas) daerah yang tiga
-L.58 -
tahun berturut-turut mampu menyelesaikan Perda APBD-nya sebelum 31
Desember.
Di sisi lain, selaras dengan esensi otonomi daerah, maka pilihan bentuk
dan jenis belanja daerah pada dasarnya sangat tergantung kepada
kebutuhan dan prioritas daerah itu sendiri. Pemerintah Pusat tidak bisa
mendikte bagaimana daerah membelanjakan anggaran yang mereka
kelola. Salah satu koridor yang bisa dilalui untuk menyelaraskan arah
pembangunan adalah melalui evaluasi Raperda APBD Propinsi oleh
Pusat, dan Raperda Kabupaten/Kota oleh Propinsi. Selain itu, juga
terdapat mekanisme penyelarasan perencanaan antara Pusat dan Daerah
melalui Musrenbangda dan Musrenbangnas.
Menanggapi pertanyaan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan
mengenai kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) yang
makin menurun, dapat dijelaskan sebagai berikut. Pemerintah
sependapat mengenai perlunya peningkatan kemampuan pemerintah
daerah dalam mengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD), termasuk peningkatan kapasitas aparatur di daerah agar dapat
beradaptasi dengan proses desentralisasi keuangan yang tengah
berlangsung. Kemampuan/kapasitas pengelolaan keuangan daerah
dilakukan terhadap aspek sistem, kelembagaan, maupun sumberdaya
manusia (aparatur) di daerah, termasuk di dalamnya upaya untuk
meningkatkan kemampuan dalam menyusun LKPD. Sehubungan dengan
itu, Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2010, khususnya pada Sub
Bidang Penguatan Kapasitas Pemerintahan Daerah, telah mencanangkan
salah satu sasaran pembangunan pada tahun 2010, yaitu tertatanya
sistem pengelolaan keuangan dan sistem pelaporan keuangan daerah.
Adapun kegiatan yang akan dilaksanakan dalam pencapaian sasaran
tersebut, antara lain meliputi: (1) Pengembangan Sistem Informasi
Pengelolaan Keuangan Daerah, melalui pengembangan sistem informasi
manajemen bina administrasi keuangan daerah dan sistem informasi
pengelolaan keuangan daerah di 171 Daerah terpilih, serta tersusunnya
Participative Corporate Plan bagi sejumlah Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD) tertentu; (2) Fasilitasi Penataan Regulasi Keuangan Daerah,
melalui penyusunan 10 peraturan perundang-undangan bidang anggaran
daerah terkait dengan administrasi anggaran daerah, administrasi
pendapatan dan investasi daerah, fasilitasi dana perimbangan, dan
fasilitasi pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah; dan
(3) Fasilitasi Pengelolaan Keuangan Daerah, melalui dukungan fasilitasi
(yang meliputi pembinaan, bimbingan teknis, asistensi, penyusunan
pedoman) di bidang administrasi anggaran daerah, administrasi
pendapatan dan investasi daerah, dana perimbangan, serta
pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah (termasuk
pelaporan) dalam rangka peningkatan pengelolaan keuangan daerah di
33 provinsi.
-L.59 -
Berdasarkan hasil audit BPK, perkembangan opini Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah (LKPD) tahun 2004-2008 adalah sebagai berikut:
OPINI
TAHUN
2004
2005
2006
2007
2008 (smt I
2009)
WTP
16
17
3
4
8
WDP
TMP
TW
245
311
328
283
217
7
22
108
121
47
10
13
24
59
21
JUMLAH
278
363
463
467
239
Keterangan:
WTP
: Wajar Tanpa Pengecualian
WDP
: Wajar Dengan Pengecualian
TMP
: Tidak Memberikan Pendapat (Adverse )
TW
: Tidak Wajar (Disclaimer )
Masih rendahnya kualitas opini LKPD tersebut menunjukkan masih
adanya permasalahan dalam pengelolaan keuangan daerah. Hal tersebut
antara lain disebabkan oleh kondisi sebagai berikut:
1) Belum siapnya pemda dalam menjalankan reformasi peraturan
perundang-undangan tentang keuangan Negara yang dimulai sejak
terbitnya UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU
Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU
Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggungjawab Keuangan Negara.
Dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 antara lain diatur tentang
keharusan bagi setiap kepala daerah untuk menyampaikan
pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa
laporan keuangan yang telah diaudit BPK paling lambat 6 bulan
setelah tahun anggaran berakhir. Laporan keuangan tersebut
sekurang-kurangnya meliputi : Laporan Realisasi Anggaran, Neraca,
Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Selain itu,
juga diatur bahwa laporan keuangan tersebut disusun dan disajikan
sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
Untuk itu, setiap pemerintah daerah harus menyelenggarakan
akuntansi atas transaksi keuangannya. Akuntansi ini diselenggarakan
dalam rangka menyusun laporan keuangan yang sesuai dengan SAP.
Selain itu, peraturan-peraturan pelaksanaan atas UU Keuangan
Negara tersebut baru terbit tahun 2005 yaitu ketentuan yang
mengatur tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) dengan PP
Nomor 24 Tahun 2005, dan ketentuan tentang pedoman pelaksanaan
pengelolaan keuangan daerah dengan PP Nomor 58 Tahun 2005.
-L.60 -
Di sisi lain, pemerintah daerah sudah terlanjur mengikuti prosedurprosedur penatausahaan dan pengelolaan keuangan daerah
sebagaimana diatur dalam Kepmendagri Nomor 29 tahun 2002, yang
juga merupakan hal yang baru, karena pemda harus melaksanakan
antara lain anggaran berbasis kinerja, akuntansi double entry
(menggantikan pembukuan single entry yang sudah dilaksanakan
bertahun-tahun), sistem Uang Yang Harus Dipertanggungjawabkan
(UYHD) menggantikan Uang Untuk Dipertanggungjawabkan
(UUDP), dan sebagainya.
Pedoman pelaksanaan yang lebih detil dalam pengelolaan keuangan
daerah baru terbit tahun 2006, yaitu Permendagri Nomor 13 Tahun
2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, yang baru
berumur setahun sudah mengalami perubahan melalui Permendagri
Nomor 59 Tahun 2007 tentang revisi Permendagri Nomor 13 tahun
2006.
2) Terbatasnya Sumber Daya Manusia (SDM) pengelola keuangan
daerah yang memahami akuntansi pemerintahan.
Untuk dapat melaksanakan ketentuan-ketentuan tentang pengelolaan
keuangan daerah seperti tersebut di atas, diperlukan SDM yang
minimal mempunyai kompetensi atau berlatar belakang akuntansi.
Secara hitung-hitungan kasar, kebutuhan tenaga akuntan di
pemerintah daerah sekitar 25.000 orang, bahkan mungkin akan
bertambah
dengan
pertambahan
(pemekaran)
daerah.
Kenyataannya, tenaga akuntan di pemerintah daerah sangat minim.
Untuk Pemda DKI saja hanya mempunyai tenaga akuntan sekitar 20
orang, yang berarti satu SKPD belum tentu ada tenaga akuntannya.
Dari hasil analisis yang telah dilakukan oleh Badan Pemeriksa
Keuangan Pemerintah (BPKP) terhadap kebijakan pengembangan
SDM pada pemerintah daerah, khususnya yang terkait dengan
pengelolaan keuangan daerah menunjukkan bahwa SDM pengelola
keuangan daerah belum dikelola dengan baik yang pada akhirnya
dapat menimbulkan berbagai permasalahan dalam pelaksanaan tugas
yang diembannya. Hal ini diindikasikan dari kondisi berikut :
− Jumlah dan latar belakang kompetensi yang tidak sesuai dengan
kegiatan pengelolaan keuangan daerah. Seharusnya SDM pengelola
keuangan daerah memiliki kompetensi pendidikan akuntansi.
− Ketersebaran pegawai berlatar belakang akuntansi di SKPD-SKPD
belum memadai.
3) Pemerintah daerah belum sepenuhnya memanfaatkan Teknologi
Komputer (IT related) dalam pengelolaan keuangan daerahnya.
-L.61 -
Sesuai dengan perkembangan jaman, sudah seyogyanya pemerintah
daerah memanfaatkan kemajuan TI dalam mendukung pelaksanaan
penyelenggaraan keuangan daerahnya. Kenyataannya, masih banyak
pemerintah daerah yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan
daerah secara manual, dan kalaupun sudah memanfaatkan teknologi
informasi, namun masih menggunakan sistem aplikasi komputer yang
belum terintegrasi.
4) Kelemahan Sistem Pengendalian Intern
Pengendalian Intern sesuai PP Nomor 60 Tahun 2008 belum
sepenuhnya dapat diterapkan oleh Pemda, karena merupakan
peraturan yang baru, walaupun peraturan mengenai sistem
pengendalian intern sudah ada, antara lain dalam bentuk Peraturan
Daerah, Permendagri, dan Keputusan MenPAN.
Dari keempat permasalahan di atas, kondisi tersebut dapat terjadi
dibawah kendali (Controllable) maupun diluar kendali (Uncontrollable)
pemerintah daerah, sehingga BPKP berpendapat punishment terhadap
pemerintah daerah tidak seharusnya langsung diterapkan tanpa melihat
penyebab terjadinya opini disclaimer tersebut. Terhadap permasalahan
tersebut BPKP menyarankan agar Pemerintah daerah melakukan:
1) Action Plan
Pemerintah daerah segera membuat rencana aksi (action plan)
perbaikan opini sistem keuangannya yang harus disampaikan kepada
BPK. Perlu dipertimbangkan adanya unsur pemaksaan melaksanakan
action plan untuk perbaikan.
2) Menyangkut kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) pengelola
keuangan daerah, Pemerintah daerah seyogyanya segera merekrut
Sumber Daya Manusia yang berlatar belakang akuntansi. Karena
proses perekrutan membutuhkan waktu, maka dalam jangka pendek
Pemerintah daerah perlu melatih (mendiklatkan) Sumber Daya
Manusia yang ada untuk memahami akuntansi.
Solusi alternatif lainnya yaitu dengan menggunakan aplikasi
komputer untuk mempercepat proses penyusunan laporan keuangan.
Hal ini dimungkinkan karena sesuai Permendagri Nomor 13 Tahun
2006 dinyatakan bahwa sistem akuntansi pemerintahan daerah dapat
dilakukan secara manual atau menggunakan aplikasi komputer.
BPKP telah mempunyai aplikasi yang disebut dengan SIMDA yang
dapat digunakan oleh pemda dalam penyelenggaraan keuangan
daerahnya, baik mulai proses penganggaran (menyusun APBD),
prosedur penatausahaan keuangan (membuat Surat Permintaan
Pembayaran/SPP, Surat Perintah Membayar/SPM, Surat Perintah
Pengeluaran Dana/SP2D), prosedur pembukuan, maupun pelaporan
-L.62 -
(penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah-LKPD). Sampai
dengan saat ini, sudah lebih 200 pemda yang menggunakan aplikasi
tersebut.
3) Penguatan Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah daerah harus segera membangun sistem pengendalian
intern yang handal sesuai amanah pasal 58 UU Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara, dan PP Nomor 60 Tahun 2008
tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP).
Dalam hal ini BPKP sebagai pembina penyelenggaraan sistem
pengendalian intern siap membantu pemerintah daerah dalam
mengembangkan sistem pengendalian internnya.
Menanggapi pertanyaan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengenai
penurunan angka kemiskinan dan pengangguran, dapat disampaikan
penjelasan sebagai berikut. Dari sisi pemerataan pertumbuhan ekonomi,
salah satu alat ukur statistik yang dipakai adalah Index Williamson, yang
mengukur ketimpangan horizontal antar daerah berdasarkan PDRB per
kapita. Semakin kecil index ini, berarti semakin merata aktivitas
perekonomian antar daerah. Berdasarkan data statistik yang ada, Index
Williamson pada tahun 2002 adalah sebesar 0,723 dan pada tahun 2008
telah turun menjadi 0,55. Penurunan indeks ini menunjukkan bahwa
perkembangan aktivitas perekonomian antarprovinsi menjadi semakin
berimbang.
Di sisi lain, terkait dengan upaya pengurangan pengangguran dan
kemiskinan, pada dasarnya telah terjadi perbaikan di kedua indikator
tersebut. Pada tahun 2008 telah terjadi penurunan persentase penduduk
miskin di seluruh propoinsi dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Meskipun terjadi penurunan, beberapa provinsi masih menunjukkan
tingkat kemiskinan yang cukup tinggi, seperti di Papua dan Papua Barat
yang persentase penduduk miskinnya mencapai lebih dari 35 persen.
Oleh karena itu, diperlukan upaya yang lebih keras lagi dalam
menurunkan tingkat kemiskinan di seluruh wilayah Indonesia.
Sementara itu, untuk tingkat pengangguran juga telah terjadi penurunan
di 31 propinsi. Peningkatan lapangan kerja atau kesempatan kerja pada
dasarnya merupakan hasil dari berbagai elemen, seperti peran sektor
swasta, kebijakan pemerintah yang terkait dengan investasi dan
ketenagakerjaan, serta pengaruh ekonomi eksternal. Terkait dengan
peran pemerintah daerah yang berhubungan dengan kemudahan
investasi di daerah, Pemerintah Pusat terus mendorong agar terjadi
efisiensi perijinan di daerah, melalui evaluasi Perda-perda yang mengatur
masalah perijinan dan pungutan-pungutannya sehingga tidak
menimbulkan ekonomi biaya tinggi.
-L.63 -
Menanggapi saran dari Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi agar
Pemerintah memperhatikan dan melaksanakan dengan sungguh-sungguh
waktu pembayaran/penyaluran Dana Bagi Hasil (DBH), dapat
disampaikan penjelasan sebagai berikut. Berdasarkan ketentuan yang
diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
Daerah, dan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana
Perimbangan, maka dalam rangka penyaluran Dana Transfer ke Daerah,
Pemerintah telah memperbaiki pola penyaluran Anggaran Transfer ke
Daerah dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK)
Nomor 04/PMK.07/2008 tentang Pelaksanaan Penyaluran dan
Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah, yang kemudian
disempurnakan dengan PMK Nomor 21/PMK.07/2009. Berdasarkan
PMK tersebut, maka penyaluran Anggaran Transfer ke Daerah dilakukan
melalui pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening
Kas Umum Daerah. PMK tersebut juga telah mengatur bahwa penyaluran
jenis Anggaran Transfer ke Daerah dilakukan secara periodik dengan
jadwal dan besaran penyaluran yang ditentukan.
Berdasarkan PMK tersebut, penyaluran seluruh Anggaran Transfer ke
Daerah, baik Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK),
Dana Bagi Hasil (DBH), dan Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian,
telah dilaksanakan secara tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran
(daerah penerima). Untuk DBH Pajak, khususnya dari PPh Pasal 21 dan
PPh Pasal 25/29, DBH Cukai Hasil Tembakau, dan DBH Sumber Daya
Alam (SDA) disalurkan secara triwulanan, yang besaran penyalurannya
ditetapkan dalam perentase tertentu berdasarkan angka alokasi
sementara. Sementara DBH pajak yang lainnya, yakni DBH Pajak Bumi
dan Bangunan (PBB), dan Bea Perolehan atas Hak Tanah dan Bangunan
(BPHTB), penyalurannya dilakukan melalui dua mekanisme. Untuk DBH
PBB dan BPHTB Bagian Pemerintah Pusat, yang besarnya adalah 10
persen dari penerimaan PBB dan BPHTB yang kemudian dibagi rata
kepada seluruh kabupaten/kota, penyalurannya dilakukan dalam 3 (tiga)
tahap, yakni tahap pertama dilaksanakan bulan April, tahap kedua bulan
Agustus, dan tahap ketiga bulan November. Sementara itu untuk DBH
PBB dan BPHTB Bagian daerah dan Biaya Pungut PBB Bagian Daerah
dilaksanakan secara mingguan melalui Bank Operasional III berdasarkan
realisasi penerimaan PBB dan BPHTB yang dibayarkan oleh Wajib Pajak.
Perubahan pola penyaluran ini telah meningkatkan efisiensi dan
akuntabilitas pengelolaan Transfer ke Daerah, memberikan kepastian
waktu penyaluran dan besaran dana transfer kepada daerah, dan
mendorong percepatan penyelesaian dokumen Peraturan Daerah tentang
APBD. Keberhasilan pola baru penyaluran transfer ini adalah dengan
telah tersedianya dokumen sumber untuk penyusunan laporan keuangan
Pemerintah Pusat bagian anggaran 070 (Dana Perimbangan) dan bagian
-L.64 -
anggaran 071 (Dana Otsus dan Penyesuaian). Indikasi dari keberhasilan
ini adalah opini Badan Pemeriksa Keuangan dengan wajar tanpa
pengecualian (WTP) untuk laporan keuangan Dana Otsus dan
Penyesuaian dan wajar dengan pengecualian (WDP) untuk laporan Dana
Perimbangan yang sebelumnya selalu mendapat opini disclaimer.
Menanggapi pertanyaan Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi
mengenai beberapa subsidi yang menjadi faktor pengurang DAU, dapat
dijelaskan sebagai berikut. Kebijakan faktor pengurang Dana Alokasi
Umum (DAU) dalam tahun 2010 direncanakan mengikuti kebijakan
dalam tahun 2009, kecuali untuk remunerasi Bank Indonesia yang tidak
dimasukkan kembali. Kebijakan subsidi pajak yang dimasukkan ke dalam
faktor pengurang DAU dikarenakan oleh sifatnya yang in-out, yaitu
berupa pajak yang ditanggung pemerintah. Subsidi bahan bakar minyak,
subsidi listrik, subsidi pangan, subsidi pupuk, subsidi benih, dan subsidi
kredit program, merupakan kebijakan “sharing the pain” antara
Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah untuk bersama-sama
mengatasi kondisi perekonomian yang mengalami kesulitan. Oleh karena
itu, subsidi-subsidi tersebut dimasukkan ke dalam faktor-faktor
pengurang perhitungan DAU, walaupun dalam tahun 2010, porsi subsidisubsidi yang diperhitungkan tersebut, selain subsidi pajak, tidak
sepenuhnya 100 persen. Dengan demikian, kebijakan sharing the pain
dalam perhitungan pendapatan dalam negeri neto tersebut diharapkan
akan dapat mencerminkan kondisi perhitungan DAU yang disesuaikan
dengan kondisi perekonomian secara keseluruhan.
Menanggapi pertanyaan Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi
mengenai Dana Alokasi Umum (DAU) untuk daerah pemekaran, dapat
dijelaskan sebagai berikut. Dalam menghitungkan Dana Alokasi Umum
(DAU) daerah pemekaran baru, pada tahun pertama pengalokasiannya,
pemerintah terlebih dahulu menghitung alokasi daerah induk (sebelum
pemekaran) dengan menggunakan data daerah induk sebelum
dimekarkan. Kemudian untuk menghitung DAU induk dan anak, alokasi
DAU tersebut diproporsionalkan terhadap 3 jenis datanya, yaitu: Jumlah
penduduk, Luas Wilayah, dan Jumlah Belanja Pegawai.
Namun demikian, kebijakan dalam perhitungan alokasi Dana
Perimbangan untuk daerah pemekaran, tidak hanya bertumpu kepada
DAU, tetapi juga Dana Bagi Hasil (DBH Pajak dan DBH Sumber Daya
Alam) yang juga bersifat block grants, sehingga dapat digunakan
membayar gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah.
Menanggapi pertanyaan Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi
mengenai kebijakan Non-Hold Harmless, dapat dijelaskan sebagai
berikut. Kebijakan perhitungan Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan
implementasi dari ketentuan dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun
-L.65 -
2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah; yang pada Pasal 32 ayat (1), (2), dan (3) mengatur:
(1) Daerah yang memiliki nilai celah fiskal sama dengan 0 (nol)
menerima DAU sebesar alokasi dasar;
(2) Daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai negatif
tersebut lebih kecil dari alokasi dasar menerima DAU sebesar alokasi
dasar setelah dikurangi nilai celah fiskal;
(3) Daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai negatif
tersebut sama atau lebih besar dari alokasi dasar tidak menerima
DAU.
Dapat diinformasikan pula bahwa, kebijakan perhitungan DAU telah
diterapkan secara penuh dalam APBN 2008 dan 2009 sesuai formula
DAU dalam UU Nomor 33 Tahun 2004
Adapun dampak-dampak kebijakan perhitungan DAU terhadap kondisi
infrastruktur lebih tepat diarahkan dalam kapasitas DAK, atau dana-dana
sektoral Kementerian/Lembaga (K/L) sesuai kewenangannya.
Menanggapi pertanyaan Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi
mengenai formulasi Dana Alokasi Umum (DAU) yang hendaknya
memperhatikan rasa keadilan, dapat dijelaskan sebagai berikut.
Ketentuan Formulasi Dana Alokasi Umum (DAU) diatur secara rinci
dalam peraturan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana
Perimbangan. Rasa keadilan dalam perhitungan DAU diindikasikan
dalam penyediaan data dasar DAU sesuai dengan kondisi daerah. Pada
dasarnya perhitungan DAU didasarkan pada Celah Fiskal masing-masing
daerah. Daerah dengan Celah Fiskal yang tinggi berpeluang untuk
mendapatkan DAU yang lebih tinggi, demikian sebaliknya.
Celah Fiskal tersebut diperoleh antara Kebutuhan Fiskal dengan
Kapasitas Fiskal. UU Nomor 33 Tahun 2004 telah menetapkan data dasar
untuk kebutuhan fiskal daerah (jumlah penduduk, luas wilayah, Indeks
Pembangunan Manusia, dan Pendapatan Domestik Regional Bruto per
kapita). Sedangkan data dasar untuk kapasitas fiskal adalah Pendapatan
Asli Daerah, Dana Bagi Hasil (DBH) Sumber Daya Alam, dan DBH Pajak.
Selanjutnya, perhitungan DAU juga memperhatikan beban daerah untuk
membiayai gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah.
Rasa keadilan juga diindikasikan dari penyediaan data dasar perhitungan
DAU yang dilaksanakan oleh lembaga pemerintah yang berwenang di
bidang statistik dan lembaga pemerintah lain yang berwenang atas data
tersebut.
Menjawab pertanyaan Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi mengenai
formulasi Dana Alokasi Khusus (DAK), dapat dijelaskan sebagai berikut.
-L.66 -
Pemerintah sependapat bahwa dalam hal formulasi perhitungan alokasi
DAK harus dilakukan dengan cara memperhatikan rasa keadilan. Hal ini
ditandai dari sejak semula dalam penghitungan DAK selalu bermuatan
penciptaan keadilan untuk mendukung pencapaian sasaran nasional.
Terkait dengan hal tersebut, Pemerintah secara konsisten berupaya untuk
tetap melaksanakan perhitungan alokasi DAK sesuai dengan UndangUndang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dan Peraturan Pemerintah
Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan, yang menyatakan
bahwa alokasi DAK didasarkan atas kriteria umum, kriteria khusus, dan
kriteria teknis.
Terkait dengan kriteria umum DAK, maka alokasi DAK akan diberikan
kepada daerah-daerah tertentu yang memiliki kemampuan keuangan di
bawah rata-rata nasional. Hal ini dari sisi keadilan berarti telah
memenuhi upaya untuk memberikan prioritas perkuatan kapasitas
keuangan daerah (khususnya melalui DAK) kepada daerah-daerah yang
paling membutuhkan, yaitu daerah-daerah yang kurang mampu dari segi
keuangan daerah. Selain itu, berdasarkan kriteria khusus DAK,
Pemerintah juga memberikan perhatian dan prioritas kepada daerahdaerah dengan karakteristik khusus (daerah pesisir dan kepulauan,
daerah perbatasan dengan negara lain, daerah tertinggal/terpencil, serta
daerah yang termasuk kategori daerah ketahanan pangan, daerah rawan
bencana, serta daerah pariwisata). Sementara itu, berasarkan kriteria
teknis DAK, Pemerintah mengalokasikan kepada daerah-daerah tertentu
sesuai dengan kondisi sarana dan prasarana, kinerja pelaksanaan
kegiatan DAK di daerah, dan insentif bagi daerah yang mengalokasikan
dana daerah diluar DAK untuk membiayai kegiatan serupa sesuai bidang
DAK. Dengan pemanfaatan ketiga kriteria alokasi DAK tersebut
diharapkan perhitungan alokasi DAK telah mencerminkan aspek
pemerataan dan keadilan. Di samping itu, perhitungan alokasi DAK tetap
ditujukan untuk membantu daerah tertentu, dalam rangka mendanai
kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat untuk
mendorong percepatan pembangunan daerah.
Rasa keadilan ini diwujudkan melalui perhitungan DAK berdasarkan
kondisi masing-masing daerah, meliputi kondisi keuangan, kondisi
wilayah, dan kondisi infrastruktur. Daerah dengan kondisi keuangan di
bawah rata-rata nasional berpeluang besar untuk mendapatkan DAK.
Demikian juga daerah yang berdasarkan peraturan perundangan
dinyatakan sebagai daerah yang memiliki kekhususan wilayah yang
menjadi beban daerah, terlebih lagi daerah yang kondisi infrastrukturnya
banyak yang harus diperbaiki, akan berpeluang untuk mendapatkan DAK.
Namun demikian, Pemerintah tetap atau senantiasa akan melakukan
penyempurnaan dalam pengalokasian DAK di masa depan.
-L.67 -
E. PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, PENGELOLAAN
UTANG, DAN RISIKO FISKAL
Menanggapi pendapat dari Fraksi Partai Damai Sejahtera bahwa
Pemerintah tergantung pada utang, kiranya dapat kami jelaskan sebagai
berikut. Untuk memberikan stimulus fiskal ditengah kondisi krisis
keuangan global, Pemerintah berupaya mendorong pertumbuhan
ekonomi melalui kebijakan defisit APBN, yang diantaranya harus
dipenuhi kebutuhannya dari utang. Pembiayaan melalui utang
merupakan pilihan terakhir yang harus dilakukan, karena keterbatasan
sumber pembiayaan nonutang. Untuk itu, strategi pemenuhan sumber
pembiayaan utang harus dilakukan secara hati-hati dan cermat, dengan
mempertimbangkan dampaknya pada masa yang akan datang.
Pemerintah sependapat dengan Fraksi Partai Damai Sejahtera untuk
mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri. Pemerintah akan
semaksimal mungkin memenuhi target pembiayaan utang melalui
sumber dari dalam negeri, terutama dari pasar keuangan melalui
penerbitan SBN. Penggunaan sumber utang dari luar negeri hanya
dilakukan untuk tujuan diversifikasi instrumen pembiayaan guna
memperluas pasar, benchmarking bagi obligasi global swasta di pasar
internasional, menambah cadangan devisa, dan menghindari ”crowdingout” di pasar obligasi domestik.
Menanggapi pendapat dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan
bahwa upaya menutup peningkatan defisit anggaran hendaknya
dilakukan tanpa melalui utang, tetapi melalui nonutang, mengingat
kapasitas pembiayaan melalui nonutang tersebut masih ada, kiranya
dapat dijelaskan sebagai berikut. Setiap pemilihan sumber pembiayaan,
pada dasarnya akan membawa konsekuensi pada biaya dan risiko.
Apabila Pemerintah memilih sumber pembiayaan melalui utang, maka
sebagai konsekuensinya Pemerintah berkewajiban membayar kewajiban
utang, baik dalam bentuk bunga maupun pokok utang, baik di masa kini
maupun di masa yang akan datang. Sementara itu, apabila Pemerintah
memilih sumber pembiayaan dari nonutang untuk membiayai defisit,
maka akibatnya jumlah aset yang dimiliki Pemerintah dalam bentuk dana
tunai yang disimpan dalam rekening pemerintah, kepemilikan saham di
BUMN, dan aset lain yang dikelola PT PPA akan berkurang. Dengan
konsekuensi tersebut, Pemerintah dituntut untuk memilih kombinasi
sumber pembiayaan defisit yang tersedia dalam rangka mengoptimalkan
penciptaan tujuan dengan biaya yang minimal dan risiko yang terkendali.
Saat ini kapasitas sumber pembiayaan yang berasal dari nonutang
memang semakin terbatas. Hal ini terutama disebabkan kebijakan
privatisasi BUMN tidak semata-mata ditujukan untuk menutup defisit
-L.68 -
APBN, namun lebih ditujukan bagi upaya restrukturisasi BUMN.
Demikian juga, sumber pembiayaan yang berasal dari penjualan aset eks
BPPN, semakin berkurang, mengingat jumlah aset yang dikelola oleh PT
PPA maupun Ditjen Kekayaan Negara Departemen Keuangan juga
semakin berkurang. Selain itu, akumulasi saldo rekening Pemerintah dan
SAL yang dapat dimanfaatkan juga semakin menurun. Sebagai jalan
keluar dari adanya sumber pembiayaan nonutang yang semakin terbatas
tersebut, Pemerintah mencari sumber pembiayaan dari utang, yang
penetapan besarannya dilakukan secara hati-hati, transparan, dan
akuntabel, dengan mengupayakan tambahan bersih utang dari sumber
dalam negeri, dengan tetap mempertimbangkan besarannya agar tidak
terjadi crowding out di pasar keuangan domestik.
Menanggapi pandangan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan
bahwa indikator kemajuan pengelolaan utang yang didasarkan pada
kemampuan dalam menurunkan rasio utang terhadap PDB tidak lagi
memadai, dapat disampaikan jawaban sebagai berikut. Dalam membiayai
defisit APBN melalui utang, Pemerintah berpedoman pada tujuan
pengelolaan utang, yaitu meminimalkan biaya utang dalam jangka
panjang pada tingkat risiko yang terkendali. Selain itu, Pemerintah juga
berpedoman pada ketentuan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003
tentang Keuangan Negara pasal 12 ayat (3) beserta penjelasannya, bahwa
rasio utang terhadap PDB dibatasi tidak melebihi 60 persen dari PDB.
Walaupun target pembiayaan melalui utang semakin meningkat dari
tahun ke tahun, namun rasio utang terhadap PDB tetap menunjukkan
kecenderungan yang menurun. Hal ini mengindikasikan bahwa utang
yang dilakukan oleh Pemerintah telah digunakan untuk kegiatan-kegiatan
yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, dan meningkatkan
kapasitas untuk membayar kembali, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Selain itu, utang yang telah dilakukan juga menunjukkan
indikator yang baik, dimana pada saat krisis keuangan tidak
menyebabkan dampak yang signifikan pada peningkatan outstanding
utang maupun pembayaran kewajiban utang dalam valas.
Namun demikian, keberhasilan pengelolaan utang tidak hanya diukur
dari rasio utang terhadap PDB saja, tetapi juga berbagai indikator risiko
dan biaya yang dihadapi. Dari sisi risiko utang menunjukkan indikasi
yang masih terkendali, bahkan pada masa krisis seperti saat ini. Risiko
refinancing semakin menurun, yang terlihat dari peningkatan durasi SBN
dari 5,57 tahun pada tahun 2005 menjadi 6,88 tahun pada Juni 2009.
Risiko perubahan tingkat bunga semakin menurun, yang terlihat dari
peningkatan porsi utang dengan tingkat bunga fixed, yaitu dari semula
68,0 persen dari total utang pada tahun 2005 menjadi 76,5 persen pada
bulan Juni tahun 2009. Selanjutnya, risiko nilai tukar juga masih
terkendali, yaitu masih lebih dari 50 persen dari total utang dengan mata
uang rupiah. Walaupun risiko utang semakin terkendali, beban biaya
-L.69 -
utang juga menunjukkan penurunan yang cukup signifikan, antara lain
terlihat dari penurunan rasio pembayaran bunga terhadap belanja negara
atau terhadap pendapatan negara.
Menanggapi pandangan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan
bahwa kondisi keseimbangan primer APBN yang sudah negatif memiliki
pengertian kita hanya mampu membayar utang lama dengan
menciptakan utang baru, dapat disampaikan tanggapan sebagai berikut.
Realisasi primary balance pada tahun 2004–2008 bergerak fluktuatif,
yaitu dari sebesar Rp38,7 triliun pada tahun 2004 menjadi sebesar
Rp84,4 triliun pada tahun 2008. Khusus pada tahun 2009, primary
balance direncanakan bernilai negatif, karena adanya pemberian
stimulus fiskal untuk mengurangi dampak krisis global terhadap
perekonomian dalam negeri. Penetapan target primary balance yang
negatif tersebut telah mempertimbangkan kondisi kesinambungan utang,
agar tidak membebani anggaran negara di kemudian hari. Hal ini
dilakukan antara lain dengan melakukan pinjaman siaga untuk memback up penerbitan SBN jika kondisi pasar keuangan semakin memburuk
yang menyebabkan peningkatan yield secara signifikan. Dengan adanya
pinjaman siaga, maka pembiayaan utang dapat dipenuhi tanpa
menyebabkan adanya utang baru dengan tingkat bunga yang tinggi dan
risiko yang besar.
Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Amanat
Nasional bahwa dalam memenuhi target pembiayaan defisit APBN
melalui utang, Pemerintah menetapkan kebijakan pengelolaan utang
yang tidak mengandung agenda politik sebagai persyaratan pinjaman
sehingga dapat mewujudkan kemandirian dalam pembiayaan APBN dan
dapat meningkatkan posisi tawar Pemerintah sebagai peminjam (upperhand borrower). Untuk itu, utang dari luar negeri diutamakan bersumber
dari pasar keuangan melalui penerbitan SBN valas. Pengadaan utang dari
sumber luar negeri hanya dilakukan apabila sumber utang dari dalam
negeri sudah tidak mencukupi. Selain itu, pengadaan utang dari sumber
luar negeri dilakukan dengan tujuan diversifikasi instrumen pembiayaan
guna memperluas pasar, memberikan benchmarking bagi obligasi global
swasta di pasar internasional, menambah cadangan devisa, dan
menghindari crowding-out di pasar obligasi domestik.
Menanggapi kerisauan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan
terhadap angka beban pembayaran cicilan pokok dan bunga utang setiap
tahun yang besarnya melebihi anggaran untuk sektor kesehatan, hankam,
dan pembangunan infrastruktur fisik, dapat disampaikan tanggapan
sebagai berikut. Pembayaran kewajiban cicilan pokok dan bunga utang
merupakan dampak dari pengadaan/penerbitan utang yang telah
dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya. Jumlah kewajiban tersebut
setiap tahunnya mengalami fluktuasi, sesuai jadwal waktu
-L.70 -
pembayarannya, dan realisasi variabel yang mempengaruhinya, seperti
nilai tukar dan tingkat bunga referensi. Rasio pembayaran kewajiban
utang, baik pokok maupun bunga (debt service) terhadap belanja negara
atau pendapatan negara dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan
kecenderungan yang semakin menurun. Penurunan rasio debt service
tersebut mengindikasikan bahwa Pemerintah semakin memiliki
fleksibilitas dalam menggunakan anggaran untuk membiayai
pembangunan nasional. Sebagai gambaran, bila dibandingkan dengan
penerimaan negara, dalam tahun 2004 sekitar 15 persen pendapatan
negara digunakan untuk membayar bunga utang. Proporsi tersebut terus
menurun sehingga menjadi sekitar 10 persen pada tahun 2009.
Sementara itu, apabila dibandingkan dengan belanja negara, pada tahun
2004 sekitar 14,6 persen dari total belanja negara dialokasikan untuk
membayar bunga utang, dan pada tahun 2009 proporsi tersebut jauh
menurun menjadi sekitar 9,8 persen.
Sedangkan, penyempurnaan pinjaman luar negeri untuk meningkatkan
efektivitas dan efisiensinya, dilakukan baik dalam menentukan komposisi
maupun persyaratan pinjaman. Seperti dimaklumi, secara garis besar
pinjaman dibagi menjadi pinjaman program dan pinjaman proyek. Untuk
pinjaman program, dalam beberapa tahun terakhir telah dipraktekkan
bentuk single tranch (satu kali penarikan), yaitu pertama, Pemerintah
memiliki matriks kebijakan dalam bidang tertentu yang memang sudah
menjadi agenda akan dilaksanakan. Kedua, matriks kebijakan tersebut
ditawarkan pada lender untuk mendapat dukungan pembiayaan. Ketiga,
pemerintah dan lender menyepakati nilai pinjaman untuk matriks
kebijakan tersebut. Keempat, berdasarkan kesepakatan tersebut,
dilakukan penarikan pinjaman sekali saja untuk seluruh nilai pinjaman
tersebut. Dengan demikian, kuncinya adalah pada kesepakatan matriks
kebijakan, dan tidak ada risiko dana tidak bisa diserap, karena langsung
dicairkan dalam sekali penarikan pinjaman, ditambah keluwesan dalam
penggunaannya, karena langsung masuk rekening Menteri Keuangan.
Untuk tahun 2010, nilai jumlah pinjaman program adalah Rp24,4 triliun,
relatif sama dengan pinjaman proyek yang Rp24,5 triliun.
Sementara itu, untuk pinjaman proyek, telah dilakukan seleksi dan
persiapan proyek yang lebih ketat melalui penerapan PP No 2/2006
tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri.
Kebijakan satu pintu bagi usulan K/L, readiness criteria yang lebih ketat,
pelaksanaan Kesepakatan Jakarta (Jakarta Commitment) berupa
penyesuaian lender dengan sistem yang berlaku di Indonesia untuk
meningkatkan aid effectiveness, termasuk peningkatan daya serap
pinjaman, serta landasan untuk pengelolaan utang yang lebih baik telah
diletakkan. Dampaknya akan dirasakan secara bertahap, mengingat
sebagian pinjaman sudah ditetapkan sebelum berlakunya PP No 2/2006.
-L.71 -
Dari sisi pengelolaan utang, agar kewajiban utang dapat ditekan dari
tahun ke tahun, maka untuk pencarian pinjaman luar negeri akan
diupayakan biaya dengan persyaratan yang favourable bagi pengelolaan
utang Pemerintah, baik dari sisi tingkat bunga, maupun waktu jatuh
tempo. Dari sisi pembiayaan yang bersumber dari penerbitan surat
berharga akan terus diupayakan efisiensi pasar, agar biaya utang baru
yang dilakukan tidak menjadi berlebihan, dengan cara pembangunan
infrastruktur perdagangan dan peraturan, pengembangan instrumen
utang, dan melakukan asessment terhadap kapasitas absorbsi pasar
secara lebih cermat. Pengelolaan portofolio dan risiko utang melalui
pelaksanaan debt switching akan terus dilakukan, dan semaksimal
mungkin berupaya untuk melakukan transaksi lindung nilai yang dapat
memberikan proteksi dan kepastian dari munculnya fluktuasi yang ada di
pasar keuangan.
Terhadap masukan Fraksi Kebangkitan Bangsa agar mencermati
turunnya defisit RAPBN 2010 menjadi 1,6 persen PDB, serta perlunya
ekspansi anggaran negara untuk membantu masyarakat dan pelaku
usaha, dapat disampaikan tanggapan sebagai berikut. Pada dasarnya
penyusunan sasaran defisit RAPBN 2010 utamanya ditentukan oleh tiga
faktor. Pertama, kemampuan meningkatkan sumber-sumber pendapatan
negara. Dalam hal ini, sumber pendapatan negara dominan berasal dari
penerimaan perpajakan, yang menyumbang sekitar 80 persen dari
keseluruhan rencana pendapatan negara di tahun 2010. Dalam RAPBN
2010, penerimaan perpajakan direncanakan sebesar Rp729,2 triliun, atau
meningkat 10,7 persen dari realisasi di tahun 2008. Rencana penerimaan
perpajakan tahun 2010 tersebut lebih baik dari perkiraan realisasi
penerimaannya di tahun 2009 sebesar Rp652,0 triliun, yang melambat
dibandingkan di tahun 2008 akibat rendahnya harga minyak, dan
dampak dari penurunan laju kegiatan ekonomi. Setiap waktu, Pemerintah
senantiasa berupaya untuk terus meningkatkan sumber pendapatan
negara, diantaranya melalui langkah-langkah intensifikasi dan
ekstensifikasi perpajakan.
Faktor kedua yang mempengaruhi defisit APBN adalah kebutuhan
belanja negara. Setiap tahun, kebutuhan belanja negara cenderung terus
meningkat, baik untuk meningkatkan peran Pemerintah dalam
menstimulusi
pembangunan
dan
memperbaiki
kesejahteraan
masyarakat, maupun untuk melaksanakan desentralisasi fiskal. Dalam
hal ini, Pemerintah menyusun anggaran belanja negara paling tidak harus
memperhitungkan kemampuan sumber-sumber pendapatan negara, serta
melihat kebutuhan pemerintah untuk melaksanakan program-program
pembangunan. Di saat krisis yang sedang melanda perekonomian dunia
saat ini, ekspansi belanja pemerintah sangat dibutuhkan pada saat peran
swasta mengalami penurunan untuk menggerakkan roda perekonomian
nasional. Selain itu, yang juga selalu menjadi pertimbangan alokasi
-L.72 -
belanja negara adalah terus memperbaiki dan meningkatkan efisiensi dan
efektifitas alokasi anggaran negara.
Faktor ketiga yang menentukan besaran defisit anggaran adalah
kemampuan APBN untuk membiayainya. Dengan semakin terbatasnya
sumber pembiayaan anggaran dari nonutang, seperti penjualan aset, dana
SAL, atau privatisasi, maka sumber pembiayaan defisit APBN hingga saat
ini masih didominasi dari utang, baik dalam negeri maupun luar negeri.
Tentunya kebutuhan defisit anggaran yang harus dibiayai dari utang
harus disikapi dengan langkah yang tepat dan berhati-hati. Untuk
mengambil langkah kebijakan menambah utang, Pemerintah paling tidak
harus
mempertimbangkan
beberapa
hal,
yaitu
diantaranya:
(a) kemampuan negara untuk membayar kembali beban utang tersebut,
baik jangka pendek maupun jangka panjang; (b) biaya dan risiko dari
tambahan utang tersebut dapat diminimalkan dan tidak menimbulkan
ikatan bagi pemerintah; (c) konsisten dengan strategi pemerintah untuk
mengendalikan dan menurunkan rasio utang pemerintah pada tingkat
yang aman; serta (d) dana utang tersebut dapat dimanfaatkan secara
maksimal untuk pembangunan nasional serta perbaikan kesejahteraan
masyarakat.
Dengan mempertimbangkan ketiga faktor tersebut, Pemerintah
merencanakan defisit RAPBN 2010 sebesar 1,6 persen PDB, yang
mengalami penurunan dari target defisit di tahun 2009 sekitar 2,4 persen
PDB. Berdasarkan rencana defisit di tahun 2010 tersebut, dapat dilihat
bahwa anggaran pendapatan negara diharapkan akan meningkat dari
Rp871,0 triliun menjadi Rp911,5 triliun, sementara belanja negara juga
meningkat dari Rp1.000,8 triliun menjadi Rp1.009,5 triliun. Di samping
itu, pembiayaan anggaran dapat dikendalikan pada tingkat yang
sustainable, dari sebesar Rp129,8 triliun pada tahun 2009 menjadi
Rp98,0 triliun pada tahun 2010.
Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Demokrat
bahwa dalam melakukan utang, Pemerintah perlu senantiasa
mengutamakan prinsip kehati-hatian, terencana, transparan, dan
akuntabel, serta menjaga pada risiko yang terkendali. Prinsip-prinsip
tersebut pada dasarnya dapat ditunjukkan dengan perlunya persetujuan
Dewan dalam melakukan penambahan utang neto yang dapat dilakukan
oleh Pemerintah dalam setiap tahun anggaran, yang dibahas sebagai satu
kesatuan dengan pembahasan APBN. Pelaksanaan prinsip-prinsip
tersebut juga terwujud dalam hal perlunya pemerintah melaporkan
realisasi penambahan utang yang telah dilakukan dalam satu tahun
anggaran, baik dalam pembahasan realisasi APBN maupun dalam
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Selain itu, Pemerintah juga
melaksanakan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan utang melalui
penambahan utang yang terkendali, agar dalam jangka panjang tidak
-L.73 -
menjadi beban yang tidak mampu dibayar kembali, dan atas kewajiban
yang ditimbulkan tersebut dapat dipenuhi secara tepat waktu.
Dari sisi pengelolaan utang, Pemerintah senantiasa mempertimbangkan
kondisi portofolio dan risiko utang, kondisi infrastruktur dan daya serap
pasar SBN, dan perkembangan makro ekonomi, baik domestik maupun
global. Hal ini dilakukan agar tujuan pengelolaan SBN untuk membiayai
defisit dengan biaya yang minimal pada tingkat risiko yang terkendali
dapat tercapai. Untuk memenuhi tujuan tersebut, dalam jangka pendek,
Pemerintah menyusun kebijakan pengelolaan utang dengan
memprioritaskan penggunaan instrumen SBN rupiah di pasar domestik,
mengurangi stok pinjaman luar negeri secara konsisten, melakukan
penerbitan SBN di pasar global (international bonds) yang sifatnya
komplementer terhadap SBN rupiah, dan penggunaan pinjaman luar
negeri yang tidak diikuti dengan agenda politik tertentu dan memiliki
terms yang tidak memberatkan.
Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Persatuan
Pembangunan terhadap dampak penguatan kurs Rupiah yang bersifat
temporer kepada besarnya bunga utang yang berdenominasi mata uang
asing. Perubahan tingkat bunga di pasar keuangan berdampak pada
bunga atas outstanding Surat Berharga Negara (SBN) yang memiliki
tingkat bunga mengambang, dan bunga atas SBN baru yang akan
diterbitkan. Berdasarkan outstanding SBN per-12 Agustus 2009, jumlah
SBN dengan tingkat bunga mengambang hanya 14,8 persen dari total
outstanding SBN. Hal ini mengindikasikan bahwa risiko perubahan
tingkat bunga masih berada pada tingkat yang terkendali.
Disamping itu, SBN dengan tingkat bunga mengambang tersebut
seluruhnya merupakan SBN domestik seri Variable Rate (VR), karena
SBN dengan mata uang valas seluruhnya memiliki tingkat bunga tetap.
Tingkat bunga SBN seri VR tersebut mengacu pada tingkat bunga SBI 3
bulan yang besarannya terutama dipengaruhi oleh tingkat inflasi di dalam
negeri. Dengan demikian kenaikan tingkat bunga di pasar keuangan
hanya mempengaruhi penerbitan SBN baru yang akan diterbitkan. Untuk
mengurangi dampak peningkatan bunga di pasar keuangan, Pemerintah
senantiasa melakukan pengaturan waktu penerbitan, dengan
menerbitkan SBN pada saat kondisi likuiditas pasar keuangan masih
cukup tinggi, antara lain dengan mengoptimalkan penerbitan pada awal
tahun untuk memanfaatkan January effect. Selain itu, penerbitan SBN
juga mempertimbangkan instrumen dan tenor yang sesuai dengan minat
investor, namun dengan tetap mempertimbangkan pengendalian risikorisiko yang dihadapi.
Pemerintah sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Keadilan
Sejahtera bahwa dalam melakukan utang, Pemerintah perlu senantiasa
mengutamakan prinsip kehati-hatian. Prinsip-prinsip ini dapat
-L.74 -
ditunjukkan dengan perlunya persetujuan Dewan dalam melakukan
penambahan utang neto yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam
satu tahun anggaran yang dibahas sebagai satu kesatuan dengan
pembahasan APBN. Pelaksanaan prinsip tersebut juga terwujud dalam
hal perlunya Pemerintah melaporkan realisasi penambahan utang yang
telah dilakukan dalam satu tahun anggaran, baik dalam pembahasan
realisasi APBN maupun dalam LKPP. Selain itu, Pemerintah juga
menunjukkan dilaksanakannya prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan
utang melalui penambahan utang yang terkendali agar dalam jangka
panjang tidak menjadi beban, dan atas kewajiban yang ditimbulkan dapat
dipenuhi secara tepat waktu.
Terhadap saran dan masukan agar penerbitan SBN dilakukan lebih taktis,
pemerintah mengambil kebijakan dengan tetap mengutamakan
penerbitan di pasar domestik. Secara operasional strategi yang diterapkan
adalah melalui: (a) penerapan front loading strategy untuk memastikan
kebutuhan pembiayaan dapat dipenuhi, (b) diversifikasi instrumen
dengan mempertimbangkan instrumen dan tenor yang sesuai dengan
minat investor, namun dengan tetap mempertimbangkan pengendalian
risiko-risiko yang dihadapi, (c) pengelolaan risiko utang untuk
menurunkan exposure terutama terhadap risiko suku bunga, dan
(d) risiko pembiayaan kembali, dan penerapan crisis management
protocol dalam rangka menjaga stabilitas pasar. Hal tersebut disusun
sebagai respon atas kondisi pasar yang terjadi akhir-akhir ini, sehingga
penerbitan SBN dapat memenuhi target pembiayaan, dengan biaya yang
relatif murah dan risiko yang terkendali untuk mendukung
kesinambungan fiskal.
Pemerintah sependapat dengan tanggapan Fraksi Partai Keadilan
Sejahtera bahwa kondisi pasar global yang tengah bergejolak akhirakhir ini, menyebabkan kebijakan penerbitan SBN bisa menjadi suatu
kebijakan yang tidak lagi berbiaya murah, bahkan bisa berisiko tinggi.
Terkait hal tersebut, pemerintah melakukan pemilihan sumber
pembiayaan utang dengan mempertimbangkan kondisi portofolio dan
risiko utang, serta melihat ketersediaan sumber utang yang ada.
Pemerintah, saat ini mengutamakan sumber pembiayaan utang melalui
pasar keuangan, karena dapat mewujudkan kemandirian dalam
pembiayaan APBN, mendukung pengembangan pasar modal dengan
memperluas basis investor melalui diversifikasi berbagai instrumen
investasi bagi masyarakat, dan membantu pengelolaan likuiditas pasar
keuangan. Sedangkan pembiayaan utang melalui sumber nonpasar
keuangan, Pemerintah akan mengoptimalkan pinjaman melalui sumbersumber multilateral dan bilateral yang memberikan ketentuan dan
persyaratan yang favourable. Selain itu, sumber pembiayaan utang
melalui pasar keuangan dapat diperoleh dalam jumlah yang jauh lebih
-L.75 -
besar dibandingkan dengan pinjaman melalui lembaga multilateral dan
bilateral.
Selanjutnya, meningkatnya biaya penerbitan dapat disebabkan oleh
peningkatan persepsi risiko atas sebuah instrumen yang diterbitkan.
Untuk menjaga hal tersebut, di tengah kondisi pasar yang belum kondusif
akhir-akhir ini, pemerintah dengan dukungan dari development partners
memperoleh komitmen pinjaman siaga. Pinjaman siaga ini sifatnya
adalah sebagai insurance dalam rangka mempertahankan investor
confidence, dan dapat ditarik jika pemerintah menghadapi kesulitan
dalam penerbitan surat berharga, khususnya pada periode 2009-2010.
Kesulitan tersebut dapat didefinisikan sebagai tidak adanya permintaan
atas SBN, atau terjadinya peningkatan biaya penerbitan. Untuk itu, jika
penerbitan tidak dapat dilakukan, baik di pasar domestik maupun pasar
global akibat meningkatnya biaya penerbitan, pemerintah telah
mengantisipasi dengan melakukan penarikan pinjaman siaga, sehingga
diharapkan biaya utang dapat diminimalkan.
Menangapi pertanyaan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan
mengenai pembiayaan utang, dapat disampaikan jawaban sebagai
berikut. Pemilihan sumber pembiayaan utang dilakukan dengan
mempertimbangkan kondisi portofolio dan risiko utang Pemerintah dan
juga melihat ketersediaan sumber utang yang ada. Pemerintah saat ini
mengutamakan pembiayaan utang berasal dari pasar keuangan, karena
dapat mewujudkan kemandirian dalam pembiayaan APBN, mendukung
pengembangan pasar modal dengan memperluas basis investor melalui
diversifikasi berbagai instrumen investasi bagi masyarakat, dan
membantu pengelolaan likuiditas pasar keuangan. Sedangkan
pembiayaan utang yang berasal dari pinjaman multilateral dan bilateral
akan dipilih pinjaman yang memberikan ketentuan dan persyaratan yang
favourable, baik dari sisi bunga maupun tenor. Dari sisi ketersediaannya,
pembiayaan utang melalui pasar keuangan dapat diperoleh dalam jumlah
yang jauh lebih besar dibandingkan dengan pinjaman melalui lembaga
multilateral dan bilateral.
Terkait dengan persepsi risiko dari investor terhadap utang yang
diterbitkan oleh Pemerintah dapat dilihat dari perkembangan credit
rating Indonesia. Pasca krisis ekonomi sampai dengan saat ini, credit
rating Indonesia meningkat dari rating selective default pada awal tahun
2000 menjadi level BB (Fitch’s dan S&P’s), dan Ba3 (Moody’s) pada saat
ini dengan outlook yang stabil. Dalam masa krisis keuangan seperti saat
ini, tidak banyak negara yang mampu bertahan pada stable outlook,
bahkan terdapat kecenderungan outlook yang negatif atau bahkan
terdapat risiko mengalami penurunan (down grade).
Selanjutnya, berkenaan dengan indikasi keengganan bank dalam
menyalurkan kredit pada sektor riil akibat tingginya tingginya yield SUN
-L.76 -
dapat disampaikan bahwa berdasarkan data yang ada tidak menunjukkan
indikasi tersebut. Hal ini terlihat dari data kepemilikan bank pada SUN
relatif tidak berubah walaupun jumlah dana pihak ketiga bank meningkat
cukup signifikan. Walaupun demikian, Pemerintah akan berusaha
mencari jalan keluar yang terbaik agar sektor riil dapat berkembang
bersamaan dengan semakin membaiknya sektor keuangan.
Pemerintah sependapat dengan Fraksi Kebangkitan Bangsa untuk
terus meningkatkan upaya kemandirian bangsa termasuk didalamnya
untuk melakukan pengurangan stok utang, baik untuk utang dalam
negeri maupun luar negeri. Salah satu strategi pengelolaan utang yang
dilakukan selama ini adalah melakukan pengurangan utang, terutama
yang berasal dari pinjaman luar negeri. Strategi tersebut tentunya
dilaksanakan dengan mempertimbangkan kebutuhan riil pembiayaan
dalam memenuhi kebutuhan APBN. Dalam hal ini, Pemerintah
memprioritaskan melalui upaya pengurangan stok pinjaman luar negeri
yang secara konsisten dilakukan dengan mempertahankan tambahan
pinjaman luar negeri neto tetap negatif. Dalam hal masih diperlukan
pembiayaan dari utang, maka sumber dari domestik akan menjadi
prioritas dibanding sumber dari luar negeri.
Selanjutnya, dalam melakukan utang prinsip kemandirian juga perlu
terus dipertahankan. Dalam kaitan tersebut, strategi pemerintah dalam
melakukan pengadaan pinjaman luar negeri adalah senantiasa
mengutamakan pinjaman yang berasal dari kreditor multilateral dan
bilateral yang tidak memiliki/dikaitkan dengan agenda politik tertentu.
-L.77 -
Download